Gambaran Tinggi Wajah Anterior Bawah Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala Suku Aceh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambaran Tinggi Wajah Anterior Bawah Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala Suku Aceh"

Transkripsi

1 Journal Caninus Denstistry Volume 1, Nomor 4 (November 2016): Gambaran Tinggi Wajah Anterior Bawah Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala Suku Aceh Lindawati, Kemala Hayati, Komalawati Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala ABSTRAK Sefalometri adalah suatu teknik radiograf yang digunakan untuk tujuan pengukuran kepala, serta digunakan dalam menunjang diagnosis maupun evaluasi perawatan ortodonti. Permasalahan vertikal wajah memiliki keterkaitan terhadap tinggi wajah anterior bawah seseorang. Tinggi wajah anterior bawah atau LAFH (Lower Anterior Facial Height) adalah jarak vertikal diantara anterior nasal spine dan menton. Penelitian mengenai tinggi wajah anterior bawah pernah dilakukan baik pada ras kaukasoid maupun ras mongoloid. Hasil dari penelitian kedua ras tersebut menunjukkan rerata tinggi wajah anterior bawah yang lebih besar pada laki-laki dari pada perempuan, namun di Aceh belum ada penelitian tersendiri terkait tinggi wajah anterior bawah. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran tinggi wajah anterior bawah pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala Suku Aceh. Penelitian ini menggunakan data sekunder sebanyak 20 sampel berupa foto sefalogram mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala yang diambil dengan teknik purposive sampling. Pengukuran tinggi wajah anterior bawah dilakukan dengan tracing manual pada sefalogram dengan alat penggaris besi yang diukur dari titik Anterior Nasal Spine sampai Menton. Hasil penelitian menunjukkan rerata tinggi wajah anterior bawah pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala sebesar 63,51 mm pada laki-laki dan 58,81 mm pada perempuan. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala Suku Aceh berjenis kelamin laki-laki memiliki nilai rerata tinggi wajah anterior bawah yang lebih besar daripada perempuan. Kata kunci: Tinggi wajah anterior bawah, sefalometri lateral, suku Aceh ABSTRACT Cephalometric radiography is a technique used for the purpose of measuring head and is used in the diagnosis and evaluation of orthodontic treatment. Vertical faces problems have been associated with lower anterior facial height s person. Lower anterior facial height or LAFH is a vertical distance between anterior nasal bones and menton. Research on the lower anterior facial height've done well in Caucasian and Mongoloid races. The results of the second study showed the average height of the race according to the anterior face larger in men than in women, but in Aceh has been no independent studies related to lower anterior facial height. This research is a descriptive study that aims to see the picture of the lower anterior facial height on the students of the Faculty of Dentistry, University of Syiah Kuala Tribe Aceh. This study uses secondary data from 20 samples in photos sefalogram from students of Dentistry, University of Syiah Kuala, taken by purposive sampling technique. lower anterior facial height measurement is done by manual tracing on sefalogram with metal ruler tool which is measured from the point of the anterior nasal Spine until Menton. The results showed an average anterior facial height above the students of the Faculty of Dentistry, University of Syiah Kuala by mm in men and mm in women. Students of the Faculty of Dentistry, University of Syiah Kuala Tribe Aceh sex male has an average value lower anterior facial height is larger than the female. Key words: Lower anterior facial height, lateral cephalometric, Acehnese. PENDAHULUAN Kedokteran gigi pada saat ini sudah mengalami perkembangan yang baik di segala bidang, tidak ketinggalan pada teknologi radiografi. Banyak jenis foto roentgen yang dapat membantu dokter gigi dalam menegakkan J o u r n a l C a n i n u s D e n t i s t r y V o l. 1, N o. 4 :

2 diagnosis sesuai dengan indikasi dan keperluannya baik intra oral maupun ekstra oral. 1,2 Salah satu yang termasuk dalam radiografi ekstraoral di antaranya yaitu sefalometri. 3 Sefalometri adalah gambaran radiografi tulang tengkorak yang digunakan secara luas dalam pemeriksaan ortodonti untuk menilai hubungan gigi dengan rahang dan rahang dengan skeletal wajah. 4,5 Awalnya sefalometri lebih banyak digunakan untuk mempelajari tumbuh kembang kompleks kraniofasial kemudian berkembang sebagai sarana yang sangat berguna untuk mengevaluasi keadaan klinis misalnya membantu menentukan diagnosis, merencanakan perawatan serta menilai hasil perawatan dalam bidang ortodonti. 5,6 Perhitungan dan perbandingan dari titik-titik, jarak dan garis pada skeletal wajah merupakan hal yang penting dalam pemeriksaan ortodonti. 5 Analisis sefalometri juga digunakan untuk mengevaluasi permasalahan vertikal wajah pasien yang berkaitan dengan pemeriksaan skeletal dan hubungan dental yang akurat. 7 Permasalahan vertikal wajah memiliki keterkaitan terhadap tinggi wajah anterior bawah seseorang. Tinggi wajah anterior bawah atau LAFH (Lower Anterior Facial Height) adalah jarak vertikal diantara anterior nasal spine dan menton. 7,8 Pengukuran terhadap tinggi wajah anterior bawah merupakan salah satu evaluasi vertikal yang memiliki kaitan erat terhadap estetika seseorang maupun terhadap perawatan ortodonti. 9,10,11 Tinggi wajah pada orang dewasa muda menjadi suatu hal yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan keharmonisan wajah dan juga menjadi faktor utama dalam menentukan bentuk wajah seseorang. 9 Salah satu faktor yang membedakan pertumbuhan dan perkembangan dentokraniofasial dan fisik seorang individu terdapat pada ras. Menurut Zukerman (1990:1297) ras adalah suatu hasil perkawinan, yang secara geografis merupakan populasi yang terpisah yang dapat dibedakan berdasarkan sifat-sifat fisik dari anggota dan spesies lain. Kebanyakan definisi ras memasukkan komponen biologis, dimana diasumsikan bahwa manusia dapat dibedakan dalam kelompok berdasarkan persamaan ciri-ciri fisik dan tendensi tingkah laku. Kelompok tersebut secara umum diklasifikasikan sebagai Mongoloid, Caucasoid, dan Negroid. Aceh adalah salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan suku, ras dan budaya. 12,13 Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak paling ujung bagian barat Pulau Sumatera yang memiliki luas wilayah ,57 km 2 atau 2,88 % dari luas Negara Republik Indonesia, dengan jumlah penduduk jiwa. Berdasarkan beberapa kajian diketahui bahwa penduduk yang mendiami wilayah Aceh berasal dari percampuran darah beberapa bangsa lain, yaitu Arab, China atau Mongol, Eropa (Portugis) dan Hindia. 11,12 Saat ini belum diketahui berapa tinggi wajah anterior bawah pada suku Aceh sehingga penelitian ini sangat diperlukan. Pengukuran tinggi wajah anterior bawah sebaiknya dilakukan ketika masa pertumbuhan dan perkembangan telah berhenti. Pertumbuhan secara fisik berhenti pada umur yang berbeda-beda antara laki-laki dan perempuan. Goldstain (1996) di Swedia, diketahui perempuan berhenti mengalami pertumbuhan linear pada umur 17,5 tahun, dan umur 19,2 tahun pada laki-laki, sedangkan menurut Taranger & Hagg cit. Artaria, laki-laki di Amerika Serikat dengan status sosial-ekonomi menengah ke atas mencapai pertumbuhan maksimal pada umur 21 tahun, dan perempuan pada umur 18 tahun. 10 Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin mengetahui berapakah tinggi wajah anterior bawah pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala yang bersuku Aceh bila ditinjau dari studi radiografi sefalometri lateral. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini berupa deskriptif, yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tinggi wajah anterior bawah pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala suku Aceh. Penelitian dilakukan di Ruang Instalasi Radiologi Kedokteran Gigi Rumah Sakit Gigi Mulut Universitas Syiah Kuala pada bulan Mei Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala angkatan 2006 sampai 2011 suku Aceh berusia tahun. Sampel penelitian yang digunakan berupa foto roentgen sefalogram lateral mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala suku Aceh yang memenuhi kriteria inklusi Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara purposive sampling yaitu, sampel yang diambil hanya yang memenuhi kriteria inklusi. Penentuan besar sampel J o u r n a l C a n i n u s D e n t i s t r y V o l. 1, N o. 4 :

3 penelitian menggunakan total sampling yaitu seluruh sampel penelitian yang diambil memenuhi kriteria inklusi yaitu, sebanyak 20 sampel. Adapun kriteria inklusi sampel penelitian yaitu, mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala angkatan 2006 sampai 2011 suku Aceh sampai dua generasi,usia tahun, gigi lengkap (kecuali molar ketiga), hubungan molar pertama klas I Angle, yaitu cusp mesiobukal gigi molar pertama atas berada pada groove bukal gigi molar pertama bawah dan tonjol gigi kaninus atas terletak di antara tonjol gigi kaninus dan insisivus lateral bawah, susunan gigi teratur atau derajat ketidakteraturan ringan. Alat dan bahan yang digunakan adalah foto sefalogram, penggaris, pensil 4H dan penghapus karet, kertas asetat + selotip, dan gunting. Pengukuran tinggi wajah anterior bawah dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Dilakukan pendataan mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala Suku Aceh dengan cara menggunakan metode pengumpulan data berupa check list yang diperoleh berdasarkan data pada subjek penelitian terdahulu untuk memperoleh film radiografik sefalometri lateral yang memenuhi kriteria pada penelitian ini, kemudian film radiografik sefalometri lateral tersebut ditracing untuk menentukan garis tinggi wajah anterior bawah (LAFH) sehingga, akan diketahui ukuran tinggi wajah anterior bawah dari pasien tersebut. 6,14 Indikator tinggi wajah anterior bawah tersebut adalah berdasarkan nilai normal pada Ras Kaukasoid Dilanjutkan dengan proses tracing (penapakan). Kertas asetat direkatkan ke sefalogram dengan perekat isolasi. Sefalogram dijejakkan menggunakan pensil pada kertas asetat untuk : (1) tracing anatomi jaringan keras dan jaringan lunak yang terdapat pada foto sefalometri lateral; (2) menentukan titik-titik yang diperlukan, yaitu meliputi Anterior Nasal Spine (ANS) dan Menton (ME); (3) menentukan panjang garis tinggi wajah anterior bawah (LAFH) dengan penggaris; (4) melakukan pengukuran tinggi wajah anterior bawah (LAFH) dengan penggaris. 6,14,16 3. Pengukuran tinggi wajah anterior bawah atau LAFH (Lower Anterior Facial Height) adalah suatu jarak linear yang diukur antara Anterior Nasal Spine (ANS) dan Menton (Me). 16 Pengukuran jarak tersebut dilakukan oleh dua orang pengukur dengan menggunakan penggaris besi sebanyak tiga kali pengukuran pada sampel yang sama. Nilai yang diambil adalah nilai rata-rata dari keseluruhan hasil pengukuran. Analisis data menggunakan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS). Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data adalah dimulai dengan mengaktifkan data view kemudian dilanjutkan dengan pengisian data berupa jenis kelamin, umur dan nilai tinggi wajah anterior bawah yang diperoleh pada kolom variabel view. Selanjutnya yaitu melakukan analisis deskriptif. HASIL PENELITIAN Data dari penelitian ini adalah data sekunder yang didapatkan dari gambaran sefalometri lateral dari mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala yang bersuku Aceh. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala pada tanggal 16 Mei Mei Subjek penelitian ini terdiri dari 20 sampel yang terdiri dari 10 laki-laki dan 10 perempuan yang diambil menggunakan metode Non Random (Non Probability) sampling dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian didapat dari mengukur tinggi wajah bawah yang diperoleh dari pengukuran anterior nasal spine (ANS) ke menton (Me) dapat dilihat dalam Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Distribusi frekuensi tinggi wajah anterior bawah (ANS Me) Jenis Kelamin Tinggi Wajah Anterior Bawah (ANS - Me) Rata SD N Min Max Rata Laki - Laki 63,51 3, ,66 69,66 Perempuan 58,81 3, ,50 63,66 Penelitian ini dianalisis secara deskriptif untuk memperoleh perbandingan nilai rata-rata tinggi wajah anterior bawah antara laki-laki dan perempuan yang ditunjukkan pada Tabel 1. Sebaran data pada penelitian ini dilihat menggunakan uji normalitas Kolmogrov- Smirnov atau Shapiro Wilk untuk melihat data berdistribusi normal atau tidak. Uji Kolmogorov- J o u r n a l C a n i n u s D e n t i s t r y V o l. 1, N o. 4 :

4 Smirnov dipergunakan untuk sampel besar sedangkan Shapiro Wilk untuk sampel yang sedikit. Data pada penelitian ini berada pada skala kecil (n=20) maka dari itu uji Shapiro Wilk dapat digunakan untuk melihat sebaran data pada penelitian. 17 Berdasarkan nilai Shapiro Wilk diperoleh nilai p = 0,838 (nilai p > 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa data pada penelitian ini berdistribusi normal. PEMBAHASAN Perbedaan asal-usul dari berbagai suku bangsa akan menyebabkan keanekaragaman genetik. Indonesia sendiri merupakan negara yang terdiri dari beragam suku dan bangsa. Sefalometri menjadi suatu metode pengukuran kepala dan wajah yang dapat mengindikasi adanya variasi bentuk manusia pada berbagai suku. 18 Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh rata-rata tinggi wajah anterior bawah pada salah satu suku di Indonesia yaitu suku Aceh. Hasil didapatkan setelah dilakukan tracing pada foto sefalogram mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala dengan pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali pada setiap sampel penelitian. Penelitian ini menggunakan uji deskriptif untuk mendapatkan nilai rerata tinggi wajah anterior bawah pada suku Aceh. Dari total 38 sampel hanya 20 sampel penelitian yang dapat memenuhi kriteria. Hal ini dikarenakan banyaknya sampel lainnya yang bukan berstatus sebagai mahasiswa Fakuiltas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala, sedangkan penelitian ini dilakukan hanya pada lingkup Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala yang juga menjadi salah satu syarat kriteria inklusi pada penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 1. didapatkan nilai rerata tinggi wajah anterior bawah sebesar 63,51 mm pada laki-laki dan 58,81 mm pada perempuan. Penelitian ini dilakukan pada rentang usia tahun. Rentang usia ini merupakan rentang usia mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala. Penelitian Akinbami di tahun 2012 dengan rentang usia yang sama, ia memperoleh nilai rerata tinggi wajah anterior bawah 52,21-75,59 mm pada laki-laki dan 44,68-69,26 mm pada perempuan. 19 Hasil tersebut selaras dengan penelitian ini, dimana sama-sama menunjukkan adanya nilai rerata tinggi wajah anterior bawah yang lebih besar pada laki-laki dibandingkan pada perempuan. Orang Indonesia umum adalah ras mongoloid, 18 termasuk orang Aceh. Yan Gu (2010) melakukan studi pada ras mongoloid di China daratan yang memiliki rearata panjang wajah tengah, panjang mandibula, dan tinggi wajah anterior bawah yang lebih besar pada lakilaki dibandingkan pada perempuan. Nilai rerata panjang wajah tengah, panjang mandibula, dan tinggi wajah anterior bawah pada laki-laki adalah 92,0 mm, 125,4 mm dan 74,9 mm, sedangkan pada perempuan adalah 87,5 mm, 119,4 mm dan 69,4 mm. 17 Di Indonesia, Ulfa dkk pernah melakukan penelitian tentang tinggi wajah anterior bawah di Surabaya pada tahun Hasilnya tidak jauh berbeda dengan penelitian tinggi wajah anterior bawah pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala, dimana rentang rerata hasil penelitian ini masih dalam rentang penelitian yang dilakukan Ulfa dkk, nilainya yaitu mm pada laki-laki dan mm pada perempuan. 20 Pengaruh hormon seks sangat berperan untuk menentukan perkembangan wajah seseorang. 21,22 Hormon steroid seks meningkatkan sekresi hormon pertumbuhan atau growth hormone (GH). GH dikeluarkan dalam jumlah besar dan berhubungan dengan pacu tumbuh. Pacu tumbuh memberi kontribusi sebesar 17% dari tinggi dewasa laki-laki dan 12% dari tinggi dewasa perempuan. 21 Pada penelitian ini laki-laki memiliki rerata tinggi wajah anterior bawah yang lebih besar dengan hasil 63,51 mm dibandingkan dengan perempuan yaitu 58,81 mm. Hal ini sesuai dengan penelitian Akinbami dimana pengaruh hormon seks pada laki-laki dari hasil penelitiannya juga lebih tinggi daripada perempuan, yaitu sebesar 52,21-75,59 mm pada laki-laki dan 40,55-69,26 mm pada perempuan. 19 Suku Aceh berasal dari percampuran beberapa ras. Hal ini menjadikan Aceh ragam akan ras, termasuk di dalamnya ras kaukasoid dan mongoloid, namun berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Akinbami pada ras kaukasoid dan Yan Gu pada ras mongoloid, tidak menunjukkan nilai rerata tinggi wajah anterior bawah yang sama dengan suku Aceh pada penelitian ini. Terdapat perbedaan nilai rerata suku Aceh dengan nilai rerata dari kedua ras tersebut. Kondisi ini kemungkinan disebabkan telah tercampurnya kemurnian gen kaukasoid J o u r n a l C a n i n u s D e n t i s t r y V o l. 1, N o. 4 :

5 maupun mongoloid. Hal ini sesuai dengan penelitian Jacob pada tahun 1967, yang menyatakan bahwa adanya perbedaan ras pada nenek moyang terdahulu berada dan sejarah kedatangannya. 18 Suku Aceh diperkirakan sebagian berasal dari campa, hal ini dapat dilihat dari segi bahasa. Menurut H.K.J Cowan terdapat persamaan antara bahasa Aceh dengan bahasa Campa, kemudian Teungku Chik Kutakarang menyebutkan bahwa orang Aceh terdiri atas tiga percampuran darah yaitu Arab, Persi dan Turki. Pendapat yang lebih banyak diterima dikemukakan oleh Julius Jacob yang menyatakan bahwa Aceh adalah suatu anthropologis mixtum, yaitu suatu percampuran dari berbagai etnis/subetnis. 12 Aceh merupakan suku percampuran berbagai ras yang terdiri dari Arab, China, Eropa dan Hindia. 12,23 Pola kehidupan sosial dan perkawinan yang berbeda dalam suatu kelompok suku akan menghasilkan perbedaan genetis secara turun temurun. 18 KESIMPULAN Rata-rata tinggi wajah anterior bawah pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala Suku Aceh adalah 63,51 mm pada laki-laki dan 58,81 mm pada perempuan. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala Suku Aceh berejenis kelamin laki-laki memiliki nilai rerata tinggi wajah anterior bawah yang lebih besar dari pada perempuan. SARAN Orang Aceh memiliki latar belakang dari suku yang berbeda-beda, sehingga tidak bisa dikatakan dalam kaukasoid maupun mongoloid, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada suku Aceh mengenai tinggi wajah anterior bawah dalam jumlah sampel yang lebih besar untuk menunjang penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Boel T. Dental Radiografi Prinsip dan Teknik. Medan : USU Press. 2011: 1-3, Margono G. Radiografi Intraoral. Jakarta: EGC. 1998: White SC. Pharoah MJ. Oral Radiology Principles and Interpretation. 6 th ed., St. Louis : Saunders Elsevier. 2009: 4, 18, 31-2, 221-2, , 193-4, Pillai KG. Oral and Maxillofacial Radiology Basic Principles And Interpretation. New Delhi : The Health Sciences Publisher. 2015: Whaites E. Radiography and Radiology For Dental Profesionals. Ed 2. Churchill Livingstone: Elseviers. 2009: 2, , Rahardjo P. Ortodonti Dasar. Surabaya : Airlangga University Press. 2009: Enok C, Telles DC, Mirian AN. Dental- Skeletal Dimensions in Growing Individuals with Variations in the Lower Facial Height. Braz Dent J 2004; 1: Al Zubaidi HS, Obaidi AAH. The Variation of The Lower Anterior Facial Height and Its Component Parameters Among the Three Over Bite Relationships (Cephalometric study). Al-Rafidain Dent J 2006; 6 : Obaidi AH. Variation of Facial Height Among The Class I, II and III Dentoskeletal relationships (Cephalometric study). Al- Rafidain Dent J 2006; 6 : Artaria DM. Perbedaan Antara Laki-laki dan Perempuan : Penelitian Antropometris pada Anak-Anak Umur 6-19 Tahun. MKP J; 4: Kemdikbud. Aceh Memiliki Suku, Adat dan Bahasa yang Berbeda < eh>. (6 Januari 2016) 12. Sufi R. Budaya Masyarakat Aceh. Aceh: Badan Perpustakaan Provinsi Aceh. 2004: Cokley, Award, dkk. Isu-Isu Konseptual dan Metodelogis dalam Hubungan dengan penelitian Multikultural. 2008: Foster TD. Buku Ajar Ortodonti. Ed.3. Alih Bahasa : Yuwono L. Jakarta : EGC. 2012: Janson G, Quaglo LC, Pinzan A, Franco JE, Freitas FR. Craniofacial Characteristics of Caucasian and Afro-Caucasian Brailian Subjects with Normal Occlusion. J Appl Oral Scl 2010;2: Gill SD. Orthodontics at a Glance. London : Blackwell Munksgaard, 2008: 44-5, Gu Yan, McNamara JA, Sigler LM, Baccetti T. Comparison of Craniofacial of Typical Chinese and Caucasian Young Adults. Ejo. 2011;33: Irsa R, Syaifullah, Tjong DH. Cephalometry Variation of Ethnics In West Sumatra. J. Bio. UA. 2013;2:130,134. J o u r n a l C a n i n u s D e n t i s t r y V o l. 1, N o. 4 :

6 19. Akinbami BO, Ikpeama M. Analysis of Facial Height between Prepubertal and Postpubertal Subjects in Rivers State, Nigeria. JONA. 2013;5: Elfiah U, Putri IL, Hutagalung MR, Perdanakusuma, Kosbandriati T. Variable of Indonesia Facial Antropometry and Cephalometry as Database in Reconstruction of Maxillofacial Trauma. Journal of Emergency. 2011;1: Batubara SR. Adolescent Development (Perkembangan Remaja). Sari Pediatri 2010; 12: B.S. McEwen. Neural Gonadal Steroid Actions. Science. 1981;211: Abdullah A. Kebudayaan Suku-Suku Bangsa Di Daerah Aceh. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala. 1994;7-8. J o u r n a l C a n i n u s D e n t i s t r y V o l. 1, N o. 4 :

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan crosssectional yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konveksitas skeletal

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Eksperimental kuasi dengan desain one group pre dan post. Tempat : Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Eksperimental kuasi dengan desain one group pre dan post. Tempat : Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Eksperimental kuasi dengan desain one group pre dan post. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat : Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU Waktu : 3 bulan 3.3 Populasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah 1 I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi dan hubungannya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan desaincross sectional. 26

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan desaincross sectional. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan desaincross sectional. 26 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1. Tempat penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi,

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi, studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 23 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik dengan pengambilan data cross sectional. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung maupun tidak langsung pada pasien. 1. indeks kepala dan indeks wajah. Indeks kepala mengklasifikasian bentuk kepala

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung maupun tidak langsung pada pasien. 1. indeks kepala dan indeks wajah. Indeks kepala mengklasifikasian bentuk kepala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menangani setiap kasus dalam kedokteran gigi khususnya bidang ortodontik, para praktisi harus menyusun rencana perawatan yang didasarkan pada diagnosis. Untuk

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif menggunakan rancangan cross sectional untuk mengetahui distribusi morfologi vertikal skeletal wajah suku

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi beberapa golongan ras. Masyarakat negara Indonesia termasuk ke dalam golongan ras Mongoloid. Jacob

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan teknik untuk mencegah, mengintervensi dan mengoreksi keberadaan maloklusi dan kondisi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sefalometri Sefalometri rontgenografi atau yang lebih dikenal dengan sefalometri dibidang ortodonti dimulai sekitar awal tahun 1930 oleh Hofrath di Jerman dan Broadbent di Amerika

Lebih terperinci

Kata kunci : palatum, maloklusi Angle, indeks tinggi palatum

Kata kunci : palatum, maloklusi Angle, indeks tinggi palatum ABSTRAK Maloklusi merupakan susunan gigi geligi yang menyimpang dari oklusi normal, dapat menyebabkan gangguan estetik dan fungsional. Maloklusi dapat disebabkan oleh faktor genetik, lingkungan dan psikososial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sejak intra uterin dan terus berlangsung sampai dewasa. Pertumbuhan berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sejak intra uterin dan terus berlangsung sampai dewasa. Pertumbuhan berlangsung 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuh kembang merupakan proses yang berkesinambungan yang terjadi sejak intra uterin dan terus berlangsung sampai dewasa. Pertumbuhan berlangsung relatif tinggi pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, perawatan ortodonti adalah usaha pengawasan untuk membimbing dan mengoreksi struktur dentofasial yang sedang tumbuh atau yang sudah dewasa. Perawatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Menurut DuBRUL (1980), bentuk lengkung gigi sangat bervariasi, akan tetapi secara umum lengkung gigi rahang atas berbentuk elips dan lengkung gigi rahang bawah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan individu lainnya, antara satu populasi dengan populasi lainnya. 1 Adanya variasi ukuran lebar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Skeletal Maloklusi Klas I Maloklusi dibagi dalam tiga golongan yaitu dental displasia, skeleto dental displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Calvin Kurnia, 2011 Pembimbing I : drg. Susiana, Sp.Ort Pembimbing II: dr. Winsa Husin, M.Sc, M.Kes

ABSTRAK. Calvin Kurnia, 2011 Pembimbing I : drg. Susiana, Sp.Ort Pembimbing II: dr. Winsa Husin, M.Sc, M.Kes ABSTRAK PERHITUNGAN INDEKS WAJAH PADA MAHASISWA DAN MAHASISWI ETNIS TIONGHOA UMUR 20-22 TAHUN DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA PADA TAHUN 2011 Calvin Kurnia, 2011 Pembimbing I : drg.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam lingkup luas, ada beberapa alasan-alasan dilakukannya sebuah perawatan ortodonti, sesuai frekuensinya, yang dijadikan pasien sebagai alasan dalam mencari perawatan ortodonti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi permanen bersamaan di dalam rongga mulut. Fase gigi bercampur dimulai dari

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi permanen bersamaan di dalam rongga mulut. Fase gigi bercampur dimulai dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fase gigi bercampur adalah suatu fase ditemukan adanya gigi desidui dan gigi permanen bersamaan di dalam rongga mulut. Fase gigi bercampur dimulai dari usia 6 tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan wajah dan gigi-geligi, serta diagnosis,

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan wajah dan gigi-geligi, serta diagnosis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti adalah bidang kedokteran gigi yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan wajah dan gigi-geligi, serta diagnosis, pencegahan, dan perbaikan dari

Lebih terperinci

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Profil jaringan lunak terbentuk dari beberapa komponen, antara lain komponen skeletal, dental dan jaringan lunak (hidung, dagu dan bibir). Analisis profil wajah yang baik dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Ukuran lebar mesiodistal gigi permanen menurut Santoro dkk. (2000). 22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Ukuran lebar mesiodistal gigi permanen menurut Santoro dkk. (2000). 22 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lebar Mesiodistal Gigi Geligi Lebar mesiodistal gigi adalah jarak terbesar yang diukur dari titik kontak anatomis mesial sampai ke titik kontak anatomis distal pada masing-masing

Lebih terperinci

PERUBAHAN KONVEKSITAS SKELETAL WAJAH SETELAH RETRAKSI ANTERIOR DENGAN PENCABUTAN EMPAT PREMOLAR PERTAMA T E S I S MARTHA

PERUBAHAN KONVEKSITAS SKELETAL WAJAH SETELAH RETRAKSI ANTERIOR DENGAN PENCABUTAN EMPAT PREMOLAR PERTAMA T E S I S MARTHA PERUBAHAN KONVEKSITAS SKELETAL WAJAH SETELAH RETRAKSI ANTERIOR DENGAN PENCABUTAN EMPAT PREMOLAR PERTAMA T E S I S OLEH : MARTHA NIM : 047028006 PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONSIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 6 BAB 2 TI JAUA PUSTAKA Ortodonti adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan estetika gigi, wajah, dan kepala. Berdasarkan American Board of Orthodontics (ABO), Ortodonti adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Ortodonti adalah kajian tentang variasi pertumbuhan dan perkembangan dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi (Grist,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Perawatan ortodonti modern merupakan tujuan yang digunakan untuk mencapai suatu keselarasan estetika wajah, keseimbangan struktural pada wajah dan fungsional pengunyahan. 2 Penampilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Relasi Klas I Skeletal Pola Klas I skeletal memiliki besar sudut ANB berkisar antara 2-4º, dan bila sudut lebih besar dari 4º dapat dikatakan sebagai Klas II skeletal atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan untuk mengoreksi maloklusi sehingga diperoleh oklusi yang normal. Penatalaksanaan perawatan ortodontik sering dihadapkan kepada permasalahan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR

LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR Krakteristi gigi yang terdapat pada suatu ras berbeda dengan ras lainnya. Alvesalo (1975) meneliti tonjol carabelli pada masarakat Eropa (ras Kaukasoid) didapat tonjol carabelli 70-90%

Lebih terperinci

ABSTRAK KORELASI ANTARA BENTUK WAJAH DAN BENTUK GIGI INSISIVUS SENTRAL MAKSILA PADA ETNIS TIONGHOA USIA TAHUN

ABSTRAK KORELASI ANTARA BENTUK WAJAH DAN BENTUK GIGI INSISIVUS SENTRAL MAKSILA PADA ETNIS TIONGHOA USIA TAHUN ABSTRAK KORELASI ANTARA BENTUK WAJAH DAN BENTUK GIGI INSISIVUS SENTRAL MAKSILA PADA ETNIS TIONGHOA USIA 18 25 TAHUN Latar Belakang. Bentuk gigi merupakan hal yang esensial untuk estetika. Sisi estetik

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995)

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup 2 peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995) berpendapat bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau benar dan dontos yang berarti gigi. Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki posisi gigi dan memperbaiki

Lebih terperinci

BAGIAN ILMU BIOLOGI ORAL FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAGIAN ILMU BIOLOGI ORAL FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LAMPIRAN 1 BAGIAN ILMU BIOLOGI ORAL FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UKURAN LENGKUNG GIGI RAHANG ATAS DAN RAHANG BAWAH MAHASISWA SUKU BATAK MANDAILING DI FKG USU KUISIONER IDENTITAS

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective cross-sectional karena pengukuran variabel dilakukan pada satu saat atau setiap subyek

Lebih terperinci

BUKU PANDUAN PROGRAM PROFESI DOKTER GIGI RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI

BUKU PANDUAN PROGRAM PROFESI DOKTER GIGI RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI BUKU PANDUAN PROGRAM PROFESI DOKTER GIGI RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI TIM PENYUSUN Penaggung Jawab Profesi: Purbo Seputro, drg TIM PENYUSUN Penaggung Jawab Profesi: Anggota: DR M Chair Effendi, drg, SU, SpKGA

Lebih terperinci

PREVALENSI MALOKLUSI BERDASARKAN RELASI SKELETAL PADA KASUS PENCABUTAN DAN NON-PENCABUTAN DI KLINIK PPDGS ORTODONTI FKG USU

PREVALENSI MALOKLUSI BERDASARKAN RELASI SKELETAL PADA KASUS PENCABUTAN DAN NON-PENCABUTAN DI KLINIK PPDGS ORTODONTI FKG USU PREVALENSI MALOKLUSI BERDASARKAN RELASI SKELETAL PADA KASUS PENCABUTAN DAN NON-PENCABUTAN DI KLINIK PPDGS ORTODONTI FKG USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Skeletal Vertikal Wajah Basis kranii anterior (Sella-Nasion) sering digunakan sebagai garis acuan untuk menentukan kemiringan bidang mandibula (MP). Individu dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang,

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang, PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Ortodontik merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pertumbuhan struktur jaringan pendukung gigi dan kraniofasial, perkembangan oklusi gigi geligi serta mempelajari

Lebih terperinci

ANALISA PROFIL JARINGAN LUNAK MENURUT METODE HOLDAWAY PADA MAHASISWA FKG USU SUKU DEUTRO MELAYU

ANALISA PROFIL JARINGAN LUNAK MENURUT METODE HOLDAWAY PADA MAHASISWA FKG USU SUKU DEUTRO MELAYU ANALISA PROFIL JARINGAN LUNAK MENURUT METODE HOLDAWAY PADA MAHASISWA FKG USU SUKU DEUTRO MELAYU TESIS Oleh : TJUT ROSTINA 047028009 PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONSIA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Lengkung gigi merupakan suatu garis imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang dibentuk oleh mahkota gigigeligi dan merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

PERUBAHAN DIMENSI VERTIKAL PADA PERAWATAN ORTODONTI DENGAN PENCABUTAN EMPAT GIGI PREMOLAR PERTAMA PADA MALOKLUSI KLAS I

PERUBAHAN DIMENSI VERTIKAL PADA PERAWATAN ORTODONTI DENGAN PENCABUTAN EMPAT GIGI PREMOLAR PERTAMA PADA MALOKLUSI KLAS I PERUBAHAN DIMENSI VERTIKAL PADA PERAWATAN ORTODONTI DENGAN PENCABUTAN EMPAT GIGI PREMOLAR PERTAMA PADA MALOKLUSI KLAS I T E S I S OLEH : IMAN PRASETIO 047028004 DEPARTEMEN ORTODONSIA PROGRAM PENDIDIKAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASIMETRI SEPERTIGA WAJAH BAWAH DAN ASIMETRI LENGKUNG GIGI PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONTI RSGMP FKG USU

HUBUNGAN ASIMETRI SEPERTIGA WAJAH BAWAH DAN ASIMETRI LENGKUNG GIGI PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONTI RSGMP FKG USU HUBUNGAN ASIMETRI SEPERTIGA WAJAH BAWAH DAN ASIMETRI LENGKUNG GIGI PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONTI RSGMP FKG USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

Hubungan antara derajat konveksitas profil jaringan keras dan jaringan lunak wajah pada suku Bugis dan Makassar

Hubungan antara derajat konveksitas profil jaringan keras dan jaringan lunak wajah pada suku Bugis dan Makassar Susilowati: Hubungan antara derajat konveksitas profil 125 Hubungan antara derajat konveksitas profil jaringan keras dan jaringan lunak wajah pada suku Bugis dan Makassar Susilowati Bagian Ortodonsia Fakultas

Lebih terperinci

HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN JARINGAN LUNAK WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER PADA MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU

HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN JARINGAN LUNAK WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER PADA MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN JARINGAN LUNAK WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER PADA MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi merupakan hubungan statis antara gigi atas dan gigi bawah selama interkuspasi dimana pertemuan tonjol gigi atas dan bawah terjadi secara maksimal. Dikenal dua

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan perkembangan. 11 Evaluasi status maturitas seseorang berperan penting dalam rencana perawatan ortodonti, khususnya

Lebih terperinci

Kata kunci: sefalometri; ortodontik; metode konvensional; metode computerized radiograph

Kata kunci: sefalometri; ortodontik; metode konvensional; metode computerized radiograph ABSTRAK PERBEDAAN SUDUT SNA DAN SNB ANTARA PENAPAKAN METODE KONVENSIONAL DAN COMPUTERIZED (Penelitian Menggunakan Sefalometri Lateral di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Maranatha) Sefalometri memegang peranan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Maloklusi Suatu kriteria untuk menetapkan tingkat kesulitan perawatan pada American Board of Orthodontic (ABO) adalah kompleksitas kasus. ABO mengembangkan teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Tumbuh Kembang Anak Perubahan morfologi, biokimia dan fisiologi merupakan manifestasi kompleks dari tumbuh kembang yang terjadi sejak konsepsi sampai maturitas/dewasa.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral.

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental dikenal memiliki peranan yang penting dalam bidang kedokteran gigi yakni membantu dalam menegakkan diagnosa, menentukan rencana perawatan dan mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Oklusi adalah berkontaknya permukaan oklusal gigi geligi rahang atas dengan permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang bawah menutup.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini banyak pasien datang ke dokter gigi karena kondisi gigi yang kurang rapi. Gigi yang kurang rapi ini disebut juga dengan maloklusi. Maloklusi merupakan penyimpangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Besarnya pengaruh erupsi gigi dan banyaknya kelainan yang mungkin ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter gigi mengetahui

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA D3 POLITEKNIK KESEHATAN GIGI MAKASSAR MENGENAI PROTEKSI RADIASI PADA FOTO ROENTGEN SKRIPSI

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA D3 POLITEKNIK KESEHATAN GIGI MAKASSAR MENGENAI PROTEKSI RADIASI PADA FOTO ROENTGEN SKRIPSI TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA D3 POLITEKNIK KESEHATAN GIGI MAKASSAR MENGENAI PROTEKSI RADIASI PADA FOTO ROENTGEN SKRIPSI Wahyuni Sirajuddin J 111 08 113 UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

Lebih terperinci

PERUBAHAN JARINGAN LUNAK BIBIR ATAS SETELAH RETRAKSI GIGI ANTERIOR MAKSILA DITINJAU DARI RADIOGRAFI SEFALOMETRI LATERAL

PERUBAHAN JARINGAN LUNAK BIBIR ATAS SETELAH RETRAKSI GIGI ANTERIOR MAKSILA DITINJAU DARI RADIOGRAFI SEFALOMETRI LATERAL PERUBAHAN JARINGAN LUNAK BIBIR ATAS SETELAH RETRAKSI GIGI ANTERIOR MAKSILA DITINJAU DARI RADIOGRAFI SEFALOMETRI LATERAL TESIS O L E H SYARWAN 047028008 DEPARTEMEN ORTODONTI PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. susunannya akan mempengaruhi penampilan wajah secara keseluruhan, sebab

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. susunannya akan mempengaruhi penampilan wajah secara keseluruhan, sebab BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi geligi adalah bagian dari wajah sehingga bila ada kelainan dalam susunannya akan mempengaruhi penampilan wajah secara keseluruhan, sebab susunan gigi-geligi dan hubungan rahang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sagital, vertikal dan transversal. Dimensi vertikal biasanya berkaitan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. sagital, vertikal dan transversal. Dimensi vertikal biasanya berkaitan dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tulang vertebra servikalis memiliki pengaruh dalam proses tumbuh kembang kraniofasial. Berdasarkan hal tersebut, memungkinkan tulang vertebra servikalis mempengaruhi

Lebih terperinci

Toleransi Perubahan Sudut Vertikal dengan Proyeksi Periapikal pada

Toleransi Perubahan Sudut Vertikal dengan Proyeksi Periapikal pada Toleransi Perubahan Sudut Vertikal dengan Proyeksi Periapikal pada Premolar Satu Rahang Bawah Olivia Elton Heryanto, Benindra Nehemia, Hanna H. Bachtiar Iskandar Corresponding address: Department of Radiology,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prognosis dan rencana perawatan khususnya pasien dengan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. prognosis dan rencana perawatan khususnya pasien dengan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada bidang ortodontik, usia merupakan hal yang penting dalam menentukan prognosis dan rencana perawatan khususnya pasien dengan pertumbuhan mandibula dan maksila yang

Lebih terperinci

PERBEDAAN RASIO D2:D4 ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU. Oleh : RATNA MARIANA TAMBA

PERBEDAAN RASIO D2:D4 ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU. Oleh : RATNA MARIANA TAMBA PERBEDAAN RASIO D2:D4 ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU Oleh : RATNA MARIANA TAMBA 110100241 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 PERBEDAAN RASIO

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MALOKLUSI Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan bawah yang menyimpang dari bentuk normal. Menurut Salzman (1957), maloklusi adalah susunan gigi dalam lengkung gigi,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Sefalometri Ditemukannya sinar X di tahun 1985 oleh Roentgen merupakan suatu revolusi di bidang kedokteran gigi yang merupakan awal mula dari ditemukannya radiografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diri atau tidak melalui bentuk gigi dan bentuk senyuman. Penting bagi dokter gigi

BAB I PENDAHULUAN. diri atau tidak melalui bentuk gigi dan bentuk senyuman. Penting bagi dokter gigi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Senyum adalah kunci percaya diri pada seseorang. Seseorang merasa percaya diri atau tidak melalui bentuk gigi dan bentuk senyuman. Penting bagi dokter gigi untuk meningkatkan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : IOTN, Dental Health Component, Aesthetic Component, Tingkat Kebutuhan Perawatan Ortodontik

ABSTRAK. Kata kunci : IOTN, Dental Health Component, Aesthetic Component, Tingkat Kebutuhan Perawatan Ortodontik ABSTRAK Prevalensi maloklusi pada manusia modern diketahui semakin meningkat dibanding masa lampau. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kebutuhan perawatan ortodontik pada peserta didik

Lebih terperinci

PERAWATANORTODONTIK KANINUS KIRI MAKSILA IMPAKSI DI DAERAH PALATALDENGAN ALAT CEKATTEKNIK BEGG

PERAWATANORTODONTIK KANINUS KIRI MAKSILA IMPAKSI DI DAERAH PALATALDENGAN ALAT CEKATTEKNIK BEGG Maj Ked Gi; Desember 2011; 18(2): 149-151 ISSN: 1978-0206 PERAWATANORTODONTIK KANINUS KIRI MAKSILA IMPAKSI DI DAERAH PALATALDENGAN ALAT CEKATTEKNIK BEGG Emil' dan Prihandini Iman" * Program Studi Ortodonsia,

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN MALOKLUSI PADA SISWA SISWI SDK 6 BPK PENABUR KELOMPOK USIA TAHUN BERDASARKAN KLASIFIKASI ANGLE DAN KLASIFIKASI PROFFIT-ACKERMAN

ABSTRAK GAMBARAN MALOKLUSI PADA SISWA SISWI SDK 6 BPK PENABUR KELOMPOK USIA TAHUN BERDASARKAN KLASIFIKASI ANGLE DAN KLASIFIKASI PROFFIT-ACKERMAN ABSTRAK GAMBARAN MALOKLUSI PADA SISWA SISWI SDK 6 BPK PENABUR KELOMPOK USIA 11 12 TAHUN BERDASARKAN KLASIFIKASI ANGLE DAN KLASIFIKASI PROFFIT-ACKERMAN Arnold Kyoto, 2011 Pembimbing 1 Pembimbing 2 : Susiana,

Lebih terperinci

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing 20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing dikenal sebagai maksila dan mandibula. 6 Lengkung gigi adalah berbeda pada setiap individu, tidak ada seorang

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 JADWAL KEGIATAN. Bulan. Penelusuran kepustakaan. Pembuatan proposal. Seminar proposal. Pengumpulan data. Pengolahan data. 6.

LAMPIRAN 1 JADWAL KEGIATAN. Bulan. Penelusuran kepustakaan. Pembuatan proposal. Seminar proposal. Pengumpulan data. Pengolahan data. 6. LAMPIRAN 1 JADWAL KEGIATAN No. 1. 2. 3. 4. 5. Kegiatan Penelusuran kepustakaan Pembuatan proposal Seminar proposal Pengumpulan data Pengolahan data Bulan Agustus September Oktober November Desember Januari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyimpangan dari oklusi normal yang dikenal dengan nama maloklusi merupakan masalah pada gigi yang dapat mempengaruhi estetik, gangguan fungsi pengunyahan, penelanan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika wajah. Pengetahuan tentang pertumbuhan kraniofasial meliputi jaringan keras dan jaringan lunak yang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KONSISTENSI GARIS E RICKETTS DAN GARIS S STEINER DALAM ANALISIS POSISI HORIZONTAL BIBIR PADA MAHASISWA FKG USU SUKU INDIA

PERBANDINGAN KONSISTENSI GARIS E RICKETTS DAN GARIS S STEINER DALAM ANALISIS POSISI HORIZONTAL BIBIR PADA MAHASISWA FKG USU SUKU INDIA PERBANDINGAN KONSISTENSI GARIS E RICKETTS DAN GARIS S STEINER DALAM ANALISIS POSISI HORIZONTAL BIBIR PADA MAHASISWA FKG USU SUKU INDIA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Fenomena yang sering ditemukan di Kedokteran Gigi Anak (KGA) pada anak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Fenomena yang sering ditemukan di Kedokteran Gigi Anak (KGA) pada anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Fenomena yang sering ditemukan di Kedokteran Gigi Anak (KGA) pada anak berkebutuhan khusus (ABK) spesifiknya disabilitas intelektual menyangkut gangguan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental merupakan salah satu bagian terpenting dari diagnosis oral moderen. Dalam menentukan diagnosis yang tepat, setiap dokter harus mengetahui nilai dan

Lebih terperinci

GAMBARAN MORFOLOGI VERTIKAL SKELETAL WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER DAN JEFFERSON

GAMBARAN MORFOLOGI VERTIKAL SKELETAL WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER DAN JEFFERSON GAMBARAN MORFOLOGI VERTIKAL SKELETAL WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER DAN JEFFERSON SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh WILLIAM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan kesehatan. Pengetahuan masyarakat tentang arti pentingnya tubuh yang sehat semakin meningkat, tidak

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode case control, karena sampel tidak menerima perlakuan dan pengukuran dilakukan dalam satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, ilmu ortodonsia tidak hanya terfokus pada susunan jaringan keras tetapi juga pada estetis jaringan lunak wajah. Susunan gigi geligi yang baik tidak akan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap populasi juga berbeda dengan populasi lainnya. 1 Data lebar mesiodistal gigi penting sebagai informasi sebelum

Lebih terperinci

HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN PROFIL JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT ANALISIS RICKETTS PADA MAHASISWA SUKU BATAK FKG DAN FT USU

HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN PROFIL JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT ANALISIS RICKETTS PADA MAHASISWA SUKU BATAK FKG DAN FT USU HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN PROFIL JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT ANALISIS RICKETTS PADA MAHASISWA SUKU BATAK FKG DAN FT USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan fotografi di bidang ortodonti telah ada sejak sekolah kedokteran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan fotografi di bidang ortodonti telah ada sejak sekolah kedokteran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fotografi Ortodonti Penggunaan fotografi di bidang ortodonti telah ada sejak sekolah kedokteran gigi dibuka pada tahun 1839. 4 Dalam bidang ortodonti, foto merupakan salah satu

Lebih terperinci

PERBANDINGAN RERATA BESARAN LEEWAY SPACE SUKU BANJAR DENGAN RERATA LEEWAY SPACE MENURUT PROFFIT

PERBANDINGAN RERATA BESARAN LEEWAY SPACE SUKU BANJAR DENGAN RERATA LEEWAY SPACE MENURUT PROFFIT PERBANDINGAN RERATA BESARAN LEEWAY SPACE SUKU BANJAR DENGAN RERATA LEEWAY SPACE MENURUT PROFFIT 20 Gusti Meidy L*, Fajar Kusuma D.K.**, Irnamanda D.H.** Keywords: Banjarese population, leeway space ABSTRACT

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: analisis Bolton, rasio keseluruhan, rasio anterior, suku Tionghoa, suku Papua

ABSTRAK. Kata kunci: analisis Bolton, rasio keseluruhan, rasio anterior, suku Tionghoa, suku Papua ABSTRAK Analisis Bolton digunakan untuk mengukur diskrepansi ukuran gigi sebelum memulai perawatan ortodontik dengan tujuan untuk mencapai hasil perawatan yang stabil. Analisis Bolton terdiri atas rasio

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penemuan sinar X pada tahun 1895 oleh Wilhem Conrad Rontgen memegang

BAB I PENDAHULUAN. Penemuan sinar X pada tahun 1895 oleh Wilhem Conrad Rontgen memegang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penemuan sinar X pada tahun 1895 oleh Wilhem Conrad Rontgen memegang peranan penting terhadap perkembangan ilmu kedokteran gigi. Penemuan tersebut telah memfasilitasi

Lebih terperinci

SEFALOMETRI. Wayan Ardhana Bagian Ortodonsia FKG UGM

SEFALOMETRI. Wayan Ardhana Bagian Ortodonsia FKG UGM SEFALOMETRI Wayan Ardhana Bagian Ortodonsia FKG UGM TIK Setelah mengikuti pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan mampu: Menyebutkan tentang materi pengenalan sefalometri radiografik, Menyebutkan tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sefalometri Sefalometri radiografi dimulai sekitar awal tahun 1930 oleh Hofrath di Jerman dan Broadbent di Amerika Serikat untuk penelitian dan mempelajari maloklusi beserta

Lebih terperinci

PERUBAHAN INDEKS TINGGI WAJAH PADA PERAWATAN ORTODONTI MALOKLUSI KLAS I DENGAN PENCABUTAN EMPAT GIGI PREMOLAR PERTAMA

PERUBAHAN INDEKS TINGGI WAJAH PADA PERAWATAN ORTODONTI MALOKLUSI KLAS I DENGAN PENCABUTAN EMPAT GIGI PREMOLAR PERTAMA PERUBAHAN INDEKS TINGGI WAJAH PADA PERAWATAN ORTODONTI MALOKLUSI KLAS I DENGAN PENCABUTAN EMPAT GIGI PREMOLAR PERTAMA T E S I S OLEH YETI TRIATNI 077028004 PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONTI

Lebih terperinci

NILAI KONVERSI JARAK VERTIKAL DIMENSI OKLUSI DENGAN PANJANG JARI TANGAN KANAN PADA SUKU BATAK TOBA

NILAI KONVERSI JARAK VERTIKAL DIMENSI OKLUSI DENGAN PANJANG JARI TANGAN KANAN PADA SUKU BATAK TOBA NILAI KONVERSI JARAK VERTIKAL DIMENSI OKLUSI DENGAN PANJANG JARI TANGAN KANAN PADA SUKU BATAK TOBA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh:

Lebih terperinci

Symmetric Measures. Asymp. Std. Approx. T b Approx. Measure of Agreement Kappa

Symmetric Measures. Asymp. Std. Approx. T b Approx. Measure of Agreement Kappa LAMPIRAN 1 HASIL PERHITUNGAN STATISTIK UJI INTERRATER RELIABILITY INDEKS PONT S PADA MAHASISWA SUKU INDIA TAMIL FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATER UTARA Symmetric Measures Value Asymp. Std. Approx.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Sefalometri. 22,23 Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan Carrera dan kemudian dikembangkan oleh Hofrath (Jerman) dan Broadbent

Lebih terperinci

T E S I S TENGKU LUSI LAILANI

T E S I S TENGKU LUSI LAILANI PERBEDAAN LEBAR SALURAN UDARA PHARYNX ATAS DAN BAWAH PADA MALOKLUSI KLAS I DAN KLAS II DENGAN POLA PERTUMBUHAN NORMAL DAN VERTIKAL DITINJAU DARI RADIOGRAFI SEFALOMETRI LATERAL T E S I S OLEH TENGKU LUSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tenaga kesehatan membutuhkan cara untuk mendukung pekerjaan agar terlaksana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tenaga kesehatan membutuhkan cara untuk mendukung pekerjaan agar terlaksana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya zaman dan teknologi kesehatan, banyak tenaga kesehatan membutuhkan cara untuk mendukung pekerjaan agar terlaksana secara lebih cepat

Lebih terperinci

Perbandingan pengaruh promosi kesehatan menggunakan media audio dengan media audio-visual terhadap perilaku kesehatan gigi dan mulut siswa SD

Perbandingan pengaruh promosi kesehatan menggunakan media audio dengan media audio-visual terhadap perilaku kesehatan gigi dan mulut siswa SD Perbandingan pengaruh promosi kesehatan menggunakan media audio dengan media audio-visual terhadap perilaku kesehatan gigi dan mulut siswa SD 1 Eko A. Papilaya 2 Kustina Zuliari 2 Juliatri 1 Kandidat Skripsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan, dan perbaikan dari keharmonisan dental dan wajah. 1 Perawatan

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan, dan perbaikan dari keharmonisan dental dan wajah. 1 Perawatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti adalah bidang kedokteran gigi yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan wajah dan gigi geligi, serta diagnosis, pencegahan, dan perbaikan dari

Lebih terperinci

Korelasi antara Tinggi Badan dan Panjang Jari Tangan

Korelasi antara Tinggi Badan dan Panjang Jari Tangan Korelasi antara Tinggi Badan dan Panjang Jari Tangan Athfiyatul Fatati athfiyatul.fatati@yahoo.com Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Airlangga ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci