EFEKTIFITAS BEBERAPA METODE SINKRONISASI ESTRUS DAN INSEMINASI BUATAN PADA KERBAU RAWA DI BANTEN
|
|
- Benny Lesmono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 EFEKTIFITAS BEBERAPA METOE SINKRONISASI ESTRUS AN INSEMINASI BUATAN PAA KERBAU RAWA I BANTEN (Effectivity of Some Method of Estrous Siyncronization and Artificial Insemination for Swamp Buffalo in Banten) R.G. SIANTURI,.A. KUSUMANINGRUM, U. AIATI, E. TRIWULANNINGSIH dan P. SITUMORANG Balai Penelitian Ternak PO Box 221 Bogor ABSTRACT Artificial insemination (AI) is one way to increase population and improve productivity of buffalo industry. Population of male buffalo in Banten had been decreased sharply therefore an introduction of swamp buffalo from outside of Banten is needed. A research on estrous siyncronization and artificial insemination for swamp buffalo has been done in order to introduce frozen semen of swamp buffalo from Baluran to buffalo in Banten.Fifty two female buffaloes from three locations in Banten were used in this study. These female buffaloes were from Solear and Neglasari, Lebak and Cibarani, Pandeglang. The estrous siyncronization methode applied was: A: ovsynch (GnRH-PG- GnRH -AI), 17 heads; B: PG - PG - AI, 18 heads, and C: PG - PG - AI +hcg, 17 heads. These methods resulted in 100% estrous but based on rectal palpation at 2 month after AI only: 64.7; 72.3; 76.5% were pregnant respectively for A,B, and C method. It is concluded that the highest pregnancy was achieved from method C. Key Words: Estrous Siyncronization, Artificial Insemination, Buffalo ABSTRAK Salah satu usaha meningkatkan populasi dan memperbaiki produktivitas ternak kerbau adalah dengan penerapan teknologi inseminasi buatan (IB). i Banten populasi kerbau jantan sudah banyak terkuras di pasar, sehingga perlu introduksi pejantan kerbau rawa dari luar Banten. Untuk itu telah dilakukan penelitian sinkronisasi estrus dan inseminasi buatan (IB) pada kerbau rawa untuk mengintroduksi semen kerbau Baluran yang telah dibekukan di Balai Penelitian Ternak, guna menghindari efek inbreeding. Materi penelitian, sebanyak 52 ekor kerbau betina dari tiga lokasi di Banten (Solear dan Neglasari di Kabupaten Lebak di Cibarani Kabupaten Pandeglang). Perlakuan sinkronisasi estrus dengan beberapa metode yaitu, A: Ovsynch (GnRH-PG-GnRH-IB), 17 ekor; B: PG-PG-IB, 18 ekor dan C: PG-PG-IB+hCG, 17 ekor. Ketiga metode sinkronisasi estrus, efektif menimbulkan estrus 100% pada seluruh kerbau betina perlakuan. Namun hasil persentase kebuntingan berdasarkan palpasi rektal 2 bulan setelah IB dari ketiga metode tersebut adalah 64,7, 72,3 dan 76,5% masing-masing untuk perlakuan A, B dan C. Kesimpulan penelitian ini dapat dikatakan persentase kebuntingan tertinggi pada pelakuan sinkronisasi estrus PG-PG-IB+hCG untuk kerbau rawa di Banten. Kata Kunci: Sinkronisasi Estrus, Inseminasi Buatan (IB), Kerbau PENAHULUAN Seiring dengan program pemerintah dalam pencapaian swasembada daging pada tahun 2014, daging kerbau berperan nyata dalam mendukung program tersebut. Kerbau berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia karena kondisi geografis, ekologi, dan kesuburan lahan di beberapa wilayah Indonesia yang memiliki karakteristik yang cocok untuk pengembangan kerbau. Misalnya, di daerah yang cocok dan fanatik terhadap daging kerbau seperti di Banten, NA, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan dapat diarahkan sebagai daerah sumber bibit kerbau. 76
2 Kerbau yang berkembang di Indonesia adalah kerbau lumpur dan pada daerah spesifik, kerbau juga sebagai penghasil susu. Seperti telah diketahui, kerbau mempunyai tingkat reproduksi yang lebih rendah dibandingkan dengan sapi antara lain adalah kesulitan mendeteksi ternak estrus karena adanya silent heat, masa kebuntingan yang relatif lebih lama (11 bulan) dibandingkan dengan sapi (9 bulan) dan interval kelahiran yang lebih panjang, sebagai akibat dari post partum estrusnya yang panjang. Namun kerbau mampu bertahan hidup dengan pakan yang berkualitas rendah dibandingkan dengan sapi karena memang salah satu kelebihan kerbau adalah kemampuannya untuk mencerna pakan yang mengandung serat kasar tinggi. Umumnya, manajemen perkawinan kerbau di pedesaan tidak terkontrol karena kelangkaan pejantan unggul akibat terkurasnya pejantan yang bagus di pasar sehingga menyebabkan hanya pejantan-pejantan kecil dan yang berkualitas kurang baik saja yang tersedia. Hal ini lebih memperbesar kemungkinan terjadi inbreeding, karena induk kawin dengan anaknya atau pejantan berkualitas rendah. i lapangan, khususnya di Banten, banyak terdapat cacat/defect pada kerbau lumpur misalnya tanduk menggantung, albino, postur tubuh kerbau yang kecil, dan lain-lain. Hal ini kemungkinan karena sudah terjadinya inbreeding yang disebabkan tidak ada pejantan yang potensial. Hal ini juga yang mengakibatkan kerbau di Indonesia ukuran tubuhnya menurun dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Untuk itu, introduksi gen baru baik melalui outbreeding maupun crossbreeding perlu mendapat perhatian, diharapkan anak yang dihasilkan akan mempunyai hybrid vigour yang lebih besar, sementara perbaikan pertumbuhan akan berjalan lambat bila hanya melalui seleksi. Salah satu keuntungan dari aplikasi IB adalah memanfaatkan pejantan bernilai genetik tinggi untuk diproduksi semen bekunya dan dapat diinseminasikan ke kerbau betina. Teknologi IB merupakan serangkaian proses yang melibatkan koleksi semen, preservasi (dalam bentuk cair atau beku), dan pemindahannya ke dalam saluran kelamin betina. Untuk suksesnya program IB, perlu diketahui bahwa kerbau memiliki sejumlah kelemahan fundamental, baik kerbau jantan maupun betina. Karena memiliki libido dan tingkah laku seksual yang, cenderung tidak nampak atau sulit dikenali. Pengamatan estrus yang diperlukan dalam memprediksi waktu terbaik untuk IB menjadi relatif sulit. Lendir estrus, oedema, perubahan mukosa menjadi kemerahan yang lazimnya menjadi penanda klinis estrus, menjadi sulit diamati pada kerbau (TOELIHERE, 1981). Salah satu cara untuk mengatasi problema sulitnya deteksi estrus yaitu dengan cara penerapan teknik sinkronisasi estrus, baik dengan menggunakan sediaan progestagen (progesteron) atau prostaglandin FGF2α (E RENSIS dan LO PEZ, 2007). Namun dengan teknik ini, masih terdapat problema dalam mendeteksi estrus. Pada saat ini telah banyak metode sinkronisasi estrus yang dikombinasikan dengan sinkronisasi ovulasi dengan pemberian hormone GnRH (Gonadotrophine Releasing Hormone) atau hcg (Human Chorionic Gonadotrophin) yang merangsang sekresi hormon gonadotropin untuk merangsang perkembangan folikel dominan agar terovulasi (GEARY et al., 2001) diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan IB. HALL et al. (2009) menyatakan bahwa GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone) adalah hormon natural yang diproduksi oleh hypothalamus di otak yang dapat menyebabkan sapi memproduksi hormon lain yaitu LH (Luteinizing Hormone) yang bekerja sama dengan FSH dalam perkembangan folikel. Konsentrasi LH yang tinggi menyebabkan ovulasi, kemudian CL (corpus luteum) terbentuk di ovari yang memproduksi progesteron untuk mempersiapkan uterus menerima kebuntingan dan persiapan estrus kembali pada siklus berikutnya. Metode sinkronisasi Ovsynch merupakan metode sinkronisasi yang memakai kombinasi prostaglandin dan PGF2α dengan harapan terjadi estrus dan ovulasi yang bersamaan dan dapat dipakai untuk aplikasi IB tanpa perlu mendeteksi adanya tanda-tanda birahi dan IB dilakukan dengan waktu yang terjadwal (Fixed Time AI). Oleh karena itu, alternative penerapan teknik sinkronisasi estrus dan ovulasi perlu mendapatkan perhatian untuk dikaji lebih jauh apakah keberhasilan IB akan meningkat dengan metode Ovsynch ini. 77
3 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan tiga metode sinkronisasi estrus pada kerbau terhadap efektivitas dan efisiensi teknologi IB di Provinsi Banten pada kerbau. MATERI AN METOE Produksi semen beku kerbau Semen beku yang digunakan untuk penelitian ini berasal dari kerbau pejantan yang dipelihara di Balai Penelitian Ternak (Balitnak), Ciawi. Kerbau tersebut merupakan kerbau lumpur pilihan yang berasal dari hutan di Baluran, dan sudah didomestikasi dan dilatih untuk dikoleksi semennya. Metode pembuatan semen beku merupakan metode yang telah baku di Laboratoriun Reproduksi Balitnak, dan dengan menggunakan pengencer dasar Laktosa yang mengandung 20% v/v kuning telur bebek dan Glutathione 1 mm. Semen beku dikemas dalam mini straw 0,25 ml. Lokasi dan pemilihan ternak resipien Penelitian ini telah dilakukan di tiga lokasi di Propinsi Banten, yaitu di Kampung Solear dan Neglasari di Kabupaten Lebak serta di esa Cibarani di Kabupaten Pandeglang. Telah dipilih sebanyak 52 ekor kerbau betina tidak bunting milik peternak-peternak dari ketiga lokasi tersebut di atas dangan kriteria memilki body condition score (BSC) > 3. Terlebih dahulu dilakukuan pemeriksaan palpasi rektal untuk mengtahui status reproduksi dan memastikan bahwa kerbau tidak dalam keadaan bunting. Ke-52 kerbau betina tersebut dibagi dalam 3 kelompok perlakuan sinkronisasi. Sinkronisasi estrus dan inseminasi Buatan Sinkronisasi estrus dan IB telah dilakukan terhadap 52 ekor kerbau betina calon akseptor yang dibagi dalam tiga perlakuan metode sinkronisasi. Tiga perlakuan sinkronisasi estrus tersebut adalah sebagai berikut: Metode A. Sinkronisasi estrus dengan metode Ovsynch (GnRH-PG-GnRH-IB), yaitu peyuntikan GnRH (2,5 ml Fertagyl Intervet; yang berisi 250 µgram Gonadorelin yang merupakan GnRH sintetik) pada hari ke-0 (d- 0), pada d-7 diinjeksi dengan PGF2α (5 ml Lutalyse, berisi 25 mg inoprost Tromethamin - Pharmacia)), dan d-9 di injeksi dengan GnRH lagi, kemudian di IB jam setelah penyuntikan GnRH ke-2 tanpa memperhatikan gejala-gejala estrus. Skema sinkronisasi estrus tertera pada Gambar 1. Metode B. Sinkronisasi estrus dengan dua kali penyuntikan PGF2α (PG-PG-IB), yaitu 5 ml Lutalyse dengan interval 11 hari, kemudian di inseminasi bila sudah terdeteksi estrus. Metode C. Sinkronisasi estrus yang sama dengan metode B, namun dengan ditambah penyuntikan hcg (500 IU) pada saat IB (PG- PG-IB+hCG). IB dilakukan dengan semen beku yang dikemas dalam ministraw -0,25-cc dengan konsentrasi 100 juta spermatozoa/ml dan diinseminasikan sebanyak 2 dosis/straw pada waktu yang sesuai dengan perlakuan teknik sinkronisasi tersebut diatas. Jumlah kerbau akseptor yang telah di IB adalah untuk perlakuan A, B dan C adalah 17, 18 dan 17 ekor berturut-turut. Pemeriksaan kebuntingan Pemeriksaan kebuntingan dari hasil penelitian ini dilakukan setelah 2 bulan sejak di IB. Hasil kebuntingan dari inseminasi buatan GnRH PGF Gn Fixed Gambar 1: Skema protokol sinkronisasi estrus metode Ovsynch dengan IB fixed time 78
4 PGF2α 11 hari PGF Gambar 2. Skema protokol sinkronisasi estrus klasik (PGF2α- PGF2α-IB) PGF2α hari PGF hcg + IB Gambar 3. Skema protokol sinkronisasi estrus klasik (PGF2α-PGF2α- IB+hCG) di kawasan kegiatan ini dievaluasi dengan teknik palpasi rektal pada sekitar hari ke 60 pasca IB. Hasil evaluasi palpasi digunakan untuk menghitung CR (Conception Rate) dan pregnancy rate. Variabel yang diamati Variabel yang diamati adalah parameterparameter yang berhubungan dengan efektifitas sinkronisasi estrus dari ketiga metode A, B dan C yaitu persentase ternak estrus dan kebuntingan pasca IB. ata yang diperoleh dianalisa secara deskriptif. HASIL AN PEMBAHASAN Pemilihan lokasi penelitian di Propinsi Banten karena Propinsi tersebut terkenal dengan tingginya populasi kerbau yang dipelihara oleh peternak-peternak di pedesaan, khususnya di lokasi perkebunan, misalnya perkebunan kelapa sawit ataupun kebun karet. Umumnya kerbau digembalakan di lahan perkebunan tersebut, karena rumput yang tersedia di lahan perkebunan sangat memadai untuk sumber pakan kerbau. ari ketiga lokasi penelitian, dua lokasi adalah daerah perkebunan, yaitu di esa Cibarani Pandeglang, kerbau-kerbau yang dipakai pada penelitian ini digembalakan di kebun karet, dan esa Solear Lebak, di perkebunan kelapa sawit. Untuk lokasi ketiga, esa Neglasari, di Kabupaten Lebak, kerbau mendapatkan pakan rumput dengan cara cut and carry, yaitu diaritkan, dan kerbau akseptor di Negalsari yang dipakai pada penelitian ini dikandangkan pada kandang kelompok. Secara umum kondisi kerbau di semua lokasi penelitian sangat baik dan populasinya cukup banyak dan tersebar. Namun, populasi kerbau jantan sangat jarang, dan umumnya yang ada hanya pejantanpejantan anak yang masih muda berumur kurang dari satu tahun. Pada pemilihan kerbau akseptor, terlihat bahwa secara umum ternakternak kerbau juga mempunyai kondisi yang baik dengan kebanyakan BCS (body condition score) > 3, dan persentase betina yang bunting cukup banyak. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat reproduksi kerbau di lokasi penelitian cukup baik dan tidak ada masalah kekurangan 79
5 pakan, bersamaan dengan waktu penelitian dimulai, kondisi cuaca masih musim hujan sehingga rumput hijau di lahan-lahan perkebunan sangat berlimpah. ari hasil pengamatan munculnya tandatanda estrus pada kerbau akseptor yang disinkronisasi dengan ke tiga metode sinkronisasi menunjukkan hasil yang sangat baik. ari ketiga metode sinkronisasi estrus A, B dan C menunjukkan seluruh ternak atau 100% ternak yang disinkronisasi menunjukkan tanda-tanda estrus yang cukup jelas (Tabel 1.), walaupun tidak seluruhnya gejala estrus terlihat. Umunya agresifitas, vulva bengkak, sering urinasi, standing heat dapat terlihat jelas di hampir seluruh ternak, namun gejala mengeluarkan lendir bening, hanya terjadi pada sebahagian kerbau. Hal ini menunjukkan seluruh metode sinkronisasi estrus sangat baik dan efisien dalam merangsang terjadinya estrus pada ternak dan hal ini juga menandakan konsisi reproduksi ternak umumnya bersiklik atau subur karena memilki siklus reproduksi yang baik dan teratur. Karena menurut BRITO et al. (2007), respon pemberian hormon prostaglandin (PGF2α) terhadap ternak yang mempunyai siklus teratur, yang selalu ada CL (korpus luteum) dalam fase lutealnya (sekitar 17 hari dari masa siklus estrus hari), akan efektif, karena prostaglandin akan melisiskan CL. Penurunan kadar progesteron yang drastis karena regresinya CL, akan memberikan feedback negatif yang memicu hipotalamus meproduksi hormon gonadoropin, yang kemudian merangsang hipofisa anterior untuk mensekresi hormon FSH, LH. FSH merangsang perkembangan folikel yang pada akhirnya meningkatkan sekresi estroegn yang merangsang terjadinya estrus. LH akan merangsang terjadinya ovulasi dari folikel preovulatori (HAFEZ, 1993). Hasil kebuntingan kerbau-kerbau yang di IB dengan semen beku dari tiga lokasi penelitian, tertera pada Tabel 1. ari 52 ekor kerbau yang telah di IB, didapatkan hasil kebuntingan yang berkisar dari 42,9 80%. Hasil kebuntingan di Solear-Lebak adalah 80% dan 75% untuk metode Ovsynch dan PG-PG- IB berturut-turut, di Neglasari-Lebak adalah 42,9 dan 66,7% untuk metode Ovsynch dan PG-PG-IB dan di Cibarani-Pandeglang adalah 76,5% untuk metode PG-PG-IB+hCG. engan IB yang terjadwal, yaitu metode sinkronisasi estrus Ovsynch didapatkan kebuntingan 80% dan 42,9% untuk daerah Solear dan Neglasari berturut-turut, dan hasil ini jauh berbeda di kedua lokasi. Perbedaan ini ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah perbedaan pemberian pakan, dimana kerbau di Solear digembalakan dari jam di bawah perkebunan sawit yang hamparan rumputnya sangat baik baik kuantitas dan kualitasnya sedangkan di Negalsari kerbau diberikan rumput dengan cara cut and carry yang kemungkinan jumlahnya kurang memadai. BARILE (2005) mengatakan adanya pengaruh sistem pemberian pakan terhadap karakteristik reproduksi kerbau, Tabel 1. Persentase kebuntingan kerbau yang di IB dengan menggunakan metode sinkronisasi estrus yang berbeda di Solear, Neglasari dan Cibarani Lokasi Jumlah kerbau (n) Kerbau estrus n (%) Jumlah di IB (n) Bunting n (%) Tidak Bunting n (%) Ragu-ragu n (%) Lebak, Solear Ovsynch (100) 10 8 (80,0) 1 (10,0) 1 (10) PG-PG-IB (100) 12 9 (75,0) 1 (8,3) 2 (16,7) Lebak, Neglasari Ovsynch 7 7 (100) 7 3 (42,9) 4 (57,1) - PG-PG-IB 6 6 (100) 6 4 (66,7) 2 (33,3) - Pandeglang, Cibarani PG-PG-IB+hCG (100) (76,5) 4 (23,5) - Total (100) (71,2) 12 (23,1) - 80
6 misalnya dengan kondisi pakan yang cukup akan menurunkan umur calving pertama dan respon yang baik akan sinkornisasi estrus. Pada ternak sapi, HALL et al., (2009) menyatakan bahwa sapi harus mempunyai BCS (Body condition score) 5 atau lebih untuk keberhasilan sinkronisasi etrsus dan inseminasi dan mendapatkan presentase kebuntingan yang maksimum, oleh sebab itu faktor pakan sangat menentukan untuk keberhasilan program sinkronisasi estrus dan IB. Angka kebuntingan 80% pada IB kerbau dengan menggunakan metode sinkronisasi estrus Ovsynch merupakan hasil yang sangat baik dibandingkan dengan hasil-hasil kebuntingan yang pernah dilaporkan sebelumnya. imana dengan metode yang sama dilaporkan hasil kebuntingan 43,7% (E RENSIS et al, 2005), 48,8% (BARUSELLI et al., 2001) dan 56,6% (E ARAUJO et al., 2002). Kebuntingan 80% juga pernah dilaporkan oleh BARILE (2005), namun dengan metode sinkronisasi menggunakan PRI (mengandung progesteron)) dan PMSG (Pregnant Mare Serum Gonadorophin). Hasil kebuntingan yang cukup tinggi pada penelitian ini dapat terjadi, karena pada saat dilakukan penelitian, kondisi kerbau-kerbau di Solear umumnya sangat baik, dengan BCS rata-rata berdasarkan pengamatan adalah 4 dengan pakan rumput yang selalu ad libitum dan keadaan sedang musim penghujan sehingga fungsi reproduksinya bekerja sangat baik. Untuk hasil persentase kebuntingan dengan metode sinkronisasi menggunakan prostaglandin dua kali dengan interval waktu 11 hari lalu di IB (PG-PG-IB) adalah 75,0% dan 66,7% (Tabel 1) untuk lokasi Solear dan Neglasari berturut-turut. Hasil kebuntingan ini juga menunjukkan hasil yang cukup baik dan sebanding dengan hasil-hasil IB yang telah dilaporkan sebelumnya dengan metode yang sam berkisar antara 40 60% (BARILE, 2005). Persentase kebuntingan di lokasi Cibarani- Pandeglang memberikan hasil yang juga memuaskan, yaitu 76,5% dimana metode sinkronisasi yang dipakai adalah dengan penyuntikan prostglandin dua kali dan pada saat IB dilakukan penyuntikan hcg 500 IU. Penggunaan hcg yang merupakan dalam metode ini juga berfungsi merangsang terjadinya ovulasi pada folikel dominan, sama seperti fungsi dari GnRH. Kerbau pada lokasi Cibarani umumnya digembalakan di perkebunan karet yang pada saat dilakukan penelitian, musim hujan dan rumputnya berlimpah. Pada Tabel 2. tertera hasil persentase kebuntingan dari tiga metode sinkronisasi estrus, dan untuk hasil kebuntingan metode ovsynch dan PG-PG-IB, merupakan hasil ratarat gabungan dari dua lokasi yaitu Solear dan Neglasari. ari hasil kebuntingan ini, didapatkan hasil kebuntingan untuk metode Ovsynch, PG-PG-IB dan PG-PG-IB+hCG adalah 64,7, 72,7 dan 76,5% bertuturt-turut. ari hasil kebuntingan ini dapat dikatakan bahwa ketiga metode sinkronisasi estrus cukup efektif merangsang terjadinya estrus dan ovulasi dan menghasilkan kebuntingan setelah di IB dengan semen beku. Keberhasilan IB dengan semen beku dipengaruhi banyak faktor, dan yang utama adalah kondisi reproduksi ternak betina resipien, kualitas semen beku yang di IB kan, ketepatan deteksi estrus dan juga skill serta handling dari semen beku agar kualitas semen beku tetap terjaga sampai di inseminasi ke ternak betina (BARILE, 2005) Keberhasilan kebuntingan berdasarkan palpasi rektal saat 2 3 bulan setelah Tabel 2. Persentase kebuntingan kerbau yang di IB dengan menggunakan metode sinkronisasi Ovsynch, PG- PG-IB dan PG-PG-IB+hCG Sinkronisasi Jumlah kerbau (n) Kerbau estrus n (%) Jumlah di IB (n) Bunting n (%) Tidak Bunting n (%) Ragu-ragu n (%) Ovsynch (100) (64,7) 5 (19,4) 1 (10) PG-PG-IB (100) 18 9 (72,7) 1 (16,7) 2 (16,7) PG-PG-IB+hCG (100) (76,5) 4 (23,5) - Total (100) (71,2) 12 (23,1) 3 (5,8) 81
7 inseminasi yang diperoleh dari penelitian ini adalah suatu tingkat keberhasilan yang sangat tinggi mengingat bahwa pada umumnya inseminasi pada kerbau hanya mencapai keberhasilan berkisar 40 50%. Meskipun demikian, hasil ini masih harus ditunggu sampai saat kelahiran anak kerbau yang harus dalam kondisi sehat dan normal. Kondisi pakan selama masa kebuntingan sangat menentukan keberhasilan melahirkan nantinya dengan kondisi anak dan induk yang normal pula. Oleh karena itu, pemeliharaan ternak kerbau yang sudah berhasil diinseminasi tersebut perlu ditunjang dengan kecukupan pakan untuk memenuhi kebutuhan ternak induk selama kebuntingan. KESIMPULAN Sinkronisasi estrus sangat diperlukan dalam meningkatkan efisiensi teknologi Inseminasi Buatan (IB) pada kerbau. Rata-rata persentase kebuntingan kerbau di tiga lokasi penelitian yang diperoleh adalah 64,7% untuk metode Ovsynch, 72,7% untuk metode PG-PG-IB dan 76,5% untuk metode PG-PG-IB+hCG. Keberhasilan IB dengan semen beku dipengaruhi banyak faktor, yaitu kondisi reproduksi ternak betina resipien, kualitas semen beku, ketepatan deteksi estrus, skill insemionator dalam IB dan handling semen beku. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada para peternak kerbau yang telah berpartisipasi meminjamkan kerbaunya dalam pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Kepala inas Peternakan Propinsi Banten dan Kepala inas Peternakan Kabupaten Pandeglang dan Lebak serta jajarannya yang bersama-sama melakukan kegiatan penelitian dan penerapan teknologi tepat guna dalam bentuk inseminasi buatan pada ternak kerbau. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam persiapan maupun pelakanaan kegiatan ini juga diucapkan terima kasih. AFTAR PUSTAKA BARILE, V.L Improving reproductive efficiency in female buffaloes. Livestock Reprod. Sci. 92: BARUSELLI, P.S., V.H. BARNABE, R.C. BARNABE, J.A. VISINTIN, J.R. MOLERO-FILHO and R. PORTO Effect of body condition score at calving on postpartum reproductive performance in buffalo. Buffalo J. 17: BHATTACHARYA, P Reproduction of Buffalo. Food and Agricultural Organization of United Nation. Roma. BORGHESE, A and M. MAZZI Buffalo population and strategies in the world. In Buffalo Production And Research. Edited by A. BORGHESE. FAO Regional office for Europe. BRITO L.F.C., R. SATRAPA, E.P. MARSON, and J.P. KASTELIC JP Efficacy of PGF2alpha to synchronize estrus in water buffalo cows (Bubalus bubalis) is dependent upon plasma progesterone concentration, corpus luteum size and ovarian follicular status before treatment. Anim Reprod Sci. 3: E ARAUJO BERBER, R.C, F.H. MAUREIRA, P.S. BARUSELLI Comparison of two Ovsynch protocols (GnRH versus LH) for fixed timed insemination in buffalo (Bubalus bubalis). Theriogenology 57(5): E RENSIS, F., RONCI,G., GUARNERI, P., NGUYEN, B.X., PRESICCE, G.A., HUSZENICZA, G. and SCARAMUZZI, R.J Conception rate after fixed time insemination following ovsynch protocol with and without progesterone supplementation in cyclic and non-cyclic Mediterranean Italian buffaloes. Theriogenology 63: E RENSIS, F. and LO PEZ-GATIUS Protocols for synchronizing estrus and ovulation in buffalo (Bubalus bubalis): A review. Theriogenology 67: GEARY, T.W., R.R. SALVERSON and J. C. WHITTIER Synchronization of ovulation using GnRH or hcg with the CO-Synch protocol in suckled beef cows. J. Anim. Sci : HAFEZ E.S.E Reproduction In Farm Animals. Lea and Febiger. Philadelphia
8 HALL, J.B., W.. WHITTIER, M. JIMS, C. MARK, and C. AVI GnRH based estrus synchronization systems. Virginia Cooperative Extension. Publication JAINUEEN MR, and HAFEZ ESE Cattle and buffalo. in: Hafez ESE, editor. Reproduction in farm animals. 6th ed., Philadelphia: Lea and Febiger; p NEGLIA G, GASPARRINI B, I PALO R, E ROSA C, ZICARELLI L, and CAMPANILE G Comparison of pregnancy rates with two estrus synchronization protocols in Italian Mediterranean Buffalo cows. Theriogenology 60: TOELIHERE, M.R Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa, Bandung TRIWULANNINGSIH, E, P. SITUMORANG, T. SUGIARTI, R.G. SIANTURI, and.a. KUSUMANINGRUM The effect of glutathione addition in sperm diluent on the quality of bovine frozen semen. Pros. Seminar Nasional Pengembangan Usaha Peternakan Berdaya Saing di Lahan Kering, Jogja 8 Oktober WHITTIER, J.C. and T.W.GEARY Frequently asked questions about synchronizing estrus and ovulation in beef cattle with GnRH. Iowa Cooperative Extension CHIPS Beef Breeding Management Seminar. January, 29,
I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang dikembangkan dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai hasil utama serta pupuk organik
Lebih terperinciOptimasi Inseminasi Buatan pada Kerbau Lumpur (Bubalus bubalis) Melalui Teknik Sinkronisasi Estrus dan Ovulasi
JITV Vol. 17 No 2 Th. 2012: 92-99 Optimasi Inseminasi Buatan pada Kerbau Lumpur (Bubalus bubalis) Melalui Teknik Sinkronisasi Estrus dan Ovulasi RIASARI GAIL SIANTURI 1, B. PURWANTARA 2, I. SUPRIATNA 2,
Lebih terperinciRESPON BEBERAPA METODE SINKRONISASI ESTRUS DAN INSEMINASI BUATAN PADA KERBAU (Bubalus bubalis) DI KABUPATEN KAMPAR
RESPON BEBERAPA METODE SINKRONISASI ESTRUS DAN INSEMINASI BUATAN PADA KERBAU (Bubalus bubalis) DI KABUPATEN KAMPAR (Response of Some Methods of Estrus Synchronization and Artificial Insemination on Buffalo
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak lokal berperan penting dalam kehidupan masyarakat pedesaan yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa sifat unggul dibandingkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk pengembangan ternak sapi potong. Kemampuan menampung ternak sapi di Lampung sebesar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Populasi sapi PO terbesar berada di
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 Kabupaten yang terdapat di provinsi Gorontalo dan secara geografis memiliki
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk
PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing
Lebih terperinciPENGARUH PENYUNTIKAN PROSTAGLANDIN TERHADAP PERSENTASE BIRAHI DAN ANGKA KEBUNTINGAN SAPI BALI DAN PO DI KALIMANTAN SELATAN
PENGARUH PENYUNTIKAN PROSTAGLANDIN TERHADAP PERSENTASE BIRAHI DAN ANGKA KEBUNTINGAN SAPI BALI DAN PO DI KALIMANTAN SELATAN SUDARMAJI, ABD. MALIK DAN AAM GUNAWAN Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,
Lebih terperinciTEKNIK DAN MANAJEMEN PRODUKSI BIBIT SAPI BALI DI SUBAK KACANG DAWA, DESA KAMASAN, KLUNGKUNG ABSTRAK
1 2 3 TEKNIK DAN MANAJEMEN PRODUKSI BIBIT SAPI BALI DI SUBAK KACANG DAWA, DESA KAMASAN, KLUNGKUNG N.L.G. Sumardani *, I.G.R. Maya Temaja, G.N.A. Susanta Wirya 2, N.M. Puspawati 2 ABSTRAK Penyuluhan dan
Lebih terperinciANALISIS KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA TERNAK KERBAU LUMPUR
ANALISIS KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA TERNAK KERBAU LUMPUR (Swamp buffalo) dengan SINKRONISASI ESTRUS DI KECAMATAN SIBORONGBORONG KABUPATEN TAPANULI UTARA SKRIPSI ROSINTA PASARIBU 110306012 PROGRAM
Lebih terperinciTatap muka ke 13 & 14 SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB
Tatap muka ke 13 & 14 PokokBahasan : SINKRONISASI / INDUKSI BIRAHI DAN WAKTU IB 1. Tujuan Intruksional Umum Mengerti tujuan sinkronisasi / induksi birahi Mengerti cara- cara melakuakn sinkronisasi birahi/induksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah.ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan
Lebih terperinciPengaruh Pemberian Prostaglandin F2 Alpha Terhadap Waktu Kemunculan Birahi dan Keberhasilan Inseminasi Buatan Sapi Brahman Cross (Bx) Heifers
ISSN : 0852-3681 E-ISSN : 2443-0765 Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 27 (3): 39 43 Available online at http://jiip.ub.ac.id Pengaruh Pemberian Prostaglandin F2 Alpha Terhadap Waktu Kemunculan Birahi dan Keberhasilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan
Lebih terperinciSKRIPSI. PERFORMAN REPRODUKSI INDUK SAPI BALI PASCA SINKRONISASI ESTRUS MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN (PGF 2α ) DAN HUMAN CHORIONIC GONADOTROPIN (hcg)
SKRIPSI PERFORMAN REPRODUKSI INDUK SAPI BALI PASCA SINKRONISASI ESTRUS MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN (PGF 2α ) DAN HUMAN CHORIONIC GONADOTROPIN (hcg) UIN SUSKA RIAU Oleh : Yoga Prandika 11181102894 PROGRAM
Lebih terperinciSalmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho
PERBANDINGAN TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH (UPTD) PENGEMBANGAN TERNAK WONGGAHU By Salmiyati Paune, Fahrul Ilham, S.
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan II Membangun Kewirausahaan Dalam Pengelolaan Kawasan Peternakan Berbasis Sumberdaya Lokal
APLIKASI KAWIN ALAM PADA SAPI POTONG MENGGUNAKAN KANDANG KELOMPOK MODEL LITBANGTAN DENGAN RASIO PEJANTAN DAN INDUK BERBEDA (The Application of Naturally Matting of Beef Cattle Using the Group Housing of
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda
3 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan
Lebih terperinciPAPER SINKRONISASI ESTRUS PADA TERNAK
1 PAPER SINKRONISASI ESTRUS PADA TERNAK Untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Reproduksi Oleh : Ardan Legenda De A 135050100111093 Mirsa Ita Dewi Adiana 135050100111189 Ari Prayudha 135050100111098
Lebih terperinciPeningkatan Angka Kebuntingan melalui Pemberian Hormone Eksogen CIDR-B dan Injeksi hcg pada Sapi Bali di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batang Hari
Peningkatan Angka Kebuntingan melalui Pemberian Hormone Eksogen CIDR-B dan Injeksi hcg pada Sapi Bali di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batang Hari Depison 1 Intisari Kegiatan ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi dan produktifitas sapi potong secara nasional selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun dengan laju pertumbuhan sapi potong hanya mencapai
Lebih terperinciEFEKTIVITAS PENYUNTIKAN ESTRO-PLAN (PGF-2Α SINTETIS) TERHADAP PENYERENTAKAN BERAHI SAPI BALI DI KABUPATEN PINRANG SULAWESI SELATAN
EFEKTIVITAS PENYUNTIKAN ESTRO-PLAN (PGF-2Α SINTETIS) TERHADAP PENYERENTAKAN BERAHI SAPI BALI DI KABUPATEN PINRANG SULAWESI SELATAN (Efficacy of Estro-plan (PGF-2α synthetic) Injection on Oestrus Synchronization
Lebih terperinciPenampilan Reproduksi Kerbau Post Partum pada Berbagai Level GnRH
Penampilan Reproduksi Kerbau Post Partum pada Berbagai Level GnRH yang disinkronisasi dengan PGF 2α YENDRALIZA 1, B.P. ZESPIN 2, Z. UDIN 2 dan JASWANDI 2 1 Laboratorium Biologi Reproduksi Ternak Fakultas
Lebih terperinciONSET DAN LAMA ESTRUS KAMBING KACANG YANG DIINJEKSIPROSTAGLANDINF2α PADA SUBMUKOSA VULVA
ONSET DAN LAMA ESTRUS KAMBING KACANG YANG DIINJEKSIPROSTAGLANDINF2α PADA SUBMUKOSA VULVA (Onset and Etrus Duration of Kacang Goat Injected with Prostaglandin F2α in Vulva Submucosal) Fahrul Ilham, Safriyanto
Lebih terperinciHUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),SUHU RECTAL DAN KETEBALAN VULVA TERHADAP NON RETURN RATE (NR) DAN CONCEPTION RATE (CR) PADA SAPI POTONG
HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),SUHU RECTAL DAN KETEBALAN VULVA TERHADAP NON RETURN RATE (NR) DAN CONCEPTION RATE (CR) PADA SAPI POTONG Mohammad jamaludin 1, Sumartono 2, Nurul Humaidah 2 1 Mahasiswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, namun sampai
Lebih terperinciJudul Kegiatan : Penggunaan pakan berbasis produk samping industri sawit pada sistem perbibitan sapi model Grati dengan tingkat kebuntingan 65%
Kode Kegiatan : 1.02.02. (X.3) Judul Kegiatan : Penggunaan pakan berbasis produk samping industri sawit pada sistem perbibitan sapi model Grati dengan tingkat kebuntingan 65% Nama Peneliti : Umi Adiati
Lebih terperinciSINKRONISASI ESTRUS MELALUI MANIPULASI HORMON AGEN LUTEOLITIK UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BALI DAN PO DI SULAWESI TENGGARA
17 SINKRONISASI ESTRUS MELALUI MANIPULASI HORMON AGEN LUTEOLITIK UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI REPRODUKSI SAPI BALI DAN PO DI SULAWESI TENGGARA Oleh: Takdir Saili 1), Ali Bain 1), Achmad Selamet Aku 1),
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau sangat bermanfaat bagi petani di Indonesia yaitu sebagai tenaga kerja untuk mengolah sawah, penghasil daging dan susu, serta sebagai tabungan untuk keperluan dikemudian
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Peternak Terhadap IB Persepsi peternak sapi potong terhadap pelaksanaan IB adalah tanggapan para peternak yang ada di wilayah pos IB Dumati terhadap pelayanan IB
Lebih terperinciPERBAIKAN FERTILITAS MELALUI APLIKASI HORMONE GONADOTROPIN PADA INDUK SAPI BALI ANESTRUS POST-PARTUM DI TIMOR BARAT
PERBAIKAN FERTILITAS MELALUI APLIKASI HORMONE GONADOTROPIN PADA INDUK SAPI BALI ANESTRUS POST-PARTUM DI TIMOR BARAT Amirudin Pohan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, NTT ABSTRAK Induk Sapi Bali yang
Lebih terperinciRESPON PENYUNTIKAN HORMON CAPRIGLANDIN PGF2 ERHADAP SINKRONISASI BERAHI INDUK SAPI BALI DI KABUPATEN BANTAENG SULAWESI SELATAN
RESPON PENYUNTIKAN HORMON CAPRIGLANDIN PGF2 ERHADAP SINKRONISASI BERAHI INDUK SAPI BALI DI KABUPATEN BANTAENG SULAWESI SELATAN (Response of Injections of Capriglandin Pgf2 on strus Synchronization of Female
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kementrian Pertanian Tahun 2010-- 2014 (Anonim
Lebih terperinciPAPER SINKRONISASI ESTRUS PADA TERNAK
1 PAPER SINKRONISASI ESTRUS PADA TERNAK Untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Reproduksi Oleh : Ardan Legenda De A 135050100111093 Mirsa Ita Dewi Adiana 135050100111189 Ari Prayudha 135050100111098
Lebih terperinciPengaruh Waktu Pemberian Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) terhadap Jumlah Korpus Luteum dan Kecepatan Timbulnya Berahi pada Sapi Pesisir
Jurnal Peternakan Indonesia, Oktober 2014 Vol. 16 (3) ISSN 1907-1760 Pengaruh Waktu Pemberian Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) terhadap Jumlah Korpus Luteum dan Kecepatan Timbulnya Berahi pada Sapi
Lebih terperinciBAB I PENYERENTAKAN BERAHI
BAB I PENYERENTAKAN BERAHI 1.1 Pendahuluan Penyerentakan berahi (Sinkronisasi Estrus) merupakan suatu proses manipulasi berahi pada sekelompok ternak betina. Adapun alasan dilakukannya Penyerentakan berahi
Lebih terperinciUpaya Meningkatkan Intensitas Berahi Pada Kerbau Dalam Hubungannya Dengan Peningkatan Angka Konsepsi Hasil Inseminasi Buatan
Upaya Meningkatkan Intensitas Berahi Pada Kerbau Dalam Hubungannya Dengan Peningkatan Angka Konsepsi Hasil Inseminasi Buatan Tongku N. Siregar 1 Intisari Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara
Lebih terperinciPENAMPILAN REPRODUKSI TERNAK KERBAU DI PANDEGLANG
PENAMPILAN REPRODUKSI TERNAK KERBAU DI PANDEGLANG (Reproductive Performance of Buffalo in Pandeglang) Hastono, Talib C, Herawati T Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRACT This study was
Lebih terperinciINOVASI TEKNOLOGI UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU
INOVASI TEKNOLOGI UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU ENDANG TRIWULANNINGSIH Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 123, Bogor 16002 ABSTRAK Pengembangan ternak kerbau dilakukan melalui peningkatan populasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang memiliki gizi baik yang berasal
Lebih terperinciAPLIKASI IB DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN DI SUMATERA BARAT
APLIKASI IB DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN DI SUMATERA BARAT (Artificial Insemination Application Using Sexed Sperm in West Sumatera) EKAYANTI M. KAIIN, M. GUNAWAN dan BAHARUDDIN TAPPA Pusat Penelitian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu
Lebih terperinciMASALAH MANAJEMEN REPRODUKSI SAPI TERHADAP PERFORMAN OVARIUM SAPI. Agung Budiyanto
MASALAH MANAJEMEN REPRODUKSI SAPI TERHADAP PERFORMAN OVARIUM SAPI Agung Budiyanto Dosen FKH, Master dan Doctoral Degree Pasca Sarjana UGM Sekretaris Bagian Reproduksi dan Kebidanan FKH UGM Ketua Asosisasi
Lebih terperinciMATERI DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian
MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2007 sampai dengan bulan Juli 2007. Lokasi penelitian berada pada dua kenagarian yaitu Kenagarian Sungai
Lebih terperinciKata Kunci : Kerbau Betina, Karakteristik Reproduksi, Tingkat Kesuburan. Keyword: Female Buffalo, Reproductive Characteristics, Fertility Rate
Volume, Nomor, Februari 07 Timur Kabupaten Simeulue (Reproductive Characteristics of Female Buffalo Simeulue, Simeulue Timur sub-district, district of Simeulue) Sabri Rasyid, Eka Meutia Sari, Mahyuddin
Lebih terperincimenghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat
UKURAN KRITERIA REPRODUKSI TERNAK Sekelompok ternak akan dapat berkembang biak apalagi pada setiap ternak (sapi) dalam kelompoknya mempunyai kesanggupan untuk berkembang biak menghasilkan keturunan (melahirkan)
Lebih terperinciBAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Lebih terperinciMAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.
MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO DOSEN PENGAMPU Drh. BUDI PURWO W, MP SEMESTER III JUNAIDI PANGERAN SAPUTRA NIRM 06 2 4 10 375
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA A.
3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)
Lebih terperinciPENGARUH JENIS SINKRONISASI DAN WAKTU PENYUNTIKAN PMSG TERHADAP KINERJA BERAHI PADA TERNAK KAMBING ERANAKAN ETAWAH DAN SAPERA
PENGARUH JENIS SINKRONISASI DAN WAKTU PENYUNTIKAN PMSG TERHADAP KINERJA BERAHI PADA TERNAK KAMBING ERANAKAN ETAWAH DAN SAPERA (Effect of Synchronization Type and PMSG Injection Time on Estrus Performance
Lebih terperinciHUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),
HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS), ph DAN KEKENTALAN SEKRESI ESTRUS TERHADAP NON RETURN RATE (NR) DAN CONCEPTION RATE (CR) PADA INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI PERANAKAN FRIES HOLLAND Arisqi Furqon Program
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang semakin meningkat serta kesadaran tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada peningkatan
Lebih terperinciCARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).
CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). Peningkatan produktifitas ternak adalah suatu keharusan, Oleh karena itu diperlukan upaya memotivasi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan
30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Estrus 4.1.1 Tingkah Laku Estrus Ternak yang mengalami fase estrus akan menunjukkan perilaku menerima pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina
Lebih terperinciPERAN KADAR PROGESTERON DALAM PLASMA DARAH UNTUK DETEKSI ESTRUS DAN AKTIVITAS OVARIUM
Seminar Nasional Peternakan dun Veteriner 1998 PERAN KADAR PROGESTERON DALAM PLASMA DARAH UNTUK DETEKSI ESTRUS DAN AKTIVITAS OVARIUM DIM BuDI WIIONO Instalasi Penelitian dart Pengkajian Teknologi Pertanian
Lebih terperinciArnold.Ch Tabun *, Petrus Kune **, M.L. Molle *** Oleh:
PERBANDINGAN TINGKAT KESUBURAN SAPI BALI INDUK YANG DIINSEMINSI DENGAN SEMEN BEKU DAN SEMEN CAIR SAPI SIMMENTAL DI KECAMATAN AMARASI BARAT KABUPATEN KUPANG Oleh: Arnold.Ch Tabun *, Petrus Kune **, M.L.
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma
BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma nutfah nasional Indonesia, hasil domestikasi dari banteng liar beratus-ratus tahun yang lalu.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
15 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Ultrasonografi Korpus Luteum Gambar 4 Gambaran ultrasonografi perubahan korpus luteum (garis putus-putus). Pada hari sebelum pemberian PGF 2α (H-1) korpus luteum bersifat
Lebih terperinciPENYERENTAKAN BERAHI DENGAN PROGESTERON DALAM SPONS PADA TERNAK DOMBA DI KABUPATEN CIANJUR
PENYERENTAKAN BERAHI DENGAN PROGESTERON DALAM SPONS PADA TERNAK DOMBA DI KABUPATEN CIANJUR (Oestrus Syncronization Using Sponge Progesterone in Sheep in District of Cianjur) UMI ADIATI, D.A. KUSUMANINGRUM
Lebih terperinciBuletin Veteriner Udayana Vol.1 No.2. :83-87 ISSN : Agustus 2009 INDUKSI ESTRUS DENGAN PMSG DAN GN-RH PADA SAPI PERAH ANESTRUS POSTPARTUM
INDUKSI ESTRUS DENGAN PMSG DAN GN-RH PADA SAPI PERAH ANESTRUS POSTPARTUM (Induction of Oestrus with PMSG and Gn-RH in the Postpartum an Oestrus Dairy Cattle) Oleh; Tjok Gde Oka Pemayun Laboratorium Reproduksi
Lebih terperinciPERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK
PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK ABSTRAK Tinggi rendahnya status reproduksi sekelompok ternak, dipengaruhi oleh lima hal sebagai berikut:
Lebih terperinciKeberhasilan IB menggunakan semen beku hasil sexing dengan metode sedimentasi putih telur pada sapi PO cross
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (1): 72-76 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Keberhasilan IB menggunakan semen beku hasil sexing dengan metode sedimentasi putih telur pada sapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan daging sapi yang sampai saat ini masih mengandalkan pemasukan ternak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ternak Sapi Bali Sapi Bali merupakan plasma nutfah dan sebagai ternak potong andalan yang dapat memenuhi kebutuhan daging sekitar 27% dari total populasi sapi potong Indonesia.
Lebih terperinciLEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL
LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DI KECAMATAN BONGOMEME KABUPATEN GORONTALO SRI SURYANINGSIH SURIYATI NIM. 621409027 TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI Pembimbing
Lebih terperinciPOLA ESTRUS INDUK SAPI PERANAKAN ONGOLE DIBANDINGKAN DENGAN SILANGAN SIMMENTAL-PERANAKAN ONGOLE. Dosen Fakultas Peternakan UGM
POLA ESTRUS INDUK SAPI PERANAKAN ONGOLE DIBANDINGKAN DENGAN SILANGAN SIMMENTAL-PERANAKAN ONGOLE Batseba M.W. Tiro 1) dan Endang Baliarti 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Papua 2) Dosen
Lebih terperinciPENGGUNAAN PROGESTERON SINTETIK PADA SAPI PERAH FRIES HOLLAND (FH) PENERIMA INSEMINASI BUATAN DAN DI EMBRIO SAPI MADURA
PENGGUNAAN PROGESTERON SINTETIK PADA SAPI PERAH FRIES HOLLAND (FH) PENERIMA INSEMINASI BUATAN DAN DI EMBRIO SAPI MADURA THE APLICATION OF SYNTHETIC PROGESTERONE ON FRIES HOLLAND DAIRY CATTLE AFTER ARTIFICIAL
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam pemeliharaannya selalu diarahkan pada peningkatan produksi susu. Sapi perah bangsa Fries Holland (FH)
Lebih terperinciABSTRAK. Oleh: *Ramli Idris Mantongi, **Suparmin Fathan, ***Fahrul Ilham
ABSTRAK Oleh: *Ramli Idris Mantongi, **Suparmin Fathan, ***Fahrul Ilham *Mahasiswa Program Studi Peternakan Angkatan 2009 **Dosen Tetap Pada Program Studi Peternakan UNG *** Dosen Tetap Pada Program Studi
Lebih terperinciPEMACUAN KEAKTIFAN BERAHI MENGGUNAKAN HORMON OKSITOSIN PADA KAMBING DARA ESTRUS ACTIVITY INDUCTION OF YOUNG GOAT BY OXYTOCIN
PEMACUAN KEAKTIFAN BERAHI MENGGUNAKAN HORMON OKSITOSIN PADA KAMBING DARA ESTRUS ACTIVITY INDUCTION OF YOUNG GOAT BY OXYTOCIN Oleh: Taswin Rahman Tagama Fakultas Peternakan Unsoed, Purwokerto (Diterima:
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub family bovidae yang. berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari India.
TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub family bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari India. Kerbau domestikasi atau water buffalo berasal dari spesies
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A.
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 1999 sampai dengan
MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan November 1999 sampai dengan Desember 2000 dilokasi Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi - Bogor. Kegiatannya meliputi
Lebih terperinciIMPLEMENTASI SINKRONISASI OVULASI MENGGUNAKAN GONADOTROPHIN RELEASING HORMONE (GNRH) DAN PROSTAGLANDIN (PGF 2α ) PADA INDUK SAPI BALI
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008 IMPLEMENTASI SINKRONISASI OVULASI MENGGUNAKAN GONADOTROPHIN RELEASING HORMONE (GNRH) DAN PROSTAGLANDIN (PGF 2α ) PADA INDUK SAPI BALI (The Effects
Lebih terperincipenampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat
Problem utama pada sub sektor peternakan saat ini adalah ketidakmampuan secara optimal menyediakan produk-produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam upaya menjadikan subsektor peternakan sebagai pendorong kemandirian pertanian Nasional, dibutuhkan terobosan pengembangan sistem peternakan. Dalam percepatan penciptaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEBUNTINGAN (CONCEPTION RATE) PADA SAPI POTONG SETELAH DILAKUKAN SINKRONISASI ESTRUS DI KABUPATEN PRINGSEWU
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEBUNTINGAN (CONCEPTION RATE) PADA SAPI POTONG SETELAH DILAKUKAN SINKRONISASI ESTRUS DI KABUPATEN PRINGSEWU The Influential Factors of Conception Rate on Cattle After
Lebih terperinciPEMANFAATAN PMSG LOKAL SEBAGAI ALTERNATIF HORMON SUPEROVULASI
PEMANFAATAN PMSG LOKAL SEBAGAI ALTERNATIF HORMON SUPEROVULASI (Local PMSG as an Alternative Superovulation Hormone) DIAN RATNAWATI, D.M. DIKMAN dan J. EFENDY Loka Penelitian Sapi Potong, Jl. Pahlawan No.
Lebih terperinciSemen beku Bagian 1: Sapi
Standar Nasional Indonesia Semen beku Bagian 1: Sapi ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...
Lebih terperinciM. Rizal Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura, Ambon ABSTRAK
PENGARUH IMPLANTASI PROGESTERON INTRAVAGINAL TERHADAP TIMBULNYA ESTRUS PADA DOMBA GARUT BETINA (The Effect of Intravaginal Implantation of Progesteron on the Estrus in Garut Ewes) M. Rizal Jurusan Peternakan
Lebih terperinciKarakteristik Morfologis Dan Reproduksi Kerbau Pampangan Di Propinsi Sumatera Selatan ABSTRAK Kata kunci PENDAHULUAN Latar Belakang
Karakteristik Morfologis Dan Reproduksi Kerbau Pampangan Di Propinsi Sumatera Selatan Muhakka, Riswandi dan Asep Indra M. Ali Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Telp. 0711581106,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak dipelihara petani-peternak di Sumatra Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi Pesisir mempunyai
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinciPemantauan dan Pengukuran Proses Layanan Purna Jual. Kegiatan Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal. Kepala BIB Lembang
LEMBAR PENGESAHAN Pemantauan dan Pengukuran Proses Layanan Purna Jual 31 Okt 2016 1 dari 5 Kegiatan Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal Diperiksa oleh KRISMONO, SST Kasubbag TU 31 Oktober 2016 Disyahkan
Lebih terperinciPEMBERIAN WHOLE SERUM KUDA LOKAL BUNTING YANG DISENTRIFUGASI DENGAN CHARCOAL TERHADAP BIRAHI DAN KEBUNTINGAN PADA SAPI POTONG
Pemberian Whole Serum Kuda Lokal Bunting yang Disentrifugasi dengan Charcoal Terhadap Birahi dan Kebuntingan pada Sapi Potong (Herry Agoes Hermadi, Rimayanti) PEMBERIAN WHOLE SERUM KUDA LOKAL BUNTING YANG
Lebih terperinciUPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK
UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK HASTONO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRAK Salah satu upaya peningkatan sefisensi reproduksi ternak domba
Lebih terperinciInduksi Superovulasi dengan Kombinasi CIDR, Hormon FSH dan hcg pada Induk Sapi Potong
Media Peternakan, Desember 2006, hlm. 141-146 ISSN 0126-0472 Terakreditasi SK Dikti No: 56/DIKTI/Kep/2005 Vol. 29 No. 3 Induksi Superovulasi dengan Kombinasi CIDR, Hormon FSH dan hcg pada Induk Sapi Potong
Lebih terperinciPERFORMAN REPRODUKSI KERBAU LUMPUR (Bubalus bubalis) DI KABUPATEN MALANG. Suhendro Dwi. W 1, Gatot Ciptadi 2 dan Suyadi 2
PERFORMAN REPRODUKSI KERBAU LUMPUR (Bubalus bubalis) DI KABUPATEN MALANG. Suhendro Dwi. W 1, Gatot Ciptadi 2 dan Suyadi 2 Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Jl. Veteran Malang
Lebih terperinciMUHAMMAD RIZAL AMIN. Efektivitas Plasma Semen Sapi dan Berbagai Pengencer
MUHAMMAD RIZAL AMIN. Efektivitas Plasma Semen Sapi dan Berbagai Pengencer dalam Meningkatkan Kualitas Semen Beku Kerbau Lumpur (Bubalzts bztbalis). Dibimbing oleh MOZES R. TOELlHERE sebagai Ketua, TUTY
Lebih terperinciDepartment of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture Lampung University Soemantri Brojonegoro No.1 Gedung Meneng Bandar Lampung ABSTRACT
Pengaruh Paritas Terhadap Persentase Estrus dan Kebuntingan Pada Sapi Bali yang Disinkronisasi Estrus dengan Dua Kali Penyuntikan Prostaglandin F 2 α (PGF 2 α) The Effect of Parities on The Percentage
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kinali dan Luhak Nan Duomerupakandua wilayah kecamatan dari. sebelaskecamatan yang ada di Kabupaten Pasaman Barat. Kedua kecamatan ini
I. PENDAHULUAN A. LatarBelakang Kinali dan Luhak Nan Duomerupakandua wilayah kecamatan dari sebelaskecamatan yang ada di Kabupaten Pasaman Barat. Kedua kecamatan ini terletak berdampingan.secara geografis
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret
BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang evaluasi keberhasilan inseminasi buatan sapi Peranakan Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2014 sampai 4 Mei 2014.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,
Lebih terperinciLAPORAN PROGRAM PENERAPAN IPTEKS
LAPORAN PROGRAM PENERAPAN IPTEKS PENERAPAN SINKRONISASI BERAHI DAN INSEMINASI BUATAN UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) DI DESA TEGAL REJO KECAMATAN LAWANG KABUPATEN MALANG
Lebih terperinciV. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan
Lebih terperinci