KEPUTUSAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/K/I-XIII.2/8/2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS KODERING TEMUAN PEMERIKSAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEPUTUSAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/K/I-XIII.2/8/2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS KODERING TEMUAN PEMERIKSAAN"

Transkripsi

1 KEPUTUSAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/K/I-XIII.2/8/2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS KODERING TEMUAN PEMERIKSAAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin penyajian data dan informasi yang akurat, mutakhir dan dapat dipercaya dalam pengolahan data dan informasi temuan pemeriksaan dan rekomendasi hasil pemeriksaan, perlu didukung aplikasi teknologi sistem informasi yang terintegrasi dengan Sistem Manajemen Pemeriksaan (SMP), dimulai dari perencanaan sampai dengan pemantauan tindak lanjut; b. bahwa untuk mengolah database temuan pemeriksaan menjadi informasi yang menggambarkan statistik temuan pemeriksaan, diperlukan kode dan klasifikasi temuan pemeriksaan sehingga dapat memberikan manfaat kepada pemilik kepentingan dalam melakukan analisis dan pengambilan keputusan; c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan tentang Petunjuk Teknis Kodering Temuan Pemeriksaan; Mengingat : 1. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 4707); 2. Surat Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 31/SK/I-VIII.3/8/2006 tanggal 31 Agustus 2006 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan, Keputusan, dan Naskah

2 Dinas pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia; 3. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 39/K/I- VIII.3/7/2007 tanggal 13 Juli 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana Badan Pemeriksa Keuangan; 4. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 03/K/I- XIII.2.2/03/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Sistem Pemerolehan Keyakinan Mutu; 5. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor: 5/K/I- XIII.2/8/2009 tanggal 26 Agustus 2009 tentang Perubahan Atas Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1/K/I- XIII.2/2/2008 tentang Panduan Manajemen Pemeriksaan; MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN TENTANG PETUNJUK TEKNIS KODERING TEMUAN PEMERIKSAAN. Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan: 1. Petunjuk Teknis Kodering Temuan Pemeriksaan, yang selanjutnya disebut Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan, adalah salah satu acuan bagi Pelaksana BPK dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, yaitu sebagai pedoman dalam pengelompokan dan pemberian kode temuan pemeriksaan pada saat temuan tersebut diunggah ke dalam Sistem Manajemen Pemeriksaan (SMP). 2. Kodering Temuan Pemeriksaan adalah kode temuan hasil pemeriksaan berdasarkan atribut yang tersedia dan terintegrasi dengan SMP pada saat temuan tersebut diunggah ke dalam SMP. 3. Klasifikasi temuan pemeriksaan adalah alat analisis yang digunakan untuk mengelompokkan temuan pemeriksaan sesuai kategori masalah yang diungkap dalam uraian temuan pemeriksaan. Pasal 2 Seluruh unsur Pelaksana BPK wajib menggunakan Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas pemeriksaan dan/atau pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan.

3 Pasal 3 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan, memuat: 1. atribut kodering temuan pemeriksaan; 2. kode klasifikasi temuan pemeriksaan; 3. penentuan klasifikasi temuan pemeriksaan; 4. mekanisme perubahan atau penambahan klasifikasi temuan pemeriksaan; 5. klasifikasi rekomendasi atas temuan pemeriksaan; dan 6. penentuan jenis rekomendasi atas temuan pemeriksaan. Pasal 4 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan, merupakan pelengkap dari Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) dan Panduan Manajemen Pemeriksaan (PMP) dalam memetakan permasalahan yang diungkap dalam laporan hasil pemeriksaan. Pasal 5 Pada saat Keputusan ini mulai berlaku, Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 07/SK/K/1996 tentang Petunjuk Pengelompokan dan Kode Kelompok Temuan Pemeriksaan BPK, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 6 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 27 Agustus 2010 WAKIL KETUA, ttd. HERMAN WIDYANANDA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KETUA, ttd. HADI POERNOMO Salinan sesuai dengan aslinya BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Kepala Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara, Hendar Ristriawan

4 LAMPIRAN : KEPUTUSAN BPK RI NOMOR : 5/K/I-XIII.2/8/2010 TANGGAL : 27 Agustus 2010 PETUNJUK TEKNIS KODERING TEMUAN PEMERIKSAAN Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia 2010

5 Juknis Kodering Temuan Hasil Pemeriksaan Daftar Isi DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI. i BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan C. Lingkup Bahasan D. Kedudukan Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan... 3 E. Dasar Hukum Penyusunan... 4 F. Sistematika Penulisan... 4 BAB II GAMBARAN UMUM A. Pengertian B. Umum C. Peran dan Tanggungjawab... 6 BAB III PEDOMAN KODERING TEMUAN PEMERIKSAAN A. Atribut Kodering Temuan Pemeriksaan. 7 B. Kode Klasifikasi Temuan Pemeriksaan.. 8 C. Penentuan Klasifikasi Temuan Pemeriksaan.. 18 D. Mekanisme Perubahan atau Penambahan Klasifikasi Temuan Pemeriksaan 20 E. Klasifikasi Rekomendasi Hasil Pemeriksaan. 20 F. Penentuan Jenis Rekomendasi Hasil Pemeriksaan. 21 BAB IV PENUTUP A. Pemberlakuan Juknis B. Perubahan Juknis C. Pemantauan Juknis DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR ii iii iv i

6 Juknis Kodering Temuan Hasil Pemeriksaan Daftar Isi Daftar Lampiran Lampiran III.1 : Kamus Klasifikasi Temuan Pemeriksaan Lampiran III.2 : Kertas Kerja Input Temuan Pemeriksaan Lampiran III.3 : Pemetaan Rekomendasi Berdasarkan Implikasi Nilai Mata Uang Lampiran III.4 : Alternatif Rekomendasi untuk Tiap-tiap Jenis Temuan Pemeriksaan ii

7 Juknis Kodering Temuan Hasil Pemeriksaan Daftar Isi Daftar Tabel Tabel 1 : Tabel 2 : Tabel 3 : Atribut Kodering Temuan Pemeriksaan Kode Jenis Temuan per Subkelompok Temuan per Kelompok Temuan Klasifikasi Temuan Pemeriksaan Berdasarkan Jenis Pemeriksaan iii

8 Juknis Kodering Temuan Hasil Pemeriksaan Daftar Isi Daftar Gambar Gambar 1 Gambar 2 : Hubungan Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan dengan pedoman pemeriksaan BPK : Pembagian dan Kode Klasifikasi Temuan Pemeriksaan iv

9 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan Bab I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk melaksanakan amanat UUD 1945 dan ketentuan di dalam paket tiga undang-undang bidang keuangan negara, serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK) melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan serta pemerintah untuk ditindaklanjuti. Untuk menjamin penyajian data dan informasi yang akurat, mutakhir dan dapat dipercaya, maka pengolahan data dan informasi temuan pemeriksaan dan rekomendasi hasil pemeriksaan perlu dilakukan dengan dukungan aplikasi teknologi sistem informasi. Aplikasi tersebut terintegrasi dengan sistem manajemen pemeriksaan (SMP) yang dimulai dari perencanaan sampai dengan pemantauan tindak lanjut. Agar database temuan pemeriksaan dapat diolah menjadi informasi yang menggambarkan statistik temuan pemeriksaan, diperlukan kode dan klasifikasi sehingga dapat memberikan manfaat kepada pemilik kepentingan dalam melakukan analisis dan pengambilan keputusan. Memperhatikan hal tersebut, maka perihal kodering temuan pemeriksaan dan rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi penting. Oleh karena itu, perlu dibuatkan peraturan lebih lanjut yang mengatur mekanisme pemberian kode temuan pemeriksaan yang di dalamnya terdapat petunjuk pengklasifikasian temuan pemeriksaan dan rekomendasi hasil pemeriksaan. Klasifikasi temuan pemeriksaan merupakan alat analisis untuk mengelompokkan temuan berdasarkan masalah yang diungkap dalam temuan pemeriksaan baik dalam pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja maupun dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu. BPK perlu mengatur mekanisme pemberian kode temuan pemeriksaan yang dapat memberikan landasan yang seragam bagi pemeriksa dalam memetakan permasalahan yang diungkap dalam temuan pemeriksaan beserta tindak lanjut yang disarankan dalam rekomendasi hasil pemeriksaan. 07 Petunjuk mengenai klasifikasi temuan pemeriksaan dapat juga digunakan pemeriksa sebagai acuan untuk menentukan area risiko (risk area) atau kemungkinan permasalahan yang dapat diungkap dalam temuan pemeriksaan. 1

10 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan Bab I 08 Petunjuk Teknis (Juknis) Kodering Temuan Pemeriksaan ini disusun mengacu kepada Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Sistem Pemerolehan Keyakinan Mutu (SPKM) yang ditetapkan dengan Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 03/K/I-XIII.2.2/03/2009 Bab VI huruf D tentang Metodologi Pemeriksaan yang menyatakan bahwa BPK dan pimpinan satker pelaksana BPK terkait menetapkan pedoman pemeriksaan yang rinci untuk semua jenis pemeriksaan yang menjadi mandat dan tugas BPK. B. Tujuan 09 Tujuan Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan adalah: a. memberikan panduan bagi pemeriksa dalam menentukan area risiko (risk area) atau kemungkinan permasalahan yang dapat diungkap dalam temuan pemeriksaan; b. memberikan pedoman dalam menentukan kelompok permasalahan dan rekomendasinya sebagai atribut yang harus disertakan saat input temuan pemeriksaan ke dalam SMP; c. untuk memenuhi kebutuhan penyusunan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) dan pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan yang dilaksanakan dengan dukungan aplikasi teknologi sistem informasi yang terintegrasi dengan sistem manajemen pemeriksaan (SMP); dan d. memudahkan para pemilik kepentingan dalam memilih informasi yang dibutuhkan dengan memasukkan query berdasarkan kode yang tersedia. Tujuan penyusunan pedoman C. Lingkup Bahasan 10 Juknis ini digunakan sebagai petunjuk dalam pemberian kode temuan pemeriksaan dan rekomendasi hasil pemeriksaan pada saat diunggah ke dalam SMP pada seluruh unsur Pelaksana BPK yang terkait dengan pelaksanaan tugas pemeriksaan dan pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan. Unit yang terkait dalam mekanisme pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan adalah AKN, Biro Hubungan Masyarakat dan Luar Negeri (Humas), Biro Teknologi dan Informasi (TI), dan Direktorat Evaluasi dan Pelaporan Pemeriksaan (Dit. EPP). Lingkup bahasan juknis ini adalah untuk semua temuan pemeriksaan yang diunggah ke SMP 2

11 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan Bab I D. Kedudukan Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan 11 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan merupakan pedoman yang rinci untuk semua jenis pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Juklak Sistem Pemerolehan Keyakinan Mutu (SPKM). Pedoman ini terutama digunakan dalam proses pelaksanaan dan pelaporan pemeriksaan serta pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan. Hubungan Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan dengan pedoman pemeriksaan BPK dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. Kedudukan juknis Kodering Temuan Pemeriksaan Gambar 1: Hubungan Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan dengan pedoman pemeriksaan BPK 3

12 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan Bab I E. Dasar Hukum Penyusunan 12 Dasar hukum penyusunan Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan adalah: a. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 4707); b. Surat Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 31/SK/I- VIII.3/8/2006 tanggal 31 Agustus 2006 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan, Keputusan, dan Naskah Dinas pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia; c. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 39/K/I- VIII.3/7/2007 tanggal 13 Juli 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana Badan Pemeriksa Keuangan; d. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 09/K/I- XIII.2/07/2008 tanggal 31 Juli 2008 tentang Penyusunan atau Penyempurnaan Pedoman Pemeriksaan dan Non Pemeriksaan; e. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 03/K/I- XIII.2.2/03/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Sistem Pemerolehan Keyakinan Mutu (SPKM); f. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor: 5/K/I- XIII.2/8/2009 tanggal 26 Agustus 2009 tentang Perubahan Atas Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1/K/I-XIII.2/2/2008 tentang Panduan Manajemen Pemeriksaan.. Dasar hukum penyusunan F. Sistematika Penulisan 13 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan ini disusun dengan sistematika sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan BAB II : Gambaran Umum BAB III : Pedoman Kodering Temuan Pemeriksaan BAB IV : Penutup Sistematika penulisan: 4

13 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan Bab II BAB II GAMBARAN UMUM A. Pengertian 01 Kodering temuan pemeriksaan, adalah kegiatan pemberian kode temuan pemeriksaan berdasarkan atribut yang tersedia dan terintegrasi dengan SMP pada saat temuan tersebut diunggah ke dalam SMP. 02 Hasil Pemeriksaan adalah hasil akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan data/informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan Standar Pemeriksaan, yang dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan sebagai Keputusan BPK. 03 Jenis pemeriksaan, adalah jenis pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU No. 15 Tahun 2004 dan dalam Pendahuluan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). 04 Entitas adalah sebagaimana yang diatur dalam petunjuk teknis database entitas. 05 Klasifikasi temuan pemeriksaan adalah alat analisis yang digunakan untuk mengelompokkan temuan pemeriksaan sesuai kategori masalah yang diungkap dalam uraian temuan pemeriksaan. 06 Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan adalah tanggal saat dimulainya pemeriksaan sedangkan Tanggal Penerbitan LHP adalah tanggal yang tertera pada Surat Keluar pengantar penyampaian LHP. 07 Rekomendasi adalah saran dari Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan hasil pemeriksaannya, yang ditujukan kepada orang dan/atau badan yang berwenang untuk melakukan tindakan dan/atau perbaikan. 08 Klasifikasi rekomendasi hasil pemeriksaan adalah alat analisis yang digunakan untuk mengelompokkan rekomendasi hasil pemeriksaan. Pengelompokan tersebut dilakukan berdasarkan kategori tindak lanjut yang disarankan untuk dapat mengatasai masalah yang diungkap dalam temuan pemeriksaan. Pengertian kodering temuan pemeriksaan Pengertian hasil pemeriksaan Pengertian jenis pemeriksaan Pengertian entitas Pengertian klasifikasi temuan pemeriksaan Pengertian waktu pelaksanaan pemeriksaan Pengertian rekomendasi Pengertian klasifikasi rekomendasi 5

14 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan Bab II B. Umum 09 Kodering ini berlaku untuk semua temuan pemeriksaan BPK yang diunggah ke dalam SMP. 10 Pengelola database temuan pemeriksaan adalah Kasubaud MIA pada masing-masing AKN dan/atau Kasubagset Kepala Perwakilan (Kalan) BPK, namun tanggung jawab terhadap kebenaran dan keakuratan data tetap terletak pada Tortama dan/atau Kalan BPK. C. Peran dan Tanggung Jawab 11 Badan memiliki peran antara lain mengesahkan laporan hasil pemeriksaan. Pedoman adalah dasar untuk melakukan sesuatu 12 AKN/Perwakilan BPK memiliki peran antara lain menetapkan kode temuan pemeriksaan termasuk menetapkan klasifikasi temuan pemeriksaan beserta jenis rekomendasinya. 13 Ditama Revbang memiliki peran antara lain mengikhtisarkan dan menuangkan seluruh temuan pemeriksaan ke dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) berdasarkan klasifikasi yang dibuat oleh AKN/Perwakilan BPK. 14 Biro Humas memiliki peran yaitu memuat Laporan Hasil Pemeriksaan dan IHPS termasuk di dalamnya pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan yang telah dilengkapi dengan kodering ke dalam website BPK. Peran AKN Peran Ditama Revbang Peran Biro Humas 15 Subaud MIA atau Subagset Kalan BPK memiliki peran antara lain mengelola database kodering temuan pemeriksaan dan memvalidasi kertas kerja input temuan pemeriksaan (KKITP) pada saat temuan diunggah ke dalam SMP. Peran Subaud MIA atau Subagset Kalan 6

15 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan Bab III BAB III PEDOMAN KODERING TEMUAN PEMERIKSAAN A. Atribut Kodering Temuan Pemeriksaan 01 Dengan digunakannya SMP sebagai pusat database temuan pemeriksaan BPK, maka setiap temuan pemeriksaan dilengkapi dengan kode temuan pada saat temuan tersebut diunggah ke SMP. Kode temuan tersebut tersedia dalam bentuk pilihan menu dengan menggunakan atribut seperti yang tersaji dalam tabel 1 berikut. Tabel 1: Atribut Kodering Temuan Pemeriksaan Temuan pemeriksaan diberi kode pada saat diunggah ke SMP Jenis Pemeriksaan Kode Entitas Keuangan Pemerintah Pusat Kinerja Pemerintah Daerah PDTT BI BUMN BUMD BLU Lembaga Lainnya x. Mengacu pada database entitas Kode AKN dan Kode Eselon II Kode Klasifikasi Temuan Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan Tanggal Penerbitan LHP xxx. xxxxx ddmm20xx. ddmm20xx 02 Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa atribut yang digunakan dalam kodering temuan pemeriksaan adalah : a. Jenis Pemeriksaan : Jenis pemeriksaan dibagi berdasarkan pembagian sebagai berikut : 1) Pemeriksaan Keuangan; 2) Pemeriksaan Kinerja; dan 3) Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu. Pada saat temuan diunggah ke dalam SMP, jenis pemeriksaan ini terkonstruksi secara otomatis sesuai jenis pemeriksaan yang di-input dalam rencana kerja pemeriksaan (RKP). b. Kode Entitas Pembagian entitas mengacu pada tugas BPK sesuai Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Pasal 6 ayat (1). Kode entitas terkonstruksi secara otomatis melalui Sistem Aplikasi Database Entitas Pemeriksaan. c. Kode Auditorat Utama Keuangan Negara (AKN) dan Eselon II Kode Auditorat Utama Keuangan Negara (AKN) dan Eselon II Atribut kodering temuan pemeriksaan 7

16 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan Bab III (auditorat/perwakilan) yang melakukan pemeriksaan terkonstruksi secara otomatis melalui aplikasi Database Entitas. d. Kode Klasifikasi Temuan Pemeriksaan Klasifikasi temuan pemeriksaan dibagi tiga tingkatan. Tingkatan pertama adalah kelompok temuan yang terbagi atas tiga kelompok; tingkatan kedua adalah subkelompok temuan yang merupakan turunan dari masing-masing kelompok temuan dan tingkatan yang ketiga adalah jenis temuan yang merupakan penjabaran dari masingmasing subkelompok temuan. Penjelasan rinci mengenai klasifikasi temuan pemeriksaan akan diuraikan tersendiri dalam bab ini. e. Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan dan Tanggal Penerbitan LHP Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan adalah tanggal saat dimulainya pemeriksaan sedangkan Tanggal Penerbitan LHP adalah tanggal yang tertera pada Surat Keluar pengantar penyampaian LHP. Kode ini bermanfaat sebagai pengendalian atas proses penyelesaian LHP, sehingga dapat memberikan informasi apabila ada proses penyelesaian LHP yang berlarut-larut. B. Kode Klasifikasi Temuan Pemeriksaan Pembagian klasifikasi temuan pemeriksaan dilakukan berdasarkan deskripsi yang merupakan ciri khas dari masing-masing klasifikasi. Pembagian tersebut dibagi ke dalam tiga tahap yaitu: a. kelompok temuan; b. subkelompok temuan sebagai subklasifikasi kelompok temuan; c. jenis temuan sebagai subklasifikasi dari kelompok temuan. Kode klasifikasi temuan pemeriksaan terdiri dari lima digit angka dengan rincian: a. satu digit pertama adalah kode kelompok temuan; b. dua digit setelahnya adalah kode subkelompok temuan; c. dua digit terakhir adalah kode jenis temuan. Tingkatan klasifikasi temuan Kode klasifikasi temuan pemeriksaan 05 Kelompok temuan dibagi atas : a. Temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan (Jika temuan termasuk kelompok temuan ketidakpatuhan, maka digit pertama kode klasifikasi temuan adalah angka 1); b. Temuan kelemahan sistem pengendalian intern (Jika temuan termasuk kelompok temuan ketidakpatuhan, maka digit pertama kode klasifikasi temuan adalah angka 2); c. Temuan 3E (Jika temuan termasuk kelompok temuan ketidakpatuhan, maka digit pertama kode klasifikasi temuan adalah angka 3). Kelompok temuan 8

17 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan 06 Temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan terbagi atas subkelompok temuan sebagai berikut. a. Subkelompok temuan kerugian negara/daerah atau kerugian negara/daerah yang terjadi pada perusahaan milik negara/daerah (Jika temuan termasuk subkelompok temuan ini, maka tiga digit pertama kode klasifikasi temuan adalah angka 101). b. Subkelompok temuan potensi kerugian negara/daerah atau kerugian negara/daerah yang terjadi pada perusahaan milik negara/daerah (Jika temuan termasuk subkelompok temuan ini, maka tiga digit pertama kode klasifikasi temuan adalah angka 102); c. Subkelompok temuan kekurangan penerimaan negara/daerah atau perusahaan milik negara/daerah (Jika temuan termasuk subkelompok temuan ini, maka tiga digit pertama kode klasifikasi temuan adalah angka 103); d. Subkelompok temuan administrasi (Jika temuan termasuk subkelompok temuan ini, maka tiga digit pertama kode klasifikasi temuan adalah angka 104); e. Subkelompok temuan Indikasi Tindak Pidana (Jika temuan termasuk subkelompok temuan ini, maka tiga digit pertama kode klasifikasi temuan adalah angka 105). 07 Penjelasan atas subkelompok temuan dalam kelompok temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan adalah sebagai berikut. a. Temuan kerugian negara/daerah atau kerugian negara/daerah yang terjadi pada perusahaan milik negara/daerah mengungkap permasalahan berkurangnya kekayaan negara/daerah atau perusahaan milik negara/daerah berupa uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. b. Temuan potensi kerugian negara/daerah atau potensi kerugian negara/daerah yang terjadi pada perusahaan milik negara/daerah mengungkap adanya suatu perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dapat mengakibatkan risiko terjadinya kerugian di masa yang akan datang berupa berkurangnya uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya. c. Temuan kekurangan penerimaan negara/daerah atau perusahaan milik negara/daerah mengungkap adanya penerimaan yang sudah menjadi hak negara/daerah atau perusahaan milik negara/daerah tetapi tidak atau belum masuk ke kas negara/daerah atau perusahaan milik negara/daerah karena adanya unsur ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. d. Temuan administrasi mengungkap adanya penyimpangan terhadap ketentuan yang berlaku baik dalam pelaksanaan anggaran atau pengelolaan aset maupun operasional perusahaan, tetapi penyimpangan tersebut tidak mengakibatkan kerugian atau potensi kerugian negara/daerah atau perusahaan milik negara/daerah, tidak mengurangi hak negara/daerah, (kekurangan penerimaan), tidak menghambat program entitas, dan tidak mengandung unsur indikasi tindak pidana. Bab III Subkelompok temuan dalam kelompok temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundangundangan Penjelasan atas subkelompok temuan dalam kelompok temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundangundangan 9

18 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan Bab III e. Temuan indikasi tindak pidana mengungkap adanya perbuatan yang diduga memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan diancam dengan sanksi pidana dalam peraturan perundang-undangan. 08 Temuan kelemahan sistem pengendalian intern terbagi atas kelompok temuan sebagai berikut. a. Kelompok temuan kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan (Jika temuan termasuk subkelompok temuan ini, maka tiga digit pertama kode klasifikasi temuan adalah angka 201); b. Kelompok kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja (Jika temuan termasuk subkelompok temuan ini, maka tiga digit pertama kode klasifikasi temuan adalah angka 202); c. Kelompok kelemahan struktur pengendalian intern (Jika temuan termasuk subkelompok temuan ini, maka tiga digit pertama kode klasifikasi temuan adalah angka 203). 09 Penjelasan atas subkelompok temuan dalam kelompok temuan kelemahan sistem pengendalian intern adalah sebagai berikut. a. Temuan kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan mengungkap kelemahan sistem pengendalian terkait kegiatan pencatatan akuntansi dan pelaporan keuangan yang dapat mempengaruhi keandalan pelaporan keuangan dan pengamanan atas aset. b. Temuan kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja mengungkap kelemahan pengendalian terkait dengan pemungutan dan penyetoran penerimaan negara/daerah serta pelaksanaan program/kegiatan pada entitas yang diperiksa dan dapat mempengaruhi efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan serta membuka peluang terjadinya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. c. Temuan kelemahan struktur pengendalian intern mengungkap kelemahan yang terkait dengan ada/tidak adanya struktur pengendalian intern atau efektivitas struktur pengendalian intern yang ada dalam entitas yang diperiksa dan berpengaruh terhadap efektivitas sistem pengendalian intern secara keseluruhan. Subkelompok temuan dalam kelompok temuan kelemahan sistem pengendalian intern Penjelasan atas subkelompok temuan dalam kelompok temuan kelemahan sistem pengendalian intern 10 Temuan 3E terbagi atas kelompok temuan sebagai berikut. a. Kelompok temuan ketidakhematan/pemborosan/ketidakekonomisan (Jika temuan termasuk subkelompok temuan ini, maka tiga digit pertama kode klasifikasi temuan adalah angka 301); b. Kelompok temuan ketidakefisienan (Jika temuan termasuk subkelompok temuan ini, maka tiga digit pertama kode klasifikasi temuan adalah angka 302); c. Kelompok temuan ketidakefektifan (Jika temuan termasuk subkelompok temuan ini, maka tiga digit pertama kode klasifikasi temuan adalah angka 303). Subkelompok temuan dalam kelompok temuan 3E 10

19 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan 11 Penjelasan atas subkelompok temuan dalam kelompok temuan 3E adalah sebagai berikut. a. Temuan mengenai ketidakhematan mengungkap adanya penggunaan input dengan harga atau kuantitas/kualitas yang lebih tinggi dari standar, kuantitas/kualitas yang melebihi kebutuhan, dan harga yang lebih mahal dibandingkan dengan pengadaan serupa pada waktu yang sama. b. Temuan mengenai ketidakefisienan mengungkap permasalahan rasio penggunaan kuantitas/kualitas input untuk satu satuan output yang lebih besar dari seharusnya. c. Temuan mengenai ketidakefektifan berorientasi pada pencapaian hasil (outcome), yaitu temuan yang mengungkapkan adanya kegiatan yang tidak memberikan manfaat atau hasil yang direncanakan serta fungsi instansi yang tidak optimal sehingga tujuan organisasi tidak tercapai. Bab III Penjelasan atas subkelompok temuan dalam kelompok temuan 3E Dalam setiap subkelompok temuan terdapat subklasifikasi yang disebut dengan jenis temuan yang merupakan tingkatan terbawah dalam klasifikasi temuan pemeriksaan. Jenis temuan merupakan deskripsi singkat dari pokok permasalahan yang diungkap dalam batang tubuh temuan pemeriksaan. Kode jenis temuan adalah dua digit terakhir dari seluruh kode klasifikasi temuan yang terdiri dari lima digit. Dengan demikian kode klasifikasi temuan dapat dijabarkan sebagai berikut: X XX XX Kelompok temuan Subkelompok temuan Jenis temuan 14 Secara ringkas pembagian klasifikasi temuan tersebut dapat dilihat dalam gambar 2. 11

20 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan Bab III Gambar 2: Pembagian dan Kode Klasifikasi Temuan Pemeriksaan 12

21 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan Bab III 15 Jenis temuan per subkelompok temuan per kelompok temuan beserta kodenya dapat dilihat dalam tabel 2. Tabel 2: Kode Jenis Temuan per Subkelompok Temuan per Kelompok Temuan Kelompok Temuan Kode Temuan Sub Kelompok Temuan Jenis Temuan Uraian 1 Temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan 01 Kerugian negara/daerah atau kerugian negara/daerah yang terjadi pada perusahaan milik negara/daerah 01 Belanja atau pengadaan barang/jasa fiktif 02 Rekanan pengadaan barang/jasa tidak menyelesaikan pekerjaan 03 Kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang 04 Kelebihan pembayaran selain kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang 05 Pemahalan harga (Mark up) 06 Penggunaan uang/barang untuk kepentingan pribadi 07 Pembayaran honorarium dan/atau biaya perjalanan dinas ganda dan/atau melebihi standar yang ditetapkan 08 Spesifikasi barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan kontrak 09 Belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan 10 Pengembalian pinjaman/piutang atau dana bergulir macet 11 Kelebihan penetapan dan pembayaran restitusi pajak atau penetapan kompensasi kerugian 12 Penjualan/pertukaran/penghapusan aset negara/daerah tidak sesuai ketentuan dan merugikan negara/daerah 13 Pengenaan ganti kerugian negara belum/tidak dilaksanakan sesuai ketentuan 14 Entitas belum/tidak melaksanakan tuntutan perbendaharaan (TP) sesuai ketentuan 15 Penghapusan hak tagih tidak sesuai ketentuan 16 Pelanggaran ketentuan pemberian diskon penjualan 17 Penentuan HPP terlalu rendah sehingga penentuan harga jual lebih rendah dari yang seharusnya 18 Jaminan pelaksanaan dalam pelaksanaan pekerjaan, pemanfaatan barang dan pemberian fasilitas tidak dapat dicairkan 19 Penyetoran penerimaan negara/daerah dengan bukti fiktif 02 Potensi kerugian negara/daerah atau kerugian negara/daerah yang terjadi pada perusahaan milik negara/daerah 01 Kelebihan pembayaran dalam pengadaan barang/jasa tetapi pembayaran pekerjaan belum dilakukan sebagian atau seluruhnya 02 Rekanan belum melaksanakan kewajiban pemeliharaan barang hasil pengadaan yang telah rusak selama masa pemeliharaan 13

22 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan Bab III Kelompok Temuan Kode Temuan Sub Kelompok Temuan Jenis Temuan Uraian 03 Aset dikuasai pihak lain 04 Pembelian aset yang berstatus sengketa 05 Aset tidak diketahui keberadaannya 06 Pemberian jaminan dalam pelaksanaan pekerjaan, pemanfaatan barang dan pemberian fasilitas tidak sesuai ketentuan 07 Pihak ketiga belum melaksanakan kewajiban untuk menyerahkan aset kepada negara/daerah 08 Piutang/pinjaman atau dana bergulir yang berpotensi tidak tertagih 09 Penghapusan piutang tidak sesuai ketentuan 10 Pencairan anggaran pada akhir tahun anggaran untuk pekerjaan yang belum selesai 03 Kekurangan penerimaan negara/daerah atau perusahaan milik negara/daerah 01 Penerimaan negara/daerah atau denda keterlambatan pekerjaan belum/tidak ditetapkan dipungut/diterima/disetor ke kas negara/daerah atau perusahaan milik negara/daerah 02 Penggunaan langsung penerimaan negara/daerah 03 Dana Perimbangan yang telah ditetapkan belum masuk ke kas daerah 04 Penerimaan negara/daerah diterima atau digunakan oleh instansi yang tidak berhak 05 Pengenaan tarif pajak/pnbp lebih rendah dari ketentuan 06 Koreksi perhitungan bagi hasil dengan KKKS 07 Kelebihan pembayaran subsidi oleh pemerintah 04 Administrasi 01 Pertanggungjawaban tidak akuntabel (bukti tidak lengkap/tidak valid) 02 Pekerjaan dilaksanakan mendahului kontrak atau penetapan anggaran 03 Proses pengadaan barang/jasa tidak sesuai ketentuan (tidak menimbulkan kerugian negara) 04 Pemecahan kontrak untuk menghindari pelelangan 05 Pelaksanaan lelang secara proforma 06 Penyimpangan terhadap peraturan per-uu-an bidang pengelolaan perlengkapan atau barang milik negara/daerah/perusahaan 07 Penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan bidang tertentu lainnya seperti kehutanan, pertambangan, perpajakan, dll. 08 Koreksi perhitungan susbsidi/kewajiban pelayanan umum 09 Pembentukan cadangan piutang, perhitungan penyusutan atau amortisasi tidak sesuai ketentuan 10 Penyetoran penerimaan negara/daerah atau kas di bendaharawan ke Kas negara/daerah melebihi batas waktu yang ditentukan 14

23 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan Bab III Kelompok Temuan Kode Temuan Sub Kelompok Temuan Jenis Temuan Uraian 11 Pertanggungjawaban/penyetoran uang persediaan melebihi batas waktu yang ditentukan 12 Sisa kas di bendahara pengeluaran akhir Tahun Anggaran belum/tidak disetor ke kas negara/daerah 13 Pengeluaran investasi pemerintah tidak didukung bukti yang sah 14 Kepemilikan aset tidak/belum didukung bukti yang sah 15 Pengalihan anggaran antar MAK tidak sah 16 Pelampauan pagu anggaran 05 Indikasi tindak pidana 01 Indikasi tindak pidana korupsi 02 Indikasi tindak pidana perbankan 03 Indikasi tindak pidana perpajakan 04 Indikasi tindak pidana kepabeanan 05 Indikasi tindak pidana kehutanan 06 Indikasi tindak pidana pasar modal 07 Indikasi tindak pidana khusus lainnya 2 Temuan kelemahan sistem pengendalian intern 01 Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan 01 Pencatatan tidak/belum dilakukan atau tidak akurat 02 Proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan 03 Entitas terlambat menyampaikan laporan 04 Sistem Informasi Akuntansi dan Pelaporan tidak memadai 05 Sistem Informasi Akuntansi dan Pelaporan belum didukung SDM yang memadai 02 Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja 01 Perencanaan kegiatan tidak memadai 02 Mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan serta penggunaan Penerimaan negara/daerah/perusahaan dan hibah tidak sesuai ketentuan 03 Penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan bidang teknis tertentu atau ketentuan intern organisasi yang diperiksa tentang pendapatan dan belanja 04 Pelaksanaan belanja di luar mekanisme APBN/APBD 05 Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan berakibat hilangnya potensi penerimaan/pendapatan 06 Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan berakibat peningkatan biaya/belanja 07 Kelemahan pengelolaan fisik aset 15

24 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan Bab III Kode Temuan Kelompok Temuan Sub Kelompok Temuan Jenis Temuan Uraian 03 Kelemahan struktur pengendalian intern 01 Entitas tidak memiliki SOP yang formal untuk suatu prosedur atau keseluruhan prosedur 02 SOP yang ada pada entitas tidak berjalan secara optimal atau tidak ditaati 03 Entitas tidak memiliki Satuan Pengawas Intern 04 Satuan Pengawas Intern yang ada tidak memadai atau tidak berjalan optimal 05 Tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang memadai 3 Temuan 3E 01 Ketidakhematan/pemborosan/ ketidakekonomisan 01 Pengadaan barang/jasa melebihi kebutuhan 02 Penetapan kualitas dan kuantitas barang/jasa yang digunakan tidak sesuai standar 03 Pemborosan keuangan negara/daerah/perusahaan atau kemahalan harga 02 Ketidakefisienan 01 Penggunaan kuantitas input untuk satu satuan output lebih besar/tinggi dari yang seharusnya 02 Penggunaan kualitas input untuk satu satuan output lebih tinggi dari seharusnya 03 Ketidakefektifan 01 Penggunaan anggaran tidak tepat sasaran/tidak sesuai peruntukan 02 Pemanfaatan barang/jasa dilakukan tidak sesuai dengan rencana yang ditetapkan 03 Barang yang dibeli belum/tidak dapat dimanfaatkan 04 Pemanfaatan barang/jasa tidak berdampak terhadap pencapaian tujuan organisasi 05 Pelaksanaan kegiatan terlambat/terhambat sehingga mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi 06 Pelayanan kepada masyarakat tidak optimal 07 Fungsi atau tugas instansi yang diperiksa tidak diselenggarakan dengan baik termasuk target penerimaan tidak tercapai 08 Penggunaan biaya promosi/pemasaran tidak efektif 16

25 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan 16 Dengan demikian, pemberian kode klasifikasi temuan dapat digambarkan sebagai berikut. Contoh: temuan mengungkap pengadaan komputer fiktif kelompok temuan: ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundangundangan. subkelompok temuan: kerugian negara/daerah atau kerugian negara/daerah yang terjadi pada perusahaan milik negara/daerah. jenis temuan: Belanja atau pengadaan barang/jasa fiktif. Bab III Contoh pemberian kode klasifikasi temuan pemeriksaan Maka kode klasifikasi temuan tersebut adalah : ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundangundangan kerugian negara/daerah atau kerugian negara/daerah yang terjadi pada perusahaan milik negara/daerah Belanja atau pengadaan barang/jasa fiktif 17 Penjelasan mengenai deskripsi dan contoh temuan pemeriksaan untuk setiap klasifikasi temuan dapat dilihat dalam Lampiran III Klasifikasi temuan merupakan pengelompokan temuan pemeriksaan yang berisiko tinggi terjadi dalam pengelolaan keuangan negara/daerah atau kerugian negara/daerah yang ada di perusahaan yang dapat diungkap oleh pemeriksa dalam laporan hasil pemeriksaan tergantung dari jenis pemeriksaan yang dilakukan. 19 Dalam pemeriksaan keuangan potensi temuan pemeriksaan yang dapat diungkap oleh pemeriksa adalah temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan kecuali kelompok temuan indikasi tindak pidana karena kelompok temuan tersebut hanya diungkap dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu yaitu pemeriksaan investigatif. Kelompok temuan yang juga dapat diungkap adalah temuan kelemahan sistem pengendalian intern. 20 Dalam pemeriksaan kinerja potensi temuan yang diungkap oleh pemeriksa adalah temuan 3E dan sebagian dari temuan ketidakpatuhan yaitu kelompok temuan mengenai kecurangan yang mengakibatkan kerugian negara/daerah atau kerugian negara/daerah yang terjadi di perusahaan, potensi kerugian negara/daerah atau kerugian negara/daerah yang terjadi di perusahaan, dan kekurangan penerimaan sebagaimana diatur dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). 21 Dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu pemeriksa dapat mengungkap seluruh klasifikasi sesuai dengan tujuan spesifik yang ingin dicapai dari pemeriksaan yang dilakukan seperti yang dinyatakan dalam program pemeriksaan. 17

26 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan Bab III 22 Secara ringkas, klasifikasi temuan pemeriksaan berdasarkan jenis pemeriksaan dapat dilihat pada tabel 3 berikut. Tabel 3: Klasifikasi Temuan Pemeriksaan Berdasarkan Jenis Pemeriksaan Jenis Ketidakpatuhan SPI 3 E Pemeriksaan Keuangan Ada, kecuali temuan indikasi tindak pidana Ada Tidak ada / diisi Kinerja Ada, khusus temuan mengenai Tidak ada/ Ada kecurangan yang mengakibatkan: kerugian negara/daerah atau kerugian negara/daerah yang terjadi di perusahaan potensi kerugian negara/ daerah atau kerugian negara/daerah yang terjadi di perusahaan kekurangan penerimaan diisi PDTT Ada Ada Ada C. Penentuan Klasifikasi Temuan Pemeriksaan Dalam menentukan klasifikasi temuan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah identifikasi kelompok temuan. Pemeriksa terlebih dahulu harus mengidentifikasi apakah temuan pemeriksaan dapat diklasifikasikan dalam kelompok temuan kelemahan SPI atau tidak. Apabila temuan teridentifikasi tidak termasuk ke dalam kelompok temuan kelemahan SPI maka selanjutnya pemeriksa mengidentifikasi apakah temuan tersebut masuk ke dalam kelompok temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan atau temuan 3E sesuai pokok permasalahan yang diungkap dalam keseluruhan uraian temuan pemeriksaan. Sebuah temuan diklasifikasikan ke dalam kelompok temuan kelemahan SPI apabila mengungkap mengenai kurang/tidak adanya tindakan dan kegiatan yang dilakukan oleh pimpinan dan seluruh pegawai secara terus menerus untuk memberikan keyakinan memadai atas a. tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, b. keandalan pelaporan keuangan, c. pengamanan aset negara/daerah/perusahaan, dan d. ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Identifikasi kelompok temuan Ciri Temuan kelemahan SPI berkaitan dengan pencapaian tujuan SPI 18

27 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan 25 Setelah pemeriksa dapat mengidentifikasi kelompok temuan, langkah selanjutnya adalah menentukan subkelompok temuan. Penentuan subkelompok temuan dilakukan dengan pendekatan akibat yang dinyatakan dalam batang tubuh temuan pemeriksaan tetapi tetap mempertimbangkan unsur lain seperti kondisi, kriteria, sebab dan saran. 26 Setelah pemeriksa dapat menentukan subkelompok temuan, maka penentuan selanjutnya adalah jenis temuan yang merupakan deskripsi singkat pokok permasalahan yang diungkap dalam batang tubuh temuan pemeriksaan. Bab III Penentuan subkelompok temuan menggunakan pendekatan akibat dengan mempertimbangkan unsur lain Jenis temuan merupakan deskripsi singkat pokok permasalahan yang diungkap 27 Dalam menentukan klasifikasi temuan, pemeriksa harus dapat mengklasifikasikan temuan ke dalam satu klasifikasi jenis temuan. Apabila ada temuan yang menurut pendapat pemeriksa dapat masuk ke dalam dua kategori atau lebih, maka temuan dikategorikan ke dalam klasifikasi jenis temuan dengan permasalahan yang dianggap lebih signifikan. 28 Pemberian kode klasifikasi temuan pemeriksaan dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah LHP ditandatangani oleh penanggung jawab pemeriksaan. Proses penentuan klasifikasi temuan pemeriksaan dilakukan oleh pemeriksa dengan persetujuan penanggung jawab pemeriksaan atau kepala subauditorat. Dalam menentukan klasifikasi temuan yang berindikasi tindak pidana, penangung jawab pemeriksaan atau kepala subauditorat harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara/Sub Bagian Hukum dan Humas Perwakilan BPK. Hasil pengklasifikasian tersebut dituangkan dalam Kertas Kerja Input Temuan Pemeriksaan atau KKITP (Lampiran III.2). KKITP selanjutnya digunakan sebagai dasar penyusunan bahan ikhtisar hasil pemeriksaan semester (IHPS). 29 LHP dan KKITP disampaikan kepada kasubaud MIA atau kasubagset kepala perwakilan untuk di-input oleh seorang petugas (inputer) ke dalam SMP setelah dibahas dalam proses penyusunan IHPS. Selanjutnya hasil input tersebut divalidasi oleh kasubaud MIA AKN atau kasubagset kepala perwakilan. 30 LHP yang diunggah adalah LHP yang sudah mendapat persetujuan dari Tortama/Kalan. Persetujuan tersebut dituangkan dalam bentuk nota dinas yang menyatakan bahwa LHP tersebut sudah dapat dipublikasikan. Persetujuan Tortama/Kalan untuk mempublikasikan LHP 19

28 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan Bab III D. Mekanisme Perubahan atau Penambahan Klasifikasi Temuan Pemeriksaan 31 Auditorat/perwakilan dapat mengusulkan penambahan atau perubahan klasifikasi temuan pemeriksaan kepada Ditama Revbang d.h.i Direktorat Evaluasi dan Pelaporan Pemeriksaan (Dit. EPP) disertai dengan uraian temuan pemeriksaan dimaksud. Berdasarkan usulan tersebut Dit. EPP melakukan reviu apakah temuan tersebut sudah bisa dikelompokkan ke dalam klasifikasi temuan yang sudah ada. Apabila hasil reviu menyatakan bahwa klasifikasi tersebut belum ada atau sudah ada tetapi klasifikasinya tidak tepat maka Dit EPP mengusulkan klasifikasi tersebut untuk ditambahkan dalam SMP. Apabila hasil reviu menyatakan bahwa temuan tersebut sudah bisa dikelompokkan ke dalam klasifikasi yang sudah ada maka Dit EPP membuat penjelasan yang disampaikan kepada auditorat/perwakilan yang menyampaikan usulan. Hasil reviu tersebut disampaikan Dit. EPP kepada auditorat/perwakilan tersebut paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak usulan diterima. E. Klasifikasi Rekomendasi Hasil Pemeriksaan 32 Klasifikasi rekomendasi hasil pemeriksaan digunakan untuk mengelompokkan rekomendasi hasil pemeriksaan sesuai kategori tindak lanjut yang disarankan untuk dapat mengatasi masalah yang diungkap dalam temuan pemeriksaan. 33 Pembagian jenis dan kode rekomendasi hasil pemeriksaan adalah sebagai berikut : 1) Penyetoran ke Kas Negara/Daerah, Kas BUMN/D, dan masyarakat (Kode: 01); 2) Pengembalian barang kepada Negara, Daerah, BUMN/D, dan masyarakat (Kode: 02); 3) Perbaikan fisik barang/jasa dalam proses pembangunan atau penggantian barang/jasa oleh rekanan (Kode: 03); 4) Penghapusan barang milik Negara (Kode: 04); 5) Pelaksanaan sanksi administrasi kepegawaian (Kode: 05); 6) Perbaikan laporan dan penertiban administrasi/kelengkapan administrasi (Kode: 06); 7) Perbaikan sistem dan prosedur akuntansi dan pelaporan (Kode: 07); 8) Peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia pendukung sistem pengendalian (Kode: 08); 9) Perubahan atau perbaikan prosedur, peraturan dan kebijakan (Kode: 09); 10) Perubahan atau perbaikan struktur organisasi (Kode: 10); 11) Koordinasi antar instansi termasuk juga penyerahan penanganan kasus kepada instansi yang berwenang (Kode: 11); 12) Pelaksanaan penelitian oleh tim khusus atau audit lanjutan oleh unit pengawas intern (Kode: 12); 13) Pelaksanaan sosialisasi (Kode: 13); 14) Lain-lain (Kode: 14). 20

29 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan Bab III 34 Pemetaan rekomendasi dalam database pemantauan tindak lanjut pemeriksaan dilakukan berdasarkan implikasi nilai mata uang. Suatu rekomendasi dikatakan berimplikasi mata uang jika tindak lanjut yang harus dilaksanakan berupa tindakan penyetoran uang atau pengembalian barang atau perbaikan/penggantian barang/jasa yang dapat dinilai dengan uang kepada negara/daerah/perusahaan/masyarakat. Dengan demikian proses input rekomendasi yang memiliki implikasi mata uang ke dalam database pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan disertai dengan input nilai mata uang yang dinyatakan dalam rekomendasi yang bersangkutan. 35 Pemetaan rekomendasi berdasarkan implikasi nilai mata uang dan alternatif rekomendasi untuk tiap-tiap jenis temuan pemeriksaan dimuat dalam lampiran III.3 dan III.4. F. Penentuan Jenis Rekomendasi Hasil Pemeriksaan 36 Proses penentuan jenis rekomendasi hasil pemeriksaan dilakukan oleh pemeriksa dengan persetujuan penangung jawab pemeriksaan atau kepala sub auditorat. Penentuan tersebut dituangkan dalam KKITP (Lampiran III.2). Hasilnya kemudian di-input oleh seorang petugas (inputer) ke dalam SMP dan selanjutnya divalidasi oleh kepala sub auditorat MIA AKN atau kasubagset kepala perwakilan. 21

30 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan Bab IV BAB IV PENUTUP A. Pemberlakuan Juknis 01 Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan ini mulai berlaku saat ditetapkan oleh Badan melalui Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan. B. Perubahan Juknis 02 Perubahan Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan akan dilakukan melalui Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan tentang perubahan atas juknis dimaksud. C. Pemantauan Juknis 03 Juknis ini merupakan dokumen yang dapat berubah sesuai dengan perubahan peraturan perundang-undangan, standar pemeriksaan, dan kondisi lain. Oleh karena itu, pemantauan atas juklak ini akan dilakukan oleh tim Pemantauan Juknis Kodering Temuan Pemeriksaan. Selain itu, masukan atau pertanyaan terkait dengan juknis ini dapat disampaikan kepada: Juknis ini mulai berlaku sejak ditetapkan berdasarkan Keputusan BPK. Perubahan juknis ini dilakukan melalui Keputusan BPK. Pemantuan juknis ini dilakukan oleh tim pemantauan pada Direktorat Litbang Direktorat Penelitian dan Pengembangan Direktorat Utama Perencanaan, Evaluasi, Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Pemeriksaan Keuangan Negara Lantai II Gedung Arsip, BPK-RI Jl. Gatot Subroto 31 Jakarta Telp. (021) pesawat 104, WAKIL KETUA, ttd. KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. HERMAN WIDYANANDA HADI POERNOMO 22

31 LAMPIRAN III.1 : KEPUTUSAN BPK RI NOMOR : 5/K/I-XIII.2/8/2010 TANGGAL : 27 Agustus 2010 Kamus Klasifikasi Temuan Pemeriksaan No. Kode Klasifikasi Temuan Deskripsi Contoh Temuan 1. 1 Temuan Ketidakpatuhan Terhadap ketentuan perundang-undangan a. 101 Kerugian negara/daerah atau kerugian negara/daerah yang terjadi pada perusahaan milik negara/daerah Temuan dianggap masuk kategori kerugian apabila telah terjadi kerugian nyata berupa berkurangnya kekayaan negara sesuai pengertian dalam UU No.1 Tahun 2004 Pasal 1 angka 22 : "Kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai". Kerugian tersebut terjadi baik dalam pengelolaan keuangan negara/daerah (APBN/APBD) maupun dalam pengelolaan kekayaan negara/daerah yang dipisahkan (BUMN/BUMD) 1) Belanja atau pengadaan barang/jasa fiktif Seluruh pekerjaan pengadaan barang/jasa dalam satu Surat Perjanjian (Kontrak) tidak dilaksanakan sampai dengan batas waktu yang diperjanjikan dan pembayaran atas pekerjaan tersebut sudah dibayarkan seluruhnya; termasuk juga pembayaran untuk biaya perjalanan dinas dan pembayaran honor untuk kegiatan yang terbukti fiktif. 1) Dalam Kontrak pengadaan 10 komputer hasil cek fisik menunjukkan tidak ada satu komputer pun yang diterima oleh pengguna barang. 2) Kontrak pekerjaan pelatihan oleh pihak ketiga ternyata tidak dilaksanakan namun pembayaran telah dilakukan Klasifikasi pada Jenis Pemeriksaan Keuangan Kinerja PDTT Keterangan v v v Baik Temuan yang sudah terbit Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) maupun yang belum 23

32 No. Kode Klasifikasi Temuan Deskripsi Contoh Temuan 2) Rekanan pengadaan barang/jasa tidak menyelesaikan pekerjaan 3) Kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang Rekanan pengadaan barang/jasa tidak melaksanakan sebagian atau seluruhnya pekerjaan yang diperjanjikan dan sebagian pembayaran atas pekerjaan tersebut sudah dilakukan (uang muka dan/atau termijn). Pembayaran yang sudah dilakukan tersebut lebih besar daripada uang jaminan pelaksanaan pekerjaan dan/atau jaminan uang muka. Dalam kondisi tersebut rekanan memilih untuk membiarkan jaminan pelaksanaan pekerjaan dan/atau jaminan uang muka dicairkan oleh pengguna barang/jasa daripada menyelesaikan tanggung jawabnya melaksanakan pekerjaan yang diperjanjikan karena kerugian yang akan diderita (biasanya terjadi kenaikan harga yang cukup signifikan terhadap harga yang tercantum dalam RAB). Pada akhirnya penyelesaian pekerjaan menjadi tanggung jawab pemerintah Barang yang diterima (kualitas maupun kuantitas) kurang dari yang seharusnya. Dalam kasus kekurangan volume pekerjaan, pekerjaan yang dilaksanakan kurang 100% tapi pembayaran dilakukan 100% sehingga kerugian yang terjadi merupakan selisih antara uang yang telah dibayarkan dengan nilai prestasi pekerjaan/barang yang diterima Berdasarkan hasil cek fisik diketahui bahwa ada pekerjaan pembangunan gedung kantor yang tidak selesai. Hasil wawancara dengan pengguna barang menunjukkan bahwa pekerjaan tersebut telah dilakukan lelang dan dari hasil lelang tersebut telah diperoleh rekanan pemenang lelang dan telah diikat dengan kontrak untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Pengguna barang/jasa telah menerima jaminan uang muka dan jaminan pelaksanaan pekerjaan dengan nilai total sebesar Rp 250 jt; sebaliknya rekanan telah menerima uang muka dan pembayaran termijn I dengan total Rp 300 jt. Di tengah perjalanan pembangunan gedung tersebut, rekanan menghentikan pelaksanaan pekerjaan tanpa ada alasan yang jelas dan sampai dengan akhir Tahun Anggaran atau waktu pemeriksaan (cek fisik) pembangunan gedung tersebut tidak diselesaikan, sehingga negara mengalami keruguan sebesar Rp 50 jt Pembangunan gedung seluas 200 M2 telah selesai dan dilakukan pembayaran 100%. Hasil cek fisik menunjukkan bahwa luas bangunan hanya 160 M2. Klasifikasi pada Jenis Pemeriksaan Keuangan Kinerja PDTT Keterangan Kelebihan pembayaran dalam kegiatan pengadaan barang/jasa 24

Kebijakan Pengendalian Internal Satuan Pengawasan Internal Universitas Brawijaya (SPI-UB)

Kebijakan Pengendalian Internal Satuan Pengawasan Internal Universitas Brawijaya (SPI-UB) Kebijakan Pengendalian Internal Satuan Pengawasan Internal Universitas Brawijaya (SPI-UB) Malang, 14 September 2015 Satuan pengawasan internal (SPI) Satuan Pengawasan Internal Universitas Brawijaya (SPI

Lebih terperinci

BUPATI PADANG LAWAS UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA SALINAN

BUPATI PADANG LAWAS UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA SALINAN SALINAN BUPATI PADANG LAWAS UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA SALINAN PERATURAN BUPATI PADANG LAWAS UTARA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYUSUNAN IKHTISAR LAPORAN HASIL PENGAWASAN APARAT

Lebih terperinci

PENGELOLAAN HASIL PEMERIKSAAN

PENGELOLAAN HASIL PEMERIKSAAN Disampaikan oleh: Kasubdit EPP DTT Jakarta, 4 September 2012 PENGELOLAAN HASIL PEMERIKSAAN Matriks TP Kep. BPK No. 2/K/I- XIII.2/5/2011 Hasil Pemeriksaan IHPS Rekomendasi Matriks Pemantauan TL Peraturan

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN PENYUSUNAN IKHTISAR LAPORAN HASIL PENGAWASAN APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH

PETUNJUK PELAKSANAAN PENYUSUNAN IKHTISAR LAPORAN HASIL PENGAWASAN APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH LAMPIRAN 1 PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI Nomor : 42 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYUSUNAN IKHTISAR LAPORAN HASIL PENGAWASAN APARAT PENGAWASAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Otonomi Daerah Otonomi daerah di Indonesia dilaksanakan segera setelah gerakan reformasi 1998. Undang-Undang (UU) otonomi daerah mulai diberlakukan pada

Lebih terperinci

Kamus Klasifikasi Temuan Pemeriksaan

Kamus Klasifikasi Temuan Pemeriksaan LAMPIRAN III.1 : KEPUTUSAN BPK RI NOMOR : K/I-XIII.2/ /2010 TANGGAL : 2010 Kamus Klasifikasi Temuan No. Kode Klasifikasi Temuan Deskripsi Contoh Temuan 1. 1 Temuan Ketidakpatuhan Terhadap ketentuan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu periode. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.1

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu periode. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses penyusunan laporan keuangan merupakan proses terpenting dari suatu organisasi untuk mengetahui bagaimana kinerja atau eksistensi suatu organisasi dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA. KEUANGAN BPK. Tata Kerja. Pencabutan. PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA. KEUANGAN BPK. Tata Kerja. Pencabutan. PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA No.112, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN BPK. Tata Kerja. Pencabutan. PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG TATA KERJA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

Lebih terperinci

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA ANDUAN ANAJEM EN EM ERIKSAAN P M P TAHUN 2008 BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2008 KEPUTUSAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN NOMOR 1/K/I-XIII.2/2/2008 PANDUAN MANAJEMEN PEMERIKSAAN BADAN PEMERIKSA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 dan Undang- Undang No. 25 tahun 1999 oleh pemerintah, mengenai Pemerintah Daerah dan Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nepotisme mengakibatkan kerugian negara dan tidak maksimalnya kinerja

BAB I PENDAHULUAN. nepotisme mengakibatkan kerugian negara dan tidak maksimalnya kinerja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Runtuhnya rezim orde baru memabawa pengaruh besar terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara masyarakat indonesia. Salah satu faktor yang meyebabkan hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara. Keluhan birokrat

BAB I PENDAHULUAN. kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara. Keluhan birokrat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Selama ini sektor publik tidak luput dari tudingan sebagai sarang korupsi, kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara. Keluhan birokrat

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGAWASAN INTERN BUMD SEBAGAI WUJUD PENYELAMATAN ASET

OPTIMALISASI PENGAWASAN INTERN BUMD SEBAGAI WUJUD PENYELAMATAN ASET RPSEP-60 OPTIMALISASI PENGAWASAN INTERN BUMD SEBAGAI WUJUD PENYELAMATAN ASET Megafury Apriandhini Universitas Terbuka megafury@ut.ac.id Abstrak Indonesia masih dianggap sebagai negara berkembang dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 22/MENHUT-II/2010 TENTANG PEDOMAN AUDIT KINERJA LINGKUP KEMENTERIAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 22/MENHUT-II/2010 TENTANG PEDOMAN AUDIT KINERJA LINGKUP KEMENTERIAN KEHUTANAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 22/MENHUT-II/2010 TENTANG PEDOMAN AUDIT KINERJA LINGKUP KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2010

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2010 BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PEMANTAUAN PELAKSANAAN TINDAK LANJUT REKOMENDASI HASIL PEMERIKSAAN BADAN PEMERIKSA

Lebih terperinci

Kepala Auditorat V.A

Kepala Auditorat V.A Kepala Auditorat V.A 1 UUD 1945 UU No 17/2003 Keuangan Negara UU No 1/2004 Perbendaharan Negara UU No 15/2004 Pemerikasaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab KN UU No 15/2006 Badan Pemeriksa Keuangan UUD 1945

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI PENYIMPANGAN DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh:

ANALISIS POTENSI PENYIMPANGAN DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh: ANALISIS POTENSI PENYIMPANGAN DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh: Robin Tibuludji * ABSTRAK Pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan bagian yang paling banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan keuangannya sesuai dengan tugas

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.414, 2012 KOMISI PEMILIHAN UMUM. Tata Cara. Penyelesaian. Kerugian Negara. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 05 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN KERUGIAN

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM DALAM TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN BPK

ASPEK HUKUM DALAM TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN BPK ASPEK HUKUM DALAM TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN BPK http://www.bpk.go.id I. PENDAHULUAN Pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara merupakan salah satu unsur pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi di Indonesia setidaknya telah mengeluarkan dua undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi di Indonesia setidaknya telah mengeluarkan dua undangundang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi di Indonesia setidaknya telah mengeluarkan dua undangundang yang sangat penting dalam sistem ketatanegaraan, khususnya sistem pemerintah pusat dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG BADAN PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 02/UU/BPM FEB UI/X/2015 TENTANG:

UNDANG-UNDANG BADAN PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 02/UU/BPM FEB UI/X/2015 TENTANG: UNDANG-UNDANG BADAN PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 02/UU/BPM FEB UI/X/2015 TENTANG: KEUANGAN LEMBAGA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Audit Kinerja. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Audit Kinerja. Pedoman. No.237, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Audit Kinerja. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.22/MENHUT-II/2010 TENTANG PEDOMAN AUDIT KINERJA LINGKUP

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA, PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELESAIAN TINDAK LANJUT LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN INTERNAL DAN EKSTERNAL DI LEMBAGA SANDI NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Negara mempunyai suatu pemerintahan yang berfungsi sebagai kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Negara mempunyai suatu pemerintahan yang berfungsi sebagai kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara mempunyai suatu pemerintahan yang berfungsi sebagai kesatuan organisasi. Pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah melaksanakan amanat untuk menjalankan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.748, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.32/Menhut-II/2012

Lebih terperinci

Daftar Isi. Bab I Bab II Bab III Bab IV Bab V Bab VI

Daftar Isi. Bab I Bab II Bab III Bab IV Bab V Bab VI Daftar Isi Bab I Bab II Bab III Bab IV Bab V Bab VI 1 PEDOMAN AUDIT PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH Surat Kepala BPKP No.S-506/K/D1/2007 Tanggal,30 April 2007 2 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Tujuan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK DAFTAR LAMPIRAN KATA PENGANTAR. Pokok-Pokok Pemeriksaan BPK Selama Semester II Tahun

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK DAFTAR LAMPIRAN KATA PENGANTAR. Pokok-Pokok Pemeriksaan BPK Selama Semester II Tahun Badan Pemeriksa Keuangan DAFTAR ISI IHPS II Tahun 2012 i DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK DAFTAR LAMPIRAN KATA PENGANTAR i ii iv v vii Pokok-Pokok Pemeriksaan BPK Selama Semester II Tahun 2012 1 BAB

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menhut-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.322, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Pengawasan. Pemeriksaaan. Pengendalian Intern. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Daerah di Indonesia saat ini masih berupaya meningkatkan reformasi pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah mengeluarkan peraturan peraturan mengenai laporan keuangan agar tercipta Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang benar. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang

Lebih terperinci

KEPATUHAN PADA PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

KEPATUHAN PADA PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KEPATUHAN PADA PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Disampaikan oleh : Inspektorat Provinsi Jawa Timur Dinas Peternakan DASAR HUKUM UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, PP No.

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK DAFTAR LAMPIRAN Badan Pemeriksa Keuangan DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK DAFTAR LAMPIRAN IHPS II Tahun 2013 i ii iii iv i BAB 1 Gambaran Umum Pemeriksaan Keuangan 1 BAB 2 Resume Pemeriksaan Keuangan Semester

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENETAPAN KERUGIAN NEGARA DAN MEKANISME TINDAK LANJUT REKOMENDASI HASIL PEMERIKSAAN BPK RI. Susriboy ITTAMA SETJEN DPR RI

PELAKSANAAN PENETAPAN KERUGIAN NEGARA DAN MEKANISME TINDAK LANJUT REKOMENDASI HASIL PEMERIKSAAN BPK RI. Susriboy ITTAMA SETJEN DPR RI PELAKSANAAN PENETAPAN KERUGIAN NEGARA DAN MEKANISME TINDAK LANJUT REKOMENDASI HASIL PEMERIKSAAN BPK RI Susriboy ITTAMA SETJEN DPR RI PEMAHAMAN KERUGIAN NEGARA/DAERAH DALAM RANAH HUKUM ADMINISTRASI KERUGIAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR AUDIT DAN REVIU ATAS LAPORAN KEUANGAN BAGI APARAT PENGAWAS INTERN

Lebih terperinci

HASIL REVIU LAPORAN KEUANGAN TAHUN 2015 DAN PROBLEMATIKANYA

HASIL REVIU LAPORAN KEUANGAN TAHUN 2015 DAN PROBLEMATIKANYA HASIL REVIU LAPORAN KEUANGAN TAHUN 2015 DAN PROBLEMATIKANYA Disampaikan oleh: Mohamad Hardi, Ak. MProf Acc., CA Inspektur I Kementerian Ristek Dikti Pada Rakor Itjen 4 Februari 2016 PEMBAHASAN 1 HASIL

Lebih terperinci

PERAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI PEMERINTAH DAERAH 1. Dr. H. Harry Azhar Azis, M.A.

PERAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI PEMERINTAH DAERAH 1. Dr. H. Harry Azhar Azis, M.A. PERAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI PEMERINTAH DAERAH 1 Dr. H. Harry Azhar Azis, M.A. (Ketua BPK RI) Pendahuluan Saya memberikan apresiasi dan menyambut dengan baik Kuliah

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYELESAIAN KERUGIAN NEGARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF DENGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kewajiban penyelenggaraan Pemerintahan Daerah telah diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah termasuk dalam hal pengelolaan keuangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan pemberantasan. Tidak hanya terjadi pada pemerintah pusat, fraud juga

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan pemberantasan. Tidak hanya terjadi pada pemerintah pusat, fraud juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraud merupakan permasalahan yang perlu untuk dikaji, dicari solusinya, dan dilakukan pemberantasan. Tidak hanya terjadi pada pemerintah pusat, fraud juga marak terjadi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1122, 2016 LEMSANEG. Hasil Pemeriksaan Internal dan Eksternal. Laporan. Penyelesaian. PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELESAIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI TANGGAL : 12 SEPTEMBER 2011 NOMOR : 16 TAHUN 2011 TENTANG : PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia adalah Badan Pemeriksa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia adalah Badan Pemeriksa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dasar hukumnya adalah Pasal 23E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

RERANGKA KERJA AUDIT SEKTOR PUBLIK

RERANGKA KERJA AUDIT SEKTOR PUBLIK RERANGKA KERJA AUDIT SEKTOR PUBLIK 1 Audit Proses sistematik dan objektif dari penyediaan dan evaluasi bukti-bukti yang berkenaan dengan asersi tentang kegiatan dan kejadian ekonomi utuk memastikan derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. audit, hal ini tercantum pada bagian keempat Undang-Undang Nomor 15 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. audit, hal ini tercantum pada bagian keempat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I di dalam penelitian ini berisi tentang latar belakang pemilihan judul, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, kontribusi penelitian, ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan sektor publik di Indonesia sekarang ini adalah semakin menguatnya tuntutan masyarakat kepada para penyelenggara pemerintahan. Salah satu yang menjadi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMANTAUAN PELAKSANAAN TINDAK LANJUT REKOMENDASI HASIL PEMERIKSAAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SERANG SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SERANG SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SERANG SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No.2-2- Keuangan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan dalam pemantauan pelaksanaan tindak lanjut sehingga perlu diganti; d. bah

2017, No.2-2- Keuangan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan dalam pemantauan pelaksanaan tindak lanjut sehingga perlu diganti; d. bah No.2, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN BPK. Hasil Pemeriksaan. Tindak Lanjut. Pemantauan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6011) PERATURAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.737, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pengawasan. Pelaksanaan. Tata Cara Tetap. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 91 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA TETAP

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN PEMERIKSA DAN/ATAU TENAGA AHLI

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN PEMERIKSA DAN/ATAU TENAGA AHLI PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN PEMERIKSA DAN/ATAU TENAGA AHLI DARI LUAR BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA NOMOR M.HH-02.PW.02.03 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA MALANG PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 65 TAHUN TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASET DAERAH

WALIKOTA MALANG PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 65 TAHUN TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASET DAERAH WALIKOTA MALANG PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 65 TAHUN 20122 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASET DAERAH WALIKOTA MALANG, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (Lembaran Ne

2017, No Mengingat : Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (Lembaran Ne No.532, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Likuidasi Entitas Akuntansi. Entitas Pelaporan pada Kementerian Negara/Lembaga. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 88 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 88 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 88 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

2015, No c. bahwa untuk mewujudkan pengawasan tersebut dalam huruf b, diperlukan peran Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsio

2015, No c. bahwa untuk mewujudkan pengawasan tersebut dalam huruf b, diperlukan peran Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsio BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1728, 2015 KEMENKEU. Anggaran. Bendahara Umum Negara. Pelaksanaan. Pengawasan PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 204/PMK.09/2015 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI BANTEN TAHUN ANGGARAN 2016

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI BANTEN TAHUN ANGGARAN 2016 PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI BANTEN TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH SEKRETARIAT JENDERAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 11 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 11 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 11 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan Anggaran

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dijalankan untuk dewan komisaris, manajemen, dan personel lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang dijalankan untuk dewan komisaris, manajemen, dan personel lain dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengendalian internal (internal control) merupakan bagian integral dari sistem informasi akuntansi. Pengendalian internal itu sendiri adalah suatu proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang selama ini menganut sistem sentralistik berubah menjadi sistem desentralistik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Rebulik Indonesia (UU RI) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa efisiensi dan efektivitas

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Rebulik Indonesia (UU RI) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa efisiensi dan efektivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang Rebulik Indonesia (UU RI) No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintah daerah perlu

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kesejahteraan

Lebih terperinci

SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN BANDI

SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN BANDI SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN BANDI UU 15/ 2004 tentang PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA MENIMBANG a. untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahannegara, keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. agar menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Laporan keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini tuntutan masyarakat semakin meningkat atas pemerintahan yang baik. Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) harus ditingkatkan agar menghasilkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

Lebih terperinci

WALIKOTA BAUBAU PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA BAUBAU PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA BAUBAU PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BAUBAU SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2015 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASET DAERAH

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASET DAERAH SALINAN NOMOR 24, 2014 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASET DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PERMEN-KP/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN

Lebih terperinci

PERAN APIP DALAM PENYUSUNAN PROGRAM DAN ANGGARAN. Oleh: Emmy Widayanti Inspektur Jenderal

PERAN APIP DALAM PENYUSUNAN PROGRAM DAN ANGGARAN. Oleh: Emmy Widayanti Inspektur Jenderal PERAN APIP DALAM PENYUSUNAN PROGRAM DAN ANGGARAN Oleh: Emmy Widayanti Inspektur Jenderal Disampaikan pada kegiatan Penyusunan Program dan Anggaran Tahun 2018 di Lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 90 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI BANTEN TAHUN ANGGARAN 2017

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 90 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI BANTEN TAHUN ANGGARAN 2017 PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 90 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI BANTEN TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/K/I-XIII.2/7/2008

KEPUTUSAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/K/I-XIII.2/7/2008 KEPUTUSAN NOMOR 10/K/I-XIII.2/7/2008 TENTANG PERSYARATAN AKUNTAN PUBLIK DAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK YANG MELAKUKAN PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat

Lebih terperinci

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP)

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) I. Latar Belakang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud dari pengelolaan keuangan negara yang merupakan instrumen bagi Pemerintah untuk mengatur

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.925, 2013 KEMENTERIAN LUAR NEGERI. Pengawasan Intern. Perwakilan Republik Indonesia. Pedoman. PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 /K/I-XIII.2/2/2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU

KEPUTUSAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 /K/I-XIII.2/2/2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU F KEPUTUSAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 /K/I-XIII.2/2/2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2017

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2017 SALINAN WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN OPERASIONAL PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KOTA DEPOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALIKOTA SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

WALIKOTA SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI WALIKOTA SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SUKABUMI,

Lebih terperinci

PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN PENGELOLAAN KEUANGAN OLEH : SURACHMIN, SH., MH

PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN PENGELOLAAN KEUANGAN OLEH : SURACHMIN, SH., MH PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN PENGELOLAAN KEUANGAN OLEH : SURACHMIN, SH., MH Tanggung jawab Entitas yang Diperiksa a) Mengelola keuangan negara secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci