Kamus Klasifikasi Temuan Pemeriksaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kamus Klasifikasi Temuan Pemeriksaan"

Transkripsi

1 LAMPIRAN III.1 : KEPUTUSAN BPK RI NOMOR : K/I-XIII.2/ /2010 TANGGAL : 2010 Kamus Klasifikasi Temuan No. Kode Klasifikasi Temuan Deskripsi Contoh Temuan 1. 1 Temuan Ketidakpatuhan Terhadap ketentuan perundang-undangan a. 101 Kerugian negara/daerah atau kerugian negara/daerah yang terjadi pada perusahaan milik negara/daerah Temuan dianggap masuk kategori kerugian apabila telah terjadi kerugian nyata berupa berkurangnya kekayaan negara sesuai pengertian dalam UU No.1 Tahun 2004 Pasal 1 angka 22 : "Kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai". Kerugian tersebut terjadi baik dalam pengelolaan keuangan negara/daerah (APBN/APBD) maupun dalam pengelolaan kekayaan negara/daerah yang dipisahkan (BUMN/BUMD) 1) Belanja atau pengadaan barang/jasa fiktif Seluruh pekerjaan pengadaan barang/jasa dalam satu Surat Perjanjian (Kontrak) tidak dilaksanakan sampai dengan batas waktu yang diperjanjikan dan pembayaran atas pekerjaan tersebut sudah dibayarkan seluruhnya; termasuk juga pembayaran untuk biaya perjalanan dinas dan pembayaran honor untuk kegiatan yang terbukti fiktif. 1) Dalam Kontrak pengadaan 10 komputer hasil cek fisik menunjukkan tidak ada satu komputer pun yang diterima oleh pengguna barang. 2) Kontrak pekerjaan pelatihan oleh pihak ketiga ternyata tidak dilaksanakan namun pembayaran telah dilakukan v v v Baik Temuan yang sudah terbit Surat Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) maupun yang belum 23

2 2) Rekanan pengadaan barang/jasa tidak menyelesaikan pekerjaan 3) Kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang Rekanan pengadaan barang/jasa tidak melaksanakan sebagian atau seluruhnya pekerjaan yang diperjanjikan dan sebagian pembayaran atas pekerjaan tersebut sudah dilakukan (uang muka dan/atau termijn). Pembayaran yang sudah dilakukan tersebut lebih besar daripada uang jaminan pelaksanaan pekerjaan dan/atau jaminan uang muka. Dalam kondisi tersebut rekanan memilih untuk membiarkan jaminan pelaksanaan pekerjaan dan/atau jaminan uang muka dicairkan oleh pengguna barang/jasa daripada menyelesaikan tanggung jawabnya melaksanakan pekerjaan yang diperjanjikan karena kerugian yang akan diderita (biasanya terjadi kenaikan harga yang cukup signifikan terhadap harga yang tercantum dalam RAB). Pada akhirnya penyelesaian pekerjaan menjadi tanggung jawab pemerintah Barang yang diterima (kualitas maupun kuantitas) kurang dari yang seharusnya. Dalam kasus kekurangan volume pekerjaan, pekerjaan yang dilaksanakan kurang 100% tapi pembayaran dilakukan 100% sehingga kerugian yang terjadi merupakan selisih antara uang yang telah dibayarkan dengan nilai prestasi pekerjaan/barang yang diterima Berdasarkan hasil cek fisik diketahui bahwa ada pekerjaan pembangunan gedung kantor yang tidak selesai. Hasil wawancara dengan pengguna barang menunjukkan bahwa pekerjaan tersebut telah dilakukan lelang dan dari hasil lelang tersebut telah diperoleh rekanan pemenang lelang dan telah diikat dengan kontrak untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Pengguna barang/jasa telah menerima jaminan uang muka dan jaminan pelaksanaan pekerjaan dengan nilai total sebesar Rp 250 jt; sebaliknya rekanan telah menerima uang muka dan pembayaran termijn I dengan total Rp 300 jt. Di tengah perjalanan pembangunan gedung tersebut, rekanan menghentikan pelaksanaan pekerjaan tanpa ada alasan yang jelas dan sampai dengan akhir Tahun Anggaran atau waktu pemeriksaan (cek fisik) pembangunan gedung tersebut tidak diselesaikan, sehingga negara mengalami keruguan sebesar Rp 50 jt Pembangunan gedung seluas 200 M2 telah selesai dan dilakukan pembayaran 100%. Hasil cek fisik menunjukkan bahwa luas bangunan hanya 160 M2. Kelebihan pembayaran dalam kegiatan pengadaan barang/jasa 24

3 4) Kelebihan pembayaran selain kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang Adanya pembayaran terhadap suatu unsur biaya dalam kontrak yang seharusnya tidak dilakukan. 5) Pemahalan harga (Mark up) Kemahalan yang terjadi akibat pelanggaran prosedur pengadaan atau kecurangan. 6) Penggunaan uang/barang untuk kepentingan pribadi Penggunaan uang atau barang secara tidak sah yang digunakan selain untuk keperluan dinas Berdasarkan analisa atas perhitungan biaya dalam kontrak pekerjaan dengan menggunakan metode unit cost diketahui terdapat perhitungan biaya yang tidak seharusnya diperhitungkan sehingga pembayaran yang telah dilakukan melebihi prestasi pekerjaan yang diterima 1) Dalam pengadaan mobil pemadam kebakaran harga yang dibayar oleh pemerintah adalah sebesar Rp6 miliar. Setelah dikonfirmasi oleh pemeriksa kepada suplier barang tersebut, ternyata diketahui harga sebenarnya adalah Rp4 miliar sehingga ada indikasi mark up oleh panitia pengadaan barang/jasa sebesar Rp2 miliar. 2) Diketahui pengadaan mobil Toyota Innova untuk spesifikasi 2000 cc Type G adalah Rp200 juta. Setelah dikonfirmasi kepada ATPM, harga untuk spesifikasi tersebut adalah Rp180 juta. (Dalam kasus ini biasanya panitia pengadaan barang/jasa menggunakan rekanan yang bukan dealer mobil akan tetapi rekanan yang merupakan pedagang umum untuk digunakan sebagai kamuflase dalam proses lelang. Dalam kenyataannya, pemeriksa dapat mengembangkan teknik/prosedur audit untuk membuktikan bahwa pembelian mobil tersebut langsung dilakukan ke ATPM) 1) Penggunaan uang persediaan oleh bendaharawan atau sisa uang muka kerja oleh pelaksana kegiatan untuk membiayai keperluan pribadi; 2) AC Split, meja kantor atau BMN Kelebihan pembayaran dalam kegiatan pengadaan barang/jasa 25

4 7) Pembayaran honorarium dan/atau biaya perjalanan dinas ganda dan/atau melebihi standar yang ditetapkan 8) Spesifikasi barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan kontrak Seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara/daerah: 1. menerima lebih dari satu kali honor rapat untuk hari dan tanggal yang sama; 2. menerima biaya perjalanan dinas lebih dari satu kali untuk perjalanan dinas yang dilaksanakan pada hari dan tanggal yang sama; 3. menerima honor rapat akan tetapi pada hari dan tanggal yang sama juga menerima biaya perjalanan dinas; atau 4. menerima biaya honor atau biaya perjalanan dinas yang tidak diperkenankan menurut ketentuan atau melebihi ketentuan. Barang yang diterima dari rekanan pengadaan barang/jasa tidak sama dengan yang diperjanjikan dalam kontrak dan teridentifikasi barang yang diterima berdasarkan perhitungan nilainya lebih rendah dari nilai barang yang diperjanjikan. Kerugian yang terjadi merupakan total loss karena hasil pekerjaan/barang yang diterima tidak sesuai standar mutu yang ditetapkan sehingga tidak dapat digunakan untuk kebutuhan yang direncanakan. lain yang dibawa oleh pegawai negeri secara tidak sah (tanpa surat bon pinjam) dan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi, misalnya AC split yang seharusnya dipasang di ruangan kantor namun dipasang di rumah pribadi PNS; 3) Di atas tanah milik pemerintah didirikan bangunan pribadi. Diketahui pada tanggal 15 s.d. 25 Juli 2007 pegawai negeri X melaksanakan perjalanan dinas ke kota A dengan menerima biaya perjalanan dinas sebesar Rp 10 jt. Hasil pemeriksaan dokumen pembayaran honor rapat diketahui bahwa yang bersangkutan pada tanggal 16 s.d. 19 menerima honor konsinyering sebesar Rp 2 jt. Hasil wawancara dengan PNS yang bersangkutan dan dari hasil penelitian atas keabsahan bukti-bukti pertanggungjawaban diketahui bahwa PNS yang bersangkutan sebenarnya melakukan perjalanan ke kota A. Dengan kerugian negara yang harus dikembalikan adalah sebesar Rp 2 jt. Pengadaan komputer dengan spesifikasi processor Intel Pentium Core Duo dan motherboard ASUS. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa Processor yang digunakan adalah AMD dengan kecepatan yang sama dan motherboard yang terpasang adalah ECS. Hasil konfirmasi dengan pedagang komputer ternyata terdapat total harga processor AMD dengan kecepatan yang sama dan motherboard ECS lebih murah dibandingkan total harga Processor Intel Pentium Core Duo dan motherboard ASUS sebesar Rp 1 juta. Kerugian 26

5 9) Belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan Terdapat pengeluaran biaya yang tidak diperkenankan oleh peraturan per-uuan atau nilai yang diberikan lebih tinggi dari nilai yang ditetapkan dalam peraturan per-uu-an seperti: 1. kegiatan yang tidak diperkenankan untuk dibiayai negara/daerah atau perusahaan milik negara/daerah seperti perayaan ulang tahun instansi; 2. pembayaran tunjangan kepada penyelenggara negara/daerah atau pengelola perusahaan negara/daerah yang menyalahi aturan; 3. pembayaran uang kepada pihak yang tidak berhak menurut aturan. negara yang terjadi merupakan nilai seluruh kontrak sehingga seluruh barang yang diterima harus diganti dengan barang yang sesuai dengan kontrak. 1) Hasil pemeriksaan dokumen menunjukkan bahwa seorang kepala dinas menerima tunjangan sewa rumah padahal yang bersangkutan sudah mendapat fasilitas rumah dinas. Menurut ketentuan yang berlaku (Perda terkait, Keputusan Menteri Dalam Negeri atau aturan lain) apabila seorang kepala dinas sudah mendapat fasilitas rumah dinas maka yang bersangkutan tidak boleh menerima tunjangan sewa rumah. Maka tunjangan tersebut adalah kerugian daerah yang harus dikembalikan ke kas daerah; 2) Pemberian bantuan kepada pihak yang tidak berhak atau tidak sah menurut aturan (contoh : bantuan sosial kepada keluarga penyelenggara negara/daerah tanpa alas an yang sah). Kelebihan pembayaran kepada penyelenggara negara/daerah atau pelaksana kegiatan untuk kegiatan yang dilakukan secara swakelola 27

6 10) Pengembalian pinjaman/piutang atau dana bergulir macet 11) Kelebihan penetapan dan pembayaran restitusi pajak atau penetapan kompensasi kerugian Pinjaman/piutang yang macet bukan disebabkan oleh risiko bisnis akan tetapi diakibatkan oleh pelanggaran prosedur atau peraturan per-uu-an sehingga pinjaman menjadi macet atau tidak dapat lagi dilakukan upaya penagihan kepada debitur. Nilai kerugian adalah selisih pinjaman dengan nilai agunan yang bisa disita/ditarik Penetapan besarnya restitusi pajak atau kompensasi kerugian melebihi dari ketentuan yang berlaku, misal karena pembebanan biaya yang seharusnya tidak dilakukan atau adanya pendapatan Wajib Pajak yang belum/tidak diakui dalam perhitungan pendapatan kena pajak. Sebuah bank pemerintah memberikan pinjaman kepada nasabah tanpa memperhatikan prinsip kehati-hatian (5C : Capital, Capacity, Character, Collateral dan Condition of Economy), misalnya dengan sengaja dan tanpa prosedur yang wajar, sebuah bank pemerintah memberikan pinjaman sebesar Rp 1 miliar kepada nasabah yang hanya memberikan jaminan (collateral) sebesar Rp 100 jt. Sehingga kemudian pinjaman tersebut macet (misalnya nasabah melarikan diri atau dinyatakan pailit) pada saat pokok hutang + bunga yang tertunggak sebesar Rp 800 jt. dengan demikian telah terjadi kerugian sebesar Rp 700 jt (setelah dikurangi collateral). Sebuah perusahaan yang merupakan wajib pajak menerima restitusi pajak sebesar Rp 5 miliar. Berdasarkan hasil perhitungan tim pemeriksa terhadap koreksi fiskal laporan keuangan komersial diketahui bahwa terdapat beberapa item biaya yang seharusnya tidak dikurangkan terhadap penghasilan kena pajak sehingga kerugian yang dialami oleh wajib pajak menjadi lebih rendah. Dengan demikian restitusi yang seharusnya diterima oleh wajib pajak juga berkurang seiring dengan penurunan kerugian yang dialami wajib pajak. 28

7 12) Penjualan/pertukaran/penghapusan aset negara/daerah tidak sesuai ketentuan dan merugikan negara/daerah 13) Pengenaan ganti kerugian negara belum/tidak dilaksanakan sesuai ketentuan 14) Entitas belum/tidak melaksanakan tuntutan perbendaharaan (TP) sesuai ketentuan 15) Penghapusan hak tagih tidak sesuai ketentuan 16) Pelanggaran ketentuan pemberian diskon penjualan Penjualan/pertukaran/penghapusan aset negara/daerah melanggar ketentuan penghapusan dan nilai uang/aset yang diterima oleh negara/daerah atau perusahaan negara/daerah lebih kecil dari nilai aset yang dijual/dipertukarkan/dihapuskan. Cukup jelas Cukup jelas Pemberhentian upaya hukum untuk menagih piutang kepada debitur yang melanggar ketentuan dan/atau dilakukan tanpa persetujuan pihak yang berwenang. Perusahaan negara/daerah memberikan diskon penjulan kepada konsumen tertentu dengan tarif yang lebih besar dari ketentuan. Penjualan rumah dinas yang sebenarnya statusnya tidak boleh dijual, namun ada tindakan kecurangan untuk mengubah status rumah dinas tersebut sehingga boleh dijual. Nilai pasar rumah dinas tersebut adalah Rp 1 miliar, namun rumah dinas tersebut dijual dengan nilai Rp 200 jt. Kerugian Negara yang terjadi adalah selisih nilai pasar/nilai sesungguhnya dari aset tersebut dengan nilai uang yang diperoleh Negara yaitu sebesar Rp 800 jt. Atas BMN yang hilang oleh pegawai belum dikenakan Pengenaan Ganti Kerugian Negara. Terdapat ketekoran kas di kas negara/daerah yang belum dilakukan proses tuntutan perbendaharaan. Penghapusan piutang kepada debitur tertentu yang melanggar ketentuan internal bank dan BI tanpa persetujuan dewan direksi dan atas piutang tersebut bank tidak lagi melakukan upaya penagihan. Permberian cash discount yang tidak sesuai dengan ketentuan dewan direksi. 29

8 17) Penentuan HPP terlalu rendah sehingga penentuan harga jual lebih rendah dari yang seharusnya 18) Jaminan pelaksanaan dalam pelaksanaan pekerjaan, pemanfaatan barang dan pemberian fasilitas tidak dapat dicairkan 19) Penyetoran penerimaan negara/daerah dengan bukti fiktif Entitas mengalami kerugian atau negara dirugikan karena harga jual aset (aset tetap atau persediaan) yang ditentukan lebih rendah dari yang seharusnya (Dalam kasus harga/penjualan reguler/bukan special pricing). Hal tersebut terjadi karena berdasarkan perhitungan HPP entitas telah mendapatkan keuntungan (gross profit) yang diharapkan. Namun, karena adanya komponen biaya pokok produksi yang tidak dimasukkan dalam perhitungan HPP atau karena estimasi harga pokok aset lebih rendah daripada harga wajar aset tersebut, kenyataannya, entitas tersebut mendapatkan gross profit yang lebih kecil jika mengacu pada perhitungan HPP yang benar. Jaminan pelaksanaan tidak dapat dicairkan karena suatu hal seperti kadaluarsa, bank penjamin bermasalah, dll. Adanya penyelewengan uang penerimaan negara/daerah dengan cara membuat bukti penyetoran fiktif seolah-oleh uang yang ada di bendaharawan penerima telah di setor ke kas Negara/daerah. HPP suatu proyek berdasarkan perhitungan terperiksa (auditee) adalah Rp 7 miliar dan harga jual yang disepakati dengan klien adalah Rp 9 miliar sehingga menghasilkan gross profit sebesar Rp 2 miliar. Berdasarkan hasil perhitungan ulang oleh tim pemeriksa dengan mengacu pada kebijakan akuntansi yang berlaku pada perusahaan, ternyata terdapat unsur biaya yang tidak diperhitungkan sebagai perhitungan HPP yang seharusnya sebesar Rp 10 miliar sehingga dengan harga jual sebesar Rp 9 miliar sebenarnya perusahaan mengalami kerugian dari proyek tersebut sebesar Rp 1 miliar. Rekanan pelaksana pekerjaan tidak melaksanakan dengan jangka waktu yang disepakati dalam kontrak sehingga harus dikenakan sanksi berupa denda dengan nilai maksimum sebesar 5% dari total nilai kontrak. Karena rekanan tersebut tidak mau membayar denda, maka seharusnya pengguna barang/jasa mencairkan jaminan pelaksanaan pekerjaan. Namun, jaminan pelaksanaan tersebut tidak dapat dicairkan karena waktu pencairan melewati batas waktu yang tertera dalam jaminan pelaksanaan. 30

9 b. 102 Potensi kerugian negara/daerah atau kerugian negara/daerah yang terjadi pada perusahaan milik negara/daerah 1) Kelebihan pembayaran dalam pengadaan barang/jasa tetapi pembayaran pekerjaan belum dilakukan sebagian atau seluruhnya Adanya suatu perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dapat mengakibatkan risiko terjadinya kerugian di masa yang akan datang berupa berkurangnya kekayaan negara/daerah atau perusahaan daerah berupa uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sesuai pengertian dalam UU No.1 Tahun 2004 Pasal 1 angka 22. Potensi kerugian tersebut terjadi baik dalam pengelolaan keuangan negara/daerah (APBN/APBD) maupun dalam pengelolaan kekayaan negara/daerah yang dipisahkan (BUMN/BUMD) Terdapat kelebihan pembayaran dalam pengadaan barang/jasa yang disebabkan oleh kemahalan harga, kurang volume pekerjaan, kelebihan perhitungan dsb tetapi pembayaran atas pekerjaan tersebut belum dibayar sebagian atau seluruhnya. Hal tersebut berpotensi merugikan Negara/Daerah jika atas pekerjaan tersebut tetap dilakukan pembayaran. Berdasarkan hasil cek fisik diketahui bahwa ada pekerjaan pembangunan gedung kantor yang sedang dalam proses pengerjaan oleh rekanan. Hasil cek fisik tersebut menunjukkan bahwa terdapat kekurangan fisik pekerjaan yaitu dengan total nilai sebesar Rp 50 jt. Dari hasil pemeriksaan dokumen diketahui bahwa pembayaran termijn terakhir sebesar Rp 100 jt belum dilakukan. Dengan demikian negara berpotensi mengalami kerugian sebesar Rp 50 jt apabila pembayaran termijn terakhir (pelunasan) atas pekerjaan tersebut tetap dibayarkan sebelum kekurangan fisik yang terjadi diperbaiki oleh rekanan. v v v Kerugian dianggap potensi karena belum terjadi kerugian nyata sesuai pengertian dalam UU No.1 Tahun 2004 Pasal 1 angka 22, tetapi berupa risiko terjadi kerugian apabila suatu kondisi yang dapat mengakibatkan kerugian negara/daerah benarbenar terjadi di kemudian hari. 31

10 2) Rekanan belum melaksanakan kewajiban pemeliharaan barang hasil pengadaan yang telah rusak selama masa pemeliharaan Berpotensi mengakibatkan kerugian apabila nyata-nyata rekanan tidak melaksanakan kewajiban pemeliharaan yang sudah disepakati dalam kontrak. Kerugian dihitung setelah dikurangi biaya retensi. 3) Aset dikuasai pihak lain Aset pemerintah seperti tanah, gedung atau peralatan kantor yang digunakan pihak lain secara tidak sah dan tanpa adanya perjanjian pinjam meminjam yang jelas atau aset yang belum dikembalikan oleh pihak lain setelah berakhirnya masa peminjaman yang tertera dalam surat perjanjian pinjam meminjam 4) Pembelian aset yang berstatus sengketa Pemerintah telah melakukan pembayaran atas suatu aset dan di kemudian hari diketahui bahwa aset tersebut berstatus sengketa. Berpotensi merugikan negara apabila ternyata di pengadilan terbukti bahwa tanah yang dibeli bukan milik pihak yang menerima pembayaran Hasil cek fisik atas pembangunan gedung kantor menunjukkan bahwa pembangunan fisik telah selesai 100%, namun sampai batas waktu yang ditetapkan dalam kontrak rekanan belum melaksanakan kewajiban pemeliharaan walaupun dari hasil cek fisik diperoleh fakta bahwa terdapat beberapa bagian gedung telah mengalami kerusakan. 1) Hasil pemeriksaan fisik atas Barang Milik Negara berdasarkan daftar inventaris kantor yang dilakukan pada tanggal 17 Juni 2008 menunjukkan bahwa terdapat notebook kantor senilai Rp 16 jt yang dipinjam oleh pegawai dengan menggunakan nota peminjaman. Batas peminjaman berdasarkan nota tersebut adalah tanggal 1 Februari ) Di atas tanah milik pemerintah didirikan bangunan milik swasta. Tanah tersebut digunakan berdasarkan surat perjanjian pinjam-meminjam. Berdasarkan hasil penelitian atas dokumen surat perjanjian pinjammeminjam tersebut diketahui bahwa masa berakhirnya pinjaman tersebut tidak diatur secara jelas. Pengadaan tanah untuk pembangunan gedung kantor yang dibeli dari masyarakat dengan surat-surat kepemilikan yang lengkap dan sah, namun setelah dilakukan pembayaran di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain yang mengaku sebagai pemilik sah dari tanah yang dibeli dan memiliki bukti-bukti kepemilikan yang juga sah menurut ketentuan yang berlaku. 32

11 5) Aset tidak diketahui keberadaannya Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa terdapat aset yang tercantum dalam catatan akuntansi BMN tetapi tidak diketahui keberadaan fisiknya. Peralatan kantor yang tidak diketahui keberadaannya pasca reorganisasi atau penggabungan dua atau lebih departemen atau kementerian negara/lembaga. 6) Pemberian jaminan dalam pelaksanaan pekerjaan, pemanfaatan barang dan pemberian fasilitas tidak sesuai ketentuan 7) Pihak ketiga belum melaksanakan kewajiban untuk menyerahkan aset kepada negara/daerah Tidak adanya jaminan atas pelaksanaan pekerjaan, pemanfaatan kayu/barang negara, dan pemberian fasilitas seperti kemudahan ekspor/impor. Adanya kewajiban pihak ketiga berdasarkan persyaratan dalam peraturan perundang-undangan tertentu untuk menyerahkan sejumlah aset kepada negara/daerah yang belum dilaksanakan. 1) Untuk pekerjaan pengadaan barang/jasa rekanan tidak memberikan jaminan pelaksanaan pekerjaan, atau jaminan pelaksanaan pekerjaan tidak ditambah/disesuaikan dengan nilai kontrak yang berubah menjadi lebih tinggi karena adanya addendum. 2) Kayu hasil pembukaan lahan transmigrasi dimanfaatkan oleh pihak ketiga dengan menggunakan surat ijin pemanfaatan kayu. Hasil pemeriksaan dokumen menunjukkan bahwa pihak ketiga belum menyerahkan bank garansi, sementara kayu dimaksud telah diangkut ke gudang pemohon dan pembayaran atas kayu tersebut belum diterima oleh pemerintah. Pengembang belum menyerahkan fasos/fasum yang dipersyaratkan terkait dengan pengembangan kawasan tertentu menjadi kawasan perumahan. 33

12 8) Piutang/pinjaman atau dana bergulir yang berpotensi tidak tertagih 9) Penghapusan piutang tidak sesuai ketentuan 10) Pencairan anggaran pada akhir tahun anggaran untuk pekerjaan yang belum selesai Piutang/pinjaman yang berpotensi macet terjadi bukan disebabkan oleh risiko bisnis akan tetapi diakibatkan oleh pelanggaran prosedur atau peraturan per-uu-an sehingga piutang/pinjaman berpotensi macet. Namun, atas piutang tersebut masih dapat dilakukan upaya penagihan kepada debitur. Potensi nilai kerugian adalah selisih pinjaman dengan nilai agunan yang bisa disita/ditarik. Penghapusan piutang dalam laporan keuangan yang melanggar ketentuan dan/atau dilakukan tanpa persetujuan pihak yang berwenang, tetapi atas piutang tersebut masih dapat diupayakan untuk ditagih. Pada akhir tahun anggaran terdapat pencairan anggaran oleh pengelola anggaran untuk membayar pekerjaan yang dilaksanakan oleh rekanan walaupun pekerjaan tersebut belum selesai. Sebuah bank pemerintah memberikan pinjaman kepada nasabah tanpa memperhatikan prinsip kehati-hatian (5C : Capital, Capacity, Character, Collateral dan Condition of Economy), misalnya dengan sengaja dan tanpa prosedur yang wajar, sebuah bank pemerintah memberikan pinjaman sebesar Rp 1 miliar kepada nasabah ketika perekonomian sedang mengalami krisis (condition of economy). Karena krisis belum juga mereda, kemudian pembayaran atas pinjaman tersebut menjadi tersendat-sendat. Hal tersebut terlihat dari pembayaran cicilan dari nasabah yang selalu lewat dari tanggal jatuh tempo dengan tenggang waktu yang termasuk kategori "diawasi". Penghapusan catatan piutang kepada debitur tertentu yang melanggar ketentuan internal bank dan BI tanpa persetujuan dewan direksi, tetapi bank masih mengupayakan untuk dapat menagih piutang yang dihapus buku tersebut. Pada akhir tahun anggaran terdapat kontrak pekerjaan renovasi gedung kantor. Pada batas akhir pencairan, prestasi pekerjaan yang telah selesai baru mencapai 75%. Namun, Berita Acara serah terima (BAST) menyatakan bahwa pekerjaan telah selesai 100% sehingga SP2D yang diterbitkan untuk membayar pekerjaan tersebut dicairkan sebesar 100%. 34

13 c. 103 Kekurangan penerimaan negara/daerah atau perusahaan milik negara/daerah 1) Penerimaan negara/daerah atau denda keterlambatan pekerjaan belum/tidak ditetapkan dipungut/diterima/disetor ke kas negara/daerah atau perusahaan milik negara/daerah Penerimaan yang sudah menjadi hak negara/daerah atau perusahaan milik negara/daerah, tetapi tidak masuk ke kas negara/daerah atau perusahaan milik negara/daerah karena adanya unsur ketidakpatuhan. Cukup jelas 1) Hasil pemeriksaan atas dokumen pelaksanaan pekerjaan menunjukkan bahwa rekanan terlambat dalam menyelesaikan pekerjaan sesuai batas waktu yang ditetapkan dalam kontrak, namun rekanan tersebut belum dikenakan denda atas keterlambatan tersebut. 2) Hasil pemungutan PNBP yang ada pada rekening bendaharawan penerima belum disetor ke kas negara. 3) PNBP atas penggunaan jasa pelayanan oleh masyarakat tidak dipungut. 4) PNBP atas penggunaan/pengelolaan aset negara oleh pihak ketiga tidak dipungut. 5) PNBP belum diterima karena perbedaan sistem/penafsiran atas kontrak subsidi listrik, BBM, dan lain-lain. 6) PBB belum diterbitkan SPPT. 7) BUMN/BUMD sebagai wajib pungut pajak belum menyetorkan pajak yang dipungut dari wajib pajak ke kas negara/daerah. v x v Termasuk kekurangan penerimaan negara/daerah yang ditemukan dalam pemeriksaan atas perusahaan negara/daerah 35

14 2) Penggunaan langsung penerimaan negara/daerah 4) Dana perimbangan yang telah ditetapkan belum masuk ke kas daerah Penggunaan penerimaan negara/daerah tanpa melalui mekanisme anggaran (melanggar asas "bruto") Cukup jelas PNBP yang berasal dari pelayanan kepada masyarakat digunakan untuk pembayaran honor petugas pelayanan tanpa melalui mekanisme anggaran (PNBP disetor ke kas negara kemudian tahun berikutnya dianggarkan untuk kegiatan yang terkait dengan pelayanan yang menghasilkan PNBP) Dana bagi hasil dari pusat belum masuk ke kas daerah karena belum ditransfer dari pusat atau sudah ditransfer tetapi masuk ke rekening antara 5) Penerimaan negara/daerah diterima atau digunakan oleh instansi yang tidak berhak 6) Pengenaan tarif pajak/pnbp lebih rendah dari ketentuan 7) Koreksi perhitungan bagi hasil dengan KKKS Penerimaan yang berdasarkan ketentuan yang berlaku termasuk penerimaan suatu instansi, tetapi dipungut/ digunakan oleh instansi lain yang tidak berhak atau disetor ke instansi yang tidak berhak. Tarif yang dikenakan kepada wajib setor lebih rendah daripada tarif yang diatur menurut ketentuan yang berlaku sehingga pajak/pnbp yang diterima oleh negara/daerah lebih kecil dari yang seharusnya. Hasil perhitungan kembali atas bagi hasil menunjukkan bahwa besarnya bagi hasil yang telah disetor ke kas negara lebih kecil dari yang seharusnya karena adanya unsur biaya yang tidak boleh diperhitungkan atau adanya kesalahan perhitungan dalam cost recovery. 1) PNBP dari penggunaan Tenaga Kerja Asing yang berdasarkan ketentuan (fatwa Mahkamah Agung) merupakan penerimaan Depnakertrans, akan tetapi oleh Pemerintah Daerah sebagai wajib pungut disetorkan ke kas daerah. 2) Penerimaan daerah yang disetor ke kas Negara atau dipungut oleh Pemerintah Pusat. 3) Potongan pajak pusat yang dipotong oleh pemerintah daerah digunakan oleh pemerintah daerah. Perhitungan kembali bagi hasil PPS dan KMGBP periode 2003 s.d menunjukkan adanya koreksi alokasi biaya depresiasi yang mengurangi cost recovery periode tersebut seluruhnya sebesar US$2.180 miliar. Hal tersebut mengakibatkan KKKS PT Pertamina (persero) dan KKKS PT Pertamina EP 36

15 8) Kelebihan pembayaran subsidi oleh pemerintah Subsidi yang telah dibayarkan oleh pemerintah lebih besar dari seharusnya. mempunyai kewajiban untuk menyerahkan tambahan bagian negara masing-masing sebesar US$ juta dan US$ juta atau seluruhnya sebesar US$1.31 miliar. e. 104 Administrasi Temuan yang mengungkap adanya penyimpangan terhadap ketentuan yang berlaku baik dalam pelaksanaan anggaran/pengelolaan aset maupun operasional perusahaan, tetapi penyimpangan tersebut tidak mengakibatkan kerugian/potensi kerugian negara/daerah atau perusahaan milik negara/daerah, tidak mengurangi hak negara/daerah, (kekurangan penerimaan), tidak menghambat program entitas, dan tidak mengandung unsur indikasi tindak pidana. v x v 1) Pertanggungjawaban tidak akuntabel (bukti tidak lengkap/tidak valid) Pertanggungjawaban keuangan telah selesai (SPM GU untuk di Pusat atau SPM BS di Daerah sudah terbit), namun tidak disertai bukti pertanggungjawaban yang lengkap dan/atau sah untuk memperoleh pembayaran. Pertanggungjawaban pengeluaran untuk bantuan parpol hanya berupa tanda terima dari parpol yang menerima bantuan dan tidak disertai bukti-bukti penggunaannya. Temuan diklasifikasikan sebagai temuan administrasi setelah tim pemeriksa menempuh prosedur untuk dapat memperoleh keyakinan yang memadai bahwa kegiatan yang dibiayai dari anggaran tidak fiktif sehingga permasalahan yang terjadi benar-benar diyakini sebagai permasalahan yang bersifat administratif. 37

16 2) Pekerjaan dilaksanakan mendahului kontrak atau penetapan anggaran 3) Proses pengadaan barang/jasa tidak sesuai ketentuan (tidak menimbulkan kerugian negara) 4) Pemecahan kontrak untuk menghindari pelelangan Pekerjaan sudah dimulai sebelum kontrak pekerjaan ditandatangani atau dokumen anggaran disetujui DPR/DPRD. Terdapat proses pengadaan yang tidak mengacu kepada peraturan per-uu-an atau sebagian kegiatan yang harus dilakukan dalam proses pengadaan tidak dilaksanakan. Untuk kegiatan yang sama atau pengadaan barang sama dalam satu kegiatan/program yang pengadaannya dilakukan berulang-ulang dengan nilai yang lebih kecil untuk menghindari pelelangan. 5) Pelaksanaan lelang secara proforma Dokumen pengadaan lengkap namun berdasarkan pendalaman auditor, diketahui bahwa sebagian atau seluruh kegiatan yang tercermin dalam dokumen pengadaan ternyata lelang tidak dilaksanakan. 6) Penyimpangan terhadap peraturan per- UU-an bidang pengelolaan perlengkapan atau barang milik negara/daerah/perusahaan 7) Penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan bidang tertentu lainnya seperti kehutanan, pertambangan, perpajakan, dll. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam administrasi pengelolaan BMN seperti masalah penatausahaan, penghapusan, dll, dan tidak menimbulkan kerugian negara/daerah. Penyimpangan berupa ketidakpatuhan dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang mengatur bidang tertentu dan tidak menimbulkan kerugian negara/daerah Hasil pemeriksaan atas dokumen pelaksanaan pekerjaan (buku harian proyek) menunjukkan bahwa pekerjaan telah dimulai sebelum kontrak pekerjaan ditandatangani karena proses lelang belum tuntas, misalnya keberatan-keberatan dari rekananrekanan yang kalah belum dievaluasi. HPS tidak dibuat. Pengadaan 20 unit komputer untuk kelengkapan lab komputer dilakukan secara bertahap dalam satu tahun anggaran sehingga pengadaannya dilakukan dengan penunjukan langsung dengan tujuan menghindari pelelangan. Hasil pemeriksaan dokumen lelang menunjukkan seluruh proses lelang yang diharuskan menurut ketentuan (Kepres 80 Tahun 2003) dilaksanakan dengan tertib. Namun hasil pemeriksaan selanjutnya diketahui bahwa dokumen penawaran dari rekanan dibuat oleh panitia pengadaan sendiri untuk mengatur pemenang tender. Barang belum diadministrasikan, daftardaftar belum dibuat, dan penghapusan tanpa persetujuan Menteri Keuangan. 1) Kegiatan eksploitasi perusahaan tambang batu bara di kawasan hutan menyalahi ketentuan 2) Pengeluaran dana untuk investasi pada kegiatan yang tidak sesuai dengan ketentuan 38

17 8) Koreksi perhitungan susbsidi/kewajiban pelayanan umum 9) Pembentukan cadangan piutang, perhitungan penyusutan atau amortisasi tidak sesuai ketentuan 10) Penyetoran penerimaan negara/daerah atau kas di bendaharawan ke Kas negara/daerah melebihi batas waktu yang ditentukan 11) Pertanggungjawaban/penyetoran uang persediaan melebihi batas waktu yang ditentukan 12) Sisa kas di bendahara pengeluaran akhir Tahun Anggaran belum/tidak disetor ke kas negara/daerah 13) Pengeluaran investasi pemerintah tidak didukung bukti yang sah Koreksi perhitungan subsidi yang tidak berdampak pada pengembalian atau kompensasi subsidi. Metode perhitungan yang digunakan dalam pembentukan cadangan piutang, penyusutan atau amortisasi tidak sesuai ketentuan. Pada saat pemeriksaan dilaksanakan, penerimaan negara/daerah sudah disetor ke kas negara/daerah tetapi berdasarkan pemeriksaan atas dokumen penyetoran menunjukkan bahwa tanggal penyetoran dilakukan melewati batas waktu yang ditentukan. Pada saat pemeriksaan dilaksanakan, kas di bendaharawan sudah disetor ke kas negara/daerah tetapi berdasarkan pemeriksaan atas dokumen penyetoran menunjukkan bahwa tanggal penyetoran/pertanggungjawaban dilakukan melewati batas waktu yang ditentukan. Sisa kas akhir tahun anggaran yang ada dalam pengurusan bendahara pengeluaran belum disetorkan kas negara/daerah yang menurut ketentuan yang berlaku sisa kas tersebut seharusnya disetorkan ke kas negara/daerah. Kegaiatan penyertaan modal atau investasi lainnya tidak dilengkapi dengan dokumen yang sah. Perhitungan penyisihan piutang usaha dalam laporan keuangan tidak sesuai dengan kepeutusan Menteri Negara Otonomi Daerah No.8 Tahun Penyetoran PNBP oleh bendaharawan penerima ke kas negara melewati batas akhir tahun anggaran. Penyetoran kas di bendaharawan pengeluaran ke kas negara melewati batas waktu yang ditetapkan dalam Surat Edaran Dirjen Perbendaharaan. Tidak ada sertifikat saham atau obligasi atas penempatan dana pemerintah daerah pada perusahaan daerah. 14) Kepemilikan aset tidak/belum didukung bukti yang sah Aset tetap berupa tanah, bangunan, atau peralatan dan mesin tidak/belum didukung oleh bukti kepemilikan yang sah yang menunjukkan bahwa aset tersebut adalah milik negara/daerah/perusahaan. Tanah belum bersertifikat; mobil tidak dilengkapi dengan BPKB, dll. 39

18 15) Pengalihan anggaran antar MAK tidak sah Penggunaan anggaran untuk kegiatan lain (dengan MAK berbeda) tanpa melalui mekanisme pengalihan yang telah ditetapkan dalam peraturan per- UU-an. 16) Pelampauan pagu anggaran Pencairan anggaran dilakukan melebihi batas dana yang telah ditetapkan dalam dokumen anggaran tanpa adanya revisi anggaran. Penggunaan anggaran untuk kegiatan pelatihan digunakan untuk perjalanan dinas tanpa persetujuan dari pihak yang berwenang untuk menyetujui pengalihan tersebut. Secara substansi penggunaan anggaran untuk kegiatan dengan MAK berbeda walaupun pelaporan dalam LRA masih menggunakan MAK yang sama seperti yang telah ditetapkan dalam dokumen anggaran (mengacu pada prinsip subtance over form). f. 105 Indikasi Tindak Pidana Temuan yang mengungkap adanya indikasi tindak pidana, yaitu temuan yang mengungkap adanya perbuatan yang diduga memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang diatur dalam peraturan perundangundangan dan diancam dengan sanksi pidana dalam peraturan perundang-undangan. 1) Indikasi Tindak Pidana Korupsi Pengertian sesuai dengan Undang- Undang No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 2) Indikasi Tindak Pidana Perbankan Pengertian sesuai dengan UU No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. 3) Indikasi Tindak Pidana Perpajakan Pengertian sesuai dengan UU No. 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang perpajakan. Penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri/orang lain/organisasi yang merugikan keuangan Negara. Penggelapan dana nasabah untuk pendanaan proyek pada perusahaan yang berada pada satu grup. 1) Penggelapan pajak; 2) Restitusi pajak dengan menggunakan dokumen fiktif. x x v Khusus pemeriksaan investigatif 40

19 4) Indikasi Tindak Pidana Kepabeanan Pengertian sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan 5) Indikasi Tindak Pidana Kehutanan Pengertian sesuai UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan 6) Indikasi Tindak Pidana Pasar Modal Pengertian sesuai UU No 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal 7) Indikasi Tindak Pidana Khusus Lainnya Tindak Pidana Khusus selain yang telah disebutkan di atas Penyelundupan barang Penebangan liar, pengalihan fungsi hutan, dsb. insider trading Tindak pidana pemalsuan dokumen 2. 2 Temuan kelemahan sistem pengendalian intern Kurang/tidak adanya tindakan dan kegiatan yang dilakukan oleh pimpinan dan seluruh pegawai secara terus menerus untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan v x v Ketidakpatuhan terhadap peraturan mengenai sistem dan prosedur; Terkait permasalahan pengendalian internal baik menurut COSO maupun OKP 6; Merupakan unsur sebab terjadinya ketidakpatuhan yang diuraikan secara rinci dalam kondisi temuan pemeriksaan. a. 201 Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan 1) Pencatatan tidak/belum dilakukan atau tidak akurat Kelemahan sistem pengendalian yang terkait kegiatan pencatatan akuntansi dan pelaporan keuangan yang dapat mempengaruhi keandalan pelaporan keuangan dan pengamanan atas aset. Cukup jelas Terdapat dokumen sumber berupa SPM yang sudah diterbitkan SP2D-nya belum dicatat oleh UAKPA mengakibatkan realisasi belanja kurang dicatat (understated). 41

20 2) Proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan Proses atau tata cara maupun organisasi akuntansi dan pelaporan yang dilaksanakan oleh entitas yang diperiksa tidak mengacu pada ketentuan yang berlaku. 1) Organisasi penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga terutama Sistem Akuntansi Aset Tetap tidak dilakukan secara berjenjang sesuai Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Penyusunan Laporan Keuangan pada Kementerian Negara/Lembaga. 2) Proses input laporan keuangan tidak menggunakan data yang valid. 3) Entitas terlambat menyampaikan laporan Cukup jelas Penyampaian LRA dan Neraca Kementerian Negara/Lembaga ke Departemen Keuangan melebihi batas waktu yang ditetapkan yaitu 2 bulan sejak tahun anggaran berakhir. 4) Sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai 5) Sistem informasi akuntansi dan pelaporan belum didukung SDM yang memadai Sistem informasi dan pelaporan yang ada pada entitas yang diperiksa tidak dapat mendukung terciptanya informasi akuntansi dan pelaporan yang akurat, tepat waktu dan dapat dipercaya Cukup jelas Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran - Wilayah (UAPPA-W) atau Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA) tidak dibentuk Unit akuntansi tidak memiliki cukup personil untuk menjalankan sistem akuntansi dan pelaporan atau personil yang ada tidak memiliki kompetensi yang cukup untuk menjalankan sistem informasi akuntansi dan pelaporan. b. 202 Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Kelemahan pengendalian terkait dengan pemungutan dan penyetoran penerimaan negara/daerah serta pelaksanaan program/kegiatan pada entitas yang diperiksa sehingga dapat mempengaruhi efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan serta membuka peluang terjadinya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. 42

21 1) Perencanaan kegiatan tidak memadai Kegiatan penganggaran tidak sesuai dengan tahapan yang seharusnya; salah penganggaran, dll 2) Mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan serta penggunaan penerimaan negara/daerah/perusahaan dan hibah tidak sesuai ketentuan 3) Penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan bidang teknis tertentu atau ketentuan intern organisasi yang diperiksa tentang pendapatan dan belanja 4) Pelaksanaan belanja di luar mekanisme APBN/APBD Cukup jelas Cukup jelas Belanja tidak dicatat/diakui sebagai pengeluaran pemerintah atau adanya penggunaan uang negara (dana cadangan) yang tidak mempunyai allotment dalam UU APBN/Perda APBD. 1) Biaya untuk kegiatan perjalanan dinas untuk mendukung kegitan operasional dianggarkan dalam kegiatan pelatihan yang sifatnya tidak rutin. 2) Belanja untuk pembelian peralatan yang seahrusnya dianggarkan pada belanja modal dianggarkan pada belanja barang. Mekanisme penyetoran PNBP berjenjang dalam suatu entitas (tidak langsung disetor ke kas negara) atau mekanisme pemungutan yang tidak mengacu pada ketentuan yang telah ditetapkan. Besaran tunjangan pegawai tidak mengacu pada ketentuan intern yang telah disahkan oleh pimpinan entitas. Penggunaan dana cadangan untuk dana talangan yang tidak ada dalam dokumen anggaran dan tidak dicatat sebagai realisasi anggaran baik pengeluaran maupun pengembaliannya. 5) Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan berakibat hilangnya potensi penerimaan/pendapatan Kebijakan yang dibuat tidak tepat atau kebijakannya sudah tepat tetapi dalam pelaksanaannya tidak tepat sehingga negara/daerah atau perusahaan negara/daerah kehilangan potensi pendapatan yang seharusnya diterima. Penerapan tarif PSDH atas kayu berdiameter kecil tidak konsisten karena ada jenis kayu bulat kecil yang dikenakan tarif PSDH lebih kecil dari kelompok kayu sejenis lainnya sehingga negara kehilangan potensi penerimaan sebesar selisih tarif PSDH yang dikenakan dengan tarif kayu sejenis lainnya. 43

22 6) Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan berakibat peningkatan biaya/belanja Kebijakan yang dibuat tidak tepat atau kebijakannya sudah tepat tetapi dalam pelaksanaannya tidak tepat sehingga negara/daerah atau perusahaan negara/daerah harus menanggung biaya yang seharusnya tidak dikeluarkan. 7) Kelemahan pengelolaan fisik aset Lemahnya manajemen fisik aset seperti kas, surat berharga atau aset setara kas lainnya, persediaan dan aset tetap yang mengakibatkan fisik aset berpotensi hilang/berkurang atau rusak. 1) Perusahaan terlambat membayar kewajiban pada saat tanggal jatuh tempo sehingga perusahaan harus menanggung denda/finalty atas keterlambatan penyelesaian kewajiban tersebut. 2) Penyerapan pinjaman luar negeri terlambat mengakibatkan Negara harus menanggung tambahan biaya berupa commitment fee. 1) Penyimpanan kas, surat berharga atau aset setara kas lainnya dalam tempat yang tidak didukung pengamanan yang memadai seperti filling cabinet, lemari kayu, dll. 2) Kebocoran air PDAM yang melebihi batas toleransi yang diperkenankan akibat pengendalian saluran pipa air yang tidak memadai. 3) Mencairnya persediaan balok es karena suhu gudang yang kurang dingin. 4) Persediaan rusak karena pemeliharaan gudang yang tidak memadai. c. 203 Kelemahan struktur pengendalian intern 1) Entitas tidak memiliki SOP yang formal untuk suatu prosedur atau keseluruhan prosedur Kelemahan yang terkait dengan ada/tidak adanya struktur pengendalian intern atau efektivitas struktur pengendalian intern yang ada dalam entitas yang diperiksa sehingga berpengaruh terhadap efektivitas sistem pengendalian intern secara keseluruhan. Entitas belum membuat atau menetapkan SOP atau SOP yang telah ditetapkan tidak mengakomodir suatu prosedur yang penting dalam suatu sistem. Entitas tidak memiliki prosedur pengajuan surat penugasan pegawai yang baku. 44

23 2) SOP yang ada pada entitas tidak berjalan secara optimal atau tidak ditaati Entitas memiliki SOP yang baku namun SOP tersebut tidak dapat berjalan secara efektif atau sama sekali tidak berjalan atau tidak ditaati. Surat penugasan pegawai ditandatangani oleh pejabat yang tingkatannya lebih rendah dari tingkat yang ditetapkan dalam SOP. 3) Entitas tidak memiliki Satuan Pengawas Intern Satuan Pengawas intern belum dibentuk secara resmi berdasarkan Surat Ketetapan Pimpinan Entitas. Entitas yang diperiksa tidak memiliki personil auditor internal yang memadai. 4) Satuan Pengawas Intern yang ada tidak memadai atau tidak berjalan optimal 5) Tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang memadai Satuan Pengawas Intern intern yang telah dibentuk secara resmi berdasarkan Surat Ketetapan Pimpinan Entitas tidak menjalankan fungsi pengawasan secara optimal. Dalam organisasi yang diperiksa, baik pembagian organisasi maupun tugas dan fungsinya tidak secara memadai mendukung fungsi pengendalian. Auditor internal tidak melakukan pemeriksaan atas proses penyusunan laporan keuangan entitas. Adanya perangkapan fungsi pada satu unit kerja yang seharusnya dipisahkan seperti fungsi pencatatan dan fungsi penyimpanan Temuan 3E a. 301 Ketidakhematan/pemborosan/ ketidakekonomisan 1) Pengadaan barang/jasa melebihi kebutuhan 2) Penetapan kualitas dan kuantitas barang/jasa yang digunakan tidak sesuai standar Temuan ini mengungkap adanya penggunaan input dengan harga atau kualitas/kuantitas yang lebih tinggi dari standar, kuantitas/kualitas yang melebihi kebutuhan, dan harga yang lebih mahal dibandingkan dengan pengadaan serupa pada waktu dan kondisi yang sama. Jumlah barang yang dibeli melebihi kebutuhan yang direncanakan atau kebutuhan nyata dengan jumlah yang material. Kualitas dan kuantitas barang/jasa tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Pemerintah Setempat, Instansi yang berwenang atau ketentuan intern instansi yang diperiksa. Terdapat sisa barang hasil pengadaan yang tidak digunakan dengan jumlah yang cukup material setelah seluruh rangkaian kegiatan selesai dilaksanakan. Pembelian komputer per unit Rp 20 jt, menurut standar Pemda setempat harga komputer untuk spesifikasi yang sama adalah Rp 15 jt sehingga terjadi pemborosan sebesar Rp 5 jt per unit. x v v 45

24 3) Pemborosan keuangan negara/daerah/perusahaan atau kemahalan harga 1) Entitas mendapatkan barang/jasa lebih mahal dibandingkan rata-rata harga pengadaan untuk suatu kualitas yang telah ditetapkan. 2) Entitas mendapatkan barang dengan kualitas yang lebih rendah dibandingkan rata-rata kualiatas barang/jasa hasil pengadaan untuk suatu harga beli yang sama. 3) Kemahalan yang diakibatkan oleh penetapan harga dalam HPS terlalu tinggi dibandingkan dengan harga wajar barang/jasa yang ada di pasar. Barang yang dibeli bersifat umum, banyak penyedia barang/jasa, tapi berdasarkan data hasil survai di pasar pada waktu yang relevan, fakta menunjukkan bahwa pada umumnya harga pasar barang/jasa yang bersangkutan jauh lebih rendah dari harga yang ditetapkan dalam HPS. b. 302 Ketidakefisienan Temuan yang berorientasi pada proses, yaitu rasio antara input dan output yang lebih tinggi dibandingkan standar atau rata-rata rasio untuk kegiatan serupa. Pembelian Notebook Satellite U205- S5057 dengan harga Rp 25 jt. Hasil survai menunjukkan bahwa pada waktu yang relevan dengan waktu pembelian ternyata harga notebook untuk spesifikasi tersebut adalah Rp20 jt sehingga terjadi kemahalan harga sebesar Rp5 jt. x v v 1) Penggunaan kuantitas input untuk satu satuan output lebih besar/tinggi dari yang seharusnya Rasio penggunaan kuantitas input untuk satu satuan input lebih besar/tinggi dari standar yang ditetapkan dalam peraturan per-uu-an atau menurut standar baku yang ditetapkan oleh ahli. 1) Pengaspalan 1 km jalan membutuhkan 10 drum aspal tetapi kenyataan dipakai 12 drum aspal. 2) Jangka waktu penyelesaian 1 buah dokumen membutuhkan waktu 3 hari dibandingkan dengan standar pelayanan yang mengharuskan penyelesaian dokumen dilaksanakan dalam 1 hari. 46

25 2) Penggunaan kualitas input untuk satu satuan output lebih tinggi dari seharusnya Rasio penggunaan kualitas input untuk satu satuan input lebih besar/tinggi dari standar yang ditetapkan dalam peraturan per-uu-an atau menurut standar baku yang ditetapkan oleh ahli. Pelaksanaan konsinyering yang seharusnya dilaksanakan di pusdiklat atau hotel bintang empat, tapi dilaksankan di hotel bintang lima. c. 303 Ketidakefektifan Temuan ini berorientasi pada pencapaian hasil (outcome), yaitu temuan yang mengungkap kegiatan yang tidak memberikan manfaat atau hasil yang direncanakan serta fungsi instansi yang tidak optimal sehingga tujuan organisasi tidak tercapai. x v v 1) Penggunaan anggaran tidak tepat sasaran/tidak sesuai peruntukan 2) Pemanfaatan barang/jasa dilakukan tidak sesuai dengan rencana yang ditetapkan Penggunaan anggaran tidak efektif karena dalam pelaksanaannya sasaran kegiatan tidak tepat seperti yang tercantum dalam dokumen anggaran atau anggaran digunakan untuk tujuan selain yang tercantum dalam dokumen anggaran Penggunaan anggaran tidak efektif karena barang/jasa yang telah dibeli sesuai anggaran yang direncanakan digunakan bukan untuk kegiatan yang semula direncanakan. 1) Pemberian bantuan sosial yang salah sasaran. 2) Bantuan untuk instansi vertikal. 1) Penggunaan kendaraan dinas oleh istri pejabat untuk keperluan pribadi yang sedianya direncanakan untuk keperluan dinas. 2) Penggunaan alat kesehatan hasil pengadaan yang sedianya digunakan untuk mendukung kegiatan puskesmas keliling tetapi digunakan untuk keperluan puskesmas. Kegiatan yang dibiayai masih dalam MAK yang sama tetapi mengakibatkan tujuan yang hendak dicapai berdasarkan dokumen anggaran menjadi tidak terwujud. 47

26 3) Barang yang dibeli belum/tidak dapat dimanfaatkan 4) Pemanfaatan barang/jasa tidak berdampak terhadap pencapaian tujuan organisasi 5) Pelaksanaan kegiatan terlambat/terhambat sehingga mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi Barang/jasa hasil pengadaan belum/tidak dapat dimanfaatkan karena berbagai faktor seperti perencanaan yang tidak akurat atau adanya perubahan lingkungan yang mengakibatkan barang/jasa belum/tidak dapat disalurkan/dimanfaatkan. Pemanfaatan barang/jasa sesuai dengan rencana tetapi tidak mendukung atau berdampak pada pencapaian tujuan organisasi. Cukup jelas Pengadaan buku untuk bantuan operasional sekolah yang menggunakan kurikulum yang sudah tidak dipergunakan lagi sehingga buku tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk kegiatan belajar mengajar. Pengadaan jaringan internet pada kantor UPT Dinas tidak dapat mendukung proses perencanaan maupun pelaporan kegiatan organisasi. Pembangunan jembatan atau jalan yang terhambat karena proses pembebasan tanah yang terlambat atau terhambat status tanah yang terlibat sengketa. 6) Pelayanan kepada masyarakat tidak optimal 7) Fungsi atau tugas instansi yang diperiksa tidak diselenggarakan dengan baik termasuk target penerimaan tidak tercapai pelayanan kepada masyarakat tidak dapat dilakukan secara optimal sehubungan dengan adanya berbagai kendala yang menghambat pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat Cukup jelas Fungsi pelayanan pembuatan surat-surat yang tidak didukung dengan teknologi komputer yang memadai sehingga proses penyelesaian surat membutuhkan waktu yang cukup lama. Dinas Pendapatan tidak melakukan upaya proaktif untuk melakukan penagihan pajak daerah sehingga target PAD yang bersumber dari pajak daerah tidak tercapai. 48

Kebijakan Pengendalian Internal Satuan Pengawasan Internal Universitas Brawijaya (SPI-UB)

Kebijakan Pengendalian Internal Satuan Pengawasan Internal Universitas Brawijaya (SPI-UB) Kebijakan Pengendalian Internal Satuan Pengawasan Internal Universitas Brawijaya (SPI-UB) Malang, 14 September 2015 Satuan pengawasan internal (SPI) Satuan Pengawasan Internal Universitas Brawijaya (SPI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/K/I-XIII.2/8/2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS KODERING TEMUAN PEMERIKSAAN

KEPUTUSAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/K/I-XIII.2/8/2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS KODERING TEMUAN PEMERIKSAAN KEPUTUSAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/K/I-XIII.2/8/2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS KODERING TEMUAN PEMERIKSAAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PENGELOLAAN HASIL PEMERIKSAAN

PENGELOLAAN HASIL PEMERIKSAAN Disampaikan oleh: Kasubdit EPP DTT Jakarta, 4 September 2012 PENGELOLAAN HASIL PEMERIKSAAN Matriks TP Kep. BPK No. 2/K/I- XIII.2/5/2011 Hasil Pemeriksaan IHPS Rekomendasi Matriks Pemantauan TL Peraturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN PENYUSUNAN IKHTISAR LAPORAN HASIL PENGAWASAN APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH

PETUNJUK PELAKSANAAN PENYUSUNAN IKHTISAR LAPORAN HASIL PENGAWASAN APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH LAMPIRAN 1 PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI Nomor : 42 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYUSUNAN IKHTISAR LAPORAN HASIL PENGAWASAN APARAT PENGAWASAN

Lebih terperinci

BUPATI PADANG LAWAS UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA SALINAN

BUPATI PADANG LAWAS UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA SALINAN SALINAN BUPATI PADANG LAWAS UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA SALINAN PERATURAN BUPATI PADANG LAWAS UTARA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYUSUNAN IKHTISAR LAPORAN HASIL PENGAWASAN APARAT

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGAWASAN INTERN BUMD SEBAGAI WUJUD PENYELAMATAN ASET

OPTIMALISASI PENGAWASAN INTERN BUMD SEBAGAI WUJUD PENYELAMATAN ASET RPSEP-60 OPTIMALISASI PENGAWASAN INTERN BUMD SEBAGAI WUJUD PENYELAMATAN ASET Megafury Apriandhini Universitas Terbuka megafury@ut.ac.id Abstrak Indonesia masih dianggap sebagai negara berkembang dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2013, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA. BAB I KETENTUAN UMU

2013, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA. BAB I KETENTUAN UMU No.103, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. Pelaksanaan. APBN. Tata Cara. (Penjelesan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5423) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN

LAPORAN REALISASI ANGGARAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN REALISASI ANGGARAN KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DESEMBER 00 DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN -----------------------------------------------------------

Lebih terperinci

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Lampiran I BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN LAMPIRAN IV PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2005 TANGGAL 13 JUNI 2005 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN Paragraf-paragraf yang ditulis dengan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN AKUNTANSI BEBAN DAN BELANJA

KEBIJAKAN AKUNTANSI BEBAN DAN BELANJA Lampiran III.2 Peraturan Bupati Bungo Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Kabupaten Bungo KEBIJAKAN AKUNTANSI BEBAN DAN BELANJA I. PENDAHULUAN I.1. Tujuan 1. Tujuan kebijakan akuntansi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP)

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) I. Latar Belakang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud dari pengelolaan keuangan negara yang merupakan instrumen bagi Pemerintah untuk mengatur

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS LAMPIRAN I.0 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN 00 TANGGAL OKTOBER 00 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS Lampiran I.0 PSAP 0 (i) DAFTAR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 0 LAMPIRAN I.0 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TANGGAL LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS Lampiran I.0 PSAP 0 (i)

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ILIR NOMOR : 39 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR

PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ILIR NOMOR : 39 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ILIR NOMOR : 39 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR 1 PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ILIR NOMOR : 39 TAHUN 2011

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 66 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

KEBIJAKAN AKUNTANSI BEBAN, BELANJA DAN TRANSFER

KEBIJAKAN AKUNTANSI BEBAN, BELANJA DAN TRANSFER LAMPIRAN XII PERATURAN NOMOR 219/PMK.05/2013 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT SALINAN KEBIJAKAN AKUNTANSI BEBAN, BELANJA DAN TRANSFER A. BEBAN 1. Definisi Beban adalah penurunan manfaat ekonomi

Lebih terperinci

Struktur organisasi Dinas Sosial Kota Bandung ditetapkan dengan Perda nomor 13 tahun 2007 tentang Susunan Organisasi Dinas Pemerintah Kota Bandung.

Struktur organisasi Dinas Sosial Kota Bandung ditetapkan dengan Perda nomor 13 tahun 2007 tentang Susunan Organisasi Dinas Pemerintah Kota Bandung. III. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Struktur organisasi Dinas Sosial Kota Bandung ditetapkan dengan Perda nomor 13 tahun 2007 tentang Susunan Organisasi Dinas Pemerintah Kota Bandung. Sesuai dengan Undang-undang

Lebih terperinci

SALINAN KEBIJAKAN AKUNTANSI PIUTANG

SALINAN KEBIJAKAN AKUNTANSI PIUTANG LAMPIRAN V PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 219/PMK.05/2013 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT MENTERI KEUANGAN KEBIJAKAN AKUNTANSI PIUTANG A. PIUTANG JANGKA PENDEK 1. Definisi Piutang adalah

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH SALINAN BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 16, 1999 BURSA BERJANGKA. PERDAGANGAN. KOMODITI. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. BAPPEBTI. (Penjelasan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

SARAN DAN REKOMENDASI

SARAN DAN REKOMENDASI SARAN DAN REKOMENDASI Menyusun kebijakan penelusuran selisih, perbaikan dan penatausahaan aset tetap Inventarisasi dan pengamanan aset tetap tanah dan bangunan Evaluasi penatausahaan dan penyajian aset

Lebih terperinci

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA KOMPETENSI DASAR Mamahami pelaksanaan pasal-pasal yang mengatur tentang keuangan negara INDIKATOR Sumber Keuangan Negara Mekanisme Pengelolaan Keuangan Negara

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ILIR NOMOR : 07 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR

PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ILIR NOMOR : 07 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ILIR NOMOR : 07 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR 1 BUPATI OGAN KOMERING ILIR PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN

LAPORAN REALISASI ANGGARAN LAMPIRAN II.0 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 00 TANGGAL JUNI 00 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN REALISASI ANGGARAN www.djpp.d DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN AKUNTANSI NOMOR 5 LAPORAN ARUS KAS

KEBIJAKAN AKUNTANSI NOMOR 5 LAPORAN ARUS KAS LAMPIRAN BV. : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR : 20 TAHUN 2014 TANGGAL : 30 MEI 2014 KEBIJAKAN AKUNTANSI NOMOR 5 LAPORAN ARUS KAS A. PENDAHULUAN Tujuan 1. Tujuan Kebijakan Akuntansi Laporan

Lebih terperinci

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN (CALK) DINAS PENDIDIKAN KAB TEMANGGUNG 2014 BAB I PENDAHULUAN

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN (CALK) DINAS PENDIDIKAN KAB TEMANGGUNG 2014 BAB I PENDAHULUAN 1 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN (CALK) DINAS PENDIDIKAN KAB TEMANGGUNG 2014 BAB I PENDAHULUAN Berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah, Dinas Pendidikan Kabupaten Temanggung dalam penyusunan dan pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

C. PENJELASAN ATAS POS- POS NERACA

C. PENJELASAN ATAS POS- POS NERACA C. PENJELASAN ATAS POS POS NERACA C.1. PENJELASAN UMUM NERACA . Penjelasan atas pospos neraca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi di Indonesia setidaknya telah mengeluarkan dua undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi di Indonesia setidaknya telah mengeluarkan dua undangundang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi di Indonesia setidaknya telah mengeluarkan dua undangundang yang sangat penting dalam sistem ketatanegaraan, khususnya sistem pemerintah pusat dan

Lebih terperinci

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI ANALISIS

BAB III METODOLOGI ANALISIS 59 BAB III METODOLOGI ANALISIS 3.1 Kerangka Pemikiran Pembahasan tesis ini, didasarkan pada langkah-langkah pemikiran sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi objek pajak perusahaan dan menganalisis proses

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Penyusunan Laporan Realisasi Anggaran dalam Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) 1. Isi Laporan Realisasi Anggaran Dalam Laporan Realisasi Anggaran KPPU

Lebih terperinci

Penjurnalan dalam Akuntansi Pemerintahan

Penjurnalan dalam Akuntansi Pemerintahan Penjurnalan dalam Akuntansi Pemerintahan A. Akuntansi Pendapatan Pendapatan diakui pada saat kas diterima pada rekening Kas Umum Daerah. Seperti diuraikan di atas bahwa penerimaan pendapatan dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Otonomi Daerah Otonomi daerah di Indonesia dilaksanakan segera setelah gerakan reformasi 1998. Undang-Undang (UU) otonomi daerah mulai diberlakukan pada

Lebih terperinci

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 03 LAPORAN ARUS KAS

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 03 LAPORAN ARUS KAS LAMPIRAN V PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2005 TANGGAL 13 JUNI 2005 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 03 LAPORAN ARUS KAS Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN

LAPORAN REALISASI ANGGARAN LAMPIRAN III PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 2.a TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI LAPORAN REALISASI ANGGARAN I. PENDAHULUAN I.1 Tujuan 1. Tujuan kebijakan akuntansi Laporan Realisasi Anggaran

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LRA A. TUJUAN

KEBIJAKAN LRA A. TUJUAN LAMPIRAN II PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KEBIJAKAN LRA A. TUJUAN Kebijakan tentang LRA bertujuan untuk menetapkan perlakuan Akuntansi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PELAKSANAAN APBD PERTEMUAN 5

PELAKSANAAN APBD PERTEMUAN 5 PELAKSANAAN APBD PERTEMUAN 5 Pelaksanaan anggaran adalah tahap di mana sumber daya digunakan untuk melaksanakan kebijakan anggaran. Suatu hal yang mungkin terjadi dimana anggaran yang disusun dengan baik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG : POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG : POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG : POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KECAMATAN ANTAPANI KOTA BANDUNG TAHUN ANGGARAN 2014

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KECAMATAN ANTAPANI KOTA BANDUNG TAHUN ANGGARAN 2014 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KECAMATAN ANTAPANI KOTA BANDUNG TAHUN ANGGARAN 2014 Sesuai dengan Undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATAM, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

ANALISA TERHADAP OPINI DISCLAIMER BPK-RI ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT (LKPP) TAHUN 2007

ANALISA TERHADAP OPINI DISCLAIMER BPK-RI ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT (LKPP) TAHUN 2007 ANALISA TERHADAP OPINI DISCLAIMER BPK-RI ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT (LKPP) TAHUN 2007 Abstrak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali memberikan opini disclaimer atas Laporan Keuangan Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Tahun 2008-2013 3.1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan Daerah adalah hak dan kewajiban daerah dalam melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO.

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. LAMPIRAN V PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 00 TANGGAL 1 JUNI 00 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN ARUS KAS DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN-------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI BANTEN TAHUN ANGGARAN 2016

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI BANTEN TAHUN ANGGARAN 2016 PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI BANTEN TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 T E N T A N G PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 T E N T A N G PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 T E N T A N G PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan tugas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nepotisme mengakibatkan kerugian negara dan tidak maksimalnya kinerja

BAB I PENDAHULUAN. nepotisme mengakibatkan kerugian negara dan tidak maksimalnya kinerja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Runtuhnya rezim orde baru memabawa pengaruh besar terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara masyarakat indonesia. Salah satu faktor yang meyebabkan hal

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BUPATI KUDUS,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BUPATI KUDUS, BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dengan telah diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014

Lebih terperinci

TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 dan Undang- Undang No. 25 tahun 1999 oleh pemerintah, mengenai Pemerintah Daerah dan Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN

LAPORAN REALISASI ANGGARAN LAMPIRAN IV PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 00 TANGGAL 1 JUNI 00 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN REALISASI ANGGARAN DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN-------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

AKUNTANSI DI SATUAN KERJA

AKUNTANSI DI SATUAN KERJA AKUNTANSI DI SATUAN KERJA 37 37 Modul Akuntansi Pemerintah Daerah 38 38 BAB III AKUNTANSI DI SATUAN KERJA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Setelah mempelajari materi Akuntansi di SATUAN KERJA Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa setiap kerugian daerah yang

Lebih terperinci

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH DEFINISI Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) adalah suatu daftar atau penjelasan terperinci mengenai penerimaan dan pengeluaran negara untuk suatu

Lebih terperinci

Tabel 12 Rincian Aset lancar per 31 Desember 2014 dan 2013

Tabel 12 Rincian Aset lancar per 31 Desember 2014 dan 2013 Laporan Keuangan Kode Satker 076.01.657605.KD Tahun Anggaran 2014 Unaudited C. PENJELASAN ATAS POSPOS NERACA C.1. Aset Lancar Aset Lancar 811.729.108 Nilai Aset Lancar per 31 Desember 2014 dan 2013 adalah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ASET PADA BADAN LAYANAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ASET PADA BADAN LAYANAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ASET PADA BADAN LAYANAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

-1- KEBIJAKAN AKUNTANSI PENDAPATAN-LRA, BELANJA, TRANSFER DAN PEMBIAYAAN

-1- KEBIJAKAN AKUNTANSI PENDAPATAN-LRA, BELANJA, TRANSFER DAN PEMBIAYAAN -1- LAMPIRAN XI PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 75 TAHUN 2017 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PENDAPATAN-LRA, BELANJA, TRANSFER DAN PEMBIAYAAN A. KEBIJAKAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2010 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI TANGGAL : 29 Juli 2010 NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG : PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH Sekretariat Daerah Kota Sukabumi Bagian

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LO. 1. PENDAPATAN-LO Pendapatan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih (ekuitas).

KEBIJAKAN LO. 1. PENDAPATAN-LO Pendapatan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih (ekuitas). LAMPIRAN IV PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KEBIJAKAN LO A. TUJUAN Kebijakan LO bertujuan untuk menetapkan perlakuan Akuntansi LO

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENETAPAN KERUGIAN NEGARA DAN MEKANISME TINDAK LANJUT REKOMENDASI HASIL PEMERIKSAAN BPK RI. Susriboy ITTAMA SETJEN DPR RI

PELAKSANAAN PENETAPAN KERUGIAN NEGARA DAN MEKANISME TINDAK LANJUT REKOMENDASI HASIL PEMERIKSAAN BPK RI. Susriboy ITTAMA SETJEN DPR RI PELAKSANAAN PENETAPAN KERUGIAN NEGARA DAN MEKANISME TINDAK LANJUT REKOMENDASI HASIL PEMERIKSAAN BPK RI Susriboy ITTAMA SETJEN DPR RI PEMAHAMAN KERUGIAN NEGARA/DAERAH DALAM RANAH HUKUM ADMINISTRASI KERUGIAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH PROVINSI JAMBI

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH PROVINSI JAMBI GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

KEBIJAKAN AKUNTANSI PELAPORAN KEUANGAN

KEBIJAKAN AKUNTANSI PELAPORAN KEUANGAN LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 75 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KEBIJAKAN AKUNTANSI PELAPORAN KEUANGAN

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA

PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA Copyright (C) 2000 BPHN PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA *36161 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 9 TAHUN 1999 (9/1999) TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI

Lebih terperinci

Daftar Isi. Bab I Bab II Bab III Bab IV Bab V Bab VI

Daftar Isi. Bab I Bab II Bab III Bab IV Bab V Bab VI Daftar Isi Bab I Bab II Bab III Bab IV Bab V Bab VI 1 PEDOMAN AUDIT PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH Surat Kepala BPKP No.S-506/K/D1/2007 Tanggal,30 April 2007 2 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Tujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN UNIT PELAKSANA TEKNIS PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT PADA DINAS KESEHATAN YANG MENERAPKAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0076

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0076 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR No. 1, 2012 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0076 PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYERTAAN

Lebih terperinci

Bupati Garut P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 382 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN GARUT

Bupati Garut P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 382 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN GARUT Bupati Garut P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 382 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa pengelolaan keuangan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2014 0 BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG POKOK - POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG POKOK - POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG POKOK - POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATU BARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci