PENGELOLAAN HASIL PEMERIKSAAN
|
|
- Widyawati Santoso
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Disampaikan oleh: Kasubdit EPP DTT Jakarta, 4 September 2012 PENGELOLAAN HASIL PEMERIKSAAN Matriks TP Kep. BPK No. 2/K/I- XIII.2/5/2011 Hasil Pemeriksaan IHPS Rekomendasi Matriks Pemantauan TL Peraturan BPK No. 2 Tahun 2010 dan Kep. BPK No. 1/K/I- XIII.2/3/
2 PENGELOLAAN HASIL PEMERIKSAAN 927 LHP (Hasil Pemeriksaan) dan Kasus Rekomendasi Klasifikasi TP Klasifikasi Rekomendasi Matriks TP 1. Kerugian 2. Potensi Kerugian 3. Kekurangan Penerimaan, 4. Administrasi, 5. SPI, dan 6. 3E Rekomendasi 3. Tindak Lanjut Entitas 4. Status Pemantauan Sesuai Rekomendasi Belum Sesuai Rekomendasi Belum Ditindaklanjuti Tidak Dapat Ditindaklanjuti dengan Alasan yang sah 5. Penyetoran Matriks Pemantauan TL Kep. BPK tentang Juknis Penyusunan IHPS IHPS Peraturan BPK tentang Pemantauan Pelaksanaan TLRHP dan Kep. BPK tentang Juknis Pemantauan TLRHP 3 4 2
3 pemeriksaanbanyakdanbermacam-macam; Masalah yangg sama terjadi di berbagai entitas dan sering berulang; Masalah yang sama bisadipersepsikan lain karena perbedaan penyajian; Data pemantauan tindak lanjut yang terus berubah dan kurang akurat; Kebutuhan untuk mengkomunikasikan hasil pemeriksaan kepada Pimpinan BPK maupun stakeholders; dan Kebutuhanuntukmembuatanalisishasilpemeriksaan. 5 Menyamakan persepsi setiap pemeriksa, pimpinan BPK, maupun stakeholders tentang hasil pemeriksaan Memberikan gambaran secara menyeluruh kepada stakeholders tentang hasil pemeriksaan Memudahkanpengelolaanpemantauantindaklanjut Memberikanalatanalisishasilpemeriksaan Memberikan manfaat kepada auditor dalam perencanaan maupun pelaporan yang lebih baik dan bermutu 6 3
4 Setiap temuan dikelompokkan ke dalam: a. Kelompok temuan(ketidakpatuhan, Kelemahan SPI, dan 3E) b. Sub kelompok temuan 1) Ketidakpatuhan kerugian, potensi kerugian, kekurangan penerimaan, dan administrasi 2) Kelemahan SPI kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran, serta kelemahan struktur pengendalian intern, 3) 3E(Ekonomis, efektivitas, dan efisiensi) c. Jenis temuan (a.l. belanja fiktif (kerugian), kurang volume (kerugian), aset hilang (potensi kerugian), pajak belum dikenakan(kekurangan penerimaan), dsb) Matriks IHPS 7 Alat untuk membantu menggambarkan seluruh hasil pemeriksaan BPK dengan pemahaman yang sama; Alat untuk membantu menggambarkan statistik hasil pemeriksaan misalnya melakukan perbandingan antar waktu, antar entitas, antar tema, dsb; Alatanalisisbaikuntukkeperluaninternal/eksternal; Membantumemperbaikiakurasidankonsistensidalam penyusunan LHP (hubungan antar unsur temuan) termasuk rekomendasi yang harus diberikan 8 4
5 Pemeriksaan Jenis Subkelompok Kelompok Pemeriksaan dlmlhp yg sudah terbit Dikelompokkan berdasarkan substansi (Kondisi) permasalahan yg sejenis Jenis temuan dgn akibat yg serupa Subkelompok temuan dgn kriteria serupa Hambatan Perbedaan pengungkapan dan perlakuan atas substansi(kondisi) yg sama(akibat dan rekomendasi yang tidak seragam) Klasifikasi berpatokan pada kesamaan substansi (penyeragaman perlakuan thd akibat) Hubungan Logis antar unsur temuan 9 Rekomendasi Sebab Fraud/kecurangan Irregularities/kelalaian Kriteria Kondisi 5W + 1H Prosedur pengujian Fakta hasil pengujian Simpulan hasil pengujian Jenis temuan Kerugian Potensi kerugian Kekurangan penerimaan Administrasi 3E (kegiatan tdk sesuai peraturan) Ketidakpatuhan Akibat Kelemahan SPI Subkelompok Lapkeu tidak andal Pengamanan aset lemah Ketidakpatuhan Kegiatan tdk efektif/efisien (scr kontinyu & sistemik) 5
6 Diagram Klasifikasi Pemeriksaan Pemeriksaan Kelompok Ketidakpatuhan thd Ketentuan per-uu (Kode:1) Kelompok Kelemahan SPI (Kode:2) Kelompok 3E (Kode:3) Sub Kelompok Sub Kelompok Sub Kelompok Sub Kelompok Sub Kelompok Sub Kelompok Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis 11 Kelompok Kepatuhan thd Ketentuan per-uu (kode:1) Sub Kelompok temuan kerugian negara/daerah atau kerugian negara/daerah yang terjadi pada perusahaanmilik negara/daerah (kode:101) Sub Kelompok temuan potensi kerugian negara/daerah atau kerugian negara/daerah yang terjadi pada perusahaan milik negara/daerah (kode:102) Sub Kelompok temuan kekurangan penerimaan negar/daerah atau perusahaan milik negara/daerah (kode:103) Sub Kelompok Administrasi (kode : 104) Sub Kelompok Indikasi Tindak Pidana (kode : 105) 12 6
7 Kelompok Kelemahan SPI Kode : 2 Sub Kelompok Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan Kode : 201 Sub Kelompok Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Kode : 202 Sub Kelompok Kelemahan struktur pengendalian intern Kode : Kelompok 3E Kode : 3 Sub Kelompok Ketidakhematan/ pemborosan/ ketidakekonomisan Kode : 301 Sub Kelompok ketidakefisienan Kode : 302 Sub Kelompok Ketidakefektifan Kode :
8 Ketidakpatuhan: Adanya Ketidakpatuhan yang berakibat kerugian, potensi kerugian, kekurangan penerimaan atau bukan salah satu di antaranya(administrasi) SPI: mengungkap mengenai kurang/tidak adanya tindakan dan kegiatan yang dilakukan oleh pimpinan dan seluruh pegawai secara terus menerus untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara/daerah/perusahaan, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. 3E: Berkaitan dengan pengelolaan sumber daya/pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan ketentuan dan mengakibatkan ketidakhematan/pemborosan/ketidakekonomisan, ketidakefisienan atau ketidakefektifan 15 kerugian negara/daerah atau kerugian negara/daerah yang terjadi pada perusahaan milik negara/daerah: berkurangnya kekayaan negara/daerah atau perusahaan milik negara/daerah berupa uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. potensi kerugian negara/daerah atau potensi kerugian negara/daerah yang terjadi pada perusahaan milik negara/daerah: adanya suatu perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dapat mengakibatkan risiko terjadinya kerugian di masa yang akan datang berupa berkurangnya uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya. kekurangan penerimaan negara/daerah atau perusahaan milik negara/daerah : adanya penerimaan yang sudah menjadi hak negara/daerah atau perusahaan milik negara/daerah tetapi tidak atau belum masuk ke kas negara/daerah atau perusahaan milik negara/daerah karena adanya unsur ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. administrasi: adanya penyimpangan terhadap ketentuan yang berlaku baik dalam pelaksanaan anggaran atau pengelolaan aset maupun operasional perusahaan, tetapi penyimpangan tersebut tidak mengakibatkan kerugian atau potensi kerugian negara/daerah atau perusahaan milik negara/daerah, tidak mengurangi hak negara/daerah, (kekurangan penerimaan), tidak menghambat program entitas, dan tidak mengandung unsur indikasi tindak pidana. 16 8
9 berkurangnya kekayaan negara/daerah berupa uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya saat pengakuan: Belanja Cash Basis(kas keluar dari kas negara/daerah) Aset entitas kehilangan manfaat ekonomi masa depan (future economic benefit) dan entitas kehilangan kendali atas aset tsb sebagai akibat perbuatan melawan hukum ada pelanggaran thd ketentuan baik sengaja maupun lalai bisa berdampak pelanggaran pidana atau perdata 17 Kerugian Kas sudah keluar dari kas negara/daerah dan sudah diakui sebagai realisasi belanja Faktor Pembanding Belanja Cash Basis Potensi Kerugian Kas belum keluar dari kas negara/daerah sebagian atau seluruhnya masih bisa diperhitungkan dengan pembayaran termin berikutnya Entitas sudah secara pasti kehilangan manfaat ekonomi masa depan dan/atau kendali atas aset Aset Future economic benefit + controllable Entitasberpotensi (memilikirisiko) kehilangan manfaat ekonomi masa depan dan/atau kendali atas aset Akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai 18 9
10 Kerugian Pengadaan barang/jasa fiktif Kekurangan volume pekerjaan Barang/jasa tidak sesuai spesifikasi teknis dalam kontrak Potensi Kerugian belum dibayar sebagian atau seluruhnya dapat diperhitungkan dengan pembayaran termin berikutnya Belanja atau pengadaan barang/jasa fiktif 2. Rekanan pengadaan barang/jasa tidak menyelesaikan pekerjaan 3. Kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang 4. Kelebihan pembayaran selain kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang 5. Pemahalan harga (Mark up) 6. Penggunaan uang/barang untuk kepentingan pribadi 7. Pembayaran honorarium dan/atau biaya perjalanan dinas ganda dan/atau melebihi standar yang ditetapkan 8. Spesifikasi barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan kontrak 9. Belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan 10. Pengembalian pinjaman/piutang atau dana bergulir macet 11. Kelebihan penetapan dan pembayaran restitusi pajak atau penetapan kompensasi kerugian 12. Penjualan/pertukaran/penghapusan aset negara/daerah tidak sesuai ketentuan dan merugikan negara/daerah 13. Pengenaan ganti kerugian negara belum/tidak dilaksanakan sesuai ketentuan 14. Entitas belum/tidak melaksanakan tuntutan perbendaharaan (TP) sesuai ketentuan 15. Penghapusan hak tagih tidak sesuai ketentuan 16. Pelanggaran ketentuan pemberian diskon penjualan 17. Penentuan HPP terlalu rendah sehingga penentuan harga jual lebih rendah dari yang seharusnya 18. Jaminan pelaksanaan dalam pelaksanaan pekerjaan, pemanfaatan barang dan pemberian fasilitas tidak dapat dicairkan 19. Penyetoran penerimaan negara/daerah dengan bukti fiktif 20 10
11 1. Kelebihan pembayaran dalam pengadaan barang/jasa tetapi pembayaran pekerjaan belum dilakukan sebagian atau seluruhnya 2. Rekanan belum melaksanakan kewajiban pemeliharaan barang hasil pengadaan yang telah rusak selama masa pemeliharaan 3. Aset dikuasai pihak lain 4. Pembelian aset yang berstatus sengketa 5. Aset tidak diketahui keberadaannya 6. Pemberian jaminan dalam pelaksanaan pekerjaan, pemanfaatan barang dan pemberian fasilitas tidak sesuai ketentuan 7. Pihak ketiga belum melaksanakan kewajiban untuk menyerahkan aset kepada negara/daerah 8. Piutang/pinjaman atau dana bergulir yang berpotensi tidak tertagih 9. Penghapusan piutang tidak sesuai ketentuan 10. Pencairan anggaran pada akhir tahun anggaran untuk pekerjaan yang belum selesai 21 Penerimaan sudah menjadi hak negara/daerah atau perusahaan milik negara/daerah saat pengakuan: basis akrual (SAP: Kerangka Konseptual paragraf 88) dapat diakui sebagai piutang adanya unsur ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan
12 1. Penerimaan negara/daerah atau denda keterlambatan pekerjaan belum/tidak ditetapkan dipungut/diterima/disetor ke kas negara/daerah atau perusahaan milik negara/daerah 2. Penggunaan langsung penerimaan negara/daerah 3. Dana Perimbangan yang telah ditetapkan belum masuk ke kas daerah 4. Penerimaan negara/daerah diterima atau digunakan oleh instansi yang tidak berhak 5. Pengenaan tarif pajak/pnbp lebih rendah dari ketentuan 6. Koreksi perhitungan bagi hasil dengan KKKS 7. Kelebihan pembayaran subsidi oleh pemerintah 23 Adanya Ketidakpatuhan terhadap ketentuan Tidak berakibat kerugian, potensi kerugian dan kekurangan penerimaan Bersifat kasuistis(hanya berdampak pada suatu kasus tertentu tidak berdampak pada pengendalian kegiatan atau organisasi secara keseluruhan bukan temuan SPI) 24 12
13 1. Pertanggungjawaban tidak akuntabel (bukti tidak lengkap/tidak valid) 2. Pekerjaan dilaksanakan mendahului kontrak atau penetapan anggaran 3. Proses pengadaan barang/jasa tidak sesuai ketentuan (tidak menimbulkan kerugian negara) 4. Pemecahan kontrak untuk menghindari pelelangan 5. Pelaksanaan lelang secara proforma 6. Penyimpangan terhadap peraturan per-uu-anbidang pengelolaan perlengkapan atau barang milik negara/daerah/perusahaan 7. Penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan bidang tertentu lainnya seperti kehutanan, pertambangan, perpajakan, dll. 8. Koreksi perhitungan susbsidi/kewajiban pelayanan umum 9. Pembentukan cadangan piutang, perhitungan penyusutan atau amortisasi tidak sesuai ketentuan 10. Penyetoran penerimaan negara/daerah atau kas di bendaharawan ke Kas negara/daerah melebihi batas waktu yang ditentukan 11. Pertanggungjawaban/penyetoran uang persediaan melebihi batas waktu yang ditentukan 12. Sisa kas di bendahara pengeluaran akhir Tahun Anggaran belum/tidak disetor ke kas negara/daerah 13. Pengeluaran investasi pemerintah tidak didukung bukti yang sah 14. Kepemilikan aset tidak/belum didukung bukti yang sah 15. Pengalihan anggaran antar MAK tidak sah 16. Pelampauan pagu anggaran 25 temuan yang mengungkap adanya perbuatan yang diduga memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan diancam dengan sanksi pidana dalam peraturan perundang-undangan. Kata indikasi digunakan dalam rangka memenuhi asas praduga tak bersalah membutuhkan pembuktian bukan kecurigaan-butuh alat bukti yang kuat-min 2 alat bukti Keyakinan auditor audit investigasi setara penyelidikan untuk masuk proses penyidikan-perlu kehati-hatian dalam menyatakan indikasi pidana pasal 184 KUHAP mengenal 5 macam alat bukti yang dapat dipergunakan di persidangan, yaitu alat bukti keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa 26 13
14 Kata indikasi digunakan dalam rangka memenuhi asas praduga tak bersalah membutuhkanpembuktian, bukankecurigaan min 2 alat bukti pasal184 KUHAP ttgalat bukti yg dapat dipergunakan di persidangan: keterangan saksi, keteranganahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa Keyakinanauditor audit investigasi: setara penyelidikan untuk masuk proses penyidikan mengungkap adanya perbuatan yang diduga memenuhi unsur-unsur tindak pidana yg diatur dalam peraturan per-uu dan diancam dengan sanksi pidana dalam peraturan per-uu Indikasi tindak pidana korupsi 2. Indikasi tindak pidana perbankan 3. Indikasi tindak pidana perpajakan 4. Indikasi tindak pidana kepabeanan 5. Indikasi tindak pidana kehutanan 6. Indikasi tindak pidana pasar modal 7. Indikasi tindak pidana khusus lainnya 28 14
15 Setiap orang Pidana Korupsi Melawan hukum Memperkaya diri sendiri/orang lain/korporasi merugikan keuangan negara atau perekonomian negara 5W +1H Pembuktian Pemeriksaan Investigatif 2 alat bukti Kerugian Negara/ Daerah??? Penegak Hukum Perdata Majelis TP/TGR Setor Kas Negara/ Daerah 29 Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan Pelaporan Tujuan Pengendalian yang tidak tercapai keandalanpelaporankeuangan, pengamanan aset negara/daerah/perusahaan kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Tujuan Pengendalian yang tidak tercapai tercapainya tujuanorganisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan kelemahan struktur pengendalian intern ada/tidak adanya struktur pengendalian intern atau efektivitas struktur pengendalian intern berpengaruh terhadap efektivitas sistem pengendalian intern secara keseluruhan bersifat umum; ex: tidak ada SOP, pemisahan tugas dan fungsi tidak memadai, dsb
16 1. Pencatatan tidak/belum dilakukan atau tidak akurat 2. Proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan 3. Entitas terlambat menyampaikan laporan 4. Sistem Informasi Akuntansi dan Pelaporan tidak memadai 5. Sistem Informasi Akuntansi dan Pelaporan belum didukung SDM yang memadai Perencanaan kegiatan tidak memadai 2. Mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan serta penggunaan Penerimaan negara/daerah/perusahaan dan hibah tidak sesuai ketentuan 3. Penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan bidang teknis tertentu atau ketentuan intern organisasi yang diperiksa tentang pendapatan dan belanja 4. Pelaksanaan belanja di luar mekanisme APBN/APBD 5. Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan berakibat hilangnya potensi penerimaan/pendapatan 6. Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan berakibat peningkatan biaya/belanja 7. Kelemahan pengelolaan fisik aset 32 16
17 1. Entitas tidak memiliki SOP yang formal untuk suatu prosedur atau keseluruhan prosedur 2. SOP yang ada pada entitas tidak berjalan secara optimal atau tidak ditaati 3. Entitas tidak memiliki Satuan Pengawas Intern 4. Satuan Pengawas Intern yang ada tidak memadai atau tidak berjalan optimal 5. Tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang memadai 33 Ketidakhematan: adanya penggunaan input dengan harga atau kuantitas/kualitas yang lebih tinggi dari standar, kuantitas/kualitas yang melebihi kebutuhan, dan harga yang lebih mahal dibandingkan dengan pengadaan serupa pada waktu yang sama. Ketidakefisienan: permasalahan rasio penggunaan kuantitas/kualitas input untuk satu satuan output yang lebih besar dari seharusnya. Ketidakefektifan: berorientasi pada pencapaian hasil (outcome), yaitu temuan yang mengungkapkan adanya kegiatan yang tidak memberikan manfaat atau hasil yang direncanakan serta fungsi instansi yang tidak optimal sehingga tujuan organisasi tidak tercapai
18 Pengadaan barang/jasa melebihi kebutuhan Penetapan kualitas dan kuantitas barang/jasa yang digunakan tidak sesuai standar Pemborosan keuangan negara/daerah/perusahaan atau kemahalan harga 35 Penggunaan kuantitas input untuk satu satuan output lebih besar/tinggi dari yang seharusnya Penggunaan kualitas input untuk satu satuan output lebih tinggi dari seharusnya 36 18
19 1. Penggunaan anggaran tidak tepat sasaran/tidak sesuai peruntukan 2. Pemanfaatan barang/jasa dilakukan tidak sesuai dengan rencana yang ditetapkan 3. Barang yang dibeli belum/tidak dapat dimanfaatkan 4. Pemanfaatan barang/jasa tidak berdampak terhadap pencapaian tujuan organisasi 5. Pelaksanaan kegiatan terlambat/terhambat sehingga mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi 6. Pelayanan kepada masyarakat tidak optimal 7. Fungsi atau tugas instansi yang diperiksa tidak diselenggarakan dengan baik termasuk target penerimaan tidak tercapai 8. Penggunaan biaya promosi/pemasaran tidak efektif
20 Identifikasi Kelompok Ketidakpatuhan SPI 3E Identifikasi subkelompok Pendekatan utama akibat; ttp tetap mempertimbangkan hubungan logis antar unsur temuan sering ditemukan kondisi sama tetapi akibat yang dinyatakan berbeda antara satu auditorat/perwakilan dengan yang lain pertimbangan utama: perlakuan sama untuk substansi permasalahan yang sama keseragaman penyajian IHPS Tentukan Jenis Berdasarkan substansi permasalahan yang diungkap terutama dalam kondisi dengan tetap memperhatikan hubungan logisnya dengan sebab dan akibat 39 Rekomendasi Rekomendasi adalah saran dari pemeriksa berdasarkan temuan pemeriksaannya, yang ditujukan kepada orang dan/atau badan yang berwenang untuk melakukan tindakan dan/atau perbaikan Setiap temuan pemeriksaan dapat memiliki satu atau lebih rekomendasi Sama seperti temuan pemeriksaan, rekomendasi perlu dikelompokkan sehingga dapat dikelola untuk berbagai keperluan, misalnya untuk memudahkan tindak lanjut oleh entitas maupun administrasinya oleh BPK Pembagian jenis dan kode rekomendasi diatur dalam Keputusan BPK No. 5/K/I-XIII.2/8/
21 No Jenis Rekomendasi Keterangan 1 Penyetoran ke Kas Negara/Daerah, Kas BUMN/D, dan Masyarakat(Kode 01) 2 3 Pengembalian barang kepada Negara, Daerah, BUMN/D, dan Masyarakat(Kode 02) Perbaikan fisik barang/jasa dalam proses pembangunan atau penggantian barang/jasa oleh rekanan(kode 03) 4 Penghapusan barang milik negara(kode 04) Memiliki implikasi nilai uang 5 Pelaksanaan sanksi administrasi kepegawaian(kode 05) 6 Perbaikan laporan dan penertiban administrasi(kode 06) 7 Perbaikan sistem dan prosedur akuntansi dan pelaporan(kode 07) 8 Peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia pendukung sistem pengendalian(kode 08) 9 Perubahan atau perbaikan prosedur, peraturan, dan kebijakan(kode 09) 10 Perubahan dan perbaikan struktur organisasi(kode 10) 11 Koordinasiantarinstansitermasukjugapenyerahanpenanganankasuskepada instansi yang berwenang(kode 11) PelaksanaanpenelitianolehtimKhususatauaudit lanjutanolehunit pengawas 12 intern (Kode 12) 13 Pelaksanaan Sosialisasi(Kode 13) 14 Lain-lain (Kode 14) Tidak memiliki implikasi nilai uang 41 TINDAK LANJUT REKOMENDASI HASIL PEMERIKSAAN Rekomendasi BPK Tindak Lanjut oleh Entitas Status Tindak Lanjut Peraturan BPK No. 2 Tahun 2010 tentang TLRHP dan Kep. BPK No. 1/K/I-XIII.2/3/2012 tentang Juknis TLRHP 42 21
22 Pasal 5 ayat (3): Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) Pejabat tidak menindaklanjuti rekomendasi tanpa adanya alasan yang sah, BPK dapat melaporkan kepada instansi yang berwenang Pasal 8 ayat (3) : Apabila hasil penelaahan menunjukkan klasifikasi tindak lanjut belum sesuai dengan rekomendasi atau rekomendasi belum ditindaklanjuti, maka BPK dapat melakukan pembahasan dengan Pejabat Pasal9 ayat(7) : Apabila dalam jangka waktu 30 hari setelah berita acara pembahasan disampaikan kepada pejabat, rekomendasi tetap tidak ditindaklanjuti, BPK segera melaporkankepadainstansi yang berwenang Pasal 3 ayat (3) : Tindak lanjut dimaksud pada ayat (2) wajib disampaikan kepada BPK paling lambat 60 hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima Jawaban/penjelasan Pasal 6 ayat (3): Penelaahan diselesaikan paling lama 1 bulan sejak diterimanya jawaban atau penjelasan Resume TL Pasal 9 ayat (2) : Pembahasan dilaksanakan dalam jangka waktu 30 hari setelah Resume Pemantauan Tindak Lanjut diterima oleh Pejabat BA Pembahasan Pasal 9 ayat (5) : Pejabat melakukan tindak lanjut dalam waktu 30 hari. (setelah berita acara pembahasan ditandatangani/ setelah pembahasan dilaksanakan) Ps. 8 ayat(2) untuk menentukan klasifikasi TL telah sesuai dengan rekomendasi atau rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti diperlukan persetujuan Anggota BPK Ps. 9 ayat(3) ditandatangani oleh Anggota BPK dan/atau Auditor Utama/Kalan dan Pejabat = 150 hari 43 a. Memudahkan pengelolaan data TLRHP misalnya dapat dengan mudah mengetahui berapa rekomendasi yang berimplikasi nilai uang; b. Bisa menjadi alat uji apakah antara temuan dengan rekomendasinya sudah tepat; c. Sebagai bahan masukan bagi pimpinan untuk memetakan permasalahan dan mencari solusi atas kelompok rekomendasi yang cenderung lambat/belum ditindaklanjuti oleh entitas (BS=22% dan BT=19%) DATA TLRHP TAHUN 2005 s.d Entitas IHPS II Tahun 2011 Rekomendasi Sesuai dengan Rekomendasi Status Pemantauan Tindak Lanjut Belum Sesuai dan Dalam Proses Tindak Lanjut Belum Ditindaklanjuti (dalam miliar rupiah) penyetoran / penyerahan aset Jml Nilai Jml Nilai Jml Nilai Jml Nilai Nilai , , , , ,40 (59%) (22%) (19%) 44 22
23 No. Uraian Rekomendasi % tase rekomendasi S BS BT 1 Memiliki implikasi nilai uang 11% 27% 15% 2 Tidak memiliki implikasi nilai uang 89% 73% 85% Total Rekomendasi 100% 100% 100% Berdasarkan data IHPS II 2011, Nilai rekomendasi untuk status BS dan BT sangat tinggi (Rp45.436,00 miliar dan Rp24.145,99 miliar ) yang berasal dari 3 rekomendasi yang memiliki implikasi nilai uang(klasifikasi rekomendasi 1, 2,dan3). 45 TERIMA KASIH 46 23
Kebijakan Pengendalian Internal Satuan Pengawasan Internal Universitas Brawijaya (SPI-UB)
Kebijakan Pengendalian Internal Satuan Pengawasan Internal Universitas Brawijaya (SPI-UB) Malang, 14 September 2015 Satuan pengawasan internal (SPI) Satuan Pengawasan Internal Universitas Brawijaya (SPI
Lebih terperinciKEPUTUSAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/K/I-XIII.2/8/2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS KODERING TEMUAN PEMERIKSAAN
KEPUTUSAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/K/I-XIII.2/8/2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS KODERING TEMUAN PEMERIKSAAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciPETUNJUK PELAKSANAAN PENYUSUNAN IKHTISAR LAPORAN HASIL PENGAWASAN APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH
LAMPIRAN 1 PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI Nomor : 42 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYUSUNAN IKHTISAR LAPORAN HASIL PENGAWASAN APARAT PENGAWASAN
Lebih terperinciBUPATI PADANG LAWAS UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA SALINAN
SALINAN BUPATI PADANG LAWAS UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA SALINAN PERATURAN BUPATI PADANG LAWAS UTARA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYUSUNAN IKHTISAR LAPORAN HASIL PENGAWASAN APARAT
Lebih terperinciKamus Klasifikasi Temuan Pemeriksaan
LAMPIRAN III.1 : KEPUTUSAN BPK RI NOMOR : K/I-XIII.2/ /2010 TANGGAL : 2010 Kamus Klasifikasi Temuan No. Kode Klasifikasi Temuan Deskripsi Contoh Temuan 1. 1 Temuan Ketidakpatuhan Terhadap ketentuan perundang-undangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam satu periode. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses penyusunan laporan keuangan merupakan proses terpenting dari suatu organisasi untuk mengetahui bagaimana kinerja atau eksistensi suatu organisasi dalam
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Otonomi Daerah Otonomi daerah di Indonesia dilaksanakan segera setelah gerakan reformasi 1998. Undang-Undang (UU) otonomi daerah mulai diberlakukan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 dan Undang- Undang No. 25 tahun 1999 oleh pemerintah, mengenai Pemerintah Daerah dan Perimbangan Keuangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nepotisme mengakibatkan kerugian negara dan tidak maksimalnya kinerja
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Runtuhnya rezim orde baru memabawa pengaruh besar terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara masyarakat indonesia. Salah satu faktor yang meyebabkan hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan keuangannya sesuai dengan tugas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Daerah di Indonesia saat ini masih berupaya meningkatkan reformasi pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi di Indonesia setidaknya telah mengeluarkan dua undangundang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi di Indonesia setidaknya telah mengeluarkan dua undangundang yang sangat penting dalam sistem ketatanegaraan, khususnya sistem pemerintah pusat dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara. Keluhan birokrat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Selama ini sektor publik tidak luput dari tudingan sebagai sarang korupsi, kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara. Keluhan birokrat
Lebih terperinciPELAKSANAAN PENETAPAN KERUGIAN NEGARA DAN MEKANISME TINDAK LANJUT REKOMENDASI HASIL PEMERIKSAAN BPK RI. Susriboy ITTAMA SETJEN DPR RI
PELAKSANAAN PENETAPAN KERUGIAN NEGARA DAN MEKANISME TINDAK LANJUT REKOMENDASI HASIL PEMERIKSAAN BPK RI Susriboy ITTAMA SETJEN DPR RI PEMAHAMAN KERUGIAN NEGARA/DAERAH DALAM RANAH HUKUM ADMINISTRASI KERUGIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat di dunia memiliki kewajiban untuk secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good
Lebih terperinciDAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK DAFTAR LAMPIRAN KATA PENGANTAR. Pokok-Pokok Pemeriksaan BPK Selama Semester II Tahun
Badan Pemeriksa Keuangan DAFTAR ISI IHPS II Tahun 2012 i DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK DAFTAR LAMPIRAN KATA PENGANTAR i ii iv v vii Pokok-Pokok Pemeriksaan BPK Selama Semester II Tahun 2012 1 BAB
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah mengeluarkan peraturan peraturan mengenai laporan keuangan agar tercipta Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang benar. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang
Lebih terperinciDaftar Isi. Bab I Bab II Bab III Bab IV Bab V Bab VI
Daftar Isi Bab I Bab II Bab III Bab IV Bab V Bab VI 1 PEDOMAN AUDIT PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH Surat Kepala BPKP No.S-506/K/D1/2007 Tanggal,30 April 2007 2 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Tujuan
Lebih terperinciDAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK DAFTAR LAMPIRAN
Badan Pemeriksa Keuangan DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK DAFTAR LAMPIRAN IHPS II Tahun 2013 i ii iii iv i BAB 1 Gambaran Umum Pemeriksaan Keuangan 1 BAB 2 Resume Pemeriksaan Keuangan Semester
Lebih terperinciPERAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI PEMERINTAH DAERAH 1. Dr. H. Harry Azhar Azis, M.A.
PERAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI PEMERINTAH DAERAH 1 Dr. H. Harry Azhar Azis, M.A. (Ketua BPK RI) Pendahuluan Saya memberikan apresiasi dan menyambut dengan baik Kuliah
Lebih terperinciPENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN PENGELOLAAN KEUANGAN OLEH : SURACHMIN, SH., MH
PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN PENGELOLAAN KEUANGAN OLEH : SURACHMIN, SH., MH Tanggung jawab Entitas yang Diperiksa a) Mengelola keuangan negara secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung
Lebih terperinciASPEK HUKUM DALAM TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN BPK
ASPEK HUKUM DALAM TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN BPK http://www.bpk.go.id I. PENDAHULUAN Pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara merupakan salah satu unsur pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciKEPATUHAN PADA PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
KEPATUHAN PADA PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Disampaikan oleh : Inspektorat Provinsi Jawa Timur Dinas Peternakan DASAR HUKUM UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, PP No.
Lebih terperinciOPTIMALISASI PENGAWASAN INTERN BUMD SEBAGAI WUJUD PENYELAMATAN ASET
RPSEP-60 OPTIMALISASI PENGAWASAN INTERN BUMD SEBAGAI WUJUD PENYELAMATAN ASET Megafury Apriandhini Universitas Terbuka megafury@ut.ac.id Abstrak Indonesia masih dianggap sebagai negara berkembang dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menuntut pembangunan yang merata di setiap daerah, sehingga pembangunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Beralihnya sistem pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi, menuntut pembangunan yang merata di setiap daerah, sehingga pembangunan yang tadinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilakukan pemberantasan. Tidak hanya terjadi pada pemerintah pusat, fraud juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraud merupakan permasalahan yang perlu untuk dikaji, dicari solusinya, dan dilakukan pemberantasan. Tidak hanya terjadi pada pemerintah pusat, fraud juga marak terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. situasi kompetisi global seperti ini, Good Corporate Governance (GCG)
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan usaha telah sampai pada tahap persaingan global dan terbuka dengan dinamika perubahan yang demikian cepat.dalam situasi kompetisi global
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kewajiban penyelenggaraan Pemerintahan Daerah telah diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah termasuk dalam hal pengelolaan keuangan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara
Lebih terperinciNOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR NO. POL. NOMOR : KEP-109/A/JA/09/2007 : B / 2718 /IX/2007
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara
Lebih terperinciANALISIS POTENSI PENYIMPANGAN DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh:
ANALISIS POTENSI PENYIMPANGAN DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh: Robin Tibuludji * ABSTRAK Pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan bagian yang paling banyak
Lebih terperinciREFORMASI PERUNDANG- UNDANGAN TENTANG KEUANGAN NEGARA UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara U
PEMERIKSAAN ATAS KEUANGAN NEGARA OLEH: Gatot Supiartono, SH S.H., MAcc M.Acc, Ak., CFE C.F.E. (Auditor Utama Keuangan Negara I BPK RI) 1 REFORMASI PERUNDANG- UNDANGAN TENTANG KEUANGAN NEGARA UU No. 17
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA. KEUANGAN BPK. Tata Kerja. Pencabutan. PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
No.112, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN BPK. Tata Kerja. Pencabutan. PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG TATA KERJA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka
Lebih terperinciKepala Auditorat V.A
Kepala Auditorat V.A 1 UUD 1945 UU No 17/2003 Keuangan Negara UU No 1/2004 Perbendaharan Negara UU No 15/2004 Pemerikasaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab KN UU No 15/2006 Badan Pemeriksa Keuangan UUD 1945
Lebih terperinciDAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK DAFTAR LAMPIRAN
Badan Pemeriksa Keuangan DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK DAFTAR LAMPIRAN IHPS I Tahun 2014 i ii iii iv i BAB 1 Gambaran Umum Pemeriksaan Keuangan 1 BAB 2 Resume Pemeriksaan Keuangan Semester
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang selama ini menganut sistem sentralistik berubah menjadi sistem desentralistik
Lebih terperinciDAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK DAFTAR LAMPIRAN
Badan Pemeriksa Keuangan IHPS I Tahun 2013 i DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK DAFTAR LAMPIRAN i ii iii iv BAB 1 Gambaran Umum Pemeriksaan Keuangan 1 BAB 2 Resume Pemeriksaan Keuangan Semester
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Negara mempunyai suatu pemerintahan yang berfungsi sebagai kesatuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara mempunyai suatu pemerintahan yang berfungsi sebagai kesatuan organisasi. Pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah melaksanakan amanat untuk menjalankan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah selaku penyelenggara urusan pemerintahan daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah daerah selaku penyelenggara urusan pemerintahan daerah berdasarkan Undang-undang no 32 tahun 2004 berkewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban
Lebih terperinciANALISIS ATAS TEMUAN BPK TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
ANALISIS ATAS TEMUAN BPK TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAGIAN ANALISA PEMERIKSAAN BPK DAN PENGAWASAN DPD BEKERJASAMA DENGAN TENAGA KONSULTAN Dr. HENDRI SAPARINI I. PENDAHULUAN Alokasi transfer ke
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia adalah Badan Pemeriksa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dasar hukumnya adalah Pasal 23E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. PNBP. Pemeriksaan. Wajib Bayar. Pedoman.
No.517, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. PNBP. Pemeriksaan. Wajib Bayar. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 231/PMK.02/2009 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMERIKSAAN
Lebih terperinciRERANGKA KERJA AUDIT SEKTOR PUBLIK
RERANGKA KERJA AUDIT SEKTOR PUBLIK 1 Audit Proses sistematik dan objektif dari penyediaan dan evaluasi bukti-bukti yang berkenaan dengan asersi tentang kegiatan dan kejadian ekonomi utuk memastikan derajat
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang
BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Keuangan Negara Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menerbitkan serangkaian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah telah berupaya menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menerbitkan serangkaian Undang-Undang
Lebih terperinciIsliko Tersangka Dana Bansos Rp 4 Miliar Lebih
Isliko Tersangka Dana Bansos Rp 4 Miliar Lebih www.infobanua.co.id POS-KUPANG.COM, WAINGAPU Penyidik (1) Kepolisian Resor (Polres) Sumba Timur menetapkan Francis Israel Isliko, salah satu Pejabat Pembuat
Lebih terperinciIsliko Tersangka Dana Bansos Rp 4 Miliar Lebih
Isliko Tersangka Dana Bansos Rp 4 Miliar Lebih POS-KUPANG.COM, WAINGAPU Penyidik (1) Kepolisian Resor (Polres) Sumba Timur menetapkan Francis Israel Isliko, salah satu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) (2)
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG BADAN PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 02/UU/BPM FEB UI/X/2015 TENTANG:
UNDANG-UNDANG BADAN PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 02/UU/BPM FEB UI/X/2015 TENTANG: KEUANGAN LEMBAGA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN
Lebih terperinciBUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. audit, hal ini tercantum pada bagian keempat Undang-Undang Nomor 15 Tahun
1 BAB I PENDAHULUAN Bab I di dalam penelitian ini berisi tentang latar belakang pemilihan judul, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, kontribusi penelitian, ruang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan http://www.djpp.depkumham.go.id Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 46, 2005 APBN. Pajak. Pnbp. Pemeriksaan (Penjelasan
Lebih terperinciPENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP)
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) I. Latar Belakang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud dari pengelolaan keuangan negara yang merupakan instrumen bagi Pemerintah untuk mengatur
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.414, 2012 KOMISI PEMILIHAN UMUM. Tata Cara. Penyelesaian. Kerugian Negara. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 05 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN KERUGIAN
Lebih terperinciWalikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat
- 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 66 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENYELESAIAN
Lebih terperinciHASIL REVIU LAPORAN KEUANGAN TAHUN 2015 DAN PROBLEMATIKANYA
HASIL REVIU LAPORAN KEUANGAN TAHUN 2015 DAN PROBLEMATIKANYA Disampaikan oleh: Mohamad Hardi, Ak. MProf Acc., CA Inspektur I Kementerian Ristek Dikti Pada Rakor Itjen 4 Februari 2016 PEMBAHASAN 1 HASIL
Lebih terperinciLAPORAN HASIL PEMERIKSAAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI ATAS LAPORAN KEUANGAN TAHUN 2016 KEMENRISTEKDIKTI
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI INSPEKTORAT JENDERAL LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI ATAS LAPORAN KEUANGAN TAHUN 2016 KEMENRISTEKDIKTI INTEGRITAS, PROFESIONAL, SEJAHTERA
Lebih terperinci2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2015 KEMENHUB. Pengawasan. Pengendalian. Barang Milik Negara. Tata Cara Tetap. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 1 TAHUN 2015 TENTANG TATA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PERMEN-KP/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dijalankan untuk dewan komisaris, manajemen, dan personel lain dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengendalian internal (internal control) merupakan bagian integral dari sistem informasi akuntansi. Pengendalian internal itu sendiri adalah suatu proses
Lebih terperinciWalikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat
- 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA
Lebih terperinciBUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH
BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2014 0 BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI
Lebih terperinciNOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. BLU. Laporan. Standar Akuntansi. Penyajian.
No.1818, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. BLU. Laporan. Standar Akuntansi. Penyajian. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 217/PMK.05/2015 TENTANG PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. agar menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Laporan keuangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini tuntutan masyarakat semakin meningkat atas pemerintahan yang baik. Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) harus ditingkatkan agar menghasilkan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2088, 2015 KEMHAN. BMN. Pengawasan. Pengendalian. Pelaksanaan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN
Lebih terperinciPENYELESAIAN KERUGIAN NEGARA /DAERAH TERHADAP BENDAHARA PASCA BERLAKUNYA PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL
PENYELESAIAN KERUGIAN NEGARA /DAERAH TERHADAP BENDAHARA PASCA BERLAKUNYA PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL Sumber : http://mpscpa.com/wp-content/uploads/2016/11/11_21_16-613784726_sbtb_560x292.jpg
Lebih terperinciBAB III PEMBAHASAN. daerah dan tugas pembantu di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan. Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.
BAB III PEMBAHASAN A. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 1. Gambaran Singkat Perusahaan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah dipimpin oleh seorang Kepala
Lebih terperinciKEDUDUKAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DALAM PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARA
KEDUDUKAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DALAM PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARA www.merdeka.com I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara welfare state, dimana negara memiliki tanggung jawab
Lebih terperinciTINJAUAN UMUM AUDIT KEUANGAN NEGARA
TINJAUAN UMUM AUDIT KEUANGAN NEGARA K E U A N G A N N E G A R A B A T A S A N A U D I T R U A N G L I N G K U P A U D I T P R O S E S A U D I T T E D I L A S T 0 9 / 1 6 Keuangan Negara UU no 17 th 2003
Lebih terperinciPEMERIKSAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH (PBJP)
PEMERIKSAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH (PBJP) @ciawi, 18 Oktober 2017 15 PRINSIP PENGADAAN Efisien Akuntabel Efektif Adil/Tidak Diskriminatif Prinsip pengadaan barang/jasa Transparan Bersaing
Lebih terperinciBADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Mataram, 25 Mei 2012 Nomor Lampiran Perihal 138/S/XIX.MTR/05/2012 1 (satu) berkas Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Sumbawa Tahun
Lebih terperinciWALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH
WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI KABUPATEN OGAN ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN
BUPATI KABUPATEN OGAN ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK
Lebih terperinciWALIKOTA SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI
WALIKOTA SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SUKABUMI,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan negara mensyaratkan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan
Lebih terperinciPrinsip-prinsip Laporan Hasil Audit Pengkomunikasian Laporan Hasil Audit Tindak Lanjut Audit. tedi last 11/16
Prinsip-prinsip Laporan Hasil Audit Pengkomunikasian Laporan Hasil Audit Tindak Lanjut Audit tedi last 11/16 PRINSIP PRINSIP LAPORAN HASIL AUDIT Manajemen Audit BPK-RI (2008) Laporan audit tertulis berfungsi
Lebih terperinciLAPORAN REALISASI ANGGARAN
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN REALISASI ANGGARAN KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DESEMBER 00 DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN -----------------------------------------------------------
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka
Lebih terperinciWalikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat
- 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 WALIKOTA DEPOK,
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 WALIKOTA DEPOK, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 181
Lebih terperinciBULETIN TEKNIS NOMOR 01 PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH
Keputusan BPK RI Nomor : /K/I-XIII./ / Tanggal: September Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia BULETIN TEKNIS NOMOR 0 PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH 0 0 0 WTP WDP TW
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah dan desentralisasi
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Penyusunan Laporan Realisasi Anggaran dalam Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) 1. Isi Laporan Realisasi Anggaran Dalam Laporan Realisasi Anggaran KPPU
Lebih terperinci2013, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA. BAB I KETENTUAN UMU
No.103, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. Pelaksanaan. APBN. Tata Cara. (Penjelesan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5423) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciKata Sambutan Kepala Badan
Kata Sambutan Kepala Badan Puji syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-nya sehingga kami dapat menyelesaikan Ringkasan dan Telaahan terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan BPK
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELESAIAN KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELESAIAN KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan upaya penyelesaian
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinci