KAJIAN SOSIAL EKONOMI PENGEMBANGAN AYAM LOKAL DI LAHAN MARGINAL
|
|
- Sudirman Lesmono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KAJIAN SOSIAL EKONOMI PENGEMBANGAN AYAM LOKAL DI LAHAN MARGINAL HERMAN SUPRIADI 1, DESMAYATI ZAINUDDIN 2 dan PIUS P. KETAREN 2 1 Pusat Penelitian dan dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor 2 Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor ABSTRAK Potensi lahan marginal untuk usaha pertanian di Indonesia sangat luas meliputi lahan kering Podsolik Merah Kuning (PMK) seluas 51 juta hektar dan lahan rawa pasang surut seluas 9,5 juta hektar. Pemanfaatan lahan marginal dikaitkan dengan program transmigrasi. Setiap keluarga transmigran memelihara ayam lokal dengan rata-rata pemilikan berkisar 5 10 ekor per rumah tangga. Produktivitas ayam lokal sangat rendah disebabkan terutama oleh penggunaan input yang rendah, mortalitas tinggi, dan sifat genetiknya. Berbagai program aksi pengembangan ayam lokal telah dilakukan oleh pemerintah, antara lain melalui: 1) Program CLS (Crops Livestock Systems) di Batumarta (Sumatera Selatan), Lampung dan Bengkulu tahun ; 2) Program REL (Research Extension Linkage) di Sulawesi Tenggara tahun dan 3) Proyek PLG (Pengembangan Lahan Gambut) di Kalimantan Tengah tahun Pengembangan ayam lokal sistem integrasi dan modal bergulir dikembangkan oleh CLS, model pengembangan semi intensif dikembangkan oleh PLG, sedang model pengembangan dengan Gelar Teknologi dan temu lapang dikembangkan oleh program REL. Dapat disimpulkan bahwa semua model yang diterapkan dapat meningkatkan pendapatan petani, tetapi untuk pengembangan lebih lanjut masih ada permasalahan sosial ekonomi yang perlu diperhatikan. Kata kunci: Ayam lokal, kajian sosial ekonomi, lahan marginal PENDAHULUAN Lahan marginal dapat diartikan sebagai lahan yang rapuh, mudah rusak kelestariannya kalau pengelolaannya tidak tepat. Ciri-ciri utama lahan marginal adalah: 1) tingkat kesuburannya rendah, 2) erositas tinggi, 3) sering mengalami kekeringan atau kebanjiran, 4) tingkat kemasaman tanah tinggi dan 5) tingkat keracunan tinggi pada kondisi tertentu. Lahan marginal yang cukup luas di Indonesia adalah lahan kering Podsolik Merah Kuning (PMK) dan lahan rawa pasang surut. Lahan PMK sangat luas mencapai sekitar 51 juta hektar yang tersebar di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Irian Jaya dan Jawa (SOEPRAPTOHARDJO, 1991 dan RIFIN et al. 1989). Total luas lahan rawa di Indonesia meliputi 33,4 juta hektar, dimana sekitar 9,5 juta hektar potensial untuk pertanian maupun peternakan (RACHIM et al., 2000) Pemanfaatan lahan marginal dikaitkan dengan program transmigrasi. Setiap keluarga transmigram disamping bercocok tanam juga rata-rata memiliki ternak ayam berkisar 5-10 ekor per keluarga. Populasi ayam lokal di Indonesia berdasarkan data statistik peternakan sebanyak 259,3 juta ekor pada tahun 2000 dan tahun 2003 mencapai 277,4 juta ekor (DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN, 2004). Produktivitas ayam lokal masih rendah karena biasanya dipelihara secara tradisional dengan penggunaan input rendah (ISKANDAR et. al., 1989). Ayam lokal pada umumnya (80%) dipelihara secara ektensif sebagai usaha sampingan dengan sistem umbaran (mencari makan sendiri) dan sisanya (20%) dipelihara secara semi intensif dan intensif (DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 1997). Walaupun begitu ayam lokal memiliki peranan strategis dipedesaan sebagai sumber pendapatan tambahan dan tabungan hidup tak terurus yang sewaktu-waktu bisa dijual bila diperlukan (DARMINTO dan BAKRI. 1993). Karakteristik yang dimiliki oleh ternak ayam lokal dimana cara pemeliharaannya mudah dengan input rendah dan dapat menambah pendapatan atau sebagai tabungan jangka pendek, maka ternak ini sangat sesuai dikembangkan di agro-ekosistem lahan marginal untuk program peningkatan pendapatan petani miskin. Berbagai program aksi penelitian dan pengembangan ayam lokal telah dilakukan 217
2 pemerintah di lahan marginal antara lain : 1) Program CLS (Crops Livestock Systems) di Batumarta (Sumatera Selatan), Lampung dan Bengkulu dalam periode , 2) Program REL (Research Extension Linkage) di Sulawesi Tenggara tahun dan 3) Proyek PLG (Pengembangan Lahan Gambut) sejuta hektar di Kalimantan Tengah tahun Hasil pengembangan menunjukkan bahwa secara teknis budidaya ayam lokal mudah dilaksanakan oleh masyarakat di wilayah lahan marginal tetapi masih banyak permasalahan sosial ekonomi yang belum teratasi dan perlu perhatian lebih serius dari pemerintah, pihak terkait dan masyarakat peternak. Makalah ini mencoba mengkaji modelmodel pengembangan ayam lokal yang telah dilakukan pemerintah dan mencari solusi permasalahan sosial ekonomi untuk pengembangan lebih lanjut. PERMASALAHAN UMUM Masalah utama dalam pengembangan ayam lokal adalah rendahnya produktivitas yang disebabkan terutama oleh penggunaan input rendah, mortalitas tinggi dan memang sifat genetiknya. Berdasarkan hasil studi identifikasi masalah di beberapa wilayah pengembangan ayam lokal didapatkan suatu bentuk pohon masalah seperti pada Gambar 1. Penggunaan input rendah untuk ayam lokal, seperti pakan, obat dan vaksin serta perkandangan, disebabkan karena hanya sebagai usaha sambilan, modal terbatas, memanfaatkan limbah dapur dan pakan alami, serta penguasaan teknologi yang masih terbatas. Ayam lokal merupakan jenis yang belum dimuliakan, jadi masih memiliki sifat genetik aslinya yang memang produktivitasnya relatif rendah dibanding ayam ras hasil pemuliaan. Mortalitas ayam lokal termasuk tinggi bisa mencapai 100% bila terkena penyakit seperti Tetelo (New Castle Diseases) pada setiap pergantian musim. Tingginya mortalitas juga ditunjang oleh daya tahan tubuh ayam, dimana pada ayam lokal dengan sistem umbaran, pakannya kurang terjamin dari segi kuantitas dan kualitas. Dengan demikian vaksinasi untuk tetelo dan pakan bergizi merupakan faktor penentu dalam upaya menekan mortalitas. PROGRAM AKSI PENGEMBANGAN Pemerintah melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah melakukan pengembangan ayam lokal di lahan marginal untuk tujuan peningkatan pendapatan petani. Berbagai model dan pendekatan diterapkan dalam bentuk program aksi pengembangan, tetapi dalam makalah ini dicoba untuk membahas tiga model pengembangan ayam lokal yaitu: 1) Model CLS (Crops Livestock Systems) di Batumarta, Lampung dan Bengkulu dalam periode tahun , 2) Model REL (Research Extension Linkage) di Sulawesi Tenggara dalam periode dan 3) Model PLG (Pengembangan Lahan Gambut) di Kalimantan Tengah dalam periode Model CLS (Crops Livestock System) Model usahatani tanaman ternak ini dikembangkan oleh Badan Litbang Pertanian bekerjasama dengan IDRC (International Development Research Centre) Model usahatani integrasi tanaman ternak yang dianggap paling layak dikembangkan meliputi usaha tanaman pangan (+ 1 ha) dan rumput pakan pada sistim terasering, tanaman karet (+ 1 ha), tanaman pekarangan dan ternak (sapi 1 2 ekor, kambing 3 ekor dan ayam 11 ekor). Sistem modal bergulir dikembangkan agar integrasi bisa berjalan seperti yang dikehendaki. Setiap keluarga petani mendapatkan bantuan modal berupa sarana produksi (pupuk, benih dan pestisida), bibit kambing 3 ekor, bibit ayam 11 ekor. Petani tidak mendapatkan bantuan karet dan sapi karena sudah ada dari program transmigrasi (di Batumarta Sumatera Selatan). Pada sistem modal bergulir berlaku aturan pengembalian modal sarana produksi, kambing dan ayam yang dikelola oleh kelompok tani dibawah pengawasan aparat setempat (Gambar 2). Dalam sistem modal bergulir pihak pengelola program CLS, memberikan teknologi siap pakai, modal awal usahatani dan pemberdayaan kelompok. Sebaliknya kelompok tani memberikan umpan balik. Pengelola program CLS bekerjasama dengan 218
3 pemerintah daerah dan penyuluhan dengan jalan memberikan masukan kebijakan usahatani, sedang Pemda memberikan dukungan terhadap program. Pemda juga melakukan pembinaan langsung kepada kelompok tani untuk kelancaran program dan juga monitoring kepada lembaga pendukung. Kelompok tani bermitra dengan kelembagaan pendukung dalam penyediaan saprodi dan menjual hasil kelompok. Kelompok tani berfungsi sebagai pengelola modal bergulir mendistribusikan modal hasil pengumpulan kepada anggota kelompok yang belum menerima paket modal. Selanjutnya anggota berkewajiban mengembalikan modal yang diterima dengan aturan 1 ekor ayam mengembalikan 2 ekor siap telur, untuk kambing pengembaliannya 1 ekor dan sarana produksi dikembalikan dalam bentuk uang senilai yang diterima pada saat pengembalian. Kelompok tani mendapatkan insentif dari pengembalian ayam, yaitu tiap menerima 2 ekor dari anggota didistribusikan 1 ekor dan 1 ekor lagi untuk kas kelompok. Teknologi yang diintroduksikan meliputi peningkatan bobot ayam lokal melalui persilangan dengan ayam Pelung dari Cianjur, peningkatan produksi telur melalui persilangan dengan ayam Kedu, ransum pakan dari bahan lokal yang tersedia, vaksinasi dan pengobatan secara generik, sistem perkandangan, teknik penetasan dan kotak indukan untuk pertumbuhan anak ayam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem modal bergulir untuk ternak (kambing dan ayam) jauh lebih mudah penanganannya daripada untuk sarana produksi. Perkembangan populasi ternak kambing dan ayam cukup pesat dengan sistem modal bergulir (Tabel 1). Populasi ayam di Batumarta berkembang dari 330 ekor (300 betina + 30 pejantan) pada tahun 1989 menjadi 4435 ekor (13 kali populasi awal) dan 7344 ekor tahun 1991 (1,7 kali dari populasi tahun 1990). Tetapi di Blambangan Umpu dari 55 ekor (50 betina + 5 pejantan) menjadi 170 ekor (hanya 3 kali populasi awal), kemudian tahun 1991 menjadi 667 ekor (3,9 kali populasi tahun 1990). Berdasarkan data perkembangan populasi ayam lokal tersebut dapat dianalisis bahwa pada lokasi Batumarta untuk setiap KK (11 ekor ayam = 10 betina +1 pejantan) dapat menghasilkan rata-rata sebanyak 143 ekor dalam setahun atau setiap induk berkembang menjadi 14,8 ekor, sedangkan di Blambangan Umpu hanya 3,4 ekor/induk/tahun. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan petani transmigran memelihara ternak dengan sistem integrasi adalah 2 ekor sapi, 5 ekor kambing dan 70 ekor ayam lokal. Lebih dari itu petani mengurangi populasi ternaknya dengan menjual atau mengkonsumsi. Terdapat interaksi komplementer antara pengusahaan tanaman dan ternak. Tanaman pangan menghasilkan sisa tanaman (biomas) yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan tambahan disamping rumput dan hijauan makanan ternak (HMT) yang sengaja ditanam di pekarangan, sementara ternak memberikan tenaga dan kotoran yang dapat dijadikan pupuk. Dalam setahun pupuk kandang yang dapat dikumpulkan adalah sebanyak 2,4 ton yang berasal dari sapi 1,5 ton, 0,6 ton dari tiga ekor kambing dan 0,3 ton dari 11 ekor ayam. Secara umum skala usahatani petani meningkat dengan mengadopsi model usahatani CLS, kondisi ini membawa konsekuensi kepada jumlah pendapatan dan pengeluaran keluarga. Rata-rata keuntungan keluarga dari model introduksi (binaan) dan model petani (non binaan) dapat dilihat pada Tabel
4 PRODUKTIVITAS AYAM LOKAL RENDAH Input rendah Sifat genetik Mortalitas tinggi Usaha sambilan Modal terbatas Belum dimuliakan Penguasaan teknologi terbatas Sistem tradisional (umbaran) pencegahan penyakit dan keamanan kurang Kuantitas dan kualitas pakan rendah Serangan penyakit tetelo tinggi Modal terbatas Vaksinasi tidak atau kurang dilakukan Tenaga kerja terbatas Jumlah pemilikan rendah Modal terbatas Memanfaatkan limbah dapur dan pakan alami yang ada Waktu terbatas Adaptasi luas Tabungan kecil Pendapatan terbatas Akses kredit terbatas Minat belajar kurang Penyuluhan dan pelatihan kurang Budaya tradisional Gambar 1: Hubungan sebab akibat permasalahan umum rendahnya produktivitas ayam lokal (hasil identifikasi masalah di beberapa wilayah pengembangan di Indonesia) 220
5 Program Pengembangan CLS Masukan kebijakan Dukungan Pemerintah Daerah Penyuluh Monitoring * Teknologi Dukungan * Modal * Umpan balik * Pembinaan Pembinaan Penyediaan Penyedia sarana Kelompok tani Kemitraan Produksi Petani Menjual Lembaga Pemasaran Pasar bebas Gambar 2. Sistem pengelolaan begulir dalam model CLS Tabel 1. Perkembangan jumlah ayam dan kambing di Batumarta dan Blambangan Umpu ( ) Jenis ternak Batumarta (ekor) Blambangan Umpu (ekor) Ayam (13 x) 7344 (1,7 x) (3 x) 667 (3,9 x) Kambing Sumber: SYAM et al. (1996) Tabel 2. Rataan keuntungan (Rp 000/tahun) yang diperoleh petani koperator (K) dan non koperator (NK) dari usahatani tanaman ternak di tiga lokasi Karet Tanaman pangan Ternak Total Keuntungan Lokasi K NK K NK K NK K NK Batumarta (15%) 50 (24%) Tulang Bawang (25,5%) 115 (7,9%) A. Manganyau (37,5%) 100 (8,3%) Keterangan: *) angka dalam kurung menyatakan persen dari total keuntungan Sumber SYAM et al. (1996) Pendapatan keluarga dari karet masih dominan baik pada petani kooperator maupun yang non koperator. Kontribusi pendapatan dari tanaman pangan lebih besar di Tulang Bawang Tengah dan Air Manganyau dibandingkan dengan Batumarta. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa pendapatan petani pengadopsi Model CLS lebih banyak mendapatkan keuntungan dibandingkan dengan non koperator. Kontribusi ternak untuk pendapatan keluarga cukup besar peningkatannya dari 2,4 menjadi 15% di Batumarta, sedang di Air Manganyau dari 8,3% menjadi 37,5%. Kontribusi ternak ayam sendiri berkisar 17% dari keuntungan total ternak (termasuk sapi dan kambing). 221
6 MODEL REL (Research Extension Linkage) Model pengembangan ayam lokal dengan memfungsikan keterkaitan penelitian dan penyuluhan (REL) diprakasai oleh Badan Litbang Pertanian sejak tahun 1991 sampai 1993 di Sulawesi Tenggara melalui kegiatan Gelar Teknologi dan Temu Lapang. Tujuan dari gelar teknologi adalah meningkatkan keterkaitan penelitian, penyuluhan dan peternak, mempercepat arus teknologi dari sumbernya ke pengguna, mempercepat arus informasi umpan balik dan meningkatkan produksi dan pendapatan peternak melalui perbaikan teknologi budidaya ayam lokal. Lokasi gelar terletak di Kecamatan Lainea, Kabupaten Kendari, pesertanya meliputi dua kelompok tani di dua desa dengan ketentuan antara lain telah memiliki induk ayam sebanyak minimal 5 ekor, berpengalaman beternak, membangun kandang sendiri dan bersedia mengembalikan modal ayam yang diterima. Organisasi gelar teknologi terdiri dari peneliti, penyuluh, kepala desa dan kontak tani. Paket teknologi yang dianjurkan adalah penggunaan bahan pakan lokal untuk perbaikan mutu pakan, introduksi pejantan, perlengkapan kandang, vaksinasi penyakit tetelo (ND), dan introduksi kotak indukan ayam (brooder box). Pelaksanaan gelar teknologi dimulai dari pelatihan oleh peneliti dan penyuluh, perbaikan kandang distribusi ayam, pembuatan pakan konsentrat, pengadaan indukan, penyuluhan dan monitoring evaluasi. Temu lapang sebagai kelanjutan gelar teknologi dilakukan setahun setelah pelaksanaan gelar di wilayah yang sama. Pada saat penyelenggaraan temu lapang ini peserta melihat sekaligus mendiskusikan teknologi yang diintroduksikan seperti pemilihan bibit, cara pemeliharaan, menyusun formula ransum pakan dengan berbagai alternatif pakan lokal, vaksinasi dan pengobatan, bahan dan peralatan kandang. Komunikasi teknologi dalam forum temu lapang seperti ini ditujukan agar teknologi introduksi dapat dikembangkan lebih luas dan cepat kepada pengguna lain sekaligus mendapatkan umpan balik untuk penelitian pengembangan. Pelaksanaan temu lapang pada bulan Februari 1993 dihadiri oleh peneliti, penyuluh, para penentu kebijakan daerah (gubernur, bupati, kepala-kepala dinas dan kanwil), aparat daerah, tokoh dan anggota masyarakat setempat. Dialog terbuka antara peternak peserta gelar teknologi dengan pejabat pemerintah dan peserta temu lapang lainnya dilakukan dengan topik berkisar pada teknologi ayam buras dan keuntungan yang diperoleh. Setelah dialog dilanjutkan dengan kunjungan ke lokasi kandang ayam. Sambutan dari pejabat-pejabat pemerintah juga disampaikan untuk melihat ke depan kebijakan yang akan ditempuh oleh daerah, presentasi makalah dan panel diskusi juga dilakukan dulu temu lapang, yang dipresentasikan oleh ketua kelompok tani, penyuluh lapang dan penyuluh koordinator propinsi. Tabel 3. Perkembangan produktivitas ayam lokal sebelum dan sesudah gelar teknologi di Sulawesi Tenggara tahun 1992 Uraian Sebelum gelar Sesudah gelar Jumlah telur, butir/periode/ekor Frekuensi bertelur meningkat (%) Daya hidup, % Daya tetas, % Dikonsumsi/dijual, % ,9 80,5 92,4 14,5 222
7 Hasil yang diperoleh dari gelar teknologi dan temu lapang adalah: 1) tersedianya kandang terpisah dari rumah, 2) peningkatan frekuensi bertelur dari 3,4 kali/tahun menjadi 5,2 kali/tahun, 3) peningkatan jumlah telur rata-rata dari 10.5 butir/periode bertelur/ekor menjadi 12,6 butir/periode bertelur/ekor, 4) peningkatan jumlah telur dikonsumsi/dijual, daya tetas dan daya hidup, 5) tambahan penghasilan sebesar Rp. 1000/ekor/tahun, serta 6) bentuk keterkaitan antara penelitian penyuluhan dan masyarakat petani yang senantiasa berkesinambungan. MODEL PLG (Pengembangan Lahan Gambut) Penelitian pengembangan ayam buras telah dilakukan di tiga Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) wilayah PLG yaitu Palingkau, Dadahup dan Lamunti Kabupaten Kapuas sejak tahun 1997 sampai Petani pengembangan dibagi dalam tiga kelompok skala usaha yaitu: 1) skala ekonomi (pemeliharaan 50 ekor/kk), 2) skala rumah tangga (11 ekor/kk) dan 3) skala umum petani sekitar sebagai kontrol. Petani kelompok 1 dan Tabel 4. Analisis biaya produksi dan pendapatan budidaya ayam kampung pada tiga macam skala usaha pada model PLG di Kalimantan Tengah No Uraian Sistem pemeliharaan Semi intensif Intensif Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 1 Skala pemilikan awal (ekor) Nilai produksi (Rp/th) Ayam (jual + konsumsi) 1000 ekor ekor ekor Telur (jual + konsumsi) 1000 btr btr btr Replacement betina 43 ekor ekor ekor Replacement jantan 7 ekor ekor ekor Jumlah Biaya produksi (Rp/th) Bibit induk Bibit pejantan Pakan induk anak Obat + vaksin Kandang + peralatan Tenaga kerja 45,6 HOK ,8 HOK ,6 HOK Jumlah Penerimaan (Rp/th) B/C rasio 1, ,14 Keterangan: Perhitungan berdasarkan data tahun 1999/2000; Harga jual ayam Rp /ekor ; Telur Rp 700/butir Harga Pakan : Sarter (doc 1 bulan) Rp 1500/kg Grower (1 4 bulan) Rp 1000/kg Layer (induk ayam) Rp 1000/kg Tenaga kerja Rp10000/HOK 223
8 2 mendapat modal awal berupa bibit, pakan terbatas, vaksin dan obat-obatan hanya pada tahun pertama pembinaan. Petani kelompok 3 hanya diberi bantuan vaksin. Skala pemilihan petani umur berkisar 2 10 ekor/kk. Usulan pengembangan ayam buras dilakukan dengan pembinaan teknis budidaya secara rutin dan pemberdayaan kelompok dalam pengelolaan modal. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa setelah 6 buku pembinaan, jumlah anggota tiap-tiap kelompok (terutama kelompok 1 dan 3) mengalami penurunan. Beberapa faktor yang menjadi penyebab penurunan jumlah anggota antara lain; kegagalan panen karena kemarau panjang yang menyebabkan banyak transmigran lokal pulang kampung, sedang petani lain mencari kerja luar pertanian (buruh). Kondisi petani kelompok 2 agak baik karena faktor budaya dan etnis yang relatif sama (sebagian besar dari Jawa) juga lokasi yang cukup strategis. Walaupun begitu terjadi peningkatan jumlah penguasaan dan produktivitas ayam buras di tiga kelompok. Pada kelompok binaan produksi telur mencapai butir/induk/ tahun. Produktivitas induk mencapai ekor/tahun pada kelompok binaan sedangkan kelompok non binaan hanya 14 ekor/tahun. TANTANGAN DAN PELUANG Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan terbukti bahwa ada peningkatan produktivitas dan pendapatan pada tiga model pengembangan ayam buras dibandingkan dengan model peternak non binaan. Keberhasilan tersebut nampak pada saat berakhirnya program aksi, tetapi setelah itu ada penurunan jumlah adopter, skala usaha, produktivitas dan kontribusi ternak ayam buras terhadap pendapatan keluarga. Dengan kata lain masih banyak tantangan yang perlu dihadapi dalam pengembangan ayam buras di lahan marginal seperti lahan kering dan pasang surut. MODEL PENGEMBANGAN CLS (Crops Livestock System) Model CLS yang dikembangkan di lahan kering podsolik merah kuning beriklim basah selain menghadapi tantangan lingkungan biofisik juga aspek sosial kelembagaan. Kesuburan tanah yang relatif rendah menyebabkan banyak masalah dalam produksi bahan pakan seperti jagung, kedelai dan juga padi apalagi komoditas utama di Batumarta adalah karet yang mempunyai nilai tunai harian (cash income) cukup tinggi. Dapat dimengerti kalau petani lebih mementingkan kegiatan pada penyadapan karet daripada mengurus ternak. Hal ini dilihat dari kontribusi karet yang dominan yaitu lebih besar 50% dari total pendapatan keluarga. Kondisi seperti ini yang menyebabkan ternak ayam buras hanya sebagai usaha sampingan yang memanfaatkan limbah dapur, hasil panen dan pakan alam di pekarangan. Program vaksinasi Tetelo menjadi tidak efektif karena tidak ada jaminan fasilitas bahan, listrik dan kelembagaan penyedia vaksin. MODEL PENGEMBANGAN PLG (Pengembangan Lahan Gambut) Wilayah pengembangan PLG yang cukup terisolir dan lalu lintas air cukup mahal merupakan tantangan tersendiri dalam pengembangan ayam buras. Produksi padi dan palawija sebagai bahan pakan lokal mungkin lebih baik ketersediaannya dibandingkan dengan Batumarta sebagai sentra produksi karet. Akan tetapi masalah penyediaan vaksin, obat-obatan, dan pasar sangat terbatas karena wilayah cukup terisolir. Selain itu pengaruh budaya setempat sangat berpengaruh terhadap aktivitas usahatani intensif. Sebagian besar dari peserta pengembangan yang berstatus transmigran lokal mempunyai karakteristik pertanian ladang berpindah dan petani pengumpul hasil hutan/alam (rotan, kayu, sagu, ikan, hewan buruan). Petani semacam ini lebih cenderung memanfaatkan segala jenis bantuan (termasuk jatah hidup) dan sarana produksi daripada hidup menetap sebagai petani transmigran. Selain itu wilayah PLG sangat dipengaruhi pasang surutnya air, yang kadang-kadang tidak terkendali (bisa banjir atau kekeringan). Hal ini sangat berpengaruh terhadap kontinuitas produksi tanaman maupun ternak. Akhir-akhir ini juga terjadi konflik internal antara transmigran lokal dan transmigran asal Jawa karena dipicu oleh rasa cemburu atas keberhasilan transmigran Jawa. 224
9 MODEL REL (Research Extension Linkage) Pada mulanya keterkaitan antara penelitian dan penyuluhan sudah mulai nampak dengan program REL, tetapi dengan semaraknya otonomi daerah ternyata membawa dampak negatif terhadap perkembangan penyuluhan di Indonesia. Nasib penyuluh tergantung pemerintah daerah, dimana banyak kebijakan daerah yang tidak memfungsikan penyuluh secara optimal, bahkan mencabut fungsi penyuluh menjadi staf pemerintah daerah (non penyuluhan). Hal ini tentunya membawa dampak terhadap program-program penyuluhan dan keterkaitan dengan penelitian seperti halnya program pengembangan ayam lokal model REL. Gagasan mengumpulkan penyuluh dan peneliti dalam satu payung, yang realitanya menjadi institusi BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) di setiap propinsi, belum dapat mengoptimalkan program penyuluhan karena penyuluh yang ada di BPTP jadi bias ke penelitian. Selain itu tidak ada lagi kaderisasi penyuluh, sehingga suatu saat penyuluh akan punah. PELUANG PENGEMBANGAN AYAM LOKAL DI LAHAN MARGINAL Model CLS Pelayanan terpadu kesehatan ternak di tingkat desa dapat menekan serangan penyakit tetelo mendekati nol persen. Dengan demikian skala usaha dan daya jual ayam lokal di tingkat rumah tangga dapat meningkat. Pemberdayaan kelompok tani wanita dalam hal budidaya dan pengelolaan ayam lokal akan berpengaruh terhadap perkembangan ayam buras karena selama ini yang berperan aktif adalah ibu-ibu. Ketersediaan lahan yang luas di wilayah transmigrasi Batumarta (5 ha/kk) sangat memungkinkan untuk pengembangan ayam lokal semi intensif (ada kandang dan halaman umbaran). Sistem pemeliharaan ini dapat menghemat penggunaan pakan, karena ayam dapat mencari makan tambahan sendiri berupa cacing, serangga, rumput muda dan lainnya di halaman umbaran. Pengembangan modal bergulir dapat diarahkan menjadi lembaga keuangan mikro yang menunjang keberlanjutan pengembangan ayam lokal. Model REL Peningkatan peran dan fungsi penyuluh oleh pemerintah daerah akan meningkatkan adopsi teknologi dan pengembangan program/ pembangunan pertanian wilayah. Pelayanan terpadu kesehatan ternak di wilayah pengembangan akan dapat meningkatkan populasi ternak dan pendapatan rumah tangga. Pemanfaatan limbah perikanan dan perkebunan (kelapa, kopi dan coklat) serta pemeliharaan semi intensif dapat mengembangkan usaha ayam lokal serta kemampuan petani. Model PLG Pelayanan terpadu kesehatan ternak ditingkat desa dapat menekan mortalitas dan meningkatkan populasi ayam lokal. Dengan membuka keterisolasian wilayah PLG maka transpotasi dan perkembangan perekonomian desa meningkat termasuk pasar input dan output usaha ayam lokal. Bahan pakan lokal yang tersedia seperti jagung, dedak, kedelai, ubi kayu, tepung ikan, ikan kering dan lainnya di wilayah PLG dapat dimanfaatkan untuk campuran ransum ayam lokal dengan pengelola kelompok. Pemerintah bertanggung jawab untuk mengatasi konflik internal, mencari solusi dengan memperkecil jurang pemisah dan kecemburuan antara transmigran lokal dan pendatang. Dengan terciptanya keharmonisan dan keamanan lingkungan maka peluang usaha akan meningkat. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Model pengembangan ayam buras yang diujicobakan di tiga agroekosistem lahan marginal dapat meningkatkan produktivitas ternak dan pendapatan keluarga petani. Ayam lokal memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi pendapatan keluarga selain sebagai tabungan, tetapi sejauh ini masih sebagai usaha sampingan. 225
10 Peranan wanita lebih besar daripada pria dalam praktek budidaya ayam lokal. Model pengembangan yang terintegrasi seperti di Batumarta lebih berkelanjutan (sustainable) dibandingkan di wilayah lain yang kurang terintegrasi usahataninya. Peran kelompok peternak, penyuluh dan Dinas Peternakan belum optimal dalam pengembangan ayam lokal khususnya di lahan marginal. Keterkaitan peneliti-penyuluh dan masyarakat sangat diperlukan untuk memacu pengembangan ayam lokal. Saran Pengembangan ayam lokal hendaknya berintegrasi dengan usahatani tanaman pangan (sebagai sumber bahan pakan) dan usahatani yang bernilai ekonomi tinggi (sebagai penghasil uang tunai/cash crops yang dapat menunjang permodalan). Pemberdayaan kelompok peternak (termasuk wanita) sangat diperlukan dalam hal mengatasi permasalahan penyakit utama (Tetelo), penyediaan sapronak (bahan pakan lokal, vaksin dan obat-obatan), pengeloaan modal kelompok (seperti modal bergulir), kemitraan dengan lembaga terkait dan pemasaran. Dinas peternakan agar lebih pro-aktif dalam sosialisasi, diseminasi teknologi, umpan balik teknologi dan pelayanan kesehatan dan informasi kepada masyarakat perdesaan. Hal yang terbaik adalah membentuk unitunit pelayanan kesehatan dan informasi peternakan yang berbasis masyarakat (partisipatif) di setiap desa. DAFTAR PUSTAKA DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN Statistik Peternakan Indonesia. Departemen Pertanian. Jakarta. DIREKTORAT BINA PRODUKSI PETERNAKAN Statistik Peternakan Indonesia. Departemen Pertanian. Jakarta ISKANDAR S., B. WIBOWO, E. JUARINI, A. SINURAT dan P. SITORUS Budidaya ayam buras di pedesaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. KETAREN. P.P., M. RANGKUTI dan A. ROESYAT Gelar teknologi budidaya ayam Buras di Kecamatan Lainea, kabupaten Kendari Sulawesi Tenggara. Dalam: Prosiding Gelar Teknologi Program Keterkaitan Pendidikan Penyluhan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Kantor Wilayah Dep. Pertanian Sulawesi Tenggara. KETAREN. P.P. dan M. RANGKUTI Temu lapang teknologi budidaya ayam Buras di Desa Lamong Jaya, Kecamatan Lainea, Kabupaten Kendari, Sulawesi Tenggara. Dalam: Prosiding Gelar Teknologi Program Keterkaitan Penelitian Penyuluhan Sulawesi Tenggara. RACHIM A, R. SITUMORANG dan A. HARTONO. Konsep pengembangan pertanian berkelanjutan di lahan rawa untuk mendukung ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Lahan Rawa, Cipayung, Juli Badan Litbang Pertanian. Hal: RIFIN A., H. SUPRIADI, dan T. SUTRIADI Kendala produksi tanaman pangan di lahan podsolik merah kuning Batumarta. Dalam: Risalah Seminar Sistem Usahatani Tanaman Ternak di Lahan Kering. Badan Litbang Pertanian dan Internasional Development Research Centre (IDRC) SUPRAPTOHARJO. M Jenis-jenis tanah di Indonesia. Lembaga Penelitian Tanah, Bogor. SUPRIADI.H., D. ZAINUDDIN dan M. JANUWATI Paket teknologi usahatani untuk pengembangan lahan gambut (PLG) Kalimantan Tengah. Dalam: Prosiding Temu Pakar dan Lokakarya Nasional Diseminasi dan Optimasi Pemanfaatan Sumberdaya Lahan Rawa. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian D eptan. Hal: SUPRIADI. H., Petunjuk teknis pengembangan model kelompok tani upaya mempercepat sdopsi teknologi sistem usahatani lahan pasang surut. Proyek Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu ISDP. Badan Litbang Pertanian. Bogor. SYAM M., A. WIJONO, HERMANTO, INU G ISMAIL, H. ANWARHAN dan M. SABRANI Usahatani tanaman ternak. Meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Badan Litbang Pertanian. 38 hal. 226
11 ZAINUDDIN. D., dan H. SUPRIADI Program aksi pengembangan ayam Buras di Kawasan Lahan Gambut, Kalimantan Tengah. Dalam: Prosiding Temu Pakar dan Lokakarya Nasional Diseminasi dan Optimasi Pemanfaatan Sumberdaya Lahan Rawa. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Deptan. Hal
RANGKUMAN HASIL PENGKAJIAN AYAM BURAS DI KABUPATEN BENGKULU UTARA
RANGKUMAN HASIL PENGKAJIAN AYAM BURAS DI KABUPATEN BENGKULU UTARA DALIANI, SD 1, WULANDARI, W.A 1, D. ZAINUDDIN 2 dan GUNAWAN 1 1 BPTP Bengkulu Jl. Irian Km 6,5 Bengkulu 38119 2 Balai Penelitian Ternak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan
Lebih terperinciSTRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AYAM LOKAL DI LAHAN RAWA UNTUK MEMACU EKONOMI PERDESAAN
STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AYAM LOKAL DI LAHAN RAWA UNTUK MEMACU EKONOMI PERDESAAN UKA KUSNADI Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor 16002 ABSTRAK Lahan rawa di Indonesia luas totalnya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia Beberapa penelitian yang mengkaji permasalahan usaha ternak ayam buras banyak menunjukkan pertumbuhan produksi ayam
Lebih terperinciPOTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENGEMBANGAN AYAM BURAS PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING DI PROPINSI PAPUA. Balai Pengkajian teknologi Pertanian Papua 2
POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENGEMBANGAN AYAM BURAS PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING DI PROPINSI PAPUA Usman 1, Demas Wamaer 1 dan Yusuf 2 1 Balai Pengkajian teknologi Pertanian Papua 2 Balai Pengkajian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen
Lebih terperinciPENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita
PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119 PENDAHULUAN Hingga saat ini, upaya mewujudkan ketahanan
Lebih terperinciLingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :
PROJECT DIGEST NAMA CLUSTER : Ternak Sapi JUDUL KEGIATAN : DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI pembibitan menghasilkan sapi bakalan super (bobot lahir > 12 kg DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TTU PENANGGUNG JAWAB
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di tanah air. Ayam kampung diindikasikan dari hasil domestikasi ayam hutan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Lebih terperinciPELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK ABSTRAK
PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK Eni Siti Rohaeni 1 dan Yanti Rina 2 1. BPTP Kalimantan Selatan 2. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) ABSTRAK Ternak itik merupakan salah
Lebih terperinciSeminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMI AGRIBISNIS AYAM BURAS SISTEM SEMI INTENSIF-INTENSIF (Studi kasus di KUB Ayam Kampung Unggul Desa Krengseng, Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang) Dian Maharso Yuwono dan F.
Lebih terperinciSAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK
1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK Yang terhormat: Hari/Tanggal : Senin /11 Pebruari 2008 Pukul : 09.00 WIB Bupati
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan
Lebih terperinciPerkembangan Potensi Lahan Kering Masam
Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI
Lebih terperinciPENERAPAN TEKNOLOGI PEMISAHAN ANAK AYAM LOKAL SISTEM KOTAK INDUKAN DI LAHAN PASANG SURUT SUGIHAN KIRI SUMATERA SELATAN
Tenni Teknis Fnngsional Von Penelin 200 : PENERAPAN TEKNOLOGI PEMISAHAN ANAK AYAM LOKAL SISTEM KOTAK INDUKAN DI LAHAN PASANG SURUT SUGIHAN KIRI SUMATERA SELATAN DEDI Mt1SLIH Balai Penelitian TernakPo.Box
Lebih terperinciLAPORAN KEGIATAN DISEMINASI GELAR TEKNOLOGI DAN TEMU LAPANG
LAPORAN KEGIATAN DISEMINASI GELAR TEKNOLOGI DAN TEMU LAPANG BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN SULAWESI TENGAH 2003 1 LAPORAN PELAKSANAAN DISEMINASI GELAR
Lebih terperinciANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR
ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu
Lebih terperinciPROSPEK PENGEMBANGAN AYAM BURAS BERWAWASAN AGRIBISNIS DI KALIMANTAN TENGAH
PROSPEK PENGEMBANGAN AYAM BURAS BERWAWASAN AGRIBISNIS DI KALIMANTAN TENGAH SALFINA NURDIN AHMAD dan DEDDY DJAUHARI SISWANSYAH Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah ABSTRAK Kalimantan Tengah
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki
Lebih terperinciAnalisis Usahatani Beberapa Varietas Unggul Baru Jagung Komposit di Sulawesi Utara
Analisis Usahatani Beberapa Varietas Unggul Baru Jagung Komposit di Sulawesi Utara Bahtiar 1), J. Sondakh 1), dan Andi Tenrirawe 2) 1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Sulawesi Utara dan 2)Balai Penelitian
Lebih terperinciLampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......
LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus diimbangi dengan kesadaran masyarakat akan arti penting peningkatan gizi dalam kehidupan. Hal
Lebih terperinciPOTENSI AYAM GALUR BARU KUB LITBANG PERTANIAN DALAM MENDUKUNG RUMAH PANGAN LESTARI DI PROVINSI JAMBI.
POTENSI AYAM GALUR BARU KUB LITBANG PERTANIAN DALAM MENDUKUNG RUMAH PANGAN LESTARI DI PROVINSI JAMBI Sari Yanti Hayanti 1, Masito 1 dan Harun Kurniawan 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi 2
Lebih terperinciSistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan
Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan Matheus Sariubang, Novia Qomariyah dan A. Nurhayu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. P. Kemerdekaan
Lebih terperinciPROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:
PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian
I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor pertanian, sektor ini meliputi aktifitas pertanian, perikanan, perkebunan dan peternakan.
Lebih terperinciANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN
ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN (Studi Kasus di Desa Budi Mulia, Kabupaten Tapin) Oleh : Adreng Purwoto*) Abstrak Di masa mendatang dalam upaya mencukupi kebutuhan
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung
Lebih terperinciPEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI)
PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI) R. H. MATONDANG dan A. Y. FADWIWATI Balai Pengkajian Tekonologi Pertanian Gorontalo Jln. Kopi no. 270 Desa Moutong
Lebih terperinciPOTENSI LIMBAH KULIT KOPI SEBAGAI PAKAN AYAM
POTENSI LIMBAH KULIT KOPI SEBAGAI PAKAN AYAM MURYANTO, U. NUSCHATI, D. PRAMONO dan T. PRASETYO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek, Sidomulyo PO. Box 101, Ungaran ABSTRAK Telah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi negara berkembang seperti Indonesia landasan pembangunan ekonomi negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman pangan memberikan kontribusi
Lebih terperinciX. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO
X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan
Lebih terperinciANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK
ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui usaha penggemukan ternak kambing pola kooperator (perlakuan)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rawa merupakan sebutan bagi semua lahan yang tergenang air, yang penggenangannya dapat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi). Di Indonesia
Lebih terperinciEfektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering
Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Abstrak Sumanto 1) dan Suwardi 2) 1)BPTP Kalimantan Selatan, Jl. Panglima Batur Barat No. 4, Banjarbaru 2)Balai Penelitian
Lebih terperinciRENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Tujuan Sasaran RPJMD Kinerja Utama Program dan Kegiatan Indikator
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menjadi skala prioritas karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan
Lebih terperinciMENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS
MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS OLEH: DWI LESTARI NINGRUM, S.Pt Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak
Lebih terperinciSTRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN
STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN H. MASNGUT IMAM S. Praktisi Bidang Peternakan dan Pertanian, Blitar, Jawa Timur PENDAHULUAN Pembangunan pertanian berbasis sektor peternakan
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENYULUHAN DAN PENYEBARAN INFORMASI HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN TEMU INFORMASI TEKNOLOGI TERAPAN
LAPORAN AKHIR PENYULUHAN DAN PENYEBARAN INFORMASI HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN TEMU INFORMASI TEKNOLOGI TERAPAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI
Lebih terperinciPENGEMBANGAN AYAM NUNUKAN DAN PERMASALAHANNYA DI KALIMANTAN TIMUR
PENGEMBANGAN AYAM NUNUKAN DAN PERMASALAHANNYA DI KALIMANTAN TIMUR WAFIATININGSIH, SULISTIYONO I. dan BARIROH N.R. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur Jl. Pangeran M. Noor, Sempaja PO
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. pertanian tersebut antara lain menyediakan bahan pangan bagi seluruh penduduk,
I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan di Indonesia secara umum akan berhasil jika didukung oleh keberhasilan pembangunan berbagai sektor. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor
Lebih terperinciPROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI
PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI Oleh: Aladin Nasution*) - Abstrak Pada dasarnya pembangunan pertanian di daerah transmigrasi
Lebih terperinci<!--[if!supportlists]-->- <!--[endif]-->pemeliharaan kakao. <!--[if!supportlists]-->- <!--[endif]-->integrasi padi sawah dan ternak
Hasil-hasil penelitian/pengkajian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian khususnya BPTP Sulawesi Tengah merupakan paket teknologi spesifik lokasi yang selanjutnya perlu disebarkan kepada pada ekosistem
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH
LAPORAN AKHIR KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH Oleh : Bambang Irawan Herman Supriadi Bambang Winarso Iwan Setiajie Anugrah Ahmad Makky Ar-Rozi Nono Sutrisno PUSAT SOSIAL
Lebih terperinciADAPTASI TEKNOLOGI BUDIDAYA AYAM BURAS DI LAMPUNG
ADAPTASI TEKNOLOGI BUDIDAYA AYAM BURAS DI LAMPUNG MARSUDIN SILALAHI, R.D. TAMBUNAN dan N. D. SURETNO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung ABSTRACT The Assesment on Adaptation of Technology on Native
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen
Lebih terperinciPERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016
PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang
Lebih terperinciPROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI
PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI H. AKHYAR Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batang Hari PENDAHULUAN Kabupaten Batang Hari dengan penduduk 226.383 jiwa (2008) dengan
Lebih terperinciKEBUTUHAN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN UNTUK PETANI DI KABUPATEN ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR. Isbandi¹ dan Debora Kana Hau² 1)
KEBUTUHAN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN UNTUK PETANI DI KABUPATEN ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR Isbandi¹ dan Debora Kana Hau² 1) Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor 2) BPTP Nusa Tenggara Timur ABSTRAK Peluang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Sektor pertanian
Lebih terperinciPERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN
PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN WAFIATININGSIH 1, IMAM SULISTYONO 1, dan RATNA AYU SAPTATI 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktivitas ayam buras agar lebih baik. Perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agribisnis ayam kampung pedaging merupakan bisnis yang penuh gejolak dan beresiko. Peternakan unggas memiliki peranan yang sangat penting dalam pemenuhan gizi masyarakat.
Lebih terperinciProspek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara
Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara Bahtiar 1), J. W. Rembang 1), dan Andi Tenrirawe 2) Peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara 1) Balai Penelitian
Lebih terperinciPELUANG DAN MASALAH PENGEMBANGAN JAGUNG PADA LAHAN KERING DENGAN PTT JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. M. Arsyad Biba Balai Penelitian Tanaman Serealia
PELUANG DAN MASALAH PENGEMBANGAN JAGUNG PADA LAHAN KERING DENGAN PTT JAGUNG DI SULAWESI SELATAN M. Arsyad Biba Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK adalah terkenal sebagai penghasil utama jagung di
Lebih terperinciPOLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN
POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220
Lebih terperinciKAJIAN FAKTOR PENENTU TEKNIS DALAM POLA PENGEMBANGAN MANAJEMEN AYAM BURRS DI DESA BUNGA RAYA, RIAU
Seminar Nasionat Peternakan dan Veteriner 2000 KAJIAN FAKTOR PENENTU TEKNIS DALAM POLA PENGEMBANGAN MANAJEMEN AYAM BURRS DI DESA BUNGA RAYA, RIAU TATI HERAwATI dan S. HARYONO Peneliti Balitnakyang bertugas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar mata
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah bercocok tanam. Kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk mewujudkan tujuan
Lebih terperinciKEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT
KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kambing Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak
Lebih terperinciProsiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN :
Usaha tani Padi dan Jagung Manis pada Lahan Tadah Hujan untuk Mendukung Ketahanan Pangan di Kalimantan Selatan ( Kasus di Kec. Landasan Ulin Kotamadya Banjarbaru ) Rismarini Zuraida Balai Pengkajian Teknologi
Lebih terperinciPROFIL USAHATANI UNGGAS DI KABUPATEN BREBES (STUDI KASUS)
PROFIL USAHATANI UNGGAS DI KABUPATEN BREBES (STUDI KASUS) A. PRASETYO dan MURYANTO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek, Sidomulyo PO. Box 101, Ungaran ABSTRAK Kabupaten Brebes
Lebih terperinciPRODUKTIVITAS ITIK TEGAL DI DAERAH SENTRA PENGEMBANGAN PADA PEMELIHARAAN INTENSIF
PRODUKTIVITAS ITIK TEGAL DI DAERAH SENTRA PENGEMBANGAN PADA PEMELIHARAAN INTENSIF SUBIHARTA, D. M. YUWONO, A. HERMAWAN dan HARTONO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek Kotak
Lebih terperinciPENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG
PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG Resmayeti Purba dan Zuraida Yursak Balai Pengkajian Teknologi
Lebih terperinciVI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI
VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan
Lebih terperinciPELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS JAGUNG DENGAN INTRODUKSI VARIETAS SUKMARAGA DI LAHAN KERING MASAM KALIMANTAN SELATAN
PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS JAGUNG DENGAN INTRODUKSI VARIETAS SUKMARAGA DI LAHAN KERING MASAM KALIMANTAN SELATAN Rosita Galib dan Sumanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Abstrak.
Lebih terperinciMEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT
MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT Peranan dan kinerja agribisnis dalam pembangunan ekonomi Faktor produksi utama sektor pertanian di NTB adalah lahan pertanian. Berdasarkan hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan peranan sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dan berbagai keperluan industri. Protein
Lebih terperinciBidang Tanaman Pangan
Bidang Tanaman Pangan SASARAN Dinas Tan. Pangan, Horti. & Peternakan Kalimantan Tengah 1 Meningkatkan Jumlah Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura; 2 Meningkatkan Jumlah
Lebih terperinciSISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA
Suplemen 5 SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA Latar Belakang Sejak tahun 2008, Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan telah menginisiasi program pengembangan ternak sapi yang
Lebih terperinciModel Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-p3mi) Berbasis Padi Palawija
Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-p3mi) Berbasis Padi Palawija Badan Litbang Pertanian mulai tahun 2011 mencanangkan Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (M-P3MI)
Lebih terperinciANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga
VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya
Lebih terperinciJurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: Vol. 2 No. 1 Tahun 2017
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TERNAK SAPI POTONG MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PETERNAKAN DI KELOMPOK TANI KOTA DALE - KELURAHAN OESAO Melkianus Dedimus Same Randu, Ferdinan S. Suek, dan Thomas Lapenangga Program
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dan peternakan merupakan satu kesatuan terintegrasi yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. Pembangunan kedua sektor ini bertujuan
Lebih terperinciPOTENSI PENGEMBANGAN AYAM BURAS DI KALIMANTAN SELATAN
POTENSI PENGEMBANGAN AYAM BURAS DI KALIMANTAN SELATAN ENI SITI ROHAENI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No.4 Banjarbaru Phone (0511) 4772346 dan Fax (0511)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan
Lebih terperinciPengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower
Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 2, Desember 2015, pp. 41-47 ISSN 2303 1093 Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower F.N.L. Lubis 1*, S. Sandi
Lebih terperinciPOLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT
POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.
IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya
Lebih terperinciLINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA
LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK Nama : Wahid Muhammad N Nim : 10.01.2733 Kelas : D3 TI 2A SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA I ABSTRAK Pengembangan usaha ternak
Lebih terperinciLAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI
LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan mendasar bagi pengembangan usaha pertanian adalah lemahnya
Lebih terperinciINTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS
INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS 1. PENDAHULUAN Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak dipelihara oleh peternak-peternak
Lebih terperinciDAMPAK PEMELIHARAAN TERNAK DI KAWASAN PANTAI UTARA KABUPATEN TTU TERHADAP KELESTARIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT
DAMPAK PEMELIHARAAN TERNAK DI KAWASAN PANTAI UTARA KABUPATEN TTU TERHADAP KELESTARIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT Medo Kote dan Sophia Ratnawaty Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian dari pertumbuhan industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN
POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN dan ENI SITI ROHAENI BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki potensi
Lebih terperinciANALISIS USAHATANI TERPADU TANAMAN PADI
ANALISIS USAHATANI TERPADU TANAMAN PADI (Oriza sativa L) DAN TERNAK ITIK PETELUR (Studi Kasus di Kelompok Mukti Tani Desa Banjarsari Kecamatan Sukaresik Kabupaten Tasikmalaya) Oleh: Ai Indah Perwati, Dedi
Lebih terperinci