BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Energi listrik merupakan energi primer, yang saat ini keberadaannya belum dapat digantikan oleh energi yang lain. Di Indonesia, kebutuhan energi listrik masih banyak dihasilkan oleh pembangkit listrik berbahan bakar fosil seperti minyak bumi, batu bara, dan lain-lain. Penggunaan bahan bakar fosil tersebut berpotensi menyebabkan masalah baru dalam lingkungan, yaitu pencemaran lingkungan dan memicu pemanasan global. Selain itu, di wilayah Indonesia masih banyak daerah yang belum mendapat pasokan listrik. Tercatat baru sekitar 65% wilayah Indonesia yang sudah mendapatkan pasokan listrik, dan sisanya masih menggunakan energi alam. [1] Dengan demikian, diperlukan suatu solusi yang efektif dan efisien baik secara aspek lingkungan maupun aspek ekologi yang dapat memberikan nilai positif bagi kelestarian lingkungan tanpa menyebabkan kerusakan di muka bumi ini. [2],[3] Allah SWT sendiri melarang hambanya untuk membuat kerusakan di muka bumi ini melalui firmannya dalam Al Quran surat Al A raf ayat yang artinya : Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-nya dengan rasa takut (Tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-nya (hujan); hingga apabila angin itu Telah membawa awan mendung, kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu kami turunkan hujan di daerah itu, Maka kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. seperti Itulah kami membangkitkan orang-orang yang Telah mati, Mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya Hanya tumbuh merana. Demikianlah kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (kami) bagi orang-orang yang bersyukur. (QS Al A raf : 56-58)

2 Solusi yang diperlukan adalah solusi berupa inovasi yang bersifat ramah lingkungan, tidak membahayakan mahluk hidup, dan tidak menimbulkan masalah baru agar kelestarian alam dapat terjaga. Sel surya merupakan sebuah teknologi ramah lingkungan yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan akan kebutuhan energi listrik di Indonesia. Sel surya cocok dikembangkan di Indonesia karena Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis dengan durasi penyinaran matahari yang cukup sepanjang tahunnya. Sel surya tersensitasi zat warna (Dye Sensitized Solar Cell, DSSC) merupakan salah satu generasi sel surya yang telah mendapatkan perhatian dunia sejak tahun DSSC merupakan perangkat sel surya yang sangat menarik karena beberapa keunggulan. [4] Keunggulan yang dimiliki oleh DSSC diantaranya adalah biaya produksi yang rendah dan memiliki efisiensi yang tinggi. Saat ini, sel surya tersensitasi zat warna merupakan sel surya yang paling efisien dan paling stabil. [5] Dalam perkembangannya, sel surya mengalami banyak perubahan untuk mendapatkan sel surya dengan performance yang lebih baik. Generasi pertama dari sel surya adalah sel surya yang menggunakan bahan silikon (Si). Pada sel surya yang menggunakan silikon, efisiensi yang dihasilkan sel surya tersebut berkisar 20%. Kelemahan dari sel surya generasi pertama ini adalah bahan silikon yang digunakan relatif sulit untuk didapatkan, sehingga produksi sel surya generasi pertama tidak ekonomis karena ketersediaan silikon di alam relatif sedikit. Pada sel surya generasi kedua, digunakan polimer semikonduktor. Pada sel surya generasi kedua ini menggunakan perhitungan numerik yang rumit dengan menggunakan program SCAPS, dimana program ini merupakan program yang sama dalam proses karakterisasi sel surya dengan CdTe dan CIGS sebagai bahan dasarnya. [6] Kelemahan dari sel surya generasi kedua ini adalah proses produksinya memerlukan teknologi yang relatif canggih dan biaya produksi yang relatif tinggi. Untuk mengatasi kelemahan pada sel surya generasi pertama dan kedua, maka dikembangkan DSSC yang memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan sel surya generasi pertama dan generasi kedua. DSSC

3 merupakan sel surya generasi ketiga, pengembangan dari sel surya generasi pertama dan generasi kedua yang mana menggunakan bahan-bahan utama yang relatif sulit didapatkan dan proses produksinya relatif kurang ekonomis. Kinerja DSSC dipengaruhi oleh sifat dari sintesizer yang digunakan, seperti spektrum absorpsi, dan sifat redoks. Kelebihan dari DSSC dibandingkan kedua sel surya yang dikembangkan sebelumnya adalah cost performance yang lebih baik. Kelemahan yang dimiliki oleh DSSC pada saat ini adalah efisiensi yang lebih kecil dibandingkan sel surya generasi pertama dan generasi kedua. Efisiensi yang kecil ini, salah satunya disebabkan oleh zat warna sensitizer yang digunakan, yang mana masih harus dicari zat warna sensitizer yang lebih baik. Studi komputasi dapat digunakan untuk memprediksi struktur dan sifat suatu sistem kimia dengan relatif cepat. Keunggulan dari metode ini dapat memprediksikan sifat molekul yang kompleks dengan hasil perhitungan yang dapat dikorelasikan dengan hasil eksperimen. Selain itu, studi komputasi dapat menghemat biaya, sebab hasil eksperimen dapat diramalkan sebelum eksperimen dimulai sehingga dapat meminimalisir kegagalan saat eksperimen dilakukan. [1] Dengan keunggulan studi komputasi, diharapkan output yang dihasilkan dari penelitian ini merupakan output dengan performa yang relatif lebih baik. Creutz et al berhasil mengkarakterisasi ikatan turunan katekol (4-metil katekol, 4-t-butil katekol, dan dopamin) ke TiO 2 berukuran 1 nm dan 4,7 nm menggunakan Spektroskopi UV-Vis. [7] Namun, dalam penelitian tersebut tidak dijelaskan secara detail mengenai sifat elektronik dari molekul-molekul tersebut. Pada penelitian ini akan dilakukan studi komputasi untuk mempelajari sifat elektronik senyawa dopamin, dan metil katekol, serta senyawa organik dopamin dan metil katekol yang terabsorpsi pada permukaan TiO 2 cluster. Diharapkan hasil studi komputasi yang akan dilakukan pada penelitian ini dapat melengkapi hasil penelitian Creutz et al yang tidak dapat dijelaskan secara eksperimen. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Bagaimana menghitung perbedaan pita energi HOMO/LUMO, dan sifat elektronik berupa spektrum serapan UV-Vis dari senyawa organik dopamin, metil

4 katekol, serta senyawa zat warna organik dopamin dan terabsorpsi pada senyawa TiO 2 cluster? metil katekol yang 1.3 Ruang Lingkup Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Density Functional Theory (DFT), dan metode Time Dependent Density Functional Theory (TDDFT). Perhitungan pada studi komputasi ini dihitung dengan menggunakan perangkat lunak Firefly, dan Gaussian 03. Kemudian output yang dihasilkan dianalisis lebih lanjut. Hasil studi komputasi ini diharapkan dapat melengkapi hasil eksperimen Creutz et al dengan hasil yang dapat dikorelasikan dengan hasil eksperimen. Kajian pada penelitian ini terbatas pada senyawa organik dopamin dan metil katekol, serta senyawa organik dopamin dan metil katekol yang terabsorpsi pada senyawa TiO 2 cluster. Pada penelitian ini, prediksi sifat-sifat dari senyawa organik dopamin dan metil katekol, serta senyawa organik dopamin dan metil katekol yang terabsorpsi pada senyawa TiO 2 cluster dibatasi pada perbedaan pita energi HOMO/LUMO, dan sifat elektronik berupa spektrum serapan UV-Vis. 1.4 Tujuan Penelitian Untuk menentukan perbedaan pita energi HOMO/LUMO, dan sifat elektronik berupa spektrum serapan UV-Vis dari senyawa zat warna organik dopamin dan metil katekol, serta senyawa zat warna organik dopamin dan metil katekol yang teradsorpsi pada senyawa TiO 2 cluster sehingga dapat melengkapi penelitian Creutz et al yang tidak dapat dijelaskan secara eksperimen.

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kemampuan zat warna dalam menangkap foton dapat mempengaruhi efisiensi DSSC. Creutz et al, dalam penelitiannya tidak menyertakan data panjang ikatan, grafik spektrum UV-VIS, osilator strength, dan beberapa data lainnya, sehingga diperlukan studi lebih lanjut untuk melengkapi eksperimen Creutz et al. Untuk itu, dilakukan studi komputasi dengan menggunakan metode DFT, dan TDDFT untuk memprediksi sifat elektronik dari senyawa zat warna organik dopamin dan metil katekol, serta senyawa zat warna organik dopamin dan metil katekol yang terabsorpsi pada senyawa TiO 2 cluster sehingga dapat melengkapi hasil penelitian Creutz et al yang tidak dapat dijelaskan secara eksperimen. 2.1 Energi Matahari Matahari adalah bintang yang paling dekat dengan bumi, sehingga penelitian tentang bintang ini lebih mudah dari pada bintang lainnya. Matahari memiliki jarak 150 juta kilometer dari bumi, dan dia menyediakan energi yang dibutuhkan oleh kehidupan di bumi ini secara berkesinambungan. Matahari membebaskan energi setiap detiknya menurut perhitungan para ahli, adalah ekuivalen dengan konversi massa hidrogen yang besarnya adalah 4, ton/detik, yang ekuivalen dengan 1, KW. [8] Energi yang diradiasikan terbentuk akibat transformasi hidrogen menjadi helium dalam reaksi fusi yang kemudian menghasilkan energi. Sebagian energi tersebut ditransmisikan ke bumi dengan cara radiasi gelombang elektromagnetik. Kecepatan pancaran radiasinya sebesar m/s dengan panjang gelombang yang berbeda - beda sehingga radiasi yang dipancarkan dapat menembus ruang hampa udara, dan ahirnya dapat mencapai permukaan bumi. Peristiwa pemancaran gelombang ini baru akan terhenti ketika hidrogen dalam reaksi inti habis. [8] Radiasi yang dihasilkan dari reaksi fusi inilah yang disebut dengan energi surya.

6 Matahari juga merupakan sumber energi utama yang sangat penting bagi kehidupan mahluk hidup baik di daratan maupun di perairan, karena cahaya matahari memiliki peranan penting dalam proses biologis maupun fisis mahluk hidup. Permukaan bumi menerima energi surya yang dipancarkan matahari dalam bentuk paket-paket energi yang disebut foton. Radiasi yang dihasilkan dapat memancarkan energi mendekati kalori/detik, dan lapisan teratas atmosfir bumi hanya dapat menerima 2 kalori/menit. [9] Tidak semua cahaya matahari yang mencapai permukaan bumi dapat dilihat oleh mata manusia, hal ini diakibatkan karena tidak semua spektrum cahaya yang dipancarkan merupakan spektrum cahaya tampak (visible light) yang mampu dilihat oleh mata manusia. Sinar yang dipancarkan matahari merupakan gabungan dari beragam cahaya yang memiliki panjang gelombang dan spektrum warna yang berbeda-beda, tergantung warna yang dipancarkan. Berikut ini merupakan tabel panjang gelombang dari beberapa cahaya tampak : Panjang gelombang Warna nm Violet nm Biru nm Hijau nm Kuning nm Jingga nm Merah Tabel 2.1 Penampakan Warna dari Panjang Gelombang Cahaya Tampak yang Berbeda-beda [9] 2.2 Sel surya Sel surya atau sel fotolistrik, adalah sebuah alat semikonduktor yang terdiri dari sebagian besar dioda p-n junction dan dengan adanya cahaya matahari mampu menghasilkan energi listrik. Menurut Culp et al, sel surya merupakan

7 suatu perangkat yang mampu mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik melalui efek fotolistrik. Prinsip operasi dari efek fotolistrik dengan menggunakan selenium, telah ditemukan oleh Adam dan Day pada tahun Kemudian pada tahun 1941 semikonduktor yang digunakan pada fotolistrik dikembangkan oleh Ohl, sehingga dihasilkan sambungan p-n pada dua semi konduktor. [10] Berdasarkan jenis dan bentuk susunan atom-atom penyusunnya, sel surya dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu : 1. Sel surya Monokristal (Mono-crystalline) Sel surya monokristal merupakan panel yang paling banyak digunakan dan efisien, serta menghasilkan daya listrik persatuan luas yang paling tinggi. Sel surya monokristal dirancang untuk penggunaan yang memerlukan konsumsi listrik besar pada tempat-tempat yang beriklim ekstrim dan dengan kondisi alam yang memiliki suhu sangat tinggi. Efisiensi yang dihasilkan mencapai 14-18%. Kelemahan dari panel jenis ini adalah tidak akan berfungsi baik ditempat yang intensitas cahaya mataharinya kurang (teduh), sehingga efisiensinya akan turun drastis dalam cuaca berawan. [11] Gambar 2.1 Penampang Panel Sel surya Monokristal 2. Sel surya Polikristal (Poly-crystaline) Sel surya polikristal merupakan sel surya yang menggunakan kristal dengan susunan atom-atom yang tidak teratur karena dibuat dengan proses casting. Tipe ini memerlukan luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan

8 jenis monokristal untuk menghasilkan daya listrik yang sama. Panel surya jenis ini memiliki efisiensi lebih rendah dibandingkan tipe monokristal, sehingga memiliki harga yang cenderung lebih rendah. Proses produksi sel surya jenis ini relatif lebih cepat dan memerlukan biaya yang relatif kecil. [11] Gambar 2.2 Penampang Panel Sel surya Polikristal 3. Sel Surya Silikon Amorf Sel surya silikon amorf mengacu pada objek yang memiliki bentuk pasti dan berasal dari bahan non-kristal. Tidak seperti silikon kristal, di mana susunan atomnya yang teratur, silikon amorf pengaturan atomnya tidak teratur. Pada silikon amorf, aktivitas timbal balik antara foton dan silikon cenderung lebih sering terjadi. Keunggulan kristal amorf dibandingkan dengan kristal silikon adalah cahaya yang mampu diserap lebih banyak. Dengan demikian, sebuah film silikon amorf yang sangat tipis dengan ketebalan kurang dari 1μm dapat diproduksi dan digunakan untuk pembangkit listrik. Selain itu, dengan memanfaatkan logam atau plastik sebagai substratnya, sel surya fleksibel juga dapat diproduksi. Sel surya jenis amorf adalah sel surya yang dibentuk

9 dengan mendoping material silikon di belakang lempeng kaca. Dinamakan amorphous atau tanpa bentuk karena material silikon yang membentuknya tidak terstruktur atau tidak mengkristal. Sel surya jenis ini biasanya berwarna coklat tua pada sisi yang menghadap matahari dan keperakan pada sisi konduktifnya. Pada sel surya jenis ini terdapat garis-garis tipis pararel di permukaannya, garis-garis ini merupakan lapisan n dan p dari substrat silikon dan menjadi batas-batas individu sel surya dalam panel. Sel surya jenis ini biasanya tanpa titik hook-up atau kabel yang jelas, sehingga penggunaannya sedikit lebih rumit. [12] Saat ini, sel surya telah berkembang menjadi sumber daya energi yang bersih dan juga biaya produksi yang relatif rendah. Kekurangan yang dimiliki oleh sel surya konvensional salah satunya adalah kinerjanya yang bergantung pada intensitas sinar matahari. Oleh karena itu, dalam penggunaannya diperlukan perangkat lain yang mampu menyimpan energi listrik sehingga energi listrik yang dihasilkan dapat digunakan walaupun sel surya sedang tidak mendapatkan sinar matahari. [10] Faktor utama yang sangat berpengaruh pada kinerja sel surya terutama berasal dari faktor lingkungan sistem. Sel surya akan memberikan kinerja maksimal jika temperatur sel berada pada temperatur ruangan, yaitu sekitar 25 C. Kenaikan temperatur sel surya akan melemahkan tegangan yang dihasilkan. Intensitas radiasi matahari di setiap wilayah tentunya berbeda-beda, hal ini tentunya akan mempengaruhi pada kinerja sel surya. Selain itu, posisi atau tata letak dari sel surya itu sendiri juga akan mempengaruhi kinerja dari sel surya. Posisi sel surya yang tegak lurus dengan arah datang sinar matahari merupakan posisi terbaik penempatan sel surya, karena energi yang dihasilkan oleh sel surya tersebut akan maksimal. [13] 2.3 Sel Surya Tersensitasi Zat Warna Sel surya tersensitasi zat warna (Dye Sensitized Solar Cell, DSSC) merupakan salah satu generasi sel surya yang telah mendapatkan perhatian dunia

10 sejak tahun DSSC merupakan perangkat sel surya yang sangat menarik karena beberapa keunggulan. Keunggulan yang dimiliki oleh DSSC diantaranya adalah biaya produksi yang relatif rendah dan memiliki efisiensi yang relatif tinggi. Saat ini, sel surya tersensitasi merupakan sel surya yang paling efisien dan paling stabil. [14] Sel surya tersensitasi zat warna merupakan alat yang mampu mengkonversi sinar matahari menjadi energi listrik. [1] Sel surya generasi pertama menggunakan bahan silikon sebagai sensitizer-nya, dan memiliki efisiensi yang tinggi yaitu sebesar 20%. [10] Mengingat bahan silikon yang berperan sebagai sensitizer tersedia dalam jumlah yang relatif sedikit, mengakibatkan sel surya generasi pertama ini memiliki biaya produksi yang relatif tinggi. Pada generasi kedua, digunakan semikonduktor polikristalin pada proses produksinya. Kekurangan pada sel surya generasi ini adalah proses produksinya membutuhkan teknologi yang relatif canggih, dan biaya yang relatif mahal. Untuk mengatasi kelemahan pada sel surya generasi pertama dan generasi kedua, maka dikembangkan DSSC yang memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan sel surya generasi sebelumnya. DSSC merupakan sel surya generasi ketiga, pengembangan dari sel fotolistrik konvensional generasi sebelumnya. Fotolistrik merupakan perangkat yang bekerja berdasarkan konsep pemisahan muatan pada masing-masing interface dari kedua material yang berbeda mekanisme konduksinya. DSSC memiliki kelebihan dibandingkan sel surya generasi pertama dan generasi kedua, yaitu memiliki biaya produksi yang rendah. Artinya, biaya dalam memproduksi DSSC relatif lebih rendah namun menghasilkan performa yang relatif tinggi. Akan tetapi, DSSC yang terbaik saat ini masih memiliki kelemahan, salah satunya adalah efisiensi yang lebih kecil dibandingkan dengan sel surya generasi pertma dan kedua yaitu 12%. Efisiensi yang kecil ini diakibatkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pengaruh sensitizer yang digunakan. [15] Sel surya tersensitasi zat warna memiliki potensi yang besar sebagai sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil yang ramah lingkungan karena tidak menimbulkan polusi. DDSC juga bersifat dapat digunakan berulang kali selama

11 bahan yang digunakan dalam keadaan baik, sehingga dapat menekan jumlah sampah. Hal ini tentunya berbanding terbalik dengan penggunaan batu baterai konvesional, karena sifatnya yang sekali pakai. Proses pembuatannya yang tidak harus menggunakan teknologi canggih dan bahan yang sulit ditemukan sehingga dapat menekan biaya produksinya. Mekanisme kerja DSSC meniru sistem fotosintesis yang terjadi di alam. DSSC terdiri dari bagian elektroda, elektrolit (iodide dan triodide (I - /I - 3 ), semikonduktor (nanokristal titanium dioksida (TiO 2 ), dan sensitizer. [16] 2.4 Mekanisme Transfer Elektron untuk Produksi Arus pada DSSC Pada DSSC, sensitizer berperan sebagai sumber injeksi elektron ketika sensitizer menerima foton dari cahaya matahari. Senyawa yang mampu menangkap cahaya matahari dengan rentang panjang gelombang yang lebar, dan dapat teroksidasi saat terkena cahaya matahari merupakan syarat sensitizer yang baik. Pengertian teroksidasi disini yaitu elektron pada orbital HOMO (Highest Occupied Molecular Orbital) sensitizer (D*/D), berpindah lagi menuju LUMO (Lowest Unoccupied Molecular Orbital) sensitizer. Kemudian dari LUMO sensitizer berpindah menuju pita konduksi (E CB ) semi konduktor dengan bantuan energi cahaya matahari. Elektron yang telah mencapai semikonduktor kemudian akan diteruskan oleh anoda menuju katoda melalui kaca konduktif ITO, sehingga akan menghasilkan arus listrik. Elektron dari katoda akan diterima oleh elektrolit, kemudian elektrolit akan mereduksi kembali sensitizer, dan seterusnya reaksi terjadi secara berulang. Prinsip kerja DSSC terlihat pada Gambar 2.3. [17]

12 Gambar 2.3 Skema Prinsip Kerja DSSC [17] Berdasarkan gambar diatas, terlihat bahwa elektron dari zat warna berputar ketika terkena foton dan cahaya matahari, sehingga DSSC dapat terus digunakan selama zat warna menerima foton dari cahaya matahari dan komponen dari DSSC dalam keadaan baik. Salah satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya energi yang dihasilkan DSSC adalah kemampuan sensitizer dan intensitas cahaya yang diterima. 2.5 Zat Warna Organik Dopamin dan Metil Katekol Zat warna terbagi menjadi dua, yakni zat warna alami dan zat warna sintetik atau buatan. Zat warna alami dapat berasal dari bahan-bahan alami seperti tumbuhan, hewan, maupun mineral. Sedangkan zat warna sintetis merupakan zat warna yang disintesis dari penyulingan minyak bumi atau yang dikenal dengan zat warna buatan atau sintetik. Zat warna sintetik yang banyak digunakan pada DSSC umumnya menggunakan senyawa organik logam berbasis rutenium kompleks, namun memiliki biaya produksi yang cukup mahal. Untuk mengatasi masalah penggunaan zat warna yang mahal, maka dapat digunakan juga zat warna organik yang berasal dari tumbuhan. Keunggulan dari penggunaan zat warna organik alami adalah mudah didapatkan, dan biaya pembuatannya yang relatif mudah. Zat warna alami ini dapat disintesis dari tumbuh-tumbuhan, dan tidak memerlukan teknologi yang canggih dalam pengolahannya. [1] Zat warna merupakan gabungan zat organik tidak jenuh, kromofor, dan auksokrom. Zat organik tidak jenuh yang dimaksud disini adalah suatu molekul dengan senyawa aromatik yang terdiri dari hidrokarbon aromatin, fenol, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Zat warna adalah salah satu bahan yang dapat menyerap sinar tampak pada panjang gelombang tertentu. Zat warna yang digunakan pada DSSC akan memberikan pengaruh besar terhadap arus listrik

13 yang dihasilkan. Dengan demikian, zat warna yang dipilih haruslah memiliki kemampuan menyerap panjang gelombang dengan rentang yang lebar agar semakin baik kinerja zat warna tersebut. Pada percobaan yang telah dilakukan oleh Creutz et al, digunakan senyawa organik dopamin dan metil katekol sebagai sensitizer-nya dimana senyawa ini merupakan senyawa turunan katekol. Dopamin merupakan molekul zat warna yang dapat di sintesis dari buah pisang, terutama pada daging dan kulitnya yang memberikan warna kuning pudar. Zat warna katekol yang umum digunakan dalam penelitian didapatkan dari daun teh, dalam bentuk catechin. Zat warna ini menghasilkan warna tampak ungu hingga kekuningan. Dalam percobaannya, digunakan kompleks katekol yang diamati dengan electrospray ionization mass spectrometry (ESI-MS). [7] Fungsi zat warna pada DSSC adalah sebagai penangkap foton dari radiasi matahari yang digunakan untuk mengeksitasi elektron pada orbital HOMO zat warna tersebut, dan kemudian ditransfer ke pita konduksi semikonduktor TiO 2. Gambar 2.4 Struktur Senyawa Katekol Gambar 2.5 Struktur Senyawa Dopamin

14 Gambar 2.6 Struktur Senyawa Metil katekol Gambar 2.7 Struktur Senyawa Dopamin yang Teradsorpsi Pada TiO 2 Cluster Gambar 2.8 Struktur Senyawa Metil Katekol yang Teradsorpsi Pada TiO 2 Cluster 2.6 Titanium Dioksida (TiO 2 ) Titanium dioksida merupakan kristal yang berwarna putih dengan indeks bias yang sangat tinggi, begitupun titik leburnya. Titik lebur yang dimiliki oleh senyawa ini adalah 1855 C. Kristal TiO 2 bersifat asam, tidak larut dalam air, asam klorida, asam sulfat encer dan alkohol. Namun, TiO 2 ini larut dalam larut dalam campuran asam sulfat pekat dan asam florida. TiO 2 mempunyai 3 bentuk struktur kristal yaitu rutil, anatase dan brookite. Rutil dan anatase mempunyai struktur tetragonal dengan tetapan kisi kristal dan sifat fisika yang berbeda. Struktur rutil lebih stabil pada temperatur tinggi, sedangkan anatase lebih stabil pada temperatur rendah. Brookite mempunyai struktur ortorombik yang sulit dibuat dan jarang ditemukan. Titanium dioksida

15 relatif melimpah dalam kulit bumi yaitu sekitar 0,6 %. Mineral TiO 2 yang utama adalah FeTiO 3 (ilmenite) dan CaTiO 3 (perovskit). TiO 2 dapat dipergunakan antara lain sebagai pigmen dalam industri cat, pemutih pada industri kosmetik, dan fotokatalis. TiO 2 dapat berfungsi sebagai fotokatalis yaitu mempercepat reaksi yang diinduksi oleh cahaya karena mempunyai struktur semikonduktor yaitu struktur elektronik yang dikarakterisasi oleh adanya pita valensi (valence band; vb) terisi dan pita konduksi (conduction band; cb) yang kosong. Kedua pita tersebut dipisahkan oleh celah yang disebut energi celah pita (band gap energy; Eg). Energy gap TiO 2 jenis anatase sebesar 3.2 ev dan jenis rutil sebesar 3.0 ev, sehingga jenis rutil lebih fotoreaktif daripada jenis rutil. [18] Dalam penelitian ini, TiO 2 yang digunakan adalah berjenis anatase. Oksigen Titanium Gambar 2.9 Model Kristal TiO 2 Anatase [18] 2.7 Komputasi Kimia Masyarakat Indonesia sebagian besar beranggapan bahwa eksperimen kimia harus dilakukan didalam laboratorium, dan melibatkan bahan-bahan kimia baik berbentuk cair maupun padatan. Eksperimen yang dilakukan di dalam laboratorium umumnya memiliki kendala utama, yaitu keterbatasan alat dan bahan. Namun, dengan eksperimen secara komputasi kendala tersebut dapat diminimalisir. Eksperimen komputasi merupakan metode yang ramah lingkungan, relatif ekonomis, memungkinkan seorang peneliti untuk memprediksi penentuan struktur, sifat, atau sistem kimia dengan waktu yang lebih singkat. Selain itu,

16 eksperimen secara komputasi juga dapat memprediksikan sifat molekul yang kompleks dengan hasil perhitungan yang berkorelasi dengan hasil eksperimen. [19] Metode yang umum digunakan dalam studi komputasi adalah metode Density Functional Theory (DFT), dan Time Dependent Density Functional Theory (TDDFT). Kelemahan yang dimiliki oleh metode DFT adalah tidak dapat menghitung spektrum absorpsi dan sifat elektro kimia, sementara TDDFT dapat mengatasi kelemahan tersebut. Dalam perhitungan komputasi harus menggunakan basis set sebagai baris perintah yang akan diterjemahkan oleh program komputer, basis set yang umum digunakan adalah 3-21G, 6-31G*. [1] 2.8 Metode Density Functional Theory (DFT), dan Metode Time Dependent Density Functional Theory (TDDFT) Metode DFT mulai berkembang sejak tahun 1980 dan 1990, dan hanya mampu menghitung secara global energi elektronik total dan distribusi kerapatan elektron dari suatu senyawa. Metode DFT berbeda dengan metode Hartre-Fock, dimana dalam metode Hartre-Fock perhitungannya menggunakan fungsi gelombang tunggal yang perhitungannya benar-benar menghitung seluruh N atau jumlah elektron dalam suatu molekul dalam fungsi gelombang. Pada metode DFT, energi elektronik total berhubungan dengan total kerapatan elektron. Metode DFT digunakan untuk menentukan prediksi sifat optik, dan juga sifat elektronik dari senyawa organik. Metode TDDFT melibatkan potensial luar, namun pada metode DFT tidak dapat menentukan sifat optik maupun sifat elektronik senyawa organik yang digunakan dalam penelitian ini. [1]

17 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Model Molekul Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Perangkat keras (hardware) Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini adalah komputer pribadi. b. Perangkat lunak (software) Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah program Avogadro 1.1.0, Chemcraft 1.6, Firefly 8 RC 40, Gabedit, dan Gaussian Model Molekul Model molekul yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Molekul zat warna organik dopamin. b. Molekul zat warna organik dopamin yang berikatan dengan TiO 2 cluster. c. Molekul zat warna organik metil katekol. d. Molekul zat warna organik metil katekol yang berikatan dengan TiO 2 cluster. 3.2 Metode Penelitian Molekul zat warna organik dopamin, dopamin yang berikatan dengan TiO 2, metil katekol, dan metil katekol yang berikatan dengan TiO 2 digambar menggunakan perangkat lunak Avogadro untuk mendapatkan data koordinat struktur dalam format cartesian, kemudian dilakukan optimasi molekular mekanik struktur. Optimasi dilakukan beberapa kali sampai mendapatkan bentuk struktur yang optimum untuk mempercepat proses perhitungan. Koordinat atom atom

18 pada molekul yang sudah di optimize, selanjutnya digunakan sebagai input file untuk perhitungan menggunakan perangkat lunak Firefly, dan Gaussian 03. Seluruh input file senyawa dopamin, dopamin yang berikatan dengan TiO 2, metil katekol, dan metil katekol yang berikatan dengan TiO 2 dihitung menggunakan program Firefly, dan Gaussian yang dijalankan dalam sistem Windows. Perhitungan pertama merupakan perhitungan dengan menggunakan metode DFT (Density Functional Theory), dan output yang dihasilkan akan diolah lebih lanjut dengan perangkat lunak yang sama dengan menggunakan metode TDDFT (Time Dependent Density Functional Theory). Untuk lebih jelas mengenai baris perintah yang digunakan dalam perhitungan, dapat dilihat sebagai berikut : 1. Perhitungan DFT Firefly $BASIS GBASIS=N31 NGAUSS=6 NDFUNC=1 NPFUNC=1 $END $CONTRL SCFTYP=RHF RUNTYP=OPTIMIZE DFTTYP=B3LYP ICHARG=0 MULT=1 $END $P2P P2P=.T. DLB=.T. $END $p2p mxbuf=2048 $end $contrl nzvar=1 $end 2. Perhitungan TDDFT Firefly $CONTRL SCFTYP=RHF DFTTYP=B3LYP CITYP=TDDFT ICHARG=0 MULT=1 $END $SYSTEM TIMLIM=3000 MEMORY= $END $BASIS GBASIS=N31 NGAUSS=6 NDFUNC=1 NPFUNC=1 $END $TDDFT NSTATE=70 $END $P2P P2P=.T. DLB=.T. $END $scf dirscf=.t. $end $DATA 3. Perhitungan DFT Gaussian #p B3LYP/6-31G(d,p) Opt gfinput pop=full iop(6/7=3)

19 4. Perhitungan TDDFT Gaussian #p B3LYP/6-31G(d,p) SP TD(Nstates=70) gfinput pop=full iop(6/7=3) Perangkat lunak Gabedit akan mengolah file dengan ekstensi.out, output dari masing-masing perangkat lunak yang digunakan. Analisis dengan Gabedit ini dilakukan untuk mengetahui energi band gap HOMO/LUMO, dan juga spektrum UV dari senyawa dopamin, dopamin yang berikatan dengan TiO 2, metil katekol, dan metil katekol yang berikatan dengan TiO 2. Berikut ini adalah flow chart keseluruhan proses studi komputasi senyawa dopamin, dopamin yang berikatan dengan TiO 2, metil katekol, dan metil katekol yang berikatan dengan TiO 2 yang akan dilakukan pada penelitian ini : Start Gambar dan optimasi struktur (Avogadro) Senyawa dopamin, dopamin yang berikatan dengan TiO 2, metil katekol, dan metil katekol yang berikatan dengan TiO 2 Input Koordinat struktur (Avogadro) Perhitungan Firefly, dan Gaussian Metode DFT Proses Perhitungan Firefly, dan Gaussian Metode TDDFT Data output perhitungan Gabedit 2.4.6

20 Output Energi band gap HOMO/LUMO Spektrum absorpsi UV - VIS Gambar 3.1. Diagram Alir Studi Komputasi Senyawa Dopamin, Dopamin yang Berikatan dengan TiO 2, Metil katekol, dan Metil katekol yang Berikatan dengan TiO 2 dengan Metode DFT dan TDDFT BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Komputasi Perhitungan ini dilakukan menggunakan metode DFT (Dependent Functional Theory) dan TDDFT (Time Dependent Functional Theory) dengan menggunakan beberapa perangkat lunak, diantaranya adalah dengan menggunakan Firefly 8 RC40, dan Gaussian 03. Mengikuti percobaan yang dilakukan oleh Sanchez et al, percobaan ini dilakukan dalam beberapa tahapan namun dengan menggunakan metoda dan basis set yang berbeda. [20] Penggambaran geometri senyawa dilakukan terlebih dahulu dengan menggunakan perangkat lunak Avogadro 1.1.0, penggambaran ini dilakukan untuk mendapatkan koordinat dari atom-atom dalam senyawa tersebut. Dari koordinat yang didapatkan, kemudian dibuat input file untuk masing-masing perangkat lunak. Dalam masing-masing input file yang dibuat, keseluruhan menggunakan basis set 6-31G (d,p) dengan menggunakan metode B3LYP. Untuk perhitungan DFT, dilakukan optimasi geometri, sedangkan untuk perhitungan TDDFT hanya menggunakan single point calculation. Pada perhitungan TDDFT, digunakan

21 keadaan eksitasi sebesar 70. Hasil perhitungan DFT akan diproses lebih lanjut lagi menggunakan metode TDDFT. Dari hasil perhitungan TDDFT tersebut dapat diketahui spektrum UV-Vis dan perbedaan pita energi HOMO LUMO masingmasing senyawa. Output hasil perhitungan digunakan untuk melengkapi hasil experimen Struktur Model Molekul Molekul zat warna yang digunakan dalam penelitian ini merupakan molekul zat warna organik yang digunakan oleh Creutz et al, dan dapat disintesis dari alam. Model molekul yang digunakan dalam kajian studi komputasi ini diantaranya adalah dopamin, dopamin yang berikatan dengan TiO 2, metil katekol, dan metil katekol yang berikatan dengan TiO 2, dimana TiO 2 dalam perhitungan ini menggunakan model cluster Ti(OH) 2 -zat warna. Dibawah ini merupakan gambar model molekul yang digunakan dalam studi komputasi dalam bentuk tiga dimensi sesudah dilakukan optimasi geometri secara molecular mechanic dan juga hasil optimasi geometri dengan metode DFT.

22 (a) (b) (c) Gambar 4.1 (a) Model Molekul Dopamin Hasil Optimasi Geometri Secara Mekanika Molekuler, (b) Molekul Dopamin Hasil Optimasi Geometri Menggunakan Firefly, dan (c) Molekul Dopamin Hasil Optimasi Geometri Gaussian.

23 (a) (b) (c) Gambar 4.2 (a) Model Molekul Dopamin yang Berikatan dengan TiO 2 Hasil Optimasi Geometri Secara Mekanika Molekuler, (b) Molekul Dopamin yang Berikatan dengan TiO 2 Hasil Optimasi Geometri Menggunakan Firefly, dan (c) Molekul Dopamin yang Berikatan dengan TiO 2 Hasil Optimasi Geometri Menggunakan Gaussian.

24 (a) (b) (c) Gambar 4.3 (a) Model Molekul Metil Katekol Hasil Optimasi Geometri Secara Mekanika Molekuler, (b) Model Molekul Metil Katekol Hasil Optimasi Geometri Menggunakan Firefly, dan (c) Model Molekul Metil Katekol Hasil Optimasi Geometri Menggunakan Gaussian.

25 (a) (b)

26 (c) Gambar 4.4 (a) Model Molekul Metil Katekol yang Berikatan dengan TiO 2 Hasil Optimasi Geometri Secara Mekanika Molekuler, (b) Molekul Metil Katekol yang Berikatan dengan TiO 2 Hasil Optimasi Geometri Menggunakan Firefly; dan (c) Molekul Metil Katekol yang Berikatan dengan TiO 2 Hasil Optimasi Geometri Menggunakan Gaussian 4.2 Sifat Elektronik Dopamin Bebas dan Dopamin yang Teradsorpsi Pada TiO Kurva Adsorpsi UV-Vis Dari hasil perhitungan masing-masing perangkat lunak, didapatkan dua jenis kurva spektrum UV-Vis. Dari masing-masing kurva spektrum, terdapat beberapa perbedaan. Perbedaan tersebut diakibatkan oleh perbedaan akurasi hasil optimasi perangkat lunak yang digunakan, selain itu perbedaan ini dapat diakibatkan juga oleh batas toleransi yang dimiliki oleh perangkat lunak perhitungan. Namun jika dilihat dari pola spektrum UV-Visnya, kedua spektrum tersebut tidak terlalu berbeda.

27 Gambar 4.5 Spektrum UV-Vis Dopamin Bebas Hasil Perhitungan Komputasi Kekuatan osilator sebanding dengan intensitas spektrum, yang mejelaskan besarnya probabilitas elektron yang tereksitasi. Dalam senyawa dopamin bebas, terdapat beberapa puncak dengan intensitas yang berbeda-beda. Puncak paling tinggi dihasilkan pada energi 6,884 ev dengan kekuatan osilator sebesar 0,642, dimana puncak paling tinggi ini dihasilkan oleh eksitasi elektron dari H-2 L+1 sebanyak 16%, H-1 L+1 sebanyak 56%, dan H Lsebanyak 16%. Selain itu, puncak tertinggi ini juga dihasilkan dari kontribusi minor dari eksitasi elektron H- 3 L sebanyak 2%, H-2 L sebanyak 2%, dan H-1 L sebanyak 4% yang mengindikasikan pada panjang gelombang tersebut terdapat paling banyak elektron yang tereksitasi. Puncak tertinggi kedua dihasilkan pada energi 6,663 ev dengan kekuatan osilator sebesar 0,311, dimana pada puncak paling tinggi ini dihasilkan dari eksiatasi elektron dari H-2 L sebanyak 12%, H-1 L sebanyak 49%, dan H L+1 sebanyak 26%. Pucak tertinggi ketiga dihasilkan pada energi 9,289 dengan kekuatan osilator sebesar 0,093, dimana pada puncak paling tinggi ini dihasilkan dari eksitasi elektron dari H-2 L+7 sebesar 15%, H-2 L+8 sebesar 26%, dan H-1 L+8 sebesar 19%. Tabel 4.1 memperlihatkan probabilitas eksitasi elektron secara lengkap pada molekul zat warna dopamin hasil perhitungan TDDFT menggunakan perangkat lunak Firefly. Tabel 4.1 Tabel Probabilitas Eksitasi Elektron Senyawa Dopamin Bebas Hasil Perhitungan Firefly (Keterangan : H = HOMO, L = LUMO) No Kekuatan osilator Energi (ev) Kontribusi Utama Kontribusi Minor 1 0,642 6, ,311 6,66 3 0,093 9,289 H-2 L+1 (16%), H-1 L+1 (56%), H L (16%) H-2 L (12%), H-1 L (49%), H L+1 (26%) H-2 L+7 (15%), H-2 L+8 (26%), H-1 L+8 (19%) H-3 L (2%), H-2 L (2%), H-1 L (4%) H-2 L+1 (7%) H-8 L (8%), H-7 L (4%), H-6 L (2%), H-6 L+1 (4%), H-2 L+5 (6%), H-2 L+6 (4%), H-2 L+10 (2%),

28 4 0,067 5, ,061 5,002 H-1 L(25%), H L+1 (68%) H-1 L+1 (16%), H L (77%) 6 0,049 9,173 H-7 L (80%) 7 0,046 7,917 H-3 L (95%) 8 0,043 10,629 H-5 L+3 (33%), H-4 L+3 (17%), H L+14 (23%), H L+15 (12%) 9 0,033 8,397 H-3 L+1 (71%), H L+8 (13%) H-7 L+1 (25%), 10 0,031 9,815 H-5 L+2 (21%), H-4 L+2 (22%), H-2 L+9 (16%) H-1 L+6 (2%),H L+9 (2%) H-2 L (3%), H L (3%) H-2 L+1 (3%), HOMO L+1 (2%) H-8 L (2%), H-1 L+7 (2%), H-1 L+8 (6%), H L+9 (3%), H L+10 (2%) H-6 L+3 (3%), H L+13 (3%) H-2 L+4 (4%), H L+7 (3%) H-8 L+1 (2%), H-2 L+11 (2%) Hasil dari perhitungan perangkat lunak Gaussian dengan menggunakan metoda TDDFT memberikan sedikit perbedaan dibandingkan hasil perhitungan menggunakan perangkat lunak Firefly, namun tidak terlalu signifikan. Puncak paling tinggi sama-sama dihasilkan pada energi 6,784 ev dengan kekuatan osilator sebesar 0,628, dimana puncak tertinggi ini dihasilkan oleh eksitasi elektron dari H-2 L+1 sebanyak 26%, H-1 L+1 sebanyak 35%, dan oleh eksitasi elektron dari H L sebanyak 11%. Selain itu, puncak tertinggi ini juga dihasilkan oleh kontribusi minor eksitasi elektron dari H-3 L sebanyak 3%. Puncak tertinggi kedua dihasilkan pada energi 6,632 ev dengan kekuatan osilator sebesar 0,305, dimana pada puncak tertinggi ini dihasilkan oleh eksitasi elektron dari H-2 L sebanyak 25%, eksitasi elektron dari orbital H-1 L sebanyak 33%, dan eksitasi elektron dari orbital H L+1 sebanyak 14%. Puncak tertinggi ketiga sama-sama dihasilkan oleh eksitasi elektron dari H-7 L sebanyak 87%. Selain itu, puncak tertinggi ketiga ini dihasilkan dari kontribusi minor eksitasi elektron dari H-8 L sebanyak 3%. Energi yang dihasilkan pada puncak tertinggi ketiga ini sebesar 9,119 ev, dengan

29 kekuatan osilator sebesar 0,109. Tabel 4.2 memperlihatkan prediksi eksitasi elektron dari molekul zat warna dopamin hasil perhitungan TDDFT dengan menggunakan perangkat lunak Gaussian. Seperti yang terlihat pada tabel hasil perhitungan senyawa dopamin diatas, pada senyawa zat warna dopamin bebas eksitasi elektron dominan bersal dari eksitasi H-2, H-1 dan L+1 (Tabel 4.1 dan Tabel 4.2). Nilai berkorelasi dengan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan sebelumnya oleh Sanchez et al namun dengan fungsi berbeda (PW91). [20] Orbital H-2 dan H-1 berasal dari orbital π pada seluruh gugus hidroksil. Elektron bebas pada gugus hidroksil memiliki kontribusi yang sangat tinggi pada orbital ini. Sementara itu, elektron bebas dari gugus hidroksil kemudian terdistribusi ke seluruh cincin molekul. Tabel 4.2 Tabel Probabilitas Eksitasi Elektron Senyawa Dopamin Bebas Hasil Perhitungan Gaussian (Keterangan : H = HOMO, L = LUMO) No Kekuatan osilator Energi (ev) Kontribusi Utama H-2 L+1 (26%), 1 0,627 6,784 H-1 L+1 (35%), H-3 L (3%) H L (11%) 2 0,305 6,632 H-2 L (25%), H-1 L (33%), H L+1(14%) 3 0,109 9,119 H-7 L (87%) H-8 L (3%) 4 0,098 10,653 H-6 L+3 (12%), H-5 L+3 (24%), H-4 L+4 (32%) 5 0,085 5,725 H-1 L (14%), H-2 L (7%) Kontribusi Minor H-6 L+2 (8%), H-4 L+3 (3%), H-2 L+11 (4%), H-1 L+11 (3%)

30 H L+1 (66%) 6 0,078 10,297 H-5 L+2 (34%), H-4 L+3 (11%), H-2 L+10 (11%), H-1 L+10 (24%) 7 0,068 7,980 H-3 L (84%) 8 0,058 4,978 H-1 L+1 (15%), H L (73%) 9 0,052 9, ,047 10,530 H-2 L+8 (33%), H-1 L+8 (40%) H-6 L+2 (16%), H-5 L+3 (27%) H-7 L+2 (3%), H-3 L+5 (2%) H-2 L+1 (9%) H-3 L+2 (3%),H-2 L+6 (6%), H-2 L+7 (3%),H-1 L+6 (3%), H L+10 (2%) H-5 L+2 (9%),H-5 L+4 (7%), H-4 L+2 (7%),H-4 L+3 (4%), H-4 L+4 (3%),H-2 L+11 (8%), H-1 L+11 (5%) Diagram penyebaran elektron dominan pada perhitungan senyawa dopamin dengan menggunakan dua perangkat lunak perhitungan komputasi menghasilkan data yang sama persis, diagram penyebaran elektron dapat dilihat di Gambar 4.6. Hal ini dikarenakan dalam perhitungan tersebut menggunakan metoda dan basis set yang sama. Perbedaan hanya dihasilkan pada persentase dari masing-masing kontribusi elektron, hal ini dikarenakan perbedaan tingkat akurasi yang dimiliki oleh perangkat lunak perhitungan yang digunakan. a b c

31 d e Gambar 4.6 Diagram Penyebaran Elektron Hasil Perhitungan Komputasi Senyawa Dopamin Bebas (a) Pada Orbital H-2, (b) Pada Orbital H-1, (c) Pada Orbital L+1, (d) Pada Orbital HOMO, dan (e) Pada Orbital LUMO. Untuk senyawa zat warna yang teradsorpsi pada TiO 2 dilakukan pendekatan yang hampir sama dengan senyawa zat warna bebas, dimana TiO 2 yang digunakan adalah cluster Ti(OH) 2 -zat warna. Hasil perhitungan dari senyawa dopamin yang teradsorpsi pada cluster TiO 2, menunjukan perbedaan yang tidak terlalu signifikan. Gambar 4.7 memperlihatkan spektrum UV-Vis dari senyawa dopamin yang teradsorpsi pada cluster TiO 2 dari hasil perhitungan menggunakan perangkat lunak Gaussian dan Firefly, dimana dari gambar tersebut dapat diketahui jumlah puncak yang diperoleh dari masing-masing hasil perhitungan. Pada perhitungan pertama yang menggunakan perangkat lunak Firefly, puncak tertinggi dengan kekuatan osilator 0,650 yang dihasilkan pada energi 6,828 ev, dimana puncak tersebut hanya berbeda sebesar 0,056 ev jika dibandingkan dengan molekul zat warna bebas. Puncak tersebut dihasilkan oleh kontribusi utama eksitasi elektron dari orbital H-2 L+8 sebanyak 55%, dan eksitasi elektron H L+6 sebanyak 11%. Sementara kontribusi minor dihasilkan oleh eksitasi elektron H-9 LUMO sebanyak 3%, H-5 L+4 sebanyak 3%, H- 4 L+3 sebanyak 4%, H-3 L+2 sebanyak 2%, H-3 L+4 sebanyak 2%, H- 2 L+7 sebanyak 3%, H-1 L+8 sebanyak 2%, dan H L+7 sebanyak 3%.

32 Gambar 4.7 Spektrum UV-Vis Dopamin yang Teradsorpsi pada TiO 2 Hasil Perhitungan Komputasi Puncak tertinggi kedua dihasilkan oleh kontribusi utama eksitasi elektron dari orbital H-3 L+2 sebanyak 77%, sementara kontribusi minor dihasilan oleh eksitasi elektron dari H-8 L+2 sebanyak 2%, H-5 L+4 sebanyak 7%, dan H- 2 L+8 sebanyak 4%. Puncak tertinggi ketiga dihasilkan oleh kontribusi utama eksitasi elektron dari orbital H-3 L+4 sebanyak 17%, H-2 L+6 sebanyak 22%, dan H-2 L+7 sebanyak 35%. Selain itu, puncak tertinggi ketiga ini dihasilkan dari kontribusi minor eksitasi elektron H-5 L+2 sebanyak 2%, H-4 L+1 sebanyak 2%, H-2 L+3 sebanyak 2%, H-2 L+8 sebanyak 2%, H-1 L+6 sebanyak 2%, dan H L+8 sebanyak 7%. Tabel 4.3 memperlihatkan probabilitas eksitasi elektron secara lengkap dari molekul dopamin yang teradsorpsi pada TiO 2 cluster hasil perhitungan TDDFT perangkat lunak Firefly. Tabel 4.3 Tabel Probabilitas Eksitasi Elektron Senyawa Dopamin yang Teradsorpsi pada TiO 2 Hasil Perhitungan Firefly (Keterangan : H = HOMO, L = LUMO)

33 No Kekuatan osilator Energi (ev) 1 0,650 6,828 Kontribusi Utama H-2 L+8 (55%), H L+6 (11%) 2 0,147 6,659 H-3 L+2 (77%) 3 0,139 6, ,116 5, ,080 4, ,066 6,963 H-3 L+4 (17%), H-2 L+6 (22%), H-2 L+7 (35%) H-2 L+8 (13%), H L+6 (75%) H-3 L (11%), H-2 L+1 (16%), H L+3 (58%), H L+4 (10%) H-7 L+3 (16%), H-3 L+4 (47%) 7 0,048 4,970 H-3 L (76%) 8 0,032 6, ,031 7,140 H-8 L (16%), H-7 L+1 (39%), H-1 L+7 (10%) H-13 L+1 (18%), H-7 L+3 (17%), H-5 L+4 (16%) 10 0,030 6,090 H-1 L+8 (81%) Kontribusi Minor H-9 L (3%), H-5 L+4 (3%),H-4 L+3 (4%), H-3 L+2 (2%),H-3 L+4 (2%), H- 2 L+7 (3%),H-1 L+8 (2%), H L+7 (3%) H-8 L+2 (2%), H-5 L+4 (7%), H-2 L+8 (4%) H-5 L+2 (2%), H-4 L+1 (2%),H-2 L+3 (2%), H-2 L+8 (2%),H-1 L+6 (2%),H L+8 (7%) H-2 L+1 (2%), H-2 L+3 (2%), H-1 L+8 (2%) H L+6 (2%) H-5 L+2 (2%), H-4 L+1 (2%),H-2 L+6 (4%), H-2 L+8 (2%),H-1 L+9 (7%), H L+8 (4%) H-8 L (2%), H-2 L+1 (2%),H-2 L+3 (2%), H-1 L+3 (3%),H L+3 (8%) H-11 L (4%), H-11 L+2 (2%),H-10 L (2%), H-4 L+1 (4%),H-2 L+6 (5%), H-2 L+7 (5%),H-2 L+8 (4%) H-12 L+1 (4%), H-11 L+2 (5%), H-7 L+4 (5%), H-6 L+2 (3%), H-6 L+3 (2%), H-4 L+3 (7%), H-3 L+4 (3%), H-7 L+1 (2%), H-2 L+6 (5%), H-2 L+8 (4%), H-1 L+7 (2%) Perhitungan zat warna dopamin yang teradsorpsi pada TiO 2 dengan menggunakan perangkat lunak Gaussian menghasilkan spektrum UV-Vis yang hampir serupa dengan Firefly, dimana pada hasil kedua perhitungan tersebut sama-sama menghasilkan tiga pola puncak pada panjang gelombang dengan perbedaan yang tidak signifikan. Puncak tertinggi pertama dengan kekuatan osilator 0,675, dengan energi sebesar 6,833 ev. Puncak ini dihasilkan oleh eksitasi elektron dari H-2 L+8 sebanyak 44%, sementara kontribusi minor dihasilkan oleh eksitasi elektron dari orbital H-11 L sebanyak 3%, H-6 L+3 sebanyak 2%, H-4 L+3 sebanyak 5%, H-2 L+6 sebanyak 2%, H-2 L+7

34 sebanyak 2%, H-1 L+8 sebanyak 2%, H L+6 sebanyak 6%, dan H L+7 sebnyak 2%. Puncak tertinggi kedua memiliki kekuatan osilasi sebesar 0,122, dengan energi sebesar 5,170 ev. Puncak tertinggi kedua ini dihasilkan oleh eksitasi elektron dari H-2 L+8 sebanyak 20%, dan oleh eksitasi elektron dari H L+6 sebanyak 72%. Puncak energi ketiga dihasilkan oleh kontribusi utama eksitasi elektron dari orbital H-3 L+4 sebanyak 29%, H-2 L+6 sebanyak 17%, dan H-2 L+7 sebanyak 27%. Sementara itu, kotribusi yang dihasilkan adalah H-2 L+8 sebanyak 2%, dan H L+8 sebanyak 5%. Probabilitas eksitasi elektron hasil perhitungan TDDFT Tabel 4.4 dari Tabel molekul Probabilitas dopamin Eksitasi yang Elektron teradsorpsi Senyawa TiO 2 menggunakan Dopamin Yang perangkat Teradsorpsi lunak pada Gaussian TiO 2 Hasil secara Perhitungan lebih rinci Gaussian diperlihatkan (Keterangan pada Tabel : H 4.4. = HOMO, L = LUMO) Kekuatan Osilator Energi (ev) No Kontribusi Utama Kontribusi Minor H-11 L (3%), H-6 L+3 (2%), H-4 L+3 1 0,675 6,833 H-2 L+8 (44%) (5%), H-2 L+6 (2%), H-2 L+7 (2%), H-1 L+8 (2%), H L+6 (6%), H L+7 (2%) 2 0,122 5,170 H-2 L+8 (20%), H L+6 (72%) H-3 L+4 (29%), 3 0,101 8,064 H-2 L+6 (17%), H-2 L+8 (2%), H L+8 (5%) H-2 L+7 (27%) H-3 L (13%), 4 0,088 4,333 H-2 L+1 (11%), H L+3 (66%) H-11 L (12%), 5 0,085 6,940 H-10 L (11%), H-14 L (3%), H-2 L+6 (3%), H-8 L+1 (10%), H-2 L+8 (4%), H L+8 (2%) H-7 L+3 (12%), H-3 L+4 (23%) 6 0,084 6,623 H-5 L+2 (20%), H-3 L+2 (62%) H-5 L+4 (7%) 7 0,071 6,966 H-11 L (36%), H-14 L (5%), H-8 L+1 (3%),

35 H-10 L (13%), H-3 L+4 (9%), H-2 L+6 (2%) H-7 L+3 (12%) 8 0,055 4,937 H-3 L (75%) H-2 L+3 (2%), H L+3 (7%) 9 0,046 7,103 H-13 L+1 (32%), H-7 L+3 (3%), H-6 L+3 (7%), H-12 L+2 (10%), H-4 L+3 (9%) H-5 L+4 (25%) 10 0,038 6,618 H-5 L+2 (58%), H-3 L+2 (17%) H-10 L (2%), H-9 L (3%), H-9 L+2 (2%), H-3 L+4 (3%), H-2 L+7 (3%) Gambar 4.8 menunjukan diagram penyebaran elektron pada senyawa zat warna dopamin yang teradsorpsi pada TiO 2. Dalam keadaan teradsorpsi pada TiO 2, senyawa zat warna menunjukan lebih banyak elektron yang terdistribusi pada seluruh sistem zat warna. HOMO dan LUMO yang dihasilkan hampir menyerupai molekul zat warna bebasnya. Namun ada hal lain yang harus diperhatikan, yakni pada eksitasi elektron yang dihasilkan oleh atom Ti. Terutama pada L+2 dan seterusnya dimana pada keadaan eksitasi ini terdapat orbital d yang berasal dari atom Ti. Atom Ti memiliki peran penting pada terbentuknya orbital d. Pada sistem zat warna yang memiliki beberapa atom titanium, fungsi gelombang elektronik dapat tersebar ke seluruh sistem zat warna. Pada sistem tersebut, fungsi dari atom titanium adalah untuk menstabilkan sistem zat warna secara keseluruhan. a b c d

36 Gambar 4.8 Diagram Penyebaran Elektron Hasil Perhitungan Komputasi Senyawa Dopamin yang Teradsorpsi pada TiO 2 (a) Pada Orbital H-2, (b) Pada Orbital L+8, (c) Pada Orbital HOMO, dan (d) Pada Orbital L+6. Setelah teradsorpsi pada TiO 2, gabungan senyawa zat warna dan cluster memiliki distribusi densitas elektron lebih banyak. Pengurutan distribusi densitas elektron ini dilakukan oleh perangkat lunak perhitungan dengan melihat seberapa dekat tingkatan energi yang ada pada elektron yang menempati orbital dan orbital virtual yang ada. 4.3 Sifat Elektronik Metil Katekol Bebas dan Metil Katekol yang Teradsorpsi padatio Kurva Absorpsi UV-Vis Sama seperti perhitungan senyawa dopamin sebelumnya, pada hasil perhitungan senyawa metil katekol juga didapatkan beberapa perbedaan pola spektrum UV-Vis. Namun, perbedaan pola spektrum UV-Vis tersebut tidak terlalu signifikan. Kekuatan osilator akan sebanding dengan intensitas spektrum yang menjelaskan besarnya probabilitas elektron yang tereksitasi.

37 Gambar 4.9 Spektrum UV-Vis Metil Katekol Hasil Perhitungan Komputasi Dari hasil perhitungan menggunakan perangkat lunak Firefly, puncak tertinggi pertama dengan kekuatan osilator 0,426 mempunyai energi sebesar 6,873 ev. Puncak tertinggi ini dihasilkan oleh eksitasi elektron dari H-1 L+7 sebanyak 30%, dan H-1 L+9 sebanyak 20%. Kontribusi minor yang dihasilkan berasal dari eksitasi elektron dari H-11 L+1 sebanyak 6%, H-10 L sebanyak 2%, H- 8 L sebanyak 5%, H-5 L+2 sebanyak 5%, H-3 L+2 sebanyak 2%, H-1 L+6 sebanyak 2%, dan H L+6 sebanyak 8%. Puncak tertinggi kedua dihasilkan oleh eksitasi elektron dari orbital H- 11 L+1 sebanyak 20%, dan eksitasi elektron dari orbital H-1 L+7 sebanyak 25%. Kontribusi minor yang dihasilkan pada puncak ini adalah H-10 L sebanyak 2%, H-9 L sebanyak 7%, H-8 L sebanyak 9%, H-7 L sebanyak 2%, H-3 L+3 sebanyak 7%, H-3 L+5 sebanyak 2%, H-2 L+3 sebanyak 2%, H-1 L+8 sebanyak 3%, dan H L+6 sebanyak 4%. Puncak tertinggi ketiga dihasilkan oleh eksitasi elektron dari orbital H-2 L+2 sebanyak 19%, H-1 L+6 sebanyak 17%, dan H-1 L+8 sebanyak 33%. Selain itu, puncak ini juga dihasilkan dari kontribusi minor H-10 L sebanyak 3%, H-8 L sebanyak 4%, H-3 L+2 sebanyak 2%, H-2 L+3 sebanyak 2%, H-2 L+5 sebanyak 4%, dan

38 H L+7 sebanyak 7%. Tabel 4.5 memperlihatkan probabilitas eksitasi elektron secara lengkap pada molekul zat warna metil katekol hasil perhitungan TDDFT menggunakan perangkat lunak Firefly. Perhitungan menggunakan perangkat lunak Gaussian menghasilkan hasil yang sedikit berbeda dibandingkan hasil perhitungan TDDFT Firefly, namun tidak terlalu signifikan. Puncak tertinggi pertama yang dihasilkan memiliki kekuatan osilator sebesar 0,372, dan memiliki energi sebesar 6,821 ev. Puncak tertinggi pertama ini dihasilkan oleh eksitasi elektron dari orbital H-11 LUMO sebanyak 11%, dan H-1 L+8 sebanyak 40%. Kontribusi minor yang dihasilkan berasal dari orbital molekul H-10 L+1 sebanyak 2%, H-9 L sebanyak 9%, H-5 L+3 sebanyak 2%, H-4 L+3 sebanyak 4%, dan H L+6 sebanyak 8%. Puncak tertinggi kedua dihasilkan pada energi 6,703 ev, dengan kekuatan osilator sebesar 0,171. Puncak ini sama-sama dihasilkan oleh eksitasi elektron dari orbital H-2 L+4 sebanyak 34%, dan H-1 L+6 sebanyak 17%. Sementara itu, kontribusi minor dihasilkan oleh eksitasi dari orbital H-8 L sebanyak 2%, H- 7 L sebanyak 3%, H-4 L+1 sebanyak 3%, H-3 L+2 sebanyak 7%, H- 1 L+7sebanyak 8%, dan H L+8 sebanyak 8%. Puncak tertinggi ketiga yang dihasilkan memiliki kekuatan osilator sebesar 0,137, dengan energi yang dihasilkan sebesar 6,964 ev. Puncak tertinggi ketiga ini dihasilkan oleh eksitasi elektron dari orbital H-11 L sebanyak 16%, H-9 L sebanyak 10%, H-6 L+3 sebanyak 29%, dan H-2 L+4 sebanyak 12%. Tabel 4.6 memperlihatkan probabilitas eksitasi elektron secara lengkap pada molekul zat warna metil katekol hasil perhitungan TDDFT menggunakan perangkat lunak Gaussian. Tabel 4.5 Tabel Probabilitas Eksitasi Elektron Senyawa Metil Katekol Bebas Hasil Perhitungan Firefly (Keterangan : H = HOMO, L = LUMO)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Energi listrik merupakan salah satu energi yang sangat penting bagi kehidupan manusia khususnya penduduk Indonesia. Namun penyediaan energi listrik ini bukan

Lebih terperinci

Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2 ISSN STUDI KOMPUTASI SENYAWA DOPAMIN DAN DOPAMIN-TI(OH) 2 UNTUK APLIKASI SEL SURYA TERSENSITASI ZAT WARNA

Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2 ISSN STUDI KOMPUTASI SENYAWA DOPAMIN DAN DOPAMIN-TI(OH) 2 UNTUK APLIKASI SEL SURYA TERSENSITASI ZAT WARNA STUDI KOMPUTASI SENYAWA DOPAMIN DAN DOPAMIN-TI(OH) 2 UNTUK APLIKASI SEL SURYA TERSENSITASI ZAT WARNA Soni Setiadji*, Atthar Luqman Ivansyah, Bio Insan Akbar Abstrak Penelitian ini memprediksi sifat elektronik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar sumber energi yang dieksploitasi di Indonesia berasal dari energi fosil berupa

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar sumber energi yang dieksploitasi di Indonesia berasal dari energi fosil berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi merupakan masalah terbesar pada abad ini. Hal ini dikarenakan pesatnya pertumbuhan ekonomi dunia sehingga kebutuhan manusia akan sumber energi pun meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Matahari adalah sumber energi yang sangat besar dan tidak akan pernah habis. Energi sinar matahari yang dipancarkan ke bumi dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan

Lebih terperinci

STUDI KOMPUTASI SENYAWA BERBASIS ANISIL INDOL DENGAN SENYAWA AKSEPTOR ASAM SIANOAKRILIK SEBAGAI SENSITIZER SOLAR SEL ORGANIK

STUDI KOMPUTASI SENYAWA BERBASIS ANISIL INDOL DENGAN SENYAWA AKSEPTOR ASAM SIANOAKRILIK SEBAGAI SENSITIZER SOLAR SEL ORGANIK STUDI KOMPUTASI SENYAWA BERBASIS ANISIL INDOL DENGAN SENYAWA AKSEPTOR ASAM SIANOAKRILIK SEBAGAI SENSITIZER SOLAR SEL ORGANIK SONI SETIADJI,* ATTHAR LUQMAN IVANSYAH, DAN ADI BUNGSU PRIBADI. Jurusan Kimia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Listrik merupakan kebutuhan esensial yang sangat dominan kegunaannya

BAB I PENDAHULUAN. Listrik merupakan kebutuhan esensial yang sangat dominan kegunaannya λ Panjang Gelombang 21 ω Kecepatan Angular 22 ns Indeks Bias Kaca 33 n Indeks Bias Lapisan Tipis 33 d Ketebalan Lapisan Tipis 33 α Koofisien Absorpsi 36 Frekuensi Cahaya 35 υ BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi saat ini yang melanda dunia masih dapat dirasakan terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi saat ini yang melanda dunia masih dapat dirasakan terutama di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi saat ini yang melanda dunia masih dapat dirasakan terutama di Indonesia. Pada tahun 2000 hingga tahun 2004 konsumsi energi primer Indonesia meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis. Oleh karena itu pasokan intensitas cahaya sepanjang tahunnya besar. Namun, sebagian besar pemanfaatan cahaya matahari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Energi cahaya matahari dapat dikonversi menjadi energi listrik melalui suatu sistem yang disebut sel surya. Peluang dalam memanfaatkan energi matahari masih

Lebih terperinci

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si SEMINAR TUGAS AKHIR Add Your Company Slogan STUDI AWAL FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) MENGGUNAKAN EKSTRAKSI BUNGA SEPATU SEBAGAI DYE SENSITIZERS DENGAN VARIASI LAMA ABSORPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketersediaan energi matahari di muka bumi sangat besar yakni mencapai 3x10 24 J/tahun atau sekitar 10.000 kali lebih banyak dari energi yang dibutuhkan makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karena tidak akan ada kehidupan di permukaan bumi tanpa energi matahari maka sebenarnya pemanfaatan energi matahari sudah berusia setua kehidupan itu sendiri.

Lebih terperinci

STUDI AWAL FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN EKSTRAKSI DAUN BAYAM SEBAGAI DYE SENSITIZER DENGAN VARIASI JARAK SUMBER CAHAYA PADA DSSC

STUDI AWAL FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN EKSTRAKSI DAUN BAYAM SEBAGAI DYE SENSITIZER DENGAN VARIASI JARAK SUMBER CAHAYA PADA DSSC STUDI AWAL FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN EKSTRAKSI DAUN BAYAM SEBAGAI DYE SENSITIZER DENGAN VARIASI JARAK SUMBER CAHAYA PADA DSSC Surabaya 27 Januari 2012 Perumusan Masalah B Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang yang kaya akan radiasi matahari yang tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang yang kaya akan radiasi matahari yang tinggi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara berkembang yang kaya akan radiasi matahari yang tinggi, sudah seharusnya Indonesia memanfaatkannya sebagai energi listrik dengan menggunakan sel surya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memasuki abad 21, persediaan minyak dan gas bumi semakin menipis. Sementara kebutuhan akan energi semakin meningkat, terutama dirasakan pada negara industri. Kebuthan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok untuk mendukung hampir seluruh aktifitas manusia. Seiring dengan perkembangan dunia industri dan pertumbuhan ekonomi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Graphene merupakan susunan atom-atom karbon monolayer dua dimensi yang membentuk struktur kristal heksagonal menyerupai sarang lebah. Graphene memiliki sifat

Lebih terperinci

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Ana Thoyyibatun Nasukhah Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Ana Thoyyibatun Nasukhah Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si SEMINAR TUGAS AKHIR Add Your Company Slogan FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN MENGGUNAKAN EKTRAKSI DAGING BUAH NAGA MERAH (HYLOCEREUS POLYRHIZUS) SEBAGAI DYE SENSITIZER

Lebih terperinci

OPTIMALISASI TEGANGAN KELUARAN DARI SOLAR CELL MENGGUNAKAN LENSA PEMFOKUS CAHAYA MATAHARI

OPTIMALISASI TEGANGAN KELUARAN DARI SOLAR CELL MENGGUNAKAN LENSA PEMFOKUS CAHAYA MATAHARI OPTIMALISASI TEGANGAN KELUARAN DARI SOLAR CELL MENGGUNAKAN LENSA PEMFOKUS CAHAYA MATAHARI Oleh: Faslucky Afifudin 1, Farid Samsu Hananto 2 ABSTRAK: Studi optimalisasi tegangan keluaran dari solar sel menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Struktur Porfirin (Jaung, 2005)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Struktur Porfirin (Jaung, 2005) BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Semikonduktor merupakan bahan dengan konduktivitas listrik yang berada di antara isolator dan konduktor dengan rentang energi band gap 1,5-4 ev (Mitchell, 2004). Semikonduktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi yang terus meningkat dan semakin menipisnya cadangan minyak bumi dan gas alam menjadi pendorong bagi manusia untuk mencari sumber energi alternatif.

Lebih terperinci

Karakterisasi XRD. Pengukuran

Karakterisasi XRD. Pengukuran 11 Karakterisasi XRD Pengukuran XRD menggunakan alat XRD7000, kemudian dihubungkan dengan program dikomputer. Puncakpuncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Struktur (a) porfirin dan (b) corrole (Jaung, 2005)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Struktur (a) porfirin dan (b) corrole (Jaung, 2005) BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Semikonduktor adalah salah satu material yang paling banyak dikaji dewasa ini karena banyaknya pemanfaatan yang bisa dilakukan dengan material ini mulai dari komponen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Katalis merupakan suatu zat yang sangat diperlukan dalam kehidupan. Katalis yang digunakan merupakan katalis heterogen. Katalis heterogen merupakan katalis yang dapat digunakan

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Produksi H 2 Sampai saat ini, bahan bakar minyak masih menjadi sumber energi yang utama. Karena kelangkaan serta harganya yang mahal, saat ini orang-orang berlomba untuk mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang dialami hampir oleh seluruh negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang dialami hampir oleh seluruh negara di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Krisis energi yang dialami hampir oleh seluruh negara di dunia menyebabkan beberapa perubahan yang signifikan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Energi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SEL SURYA

PERKEMBANGAN SEL SURYA PERKEMBANGAN SEL SURYA Generasi Pertama Teknologi pertama yang berhasil dikembangkan oleh para peneliti adalah teknologi yang menggunakan bahan silikon kristal tunggal. Teknologi ini dalam mampu menghasilkan

Lebih terperinci

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dye-Sensitized Solar Cells (DSSC) Perkembangan sel surya atau photovoltaic menjadi penelitian yang dikembangkan pemanfaatannya sebagai salah satu penghasil energi. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah banyak dibangun industri untuk memenuhi kebutuhan manusia. Berkembangnya industri tentu dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat, tetapi juga menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fotokatalis telah mendapat banyak perhatian selama tiga dekade terakhir sebagai solusi yang menjanjikan baik untuk mengatasi masalah energi maupun lingkungan. Sejak

Lebih terperinci

PENGARUH FILTER WARNA KUNING TERHADAP EFESIENSI SEL SURYA ABSTRAK

PENGARUH FILTER WARNA KUNING TERHADAP EFESIENSI SEL SURYA ABSTRAK PENGARUH FILTER WARNA KUNING TERHADAP EFESIENSI SEL SURYA ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh filter warna kuning terhadap efesiensi Sel surya. Dalam penelitian ini menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi cahaya (foton) menjadi energi listrik tanpa proses yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. energi cahaya (foton) menjadi energi listrik tanpa proses yang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sel surya merupakan suatu piranti elektronik yang mampu mengkonversi energi cahaya (foton) menjadi energi listrik tanpa proses yang menyebabkan dampak buruk terhadap

Lebih terperinci

Solar Energy Conversion Technologies

Solar Energy Conversion Technologies Solar Energy Conversion Technologies Solar Radiation Radiasi matahari adalah gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh permukaan Matahari yang berasal dari sebagian besar matahari di mana reaksi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. cahaya matahari.fenol bersifat asam, keasaman fenol ini disebabkan adanya pengaruh

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. cahaya matahari.fenol bersifat asam, keasaman fenol ini disebabkan adanya pengaruh BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Fenol merupakan senyawa organik yang mengandung gugus hidroksil (OH) yang terikat pada atom karbon pada cincin benzene dan merupakan senyawa yang bersifat toksik, sumber pencemaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan berkembangnya kehidupan manusia. Sehingga para peneliti terus berupaya untuk mengembangkan sumber-sumber energi

Lebih terperinci

PERBEDAAN EFISIENSI DAYA SEL SURYA ANTARA FILTER WARNA MERAH, KUNING DAN BIRU DENGAN TANPA FILTER

PERBEDAAN EFISIENSI DAYA SEL SURYA ANTARA FILTER WARNA MERAH, KUNING DAN BIRU DENGAN TANPA FILTER PERBEDAAN EFISIENSI DAYA SEL SURYA ANTARA FILTER WARNA MERAH, KUNING DAN BIRU DENGAN TANPA FILTER Oleh: Muhammad Anwar Widyaiswara BDK Manado ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 - Juni 2011 di Laboratorium Biofisika dan Laboratorium Fisika Lanjut, Departemen Fisika IPB.

Lebih terperinci

Hari Gambar 17. Kurva pertumbuhan Spirulina fusiformis

Hari Gambar 17. Kurva pertumbuhan Spirulina fusiformis 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Kultivasi Spirulina fusiformis Pertumbuhan Spirulina fusiformis berlangsung selama 86 hari. Proses pertumbuhan diketahui dengan mengukur nilai kerapatan optik (Optical Density).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan aspek kehidupan yang kini menjadi sorotan manusia di

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan aspek kehidupan yang kini menjadi sorotan manusia di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek kehidupan yang kini menjadi sorotan manusia di seluruh dunia. Semakin menipisnya cadangan minyak bumi sebagai bahan bakar utama menyadarkan manusia

Lebih terperinci

Gambar Semikonduktor tipe-p (kiri) dan tipe-n (kanan)

Gambar Semikonduktor tipe-p (kiri) dan tipe-n (kanan) Mekanisme Kerja Devais Sel Surya Sel surya merupakan suatu devais semikonduktor yang dapat menghasilkan listrik jika diberikan sejumlah energi cahaya. Proses penghasilan energi listrik itu diawali dengan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

Distribusi Celah Pita Energi Titania Kotor

Distribusi Celah Pita Energi Titania Kotor Jurnal Nanosains & Nanoteknologi ISSN 1979-0880 Edisi Khusus, Agustus 009 Distribusi Celah Pita Energi Titania Kotor Indah Nurmawarti, Mikrajuddin Abdullah (a), dan Khairurrijal Kelompok Keahlian Fisika

Lebih terperinci

Fisika Modern (Teori Atom)

Fisika Modern (Teori Atom) Fisika Modern (Teori Atom) 13:05:05 Sifat-Sifat Atom Atom stabil adalah atom yang memiliki muatan listrik netral. Atom memiliki sifat kimia yang memungkinkan terjadinya ikatan antar atom. Atom memancarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Intan adalah salah satu jenis perhiasan yang harganya relatif mahal. Intan merupakan kristal yang tersusun atas unsur karbon (C). Intan berdasarkan proses pembentukannya

Lebih terperinci

F- 1. PENGARUH PENYISIPAN LOGAM Fe PADA LAPISAN TiO 2 TERHADAP PERFORMANSI SEL SURYA BERBASIS TITANIA

F- 1. PENGARUH PENYISIPAN LOGAM Fe PADA LAPISAN TiO 2 TERHADAP PERFORMANSI SEL SURYA BERBASIS TITANIA PENGARUH PENYISIPAN LOGAM Fe PADA LAPISAN TiO 2 TERHADAP PERFORMANSI SEL SURYA BERBASIS TITANIA Rita Prasetyowati, Sahrul Saehana, Mikrajuddin Abdullah (a), dan Khairurrijal Kelompok Keahlian Fisika Material

Lebih terperinci

PERFORMA SEL SURYA TERSENSITASI ZAT PEWARNA (DSSC) BERBASIS ZnO DENGAN VARIASI TINGKAT PENGISIAN DAN BESAR KRISTALIT TiO 2 SKRIPSI

PERFORMA SEL SURYA TERSENSITASI ZAT PEWARNA (DSSC) BERBASIS ZnO DENGAN VARIASI TINGKAT PENGISIAN DAN BESAR KRISTALIT TiO 2 SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PERFORMA SEL SURYA TERSENSITASI ZAT PEWARNA (DSSC) BERBASIS ZnO DENGAN VARIASI TINGKAT PENGISIAN DAN BESAR KRISTALIT TiO 2 SKRIPSI WULANDARI HANDINI 04 05 04 0716 FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

HASIL KELUARAN SEL SURYA DENGAN MENGGUNAKAN SUMBER CAHAYA LIGHT EMITTING DIODE

HASIL KELUARAN SEL SURYA DENGAN MENGGUNAKAN SUMBER CAHAYA LIGHT EMITTING DIODE HASIL KELUARAN SEL SURYA DENGAN MENGGUNAKAN SUMBER CAHAYA LIGHT EMITTING DIODE A. Handjoko Permana *), Ari W., Hadi Nasbey Universitas Negeri Jakarta, Jl. Pemuda No. 10 Rawamangun, Jakarta 13220 * ) Email:

Lebih terperinci

I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT

I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT Tujuan Berdasarkan metode ph-metri akan ditunjukkan bahwa ion metalik terhidrat memiliki perilaku seperti suatu mono asam dengan konstanta keasaman yang tergantung pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Pengaruh tingkat kekristalan..., Arif Rahman, FT UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Pengaruh tingkat kekristalan..., Arif Rahman, FT UI, 2009 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang/Permasalahan Dewasa ini, sumber energi yang banyak digunakan adalah energi dari bahan bakar fosil batu bara, serta minyak dan gas bumi. Dari energi sebesar 13 terawatt

Lebih terperinci

pusat tata surya pusat peredaran sumber energi untuk kehidupan berkelanjutan menghangatkan bumi dan membentuk iklim

pusat tata surya pusat peredaran sumber energi untuk kehidupan berkelanjutan menghangatkan bumi dan membentuk iklim Ari Susanti Restu Mulya Dewa 2310100069 2310100116 pusat peredaran pusat tata surya sumber energi untuk kehidupan berkelanjutan menghangatkan bumi dan membentuk iklim Tanpa matahari, tidak akan ada kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan senyawa kompleks yang didopingkan pada material semikonduktor semakin banyak dilakukan dalam rangka mendapatkan material semikonduktor rekaan. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Titanium dioksida (TiO 2 ) sejak beberapa tahun terakhir banyak digunakan dalam berbagai bidang anatas anatara lain sebagai pigmen, bakterisida, pasta gigi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sel surya merupakan salah satu divais elektronik yang dapat mengubah secara langsung energi radiasi matahari menjadi energi listrik. Sel surya merupakan sumber energi

Lebih terperinci

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Energi ramah lingkungan atau energi hijau (Inggris: green energy) adalah suatu istilah yang menjelaskan apa yang dianggap sebagai sumber energi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas mengenai preparasi ZnO/C dan uji aktivitasnya sebagai fotokatalis untuk mendegradasi senyawa organik dalam limbah, yaitu fenol. Penelitian ini

Lebih terperinci

VARIASI KECEPATAN PUTAR DAN WAKTU PEMUTARAN SPIN COATING

VARIASI KECEPATAN PUTAR DAN WAKTU PEMUTARAN SPIN COATING VARIASI KECEPATAN PUTAR DAN WAKTU PEMUTARAN SPIN COATING DALAM PELAPISAN TiO 2 UNTUK PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PROTOTIPE DSSC DENGAN EKSTRAKSI KULIT BUAH MANGGIS (Garciniamangostana L.) SEBAGAI DYE SENSITIZER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang akan di ubah menjadi energi listrik, dengan menggunakan sel surya. Sel

BAB I PENDAHULUAN. yang akan di ubah menjadi energi listrik, dengan menggunakan sel surya. Sel 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi Surya adalah sumber energi yang tidak akan pernah habis ketersediaannya dan energi ini juga dapat di manfaatkan sebagai energi alternatif yang akan di ubah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL

4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL 4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL 21 Pendahuluan Sel surya hibrid merupakan suatu bentuk sel surya yang memadukan antara semikonduktor anorganik dan organik. Dimana dalam bentuk

Lebih terperinci

SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION

SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION Yolanda Oktaviani, Astuti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas e-mail: vianyolanda@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi fosil seperti batu bara, bensin dan gas secara terusmenerus menyebabkan persediaan bahan bakar fosil menjadi menipis. Kecenderungan ini telah mendorong

Lebih terperinci

#2 Steady-State Fotokonduktif Elektronika Organik Eka Maulana, ST., MT., MEng. Teknik Elektro Universitas Brawijaya

#2 Steady-State Fotokonduktif Elektronika Organik Eka Maulana, ST., MT., MEng. Teknik Elektro Universitas Brawijaya #2 Steady-State Fotokonduktif Elektronika Organik Eka Maulana, ST., MT., MEng. Teknik Elektro Universitas Brawijaya 2015 Kerangka materi Tujuan: Memberikan pemahaman tentang mekanisme efek fotokonduktif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi TiO2 Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. TiO2 dapat ditemukan sebagai rutile dan anatase yang mempunyai fotoreaktivitas

Lebih terperinci

TiO 2 jatuh pada 650 nm sedangkan pada kompleks itu sendiri jatuh pada 600 nm, dengan konstanta laju injeksi elektron sekitar 5,5 x 10 8 s -1 sampai

TiO 2 jatuh pada 650 nm sedangkan pada kompleks itu sendiri jatuh pada 600 nm, dengan konstanta laju injeksi elektron sekitar 5,5 x 10 8 s -1 sampai BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Transfer elektron antara material semikonduktor nanopartikel dengan sensitiser, yaitu suatu senyawa berwarna (dye) yang didopingkan pada semikonduktor merupakan subyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sel surya merupakan alat yang dapat mengkonversi energi matahari menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Sel surya merupakan alat yang dapat mengkonversi energi matahari menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sel surya merupakan alat yang dapat mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik DC secara langsung. Sel surya telah diaplikasikan dalam berbagai bidang, salah

Lebih terperinci

Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya.

Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya. Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya. Inti atom mengandung campuran proton (bermuatan positif) dan neutron

Lebih terperinci

JOBSHEET SENSOR CAHAYA (SOLAR CELL)

JOBSHEET SENSOR CAHAYA (SOLAR CELL) JOBSHEET SENSOR CAHAYA (SOLAR CELL) A. TUJUAN 1. Merancang sensor sel surya terhadap besaran fisis. 2. Menguji sensor sel surya terhadap besaran fisis. 3. Menganalisis karakteristik sel surya. B. DASAR

Lebih terperinci

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS)

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS) KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS) 1.PENDAHULUAN 2.KONSEP DASAR SPEKTROSKOPI 3.SPEKTROSKOPI UV-VIS 4.SPEKTROSKOPI IR 5.SPEKTROSKOPI 1 H-NMR 6.SPEKTROSKOPI 13 C-NMR 7.SPEKTROSKOPI MS 8.ELUSIDASI STRUKTUR Teknik

Lebih terperinci

Struktur Atom. Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang

Struktur Atom. Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya. Inti atom mengandung campuran proton (bermuatan positif) dan neutron

Lebih terperinci

PENGUKURAN KARAKTERISTIK SEL SURYA

PENGUKURAN KARAKTERISTIK SEL SURYA PENGUKURAN KARAKTERSTK SEL SURYA Ridwan Setiawan (11270058) Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UN Sunan Gunung Djati Bandung Tahun 2014 Email: setiawan.ridwan@student.uinsgd.ac.id ABSTRAK Eksperimen

Lebih terperinci

FOTOVOLTAIK PASANGAN ELEKTRODA CUO/CU DAN CUO/STAINLESS STEEL MENGGUNAKAN METODE PEMBAKARAN DALAM BENTUK TUNGGAL DAN SERABUT DENGAN ELEKTROLIT NA2SO4

FOTOVOLTAIK PASANGAN ELEKTRODA CUO/CU DAN CUO/STAINLESS STEEL MENGGUNAKAN METODE PEMBAKARAN DALAM BENTUK TUNGGAL DAN SERABUT DENGAN ELEKTROLIT NA2SO4 FOTOVOLTAIK PASANGAN ELEKTRODA CUO/CU DAN CUO/STAINLESS STEEL MENGGUNAKAN METODE PEMBAKARAN DALAM BENTUK TUNGGAL DAN SERABUT DENGAN ELEKTROLIT NA2SO4 Olly Norita Tetra*, Admin Alif dan Riana Marta Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Spektrum elektromagnetik yang mampu dideteksi oleh mata manusia

BAB I PENDAHULUAN. Spektrum elektromagnetik yang mampu dideteksi oleh mata manusia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Spektrum elektromagnetik yang mampu dideteksi oleh mata manusia berada dalam rentang spektrum cahaya tampak yang memiliki panjang gelombang dari 400 900 nm. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Energi Surya Energi surya atau matahari telah dimanfaatkan di banyak belahan dunia dan jika dieksplotasi dengan tepat, energi ini berpotensi mampu menyediakan kebutuhan konsumsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Solar Cell Solar Cell atau panel surya adalah suatu komponen pembangkit listrik yang mampu mengkonversi sinar matahari menjadi arus listrik atas dasar efek fotovoltaik. untuk mendapatkan

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA Keteraturan sifat keperiodikan unsur dalam satu periode dapat diamati pada unsur-unsur periode

Lebih terperinci

Spektrofotometer UV /VIS

Spektrofotometer UV /VIS Spektrofotometer UV /VIS Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan gabungan dari alat optic dan elektronika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kaca merupakan salah satu produk industri kimia yang banyak digunakan dalam

I. PENDAHULUAN. Kaca merupakan salah satu produk industri kimia yang banyak digunakan dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaca merupakan salah satu produk industri kimia yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, berupa material bening atau transparan yang biasanya dihasilkan dari

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini diulas dalam tiga subbab. Karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari 3 macam, yaitu SEM-EDS, XRD dan DRS. Karakterisasi

Lebih terperinci

LAMPU TENAGA SINAR MATAHARI. Tugas Projek Fisika Lingkungan. Drs. Agus Danawan, M. Si. M. Gina Nugraha, M. Pd, M. Si

LAMPU TENAGA SINAR MATAHARI. Tugas Projek Fisika Lingkungan. Drs. Agus Danawan, M. Si. M. Gina Nugraha, M. Pd, M. Si LAMPU TENAGA SINAR MATAHARI Tugas Projek Fisika Lingkungan disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fisika Lingkungan yang diampu oleh Drs. Agus Danawan, M. Si M. Gina Nugraha, M. Pd, M. Si

Lebih terperinci

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra BAHAN BAKAR KIMIA Ramadoni Syahputra 6.1 HIDROGEN 6.1.1 Pendahuluan Pada pembakaran hidrokarbon, maka unsur zat arang (Carbon, C) bersenyawa dengan unsur zat asam (Oksigen, O) membentuk karbondioksida

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 11. Rangkaian pengukuran karakterisasi I-V.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 11. Rangkaian pengukuran karakterisasi I-V. 10 larutan elektrolit yang homogen. Pada larutan yang telah homogen dengan laju stirring yang sama ditambahkan larutan elektrolit KI+I 2 sebanyak 10 ml dengan konsentrasi 0.3 M tanpa annealing. Setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian minyak, pekerjaan teknisi, dan proses pelepasan cat (Alemany et al,

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian minyak, pekerjaan teknisi, dan proses pelepasan cat (Alemany et al, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenol merupakan senyawa organik yang dapat mengganggu kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Fenol merupakan salah satu senyawa organik yang bersifat karsinogenik,

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Zeniar Rossa Pratiwi,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Zeniar Rossa Pratiwi,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kebutuhan akan energi yang terus meningkat memaksa manusia untuk mencari sumber-sumber energi terbarukan. Sampai saat ini sebagian besar sumber energi berasal

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Voltametri Voltametri merupakan salah satu teknik elektroanalitik dengan prinsip dasar elektrolisis. Elektroanalisis merupakan suatu teknik yang berfokus pada hubungan antara besaran

Lebih terperinci

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia Pendahuluan ALAT ANALISA Instrumentasi adalah alat-alat dan piranti (device) yang dipakai untuk pengukuran dan pengendalian dalam suatu sistem yang lebih besar dan lebih kompleks Secara umum instrumentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi listrik adalah energi yang mudah dikonversikan ke dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Energi listrik adalah energi yang mudah dikonversikan ke dalam bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik adalah energi yang mudah dikonversikan ke dalam bentuk energi yang lain. Saat ini kebutuhan energi, khususnya energi listrik terus meningkat dengan pesat,

Lebih terperinci

MAKALAH PITA ENERGI. Di susun oleh, Pradita Ajeng Wiguna ( ) Rombel 1. Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fisika dan Teknologi Semikonduktor

MAKALAH PITA ENERGI. Di susun oleh, Pradita Ajeng Wiguna ( ) Rombel 1. Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fisika dan Teknologi Semikonduktor MAKALAH PITA ENERGI Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fisika dan Teknologi Semikonduktor Di susun oleh, Pradita Ajeng Wiguna (4211412011) Rombel 1 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Padatan ZnO dan CuO/ZnO Pada penelitian ini telah disintesis padatan ZnO dan padatan ZnO yang di-doped dengan logam Cu. Doping dengan logam Cu diharapkan mampu

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN & ANALSIS HASIL KARAKTERISASI XRD, EDS DAN PENGUKURAN I-V MSM

BAB IV PERHITUNGAN & ANALSIS HASIL KARAKTERISASI XRD, EDS DAN PENGUKURAN I-V MSM BAB IV PERHITUNGAN & ANALSIS HASIL KARAKTERISASI XRD, EDS DAN PENGUKURAN I-V MSM Pada bab sebelumnya telah diperlihatkan hasil karakterisasi struktur kristal, morfologi permukaan, dan komposisi lapisan.

Lebih terperinci

STRUKTUR CRISTAL SILIKON

STRUKTUR CRISTAL SILIKON BANDGAP TABEL PERIODIK STRUKTUR CRISTAL SILIKON PITA ENERGI Pita yang ditempati oleh elektron valensi disebut Pita Valensi Pita yang kosong pertama disebut : Pita Konduksi ISOLATOR, KONDUKTOR DAN SEMIKONDUKTOR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi berperan penting dalam kelangsungan hidup manusia. Selama ini manusia bergantung pada energi yang berasal dari minyak bumi untuk menjalankan sistem transportasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. HALAMAN TUGAS... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... v. HALAMAN MOTO...

DAFTAR ISI. PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. HALAMAN TUGAS... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... v. HALAMAN MOTO... ix DAFTAR ISI PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN TUGAS... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v HALAMAN MOTO... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR

Lebih terperinci

KARAKTERISASI TiO 2 (CuO) YANG DIBUAT DENGAN METODA KEADAAN PADAT (SOLID STATE REACTION) SEBAGAI SENSOR CO 2

KARAKTERISASI TiO 2 (CuO) YANG DIBUAT DENGAN METODA KEADAAN PADAT (SOLID STATE REACTION) SEBAGAI SENSOR CO 2 KARAKTERISASI TiO 2 (CuO) YANG DIBUAT DENGAN METODA KEADAAN PADAT (SOLID STATE REACTION) SEBAGAI SENSOR CO 2 Hendri, Elvaswer Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau Manis, Padang,

Lebih terperinci

BENTUK KRISTAL TITANIUM DIOKSIDA

BENTUK KRISTAL TITANIUM DIOKSIDA BENTUK KRISTAL TITANIUM DIOKSIDA TiO2 memiliki tiga macam bentuk kristal : Anatase rutil brukit namun yang memiliki aktivitas fotokatalis terbaik adalah anatase. Bentuk kristal anatase diamati terjadi

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

PAH akan mengalami degradasi saat terkena suhu tinggi pada analisis dengan GC dan instrumen GC sulit digunakan untuk memisahkan PAH yang berbentuk

PAH akan mengalami degradasi saat terkena suhu tinggi pada analisis dengan GC dan instrumen GC sulit digunakan untuk memisahkan PAH yang berbentuk BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Poliaromatik hidrokarbon (PAH) adalah golongan senyawa organik yang terdiri atas dua atau lebih molekul cincin aromatik yang disusun dari atom karbon dan hidrogen.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Mariya Al Qibriya, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Mariya Al Qibriya, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan industri yang pesat akan mendorong peningkatan kebutuhan energi. Konsumsi energi manusia di dunia mencapai sekitar 88% bahan bakar fosil

Lebih terperinci

PENGARUH SERAPAN SINAR MATAHARI OLEH KACA FILM TERHADAP DAYA KELUARAN PLAT SEL SURYA

PENGARUH SERAPAN SINAR MATAHARI OLEH KACA FILM TERHADAP DAYA KELUARAN PLAT SEL SURYA PENGARUH SERAPAN SINAR MATAHARI OLEH KACA FILM TERHADAP DAYA KELUARAN PLAT SEL SURYA Ricko Mahindra*, Awitdrus, Usman Malik Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau

Lebih terperinci

Tenaga Surya sebagai Sumber Energi. Oleh: DR. Hartono Siswono

Tenaga Surya sebagai Sumber Energi. Oleh: DR. Hartono Siswono Tenaga Surya sebagai Sumber Energi Oleh: DR Hartono Siswono Energi memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia Bangsa yang tidak menguasai energi akan menjadi bangsa yang tidak merdeka seutuhnya Adalah

Lebih terperinci