LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN"

Transkripsi

1 LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN ANALISIS KINERJA DAN KENDALA PENYEBARLUASAN SISTEM RESI GUDANG DI INDONESIA Oleh Erwidodo Erma Suryani Iwan Setiajie Anugerah PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014

2 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN EKSEKUTIF i DAFTAR ISI x DAFTAR TABEL xii DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR LAMPIRAN xiv I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 3 II. METODE PENELITIAN 4 III. SISTEM RESI GUDANG: LANDASAN TEORITIS DAN FAKTA EMPIRIS Pengertian Sistem Resi Gudang Kelembagaan Sistem Resi Gudang Proses Penerbitan Resi Gudang Skema Pembiayaan Sistem Resi Gudang Infrastruktur Pendukung Sistem Resi Gudang... 9 IV. UNDANG-UNDANG RESI GUDANG NO.9/2006 DAN ATURAN PELAKSANAAN 13 V. KINERJA SISTEM RESI GUDANG DI INDONESIA VI. KINERJA SISTEM RESI GUDANG DI KABUPATEN CONTOH Kinerja SRG di Kabupaten Indramayu Proses Penerbitan Resi Gudang Analisis Biaya Resi Gudang Resi Gudang sebagai Alternatif Pembiayaan Kinerja SRG di Kabupaten Subang Potensi dan Pelaku Usaha Komoditas Padi Kinerja KSU Annisa sebagai Pengelola SRG Proses Penerbitan Resi Gudang di KSU Annisa Proses Penaksiran Harga Kinerja Pengguna SRG Prospek dan Perkiraan Keuntungan Penyelenggaraan SRG Kebijakan Pemerintah Daerah VII. KENDALA DAN PELUANG PENYEBARLUASAN SRG 36 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Implikasi Kebijakan IX. DAFTAR PUSTAKA 45 x

3 LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kinerja Penerapan SRG di Kabupaten Indramayu Lampiran 2. Kinerja Penerapan SRG di Kabupaten Subang xi

4 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 5.1. Perkembangan Penerbitan dan Nilai RG serta Nilai Pembiayaan Nilai RG Berdasaran Jenis Komoditas Utama, Analisis Biaya Sistem Resi Gudang Gabah di Indramayu, Analisa Simulasi Potensi Keuntungan Penyelenggaraan SRG di Kabupaten Subang Analisa Simulasi Keuntungan pada Proses Penyelenggaraan SRG di 32 Gudang KSU Annisa, Kabupaten Subang Analisa Simulasi Biaya Petani Pengguna SRG di KSU Annisa, di Kabupaten Subang xii

5 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 3.1. Keterkaitan Lembaga Penyelenggara Sistem Resi Gudang Alur Penerbitan Resi Gudang Sistem Informasi Harga Komoditas Skema Alur Penerbitan Resi Gudang di Gudang PT. Pertani, Kabupaten Indramayu Bagan Alir Sistem Resi Gudang di KSU Annisa, Kabupaten Subang Proses Penaksiran Harga Gabah Ketan di Pengelola Gudang KSU Annisa KabupatenSubang xiii

6 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Kinerja Penerapan SRG di Kabupaten Indramayu Kinerja Penerapan SRG di Kabupaten Subang xiv

7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan utama dalam perdagangan komoditas pertanian adalah fenomena ketidakstabilan harga. Pada saat panen raya dengan pasokan barang melimpah, umumnya harga akan anjlok dan sebaliknya saat musim paceklik, secara perlahan suplai barang di pasaran berkurang, harga mulai merangkak naik. Kondisi tersebut tentu tidak menguntungkan petani sebagai produsen, terutama petani yang berlahan sempit, karena jika hasil panennya dijual saat panen raya, maka harga yang diterima petani cenderung rendah. Kondisi tersebut membuat petani tidak memperoleh keuntungan maksimal. Ketidakstabilan harga khususnya untuk gabah sebagai komoditas pangan utama, mendorong pemerintah melakukan upaya stabilisasi harga dengan mengeluarkan kebijakan penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah yang bertujuan melindungi petani dari anjloknya harga pada saat panen raya. Bulog ditunjuk sebagai lembaga yang diberi wewenang untuk melaksanakan kebijakan stabilisasi harga tersebut. Konsekuensi kebijakan tersebut, petani akan memperoleh harga gabah minimal sebesar HPP. Jika harga gabah di pasaran berada di bawah HPP, maka kewajiban Bulog untuk membeli gabah petani dengan harga HPP. Sebaliknya jika harga gabah di pasaran lebih tinggi dari HPP, maka petani bebas menjual hasil panen gabahnya ke calon pembeli selain Bulog. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa petani umumnya menjual gabahnya pada saat panen. Kondisi ini dimanfaatkan para pedagang untuk membeli gabah petani dengan harga sesuai HPP. Selanjutnya pedagang dapat menjual gabah tersebut saat musim pasokan gabah di pasaran mulai berkurang dengan harga lebih tinggi. Strategi pedagang untuk menunda jual gabah mampu memberikan margin keuntungan. Harapan pemerintah, margin keuntungan tersebut dapat dinikmati sebagian besar petani. Oleh karena itu, pemerintah merancang sistem yang dapat membantu petani untuk melakukan tunda jual hasil panennya dalam bentuk Sistem Resi Gudang (SRG). Fenomena fluktuasi harga pada perdagangan komoditas pertanian juga dialami di negara lain, terutama di negara-negara berkembang. Untuk melindungi petani dari instabilitas harga dan sekaligus memberikan alternatif pembiayaan untuk kegiatan produktif, negara lain sudah lama menerapkan pola SRG. Berdasarkan data dari konferensi Warehouse Receipt System (WRS) di Amsterdam pada tanggal 9-11 Juli 2001 maka negara-negara berkembang yang tercatat cukup berhasil menerapkan sistim resi gudang ini 1

8 adalah : : Rumania, Hungaria, Afrika Selatan, Zambia, Ghana, Rusia, Slovakia, Bulgaria, Cesnia, Polandia, Kazakstan, Turki, dan Mexico. Secara umum penerapan SRG mampu meningkatkan pendapatan rumahtangga, meningkatkan bargaining position petani, memotivasi petani untuk berproduksi lebih tinggi dan menjaga kualitas, meningkatkan akses pembiayaan ke lembaga keuangan, membuka wawasan dan keterampilan petani terkait teknologi informasi, dan mengurangi intervensi pemerintah dalam mengatur perdagangan komoditas pertanian (Onumah, 2002; IFAD, 2012; Wikipedia, 2014). Undang-Undang SRG No. 9 Tahun 2006 mengatur dan melaksanakan SRG di Indonesia. Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa SRG merupakan kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi resi gudang. Resi gudang merupakan dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Sesuai amanat UU, sebagai Penanggungjawab kegiatan SRG adalah Kementerian Perdagangan dan sebagai pengguna SRG adalah Kementerian Pertanian. Dalam pelaksanaan SRG, selanjutnya Kementerian Perdagangan membentuk Badan Pengawas SRG yang selanjutnya disebut Badan Pengawas yaitu unit organisasi di bawah Menteri yang diberi wewenang untuk melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan pelaksanaan SRG. Untuk mengefektifkan pelaksanaan SRG, Kementerian Perdagangan selanjutnya mengeluarkan Permendag No. 26/M-DAG/PER/6/2007 yang mengatur jenis barang yang dapat memanfaatkan SRG. Diterbitkannya UU SRG dan peraturan pendukungnya diharapkan seluruh pelaku SRG tidak ragu melakukan kegiatan SRG. Secara konsepsi, SRG dapat diimplementasikan di lapangan dan berpotensi memberikan keuntungan pada semua pelaku SRG, khususnya sasaran akhir yaitu petani. Namun, hasil penelusuran data sekunder ditemukan bahwa pelaksanaan SRG berjalan relatif lambat, terlihat dari perkembangan jumlah dan nilai resi gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang selama periode Pada awal beroperasinya SRG tahun 2008, jumlah dan nilai resi gudang (RG) masing-masing sebesar 16 RG dan Rp 1,43 miliar, sedangkan pada tahun 2014 jumlah dan nilai RG masing-masing sebesar 596 RG dan Rp 124,97 miliar (Bappebti, 2014). Jumlah dan nilai RG tersebut relatif kecil jika dikaitkan dengan jumlah produksi komoditas pertanian. Selain itu, jenis komoditas yang digudangkan relatif terbatas pada komoditas gabah, beras, jagung, dan kopi meskipun menurut UU SRG dimungkinkan untuk menyimpan beragam jenis komoditas. 2

9 Pertanyaannya, mengapa pelaksanaan SRG berjalan relatif lambat, tidak sesuai yang diharapkan pemerintah? 1.2. Tujuan Untuk mengetahui penyebab lambatnya implementasi dan penyebarluasan SRG, tujuan penelitian difokuskan untuk (1) mengetahui pelaksanaan SRG, khususnya di wilayah sentra padi, mengingat padi merupakan komoditas dominan SRG, dan (2) menggali permasalahan yang terjadi di lapangan serta memberikan alternatif pemecahannya. 3

10 II. METODE PENELITIAN Aspek pokok yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini ada tiga bagian. Pertama, terkit potensi keuntungan dan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan SRG yang mengacu pada dasar hukum Resi Gudang. Kedua, menyajikan fakta terkait kinerja penyelenggaraan SRG. Ketiga, memaparkan permasalahan dalam implementasi SRG dan alternatif pemecahannya sehingga SRG dapat berkembang dan menyebar secara luas. Aspek pertama dijabarkan dengan memanfaatkan hasil-hasil penelitian/kajian sebelumnya. Aspek kedua, selain menganalisis data sekunder, juga dilakukan survey ke lokasi contoh (Kabupaten Indramayu dan Subang). Kegiatan survey difokuskan pada penggalian informasi terkait permasalahan penyelenggaraan SRG. Pemilihan kabupaten Indramayu ditujukan untuk melihat kinerja SRG yang melibatkan gudang milik BUMN (PT. Pertani), sedangkan di Kabupaten Subang untuk melihat kinerja SRG yang melibatkan gudang milik swasta (koperasi). Aspek ketiga difokuskan pada pembahasan terkait permasalahan implementasi SRG dan alternatif pemecahannya. Pengumpulan data primer dilakukan secara berjenjang dengan metode wawancara yang melibatkan seluruh stakeholder, yaitu Dinas Perdagangan, Dinas Pertanian, Bank yang ditunjuk untuk memfasilitasi SRG, Pengelola Gudang, dan Kelompok Tani/Petani. Data dan informasi dari berbagai sumber tersebut diharapkan memberikan informasi pelaksanaan SRG, permasalahan yang dihadapi, dan harapan keberlanjutan dan pengembangan SRG kedepan. 4

11 III. SISTEM RESI GUDANG: LANDASAN TEORITIS DAN FAKTA EMPIRIS 3.1. Pengertian Sistem Resi Gudang Sistim Resi Gudang (SRG) merupakan kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi Resi Gudang (RG). Sejak tahun 2006, pemerintah mengeluarkan kebijakan SRG yang didasarkan pada Undang-Undang No.9 Tahun 2006, tentang SRG yang dikembangkan untuk membantu mengatasi persoalan petani padi musim panen (Erawan, 2008). Dalam UU SRG No 9/2006 dinyatakan bahwa RG merupakan dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Ada dua macam RG, yaitu (1) RG yang dapat diperdagangkan ("negotiable warehouse receipt") yaitu suatu resi gudang yang memuat perintah penyerahan barang kepada siapa saja yang memegang resi gudang tersebut atau atas suatu perintah pihak tertentu; dan (2) RG yang tidak dapat diperdagangkan ("nonnegotiable warehouse receipt") yaitu resi gudang yang memuat ketentuan bahwa barang yang dimaksud hanya dapat diserahkan kepada pihak yang namanya telah ditetapkan. Selain RG, juga bisa diterbitkan derivatif RG berupa warkat yang keduanya dapat diperdagangkan di bursa komoditi (Wikipedia, 2014) Kelembagaan Sistem Resi Gudang Dalam UU No.9/2006 dinyatakan bahwa Kebijakan umum terkait SRG ditangani oleh Menteri Perdagangan. Dalam operasionalnya, penyelenggaraan SRG dijalankan oleh beberapa lembaga, yaitu : (1) Badan Pengawas, (2) Pengelola Gudang, (3) Lembaga Penilaian Kesesuaian, dan (4) Pusat Registrasi. Keterkaitan antar lembaga tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1. Badan Pengawas SRG ditangani oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), unit Eselon-1 Kementerian Perdagangan, yang bertanggungjawab langsung ke Menteri Perdagangan. Tugas pokok dan fungsi masing-masing lembaga sudah tertuang dalam UU No.9/2006 dan penjelasan secara rinci dapat ditelusuri pada beberapa sumber, seperti Putri (2010), Riana (2010), Bappebti (2011), dan Ashari (2011). Pengelola Gudang memegang peranan penting dalam penyelenggaran SRG, karena lembaga tersebut secara langsung berhubungan dengan pemilik barang dan menerbitkan dokumen resi gudang. Pengelola Gudang memiliki tanggung jawab atas pemeliharaan barang yang disimpan dalam gudang dan menanggung risiko jika terjadi kerusakan barang. 5

12 Oleh karena itu, untuk menjaga kualitas barang, Pengelola Gudang mensyaratkan standar mutu barang yang akan dimasukkan dalam gudang. Dalam operasionalnya, Pengelola Gudang bekerjasama dengan lembaga uji mutu barang dan lembaga penjamin barang. Besarnya tugas dan tanggung jawab Pengelola Gudang, sesuai dengan UU No.9/2006, Pengelola Gudang harus badan usaha berbadan hukum dan telah mendapat persetujuan Bappebti. Persyaratan menjadi Pengelola Gudang diatur dalam Peraturan Kepala Bappebti No. 01/Bappebti/Per-SRG/7/2007 dan No.11/Bappebti/Per-SRG/5/2009 (Bappebti, 2011). Sumber : Bappebti, 2011 Gambar 3.1. Keterkaitan Lembaga Penyelenggara Sistem Resi Gudang Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) merupakan salah satu lembaga dalam SRG yang bertanggung jawab atas keterangan yang tercantum dalam sertifikat untuk barang. LPK tidak bertanggung jawab atas perubahan mutu barang yang diakibatkan oleh kelalaian Pengelola Gudang. Seluruh data yang dikeluarkan LPK selanjutnya oleh Pengelola Gudang akan dikirimkan ke Bappebti. Lebih lanjut data tersebut akan dikirimkan ke Pusat Registrasi untuk diberikan kode registrasi. Kode registrasi tersebut selanjutnya akan diberikan ke Pengelola Gudang. Keberadaan Pusat Registrasi dalam SRG sangat penting, karena lembaga ini bertanggung jawab dalam penyimpanan data-data seluruh barang yang diresigudangkan dan selanjutnya dapat diakses oleh lembaga perbankan dan asuransi untuk kepentingan pemberian kredit dan penjaminan barang. 6

13 3.3. Proses Penerbitan Resi Gudang Berdasarkan Permendag No. 26/M-DAG/PER/6/2007, jenis komoditas yang dapat diresigudangkan diutamakan barang untuk ekspor dan untuk ketahanan pangan. Persyaratan komoditas SRG, yaitu (1) mempunyai usia simpan yang cukup lama, minimal 3 bulan, (2) harga berfluktuasi, (3) mempunyai standar-mutu tertentu, (4) mempunyai pasar dan informasi harga yang jelas, dan (5) komoditi potensial dan sangat berperan dalam perekonomian daerah setempat dan nasional. Jenis komoditas SRG mencakup gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, dan rumput laut, dan tahun 2011 ditambah rotan dan garam. Selain komoditas tersebut, dapat juga disimpan di gudang dengan mempertimbangkan rekomendasi dari Pemerintah Daerah, instansi terkait, atau asosiasi komoditas dengan tetap memperhatikan persyaratan komoditas yang diatur dalam Permendag. Penerbitan RG memiliki beberapa tahapan yang prosedurnya telah diatur oleh Bappebti. Alur penerbitan RG disajikan pada Gambar 3.2. Prinsipnya, barang yang akan diresigudangkan harus memenuhi standar yang ditetapkan Pengelola Gudang. Oleh karena itu, seluruh barang harus melewati tahap uji mutu dan penjaminan barang. Dokumen RG akan diterbitkan Pengelola Gudang setelah seluruh persyaratan terpenuhi. Seluruh data yang terkait dengan penerbitan RG akan masuk ke sistem informasi RG di Pusat Registrasi. Sistem Informasi Resi Gudang PUSAT REGISTRASI Pemilik Barang Uji Mutu Asuransi Gudang Dokumen Resi Gudang Agunan ke Bank/LKNB Sumber : Bappebti (2011) Jual-Beli Pasar Lelang Jual langsung Disimpan/ tanda kepemilikan barang Gambar 3.2. Alur Penerbitan Resi Gudang 7

14 3.4. Skema Pembiayaan Sistem Resi Gudang Dalam UU No.9/2006 telah dinyatakan bahwa dokumen RG dapat dijadikan agunan ke bank atau Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) untuk memperoleh kredit. Ada dua jenis kredit yang bisa diakses pemilik RG, yaitu kredit komersial dan kredit subsidi. Pengertian kredit komersial dengan jaminan RG adalah pemberian kredit kepada pemegang RG yang merupakan pemilik barang atau pihak yang menerima pengalihan dari pemilik barang atau pihak lain yang menerima pengalihan lebih lanjut. Sedangkan kredit modal kerja skema subsidi resi gudang (S-SRG) adalah kredit yang mendapat subsidi bunga dari Pemerintah dengan jaminan Resi Gudang yang diberikan Bank kepada petani, kelompok tani, gapoktan dan koperasi. BRI (2011) memaparkan skim S-SRG meliputi : (1) kredit diperuntukan bagi Petani, Kelompok Tani, Gapoktan dan Koperasi, (2) pola kredit executing, sumber pendanaan 100% dana masyarakat, (3) peserta tidak sedang memperoleh fasilitas kredit program dari pemerintah, (4) RG tercatat di Pusat Registrasi, (5) jenis komoditas mencakup gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet dan rumput laut, (6) plafon kredit sebesar 70% dari nilai RG, maksimal Rp 75 juta per petani, (7) jangka waktu kredit maksimum 6 bulan dan tidak dapat diperpanjang, (8) suku bunga kredit 6 %, selisih tingkat bunga S-SRG dengan beban bunga peserta S-SRG merupakan subsidi Pemerintah, dan (9) provisi dan biaya komitmen tidak dikenakan. Dasar hukum skema S-SRG adalah UU No.9/2006, PP No.36/2007, Peraturan Menteri Keuangan No. 171/PMK.05/2009 dan pelaksanaannya mengacu pada Permendag No. 66/M-DAG/PER/12/2009 (BRI, 2011). Sebagai penyalur kredit bersubsidi (S-SRG) tidak hanya bank pemerintah, tetapi bank swasta, LPDB Kementerian Koperasi dan UKM, serta PKBL PT Kliring Berjangka Indonesia juga dilibatkan. Dasar hukum skema S-SRG adalah UU No.9/2006, PP No.36/2007, Peraturan Menteri Keuangan No. 171/PMK.05/2009 dan pelaksanaannya mengacu pada Permendag No. 66/M-DAG/PER/12/2009 (BRI, 2011). Pengalaman negara India untuk akses pembiayaan yang berbasis pergudangan, dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu (1) Public Warehousing, (2) Private Warehousing, dan (3) Farmer focused approaches. Ketiga pendekatan tersebut memiliki sasaran yang berbeda, namun tujuannya akhirnya memberi keuntungan kepada seluruh pelaku SRG (Mahanta, 2012). 8

15 3.5. Infrastruktur Pendukung Sistem Resi Gudang Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan SRG, koneksi antar lembaga difasilitasi dengan jaringan beberapa sistem untuk mempermudah aktifitas masing-masing lembaga yang terlibat SRG. Beberapa sistem tersebut, yaitu (1) Sistem Informasi Resi Gudang (Is- Ware) dari Pusat Registrasi, (2) Sistem prosedur pengelolaan gudang SRG dari Pengelola Gudang, (3) Sistem Pelayanan dari lembaga SRG lainnya seperti LPK, Asuransi, Lembaga Keuangan (Bank/Non Bank), (4) Sistem tarif/biaya SRG yang wajar & kompetitif di setiap tahapan proses SRG, dan (5) Sistem informasi harga dari Bappebti. IS-WARE merupakan aplikasi sistem informasi di Pusat Registrasi yang dibangun untuk mempermudah akses data-data terkait SRG yang dibutuhkan oleh pengguna, seperti lembaga perbankan atau lembaga penjamin untuk melakukan verifikasi atau konfirmasi data. Sistem prosedur dibangun untuk memfasilitasi Pengelola Gudang untuk memperlancar kegiatan manajemen barang yang akan masuk-keluar gudang. Selain itu infrastruktur lain yang disediakan adalah sistem pelayanan yang memberikan akses lembaga SRG seperti LPK, Asuransi, Lembaga Keuangan (Bank/Non Bank). Sistem tarif/biaya SRG juga telah dibangun, agar tarif yang dikenakan ke pengguna memiliki standar tertentu. Contoh, untuk tarif sewa gudang, meskipun besarannya berbeda antar pemilik gudang, namun komponennya harus sudah memperhitungkan biaya survey gudang, biaya asuransi gudang, biaya kantor (tagihan PLN, PAM, akses internet), biaya kebersihan/sanitasi gudang, biaya keamanan gudang, biaya perawatan gudang, dan jasa pemilik gudang (ipasar, 2011). Sistem lainnya yang tidak kalah penting adalah sistem informasi harga yang dibangun Bappebti (Gambar 3.3). Melalui sistem informasi harga, pengguna dapat mengakses data harga komoditas yang diperdagangkan, tetapi masih terbatas pada komoditas yang ditentukan melalui Permendag. Tersedianya infrastruktur pendukung terkait berbagai sistem secara online diharapkan dapat mempermudah kegiatan SRG yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang terlibat dalam penyelenggaraan SRG. Secara konsepsi, rancangan SRG cukup memadai untuk membantu petani pada saat menghadapi fluktuasi harga komoditas pertanian. Selain itu melalui SRG petani dapat memperoleh alternatif pembiayaan untuk kegiatan produksi lebih lanjut. Operasionalisasi SRG di Indonesia dimulai sejak tahun 2008, namun sebelum muncul Undang-Undang No.9/2006 Tentang SRG, berbagai macam terobosan telah 9

16 ditempuh baik oleh pemerintah maupun pelaku usaha dalam sistem tata niaga komoditi pertanian. Beberapa diantaranya yang hampir mirip dengan SRG adalah sistem tunda jual, gadai gabah, dan yang terakhir adalah CMA (Collateral Management Agrement) seperti yang dikemukakan Putri (2012). Indramayu Jombang Beras & Gabah Gabah http : //infoharga.bappebti.go.id Banyumas Makasar Beras & Gabah Kakao & Jagung SMS Gateway Informasi harga komoditas SMS request : Babel Lampung Surabaya Lada Kopi Kedelai & Fax (Mingguan) : Bank, Pengelola Gudang, Prosesor & Buyer Kontributor : Petani/Kelompok Tani Sumber : Bappebti (2011) Gambar 3.3. Sistem Informasi Harga Komoditas Ditinjau dari kelengkapan infrastrukur sistem dan keamanannya, SRG merupakan sistem yang paling aman dan canggih jika dibandingkan dengan beberapa sistem yang pernah ada di Indonesia. Dalam SRG terdapat jaminan keamanan bagi perbankan karena semua data penatausahaan RG terpusat di Pusat Registrasi dan diawasi oleh BAPPEBTI. Selain itu terdapat kepastian mutu bagi pemilik barang maupun calon pemilik barang karena barang yang disimpan dikelola dengan baik oleh Pengelola Gudang dan diuji mutu sebelumnya oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian independen yang telah mendapat sertifikasi dari KAN dan disetujui oleh BAPPEBTI (Putri, 2012). Bappebti bekerja sama dengan Pemerintah Daerah (Pemda) sejak tahun Hingga tahun 2013 telah dibangun 98 gudang SRG di 78 kabupaten di 21 provinsi. Khusus di Provinsi Jawa Barat, telah dibangun 11 gudang SRG yang tersebar di 10 kabupaten. Pada tahun 2014, Bappebti dibawah koordinasi Kementerian Perdagangan bersama dengan Pemda kembali melakukan pembangunan fasilitas gudang sebanyak 19 unit dan dilengkapi dengan mesin pengering (dryer) di 19 kabupaten (Bappepti, 2008 dan 2014). 10

17 Pembahasan tentang konsep dan pendekatan SRG telah banyak dikemukakan dalam berbagai tulisan, sebagaimana yang disampaikan oleh Ashari (2007, 2010, 2012), Yulistiyono (2014), Wahyudin (2011), Sunarto (2012), Sanuri (2008), Putri (2012), Prayitno (2011), Noviyanto (2011), Herlindah (2013), Haryotejo (2013), Devita (2012), Boen (2007), Erawan (2008) serta berbagai informasi terkait SRG dari media. Beberapa pendekatan konseptual yang terkait peserta S-SRG disebutkan bahwa : (1) Petani adalah perorangan warga negara Indonesia yang mengelola usaha di bidang pertanian/perkebunan/budidaya perikanan; (2) Kelompok Tani adalah kumpulan Petani/ pekebun/pembudidaya perikanan yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya, tempat) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota; (3) Gabungan Kelompok Tani adalah kumpulan beberapa Kelompok Tani yang bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha dan (4) Koperasi adalah koperasi primer sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang anggotanya terdiri dari Petani/pekebun/pembudidaya perikanan. Persyaratan komoditas pertanian yang dapat diresigudangkan, sebagaimana diatur dalam Permendag No. 26/M-DAG/PER/6/2007, yaitu: (1) memiliki daya simpan paling sedikit tiga bulan, (2) memenuhi standar mutu tertentu, dan (3) jumlah minimum barang yang disimpan. Sedangkan jika dilihat dari ketentuan perdagangan berjangka komoditas, persyaratan komoditas yang dapat diperdagangkan berjangka adalah: (1) memiliki harga yang berfluktuasi, (2) tidak ada intervensi pemerintah, semata-mata atas dasar permintaan dan pasokan, dan (3) tersedia dalam jumlah yang cukup, bersifat homogen, dan tidak dimonopoli oleh kelompok tertentu, serta (4) merupakan komoditas potensial dan sangat berperan dalam perekonomian daerah setempat dan nasional karena menyangkut ketahanan pangan dan ekspor. Konsep tentang infrastruktur penyelenggaraan SRG, meliputi : (1) Gudang, adalah semua ruangan yang tidak bergerak dan tidak dapat dipindah-pindahkan dengan tujuan tidak dikunjungi oleh umum, tetapi untuk dipakai khusus sebagai tempat penyimpanan barang yang dapat diperdagangkan secara umum dan memenuhi syarat-syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri; (2) Barang, adalah setiap benda bergerak yang dapat disimpan dalam jangka waktu tertentu dan diperdagangkan secara umum; (3) Barang Bercampur, adalah barang-barang yang secara alami atau kebiasaan dalam praktik perdagangan dianggap setara serta sama satuan unitnya dan dapat disimpan secara bercampur. Dalam 11

18 manajemen SRG dikemukakan bahwa Pemegang RG adalah pemilik barang atau pihak yang menerima pengalihan dari pemilik barang atau pihak lain yang menerima pengalihan lebih lanjut. Hak Jaminan atas RG, yang selanjutnya disebut Hak Jaminan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada RG untuk pelunasan utang, yang memberikan kedudukan untuk diutamakan bagi penerima hak jaminan terhadap kreditor yang lain. Pengaturan tugas dan peran lembaga penentu kebijakan yang terkait dengan SRG, disebutkan bahwa urusan Pemerintah Pusat di bidang pembinaan SRG meliputi: (1) penyusunan kebijakan nasional untuk mempercepat pengembangan SRG; (2) pengkoordinasian antar sektor pertanian, keuangan, perbankan, dan sektor terkait lainnya untuk pengembangan SRG; (3) pengoordinasian antara SRG dan Perdagangan Berjangka Komoditi; (4) pengembangan standardisasi komoditas dan pengembangan infrastruktur teknologi informasi; (5) pemberian kemudahan bagi sektor koperasi, usaha kecil dan menengah, serta kelompok tani di bidang SRG; dan (6) penguatan kelembagaan SRG dan infrastruktur pendukungnya, khususnya sektor keuangan dan pasar lelang komoditas. Urusan Pemerintah Pusat di bidang pembinaan SRG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dan dikoordinasikan oleh Menteri. Terkait dengan peran dan fungsi Pemerintah Daerah, disebutkan bahwa urusan Pemerintah Daerah di bidang pembinaan SRG meliputi: (1) pembuatan kebijakan daerah untuk mempercepat pelaksanaan SRG; (2) pengembangan komoditas unggulan di daerah; (3) penguatan peran pelaku usaha ekonomi kerakyatan untuk mengembangkan pelaksanaan SRG; dan (4) pemfasilitasian pengembangan pasar lelang komoditas. Urusan Pemerintah Daerah di bidang pembinaan SRG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan dengan Badan Pengawas. 12

19 IV. UNDANG-UNDANG RESI GUDANG NO.9/2006 DAN ATURAN PELAKSANAAN Dasar hukum pelaksanaan SRG di Indonesia diatur dalam UU No.9/2006. Pelaksanaan amanat UU No.9/2006 selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun Pasal-pasal dan ayat yang termuat dalam PP No.36/2007 lebih mengarah pada penjelasan teknis sehingga diharapkan dapat mempermudah pengoperasian SRG di lapangan. Beberapa peraturan pendukung UU No.9/2006, antara lain Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 26/M-DAG/PER/6/2007 yang menjelaskan jenis komoditas yang dapat disimpan di gudang SRG, yaitu gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, dan rumput laut. Pada tahun 2011, Permendag No. 26/M-DAG/PER/6/2007 dinyatakan tidak berlaku ketika diterbitkan Permendag No.37/M-DAG/Per/11/2011 yang menambahkan komoditas rotan dapat disimpan di gudang SRG, selain 8 jenis komoditas yang diatur sebelumnya. Untuk pengaturan teknis penyelenggaraan SRG selanjutnya diatur oleh Peraturan Kepala Bappebti. Pada tahun 2007 telah dikeluarkan 4 peraturan Bappebti No. 03, 04, 05, 06/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 yang mengatur (i) Persyaratan umum dan persyaratan teknis gudang, (ii) Persyaratan dan tata cara untuk memperoleh persetujuan sebagai lembaga penilaian kesesuaian dalam SRG, (iii) Persyaratan dan tata cara untuk memperoleh persetujuan sebagai Pusat Registrasi, dan (iv) Penetapan hari dalam SRG. Pada tahun 2008 dikeluarkan 3 peraturan Bappebti No. 08, 09, 10/ BAPPEBTI/PER- SRG/7/2008 yang mengatur tentang (i) Pedoman teknis pengalihan RG, (ii) Pedoman teknis penjaminan RG, dan (iii) Pedoman teknis penyelesaian transaksi RG. Pada tahun 2009, telah dikeluarkan 3 peraturan Bappebti No. 11, 12, 13/ BAPPEBTI/PER- SRG/5/2009 yang mengatur tentang (i) Persyaratan keuangan bagi pengelola gudang, (ii) Tata cara penyampaian laporan pengelola gudang, Lembaga Penilaian Kesesuaian dan Pusat Registrasi, dan (3) Tata cara pemeriksaan teknis kelembagaan dalam SRG. Untuk penilaian kualitas aktiva bank umum berdasarkan peraturan Bank Indonesia No. 9/6/PBI/2007. Dalam perjalanannya UU No.9 Tahun 2006 mengalami beberapa perubahan pada beberapa pasal dan ayat, selanjutnya dilakukan amandemen dengan UU No.9/2011. Beberapa pasal dan ayat yang diubah dalam amandemen, antara lain mencakup Lembaga Jaminan RG dan hak penerima jaminan (Pasal 1), terkait hal-hal yang harus dimuat dalam Resi Gudang (Pasal 5), terkait wewenang Badan Pengawas (Pasal 21), 13

20 terkait sertifikat RG (Pasal 29), dan beberapa pasal terjadi penambahan ayat untuk penjelas. Dasar hukum SRG secara rinci telah dibahas oleh Herlindah (2013) dan Ashari (2011). 14

21 V. KINERJA SISTEM RESI GUDANG DI INDONESIA Data Bappebti (2008) dan kajian Putri (2012) menunjukkan bahwa sejak SRG diinisiasikan pada tahun 2008 dan perkembangannya hingga tahun 2010, secara nasional jumlah penerbitan RG mencapai 85 RG dengan volume 2.971,88 ton atau nilai setara Rp 10,45 miliar. Dari nilai RG yang diterbitkan, pengguna dapat mengajukan pembiayaan kepada lembaga keuangan Bank dan non Bank dengan jaminan kepemilikan RG. Nilai pembiayaan yang diterima dari lembaga keuangan sebesar Rp 4,47 miliar atau 42,8 persen dari nilai RG yang diterbitkan. Data resmi dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan memperlihatkan bahwa pelaksanaan SRG masih terbatas, meskipun terjadi peningkatan cukup nyata dalam penerbitan resi gudang selama tiga tahun terakhir (Tabel 5.1). Sejak Desember 2014, dilaporkan resi gudang telah diterbitkan dengan total nilai Rp 362 miliar. Dari total RG yang telah diterbitkan, sebanyak pemilik RG memperoleh kredit dari lembaga keuangan/perbankan dengan total nilai kredit Rp 226 miliar. Dari perkembangan jumlah RG selama periode tahun , terlihat pada tahun 2011 terjadi lonjakan jumlah RG sekitar lima kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Lonjakan jumlah RG diduga karena adanya penambahan pembangunan gudang SRG di lima provinsi melalui Dana Alokasi Khusus (DAK), yaitu di Provinsi Sumatera Utara (2 kabupaten), Lampung (5 kabupaten), Jawa Timur (2 kabupaten), Jawa Tengah (5 kabupaten) dan Gorontalo (1 kabupaten). Penambahan gudang SRG melalui DAK dilanjutkan pada tahun 2012 di 11 provinsi yang tersebar di 14 kabupaten (Bappebti, 2011). Penambahan jumlah gudang SRG berpengaruh pada peningkatan jumlah RG yang diterbitkan. Tabel 5.1. Perkembangan Penerbitan dan Nilai RG serta Nilai Pembiayaan Tahun Penerbitan Pembiayaan Jumlah RG Nilai (Rp Juta ) Jumlah RG Nilai (Rp juta) Total Sumber: Bappebti, Kementerian Perdagangan (2014) 15

22 Berdasarkan jenis komoditas, jumlah dan nilai RG masih didominasi komoditas gabah. Jumlah RG untuk komoditas lain seperti beras, jagung, dan kopi terlihat relatif rendah. Dari total RG, 90,4 persen RG diterbitkan untuk komoditas gabah, 5,1 persen untuk komoditas beras, 3,7 persen untuk komoditas jagung, dan 0,4 persen untuk komoditas kopi. Akumulasi persentase jumlah penerbitan dan pembiayaan RG hingga Desember 2014 berdasarkan jenis komoditas utama disajikan dalam Tabel 5.2 (Erwidodo, 2014). Tabel 5.2. Nilai RG Berdasaran Jenis Komoditas Utama, 2014 Penerbitan Pembiayaan Komoditas Jumlah RG Nilai Nilai Jumlah RG (Rp miliar) (Rp miliar) Gabah , ,614 Beras 93 38, ,666 Jagung 66 15, ,082 Kopi 15 1, Sumber: Bappebti, Kementerian Perdagangan (2014) Menurut Menteri Perdagangan (2013), baru ada 81 unit gudang dan hanya mampu menampung 5 persen kebutuhan pangan (beras) nasional. Kondisi ini sangat merugikan petani, yang sulit mendapatkan kepercayaan kredit dari bank, karena tidak ada bukti kepemilikan hasil produksi yang dapat dijadikan jaminan (agunan) untuk memperoleh kredit perbankan. Terbatasnya ketersediaan gudang akan sangat menghambat pengembangan SRG. Berdasarkan informasi dari Bappebti, beberapa gudang yang berpotensi untuk dijadikan gudang SRG, antara lain PT. Pertani memiliki 404 unit gudang yang tersebar di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Bali, NTB, dan NTT. Sementara untuk PT. Bhanda Ghara Reksa (BGR) memiliki 99 unit gudang yang tersebar di Sumatera, Jawa, Bali, NTB, dan Sulawesi, gudang PT. PPI sebanyak 108 unit. Selain itu, gudang milik Koperasi/KUD dan gudang swasta lainnya juga berpotensi untuk dijadikan gudang SRG. Sebagaimana UU RG No.9/2006, penyelenggara SRG dapat dilakukan oleh BUMN, BUMD, perusahaan swasta dan koperasi. Namun data Bappebti memperlihatkan masih sangat terbatasnya jumlah penyelenggara jasa RG. Pada akhir tahun 2014, Bappebti melaporkan lima besar penyelenggara RG menurut nilai RG yang diterbitkan, yakni PT Pertani (Rp 315 miliar), Koperasi Niaga Mukti (Rp 16,9 miliar), Koperasi Serba Usaha (KSU) Annisa (Rp 16,8 miliar), PT Bhanda Ghara Reksa (Rp 6,6 miliar), dan PT Food Station Cipinang Jaya (Rp 2,2 miliar). Atas dasar data tersebut, dipilih penyelenggaraan 16

23 SRG oleh PT Pertani di Kabupaten Indramayu dan SRG di Subang oleh KSU Annisa untuk mengetahui lebih rinci operasionalisasi SRG di lapangan. 17

24 VI. KINERJA SISTEM RESI GUDANG DI KABUPATEN CONTOH 6.1. Kinerja SRG di Kabupaten Indramayu Hasil survey di Kabupaten Indramayu menunjukkan bahwa penyelenggaraan SRG belum maksimal, terlihat dari sebagian besar petani yang masih enggan memanfaatkan SRG untuk mengatasi fluktuasi harga dan sekaligus sebagai alternatif pembiayaan. Beberapa alasan yang dikemukakan oleh Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten Indramayu, antara lain : (1) petani keberatan pembebanan ongkos untuk hal-hal yang berkaitan pengemasan, karena biaya tersebut tidak diperhitungkan pada saat penentuan harga jual gabah; (2) Biaya transportasi atau angkutan dari tempat panen ke lokasi Gudang SRG yang dibebankan ke petani, dirasakan sangat memberatkan dan semakin jauh jarak lokasi panen ke gudang SRG akan semakin mahal ongkos angkutnya; dan (3) Kurangnya pemahaman petani tentang SRG, khususnya petani berlahan sempit (kurang 0.5 hektar). Petani yang berlahan sempit umumnya berpikir praktis, ketika saat panen tiba menginginkan segera menjual hasil panennya dan memperoleh uang tunai. Kebutuhan dana tunai yang ingin segera diperoleh petani berlahan sempit dan banyaknya pedagang yang menawarkan sistem tebasan mendorong petani yang berpikir praktis akan segera menjual hasil panennya dengan sistem tebasan tersebut. Berkembangnya sistem tebasan dianggap menguntungkan bagi petani berlahan sempit, karena petani akan langsung mendapat uang tunai dan tidak dibebani biaya panen, ongkos angkut, dan ongkos pengemasan. Sistem tebasan di Kabupaten Indramayu selama 3 tahun terakhir menawarkan harga relatif bagus, setara HPP gabah, artinya dari sisi perhitungan finansial petani masih memperoleh keuntungan yang memadai, sedangkan penebas (pedagang) berpeluang memperoleh keuntungan dengan cara tunda jual melalui pemanfaatan SRG. Terciptanya harga tebasan relatif bagus, akibat persaingan penebas yang datang tidak hanya dari Jakarta dan Bandung, tetapi juga dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Banyaknya jumlah penebas, menyebabkan bargaining position petani cukup kuat. Kondisi tersebut mendorong para petani berlahan sempit yang berpikir praktis memilih segera menjual hasil panennya dengan sistem tebasan daripada menggunakan SRG. Lambatnya penyebarluasan SRG di Kabupaten Indramayu, salah satunya karena ketersediaan gudang SRG relatif terbatas. Hal ini menyulitkan petani yang memiliki lahan sawah relatif jauh dari gudang, karena makin jauh jarak sawah ke gudang, beban biaya transportasi makin mahal. Gudang SRG yang tersedia di Kabupaten Indramayu masih terbatas pada gudang PT.Pertani yang berlokasi di Kecamatan Haurgeulis. Kapasitas 18

25 gudang Haurgeulis mampu menampung dan menyimpan gabah sebanyak 1876 ton gabah. Namun, kapasitas terpasang gudang tidak berhasil digunakan sepenuhnya (full capacity) karena belum tersedianya alat pengangkat untuk menumpuk karungan gabah yang tingginya lebih dari 10 meter. Pengguna jasa RG baik di Indramayu tidak hanya petani perorangan, tetapi juga Kelompok Tani (KT), Gapoktan, koperasi SBU, pedagang, dan perusahaan huller (RMU). Dari 78 RG yang dikeluarkan pengelola gudang di Indramayu, sekitar 10 persen (8 RG) diantaranya atas nama KSU. PT Pertani, sebagai Pengelola Gudang, menerbitkan RG dengan volume (nilai) yang berbeda untuk masing-masing RG, disesuaikan jenis varietas gabah dan status kepemilikan, yaitu: (i) 20 ton/rg untuk varietas IR, (ii) ton/rg untuk varietas Pandan Wangi, (iii) 200 ton/rg untuk varietas IR bagi Gapoktan, dan (iv) 400 ton/rg bagi KSU Bina Hasil Tani. Untuk kasus di Subang, kemasan minimum ditetapkan 10 ton/rg. Sistem pengemasan masih diserahkan ke petani/pemilik barang, namun kedepan pengelola gudang SRG di Indramayu dan Subang akan memberlakukan karung kemasan yang seragam. SRG di Indramayu umumnya dimanfaatkan petani/pedagang/kelompok pada saat musim panen raya, yaitu sekitar bulan April-Mei. Jangka waktu RG atau lama penyimpanan yang berlaku adalah tiga bulan. Jangka waktu ini disesuaikan dengan jangka waktu tibanya musim panen berikutnya. Ketentuan ini bertujuan agar gudang RG sudah kosong saat musim berikutnya panen tiba. Disamping itu, untuk menghindari kerusakan/penyusutan serta turunnya harga jual gabah yang disimpan di gudang Proses Penerbitan Resi Gudang Pada proses penerbitan dokumen RG, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan calon pengguna RG. Alur penerbitan dokumen RG di Indramayu dapat dilihat pada Gambar 6.1. Pada prinsipnya sebelum barang masuk gudang penyimpanan, kualitas barang harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan pengelola gudang. Selanjutnya gabah yang sudah kering, dikemas dalam karung sebanyak 50 kg GKG/kemasan dan dijahit secara mekanis. Sebelum masuk gudang, dilakukan uji mutu oleh lembaga uji mutu dengan beberapa kriteria, salah satunya kadar air tidak boleh lebih dari 14 persen, karena kandungan kadar air berpengaruh pada kualitas gabah. Pada proses persiapan ini, ketersediaan alat pengering (dryer) sangat vital. Ketersediaan dryer yang dimiliki gudang PT. Pertani masih dirasakan 19

26 kurang memadai untuk menampung gabah yang akan diresigudangkan. Untuk gudang KSU Annisa, belum dilengkapi dryer hingga akhir Informasi yang diperoleh dari pengelola gudang, pengadaan dryer masih dalam proses. Sebelum barang masuk gudang, terlebih dahulu dilakukan proses uji mutu barang oleh Ujatasma (anak perusahaan Bulog), penaksiran nilai barang, asuransi, dan registrasi. Taksiran harga didasarkan pada harga pasar di wilayah tersebut. Setelah kelengkapan dokumen administrasi terpenuhi, selanjutnya barang diangkut ke gudang pengelola RG. Proses dari barang masuk gudang hingga penerbitan RG membutuhkan waktu kurang lebih 3 hari. Selanjutnya RG tersebut dapat digunakan sebagai agunan untuk memperoleh kredit dari bank, dalam hal ini bank yang ditunjuk menjadi rekanan untuk pengelolaan RG adalah Bank BJB KCP Haurgeulis. Gabah Basah/Kering Panen milik petani, kelompok, pedagang, pengepul, penggilingan padi Pengeringan dan Pengemasan GKG milik Perorangan/ Kelompok - Lulus uji mutu - Registrasi - Penaksiran harga - Asuransi Masuk Gudang PT.Pertani Penerbitan Resi Gudang Persyaratan permohonan RG terpenuhi Sumber : Gudang Pengelola SRG PT.Pertani Kabupaten Indramayu (2014) Gambar 6.1. Skema Alur Penerbitan Resi Gudang di Gudang PT. Pertani, Kabupaten Indramayu Analisis Biaya Resi Gudang Jaminan Kredit Bank BJB Biaya penyimpanan barang di gudang SRG bervariasi tergantung lamanya waktu simpan. Untuk gudang PT.Pertani di Indramayu biaya gudang ditetapkan : Rp 75/kg untuk 20

27 3 bulan, Rp 90/kg untuk 4 bulan, Rp 105/kg untuk 5 bulan, dan Rp 120/kg untuk 6 bulan (maksimum). Biaya gudang mencakup empat komponen, yaitu (1) biaya bongkar sebesar Rp 10/kg, (2) biaya uji mutu sebesar Rp 5/kg, (3) biaya psrg & asuransi sebesar Rp 10/kg, dan (4) biaya perawatan sebesar Rp 10/kg. Namun sebelum barang digudangkan, proses pengeringan hingga pengemasan memakan biaya Rp 200/kg gabah basah atau Rp 250/kg GKG. Untuk memperoleh gambaran tentang perhitungan resi gudang, berikut dijelaskan analisis biaya RG kasus penyimpanan barang sebanyak 20 ton GKG varietas Ciherang dengan lama penyimpanan 3 bulan di Gudang PT. Pertani, Indramayu. Rincian perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 6.1. Tabel 6.1. Analisis Biaya Sistem Resi Gudang Gabah di Indramayu, 2014 No. Uraian Nilai (Rp) Pangsa thd. Nilai Barang (%) 1. Nilai taksiran barang (Rp 5.000/kg x 20 ton) ,00 2. Biaya : a. Biaya pra-gudang (pengeringan, pengemasan dengan karung, jahit karung dengan mesin) (Rp 250/kg GKG x 20 ton) b. Biaya gudang - Biaya bongkar (Rp 10/kg x 20 ton) - Biaya uji mutu (Rp 5/kg x 20 ton) - Biaya registrasi & asuransi (Rp 10/kg x 20 ton) - Biaya perawatan (Rp 10/kg x 20 ton) c. Jasa sewa gudang (Rp 40/kg x 20 ton) d. Total biaya (2a + 2b) ,00 0,20 0,10 0,20 0,20 0,80 6,50 Sumber : Gudang PT.Pertani Kabupaten Indramayu (2014) Berdasarkan Tabel 6.1, pangsa biaya pra-gudang ternyata lebih besar (5 %) dibandingkan biaya gudang sebesar 1,5 persen. Komponen terbesar dari biaya pra-gudang terletak pada biaya pengeringan dari gabah basah ke gabah kering. Proses pengeringan tidak diharuskan di dryer milik PT.Pertani, petani boleh melakukan pengeringan sendiri asal memenuhi standar mutu gudang (kadar air 14 %). Pengelola gudang hanya mewajibkan petani untuk menjahit karung kemasannya di PT.Pertani, karena harus menggunakan jahit mesin agar kemasan kuat dan tidak mudah rusak. Biaya pra-gudang belum memperhitungkan ongkos angkut dari sawah petani ke gudang PT.Pertani. Untuk biaya gudang, terdapat beberapa komponen yang harus dibayar pemilik barang. Bongkar barang ditangani langsung oleh tenaga kerja PT.Pertani. Uji mutu barang dilakukan lembaga di luar PT.Pertani dengan biaya Rp 5/kg GKG. Untuk barang yang 21

28 akan diresigudangkan, barang harus diregistrasi ke Kliring Berjangka Indonesia (KBI) dan diasuransikan, dalam hal ini PT.Pertani menggunakan rekanan PT.Sinar Mas sebagai penjamin risiko barang. Kegiatan registrasi dan asuransi tersebut dikenakan biaya sebesar Rp 5/kg. Biaya sewa gudang merupakan penerimaan PT.Pertani atas jasa penyewaan gudang. Biaya keseluruhan dari pra-gudang hingga diterbitkannya RG, seluruhnya sebesar 6,5 persen dari nilai RG, dengan catatan biaya angkut gabah dari sawah ke lokasi gudang belum diperhitungkan. Biaya angkut gabah berbanding lurus dengan jarak, makin jauh jarak sawah ke gudang PT.Pertani, maka ongkos angkut makin mahal. Oleh karena itu, PT.Pertani akan membatasi barang yang masuk ke gudang maksimal jarak dari lokasi sawah ke gudang sekitar 40 km. Jika jaraknya lebih dari 40 km, maka disarankan untuk memanfaatkan gudang PT.Pertani lainnya yang jaraknya dari lokasi sawah relatif lebih dekat. Proses penerbitan resi gudang rata-rata memakan waktu sekitar 3 hari Resi Gudang sebagai Alternatif Pembiayaan Resi Gudang hanya dapat diterbitkan oleh Pengelola Gudang yang telah memperoleh persetujuan Bappebti. Resi gudang yang telah diperoleh, selanjutnya dapat dijadikan agunan untuk memperoleh pinjaman dari bank, dalam hal ini Bank BJB Indramayu. Sebelum kredit dicairkan, akan dilakukan survey dengan cara mengecek kondisi barang di gudang PT.Pertani. Secara paralel seorang Analis akan melakukan pengecekan dokumen RG ke kantor Kliring Berjangka Indonesia (KBI) melalui sistem online (IS-WARE). Melalui sistem online ini juga RG yang akan dijaminkan didaftarkan ke KBI sebagai resi yang mengajukan permohonan kredit. Menurut informasi dari Bank BJB Indramayu, pemberian kredit kepada pemilik resi gudang atas nama kelompok maksimum 70 persen dari nilai RG. Jika pemilik resi gudang atas nama perorangan, nilai kredit yang diberikan maksimum Rp 75 juta. Bank tidak mengenakan biaya administrasi untuk setiap permohonan pinjaman melalui agunan RG. Bahkan pemilik RG akan memperoleh subsidi bunga dari pemerintah, sehingga tingkat bunga yang dibebankan pemilik RG relatif kecil. Tingkat suku bunga SRG ditetapkan sebesar tingkat bunga pasar yang berlaku dengan ketentuan paling tinggi sebesar suku bunga penjaminan simpanan pada bank umum yang ditetapkan oleh lembaga penjaminan simpanan ditambah 6,75 %. Beban bunga kepada peserta SRG ditetapkan sebesar 6%. Selisih tingkat bunga SRG dengan beban bunga peserta SRG merupakan subsidi pemerintah. Jika diasumsikan nilai RG sebesar Rp 100 juta (mengacu pada Tabel 6.1) dan barang disimpan selama 2 bulan dengan tingkat bunga 6 %/thn, maka biaya bank yang 22

29 harus ditanggung pengguna sebesar Rp 700 ribu atau 0,7 persen dari nilai RG. Penyaluran kredit resi gudang selama periode tahun berjalan lancar, namun pada tahun sedikit ada masalah Kinerja SRG di Kabupaten Subang Potensi dan pelaku usaha komoditas padi Kabupaten Subang memiliki areal lahan sawah terluas ketiga di Jawa Barat setelah Indramayu dan Karawang, sekaligus menjadi penyumbang/kontributor produksi padi terbesar ketiga di Jawa Barat. Potensi lahan sawah pada tahun 2013 mencapai luasan hektar atau 41,39 persen dari total luas wilayah Kabupaten Subang dan sebagian besar lahan sawah berpengairan teknis. Dari luasan sawah tersebut potensi produksi padi sawah di Kabupaten Subang pada tahun 2013 mencapai 1,2 juta ton, dengan luas panen 177,5 ribu hektar dan rata-rata produksi mencapai 6,79 ton per hektar. Potensi produksi padi sawah paling besar tercatat di Kecamatan Ciasem ( ton), Patokbeusi ( ton), Tambakdahan ( ton), serta Kecamatan Blanakan ( ton) (BPS Kabupaten Subang, 2014). Berdasarkan produksi padi yang dihasilkan dari 30 wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Subang (1,2 juta ton), diperkirakan baru sebagian kecil produksi yang telah diikutsertakan dalam program SRG. Selain penyelenggaraan SRG masih terkonsentrasi pada beberapa kecamatan juga spesifikasi jenis padi yang ditangani masih terfokus pada padi ketan sebagai komoditas yang dikelola oleh SRG. Dengan mengacu pada jumlah produksi padi yang dihasilkan dari setiap wilayah produksi tersebut, maka potensi pengembangan program SRG, khususnya untuk komoditas gabah dan beras masih sangat prospektif dilaksanakan di wilayah Kabupaten Subang. Disisi lain data pengelolaan usahatani padi di Kabupaten Subang pada tahun 2013 (BPS Kabupaten Subang, 2014), menunjukkan bahwa jumlah petani penggarap mencapai orang, terdiri atas pemilik sawah 33,08 persen dan sebagian besar (66,92 %) sebagai penggarap bukan pemilik sawah. Jika dikaitkan dengan luas areal sawah yang ada di Kabupaten Subang pada tahun 2013, maka rata-rata lahan yang digarap oleh petani pemilik dan bukan pemilik, menunjukkan rata-rata pengusahaan lahan hanya 0,184 hektar per penggarap serta hasil produksi yang diperoleh rata-rata hanya mencapai 2,61 ton untuk setiap petani penggarap. 23

30 Besarnya persentase petani penggarap yang bukan pemilik lahan garapan, baik itu dilakukan dengan sistim sewa, maro, bagi hasil dan pola penggarapan lainnya akan sangat menentukan pada proses pengambilan keputusan dalam penjualan hasil panen (jual langsung atau tunda-jual). Kelembagaan lain terkait usahatani di kabupaten Subang seperti bawon, borongan dan lainnya turut mewarnai keputusan yang akan diambil terkait pemasaran hasil panen terutama yang mengarah pada penerapan SRG Kinerja KSU Annisa sebagai Pengelola SRG Penyelenggaraan Skim SRG di Kabupaten Subang dilaksanakan melalui model kegiatan usaha yang dikelola oleh Koperasi. Koperasi Serba Usaha (KSU) Annisa yang berlokasi di Kecamatan Binong, memulai usahanya pada tahun 2008 dengan mengelola komoditas khusus (gabah dan beras ketan) yang diprogramkan oleh Ditjen P2HP Kementerian Pertanian di wilayah Kecamatan Binong dan kecamatan sekitarnya di Kabupaten Subang. Pelaksanaan program tersebut ditujukan untuk mengurangi substitusi impor sebesar 10 persen. Dalam percepatan penyelenggaraan SRG di wilayah kerjayanya, KSU Annisa pada tahun 2010 memperoleh kesempatan untuk menggunakan/mengelola fasilitas gudang milik Bappebti yang ada di Kecamatan Binong. Jenis komoditas yang diusahakan dalam penyelenggaraan SRG, difokuskan pada komoditas gabah ketan varietas Derti dan Gebro yang banyak ditanam masyarakat di sekitarnya. Penanaman beras ketan di Kabupaten Subang secara intensif dilakukan sejak tahun 2002 di Desa Citra Kecamatan Binong, Subang, Jawa Barat. Pola tanam padi ketan dilakukan petani dua kali setahun. Musim panen raya biasanya terjadi pada bulan April dan Agustus. Rata-rata produksi pada bulan April mencapai 7,5 ton/hektar, sedangkan pada bulan Agustus rata-rata 6 ton/hektar. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (Ditjen P2HP) telah menggalang kemitraan antara petani beras ketan dengan penggilingan dan importir melalui program substitusi beras ketan impor di Subang Jawa Barat. Selama periode tahun , luas areal ketan mencapai ± ha yang tersebar di 8 kecamatan dan 30 desa. Kebijakan substitusi impor sebesar 75 persen yang diprogramkan Ditjen P2HP berdampak pada penyerapan beras ketan lokal. Program ini cukup berhasil, terlihat dari minat petani untuk tetap memilih komoditas gabah ketan sebagai komoditas usahataninya. Meningkatnya produksi gabah ketan dan tidak adanya kebijakan HPP untuk gabah ketan, mendorong harga gabah ketan berfluktuasi di pasaran (Sinar Tani, 2011). Untuk 24

31 melindungi petani dari ketidakstabilan harga tersebut, instrumen SRG yang dikelola KSU Annisa diharapkan mampu menjadi solusi pengguna. Pada akhir tahun 2014, Bappebti melaporkan lima besar penyelenggara RG menurut nilai RG yang diterbitkan. KSU Annisa merupakan salahsatu penyelenggara SRG yang termasuk berhasil berdasarkan jumlah RG yang diterbitkan. Jumlah RG yang diterbitkan oleh pengelola SRG KSU Annisa mencapai 173 dengan nilai Rp 16,85 miliar. Dari jumlah RG yang diterbitkan, sebanyak 170 RG (98,27 %) diajukan menjadi sumber pembiayaan dengan nilai kredit sebesar Rp 11,56 miliar melalui Bank BJB (Bank Jabar- Banten) Cabang Kabupaten Subang. Hanya 1,73 persen RG yang disimpan sebagai tanda bukti kepemilikan barang di gudang SRG dan tidak diajukan untuk jaminan kredit. Pelaksanaan SRG oleh KSU Annisa terus berkembang, sejalan dengan program pengembangan komoditas padi ketan yang diintroduksikan. Pengelolaan gudang SRG yang semula hanya 1 unit tidak mampu menampung produksi gabah ketan petani yang terus bertambah. Meningkatnya jumlah petani yang menjadi pengguna SRG, KSU Annisa memutuskan untuk menambah gudang melalui sistem sewa. Berdasarkan informasi pengelola gudang, biaya sewa gudang mencapai Rp /m 2 per 5 bulan atau Rp /m 2 per tahun. Hingga akhir 2014, gudang SRG yang dikelola KSU Annisa seluruhnya menjadi 4 unit gudang SRG dimana, 3 unit dalam bentuk sewa dan 1 unit melalui pinjam pakai milik Bappebti. Lokasi gudang berada di Kecamatan Binong (3 desa) dan di Kecamatan Compreng (1 desa). Luas keempat gudang mencapai m2 dengan daya tampung sebanyak ton. Kondisi pada bulan Desember 2014, pengisian gudang baru mencapai 2.636,5 ton (94,5 %), artinya gudang masih memiliki kapasitas simpan sebesar 5,5 persen, jika terjadi penambahan barang dari pengguna. Salah satu gudang yang disewa KSU Annisa pada dasarnya merupakan milik pengurus kelompok tani yang juga menjadi anggota KSU Annisa dan pengelola SRG. Hal ini dilakukan karena jumlah dan ketersediaan gudang yang ada di wilayahnya juga terbatas. Lokasi gudang tersebut berada diantara lahan usahatani yang dikelola petani yang menjadi anggota kelompok. Pemanfaatan gudang tersebut dapat mengurangi beban biaya transportasi, khususnya untuk ongkos angkut yang harus dikeluarkan petani pada saat membawa gabah hasil panen atau beras yang akan disimpan ke gudang SRG KSU Annisa. Gudang SRG umumnya menerima banyak gabah pada bulan April Mei serta pada bulan Oktober - Desember dan mulai terjual pada bulan Januari - Februari. Jangka waktu penyimpanan gabah ketan di gudang tergantung kualitas gabah yang ditentukan dari kadar 25

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dewasa ini salah satunya diprioritaskan pada bidang ketahanan pangan, sehingga pemerintah selalu berusaha untuk menerapkan kebijakan dalam peningkatan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA DAN POTENSI SISTEM RESI GUDANG UNTUK SUMBER PEMBIAYAAN, STABILISASI HARGA DAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI JAGUNG DAN KEDELAI

ANALISIS KINERJA DAN POTENSI SISTEM RESI GUDANG UNTUK SUMBER PEMBIAYAAN, STABILISASI HARGA DAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI JAGUNG DAN KEDELAI ANALISIS KINERJA DAN POTENSI SISTEM RESI GUDANG UNTUK SUMBER PEMBIAYAAN, STABILISASI HARGA DAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI JAGUNG DAN KEDELAI Pendahuluan Iwan Setiajie Anugrah (1) Terjadinya penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor utama yang menopang kehidupan masyarakat, karena sektor pertanian menjadi mata pencaharian sebagian besar penduduk Indonesia. Sehingga

Lebih terperinci

SISTEM RESI GUDANG DALAM PERSPEKTIF KELEMBAGAAN PENGELOLA DAN PENGGUNA DI KABUPATEN SUBANG: Studi Kasus KSU Annisa

SISTEM RESI GUDANG DALAM PERSPEKTIF KELEMBAGAAN PENGELOLA DAN PENGGUNA DI KABUPATEN SUBANG: Studi Kasus KSU Annisa 55 SISTEM RESI GUDANG DALAM PERSPEKTIF KELEMBAGAAN PENGELOLA DAN PENGGUNA DI KABUPATEN SUBANG: Studi Kasus KSU Annisa Warehouse Receipt System (WRS) in Institutional Perspectives of Service Supplier and

Lebih terperinci

PERLUNYA RESI GUDANG UNTUK MENSTABILKAN HARGA BERAS DI PROVINSI BANTEN

PERLUNYA RESI GUDANG UNTUK MENSTABILKAN HARGA BERAS DI PROVINSI BANTEN PERLUNYA RESI GUDANG UNTUK MENSTABILKAN HARGA BERAS DI PROVINSI BANTEN Dewi Haryani, Viktor Siagian dan Tian Mulyaqin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Jln.Ciptayasa KM.01 Ciruas Serang (42182)

Lebih terperinci

Sistem Resi Gudang Bagi Petani

Sistem Resi Gudang Bagi Petani Sistem Resi Gudang Bagi Petani BAPPEBTI Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi CoFTRA Commodity Futures Trading Regulatory Agency Sudah tahukah anda apa itu SRG? Perdagangan sebagai sektor penggerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini sektor pertanian tetap dijadikan sebagai sektor andalan, karena sektor ini telah terbukti tetap bertahan dari badai krisis moneter, sementara itu sektor-sektor

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 171/PMK.05/2009 TENTANG SKEMA SUBSIDI RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 171/PMK.05/2009 TENTANG SKEMA SUBSIDI RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 171/PMK.05/2009 TENTANG SKEMA SUBSIDI RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

Beberapa Pengertian. Analisa Sistem Resi Gudang. Hakikat Resi Gudang 07/10/2016

Beberapa Pengertian. Analisa Sistem Resi Gudang. Hakikat Resi Gudang 07/10/2016 Analisa Sistem Resi Gudang 1. Hardani, 146010100111009 (1) 2. Muhammad Najih Vargholy, 156010100111029 (5) Beberapa Pengertian Menurut Pasal 1 UU Sistem Resi Gudang yang dimaksud dengan: 1. Sistem Resi

Lebih terperinci

TANGGAPAN TERHADAP MATERI PRESENTASI PROF.DR. ACHMAD SURYANA BERJUDUL: 15 TAHUN DINAMIKA KETAHANAN PANGAN INDONESIA 1

TANGGAPAN TERHADAP MATERI PRESENTASI PROF.DR. ACHMAD SURYANA BERJUDUL: 15 TAHUN DINAMIKA KETAHANAN PANGAN INDONESIA 1 TANGGAPAN TERHADAP MATERI PRESENTASI PROF.DR. ACHMAD SURYANA BERJUDUL: 15 TAHUN DINAMIKA KETAHANAN PANGAN INDONESIA 1 Dr. Erwidodo Peneliti Utama Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) Badan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Usahatani di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Usahatani di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Usahatani di Indonesia Sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi yang tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi pada tahun 1998 karena dalam kondisi krisis,

Lebih terperinci

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALINAU NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALINAU NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM RESI GUDANG - 1 - BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALINAU NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALINAU, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM RESI GUDANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

OUTLOOK 2015 SISTEM RESI GUDANG DAN PASAR LELANG KOMODITAS

OUTLOOK 2015 SISTEM RESI GUDANG DAN PASAR LELANG KOMODITAS OUTLOOK 2015 SISTEM RESI GUDANG DAN PASAR LELANG KOMODITAS A. SISTEM RESI GUDANG I. LANGKAH YANG TELAH DILAKUKAN DAN HASIL 1. Melakukan Pembangunan Gudang SRG Sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2013,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi masa kini terjadi persaingan yang semakin ketat. Era

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi masa kini terjadi persaingan yang semakin ketat. Era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi masa kini terjadi persaingan yang semakin ketat. Era globalisasi membutuhkan kesiapan dunia usaha untuk menghadapi perubahan yang sangat cepat di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007

KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007 KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007 Pendahuluan 1. Produksi padi di Indonesia mengikuti siklus musim, dimana panen raya dimulai pada bulan Februari sampai

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG (SRG) DI KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

KAJIAN EFEKTIVITAS SISTEM RESI GUDANG DALAM STABILISASI PENDAPATAN PETANI

KAJIAN EFEKTIVITAS SISTEM RESI GUDANG DALAM STABILISASI PENDAPATAN PETANI LAPORAN KEGIATAN KAJIAN ISU-ISU AKTUAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2013 KAJIAN EFEKTIVITAS SISTEM RESI GUDANG DALAM STABILISASI PENDAPATAN PETANI Oleh: Ashari Ening Ariningsih Yana Supriyatna Cut Rabiatul

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG DI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG DI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG DI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

Hukum Jaminan Resi Gudang

Hukum Jaminan Resi Gudang FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA- MALANG Hukum Jaminan Resi Gudang Oleh Herlindah, SH, M.Kn hmp://herlindahpepr.lecture.ub.ac.id 1 Pokok Bahasan: A. Latarbelakang B. IsPlah dan PengerPan C. Urgensi

Lebih terperinci

Sistem Resi Gudang Memberdayakan Bangsa

Sistem Resi Gudang Memberdayakan Bangsa Memberdayakan Bangsa 02 03 05 07 Sekapur Sirih Suara Dari Masa Depan Resi Gudang Harapan Untuk Semua 10 Kelembagaan dalam SRG 13 Langkah Ke depan Sekapur Sirih Keberhasilan suatu bangsa dalam membangun

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BAB 4 SISTEM RESI GUDANG SEBAGAI JAMINAN KREDIT

BAB 4 SISTEM RESI GUDANG SEBAGAI JAMINAN KREDIT 84 BAB 4 SISTEM RESI GUDANG SEBAGAI JAMINAN KREDIT 4.1. PENERAPAN SISTEM RESI GUDANG Pertama kalinya gudang untuk sistem resi gudang dibangun di Desa Bareng, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang dan telah

Lebih terperinci

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN MUDA

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN MUDA Rumpun Ilmu: Pertanian LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN MUDA EKSPLORASI PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG DI KABUPATEN BANTUL PENGUSUL Ketua: Achmad Fachruddin, S.E., M.Si. (NIDN: 0528129001/NIK: 19901228201507

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG DUKUNGAN DANA PERKUATAN MODAL KEPADA LEMBAGA USAHA EKONOMI PEDESAAN (LUEP) DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok di Indonesia. Beras bagi masyarakat Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik di negara ini. Gejolak

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI Policy Brief PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI Pendahuluan 1. Produksi benih tanaman pangan saat ini, termasuk benih padi dan benih kedelai, merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa pembangunan bidang ekonomi khususnya kelancaran

Lebih terperinci

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN I. PENDAHULUAN 1. Salah satu target utama dalam Rencana Strategis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

PROPOSAL PEMBANGUNAN GUDANG SRG BESERTA FASILITAS PENDUKUNGNYA DALAM RANGKA PERCEPATAN IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

PROPOSAL PEMBANGUNAN GUDANG SRG BESERTA FASILITAS PENDUKUNGNYA DALAM RANGKA PERCEPATAN IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT PROPOSAL PEMBANGUNAN GUDANG SRG BESERTA FASILITAS PENDUKUNGNYA DALAM RANGKA PERCEPATAN IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2016 BUPATI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Sistem Resi Gudang Komoditi di Bantul

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Sistem Resi Gudang Komoditi di Bantul BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Sistem Resi Gudang Komoditi di Bantul Sistem Resi Gudang yang didirikan di Bantul pada dasarnya untuk mengatasi krisis pangan yang terjadi pada saat

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PETANIAN, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN. DAFTAR ISI DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN. iv viii xi xii I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Perumusan Masalah 9 1.3. Tujuan Penelitian 9 1.4. Manfaat Penelitian 10

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN

KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN Latar Belakang Beras berperan besar dalam hidup dan kehidupan sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya golongan menengah kebawah. Bahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani.

Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani. 28 Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani. Pendahuluan Kebutuhan benih bermutu untuk produksi tanaman pangan dan perkebunan relatif tinggi seiring dengan tujuan produksi yang lebih

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan bidang ekonomi khususnya kelancaran produksi dan distribusi barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didukung dengan kondisi wilayah Indonesia yang memiliki daratan luas, tanah

BAB I PENDAHULUAN. didukung dengan kondisi wilayah Indonesia yang memiliki daratan luas, tanah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dahulu Indonesia dikenal sebagai negara agraris, sebutan tersebut didukung dengan kondisi wilayah Indonesia yang memiliki daratan luas, tanah yang subur dengan

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 13.1/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 13.1/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 13.1/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG PETUNJUK TEKNIS SKIM PENDANAAN KOMODITAS KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI Pendahuluan 1. Situasi perberasan yang terjadi akhir-akhir ini (mulai Maret 2008) dicirikan dengan

Lebih terperinci

BAPPEBTI Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. CoFTRA Commodity Futures Trading Regulatory Agency KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAPPEBTI Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. CoFTRA Commodity Futures Trading Regulatory Agency KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Memberdayakan Bangsa BAPPEBTI Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi CoFTRA Commodity Futures Trading Regulatory Agency Perdagangan sebagai sektor penggerak pertumbuhan dan daya saing ekonomi, serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

Analisis Harga Gabah Maret 2013

Analisis Harga Gabah Maret 2013 Analisis Harga Gabah Maret 2013 Pergerakan Harga Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data bahwa rerata harga seluruh kelompok kualitas gabah mengalami penurunan pada Maret 2013 di bandingkan Februari 2013.

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG (SRG) KOMODITI JAGUNG

ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG (SRG) KOMODITI JAGUNG ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG (SRG) KOMODITI JAGUNG PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2013

Lebih terperinci

PASAR LELANG KOMODITAS

PASAR LELANG KOMODITAS PASAR LELANG KOMODITAS Memperpendek Mata Rantai Perdagangan trade with remarkable % 100 INDONESIA Daftar Isi 2 Kata Pengantar Pasar Lelang Komoditas 3 4 Payung Hukum Pelaksanaan Pasar Lelang Komoditas

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS BESARAN SUBSIDI PUPUK DAN POLA DISTRIBUSINYA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS BESARAN SUBSIDI PUPUK DAN POLA DISTRIBUSINYA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS BESARAN SUBSIDI PUPUK DAN POLA DISTRIBUSINYA Oleh : Nizwar Syafa at Adreng Purwoto M. Maulana Chaerul Muslim PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tujuan tersebut di cita-citakan dan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tujuan tersebut di cita-citakan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diharapkan dapat menciptakan masyarakat Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor pertanian masih menjadi mata pencaharian umum dari masyarakat Indonesia. Baik di sektor hulu seperti

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK LANGSUNG KEPADA PETANI

RANCANGAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK LANGSUNG KEPADA PETANI RANCANGAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK LANGSUNG KEPADA PETANI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah telah memberikan berbagai macam subsidi kepada petani, dan salah satu bentuk subsidi yang menonjol adalah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN RI. Nomor : 26/M-DAG/PER/6/2007. Tentang BARANG YANG DAPAT DISIMPAN DI GUDANG DALAM PENYELENGGARAAN SISTEM RESI GUDANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN RI. Nomor : 26/M-DAG/PER/6/2007. Tentang BARANG YANG DAPAT DISIMPAN DI GUDANG DALAM PENYELENGGARAAN SISTEM RESI GUDANG PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN RI Nomor : 26/M-DAG/PER/6/2007 Tentang BARANG YANG DAPAT DISIMPAN DI GUDANG DALAM PENYELENGGARAAN SISTEM RESI GUDANG Menimbang : 1. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG I. UMUM satu tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

POTENSI DAN KENDALA SISTEM RESI GUDANG (SRG) UNTUK MENDUKUNG PEMBIAYAAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA

POTENSI DAN KENDALA SISTEM RESI GUDANG (SRG) UNTUK MENDUKUNG PEMBIAYAAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA POTENSI DAN KENDALA SISTEM RESI GUDANG (SRG) UNTUK MENDUKUNG PEMBIAYAAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 Naskah masuk : 22 Agustus

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN ALTERNATIF MODEL BANTUAN BENIH DAN PUPUK UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN ALTERNATIF MODEL BANTUAN BENIH DAN PUPUK UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN ALTERNATIF MODEL BANTUAN BENIH DAN PUPUK UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN Oleh : Bambang Prasetyo Prajogo U. Hadi Nur K. Agustin Cut R. Adawiyah PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) 28 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) Pendahuluan Latar Belakang Peraturan Presiden (PERPRES) Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana

Lebih terperinci

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan 6 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi I. Pendahuluan Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan

I. PENDAHULUAN. adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya masalah kemiskinan berhubungan erat dengan permasalahan pertanian di Indonesia. Masalah paling dasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah masalah keterbatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki laju pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki laju pertumbuhan penduduk yang pesat. Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat bahwa laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Pertanian di Indonesia Tahun Pertanian ** Pertanian. Tenaga Kerja (Orang)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Pertanian di Indonesia Tahun Pertanian ** Pertanian. Tenaga Kerja (Orang) I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa, dari jumlah penduduk tersebut sebagian bekerja dan menggantungkan sumber perekonomiannya

Lebih terperinci

Boks 1 PROFIL PETANI PADI DI MALUKU

Boks 1 PROFIL PETANI PADI DI MALUKU Boks 1 PROFIL PETANI PADI DI MALUKU Daerah sentra beras di Maluku terletak di Buru, Maluku Tengah, dan Seram Bagian Barat. Beras yang dihasilkan merupakan beras dari padi sawah. Selain itu, terdapat juga

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH LAPORAN AKHIR KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH Oleh : Bambang Irawan Herman Supriadi Bambang Winarso Iwan Setiajie Anugrah Ahmad Makky Ar-Rozi Nono Sutrisno PUSAT SOSIAL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI LADA

ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI LADA ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI LADA PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2014 RINGKASAN EKSEKUTIF

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 66/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG PELAKSANAAN SKEMA SUBSIDI RESI GUDANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 66/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG PELAKSANAAN SKEMA SUBSIDI RESI GUDANG PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 66/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG PELAKSANAAN SKEMA SUBSIDI RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Nurlia Listiani 1, Bagas Haryotejo 2 1

Nurlia Listiani 1, Bagas Haryotejo 2 1 IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG PADA KOMODITI JAGUNG: STUDI KASUS DI KABUPATEN TUBAN, PROVINSI JAWA TIMUR The Implementation of Warehouse Receipt System for Corn: Case Study in Tuban Regency, East Java

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Untuk mengimbangi semakin pesatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

Benang kusut KBI yang sudah kelihatan ujungnya

Benang kusut KBI yang sudah kelihatan ujungnya Benang kusut KBI yang sudah kelihatan ujungnya Minggu, 15 April 2012 23:01 WIB 1394 Views Dahlan Iskan (*) Menteri BUMN Dahlan Iskan (FOTO ANTARA) Jakarta (ANTARA News) - Ada satu BUMN yang sebenarnya

Lebih terperinci

Benih merupakan salah satu unsur pokok dalam usaha tani padi. Kebutuhan akan sarana tersebut semakin lama semakin meningkat

Benih merupakan salah satu unsur pokok dalam usaha tani padi. Kebutuhan akan sarana tersebut semakin lama semakin meningkat 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benih merupakan salah satu unsur pokok dalam usaha tani padi. Kebutuhan akan sarana tersebut semakin lama semakin meningkat sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mempertahankan

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 83 VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 8.1. Struktur Biaya, Penerimaan Privat dan Penerimaan Sosial Tingkat efesiensi dan kemampuan daya saing rumput laut di

Lebih terperinci

ICASEPS WORKING PAPER No. 102

ICASEPS WORKING PAPER No. 102 ICASEPS WORKING PAPER No. 102 PROSPEK SISTEM RESI GUDANG (SRG) SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN SEKTOR PERTANIAN Ashari Januari 2010 Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (Indonesian Center

Lebih terperinci

STRATEGI SISTIM PEMASARAN DAN DISTRIBUSI BERAS, JAGUNG, KEDELAI

STRATEGI SISTIM PEMASARAN DAN DISTRIBUSI BERAS, JAGUNG, KEDELAI STRATEGI SISTIM PEMASARAN DAN DISTRIBUSI BERAS, JAGUNG, KEDELAI 2013-2020 Yusni Emilia Harahap Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 POLA FIKIR Kedaulatan

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG 5.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat 5.1.1. Jawa Timur Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI LAPORAN KEGIATAN KAJIAN ISU-ISU AKTUAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2013 ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI Oleh: Erwidodo PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

BAB III KELEMBAGAAN. Bagian Kesatu Umum. Pasal 19. Bagian Kedua Badan Pengawas. Pasal 20

BAB III KELEMBAGAAN. Bagian Kesatu Umum. Pasal 19. Bagian Kedua Badan Pengawas. Pasal 20 BAB III KELEMBAGAAN Bagian Kesatu Umum Pasal 19 Kebijakan umum di bidang Sistem Resi Gudang ditetapkan oleh Menteri. Bagian Kedua Badan Pengawas Pasal 20 (1) Badan Pengawas bertugas melakukan pembinaan,

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula termasuk salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal rata-rata 400 ribu ha pada periode 2007-2009, industri gula berbasis tebu

Lebih terperinci