ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI LADA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI LADA"

Transkripsi

1 ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI LADA PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2014

2 RINGKASAN EKSEKUTIF Latar belakang 1. Pengembangan sektor pertanian merupakan salah satu pondasi utama dalam memperkuat struktur perekonomian Indonesia. Namun demikian, daya saing petani dan pelaku usaha pertanian sebagai aktor penting pengembangan pertanian bangsa masih relatif lemah. Petani/pelaku usaha pertanian masih sulit mendapatkan pembiayaan untuk kesinambungan usaha taninya karena akses terhadap sumber pendanaan guna kesinambungan kegiatan produksinya, seperti perbankan atau lembaga keuangan non bank terkadang memberatkan petani. Di lain pihak, petani juga menghadapi harga produk pertanian yang fluktuatif dan rendah pada saat panen karena pasar akan mengalami kelebihan pasokan komoditi, sehingga petani sulit mendapatkan harga yang layak. 2. Salah satu alternatif solusi terhadap permasalahan di atas adalah penerapan Sistem Resi Gudang (SRG). Menurut Undang-Undang No. 9 tahun 2011 tentang Sistem Resi Gudang dijelaskan bahwa SRG bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang merupakan instrumen yang dibentuk dengan salah satu tujuan untuk memberdayakan petani, dimana komoditi yang dihasilkannya mampu memberikan nilai ekonomis dalam bentuk penjaminan, yang dapat dipergunakannya untuk memperoleh kredit dan bank dan lembaga keuangan non bank, dengan tingkat bunga yang rendah. 3. Menurut Bappebti (2011), penerapan SRG menawarkan beberapa manfaat bagi petani, dunia usaha, perbankan dan bagi pemerintah antara lain untuk keterkendalian dan kestabilan harga komoditi, keterjaminan modal produksi, keleluasaan penyaluran kredit bagi perbankan dan memberi kepastian nilai minimum dari komoditi yang diagunkan. Secara definisi Resi Gudang (Warehouse Receipt) merupakan salah satu instrument penting, efektif dan negotiable (dapat diperdagangkan) serta swapped (dipertukarkan) dalam sistem pembiayaan perdagangan suatu negara. Disamping itu Resi Gudang juga dapat dipergunakan sebagai jaminan (collateral) atau diterima sebagai bukti penyerahan barang dalam rangka pemenuhan kontrak derivative yang jatuh tempo. 4. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 sampai dengan saat ini pemanfaatan Sistem Resi Gudang (SRG) masih terbatas pada komoditi pangan seperti gabah, jagung dan beras serta hasil perkebunan seperti kopi dan kakao. Permendag No. 26/M-DAG/PER/6/2007, menetapkan lada sebagai salah LAPORAN AKHIR i

3 satu subjek sistem resi gudang, tapi sampai saat ini, tidak seluruh daerah yang merupakan sentra produksi lada telah memanfaatkan sistem resi gudang. 5. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan pada tahun 2012, sebagai komoditi unggulan, lada memiliki total produksi sebesar metric ton pada 2012, dimana jumlah yang diekspor mencapai metric ton, yang terdiri dari ekspor lada hitam sebesar metric ton, dan lada putih sebanyak metric ton. Bukan hanya belum memanfaatkan, bahkan Provinsi Bangka Belitung dan Lampung yang merupakan daerah utama penghasil lada Indonesia sampai saat ini belum didirikan gudang SRG, padahal produksi lada di kedua daerah tersebut merupakan penyumbang terbesar bagi total produksi lada Indonesia 6. Dengan latar belakang masalah tersebut, maka tujuan analisis ini adalah untuk (i) Mengidentifikasi permasalahan dalam mengimplementasikan SRG komoditi lada; (ii) Menganalisis faktor kunci kesuksesan dalam SRG komoditi lada; (iii) Menyusun rumusan usulan mengimplementasikan SRG komoditi lada. Metode Penelitian 7. Data yang dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan analisis kualitatif deskriptif untuk mengidentifikasi profil komoditas dan permasalahan yang terjadi. Penelitian kualitatif sebagai pendekatan pada kajian ini sangat memanfaatkan wawancara terbuka untuk memahami pandangan, sikap, perilaku individu atau sekelompok orang, dan observasi.selanjutnya melakukan analisis pelaku pasar dan analisis harga untuk memetakan siapa saja pelaku pasar, pelaku utama, pelaku penunjang, atau pendukung dengan fungsi dan peran masing-masing yang pada akhirnya memberikan kontribusi pada terbentuknya harga komoditas disamping mengkaji perkembangan harga komoditas dari waktu ke waktu dan apa faktor pemicu terjadinya perubahan harga. Terakhir melakukan analisis kelembagaan dan kebijakan terkait dengan perdagangan komoditi dan resi gudang Pembahasan dan Kesimpulan 8. Menjadikan Lada sebagai Subjek Resi Gudang didasarkan pemikiran strategik agar nilai komoditi masih berarti dan terhindarnya petani dari kerugian akan jatuhnya harga serta dapat menjadikan obyek sebagai agunan untuk memperoleh modal kerja. Surat atau Resi Gudang menjadi berharga atau menjadi surat berharga untuk melakukan transaksi dengan lembaga keuangan. Harga lada LAPORAN AKHIR ii

4 yang berfluktuasi 10 tahunan membawa ancaman tersendiri bagi petani lada. Fluktuasi harga yang tinggi selama 20 tahun terakhir terutama periode membuat minat petani untuk bertanam lada menurun bahkan hilang sama sekali. Namun kenaikan harga lada yang stabil dari tahun 2007 hingga saat ini, membuat minat petani untuk bertanam bangkit kembali. Di sisi lain adanya komitmen pemerintah daerah baik Provinsi Lampung maupun Provinsi Bangka Belitung untuk mengembalikan kejayaan lada baik lada hitam atau lada putih Indonesia seperti dahulu, menjadikan komoditi lada merupakan salah satu komoditi yang menjanjikan. 9. Namun sejak ditetapkan sebagai subyek resi gudang pada tahun 2007 hingga saat ini belum dimanfaatkan oleh para petani. Hal ini disebabkan selain belum tersosialisasikan dengan baik mengenai sistem resi gudang kepada para petani lada di Provinsi Lampung, juga disebabkan sistem yang berkembang saat ini adalah pembiayaan dengan menggunakan Collateral Management Agreement (CMA) yang hampir serupa dengan sistem resi gudang. 10. Pelaku usaha sudah memiliki rantai pasok yang solid yang sudah terbentuk selama bertahun-tahun. Selain itu juga, permintaan pasar yang tinggi terhadap komoditi ini membuat komoditi tidak sempat disimpan. Selain itu juga fluktuasi harga lada yang tinggi selama 10 tahun terakhir ini membuat para petani lada cukup waspada terhadap perubahan pasar yang ada sehingga yang dibutuhkan petani adalah kepastian untuk menjual komoditinya dengan harga yang layak. 11. Banyaknya lembaga yang terkait dalam implementasi sistem resi gudang yaitu pelaku usaha baik petani, gapoktan, dll; pengelola gudang, lembaga penilai kesesuaian, asuransi, pengawas dan lembaga perbankan memberikan kelemahan maupun kekuatan. Kelembagaan yang banyak ini di satu sisi merupakan kelemahan tetapi di sisi lain merupakan kekuatan dari sistem resi gudang karena memberikan kepastian hukum. Meskipun memberikan kepastian hukum, pada tataran implementasi, ketersediaan perangkat hukum masih dianggap belum tersosialisasikan secara luas kepada para pemangku kepentingan sehingga masih terdapatnya distorsi informasi sehingga belum memahami operasionalisasi dari sistem resi gudang untuk komoditi lain selain gabah dan beras. 12. Berdasarkan analisis kesiapan implementasi sistem resi gudang komoditi lada dari sisi pelaku usaha yang mendapat manfaat dari implementasi sistem resi gudang, kelembagaan dan sarana prasarana, maka agar implementasi SRG komoditi lada dapat terwujud, harus diperhatikan beberapa faktor sebagai berikut. LAPORAN AKHIR iii

5 a. Adanya Komitmen Pemerintah Daerah khususnya Kepala Daerah Komitmen pemerintah daerah khususnya kabupaten/kota untuk mempercepat implementasi SRG di daerahnya dalam rangka meningkatkan perekonomian lokal sangat dibutuhkan. Komitmen pemerintah daerah bukan hanya secara lisan saja tetapi juga tertulis melalui surat keputusan. b. Terintegrasinya kelembagaan dalam satu tempat Seperti yang telah dijelaskan di atas, kelembagaan dalam sistem resi gudang sangat banyak dan dan setiap lembaga pasti terdapat biaya yang harus dikeluarkan. Hal ini menjadi tidak efisien bagi pelaku usaha khususnya skala kecil, terlebih lagi jika kelembagaan ini terletak pada tempat yang berbeda sehingga membutuhkan usaha lebih untuk menjangkaunya. Sistem resi gudang menjadi kalah jika dibandingkan dengan CMA (collateral management asset) dimana hanya tiga pihak saja yang terlibat. c. Edukasi dan Sosialisasi kepada Pelaku Usaha Komoditi Lada Edukasi dan sosialisasi secara khusus dilakukan di sepanjang rantai proses komoditi lada mulai dari petani, pengumpul, pedagang, asosiasi baik secara masing-masing maupun secara bersama-sama. Edukasi dan sosialisasi merupakan kegiatan yang terus menerus (kontinue) sehingga terbangun kesatuan pemikiran bagaimana menjamin keberlangsungan produksi dan perluasan areal perkebunan lada sepanjang masa. Hal ini sekaligus menjamin pasokan lada berkualitas dari berbagai jenis. d. Peningkatan Produksi dan Proses Pasca Panen Sistem resi gudang dapat terimplementasi dalam dua kondisi, pertama, harga komoditi lada sedang mengalami penurunan harga dan kedua, terdapat surplus produksi yang tidak terserap. Kondisi pertama merupakan kondisi utama yang menyebabkan sistem resi gudang di Indonesia diimplementasikan. Sedangkan apabila harga komoditi sedang mengalami peningkatan, maka kondisi kedua yang harus terpenuhi. e. Terdapat Off Taker/Buyer/ Pasar Lelang untuk Menjual Komoditi yang disimpan Salah satu keresahan para petani ketika menunggu harga jual yang tinggi adalah keberadaan pembeli (buyer) yang akan membeli komoditi di gudang. Keresahan yang sama juga dialami oleh lembaga keuangan selaku yang memberikan dana kredit. Untuk itu perlu dibuat suatu mekanisme atau mengembangkan jejaring untuk menciptakan off taker dari komoditi yang disimpan di dalam gudang. Meskipun jangka waktu penyimpanan komoditi lada LAPORAN AKHIR iv

6 cukup lama (bisa sampai 10 tahun) tetapi jangka waktu pembiayaan relatif singkat maksimal hanya 6 bulan. Sehingga petani memiliki kesempatan untuk mencari pembeli atau melakukan tunda jual selama 6 bulan, setelah itu komoditi harus dijual dalam rangka pelunasan kredit. 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama pada daerah penelitian belum siap baik dari sisi pelaku usaha, kelembagaan maupun sarana dan prasaran yang digunakan. b. Terdapat empat faktor kunci agar implementasi SRG komodti lada dapat terwujud, yaitu adanya komitmen kepala pemerintah daerah, terintegrasinya kelembagaan dalam satu tempat, edukasi dan sosialisasi, peningkatan produksi dan mutu serta terdapatnya offtaker/buyer/pasar lelang. Rekomendasi kebijakan 14. Untuk meningkatkan kesadaran petani akan manfaat SRG maka perlu dilakukan: sosialisasi teknis pelaksanaan SRG yang melibatkan instansi terkait bukan hanya dinas perdagangan tetapi juga dinas pertanian atau perkebunan. Selain itu, sosialisasi perlu menghadirkan petani yang telah mendapat manfaat dari penggunaan SRG. penyuluhan dan pendampingan bagi petani untuk meningkatkan kualitas dan mutu hasil produksi agar memenuhi standar mutu yang dipersyaratkan untuk masuk dalam sistem resi gudang. Hal ini juga perlu disinergikan dengan program peningkatan produktivitas dan kualitas hasil pertanian dari lembaga terkait. penguatan lembaga di tingkat petani, baik dalam bentuk kelompok tani maupun koperasi untuk mencapai skala ekonomis. Hal ini mengingat petani pada umumnya memiliki produksi dibawah 5 ton sehingga kurang memenuhi skala ekonomis untuk diresigudangkan. 15. Gudang-gudang SRG yang telah didirikan perlu dilengkapi sarana penunjang umum seperti listrik, telepon, jalan dan keamanan. Gudang ini juga perlu dilengkapi sarana penunjang khusus seperti dryer, cleaner, blower, pengayak, yang spesifikasinya disesuaikan dengan masing-masing komoditas. Selain itu, perlu dikoordinasikan pembangunan sarana penguji mutu barang di daerah sentra produksi yang belum memiliki sarana tersebut. LAPORAN AKHIR v

7 16. Perlu adanya sinergitas antar lembaga pelaksana SRG seperti pengelola gudang, lembaga pembiayaan, lembaga penjamin mutu, pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam mengimplementasikan SRG berupa: Pemerintah pusat memberikan petunjuk teknis operasional dalam mengimplementasikan sistem resi gudang kepada pemerintah daerah, pengelola gudang, lembaga penjamin mutu dan lembaga pembiayaan Pemerintah pusat atau daerah perlu menyediakan biaya operasional pengelolaan gudang pada awal pelaksanaan minimal selama dua tahun sampai dengan biaya operasional dapat dibebankan kepada petani. Pemerintah daerah berperan aktif memberikan insentif berupa biaya angkut dari sentra produksi ke gudang SRG dalam rangka efisiensi biaya angkut dan memutus rantai pasok pedagang pengumpul. Pengelola gudang dan lembaga penjamin mutu perlu ditunjuk secara jelas sehingga operasional gudang dapat berjalan. Selain itu juga peranan pengelola gudang tidak hanya secara teknis menjaga mutu produk, pengurusan administrasi, tetapi juga harus memberikan masukan dan informasi kepada petani mengenai kapan harus menyimpan dan kapan harus menjual. Lembaga pembiayaan memfasilitasi petani untuk mendapatkan akses pembiayaan dengan menggunakan sistem resi gudang. Selain itu waktu pencairan kredit dapat dipercepat sehingga petani tidak menemukan kesulitan untuk mengakses pembiayaan. Lembaga pembiayaan, lembaga penjamin mutu dan gudang letaknya harus berdekatan, sehingga tidak menimbulkan biaya ekstra bagi petani untuk memanfaatkan SRG. 17. Perlu adanya pihak yang bertindak sebagai off taker bagi komoditas yang diagunkan untuk memberikan kepastian bagi lembaga pembiayaan dan pengelola gudang misalnya untuk komoditas gabah dan beras, off taker-nya adalah bulog. 18. Pengembangan sistem resi gudang di daerah dilakukan secara simultan dengan pengembangan pasar lelang sehingga apabila tidak terdapat pihak yang bertindak sebagai off taker, masih terdapat kepastian bahwa agunan dapat dijual dengan harga yang layak. LAPORAN AKHIR vi

8 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahnya, sehingga laporan Analisis Implementasi Sistem Resi Gudang Komoditi Lada dapat diselesaikan. Analisis ini dilatarbelakangi belum optimalnya pelaksanaan Sistem Resi Gudang, yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 2009 melalui penetapan UU nomor 9 tahun 2006.Hingga saat ini SRG belum terlalu dikenal oleh kalangan para pelaku komersial, termasuk kalangan perbankan maupun kalangan yang menggunakan resi gudang itu sendiri (Induk Koperasi Unit Desa). Banyak faktor yang menjadi penentu berkembangnya SRG antara lain: kesiapan infrastruktur, koordinasi para stakeholder dalam sistem resi gudang dan pemilihan komoditi yang diresi gudangkan. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 sampai dengan saat ini pemanfaatan Sistem Resi Gudang (SRG) masih terbatas pada komoditi pangan seperti gabah, jagung dan beras serta hasil perkebunan seperti kopi dan kakao. Permendag No. 26/M-DAG/PER/6/2007, menetapkan lada sebagai salah satu subjek sistem resi gudang, tapi sampai saat ini, tidak seluruh daerah yang merupakan sentra produksi lada telah memanfaatkan sistem resi gudang. Analisis ini diselenggarakan secara swakelola oleh Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, dengan tim penelitian yang terdiri dari Yudha Hadian Nur sebagai koordinator dan peneliti terdiri dari Firman Mutakin, Riffa Utama, Sri Hartini dan Nasrun. Penelitian ini dibantu oleh tenaga ahli Indria Febriati. Disadari bahwa laporan ini masih terdapat berbagai kekurangan baik ditinjau dari aspek substansi, analisa, maupun data-data yang sifatnya pendukung, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Dalam kesempatan ini tim peneliti menyampaikan terima kasih terhadap semua pihak yang membantu terselesaikannya laporan ini. Sebagai akhir kata semoga penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi pimpinan dalam merumuskan kebijakan di bidang sarana dan lembaga perdagangan. Jakarta, Juli 2014 Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri LAPORAN AKHIR vii

9 DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF... i KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Analisis Keluaran Analisis Dampak Analisis Ruang Lingkup Sistematika Penulisan... 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Manfaat Sistem Resi Gudang Sistem Resi Gudang Menurut Undang-Undang Manfaat Sistem Resi Gudang Komoditas Pertanian Deskripsi Umum dan Potensi Komoditi Lada di Indonesia Kebijakan dan Sistem Tata Niaga Lembaga-Lembaga Pemasaran Saluran Pemasaran BAB III. METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kerangka Alur Kerja Analisis Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Studi Literatur Kuesioner Wawancara Mendalam Observasi Lapangan Metode Penentuan Sampel Lokasi Penelitian Metode Pengolahan Dan Analisis Data LAPORAN AKHIR viii

10 Analisis Kualitatif Deskriptif Analisis Pelaku Pasar Analisis Harga Analisis Kelembagaan Pendukung Sistem Resi Gudang Untuk Komoditi Lada Analisis Kebijakan Perdagangan Yang Mendukung Resi Gudang Daerah dan Pusat BAB IV. PROFIL KOMODITI LADA DI DAERAH Bangka Belitung Lampung BAB V. ANALISIS KOMODITI LADA SEBAGAI SUBYEK SRG Analisa Komoditi Lada Sebagai Subyek SRG Analisis SWOT Sistem Penyimpanan Kesiapan Komoditi Lada Dalam Rangka Implementasi SRG Komoditi Lada Analisis Implementasi SRG Komoditi Lada Pada Daerah Penelitian Landasan Berpikir Analisis Implementasi SRG dari Aspek Hukum/Legalitas Analisis Implementasi SRG Berdasarkan Pihak yang Membutuhkan Kesiapan Lembaga Terkait Dalam Implementasi SRG Pengelola Gudang Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK) Pusat Registrasi Lembaga Pembiayaan (Bank dan Non Bank) Lembaga Penjamin Asuransi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Kesiapan Sarana dan Prasarana Dalam Implementasi SRG Gudang dan Perlengkapannya Infrastruktur Jalan Faktor Kunci Kesuksesan Implementasi SRG Komoditi Lada LAPORAN AKHIR ix

11 BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA LAPORAN AKHIR x

12 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1.1. Produksi Lada Indonesia, Tahun Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Lada di Bangka Belitung Luas Areal dan Produksi Lada di Bangka Belitung Tahun Perkembangan Harga Lada di Babel Pada Tingkat Pedagang Besar Perkembangan Produksi Lada di Propinsi Lampung Tahun Luas Areal Perkebunan Lada di Propinsi Lampung Perkembangan Harga Lada di Lampung Pada Tingkat Produsen Tahun 2010, 2011 dan Analisis SWOT Komoditi Lada Perbandingan SRG dan CMA Kesiapan Kelembagaan Dalam Implementasi SRG Lada LAPORAN AKHIR xi

13 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1. Saluran Pemasaran Komoditas Pertanian Saluran Pemasaran Utama Dalam Agribisnis Kerangka Alur Kerja Analisis Grafik Perkembangan Harga Lada di Babel Tahun Grafik Perkembangan Harga Lada di Propinsi Lampung Pada Tingkat Peladang Besar Tahun Perkembangan Produksi Lada di Propinsi Lampung Tahun Luas Areal Perkebunan Lada di Propinsi Lampung LAPORAN AKHIR xii

14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sektor pertanian merupakan salah satu pondasi utama dalam memperkuat struktur perekonomian Indonesia. Namun demikian, daya saing petani dan pelaku usaha pertanian sebagai aktor penting pengembangan pertanian bangsa masih relatif lemah. Petani/pelaku usaha pertanian masih sulit mendapatkan pembiayaan untuk kesinambungan usaha taninya karena akses terhadap sumber pendanaan guna kesinambungan kegiatan produksinya, seperti perbankan atau lembaga keuangan non bank terkadang memberatkan petani, misalnya perlunya petani menyerahkan jaminan kredit bank yang berupa fixed asset (aset tetap). Di lain pihak, petani juga menghadapi harga produk pertanian yang fluktuatif dan rendah pada saat panen karena pasar akan mengalami kelebihan pasokan komoditi, sehingga petani sulit mendapatkan harga yang layak. Selama ini ketika panen, petani dihadapkan pada situasi tanpa pilihan kecuali menjual komoditi hasil panennya kepada para pedagang tengkulak, pada saat harga hasil komoditi cenderung turun. Harga dasar yang ditetapkan Pemerintah atas suatu komoditi dalam prakteknya terdistorsi di tingkat pasar dan tidak optimal memberikan manfaat kepada para petani. Nilai yang mereka terima atas hasil penjualan komoditinya seringkali tidak memadai, baik untuk mendukung kehidupan yang layak bagi dirinya dan keluarganya, atau lebih jauh lagi menjadi modal produksi/tanam musim selanjutnya. Salah satu alternatif solusi terhadap permasalahan di atas adalah penerapan Sistem Resi Gudang (SRG). Menurut Undang-Undang No. 9 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang dijelaskan bahwa SRG bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang merupakan instrumen yang dibentuk dengan salah satu tujuan untuk memberdayakan petani, dimana komoditi yang dihasilkannya mampu memberikan nilai ekonomis dalam bentuk penjaminan, yang dapat dipergunakannya untuk memperoleh kredit dan bank dan lembaga keuangan non bank, dengan tingkat bunga yang rendah. Menurut Bappebti (2011), penerapan SRG menawarkan beberapa manfaat bagi petani, dunia usaha, perbankan dan bagi pemerintah antara lain untuk keterkendalian dan kestabilan harga komoditi, keterjaminan modal produksi, keleluasaan penyaluran kredit bagi perbankan dan memberi kepastian nilai minimum dari komoditi yang diagunkan. LAPORAN AKHIR Bab I - 1

15 Secara definisi Resi Gudang (Warehouse Receipt) merupakan salah satu instrument penting, efektif dan negotiable (dapat diperdagangkan) serta swapped (dipertukarkan) dalam sistem pembiayaan perdagangan suatu negara. Disamping itu Resi Gudang juga dapat dipergunakan sebagai jaminan (collateral) atau diterima sebagai bukti penyerahan barang dalam rangka pemenuhan kontrak derivative yang jatuh tempo, sebagaimana terjadi dalam suatu Kontrak Berjangka. Sistem Resi Gudang (SRG) yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 2009 melalui penetapan UU nomor 9 tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang, memperlihatkan bahwa SRG masih belum berkembang secara optimal. Hingga saat ini SRG belum terlalu dikenal oleh kalangan para pelaku komersial, termasuk kalangan perbankan maupun kalangan yang menggunakan resi gudang itu sendiri (Induk Koperasi Unit Desa). Banyak faktor yang menjadi penentu berkembangnya SRG antara lain: kesiapan infrastruktur, koordinasi para stakeholder dalam sistem resi gudang dan pemilihan komoditi yang diresi gudangkan. Menyangkut penentuan komoditi Sistem Resi Gudang, pemerintah melalui Permendag No. 08/M-DAG/PER/2/2013 tentang Perubahan Atas Permendag No. 37/M-DAG/PER/11/2011 tentang Barang Yang Dapat Disimpan Di Gudang Dalam Penyelengaraan Sistem Resi Gudang telah menetapkan 10 (sepuluh) komoditas yang dapat diresigudangkan terdiri dari gabah, beras, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut, jagung, rotan dan garam. Dalam Permendag tersebut dipersyaratkan komoditi yang dapat diresigudangkan memiliki 3 (tiga) kriteria yaitu memiliki daya simpan paling sedikit 3 (tiga) bulan, memenuhi standar mutu tertentu dan jumlah minimum komoditi yang disimpan. Berdasarkan UU No. 9 Tahun 2009 tentang Sistem Resi Gudang, pada pasal 9 (1) disebutkan bahwa resi gudang dan derivatifnya dapat diperdagangkan di bursa. Oleh karenanya kriteria barang SRG diatas perlu ditambah memiliki harga yang berfluktuasi, tidak ada intervensi pemerintah, semata-mata atas dasar permintaan dan pasokan, tersedia dalam jumlah yang cukup, bersifat homogen, dan tidak dimonopoli oleh kelompok tertentu, merupakan komoditi potensial dan sangat berperan dalam perekonomian daerah setempat dan nasional. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 sampai dengan saat ini pemanfaatan Sistem Resi Gudang (SRG) masih terbatas pada komoditi pangan seperti gabah, jagung dan beras serta hasil perkebunan seperti kopi dan kakao. Permendag No. 26/M-DAG/PER/6/2007, menetapkan lada sebagai salah satu subjek sistem resi gudang, tapi sampai saat ini, tidak seluruh daerah yang merupakan sentra produksi lada telah memanfaatkan sistem resi gudang. Berdasarkan data LAPORAN AKHIR Bab I - 2

16 Direktorat Jenderal Perkebunan pada tahun 2012, sebagai komoditi unggulan, lada memiliki total produksi sebesar metric ton pada 2012, dimana jumlah yang diekspor mencapai metric ton, yang terdiri dari ekspor lada hitam sebesar metric ton, dan lada putih sebanyak metric ton. Bukan hanya belum memanfaatkan, bahkan Provinsi Bangka Belitung dan Lampung yang merupakan daerah utama penghasil lada Indonesia sampai saat ini belum didirikan gudang SRG, padahal produksi lada di kedua daerah tersebut merupakan penyumbang terbesar bagi total produksi lada Indonesia (tabel 1,1). Tabel 1.1. Produksi Lada Indonesia, Tahun (ton) Provinsi Bangka Belitung Lampung Indonesia Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012 Adapun pelaksanaan SRG di lapangan memiliki beberapa kendala, seperti yang dinyatakan oleh Direktorat Pembiayaan Pertanian, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian (2011), berdasarkan hasil pemantauan pelaksanaan SRG di beberapa daerah terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan SRG di daerah antara lain: (a) rata rata lahan yang dimiliki sempit sehingga sulit dalam konsolidasi hasilnya; (b) lemahnya kelembagaan oleh petani maupun petugas pendamping di lapangan; (c) keterbatasan kemampuan pemahaman SRG baik oleh petani maupun petugas pendamping; (d) beban operasional yang memberatkan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa lada merupakan satu dari sepuluh komoditi yang dapat diresigudangkan. Namun, hingga saat ini pemanfaatan SRG masih belum diimplementasikan secara maksimal pada komoditi lada, padahal komoditi ini merupakan salah satu komoditi unggulan dengan jumlah produksi yang terus meningkat setiap tahunnya serta memiliki potensi ekspor yang cukup besar. SRG dapat bermanfaat bagi petani khususnya, serta dunia usaha pada umumnya untuk memberikan kepastian harga serta akses untuk memperoleh tambahan modal usaha. Oleh karena itu, analisis mengenai SRG komoditi lada perlu dilakukan untuk mengetahui hambatan dan tantangan dalam pelaksanaan SRG di Indonesia khususnya untuk komoditi lada terutama di daerah sentra produksinya, agar pemanfaatan SRG dapat dimaksimalkan sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan tetap meningkatkan gairah para petani lada untuk terus LAPORAN AKHIR Bab I - 3

17 menanam lada yang pada akhirnya dapat membantu meningkatkan perekonomian nasional Tujuan Analisis Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi permasalahan dalam mengimplementasikan SRG komoditi lada. 2. Menganalisis faktor kunci kesuksesan dalam SRG komoditi lada. 3. Menyusun rumusan usulan mengimplementasikan SRG komoditi lada Keluaran Analisis Keluaran yang diharapkan dari analisis ini adalah: 1. Terindentifikasinya permasalahan dalam mengimplementasikan SRG komoditi Lada. 2. Analisis faktor kunci kesuksesan dalam SRG komoditi lada. 3. Rumusan usulan implementasi SRG komoditi Lada Dampak Analisis Hasil analisis diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengimplementasikan SRG komoditi di daerah Ruang Lingkup a. Ruang lingkup analisis ini adalah sebagai berikut: 1. Komoditi yang dipetakan adalah Komoditi Lada: Lada putih dan lada hitam 2. Studi Dokumentasi, guna menganalisis permasalahan dalam mengimplementasikan komoditi lada sebagai SRG. 3. Studi Lapangan, melakukan survey ke beberapa daerah untuk melakukan pemetaan permasalahan dan identifikasi faktor-faktor pendukung dalam rangka mengimplementasikan SRG bagi komoditi lada. 4. Gambaran Keadaan Pasar Fisik Komoditi Aspek Produksi Kualitas Komoditi Perdagangan Dalam Negeri Kebijakan Nasional 5. Kajian Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan resi gudang LAPORAN AKHIR Bab I - 4

18 6. Analisis Manfaat Ekonomi Komoditi Analisis Pelaku-Pelaku Pasar Analisis Harga b. Daerah kajian Penelitian Lapangan dilakukan pada dua lokasi penghasil lada terbesar di Indonesia yaitu Provinsi Bangka Belitung dan Provinsi Lampung 1.6. Sistematika Penulisan BAB I : Mendeskripsikan latar belakang, tujuan dan keluaran, serta ruang lingkup penelitian yang dilakukan serta sistematika penulisan. BAB II : Menjelaskan tinjauan literatur yang akan digunakan sebagai referensi dalam penelitian. BAB III : Menjelaskan metodologi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi metode pengambilan data dan alat analisis yang digunakan. BAB IV : Memaparkan profil komoditi lada terutama di dua daerah survey yang merupakan daerah produsen lada terbesar. BAB V : Menganalisis pelaksanaan SRG serta permasalahannya dan kesiapan daerah dalam implementasi SRG komoditi lada BAB VI : Memberikan kesimpulan dan implikasi kebijakan LAPORAN AKHIR Bab I - 5

19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Manfaat Sistem Resi Gudang Sistem Resi Gudang SRG diciptakan dalam mendukung pemberdayaan pasar dalam negeri menuju pasar global. Pembangunan institusi pasar lelang baik pasar lelang di dalam satu wilayah maupun antar daerah sudah saatnya diwujudkan sehingga memberikan kemudahan akses pasar dan transparan kepada semua pelaku usaha dimanapun berada. Agar transaksi dan kegiatan perdagangan dapat ditingkatkan, pasar lelang perlu didukung pendanaan yang lebih kompetitif melalui pendanaan Sistem Resi Gudang. Sistem ini sesungguhnya sudah berjalan lama di Indonesia melalui Warehouse Receipt Financing dimana PT. Sucofindo sebagai collateral manager, dan eksportir Indonesia memperoleh kredit dari bank asing dengan agunan komoditas. Upaya yang dilakukan adalah agar bank dalam negeri dapat berperan dalam skema Resi Gudang. Percontohan SRG telah diluncurkan pada bulan Maret 2003 di Makasar untuk komoditas Kakao, melalui perjanjian tiga pihak yaitu Bank Niaga, eksportir Kakao dan PT. Bhanda Ghara Reksa (pengelola agunan). Beberapa komoditas yang masuk dalam percontohan Resi Gudang adalah kakao di Makasar dan kopi dan lada di Bandar Lampung. Dalam contoh tersebut dijelaskan tentang dana kredit yang sudah disalurkan secara akumulatif yaitu sebesar US$ 11,7 juta telah dimanfaatkan oleh eksportir dalam sebagai modal kerja (laporan PT. Sucofindo 2010) Sistem Resi Gudang Menurut Undang-Undang Penyelenggaraan sistem resi gudang SRG menurut Peraturan menteri perdagangan Nomor 37/M-DAG/PER/11/2011; adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan dan penyelesaian transaksi resi gudang. Sedangkan resi gudang adalah dokumen bukti kepemilikan barang yang disimpan dalam gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Pihak yang melakukan usaha pergudangan (baik gudang milik sendiri atau orang lain) menyimpan, memelihara dan mengawasi barang yang disimpan oleh pemilik barang disebut pengelola gudang dan berhak menerbitkan Resi Gudang. Pengelola berhak menerbitkan resi gudang untuk setiap penyimpanan barang setelah si pemilik barang menyerahkan barangnya kepada pengelola gudang. LAPORAN AKHIR Bab II - 6

20 Barang yang dapat diterbitkan resi gudangnya memiliki persyaratan: setiap barang bergerak yang dapat disimpan dalam jangka waktu tertentu dan diperdagangkan secara umum, diutamakan barang yang memiliki nilai strategis, komoditas unggulan, tujuan ekspor dan/atau tujuan ketahanan pangan. Pada pasal 3 Permendag No.37/M-DAG/PER/11/2011 juga disebutkan persyaratan lain barang yang dapat disimpan di gudang untuk diterbitkan resi gudang paling sedikit memenuhi persyaratan : a) memiliki daya simpan paling sedikit 3 (tiga) bulan; b) memenuhi standar mutu tertentu (Indonesia SNI); c) Jumlah minimum barang yang disimpan. Barang yang dapat disimpan di Gudang dalam rangka Sistem Resi Gudang adalah: a. Gabah; b. Beras; c. Jagung d. Kopi e. Kakao f. Lada g. Karet h. Rumput laut i. Rotan; dan j. Garam Jumlah komoditas yang ditetapkan pada permen terbaru berjumlah sepuluh komoditas dengan memasukkan rotan sebagai subyek SRG. Pada saat peraturan menteri No. 37/M-DAG/PER/11/2011 berlaku, maka Peraturan Menteri Perdagangan No. 26/M-DAG/PER/6/2007 tentang barang yang dapat disimpan di Gudang (delapan komoditas) dalam penyelenggaraan SRG dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Penetapan selanjutnya tentang barang dalam rangka SRG dilakukan dengan pertimbangan rekomendasi dari pemerintah daerah, instansi terkait, atau asosiasi komoditas dengan tetap memperhatikan persyaratan sebagai mana disebutkan dalam pasal 3 diatas. Dalam Undang-Undang No. 9 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang dijelaskan secara detail yang dimaksud dengan Resi Gudang, antara lain adalah: 1. Sistem Resi Gudang adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi Resi Gudang. 2. Resi Gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di Gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang. LAPORAN AKHIR Bab II - 7

21 3. Derivatif Resi Gudang adalah turunan Resi Gudang yang dapat berupa kontrak berjangka Resi Gudang, opsi atas Resi Gudang, indeks atas Resi Gudang, surat berharga diskonto Resi Gudang, unit Resi Gudang atau derivatif lainnya dari Resi Gudang sebagai instrumen keuangan. 4. Gudang adalah semua ruangan yang tidak bergerak dan tidak dapat dipindah-pindahkan dengan tujuan tidak dikunjungi oleh umum, tetapi untuk dipakai khusus sebagai tempat penyimpanan barang yang dapat diperdagangkan secara umum dan memenuhi syarat-syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri. 5. Barang adalah setiap benda bergerak yang dapat disimpan dalam jangka waktu tertentu dan diperdagangkan secara umum. 6. Barang Bercampur adalah barang-barang yang secara alami atau kebiasaan dalam praktik perdagangan dianggap setara serta sama satuan unitnya dan dapat disimpan secara bercampur. 7. Pemegang Resi Gudang adalah pemilik barang atau pihak yang menerima pengalihan dari pemilik barang atau pihak lain yang menerima pengalihan lebih lanjut. 8. Pengelola Gudang adalah pihak yang melakukan usaha pergudangan, baik gudang milik sendiri maupun milik orang lain, yang melakukan penyimpanan, pemeliharaan, dan pengawasan barang yang disimpan oleh pemilik barang serta berhak menerbitkan Resi Gudang. 9. Hak Jaminan atas Resi Gudang, yang selanjutnya disebut Hak Jaminan adalah hak jaminan yang dibebankan pada Resi Gudang untuk pelunasan utang, yang memberikan kedudukan untuk diutamakan bagi penerima hak jaminan terhadap kreditor yang lain. 10. Menteri adalah Menteri yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan. 11. Badan Pengawas Sistem Resi Gudang yang selanjutnya disebut Badan Pengawas adalah unit organisasi di bawah Menteri yang diberi wewenang untuk melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan pelaksanaan Sistem Resi Gudang. 12. Lembaga Penilaian Kesesuaian adalah lembaga terakreditasi yang melakukan serangkaian kegiatan untuk menilai atau membuktikan bahwa persyaratan tertentu yang berkaitan dengan produk, proses, sistem dan/atau personel terpenuhi. 13. Pusat Registrasi Resi Gudang yang selanjutnya disebut Pusat Registrasi adalah badan usaha berbadan hukum yang mendapat persetujuan Badan Pengawas untuk melakukan penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang yang meliputi pencatatan, penyimpanan, pemindahbukuan kepemilikan, pembebanan hak jaminan, pelaporan, serta penyediaan sistem dan jaringan informasi. LAPORAN AKHIR Bab II - 8

22 14. Lembaga Jaminan Resi Gudang yang selanjutnya disebut Lembaga Jaminan adalah badan hukum Indonesia yang menjamin hak dan kepentingan pemegang Resi Gudang atau Penerima Hak Jaminan terhadap kegagalan, kelalaian, atau ketidakmampuan Pengelola Gudang dalam melaksanakan kewajibannya dalam menyimpan dan menyerahkan barang. 15. Penerima Hak Jaminan adalah pihak yang memegang atau berhak atas Hak Jaminan atas Resi Gudang sesuai dengan Akta Pembebanan Hak Jaminan Manfaat Sistem Resi Gudang Komoditas Pertanian Secara umum ada beberapa manfaat yang diberikan dengan mengembangkan sistem Resi Gudang untuk komoditas pertanian, perkebunan dan rotan (Bappebti 2011), yakni : A. Memperpanjang Masa Penjualan Hasil Produksi Petani Petani yang menyerahkan hasil panennya ke perusahaan pergudangan yang berhak mengeluarkan Resi Gudang, akan menerima tanda bukti berupa Resi Gudang, yang dapat dijadikan sebagai agunan untuk memperoleh pinjaman jangka pendek di bank. Dengan demikian, para petani tidak perlu tergesa - gesa menjual hasilnya pada masa panen yang umumnya ditandai dengan turunnya harga komoditas. Hal ini dilakukan petani, yang berkeyakinan bahwa harga setelah panen akan naik,sehingga dengan menunda penjualan justru akan memberikan hasil yang optimal bagi petani. B. Sebagai Agunan Bank Pemegang Resi Gudang dapat memperoleh sumber kredit dari bank untuk digunakan sebagai modal kerja seperti pembelian bibit, pupuk dan keperluan lainnya. Surat Resi Gudang memberikan jaminan adanya persediaan komoditas dengan kualitas tertentu kepada pemegangnya tanpa harus melakukan pengujian secara fisik. Resi Gudang dapat dimanfaatkan petani untuk pembiayaan proses produksi/budidaya/pemanenan, sedangkan bagi produsen untuk membiayai persediaanya. Bila terjadi penyimpangan dalam sistem ini, para pemegang Resi Gudang dijamin akan memperoleh prioritas dalam penggantian sesuai dengan nilai agunnya. Terkumpulnya persediaan komoditas dalam jumlah besar akan mempermudah memperoleh kredit dan menurunkan biaya untuk memobilisasi sektor agrobisnis. LAPORAN AKHIR Bab II - 9

23 C. Mewujudkan Pasar Fisik dan Pasar Berjangka Yang Lebih Kompetitif Sistem Resi Gudang dapat memberikan Informasi yang diperlukan penjual dan pembeli dalam melakukan transaksi, yang merupakan dasar untuk melakukan perdagangan komoditas secara luas. Keberadaan Resi Gudang dapat meningkatkan volume perdagangan sehingga dapat menurunkan biaya transaksi. Hal ini dimungkinkan karena dalam bertransaksi tidak perlu lagi dilakukan inspeksi terhadap barang yang disimpan, baik yang ada di gudang atau di tempat transaksi dan transaksi umumnya hampir tidak pernah lagi dilakukan di gudang. Bila transaksi dilakukan untuk penyerahan barang di kemudian hari (perdagangan berjangka), Resi Gudang dapat dijadikan sebagai instrumen untuk memenuhi penyerahan komoditas bagi kontrak berjangka di Bursa Komoditas yang jatuh tempo. D. Mengurangi Peran Pemerintah Dalam Stabilisasi Harga Komoditas Bila harga komoditas strategi berada dibawah harga dasar, maka pemerintah dapat membeli Resi Gudang, sehingga tidak perlu lagi menerima penyerahan barang secara fisik. Pemerintah dalam rangka pengelolaan cadangan strategis cukup memegang Resi Gudang saja karena adanya jaminan kualitas dan kuantitas komoditas di gudang - gudang penyimpanan. Bila swasta melakukan pembelian, penyimpanan, dan penjualan komoditas melalui mekanisme Resi Gudang dalam jumlah yang besar dan sekaligus melakukan perlindungan nilai di pasar berjangka, maka peran pemerintah dalam stabilisasi harga dapat dihapuskan. E. Memberikan Kepastian Nilai Minimum Dari Komoditas Yang Dijadikan Agunan Bank dapat memberikan kredit yang lebih besar kepada peminjam yang melakukan lindung nilai (hedging) untuk komoditas yang dipinjamkannya (sampai dengan % dari nilai agunan). Sistem Resi Gudang menurut Keputusan Menteri Perdagangan 2011 merupakan instrumen untuk mengatasi resiko dan akses pembiayaan bagi dunia usaha. Menurut keterangan BAPPEBTI, Sistem Resi Gudang komoditas pertanian dan ketahanan pangan ada beberapa pihak yang mendapat manfaat dari sistem resi gudang diantaranya adalah : Petani, Pedagang, Pengusaha industri pengolahanan produk jadi. LAPORAN AKHIR Bab II - 10

24 Manfaat Sistem Resi Gudang bagi Petani adalah: 1. Peluang mendapatkan harga jual yang lebih baik, dengan menyimpan komoditas di gudang saat panen raya dimana harga umumnya rendah, untuk kemudian menjualnya beberapa bulan kemudian pada saat harga telah kembali normal. 2. Mendapatkan kepastian mutu dan jumlah pada saat awal penyimpanan karena test uji dilakukan oleh Lembaga Penguji yang berdiri sendiri. 3. Serta mendapatkan jaminan keamanan mutu dan jumlah selama masa penyimpanan di gudang. 4. Peluang mendapatkan pinjaman dari bank untuk pembiayaan modal kerja pada musim tanam berikutnya dengan jaminan resi gudang. Manfaat Resi Gudang bagi Pedagang adalah: 1. Peluang mendapatkan jaminan kepastian mutu dan jumlah atas komoditas yang diperdagangkan. 2. Peluang mendapatkan suplai komoditas yang lebih pasti, dikarenakan dapat mengetahui secara pasti jumlah komoditas yang tersimpan di gudang. 3. Peluang mendapatkan pinjaman berulang (revolving loan) dari bank untuk modal kerja. Dengan jumlah modal kerja yang sama, dapat diperoleh omzet perdagangan yang lebih, dengan cara meminjam dari bank atas jaminan resi gudang secara berulang-ulang. Manfaat Sistem Resi Gudang bagi Industri Pengolahan Menurut Kementerian Perdagangan 1. Pengamanan pasokan bahan baku industri pengolahan komoditas menjadi produk turunannya (hilirisasi lada). 2. Mengatur sistem persediaan sesuai dengan kapasitas gudang yang dimiliki dan kebutuhan industrinya. 3. Mendapat jaminan kepastian mutu yang baik sesuai SNI dan jumlah yang dibutuhkan pada waktu yang tepat. 4. Mendapat tambahan pinjaman berulang dari anggunan surat resi gudang kepada Bank penjamin untuk modal kerja. 5. Mempermudah mekanisme verifikasi lada dan mengontrol perdagangan lada antar pulau. LAPORAN AKHIR Bab II - 11

25 2.2 Deskripsi Umum dan Potensi Komoditi Lada di Indonesia Lada merupakan salah satu jenis rempah yang sudah dikenal sejak jaman dahulu kala. Theoprastus dari Yunani ( SM) sudah mengenal dua jenis Lada yaitu Piper nigrum (Lada Hitam) dan Piper longum. Tahun para pedagang Arab mengangkut biji Lada dari pantai Malabar di India. Hubungan perdagang lada antara Jawa dan Cina tercatat mulai tahun 1500, dan bangsa-bangsa Eropa antara lain Inggris, Spanyol, Portugis dan Belanda menjajah bangsa-bangsa di Asia termasuk Indonesia antara lain disebabkan oleh komoditi rempah dan obat termasuk Lada. Di Indonesia pada masa penjajahan Belanda tanaman Lada pernah menjadi komoditas ekspor utama, tercatat antara tahun rata-rata ekspor Indonesia meliputi ton per tahun. Pada tahun berikutnya yaitu pada tahun 1980 s.d saat ini rata-rata ekspor pertahun hanya sekitar ton. Penghasil Lada di Indonesia antara lain Lampung, Bangka dan Kalimantan Barat. Lada (Piper nigrum Linn) merupakan salah satu tanaman rempah-rempah yang berasal dari Ghat Barat, India. Kurang lebih 80% hasil lada Indonesia merupakan komoditas ekspor. Untuk dapat bersaing di pasaran dunia, peningkatan kuantitas dan kualitas produksi lada menjadi tuntutan utama. Usaha untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi lada nasional antara lain dilakukan dengan strategi pemanfaatan potensi sumber daya dan pengembangan usaha tani lada. Lada atau merica merupakan salah satu komoditas perdagangan dunia. Lada dikenal dengan sebutan The King of Spice (Raja Rempah-Rempah) menjadi mata dagangan antar Negara (Rukmana, 2003). Jenis Lada Kementerian Pertanian telah melepas beberapa varietas lada yaitu, Petaling 1, Petaling 2, Lampung Daun Kecil (LDL), Chunuk, Natar 1, Natar 2 dan Bengkayang dengan deskripsi Umum sebagai berikut : 1. Petaling 1 Umur mulai berbunga ± 10 bulan, bentuk buah bulat, warna buah muda hijau, warna buah masak merah jingga, mulai berbunga s/d buah masak ± 9 bulan, ratarata buah pertandan ± 60 butir, persentase buah sempurna ± 64,8%, rata-rata hasil produksi 4,48 ton/ha (± 2,8 kg/pohon) lada putih kering, agak tahan terhadap penyakit kuning, agak peka terhadap busuk pangkal batang. Dapat ditanam LAPORAN AKHIR Bab II - 12

26 ditanah-tanah yang kurang subur, pada tanah yang subur di usia tua pertumbuhannya akan lebih baik. Pemakaian tiang panjat mati dan mulsa lebih cocok. 2. Petaling 2 Umur mulai berbunga 11 bulan, bentuk buah bulat besar, warna buah muda hijau, warna buah masak merah jingga, mulai berbunga s/d buah masak ± 8 bulan, ratarata buah pertandan ± 80 butir, persentase buah sempurna ± 66,1%, rata-rata hasil produksi 4,80 ton/ha (± 3,0 kg/pohon) lada putih kering, agak tahan terhadap penyakit kuning, agak peka terhadap busuk pangkal batang. Dianjurkan tanam di tanah yang bebas penyakit busuk pangkal batang dan penyakit kuning serta tingkat kesuburan sedang sampai tinggi. Tiang penegak mati lebih cocok. 3. Lampung Daun Kecil Umur mulai berbunga 7 bulan, bentuk buah lonjong, warna buah muda hijau tua, warna buah masak kuning kemerahan, mulai berbunga s/d buah masak 196 hari, rata-rata buah pertandan 73,52 butir, persentase buah sempurna ± 48,46%, ratarata hasil produksi 3,86 ton/ha, agak tahan terhadap penyakit kuning, toleran terhadap busuk pangkal batang. Dapat dianjurkan untuk ditanam di daerah yang belum mendapat serangan penyakit kuning. 4. Chunuk Umur mulai berbunga 8 bulan, bentuk buah bulat, warna buah muda hijau, warna buah masak kuning kemerahan, mulai berbunga s/d buah masak 225 hari, rata-rata buah pertandan 66,56 butir, persentase buah sempurna ± 43,39%, rata-rata hasil produksi 1,97 ton/ha, peka terhadap penyakit kuning, toleran terhadap busuk pangkal batang. Dapat dianjurkan tana untuk dibudidayakan sebagai lada perdu. 5. Natar 1 Umur mulai berbunga 10 bulan, bentuk buah bulat, warna buah muda hijau, warna buah masak merah jingga, mulai berbunga s/d buah masak 8 bulan, rata-rata buah pertandan 57,3 butir, persentase buah sempurna ± 66,7%, rata-rata hasil produksi 4,00 ton/ha (± 2,5 kg/pohon) lada hitam kering, agak tahan terhadap penyakit kuning, medium sampai agak tahan terhadap busuk pangkal batang. Dianjurkan tanam di daerah yang tingkat penularan penyakit busuk pangkal batang belum LAPORAN AKHIR Bab II - 13

27 begitu tinggi. Varietas ini responsive terhadap pupuk dan cahaya. Pemangkasan tiang panjat hidup 1 x 4 bulan, setinggi ± 3 meter diperlukan. 6. Natar 2 Umur mulai berbunga ±10 bulan, bentuk buah bulat hingga lonjong, warna buah muda hijau muda, warna buah masak merah jingga, mulai berbunga s/d buah masak ±7 bulan, rata-rata buah pertandan 56 butir, persentase buah sempurna 60%, rata-rata hasil produksi 3,53 ton/ha (± 2,5 kg/pohon) lada hitam kering, agak tahan terhadap penyakit kuning, rendah sampai peka terhadap busuk pangkal batang. Dianjurkan tanam di daerah yang tingkat kesuburan sedang sampai tinggi, belum ketularan penyakit busuk pangkal batang. Untuk lampung tidak boleh tiang penegak hidup terlalu rimbun daunnya. Tiang penegak harus dipangkas 1 x 4 bulan, setinggi ± 3 meter. 7. Bengkayang Umur mulai berbunga ±10 bulan, bentuk buah bulat, warna buah muda hijau muda, warna buah masak kuning kemerahan, mulai berbunga s/d buah masak 189 hari, rata-rata buah pertandan 85,22 butir, persentase buah sempurna 68,30%, rata-rata hasil produksi 4,67 ton/ha, toleran terhadap penyakit kuning, toleran terhadap busuk pangkal batang, dapat dianjurkan untuk ditanam di daerah yang kurang subur. Memakai tiang panjat mati dan mulsa lebih baik 2.3 Kebijakan dan Sistem Tata Niaga Kebijakan pemerintah dalam meningkatkan ekspor lada sangat mempengaruhi tataniaga lada ditingkat petani/pemungut, dan juga berdampak pada perkembangan industri pengolahan lada menjadi berbagai produk siap pakai. Untuk menganalisis tataniaga lada disentra-sentra produksi serta keterkaitan keseluruh perdagangan lada Indonesia serta fungsi-fungsi pemasaran yang berperan terhadap pengembangan komoditas ini digunakan pendekatan fungsi, kelembagaan dan perilaku pemasaran: Khols dan Uhl (1985) menggunakan beberapa pendekatan dalam menganalisis sistem pemasaran yaitu : A. Pendekatan Fungsi (The Fungsional Approach) Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui fungsi pemasaran apa saja yang dijalankan oleh pelaku yang terlibat dalam pemasaran lada. Fungsifungsi tersebut adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik LAPORAN AKHIR Bab II - 14

28 (penyimpanan, transportasi, dan pengolahan) dan fungsi fasilitas (standarisasi dan grading, resiko, pembiayaan, dan informasi pasar). B. Pendekatan Kelembagaan (The Institual Approach) Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui beberapa macam lembaga atau pelaku yang terlibat dalam pemasaran komoditas lada. Pelakupelaku ini adalah pedagang perantara (menchant middleman) yang terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang pengecer, pedagang spekulatif, agen, manufaktur, dan organisasi lainya yang terlibat. C. Pendekatan Perilaku (The Behavior System Approach) Merupakan pelengkap dan pendekatan fungsi kelembagaan untuk mengetahui aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses pemasaran, seperti perilaku lembaga yang terlibat dalam pemasaran dan kombinasi dari fungsi pemasaran. Pendekatan ini terdiri dari the input-output system, the power system, dan the communication system. Gambar 2.1 Saluran Pemasaran Komoditas Pertanian Sumber : Khols dan Downey, 1985 Pemasaran pertanian dapat diartikan sebagai semua bentuk kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan hak fisik dari barang-barang hasil kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke konsumen, termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang untuk mempermudah penyaluran dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumen (Limbong dan Sitorus, 1997). LAPORAN AKHIR Bab II - 15

Beberapa Pengertian. Analisa Sistem Resi Gudang. Hakikat Resi Gudang 07/10/2016

Beberapa Pengertian. Analisa Sistem Resi Gudang. Hakikat Resi Gudang 07/10/2016 Analisa Sistem Resi Gudang 1. Hardani, 146010100111009 (1) 2. Muhammad Najih Vargholy, 156010100111029 (5) Beberapa Pengertian Menurut Pasal 1 UU Sistem Resi Gudang yang dimaksud dengan: 1. Sistem Resi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini sektor pertanian tetap dijadikan sebagai sektor andalan, karena sektor ini telah terbukti tetap bertahan dari badai krisis moneter, sementara itu sektor-sektor

Lebih terperinci

Sistem Resi Gudang Bagi Petani

Sistem Resi Gudang Bagi Petani Sistem Resi Gudang Bagi Petani BAPPEBTI Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi CoFTRA Commodity Futures Trading Regulatory Agency Sudah tahukah anda apa itu SRG? Perdagangan sebagai sektor penggerak

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dewasa ini salah satunya diprioritaskan pada bidang ketahanan pangan, sehingga pemerintah selalu berusaha untuk menerapkan kebijakan dalam peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi masa kini terjadi persaingan yang semakin ketat. Era

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi masa kini terjadi persaingan yang semakin ketat. Era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi masa kini terjadi persaingan yang semakin ketat. Era globalisasi membutuhkan kesiapan dunia usaha untuk menghadapi perubahan yang sangat cepat di

Lebih terperinci

Sistem Resi Gudang Memberdayakan Bangsa

Sistem Resi Gudang Memberdayakan Bangsa Memberdayakan Bangsa 02 03 05 07 Sekapur Sirih Suara Dari Masa Depan Resi Gudang Harapan Untuk Semua 10 Kelembagaan dalam SRG 13 Langkah Ke depan Sekapur Sirih Keberhasilan suatu bangsa dalam membangun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor utama yang menopang kehidupan masyarakat, karena sektor pertanian menjadi mata pencaharian sebagian besar penduduk Indonesia. Sehingga

Lebih terperinci

TANGGAPAN TERHADAP MATERI PRESENTASI PROF.DR. ACHMAD SURYANA BERJUDUL: 15 TAHUN DINAMIKA KETAHANAN PANGAN INDONESIA 1

TANGGAPAN TERHADAP MATERI PRESENTASI PROF.DR. ACHMAD SURYANA BERJUDUL: 15 TAHUN DINAMIKA KETAHANAN PANGAN INDONESIA 1 TANGGAPAN TERHADAP MATERI PRESENTASI PROF.DR. ACHMAD SURYANA BERJUDUL: 15 TAHUN DINAMIKA KETAHANAN PANGAN INDONESIA 1 Dr. Erwidodo Peneliti Utama Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) Badan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAPPEBTI Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. CoFTRA Commodity Futures Trading Regulatory Agency KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAPPEBTI Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. CoFTRA Commodity Futures Trading Regulatory Agency KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Memberdayakan Bangsa BAPPEBTI Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi CoFTRA Commodity Futures Trading Regulatory Agency Perdagangan sebagai sektor penggerak pertumbuhan dan daya saing ekonomi, serta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa pembangunan bidang ekonomi khususnya kelancaran

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 171/PMK.05/2009 TENTANG SKEMA SUBSIDI RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 171/PMK.05/2009 TENTANG SKEMA SUBSIDI RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 171/PMK.05/2009 TENTANG SKEMA SUBSIDI RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Hukum Jaminan Resi Gudang

Hukum Jaminan Resi Gudang FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA- MALANG Hukum Jaminan Resi Gudang Oleh Herlindah, SH, M.Kn hmp://herlindahpepr.lecture.ub.ac.id 1 Pokok Bahasan: A. Latarbelakang B. IsPlah dan PengerPan C. Urgensi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan bidang ekonomi khususnya kelancaran produksi dan distribusi barang

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA DAN POTENSI SISTEM RESI GUDANG UNTUK SUMBER PEMBIAYAAN, STABILISASI HARGA DAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI JAGUNG DAN KEDELAI

ANALISIS KINERJA DAN POTENSI SISTEM RESI GUDANG UNTUK SUMBER PEMBIAYAAN, STABILISASI HARGA DAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI JAGUNG DAN KEDELAI ANALISIS KINERJA DAN POTENSI SISTEM RESI GUDANG UNTUK SUMBER PEMBIAYAAN, STABILISASI HARGA DAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI JAGUNG DAN KEDELAI Pendahuluan Iwan Setiajie Anugrah (1) Terjadinya penurunan

Lebih terperinci

PERLUNYA RESI GUDANG UNTUK MENSTABILKAN HARGA BERAS DI PROVINSI BANTEN

PERLUNYA RESI GUDANG UNTUK MENSTABILKAN HARGA BERAS DI PROVINSI BANTEN PERLUNYA RESI GUDANG UNTUK MENSTABILKAN HARGA BERAS DI PROVINSI BANTEN Dewi Haryani, Viktor Siagian dan Tian Mulyaqin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Jln.Ciptayasa KM.01 Ciruas Serang (42182)

Lebih terperinci

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALINAU NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALINAU NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM RESI GUDANG - 1 - BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALINAU NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALINAU, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM RESI GUDANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Usahatani di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Usahatani di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Usahatani di Indonesia Sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi yang tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi pada tahun 1998 karena dalam kondisi krisis,

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG (SRG) KOMODITI JAGUNG

ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG (SRG) KOMODITI JAGUNG ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG (SRG) KOMODITI JAGUNG PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2013

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG DI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG DI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG DI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG I. UMUM satu tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 13.1/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 13.1/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 13.1/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG PETUNJUK TEKNIS SKIM PENDANAAN KOMODITAS KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG (SRG) DI KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didukung dengan kondisi wilayah Indonesia yang memiliki daratan luas, tanah

BAB I PENDAHULUAN. didukung dengan kondisi wilayah Indonesia yang memiliki daratan luas, tanah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dahulu Indonesia dikenal sebagai negara agraris, sebutan tersebut didukung dengan kondisi wilayah Indonesia yang memiliki daratan luas, tanah yang subur dengan

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang cukup besar di dunia. Pada masa zaman pemerintahan Hindia-Belanda, Indonesia merupakan negara terkenal yang menjadi pemasok hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara karena setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya

Lebih terperinci

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN I. PENDAHULUAN 1. Salah satu target utama dalam Rencana Strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perkebunan didalam perekonomian di Indonesia memiliki perananan yang cukup strategis, antara lain sebagai penyerapan tenaga kerja, pengadaan bahan baku untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBUK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBUK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBUK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa pembangunan bidang ekonomi khususnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2015 SUMBER DAYA ALAM. Perkebunan. Kelapa Sawit. Dana. Penghimpunan. Penggunaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Pemasaran merupakan semua kegiatan yang mengarahkan aliran barangbarang dari produsen kepada konsumen termasuk kegiatan operasi dan transaksi yang terlibat dalam pergerakan,

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN PETANI DAN KOMODITAS PERTANIAN JAGUNG DAN KEDELAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan produksi dan distribusi komoditi pertanian khususnya komoditi pertanian segar seperti sayur mayur, buah, ikan dan daging memiliki peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tujuan tersebut di cita-citakan dan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tujuan tersebut di cita-citakan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diharapkan dapat menciptakan masyarakat Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

PROPOSAL PEMBANGUNAN GUDANG SRG BESERTA FASILITAS PENDUKUNGNYA DALAM RANGKA PERCEPATAN IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

PROPOSAL PEMBANGUNAN GUDANG SRG BESERTA FASILITAS PENDUKUNGNYA DALAM RANGKA PERCEPATAN IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT PROPOSAL PEMBANGUNAN GUDANG SRG BESERTA FASILITAS PENDUKUNGNYA DALAM RANGKA PERCEPATAN IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2016 BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai negara agraris telah memberikan peluang bagi penduduknya untuk berusaha di bidang pertanian. Kegiatan di bidang usaha pertanian tidak terbatas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perusahaan umum Bulog mempunyai misi yakni memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Perusahaan umum Bulog mempunyai misi yakni memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan umum Bulog mempunyai misi yakni memenuhi kebutuhan pangan pokok rakyat dan visi yaitu pangan cukup, aman dan terjangkau bagi rakyat. Penjabaran dari visi dimaksud

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN. DAFTAR ISI DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN. iv viii xi xii I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Perumusan Masalah 9 1.3. Tujuan Penelitian 9 1.4. Manfaat Penelitian 10

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN, PERTANIAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian dari waktu ke waktu semakin meningkat. Lada merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

PERBANYAKAN BAHAN TANAM LADA DENGAN CARA STEK

PERBANYAKAN BAHAN TANAM LADA DENGAN CARA STEK PERBANYAKAN BAHAN TANAM LADA DENGAN CARA STEK ( Piper ningrum L. ) Oleh Murhawi ( Pengawas Benih Tanaman Ahli Madya ) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya A. Pendahuluan Tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam mengembangkan ekspor produk pertanian, khususnya komoditas dari subsektor perkebunan. Besarnya

Lebih terperinci

PASAR LELANG KOMODITAS

PASAR LELANG KOMODITAS PASAR LELANG KOMODITAS Memperpendek Mata Rantai Perdagangan trade with remarkable % 100 INDONESIA Daftar Isi 2 Kata Pengantar Pasar Lelang Komoditas 3 4 Payung Hukum Pelaksanaan Pasar Lelang Komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang. melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang. melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian merupakan sektor yang penting dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 DIREKTORAT TANAMAN SEMUSIM DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB 4 SISTEM RESI GUDANG SEBAGAI JAMINAN KREDIT

BAB 4 SISTEM RESI GUDANG SEBAGAI JAMINAN KREDIT 84 BAB 4 SISTEM RESI GUDANG SEBAGAI JAMINAN KREDIT 4.1. PENERAPAN SISTEM RESI GUDANG Pertama kalinya gudang untuk sistem resi gudang dibangun di Desa Bareng, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang dan telah

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lada atau pepper (Piper nigrum L) disebut juga dengan merica, merupakan jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di daerah tropis karena dilalui garis khatulistiwa. Tanah yang subur dan beriklim tropis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memiliki peran yang sangat besar dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memiliki peran yang sangat besar dalam perekonomian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian memiliki peran yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari besarnya jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MENGENAI HAK JAMINAN RESI GUDANG DAN PERMASALAHANNYA

BAB IV ANALISIS MENGENAI HAK JAMINAN RESI GUDANG DAN PERMASALAHANNYA 88 BAB IV ANALISIS MENGENAI HAK JAMINAN RESI GUDANG DAN PERMASALAHANNYA 1. Perkembangan Implementasi Sistem Resi Gudang terkait pemberian kredit dengan Jaminan Resi Gudang oleh Perbankan di Indonesia.

Lebih terperinci

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional 83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN RI. Nomor : 26/M-DAG/PER/6/2007. Tentang BARANG YANG DAPAT DISIMPAN DI GUDANG DALAM PENYELENGGARAAN SISTEM RESI GUDANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN RI. Nomor : 26/M-DAG/PER/6/2007. Tentang BARANG YANG DAPAT DISIMPAN DI GUDANG DALAM PENYELENGGARAAN SISTEM RESI GUDANG PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN RI Nomor : 26/M-DAG/PER/6/2007 Tentang BARANG YANG DAPAT DISIMPAN DI GUDANG DALAM PENYELENGGARAAN SISTEM RESI GUDANG Menimbang : 1. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO

KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO Widiastuti *) Kepala Bagian Pengembangan Pasar, BAPPEBTI Pengantar redaksi: Tahun 2010, lalu, Biro Analisa Pasar, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1.tE,"P...F.3...1!..7. INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan akan pangan, sehingga kecukupan pangan bagi setiap orang setiap waktu merupakan hak asasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung

Lebih terperinci

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, SALINAN GAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN PROVINSI

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung merupakan jenis tanaman serealia yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional, mengingat fungsinya yang multiguna. Jagung dapat dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci