BAB II KAJIAN TEORI. sebelumnya. Namun, penelitian yang relevan dengan penelitian ini telah diperoleh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. sebelumnya. Namun, penelitian yang relevan dengan penelitian ini telah diperoleh"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan yang telah peneliti lakukan bahwa penelitian kompositum bahasa Muna belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Namun, penelitian yang relevan dengan penelitian ini telah diperoleh data tentang tulisan kata majemuk dalam bentuk skripsi oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara, Universitas Muhammadya Malang dan tulisan tentang ajektiva bahasa Muna dalam bentuk skripsi oleh mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Mahasiswa yang menulis skripsi tersebut adalah seperti berikut ini. Eva Mariati Saragih (2011) dalam skripsinya yang berjudul kata mejemuk dalam bahasa Simalangun. Permasalahan dalam penelitianya ada tiga yakni (1) bagaimanakah bentuk kata majemuk dalam bahasa Simalungun? (2) bagaimanakah pola kata majemuk dalam bahasa Simalungun? dan (3) bagaimanakah makna kata majemuk dalam bahasa Simalungun?. Sesuai dengan hasil penelitiannya bahwa Eva menyimpulkan makna kata majemuk bahasa Simalungun diuraikan menurut kelas kata kata majemuk. Makna kata majemuk timbul akibat adanya proses morfologis yaitu afiksasi dan reduplikasi. Perubahan makna kata majemuk kata benda timbul karena proses afiksasi yaitu alat dan tempat, dan perubahan makna karena proses reduplikasi yaitu jamak dan menyerupai. Perubahan makna kata majemuk kata

2 kerja timbul karena proses afiksasi yaitu memakai, memiliki, menanam, memelihara, dan kausatif. Makna kata majemuk kata kerja karena proses reduplikasi yaitu berulang-ulang. Makna kata majemuk kata sifat karena proses afiksasi yaitu sifat. Makna kata majemuk kata sifat yang timbul karena proses reduplikasi yaitu jamak. Rosdiana Shite (2007) dalam skiripsinya yang berjudul Kata Majemuk dalam Bahasa Batak Toba. Masalah dalam penelitian adalah 1) bagaimanakah wujud kata majemuk bahasa Batak Toba?, 2) bagaimanakah pola kata majemuk bahasa Batak Toba?, dan 3) bagaimanakah makna kata majemuk bahasa Batak Toba?. Hasil penelitianya adalah kata majemuk dalam bahasa Batak Toba adalah gabungan dari dua kata atau lebih yang menimbulkan makna baru dan gabungan kata tersebut tidak dapat disisipi kata lain, misalnya na yang. Kata majemuk bahasa Batak mempunyai tiga ciri yaitu ciri prakategorial, ciri morfologis dan ciri sintaksis. Wujudnya berupa kata majemuk dasar, kata majemuk berimbuhan dan kata majemuk berulang, Sedangkan polanya ada yang berpola D-D, D-M dan M-D. Maknanya adalah jamak, jumlah, tempat, alat, menyerupai, berulang-ulang, memakai, memiliki, menanam, memelihara, saling, kausatif dan sifat. Dari kedua kajian relevan di atas, persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji tentang kompositum. Perbedaannya adalah pada objek penelitian. Eva objek penelitianya adalah bahasa Simalungun, Rosdiana pada bahasa Batak Toba sedangkan penelitian ini objeknya adalah bahasa Muna. Perbedaan lain adalah pada permasalahan yang diangkat. Permasalahan yang diangkat oleh Eva dan

3 Rosdiana sama-sama melihat bentuk, pola dan makna, sedangkan di dalam penelitian ini hanya fokus pada dua permasalahan yaitu jenis-jenis dan makna kompositum bahasa Muna. Selain itu, teori-teori digunakan oleh Eva dan Rosdiana merujuk pada konsep Badudu (1978) dan Ramlan (1972), sedangkan penelitian ini merujuk pada konsep Harimurti (2007) dan Muslich (2008). Kajian yang relevan selanjutnya oleh Asmi (2005) dengan judul skripsi Ajektiva Bahasa Muna. Permasalahan yang diangkat yaitu 1) bagaimana ciri ajektiva bahasa Muna?, 2) bagaimana bentuk ajektiva bahasa Muna, 3) bagaimana sifat ajektiva bahasa Muna? dan 4) bagaimana makna ajektiva bahasa Muna?. Pada hasil penelitianya terkait dengan permasalahan yang kedua terdapat bentuk ajektiva majemuk. Bentuk ajektiva majemuk masih berhubungan dengan penelitian ini. Ajektiva bentuk majemuk bisa dikatakan kompositum. Uraian bentuk majemuk hanya berupa dasar karena Asmi fokus penelitian bukan bentuk majemuk. Persamaan lain dengan penelian ini terlatak pada objek penelitian yaitu bahasa Muna. Perbedaannya adalah pada fokus penelitian. Asmi fokus penelitiannya adalah pada ajektiva bahasa Muna sedangkan pada penelitian ini fokus penelitian yaitu kompositum bahasa Muna.

4 2.2 Kajian Teori Penelitian dikatakan ilmiah ketika ada kajian teori yang mendukung atau landasan untuk menyelesaikan permasalahan dalam penelitian. Oleh karena itu, sebagai landasan teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ini Kata Istilah kata sering didengar dan sering kita gunakan. Bahkan kata ini hampir setiap hari dan setiap saat selalu kita gunakan dalam segala kesempatan dan segala keperluan. Dalam hubungan ini, Qodratillah (2011: 217) menyatakan bahwa kata itu adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan dan mengandung makna. Pengertian kata ini lebih diperluas lagi oleh Pateda (2009: 97) yang menyimpulkan kata berdasarkan beberapa pendapat para ahli bahwa kata adalah (1) merupakan momen bahasa taal momen ; (2) kata dapat dipindahkan uitennplaatsbaar ; (3) kata dapat disosialisakan isoleeebaar ; (4) kata dapat ditukar omstelbaar. Crystal (dalam Ba dulu, dkk, 2004: 4) menjelaskan bahwa kata adalah satuan ujaran yang mempunyai pengenalan intuitif universal oleh penutur asli, baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Lebih lanjut Putrayasa (2010: 44) menguraikan bahwa kata adalah bentuk bebas terkecil yang mempunyai kesatuan fonologis yang mengandung satu pengertian, sedangkan Finoza (2010: 80) lebih singkat lagi menjelaskan bahwa kata adalah satuan bentuk terkecil yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna. Berdasarkan uraian-uraian tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kata adalah media bahasa yang berbentuk kecil, dapat berdiri

5 sendiri, dan mempunyai makna. Misalnya kata dalam BM kaharo sapu, tende lari, ajhati adat Kompositum Percakapan sehari-hari baik pada bahasa Indonesia maupun bahasa daerah memiliki gabungan dua kata atau lebih yang memiliki makna baru. Gabungan ini merupakan kompositum atau biasa dikenal dengan sebutan kata majemuk, bentuk majemuk, persenyawaan dan pemajemukan. Chaer (2003: 105) menjelaskan bahwa konsep kata majemuk mempunyai satu pengertian atau membentuk pengertian lain akhirnya menyeret. Kemudian Chaer (2007: 108) memperluas lagi konsep pengertian komposisi. Komposisi adalah hasil penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat sehingga terbentuk sebuah kontruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda atau yang baru. Misalnya lalu lintas, daya juang dan rumah sakit. Berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Muslich. Muslich (2008: 57) menjelaskan yang dimaksud dengan proses pemajemukan atau komposisi adalah peristiwa bergabungnya dua morfem dasar atau lebih secara padu dan menimbulkan arti yang relativ baru. Misalnya kamar tidur, keras kepala, sapu tangan. Selanjutnya Warsie (2012: 45) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kata majemuk adalah gabungan yang memiliki makna baru, dan makna baru yang terbentuk bukan merupakan gabungan makna dari unsur-unsur pembentuknya, sedangkan menurut Harimurti (2007: ) yang dimaksud dengan perpaduan atau pemajemukan atau komposisi adalah proses penggabungan dua leksem atau

6 lebih yang membentuk kata. Output proses itu disebut paduan leksem atau kompositum yang menjadi calon kata majemuk. Misalnya buta warna, daya juang dan lain-lain. Dari beberapa pendapat yang diuraikan di atas, peneliti dapat meyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kompositum adalah proses bergabunganya dua morfem dasar baik yang bebas maupun terikat atau leksem atau kata menjadi padu dan tidak bisa dipisahkan antara unsur-unsurnya kemudian proses ini akan menggeser makna kedua gabungan unsurnya tersebut sehingga menghasilkan makna baru. Misalnya dalam BM gabungan unsur kabhala besar dan wubha mulut menjadi kabhala wubha besar mulut yang artinya rakus. Sebelum melangkah kesub berikutnya perlu diketahui bahwa kompositum bahasa Indonesia, ada dua pendapat. Pendapat pertama, mengatakan kompositum dalam bahasa Indonesia itu ada dan pendapat kedua bahwa kompositum bahasa Indonesia itu tidak ada. Pendapat kedua mengatakan bahwa bahasa Indonesia tidak ada kompositum dilatarbelakangi anggapan bahwa tidak ada perbedaan struktur antara unsur-unsur yang terdapat dalam frasa. Kompositum dan frasa sepintas sukar dibedakan sebab paling tidak keduanya terdiri atas bentuk dasar. Dari kedua pendapat tersebut, peneliti mengikuti pendapat pertama bahwa dalam bahasa Indonesia ada kompositum. Hal ini telah diberikan ciri oleh Harimurti (2007: ) perbedaan antara frasa dan kompositum. Secara empiris ciri-ciri di bawah ini membedakan kopositum atau paduan leksem atau kata majemuk dari frasa.

7 1) ketaktersisipan; artinya di antara komponen-komponennya kompositum tidak dapat disisipi apapun. Buta warna merupakan kompositum karena tidak dapat disisipi apapun sedangkan alat negara merupakan frasa karena karna dapat disispi partikel dari, menjadi alat dari Negara. 2) ketakterluasan; artinya komponen kompositum itu masing-masing tidak dapat dimodifikasikan. Perluasan bagi kompositum hanya mungkin untuk semua komponennya sekaligus. Misalnaya kompositum kereta api dapat dimodifikasikan menjadi perkeretaapian. 3) ketakterbalikan; artinya komponen kompositum tidak dapat dipertukarkan. gabungan seperti bapak ibu, lebih kurang bukanlah kompositum, melainkan frasa koordinatif karena dapat dibalikan. Kontruksi seperti arif bijak sana, hutan belantara, bujuk rayu bukanlah frasa melainkan kompositum Jenis-jenis kompositum menurut para ahli Setiap pokok pembahasan dalam kajian morfologi bahasa Indonesia pasti memiliki jenis-jenis misalnya afiksasi yang memiliki beberapa jenis yakni sufiks, konfiks, prefiks dan lain-lain. Begitu juga dengan kompositum pasti memiliki beberapa jenis. Mess (dalam Pateda: ) membagi persenyawaan menjadi tiga jenis yakni: 1) persenyawaan gabungan atau dwandwa misalnya laki bini, kaya miski, 2) persenyawaan determinatif atau tatpurusya yakni bagianya saling menerangkan misanya ibu kota, orang tua, kereta api dan lain-lain, 3) persenyawaan persesif atau bahuwrihi yakni yang menyatakan sifat seperti yang diberikan oleh kata-kata itu. Misalnya pancasila, segitiga dan sebagainya. Muchlis (2008: 62) membagi

8 kompositum atas tiga jenis berdasarkan hubungan unsur-unsur pendukungnya yakni 1) bentuk majemuk yang unsurnya pertama diterangkan (D) oleh unsur kedua (M), 2) Bentuk majemuk yang unsur pertama menerangkan (M) unsur kedua (D), dan 3) Bentuk majemuk yang unsur-unsurnya tidak saling menerangkan tetapi hanya merupakan rangkaian yang sejajar (kopulatif). Ketiga bentuk majemuk ini akan diuraikan lagi seperti berikut ini. Bentuk majemuk jenis pertama dapat dibedakan lagi atas dua macam yaitu (1) karmadharaya dan (2) tatpurusa. Bentuk majemuk dikatakan karmadharaya apabila unsur kedua (sebagai M) berkelas kata sifat dan dikatakan tatpurusu apabila unsur kedua (sebagai M) berkelas kata selain kata sifat. Contoh kompositum karmadharaya adalah kompositum orang kecil, hari besar, meja hijau dan lain-lain, Sedangkan contoh kompositum tatpurusa adalah kompositum meja tulis, ruang tamu, kamar mandi. Bentuk majemuk jenis kedua pada umumnya berasal dari unsur serapan terutama dari bahasa Sanskerta. Misalnya perdana mentri, bumi putra, purbakala, bala tentara dan sebagainya. Bentuk-bentuk ini sudah tidak produktif lagi karena saat ini orientasinya sudah tidak diarahkan pada bahasa Sanskerta. Bentuk majemuk ketiga biasa disebut dwandwa. Apabila dilihat dari hubungan makna antarunsurnya, ada yang setara, ada yang berlawanan, dan ada yang bersinonim misalnya, hubungan setara: kaki tangan, daya juag, tanggung jawab, hubungan berlawanan: jual beli, simpan pinjam, ibu papak dan hubungan bersinonim: hancur lebur, pucat pasi dan sebagainya.

9 Muslich (2008: 63) kembali membagi dua jenis berdasarkan jumlah unsurnya yakni 1) kata majemuk berunsur dari dua buah bentuk misalnya orang tua, anak muda, rumah monyet; dan 2) kata majemuk berunsur lebih dari dua bua unsur misalnya senjata makan tuan, apa boleh buat dan lain-lain. Berbeda lagi dengan Harimurti. Harimurti lebih luas membagi jenis-jenis kompositum bahasa Indonesia. Harimurti (2007: ) mengklasifikasikan kompositum menjadi lima golongan yakni 1) Kompositum subordinatif subtantif atau biasa disebut tipe A, 2) Kompositum subordinatif atribut atau biasa disebut dengan tipe B, 3) Kompositum koordinatif atau biasa disebut tipe C, 4) Kompositum berpoleksem ata biasa disebut tipe D dan 5) Kompositum sintetis atau biasa disebut dengan tipe E. 1) Tipe A kompositum subordinatif subtantif Tipe ini mencakup 19 subtipe. Kesamaan di antaranya adalah semua kompositum memiliki kompositum subtantif dan tidak ada penghubung berupa partikel atau afiks di antara komponen-komponennya. Adapun 19 subtipe tersebut sabagai berikut. (1) Tipe A1 : a bagian dari b (urutan bagian keutuhan) Sebagian besar dari tipe ini merupakan kompositum yang komponen awalnya berupa kata anak, batang, biang, bibir, kepala, buah, daun, ibu, hidung, induk, indung, jantung, kaki, kepala, mata, perut, tajuk dan tangan. Misalnya kompositum anak air, batang air, bibir jalan, buah baju, daun pintu, ibu kota, induk bala, indung madu, mata bisul, kepala suku, hidung mobil dan buah pantat dan lain-lain.

10 (2) Tipe A2 b di-a (kan) (urutan perbuatan sasaran) Walaupun golongan kompositum ini mempunyai urutan yang sesuai dengan sintaksis bahasa Indonesia, yaitu urutan VO ada beberapa ciri yang menjadi dasar dimasukanya sebagai kontruksi asintaksis: (a) sebagai kompositum golongan ini berkelas nominal, bukan verbal jadi bukan merupakan frase verbal, (b) obyek langsung dalam kompositum ini tidak dapat dijadikan subyek dan (c) tidak ada afiks penanda verba leksem pertama. Misalnya alih bahasa, belah batang, bina raga, goreng kacang, ikat kepala, tata usaha, lomba lari dan lain-lain. (3) Tipe A3: a yang di-b- (kan) atau a hasil pe-b-an (urutan benda perlakuan) Kompositum ini terjadi dari leksem nominal dan leksem verbal. Leksem pertama merupakan sasaran perbuatan leksem kedua. Misalnya alat gesek, anak asuh, ayam goring, nara pidana, nasi dandang, peluru kendali dan lain-lain. (4) Tipe A4; a dengan b (urutan perbuatan alat) Kompositum ini terjadi dari leksem verbal diikuti leksem nominal yang dapat diberi makna alat. Misalnya hormat senjata, mandi suap dan sebagainya, (5) Tipe A5; a secara b (urutan perbuatan-cara) Kompositum ini terjadi dari leksem verbal diikuti beberapa jenis leksem yang dapat diberi makna cara. Misalnya cetak biru, kerja bakti, hukum gantug dan lainlain.

11 (6) Tipe A6; a untuk keperluan b (urutan perbuatan tujuan) Kompositum ini terjadi dari leksem nominal diikuti oleh berbagai jenis yang dapat diberi makna tujuan. Misalnya sumpah jabatan, tindak lanjtu, turun main, temu wicara dan lain-lain. (7) Tipe A7; a untuk b (urutan benda atau yang dibendakan tujuan atau maksud) Kompositum ini terjadi dari leksem nominal diikuti oleh berbagai jenis leksem yang dapat diberi makna tujuan. Misalnya abu gosbok, ayam daging, kawan bicara, daya guna, jalan masuk dan lain-lain. (8) Tipe A8; a tempat b (urutan tempat perbuatan atau keadan) Kompositum ini terjadi dari leksem nominal diikuti berbagai jenis leksem yang dapat diberi makna pekerjaan atau keadaan. Misalnya bengkel kerja, rumah makan, jalan pintas dan lain-lain. (9) Tipe A9; a bersumber pada b (urutan hasil penghasil) Kompositum tipe ini terjadi dari leksem nominal diikuti berbagai jenis leksem. Dalam kompositum ini leksem kedua menjadi sumber atau penyebab adanya leksem pertama atau penghasil adanya leksem pertama. Misalnya abang kandung, buah mimpi, kabar angin, daya batin dan lain-lain. (10) Tipe A10; a ada di b (ururtan benda tempat) Kompositum ini terjadi dari leksem nominal diikuti leksem berbagai kelas. Leksem kedua itu dapat ditafsirkan sebagai tempat bagi leksem pertama. Misalnya bajak laut, kapal laut, uang muka dan lain-lain.

12 (11) Tipe A11; b menerangkan a (urutan benda keadaan) Kompositum ini terjadi dari leksem nominal diikuti leksem berbagai kelas. Leksem kedua dapat ditafsirkan sebagai yang menunjukan keadaan leksem pertama. Urutan komponen-komponen dalam kompositum ini bserupa dengan frasa yang berkontruksi DM. Walaupun begitu, kompositum ini tidak digolongkan frase, karena komponen-komponennya tidak dapat digabungkan dengan yang. Misalnya angin sakal, bungai rampai, ubi rambut dan lain-lain. (12) Tipe A12: a memakai b (urutan benda alat) Kompositum ini terjadi kompositum leksem nominal diikuti leksem nominal. Leksem nominal kompositum ini dapat ditafsirkan sebagai alat dan pelengkap leksem pertama. Misalnya ban angin, sumpah pocong, nasi rawon dan lain-lain. (13) Tipe A13: a menguasai b (urutan penguasa yang dikuasi). Misalnya kuasa usaha, nara sumber, tuan kebun dan lain-lainl. (14) Tipe A14: b bekeadaan a (urutan hal banda atau yang dibendakan). Kompositum ini terjadi dari leksem verbal atau ajektival dan leksem nominal atau nominal deverbal. Leksem petama dapat ditafsirkan sebagai predikator leksem kedua. Misalnya salah anggapan, tata tertib, wajib belajar dan lain-lain. (15) Tipe A15: a menghasilkan b Kompositum ini terjadi dari leksem obat dan leksem lain. Kompositum ini dapat ditafsirkan sebagai a menghilangkan b. Ini berlainan dengan bentuk lain dengan obat seperti obat kuat, obat bius dan sebagainya yang merupakan A7.

13 (16) Tipe A16; b terjadi pada b (urutan waktu-kejadian) Kompositum ini terjadi dari dua komponen, yang pertama bermakna waktu dan yang kedua kejadian. Misalnya, bulan madu, musim dingin, hari jadi dan lainlain. (17) Tipe A17; a terjadi pada b (urutan kejadian-waktu) Kompositum ini terjadi dari dua komponen yang pertama bermakna kejadian dan yang kedua bermakna waktu. Misalnya doa malam, kuliah subuh, kuliah subuh dan lain-lain. (18) Tipe A18: a berupa b Kompositum ini terjadi dari leksem utang dan leksem nominal lain. Misalnya, utang budi, utang kepala, utang nyawa dan lain-lain. (19) Tipe A19: a bergerak dibidang b atau a biasa melakukan b Kompositum ini terjadi dari leksem jago, juru, pandai, tukang, utas, diikuti oleh leksem nominal atau leksem verbal. Misalnya, jago balap, juru muat, utas perigi dan tukang pungut. 2) Tipe B kompositum subordinatif atribut Tipe B mencakup 16 subtipe. Kesamaan di antaranya ialah bahwa semua kompositum ini merupakan kompositum atributif (yang sebagian besar juga berfungsi secara predikatif) dan sebagai satuan maknanya tergantung dari nomina di luar kompositum itu, jadi bersifat peka konteks. Kompositum ini bersifat subornitaf. (huruf a kecil dan b kecil untuk menandai komponen-komponen kompositum. tanda X dipakai untuk menandai nomina di luar kompositum itu, yang dapat menjadi induk

14 bersama dengan kompositum itu sebagai modifikator. Unsur lain di luar ditandai dengan Y. (1) Tipe B1: b dari atau di X adalah a Ciri yang yang menyolok dari kompositum ini adalah komponen nomina itu merupakan milik, bagian dari, atau di X yaitu nomina yang ada di luar kompositum itu sehingga kompositum berat hati tidak sulit untuk ditafsirkan sebagai beratku/mu/nya. (2) Tipe B2: a dari atau di X adalah b Urutan leksem dalam beberapa di antara kompositum ini merupakan kebalikan dari tipe B1. Misalnya, kepala berat dengan berat kepal, mata rambang dengan rambang mata, hampa tangan dengan tangan hanpa. (3) Tipe B3: urutan predikat X-obyek Kompositum ini terjadi dari komponen pertama berupa verba diikuti oleh nomina yang berfungsi sebagai obyek atau pelengkap. Urutan komponen-komponen kompositum tipe ini sama benar dengan urutan komponen frasa verbal, misalnya angkat tangan dengan mengangkat tangan, turun tangga dengan menuruni tangga tetapi kompositum tanpa berafiks me itu bersifat idiomatis. Contoh kompositum tipe ini adalah adu cepat, banting tulang, cuci muka, goyang pinggul dan lain-lain

15 (4) Tipe B4; X berkeadaan atau melakukan b secara atau dengan a (urutan keterangan-atributif X) Kompositum ini terjadi dari dua leksem, leksem yang kedua merupakan predikat dari X, leksem pertama merupakan keterangan atas predikat tersebut. Misanya, asal beli, buruk ambil, kurang jadi, salah bikin dan lain-lain. (5) Tipe B5; X ada dalam keadaan a dalam hal atau dalam hubungan dengan b (urutan atribut X-jangkauan) Tipe ini dapat diberi tafsiran X dalam hal atau ditinjau dari b ada adalam keadaan x. Misalnya, ada angin, bawah angin, berat anak dan lain-lain. (6) Tipe B6; a karena b (urutan predikat X-sebab) Kompositum ini dapat ditafsirkan X berkeadaan karena b. Misalnya, buang air, busung lapar, mandi angin, masak tangan dan lain-lain. (7) Tipe B7; a secara b (urutan predikat X-cara) Kompositum ini dapat ditafsirkan X berkeadaan secara b. Misalnya, gagal total, kawin lari, mogok duduk, terima salah dan lain-lain. (8) Tipe B9; a sebanyak b (urutan predikat X-jumlah) Kompositum ini dapat ditafsirkan sebagai X berkeadaan a sebanyak b. Misalnya, kembar lima, lipat banyak, lipat dua dan lain-lain. (9) Tipe B9; a terhadap b (urutan predikat X-lawan) Kompositum ini dapat ditafsirkan sebagai X dalam keadaan a terhadap b. misalnya, kedap air, tahan api, tahan tangan dan lain-lain.

16 (10) Tipe B10; a serupa b (urutan predikat X-rupa) Kompositum in dapat ditafsirkan sebagai X berkeadaan serupa atau sebagai b. Misalnya, bulat telur, buta ayam dan lain-lain. (11) Tipe B11; a oleh b (urutan predikat-pelaku) Kompositum ini dapat ditafsirkan sebagai X berkeadaan a oleh b. Misalnya banjir buan, penuh air, tembus mata dan lain-lain. (12) Tipe B12; a ke b (urutan predikat-tempat) Kompositum ini dapat ditafsirkan sebagai X berbuat a ke arah atau ke tempat b. Kompositum ini mempunyai padanan sintaksis berupa gabungan leksem yang dihubungkan dengan prepesisi ke. Misalnya, masuk desa dengan masuk ke desa, pulang kandang dengan pulang ke kandang dengan perbedaan makna. (13) Tipe B13; X menjadi b (urutan predikat-perubahan keadaan) Kompositum ini diawali dengan leksem yang memperlihatkan perubahan X. Misalnya, jatuh cintah, masuk belanda, naik besar, pergi haji dan lain-lain. (14) Tipe 14; X me-a sehingga Y b (urutan predikat-akibat) Tipe ini merupakan gabungan antara perbuatan dan akibat yang ditimbulaknya pada benda lain. Misalnya, bagi rata, pukul mundur dan lain-lain. (15) Tipe B15; X a Y dalam keadaan b (perbuatan-keadaan obyek) Tipe ini terjadi dari leksem verbal diikuti oleh leksem yang menerangkan obyek. Misalnya, tahu ada, tahu beres, tangkap basah dan lain-lain.

17 (16) Tipe B16; a dari X mempunyai ciri b(urutan benda-rupa) Tipe ini terjadi leksem nominal diikuti oleh leksem nominal lain yang sebagai kesatuan menangkan rupa X dan berfungsi sebagai predikat X. Misalnya, kepala angin, mata keranjang, mata uang dan lain-lain. 3) Tipe C kompositum koordinatif Tipe ini seluruhnya bersifat koordinatif. Urutan komponennya tetap dan tidak dapat dibalikan atau ditukar posisinya. Ciri tersebut membedakanya dengan gabungan leksem yang dapat dibalikan seperti bapak ibu dan ibu babak, pulang pergi dan pergi pulang, lebih kurang dan kurang lebih yang memberi kesempatan kepada pemakai bahasa memilih mana yang akan didahulukan atau mengungkapkan apa yang dimaksud. Tipe ini mencakup 7 subtipe. Klasifikasi dilakukan berdasrkan hubungan makna di antara komponen-komponennya. (1) Tipe C1; a bersinonim b, misalnya adat istiadat, gagah perkasa dan lain-lain, (2) Tipe C2 a dan b saling melengkapi misalnya akal budi, arah tujuan, asal usul dan lain-lain, (3) Tipe C3 a berprosisi dengan b misalnya atas bawah, bongkar pasang dan sebagainya. (4) Tipe C4 a pria, b wanita misalnya ayah bunda, dewa dewi dan lain-lain, (5) Tipe C5; a lebih tua daripada b misalnya anak cucu, kakak adik, tua muda dan lain-lain, (6) Tipe C6; b akibat a misalnya basah kuyuk, rusak binasa, terus terang dan lain-lain, dan (7)Tipe C7 a lalu b misalnya ambil alih, sekali dunia, peluk cium, tanya jawab dan lain-lain. 4) Tipe D kompositum berproleksem Tipe ini merupakan gabungan proleksem dan leksem. Di antara proleksem yang dimaksudkan di sini ada yang menjadi bentuk bebas, yaitu anti, non, pro. Perlu

18 dicatatat bahwa anti dan pro sebagai bentuk bebas sudah terpakai dalam bahasa Belanda yang menjadi bahasa perantara dalam proses peminjaman bentuk-bentuk itu. Misalnya kompositum yang proleksem a anasional, adi adibusana, desa desa sila, anti korupsi, alofon, diskredit dan laia-lan. 5) Tipe E kompositum sintetis Dalam bahasa Indonesia terdapat kompositum yang terjadi dari bentuk yang secara morfologi terikat dan bentuk yang secara morfologi bebas, atau bentuk terikat dan bentuk terikat. Kompositum semacam itu berasal dari bahasa asing dan sebagian besar merupakan kosa ilmu dan teknologi. Misalnya kompositum bentuk terikat dan bentuk bebas : afro asia, dekameter, purbakala, bentuk teikat dan bentuk terikat eksogami, etnologi, dan lain-lain Makna Kompositum Sebelum membahas makna kompositum, ada baiknya akan dibahas masalah makna sebagai dasar untuk menentukan makna kompositum. Persoalan makna yang berhubungan dengan kata, Djajasudarma (2012: 7) telah menguraikan definisi tantang makna, bahwa makna adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Setiap kata memiliki makna leksikal tetapi ketika beberapa kata digabungkan maka makna dari kata-kata tersebut akan beruba seperti kompositum yang memiliki makna gramatikal. Untuk mengetahui makna kompositum, Pateda (2009: 146) menjelaskan bahwa dalam makna kata majemuk dapat ditelusuri melalu kategori kata yang membentuknya. Makna kata majemuk dalam bahasa Indonesia berkategori verbal, nomina, adjektiva dan sebagainya.

19 1) Verbal Yang dimaksud dalam kategori Verbal adalah semua kata yang menyatakan kegiatan atau lakuan. Sebagai contoh makna kata majemuk pada kata yang berkategori verbal antara lain: i. Melaksanakan kegiatan, misalnya bunuh diri, tatap muka ii. iii. Penyebab misalnya gegar otak, mabuk laut Untuk misalnya barani mati, mabuk laut dan lain-lain. 2) Nomina Yang dimaksud dengan berkategori nomina adalah makna berupa dari semua benda dan segala yang dibendakan. Sebagai contoh makna kata majemuk yang berkategori nomina antara lain: i. Tempat misalnya rumah makan ii. Kepunyaan misalnya kaki meja iii. Tentang misalnya tata kota 3) Ajektiva Makna kata majemuk yang berkategori ajektiva artinya makna kata yang menyatakan sifat atau hal sebuah keadaan atau sesuatu. Contoh makna sifat misalnya baik budi, panjang tangan dan sebagainya.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo dkk., 1985:

Lebih terperinci

PEMAKAIAN PERPADUAN LEKSEM BAHASA INDONESIA DALAM TABLOID NOVA EDISI JULI Jurnal Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

PEMAKAIAN PERPADUAN LEKSEM BAHASA INDONESIA DALAM TABLOID NOVA EDISI JULI Jurnal Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan PEMAKAIAN PERPADUAN LEKSEM BAHASA INDONESIA DALAM TABLOID NOVA EDISI JULI 2012 Jurnal Publikasi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh

Lebih terperinci

Nama Binatang Sebagai Komponen Pembentuk Kompositum. Oleh Shaila Yulisar Balafif. Abstrak

Nama Binatang Sebagai Komponen Pembentuk Kompositum. Oleh Shaila Yulisar Balafif. Abstrak 1 Nama Binatang Sebagai Komponen Pem Kompositum Oleh Shaila Yulisar Balafif Abstrak Penelitian ini berjudul Nama Binatang sebagai Komponen Pem Kompositum: Kajian Morfologi dan Semantik. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA Tata bentukan dan tata istilah berkenaan dengan kaidah pembentukan kata dan kaidah pembentukan istilah. Pembentukan kata berkenaan dengan salah satu cabang linguistik

Lebih terperinci

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588). BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk dapat berinteraksi dengan manusia lainnya, di samping itu bahasa dapat menjadi identitas bagi penuturnya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh

Lebih terperinci

ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA. Naskah Publikasi Ilmiah

ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA. Naskah Publikasi Ilmiah ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA Naskah Publikasi Ilmiah Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam. Bahasa Karo, merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam. Bahasa Karo, merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam pembentukan dan pengembangan bahasa Indonesia. Sebelum mengenal bahasa Indonesia sebagian besar bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK Nama : Wara Rahma Puri NIM : 1402408195 BAB 5 TATARAN LINGUISTIK 5. TATARAN LINGUISTIK (2): MORFOLOGI Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna. 5.1 MORFEM Tata bahasa tradisional tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam berbahasa, kita sebagai pengguna bahasa tidak terlepas dari kajian fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam berbahasa adalah sesuatu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana

Lebih terperinci

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd KOMPOSISI BERUNSUR ANGGOTA TUBUH DALAM NOVEL-NOVEL KARYA ANDREA HIRATA Sarah Sahidah Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna dan hubungan maknamakna gramatikal leksem anggota tubuh yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang Relevan Sebelumnya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang Relevan Sebelumnya BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang Relevan Sebelumnya Dari hasil penelusuran di perpustakaan Universitas Negeri Gorontalo dan Fakultas Sastra dan Budaya ditemukan satu penelitian yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama lain

Lebih terperinci

VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008

VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008 VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008 Zuly Qurniawati, Santi Ratna Dewi S. Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAK Majalah merupakan bagian dari

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan 1. Penelitian yang berjudul Bentuk Fungsi Makna Afiks men- dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar disusun oleh Rois Sunanto NIM 9811650054 (2001)

Lebih terperinci

KLASIFIKASI EMOSIONAL DALAM UNGKAPAN BAHASA INDONESIA YANG MENGGUNAKAN KATA HATI

KLASIFIKASI EMOSIONAL DALAM UNGKAPAN BAHASA INDONESIA YANG MENGGUNAKAN KATA HATI KLASIFIKASI EMOSIONAL DALAM UNGKAPAN BAHASA INDONESIA YANG MENGGUNAKAN KATA HATI Dita Marisa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI thasamarisa@yahoo.co.id Abstrak Penelitian dilatarbelakangi

Lebih terperinci

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) PERILAKU BENTUK VERBA DALAM KALIMAT BAHASA INDONESIA TULIS SISWA SEKOLAH ARUNSAT VITAYA, PATTANI, THAILAND

Lebih terperinci

YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A

YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax.022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id 043 URS

Lebih terperinci

linguistic kontrastif, Jakarta: Bulan bintang, hal: 78

linguistic kontrastif, Jakarta: Bulan bintang, hal: 78 1 2 3 4 1 2 3 4 Berdasarkan A.S Broto, pengajaran Bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua di sekolah dasar pendekatan linguistic kontrastif, Jakarta Bulan bintang, hal 78 5 6-5 6 7 8 9 10 7 8 9 10 - 11 11

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORETIS

BAB 2 LANDASAN TEORETIS BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1 Kerangka Acuan Teoretis Penelitian ini memanfaatkan pendapat para ahli di bidangnya. Bidang yang terdapat pada penelitian ini antara lain adalah sintaksis pada fungsi dan peran.

Lebih terperinci

anak manis D M sebatang rokok kretek M D M sebuah rumah mewah M D M seorang guru M D

anak manis D M sebatang rokok kretek M D M sebuah rumah mewah M D M seorang guru M D Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang mempelajari proses pembentukan kalimat, atau yang menganalisis kalimat atas bagian-bagiannya. Kalimat ialah kesatuan bahasa atau ujaran yang berupa kata atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pengguna bahasa selalu menggunakan bahasa lisan saat

Lebih terperinci

Latihan untuk Modul 1, 2, dan 3

Latihan untuk Modul 1, 2, dan 3 Latihan untuk Modul 1, 2, dan 3 1. Penulisan tanda baca yang tidak benar terdapat dalam kalimat... (A) Banyak karyawan yang di-phk karena melakukan aksi unjuk rasa. (B) Pak Anwar, guru adik, akan pergi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepustakaan yang Relevan Kajian tentang morfologi bahasa khususnya bahasa Melayu Tamiang masih sedikit sekali dilakukan oleh para ahli bahasa. Penulis menggunakan beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Proses pembentukan kata

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati Abstrak. Penelitian ini menggambarkan kesalahan penggunaan bahasa Indonesia terutama dalam segi struktur kalimat dan imbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang struktur kata dan cara pembentukan kata (Harimurti Kridalaksana, 2007:59). Pembentukan kata

Lebih terperinci

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI Nama : TITIS AIZAH NIM : 1402408143 LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI I. MORFEM Morfem adalah bentuk terkecil berulang dan mempunyai makna yang sama. Bahasawan tradisional tidak mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa yang dipakai oleh suatu masyarakat akan selalu berkembang sejalan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa yang dipakai oleh suatu masyarakat akan selalu berkembang sejalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa yang dipakai oleh suatu masyarakat akan selalu berkembang sejalan dengan perkembangan kebudayaan dan peradaban bangsa yang memakai dan memiliki bahasa tersebut.

Lebih terperinci

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur adalah perangkat unsur yang di antaranya ada hubungan yang bersifat ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul skripsi ini. Hasil penelitian ini akan dipertanggung jawabkan,

Lebih terperinci

KOMPOSITUM BAHASA MUNA ARTIKEL

KOMPOSITUM BAHASA MUNA ARTIKEL 1 KOMPOSITUM BAHASA MUNA ARTIKEL Penulis Nama : Dedi Swanto Nim: 311408009 Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Pembimbing I : Dr. H. Dakia N. Djou, M.Hum Nip: 19600104 198803 2 002 Pembimbing

Lebih terperinci

KATA MAJEMUK BAHASA INDONESIA SUATU KAJIAN LINGUISTIK TRANSFORMASIONAL GENERATIF

KATA MAJEMUK BAHASA INDONESIA SUATU KAJIAN LINGUISTIK TRANSFORMASIONAL GENERATIF KATA MAJEMUK BAHASA INDONESIA SUATU KAJIAN LINGUISTIK TRANSFORMASIONAL GENERATIF Basyaruddin Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Morfologi adalah ilmu bahasa yang memperbincangkan

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian jenis proses campur kode menunjukkan hasil yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain karena subjek penelitian mereka pun berbeda-beda, baik dari

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata

Lebih terperinci

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia VERBA PREDIKAT BAHASA REMAJA DALAM MAJALAH REMAJA Renadini Nurfitri Abstrak. Bahasa remaja dapat dteliti berdasarkan aspek kebahasaannya, salah satunya adalah mengenai verba. Verba sangat identik dengan

Lebih terperinci

ABREVIASI DALAM MENU MAKANAN DAN MINUMAN DI KOTA SEMARANG: SUATU KAJIAN MORFOLOGIS

ABREVIASI DALAM MENU MAKANAN DAN MINUMAN DI KOTA SEMARANG: SUATU KAJIAN MORFOLOGIS ABREVIASI DALAM MENU MAKANAN DAN MINUMAN DI KOTA SEMARANG: SUATU KAJIAN MORFOLOGIS Nuraeni, Shinta Yunita Tri. 2017. Abreviasi dalam Menu Makanan dan Minuman di Kota Semarang: Suatu Kajian Morfologis.

Lebih terperinci

DIFERENSIASI ANTARA FRASA DAN KATA MAJEMUK

DIFERENSIASI ANTARA FRASA DAN KATA MAJEMUK DIFERENSIASI ANTARA FRASA DAN KATA MAJEMUK Haluan Sastra Budaya Vol. XXXV No. 68 Oktober 2016: 1-13 DIFERENSIASI ANTARA FRASA DAN KATA MAJEMUK Dewi Untari Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Analisis kalimat dapat dilakukan pada tiga tataran fungsi, yaitu fungsi sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan gramatikal antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa merupakan sebuah alat komunikasi antar anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa merupakan sebuah alat komunikasi antar anggota masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sebuah alat komunikasi antar anggota masyarakat. Bahasa juga merupakan sebuah alat untuk komunikasi, yang berupa rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

KALIMAT EFEKTIF. Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Bahasa Indonesia Dosen Pengampu: Ibu Suprihatiningsih

KALIMAT EFEKTIF. Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Bahasa Indonesia Dosen Pengampu: Ibu Suprihatiningsih KALIMAT EFEKTIF Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Bahasa Indonesia Dosen Pengampu: Ibu Suprihatiningsih Disusun Oleh : Mukoyimah (1601016060) Laila Shoimatu N. R. (1601016061) Laeli Uzlifa

Lebih terperinci

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA MODUL BAHASA INDONESIA KELAS XI SEMESTER 2 BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA OLEH NI KADEK SRI WEDARI, S.Pd. A. Pengertian Teks Ulasan Film/Drama Teks ulasan yaitu teks yang berisi ulasan atau penilaian terhadap

Lebih terperinci

Oleh Septia Sugiarsih

Oleh Septia Sugiarsih Oleh Septia Sugiarsih satuan kumpulan kata yang terkecil yang mengandung pikiran yang lengkap. Conth: Saya makan nasi. Definisi ini tidak universal karena ada kalimat yang hanya terdiri atas satu kata

Lebih terperinci

3. Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang sejenis.

3. Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang sejenis. 1.4.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan kategori verba yang terdapat pada kolom Singkat Ekonomi harian Analisa edisi Maret 2013. 2. Mendeskripsikan

Lebih terperinci

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS SINTAKSIS Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. A. STRUKTUR SINTAKSIS Untuk memahami struktur sintaksis, terlebih dahulu kita harus Mengetahui fungsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini peranan bahasa sebagai alat komunikasi masih sangat penting. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini peranan bahasa sebagai alat komunikasi masih sangat penting. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam interaksi masyarakat, bahasa merupakan alat utama yang digunakan untuk menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan seseorang kepada orang lain. Dewasa ini peranan

Lebih terperinci

ADJEKTIVA SYARAH HARZSALISTIAN

ADJEKTIVA SYARAH HARZSALISTIAN ADJEKTIVA SYARAH HARZSALISTIAN 06 313 1211 016 PENGERTIAN *Adjektiva adalah kata yang memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat. Adjektiva yang memberikan

Lebih terperinci

Unsur Kalimat. Kenapa kalimat (SPOPK) menjadi kajian dalam penulisan ilmiah? 29/02/2012 KALIMAT?

Unsur Kalimat. Kenapa kalimat (SPOPK) menjadi kajian dalam penulisan ilmiah? 29/02/2012 KALIMAT? KALIMAT? Kalimat merupakan bentuk bahasa atau wacana yang digunakan sebagai sarana untuk menuangkan dan menyusun gagasan secara terbuka agar dapat dikomunikasikan kepada orang lain (Mustakim, 1994). Kalimat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya untuk media cetak, media sosial maupun media yang lainnya. Bahasa kini dirancang semakin

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa konsep seperti pemerolehan bahasa, morfologi, afiksasi dan prefiks, penggunaan konsep ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Terkait dengan kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Wolio yang selanjutnya disingkat BW adalah salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa Kerajaan Kesultanan

Lebih terperinci

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA Arkhais, Vol. 07 No. 1 Januari -Juni 2016 PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA Wahyu Dwi Putra Krisanjaya Lilianan Muliastuti Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa adalah bahasa yang terpenting di kawasan republik kita. Pentingnya peranan bahasa itu antara lain bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena bahasa itu berfungsi sebagai alat komunikasi, untuk menyatakan hasil

BAB I PENDAHULUAN. karena bahasa itu berfungsi sebagai alat komunikasi, untuk menyatakan hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Bahasa adalah suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena bahasa itu berfungsi sebagai alat komunikasi, untuk menyatakan hasil pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, (i) verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KHUSUS BAHASA INDONESIA KEILMUAN PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

KARAKTERISTIK KHUSUS BAHASA INDONESIA KEILMUAN PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG KARAKTERISTIK KHUSUS BAHASA INDONESIA KEILMUAN PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Anggota Kelompok A.Khoirul N. Khoirunnisa M. J. Fida Adib Musta in Sub Pokok Bahasan EYD DIKSI KEILMUAN

Lebih terperinci

2 LANDASAN TEORI 2.1 Knowledge Graph (KG) Concept Relations

2 LANDASAN TEORI 2.1 Knowledge Graph (KG) Concept Relations 2 LANDASAN TEORI 2.1 Knowledge Graph (KG) Knowledge graph adalah suatu metode yang digunakan untuk menganalisis teks dan merepresentasikannya ke dalam bentuk graf (Zhang dan Hoede 2000). Menurut Zhang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai bahasa yang dituturkannya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu kesepakatan itu pun

Lebih terperinci

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Nama : Irine Linawati NIM : 1402408306 BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Fonem adalah satuan bunyi terkecil dari arus ujaran. Satuanfonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi yang disebut

Lebih terperinci

DIFERENSIASI ANTARA FRASA DAN KATA MAJEMUK

DIFERENSIASI ANTARA FRASA DAN KATA MAJEMUK DIFERENSIASI ANTARA FRASA DAN KATA MAJEMUK Dewi Untari Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret e-mail: dewi.untari70@gmail.com, Erry Prastya J. Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret e-mail:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi manusia dalam berinteraksi di lingkungan sekitar. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal ini harus benar-benar

Lebih terperinci

BUKU AJAR. Bahasa Indonesia. Azwardi, S.Pd., M.Hum

BUKU AJAR. Bahasa Indonesia. Azwardi, S.Pd., M.Hum i BUKU AJAR Bahasa Indonesia Azwardi, S.Pd., M.Hum i ii Buku Ajar Morfologi Bahasa Indonesia Penulis: Azwardi ISBN: 978-602-72028-0-1 Editor: Azwardi Layouter Rahmad Nuthihar, S.Pd. Desain Sampul: Decky

Lebih terperinci

b. Untuk memperkenalkan bahasa Batak Toba kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah yang turut memperkaya kebudayaan nasional.

b. Untuk memperkenalkan bahasa Batak Toba kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah yang turut memperkaya kebudayaan nasional. 1.4.2 Manfaat Penelitian a. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pemakaian kata sapaan dalam bahasa Batak Toba. b. Untuk memperkenalkan bahasa Batak Toba kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat ini. Kemampuan ini hendaknya dilatih sejak usia dini karena berkomunikasi merupakan cara untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sepengetahuan penulis, penelitian tentang kata pronomina bahasa Banggai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sepengetahuan penulis, penelitian tentang kata pronomina bahasa Banggai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian terhadap masalah yang sama sebelumnya Sepengetahuan penulis, penelitian tentang kata pronomina bahasa Banggai belum pernah diteliti baik mahasiswa di luar daerah maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia sudah tidak bisa ditahan lagi. Arus komunikasi kian global seiring berkembangnya

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI Kita kembali dulu melihat arus ujaran yang diberikan pada bab fonologi yang lalu { kedua orang itu meninggalkan ruang siding meskipun belum selesai}. Secara bertahap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, digunakan baik sebagai bahasa pengantar sehari-hari ataupun bahasa pengantar di lingkungan formal seperti bahasa pengantar sekolah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara populer orang sering menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya; atau lebih tepat lagi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan mediator utama dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, visi, misi, maupun pemikiran seseorang. Bagai sepasang dua mata koin yang selalu beriringan,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Kridalaksana,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Kridalaksana, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA Roely Ardiansyah Fakultas Bahasa dan Sains, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Abstrak Deiksis dalam bahasa Indonesia merupakan cermin dari perilaku seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peranan penting bagi manusia. Bahasa merupakan alat komunikasi dalam lisan maupun tulisan. Tanpa bahasa, seseorang tidak dapat berinteraksi dengan

Lebih terperinci

PEMEROLEHAN NOMINA BAHASA INDONESIA ANAK USIA 3;5 TAHUN: STUDI KASUS SEORANG ANAK DI LUBUK MINTURUN PADANG

PEMEROLEHAN NOMINA BAHASA INDONESIA ANAK USIA 3;5 TAHUN: STUDI KASUS SEORANG ANAK DI LUBUK MINTURUN PADANG PEMEROLEHAN NOMINA BAHASA INDONESIA ANAK USIA 3;5 TAHUN: STUDI KASUS SEORANG ANAK DI LUBUK MINTURUN PADANG Elvina Rahayu 1, Agustina 2, Novia Juita 3 Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem, bahasa

Lebih terperinci

KALIMAT. Menu SK DAN KD. Pengantar: Bahasa bersifat Hierarki 01/08/2017. Oleh: Kompetensi Dasar: 3. Mahasiwa dapat menjelaskan kalimat

KALIMAT. Menu SK DAN KD. Pengantar: Bahasa bersifat Hierarki 01/08/2017. Oleh: Kompetensi Dasar: 3. Mahasiwa dapat menjelaskan kalimat KELOMPOK 5 MATA KULIAH: BAHASA INDONESIA Menu KALIMAT Oleh: A. SK dan KD B. Pengantar C. Satuan Pembentuk Bahasa D. Pengertian E. Karakteristik F. Unsur G. 5 Pola Dasar H. Ditinjau Dari Segi I. Menurut

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode penelitian deskriptif analitik. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat pemakainya dalam berkomunikasi. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan sistem, yaitu seperangkat

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SOAL SINTAKSIS

PEMBAHASAN SOAL SINTAKSIS PEMHSN SOL SINTKSIS 1. Perbedaan Frase dengan Kata Majemuk Frasa adalah frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang merupakan satu kesatuan dan menjadi salah satu unsur atau fungsi kalimat (subjek,

Lebih terperinci

Satuan bahasa yang menyampaikan sebuah gagasan bersifat predikatif dan berakhir dengan tanda titik (.) sebagai pembatas. Sifat Predikatif dalam

Satuan bahasa yang menyampaikan sebuah gagasan bersifat predikatif dan berakhir dengan tanda titik (.) sebagai pembatas. Sifat Predikatif dalam Satuan bahasa yang menyampaikan sebuah gagasan bersifat predikatif dan berakhir dengan tanda titik (.) sebagai pembatas. Sifat Predikatif dalam kalimat berstruktur yang dibentuk oleh unsur subyek, predikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

PROSES MORFOLOGIS PEMAKAIAN KATA HANCUR DALAM MEDIA ONLINE

PROSES MORFOLOGIS PEMAKAIAN KATA HANCUR DALAM MEDIA ONLINE PROSES MORFOLOGIS PEMAKAIAN KATA HANCUR DALAM MEDIA ONLINE Maria Septavia Dwi Rosalina, Drs. Mujid F. Amin, M.Pd., Riris Tiani, S.S., M.Hum. Program Studi Bahasa dan Sastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut KBBI (2003: 588) konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal

Lebih terperinci

C. Pengindahan D. Keindahan 8. Majelis Permusyawaratan Rakyat dapat disingkat menjadi... A. M.P.R. B. MPR

C. Pengindahan D. Keindahan 8. Majelis Permusyawaratan Rakyat dapat disingkat menjadi... A. M.P.R. B. MPR 1. Pemakaian tanda baca yang benar terdapat pada kalimat... A. "Sudah selesai, Man?" tanya Saleh B. "Sudah selesai, Man!" tanya Saleh C. "Sudah selesai, Man?," tanya Saleh D. "Sudah selesai, Man" tanya

Lebih terperinci

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Nama : Khoirudin A. Fauzi NIM : 1402408313 BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Pada bab terdahulu disebutkan bahwa morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut

Lebih terperinci

Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) pada Makalah Mahasiswa Non-PBSI 1 Nuryani 2

Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) pada Makalah Mahasiswa Non-PBSI 1 Nuryani 2 Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) pada Makalah Mahasiswa Non-PBSI 1 Nuryani 2 Abstrak Bahasa Indonesia menjadi mata kuliah wajib di seluruh universitas, termasuk UIN Syarif Hidyatullah Jakarta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengekspresikan. sesuatu, baik untuk menyatakan pendapat, pengalaman atau untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengekspresikan. sesuatu, baik untuk menyatakan pendapat, pengalaman atau untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengekspresikan sesuatu, baik untuk menyatakan pendapat, pengalaman atau untuk mengekspresikan perasaan atau emosi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari lapisan atas sampai lapisan bawah. Bahasa surat kabar harus lancar agar

BAB I PENDAHULUAN. dari lapisan atas sampai lapisan bawah. Bahasa surat kabar harus lancar agar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang kita dapat dengan mudah memperoleh informasi mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di dalam atau luar negeri melalui media elektronik atau cetak. Setiap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Idiom berasal dari bahasa Yunani yaitu idios yang berarti khas, mandiri,

BAB II KAJIAN TEORI. Idiom berasal dari bahasa Yunani yaitu idios yang berarti khas, mandiri, BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Idiom Idiom berasal dari bahasa Yunani yaitu idios yang berarti khas, mandiri, khusus atau pribadi. Menurut Keraf (2005:109) Idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang

Lebih terperinci