DIFERENSIASI ANTARA FRASA DAN KATA MAJEMUK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DIFERENSIASI ANTARA FRASA DAN KATA MAJEMUK"

Transkripsi

1 DIFERENSIASI ANTARA FRASA DAN KATA MAJEMUK Dewi Untari Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Erry Prastya J. Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Henry Sani W. Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Santi Anggraeni Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Abstrak: Frasa dan kata majemuk adalah dua jenis kelompok kata yang sulit untuk dibedakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas perbedaan antara frasa dan kata majemuk. Sumber data penelitian adalah pada buku-buku referensi, sedangkan data penelitiannya adalah kelompok kata berupa frasa dan kata majemuk yang menimbulkan polemik. Sampelnya terdiri dari 10 data. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu metode simak dengan teknik pustaka dan teknik catat. Simpulannya adalah ciri-ciri yang paling menonjol bahwa data berstatus sebagai frasa yaitu bersifat renggang/longgar/terbuka, memiliki makna sebenarnya di kedua unsurnya, di antara kedua unsurnya bisa disisipkan oleh unsur lain, dan di setiap unsur mendapatkan jeda, sedangkan ciri-ciri yang paling menonjol bahwa data berstatus sebagai kata majemuk yaitu, memiliki makna yang penuh atau makna baru, di antara kedua unsurnya tidak bisa disisipkan oleh unsur lain, dan ada jeda setelah sampai pada ultima. Kata Kunci: kelompok kata, frasa, kata majemuk PENDAHULUAN Linguistik adalah ilmu tentang bahasa. Dalam linguistik murni/dasar terdapat bidang-bidang kajian, salah satunya adalah sintaksis. Menurut Kridalaksana (2008: 222), sintaksis adalah pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar, atau satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa. Satuan yang lebih besar dari kata tersebut antara lain: frasa, klausa, dan kalimat, sedangkan menurut Ramlan (2001: 18) sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa. Dalam analisis linguistik seharihari, sering terjadi tumpang tindih (overlapping) dan sulit untuk dibedakan antara frasa dengan kata majemuk karena keduanya sama-sama kelompok kata yaitu dua kata atau lebih. Konsekuensinya, perbedaan antara keduanya belum bisa dinyatakan secara tegas. Beberapa ahli linguistik juga pernah membahas perbedaan antara dua bentuk ini, namun 1

2 Diferensiasi Antara Frasa dan Kata Majemuk (Dewi Untari) masih tetap menimbulkan kebingungan karena tidak adanya batas yang jelas antara mana yang termasuk frasa dan mana yang termasuk kata majemuk. Menurut pendapat Sidu (2013:30) bahwa makna yang dikandung oleh frasa terdapat pada tiap-tiap unsurnya, sedangkan kata majemuk, maknanya dikandung oleh seluruh unsurnya. Unsur-unsur kata majemuk membangun satu kesatuan makna. Hal tersebut salah satu pendapat yang menyatakan pembedaan antara frasa dan kata majemuk dilihat dari segi makna. Untuk segi yang lain, belum terlihat jelas perbedaan antara keduanya. Dikarenakan belum terlihat jelas perbedaan antara frasa dengan kata majemuk tersebut, penulis tertarik untuk menganalisis lebih mendalam untuk menyatakan secara jelas dan tegas perbedaan antara frasa dengan kata majemuk. Dalam bukunya, Kridalaksana (2008:66) menyatakan bahwa frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif; gabungan itu dapat rapat, dapat renggang. Hampir sama dengan Chaer (2012:222), Chaer menyatakan bahwa frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Letak perbedaanya adalah bahwa Chaer menyatakan frasa itu mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Fungsi-fungsi sintaksis tersebut menurut Chaer (2009:39) ditempati oleh kategorikategori frasa yaitu fungsi S (subjek) dan O (objek) ditempati oleh kategori frasa nominal, fungsi P (predikat) ditempati oleh kategori frasa verbal dan ajektival, fungsi Ket. (keterangan) ditempati oleh kategori frasa preposisional. Maka dari itu, frasa berdasarkan kategorinya terdiri dari frasa nominal, frasa verbal, frasa ajektival, dan frasa preposisional. Misalnya dalam contoh di bawah ini. S P O Ket. Adik saya suka makan kacang goreng di kamar Frasa verbal Frasa preposisional Sasangka (2013:139), frasa adalah kelompok kata yang memiliki ciri: (1) derajatnya di antara kata dan klausa, (2) terdiri dari dua atau lebih kata, dan (3) setidaknya terdiri dari inti dan atribut, sedangkan menurut Sidu (2013:21-22), frasa adalah satuan gramatikal atau satuan linguistik secara potensial berupa gabungan kata dan bersifat nonpredikatif yang mengisi salah satu fungsi sintaksis dalam kalimat. Frasa juga tidak berstruktur subjek-predikat atau berstruktur predikatobjek. Ciri-ciri frasa antara lain: (1) berupa kelompok kata, (2) tidak predikatif, dan (3) tidak melampui batas fungsi. Ciri lain yang nampak menurut beliau yaitu antarunsur dalam frasa masih ada kemungkinan dapat diselipi oleh unsur bahasa yang lain. Ahli lain yaitu Baehaqie (2014:5) menyatakan bahwa frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua atau lebih yang keseluruhan unsurnya tidak melebihi batas fungsi atau masingmasing unsurnya tidak menduduki fungsi sintaksis sendiri-sendiri. Hal tersebut sesuai dengan Parera (2009:54-55) yang menyatakan bahwa frasa ialah suatu konstruksi yang dapat dibentuk oleh dua 2

3 kata atau lebih, baik dalam bentuk sebuah pola dasar kalimat maupun tidak. Sebuah frase sekurang-kurangnya mempunyai dua anggota pembentuk. Anggota pembentuk ialah bagian sebuah frase yang terdekat atau langsung membentuk frase itu. Beliau juga berpendapat bahwa frasa bisa mengalami perluasan, digambarkan secara diagramatis dalam bentuk segitiga-segi. Perluasan tersebut yakni: (1) unsur pusat diapit oleh perluasan; (2) unsur pusat didorong ke depan; an (3) unsur pusat digeser ke belakang. Menurut Khairah dan Ridwan (2014:26-27), frasa adalah satuan sintaksis yang tersusun atas dua kata atau lebih. Kontruksi frasa tidak melebihi batas fungsi, bersifat nonpredikatif, sedangkan menurut Arifin dan Junaiyah (2008: 29), frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif atau satu konstruksi ketatabahasaan yang terdiri atas dua kata atau lebih. Selain itu, menurut Tarigan (2009:68), frase adalah satuan linguistik yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih, yang tidak mempunyai ciri-ciri klausa atau yang tidak melampaui batas subyek atau predikat, dengan kata lain sifatnya tidak predikatif. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa frasa adalah satuan lingual yang tatarannya di atas kata dan di bawah klausa yang berupa gabungan dua/lebih kata yang bersifat nonpredikatif dan tidak melebihi batas fungsi dalam tataran sintaksis yang salah satu atau kedua unsur pembentuknya adalah sebagai inti. Ciri lain dari frasa yaitu dapat disisipkan dengan unsur lain di kedua unsur pembentuknya. Selain itu, frasa juga dapat diperluas. Dalam bukunya, Kridalaksana (2008:111) menyatakan bahwa kata majemuk (compound word, compositium) adalah gabungan leksem dengan leksem yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal, dan semantis yang khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan; pola khusus tersebut membedakannya dari gabungan leksem yang bukan kata majemuk, sedangkan menurut Chaer (2012:185), komposisi adalah hasil dan proses dari penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah kontruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru. Komposisi itu ada, untuk mewadahi suatu konsep yang belum tertampung dalam sebuah kata. Maka dari itu, proses komposisi ini cukup penting dalam pembentukan dan penganyaan kosakata. Menurut Ramlan (2001:76-81) kata majemuk adalah gabungan kata yang menghasilkan suatu kata baru. Ciri kata majemuk antara lain: (1) salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata, (2) unsur-unsurnya tidak mungkin dipisahkan, tidak disela dengan kata lain, atau tidak mungkin diubah strukturnya. Misalnya: anak buah merupakan kata majemuk, karena jika disisipkan kata dan, akan menjadi berbeda dengan arti sebelumnya. Sejalan dengan pendapat Ramlan, Sasangka (2013:105), tembung camboran/kata majemuk adalah dua kata atau lebih yang digabung, membentuk kata baru dan arti baru, sedangkan menurut Verhaar (2012: ), komposisi atau pemajemukan adalah proses morfemis yang menggabungkan dua morfem dasar 3

4 Diferensiasi Antara Frasa dan Kata Majemuk (Dewi Untari) (atau pradasar) menjadi satu kata, yang namanya kata majemuk atau kompaun. Komposisi selalu bersifat derivasional, tidak paradigmatik. Menurut Subroto (2013:17) kata majemuk adalah gabungan dua kata tunggal atau dua morfem dasar yang menghasilkan arti baru. Selain itu, kata majemuk tidak dapat disisipkan kata lain. Ciri lain yaitu ketika memperoleh konfiks, konfiks itu diletakkan di bagian awal dan bagian akhir kata majemuk, sedangkan menurut Subroto, dkk (1991:143), kata majemuk dapat diberi bentuk yang lain, misalnya, diberi penanda milik (-ku, -mu, -nya), afiks, bisa juga diberi kata ini, tadi di awal atau akhir kata majemuk tersebut untuk contoh pada kata majemuk tertentu. Menurut Kridalaksana (1989: ), ciri-ciri kata majemuk adalah: (1) ketaktersisipan: artinya, di antara komponen-komponen kompositum tidak dapat disisipkan apa pun; (2) ketakterluasan: artinya, komponen kompositum itu masing-masing tidak dapat diafiksasikan atau dimodifikasikan. Perluasan bagi kompositum hanya mungkin untuk semua komponennya sekaligus; (3) ketakterbalikan: artinya, komponen kompositum tidak dapat dipertukarkan. Kridalaksana (1989:104) membedakan secara jelas antara frasa dan kata majemuk. Frasa merupakan gabungan kata, bukan gabungan leksem. Sedangkan kata majemuk penggabungan dua leksem atau lebih yang membentuk kata. Berbeda dengan Kridalaksana, Parera (2007:12-13) menyatakan bahwa jika tidak ada ciri-ciri yang khas yang ditemukan untuk membedakan bentuk majemuk dan frasa, maka bahasa yang bersangkutan tidak mempunyai bentuk majemuk. Ciri bentuk majemuk dapat ditilik dari segi fonologi, sintaksis, dan semantik. Perbedaan antara frasa dan kata majemuk ialah keterpisahan. Bentuk majemuk tidak dapat disisipkan bentuk/kata lain diantara unsur pembentuknya, sedangkan frasa dapat dilakukan penyisipan. Ramlan (2005:138), frasa adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa. Frasa memiliki dua sifat: (1) frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih; (2) frase merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya frasa itu selalu terdapat dalam satu fungsi untuk klausa, yaitu S (subjek), P (predikat), O (obyek), PEL (pelengkap), atau KET (keterangan). Kata majemuk menurut beliau memiliki ciri: (1) salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata dan (2) unsur-unsurnya tidak mungkin dipisahkan atau tidak mungkin diubah strukturnya. Menurut Sidu (2013:31-33), cara lain untuk membedakan mana bentuk frasa atau bentuk kata majemuk dengan melihat cara penulisannya. Bentuk frasa ditulis terpisah antara kata satu dengan kata yang lain, sedangkan bentuk majemuk ada yang dipisah, ada juga yang dirangkai. Penulisan kata majemuk yang dirangkai sudah dianggap padu benar namun ukuran untuk mengetahui mana kata majemuk yang sudah padu dan yang belum padu tidak ada. Misalnya bentuk matahari dianggap padu, sedangkan bentuk tanggung jawab dianggap belum padu. Jika menurut Subroto (2013:19) kata majemuk yang cenderung membeku, penulisaanya cenderung disatukan atau tidak dipisahkan. 4

5 Baehaqie (2014:17) membedakan antara frasa dan kata majemuk dengan melihat unsur-unsurnya. Unsur-unsur pembentuk pada kata majemuk, salah satu atau keduanya merupakan satuan leksikal terikat, artinya satuan leksikal itu tidak dapat hadir sebagai kata mandiri, tetapi selalu berangkai dengan unsur leksikal lain. Sedangkan frasa, unsur pembentuknya berupa satuan bebas. Jika ada frasa yang salah satu unsurnya mirip satuan terikat, satuan dalam frasa itu adalah klitika seperti ku dalam frasa klitika tulisanku. Perbedaan frasa dan kata majemuk menurut Adisumarto (1975:79-80) No Ciri-ciri Frasa Kata Majemuk 1. Ciri kontruksi Kontruksi sintaksis; sifatnya longgar 2. Ciri fungsi Melambangkan lebih dari satu pengertian 3. Ciri indivisibility Bila unsur-unsurnya, masih menunjukkan relasi arti dengan kontruksi semula. 4. Ciri suprasegmental Setiap unsur mendapatkan jeda Kontruksi morfologi; Sifatnya tertutup/rapat Melambangkan satu pengertian Bila unsur-unsurnya, hasilnya sangat berbeda dengan bentuk sebelum. Akan merusak kontruksi. Jeda, setelah sampai pada ultima Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kata majemuk adalah penggabungan antara dua leksem yang menghasilkan leksem baru yang berbeda dari unsur-unsurnya atau bersifat derivasional. Kata majemuk tidak dapat disisipi, diperluas, maupun dibalik. Selain itu, dapat disimpulkan pula bahwa perbedaan antara frasa dan kata majemuk adalah dengan melihat ciri-ciri Ciri-ciri frasa: 1. Kelompok kata 2. Kelompok itu terdiri dari inti/d dan bukan inti (atribut)/m, disebut frasa subordinatif dan ada juga yang semuanya inti, disebut frasa koordinatif. 3. Bersifat renggang/longgar/ terbuka 4. Makna sebenarnya pada kedua unsurnya 5. Di antara kedua unsurnya bisa disisipkan oleh unsur lain 6. Penulisannya dipisah 7. Setiap unsur mendapatkan jeda 8. Derajatnya di atas kata dan di bawah klausa 9. Masuk dalam kajian sintaksis Ciri-ciri kata majemuk/komposisi: 1. Kelompok kata/leksem 2. Semuanya adalah inti 3. Bersifat rapat/tertutup 4. Maknanya penuh/ makna baru 5. Di antara kedua unsurnya tidak bisa disisipkan oleh unsur lain 6. Penulisannya ada yang dipisah dan ada pula yang dirangkai 7. Jeda, setelah sampai pada ultima 8. Derajatnya adalah sebagai kata 9. Masuk dalam kajian morfologi 5

6 Diferensiasi Antara Frasa dan Kata Majemuk (Dewi Untari) METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Data penelitiannya adalah kelompok kata yang merupakan frasa dan kata majemuk yang terdapat dalam buku-buku referensi. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Sampelnya terdiri dari 10 data, sedangkan teknik pengumpulan data yaitu dengan metode simak, dengan teknik catat dan teknik pustaka. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan upaya grounded research untuk mengetahui data tersebut frasa atau kata majemuk dengan menggunakan teknik sisip. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis yang dilakukan yaitu dengan cara mengklasifikan data apakah termasuk frasa ataukah kata majemuk dengan melihat ciri-ciri pada keduanya. Berikut ini adalah analisis pada 10 data. Data 1. Kumis kucing 1 kelompok kata, yaitu kata kumis dan kata kucing 2 (N) kumis = inti (N) kucing = penjelas 4 kumis adalah bulu (rambut) yang tumbuh di atas bibir atas. kucing adalah binatang yang rupanya seperti harimau kecil; biasanya dipiara orang 5 bisa disisipi dengan milik atau nya menjadi kumis milik kucing atau kumisnya kucing kelompok kata, yaitu kata kumis dan kata kucing kata kumis kucing, semuanya sebagai inti kumis/ kucing/ kumis kucing artinya sejenis tumbuhan, kata majemuk tidak bisa disisipi kata lain, karena akan mengubah makna, misalnya *kumis milik kucing atau *kumisnya kucing kumis kucing/ a. Frasa: Ketika mencium makanan yang berbau amis, kumis kucing itu bergerak-gerak. b. Kata majemuk: Halaman Jeny tumbuh banyak kumis kucing. 6

7 Data 2. Meja hijau 1 kelompok kata, yaitu kata meja dan kata hijau 2 (N) meja= inti (Adj) hijau =penjelas 4 meja adalah perabot rumah tangga yang berbidang datar dan memiliki kaki sebgagai penyangganya. hijau adalah warna dasar yang serupa dengan warna daun. 5 bisa disisipi dengan unsur lain misalnya menjadi mejanya hijau, yang artinya meja yang berwarna hijau kelompok kata, yaitu kata meja dan kata hijau kata meja hijau, semuanya sebagai inti meja hijau artinya pengadilan, meja/ hijau/ tidak bisa disisipi makna, misalnya *mejanya hijau meja hijau/ a. Frasa: Ibu sedang meletakkan sarapan di meja hijau. b. Kata majemuk: Tersangka itu akhirnya dibawa ke meja hijau. Data 3. Mata sapi 1 kelompok kata, yaitu kata mata dan kata sapi 2 (N) mata= inti (N) sapi =penjelas 4 mata adalah indra penglihat sapi adalah sejenis hewan berkaki empat kelompok kata, yaitu kata mata dan kata sapi kata mata sapi, semuanya sebagai inti mata sapi artinya salah satu variasi bentuk olahan telur yang digoreng, 7

8 Diferensiasi Antara Frasa dan Kata Majemuk (Dewi Untari) 5 bisa disisipi dengan unsur lain menjadi matanya sapi, yang artinya mata milik sapi. mata/ sapi/ tidak bisa disisipi makna, misalnya *matanya sapi mata sapi/ a. Frasa: Mata sapi memiliki ukuran yang lebih besar daripada mata manusia. b. Kata majemuk: Setiap pagi, Ibu menyiapkan sarapan telur bentuk mata sapi. Data 4. Tangan kanan 1 kelompok kata, yaitu kata tangan dan kata kanan 2 (N) tangan= inti (N) kanan =penjelas 4 tangan adalah anggota badan dari siku sampai ujung jari atau dari pergelangan sampai ujung jari kanan artinya arah/ sisi 5 bisa disisipi dengan unsur lain, menjadi tangan yang kanan. kelompok kata, yaitu kata tangan dan kata kanan kata tangan kanan, semuanya sebagai inti 7 Jeda di masing-masing unsurnya: tangan/ kanan/ tangan kanan artinya orang kepercayaan, tidak bisa disisipi makna, misalnya *tangan yang kanan tangan kanan/ a. Frasa: Tangan kanannya terluka akibat tawuran kemarin. b. Kata majemuk: Budi menjadi tangan kanan Pak Jokowi. 8

9 Data 5. Daun muda 1 kelompok kata, yaitu kata daun dan kata muda 2 (N) daun= inti (Adj) muda =penjelas 4 daun adalah bagian tanaman tempat mengolah makanan muda adalah belum sampai setengah umur 5 bisa disisipi menjadi daun yang muda, memiliki makna gramatikal keadaan kelompok kata, yaitu kata daun dan kata muda kata daun muda, semuanya sebagai inti daun/ muda/ daun muda artinya wanita atau perempuan muda, kata majemuk tidak bisa disisipi kata lain, karena akan mengubah makna, misalnya *daunnya muda daun muda/ a. Frasa: Daun muda pada tanaman teh itu sudah siap untuk dipetik. b. Kata majemuk: Pak Tono bertengkar dengan istrinya karena masalah daun muda. Data 6. Buaya darat 1 kelompok kata, yaitu kata buaya dan kata darat 2 (N) buaya= inti (N) darat =penjelas 4 buaya adalah sejenis binatang melata darat adalah permukaan bumi yang padat 5 bisa disisipi dengan unsur lain menjadi buaya yang di darat. kelompok kata, yaitu kata buaya dan kata darat kata buaya darat, semuanya sebagai inti buaya darat artinya laki-laki yang mencintai banyak wanita, tidak bisa disisipi. makna, misalnya *buaya di darat 9

10 Diferensiasi Antara Frasa dan Kata Majemuk (Dewi Untari) buaya/ darat/ buaya darat/ a. Frasa: Indonesia saat ini mulai fokus pada program konservasi buaya darat. b. Kata majemuk: Pak Gino terkenal sebagai buaya darat di kantornya. Data 7. Kaki tangan 1 kelompok kata, yaitu kata kaki dan kata tangan 2 (N) kaki= inti (N) tangan =inti 4 kaki adalah indra penglihat tangan adalah sejenis hewan berkaki empat 5 bisa disisipi dengan unsur lain menjadi kaki dan tangan. kelompok kata, yaitu kata kaki dan kata tangan Kata kaki tangan, semuanya sebagai inti kaki/ tangan/ kaki tangan artinya orang yang diperalat orang lain untuk membantu, tidak bisa disisipi. makna, misalnya *kaki dan tangan kaki tangan/ a. Frasa: Kaki tangannya tergores aspal jalan ketika kecelakaan lalu lintas. b. Kata majemuk: Pak Budi menjadi kaki tangan manager itu. Data 8. Jago merah 1 kelompok kata, yaitu kata jago dan kata merah 2 (N) jago= inti (Adj) merah =penjelas kelompok kata, yaitu kata jago dan kata merah kata jago merah, semuanya sebagai inti 10

11 4 jago adalah ayam jantan merah artinya sejenis warna 5 bisa disisipi dengan unsur lain menjadi jago warna merah. jago/ merah/ jago merah artinya api, tidak bisa disisipi. makna, misalnya *jago yang merah ad jeda, setelah sampai pada ultima: jago merah/ a. Frasa: Budi membeli jago merah di pasar. b. Kata majemuk: Pemadam kebakaran itu belum berhasil menakhlukkan sijago merah. Data 9. Kambing hitam 1 kelompok kata, yaitu kata kambing dan kata hitam 2 (N) kambing= inti (Adj) hitam = sejenis warna 4 kambing adalah sejenis hewan berkaki empat hitam adalah sejenis warna 5 bisa disisipi dengan unsur lain menjadi kambing warna hitam yang artinya kambing berwarna hitam. kelompok kata, yaitu kata kambing dan kata hitam kata kambing hitam, semuanya sebagai inti kambing/ hitam/ a. Frasa: Kambing hitam itu sering berkeliaran di sekitar rumah kami. b. Kata majemuk: Sinta menjadi kambing hitam atas kejadian kebakaran rumah milik tetangganya. kambing hitam artinya orang yang dipersalahkan, tidak bisa disisipi. makna, misalnya *kambing yang hitam kambing hitam/ 11

12 Diferensiasi Antara Frasa dan Kata Majemuk (Dewi Untari) Data 10. Tanah suci 1 kelompok kata, yaitu kata tanah dan kata suci 2 (N) tanah= inti (Adj) suci =penjelas 4 tanah adalah permukaan bumi paling atas suci artinya keadaan bersih, tidak bernoda 5 bisa disisipi dengan unsur lain menjadi tanah yang suci. kelompok kata, yaitu kata tanah dan kata suci kata tanah suci, semuanya sebagai inti tanah suci artinya Mekkah, tanah/ suci/ tidak bisa disisipi. makna, misalnya *tanah yang suci tanah suci/ a. Frasa: Debu merupakan jenis tanah suci menurut kepercayaan umat Islam. b. Kata majemuk: Pak Jono baru pulang dari Tanah Suci. Dengan demikian, konteks kalimat sangat mendukung untuk mengetahui perbedaan mana yang termasuk frasa dan mana yang termasuk kata majemuk. Terkadang, dalam satu kalimat saja juga menimbulkan ambiguitas, maka perlu memperhatikan kalimat-kalimat sebelumnya maupun kalimat-kalimat setelahnya untuk mengetahui konteks kalimat dalam memahami sebuah teks. SIMPULAN Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara frasa dengan kata majemuk dapat terlihat jelas di dalam data yang menimbulkan polemik tersebut di atas. Data disebut sebagai frasa jika memenuhi ci-ciri sebagai frasa, sedangkan data disebut sebagai kata majemuk jika memenuhi ciri-ciri sebagai kata majemuk. Dari 10 data tersebut di atas dibedakan secara jelas ketika berstatus sebagai frasa maupun sebagai kata majemuk. Ciriciri yang paling menonjol bahwa data berstatus sebagai frasa yaitu bersifat renggang/longgar/terbuka, memiliki makna sebenarnya di kedua unsurnya, di antara kedua unsurnya bisa disisipkan oleh 12

13 unsur lain, setiap unsur mendapatkan jeda, sedangkan ciri-ciri yang paling menonjol bahwa data berstatus sebagai frasa yaitu, memiliki makna yang penuh/makna baru, di antara kedua unsurnya tidak bisa disisipkan oleh unsur lain, ada jeda setelah sampai pada ultima. DAFTAR PUSTAKA Adimusarto, Mukidi. (1975). Pengantar: Tata Kalimat Bahasa Jawa Ditinjau Secara Deskriptif. Yogyakarta: Yayasan Penerbit F.K.S.S IKIP. Arifin, Zaenal dan Junaiyah. (2008). Sintaksis. Jakarta: Grasindo. Baehaqie, Imam. (2014). Sintaksis Frasa. Yogyakarta: Ombak. Chaer, Abdul. (2012). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Khairah, Miftahul dan Ridwan, Sakura. (2014). Sintaksis: Memahami Satuan Kalimat Prerspektif Fungsi. Jakarta: Bumi Aksara. Kridalaksana, Harimurti. (1989). Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia. Kridalakasan, Harimutri. (2011). Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Parera, Jos Daniel. (2009). Dasar-dasar Analisis Sintaksis. Jakarta: Erlangga. Ramlan. (2001). Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CV Karyono. Ramlan. (2005). Sintaksis. Yogyakarta: CV. Karyono. Sasangka, Sry Satriya Wisnu (2013). Paramasastra Gagrag Anyar Bahasa Jawa. Jakarta: Yayasan Paramalingua. Sidu, La Ode. (2013). Sintaksis Bahasa Indonesia. Kendari: Unhalu Press. Subroto, Edi. et.al, (1991). Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Jawa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Subroto, Edi. (2013). Pemerian Morfologi Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Yuma Pressindo. Tarigan, Henry Guntur (2009). Prinsipprinsip Dasar Sintaksis. Bandung: Angkasa. Verhaar, J.W.M. (2012). Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: UGM Press. Parera, Jos Daniel. (2007). Morfologi. Jakarta: Gramedia. 13

DIFERENSIASI ANTARA FRASA DAN KATA MAJEMUK

DIFERENSIASI ANTARA FRASA DAN KATA MAJEMUK DIFERENSIASI ANTARA FRASA DAN KATA MAJEMUK Haluan Sastra Budaya Vol. XXXV No. 68 Oktober 2016: 1-13 DIFERENSIASI ANTARA FRASA DAN KATA MAJEMUK Dewi Untari Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya

Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya Modul 1 Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya B PENDAHULUAN Drs. Joko Santoso, M.Hum. agi Anda, modul ini sangat bermanfaat karena akan memberikan pengetahuan yang memadai mengenai bentuk, pembentukan

Lebih terperinci

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA Munirah Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unismuh Makassar munirah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

Kedudukan dan Ruang Lingkup Sintaksis

Kedudukan dan Ruang Lingkup Sintaksis Modul 1 Kedudukan dan Ruang Lingkup Sintaksis M PENDAHULUAN Joko Santoso, M.Hum. ateri-materi yang disajikan dalam Modul 1, yang berkenaan dengan kedudukan dan ruang lingkup sintaksis ini merupakan pijakan

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

PEMAKAIAN PERPADUAN LEKSEM BAHASA INDONESIA DALAM TABLOID NOVA EDISI JULI Jurnal Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

PEMAKAIAN PERPADUAN LEKSEM BAHASA INDONESIA DALAM TABLOID NOVA EDISI JULI Jurnal Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan PEMAKAIAN PERPADUAN LEKSEM BAHASA INDONESIA DALAM TABLOID NOVA EDISI JULI 2012 Jurnal Publikasi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sarana berkomunikasi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Peranan bahasa sangat membantu manusia dalam menyampaikan gagasan, ide, bahkan pendapatnya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORETIS

BAB 2 LANDASAN TEORETIS BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1 Kerangka Acuan Teoretis Penelitian ini memanfaatkan pendapat para ahli di bidangnya. Bidang yang terdapat pada penelitian ini antara lain adalah sintaksis pada fungsi dan peran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain, karena dalam menjalani kehidupan sosial manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain, karena dalam menjalani kehidupan sosial manusia selalu membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Interaksi dan segala

Lebih terperinci

REALISASI STRUKTUR SINTAKSIS PROSES PEMBELAJARAN MAHASISWA IA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA STKIP PGRI BANGKALAN TAHUN AJARAN

REALISASI STRUKTUR SINTAKSIS PROSES PEMBELAJARAN MAHASISWA IA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA STKIP PGRI BANGKALAN TAHUN AJARAN REALISASI STRUKTUR SINTAKSIS PROSES PEMBELAJARAN MAHASISWA IA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA STKIP PGRI BANGKALAN TAHUN AJARAN 2016 Sakrim Surel: sakrim.madura@yahoo.com ABSTRAK Pembuktian

Lebih terperinci

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Kumairoh Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Dipnegoro Abstrak Bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN A. Kerangka Teoretis Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat yang memberikan penjelasan tentang

Lebih terperinci

ABREVIASI DALAM MENU MAKANAN DAN MINUMAN DI KOTA SEMARANG: SUATU KAJIAN MORFOLOGIS

ABREVIASI DALAM MENU MAKANAN DAN MINUMAN DI KOTA SEMARANG: SUATU KAJIAN MORFOLOGIS ABREVIASI DALAM MENU MAKANAN DAN MINUMAN DI KOTA SEMARANG: SUATU KAJIAN MORFOLOGIS Nuraeni, Shinta Yunita Tri. 2017. Abreviasi dalam Menu Makanan dan Minuman di Kota Semarang: Suatu Kajian Morfologis.

Lebih terperinci

Konjungsi yang Berasal dari Kata Berafiks dalam Bahasa Indonesia. Mujid F. Amin Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro

Konjungsi yang Berasal dari Kata Berafiks dalam Bahasa Indonesia. Mujid F. Amin Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro Konjungsi yang Mujid F. Amin Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro moejid70@gmail.com Abstract Conjunctions are derived from the basic + affixes, broadly grouped into two, namely the coordinative

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KAMPUS CIBIRU PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR SILABUS

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KAMPUS CIBIRU PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR SILABUS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KAMPUS CIBIRU PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR SILABUS IDENTITAS MATA KULIAH 1. Nama Mata Kuliah : Kebahasaan 2. Kode Mata Kuliah : GD 306 3. Jumlah SKS : 3

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN KATA PADA LIRIK LAGU EBIET G. ADE

PEMBENTUKAN KATA PADA LIRIK LAGU EBIET G. ADE PEMBENTUKAN KATA PADA LIRIK LAGU EBIET G. ADE Ni Made Suryaningsih Wiryananda email: nanananda41ymail.com Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana Abstracts This study

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses berbahasa adalah hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Dengan berbahasa, seseorang

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Latar Belakang Pemikiran

Bab I Pendahuluan. Latar Belakang Pemikiran Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Pemikiran Keberadaan buku teks di perguruan tinggi (PT) di Indonesia perlu terus dimutakhirkan sehingga tidak dirasakan tertinggal dari perkembangan ilmu dewasa ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem, bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek pengajaran yang sangat penting, mengingat bahwa setiap orang menggunakan bahasa Indonesia

Lebih terperinci

Nama Binatang Sebagai Komponen Pembentuk Kompositum. Oleh Shaila Yulisar Balafif. Abstrak

Nama Binatang Sebagai Komponen Pembentuk Kompositum. Oleh Shaila Yulisar Balafif. Abstrak 1 Nama Binatang Sebagai Komponen Pem Kompositum Oleh Shaila Yulisar Balafif Abstrak Penelitian ini berjudul Nama Binatang sebagai Komponen Pem Kompositum: Kajian Morfologi dan Semantik. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama lain

Lebih terperinci

HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KOLOM SENO GUMIRA AJIDARMA PADA BUKU KENTUT KOSMOPOLITAN

HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KOLOM SENO GUMIRA AJIDARMA PADA BUKU KENTUT KOSMOPOLITAN Arkhais, Vol. 07 No. 1 Januari -Juni 2016 HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KOLOM SENO GUMIRA AJIDARMA PADA BUKU KENTUT KOSMOPOLITAN Gilang Puspasari Fathiaty Murtadlo Asep Supriyana Abstrak. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia, karena dalam kehidupannya manusia tidak terpisahkan dari pemakaian bahasa. Dengan bahasa, manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti mengatur bersama-sama (Verhaar dalam Markhamah, 2009: 5). Chaer (2009: 3) menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI Tinjauan pustaka memaparkan lebih lanjut tentang penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Selain itu, dipaparkan konsep

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Surat Pembaca Edisi Maret sampai April 2012 dengan penelitian sebelumnya,

BAB II LANDASAN TEORI. Surat Pembaca Edisi Maret sampai April 2012 dengan penelitian sebelumnya, 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Agar dapat membedakan penelitian Analisis Kesalahan Berbahasa pada Surat Pembaca Edisi Maret sampai April 2012 dengan penelitian sebelumnya, maka penliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem

Lebih terperinci

TINJAUAN MATA KULIAH MORFOLOGI BAHASA INDONESIA

TINJAUAN MATA KULIAH MORFOLOGI BAHASA INDONESIA TINJAUAN MATA KULIAH MORFOLOGI BAHASA INDONESIA A. Deskripsi Mata Kuliah Dalam perkuliahan dibahas pengertian morfologi dan hubungannya dengan cabang ilmu bahasa lain, istilah-istilah teknis dalam morfologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa yang dipakai oleh suatu masyarakat akan selalu berkembang sejalan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa yang dipakai oleh suatu masyarakat akan selalu berkembang sejalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa yang dipakai oleh suatu masyarakat akan selalu berkembang sejalan dengan perkembangan kebudayaan dan peradaban bangsa yang memakai dan memiliki bahasa tersebut.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepustakaan yang Relevan Kajian tentang morfologi bahasa khususnya bahasa Melayu Tamiang masih sedikit sekali dilakukan oleh para ahli bahasa. Penulis menggunakan beberapa

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KLAUSA INTI DAN KLAUSA SEMATAN BAHASA INDONESIA DAN BAHASA INGGRIS. Oleh. Suci Sundusiah

PERBANDINGAN KLAUSA INTI DAN KLAUSA SEMATAN BAHASA INDONESIA DAN BAHASA INGGRIS. Oleh. Suci Sundusiah PERBANDINGAN KLAUSA INTI DAN KLAUSA SEMATAN BAHASA INDONESIA DAN BAHASA INGGRIS Oleh Suci Sundusiah 1. Klausa sebagai Pembentuk Kalimat Majemuk Dalam kajian struktur bahasa Indonesia, kumpulan dua kluasa

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati Abstrak. Penelitian ini menggambarkan kesalahan penggunaan bahasa Indonesia terutama dalam segi struktur kalimat dan imbuhan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Mempertanggungjawabkan hasil penelitian bukanlah pekerjaan mudah. Seorang penulis harus mempertanggungjawabkan hasil penelitiannya disertai data-data

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun,

BAB 1 PENDAHULUAN. Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun, pemerian mengenai klausa tidak ada yang sempurna. Satu sama lain pemerian klausa saling melengkapi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1. Penelitian dengan judul Bentuk Frasa Pada Wacana Buku Teks Bahasa Indonesia Kelas XII SMA Karangan Dawud DKK Penerbit : Erlangga 2004 oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dapat terjalin dengan baik karena adanya bahasa. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dapat terjalin dengan baik karena adanya bahasa. Bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi dapat terjalin dengan baik karena adanya bahasa. Bahasa merupakan suatu alat yang digunakan untuk menyampaikan maksud, gagasan atau suatu ide yang ditujukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. gabungan kata morphe yang berarti bentuk, dan logos yang artinya ilmu. Chaer

BAB II KAJIAN TEORI. gabungan kata morphe yang berarti bentuk, dan logos yang artinya ilmu. Chaer BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Morfologi Morfologi merupakan suatu cabang linguistik yang mempelajari tentang susunan kata atau pembentukan kata. Menurut Ralibi (dalam Mulyana, 2007: 5), secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya untuk media cetak, media sosial maupun media yang lainnya. Bahasa kini dirancang semakin

Lebih terperinci

RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN

RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN 0 RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah

Lebih terperinci

KAJIAN FRASA NOMINA BERATRIBRUT PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN SURAT AL-AHZAB NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

KAJIAN FRASA NOMINA BERATRIBRUT PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN SURAT AL-AHZAB NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan KAJIAN FRASA NOMINA BERATRIBRUT PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN SURAT AL-AHZAB NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia memiliki bahasa, binatang tidak memiliki bahasa (Verhaar, 2010:3).

BAB I PENDAHULUAN. manusia memiliki bahasa, binatang tidak memiliki bahasa (Verhaar, 2010:3). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sifat khas makhluk manusia, seperti dalam ucapan manusia memiliki bahasa, binatang tidak memiliki bahasa (Verhaar, 2010:3). Bahasa membedakan manusia

Lebih terperinci

HUMANIKA Vol. 21 No. 1 (2015) ISSN Kajian Deskriptif Struktural Wacana Grafiti Pada Truk Siti Junawaroh

HUMANIKA Vol. 21 No. 1 (2015) ISSN Kajian Deskriptif Struktural Wacana Grafiti Pada Truk Siti Junawaroh KAJIAN DESKRIPTIF STRUKTURAL WACANA GRAFITI PADA TRUK Oleh : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro ABSTRACT This paper is entitled A Descriptive Study of Graffiti Discourse Structure on Trucks. This

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam linguistik bahasa Jepang (Nihon go-gaku) dapat dikaji mengenai beberapa hal, seperti kalimat, kosakata, atau bunyi ujaran, bahkan sampai pada bagaimana bahasa

Lebih terperinci

PEMAKAIAN KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM BUKU TEKS SEKOLAH DASAR. oleh. Nunung Sitaresmi. Abstrak

PEMAKAIAN KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM BUKU TEKS SEKOLAH DASAR. oleh. Nunung Sitaresmi. Abstrak PEMAKAIAN KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM BUKU TEKS SEKOLAH DASAR oleh Nunung Sitaresmi Abstrak Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pemakaian jenis kalimat bahasa Indonesia dalam buku teks Sekolah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

KLASIFIKASI EMOSIONAL DALAM UNGKAPAN BAHASA INDONESIA YANG MENGGUNAKAN KATA HATI

KLASIFIKASI EMOSIONAL DALAM UNGKAPAN BAHASA INDONESIA YANG MENGGUNAKAN KATA HATI KLASIFIKASI EMOSIONAL DALAM UNGKAPAN BAHASA INDONESIA YANG MENGGUNAKAN KATA HATI Dita Marisa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI thasamarisa@yahoo.co.id Abstrak Penelitian dilatarbelakangi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2. Penelitian dengan judul Analisis Kesalahan Berbahasa pada Surat Pembaca

BAB II LANDASAN TEORI. 2. Penelitian dengan judul Analisis Kesalahan Berbahasa pada Surat Pembaca 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian dengan judul Analisis Kesalahan Berbahasa pada Surat Pembaca dalam Tabloid Mingguan Bintang Nova dan Nyata Edisi September-Oktober 2000,

Lebih terperinci

KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL

KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL Rahmi Harahap Program Studi S-1 Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Abstract Research on the structural

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

pada Fakultas Sastra Universitas Andalas

pada Fakultas Sastra Universitas Andalas NAMA-NAMA PENGGEMAR GRUP BAND DI INDONESIA TINJAUAN MORFOLOGI SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Sastra Universitas Andalas Oleh Muhammad Fadlan BP

Lebih terperinci

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Nama : Khoirudin A. Fauzi NIM : 1402408313 BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Pada bab terdahulu disebutkan bahwa morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. polisemi, dan tipe-tipe hubungan makna polisemi. Hasil penelitian yang

BAB V KESIMPULAN. polisemi, dan tipe-tipe hubungan makna polisemi. Hasil penelitian yang BAB V KESIMPULAN A. Simpulan Hasil penelitian diperoleh data bahwa di dalam rubrik berita majalah Djaka Lodang terdapat penggunaan polisemi yang meliputi jenis polisemi, bentuk polisemi, dan tipe-tipe

Lebih terperinci

RINGKASAN PENELITIAN

RINGKASAN PENELITIAN RINGKASAN PENELITIAN KONSTRUKSI KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI GURU-GURU SEKOLAH DASAR KABUPATEN CIAMIS OLEH DRA. NUNUNG SITARESMI, M.PD. FPBS UPI Penelitian yang berjudul Konstruksi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori-teori dalam penelitian ini perlu dibicarakan secara terinci.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori-teori dalam penelitian ini perlu dibicarakan secara terinci. BAB 2 LANDASAN TEORI Teori-teori dalam penelitian ini perlu dibicarakan secara terinci. Pembicaraan mengenai teori dibatasi pada teori yang relevan dengan tujuan penelitian. Teori-teori yang dimaksud sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini

Lebih terperinci

KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Abstrak Bahasa adalah sarana paling penting dalam masyarakat, karena bahasa adalah salah

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama.

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama. Nama : Setyaningyan NIM : 1402408232 BAB 7 TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK Makna bahasa juga merupakan satu tataran linguistik. Semantik, dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh atau di semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam. Bahasa Karo, merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam. Bahasa Karo, merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam pembentukan dan pengembangan bahasa Indonesia. Sebelum mengenal bahasa Indonesia sebagian besar bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia pada karangan siswa kelas VII SMPN 2

BAB V PENUTUP. bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia pada karangan siswa kelas VII SMPN 2 54 BAB V PENUTUP A. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang interferensi gramatikal bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia pada karangan siswa kelas VII SMPN 2 Bambanglipuro, Bantul, Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Idiom berasal dari bahasa Yunani yaitu idios yang berarti khas, mandiri,

BAB II KAJIAN TEORI. Idiom berasal dari bahasa Yunani yaitu idios yang berarti khas, mandiri, BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Idiom Idiom berasal dari bahasa Yunani yaitu idios yang berarti khas, mandiri, khusus atau pribadi. Menurut Keraf (2005:109) Idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang

Lebih terperinci

STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.

STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA oleh Dra. Nunung Sitaresmi, M.Pd. FPBS UPI 1. Pendahuluan Bahasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Pengkajian teori tidak akan terlepas dari kajian pustaka atau studi pustaka karena teori secara nyata dapat dipeoleh melalui studi atau kajian kepustakaan.

Lebih terperinci

INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU

INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU Oleh: Ida Satriyani Kasran Ramsi ABSTRAK Masalah pokok dalam penelitian ini adalah apa sajakah afiks infleksi dalam bahasa Kulisusu, dalam hal ini meliputi pembagian afiks

Lebih terperinci

BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA KATA BODOH DALAM BAHASA INDONESIA Adhenda Madarina Idzni Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA KATA BODOH DALAM BAHASA INDONESIA Adhenda Madarina Idzni Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA KATA BODOH DALAM BAHASA INDONESIA Adhenda Madarina Idzni Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Abstrak Bahasa merupakan sarana yang paling penting bagi

Lebih terperinci

KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BERITA MAJALAH MANDUTA TAHUN SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BERITA MAJALAH MANDUTA TAHUN SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat KOHESI DAN KOHERENSI RUBRIK BERITA MAJALAH MANDUTA TAHUN 2013-2014 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan ( S.Pd.) Pada Program Studi Bahasa Dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHASA PADA PAPAN NAMA DI RUANG PUBLIK JALAN PROTOKOL JAKARTA

PENGGUNAAN BAHASA PADA PAPAN NAMA DI RUANG PUBLIK JALAN PROTOKOL JAKARTA PENGGUNAAN BAHASA PADA PAPAN NAMA DI RUANG PUBLIK JALAN PROTOKOL JAKARTA Mutia Muqri Dendy Sugono Miftahul Khairah A. Abstrak. Penggunaan bahasa pada papan nama menarik diteliti, setiap papan nama memiliki

Lebih terperinci

BAB 6 SINTAKSIS. Nama : CANDRA JULIANSYAH NIM :

BAB 6 SINTAKSIS. Nama : CANDRA JULIANSYAH NIM : Nama : CANDRA JULIANSYAH NIM : 1402408239 BAB 6 SINTAKSIS Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti dengan dan kata tattein yang berarti menempatkan. Secara etimologi sintaksis berarti

Lebih terperinci

anak manis D M sebatang rokok kretek M D M sebuah rumah mewah M D M seorang guru M D

anak manis D M sebatang rokok kretek M D M sebuah rumah mewah M D M seorang guru M D Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang mempelajari proses pembentukan kalimat, atau yang menganalisis kalimat atas bagian-bagiannya. Kalimat ialah kesatuan bahasa atau ujaran yang berupa kata atau

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kajian. Aji Kabupaten Jepara dapat disimpulkan sebagai berikut.

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kajian. Aji Kabupaten Jepara dapat disimpulkan sebagai berikut. BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kajian morfosemantik istilah-istilah pertukangan kayu di Desa Lebak Kecamatan Pakis Aji Kabupaten Jepara dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena bahasa itu berfungsi sebagai alat komunikasi, untuk menyatakan hasil

BAB I PENDAHULUAN. karena bahasa itu berfungsi sebagai alat komunikasi, untuk menyatakan hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Bahasa adalah suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena bahasa itu berfungsi sebagai alat komunikasi, untuk menyatakan hasil pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam berbahasa, kita sebagai pengguna bahasa tidak terlepas dari kajian fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam berbahasa adalah sesuatu

Lebih terperinci

BAHASA PEREMPUAN PADA MAJALAH FEMINA DAN SEKAR Azizah Kurnia Dewi Sastra Indonesia Abstrak

BAHASA PEREMPUAN PADA MAJALAH FEMINA DAN SEKAR Azizah Kurnia Dewi Sastra Indonesia Abstrak 1 BAHASA PEREMPUAN PADA MAJALAH FEMINA DAN SEKAR Azizah Kurnia Dewi Sastra Indonesia Abstrak Women's language is closely related to gender. Spoken word (language) used by the women are more subtle than

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan hasil belajar siswa merupakan tujuan yang ingin selalu dicapai oleh para pelaksana pendidikan dan peserta didik. Tujuan tersebut dapat berupa

Lebih terperinci

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS SINTAKSIS Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. A. STRUKTUR SINTAKSIS Untuk memahami struktur sintaksis, terlebih dahulu kita harus Mengetahui fungsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang struktur kata dan cara pembentukan kata (Harimurti Kridalaksana, 2007:59). Pembentukan kata

Lebih terperinci

PEMEROLEHAN NOMINA BAHASA INDONESIA ANAK USIA 3;5 TAHUN: STUDI KASUS SEORANG ANAK DI LUBUK MINTURUN PADANG

PEMEROLEHAN NOMINA BAHASA INDONESIA ANAK USIA 3;5 TAHUN: STUDI KASUS SEORANG ANAK DI LUBUK MINTURUN PADANG PEMEROLEHAN NOMINA BAHASA INDONESIA ANAK USIA 3;5 TAHUN: STUDI KASUS SEORANG ANAK DI LUBUK MINTURUN PADANG Elvina Rahayu 1, Agustina 2, Novia Juita 3 Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan

Lebih terperinci

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA Arkhais, Vol. 07 No. 1 Januari -Juni 2016 PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA Wahyu Dwi Putra Krisanjaya Lilianan Muliastuti Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pembentukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Terkait dengan kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap sebagai

Lebih terperinci

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak Rina Ismayasari 1*, I Wayan Pastika 2, AA Putu Putra 3 123 Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian dalam bidang linguistik berkaitan dengan bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa tulis memiliki hubungan dengan tataran gramatikal. Tataran gramatikal

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SOAL SINTAKSIS

PEMBAHASAN SOAL SINTAKSIS PEMHSN SOL SINTKSIS 1. Perbedaan Frase dengan Kata Majemuk Frasa adalah frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang merupakan satu kesatuan dan menjadi salah satu unsur atau fungsi kalimat (subjek,

Lebih terperinci

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI Kita kembali dulu melihat arus ujaran yang diberikan pada bab fonologi yang lalu { kedua orang itu meninggalkan ruang siding meskipun belum selesai}. Secara bertahap

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Kesalahan penggunaan struktur frasa dalam karangan narasi ekspositoris siswa kelas VIII

Lebih terperinci

Analisis Kesalahan Berbahasa Jawa dalam Karangan Narasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ambal Tahun Pelajaran 2014/2015

Analisis Kesalahan Berbahasa Jawa dalam Karangan Narasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ambal Tahun Pelajaran 2014/2015 Analisis Kesalahan Berbahasa Jawa dalam Karangan Narasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ambal Tahun Pelajaran 2014/2015 Oleh : Mujilestari Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa moedjilestari09@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang didiami oleh berbagai suku bangsa. Setiap suku bangsa mempunyai ciri khas tersendiri

Lebih terperinci

EDUNDANSI DALAM BAHASA SASAK DESA JERINGO KECAMATAN GUNUNGSARI KABUPATEN LOMBOK BARAT

EDUNDANSI DALAM BAHASA SASAK DESA JERINGO KECAMATAN GUNUNGSARI KABUPATEN LOMBOK BARAT EDUNDANSI DALAM BAHASA SASAK DESA JERINGO KECAMATAN GUNUNGSARI KABUPATEN LOMBOK BARAT OLEH MURDIANA LESTARI E1C112086 PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH JURUSAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA Tata bentukan dan tata istilah berkenaan dengan kaidah pembentukan kata dan kaidah pembentukan istilah. Pembentukan kata berkenaan dengan salah satu cabang linguistik

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian jenis proses campur kode menunjukkan hasil yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain karena subjek penelitian mereka pun berbeda-beda, baik dari

Lebih terperinci

STRUKTUR KLAUSA BAHASA MUNA DIALEK GULAMAS

STRUKTUR KLAUSA BAHASA MUNA DIALEK GULAMAS STRUKTUR KLAUSA BAHASA MUNA DIALEK GULAMAS Indra Saputra Abstrak Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah struktur klausa verbal bahasa Muna dialek Gulamas? Penelitian ini bertujuan struktur

Lebih terperinci