BAB 5 KELUMPUHAN DAN GANGGUAN BERJALAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 5 KELUMPUHAN DAN GANGGUAN BERJALAN"

Transkripsi

1 BAB 5 KELUMPUHAN DAN GANGGUAN BERJALAN A. Tujuan pembelajaran 1. Menerangkan mekanisme terjadinya kelumpuhan penyakit. 2. Membedakan kelumpuhan kelumpuhan UMN (upper motor neuron) dan LMN (lower motor neuron)? 3. Menjelaskan etiologi kelumpuhan UMN dan LMN. 4. Mengidentifikasi tanda dan gejala kelumpuhan UMN dan LMN. 5. Melaksanakan pemeriksaan neurologi pada kelainan kelumpuhan UMN dan LMN. 6. Membedakan gaya berjalan dari berbagai kelumpuhan yang khas 7. Menegakkan diagnosis banding kelainan kelumpuhan UMN dan LMN. 8. Merencanakan manajemen terapi kelainan kelumpuhan UMN dan LMN. 9. Menjelaskan prognosis pada kelainan kelumpuhan UMN dan LMN. 10. Menentukan kapan kelainan kelumpuhan harus dirujuk 11. Menjelaskan rehabilitasi medis pada pasien tersebut. B. Pertanyaan dan persiapan dokter muda Sebagai persiapan, dapatkah Saudara menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut? 1. Bagaimana membedakan kelumpuhan spastik (UMN) dan flaksid (LMN)? 2. Sebutkan ciri-ciri kelumpuhan UMN dan kelumpuhan LMN?

2 3. Kelainan apa saja yang dapat menyebabkan kelumpuhan UMN? 4. Kelainan apa saja yang dapat menyebabkan kelumpuhan LMN? 5. Apa yang dimaksud reflek fisiologis? Apa saja yang termasuk reflek fisiologis dan bagaimana memeriksanya?bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisiologis? 6. Apa yang dimaksud reflek patologis? Apa saja yang termasuk reflek patologis dan bagaimana memeriksanya? 7. Bagaimana memeriksa tonus otot? 8. Bagaimana memeriksa klonus?

3 C. Algoritme kasus Panduan Belajar Ilmu Penyakit Saraf 2006

4 ALGORITMA GANGGUAN BERJALAN

5 D. Daftar keterampilan (kognitif dan psikomotor) 1. Mampu memeriksa fungsi motorik 2. Mampu melakukan asesmen gangguan gerak dan ganguan berjalan 3. Mampu membedakan lumpuh layu dan lumpuh kaku 4. Mampu menilai macam-macam gangguan gerak 5. Mampu memeriksa Nervus Kranialis E. Penjabaran prosedur Perbedaan antara kelemahan tipe UMN dengan LMN? Tanda-tanda UMN LMN Refleks fisiologis Hiper refleks Positif Refleks patologis Positif Negatif Tonus Hipertoni Atoni Trofi Eutrofi Atrofi Fasikulasi Negatif Positif Klonus Positif Negatif Jenis-jenis kelemahan anggota gerak? Hemiplegia : kelumpuhan atau kelemahan otot-otot lengan tungkai berikut wajah pada salah satu sisi tubuh. Kelumahan tersebut biasanya disebabkan oleh lesi vaskuler unilateral di kapsula interna atau korteks motorik Diplegia : kelumpuhan atau kelemahan otot-otot anggota gerak berikut wajah kedua belah sisi, karena lesi vaskular bilateral di kapsula interna atau korteks motorik.

6 Hemiplegia alternans : kelumpuhan atau kelemahan otot-otot lengan dan tungkai sisi kontralateral terhadap lesi di batang otak dengan kelumpuhan otot yang disarafi saraf otak ipsilateral setinggi lesi, berikut kelumpuhan otot-otot yang disarafi saraf otak yang terletak di bawah lesi pada sisi kontralateral. Monoplegia : kelemahan atau kelumpouhan otot-otot salah satu anggota gerak karena lesi kecil di kapsula interna atau korteks motorik. Istilah monoplegi tidak digunakan untuk kelumpuhan atau kelemahan sekelompok otot yang di sarafi oleh suatu saraf tepi. Tetraplegi atau kwadriplegia : kelumpuhan atau kelemahan otot-otot keempat anggota gerak yang biasanya terjadi akibat lesi bilateral atau transversal di medula spinalis setinggi servikal. Paraplegia : kelumpuhan kedua tungkai akibat lesi bilateral atau transversal di medula spinalis di bawah tingkat servikal. Kelumpuhan saraf tepi ialah kelemahan atau kelumpuhan otot-otot yang tergolong dalam kawasan suatu saraf tepi. Paralisis non-neurogenik ialah kelemahan atau kelumpuhan otot karena lesi di motor end plate atau lesi struktural atau biokimiawi pada otot. Bagaimana menilai kekuatan ekstremitas? 5 : Pasien bisa melawan tahanan paling kuat dari pemeriksa 4 : Pasien bisa melawan tahanan sedang / lemah dari pemeriksa 3 : Pasien bisa melawan gaya gravitasi tanpa tahanan 2 : Pasien bergerak tanpa gravitasi 1 : Hanya ada sedikit kontraksi 0 : Tidak ada kontraksi otot

7 Pemeriksaan Nervus Kranialis: Nervus I (olfaktorius) a. Daya Pembauan Persiapan: - yakinkan bahwa jalan nafas melalui hidung baik, tidak ada sumbatan - yakinkan tidak ada atrofi mukosa hidung Cara pemeriksaan: - mata ditutup - satu persatu kedua lubang hidung diperiksa, lubang yang sedang tidak diperiksa ditutup. Minta pasien untuk mengidentifikasi bahan yang dipakai untuk tes (kopi, teh, tembakau, kulit jeruk, dll) - terciumnya bau dengan tepat berarti susunan olfaktorik berfungsi dengan baik Klinis: - anosmia = hilangnya daya pembauan yang dapat dijumpai pada trauma kapitis di mana berkas n.i terpotong oleh o skribriformis atau oleh fraktur os ethmoidalis atau terendam oleh perdarahan di fossa serebri anterior. Dapat juga merupakan komplikasi meningitis, penekanan oleh meningioma, dll. - hiposmia = daya pembauan yang kurang tajam, misalnya pada manifestasi rinitis, terutama rinitis vasomotor. Hiposmia yang menetap terjadi pada usia lanjut. - Hiperosmia = daya pembauan yang teramat peka, misalnya pada histeria konversi. - Parosmia = bila tercium yang tidak sesuai dengan bahan yang disium, misalnya pada trauma kapitis. - Kakosmia = parosmia yang tidak menyenangkan, misalnya mencium bau pesing, bacin, kakus. Dapat dijumpai pada truma kapitis atau pada histeria konversi.

8 Nervus II (optikus) a. Daya penglihatan Persiapan - ruang harus cukup terang - yakinkan tidak ada katarak, radang parut di kornea atau nebula, iritis, uveitis, glaukoma atau korpus alienum Cara pemeriksaan - dengan memakai kartu Snellen - secara kasar, pemeriksaan visus ini dapat dilakukan tanpa menggunakan kartu, yaitu dengan membaca telunjuk pemeriksa. Orang normal dapat membaca hitungan jari pada jarak maksimal 60 m. Bila pasien hanya dapat membaca pada jarak 1 m saja, berarti visusnya adalah 1/60. b. Penglihatan warna Cara pemeriksaan: - memakai kartus tes Ischihara dan Stilling atau dengan benang wol berbagai warna - pasien diminta untuk mengambil atau menunjuk warna sesuai dengan perintah c. Medan penglihatan Dalam klinik dikenal 3 metode tes medan penglihatan: - tes dengan perimeter - tes dengan kampimeter - tes dengan konfrontasi dengan tangan Tes konfrontasi - pasien diminta koperatif untuk memandang satu titik fiksasi di tengah. - pemeriksa dengan medan penglihatan yang normal berhadapan sejajar dengan jarak antara mata pemeriksa dan mata pasien sejauh cm.

9 - satu persatu mata pasien diperiksa. Bila mata kanan yang diperiksa, mata kiri ditutup. Begitu pula sebaliknya. - pemeriksa menggerakkan jarinya dari perifer ke tengah (jarak jari terhadap kedua pihak harus sama). - bila pemeriksa telah melihat, sementara pasien belum, berarti medan penglihatan pasien menyempit. Dengan metode ini lesi dapat dideteksi. Misalnya ditemukan hemianopsia bitemporal berarti ada lesi di garis tengah khiasma optikum. Hemianopsia binasale berarti ada lesi di khiasma optikum bagian luar. Pemeriksaan fundus okuli, papil, retina, arteri/vena, perdarahan dilakukan dengan menggunakan oftalmometer. d. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil (lihat bab penurunan kesadaran) Nervus III (okulomotorius) Kelumpuhan n III menimbulkan ptosis, oftalmoplegia dan midriasis (pada kelumpuhan total) a. Ptosis Ptosis = penyempitan fisura palpebra karena turunnya kelopak mata akibat kelemahan/kelumpuhan otot elevator palpebra dan/atau tarsalis superior. Cara meyakinkan adanya ptosis: - pasien disuruh mengangkat kelopak mata atas secara volunter. Jika ptosis tetap terlihat dan dahi menunjukkan adanya lipatan kulit maka terbukti ada ptosis tulen. - lipatan dahi menunjukkan kontraksi otot frontalis yang selamanya akan timbul bila kelopak mata diangkat sekuat-kuatnya. b. Pemeriksaan gerakan bola mata: N III menginervasi m. rektus superior dan inferior dan m. obliquus inferior, yang menyebabkan bola mata bergerak ke atas, nasal dan ke bawah. Cara pemeriksaan:

10 - suruh pasien untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa ke atas, medial dan ke bawah. - bila terjadi parese, pasien tidak dapat mengikutinya. Bola mata akan tetap ke temporal. c. Strabismus divergen Karena n. III mempersarafi m. rektus superior, inferior dan medial, maka adanya lesi pada n. III akan menyebabkan bola mata menyimpang ke sisi lateral/temporal. Jadi, bila tidak didapatkan bola mata yang menyimpang ke temporal berarti strabismus divergen positif. Tetapi, adanya strabismus belumlah berarti satu otot okuler lumpuh. Mungkin saja ada kelainan kongenital pada panjang otot okuler. d. Diplopia Bila seseorang mengeluh tentang diplopia tapi tidak memperlihatkan strabismus, mungkin sekali terdapat parese ringan. Cara meyakinkan parese ringan: Cover uncover test Bila satu mata yang mengalami kelemahan otot okuler yang sedang menatap satu obyek secara binokuler pada satu obyek ditutup, maka mata ter5sebut akan bergerak menyimpang menjauhi otot okuler yang lemah. Bila mata yang sehat ganti ditutup, maka bola mata itu tersebut akan memutar ke arah yang berlawanan dengan arah penyimpangan otot yang paretik. Nervus IV (trokhlearis) N. IV mempersarafi m. obliquus superior yang mengatur gerakan bola mata ke bawah sedikit temporal. Paralisis n. IV akan melumpuhkan gerakan bola ke bawah lateral, menyebabkan penyimpangan ke arah nasal sedikit ke atas. a. Gerakan mata ke lateral bawah Cara pemeriksaan: - pasien disuruh mengikuti gerakan jari pemeriksa ke bawah lateral.

11 - bila bola mata pasien tidak mampu mengikuti gerakan tersebut berarti ada paralisis n. IV. b. Strabismus konvergen Perhatikan sikap bola mata penderita apakah ada penyimpangan ke nasal. c. Diplopia Cara pemeriksaan sama dengan pada pemeriksaan n. III. Nervus VI (abdusen) N.VI menginervasi m. rektus lateralis yang mengatur gerakan bola mata ke lateral. Paralisis n. VI akan melumpuhkan gerakan bola mata ke lateral, menyebabkan penyimpangan ke medial/nasal. a. Gerakan bola mata ke lateral Cara pemeriksaan: - mata penderita disuruh mengikuti gerakan jari pemeriksa ke lateral - bila tidak mampu berarti ada paralisis n. VI b. Strabismus konvergen Perhatikan sikap bola mata penderita. Apakah ada penyimpangan ke arah nasal atau tidak. c. Diplopia Sama dengan pemeriksaan n. III Nervus V (trigemius) a. Menggigit Serabut motorik n.v hanya mengikuti cabang ke-3 (n. mandibularis). Otot yang dipersarafi adalah m. masseter, m. temporalis, m. pterigoideus eksternus dan internus. Cara pemeriksaan: - pasien disuruh menggigit sekuat-kuatnya - selama pasien menggigit, pemeriksa melakukan palpasi pada m. masseter dan temporalis untuk memeriksa adakah kontraksi

12 - bila ada kelumpuhan unilateral, maka serabut motorik n. V yang ipsilateral tak mampu mengontraksikan m. masseter dan temporalis. b. Membuka mulut Setelah tes menggigit, pasien disuruh membuka mulut. Pemeriksa berdiri di depan pasien dan mengawasi rahang bawah pasien: apakah simetris atau menyimpang. Pada kelumpuhan unilateral, rahang bawah akan menyimpang ke ipsilateral saat mulut dibuka karena m. pterigoideus eksternus yang sehat akan mendorong mandibula ke depan tanpa diimbangi oleh sisi yang lain. c. Sensibilitas Sensibilitas wajah diperiksa di 3 daerah berbeda, yaitu atas, tengah dan bawah, karena masing-masing diinervasi oleh cabang yang berbeda yaitu cabang oftalmikus, maksilaris dan mandibularis. Alat yang digunakan: - untuk sensasi nyeri superfisial, gunakan jarum - untuk sensasi halus, gunakan kapas/bulu - untuk sensasi termis, gunakan air panas/dingin. Cara pemeriksaan: - pasien harus kooperatif - selama pemeriksaan sensibilitas kedua mata harus ditutup agar pasien tidak tahu bagian tubuh yang diperiksa - untuk mempermudah penilaian maka perangsangan dimulai dari proksimal dan distal sehingga mudah teridentifikasi daerah dengan defisit sensorik dan daerah yang normal - selanjutnya perangsangan berjalan terus maju saling mendekat dari yang normal ke daerah yang defisit dan sebaliknya - intensitas perangsangan harus diubah-ubah untuk mengetahui ketepatan penilaian pasien - mintalah respons yang tegas dari pasien. Bila pasien merasa ditusuk/digores maka pasien harus bilang ya - buatlah peta manifestasi sensorik setelah pemeriksaan selesai.

13 d. Refleks bersin Cara periksa: - merangsang mukosa hidung dengan jalan menggelitik - positif bila timbul bersin secara reflektorik e. Refleks masseter/ refleks rahang bawah Cara periksa: - pasien diminta membuka mulutnya dengan santai, dengan cara selama membuka mulut mengeluarkan suara aaaaaa, sementara itu pemeriksa menempatkan jari telunjuk tangan kirinya di garis tengah dagu, kemudian dengan palu refleks jari tersebut diketuk - jawaban positif berupa kontraksi m. masseter dan m. temporalis bagian depan yang mengakibatkan penutupan mulut secara tiba-tiba/ berlebihan. f. Refleks zigomatikus Cara periksa: - dilakukan pengetukan pada os. zigomatikus dengan palu reflek - pada orang sehat tidak akan didapatkan respons, juga pada lesi nuklearis dan infranuklearis - tetapi pada orang dengan lesi supranuklearis n. V akan muncul gerak berupa gerakan rahang bawah ipsilateral. g. Trismus Amati apakah terdapat spasme otot-otot rahang. h. Refeks kornea (lihat bab penurunan kesadaran) Nervus VII (fasialis) lihat Bab kelumpuhan otot wajah Nervus VIII (akustikus) Karena fungsi n. VIII terbagi atas fungsi pendengaran (n. koklearis) dan fungsi keseimbangan (n. vestibularis) maka gangguan yang terjadi dapat berupa gangguan koklearis saja atau vestibularis atau keduanya.

14 a. Pemeriksaan daya pendengaran (n. koklearis) 1. Mendengar suara berbisik Tes ini kurang akurat tapi cukup informatif. Kedua telinga dites satu persatu, salah satu telinga harus ditutup. Pasien diberitahu dulu bahwa dia harus mengucapkan kata yang dikatakan pemeriksa. Pasien harus menutup matanya agar dia tidak dapat membaca gerakan bibir pemeriksa. Yang dikatakan pemeriksa adalah kata dan angka secara berselingan, intensitas suara harus sekeras bisikan sejauh 30 cm dari telinga. 2. Mendengar detik arloji Tes ini kurang akurat. Apalagi pada saat ini kebanyakan arloji yang dipakai tidak berdetik. Arloji yang sesuai untuk tes ini adalah arloji yang mempunyai detik suara jelas. 3. Tes Rinne (lihat bab pusing berputar) 4. Tes Weber (lihat bab pusing berputar) 5. Tes Schwabach (lihat bab pusing berputar) Nervus IX (glossofaring) Secara klinis pemeriksaan n. IX tidak dapat dipisahkan dengan pemeriksaan n. X, keduanya mempunyai fungsi yang bersamaan. Gangguan fungsi kedua saraf dalam klinik sering diungkap lewat anamnesis. a. Arkus faring Pasien diminta membuka mulut lebar-lebar dan lidah dikeluarkan sejauhjauhnya. Bila tidak bisa maka kita bantu menggunakan spatula lidah untuk menekan lidah. Dengan demikian arkus faring, uvula, dinding belakang faring dapat terlihat jelas. Adanya paresis/paralisis ipsilateral n. IX dan atau n. X menyebabkan asimetri dan tampak melengkung ke sisi yang sehat.asimetri dapat diperjelas dengan menyuruh pasien bersuara, ujung uvula menunjuk ke arah yang sehat. b. Daya kecap lidah (1/3 belakang lidah) Cara pemeriksaan sama dengan pengecapan lidah depan.

15 c. Reflek muntah Pembangkitan reflek ini merupakan pemeriksaan penting untuk menilai fungsi kedua saraf ini. Sewaktu mulut masih terbuka lebar, sensibilitas orofaring kita periksa dengan menyentuh dinding posterior faring dengan spatula lidah. Akan timbul reflek muntah. d. Sengau Suara yang sengau menunjukkan adanya kelumpuhan unilateral/bilateral n. IX dan atau n. X. e. Tersedak Merupakan gejala kesukaran menelan yang berat. Karena epiglotis mengalami parese sehingga tidak dapat menutup baik, akibatnya makanan masuk ke laring dan menimbulkan reflek batuk (tersedak). Nervus X (vagus) a. Denyut nadi Cara pemeriksaan sama seperti fisik diagnostik biasa, yaitu palpasi a. radialis. b. Arkus faring Sama dengan n. IX. c. Bersuara (fonasi) Perhatikan adakah suara serak/lemah. Terdapat paralisis laring yang dipersarafi n. X (n. laringeus superior dan rekuren). d. Menelan Gangguan menelan merupakan manifestasi gabungan dari gangguan n. IX, X, dan VII. Karena mekanisme menelan merupakan hasil kerja integral saraf tersebut. Nervus XI (acessorius) Karena n. XI mensarafi m. sternokleidomastiodeus dan m. trapezius, maka yang diperiksa adalah fungsi muskuli tersebut.

16 a. Memalingkan kepala Pasien disuruh memalingkan kepala, sementara pemeriksa memegang rahang pasien untuk menahan gerakan tersebut. Bila fungsi muskulusnya baik akan tampak konsistensinya yang keras. Bila terdapat parese akan nampak kontur yang tidak menonjol.tampak konsistensi yang keras dan kontur otot yang menonjol tegas.tetapi bila terdapat parese kontur otot tidak begitu jelas dan konsistensi otot pun lemah, timbul asimetri/tortikolis. Jika terdapat kelumpuhan bilateral, posisi kepala akan anterofleksi (menunduk). b. Sikap bahu Kelumpuhan m. trapezius unilateral dapat diperlihatkan sikap bahu dan skapula. Bahu sisi yang lumpuh akan lebih rendah dan bagian bawah skapula terletak lebih dekat ke garis tengah daripada bagian atasnya. c. Mengangkat bahu Pasien diminta mengangkat kedua bahunya, sedangkan pemeriksa menahan elevasi bahu tersebut. Jika gerakan elevasi tersebut lemah dan kontur otot tidak ada berarti terdapat parese. d. Trofi otot bahu Perhatikan kontur otot bahu, jelas atau tidak. Adanya gangguan retraksi bahu dan elevasi humerus. Nervus XII (hipoglassus) Lesi n. hipoglassus dapat terjadi di perifer atau sentral. Ciri khas kelumpuhan perifer adalah atrofi otot yang cepat terjadi, garis tengah menjadi cekung, bagian lidah yang lumpuh menjadi tipis dan berkeriput, bila lesinya unilateral lidah akan menyimpang ke sisi yang sehat. Berbeda dengan kelumpuhan sentral, dimana kita ingat lidah mempunyai intervasi kortikal yang bilateral, maka pada kelumpuhan unilateral bersifat hanya sementara dan atrofi lidah tidak tampak. Bila lidah dijulurkan tak akan lurus ke garis tengah, tetapi secara volunter lidah dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri. Pada kelumpuhan bilateral lidah tidak bisa dikeluarkan.

17 Pemeriksaan: a. Sikap lidah Perhatikan sikap lidah apakah ada penyimpangan. b. Artikulasi Pasien dilihat bicaranya, apakah ada disartria. Pada kelumpuhan unilateral disartria lebih jelas terlihat. c. Tremor/Mioklamus Pasien diminta mengeluarkan lidahnya. Perhatikan adanya gerakan ritmis bolak-balik yang tidak bertujuan. Dapat disertai bunyi gerakan lidah. Dapat dijumpai pada degenerasi olivosereblar. d. Menjulurkan lidah Pasien diminta mengeluarkan lidahnya secara lurus. Pada kelumpuhan unilateral lidah tidak dapat dikeluarkan secara lurus, tetapi menyimpang ke sisi yang lumpuh karena terdorong oleh otot yang sehat. Bila kelumpuhan sentral lidah tersebut masih dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri. Sedangkan pada kelumpuhan perifer lidah tetap menyimpang ke sisi yang lumpuh dan tak dapat bergerak ke sisi yang sehat. e. Kekuatan lidah Penderita disuruh menekankan lidahnya ke salah satu pipi. Kemudian pemeriksa melakukan pelpasi dari luar. Lalu kita nilai kekuatannya (bisa tidak menahan desakan tangan pemeriksa). f. Trofi otot lidah Pada kelumpuhan perifer, atrofi otot lebih cepat terjadi, tidak tampak lumpuh, tipis dan berkeringat. Sedangkan pada kelumpuhan sentral atrofi otot tidak tampak (yang unilateral). g. Fasikulasi lidah Ialah kedutan otot yang timbul secara cepat tetapi sejenak. Merupakan kontraksi otot setempat yang halus dan spontan

18 F. Contoh Kasus Kasus 1 : Ibu R berumur 47 tahun datang ke poliklinik saraf dengan keluhan kelemahan keempat anggota gerak. Pada awalnya 20 hari yang lalu dia merasa nyeri boyok tak menjalar diikuti dengan rasa gringgingen dan kelemahan di kedua telapak kaki, kemudian naik ke betis sampai paha. Tiga hari kemudian, dia merasa kelemahan pada kedua telapak tangan, dan sulit untuk memegang gelas, diikuti kelemahan tangan dan lengan. Dua hari sebelum masuk rumah sakit os merasa kesulitan bicara, bicara pelo, dan perot serta mata kanan tidak bisa menutup dengan rapat. Pada hari masuk rumah sakit keluhan menetap, tidak sesak nafas, BAB dan BAK normal. Satu minggu sebelumnya dia pergi berobat ke RSUD Wirosaban dan mondok, tetapi karena tidak ada perbaikan dia pulang. Pada pemeriksaan didapatkan sensibilitas menurun minimal, arefleks, dan pada pemeriksaan CSF kadar protein meningkat. Kasus 2 : Penderita laki-laki, umur 47 tahun dengan keluhan Utama: Jalan lambat dan kaku.riwayatnya sejak 5 tahun sebelum masuk rumah sakit, penderita mulai merasa anggota geraknya kaku. Penderita menduga hal ini karena kelelahan, sehingga dipijatkan pada tukang pijat dan merasa agak membaik. Namun makin lama rasa kaku makin sering terasa dan semakin memberat. Tiga tahun kemudian kedua tangan bergetar-getar, terutama bila sedang beristirahat, tapi menghilang bila digerak-gerakkan. Kemudian terasa kesemutan pada kedua sisi anggota gerak. Cara berjalan penderita mulai tidak normal, terasa lamban dan kaku, penderita tak tahan berjalan jauh, dan kesulitan bila memakai sepatu atau sandal. Penderita mulai sulit mengancingkan baju dan menyisir rambutnya., serta tulisannya menjadi jelek.

BAB 11 KELUMPUHAN OTOT WAJAH

BAB 11 KELUMPUHAN OTOT WAJAH BAB 11 KELUMPUHAN OTOT WAJAH A. Tujuan pembelajaran 1. Melaksanakan anamnesis pada pasien Bell's kelumpuhan otot wajah. 1. Menerangkan mekanisme terjadinya kelumpuhan otot wajah. 2. Membedakan klasifikasi

Lebih terperinci

STATUS BAGIAN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

STATUS BAGIAN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG STATUS BAGIAN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG NAMA DOKTER MUDA : NO BP : PERIODE SIKLUS : NAMA DPJP : IDENTITAS PASIEN NAMA : STATUS PERKAWINAN : UMUR/TGL LAHIR : NEGERI ASAL :

Lebih terperinci

BAB III ILUSTRASI KASUS

BAB III ILUSTRASI KASUS BAB III ILUSTRASI KASUS IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. G MR : 010486 Umur : 45 th Pekerjaan : Buruh angkat dan sopir Suku Bangsa : Minang Alamat : simp. Rumbio ANAMNESA KELUHAN UTAMA Nyeri pinggang sejak

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN FISIK SYARAF

PEMERIKSAAN FISIK SYARAF PEMERIKSAAN FISIK SYARAF. PEMERIKSAAN NERVUS KRANIALIS. PEMERIKSAAN FUNGSI MOTORIK DAN CEREBELLUM 3. PEMERIKSAAN REFLEK FISIOLOGIS 4. PEMERIKSAAN REFLEK PATHOLOGIS 5. TEST RANGSANG MENINGEAL DISUSUN OLEH

Lebih terperinci

REFERAT SINDROM MILLARD GUBLER

REFERAT SINDROM MILLARD GUBLER REFERAT SINDROM MILLARD GUBLER NAMA PEMBIMBING : Dr. Edi Prasetyo, Sp.S DISUSUN OLEH Adib Wahyudi (1102010005) Andhika Dwianto (1102010019) Arif Gusaseano (1102010033) Dianta Afina (1102010075) Gwendry

Lebih terperinci

Pemeriksaan Neurologis : Fungsi Nervus Cranialis

Pemeriksaan Neurologis : Fungsi Nervus Cranialis Pemeriksaan Neurologis : Fungsi Cranialis Cara pemeriksaan nervus cranialis : N.I : olfaktorius (daya penciuman) : pasien memejamkan mata, disuruh membedakan yang dirasakan (kopi, tembakau,alkohol, dll)

Lebih terperinci

BAB 3 PENURUNAN KESADARAN

BAB 3 PENURUNAN KESADARAN BAB 3 PENURUNAN KESADARAN A. Tujuan pembelajaran 1. Melaksanakan anamnesis atau aloanamnesis pada pasien penurunan kesadaran. 2. Menerangkan mekanisme terjadinya penurunan kesadaran. 3. Membedakan klasifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan karakter atau cirikas dari orang satu dan orang lainya. Isi hati

BAB I PENDAHULUAN. menentukan karakter atau cirikas dari orang satu dan orang lainya. Isi hati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wajah merupakan salah satu anggota tubuh kita yang dapat menentukan karakter atau cirikas dari orang satu dan orang lainya. Isi hati seseorang dapat dilihat

Lebih terperinci

Sistem motorik mengurus pergerakan Rangkaian neuron-neuron dan otot : - Upper motor neuron (UMN) - Lower motor neuron (LMN) - Sambungan saraf otot

Sistem motorik mengurus pergerakan Rangkaian neuron-neuron dan otot : - Upper motor neuron (UMN) - Lower motor neuron (LMN) - Sambungan saraf otot KELUMPUHAN Sistem motorik mengurus pergerakan Rangkaian neuron-neuron dan otot : - Upper motor neuron (UMN) - Lower motor neuron (LMN) - Sambungan saraf otot - Otot 1 U M N : - Sistem piramidalis - Sistem

Lebih terperinci

THT CHECKLIST PX.TELINGA

THT CHECKLIST PX.TELINGA THT CHECKLIST PX.TELINGA 2 Menyiapkan alat: lampu kepala, spekulum telinga, otoskop 3 Mencuci tangan dengan benar 4 Memakai lampu kepala dengan benar, menyesuaikan besar lingkaran lampu dengan kepala,

Lebih terperinci

BAB III CARA PEMERIKSAAN

BAB III CARA PEMERIKSAAN BAB III CARA PEMERIKSAAN A. Daftar keterampilan yang harus dikuasai 1. Pemeriksaan ketajaman penglihatan/visus 2. Pemeriksaan posisi dan gerakan bola mata 3. Pemeriksaan lapang pandangan secara konfrontasi

Lebih terperinci

Otak dan Saraf Kranial. By : Dyan & Aulia

Otak dan Saraf Kranial. By : Dyan & Aulia Otak dan Saraf Kranial By : Dyan & Aulia Struktur Otak Otak Tengah (Mesencephalon) Otak (Encephalon) Otak Depan (Proencephalon) Otak Belakang (Rhombencephalon) Pons Serebellum Medulla Oblongata Medula

Lebih terperinci

Definisi Bell s palsy

Definisi Bell s palsy Definisi Bell s palsy Bell s palsy adalah penyakit yang menyerang syaraf otak yg ketujuh (nervus fasialis) sehingga penderita tidak dapat mengontrol otot-otot wajah di sisi yg terkena. Penderita yang terkena

Lebih terperinci

Trauma Lahir. dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009

Trauma Lahir. dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009 Trauma Lahir dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009 Jenis trauma lahir 1. Trauma lahir pada kepala Ekstrakranial Intrakranial 2. Trauma Medulla Spinalis 3. Trauma

Lebih terperinci

GEJALA DAN TANDA DINI STROKE. Harsono

GEJALA DAN TANDA DINI STROKE. Harsono GEJALA DAN TANDA DINI STROKE Harsono VARIASI FUNGSI OTAK Fungsi motorik Fungsi indera Fungsi autonomi Fungsi keseimbangan/koordinasi/sinkronisasi Fungsi kesadaran Fungsi luhur. FUNGSI MOTORIK Gerakan

Lebih terperinci

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar.

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar. Pengertian Sistem saraf adalah sistem yang mengatur dan mengendalikan semua kegiatan aktivitas tubuh kita seperti berjalan, menggerakkan tangan, mengunyah makanan dan lainnya. Sistem Saraf tersusun dari

Lebih terperinci

Lampiran 1 Meningkatkan Refleks Menelan melalui Latihan Vokal pada klien Stroke Non Hemoragik a. Latar belakang

Lampiran 1 Meningkatkan Refleks Menelan melalui Latihan Vokal pada klien Stroke Non Hemoragik a. Latar belakang Lampiran 1 Meningkatkan Refleks Menelan melalui Latihan Vokal pada klien Stroke Non Hemoragik a. Latar belakang Masalah yang sering muncul pada pasien stroke yaitu menurunnya kemampuan bicara dan ekspresi

Lebih terperinci

Tujuan Praktikum Menentukan ketajaman penglihatan dan bitnik buta, serta memeriksa buta warna

Tujuan Praktikum Menentukan ketajaman penglihatan dan bitnik buta, serta memeriksa buta warna BAB IV SISTEM INDERA A. PEMERIKSAAN PENGLIHATAN Tujuan Praktikum Menentukan ketajaman penglihatan dan bitnik buta, serta memeriksa buta warna Dasar teori Mata merupakan organ sensorik yang kompleks, yang

Lebih terperinci

11/29/2013 PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU

11/29/2013 PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENGINDERAAN PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU BEBERAPA KESAN TIMBUL DARI LUAR YANG MENCAKUP PENGLIHATAN, PENDENGARAN,

Lebih terperinci

CARPAL TUNNEL SYNDROME

CARPAL TUNNEL SYNDROME CARPAL TUNNEL SYNDROME Disusun Oleh : Yusprasi Kasim 1102110109 Pembimbing : Dr. dr. Nadra Maricar, Sp. S FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2015 Laporan Kasus IDENTITAS PASIEN Nama

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI 1. GCS 2. Tanda Rangsang Meningeal 3. Pemeriksaan Nervus Kranial 4. Pemeriksaan Sensorik 5. Pemeriksaan Motorik 6. Pemeriksaan Otonom 7. Pemeriksaan Keseimbangan GCS Mata (E):

Lebih terperinci

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA Sendi adalah hubungan antara dua tulang. Sendi temporomandibula merupakan artikulasi antara tulang temporal dan mandibula, dimana sendi TMJ didukung oleh 3 : 1. Prosesus

Lebih terperinci

Definisi Vertigo. Penyebab vertigo

Definisi Vertigo. Penyebab vertigo Definisi Vertigo Vertigo adalah perasaan yang abnormal mengenai adanya gerakan penderita terhadap lingkungan sekitarnya atau lingkungan sekitar terhadap penderita, dengan gambaran tiba-tiba semua terasa

Lebih terperinci

NERVUS OPTIKUS. Ari Budiono, S. Ked. Disusun oleh : Fakultas Kedokteran Universitas Riau RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Pekanbaru, Riau 2008

NERVUS OPTIKUS. Ari Budiono, S. Ked. Disusun oleh : Fakultas Kedokteran Universitas Riau RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Pekanbaru, Riau 2008 NERVUS OPTIKUS Disusun oleh : Ari Budiono, S. Ked Fakultas Kedokteran Universitas Riau RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Pekanbaru, Riau 2008 Avaliable in : Files of DrsMed FK UNRI (Http://yayanakhyar.wordpress.com)

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN NEUROLOGI

PEMERIKSAAN NEUROLOGI PEMERIKSAAN NEUROLOGI Diah Kurnia Mirawati*, FX. Sutejo Widjojo*, Suroto*, Agus Sudomo*, Oemar Sri Hartanto*, Risono*, RAj Sri Wulandari**, Suyatmi Ψ TUJUAN PEMBELAJARAN Buku Pedoman Keterampilan Klinis

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN NEUROLOGI

PEMERIKSAAN NEUROLOGI LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS Buku Pedoman Keterampilan Klinis PEMERIKSAAN NEUROLOGI Untuk Semester 3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2017 i Buku Pedoman Keterampilan Klinis

Lebih terperinci

Log-book Kegiatan Praktik Keperawatan Intensif I

Log-book Kegiatan Praktik Keperawatan Intensif I Log-book Kegiatan Praktik Keperawatan Intensif I Hari/tanggal : Ruangan : Tindakan Keperawatan / prosedur : Pemeriksaan Fisik Saraf A. Deskripsi tindakan 1. Identitas klien : 2. Diagnosa Medis : Stroke

Lebih terperinci

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI KOMUNITAS

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI KOMUNITAS Lampiran 1 FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI KOMUNITAS I. BIODATA IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. A Jenis Kelamin : Laki - laki Umur : 50 tahun Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam Pendidikan : SMA Pekerjaan

Lebih terperinci

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM TRAUMA MUKA DAN HIDUNG DEPT. THT FK USU / RSHAM PENDAHULUAN Hidung sering fraktur Fraktur tulang rawan septum sering tidak diketahui / diagnosis hematom septum Pemeriksaan dapat dilakukan dengan palpasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendeteksi secara dini disfungsi tumbuh kembang anak. satunya adalah cerebral palsy. Cerebral palsy menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendeteksi secara dini disfungsi tumbuh kembang anak. satunya adalah cerebral palsy. Cerebral palsy menggambarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan masyarakat merupakan persoalan bersama yang harus menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat. Salah satu bagian dari program kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

Carpal tunnel syndrome

Carpal tunnel syndrome Carpal tunnel syndrome I. Definisi Carpal tunnel syndrome adalah keadaan nervus medianus tertekan di daerah pergelangan tangan sehingga menimbulkan rasa nyeri, parestesia, dan kelelahan otot tangan. Tempat

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN FISIK MATA. Dody Novrial

PEMERIKSAAN FISIK MATA. Dody Novrial PEMERIKSAAN FISIK MATA Dody Novrial A. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah menyelesaikan modul pemeriksaan fisik mata, mahasiswa diharapkan mampu : 1. Melakukan pemeriksaan tajam penglihatan (visus) 2. Melakukan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL I. DEFINISI Pelayanan pada tahap terminal adalah pelayanan yang diberikan

Lebih terperinci

Pengkajian Sistem Penglihatan Mula Tarigan, SKp. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Pengkajian Sistem Penglihatan Mula Tarigan, SKp. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Pengkajian Sistem Penglihatan Mula Tarigan, SKp. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Apa yang dikaji? RIWAYAT KESEHATAN PEMERIKSAAN FISIK PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Lebih terperinci

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan PANCA INDERA Pengelihatan 1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan (tembus cahaya) yang disebut

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN FISIK (PHYSICAL ASSESMENT) Ulfatul Latifah, SKM

PEMERIKSAAN FISIK (PHYSICAL ASSESMENT) Ulfatul Latifah, SKM PEMERIKSAAN FISIK (PHYSICAL ASSESMENT) Ulfatul Latifah, SKM Pemeriksaan Fisik Merupakan pemeriksaan tubuh pasien secara keseluruhan/hanya bagian tertentu yang dianggap penting oleh tenaga kesehatan Tujuan

Lebih terperinci

BAB 4 PUSING BERPUTAR

BAB 4 PUSING BERPUTAR BAB 4 PUSING BERPUTAR A. Tujuan pembelajaran 1. Melaksanakan anamnesis pada pasien dengan gangguan pusing berputar 2. Menerangkan mekanisme terjadinya dengan gangguan pusing berputar. 3. Membedakan klasifikasi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. celah di antara kedua sisi kanan dan kiri dari bibir. Kadang kala malah lebih luas,

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. celah di antara kedua sisi kanan dan kiri dari bibir. Kadang kala malah lebih luas, BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Labioshizchis atau lebih dikenal dengan bibir sumbing ini merupakan kelainan bawaan yang timbul saat pembentukan janin yang menyebabkan adanya celah di antara kedua

Lebih terperinci

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat melakukan gerakan meluncur dan rotasi pada saat mandibula berfungsi. Sendi ini dibentuk oleh kondilus mandibula

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda. Berdasarkan data dilapangan, angka kejadian stroke meningkat secara

Lebih terperinci

FISIK DIAGNOSTIK THT Dody Novrial

FISIK DIAGNOSTIK THT Dody Novrial FISIK DIAGNOSTIK THT Dody Novrial A. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah menjalani praktikum fisik diagnostik kepala leher, mahasiswa diharapkan mampu : 1. Melakukan pemeriksaan fisik telinga dengan benar 2. Melakukan

Lebih terperinci

Bab 10 NYERI. A. Tujuan pembelajaran

Bab 10 NYERI. A. Tujuan pembelajaran Bab 10 NYERI A. Tujuan pembelajaran 1. Melaksanakan anamnesis pada pasien dengan nyeri. 2. Menerangkan mekanisme terjadinya dengan nyeri. 3. Membedakan klasifikasi dengan nyeri. 4. Menjelaskan etiologi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perut terisi makanan lambung diperintah untuk mencerna

PENDAHULUAN. Perut terisi makanan lambung diperintah untuk mencerna SISTEM SENSORIK PENDAHULUAN Sistem sensorik memungkinkan kita merasakan dunia Bertindak sebagai sistem peringatan Nyeri indikasi menghindari rangsangan yang membahayakan Mengetahui apa yang terjadi dalam

Lebih terperinci

Pemeriksaan Sistem Saraf Otonom dan Sistem Koordinasi. Oleh : Retno Tri Palupi Dokter Pembimbing Klinik : dr. Murgyanto Sp.S

Pemeriksaan Sistem Saraf Otonom dan Sistem Koordinasi. Oleh : Retno Tri Palupi Dokter Pembimbing Klinik : dr. Murgyanto Sp.S Pemeriksaan Sistem Saraf Otonom dan Sistem Koordinasi Oleh : Retno Tri Palupi Dokter Pembimbing Klinik : dr. Murgyanto Sp.S PEMERIKSAAN FISIK ANAMNESIS PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSIS Anamnesis Keluhan

Lebih terperinci

Jari-jari yang lain bersandar pada dahi dan pipi pasien. Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang kornea bergantian

Jari-jari yang lain bersandar pada dahi dan pipi pasien. Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang kornea bergantian Tonometri digital palpasi Merupakan pengukuran tekanan bola mata dengan jari pemeriksa Alat : jari telunjuk kedua tangan pemeriksa Teknik : Mata ditutup Pandangan kedua mata menghadap kebawah Jari-jari

Lebih terperinci

BAB X ISOMETRIK. Otot-otot Wajah terdiri dari :

BAB X ISOMETRIK. Otot-otot Wajah terdiri dari : 116 BAB X ISOMETRIK Otot-otot Wajah terdiri dari : 1. Occopito Froratalis : otot-otot pada tulang dahi yang lebar yang berfungsi membentuk tengkorak kepala bagian belakang 2. Temporalis : otot-otot di

Lebih terperinci

GANGGUAN KESADARAN PADA EPILEPSI. Pendahuluan

GANGGUAN KESADARAN PADA EPILEPSI. Pendahuluan GANGGUAN KESADARAN PADA EPILEPSI Pendahuluan Epilepsy dapat menyebabkan gangguan kesadaran yang transient mulai dari gannguan kesiagaan ringan sampai hilangnya kesadaran. hal ini disebabkan terdapatnya

Lebih terperinci

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN. Saya dr. Azwita Effrina Hasibuan, saat ini sedang menjalani Program

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN. Saya dr. Azwita Effrina Hasibuan, saat ini sedang menjalani Program LAMPIRAN 1 LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Selamat pagi Bapak/Ibu Yth, Saya dr. Azwita Effrina Hasibuan, saat ini sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Saraf di FK USU

Lebih terperinci

Gangguan Neuromuskular

Gangguan Neuromuskular Bab 9 Gangguan Neuromuskular Oleh: Dr. dr. Zairin Noor Helmi, Sp.OT(K)., M.M., FISC. Tujuan Pembelajaran Setelah menyelesaikan bab ini, pembaca/peserta didik diharapkan mampu: mendeskripsikan konsep palsi

Lebih terperinci

Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap

Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap Tugas Paper Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap Aditya Hayu 020610151 Departemen Prostodonsia Universitas Airlangga - Surabaya 2011 1 I. Sebelum melakukan penetapan gigit hendaknya perlu

Lebih terperinci

ALAT ALAT INDERA, ALAT PERNAPASAN MANUSIA, DAN JARINGAN TUMBUHAN

ALAT ALAT INDERA, ALAT PERNAPASAN MANUSIA, DAN JARINGAN TUMBUHAN ALAT ALAT INDERA, ALAT PERNAPASAN MANUSIA, DAN JARINGAN TUMBUHAN Kompetensi yang hendak dicapai: Siswa dapat memahami bagian tubuh manusia dan hewan, menjelaskan fungsinya, serta mampu mengidentifikasi

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN MATA I. Tujuan Pembelajaran

PEMERIKSAAN MATA I. Tujuan Pembelajaran PEMERIKSAAN MATA Senyum Indrakila *, Raharjo Kuntoyo *, Djoko Susianto *, Kurnia Rosyida *, Retno Widiati *, Naziya *, Dian Ariningrum **. I. Tujuan Pembelajaran : Setelah mempelajari keterampilan Pemeriksaan

Lebih terperinci

GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA

GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan. 1 Terdapat

Lebih terperinci

Tujuan Praktikum Mempelajari letak reseptor rasa panas, dingin, raba dan tekan di kulit serta memeriksa kemampuan pengenalan/diskriminasi benda.

Tujuan Praktikum Mempelajari letak reseptor rasa panas, dingin, raba dan tekan di kulit serta memeriksa kemampuan pengenalan/diskriminasi benda. C. SENSORIK UMUM (sistem sensorik somatis) dan REFLEKS SENSORIK UMUM (sistem sensorik somatis) Tujuan Praktikum Mempelajari letak reseptor rasa panas, dingin, raba dan tekan di kulit serta memeriksa kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Kesehatan optimal

Lebih terperinci

Fungsi nervus trokhlearis Fourth Nerve Palsy ( FNP ) Lesi setingkat nukleus

Fungsi nervus trokhlearis Fourth Nerve Palsy ( FNP ) Lesi setingkat nukleus Nervus trochlearis sangat unik karena serabut sarafnya yang berjalan ke dorsal akan menyilang garis tengah sebelum keluar ke brainstem, akibatnya lesi setinggi nukleus akan bersifat kontralateral sedangkan

Lebih terperinci

biologi SET 17 SISTEM SARAF DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. PEMBAGIAN SUSUNAN SARAF

biologi SET 17 SISTEM SARAF DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. PEMBAGIAN SUSUNAN SARAF 17 MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL biologi SET 17 SISTEM SARAF Segala aktivitas tubuh manusia dikoordinasi oleh sistem saraf dan sistem hormon (endokrin). Sistem saraf bekerja atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan merupakan bagian yang terpenting dalam menjaga kelangsungan hidup seseorang. Jika seseorang sedang tidak dalam kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UU

Lebih terperinci

BAB 2 NYERI KEPALA. B. Pertanyaan dan persiapan dokter muda

BAB 2 NYERI KEPALA. B. Pertanyaan dan persiapan dokter muda BAB 2 NYERI KEPALA A. Tujuan pembelajaran Dokter muda mampu : 1. Melaksanakan anamnesis pada pasien nyeri kepala. 2. Mengidentifikasi tanda dan gejala nyeri kepala. 3. Mengklasifikasikan nyeri kepala.

Lebih terperinci

Pusat Hiperked dan KK

Pusat Hiperked dan KK Pusat Hiperked dan KK 1. Gangguan pernafasan (sumbatan jalan nafas, menghisap asap/gas beracun, kelemahan atau kekejangan otot pernafasan). 2. Gangguan kesadaran (gegar/memar otak, sengatan matahari langsung,

Lebih terperinci

PARALISIS BELL. Pendahuluan

PARALISIS BELL. Pendahuluan PARALISIS BELL Pendahuluan Paralisis Bell (Bell's palsy) atau prosoplegia adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer, terjadi secara akut, dan penyebabnya tidak diketahui atau tidak menyertai penyakit lain

Lebih terperinci

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) :

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) : Sindrom Kanalis Cubitalis (Cubital Tunnel Syndrome) Kesemutan atau baal biasanya terjadi di jari manis. Atau terjadi di wilayah saraf ulnaris. Gejalanya seperti sindrom ulnaris. Baal biasanya terjadi tidak

Lebih terperinci

Tumor Otak Aspek Klinis

Tumor Otak Aspek Klinis Tumor Otak Aspek Klinis Syaiful Saanin SMF Bedah Saraf RSUP Dr. M. Djamil http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery Diagnosis Klinis 1. Dapatkan informasi klinis : Riwayat dan pemeriksaan fisik 2. Lokalisir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Pada bagian anterior saluran pernafasan terdapat

Lebih terperinci

Dilakukan. Komponen STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK PEMIJATAN BAYI

Dilakukan. Komponen STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK PEMIJATAN BAYI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK PEMIJATAN BAYI Komponen Ya Dilakukan Tidak Pengertian Gerakan/sentuhan yang diberikan pada bayi setiap hari selama 15 menit, untuk memacu sistem sirkulasi bayi dan denyut

Lebih terperinci

Sistem Saraf Tepi (perifer)

Sistem Saraf Tepi (perifer) SISTIM SYARAF TEPI Sistem Saraf Tepi (perifer) Sistem saraf tepi berfungsi menghubungkan sistem saraf pusat dengan organ-organ tubuh Berdasarkan arah impuls, saraf tepi terbagi menjadi: - Sistem saraf

Lebih terperinci

Topografi: Letak gangguan di otak Etiologi: Penyebab dan saat terjadinya gangguan

Topografi: Letak gangguan di otak Etiologi: Penyebab dan saat terjadinya gangguan Cerebral Palsy Assessment Assessment Cerebral Palsy Gangguan motorik UMN atau LMN? Keterlambatan perkembangan motorik atau CP? Fungsional: Kemampuan dan keterbatasan fungsi motorik Topografi: Letak gangguan

Lebih terperinci

ANATOMI PAYUDARA DAN FISIOLOGIS PAYUDARA PADA PROSES LAKTASI

ANATOMI PAYUDARA DAN FISIOLOGIS PAYUDARA PADA PROSES LAKTASI ANATOMI PAYUDARA DAN FISIOLOGIS PAYUDARA PADA PROSES LAKTASI PROSES LAKTASI DAN MENYUSUI : Anatomi dan fisiologis laktasi, Manfaat ASI Lengkap, Komposisi ASI A. Pengertian laktasi Laktasi adalah keseluruhan

Lebih terperinci

DIAGNOSIS STROKE HEMORAGIK DENGAN ALGORITMA STROKE GAJAH MADA

DIAGNOSIS STROKE HEMORAGIK DENGAN ALGORITMA STROKE GAJAH MADA DIAGNOSIS STROKE HEMORAGIK DENGAN ALGORITMA STROKE GAJAH MADA Dibuat oleh: Indah Widyasmara,Modifikasi terakhir pada Mon 23 of Aug, 2010 [00:17 UTC] ABSTRAK stroke adalah gangguan fungsional otak yang

Lebih terperinci

Teksbook reading. Tessa Rulianty (Hal 71-80)

Teksbook reading. Tessa Rulianty (Hal 71-80) Teksbook reading Tessa Rulianty (Hal 71-80) Tes ini sama dengan tes job dimana lengan diputar ke arah yang berlawanan. Jika terdapat nyeri dan pasien mengalami kesulitan mengatur posisi mengindikasikan

Lebih terperinci

PENGUKURAN FISIOLOGI. Mohamad Sugiarmin

PENGUKURAN FISIOLOGI. Mohamad Sugiarmin PENGUKURAN FISIOLOGI Mohamad Sugiarmin PENGATAR PENJELASAN SILABI LINGKUP PERKULIAHAN TUGAS PRAKTEK EVALUASI Indera dan Pengukurannya Pengukuran indera ada dua cara 1. Menurut Bentuk a. Indera khusus terutama

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka DAFTAR ISI Definisi 2 Traktus Spinotalamikus Anterior 2 Traktus Spinotalamikus Lateral 4 Daftar Pustaka 8 1 A. Definisi Traktus Spinotalamikus adalah traktus yang menghubungkan antara reseptor tekanan,

Lebih terperinci

Sistem Saraf. Dr. Hernadi Hermanus

Sistem Saraf. Dr. Hernadi Hermanus Sistem Saraf Dr. Hernadi Hermanus Neuron Neuron adalah unit dasar sistem saraf. Neuron terdiri dari sel saraf dan seratnya. Sel saraf memiliki variasi dalam bentuk dan ukurannya. Setiap sel saraf terdiri

Lebih terperinci

O P T I K dan REFRAKSI. SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

O P T I K dan REFRAKSI. SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER O P T I K dan REFRAKSI SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER SINAR MATA (Organ Penglihatan) KORNEA + 43 D B M D Media optik PUPIL LENSA + 20 D MEDIA REFRAKSI BADAN

Lebih terperinci

I. BIODATA IDENTITAS PASIEN. Jenis Kelamin : Laki - laki. Status Perkawinan : Menikah

I. BIODATA IDENTITAS PASIEN. Jenis Kelamin : Laki - laki. Status Perkawinan : Menikah PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN USU Lampiran 1 FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI KOMUNITAS I. BIODATA IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. A Jenis Kelamin : Laki - laki Umur : 50 tahun Status Perkawinan

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN

LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama Umur Negeri asal Suku Agama Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat : A : 6 tahun : Jambi : Minang : Islam : Laki-laki : Pelajar : Sungai Penuh, Jambi Seorang pasien anak laki-laki,

Lebih terperinci

INDERA PENGLIHATAN (MATA)

INDERA PENGLIHATAN (MATA) M INDERA PENGLIHATAN (MATA) ata manusia secara keseluruhan berbentuk seperti bola sehingga sering disebut bola mata. Media penglihatan terdiri dari kornea, aquous humor (terletak antara kornea dan lensa),

Lebih terperinci

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat trauma dan sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Eropa, Amerika dan Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering

Lebih terperinci

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENGINDERAAN

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENGINDERAAN ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENGINDERAAN PENGINDERAAN ADALAH ORGANORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU BEBERAPA KESAN TIMBUL DARI LUAR YANG MENCAKUP PENGLIHATAN, PENDENGARAN,

Lebih terperinci

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Oleh : Agus Triyono, M.Kes Pengertian Kedaruratan medis adalah keadaan non trauma atau disebut juga kasus medis. Seseorang dengan kedarutan medis dapat juga terjadi cedera.

Lebih terperinci

BAHASAN SEKITARNYA YANG MERUPAKAN DASAR ADANYA GERAK DARI GERAK SISTEM OTOT TULANG TUBUH FUNGSIONAL LOKAL / KESELURUHAN

BAHASAN SEKITARNYA YANG MERUPAKAN DASAR ADANYA GERAK DARI GERAK SISTEM OTOT TULANG TUBUH FUNGSIONAL LOKAL / KESELURUHAN HAMBATAN MOTORIK BAHASAN 1. SISTEM OTOT TULANG, SENDI DAN OTOT SEKITARNYA YANG MERUPAKAN DASAR ADANYA GERAK 2. SISTEM OTOT SARAF : MENGENDALIKAN FUNGSI DARI GERAK SISTEM OTOT TULANG 3. SISTEM OTOT, TULANG,

Lebih terperinci

ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA

ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA Secara garis besar anatomi mata dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, dan untuk ringkasnya fisiologi mata akan diuraikan secara terpadu. Keempat kelompok ini terdiri dari:

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Mata a. Pengertian Mata adalah salah satu organ tubuh vital manusia. Oleh karena itu, kita harus selalu menjaga dan mencegah hal-hal yang dapat merusak mata

Lebih terperinci

Manifestasi Klinis a. b. c. d. Asuhan Keperawatan Pengkajian

Manifestasi Klinis a. b. c. d. Asuhan Keperawatan Pengkajian Manifestasi Klinis a. Nyeri akut pada belakang leher yang menyebar sepanjang saraf yang terkena b. Paraplegi c. Tingkat neurologis: - Paralisis sensorik dan motorik total di bawah tingkat neurologis -

Lebih terperinci

1. Bagian sel saraf yang membungkus akson dan berfungsi sebagai isolator adalah

1. Bagian sel saraf yang membungkus akson dan berfungsi sebagai isolator adalah 1. Bagian sel saraf yang membungkus akson dan berfungsi sebagai isolator adalah A. Selaput mielin B. Sel schwann C. Nodus ranvier D. Inti sel Schwann E. Tidak ada jawaban yang benar Jawaban : A Selaput

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Buruk Kebiasaan adalah suatu tindakan berulang yang dilakukan secara otomatis atau spontan. Perilaku ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan sebagian besar selesai

Lebih terperinci

CHECKLIST ANAMNESIS KASUS NYERI KEPALA

CHECKLIST ANAMNESIS KASUS NYERI KEPALA CHECKLIST ANAMNESIS KASUS NYERI KEPALA No. Aspek yang Dinilai Contoh/Parameter 1. Mengucap salam...assalamualaikum wr wb... 2. Memperkenalkan diri dan membina sambung rasa...perkenalkan saya Andi saya

Lebih terperinci

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN 1 HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN Hubungan rahang disebut juga dengan relasi vertikal/dimensi vertikal. Pengertian relasi vertikal : Jarak vertikal rahang atas dan rahang bawah

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN Lampiran 1 LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN Judul penelitian : Efektifitas pengkajian metode NIHSS dan ESS dalam membuat diagnosa keperawatan pada pasien stroke berat fase akut di RSUP Fatmawati Jakarta Peneliti

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan seorang dokter gigi untuk mengenali anatomi normal rongga mulut, sehingga jika ditemukan

Lebih terperinci

TUTORIAL KLINIK. : dr. Hj. Tri Wahyuliati, Sp.S, M.Kes Tanggal Periksa : 26 Desember 2015

TUTORIAL KLINIK. : dr. Hj. Tri Wahyuliati, Sp.S, M.Kes Tanggal Periksa : 26 Desember 2015 TUTORIAL KLINIK IDENTITAS PASIEN IDENTITAS MAHASISWA Nama : Ny. S Nama : Asteria Hapsari Jenis Kelamin : Perempuan NIM : 20100310064 Umur : 64 tahun Stase : Saraf Alamat : Sentolo, Kulonprogo Perceptor

Lebih terperinci

TEMPLATE OSCE STATION

TEMPLATE OSCE STATION TEMPLATE OSCE STATION 1. Nomor station Tidak perlu diisi 2. Judul station neurology 3. Waktu yang dibutuhkan 15 menit 4. Tujuan station Menilai anamnesis, pemeriksaan fisik dasar neurologis, menentukan

Lebih terperinci

IDENTITAS RIWAYAT PENYAKIT

IDENTITAS RIWAYAT PENYAKIT : Tn. Andi Jenis Kelamin : Laki laki : 53 Tahun : PNS Dinas Perijinan Kota Pendidikan Terakhir : S1 Ekonomi Status Pernikahan : Menikah Keluhan utama : Ingin memeriksa ulang tekanan darah Perjalanan Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan mempunyai makna upaya-upaya dan pemberian layanan agar

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan mempunyai makna upaya-upaya dan pemberian layanan agar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penanganan mempunyai makna upaya-upaya dan pemberian layanan agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Pemberian layanan agar anak dapat tumbuh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian sangat dibutuhkan karena bertujuan untuk memecahkan suatu masalah yang diteliti tersebut, agar apa yang diharapkan dapat tercapai. Metode yang digunakan dalam

Lebih terperinci

Sistem saraf. Kurnia Eka Wijayanti

Sistem saraf. Kurnia Eka Wijayanti Sistem saraf Kurnia Eka Wijayanti Sistem saraf SSP SST Otak Medula spinalis Saraf somatik Saraf Otonom Batang otak Otak kecil Otak besar Diencephalon Mesencephalon Pons Varolii Medulla Oblongata Saraf

Lebih terperinci

CATATAN PERKEMBANGAN. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

CATATAN PERKEMBANGAN. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan LAMPIRAN CATATAN PERKEMBANGAN Implementasi dan Evaluasi Keperawatan No.Dx Hari,tanggal Implementasi Keperawatan Evaluasi (SOAP) Pukul 1. Kamis, 21 Mei Pain management S : klien mengatakan Nyeri 2015 (Manajemen

Lebih terperinci