RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN PEMETAAN PERATURAN DAERAH DAN POTENSI DAMPAKNYA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI JAWA TENGAH
|
|
- Ridwan Hermawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN PEMETAAN PERATURAN DAERAH DAN POTENSI DAMPAKNYA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI JAWA TENGAH. Latar Belakang Keluarnya UU No. 22 tahun 999 tentang pemerintahan daerah serta UU No.25 Tahun 999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat yang kemudian disempurnakan dengan UU No. 32 dan UU No.33 Tahun 2004 menandai era baru penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Era baru penyelenggaraan pemerintahan yang memberikan kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan dan mengembangkan ekonomi sesuai dengan kekhasan lokal yang dimilikinya. Setelah berjalan hampir lima tahun sejak efektif dilaksanakan pada tahun 200, otonomi daerah sejauh ini lebih diterjemahkan oleh pemerintah daerah untuk menggali potensi-potensi penerimaan daerah. Implementasi otonomi daerah banyak dimaknai sebagai upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam pengertian jangka pendek. Oleh karena itu, banyak sekali peraturan-peraturan daerah (perda) dikeluarkan oleh pemerintah daerah hanya untuk meningkatkan PAD, terutama perda pajak dan retribusi daerah yang seringkali mengabaikan prisip-prinsip dan dasr filosofi pajak dan retribusi. Yang kemudian banyak terjadi adalah perbenturan antar perda perang perda baik antara satu perda dengan perda lainnya, perda suatu daerah dengan daerah lainnya, perda daerah dengan perda provinsi. Keberadaan berbagai macam perda, terutama perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru tidak kondusif bagi aktivitas investasi dan ekonomi daerah serta kontraproduktif terhadap tujuan otonomi daerah dalam mengembangkan kemadirian perekonomian. Berbagai pajak, retribusi dan berbagai pungutan yang seringkali tumpang tindih dan banyak membebani pelaku ekonomi menyebabkan ketidakpastian bagi iklim investasi di daerah. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mengenai faktor yang mempengaruhi daya tarik investasi daerah, faktor kepastian hukum menempati urutan pertama (39 persen), faktor perda (25 persen), faktor aparatur (22 persen) serta faktor keuangan daerah (4 persen). Apabila faktor-faktor tersebut dijabarkan dalam indikator yang lebih spesifik, keberadaan perdaperda bermasalah diindikasikan sebagai faktor yang paling banyak mempengaruhi daya tarik investasi statu daerah. Berdasarkan survei KPPOD, Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang kondusif bagi investasi (dengan Kota Semarang pada urutan pertama dan Kabupaten Tegal pada urutan keempat). Meskipun Demikian, investasi tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan. Ada beberapa persoalan mendasar yang patut diperhatikan. Pertama, perlu adanya pemahaman bersama bahwa kemandirian kabupaten/ kota hanya bisa dibangun secara kuat kalau kabupaten/ kota tersebut berbasis pada kekuatan ekonomi yang bersifat sustain. Kedua, sesuai dengan survei KPPOD, berkaitan dengan kepastian peraturan dan pelaksanaannya. Ketiga, perlu 22
2 kajian Perda secara komprehensif. Identifikasi terhadap Perda-perda yang tidak konsisten, overlapping maupun yang terlalu banyak. Dengan melihat bahwa Jawa Tengah dianggap sebagai provinsi yang proinvestasi di satu sisi, akan tetapi investasi tidak juga menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan dan melihat keberadaan perdaperda yang justru diperkirakan menghambat pertumbuhan ekonomi, studi pemetaan perda beserta potensinya dalam menghambat perekonomian daerah menjadi urgen untuk dilakukan. Penelitian ini akan mengidentifikasi perda-perda yang memiliki potensi menghambat investasi dan perekonomian. 2. Tujuan Penelitian Dan Lingkup Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:. Mengidentifikasi dan menganalisis Perda-perda yang telah diterbitkan oleh pemerintah kabupaten/kota yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah 2. Memformulasikan alternatif penyelesaian masalah dan rekomendasi kebijakan atas Perda-perda yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi tersebut 3. Metode Penelitian 3.. Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang berkaitan dengan persepsi para stakeholder mengenai perda-perda yang berkaitan dengan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Data primer diperoleh dengan melalukan interview maupun FGD dengan pihak-pihak terkait. Data sekunder adalah dokumen perda yang diterbitkan oleh Kabupaten/ Kota pasca otonomi daerah (tahun 200) sampai entri perda terakhir. Dan data PAD kabupaten, perkembangan kredit investasi Sampel Objek penelitian studi ini mencakup perda yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah setelah otonomi daerah (Perda tahun 200 dan setelahnya). Sedangkan, Kabupaten/ Kota yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah 4 Kabupaten/ Kota, yaitu 5 Kabupaten/ Kota yang memiliki rata-rata pertumbuhan tinggi selama , 5 Kabupaten/ Kota yang memiliki rata-rata pertumbuhan terendah selama dan 4 Kabupaten/ Kota yang pro investasi tahun Kabupaten/ kota tersebut adalah; () Kab. Cilacap, (2) Kota Tegal, (3) Kota Surakarta, (4) Kab. Brebes, (5) Kab. Tegal, (6) Kota Semarang, (7) Kab. Purbalingga, (8) Kab. Sragen, (9) Kab. Kudus, (0) Kab. Kebumen, () Kab. Wonogiri, (2) Kab. Batang, (3) Kab. Banjarnegara dan (4) Kab. Wonosobo. 23
3 3.3. TEKNIK ANALISIS GAMBAR 2 TEKNIK ANALISIS ANALISI PERDA di 4 Kab/Kota 7 Kriteria Perda yang Kondusif Terhadap Iklim Usaha. Kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 2. Akibat terhadap lalu lintas distribusi barang dan jasa baik yang bersifat tarif maupun non tarif 3. Mengakibatkan pungutan berganda dengan pajak pusat dan pajak daerah lainnya. 4. Besaran tarif berada dalam batas kewajaran sehingga tidak mengakibatkan ekonomi biaya tinggi. 5. Unsur diskriminatf. 6. Kepastian standar pelayanan. 7. Regulasi/keharusan kemitraan dengan pengusaha lokal. Matrik Perda OUTPUT. Peta Perda bermasalah. 2. Jalur Pengaruh Regulasi (Perda) Pertumbuhan Ekonomi. Interview/FGD: Pemprov, Pemda/Pemkot, Kadid Provinsi/Kab/Kota 4. HASIL PENELITIAN 4.. ANALISIS DISTRIBUSI SAMPEL Secara keseluruhan perda yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 73 perda dari 4 kabupaten/ kota, yang terdiri dari kategori perda retribusi sebesar 66,47 persen, kategori perda pajak 2,97 persen, kategori perda perijinan 9,25 persen dan kategori perda lainnya sebesar 2,3 persen. 24
4 TABEL 2 REKAPITULASI DISTRIBUSI SAMPEL PERDA MENURUT KATEGORI DAN KABUPATEN/KOTA No Kabupaten Kategori Perda Pajak Retribusi Perizinan Lainnya Jumlah Kab. Cilacap Kab. Purbalingga Kab. Banjarnegara Kab. Kebumen Kab. Wonosobo Kab. Wonogiri Kab. Sragen Kota Tegal Kab. Tegal Kab. Brebes Kab. Kudus 9-2 Kab. Batang Kota Semarang Kota Surakarta JUMLAH Sumber: Data Sekunder, diolah: Perda Pajak Daerah Dari sampel Perda yang diambil dari 4 Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah, diperoleh jenis perda pajak. Hal ini berarti terdapat 4 jenis pajak yang diatur dalam perda, tidak secara eksplisit termasuk dalam jenis Perda menurut ketentuan pasal 2 ayat 2 UU Nomor 34 Tahun Kesebelas jenis pajak daerah tersebut terdistribusi di kabupaten/kota sedangkan 3 kabupaten lainnya, yaitu Kabupaten Purbalingga, Kota Tegal, Kabupaten Wonogiri, tidak menerbitkan perda tentang pajak daerah yang menjadi sampel dalam penelitian ini. TABEL 3 JENIS PAJAK DALAM PERDA SAMPEL No. Jenis Pajak Keterangan Pajak Hotel Tercantum 2 Pajak Restoran Tercantum 3 Pajak Hiburan Tercantum 4 Pajak Reklame Tercantum 5 Pajak Penerangan jalan Tercantum 6 Pajak Pengambilan Bahan Galian gol. C Tercantum 7 Pajak Parkir Tercantum 8 Pajak Televisi Tidak tercantum 9 Pajak Pemanfaaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. Tidak tercantum (Termasuk pajak Provinsi) 0 Pajak atas Jasa Kepelabuhanan Tidak tercantum Pajak Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Tidak tercantum 25
5 GAMBAR 3 DISTRIBUSI PERDA SAMPEL TENTANG PAJAK DAERAH MENURUT JENIS PAJAK Pengelolaan & pengusahaan sarang burung Jasa kepelabuhanan Pemanfaatan air bawah tanah Televisi Parkir Pengambilan bahan galian golongan C Penerangan jalan Reklame Hiburan Restoran Hotel GAMBAR 4 REKAPITULASI PERDA TENTANG PAJAK DAERAH Kab. Kudus Kab. Sragen Kab. Wonosobo Kab. Wonogiri Kab. Kebumen Kota Semarang Kab. Batang Kab. Tegal Kab. Brebes Kota Surakarta Kota Tegal Kab. Purbalingga Kab. Banjarnegara Kab. Cilacap
6 Perda Retribusi Daerah Keseluruhan perda retribusi yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 5 perda, yang terdiri dari perda retribusi perijinan tertentu (69 perda - 60 persen), Perda retribusi jasa umum (2 Perda - 0 persen) dan Perda retribusi jasa usaha (34 Perda - 30 persen). Proporsi sampel Perda retribusi tersebut paling banyak adalah Perda Kabupaten Kebumen (8 Perda - 5,65 persen), Kabupaten Cilacap (4 Perda - 2,7 persen) dan Kabupaten Banjarnegara dan Kota Tegal (masing-masing Perda - 9,57 persen). GAMBAR 5 DISTRIBUSI SAMPEL PERDA RETRIBUSI MENURUT GOLONGAN RETRIBUSI Retribusi Jasa Umum 0% Retribusi Perijinan Tertentu 60% Retribusi Jasa Usaha 30% No. Kabupaten TABEL 4 PERDA TENTANG RETRIBUSI DAERAH MENURUT GOLONGAN RETRIBUSI DAN KABUPATEN/KOTA Jasa Umum Jumlah dan Proporsi (%) Jasa Usaha Jasa Usaha Retribusi Jumlah Persentase (%) Kab. Cilacap Kab. Banjarnegara Kab. Purbalingga Kota Tegal Kota Surakarta Kab. Brebes Kab. Tegal Kab. Batang Kota Semarang Kab. Kebumen Kab. Wonogiri Kab. Wonosobo Kab. Sragen Kab. Kudus JUMLAH
7 Perda Perizinan Pada beberapa daerah yang menjadi fokus penelitian, ditemukan perda yang mengatur tentang perijinan. Digolongkan ke dalam perda perijinan karena perda ini tidak mengkategorikan perijinan sebagai retribusi, meskipun beberapa kabupaten/kota mencantumkan jenis-jenis perijinan ini ke dalam retribusi perijinan. Pada Perda yang dikategorikan ke dalam Perda perijinan ini meskipun ditemukan ketentuan mengenai biaya perijinan, namun tidak ditemukan nama, obyek, subyek, dan golongan retribusi. Meskipun demikian beberapa Perda tentang perijinan tersebut, mencantumkan UU Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak daerah dan retribusi daerah sebagai salah satu payung hukumnya. Perda Lainnya Perda yang dimasukkan ke dalam kategori ini adalah yang bukan perda pajak dan atau retribusi dan juga tidak masuk dalam kategori perijinan. Namun demikian keberadaan Perda ini, dinilai mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan iklim investasi. Dari keseluruhan sampel Perda hanya ditemukan empat Perda yang masik kategori Perda lainnya. Keempat Perda tersebut adalah Perda pada kabupaten Cilacap, Kabupaten Brebes, kabupaten Tegal dan kabupaten Wonosobo Temuan Beberapa temuan dari penelitian ini adalah. Temuan berkaitan dengan kriteria Kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi a. Banyak perda yang mengatur mengenai pajak dan retribusi daerah yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam perundang-undangan di atasnya. Meskipun dalam perundang-undangan yang menjadi payung hukumya memungkinkan bagi daerah untuk menetapkan pajak/retribusidaerah selain yang telah ditetapkan dalam UU No. 34 tahun 2000 b. Dalam beberapa perda ditemukan ketidaksesuaian prinsip dan sasaran retribusi, terutama retribusi perijinan tertentu. c. Beberapa perda belum mengacu pada peraturan perundang-undangan yang terbaru sehingga secara yuridis perlu disesuaiakan 2. Temuan berkaitan dengan kriteria efek terhadap lalu lintas distribusi barang dan jasa baik yang bersifat tarif maupun non tarif. Secara umum tidak ditemukan permasalahan yang menyebabkan hambatan terhadap distribusi barang dari perda-perda yang dikaji dalam penelitian ini. Potensi hambatan terhadap distribusi barang muncul karena adanya peraturan yang secara langsung mangatur lalu lintas transportasi dan menyebabkan hambatan terhadap distribusi barang. 3. Temuan berkaitan dengan kriteria pungutan berganda dengan pajak pusat dan pajak daerah lainnya a. Pungutan berganda terjadi bila suatu pungutan (baik pajak maupun retribusi) dikenakan pada satu objek yang sama. Secara umum, potensi pungutan berganda terjadi terutama berganda dengan pajak-pajak yang menjadi kewenangan pemerintah pusat (PPn, PPh, PBB). Sementara, potensi pungutan berganda dengan sesama perda kabupaten/ kota yang bersangkutan kecil karena tidak mungkin pemerintah daerah membuat perda (dokumen legal) pajak/ retribusi dengan objek yang sama. Meskipun demikian, 28
8 yang banyak terjadi adalah adanya beban yang berlipat-lipat yang harus ditanggung oleh pelaku usaha sebagai subjek. Berbagai macam pungutan (baik retribusi, pajak, maupun pungutan lainnya) yang ditarik dalam waktu persamaan dapat memberatkan pelaku usaha. b. Terdapat perda-perda yang tumpang-tindih terutama perda yang mengatur tentang retribusi daerah. Dikatakan tumpang tindih karena terdapat pungutan yang lebih dari satu kali pada objek yang sama. Hal ini bisa menciptakan ekonomi biaya tinggi 4. Temuan berkaitan dengan kriteria besaran tarif. Terdapat perda-perda yang dasar penentuan pungutannya tidak jelas. Misalnya dalam penentuan koefisien indeks bangunan dalam IMB, atau penentuan tarif izin usaha yang besarnya didasarkan atas besarnya skal usaha. Hal ini tidak sesuai prinsip dan sasaran dalam menentukan besarnya tarif. Perda demikian selain diskriminatif juga akan menciptakan ekonomi biaya tinggi 5. Temuan berkaitan dengan kriteria unsur diskriminatif. Dasar filosfi pengenaan retribusi adalah pembayaran atas pelayanan pemerintah yang bersifat langsung, maka orientasinya adalah pelayanan. Oleh karena itu, retribusi tidak boleh diskriminatif dan mempunyai dasar yang jelas dan konsisten, serta jelas pula standar pelayanannya. Dalam studi ini banyak ditemui pungutan retribusi yang diskriminatif terutama berkaitan dengan retribusi perijinan tertentu akibat besarnya tarif tidak mencerminkan prinsip dan sasaran yang ditetapkan dalam PP 66 tahun Temuan berkaitan dengan kriteria kepastian standar pelayanan. Secara umum seluruh perda yang dikaji terutama perda perijinan tertentu tidak menentukan standar pelayanan minimum (SPM) dan sudah barang tentu tidak menyebutkan sanksi apapun jika SPM tersebut tidak dipenuhi. Berapa jangka waktu ijin keluar tidak ditemukan dalam perda-perda perijinan. 7. Pengusaha kebanyakan tidak mengetahui perda-perda mana yang menghambat investasi, kecuali perdaperda yang berkaitan dengan kepentingan mereka. Adanya berbagai masalah tersebut, akan menciptakan ketidakpastian pemaknaan terhadap aturan, ketidakpastian interpretasi dan ketidakpastian implementasi. Muaranya, ketidakpastian tersebut akan mencipatakan peluang-peluang yang sifatnya negosiatif dalam pelayanan dan pungutan. Sementara ketidakpastian pelayanan juga akan berakibat lambatnya respons pengusaha atas peluang investasi dan pasar yang tersedia. Dengan demikian jelas pula kiranya, ketidakpastian ini akan menciptakan biaya-biaya tinggi berupa pengeluaran yang tidak pasti jumlah dan besarnya, dan yang lebih penting lagi dari sisi pengusaha adalah opportunity cost yang hilang karena keterlambatan respon atas peluang pasar yang ada. (Merupakan executive summary hasil penelitian Kantor Bank Indonesia Semarang bekerjasama dengan LSKE Fakultas Ekonomi UNDIP Semarang) 29
BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara atau wilayah di berbagai belahan dunia pasti melakukan kegiatan pembangunan ekonomi, dimana kegiatan pembangunan tersebut bertujuan untuk mencapai social
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu
Lebih terperinciKAJIAN PERATURAN DAERAH DALAM PENINGKATAN INVESTASI DI KOTA SEMARANG
Riptek, Vol.3, No.2, Tahun 2009, Hal.: 27 39 KAJIAN PERATURAN DAERAH DALAM PENINGKATAN INVESTASI DI KOTA SEMARANG Djoko Santoso *), Nunik Kusnilawati *), Hardhani Widhiastuti *), Iswoyo *) Abstrak Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik pada tahun 2001 telah menimbulkan dampak dan pengaruh yang signifikan bagi Indonesia (Triastuti
Lebih terperinciPAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com
PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com DASAR HUKUM Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Dirubah dengan Undang-Undang
Lebih terperinciLaporan Sintesis Hasil Review 353 Perda * (Tim Peneliti KPPOD) **
Laporan Sintesis Hasil Review 353 Perda * (Tim Peneliti KPPOD) ** BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang P elaksanaan Otonomi Daerah telah memasuki tahun kedua. UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru dengan dikeluarkannya Undangundang No.22 tahun 1999 dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berasal dari wajib pajak yang berdasarkan peraturan perundangan mempunyai. kewajiban untuk membayar pajak kepada pemerintah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu sumber utama penerimaan negara yang berguna untuk mendanai berbagai kegiatan di pemerintahan. Pajak bahkan memiliki peran penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor P3 dan Bea Meterai.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia salah satu penerimaan negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan pembangunan nasional serta bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, desentralisasi
Lebih terperinciBAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH
BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan masalah yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang
Lebih terperinciANALISIS EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO
ANALISIS EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dijalankannya otonomi daerah merupakan salah satu bentuk dari desentralisasi pemerintahan. Otonomi daerah merupakan hak yang diperoleh dari pemerintah pusat, dan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara. Hasil dari pembayaran pajak kemudian digunakan untuk pembiayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan iuran wajib masyarakat kepada kas negara yang diatur sesuai undang- undang. Pemungutan pajak dapat dipaksakan oleh setiap warga negara. Hasil dari pembayaran
Lebih terperinciKeterangan Pers POKOK-POKOK PENGATURAN UNDANG-UNDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
Keterangan Pers POKOK-POKOK PENGATURAN UNDANG-UNDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH Pada hari ini tanggal 18 Agustus 2009, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyetujui dan mengesahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan berlakunya Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi yang berarti pemerintah daerah dapat mengurus keuangannya
Lebih terperinciBAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi
BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hasil Regresi Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaruh PAD dan DAU terhadap pertumbuhan ekonomi dan bagaimana perbandingan pengaruh kedua variabel tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Industrialisasi pada negara sedang berkembang sangat diperlukan agar dapat tumbuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam upaya pelaksanaan pembangunan nasional, hal yang paling penting adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan pengeluaran pemerintah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas pada kemampuan keuangan daerah. Artinya daerah harus memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber
Lebih terperinci2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat. Kesejahteraan kehidupan masyarakat dapat dicapai jika pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah yang bersangkutan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah membawa perubahan dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, Undangundang tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian kewenangan otonomi daerah dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana pemerintah daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan barang dan jasa yang kita konsumsi sehari-haripun dikenai pajak. Hal tersebut dikarenakan Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah dalam keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur penting dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendapatan asli daerah merupakan salah satu faktor yang penting dalam pelaksanaan roda pemerintahan suatu daerah yang berdasar pada prinsip otonomi yang nyata, luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk
1. 1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dengan diberlakukannya Otonomi Daerah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang mensejahterakan rakyat dapat dilihat dari tercukupinya
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Indonesia `merupakan salah satu negara yang sedang berkembang yang akan selalu melakukan pembangunan nasional guna mensejahterahkan rakyatnya. Pembangunan yang mensejahterakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multi dimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga-lembaga sosial. Perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih
BAB I PENDAHULUAN` 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah di Indonesia mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah menetapkan Undang- Undang (UU)
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang terdiri dari : dapat dipaksakan untuk keperluan APBD.
BAB IV PEMBAHASAN 4.1. PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang terdiri dari : 1. Laba Usaha Daerah Adalah keuntungan yang diperoleh oleh daerah yang bergerak dibidang usaha barang maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. penyelenggaraan pemerintah daerah. Berlakunya Undang-Undang Nomor 32
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menerapkan peraturan mengenai pemerintah daerah yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang penyelenggaraan pemerintah daerah. Berlakunya
Lebih terperinciKontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kabupaten Jember
Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kabupaten Jember Khoirul Ifa STIE Widya Gama Lumajang khoirul_ifa@yahoo.co.id Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, penyelenggaraan pemerintah daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan di belahan dunia. Bahkan banyak negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah di Indonesia berdasarkan atas asas otonomi daerah dimana pembangunan mengacu pada kondisi dan situasi wilayah yang bersangkutan, sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah masalah perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era desentralisasi fiskal seperti sekarang ini, fungsi dan peran pajak sebagai salah satu sumber penerimaan negara sangatlah penting. Sejalan dengan otonomi daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan umum pada Undang-Undang. Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah kewenangan dan kewajiban setiap daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
Lebih terperinciBAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perlu terus dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir dan Konsep Penelitian 3.1.1 Kerangka Berpikir Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang perlu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi jangka panjang. Dari satu periode ke periode berikutnya kemampuan suatu negara untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemandirian keuangan daerah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemandirian keuangan daerah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dapat diartikan sebagai kemampuan pemerintah daerah dalam melakukan pembiayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang bertujuan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak daerah merupakan sumber pendapatan yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk mendukung pelaksanaan otonomi
Lebih terperinciKEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH
KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH TARGET INDIKATOR LKPD YANG OPINI WTP Dalam Perpres No 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019 telah ditetapkan prioritas nasional pencapaian
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S --
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Letak dan Luas Wilayah Jawa Tengah terletak di antara 108 30 B.T -- 111 30 B.T dan 6 30 L.S -- 8 30 L.S. Propinsi ini terletak di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disediakan oleh pemerintah dan dikelola oleh pemerintah. Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retribusi adalah pembayaran dari penduduk kepada Negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh Negara bagi penduduknya secara perorangan. 1 Sementara itu menurut
Lebih terperinciTIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal
LP2KD Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kabupaten Kendal TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL TAHUN 2012 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah
Lebih terperinciANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER
Jurnal STIE SEMARANG VOL 9 No. 1 Edisi Februari 2017 ( ISSN : 2085-5656) ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, memiliki tujuan untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,
PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR : 43 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 788 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH
Lebih terperinciPAJAK AIR TANAH PERDA KABUPATEN MUNA NO. 3 TAHUN PAJAK AIR TANAH
PAJAK AIR TANAH PERDA KABUPATEN MUNA NO. 3 TAHUN 2011 2011 PAJAK AIR TANAH ABSTRAK : Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (2) huruf h Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Efektivitas 1. Pengertian Efektivitas Hidayat (1986) menjelaskan bahwa: Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan
Lebih terperinciBOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK PENERAPAN ONE STOP SERVICE (OSS) TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI JAWA TENGAH
BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK PENERAPAN ONE STOP SERVICE (OSS) TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI JAWA TENGAH Sejak UU Otonomi Daerah diberlakukan tahun 1999, pemerintah daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri. yang sesuai denganperaturan perundang-undangan. Oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah kewenangan yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengurus rumah tangga daerah serta pengelolaan sumber daya yang dimiliki dengan potensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi.
BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Dimasa pergantian era reformasi pembangunan manusia merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh pemerintah di Indonesia, bahkan tidak hanya di Indonesia di negara-negara
Lebih terperinciPRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH
No. 56/08/33 Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 167,79 RIBU TON, CABAI RAWIT SEBESAR 107,95 RIBU TON,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia dianggap sebagai titik sentral dalam proses pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan dikendalikan oleh sumber
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Peta Provinsi Jawa Tengah Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 2. Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK A. Gambaran Umum Objek/Subjek Penelitian 1. Batas Administrasi. Gambar 4.1: Peta Wilayah Jawa Tengah Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua
Lebih terperinciBAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG
BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG 3.1 Tinjauan Teori 3.1.1 Landasan Teori Landasan teori yang digunakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kementrian Dalam Negeri (2013) dalam konteks pengembangan ekonomi suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam upaya menggali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional, guna mewujudkan cita-cita
Lebih terperinciPRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013
No. 50/08/33/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 145,04 RIBU TON, CABAI RAWIT 85,36 RIBU TON, DAN BAWANG
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan dengan otonomi daerah yang mulai direalisasikan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem pemerintahan dengan otonomi daerah yang mulai direalisasikan secara serentak sejak 1 Januari 2001 telah membawa perubahan dalam tatanan kehidupan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 56 TAHUN 201256 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH
Lebih terperinciKajian Perda Provinsi Bali Tentang Bagi Hasil Pajak Provinsi kepada Kab./Kota
Kajian Perda Provinsi Bali Tentang Bagi Hasil Pajak Provinsi kepada Kab./Kota Pengantar K ebijakan perimbangan keuangan, sebagai bagian dari skema desentralisasi fiskal, memiliki paling kurang dua target
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rakyat dan pemerintah di daerah adalah dalam bidang public service
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuntutan perubahan sering ditujukan kepada aparatur pemerintah menyangkut pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat. Satu hal yang hingga saat ini seringkali
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang dinamakan dengan nawacita.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah sebagai pengatur dan pembuat kebijakan telah memberi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah sebagai pengatur dan pembuat kebijakan telah memberi kewenangan setiap daerah untuk mengatur dan menciptakan perekonomiannya sendiri sehingga diharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi tempat pusat pemerintahan. Dahulunya pemerintahan pusat harus mengurusi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lahirnya pemikiran untuk melakukan suatu perubahan sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi dalam rangka memberikan harapan
Lebih terperinciEVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH
EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH Rapat Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Penanganan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, 9 Februari 2016 Kemiskinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kesatuan, Indonesia mempunyai fungsi dalam membangun masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Dengan
Lebih terperinciJURNAL SKRIPSI EVALUASI POTENSI PENDAPATAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI
JURNAL SKRIPSI EVALUASI POTENSI PENDAPATAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Lebih terperinciKajian 4 Rancangan Peraturan Nagari/Desa Kasang di Kabupaten Padang Pariaman
Kajian 4 Rancangan Peraturan Nagari/Desa Kasang di Kabupaten Padang Pariaman Pengantar K eberadaan Desa dalam UU No. 32 Tahun 2004 dan PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa diakui sebagai satu kesatuan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemandirian pembangunan diperlukan baik tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Hal ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 telah mengatur tentang pemerintahan provinsi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 telah mengatur tentang pemerintahan provinsi, kabupaten/kota untuk mengatur sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan pembantuan.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan.
BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, kontribusi penelitian, batasan penelitian, proses penelitian
Lebih terperinciBADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH KONSOLIDASI LUMBUNG PANGAN MASYARAKAT TAHUN 2015
BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH KONSOLIDASI LUMBUNG PANGAN MASYARAKAT TAHUN 2015 1 2 (a) PADA TAHUN 2008 BANK DUNIA MEMPERINGATKAN BAHWA CADANGAN PANGAN INDONESIA BERADA DALAM TITIK TERENDAH
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Heteroskedastisitas Berdasarkan uji Park, nilai probabilitas dari semua variabel independen tidak signifikan pada tingkat 5%. Keadaan ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan suatu fenomena yang menarik dalam kehidupan masyarakat dan negara. Saati ini pajak bukan lagi merupakan sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nyata dan bertanggung jawab. Sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 pasal 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah merupakan suatu langkah pembangunan ekonomi nasional yang bertujuan memberikan kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat di daerah.
Lebih terperinciANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN NASKAH PUBLIKASI
ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN 1990-2010 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program. Pembangunan Nasional , bahwa program penataan pengelolaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan Undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional 2000-2004, bahwa program penataan pengelolaan keuangan daerah ditujukan untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1999 telah menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai
Lebih terperinciMACHDANIYATUL AZIZAH B
PENGARUH KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PAD DALAM MENDUKUNG OTONOMI DAERAH KABUPATEN KLATEN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar
Lebih terperinciPROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t
PROVINSI JAWA TENGAH Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Pembangunan ekonomi bertujuan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyatnya, melalui pembangunan sektoral dengan perencanaan pembangunan yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh Pendapatan..., Fani, Fakultas Ekonomi 2015
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan suatu daerah dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinci