HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN TINGKAT SOSIAL EKONOMI DENGAN PENGGUNAAN IUD DI WILAYAH KERJA PUSKESMASKONANG KABUPATENBANGKALAN PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN TINGKAT SOSIAL EKONOMI DENGAN PENGGUNAAN IUD DI WILAYAH KERJA PUSKESMASKONANG KABUPATENBANGKALAN PENELITIAN"

Transkripsi

1 1 HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN TINGKAT SOSIAL EKONOMI DENGAN PENGGUNAAN IUD DI WILAYAH KERJA PUSKESMASKONANG KABUPATENBANGKALAN PENELITIAN Oleh: NOVI ANGGRAENI ERLINA DWI DAYANTI AKADEMI KEBIDANAN NGUDIA HUSADA MADURA 2013

2 2 THE CORRELATION OF EDUCATION LEVEL AND SOCIOECONOMIC LEVEL AND THE USE OF IUD IN PUSKESMAS KONANG BANGKALAN ABSTRAC The IUD contraception method is an effective contraception that has lower side effect and has minimal complication due to the long term use. This contraception method has reversible character which is mean that this contraception is the fastest contraception method to restore the women s fertility. In fact, the IUD is rarely used because the women tend to chose the hormonal contraception (e.g. pill, injection, implant). The purpose of this study is to know the correlation between education level and socioeconomic level and the use of IUD. This study used analytical d and cross sectional method. The population is all KB acceptors in Puskesmas Konang, as number by 336 acceptors. The number of sample is 84 KB acceptors. Probability sampling and cluster sampling are used on sample collection. The independent variables are education level and socioeconomic level while the dependent variable is the use of IUD. Data collection on this study used questionnaire which is processed using cross tabs. The result of the research shows that respondents with lower education choose non IUD contraception, as number by 96,1% and those who are in lower socioeconomic level choose non IUD contraception, as number by 97,9%. It is hoped that the women could achieve more knowledge and more information according to contraception so that the choose of the contraception will be more suitable to the indication. Keyword: education level, socioeconomic level, the use of IUD

3 3 HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN TINGKAT SOSIAL EKONOMI DENGAN PENGGUNAAN IUD DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KONANG KABUPATEN BANGKALAN ABSTRAK Metode kontrasepsi IUD (Intra Uterin Device) merupakan alat kontrasepsi yang efektif dengan efek samping rendah dan komplikasi minimal untuk penggunaan jangka waktu lama dan alat kontrasepsi ini membawa sifat reversible yang artinya paling cepat mengembalikan kesuburan. Pada kenyataannya kontrsepsi IUD ini masih jarang digunakan, masyarakat lebih cenderung menggunakan kontrasepsi hormonal (pil, suntik, implant). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan penggunaan IUD dan hubungan antara tingkat sosial ekonomi dengan penggunaan IUD. Desain penelitian yang digunakan adalah analitik, sedangkan dilihat waktu penelitian desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Populasi adalah seluruh akseptor KB di Wilayah kerja Puskesmas Konang sebanyak 336 akseptor, jumlah sampel sebanyak 84 akseptor KB dimana cara pengambilan sampel menggunakan probability sampling dengan tehnik pengambilan sampel secara cluster sampling. Variabel independennya adalah tingkat pendidikan dan tingkat sosial ekonomi, sedangkan variable dependennya adalah penggunaan IUD. Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang diolah dengan menggunakan cross tabs. Hasil penelitian menyebutkan bahwa responden dengan tingkat pendidikan dasar memilih kontrasepsi non IUD sebanyak 96,1%, dan sosial ekonomi kelas bawah cenderung memilih kontrasepsi non IUD sebanyak 97,9%. Diharapkan Masyarakat dapat memperoleh pengetahuan dan informasi tentang kontrasepsi sehingga didalam pemilihan alat kontrasepsi akan lebih sesuai dengan indikasinya. Kata Kunci : Tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, penggunaan IUD

4 4 KATA PENGANTAR Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT karena dengan limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian dengan judul Hubungan Tingkat Pendidikan dan Sosial Ekonomi dengan Penggunaan IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Konang Kabupaten Bangkalan. Karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk memenuhi bentuk pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi di Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura. Selanjutnya ucapan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kami sampaikan kepada : 1. Mustofa Haris, S. Kp., M. Kes., selaku Ketua Yayasan Ngudia Husada Madura Bangkalan. 2. Misnayar SE. MM. Kes., selaku Kepala Puskesmas Konang Kabupaten Bangkalan yang telah berkenan memberikan izin untuk dilakukan penelitian Karya Tulis ilmiah. 3. Bapak dan Ibu dosen, serta seluruh staf Akademi Kebidanan Ngudia Husada Madura Bangkalan yang telah membantu sehingga penelitian ini terselesaikan dengan baik. Peneliti menyadari bahwa didalam penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna maka kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi peneliti sendiri khususnya serta bagi pembaca pada umumnya. Bangkalan, Desember 2013 Penulis

5 5 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii v vii xii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Identifikasi Penyebab Masalah Batasan Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Dasar Tingkat Pendidikan Pengertian Jenjang Pendidikan Jenis Pendidikan Konsep Dasar Sosial Ekonomi Pengertian Sosial Ekonomi Tingkat Ekonomi Faktor Yang Mempengaruhi Sosial Ekonomi Konsep Dasar IUD... 22

6 Pengertian IUD Jenis-Jenis IUD Cara Kerja IUD Persyaratan Pemakaian IUD Efektifitas IUD Keuntungan dan Kerugian IUD Indikasi dan Kontraindikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya IUD Efek Samping, Komplikasi, Penanganan Waktu Penggunaan IUD Petunjuk Bagi Klien Langkah Pemakaian IUD Kerangka Konseptual Hipotesa Penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN Desain Penelitian Kerangka Kerja Identifikasi Variabel Definisi Operasional Desain Sampling Populasi Besar Sampel Teknik Sampling Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan Data Pengolahan Data... 47

7 7 3.9 Etika Penelitian Lembar persetujuan menjadi responden Keterbatasan Tempat dan Waktu BAB 4 HASIL PENELITIAN Deskripsi Daerah Penelitian Data Geografi Data Demografi Data Umum Data Khusus BAB 5 PEMBAHASAN Gambaran Tingkat Pendidikan Gambaran Tingkat Sosial Ekonomi Gambaran Penggunaan IUD Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Penggunaan IUD Hubungan Tingkat sosial Ekonomi dengan Penggunaan IUD BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

8 8 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1 Identifikasi masalah... 5 Gambar 2.1 Kerangka konseptual Gambar 3.1 Kerangka kerja... 42

9 9 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Efek Samping, Komplikasi dan Penanganan Tabel Langkah-Langkah Pemasangan IUD Copper-T 380A Tabel 3.4 Definisi Operasional Tabel 4.1 Data frekuensi responden berdasarkan umur di Wilayah Kerja Puskesmas Konang Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Konang Tabel 4.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Konang Tabel 4.4 Distribusi frekuensi tingkat sosial ekonomi pada akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Konang Tabel 4.5 Distribusi frekuensi akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Konang Tabel 4.6 Distribusi silang antara tingkat pendidikan dengan penggunaan IUDdi Wilayah Kerja Puskesmas Konang Tabel 4.7 Distribusi silang antara tingkat sosial ekonomi dengan penggunaan IUDdiWilayah Kerja Puskesmas Konang... 57

10 10 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Lembar Permohonan Menjadi Responden Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 3 : Kuesioner Lampiran 4 : Hasil tabulasi data Lampiran 5: Analisa data

11 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AKDR (Alat Kontrsepsi Dalam Rahim) alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim yang sangat efektif, reversibel dan berjangka panjang, dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduktif (Handayani, 2010). AKDR (Alat Kontrsepsi Dalam Rahim) merupakan kontrasepsi yang terbaik bagi sebagian besar wanita, alat ini sangat efektif dan tidak perlu diingat setiap hari seperti halnya pil (Proverawati, 2010). Kontrasepsi dibedakan menjadi: kontrasepsi alamiah (senggama terputus, system kalender atau pantang berkala dan metode suhu basal, metode lendir servik) kontrasepsi mekanik (kondom, spermatisida, vaginal diagfragma) kontrasepsi hormonal (pil, suntik, implant) dan kontrasepsi sterilisasi (tubektomi, vasektomi) kontrasepsi non hormonal seperti IUD (Hanafi, 2004). Dari beberapa kontrasepsi diatas, pada umumnya masyarakat banyak menggunakan kontrasepsihormonal seperti: pil, suntik, implant dari pada non hormonal (IUD). Dalam teori menunjukan IUD lebih efektif dari pada kontrasepsi hormonal (Hartanto, 2004). Kondisi idealnya adalah masyarakat dapat mengetahui dan faham tentang kontrasepsi IUD serta masyarakat dapat menerima kontrasepsi IUD sebagai kontrasepsi yang aman dan efektif jika dibandingkan dengan kontrasepsi yang lain sehingga cakupan penggunaan kontrasepsi IUD akan

12 12 meningkat. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPPKB (Badan pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana) Kabupaten Bangkalan, jumlah sasaran akseptor KB akseptor, untuk metode kontrasepsi IUD 42,47%, MOW 25%, MOP 10%, kondom 94,29%, implant 81,06%, suntik 76,62%, pl 67,22%. Dari data diatas menunjukkan bahwa pemakaian kontrasepsi IUD di Konang menduduki 3 tingkatan terendah dibandingkan dengan kontrasepsi yang lainnya. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Puskesmas Konang dengan memberikan kuesioner pada 10 responden wanita usia subur didapatkan bahwa 3 rsponden menggunakan KB IUD dan 7 responden tidak menggunakan KB IUD. Dari hasil studi pendahuluan lanjut dihasilkan bahwa, 2 responden mengatakan merasa takut dengan KB IUD, 2 responden didapatkan pendidikannya rendah, dan 3 responden mengatakan biayanya mahal. Sebagian besar responden tersebut memilih KB suntik dan pil karena lebih murah, mudah, dan praktis jika dibandingkan dengan kontrasepsi IUD, dan mereka mengatakan malu dan takut karena prosedur pemasanganya harus membuka aurat jika menggunakan kontrasepsi IUD, biaya yang digunakan juga mahal dan sebagian responden tersebut tidak mengerti tentang kontrasepsi IUD. Dari data tersebut terlihat kontrasepsi IUD di Konang menduduki 3 tingkatan terendah dibandingkan dengan kontrasepsi yang lainnya. Faktor- faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan IUD antara lain: pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, persepsi, pengalaman, sosial ekonomi, sosial budaya, sikap, dan konseling. Hal tersebut disebabkan

13 13 karena pendidikan para wanita usia subur rendah atau kurang, makin tinggi pendidikan seseorang maka makn tinggi pula untuk berperan serta, wanita yang berpendidikan juga menginginkan keluarga berencana yang efektif, tetapi tidak rela untuk mengambil resiko yang terkait dengan sebagai metode kontrasepsi,sosial ekonomi disini juga memiliki peran penting karena berkaitan erat dengan kemampuan untuk membeli alat kontrasepsi yang digunakan (Handayani, 2010). Tinggi rendahnya status sosial ekonomi penduduk di Indonesia akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan program KB di Indonesia. Kemajuan program KB tidak bisa lepas dari tingkat ekonomi masyarakat karena berkaitan erat dengan kemampuan untuk membeli alat kontrasepsi yang digunakan (Handayani, 2010). Seseorang yang tidak menggunakan kontrasepsi (salah satunya IUD) memiliki dampak potensi lebih banyak terjadinya kehamilan ektopik dibandingkan akseptor yang menggunakan kontrasepsi IUD, kembalinya kesuburan pada akseptor yang tdak menggunakan IUD lebih lama jika dibandingkan dengan akseptor yang memakai IUD karena IUD bersifat reversible yang artinya paling cepat mengembalikan kesuburan (Handayani, 2010). Solusi untuk bisa lebih meningkatkan cakupan pemakaian alat kontrasepsi tersebut terdapat beberapa strategi di antaranya dengan memberikan konseling ataupun pemberian informasi mengenai kontrasepsi IUD secara teliti dan lengkap kepada masyarakat, bahkan pemenuhan sarana

14 14 dan prasarana kontrasepai di berbagai tempat pelayanan kesehatan harus dilengkapi lagi. Dengan berbagai upaya tersebut diharapkan masyarakat lebih meningkatkan kesadaran dan minatnya untuk menggunakan KB IUD. 1.2 Identifikasi Penyebab Masalah Berdasarkan masalah yang ditemukan dalam penelitian ini, dapat diuraikan kemungkinan penyebab rendahnya pencapaian target akeptor IUD. Faktor Internal 1. Pengetahuan 2.Persepsi 3.Motivasi 4.Sikap 5. Pendidikan Rendahnya pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim AKDR / IUD Faktor Eksternal 1.Sosial budaya 2.Sosial Ekonomi Gambar 1.1 Identifikasi Penyebab Masalah

15 Faktor Internal a. Faktor Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teoriyang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan juga dapat diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2002). Kurangnya pengetahuan pada calon akseptor sangat berpengaruh terhadap pemakaian kontrasepsi IUD, pengetahuan dari wanita yang kurang maka penggunaan kontrasepsi terutama IUD juga menurun (Proverawati, 2010). b. Faktor persepsi Persepsi mempunyai dua pengertian, yaitu menunjukkan kepada proses dan mengacu pada hasil proses itu sendiri. Persepsi bermula dari pengindraan, kemudian diolah kea lam pikiran dan berakhir dengan penafsiran (Notoatmodjo, 2003). Persepsi akseptor yang benar tentang pemakaian kontrasepsi IUD akan membentuk perilaku akseptor untuk memilih dan memakai alat kontrasepsi IUD. Adanya pandangan bahwa KB adalah urusan wanita atau istri (BKKBN, 2004). c. Faktor Motivasi Motivasi merupakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu sehingga seseorang mau dan akan melakukan sesuatu, di dalam diri seseorang yang akan diwujudkan

16 16 dalam bentuk tindakan atau kegiatan (Setiawati dan Dermawan 2008). Dengan demikian diperlukan motivasi yang dapat mendorong istri untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD terutama pada pasutri. d. Faktor Sikap Sikap merupakan penilaian penerimaan atau penolakan terhadap objek yang dihadapinya (Sunaryo, 2004). Sikap petugas dalam memberikan pelayanan kontrasepsi IUD sangat mempengaruhi pencapaian atau peningkatan cakupan kontrasepsi IUD sehingga usaha yang harus dilakukan adalah dengan meningkatkan mutu pelayanan klinis yaitu meningkatkan penampilan kerja dalam memberikan pelayanan yang aman dan berkualitas dengan cara meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan petugas dalam melaksanakan berbagai kegiatan seperti pemasangan dan pencabutan metode kontrasepsi IUD (Proverawati, 2010). e. Faktor Pendidikan Pendidikan merupakan segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo, 2003). Sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki oleh seseorang maka akan semakin berpengaruh dalam membantu untuk memilih alat kontrasepsi yang diinginkan, pendidikan pasangn suami istri yang rendah akan menyulitkan proses pengajaran dan pemberian informasi, sehingga pengetahuan tentang IUD juga terbatas (Proverawati, 2010).

17 Faktor Eksternal a. Sosial Budaya Sosial budaya merupakan kebudayaan diartikan sebagai kesatuan yang komplek yang mencangkup pengetahuan, kepercayaan anggota masyarakat ( Depkes RI, 2000). Faktor sosial budaya dapat mempengaruhi pasutri dalam pemilikan alat kontrasepsi (Handayani, 2010). b. Sosial ekonomi Sosial ekonomi mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi. Hal ini disebabkan karena untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi yang diperlukan akseptor harus menyediakan dana yang diperlukan (Proverawati, 2010). 1.3 Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka peneliti membatasi pada faktor tingkat pendidikan dan sosial ekonomi akseptor IUD di wilayah kerja Puskesmas Konang Kabupaten Bangkalan. 1.4 Rumusan Masalah Bagaimana gambaran tingkat pendidikan akseptor IUD di wilayah kerja Puskesmas Konang kabupaten Bangkalan? Bagaimana gambaran tingkat sosial ekonomi akseptor IUD di wilayah kerja Puskesmas Konang Kabupaten Bangkalan? Bagaimana gambaran penggunaan metode kontrasepsi IUD di wilayah kerja Puskesmas Konang Kabupaten Bangkalan?

18 Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemilihan kontrasepsi IUD di wilayah kerja Puskesmas Konang Kabupaten Bangkalan? Apakah ada hubungan antara sosial ekonomi dengan pemilihan kontrasepsi IUD di wilayah kerja Puskesmas Konang Kabupaten Bangkalan? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dan sosial ekonomi terhadap penggunaan kontrasepsi IUD di wilayah kerja Puskesmas Konang Kabupaten Bangkalan Tujuan Khusus 1) Mengidentifikasi gambaran tingkat pendidikan akseptor IUD di wilayah kerja Puskesmas Konang kabupaten Bangkalan. 2) Mengidentifikasi gambaran tingkat sosial ekonomi akseptor IUD di wilayah kerja Puskesmas Konang Kabupaten Bangkalan. 3) Mengidentifikasi gambaran penggunaan metode kontrasepsi IUD di wilayah kerja Puskesmas Konang Kabupaten Bangkalan. 4) Menganalisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemilihan kontrasepsi IUD di wilayah kerja Puskesmas Konang Kabupaten Bangkalan. 5) Menganalisis hubungan antara sosial ekonomi dengan pemilihan kontrasepsi IUD di wilayah kerja Puskesmas Konang Kabupaten Bangkalan.

19 Manfaat Penelitian Bagi Peneliti Memberikan tambahan pengetahuan tentang pengetahuan penelitian yang dilakukan tentang konrasepsi khususnya IUD dan sebagai acuan dalam memberikan pelayanan kebidanan di lahan praktek Bagi Institusi Kesehatan Dapat digunakan sebagai masukan bagi institusi terkait atau tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan KB pada masyarakat sehingga cakupan kontrasepsi efektif lebih meningkat Bagi Wanita Usia Subur Memberikan informasi dan menambah wawasan serta pengetahuan tentang alat kontrasepsi yang efektif dan sesuai dengan kondisi Bagi Institusi Pendidikan Bagi Institusi pendidikan khususnya program diploma akademik kebidanan Ngudia Husada Madura dapat bermanfaat sebagai pendidik dan konselor juga dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.

20 20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas tentang konsep dasar teori dan kerangka konseptual. Pertama akan dibahas tentang konsep dasar Pendidikan, kedua tentang konsep dasar sosial ekonomi, ketiga tentang konsep dasar kontrasepsi IUD, keempat tentang kerangka Konseptual. 2.1 Konsep Dasar Pendidikan Pengertian Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana unutk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Menurut UU NO.20 tahun 2003). Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah citacita tertentu (Nursalam, 2001). Pendidikan itu menuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. 11

21 21 Menurut Notoatmodjo (2003) dalam bukunya pendidikan dan perilaku kesehatan mengemukakan bahwa pendidikan dapat mempengaruhi seseoarang termasuk juga perilaku seseorang dalam pola hidup terutama dalam motivasi untuk berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki.. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Nurussalam, 2001) Jenjang Pendidikan Jenjang pendidikan tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang akan dikembangkan (Undang-Undang RI, 2003). Jenjang pendidikan tersebut diantaranya, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi. a. Pendidikan Dasar Pendidikan Dasar merupakan jenjang pendidikan yang dilandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat (Undang-Undang RI, 2003). b. Pendidikan Menengah Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar terdiri atas pendidikan Menengah Umum dan pendidikan Menengah Kejuruan. Pendidikan Menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA),

22 22 Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat (Undang-Undang RI, 2003). c. Pendidikan Tinggi Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setalah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, megister, spesialis, dan dokter yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi (Undang- Undang RI, 2003) Jenis Pendidikan Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu tujuan pendidikan (Undang-Undang RI, 2003). Yang terdiri dari: a. Pendidikan Umum Pendidikan Umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Undang-Undang RI, 2003). b. Pendidikan Kejuruan Pendidikan Kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu (Undang-Undang RI, 2003).

23 23 c. Pendidikan Akademik Pendidikan Akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu (Undang-Undang RI, 2003). d. Pendidikan Profesi Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus (Undang-Undang RI, 2003). e. Pendidikan Vokasi Pedidikan Vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memikliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana (Undang-Undang RI, 2003). f. Pendidikan Keagamaaan Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama atau menjadi ahli ilmu agama (Undang-Undang RI, 2003). g. Pendidikan Khusus Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah (Undang-Undang RI, 2003).

24 Konsep Dasar Tingkat Sosial Ekonomi Pengertian Tingkat sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat. Sosial ekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu seperti tingkat pendidikan, pendapatan dan sebagainya. Sosial ekonomi kemungkinan besar merupakan pembentukan gaya hidup keluarga. Pendapatan keluarga memadai akan menunjang dalam pemilihan alat kontrasepsi (Soetjiningsih, 2004). Sosial ekonomi adalah kedudukan seseorang atau keluarga di masyarakat berdasarkan pendapatan per bulan. Sosial ekonomi dapat dilihat dari pendapatan yang disesuaikan dengan harga barang pokok (Kartono, 2006) Tingkat Ekonomi a. Geimar dan Lesorte (1964) dalam Friedman (2004) membagi keluarga terdiri dari 4 tingkat ekonomi: 1) Adekuat Adekuat menyatakan uang yang ada dibelanjakan atas dasra suatu permohonan bahwa pembiayaan adalah tanggung jawab kedua orang tua. Keluarga menganggarkan dan mengatur biaya secara realistis.

25 25 2) Marginal Pada tingkat marginal sering terjadi ketidaksepakatan dan perselisihan siap yang seharusnya mengontrol pendapatan dan pengeluaran. 3) Miskin Keluarga tidak bisa hidup dengan caranya sendiri, pengaturan keuangan yang buruk akan menyebabkan didahulukannya kemewahan. Diatas kebutuhan pokok, manajemen keuangan yang sangat buruk atau tidak membahayakan kesejahteraan anak, tetapi pengeluaran dan kebutuhan keuangan melebihi penghasilan. 4) Sangat miskin Manajemen keuangan yang sangat jelek, termasuk pengeluaran saja dan berhutang terlalu banyak, serta kurang tersedianya kebutuhan dasar. b. Friedman (2004) membagi status sosial ekonomi seseorang dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: 1) Pengahasilan tipe kelas atas : > Rp ) Pengahasilan tipe kelas menengah : Rp Rp ) Penghasilan tipe kelas bawah : < Rp c. Aristoteles membagi masyarakat secara ekonomi menjadi 3 kelas atau golongan terdiri atas: 1) Golongan sangat kaya, merupakan kelompok kecil dalam masyarakat, terdiri dari pengusaha, tuan tanah, dan bangsawan.

26 26 2) Golongan kaya, merupakan golongan yang cukup banyak terdapat dalam masyarakat, terdiri dari para pedagang, dll 3) Golongan miskin, merupakan golongan terbanyak dalam masyarakat, kebanyakan dari rakyat biasa. d. Karl Marx membagi masyarakat menjadi 3 golongan, yaitu: 1) golongan kapitalis dan borjuis, yaitu golongan yang menguasai tanah dan alat produksi 2) golongan menengah, yaitu golongan yang terdiri dari para pegawai pemerintahan 3) golongan proletar, yaitu golongan yang tidak mempunyai atau memiliki tanah dan alat produksi termasuk didalamnya adalah kaum buruh atau pekerja pabrik. e. Tahapan keluarga berdasarkan tingkat kesejahteraan menurut Suprajitno (2004) : 1) Keluarga prasejahtera Keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, yaitu kebutuhan pengajaran agama, pangan, sandang, dan kesehatan atau keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator keluarga sejahtera tahap I. 2) Keluarga sejahtera tahap I Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologinya, yaitu kebutuhan pendidikan,

27 27 keluarga berencana (KB), interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan transportasi. Indikator keluarga sejahtera tahap I: a) Makan dua kali sehari atau lebih b) Pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan c) Lantai rumah bukan dari tanah d) Kesehatan (anak sakit dibawa ke tenaga kesehatan) 3) Keluarga sejahtera tahap II Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal serta telah memenuhi kebutuhan dasar secara minimal serta telah memenuhi seluruh kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan, yaitu kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi. Indikator keluarga sejahtera tahap II: a) Makan dua kali sehari atau lebih b) Pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan c) Lantai rumah bukan dari tanah d) Kesehatan (anak sakit dibawa ke tenaga kesehatan) e) Makan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk paling kurang sekali dalam seminggu. f) Memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir g) Keluarga yang berumur 15 tahun ke atas mempunyai penghasilan tetap

28 28 h) Anak usia sekolah (7-15 tahun) bersekolah 4) Keluarga sejahtera tahap III Keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis, dan kebutuhan pengembangan, tetapi belum dapat memberikan sumbangan (kontribusi) yang maksimal terhadap masyarakat secara teratur (dalam waktu tertentu) dalam bentuk material dan keuangan untuk sosial kemasyarakatan, juga berperan serta secara aktif dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan atau yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olahraga, pendidikan, dan lain sebagainya. Indikator keluarga sejahtera tahap III: a) Makan dua kali sehari atau lebih b) Pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan c) Lantai rumah bukan dari tanah d) Kesehatan (anak sakit dibawa ke tenaga kesehatan) e) Makan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk paling kurang sekali dalam seminggu. f) Memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir g) Keluarga yang berumur 15 tahun ke atas mempunyai penghasilan tetap h) Anak usia sekolah (7-15 tahun) bersekolah i) Keluarga mempunyai tabungan j) Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi k) Rekreasi bersama paling kurang dalam 6 bulan

29 29 l) Memperoleh berita dari surat kabar, radio, televisi dan majalah 5) Keluarga sejahtera tahap III plus Keluarga yang telah memenuhi seluruh kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, sosial psikologis, maupun pengembangan, serta telah mampu memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat. Indikator keluarga sejahtera tahap III plus: a) Makan dua kali sehari atau lebih b) Pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan c) Lantai rumah bukan dari tanah d) Kesehatan (anak sakit dibawa ke tenaga kesehatan) e) Makan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk paling kurang sekali dalam seminggu. f) Memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir g) Keluarga yang berumur 15 tahun ke atas mempunyai penghasilan tetap h) Anak usia sekolah (7-15 tahun) bersekolah i) Keluarga mempunyai tabungan j) Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi k) Memperoleh berita dari surat kabar, radio, televisi dan majalah l) Rekreasi bersama paling kurang dalam 6 bulan m) Memberikan sumbangan secara teratur n) Aktif sebagai pengurus yayasan/panti

30 Faktor yang Mempengaruhi Status Ekonomi: Menurut Friedman (2004) faktor yang mempengaruhi status ekonomi seseorang adalah: a) Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah dalam memperoleh pekerjaan, sehingga semakin banyak pula penghasilan yang diperoleh. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang nilai-nilai yang baru dikenal. b) Pekerjaan Pekerjaan adalah symbol status seseorang di masyarakat. Pekerjaan jembatan untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan untuk mendapat tempat pelayanan kesehatan yang diinginkan. c) Keadaan Ekonomi Kondisi ekonomi keluarga yang rendah mendorong kurangnya perhatian terhadap pemilihan alat kontrasepsi. d) Latar Belakang Budaya Kultur universal adalah unsur kebudayaan yang bersifat universal, ada di dalam semua kebudayaan di dunia, seperti pengetahuan bahasa dan khasanah dasar, cara pergaulan sosial, adatistiadat, penilaian umum. Tanpa disadari, kebudayaan telah

31 31 menanamkan garis pengaruh sikap terhadap berbagai masalaah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaan pulalah yang member corak pengalaman individuindividu yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya. Hanya kepercayaan individu yang telah mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembukaan sikap individual. e) Pendapatan Pendapatan adalah hasil yang diperoleh dari kerja atau usaha yang yelah dilakukan. Pendapatan akan mempengaruhi gaya hidup seseorang. Orang atau keluarga yang mempunyai status ekonomi atau pendapatan tinggi akan mempraktikkan gaya hidup yang mewah misalnya lebih konsumtif karena mereka mampu untuk membeli semua yang dibutuhkan bila dibandingkan dengan keluarga yang kelas ekonominya ke bawah. 2.3 Konsep Dasar IUD Pengertian AKDR (Alat Kontrsepsi Dalam Rahim) alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim yang snagat efektif, reversibel dan berjangka panjang, dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduktif (Handayani, 2010).

32 32 AKDR (Alat Kontrsepsi Dalam Rahim) merupakan kontrasepsi yang terbaik bagi sebagian besar wanita, alat ini sangat efektif dan tidak perlu diingat setiap hari seperti halnya pil (Proverawati, 2010). Akseptor adalah orang yang menjalani kontrasepsi (Manuaba, 2005) Jenis-Jenis IUD Menurut Suratun (2008) dalam bukunya yang berjudul Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi, jenis-jenis IUD yang beredar sebagai berikut : a. IUD Generasi pertama : disebut Lippesloop, berbentuk spiral atau huruf S ganda terbuat dari plastic. b. IUD Generasi kedua : 1) Cu T 200 B : Berbentuk T yang batangnya dililit tembaga (Cu) dengan kandungan tembaga. 2) Cu 7 : berbentuk angka 7 yang batangnya dililit tembaga. 3) ML Cu 250 : berbentuk 3/3 lingkaran elips yang bergerigi yang batangnya batangnya dililit tembaga. c. IUD Generasi Ketiga : 1) Cu T. 380 A : Berbentuk huruf T dengan lilitan tembaga dan lebih banyak dan perak. 2) MI Cu 375 : Batangnya dililit tembaga berlapis perak. 3) Nova T. Cu 200 A : Batang dan lengannya dililit tembaga. d. IUD Generasi Keempat Genetik, merupakan IUD tanpa rangka, terdiri dari benang polipropilen monofilament dengan enam butir tembaga.

33 Cara Kerja IUD Menurut Proverawati (2010) cara kerja dari alat kontrasepsi IUD adalah sebagai berikut : a. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba fallopi. b. Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri. c. IUD bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun IUD membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi. d. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus Persyaratan Pemakaian IUD a. Menurut Handayani (2010) Wanita yang dapat menggunkan IUD adalah : 1) Usia reproduktif. 2) Keadaan nulipara. 3) Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang. 4) Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi. 5) Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya. 6) Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi. 7) Resiko rendah dari IMS. 8) Tidak menghendaki metode hormonal. 9) Tidak menyukai unutk mengingat-ingat minum pil setiap hari 10) Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama.

34 34 b. Menurut Handayani (2010) wanita yang tidak diperkenankan menggunakan IUD adalah : 1) Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil). 2) Perdarahan vagina yang tiadak diketahui (sampai dapat dievaluasi) 3) Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis). 4) Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septik. 5) Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri. 6) Penyakit trofoblas yang ganas. 7) Diketahui menderita TBC pelvik. 8) Kanker alat genital. 9) Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm Efektivitas IUD Menurut Handayani (2010) efektifitas dati bermacam-macam IUD tergantung pada : a. IUD-nya : Ukuran, Bentuk dan mengandung Cu atau Progesteron. b. Akseptor. 1) Umur : makin tua usia,makin rendah angka kehamilan, ekspulsi dan pengangkatan atau pengeluaran IUD. 2) Paritas : makin muda usia, terutama pada multigravida, makin tinggi angka ekspulsi dan pengangkatan atau pengeluaran IUD. 3) Frekuensi senggama.

35 35 Sebagai kotrasepsi, efektiitasnya tinggi. Sangat efektif 0,6-0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam kehamilan) Keuntungan Dan Kerugian IUD a. Menurut Handayani (2010) keuntungan IUD adalah : 1) Sebagai kontrasepsi, efektifitasnya tinggi. Sangat efektif : 0,6-0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam kehamilan). 2) IUD dapat efektif segera setelah pemasangan. 3) Metode jamgka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak perlu diganti). 4) Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat. 5) Tidak mempengaruhi hubungan seksual. 6) Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil. 7) Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu IUD (CuT-380A). 8) Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI. 9) Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi). 10) Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir) 11) Tidak ada interaksi dengan obat-obat.

36 36 Menurut Handayani (2010) kerugian IUD adalah : 1) Efek samping yang umum terjadi : a. Perubahan siklus haid (umumnya pada tiga bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan). b. Haid lebih lama dan banyak. c. Perdarahan (spotting) antar menstruasi. d. Saat haid lebih sakit. 2) Komplikasi lain : a. Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan. b. Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebabkan anemia. c. Pervorasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar). 3) Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS. 4) Tidak baik digunakan pada perempuan denga IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan. 5) Penyakit Radang Panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai IUD.PRP dapat memicu infertilitas. 6) Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam pemasangan IUD. Sering kali perempuan takut dalam pemasangan. 7) Sedikit nteri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah pemasangan IUD. Biasanya menghilang dalam 1-2 hari. 8) Klien tidak dapat melepas IUD oleh dirinya sendiri. Petugas kesehatan terlatih yang harus melepaskan IUD.

37 37 9) Mungkin IUD keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila IUD dipasang segera sesudah melahirkan). 10) Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi IUD untuk mencegah kehamilan normal. 11) Perempuan harus memeriksa posisi benang IUD dari waktu ke waktu. Untuk melakukan ini perempuan harus memasukkan jarinya kedalam vagina, sebagian perempuan tidak mau melakukan ini Indikasi dan Kontra Indikasi IUD a. Menurut Handayani (2010) indikasi IUD adalah : 1) Usia reproduksi. 2) Keadaan multipara. 3) Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang. 4) Perempuan menyusui yang ingin menggunakan kontrasepsi. 5) Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya. b. Menurut Handayani (2010) Kontra Indikasi IUD adalah : 1) Kehamilan. 2) Gangguan perdarahan yang tidak diketahui sebabnya. 3) Peradangan pada alat kelamin, endometrium dan pangkal panggul. 4) Kecurigaan tumor ganas di alat kelamin. 5) Tumor jinak rahim dan kelainan bawaan rahim Faktor-Faktor yang mempengaruhi rendahnya pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR/IUD). 1. Pengatahuan

38 38 Kurangnya pengetahuan pada calon akseptor sagat berpengaruh terhadap pemakaian kontrasepsi IUD, pengetahuan dari wanita yang kurang maka penggunaan kontrasepsi terutama IUD juga menurun (Proverawati, 2010). 2. Persepsi Persepsi akseptor yang benar tentang pemakaian kontrasepsi IUD. Adanya pandangan bahwa KB urusan wanita atau istri (BKKBN, 2004). 3. Sikap Sikap ini juga berkaitan dengan pengetahuan dan pendidikan seseorang. Banyak mitos tentang IUD seperti dapat mengganggu hubungan suami istri, mudah terlepas jika bekerja terlalu keras, menimbulkan kemandulan, dan lain sebagainya (proverawati, 2010). 4. Pendidikan Sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki oleh seseorang maka akan semakin berpengaruh dalam membantu untuk memilih alat kontrasepsi yang diinginkan, pendidikan pasangan suami yang rendah akan menyulitkan proses pengajarn dan pemberian informasi, sehingga pengetahuan tentang IUD juga terbatas (Proverawati, 2010). 5. Pekerjaan Jenis pekerjaan dan tingkat ekonomi seseorang akan berpengaruh pada pemilihan alat kontrasepsi, karena semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang maka akan semakin berpengaruh pada pemilihan dan pemakaian alat kontrasepsi terutama pemakaian alat kontrasepsi IUD (Handayani, 2010).

39 39 6. Sosial Budaya Sejumlah faktor budaya dapat mempengaruhi klien dalam memilih metode kontrasepsi (Handayani, 2010). 7. Konseling Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan keluarga berencana (KB) dan kesehatan reproduksi. Konseling disini dapat diartikan sebagai tatap muka, dimana ada satu pihak yang membantu pihak lain sehingga dapat membuat keputusan yang tepat dan bertindak sesuai dengan keputusan yang telah dibuat. Dengan melakukan konseling berarti petugas membantu klien dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan dan sesuai dengan kebutuhan. Pemberian informasi yang benar tentang kontrasepsi IUD dapat menambah pengetahuan para calon akseptor dan mengurangi rasa bingung dan tidak tahu yang mereka hadapi. Sehingga akan timbul kesadaran untuk memilih IUD sebagai alat kontrasepsi (Handayani, 2010).

40 Efek Samping, Komplikasi dan Penanganan Tabel 2.1 : Efek Samping, Komplikasi dan Penanganan Efek Samping/ Permasalahan Amenorea Kejang Perdarahan vagina yang hebat dan tidak teratur Benang yang hilang Adanya pengeluaran cairan dari vagina/dicurigai adanya (PRP) Sumber (Meilani, 2010). Penanganan Periksa apakah sedang hamil,apabila tidak, jangan lepas IUD, lakukan konseling danselidiki penyebab amenore apabila dikehendaki. Apabila hamil, jelaskan dan sarankan untuk melepas IUD apabila talinya terlihat dan kehamilan kurang dari 13 minggu. IUD jangan dilepaskan. Apabila klien sedang hamil dan ingin mempertahankan kehamilannya tanpa melepaskan IUD, jelaskan adanya resiko kemungkinan terjadinya kegagalan kehamilan dan infeksi serta perkembangan kehamilan harus lebih diamati dan dipertahankan. Pastikan dan tegaskan adanya Penyakit Radang Panggul dan penyebab lain dari kekejangan. Tanggulangi penyebabnya apabila ditemukan. Apabila tidak ditemukan penyebabnya beri analgesik untuk sedikit meringankan. Apabila klien mengalami kejang yang berat,lepaskan IUD dan bantu klien menentukan metode kontrasepsi lain. pastikan dan tegaskan adanya infeksi pelvik dan kehamilan ektopik. Apabila tidak ada kelainan patologis, perdrahan berkelanjutan serta perdarahan hebat, lakukan konseling dan pemantauan. Beri ibuprofen (800 mg, 3x sehari selama seminggu) untuk mengurangi perdarahan dan berikan tablet besi (1 tablet setiap hari selama 1 sampai 3 bulan). IUD memungkinkan dilepas apabila klien menghendaki. Apabila klien telah memakai IUD selama lebih dari 3 bulan dan diketahui menderita anemia (Hb < 7 g%) anjurkan untuk melepas IUD dan bantulah untuk memilih metode lain yang sesuai. Pastikan adanya kehamilan atau tidak. Tanyakan apakah IUD terlepas. Apabila tidak hamil dan IUD tidak terlepas, berikan kondom. Periksa talinya didalam saluran endoserviks dan kavum uteri (apabila memungkinkan adanya peralatan dan tenaga terlatih) setelah masa haid berikutnya. Apabila tidak ditemukan rujuklah ke dokter. Lakukan x-ray atau pemerikasaan ultrasound. Apabila tidak hamil dan IUD yang hilang tidak ditemukan, pasanglah IUD baru atau bantulah klien menentukan metode lain. Pastikan pemeriksaan untuk IMS. Lepaskan IUD apabila ditemukan menderita atau sangat dicurigai menderita gonorhoe atau infeksi klamidial, lakukan pengobatan yang memadai. Bila PRP, obati dan lepaskan IUD setelah 48 jam. Apabila IUD dikeluarkan, beri metode lain sampai masalahnya teratasi.

41 Waktu penggunaan IUD Menurut Handayani (2010) waktu penggunaan IUD adalah : a. Setiap waktu dalam siklus haid, yang dapat dipastikan klien tidak hamil. b. Hari pertama sampai ke-7 siklus haid. c. Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4 minggu pascapersalinan, setelah 6 bulan apabila menggunakan metode amenorea laktasi (MAL). Perlu diingat angka ekspulsi tinggi pada pemasangan segera atau selama 48 jam pascapersalinan. d. Setelah menderita abortus (segera atau dalam waktu 7 hari) apabila tidak ada jalan infeksi. e. Selama 1 sampai 5 hari setelah senggama yang tidak dilindungi Petunjuk Bagi Klien Menurut Handayani (2010) petunjuk bagi klien setelah menggunakan IUD adalah : a. Kembali memeriksakan diri setelah 4 sampai 6 minggu pemasangan IUD. b. Selama bulan pertama menggunakan IUD, periksalah benang IUD secara rutin terutama setelah haid. c. Setelah bulan pertama pemasangan, hanya perlu memerikasa keberadaan benang setelah setelah haid apabila mengalami : 1) Kram/kejang di perut bagian bawah. 2) Perdarahan spotting diantara haid atau setelah senggama. 3) Nyeri setelah senggama atau apabila pasangan mengalami tidak nyaman selama melakukan hubungan seksual.

42 42 d. Copper T-380A perlu dilepas setelah 10 tahun pemasangan, tetapi dapat dilakukan lebih awal apabila diinginkan. e. Kembali ke klinik apabila : 1) Tidak dapat meraba benang IUD. 2) Merasakan bagian yang keras dari IUD. 3) IUD terlepas. 4) Siklus terganggu atau meleset. 5) Terjadi pengeluaran cairan dari vagina yang mencurigakan. 6) Adanya infeksi. f. Informasi Umum 1. IUD bekerja langsung efektif segera setelah pemasangan. 2. IUD dapat keluar dari uterus secara spontan, khusunya selama bulan pertama. 3. Kemungkinan terjadi perdarahan atau spotting beberapa hari setelah pemasangan. 4. Perdarahan menstruasi biasanyan akan lebih lama dan lebih banyak. 5. IUD mungkin dilepas setiap saat atas kehendak klien. 6. Jelaskan pada klien jenis IUD apa yang digunakan, kapan akan dilepas dan berikan kartu tentang semua informasi ini. 7. IUD tidak dapat melindungi diri dari IMS termasuk virus AIDS. Apabila pemasangannya beresiko, mereka harus menggunakan kondom.

43 Langkah-langkah pemasangan IUD Copper-T 380A Tabel 2.2 : Langkah-langkah Pemasangan IUD Copper-T 380A Langkah Alasan Uraian Langkah 1 Jelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan dan mempersilahkan klien mengajukan pertanyaan. Hal ini membantu klien tenang dan memudahkan pemasangan serta mengurangi rasa sakit. Hindari percakapan seperti Ini tidak sakit pada saat melakukan langkah yang mungkin menimbulkan rasa sedikit sakit atau hamper selesai pada saat baru mulai memasang. Sampaikan kepada klien kemungkinan akan merasa sedikit sakit pada beberapa langkah waktu pemasangan dan nanti akan diberitahu bila sampai pada langkah tersebut. Pastikan klien telah mengosongkan kandung kencingnya. Langkah 2 Periksa genetalia eksterna Lakukan pemeriksaan spekulum Lakukan pemeriksaan panggul Langkah 3 Lakukan pemeriksaan mikroskopik bila tersedia dan ada indikasi Hal ini untuk menambah kepercayaan dan percaya diri. Hal ini akan membantu klien merasa tenang dan pemeriksaan panggul menjadi lebih mudah. Untuk memeriksa adanya ulkus, pembengkakan kelenjar getah bening. Untuk memeriksa adanya pembengkakan kelenjar Bartolin dan kelenjar Skene. Untuk memeriksa adanya cairan vagina, servisitis dan pemeriksaan mikroskopis bila diperlukan. Untuk menentukan besar, posisi, konsistensi, dan mobilitas uterus. Untuk memeriksa adanya nyeri goyang servikis dan tumor pada adneksa atau kavum Douglasi. Untuk memeriksa adanya jamur, trikomonas, bacterial vaginosis (preparat basah Saline dan KOH serta pemeriksaan ph) Ajaklah klien bercakap-cakap sepanjang pemasangan. Pakai sarung tangan. Setelah dipakai sarung tangan harus didekontaminasi, cuci dan DTT atau sterilisasi. Spekulum setelah dipakai harus didekontaminasi, cuci dan DTT atau sterilisasi. Jangan lakukan pemasangan bila ada infeksi atau hamil. Bila ada vaginitis harus diobati dulu sebelum dipasang IUD. Untuk memeriksa adanya Gonorea atau Klamidia Bila dicurigai gonorea (diplokokus gram negatif intraseluler) atau klamidia beri pengobatan (dan periksa kembali setelah selesai pengobatan). IUD jangan dipasang.

44 44 Langkah 4 Masukkan lengan IUD Copper T 380A didalam kemasan sterilnya. Langkah 5 Masukkan speculum, dan usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptik. Gunakan untuk serviks. Langkah 6 Masukkan uterus. tenakulum menjepit sonde Langkah 7 Pasang IUD Copper T 380A Langkah 8 Buang bahan-bahan habis pakai yang terkontaminasi sebelum melepas sarung tangan. Sarung tangan DTT atau steril tidak diperlukan bila memasukkan lengan IUD didalam kemasan sterilnya. Larutan antiseptic mencegah infeksi. Tenakulum untuk stabilisasi uterus dan mengurangi resiko perforasi. Untuk menentukan posisi uterus dan kedalaman kavum uteri. Memasukkan sonde sekali masuk (tehnik tanpa sentuh) dimaksudkan untuk mengurangi resiko infeksi. Atur letak leher biru pada tabung inserter sesuai dengan kedalaman kavum uteri. Hati-hati memasang tabung inserter sampai leher biru menyentuh fundus atau sampai terasa ada tahanan. Lepas lengan IUD dengan menggunakan tehnik menarik (withdrawal technique). Tarik keluar pendorong. Setelah lengan IUD lepas, dorong secara perlahan-lahan tabung inserter ke dalam kavum uteri sampai leher biru menyentuh serviks. Tarik keluar sebagian tabung inserter, potong benang IUD kira-kira 3-4 cm panjangnya. Cara lain, tarik keluar seluruh tabung inserter, jepit benang IUD dengan menggunakan forcep kira-kira 3-4 cm dari serviks dan potong benang IUD pada tempat tersebut. Memperkecil resiko penularan Hepatitis B dan HIV/AIDS pada petugas. Jangan memasukkan lengan IUD lebih dari 5 menit sebelum pemasangan, karena lengan IUD tidak kembali seperti bentuk semula (lurus) setelah dipasang. Usap seluruh vagina dan serviks dengan larutan antiseptic (2x atau lebih). Pemberian anestesi local hanya bila diperlukan. Pasang tenakulum secara hatihati pada posisi vertical (jam 10 atau jam 2) jepit dengan pelan hanya pada satu tempat untuk mengurangi sakit. Masukkan secara perlahan-lahan dan hati-hati. Jangan menyentuh dinding vagina atau bibir speculum, untuk menghindari kontaminasi. Jangan memaksa pemasangan jika terdapat tahanan. Pergunakan tenakulum untuk menahan saat melepas benang IUD. Pastikan IUD telah terpasang sampai di fundus. Pastikan sisa benang IUD yang telah terpotong berada didalam tabung inserter, untuk memudahkan pembuangannya. Mengurangi resiko IUD tercabut keluar (kemungkinan benang terjepit pada gunting, bila guntingnya tumpul dan benang tidak terpotong dengan benar). Taruh bahan-bahan habis pakai (kapas atau kasa) yang terkontaminasi (darah atau vagina) kedalam kantong plastik yang tidak bocor dan kemudian dibakar.

45 45 Bersihkan permukaan yang terkontaminasi. Langkah 9 Lakukan dekontaminasi alatalat dan sarung tangan dengan segera setelah selesai dipakai. Langkah 10 Ajarkan pada klien bagaimana memeriksa benang IUD (dengan menggunakan model bila bersedia) Memperkecil resiko penularan Hepatitis B dan HIV/AIDS pada petugas. Memperkecil resiko penularan Hepatitis B dan HIV/AIDS pada petugas. Untuk mengurangi resiko kehamilan akibat IUD yang hilang. Jangan terlalu hemat memakai larutan klorin 0,5%. Rendam alat-alat kedalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit sebeum dicuci dan didesinfektan. Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam larutan klorin 0,5% kemudian lepas sarung tangan dengan membalik sehingga bagian dalam menjadi bagian luar dan rendam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Bila secara pribadi dan budaya tidak menjadi masalah, klien dapat mempraktekkan cara memeriksa benang tersebut, sebelum meninggalkan klinik. Minta klien menunggu diklinik selama menit setelah pemasangan IUD. Sumber : Prawirohardjo, 2006 Untuk mengamati bila terjadi rasa sakit yang amat sangat pada perut, mual atau muntah sehingga IUD perlu dicabut bila dengan analgesik ringan (aspirin atau ibuprofen) rasa sakit tersebut tidak hilang. Keadaan ini walaupun jarang, bisa terjadi bila dipasang IUD berkandungan tembaga dengan ukuran kecil dan pada perempuan yang sudah melahirkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman (plastik yang dililiti oleh tembaga) dan dimasukkan ke dalam rahim oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman (plastik yang dililiti oleh tembaga) dan dimasukkan ke dalam rahim oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) adalah alat yang terbuat dari bahan yang aman (plastik yang dililiti oleh tembaga) dan dimasukkan ke

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

PEMASANGAN AKDR. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

PEMASANGAN AKDR. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi PEMASANGAN AKDR Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Check List No Langkah 1 Konseling awal Sapa klien dengan ramah dan perkenalkan diri Anda dan tanyakan tujuan kedatangannya 2

Lebih terperinci

PENCABUTAN AKDR. Untuk menjarangkan kehamilan selama 10 tahun

PENCABUTAN AKDR. Untuk menjarangkan kehamilan selama 10 tahun PUSKESMAS DUMBAYABULAN Tim Penyusun : Felmy S Kude, SKM Sugiyarni Sukardi Amd.Keb Nomor Dokumen: 400/Y.03/07/VI/00 Tanggal Terbit : 12 Juni 2015 A. TUJUAN PROSEDUR PENCABUTAN AKDR Tangggal Revisi : Revisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 10 BAB II TINJAUAN TEORI A. Kontrasepsi 1. Pengertian Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Keluarga Berencana (KB 2.1.1 Sasaran Keluaraga Berencana Sasaran dan target yang ingin dicapai dengan program KB adalah bagaimana supaya segera tercapai dan melembaganya

Lebih terperinci

DAFTAR TILIK KETERAMPILAN PEMASANGAN IUD

DAFTAR TILIK KETERAMPILAN PEMASANGAN IUD DAFTAR TILIK KETERAMPILAN PEMASANGAN IUD Nama : NPM : Tanggal Ujian : Penguji : 1. Nilai 2 : Memuaskan : Memperagakan langkah langkah atau tugas sesuai Dengan prosedur standar atau pedoman 2. Nilai 1 :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009). Program KB tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009). Program KB tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga Berencana (KB) merupakan tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan,

Lebih terperinci

ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM

ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) PROFIL Sangat efektif,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana Keluarga berencana adalah suatu usaha untuk mencapai kesejahteraan dengan cara memberi nasehat perkawinan pengobatan kemandulan, dan penjarangan kelahiran.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK AKSEPTOR NON AKDR TENTANG KONTRASEPSI AKDR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR BANJARMASIN

KARAKTERISTIK AKSEPTOR NON AKDR TENTANG KONTRASEPSI AKDR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR BANJARMASIN KARAKTERISTIK AKSEPTOR NON AKDR TENTANG KONTRASEPSI AKDR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR BANJARMASIN Dini Rahmayani 1, Ramalida Daulay 2, Erma Novianti 2 1 Program Studi S1 Keperawatan STIKES

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia dengan jumlah penduduk sebanyak 237 juta jiwa pada tahun 2011 menempati negara dengan jumlah penduduk terpadat ke 4 setelah Cina (1,339,240,000), India

Lebih terperinci

KETERAMPILAN PEMASANGAN DAN PENCABUTAN AKDR

KETERAMPILAN PEMASANGAN DAN PENCABUTAN AKDR BUKU PANDUAN KETERAMPILAN PEMASANGAN DAN PENCABUTAN AKDR Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Tahun Akademik 2014-2015 Tim Penyusun Dr. dr. Hj. A. Mardiah Tahir, Sp.OG dr. Hj. Retno Budiati Farid, SpOG.K

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontrasepsi (Sulistyawati, 2012). 1) Metode kontrasepsi sederhana. 2) Metode kontrasepsi hormonal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontrasepsi (Sulistyawati, 2012). 1) Metode kontrasepsi sederhana. 2) Metode kontrasepsi hormonal 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Keluarga Berencana a. Pengertian Keluarga Berencana merupakan suatu usaha menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan menggunakan kontrasepsi

Lebih terperinci

JENIS METODE KB PASCA PERSALINAN VASEKTOMI

JENIS METODE KB PASCA PERSALINAN VASEKTOMI JENIS METODE KB PASCA PERSALINAN MAL KONDOM AKDR TUBEKTOMI VASEKTOMI PIL INJEKSI IMPLAN JENIS METODE KB PASCA PERSALINAN NON HORMONAL 1. Metode Amenore Laktasi (MAL) 2. Kondom 3. Alat Kontrasepsi Dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluarga Berencana 2.1.1 Pengertian Menurut WHO (1970), keluarga berencana adalah program yang bertujuan membantu pasangan suami istri untuk, (1) Menghindari kelahiran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan pada umur kurang 15 tahun dan kehamilan pada umur remaja. Berencana merupakan upaya untuk mengatur jarak kelahiran anak

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan pada umur kurang 15 tahun dan kehamilan pada umur remaja. Berencana merupakan upaya untuk mengatur jarak kelahiran anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2103) menyatakan bahwa angka kehamilan penduduk perempuan 10-54 tahun adalah 2,68 persen, terdapat kehamilan pada umur kurang 15 tahun

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN KUESIONER PENELITIAN EFEKTIFITAS KIE MELALUI CERAMAH BOOKLET DAN POWERPOINT UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN SUB PPKBD (KADER) TENTANG PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN INFORMASI ALAT KONTRASEPSI BUKU UNTUK KADER

PENDAHULUAN INFORMASI ALAT KONTRASEPSI BUKU UNTUK KADER PENDAHULUAN INFORMASI ALAT KONTRASEPSI BUKU UNTUK KADER Buku informasi alat kontrasepsi pegangan untuk kader diperuntukkan bagi kader PPKBD dan Sub PPKBD atau Posyandu yang dipelajari secara berdampingan

Lebih terperinci

Medan, Maret 2014 Hormat saya,

Medan, Maret 2014 Hormat saya, Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Fithri Hervianti NIM :101101131 No.Hp : 082376071573 Alamat : Fakultas Keperawatan USU Medan Adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Keluarga Berencana a. Pengertian 1) Kontrasepsi Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan (Hanafi Winkjosastro, 2007). Kontrasepsi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai 13 September 1994 di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu, ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan pada suatu objek tertentu. Penginderaan

Lebih terperinci

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE (IUD) DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS SIMPANG TIGA KABUPATEN PIDIE. TAHUN 2013 Nurbaiti Mahasiswi Pada STIKes U Budiyah Banda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kontrasepsi 2.1.1 Defenisi Kontrasepsi Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (sel wanita)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kontrasepsi 2.1.1 Definisi Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah dan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan.

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN KB PASCA PERSALINAN. Disusun Oleh :

SATUAN ACARA PENYULUHAN KB PASCA PERSALINAN. Disusun Oleh : SATUAN ACARA PENYULUHAN KB PASCA PERSALINAN Disusun Oleh : Annisatus Sholehah (011112022) Mirantika Rakhmaditya (011112025) I Gusti Ayu Vedadhyanti W.R (011112039) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIDAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Cara Kerja : Mencegah masuknya spermatozoa / sel mani ke saluran tuba Lilitan logam menyebabkan reaksi anti fertilitas.

Cara Kerja : Mencegah masuknya spermatozoa / sel mani ke saluran tuba Lilitan logam menyebabkan reaksi anti fertilitas. KETERAMPILAN PEMASANGAN IUD (INTRA-UTERINE DEVICE) Susiana Candrawati B. LEARNING OUTCOME Setelah menjalani kepaniteraan klinik muda ini, mahasiswa diharapkan mampu : 1. Melakukan pemasangan IUD 2. Melakukan

Lebih terperinci

PERCAKAPAN KONSELING ANTARA BIDAN DENGAN PASIEN TENTANG KB

PERCAKAPAN KONSELING ANTARA BIDAN DENGAN PASIEN TENTANG KB PERCAKAPAN KONSELING ANTARA BIDAN DENGAN PASIEN TENTANG KB Action 1 Rina : Assalamualaikum wr wb. Masy. : walaikum salam wr wb. Rina : bapak ibu bagaimana kabarnya hari ini? Terima kasih sudah meluangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Reproduksi dilaksanakan untuk memenuhi hak-hak reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Reproduksi dilaksanakan untuk memenuhi hak-hak reproduksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Keluarga Berencana lebih dari dua dasa warsa terakhir ini menjadi fokus utama program kependidikan di Indonesia. Program KB dan Kesehatan Reproduksi dilaksanakan

Lebih terperinci

P E L A T IHA N K E T E R A MP IL A N K L IN IK P E MA S A N G A N DA N P E N C A B U T A N AKDR PKMI PUSAT. d r. A s ri 2.

P E L A T IHA N K E T E R A MP IL A N K L IN IK P E MA S A N G A N DA N P E N C A B U T A N AKDR PKMI PUSAT. d r. A s ri 2. P E L A T IHA N K E T E R A MP IL A N K L IN IK P E MA S A N G A N DA N P E N C A B U T A N AKDR PKMI PUSAT d r. A s ri 2. PROFIL AKDR 1 A.K.D.R. SUATU ALAT YANG JIKA DISISIPKAN KEDALAM RONGGA RAHIM AKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan berkembangnya berbagai metode kontrasepsi.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Metode Pembelajaran Peer Teaching a. Pengertian Metode Pembelajaran Menurut Roestiyah dalam Zain (2010) metode adalah salah satu alat atau cara untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang tidak lepas dari masalah kependudukan. Secara garis besar masalah masalah pokok di bidang kependudukan yang dihadapi

Lebih terperinci

PELAYANAN KB DALAM RUANG LINGKUP KEBIDANAN KOMUNITAS

PELAYANAN KB DALAM RUANG LINGKUP KEBIDANAN KOMUNITAS PELAYANAN KB DALAM RUANG LINGKUP KEBIDANAN KOMUNITAS 3.1. Penyuluhan KB Sebelum pemberian metode kontrasepsi, misalnya pil, suntik, atau AKDR terlebih dahulu menentukan apakah ada keadaan yang membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma baru Program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan

Lebih terperinci

SAP KELUARGA BERENCANA

SAP KELUARGA BERENCANA SAP KELUARGA BERENCANA Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Promosi Kesehatan Disusun oleh: 1. ANNISA RAHMATIAH P07120112046 2. FEBRITA LAYSA S. P07120112060 3. RETNO TRI W. P07120112073 4. VINDA ASTRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah di dunia yang sedang berkembang sudah terbukti dengan jelas, kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap mortalitas

Lebih terperinci

Upaya meningkatkan pelayanan KB diusahakan dengan

Upaya meningkatkan pelayanan KB diusahakan dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana (KB) Menurut WHO pengertian keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif tertentu, menghindari

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD PADA AKSEPTOR KB DI DESA PULO ARA KECAMATAN KOTA JUANG KABUPATEN BIREUEN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD PADA AKSEPTOR KB DI DESA PULO ARA KECAMATAN KOTA JUANG KABUPATEN BIREUEN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD PADA AKSEPTOR KB DI DESA PULO ARA KECAMATAN KOTA JUANG KABUPATEN BIREUEN Ridha Andria 1*) 1 Dosen STIKes Darussalam Lhokseumawe

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti mencegah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti mencegah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kontrasepsi Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang

Lebih terperinci

Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Alat Kontrasepsi IUD di BPRB Bina Sehat Kasihan Bantul

Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Alat Kontrasepsi IUD di BPRB Bina Sehat Kasihan Bantul Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Alat Kontrasepsi IUD di BPRB Bina Sehat Ade Rindiarti 1, Tony Arjuna 2, Nindita Kumalawati

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu semakin meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ketahun. Jumlah penduduk Indonesia dari tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kelahiran di Indonesia masih menjadi masalah utama dalam kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan lamban, hingga

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Peran suami, Akspektor Mantap (MOW).

ABSTRAK. Kata Kunci : Peran suami, Akspektor Mantap (MOW). HUBUNGAN PERAN SUAMI DENGAN ISTRI SEBAGAI AKSEPTOR MANTAP Ida Susila* Eka Furiyanti** *Dosen Program Studi Diploma III Kebidanan Universitas Islam Lamongan **Mahasiswa Program Studi Diploma III Kebidanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kelahiran di Indonesia masih menjadi masalah utama dalam kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan lamban, hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga berencana merupakan upaya untuk mengatur jumlah anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga berencana merupakan upaya untuk mengatur jumlah anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Keluarga berencana merupakan upaya untuk mengatur jumlah anak atau mengatur jarak kelahiran anak serta dapat menanggulangi masalah kemandulan, selain itu keluarga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keluarga Berencana 1. Pengertian Keluarga Berencana Menurut WHO expert Commite, keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konsep Dasar Kontrasepsi Suntik (DMPA) dengan memakai kontrasepsi (Mochtar, 1999).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konsep Dasar Kontrasepsi Suntik (DMPA) dengan memakai kontrasepsi (Mochtar, 1999). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan teori 1. Konsep Dasar Kontrasepsi Suntik (DMPA) a. Pengertian 1) Kontrasepsi Kontrasepsi atau anti kontrasepsi (Conseption Control) adalah cara untuk mencegah terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang

Lebih terperinci

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN Novita Dewi Iswandari 1, Mohdari 2, Maulida Putri* 1 Dosen, Stikes Sari Mulia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Gerakan Keluarga Berencana 1. Keluarga Berencana (KB) Keluarga Berencana merupakan suatu program pemerintah yang dirancang untuk menyeimbangkan antara kebutuhan dan jumlah penduduk.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasangan usia subur(pus) untuk mengikuti Program Keluarga Berencana. Program Keluarga Berencana (KB) menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN. pasangan usia subur(pus) untuk mengikuti Program Keluarga Berencana. Program Keluarga Berencana (KB) menurut UU No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BKKBN (2011), pemerintah Indonesia telah mencanangkan berbagai program untuk menangani masalah kependudukan yang ada. Salah satu programnya dengan Keluarga Berencana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Siklus menstruasi Haid yaitu keluarnya dari kemaluan perempuan setiap bulan akibat gugurnya dinding rahim karena sel telur tidak dibuahi. Sebenarnay proses yang terjadi adalah

Lebih terperinci

EFEK SAMPING KB IUD (NYERI PERUT) DENGAN KELANGSUNGAN PENGGUNAAN KB IUD

EFEK SAMPING KB IUD (NYERI PERUT) DENGAN KELANGSUNGAN PENGGUNAAN KB IUD e-issn : 579-578 EFEK SAMPING KB (NYERI PERUT) DENGAN KELANGSUNGAN PENGGUNAAN KB Yuniasih Purwaningrum, S.SiT, M.Kes Prodi Kebidanan Jember Jalan Srikoyo No. 06 Patrang Jember Email: yunipurwaningrum68@gmail.com

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan. 1 tahun masing-masing adalah sebanyak 15 responden (50%), sehingga total

BAB V PEMBAHASAN. A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan. 1 tahun masing-masing adalah sebanyak 15 responden (50%), sehingga total BAB V PEMBAHASAN A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan Dalam penelitian ini, peneliti membagi responden menjadi 2 bagian yang sama dalam hal lama penggunaan KB IUD. Lama penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengertian fertilitas Fertilitas merupakan hasil reproduksi nyata dari seorang atau sekelompok wanita, sedangkan dalam bidang demografi fertilitas adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Program Keluarga Berencana untuk mengendalikan kelahiran sekarang terabaikan seiring dengan otonomi daerah. Akibatnya, Indonesia mengalami ledakan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut World Health Organisation (WHO) Keluarga Berencana (KB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut World Health Organisation (WHO) Keluarga Berencana (KB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrasepsi 1. Pengertian Menurut World Health Organisation (WHO) Keluarga Berencana (KB) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk menentukan jumlah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dalam upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui

BAB 2 LANDASAN TEORI. dalam upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Keluarga Berencana Keluarga Berencana ( KB ) adalah suatu program yang dicanangkan pemerintah dalam upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keluarga Berencana Keluarga berencana (KB) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam mencapai target MDGs (Millennium Development Goals), termasuk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam mencapai target MDGs (Millennium Development Goals), termasuk negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak negara di berbagai belahan dunia telah berkomitmen secara serius dalam mencapai target MDGs (Millennium Development Goals), termasuk negara Indonesia sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN jiwa, 2009 sebanyak jiwa, dan tahun sebanyak jiwa (KepMenKes, 2011).

BAB I PENDAHULUAN jiwa, 2009 sebanyak jiwa, dan tahun sebanyak jiwa (KepMenKes, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan masalah yang harus ditanggulangi karena pertumbuhan penduduk di Indonesia meningkat dengan cepat. Pada tahun 2008 jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrasepsi Sterilisasi Pada Wanita (Tubektomi) 1. Defenisi Tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur wanita yang mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan sangat berkaitan erat dengan kualitas masyarakat. Penduduk yang besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan berharga

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DALAM PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI DESA PASIRANGIN KECAMATAN CILEUNGSI KABUPATEN BOGOR

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DALAM PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI DESA PASIRANGIN KECAMATAN CILEUNGSI KABUPATEN BOGOR GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DALAM PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI DESA PASIRANGIN KECAMATAN CILEUNGSI KABUPATEN BOGOR Yati Afiyanti!, Eka Ayu Nofyani ² 1. Program Studi Sarjana

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI MKJP PADA PUS DI PUSKESMAS TEMBILAHAN HULU

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI MKJP PADA PUS DI PUSKESMAS TEMBILAHAN HULU FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI MKJP PADA PUS DI PUSKESMAS TEMBILAHAN HULU Mia Rita Sari Akademi Kebidanan Husada Gemilang Mia.ritasari@yahoo.com Abstrak Cakupan preferensi

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU MULTIPARA TENTANG KONTRASEPSI IUD DI DESA SIDAHARJA WILAYAH KERJA PUSKESMAS JATIBOGOR

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU MULTIPARA TENTANG KONTRASEPSI IUD DI DESA SIDAHARJA WILAYAH KERJA PUSKESMAS JATIBOGOR GAMBARAN PENGETAHUAN IBU MULTIPARA TENTANG KONTRASEPSI IUD DI DESA SIDAHARJA WILAYAH KERJA PUSKESMAS JATIBOGOR Amalia Kusumawati 1, Joko Kurnianto 2, Desy Fitrianingsih 3 Email :desy.fitrianingsih.df@gmail.com

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Menurut dari hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Menurut dari hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Menurut dari hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia memiliki 237 juta jiwa. Jumlah ini menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan "Keluarga Berkualitas 2015" adalah keluarga yang bertaqwa

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan Keluarga Berkualitas 2015 adalah keluarga yang bertaqwa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam sektor kependudukan dan pembangunan keluarga berkualitas, pemerintah menggelar program keluarga berencana KB dengan paradigma baru program keluarga berencana Nasional

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI PADA AKSEPTOR KB WANITA DI TUWEL

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI PADA AKSEPTOR KB WANITA DI TUWEL FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI PADA AKSEPTOR KB WANITA DI TUWEL Aminatul Maula, Iroma Maulida, Mutiarawati ABSTRAK Proporsi pasangan usia subur indonesia menurut BKKBN

Lebih terperinci

PENGARUH PEMAKAIAN KB IUD TERHADAP TERJADINYA POLYMENORRHEA PADA WANITA USIA SUBUR

PENGARUH PEMAKAIAN KB IUD TERHADAP TERJADINYA POLYMENORRHEA PADA WANITA USIA SUBUR PENGARUH PEMAKAIAN KB IUD TERHADAP TERJADINYA POLYMENORRHEA PADA WANITA USIA SUBUR Sulami 1, Nabhani 2 Abstract is a hormonal disorder by the age of the corpus luteum shortened so that the menstrual cycle

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan berbagai progam untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan berbagai progam untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah mencanangkan berbagai progam untuk menangani masalah kependudukan yang ada. Salah satu progamnya dengan Keluarga Berencana Nasional sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk di dunia mencapai 7,3 miliar jiwa tahun Indonesia. merupakan negara ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk di dunia mencapai 7,3 miliar jiwa tahun Indonesia. merupakan negara ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk di dunia mencapai 7,3 miliar jiwa tahun 2015. Indonesia merupakan negara ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak, yaitu sebesar 255,993,674

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana dirintis sejak tahun 1957 dan terus

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana dirintis sejak tahun 1957 dan terus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Program Keluarga Berencana dirintis sejak tahun 1957 dan terus berkembang, sehingga pada tahun 1970 terbentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN). Program

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk dunia pada tahun 2013 mengalami peningkatan lebih tinggi dari perkiraan dua tahun yang lalu. Jumlah penduduk dunia pada bulan Juli 2013 mencapai

Lebih terperinci

PENGARUH PENGETAHUAN AKSEPTOR DENGAN PEMILIHAN KONTRASEPSI IMPLANT. Yunik Windarti

PENGARUH PENGETAHUAN AKSEPTOR DENGAN PEMILIHAN KONTRASEPSI IMPLANT. Yunik Windarti PENGARUH PENGETAHUAN AKSEPTOR DENGAN PEMILIHAN KONTRASEPSI IMPLANT Yunik Windarti Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya Jl. Smea 57 Surabaya Email : yunikwinda@unusa.ac.id

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP KONSEPTUAL. Dari uraian terdahulu telah dijelaskan mengenai faktor- faktor yang

BAB III KERANGKA KONSEP KONSEPTUAL. Dari uraian terdahulu telah dijelaskan mengenai faktor- faktor yang BAB III KERANGKA KONSEP KONSEPTUAL A. Kerangka Konsep Dari uraian terdahulu telah dijelaskan mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi rendahnya minat ibu akseptor KB menggunakan kontrasepsi AKDR. Untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dari tahun ke tahun jumlah penduduk Indonesia terus meningkat. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 adalah 237,6 juta jiwa. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar negara-negara di dunia yaitu masalah kependudukan. Laju

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar negara-negara di dunia yaitu masalah kependudukan. Laju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami persoalan besar yang sedang dialami oleh sebagian besar negara-negara di dunia yaitu masalah kependudukan. Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara etiomologi, konseling berasal dari bahasa Latin Consilium artinya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara etiomologi, konseling berasal dari bahasa Latin Consilium artinya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konseling 2.1.1 Pengertian Konseling Secara etiomologi, konseling berasal dari bahasa Latin Consilium artinya dengan atau bersama yang dirangkai dengan menerima atau memahami

Lebih terperinci

Yeni Elviani Dosen Prodi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palembang

Yeni Elviani Dosen Prodi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palembang Hubungan Usia dan Partus Terhadap Device (IUD ) di Wilayah Kerja Yeni Elviani Dosen Prodi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palembang ABSTRAK Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan berbagai

Lebih terperinci

tanda ceklis ( ) pada jawaban yang benar, kuesioner yang telah disediakan.

tanda ceklis ( ) pada jawaban yang benar, kuesioner yang telah disediakan. No responden.. Diisi oleh peneliti Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, serta beri tanda ceklis ( ) pada jawaban yang benar, kuesioner yang telah disediakan. Karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan menyelenggarakan program KB nasional. (BKKBN, 2011) dihitung berbagi perbandingan atau rasio (ratio) antara lain : rasio jenis

BAB I PENDAHULUAN. dan menyelenggarakan program KB nasional. (BKKBN, 2011) dihitung berbagi perbandingan atau rasio (ratio) antara lain : rasio jenis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar penanganan masalah kependudukan adalah Undang-undang No. 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yang mengamanatkan bahwa kewenangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada konferensi kependudukan dunia, yang dilangsungkan di Cairo tahun 1994, sebanyak 179 negara peserta menyetujui bahwa pemberdayaan perempuan, pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN KECEMASAN IBU PENGGUNA KONTRASEPSI AKDR. Vera Virgia

PENGETAHUAN DAN KECEMASAN IBU PENGGUNA KONTRASEPSI AKDR. Vera Virgia PENGETAHUAN DAN KECEMASAN IBU PENGGUNA KONTRASEPSI AKDR Vera Virgia Program Studi Kebidanan, STIKES Dian Husada Mojokerto Email : veravirgia@gmail.com ABSTRAK IUD (Intra Uteri Device) atau AKDR (Alat Kontrasepsi

Lebih terperinci

Perdarahan dari Vagina yang tidak normal. Beberapa masalah terkait dengan menstruasi. Perdarahan selama kehamilan atau setelah persalinan

Perdarahan dari Vagina yang tidak normal. Beberapa masalah terkait dengan menstruasi. Perdarahan selama kehamilan atau setelah persalinan BAB XXII Perdarahan dari Vagina yang tidak normal Beberapa masalah terkait dengan menstruasi Perdarahan selama kehamilan atau setelah persalinan Perdarahan setelah aborsi atau keguguran Perdarahan setelah

Lebih terperinci

PENGERTIAN KELUARGA BERENCANA

PENGERTIAN KELUARGA BERENCANA 1. DATANG KE BALAI PENYULUH KB DI MASING-MASING KECAMATAN TEMUI PETUGAS PENYULUH KB ATAU PEMBANTU PENYULUH KB DESA ATAU LANGSUNG KE TEMPAT PELAYAN KESEHATAN/PUSKESMAS/RUMAH SAKIT 2. PILIH KONTRASEPSI YANG

Lebih terperinci

Amirul Amalia Program Studi DIII Kebidanan STIKES Muhammadiyah Lamongan

Amirul Amalia Program Studi DIII Kebidanan STIKES Muhammadiyah Lamongan SIKAP AKSEPTOR KB IUD (Intra Uterine Device) PADA PERUBAHAN POLA MENSTRUASI DI BPM LATHIFAH SUPRAPTO Amd.Keb DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN Amirul Amalia Program Studi DIII Kebidanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan berbagai. masalah. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah dibidang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan berbagai. masalah. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah dibidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan berbagai masalah. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah dibidang kependudukan yang masih tingginya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sangat diinginkan, mengatur interval antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sangat diinginkan, mengatur interval antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Keluarga Berencana 1.1. Definisi Keluarga Berencana Keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan,

Lebih terperinci

MATERI PENYULUHAN KB 1. Pengertian KB 2. Manfaat KB

MATERI PENYULUHAN KB 1. Pengertian KB 2. Manfaat KB MATERI PENYULUHAN KB 1. Pengertian KB Suatu upaya menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan menggunakan kontrasepsi (Sulistyawati,2013) 2. Manfaat KB a. Untuk ibu : dengan jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk maka semakin besar usaha yang dilakukan untuk. mempertahankan kesejahteraan rakyat. Ancaman terjadinya ledakan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk maka semakin besar usaha yang dilakukan untuk. mempertahankan kesejahteraan rakyat. Ancaman terjadinya ledakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah utama yang dihadapi oleh Indonesia di bidang kependudukan adalah pertumbuhan penduduk yang masih tinggi. Semakin tingginya pertumbuhan penduduk maka semakin

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUR DAN PARITAS AKSEPTOR KB TERHADAP PEMILIHAN KONTRASEPSI SUNTIK

GAMBARAN UMUR DAN PARITAS AKSEPTOR KB TERHADAP PEMILIHAN KONTRASEPSI SUNTIK GAMBARAN UMUR DAN PARITAS AKSEPTOR KB TERHADAP PEMILIHAN KONTRASEPSI SUNTIK Lina Darmayanti Bainuan* *Akademi Kebidanan Griya Husada, Jl. Dukuh Pakis Baru II no.110 Surabaya Email : admin@akbid-griyahusada.ac.id

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kelahiran di Indonesia masih menjadi masalah utama dalam kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan lamban, hingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Pelayanan Keluarga Berencana (KB) di Indonesia mengalami suatu keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator pelayanan KB yaitu

Lebih terperinci

Desi Andriani * Kaca Kunci : Pengetahuan, Pendidikan, AKDR. Daftar pustaka : 16 ( )

Desi Andriani * Kaca Kunci : Pengetahuan, Pendidikan, AKDR. Daftar pustaka : 16 ( ) HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN TINGKAT PENDIDIKAN PASANGAN USIA SUBUR DENGAN PENGGUNAAN AKDR DI KELURAHAN BENTENG PASAR ATAS WILAYAH KERJA PUSKESMAS RASIMAH AHMAD BUKITTINGGI TAHUN 2014 Desi Andriani * ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kontrasepi Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti melawan atau mencegah, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG SOP PEMASANGAN IUD DENGAN KEJADIAN EFEK SAMPING PASCA PEMASANGAN IUD OLEH BIDAN DI WILAYAH KERJA IBI RANTING KENDAL

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG SOP PEMASANGAN IUD DENGAN KEJADIAN EFEK SAMPING PASCA PEMASANGAN IUD OLEH BIDAN DI WILAYAH KERJA IBI RANTING KENDAL HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG SOP PEMASANGAN IUD DENGAN KEJADIAN EFEK SAMPING PASCA PEMASANGAN IUD OLEH BIDAN DI WILAYAH KERJA IBI RANTING KENDAL Desi Wijayanti ED Akbid Uniska Kendal Email : desita_aya@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organisation) adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organisation) adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluarga Berencana ( KB ) 2.1.1. Definisi Keluarga Berencana (KB) Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organisation) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan

Lebih terperinci