BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi hewan adalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi hewan adalah"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aedes aegypti Salah satu nyamuk yang merupakan vektor dari berbagai macam penyakit, adalah Aedes aegypti. 1. Taksonomi Aedes aegypti Kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut : (Soegijanto, 2006) Filum Kelas Bangsa Suku Marga Jenis : Arthropoda : Insecta : Diptera : Culicidae : Aedes : Aedes aegypti 2. Morfologi Aedes aegypti Aedes aegypti berbadan sedikit lebih kecil, tubuhnya sampai ke kaki berwarna hitam dan bergaris-garis putih. Nyamuk ini tidak menyukai tempat yang kotor, biasa bertelur pada genangan air yang tenang dan bersih seperti jambangan bunga, tempayan, bak mandi dan lain-lain yang kurang diterangi matahari dan tidak dibersihkan secara teratur. Bagi nyamuk Aedes aegypti, darah manusia berfungsi untuk mematangkan telur agar dapat dibuahi pada 5

2 saat perkawinan (Rozanah, 2004). Secara umum nyamuk Aedes aegypti sebagaimana serangga lainnya mempunyai ciri-ciri : (Sudarto, 1972) a. Terdiri dari tiga bagian, yaitu : kepala, dada, dan perut. b. Pada kepala terdapat sepasang antena yang berbulu dan moncong yang panjang ( proboscis) untuk menusuk kulit hewan atau manusia dan menghisap darahnya. c. Pada dada tersusun dari 3 ruas, yaitu porothorax, mesothorax, dan metathorax. Serta sepasang sayap depan dan sayap belakang yang mengecil yang berfungsi sebagai penyeimbang (halter). d. Pada bagian perut terdiri atas 10 ruas dan pada ruas-ruas tersebut terdapat bintik-bintik putih dan ruas terakhir sebagai alat kelamin. Waktu istirahat pada nyamuk ini tubuhnya sejajar dengan bidang permukaan yang dihinggapinya. 3. Siklus Hidup Aedes aegypti Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti secara sempurna yaitu melalui 4 stadium, yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa (Sudarto, 1972). Gambar.1 siklus hidup nyamuk Aedes aegypti (Sumber : Informasi kesehatan.org)

3 Larva Setelah menetas, telur akan berkembang menjadi larva (jentik-jentik). Pada stadium ini, kelangsungan hidup larva dipengaruhi suhu, ph air perindukan, ketersediaan makanan, cahaya, kepadatan larva, lingkungan hidup, serta adanya predator (Iskandar, 1985). Kepala Toraks Badan Ekor Gambar.2 larva Aedes aeygpti (Sumber : dinkeskotapadang1.wordpress.com) Berikut ini adalah ciri-ciri dari larva Aedes aegypti : 1. Adanya corong udara ( siphon) pada segmen terakhir. Pada corong udara tersebut memiliki gigi pecten serta sepasang rambut dan jumbai. 2. Pada segmen-segmen abdomen tidak dijumpai adanya rambut-rambut berbentuk kipas (palmate hairs). 3. Pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan ada comb scale sebanyak 8-21 atau berjejer Bentuk individu dari comb scale seperti duri. Pada sisi thorax terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan adanya sepasang rambut di kepala (Iskandar, 1985). Larva Aedes aegypti biasa bergerak-gerak lincah dan aktif, dengan memperlihatkan gerakan-gerakan naik ke permukaan air dan turun ke dasar

4 wadah secara berulang. Larva mengambil makanan di dasar wadah, oleh karena itu larva Aedes aegypti disebut pemakan makanan di dasar ( bottom feeder). Makanannya terdiri dari mikroorganisme, detritus, alga, protista, daun, dan invertebrata hidup dan mati (Barry J. Beaty, 1996). Pada saat larva mengambil oksigen dari udara, larva menempatkan corong udara ( siphon) pada permukaan air seolah-olah badan larva berada pada posisi membentuk sudut dengan permukaan air sekitar 30 0 C-45 0 C (Soegijanto, 2006). Larva Aedes aegypti mempunyai tubuh memanjang tanpa kaki dengan bulu-bulu sederhana yang tersusun bilateral simetris. Larva ini dalam pertumbuhan dan perkembangannya mengalami 4 kali pergantian kulit (ecdysis), dan larva yang terbentuk berturut-turut disebut instar I, II, III, dan IV. Larva instar I, tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1-2 mm, duri-duri ( spinae) pada dada ( thorax) belum begitu jelas, dan corong pernapasan ( siphon) belum menghitam. Larva instar II bertambah besar, ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada belum jelas, dan corong pernapasan sudah berwarna hitam. Pada saat larva instar II mengambil oksigen dari udara, larva instar II menempatkan corong udara (siphon) pada permukaan air seolah-olah badan larva berada pada posisi membentuk sudut dengan permukaan air sekitar 30 0 C, larva instar II dalam bergerak tidak terlalu aktif. Larva instar IV telah lengkap struktur anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala ( chepal), dada ( thorax), dan perut ( abdomen). Larva ini tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif, dan waktu

5 istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus sekitar 45 0 C dengan bidang permukan air (Soegijanto, 2006). Temperatur optimal untuk perkembangan larva ini adalah 25 0 C 30 0 C. larva berubah menjadi pupa memerlukan waktu 4-5 hari. Perkembangan dari instar I ke instar II berlangsung dalam 2-3 hari, kemudian dari instar II ke instar III dalam waktu 2 hari, dan perubahan dari instar III ke instar IV dalam waktu 2-3 hari (Kusnindar, 1990). B. Aedes albopictus 1. Klasifikasi Aedes albopictus Klasifikasi Aedes albopictus adalah sebagai berikut : Kingdom Phylum Ordo Familia Genus Spesies : Animalia : Insecta : Diptera : Culicidae : Aedes : Aedes albopictus Aedes albopictus dalam musim penghujan relatif tersedia lebih banyak tempat yang cocok bagi habitat Aedes albopictus. Itulah sebabnya jumlah populasi Aedes albopictus merupakan nyamuk yang selalu menggigit dan menghisap darah manusia sepanjang hari mulai pagi-sore (Jtpt Unimus, 2008). Penularan penyakit DBD dari satu orang ke orang lain dengan perantara nyamuk Aedes sp. Penyakit ini tidak akan menular tanpa ada gigitan nyamuk.

6 Nyamuk pembawa virus dengue yang paling utama adalah jenis Aedes aegypti, sedangkan Aedes albopictus relatif jarang (Dr Widodo.J, 2007). Waktu menggigit paling sedikit ialah pada saat tengah hari selama cuaca kering dan panas. Perbedaan waktu puncak aktivitas antara menggigit di dalam dan di luar rumah diduga disebabkan oleh perbedaan intensitas cahaya. Nyamuk ini pertama kali menyerang manusia pada tungkai, tetapi sering juga pada lengan (Jtpt Unimus, 2008). Waktu bertelur sesudah menghisap darah dipengaruhi oleh temperatur. Waktu terpendek antara menghisap darah dan bertelur untuk pertama kali ialah 7 hari pada suhu 21 0 C dan 3 hari pada suhu 28 0 C. Telur yang masak (umur4-7 hari) akan menetas segera sesudah kontak dengan air (Jtptunimus, 2008). Larva dapat hidup dalam air jernih dan air hujan, begitu pula dalam kontainer alamiah atau buatan hanya dengan membutuhkan sedikit makanan. Besar dan perkembangan larva dipengaruhi oleh temperatur dan persediaan makanan. Makanan yang mengandung protein lebih disukai dari pada yang mengandung hidrat arang (Jtptunimus, 2008). Stadium pupa tidak lama, rata-rata berumur 2 ½ hari. Dalam percobaan penyelidikan di laboratorium ternyata nyamuk dewasa dapat hidup maksimal selama 10 hari, umurnya di alam tidak diketahui, tetapi pasti lebih pendek. Sepuluh hari setelah nyamuk menghisap darah manusia yang kebetulan menderita infeksi dengue, virus diketemukan dalam kelenjar ludahnya,

7 sehingga dapat dimengerti bahwa hanya nyamuk betina yang telah berumur 10 hari keatas dapat menyebabkan virus dengue (Jtptunimus, 2008). 2. Pengendalian Vektor Dalam penanggulangan vektor dapat dilakukan beberapa hal : terhadap telur, larva dan nyamuk dewasa. Secara garis besar ada 4 cara pengendalian vektor yaitu : a) Pengendalian cara kimiawi digunakan insektisida yang dapat ditujukan terhadap nyamuk dewasa atau larva yang terdiri dari golongan organochlorine, organophospor (contoh temephos, abate) carbamate, dan pyrethroid (Soegijanto, 2006). b) Pengendalian cara radiasi yaitu nyamuk dewasa jantan diradiasi dengan bahan radioaktif dengan dosis tertentu sehingga menjadi mandul. Kemudian nyamuk jantan yang telah diradiasi ini dilepaskan ke alam bebas. Meskipun nanti berkopulasi dengan nyamuk betina tidak akan dapat menghasilkan telur yang fertile (Soegijanto, 2006). c) Pengendalian lingkungan dapat digunakan dengan beberapa cara antara lain melakukan gerakan 3M yaitu : 1) Menguras (TPA) Tempat Penampungan Air secara rutin, 2) Menutup rapat (TPA), 3) Mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan (Soegijanto, 2006). d) Pengendalian genetik pengendalian genetik telah banyak dilakukan percobaan tetapi belum pernah ditetapkan di lapangan. Salah satu cara pengendalian genetik dengan teknik jantan mandul, yaitu melepas sejumlah besar nyamuk jantan yang sudah dimandulkan. Nyamuk-nyamuk

8 betina hanya kawin satu kali seumur hidup, sehingga jika nyamuk betina dikawinkan dengan nyamuk jantan mandul tadi, maka tidak akan menghasilkan keturunan (Soegijanto, 2006). e) Pengendalian hayati atau sering disebut pengendalian biologis dilakukan dengan menggunakan kelompok hidup, baik dari golongan hewan invertebrata atau hewan vertebrata, maupun dari golongan mikroorganisme yang bersifat pathogen seperti dari golongan virus, bakteri, fungi atau protozoa. Sebagai pengendali hayati, dapat berperan sebagai patogen, parasit, atau pemangsa (Soegijanto, 2006). C. Jamur Jamur adalah jenis tumbuhan rendah yang tidak memiliki klorofil (pigmen hijau daun), sehingga tidak mampu berfotosintesis atau membentuk makanan sendiri. Untuk melangsungkan kehidupannya, jamur menggantungkan pada organisme lain, oleh karena itu jamur bersifat heterotrof. Sifat ketergantungan ini dapat berperan sebagai saprofit (bila tidak merugikan hospes yang ditumpanginya) atau sebagai parasit (bila merugikan hospes yang ditumpanginya) (Lud.W, 2005). Istilah jamur mempunyai sinonim yang banyak, seperti : fungi, misetes, kapang, kulit lapuk, dan sebagainya. Untuk pertumbuhannya, jamur memerlukan kondisi habitat yang mempunyai kelembaban tinggi, tersedia bahan organik serta tersedia oksigen cukup untuk kelangsungan hidupnya. Kebanyakan jamur hidup dari bahan organik yang mati atau mengalami pembusukan. Tetapi anggota yang

9 lain, hidup pada jaringan-jaringan organisme yang masih hidup, misalnya pada hewan, tumbuhan, dan manusia (Lud.W, 2005). 1. Ciri-ciri jamur Jamur sebagai tumbuhan tingkat rendah mempunyai ciri khas, yakni berupa benang tunggal atau bercabang-cabang yang disebut dengan hifa. Kumpulan dari hifa-hifa akan membentuk miselium. Jamur merupakan organisme eukariotik yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut berkembang biak dengan : (1) berkembang biak dengan spora, (2) tidak mempunyai klorofil sehingga tidak berfotosintesis, (3) dapat berkembang biak secara seksual dan aseksual, (4) tubuh berfilamen dan dinding sel mengandung kitin, glukan dan selulosa (Lud.W, 2005). 2. Struktur sel jamur Jamur merupakan eukariotik oleh karena itu struktur sel jamur dapat kita ketahui adanya : dinding sel, membran sel, inti, sitoplasma, reticulum endoplasma, badan golgi, vakuola, ribosom, mitokondria, dan organel yang lain. Dinding sel jamur terdiri dari sellulosin, chitin atau campuran keduanya, yang merupakan karbohidrat (90%) dan protein (10%). Ada beberapa golongan fungi yang mempunyai dinding sel yang berbeda, diantaranya : fungi aquatic, klas zygomycetes, klas ascomycetes (yeast), klas basidiomycetes (yeast), fungi dengan hifa septa (Lud.W, 2005). Struktur tambahan pada jamur juga ditemuin adanya kapsul, atau lendir pada jamur yang merupakan struktur tambahan pada bagian luar dinding sel merupakan polisakarida yang berfungsi untuk menjaga dari kekeringan dan

10 meningkatkan daya patogenitas. Jamur yang berkapsul secara makroskopik koloninya tampak basah atau mucoid. (Lud.W, 2005) D. Aspergillus niger 1. Klasifikasi Aspergillus niger Klasifikasi jamur Aspergillus niger adalah sebagai berikut : Domain Kingdom Phylum Subphylum Class Order Family Genus Species : Eukaryota : Fungi : Ascomycota : Pezizomycotina : Eurotiomycetes : Eurotiales : Trichocomaceae : Aspergillus : Aspergillus niger 2. Morfologi Aspergillus niger Aspergillus niger Merupakan jamur multiselluler (mempunyai inti lebih dari satu) yang membentuk benang-benang hifa / filament. Kumpulan dari hifa disebut misellium yang membentuk suatu anyaman. Hifa yang dibentuk ada yang bersekat ataupun tidak bersekat. Hifa yang berada di atas permukaan media disebut hifa aerial yang berfungsi sebagai alat perkembangbiakan. Hifa yang berada di dalam media disebut hifa vegetatif berfungsi sebagai alat untuk menyerap makanan. Secara makroskopik (pada

11 media SGA+Antibiotik) jamur yang berbentuk mold membentuk koloni yang berserabut / granuler koloninya tampak kasar (rought) (Lud.W, 2005). 3. Deskripsi Aspergillus niger Aspergillus niger termasuk kedalam jamur jenis kapang. Aspergillus niger mempunyai ciri-ciri yang khas yaitu tubuh terdiri dari benang yang bercabang-cabang disebut hifa, kumpulan hifa disebut miselium, tidak mempunyai klorofil dan hidup heterotrof (Fardiaz, 1989). Aspergillus niger memiliki bulu dasar bewarna putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal bewarna coklat gelap sampai hitam. Kepala konidia bewarna hitam, bulat, cenderung memisah menjadi bagianbagian yang lebih longgar dengan bertambahnya umur. Konidiospora memiliki dinding yang halus, hialin juga bewarna coklat. Aspergillus niger berkembang biak secara vegetatif dan generatif melalui pembelahan sel dan spora-spora yang dibentuk didalam askus atau kotak spora (Raper dan Fennel, 1977). Aspergillus niger mempunyai bagian yang khas yaitu hifanya yang berseptat, spora yang bersifat aseksual dan tumbuh memanjang diatas stigma, mempunyai sifat aerobik, sehingga dalam pertumbuhannya memerlukan oksigen dalam jumlah yang cukup. Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu 35 0 C-37 0 C (optimum), 6 0 C-8 0 C (minimum), 45 0 C-47 0 C (maksimum). Kisaran ph yang dibutuhkan 2,8-8,8 dengan kelembaban 80-90%. Habitat Aspergillus niger kosmopolit di daerah tropis dan subtropis, mudah didapatkan dan di isolasi dari udara, tanah dan air (Fardiaz, 1989).

12 Enzim dihasilkan oleh semua mahkluk hidup untuk mengkatalis reaksi biokimia dalam tubuh mahkluk hidup tersebut sehingga reaksi-reaksi itu dapat berlangsung lebih cepat. Aktivitas enzim di lingkungan yang terjadi pada berbagai sumber mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Mikroorganisme ini menghasilkan enzim intraseluler dan enzim ekstraseluler. Enzim intraseluler merupakan enzim yang langsung digunakan didalam sel dan sering ditemukan pada bagian membran dari sebuah organel sel. Enzim ekstraseluler merupakan merupakan enzim yang dilepas dari sel ke lingkungan untuk menghidrolisis polimer dilingkungan, seperti selulosa, hemiselulosa, lignin, atau juga untuk menfasilitasi kebutuhan metabolismenya (Maier.et,al, 2000). Enzim ekstraseluler yang dihasilkan Aspergillus niger diantaranya, enzim selulase, enzim kitinase, α-amilase, β-amilase, glukoamilase, katalase, pektinase, lipase, laktase, invertase, asam protease (Rat ledge, 1994). Substrat merupakan sumber nutrien utama bagi jamur. Dalam pertumbuhannya, Aspergillus niger berhubungan langsung dengan makanan yang terdapat dalam substrat. Molekul sederhana yang terdapat disekeliling hifa dapat langsung diserap, sedangkan molekul yang lebih kompleks seperti selulosa, protein, pati dan protein harus dipecah atau dipisah terlebih dahulu sebelum diserap kedalam sel dengan menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler. Bahan organik didalam substrat digunakan oleh jamur Aspergillus niger untuk aktivitas transport, pemeliharaan struktur sel dan mobilitas (pergerakan) sel (Hardjo,et.al, 1989).

13 Enzim selulase dihasilkan oleh berbagai jenis mikroorganisme diantaranya bakteri dan fungi. Meskipun banyak mikroorganisme yang dapat mendegadrasi selulosa (polisakarida), hanya beberapa mikroorganisme yang memproduksi enzim selulase dalam jumlah yang signifikan yang mampu menghidrolisa kristal selulosa secara invitra. Fungi adalah mikroorganisme utama yang dapat memproduksi enzim selulase, meskipun beberapa bakteri telah dilaporkan juga menghasilkan aktivitas selulase, fungi berfilamen seperti Trichoderma dan Aspergillus sangat efisien dalam memproduksi enzim selulase (Aderemi dkk, 2008). Kitin merupakan selulosa alami yang banyak terdapat pada hewan arthopoda yang merupakan komponen eksoskeleton dan komponen dinding sel fungi maupun bakteri. Senyawa kitin dapat didegradasi secara kimia dan enzimatik. Degadrasi kitin secara enzimatik yaitu dengan menggunakan enzim kitinase yang dihasilkan oleh bakteri maupun fungi (Aderemi dkk, 2008). 4. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur adalah : a) Kebutuhan Air Kebanyakan jamur membutuhkan air minimal untuk pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan khamir dan bakteri (Srikandi.F, 1989). b) Suhu Pertumbuhan Kebanyakan jamur bersifar mesofilik, yaitu tumbuh baik pada suhu kamar. Suhu optimum pertumbuhan untuk kebanyakan jamur adalah sekitar 25 0 C-

14 30 0 C, tetapi beberapa dapat tumbuh pada suhu 35 0 C-37 0 C atau lebih tinggi, misalnya Aspergillus. Beberapa jamur bersifat psikotropik yaitu dapat tumbuh baik pada suhu lemari es dan beberapa biakan masih dapat tumbuh lambat pada suhu dibawah suhu pembekuan, misalnya pada suhu C sampai 10 0 C. Beberapa jamur yang bersifat termofilik yaitu dapat tumbuh pada suhu tinggi (Srikandi.F, 1989). c) Kebutuhan Oksigen dan ph Semua jamur bersifat aerobik yaitu membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya. Kebanyakan jamur dapat tumbuh pada kisaran ph yang luas yaitu ph 2-8,5 tetapi biasanya pertumbuhannya akan lebih baik pada kondisi asam atau ph rendah (Srikandi.F, 1989). d) Substrat atau Media Pada umumnya jamur dapat menggunakan berbagai komponen makanan dari yang sederhana sampai kompleks. Kebanyakan jamur memproduksi enzim hidrolitik misalnya amylase, pektinase, proteinase, dan lipase. Oleh karena itu dapat tumbuh pada makanan yang mengandung pati, protein, pectin, dan lipid (Srikandi.F, 1989). e) Komponen Penghambat Beberapa jamur mengeluarkan komponen yang dapat menghambar organisme lainnya. Komponen ini disebut antibiotik. Beberapa komponen lain bersifat mikostatik yaitu penghambat pertumbuhan jamur atau fungisidal yang membunuh jamur. Pertumbuhan jamur biasanya berjalan lambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan bakteri dan khamir. Jika

15 kondisi pertumbuhan memungkinkan semua mikroorganisme untuk tumbuh, jamur biasanya kalah dalam kompetisi dengan khamir dan bakteri. Tetapi sesekali jamur dapat mulai tumbuh, pertumbuhan yang ditandai dengan pertumbuhan miselium dapat berlangsung dengan cepat (Srikandi.F, 1989). 5. Kerangka Teori Bioinsektisida spora menempel Hifa terbentuk, masuk ke jaringan internal larva&tumbuh kedalam sel tubuh larva Spora Aspergillus niger Komponen Eksoskeleton Larva Aedes sp Kutikula(senyawa kitin) Polisakarida (selulosa) Substrat/media Pertumbuhan jamur Kematian Larva Aedes sp Terganggunya proses Pertumbuhan & Metabolisme Larva Aedes sp Kerusakan struktur Eksoskeleton Larva Aedes sp Aktivitas toksin, Enzim kitinase & enzim selulase Aspergillus niger (Gambar.3 Kerangka Teori)

16 6. Kerangka Konsep Volume suspensi spora Aspergillus niger Kematian Larva Aedes sp Umur larva Aedes sp Waktu inkubasi (Gambar.4 Kerangka Konsep) Variabel a) Variabel bebas : Volume suspensi spora Aspergillus niger b) Variabel terikat : Kematian larva Aedes sp c) Variabel Kendali : Umur larva Aedes sp Waktu inkubasi 7. Hipotesa Semakin tinggi volume suspensi spora jamur Aspergillus niger, maka semakin tinggi jumlah kematian larva Aedes sp.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes sp 1. Klasifikasi Nyamuk Aedes sp Nyamuk Aedes sp secara umum mempunyai klasifikasi (Womack, 1993), sebagai berikut : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Genus Upagenus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aedes sp Nyamuk Aedes sp tersebar di seluruh dunia dan diperkirakan mencapai 950 spesies. Nyamuk ini dapat menyebabkan gangguan gigitan yang serius terhadap manusia dan binatang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA kaki) 6) Arthropoda dibagi menjadi 4 klas, dari klas klas tersebut terdapat klas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Nyamuk Arthropoda adalah binatang invertebrata; bersel banyak; bersegmen segmen;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk 1. Nyamuk sebagai vektor Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae dan Anophelinae.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Nyamuk Aedes Sp Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya relatif optimum, yakni senantiasa lembab sehingga sangat memungkinkan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke berbagai penjuru dunia. Di Indonesia sendiri, tanaman pepaya (Carica

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke berbagai penjuru dunia. Di Indonesia sendiri, tanaman pepaya (Carica BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pepaya Pepaya ( Carica papaya) bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman pepaya (Carica papaya) diduga berasal dari Amerika Tengah yang beriklim tropis. Tanaman ini oleh para pedagang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Nyamuk Dalam daur kehidupan nyamuk mengalami proses metamorfosis sempurna, yaitu perubahan bentuk tubuh yang melewati tahap telur, larva, pupa, dan imago atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Larva Aedes aegypti 1. Klasifikasi Aedes aegypti Klasifikasi nyamuk Ae. aegypti adalah sebagai berikut (Srisasi Gandahusada, dkk, 2000:217): Divisi : Arthropoda Classis : Insecta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aedes sp Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Super Class Class Sub Class Ordo Sub Ordo Family Sub

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013) II. TELH PUSTK Nyamuk edes spp. dewasa morfologi ukuran tubuh yang lebih kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengenalan Nyamuk Ada lebih dari 2500 spesies nyamuk di seluruh dunia. Semua nyamuk memerlukan air untuk melengkapi siklus hidupnya. Jenis air di mana larva nyamuk ditemukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Nyamuk Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit. Menurut klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi menjadi 109

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon TINJAUAN PUSTAKA Jabon (Anthocephalus cadamba) merupakan salah satu jenis tumbuhan lokal Indonesia yang berpotensi baik untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman maupun untuk tujuan lainnya, seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 2.1 Aedes aegypti Mengetahui sifat dan perilaku dari faktor utama penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), yakni Aedes aegypti,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthopoda : Insekta : Lepidoptera : Plutellidae : Plutella

Lebih terperinci

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id Parasitologi Kesehatan Masyarakat KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit Mapping KBM 8 2 Tujuan Pembelajaran Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa mampu menggunakan pemahaman tentang parasit

Lebih terperinci

JAMUR (fungi) Oleh : Firman Jaya,S.Pt.,MP 4/3/2016 1

JAMUR (fungi) Oleh : Firman Jaya,S.Pt.,MP 4/3/2016 1 JAMUR (fungi) Oleh : Firman Jaya,S.Pt.,MP 4/3/2016 1 Pendahuluan JAMUR FUNGI KAPANG MOLD KHAMIR YEAST JAMUR MUSHROOM 4/3/2016 2 Karakteristik Fungi: Apakah fungi termasuk tanaman? Fungi heterotrophs. -

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Aedes aegypti Nyamuk Ae. aegypti termasuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dan masuk ke dalam subordo Nematocera. Menurut Sembel (2009) Ae. aegypti dan Ae. albopictus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. memburuk setelah dua hari pertama (Hendrawanto dkk., 2009). Penyebab demam

II. TINJAUAN PUSTAKA. memburuk setelah dua hari pertama (Hendrawanto dkk., 2009). Penyebab demam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aspergilus sp adalah salah satu jenis mikroorganisme yang termasuk jamur,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aspergilus sp adalah salah satu jenis mikroorganisme yang termasuk jamur, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aspergillus sp Aspergilus sp adalah salah satu jenis mikroorganisme yang termasuk jamur, dan termasuk dalam mikroorganisme eukariotik. Aspergilus sp secara mikroskopis dicirikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak

Lebih terperinci

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Upik Kesumawati Hadi *) Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Demam Berdarah Dengue a. Definisi Demam berdarah dengue merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue terdiri

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Sebagai Vektor Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta. Nyamuk mempunyai dua sayap bersisik, tubuh yang langsing dan enam kaki panjang. Antar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk Aedes sp. adalah serangga pembawa vektor penyakit Deman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk Aedes sp. adalah serangga pembawa vektor penyakit Deman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamuk Aedes sp. Nyamuk Aedes sp. adalah serangga pembawa vektor penyakit Deman Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia khususnya spesies Aedes aegypti dan Aedes albopictus. 2.1.1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014):

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014): 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengisap Polong Kedelai (Riptortus linearis) Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014): Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Hemiptera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Dengue, gejalanya adalah demam tinggi, disertai sakit kepala, mual, muntah,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. ,

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. , 5 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. Nyamuk masuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dengan tiga subfamili yaitu Toxorhynchitinae (Toxorhynchites), Culicinae (Aedes, Culex, Mansonia, Armigeres),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSAKA. Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat

BAB II TINJAUAN PUSAKA. Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat BAB II TINJAUAN PUSAKA A. Mahoni (Swietenia mahagoni jacg) Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat lain yang dekat dengan pantai, atau di tanam di tepi jalan sebagai pohon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Epidemiologi DBD Infeksi virus Dengue di Indonesia sejak abad ke- 18. Infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai demam lima hari (vijfdaagse koorts), atau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Culex sp Culex sp adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit yang penting seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese enchepalitis, St Louis encephalitis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah tropis merupakan tempat mudah dalam pencemaran berbagai penyakit, karena iklim tropis ini sangat membantu dalam perkembangan berbagai macam sumber penyakit.

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakitnya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) yang masih menjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Demam Berdarah Dengue a. Definisi DBD adalah demam virus akut yang disebabkan oleh nyamuk Aedes, tidak menular langsung dari orang ke orang dan gejala berkisar

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran Stadium Larva Telur nyamuk Ae. aegyti menetas akan menjadi larva. Stadium larva nyamuk mengalami empat kali moulting menjadi instar 1, 2, 3 dan 4, selanjutnya menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Larva Aedes Sp 1. Klasifikasi Nyamuk Aedes sp Nyamuk Aedes sp secara umum mempunyai klasifikasi (Womack, 1993), sebagai berikut : Kerajaan : Animalia Filum Kelas Ordo Famili

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen) Kedudukan taksonomi cabai rawit dalam tatanama atau sistematika (taksonomi) tumbuhan adalah sebagai berikut (Rukmana,

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA Koloni Trichoderma spp. pada medium Malt Extract Agar (MEA) berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Trichoderma spp. merupakan kapang Deutromycetes yang tersusun atas banyak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vektor Aedes aegypti merupakan vektor utama Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia sedangkan Aedes albopictus adalah vektor sekunder. Aedes sp. berwarna hitam dan belang-belang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut: 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Anopheles sp. a. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthopoda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Patogen Serangga Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau membunuh inangnya karena menyebabkan penyakit pada serangga. Patogen masuk ke dalam tubuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapang Rhizopus oligosporus Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker & Moore (1996) adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Kelas Ordo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue 1. Definisi DBD merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang penularannya dari satu penderita ke penderita lain disebarkan oleh nyamuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit. Demam Berdarah Dangue (DBD) yaitu Aedes aegypti dan Aedes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit. Demam Berdarah Dangue (DBD) yaitu Aedes aegypti dan Aedes BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes Sp 1.Pengertian Aedes Sp Nyamuk Spesies Aedes merupakan vector penyebar virus dengue penyebab penyakit. Demam Berdarah Dangue (DBD) yaitu Aedes aegypti dan Aedes

Lebih terperinci

Nyamuk sebagai vektor

Nyamuk sebagai vektor Peran Serangga dalam Kedoktera 1.Tularkan penyakit (Vektor dan Hospes perantara). 2. Entomofobia 3. Toksin, menimbulkan kelaian 4. Alergi 5. Penyakit Nyamuk sebagai vektor Vektor Biologi (vektor malaria,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan sebagai vektor penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sirih (Piper bettle L.) 1. Klasifikasi Sirih (Piper bettle L.) Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah sebagai berikut : Regnum Divisio Sub Divisio

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura S. litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi TINJAUAN PUSTAKA Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadangkadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

Gambar 1.2: reproduksi Seksual

Gambar 1.2: reproduksi Seksual Jamur Roti (Rhizopus nigricans) Jika roti lembab disimpan di tempat yang hangat dan gelap, beberapa hari kemudian akan tampak jamur tumbuh diatasnya. Spora yang berkecambah pada permukaan roti akan membentuk

Lebih terperinci

KELOMPOK G EUKARYOTA. Yudi Prasetiyo Dony Pratama Akhira Yanti Ningsih Ritonga Mey Laurentya Manalu Ramsiah Diliana Cahaya Mora Siregar

KELOMPOK G EUKARYOTA. Yudi Prasetiyo Dony Pratama Akhira Yanti Ningsih Ritonga Mey Laurentya Manalu Ramsiah Diliana Cahaya Mora Siregar KELOMPOK G EUKARYOTA Yudi Prasetiyo Dony Pratama Akhira Yanti Ningsih Ritonga Mey Laurentya Manalu Ramsiah Diliana Cahaya Mora Siregar 1. Pengertian Sel yang mempunyai struktur yang kompleks. Inti dan

Lebih terperinci

JAMUR (fungi) Oleh : Firman Jaya,S.Pt.,MP 4/3/2016 1

JAMUR (fungi) Oleh : Firman Jaya,S.Pt.,MP 4/3/2016 1 JAMUR (fungi) Oleh : Firman Jaya,S.Pt.,MP 4/3/2016 1 JAMUR FUNGI KAPANG MOLD KHAMIR YEAST JAMUR MUSHROOM 4/3/2016 2 OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI KHAMIR Struktur/ morfologi Pengelompokkan Cara Reproduksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil, 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hama Symphilid Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil, berwarna putih dan pergerakannya cepat. Dalam siklus hidupnya, symphylid bertelur dan telurnya

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecap Kedelai 1. Definisi Kecap Kedelai Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4 TINJAUAN PUSTAKA Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi Siklus hidup S. litura berkisar antara 30 60 hari (lama stadium telur 2 4 hari, larva yang terdiri dari 6 instar : 20 26 hari, pupa 8

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros). berikut: Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan Jumlah jamur yang terdapat pada dendeng daging sapi giling dengan perlakuan dan

Lebih terperinci

Fungi pada awal ditemukannya dikelompokkan sebagai tumbuhan. Dalam perkembangannya, fungi dipisahkan dari tumbuhan karena banyak hal yang berbeda.

Fungi pada awal ditemukannya dikelompokkan sebagai tumbuhan. Dalam perkembangannya, fungi dipisahkan dari tumbuhan karena banyak hal yang berbeda. IMA YUDHA PERWIRA Mikologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang jamur, banyak orang juga menyebut cendawan. Fungi adalah nama regnum/kingdom dari sekelompok besar makhluk hidup eukariotik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serangga yaitu Aedes spesies. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah. penyakit demam berdarah akut, terutama menyerang anak-anak dengan

I. PENDAHULUAN. serangga yaitu Aedes spesies. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah. penyakit demam berdarah akut, terutama menyerang anak-anak dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang umumnya ditemukan di daerah tropis dan ditularkan lewat hospes perantara jenis serangga yaitu Aedes spesies.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes Aegypti Menurut Marcellus nyamuk Aedes aegypti mempunyai peranan penting dalam bidang kesehatan yaitu sebagai vektor DBD. DBD disebabkan oleh virus dan terdapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp. 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Lalat Buah (Bactrocera sp.) Menurut Deptan (2007), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: kingdom: Animalia, filum : Arthropoda, kelas : Insect, ordo : Diptera,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular disebabkab oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan Aedes aegypti. Penyakit ini dapat menyerang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

MORFOLOGI DAN STRUKTUR MIKROORGANISME. Dyah Ayu Widyastuti

MORFOLOGI DAN STRUKTUR MIKROORGANISME. Dyah Ayu Widyastuti MORFOLOGI DAN STRUKTUR MIKROORGANISME Dyah Ayu Widyastuti Mikrobiologi Micros: kecil/renik Bios: hidup Mikrobiologi kajian tentang mikroorganisme meliputi aspek: morfologi, fisiologi, reproduksi, ekologi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri patogen serangga yang

I. PENDAHULUAN. Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri patogen serangga yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri patogen serangga yang telah dikembangkan menjadi salah satu bioinseksitisida yang patogenik terhadap larva nyamuk

Lebih terperinci

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila I. Praktikum ke : 1 (satu) II. Hari / tanggal : Selasa/ 1 Maret 2016 III. Judul Praktikum : Siklus Hidup Drosophila melanogaster IV. Tujuan Praktikum : Mengamati siklus hidup drosophila melanogaster Mengamati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makhluk hidup bertahan hidup secara berkegantungan, termasuk nyamuk yang hidupnya mencari makan berupa darah manusia, dan membawa bibit penyakit melalui nyamuk (vektor).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti yang 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Nyamuk sebagai vektor penyakit 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD atau DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) adalah penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti

Lebih terperinci

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK Balai Litbang P2B2 Banjarnegara Morfologi Telur Anopheles Culex Aedes Berbentuk perahu dengan pelampung di kedua sisinya Lonjong seperti peluru senapan Lonjong seperti

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan UKDW. data dari World Health Organization (WHO) bahwa dalam 50 tahun terakhir ini

BAB I. Pendahuluan UKDW. data dari World Health Organization (WHO) bahwa dalam 50 tahun terakhir ini BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan utama di negara - negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Hal ini diperkuat dengan data dari World Health

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis terbesar di dunia. Iklim tropis menyebabkan adanya berbagai penyakit tropis yang disebabkan oleh nyamuk seperti malaria

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti 1. Klasifikasi Aedes aegypti Urutan klasifikasi dari nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Philum : Arthropoda Sub Philum : Mandibulata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara tropis, termasuk Indonesia. Jumlah penderita DBD cenderung meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada tahun 2014, sampai pertengahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. apabila diterapkan akan meningkatkan kesuburan tanah, hasil panen yang baik,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. apabila diterapkan akan meningkatkan kesuburan tanah, hasil panen yang baik, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Pengomposan Pengomposan adalah dekomposisi biologis yang dikontrol agar bahan organik menjadi stabil. Proses pengomposan sama seperti dekomposisi alami kecuali ditingkatkan dan

Lebih terperinci

Pendahuluan. UNSYIAH Universitas Syiah Kuala 9/28/2016. Pohon Kehidupan. Tiga Domain Kehidupan

Pendahuluan. UNSYIAH Universitas Syiah Kuala 9/28/2016. Pohon Kehidupan. Tiga Domain Kehidupan Pengantar Biologi MPA-107, 3 (2-1) Kuliah 13 BIOSISTEMATIKA & EVOLUSI: MIKROORGANISME Tim Pengantar Biologi Jurusan Biologi FMIPA Unsyiah Pendahuluan Mikroorganisme, atau mikroba, adalah makhluk hidup

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api (Setothosea asigna van Eecke) berikut: Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai Kingdom Pilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial

TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial Apis cerana merupakan serangga sosial yang termasuk dalam Ordo Hymenoptera, Famili Apidae hidup berkelompok membentuk koloni. Setiap koloni terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering muncul pada musim hujan ini antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi yang dilakukan dalam penelitian serta sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Sampai saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan. tahun 1953 di Fillipina. Selama tiga dekade berikutnya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan. tahun 1953 di Fillipina. Selama tiga dekade berikutnya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan tahun 1953 di Fillipina. Selama tiga dekade berikutnya, kasus demam berdarah dengue/sindrom renjatan dengue ditemukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk Nyamuk merupakan serangga yang memiliki tubuh berukuran kecil, halus, langsing, kaki-kaki atau tungkainya panjang langsing, dan mempunyai bagian

Lebih terperinci

Musca domestica ( Lalat rumah)

Musca domestica ( Lalat rumah) PARASITOLOGI LALAT SEBAGAI VEKTOR PENYAKT Musca domestica ( Lalat rumah) Oleh : Ni Kadek Lulus Saraswati P07134013007 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN D-III

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, Indonesia UKDW

BAB I PENDAHULUAN. utama di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, Indonesia UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan utama di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, Indonesia menduduki urutan tertinggi kasus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sanitasi Makanan 1. Pengertian Hygiene dan Sanitasi Makanan Makanan adalah salah satu kebutuhan pokok menusia untuk kelangsungan hidup, selain kebutuhan sandang dan perumahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Family Genus Spesies : Mycota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Tauge Kacang Hijau Limbah tauge kacang hijau merupakan sisa produksi tauge yang terdiri dari kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci