KAJIAN KEPUSTAKAAN. apabila diterapkan akan meningkatkan kesuburan tanah, hasil panen yang baik,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN KEPUSTAKAAN. apabila diterapkan akan meningkatkan kesuburan tanah, hasil panen yang baik,"

Transkripsi

1 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Pengomposan Pengomposan adalah dekomposisi biologis yang dikontrol agar bahan organik menjadi stabil. Proses pengomposan sama seperti dekomposisi alami kecuali ditingkatkan dan dipercepat dengan mencampur sampah organik dengan bahan-bahan lain untuk mengoptimalkan pertumbuhan mikroba. Potensi manfaat pupuk kompos dan limbah organik lainnya meningkatkan penanganan pupuk, mengurangi bau, mengurangi biji gulma dan mikroorganisme patogen. Kompos apabila diterapkan akan meningkatkan kesuburan tanah, hasil panen yang baik, dan kapasitas menahan air. Pengomposan menyebabkan kompos dapat disimpan untuk waktu yang lama. Kualitas ini membuatnya cocok untuk digunakan pada pertanian atau untuk dijual (Graves et al., 2000) Proses pengomposan sangat penting untuk dapat membuat kompos dengan kualitas baik. Proses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan-bahan mentah dicampur (Trautmann dan Krasny,1997). Menurut Isroi (2008) selama tahap-tahap awal proses pengomposan, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Suhu akan meningkat hingga di atas 40 o C-70 o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO 2, uap air dan panas. Setelah sebagian

2 11 besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. 2.2 Feses Ayam Petelur Limbah yang dihasilkan dari usaha peternakan ayam terutama berupa kotoran ayam dan bau yang kurang sedap serta air buangan. Air buangan berasal dari cucian tempat pakan dan minum ayam serta keperluan domestik lainnya. Jumlah air buangan ini sedikit dan biasanya terserap ke dalam tanah serta tidak berpengaruh besar terhadap lingkungan sekitar (Rachmawati, 2007). Pemeliharaan ayam petelur biasanya dilakukan dengan sistem baterai, yakni sejumlah tertentu ayam dipelihara dalam kandang terpisah dan ditempatkan agak tinggi dari permukaan tanah, dengan dasar kandang berlubang-lubang sehingga kotoran akan jatuh dan bertumpuk di bawah kandang di atas tanah. Fontenot et al., (1983) melaporkan bahwa rata-rata produksi buangan segar ternak ayam petelur adalah 0,06 kg/hari/ekor dan kdanungan bahan kering sebanyak 26%. Kotoran ayam terdiri dari sisa pakan dan serat selulosa yang tidak tercerna. Kotoran ayam mengdanung protein, karbohidrat, lemak, dan senyawa organik lainnya. Protein pada kotoran ayam merupakan sumber nitrogen selain ada pula bentuk nitrogen inorganik lainnya. Komposisi kotoran ayam sangat bervariasi bergantung pada jenis ayam, umur, keadaan individu ayam, dan makanan (Foot et al., 1976). Sumber pencemaran usaha peternakan ayam berasal dari kotoran ayam yang berkaitan dengan unsur nitrogen dan sulfida yang terkdanung dalam kotoran tersebut, yang pada saat penumpukan kotoran atau penyimpanan terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganisme membentuk gas amonia, nitrat, dan nitrit serta

3 12 gas sulfida. Gas-gas tersebutlah yang menyebabkan bau (Svensson, 1990; Pauzenga, 1991). Kdanungan gas amonia yang tinggi dalam kotoran juga menunjukkan kemungkinan kurang sempurnanya proses pencernaan atau protein yang berlebihan dalam pakan ternak, sehingga tidak semua nitrogen diabsorbsi sebagai asam amino, tetapi dikeluarkan sebagai amonia dalam kotoran (Pauzenga, 1991). Seperti disebutkan sebelumnya, dampak dari usaha peternakan ayam terhadap lingkungan sekitar terutama adalah berupa bau yang dikeluarkan selama proses dekomposisi kotoran ayam. Bau tersebut berasal dari kdanungan gas amonia yang tinggi dan gas hidrogen sulfida, (H 2 S), dimetil sulfida, karbon disulfida, dan merkaptan. Senyawa yang menimbulkan bau ini dapat mudah terbentuk dalam kondisi anaerob seperti tumpukan kotoran yang masih basah. Senyawa tersebut dapat tercium dengan mudah walau dalam konsentrasi yang sangat kecil. Akan tetapi, kepekaan seseorang terhadap bau ini sangat tidak mutlak, terlebih lagi bau yang disebabkan oleh campuran gas. Pada konsentrasi amonia yang lebih tinggi di udara dapat menyebabkan iritasi mata dan gangguan saluran pernapasan pada manusia dan hewan itu sendiri (Charles dan Hariyono, 1991). 2.3 Serbuk Gergaji Albasia Kayu Albasia merupakan kayu serba guna, ditanam sebagai pohon pelindung, tanaman hias, reboisasi dan penghijauan. Albasia dapat digunakan untuk berbagai produk kayu olahan dan kerajinan tangan (Nasution, 2008). Menurut Tjitrosoepomo (2000), klasifikasi dari kayu Albasia adalah sebagai berikut:

4 13 Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledon Ordo : Rosales Famili : Leguminosae Genus : Albizia Spesies : Albizia falcataria Menurut Atmosuseno (1996) komponen kimia suatu kayu dapat menentukan kegunaan suatu jenis kayu. Pada umumnya komponen kimia jenis kayu terdiri dari beberapa unsur penyusunnya, yaitu unsur karbohidrat terdiri dari selulosa dan hemiselulosa dan unsur non-karbohidrat terdiri dari lignin. Kayu albasia memiliki kdanungan lignin yang rendah yaitu 25,7%. Menurut Trautmann dan Krasny (1997) serbuk gergaji albasia cocok dijadikan bahan baku atau bahan tambahan untuk pembuatan kompos karena kdanungan lignin yang rendah. Lignin merupakan senyawa yang dapat ditemukan di kayu. Salah satu zat penghambat aktifitas mikroba, karena lignin membentuk jaringan di sekitar serat-serat selulosa yang akan menyebabkan aktifitas mikroba menjadi terhambat. Serbuk gergaji albasia masih dapat dikomposkan tapi yang terbaik adalah untuk mencampur mereka dengan sumber-sumber lain yang mengdanung karbon tinggi. 2.4 Nisbah C/N Dari sekian banyak elemen yang dibutuhkan untuk dekomposisi mikroba karbon dan nitrogen adalah yang paling penting. Menurut Trautmann dan Krasny., (1997) karbon adalah merupakan sumber energi dan dasar untuk membentuk sekitar 50% sel mikroba. Nitrogen merupakan komponen penting dari protein,

5 14 asam amino, enzim dan DNA yang diperlukan untuk pertumbuhan sel dan regenerasi sel. Bakteri membutuhkan banyak nitrogen untuk pertumbuhan yang cepat rasio karbon dan nitrogen yang ideal untuk kompos umumnya sekitar 30:1 atau karbon 30 bagian untuk setiap bagian nitrogen. Dalam sel mikroba terdiri dari karbon dan nitrogen dengan rasio rendah yaitu 6:1, karbon tambahan diperlukan untuk menyediakan energi untuk metabolisme dan sintesis sel-sel baru. Nisbah C/N yang lebih rendah dari 30:1 memungkinkan pertumbuhan mikroba dan dekomposisi yang cepat, akan tetapi kelebihan nitrogen akan hilang sebagai gas amonia yang akan menyebabkan bau tidak sedap (Tchobanoglous dan Keith, 2002). Nisbah C/N yang lebih tinggi dari 30:1 tidak dapat menyediakan cukup nitrogen untuk pertumbuhan mikroba yang optimal, hal ini menyebabkan tidak terjadi perubahan suhu pada kompos yang disebabkan oleh aktivitas mikroba. Kompos yang telah matang memiliki nisbah C/N yang lebih rendah dari 30 akan tetapi hal ini tidak mengakibatkan masalah bau seperti yang disebutkan di atas karena bahan organik telah mengalami proses dekomposisi dan sudah dalam bentuk stabil. Nisbah C/N 30:1 dalam campuran bahan kompos memiliki tujuan yang berguna, namun rasio ini mungkin perlu disesuaikan sesuai dengan bioavailabilitas bahan yang bersangkutan. Ukuran partikel juga dapat mempengaruhi ketersediaan karbon (Trautmann dan Krasny., 1997) 2.5 Mikroorganisme Semua jenis pengomposan tergantung pada kerja bakteri dan kapang. Mikroba ini mencerna bahan organik dan mengubahnya menjadi bentuk kimia yang digunakan oleh mikroba lainnya, invertebrata, dan tanaman. Selama

6 15 pengomposan populasi dari berbagai jenis mikroorganisme naik dan turun berturut-turut. Mikroorganisme berkembang dengan kondisi lingkungan dan sumber makanan yang menguntungkan. Mikroorganisme akan mati atau meninggalkan lingkungan dan sunber makanan yang tidak sesuai, akan tetapi bisa saja kondisi tersebut mendukung mikroorganisme lain untuk tinggal dan beraktifitas dilingkungan tersebut (Trautmann dan Krasny., 1997) Bakteri Bakteri bertanggung jawab untuk sebagian besar proses dekomposisi dan panas yang terjadi didalam kompos, bakteri merupakan kelompok yang paling beragam nutrisi dari beberapa organisme pada kompos. Bakteri menggunakan berbagai enzim untuk memecah kimia berbagai bahan organik. Bakteri adalah sel tunggal dan disusun sebagai batang berbentuk basil, kokus atau spiral (Trautmann dan Krasny., 1997) Menurut Atlas dan Bartha (1998) pada awal proses pengomposan (sampai 40 C) bakteri mesofilik mendominasi. Populasi bakteri mesofilik meningkat secara eksponensial selama tahap awal pengomposan disebabkan bakteri mesofilik mengambil keuntungan dari senyawa sederhana yang tersedia seperti gula dan pati. Panas yang dihasilkan pada tahap awal proses pengomposan merupakan aktivitas metabolisme bakteri mesofilik. Proses pengomposan berjalan dengan baik dan benar ditdanai dengan suhu yang naik pada tumpukan kompos. Suhu naik di atas 40 C bakteri mesofilik tidak lagi berkembang dan bakteri termofilik mengambil alih. Bakteri termofilik merupakan bakteri yang tahan terhadap panas karena mempunyai dinding endospora tebal yang sangat

7 16 tahan terhadap panas, dingin dan kekeringan. Bakteri akan beraktifitas ketika kondisi lingkungan sangat menguntungkan. (Atlas dan Bartha, 1998) Aktivitas bakteri termofilik menurun, suhu turun dan bakteri mesofilik mendominasi lagi, hal tersebut disebabkan senyawa yang dapat digunakan oleh bakteri termofilik telah habis. Jumlah dan jenis mikroba mesofilik yang beraktifitas pada kompos sampai menjadi matang tergantung pada apa spora dan organisme yang hadir dalam kompos dan lingkungan sekitarnya. Selama pematangan fase berlangsung keragaman komunitas bakteri secara bertahap meningkat, maka karbon yang tersedia dalam kompos menjadi habis dan populasi bakteri sekali lagi turun (Dwidjoseputro, 1989) Kapang Kapang adalah sekelompok mikroba yang tergolong dalam fungi dengan ciri khas memiliki filamen (miselium). Kapang adalah fungi multiseluler yang mempunyai filamen dan pertumbuhannya mudah dilihat karena penampakannya yang berserabut seperti kapas. Pertumbuhannya mula-mula akan berwarna putih, tetapi jika spora telah timbul akan terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang (Pelczar dan Chan, 2005) Menurut Syamsuri (2004) kebanyakan kapang bersifat mesofilik yaitu tumbuh baik pada suhu kamar. Suhu optimum pertumbuhan untuk kebanyakan kapang adalah sekitar C tetapi beberapa dapat tumbuh pada suhu C atau lebih tinggi. Beberapa kapang bersifat psikrotrofik dan beberapa bersifat termofilik. Semua kapang bersifat aerobik, yaitu membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya, dan akan lebih baik pada kondisi asam atau ph rendah.

8 17 Pertumbuhan kapang biasanya berjalan lambat bila dibdaningkan dengan pertumbuhan khamir dan bakteri. Oleh karena itu jika kondisi pertumbuhan memungkinkan semua mikroorganisme untuk tumbuh, kapang biasanya kalah dalam kompetisi dengan khamir dan bakteri. Tetapi sekali kapang dapat mulai tumbuh, pertumbuhan yang ditdanai dengan pembentukan miselium dapat berlangsung dengan cepat. Kapang bertanggung jawab untuk dekomposisi polimer yang banyak terdapat pada tanaman yang kompleks dalam tanah dan kompos. Dalam kompos kapang merupakan mikroorganisme yang penting karena mempunyai kemampuan memecah puing-puing yang sulit terdekomposisi termasuk selulosa. Kapang dapat menyerang residu organik yang terlalu kering, terlalu asam dan terlalu rendah dalam nitrogen (Fardiaz, 1989). Kapang mengeluarkan enzim pencernaan ke dalam makanan kemudian mereka menyerap produk pencernaan ekstraseluler. Kapang mendominasi pada suhu mesofilik ketika suhu tinggi (termofilik) sebagian besar kapang terbatas pada lapisan luar kompos. Kapang dilihat secara mikroskopis muncul sebagai koloni kabur berwarna abu-abu atau putih yang tampak di permukaan kompos. Beberapa kapang membentuk rantai sel yang disebut hifa yang terlihat seperti benang tenun melalui bahan organik. Kapang pada proses pengomposan terhubung ke jaringan luas hifa dan membantu dalam proses dekomposisi (Trautmann dan Krasny., 1997) 2.6 Suhu Menurut Miller (1991), suhu merupakan penentu dalam aktivitas pengomposan. Pengontrolan suhu dalam timbunan kompos penting untuk

9 18 mengoptimumkan penguraian bahan organik dan mematikan mikroorganisme pathogen (Polprasert 1989). Suhu optimum untuk penguraian pengomposan dengan range 35 o C-60 o C (Bach et al., 1987). Jumlah mikroorganisme patogen yang ada akan berkurang dan tidak aktif apabila suhu melebihi 57 o C (Finstein dan Hogan 1993). Namun, jika suhu kompos berjalan di atas C, populasi mikroba yang menguntungkan juga dibunuh. Menurut Polprasert (1989), suhu mesofilik (25-40 o C) dicapai pada permulaan pengomposan diikuti dengan suhu termofilik (40-65 o C). Kompos berdasarkan suhu tumpukan dibagi dalam 3 tahap (1) mesofilik (25-40 C) biasanya berlangsung selama beberapa hari (2) termofilik (lebih dari C) berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa bulan tergantung pada volume tumpukan dan komposisi bahan (3) mesofilik kembali ke tahap mesofilik untuk pematangan kompos. Pengukuran suhu periodik dapat digunakan untuk memetakan kemajuan pengomposan. Dinamika populasi yang berbeda dari mikroorganisme mendominasi selama berbagai tahapan suhu. Dekomposisi awal dilakukan oleh mikroorganisme mesofilik, mikroorganisme ini cepat memecah senyawa yang mudah terdegradasi dan panas yang mikroorganisme ini hasilkan menyebabkan suhu kompos meningkat pesat. Setelah suhu melebihi 40 C mikroorganisme mesofilik menjadi kurang kompetitif dan digantikan oleh mikroorganisme termofilik. Selama tahap termofilik suhu tinggi mempercepat pemecahan protein, lemak dan karbohidrat kompleks seperti selulosa dan hemiselulosa. Pasokan senyawa tersebut lamakelamaan menjadi habis, suhu kompos secara bertahap menurun dan mikroorganisme mesofilik sekali lagi mengambil alih untuk tahap akhir atau

10 19 pematangan bahan organik yang tersisa. Meskipun suhu kompos mendekati suhu ruangan reaksi kimia masih terus terjadi yang membuat bahan organik sisa lebih stabil dan cocok untuk digunakan (Trautmann dan Krasny, 1997)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Dinamika Populasi Jumlah Bakteri Total Pada Proses Dekomposisi Awal Terhadap Berbagai Nisbah C/N Campuran Feses Ayam Petelur dan Serbuk Gergaji Jumlah bakteri total pada proses

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto, 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Limbah Ternak 2.1.1. Deksripsi Limbah Ternak Limbah didefinisikan sebagai bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses atau kegiatan manusia dan tidak digunakan lagi pada

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Berat Total Limbah Kandang Ternak Marmot. Tabel 3. Pengamatan berat total limbah kandang ternak marmot

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Berat Total Limbah Kandang Ternak Marmot. Tabel 3. Pengamatan berat total limbah kandang ternak marmot IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Berat Total Limbah Kandang Ternak Marmot pada Tabel 3. Data hasil pengamatan berat total limbah kandang ternak marmot disajikan Tabel 3. Pengamatan berat total limbah kandang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Bedding kuda didapat dan dibawa langsung dari peternakan kuda Nusantara Polo Club Cibinong lalu dilakukan pembuatan kompos di Labolatorium Pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Unsur Hara Makro Serasah Daun Bambu Analisis unsur hara makro pada kedua sampel menunjukkan bahwa rasio C/N pada serasah daun bambu cukup tinggi yaitu mencapai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioaktivator Menurut Wahyono (2010), bioaktivator adalah bahan aktif biologi yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator bukanlah pupuk, melainkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. diduga tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Merkel, 1981). Limbah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. diduga tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Merkel, 1981). Limbah II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Limbah 2.1.1 Limbah Ternak Limbah adalah bahan buangan yang dihasilkan dari suatu aktivitas atau proses produksi yang sudah tidak digunakan lagi pada kegiatan/proses tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peternakan puyuh merupakan suatu kegiatan usaha di bidang budidaya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peternakan puyuh merupakan suatu kegiatan usaha di bidang budidaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan puyuh merupakan suatu kegiatan usaha di bidang budidaya burung puyuh (Coturnix coturnix) betina dengan tujuan utama menghasilkan telur konsumsi dan atau pemeliharaan

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 1, Januari 2010, Halaman 43 54 ISSN: 2085 1227 Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Perubahan Fisik. mengetahui bagaimana proses dekomposisi berjalan. Temperatur juga sangat

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Perubahan Fisik. mengetahui bagaimana proses dekomposisi berjalan. Temperatur juga sangat IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Perubahan Fisik 1. Suhu Kompos Temperatur merupakan penentu dalam aktivitas dekomposisi. Pengamatan dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja dekomposisi, disamping

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di

I. PENDAHULUAN. bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kakao merupakan salah satu komoditas andalan yang berperan penting bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di Indonesia mencapai 1.774.463

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo selama 3.minggu dan tahap analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapang Rhizopus oligosporus Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker & Moore (1996) adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Kelas Ordo

Lebih terperinci

Macam macam mikroba pada biogas

Macam macam mikroba pada biogas Pembuatan Biogas F I T R I A M I L A N D A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 6 ) A N J U RORO N A I S Y A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 7 ) D I N D A F E N I D W I P U T R I F E R I ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 9 ) S A L S A B I L L A

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi tanah pada lahan pertanian saat sekarang ini untuk mencukupi kebutuhan akan haranya sudah banyak tergantung dengan bahan-bahan kimia, mulai dari pupuk hingga

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi 31 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian yang telah dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat fisik. mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat fisik. mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat fisik 1. Suhu kompos Pengamatan suhu dilakukan untuk mengetahui perubahan aktivitas mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai bahan organik.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu. Suhu o C IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tahap 1. Pengomposan Awal Pengomposan awal bertujuan untuk melayukan tongkol jagung, ampas tebu dan sabut kelapa. Selain itu pengomposan awal bertujuan agar larva kumbang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Kandungan Limbah Lumpur (Sludge) Tahap awal penelitian adalah melakukan analisi kandungan lumpur. Berdasarkan hasil analisa oleh Laboratorium Pengujian, Departemen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk buatan adalah bahan tertentu buatan manusia baik dari bahan alami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk buatan adalah bahan tertentu buatan manusia baik dari bahan alami II. TINJAUAN PUSTAKA Pupuk buatan adalah bahan tertentu buatan manusia baik dari bahan alami (organik) maupun kimia (anorganik) yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman. Menurut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Salak Pondoh. Menurut data dari Badan Pusat Stastistik tahun (2004) populasi tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. A. Salak Pondoh. Menurut data dari Badan Pusat Stastistik tahun (2004) populasi tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Salak Pondoh Menurut data dari Badan Pusat Stastistik tahun (2004) populasi tanaman salak di daerah Sleman sebanyak 4.653.790 rumpun, dan 88% diantaranya jenis salak pondoh (4.095.178

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA II.

TINJAUAN PUSTAKA II. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Lumpur Water Treatment Plant Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang dari aktifitas manusia maupun proses alam yang tidak atau belum mempunyai nilai ekonomis.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengujian fisik

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengujian fisik IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian fisik 1. Temperature /Suhu Suhu adalah salah satu indikator keberhasilan dalam pembuatan kompos karena berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat. Pengamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak

TINJAUAN PUSTAKA. diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak TINJAUAN PUSTAKA Sampah Sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan, telah diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak bermanfaat, dari segi ekonomi sudah tidak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari)

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari) BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama satu bulan penanaman jamur tiram putih terhadap produktivitas (lama penyebaran miselium, jumlah badan buah dua kali

Lebih terperinci

II. TI JAUA PUSTAKA NH 2. Gambar 1. Reaksi kimia selama pengomposan

II. TI JAUA PUSTAKA NH 2. Gambar 1. Reaksi kimia selama pengomposan II. TI JAUA PUSTAKA A. Pengomposan Pengomposan merupakan penguraian bahan organik secara biologis dengan hasil akhir berupa produk yang cukup stabil dalam bentuk padatan komplek (Haug 1980). Proses pengomposan

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang TINJAUAN PUSTAKA Kompos Kulit Buah Kakao Ada empat fungsi media tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang tersedia bagi tanaman,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan plastik semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia, karena memiliki banyak kegunaan dan praktis. Plastik merupakan produk polimer sintetis yang terbuat

Lebih terperinci

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Sampah sering menimbulkan banyak masalah, terutama masalah lingkungan yang akhirnya menimbulkan masalah pada kesehatan manusia. Berdasarkan definisinya, sampah adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia pada dasarnya merupakan negara yang kaya akan sumber sumber energi terbarukan yang potensial, namun pengembangannya belum cukup optimal. Sebenarnya kebijakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kompos. sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada umumnya mempunyai hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Kompos. sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada umumnya mempunyai hasil TINJAUAN PUSTAKA Kompos Kompos adalah zat akhir suatu proses fermentasi tumpukan sampah/serasah tanaman dan adakalanya pula termasuk bangkai binatang. Sesuai dengan humifikasi fermentasi suatu pemupukan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani Tanaman Pakchoi dan Syarat Tumbuh. Pakchoy adalah jenis tanaman sayuran yang mirip dengan tanaman sawi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani Tanaman Pakchoi dan Syarat Tumbuh. Pakchoy adalah jenis tanaman sayuran yang mirip dengan tanaman sawi. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Pakchoi dan Syarat Tumbuh Pakchoy adalah jenis tanaman sayuran yang mirip dengan tanaman sawi. Pakchoy dan sawi dapat ditanam di dataran rendah maupun di dataran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih ( Pleurotus ostreatus ) atau white mushroom ini merupakan salah satu jenis jamur edibel yang paling banyak dan popular dibudidayakan serta paling sering

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair

HASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair 36 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan N Data hasil pengamatan pengaruh perbandingan limbah peternakan sapi perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik, populasi ternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik, populasi ternak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kerbau dan Sapi di Indonesia Menurut Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik, populasi ternak kerbau tersebar merata di seluruh pulau di Indonesia dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair Pupuk Organik Unsur hara merupakan salah satu faktor yang menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penggunaan pupuk sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan salah satu ternak yang penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Ransum merupakan faktor yang penting dalam peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Peternakan Usaha peternakan sangat penting peranannya bagi kehidupan manusia karena sebagai penghasil bahan makanan. Produk makanan dari hasil peternakan mempunyai

Lebih terperinci

STUDI OPTIMASI TAKAKURA DENGAN PENAMBAHAN SEKAM DAN BEKATUL

STUDI OPTIMASI TAKAKURA DENGAN PENAMBAHAN SEKAM DAN BEKATUL STUDI OPTIMASI TAKAKURA DENGAN PENAMBAHAN SEKAM DAN BEKATUL Arya Rezagama*, Ganjar Samudro Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof Soedharto No 1, Tembalang, Semarang.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Fisik. dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja dekomposisi, disamping itu juga untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Fisik. dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja dekomposisi, disamping itu juga untuk IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Fisik 1. Suhu Kompos Temperatur merupakan penentu dalam aktivitas dekomposisi. Pengamatan dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja dekomposisi, disamping itu juga

Lebih terperinci

BAB 6. BAHAN ORGANIK DAN ORGANISME TANAH

BAB 6. BAHAN ORGANIK DAN ORGANISME TANAH BAB 6. BAHAN ORGANIK DAN ORGANISME TANAH 6.1. Pendahuluan Tanah merupakan sumber hara tanaman. Bahan yang merupakan sumber hara tanaman ada yang berbentuk organik dan anorganik. Bahan organik dalam tanah

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Organik Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Jamur Tiram. digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Jamur Tiram. digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Jamur Tiram Pertumbuhan jamur tiram ditentukan oleh jenis dan komposisi media yang digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan miselium,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai konsekuensi logis dari aktivitas serta pemenuhan kebutuhan penduduk kota. Berdasarkan sumber

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rata-Rata Jumlah Bakteri yang Terdapat pada Feses Sapi Potong Sebelum (inlet) dan Sesudah (outlet) Proses Pembentukan Biogas dalam Reaktor Tipe Fixed-Dome Hasil perhitungan

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA Koloni Trichoderma spp. pada medium Malt Extract Agar (MEA) berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Trichoderma spp. merupakan kapang Deutromycetes yang tersusun atas banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Tauge Kacang Hijau Limbah tauge kacang hijau merupakan sisa produksi tauge yang terdiri dari kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Karekteristik bahan baku merupakan salah satu informasi yang sangat diperlukan pada awal suatu proses pengolahan, termasuk pembuatan pupuk. Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 23 HASIL DAN PEMBAHASAN KarakteristikBahan Kompos Karakteristik kompos yang dihasilkan tergantung kepada jenis dan komposisi bahan organik yang dikomposkan, proses pengomposan dan tingkat kematangan kompos.bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa tambahan nutrien

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Rumput Raja (Pennisetum purpuroides) dapat dilihat. pada Gambar 1. Gambar 1. Morfologi Rumput Raja (Pennisetum purpuroides)

II TINJAUAN PUSTAKA. Rumput Raja (Pennisetum purpuroides) dapat dilihat. pada Gambar 1. Gambar 1. Morfologi Rumput Raja (Pennisetum purpuroides) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Raja (Pennisetum purpuroides) Klasifikasi tanaman Rumput Raja adalah sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Class : Monocotyledonae Ordo :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian seperti wortel, kentang, dan kubis yang merupakan sayur sisa panen

BAB I PENDAHULUAN. pertanian seperti wortel, kentang, dan kubis yang merupakan sayur sisa panen 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan produk pertanian diikuti pula oleh meningkatnya limbah hasil pertanian seperti wortel, kentang, dan kubis yang merupakan sayur sisa panen para petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpakai dan mengandung bahan yang dapat menimbulkan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. terpakai dan mengandung bahan yang dapat menimbulkan gangguan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Limbah merupakan sampah sisa produksi yang sudah tidak terpakai dan mengandung bahan yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Sebagian orang mengatakan bahwa limbah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang kesuburannya, hal tersebut dikarenakan penggunaan lahan dan pemakaian pupuk kimia yang terus menerus tanpa

Lebih terperinci

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN PENDAHULUAN Tanah yang terlalu sering di gunakan dalam jangka waktu yang panjang dapat mengakibatkan persediaan unsur hara di dalamnya semakin berkurang, oleh karena itu pemupukan merupakan suatu keharusan

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman hayati.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman hayati. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati banyak didapatkan di hutan. Hutan yang terdapat di seluruh dunia beragam jenisnya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI, SERASAH DAUN PISANG DAN BEKATUL NASKAH PUBLIKASI

PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI, SERASAH DAUN PISANG DAN BEKATUL NASKAH PUBLIKASI PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI, SERASAH DAUN PISANG DAN BEKATUL NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : LUCKY WILANDARI A 420 100 123 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanfaatan Limbah Kotoran Ternak Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai Mei 2008. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Pembuatan Biogas Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BOKHASI FESES SAPI Oleh : Masnun, S.Pt., M.Si. I. PENDAHULUAN. masyarakat memacu peekembangan berbagai industri, termasuk pertanian.

PEMBUATAN BOKHASI FESES SAPI Oleh : Masnun, S.Pt., M.Si. I. PENDAHULUAN. masyarakat memacu peekembangan berbagai industri, termasuk pertanian. PEMBUATAN BOKHASI FESES SAPI Oleh : Masnun, S.Pt., M.Si. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan populasi manusia menyebabkan permintaan pangan selalu bertambah. Disamping itu, kompleknya kebutuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU 2.1.1 Karakteristik Bagas Ampas tebu atau disebut dengan bagas (Gambar 1) merupakan hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan) tebu di stasiun pengilingan.

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC 1 PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC Farida Ali, Muhammad Edwar, Aga Karisma Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Indonesia ABSTRAK Ampas tahu selama ini tidak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah (Allium ascalonium L.) merupakan tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah (Allium ascalonium L.) merupakan tanaman 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah (Allium ascalonium L.) merupakan tanaman semusim yang tergolong dalam genus Allium. Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut

Lebih terperinci

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO Kompos merupakan pupuk yang dibuat dari sisa-sisa mahluk hidup baik hewan maupun tumbuhan yang dibusukkan oleh organisme pengurai.

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 26 PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK Riskha Septianingrum dan Ipung Fitri Purwanti purwanti@enviro.its.ac.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai salah satu matapencaharian masyarakat pedesaan. Sapi biasanya

I. PENDAHULUAN. sebagai salah satu matapencaharian masyarakat pedesaan. Sapi biasanya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi merupakan hewan ternak yang umum dipelihara dan digunakan sebagai salah satu matapencaharian masyarakat pedesaan. Sapi biasanya diperlihara untuk diambil tenaga, daging,

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman yang berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman yang berasal 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Kacang Tanah Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika, khususnya dari daerah Brizilia (Amerika Selatan). Awalnya kacang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph,

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kompos Ampas Aren Analisis kompos merupakan salah satu metode yang perlu dilakukan untuk mengetahui kelayakan hasil pengomposan ampas aren dengan menggunakan berbagai konsentrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Biogas merupakan salah satu energi berupa gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Biogas merupakan salah satu energi terbarukan. Bahanbahan yang dapat

Lebih terperinci