KAJIAN HIDRO-OSEANOGRAFI DALAM MENDUKUNG OPERASIONAL DI BELAWAN INTERNATIONAL CONTAINER TERMINAL (BICT)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN HIDRO-OSEANOGRAFI DALAM MENDUKUNG OPERASIONAL DI BELAWAN INTERNATIONAL CONTAINER TERMINAL (BICT)"

Transkripsi

1 KAJIAN HIDRO-OSEANOGRAFI DALAM MENDUKUNG OPERASIONAL DI BELAWAN INTERNATIONAL CONTAINER TERMINAL (BICT) Khaidir Hafiz Ramadhan 1 dan Ahmad Perwira Mulia Tarigan 1 Mahasiswa Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan khaidirhafiz@ymail.com Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus Usu Medan a.perwira@usu.ac.id ABSTRAK Kegiatan bongkar muat di BICT sangat dipengaruhi oleh aspek hidro-oseanografi dan fasilitasnya.tujuan penelitian ini untuk mengkaji aspek hidro-oseanografi terkait dengan fasilitas di BICT, khususnya mengevaluasi alur pelayaran, dermaga, luas kolam pelabuhan dan areal penjangkaran yang dibutuhkan. hasil perhitungan didapat panjang fetch efektif terpanjang dari arah utara. Tinggi gelombang signifikan didapat sebesar 0,6 m dan periodenya yaitu,701 detik. Jumlah sedimen dalam sehari adalah 19.88,713 ton. jenis kapal terbesar yang masuk ke pelabuhan, kedalaman alur yang diperlukan yaitu 13,43 mlws, lebar alur untuk satu jalur adalah 57,6 m, sedangkan untuk dua jalur 144 m, luas kolam pelabuhan yaitu 7,406 ha dan luas areal penjangkaran untuk satu kapal sebesar 4,6 ha. hasil analisa di dermaga internasional dibutuhkan 4 dermaga, sedangkan di dermaga antar pulau dermaga. Karena kedalaman eksisting di alur pelayaran BICT hanya 9,5-1 mlws, maka alur tersebut tidak dapat dilalui oleh jenis kapal terbesar ketika sedang terjadi surut atau pun ketika kapal tersebut bermuatan penuh. Lebar alur eksisiting yaitu 100 m sudah memenuhi syarat keamanan dan kenyamanan untuk satu jalur sedangkan untuk dua jalur diperlukan penambahan lebar alur. Kapasitas dermaga sebaiknya ditambah agar dapat melayani arus bongkar muat yang tiap tahun selalu meningkat. Kata kunci: BICT, hidro-oseanografi, bongkar-muat. ABSTRACT Loading and unloading activities in BICT strongly influenced by aspects of the hydro-oceanographic and its facilities.object this study was to examine the hydro-oceanographic aspects related to facilities in BICT, specifically evaluating the channel shipping, wharf, large of port basin and required anchoring area. Based on calculations results obtained effective fetch length of the longest from the north. Significant wave height obtained by 0.6 m and the period is.701 seconds. The amount of sediment in a day is tons. Based on the type of the largest ship into the port, the required channel depth is mlws, channel width for one way is 57.6 m, while for two way 144 m, the large of port basin is ha and large of anchoring area for one ships is 4.6 ha. Based on the analysis in the international wharf required 4 wharf, while inter-island wharf. Because the existing depth in the channel shipping in BICT only mlws, that the channel can t be passed by the largest type of ship while it is happening neap or when the ship is fully loaded. Existing channel width is 100 m already qualified safety and comfort for one way while for two way required the addition channel width. The capacity of the wharf should be added in order to serve the current loading and unloading which each year always increasing. Keywords: BICT, hydro-oceanography, loading and unloading 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Pelabuhan Belawan merupakan pelabuhan terbesar ketiga di Indonesia yang menjadi salah satu pintu masuk bagi Kota Medan khususnya dan Sumatera Utara umumya melalui jalur Selat Malaka. Salah satu aktivitas penting di Pelabuhan Belawan adalah bongkar muat barang di Belawan International Container Terminal (BICT). Setiap tahun kegiatan bongkar muat di BICT cenderung meningkat yaitu sekitar 9,39 %. Hal ini menjadi bukti bahwasanya pelayanan di BICT haruslah ditingkatkan karena di era modern ini, mobilitas dan aksesibilitas menjadi hal yang sangat diperlukan agar waktu yang digunakan dapat digunakan secara efisien. Beberapa hal yang mempengaruhi kegiatan bongkar muat barang di BICT adalah aspek hidrooseanografinya yaitu bathymetri, pasang surut, gelombang, angin, sedimentasi, dan alur pelayaran serta fasilitas

2 yang ada di terminal peti kemas tersebut, seperti areal penjangkaran, kolam pelabuhan dan dermaga. Tidak dapat dipungkiri bahwa hal tersebut di atas sangat berperan besar terhadap kualitas arus lalu lintas kapal yang keluar masuk di BICT. Penelitian ini bertujuan mengkaji aspek hidro-oseanografi yang dikaitkan dengan fasilitas terminal dalam mendukung operasional peti kemas.. TINJAUAN PUSTAKA DAN INFORMASI LOKASI STUDI Pasang Surut, Angin dan Gelombang Data pasang surut digunakan untuk analisa pasang surut untuk memperoleh elevasi muka air penting yang berguna untuk evaluasi dan perencanaan elevasi dermaga. Pasang surut di Belawan terkarakter pasang surut campuran condong ke harian ganda yang mana berdasarkan hasil analisa Chairunnisa (008) didapat rentang pasang surut di Sungai Belawan yaitu 3,41 m. Untuk analisa gelombang nantinya dapat diketahui tingkat keamanan kapal yang berlabuh di dermaga terhadap kejadian gelombang yang terjadi. Tinggi gelombang kritis untuk bongkar muat barang di kolam pelabuhan ditentukan berdasarkan jenis kapal, ukuran dan kondisi bongkar muat diberikan pada Tabel 1. Tabel 1. Tinggi Gelombang Kritis di Pelabuhan (Triatmodjo, 007) Ukuran Kapal Tinggi gelombang kritis untuk bongkar muat (H 1/3) Kapal kecil (<500 GRT) 0,3 m Kapal sedang dan besar ( GRT) 0,5 m Kapal sangat Besar (> GRT) 0,7-1,5 m Salah satu cara peramalan gelombang adalah dengan menggunakan data angin, tetapi jangka waktu data angin yang harus tersedia minimal selama lima tahun. Data angin diperlukan untuk peramalan tinggi dan periode gelombang signifikan yang dibangkitkan dipengaruhi oleh angin yang meliputi kecepatan angin (U) dan arah angin dari fecth (F). Dari data angin yang diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk tabel (ringkasan) atau diagram yang disebut wind rose (mawar angin). Data angin yang berupa kecepatan perlu dikoreksi untuk mendapatkan faktor tegangan angin (U A ), adapun koreksi tersebut meliputi: - Koreksi Elevasi - Koreksi Durasi - Koreksi Stabilitas - Koreksi Lokasi Pengamatan Rumus yang dipakai adalah (Pelabuhan Indonesia I, 003): R L = U W U L (1) di mana U W = kecepatan angin di atas permukaan laut (m/s), R L = nilai yang diperoleh dari Grafik hubungan antara kecepatan angin di darat dan di laut (Gambar 1) dan U L = kecepatan angin di atas daratan (m/s). Gambar 1. Grafik Hubungan Antara Kecepatan Angin di Laut dan di Darat - Koreksi Koefisien Seret rumus yang dipakai sebagai berikut: U A = 0,71 U 1,3 () di mana U = kecepatan angin hasil koreksi-koreksi sebelumnya (m/s) dan U A = faktor tegangan angin (m/s). Kemudian setelah nilai U A didapat maka dapat dicari panjang fetch. Bentuk fetch tidak teratur akibat bentuk garis pantai yang tidak teratur, maka untuk peramalan gelombang perlu ditentukan fetch efektif dengan persamaan sebagai berikut: F eff = Σ(x i cos α) (3) Σ cos α di mana F eff = panjang fetch efektif (km), X i = panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke

3 ujung akhir fetch (km) dan α = deviasi pada kedua sisi dari arah angin dengan menggunakan pertambahan 6 o sampai sudut sebesar 4 o pada kedua sisi arah angin. Setelah panjang fetch efektif di dapat, maka untuk menentukan tinggi dan periode gelombang, digunakan hasil analisa U A dan F eff. Persamaan yang dipakai dari metode SMB adalah sebagai berikut: Untuk panjang fetch tidak terbatas (US Army, 1984): g.h U A =,433 x 10 1 (4) g.t U A = 8,133 (5) di mana H = tinggi gelombang signifikan (m), T = periode gelombang (detik), g = percepatan gravitasi bumi = 9,81 (m/s ), U A = faktor tegangan angin, F eff = panjang fetch efektif (km) dan t = waktu hembus angin (jam). Angkutan Endapan Salah satu rumus yang bisa digunakan dalam menghitung angkutan sedimen adalah Persamaan Engelund and Hansen (Yang, 003), yang mana rumusnya yaitu: q s = 0,05γ s V d 50 g γ s γ 1 1 τ 0 γ s γ d 50 di mana q s = jumlah angkutan sedimen (lb/s)/m, γ s = berat jenis sedimen (lb/ft 3 ), V = kecepatan aliran rata-rata (ft/s), d 50 = ukuran diameter sedimen (ft), g = percepatan gravitasi bumi (ft/s ), γ = berat jenis air (lb/ft 3 ) dan τ 0 = tegangan geser (lb/ft ). Kemudian untuk mencari muatan sedimen (Q s ) maka gunakan rumus (Yang, 003): Q s = W x q s (7) di mana W = lebar dasar sungai (ft). Alur Pelayaran Alur Pelayaran eksisting di BICT (Pelabuhan Belawan) memiliki kedalaman 9,5-1 mlws dan lebar 100 m. Untuk menghitung kedalaman alur pelayaran, rumus yang dipakai adalah (Tsinker, 004): H = d + z + G + R + K + S (8) di mana H = kedalaman total air di alur pelayaran saat muka air terendah (m), d = draft kapal atau loaded vessel draft (m), G = gerakan vertikal kapal karena gelombang atau wave induced motion (m), R = ruang kebebasan bersih atau safety clearance (m), K = toleransi pengerukan atau dredging tolerance (m), S = endapan sedimen diantara dua pengerukan atau advanced maintenance dredging (m) dan z = squat (m). Untuk menghitung lebar alur pelayaran satu jalur maka rumusnya adalah (Tsinker, 004): n W W BM W W / W i 1 i Br Bg (9) Sedangkan untuk alur pelayaran dua jalur yaitu (Tsinker, 004): n W W BM W W / W W P i 1 i Br Bg (10) di mana W = lebar alur pelayaran (m), W BM = ruang aman manuver kapal atau basic maneuvering lane (ML), W P = ruang aman antar kapal atau ship clearance lane (SC), W Br dan W Bg = ruang aman sisi kapal atau bank clearance (BC) dan W i = faktor lingkungan. Areal Penjangkaran dan Kolam Pelabuhan Besarnya kebutuhan areal penjangkaran dapat dilihat pada Tabel. Tabel. Luas Areal Penjangkaran (Triatmodjo, 007) Penggunaan Tipe Tambatan Tanah Dasar atau kec. Angin Jari-jari (m) Tambatan bisa Pengangkeran baik L oa + 6h Penungguan di lepas pantai berputar 360 o Pengangkeran jelek L oa + 6h + 30 atau Bongkar muat barang Tambatan dengan Pengangkeran baik L oa + 4,5h dua jangkar Pengangkeran jelek L oa + 4,5h + 5 Penambatan selama ada Kec. angin 0 m/d L oa + 3h + 90 badai Kec. angin 30 m/d L oa + 4h di mana L oa = panjang total kapal (m) dan h = Kedalaman air (m). Untuk mencari luas kolam pelabuhan maka dapat didasarkan pada luas kolam putar atau juga panjang dan lebar kolam pelabuhan. Ukuran kolam putar pelabuhan dalam buku Design and Construction of Port and Marine Structure pada Tugas Akhir Ngainuni mah (006) sebagai berikut: 3 (6)

4 Ukuran diameter turning basin optimum untuk melakukan manuver berputar yang mudah adalah 4 L oa. Ukuran diameter turning basin menengah adalah L oa, manuver kapal saat berputar lebih sulit dan membutuhkan waktu yang lebih lama. Ukuran diameter turning basin kecil adalah < x L oa, untuk turning basin tipe ini, manuver kapal akan dibantu dengan jangkar dan tug boat/kapal tunda. Ukuran diameter turning basin minimum adalah 1, x L oa, manuver kapal harus dibantu dengan tugboat, jangkar dan dolphin. Kapal ini harus memiliki titik-titik yang pasti sebagai pola pergerakannya saat berputar. Untuk mencari panjang dan lebar kolam pelabuhan maka caranya sebagai berikut: Panjang kolam tidak kurang dari panjang total kapal (L oa ) ditambah dengan ruang yang diperlukan untuk penambatan yaitu sebesar lebar kapal. Apabila dermaga digunakan untuk tambatan tiga kapal atau kurang, lebar kolam di antara dermaga adalah sama dengan (L oa ). Sedangkan dermaga untuk empat kapal atau lebih, lebar kolam adalah 1,5 L oa. Dermaga Rumus yang digunakan untuk menghitung jumlah dermaga yaitu: Jumlah dermaga = Volume Arus Muatan Kap asitas Dermaga x BOR Berth Occupancy Ratio (BOR) adalah prosentase pemakaian dermaga dibanding keberadaannya dalam suatu periode tertentu biasanya setahun. Rumus untuk mencari kapasitas dermaga yaitu: Kapasitas dermaga = jumlah alat x produktifitas x waktu kerja x koefisien (1) Panjang dermaga untuk pelabuhan peti kemas umunya menggunakan sistem tambat kapal berderet, maka untuk mencari ukurannya digunakan rumus: L p = n.l oa + (n 1) (13) di mana L p = panjang dermaga (m), n = jumlah kapal yang bertambat (unit), L oa = panjang total kapal (m), 15 = ketetapan (jarak antara buritan ke haluan dari satu kapal ke kapal lain) dan 50 = ketetapan (jarak dari kedua ujung dermaga ke buritan dan haluan kapal). Elevasi dermaga ditentukan dengan menambahkan elevasi pasang tertinggi ditambah tinggi gelombang yang terjadi akibat angin atau fetch di dalam kolam pelabuhan dan tinggi jagaan. Menurut Standard Design Criteria for Port in Indonesia tinggi jagaan pelabuhan adalah 0,5 sampai dengan 1,5 meter. 3. METODE PENELITIAN Gambar menjelaskan secara skematik lingkup dan tahapan penelitian. (11) Mulai Studi Literatur Pengumpulan Data Klimatologi dan Topografi Hidro- Oseanografi Bathymetri Data kapal yang bersandar di BICT Data eksisting BICT dan navigasi di Pelabuhan Belawan Pengolahan data angin, dan sedimentasi Pengolahan data kedalaman alur dan areal penjangkaran Pengolahan data karakteristik kapal Pengolahan data alur, areal penjangkaran, kolam pelabuhan dan dermaga Analisa data dan evaluasi : - Evaluasi alur pelayaran - Menghitung luas kolam pelabuhan dan areal penjangkaran yang dibutuhkan - Evaluasi Dermaga

5 Kesimpulan dan saran Selesai 4. PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA Angin Gambar. Tahapan Penelitian Tugas Akhir data maka didapat dibuat wind rose seperti pada Gambar 3 berikut. B BL BD 60 % 50 % 40 % 30 % 0 % 10 % U S TL TG T : 5-7 knot (9,6-1,964 km/jam) : 3-5 knot (5,556-9,6 km/jam) : 1-3 knot (1,85-5,56 km/jam) Gambar 3. Wind Rose di Pelabuhan Belawan Dari wind rose di atas terlihat bahwa arah angin yang dominan adalah arah angin dari timur laut yaitu sebesar 56,66 %, sedangkan kecepatan dominannya yaitu 3-5 knot sebesar 56,67 %, Kecepatan angin yang didapat dari data perlu dikoreksi untuk mendapatkan U A dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1. Koreksi Elevasi Karena pengukuran angin dilakukan pada elevasi 10 m, maka koreksi ini tidak perlu dilakukan.. Koreksi Durasi Data angin diukur jam-jaman yang dikonversikan pada rata-rata bulanan, maka konversi ini tidak perlu dilakukan. 3. Koreksi Stabilitas Lokasi stasiun pengamatan terletak di daerah yang dekat dengan pantai dan perbedaan suhu antara daratan dan lautan hampir sama, maka tidak perlu adanya koreksi terhadap perbedaan stabilitas. 4. Koreksi Lokasi Pengamatan Pengamatan angin dilakukan di sekitar daerah BICT, yaitu BMKG Maritim Belawan. Pengukuran ini dilakukan di darat sehingga perlu dilakukan koreksi. Nilai kecepatan angin di darat (U L ) harus ditransformasikan menjadi kecepatan angin di laut. - Kecepatan Angin rata-rata Dengan kecepatan angin di darat dirata-ratakan yaitu sebesar 3,73 knot. Kemudian diplot pada Gambar 1 menghasilkan nilai R L = 1,8. Kemudian gunakan Persamaan 1, yaitu: R L = U W U L U W = 1,8 x 3,73 = 6,714 knot = 3,451 m/s - Kecepatan Angin rata-rata Maksimum Dengan kecepatan angin di darat yaitu rata-rata maksimum sebesar 6,1 knot. Kemudian diplot pada Gambar 1 menghasilkan nilai R L = 1,6. Maka nilai U W = 1,6 x 6,1 = 9,76 knot = 5,017 m/s 5. Koreksi Koefisien Seret Kecepatan angin dikonversikan pada faktor tegangan angin dengan menggunakan Persamaan, sehingga didapat: - Kecepatan Angin rata-rata U A = 0,71 x U 1.3 = 0,71 x (3,451) 1,3 = 3,58 m/s - Kecepatan Angin rata-rata Maksimum U A = 0,71 x (5,017) 1,3 = 5,16 m/s Setelah itu maka panjang fetch efektif dapat dicari. Pelabuhan BICT ini berada di pantai yang menghadap ke timur laut sehingga arah angin yang berpengaruh adalah arah Utara, Timur Laut dan Timur. Perhitungan fetch efektif dapat dilihat pada Tabel 3.

6 Tabel 3. Perhitungan Panjang Fetch Efektif x (km) x.cos α α Cos α utara timur laut timur utara timur laut timur 4 0, ,3 440,18 50,46 58,13 37,09 186, , ,76 98,87 9,05 847,63 41,78 185, , ,83 347,76 3,1 1008,74 301,16 01,09 4 0, ,77 91,51 5, ,57 66,9 05, , ,5 3,91 18,95 180,4 307,1 08,4 1 0, ,5 306,46 13,7 138,76 99,75 08,60 6 0, ,63 8,59 5,15 414,34 81,03 3,91 0 1, ,7 30,96 3,9 436,7 30,96 3,9-6 0, ,43 9,41 6,97 378,33 8,15 61,5-1 0, ,04 6,67 9,61 8,71 1,70 86,0-18 0, , ,5 67,15 18,75 78,1-4 0, ,8,1 411,65 41,89 0,99 376, , ,4 07,17 5,34 51,50 179,41 1, , ,65, ,76 179, , ,77 19, ,57 163,06 0 Total 13, , 3648,94 875,4 F efektif utara = 86, = 608,87 km 13,5106 F efektif timur laut = 3648,94 = 70,08 km 13,5106 F efektif timur = 875,4 = 1,8 km 13,5106 Dari hasil analisa fetch diatas didapat fetch efektif terpanjang dari utara. Karena ketiga arah mata angin tersebut terlampau jauh maka fetch tersebut tidak mempengaruhi tinggi gelombang yang terjadi di perairan BICT. Tinggi dan Periode Gelombang Untuk menghitung tinggi dan periode gelombang maka digunakan Persamaan 4 dan 5. Hasil perhitungan tinggi dan periode gelombang di laut dalam dapat pada Tabel 4 berikut: Tabel 4. Perhitungan Tinggi dan Periode Gelombang U A (m/s) Tinggi gel. (m) Periode gel. (detik) kec. angin rata-rata 3,58 0,6 m,701 kec. angin rata- rata maximum 5,16 0,66 m 4,79 hasil analisa data total kecepatan angin 3-5 knot yaitu 56,67 % sehingga menjadi kecepatan angin dominan di perairan BICT, sedangkan total kecepatan angin 5-7 knot hanya 16,66 %. Oleh karena itu yang menjadi tolak ukur tinggi gelombang di BICT adalah yang berdasarkan kecepatan angin rata-rata yaitu 0,6 m. Gelombang tersebut tidak perlu direfraksi karena tingginya masih di bawah tinggi gelombang kritis untuk kapal peti kemas yang bersandar di BICT dengan ukuran kapal GRT melakukan bongkar muat sebesar 0,5 m. Analisa tersebut juga menunjukkan bahwa perairan pelabuhan ini tidak membutuhkan breakwater. Angkutan Endapan hasil uji di Laboratorium Mekanika Tanah Departemen Teknik Sipil USU maka di dapat analisa distribusi butiran sedimen untuk sampel yang diambil di lapangan pada Tabel 5 dan Gambar 4 berikut ini. Tabel 5. Hasil Analisa Saringan Sampel Sedimen Saringan nomor Berat diatas (gr) Jumlah berat diatas (gr) Persen diatas (%) Persen melalui (%) Persen seluruh contoh melalui (%) No.10 10, 10, 1,83 98,17 98,17 No.0 0,3 30,5 5,47 94,53 94,53 No.40 31,5 6 11,1 88,88 88,88

7 No.80 60,8 1,8,0 77,98 77,98 No.10 87, 10 37,65 6,35 6,35 No ,3 314,3 56,35 43,65 43,65 Gambar 4. Grafik Distribusi Ukuran Sampel Sedimen. Dari gambar 4 dapat ditemukan diameter sedimen berikut D 50 = 0,095 mm = 3,115 x 10-4 ft, dan juga persentase pasir sebesar 58 %, lanau sebesar 3 %, dan lempung sebesar 39 %. klasifikasi tanah menurut USDA maka karakteristik sedimen tersebut dapat digolongkan kepada sandy clay (lempung berpasir). Berat jenis sedimen dipakai yaitu pasir karena merupakan persentase terbesar pada sedimen hasil analisa yang mana nilai yang diambil yaitu,65 gr/cm 3 = 650 kg/m kg/m 3 = 164,3 lb/ft 3. Perhitungan angkutan sedimen ini menggunakan Metode Engelund and Hansen. Kecepatan aliran rata-rata (V) = 1,601 ft/s. percepatan gravitasi = 3,184 ft/s. Berat jenir air di muara sungai belawan diambil dari Ronggodigdo (011) yaitu sebesar 999,14 kg/m ,14 kg/m 3 = 61,946 lb/ft 3. Nilai tegangan geser (τ 0 ) = 0,168 lb/ft, sedangkan lebar dasar sungai (W) didapat dari google earth yaitu 40 m = 787,39 ft. Maka untuk mencari jumlah angkutan sedimen (q s ) gunakan Persamaan 6, yaitu: q s = 0,05γ s v d 50 g γ s γ 1 = 0,05x164,3x1,601 1 τ 0 γ s γ d ,115x ,168 3 = 0,64 (lb/s)/ft 3, ,3 61, ,3 61,946 x3,115x10 4 Hitung muatan sedimen (Q s ) menggunakan Persamaan 7, yaitu: Q s = W x q s = 787,39 x 0,64 = 505,505 lb/s Bila dikonversikan ke dalam satuan kg/s maka dikalikan 0,454, sehingga 505,505 lb/s = 9,499 kg/s. Q s = 9, = 19.88,713 ton/hari Bila asumsi satu bulan sama dengan 30 hari, maka muatan sedimen untuk satu bulan adalah: = 19.88,713 x 30 hari = ,39 ton jika asumsi dalam 1 tahun semua bulan 30 hari, maka jumlah sedimennya dalam setahun adalah: = ,39 x 1 = ,68 ton Untuk lebih akurat dalam membandingkan hasil perhitungan muatan sedimen dengan hasil pengerukan yang dilakukan PT Pelindo I maka diperlukan perbandingan luas wilayah yang dihitung. Luas tersebut merupakan luas muara sungai belawan yang didapat dengan bantuan google earth yaitu ± m, maka didapat hasil sebagai berikut: Jumlah (ton/m Muatan Sedimen (ton) ) = Luas (m ) = ,68 = 3,334 ton/m Kemudian hasil tersebut dibandingkan dengan luas wilayah yang dilakukan pengerukan. data, volume keruk di kolam pelabuhan BICT pada Tahun 01 yaitu 8147,46 m ,46 m 3 dikonversikan ke dalam satuan ton maka dikalikan,65, karena berat jenis sedimen yang diapakai adalah 650 kg/m 3, Maka: 8147,46 m 3 x

8 ,65 = 1590,769 ton. Sedangkan luas kolam pelabuhan di BICT berdasarkan perhitungan adalah ,35 m. Maka jumlah pengerukan yang dilakukan untuk setiap m yaitu: 1590,769 ton / ,35 m = 0,078 ton/m. hasil analisa ini didapat bahwa volume sedimen berdasarkan analisa lebih besar daripada volume keruk yang dilakukan oleh PT. Pelindo I. Itu dikarenakan mulut muara sungai belawan tidak hanya terdapat kolam pelabuhan BICT saja tetapi juga ada alur kolam citra dan kolam pelabuhan Ujung Baru. Selain itu tidak semua bagian mulut muara sungai belawan merupakan kolam pelabuhan BICT. Alur Pelayaran Untuk menghitung kedalaman alur pelayaran maka yang digunakan adalah Persamaan 8, yaitu sebagai berikut: H = d + z + G + R + K + S Draft (d) yang digunakan dalam perhitungan ini adalah draft kapal terbesar yang bersandar di BICT. data draft kapal terbesar adalah 1 m. Nilai squat (Z) yaitu 0,38 m. gerakan vertikal karena gelombang nilainya diabaikan karena periode gelombang yang diperoleh hasil analisanya nilainya kecil. Nilai ruang kebebasan bersih diambil 0,6 m, karena kondisi dasar alur pelayaran berdasarkan analisa sedimentasi berbutir halus. Nilai toleransi pengerukan diambil 0,45 m. Nilai endapan sedimen diantara dua pengerukan diabaikan karena dibutuhkan survey hidrologi berkala untuk mendapatkan nilainya, maka dari itu nilainya dijadikan satu dengan toleransi pengerukan. Maka kedalaman alur pelayaran yang diperoleh adalah: Kedalaman alur = 1 m + 0,38 m + 0 m + 0,6 m + 0,45 m = 13,43 mlws hasil analisa diatas maka kapal dengan draft 1 m tidak dapat bersandar di dermaga BICT apabila sedang terjadi surut di perairan pelabuhan belawan karena kedalaman eksisiting alur pelayaran di BICT yaitu 9,5-1 mlws, atau mungkin kapal dengan draft tersebut tidak bermuatan penuh ketika akan bersandar di BICT sehingga draft kapal tersebut dapat di bawah 1 m. Oleh karena itu kedalaman alur pelayaran di belawan perlu ditambah menjadi 13,43 m lagi agar lalu lintas kapal tidak tergantung pasang surut air laut dan banyaknya muatan yang dibawa oleh kapal, sehingga waktu tunggu kapal untuk bersandar di BICT bisa lebih dipersingkat. Lebar eksisting alur pelayaran di BICT sebesar 100 m, untuk mengevaluasi lebar alur untuk satu jalur maka rumus yang dipakai menggunakan Persamaan 9, yaitu: - Nilai W BM yang dipilih adalah 1,5 B. - Nilai W Br diambil 0,3 B. - Nilai W i didapat 0 B. Lebar kapal (B) terbesar yaitu 3 m. Maka lebar alur pelayaran satu jalur adalah: W = 1,5 B + 0 B + 0,3 B = 1,8 B = 1,8 (3) = 57,6 m Dari analisa diatas maka diketahui bahwa lebar alur pelayaran eksisting di BICT sudah memenuhi syarat keamanan dan kenyamanan untuk lalu lintas satu kapal (satu jalur). Bila alur pelayaran di belawan ingin dapat dilalui kapal yang saling berpapasan sehingga dapat mempersingkat waktu kapal di areal penjangkaran maka rumus yang digunakan untuk menghitung kebutuhan alur tersebut adalah Persamaan 10, yaitu: Hampir sama dengan rumus untuk satu jalur bedanya ada penambahan W p. nilai W p yaitu didapat 1, B. Maka lebar alur pelayaran dua jalur adalah: W = (1,5 B) + (0) + 0,3 B + 1, B = 4,5 B = 4,5 (3) = 144 m analisa kebutuhan alur untuk jalur maka lebar alur pelayaran eksisiting di BICT perlu ditambah 44 m lagi sehingga nantinya dapat mendukung operasional kapal, dan tentunya akan mempersingkat waktu tunggu kapal di BICT khusunya dan Pelabuhan Belawan pada Umumnya. Areal Penjangkaran dan Kolam Pelabuhan n W W BM W W i 1 i Br / W Bg n W W BM W W Br / W Bg W P i 1 i Rumus yang dipakai untuk menghitung jari-jari areal penjangkaran untuk satu buah kapal menurut Tabel 3 adalah: r = L oa + 4,5 h Panjang kapal (L oa ) yang digunakan dalam perhitungan ini adalah terbesar yang bersandar di BICT yaitu 10,01 m, sedangkan kedalaman air di areal penjangkaran berkisar antara 10-0 m, pada perhitungan ini dipakai kedalaman air 15 m. sehingga jari-jarinya adalah: = 10,01 + 4,5 (15)

9 = 77,51 = 78 m Maka luas areal penjangkaran untuk satu buah kapal yaitu: Luas = πr = 3,14 78 = 4.671,76 m = 4,6 ha Seperti yang sudah dijelaskan pada tinjauan pustaka, luas kolam pelabuhan dapat didasarkan pada luas kolam putar. Rumus yang dipakai untuk mencari diameter kolam putar adalah untuk diameter kolam putar menengah. Panjang kapal yang digunakan adalah terbesar yaitu 10,01 m. Maka rumus yang digunakan untuk mencari diameter kolam putar yaitu: D = x L oa = x = 40,0 m Sedangkan untuk mencari luas kolam putar maka digunakan rumus mencari luas lingkaran, maka didapat luasnya yaitu 13,85 ha. Kemudian bila didasarkan cara mencari panjang dan lebar kolam pelabuhan maka dicari terlebih dahulu panjang kolam pelabuhan, yang mana harus diketahui terlebih dahulu jumlah kapal yang dapat berlabuh di dermaga pada saat bersamaan. Untuk di dermaga internasional bila kapal terpanjang dengan panjang 10,01 m dengan lebar yaitu 3 m yang bersandar maka hanya bisa untuk kapal, sedangkan di dermaga antar pulau bila kapal terpanjang dengan panjang 186 m dengan lebar yaitu 30 m yang bersandar maka hanya bisa untuk 1 kapal ukuran 186 m ditambah kapal dengan ukuran 148 m dengan lebar yaitu sekitar m. Sehingga bila dicari panjang kolam pelabuhan maka didapat: Panjang kolam pelabuhan = (10,01 + 3) + (10,01 + 3) + ( ) + (148+) = 870,0 m Untuk mencari lebar kolam pelabuhan, sesuai dengan keterangan sebelumnya dermaga di BICT dapat ditambat oleh 4 kapal maka rumusnya adalah 1,5 L oa, sehingga lebar kolam pelabuhan yang dibutuhkan adalah: Lebar kolam pelabuhan = 1,5 x 10,01 = 315,015. Maka luas kolam pelabuhan yang dibutuhkan BICT yaitu: Luas kolam pelabuhan = (Panjang x Lebar) kolam pelabuhan = 870,0 x 315,015 = ,35 m = 7,406 ha Karena luas kolam pelabuhan berdasarkan panjang dan lebar didapat lebih besar daripada berdasarkan luas kolam putar berdasarkan buku Design and Construction of port and Marine Structure pada Tugas Akhir Ngainuni mah (006) maka yang dipakai sebagai kebutuhan luas kolam pelabuhan adalah yang 7,406 ha, Dermaga Rumus yang dipakai dalam mencari jumlah dermaga adalah Persamaan 11, yaitu: Volume Arus Muatan Jumlah dermaga = Kapasitas Dermaga x BOR Terlebih dahulu harus diketahui kapasitas dermaga dengan menggunakan Persamaan 1. informasi yang didapat peneliti, BICT dalam satu tahun diperhitungkan 365 hari kerja dengan 4 jam kerja dalam satu hari. Produktifitas container crane per jam dari data didapat 8 peti kemas per jam. Satu dermaga biasanya dilayani oleh container crane. Kapasitas dermaga harus dikalikan dengan koefisien reduksi. analisa kapasitas dermaga oleh Sukmana (007), koefisien reduksi yang dipakai adalah 0,7, sehingga kapasitas satu dermaga adalah: Kapasitas dermaga = x 8 x 4 x 365 x 0,7 = TEU s / tahun Dari data, di dermaga internasional volume arus muatannya sebesar ,091 TEU s dan rata-rata nilai BOR adalah 38,39 %, sedangkan di dermaga antar pulau volume arus muatannya sebesar ,454 TEU s dan rata-rata nilai BOR adalah 67 %. Sehingga jumlah dermaga yang dibutuhkan adalah: - Dermaga Internasional ,091 Jumlah dermaga = x 38,39 % = 3,17 = 4 dermaga - Dermaga Antar Pulau Jumlah dermaga = , x 67 % = 1,76 = dermaga Di dermaga internasional, jumlah kapal yang dapat bersandar pada waktu yang bersamaan bisa -4 kapal tergantung ukuran kapal yang bersandar, tetapi bila berdasarkan ukuran kapal rata-rata yang bersandar seperti yang ada pada perhitungan panjang dermaga, maka hanya 3 kapal saja yang bisa bersandar pada waktu yang bersamaan, sedangkan bila berdasarkan analisa diatas kebutuhan akan kapal yang bersandar lebih dari 3 kapal. Oleh karena itu

10 jumlah dermaga internasional perlu ditambah 1 dermaga lagi. Sedangkan di dermaga antar pulau, jumlah kapal yang dapat bersandar pada waktu yang bersamaan yaitu -3 kapal tergantung ukuran kapal yang bersandar. Jika berdasarkan ukuran kapal rata-rata yang bersandar seperti yang ada pada perhitungan panjang dermaga, maka hanya kapal saja yang bisa bersandar pada waktu yang bersamaan, sehingga bila berdasarkan hasil analisa di atas jumlah dermaga antar pulau sudah sesuai dengan volume bongkar muat yang terjadi. Untuk mengetahui panjang dermaga yang dibutuhkan maka gunakan Persamaan 13. Panjang kapal yang digunakan dalam analisa ini adalah terbesar, rata-rata dan yang terkecil yang didapat dari data, baik di dermaga internasional maupun antar pulau. Persamaan 13 maka didapat kebutuhan panjang dermaga bila kapal dengan ukuran yang sama bersandar di dermaga BICT yang dibuat ke dalam Tabel 6. Dermaga antar pulau (eksisiting 400 m) Dermaga internasional (eksisting 550 m) terbesar rata-rata terkecil terbesar rata-rata terkecil Tabel 6. Kebutuhan Panjang Dermaga n (unit) L oa (m) L p (m) Penambahan panjang dermaga (m) ,51 387, ,51 563, , ,51 740, ,01 710, ,01 935, , , ,65 519, ,65 681, ,65 843, ,8 358,4-4 9,8 466, - 5 9, analisa di atas maka dapat dilihat bahwa panjang dermaga eksisting di dermaga antar pulau hanya cukup untuk kapal dengan ukuran rata-rata dengan dua kapal yang berukuran sama dan juga berdasarkan terkecil dengan dua dan tiga kapal yang berukuran sama, sedangkan yang lain dibutuhkan penambahan panjang dermaga. Untuk panjang dermaga eksisiting di dermaga internasional hanya cukup untuk kapal dengan ukuran rata-rata dengan tiga kapal yang berukuran sama dan juga berdasarkan terkecil dengan tiga dan empat kapal yang berukuran sama, sedangkan yang lain dibutuhkan penambahan panjang dermaga. Elevasi dermaga ditentukan dengan menambahkan elevasi muka air laut tertinggi yaitu 3,41 mlws ditambah tinggi gelombang yang terjadi akibat angin atau fetch yang didapat dari perhitungan sebelumnya yaitu 0,6 m dan juga tinggi jagaan pelabuhan yang mana diambil tinggi rata-rata yaitu 1 m. Sehingga elevasi dermaga: Elevasi dermaga = + 3,41 mlws + 0,6 m + 1 m = + 4,67 = + 4,7 mlws hasil analisa di atas maka ketinggian elevasi dermaga yang sesuai di BICT yaitu 4,7 mlws, sehingga nantinya dapat memenuhi syarat keamanan dan kenyamanan bagi kapal dalam melakukan bongkar muat. 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa angin dominan bertiup dari arah timur laut yaitu 56,66 % dan kecepatan dominan yaitu 3-5 knot sebesar 56,67 %. Fetch efektif terpanjang berasal dari arah utara yaitu 608,87 km, karena jarak fetch efektif dari 3 mata angin terlampau jauh maka fetch tersebut tidak mempengaruhi tinggi gelombang yang terjadi di perairan BICT. Tinggi gelombang (H) didapat yaitu 0,6 m dan periode (T) yaitu,701 detik. Perairan BICT tidak memerlukan breakwater. Karakteristik sedimen yang terdapat di alur pelayaran BICT umumnya berupa sandy clay (lempung berpasir). Hasil sedimen dalam sehari yang didapat di perairan BICT yaitu 19.88,713 ton. Jika perhitungan dibandingkan berdasarkan luas areal maka didapat hasil sedimen 3,334 ton/m. Bila didasarkan jenis kapal terbesar yang masuk ke pelabuhan, maka kedalaman alur pelayaran eksisiting di BICT yaitu 9,5-1 mlws tidak dapat dilalui oleh kapal tersebut ketika sedang terjadi surut

11 atau pun juga ketika kapal tersebut bermuatan penuh. Lebar alur pelayaran eksisiting di BICT yaitu 100 m sudah memenuhi syarat keamanan dan kenyamanan untuk lalu lintas satu kapal (satu jalur) yaitu 57,6 m. Luas areal penjangkaran yang dibutuhkan untuk satu kapal di BICT yaitu 4,6 ha. Luas kolam pelabuhan yang dibutuhkan BICT yaitu 7,406 ha. hasil analisa jumlah dermaga yang dibutuhkan di dermaga internasional yaitu 4 dermaga, sedangkan di dermaga antar pulau yaitu dermaga. Ketinggian elevasi dermaga yang sesuai di BICT yaitu 4,7 mlws. Saran Perlu dilakukan penambahan kedalaman alur menjadi 13,43 mlws sehingga untuk aktifitas kapal terbesar yang masuk ke pelabuhan tidak harus tergantung pasang air laut dan juga banyaknya muatan yang dibawa kapal, sedangkan mengenai lebar alur bila arus bongkar muat di BICT semakin meningkat, maka lebar alur sebaiknya perlu ditambah menjadi dua jalur yaitu 144 m. Kapasitas dermaga di BICT sebaiknya ditambah agar dapat melayani arus peti kemas yang setiap tahunnya cenderung meningkat dengan efisien. Untuk itu perlu dilakukan penambahan jumlah dan panjang dermaga. DAFTAR PUSTAKA Chairunnisa, 008. Kajian Sedimentasi Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan. Tugas Akhir Teknik Kelautan ITB, Bandung, 19 hal. Ngainuni mah dan Ni mah, Z Perencanaan Dermaga Bongkar Batubara PLTU Cilacap. Tugas Akhir Teknik Sipil UNDIP, Semarang, 141 hal. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Studi Perilaku Sedimentasi/Siltasi dan Coastal Morphology Dalam Rangka Pengembangan Pelabuhan Belawan. Laporan Akhir, Bandung, 95 hal. Ronggodigdo, S Kajian Sedimentasi Serta Hubungannya Terhadap Pendangkalan Di Muara Sungai Belawan. Tugas Akhir Teknik Sipil USU, Medan, 89 hal. Triatmodjo, B Pelabuhan. Beta Offset, Yogyakarta, 89 hal. Tsinker, G.P Port Engineering. John Wiley & Sons, Inc, New Jersey, 881 hal. US Army Corps Of Engineers Shore Protection Manual Volume I. Washington, 337 hal. Yang, C.T Sediment Transport. Krieger Publishing Company, Florida, 395 hal. Google Earth, 01.

BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 4.1 TINJAUAN UMUM Dalam perencanaan dermaga peti kemas dengan metode precast di Pelabuhan Trisakti Banjarmasin ini, data yang dikumpulkan dan dianalisis, meliputi data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas, dirasakan sangat perlu akan kebutuhan adanya angkutan (transport) yang

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas, dirasakan sangat perlu akan kebutuhan adanya angkutan (transport) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Republik Indonesia yang berbentuk kepulauan dengan daerah yang sangat luas, dirasakan sangat perlu akan kebutuhan adanya angkutan (transport) yang efektif dalam

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN III.1 ALUR PELABUHAN Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke dalam kolam pelabuhan. Alur pelayaran dan kolam pelabuhan harus cukup tenang

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN ANALISA

BAB III DATA DAN ANALISA BAB III DATA DAN ANALISA 3.1. Umum Dalam studi kelayakan pembangunan pelabuhan peti kemas ini membutuhkan data teknis dan data ekonomi. Data-data teknis yang diperlukan adalah peta topografi, bathymetri,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Pembangkitan Gelombang Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin tersebut akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut, sehingga

Lebih terperinci

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Bab 3 3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Sebelum pemodelan dilakukan, diperlukan data-data rinci mengenai kondisi fisik dari lokasi yang akan dimodelkan. Ketersediaan dan keakuratan data fisik yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pembangkitan Gelombang Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin tersebut akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut,

Lebih terperinci

HIBAH PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA JUDUL PENELITIAN STUDI ANALISIS PENDANGKALAN KOLAM DAN ALUR PELAYARAN PPN PENGAMBENGAN JEMBRANA

HIBAH PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA JUDUL PENELITIAN STUDI ANALISIS PENDANGKALAN KOLAM DAN ALUR PELAYARAN PPN PENGAMBENGAN JEMBRANA HIBAH PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA JUDUL PENELITIAN STUDI ANALISIS PENDANGKALAN KOLAM DAN ALUR PELAYARAN PPN PENGAMBENGAN JEMBRANA PENGUSUL Dr. Eng. NI NYOMAN PUJIANIKI, ST. MT. MEng Ir. I

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG Olga Catherina Pattipawaej 1, Edith Dwi Kurnia 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha Jl. Prof. drg. Suria

Lebih terperinci

KAJIAN BEBERAPA ALTERNATIF LAYOUT BREAKWATER DESA SUMBER ANYAR PROBOLINGGO

KAJIAN BEBERAPA ALTERNATIF LAYOUT BREAKWATER DESA SUMBER ANYAR PROBOLINGGO Pemanfaatan Metode Log Pearson III dan Mononobe Untuk 1 KAJIAN BEBERAPA ALTERNATIF LAYOUT BREAKWATER DESA SUMBER ANYAR PROBOLINGGO ABSTRAK Adhi Muhtadi, ST., SE., MSi. Untuk merealisir rencana pengembangan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GELOMBANG LAUT BERDASARKA N MUSIM ANGIN DI PERAIRAN PULAU BINTAN ABSTRACT

KARAKTERISTIK GELOMBANG LAUT BERDASARKA N MUSIM ANGIN DI PERAIRAN PULAU BINTAN ABSTRACT KARAKTERISTIK GELOMBANG LAUT BERDASARKA N MUSIM ANGIN DI PERAIRAN PULAU BINTAN Characteristics of sea waves based on wind season at the Bintan island Kurnia 1) Risandi Dwirama Putra 2), Arief Pratomo 2)

Lebih terperinci

OPTIMALISASI DERMAGA PELABUHAN BAJOE KABUPATEN BONE

OPTIMALISASI DERMAGA PELABUHAN BAJOE KABUPATEN BONE PROSIDING 20 13 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK OPTIMALISASI DERMAGA PELABUHAN BAJOE KABUPATEN BONE Jurusan Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10 Tamalanrea

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA

ANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA ANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA Ratna Parauba M. Ihsan Jasin, Jeffrey. D. Mamoto Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado email : Parauba_ratna@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Jurnal Gradien Vol.4 No. 2 Juli 2008 :

Jurnal Gradien Vol.4 No. 2 Juli 2008 : Jurnal Gradien Vol.4 No. Juli 8 : 349-353 nalisis Peramalan Ketinggian Gelombang Laut Dengan Periode Ulang Menggunakan Metode Gumbel Fisher Tippet-Tipe 1 Studi Kasus : Perairan Pulau Baai Bengkulu Supiyati

Lebih terperinci

PERENCANAAN DERMAGA PELABUHAN PERINTIS WINDESI KAB. KEPULAUAN YAPEN, PAPUA

PERENCANAAN DERMAGA PELABUHAN PERINTIS WINDESI KAB. KEPULAUAN YAPEN, PAPUA Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkts PERENCANAAN DERMAGA PELABUHAN PERINTIS WINDESI KAB. KEPULAUAN YAPEN, PAPUA Riyan Aditya N., Ivan Kaleb S., Priyo Nugroho P. *), Purwanto *) Departemen

Lebih terperinci

PERENCANAAN LAYOUT DAN TIPE DERMAGA PELABUHAN PETI KEMAS TANJUNG SAUH, BATAM

PERENCANAAN LAYOUT DAN TIPE DERMAGA PELABUHAN PETI KEMAS TANJUNG SAUH, BATAM PERENCANAAN LAYOUT DAN TIPE DERMAGA PELABUHAN PETI KEMAS TANJUNG SAUH, BATAM Refina Anandya Syahputri 1 dan Prof. Ir. Hangtuah Salim, MocE, Ph.D. 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

A. Abstrak Pengusaha Tiongkok mempunyai rencana mengembangkan kawasan Gunung Kijang di pulau Bintan menjadi kawasan industri. Pelabuhan peti kemas

A. Abstrak Pengusaha Tiongkok mempunyai rencana mengembangkan kawasan Gunung Kijang di pulau Bintan menjadi kawasan industri. Pelabuhan peti kemas 1 A. Abstrak Pengusaha Tiongkok mempunyai rencana mengembangkan kawasan Gunung Kijang di pulau Bintan menjadi kawasan industri. Pelabuhan peti kemas sangat dibutuhkan untuk operasional kawasan industri

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 Data Teknis Data teknis yang diperlukan berupa data angin, data pasang surut, data gelombang dan data tanah.

BAB IV ANALISIS. 4.1 Data Teknis Data teknis yang diperlukan berupa data angin, data pasang surut, data gelombang dan data tanah. BAB IV ANALISIS Perencanaan Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap ini memerlukan berbagai data meliputi : data peta topografi, oceanografi, data frekuensi kunjungan kapal dan data tanah. Data

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA IV - 1 BAB IV ANALISIS DATA 4.1 Umum Analisis data yang dilakukan merupakan data-data yang akan digunakan sebagai input program GENESIS. Analisis data ini meliputi analisis data hidrooceanografi,

Lebih terperinci

Laut dalam dengan kedalaman -20 m memanjang hingga 10 km ke arah timur laut

Laut dalam dengan kedalaman -20 m memanjang hingga 10 km ke arah timur laut 28 46 ' 60" 12 14 ' 30" 001 7 9 2' 20" 00 8 0 02 0 07 0 03 006 R O A D - 4 BEA & CUKAI KPLP PENGERUKAN 101 INTERLAND 102 El.+4.234 J A L A N A N G G A D A I 103 J A L A N D O S O M U K O J A L A N S U

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Pelabuhan Perikanan Pelabuhan Perikanan adalah sebagai tempat pelayanan umum bagi masyarakat nelayan dan usaha perikanan, sebagai pusat pembinaan dan peningkatan

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA Irnovia Berliana Pakpahan 1) 1) Staff Pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY Oleh Supiyati 1, Suwarsono 2, dan Mica Asteriqa 3 (1,2,3) Jurusan Fisika,

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Juni, 2013 PENGARUH GELOMBANG TERHADAP TRANSPOR SEDIMEN DI SEPANJANG PANTAI UTARA PERAIRAN BANGKALAN Dina Faradinka, Aries Dwi Siswanto, dan Zainul Hidayah Jurusan

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK GELOMBANG PADA DAERAH PANTAI DESA KALINAUNG KAB. MINAHASA UTARA

STUDI KARAKTERISTIK GELOMBANG PADA DAERAH PANTAI DESA KALINAUNG KAB. MINAHASA UTARA STUDI KARAKTERISTIK GELOMBANG PADA DAERAH PANTAI DESA KALINAUNG KAB. MINAHASA UTARA Anggi Cindy Wakkary M. Ihsan Jasin, A.K.T. Dundu Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado Email:

Lebih terperinci

Diperlukannya dermaga untuk fasilitas unloading batubara yang dapat memperlancar kegiatan unloading batubara. Diperlukannya dermaga yang dapat

Diperlukannya dermaga untuk fasilitas unloading batubara yang dapat memperlancar kegiatan unloading batubara. Diperlukannya dermaga yang dapat PROYEK AKHIR Diperlukannya dermaga untuk fasilitas unloading batubara yang dapat memperlancar kegiatan unloading batubara. Diperlukannya dermaga yang dapat menampung kapal tongkang pengangkut batubara

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP Diajukan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (Strata - 1) pada Jurusan

Lebih terperinci

PREDIKSI PARAMETER GELOMBANG YANG DIBANGKITKAN OLEH ANGIN UNTUK LOKASI PANTAI CERMIN

PREDIKSI PARAMETER GELOMBANG YANG DIBANGKITKAN OLEH ANGIN UNTUK LOKASI PANTAI CERMIN PREDIKSI PARAMETER GELOMBANG YANG DIBANGKITKAN OLEH ANGIN UNTUK LOKASI PANTAI CERMIN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Oleh:

Lebih terperinci

Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi

Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi G186 Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi Muhammad Didi Darmawan, Khomsin Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

STUDI MUATAN SEDIMEN DI MUARA SUNGAI KRUENG ACEH

STUDI MUATAN SEDIMEN DI MUARA SUNGAI KRUENG ACEH STUDI MUATAN SEDIMEN DI MUARA SUNGAI KRUENG ACEH Muhammad Multazam 1, Ahmad Perwira Mulia 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan Email: tazzam92@yahoo.com

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Pantai Sanur, Dermaga, Marina, Speedboat

ABSTRAK. Kata kunci: Pantai Sanur, Dermaga, Marina, Speedboat ABSTRAK Pantai Sanur selain sebagai tempat pariwisata juga merupakan tempat pelabuhan penyeberangan ke Pulau Nusa Penida. Namun sampai saat ini, Pantai Sanur belum memiliki dermaga yang berakibat mengganggu

Lebih terperinci

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Bab III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alur Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Perencanaan Dermaga Data Lingkungan : 1. Data Topografi 2. Data Pasut 3. Data Batimetri 4. Data Kapal

Lebih terperinci

BAB II KONDISI LAPANGAN

BAB II KONDISI LAPANGAN BAB II KONDISI LAPANGAN 2.1. Tinjauan Umum Pada bab ini merupakan pengumpulan data-data yang telah dikompilasi seperti data angin, pasang surut, batrimetri, topografi, morfologi sungai, geoteknik, jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pantai Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa indonesia yang sering rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai kepantaian

Lebih terperinci

Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk Sumbreng, Kabupaten Trenggalek

Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk Sumbreng, Kabupaten Trenggalek JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-280 Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk Sumbreng, Kabupaten Trenggalek Dzakia Amalia Karima dan Bambang Sarwono Jurusan

Lebih terperinci

REFRAKSI GELOMBANG DI PERAIRAN PANTAI MARUNDA, JAKARTA (Puteri Kesuma Dewi. Agus Anugroho D.S. Warsito Atmodjo)

REFRAKSI GELOMBANG DI PERAIRAN PANTAI MARUNDA, JAKARTA (Puteri Kesuma Dewi. Agus Anugroho D.S. Warsito Atmodjo) JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman 215-222 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose REFRAKSI GELOMBANG DI PERAIRAN PANTAI MARUNDA, JAKARTA (Puteri Kesuma Dewi.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk mempresentasikan data kecepatan angin dalam bentuk mawar angin sebagai

Lebih terperinci

Pengembangan Pelabuhan Batu Panjang Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau

Pengembangan Pelabuhan Batu Panjang Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas Vol. 2 No. 4 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Desember 2016 Pengembangan Pelabuhan Batu Panjang MUHAMMAD RIDHO YUWANDA, YATI MULIATI SADLI NURDIN, FACHRUL

Lebih terperinci

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakter Angin Angin merupakan salah satu faktor penting dalam membangkitkan gelombang di laut lepas. Mawar angin dari data angin bulanan rata-rata selama tahun 2000-2007 diperlihatkan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KAJIAN SEDIMENTASI SERTA HUBUNGANNYA TERHADAP PENDANGKALAN DI MUARA SUNGAI BELAWAN SUBHAN RONGGODIGDO

TUGAS AKHIR KAJIAN SEDIMENTASI SERTA HUBUNGANNYA TERHADAP PENDANGKALAN DI MUARA SUNGAI BELAWAN SUBHAN RONGGODIGDO TUGAS AKHIR KAJIAN SEDIMENTASI SERTA HUBUNGANNYA TERHADAP PENDANGKALAN DI MUARA SUNGAI BELAWAN Diajukan untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil DISUSUN

Lebih terperinci

PERENCANAAN LAYOUT TERMINAL PETI KEMAS KALIBARU

PERENCANAAN LAYOUT TERMINAL PETI KEMAS KALIBARU PERENCANAAN LAYOUT TERMINAL PETI KEMAS KALIBARU Octareza Siahaan dan Prof. Hang Tuah Salim Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10

Lebih terperinci

PENGARUH BESAR GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN GARIS PANTAI

PENGARUH BESAR GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN GARIS PANTAI PENGARUH BESAR GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN GARIS PANTAI Hansje J. Tawas, Pingkan A.K. Pratasis Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Pantai selalu menyesuaikan bentuk

Lebih terperinci

Perbandingan Peramalan Gelombang dengan Metode Groen Dorrestein dan Shore Protection Manual di Merak-Banten yang di Validasi dengan Data Altimetri

Perbandingan Peramalan Gelombang dengan Metode Groen Dorrestein dan Shore Protection Manual di Merak-Banten yang di Validasi dengan Data Altimetri Reka Racana Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Juni 2015 Perbandingan Peramalan Gelombang dengan Metode Groen Dorrestein dan Shore Protection Manual di Merak-Banten

Lebih terperinci

Evaluasi Kinerja Operasional Pelabuhan Manado

Evaluasi Kinerja Operasional Pelabuhan Manado Evaluasi Kinerja Operasional Pelabuhan Manado Clinton Yan Uguy T. K. Sendouw, A. L. E. Rumayar Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam Ratulangi Email: clinton.uguy@gmail.com ABSTRAK Pelabuhan

Lebih terperinci

Perencanaan Detail Jetty LNG DWT Di Perairan Utara Kabupaten Tuban

Perencanaan Detail Jetty LNG DWT Di Perairan Utara Kabupaten Tuban JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Perencanaan Detail Jetty LNG 30.000 DWT Di Perairan Utara Kabupaten Tuban Niko Puspawardana, Dyah Iriani Ir.,M.Sc, Cahya Buana, ST., MT. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA 133 BAB IV 4.1. Tinjauan Umum Seperti yang telah diuraikan dalam bab terdahulu, data yang diperlukan dalam Perencanaan Pelabuhan Perikanan Morodemak Kabupaten Demak, diantaranya data lokasi, data topografi,

Lebih terperinci

Studi Variabilitas Tinggi dan Periode Gelombang Laut Signifikan di Selat Karimata Mulyadi 1), Muh. Ishak Jumarang 1)*, Apriansyah 2)

Studi Variabilitas Tinggi dan Periode Gelombang Laut Signifikan di Selat Karimata Mulyadi 1), Muh. Ishak Jumarang 1)*, Apriansyah 2) Studi Variabilitas Tinggi dan Periode Gelombang Laut Signifikan di Selat Karimata Mulyadi 1), Muh. Ishak Jumarang 1)*, priansyah 2) 1) Program Studi Fisika Jurusan Fisika niversitas Tanjungpura 2) Program

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 1.

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 1. LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan Bab 1 Pendahuluan Bab 1 Pendahuluan Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe

Lebih terperinci

PELABUHAN CPO DI LUBUK GAUNG

PELABUHAN CPO DI LUBUK GAUNG PERENCANAAN LAYOUT PELABUHAN CPO DI LUBUK GAUNG Jeffisa Delaosia Kosasih 1 dan Dr. Nita Yuanita, ST.MT 2 Program Studi Sarjana Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN. Muhamad Roem, Ibrahim, Nur Alamsyah

MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN. Muhamad Roem, Ibrahim, Nur Alamsyah Jurnal Harpodon Borneo Vol.8. No.1. April. 015 ISSN : 087-11X MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN 1) Muhamad Roem, Ibrahim, Nur

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA 4.1.Tinjauan Umum Perencanaan pelabuhan perikanan Glagah ini memerlukan berbagai data meliputi: data angin, Hidro oceanografi, peta batimetri, data jumlah kunjungan kapal dan data

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir dapat dilihat pada diagram alir berikut: 74 dengan SMS Gambar 3.1 Diagram

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA. Tabel 5.1. Data jumlah kapal dan produksi ikan

BAB V ANALISIS DATA. Tabel 5.1. Data jumlah kapal dan produksi ikan BAB V ANALISIS DATA 5.1 TINJAUAN UMUM Perencanaan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) ini memerlukan berbagai data meliputi : data frekuensi kunjungan kapal, data peta topografi, oceanografi, dan data tanah.

Lebih terperinci

DESAIN BREAKWATER PELABUHAN PERIKANAN PEKALONGAN

DESAIN BREAKWATER PELABUHAN PERIKANAN PEKALONGAN DESAIN BREAKWATER PELABUHAN PERIKANAN PEKALONGAN Achmad Zaqy Zulfikar 1 Pembimbing: Dr. Ir. Syawaluddin Hutahaean, M.T. 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS STATISTIK GELOMBANG YANG DIBANGKITKAN OLEH ANGIN UNTUK PELABUHAN BELAWAN DIO MEGA PUTRI

ANALISIS STATISTIK GELOMBANG YANG DIBANGKITKAN OLEH ANGIN UNTUK PELABUHAN BELAWAN DIO MEGA PUTRI ANALISIS STATISTIK GELOMBANG YANG DIBANGKITKAN OLEH ANGIN UNTUK PELABUHAN BELAWAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil Disusun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Permasalahan

I. PENDAHULUAN Permasalahan I. PENDAHULUAN 1.1. Permasalahan Sedimentasi di pelabuhan merupakan permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian. Hal tersebut menjadi penting karena pelabuhan adalah unsur terpenting dari jaringan moda

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI DAFTAR ISI ALAMAN JUDUL... i ALAMAN PENGESAAN... ii PERSEMBAAN... iii ALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMBANG... xiii INTISARI...

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahap Persiapan Tahap persiapan adalah serangkaian kegiatan sebelum memulai tahap pengumpulan data dan pengolahan data. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting yang

Lebih terperinci

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN LAMPIRAN 1 i DAFTAR ISI 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Istilah dan Definisi 4. Persyaratan 4.1. Kriteria dan Variabel Penilaian Pelabuhan 4.2. Pengelompokan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Triatmodjo (1996) pelabuhan (port) adalah daerah perairan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Triatmodjo (1996) pelabuhan (port) adalah daerah perairan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Menurut Triatmodjo (1996) pelabuhan (port) adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga

Lebih terperinci

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan BAB IV PEMODELAN MATEMATIKA PERILAKU SEDIMENTASI 4.1 UMUM Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan matematika dengan menggunakan bantuan perangkat lunak SMS versi

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN LAUT SERUI DI KOTA SERUI PAPUA

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN LAUT SERUI DI KOTA SERUI PAPUA PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN LAUT SERUI DI KOTA SERUI PAPUA Jori George Kherel Kastanya L. F. Kereh, M. R. E. Manoppo, T. K. Sendow Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PARAMETER OSEANOGRAFI TERHADAP SEBARAN GUMUK PASIR DI PANTAI PARANGTRITIS TAHUN

ANALISA PENGARUH PARAMETER OSEANOGRAFI TERHADAP SEBARAN GUMUK PASIR DI PANTAI PARANGTRITIS TAHUN JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014, Halaman 246-256 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose ANALISA PENGARUH PARAMETER OSEANOGRAFI TERHADAP SEBARAN GUMUK PASIR DI PANTAI

Lebih terperinci

Studi Laju Sedimentasi Akibat Dampak Reklamasi Di Teluk Lamong Gresik

Studi Laju Sedimentasi Akibat Dampak Reklamasi Di Teluk Lamong Gresik JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Studi Laju Sedimentasi Akibat Dampak Reklamasi Di Teluk Lamong Gresik Fiqyh Trisnawan W 1), Widi A. Pratikto 2), dan Suntoyo

Lebih terperinci

PERENCANAAN BREAKWATER DI PELABUHAN PENYEBERANGAN NANGAKEO, NUSA TENGGARA TIMUR

PERENCANAAN BREAKWATER DI PELABUHAN PENYEBERANGAN NANGAKEO, NUSA TENGGARA TIMUR Tugas Akhir PERENCANAAN BREAKWATER DI PELABUHAN PENYEBERANGAN NANGAKEO, NUSA TENGGARA TIMUR Oleh : Sofianto K 3108 100 144 JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi

Lebih terperinci

KHUSUS PT. RAPP DI DESA PENYENGAT KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK PROVINSI RIAU

KHUSUS PT. RAPP DI DESA PENYENGAT KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK PROVINSI RIAU ANALISA DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr) DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN PELABUHAN (DLKp) TERMINAL KHUSUS PT. RAPP DI DESA PENYENGAT KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK PROVINSI RIAU Husnah Program Studi

Lebih terperinci

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu DERMAGA Peranan Demaga sangat penting, karena harus dapat memenuhi semua aktifitas-aktifitas distribusi fisik di Pelabuhan, antara lain : 1. menaik turunkan penumpang dengan lancar, 2. mengangkut dan membongkar

Lebih terperinci

Desain Pelabuhan Penyeberangan di Pulau Sonit, Kabupaten Banggai Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tengah

Desain Pelabuhan Penyeberangan di Pulau Sonit, Kabupaten Banggai Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tengah Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Teknik Sipil Itenas No.x Vol. Xx Agustus 2015 Desain Pelabuhan Penyeberangan di Pulau Sonit, Kabupaten Banggai Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pelabuhan merupakan salah satu jaringan transportasi yang menghubungkan transportasi laut dengan transportasi darat. Luas lautan meliputi kira-kira 70 persen dari luas

Lebih terperinci

Desain Pelabuhan Penyeberangan di Tambelan, Provinsi Kepulauan Riau

Desain Pelabuhan Penyeberangan di Tambelan, Provinsi Kepulauan Riau Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas No. 2 Vol. 3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Juni 2017 Desain Pelabuhan Penyeberangan di Tambelan, Provinsi Kepulauan Riau RESTI SUCILESTARI, YATI MULIATI,

Lebih terperinci

Perencanaan Dermaga Curah Cair untuk Kapal DWT di Wilayah Pengembangan PT. Petrokimia Gresik

Perencanaan Dermaga Curah Cair untuk Kapal DWT di Wilayah Pengembangan PT. Petrokimia Gresik Perencanaan Dermaga Curah Cair untuk Kapal 30.000 DWT di Wilayah Pengembangan PT Eka Prasetyaningtyas, Cahya Buana,Fuddoly, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang... I-1 1.2. Permasalahan... I-2 1.3. Maksud dan tujuan... I-2 1.4. Lokasi studi... I-2 1.5. Sistematika penulisan... I-4 BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan

Lebih terperinci

RESPON DINAMIK SISTEM CONVENTIONAL BUOY MOORING DI SEKITAR PULAU PANJANG, BANTEN, JAWA BARAT

RESPON DINAMIK SISTEM CONVENTIONAL BUOY MOORING DI SEKITAR PULAU PANJANG, BANTEN, JAWA BARAT RESPON DINAMIK SISTEM CONVENTIONAL BUOY MOORING DI SEKITAR PULAU PANJANG, BANTEN, JAWA BARAT Aninda Miftahdhiyar 1) dan Krisnaldi Idris, Ph.D 2) Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

Perencanaan Layout dan Penampang Breakwater untuk Dermaga Curah Wonogiri

Perencanaan Layout dan Penampang Breakwater untuk Dermaga Curah Wonogiri Perencanaan Layout dan Penampang Breakwater untuk Dermaga Curah Wonogiri Oleh Hendry Pembimbing : Dr. Paramashanti, ST.MT. Program Studi Sarjana Teknik Kelautan, FTSL, ITB Hendry_kl_itb@live.com Kata Kunci:

Lebih terperinci

Model Distribusi Kecepatan Angin untuk Peramalan Gelombang dengan Menggunakan Metode Darbyshire dan Smb di Perairan Semarang

Model Distribusi Kecepatan Angin untuk Peramalan Gelombang dengan Menggunakan Metode Darbyshire dan Smb di Perairan Semarang Model Distribusi Kecepatan Angin untuk Peramalan Gelombang dengan Menggunakan Metode Darbyshire dan Smb di Perairan Semarang Saiful Hadi dan Denny Nugroho Sugianto Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013 OLEH : DHIMAS AKBAR DANAPARAMITA / 3108100091 DOSEN PEMBIMBING : IR. FUDDOLY M.SC. CAHYA BUANA ST.,MT. JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA

PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA BAB III PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA 3.1. UMUM Pada perencanan detail pengembangan pelabuhan diperlukan pengumpulan data dan analisanya. Data yang diambil adalah data sekunder yang lengkap dan akurat disertai

Lebih terperinci

KAJIAN KINERJA DAN PERENCANAAN PELABUHAN PERIKANAN MORODEMAK JAWA TENGAH

KAJIAN KINERJA DAN PERENCANAAN PELABUHAN PERIKANAN MORODEMAK JAWA TENGAH 127 BAB III 3.1 Tahap Persiapan Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting yang harus dilakukan dengan

Lebih terperinci

TRANSPORT SEDIMEN YANG DISEBABKAN OLEH LONGSHORE CURRENT DI PANTAI KECAMATAN TELUK SEGARA KOTA BENGKULU

TRANSPORT SEDIMEN YANG DISEBABKAN OLEH LONGSHORE CURRENT DI PANTAI KECAMATAN TELUK SEGARA KOTA BENGKULU DOI: doi.org/10.21009/0305020403 TRANSPORT SEDIMEN YANG DISEBABKAN OLEH LONGSHORE CURRENT DI PANTAI KECAMATAN TELUK SEGARA KOTA BENGKULU Supiyati 1,a), Deddy Bakhtiar 2,b, Siti Fatimah 3,c 1,3 Jurusan

Lebih terperinci

PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK Oleh : Tulus Hutagalung

PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK Oleh : Tulus Hutagalung PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK Oleh : Tulus Hutagalung A. PENDAHULUAN Setelah dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869, arus kunjungan kapal ke Indonesia meningkat dengan drastis sehingga dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa Pelabuhan Sunda Kelapa berlokasi di Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara, pelabuhan secara geografis terletak pada 06 06' 30" LS,

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

ANALISIS KINERJA PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA ANALISIS KINERJA PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA Noor Mahmudah 1, David Rusadi 1 1 Prodi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta E-mail: noor.mahmudah@umy.ac.id Abstrak. Pelabuhan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA KEBUTUHAN FASILITAS

BAB IV ANALISA KEBUTUHAN FASILITAS BAB IV ANALISA KEBUTUHAN FASILITAS 4.1. Umum Fasilitas pelabuhan peti kemas meliputi bangunan maupun peralatan yang digunakan untuk mencapai tujuan dari pelabuhan peti kemas baik yang berada di darat maupun

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (2014), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (2014), Hal ISSN : Studi Faktor Penentu Akresi dan Abrasi Pantai Akibat Gelombang Laut di Perairan Pesisir Sungai Duri Ghesta Nuari Wiratama a, Muh. Ishak Jumarang a *, Muliadi a a Prodi Fisika, FMIPA Universitas Tanjungpura,

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN TNI AL PONDOK DAYUNG JAKARTA UTARA

PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN TNI AL PONDOK DAYUNG JAKARTA UTARA LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN TNI AL PONDOK DAYUNG JAKARTA UTARA ( Breakwater Design of The Indonesian Navy Harbour Pondok Dayung - North Jakarta ) Disusun oleh

Lebih terperinci

BAB V PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

BAB V PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 52 BAB V PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 5.1. TINJAUAN UMUM Perencanaan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) ini memerlukan berbagai data meliputi : data peta Topografi, oceanografi, data frekuensi kunjungan

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Bab ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam

Lebih terperinci

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Buku Laporan ini disusun oleh Konsultan PT. Kreasi Pola Utama untuk pekerjaan Studi Penyusunan Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Laporan ini adalah

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Air Laut Menggenangi Rumah Penduduk

Gambar 4.1 Air Laut Menggenangi Rumah Penduduk 41 BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Analisis Masalah Kawasan sepanjang pantai di Kecamatan Sayung yang dijadikan daerah perencanaan mempunyai sejumlah permasalahan yang cukup berat dan kompleks.

Lebih terperinci

PERENCANAAN JETTY CRUDE PALM OIL (CPO) PRECAST DI PERAIRAN TANJUNG PAKIS LAMONGAN, JAWA TIMUR JEFFWIRLAN STATOURENDA

PERENCANAAN JETTY CRUDE PALM OIL (CPO) PRECAST DI PERAIRAN TANJUNG PAKIS LAMONGAN, JAWA TIMUR JEFFWIRLAN STATOURENDA PERENCANAAN JETTY CRUDE PALM OIL (CPO) PRECAST DI PERAIRAN TANJUNG PAKIS LAMONGAN, JAWA TIMUR JEFFWIRLAN STATOURENDA 3107 100 044 LATAR BELAKANG Makin meningkatnya kebutuhan distribusi barang di Indonesia

Lebih terperinci

Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN

Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN Mohammad Iqbal 1 dan Muslim Muin, Ph. D 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan dewasa ini merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang mengalami perkembangan dan peningkatan di segala aspek kehidupan, mencakup bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Indonesia merupakan negara kepulauan dengan potensi luas perairan 3,1 juta km 2, terdiri dari 17.508 pulau dengan panjang garis pantai ± 81.000 km. (Dishidros,1992).

Lebih terperinci

KLASTER TONASE KAPAL FERRY RO-RO DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBUTUHAN LAHAN PERAIRAN PELABUHAN PENYEBERANGAN

KLASTER TONASE KAPAL FERRY RO-RO DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBUTUHAN LAHAN PERAIRAN PELABUHAN PENYEBERANGAN Jurnal Riset dan Teknologi Kelautan (JRTK) Volume 14, Nomor 1, Januari - Juni 2016 KLASTER TONASE KAPAL FERRY RO-RO DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBUTUHAN LAHAN PERAIRAN PELABUHAN PENYEBERANGAN Syamsul Asri

Lebih terperinci

Analisis Kelayakan Pelabuhan Hub Nasional Guna Mendukung Konsep Tol Laut Indonesia

Analisis Kelayakan Pelabuhan Hub Nasional Guna Mendukung Konsep Tol Laut Indonesia Analisis Kelayakan Pelabuhan Hub Nasional Guna Mendukung Konsep Tol Laut Indonesia Karya tulis ilmiah yang diajukan untuk Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) Kategori Surveyor dan Umum dalam Rangka Hari Hidrografi

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN

BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN Tujuan pembahasan analisis pelaksanaan perencanaan alur pelayaran untuk distribusi hasil pertambangan batubara ini adalah untuk menjelaskan kegiatan

Lebih terperinci

Studi Perencanaan Alur Pelayaran Optimal Berdasarkan Hasil Pemodelan Software SMS-8.1 di Kolong Bandoeng, Belitung Timur

Studi Perencanaan Alur Pelayaran Optimal Berdasarkan Hasil Pemodelan Software SMS-8.1 di Kolong Bandoeng, Belitung Timur Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas Vol. 3 No. 1 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Maret 2017 Studi Perencanaan Alur Pelayaran Optimal Berdasarkan Hasil Pemodelan Software SMS-8.1 di Kolong

Lebih terperinci

7 KAPASITAS FASILITAS

7 KAPASITAS FASILITAS 71 7 KAPASITAS FASILITAS 7.1 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di PPI Cituis sejak tahun 2000 hingga sekarang dikelola oleh KUD Mina Samudera. Proses lelang, pengelolaan, fasilitas,

Lebih terperinci

Analisis Struktur Dermaga Deck on Pile Terminal Peti Kemas Kalibaru 1A Pelabuhan Tanjung Priok

Analisis Struktur Dermaga Deck on Pile Terminal Peti Kemas Kalibaru 1A Pelabuhan Tanjung Priok Analisis Struktur Dermaga Deck on Pile Terminal Peti Kemas Kalibaru 1A Pelabuhan Tanjung Priok Julfikhsan Ahmad Mukhti Program Studi Sarjana Teknik Kelautan ITB, FTSL, ITB julfikhsan.am@gmail.com Kata

Lebih terperinci