BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Perbedaan Akuntansi Komersial dengan Akuntansi Fiskal

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Perbedaan Akuntansi Komersial dengan Akuntansi Fiskal"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Perbedaan Akuntansi Komersial dengan Akuntansi Fiskal Informasi dari laporan keuangan banyak diperlukan oleh pihak-pihak yang tertentu, baik yang berasal dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan. Sehingga laporan keuangan harus disusun dengan memenuhi standard standard yang dapat diterima oleh umum. Kemudian diuraikan lagi bahwa wajib pajak harus memenuhi salah satu kewajiban perpajakan yaitu pembukuan. Ketentuan perpajakan sendiri tidak mengatur secara teknis proses penyelenggaraan pembukuan, cara atau sistem yang dipakai diserahkan kepada wajib pajak dengan memenuhi syarat sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia. Akuntansi komersial merupakan kegiatan jasa yang berfungsi menyajikan informasi kuantitatif mengenai suatu entitas ekonomi sebagai dasar untuk pengambilan suatu keputusan ekonomis terhadap beberapa alternatif yang tersedia, sedangkan akuntansi fiskal merupakan bagian dari akuntansi yang berhubungan dengan penyajian informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pengertian pembukuan dalam undang undang perpajakan sedikit berbeda dengan pengertian pembukan menurut akuntansi. Menurut Gunadi (2001 : 9) pembukuan (book keeping) adalah pencatatan data perusahaan dengan teknik tertentu dan mengolahnya sehingga dapat disusun menjadi laporan keuangan. 5 xx

2 Sedangkan pasal 1 (29) KUP: Pembukuan adalah proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keunangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba-rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. Menurut Pardiat (2007:1), Tujuan penyelengaraan pembukuan adalah untuk menghitung penghasilan neto fiskal berdasarkan UU-Perpajakan dan peraturan pelaksanaannya, yaitu: a) Peraturan Pemerintah (PP) b) Keputusan Presiden (KEPRES) c) Keputusan atau Peraturan Menteri Keuangan d) Keputusan Direktur Jenderal Pajak, atau Peraturan Direktur Jenderal Pajak. e) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak. f) Keputusan Keberatan dari Direktur Jenderal Pajak dan Putusan Banding dari Pengadilan Pajak, hanya untuk WP yang bersangkutan. Membicarakan masalah perbedaan laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal, sama halnya dengan membicarakan masalah akuntansi fiskal, karena akuntansi fiskal umumnya menyangkut masalah kapan suatu penghasilan diakui sebagai pengurangan dari penghasilan tersebut. Masalah ini sesungguhnya tergantung kepada tahun pajak atau tahun buku tahun wajib pajak (pembayar pajak), metode akuntansi yang digunakannya serta konsep yang menjadi pedomannya. Perusahaan yang bergerak di bidang bisnis akan menyusun laporan keuangan yang berbeda antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan yang dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Pengahasilan (SPT PPh) yang disampaikan ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Perbedaan tersebut tidaklah dimaksudkan untuk tujuan tujuan tertentu, seperti penyelundupan pajak, akan tetapi lebih cenderung kepada penyesuaian dengan ketentuan peraturan xxi

3 perundang undangan perpajakan. Perbedaan utama antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal disebabkan karena perbedaan tujuan serta dasar hukumnya, walaupun dalam beberapa hal terdapat kesamaan antara akuntansi fiskal yang mengacu kepada standard akuntansi keuangan. Menurut waluyo (2000 : 45) perbedaan antara akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal antara lain a. Dasar penyusunan Dasar penyusunan laporan keuangan komersil adalah standard akuntansi keuangan, sedangkan dasar peyusunan laporan keuangan fiskal adalah standard akuntansi keuangan yang disesuaikan dengan Undang undang perpajakan yang berlaku. b. Konsep Konsep laporan keuangan komersial terdiri dari: a) Dasar akrual (accrual basis). Pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode bersangkutan. b) Mempertemukan beban dengan pendapatan yang paling tepat (proper matching cost and revenue) melibatkan pengakuan penghasilan dan beban atau bersamaan yang dihasilkan secara langsung dan bersama sama dari transaksi atau peristiwa lain yang sama. c) Konservatif (conservative), yaitu konsep hati hati, mungkin rugi yang ditaksir sudah diakui sebagai kerugian, dengan membentuk penyisihan (cadangan) pada akhir tahun atau dengan membuat adjustment, contoh: penyisihan kerugian piutang, penyisihan potongan penjualan, penyisihan retur penjualan, penyisihan klaim, penyisihan setelah biaya penjualan, penyisihan penurunan nilai surat surat berharga, penilaian persediaan dengan metode harga pokok dan harga pasar mana yang lebih rendah, kerugian piutang (metode langsung dan metode penyisihan). d) Materialitas digunakan oleh auditor untuk menyatakan wajar/tidak wajar dalam penilaian laporan keuangan komersial. Konsep laporan keuangan fiskal terdiri dari : a) Akrual Stelsel (stelsel Accrual) Pengaruh transaksi mengakui penghasilan pada saat diperoleh penghasilan, walaupun penghasilan tersebut belum diterima tunai, dan mengurangkannya dengan biaya biaya pada saat biaya tersebut terutang, walaupun biaya tersebut belum dibayar tunai. Sebagai contoh misalnya : pengeluaran untuk suatu pembayaran dimuka. xxii

4 b) Mempertemukan antara biaya untuk mendapat, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak penghasilan (proper matching taxable income and deductible expense) sesuai dengan prinsip 3M (mendapatkan, menagih dan memelihara) penghasilan, beban (expense) yang dapat dikurangkan atas penghasilan kena pajak (taxable income) adalah beban yang timbul dalam hubungannya dengan penghasilan (match and link). Dalam suatu transaksi akan melibatkan lebih dari satu pihak lainnya akan membukukan sebagai beban. Misalnya, pada transaksi pembayaran gaji, pihak pemebri kerja akan membukukannya sebagai beban gaji sedangkan karyawan/pegawai akan memperlakukan imbalan gaji tersebut sebagai penghasilan. Sebaliknya, bila pihak yang satu tidak membukukan sebagai penghasilan kena pajak maka pihak lawan transaksinya akan membukukan sebagai bukan beban (non deductible expenses). Misalnya pada transaksi pemberian imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan (fringe benefits) kepada karyawan/pegawai, dianggap bukan sebagai penghasilan kena pajak (non objek pajak) bagi karyawan/pegawai dan tidak dapat dibebankan oleh pemeberi kerja. c) Konservatif tidak digunakan. d) Materialistis digunakan oleh auditor untuk menyatakan wajar/tidak wajar dalam penilaian laporan keuangan komersial tidak digunakan (selain bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, hanya diperkenankan dengan metode langsung) c. Tujuan Tujuan laporan keuangan komersial adalah: menghitung laba bersih, mengukur kinerja, mengukur keadaan posisi keuangan, mengukur keadaan kekayaan dan laporannya ditujukan untuk pihak ketiga dan manajemen. Sedangkan tujuan laporan keuangan fiskal adalah : menghitung besarnya pajak yang terutang dan laporannya ditujukan kepada pihak fiskus. d. Akibat penyimpangan Akibat dari penyimpangan dari laporan keuangan komersial, misalnya : pengambilan keputusan yang tidak tepat oleh manajemen, adanya opini yang buruk terhadap laporan keuangan yang berhubungan langsung dengan kreditor, investor dan pemilik perusahaan. Sedangkan akibat penyimpangan dari laporan keuangan fiskal adalah dikenakannya sanksi di bidang perpajakan antara lain : sanksi administrasi yang berupa denda, bunga atau kenaikan sedangkan sanksi pidananya berupa kurungan atau penjara. Menurut Gunadi (2001 : ) Perbedaan Laporan keuangan Komersial dengan laporan Keuagan Fiskal disebabkan antara lain: 1. Perbedaan antara apa yang dianggap penghasilan menurut ketentuan perpajakan dan praktek akuntansi, misalnya kenikmatan dan natura (benefits and kinds), intercompany dividend, pembebasan utang dan pengahsilan (BUT) karena atribusi force attraction. xxiii

5 2. Ketidaksamaan pendekatan penghitungan penghasilan, misalnya link and match, antara beban dan penghasilan, metode depresiasi, penerapan norma penghitungan, pemajakan dengan metode basis bruto atau netto. 3. Pemberian relif atau keringanan yang lainnya misalnya laba rugi pelaporan aktiva atau pengahasilan hibah, penghasilan tidak kena pajak, perangsang penanaman dan penyusutan dipercepat. 4. perbedaan perlakuan kerugian misalnya kerugian mancanegara atau harta yang tidak dipakai dalam usaha. Bila kita tinjau kembali maka sebenarnya perbedaan laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal terdapat pada: 1) Perbedaan mengenai konsep penghasilan atau pendapatan Konsep penghasilan (Income) menurut IAI (2007:13), adalah Kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Dari sisi fiskal, konsep penghasilan tidak jauh berbeda dengan konsep akuntansi, yaitu: Segala tambahan kemampuan ekonomis yang diterima/diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari Luar Indonesia yang bisa dikonsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak dengan nama dan dalam bentuk apapun. Lebih lanjut fiskal membedakan penghasilan tersebut menjadi tiga kelompok yang sesuai dengan UU No 36 Tahun 2008 Pasal 4 Tentang Pajak Penghasilan, yaitu: a) Penghasilan yang merupakan Objek Pajak Penghasilan b) Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final c) Penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan xxiv

6 Pengelompokan penghasilan tersebut akan berakibat adanya perbedaan mengenai konsep penghasilan antara SAK dan Fiskal. Penghasilan yang bukan objek pajak berarti atas penghasilan tersebut tidak dikenakan pajak (tidak menambah laba fiskal), lebih jelasnya tentang pengelompokkan penghasilan tersebut diuraikan dalam UU No 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat 1,2 & 3 Tentang Pajak Penghasilan. 2) Perbedaan Konsep Beban (Biaya) Beban (expense) menurut IAI (2007:13), diartikan sebagai Penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal. Sisi Fiskal sendiri, mengartikan Beban sebagai biaya untuk menagih, memperoleh dan memelihara penghasilan atau biaya yang berhubungan langsung dengan perolehan penghasilan. Perbedaan inilah yang menyebabkan pihak fiskus sering berbeda pendapat dengan wajib pajak dalam hal menentukan beban/biaya yang boleh atau tidak boleh dikurangkan sehingga harus dikeluarkan/tidak boleh diperhitungkan sebagai pengurangan penghasilan. Misalnya penafsiran atas bunyi undang-undang yang menyatakan bahwa biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan adalah meliputi biaya untuk menagih, memelihara dan mempertahankan penghasilan. Wajib pajak sendiri sering diharuskan untuk memberikan sumbangan baik yang wajib maupun tidak wajib, dan kadang kala tidak disertai dengan bukti-bukti yang mendukung. Kemudian wajib pajak menganggap biaya yang dikeluarkan xxv

7 tersebut dapat dibiayakan karena dikeluarkan sehubungan dengan kelancaran usaha, sedangkan pihak fiskus menganggap biaya tersebut termasuk hibah, bantuan dan sumbagan yang tidak boleh dikurangkan. 3) Perbedaan dalam konsep Penyusutan dan Nilai Persediaan Perbedaan dalam konsep antara akuntansi dengan peraturan perpajakan terutama menyangkut konsep penyusutan dan penilaian persediaan barang dagangan. a) Konsep Penyusutan Perbedaan utama antara akuntansi dengan undang-undang perpajakan adalah penentuan umur aktiva dan metode penyusutan yang boleh digunakan. Akuntansi menentukan umur aktiva berdasarkan umur sebenarnya walaupun penentuan umur tersebut tidak terlepas dari tafsiran Judgement. Menurut IAI (2007:) Akuntansi memiliki beberapa metode penyusutan yaitu: 1). Metode garis lurus (Straight line method) yaitu, menghasilkan pembebanan yang tetap selama umur manfaat asset jika dinilai residunya tidak berubah. 2). Metode Saldo Menurun (diminishing balance method) yaitu, menghasilkan pembebanan yang menurun selama umur manfaat asset. 3). Metode Jumlah Unit (sum of the unit method), yaitu menghasilkan pembebanan yang menurun selama umur manfaat asset. Ketentuan perpajakan hanya menetapkan dua metode penyusutan yang harus dilaksanakan wajib pajak berdasarkan pasal UU No 36 tahun 2008 pasl 11 tentang Pajak Penghasilan yaitu berdasarkan metode garis lurus dan metode saldo menurun yang dilaksanakan secara konsisten, kemudian aktiva (harta berwujud) dikelompokkan berdasarkan jenis harta dan masa manfaat sebagai berikut: xxvi

8 Tabel 1.1 Kelompok Harta Berwujud, Metode, serta Tarif Penyusutan Kelompok Harta Berwujud I. Bukan Bangunan Masa Manfaat Tarif Penyusutan sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 Ayat 2 Kelompok 1 4 Tahun 25% 50% Kelompok 2 8 Tahun 12.5 % 25% Kelompok 3 16 Tahun 6.25 % 12.5 % Kelompok 4 20 Tahun 5% 10% II. Bangunan Permanen 20 Tahun 5% - Tidak Permanen 10 Tahun 10% - Sumber : Undang-Undang No 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tidak berwujud dan pengeluaran lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun dilakukan juga dengan memakai 2 metoda yaitu : metoda garis lurus dan metoda saldo menurun, dengan pengelompokan sebagai berikut : Tabel 1.2 Kelompok Harta Tak Berwujud, Metode, serta Tarif Amortisasi No Kelompok harta Masa Tarif Amortisasi Tarif Amortisasi tidak berwujud Manfaat berdasarkan Berdasarkan Metode Metode Garis Lurus Saldo Menurun 1 Kelompok 1 4 Tahun 25 % 50 % 2 Kelompok 2 8 Tahun 12.5 % 25 % 3 Kelompok 3 16 Tahun 6.25 % 12.5 % 4 Kelompok 4 20 Tahun 5 % 10 % Sumber : Undang-Undang No 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan xxvii

9 Penentuan masa manfaat, jenis harta, metode, serta tarif dimaksudkan untuk memberikan keseragaman bagi wajib pajak dalam melakukan penyusutan maupun amortisasi. b) Konsep Nilai Persediaan Dalam undang-undang pajak penghasilan Indonesia, persediaan dan pemakaian persediaan untuk menghitung harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan (cost) yang dilakukan dengan metode rata-rata (average) atau dengan metode mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama yang dikenal dengan first in first out (FIFO). Penggunaan metode tersebut harus dilakukan secara konsisten. Apabila kita meninjau secara akuntansi maka ada 3 jenis metode yang dilakukan untuk menilai persediaan yang sesuai dengan SAK No 14 tahun 2007 yaitu dengan menggunakan rumus biaya masuk pertama keluar pertama (MPKP atau FIFO), kemudian rata-rata tertimbang (weight average cost method) dan masuk terakhir keluar pertama (MTKP atau LIFO). Kemudian untuk barang yang lazimnya tidak dapat digantikan dengan barang lain (not ordinary interchangeable) dan barang serta jasa yang dihasilkan dan dipisahkan untuk proyek khusus harus diperhitungkan berdasarkan identifikasi khusus terhadap biayanya masing-masing. xxviii

10 2 Pengertian Laba Komersial dan Laba Fiskal a. Laba Komersial. Laba komersial adalah pengukuran laba yang lazim digunakan dalam dunia bisnis. Laba komersial dihitung berdasarkan prinsip akuntansi yang berterima secara umum. Laba komersial tersebut penghitungannya bertumpu pada prinsip matching cost against revenue yaitu penandingan antara pendapatan dengan biaya biaya terkait, dalam salah satu prinsip tersebut terhadap konsep tersebut ialah bahwa pengeluaran perusahaan yang tidak mempunyai manfaat untuk masa yang akan datang bukanlah merupakan asset maka akan dibebankan sebagai biaya. Dengan demikian dalam akuntansi diakui bahwa seluruh pengeluaran/beban perusahaan sepanjang memang harus dikeluarkan oleh perusahaan maka akan diakui sebagai biaya/beban. Penghasilan (Income) adalah penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Penghasilan meliputi pendapatan (revenue) dan keuntungan (gains). Menurut IAI (2007 : 23) Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama satu periode bila arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima. Jumlah pendapatan yang timbul dari suatu transaksi biasanya xxix

11 ditentukan oleh persetujuan antara perusahaan dan pembeli atau pemakai aktiva tersebut. Pada umumnya imbalan tersebut terbentuk kasa atau setara kas. Biaya adalah semua pengurang terhadap penghasilan. Sehubungan dengan periode akuntansi, pemanfaatan pengeluaran dipisahkan antara pengeluaran kapital dengan pengeluaran penghasilan. Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus kas keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang menyebabkan penurunan ekiutas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal. Beban juga menyangkut kerugian yang belum direalisasi, misalnya kerugian yang timbul dari pengaruh selisih kurs mata uang asing. Beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar hubungan langsung antara yang biaya yang timbul dan penghasilan tertentu yang diperoleh. Kalau manfaat ekonomi yang timbul lebih dari satu periode akuntansi dan hubungannya dengan penghasilan hanya dapat ditentukan secara luas atau tidak langsung beban diakui berdasarkan alokasi yang rasional dan sistematis. Misalnya pengakuan beban yang berkaitan dengan penggunaan aktiva tetap, goodwill, paten dan merk dagang. Beban ini dikenal dengan istilah penyusutan atau amortisasi. b. Laba Fiskal Menurut UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Laba fiskal atau penghasilan kena pajak merupakan laba yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku. xxx

12 Penghasilan kena pajak berdasarkan prinsip taxability deductability, dengan prinsip ini suatu biaya baru dapat dikurangkan dari penghasilan bruto apabila pihak yang menerima pengeluaran atas biaya yang bersangkutan melaporkannya sebagai penghasilan dan penghasilan tersebut dikenakan pajak (taxable). Misalnya tunjangan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan dapat dianggap sebagai biaya dan mengurangi laba kotor jika karyawan yang menerima tunjangan tersebut mengakui tunjangan yang diberikan dari penghasilan bruto dan dikenakan PPh pasal Koreksi Fiskal Menurut Agus Setiawan dan Basri Musri (2006 : 421) Koreksi fiskal adalah penyesuaian ketentuan menurut pembukuan secara komersial atau akuntansi yang harus disesuaikan menurut ketentuan perpajakan. Perhitungan laba komersial yang dihasilkan oleh semua perusahaan, harus mengalami koreksi fiskal untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak, karena tidak semua ketentuan dalam dalam standard akuntansi keuangan digunakan dalam peraturan perpajakan atau banyak ketentuan perpajakan yang tidak sama dengan Standard Akuntansi Keuangan. Koreksi fiskal secara akuntansi tidak memerlukan perlakuan jurnal khusus karena pada prinsipnya koreksi fiskal tidak mengubah besarnya saldo pada rekening nominal atau rekening rill pada neraca ataupun laporan rugi laba. a. Koreksi Fiskal Terhadap Neraca Ada beberapa perbedaan dalam penyajian di neraca, yaitu : 1) Pengakuan piutang tidak tertagih xxxi

13 Akuntansi komersial mengakui adanya analisa umur piutang yang memungkinkan menyisihkan kerugian piutang yang tidak tertagih meskipun belum ada bukti pendukung yang kuat bahwa piutang tersebut tidak dapat ditagih, kerugian ini ditaksir melalui analisa umur piutang (misalnya piutang yang telah berumur lebih dari 2 tahun dianggap telah hangus 100%, piutang yang berumur antara bulan nilainya tinggal 30% dan piutang yang berumur 1 bulan diakui masih 10%). Neraca fiskal hanya boleh mengakui kerugian piutang tidak tertagih, apabila piutang tersebut ternyata tidak dapat ditagih dengan diperkuat oleh putusan pengadilan atau alasan lain yang lebih kuat. 2) Penilaian Persediaan. Metode penilaian persediaan yang diakui oleh akuntansi komersial yang populer adalah metode Fifo, Lifo dan Average. Walau demikian masih ada beberapa metode lain yang dapat digunakan untuk menghitung persediaan dengan syarat sesuai dengan kondisi dan kebutuhan perusahaan dan dilakukan secara konsisten (taat asas). Dalam neraca fiskal hanya mengakui penilaian persediaan dengan menggunakan metode FIFO dan average saja. 3) Metode Penyusutan Aktiva Tetap Neraca komersial mengakui adanya beberapa metode yang dapat dipakai dalam menyusutkan aktiva tetap, paling tidak ada tiga metode yang populer dipakai dalam penghitungan penyusutan yaitu : Metode garis lurus (Straight line method), metode saldo menurun (diminishing balance method) metode jumlah unit (sum of the unit method). Penyusutan dalam akuntansi secara komersial mengakui adanya nilai residu bila dikehendaki, masa manfaat aktiva tetap dan xxxii

14 masa penyusunannya tergantung umur ekonomisnya, sedangkan pada neraca fiskal nilai residu tidak diperhatikan dan masa manfaat ditentukan oleh undangundang berdasarkan penggolongan aktiva tetap, dalam hal ini telah diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan No 79/PMK.03/2008 b. Koreksi Fiskal Terhadap Laporan Laba Rugi Dalam laporan laba rugi ada dua perbedaan antara laporan laba rugi secara komersial dan laporan laba rugi secara fiskal yaitu : 1) Beda tetap (Permanent differences) Beda Tetap, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang tidak boleh dikurangkan pada penghasilan kena pajak, contohnya : sumbangan, biaya entertain (tanpa daftar nominatif), pengeluaran yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan perusahaan dan lain lain. Menurut zain (2005 : 2003) perbedaan tetap dapat dibagi menjadi a. Perbedaan tetap positif, terjadi karena ada laba akuntansi yang tidak diakui oleh ketentuan perpajakan dan relief pajak. b. Perbedaan tetap negatif, terjadi karena disebabkan adanya pengeluaran sebagai beban laba akuntansi yang tidak diakui oleh ketentuan fiskal. Contoh beda tetap ialah dividen yang diterima dari penyertaan modal pada badan usaha yang berdiri/berkedudukan di Indonesia, penerimaan hibah atau bantuan dari pihak-pihak yang ada hubungan istimewa, penghasilan yang bersifat final, penggantian imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan, sanksi administrasi perpajakan, kerugian penjualan atau pengalihan aktiva, PPh pasal 21 dan 26 yang ditanggung oleh pemberi kerja, biaya perjalanan, biaya promosi, biaya entertainment, biaya penelitian dan pengembangan, kerugian piutang biaya xxxiii

15 penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia (piutang yang dapat dihapuskan adalah piutang yang ternyata tidak dapat ditagih dan dibuatkan daftar normatif atau dilampirkan di SPT tahunan PPh) keperluan pribadi pemilik atau pemegang saham yang dibukukan sebagai beban usaha, keperluan pribadi pegawai perusahaan yang dibukukan sebagai beban usaha. 2) Beda Waktu Perbedaan waktu adalah perbedaan yang bersifat sementara karena adanya ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan beban antara peraturan perpajakan dengan standard akuntansi keuangan. Sesuai dengan adanya asumsi dasar dalam pembukuan yang berbeda pembukuan (laporan keuangan fiskal) mengakui adanya prinsip kas basis dan akrual basis (pasal 28 ayat 5 UU No. 16 Tahun 2000), akuntansi komersial hanya mengakui pendapatan dan beban dengan prinsip akrual, hal ini tertuang dalam PSAK Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (IAI, 2007) Proses yang biasanya disebut pengaitan biaya dengan pendapatan (matching of cost with revenues) ini melibatkan pengakuan penghasilan dan beban secara gabungan atau bersamaan yang dihasilkan secara langsung dan bersama-sama dari transaksi atau peristiwa lain yang sama. Warren, Reeve, Fess (2005:63), Menyatakan bahwa Pendapatan adalah Peningkatan ekuitas pemilik yang diakibatkan oleh proses penjualan barang atau jasa kepada pembeli. Hal ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan pengakuan antara beban dan pendapatan yang diakui (prinsip matching). Laporan laba rugi fiskal memberi peluang untuk menyajikan dengan sistem kas basis ha ini sesuai xxxiv

16 dengan format yang ditawarkan dalam UU No. 16 Tahun 2000 pasal 28 ayat 5, yang memberikan pilihan untuk menggunakan kas basis atau akrual basis. Menurut Zain (2005 : 209) perbedaan waktu dapat dibagi menjadi : a. Perbedaan waktu positif, terjadi apabila pengakuan beban untuk akuntansi lebih lambat dari pengakuan beban untuk pajak lebih lambat dari pengakuan penghasilan untuk tujuan akuntansi. b. Perbedaan waktu negatif, terjadi jika ketentuan perpajakan mengakui beban lebih lambat dari pengakuan dari pengakuan beban akuntansi komersial atau akuntansi mengakui penghasilan lebih lambat dari pengakuan penghasilan menurut ketentuan pajak. Contoh perbedaan waktu antara lain : penyusutan atau amortisasi, penilaian persediaan, kerugian piutang (kecuali bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, cadangan biaya reklamasi usaha pertambangan), rugi laba selisih kurs, rugi laba atas penilaian efek dan rugi laba atas penyertaan saham. 4. Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial ke Laporan Keungan Fiskal Perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara akuntansi komersial dan fiskal akan menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak. Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan kepentingan antara akuntansi komersial yang mendasarkan pada laba konsep dasar akuntansi yaitu the proper matching cost against revenues, sedangkan dari segi fiskal tujuannya adalah penerimaan Negara. Dalam penyusunan laporan keuangan fiskal, wajib pajak harus mengacu kepada peraturan perpajakan, sehingga laoran keuangan komersial yang dibuat berdasarkan standard akuntansi keuangan harus disesuaikan/dikoreksi fiskal terlebih dahulu sebelum menghitung besarnya penghasilan kena pajak. xxxv

17 Solusi antara penerapan standard akuntansi keuangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan adalah dilakukannya suatu rekonsiliasi. Untuk menyusun rekonsiliasi antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal dapat dilakukan dengan cara seperti berikut ini : a. Buat terlebih dahulu daftar penyusunan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. b. Penyusutan fiskal tersebut kemudian dialokasikan sesuai dengan pengalokasian yang dilakukan oleh perusahaan. c. Susun harga pokok produksi. d. Susun rekonsiliasi biaya operasional. e. Susun rekonsiliasi pendapatan/beban lain-lain. f. Susun rekonsiliasi laba rugi, yang dihimpun dan jumlah-jumlah akhir masing-masing rekonsiliasi sebelumnya. Banyaknya rekonsiliasi yang harus disusun, disesuaikan dengan tipe perusahaan dan laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Untuk memberikan gambaran bagaimana rekonsiliasi itu dilakukan, maka berikut ini akan ditampilkan tahapan-tahapannya sebagai berikut: 1) Laporan Keuangan Komersial Laporan Keuangan Komersial yang diilustrsikan terutama laporan keungan yaitu neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas. 2) Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial Ke laporan Keuangan Fiskal Sebelum membuat rekonsiliasi, perlu diketahui dahulu perbedaan-perbedaan tentang apa saja yang perlu direkonsiliasikan. Perbedaan waktu menyebabkan xxxvi

18 perhitungan pajak atas jumlah laba yang berbeda dengan laba menurut akuntansi. Namun, perbedaan tersebut akan terkoreksi secara otomatis di periode yang akan datang. 3) Laporan Keuangan Fiskal Berdasarkan rekonsiliasi atau koreksi fiskal yang dilakukan maka akan dapat disusun suatu laporan keuangan fiskal. Ada beberapa perubahan penting yang sangat berpengaruh dalam perhitungan pajak perusahaan antara lain: a) Peredaran Usaha Peredaran usaha yang disajikan adalah peredaran usaha komersial sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi komersial atau standard akuntansi keuangan, yang merupakan penerimaan/peredaran bruto dari kegiatan usaha, baik di Indonesia maupun di luar negeri melalui bentuk usaha tetap atupun bukan bentuk usaha tetap. b) Harga Pokok Penjualan (HPP) Dilaporkan sesuai dengan sistem dan metode akuntansi komersial. Bagi wajib pajak tertentu (bank, dana pensiun, reksadana dan sebagainya) tidak terdapat pemisahan antara HPP dan biaya (beban) usaha lainnya. c) Penghasilan Netto dari Luar Usaha Penghasilan lainnya yang bukan merupakan pengahasilan dari kegiatan usaha atau tidak ada kaitannya dengan kegiatan usaha, misalnya bila terjadi penjualan aktiva tetap maka harus disajikan dalam laporan keuangan. xxxvii

19 d) Penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk objek pajak. Penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang dikenakan PPh final dan yang tdak termasuk objek pajak harus dikeluarkan. e) Penyesuaian Fiskal Positif Pengeluaran komersial yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan, misalnya biaya untuk kepentingan pribadi pemegang saham, dana cadangan, imbalan natura dan kenikmatan serta pajak penghasilan. f) Penyesuaian Fiskal Negatif Perhitungan komersial yang lebih rendah dari ketentuan fiskal, misalnya selisih penyusutan komersial dibawah penyusutan fiskal dan penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya. Merekonsliasi perbedaan tersebut diperlukan kertas kerja rekonsiliasi tersendiri yang berisi perbedaan waktu dan perbedaan tetap. Perbedaan waktu positif dan perbedaan tetap positif akan diberlakukan sebagai penambah, sedangkan perbedaan waktu negatif dan perbedaan tetap negatif akan diberlakukan sebagai pengurang. Hasil penambahan atau pengurangan tersebut merupakan saldo yang akan dilaporkan dalam laporan keuangan fiskal. Berikut ini adalah gambar rekonsiliasi laporan keuangan komersial ke laporan keuangan fiskal : xxxviii

20 Gambar 4.1 Rekonsiliasi laporan keuangan komersial ke laporan keuangan fiskal Dokumen Sumber Jurnal Buku Besar Neraca Percobaan L/K Komersial Dicocokkan Penyesuaiain Fiskal Buku Pembantu L/K (Fiskal) Sumber : Yayasan Artha Bhakti Cabang Medan, Brevet A B, Tata Cara Perhitungan PPh Badan a. Komponen Perhitungan PPh Badan Menghitung PPh Badan, diperlukan minimal 5 kompenen yang sangat penting, yaitu: a. Penghasilan yang menjadi objek pajak. Berdasarkan pasal 4 ayat (1) Undang Undang PPh, objek pajak ialah: Penghasilan, yang dapat digunakan untuk konsumsi dan/atau menambah harta. b. Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak, Pengecualian ini diatur dalam UU PPh Pasal 4 ayat (3) xxxix

21 c. Penghasilan yang pajaknya dikenakan secara final. Yaitu penghasilan yang pajaknya telah final/selesai. d. Biaya yang boleh diurangi dari penghasilan bruto. e. Biaya yang tidak boleh dikurangi dari penghasilan bruto. b. Pengelompokan Pajak Badan Dalam Undang-undang PPh 1) PPh Pasal 22 Menurut Mardiasmo (2004:179), PPh Pasal 22 merupakan Pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik pusat maupun daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembagalembaga negara lainnya sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain. 2) PPh Pasal 23 Menurut Mardiasmo (2004:187), PPh Pasal 23 mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau peyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau Subjek Pajak dalam negeri, peyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. 3) PPh Pasal 24 PPh Pasal 24 merupakan perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri. Konsep Umum Pajak yang telah di luar negeri dapat kreditkan xl

22 Syarat untuk dapat mengkreditkan pajak yang telah dibayar di luar negeri. - Menyampaikan laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari laur negeri - Menyampaikan fotocopy Surat pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri. - Menyampaikan dokumen pembayaran pajak luar negeri. Kerugian dari usaha yang berasal dari luar negeri tidak diakui sebagai kerugian Mekanisme pengkreditan di Indonesia menggunakan metode Ordinary Credit Method - Jumlah yang dapat dikreditkan dibatasi secara proposional sesuai dengan beban total pajak terutang. 4) PPh Pasal 25 Ketentuan PPh Pasal 25 mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan. Konsep Umum Angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh WP setiap bulan dalam tahun pajak berjalan Besarnya angsuran pajak dihitung dengan rumus: Pajak penghasilan terutang menurut SPT tahun lalu dikurangi dengan pajak penghasilan yang telah dipotong dan atau dipungut serta pajak penghasilan yang di bayar atau terutang di luar negeri yang boleh xli

23 dikreditkan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 21, 22, 23, dan 24, kemudian dibagi dengan 12 atau banyaknya bulan dalam tahun pajak. 5. PPh Pasal 26 Yang dikenakan PPh pasal 26 adalah Wajib Pajak luar negeri (orang pribadi maupun badan) selain bentuk Usaha Tetap yang menerima atau memperoleh penghasilan. Gambar 5.1 Perhitungan Penghasilan Kena Pajak PENGHASILAN KOMERSIAL Objek PPH 4 (1) Dikecualikan 4 (1) Huruf K Objek Final 4 (2) Bukan Objek 4 (3) K- K- K- K- K+ Over Under Penghasilan Fiskal (-) Biaya Fiskal L/R Fiskal PAJAK TERUTANG (Penghasilan Kena Pajak x Tarif Pajak Psl 17 Sumber : Manajemen Pajak Penghasilan Dalam Undang-undang pajak penghasilan oleh Edi jatmiko, 2001 xlii

24 c. Tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Menurut Undang-undang PPh pasal 17 tahun 2008, tarif pajak untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen). Berlaku untuk tahun 2008 dan Sedangkan untuk tahun 2010 dan selanjutnya tarif yang berlaku ialah 25% d. Metode Pajak Penghasilan Pemahaman metode Pajak Penghasilan perlu dijelaskan untuk mengetahui teknis penghitungan yang diperlukan didalam menentukan penghasilan kena pajak. Terdapat beberapa metode Pajak Pnghasilan disajikan dibawah ini: (i) Gross method Menentukan dasar pengenaan pajak (tax base), dapat menggunakan jumlah bruto (gross method), misalnya adalah nilai transaksi. Penggunaan gross method sering dijumpai pada penghasilan yang dikenakan PPh final. Misalnya, pengenaan PPh atas bunga deposito dan tabungan, PPh atas penghasilan sewa tanah dan bangunan. Dikenal pula Metode Neto (net method) yang dasar pengenaan pajaknya ditentukan sebesar jumlah bruto dikurangi dengan beban yang diperkenankan (deductible expenses). Penggunaaan metode netto ini digunakan didalam menentukan penghasilan kena pajak (taxable income). (ii) Gross up method Gross Method dimaksudkan untuk membebankan beban pajak yang timbul. Pada umumnya terjadi pada transaksi pambayaran bunga kepada WP luar negeri. Berhubungan sesuai dengan perjanjian pinjaman, WP luar negeri akan menerima xliii

25 bersih jumlah bungan dan dibebankan dari segala pungutan termasuk pajak maka biaya bunga di gross up sehingga jumlahnya sebesar baiya bunga ditambah beban pajak. Konsenkuensi biaya bunga yang telah di gross up merupakan dasar pengenaan pajak. (iii) Ordinary credit- per country limitation method Ordinary credit-per country limitation method merupakan imbalan yang terapkan oleh world wide income principle, atas pajak yang telah dibayar di luar negeri sehubungan dengan penghasilan luar negeri yang diperoleh atau diterima, dapat kreditkan dengan PPh yang terutang di akhir tahun. Namun jumlah pajak yang dapat dikreditkan (creitable) tidak boleh melebihi batas maksimum yang diperkenankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penentuan besarnya maksimum dilakukan per negara. (iv) FIFO and average method Konsistensi persediaan dapat dinilai dengan menggunakan salah satu dari kedua metode penilaian parsediaan (Fifo atau average). Metode ini diperkenalkan dan diuraikan dalam ketentuan Pasal 10 ayat (6) undang-undang pajak penghasilan. (v) Perpectual method Membukukan persediaan dapat menggunakan metode perpectual. Dengan metode ini dapat menyajikan keterangan mengenai persediaan dan harga pokok penjualan secara terus-menerus. Sistem perpetual tidak menggunakan cara penaksiran dalam menghitungnilai persediaan. xliv

26 (vi) Depreciation method Metoda alokasi harga perolehan aktiva berwujud (fixed assets) ke dalamtahuntahun pajak yang menikmatinya yang diperkenankan sesuai dengan undangundang PPh adalah garis lurus (straight line) atau saldo menurun (double declinimg balance). Khusus untuk aktiva berwujud yang diklasifikasikan sebagai bangunan, metode penyusutan yang diperbolehkan hanya metode garis lurus. Penerapan metode penyusutan yang dipilih harus dilakukan secara taat asas (konsisten). Khusus dalam rangka pemberian fasilitas perpajakan, accelerate depreciation method digunakan baik untuk aktiva bangunan maupun aktiva bukan bangunan. (vii) Loss carrried forward method Rugi usaha yang diderita oleh WP dapat dikompesasikan dengan laba uasah tahunan pajak berikutnya. Jangka waktu kompesasi kerugian adalah selama 5 tahun sejak tahun rugi usaha terjadi. Apabila setelah 5 tahun terdapat sisa rugi yang belum habis terkompensasi maka sisanya tersebut tidak dapat lagi dikompensasi ke tahun berikutnya. Khususnya dalam rangka pemberian fasilitas perpajakan, jangka waktu kompensasi kerugian diberikan selama-lamanya 8 tahun. (viii) Direct method and allowance method Ketentuan perpajakan tidak menganut metode pencadangan (allowance method) untuk penyajian Piutang Usaha pada neraca (balance sheets). Piutang yang benar-benar tidak dapat ditagih yang diperbolehkan untuk dihapuskan. xlv

27 Pemupukan dana cadangan hanya berlaku pada industri tertentu yaitu perbankan, leasing dengan hak opsi, asuransi dan pertambangan. (ix) Cost Method and book value method Pembukuan atas suatu transaksi dapat berdasarkan nilai historis. Misalnya, perusahaan yang melakukan pembelian mesin akan mencatatnya sebesar harga perolehannya. Harga perolehan aktiva tetap itu dialokasikan kedalam tahun-tahun pajak yang menikmatinya. Sehingga pada akhir tahun mesin tersebut disajikan sebesar nilai bukunya yaitu selisih positif dan akumulasi penyusutan. (x) Fixed and fluctuated exchange of rate Membukukan selisih kurs yang timbul akibat perbedaan nilai tukar awal dan nilai tukar akhir antara rupiah dengan mata uang asing, dapat dilakukan sesuai dengan metode pembukuan yang dianut dengan kurs tetap atau kurs fluktuasi. Sesuai dengan metode kurs tetap, pengakuan keuntungan atau rugi selisih kurs pada saat realisasi. Sedangkan sesuai dengan metode fluktuasi, keuntungan atau rugi selisih kurs timbul saat akhir tahun dengan membandingkan kurs tengah akhir tahun dengan kurs awal tahun saat terjadinya bila timbul pada tahun berjalan. Pemiliahan metode pembukuan selisih kurs ini harus dilakukan dengan konsisten dan taat azas. (xi) Deferred and amortization method Pengeluaran yang memiliki manfaat ekonomis lebih dari satu tahun yang digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memalihara penghasilan tidak diperkenankan dalam tahun terjadinya melainkan ditangguhkan terlebih dahulu dan kemudian dialokasikan ke tahun-tahun berikutnya. Teknis pengalokasian xlvi

28 pengeluaran selain harga perolehan aktiva tetap dikenal dengan sebutan amortisasi. (xii) Market value and book value method Dalam rangka revaluasi, pertukaran, penggabungan ataupun merger yang digunakan sebagai dasar pembukuan adalah harga pasar yang berlaku. Namun pengecualinnya berlaku untuk merger dan penggabungan yang memenuhi syarat. B. Tinjauan Terdahulu Edi Jackson (2000) dalam penelitiannya berjudul Koreksi Fiskal sebagai sarana Rekonsiliasi Akuntansi Komersial ke Akuntansi Pajak dalam Menghitung Besarnya PPh Terhutang.(Studi Kasus Pada PT Meganusa Semesta Cabang Medan). Yang menjadi Masalah ialah : Apakah Perbedaan-perbedaan yang menyebabkan perlunya koreksi fiskal, untuk merekonsiliasi akuntansi komersial ke akuntansi pajak dan bagaimana caranya untuk menghitung besarnya PPh terhutang. Kemudian hasil pembahasannya ialah : bahwa kebijaksanaan untuk mengadakan koreksi fiskal/rekonsiliasi membantu perusahaan untuk mengurangi biaya yang ditimbulkan apabila diselenggarakannya pembukuan ganda. Dolida Sinukaban (2003) dalam penelitiannya berjudul Koreksi Fiskal sebagai dasar Perhitungan Penghasilan Kena Pajak Pada PT Cipta Niaga Cabang Medan. Yang menjadi permasalahan ialah: Apakah perbedaan-perbedaan yang menyebabkan perlunya koreksi fiskal untuk merekonsiliasi akuntansi komersial ke akuntansi pajak. Hasil pembahasannya ialah : Bahwa perbedaan laba komersial dan laba fiskal disebabkan adanya penerapan metode penyusutan yang berbeda antara perusahaan dengan peraturan perpajakan. xlvii

29 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dignakan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: A. Tempat Penelitian Adapun tempat penelitian dilakukan di Kantor PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan yang berlokasi di Jl. Kapt. Pattimura No 334 Medan dan waktu penelitian dimulai pada bulan Februari 2010 sampai dengan bulan Mei B. Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan berupa Penelitian Lapangan (Field Research). Penelitian lapangan dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung ke objek penelitian mengenai kegiatan yang berhubungan dengan internal audit. b. Wawancara, yaitu dengan pengumpulan data melalui tanya jawab dengan bagian internal auditor dan bagian Akuntansi. C. Jenis Data 1. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari perusahaan dan data tersebut sudah diolah seperti sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi dan laporan keuangan. D. Metode Analisis Data Metode analisis data yang dilakukan adalah dengan Metode Deskriptif yaitu suatu metode dimana data yang dikumpulkan, disusun, diinterpretasikan dan dianalisis sehingga memberikan keterangan yang lengkap bagi pemecahan masalah yang dihadapi. 33 xlviii

30 E. Jadwal Penelitian Jadwal Penelitian adalah sebagai berikut: No Tahapan Penelitian 1 Pengajuan Judul 2 Penyelesaian Proposal 3 Pengumpulan Data 4 Seminar Proposal 5 Penulisan Laporan 6 Penyelesaian Laporan Januari Februari Maret April Mei xlix

ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK TANGGUHAN PADA LAPORAN KEUANGAN PT BUMI SARANA UTAMA. Dahniyar Daud *)

ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK TANGGUHAN PADA LAPORAN KEUANGAN PT BUMI SARANA UTAMA. Dahniyar Daud *) ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK TANGGUHAN PADA LAPORAN KEUANGAN PT BUMI SARANA UTAMA Dahniyar Daud *) niardaudismail@gmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa penerapan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. dilakukannya proses rekonsiliasi fiskal ini, maka Wajib Pajak tidak perlu

BAB II URAIAN TEORITIS. dilakukannya proses rekonsiliasi fiskal ini, maka Wajib Pajak tidak perlu BAB II URAIAN TEORITIS A. Koreksi Fiskal Koreksi (rekonsiliasi) fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk memperoleh penghasilan netto atau laba yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Metode Perolehan Aktiva Tetap Aktiva tetap berwujud sebagai salah satu aktiva penting yang dimiliki perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Penghasilan II.1.1 Pengertian Umum Pajak Definisi pajak menurut Prof. DR. Rochmat Soemitro, SH. dalam Resmi (2007) adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

PERPAJAKAN II. Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan

PERPAJAKAN II. Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan PERPAJAKAN II Modul ke: Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan Fakultas EKONOMI Program Studi MAGISTER AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak., CA. HP/WA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Laporan Keuangan 1. Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan output dan hasil akhir dari proses akuntansi. Laporan keuangan inilah yang menjadi bahan informasi

Lebih terperinci

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal Penghitungan PPh diakhir tahun bagi WP Badan didasarkan atas LK Fiskal (Laba Rugi Fiskal) Laba rugi fiskal disusun berdasarkan Laba Rugi Komersial yang telah disesuaikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak Pajak merupakan salah satu pungutan negara terhadap rakyatnya. Pada hakekatnya, pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta Wajib

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal a. Definisi Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal Laporan keuangan komersial adalah

Lebih terperinci

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk IV.1 Laba Rugi Secara Komersial Keuntungan (laba) atau kerugian adalah salah satu tolak ukur

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Perhitungan Laba Rugi Secara Komersial Laporan keuangan komersial adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan kejelasan

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan kejelasan bagi masyarakat dalam memahami

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Aktiva Tetap 1. Pengertian Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam kedaan siap dipakai atau dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan,

Lebih terperinci

Oleh Iwan Sidharta, MM.

Oleh Iwan Sidharta, MM. KOREKSI FISKAL Oleh Iwan Sidharta, MM. Terdapatnya perbedaan dalam Akuntansi Komersial dengan Peraturan Perpajakan. Perbedaan tersebut sehubungan dengan pengakuan penghasilan dan biaya. Perbedaan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap akhir tahun perusahaan akan membuat laporan keuangan untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak khususnya para pemakai laporan keuangan yang berguna

Lebih terperinci

HAKIKAT REKONSILIASI. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi.

HAKIKAT REKONSILIASI. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi. HAKIKAT REKONSILIASI Pelaksanaan pembukuan berdasar kebijakan akuntansi perusahaan menyimpang dari ketentuan perpajakan. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi. Penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Akhir tahun adalah saat dimana perusahaan membuat laporan keuangan untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak yang menggunakannya. Pengguna informasi dalam

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata

BAB IV PEMBAHASAN. Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata BAB IV PEMBAHASAN Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata dan beberapa kebijakan akuntansi dan fiskal dalam menjalankan kegiatan bisnisnya yang perlu diketahui agar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI. Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat BAB II LANDASAN TEORI II.1. Dasar Perpajakan II.1.1. Definisi dan Fungsi Pajak Definisi atau pengertian pajak yang mengacu pada pendapat Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

Tujuan Akuntansi Pajak a. Dasar menghitung PKP b. Menghitung harga perolehan c. Menghitung penyerahan barang kena pajak d. Menghitung besarnya pajak y

Tujuan Akuntansi Pajak a. Dasar menghitung PKP b. Menghitung harga perolehan c. Menghitung penyerahan barang kena pajak d. Menghitung besarnya pajak y PENGERTIAN AKUNTANSI PAJAK Akuntansi Pajak adalah - sekumpulan prinsip, - standar, - perlakuan akuntansi lengkap yang digunakan oleh Wajib Pajak sebagai landasan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang KUP No. 16 Tahun 2009 Pasal 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

Lebih terperinci

By Afifudin PSP FE Unisma 2

By Afifudin PSP FE Unisma 2 Pengertian Beban dan Kompensasi Kerugian sesuai SAK dan UU Pajak Rekonsiliasi Laporan Keuangan. Beda Tetap dan Beda Waktu Koreksi Fiskal Positif dan Koreksi Fiskal Negatif By Afifudin PSP FE Unisma 2 MEKANISME/SIKLUS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Pendapatan dan Beban Menurut Akuntansi 1. Pendapatan Menurut Akuntansi Suatu perusahaan didirikan untuk memperoleh pendapatan yang sebesar-besarnya dengan pengeluaran

Lebih terperinci

RUGI LABA BIAYA FISKAL

RUGI LABA BIAYA FISKAL RUGI LABA BIAYA FISKAL BIAYA YANG TIDAK DAPAT DIJADIKAN PENGURANG PENGHASILAN (PASAL 9) Pengeluaran untuk pemegang saham atau pihak yang memillki hubungan istimewa beserta orang-orang yang menjadi tanggungannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dengan Laporan. Keuangan Fiskal (Book Tax Differences)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dengan Laporan. Keuangan Fiskal (Book Tax Differences) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dengan Laporan Keuangan Fiskal (Book Tax Differences) Pada umumnya perusahaan bisnis menyelenggarakan pembukuan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara BAB II LANDASAN TEORI II.1 II.1.1 Dasar Perpajakan Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Penghasilan II.1.1 Dasar Pengenaan Pajak dan cara menghitung Penghasilan Kena Pajak Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk Wajib Pajak dalam negeri,dan Badan Usaha Tetap (BUT)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. dikenakan atas laba kena pajak perusahaan. yang diterima atau yang diperolehnya dalam tahun pajak.

BAB II TELAAH PUSTAKA. dikenakan atas laba kena pajak perusahaan. yang diterima atau yang diperolehnya dalam tahun pajak. BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Pajak Penghasilan Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2010:46), Pajak Penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan

Lebih terperinci

bambang kesit, 2010 halaman 1 dari 10 perpajakan, prodi akuntansi-feuii MODUL : TEKNIK REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PPh Badan

bambang kesit, 2010 halaman 1 dari 10 perpajakan, prodi akuntansi-feuii MODUL : TEKNIK REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PPh Badan bambang kesit, 2010 halaman 1 dari 10 MODUL : TEKNIK REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PPh Badan 5.1 Pengertian PPh Badan PPh Badan yaitu pajak atas penghasilan yang diperoleh atau diterima badan usaha

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERPAJAKAN

MANAJEMEN PERPAJAKAN MANAJEMEN PERPAJAKAN MODUL 11 Dosen : Jemmi Sutiono Ruang : B-305 Hari : Minggu Jam : 13:30 16:00 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2011 Manajemen Perpajakan Jemmi Sutiono Pusat

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut IAI (2007) dalam PSAK 23, penghasilan (income) berarti

BAB 2 KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut IAI (2007) dalam PSAK 23, penghasilan (income) berarti 8 BAB 2 KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 1.1 Laba Komersial Menurut IAI (2007) dalam PSAK 23, penghasilan (income) berarti suatu penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari dalam negeri yaitu dari sektor pajak.

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari dalam negeri yaitu dari sektor pajak. BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Umum Tentang Pajak II.1.1 Definisi Pajak Salah satu sumber penerimaan negara yang paling potensial untuk membiayai pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.161, 2010 KEUANGAN NEGARA. Pajak Penghasilan. Penghitungan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Ni Putu Lestari dan I.G.A.M Asri Dwija Putri (2015)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Ni Putu Lestari dan I.G.A.M Asri Dwija Putri (2015) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu 1. Ni Putu Lestari dan I.G.A.M Asri Dwija Putri (2015) Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh book-tax difference yang dikelompokkan atas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue)

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue) BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue) Maupun keuntungan ( gain ). Definisi penghasilan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. pajak ini dikenakan atas laba kena pajak perusahaan. diperolehnya dalam tahun pajak.

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. pajak ini dikenakan atas laba kena pajak perusahaan. diperolehnya dalam tahun pajak. 6 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 1.1 Tinjauan Teoritis 1.1.1 Pengertian Pajak Penghasilan Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2010:46), Pajak Penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan

Lebih terperinci

AKUNTANSI PERPAJAKAN. PSAK 46 : Standar Akuntansi atas PPh

AKUNTANSI PERPAJAKAN. PSAK 46 : Standar Akuntansi atas PPh AKUNTANSI PERPAJAKAN Modul ke: PSAK 46 : Standar Akuntansi atas PPh Fakultas EKONOMI Program Studi MAGISTER AKUNTANSI Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak., CA. HP/WA : 081218888013 Email : suhirmanmadjid@ymail.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat BAB II LANDASAN TEORI II.1 Gambaran Umum Pajak Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat memahami mengapa kita harus membayar pajak. Dari pemahaman inilah diharapkan muncul kesadaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan penerimaan negara yang paling utama, untuk itu pajak merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN IV.1 Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan Perlakuan Akuntansi SAK ETAP Setelah mendapatkan gambaran detail mengenai objek penelitian, yaitu PT Aman Investama.

Lebih terperinci

BAB II TELAH PUSTAKA. yang diberikan oleh Accounting Principles Board Statement No. 4 (1970) Association (AAA) pada tahun 1966 adalah sebagai berikut,

BAB II TELAH PUSTAKA. yang diberikan oleh Accounting Principles Board Statement No. 4 (1970) Association (AAA) pada tahun 1966 adalah sebagai berikut, BAB II TELAH PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Definisi Akuntansi Ada beberapa definisi tentang ilmu akuntansi, antara lain: Definisi yang diberikan oleh Accounting Principles Board Statement No. 4 (1970)

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan produk yang dihasilkan dari akuntansi yang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan produk yang dihasilkan dari akuntansi yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laporan keuangan merupakan produk yang dihasilkan dari akuntansi yang harus disajikan pada akhir periode untuk disampaikan kepada pihak manajemen. Laporan yang dihasilkan

Lebih terperinci

1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan

1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pajak Penghasilan 1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17/2000 adalah setiap

Lebih terperinci

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk meningkatkan efisiensi perusahaan pada PT SNI, penulis akan menguraikan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas Laporan Laba Rugi Komersial Dalam Penentuan PPh Terhutang Pada PT. Mutiara Intrareksa

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS Pada laporan rugi laba yang telah dibuat oleh PT TGS yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2003 menunjukkan adanya unsur penjualan yang telah berhasil

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan. Umum dann Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan. Umum dann Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak 2.1.1.1 Definisi Pajak Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dann Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Konsep Dasar Akuntansi Menurut Manurung (2011:1) beberapa pakar mendefinisikan ilmu akuntansi sebagai proses mengidentifikasi, mengukur, mencatat dan mengomunikasikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Aset Tetap Aset tetap merupakan aset yang dapat digunakan oleh perusahaan dalam menjalankan aktivitas usaha dan sifatnya relatif tetap atau jangka waktu perputarannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajak Pengertian pajak menurut Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. administratif dan diharapkan akan digunakan lebih dari satu

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. administratif dan diharapkan akan digunakan lebih dari satu BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1. Definisi Aset Tetap Dalam SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 68), aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau

Lebih terperinci

MODUL V REKONSILIASI FISKAL

MODUL V REKONSILIASI FISKAL MODUL V REKONSILIASI FISKAL A. Dosen memberikan pengantar sesuai dengan Satuan Acara Perkuliahan ( S. A. P.) yang menjelaskan secara umum sebagai berikut : 1. Definisi Rekonsiliasi (koreksi) Fiskal. 2.

Lebih terperinci

lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 2. sahamnya tidak diperdagangkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

APLIKASI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 2000 DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN Oleh : Evi Ekawati. Abstrak

APLIKASI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 2000 DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN Oleh : Evi Ekawati. Abstrak APLIKASI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 2000 DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN Oleh : Evi Ekawati Abstrak Perbedaan antara laba menurut akuntansi dengan laba menurut pajak, untuk mengatasi perbedaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan adalah teori hubungan prinsipal dengan agen. Dalam hal tersebut, prinsipal

Lebih terperinci

PENERAPAN PSAK NO. 46 TENTANG AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN TERHADAP KOREKSI FISKAL

PENERAPAN PSAK NO. 46 TENTANG AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN TERHADAP KOREKSI FISKAL INFOKAM Nomor I / Th. II / Maret / 06 1.. PENERAPAN PSAK NO. 46 TENTANG AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN TERHADAP KOREKSI FISKAL Oleh : Sri Supatmi ) Abstraksi PSAK No 46 Tahun 2004 mengatur perlakuan akuntansi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 2007, UU PPh No. 36 Tahun 2008, UU KUP No. 28 Tahun objek objek ini dapat menjadi sumber data penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. 2007, UU PPh No. 36 Tahun 2008, UU KUP No. 28 Tahun objek objek ini dapat menjadi sumber data penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini mencakup mengenai rekonsiliasi laporan keuangan komersial ke laporan keuangan fiskal guna menghitung besarnya PPh badan yang terhutang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun laporan keuangannya sendiri.

BAB IV PEMBAHASAN. CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun laporan keuangannya sendiri. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Manfaat Implementasi SAK ETAP Dengan mengimplementasikan SAK ETAP di dalam laporan keuangannya, maka CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

DAFTAR PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL TAHUN PAJAK 2 0 NPWP : NAMA WAJIB PAJAK : BULAN / TAHUN PEROLEHAN HARGA PEROLEHAN (US$)

DAFTAR PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL TAHUN PAJAK 2 0 NPWP : NAMA WAJIB PAJAK : BULAN / TAHUN PEROLEHAN HARGA PEROLEHAN (US$) 2 0 DAFTAR PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL 1B KELOMPOK / JENIS HARTA BULAN / TAHUN PEROLEHAN HARGA PEROLEHAN (US$) NILAI SISA BUKU FISKAL AWAL TAHUN PENYUSUTAN / AMORTISASI KOMERSIAL METODE HARTA BERWUJUD

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar belakang masalah

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar belakang masalah BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar belakang masalah Laporan keuangan memuat informasi mengenai kinerja keuangan suatu entitas. Laporan keuangan yang dihasilkan oleh proses akuntansi bertujuan memberikan informasi

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 138 TAHUN 2000 (138/2000) TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

AKUNTANSI KOMERSIAL VS AKUNTANSI PAJAK

AKUNTANSI KOMERSIAL VS AKUNTANSI PAJAK AKUNTANSI KOMERSIAL VS AKUNTANSI PAJAK AKUNTANSI KOMERSIAL VS AKUNTANSI PAJAK Pembukuan menurut UU Pajak Dalam Pasal 28 ayat (7) UU KUP disebutkan: Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa pelaksanaan Pasal 9 ayat (1) huruf b

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Gambaran Umum Pajak II.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Soemitro. R yang dikutip oleh Mardiasmo (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi pajak dalam pasal 1 ayat 1 UU KUP No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN FORMULIR 1771 KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN PERHATIAN : SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK

Lebih terperinci

4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT) 10a. 10b.

4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT) 10a. 10b. 77 DEPARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERHATIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN h SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN h ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Penghasilan Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam Standar Akuntansi Keuangan (2012:46.2) pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan atas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan bagi negara untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan bagi negara untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan bagi negara untuk menjalankan pemerintahan. Pemungutan pajak sudah lama ada, dari adanya upeti wajib kepada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Penghasilan 2.1.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 Pasal 1 adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak

Lebih terperinci

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO Oleh: I s r o a h, M.Si. isroah@uny.ac.id PRODI/JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 PAJAK PENGHASILAN UMUM

Lebih terperinci

02FEB. Manajemen Perpajakan

02FEB. Manajemen Perpajakan Modul ke: Fakultas 02FEB Manajemen Perpajakan Mempelajari aspek manajemen pajak dalam pemilihan bentuk usaha tetap dan factor-faktor yang berhubungan dengan petunjuk pelaksanaan manajemen pajak Dra. Rokhanah

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. Jendral Pajak dalam perhitungan laba fiskal. lebih lanjut oleh PSAK 46 (2002:4), yaitu:

BAB II TELAAH PUSTAKA. Jendral Pajak dalam perhitungan laba fiskal. lebih lanjut oleh PSAK 46 (2002:4), yaitu: BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Landasan teori 2.1.1. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Definisi Dasar Pengenaan Pajak (DPP) menurut PSAK 46 (2002:3) adalah sebagai berikut: Dalam Pengenaan Pajak (DPP) aktiva atau

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN BAB 4 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN Sistematika pembahasan yang dilakukan terhadap KOPKAR ADIS adalah berdasarkan akun-akun yang terdapat di dalam laporan keuangan dengan melakukan analisis dan evaluasi

Lebih terperinci

Pendahuluan. Definisi Pajak Kini dan Pajak Tangguhan

Pendahuluan. Definisi Pajak Kini dan Pajak Tangguhan Pendahuluan Pada dasarnya, antara akuntansi pajak dan akuntansi keuangan memiliki kesamaan tujuan, yaitu untuk menetapkan hasil operasi bisnis dengan pengukuran dan pengakuan penghasilan serta biaya. Namun

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si PAJAK PENGHASILAN UMUM 1 Yang menjadi Subjek Pajak: 1. Orang Pribadi dan Warisan yang belum terbagi 2. Badan, terdiri dari PT,CV,perseroan lainnya,bumn/bumd 3. BUT (bentuk Usaha Tetap) 2 Subjek Pajak dapat

Lebih terperinci

LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL DAN FISKAL. Amanita Novi Yushita

LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL DAN FISKAL. Amanita Novi Yushita LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL DAN FISKAL 1 PENDAHULUAN Masa akuntansi atau periode adl jangka waktu tertentu yang digunakan sbg dasar untuk menghitung posisi keuangan suatu perush. Laporan keuangan dibuat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Penyusunan laporan keuangan sangatlah penting bagi perusahaan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan perusahaan dan untuk mengetahui

Lebih terperinci

AKUNTANSI UNTUK PAJAK PENGHASILAN

AKUNTANSI UNTUK PAJAK PENGHASILAN AKUNTANSI UNTUK PAJAK PENGHASILAN Laba yang dihasilkan oleh perusahaan merupakan obyek pajak penghasilan. Jumlah Laba Kena Pajak (SPT) dihitung berdasar ketentuan dan Undang undang yang berlaku dalam tahun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Penghasilan 2.1.1. Pengertian Pajak Penghasilan Di Indonesia, pajak atas penghasilan sudah dikenal sejak lebih dari seabad yang lalu. Dimulai dari dikenalkannya Paten Recht

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II LANDASAN TEORI. iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajak Ada berbagai pengertian pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli perpajakan, antara lain: Soemitro, seperti dikutip Waluyo dan Ilyas (2002) mendefinisikan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN PAJAK (S1 AK ALIH JENIS)

PERENCANAAN PAJAK (S1 AK ALIH JENIS) PERENCANAAN PAJAK (S1 AK ALIH JENIS) Pengajar : Drs.Agust Mujoko, M.Ak, Ak (AM Materi : Pertemuan ke 8 dan 9 8. Penerapan PSAK 46 sebagai pelaporan PPh a. Kewajiban melampirkan laporan keuangan dlm SPT.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Undang-Undang No. 10 Tahun 1994 Tanggal 9 Nopember 1994 DENGAN

Lebih terperinci

Rekonsiliasi Fiskal Terhadap Laporan Keuangan Komersial Dan Laporan Keuangan Fiskal Dalam Menghitung Pajak Penghasilan Badan Pada Pt Cipta KARYA

Rekonsiliasi Fiskal Terhadap Laporan Keuangan Komersial Dan Laporan Keuangan Fiskal Dalam Menghitung Pajak Penghasilan Badan Pada Pt Cipta KARYA Rekonsiliasi Fiskal Terhadap Laporan Keuangan Komersial Dan Laporan Keuangan Fiskal Dalam Menghitung Pajak Penghasilan Badan Pada Pt Cipta KARYA Shinta Dwi Ayu Cartika Program Studi Manajemen STIE Mulia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Aktiva Tetap Tanaman Menghasilkan. menghasilkan, ada beberapa defenisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Aktiva Tetap Tanaman Menghasilkan. menghasilkan, ada beberapa defenisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Aktiva Tetap Tanaman Menghasilkan Untuk mengetahui pengertian yang jelas mengenai aktiva tetap tanaman menghasilkan, ada beberapa defenisi yang dikemukakan oleh beberapa

Lebih terperinci

MENYIKAPI PERBEDAAN LABA MENURUT PSAK DAN FISKAL : PERLUKAH DIBUAT PEMBUKUAN GANDA?

MENYIKAPI PERBEDAAN LABA MENURUT PSAK DAN FISKAL : PERLUKAH DIBUAT PEMBUKUAN GANDA? MENYIKAPI PERBEDAAN LABA MENURUT PSAK DAN FISKAL : PERLUKAH DIBUAT PEMBUKUAN GANDA? Oleh : Siti Istikhoroh 1), R. Bambang Dwi Waryanto 2) (Fakultas Ekonomi Universitas PGRI Adi Buana Surabaya) Abstraksi

Lebih terperinci

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN.

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN. ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN (Skripsi) OLEH Nama : Veronica Ratna Damayanti NPM : 0641031138 No Telp :

Lebih terperinci