Riset Pelaksanaan Kebijakan JKN pada Pelayanan Primer

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Riset Pelaksanaan Kebijakan JKN pada Pelayanan Primer"

Transkripsi

1 Proposal Penelitian Siklus I Riset Pelaksanaan Kebijakan JKN pada Pelayanan Primer Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM bekerja sama dengan Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan didukung oleh USAID s Health Finance and Governance Project 1

2 Daftar Isi Daftar Isi... 2 Abstrak... 3 Latar belakang... 4 Tujuan... 4 Tinjauan Pustaka... Error! Bookmark not defined. 1. Jaminan Kesehatan Nasional sebagai Kebijakan Nasional dalam rangka meningkatkan Status Kesehatan Masyarakat Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)... Error! Bookmark not defined. 2. Pelayanan Kesehatan Primer di era JKN Peran Puskesmas sebagai penyedia pelayanan kesehatan primer di era JKN Peran FKTP swasta sebagai penyedia pelayanan kesehatan primer di era JKN Perkembangan Jejaring FKTP dengan BPJS Kesehatan Indikator Kinerja (Performance) untuk Pelayanan Primer Implementation Research tentang JKN di Pelayanan Primer Definisi Riset implementasi Prinsip Riset Implementasi Metode Penelitian Sub Penelitian 1: Sub Penelitian 2: Tabel 1. Kerangka Instrumen Penelitian Tahap Kedua Sub Penelitian 3:

3 Abstrak Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia telah memasuki tahun ketiga. Seperti halnya reformasi kesehatan lainnya di berbagai negara, pelaksanaan JKN di Indonesia menghadapi berbagai tantangan, dari sisi pemberi layanan kesehatan, pengelola jaminan kesehatan, masyarakat sebagai pengguna, serta pemerintah sebagai regulator program. Berbagai studi telah dilakukan untuk menelaah dampak JKN pada pelayanan kesehatan di Indonesia, namun pemanfaatan hasil studi-studi tersebut untuk menyempurnakan kebijakan masih terbatas. Salah satu faktor yang menyebabkan kurang optimalnya penyusunan kebijakan berbasis bukti (evidence-informed policy) adalah pemangku kebijakan kurang dilibatkan secara langsung dalam proses penelitian. Dalam rangka mendukung pelaksanaan JKN sesuai dengan Peta Jalan JKN di Indonesia, perlu dilaksanakan suatu studi yang melibatkan pemangku kebijakan secara langsung, sehingga hasil studi tidak hanya memberi gambaran pelaksanaan JKN, tetapi juga yang dapat langsung memberi masukan kebijakan untuk perbaikan implementasi JKN ke depannya. Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (PPJK Kemenkes RI) bekerja sama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (PKMK FK UGM) mengembangkan suatu penelitian implementatif yang berfokus pada pelayanan primer di era JKN. Pengembangan dan pelaksanaan penelitian ini melibatkan pemangku kebijakan di tingkat nasional meliputi: Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial dan Kementerian Dalam Negeri. Riset ini juga telah melibatkan pemangku dan pelaku kebijakan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota serta SKPD yang terkait bidang kesehatan untuk berpartisipasi aktif mengembangkan kerangka dan instrumen penelitian, yang dilakukan dengan kunjungan dan diskusi di tiap provinsi dan kabupaten/kota yang terlibat. Dengan demikian diharapkan hasil penelitian dapat diterapkan untuk pengembangan kebijakan dan regulasi di tingkat nasional dan daerah. Khusus di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, keterlibatan pemangku kebijakan dan SKPD terkait diharapkan dapat memperkaya informasi yang diperoleh serta meningkatkan kelayakan penerapan rekomendasi penelitian di kemudian hari. Hasil pertemuan konsultasi di tingkat pusat dan daerah menunjukkan bahwa regulasi menjadi masalah utama dalam implementasi JKN di lapangan, salah satunya disebabkan oleh kekurangpahaman secara utuh terhadap regulasi JKN sehingga implementasi regulasi JKN belum optimal di lapangan. Regulasi mempengaruhi pelayanan kesehatan primer secara langsung maupun tidak langsung, dari dimensi ketersediaan SDM kesehatan, kapasitas fasilitas kesehatan, peran dinas kesehatan serta pemerintah daerah. Untuk dapat memahami regulasi secara utuh, tahap pertama dari penelitian ini akan difokuskan pada: (1) pemetaan regulasi-regulasi terkait JKN, pelayanan kesehatan primer, serta keduanya baik di tingkat pusat maupun daerah; (2) identifikasi 3

4 permasalahan implementasi yang berakar atau dapat diselesaikan dengan regulasi; serta (3) menelaah adanya perbedaan antara implementasi di lapangan dengan rancangan kebijakan JKN di pelayanan kesehatan primer. Latar belakang Program Jaminan Kesehatan Nasional yang diluncurkan pada awal 2014 merupakan program jaminan perlindungan kesehatan secara komprehensif, meliputi layanan promotif, promotif, kuratif, serta rehabilitatif yang ditujukan untuk seluruh rakyat Indonesia. Tujuan utama dari jaminan kesehatan ini adalah agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan (UU No. 40 tahun 2004) dengan cara meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan. Seiring dengan implementasi dari program ini, seperti halnya program atau inisiatif lainnya yang baru berjalan, berbagai tantangan muncul dan membutuhkan penanganan segera. Salah satu tantangan ini berkaitan dengan berbagai regulasi atau peraturan terkait JKN yang muncul di level nasional, provinsi dan juga kabupaten/kota. Regulasi yang kompleks tentang JKN memiliki potensi tantangan dalam interpretasi, kesiapan pelaksanaannya sendiri, serta sinkronisasi dengan aturan lainnya, termasuk regulasi tentang layanan primer dan sekunder yang sudah ada sebelumnya. Sehingga, regulasi baru ini dapat mempengaruhi implementasi di lapangan. Tantangan lain ada di kesiapan daerah di Indonesia yang sangat beragam, dimana terdapat kabupaten/kota yang telah siap untuk mengelola program JKN dan di sisi lain cukup banyak daerah yang belum memiliki infrastruktur serta sistem pengelolaan yang memadai. Hal ini juga berhubungan dengan situasi internal di daerah tersebut dan juga situasi eksternal yang juga mempengaruhi implementasi kebijakan. Tantangan dalam aspek regulasi dan kesiapan ini juga secara khusus ada di level pelayanan kesehatan primer karena layanan primer merupakan kunci awal dari keberhasilan JKN dalam menjaga kesehatan populasi secara komprehensif. Tanpa pencapaian target di layanan primer, maka tujuan utama JKN tidak akan berhasil. Oleh karena itu, setelah dua tahun implementasi JKN, aspek-aspek yang menjadi potensi tantangan ini perlu segera ditelaah melalui studi sistemtis mengenai pelaksanaan kebijakan dan kesiapan di berbagai daerah yang memiliki lingkungan yang berbedabeda. Studi ini diharapkan akan menghasilkan masukan untuk perbaikan kebijakan dan implementasi program JKN yang tepat melalui fokus di layanan primer untuk mendukung pencapaian program JKN itu sendiri. 4

5 Tujuan Studi ini bertujuan untuk: 1. Memahami berbagai regulasi dalam kebijakan JKN yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan primer dengan menyusun pemetaan regulasi JKN yang saat ini berlaku baik di tingkat pusat maupun daerah. 2. Memahami apakah regulasi JKN yang saat ini berlaku telah dilaksanakan sebagai mana mestinya 3. Memahami aspek-aspek yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan JKN di fasilitas pelayanan kesehatan primer dengan mengidentifikasi faktor-faktor internal, eksternal dan lingkungan, proses dan individual di ranah pelayanan kesehatan primer. 4. Memahami dampak dari pelaksanaan kebijakan JKN pada pelaksanaan program di fasilitas kesehatan, meliputi: pelayanan untuk TB dan HIV/AIDS di DKI Jakarta dan Papua 5. Memberikan rekomendasi kebijakan untuk perbaikan pelaksanaan kebijakan JKN di pelayanan kesehatan primer. 3. Tinjauan Pustaka Bagian ini akan menmaparkan apa yang sudah diketahui mengenai JKN dan pelayanan kesehatan primer serta pelaksanaannya. Tujuan utama JKN adalah untuk meningkatkan kesehatan dan sejumlah peraturan telah ditetapkan untuk mencapai tujuan tersebut. Namun demikian, penemuan di lapangan menunjukkan bahwa terdapat multi interpretasi dan kekurangsesuaian dengan konteks daerah terhadap peraturan yang berlaku saat ini sehingga. Ini menekankan perlunya untuk melakukan penelitian implementasi untuk memahami dan meminimalkan kesenjangan antara peraturan dan pengaturan dunia nyata. 3.1 Jaminan Kesehatan Nasional sebagai Kebijakan Nasional dalam rangka Meningkatkan Status Kesehatan Masyarakat Regulasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Dasar utama kebijakan JKN tercantum dalam pasal 28 H Undang-undang Dasar (UUD) 1945 yang menyatakan bahwa Setiap orang berhak atas Jaminan Sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat serta pasal 34 yang menggariskan negara untuk mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat. Kedua pernyataan tersebut kemudian menelurkan Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). SJSN bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. BPJS merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS sendiri terdiri atas 2 bagian, BPJS Kesehatan yang menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang menyelenggarakan program (a) jaminan kecelakaan kerja (b) jaminan hari tua (c) jaminan pensiun (d) jaminan kematian. Dengan disahkannya UU No 5

6 24 tahun 2011, BPJS Kesehatan menjadi penyelenggara tunggal program jaminan kesehatan. Berbagai peraturan terkait pelaksanaan JKN telah dikeluarkan sebagai petunjuk lebih teknis pelaksanaan JKN di lapangan; beberapa di antaranya sering mendapat sorotan antara lain: Permenkes No 19 Tahun 2014 tentang Penggunaan dana kapitasi jaminan kesehatan nasional untuk pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) milik pemerintah daerah, Permenkes No 28 Tahun 2014 tentang Pedoman pelaksanaan program JKN, dan Permenkes No 59 Tahun 2014 tentang standar tarif pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan. Peraturanperaturan tersebut telah mengatur berbagai hal terkait besaran dana kapitasi untuk FKTP milik pemerintah dan swasta, jenis pelayanan minimal, serta manajemen dana kapitasi di FKTP milik pemerintah. 3.2 Regulasi dan Implementasi Pelayanan Kesehatan Primer di era JKN FKTP adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan primer bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan primer merupakan pelayanan kesehatan esensial yang diselenggarakan berdasarkan tatacara dan teknologi praktis, sesuai dengan kaedah ilmu pengetahuan serta diterima oleh masyarakat, dapat dicapai oleh perorangan dan keluarga dalam masyarakat melalui peran aktif secara penuh dengan biaya yang dapat dipikul oleh masyarakat dan negara untuk memelihara setiap tahap perkembangan serta yang didukung oleh semangat kemandirian dan menentukan diri sendiri (WHO, 1978). Dalam Permenkes 59 Tahun 2014 dicantumkan bahwa yang dimaksud dengan FKTP adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non-spesialistik untuk keperluan observasi, promotif, preventif, diagnosis, perawatan, pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya. FKTP terdiri dari Puskesmas atau fasilitas kesehatan yang setara, rumah sakit kelas D pratama, klinik pratama, praktik dokter atau fasilitas kesehatan yang setara dan praktik dokter gigi Dalam sistem rujukan berjenjang yang tercantum dalam Permenkes 28/2014, FKTP harus dapat berfungsi sebagai gatekeeper, yakni mampu menjadi penapis rujukan serta kendali mutu dan kendali biaya dalam pelaksanaan jaminan kesehatan. FKTP berperan sebagai kontak pertama pada pelayanan kesehatan pada masyarakat, sehingga FKTP idealnya mampu menjadi fasilitas yang dapat mengatasi permasalahan-permasalahan kesehatan dasar secara paripurna serta memberikan tatalaksana rujukan pada kasuskasus yang memerlukan pelayanan lebih lanjut secara tepat sesuai dengan standar pelayanan medik Peran Puskesmas sebagai penyedia pelayanan kesehatan primer di era JKN Fungsi dan tugas Puskesmas telah diatur dalam Permenkes No 75 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan 6

7 upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya di wilayah kerjanya. Dalam Permenkes 75 tahun 2014 pasal 4 dan 5 tercantum bahwa Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Puskesmas menyelenggarakan fungsi: a. penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan b. penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya Diagram 1. Fungsi Puskesmas sebagai Penanggung Jawab Wilayah dan Fasilitas Pemberi Pelayanan Kesehatan Perorangan Puskesmas menjalankan tugas kesehatan kewilayahan + Puskesmas dikontrak BPJS untuk pelayanan primer Puskesmas memiliki 2 fungsi yang berbeda: 1. Pertama, fungsi Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yaitu Puskesmas sebagai unit publik yang menjadi bagian dari regulator yang mengelola kesehatan kewilayahan, dan menjadi ujung tombak sistem preventif dan promotif. Kegiatan ini banyak didanai oleh anggaran dari Kementerian Kesehatan dan Pemerintah daerah. 2. Kedua, fungsi Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) yaitu Puskesmas sebagai penyedia pelayanan kesehatan yang bermitra dengan BPJS untuk memberikan pelayanan primer berupa kuratif, promotif, preventif dan rehabilitatif perorangan dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional. Kegiatan ini khusus untuk peserta BPJS didanai oleh dana kapitasi, non-kapitasi serta dana lain dari BPJS dan untuk bukan peserta BPJS didanai oleh Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Daerah. Khususnya untuk program TB dan HIV/AIDS, baik peserta maupun bukan peserta BPJS masih didanai oleh program vertikal Kementerian Kesehatan. 7

8 Dampak dari adanya 2 fungsi Puskesmas ini yaitu adanya berbagai sumber dana yang berbeda untuk satu program yang sama, misalnya untuk program pengelolaan penyakit tidak menular Puskesmas dapat memperoleh pendanaan dari BOK maupun Prolanis. Namun di sisi lain, dapat terjadi kekurangan pendanaan pada beberapa program yang tidak menjadi prioritas dari pemerintah pusat ataupun BPJS, misalnya untuk pengelolaan penyakit kronis selain yang tercantum dalam Permenkes Nomor 19 Tahun Hal lain yang menjadi sorotan yaitu porsi biaya operasional dari dana kapitasi yang masih bersisa tetapi tidak dapat digunakan untuk kegiatan promotif-preventif ke masyarakat karena adanya perbedaan pemahaman mengenai peraturan penggunaan dana di lapangan. Tidak optimalnya pemanfaatan dana ini mengesankan dengan banyaknya dana yang dikucurkan, belum tampak ada peningkatan kinerja pelayanan. Permenkes nomor 99 tahun 2015 yang diluncurkan Desember 2015 telah menjawab adanya perbedaan pemahaman tersebut. Pemantauan terhadap implementasi peraturan tersebut perlu dilakukan untuk memastikan tercapainya kesamaan pemahaman antara pemerintah pusat dan daerah Peran FKTP swasta sebagai penyedia pelayanan kesehatan primer di era JKN Klinik Pratama adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan dengan menyediakan pelayanan medik dasar baik umum maupun khusus, sedangkan dokter praktik perorangan atau praktik dokter adalah dokter/dokter gigi umum yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar umum dalam rangka upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama. Permenkes No 9 Tahun 2014 menggariskan bahwa klinik menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam bentuk pelayanan rawat jalan, rawat inap, pelayanan satu hari (one day care) dan/atau kunjungan rumah. Dengan kata lain, di era JKN FKTP swasta bertanggung jawab atas kesehatan peserta yang terdaftar di dalamnya. Hal yang banyak terjadi saat ini adalah belum terwujudnya fungsi koordinasi antara FKTP swasta ke Puskesmas. Sistem pendataan P-Care yang ada saat ini hanya mewajibkan FKTP swasta melaporkan data kepada BPJS, tetapi tidak kepada Puskesmas ataupun Dinas Kesehatan. Situasi ini tentu dapat melemahkan fungsi Puskesmas sebagai penanggung jawab wilayah serta Dinas Kesehatan sebagai regulator. Hal ini masih belum sesuai dengan Permenkes 75 tahun 2014 pasal 7 yang menyebutkan bahwa dalam rangka melaksanakan fungsi koordinasi dengan FKTP Swasta, Puskesmas memiliki kewenangan untuk mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya. 3.3 Permasalahan-permasalahan yang sering muncul dalam pelaksanaan JKN Ketimpangan distribusi kepesertaan antar fasilitas Distribusi kepesertaan yang timpang antara berbagai fasilitas, terutama antara fasilitas milik pemerintah dan swasta, merupakan salah satu permasalahan pelaksanaan JKN 8

9 yang berpotensi menyebabkan pemanfaatan dana kapitasi yang kurang efisien, kualitas pelayanan kesehatan yang minim, beban kerja petugas yang terlalu tinggi, serta rendahnya keberlanjutan fasilitas swasta sebagai mitra BPJS. Jumlah kepesertaan di Puskesmas relatif lebih tinggi dibandingkan dengan FKTP swasta, yang beberapa penyebabnya yaitu peserta ex-jamkesmas yang di awal peluncuran JKN terdaftar di Puskesmas serta peserta ex-askes yang sebagian besar terdaftar di Puskesmas. Peserta dengan keanggotaan bukan mandiri cenderung memiliki utilisasi yang rendah dibandingkan dengan peserta mandiri. Dengan tingginya jumlah peserta di Puskesmas tetapi utilisasi rendah, maka dapat berisiko adanya dana kapitasi yang tidak digunakan. Seperti halnya ditemukan oleh penelitian terdahulu bahwa beberapa Puskesmas memiliki dana sisa yang cukup tinggi (Kurniawan et al, 2015). Tidak meratanya distribusi peserta antara fasilitas milik pemerintah dan swasta juga berpotensi menyebabkan tingginya beban kerja petugas Puskesmas, sehingga dapat mengarah pada rendahnya kualitas pelayanan. Namun demikian, bukti ilmiah mengenai hal tersebut masi minim. Unequal distribution of membership was also occurred among public primary-level facilities, especially between those in cities and the disvantaged-border-island areas (Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan - DTPK). Facilities in the more deprived areas tend to have fewer members but much wider catchment area compared to those in the cities. Though not documented in the literature, it is very likely that capitation funds received by facilities in such areas are too low meet their fixed operational costs and thus they could not achieve the performance indicator targets set by the BPJS Jumlah Fasilitas Kesehatan yang Meningkat tetapi Masih Belum Mencukupi Terkait kepesertaan, data BPJS Kesehatan menunjukkan adanya peningkatan 38% untuk kepesertaan JKN dari 117 juta di awal 2014 menjadi 162 juta jiwa di awal Seiring dengan peningkatan tersebut, jumlah fasilitas kesehatan yang menjadi jejaring BPJS kesehatan pun meningkat. Jumlah Puskesmas di awal tahun 2014 sekitar 9,5 ribu Puskesmas dan menunjukkan ada kenaikan menjadi 9,8 ribu Puskesmas sampai dengan bulan Februari Sementara itu, jaringan fasilitas kesehatan untuk DPP dan klinik pratama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan meningkat sangat pesat mencapai hampir 3 kali lipat dibandingkan di akhir tahun Total kenaikan jumlah FKTP baik pemerintah dan swasta sejak awal 2014 sampai Februari 2016 mencapai 43% dari 13,300 di awal 2014 menjadi 18,800 di kuartal pertama tahun Dengan kata lain, laju kenaikan jumlah fasilitas lebih tinggi dari peserta. Hal ini dapat menyiratkan adanya upaya Pemerintah Pusat dan Daerah untuk meningkatkan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan. Namun demikian, banyak daerah di Indonesia mengeluhkan bahwa jumlah fasilitas masih kurang, yang mengindikasikan tidak meratanya distribusi pembangunan fasilitas kesehatan yang dapat menyebabkan dana yang menumpuk terlalu tinggi di satu FKTP dan defisiensi di FKTP lainnya. 9

10 2.4 Indikator Kinerja (Performance) untuk Pelayanan Primer Hal penting yang menjadi perhatian banyak pihak adalah besarnya dana yang diterima fasilitas kesehatan tanpa diikuti oleh peningkatan kinerja dan kualitas pelayanan kesehatan. Sistem mutu yang dikembangkan di Puskesmas selama ini dirasakan kurang memecahkan masalah utama yang dihadapi. Disisi lain, masyarakat saat ini kurang bisa menerima pelayanan yang seadanya dan tidak manjur, sehingga dapat beresiko kesalahan klinik yang fatal (medical error dan kurang diperhatikannya patient safety). Untuk mengatasi hal ini, di tahun 2016 BPJS Kesehatan mulai menerapkan Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan (KBK) untuk Puskesmas yang berada di ibukota propinsi. Pada tahun 2017, mekanisme ini akan diterapkan kepada seluruh FKTP, kecuali bagi FKTP yang berasa di kawasan terpencil dan sangat terpencil. Pemenuhan komitmen pelayanan dinilai berdasarkan pencapaian indikator dalam komitmen pelayanan yang dilakukan FKTP yang meliputi: 1. Angka Kontak (AK); 2. Rasio Rujukan Rawat Jalan Kasus Non Spesialistik (RRNS); dan 3. Rasio Peserta Prolanis rutin berkunjung ke FKTP (RPPB). Model pembayaran berbasis komitmen ini bertujuan untuk mengukur kualitas layanan yang diberikan FKTP sesuai dengan indikator kinerja serta memotivasi FKTP untuk selalu memberikan kinerja yang terbaik. Dengan demikian, kepuasan peserta terhadap layanan FKTP juga akan meningkat, biaya pelayanan kesehatan rujukan menjadi rasional dan meningkatkan kelayakan penilaian kinerja FKTP (fairness appraisal). Hasil ujicoba sistem pay-for-performance di 4 provinsi menemukan beberapa tantangan antara lain, belum siapnya sistem dan koordinasi pendataan antara Dinas Kesehatan dan BPJS, kurang tepatnya indikator kinerja yang digunakan di beberapa daerah, serta sistem penilaian kinerja yang belum mengakomodir kebutuhan FKTP swasta. 3.4 Implementation Research tentang JKN di Pelayanan Primer Definisi riset implementasi Riset Implementasi adalah suatu pendekatan ilmiah dalam bentuk pertanyaanpertanyaan mengenai implementasi cara mengubah sebuah tujuan menjadi dampak, yang mana dalam riset kesehatan dapat berupa kebijakan, program ataupun praktik individual (secara kolektif disebut intervensi). Tujuannya adalah untuk memahami mengapa dan bagaimana suatu intervensi bekerja dalam dunia nyata dan untuk menguji pendekatan-pendekatan yang dapat meningkatkan intervensi tersebut. Suatu kebijakan atau program pasti dirancang untuk mencapai tujuan tertentu. Seperti halnya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dirancang untuk memperbaiki akses masyarakat ke layanan kesehatan guna meningkatkan status kesehatan masyarakat. Akan tetapi, implementasi di lapangan dapat berbeda-beda, terlebih lagi di Indonesia yang menerapkan sistem desentralisasi pemerintahan. Dalam konteks pembiayaan 10

11 kesehatan, peluncuran JKN di seluruh Indonesia tentunya memperoleh capaian yang berbeda-beda, dan menghadapi tantangan yang juga beraneka ragam. Di sinilah kita perlu mengidentifikasi adanya gap atau jarak antara implementasi program yang ideal dengan implementasi di lapangan Prinsip riset implementasi Dari definisi di atas, prinsip utama dari riset implementasi yaitu: 1. Sistematis. Riset untuk mengidentifikasi dan memahami proses implementasi program di lapangan. Riset ini ingin memotret situasi sistem kesehatan yang bervariasi di lapangan dan tidak berusaha memberi intervensi untuk berusaha menyeragamkan situasi tersebut. 2. Multidisiplin. Riset implementasi berusaha menggali dan menganalisa segala sesuatu yang terjadi dalam implementasi di kehidupan nyata dari berbagai aspek, meliputi sosial, budaya, ekonomi, politik, hukum, lingkungan, institusi, serta situasi demografi dan epidemiologi. 3. Kontekstual. Fokus utama dari riset implementasi yaitu membantu pelaku dan pemangku kebijakan dalam memperbaiki implementasi program dan/atau memperluas cakupan implementasi program. Hasil akhir yang diharapkan yaitu masukan untuk pemangku kebijakan. 4. Kompleks. Riset implementasi bersifat adaptif dan dinamis mengikuti perubahan situasi di lapangan. Berusaha memotret fenomena yang terjadi baik di level nasional maupun sub-nasional. (Peters et al, 2013) Peran Riset Implementasi dalam Pencapaian Tujuan JKN Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dirancang untuk memperbaiki akses masyarakat ke layanan kesehatan guna meningkatkan status kesehatan masyarakat. Dari observasi, penelitian dan pendalaman masalah di lapangan, sangat banyak permasalahan implementasi antara lain: Puskesmas wajib menyusun perencanaan dan pengganggaran berdasarkan pendapatan mereka. Akan tetapi, sebagian Puskesmas sulit untuk mendapatkan informasi mengenai berapa jumlah peserta yang terdaftar serta jumlah peserta yang fluktuatif dan sulit diprediksi, sehingga Puskesmas mengalami kesulitan dalam proses perencanaan dan penyusunan anggaran. Kurangnya pengetahuan petugas dan staf di kabupaten/kota terhadap peruntukan dana operasional, yang mengakibatkan absorpsi dana yang rendah. Fasilitas pelayanan kesehatan primer belum optimal dalam melakukan peran mereka sebagai gatekeeper yang antara lain disebabkan oleh: terbatasnya 11

12 kompetensi petugas, kekurangan jumlah petugas serta kurangnya peralatan kesehatan. Oleh karena itu, penting untuk melakukan pemetaan dan penelaahan regulasi yang saat ini berlaku serta mengaitkannya dengan pelaksanaan JKN di pelayanan kesehatan primer demi menemukan pemecahan permasalahan-permasalahan tersebut. Proses penelaahan ini akan sangat bermanfaat untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan demi tercapainya tujuan JKN. Salah satu metode penelaahan ini yaitu dengan riset implementasi. Riset implementasi mengutamakan paritsipasi aktif pemangku dan pelaku kebijakan dalam proses penelitian. Riset implementasi dapat menjadi suatu alat untuk melakukan identifikasi adanya gap atau jarak antara implementasi program yang ideal dengan implementasi di lapangan. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan kualitatif serta penelaahan dokumen. Aspek-aspek yang diteliti dikembangkan berdasarkan kerangka konsep di Diagram 2. Diagram 2. Kerangka Konsep Riset Implementasi dalam Pelayanan Primer di Era JKN Terdapat 3 sub-penelitian yang dilakukan. Sub-penelitian 1 fokus pada analisis regulasi terkait JKN dan pelayanan kesehatan primer guna mengidentifikasi apakah faktor 12

13 regulasi atau situasi di lapangan atau keduanya yang menyebabkan kendala dalam implementasi. Hasil dari analisis regulasi akan digunakan untuk pengembangan instrument di sub-penelitian kedua. Hasil dari sub-penelitian 1 dan 2 akan digunakan untuk merumuskan rekomendasi kebijakan. Kebijakan dan regulasi yang ada saat ini serta opsi kebijakan yang diusulkan akan ditelaah lebih lanjut berdasarkan beberapa indikator implementasi, meliputi: akseptabilitas, adopsi dan kelayakan. Berikut detil dari setiap sub-penelitian: Sub Penelitian 1 Analisis Regulasi JKN di Pelayanan Primer Di tahap ini berbagai regulasi baik dari tingkat pusat dan daerah akan ditelaah dan ditinjau dari aspek keterkaitan dan kesesuaian satu sama lain. Inisiasi studi mengenai regulasi dalam penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi semua regulasi, baik dalam kerangka JKN maupun dalam penyelenggaraan pelayanan primer di tingkat pusat dan daerah secara intensif dan menyeluruh. Tujuan: Mendapatkan pemetaan yang akurat mengenai regulasi yang mempengaruhi berbagai elemen dalam penyediaan layanan primer. Metode: Desk review, yaitu eksplorasi dan pendataan mengenai berbagai regulasi terkait JKN dan panel pakar (expert panel) di mana berbagai tokoh dengan latar belakang keahlian di bidang pelayanan kesehatan primer memberikan masukan dan opini spesialistik terkait topik tertentu untuk menyoroti dinamika penyusunan, pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi regulasi yang telah berjalan sebelum dan di era JKN. Berikut contoh regulasi yang terkait pelaksanaan JKN di pelayanan kesehatan primer: a. Regulasi mengenai manajemen penggunaan dana kapitasi di layanan primer b. Regulasi mengenai program promotif-preventif di era JKN pada layanan primer c. Regulasi mengenai sistem rujukan dan rujuk balik d. Regulasi mengenai kepesertaan PBI Identifikasi dan analisa regulasi dilaksanakan berdasarkan tahap-tahap berikut: 13

14 Diagram 1. Metode Analisis Regulasi Mengidentifikasi isu implementasi JKN yang utama Ketimpangan distribusi kapitasi Program promotif preventif UKM yang terabaikan Manajemen dana Sistem rujuk dan rujuk balik Kepesertaan Mengidentifikasi dan memahami regulasi teknis yang membahas 5 isu tersebut di atas Regulasi yang teridentifikasi meliputi: Permenkes, peraturan BPJS, peraturan kementerian lain yang terkait, peraturan lokal Pelacakan regulasi yang menjadi acuan dari regulasi teknis tersebut di atas Meliputi: Undang-undang, Peraturan pemerintah, Peraturan Presiden Mempelajari isi dari regulasi dan kaitannya denan konteks implementasi Mengidentifkasi 'gap ' antara regulasi dan implementasi di lapangan Desk review juga akan melibatkan universitas jejaring (USU, UNEJ, UNCEN) disertai konsultasi dengan akademisi dan praktisi terkait, seperti pakar hukum dan tata kelola pemerintahan. Kegiatan panel dilakukan dengan 2 (dua) pertemuan konsultasi dengan deskripsi sebagai berikut: 1) Pertemuan konsultasi dengan pakar, dilakukan dengan membahas berbagai fenomena implementasi JKN ditinjau dari sisi regulasi dengan pakar di bidang hukum dan pelayanan kesehatan primer 2) Pertemuan konsultasi dengan pengelola FKTP, dilakukan untuk mendapatkan masukan dari Puskesmas, klinik swasta dan dokter praktik perorangan sebagai pelaksana langsung JKN di lapangan mengenai isu implementasi yang dihadapi Waktu penelitian: Februari April

15 Luaran: Luaran dari proses ini adalah pemetaan kebijakan berdasarkan permasalahan yang ditemui dan harmonisasinya dengan kebijakan lain di tingkat pusat maupun daerah. Hasil regulasi akan menunjukkan akar masalah dari permasalahan implementasi di lapangan, apakah disebabkan oleh kurang komprehensifnya regulasi, kurang optimalnya dukungan saat implementasi di lapangan, ataupun keduanya, seperti yang ditampilkan gambar berikut. Figure 2. Matriks regulasi dan implementasi Sub Penelitian 2 Studi pelaksanaan kebijakan JKN di lapangan Sub Penelitian 2 merupakan studi lapangan sebagai kelanjutan dari Sub Penelitian 1. Pada fase ini, akan diteliti mengenai implementasi regulasi yang telah diidentifikasi pada Sub Penelitian 1. Sub Penelitian 2 akan berfokus untuk menelaah aspek apa saja yang mempengaruhi implementasi regulasi di institusi layanan primer. Tujuan: Memahami aspek-aspek yang mempengaruhi implementasi kebijakan di lapangan dengan melihat (a) aspek internal, (b) eksternal, (c) proses, serta (d) individual dengan fokus pada institusi layanan primer Subyek utama: Institusi layanan kesehatan primer publik dan swasta Metode: Pengumpulan data primer (wawancara dan FGD) dan sekunder (data cakupan layanan kesehatan, data dana kapitasi dan utilisasinya) di level provinsi, kabupaten/kota, serta Puskesmas/klinik. Di tiap wilayah yang diteliti, akan dilaksanakan: 15

16 1. Diskusi kelompok di tingkat provinsi 2. Diskusi kelompok di tingkat kabupaten/kota 3. Wawancara mendalam dengan staf Dinas Kesehatan kabupaten/kota, dengan 2 3 orang staf 4. Wawancara mendalam dengan staf Dinas Kesehatan provinsi, dengan 1 2 orang staf 5. Wawancara mendalam dengan staf FKTP, dengan 1 3 orang staf dan/atau petugas Tabel 1. Perkiraan Jumlah Wawancara dan Diskusi Kelompok 1. Diskusi kelompok di provinsi 2. Diskusi kelompok di kabupaten/kota 3. Wawancara mendalam dengan Dinkes kabupaten/kota 4. Wawancara mendalam dengan staf FKTP Perkiraan jumlah wawancara atau sesi diskusi Perkiraan jumlah responden yang diwawancara Perkiraan jumlah partisipan diskusi 4 N/A 6 4 N/A kali wawancara kali wawancara 8 16 responden N/A responden N/A Waktu penelitian: April Juli 2016 Pemilihan sampling FKTP: Pemilihan FKTP akan distratifikasi berdasarkan: 1. Status kepemilikan FKTP: publik atau swasta 2. Lokasi FKTP: perkotaan, perdesaan, atau DTPK (tertinggal) Tabel berikut menampilkan jumlah fasilitas per kabupaten/kota Kab/ Kota Total Puskesmas Perkiraan jumlah fasilitas perkotaan 1) % Perkiraan jumlah fasilitas perdesaan 1) % Total praktek dokter pribadi 2) Total klinik 3) % Wilayah tertingga l Kab Tapanuli Selatan % 13 33% 3 4 4% Tidak Kab Jember % 24 60% % Tidak Jakarta Timur % 0 0% % Tidak 16

17 Kota Jayapura % 3 7% % Tidak Kab Jayawijaya ) 1% 12 4) N/A 1 3 2% Ya Total Puskesmas 176 Catatan: 1) TIdak ada klasifikasi resmi mengenai jenis Puskesmas perkotaan atau perdesaan. Klasifikasi yang digunakan berdasarkan kecamatan di mana Puskesmas terletak. Klasifikasi wilayah perkotaan dan perdesaan berdasarkan Peraturan Kepala BPS No 37/2010 2) Praktek dokte pribadi adalah klinik dengan satu dokter sebagai penyedia pelayanan tunggal, berdasarkan surat izin praktek di klinik tersebut 3) Klinik adala klinik dengan penyedia pelayanan lebih dari satu orang dokter sebagai penyedia pelayanan 4) Klasifikasi daerah tertinggal berdasarkan Peraturan Presiden No 131/2015 Penghitungan jumlah fasilitas yang menjadi subjek penelitian dilakukan dengan metode maximum variance untuk memastikan semua jenis fasilitas ter-sample. Fasilitas akan dipilih secara acak berdasarkan stratifikasi yang telah ditetapkan (lihat tabel 3). Metode snowball akan diterapkan untuk merekrut responden di masing-masing fasilitas. Rumah sakit rujukan akan dipilih secara purposive berdasarkan jumlah penerima rujukan tertinggi dari FKTP di wilayah tersebut. Table 2. Target Jumlah FKTP yang akan Menjadi Subjek Penelitian di 5 kabupaten/kota Semua Puskesmas di tiap kabupaten/kota - Puskesmas Non- DTPK urban - Puskesmas Non- DTPK rural - Puskesmas DTPK urban - Puskesmas DTPK rural All districts Tapanuli Selatan Jakarta Timur Jumlah Sampel Kota Jember Jayapura Jayawijaya N/A N/A 5 2 N/A 14 2 N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A 7 7 Total Sampel Semua FKTP swasta Dokter praktek pribadi mitra JKN Klinik mitra JKN Praktek swasta bukan mitra JKN Total FKTP

18 Metode sampling untuk pemerintah daerah Respoinden dari jajaran pemerintah daerah, meliputi: dinkes kabupaten/kota, dinkes provinsi, DPPKAD akan dipilih secara purposif berdasarkan jabatan yang diampu. Perekrutan responden juga akan dilaksanakan menggunakan metode snowball nondiskriminatif. Diskusi akan dilaksanakan sekali di tingkat provinsi dan sekali di tingkat kabupaten/kota. Data analysis: Analisa data akan dilakukan secara tematik. Hasil wawancara dan diskusi akan ditranskripsi oleh pihak ketiga. Informasi dari transkripsi tersebut akan dikelompokkan dan diberi kode tertentu berdasarkan tema yang muncul. Informasi yang telah dikelompokkan tersebut akan dianalisis lebih lanjut. Selama dan setelah pengumpulan data, beberapa langkah berikut akan dilakukan untuk mem-validasi: triangulasi informasi antar institusi responden, merekrut responden sampai saturasi tercapai, cek silang oleh supervisor lapangan ke beberapa responden untuk temuan yang memerlukan, dan refleksi tim dalam bentuk pertemuan validasi data. Validasi data akan dilakukan dalam forum diskusi di mana enumerator, supervisor, tim peneliti dan perwakilan dari Kemenkes akan mendiskusikan hasil pengumpulan data di lapangan. Informasi yang diperoleh dari telaah dokumen ataupun data sekunder akan diintegrasikan dengan informasi kualitatif yang terkumpul. Integrasi ini dilakukan untuk memperoleh hasil yang lebih komprehensif. 18

19 INNER SETTING Tabel 1. Kerangka Instrumen Penelitian Tahap Kedua Topik utama Metode Level / institusi Sumber data/ responden (Data source) Kapasitas Puskesmas dalam penyusunan perencanaan - Kapasitas staf - Beban kerja staf Pengelolaan dana kapitasi di Puskesmas - Jumlah dana kapitasi yang diterima - Alokasi dana kapitasi untuk kegiatan operasional, dengan menitikberatkan pada TB dan HIV/AIDS - Alokasi dana kapitasi untuk jasa pelayanan - Proses klaim dan pertanggungjawaban - Mekanisme pengadaan obat dan rekrutment staf (untuk Puskesmas BLUD) Wawancara Telaah dokumen Wawancara Telaah dokumen Puskesmas urban, rural, DTPK Puskesmas urban, rural, DTPK Kepala Puskesmas Kepala TU Puskesmas Kepala Puskesmas Kepala TU Puskesmas Data pendapatan dan pembelanjaan Puskesmas Data kegiatan Puskesmas Jumlah peserta di fasilitas Pelaksanaan rujukan dan rujuk balik Telaah dokumen Telaah dokumen Puskesmas urban, rural, DTPK FKTP swasta FKRTL Puskesmas urban, rural, DTPK FKTP swasta FKRTL - Medical record/register pasien - Data dari P-Care - Medical record/register pasien - Data dari P-Care 19

20 INDIVIDUAL PROCESS OUTER SETTING - Supervisi dari institusi eksternal mengenai manajemen dan penggunaan dana kapitasi - Koordinasi lintas sektor - Pertanggungjawaban dana kapitasi Diskusi kelompok Dinkes kab/kota/provinsi Bappeda Pemda (inspektorat) DPPKAD BPJS cabang/regional Organisasi profesi Asosiasi fasilitas kesehatan Kepala institusi - Proses integrasi Jamkesda pada JKN - Proses sosialisasi kebijakan - Proses sinkronisasi dengan aturan lainnya Persepsi dan perilaku staf di FKTP mengenai regulasi dan pengelolaan dana kapitasi Perilaku staf di Dinkes mengenai regulasi dan pengelolaan dana kapitasi Tantangan dalam pelaksanaan Kualitatif Kualitatif Puskesmas urban, rural, DTPK Kab/kota: Dinas kesehatan, Bappeda, DPRD, Pemda (bagian hukum & organisasi), DPPKAD, BJPS Cabang. Provinsi: Dinas kesehatan, Bappeda, DPRD, Pemda, BPJS Regional. Puskesmas urban, rural, DTPK FKTP swasta Kepala Puskesmas, Pengelola program (semua: KIA, P2PL, Kespro, dll), staf perencana, staf PKM. Kepala institusi, pemegang program terkait Jaminan Kesehatan. Bappeda: Sosbud, bagian monitoring & evaluasi program kesehatan. Kepala Puskesmas, Kepala TU Puskesmas, staf perencana Puskesmas, Direktur FKTP, Bendahara atau bagian keuangan FKTP 20

21 Sub Penelitian 3: Sub Penelitian 3 merupakan kelanjutan dari Sub Penelitian 2. Pada fase ini, kebijakan JKN untuk pelayanan kesehatan primer ditinjau secara menyeluruh kemudian dinilai aspek-aspek implementasi meliputi: akseptabilitas, adopsi, relevansi, kelayakan, kepatuhan, biaya implementasi, cakupan dan kesinambungan. Kebijakan JKN untuk pelayanan kesehatan primer akan ditinjau dan dinilai berdasarkan kerangka control knobs World Bank untuk mengidentifikasi akar permasalahan (lihat Diagram 3). Diagram 3. Konsep 'Control Knobs' Sistem Kesehatan, Harvard - World Bank SISTEM KESEHATAN TARGET POPULASI Pembiayaan Pembayaran Efisiensi Status Kesehatan Organisasi Regulasi Kualitas Kepuasan Pasien Persuasi Akses Perlindungan terhadap risiko TOMBOL KONTROL HASIL HASIL ANTARA ANTARA/ / OUTPUT DAMPAK/ OUTCOME Sumber: Marc J. Roberts and Michael R Reich: Pharmaceutical Reform: A Guide to Improving Performance and Equity. World Bank, 2011, p.16 21

22 Tujuan: Menyusun rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan implementasi JKN di pelayanan primer di lapangan serta menentukan fokus penelitian di siklus kedua Metode: Desk review untuk menganalisa permasalahan implementasi yang teridentifikasi dari sub-penelitian 2 dengan melibatkan ahli kesehatan, ahli kebijakan, pemangku kebijakan, akademisi, praktisi dan organisasi profesi akan dilaksanakan untuk menyusun rekomendasi kebijakan apa yang perlu dikembangkan dan ditelaah lebih lanjut. Serangkaian diskusi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota akan dilakukan untuk membahas aspek-aspek implementasi, kebijakan yang saat ini berlaku serta rekomendasi kebijakan. Wawancara mendalam dengan masing-masing institusi tingkat nasional akan dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari desk review dan kunjungan lapangan. Waktu penelitian: Juli September 2016 Outcome Implementasi Akseptabilitas Adopsi Ketepatan Definisi Operasional Persepsi di antara stakeholders (penerima layanan, PPK, manajer, pembuat kebijakan) bahwa intervensi bisa dilakukan Langkah, keputusan awal atau tindakan yang diambil untuk mencoba menggunakan suatu intervensi baru Perasaan cocok atau relevan terhadap suatu intervensi dalam kondisi tertentu atau untuk target audience/masalah tertentu (misalnya penyedia layanan atau penerima layanan) Indikator potensial - Bagaimana akseptabilitas dari kebijakan yang kini ada terkait sistem pembiayaan dan pembayaran? - Bagaimana kebijakan ini bisa dikembangkan untuk meningkatkan akseptabilitas? - Tindakan yang diambil untuk mengadopsi atau menyesuaikan dengan regulasi/program - Rencana untuk menyesuaikan dengan apabila ada perubahan regulasi atau kebijakan - Apakah sistem pemerintahan dan kesehatan yang ada di daerah saat ini sesuai untuk implementasi JKN? - Bagaimana rekomendasi 22

23 Kelayakan Kepatuhan Sejauh mana suatu intervensi dapat dilakukan dalam suatu lingkungan atau organisasi tertentu Sejauh mana suatu intervensi dilaksanakan seperti yang dirancang dalam protokol, rencana, atau kebijakan kebijakan dilakukan supaya dapat meningkatkan pelaksanaan JKN? - Bagaimana kelayakan sistem pembiayaan dan pembayaran JKN untuk diterapkan di daerah? - Bagaimana kebijakan dapat dikembangkan untuk meningkatkan kelayakan pelaksanaan JKN di daerah? - Bagaimana pencapaian pelaksanaan kebijakan JKN saat dalam menjangkau populasi yang rentan? - Bagaimana rekomendasi kebijakan yang perlu disusun untuk memastikan JKN mencapai tujuan tersebut? - Bagaimana kepatuhan kebijakan daerah terhadap kebijakan nasional terkait JKN? 23

24 Referensi 1. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional 2. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial 3. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan 4. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah 5. Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan 6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan 7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional 8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer 9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik 10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah 11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional 12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat 13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional 24

Hasil. Riset Implementasi JKN pada Pelayanan Primer Siklus 1. Konas IAKMI, 3-5 November 2016

Hasil. Riset Implementasi JKN pada Pelayanan Primer Siklus 1. Konas IAKMI, 3-5 November 2016 Hasil Riset Implementasi JKN pada Pelayanan Primer Siklus 1 Konas IAKMI, 3-5 November 2016 01 Latar Belakang Proses Kebijakan Perumusan kebijakan Penetapan Agenda Pelaksanaan kebijakan Evaluasi Kebijakan

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG NORMA PENETAPAN BESARAN KAPITASI DAN PEMBAYARAN KAPITASI BERBASIS PEMENUHAN KOMITMEN PELAYANAN PADA FASILITAS KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak tahun 2004, Indonesia telah mempunyai Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan dikeluarkannya Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 (UU SJSN). Jaminan Kesehatan Nasional

Lebih terperinci

Lokakarya Nasional dan Launching

Lokakarya Nasional dan Launching Lokakarya Nasional dan Launching Riset Implementasi JKN pada FKTP Jakarta, 10-11 Februari 2016 Sesi Pembukaan Prof. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD Sesi Pagi, 10 Februari 2016 Outline Laksono Trisnantoro:

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan disebutkan bahwa pengelolaan kesehatan diselenggarakan secara bersama dan berjenjang antara pemerintah pusat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini Indonesia mengalami transisi epidemiologi, dimana terjadi penurunan prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak menular

Lebih terperinci

VI. PENUTUP A. Kesimpulan

VI. PENUTUP A. Kesimpulan VI. PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah : 1. Secara umum peran Dokter Puskesmas sebagai gatekeeper belum berjalan optimal karena berbagai kendala, yaitu : a. Aspek Input :

Lebih terperinci

TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PEMBAYARAN KAPITASI BERBASIS PEMENUHAN KOMITMEN PELAYANAN PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PEMBAYARAN KAPITASI BERBASIS PEMENUHAN KOMITMEN PELAYANAN PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA PERATURAN BERSAMA SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DAN DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR HK.01.08/III/980/2017 TAHUN 2017 NOMOR 2 TAHUN 2017

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredensialing dan Rekredensialing Ada beberapa definisi mengenai kredensialing dan rekredensialing yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Payne (1999) mendefinisikan kredensialing

Lebih terperinci

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan.

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan. DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH mutupelayanankesehatan.net I. PENDAHULUAN Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945, yaitu pasal 28 yang menyatakan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945, yaitu pasal 28 yang menyatakan bahwa 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prinsip dasar pembangunan kesehatan di Indonesia dirumuskan berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945, yaitu pasal 28 yang menyatakan bahwa kesehatan adalah

Lebih terperinci

DUKUNGAN REGULASI DALAM PENGUATAN PPK PRIMER SEBAGAI GATE KEEPER. Yulita Hendrartini Universitas Gadjah Mada

DUKUNGAN REGULASI DALAM PENGUATAN PPK PRIMER SEBAGAI GATE KEEPER. Yulita Hendrartini Universitas Gadjah Mada DUKUNGAN REGULASI DALAM PENGUATAN PPK PRIMER SEBAGAI GATE KEEPER Yulita Hendrartini Universitas Gadjah Mada POTENSI KENAIKAN BIAYA YANG MENGANCAM SUSTAINABILITAS JKN Peran gate keeper masih lemah rujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi World Health Assembly (WHA) ke-58 tahun 2005 di Jenewa yang menginginkan setiap negara mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsabangsa didunia,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia, pada pasal 25 Ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Jaminan Kesehatan Nasional a. Definisi dan Dasar Hukum Jaminan Kesehatan Nasional menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2013

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah hak azazi setiap warga negara sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan.

Lebih terperinci

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN UUS SUKMARA, SKM, M.Epid. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Bandung, 24 Agustus 2015 DASAR HUKUM UU 40/ 2004 UU 24 Tahun 2011 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan sistem kesehatan nasional (SKN), bahwa pembangunan kesehatan harus merata di seluruh wilayah di Indonesia, namun kenyataannya pembangunan pada aspek kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu kebutuhan pokok hidup manusia yang bersifat mutlak adalah kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah keadaan sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Kepmenkes RI Nomor 128 Tahun 2004 dijelaskan bahwa fungsi puskesmas terbagi menjadi tiga yaitu pertama sebagai penyelenggara Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) primer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO) Regional Meeting on Revitalizing Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan tentang perlunya melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah berkewajiban melindungi seluruh masyarakat Indonesia dengan segenap kemampuannya, terutama melindungi hak hidup masyarakat Indonesia. Untuk mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN, PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENERAPAN KENDALI MUTU DAN KENDALI BIAYA PADA PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Upaya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004

BAB 1 : PENDAHULUAN. berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah dilaksanakan sejak 1 Januari 2014 berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan suatu negara tidak dapat terlepas dari suatu sistem yang disebut dengan sistem kesehatan. Pada intinya, sistem kesehatan merupakan semua aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan program pemerintah Indonesia yang diluncurkan dalam rangka pencapaian derajat kesehatan yang merata antar penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu kebijakan pemerintah bidang kesehatan yang terintegrasi dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Lebih terperinci

DR. UMBU M. MARISI, MPH PT ASKES (Persero)

DR. UMBU M. MARISI, MPH PT ASKES (Persero) DR. UMBU M. MARISI, MPH PT ASKES (Persero) AGENDA KESIAPAN SEBAGAI BPJS TANTANGAN 2 2 PERJALANAN PANJANG ASKES Menkes 1966-1978 Prof Dr GA Siwabessy Cita-cita: Asuransi kesehatan bagi rakyat semesta BPDPK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Implementasi dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sudah dimulai sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No.556, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPJS Kesehatan. FKTP. Pemerataan Peserta. PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PEMERATAAN PESERTA DI FASILITAS

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BERSAMA SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN BERSAMA SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DAN DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR HK.02.05/III/SK/089/2016 NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa salah satunya dipengaruhi oleh status kesehatan masyarakat. Kesehatan bagi seseorang merupakan sebuah investasi dan hak asasi

Lebih terperinci

PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT

PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT Senin, 2 Januari 2014. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

PERKEMBANGAN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL KEMENKES PERKEMBANGAN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN NASIONAL PUSAT PEMBIAYAAN DAN JAMINAN JAKARTA, 2016 JAMINAN NASIONAL Perkembangan penyelenggaraan JKN Jaminan Kesehatan Nasional UU NOMOR 24 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Anggaran Belanja Sektor Kesehatan Perkapita Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Anggaran Belanja Sektor Kesehatan Perkapita Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum belanja kesehatan pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi DIY selama tahun 2012 sampai dengan 2014 mengalami kecenderungan yang selalu meningkat setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem jaminan social nasional bagi upaya kesehatan perorangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem jaminan social nasional bagi upaya kesehatan perorangan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Bab IV pasal 19 dan 20 menjelaskan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaminan Kesehatan Nasional adalah perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

Lebih terperinci

Peta Potensi Korupsi Dana Kapitasi Program JKN

Peta Potensi Korupsi Dana Kapitasi Program JKN Peta Potensi Korupsi Dana Kapitasi Program JKN Pengantar Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan dilakukan sejak tahun 2014. Pada tahun 2016 diperkirakan terdapat 9.767 puskesmas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pelayanan kesehatan tidak lagi berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

KONDISI TERKINI PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH)

KONDISI TERKINI PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) KONDISI TERKINI PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah dr. Anshayari Arsyad, M.Kes Palu, 11 September 2015 TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENILAIAN FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA BERPRESTASI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENILAIAN FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA BERPRESTASI PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENILAIAN FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA BERPRESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan tujuan menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan tujuan menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat untuk memperoleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universal Health Coverage (UHC) merupakan isu penting yang telah ditetapkan WHO (World Health Organization) bagi negara maju dan negara berkembang sehingga penting

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PUSKESMAS DAN KLINIK

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PUSKESMAS DAN KLINIK KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PUSKESMAS DAN KLINIK KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN Dr. dr. H. Rachmat Latief, Sp.PD. KPTI, M.Kes., FINASIM Disampaikan pada PENINGKATAN KEMAMPUAN TEKNIS PENDAMPING

Lebih terperinci

MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA Sumber: http://bpjs-kesehatan.go.id/ A. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang: a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang Undang Nomor 24 tahun 2011 mengatakan bahwa. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang Undang Nomor 24 tahun 2011 mengatakan bahwa. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) 2.1.1. Definisi Menurut Undang Undang Nomor 24 tahun 2011 mengatakan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program

BAB I PENDAHULUAN. (GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan tolak ukur dalam menilai kesehatan suatu bangsa, oleh sebab itu pemerintah berupaya keras menurunkan

Lebih terperinci

dr. H R Dedi Kuswenda, MKes Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar Ditjen Bina Upaya Kesehatan

dr. H R Dedi Kuswenda, MKes Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar Ditjen Bina Upaya Kesehatan dr. H R Dedi Kuswenda, MKes Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar Ditjen Bina Upaya Kesehatan Dasar Hukum Pengertian Akreditasi Maksud dan Tujuan Akreditasi Proses Akreditasi Undang-Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing (UU No. 17/2007).

BAB I PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing (UU No. 17/2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

Kebijakan dan Program HIV/AIDS dalam Kerangka Kerja Sistem Kesehatan di Indonesia

Kebijakan dan Program HIV/AIDS dalam Kerangka Kerja Sistem Kesehatan di Indonesia Kebijakan dan Program HIV/AIDS dalam Kerangka Kerja Sistem Kesehatan di Indonesia Kerjasama: Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM & Pemerintah Australia Latar Belakang Pro dan kontra tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

HASIL MONITORING DAN EVALUASI SEMESTER I TAHUN Bandung, 25 Agustus 2015

HASIL MONITORING DAN EVALUASI SEMESTER I TAHUN Bandung, 25 Agustus 2015 HASIL MONITORING DAN EVALUASI SEMESTER I TAHUN 2015 Bandung, 25 Agustus 2015 1 1 PENDAHULUAN 2 DJSN mempunyai kewenangan untuk melakukan monitoring dan evaluasi DJSN melakukan pengawasan eksternal terhadap

Lebih terperinci

Oleh. Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES) 3/15/2014 1

Oleh. Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES) 3/15/2014 1 Oleh Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES) 3/15/2014 1 Merupakan Urusan Pemerintahan Konkuren yang menjadi kewenangan Daerah Adalah Urusan Wajib yang terkait dengan Pelayanan Dasar (ada

Lebih terperinci

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes Sekretaris Ditjen Bina Upaya Kesehatan kementerian kesehatan republik indonesia

Lebih terperinci

Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional

Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional MENTERI Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Peluncuran Peta jalan Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019 Jakarta, 29 November 2012 1 MENTERI SISTEMATIKA 1. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabat sehingga pemerintah mengembangkan Sistem Jaminan

Lebih terperinci

ESENSI DAN UPDATE RENCANA PENYELENGGARAAN BPJS KESEHATAN 1 JANUARI 2014

ESENSI DAN UPDATE RENCANA PENYELENGGARAAN BPJS KESEHATAN 1 JANUARI 2014 ESENSI DAN UPDATE RENCANA PENYELENGGARAAN BPJS KESEHATAN 1 JANUARI 2014 OLEH : DR.CHAZALI H. SITUMORANG, APT, M,Sc / KETUA DJSN SJSN: Reformasi Jaminan Sosial TATA CARA SJSN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMSOS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan diperhatikan oleh pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan

Lebih terperinci

PELAYANAN KESEHATAN KERJA DI PUSKESMAS

PELAYANAN KESEHATAN KERJA DI PUSKESMAS PELAYANAN KESEHATAN KERJA DI PUSKESMAS Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 22 Tahun Ajaran 2013 / 2014 Program Studi Pendidikan Dokter FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia

Reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia Reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia AHMAD ANSYORI Dewan Jaminan Sosial Nasional Padang, 26 Juni 2015 1 SJSN SJSN adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial untuk kepastian

Lebih terperinci

AIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM

AIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM AIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM Latar Belakang Respon penanggulangan HIV dan AIDS yang ada saat ini belum cukup membantu pencapaian target untuk penanggulangan HIV dan AIDS

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 143 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN DANA NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Karakteristik responden berdasarkan usia. dikelompokkan seperti pada Gambar 3 :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Karakteristik responden berdasarkan usia. dikelompokkan seperti pada Gambar 3 : 40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Responden a. Karakteristik responden berdasarkan usia Karakteristik responden berdasarkan usia dapat dikelompokkan seperti pada Gambar

Lebih terperinci

PUSKESMAS : Suprijanto Rijadi dr PhD. Center for Health Policy and Administration UI

PUSKESMAS : Suprijanto Rijadi dr PhD. Center for Health Policy and Administration UI PUSKESMAS : Suprijanto Rijadi dr PhD Center for Health Policy and Administration UI srijadi08@gmail.com Rakerkesnas 1968 : kordinasi layanan tingkat pertama di kecamatan BP, KIA, P4M dll menjadi satu

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk mewujudkan jaminan kesehatan semesta (Universal Health Coverage), Indonesia melalui penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah menyepakati strategi-strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak tanggal 1 Januari 2014, pemerintah mulai menerapkan sistem jaminan sosial nasional (SJSN) melalui program jaminan kesehatan nasional (JKN). Program JKN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Di masa yang lampau sistem kesehatan lebih banyak berorientasi pada penyakit, yaitu hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Kesehatan merupakan hak bagi setiap

Lebih terperinci

Integrasi Upaya Penanggulangan. Kesehatan Nasional

Integrasi Upaya Penanggulangan. Kesehatan Nasional Integrasi Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam Sistem Kesehatan Nasional Kerjasama Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Department of Foreign

Lebih terperinci

JAMINAN KESEHATAN SUMATERA BARAT SAKATO BERINTEGRASI KE JAMINAN KESEHATAN MELALUI BPJS KESEHATAN

JAMINAN KESEHATAN SUMATERA BARAT SAKATO BERINTEGRASI KE JAMINAN KESEHATAN MELALUI BPJS KESEHATAN JAMINAN KESEHATAN SUMATERA BARAT SAKATO BERINTEGRASI KE JAMINAN KESEHATAN MELALUI BPJS KESEHATAN Pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang ditetapkan

PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang ditetapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang ditetapkan dalam human development indeks (HDI) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. 1 Dengan kondisi yang sehat

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG NUSANTARA SEHAT

SEKILAS TENTANG NUSANTARA SEHAT Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Akan diresmikan Program Program Nusantara Sehat. Program ini bertujuan untuk menguatkan layanan kesehatan primer melalui peningkatan jumlah, sebaran, komposisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas sebagai salah satu jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama memiliki peranan penting dalam

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN DANA KAPITASI

KAJIAN PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN DANA KAPITASI 1 KAJIAN PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN DANA KAPITASI (MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM JKN DI INDONESIA) Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 17

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL YANG DITERIMA PADA BULAN JANUARI SAMPAI DENGAN APRIL 2014 PADA PUSKESMAS DI KABUPATEN

Lebih terperinci

JAMINAN KESEHATAN NASIONAL:

JAMINAN KESEHATAN NASIONAL: JAMINAN KESEHATAN NASIONAL: Pengawasan dan Potensi Fraud Seminar Implementasi JKN dan Mekanisme Pengawasannya dalam Sistem Kesehatan Nasional Jogjakarta, 15 Maret 2014 Dewan Jaminan Sosial Nasional 1 BPJS

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS TALAGA BODAS PADA ERA JKN

2016 GAMBARAN KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS TALAGA BODAS PADA ERA JKN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan sebuah sistem Jaminan Sosial yang diberlakukan di Indonesia. SJSN ini diselenggarakan melalu Asuransi Kesehatan Sosial

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DENGAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 PEDOMAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN

Lebih terperinci

PEMBIAYAAN PELAYANAN KELUARGA BERENCANA DALAM PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

PEMBIAYAAN PELAYANAN KELUARGA BERENCANA DALAM PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PEMBIAYAAN PELAYANAN KELUARGA BERENCANA DALAM PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL Dhini Rahayu Ningrum, Budi Eko Siswoyo, Tiara Marthias, Laksono Trisnantoro Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan era globalisasi, terbukanya arus informasi dan semakin meningkatnya tuntutan pengguna

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan era globalisasi, terbukanya arus informasi dan semakin meningkatnya tuntutan pengguna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan era globalisasi, terbukanya arus informasi dan semakin meningkatnya tuntutan pengguna jasa layanan kesehatan akan mutu, keselamatan serta

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN TRANSFORMASI PT. ASKES (PERSERO) PT. Askes (Persero)

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN TRANSFORMASI PT. ASKES (PERSERO) PT. Askes (Persero) BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN TRANSFORMASI PT. ASKES (PERSERO) PT. Askes (Persero) DASAR HUKUM 1 JANUARI 2014, PT ASKES (PERSERO) MENJADI BPJS KESEHATAN 1 DASAR HUKUM Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk ke Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat. SJSN. mencakup beberapa jaminan seperti kesehatan, kematian, pensiun,

BAB I PENDAHULUAN. termasuk ke Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat. SJSN. mencakup beberapa jaminan seperti kesehatan, kematian, pensiun, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tahun 2003 pemerintah menyiapkan rancangan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) 1. Rancangan SJSN disosialisasikan ke berbagai pihak termasuk ke Perguruan Tinggi dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tentang perlunya melakukan Primary Health Care Reforms. Intinya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. tentang perlunya melakukan Primary Health Care Reforms. Intinya adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.6. Latar Belakang World Health Organization (WHO) Regional Meeting on Revitalizing Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan tentang perlunya melakukan

Lebih terperinci

Monitoring Pelaksanaan Kebijakan BOK dan Jampersal Di DIY, Papua dan NTT. PMPK UGM dan UNFPA Laksono Trisnantoro Sigit Riyarto Tudiono

Monitoring Pelaksanaan Kebijakan BOK dan Jampersal Di DIY, Papua dan NTT. PMPK UGM dan UNFPA Laksono Trisnantoro Sigit Riyarto Tudiono Monitoring Pelaksanaan Kebijakan BOK dan Jampersal Di DIY, Papua dan NTT PMPK UGM dan UNFPA Laksono Trisnantoro Sigit Riyarto Tudiono Pengantar Mengapa melakukan Monitoring Kebijakan Proses Kebijakan Penetapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah memberikan kepastian perlindungan dasar kepada warga negara Indonesia. Salah

Lebih terperinci

RANGKUMAN RAPAT KERJA KESEHATAN NASIONAL (RAKERKESNAS) 2015 REGIONAL TIMUR

RANGKUMAN RAPAT KERJA KESEHATAN NASIONAL (RAKERKESNAS) 2015 REGIONAL TIMUR RANGKUMAN RAPAT KERJA KESEHATAN NASIONAL (RAKERKESNAS) 2015 REGIONAL TIMUR Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) Regional Timur yang dilaksanakan di Makassar pada 9 12 Maret 2015 bertujuan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN PRIMER. Dr. Maya A.Rusady,M.Kes,AAK Direktur Pelayanan

KEBIJAKAN DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN PRIMER. Dr. Maya A.Rusady,M.Kes,AAK Direktur Pelayanan KEBIJAKAN DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN PRIMER Dr. Maya A.Rusady,M.Kes,AAK Direktur Pelayanan Jakarta, 23 April 2016 1 AGENDA 1. PENDAHULUAN 2. EVALUASI 2 TAHUN JKN 3. KEBIJAKAN PENINGKATAN MUTU LAYANAN

Lebih terperinci