Analisis Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tentang Status Anak Luar Kawin

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tentang Status Anak Luar Kawin"

Transkripsi

1 JURNAL NANGGROE ISSN Volume 4 Nomor 1 (April 2015) Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh ARTIKEL LEPAS Analisis Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tentang Status Anak Luar Kawin Hamdani 1 Abstrak Correspondence: ham_ukm@yahoo.co.uk 1. Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Kasus tentang penetapan status anak yang diajukan oleh Machica Mokhtar selaku pemohon kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap judicial review Pasal 2 dan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 atau Undang-Undang Perkawinan Pasal 28 huruf B UUD 1945 yang telah inkracht dengan keluarnya putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010. Mahkamah Konstitusi memenangkan pemohon karena hak masyarakat yang telah diatur dalam UUD 1945 yang seharusnya diperoleh masyarakat ternyata dihapus oleh Undang-Undang. Mahkamah Konstitusi menetapkan Mohammad Iqbal Ramadhan anak dari perkawinan Machica Mokhtar dengan Moerdiono yang dilakukan di bawah tangan mendapatkan pengakuan oleh Undang-Undang setelah dilakukan analisis dan pengujian tes DNA terbukti bahwa Moerdiono adalah bapak biologis dari anaknya. Sehingga MK menetapkan segala hak yang melekat pada anaknya harus dipenuhi berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan. Kata Kunci: Putusan, Mahkamah Konstitusi, Anak Luar Kawin Analisis Putusan MK No.46/PUU-VIII/2010 Hamdani. (29-49) 29

2 LATAR BELAKANG Perkawinan adalah suatu ikatan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai pasangan hidup dan bertujuan membentuk sebuah institusi keluarga. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mendefinisikan perkawinan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 49 Undang-Undang Perkawinan juga mengatur sahnya perkawinan. Pasal 2 menyatakan bahwa: (1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu. (2) Tiap-tiap Perkawinan dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 50 Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan bermakna bahwa perkawinan dapat dikatakan sah jika perkawinan tersebut dilakukan menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. Apabila perkawinan telah dilaksanakan menurut hukum agama, langkah selanjutnya yang diperlukan adalah pencatatan perkawinan. Pencatatan perkawinan bagi orang beragama Islam dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA) sedangkan perkawinan bagi orang yang bukan beragama Islam dilakukan di Kantor Pencatatan Sipil. Pencatatan ini sebagai bentuk legitimasi perkawinan secara hukum. Namun, terdapat pula perkawinan yang tidak mendapat legitimasi hukum seperti perkawinan di bawah tangan. Perkawinan di bawah tangan adalah perkawinan yang sah secara agama tetapi tidak sah secara hukum negara. Salah satu akibat dari perkawinan di bawah tangan atau pernikahan sirri adalah terhadap status anak yang dilahirkan dari pernikahan tersebut. Oleh karena 49 Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1). 50 Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1). Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) 30

3 itu, anak hasil dari pernikahan di bawah tangan dapat dikatakan anak sah secara hukum agama tetapi tidak sah secara hukum negara sebagai akibat tidak dicatatkan pernikahan kedua orang tuanya. Sehingga, anak hasil pernikahan di bawah tangan atau sirri dapat dikatakan sebagai anak luar kawin yang tidak sah secara negara. Akibatnya, banyak anak luar kawin tidak mendapatkan haknya sebagai subyek hukum. Masyarakat luas banyak yang mengatakan bahwa anak luar nikah dan anak yang lahir di luar perkawinan adalah anak haram, karena pernikahan kedua orang tuanya tidak sah secara hukum negara. Tetapi hal ini tidak berlaku jika dilihat dari hukum agama, apabila suatu perkawinan yang dilangsungkan memenuhi rukun dan syarat, maka perkawinan tersebut sah secara hukum agama. Akibat hukum diperoleh oleh anak yang lahir diluar perkawinan dan anak luar nikah secara negara antara lain: (1) Sulitnya mendapatkan akta kelahiran karena pernikahan orang tuanya tidak terdaftar; (2) Sulitnya mendapat perlindungan hukum dari negara; dan (3) Tidak dapat mendapatkan hak waris dari ayah biologisnya. PERMASALAHAN Berdasarkan uraian di atas yang menjadi permasalahannya adalah apakah tepat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 mengenai anak luar kawin dalam perspektif Hukum Islam? PEMBAHASAN Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 oleh Mahkamah Konstitusi Kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) melaksanakan prinsip checks and balances di mana menempatkan semua lembaga Negara dalam kedudukan yang setara sehingga timbullah keseimbangan dalam pengaturan Negara. Adapun kewenangan MK diatur secara jelas dalam Pasal 24C UUD Salah satu bentuk permasalahan negara yang diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat yaitu pengujian Undang- Undang atau disebut dengan judicial review. Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) 31

4 Judicial review ini diajukan karena hak masyarakat yang telah diatur dalam UUD 1945 yang seharusnya diperoleh masyarakat ternyata dihapus oleh Undang- Undang. Salah satu contoh putusan MK tentang pengajuan judicial review terhadap pengujian Pasal 2 dan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 atau Undang-Undang Perkawinan Pasal 28 huruf B UUD 1945 yang telah inkracht dengan keluarnya Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010. Pengujian Undang-Undang Per-kawinan dilakukan untuk mengetahui keabsahan dari suatu perkawinan, karena perkawinan adalah suatu ikatan antara laki-laki dan perempuan yang tidak sedarah, dilakukan menurut agama atau kepercayaan masing-masing secara sah. Pengajuan pengujian Undang- Undang ini dilakukan karena adanya ketidak kesesuaian Pasal 28B ayat (1) UUD 1945 dengan Pasal 2 Undang- Undang Perkawinan. Salah satu syarat pengajuan pengujian Undang- Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 adalah terdapatnya kedudukan hukum atau legal standing. Berdasarkan hukum acara Mahkamah Konstitusi Kedudukan hukum/legal standing adalah kedudukan/hak gugat yang menganggap hak atau kewenangan konstitusinya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang. 51 Artinya, berdasarkan hukum acara Mahkamah Konstisusi kedudukan hukum/legal standing dapat dikatakan sebagai pemohon yang hak konstitusinya dirugikan oleh Undang-Undang. Pemohon yang mengajukan legal standing secara otomatis mewakili kepentingan orang lain yang juga menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusinya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang. 52 Pengajuan judicial review yang diajukan oleh Machica Mochtar dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU- VIII/2010 tentang anak luar kawin kedudukan hukum/legal standingnya adalah Machica Mochtar dan Mohammad 51 Bambang Sutiyoso, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hlm Bambang Sutiyoso, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hlm.49. Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) 32

5 Iqbal Ramadhan (sebagai anak dari Machica Mochtar). Syarat sebagai pemohon tersebut harus terpenuhi karena persyaratan permohonan pengajuan judicial review tersebut merupa-kan syarat pengujian materiil. 53 Isi dari Pasal 51 Undang- Undang MK tentang syarat-syarat pengajuan legal standing menjelaskan bahwa Machica Mochtar adalah Warga Negara Indonesia yang dimana hak konstitusionalnya telah dirugikan dengan adanya Undang-Undang Perkawinan. Hak konstitusional dari Machica Mochtar yang dirugikan oleh Undang-Undang Perkawinan yaitu Pasal 2 ayat (1) dimana perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Oleh karena itu, perkawinan yang dilakukan oleh Machica Mochtar dengan Alm. Moerdiono merupakan perkawinan yang sah karena telah dilakukan menurut agamanya yaitu Agama Islam. Perkawinan yang dilakukan oleh Machica Mochtar merupakan perkawinan yang sah, karena telah memenuhi rukun dan syarat perkawinan yang juga telah dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Berdasarkan Pasal 28 ayat (1) UUD 1945 Machica Mochtar berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Sedangkan, Pasal 28 ayat (2) lebih menegaskan kepada hak Mohammad Iqbal Ramadhan (anak dari Machica Mochtar dan Alm. Moerdiono) akan kelangsungan hidup dan pelindungan dari kekerasan serta diskriminasi. Akibat dari ketidak pastian hukum untuk Machica Mochtar juga berakibat pula kepada anaknya Mohammad Iqbal Ramadhan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 seharusnya hak di atas didapat oleh Mohammad Iqbal Ramadhan, ternyata sejak lahir tidak didapatkan. Diskriminatif yang didapatkan oleh Mohammad Iqbal Ramadhan yaitu dihilangkannya asalusulnya dengan hanya 53 Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU-VIII/2010, angka 3, hlm.3. Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) 33

6 mencantumkan nama ibu (Machica Mochtar) dalam akta kelahirannya. Sehingga, mengakibatkan anak pemohon kehilangan haknya untuk kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang karena hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya. Sedangkan suami dari pemohon tidak memiliki kekuatan hukum untuk memelihara, mengasuh dan membiayai anak pemohon. Setelah menimbang pokok permohonan dan permasalahan, faktor yang menentukan sahnya perkawinan adalah syarat-syarat yang ditentukan oleh agama dari masing-masing pasangan calon mempelai. Sedangkan, tentang pencatatan perkawinan tersebut merupakan kewajiban administratif. Pentingnya pencatatan secara administratif menurut Mahkamah Konstitusi dapat dilihat dari 2 (dua) persperktif. Maksud pencatatan secara administratif yang pertama adalah sebagai jaminan perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. 54 Sedangkan yang kedua pencatatn secara administratif dimaksudkan dengan dimilikinya bukti otentik perkawinan, hak-hak yang timbul sebagai akibat perkawinan dapat terlindungi dan terlayani dengan baik, karena tidak diperlukan proses pembuktian yang memakan waktu, uang, tenaga, dan pikiran yang lebih banyak, seperti pembuktian mengenai asal-usul anak dalam Pasal 55 UU 1/ MK berpendapat bahwa tidak tepat dan tidak adil jika hukum membebaskan laki-laki yang menyebabkan kehamilan dan kelahiran anak tersebut. Mahmakah Konstitusi juga menjelaskan adanya perkembangan teknologi yang dapat membuktikan bahwa anak tersebut merupakan anak dari laki-laki yang menghamili ibunya. Walaupun hubungan anak dengan seorang lakilaki tidak hanya tergantung akan hubungan perkawinan tetapi, juga 54 Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU-VIII/2010, hlm Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU-VIII/2010, hlm.34. Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) 34

7 dapat didasarkan dengan pembuktian hubungan darah anatar anak dengan laki-laki sebagai bapaknya. Oleh karena itu, pengajuan judicial review ini yang dirugikan adalah anak yang dilahirkan dari pernikahan tersebut. Sehingga, Mahmakah Konstitusi lebih melindungi anak dalam perlindungan hukum. Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 menjelaskan bahwa anak merupakan seorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 56 D.Y. Witanto menjelaskan bahwa anak merupakan sosok yang akan memikul tanggung jawab di masa yang akan datang, sehingga tidak berlebihan jika negara memberikan suatu perlindungan bagi anak-anak dari perlakuan-perlakuan yang dapat menghancurkan masa depannya. 57 Dengan demikian, anak merupakan penerus dari suatu keluarga sehingga mendapat perlindungan dari negara karena memiliki peranan besar di masa yang akan datang. Permasalahan yang sering berbangkit pada kelahiran anak, misalnya faktor lingkungan, pendidikan, kemapanan ekonomi, dan kemapanan sosial. 58 Salah satu contoh permasalahan yang berbangkit adalah anak luar kawin. Oleh karena itu, penjelasan dari D.Y Witanto dapat dipahami mengandung dua pengertian yakni anak lahir dari perkawinan kedua orang tuanya yang tidak sah secara hukum dan/atau anak luar kawin yang lahir akibat dari pemerkosaan atau perzinahan. Anak Luar Kawin Berdasarkan Proses Kelahiran Anak luar kawin yang dilahirkan dari akibat hubungan seorang laki-laki dengan seorang wanita, yaitu: - anak luar kawin - anak hasil perkawinan di bawah tangan/ siri 56 Pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109). 57 D.Y. Witanto, Hukum Kekeluargaan Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin, (Jakarta: Pustakaraya, 2012), hlm Ibid, hlm.9. Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) 35

8 - anak yang lahir tanpa adanya ikatan perkawinan D.Y.Witanto kemudian menjelaskan lebih lanjut mengenai macam-macam anak luar kawin, yaitu: 1. Anak luar kawin yang dapat diakui, yaitu anak yang dapat diakui oleh orang tua biologisnya sehingga memiliki hubungan keperdataan dengan kedua orang tuanya. 2. Anak Mula nah yaitu anak yang dilahirkan oleh seorang wanita yang di li an oleh suaminya, maka status anak tersebut berubah menjadi anak tidak sah (mula nah) dan kedudukan dimata hukum sama dengan anak zina yang hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya. 3. Anak Syubhat yaitu anak yang lahir dari suatu hubungan badan seorang laki-laki dengan seorang perempuan atas dasar kekeliruan dan bukan disengaja atau direkayasa. 59 Anak luar kawin yang telah dijelaskan oleh D.Y. Witanto dibedakan menurut bagaimana anak luar kawin tersebut dilahirkan. Undang-Undang Perkawinan secara jelas mengatur bahwa suatu perkawinan harus sah secara agama/kepercayaan dan dicatat secara administrasi negara yang berguna mendapat legitimasi hukum (Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang- Undang Perkawinan). Pengaturan tersebut berakibat sebagian pelaksanaan penikahan di Indonesia tidak sah karena perkawinan mereka hanya dilakukan menurut hukum masing-masing agama. Indonesia adalah negara hukum, untuk memenuhi ketertiban hukum maka perkawinan tersebut harus dicatatkan. Oleh karena itu, perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama atau perkawinan dibawah tangan akan mengakibatkan pada status anak hasil dari perkawinan tersebut menjadi tidak sah. Status anak yang lahir dari perkawinan menurut hukum masingmasing agama dan kepercayaannya 59 Ibid, hlm Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) 36

9 juga dialami oleh anak Machica Mochtar yaitu Muhammad Iqbal Ramadhan bin Moerdiono. Status Iqbal sebagai anak yang lahir karena perkawinan kedua orang tuanya yang menikah menurut hukum agama dan kepercayaanya dijelaskan dalam Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 dalam alasan-alasan permohonan uji materil Undang-Undang Perkawinan, yakni : sejak lahirnya anak Pemohon telah mendapatkan perlakuan diskrimi-natif yaitu dengan dihilangkannya asal-usul dari anak Pemohon dengan hanya mencantumkan nama Pemohon dalam Akta Kelahirannya dan negara telah menghilangkan hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang karena dengan hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya menyebabkan suami dari Pemohon tidak mempunyai kewajiban hukum untuk memelihara, mengasuh dan membiayai anak Pemohon. 60 Alasan tersebut di atas menjelaskan bahwa, anak dari pemohon yang juga menjadi pemohon tidak mendapatkan haknya sebagaimana yang dijelaskan dalam 28D ayat (1) UUD Sebelum keluarnya Putusan MK tentang anak luar kawin yang telah dijelaskan di atas bahwa, anak luar kawin dapat mencangkup anak luar kawin yang lahir dari pernikahan dibawah tangan dan anak hasil perzinahan. Permasalahannya status anak yang tidak sah baik anak luar kawin akibat pernikahan di bawah tangan dan/atau perzinahan/pemerkosaan memberikan dampak bagi kehidupan anak tersebut. Salah satu dampak yang ditimbulkan dari status anak yang tidak sah adalah kesulitan mendapatkan akta kelahiran. Putusan MK tersebut berbunyi Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU-VIII/2010, hlm Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU-VIII/2010, hlm.37. Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) 37

10 Maksud dari putusan tersebut adalah anak luar kawin akan menjadi anak yang sah jika terbukti setelah dilakukan sebuah pembuktian baik melalui ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembuktian melalui ilmu pengetahuan dan tehnologi adalah dengan melakukan tes golongan darah atau DNA (Deoksiribo Nuklead Acid). Tes golongan darah (DNA) tersebut berguna untuk mengetahui apakah ada kesamaan golongan darah anak dengan ayah dan keluarga ayahnya. Selain, anak luar kawin yang dilahirkan dari pernikahan sirri, tes DNA juga dapat digunakan untuk pembuktian hubungan biologis anak luar kawin dari hasil perzinahan. Anak luar kawin dari hasil perzinahan oleh masyarakat dipandang sebagai anak dalam kelompok yang paling rendah kedudukannya dibandingkan dengan golongan anak-anak yang lain. 62 Menurut Ali Afandi anak zina tidak dapat diakui oleh orang tua biologisnya sebagaimana anak sumbang. Anak sumbang yaitu anak yang lahir dari perhubungan seorang lelaki dan perempuan, sedangkan diantara mereka terdapat larangan kawin, karena masih sangat dekat hubungan kekeluargaanya. 63 Anak luar kawin hasil dari perzinahan atau perkawinan dibawah tangan tidak dapat mewarisi dan hubungan lainnya termasuk wali dalam perkawinan. 64 Pengaturan anak luar kawin hasil dari perzinahan menurut hukum Islam bertolak belakang dengan Putusan MK yang menjelaskan bahwa anak luar kawin dapat mempunyai hubungan keperdataan dengan ayah dan keluarganya apabila terbukti setelah dilakukan tes DNA. Hal ini tentunya akan berpengaruh kepada kewajiban pemenuhan hak keperdataan lain yang semestinya tidak menjadi kewajiban seperti perwalian nikah dan waris. Jika tetap dipaksakan ayah biologis menjadi wali nikah anaknya tentunya berakibat pada 62 D.Y. Witanto, Hukum Kekeluargaan Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin, (Jakarta: Pustakaraya, 2012), hlm Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2005). hlm Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) 38

11 tidak sahnya pernikahan anak tersebut. Pendapat Hakim Mahkamah Konstitusi Pemenuhan hak-hak anak yang terlahir dari suatu perkawinan, terlepas dari sah atau tidaknya perkawinan tersebut menurut hukum negara, tetap anak luar kawin harus memiliki hubungan darah dengan ayah kandung/biologis. Setelah memiliki hubungan darah maka anak luar kawin menjadi kewajiban kedua orang tua kandung atau kedua orang tua biologisnya. 65 Artinya, pemenuhan hak atas anak luar kawin harus dipenuhi oleh orang tua biologis atau orang tua kandung terlepas dari bagaimana cara anak tersebut dilahirkan, apakah melalui perkawinan yang sah maupun tidak sah, tetap mendapat hubungan keperdataan dengan ayah kandung atau ayah biologisnya. Sementara itu, dalam desenting opinion Maria Farida Indrati salah seorang hakim juga sepakat dengan adanya Pasal 2 ayat (2) Undang- Undang Perkawinan dimana berguna untuk tertib administrasi dan juga berguna untuk perlindungan hukum bagi istri dan anak. Sedangkan dalam amar putusan MK belum/tidak menjelaskan akan penting atau tidaknya pencatatan suatu perkawinan. Sepakatnya Maria Farida Indrati dikarenakan masih banyak masyarakat Indonesia yang masih melakukan perkawinan dibawah tangan, dimana anak sebagai pihak yang dirugikan dengan adanya perkawinan sirri atau dibawah tangan. Berdasarkan disenting oponion dari Maria Farida Indriati menjadikan ketidak konsistenan pendapat yang dia berikan untuk masalah anak luar kawin. Sehingga, pendapatnya tetap memberikan stigma haram 66 pada anak luar kawin dan secara otomatis anak luar kawin tetap memiliki hubungan keperdataan dengan ibu dan keluarga ibunya. Stigma yang diberikan kepada anak menjadikan anak tersebut memiliki kerugian secara sosial-psikologis, yang sebenarnya dapat dicegah dengan 65 Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU-VIII/2010, hlm Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU-VIII/2010, baris ke-5, hlm. 44. Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) 39

12 tetap mengakui hubungan anak dengan bapak biologisnya. 67 Hukum Islam menjelaskan anak mempunyai hak mulai dari dalam kandungan sampai lahir dan besar. 68 Jumni Nelly menjelaskan bahwa anak luar kawin dibagi menjadi 2 (dua) kategori yaitu anak luar kawin yang dibuahi tidak dalam perkawinan yang sah, namun dilahirkan dalam perkawinan 69. Anak luar kawin yang dijelaskan oleh Jumni Nelly adalah anak luar kawin karena perzinahan dan anak luar kawin dalam perkawinan yang sah. Menurut Fiqh Islam anak luar kawin adalah anak zina. 70 Penjelasan di atas memberikan pengertian bahwa anak luar kawin yang ada dalam Hukum Islam dapat dibedakan menjadi anak luar kawin karena perzinahan dan anak luar kawin yang dilahirkan dalam perkawinan yang sah secara agama, tetapi duluan hamil sebelum pernikahan yang sah orang tuanya. Pembagian Anak Luar Kawin Berdasarkan Proses Kelahiran Hukum Islam menjelaskan anak luar kawin yang berasal dari perkawinan kedua orang tuanya yang sah dan telah memenuhi syarat dan ketentuan yang ada. Hanya saja ada suatu persoalan yang menyebabkan perkawinan dari kedua orang tuanya awalnya sah menjadi tidak sah. Misalnya dalam hukum di Indonesia selain harus menikah menurut masing-masing agama, perkawinan tersebut harus didaftarkan kepada lembaga pencatat perkawinan yang telah disediakan oleh pemerintah. Hukum Islam juga menjelaskan bahwa anak luar kawin merupakan anak yang lahir dari suatu perzinahan 71 dan bukan pula karena kepemilikan (budak) Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU- VIII/2010, baris ke-6, hlm Indah Purbasari, Hukum Perkawinan Islam Sebagai Hukum Positif di Indonesia,(Surabaya: Imsa Media Utama, 2008), hlm D.Y. Witanto, Hukum Kekeluargaan Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin, (Jakarta: Pustakaraya, 2012), hlm Perzinahan merupakan hubungan badan antara laki-laki dan perempuan di luar nikah. 71 M Nurul Irfan, Nasab & Status Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta: AMZAH, 2012), hlm Ibnu Rusyd diterjemahkan oleh Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun, 2007, Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) 40

13 Berdasarkan penjelasan di atas, maka ada tiga situasi anak yang dilahirkan dari hasil hubungan seorang laki-laki dengan wanita, yaitu: - anak lahir diluar perkawinan - anak lahir dari hasil perzinahan - anak lahir dari pernikahan yang sah secara agama Berbeda halnya dengan anak luar kawin yang kedua orang tuanya telah melakukan perkawinan yang sah dengan anak luar kawin karena perzinahan. Hukum Islam memandang anak luar kawin tersebut adalah berbeda karena dilihat dari hubungan kedua orang tuanya tersebut. Berdasarkan penjelasan Nurul Irfan saksi ahli dalam kasus Machica Mochtar bahwa Islam mengenal konsep anak zina yang hanya bernasab kepada ibu kandungnya, namun ini bukan anak dari perkawinan sah (yang telah memenuhi syarat dan rukun). Anak yang lahir dari perkawinan sah secara Islam, meskipun tidak dicatatkan pada instansi terkait, tetap harus bernasab kepada kedua bapak dan ibunya. 73 Istilah anak yang lahir di luar perkawinan, tepat untuk kasus Machica, mengingat anak yang lahir itu sebagai hasil perkawinan dengan memenuhi syarat dan rukun secara agama, namun tidak tercatat. Jadi bukan sebagaimana berkembangnya persepsi yang salah yang menganggap kasus anak dari Machica dengan Moerdiono sebagai anak hasil zina. Kasus tersebut merupakan anak yang dilahirkan di luar perkawinan karena perkawinannya hanya memenuhi Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974, dan tidak memenuhi Pasal 2 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun Pada dasarnya perkawinan di Indonesia harus dilaksanakan dengan prosedur sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 dan 2 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, itulah yang dimaksud dengan perkawinan yang sesungguhnya menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid 3, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), hlm Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU-VIII/2010, Point 10, hlm. 13. Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) 41

14 Jika perkawinan dilakukan hanya mengikuti Pasal 2 ayat 1 saja, maka perkawinan itu disebut luar perkawinan, oleh karena itu Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan itu tidak berdiri sendiri, sangat berkaitan dengan adanya perkawinan sebagaimana diatur oleh Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Disebut luar perkawinan, karena perkawinan itu dilakukan di luar prosedur pada Pasal 2 ayat 2. Tidak bisa luar perkawinan itu diartikan sebagai perzinaan, karena perbuatan zina itu dilakukan sama sekali tanpa ada perkawinan, beda sekali antara luar perkawinan dengan tanpa perkawinan. Oleh karena itu jika disebut perkawinan sudah pasti perkawinan itu sudah dilakukan minimal sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, itulah yang disebut luar perkawinan, sedangkan perzinaan sama sekali tidak tersentuh dengan term perkawinan. Hak Anak Menurut Hukum Islam Terdapat tujuh hak-hak seorang anak yang harus dipenuhi orang tuanya demi kelangsungan hidupnya. Apabila salah satu hak di atas tidak terpenuhi, akan menimbulkan dampak bagi perkembangan anak tersebut. Salah satu bentuk tidak terpenuhinya hak anak tersebut adalah tidak terpenuhinya hak anak menurut Hukum Islam, yaitu pertama, hak mendapatkan persusuan, Kedua, hak mendapatkan perlindungan untuk hidup, ketiga, hak mendapatkan perlindungan dalam segala bentuk diskriminasi, keempat, hak mendapatkan nama baik, kelima, hak mendapatkan nasab, Keenam, hak mendapatkan pendidikan dan pengajaran, ketujuh, hak mendapatkan perlindungan dari segala macam bentuk diskriminasi. Anak luar kawin tidak mendapatkan apa yang menjadi haknya sebagai anak. Seperti diskriminasi akibat stigma negatif masyarakat, tidak terjaminnya penafkahan, tidak terjaminnya pendidikan. Anak luar kawin yang dijelaskan dalam Putusan MK Nomor 46/PUU- VIII/2010, bahwa anak yang Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) 42

15 lahir karena perkawinan sirri atau dibawah tangan dapat diakui sebagai anaknya. Dengan ketentuan sebagai berikut: Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya. Dengan demikian, anak yang lahir dari perkawinan di bawah tangan atau perkawinan sirri tidak perlu adanya tes golongan darah karena telah diketahui ayah biologisnya. Perkawinan sirri merupakan perkawinan yang sah, hanya saja perkawinan tersebut tidak dicatatkan sebagai tertib administrasi selaku warga negara yang menjadikan perkawinan tersebut menjadi tidak sah. Meskipun anak luar kawin dianggap anak yang tidak sah tetapi anak luar kawin memiliki nasab dari orang tuanya. Wahbah al-zuhaili menjelaskan nasab sebagai sandaran yang kokoh untuk meletakkan suatu hubungan kekeluargaan berdasarkan kesatuan darah atau pertimbangan. 74 Menurut Wahbah nasab akan diberikan kepada anak apabila memiliki hubungan darah atau suatu pertimbangan tertentu yang telah ditentukan. Sedangkan nasab menurut Ibn Arabi yaitu: percampuran air antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan menurut keturunan-keturunan syar i. 75 Ibn Arabi menjelaskan bahwa nasab akan diperoleh apabila adanya suatu percampuran antara laki-laki dan perempuan dan telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam Hukum Islam. Pemberian nasab kepada anak luar kawin timbul akibat dari masa kehamilan. Sesuai dengan pendapat para fuqaha juga dari golongan Syi ah yang menyepakati 74 D.Y. Witanto, Hukum Kekeluargaan Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin, (Jakarta: Pustakaraya, 2012), hlm Ibid, hlm.78. Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) 43

16 batas minimal masa kehamilan adalah enam bulan. 76 Pendapat batas minimal tersebut berdasarkan pada firman Allah SWT dalam surah Al-Ahqaf (46) ayat 15 yang artinya mengadungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan 77 dan Surah Luqman (31) ayat 14 yang artinya dan menyapihnya selama dua tahun. 78 Firman Allah SWT diperkuat oleh pendapat Ibnu Abbas yang berkata kepada Khalifah Utsman: seandainya aku diminta menyelesaikan masalah kalian atas dasar Alqur an niscaya permasalahan kalian akan terselesaikan, betapa Allah telah berfirman mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mengadung cukup dengan enam bulan. 79 Selain batas minimal, adapun pendapat maksimal yang dijelakan berdasarkan nash al-qur an secara tegas, sehingga menimbulkan berbagai macam kontradiksi dan perbedaan pemahaman. Pendapat akan batas maksimal kehamilan dimunculkan oleh para ulama mazhab karena bersifat temporer dan kasuistik, sehingga tidak ada standar pasti yang dapat di pegang sebagai pendapat yang benar. 80 Artinya, batas maksimal suatu kehamilan khususnya anak luar kawin timbul akibat suatu permasalahan pada suatu kasus yang umumnya terjadi. Adapun pendapat dari ulama mazhab yang dijelaskan oleh Syekh al-mufid yakni seorang perempuan dan seorang laki-laki menikah, lalu melahirkan seorang anak dalam keadaan hidup dan sempurna bentuknya sebelum enam bulan, anak tersebut tidak bisa dikaitkan (nasabnya) dengan suaminya. 81 Maksudnya, anak yang lahir sebelum 6 (enam) bulan setelah berhubungan badan maka anak tersebut tidak dapat memiliki nasab 76 M. Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), hlm Ibid. 78 Ibid. 79 Ibid, hlm Ibid, hlm D.Y. Witanto, Hukum Kekeluargaan Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin, (Jakarta: Pustakaraya, 2012), hlm.80. Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) 44

17 dengan ayahnya. Apabila suami istri bersengketa tentang lama waktunya berhubungan badan maka ucapan istri yang akan digunakan sebagai bukti atau petunjuk. 82 Pendapat tersebut sependapat dengan ulama dari kalangan Hanafi apabila kelahiran anak itu kurang dari enam bulan, maka menurut kesepakatan ulama fiqh, anak yang lahir itu tidak bisa dinasabkan kepada suami wanita tersebut. 83 Anak luar kawin dalam Hukum Islam masuk dalam kategori yang kedua bersama dengan anak li an. Anak li an disebut dengan anak mula nah, dimana anak yang lahir dari istri yang telah di li an oleh suamianya, apabila li an tersebut terbukti maka status anak tersebut menjadi tidak sah (mula nah) dan dimata hukum sama dengan anak zina. 84 Akibat hukum dari status yang didapat oleh anak zina dan anak li an adalah anak tersebut secara langsung tidak ada hubungan nasab dengan ayahnya bahkan tidak wajib memberikan nafkah dan hanya memiliki hubungan secara manusiawi saja. 85 Karena tidak memiliki hubungan nasab dengan ayahnya maka tidak dapat mewarisi dan apabila anak tersebut perempuan maka ayahnya tidak dapat menjadi wali dalam perkawinan juga tidak dalam hubungan lainnya 86, kecuali hubungan sesama manusia. Pendapat ini diperjelas dengan adanya hadis nabi yang disepakati oleh para ulama dari berbagai kalangan mazhab. Adapun sabda nabi yang dijelasakan oleh hadits yang diriwatkan Muslim yakni dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Anak itu bagi yang meniduri istri (secara sah) yaitu suami, sedangkan bagi pezina ia hanya berhak mendapatkan batu Ibid, hlm M. Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), hlm Op. Cit, hlm Ibid, hlm Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hlm M. Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), hlm.115. Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) 45

18 Sementara itu adapula pendangan paling keras disampaikan oleh ulama Syi ah Ismailah yang berpendapat bahwa anak zina tidak mewarisi dan tidak pula mewariskan baik dari ayah dan kerabatnya maupun dari ibu kerabatnya. Wali nikah bagi anak perempuan zina adalah wali hakim. Perempuan anak zina digolongkan ke dalam mar ah dani ah (perempuan yang martabatnya rendah). 88 Setelah keluarnya putusan MK memberikan suatu dampak akan nasab yang didapat oleh anak luar kawin. Putusan MK tidak menjelaskan bahwa anak luar kawin sebagaimana yang dimaksud. Berdasarkan kasus yang diajukan oleh Machica Mochtar, anak luar kawin yang dimaksud adalah anak yang lahir dari pernikahan sirri. Proses pencatatan adalah suatu prosedur yang wajib dilakukan oleh setiap warga negara Indonesia guna tertibnya hukum dan mendapat suatu jaminan dari negara. Proses pencatatan bagi anak luar kawin dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan menurut peraturan perundang-undangan. Salah satu perkara yang sering kali diajukan di Pengadilan Agama adalah melakukan Itsbat nikah. Itsbat nikah menurut bahasa mengandung arti yaitu penetapan. Penetapan yang dimaksud didalam Pengadilan Agama adalah penetapan suatu perkawinan, di mana perkawinan tersebut dilakukan secara sirri atau di bawah tangan. Melakukan Itsbat nikah selain untuk mendapatkan pengakuan dari negara juga digunakan untuk mengurus kelengkapan dari perkawinan tersebut. Itsbat nikah berfungsi sebagai syarat utama untuk mendapatkan akta nikah yang digunakan untuk mengurus berbagai macam keperluan. Jika dalam perkawinan tersebut telah memiliki seorang anak maka membutuhkan sebuah akta kelahiran guna kepentingan anak tersebut. Apabila anak tersebut tidak memiliki akta kelahiran dan orang tuanya tidak memiliki akta nikah maka anak tersebut dapat dikatakan sebagai anak luar kawin. Sehingga anak luar 88 Ibid, hlm Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) 46

19 kawin tersebut tidak dapat dikatakan sebagai anak yang sah. PENUTUP 1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang anak luar kawin menjelaskan bahwa anak luar kawin dapat memiliki hubungan keperdataan dengan ayah dan keluarga ayahnya dengan pembuktian menggunakan ilmu pengetahuan dan tehnologi (tes DNA). Keluarnya Putusan MK dilatar belakangi judicial review terhadap Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan dan Pasal 43 ayat (1) UUD 1945, dimana pemohon Macicha merasa hak konstitusionalnya tidak terpenuhi akibat pengaturan yang mengategorikan Mohammad Iqbal Ramadhan sebagai anak luar kawin dikarenakan anak yang lahir dari perkawinan sirri. Anak luar kawin dalam perspektif Hukum Islam merupakan anak hasil zina sedangkan menurut Undang-Undang Perkawinan mencangkup anak hasil perkawinan sirri dan anak hasil zina. Amar Putusan MK memaknai anak luar kawin sebagai anak luar kawin hasil perkawinan sirri maupun anak luar kawin hasil perzinahan. Oleh karena itu, putusan MK ini tidak membedakan anak luar kawin hasil pernikahan sirri dan hasil zina. Namun, pengesahan ini justru akan melanggar ketertiban hukum dalam pencatatan perkawinan. Sehingga, adanya penafsiran putusan MK bahwa anak luar kawin hasil zina boleh mendapatkan seperti/sama dengan anak hasil pernikahan sirri. 2. Putusan MK apabila tidak dilaksanakan akan menimbulkan dampak kebingungan dalam pencatatan anak khususnya anak luar kawin. Selain itu, kekhawatiran yang ditimbulkan yakni mengenai keabsahan anak yang akan dicatatkan. Sedangkan, putusan MK bertujuan untuk melindungi status anak dan Undang-Undang perkawinan bertujuan untuk melindungi suatu perkawinan. Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) 47

20 DAFTAR PUSTAKA Buku/Jurnal/Makalah Afandi, Ali Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian. Jakarta: Rineka Cipta. Amiruddin dan Zainal Askin Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Ibrahim, Johny Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Cetakan ke-4. Malang: Bayumedia Publishing. Latif, Abdul Fungsi Mahkamah Konstitusi dalam Upaya Mewujudkan Negara Hukum Demokratis. Yogyakarta: Kreasi Total Media. Martiman, MR Prodjohamidjojo Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing. Nurul, M Irfan Nasab & Status Anak dalam Hukum Islam. Jakarta: Amzah. Penetapan Pengadilan Agama Tanggerang Nomor 46/Pdt.P/2008/PA.Tgrs tentang Itsbat Nikah. Purbasari, Indah Hukum Perkawinan Islam (Sebagai Hukum Positif diindonesia). Surabaya: Imsa Media Utama. Rusyd, Ibnu (Penerjemah, Imam Ghazali Said, dan Achmad Zaidun), Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid 3. Jakarta: Pustaka Amani. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Saingkat. Cetakan ke-11. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sutiyoso, Bambang Hukum Acara Mahkamah Konstitusi. Bandung: Citra Aditya Bakti. Syarifuddin, Amir Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Prenada Media. Thontowi, Jawahir Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. Witanto, D.Y Hukum Keluarga Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin. Jakarta: Prestasi Pustakaraya. Perundang-Undangan Instrusi Presiden Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata/BW). Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang Anak Luar Kawin. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) 48

21 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109). Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98). Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 22). Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 1 (April 2015) 49

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap keluarga yang hidup di dunia ini selalu mendambakan agar keluarga itu

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap keluarga yang hidup di dunia ini selalu mendambakan agar keluarga itu BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap keluarga yang hidup di dunia ini selalu mendambakan agar keluarga itu selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6 BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan, manusia tidak dapat hidup dengan mengandalkan dirinya sendiri. Setiap orang membutuhkan manusia lain untuk menjalani kehidupannya dalam semua hal, termasuk dalam pengembangbiakan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 82 A. Kesimpulan 82 B. Saran. 86 DAFTAR PUSTAKA 88

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 82 A. Kesimpulan 82 B. Saran. 86 DAFTAR PUSTAKA 88 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah.. 4 C. Tujuan Penelitian. 4 D. Manfaat Penelitian.. 5 E. Metode Penelitian...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan bukan saja terjadi di kalangan manusia,

Lebih terperinci

BAB III STATUS HAK KEPERDATAAN ANAK HASIL FERTILISASI IN VITRO PASCA KEMATIAN SUAMI SETELAH PUTUSAN MK NO. 46/PUU VIII/2010

BAB III STATUS HAK KEPERDATAAN ANAK HASIL FERTILISASI IN VITRO PASCA KEMATIAN SUAMI SETELAH PUTUSAN MK NO. 46/PUU VIII/2010 BAB III STATUS HAK KEPERDATAAN ANAK HASIL FERTILISASI IN VITRO PASCA KEMATIAN SUAMI SETELAH PUTUSAN MK NO. 46/PUU VIII/2010 A. Putusan MK No. 46/PUU VIII/2010 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak bersentuhan dengan titah dan perintah agama atau kewajiban yang

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak bersentuhan dengan titah dan perintah agama atau kewajiban yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem hukum apapun, lembaga perkawinan selalu memiliki peranan yang sangat penting bagi perjalanan hidup manusia, baik karena sifatnya yang banyak bersentuhan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI Anggyka Nurhidayana 1, Amnawati 2, Kasmawati 3. ABSTRAK Upaya perlindungan hukum dalam perkawinan sirri atau disebut perkawinan tidak dicatatkan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR NIKAH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PPU-VIII/2010

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR NIKAH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PPU-VIII/2010 199 KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR NIKAH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PPU-VIII/2010 Oleh : Heru Drajat Sulistyo Fakultas Hukum Universitas Soerjo Ngawi A. ABSTRACT Konstitutional Court Decision

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN TERHADAP ANAK DI LUAR NIKAH PASCA- PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/ PUU-VIII/ 2010

BAB III KEWARISAN TERHADAP ANAK DI LUAR NIKAH PASCA- PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/ PUU-VIII/ 2010 BAB III KEWARISAN TERHADAP ANAK DI LUAR NIKAH PASCA- PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/ PUU-VIII/ 2010 A. Sekilas Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan

Lebih terperinci

PEMAHAMAN AKTIVIS PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010 TENTANG STATUS ANAK LUAR KAWIN (STUDY DI MALANG)

PEMAHAMAN AKTIVIS PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010 TENTANG STATUS ANAK LUAR KAWIN (STUDY DI MALANG) PEMAHAMAN AKTIVIS PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010 TENTANG STATUS ANAK LUAR KAWIN (STUDY DI MALANG) Fatikhatun Nur Fakultas Syari ah UIN Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU- VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU- VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU- VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN A. Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tentang Kedudukan Anak Di Luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus keluarga. Anak juga merupakan aset bangsa yang sangat berharga; sumber daya manusia yang berperan penting

Lebih terperinci

BAB IV AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM HAK PEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM PERKAWINAN

BAB IV AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM HAK PEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM PERKAWINAN 52 BAB IV AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM HAK PEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM PERKAWINAN Perkawinan dibawah tangan banyak sekali mendatangkan kerugian daripada kebaikan terutama terhadap

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Pertimbangan Putusan MK No 46/PUU-VIII/2010 Penulis akan memaparkan dalam bab-bab ini adalah tentang pertimbangan dari Pemerintah, DPR, dan MK tentang Putusan MK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar tahun Hal ini berarti bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar tahun Hal ini berarti bahwa dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar tahun 1945. Hal ini berarti bahwa dalam penyelenggaraan Negara,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Permohonan pengujian judicial review diajukan oleh Machica. kekuatan hukum dengan segala akibatnya. Machica dan putranya,

BAB V PENUTUP. 1. Permohonan pengujian judicial review diajukan oleh Machica. kekuatan hukum dengan segala akibatnya. Machica dan putranya, 106 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Permohonan pengujian judicial review diajukan oleh Machica Mochtar, artis yang menikah secara sirri dengan Mantan Menteri Sekretaris Negara di Era Orde Baru Moerdiono.

Lebih terperinci

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU- VIII/2010 TERHADAP ANAK DARI PERKAWINAN SIRI. Oleh : Pahlefi 1

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU- VIII/2010 TERHADAP ANAK DARI PERKAWINAN SIRI. Oleh : Pahlefi 1 IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU- VIII/2010 TERHADAP ANAK DARI PERKAWINAN SIRI Oleh : Pahlefi 1 Abstrak Putusan Mahkamah Konstitusi ini tentu saja telah membawa paradigma baru dalam sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 2 ayat (2) dan

BAB I PENDAHULUAN. mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 2 ayat (2) dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kajian terhadap hukum perkawinan akhir-akhir ini menjadi menarik kembali untuk didiskusikan. Hal ini terjadi setelah Mahkamah Konsitusi mengabulkan sebagian permohonan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah DUNIA ILMU Vol.2 No.1 Maret 2016

Jurnal Ilmiah DUNIA ILMU Vol.2 No.1 Maret 2016 KEDUDUKAN HUKUM ANAK TIDAK SAH SEBELUM DAN SETELAH PUTUSAN MAHKMAAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU/VII/2010 Oleh : Vivi Hayati. SH.,MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Samudera Langsa ABSTRAK Seperti kita ketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap keluarga yang hidup di dunia ini selalu mendambakan agar keluarga itu selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu membentuk

Lebih terperinci

BAB III KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010 DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB III KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010 DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA BAB III KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010 DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Dasar Pertimbangan Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh *) Abstrak Perkawinan merupakan suatu kejadian yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Ikatan perkawinan ini, menimbulkan akibat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK A. Analisis Terhadap Prosedur Pernikahan Wanita Hamil di Luar Nikah di Kantor Urusan Agama

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan Perkawinan menurut Pasal 1 UU 1/1974 adalah ikatan lahir bathin

BAB V PENUTUP. A. Simpulan Perkawinan menurut Pasal 1 UU 1/1974 adalah ikatan lahir bathin 72 BAB V PENUTUP A. Simpulan Perkawinan menurut Pasal 1 UU 1/1974 adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perkawinan tidak dapat dikatakan sempurna apabila belum

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perkawinan tidak dapat dikatakan sempurna apabila belum BAB I PENDAHULUAN 1.7. Latar Belakang Masalah Suatu perkawinan tidak dapat dikatakan sempurna apabila belum dikaruniai anak. Anak adalah amanah dan anugerah yang diberikan Allah kepada setiap manusia dalam

Lebih terperinci

IMPLIKASI PUTUSAN MK TERHADAP STATUS HUKUM ANAK DI LUAR NIKAH. Abdul Halim Musthofa *

IMPLIKASI PUTUSAN MK TERHADAP STATUS HUKUM ANAK DI LUAR NIKAH. Abdul Halim Musthofa * IMPLIKASI PUTUSAN MK TERHADAP STATUS HUKUM ANAK DI LUAR NIKAH Abdul Halim Musthofa * Abstrak Status anak di luar nikah yang menurut undangundang hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya dan keluarga

Lebih terperinci

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI DI LUAR PERKAWINAN. A. Sejarah Mahkamah Konstitusi (MK)

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI DI LUAR PERKAWINAN. A. Sejarah Mahkamah Konstitusi (MK) BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN A. Sejarah Mahkamah Konstitusi (MK) Lembaran sejarah pertama Mahkamah Konstitusi (MK) adalah diadopsinya

Lebih terperinci

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Pendahuluan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Di dalam agama islam sendiri perkawinan merupakan sunnah Nabi Muhammad Saw, dimana bagi setiap umatnya dituntut untuk mengikutinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjalani kehidupan sebagai suami-isteri hanya dapat dilakukan dalam sebuah ikatan perkawinan. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, arah

Lebih terperinci

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan. Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan Oleh: Pahlefi 1 Abstrak Tulisan ini bertujuan membahas dan menganalisis apakah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berikut ini adalah kasus mengenai penetapan asal usul anak:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berikut ini adalah kasus mengenai penetapan asal usul anak: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berikut ini adalah kasus mengenai penetapan asal usul anak: - Putusan perkara perdata No. 0069/Pdt.P/2015/PA.Bantul 1. Identitas para pihak Adapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai makhluk individu, manusia juga disebut sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

HAK DAN KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 Oleh : Dirga Insanu Lamaluta 2

HAK DAN KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 Oleh : Dirga Insanu Lamaluta 2 HAK DAN KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 Oleh : Dirga Insanu Lamaluta 2 Abstrak Setiap anak yang dilahirkan atau dibuahkan dalam ikatan perkawinan sah adalah anak sah. Anak

Lebih terperinci

Oleh : Dr.H.Chatib Rasyid,SH.,MH. (Ketua PTA BANDUNG) A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2012 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan

Oleh : Dr.H.Chatib Rasyid,SH.,MH. (Ketua PTA BANDUNG) A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2012 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan Oleh : Dr.H.Chatib Rasyid,SH.,MH. (Ketua PTA BANDUNG) A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2012 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang cukup mengejutkan banyak pihak, yaitu putusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (uji materil) undang-undang terhadap Undang-undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. (uji materil) undang-undang terhadap Undang-undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahkamah Konstitusi sebagai sebuah institusi kekuasaan kehakiman di Indonesia memiliki salah satu wewenang untuk melakukan judicial review (uji materil) undang-undang

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 KEDUDUKAN ANAK AKIBAT BATALNYA PERKAWINAN KARENA HUBUNGAN DARAH MENURUT HUKUM POSITIF 1 Oleh: Afrince A. Fure 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum

Lebih terperinci

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh: Wahyu Ernaningsih, S.H.,M.Hum. Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Abstrak Putusan Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA

BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA A. Status Nasab Dan Kewajiban Nafkah Anak Yang Di Li an Menurut Hukum

Lebih terperinci

Dwi Astuti S Fakultas Hukum UNISRI ABSTRAK

Dwi Astuti S Fakultas Hukum UNISRI ABSTRAK KAJIAN YURIDIS PASAL 43 AYAT 1 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN SETELAH ADANYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TERHADAP KEDUDUKAN ANAK DI LUAR NIKAH Dwi Astuti S Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status anak dalam hukum keluarga dapat dikategorisasikan menjadi dua macam yaitu: anak yang sah dan anak yang tidak sah. Pertama, Definisi mengenai anak sah diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

Lebih terperinci

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TERHADAP ANAK HASIL PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DAN

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TERHADAP ANAK HASIL PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DAN BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TERHADAP ANAK HASIL PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DAN IMPLIKASI TERHADAP HUKUM PERDATA INTERNASIONAL INDONESIA TENTANG ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG A. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Agama Malang dalam Penolakan Izin Poligami

Lebih terperinci

Retna Gumanti 1 ABSTRAK. Kata Kunci : Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 46/PUUVII/2010, anak tidak sah, hubungan keperdataan.

Retna Gumanti 1 ABSTRAK. Kata Kunci : Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 46/PUUVII/2010, anak tidak sah, hubungan keperdataan. AKIBAT HUKUM ANAK YANG DILAHIRKAN DI LUAR PERKAWINAN YANG SAH MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUUVII/2010 TENTANG ANAK YANG LAHIR DI LUAR PERKAWINAN Retna Gumanti 1 ABSTRAK Tulisan ini di

Lebih terperinci

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI DASAR HUKUM PUTUSAN Pengadilan Agama Kendal telah memeriksa dan memberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sah dan anak tidak sah. Menurut Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1

BAB I PENDAHULUAN. sah dan anak tidak sah. Menurut Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 BAB I PENDAHULUAN Anak menurut hukum dibedakan menjadi dua, yaitu antara anak sah dan anak tidak sah. Menurut Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yaitu : Anak yang sah adalah anak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia karena ia tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami isteri saja tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia diatas permukaan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Sesuatu kebahagiaan itu

Lebih terperinci

HAK UNTUK MEMPEROLEH NAFKAH DAN WARIS DARI AYAH BIOLOGIS BAGI ANAK YANG LAHIR DARI HUBUNGAN LUAR KAWIN DAN PERKAWINAN BAWAH TANGAN

HAK UNTUK MEMPEROLEH NAFKAH DAN WARIS DARI AYAH BIOLOGIS BAGI ANAK YANG LAHIR DARI HUBUNGAN LUAR KAWIN DAN PERKAWINAN BAWAH TANGAN HAK UNTUK MEMPEROLEH NAFKAH DAN WARIS DARI AYAH BIOLOGIS BAGI ANAK YANG LAHIR DARI HUBUNGAN LUAR KAWIN DAN PERKAWINAN BAWAH TANGAN oleh Bellana Saraswati I Dewa Nyoman Sekar Hukum Bisnis Fakultas Hukum

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEPERDATAAN ANAK LUAR KAWIN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010

HUBUNGAN KEPERDATAAN ANAK LUAR KAWIN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010 1 HUBUNGAN KEPERDATAAN ANAK LUAR KAWIN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010 Oleh : Suphia, S.H., M.Hum. Abstract The birth of a child is a legal event. Legal events such as births due

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi sunatullah seorang manusia diciptakan untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi sunatullah seorang manusia diciptakan untuk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah menjadi sunatullah seorang manusia diciptakan untuk hidup saling berdampingan dengan manusia yang lain sebagaimana sifat manusia sebagai makhluk sosial,

Lebih terperinci

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. DAMPAK PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT WALI YANG TIDAK SEBENARNYA TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA MENURUT HAKIM PENGADILAN AGAMA KEDIRI (Zakiyatus Soimah) BAB I Salah satu wujud kebesaran Allah SWT bagi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH A. Isbat Nikah 1. Pengertian Isbat Nikah Kata isbat berarti penetapan, penyungguhan, penentuan. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan untuk berpasang-pasangan, manusia pun tak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh Aristoteles, seorang filsuf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pegertian anak sah menurut Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pegertian anak sah menurut Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pegertian anak sah menurut Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 (UUP) adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan adalah suatu perjanjian yang suci antara seorang laki-laki dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan adalah suatu perjanjian yang suci antara seorang laki-laki dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah suatu perjanjian yang suci antara seorang laki-laki dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga bahagia. Pensyariatan perkawinan memiliki tujuan

Lebih terperinci

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN TERHADAP KOMPILASI HUKUM ISLAM

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN TERHADAP KOMPILASI HUKUM ISLAM IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN TERHADAP KOMPILASI HUKUM ISLAM Oleh Candraditya Indrabajra Aziiz A.A Gede Ngurah Dirksen Ida Bagus Putra Atmadja

Lebih terperinci

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG Oleh : Sriono, SH, M.Kn Dosen tetap STIH Labuhanbatu e_mail: sriono_mkn@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1 Hatinya yang

BAB I PENDAHULUAN. dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1 Hatinya yang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Anak dalam agama Islam, merupakan amanah sekaligus karunia Allah SWT, bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan, oleh karena itu anak harus dijaga dan dilindungi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 48 BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Kriteria Anak Luar Nikah dalam Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam selain dijelaskan

Lebih terperinci

FENOMENA NIKAH MASSAL DAN KORELASI TERHADAP ISBAT NIKAH ( Titik Singgung Wewenang 2 in 1 Pengadilan Agama dengan Kementerian Agama )

FENOMENA NIKAH MASSAL DAN KORELASI TERHADAP ISBAT NIKAH ( Titik Singgung Wewenang 2 in 1 Pengadilan Agama dengan Kementerian Agama ) FENOMENA NIKAH MASSAL DAN KORELASI TERHADAP ISBAT NIKAH ( Titik Singgung Wewenang 2 in 1 Pengadilan Agama dengan Kementerian Agama ) Oleh : Mhd. Habiburrahman. SHI 1 A. Pendahuluan Kesadaran masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua orang manusia dengan jenis kelamin yang berlainan seorang wanita dan seorang laki-laki, ada rasa saling tertarik antara satu sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menganjurkan manusia untuk hidup berpasang-pasangan yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. menganjurkan manusia untuk hidup berpasang-pasangan yang bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan yang terinstitusi dalam satu lembaga yang kokoh, dan diakui baik secara agama maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini dikarenakan pada hakikatnya kehidupan setiap manusia diawali dengan perjanjian dengan-nya untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF Salah satu dampak menurunnya moral masyarakat, membawa dampak meluasnya pergaulan bebas yang mengakibatkan banyaknya

Lebih terperinci

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE 30 BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE NO. 49/08 YANG TERDAFTAR PADA KANTOR DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

Lebih terperinci

BAB III AKTA NIKAH DALAM LINTAS HUKUM. A. Akta Nikah dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

BAB III AKTA NIKAH DALAM LINTAS HUKUM. A. Akta Nikah dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 BAB III AKTA NIKAH DALAM LINTAS HUKUM A. Akta Nikah dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Perkawinan merupakan institusi kecil yang sangat penting dalam masyarakat. Eksistensi institusi ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagaimana diketahui bahwa perkawinan adalah satu jalan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagaimana diketahui bahwa perkawinan adalah satu jalan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa perkawinan adalah satu jalan yang diberikan Allah SWT kepada umatnya agar terciptanya keturunan dari masing-masing keluarga. Perkawinan menuju

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MUNGKID NOMOR PERKARA 0019/Pdt.P/2012/PA. Mkd TENTANG ITSBAT NIKAH DALAM MENENTUKAN SAHNYA STATUS PERKAWINAN

KAJIAN YURIDIS PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MUNGKID NOMOR PERKARA 0019/Pdt.P/2012/PA. Mkd TENTANG ITSBAT NIKAH DALAM MENENTUKAN SAHNYA STATUS PERKAWINAN KAJIAN YURIDIS PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MUNGKID NOMOR PERKARA 0019/Pdt.P/2012/PA. Mkd TENTANG ITSBAT NIKAH DALAM MENENTUKAN SAHNYA STATUS PERKAWINAN Mochammad Didik Hartono 1 Mulyadi 2 Abstrak Perkawinan

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan Kedudukan Hukum Anak Luar Kawin di Indonesia Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali I. PEMOHON Abd. Rahman C. DG Tompo Kuasa Hukum DR. Saharuddin Daming. SH.MH., berdasarkan surat kuasa khusus

Lebih terperinci

ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN KHI Oleh : Chaidir Nasution ABSTRAK

ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN KHI Oleh : Chaidir Nasution ABSTRAK ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN KHI Oleh : Chaidir Nasution ABSTRAK Keluarga kecil (Small Family) adalah kumpulan individu yang terdiri dari orang tua (Bapak Ibu) dan anak-anak. Dalam Islam, hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencatatan setiap kelahiran anak yang dilakukan oleh pemerintah berasas non

BAB I PENDAHULUAN. pencatatan setiap kelahiran anak yang dilakukan oleh pemerintah berasas non BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa harus dijaga dan dibina, karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 AKIBAT HUKUM HAK MEWARIS ANAK DI LUAR PERKAWINAN DITINJAU DARI KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Fahmi Saus 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana aturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang terdiri dari seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu upaya manusia untuk bisa mendapatkan hal tersebut. Dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. satu upaya manusia untuk bisa mendapatkan hal tersebut. Dilihat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pada dasarnya tentu memiliki keinginan untuk dapat melanjutkan garis keturunannya. Perkawinan merupakan salah satu upaya manusia untuk bisa mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW BAB I PENDAHULUAN Allah SWT menciptakan manusia terdiri dari dua jenis, pria dan wanita. dengan kodrat jasmani dan bobot kejiwaan yang relatif berbeda yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling

Lebih terperinci

STATUS HUKUM PERKAWINAN TANPA AKTA NIKAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN RELEVANSINYA DENGAN HUKUM ISLAM

STATUS HUKUM PERKAWINAN TANPA AKTA NIKAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN RELEVANSINYA DENGAN HUKUM ISLAM STATUS HUKUM PERKAWINAN TANPA AKTA NIKAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN RELEVANSINYA DENGAN HUKUM ISLAM ANDINI GITA PURNAMA SARI / D 101 09 181 ABSTRAK Tulisan ini berjudul Status Hukum Perkawinan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ketentuan syari'at sesuai dengan maksud pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ketentuan syari'at sesuai dengan maksud pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam pencatatan perkawinan, banyak istilah yang digunakan untuk menunjuk sebuah perkawinan yang tidak tercatat, ada yang menyebut kawin di bawah tangan, kawin syar'i, kawin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 42 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor1Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 42 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor1Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memperoleh keturunan merupakan salah satu tujuan dari perkawinan. 1 Hubungan kedua orang tua dan anak ditentukan oleh hukum sang ayah. Nasab dalam hukum perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu amalan sunah yang disyari atkan oleh Al- Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting yang terjadi dalam hidup manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hubungan cinta, kasih sayang dan kesenangan. Sarana bagi terciptanya kerukunan dan kebahagiaan. Tujuan ikatan perkawinan adalah untuk dapat membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan manusia di dunia ini, yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan) secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan Agama adalah salah satu dari peradilan Negara Indonesia yang sah, yang bersifat peradilan khusus, berwenang dalam jenis perkara perdata Islam tertentu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga

Lebih terperinci

Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada

Lebih terperinci

BAB III ISI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TENTANG STATUS ANAK LUAR KAWIN. 1. Sejarah Pembentukan Mahkamah Konstitusi

BAB III ISI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TENTANG STATUS ANAK LUAR KAWIN. 1. Sejarah Pembentukan Mahkamah Konstitusi BAB III ISI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TENTANG STATUS ANAK LUAR KAWIN A. Mahkamah Konstitusi 1. Sejarah Pembentukan Mahkamah Konstitusi Sejarah pembentukan lembaga Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

PEMBUKTIAN ANAK DENGAN BAPAK BIOLOGISNYA MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO : 46/PUU-8/2010

PEMBUKTIAN ANAK DENGAN BAPAK BIOLOGISNYA MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO : 46/PUU-8/2010 PEMBUKTIAN ANAK DENGAN BAPAK BIOLOGISNYA MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO : 46/PUU-8/2010 Diah Ayu Sulistiya Ningrum Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gresik ABSTRAK Pasca terbitnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebaik-baiknya dan merupakan tunas-tunas bangsa yang akan meneruskan cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. sebaik-baiknya dan merupakan tunas-tunas bangsa yang akan meneruskan cita-cita 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah dambaan suatu keluarga dalam suatu perkawinan yang sah, baik itu sebagai generasi penerus ayah dan ibunya. Anak adalah harta dunia yang sekaligus juga

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. pengaturan dibidang perkawinan yang dirumuskan kedalam Undang-Undang

BAB III PENUTUP. pengaturan dibidang perkawinan yang dirumuskan kedalam Undang-Undang BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Salah satu pengaturan yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah pengaturan dibidang perkawinan yang dirumuskan kedalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dilahirkan manusia telah dilengkapi dengan naluri untuk senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama dengan orang lain mengikatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 1 Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia,

Lebih terperinci