ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN"

Transkripsi

1 PT Muara Wisesa Samudra ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN AMDAL RENCANA REKLAMASI PULAU G DI KAWASAN REKLAMASI PANTURA JAKARTA Kecamatan Penjaringan Pulau G Juli 2013

2 PT Muara Wisesa Samudra RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN AMDAL RENCANA REKLAMASI PULAU G DI KAWASAN REKLAMASI PANTURA JAKARTA Kecamatan Penjaringan Pulau G Juli 2013

3 PT Muara Wisesa Samudra RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN AMDAL RENCANA REKLAMASI PULAU G DI KAWASAN REKLAMASI PANTURA JAKARTA Kecamatan Penjaringan Pulau G Juli 2013

4 PT Muara Wisesa Samudra RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN AMDAL RENCANA REKLAMASI PULAU G DI KAWASAN REKLAMASI PANTURA JAKARTA Kecamatan Penjaringan Pulau G Juli 2013

5 PT Muara Wisesa Samudra LAMPIRAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN AMDAL RENCANA REKLAMASI PULAU G DI KAWASAN REKLAMASI PANTURA JAKARTA Kecamatan Penjaringan Pulau G Juli 2013

6

7

8 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta DAFTAR DAN PENGERTIAN ISTILAH (GLOSARIUM) Armour stone : Batu besar dan berat yang berfungsi sebagai penguat struktur revetment Break water : Struktur pemecah gelombang Clay : Lempung Core boring method : Metode untuk pemboran pada uji geoteknik untuk lapisan batuan CPT : Cone Penetration Test, yaitu indikator resistensi batuan, friksi lokal, dan friksi total untuk setiap 20 cm penetrasi kedalaman Datum : Referensi atau acuan Eurocode 8 (EC-8) : Standard dan panduan untuk perancangan struktur pelindung gempa yang diterbitkan tahun 1998 FoS Seismic Level : Faktor keamanan minimum terhadap level siesmik yang menjadi dasar untuk merancang stabilitas lereng FSRU : Floating Storage Regasification Unit, yaitu Geotextile sheet : Lapisan terbuat dari bahan sintetik permeabel yang berfungsi secara geoteknik untuk memisahkan, memperkuat, menyaring, dan mengalirkan air pada struktur revetment untuk menjaga lapisan pasir yang ada Hindcasting : Dalam hal hidrooseanografi adalah teknik simulasi distribusi arah dan tinggi gelombang menggunakan data angin jam-jaman IPCC : Intergovernmental Panel on Climate Change, yaitu organisasi antar pemerintah yang melakukan prediksi perubahan iklim JCDS : Jakarta Coastal Defence Strategy, yaitu studi pengamanan pesisir Jakarta melalui pembangunan tanggul di Teluk Jakarta (giant seawall) atas kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Belanda Liquefaction : Likuifaksi atau pembuburan tanah yang berbutir seragam dalam kondisi jenuh air, seperti pasir halus atau lanau; dimana guncangan gempa mengakibatkan hilangnya kekuatan tanah tersebut Long arm excavator : Ekskavator yang dipergunakan dalam pekerjaan penggelaran pasir untuk konstruksi revetment Mud wave : Perpindahan lumpur dalam jumlah signifikan akibat kinerja aktifitas reklamasi yang memenuhi syarat NOAA : National Oceanic and Atmospheric Administration, yaitu lembaga Pemerintah Amerika Serikat di bidang pengembangan informasi tentang iklim, cuaca, pesisir dan kelautan Daftar Istilah

9 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta ORF : Onshore Receiving Facilities, yaitu fasilitas penerima aliran gas dari pipa gas bawah laut PGA : Peak Ground Acceleration, yaitu ukuran akselerasi gempa pada permukaan PHE : Pertamina Hulu Energi PVD : Prefabricated Vertical Drain, yaitu cerucuk yang ditanam pada gelaran material urugan hingga mencapai lapisan dasar yang lebih keras untuk mempercepat konsolidasi tanah dan mempertahankan hidrostatis airtanah Revetment : Struktur dengan kemiringan tertentu yang dibangun untuk meredam (absorbsi) energi yang ditimbulkan oleh gerakan air laut Sand : Pasir Sand key : Isian pasir untuk menggantikan lapisan lunak di bawah dasar laut berfungsi memperkuat bangunan di atasnya Sand strimming : Lapisan pasir pada struktur revetment Seabed Level (SL) : Kedalaman dasar laut Sea level rise : Kenaikan muka laut yang dipengaruhi oleh kenaikan suhu sebagai dampak perubahan iklim Settlement : Perosokan tanah akibat beban atau pembebanan oleh material dan struktur tertentu Silt : Lanau Single beam echo sounder : Peralatan untuk pengukuran kedalaman laut (batimetri) menggunakan sistem sonar Storm surge : Efek tekanan barometrik yang mempengaruhi tinggi muka laut SPT : Standard Penetration Test, yaitu indikator densitas relatif untuk material non-kohesif dan kohesif Surcharge : Lapisan pembebanan sementara pada areal yang direklamasi Tidal gauge recorder : Alat pencatat tinggi tunggang pasang laut TSHD : Trailer Suction Hopper Dredger, yaitu kapal yang lazim digunakan dalam reklamasi untuk mengeruk, mengangkut, dan menggelar material urugan, seperti kerikil, pasir, lanau, atau lempung UTM : Sistem proyeksi dan koordinat Universal Traverse Mercator WGS : World Geodetic System sebagai acuan sistem proyeksi dan koordinat Wash boring method : Metode pemboran pada uji geoteknik untuk lapisan tanah Wave set-up : Kenaikan tinggi muka laut oleh pantulan gelombang yang ditimbulkan oleh struktur pelindung pantai Daftar Istilah

10 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta DAFTAR ISI Halaman SURAT PERNYATAAN... - KATA PENGANTAR... - DAFTAR DAN PENGERTIAN ISTILAH (GLOSARIUM)... - DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN... I Latar Belakang... I Tujuan dan Manfaat... I Landasan Peraturan-Perundangan Penyusunan AMDAL... I 6 BAB II RENCANA REKLAMASI PULAU G... II Pemrakarsa dan Penyusun AMDAL... II Pemrakarsa... II Penyusun Studi AMDAL... II Status Studi AMDAL.... II Kesesuaian Kegiatan dengan Rencana Tata Ruang... II Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur... II Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta II Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta II Kegiatan Lain di Sekitar... II II Lokasi Pulau G.. II Kajian yang Dilakukan PT Muara Wisesa Samudra... II Desain Pulau G.. II Tahapan Kegiatan Reklamasi Pulau G.. II Kegiatan Pra-Konstruksi. II Kegiatan Konstruksi II Kegiatan Pasca Konstruksi.. II Struktur Organisasi PT Muara Wisesa Samudra.. II Tahapan Waktu Pelaksanaan Reklamasi Pulau G... II 51 Daftar Isi i

11 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Halaman BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP... III Kondisi Geofisik-Kimiawi... III Klimatologi... III Kualitas Udara dan Kebisingan.... III Geomorfologi, Stratigrafi, dan Geologi Teknik.... III Hidrogeologi... III Penurunan Tanah (Land Subsidence)... III Hidrologi III Hidrooseanografi.. III Kualitas Air.. III Transportasi dan Lalu Lintas.... III Lalu Lintas Jalan Raya.... III Transportasi Laut..... III Kondisi Hayati... III Flora Terestrial... III Biota Perairan.... III Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Budaya... III Demografi.. III Komposisi Pekerjaan... III Komposisi Penduduk Menurut Pendidikan. III Prasarana dan Sarana Umum... III Persepsi Masyarakat.... III 71 BAB IV RUANG LINGKUP KAJIAN IV Pelingkupan... IV Proses Pelingkupan.. IV Identifikasi Dampak Potensial... IV Evaluasi Dampak Potensial.. IV Tahap Pra Konstruksi. IV Tahap Konstruksi. IV Tahap Pasca Konstruksi. IV Klasifikasi dan Prioritas Dampak Penting Hipotetik IV Lingkup Wilayah Studi... IV Batas Kegiatan PT Muara Wisesa Samudra... IV Batas Administratif... IV Batas Ekologi.... IV Batas Sosial... IV Batas Wilayah Studi.. IV Batas Waktu Kajian.. IV 34 BAB V PRAKIRAAN DAMPAK PENTING. V Pendekatan Prakiraan Dampak... V Tahap Pra Konstruksi.. V Perubahan Kesempatan Bekerja.. V Perubahan Pendapatan Masyarakat.. V 3 Daftar Isi ii

12 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Halaman Perubahan Persepsi dan Sikap Masyarakat.... V Tahap Konstruksi.. V Perubahan Pola Arus dan Elevasi Muka Air. V Perubahan Suhu Air Laut. V Perubahan Stabilitas Dasar Laut.. V Perubahan Sedimentasi.. V Perubahan Kualitas Air Laut... V Perubahan Kehidupan Biota Akuatik.... V Perubahan Kelancaran Lalu Lintas Jalan Raya V Perubahan Kelancaran Lalu Lintas Pelayaran. V Perubahan Kualitas Udara.. V Perubahan Tingkat Kebisingan.. V Perubahan Persepsi dan Sikap Masyarakat.... V Tahap Pasca Konstruksi. V Perubahan Pola Arus dan Elevasi Muka Air... V Perubahan Suhu Air Laut. V Perubahan Stabilitas Dasar Laut V Perubahan Kelancaran Lalu Lintas Jalan Raya. V Perubahan Kualitas Udara. V Perubahan Kebisingan. V Perubahan Kesempatan Bekerja V Perubahan Pendapatan Masyarakat. V Perwujudan Rencana Penataan Ruang V Perubahan Persepsi dan Sikap Masyarakat V 63 BAB VI EVALUASI DAMPAK PENTING.. VI Telaahan Terhadap Dampak Penting.. VI Tahap Pra Konstruksi.. VI Tahap Konstruksi... VI Tahap Pasca Konstruksi.... VI Telaahan Dasar Pengelolaan Dampak Lingkungan. VI Tahap Pra Konstruksi. VI Tahap Konstruksi.... VI Tahap Pasca Konstruksi. VI Telaahan Dasar Pemantauan Dampak Lingkungan. VI Tahap Pra Konstruksi. VI Tahap Konstruksi.... VI Tahap Pasca Konstruksi. VI Rekomendasi Penilaian Kelayakan Lingkungan. VI 9 Daftar Isi iii

13 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 2 LAMPIRAN 3 LAMPIRAN 4 LAMPIRAN 5 LAMPIRAN 6 LAMPIRAN 7 REKOMENDASI KERANGKA ACUAN ANDAL DOKUMEN ADMINISTRASI DAN PERIJINAN PENGUMUMAN MEDIA MASSA DAN KONSULTASI PUBLIK HASIL UJI LABORATORIUM CURRICULUM VITAE PENYUSUN DOKUMEN AMDAL KUESIONER SOSIAL-EKONOMI-BUDAYA PROSEDUR PENYUSUNAN DOKUMEN AMDAL Daftar Isi iv

14 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Penyusun Studi AMDAL di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta.... II 2 Tabel 2.2 Nama dan Luas Pulau di Kawasan Reklamasi Pantura DKI Jakarta. II 9 Tabel 2.3 Analisis Laboratorium Geoteknik II 23 Tabel 2.4 Faktor Elevasi Muka Air... II 28 Tabel 2.5 Kriteria Pasang Surut II 28 Tabel 2.6 Rencana Ukuran Material Urug... II 29 Tabel 2.7 Rancangan Tinggi Revetment... II 30 Tabel 2.7 Prakiraan Jumlah Tenaga Kerja Reklamasi Pulau G. II 38 Tabel 3.1 Curah Hujan Bulanan Rata-Rata dan Jumlah Hari Hujan Rata-Rata Tahun III 1 Tabel 3.2 Curah Hujan Harian Maksimum Tahun III 2 Tabel 3.3 Suhu Udara Harian Rata-rata dan Kelembaban Harian Rata-Rata Tahun III 2 Tabel 3.4 Kualitas Udara di Sekitar Pulau G Tahun III 11 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Kualitas Udara dan Tingkat Kebauan di Kawasan Pluit Sekitar Pulau G Tahun III 12 Tingkat Kebisingan di Kawasan Green Bay Pluit Sekitar Pulau G Tahun III 13 Tingkat Kebisingan di Kawasan Green Bay Pluit Sekitar Pulau G Tahun III 14 Tabel 3.8 Tingkat Kebisingan di Sekitar Pulau G Tahun III 15 Tabel 3.9 Konstituen Pasang Surut.. III 32 Tabel 3.10 Nilai Elevasi Penting Berdasarkan Kajian Level Pasang Surut. III 32 Tabel 3.11 Tinggi Gelombang Maksimum Menurut Arah di Perairan Pluit Utara.. III 38 Tabel 3.12 Prakiraan Tinggi dan Periode Gelombang di Sekitar Lokasi Pulau G III 39 Tabel 3.13 Kecepatan dan Arah Arus di Perairan Pluit Utara.... III 40 Tabel 3.14 Kecepatan dan Arah Arus pada Intake PLTGU Muara Karang (CM1) III 40 Tabel 3.15 Kualitas Air Laut di Pluit Utara Tahun III 41 Tabel 3.16 Kualitas Air Laut di Sekitar Rencana Pulau G Tahun III 45 Tabel 3.17 Sedimen Dasar di Perairan Utara Kawasan Pluit Tahun III 47 Tabel 3.18 Sedimen Tersuspensi di Perairan Pluit Utara Tahun III 48 Tabel 3.19 Kualitas Air Kali Karang Tahun III 50 Tabel 3.20 Tabel 3.21 Volume Lalu Lintas di Jalan Pluit Karang Timur Arah Selatan-Utara Tahun III 51 Volume Lalu Lintas di Jalan Pluit Karang Timur Arah Utara-Selatan Tahun III 52 Daftar Tabel v

15 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Halaman Tabel 3.22 Tabel 3.23 Tabel 3.24 Volume Lalu Lintas di Jalan Pluit Karang Utara Arah Timur-Barat Tahun III 52 Volume Lalu Lintas di Jalan Pluit Karang Utara Arah Barat-Timut Tahun III 52 Kecepatan Kendaraan di Ruas Jalan di Kawasan Pluit Utara Tahun III 53 Tabel 3.25 Volume Capacity Ratio Ruas Jalan di Kawasan Pluit Utara Tahun 2010 III 53 Tabel 3.26 Volume Lalu Lintas di Ruas Jalan Pluit Karang Raya Tahun 2013 III 53 Tabel 3.27 Volume Lalu Lintas di Ruas Jalan Pluit Karang Utara Tahun III 54 Tabel 3.28 Volume Lalu Lintas di Ruas Jalan Pluit Karang Ayu Tahun III 55 Tabel 3.29 Volume Capacity Ratio Ruas Jalan di Kawasan Pluit Utara Tahun 2013 III 55 Tabel 3.30 Tabel 3.31 Volume Lalu Lintas Ruas Jalan di Kawasan Pluit Utara pada Malam Hari Tahun III 56 Jumlah Alat Tangkap Berdasarkan Tonase Kapal Ikan di PPI Muara Angke Tahun III 58 Tabel 3.32 Kondisi Plankton di Perairan Pluit Utara Tahun III 60 Tabel 3.33 Kondisi Benthos di Perairan Pluit Utara Tahun III 61 Tabel 3.34 Kondisi Plankton di Perairan Pluit Utara Tahun III 63 Tabel 3.35 Kondisi Benthos di Perairan Pluit Utara Tahun III 66 Tabel 3.36 Tabel 3.37 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Penjaringan Tahun 2011 III 67 Jumlah dan Laju Pertambahan Penduduk Kecamatan Penjaringan dan Kelurahan Pluit Periode III 68 Tabel 3.38 Jumlah Penduduk Kecamatan Penjaringan Menurut Usia Tahun III 68 Tabel 3.39 Bidang Pekerjaan Penduduk di Kelurahan Pluit Tahun 2004 dan III 69 Tabel 3.40 Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid di Kelurahan Pluit Tahun III 69 Tabel 3.41 Prasarana Umum di Kelurahan Pluit Tahun III 70 Tabel 3.42 Bentuk dan Orientasi Kelembagaan..... III 78 Tabel 4.1 Matriks Identifikasi Dampak Potensial di Kawasan Reklamasi... IV 6 Tabel 4.2 Evaluasi Dampak Penting Hipotetik.. IV 20 Tabel 4.3 Prioritas Dampak Penting Hipotetik.. IV 31 Tabel 4.4 Batas Waktu Kajian Dampak Penting Hipotetik.... IV 35 Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 5.4 Tabel 5.5 Karakteristik Sumber Emisi di Ruas Jalan yang Terpengaruh Kegiatan Mobilisasi Peralatan... V 36 Prakiraan Laju Emisi Pencemar Udara oleh Kegiatan Mobilisasi Peralatan Reklamasi.. V 38 Prediksi Sebaran Pencemar Udara oleh Kegiatan Mobilisasi Peralatan Reklamasi Pulau G... V 39 Prakiraan Laju Emisi Pencemar Udara oleh Kegiatan Pengangkutan Material Reklamasi Pulau G V 65 Prediksi Sebaran Pencemar Udara oleh Kegiatan Pengangkutan Material Reklamasi Pulau G.... V 46 Daftar Tabel vi

16 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Halaman Tabel 5.6 Prakiraan Tingkat Kebisingan Kegiatan Mobilisasi Peralatan Reklamasi V 48 Tabel 5.7 Curah Hujan Periode Ulang di Kawasan Jakarta Utara... V 51 Tabel 5.8 Tabel 5.9 Tabel 5.10 Prakiraan Laju Emisi Pencemar Udara oleh Kegiatan Demobilisasi Peralatan Reklamasi.. V 59 Prediksi Sebaran Pencemar Udara oleh Kegiatan Demobilisasi Peralatan Reklamasi Pulau G.. V 60 Matriks Prakiraan Dampak di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta. V 65 Daftar Tabel vii

17 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1 Peta Orientasi Pulau G di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta... I 3 Gambar 1.2 Peta Lokasi Pulau G di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta.. I 4 Gambar 2.1 Peta Rencana Pola Ruang Kawasan Pantura Jabodetabekpunjur. II 6 Gambar 2.2 Peta Rencana Struktur Ruang Provinsi DKI Jakarta (Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta 2030).. II 7 Gambar 2.3 Peta Rencana Pulau di Kawasan Reklamasi Pantura DKI Jakarta. II 10 Gambar 2.4 Lokasi Kegiatan di Sekitar Rencana Pulau G.. II 12 Gambar 2.5 Gambar Situasi PLTU/PLTGU Muara Karang..... II 13 Gambar 2.6 Posisi Outlet dan Intake PLTU/PLTGU Muara Karang pada Peta Citra II 13 Gambar 2.7 Kawasan Perumahan Pantai Mutiara II 14 Gambar 2.8 Kompleks Perumahan dan Pusat Bisnis Terpadu Green Bay.... II 15 Gambar 2.9 Muara Kali Karang... II 15 Gambar 2.10 Rencana Lokasi Pulau G..... II 17 Gambar 2.11 Rencana Lokasi Pulau G pada Peta Citra II 18 Gambar 2.12 Lokasi Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan II 19 Gambar 2.13 Wilayah Survey Batimetri untuk Pulau G.... II 22 Gambar 2.14 Wilayah Survey Batimetri untuk Pulau F dan Pulau G.. II 22 Gambar 2.15 Borehole dan CPT Layout.... II 24 Gambar 2.16 Profil Geoteknik.... II 25 Gambar 2.17 Sejarah Kejadian Storm di Sekitar Pulau Jawa ( II 27 Gambar 2.18 Prediksi Sea Level Rise (IPCC, 2001) II 28 Gambar 2.19 Zona Kegempaan Indonesia (SNI ).... II 30 Gambar 2.20 Komponen Geoteknik Utama Desain Pulau G.... II 31 Gambar 2.21 Rencana Layout Pulau G II 32 Gambar 2.22 Desain Reklamasi dan Revetment Pulau G Bagian Utara..... II 33 Gambar 2.23 Desain Reklamasi dan Revetment Pulau G Bagian Timur.... II 34 Gambar 2.24 Desain Reklamasi dan Revetment Pulau G Bagian Barat.. II 35 Gambar 2.25 Desain Reklamasi dan Revetment Pulau G Bagian Selatan.... II 36 Gambar 2.26 Gambar Skematik Posisi Awal Aktifitas Reklamasi Pulau G..... II 37 Gambar 2.27 Penampang Melintang Barat - Timur Pulau G... II 40 Gambar 2.28 Peralatan Trailer Hopper Suction Dredger (TSHD) II 41 Gambar 2.29 Rencana Lokasi Sumber Pasir Laut.. II 43 Gambar 2.30 Spraying Pontoon..... II 44 Gambar 2.31 Silt Screen pada Aktivitas Reklamasi.... II 44 Gambar 2.32 Sand Key.... II 45 Daftar Gambar viii

18 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Halaman Gambar 2.33 Sand Trimming dan Geotextile Laying.... II 46 Gambar 2.34 Offshore dan Onshore Stone Placing.. II 47 Gambar 2.35 Konsep Revetment Sisi Timur..... II 47 Gambar 2.36 Pemasangan Vertical Drain II 48 Gambar 2.37 Jalan Penghubung Sementara Pulau G dengan Daratan II 49 Gambar 2.38 Struktur Organisasi PT Muara Wisesa Samudra.. II 51 Gambar 2.39 Jadwal Pelaksanaan Reklamasi Pulau II 52 Gambar 3.1 Fluktuasi Suhu Bulanan Rata-Rata Kawasan Pluit Tahun III 3 Gambar 3.2 Fluktuasi Kelembaban Rata-rata Kawasan Pluit Tahun III 4 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Mawar Angin di Sekitar Pluit Muara Karang Bulan Januari April Tahun III 6 Mawar Angin di Sekitar Pluit Muara Karang Bulan Mei - Agustus Tahun III 7 Gambar 3.5 Mawar Angin di Sekitar Pluit Muara Karang Bulan September - Desember Tahun III 8 Gambar 3.6 Mawar Angin Total di Sekitar Pluit Muara Karang Tahun III 9 Gambar 3.7 Mawar Angin Kawasan Pluit Tahun III 10 Gambar 3.8 Distribusi Frekuensi Kecepatan Angin Kawasan Pluit Tahun III 10 Gambar 3.9 Lokasi Pengukuran Kualitas Udara Kawasan Sekitar Pulau G. III 12 Gambar 3.10 Kualitas Udara di Kawasan Pluit Sekitar Pulau G Tahun III 13 Gambar 3.11 Tingkat Kebisingan di Sekitar Pulau G Tahun III 15 Gambar 3.12 Peta Geomorfologi Kawasan Pantai... III 17 Gambar 3.13 Peta Geologi Teluk Jakarta.... III 18 Gambar 3.14 Peta Cekungan Airtanah Jakarta... III 20 Gambar 3.15 Peta Kerusakan Airtanah pada Sistem Akifer Tertekan Atas III 22 Gambar 3.16 Peta Kerusakan Airtanah pada Sistem Akifer Tidak Tertekan.. III 23 Gambar 3.17 Peta Penurunan Muka Tanah di Wilayah Jakarta.. III 24 Gambar 3.18 Situasi Banjir di DKI Jakarta Tahun III 25 Gambar 3.19 Peta Lokasi Banjir DKI Jakarta Tahun III 26 Gambar 3.20 Peta Lokasi Banjir DKI Jakarta tahun III 27 Gambar 3.21 Sistem Sungai di Sekitar Kawasan Pluit.... III 28 Gambar 3.22 Kondisi Sungai dan Waduk Pluit Secara Visual.. III 29 Gambar 3.23 Batimateri Kawasan Pantura Jakarta.... III 30 Gambar 3.24 Batimetri di Perairan Sekitar Pulau G... III 31 Gambar 3.25 Grafik Pasang Surut di Perairan Pluit Utara.... III 32 Gambar 3.26 Mawar Gelombang di Perairan Pluit Muara Karang Bulan Januari April Tahun III 34 Gambar 3.27 Mawar Gelombang di Perairan Pluit Muara Karang Bulan Mei Agustus Tahun III 35 Gambar 3.28 Mawar Gelombang di Perairan Pluit Muara Karang Bulan September Desember Tahun III 36 Daftar Gambar ix

19 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Halaman Gambar 3.29 Mawar Gelombang Total di Perairan Pluit Mpuara Karang Tahun III 37 Gambar 3.30 Lokasi Pengukuran Arus di Perairan Pluit Utara.... III 39 Gambar 3.31 Lokasi Pengukuran Kualitas Air Laut Tahun III 44 Gambar 3.32 Informasi Visual Kondisi Perairan di Utara Pluit dari Gambar Citra Tahun III 47 Gambar 3.33 Lokasi Pengukuran Butiran Sedimen di Perairan di Utara Pluit.... III 48 Gambar 3.34 Lokasi Pengukuran Kualitas Air Kali Karang Tahun III 49 Gambar 3.35 Jaringan Jalan di Kawasan Pluit Utara Tahun III 54 Gambar 3.36 Kapal Nelayan Ikan di Kawasan Muara Angke III 57 Gambar 3.37 Pelabuhan Penyeberangan ke Kepulauan Seribu di Kawasan Muara Angke.... III 59 Gambar 3.38 Komposisi Tingkat Pendidikan Masyarakat Kawasan Pluit.... III 72 Gambar 3.39 Komposisi Pekerjaan Masyarakat di Kawasan Pluit... III 72 Gambar 3.40 Harapan Masyarakat di Kawasan Pluit Terkait Reklamasi Pulau G. III 73 Gambar 3.41 Pusat Jajan Serba Ikan di Kawasan Muara Angke.... III 74 Gambar 3.42 Status Kependudukan dan Lama Tinggal di Muara Angke. III 75 Gambar 3.43 Asal Pendatang dan Lama Tinggal di Muara Angke... III 75 Gambar 3.44 Tingkat Pendidikan Responden di Muara Angke..... III 76 Gambar 3.45 Komposisi Pekerjaan Responden di Muara Angke... III 77 Gambar 3.46 Pedagang Ikan dan Penarik Gerobak di Kawasan Muara Angke.. III 78 Gambar 3.47 Kegiatan Penjemuran Ikan di Kawasan Muara Angke.... III 78 Gambar 3.48 Gambar 3.49 Respon Masyarakat Terhadap di Muara Angke.. III 80 Harapan Masyarakat terhadap di Muara Angke... III 81 Gambar 4.1 Bagan Alir Identifikasi Dampak Potensial Tahap Pra-Konstruksi.. IV 8 Gambar 4.2 Bagan Alir Identifikasi Dampak Potensial Tahap Konstruksi..... IV 9 Gambar 4.3 Bagan Alir Identifikasi Dampak Potensial Tahap Pasca Konstruksi... IV 10 Gambar 4.4 Bagan Alir Proses Pelingkupan..... IV 33 Gambar 4.5 Gambar 5.1 Gambar 5.2 Gambar 5.3 Gambar 5.4 Gambar 5.5 Batas Wilayah Studi Kajian Dampak Lingkungan PT Muara Wisesa Samudra... IV 38 Arah dan Kecepatan Arus Sebelum Konstruksi Revetment pada Pasang Purnama (Flood)... V 8 Arah dan Kecepatan Arus Sebelum Konstruksi Revetment pada Pasang Purnama (Ebb)... V 9 Arah dan Kecepatan Arus Sebelum Konstruksi Revetment pada Pasang Perbani (Flood)... V 10 Arah dan Kecepatan Arus Sebelum Konstruksi Revetment pada Pasang Perbani (Ebb)... V 11 Arah dan Kecepatan Arus Setelah Konstruksi Revetment pada Pasang Purnama (Flood)... V 12 Daftar Gambar x

20 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Halaman Gambar 5.6 Gambar 5.7 Gambar 5.8 Gambar 5.9 Gambar 5.10 Gambar 5.11 Gambar 5.12 Gambar 5.13 Gambar 5.14 Gambar 5.15 Gambar 5.16 Gambar 5.17 Gambar 5.18 Gambar 5.19 Gambar 5.20 Arah dan Kecepatan Arus Setelah Konstruksi Revetment pada Pasang Purnama (Ebb)... V 13 Arah dan Kecepatan Arus Setelah Konstruksi Revetment pada Pasang Perbani (Flood)... V 14 Arah dan Kecepatan Arus Setelah Konstruksi Revetment pada Pasang Perbani (Ebb)... V 15 Penyebaran Suhu Sebelum Konstruksi Revetment di Perairan Pantai Utara Pluit dan Sekitarnya.... V 17 Penyebaran Suhu Setelah Konstruksi Revetment di Perairan Pantai Utara Pluit dan Sekitarnya. V 17 Konsentrasi Sedimen Sebelum Penggelaran Material Reklamasi pada Pasang Purnama (Flood)... V 21 Konsentrasi Sedimen Sebelum Penggelaran Material Reklamasi pada Pasang Purnama (Ebb)... V 21 Konsentrasi Sedimen Sebelum Penggelaran Material Reklamasi pada Pasang Perbani (Flood)... V 22 Konsentrasi Sedimen Sebelum Penggelaran Material Reklamasi pada Pasang Perbani (Ebb)... V 22 Perubahan Dasar Laut (Bed Change) Setelah Periode 1 Tahun Sebelum Penggelaran Material Reklamasi dan Konstruksi Revetment V 23 Konsentrasi Sedimen Setelah Penggelaran Material Reklamasi dan Konstruksi Revetment pada Pasang Purnama (Flood)... V 24 Konsentrasi Sedimen Setelah Penggelaran Material Reklamasi dan Konstruksi Revetment pada Pasang Purnama (Ebb)... V 24 Konsentrasi Sedimen Setelah Penggelaran Material Reklamasi dan Konstruksi Revetment pada Pasang Perbani (Flood)... V 25 Konsentrasi Sedimen Setelah Penggelaran Material Reklamasi dan Konstruksi Revetment pada Pasang Perbani (Ebb)... V 25 Perubahan Dasar Laut Setelah Periode 1 Tahun Setelah Penggelaran Material Reklamasi dan Konstruksi Revetment... V 26 Gambar 5.21 Aliran Data dalam Pemodelan Menggunakan Perangkat AERMOD. V 35 Gambar 5.22 Gambar 5.23 Gambar 5.24 Gambar 5.25 Gambar 5.26 Gambar 5.27 Prediksi Sebaran Konsentrasi NO 2 Rata-rata 1 Jam pada Kegiatan Mobilisasi Peralatan Reklamasi... V 40 Prediksi Sebaran Konsentrasi SO 2 Rata-rata 24 Jam pada Kegiatan Mobilisasi Peralatan Reklamasi. V 40 Prediksi Sebaran Konsentrasi CO Rata-rata 1 Jam pada Kegiatan Mobilisasi Peralatan Reklamasi.. V 41 Prediksi Sebaran Konsentrasi CO Rata-rata 24 Jam pada Kegiatan Mobilisasi Peralatan Reklamasi. V 41 Prediksi Sebaran Konsentrasi CO Rata-rata 24 Jam pada Kegiatan Mobilisasi Peralatan Reklamasi V 42 Prediksi Sebaran Konsentrasi SO 2 Rata-rata 1 Jam pada Kegiatan Mobilisasi Peralatan Reklamasi.. V 42 Daftar Gambar xi

21 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Halaman Gambar 5.28 Gambar 5.29 Prediksi Sebaran Konsentrasi Partikulat Rata-rata 1 Jam pada Kegiatan Mobilisasi Peralatan Reklamasi..... V 43 Prediksi Sebaran Konsentrasi Partikulat Rata-rata 24 Jam pada Kegiatan Mobilisasi Peralatan Reklamasi.. V 43 Gambar 5.30 Kali yang Bermuara di Perairan Pluit Utara.. V 51 Gambar 5.31 Titik Tinjauan Perubahan Elevasi Muka Air.. V 52 Gambar 5.32 Elevasi Muka Air pada Lokasi V 52 Gambar 5.33 Elevasi Muka Air pada Lokasi V 53 Gambar 5.34 Elevasi Muka Air pada Lokasi V 53 Gambar 5.35 Elevasi Muka Air pada Lokasi V 54 Gambar 5.36 Elevasi Muka Air pada Lokasi V 54 Gambar 5.37 Elevasi Muka Air pada Lokasi V 55 Daftar Gambar xii

22 Bab 1 PENDAHULUAN

23 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta 2030 telah menetapkan Kawasan Pantura DKI Jakarta sebagai Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta. Kawasan perairan dan pantai sepanjang ± 32 km di Teluk Jakarta tersebut merupakan gerbang DKI Jakarta dalam lingkup regional dan internasional. Penetapan tersebut selaras dengan kebijakan pada skala lebih luas, yakni Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, dimana DKI Jakarta bersama daerah di sekitarnya yang mencirikan kawasan metropolitan ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional. Pengaturan lanjut mengenai penataan ruangnya diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur). Sebagai Kawasan Strategis Nasional, Kawasan Jabodetabekpunjur memerlukan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang secara terpadu. Perpres No. 54 Tahun 2008 mengatur pembangunan di kawasan perairan Pantura Kawasan Jabodetabekpunjur melalui reklamasi secara terpisah dari daratan yang ada, yakni melalui pengembangan lahan dalam bentuk pulau yang dipisahkan oleh kanal lateral berjarak ± meter dari garis pantai yang ada hingga batas kedalaman -8 m di bagian Utara. Ketentuan tersebut diatur lebih lanjut oleh Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta 2030 dan akan diakomodasikan secara lebih rinci dalam perencanaan tata ruang Kawasan Pantura DKI Jakarta. Rencana tata ruang Kawasan Pantura DKI Jakarta tersebut akan menjadi acuan bagi seluruh kegiatan pembangunan di kawasan reklamasi dan daratan pantai lama yang berbatasan. Pada saat ini di kawasan pesisir dan Teluk Jakarta berlokasi berbagai kegiatan, seperti PLTU/PLTGU Muara Karang, PLTU Tanjung Priok, jaringan pipa gas, jaringan pipa BBM, Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL), pelabuhan umum dan perikanan, perumahan skala besar, kawasan wisata dan rekreasi, dan lainnya yang membutuhkan penataan ruang secara terpadu. Rencana pengembangan lahan baru Kawasan Pantura DKI Jakarta direncanakan melalui pembangunan pulau-pulau hasil reklamasi di perairan Teluk Jakarta. Perencanaan pengembangan lahan baru dalam bentuk pulau tersebut didasarkan pada kebijakan dan peraturan-perundangan yang berlaku, tingkat keamanan (safety factors) yang harus dipenuhi, dan berbagai implikasi terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, rencana pengembangan lahan dalam bentuk pulau melalui kegiatan reklamasi dilaksanakan melalui pengembangan tujuh belas pulau yang masing-masing dipisahkan oleh kanal lateral dari pantai lama dan kanal vertikal antar pulau. Pendahuluan I - 1

24 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta menjadi landasan pembangunan pulau-pulau tersebut melalui kegiatan reklamasi. Pulau yang terbangun meliputi Pulau A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, dan Q. Pulau G merupakan salah satu pulau hasil reklamasi yang direncanakan di Kawasan Pantura Jakarta dengan luas ± 161 Ha (Gambar 1.1). Lokasi Pulau G berada di Utara Kelurahan Pluit; di bagian Selatan berbatasan dengan daratan pantai lama dimana berlokasi PLTU/PLTGU Muara Karang, kawasan perumahan Green Bay, dan kawasan kegiatan perikanan Muara Karang dan Muara Angke; di bagian Barat berbatasan dengan rencana Pulau F; di bagian Timur berbatasan dengan perairan laut yang memisahkan Pulau G dengan kawasan perumahan Pantai Mutiara dan rencana Pulau H di Utaranya; dan di bagian Utara berbatasan dengan perairan lepas pantai Teluk Jakarta (Gambar 1.2). Dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012 dinyatakan Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta terdiri atas tiga Sub-Kawasan, yakni Sub-Kawasan Barat, Tengah, dan Timur, dimana Pulau G termasuk dalam Sub-Kawasan Barat. Dalam peraturan tersebut ditetapkan kanal vertikal antara Pulau G dengan Pulau H dialokasikan bagi jalur pipa BBM dan pipa gas bawah laut. Dalam rangka kegiatan reklamasi untuk membangun Pulau G, PT Muara Wisesa Samudra telah memperoleh Persetujuan Prinsip Reklamasi Pulau G oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 1291/ tertanggal 21 September Dalam rangka pelaksanaan persetujuan prinsip tersebut, maka PT Muara Wisesa Samudra memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan kegiatan reklamasi melalui pengurugan hingga kedalaman -8 meter di bagian Utara pada lokasi yang disetujui, yakni Pulau G sesuai dengan batas-batas yang ditetapkan pada Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun Sesuai dengan ketentuan pada Peraturan Menteri Negara (PerMen) Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki AMDAL, maka rencana reklamasi Pulau G perlu dilengkapi dengan studi AMDAL. Penyusunan studi AMDAL di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta dilakukan selaras dengan upaya Pemerintah untuk mempertahankan kelestarian lingkungan sebagaimana tertuang dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Studi AMDAL di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta dimaksudkan untuk memprakirakan dampak lingkungan oleh kegiatan pengurugan hingga terbangun lahan pada kawasan perairan di lokasi Pulau G. Studi ini berfungsi untuk memperoleh kejelasan tentang dampak lingkungan yang perlu dikelola dan dipantau serta perencanaan pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan terkait dengan rencana kegiatan reklamasi untuk pengembangan lahan baru dalam bentuk pulau, yaitu Pulau G. Pengkajian dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh rencana reklamasi Pulau G pada hakekatnya ditujukan untuk mengurangi dampak negatif dan mengoptimalkan dampak positif melalui perencanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang terintegrasi dan berkelanjutan. Pengkajian dampak lingkungan rencana reklamasi Pulau G dimaksudkan untuk membantu : Mengintegrasikan kriteria keamanan dalam kegiatan reklamasi agar pengembangan lahan Pulau G lebih berkelanjutan sebagaimana yang dituju. Pendahuluan I - 2

25 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Gambar 1.1 Peta Orientasi Pulau G di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta (Sumber : Replanning Kawasan Reklamasi Pantura DKI Jakarta, 2012) Pendahuluan I - 3

26 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Sumber : NOAA, 2012 Gambar 1.2 Peta Lokasi Pulau G di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Pendahuluan I - 4

27 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Mengupayakan inovasi dalam rangka mengendalikan dampak lingkungan yang tidak dikehendaki dan meningkatkan dampak positif. Mengembangkan komunikasi dengan pemangku kepentingan untuk mengembangkan peluang penanganan dampak lingkungan yang mungkin timbul. Pengkajian ANDAL, RKL, dan RPL di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta merupakan kelanjutan dari Kerangka Acuan ANDAL di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta yang telah memperoleh rekomendasi KA ANDAL oleh Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 17/KA-ANDAL/ tertanggal 19 Maret Sesuai dengan landasan hukum yang berlaku, maka pengkajian ANDAL, RKL, dan RPL di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta akan merujuk kepada PerMen Lingkungan Hidup No. 08 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Dalam hal ini PT Muara Wisesa Samudra bertindak sebagai pemrakarsa. Kajian ANDAL, RKL dan RPL dilakukan dalam konteks kegiatan reklamasi atau pengurugan hingga terbangun Pulau G guna pengembangan lahan baru seluas ± 161 Ha. Rencana kegiatan yang dikaji terbatas pada aktifitas reklamasi hingga terbangunnya Pulau G, sedang kegiatan dan aktifitas yang akan dikembangkan di atas lahan Pulau G tidak termasuk dalam lingkup kajian ANDAL, RKL dan RPL. 1.2 Tujuan dan Manfaat Rencana pembangunan pulau-pulau melalui kegiatan reklamasi di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta pada dasarnya bertujuan untuk mendukung penyediaan dan pengembangan lahan di wilayah Provinsi DKI Jakarta bagi kegiatan perkotaan dan permukiman di Jakarta. Sebagaimana konsideran dalam RTRW Jakarta 2030, Kawasan Pantura Jakarta memiliki potensi dan nilai strategis bagi wilayah sekitarnya dan perkembangan kota Jakarta secara keseluruhan, di antaranya untuk mendukung Jakarta waterfront strategy, mendorong perkembangan kota pada poros Barat-Timur, mengendalikan perkembangan fisik ke arah Selatan, dan mengatasi penetrasi yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan di kawasan Pantura Jakarta. Dalam posisi tersebut, maka pengembangan kawasan Pantura Jakarta sebagai Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta diwujudkan melalui pembangunan pulau-pulau melalui reklamasi. Dalam kaitan tersebut, rencana reklamasi Pulau G di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta ditujukan untuk : 1. Mendukung kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam pengembangan lahan baru melalui kegiatan reklamasi di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta. 2. Mendukung perwujudan Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta sebagai kawasan strategis Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun Mendukung perwujudan pemanfaatan ruang Kawasan Pantura Jabodetabekpunjur sesuai dengan Perpres No. 54 Tahun 2008, Manfaat jangka panjang pengembangan lahan melalui reklamasi Pulau G adalah : 1. Menyiapkan ketersediaan lahan baru bagi perkembangan kegiatan di Provinsi DKI Jakarta bersama-sama dengan kegiatan reklamasi pulau lainnya di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta. 2. Mendukung upaya Pemerintah dan Pemda Provinsi DKI Jakarta dalam pengendalian banjir dan genangan. Pendahuluan I - 5

28 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta 3. Mendukung upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengintegrasikan pembangunan Kawasan Pantura Jakarta dalam satu kesatuan ruang untuk memperbaiki kondisi lingkungan di daratan yang ada. 1.3 Landasan Peraturan-Perundangan Penyusunan AMDAL Peraturan-perundang-undangan yang menjadi dasar studi AMDAL di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta adalah sebagai berikut : Undang-Undang 1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Undang-undang ini menjadi rujukan bagi upaya pengendalian dampak lingkungan kegiatan dan aktifitas reklamasi Pulau G terkait dengan perlindungan sumber daya alam hayati dan ekosistem di sekitarnya. 2. Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Undang-undang ini menjadi rujukan bagi upaya penggunaan jalan oleh lalu-lintas kendaraan dalam kegiatan reklamasi Pulau G. 3. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Undang-undang ini menjadi rujukan bagi kesesuaian dan keselarasan pengembangan lahan baru Pulau G melalui reklamasi menurut dimensi keruangan terhadap rencana tata ruang Kawasan Jabodetabekpunjur dan Provinsi DKI Jakarta yang dituju. 4. Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Undang-undang ini menjadi rujukan bagi keselarasan reklamasi Pulau G terhadap zonasi wilayah pesisir Jakarta Utara. 5. Undang-Undang No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-undang ini menjadi rujukan bagi keselarasan pengembangan lahan di Pulau G dengan fungsi Provinsi DKI Jakarta sebagai ibukota NKRI. 6. Undang-undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Undang-undang ini menjadi rujukan bagi upaya pengelolaan lalu-lintas angkutan material urugan dalam kegiatan reklamasi Pulau G. 7. Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-undang ini menjadi rujukan bagi pengelolaan lalu-lintas kendaraan dalam kegiatan reklamasi Pulau G. 8. Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Undang-undang ini menjadi rujukan bagi upaya perlindungan terhadap fungsi PLTU dan PLTGU Muara Karang dalam penyediaan listrik bagi wilayah pelayanannya. 9. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang ini merupakan rujukan utama bagi upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan melalui pranata AMDAL dan pranata lainnya yang relevan dengan rencana reklamasi Pulau G. Pendahuluan I - 6

29 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta 10. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman. Undang-undang ini menjadi rujukan bagi keselarasan kegiatan reklamasi Pulau G dengan kawasan perumahan dan permukiman di sekitarnya. Peraturan-Pemerintah 1. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan. Undang-undang ini menjadi rujukan bagi upaya pengelolaan lalu-lintas kendaraan dalam kegiatan reklamasi Pulau G. 2. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan. Peraturan ini menjadi rujukan bagi pengelolaan lalu-lintas kendaraan dalam kegiatan reklamasi Pulau G. 3. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut. Peraturan ini menjadi rujukan bagi pengendalian kegiatan reklamasi Pulau G agar tidak mengakibatkan pencemaran dan kerusakan laut. 4. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Peraturan ini menjadi rujukan bagi upaya pengendalian pencemaran udara oleh kegiatan dan aktifitas reklamasi Pulau G. 5. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan. Peraturan ini menjadi rujukan bagi upaya pengelolaan lalu-lintas kendaraan dalam kegiatan reklamasi Pulau G jika memanfaatkan jalan umum. 6. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Peraturan ini menjadi rujukan bagi kesesuaian dan keselarasan reklamasi Pulau G dengan rencana perwujudan Kawasan Strategis Nasional Jabodetabekpunjur. 7. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Peraturan ini menjadi rujukan bagi kesesuaian dan keselarasan reklamasi Pulau G dengan kebijakan pengembangan kawasan perikanan Muara Angke dan sekitarnya. 8. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan. Peraturan ini menjadi rujukan bagi upaya pengelolaan transportasi material urugan dalam rangka reklamasi Pulau G. 9. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Peraturan ini menjadi rujukan utama tata laksana pengkajian AMDAL dan prosedur perizinan lingkungan bagi rencana reklamasi Pulau G. Keputusan Presiden 1. Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Peraturan ini menjadi rujukan bagi upaya pelestarian dan perlindungan kawasan lindung di sekitar rencana Pulau G. 2. Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Keputusan ini menjadi rujukan dalam kegiatan reklamasi Kawasan Pantura Jakarta. Pendahuluan I - 7

30 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Peraturan Presiden 1. Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur. Peraturan ini menjadi rujukan bagi pengembangan Kawasan Pantura DKI Jakarta melalui kegiatan reklamasi, diantaranya pembangunan Pulau G. Keputusan Menteri 1. Keputusan Menteri Negara LH No. Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan. Peraturan ini menjadi rujukan bagi upaya pengendalian intensitas kebisingan oleh kegiatan reklamasi Pulau G. 2. Keputusan Menteri Negara LH No. Kep.45/MENLH/2/2005 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL). Peraturan ini menjadi rujukan dalam perencanaan pengelolaan dampak lingkungan dan perencanaan pemantauan dampak lingkungan kegiatan reklamasi Pulau G. Peraturan Menteri 1. Peraturan Menteri LH No. Kep-056 Tahun 1994 tentang Pedoman Penentuan Dampak Penting. Peraturan ini menjadi rujukan bagi proses evaluasi dalam pengkajian dampak lingkungan kegiatan reklamasi Pulau G. 2. Peraturan Menteri Negara LH No. 08 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Peraturan ini menjadi rujukan dalam tata cara pengkajian dan penyusunan AMDAL rencana kegiatan reklamasi Pulau G. 3. Peraturan Menteri Negara LH No. 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki AMDAL. Peraturan ini menjadi rujukan dalam penyelenggaraan pengkajian AMDAL rencana reklamasi Pulau G. Peraturan Daerah 1. Perda Provinsi DKI Jakarta No. 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Peraturan ini menjadi rujukan bagi pengelolaan pencemaran oleh lalu-lintas kendaraan dalam kegiatan reklamasi Pulau G. 2. Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta Peraturan ini menjadi rujukan bagi kesesuaian dan keselarasan reklamasi Pulau G dengan kebijakan perwujudan kawasan strategis Provinsi DKI Jakarta yang dituju. Peraturan Gubernur 1. Peraturan Gubernur Daerah Provinsi DKI Jakarta DKI Jakarta No. 582 Tahun 1995 tentang Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Kali/Badan Air serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah Provinsi DKI Jakarta. Peraturan ini menjadi rujukan bagi upaya pengendalian pencemaran air oleh kegiatan reklamasi Pulau G. Pendahuluan I - 8

31 Bab 2 RENCANA REKLAMASI PULAU G

32 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Bab 2 RENCANA REKLAMASI PULAU G 2.1 Pemrakarsa dan Penyusun AMDAL Pemrakarsa Pemrakarsa Studi AMDAL Pantai Utara Jakarta adalah : Nama : PT Muara Wisesa Samudra Alamat : Jl. Kebon Sirih Raya Kav Jakarta Tilpon : (021) Faksimil : (021) Penanggung Jawab : Ariesman Widjaja Jabatan : Direktur Alamat : Jl. Pluit Karang Ayu Blok B1 Utara Jakarta Utara Tilpon : (021) Faksimil : (021) Nama Kegiatan : Lokasi : Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Luas : 161 Ha Penyusun Studi AMDAL Penyusunan studi AMDAL di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta dilaksanakan oleh tim studi berdasarkan ketentuan pada : 1. Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 27 yang menyatakan : Dalam menyusun dokumen AMDAL pemrakarsa sebagaimana dimaksud pada Pasal 26 ayat (1) dapat meminta bantuan kepada pihak lain. 2. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Pasal 10 ayat (2) huruf a : Pemrakarsa dalam menyusun AMDAL dapat meminta bantuan perorangan yang memiliki sertifikat kompetensi penyusun AMDAL. Tim penyusun studi AMDAL didukung oleh beberapa keahlian di bidang lingkungan hidup sebagaimana tertera pada tabel berikut. II - 1

33 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Tabel 2.1 Penyusun Studi AMDAL di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta No. Nama Bidang Keahlian Kompetensi 1. Drs. M. Taufiq Afiff, MSc Ketua Tim Ahli Biologi/Ekologi 2. Prof.Dr.Ir. Lambok Hutasoit Ahli Geologi dan Hidrogeologi 3. Ir. Bayu Mujahidin, MSc Ahli Hidrooseanografi dan Hidrologi S1 Biologi S2 Survey Sertifikat Pelatihan Dasar-dasar AMDAL Sertifikat Kompetensi Ketua Tim Penyusun Dokumen AMDAL No /SKPA/LSK- INTAKINDO/VIII/2012 Pengajar Pelatihan AMDAL S1 Teknik Geologi S2 Teknik Geologi S3 Teknik Geologi S1 Teknik Sipil S2 Teknik Kelautan 4. Dr.Ir. Agus Jatnika Effendi Ahli Kualitas Air S1 Teknik Lingkungan S2 Teknik Lingkungan S3 Teknik Lingkungan Pengajar Pelatihan AMDAL 5. Dr.Ir. Kania Dewi Ahli Kualitas Udara S1 Teknik Lingkungan S2 Teknik Lingkungan S3 Teknik Lingkungan, Keahlian Kualitas Udara Pengajar Pelatihan AMDAL 6. Drs. Moh. Irsyad, MSi Ahli Kebisingan S1 Kimia S2 Kimia Pengajar Pelatihan AMDAL 7. Haikal Suhaidi, SSi Ahli Flora dan Fauna S1 Biologi Sertifikat Kompetensi Anggota Tim Penyusun Dokumen AMDAL No /SKPA/LSK-INTAKINDO/VIII/ Ir. Hesti D. Nawangsidi, MSP Ahli Tata Ruang dan Transportasi S1 Teknik Planologi S2 Teknik Planologi Sertifikat Pelatihan Dasar-dasar AMDAL Pengajar Pelatihan AMDAL 9. Joko Edi Santosa, SE Ahli Sosial-Ekonomi S1 Ekonomi Sertifikat Kompetensi Anggota Tim Penyusun Dokumen AMDAL No /SKPA/LSK-INTAKINDO/VIII/ Dra. Irma Triastuti, MSi Ahli Sosial-Budaya S1 Antropologi S2 Antropologi Sertifikat Pelatihan Dasar-dasar AMDAL Sertifikat Pelatihan Penyusun AMDAL Pengajar Pelatihan AMDAL 11. Dr.Ir. Dwina Roosmini, MT Ahli Kesehatan Masyarakat S1 Teknik Lingkungan S2 Kesehatan Lingkungan S3 Kesehatan Lingkungan II - 2

34 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta 2.2 Status Studi AMDAL Rencana reklamasi Pulau G di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta merupakan salah satu upaya perwujudan rencana pengembangan kawasan strategis Pantura Jakarta sebagaimana ditetapkan oleh Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta Dalam kaitan tersebut telah diterbitkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Pantai Utara Jakarta yang menetapkan pulau-pulau hasil reklamasi, salah satunya adalah Pulau G. Berdasarkan Persetujuan Prinsip Reklamasi oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 1291/ tertanggal 21 September 2012, PT Muara Wisesa Samudra akan melaksanakan kegiatan reklamasi hingga terbangun Pulau G. Kajian AMDAL akan dilakukan dalam konteks kegiatan reklamasi atau pengurugan hingga terbangun pulau guna pengembangan lahan baru. Dengan demikian, kajian AMDAL yang dilakukan ditujukan untuk melengkapi aktifitas reklamasi Pulau G seluas ± 161 Ha. Rencana kegiatan yang dikaji terbatas pada aktifitas reklamasi hingga terbangunnya Pulau G, sedang kegiatan dan aktifitas yang akan dikembangkan di atas lahan Pulau G tidak termasuk dalam rencana kegiatan. Dengan demikian kajian AMDAL dilakukan untuk rencana kegiatan dan aktifitas reklamasi hingga terbangun Pulau G. Kajian AMDAL akan dilakukan sebagai berikut : 1. Rona lingkungan awal (environmental baseline) bagi pengkajian dampak lingkungan dan perencanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan adalah kondisi pada saat ini dimana belum dilakukan kegiatan reklamasi pembangunan Pulau G. 2. Prakiraan dampak lingkungan dilakukan berdasarkan rencana kegiatan reklamasi dan aktifitas terkait hingga terbangun Pulau G dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan awal dan kecenderungan perubahannya. 3. Rencana pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan didasarkan pada hasil evaluasi dampak oleh kegiatan reklamasi dan aktifitas yang terkait. 4. Rencana pembangunan di atas lahan Pulau G tidak termasuk lingkup kajian AMDAL Rencana Reklamasi Pulau G. 2.3 Kesesuaian Kegiatan dengan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura DKI Jakarta merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis bagi wilayah Provinsi DKI Jakarta. Kawasan perairan dan pantai sepanjang ± 32 km di Teluk Jakarta tersebut merupakan gerbang DKI Jakarta dalam lingkup regional, nasional, dan internasional. Oleh karenanya dalam Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta 2030, Kawasan Pantura DKI Jakarta ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta. Pengembangannya sebagai kawasan yang bernilai strategis telah diindikasikan sejak perencanaan tata ruang pada masa yang lampau sebagaimana kategorinya sebagai Kawasan Andalan dari sudut pandang ekonomi dan perkembangan kota berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 17 Tahun 1994; penataan ruang melalui reklamasi secara terpadu dengan daratan pantai yang ada berdasarkan Keppres No. 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta; serta Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura DKI Jakarta. Dalam konteks penataan ruang tersebut, maka kesesuaian rencana Pulau G di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta dapat dijelaskan sebagai berikut : II - 3

35 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur Teluk Jakarta terletak di Kawasan Strategis Nasional Jabodetabekpunjur sebagaimana ditetapkan oleh PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional. Sebagai kawasan strategis, maka elaborasi pengaturan alokasi ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang perlu diatur lanjut secara lebih operasional. Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur merupakan pedoman pengaturan penataan ruang sekaligus menjadi pedoman bagi perencanaan pembangunan secara terpadu di seluruh bagian wilayah Jabodetabekpunjur. Perpres No. 54 Tahun 2008 memuat panduan tentang pengembangan struktur dan pola ruang yang diamanatkan mempertimbangkan daya dukung lingkungan secara berkelanjutan bagi konservasi air dan tanah, sumber airtanah dan air permukaan, dan pengendalian banjir serta sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Perpres ini dilengkapi oleh peta rencana struktur ruang dan rencana pola ruang, rencana sistem transportasi, dan rencana sumber daya air dan sistem pengendalian banjir pada skala perencanaan 1 : Terkait dengan pengembangan lahan baru di Kawasan Pantura DKI Jakarta, rencana struktur ruang dan pola ruang Kawasan Jabodetabekpunjur menetapkan kawasan lindung yang dielaborasi menjadi Zona Non Budidaya 1 (N1) dan Zona Non Budidaya 2 (N2) serta kawasan budidaya yang dielaborasi menjadi Zona Budidaya 1 (B1) sampai dengan Zona Budidaya 7 (B2, B3, B4, B6, B6, dan B7) dan Zona Penyangga 1 (P1, P2, P3, P4, dan P5). Sesuai dengan rencana pola ruang Kawasan Jabodetabekpunjur, maka pada Zona P2 hingga Zona P5 di Kawasan Pantura dapat dikembangkan lahan baru melalui reklamasi dalam bentuk pulau yang dipisahkan oleh kanal lateral berjarak m dari garis pantai yang ada hingga kedalaman maksimum -8 m. Sebagai zona penyangga, maka penggunaan lahan pada lahan baru hasil reklamasi harus sesuai dengan fungsi yang diembannya, yakni menyangga zona yang berbatasan. Kawasan Pantura DKI Jakarta meliputi Zona P2 dan P3 (Gambar 2.1). Zona P2 di bagian Barat dan Tengah Kawasan Pantura DKI Jakarta berfungsi menjaga Zona N1 yang berada pada pesisir berbatasan di daratan DKI Jakarta dalam mencegah abrasi, intrusi air laut, pencemaran, dan kerusakan laut, sehingga fungsi konservasi Zona N1 dapat berlangsung secara berkelanjutan. Pada Zona P2 dapat dilakukan reklamasi dan konstruksi bangunan di atas air secara bertahap dengan koefisien zona terbangun paling tinggi 40% berjarak sekurang-kurangnya 200 m dari titik surut terendah sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut -8 m. Zona N1 merupakan Suaka Margasatwa Muara Angke, hutan lindung Angke Kapuk, dan hutan wisata alam Kamal. Zona P3 di bagian Tengah hingga Timur Kawasan Pantura DKI Jakarta berfungsi menjaga Zona B1 agar tidak mengakibatkan abrasi pantai serta tidak mengganggu kelangsungan aktifitas pusat pembangkit tenaga listrik, muara sungai, dan jalur lalu lintas laut dan pelayaran. Pada Zona P3 dapat dilakukan reklamasi secara bertahap berjarak sekurang-kurangnya 300 m dari titik surut terendah sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut -8 m. Pada lokasi yang secara rekayasa teknologi memungkinkan jarak dapat diminimalkan dengan mempertimbangkan karakteristik lingkungan, jalur lalu lintas laut dan pelayaran, dan pelabuhan. Zona B1 di daratan DKI Jakarta yang berbatasan dengan Zona P3 diarahkan untuk perumahan hunian padat, perdagangan dan jasa, dan industri ringan non pencemar yang berorientasi pasar, dan merupakan pusat pengembangan kegiatan ekonomi unggulan. II - 4

36 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Dalam kaitan dengan pembangunan reklamasi di Kawasan Pantura DKI Jakarta tersebut, Pulau G termasuk dalam Zona P3, yaitu reklamasi dilaksanakan pada jarak minimal 300 m dari pantai yang ada ke arah Utara hingga kedalaman laut -8 m. Pembangunan melalui reklamasi tersebut direncanakan agar tidak mengganggu operasi PLTU/PLTGU Muara Karang dan kegiatan perikanan serta tidak menimbulkan dampak terhadap muara Sungai Karang Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta 2030 Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta 2030 menetapkan Kawasan Pantura DKI Jakarta sebagai kawasan strategis provinsi. Kawasan Pantura DKI Jakarta direncanakan sebagai pengembangan lahan baru yang dipisahkan oleh lateral kanal dari garis pantai melalui kegiatan reklamasi. Lahan baru di Kawasan Pantura DKI Jakarta terbentuk sebagai pulau-pulau. Rencana struktur ruang menetapkan sentra primer Utara di lokasi lahan baru hasil reklamasi di bagian tengah Kawasan Pantura DKI Jakarta (Gambar 2.2). Rencana pola ruang wilayah DKI Jakarta bagian Utara meliputi kawasan pelabuhan, industri, dan pergudangan di bagian Timur yang diwakili oleh KEK Marunda dan pelabuhan Tanjung Priok; kawasan permukiman, perdagangan, dan jasa di bagian tengah yang diwakili oleh Taman Impian Jaya Ancol, pusat perdagangan Mangga Besar, pusat transportasi dan TOD; dan kawasan permukiman di bagian Barat yang diwakili oleh perumahan skala besar Pantai Indah Kapuk, Pantai Mutiara, kawasan Pluit, dan lainnya. Rencana pola ruang meliputi pengembangan lahan hasil reklamasi di Kawasan Pantura DKI Jakarta. Rencana pola ruang juga mengatur Suaka Margasatwa Muara Angke, hutan lindung Angke Kapuk, dan hutan wisata alam Kamal yang merupakan ekosistem mangrove sebagai kawasan lindung. Dalam RTRW DKI Jakarta 2030 pengembangan lahan baru melalui reklamasi di Kawasan Pantura DKI Jakarta dipersyaratkan memenuhi rencana teknis reklamasi, rencana penggunaan lahan hasil reklamasi, rancangan reklamasi, rencana prasarana, pengelolaan lingkungan, rencana sumber material reklamasi, rencana penyediaan air bersih, rencana pengelolaan air limbah, dan rencana pengendalian banjir. RTRW DKI Jakarta 2030 juga menetapkan kriteria tingkat keamanan (safety) yang diinginkan bagi perencanaan sistem dan jaringan drainase dan pengendalian banjir sebagai berikut : Saluran mikro : bagi curah hujan dengan kala ulang 2-10 tahunan Saluran submakro : bagi curah hujan dengan kala ulang tahunan Saluran makro : bagi curah hujan dengan kala ulang tahunan Sebagai lahan baru, saluran mikro, submakro dan makro di Kawasan Reklamasi Pantura DKI Jakarta masing-masing dirancang untuk kala ulang minimal 10, 25, dan 100 tahunan. Tanggul laut di kawasan reklamasi dirancang untuk kala ulang minimal tahun dengan mempertimbangkan pasang laut, II - 5

37 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Pulau G N Gambar 2.1 Peta Rencana Pola Ruang Kawasan Pantura Jabodetabekpunjur (Sumber : PerPres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur) II - 6

38 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Gambar 2.2 Peta Rencana Struktur Ruang Provinsi DKI Jakarta (Sumber : Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta 2030) II - 7

39 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta wind setup, storm surge, gelombang laut, amblesan tanah, kenaikan muka air laut, residual settlement, dan potensi tsunami. Sesuai dengan skala perencanaan RTRW Jakarta 2030 tersebut, maka bentuk pulau yang dibangun melalui reklamasi masih bersifat makro dan akan direncanakan dalam rencana berskala lebih rinci. Namun kriteria pembangunan melalui reklamasi diatur sebagaimana diuraikan terdahulu. Mengacu pada RTRW Jakarta 2030, secara makro telah dialokasikan ruang bagi reklamasi dalam bentuk pulau-pulau di Pantura DKI Jakarta, termasuk bagi Pulau G Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012 pada dasarnya memberikan landasan bagi perwujudan pemanfaatan ruang di Kawasan Pantura DKI Jakarta sebagaimana dituju oleh Perpres No. 54 Tahun 2012 dan Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun Sebagaimana diatur oleh UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang serta PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, maka penataan ruang suatu kawasan strategis perlu diatur oleh Peraturan Daerah, dalam hal ini Perda Provinsi DKI. Sebagai Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta, rencana tata ruang kawasan tersebut akan diatur oleh Perda Provinsi DKI Jakarta. Mempertimbangkan kebutuhan pengaturan dan pengendalian terhadap pengembangan Kawasan Pantura DKI Jakarta, maka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berprakarsa melakukan telaah dan memberikan landasan untuk pengembangan Kawasan Pantura DKI Jakarta. Hasil telaah diwujudkan dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012 yang mengatur tentang penataan ruang di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta dalam hal bentuk pulau-pulau reklamasi, luasan, serta kriteria pembentukan pulau bersangkutan (Gambar 2.3). Kawasan Pantura Jakarta merupakan lokasi berbagai kegiatan, diantaranya PLTU/PLTGU Muara Karang, PLTU Tanjung Priok, jaringan pipa gas, jaringan pipa BBM, stasiun penerimaan gas pada PLTU/PLTGU Muara Karang, sistem komunikasi kabel laut (SKKL), pelabuhan umum dan perikanan, kawasan perumahan, kawasan wisata, kawasan lindung dan lainnya. Kepentingan berbagai pihak tersebut telah mendorong dilakukannya pembahasan-pembahasan perencanaan wilayah Kawasan Pantura Jakarta antara pihak Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah, sektoral, dunia usaha serta masyarakat guna mengintegrasikan tatanan ruang yang perlu diwujudkan di Kawasan Pantura Jakarta. Rencana tata ruang Kawasan Pantura Jakarta selain diharapkan akan menjadi acuan bagi seluruh upaya perencanaan di Kawasan Pantura Jakarta, juga dapat memandu pengembangannya sebagai waterfront city yang bersifat lebih mandiri dan tidak memberikan beban terhadap Kota Jakarta secara berlebihan. Pembahasan antar pemangku kepentingan diakomodasikan dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun Perangkat ini menjadi penting oleh karena dilandasi oleh informasi spasial yang sama, yakni peta dasar yang mengikuti sistem proyeksi dan koordinat UTM (Universal Transverse Mercator) datum WGS-84 (World Geodeotic System) mengacu pada garis pantai tahun 1995 dengan batimetri LWS. Dalam Peraturan Gubernur ini diatur tentang wilayah perencanaan Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta di kawasan perairan laut Teluk Jakarta pada koordinat 106 o BT dan 6 o LS o BT dan 5 o LS. Kawasan ini merupakan bagian wilayah Kota Administrasi Jakarta II - 8

40 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Utara. Pembangunan pulau-pulau bagi pengembangan lahan baru melalui reklamasi dipisahkan oleh kanal lateral di bagian Selatan dan kanal vertikal antar pulau. Pulau-pulau tersebut berjumlah 17 (tujuh belas) pulau meliputi Pulau A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, dan Q dengan luas masing-masing sebagaimana tertera pada tabel berikut. Tabel 2.2 Nama dan Luas Pulau di Kawasan Reklamasi Pantura DKI Jakarta No. Nama Pulau Luas (Ha) 1. Pulau A Pulau B Pulau C Pulau D Pulau E Pulau F Pulau G Pulau H Pulau I Pulau J Pulau K Pulau L Pulau M Pulau N Pulau O Pulau P Pulau Q 369 Pulau G adalah salah satu pulau yang akan dibangun melalui reklamasi di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta. PT Muara Wisesa Samudra melalui Persetujuan Prinsip Reklamasi oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 1291/ tertanggal 21 September 2012 merencanakan reklamasi Pulau G seluas ± 161 Ha. Pulau G berdekatan dengan Pulau F di bagian Barat dan Pulau H dan kawasan Pantai Mutiara di bagian Timur. Pengaturan reklamasi Pulau G adalah kegiatan pengurugan dan pengeringan lahan hingga terwujud peningkatan manfaat sumber daya lahan dari sudut kepentingan lingkungan dan sosial ekonomi. Pengurugan dilakukan di kawasan perairan laut di Teluk Jakarta yang diukur dari garis pantai Utara Jakarta secara tegak lurus ke arah laut sampai garis yang menghubungkan titik-titik terluar pada kedalaman laut 8 (delapan) meter. Pengurugan dilakukan hingga terbentuk pulau dimana di dalamnya terdapat lahan baru. Pulau G dipisahkan oleh kanal lateral selebar minimal 300 m dengan daratan yang ada di bagian Selatan dan kanal vertikal dengan Pulau F di bagian Barat dan kanal vertikal di bagian Timur dengan kawasan Pantai Mutiara dan Pulau H. Kanal vertikal di bagian Timur dialokasikan untuk jalur pipa gas bawah laut dan tidak diijinkan untuk kegiatan lain yang tidak berhubungan langsung. Rencana reklamasi Pulau G merupakan upaya perwujudan penataan ruang Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta secara terencana sesuai dengan Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 dan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun II - 9

41 ANDAL Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Gambar 2.3 Peta Rencana Pulau di Kawasan Reklamasi Pantura DKI Jakarta II - 10

42 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Dalam pelaksanaan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012, khususnya untuk Pulau G, ditetapkan bahwa pada kanal vertikal bagian Timur Pulau G dibangun tanggul pemisah pada ujung Tenggara Pulau G secara melintang Barat-Timur untuk memisahkan aliran yang berasal dari outlet PLTU/PLTGU Muara Karang dengan inlet kanal air pendingin pembangkit tersebut (Gambar 2.3). Namun dalam komunikasi dengan pihak pengelola pipa gas bawah laut di sisi Timur Pulau G, yaitu PT Nusantara Regas dan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) diinformasikan bahwa di atas jaringan pipa gas bawah laut tidak diperkenankan dibangun tanggul yang memberikan beban dan dapat menyebabkan amblasan pada pipa gas. Oleh karenanya, untuk melaksanakan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012 tersebut perlu dilakukan kajian untuk memperoleh solusi cara memisahkan aliran air dari outlet dengan inlet PLTU/PLTGU Muara Karang. Prinsip mendasar untuk memperoleh solusi teknis adalah aliran air yang berasal dari outlet PLTU/PLTGU Muara Karang perlu dipisahkan dengan aliran air menuju inlet kanal air pendingin PLTU/PLTGU Muara Karang agar tidak terjadi peningkatan suhu air pada inlet PLTU/PLTGU Muara Karang. Berdasarkan prinsip tersebut maka diperlukan kesepakatan antara PT PJB Unit Muara Karang, PT PLN (Persero), PT Nusantara Regas, PT Pertamina Hulu Energi (PHE), dan PT Muara Wisesa Samudra yang diwadahi oleh forum bersama guna menentukan keputusan teknis paling tepat serta pengawasan terhadap pelaksanaan reklamasi Pulau G. 2.4 Kegiatan Lain di Sekitar Rencana Pulau G di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta berada di kawasan perairan laut di Teluk Jakarta. Di daratan di bagian Selatan Pulau G terdapat kawasan pusat perikanan Muara Angke di arah Baratdaya, kawasan hunian dan bisnis terpadu Green Bay di arah Selatan, PLTU/PLTGU Muara Karang di arah Tenggara, kawasan perumahan Pantai Mutiara di arah Timur, dan pipa gas PT Nusantara Regas dan PT PHE ONWJ di Timur Pulau G yang berasal dari Papa Field dan yang menuju PLTU Tanjung Priok. Pada pantai ke arah Tenggara bermuara Kali Karang yang membelah area PLTU/PLTGU Muara Karang menjadi dua area kegiatan. Kali Karang merupakan percabangan Banjir Kanal Barat ke arah Timur, sedang ke arah Barat menjadi Kali Angke yang bermuara di sekitar Muara Angke. Sedang kegiatan yang berlangsung di kawasan perairan di sekitar rencana lokasi Pulau G adalah kegiatan dan aktifitas pelelangan dan pendaratan perikanan Muara Angke, pelayaran penumpang dan barang dari pelabuhan Muara Angke menuju Kepulauan Seribu, penyaluran gas PT PHE-ONWJ ke dan dari PLTU Muara Karang menuju PLTU Tanjung Priok, penyaluran gas dari FSRU melalui pipa gas PT Nusantara Regas menuju PLTU/PLTGU Muara Karang, serta aktifitas pembangkitan listrik oleh PLTU/PLTGU Muara Karang. Di dalam kompleks PLTU/PLTGU Muara Karang terdapat fasilitas onshore receiving facilities (ORF) yang berfungsi sebagai stasiun penerimaan gas dilengkapi oleh cool vent system dari PT Nusantara Regas dan ORF PT PHE ONWJ. Secara garis besar kegiatan di sekitar rencana Pulau G diterakan pada Gambar 2.4. Gambar 2.5 dan 2.6 menunjukkan situasi dan posisi PLTU/PLTGU Muara Karang, sedang Gambar 2.7 menunjukkan view perumahan Pantai Mutiara yang berada di arah Timurlaut rencana Pulau G. II - 11

43 Perumahan Pantai Mutiara ANDAL Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Pulau G Legenda Pelabuhan Perikanan dan Tempat Pendaratan Ikan Tempat Pelelangan Ikan Muara Angke Area PLTU/PLTGU Muara Karang Pipa Gas Nusantara Regas Pipa BBM PHE-ONWJ Pusat Permukiman dan Bisnis Green Bay Sumber : PerGub DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012 Gambar 2.4 Lokasi Kegiatan di Sekitar Rencana Pulau G II - 12

44 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta September 2000 Sumber : PT Muara Wisesa Samudra Gambar 2.5 Gambar Situasi PLTU/PLTGU Muara Karang Sumber : Google map, 2011 Keterangan : Tanpa skala Sumber : Studi Hidrodinamika Pluit Utara, LAPI ITB, 2012 Gambar 2.6 Posisi Outlet dan Intake PLTU/PLTGU Muara Karang pada Peta Citra II - 13

45 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Maret 2000 Sumber : LAPI ITB Gambar 2.7 Gambar Situasi Kawasan Perumahan Pantai Mutiara Di bagian Selatan rencana Pulau G terdapat kompleks hunian dan bisnis terpadu Green Bay yang saat ini sedang dalam tahap penyelesaian pembangunannya (Gambar 2.8). Kompleks Green Bay merupakan bangunan apartemen berskala besar yang akan berfungsi sebagai hunian dilengkapi fasilitas penunjangnya, seperti perumahan, fasilitas pendidikan, fasilitas perbelanjaan, dan ruang pertemuan. Kompleks Green Bay berada pada bagian Barat PLTU/PLTGU Muara Karang dengan akses Jalan Pluit Karang Ayu yang merupakan cabang jaringan jalan di kawasan Pluit. Jalan utama yang menghubungkan Jalan Pluit Karang Ayu dengan kawasan lainnya adalah Jalan Pluit Karang Utara, Jalan Pluit Karang Timur, Jalan Pluit Barat Raya, dan Jalan Pluit Utara. Dalam rencana pengembangan Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta, di bagian Barat akan dibangun Pulau F dan di bagian Timurlaut akan dibangun Pulau H melalui kegiatan reklamasi. Secara keseluruhan kawasan perairan Teluk Jakarta hingga kedalaman laut sekitar -8 m akan dikembangkan pulau-pulau baru melalui kegiatan reklamasi (Gambar 2.3). Dengan demikian kawasan perairan tersebut akan menjadi kawasan pengembangan Kota Jakarta yang memperkuat dan menegaskan ciri Jakarta sebagai waterfront city. Dalam rangka pembangunan Pulau G melalui reklamasi, kegiatan sekitar yang perlu dipertimbangkan adalah kelangsungan operasi PLTU/PLTGU Muara Karang yang memanfaatkan air laut sebagai air pendingin dan penyaluran gas melalui jaringan pipa bawah laut. II - 14

46 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta September 2012 Sumber : PT Kencana Unggul Sukses Gambar 2.8 Kompleks Perumahan dan Pusat Bisnis Terpadu Green Bay Desember 2011 Sumber : LAPI ITB Gambar 2.9 Kali Karang II - 15

47 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta PLTU/PLTGU Muara Karang berkapasitas MW membutuhkan air dengan debit rata-rata m 3 /jam atau setara dengan 60 m 3 /detik untuk sistem pendingin. Oleh karenanya, kegiatan reklamasi perlu mempertimbangkan posisi pembuangan air (outlet) dan intake aliran air laut untuk mempertahankan suhu yang dipersyaratkan oleh sistem pembangkit. Selain itu, reklamasi Pulau G perlu mempertimbangkan alur pelayaran kapal tongkang yang mengangkut bahan bakar ke PLTU/PLTGU Muara Karang dan jaringan pipa gas dan BBM bawah laut. Jaringan pipa gas dan BBM bawah laut di Teluk Jakarta diidentifikasi terdiri atas : 1) 26" submarine gas pipeline dari PLTU/PLTGU Muara Karang ke PLTU Tanjung Priok yang dikelola oleh PT Pertamina Hulu Energi ONWJ. 2) 16" submarine fuel oil pipeline dari terminal penerima BBM (conventional buoy) di perairan Muara Karang ke PLTU Muara Karang yang dikelola oleh PT PLN (Persero). 3) 24" submarine gas pipeline dari FSRU (Floating Storage Regasification Unit) di lepas pantai ke ORF PLTU/PLTGU Muara Karang sepanjang ± 15 km yang dikelola oleh PT Nusantara Regas, Jaringan pipa tersebut tidak dirancang untuk menahan beban solid material timbunan dan maintenance bawah tanah reklamasi. Hingga saat ini belum terdapat ketentuan tentang jarak antar jaringan pipa bawah laut (submarine pipeline) dengan pipa lain atau antara pipa dengan batas luar lahan reklamasi. Oleh karenanya reklamasi Pulau G oleh PT Muara Wisesa Samudra akan dilaksanakan berdasarkan detailed engineering design (DED) dengan memperhatikan kriteria keamanan jaringan pipa gas dan BBM, yakni : a) Kemungkinan terjadinya settlement oleh reklamasi Pulau G yang menimbulkan over stress terhadap jaringan pipa dengan memperhitungkan daya dukung sea bed. b) Aktifitas konstruksi dengan penggunaan barge perlu memperhatikan kemungkinan kerusakan pipa oleh operasi barge. c) Mempertimbangkan jarak aman manuver kapal pada kegiatan maintenance pipa. Penyiapan DED reklamasi Pulau G oleh PT Muara Wisesa Samudra akan dilaksanakan dengan melakukan komunikasi teknis dengan pihak PT Nusantara Regas, PT Pertamina Hulu Energi, dan PT PLN. Reklamasi Pulau G juga perlu mempertimbangkan potensi sedimentasi pada perairan sekitar Kali Karang untuk menghindarkan genangan pada daratan di sekitarnya (Gambar 2.9). Kali Karang merupakan cabang Banjir Kanal Barat yang bermuara ke arah Barat, sedang ke arah Timur Banjir Kanal Barat bertemu dengan Kali Angke yang ke arah hilirnya bermuara di Muara Angke. Sebagaimana halnya sungai dan kali lainnya yang bermuara di Teluk Jakarta secara rutin akan menerima pasokan sedimen dari arah hulu Lokasi Pulau G Pulau G merupakan salah satu pulau yang dibangun melalui kegiatan reklamasi di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta dengan luas ± 161 Ha (Gambar 2.10 dan Gambar 2.11). Secara keseluruhan Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta terdiri atas 17 (tujuh belas) pulau baru hasil reklamasi berada di perairan Teluk Jakarta. Menurut Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012, Pulau G bersama pulau-pulau lainnya terletak di wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara dan akan menjadi bagian dari wilayah administratif kecamatan yang berbatasan di daratan yang ada. II - 16

48 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Gambar 2.10 Rencana Lokasi Pulau G II - 17

49 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Gambar 2.11 Rencana Lokasi Pulau G pada Peta Citra II - 18

50 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Gambar 2.12 Lokasi Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan II - 19

51 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Daratan yang berbatasan di bagian Selatan dengan Pulau G termasuk wilayah administrasi Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan (Gambar 2.12). Antara Pulau G dengan garis pantai yang ada dipisahkan oleh kanal lateral selebar 300 m. Di bagian Barat berbatasan dengan perairan laut yang menjadi bagian kegiatan perikanan kawasan Muara Angke. Kelak di bagian Barat akan dibangun Pulau F melalui kegiatan reklamasi dan dipisahkan oleh kanal vertikal dengan Pulau G. Di bagian Timur berbatasan dengan perairan laut dimana kini terdapat jaringan pipa gas PT Nusantara Regas dan PT PHE serta kawasan perumahan Pantai Mutiara. Kelak di bagian Timurlaut akan dibangun Pulau H melalui reklamasi. Batas Utara Pulau G di bagian Utara adalah kedalaman laut sekitar - 8 m dan berbatasan dengan perairan laut lepas Teluk Jakarta Kajian yang Dilakukan PT Muara Wisesa Samudra Sesuai dengan Persetujuan Prinsip Reklamasi oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 1291/ tertanggal 21 September 2012, PT Muara Wisesa Samudra pada saat ini telah dan sedang menyiapkan berbagai kajian untuk mendukung pelaksanaan reklamasi, diantaranya : 1) Conceptual Design Pulau G oleh Royal Haskoning Indonesia (September 2012). Kajian yang dilakukan mengidentifikasi batas area reklamasi, kriteria desain hidraulik, kriteria desain geoteknik, desain hidraulik, desain geoteknik, dan metodologi konstruksi pada tataran konseptual. Hasil conceptual design Pulau G dijelaskan dalam Sub-Bab yang selanjutnya menjadi informasi rencana kegiatan yang akan dilakukan dalam rangka reklamasi Pulau G. Sebagian data dan informasi tentang kondisi hidrooseanografi yang dijadikan dasar penetapan kondisi batas (boundary condition) desain Pulau G diuraikan pada Sub-Bab ) Kajian Hidrodinamika dan Hidrologi Kawasan Perairan Pluit Utara PT Muara Wisesa Samudra oleh LAPI ITB (Januari 2012). Lingkup kajian hidrodinamika dan hidrologi adalah : - Review data yang ada dan yang diperlukan. Peta batimetri berdasarkan referensi (datum) LWS (Lowest Water Spring), yaitu 60 cm di bawah muka air rata-rata atau LWS = MSL - 60 cm. Datum tersebut sama dengan datum Peil Kapuk Naga Batimetri Pluit Utara hingga kedalaman 10 m adalah landai. Data hidroseanografi berupa pasang surut, angin, gelombang, arus, sedimentasi dan abrasi, elevasi muka air yang dipengaruhi oleh storm surge, peningkatan elevasi muka air akibat perubahan iklim, dan variasi musiman (seasonal variation). - Analisis data hidraulik dan hidrologi - Merencanakan layout bentuk reklamasi berdasarkan faktor kendala jalur pipa gas, sirkulasi air pendingin dan air panas yang masuk dan keluar PLTU/PLTGU Muara Karang, dampak terhadap banjir berupa peningkatan elevasi muka air, dan pelabuhan perikanan dan penyeberangan Muara Angke. - Melakukan simulasi hidrodinamika, gelombang, dan dispersi termal oleh outlet PLTU Muara Karang. Simulasi dilakukan melalui : - Model hidrodinamika untuk simulasi sirkulasi arus dan elevasi muka air. Sebagai syarat batas adalah fluktuasi muka air akibat pasang surut dan input debit dari kali dan saluran drainase yang bermuara ke kawasan domain model. - Model refraksi dan difraksi gelombang laut yang merambat dari lepas pantai ke pantai. II - 20

52 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta - Model dispersi termal (suhu) akibat pembuangan air panas sisa pendingin PLTU/PLTGU Muara Karang. - Model sedimentasi. Hasil Pemodelan Hidrodinamika : - Untuk dapat menjaga operasi sistem pendingin PLTU/PLTGU Muara Karang perlu pemisahan aliran intake berupa air dingin dan outlet berupa air panas. Outlet PLTU Muara Karang dialirkan melalui kawasan Pantai Mutiara, sedang outlet PLTGU Muara Karang dipisahkan melalui batas pemisah antara intake dengan lahan reklamasi. - Guna menjaga kelancaran aliran Kali Karang dan Kali Angke dibangun kanal lateral selebar 300 m dan kanal vertikal selebar 300 m, dimana lebar kanal juga difungsikan untuk lalu lintas kapal ke pelabuhan Muara Angke. - Untuk menjaga keamanan pipa gas direncanakan jarak kaki tepi reklamasi sekitar 25 m dari pipa. - Reklamasi di Pluit Utara tidak mempengaruhi elevasi muka air, dimana pada keadaan normal elevasi muka air setelah reklamasi tidak mengalami kenaikan dibandingkan kondisi eksisting. Pada saat kondisi banjir kenaikan muka air hanya terjadi saat surut, pada saat pasang tidak terjadi kenaikan muka air. - Reklamasi dapat membantu menurunkan dampak air panas dari outlet PLTU/PLTGU Muara Karang terhadap intake-nya. Pada kondisi eksisting, suhu air pada intake adalah sebesar 30,2 o C dan setelah reklamasi terjadi penurunan suhu menjadi 29,4 o C. - Reklamasi akan mengurangi sedimentasi pada intake PLTU/PLTGU Muara Karang. Pada kondisi eksisting, kenaikan dasar laut pada intake adalah sebesar 0,15 m per tahun, setelah reklamasi kenaikan dasar laut sekitar 0,01 m per tahun. - Reklamasi dapat berfungsi sebagai pemecah gelombang (break water) bagi dermaga perikanan Muara Karang dan Muara Angke. Hasil kajian hidrodinamika dan hidrologi merupakan bagian dari prakiraan dampak oleh reklamasi Pulau G 3) Survey Batimetri oleh Fugro GEOS International, UK, Survey batimetri yang dilakukan oleh PT Muara Wisesa Samudra sekaligus untuk mendeteksi lokasi pipa gas PT Nusantara Regas. Survey batimetri meliputi : - Areal survey seluas 500 Ha untuk Pulau G (Gambar 2.13) dan Ha untuk Pulau F dan Pulau G (Gambar 2.14) dengan rentang kedalaman antara 2 m dan 10 m. - Survey batimetri menggunakan peralatan single beam echo sounder. - Track lines direncanakan tegak lurus terhadap garis pantai dengan jarak 25 m. - Survey dengan menggunakan pinger untuk mendeteksi lokasi jaringan pipa bawah laut pada areal survey melalui cross-sections setiap 50 m. - Pemasangan benchmarks (BM) secara tepat. - Pemasangan tidal gauge records untuk menetapkan MSL lokal. - Data secara horizontal merujuk benchmark Bakosurtanal dan WGS Data tercatat pada chart datum berdasarkan MSL dari data pasang surut. - Pencatatan kedalaman digunakan untuk membuat peta kontur berinterval 0,5 m. - Pencatatan fasilitas yang ada di sepanjang pantai dan di dalam area survey, misalnya rambu navigasi, jetty, pelabuhan, dan lainnya. II - 21

53 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Pulau F Pulau G Gambar 2.13 Wilayah Survey Batimetri untuk Pulau G Pulau F Pulau G Gambar 2.14 Wilayah Survey Batimetri untuk Pulau F dan Pulau G Hasil survey batimetri tertera pada Sub-Bab 2.2. II - 22

54 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta 4) Geotechnical Survey for Pluit City Land Development PT Muara Wisesa Samudra oleh PT Pratama Widya Foundation and Engineering Services, Juli Survey geoteknik dilakukan untuk memperoleh data tentang kondisi soil dan engineering properties berdasarkan pengamatan visual, in-situ testing, seperti pengukuran Standard Penetration Test (SPT), uji laboratorium terhadap undisturbed dan disturbed samples, dan lainnya. Pemboran menggunakan metode wash boring, di mana uji SPT dilakukan untuk interval 2,0 m dan pengumpulan undisturbed samples pada setiap borehole. Untuk lapisan batuan (rock) digunakan metode core boring. Selain SPT juga dilakukan uji Cone Penetration Test (CPT), Cone Penetration Test with U (CPTU), dan In-situ Vane Shear Test. Analisis laboratorium meliputi : Tabel 2.3 Analisis Laboratorium Geoteknik No. Uji Laboratorium Standard 1. INDEX PROPERTIES a. Water Content Test ASTM D.2216 b. Grainsize Analysis & Hydrometer Test ASTM D c. Specific Gravity Test ASTM D d. Density Test ASTM D e. Atterberg Limit Test ASTM D ENGINEERING PROPERTIES a. Consolidation Test ASTM D.2345 b. Triaxial UU (Unconsolidated Undrained) ASTM D.2850 c. Triaxial CU (Consolidated Undrained) ASTM D.4767 d. Unconfined Compression Test ASTM D.2166 e. Direct Shear Test ASTM D.3080 Gambar 2.15 dan Gambar 2.16 menunjukkan layout borehole dan CPT dalam survey geoteknik. Ringkasan hasil survey geoteknik dijelaskan sebagai berikut : Kondisi sub-surface pada seabed didominasi oleh very soft soil/mud (stratum-3) hingga rentang kedalaman 6 m - 10 m pada berbagai lokasi yang berbeda. Medium stiff to stiff clay (stratum-3a) terdapat di bawah stratum-3 dengan NSPT berkisar antara Pada beberapa lokasi tidak terdapat stratum 3a. Stratum 3/3-a dilapisi oleh dense to very dense gravelly sand, sand, SP, dan low plastic sandy silt, ML hingga kedalaman 24,0 25,0 m (stratum-2). Kapasitas peralatan CPT dapat mencapai bagian atas stratum-2, yaitu 11,0 hingga 15,0 m Seabed Level (SL). Di bawah stratum-2 dijumpai stiff hingga hard stiff clay, CH, dan clayey silt, MH hingga akhir pemboran pada kedalaman 40 m. II - 23

55 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Pulau G Keterangan : CPT CPTu Deep Boring Gambar 2.15 Lay-out Borehole dan CPT II - 24

56 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Gambar 2.16 Profil Lokasi Penyelidikan Geoteknik II - 25

57 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Hasil survey geoteknik akan digunakan dalam Detail Engineering Design (DED), dimana diantaranya untuk analisis potensi settlement pada lahan yang terbangun di Pulau G Desain Pulau G Dengan mengacu pada pengalaman reklamasi di Negeri Belanda, Dubai, Nigeria, Amerika Serikat, dan Inggris, desain Pulau G didasarkan pada kondisi batas (boundary condition) untuk safety level 1/500 tahun. Koordinat mengacu pada UTM Zone 48S merefer pada WGS84 serta LWS merupakan Chart Datum (CD). A Kriteria Desain Hidraulik Kriteria desain hidraulik reklamasi meliputi : Rancangan umur reklamasi adalah 50 tahun. Rancangan elevasi adalah +4,6 m LWS. Muka air ekstrim merupakan kombinasi dari Mean High Water Spring (MHWS), storm surge (efek tekanan barometrik dan wind setup), dan sea level rise (peningkatan muka air laut). Perubahan tekanan barometrik di Jakarta diprakirakan sebesar 0,3 m dan wind set-up sebesar 0,7 m 1. Jakarta bukan merupakan wilayah storm course, sehingga perubahan tekanan barometrik tidak signifikan. Gambar 2.17 menunjukkan sejarah kejadian storm di sekitar Pulau Jawa, dimana kejadian storm course tercatat jauh di arah Selatan Indonesia. Sea level rise didasarkan pada prakiraan IPCC kondisi moderat, yaitu 30 cm dalam periode 50 tahun (Gambar 2.18 dan Tabel 2.4). Tinggi dan periode gelombang didasarkan kala ulang 1/250, 1/300, dan 1/1.000 tahun. Kecepatan angin didasarkan kala ulang 1/250, 1/300, dan 1/1.000 tahun. Dari data NOAA di Utara Jawa (5 o 0 00 LS 107 o 30 0,00 BT), kecepatan angin maksimum dalam periode tahun adalah 19 m/detik. Kecepatan arus menggunakan nilai ekstrim. Kecepatan arus di wilayah studi relatif rendah, yaitu kurang dari 0,1 m/detik dan meningkat lebih cepat di luar Teluk Jakarta menjadi 0,4 m/detik. Kondisi pasang surut yang digunakan sebagai kriteria desain hidraulik reklamasi Pulau G didasarkan data Dishidros TNI AL 2012 sebagaimana tertera pada Tabel 2.5. Kriteria limpasan di atas revetment adalah 1 lt/m/detik. 1 Tekanan barometrik akan mempengaruhi tinggi muka air laut. Data NOAA di Bandara Soekarno-Hatta mencatat perubahan tekanan barometrik terbesar adalah 16,7 milibar. II - 26

58 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Keterangan : Tekanan barometrik menurut jalur penginderaan Gambar 2.17 Sejarah Kejadian Storm di Sekitar Pulau Jawa ( II - 27

59 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Gambar 2.18 Prediksi Sea Level Rise (IPCC, 2001) Tabel 2.4 Faktor Elevasi Muka Air Faktor Mean High Water Spring (MHWS) Wind set up Barometric pressure change SWL0 Sea level rise SWL50 Kriteria + 1,01 m LWS + 0,7 m + 0,3 m + 2,01 m LWS + 0,3 m + 2,31 m LWT + 2,4 m LWS Data dan informasi tentang tinggi dan periode gelombang; arah dan kecepatan angin; arah dan kecepatan arus; dan pasang surut diuraikan pada Sub-Bab 2.2. Tabel 2.5 Kriteria Pasang Surut No. Kriteria Elevasi Muka Air (cm) 1. Highest Water Spring (HWS) 113,62 2. Mean High Water Springs (MHWS) 100,74 3. Mean High Water Level (MHWL) 83,35 4. Mean Sea Level (MSL) 54,13 5. Mean Low Water Level (MLWL) 26,16 6. Mean Low Water Spring (MLWS) 11,29 7. Lowest Water Spring (LWS) 8 II - 28

60 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta B Kriteria Desain Geoteknik Kriteria desain geoteknik reklamasi meliputi : Kriteria seismik berdasarkan SNI dengan PGA (peak ground acceleration) pada permukaan sebesar 0,3g. Rancangan beban untuk rock density kg/m 3, concrete density kg/m 3, seawater kg/m 3. Rancangan keamanan revetment slope didasarkan pada slope stability revetment Bishop dengan FoS (Factor of Safety) Seismic Level 2 sebesar 1,00. Kriteria settlement memperhitungkan immediate settlement, consolidation settlement, secondary (creep) settlement, dan seismic induced settlement sebesar 250 mm pada akhir perencanaan selama 50 tahun. Reklamasi mempertimbangkan kemungkinan terjadinya settlement pada jaringan pipa gas PT Nusantara Regas dan pipa BBM PT PHE di kanal vertikal bagian Timur. Kriteria keamanan terhadap potensi likuifaksi mengikuti Eurocode 8 (EC8) untuk desain keamanan struktur terhadap kegempaan kelas III, yaitu minimal 1,3 2. Faktor keamanan ini didasarkan pada Peak Ground Acceleration (PGA) untuk Teluk Jakarta sebesar a = 0,15 m/s 2 untuk bedrock level sesuai dengan Indonesian Code SNI untuk Zona Kegempaan Indonesia (Gambar 2.19). Kriteria magnitude gempa bumi untuk Teluk Jakarta adalah sebesar 0,8 dengan peak acceleration sebesar 0,25g. Material urugan terdiri dari coarser sand dengan kandungan material halus terbatas (Tabel 2.6). Rancangan tinggi revetment untuk batas Utara, Barat, dan Timur untuk kala ulang 250, 500, dan tahun tertera pada Tabel 2.7. Ukuran Partikel (mm) Tabel 2.6 Rencana Ukuran Material Urug Bagian Atas Prosentase Menurut Berat (%) Bagian Bawah 5, , , , , , , , , , *) 0 Keterangan : *) Proporsi relatif menurut berat untuk fraksi 0,063 mm terhadap fraksi 2,00 mm. 2 EC8 mengkategorikan kelas keamanan struktur terhadap gempa menjadi 4 kelas, yakni kelas I, II, III, dan IV dengan importance factors antara 0,8 1,4, Report from the 1996 NCEER and 1998 NCEER/NSF Workshops on Evaluation of Liquefaction Resistance of Soils, Journal Of Geotechnical and Geo-environmental Engineering, October 2001 II - 29

61 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Gambar 2.19 Zona Kegempaan Indonesia (SNI ) Tabel 2.7 Rancangan Tinggi Revetment Arah Batas Periode Ulang (Tahun) Tinggi (m) Utara , , ,5 Barat , , ,4 Timur , , ,3 Berdasarkan kriteria desain geoteknik, maka komponen utama desain geoteknik Pulau G adalah lahan hasil reklamasi; batas reklamasi; interaksi kegiatan konstruksi dengan pipa gas PT Nusantara Regas; dan interaksi aktifitas kontruksi dengan outlet PLTU/PLTGU Muara Karang (Gambar 2.20). Desain bentuk Pulau G tertera pada Gambar 2.21, sedang desain reklamasi dan revetment Pulau G bagian Utara, Timur, Barat, dan Selatan tertera pada Gambar 2.22, 2.23, 2.24, dan II - 30

62 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Batas reklamasi Pipa gas PT Nusantara Regas Lahan hasil reklamasi Intake PLTU/PLGTU Muara Karang Outlet PLTU/PLTGU Muara Karang Batas reklamasi Gambar 2.20 Komponen Geoteknik Utama Desain Pulau G II - 31 Pipa gas

63 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Gambar 2.21 Rencana Lay-out Pulau G II - 32

64 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Gambar 2.22 Desain Reklamasi dan Revetment Pulau G Bagian Utara II - 33

65 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Gambar 2.23 Desain Reklamasi dan Revetment Pulau G Bagian Timur II - 34

66 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Gambar 2.24 Desain Relamasi dan Revetment Pulau G Bagian Barat II - 35

67 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Gambar 2.25 Desain Reklamasi dan Revetment Pulau G Bagian Selatan II - 36

68 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Kegiatan reklamasi direncanakan dilakukan secara simultan diawali dari bagian Selatan sisi Timur Pulau G ke arah Barat dan Utara. Pada Gambar 2.26 awal konstruksi ditandai oleh lokasi S. Aktifitas reklamasi diawali oleh penggalian lapisan lunak di dasar laut hingga mencapai lapisan yang cukup keras untuk sand key. Selanjutnya dilakukan penggelaran pasir laut hingga mencapai ketebalan, yaitu 0,5 1 meter di atas dasar laut dan dilanjutkan dengan pembangunan tanggul dari pasir. Selanjutnya dilakukan penyebaran kembali dan diikuti oleh pembangunan tanggul hingga permukaan pasir mencapai mukaan air laut. Pada lahan yang telah diurug hingga mencapai platform sekitar 1,5 m dari LWS dilakukan pemasangan vertical drain untuk mempercepat pemadatan lapisan lunak di bawah areal yang direklamasi. Masing-masing kegiatan dan aktifitas akan diuraikan pada Sub-Bab S Posisi awal aktifitas reklamasi Gambar 2.26 Gambar Skematik Posisi Awal Aktifitas Reklamasi Pulau G II - 37

69 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Tahapan Kegiatan Reklamasi Pulau G Kegiatan Pra-Konstruksi A Sosialisasi Rencana Reklamasi Dalam tahap pra konstruksi reklamasi Pulau G, dilakukan sosialisasi rencana reklamasi Pulau G, pemasangan rambu-rambu di lokasi yang akan direklamasi, dan rekrutmen tenaga kerja konstruksi. Sosialisasi rencana reklamasi Pulau G dilakukan melalui konsultasi publik dengan perwakilan masyarakat Kelurahan Pluit dan pemangku kepentingan lainnya, yaitu PT PJB (Persero) Unit Muara Karang, SKPD di lingkungan Provinsi DKI Jakarta Utara dan unit kerjanya, perwakilan masyarakat nelayan, dan LSM. Masukan melalui konsultasi publik dirangkum dalam Bab 4. Di samping itu telah dilakukan pemasangan pengumuman di dekat lokasi rencana reklamasi dan di kantor Kelurahan Pluit. Sesuai dengan Permen LH No. 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses AMDAL dan Izin Lingkungan Hidup, tanggapan terhadap pengumuman tentang rencana reklamasi Pulau G dan kajian AMDAL yang melengkapinya dapat disampaikan dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja. Selama masa pemberian tanggapan atas pengumuman tersebut tidak tercatat masukan dari masyarakat secara tertulis maupun lisan. Walaupun sosialisasi rencana reklamasi secara formal dilakukan terkait penyelenggaraan kajian AMDAL, namun PT Muara Wisesa Samudra secara rutin melakukan komunikasi dengan pemangku kepentingan untuk memperoleh masukan dan tanggapan masyarakat. B Pemasangan Rambu-rambu pada Lokasi Reklamasi Pemasangan rambu-rambu pada rencana lokasi reklamasi Pulau G dilakukan sebagai persiapan pekerjaan fisik konstruksi. Rambu-rambu akan berfungsi sebagai pertanda bagi PT Muara Wisesa Samudra bahwa aktifitas konstruksi secara fisik akan dimulai dan juga pertanda bagi masyarakat umum yang melakukan kegiatan di sekitar kawasan perairan yang akan direklamasi. Pemasangan rambu dilakukan pada jarak 5 meter dari batas lokasi kegiatan sesuai dengan koordinat Pulau G. C Rekrutmen Tenaga Kerja Reklamasi Pada tahap ini juga dilakukan rekrutmen tenaga kerja konstruksi dengan jumlah sekitar 117 orang dengan berbagai kualifikasi. Oleh karena aktifitas konstruksi akan menggunakan vessel dan peralatan berat untuk penggelaran bahan, konstruksi revetment, dan sebagainya, maka kualifikasi utama yang dibutuhkan adalah operator (Tabel 2.7). Rekrutmen tenaga kerja pada tahap konstruksi pada implementasinya akan dilakukan oleh kontraktor, terkait dengan hal tersebut PT Muara Wisesa Samudra mensyaratkan kontraktor untuk memberikan prioritas bagi masyarakat sekitar sesuai dengan kualifikasi keahlian dan ketrampilan yang dimiliki. Tenaga kerja akan disediakan hunian sementara di sekitar kompleks perumahan Green Bay yang dilengkapi dengan fasilitas MCK dan listrik, dan tempat pengelolaan sampah padat yang disediakan terpadu dengan fasilitas yang ada di kawasan Green Bay. Kebutuhan air bersih bagi tenaga kerja akan dipasok dari PDAM Jaya, dimana instalasinya telah tersedia pada kompleks Green Bay. Tabel 2.7 Prakiraan Jumlah Tenaga Kerja Reklamasi Pulau G No Posisi/Jabatan Jumlah (orang) Kualifikasi Pendidikan 1. Manajer Proyek 1 Sarjana Teknik 2. Tenaga Ahli Teknik Sipil dan Kelautan 8 Sarjana Teknik II - 38

70 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta No Posisi/Jabatan Jumlah (orang) Kualifikasi Pendidikan 3. Tenaga Ahli Teknik Mesin 4 Sarjana Teknik 4. Tenaga Ahli Teknik Elektro 3 Sarjana Teknik 5. Penyelia 10 Sarjana Teknik dan 6. Operator Alat Berat 15 SMA/STM/sederajat 7. Pembantu Operator Alat Berat 20 STM/sederajat 8. Pengemudi Kendaraan 16 SMA/STM/sederajat 9. Tenaga Teknis Lapangan 30 SMA/STM/sederajat 10. Petugas Keamanan 10 SMA/Sederajat Jumlah Kegiatan Konstruksi Kegiatan konstruksi meliputi mobilisasi peralatan reklamasi, pengangkutan material reklamasi, penggelaran material reklamasi, konstruksi revetment, penggelaran bahan urugan, pemasangan vertical drain, dan pembangunan jembatan penghubung sementara untuk kegiatan konstruksi dengan daratan terdekat. Lahan yang akan terbangun melalui reklamasi Pulau G digambarkan melalui penampang melintang pada Gambar A Mobilisasi Peralatan Reklamasi Peralatan reklamasi yang dipergunakan adalah kapal pengangkut pasir laut dari quarry di sekitar Selat Sunda, Provinsi Banten menuju rencana lokasi reklamasi, dan menggelar pasir laut pada perairan yang akan direklamasi. Kebutuhan peralatan reklamasi disesuaikan dengan kondisi kawasan pengerukan pasir laut dan kawasan yang akan direklamasi. Jenis peralatan yang dapat dipergunakan untuk pengerukan, pengangkutan, dan penggelaran pasir laut di lokasi sumber hingga lokasi reklamasi adalah Trailing Suction Hopper Dredger (TSHD) sebagaimana tertera pada Gambar Di samping itu juga digunakan spraying pontoon, cutter suction dredger, dan barge untuk menyebarkan dan meratakan pasir laut dan membangun revetment. Penggunaan TSHD dipertimbangkan oleh karena memiliki kapasitas galian yang besar, tahan terhadap cuaca ekstrim, mobilisasi dan demobilisasi TSHD relatif mudah, dan dapat melakukan pengerukan hingga kedalaman 90 meter. TSHD yang akan digunakan memiliki kapasitas hopper sekitar m 3. Kapasitas TSHD disesuaikan dengan kedalaman rata-rata perairan di rencana lokasi reklamasi, yaitu 8 m. Untuk reklamasi Pulau G diperlukan 1 (satu) buah TSHD yang mengeruk, mengangkut, dan menggelar pasir laut dengan operasi harian secara terus menerus. Spraying pontoon dipergunakan untuk menyebarkan pasir laut secara perlahan lapis per lapis denga ketebalan sekitar 0,5 m untuk menghindarkan terberainya lapisan dasar laut yang merupakan lapisan lunak berupa lumpur. Di samping itu, juga dipergunakan tongkang (barge) untuk pengangkutan batu yang diperlukan dalam konstruksi revetment. Batu yang diperlukan direncanakan diangkut melalui laut ke lokasi reklamasi Pulau G. Seluruh peralatan berat untuk konstruksi revetment di bagian Timur akan menggunakan spud anchor guna memudahkan aktifitas serta menghindarkan penggunaan anchor mooring yang dapat mengganggu keamanan pipa gas bawah laut. II - 39

71 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Sumber : PT Muara Wisesa Samudra, 2012 Gambar 2.27 Penampang Melintang Barat Timur Pulau G II - 40

72 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Dumping Pumping Rainbowing Sumber : Conceptual Design Pulau G, Royal Haskoning DHV 3 Gambar 2.28 Peralatan Trailing Suction Hopper Dredger (TSHD) Seluruh peralatan reklamasi yang dipergunakan di bagian Timur akan menggunakan navigation system yang sama untuk menghindarkan discrepancy akibat perbedaan perangkat lunak. Di samping itu akan dilakukan pemasangan marking buoy untuk visual navigation sebelum aktifitas konstruksi dimulai. Peralatan konstruksi lainnya adalah long arm excavator dengan lengan sepanjang 15 m hingga 25 m yang dipergunakan untuk meletakkan batu dari arah laut maupun bagian dalam revetment. Long arm excavator yang digunakan dari arah laut dilengkapi grab dredger dan keranjang (bucket) bervolume 2 m 3 4 m 3. Di samping itu akan digunakan peralatan berat bulldozer, loader, spreader, dan grader untuk pekerjaan perataan tanah jika pengurugan telah melampaui muka air laut, peralatan pemancang vertical drain berupa crane dan ledder, dan dump truck untuk pengangkut. Oleh karena aktifitas konstruksi tidak diperkenankan mengganggu keberadaan pipa gas bawah laut dan operasi PLTU/PLTGU Muara Karang, maka penggunaan barge dan peralatan berat akan dievaluasi dan diawasi bersama dengan PT Nusantara Regas. B Pengangkutan Material Reklamasi Material reklamasi terdiri atas pasir laut sebagai bahan urugan utama, batu untuk material revetment, dan dan tanah untuk lapisan atas (top soil). Pasir laut yang dibutuhkan untuk reklamasi Pulau G sekitar m 3. Penyediaan bahan urugan direncanakan dilakukan pihak ketiga dengan persyaratan administratif dan teknis. Secara administratif pihak pemasok bahan urugan memenuhi peraturan dalam pengadaan bahan galian golongan C menurut : 1) KepMen Pertambangan dan Energi No. 217/Kpts/M/Pertamben/1963 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberian Ijin Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C yang Terletak di Lepas Pantai. 2) KepMen Pertambangan dan Energi No. 0815/800/M.PE/1988 tentang Pedoman Teknis Penyusunan PIL dan AMDAL di Bidang Pertambangan Umum dan Bidang Pertambangan Migas dan Sumber Daya Panas Bumi. Terkait dengan ketentuan di atas, maka pemasok pasir laut dipersyaratkan telah memiliki ijin penambangan dan dokumen AMDAL. Sedang persyaratan teknis terkait dengan tata cara pengangkutan dan spesifikasi pasir laut. Pada saat ini PT Muara Wisesa Samudra belum 3 Royal Haskoning DHV, engineering consultant perencana teknis reklamasi Pulau G II - 41

73 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta melakukan penunjukan pihak ketiga sebagai pemasok pasir laut, namun persyaratan administratif dan teknis tersebut akan diterapkan pada proses tender perusahaan pemasok. Pasir laut rencananya didatangkan dari kawasan Selat Sunda dan Lampung (Gambar 2.29). Lokasi sumber pasir laut pada saat ini belum dapat ditentukan secara pasti dan akan disesuaikan dengan proses dan prosedur perijinan selanjutnya yang akan ditempuh oleh PT Muara Wisesa Samudra. Pengangkutan pasir laut ke lokasi reklamasi dilakukan dengan menggunakan TSHD berkapasitas m 3 sesuai ketersediaan kapal. Pengangkutan material reklamasi direncanakan berkoordinasi dengan Polisi Air, Polda Metro Jaya. Pengadaan batu untuk reklamasi akan dilakukan oleh pihak ketiga melalui proses tender dengan persyaratan administratif dan teknis sebagaimana prasyarat pemasokan pasir laut. Pada saat ini PT Muara Wisesa Samudra belum melakukan penunjukan pihak ketiga untuk pengadaan batu. Kebutuhan batu diperkirakan sekitar m 3 dan potensi yang tersedia adalah di daerah Bojonegara, Provinsi Banten. Pengangkutan batu diupayakan melalui transportasi laut menuju lokasi reklamasi Pulau G untuk menghindarkan hambatan terhadap kelancaran lalu lintas di jalan raya kawasan Pluit. Pada saat ini sumber material batu masih dalam tahap survey. Demikian pula dengan kebutuhan tanah (top soil) untuk lapisan atas lahan reklamasi. Kebutuhan top soil untuk Pulau G secara keseluruhan diperkirakan sekitar m 3. Sumber material tanah yang akan digunakan untuk lapisan penutup sedang dalam tahap survey untuk selanjutnya dilakukan penunjukan pihak ketiga sebagai pemasok. C Penggelaran Material Reklamasi Kegiatan reklamasi pada implementasinya dilakukan secara simultan diawali oleh pembuatan sand key di bawah bangunan revetment melalui pengerukan lapisan lunak hingga mencapai lapisan cukup keras dan diisi oleh pasir laut; penggelaran material reklamasi berupa pasir laut secara perlahan dan berlapis; dan dilakukan pembangunan sejenis tanggul dari pasir pada batas areal yang telah tergelar lapisan pasir laut. Sesudahnya dilakukan penggelaran kembali, demikian seterusnya hingga terbentuk lahan yang dibatasi oleh revetment. Penggelaran material reklamasi dilakukan dengan menggunakan spraying pontoon untuk menggelar lapisan dasar, yaitu menyemprotkan pasir dengan kecepatan rendah (Gambar 2.30). Oleh karena dasar laut merupakan lapisan lumpur yang lunak, maka penggelaran pasir dilakukan dengan perlahan dan berlapis dengan ketebalan sekitar 0,5 m. Penggelaran secara perlahan diperlukan untuk menghindarkan gelombang lumpur (mud wave) yang menyebabkan gerakan ke samping. Mud wave berpotensi menyebabkan deformasi pemadatan atau pengangkatan dari dasar laut, sehingga penurunan lahan terjadi tidak merata. Setelah alas dasar dan pasir terbentuk, dilakukan pengisian kembali material reklamasi sehingga endapan di dasar laut dan lapisan dasar mengalami pemadatan (consolidation) secara berangsur-angsur. Pengisian material reklamasi dilakukan secara berlapis dengan menjaga penggelaran secara merata. II - 42

74 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Sumber Pasir Laut Sumber : Google Earth Gambar 2.29 Rencana Lokasi Sumber Pasir Laut II - 43

75 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Sumber : Conceptual Design Pulau G, Royal Haskoning DHV Gambar 2.30 Spraying Pontoon Spraying pontoon dihubungkan oleh pipa apung (floating pipe) dilengkapi pompa ke hopper atau dredging vessel untuk mengalirkan pasir yang akan digelar. Setelah mencapai permukaan air laut, penggelaran material urugan dibantu oleh alat-alat berat, seperti bulldozer, loader, spreader, dan lainnya untuk membantu meratakan dan membentuk areal reklamasi. Penggelaran material reklamasi dapat menyebabkan penyebaran sedimen ke perairan sekitar, terutama sedimen halus. Sedimen berupa pasir kasar dengan diameter >2 mm cenderung segera mengendap ke dasar laut. Guna menghindarkan sebaran sedimen dalam kolom air, akan dipasang silt screen sebagai tabir penghalang (Gambar 2.31). Sumber : Conceptual Design Pulau G, Royal Haskoning DHV Gambar 2.31 Silt Screen pada Aktifitas Reklamasi D Konstruksi Revetment Secara simultan revetment dibangun bersamaan dengan penggelaran material reklamasi. Seluruh aktifitas diawali oleh penggalian lapisan lunak di dasar laut di bawah revetment yang berfungsi II - 44

76 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta sebagai sand key, yaitu bagian dasar laut yang diisi oleh pasir laut untuk mendukung bangunan di atasnya (Gambar 2.32). Penggalian dilakukan hingga mencapai lapisan yang cukup keras dan selanjutnya diisi oleh pasir laut. Pembuatan sand key berfungsi sebagai soil improvement untuk menjaga agar tidak terjadi settlement. Hasil soil investigation menunjukkan bahwa seabed mengandung soft clay, sehingga diperlukan soil improvement melalui sand key. Proses penimbunan pasir pada galian lapisan lunak dilakukan secara pararel dan simultan untuk menjaga stabilitas galian untuk sand key. Sumber : Conceptual Design Pulau G, Royal Haskoning DHV Gambar 2.32 Sand Key Pada bagian Timur penggalian dalam rangka pembuatan sand key mempertimbangkan jarak aman terhadap keberadaan pipa gas bawah laut. Guna mempertahankan keamanan pipa gas bawah laut, maka free span di sisi Timur serta metode penggalian (detail engineering design) akan dikaji secara rinci oleh PT Muara Wisesa Samudra dan dilakukan evaluasi oleh PT Nusantara Regas. Dalam kepentingan tersebut, dilakukan koordinasi teknis antara PT Muara Wisesa Samudra dengan PT Nusantara Regas. Penggalian lapisan lunak dan lokasi penimbunannya telah mendapat rekomendasi Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas III Sunda Kelapa, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan No. PP 201/1/9/KSOP-SKA/13 tertanggal 18 Juli 2013, yakni pada koordinat 05 o LS 106 o BT, 05 o LS 106 o BT, 05 o LS 106 o BT, dan 106 o LS 106 o BT. Setelah terbentuk sand key, dilakukan penggelaran pasir secara perlahan dan disebar merata hingga mencapai ketebalan sekitar 0,5 m di atas dasar laut menggunakan spraying pontoon. Selanjutnya dibuat sejenis tanggul dari pasir di sekeliling area yang disebar, kemudian dilakukan penyebaran pasir kembali dengan menggunakan. Demikian seterusnya hingga permukaan pasir mencapai permukaan air laut. Konstruksi revetment secara simultan dilakukan secara berlapis menurut beberapa jenis batuan. Inti revetment terdiri atas pasir urug yang diletakkan di atas geo-mattress yang berfungsi mendistribusikan beban tanggul secara merata ke area yang lebih luas. Untuk menjaga penyebaran pasir ke luar tapak reklamasi, dilakukan pelapisan melalui geotextile sheet antara pasir dengan lapisan batuan. Sebagai lapisan filter adalah batu dengan ukuran yang lebih kecil, diikuti secondary II - 45

77 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta armour stone dan primary armour stone. Konstruksi revetment umumnya terdiri atas tiga aktifitas utama, yakni sand strimming, pelapisan geo textile, dan peletakan batu. Gambaran konstruksi revetment tertera pada Gambar 2.33 dan Sand Trimming Sand trimming dilakukan menggunakan long arm excavator pada area di atas batas muka air, sedang pada area perairan laut sand trimming dilakukan menggunakan backhoe dredger atau clamshell dredger. Dalam melakukan sand trimming memperhatikan pasang surut dan gelombang. Pekerjaan ini menghasilkan kemiringan pasir yang diinginkan, sehingga perlu dilindungi oleh geotextile secepatnya. Jika terdapat pasir yang terlepas dapat digunakan sebagai material reklamasi selanjutnya. Geotextile Laying Geotextile laying dilakukan dengan menggulung ke arah bawah dan menjahit dari arah atas mengikuti kemiringan revetment menuju dasar revetment. Untuk menjaga efektifitas pelapisan geotextile umumnya pada area perairan laut akan dibuat overlap sekitar 1 2 m. Sumber : Conceptual Design Pulau G, Royal Haskoning DHV Gambar 2.33 Sand Trimming dan Geotextile Laying Stone Placing Batuan direncanakan diangkut menggunakan barge ke lokasi reklamasi. Untuk mencapai puncak kemiringan revetment, digunakan long arm excavator dengan lengan sepanjang m. Grab dredger kecil dengan volume bucket 2 m 3 4 m 3 digunakan untuk meletakkan batu dari arah laut. Pekerjaan ini membutuhkan pengawasan terhadap peletakan batu agar sesuai dengan rancangan kemiringan. Oleh karena pekerjaan ini perlu dilakukan secara kontinyu, maka disediakan stockpile batu pada daratan terdekat, yaitu di areal perumahan Green Bay. Gambaran kegiatan stone placing tertera pada Gambar II - 46

78 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Sumber : Conceptual Design Pulau G, Royal Haskoning DHV Gambar 2.34 Offshore dan Onshore Stone Placing Konstruksi revetment adalah tipe gravity revetment dengan kemiringan (slope) 1 : 4. Batuan untuk revetment adalah jenis boulder dengan berat antara 30 kg kg yang disusun di atas lapisan batu dengan ukuran lebih kecil. Penggunaan boulder dimaksudkan untuk menahan energi gelombang. Konstruksi revetment di sisi Timur memiliki jarak 25 m ke pipa gas dengan prasyarat tidak diperkenankan melakukan aktifitas apapun terkait reklamasi Pulau G dalam jarak tersebut. Jarak tersebut akan dievaluasi bersama dengan PT Nusantara Regas sesuai persyaratan free span untuk menjaga keamanan pipa gas bawah laut. Sea bed 25 m Sand key Pipa gas Gambar 2.35 Konsep Revetment Sisi Timur Secara khusus, selama aktifitas konstruksi revetment dan penggelaran material reklamasi di bagian Timur Pulau G oleh kontraktor akan dilakukan pengawasan bersama antara PT Muara Wisesa Samudra dengan liaison officer PT Nusantara Regas. E Pemasangan Vertical Drain Proses konsolidasi tanah hasil reklamasi dilakukan dengan pemasangan vertical drain untuk mempercepat penurunan tanah (settlement) oleh lapisan lempung lunak yang terletak di dasar laut. II - 47

79 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Penurunan tanah pada awal berlangsung dengan kecepatan tinggi dan berangsur-angsur berlangsung menurun. Pemasangan vertical drain dilakukan melalui pemancangan prefabricated vertical drain (PVD) berbentuk pita vertikal ke dalam tanah yang direklamasi. Bahan yang digunakan adalah fibre drain. Ujung terbawah pita vertikal diberi mandrell yang diikat oleh lumpur. Pemasangan vertical drain dilakukan dengan pola empat persegi panjang berjarak 1 meter hingga kedalaman m yang merupakan lapisan dense sand dengan rencana konsolidasi sebesar 0% dalam waktu setengah tahun. Jika vertical drain telah terpasang, maka dilakukan pengisian material urugan hingga mencapai formation level yang dikehendaki. Selanjutnya dilakukan pemadatan areal reklamasi dengan pemadatan dinamis (dynamic compaction) dan pemadatan getar (vibro compaction) yang diikuti oleh pemasangan lapisan pembebanan sementara (surcharge) agar konsolidasi berlangsung cepat. Pembebanan memperhitungkan kemungkinan terjadinya pembuburan tanah (liquefaction) dalam lahan reklamasi. Setelah berlangsung konsolidasi tanah, surcharge diangkat untuk digunakan di areal lainnya. Setelah pengangkatan surcharge, permukaan lahan reklamasi dilapisi tanah sebagai top soil setebal 0,6 10 cm. Sumber : Conceptual Design Pulau G, Royal Haskoning DHV Gambar 2.36 Pemasangan Vertical Drain F Pembangunan Jembatan Penghubung Sementara Untuk mendukung kegiatan reklamasi Pulau G, diperlukan jembatan penghubung sementara sebagai akses yang menghubungkannya dengan daratan terdekat, Jembatan ini berfungsi mendukung kegiatan konstruksi pulau dan merupakan akses tenaga kerja untuk mencapai lokasi areal Pulau G. Sebagaimana dijelaskan terdahulu, daratan terdekat rencana Pulau G adalah kawasan perumahan Green Bay yang berada di sebelah Selatannya. Dalam rancangan awal, jembatan penghubung sementara tersebut akan melintasi kawasan Green Bay untuk memperoleh jarak terpendek dengan panjang sekitar 350 m dan lebar sekitar 12 m yang dimungkinkan dilalui alat berat. Konstruksi jembatan sedang dalam tahap perencanaan. Akses ke kawasan Jakarta yang lebih luas menggunakan Jalan Pluit Karang Ayu menuju kawasan Pluit (Gambar 2.37). II - 48

80 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Keterangan : Jalan Penghubung Sementara Jalan Pluit Karang Ayu Gambar 2.37 Jalan Penghubung Sementara Pulau G dengan Daratan Kegiatan Pasca Konstruksi Oleh karena lingkup kegiatan reklamasi Pulau G yang menjadi subyek kajian AMDAL adalah rencana pembangunan Pulau G hingga terwujud lahan siap bangun, maka kegiatan pada tahap pasca konstruksi meliputi pengakhiran hubungan kerja antara tenaga kerja dengan kontraktor, demobilisasi peralatan reklamasi pada tahapan akhir pengurugan, dan keberadaan lahan siap bangun pada Pulau G di perairan Pantura Jakarta. II - 49

81 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta A Demobilisasi Peralatan Reklamasi Reklamasi membutuhkan berbagai peralatan berat dan peralatan reklamasi yang sebagian besar akan dipergunakan di perairan laut, kecuali peralatan untuk membantu penggelaran tanah penutup (top soil) dan pemadatan lahan siap bangun. Oleh karenanya demobilisasi peralatan berat dan peralatan reklamasi juga akan berlangsung di kawasan perairan laut Teluk Jakarta. Sedang demobilisasi peralatan berat pendukung reklamasi, seperti bulldozer, loader, spreader, crane, dan dumptruck akan dilakukan melalui jalan raya, yaitu memanfaatkan jembatan penghubung sementara, Jalan Pluit Karang Ayu, Jalan Pluit Karang Utara, dan memasuki kawasan Pluit. Oleh karena kegiatan reklamasi dilakukan secara simultan dan menerus hingga terbangun Pulau G, maka demobilisasi akan berlangsung bertahap sesuai dengan progres reklamasi Pulau G. B Penanganan Tenaga Kerja Reklamasi Tenaga kerja konstruksi secara keseluruhan yang terlibat dalam kegiatan reklamasi Pulau G diperkirakan sekitar 117 orang dari berbagai kualifikasi. Pelibatan secara aktif tenaga kerja tersebut tidak berlangsung secara bersamaan, oleh karena masing-masing akan terlibat pada aktifitas konstruksi yang tertentu. Pada akhir masa reklamasi jumlah tenaga kerja diperkirakan sekitar 50% dari yang direkrut. Pada dasarnya keterlibatan tenaga kerja tersebut berlangsung sebagai hubungan kerja dengan pihak kontraktor yang melaksanakan reklamasi, namun dampak pengakhiran hubungan kerja menjadi lingkup kajian dalam studi AMDAL Reklamasi Pulau G. C Keberadaan Pulau G Terwujudnya Pulau G dengan lahan siap bangun di dalamnya merupakan tujuan dilakukannya reklamasi. Terkait dengan kebijakan dan rencana Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta untuk membangun pantai Utara Jakarta melalui reklamasi dengan membangun pulau-pulau yang terpisah dari daratan yang ada, maka keberadaan Pulau G merupakan salah satu upaya pemanfaatan ruang sebagaimana diamantkan oleh Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW DKI Jakarta Selain itu, keberadaan Pulau G akan berfungsi determinasi bagi rencana pembangunan pulau lain yang berdekatan dan kawasan daratan yang berbatasan, terutama dari aspek fisik Struktur Organisasi PT Muara Wisesa Samudra PT Muara Wisesa Samudra sebagai pemrakarsa reklamasi Pulau G dipimpin oleh seorang Direktur yang membawahkan Divisi Perencanaan, Divisi Konstruksi, dan Divisi Umum. Dalam melaksanakan tugas hariannya, Direktur PT Muara Wisesa Samudra dibantu oleh seorang General Manager. Dalam kegiatan reklamasi Pulau G, PT Muara Wisesa Samudra membangun hubungan kerja dengan beberapa kontraktor yang membantu pemasokan material reklamasi dan aktifitas pembangunan fisik. Oleh karena kegiatan pembangunan di lapangan akan dilaksanakan oleh kontraktor, maka PT Muara Wisesa Samudra akan berperan sebagai pengawas kinerja kegiatan pembangunan, termasuk pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan lingkungan secara melekat. Organisasi PT Muara Wisesa Samudra merupakan pengelola kegiatan reklamasi Pulau G hingga tahap pasca konstruksi, termasuk bertanggung jawab dalam pemeliharaan hasil reklamasi Pulau G. II - 50

82 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Di samping itu, PT Muara Wisesa Samudra membangun komunikasi dengan pemnagku kepentingan yang lokasinya berdekatan, yakni PT PJB Unit Muara Karang, PT Nusantara Regas. Dan PT Pertamina Hulu Energi guna melakukan koordinasi dalam rangka pengawasan pelaksanaan reklamasi Pulau G. Komunikasi perlu dilembagakan dalam rangka mengintegrasikan kepentingan keamanan instalasi pipa gas, pipa BBM, dan pembangkitan listrik secara berkelanjutan. Dalam struktur organisasi PT Muara Wisesa Samudra fungsi pengawasan menjadi tanggung jawab Divisi Konstruksi. Pengelolaan lingkungan yang wajib dilaksanakan oleh PT Muara Wisesa Samudra melalui kontraktornya menjadi bagian tanggung jawab Divisi Konstruksi, sedang hubungan antar institusi menjadi bagian tanggung jawab Divisi Umum. Gambar berikut menunjukkan struktur organisasi PT Muara Wisesa Samudra. PT MUARA WISESA SAMUDRA Direktur. General Manager Divisi Perencanaan Divisi Konstruksi Divisi Administrasi dan Umum Planning and Design Department Civil Work Department M & E Department Landscape and Architectural Department Construction Engineering Department Supervision Department Legal Department External & Public Relation Department Finance HRD Gambar 2.38 Struktur Organisasi PT Muara Wisesa Samudra Tahapan Waktu Pelaksanaan Reklamasi Pulau G Jadwal pembangunan reklamasi Pulau G direncanakan selama 26 (duapuluh enam) bulan setelah memperoleh perijinan pelaksanaan reklamasi dengan beberapa pekerjaan yang dilaksanakan secara simultan sesuai dengan proses pembangunan revetment dan penggelaran bahan urugan. Kegiatan pembangunan direncanakan diawali pada kwartal ke empat tahun Secara garis besar kegiatan akan meliputi pekerjaan pembangunan revetment, pemasokan pasir urug dan penggelaran, pembangunan akses penghubung sementara, pembangunan tanggul pemisah, dan pekerjaan pemadatan tanah dan penggelaran tanah penutup. Gambar 2.39 menunjukkan tahapan waktu reklamasi yang direncanakan berlangsung selama 26 (duapuluh enam) bulan. II - 51

83 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta No. Kegiatan Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Sept/Okt Nov/Des Jan/Feb Mar/Apr Mei/Jun Jul/Aug Sept/Okt Nov/Des Jan/Feb Mar/Apr Mei/Jun Jul/Aug Sept/Okt 1. Sosialisasi Rencana Reklamasi 2. Detail Engineering Design Reklamasi 3. Pemasangan Rambu di Lokasi Reklamasi 4. Rekrutmen Tenaga Kerja Reklamasi 5. Mobilisasi Peralatan Reklamasi 6. Pengangkutan Material Reklamasi 7. Konstruksi Revetment 8. Penggelaran Materiail Reklamasi 9. Pemasangan Vertical Drain 10. Pembangunan Jalan Penghubung Sementara 11. Pembangunan Tanggul Pemisah 12. Demobilisasi Peralatan Reklamasi 13. Penanganan Tenaga Kerja Reklamasi 14. Keberadaan Pulau G Keterangan : Kegiatan direncanakan diawali kwartal ke 4 Tahun 2013 disesuaikan dengan proses perijinan Gambar 2.39 Jadwal Pelaksanaan Reklamasi Pulau II - 52

84 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta II - 53

85 Bab 3 RONA LINGKUNGAN HIDUP

86 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Bab 3 RONA LINGKUNGAN HIDUP Sebagai bagian dari kawasan Pantura Jakarta yang meliputi kawasan perairan Teluk Jakarta dan kawasan daratan berbatasan, maka kondisi rona lingkungan di kawasan sekitar rencana Pulau G dalam beberapa aspek menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kawasan yang lebih luas. Dengan demikian kondisi kawasan Pantura Jakarta akan menjadi konteks penggambaran rona lingkungan sekitar Pulau G. Kawasan perairan memiliki dinamika dan keterkaitan yang intensif antar lokasi, sehingga kondisi perairan secara lebih luas memiliki keberlakuan untuk dijadikan basis informasi. 3.1 Kondisi Geofisik-Kimiawi Klimatologi Data meteorologi bersumber dari stasiun Meteorologi dan Geofisika Tanjung Priok (Sta 26) untuk kurun waktu Berdasarkan registrasi curah hujan yang tercatat pada stasiun Tanjung Priok, curah hujan dan jumlah hari hujan di Kawasan Pantura Jakarta mengikuti pola musim basah dan musim kering, dimana pada bulan basah curah hujan bulanan melampaui 110 mm dan jumlah hari hujan lebih dari 10 hari. Tabel 3.1 menunjukkan curah hujan bulanan rata-rata dan jumlah hari hujan rata-rata, sedang Tabel 3.2 menunjukkan curah hujan harian maksimum periode Tabel 3.1 Curah Hujan Bulanan Rata-Rata dan Jumlah Hari Hujan Rata-Rata Tahun Bulan Curah Hujan Rata-Rata (mm) Rata-Rata Hari Hujan (Hari) Januari 202,9 15 Februari 707,3 28 Maret 122,4 17 April 216,7 18 Mei 108,3 5 Juni 56,7 5 Juli - 1 Agustus 23,1 6 September 21,0 3 Oktober 56,1 10 November 200,9 18 Desember 114,3 16 Sumber : Stasiun Meteorologi dan Geofisika Tanjung Priok Rona Lingkungan Hidup III - 1

87 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Tabel 3.2 Curah Hujan Harian Maksimum Tahun Tahun Curah Hujan Harian Maksimum (mm) Sumber : Stasiun Meteorologi dan Geofisika Tanjung Priok Suhu udara harian rata-rata kawasan Pantura Jakarta yang merupakan dataran rendah Jakarta periode berkisar antara 26,2 o C 27,9 o C (Tabel 3.3). Suhu udara maksimum rata-rata tercatat antara 33,2 o C 35,5 o C dan minimum rata-rata antara 22,4 o C 24,7 o C. Data tahun mencatat suhu udara di sekitar Pulau G berkisar antara 25,0 o C 31,8 o C, dengan suhu rata-rata tertinggi terjadi pada bulan April dan suhu terendah pada bulan Juli dan Agustus. Suhu perairan rata-rata di Teluk Jakarta antara tahun tercatat antara 27,1 o C 29,7 o C dengan suhu maksimum pada kisaran 29,1 o C 29,7 o C tercatat pada bulan April Mei, sedang pada bulan Oktober November tercatat antara 28,6 o C 19,2 o C. Tabel 3.3 Suhu Udara Harian Rata-rata dan Kelembaban Harian Rata-Rata Tahun Bulan Suhu Udara Harian Rata-Rata ( o C) Kelembaban Harian Rata-Rata (%) Januari 26,2 83,8 Februari 26,7 81,9 Maret 27, April 27,7 79,3 Mei 27,9 77,6 Juni 27,8 75,3 Juli 27,3 74,1 Agustus 27,4 72,3 September 27,6 72,7 Oktober 27,8 74,0 November 27,4 77,4 Desember 26,9 79,3 Sumber : Stasiun Meteorologi dan Geofisika Tanjung Priok Rona Lingkungan Hidup III - 2

88 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Sumber : Aermet Ready MM5 Data Worldwide, Gambar 3.1 Fluktuasi Suhu Bulanan Rata-Rata Kawasan Pluit Tahun Kelembaban udara harian periode relatif tinggi dengan kisaran 72,3% 83,8% dengan kelembaban rata-rata sebesar 77,4% (Tabel 3.3). Perbedaan kelembaban bulanan rata-rata tidak terlampau nyata. Kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Februari dan cenderung menurun pada bulan-bulan berikutnya dengan fluktuasi yang tidak signifikan dan mencapai kelembaban terendah pada bulan Oktober. Selanjutnya meningkat dan mencapai kelembaban tertinggi pada bulan Februari. Sedangkan data tahun menunjukkan kelembaban udara berkisar antara 77% - 100% dengan rata-rata kelembaban maksimum terjadi pada bulan Februari - Maret dan kelembaban minimum terjadi pada bulan September. Fluktuasi kelembaban di kawasan Pluit ditunjukkan gambar berikut. Rona Lingkungan Hidup III - 3

89 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Sumber : Aermet Ready MM5 Data Worldwide, Gambar 3.2 Fluktuasi Kelembaban Rata-rata Kawasan Pluit Tahun Sebagaimana daerah lainnya di Indonesia, angin di kawasan Pantura Jakarta bertiup sepanjang tahun. Arah angin dominan di kawasan Pluit Utara sebagaimana ditunjukkan oleh mawar angin total pada tahun datang dari arah Utara, Timurlaut, Timur, dan Barat (Gambar 3.6). Bulan Desember hingga Maret angin dominan dari arah Barat, Baratdaya, dan Utara. Sedang bulan Mei hingga September angin dominan dari arah Utara, Timurlaut, dan Timur. Bulan Oktober angin dominan dari arah Utara, Timurlaut, dan Selatan, Dan pada bulan November angin dominan dari arah Utara, Selatan, dan Barat. Angin dominan di wilayah perairan Pantura Jakarta dipengaruhi oleh sirkulasi angin Muson, yaitu angin Muson Timur dan Muson Barat. Angin Muson Barat acap terjadi pada bulan Januari dan angin Muson Timur mencapai nilai maksimum pada bulan Juni dan Juli. Gambar 3.3, 3.4, dan 3.5 menunjukkan mawar angin bulan Januari April, Mei Agustus, dan September Desember pada periode Kecepatan angin rata-rata sepanjang tahun berkisar antara 5 10 knot atau setara dengan 2,6 5,2 meter/detik. Arah dan kecepatan angin menurut musim adalah : - Musim Barat berlangsung dari bulan Desember sampai dengan Februari dengan angin bertiup dari arah Baratdaya sampai Baratlaut. Angin dominan dari arah Baratlaut (50% - 70%) dengan kecepatan dominan 6-12 m/detik. - Musim Pancaroba pertama berlangsung dari bulan Maret sampai dengan Mei. Arah dan kecepatan angin berubah-ubah. Pengaruh Musim Barat masih tampak dalam bulan Maret, dimana angin Baratlaut masih cukup dominan. Dalam bulan April, Musim Timur mulai berpengaruh dengan angin Timurlaut yang lebih dominan dan semakin kuat pengaruhnya dalam bulan Mei, dimana 50% adalah angin Timurlaut dengan kecepatan terbanyak 6-12 m/detik. - Musim Timur berlangsung dari bulan Juni sampai dengan bulan Agustus dengan angin bertiup dari arah Baratlaut sampai Timur. Arah angin dominan adalah dari Timurlaut (50% - 60%) Rona Lingkungan Hidup III - 4

90 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta dengan kecepatan berkisar 3-12m/detik. Pada bulan Agustus angin dari Baratlaut dan Utara mulai berpengaruh walaupun angin dominan masih tetap dari Timurlaut. - Musim Pancaroba kedua berlangsung dari bulan September sampai dengan bulan November. Angin bertiup dari arah Baratlaut sampai Timurlaut. Pada bulan September, angin Timurlaut masih cukup dominan, tetapi makin berkurang pada bulan Oktober dan pada bulan November angin Baratlaut mulai berpengaruh. Fenomena ini akan mempengaruhi kondisi gelombang, dimana pada musim angin Barat, umumnya terjadi gelombang cukup besar, sedangkan pada musim angin Timur kondisi gelombang relatif kecil. Data yang tercatat untuk kondisi arah dan kecepatan angin jam-jaman antara bulan Januari Desember 2011 di kawasan Pluit sebagaimana tertera pada Gambar 3.7 dan Gambar 3.8 menunjukkan pola yang relatif sama dengan arah dan kecepatan angin yang tercatat pada tahun Secara umum angin di kawasan Pluit paling dominan bertiup dari arah Utara ke Selatan dan dari Baratlaut ke Tenggara, dan sebagian lagi bertiup dari Tenggara ke Baratlaut. Hal ini sesuai dengan kondisi perairan di Teluk Jakarta yang relatif mencirikan keseimbangan alam yang cenderung stabil. Berdasarkan mawar angin pada Gambar 3.7, dapat diprediksikan bahwa jika terjadi penyebaran pencemar udara, maka sebagian besar cenderung tersebar ke arah Selatan dan Baratlaut dari sumber emisi. Berdasarkan Gambar 3.8 dapat disimpulkan bahwa sesuai dengan distribusi frekuensi kecepatan angin, sekitar 37,6% angin bertiup dengan kecepatan berkisar antara 3,6 5,7 m/detik dengan kecepatan rata-rata berada di atas calm wind atau kecepatan angin kurang dari 0,5 m/detik. Dengan demikian tiupan angin di kawasan Pluit memiliki kecepatan cukup untuk mendispersikan dan mentransportasikan pencemar udara, sehingga emisi tidak akan terakumulasi di sumber emisi. Rona Lingkungan Hidup III - 5

91 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Jam-jaman Januari s.d. April Lokasi: Muara Karang NW NNE N NNE NE NW NNE N NNE NE 72% 72% 54% 54% WNW 36% 18% ENE WNW 36% 18% ENE 0% 0% W E W E WSW ESE WSW ESE SW SSW S SSE SE SW SSW S SSE SE Tidak Berangin = 1.09% Tidak Tercatat = 5.07% JANUARI Tidak Berangin =.83% Tidak Tercatat = 4.78% FEBRUARI NW NNE N NNE NE NW NNE N NNE NE 72% 72% 54% 54% WNW 36% 18% ENE WNW 36% 18% ENE 0% 0% W E W E WSW ESE WSW ESE SW SSW S SSE SE SW SSW S SSE SE Tidak Berangin =.41% Tidak Tercatat = 6.26% MARET Tidak Berangin =.65% Tidak Tercatat = 7.15% APRIL Jenis tongkat menunjukkan kecepatan angin dalam knot. Panjang tongkat menunjukkan persentase kejadian. Gambar 3.3 Mawar Angin di Sekitar Pluit Muara Karang Bulan Januari April Tahun Rona Lingkungan Hidup III - 6

92 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Jam-jaman Mei s.d. Agustus Lokasi: Muara Karang NW NNE N NNE NE NW NNE N NNE NE 72% 72% 54% 54% WNW 36% 18% ENE WNW 36% 18% ENE 0% 0% W E W E WSW ESE WSW ESE SW SSW S SSE SE SW SSW S SSE SE Tidak Berangin =.37% Tidak Tercatat = 7.31% MEI Tidak Berangin =.13% Tidak Tercatat = 6.27% JUNI NW NNE N NNE NE NW NNE N NNE NE 72% 72% 54% 54% WNW 36% 18% ENE WNW 36% 18% ENE 0% 0% W E W E WSW ESE WSW ESE SW SSW S SSE SE SW SSW S SSE SE Tidak Berangin =.74% Tidak Tercatat = 6.24% JULI Tidak Berangin = 6.23% Tidak Tercatat = 5.48% AGUSTUS Jenis tongkat menunjukkan kecepatan angin dalam knot. Panjang tongkat menunjukkan persentase kejadian. Gambar 3.4 Mawar Angin di Sekitar Pluit Muara Karang Bulan Mei - Agustus Tahun Rona Lingkungan Hidup III - 7

93 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Jam-jaman September s.d. Desember Lokasi: Muara Karang NW NNE N NNE NE NW NNE N NNE NE 72% 72% 54% 54% WNW 36% 18% ENE WNW 36% 18% ENE W 0% E W 0% E WSW ESE WSW ESE SW SSW S SSE SE SW SSW S SSE SE Tidak Berangin =.42% Tidak Tercatat = 7.50% SEPTEMBER Tidak Berangin =.51% Tidak Tercatat = 8.07% OKTOBER NW NNE N NNE NE NW NNE N NNE NE 72% 72% 54% 54% WNW 36% 18% ENE WNW 36% 18% ENE W 0% 0% E W 0% E WSW ESE WSW ESE SW SSW S SSE SE SW SSW S SSE SE Tidak Berangin =.44% Tidak Tercatat = 7.19% NOVEMBER Tidak Berangin =.29% Tidak Tercatat = 5.08% DESEMBER Jenis tongkat menunjukkan kecepatan angin dalam knot. Panjang tongkat menunjukkan persentase kejadian. Gambar 3.5 Mawar Angin di Sekitar Pluit Muara Karang Bulan September - Desember Tahun Rona Lingkungan Hidup III - 8

94 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Jam-jaman Lokasi: Muara Karang NW NNE N NNE NE 72% 54% WNW 36% 18% ENE 0% W E WSW ESE SW SSW S SSE SE Tidak Berangin = 1.03% Tidak Tercatat = 6.34% Jenis tongkat menunjukkan kecepatan angin dalam knot. Panjang tongkat menunjukkan persentase kejadian. Gambar 3.6 Mawar Angin Total di Sekitar Pluit Muara Karang Tahun Rona Lingkungan Hidup III - 9

95 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Sumber : Aermet Ready MM5 Data Worldwide, Keterangan : Ketinggian anemometer 14 m, ketinggian stasiun pengamat 940 m dpl Gambar 3.7 Mawar Angin Kawasan Pluit Tahun Sumber : Aermet Ready MM5 Data Worldwide, Keterangan : Ketinggian anemometer 14 m, ketinggian stasiun pengamat 940 m dpl Gambar 3.8 Distribusi Frekuensi Kecepatan Angin Kawasan Pluit Tahun Rona Lingkungan Hidup III - 10

96 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Kualitas Udara dan Kebisingan A Kualitas Udara Pengukuran kualitas udara yang dilakukan pada tahun 2010 di sekitar Pulau G, yakni di Jalan Pluit Karang Ayu dan di kawasan perumahan dan bisnis terpadu Green Bay yang berlokasi di bagian Selatan rencana Pulau G menunjukkan bahwa parameter kualitas udara umumnya baik dan tidak melampaui baku mutu menurut Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 551 Tahun 2001 tentang Baku Mutu Udara Ambien di Provinsi DKI Jakarta. Tabel 3.4 menunjukkan hasil pengukuran kualitas udara tersebut. Tabel 3.4 Kualitas Udara di Sekitar Pulau G Tahun 2010 No. Parameter Waktu Pengukuran Baku Mutu*) Lokasi 1 Lokasi 2 1. SO2 1 jam 900 µg/nm 3-22,36 24 jam 0,34 ppm - 0, CO 1 jam µg/nm 3-3, jam 23 ppm - 2,9 3. NO2 1 jam 400 µg/nm 3-21,61 24 jam 0,2 ppm - 0, O3 1 jam 200 µg/nm 3-24,81-0,1 ppm - 0, Debu (TSP) 24 jam 230 µg/nm Timbal (Pb) 24 jam 2 µg/nm 3 < 0,03 0,10 Sumber : Studi AMDAL Pembangunan Hunian dan Bisnis Terpadu Green Bay Pluit, PT Kencana Unggul Sukses, 2012 Keterangan : Lokasi 1 = Jalan Pluit Karang Ayu Lokasi 2 = Kawasan Green Bay Pluit (Tidak tertera koordinat lokasi pengukuran) Pengukuran kualitas udara di sekitar Pulau G dilakukan pada tahun 2013 di 4 (empat) lokasi sebagaimana tertera pada Gambar 3.9, yaitu : Lokasi 1 (E N ) : Restoran Bandar Jakarta yang mewakili rona awal kualitas udara di pantai sekitar lokasi Pulau G. Lokasi 2 (E N ) : Lapangan basket kawasan perumahan dan bisnis terpadu Green Bay yang mewakili rona awal kualitas udara kawasan sekitar Jalan Pluit Karang Ayu sebagai akses darat terdekat. Lokasi 3 (E N ) : Tepi Jalan Pluit Karang Utara yang mewakili rona awal kualitas udara di sekitar Jalan Pluit Karang Utara sebagai akses utama menuju kawasan Pluit. Lokasi 4 (E N ) : Tepi Jalan Pluit Karang Raya yang mewakili rona awal kualitas udara akses utama kawasan Pluit. Pengukuran yang dilakukan menunjukkan bahwa parameter kualitas udara ambien, seperti hidrokarbon, karbon monoksida, oksidan fotokimia (ozon), oksida nitrogen, sulfur dioksida, Pb, dan PM 10 memenuhi baku mutu yang berlaku. Untuk parameter TSP, satu lokasi terukur melampaui baku mutu 24 jam (230 g/nm 3 ), yaitu di tepi Jalan Pluit Karang Raya dengan konsentrasi sebesar 340 g/nm 3. Rona Lingkungan Hidup III - 11

97 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Gambar 3.9 Lokasi Pengukuran Kualitas Udara Kawasan Sekitar Pulau G Tahun 2013 Sedang untuk parameter PM 2,5 konsentrasi yang melampaui baku mutu 24 jam (65 g/nm 3 ) tercatat di tiga lokasi pemantauan, yaitu di lapangan basket depan kawasan perumahan dan bisnis terpadu Green Bay sebesar 82 g/nm 3, di Jalan Pluit Karang Utara sebesar 88 g/nm 3, dan di Jalan Pluit Karang Raya sebesar 100 g/nm 3. Konsentrasi TSP dan PM 2,5 yang tinggi diperkirakan berasal dari resuspensi debu oleh lalu lintas kendaraan bermotor serta dari emisi pembakaran bahan bakar kendaraan. Sedang konsentrasi parameter tingkat kebauan, yaitu ammonia dan hidrogen sulfida terukur jauh di bawah baku mutu menurut KepMen LH No. 50 Tahun 1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebauan. Tabel 3.5 Kualitas Udara dan Tingkat Kebauan di Kawasan Pluit Sekitar Pulau G Tahun 2013 Parameter ( g/nm 3 ) Lokasi 1 E N Lokasi 2 E N Lokasi 3 E N Lokasi 4 E N Baku Mutu Hidrokarbon (HC) <1 <1 <1 < (3 jam) Karbon Monoksida (CO) (1 jam) (24 jam) Oksidan (O3) <2, (1 jam) 30 (24 jam) Oksida Nitrogen (NO2) (jam) 92,5 2 (24 jam) Sulfur Dioksida (SO2) (jam) (24 jam) Hidrogen Sulfida (H2S) <6 < Ammonia (NH3) <3 <3 <3 < PM (24 jam) PM2, (24 jam) Rona Lingkungan Hidup III - 12

98 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Parameter ( g/nm 3 ) Lokasi 1 E N Lokasi 2 E N Lokasi 3 E N Lokasi 4 E N Baku Mutu Debu (TSP) (24 jam) Timah Hitam (Pb) (24 jam) Sumber : Pengukuran kualitas udara pada bulan Februari 2013 Laboratorium Kualitas Udara, FTSL, ITB, 2013 Keterangan : 1 UTM datum WGS 85 2 Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 551 Tahun 2001 tentang Baku Mutu Udara Ambien di Provinsi DKI Jakarta 3 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 50 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebauan Gambar 3.10 Kualitas Udara di Kawasan Pluit Sekitar Pulau G Tahun 2013 B Kebisingan Kondisi kebisingan di kawasan Pluit yang terdekat dengan Pulau G diwakili hasil pengukuran tahun 2010, 2011, dan Pengukuran tingkat kebisingan pada tahun 2010 dilakukan dalam rangka pembangunan kawasan hunian dan bisnis terpadu Green Bay Pluit dan tahun 2011 dilakukan oleh BPPT. Hasil pengukuran tahun 2010 pada 5 (lima) lokasi menunjukkan rata-rata memenuhi baku mutu menurut Keutusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 551 Tahun 2001 Lampiran II, kecuali di sekitar kompresor PLTU dan di kawasan perumahan (Tabel 3.6). Tabel 3.6 Tingkat Kebisingan di Kawasan Green Bay Pluit Sekitar Pulau G Tahun 2010 No. Lokasi 1 Kondisi Kawasan Baku Mutu 2 dba Tingkat Kebisingan dba 1. Kawasan Green Bay Sedang dalam tahap pembangunan untuk hunian dan niaga terpadu 2. Kawasan Green Bay dekat pantai Sedang dalam tahap pembangunan untuk bangunan mall 65 60, ,6 Rona Lingkungan Hidup III - 13

99 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta No. Lokasi 1 Kondisi Kawasan Baku Mutu 2 dba Tingkat Kebisingan dba 3. Di kawasan Green Bay sekitar kompresor PLTU Muara Karang Kawasan industri 70 76,3 4. Di depan PLTU Muara Karang Kawasan industri 70 61,2 5. Perumahan penduduk di Jalan Pluit Karang Ayu Kawasan permukiman 55 56,0 Sumber : Studi AMDAL Pembangunan Hunian dan Bisnis Terpadu Green Bay Pluit, PT Kencana Unggul Sukses, 2012 Keterangan : 1 Tidak tertera koordinat lokasi pengukuran 2 Baku mutu menurut Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 551 Tahun 2001 Lampiran II Pengukuran kebisingan yang dilakukan pada tahun 2011 menunjukkan bahwa sebagian lokasi mencatat pelampauan baku mutu, oleh karena pada saat dilakukan pengukuran sedang berlangsung aktifitas konstruksi bangunan kawasan hunian dan bisnis terpadu Green Bay Pluit (Tabel 3.7). Tabel 3.7 Tingkat Kebisingan di Kawasan Green Bay Pluit Sekitar Pulau G Tahun 2011 No. Lokasi 1 Kondisi Kawasan Baku Mutu 2 dba Tingkat Kebisingan dba 1. Pagar kawasan Green Bay Sekitar kawasan perumahan 65 78,7 2. Kantor pemasaran Green Bay Sedang dalam tahap pembangunan untuk bangunan hunian 3. Kawasan Green Bay dekat pantai Sedang dalam tahap pembangunan untuk bangunan mall 65 73, ,9 4. Tower SUTT Kawasan industri 65 54,5 5. Perumahan penduduk di Jalan Pluit Karang Ayu 6. Perumahan penduduk pada batas terluar bagian Barat kawasan Green Bay Kawasan permukiman 55 55,9 Kawasan permukiman 55 53,6 Sumber : Analisis Kebisingan, BPPT, 2011 Keterangan : 1 Tidak tertera koordinat lokasi pengukuran 2 Baku mutu menurut Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 551 Tahun 2001 Lampiran II Pengukuran tingkat kebisingan pada tahun 2013 yang dilakukan di 4 (empat) lokasi yang sama dengan lokasi pengukuran kualitas udara pada tahun 2013 dilakukan selama 8 jam menggunakan sound level meter. Hasil pengukuran tertera pada Tabel 3.8. Pada tabel ditunjukkan bahwa tingkat kebisingan terendah tercatat di kawasan Green Bay sekitar pantai, yaitu sebesar 64 dba. Lokasi 2, 3, dan 4 dipengaruhi oleh lalu lintas kendaraan bermotor, sehingga tingkat kebisingan terukur sebesar 72 dba pada lokasi 2, 69 dba pada lokasi 3, dan 77 dba pada lokasi 4 yang seluruhnya melampaui baku mutu menurut Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 551 Tahun 2001 Lampiran II. Rona Lingkungan Hidup III - 14

100 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Tabel 3.8 Tingkat Kebisingan di Sekitar Pulau G Tahun 2013 No. Lokasi Koordinat 1 Tingkat Kebisingan Rata-rata (dba) Baku Mutu (dba) 2 1. Kawasan perumahan Green Bay E , N Jalan Pluit Karang Ayu E , N Jalan Pluit Karang Utara E , N Jalan Pluit Karang Raya E , N Sumber : - Pengukuran pada bulan Februari Laboratorium Kualitas Udara, FTSL ITB, 2013 Keterangan : 1 UTM datum WGS 85 2 Baku mutu menurut Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 551 Tahun 2001 Lampiran II Jika dikategorikan sebagai kawasan perdagangan dan jasa dengan tingkat kebisingan sebesar 65 dba, maka lokasi 2 dan 4 telah melampaui baku mutu. Tingkat kebisingan yang tinggi di lokasi 2 dipengaruhi oleh lalu lintas kendaraan dalam rangka kegiatan konstruksi kawasan Green Bay, sedang pada lokasi 4 yang merupakan kawasan perdagangan dipengaruhi oleh lalu lintas kendaraan umum maupun pribadi. 72 dba 64 dba 69 dba 77 dba Gambar 3.11 Tingkat Kebisingan di Sekitar Pulau G Tahun Geomorfologi, Stratigrafi, dan Geologi Teknik Kawasan Pantura Jakarta terletak pada satuan geomorfologi dataran pantai dan satuan geomorfologi daratan alluvial dengan kelerengan datar hingga landai (Gambar 3.12). Stratigrafi daerah tersebut tersusun oleh endapan Kuarter dengan ketebalan mencapai lebih dari 100 meter Rona Lingkungan Hidup III - 15

101 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta (PPGL,1996). Endapan tersebut dibedakan menjadi satuan batuan yang terdapat di daratan dan yang terdapat di laut atau lepas pantai Teluk Jakarta. Satuan batuan di daratan dapat dibedakan menjadi endapan vulkanik, endapan sungai, endapan rawa, endapan pematang pantai, endapan laut, dan terumbu karang (Situmorang, 1997). Kondisi litologi mengindikasikan bahwa di kawasan tersebut terdapat tanah dan batuan yang relatif lunak, yakni endapan pasir dan lempung serta sebagian merupakan rawa-rawa. Gambar 3.13 menunjukkan peta geologi di Teluk Jakarta (JCDS, 2012) 3. Di lepas pantai Teluk Jakarta terdapat sedimen permukaan dasar laut, terdiri atas : - Endapan pasir lumpuran, pada kedalaman laut antara m. Umumnya didominasi oleh pasir berukuran sedang sampai dengan halus, sedangkan pasir kasar sampai kerikil hanya berkisar kurang dari 10 %. - Endapan lumpur pasiran, merupakan transisi antara endapan pasir lumpuran dan endapan lumpur. Endapan lumpur pasiran dijumpai pada kedalaman 15 meter. - Endapan lumpur, menempati 70 % dari keseluruhan endapan di Teluk Jakarta dengan kedalaman laut sangat bervariasi. Endapan ini tersebar hampir merata terutama di bagian Timur Teluk Jakarta, diduga dipengaruhi oleh muara Sungai Citarum - Endapan pasir. Berdasarkan data seismik PPGL (1995), di bawah lapisan penutup dengan ketebalan + 10 m terdapat kanal-kanal yang diduga merupakan sungai-sungai purba. Sedimen pengisi sungai-sungai purba ini terdiri dari pasir dan kerikil dengan ketebalan dapat mencapai 50 m, dan di beberapa tempat kedalamannya dapat mencapai 54 m. Penyebarannya berarah hampir Utara - Selatan atau Baratdaya - Timurlaut. Kondisi di bawah permukaan bagian teratas terdiri dari lempung laut yang lunak dengan ketebalan 7-10 m; lempung ini didasari oleh lanau lempungan yang kaku dengan ketebalan bervariasi antara 5-10 m; lapisan lempung yang kaku ini menutupi lapisan pasir lanauan yang padat dengan ketebalan 8-20 m; di bawah lapisan pasir atau pada kedalaman di bawah m terdapat lempung aluvial yang mempunyai plastisitas tinggi dan sangat kaku (Sengara dkk, 1997). Data pemboran (Dinas Pertambangan DKI Jakarta - LPM ITB, 1997a) menunjukkan bahwa kondisi bawah permukaan di daerah lepas pantai Teluk Jakarta terdiri dari endapan laut di bagian atas, yang dialasi oleh endapan pantai. Endapan laut terdiri dari lempung, lanau, dan pasir halus dengan ketebalan bervariasi antara m. Endapan pantai terdiri dari lempung lanauan, lanau lempungan, pasir lempungan, dan pasir dengan variasi ketebalan antara 7-15 m. Sebagai bagian dari Teluk Jakarta, kondisi geomorfologi, stratigrafi, dan geologi teknik di atas dapat mewakili kondisi di sekitar Pulau G sebagai ciri umum. Kawasan sekitar Pulau G termasuk satuan geologi teknik yang tanahnya tersusun oleh satuan lanau pasiran endapan rawa dan lempung organik dengan sisipan pasir lempungan dengan ketebalan 2-26 m. 3 Jakarta Coastal Defense Strategy, Kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Belanda untuk menyiapkan studi tentang strategi pengamanan pesisir Utara Jakarta. Rona Lingkungan Hidup III - 16

102 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Keterangan Satuan morfologi dataran pantai Satuan morfologi dataran alluvial Laut Jawa Sumber : PPGL, 1996 Gambar 3.12 Peta Geomorfologi Kawasan Pantai Utara Jakarta Rona Lingkungan Hidup III - 17

103 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Sumber : JCDS, 2012 Gambar 3.13 Peta Geologi Teluk Jakarta Rona Lingkungan Hidup III - 18

104 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Kawasan pesisir di sekitar wilayah studi dipengaruhi oleh proses akresi yang membentuk mud flat. Studi yang dilakukan DHI (2011) 2 menyebutkan bahwa morfologi pantai di kawasan Pantura Jakarta saat ini relatif sama dengan kondisi pada tahun 1980, namun dengan laju erosi dan sedimentasi lebih tinggi. Peningkatan erosi terutama disebabkan oleh pembangunan pada kawasan pesisir dan peningkatan laju erosi disebabkan oleh peningkatan sedimentasi pada daerah tangkapan air (catchment area) ketiga belas sungai yang bermuara di Teluk Jakarta. Hasil uji geoteknik di lokasi Pulau G menunjukkan subsurface pada seabed hingga kedalaman 6 10 m didominasi oleh very soft soil/mud, pada beberapa lokasi di bawahnya terdapat lapisan medium stiff to stiff clay. Hingga kedalaman m dilapisi oleh dense to very dense gravelly sand, sand, SP, dan low plastic sandy silt Hidrogeologi Dalam konstelasi regional Kawasan Pantura Jakarta dimana Pulau G akan dibangun, hidrogeologi kawasan tersebut termasuk ke dalam Cekungan Airtanah Jakarta (Jakarta Groundwater Basin) dengan luas mencapai sekitar km 2 (Gambar 3.14). Batas cekungan di sebelah Selatan kirakira terletak di sekitar Depok, di sebelah Barat dan Timur masing-masing Kali Cisadane dan Kali Bekasi, sementara batas di sebelah Utara adalah Laut Jawa. Sistem akifer cekungan airtanah Jakarta dibentuk oleh beberapa lapisan akifer (multi layers) dibentuk oleh endapan Kuarter, dengan ketebalan akifer tunggal (single aquifer layer) umumnya antara 1-5 m berupa lanau dan pasir halus, namun dapat mencapai ketebalan antara m (Murtianto dkk, 1994). Airtanah pada endapan Kuarter mengalir pada sistem akifer ruang antar butir. Di daerah pantai, umumnya didominasi oleh airtanah payau/asin yang berada di atas airtanah tawar, kecuali di daerah yang disusun oleh endapan sungai lama dan pematang pantai. Akifer produktif umumnya dijumpai mulai kedalaman sekitar 40 m di bawah muka tanah setempat (bmt) mencapai kedalaman maksimum sekitar 150 m bmt. Penyebaran akifer secara horisontal berbentuk lensa selang-seling dengan lithologi lempung pasiran (dominan). Sistem akifer di cekungan airtanah Jakarta dapat dibagi menjadi 3 (tiga) akifer dimana masingmasing akifer dipisahkan oleh lapisan lempung berfasies laut (Soekardi, 1982 dalam Soekardi, 1986). Ketiga sistem tersebut adalah : - Kelompok akifer tidak tertekan (akifer I) pada kedalaman 0-0 m. Kedudukan muka airtanah di daerah Kosambi - Pluit berada di bawah muka air laut (0-5 m dpl). - Kelompok akifer tertekan atas (akifer II) pada kedalaman m. Kedudukan muka airtanah di daerah pantai (Kosambi - Ancol - Marunda) sangat bervariasi karena adanya kerucut penurunan, umumnya antara -35 m hingga -20 m dpl. - Kelompok akifer tertekan bawah (akifer III) pada kedalaman m. Kedudukan muka airtanah di daerah pantai Kosambi - Pluit diduga berada di bawah muka air laut, Di kawasan Pantura Jakarta, airtanah pada Akifer I seluruhnya bersifat payau, sedang pada Akifer II dan III airtanah payau terdapat di beberapa lokasi. Sistem akifer pada CAT Jakarta diindikasikan mengalami kerusakan, baik pada akifer tidak tertekan maupun tertekan. Gambar 3.15 dan Gambar 3.16 menunjukkan kerusakan pada sistem akifer tertekan dan tidak tertekan. 2 Konsultan internasional bidang water and enviironment yang melaksanakan studi atas kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Denmark. Rona Lingkungan Hidup III - 19

105 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Keterangan Akifer dengan aliran melalui ruang antar butir Akifer dengan produktifitas tinggi dan penyebaran luas Akifer dengan produktifitas sedang dan penyebaran luas Setempat akifer dengan produktifitas sedang Akifer dengan aliran melalui celahan dan ruang antar butir Setempat akifer dengan produktifitas sedang Akifer dengan aliran melalui celahan, rekahan, dan saluran Akifer produktif sedang sampai tinggi Akifer bercelah atau sarang dengan produktifitas rendah dan airtanah langka Akifer produktif kecil Daerah airtanah langka Sumber : JCDS, 2012 Gambar 3.14 Peta Cekungan Airtanah Jakarta Penurunan Tanah (Land Subsidence) Fenomena penurunan tanah telah lama berlangsung pada beberapa lokasi di kawasan Pantura Jakarta. Dari pemantauan penurunan tanah di wilayah Jakarta dengan menggunakan GPS yang dilakukan sejak Desember 1997 hingga September 2007 terdeteksi penurunan tanah mencapai cm (JCDS, 2012) sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar Secara umum laju penurunan tanah yang terdeteksi adalah sekitar 1 sampai 15 cm per tahun, dengan keragaman secara spasial maupun temporal. Dari kajian penurunan tanah yang dilakukan oleh beberapa peneliti selama ini, diidentifikasi beberapa faktor penyebab terjadinya penurunan Rona Lingkungan Hidup III - 20

106 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta tanah, yaitu pengambilan airtanah yang berlebihan, beban bangunan (settlement), penurunan oleh konsolidasi alamiah lapisan-lapisan tanah, serta penurunan oleh gaya-gaya tektonik. Keempat faktor tersebut diyakini berkontribusi dalam menyebabkan penurunan tanah di kawasan Pantura Jakarta. Penurunan tanah dapat menyebabkan perubahan struktur, kerusakan struktur, pembalikan drainase, dan meningkatkan kemungkinan terjadinya bencana banjir. Pengaruh land subsidence umumnya tidak memberikan indikasi dalam jangka pendek. Beberapa dampak penurunan tanah yang besar (collapses) menghasilkan rekahan yang besar di tempat yang telah mengalami land subsidence, retakan pada bangunan, dan genangan banjir. Fenomena penurunan tanah telah terjadi di beberapa tempat. Penurunan tanah di Jakarta Utara bagian Barat dan Timur pada tahun dengan laju 1 cm - 26 cm. Lokasi yang mengalami penurunan tanah cukup besar adalah Cengkareng Barat, Pantai Indah Kapuk, sampai dengan Dadap. Penurunan terbesar terjadi di Muara Baru, sedang penurunan relatif kecil terjadi di wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Di kawasan Pantura Jakarta yang didominasi oleh bentang.alam aluvial pantai dan delta mencatat penurunan tanah sebagaimana terdeteksi di Perumahan Pantai Mutiara yang berlokasi di sekitar Pulau G dengan kemungkinan penyebab utamanya adalah kompaksi alamiah. Menurut Hutasoit (2001), terdapat indikasi bahwa kompaksi alamiah masih berlangsung di wilayah Jakarta. Disamping itu, karena adanya heterogenitas sedimen Kuarter di wilayah Jakarta, maka kompaksi yang bervariasi secara spasial (differential compaction) juga mungkin terjadi di wilayah Jakarta Hidrologi Sistem hidrologi Jakarta hulu hilir meliputi 13 (tigabelas) sungai dan kanal yang mengalir melintasi Kota Jakarta, serta situ dan waduk di sekitar Bogor dan Jakarta Selatan. Ke tigabelas sungai tersebut adalah Kali Mookervart, Kali Angke, Kali Pesanggrahan, Kali Grogol, Kali Krukut, Kali Baru/Pasar Minggu, Kali Ciliwung, Kali Baru Timur, Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali Buaran, Kali Jatikramat, dan Kali Cakung. Di samping itu terdapat Cengkareng Drain, Banjir Kanal Barat, dan Banjir Kanal Timur yang mengalirkan air dari hulu (upstream). Kondisi sungai dan kanal umumnya buruk dengan tingkat sedimentasi dan beban sampah yang tinggi, sehingga fungsi utama sebagai sarana drainase tidak bekerja dengan baik. Sedimentasi sungai-sungai di Jakarta dipengaruhi oleh proses terjadinya erosi pada masing-masing DAS. Berdasarkan pengkajian erosi di DAS di DKI Jakarta dan sekitarnya (Ciliwung - Cisadane), diketahui bahwa potensi erosi yang besar terjadi di bagian hulu, di mana sebaran daerah erosi sama dengan sebaran daerah rawan longsor. Rona Lingkungan Hidup III - 21

107 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Sumber : JCDS, 2012 Gambar 3.15 Peta Kerusakan Airtanah Pada Sistem Akifer Tertekan Atas Rona Lingkungan Hidup III - 22

108 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Sumber : JCDS, 2012 Gambar 3.16 Peta Kerusakan Airtanah Pada Sistem Akifer Tidak Tertekan Rona Lingkungan Hidup III - 23

109 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Sumber : JCDS, 2012 Gambar 3.17 Peta Penurunan Muka Tanah di Wilayah Jakarta Dalam pergerakan alirannya dari hulu ke hilir, sungai-sungai tersebut mengangkut material sedimen yang kemudian diendapkan di sepanjang aliran sungai dan di muaranya. Selain mengangkut sedimen, dalam alirannya air sungai tersebut juga mengikis tebing-tebing yang dilaluinya. Longsoran tebing umumnya terjadi pada tebing dengan ketinggian lebih dari 2 meter dengan kemiringan lereng lebih dari 50%. Erosi dan jumlah sedimen yang terangkut oleh setiap sungai memiliki kontribusi terhadap timbulnya banjir, walaupun beberapa faktor lainnya juga memberikan kontribusi yang signifikan pula. Sedimentasi terjadi hampir di seluruh alur sungai di Jakarta, di mana Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane berhulu di daerah dengan tingkat erosi tinggi. Namun pendangkalan beberapa sungai juga ditafsirkan sebagai akibat longsoran tebing sungai. Hasil kajian pada DAS Ciliwung Hulu menunjukkan bahwa areal dengan tingkat erosi berat hanya seluas 400 Ha, sehingga diperkirakan pendangkalan sungai-sungai di Jakarta bukan hanya disebabkan oleh erosi di bagian hulunya, namun juga di sepanjang sungai. Kondisi hidrologi di muara-muara sungai di Jakarta Utara umumnya sangat dipengaruhi oleh proses pasang-surut. Jika saluran muara dangkal, proses sedimentasi akan berlanjut. Adanya proses akresi pantai yang dominan pada bulan Desember - Maret akan menyebabkan pendangkalan pada mulut sungai dan saluran. Proses pendangkalan tersebut menyebabkan sering terjadinya Rona Lingkungan Hidup III - 24

110 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta penyumbatan pada muara-muara sungai, sehingga mengubah karakter banjir serta mempengaruhi pergerakan volume air sungai ke arah lepas pantai terutama pada musim penghujan. Sistem hidrologi Jakarta dan kawasan Pantura Jakarta juga dipengaruhi oleh retention basin yang diperankan waduk dan situ. Sebagian dari 55 situ dan 15 tempat parkir air mengalami penurunan fungsi, sehingga tidak mampu menahan luapan air sungai pada saat muka air sungai naik. Hal ini diperburuk oleh gejala dan kejadian penurunan muka tanah dan sea level rise (kenaikan muka air laut) di Jakarta yang cenderung semakin meluas, sehingga wilayah Jakarta yang berada di bawah permukaan laut juga menjadi semakin meluas. Oleh karena nisbah badan air (water body ratio) Jakarta, terutama kawasan bagian Utara tercatat sangat rendah, maka kawasan Pantura Jakarta acap menghadapi kendala dalam menanggulangi banjir dan genangan. Gambar 3.18 memperlihatkan situasi banjir di wilayah DKI Jakarta pada taun 2007 dan Gambar 3.19 dan Gambar 3.20 menunjukkan lokasi kejadian banjir dan genangan pada tahun 2002 dan Sumber : Dinas PU Provinsi DKI Jakarta, 2007 Gambar 3.18 Situasi Banjir di DKI Jakarta Tahun 2007 Rona Lingkungan Hidup III - 25

111 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Sumber : Dinas PU Provinsi DKI Jakarta Gambar 3.19 Peta Lokasi Banjir DKI Jakarta Tahun 2002 Rona Lingkungan Hidup III - 26

112 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Sumber : Dinas PU Provinsi DKI Jakarta Gambar 3.20 Peta Lokasi Banjir DKI Jakarta Tahun 2007 Badan sungai terdekat dengan rencana Pulau G adalah Kali Karang yang melintasi dan bermuara di kawasan pantai PLTU/PLTGU Muara Karang. Kali ini merupakan percabangan Kali Grogol yang mengalir ke arah Timur. Percabangan Kali Grogol yang mengalir ke arah Barat di bagian lebih Utara bersatu dengan Kali Angke dan bermuara di kawasan Muara Angke (Gambar 3.21). Kali Karang juga terhubungkan oleh saluran kecil dengan Waduk Pluit. Secara visual kondisi sungai-sungai dan Waduk Pluit ditunjukkan oleh Gambar 3.22, tampak bahwa sungai dan kali relatif keruh, sedang Waduk Pluit mengalami pendangkalan. Rona Lingkungan Hidup III - 27

113 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Waduk Pluit Retention Basin Gambar 3.21 Sistem Sungai di Sekitar Kawasan Pluit Hidrooseanografi A Batimetri Batimetri dasar perairan Teluk Jakarta adalah landai dengan kemiringan rata-rata 1 : 300, sedimen dasar terdiri dari material berbutir halus yang mempunyai kemampuan meredam energi gelombang yang cukup besar. Kontur batimetri relatif sejajar dengan garis pantai melengkung sesuai dengan bentuk perairan Teluk Jakarta. Di perairan Teluk Jakarta tidak ditemukan palung atau tonjolan yang dapat mengubah pola gelombang datang akibat refraksi dan difraksi. Dilihat dari kondisi batimetri yang ada, dapat disimpulkan bahwa kondisi tersebut berada dalam kondisi seimbang yang stabil, dimana tidak terlihat terjadinya perubahan yang berarti pada keadaan batimetri yang ada dengan benchmark pelabuhan Tanjung Priok. Perubahan ke arah laut terjadi di muara Sungai Citarum yang menjadi sumber sediment nourishment pada perairan Teluk Jakarta. Rona Lingkungan Hidup III - 28

114 Kali Karang ANDAL Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Waduk Pluit Sumber : Google Earth Map, 2013 Gambar 3.22 Kondisi Sungai dan Waduk Pluit Secara Visual Oleh Ongkosongo (1981) kondisi batimetri Teluk Jakarta digolongkan sebagai berikut : - Pantai landai, terdapat di Muara Angke dan Kamal - Pantai miring, terdapat disekitar Ancol, Pluit, dan Muara Karang - Pantai terjal, terdapat di Kalibaru, Cilincing, dan Marunda Kondisi batimetri di kawasan Pantura Jakarta hingga kedalaman -10 m pada jarak sekitar 3 Km adalah landai sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar Kondisi tersebut dikonfirmasi oleh survey batimetri yang dilakukan pada rencana lokasi Pulau G yang dilaksanakan PT Muara Wisesa Samudra pada tahun 2012 yang menunjukkan bahwa batimetri di Pluit Utara hingga kedalaman -8 m relatif landai (Gambar 3.24). B Pasang Surut Pasang surut di perairan Teluk Jakarta termasuk tipe diurnal, yaitu air tertinggi dan terendah terjadi hanya satu kali dalam 24 jam. Kisaran tunggang pasang tertinggi (spring tide) adalah 90 cm 150 cm. Dalam kondisi tertentu, tunggang pasang tercatat lebih tinggi disebabkan oleh pengaruh kenaikan muka air akibat surge oleh badai (storm surge). Hasil kajian pasang surut yang dilakukan di perairan sekitar lokasi Pulau G berdasarkan pengamatan selama 15 hari piantan pada bulan November 2009 ditunjukkan oleh diagram pada Gambar Hasil pengukuran tersebut dipergunakan untuk memperkirakan nilai elevasi penting dalam merancang Pulau G (Tabel 3.10). Rona Lingkungan Hidup III - 29

115 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Sumber : Studi Replanning Kawasan Pantura DKI Jakarta, 2012 Gambar 3.23 Batimateri Kawasan Pantura Jakarta Rona Lingkungan Hidup III - 30

116 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Gambar 3.24 Batimetri di Perairan Sekitar Pulau G (Reference level MLWS, Fugro International, 2012) Rona Lingkungan Hidup III - 31

117 Elevasi muka air (cm) ANDAL Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Grafik Pengukuran Pasang Surut Lokasi Muara Karang Jakarta 15 November - 29 November Jumlah Jam Gambar 3.25 Grafik Pasang Surut di Perairan Pluit Utara Tabel 3.9 Konstituen Pasang Surut M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 M4 MS4 S0 H (cm) 7,38 11,57 2,01 1,73 20,28 23,19 3,72 0,18 0,83 200,5 g (deg) 166,06 116,35 110,58 87,45 9,61 96,96 73,88 28,64 62,19 dimana: M2 : komponen utama bulan (semi diurnal), S2 : komponen utama matahari (semi diurnal), N2 : komponen eliptis bulan, K2 : komponen bulan, K1 : komponen bulan, O1 : komponen utama bulan (diurnal), P1 : komponen utama matahari (semi diurnal), M4 : komponen utama bulan (kuarter diurnal), dan MS4 : komponen utama matahari-bulan. Nilai elevasi penting berdasarkan analisis pasang-surut adalah sebagai berikut : Tabel 3.10 Nilai Elevasi Penting Berdasarkan Kajian Level Pasang Surut Elevasi Muka Air (cm) Highest Water Spring (HWS) 125,8 Mean High Water Springs (MHWS) 113,7 Mean High Water Level (MHWL) 81,6 Rona Lingkungan Hidup III - 32

118 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Elevasi Muka Air (cm) Mean Sea Level (MSL) 54,5 Mean Low Water Level (MLWL) 36,0 Mean Low Water Spring (MLWS) 11,1 Lowest Water Spring (LWS) 0 Dari hasil analisis pasang surut didapat nilai NF = 2,29. Oleh karenanya tipe pasang surut di perairan Pluit Utara termasuk mixed type diurnal dominant. C Gelombang Gelombang di Teluk Jakarta terutama diakibatkan oleh angin yang pembentukannya dapat terjadi di sekitar lokasi (seas) atau jauh dari lokasi yang kemudian merambat ke lokasi (swell). Karakteristik seas adalah acak, sesuai arah angin, dan periode gelombang pendek. Swell mempunyai periode lebih panjang dengan arah tertentu sesuai lokasi terjadinya pembentukan gelombang. Di Teluk Jakarta pada musim Barat arah gelombang datang sesuai arah angin, yaitu dari arah Baratlaut dan pada musim Timur datang dari Timurlaut dan sebagian dari Utara. Iklim gelombang untuk perairan Pluit Utara diperoleh studi hidrodinamika dan hidrologi kawasan Pluit Utara yang dilakukan pada tahun 2012 melalui hindcasting mawar angin. Hindcasting mawar angin (Gambar 3.3 Gambar 3.6) digambarkan dalam mawar gelombang (wave rose) sebagaimana tertera pada Gambar 3.26, Gambar 3.27, Gambar 3.28, dan Gambar Informasi tentang gelombang menggunakan data gelombang laut dalam dengan kedalaman laut sekitar 20 m atau kurang dari 25 Km ke arah laut (Tabel 3.11). Rona Lingkungan Hidup III - 33

119 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Distribusi Tinggi dan Arah Gelombang di Lepas Pantai Muara karang Diramal Berdasarkan Data Angin Jam-jaman di Tanjung Priok, Jakarta Bulan Januari s.d. April NW BL NNE NU NNE NE TL NW BL NNE NU NNE NE TL 72% 72% 54% 54% WNW 36% 18% ENE WNW 36% 18% ENE 0% 0% WB ET WB ET WSW ESE WSW ESE SW BD SSW S SSE TG SE SW BD SSW S SSE TG SE Calm = 1.61% Tidak Tercatat = 7.49% Calm = 1.23% Tidak Tercatat = 7.08% NW BL NNE NU NNE NE TL NW BL NNE NU NNE NE TL 72% 72% 54% 54% WNW 36% 18% ENE WNW 36% 18% ENE 0% 0% WB ET WB ET WSW ESE WSW ESE SW BD SSW S SSE TG SE SW BD SSW S SSE TG SE Calm = 0.62% Tidak Tercatat = 9.63% Calm = 1.02% Tidak Tercatat = 11.15% Jenis tongkat menunjukkan tinggi gelombang dalam meter. Panjang tongkat menunjukkan persentase kejadian. Gambar 3.26 Mawar Gelombang di Perairan Pluit Muara Karang Bulan Januari April Tahun Rona Lingkungan Hidup III - 34

120 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Distribusi Tinggi dan Arah Gelombang di Lepas Pantai Muara karang Diramal Berdasarkan Data Angin Jam-jaman di Tanjung Priok, Jakarta Bulan Mei s.d. Agustus NW BL NNE NU NNE NE TL NW BL NNE NU NNE NE TL 72% 72% 54% 54% WNW 36% 18% ENE WNW 36% 18% ENE 0% 0% WB ET WB ET WSW ESE WSW ESE SW BD SSW S SSE TG SE SW BD SSW S SSE TG SE Calm = 0.56% Tidak Tercatat = 10.58% Calm = 0.19% Tidak Tercatat = 9.19% NW BL NNE NU NNE NE TL NW NNE N NNE NE 72% 72% 54% 54% WNW 36% 18% ENE WNW 36% 18% ENE 0% 0% WB ET W E WSW ESE WSW ESE SW BD SSW S SSE TG SE SW SSW S SSE SE Calm = 1.09% Tidak Tercatat = 9.10% Calm = 8.78% Tidak Tercatat = 7.73% Jenis tongkat menunjukkan tinggi gelombang dalam meter. Panjang tongkat menunjukkan persentase kejadian. Gambar 3.27 Mawar Gelombang di Perairan Pluit Muara Karang Bulan Mei Agustus Tahun Rona Lingkungan Hidup III - 35

121 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Distribusi Tinggi dan Arah Gelombang di Lepas Pantai Muara karang Diramal Berdasarkan Data Angin Jam-jaman di Tanjung Priok, Jakarta Bulan September s.d. Desember NW NNE N NNE NE NW NNE N NNE NE 72% 72% 54% 54% WNW 36% 18% ENE WNW 36% 18% ENE 0% 0% W E W E WSW ESE WSW ESE SW SSW S SSE SE SW SSW S SSE SE Calm = 0.60% Tidak Tercatat = 10.82% Calm = 0.78% Tidak Tercatat = 12.29% JANUARI NW NNE N NNE NE NW NNE N NNE NE 72% 72% 54% 54% WNW 36% 18% ENE WNW 36% 18% ENE 0% 0% W E W E WSW ESE WSW ESE SW SSW S SSE SE SW SSW S SSE SE Calm = 0.74% Tidak Tercatat = 12.26% JANUARI Calm = 0.49% Tidak Tercatat = 8.64% JANUARI Jenis tongkat menunjukkan tinggi gelombang dalam meter. Panjang tongkat menunjukkan persentase kejadian. Gambar 3.28 Mawar Gelombang di Perairan Pluit Muara Karang Bulan September Desember Tahun Rona Lingkungan Hidup III - 36

122 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Distribusi Tinggi dan Arah Gelombang di Lepas Pantai Muara karang Diramal Berdasarkan Data Angin Jam-jaman di Tanjung Priok, Jakarta Total NW NNE N NNE NE 72% 54% WNW 36% 18% ENE 0% W E WSW ESE SW SSW S SSE SE Calm = 1.56% Tidak Tercatat = 9.59% Jenis tongkat menunjukkan tinggi gelombang dalam meter. Panjang tongkat menunjukkan persentase kejadian. Gambar 3.29 Mawar Gelombang Total di Perairan Pluit Muara Karang Tahun Rona Lingkungan Hidup III - 37

123 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Tabel 3.11 Tinggi Gelombang Maksimum Menurut Arah di Perairan Pluit Utara Tahun N NNE NE ENE E W WNW NW NNW Hs (m) Tp (s) Hs (m) Tp (s) Hs (m) Tp (s) Hs (m) Tp (s) Hs (m) Tp (s) Hs (m) Tp (s) Hs (m) Tp (s) Hs (m) Tp (s) Hs (m) Tp (s) ,74 2,95 0,57 3,66 0,85 4,60 1,25 4,79 0,55 3,38 1,40 5,41 1,27 5,37 0,75 3,96 1,05 4, ,83 5,22 0,58 3,83 0,59 3,71 0,54 3,72 0,59 3,48 0,95 4,76 0,83 3,85 0,92 4,23 0,94 4, ,77 4,53 0,66 3,87 0,78 4,15 0,65 3,68 0,70 3,31 1,23 5,19 1,45 5,52 0,91 3,67 0,76 4, ,33 5,90 0,86 4,75 0,77 4,53 0,63 3,82 0,61 3, ,19 0,97 4,09 0,95 4,28 0,71 3, ,79 4,58 0,86 4,75 0,62 3,94 0,74 4,06 0,66 3,61 1,72 5,80 1,52 5,61 0,87 3,92 1,40 5, ,87 4,97 0,96 4,95 0,59 3,71 0,76 4,11 0,64 3,57 1,33 5,33 1,49 5,14 1,69 4,71 0,98 4, ,96 4,51 1,08 5,44 0,73 3,87 0,65 3,68 1,59 4,83 1,36 5,36 0,92 4,44 0, ,63 3, ,69 4,09 0,80 4,00 0,82 4,76 0,55 3,60 0,71 3,60 1,24 5,21 0,82 4,65 0,73 3,87 0,45 2, ,60 3,37 0,49 3,30 0,86 5,06 0,51 3,49 0,69 3,65 1,23 5,19 1,03 5,01 0,80 4,00 0,82 4, ,85 4,45 0,73 3,87 0,80 4,00 1,00 5,03 0,73 3,65 0,88 4,16 1,24 4,99 1,01 4,37 0,64 3, ,28 1,01 4,92 0,90 4,40 0,83 3,85 0,69 3,65 0,82 3,53 0,98 4,34 0,75 3,92 0,61 3, ,03 4,44 0,50 3,15 0,42 2,71 0,16 1,82 0,34 2,15 1,02 4,62 1,69 5,87 0,98 4,33 0,52 2, ,06 4, ,13 0,84 4,08 0,59 3,09 0,85 3,92 1,55 5, ,47 0,81 3,81 0,75 3, ,19 5,26 0,63 3,82 0,65 3,68 0,46 3,02 0,85 3,88 1,53 5,57 1,20 4,71 0,90 4,20 0,78 4, ,96 6,74 0,98 4,34 1,03 4,96 0,70 3,97 0,86 3,94 1,10 4,93 0,87 3,92 0,75 3,92 0,92 4, ,10 5,10 0,93 4,61 1,00 4,58 0,62 3,42 0,77 3,79 0,78 3,01 1,38 5,21 0,81 3,81 0,60 3, ,96 4,51 1,00 4,37 0,70 3,31 0,68 3,27 0,66 3,51 0,81 3,81 1,00 4,58 0,82 4,08 0,48 3, ,63 3,63 0,66 3,51 1,02 5,20 0,69 3,78 0,72 3,70 0,89 4,53 0,86 3,60 0,81 3,81 0,66 3, ,96 5,75 0,38 2,82 0,38 2,82 0,38 2,97 0,43 2,96 0,87 4,49 0,64 3,18 0,57 3,61 0,48 3,43 Sumber : Studi Hidrodinamika dan Hidrologi Kawasan Pluit Utara, PT Muara Wisesa Samudra, 2012 Rona Lingkungan Hidup III - 38

124 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Prakiraan tinggi dan periode gelombang di sekitar lokasi Pulau G untuk beberapa periode ulang tertera pada tabel berikut. Tabel 3.12 Prakiraan Tinggi dan Periode Gelombang di Sekitar Lokasi Pulau G Periode Ulang (Tahun) NW N E Hs (m) Tp (s) Hs (m) Tp (s) Hs (m) Tp (s) 250 2,44 7,29 2, ,24 7, ,52 7,51 2,68 7,26 2,37 7, ,67 7,7 2,94 7,59 2,5 7,90 Sumber : Studi Hidrodinamika dan Hidrologi Kawasan Pluit Utara, PT Muara Wisesa Samudra, 2012 Keterangan : pada kedalaman -9 m LWS D Arus Kecepatan arus di wilayah studi relatif rendah, yaitu kurang dari 0,1 m/detik dan meningkat lebih cepat di luar Teluk Jakarta menjadi 0,4 m/detik. Untuk mengetahui kecepatan arus di sekitar rencana Pulau G dilakukan pengukuran pada 6 (enam) titik pengamatan dengan tracking point sebagaimana tertera pada Gambar Hasil pengukuran tertera pada Tabel 3.13 dan Tabel Keterangan : UTM datum WGS 85 CM1 : E N CM3 : E N CM4 : E N CM2 : E N CM5 : E N CM6 : E N Gambar 3.30 Lokasi Pengukuran Arus di Perairan Pluit Utara Rona Lingkungan Hidup III - 39

125 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Lokasi No. Jam Tabel 3.13 Kecepatan dan Arah Arus di Perairan Pluit Utara Kecepatan (m/s) 0,2 D 0,6 D 0,8 D Arah Kecepatan (m/s) Arah Kecepatan (m/s) Keterangan CM , , , TG 2 0, O, , TG 3 0, , , S CM , , , TG 2 0, , , TG 3 0, , , TG CM , , , S 2 0, , , S 3 0, , , S CM , , , S 2 0, , , S 3 0, , , S CM , , ,21 23 TL 2 0, , ,19 18 TL 3 0, , ,18 26 TL Sumber : Studi Hidrodinamika dan Hidrologi Kawasan Pluit Utara, PT Muara Wisesa Samudra, 2012 Keterangan : Pengukuran pada tanggal 16 November 2009 D = kedalaman TG = Tenggara S = Selatan TL = Timurlaut No. Jam Tabel 3.14 Kecepatan dan Arah Arus pada Intake PLTGU Muara Karang (CM1) Kecepatan (m/s) 0,2 D 0,6 D 0,8 D Arah Kecepatan (m/s) Arah Arah Kecepatan (m/s) , , , , O, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Arah Rona Lingkungan Hidup III - 40

126 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta No. Jam Kecepatan (m/s) 0,2 D 0,6 D 0,8 D Arah Kecepatan (m/s) Arah Kecepatan (m/s) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00 0, , , Sumber : Studi Hidrodinamika dan Hidrologi Kawasan Pluit Utara, PT Muara Wisesa Samudra, 2012 Keterangan : - Pengukuran pada bulan Mei D = kedalaman Kecepatan arus terbesar terjadi di muara Kali Angke, yaitu dapat mencapai 30 cm/detik, sedang di pantai berkisar antara 13 cm/detik 21 cm/detik. Arah Kualitas Air A Kualitas Air Laut Kualitas air laut di sekitar Pulau G diinformasikan melalui beberapa studi yang pernah dilakukan serta pengukuran yang dilakukan pada bulan Februari Data tahun 2010 dari pengukuran yang dilakukan dalam rangka Studi AMDAL Pembangunan Hunian dan Bisnis Terpadu Green Bay menunjukkan bahwa pada kedua lokasi yang diukur beberapa parameter kualitas air laut telah melampaui baku mutu menurut Kepmen LH No. Kep-51/MENLH/2004 tentang Baku Mutu Kualitas Air Laut. Tabel 3.15 Kualitas Air Laut di Pluit Utara Tahun 2010 No. Parameter Satuan Baku Mutu 1 AL-1 2 AL-2 2 FISIKA 1. Kecerahan Meter Coral > 5 Mangrove/lamun > 3 0,5 0,5 2. Kekeruhan NTU < TSS mg/l Coral 20 Mangrove 80 Lamun Suhu o C Coral Mangrove Lamun KIMIA ,0 27,0 1. ph - 7 8,5 7,8 7,9 2. Salinitas 0 /00 Alami 19,4 21,4 3. Oksigen Terlarut (DO) mg/l > 5 2,4 2,0 4. BOD mg/l Amonia Total (NH3-N) mg/l 0,3 5,44 5,18 6. Fosfat (PO4-P) mg/l 0,015 0,73 0,51 Rona Lingkungan Hidup III - 41

127 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta No. Parameter Satuan Baku Mutu 1 AL-1 2 AL Nitrat (NO3-N) mg/l 0,008 1,2 1,2 8. Sianida (CN) mg/l 0,5 < 0,005 < 0, Sulfida (H2S) mg/l 0,01 < 0,002 < 0, Fenol mg/l 0,002 < 0,001 < 0, Surfactan Anion (MBAS) mg/l 1,0 0,11 0, Minyak dan Lemak mg/l 1,0 0,2 0,2 13. Air Raksa (Hg) mg/l 0,001 < 0,0005 < 0, Khromium (Cr 6+ ) mg/l 0,005 < 0,005 < 0, Arsen (As) mg/l 0,012 < 0,002 < 0, Kadmium (Cd) mg/l 0,001 < 0,0005 < 0, Tembaga (Cu) mg/l 0,008 < 0,0005 < 0, Timbal (Pb) mg/l 0,008 < 0,005 < 0, Seng (Zn) mg/l 0,05 0,0182 0, Nikel (Ni) mg/l 0,05 < 0,002 < 0,002 MIKROBIOLOGI 1. Coliform MPN/100 ml Nihil Bakteri Patogen Sel/100 ml Nihil Positif Positif Sumber : Studi AMDAL Pembangunan Hunian dan Bisnis Terpadu Green Bay, PT Kencana Unggul Sukses, 2012 Keterangan : 1 Kepmen LH No. Kep-51/MENLH/2004 Lampiran III untuk Biota Laut 2 Tidak tertera koordinat lokasi pengukuran Hasil pengukuran di atas menunjukkan bahwa perairan pantai di Utara kawasan Pluit relatif keruh. Beberapa parameter menunjukkan pelampauan terhadap baku mutu, seperti DO, ammonia total, fosfat, nitrat, dan parameter biologi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pengaruh daratan sangat signifikan terhadap kualitas di perairan pantai. Pengukuran kualitas air laut yang dilakukan pada bulan Februari 2013 menunjukkan indikasi yang sama, yakni pelampauan baku mutu oleh beberapa parameter fisik maupun kimiawi. Lokasi pengukuran mewakili kondisi kualitas air laut di sekeliling rencana Pulau G, yakni (Gambar 3.31) : AL-1 (E N ) : Muara Kali Karang, mewakili kualitas air kali yang berhulu di wilayah lebih Selatan AL-2 (E N ) : Outlet PLTU/PLTGU Muara Karang, mewakili kualitas buangan sistem pendingin PLTU/PLTGU Muara Karang AL-3 (E N ) : Kanal lateral, mewakili kualitas air pada kanal yang akan berfungsi untuk mengalirkan buangan sistem pendingin PLTU/PLTGU Muara Karang AL-4 (E N ) : Kanal vertikal Barat, mewakili kualitas air pada kanal yang akan berfungsi untuk mengalirkan buangan sistem pendingin PLTU/PLTGU Muara Karang AL-5 (E N ) : Utara Pulau G, mewakili kualitas air pada lepas pantai AL-6 (E N ) : Ujung saluran intake PLTU/PLTGU Muara Karang, mewakili kualitas air yang masuk saluran intake PLTU/PLTGU Muara Karang Hasil pengukuran sebagaimana tertera pada Tabel 3.16 menunjukkan beberapa parameter kualitas air laut di sekitar Pulau G untuk beberapa parameter telah melampaui baku mutu air laut untuk biota laut. Berdasarkan parameter yang melampaui baku mutu diperkirakan pencemar bersumber dari Rona Lingkungan Hidup III - 42

128 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta limbah domestik yang dibuang ke badan air. Indikasi terjadinya pencemaran limbah domestik ditunjukkan oleh tingginya konsentrasi ammonia, minyak dan lemak, dan fecal coliform. Di samping itu konsentrasi beberapa parameter logam dan logam berat yang tinggi dapat bersumber dari sampah dan limbah logam yang dibuang ke sungai dan laut, diantaranya ditunjukkan oleh parameter Cu, Cd, Zn, dan Pb. Walaupun kualitas air laut di sekitar Pulau G dicemari oleh limbah domestik dan sumber-sumber pencemar lainnya, namun proses aerasi oleh gelombang menyebabkan kandungan oksigen terlarut (DO) cukup baik. Hasil pengukuran di lokasi AL-1, yaitu di muara Kali Karang menunjukkan bahwa kualitas air laut dipengaruhi oleh kualitas air Kali Karang. Konsentrasi parameter pencemar yang bersumber dari limbah domestik tercatat tinggi, antara lain ammonia, fosfat, minyak dan lemak, MBAS, dan fecal coliform. Oksigen terlarut yang terukur bahkan hanya mencapai 0,98 yang memberi indikasi bahwa telah terjadi kondisi septik di muara Kali Karang. Kekeruhan dan TSS juga terukur dalam konsentrasi melampaui baku mutu akibat terbawanya padatan tersuspensi di sepanjang aliran Kali Karang hingga muara. Kualitas air laut di lokasi yang berdekatan dengan outlet sistem pendingin PLTU/PLTGU Muara Karang (AL-2) mengandung beberapa logam, seperti logam Hg, Pb, Cu dan Cd yang diduga berasal dari pembuangan limbah padat yang tidak terkelola dengan baik atau dari sumber lainnya. Kualitas air laut di lokasi AL-2 juga dipengaruhi oleh air limbah domestik yang dicirikan oleh tingginya konsentrasi ammonia dan fecal coliform. Oleh karena telah mengalami pencampuran dengan air yang berasal dari Kali Karang, suhu air di lokasi pengukuran mendekati normal walaupun berlokasi berdekatan dengan outlet PLTU/PLTGU Muara Karang. Demikian pula dengan kualitas air di lokasi AL-3 yang direncanakan akan menjadi kanal sistem pengaliran buangan air pendingin PLTU/PLTGU Muara Karang, masih dipengaruhi oleh kualitas air Kali Karang disertai oleh kandungan TSS yang cukup tinggi dari sedimentasi di muara Kali Karang. Kualitas air laut di lepas pantai yang diwakili oleh lokasi AL-4 dan AL-5 terukur dalam konsentrasi yang cukup tinggi dan melampaui baku mutu untuk parameter logam berat Hg, Pb. Cd dan Cu. Beberapa pencemar yang berasal dari air limbah domestik juga terukur melampaui baku mutu, seperti ammonia dan nitrat, minyak dan lemak, dan fecal coliform. Kualitas air di dekat intake air pendingin PLTU/PLTGU Muara Karang (AL-6) tidak berbeda jauh dengan kualitas air laut di lokasi lepas pantai lainnya yang ditandai dengan tingginya beberapa parameter pencemar limbah domestik, seperti ammonia, fosfat, dan fecal coliform. Beberapa logam berat yang bersifat konservatif, seperti Cu, Zn, dan Pb terukur melampaui baku mutu air laut untuk biota laut. Rona Lingkungan Hidup III - 43

129 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta AL5 AL4 AL6 AL3 AL2 AL1 Keterangan : UTM datum WGS 85 AL-1 (E N ) AL-4 (E N ) AL-2 (E N ) AL-5 (E N ) AL-3 (E N ) AL-6 (E N ) Gambar 3.31 Lokasi Pengukuran Kualitas Air Laut Tahun 2013 Rona Lingkungan Hidup III - 44

130 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Tabel 3.16 Kualitas Air Laut di Sekitar Rencana Pulau G Tahun 2013 No. Parameter Satuan Baku Mutu 2 Metode Analisis AL-1 3 E N AL-2 3 E N AL-3 3 E N AL-4 3 E N AL-5 3 E N AL-6 3 E N FISIKA Coral: Suhu 1 O C Mangrove:28-32 Lamun:28-30 SMEWW ,9 29,8 29,5 28, Kekeruhan NTU < 5 SMEWW-2130-B 15,3 4,19 4,75 5,79 5,24 4,45 Coral: 20 3 TSS mg/l Mangrove:80 Lamun:20 SMEWW-2540-D < 1 < 1 KIMIA 1 ph 1-7 8,5 SMEWW-4500-H + -B 7,21 8 8,09 7,89 7,98 7,77 2 BOD mg/l 20 SMEWW-5210-B 20,16 5,5 7,75 4,04 6,68 18,98 3 Oksigen Terlarut (DO) 1 mg/l Ø 5 SMEWW-4500-O-G 0,98 7,35 7,12 6,09 6,07 5,94 Coral: Salinitas 0 /00 Mangrove: s/d 34 Lamun:33-34 SMEWW ,62 30,1 30,9 23,5 27,6 29,1 5 Nitrat (NO3-N) 1 mg/l 0,008 SNI < 0,004 < 0,004 < 0,004 0, < Ammonia (NH3-N) 1 mg/l 0,3 SMEWW 4500-NH3-F 3,309 1,241 0,652 0,552 0,818 0,827 7 Ortofosfat (PO4) 1 mg/l 0,015 SMEWW-4500-P-D 0,605 0,02 < 0,01 < 0,01 0,013 0,276 8 Air Raksa (Hg) ppb 1 SMEWW-3500-Hg 0,56 1,89 0,91 1,33 1,33 0,84 9 Arsen (As) mg/l 0,012 SMEWW-3500-As 0,0048 0,0085 0,0079 0,0082 0,0093 0, Kromium Total (Cr) mg/l 0,005 SMEWW-3500-Cr < 0,001 < 0,001 < 0,001 < 0,001 < 0,001 < 0, Tembaga (Cu) mg/l 0,008 SMEWW-3500-Cu 0,037 0,104 0,086 0,068 0,098 0, Seng (Zn) mg/l 0,05 SMEWW-3500-Zn 0,085 0,104 0,110 0,089 0,128 0, Timbal (Pb) mg/l 0,008 SMEWW-3500-Pb < 0,01 0,607 0,508 0,336 0,361 0,607 Rona Lingkungan Hidup III - 45

131 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta No. Parameter Satuan Baku Mutu 2 Metode Analisis AL-1 3 E N AL-2 3 E N AL-3 3 E N AL-4 3 E N AL-5 3 E N AL-6 3 E N Nikel mg/l 0,05 SMEWW-3500-Ni 0,005 0,007 0,005 0,007 0,008 0, Sulfida (H2S) mg/l 0,5 SMEWW-4500-S - -D 0,04 0,02 0,02 0,013 0,03 0, Minyak dan Lemak 1 mg/l 1 SMEWW-5520-D 2,5 1,86 1,69 2,2 2,37 1,69 17 MBAS mg/l 1 SMEWW-5540-C 2,69 0,44 0,33 0,83 1,11 0,63 18 Fenol mg/l 0,002 SMEWW-5530-C 0,11 < 0,02 < 0,02 < 0,02 < 0,02 < 0,02 19 Kadmium mg/l 0,001 SMEWW-3500-Cd 0,015 0,087 0,081 0,065 0,064 0, Total Coliform MPN/100 ml SMEWW-9221-E Sumber : Pengukuran lapangan pada bulan Februari 2013 Laboratorium Kualitas Air, FTSL ITB, 2012 Keterangan : 1 Parameter terakreditasi KAN 2 Baku Mutu menurut KepMen LH No. Kep.51/MENLH/2004: tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut 3 Koordinat UTM datum WGS 85 Rona Lingkungan Hidup III - 46

132 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Gambaran visual dari informasi citra menunjukkan bahwa kondisi perairan laut di Utara kawasan Pluit relatif keruh, terutama di sekitar muara kali dan menjadi lebih jernih ke arah lepas pantai (Gambar 3.32). Hal ini memperjelas tingkat kekeruhan yang tercatat melalui pengukuran di lapangan yang menunjukkan pelampauan terhadap baku mutu. Lepas Pantai Muara Kali Angke Muara Kali Adem Muara Kali Karang Gambar 3.32 Informasi Visual Kondisi Perairan di Utara Pluit dari Gambar Citra Tahun 2010 Informasi tentang kualitas sedimen di perairan Utara kawasan Pluit diperoleh dari pengukuran pada beberapa lokasi guna mengetahui kualitas butir (Gambar 3.33). Pada umumnya sedimen dasar terdiri dari tanah berbutir halus (silt/clay) berasal dari kali yang bermuara di Utara kawasan Pluit, yaitu Kali Angke, Kali Adem, dan Kali Karang sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel Tabel 3.17 Sedimen Dasar di Perairan Utara Kawasan Pluit Tahun 2010 Lokasi 1 Analisis Butiran (%) Gravel (Kerikil) Sand (Pasir) Silt (Lanau) Clay (Lempung) S1 0 2,73 60,27 37,00 S2 0 1,60 61,40 37,00 S3 0 84,44 11,06 4,50 S4 13,28 64,07 14,95 7,70 S5 0 7,50 57,50 35,00 S6 0 2,89 60,11 37,00 Sumber : Studi Hidrodinamika dan Hidrologi Kawasan Pluit Utara, PT Muara Wisesa Samudra, 2012 Keterangan : Pengukuran pada bulan Mei Tidak tertera koordinat lokasi pengukuran Rona Lingkungan Hidup III - 47

133 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Di lepas pantai kadar sedimen tersuspensi cukup rendah seperti ditunjukkan oleh lokasi SL-3, SL- 10, dan SL-4, dan kadar sedimen tersuspensi paling rendah tercatat di perairan di depan Pantai Mutiara (Tabel 3.18). Tabel 3.18 Sedimen Tersuspensi di Perairan Pluit Utara Tahun 2010 Lokasi 1 Kadar (gr/l) Lokasi Kadar (gr/l) Lokasi 1 Kadar (gr/l) SL1 0,0415 SL-6 0,0587 SL11 0,0286 SL2 0,0339 SL-7 0,0445 SL12 0,0782 SL3 0,0182 SL-8 0,0671 SL13 0,0379 SL4 0,0319 SL-9 0,0654 SL14 0,0583 SL5 0,0245 SL-10 0,0340 SL15 0,0246 Sumber : Studi Hidrodinamika dan Hidrologi Kawasan Pluit Utara, PT Muara Wisesa Samudra, 2012 Keterangan : Pengukuran pada bulan Mei Tidak tertera koordinat lokasi pengukuran Gambar 3.33 Lokasi Pengukuran Butiran Sedimen di Perairan di Utara Pluit B Kualitas Air Kali Karang Badan air sungai terdekat dengan rencana Pulau G adalah Kali Karang yang melintasi dan bermuara di pantai kawasan PLTU/PLTGU Muara Karang. Kali Karang merupakan percabangan Kali Grogol ke arah Timur. Sebagaimana kali dan sungai lainnya di DKI Jakarta, Kali Karang juga memiliki beban sedimen yang tinggi yang datang dari hulu. Kualitas air Kali Karang diidentifikasi melalui pengukuran pada 2 (dua) lokasi, yakni pada jembatan Jalan Pluit Karang Raya dan di jembatan Jalan Pluit Karang Utara (Gambar 3.34). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa Kali Karang diindikasikan telah tercemari oleh limbah domestik dan juga terpengaruh oleh pasang surut laut Jawa (Tabel 3.19). Indikasi terjadinya kontaminasi limbah Rona Lingkungan Hidup III - 48

134 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta domestik ditunjukkan oleh konsentrasi ammonia dan fecal coliform yang tinggi dan telah terjadi proses dekomposisi limbah domestik organik dalam badan air Kali Karang sebagaimana ditunjukkan oleh tingginya kandungan H 2 S dan rendahnya kandungan oksigen terlarut, dimana kedua parameter telah melampaui baku mutu Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 582 Tahun 1995 untuk peruntukan Kelas D. Kali Karang juga dipengaruhi oleh pasang surut Laut Jawa sebagaimana dicirikan oleh konsentrasi TDS yang tinggi. Beberapa parameter logam dan logam berat yang melampaui baku mutu diprakirakan bersumber dari pembuangan limbah padat ke badan air tersebut, seperti konsentrasi Fe dan Hg. AK2 AK1 Keterangan : UTM datum WGS 85 AK1 : E N AK2 : E N Gambar 3.34 Lokasi Pengukuran Kualitas Air Kali Karang Tahun 2013 Kualitas air di arah hulu sungai (AK-1) menunjukkan bahwa Kali Karang telah tercemar oleh limbah domestik sebagimana ditunjukkan oleh tingginya konsentrasi parameter TDS, TSS, NH 3 dan beberapa logam, seperti Fe, Mn, dan Hg. Indikator lain pencemaran limbah domestik adalah pelampauan baku mutu untuk kandungan fecal coliform. Oleh karenanya Kali Karang pada lokasi AK 1 telah berada dalam kondisi anaerob, dimana konsentrasi H 2 S sangat tinggi dan konsentrasi oksigen terlarut sangat rendah yang mengindikasikan telah terjadi kondisi septik sehingga reaksireaksi berlangsung dalam kondisi anaerob. Di lokasi AK-2 yang berada lebih hilir sebelum muara Kali Karang, terjadi pengenceran oleh air pasang dari laut, sehingga kualitas air Kali Karang lebih baik dibandingkan lokasi AK 1, walaupun beberapa parameter telah melampaui baku mutu, seperti NH 3, Fe, Hg, dan H 2 S. Walaupun telah terjadi dilusi oleh air pasang, Kali Karang masih dalam kondisi septik sebagaimana ditunjukkan oleh rendahnya kandungan oksigen terlarut dan tingginya Rona Lingkungan Hidup III - 49

135 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta kandungan H 2 S. Secara keseluruhan terlihat bahwa kualitas air Kali Karang telah mempengaruhi kualitas air laut di sekitarnya. Beberapa parameter pencemar yang terkandung dalam aliran Kali Karang secara konsisten tetap melampaui baku mutu dalam kualitas air laut, walaupun telah tercampur dan terdispersi dalam air laut. Tabel 3.19 Kualitas Air Kali Karang Tahun 2013 No. Parameter Satuan Metode Analisis Baku Mutu 1 FISIKA AK-1 2 E N AK-2 2 E N Suhu O C SMEWW 2550 Deviasi Residu Terlarut (TDS) mg/l SMEWW 2540 C 500 2,720 5,400 3 Residu Tersuspensi (TSS) mg/l SMEWW 2540 D Daya Hantar Listrik us/cm SMEWW ,890 7,710 KIMIA 1 ph - SMEWW-4500-H + -B ,22 2 BOD mg/l SMEWW-5210-B COD mg/l SMEWW-5220-B DO mg/l SMEWW-4500-O-G NO3 sebagai N mg/l SNI NH3 sebagai N mg/l SMEWW 4500-NH3-F Arsen (As) mg/l SMEWW-3500-As Kobalt (Co) mg/l SMEWW-3500-Co - < < 0,001 9 Barium (Ba) mg/l SMEWW-3500-Ba Boron mg/l SMEWW-4500-B Selenium (Se) mg/l SMEWW-3500-Se 0.05 < < 0, Kadmium (Cd) mg/l SMEWW-3500-Cd 0.01 < < Kromium total (Cr) mg/l SMEWW-3500-Cr 0.05 < Tembaga (Cu) mg/l SMEWW-3500-Cu 0.02 < < Besi (Fe) mg/l SMEWW-3500-Fe-D Timbal (Pb) mg/l SMEWW-3500-Pb 0.03 < 0.01 < Mangan (Mn) mg/l SMEWW-3500-Mn-B < Air Raksa (Hg) ppl SMEWW-3500-Hg Seng (Zn) mg/l SMEWW-3500-Zn 0.05 < < Klorida (Cl) mg/l SMEWW-4500-Cl-B Fluorida (F) mg/l SMEWW-4500-F-D 1, Nitrit sebagai N mg/l SMEWW-4500-NO2-B Sulfat mg/l SMEWW-4500-SO4-E Klorin Bebas mg/l Belerang sebagai H2S mg/l SMEWW-4500-S - -D Minyak dan Lemak mg/l SMEWW-5520-D MBAS mg/l SMEWW-5540-C Fenol mg/l SMEWW-5530-C 0 < 0.02 < Total Fosfat sebagai P mg/l SMEWW-4500-P-B-D 0.5 < Rona Lingkungan Hidup III - 50

136 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta No. Parameter Satuan Metode Analisis Baku Mutu 1 AK-1 2 E N AK-2 2 E N Sianida mg/l SMEWW-3500-CN 0.01 < < MIKROBIOLOGI 1 Fecal Coliform Jml/100 ml SMEWW-9221-E 4,000 2, Total Coliform Jml/100 ml SMEWW-9221-E 20,000 2, Sumber : Pengukuran lapangan pada bulan Februari 2013 Laboratorium Kualitas Air, FTSL ITB Keterangan : 1 Baku Mutu menurut Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 582 Tahun 1995 Kelas Air D 2 Koordinat UTM datum WGS Transportasi dan Lalu Lintas Lalu Lintas Jalan Raya Kawasan daratan yang berbatasan dengan rencana Pulau G merupakan kawasan yang memiliki intensitas pergerakan relatif tinggi sesuai dengan peruntukan lahan di kawasan ini sebagai pusat perdagangan dan jasa serta perumahan. Akses utama yang dapat berfungsi sebagai cordon line adalah Jalan Pluit Karang Utara yang menghubungkan jalan utama kawasan Pluit bagian Utara ke Muara Angke dan Jalan Pluit Karang Raya yang menjadi akses utama kawasan Pluit dengan wilayah di sekitarnya (Gambar 3.35). Pada jalan ini awalnya terdapat lokasi putar arah (U Turn) yang acapkali menjadi sumber kemacetan pada jam sibuk. Persimpangan jalan Pluit Karang Utara dengan Jalan Pluit Karang Ayu dan Jalan Pluit Karang Timur merupakan bagian dari sumber kemacetan di kawasan ini. Oleh karenanya sejak pertengahan tahun 2012 dilakukan pengaturan lalu lintas kendaraan, sehingga lalu lintas pada Jalan Pluit Karang Utara menggunakan sistem satu arah (SSA) dari Barat ke Timur. Untuk mencapai akses Jalan Pluit Karang Ayu dialihkan melalui akses utama Jalan Pluit Karang Raya yang merupakan pusat perdagangan dan jasa. Untuk menuju arah Utara untuk mencapai Jalan Karang Utara dapat ditempuh melalui jalan utama atau jalan-jalan lintas perumahan yang relatif tidak terlampau lebar dan umumnya juga merupakan kawsan perdagangan dan jasa. Penghitungan lalu lintas yang dilakukan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa jam sibuk terjadi pada pagi hari antara jam dan sore hari antara jam (Tabel 3.20). No. Tabel 3.20 Volume Lalu Lintas di Jalan Pluit Karang Timur Arah Selatan-Utara Tahun 2010 Jenis Kendaraan Volume Lalu Lintas Sepeda Motor Kendaraan Angkutan Ringan (Mobil Pribadi, Mikrolet, Angkutan Kota, Mobil, Box) 3. Kendaraan Angkutan Berat (Truk, Truk Tronton, Bus) Jumlah Sumber : Studi AMDAL Kawasan Hunian dan Bisnis Terpadu Green Bay Pluit, PT Kencana Unggul Sukses, 2012 Keterangan : Sejak pertengahan tahun 2012 arah Selatan-Utara tidak dapat menembus Jalan Pluit Karang Utara dan dibelokkan ke Jalan Pluit Permai Rona Lingkungan Hidup III - 51

137 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta No. Tabel 3.21 Volume Lalu Lintas di Jalan Pluit Karang Timur Arah Utara-Selatan Tahun 2010 Jenis Kendaraan Volume Lalu Lintas Sepeda Motor Kendaraan Angkutan Ringan (Mobil Pribadi, Mikrolet, Angkutan Kota, Mobil, Box) 3. Kendaraan Angkutan Berat (Truk, Truk Tronton, Bus) Jumlah Sumber : Studi AMDAL Kawasan Hunian dan Bisnis Terpadu Green Bay Pluit, PT Kencana Unggul Sukses, 2012 Keterangan : Sejak pertengahan tahun 2012 arah Utara-Selatan yang menembus Jalan Pluit Karang Raya tidak dapat berbelok ke arah Timur No. Tabel 3.22 Volume Lalu Lintas di Jalan Pluit Karang Utara Arah Timur-Barat Tahun 2010 Jenis Kendaraan Volume Lalu Lintas Sepeda Motor Kendaraan Angkutan Ringan (Mobil Pribadi, Mikrolet, Angkutan Kota, Mobil, Box) 3. Kendaraan Angkutan Berat (Truk, Truk Tronton, Bus) Jumlah Sumber : Studi AMDAL Kawasan Hunian dan Bisnis Terpadu Green Bay Pluit, PT Kencana Unggul Sukses, 2012 Keterangan : Sejak pertengahan tahun 2012 arah Timur Barat pada ruas hingga jembatan Kali Karang ditiadakan dan ruas Jalan Pluit Karang Utara tersebut menggunakan sistem satu arah No. Tabel 3.23 Volume Lalu Lintas di Jalan Pluit Karang Utara Arah Barat-Timut Tahun 2010 Jenis Kendaraan Volume Lalu Lintas Sepeda Motor Kendaraan Angkutan Ringan (Mobil Pribadi, Mikrolet, Angkutan Kota, Mobil, Box) 3. Kendaraan Angkutan Berat (Truk, Truk Tronton, Bus) Jumlah Sumber : Studi AMDAL Kawasan Hunian dan Bisnis Terpadu Green Bay Pluit, PT Kencana Unggul Sukses, 2012 Keterangan : Sejak pertengahan tahun 2012 ruas Jalan Pluit Karang Utara hingga jembatan Kali Karang menggunakan sistem satu arah Pengamatan di lapangan yang dilakukan pada tahun 2010 tersebut menunjukkan bahwa kecepatan rata-rata kendaraan di Jalan Pluit Karang Raya, Jalan Pluit Karang Utara, dan Jalan Pluit Karang Timur pada jam sibuk pagi hari dan sore hari sekitar 30 Km/jam. Selain volume kendaraan yang melintasi jalan-jalan tersebut, kemacetan juga disebabkan oleh jenis kendaraan yang melintasinya diantaranya oleh truk berukuran besar. Rona Lingkungan Hidup III - 52

138 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Tabel 3.24 Kecepatan Kendaraan di Ruas Jalan di Kawasan Pluit Utara Tahun 2010 No. Ruas Jalan Arah Kendaraan Volume Lalu Lintas Jl. Pluit Raya Barat Selatan - Utara Utara - Selatan Jl. Karang Timur Selatan - Utara Utara - Selatan Jl. Pluit Karang Utara Timur - Barat Barat - Timur Sumber : Studi AMDAL Kawasan Hunian dan Bisnis Terpadu Green Bay Pluit, PT Kencana Unggul Sukses, 2012 Keterangan : Sejak pertengahan tahun 2012 ruas Jalan Pluit Karang Utara hingga jembatan Kali Karang menggunakan sistem satu arah Dikaitkan dengan kapasitas jalan, ruas jalan di kawasan Pluit Utara pada jam sibuk relatif terbatas sebagaimana ditunjukkan oleh tabel berikut. Pencatatan volume lalu lintas pada tahun 2010 menunjukkan nilai VCR yang tinggi pada jam sibuk pagi dan sore hari. Tabel 3.25 Volume Capacity Ratio Ruas Jalan di Kawasan Pluit Utara Tahun 2010 No. Ruas Jalan Arah Kendaraan Volume Lalu Lintas smp/jam VCR smp/jam VCR smp/jam VCR 1. Jl. Pluit Raya Barat Selatan - Utara 806 0, , ,82 Utara - Selatan 878 0, , ,74 2. Jl. Karang Timur Selatan - Utara 387 0, , ,34 Utara - Selatan 382 0, , ,32 3. Jl. Pluit Karang Utara Timur - Barat , , ,83 Barat - Timur , , ,84 Sumber : Studi AMDAL Kawasan Hunian dan Bisnis Terpadu Green Bay Pluit, PT Kencana Unggul Sukses, 2012 Keterangan : Sejak pertengahan tahun 2012 ruas Jalan Pluit Karang Utara hingga jembatan Kali Karang menggunakan sistem satu arah Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat pelayanan operasional ruas jalan di kawasan Pluit Utara rata-rata berada pada nilai D dengan VCR antara 0,75 0,84 pada jam sibuk pagi dan sore hari. Dengan demikian, arus lalu lintas berada pada kondisi tidak stabil, volume lalu lintas tinggi, kepadatan lalu lintas terkategori sedang, hambatan lalu lintas dapat mengakibatkan kecepatan kendaraan menurun tajam, dan kendaraan memiliki kebebasan terbatas untuk melaju. Dalam konstelasi yang lebih luas kemacetan juga terjadi pada akses-akses utama yang menghubungkan setiap bagian wilayah di kawasan Pluit dengan wilayah Jakarta lainnya atau dengan jalan arteri primer yang diwakili jalan tol Tanjung Priok dan jalan alternatif yang berdekatan. Penghitungan lalu lintas yang dilakukan pada bulan Januari 2013 menunjukkan kondisi yang tidak jauh berbeda walaupun telah dilakukan perubahan sistem satu arah pada ruas Jalan Pluit Karang Utara. Diprakirakan bangkitan lalu lintas dibentuk oleh fungsi kawasan Pluit sebagai kawasan perdagangan, jasa, perumahan, dan di arah Barat terdapat pusat kegiatan perikanan Muara Angke. Rona Lingkungan Hidup III - 53

139 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Pulau G L3 L2 L1 Sumber : Google Maps, 2013 Keterangan : Lokasi penghitungan lalu lintas dan kecepatan kendaraan tahun 2013 L1 Jalan Pluit Karang Raya (satu arah) L2 Jalan Pluit Karang Utara (satu arah) L3 Jalan Pluit Karang Ayu (dua arah) Gambar 3.35 Jaringan Jalan di Kawasan Pluit Utara Tahun 2013 Lokasi penghitungan lalu lintas yang diwakili ruas Jalan Pluit Karang Raya, Jalan Pluit Karang Utara, dan Jalan Pluit Karang Ayu dianggap dapat mewakili akses kendaraan melalui jalan raya jika pergerakan lalu lintas dalam rangka kegiatan reklamasi Pulau G dilakukan melalui jalan raya. Tabel 3.26 Volume Lalu Lintas di Ruas Jalan Pluit Karang Raya Tahun 2013 No. Jenis Kendaraan Volume Lalu-Lintas Sepeda Motor Mobil Pribadi Mobil Box, Pick-up, Angkutan Kota Truk dan Bus 4 3 Jumlah Keterangan : Penghitungan dilakukan pada bulan Januari 2013 Rona Lingkungan Hidup III - 54

140 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta No. Tabel 3.27 Volume Lalu Lintas di Ruas Jalan Pluit Karang Utara Tahun 2013 Jenis Kendaraan Volume Lalu-Lintas Sepeda Motor Mobil Pribadi Mobil Box, Pick-up, dan Angkutan Kota Truk dan Bus Jumlah Keterangan : Penghitungan dilakukan pada bulan Januari 2013 No. Tabel 3.28 Volume Lalu Lintas di Ruas Jalan Pluit Karang Ayu Tahun 2013 Jenis Kendaraan Volume Lalu-Lintas Sepeda Motor Mobil Pribadi Mobil Box, Pick-up, dan Angkutan Kota Truk dan Bus 7 4 Jumlah Keterangan : Penghitungan dilakukan pada bulan Januari 2013 Sedang berlangsung pembangunan kawasan hunian dan bisnis terpadu Green Bay Pluit Sesuai dengan kapasitas masing-masing ruas jalan, maka VCR pada ruas Jalan Pluit Karang Raya dan Jalan Pluit Karang Utara pada jam sibuk pagi dan sore hari menjadi semakin tinggi. Jalan Pluit Karang Ayu mencatat VCR yang rendah sesuai dengan fungsi jalan yang merupakan akses yang melayani fungsi kawasan secara tertentu. No. Tabel 3.29 Volume Capacity Ratio Ruas Jalan di Kawasan Pluit Utara Tahun 2013 Ruas Jalan Volume Lalu Lintas smp/jam VCR smp/jam VCR 1. Jl. Pluit Karang Raya , ,74 2. Jl. Pluit Karang Utara , ,85 3. Jl. Pluit Karang Ayu 115 0, ,09 Melalui penghitungan secara visual, laju kecepatan kendaraan tercatat relatif rendah, yaitu di Jalan Pluit Karang Raya dan Jalan Pluit Karang Utara pada jam sibuk pagi hari dan sore hari. Di Jalan Pluit Karang Raya rata-rata tercatat sekitar Km/jam pada jam sibuk pagi hari dan sekitar Km/jam pada jam sibuk sore hari. Sedang di Jalan Pluit Karang Utara tercatat rata-rata sekitar Km/jam pada jam sibuk pagi hari dan sore hari. Penghitungan lalu lintas yang dilakukan pada malam hari pada ruas-ruas jalan tersebut menunjukkan volume yang relatif rendah, laju kecepatan kendaraan cukup tinggi, dan tidak terdapat hambatan yang dapat mengganggu kelancaran laju kendaraan. Rona Lingkungan Hidup III - 55

141 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Tabel 3.30 Volume Lalu Lintas Ruas Jalan di Kawasan Pluit Utara pada Malam Hari Tahun 2013 No. Ruas Jalan Volume Lalu Lintas Jam (smp/jam) 1. Jl. Pluit Karang Raya Jl. Pluit Karang Utara Jl. Pluit Karang Ayu 24 Dengan volume lalu lintas yang rendah, maka aktifitas kendaraan yang melintasi ruas-ruas jalan tersebut dapat melaju dengan kecepatan rata-rata sekitar Km/jam Transportasi Laut Di daratan bagian Barat Daya Pulau G berlokasi kawasan Muara Angke. Di kawasan ini terdapat pusat kegiatan perikanan yang berkembang sejak diresmikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Ppada tahun Pada tahun 1990, diresmikan sebagai Pusat Pendaratan Ikan (PPI) dan Pusat Kegiatan Perikanan dan sesuai Surat Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 105 Tahun 2002 dikelola oleh UPT Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke. Saat ini pelabuhan perikanan Muara Angke merupakan salah satu dari lima tempat pendaratan ikan di Provinsi DKI Jakarta, di samping Pelabuhan Perikanan Samudra Nizam Zachman di Muara Baru, Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Kamal Muara, TPI Kali Baru/Cilincing, dan TPI Cakung. Kawasan ini berfungsi sebagai pusat pendaratan ikan, pusat pemasaran ikan, dan destinasi pariwisata. Secara fungsional Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke telah memiliki fasilitas memadai. Di kawasan Muara Angke terdapat Tempat Pelelangan Ikan (TPI); gedung pasar grosir ikan; gedung pengecer ikan; kios, gudang, dan kantor yang dimanfaatkan oleh para pengusaha perikanan; kios pusat jajan serba ikan (pujaseri); tempat pengepakan ikan; perumahan nelayan;, SPBU; dan berbagai fasilitas penunjang lainnya. Fasilitas yang tersedia umumnya dimanfaatkan secara baik oleh para pengusaha dan memberikan manfaat luas terhadap masyarakat perikanan, seperti cold storage, pabrik es, tempat penyimpanan ikan, dan lainnya, yang secara keekonomian berfungsi pula sebagai stabilisator harga ikan. Luas PPI Muara Angke pada awalnya sekitar 62 Ha dan berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No Tahun 2006 tentang Panduan Rancang Kota Kawasan Pembangunan Terpadu Muara Angke telah dilakukan reklamasi kawasan pelabuhan sehingga menjadi sekitar 71,7 Ha. Di dalamnya telah dibangun pelabuhan penyeberangan ke Kepulauan Seribu yang berlokasi di Kali Adem. Kawasan Muara Angke dimanfaatkan untuk perumahan nelayan sekitar 21,26 Ha; tambak uji coba budidaya air payau sekitar 9,12 Ha; bangunan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) serta fasilitas penunjangnya seluas 5 Ha; Tempat Pengolahan Ikan Tradisional sekitar 5 Ha; docking kapal seluas 1,35 Ha; pasar, bank, dan bioskop seluas 6,7 Ha; terminal seluas 2,57 Ha; lapangan sepak bola seluas 1 Ha; hutan bakau seluas 8 Ha; lahan kosong seluas 6,7 Ha; dan pelabuhan penyeberangan ke Kepulauan Seribu. Pelabuhan perikanan Muara Angke melayani kegiatan labuh kapal perikanan, docking kapal, floating and repair kapal, bongkar dan muat ikan, dan pengisian perbekalan kapal. Aktifitas perikanan yang menggunakan fasilitas PPI Muara Angke pada tahun 2012 tercatat sekitar 15 kapal dan 45 perahu yang membongkar tangkapan dan pengiriman ikan ke wilayah DKI Jakarta dengan Rona Lingkungan Hidup III - 56

142 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta total produksi ikan sekitar ton per hari. Di PPI Muara Angke juga terdapat usaha/industri pengolahan ikan yang mendistribusikan ikan untuk ekspor maupun dalam negeri. Tercatat sekitar 34 usaha/industri perikanan yang berlokasi di Muara Angke. Ikan yang berasal dari luar negeri didistribusikan ke daerah lain Indonesia dan ikan yang berasal dari Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Karawang, Labuhan Caringin, Pangandaran, Cilacap, dan Muara Angke diekspor ke China, Taiwan, Malaysia, dan juga didistribusikan ke dalam negeri. Produksi perikanan yang dipasarkan dan dikirim ke daerah lain maupun ekspor pada tahun 2011 tercatat sebesar ton. Jenis ikan yang didistribusikan diantaranya jenis kerapu, bawal putih, bawal hitam, tengiri, layur, jenaah, kembung, cumi, dan lainnya. Saat ini armada kapal perikanan yang ada di Muara Angke lebih didominasi oleh kapal motor yang berukuran antara 30 GT sampai di atas 50 GT. Perahu layar dan perahu motor tempel yang awalnya melakukan bongkar muat di PPI Muara Angke sebagian beralih ke sekitar Kali Adem. Armada dan alat tangkap berdasarkan tonase kapal tertera pada Tabel April 2012 Sumber : LAPI ITB, 2012 Gambar 3.36 Kapal Nelayan Ikan di Kawasan Muara Angke Pada tahun 2012 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meresmikan pelabuhan penyeberangan ke Kepulauan Seribu di Muara Angke yang didukung armada KM Lumba-lumba sebanyak 2 (dua) unit dan KM Kerapu sebanyak 6 (enam) unit yang direncanakan mengangkut sekitar 500 penumpang per hari. Rona Lingkungan Hidup III - 57

143 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta No. Jenis Alat Tangkap Perahu Tanpa Motor Tabel 3.31 Jumlah Alat Tangkap Berdasarkan Tonase Kapal Ikan di PPI Muara Angke Tahun 2012 Perahu Motor Tempel Non Tonase < 5 Ton 5 10 Ton Kategori /Tonase Kapal Ton Ton Ton Ton Ton > 200 Ton Jumlah 1. Pukat Cincin Jaring Insang Hanyut Jaring Insang Tetap Jaring Angkat Lainnya Rawai Tuna Pancing Ulur Muroami Pancing Lainnya Boke Ami Jumlah Sumber : UPT Muara Angke, 2012 Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013 Rona Lingkungan Hidup III - 58

144 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Juni 2012 Sumber : LAPI ITB, 2012 Gambar 3.37 Pelabuhan Penyeberangan ke Kepulauan Seribu di Kawasan Muara Angke KM Lumba-lumba melayani rute Muara Angke Pulau Untung Jawa Pulau Pramuka Pulau Tidung pp serta rute Muara Angke Pulau Untung Jawa Pulau Tidung pp dengan dua kali pelayaran per hari. Sedang KM Kerapu melayani rute Muara Angke Pulau Untung Jawa Pulau Pramuka Pulau Kelapa pp; rute Muara Angke Pulau Untung Jawa Pulau Pari Pulau Pramuka Pulau Kelapa pp; rute Muara Angke Pulau Untung Jawa Pulau Lancang Pulau Payung Pulau Tidung pp; dan rute Muara Angke Pulau Untung Jawa Pulau Lancang Pulau Pari Pulau Pramuka pp dengan pelayaran dua kali per hari. 3.3 Kondisi Hayati Flora Terestrial Ekosistem yang dibentuk flora terestrial penting di sub-kawasan Barat Pantura Jakarta diantaranya adalah hutan lindung Muara Angke yang berlokasi di bagian Baratdaya pusat perikanan Muara Angke. Hutan lindung tersebut merupakan kawasan hutan mangrove yang menjadi kesatuan ekosistem mangrove dengan suaka margasatwa Angke Kapuk dan hutan wisata alam Kamal. Namun dari pertimbangan jarak dan jenis kegiatan yang berada di sekitar hutan lindung Muara Angke, rencana reklamasi Pulau G memiliki relevansi kurang signifikan dengan hutan lindung tersebut. Jarak Pulau G ke hutan lindung Muara Angke lebih dari 3,5 Km dan dipisahkan oleh kegiatan dan aktifitas ekonomi dan sosial yang intensif, di antaranya adalah pusat perikanan Muara Angke, perumahan di Muara Angke, perumahan dan kegiatan di kawasan Pluit, dan kawasan perumahan Pantai Indah Kapuk. Rona Lingkungan Hidup III - 59

145 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Biota Perairan Informasi tentang kondisi biota perairan diperoleh dari studi AMDAL Pembangunan Hunian dan Bisnis Terpadu yang melakukan pengukuran di dua lokasi, AL-1 di perairan laut sekitar Muara Angke dan AL-2 di perairan laut sekitar PLTU Muara Karang pada tahun 2010 (Tabel 3.32). Hasil analisis komposisi phytoplankton memiliki nilai H sebesar 2,58 dan 2,89 yang menunjukkan bahwa kondisi perairan laut di Pluit Utara memiliki kestabilan sedang. Sedang hasil pengujian untuk indeks keanekaragaman zooplankton diperoleh nilai 1,65 dan 1,90 yang mengindikasikan bahwa biota akuatik dalam kondisi stabil dan telah mengalami pencemaran ringan sampai sedang. Tabel 3.32 Kondisi Plankton di Perairan Pluit Utara Tahun No. Individu AL-1 2 AL-2 2 PHYTOPLANKTON 1. Oscillatoria sp Oscillatoria sp Spirulina sp Cyanophyta (sp 1) Cyanophyta (sp 2) Amphora sp Bacteriastrum sp Chaetoceros lorenzianum Chaetoceros peruvianum Chaetoceros pseudocurvisetum Chaetoceros sp Chaetoceros sp Chaetoceros sp Chaetoceros sp Coscinodiscus sp Coscinodiscus sp Coscinodiscus sp Laurderia sp Mastogloia sp Navicula sp Nitzschia longissima Nitzschia seriata Nitzschia sigma Pleurosigma aestuari Pleurosigma Normanii Pleurosigma sp Pleurosigma sp Rhizosolenia sp Stephanopyxis sp Ceratium furca Ceratium fusus Ceratium sp Prorocentrum sp Protoperidinium sp Rona Lingkungan Hidup III - 60

146 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta No. Individu AL-1 2 AL Protoperidinium sp Pyrocystis sp Pyrophacus sp Jumlah Individu/L Jumlah Taksa Indeks Diversitas H = -E pi log2 pi 2,58 2,89 H-maks = Log 2S 3,53 3,58 Ekuitabilitas (E) = H /H-maks 0,73 0,81 ZOOPLANKTON 1. Cypridininae Balanus sp Centrophages sp Oithona sp Copepoda (sp 1 : nauplius) Copepoda (sp2 : nauplius) Copepoda (sp 3 : copepodite) Copepoda (sp 4 : copepodite) Ciliophora (sp 1) Ciliophora (sp 2) Amphorellopsis acuta 12. Eutintinnus sp Favella sp Undella sp Jumlah Individu/L Jumlah Taksa Indeks Diversitas H = -E pi log2 pi 1,65 1,90 H-maks = Log 2S 2,48 2,40 Ekuitabilitas (E) = H /H-maks 0,66 0,79 Sumber : Studi AMDAL Pusat Hunian dan Bisnis Terpadu Green Bay Pluit, PT Kencana Unggul Sukses, 2012 Keterangan : 1 Pengukuran dan uji laboratorium tahun 2010 oleh PT Unilab Perdana 2 Tidak tertera koordinat lokasi pengukuran Tabel 3.33 Kondisi Benthos di Perairan Pluit Utara Tahun No. Individu AL-1 2 AL Alveinus sp Tellina sp Tellina sp Veneridae 25 Jumlah Individu/L Jumlah Taksa 3 4 Indeks Diversitas H = -E pi log2 pi 1,04 1,07 H-maks = Log 2S 1,10 1,39 Ekuitabilitas = H /H-maks 0,95 0,77 Sumber : Studi AMDAL Pusat Hunian dan Bisnis Terpadu Green Bay Pluit, PT Kencana Unggul Sukses, 2012 Keterangan : 1 Pengukuran dan laboratorium tahun 2010 oleh PT Unilab Perdana 2 Tidak tertera koordinat lokasi pengukuran Rona Lingkungan Hidup III - 61

147 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Analisis terhadap indeks keanekaragaman hewan benthos menunjukkan nilai 1,04 dan 1,07 yang mengindikasikan dasar perairan dalam kondisi kestabilan sedang, namun mengalami pencemaran berat. Hasil pengukuran yang dilakukan pada tahun 2013 pada lokasi yang sama dengan pengukuran kualitas air pada bulan Februari 2013 (Gambar 3.31 dan Gambar 3.34) menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman (Diversity Index Simpson) phyoplankton antara 0,62 hingga 0,87 di perairan laut dan di perairan Kali Karang sebesar 0,87 dan 0,90. Sedang indeks keanekaragaman zooplankton tercatat antara 0,70 0,85 di perairan laut dan di Kali Karang sebesar 0,64 dan 0,68 (Tabel 3.34). Berdasarkan identifikasi jenis dan kelimpahan plankton di perairan laut terdapat sedikitnya 49 jenis dan di Kali Karang sebanyak 32 jenis. Nilai keanekaragaman tersebut mengindikasikan kondisi perairan dalam kestabilan sedang dan setiap spesies plankton memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang atau kondisi perairan dalam kondisi yang mendukung bagi plankton. Namun kondisi berbeda ditunjukkan oleh indeks keanekaragaman (Diversity Index Shannon Wienner) benthos yang sangat rendah sampai rendah (0 hingga 1,35) untuk seluruh per contoh, bahkan di muara Kali Karang tidak ditemukan benthos (Tabel 3.35). Plankton merupakan organisme berukuran sangat kecil atau mikroskopis, dimana pergerakan secara horizontal dipengaruhi oleh arus dan pergerakan vertikal dipengaruhi oleh cahaya matahari. Sedang benthos merupakan organisme yang hidup dasar perairan dengan pergerakan sangat lambat. Oleh karenanya benthos lebih dipercaya sebagai indikator kualitas lingkungan perairan dibanding plankton. Berdasarkan hasil pengukuran keanekaragam plankton dan benthos dapat disimpulkan bahwa kualitas perairan sering mengalami kondisi buruk, sehingga menekan kehidupan benthos. Pada tenggang masa tertentu kondisi perairan menjadi lebih baik sebagaimana ditunjukkan oleh kehidupan plankton secara melimpah yang terbawa arus ke sekitar Pulau G. Hal tersebut terkait dengan pengukuran yang dilakukan pada musim penghujan. Rona Lingkungan Hidup III - 62

148 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Tabel 3.34 Kondisi Plankton di Perairan Pluit Utara Tahun 2013 No. Organisme AK-1 1 AK-2 1 AL-1 1 AL-2 1 AL-3 1 AL-4 1 AL-5 1 AL-6 1 PHYTOPLANKTON 1. Amphora sp Asterionella sp Bacteriastrum sp Biddulphia sp Cerataulina sp Ceratium copoidii Ceratium sp Ceratiun fusus Ceratium longifen Chaetoceros sp Chaetoceros curvicetus Chaetoceros affinis Closterium sp Corethron sp Coscinudiscus sp Dactyliosolen sp Dichronochaeta sp Dinophysis sp Ditylum sol Ditylum sp Eudorina sp Gonyaulax sp Lauderina sp Lemaea sp Melosira sp Rona Lingkungan Hidup III - 63

149 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta No. Organisme AK-1 1 AK-2 1 AL-1 1 AL-2 1 AL-3 1 AL-4 1 AL-5 1 AL Nitzschia sp Nocticula sp Oscillatoria sp Parahestioneis sp Pediastrum sp Peridinium sp Phormidium sp Pleurosigma sp Rhabdonema delicatula Rhabdonema sp Rhizosolenia sp Skeletonema sp Spirogyra sp Spirulina sp Stanieria sp Sterptotheca sp Thalassionema sp Thalassiothrix sp Trichodesmium sp Jumlah Phytoplankton Indeks Keanekaragaman Simpson 0,87 0,90 0,85 0,87 0,62 0,83 0,76 0,72 ZOOPLANKTON 45. Acartia sp Arcella sp Balanus sp Brachionus sp Bryophyllum sp Candocia sp Centrofages sp Centrofyxis aquleata sp Rona Lingkungan Hidup III - 64

150 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta No. Organisme AK-1 1 AK-2 1 AL-1 1 AL-2 1 AL-3 1 AL-4 1 AL-5 1 AL Chilodonella sp Euterpina sp Favella sp Gryphaea sp Nauplii sp Notholca sp Oithoria sp Oncaea sp Orbulina sp Rhabdolaimus sp Sabellaria sp Temora sp Tintinnopsis sp Jumlah Zooplankton Indeks Keanekaragaman Simpson 0,68 0,64 0,85 0,75 0,70 0,80 0,82 0,83 Jumlah Total Indeks Keanekaragaman Simpson 0,90 0,91 0,86 0,89 0,64 0,86 0,79 0,74 Sumber : Pengukuran oleh Laboratorium Kualitas Air FTSL ITB pada bulan Februari 2013 dan pengujian laboratorium oleh Laboratorium PPSDAL Unpad Keterangan : 1 UTM datum WGS 85 AK-1(E N ) = Jembatan Jalan Pluit Karang Raya AK-2(E N ) = Jembatan Jalan Pluit Karang Utara AL-1 (E N ) = Muara kali Karang AL-2 (E N ) = Outlet PLTU/PLTGU Muara Karang AL-3 (E N ) = Kanal lateral di depan kawasan Green Bay AL-4 (E N ) = Kanal vertikal bagian Barat Pulau G AL-5 (E N ) = Utara Pulau G AL-6 (E N ) = Intake PLTU/PLTGU Muara Karang Rona Lingkungan Hidup III - 65

151 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Tabel 3.35 Kondisi Benthos di Perairan Pluit Utara Tahun 2013 No. Organisme AK-1 AK-2 AL-1 AL-2 AL-3 AL-4 AL-5 AL-6 1. Blanus sp Pernaviriidis sp Hiatula sp Verpricardium sp Tellina sp Littorina sp Barbatia sp Macira sp Jumlah Indeks Keanekaragaman Shannon Wienner 0 0,86 0,12 1,35 0,48 0,13 Sumber : Pengukuran oleh Laboratorium Kualitas Air FTSL ITB pada bulan Februari 2013 dan pengujian laboratorium oleh Laboratorium PPSDAL Unpad Keterangan : 1 UTM datum WGS 85 AK-1(E N ) = Jembatan Jalan Pluit Karang Raya AK-2(E N ) = Jembatan Jalan Pluit Karang Utara AL-1 (E N ) = Muara kali Karang AL-2 (E N ) = Outlet PLTU/PLTGU Muara Karang AL-3 (E N ) = Kanal lateral di depan kawasan Green Bay AL-4 (E N ) = Kanal vertikal bagian Barat Pulau G AL-5 (E N ) = Utara Pulau G AL-6 (E N ) = Intake PLTU/PLTGU Muara Karang Rona Lingkungan Hidup III - 66

152 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Di perairan laut yang direncanakan sebagai lokasi Pulau G tidak dimanfaatkan sebagai tempat penangkapan ikan. Informasi tentang perikanan diperoleh dari kegiatan perikanan Muara Angke yang menjadi pusat pelelangan, pemasaran, distribusi, dan pengolahan ikan. Berbagai jenis ikan yang diperdagangkan dan dipasarkan diantaranya berasal dari Jawa Tengah, Jawa Barat, dan daerah lainnya, diantaranya Tuban, Pekalongan, Cilacap, Cirebon, dan Lampung. Selain itu Muara Angke juga menjadi pusat distribusi ikan yang diimpor dari Negara lain dan menjadi pusat pemasaran dan ekspor ikan menuju Singapura, China, dan lainnya. Jenis ikan yang diperdagangkan dan dipasarkan di Muara Angke diantaranya ikan tenggiri, ikan kerapu, ikan bawal putih, ikan bawal hitam, ikan layur, ikan jenaah, ikan kembung, ikan banjar, ikan salam, ikan deho, ikan layang, dan lainnya. Di Muara Angke juga terdapat kegiatan pengolahan berbagai jenis ikan, seperti ikan bilis, ikan bloso, ikan cucut, cumi-cumi, ikan layang, ikan pari, ikan tenggiri, ikan tongkol, ikan pepetek, dan lainnya dengan wilayah pemasaran Jabodetabek. 3.4 Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Budaya Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012, pulau-pulau yang dibangun di Kawasan Reklamasi Jakarta menjadi bagian dari wilayah administrasi daratan berbatasan. Pulau G berbatasan dengan Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Kota Administrasi Jakarta Utara. Kecamatan Penjaringan dengan luas 35,48 Km 2 terdiri atas 5 (lima) kelurahan, yaitu Kelurahan Kamal Muara, Kapuk Muara, Pejagalan, Pluit, dan Penjaringan. Dengan wilayah Kecamatan Penjaringan yang sangat luas, maka konteks rona sosial ekonomi budaya dalam kaitan rencana pembangunan Pulau G menjadi relevan jika didelineasi berdasarkan kelurahan terdekat, yakni Kelurahan Pluit dengan memperhatikan posisinya terhadap Kecamatan Penjaringan Demografi Jumlah penduduk Kecamatan Penjaringan pada tahun 2011 tercatat sebanyak jiwa dengan kepadatan penduduk sekitar jiwa per Km 2. Tabel 3.36 menunjukkan jumlah dan kepadatan penduduk di Kecamatan Penjaringan. Tabel 3.36 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Penjaringan Tahun 2011 No. Kelurahan Luas (Km 2 ) Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km 2 ) Jumlah KK 1. Kamal Muara 10, Kapuk Muara 10, Pejagalan 3, Penjaringan 3, Pluit 7, Kecamatan Penjaringan 45, Sumber : BPS Jakarta Utara, 2012 Kelurahan Pluit yang merupakan bagian wilayah Kecamatan Penjaringan memiliki jumlah penduduk sebesar jiwa, terdiri atas penduduk laki-laki dan penduduk perempuan dengan KK. Dalam konstelasi Kecamatan Penjaringan, Kelurahan Pluit dapat dikategorikan Rona Lingkungan Hidup III - 67

153 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta sebagai kelurahan dengan jumlah dan kepadatan penduduk relatif moderat setara dengan kepadatan di Kecamatan Penjaringan, termasuk kepadatan hunian jika mempertimbangkan jumlah KK terhadap luas wilayah. Kelurahan Pejagalan dan Kelurahan Penjaringan merupakan kelurahan terpadat penduduknya di Kecamatan Penjaringan. Dengan wilayah seluas 7,712 Km 2 dan kepadatan penduduk pada tahun 2011 sebesar jiwa/km 2 Kelurahan Pluit dapat dikategorikan berkepadatan sedang untuk suatu kawasan perkotaan. Kepadatan tersebut didukung oleh keberadaan beberapa kawasan perumahan berskala besar dan kawasan pusat perdagangan yang relatif lebih tertata. Pertambahan penduduk di Kelurahan Pluit mencatat laju yang relatif rendah sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel Pada periode mencatat pengurangan jumlah penduduk, namun meningkat kembali dengan laju yang rendah pada periode Tabel 3.37 Jumlah dan Laju Pertambahan Penduduk Kecamatan Penjaringan dan Kelurahan Pluit Periode Tahun Kecamatan Penjaringan Kelurahan Pluit Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah Pertambahan Penduduk Rata-rata (%) ,41-0,41 Jumlah Pertambahan Penduduk Rata-rata (%) ,99 0,35 Sumber : BPS Jakarta Utara, 2012 Dengan perkembangan pertambahan penduduk yang telah terjadi, kawasan Pluit hingga saat ini tumbuh dengan kondisi relatif mantap. Namun dengan adanya pembangunan pusat-pusat hunian baru, maka pertambahan penduduk akan mengalami fluktuasi pada masa mendatang. Perubahan jumlah penduduk pada masa mendatang juga dapat dipengaruhi faktor terbangunnya pulau-pulau baru hasil kegiatan reklamasi di Pantura DKI Jakarta. Mengacu pada kondisi di Kecamatan Penjaringan, maka jumlah penduduk pada usia kerja menempati proporsi cukup besar, yakni sekitar 70,44% (Tabel 3.38). Tabel 3.38 Jumlah Penduduk Kecamatan Penjaringan Menurut Usia Tahun 2011 No. Kohort Usia Jumlah Penduduk (Jiwa) tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun Rona Lingkungan Hidup III - 68

154 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta No. Kohort Usia Jumlah Penduduk (Jiwa) 13. > 60 tahun Sumber : BPS Jakarta Utara, Komposisi Pekerjaan Bagian terbesar penduduk di Kelurahan Pluit bekerja pada kegiatan industri, bangunan, dan perdagangan. Data sekunder mutakhir tentang komposisi pekerjaan penduduk Kelurahan Pluit belum diperoleh, namun pada periode pola pekerjaan penduduk di kelurahan ini mengindikasikan kecenderungan tetap, yakni didominasi oleh ketiga bidang pekerjaan tersebut (Tabel 3.39). Dengan berdirinya beberapa pusat perdagangan dan bisnis berskala besar (mall), maka bidang pekerjaan perdagangan mencatat proporsi yang semakin besar. Tabel 3.39 Bidang Pekerjaan Penduduk di Kelurahan Pluit Tahun 2004 dan 2009 Bidang Kerja 2004 (KK) 2009 (KK) Industri Bangunan Perdagangan Transportasi dan Komunikasi Keuangan dan Perbankan Pemerintahan Jasa Lain-lain Jumlah Sumber : Kecamatan Penjaringan Dalam Angka, 2010 Sebagaimana wilayah lainnya di Jakarta, di Kelurahan Pluit juga berkembang sektor informal yang memanfaatkan ruang publik untuk menyelenggarakan kegiatannya, seperti trotoir, bahu jalan, lahan kosong, dan lainnya. Sektor informal dijumpai di sekitar Jalan Pluit Karang Raya, Jalan Pluit Raya 2, Jalan Pluit Dalam, Jalan Pluit Barat, Jalan Pluit Karang Barat, Jalan Pluit Permai, dan Jalan Pluit Karang Timur Komposisi Penduduk Menurut Pendidikan Hingga saat ini belum diperoleh data mutakhir tentang komposisi kependudukan Kelurahan Pluit menurut tingkat pendudikannya. Namun menggunakan informasi tentang jumlah murid pada institusi pendidikan dapat diberikan indikasi tentang tingkat pendidikan penduduk di Kelurahan Pluit (Tabel 3.40). Tabel 3.40 Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid di Kelurahan Pluit Tahun 2011 Sekolah Status Jumlah Sekolah (Unit) Jumlah Guru (Orang) Jumlah Murid (Orang) TK Negeri Swasta SD Negeri Swasta Rona Lingkungan Hidup III - 69

155 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Sekolah Status Jumlah Sekolah (Unit) Jumlah Guru (Orang) Jumlah Murid (Orang) SLTP Negeri Swasta SLTA Negeri Swasta SM Kejuruan Negeri Swasta Madrasah Ibtidaiyah Negeri Swasta Masdrasah Tsanawiyah Negeri Swasta Madrasah Aliyah Negeri Swasta Sumber : BPS Jakarta Utara, 2012 Walaupun catatan pada tabel di atas belum merepresentasikan tingkat pendidikan penduduk Kelurahan Pluit, namun sebagai gambaran awal dapat mengindikasikan bahwa jumlah murid dibandingkan dengan prasarana sekolah yang tersedia relatif tinggi. Demikian pula dengan jumlah TK swasta yang tercatat di Kelurahan Pluit sebanyak 906 unit dibandingkan jumlah penduduk usia dini sebesar jiwa dapat mengindikasikan tentang kepentingan pendidikan secara umum bagi masyarakat Kelurahan Pluit Prasarana dan Sarana Umum Sebagai kawasan yang telah berkembang dan sebagian wilayahnya relatif teratur, Kelurahan Pluit memiliki berbagai prasarana umum, seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, keagamaan, dan utilitas. Tabel 3.41 Prasarana Umum di Kelurahan Pluit Tahun 2011 Fasilitas Kesehatan Jumlah Fasilitas Keagamaan Jumlah Rumah Sakit 0 Masjid 5 Rumah Bersalin 1 Mushola 5 Puskesmas 1 Gereja 12 Posyandu 6 Pura 2 Poliklinik 7 Vihara 9 Apotik 6 Sumber : BPS Jakarta Utara, 2012 Di Kelurahan Pluit telah tersedia sambungan air bersih dari PAM dengan jangkauan pelayanan sekitar 61,72%, dimana sebagian lainnya memperoleh air bersih melalui pedagang air yang menggunakan gerobak atau pikulan. Di Kelurahan Pluit sebagian besar perumahan memiliki fasilitas MCK individual, sedang jamban bersama yang dibangun pemerintah atau disediakan secara mandiri dimanfaatkan sebagian masyarakat. Rona Lingkungan Hidup III - 70

156 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Persepsi Masyarakat Untuk menggambarkan persepsi masyarakat terhadap rencana reklamasi Pulau G, dilakukan identifikasi kelompok masyarakat yang relevan untuk diperoleh pandangannya. Wilayah di sekitar Pulau G di Kelurahan Pluit dapat dikelompokkan menjadi masyarakat penghuni perumahan dan pelaku kegiatan perdagangan dan jasa pada akses utama; serta masyarakat perikanan di kawasan Muara Angke yang terlibat dalam kegiatan yang relatif khusus, yakni perikanan. Guna memperoleh persepsi dari kedua kelompok masyarakat tersebut, dilakukan perekaman pendapat dan pandangan kedua kelompok masyarakat yang diwakili oleh responden masingmasing. Untuk membedakan di antara keduanya, dalam pembahasan dipergunakan istilah a) masyarakat Pluit yang merupakan bagian penghuni dan pelaku kegiatan di kawasan Pluit yang dianggap relevan dengan rencana reklamasi Pulau G, serta b) masyarakat Muara Angke yang merupakan bagian dari penghuni dan pelaku kegiatan perikanan di kawasan Muara Angke. A Masyarakat Pluit Secara umum kawasan Pluit merepresentasikan kawasan perumahan skala besar dan kawasan perdagangan dan jasa bagi wilayah DKI Jakarta bagian Utara. Otorita Pluit pada tahun 1960 memperoleh wewenang mengelola proyek Pluit mengembangkan Pluit Baru sebagai kawasan perumahan, industri, waduk, pembangkit tenaga listrik, dan perkampungan nelayan. Dalam perkembangannya, kawasan ini menjadi kawasan perumahan skala besar yang relatif modern dilengkapi prasarana pendidikan, kesehatan, komersial, rekreasi dan lainnya, serta kawasan perdagangan dan jasa di sepanjang ruas jalan utama. Masyarakat yang tinggal di Kelurahan Pluit di sekitar akses darat yang memiliki jarak terdekat dengan Pulau G, umumnya merupakan masyarakat menengah ke atas dengan tingkat pendidikan menengah hingga tinggi (Gambar 3.38). Masyarakat sebagian besar telah tinggal di kawasan ini lebih dari 10 tahun (83%). Perumahan yang dihuni merupakan rumah permanen berfasilitas air bersih, drainase, penanganan sampah, penerangan listrik, dan fasilitas sanitasi mandiri. Hampir seluruhnya (78%) adalah pemilik rumah, kavling dan bangunan bersertifikat, dan sekitar 71% memiliki kendaran bermotor roda empat. Rona Lingkungan Hidup III - 71

157 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta 35.0% 30.0% 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% Laki-laki Perempuan 5.0% 0.0% Tidak Sekolah/SD SLTP dan Sederajat SLTA dan Sederajat Perguruan Tinggi Tingkat Pendidikan Responden (n = 30) Sumber : Survey responden, 2013 Gambar 3.38 Komposisi Pendidikan Tingkat Pendidikan Masyarakat di Kawasan Pluit Sebagian besar responden yang mewakili bagian masyarakat Pluit bekerja sebagai pengusaha atau karyawan perusahaan swasta (67%) dan pegawai negeri/tni/polri (11%). 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% Lama Tinggal 1-5 Tahun Lama Tinggal 6-10 Tahun Lama Tinggal > 10 Tahun 20% 10% 0% Sumber : Survey responden, 2013 Gambar 3.39 Komposisi Pekerjaan Masyarakat di Kawasan Pluit Dalam kaitan dengan rencana reklamasi Pulau G, sebagian besar (86%) menyatakan persetujuan dengan alasan utama memperindah Kota Jakarta bagian Utara dan berharap reklamasi segera diwujudkan. Saran yang disampaikan adalah reklamasi Pulau G tidak memperburuk kemacetan lalu Rona Lingkungan Hidup III - 72

158 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta lintas, tidak memberikan beban terhadap sanitasi dan sampah di kawasan Pluit, serta tetap memperhatikan kepentingan masyarakat perikanan di Muara Angke. 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% Harapan Responden (n = 30) 0% Tidak mengganggu kegiatan warga Tidak meningkatkan kemacetan lalu lintas Tidak menimbulkan banjir dan genangan Tidak menambah beban sanitasi lingkungan Tidak menimbulkan konflik dengan warga Dapat memperbaiki lingkungan kawasan Pluit Sumber : Survey responden, 2013 Gambar 3.40 Harapan Masyarakat di Kawasan Pluit Terkait Reklamasi Pulau G B Masyarakat Muara Angke Kawasan Muara Angke yang terletak di Baratdaya rencana Pulau G berlokasi di Kelurahan Pluit berbatasan dengan Kali Angke di sebelah Barat dan Selatan, Jalan Pluit di sebelah Timur, dan Laut Jawa di Utara. Muara Angke berjarak sekitar 3,5 Km dari rencana lokasi Pulau G. Muara Angke merupakan kawasan perikanan yang dikelola oleh UPT Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Di kawasan ini terdapat Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), Tempat Pelelangan Ikan, pasar grosir ikan, pasar pengecer ikan, tempat pengepakan ikan, docking kapal, tempat pengolahan ikan tradisional, cold storage, pabrik es, tempat penyimpanan ikan, tambak uji coba budidaya air payau, pusat jajan serba ikan, SPBU, perumahan nelayan, kantor, gudang, terminal, pasar, bank, lapangan sepak bola, bioskop, dan hutan mangrove. Dalam perkembangannya di pusat kegiatan perikanan ini terbangun institusi sosial sebagai manifestasi suatu komunitas. Pemahaman tentang struktur sosial, demografi, tingkat pendidikan, ekonomi dan kesejahteraan warga menjadi landasan untuk menginterpretasikan persepsi dan pandangan komunitas perikanan Muara Angke terhadap rencana reklamasi Pulau G. Rona Lingkungan Hidup III - 73

159 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Mei 2012 Sumber : Pengamatan lapangan, 2012 Gambar 3.41 Pusat Jajan Serba Ikan di Kawasan Muara Angke a) Struktur Sosial Masyarakat Di kawasan Muara Angke, terdapat ± jiwa yang bermukim dan menetap di atas lahan seluas ± 3,5 Ha 3 yang umumnya merupakan pendatang dari berbagai daerah, seperti Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi. Fenomena migrasi masuk ke Muara Angke disebabkan faktor daya tarik ekonomi, yaitu kegiatan perikanan, sehingga mendorong pendatang menjadi warga Muara Angke. Gambaran secara kasar memprakirakan omset kegiatan perikanan di Muara Angke sekitar Rp 420 milyar per bulan 4. Gambaran tersebut dapat mewakili daya tarik ekonomi kawasan Muara Angke. Warga atau komunitas yang terlibat kegiatan di Muara Angke diantaranya adalah sebagai buruh bongkar, buruh timbang, penarik gerobak, pedagang, sewa keranjang, dan nelayan tradisional. Dalam konteks tersebut, maka pola relasi patron-klien antara buruh dan majikan menjadi signifikan. Patron diwakili para pemilik kapal atau pengurus kapal yang menjadi tempat keberlanjutan kehidupan klien, yakni buruh dan pekerja. b) Demografi dan Tingkat Pendidikan Peninjauan lapangan menunjukkan bahwa status kependudukan warga Muara Angke dibedakan menurut 1) berstatus kependudukan resmi, dengan kepemilikan KTP Kelurahan Pluit; dan 2) berstatus kependudukan tidak resmi, yaitu tanpa kepemilikan KTP Kelurahan Pluit. Berdasarkan pengelompokan tersebut, sekitar 83% responden tidak memiliki KTP setempat. Jika dikaitkan dengan lama menetap di Muara Angke sekitar 74% responden teridentifikasi telah menetap lebih dari 10 tahun di Muara Angke (Gambar 3.42). Oleh karenanya dengan status kependudukan tidak resmi dan telah menetap lebih dari 10 tahun di Muara Angke menjadi lebih dominan (56%). 3 Luas wilayah dimaksudkan sebagai areal permukiman warga yang terletak di Blok Eceng dan Blok Empang. 4 Nilai diperhitungkan dari jumlah rata-rata kapal yang labuh dan tambat di PPI Muara Angke per hari, yaitu 15 kapal. Diasumsikan aktifitas berlangsung selama 28 hari per bulan. Rona Lingkungan Hidup III - 74

160 Etnik/Suku Lama Tinggal ANDAL Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta > 10 Thn 18% 56% 6 sd 10 Thn 0% 14% 1 sd 5 Thn 0% 12% < 1 Thn 0% 0% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% Prosentase Responden (n = 50) Memiliki KTP Tidak Memiliki KTP Sumber : Survey responden, 2013 Gambar 3.42 Status Kependudukan dan Lama Tinggal di Muara Angke Warga yang umumnya pendatang dikaitkan dengan lama menetap di Muara Angke didominasi oleh yang berasal dari Jawa (38%), diikuti yang berasal dari Banten (28%), Bugis (6%), dan Sunda (2%), yaitu yang telah menetap lebih dari 10 tahun. Dengan lama menetap antara 6-10 tahun dan 1-5 tahun, warga berasal dari Banten mencatat prosentase tertinggi (8%), diikuti dari Jawa (4%) dan Sunda (2%) (Gambar 3.43). Sunda 2% 2% Bugis 6% Jawa 4% 4% 38% Banten 8% 8% 28% 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40% Prosentase Responden (n = 50) > 10 Thn 6 sd 10 Thn 1 sd 5 Thn < 1 Thn Sumber : Survey responden, 2013 Gambar 3.43 Asal Pendatang dan Lama Tinggal di Muara Angke Rona Lingkungan Hidup III - 75

161 Tingkat Pendidikan ANDAL Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Komposisi tingkat pendidikan responden tercatat umumnya berpendidikan setingkat SD (52%) dan sekitar 30% tidak bersekolah atau menamatkan pendidikan SD. Sisanya sebanyak 12% berpendidikan tingkat SMP, 4% setingkat SMA, dan 2% setingkat Perguruan Tinggi (Gambar 3.44). Perguruan Tinggi SMA 2% 4% SMP 12% SD 52% Tidak Sekolah/Tamat SD 30% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% Prosentase Responden (n = 50) Tidak Sekolah/Tamat SD SD SMP SMA Perguruan Tinggi Sumber : Survey responden, 2013 Gambar 3.44 Tingkat Pendidikan Responden di Muara Angke c) Ekonomi dan Kesejahteraan Sebagaimana dijelaskan terdahulu, sebagian besar responden bekerja sebagai buruh atau sejenisnya, diantaranya nelayan tradisional, penyewaan keranjang, buruh bangunan, penarik gerobak, buruh timbang, buruh bongkar, dan pedagang. Bidang pekerjaan tersebut sebagian besar telah ditekuni sejak lebih dari 10 tahun (62%), dimana sebagian besar (24%) bekerja sebagai nelayan tradisional, diikuti pekerjaan sebagai buruh timbang (10%), pedagang (8%), penyewaan keranjang, buruh bongkar, dan penarik gerobak masing-masing dengan proporsi 6%, dan sisanya buruh bangunan (2%). Rona Lingkungan Hidup III - 76

162 Jenis Pekerjaan ANDAL Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Nelayan Tradisional 24% Penyewaan Keranjang 2% 6% Buruh Bangunan 2% 2% Penarik Gerobak Buruh Timbang Buruh Bongkar Pedagang 2% 4% 4% 4% 4% 6% 6% 8% 8% 8% 10% 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% Prosentase Responden (n = 50) Waktu Bekerja > 10 Tahun Waktu Bekerja 6-10 Tahun Sumber : Survey responden, 2013 Gambar 3.45 Komposisi Pekerjaan Responden di Muara Angke Dari tingkat pendapatan, tercatat ragam pendapatan mulai Rp Rp ; Rp Rp ; dan di atas Rp per bulan. Informasi yang terekam menunjukkan bahwa kecuali nelayan tradisional, umumnya berpendapatan antara Rp Rp per bulan. Pada tingkat pendapatan tersebut, prosentase tertinggi adalah buruh timbang (12%), diikuti buruh bongkar, penarik gerobak, dan sewa keranjang, masing-masing sebesar 8% Dengan jumlah pendapatan dan pengeluaran seperti tertera pada gambar tersebut, responden menganggap tidak ada perubahan kesejahteraan sepanjang tiga tahun terakhir, bahkan berpendapat kesejahteraan terus menurun. Hal tersebut terutama dikeluhkan oleh nelayan tradisional.. Rona Lingkungan Hidup III - 77

163 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Gambar 3.46 Pedagang Ikan dan Penarik Gerobak di Kawasan Muara Angke Gambar 3.47 Kegiatan Penjemuran Ikan di Kawasan Muara Angke d) Kelembagaan Masyarakat Muara Angke Kelembagaan sosial dan ekonomi masyarakat yang terbentuk di antara warga Muara Angke dimanifestasikan dalam beberapa paguyuban formal maupun non-formal dengan orientasi sesuai kebutuhan warga Muara Angke (Tabel 3.42). Sejumlah kelembagaan tersebut ditujukan untuk membantu warga menyelesaikan permasalahan sosial dan ekonomi yang dihadapi. Tabel 3.42 Bentuk dan Orientasi Kelembagaan No. Bentuk Nama Orientasi 1. Formal Remaja Masjid Aktifitas kerohanian Rona Lingkungan Hidup III - 78

164 Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta No. Bentuk Nama Orientasi Karang Taruna Aktifitas kepemudaan PKK Aktifitas ibu-ibu rumahtangga Ikatan Komunitas Pantura Perlindungan dan pengembangan usaha Ikatan Pedagang Kaki Lima Solidaritas antar daerah BPPKB Solidaritas asal daerah Paguyuban usaha ikan asin Perlindungan dan pengembangan usaha 2 Informal Pengajian Aktifitas kerohanian Kematian Toleransi dan kerjasama antar warga Arisan Solidaritas antar warga Keamanan Keamanan warga Sumber : Survey responden, 2013 e) Persepsi Terhadap Reklamasi Pulau G Warga Muara Angke memiliki pandangan bahwa tokoh masyarakat Muara Angke memiliki peran penting dalam pembangunan kawasan Muara Angke (70%). Selain tokoh masyarakat, pengurus koperasi juga dipandang sebagai bagian dari kelompok strategis yang memiliki pengaruh terhadap pembangunan di kawasan tersebut. Masyarakat mengharapkan bahwa informasi pembangunan dapat lebih dikomunikasikan oleh pihak berwenang dan tokoh masyarakat, oleh karena informasi yang diperoleh selama ini cenderung bersumber dari komunikasi antar tetangga dan rumor yang berkembang. Termasuk rencana reklamasi Pulau G, sebagian besar masyarakat (88%) belum memperoleh informasi yang memadai, diantaranya disebabkan kurangnya sosialisasi oleh pihak berwenang, minimnya akses informasi bagi masyarakat, dan belum berkembangnya informasi tersebut sebagai bahan pembicaraan di antara warga. Kurangnya informasi tentang rencana reklamasi pulau G juga menyebabkan masyarakat tidak mengetahui tentang peruntukan pulau-pulau hasil reklamasi. Hal tersebut menjadi alasan bahwa sebagian besar masyarakat (88%) meyakini bahwa dampak reklamasi Pulau G adalah resettlement (pemukiman kembali) warga Muara Angke dan hanya 12% beranggapan bahwa reklamasi Pulau G tidak berkaitan dengan kawasan Muara Angke. Keyakinan tersebut dibangun atas alasan bahwa resettlement merupakan bagian dari program pembangunan, akan dilakukan penggusuran, akan dilakukan perluasan areal pelabuhan, akan penataan kawasan, dan akan dibangun rumah susun. Dalam keyakinan tersebut, sebagian besar masyarakat bersikap taat pada peraturan (84%), 11% bersikap bertahan sebagai bentuk ketidak-sepakatan, dan 5% akan bernegosiasi. Persepsi yang terbangun juga mendasari pendapat yang disampaikan tentang dampak reklamasi Pulau G, yakni 58% responden menyatakan bahwa reklamasi Pulau G akan memperpanjang jarak terhadap lokasi penangkapan ikan (fishing ground); 38% menyatakan ragu-ragu terhadap pendapat tersebut; dan 4% menyatakan reklamasi Pulau G tidak mempengaruhi jarak penangkapan ikan. Pendapat yang menyatakan reklamasi Pulau G akan menyebabkan jarak terhadap lokasi penangkapan ikan bertambah jauh juga mengkhawatirkan faktor biaya produksi akan meningkat. Dalam konteks bahwa warga tidak memiliki informasi yang memadai tentang rencana reklamasi Pulau G dan membangun persepsi atas dugaan dan anggapan secara pribadi, respon yang disampaikan adalah 42% masyarakat bersikap ragu-ragu untuk memberikan dukungan terhadap Rona Lingkungan Hidup III - 79

165 Persentase Responden (n = 50.) ANDAL Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta rencana reklamasi Pulau G, 32% tidak menerima, dan 26% masyarakat menerima rencana reklamasi Pulau G (Gambar 3.48). 45% 42% 40% 35% 32% 30% 25% 26% 20% 15% 10% 5% 0% Menerima Tidak Menerima Ragu-ragu ResponTerhadap Sumber : Survey responden, 2013 Gambar 3.48 Respon Masyarakat Terhadap di Muara Angke Terkait dengan rencana reklamasi Pulau G, masyarakat mengharapkan tidak mengakibatkan penggusuran permukiman warga (40%), memperbaiki kondisi lingkungan ke arah yang lebih tertata (18%), membuka peluang kerja (12%), meningkatkan pendapatan warga, daerah penangkapan ikan tidak semakin jauh (10%), dan pekerjaan warga tidak terganggu (8%) akibat adanya program pembangunan di wilayah tersebut. Survey lapangan yang dilakukan juga mencatat harapan masyarakat untuk memperoleh informasi secara memadai tentang rencana reklamasi Pulau G, akses masyarakat untuk memberikan pendapat, dan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pembangunan Pulau G dan pulau-pulau lainnya di kawasan Pantura DKI Jakarta. Rona Lingkungan Hidup III - 80

166 Persentase Responden (n = 50.) ANDAL Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta 45% 40% 40% 35% 30% 25% 20% 18% 15% 10% 8% 12% 12% 10% 5% 0% Pekerjaan masyarakat tidak terganggu Tidak menggusur masyarakat Muara Angke Meningkatkan pendapatan masyarakat Masyarakat dapat tetap bekerja Meningkatkan kondisi lingkungan menjadi lebih baik Jarak penangkapan ikan tidak semakin jauh Harapan Warga Terkait Agenda Pembangunan di Muara Angke Sumber : Survey responden, 2013 Gambar 3.49 Harapan Masyarakat terhadap di Muara Angke Mei 2012 November 2011 Rona Lingkungan Hidup III - 81

167 Bab 4 RUANG LINGKUP KAJIAN

168 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Bab 4 RUANG LINGKUP KAJIAN 4.1 Pelingkupan Proses Pelingkupan Pelingkupan ditujukan untuk menetapkan lingkup permasalahan lingkungan terkait dampak penting yang akan ditelaah dalam studi ANDAL, lingkup ruang dampak, dan lingkup waktu terjadinya dampak. Proses pelingkupan pada hakekatnya merupakan proses analisis dan sintesis hubungan antara komponen kegiatan reklamasi dengan komponen lingkungan secara iteratif yang dinyatakan sebagai identifikasi dan evaluasi dampak potensial. Pada tahapan dampak potensial, maka proses pelingkupan dibangun melalui data dan informasi awal yang tersedia, masukan dan tanggapan masyarakat yang disampaikan pada konsultasi masyarakat, proses induktif berdasarkan pengalaman dan pengetahuan empirik, serta proses deduksi rasional yang dibangun atas dasar pengetahuan dan referensi. Dampak potensial yang telah diidentifikasi dievaluasi guna menetapkan dampak penting hipotetik berdasarkan telaah karakteristik dampak potensial dengan memanfaatkan data dan informasi yang tersedia. Oleh karena masih berada pada paras hipotetis, maka tujuan penentuan dampak penting hipotetik adalah membantu menetapkan fokus telaah dampak pada kajian lanjut yang lebih mendalam dalam studi ANDAL. Dengan demikian dampak penting hipotetik pada hakekatnya merupakan dampak potensial yang atas dasar telaah awal secara hipotetik dianggap penting untuk ditelaah lanjut untuk memperoleh atribut besaran dan signifikansinya secara lebih rinci atau dampak yang secara rasional dianggap penting namun belum terdukung oleh data dan informasi yang memadai. Informasi yang diperoleh melalui masukan masyarakat pada konsultasi publik selanjutnya direview dan dikonstruksikan kembali ke dalam proses rasional pelingkupan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh rencana reklamasi Pulau G. Masukan yang tercatat pada konsultasi masyarakat yang diselenggarakan pada tanggal 17 Oktober 2012 dapat diringkaskan sebagai berikut : Pembangunan Pulau G perlu memprioritaskan pelibatan masyarakat setempat dalam kegiatannya. Keberadaan pulau hasil reklamasi berpotensi menyebabkan tempat penangkapan ikan nelayan sekitar menjadi semakin jauh, sedangkan pada saat ini telah dikenakan kuota BBM bagi kegiatan penangkapan ikan. Keberadaan pulau-pulau hasil reklamasi tidak mengakibatkan marjinalisasi terhadap masyarakat nelayan. Reklamasi perlu memperhatikan kehidupan nelayan di Muara Angke dan Muara Karang. Ruang Lingkup Kajian IV - 1

169 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Kegiatan reklamasi tidak menimbulkan beban persampahan kepada lingkungan sekitar. Kegiatan reklamasi tidak menimbulkan beban terhadap prasarana jalan yang ada, sehingga tidak memperburuk kondisi kemacetan yang ada. Kegiatan reklamasi dan pulau baru yang terbangun perlu memperhatikan Wilayah Kerja dan Wilayah Pengoperasian Pelabuhan Perikanan (WKOPP) Muara Angke. Kegiatan reklamasi perlu mempertimbangkan keberatan masyarakat dari tujuh pulau di Kepulauan Seribu terhadap pembangunan pulau-pulau baru tersebut. Kegiatan reklamasi tidak menyebabkan peningkatan kekeruhan pada perairan laut sekitar yang dapat mengganggu operasi PLTU/PLTGU Muara Karang sebagai obyek vital. Berdasarkan masukan masyarakat tersebut, beberapa di antaranya merupakan masukan yang terkait dengan kebijakan penataan ruang Pemerintah yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur dan kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang ditetapkan melalui Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta Kebijakan pengembangan lahan baru di Kawasan Pantura Jakarta melalui reklamasi ditetapkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta. Untuk itu disarankan masukan tersebut dapat disampaikan oleh BPLHD Provinsi DKI Jakarta kepada yang berwenang. Dalam konteks suatu Peraturan Daerah, maka masukan tersebut juga sangat relevan disampaikan kepada DPRD Provinsi DKI Jakarta. Oleh karenanya, sesuai lingkup kajian AMDAL masukan masyarakat yang dipertimbangkan sebagai dasar kajian adalah : Pembangunan Pulau G perlu memprioritaskan pelibatan masyarakat setempat dalam kegiatannya. Reklamasi perlu memperhatikan kehidupan nelayan di Muara Angke dan Muara Karang. Kegiatan reklamasi tidak menimbulkan beban persampahan kepada lingkungan sekitar. Kegiatan reklamasi tidak menimbulkan beban terhadap prasarana jalan yang ada, sehingga tidak memperburuk kondisi kemacetan yang ada. Kegiatan reklamasi dan pulau baru yang terbangun perlu memperhatikan Wilayah Kerja dan Wilayah Pengoperasian Pelabuhan Perikanan (WKOPP) Muara Angke. Kegiatan reklamasi tidak meningkatkan kekeruhan pada perairan laut sekitar yang dapat mengganggu operasi PLTU/PLTGU Muara Karang sebagai obyek vital. Dampak penting hipotetik selanjutnya diklasifikasikan dan secara rasional disusun berdasarkan prioritasnya. Proses ini disebut sebagai klasifikasi dan prioritas dampak. Klasifikasi dan prioritas dampak dilakukan berdasarkan sekuens kejadian dampak yang pada kenyataannya akan terwujud sebagai dampak primer, sekunder, tersier, dan seterusnya. Rasional dari klasifikasi dan prioritas dampak adalah manifestasi suatu dampak dapat diakibatkan oleh sumber, proses, atau reseptor pada lingkungan di sekitar rencana kegiatan. Oleh karenanya, melalui klasifikasi dan prioritas dampak diharapkan dapat membantu memahami kejadian dampak sebagai suatu manifes serta menelaah modus dan strategi untuk memitigasinya Identifikasi Dampak Potensial Identifikasi dampak potensial ditujukan untuk memperoleh potensi dampak lingkungan secara komprehensif yang mungkin ditimbulkan oleh reklamasi Pulau G berdasarkan data dan informasi tentang rencana reklamasi Pulau G; data dan informasi awal tentang kondisi lingkungan hidup; Ruang Lingkup Kajian IV - 2

170 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta masukan masyarakat; referensi dari pustaka rujukan; serta proses pikir rasional yang dibangun oleh tim penyusun. Identifikasi dampak potensial dilakukan dengan menggunakan matriks untuk mengidentifikasi hubungan sebab akibat antara rencana reklamasi Pulau G dengan komponen lingkungan di sekitarnya. Metoda matriks sederhana pada intinya untuk menginteraksikan komponen rencana kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak dan komponen lingkungan yang berpotensi terkena dampak (Tabel 4.1). Hasil telaah interaksi tersebut diidentifikasi sebagai dampak potensial. Metode identifikasi dampak potensial menggunakan matriks dijelaskan lanjut melalui bagan alir tentang jenis dan struktur potensi dampak, yakni dampak primer, sekunder, tersier, dan seterusnya (Gambar 4.1; Gambar 4.2; dan Gambar 4.3). Sebagaimana lazimnya proses identifikasi dampak, maka kegiatan reklamasi Pulau G diidentifikasi melalui tahapan pra konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi. Sedang komponen lingkungan diidentifikasi sebagai aspek fisik-kimiawi, tata ruang dan transportasi, hayati, dan sosial-ekonomibudaya dan kesehatan masyarakat. Rencana kegiatan reklamasi Pulau G yang menjadi lingkup telaah adalah sebagai berikut : 1. Tahap Pra-Konstruksi a. Sosialisasi rencana reklamasi Pulau G. Sosialisasi tidak terbatas pada awal dilaksanakannya kajian AMDAL, namun merupakan kegiatan yang diselenggarakan secara rutin untuk pertukaran informasi tentang tujuan dan kepentingan dilakukannya reklamasi Pulau G antara PT Muara Wisesa Samudra dengan masyarakat dan pengelola kegiatan di sekitarnya. b. Pemasangan rambu-rambu di rencana reklamasi Pulau G. Pemasangan rambu-rambu pada tahap sebelum dilakukannya kegiatan fisik reklamasi dimaksudkan untuk memberikan isyarat tentang lokasi dan aktifitas yang akan dilakukan oleh PT Muara Wisesa Samudra sehingga tidak mengganggu kepentingan kegiatan lainnya. c. Perekrutan tenaga kerja reklamasi. Sebagaimana harapan yang disampaikan masyarakat diharapkan keterlibatan masyarakat sekitar dalam kegiatan konstruksi Pulau G melalui kesempatan kerja masyarakat dan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. 2. Tahap Konstruksi a. Mobilisasi peralatan reklamasi. Mobilisasi peralatan reklamasi yang berasal dari Jakarta dan sekitarnya berpotensi meningkatkan kemacetan pada akses jalan di kawasan terdekat, yakni di sekitar Jalan Pluit Karang Utara. Di samping itu kemacetan lalu lintas akan menimbulkan dampak lanjut terhadap penurunan kualitas udara dan peningkatan kebisingan sekitar yang didominasi oleh kawasan perumahan. b. Pengangkutan material reklamasi dari sumbernya di perairan Selat Sunda, Provinsi Banten dan dari wilayah lainnya. Jika ritase pengangkutan melalui transportasi laut cukup intensif, maka berpotensi menghambat kelancaran lalu lintas kapal perikanan. Sedang pengangkutan melalui transportasi darat akan mengganggu kelancaran lalu lintas jalan raya. c. Penggelaran material reklamasi. Penggelaran material urugan berpotensi menimbulkan sedimentasi dan pencemaran terhadap perairan laut sekitar oleh pasir halus yang digelar. d. Konstruksi revetment. Konstruksi revetment mempersyaratkan pelaksanaan konstruksi yang ketat untuk menghindarkan perubahan pola arus dan elevasi muka air, suhu air laut, sedimentasi, gangguan stabilitas dasar laut, terlepasnya material pasir ke perairan laut di Ruang Lingkup Kajian IV - 3

171 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta sekitarnya yang akan meningkatkan kekeruhan, dan gangguan terhadap kehidupan biota akuatik. e. Pemasangan vertical drain. Pemasangan vertical drain ditujukan untuk mempercepat konsolidasi pada lapisan lunah di dasar lahan yang diurug, sehingga lebih menjamin terbangunnya lahan yang siap digunakan. f. Pembangunan jembatan penghubung sementara dengan daratan terdekat untuk keperluan konstruksi. Pembangunan dan keberadaan jembatan penghubung sementara secara setempat akan mengganggu aktifitas di sekitar kawasan perumahan Green Bay. 3. Tahap Pasca Konstruksi a. Demobilisasi peralatan reklamasi. Sebagian peralatan reklamasi yang digunakan didatangkan dari daerah Jakarta, sehingga akan memanfaatkan akses penghubung dengan daratan dan jalan umum yang ada di kawasan Pluit. Demobilisasi berpotensi meningkatkan kemacetan lalu lintas pada jalan Pluit Karang Utara. b. Penanganan tenaga kerja reklamasi. Dalam tahap pasca konstruksi dilakukan pengakhiran hubungan kerja bagi tenaga kerja yang telah menyelesaikan tanggungjawabnya dalam kegiatan reklamasi Pulau G. Kegiatan ini dapat mempengaruhi kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat serta menimbulkan persepsi dan sikap positif atau negatif masyarakat. c. Keberadaan lahan siap bangun di Pulau G. Keberadaan Pulau G berpotensi mengubah pola arus, elevasi muka air, suhu air laut, stabilitas dasar laut, dan kualitas air laut. Keberadaan Pulau G merupakan perwujudan kebijakan penataan ruang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang ditetapkan melalui Perda No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Provinsi DKI Jakarta Keberadaan Pulau G juga berpotensi menimbulkan dampak terhadap hutan lindung Muara Angke. Komponen lingkungan sekitar yang berpotensi mengalami perubahan dan menerima dampak kegiatan reklamasi Pulau G adalah : 1. Aspek Fisik-Kimiawi a. Kualitas udara, dipengaruhi oleh hambatan kelancaran lalu lintas oleh mobilisasi peralatan reklamasi, pengangkutan material reklamasi, pembangunan jembatan penghubung sementara, dan demobilisasi peralatan reklamasi yang menggunakan jalur darat melalui akses jalan umum di kawasan Pluit, terutama Jalan Pluit Karang Utara. b. Kebisingan, dipengaruhi oleh hambatan kelancaran lalu lintas oleh mobilisasi peralatan reklamasi, pengangkutan material reklamasi, pembangunan jembatan penghubung sementara, dan demobilisasi peralatan reklamasi yang menggunakan jalur yang didatangkan dari darat melalui akses jalan umum di kawasan Pluit, terutama Jalan Pluit Karang Utara. c. Pola arus dan elevasi muka air, dipengaruhi oleh kegiatan konstruksi revetment dan keberadaan Pulau G. d. Suhu air laut, dipengaruhi oleh konstruksi revetment dan keberadaan Pulau G. e. Sedimentasi, dipengaruhi oleh penggelaran material reklamasi dan konstruksi revetment. f. Stabilitas dasar laut, dipengaruhi oleh konstruksi revetment, pemasangan vertical drain, dan keberadaan Pulau G. g. Kualitas air laut, dipengaruhi oleh kegiatan penggelaran material reklamasi dan konstruksi revetment. Ruang Lingkup Kajian IV - 4

172 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta 2. Aspek Tata Ruang dan Transportasi a. Tatanan ruang, dipengaruhi oleh keberadaan Pulau G. b. Lalu lintas jalan raya, dipengaruhi oleh mobilisasi peralatan reklamasi, penggelaran material reklamasi, dan demobilisasi peralatan reklamasi. c. Lalu lintas pelayaran, dipengaruhi oleh pemasangan rambu-rambu di lokasi reklamasi dan pengangkutan material reklamasi. 3. Aspek Hayati a. Biota akuatik, dipengaruhi oleh penggelaran material reklamasi dan konstruksi revetment. 4. Aspek Sosial-Ekonomi-Budaya dan Kesehatan Masyarakat a. Kesempatan bekerja, dipengaruhi oleh rekrutmen tenaga kerja reklamasi dan penanganan tenaga kerja reklamasi. b. Pendapatan masyarakat, dipengaruhi oleh rekrutmen tenaga kerja reklamasi dan penanganan tenaga kerja reklamasi. c. Persepsi dan sikap masyarakat, dipengaruhi oleh sosialisasi rencana reklamasi Pulau G, pemasangan rambu-rambu di lokasi reklamasi, rekrutmen tenaga kerja, mobilisasi peralatan reklamasi, pengangkutan material reklamasi, konstruksi revetment, penggelaran material reklamasi, demobilisasi peralatan reklamasi, dan penanganan tenaga kerja reklamasi. d. Kesehatan masyarakat, dipengaruhi oleh mobilisasi peralatan reklamasi, pengangkutan material reklamasi, dan demobilisasi peralatan material reklamasi. Ruang Lingkup Kajian IV - 5

173 Sosialisasi Rencana Reklamasi Pulau G Pemasangan Rambu-rambu di Lokasi Reklamasi Rekrutmen Tenaga Kerja Reklamasi Mobilisasi Peralatan Reklamasi Pengangkutan Material Reklamasi Penggelaran Material Reklamasi Konstruksi Revetment Pemasangan Vertical Drain Pembangunan Jembatan Penghubung Sementara Demobilisasi Peralatan Reklamasi Penanganan Tenaga Kerja Reklamasi Keberadaan Pulau G ANDAL Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Tabel 4.1 Matriks Identifikasi Dampak Potensial di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta KOMPONEN KEGIATAN TAHAP PRA KONSTRUKSI TAHAP KONSTRUKSI TAHAP PASCA KONSTRUKSI No. KOMPONEN LINGKUNGAN ASPEK FISIK-KIMIAWI 1. Kualitas Udara X X X V V X X X V V X X 2. Kebisingan X X X V V X X X V V X X 3. Pola Arus dan Elevasi Muka Air X X X X X X V X X X X V 4. Suhu Air Laut X X X X X X V X X X X V 5. Sedimentasi X X X X X V V X X X X X 6. Stabilitas Dasar Laut X X X X X X V V X X X V 7. Kualitas Air Laut X X X X X V V X X X X X ASPEK TATA RUANG DAN TRANSPORTASI 7. Tatanan Ruang X X X X X X X X X X X V 8. Lalu-lintas Jalan Raya X X X V V X X X X V X X 9. Lalu-lintas Pelayaran X V X X V X X X X X X X ASPEK HAYATI 10. Biota Akuatik X X X X X V V X X X X X Ruang Lingkup Kajian IV - 6

174 Sosialisasi Rencana Reklamasi Pulau G Pemasangan Rambu-rambu di Lokasi Reklamasi Rekrutmen Tenaga Kerja Reklamasi Mobilisasi Peralatan Reklamasi Pengangkutan Material Reklamasi Penggelaran Material Reklamasi Konstruksi Revetment Pemasangan Vertical Drain Pembangunan Jembatan Penghubung Sementara Demobilisasi Peralatan Reklamasi Penanganan Tenaga Kerja Reklamasi Keberadaan Pulau G ANDAL Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta TAHAP PRA KONSTRUKSI KOMPONEN KEGIATAN TAHAP KONSTRUKSI TAHAP PASCA KONSTRUKSI No. KOMPONEN LINGKUNGAN ASPEK SOSIAL-EKONOMI-BUDAYA 11. Kesempatan Bekerja X X V X X X X X X X V X 12. Pendapatan Masyarakat X X V X X X X X X X V X 13. Persepsi dan Sikap Masyarakat V V V V V V V X X V V X 14. Kesehatan Masyarakat X X X V V X X X X V X X Keterangan : V X Ada potensi dampak Tidak ada potensi dampak Ruang Lingkup Kajian IV - 7

175 Kegiatan Pra Konstruksi Perubahan Lingkungan dan Dampak Potensial ANDAL Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta TAHAP PRA-KONSTRUKSI PULAU G Sosialisasi Rencana Reklamasi Pulau G Pemasangan Rambu-rambu di Lokasi Reklamasi Rekrutmen Tenaga Kerja Reklamasi Perubahan Kelancaran Lalu Lintas Pelayaran Perubahan Pendapatan Masyarakat Perubahan Kesempatan Bekerja Perubahan Persepsi dan Sikap Masyarakat Gambar 4.1 Bagan Alir Identifikasi Dampak Potensial Tahap Pra-Konstruksi Ruang Lingkup Kajian IV - 8

176 Kegiatan Konstruksi Perubahan Lingkungan dan Dampak Potensial ANDAL Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta TAHAP KONSTRUKSI PULAU G Mobilisasi Peralatan Reklamasi Pengangkutan Material Reklamasi Penggelaran Material Reklamasi Konstruksi Revetment Pemasangan Vertical Drain Pembangunan Jembatan Penghubung Sementara Perubahan Kelancaran Lalu Lintas Jalan Raya Perubahan Kelancaran Lalu Lintas Pelayaran Perubahan Kualitas Air Laut Perubahan Sedimentasi Perubahan Pola Arus dan Elevasi Muka Air Perubahan Stabilitas Dasar Laut Perubahan Suhu Air Laut Perubahan Kualitas Udara Perubahan Tingkat Kebisingan Perubahan Kehidupan Biota Akuatik Perubahan Kesehatan Masyarakat Perubahan Persepsi dan Sikap Masyarakat Gambar 4.2 Bagan Alir Identifikasi Dampak Potensial Tahap Konstruksi Ruang Lingkup Kajian IV - 9

177 Kegiatan Pasca Operasi Perubahan Lingkungan dan Dampak Potensial ANDAL Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta TAHAP PASCA KONSTRUKSI PULAU G Demobilisasi Peralatan Reklamasi Penanganan Tenaga Kerja Reklamasi Keberadaan Pulau G Perubahan Kelancaran Lalu Lintas Jalan Raya Perubahan Kesempatan Kerja Perubahan Pola Arus dan Elevasi Muka Air Perwujudan Rencana Pemanfaatan Ruang Perubahan Kualitas Udara Perubahan Tingkat Kebisingan Perubahan Pendapatan Masyarakat Perubahan Suhu Air Laut Perubahan Stabilitas Dasar Laut Perubahan Kesehatan Masyarakat Perubahan Persepsi dan Sikap Masyarakat Gambar 4.3 Bagan Alir Identifikasi Dampak Potensial Tahap Pasca Konstruksi Ruang Lingkup Kajian IV - 10

178 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Dampak potensial rencana kegiatan reklamasi Pulau G adalah sebagai berikut : 1. Tahap Pra-Konstruksi a. Sosialisasi rencana reklamasi Pulau G. Dalam kegiatan sosialisasi rencana reklamasi Pulau G dampak potensial yang mungkin terjadi adalah : - Perubahan persepsi dan sikap masyarakat. b. Pemasangan rambu-rambu di rencana reklamasi Pulau G. Dampak potensial yang mungkin terjadi dalam pemasangan rambu-rambu di rencana reklamasi Pulau G adalah : - Perubahan kelancaran lalu lintas pelayaran. - Perubahan persepsi dan sikap masyarakat. c. Perekrutan tenaga kerja reklamasi. Dalam rekrutmen tenaga kerja reklamasi dampak potensial yang mungkin terjadi adalah : - Perubahan kesempatan bekerja bagi masyarakat sekitar. - Perubahan pendapatan masyarakat. - Perubahan persepsi dan sikap masyarakat. 2. Tahap Konstruksi a. Mobilisasi peralatan reklamasi. Dampak potensial yang mungkin timbul adalah : - Perubahan kualitas udara oleh peningkatan volume lalu lintas. - Perubahan tingkat kebisingan oleh peningkatan volume lalu lintas. - Perubahan kelancaran lalu lintas jalan raya di Jalan Pluit Karang Utara. - Perubahan persepsi dan sikap masyarakat oleh gangguan kelancaran lalu lintas. - Perubahan kesehatan masyarakat di sekitar jalur mobilisasi peralatan reklamasi. b. Pengangkutan material reklamasi dari sumbernya di perairan Selat Sunda, Provinsi Banten dari wilayah lainnya. Dampak potensial yang mungkin timbul adalah : - Perubahan kualitas udara oleh peningkatan volume lalu-lintas pengangkutan material reklamasi melalui jalan raya. - Perubahan tingkat kebisingan oleh peningkatan volume lalu lintas pengangkutan material reklamasi melalui jalan raya. - Perubahan kelancaran lalu lintas jalan raya di Jalan Pluit Karang Utara. - Perubahan kelancaran lalu lintas pelayaran di perairan sekitar lokasi Pulau G. - Perubahan persepsi dan sikap mesyarakat oleh gangguan kelancaran lalu lintas. - Perubahan kesehatan masyarakat di sekitar jalur angkutan bahan reklamasi. c. Penggelaran material reklamasi. Dampak potensial yang mungkin timbul adalah :. - Perubahan sedimentasi oleh aktifitas penggelaran material reklamasi. - Perubahan kualitas air laut oleh peningkatan kekeruhan dan padatan tersuspensi. - Perubahan kehidupan biota akuatik oleh penggelaran material reklamasi. - Perubahan persepsi dan sikap masyarakat oleh gangguan kelancaran operasi PLTU/PLTGU Muara Karang akibat perubahan kualitas air yang mepengaruhi water intake. d. Konstruksi revetment. Dampak potensial yang mungkin timbul adalah : Ruang Lingkup Kajian IV - 11

179 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta - Perubahan pola arus dan elevasi muka air. - Perubahan suhu air laut oleh perubahan aliran air yang mempengaruhi suhu pada intake PLTU/PLTGU Muara Karang. - Perubahan sedimentasi oleh aktifitas konstruksi revetment. - Perubahan stabilitas dasar laut oleh pembebanan konstruksi revetment yang mempengaruhi keamanan jaringan pipa gas dan pipa BBM di sisi Timur Pulau G. - Perubahan kualitas air laut oleh peningkatan kekeruhan dan padatan tersuspensi. - Perubahan kehidupan biota akuatik oleh konstruksi revetment. - Perubahan persepsi dan sikap masyarakat oleh gangguan kelancaran operasi PLTU/PLTGU Muara Karang akibat perubahan suhu pada water intake. e. Pemasangan vertical drain. Dampak potensial yang mungkin timbul adalah : - Perubahan stabilitas dasar laut oleh penggunaan vertical drain yang membantu mempercepat konsolidasi tanah. f. Pembangunan jembatan penghubung sementara dengan daratan terdekat untuk keperluan konstruksi. Dampak potensial yang mungkin timbul adalah : - Perubahan kualitas udara oleh aktifitas pembangunan jembatan. - Perubahan tingkat kebisingan oleh aktifitas pembangunan jembatan. 3. Tahap Pasca Konstruksi a. Demobilisasi peralatan reklamasi. Dampak potensial yang mungkin timbul adalah : - Perubahan kualitas udara oleh peningkatan volume lalu lintas. - Perubahan tingkat kebisingan oleh peningkatan volume lalu lintas. - Perubahan kelancaran lalu lintas jalan raya di Jalan Pluit Karang Utara. - Perubahan persepsi dan sikap mesyarakat oleh gangguan kelancaran lalu lintas. - Perubahan kesehatan masyarakat di sekitar jalur mobilisasi peralatan reklamasi. b. Penanganan tenaga kerja reklamasi. Dampak potensial yang mungkin timbul adalah : - Perubahan kesempatan bekerja bagi masyarakat sekitar. - Perubahan pendapatan masyarakat. - Perubahan persepsi dan sikap masyarakat. c. Keberadaan lahan siap bangun di Pulau G. Dampak potensial yang mungkin timbul adalah : - Perubahan pola arus dan elevasi muka air. - Perubahan suhu air laut oleh perubahan pola aliran air yang mempengaruhi suhu pada intake PLTU/PLTGU Muara Karang. - Perubahan stabilitas dasar laut oleh pembebanan Pulau G yang mempengaruhi keamanan jaringan pipa gas dan pipa BBM di sisi Timur Pulau G. - Perwujudan rencana penataan ruang Provinsi DKI Jakarta Evaluasi Dampak Potensial Berdasarkan identifikasi komponen kegiatan yang menimbulkan dampak dan komponen lingkungan yang menerima dampak kegiatan reklamasi Pulau G, dilakukan evaluasi dampak potensial guna Ruang Lingkup Kajian IV - 12

180 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta memperoleh fokus untuk ditelaah lanjut dalam studi ANDAL melalui penentuan dampak penting hipotetik. Dampak penting hipotetik ditetapkan dengan mempertimbangkan kualitas lingkungan, informasi dari masyarakat, signifikansi dampak yang kemungkinan terjadi secara hipotetik, serta rujukan pustaka dan kepakaran. Evaluasi dampak dilakukan terhadap dampak potensial pada setiap tahapan kegiatan dengan mempertimbangkan secara hipotetik peluang besaran, frekuensi, dan intensitas terjadinya dampak; serta tingkat sensitivitas dan kerentanan reseptor terhadap dampak yang diprakirakan terjadi. Proses evaluasi dampak potensial diringkaskan pada Tabel 4.2. Hasil evaluasi merupakan dampak penting hipotetik yang perlu ditelaah lebih rinci dan mendalam dalam kajian ANDAL. Dampak penting hipotetik meliputi : Tahap Pra Konstruksi 1. Sosialisasi a. Perubahan persepsi dan sikap masyarakat merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa sebagian masyarakat sekitar belum memperoleh informasi yang memadai tentang rencana reklamasi Pulau G. Dalam konsultasi publik diperoleh informasi awal bahwa belum terbangun pemahaman yang cukup tentang rencana reklamasi kawasan Pantura Jakarta dalam konteks kebijakan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta, maupun kegiatan teknis reklamasi. 2. Pemasangan Rambu-Rambu di Lokasi Rencana Pulau G a. Perubahan kelancaran pelayaran bukan merupakan dampak penting hipotetik dan tidak ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa pemasangan rambu sebagai pemberi tanda akan dilakukannya kegiatan reklamasi Pulau G berada pada perairan laut lepas dan berdasarkan pengamatan lapangan pada saat ini belum menunjukkan lalu lintas pelayaran yang padat. Pemasangan rambu menjadi kegiatan teknis PT Muara Wisesa Samudra secara internal. b. Perubahan persepsi dan sikap masyarakat bukan merupakan dampak penting hipotetik dan tidak ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa pemasangan rambu dalam rangka kegiatan reklamasi telah menjadi bagian dari substansi sosialisasi rencana reklamasi Pulau G yang akan dikomunikasikan kepada masyarakat terkait dilakukannya aktifitas fisik di lokasi reklamasi. 3. Rekrutmen Tenaga Kerja Reklamasi a. Perubahan kesempatan bekerja bagi masyarakat sekitar merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa walaupun secara kuantitatif dan kualitatif peluang kerja yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat tidak signifikan dan aktifitas reklamasi akan dilaksanakan oleh kontraktor, namun masukan yang terhimpun pada saat konsultasi publik menunjukkan bahwa masyarakat sekitar mengharapkan dapat terlibat dalam reklamasi Pulau G. Kebutuhan tenaga kerja relatif terbatas, yakni 117 orang dengan kualifikasi teknis yang spesifik untuk kegiatan konstruksi bidang struktur kelautan. b. Perubahan pendapatan masyarakat merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa masukan masyarakat yang terhimpun pada konsultasi publik menginformasikan harapan masyarakat sekitar untuk terlibat dalam kegiatan reklamasi Pulau G. Rekrutmen tenaga kerja reklamasi relatif Ruang Lingkup Kajian IV - 13

181 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta terbatas sekitar 117 orang dengan kualifikasi teknis yang spesifik. Di samping itu kegiatan reklamasi akan dilaksanakan oleh kontraktor. c. Perubahan persepsi dan sikap masyarakat merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa informasi awal yang terhimpun pada konsultasi publik mencatat harapan masyarakat sekitar untuk terlibat dalam kegiatan reklamasi Pulau G. Harapan tersebut jika terwujud maupun tidak terwujud akan mempengaruhi persepsi dan sikap masyarakat terhadap reklamasi Pulau G Tahap Konstruksi 1. Mobilisasi Peralatan Reklamasi a. Gangguan kelancaran lalu lintas jalan raya merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa peralatan berat yang dimobilisir jumlahnya terbatas dan dilakukan dalam waktu yang terbatas pula, namun aktifitas mobilisasi menggunakan kendaraan berat akan berlangsung dalam laju kecepatan yang rendah. Pada saat ini pada ruas jalan yang kemungkinan akan dilalui pada saat mobilisasi peralatan berat mencatat laju kecepatan kendaraan yang relatif rendah, yakni Km/jam. Hampir seluruh cordon line di kawasan Pluit memiliki mencatat laju kecepatan kendaraan yang rendah. Di samping itu, dalam konsultasi masyarakat diperoleh informasi awal tentang harapan agar kegiatan reklamasi Pulau G tidak menimbulkan peningkatan kemacetan lalu lintas pada ruas-ruas jalan di sekitarnya. b. Perubahan kualitas udara oleh peningkatan volume dan kelancaran lalu lintas jalan raya merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa mobilisasi peralatan berat akan menurunkan laju kecepatan lalu lintas umum yang saat ini tercatat relatif rendah, yakni Km/jam. Jika laju kecepatan menjadi semakin rendah, maka konsentrasi gas buang kendaraan menjadi meningkat dan berpotensi memicu keluhan dari masyarakat. c. Perubahan tingkat kebisingan oleh peningkatan volume dan kelancaran lalu lintas jalan raya merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL sebagai dampak lanjut dari aktifitas mobilisasi peralatan berat yang secara hipotetik diprakirakan akan semakin menurunkan laju kecepatan lalu lintas umum yang saat ini tercatat relatif rendah, yakni Km/jam. Jika laju kecepatan menjadi semakin rendah, maka kebisingan pada ruas jalan yang menjadi akses kegiatan reklamasi Pulau G, yakni Jalan Pluit Karang Raya dan Jalan Pluit Karang Utara akan meningkat oleh jumlah kendaraan yang semakin banyak. d. Perubahan persepsi dan sikap masyarakat merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa informasi awal yang terhimpun pada konsultasi publik mencatat harapan masyarakat sekitar untuk reklamasi Pulau G tidak menambah kemacetan lalu lintas di kawasan Pluit yang saat ini telah menunjukkan kecenderungan kemacetan dan gangguan kelancaran lalu lintas, terutama pada jam puncak. e. Perubahan kesehatan masyarakat pada jalur mobilisasi peralatan reklamasi bukan merupakan dampak penting hipotetik dan tidak ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa gas buang kendaraan dan kebisingan yang ditimbulkan Ruang Lingkup Kajian IV - 14

182 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta oleh mobilisasi alat berat relatif tidak signifikan dibandingkan kondisi saat ini. Walaupun belum tersedia informasi tentang kualitas udara dan kebisingan di sekitar jalur mobilisasi peralatan reklamasi, pengamatan lapangan menunjukkan bahwa di sepanjang ruas jalan utama yang kemungkinan menjadi akses mobilisasi peralatan reklamasi umumnya merupakan perumahan, sehingga terhindar dari paparan pencemar udara dan kebisingan. 2. Pengangkutan Material Reklamasi a. Perubahan kualitas udara merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa pengangkutan material reklamasi berupa sebagian batu dan tanah melalui jalan raya akan dilakukan dalam laju kecepatan kendaraan yang rendah dan berlangsung selama masa konstruksi. Ruas jalan yang kemungkinan menjadi akses pengangkutan material konstruksi pada saat mobilisasi peralatan berat mencatat laju kecepatan kendaraan yang relatif rendah, yakni Km/jam, sehingga pengangkutan material reklamasi akan meningkatkan kemacetan pada akses sekitar, yaitu Jalan Pluit Karang Raya dan Jalan Pluit Karang Utara. Hal ini akan memperbesar potensi peningkatan gas buang kendaraan dan konsentrasinya pada udara ambien di sekitar akses Jalan Pluit Karang Raya dan Jalan Pluit Karang Utara. b. Perubahan tingkat kebisingan merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa pengangkutan material reklamasi akan meningkatkan volume lalu lintas pada Jalan Pluit Karang Raya dan Jalan Pluit Karang Utara. Hal ini akan memperbesar potensi peningkatan tingkat kebisingan di sekitarnya. c. Perubahan kelancaran lalu lintas jalan raya merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa pengangkutan material reklamasi berupa sebagian batu dan tanah melalui jalan raya akan dilakukan dalam laju kecepatan kendaraan yang rendah dan berlangsung selama masa konstruksi. Ruas jalan yang kemungkinan menjadi akses pengangkutan material konstruksi pada saat mobilisasi peralatan berat mencatat laju kecepatan kendaraan yang relatif rendah, yakni Km/jam, sehingga pengangkutan material reklamasi akan meningkatkan kemacetan pada akses sekitar, yaitu Jalan Pluit Karang Raya dan Jalan Pluit Karang Utara. Di samping itu, dalam konsultasi masyarakat diperoleh informasi awal tentang harapan agar kegiatan reklamasi Pulau G tidak menimbulkan peningkatan kemacetan lalu lintas pada ruas-ruas jalan di sekitarnya. d. Perubahan kelancaran pelayaran merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa pengangkutan material reklamasi baik batu dan pasir laut akan menggunakan angkutan laut. Secara hipotetik intensitas angkutan material reklamasi relatif rendah, yakni sekitar 10 ritase per bulan selama masa konstruksi. Di bagian Barat rencana Pulau G merupakan alur pelayaran perikanan dan penumpang dari dan ke Muara Angke, sehingga lalu lintas pengangkutan batu dan pasir laut secara hipotetik dapat mengganggu kelancaran pelayaran perikanan dan penumpang. e. Perubahan persepsi dan sikap masyarakat merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa kegiatan pelayaran perikanan dari dan ke Muara Angke berlangsung dalam intensitas relatif tinggi sesuai Ruang Lingkup Kajian IV - 15

183 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta dengan fungsi Muara Angke sebagai Tempat Pendaratan Ikan, tempat pelelangan ikan, dan pelabuhan penyeberangan penumpang ke Kepulauan Seribu. Oleh karenanya gangguan terhadap kelancaran pelayaran perikanan dan penumpang dapat menimbulkan persepsi dan sikap masyarakat yang negatif, terutama masyarakat nelayan Muara Angke. f. Perubahan kesehatan masyarakat pada jalur pengangkutan material reklamasi melalui jalan raya bukan merupakan dampak penting hipotetik dan tidak ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa gas buang kendaraan dan kebisingan yang ditimbulkan oleh kendaraan pengangkut material reklamasi relatif tidak signifikan dibandingkan kondisi saat ini. Walaupun belum tersedia informasi tentang kualitas udara dan kebisingan di sekitar jalur mobilisasi peralatan reklamasi, pengamatan lapangan menunjukkan bahwa di sepanjang ruas jalan utama yang kemungkinan menjadi akses mobilisasi peralatan reklamasi umumnya merupakan perumahan, sehingga terhindar dari paparan pencemar udara dan kebisingan. 3. Penggelaran Material Reklamasi a. Perubahan sedimentasi merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa penggelaran material reklamasi Pulau G dapat menimbulkan sedimentasi di perairan sekitar, diantaranya muara Kali Karang. b. Perubahan kualitas air merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa penggelaran material reklamasi Pulau G dapat menimbulkan sebaran bahan reklamasi berbutir halus ke perairan sekitar. Peningkatan konsentrasi TSS pada perairan sekitar akan meningkatkan konsentrasi TSS dan jika terjadi dalam jumlah besar akan menyebabkan sedimentasi pada muara Kali Karang. c. Perubahan kehidupan biota akuatik merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa penggelaran material reklamasi dapat menimbulkan peningkatan konsentrasi TSS dan mengganggu kehidupan biota akuatik laut. c. Perubahan persepsi dan sikap masyarakat bukan merupakan dampak penting hipotetik dan tidak ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa penanganan dampak kegiatan penggelaran material reklamasi akan bersifat teknis dan secara internal ditangani oleh PT Muara Wisesa Samudra. 4. Konstruksi Revetment a. Perubahan pola arus merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa konstruksi revetment akan menghasilkan bangunan pelindung pada perairan laut bagi lahan yang akan dibangun. Konstruksi dan bangunan revetment yang telah terbentuk akan mengakibatkan perubahan pola arus di sekitar bangunan revetment, terutama pada sisi Selatan yang berbatasan dengan kawasan perumahan Green Bay dan outlet PLTU/PLTGU Muara Karang. b. Perubahan suhu air laut merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa revetment akan berperan sebagai bangunan pelindung yang akan mengubah pola aliran air yang berasal dari outlet PLTU/PLTGU Muara Karang. c. Perubahan sedimentasi merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa revetment akan berperan sebagai bangunan Ruang Lingkup Kajian IV - 16

184 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta pelindung yang akan mengubah pola aliran air dan dapat menimbulkan sebaran material reklamasi berbutir halus ke wilayah sekitarny, diantaranya di bagian Tenggara terdapat muara Kali Karang. d. Perubahan stabilitas dasar laut merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa revetment akan menimbulkan beban bagi yang mengubah daya dukung sea bed, dimana pada sisi Timur terdapat jaringan pipa gas dan pipa BBM bawah laut yang kemungkinan menerima tambahan beban tersebut. e. Perubahan kualitas air laut merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa pembangunan revetment dapat menimbulkan sebaran bahan reklamasi berbutir halus ke perairan di sekitarnya, sehingga meningkatkan konsentrasi TSS. Dalam jumlah besar sebaran bahan berbutir halus akan menyebabkan sedimentasi pada muara Kali Karang. f. Perubahan kehidupan biota akuatik merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa pembangunan revetment dapat menimbulkan peningkatan konsentrasi TSS dan mengganggu kehidupan biota akuatik laut. g. Perubahan persepsi dan sikap masyarakat bukan merupakan dampak penting hipotetik dan tidak ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa penanganan dampak kegiatan konstruksi revetment akan bersifat teknis dan secara internal ditangani oleh PT Muara Wisesa Samudra. 5. Pemasangan Vertical Drain a. Perubahan stabilitas dasar laut bukan merupakan dampak penting hipotetik dan tidak ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa percepatan stabilitas dasar laut akan berlangsung pada lahan di Pulau G melalui penggunaan vertical drain. 6. Pembangunan Jembatan Penghubung Sementara a. Perubahan kualitas udara bukan merupakan dampak penting hipotetik dan tidak ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa posisi jembatan adalah di perairan laut di Selatan Pulau G. Pada ruang terbuka tersebut jika terjadi peningkatan konsentrasi pencemar udara maka akan terdispersi dengan cepat. b. Perubahan tingkat kebisingan bukan merupakan dampak penting hipotetik dan tidak ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa mempertimbangkan bahwa posisi jembatan adalah di perairan laut di Selatan Pulau G. Pada perairan laut peningkatan kebisingan oleh kegiatan konstruksi tidak memberikan peningkatan signifikan terhadap kebisingan awal Tahap Pasca Konstruksi 1. Demobilisasi Peralatan Reklamasi a. Perubahan kelancaran lalu lintas jalan raya merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa walaupun demobilisasi peralatan reklamasi jumlahnya terbatas dan dilakukan dalam waktu yang terbatas pula, namun aktifitas mobilisasi menggunakan kendaraan berat akan berlangsung dalam laju kecepatan yang rendah. Pada saat ini pada ruas jalan yang kemungkinan akan dilalui pada saat mobilisasi peralatan berat mencatat laju kecepatan kendaraan yang relatif rendah, yakni Km/jam. Hampir seluruh cordon line di kawasan Pluit memiliki Ruang Lingkup Kajian IV - 17

185 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta pelayanan laju kecepatan kendaraan yang rendah. Di samping itu, dalam konsultasi masyarakat diperoleh informasi awal tentang harapan agar kegiatan reklamasi Pulau G tidak menimbulkan peningkatan kemacetan lalu lintas pada ruas-ruas jalan di sekitarnya. b. Perubahan kualitas udara oleh peningkatan volume dan kelancaran lalu lintas jalan raya merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa demobilisasi peralatan reklamasi akan menurunkan laju kecepatan lalu lintas umum yang saat ini tercatat relatif rendah, yakni Km/jam. Jika laju kecepatan menjadi semakin rendah, maka konsentrasi gas buang kendaraan menjadi meningkat dan berpotensi memicu keluhan dari masyarakat. c. Perubahan tingkat kebisingan oleh peningkatan volume dan kelancaran lalu lintas jalan raya merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL sebagai dampak lanjut dari aktifitas demobilisasi peralatan berat yang secara hipotetik diprakirakan akan semakin menurunkan laju kecepatan lalu lintas umum yang saat ini tercatat relatif rendah, yakni Km/jam. Jika laju kecepatan menjadi semakin rendah, maka kebisingan pada ruas jalan yang menjadi akses kegiatan reklamasi Pulau G, yakni Jalan Pluit Karang Raya dan Jalan Pluit Karang Utara akan meningkat oleh jumlah kendaraan yang semakin banyak. d. Perubahan persepsi dan sikap masyarakat merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa informasi awal yang terhimpun pada konsultasi publik mencatat harapan masyarakat sekitar untuk reklamasi Pulau G tidak menambah kemacetan lalu lintas di kawasan Pluit yang saat ini telah menunjukkan kecenderungan kemacetan dan gangguan kelancaran lalu lintas, terutama pada jam puncak. e. Perubahan kesehatan masyarakat pada jalur mobilisasi peralatan reklamasi bukan merupakan dampak penting hipotetik dan tidak ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa gas buang kendaraan dan kebisingan yang ditimbulkan oleh demobilisasi alat berat relatif tidak signifikan dibandingkan kondisi saat ini. Walaupun belum tersedia informasi tentang kualitas udara dan kebisingan di sekitar jalur demobilisasi peralatan reklamasi, pengamatan lapangan menunjukkan bahwa di sepanjang ruas jalan utama yang kemungkinan menjadi akses demobilisasi peralatan reklamasi umumnya merupakan perumahan, sehingga terhindar dari paparan pencemar udara dan kebisingan. 2. Penanganan Tenaga Kerja Reklamasi a. Perubahan kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa walaupun secara kuantitatif dan kualitatif tenaga kerja yang terlibat secara langsung tidak signifikan dan aktifitas reklamasi akan dilaksanakan oleh kontraktor, namun masukan menunjukkan bahwa masyarakat sekitar berharap terlibat dalam reklamasi Pulau G. Dengan demikian pengakhiran hubungan kerja dengan tenaga kerja reklamasi akan memberikan dampak secara hipotetik bersifat signifikan. b. Perubahan pendapatan masyarakat merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa masukan masyarakat yang terhimpun pada konsultasi publik menginformasikan harapan masyarakat sekitar untuk terlibat dalam kegiatan reklamasi Pulau G. Penanganan tenaga kerja reklamasi Ruang Lingkup Kajian IV - 18

186 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta walaupun relatif terbatas sekitar 117 orang namun secara hipotetik akan memberikan dampak signifikan. c. Perubahan persepsi dan sikap masyarakat merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa informasi awal yang terhimpun pada konsultasi publik mencatat harapan masyarakat sekitar untuk terlibat dalam kegiatan reklamasi Pulau G. Penanganan tenaga kerja reklamasi akan mempengaruhi persepsi dan sikap masyarakat terhadap reklamasi Pulau G. 3. Keberadaan Pulau G a. Perubahan pola arus dan elevasi muka air merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa Pulau G akan berperan sebagai pelindung pada perairan laut. Pulau G akan mengakibatkan perubahan pola arus di sekitarnya, terutama pada sisi Selatan yang berbatasan dengan kawasan perumahan dan bisnis terpadu Green Bay dan outlet PLTU/PLTGU Muara Karang. b. Perubahan suhu air laut merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa keberadaan Pulau G akan mengubah pola aliran air laut secara permanen, sehingga suhu air laut yang mengalir dari outlet PLTU/PLTGU Muara Karang akan melintasi jarak yang lebih panjang hingga ke saluran intakenya. c. Perubahan stabilitas dasar laut merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa terbangunnya Pulau G akan memberikan beban terhadap dasar laut dan mempengaruhi daya dukungnya. Perubahan daya dukung dasr laut akan mempengaruhi stabilitas jaringan pipa gas dan BBM bawah laut yang berada di sisi Timur Pulau G. d. Perwujudan rencana penataan ruang Kawasan Pantura Jakarta merupakan dampak penting hipotetik yang akan ditelaah dalam kajian ANDAL mempertimbangkan bahwa terbangunnya Pulau G menjadi sarana implementasi pemanfaatan ruang yang direncanakan oleh RTRW Jakarta Ruang Lingkup Kajian IV - 19

187 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Tabel 4.2 Evaluasi Dampak Penting Hipotetik Kegiatan Dampak Potensial Pertimbangan Hipotetik Magnitude Dampak 1 Pertimbangan Hipotetik Kerentanan Reseptor*) Evaluasi 2 TAHAP PRA KONSTRUKSI Sosialisasi rencana reklamasi Pulau G Perubahan persepsi dan sikap masyarakat Reklamasi secara terencana merupakan aktifitas yang relatif baru di wilayah DKI Jakarta, sehingga memiliki nilai informasi yang penting bagi masyarakat V - Sebagian masyarakat sekitar belum memiliki informasi tentang rencana reklamasi Pulau G - Sebagian masyarakat belum memahami tentang kebijakan reklamasi kawasan Pantura Jakarta - Sebagian masyarakat belum memahami tentang aspek teknis reklamasi V DPH Pemasangan rambu di lokasi Pulau G Perubahan kelancaran pelayaran Pemasangan rambu merupakan kegiatan teknis PT Muara Wisesa Samudra secara internal X Pengamatan lapangan pada saat ini belum menunjukkan lalu lintas pelayaran yang padat. X Bukan DPH Perubahan persepsi dan sikap masyarakat Pemasangan rambu merupakan bagian substansi sosialisasi yang diselenggarakan PT Muara Wisesa Samudra X Pemasangan rambu diasumsikan tidak menimbulkan perubahan persepsi dan sikap masyarakat yang signifikan X Bukan DPH Rekrutmen tenaga kerja reklamasi Perubahan kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar Besaran dampak relatif tidak signifikan oleh karena reklamasi Pulau G hanya akan melibatkan tenaga kerja secara terbatas, yaitu sekitar 117 orang dengan kualifikasi teknis yang spesifik untuk kegiatan konstruksi bidang struktur kelautan X Dalam konsultasi publik diperoleh informasi sebagian masyarakat mengharapkan dapat bekerjat dalam aktifitas reklamasi Pulau G V DPH Perubahan pendapatan masyarakat Tenaga kerja reklamasi yang dibutuhkan relatif terbatas sekitar 117 orang dengan kualifikasi teknis yang spesifik X Dalam konsultasi publik diperoleh informasi bahwa sebagian masyarakat sekitar berharap dapat terlibat dalam kegiatan reklamasi Pulau G, sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat V DPH Ruang Lingkup Kajian IV - 20

188 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Kegiatan Dampak Potensial Pertimbangan Hipotetik Magnitude Dampak 1 Pertimbangan Hipotetik Kerentanan Reseptor*) Evaluasi 2 Persepsi dan sikap masyarakat Pelibatan masyarakat dalam aktifitas reklamasi secara fisik relatif terbatas X Informasi yang terhimpun pada konsultasi publik mencatat harapan masyarakat sekitar untuk terlibat dalam kegiatan reklamasi Pulau G. Harapan tersebut jika terwujud maupun tidak terwujud akan mempengaruhi persepsi dan sikap masyarakat terhadap reklamasi Pulau G V DPH TAHAP KONSTRUKSI Mobilisasi peralatan reklamasi Perubahan kelancaran lalu lintas jalan raya Peralatan reklamasi yang dimobilisir jumlahnya terbatas dan dilakukan dalam waktu yang terbatas pula, namun aktifitas mobilisasi menggunakan kendaraan berat akan berlangsung dalam laju kecepatan yang rendah, sehingga menurunkan laju kendaraan yang ada V - Ruas jalan yang kemungkinan akan digunakan untuk mobilisasi peralatan reklamasi pada saat ini mencatat laju kecepatan kendaraan yang relatif rendah, yakni Km/jam, termasuk di seluruh cordon line di kawasan Pluit - Dalam konsultasi publik masyarakat berharap reklamasi Pulau G tidak menimbulkan peningkatan kemacetan lalu lintas V DPH Perubahan kualitas udara oleh peningkatan volume lalu lintas - Laju kecepatan lalu lintas saat ini tercatat relatif rendah, yakni Km/jam dan semakin menurun oleh adanya mobilisasi peralatan reklamasi - Laju kecepatan kendaraan yang semakin rendah akan meningkatkan beban dan konsentrasi gas buang kendaraan V Walaupun belum tersedia informasi kualitas udara di sekitar akses pada cordon line di kawasan Pluit, namun secara hipotetik akan terjadi peningkatan beban dan konsentrasi gas buang kendaraan yang menurunkan kualitas udara ambien V DPH Perubahan tingkat kebisingan oleh peningkatan volume lalu lintas - Laju kecepatan lalu lintas saat ini tercatat relatif rendah, yakni Km/jam dan semakin menurun oleh adanya mobilisasi peralatan reklamasi - Laju kecepatan kendaraan yang V Walaupun belum tersedia informasi tingkat kebisingan di sekitar akses pada cordon line di kawasan Pluit, namun secara hipotetik akan terjadi peningkatan kebisingan oleh peningkatan volume lalu lintas V DPH Ruang Lingkup Kajian IV - 21

189 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Kegiatan Dampak Potensial Pertimbangan Hipotetik Magnitude Dampak 1 Pengangkutan material reklamasi Perubahan persepsi dan sikap masyarakat oleh gangguan kelancaran lalu lintas Perubahan kesehatan masyarakat di sekitar jalur mobilisasi peralatan reklamasi Perubahan kualitas udara oleh peningkatan volume lalu lintas Perubahan tingkat kebisingan oleh peningkatan volume lalu lintas semakin rendah akan meningkatkan volume lalu lintas per satuan waktu dan meningkatkan kebisingan Peningkatan volume lalu lintas oleh mobilisasi peralatan reklamasi relatif terbatas dan berlangsung pada waktu yang terbatas Peningkatan volume lalu lintas oleh mobilisasi peralatan reklamasi relatif terbatas dan berlangsung pada waktu yang terbatas Pengangkutan material reklamasi berupa sebagian batu dan tanah melalui jalan raya dilakukan dalam jumlah terbatas, namun pada laju kecepatan kendaraan yang rendah Pengangkutan material reklamasi berupa sebagian batu dan tanah melalui jalan raya dilakukan dalam jumlah terbatas, namun pada laju kecepatan kendaraan yang rendah X X X X Pertimbangan Hipotetik Kerentanan Reseptor*) kendaraan bermotor - Ruas jalan yang kemungkinan akan digunakan untuk mobilisasi peralatan reklamasi pada saat ini mencatat laju kecepatan kendaraan relatif rendah, yakni Km/jam, termasuk di seluruh cordon line di kawasan Pluit - Dalam konsultasi publik masyarakat berharap reklamasi Pulau G tidak menimbulkan peningkatan kemacetan lalu lintas - Jika terjadi peningkatan kemacetan, maka akan timbul persepsi dan sikap masyarakat yang negatif Di sepanjang ruas jalan utama yang kemungkinan menjadi akses mobilisasi peralatan reklamasi umumnya merupakan perumahan yang secara hipotetik akan terhindar dari paparan pencemar udara dan kebisingan Memiliki potensi peningkatan beban dan konsentrasi gas buang kendaraan yang menurunkan kualitas udara ambien di sekitar akses Jalan Pluit Karang Raya dan Jalan Pluit Karang Utara Memiliki potensi peningkatan kebisingan di sekitar akses Jalan Pluit Karang Raya dan Jalan Pluit Karang Utara V X V V Evaluasi 2 DPH Bukan DPH DPH DPH Ruang Lingkup Kajian IV - 22

190 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Kegiatan Dampak Potensial Pertimbangan Hipotetik Magnitude Dampak 1 Pertimbangan Hipotetik Kerentanan Reseptor*) Evaluasi 2 Perubahan kelancaran lalu lintas jalan raya Pengangkutan material reklamasi berupa sebagian batu dan tanah melalui jalan raya akan dilakukan dalam laju kecepatan kendaraan yang rendah dan berlangsung selama masa konstruksi. V - Ruas jalan yang kemungkinan menjadi akses pengangkutan material reklamasi mencatat laju kecepatan kendaraan yang relatif rendah, yakni Km/jam, sehingga akan meningkatkan kemacetan pada Jalan Pluit Karang Raya dan Jalan Pluit Karang Utara. - Harapan masyarakat yang terhimpun dalam konsultasi publik reklamasi Pulau G tidak menimbulkan peningkatan kemacetan lalu lintas di sekitarnya V DPH Perubahan kelancaran pelayaran di perairan sekitar Pulau G Pengangkutan material reklamasi menggunakan angkutan laut diperkirakan dilakukan dalam intensitas rendah sekitar 10 ritase per bulan X Di bagian Barat rencana Pulau G merupakan alur pelayaran perikanan dan penumpang dari dan ke Muara Angke, sehingga secara hipotetik berpotensi mengganggu kelancaran pelayaran V DPH Perubahan persepsi dan sikap masyarakat oleh gangguan kelancaran lalulintas Pengangkutan material reklamasi menggunakan angkutan laut diperkirakan dilakukan dalam intensitas rendah sekitar 10 ritase per bulan X - Pelayaran perikanan dari dan ke Muara Angke berlangsung menerus sesuai dengan fungsi Muara Angke sebagai Tempat Pendaratan Ikan, tempat pelelangan ikan, dan pelabuhan penyeberangan penumpang ke Kepulauan Seribu - Gangguan terhadap kelancaran pelayaran perikanan dan penumpang dapat menimbulkan persepsi dan sikap masyarakat yang negatif V DPH Perubahan kesehatan masyarakat di sekitar jalur angkutan material reklamasi Beban buang kendaraan dan kebisingan yang ditimbulkan oleh kendaraan pengangkut material reklamasi relatif tidak signifikan dibandingkan kondisi saat ini. X Di sepanjang ruas jalan utama yang menjadi akses mobilisasi peralatan reklamasi umumnya perumahan, sehingga terhindar dari paparan pencemar udara dan kebisingan X Bukan DPH Ruang Lingkup Kajian IV - 23

191 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Kegiatan Dampak Potensial Pertimbangan Hipotetik Magnitude Dampak 1 Pertimbangan Hipotetik Kerentanan Reseptor*) Evaluasi 2 Penggelaran material reklamasi Perubahan sedimentasi oleh penggelaran material reklamasi Penggelaran material reklamasi Pulau G dapat menimbulkan sedimentasi di perairan sekitar oleh sebaran material berbutir halus V Sebaran material reklamasi berbutir halus ke wilayah sekitar Pulau G dapat mempengaruhi muara Kali Karang di bagian Tenggara V DPH Perubahan kualitas air laut oleh peningkatan kekeruhan dan padatan Penggelaran material reklamasi Pulau G dapat menimbulkan peningkatan konsentrasi TSS di perairan sekitar V Peningkatan material berbutir halus dalam jumlah besar akan menyebabkan sedimentasi pada muara Kali Karang V DPH Perubahan kehidupan biota akuatik Penggelaran material reklamasi dapat menimbulkan penurunan kualitas air laut X Penurunan kualitas air laut berpotensi mengganggu kehidupan biota akuatik laut V DPH Perubahan persepsi dan sikap mesyarakat Penggelaran material reklamasi bersifat teknis yang ditangani secara internal oleh PT Muara Wisesa Samudra X Teknis penggelaran material reklamasi belum menjadi fokus perhatian masyarakat X Bukan DPH Konstruksi revetment Perubahan pola arus dan elevasi muka air Konstruksi revetment akan menghasilkan struktur pelindung pada perairan laut bagi lahan yang akan dibangundi pulau G yang akan mengakibatkan perubahan pola arus di sekitar struktur revetment V Pada sisi Selatan Pulau G berbatasan dengan kawasan perumahan Green Bay dan outlet PLTU/PLTGU Muara Karang V DPH Perubahan suhu air laut oleh perubahan pola aliran air Konstruksi revetment berpotensi mengubah pola arus dan menimbulkan perubahan suhu air laut V Struktur revetment akan mengubah pola aliran air yang berasal dari outlet PLTU/PLTGU Muara Karang V DPH Perubahan sedimentasi oleh aktifitas konstruksi revetment Konstruksi revetment berpotensi mengubah pola arus dan menimbulkan sebaran material reklamasi berbutir halus ke wilayah sekitarnya V Sebaran material reklamasi berbutir halus ke wilayah sekitar Pulau G dapat mempengaruhi muara Kali Karang di bagian Tenggara V DPH Perubahan stabilitas dasar laut oleh pembebanan konstruksi revetment Konstruksi revetment akan menimbulkan beban yang mengubah daya dukung sea bed V Pada sisi Timur konstruksi revetment terdapat jaringan pipa gas dan pipa BBM bawah laut yang kemungkinan menerima tambahan beban V DPH Perubahan kualitas air laut oleh peningkatan kekeruhan dan padatan Konstruksi revetment dapat menimbulkan sebaran material V Sebaran bahan berbutir halus dalam jumlah besar akan menyebabkan V DPH Ruang Lingkup Kajian IV - 24

192 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Kegiatan Dampak Potensial Pertimbangan Hipotetik Magnitude Dampak 1 Perubahan kehidupan biota akuatik Perubahan persepsi dan sikap mesyarakat reklamasi berbutir halus ke perairan di sekitarnya, sehingga meningkatkan konsentrasi TSS Konstruksi revetment dapat menimbulkan sebaran material reklamasi berbutir halus ke perairan di sekitarnya, sehingga meningkatkan konsentrasi TSS Konstruksi revetment merupakan aktifitas teknis yang ditangani secara internal oleh PT Muara Wisesa Samudra Pemasangan vertical drain Perubahan stabilitas dasar laut Penggunaan vertical drain akan meningkatkan percepatan stabilitas dasar laut pada lahan di Pulau G Pembangunan jembatan penghubung sementara TAHAP PASCA KONSTRUKSI Perubahan kualitas udara oleh peningkatan volume lalu lintas Perubahan tingkat kebisingan oleh peningkatan volume lalu lintas Perubahan kualitas udara oleh pembangunan jembatan penghubung berada di perairan laut di Selatan Pulau G Perubahan intensitas kebisingan oleh pembangunan jembatan penghubung berada di perairan laut di Selatan Pulau G V X X X X Pertimbangan Hipotetik Kerentanan Reseptor*) kekeruhan di perairan sekitar dan sedimentasi pada muara Kali Karang Sebaran bahan berbutir halus dalam jumlah besar akan menyebabkan kekeruhan di perairan sekitar dan kehidupan biota akuatik Teknis konstruksi revetment belum menjadi fokus perhatian masyarakat Penggunaan vertical drain akan berfungsi secara internal pada lahan di Pulau G Pada ruang terbuka di sekitar perairan laut jika terjadi peningkatan konsentrasi pencemar udara akan terdispersi dengan cepat Jika terjadi peningkatan kebisingan akan berlangsung secara lokal X X X X X Evaluasi 2 DPH Bukan DPH Bukan DPH Bukan DPH Bukan DPH Demobilisasi peralatan reklamasi Perubahan kelancaran lalu lintas jalan raya Demobilisasi peralatan reklamasi dilakukan dalam jumlah dan dalam waktu yang terbatas, namun aktifitas kendaraan berat akan berlangsung dalam laju kecepatan yang rendah, sehingga berpotensi meingkatkan kemacetan V - Ruas jalan yang kemungkinan akan dilalui pada saat mobilisasi peralatan berat mencatat laju kecepatan kendaraan yang relatif rendah, yakni Km/jam. - Harapan masyarakat dalam konsultasi publik adalah kegiatan reklamasi Pulau G tidak menimbulkan peningkatan kemacetan lalu lintas pada ruasruas jalan di sekitarnya V DPH Ruang Lingkup Kajian IV - 25

193 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Kegiatan Dampak Potensial Pertimbangan Hipotetik Magnitude Dampak 1 Pertimbangan Hipotetik Kerentanan Reseptor*) Evaluasi 2 Perubahan kualitas udara oleh peningkatan volume lalu lintas Demobilisasi peralatan reklamasi akan menurunkan laju kecepatan lalu lintas umum yang saat ini sehingga meningkatkan konsentrasi gas buang kendaraan V - Laju kecepatan lalu lintas umum saat ini relatif rendah, yakni Km/jam - Penurunan laju kecepatan kendaraan akan menurunkan kualitas udara ambien V DPH Perubahan tingkat kebisingan oleh peningkatan volume lalu lintas Demobilisasi peralatan reklamasi akan menurunkan laju kecepatan lalu lintas umum yang saat ini sehingga meningkatkan kebisingan oleh peningkatan volume lalu lintas V Penurunan laju kecepatan kendaraan akan meningkatkan volume lalu lintas per satuan waktu dan meningkatkan intensitas kebisingan V DPH Perubahan persepsi dan sikap mesyarakat oleh gangguan kelancaran lalu lintas Demobilisasi peralatan reklamasi dilakukan dalam jumlah dan dalam waktu yang terbatas, namun aktifitas kendaraan berat akan berlangsung dalam laju kecepatan yang rendah, sehingga berpotensi meingkatkan kemacetan X - Ruas jalan yang kemungkinan akan dilalui pada saat mobilisasi peralatan berat mencatat laju kecepatan kendaraan yang relatif rendah, yakni Km/jam. - Harapan masyarakat dalam konsultasi publik adalah kegiatan reklamasi Pulau G tidak menimbulkan peningkatan kemacetan lalu lintas pada ruasruas jalan di sekitarnya V DPH Perubahan kesehatan masyarakat di sekitar jalur angkutan material reklamasi Gas buang kendaraan dan kebisingan yang ditimbulkan oleh demobilisasi alat berat relatif tidak signifikan dibandingkan kondisi saat ini X Pengamatan lapangan menunjukkan bahwa di sepanjang ruas jalan utama yang kemungkinan menjadi akses demobilisasi peralatan reklamasi umumnya merupakan perumahan, sehingga terhindar dari paparan pencemar udara dan kebisingan X Bukan DPH Penanganan tenaga kerja reklamasi Perubahan kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar Tenaga kerja reklamasi yang terlibat secara langsung tidak signifikan, yakni sekitar 117 orang X Jika masyarakat sekitar terlibat sebagai tenaga kerja reklamasi, maka pengakhiran kegiatan reklamasi akan memberikan dampak terhadap hilangnya kesempatan bekerja. Masukan pada konsultasi publik V DPH Ruang Lingkup Kajian IV - 26

194 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Kegiatan Dampak Potensial Pertimbangan Hipotetik Magnitude Dampak 1 Perubahan pendapatan masyarakat Tenaga kerja reklamasi yang terlibat secara langsung tidak signifikan, yakni sekitar 117 orang X Pertimbangan Hipotetik Kerentanan Reseptor*) menunjukkan bahwa kesempatan bekerja pada aktifitas reklamasi Pulau G merupakan harapan masyarakat Jika masyarakat sekitar terlibat sebagai tenaga kerja reklamasi, maka pengakhiran kegiatan reklamasi akan memberikan dampak terhadap pendapatan masyarakat yang terlibat. V DPH Evaluasi 2 Persepsi dan sikap masyarakat Tenaga kerja reklamasi yang terlibat secara langsung tidak signifikan, yakni sekitar 117 orang X Jika masyarakat sekitar terlibat sebagai tenaga kerja reklamasi, maka pengakhiran kegiatan reklamasi akan memberikan dampak terhadap persepsi dan sikap masyarakat oleh hilangnya kesempatan bekerja dan perubahan pendapatan masyarakat yang terlibat. V DPH Keberadaan Pulau G Perubahan pola arus dan elevasi muka Keberadaan Pulau G akan berfungsi sebagai pelindung pada perairan laut dan mempengaruhi pola arus perairan di sekitarnya V Pulau G akan mengakibatkan perubahan pola arus di sekitarnya, terutama pada sisi Selatan yang berbatasan dengan kawasan perumahan Green Bay dan outlet PLTU/PLTGU Muara Karang V DPH Perubahan suhu air laut oleh perubahan pola aliran air Keberadaan Pulau G akan mengubah pola aliran air laut secara permanen V Perubahan pola aliran air laut akan mempengaruhi suhu air laut yang mengalir dari outlet PLTU/PLTGU Muara Karang menuju kanal vertikal ke arah Barat dan akan melintasi jarak yang lebih panjang hingga ke saluran intakenya V DPH Perubahan stabilitas dasar laut oleh pembebanan Pulau G Terbangunnya Pulau G akan memberikan beban terhadap dasar laut dan mempengaruhi daya dukung V Perubahan daya dukung dasar laut akan mempengaruhi stabilitas jaringan pipa gas dan BBM bawah laut di sisi Timur Pulau G V DPH Ruang Lingkup Kajian IV - 27

195 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Kegiatan Dampak Potensial Pertimbangan Hipotetik Magnitude Dampak 1 Pertimbangan Hipotetik Kerentanan Reseptor*) Evaluasi 2 Keterangan : Perwujudan rencana penataan ruang Provinsi DKI Jakarta X : Magnitude dampak atau tingkat kerentanan reseptor secara hipotetik tidak atau kurang signifikan Keberadaan Pulau G merupakan wujud implementasi pemanfaatan ruang yang direncanakan oleh RTRW Jakarta 2030 V : Magnitude dampak atau tingkat kerentanan reseptor secara hipotetik cukup signifikan atau signifikan Jika salah satu atau keduanya dianggap cukup signifikan atau signifikan, maka dikategorikan sebagai dampak penting hiopotetik 1 Magnitude dampak dan kerentanan reseptor dapat merupakan manifes atau pendugaan, jika belum tersedia data dan informasi pendukung 2 DPH = dampak penting hipotetik V Keberadaan Pulau G merupakan kinerja pengembangan lahan baru bagi Provinsi DKI Jakarta V DPH Ruang Lingkup Kajian IV - 28

196 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Berdasarkan hasil evaluasi dampak potensial, dapat disimpulkan dampak penting hipotetik rencana reklamasi Pulau G adalah sebagai berikut : 1. Tahap Pra-Konstruksi 1) Perubahan kesempatan kerja 2) Perubahan pendapatan masyarakat 3) Perubahan persepsi dan sikap masyarakat 2. Tahap Konstruksi 1) Perubahan kualitas udara 2) Perubahan tingkat kebisingan 3) Perubahan pola arus dan elevasi muka air 4) Perubahan suhu air laut 5) Perubahan stabilitas dasar laut 6) Perubahan sedimentasi 7) Perubahan kualitas air laut 8) Perubahan kelancaran lalu lintas jalan raya 9) Perubahan kelancaran lalu lintas pelayaran 10) Perubahan kehidupan biota akuatik 11) Perubahan persepsi dan sikap masyarakat. 3. Tahap Pasca Konstruksi 1) Perubahan kualitas udara 2) Perubahan tingkat kebisingan 3) Perubahan pola arus dan elevasi muka air 4) Perubahan suhu air laut 5) Perubahan stabilitas dasar laut 6) Perwujudan rencana penataan ruang 7) Perubahan kelancaran lalu lintas jalan raya 8) Perubahan kesempatan kerja 9) Perubahan pendapatan masyarakat 10) Perubahan persepsi dan sikap masyarakat Klasifikasi dan Prioritas Dampak Penting Hipotetik Klasifikasi dan prioritas dampak penting hipotetik diidentifikasi berdasarkan kesamaan karakteristik dampak serta tingkat kepentingan untuk dikaji secara rinci secara hirarkis. Dalam konteks telaah dampak lingkungan oleh rencana reklamasi Pulau G, maka klasifikasi dampak lingkungan dilakukan dengan mempertimbangkan kesamaan karakteristik dan sifat dampak; yakni yang terkait dengan : - Perubahan lingkungan yang relevan dengan penambahan beban, gangguan stabilitas, dan kerusakan lingkungan. - Perubahan lingkungan yang relevan dengan interaksi sosial antara PT Muara Wisesa Samudra dengan masyarakat di sekitarnya. Klasifikasi dampak penting hipotetik adalah sebagai berikut : 1. Relevansi terhadap penambahan beban, gangguan stabilitas, dan kerusakan lingkungan : 1) Perubahan kualitas udara 2) Perubahan tingkat kebisingan Ruang Lingkup Kajian IV - 29

197 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta 3) Perubahan pola arus dan elevasi muka air 4) Perubahan suhu air laut 5) Perubahan stabilitas dasar laut 6) Perubahan sedimentasi 7) Perubahan kualitas air laut 8) Perubahan kelancaran lalu lintas jalan raya 9) Perubahan lalu lintas pelayaran 10) Perubahan kehidupan biota akuatik 2. Relevansi terhadap interaksi sosial 1) Perwujudan rencana penataan ruang 2) Perubahan kesempatan bekerja 3) Perubahan pendapatan masyarakat 4) Perubahan persepsi dan sikap masyarakat Prioritas dampak penting hipotetik dilakukan untuk memberikan kejelasan tentang signifikansi dampak dalam memberikan pengaruh terhadap dampak-dampak lainnya, sehingga dapat memberikan pertimbangan dan rasional bagi tata urut pengelolaan lingkungan agar memberikan efek ganda terhadap pengelolaan dampak-dampak yang lain. Sebagai konsekuensi penetapan klasifikasi dampak penting hipotetik, maka prioritasi dampak perlu dilakukan secara hirarkis. Prioritasi dampak didasarkan pada pembobotan (weighting) yang merepresentasikan nilai relatif perbandingan non-absolut yang dianggap mewakili pandangan umum tentang obyek yang dinilai. Hirarki pembobotan dilakukan sebagai berikut : - Pembobotan antar klasifikasi dampak penting hipotetik pada hirarki pertama. Dalam hal ini digunakan pembobotan dengan nilai relatif (2) bagi klasifikasi yang dianggap lebih penting terhadap klasifikasi lainnya yang diberi nilai relatif (1). - Pembobotan antar dampak penting hipotetik pada masing-masing klasifikasi pada hirarki kedua. Dalam hal ini pembobotan didasarkan pada kriteria : Keterkaitan antar dampak dalam suatu kontinum. Nilai relatif (3) untuk dampak dengan kontinum lebih kompleks ke hilir, nilai relatif (2) untuk dampak dengan kontinum moderat, dan nilai relatif (1) untuk dampak tidak kontinum atau diskrit. Probabilitas atau kebolehjadian dampak. Oleh karena dampak penting bersifat hipotetik, maka dapat dinyatakan sebagai fenomena acak yang memiliki peluang untuk terjadi dan diberi nilai relatif untuk membedakan tingkat kebolehjadian masing-masing dampak. Nilai relatif (3) untuk dampak yang memiliki probabilitas sangat besar, nilai relatif (2) untuk dampak dengan probabilitas besar, dan nilai relatif (1) untuk dampak dengan probabilitas sedang. Dalam kriteria ini tidak dikenakan dampak dengan probabilitas kecil, oleh karena dampak yang diprioritasi telah dipilih sebagai dampak penting hipotetik. Penetapan prioritas dampak penting hipotetik digambarkan pada Tabel 4.3. Ruang Lingkup Kajian IV - 30

198 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Tabel 4.3 Prioritas Dampak Penting Hipotetik Dampak Nilai Relatif Hirarki Ke-1 1 Nilai Relatif Hirarki Ke-2 Keterkaitan Antar Dampak Probabilitas Dampak Nilai Relatif Total TAHAP PRA KONSTRUKSI Perubahan kualitas udara Perubahan pendapatan masyarakat Perubahan persepsi dan sikap masyarakat TAHAP KONSTRUKSI Perubahan pola arus dan elevasi muka air Perubahan suhu air laut Perubahan stabilitas dasar laut Perubahan sedimentasi Perubahan kehidupan biota akuatik Perubahan kelancaran lalu lintas jalan raya Perubahan lalu lintas pelayaran Perubahan kualitas udara Perubahan tingkat kebisingan Perubahan persepsi dan sikap masyarakat TAHAP PASCA KONSTRUKSI Perubahan pola arus dan elevasi muka air Perubahan suhu air laut Perubahan stabilitas dasar laut Perubahan sedimentasi Perubahan kelancaran lalu lintas jalan raya Perubahan kualitas udara Perubahan tingkat kebisingan Perubahan kesemoatan bekerja Perubahan pendapatan masyarakat Perwujudan rencana penataan ruang Perubahan persepsi dan sikap masyarakat Keterangan : 1 Sebagai faktor pengali Dengan demikian, prioritas dampak penting hipotetik berdasarkan tahap kegiatan adalah sebagai berikut : 1. Tahap Pra-Konstruksi 1) Perubahan kesempatan kerja 2) Perubahan pendapatan masyarakat 3) Perubahan persepsi dan sikap masyarakat 4. Tahap Konstruksi 1) Perubahan pola arus dan elevasi muka air 2) Perubahan suhu air laut 3) Perubahan stabilitas dasar laut 4) Perubahan sedimentasi Ruang Lingkup Kajian IV - 31

199 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta 5) Perubahan kualitas air laut 6) Perubahan kehidupan biota akuatik 7) Perubahan kelancaran lalu lintas jalan raya 8) Perubahan kelancaran lalu lintas pelayaran 9) Perubahan kualitas udara 10) Perubahan tingkat kebisingan 11) Perubahan persepsi dan sikap masyarakat. 5. Tahap Pasca Konstruksi 1) Perubahan pola arus dan elevasi muka air 2) Perubahan suhu air laut 3) Perubahan stabilitas dasar laut 4) Perubahan kelancaran lalu lintas jalan raya 5) Perubahan kualitas udara 6) Perubahan tingkat kebisingan 7) Perubahan kesempatan kerja 8) Perubahan pendapatan masyarakat 9) Perwujudan rencana penataan ruang 10) Perubahan persepsi dan sikap masyarakat Dampak potensial, dampak penting hipotetik, dan klasifikasi dan prioritas dampak penting hipotetik tertera pada bagan alir berikut. Ruang Lingkup Kajian IV - 32

200 Identifikasi Dampak Potensial ANDAL Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta DAMPAK POTENSIAL Rencana Reklamasi Pulau G - Tahap Pra Konstruksi - Tajap Konstruksi - Tahap Pasca Konstruksi Rona Lingkungan - Aspek Fisik Kimiawi - Aspek Tata Ruang dan Transportasi - Aspek Hayati - Aspek Sosial- Ekonomi-Budaya Tahap Pra-Konstruksi Perubahan lalu llintas pelayaran Perubahan kesempatan bekerja Perubahan pendapatan masyarakat Perubahan persepsi dan sikap masyarakat Tahap Konstruksi Perubahan kualitas udara Perubahan tingkat kebisingan Perubahan pola arus dan elevasi muka air Perubahan suhu air laut Perubahan stabilitas dasar laut Perubahan sedimentasi Perubahan kualitas air laut Perubahan kelancaran lalu lintas jalan raya Perubahan lalu lintas pelayaran Perubahan kehiduoan biota akuatik Perubahan persepsi dan sikap masyarakat Perubahan kesehatan masyarakat Perubahan kesehatan masyarakat Tahap Pasca Konstruksi Perubahan kualitas udara Perubahan tingkat kebisingan Perubahan pola arus dan elevasi muka air Perubahan suhu air laut Perubahan stabilitas dasar laut Perwujudan rencana penataan ruang Perubahan kelancaran lalu lintas jalan raya Perubahan kesempatan bekerja Perubahan pendapatan masyarakat Perubahan persepsi dan sikap masyatakat Perubahan kesehatan masyarakat DAMPAK PENTING HIPOTETIK Tahap Pra-Konstruksi Perubahan kesempatan bekerja Perubahan pendapatan masyarakat Perubahan persepsi dan sikap masyarakat Tahap Konstruksi Perubahan kualitas udara Perubahan tingkat kebisingan Perubahan pola arus dan elevasi muka air Perubahan suhu air laut Perubahan stabilitas dasar laut Perubahan sedimentasi Perubahan kualitas air laut Perubahan kelancaran lalu lintas jalan raya Perubahan lalu lintas pelayaran Perubahan kehidupan biota akuatik Perubahan persepsi dan sikap masyarakat Tahap Pasca Konstruksi Perubahan kualitas udara Perubahan tingkat kebisingan Perubahan pola arus dan elevasi muka air Perubahan suhu air laut Perubahan stabilitas dasar laut Perwujudan rencana penataan ruang Perubahan kelancaran lalu lintas jalan raya Perubahan kesempatan bekerja Perubahan pendapatan masyarakat Perubahan persepsi dan sikap masyarakat PRIORITAS DAMPAK PENTING HIPOTETIK Tahap Pra-Konstruksi Perubahan kesempatan bekerja Perubahan pendapatan masyarakat Perubahan persepsi dan sikap masyarakat Tahap Konstruksi Perubahan pola arus dan elevasi muka air Perubahan suhu air laut Perubahan stabilitas dasar laut Perubahan sedimentasi Perubahan kualitas air laut Perubahan kehidupan biota akuatik Perubahan kelancaran lalu lintas jalan raya Perubahan lalu lintas pelayaran Perubahan kualitas udara Perubahan tingkat kebisingan Perubahan persepsi dan sikap masyarakat Tahap Pasca Konstruksi Perubahan pola arus dan elevasi muka air Perubahan suhu air laut Perubahan stabilitas dasar laut Perubahan kelancaran lalu lintas jalan raya Perubahan kualitas udara Perubahan tingkat kebisingan Perubahan kesempatan bekerja Perubahan pendapatan masyarakat Perwujudan rencana penataan ruang Perubahan persepsi dan sikap masyarakat Evaluasi Dampak Potensial Klasifikasi dan Prioritas Dampak Penting Hipotetik Gambar 4.4 Bagan Alir Proses Pelingkupan Ruang Lingkup Kajian IV - 33

201 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta 2.4 Lingkup Wilayah Studi Batas Kegiatan PT Muara Wisesa Samudra Kegiatan reklamasi Pulau G berlangsung dalam batas areal yang ditetapkan oleh Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012, yaitu pada kawasan perairan laut berjarak 300 meter dari garis pantai yang ada tegak lurus ke Utara hingga kedalaman 8 meter dengan luas ±161 Ha. Batas kegiatan PT Muara Wisesa Samudra ditunjukkan oleh Gambar Batas Administratif Batas administrasi mempertimbangkan lokasi kegiatan reklamasi Pulau G dan batas administrasi yang relevan dengan aspek kependudukan dan jaringan jalan yang mungkin terpengaruh dampak perubahan kelancaran lalu lintas, yakni meliputi Kelurahan Pluit Batas Ekologi Batas ekologi mencakup ruang persebaran dampak potensial dari kegiatan PT Muara Wisesa Samudra menurut perubahan proses ekologis, aliran materi dan energi, dan proses saling ketergantungan antar unsur lingkungan. Batas ekologi meliputi perairan laut yang diperkirakan akan terpengaruh oleh kegiatan reklamasi Pulau G, yakni kemungkinan terjadinya perubahan arah arus, perubahan aliran air dari outlet PLTU/PLTGU Muara Karang mengitari Pulau G, serta perubahan kualitas air laut oleh aktifitas konstruksi Pulau G Batas Sosial Batas sosial mempertimbangkan ruang sosial yang terpengaruh oleh reklamasi Pulau G, terutama terkait dengan interaksi sosial yang terbentuk melalui peluang kerja, komunikasi sosial, dan proses kemitraan. Batas sosial rencana reklamasi Pulau G meliputi sebagian Kelurahan Pluit yang memiliki akses ke wilayah sekitar Pulau G, yaitu kawasan perdagangan dan jasa di sekitar akses utama Jalan Pluit Karang Utama hingga Jalan Pluit Karang Ayu serta kawasan Muara Angke yang dihuni dan merupakan wilayah kegiatan perikanan Batas Wilayah Studi Mempertimbangkan seluruh batasan wilayah dan ruang telaah dampak lingkungan menurut batas kegiatan reklamasi Pulau G, batas administratif, batas ekologi, dan batas sosial yang secara teknis memungkinkan untuk dikaji. Batas wilayah studi yang mewakili lingkup ruang dampak lingkungan menurut batas administrasi, batas ekologi, dan batas sosial ditunjukkan oleh Gambar Batas Waktu Kajian Batas waktu kajian diartikan sebagai perspektif waktu terjadinya dampak lingkungan sesuai dengan kemampuan analisis dampak penting dan kinerja implementasi pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Beberapa keterbatasan dalam proses analisis dampak penting dan implementasi pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan oleh aspek eksternal yang tidak dapat diprediksikan menjadi dasar untuk memberikan batasan perspektif waktu menurut tahapan kegiatan reklamasi Pulau G, yakni tahapan pra-konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi. Tabel 4.4 memerikan tentang batas waktu kajian dampak penting hipotetik. Ruang Lingkup Kajian IV - 34

202 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Tabel 4.4 Batas Waktu Kajian Dampak Penting Hipotetik No. Dampak Penting Hipotetik Kegiatan Sebagai Sumber Dampak Batas Waktu Kajian Keterangan TAHAP PRA KONSTRUKSI 1. Perubahan kesempatan bekerja Rekrutmen tenaga kerja reklamasi Bulan September hingga Desember 2013 Dilakukan pada awal kegiatan reklamasi secara fisik oleh kontraktor 2. Perubahan pendapatan masyarakat Rekrutmen tenaga kerja reklamasi Bulan September hingga Desember 2013 Dilakukan pada awal kegiatan reklamasi secara fisik oleh kontraktor 3. Perubahan persepsi masyarakat Sosialisasi rencana reklamasi Pulau G dan rekrutmen tenaga kerja reklamasi TAHAP KONTRUKSI Bulan September hingga Desember 2013 Dikaitkan dengan kegiatan sosialisasi dan rekrutmen tenaga kerja reklamasi 4. Perubahan pola arus dan elevasi muka air Konstruksi revetment Kwartal akhir tahun 2013 hingga kwartal pertama tahun 2015, dengan mempertimbangkan hasil pemantauan selama masa konstruksi 5. Perubahan suhu air laut Konstruksi revetment Akhir tahun 2013 hingga kwartal pertama tahun 2015, dengan mempertimbangkan hasil pemantauan selama masa konstruksi 6. Perubahan stabilitas dasar laut Konstruksi revetment Akhir tahun 2013 hingga kwartal pertama tahun Perubahan sedimentasi Konstruksi revetment Akhir tahun 2013 hingga kwartal pertama tahun 2015, dengan mempertimbangkan hasil pemantauan selama masa konstruksi 8. Perubahan kualitas air laut Penggelaran material reklamasi dan konstruksi revetment 9. Perubahan kehidupan biota akuatik Penggelaran material reklamasi dan konstruksi revetment 10. Perubahan kelancaran lalu lintas jalan raya Mobilisasi peralatan reklamasi dan pengangkutan material reklamasi Akhir tahun 2013 hingga pertengahan tahun 2015, dengan mempertimbangkan hasil pemantauan selama masa konstruksi Akhir tahun 2013 hingga pertengahan tahun 2015, dengan mempertimbangkan hasil pemantauan selama masa konstruksi Akhir tahun 2013 hingga pertengahan tahun 2014, dengan mempertimbangkan hasil pemantauan selama masa konstruksi Konstruksi revetment dllakukan bagian per bagian dari arah Selatan menuju Utara Konstruksi revetment dllakukan bagian per bagian dari arah Selatan menuju Utara Terutama konstruksi revetment pada bagian Timur Pulau G Konstruksi revetment dllakukan bagian per bagian dari arah Selatan menuju Utara Penggelaran material reklamasi dan konstruksi revetment dilakukan secara simultan bagian per bagian dari arah Selatan menuju Utara Penggelaran material reklamasi dan konstruksi revetment dilakukan secara simultan bagian per bagian dari arah Selatan menuju Utara Mobilisasi peralatan reklamasi melalui jalan raya tidak dilakukan secara kontinyu sesuai kebutuhan peralatan Ruang Lingkup Kajian IV - 35

203 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta No. Dampak Penting Hipotetik Kegiatan Sebagai Sumber Dampak Batas Waktu Kajian Keterangan 11. Perubahan lalu lintas pelayaran Pengangkutan material reklamasi Akhir tahun 2013 hingga pertengahan tahun Perubahan kualitas udara Mobilisasi peralatan reklamasi dan pengangkutan material reklamasi 13. Perubahan tingkat kebisingan Mobilisasi peralatan reklamasi dan pengangkutan material reklamasi 14. Perubahan persepsi dan sikap masyarakat Mobilisasi peralatan reklamasi dan pengangkutan material reklamasi Akhir tahun 2013 hingga pertengahan tahun 2015, dengan mempertimbangkan hasil pemantauan selama masa konstruksi Akhir tahun 2013 hingga pertengahan tahun 2015, dengan mempertimbangkan hasil pemantauan selama masa konstruksi Akhir tahun 2013 hingga pertengahan tahun 2015, dengan mempertimbangkan hasil pemantauan selama masa konstruksi Pengangkutan material reklamasi menggunakan THSD dilakukan secara bersamaan dengan penggelaran material reklamasi Mobilisasi peralatan reklamasi melalui jalan raya tidak dilakukan secara kontinyu sesuai kebutuhan peralatan Pengangkutan material reklamasi melalui jalan raya dilakukan dalam waktu-waktu tertentu selama masa konstruksi Mobilisasi peralatan reklamasi melalui jalan raya tidak dilakukan secara kontinyu sesuai kebutuhan peralatan Pengangkutan material reklamasi melalui jalan raya dilakukan dalam waktu-waktu tertentu selama masa konstruksi Harapan masyarakat tidak terjadi peningkatan kemacetan selama reklamasi Pulau G TAHAP PASCA KONSTRUKSI 15. Perubahan pola arus dan elevasi muka air Keberadaan Pulau G Akhir reklamasi pada bulan September- Oktober Perubahan suhu air laut Keberadaan Pulau G Akhir reklamasi pada bulan September- Oktober Perubahan stabilitas dasar laut Keberadaan Pulau G Akhir reklamasi pada bulan September- Oktober Perubahan kelancaran lalu lintas jalan raya Demobilisasi peralatan reklamasi Menjelang akhir reklamasi pada bulan September-Oktober Perubahan kualitas udara Demobilisasi peralatan reklamasi Menjelang akhir reklamasi pada bulan September-Oktober Perubahan tingkat kebisingan Demobilisasi peralatan reklamasi Menjelang akhir reklamasi pada bulan September-Oktober Perubahan kesempatan bekerja Penanganan tenaga kerja reklamasi Akhir reklamasi pada bulan September- Oktober 2015 Merupakan kelanjutan pemantauan yang dilakukan pada masa konstruksi Merupakan kelanjutan pemantauan yang dilakukan pada masa konstruksi Merupakan kelanjutan pemantauan yang dilakukan pada masa konstruksi Merupakan kelanjutan pemantauan yang dilakukan pada masa konstruksi Merupakan kelanjutan pemantauan yang dilakukan pada masa konstruksi Merupakan kelanjutan pemantauan yang dilakukan pada masa konstruksi Penanganan tenaga kerja reklamasi dilakukan oleh kontraktor Ruang Lingkup Kajian IV - 36

204 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta No. Dampak Penting Hipotetik Kegiatan Sebagai Sumber Dampak Batas Waktu Kajian Keterangan 23. Perubahan pendapatan masyarakat Penanganan tenaga kerja reklamasi Akhir reklamasi pada bulan September- Oktober Perwujudan rencana penataan ruang Keberadaan Pulau G Akhir reklamasi pada bulan September- Oktober Perubahan persepsi dan sikap masyarakat Demobilisasi peralatan reklamasi dan penanganan tenaga kerja reklamasi Akhir reklamasi pada bulan September- Oktober 2015 Penanganan tenaga kerja reklamasi dilakukan oleh kontraktor Merupakan bagian dari upaya monitoring implementasi RTRW Jakarta 2030 Merupakan kelanjutan pemantauan yang dilakykan pada masa konstruksi Ruang Lingkup Kajian IV - 37

205 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Keterangan : Batas kegiatan reklamasi Pulau G Batas administrasi Batas ekologi Batas sosial Batas wilayah studi AMDAL Gambar 4.5 Batas Wilayah Studi Kajian Dampak Lingkungan PT Muara Wisesa Samudra Ruang Lingkup Kajian IV - 38

206 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Ruang Lingkup Kajian IV - 39

207

208 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Bab 5 PRAKIRAAN DAMPAK PENTING Bab 5 PRAKIRAAN DAMPAK PENTING Prakiraan Dampak Penting V - 1

209 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta 5.1 Pendekatan Prakiraan Dampak Prakiraan dampak penting dilakukan berdasarkan ruang lingkup kajian dampak lingkungan yang secara hipotetik telah dilakukan. Dampak penting hipotetik menjadi dasar pengkajian prakiraan dampak menurut besaran dan tingkat kepentingannya dengan mempertimbangkan data dan informasi serta rencana pengelolaan lingkungan yang akan dilakukan oleh PT Muara Wisesa Samudra. Prakiraan dampak lingkungan mempertimbangkan : Pengujian dampak penting hipotetik menurut prakiraan besaran dampak (magnitude) dan nilai kepentingan reseptor, sehingga dapat ditentukan tingkat kepentingan (importance) dampak lingkungan yang bersangkutan. Besaran dampak merupakan nilai relatif yang dikenakan pada indikator perubahan kondisi lingkungan menurut dimensi jumlah, kadar, densitas, luasan, volume, berat, intensitas, frekuensi, dan atribut kualitatif lainnya. Tingkat kepentingan dampak merupakan nilai relatif yang dikenakan pada perubahan besaran dampak yang mengubah nilai reseptor. Secara kualitatif tingkat kepentingan dampak mempertimbangkan : Jumlah manusia yang menjadi reseptor dampak. Luas wilayah penyebaran dampak. Lama dampak berlangsung. Intensitas dampak. Komponen lingkungan yang menjadi reseptor dampak. Sifat kumulatif dampak. Sifat berbalik dampak. Prakiraan dampak lingkungan sejauh mungkin dibangun berdasarkan prinsip perubahan kondisi lingkungan hidup dengan adanya rencana reklamasi Pulau G dan perubahan kondisi lingkungan hidup tanpa adanya rencana tersebut. Dampak lingkungan yang bersifat negatif maupun positif menurut nilai relatif masing-masing dengan preposisi bahwasanya dampak lingkungan merupakan basis untuk mengupayakan pengelolaan guna mengatasi persoalan atau meningkatkan nilai manfaatnya. Prakiraan dampak lingkungan dilakukan dengan mengaplikasikan metode dan teknik prediksi kuantitatif dan kualitatif guna memberikan argumentasi dalam penetapan besaran dan tingkat kepentingan dampak secara relatif. Nilai relatif untuk besaran dampak mempertimbangkan pembandingan sifat dan karakteristik magnitude dampak secara internal dengan kondisi yang ada, baku mutu, standar, dan kriteria kualitatif lainnya. Oleh karena keberlakuan besaran dampak bersifat internal, maka nilai relatif pembandingan berlaku bagi dampak bersangkutan. Nilai relatif besaran dampak dimanifestasikan dalam ukuran : Skala 1 untuk kategori dampak kecil Skala 2 untuk kategori dampak besar Nilai relatif untuk tingkat kepentingan dampak adalah : Nilai P untuk kategori dampak penting Nilai TP untuk kategori dampak tidak penting Prakiraan Dampak Penting V - 2

210 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Dampak penting yang dikaji meliputi : 1. Tahap Pra Konstruksi a. Perubahan kesempatan bekerja oleh penerimaan tenaga kerja. b. Perubahan pendapatan masyarakat oleh penerimaan tenaga kerja. c. Perubahan persepsi dan sikap masyarakat oleh sosialisasi rencana reklamasi Pulau G dan penerimaan tenaga kerja. 2. Tahap Konstruksi a. Perubahan pola arus dan elevasi muka air oleh konstruksi revetment. b. Perubahan suhu air laut oleh konstruksi revetment. c. Perubahan stabilitas dasar laut oleh penggelaran material reklamasi dan konstruksi revetment. d. Perubahan sedimentasi oleh penggelaran material reklamasi dan konstruksi revetment. e. Perubahan kualitas air laut oleh penggelaran material reklamasi dan konstruksi revetment. f. Perubahan kehidupan biota akuatik oleh penggelaran material reklamasi dan konstruksi revetment. g. Perubahan kelancaran lalu lintas jalan raya oleh mobilisasi peralatan reklamasi dan pengangkutan material reklamasi. h. Perubahan kelancaran lalu lintas pelayaran oleh pengangkutan material reklamasi. i. Perubahan kualitas udara oleh mobilisasi peralatan reklamasi dan pengangkutan material reklamasi. j. Perubahan kebisingan oleh mobilisasi peralatan reklamasi dan pengangkutan material reklamasi. k. Perubahan persepsi dan sikap masyarakat oleh mobilisasi peralatan reklamasi dan pengangkutan material reklamasi. 3. Tahap Operasi a. Perubahan pola arus dan elevasi muka air oleh keberadaan Pulau G. b. Perubahan suhu air laut oleh keberadaan Pulau G. c. Perubahan stabilitas dasar laut oleh keberadaan Pulau G. d. Perubahan kelancaran lalu lintas jalan raya oleh demobilisasi peralatan reklamasi. e. Perubahan kualitas udara oleh demobilisasi peralatan reklamasi. f. Perubahan tingkat kebisingan oleh demobilisasi peralatan reklamasi. g. Perubahan kesempatan kerja oleh penanganan tenaga kerja. h. Perubahan pendapatan masyarakat oleh penanganan tenaga kerja. i. Perwujudan rencana penataan ruang oleh keberadaan Pulau G. j. Perubahan persepsi dan sikap masyarakat oleh demobilisasi peralatan reklamasi dan penanganan tenaga kerja. Prakiraan dampak reklamasi Pulau G meliputi : 5.2 Tahap Pra Konstruksi Perubahan Kesempatan Bekerja a. Penerimaan Tenaga Kerja Reklamasi Pulau G akan dilaksanakan oleh kontraktor dengan perkiraan kebutuhan pekerja sekitar 117 orang dengan rentang jumlah disesuaikan dengan aktivitas reklamasi yang Prakiraan Dampak Penting V - 3

211 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta berlangsung. Sesuai dengan rencana reklamasi Pulau G, maka keterlibatan tenaga kerja akan berlangsung sekitar 2 tahun. Peluang pelibatan bekerja pada reklamasi Pulau G dapat dikategorikan sebagai berskala kecil (skala +1), oleh karena jika pada awal konstruksi dilakukan pembangunan jembatan penghubung sementara, pengadaan vertical drain dan berbagai material lainnya, maka diasumsikan akan dilibatkan sekitar 60% tenaga kerja atau sekitar 70 orang dan akan berkurang seiring dengan berkurangnya volume pekerjaan ke arah aktifitas teknis. Oleh karena aktifitas reklamasi akan menggunakan Trailing Suction Hopper Dredger (TSHD) dan peralatan berat lainnya, maka sebagian besar tenaga yang akan terlibat adalah berkualifikasi operator. PT Muara Wisesa Samudra pada prinsipnya mensyaratkan kontraktor reklamasi Pulau G memprioritaskan tenaga kerja setempat dengan kualifikasi yang sesuai. Pada kegiatan konsultasi publik terekam harapan masyarakat yang mewakili komunitas Muara Angke untuk memperoleh prioritas dalam aktifitas reklamasi. Melalui survey lapangan yang merekam informasi dari responden, diketahui bahwa sebagian besar warga di Muara Angke bekerja pada kegiatan perikanan, baik sebagai buruh penunjang kegiatan perikanan (46%), nelayan tradisional (24%), perdagangan hasil perikanan (12%), buruh bangunan (4%), dan lainnya. Peluang keterlibatan dalam kegiatan reklamasi secara langsung membutuhkan penyesuaian ketrampilan yang relatif membutuhkan waktu, sedangkan kegiatan reklamasi akan berlangsung sekitar dua tahun. Jika dikaitkan dengan kebutuhan kualifikasi kerja, maka hanya sekitar 4% tenaga kerja yang siap bekerja dalam kegiatan reklamasi. Dengan populasi responden sekitar 50 orang, maka jumlah yang dapat terlibat tanpa penyesuaian ketrampilan menjadi sangat terbatas. Namun sebagian besar tenaga kerja di Muara Angke pada kenyataannya hanya bekerja sebagai penarik gerobak, penyewaan keranjang, buruh timbang, atau buruh bongkar. Oleh karenanya, keterlibatan dalam aktifitas reklamasi Pulau G walaupun berskala kecil dan berlangsung dalam waktu terbatas akan bersifat positif. Dengan mempertimbangkan : - Bagian masyarakat yang dapat terlibat secara langsung dalam kegiatan reklamasi Pulau G relatif terbatas hanya sekitar 117 orang yang terlibat secara bertahap dengan proporsi semakin berkurang. - Kegiatan reklamasi membutuhkan kualifikasi teknis tertentu, terutama operator TSHD dan peralatan berat lainnya yang berkualifikasi teknis. - Kegiatan reklamasi relatif berlangsung dalam waktu yang pendek, yakni sekitar 2 tahun. - Masukan dan harapan masyarakat sekitar terhadap rencana reklamasi Pulau G diantaranya adalah peluang bekerja dalam aktifitas reklamasi. - Perlu dilakukan identifikasi aktifitas yang membutuhkan ketrampilan umum dan aktifitas yang terkait secara tidak langsung (multiplier) agar membuka peluang bagi masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan reklamasi Pulau G. maka sebagai bagian dari harapan masyarakat dampak terhadap peluang bekerja dan berusaha dikategorikan sebagai positif kecil dan penting (+1/P) Perubahan Pendapatan Masyarakat a. Penerimaan Tenaga Kerja Prakiraan Dampak Penting V - 4

212 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Oleh karena kebutuhan tenaga kerja reklamasi relatif terbatas, yakni secara keseluruhan sekitar 117 orang dengan rentang jumlah pekerja per satuan aktivitas dan per satuan waktu lebih rendah, maka dampak terhadap peningkatan pendapatan juga menjadi terbatas. Kebutuhan tenaga kerja reklamasi juga berlangsung dalam masa yang terbatas, yakni hanya sekitar 2 tahun. Informasi yang diperoleh dari survey lapangan di kawasan Muara Angke melalui responden mencatat bahwa sebagian besar bekerja sebagai nelayan tradisonal dan sebagian lainnya bekerja sebagai buruh bangunan, penyewaan keranjang, buruh timbang, buruh bongkar, penarik gerobak, dan pedagang ikan. Informasi lainnya mencatat pendapatan masyarakat, kecuali nelayan tradisional, umumnya kurang dari Rp per bulan. Keterlibatan dalam aktifitas reklamasi diharapkan dapat meningkatkan pendapatan. Jika diasumsikan pendapatan minimal jika bekerja dalam aktifitas reklamasi adalah setara dengan UMR Provinsi DKI Jakarta dengan besaran lebih dari Rp ,- per bulan, maka keterlibatan dalam aktifitas tersebut dapat meningkatkan pendapatan dibandingkan pekerjaan yang ada. Namun aktifitas reklamasi hanya berlangsung sekitar 2 tahun, sehingga peningkatan pendapatan melalui keterlibatan dalam aktifitas reklamasi hanya bersifat sementara. Oleh karenanya peningkatan pendapatan karena keterlibatan dalam aktifitas reklamasi dapat dikategorikan berskala kecil (skala +1). Mempertimbangkan bahwasanya : - Sebagian masyarakat Muara Angke berharap dapat terlibat dalam aktifitas reklamasi Pulau G, oleh karena menganggap dapat memperoleh pendapatan lebih besar. - Peluang untuk terlibat dalam aktifitas reklamasi Pulau G relatif terbatas oleh prasyarat kualiifikasi teknis untuk mengoperasikan TSHD dan peralatan berat yang membutuhkan waktu untuk peningkatan ketrampilan. - Jika terdapat kesesuaian kualifikasi ketrampilan, keterlibatan dalam aktifitas reklamasi Pulau G, masyarakat hanya akan terlibat sekitar 2 tahun. Dengan demikian tidak diperoleh jaminan bagi keberlanjutan sumber pendapatan. - Jika terlibat dalam aktifitas reklamasi dalam jangka waktu yang relatif pendek, maka peningkatan pendapatan tidak bersifat tetap. Dengan demikian dampak penerimaan tenaga kerja terhadap pendapatan masyarakat dikategorikan sebagai positif kecil dan tidak penting (+1/TP) Perubahan Persepsi dan Sikap Masyarakat a. Sosialisasi Dari survey lapangan melalui responden diketahui bahwa sebagian besar masyarakat di sekitar Pulau G di Kelurahan Pluit belum memperoleh informasi secara memadai tentang rencana reklamasi di kawasan Pantura DKI Jakarta, dan secara khusus tentang reklamasi Pulau G. Respon sesuai keterbatasan informasi tersebut adalah harapan agar diberikan sosialisasi oleh pihak berwenang kepada masyarakat sekitar. Bagi warga Pluit di sekitar akses utama mengharapkan reklamasi Pulau G tidak mengakibatkan kemacetan lalu lintas dan memberikan beban sanitasi terhadap lingkungan sekitar. Prakiraan Dampak Penting V - 5

213 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Sedang keterbatasan informasi bagi masyarakat Muara Angke mengakibatkan sebagian besar masyarakat memiliki anggapan bahwa dengan adanya reklamasi Pulau G maka akan dilakukan resettlement terhadap permukiman di Muara Angke. Sebagian besar masyarakat menyatakan akan patuh pada pengaturan jika memang akan dilakukan resettlement. Oleh karenanya keterbatasan sosialisasi tentang rencana reklamasi Pulau G dapat dikategorikan sebagai dampak negatif skala kecil (skala -1). Mempertimbangkan bahwa : - Sebagian besar masyarakat di Kelurahan Pluit belum memiliki informasi yang memadai tentang rencana reklamasi Pulau G. - Keterbatasan informasi tentang rencana reklamasi Pulau G telah mengakibatkan terbangunnya persepsi yang tidak sesuai di kalangan masyarakat Muara Angke. - Dampak lanjut dari persepsi masyarakat adalah respon masyarakat terhadap rencana reklamasi Pulau G. maka dampak sosialisasi rencana reklamasi Pulau G dikategorikan sebagai dampak negatif kecil dan penting (-1/P). b. Penerimaan Tenaga Kerja Keterlibatan masyarakat dalam aktifitas reklamasi Pulau G merupakan bagian dari harapan masyarakat Muara Angke, termasuk untuk meningkatkan pendapatannya. Oleh karena kebutuhan pekerja hanya sekitar 117 orang dengan dengan masa keterlibatan yang relatif pendek sekitar 2 tahun, maka potensi keterlibatan langsung menjadi terbatas. Keterbatasan tersebut juga terkait dengan kebutuhan akan kualifikasi tenaga kerja yang khusus dalam aktifitas reklamasi Pulau G. Oleh karenanya, penerimaan tenaga kerja reklamasi berpotensi membentuk persepsi negatif bagi masyarakat Muara Angke. Namun dari survey lapangan melalui responden diperoleh informasi bahwa harapan yang lebih utama adalah reklamasi Pulau G tidak mengakibatkan penggusuran terhadap permukiman dan kegiatan masyarakat Muara Angke. Artinya masyarakat Muara Angke cenderung mempertahankan pekerjaan yang ditekuni yang terbentuk oleh kebiasaan sesuai dengan masa tinggal di Muara Angke yang relatif cukup lama. Dengan demikian dampak penerimaan tenaga kerja terhadap persepsi masyarakat dikategorikan sebagai berskala negatif kecil (skala -1). Mempertimbangkan : - Jika sebagian masyarakat memiliki harapan untuk terlibat dalam aktifitas reklamasi, maka keterlibatan secara langsung adalah terbatas. - Harapan masyarakat adalah tidak terjadi resettlement terhadap permukiman di Muara Angke. - Persepsi masyarakat Muara Angke lebih cenderung kepada dampak terhadap eksistensi kegiatan perikanan yang kini ditekuni. maka dampak penerimaan tenaga kerja terhadap persepsi masyarakat dikategorikan sebagai negatif kecil dan tidak penting (-1/TP). 5.3 Tahap Konstruksi Perubahan Pola Arus dan Elevasi Muka Air a. Konstruksi Revetment Prakiraan Dampak Penting V - 6

214 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Konstruksi revetment dilakukan simultan dengan aktifitas penggelaran material reklamasi melalui pengurugan. Pada setiap penggelaran pasir mencapai ketebalan tertentu dibuat sejenis tanggul dari pasir di sekeliling area yang disebar hingga permukaan pasir mencapai permukaan air laut. Konstruksi revetment terdiri dari beberapa jenis batuan yang tersusun secara berlapis. Dengan konstruksi revetment Pulau G, maka diprakirakan terjadi perubahan kecepatan arus di perairan sekitarnya. Prakiraan perubahan pola arus mempertimbangkan bahwasanya : - Pasang surut di kawasan Pluit Utara adalah mixed type diurnal dominant. - Kecepatan arus terbesar di pantai berkisar antara 13 cm/detik 21 cm/detik. Pengukuran arus yang dilakukan pada bulan Mei 2010 pada beberapa lokasi mencatat kecepatan yang relatif sama, yakni antara 9 30 cm/detik di perairan Pluit Utara dan cm/detik di sekitar kanal intake PLTU/PLTGU Muara Karang. - Menurut hasil studi dari Nedeco (1995), debit banjir Kali Karang adalah 100 m 3 /detik dan Kali Angke 460 m 3 /detik untuk periode ulang 100 tahun. - Kondisi batimetri di Pluit Utara hingga kedalaman -10 m pada jarak sekitar 3 Km adalah landai. Kondisi tersebut sesuai dengan hasil survey batimetri yang dilakukan pada tahun 2012 (Fugro International) menunjukkan bahwa Pulau G berada pada kedalaman -2 m di bagian Selatan hingga kedalaman -8 m di bagian Utara dengan panjang Pulau G sekitar 2,7 Km. - Arah dan kecepatan angin menunjukkan bahwa angin bergerak dari Barat ke Timur. Pada bulan Desember hingga Maret, angin bertiup dari arah Barat (musim angin Barat), dimana kecepatan angin relatif kencang. Pada bulan April dan Mei, angin bergerak ke arah Utara mendekati Timur (musim peralihan atau pancaroba); pada bulan Juni hingga September angin bertiup dari arah Timur (musim angin Timur), kecepatan angin umumnya relatif kecil; dan pada bulan Oktober dan November angin kembali ke arah Utara menuju Barat (musim peralihan). Pada musim angin Barat umumnya gelombang cukup besar dan pada musim angin Timur gelombang relatif kecil. - Pembangunan Pulau G bersamaan dengan pembangunan Pulau C, D, E, dan F, sehingga konfigurasi pulau-pulau tersebut dipertimbangkan secara terpadu. Pemodelan arah dan kecepatan arus eksisting di Pluit Utara pada pasang purnama dan pasang perbani menggunakan model BOSS SMS (Surface Water Modelling System) Modul RMA-2. Model ini menggunakan input data geometri dan data syarat batas (boundary condition). Data geometri meliputi data batimetri dan syarat batas meliputi data pasang-surut, debit badan air yang bermuara di pantai, dan arah dan kecepatan angin. Data geometri dan syarat batas diproses secara grafis menggunakan perangkat SMS. Selanjutnya menjalankan program CF GEN untuk mengubah format ASCII menjadi format biner. Untuk menjalankan program RMA-2 dibutuhkan data geometri dalam format biner dari hasil pemrosesan dengan program CF GEN dan data syarat batas dalam format ASCII. Hasil pemograman dalam format biner dapat dibaca melalui program SMS. Hasil pemrograman RMA-2 untuk pola arus eksisting pada pasang purnama dan pasang perbani ditunjukkan oleh Gambar 5.1, Gambar 5.2, Gambar 5.3, dan Gambar 5.4. Dengan menggunakan model yang sama dilakukan prediksi perubahan arah dan kecepatan arus pada saat dilakukan konstruksi revetment Pulau G pada kondisi ultimate. Hasil prediksi perubahan arah dan kecepatan arus setelah konstruksi revetment Pulau G pada pasang Prakiraan Dampak Penting V - 7

215 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta purnama dan pasang perbani ditunjukkan oleh Gambar 5.5, Gambar 5.6, Gambar 5.7, dan Gambar 5.8. Prakiraan Dampak Penting V - 8

216 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Gambar 5.1 Arah dan Kecepatan Arus Sebelum Konstruksi Revetment pada Pasang Purnama 1 (Flood) 2 1 Pasang purnama : spring tide 2 Flood : Kondisi kenaikan air dalam periode menuju pasang Prakiraan Dampak Penting V - 9

217 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Gambar 5.2 Arah dan Kecepatan Arus Sebelum Konstruksi Revetment pada Pasang Purnama (Ebb) 3 3 Ebb : Kondisi penurunan muka air dalam periode menuju surut Prakiraan Dampak Penting V - 10

218 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Gambar 5.3 Arah dan Kecepatan Arus Sebelum Konstruksi Revetment pada Pasang Perbani 4 (Flood) 4 Pasang perbani (neap tide) Prakiraan Dampak Penting V - 11

219 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Gambar 5.4 Arah dan Kecepatan Arus Sebelum Konstruksi Revetment pada Pasang Perbani (Ebb) Prakiraan Dampak Penting V - 12

220 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta G Gambar 5.5 Arah dan Kecepatan Arus Setelah Konstruksi Revetment pada Pasang Purnama (Flood) Prakiraan Dampak Penting V - 13

221 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta G Gambar 5.6 Arah dan Kecepatan Arus Setelah Konstruksi Revetment pada Pasang Purnama (Ebb) Prakiraan Dampak Penting V - 14

222 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta G Gambar 5.7 Arah dan Kecepatan Arus Setelah Konstruksi Revetment pada Pasang Perbani (Flood) Prakiraan Dampak Penting V - 15

223 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta G Gambar 5.8 Arah dan Kecepatan Arus Setelah Konstruksi Revetment pada Pasang Perbani (Ebb) Prakiraan Dampak Penting V - 16

224 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Perubahan arah dan kecepatan arus dengan adanya konstruksi revetment Pulau G bersama dengan pulau-pulau di sebelah Baratnya relatif tidak nyata. Di sekitar rencana Pulau G pada kondisi awal dengan arah Timur Barat dan naik ke Utara dan sesudah konstruksi revetment tetap ke arah Barat, kecuali di sisi Timur bangunan revetment Pulau G akan mengubah arah dari Utara - Selatan. Sehingga arus di pantai yang semula mengarah ke Utara akan mengitari Pulau G dan di sisi Timur akan mengarah ke Selatan. Kecepatan arus relatif tetap sekitar < 0,25 m/detik, di kanal lateral semula sekitar 0,10 m/detik menjadi 0,15 m/detik, dan di kanal vertikal semula sekitar 0,10 m/detik menjadi 0,16 m/detik. Kecepatan arus di sekitar muara Kali Karang tetap sekitar 0,47 m/detik. Dengan demikian perubahan arus dapat dikategorikan bersifat positif skala kecil (skala +1). Dengan mempertimbangkan bahwa : - Perubahan arah dan kecepatan arus relatif tidak nyata, kecuali di sisi Timur revetment Pulau G ke arah Selatan. - Perubahan arah arus walaupun dengan kecepatan arus yang relatif terbatas akan membantu memperpanjang aliran air dari sisi Timur Pulau G yang sebagian berasal dari outlet PLTU/PLTGU Muara Karang mengelilingi Pulau G hingga kembali ke sisi Timur Pulau G dan mengalir ke arah Selatan. - Oleh karena konstruksi revetment merupakan batas terluar dari Pulau G, maka perubahan arah dan kecepatan arus oleh revetment Pulau G secara ultimate tidak bersifat kumulatif. - Perubahan arah arus akan bersifat tetap hingga Pulau G terbangun secara menyeluruh. maka dampak kegiatan konstruksi revetment terhadap perubahan arah dan kecepatan arus dikategorikan sebagai dampak positif kecil dan penting (+1/P) Perubahan Suhu Air Laut a. Konstruksi Revetment Konstruksi revetment Pulau G secara ultimate akan memperpanjang aliran air dari Timur ke arah Barat mengelilingi Pulau G dan di sisi Timur pulau menuju arah Selatan. Perpanjangan aliran air tersebut akan membantu menurunkan suhu air laut yang datang dari outlet PLTU/PLTGU Muara Karang sebelum memasuki intake saluran air pendingin PLTU/PLTGU Muara Karang di sisi Timur Pulau G. Prediksi perubahan suhu air laut dilakukan dengan menggunakan perangkat BOSS SMS Modul RMA-4. Pemodelan menggunakan hasil aplikasi program RMA-2 yang menjadi input data kecepatan arus dalam format biner untuk pemodelan menggunakan program RMA-4. Selain itu digunakan data geometri seperti yang digunakan dalam pemodelan program RMA-2 dalam format biner dan data suhu air laut dalam format ASCII. Hasil prediksi melalui pemodelan menggunakan program RMA-4 berupa file biner yang dapat dibaca oleh SMS. Sebaran suhu air laut eksisting ditunjukkan oleh Gambar 5.9 dan prediksi perubahan suhu air laut ditunjukkan oleh Gambar Suhu eksisting pada intake saluran air pendingin PLTU/PLTGU Muara Karang tercatat sekitar 30,2 o C dan setelah konstruksi revetment Pulau G suhu air laut menurun menjadi 29,4 o C. Prakiraan Dampak Penting V - 17

225 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Keterangan : o C Gambar 5.9 Penyebaran Suhu Sebelum Konstruksi Revetment di Perairan Pantai Utara Pluit dan Sekitarnya ( o C) G Keterangan : o C Gambar 5.10 Penyebaran Suhu Setelah Konstruksi Revetment di Perairan Pantai Utara Pluit dan Sekitarnya ( o C) Prakiraan Dampak Penting V - 18

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PT Muara Wisesa Samudra ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN AMDAL RENCANA REKLAMASI PULAU G DI KAWASAN REKLAMASI PANTURA JAKARTA Kecamatan Penjaringan Pulau G Juli 2013 PT Muara Wisesa Samudra RENCANA PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta 2030 telah menetapkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA 5.1. KESIMPULAN Kawasan Strategis Pantai Utara yang merupakan Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kawasan Pantai Utara Jakarta ditetapkan sebagai kawasan strategis Provinsi DKI Jakarta. Areal sepanjang pantai sekitar 32 km tersebut merupakan pintu gerbang dari

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dengan baik. Kegiatan ini adalah kelanjutan

Lebih terperinci

INTEGRASI REKOMENDASI KLHS DALAM RAPERDA RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

INTEGRASI REKOMENDASI KLHS DALAM RAPERDA RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA INTEGRASI REKOMENDASI KLHS DALAM RAPERDA RTR KAWASAN STRATEGIS 1 Integrasi Isu Strategis Lingkungan Hidup Terkait Pembentukan Pulau-pulau Hasil Kegiatan Reklamasi No. MUATAN KLHS REKOMENDASI KLHS TERHADAP

Lebih terperinci

PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR

PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR OUTLINE: 1. 2. 3. 4. Isu-isu di Kawasan Pantura Jabodetabekpunjur Kronologis Kebijakan Penataan Ruang Konsep Penataan Ruang Konsep substansi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perda No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2030 telah menetapkan Kawasan Pantura DKI sebagai Kawasan Strategis Provinsi (KSP)

Lebih terperinci

PERSPEKTIF HUKUM. Dr. IMA MAYASARI, S.H., M.H

PERSPEKTIF HUKUM. Dr. IMA MAYASARI, S.H., M.H PERSPEKTIF HUKUM KEBIJAKAN REKLAMASI PANTAI UTARA JAKARTA DIALOG PUBLIK DENGAN TEMA KEBIJAKAN REKLAMASI, MENILIK TUJUAN, MANFAAT, DAN EFEKNYA DI KPK, SELASA, 04 OKTOBER 2016 Dr. IMA MAYASARI, S.H., M.H

Lebih terperinci

DOKUMEN AMDAL : KA ANDAL DAN ANDAL (REVIEW)

DOKUMEN AMDAL : KA ANDAL DAN ANDAL (REVIEW) DOKUMEN AMDAL : KA ANDAL DAN ANDAL (REVIEW) DOKUMEN AMDAL Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL) Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) Rencana

Lebih terperinci

BAB IV PERUMUSAN ALTERNATIF PENYEMPURNAAN KRP

BAB IV PERUMUSAN ALTERNATIF PENYEMPURNAAN KRP BAB IV PERUMUSAN ALTERNATIF PENYEMPURNAAN KRP Berdasarkan Pasal 15 PP No. 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan KLHS, perumusan alternatif penyempurnaan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program dapat

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (RKL) DAN RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN (RPL) REKLAMASI PANTAI KAPUK NAGA INDAH (Pulau 2A, 2B dan 1) Di Kawasan Pantai Utara Jakarta Kelurahan Kapuk Muara dan Kamal Muara,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2012 TENTANG REKLAMASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2012 TENTANG REKLAMASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2012 TENTANG REKLAMASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional Coffee Morning Jakarta, 1 November 2011 DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN

Lebih terperinci

Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Oleh: Dr,Ir. Subandono Diposaptono, MEng Direktur Perencanaan Ruang Laut Hp. 081585659073 Disampaikan Pada : FGD Reklamasi FB ITB Bandung, 28

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Kerja. Penyusunan AMDAL Pelabuhan Penyeberangan Desa Ketam Putih

Kerangka Acuan Kerja. Penyusunan AMDAL Pelabuhan Penyeberangan Desa Ketam Putih Kerangka Acuan Kerja Penyusunan AMDAL Pelabuhan Penyeberangan Desa Ketam Putih I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

Pengembangan Pantura Jakar ta

Pengembangan Pantura Jakar ta Pengembangan Pantura Jakar ta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Pada FGD Reklamasi Wilayah Perairan sebagai Alternatif Kebutuhan Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Sinkronisasi dengan Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

PT. PERTAMINA EP - PPGM KATA PENGANTAR

PT. PERTAMINA EP - PPGM KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia menyebutkan bahwa segala bentuk rencana usaha dan/atau kegiatan yang memberikan dampak besar dan penting terhadap lingkungan diharuskan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2012 TENTANG REKLAMASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2012 TENTANG REKLAMASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2012 TENTANG REKLAMASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL kegiatan ini mengacu Peraturan Menteri Negara Lingkungan

KATA PENGANTAR. Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL kegiatan ini mengacu Peraturan Menteri Negara Lingkungan KATA PENGANTAR Penekanan tentang pentingnya pembangunan berwawasan lingkungan tercantum dalam Undang-Undang No. 23 tahun1997 mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup dan peraturan pelaksanaannya dituangkan

Lebih terperinci

KEWENANGAN PERIZINAN REKLAMASI

KEWENANGAN PERIZINAN REKLAMASI KEWENANGAN PERIZINAN REKLAMASI http://www.beritabenoa.com I. PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara maritim mempunyai garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat, Kanada, dan Rusia dengan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL)

PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL) Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 08 Tahun 2006 Tanggal : 30 Agustus 2006 PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL) A. PENJELASAN UMUM 1. Pengertian Yang dimaksud

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.573, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Pertanahan. Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penataan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2016 TENTANG PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RENCANA REKLAMASI PULAU F

RENCANA REKLAMASI PULAU F Gedung Thamrin City, Lantai 1, BT 12-15-16 Jalan Thamrin Boulevard, Kebon Melati Tanah Abang, Jakarta 10340 Indonesia RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (RKL) RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP (RPL)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM, MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : a. bahwa pantai merupakan garis pertemuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan REVIU LINGKUNGAN KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TELUK JAKARTA Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Laksmi Wijayanti Direktur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa II. TINJAUAN PUSTAKA Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa penelitian dan kajian berkaitan dengan banjir pasang antara lain dilakukan oleh Arbriyakto dan Kardyanto (2002),

Lebih terperinci

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 14 Informasi Geologi Untuk Penentuan Lokasi TPA UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 1. Melaksanakan k pengelolaan l sampah dan memfasilitasi i penyediaan

Lebih terperinci

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 4.1. Kondisi Geografis Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ± 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6 12' Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada, dua per tiga wilayah Indonesia adalah kawasan perairan.

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PELAKSANAAN KEGIATAN SUMBER DAYA AIR

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PELAKSANAAN KEGIATAN SUMBER DAYA AIR PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PELAKSANAAN KEGIATAN SUMBER DAYA AIR KEGIATAN SUMBER DAYA AIR BIDANG JARINGAN SUMBER AIR. Perbaikan dan pengamanan sungai (termasuk muaranya). Pengamanan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Laporan Akhir Kajian Rencana Zonasi Kawasan Industri ini dapat diselesaikan. Penyusunan Laporan

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Pantai Utara Jakarta merupakan kawasan strategis bagi DKI Jakarta, baik sebagai ibukota provinsi sekaligus sebagai ibukota negara. Areal sepanjang pantai sekitar

Lebih terperinci

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK

Lebih terperinci

E. RUANG LINGKUP KEGIATAN 1. Uraian Kegiatan

E. RUANG LINGKUP KEGIATAN 1. Uraian Kegiatan KERANGKA ACUAN KERJA PENYUSUNAN DOKUMEN UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP (UKL UPL) RENCANA PEMBANGUNAN PELABUHAN A. LATAR BELAKANG Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan

Lebih terperinci

UKL DAN UPL TPA SAMPAH TALANGAGUNG KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG

UKL DAN UPL TPA SAMPAH TALANGAGUNG KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan pada dasarnya adalah usaha untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dengan jalan memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam yang dimiliki, namun disisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan

Lebih terperinci

Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur

Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Disampaikan dalam FGD Reklamasi Wilayah Perairan sebagai Alternatif Kebutuhan Pengembangan Kawasan

Lebih terperinci

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari BAB I BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari 95.181 km. Sehingga merupakan negara dengan pantai terpanjang nomor empat di dunia setelah

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.121, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SERBAGITA. Kawasan Perkotaan. Tata Ruang. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Drainase merupakan prasarana suatu kawasan, daerah, atau kota yang berfungsi untuk mengendalikan dan mengalirkan limpasan air hujan yang berlebihan dengan aman, juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir (coast) dan pantai (shore) merupakan bagian dari wilayah kepesisiran (Gunawan et al. 2005). Sedangkan menurut Kodoatie (2010) pesisir (coast) dan pantai (shore)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN Kawasan Reklamasi Pantura Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perda No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2030 telah menetapkan Kawasan Pantura DKI sebagai Kawasan

Lebih terperinci

GUBERNUR PROVIN,SI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2485 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR PROVIN,SI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2485 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS " IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2485 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN IZIN PELAKSANAAN REKLAMASI PULAU K KEPADA PT PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2011 2031 I. UMUM Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi

Lebih terperinci

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang No.771, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN PU-PR. Bendungan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

( Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ) Eko Sugiharto PSLH UGM

( Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ) Eko Sugiharto PSLH UGM ( Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ) Eko Sugiharto PSLH UGM 0811283602 pslh@ugm.ac.id ekosugiharto@jogjamedianet.com Apa yang dimaksud dengan AMDAL? Ada berapa jenis AMDAL? Bagaimana proses persetujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah laut seluas kira-kira 1400 ha (kirakira

BAB I PENDAHULUAN. daerah laut seluas kira-kira 1400 ha (kirakira BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Reklamasi Pantai Utara Jakarta bertujuan untuk menata kembali kawasan Pantura dengan cara membangun kawasan pantai dan menjadikan Jakarta sebagai kota pantai (waterfront

Lebih terperinci

AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan)

AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) Pengertian AMDAL Kriteria wajib AMDAL Proses AMDAL Jenis AMDAL Contoh kasus AMDAL AMDAL Lahan Basah Fungsi AMDAL Pengertiang AMDAL Adalah kajian mengenai dampak

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK,TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK,TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR - 1 - PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK,TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PIL (Penyajian Informasi Lingkungan)

PIL (Penyajian Informasi Lingkungan) PIL (Penyajian Informasi Lingkungan) PIL adalah suatu telaah secara garis besar tentang rencana kegiatan yang akan dilakukan atau diusulkan yang kemungkinan menimbulkan dampak lingkungan dari kegiatan

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (RKL) DAN RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP (RPL) REKLAMASI PULAU H (LUAS ± 63 Ha)

RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (RKL) DAN RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP (RPL) REKLAMASI PULAU H (LUAS ± 63 Ha) RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN IDUP (RKL) DAN RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN IDUP (RPL) REKLAMASI PULAU (LUAS ± 63 a) Di Kawasan Pantai Utara Jakarta Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara

Lebih terperinci

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Akhir Masa Jabatan 2007 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN TENTANG RENCANA ZONASI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL KAWASAN PERKOTAAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR TERMASUK KEPULAUAN SERIBU

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

Lebih terperinci

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan mengenai pengerukan dan reklamasi sebagaimana diatur dalam Pasal 102 dan Pasal 107 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun

Lebih terperinci

MENATA WILAYAH PESISIR, PULAU KECIL, DAN TANAH REKLAMASI

MENATA WILAYAH PESISIR, PULAU KECIL, DAN TANAH REKLAMASI e FIAT JUSTITIA MS & PARTNERS LAW OFFICE NEWSLETTER 10 September 2016 www.msp-lawoffice.com MENATA WILAYAH PESISIR, PULAU KECIL, DAN TANAH REKLAMASI Kajian terhadap Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

No baik hayati berupa tumbuhan, satwa liar serta jasad renik maupun non-hayati berupa tanah dan bebatuan, air, udara, serta iklim yang saling

No baik hayati berupa tumbuhan, satwa liar serta jasad renik maupun non-hayati berupa tanah dan bebatuan, air, udara, serta iklim yang saling TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5460 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 180) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

izingedung.com PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

izingedung.com PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR... TAHUN TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR

PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR Oke, kali ini aku akan nge-jelasin tentang pengendalian daya rusak air, yang sumber asli dari UU No.7 th. 2004 tentang SUmber Daya Air. Semoga bermanfaat! tinggalkan komentar

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pengelolaan Lingkungan Berdasarkan ketentuan umum dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan pengelolaan hidup adalah upaya

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL Nam dapibus, nisi sit amet pharetra consequat, enim leo tincidunt nisi, eget sagittis mi tortor quis ipsum. PENYUSUNAN BASELINE PULAU-PULAU

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci