PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang"

Transkripsi

1 Bab 1 PENDAHULUAN

2 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta 2030 telah menetapkan Kawasan Pantura DKI Jakarta sebagai Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta. Kawasan perairan dan pantai sepanjang ± 32 km di Teluk Jakarta tersebut merupakan gerbang DKI Jakarta dalam lingkup regional dan internasional. Penetapan tersebut selaras dengan kebijakan pada skala lebih luas, yakni Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, dimana DKI Jakarta bersama daerah di sekitarnya yang mencirikan kawasan metropolitan ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional. Pengaturan lanjut mengenai penataan ruangnya diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur). Sebagai Kawasan Strategis Nasional, Kawasan Jabodetabekpunjur memerlukan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang secara terpadu. Perpres No. 54 Tahun 2008 mengatur pembangunan di kawasan perairan Pantura Kawasan Jabodetabekpunjur melalui reklamasi secara terpisah dari daratan yang ada, yakni melalui pengembangan lahan dalam bentuk pulau yang dipisahkan oleh kanal lateral berjarak ± meter dari garis pantai yang ada hingga batas kedalaman -8 m di bagian Utara. Ketentuan tersebut diatur lebih lanjut oleh Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta 2030 dan akan diakomodasikan secara lebih rinci dalam perencanaan tata ruang Kawasan Pantura DKI Jakarta. Rencana tata ruang Kawasan Pantura DKI Jakarta tersebut akan menjadi acuan bagi seluruh kegiatan pembangunan di kawasan reklamasi dan daratan pantai lama yang berbatasan. Pada saat ini di kawasan pesisir dan Teluk Jakarta berlokasi berbagai kegiatan, seperti PLTU/PLTGU Muara Karang, PLTU Tanjung Priok, jaringan pipa gas, jaringan pipa BBM, Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL), pelabuhan umum dan perikanan, perumahan skala besar, kawasan wisata dan rekreasi, dan lainnya yang membutuhkan penataan ruang secara terpadu. Rencana pengembangan lahan baru Kawasan Pantura DKI Jakarta direncanakan melalui pembangunan pulau-pulau hasil reklamasi di perairan Teluk Jakarta. Perencanaan pengembangan lahan baru dalam bentuk pulau tersebut didasarkan pada kebijakan dan peraturan-perundangan yang berlaku, tingkat keamanan (safety factors) yang harus dipenuhi, dan berbagai implikasi terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, rencana pengembangan lahan dalam bentuk pulau melalui kegiatan reklamasi dilaksanakan melalui pengembangan tujuh belas pulau yang masing-masing dipisahkan oleh kanal lateral dari pantai lama dan kanal vertikal antar pulau. Pendahuluan I - 1

3 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta menjadi landasan pembangunan pulau-pulau tersebut melalui kegiatan reklamasi. Pulau yang terbangun meliputi Pulau A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, dan Q. Pulau G merupakan salah satu pulau hasil reklamasi yang direncanakan di Kawasan Pantura Jakarta dengan luas ± 161 Ha (Gambar 1.1). Lokasi Pulau G berada di Utara Kelurahan Pluit; di bagian Selatan berbatasan dengan daratan pantai lama dimana berlokasi PLTU/PLTGU Muara Karang, kawasan perumahan Green Bay, dan kawasan kegiatan perikanan Muara Karang dan Muara Angke; di bagian Barat berbatasan dengan rencana Pulau F; di bagian Timur berbatasan dengan perairan laut yang memisahkan Pulau G dengan kawasan perumahan Pantai Mutiara dan rencana Pulau H di Utaranya; dan di bagian Utara berbatasan dengan perairan lepas pantai Teluk Jakarta (Gambar 1.2). Dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012 dinyatakan Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta terdiri atas tiga Sub-Kawasan, yakni Sub-Kawasan Barat, Tengah, dan Timur, dimana Pulau G termasuk dalam Sub-Kawasan Barat. Dalam peraturan tersebut ditetapkan kanal vertikal antara Pulau G dengan Pulau H dialokasikan bagi jalur pipa BBM dan pipa gas bawah laut. Dalam rangka kegiatan reklamasi untuk membangun Pulau G, PT Muara Wisesa Samudra telah memperoleh Persetujuan Prinsip Reklamasi Pulau G oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 1291/ tertanggal 21 September Dalam rangka pelaksanaan persetujuan prinsip tersebut, maka PT Muara Wisesa Samudra memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan kegiatan reklamasi melalui pengurugan hingga kedalaman -8 meter di bagian Utara pada lokasi yang disetujui, yakni Pulau G sesuai dengan batas-batas yang ditetapkan pada Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun Sesuai dengan ketentuan pada Peraturan Menteri Negara (PerMen) Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki AMDAL, maka rencana reklamasi Pulau G perlu dilengkapi dengan studi AMDAL. Penyusunan studi AMDAL di dilakukan selaras dengan upaya Pemerintah untuk mempertahankan kelestarian lingkungan sebagaimana tertuang dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Studi AMDAL di dimaksudkan untuk memprakirakan dampak lingkungan oleh kegiatan pengurugan hingga terbangun lahan pada kawasan perairan di lokasi Pulau G. Studi ini berfungsi untuk memperoleh kejelasan tentang dampak lingkungan yang perlu dikelola dan dipantau serta perencanaan pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan terkait dengan rencana kegiatan reklamasi untuk pengembangan lahan baru dalam bentuk pulau, yaitu Pulau G. Pengkajian dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh rencana reklamasi Pulau G pada hakekatnya ditujukan untuk mengurangi dampak negatif dan mengoptimalkan dampak positif melalui perencanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang terintegrasi dan berkelanjutan. Pengkajian dampak lingkungan rencana reklamasi Pulau G dimaksudkan untuk membantu : Mengintegrasikan kriteria keamanan dalam kegiatan reklamasi agar pengembangan lahan Pulau G lebih berkelanjutan sebagaimana yang dituju. Pendahuluan I - 2

4 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Gambar 1.1 Peta Orientasi Pulau G di (Sumber : Replanning Kawasan Reklamasi Pantura DKI Jakarta, 2012) Pendahuluan I - 3

5 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Sumber : NOAA, 2012 Gambar 1.2 Peta Lokasi Pulau G di Pendahuluan I - 4

6 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Mengupayakan inovasi dalam rangka mengendalikan dampak lingkungan yang tidak dikehendaki dan meningkatkan dampak positif. Mengembangkan komunikasi dengan pemangku kepentingan untuk mengembangkan peluang penanganan dampak lingkungan yang mungkin timbul. Pengkajian ANDAL, RKL, dan RPL di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta merupakan kelanjutan dari Kerangka Acuan ANDAL di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta yang telah memperoleh rekomendasi KA ANDAL oleh Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 17/KA-ANDAL/ tertanggal 19 Maret Sesuai dengan landasan hukum yang berlaku, maka pengkajian ANDAL, RKL, dan RPL di akan merujuk kepada PerMen Lingkungan Hidup No. 08 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Dalam hal ini PT Muara Wisesa Samudra bertindak sebagai pemrakarsa. Kajian ANDAL, RKL dan RPL dilakukan dalam konteks kegiatan reklamasi atau pengurugan hingga terbangun Pulau G guna pengembangan lahan baru seluas ± 161 Ha. Rencana kegiatan yang dikaji terbatas pada aktifitas reklamasi hingga terbangunnya Pulau G, sedang kegiatan dan aktifitas yang akan dikembangkan di atas lahan Pulau G tidak termasuk dalam lingkup kajian ANDAL, RKL dan RPL. 1.2 Tujuan dan Manfaat Rencana pembangunan pulau-pulau melalui kegiatan reklamasi di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta pada dasarnya bertujuan untuk mendukung penyediaan dan pengembangan lahan di wilayah Provinsi DKI Jakarta bagi kegiatan perkotaan dan permukiman di Jakarta. Sebagaimana konsideran dalam RTRW Jakarta 2030, Kawasan Pantura Jakarta memiliki potensi dan nilai strategis bagi wilayah sekitarnya dan perkembangan kota Jakarta secara keseluruhan, di antaranya untuk mendukung Jakarta waterfront strategy, mendorong perkembangan kota pada poros Barat-Timur, mengendalikan perkembangan fisik ke arah Selatan, dan mengatasi penetrasi yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan di kawasan Pantura Jakarta. Dalam posisi tersebut, maka pengembangan kawasan Pantura Jakarta sebagai Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta diwujudkan melalui pembangunan pulau-pulau melalui reklamasi. Dalam kaitan tersebut, rencana reklamasi Pulau G di ditujukan untuk : 1. Mendukung kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam pengembangan lahan baru melalui kegiatan reklamasi di. 2. Mendukung perwujudan sebagai kawasan strategis Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun Mendukung perwujudan pemanfaatan ruang Kawasan Pantura Jabodetabekpunjur sesuai dengan Perpres No. 54 Tahun 2008, Manfaat jangka panjang pengembangan lahan melalui reklamasi Pulau G adalah : 1. Menyiapkan ketersediaan lahan baru bagi perkembangan kegiatan di Provinsi DKI Jakarta bersama-sama dengan kegiatan reklamasi pulau lainnya di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta. 2. Mendukung upaya Pemerintah dan Pemda Provinsi DKI Jakarta dalam pengendalian banjir dan genangan. Pendahuluan I - 5

7 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta 3. Mendukung upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengintegrasikan pembangunan Kawasan Pantura Jakarta dalam satu kesatuan ruang untuk memperbaiki kondisi lingkungan di daratan yang ada. 1.3 Landasan Peraturan-Perundangan Penyusunan AMDAL Peraturan-perundang-undangan yang menjadi dasar studi AMDAL di adalah sebagai berikut : Undang-Undang 1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Undang-undang ini menjadi rujukan bagi upaya pengendalian dampak lingkungan kegiatan dan aktifitas reklamasi Pulau G terkait dengan perlindungan sumber daya alam hayati dan ekosistem di sekitarnya. 2. Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Undang-undang ini menjadi rujukan bagi upaya penggunaan jalan oleh lalu-lintas kendaraan dalam kegiatan reklamasi Pulau G. 3. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Undang-undang ini menjadi rujukan bagi kesesuaian dan keselarasan pengembangan lahan baru Pulau G melalui reklamasi menurut dimensi keruangan terhadap rencana tata ruang Kawasan Jabodetabekpunjur dan Provinsi DKI Jakarta yang dituju. 4. Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Undang-undang ini menjadi rujukan bagi keselarasan reklamasi Pulau G terhadap zonasi wilayah pesisir Jakarta Utara. 5. Undang-Undang No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-undang ini menjadi rujukan bagi keselarasan pengembangan lahan di Pulau G dengan fungsi Provinsi DKI Jakarta sebagai ibukota NKRI. 6. Undang-undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Undang-undang ini menjadi rujukan bagi upaya pengelolaan lalu-lintas angkutan material urugan dalam kegiatan reklamasi Pulau G. 7. Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-undang ini menjadi rujukan bagi pengelolaan lalu-lintas kendaraan dalam kegiatan reklamasi Pulau G. 8. Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Undang-undang ini menjadi rujukan bagi upaya perlindungan terhadap fungsi PLTU dan PLTGU Muara Karang dalam penyediaan listrik bagi wilayah pelayanannya. 9. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang ini merupakan rujukan utama bagi upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan melalui pranata AMDAL dan pranata lainnya yang relevan dengan rencana reklamasi Pulau G. Pendahuluan I - 6

8 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta 10. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman. Undang-undang ini menjadi rujukan bagi keselarasan kegiatan reklamasi Pulau G dengan kawasan perumahan dan permukiman di sekitarnya. Peraturan-Pemerintah 1. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan. Undang-undang ini menjadi rujukan bagi upaya pengelolaan lalu-lintas kendaraan dalam kegiatan reklamasi Pulau G. 2. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan. Peraturan ini menjadi rujukan bagi pengelolaan lalu-lintas kendaraan dalam kegiatan reklamasi Pulau G. 3. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut. Peraturan ini menjadi rujukan bagi pengendalian kegiatan reklamasi Pulau G agar tidak mengakibatkan pencemaran dan kerusakan laut. 4. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Peraturan ini menjadi rujukan bagi upaya pengendalian pencemaran udara oleh kegiatan dan aktifitas reklamasi Pulau G. 5. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan. Peraturan ini menjadi rujukan bagi upaya pengelolaan lalu-lintas kendaraan dalam kegiatan reklamasi Pulau G jika memanfaatkan jalan umum. 6. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Peraturan ini menjadi rujukan bagi kesesuaian dan keselarasan reklamasi Pulau G dengan rencana perwujudan Kawasan Strategis Nasional Jabodetabekpunjur. 7. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Peraturan ini menjadi rujukan bagi kesesuaian dan keselarasan reklamasi Pulau G dengan kebijakan pengembangan kawasan perikanan Muara Angke dan sekitarnya. 8. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan. Peraturan ini menjadi rujukan bagi upaya pengelolaan transportasi material urugan dalam rangka reklamasi Pulau G. 9. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Peraturan ini menjadi rujukan utama tata laksana pengkajian AMDAL dan prosedur perizinan lingkungan bagi rencana reklamasi Pulau G. Keputusan Presiden 1. Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Peraturan ini menjadi rujukan bagi upaya pelestarian dan perlindungan kawasan lindung di sekitar rencana Pulau G. 2. Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Keputusan ini menjadi rujukan dalam kegiatan reklamasi Kawasan Pantura Jakarta. Pendahuluan I - 7

9 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Peraturan Presiden 1. Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur. Peraturan ini menjadi rujukan bagi pengembangan Kawasan Pantura DKI Jakarta melalui kegiatan reklamasi, diantaranya pembangunan Pulau G. Keputusan Menteri 1. Keputusan Menteri Negara LH No. Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan. Peraturan ini menjadi rujukan bagi upaya pengendalian intensitas kebisingan oleh kegiatan reklamasi Pulau G. 2. Keputusan Menteri Negara LH No. Kep.45/MENLH/2/2005 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL). Peraturan ini menjadi rujukan dalam perencanaan pengelolaan dampak lingkungan dan perencanaan pemantauan dampak lingkungan kegiatan reklamasi Pulau G. Peraturan Menteri 1. Peraturan Menteri LH No. Kep-056 Tahun 1994 tentang Pedoman Penentuan Dampak Penting. Peraturan ini menjadi rujukan bagi proses evaluasi dalam pengkajian dampak lingkungan kegiatan reklamasi Pulau G. 2. Peraturan Menteri Negara LH No. 08 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Peraturan ini menjadi rujukan dalam tata cara pengkajian dan penyusunan AMDAL rencana kegiatan reklamasi Pulau G. 3. Peraturan Menteri Negara LH No. 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki AMDAL. Peraturan ini menjadi rujukan dalam penyelenggaraan pengkajian AMDAL rencana reklamasi Pulau G. Peraturan Daerah 1. Perda Provinsi DKI Jakarta No. 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Peraturan ini menjadi rujukan bagi pengelolaan pencemaran oleh lalu-lintas kendaraan dalam kegiatan reklamasi Pulau G. 2. Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta Peraturan ini menjadi rujukan bagi kesesuaian dan keselarasan reklamasi Pulau G dengan kebijakan perwujudan kawasan strategis Provinsi DKI Jakarta yang dituju. Peraturan Gubernur 1. Peraturan Gubernur Daerah Provinsi DKI Jakarta DKI Jakarta No. 582 Tahun 1995 tentang Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Kali/Badan Air serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah Provinsi DKI Jakarta. Peraturan ini menjadi rujukan bagi upaya pengendalian pencemaran air oleh kegiatan reklamasi Pulau G. Pendahuluan I - 8

10 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta 2. Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Peraturan ini menjadi rujukan bagi kegiatan reklamasi Pulau G dalam rangka pengembangan lahan baru di. Keputusan Gubernur 1. Keputusan Gubernur Daerah Provinsi DKI Jakarta DKI Jakarta No. 551 Tahun 2001 tentang Penetapan Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Mutu Tingkat Kebisingan di Provinsi DKI Jakarta. Peraturan ini menjadi rujukan bagi upaya pengendalian pencemaran terhadap kualitas udara ambien dan kebisingan oleh reklamasi Pulau G. 2. Keputusan Gubernur Daerah Provinsi DKI Jakarta DKI Jakarta No. 99 Tahun 2001 tentang Mekanisme Pelaksanaan AMDAL, UKL, serta UPL dalam Perizinan Daerah. Peraturan ini menjadi rujukan bagi penyelengaraan kajian AMDAL Pulau G dalam rangka perizinan di Provinsi DKI Jakarta. Pendahuluan I - 9

11 Bab 2 RENCANA REKLAMASI PULAU G

12 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Bab 2 RENCANA REKLAMASI PULAU G 2.1 Pemrakarsa dan Penyusun AMDAL Pemrakarsa Pemrakarsa Studi AMDAL Pantai Utara Jakarta adalah : Nama : PT Muara Wisesa Samudra Alamat : Jl. Kebon Sirih Raya Kav Jakarta Tilpon : (021) Faksimil : (021) Penanggung Jawab : Ariesman Widjaja Jabatan : Direktur Alamat : Jl. Pluit Karang Ayu Blok B1 Utara Jakarta Utara Tilpon : (021) Faksimil : (021) Nama Kegiatan : Lokasi : Luas : 161 Ha Penyusun Studi AMDAL Penyusunan studi AMDAL di dilaksanakan oleh tim studi berdasarkan ketentuan pada : 1. Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 27 yang menyatakan : Dalam menyusun dokumen AMDAL pemrakarsa sebagaimana dimaksud pada Pasal 26 ayat (1) dapat meminta bantuan kepada pihak lain. 2. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Pasal 10 ayat (2) huruf a : Pemrakarsa dalam menyusun AMDAL dapat meminta bantuan perorangan yang memiliki sertifikat kompetensi penyusun AMDAL. Tim penyusun studi AMDAL didukung oleh beberapa keahlian di bidang lingkungan hidup sebagaimana tertera pada tabel berikut. II - 1

13 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Tabel 2.1 Penyusun Studi AMDAL di No. Nama Bidang Keahlian Kompetensi 1. Drs. M. Taufiq Afiff, MSc Ketua Tim Ahli Biologi/Ekologi 2. Prof.Dr.Ir. Lambok Hutasoit Ahli Geologi dan Hidrogeologi 3. Ir. Bayu Mujahidin, MSc Ahli Hidrooseanografi dan Hidrologi S1 Biologi S2 Survey Sertifikat Pelatihan Dasar-dasar AMDAL Sertifikat Kompetensi Ketua Tim Penyusun Dokumen AMDAL No /SKPA/LSK- INTAKINDO/VIII/2012 Pengajar Pelatihan AMDAL S1 Teknik Geologi S2 Teknik Geologi S3 Teknik Geologi S1 Teknik Sipil S2 Teknik Kelautan 4. Dr.Ir. Agus Jatnika Effendi Ahli Kualitas Air S1 Teknik Lingkungan S2 Teknik Lingkungan S3 Teknik Lingkungan Pengajar Pelatihan AMDAL 5. Dr.Ir. Kania Dewi Ahli Kualitas Udara S1 Teknik Lingkungan S2 Teknik Lingkungan S3 Teknik Lingkungan, Keahlian Kualitas Udara Pengajar Pelatihan AMDAL 6. Drs. Moh. Irsyad, MSi Ahli Kebisingan S1 Kimia S2 Kimia Pengajar Pelatihan AMDAL 7. Haikal Suhaidi, SSi Ahli Flora dan Fauna S1 Biologi Sertifikat Kompetensi Anggota Tim Penyusun Dokumen AMDAL No /SKPA/LSK-INTAKINDO/VIII/ Ir. Hesti D. Nawangsidi, MSP Ahli Tata Ruang dan Transportasi S1 Teknik Planologi S2 Teknik Planologi Sertifikat Pelatihan Dasar-dasar AMDAL Pengajar Pelatihan AMDAL 9. Joko Edi Santosa, SE Ahli Sosial-Ekonomi S1 Ekonomi Sertifikat Kompetensi Anggota Tim Penyusun Dokumen AMDAL No /SKPA/LSK-INTAKINDO/VIII/ Dra. Irma Triastuti, MSi Ahli Sosial-Budaya S1 Antropologi S2 Antropologi Sertifikat Pelatihan Dasar-dasar AMDAL Sertifikat Pelatihan Penyusun AMDAL Pengajar Pelatihan AMDAL 11. Dr.Ir. Dwina Roosmini, MT Ahli Kesehatan Masyarakat S1 Teknik Lingkungan S2 Kesehatan Lingkungan S3 Kesehatan Lingkungan II - 2

14 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta 2.2 Status Studi AMDAL Rencana reklamasi Pulau G di merupakan salah satu upaya perwujudan rencana pengembangan kawasan strategis Pantura Jakarta sebagaimana ditetapkan oleh Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta Dalam kaitan tersebut telah diterbitkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Pantai Utara Jakarta yang menetapkan pulau-pulau hasil reklamasi, salah satunya adalah Pulau G. Berdasarkan Persetujuan Prinsip Reklamasi oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 1291/ tertanggal 21 September 2012, PT Muara Wisesa Samudra akan melaksanakan kegiatan reklamasi hingga terbangun Pulau G. Kajian AMDAL akan dilakukan dalam konteks kegiatan reklamasi atau pengurugan hingga terbangun pulau guna pengembangan lahan baru. Dengan demikian, kajian AMDAL yang dilakukan ditujukan untuk melengkapi aktifitas reklamasi Pulau G seluas ± 161 Ha. Rencana kegiatan yang dikaji terbatas pada aktifitas reklamasi hingga terbangunnya Pulau G, sedang kegiatan dan aktifitas yang akan dikembangkan di atas lahan Pulau G tidak termasuk dalam rencana kegiatan. Dengan demikian kajian AMDAL dilakukan untuk rencana kegiatan dan aktifitas reklamasi hingga terbangun Pulau G. Kajian AMDAL akan dilakukan sebagai berikut : 1. Rona lingkungan awal (environmental baseline) bagi pengkajian dampak lingkungan dan perencanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan adalah kondisi pada saat ini dimana belum dilakukan kegiatan reklamasi pembangunan Pulau G. 2. Prakiraan dampak lingkungan dilakukan berdasarkan rencana kegiatan reklamasi dan aktifitas terkait hingga terbangun Pulau G dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan awal dan kecenderungan perubahannya. 3. Rencana pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan didasarkan pada hasil evaluasi dampak oleh kegiatan reklamasi dan aktifitas yang terkait. 4. Rencana pembangunan di atas lahan Pulau G tidak termasuk lingkup kajian AMDAL Rencana Reklamasi Pulau G. 2.3 Kesesuaian Kegiatan dengan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura DKI Jakarta merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis bagi wilayah Provinsi DKI Jakarta. Kawasan perairan dan pantai sepanjang ± 32 km di Teluk Jakarta tersebut merupakan gerbang DKI Jakarta dalam lingkup regional, nasional, dan internasional. Oleh karenanya dalam Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta 2030, Kawasan Pantura DKI Jakarta ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta. Pengembangannya sebagai kawasan yang bernilai strategis telah diindikasikan sejak perencanaan tata ruang pada masa yang lampau sebagaimana kategorinya sebagai Kawasan Andalan dari sudut pandang ekonomi dan perkembangan kota berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 17 Tahun 1994; penataan ruang melalui reklamasi secara terpadu dengan daratan pantai yang ada berdasarkan Keppres No. 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta; serta Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura DKI Jakarta. Dalam konteks penataan ruang tersebut, maka kesesuaian rencana Pulau G di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta dapat dijelaskan sebagai berikut : II - 3

15 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur Teluk Jakarta terletak di Kawasan Strategis Nasional Jabodetabekpunjur sebagaimana ditetapkan oleh PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional. Sebagai kawasan strategis, maka elaborasi pengaturan alokasi ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang perlu diatur lanjut secara lebih operasional. Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur merupakan pedoman pengaturan penataan ruang sekaligus menjadi pedoman bagi perencanaan pembangunan secara terpadu di seluruh bagian wilayah Jabodetabekpunjur. Perpres No. 54 Tahun 2008 memuat panduan tentang pengembangan struktur dan pola ruang yang diamanatkan mempertimbangkan daya dukung lingkungan secara berkelanjutan bagi konservasi air dan tanah, sumber airtanah dan air permukaan, dan pengendalian banjir serta sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Perpres ini dilengkapi oleh peta rencana struktur ruang dan rencana pola ruang, rencana sistem transportasi, dan rencana sumber daya air dan sistem pengendalian banjir pada skala perencanaan 1 : Terkait dengan pengembangan lahan baru di Kawasan Pantura DKI Jakarta, rencana struktur ruang dan pola ruang Kawasan Jabodetabekpunjur menetapkan kawasan lindung yang dielaborasi menjadi Zona Non Budidaya 1 (N1) dan Zona Non Budidaya 2 (N2) serta kawasan budidaya yang dielaborasi menjadi Zona Budidaya 1 (B1) sampai dengan Zona Budidaya 7 (B2, B3, B4, B6, B6, dan B7) dan Zona Penyangga 1 (P1, P2, P3, P4, dan P5). Sesuai dengan rencana pola ruang Kawasan Jabodetabekpunjur, maka pada Zona P2 hingga Zona P5 di Kawasan Pantura dapat dikembangkan lahan baru melalui reklamasi dalam bentuk pulau yang dipisahkan oleh kanal lateral berjarak m dari garis pantai yang ada hingga kedalaman maksimum -8 m. Sebagai zona penyangga, maka penggunaan lahan pada lahan baru hasil reklamasi harus sesuai dengan fungsi yang diembannya, yakni menyangga zona yang berbatasan. Kawasan Pantura DKI Jakarta meliputi Zona P2 dan P3 (Gambar 2.1). Zona P2 di bagian Barat dan Tengah Kawasan Pantura DKI Jakarta berfungsi menjaga Zona N1 yang berada pada pesisir berbatasan di daratan DKI Jakarta dalam mencegah abrasi, intrusi air laut, pencemaran, dan kerusakan laut, sehingga fungsi konservasi Zona N1 dapat berlangsung secara berkelanjutan. Pada Zona P2 dapat dilakukan reklamasi dan konstruksi bangunan di atas air secara bertahap dengan koefisien zona terbangun paling tinggi 40% berjarak sekurang-kurangnya 200 m dari titik surut terendah sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut -8 m. Zona N1 merupakan Suaka Margasatwa Muara Angke, hutan lindung Angke Kapuk, dan hutan wisata alam Kamal. Zona P3 di bagian Tengah hingga Timur Kawasan Pantura DKI Jakarta berfungsi menjaga Zona B1 agar tidak mengakibatkan abrasi pantai serta tidak mengganggu kelangsungan aktifitas pusat pembangkit tenaga listrik, muara sungai, dan jalur lalu lintas laut dan pelayaran. Pada Zona P3 dapat dilakukan reklamasi secara bertahap berjarak sekurang-kurangnya 300 m dari titik surut terendah sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut -8 m. Pada lokasi yang secara rekayasa teknologi memungkinkan jarak dapat diminimalkan dengan mempertimbangkan karakteristik lingkungan, jalur lalu lintas laut dan pelayaran, dan pelabuhan. Zona B1 di daratan DKI Jakarta yang berbatasan dengan Zona P3 diarahkan untuk perumahan hunian padat, perdagangan dan jasa, dan industri ringan non pencemar yang berorientasi pasar, dan merupakan pusat pengembangan kegiatan ekonomi unggulan. II - 4

16 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Dalam kaitan dengan pembangunan reklamasi di Kawasan Pantura DKI Jakarta tersebut, Pulau G termasuk dalam Zona P3, yaitu reklamasi dilaksanakan pada jarak minimal 300 m dari pantai yang ada ke arah Utara hingga kedalaman laut -8 m. Pembangunan melalui reklamasi tersebut direncanakan agar tidak mengganggu operasi PLTU/PLTGU Muara Karang dan kegiatan perikanan serta tidak menimbulkan dampak terhadap muara Sungai Karang Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta 2030 Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta 2030 menetapkan Kawasan Pantura DKI Jakarta sebagai kawasan strategis provinsi. Kawasan Pantura DKI Jakarta direncanakan sebagai pengembangan lahan baru yang dipisahkan oleh lateral kanal dari garis pantai melalui kegiatan reklamasi. Lahan baru di Kawasan Pantura DKI Jakarta terbentuk sebagai pulau-pulau. Rencana struktur ruang menetapkan sentra primer Utara di lokasi lahan baru hasil reklamasi di bagian tengah Kawasan Pantura DKI Jakarta (Gambar 2.2). Rencana pola ruang wilayah DKI Jakarta bagian Utara meliputi kawasan pelabuhan, industri, dan pergudangan di bagian Timur yang diwakili oleh KEK Marunda dan pelabuhan Tanjung Priok; kawasan permukiman, perdagangan, dan jasa di bagian tengah yang diwakili oleh Taman Impian Jaya Ancol, pusat perdagangan Mangga Besar, pusat transportasi dan TOD; dan kawasan permukiman di bagian Barat yang diwakili oleh perumahan skala besar Pantai Indah Kapuk, Pantai Mutiara, kawasan Pluit, dan lainnya. Rencana pola ruang meliputi pengembangan lahan hasil reklamasi di Kawasan Pantura DKI Jakarta. Rencana pola ruang juga mengatur Suaka Margasatwa Muara Angke, hutan lindung Angke Kapuk, dan hutan wisata alam Kamal yang merupakan ekosistem mangrove sebagai kawasan lindung. Dalam RTRW DKI Jakarta 2030 pengembangan lahan baru melalui reklamasi di Kawasan Pantura DKI Jakarta dipersyaratkan memenuhi rencana teknis reklamasi, rencana penggunaan lahan hasil reklamasi, rancangan reklamasi, rencana prasarana, pengelolaan lingkungan, rencana sumber material reklamasi, rencana penyediaan air bersih, rencana pengelolaan air limbah, dan rencana pengendalian banjir. RTRW DKI Jakarta 2030 juga menetapkan kriteria tingkat keamanan (safety) yang diinginkan bagi perencanaan sistem dan jaringan drainase dan pengendalian banjir sebagai berikut : Saluran mikro : bagi curah hujan dengan kala ulang 2-10 tahunan Saluran submakro : bagi curah hujan dengan kala ulang tahunan Saluran makro : bagi curah hujan dengan kala ulang tahunan Sebagai lahan baru, saluran mikro, submakro dan makro di Kawasan Reklamasi Pantura DKI Jakarta masing-masing dirancang untuk kala ulang minimal 10, 25, dan 100 tahunan. Tanggul laut di kawasan reklamasi dirancang untuk kala ulang minimal tahun dengan mempertimbangkan pasang laut, II - 5

17 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Pulau G N Gambar 2.1 Peta Rencana Pola Ruang Kawasan Pantura Jabodetabekpunjur (Sumber : PerPres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur) II - 6

18 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Gambar 2.2 Peta Rencana Struktur Ruang Provinsi DKI Jakarta (Sumber : Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta 2030) II - 7

19 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta wind setup, storm surge, gelombang laut, amblesan tanah, kenaikan muka air laut, residual settlement, dan potensi tsunami. Sesuai dengan skala perencanaan RTRW Jakarta 2030 tersebut, maka bentuk pulau yang dibangun melalui reklamasi masih bersifat makro dan akan direncanakan dalam rencana berskala lebih rinci. Namun kriteria pembangunan melalui reklamasi diatur sebagaimana diuraikan terdahulu. Mengacu pada RTRW Jakarta 2030, secara makro telah dialokasikan ruang bagi reklamasi dalam bentuk pulau-pulau di Pantura DKI Jakarta, termasuk bagi Pulau G Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012 pada dasarnya memberikan landasan bagi perwujudan pemanfaatan ruang di Kawasan Pantura DKI Jakarta sebagaimana dituju oleh Perpres No. 54 Tahun 2012 dan Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun Sebagaimana diatur oleh UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang serta PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, maka penataan ruang suatu kawasan strategis perlu diatur oleh Peraturan Daerah, dalam hal ini Perda Provinsi DKI. Sebagai Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta, rencana tata ruang kawasan tersebut akan diatur oleh Perda Provinsi DKI Jakarta. Mempertimbangkan kebutuhan pengaturan dan pengendalian terhadap pengembangan Kawasan Pantura DKI Jakarta, maka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berprakarsa melakukan telaah dan memberikan landasan untuk pengembangan Kawasan Pantura DKI Jakarta. Hasil telaah diwujudkan dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012 yang mengatur tentang penataan ruang di dalam hal bentuk pulau-pulau reklamasi, luasan, serta kriteria pembentukan pulau bersangkutan (Gambar 2.3). Kawasan Pantura Jakarta merupakan lokasi berbagai kegiatan, diantaranya PLTU/PLTGU Muara Karang, PLTU Tanjung Priok, jaringan pipa gas, jaringan pipa BBM, stasiun penerimaan gas pada PLTU/PLTGU Muara Karang, sistem komunikasi kabel laut (SKKL), pelabuhan umum dan perikanan, kawasan perumahan, kawasan wisata, kawasan lindung dan lainnya. Kepentingan berbagai pihak tersebut telah mendorong dilakukannya pembahasan-pembahasan perencanaan wilayah Kawasan Pantura Jakarta antara pihak Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah, sektoral, dunia usaha serta masyarakat guna mengintegrasikan tatanan ruang yang perlu diwujudkan di Kawasan Pantura Jakarta. Rencana tata ruang Kawasan Pantura Jakarta selain diharapkan akan menjadi acuan bagi seluruh upaya perencanaan di Kawasan Pantura Jakarta, juga dapat memandu pengembangannya sebagai waterfront city yang bersifat lebih mandiri dan tidak memberikan beban terhadap Kota Jakarta secara berlebihan. Pembahasan antar pemangku kepentingan diakomodasikan dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun Perangkat ini menjadi penting oleh karena dilandasi oleh informasi spasial yang sama, yakni peta dasar yang mengikuti sistem proyeksi dan koordinat UTM (Universal Transverse Mercator) datum WGS-84 (World Geodeotic System) mengacu pada garis pantai tahun 1995 dengan batimetri LWS. Dalam Peraturan Gubernur ini diatur tentang wilayah perencanaan Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta di kawasan perairan laut Teluk Jakarta pada koordinat 106 o BT dan 6 o LS o BT dan 5 o LS. Kawasan ini merupakan bagian wilayah Kota Administrasi Jakarta II - 8

20 Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Utara. Pembangunan pulau-pulau bagi pengembangan lahan baru melalui reklamasi dipisahkan oleh kanal lateral di bagian Selatan dan kanal vertikal antar pulau. Pulau-pulau tersebut berjumlah 17 (tujuh belas) pulau meliputi Pulau A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, dan Q dengan luas masing-masing sebagaimana tertera pada tabel berikut. Tabel 2.2 Nama dan Luas Pulau di Kawasan Reklamasi Pantura DKI Jakarta No. Nama Pulau Luas (Ha) 1. Pulau A Pulau B Pulau C Pulau D Pulau E Pulau F Pulau G Pulau H Pulau I Pulau J Pulau K Pulau L Pulau M Pulau N Pulau O Pulau P Pulau Q 369 Pulau G adalah salah satu pulau yang akan dibangun melalui reklamasi di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta. PT Muara Wisesa Samudra melalui Persetujuan Prinsip Reklamasi oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 1291/ tertanggal 21 September 2012 merencanakan reklamasi Pulau G seluas ± 161 Ha. Pulau G berdekatan dengan Pulau F di bagian Barat dan Pulau H dan kawasan Pantai Mutiara di bagian Timur. Pengaturan reklamasi Pulau G adalah kegiatan pengurugan dan pengeringan lahan hingga terwujud peningkatan manfaat sumber daya lahan dari sudut kepentingan lingkungan dan sosial ekonomi. Pengurugan dilakukan di kawasan perairan laut di Teluk Jakarta yang diukur dari garis pantai Utara Jakarta secara tegak lurus ke arah laut sampai garis yang menghubungkan titik-titik terluar pada kedalaman laut 8 (delapan) meter. Pengurugan dilakukan hingga terbentuk pulau dimana di dalamnya terdapat lahan baru. Pulau G dipisahkan oleh kanal lateral selebar minimal 300 m dengan daratan yang ada di bagian Selatan dan kanal vertikal dengan Pulau F di bagian Barat dan kanal vertikal di bagian Timur dengan kawasan Pantai Mutiara dan Pulau H. Kanal vertikal di bagian Timur dialokasikan untuk jalur pipa gas bawah laut dan tidak diijinkan untuk kegiatan lain yang tidak berhubungan langsung. Rencana reklamasi Pulau G merupakan upaya perwujudan penataan ruang Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta secara terencana sesuai dengan Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 dan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun II - 9

21 ANDAL Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Gambar 2.3 Peta Rencana Pulau di Kawasan Reklamasi Pantura DKI Jakarta II - 10

22 Dalam pelaksanaan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012, khususnya untuk Pulau G, ditetapkan bahwa pada kanal vertikal bagian Timur Pulau G dibangun tanggul pemisah pada ujung Tenggara Pulau G secara melintang Barat-Timur untuk memisahkan aliran yang berasal dari outlet PLTU/PLTGU Muara Karang dengan inlet kanal air pendingin pembangkit tersebut (Gambar 2.3). Namun dalam komunikasi dengan pihak pengelola pipa gas bawah laut di sisi Timur Pulau G, yaitu PT Nusantara Regas dan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) diinformasikan bahwa di atas jaringan pipa gas bawah laut tidak diperkenankan dibangun tanggul yang memberikan beban dan dapat menyebabkan amblasan pada pipa gas. Oleh karenanya, untuk melaksanakan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012 tersebut perlu dilakukan kajian untuk memperoleh solusi cara memisahkan aliran air dari outlet dengan inlet PLTU/PLTGU Muara Karang. Prinsip mendasar untuk memperoleh solusi teknis adalah aliran air yang berasal dari outlet PLTU/PLTGU Muara Karang perlu dipisahkan dengan aliran air menuju inlet kanal air pendingin PLTU/PLTGU Muara Karang agar tidak terjadi peningkatan suhu air pada inlet PLTU/PLTGU Muara Karang. Berdasarkan prinsip tersebut maka diperlukan kesepakatan antara PT PJB Unit Muara Karang, PT PLN (Persero), PT Nusantara Regas, PT Pertamina Hulu Energi (PHE), dan PT Muara Wisesa Samudra yang diwadahi oleh forum bersama guna menentukan keputusan teknis paling tepat serta pengawasan terhadap pelaksanaan reklamasi Pulau G. 2.4 Kegiatan Lain di Sekitar Rencana Pulau G di berada di kawasan perairan laut di Teluk Jakarta. Di daratan di bagian Selatan Pulau G terdapat kawasan pusat perikanan Muara Angke di arah Baratdaya, kawasan hunian dan bisnis terpadu Green Bay di arah Selatan, PLTU/PLTGU Muara Karang di arah Tenggara, kawasan perumahan Pantai Mutiara di arah Timur, dan pipa gas PT Nusantara Regas dan PT PHE ONWJ di Timur Pulau G yang berasal dari Papa Field dan yang menuju PLTU Tanjung Priok. Pada pantai ke arah Tenggara bermuara Kali Karang yang membelah area PLTU/PLTGU Muara Karang menjadi dua area kegiatan. Kali Karang merupakan percabangan Banjir Kanal Barat ke arah Timur, sedang ke arah Barat menjadi Kali Angke yang bermuara di sekitar Muara Angke. Sedang kegiatan yang berlangsung di kawasan perairan di sekitar rencana lokasi Pulau G adalah kegiatan dan aktifitas pelelangan dan pendaratan perikanan Muara Angke, pelayaran penumpang dan barang dari pelabuhan Muara Angke menuju Kepulauan Seribu, penyaluran gas PT PHE-ONWJ ke dan dari PLTU Muara Karang menuju PLTU Tanjung Priok, penyaluran gas dari FSRU melalui pipa gas PT Nusantara Regas menuju PLTU/PLTGU Muara Karang, serta aktifitas pembangkitan listrik oleh PLTU/PLTGU Muara Karang. Di dalam kompleks PLTU/PLTGU Muara Karang terdapat fasilitas onshore receiving facilities (ORF) yang berfungsi sebagai stasiun penerimaan gas dilengkapi oleh cool vent system dari PT Nusantara Regas dan ORF PT PHE ONWJ. Secara garis besar kegiatan di sekitar rencana Pulau G diterakan pada Gambar 2.4. Gambar 2.5 dan 2.6 menunjukkan situasi dan posisi PLTU/PLTGU Muara Karang, sedang Gambar 2.7 menunjukkan view perumahan Pantai Mutiara yang berada di arah Timurlaut rencana Pulau G. II - 11

23 Perumahan Pantai Mutiara ANDAL Pulau G Legenda Pelabuhan Perikanan dan Tempat Pendaratan Ikan Tempat Pelelangan Ikan Muara Angke Area PLTU/PLTGU Muara Karang Pipa Gas Nusantara Regas Pipa BBM PHE-ONWJ Pusat Permukiman dan Bisnis Green Bay Sumber : PerGub DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012 Gambar 2.4 Lokasi Kegiatan di Sekitar Rencana Pulau G II - 12

24 September 2000 Sumber : PT Muara Wisesa Samudra Gambar 2.5 Gambar Situasi PLTU/PLTGU Muara Karang Sumber : Google map, 2011 Keterangan : Tanpa skala Sumber : Studi Hidrodinamika Pluit Utara, LAPI ITB, 2012 Gambar 2.6 Posisi Outlet dan Intake PLTU/PLTGU Muara Karang pada Peta Citra II - 13

25 Maret 2000 Sumber : LAPI ITB Gambar 2.7 Gambar Situasi Kawasan Perumahan Pantai Mutiara Di bagian Selatan rencana Pulau G terdapat kompleks hunian dan bisnis terpadu Green Bay yang saat ini sedang dalam tahap penyelesaian pembangunannya (Gambar 2.8). Kompleks Green Bay merupakan bangunan apartemen berskala besar yang akan berfungsi sebagai hunian dilengkapi fasilitas penunjangnya, seperti perumahan, fasilitas pendidikan, fasilitas perbelanjaan, dan ruang pertemuan. Kompleks Green Bay berada pada bagian Barat PLTU/PLTGU Muara Karang dengan akses Jalan Pluit Karang Ayu yang merupakan cabang jaringan jalan di kawasan Pluit. Jalan utama yang menghubungkan Jalan Pluit Karang Ayu dengan kawasan lainnya adalah Jalan Pluit Karang Utara, Jalan Pluit Karang Timur, Jalan Pluit Barat Raya, dan Jalan Pluit Utara. Dalam rencana pengembangan, di bagian Barat akan dibangun Pulau F dan di bagian Timurlaut akan dibangun Pulau H melalui kegiatan reklamasi. Secara keseluruhan kawasan perairan Teluk Jakarta hingga kedalaman laut sekitar -8 m akan dikembangkan pulau-pulau baru melalui kegiatan reklamasi (Gambar 2.3). Dengan demikian kawasan perairan tersebut akan menjadi kawasan pengembangan Kota Jakarta yang memperkuat dan menegaskan ciri Jakarta sebagai waterfront city. Dalam rangka pembangunan Pulau G melalui reklamasi, kegiatan sekitar yang perlu dipertimbangkan adalah kelangsungan operasi PLTU/PLTGU Muara Karang yang memanfaatkan air laut sebagai air pendingin dan penyaluran gas melalui jaringan pipa bawah laut. II - 14

26 September 2012 Sumber : PT Kencana Unggul Sukses Gambar 2.8 Kompleks Perumahan dan Pusat Bisnis Terpadu Green Bay Desember 2011 Sumber : LAPI ITB Gambar 2.9 Kali Karang II - 15

27 PLTU/PLTGU Muara Karang berkapasitas MW membutuhkan air dengan debit rata-rata m 3 /jam atau setara dengan 60 m 3 /detik untuk sistem pendingin. Oleh karenanya, kegiatan reklamasi perlu mempertimbangkan posisi pembuangan air (outlet) dan intake aliran air laut untuk mempertahankan suhu yang dipersyaratkan oleh sistem pembangkit. Selain itu, reklamasi Pulau G perlu mempertimbangkan alur pelayaran kapal tongkang yang mengangkut bahan bakar ke PLTU/PLTGU Muara Karang dan jaringan pipa gas dan BBM bawah laut. Jaringan pipa gas dan BBM bawah laut di Teluk Jakarta diidentifikasi terdiri atas : 1) 26" submarine gas pipeline dari PLTU/PLTGU Muara Karang ke PLTU Tanjung Priok yang dikelola oleh PT Pertamina Hulu Energi ONWJ. 2) 16" submarine fuel oil pipeline dari terminal penerima BBM (conventional buoy) di perairan Muara Karang ke PLTU Muara Karang yang dikelola oleh PT PLN (Persero). 3) 24" submarine gas pipeline dari FSRU (Floating Storage Regasification Unit) di lepas pantai ke ORF PLTU/PLTGU Muara Karang sepanjang ± 15 km yang dikelola oleh PT Nusantara Regas, Jaringan pipa tersebut tidak dirancang untuk menahan beban solid material timbunan dan maintenance bawah tanah reklamasi. Hingga saat ini belum terdapat ketentuan tentang jarak antar jaringan pipa bawah laut (submarine pipeline) dengan pipa lain atau antara pipa dengan batas luar lahan reklamasi. Oleh karenanya reklamasi Pulau G oleh PT Muara Wisesa Samudra akan dilaksanakan berdasarkan detailed engineering design (DED) dengan memperhatikan kriteria keamanan jaringan pipa gas dan BBM, yakni : a) Kemungkinan terjadinya settlement oleh reklamasi Pulau G yang menimbulkan over stress terhadap jaringan pipa dengan memperhitungkan daya dukung sea bed. b) Aktifitas konstruksi dengan penggunaan barge perlu memperhatikan kemungkinan kerusakan pipa oleh operasi barge. c) Mempertimbangkan jarak aman manuver kapal pada kegiatan maintenance pipa. Penyiapan DED reklamasi Pulau G oleh PT Muara Wisesa Samudra akan dilaksanakan dengan melakukan komunikasi teknis dengan pihak PT Nusantara Regas, PT Pertamina Hulu Energi, dan PT PLN. Reklamasi Pulau G juga perlu mempertimbangkan potensi sedimentasi pada perairan sekitar Kali Karang untuk menghindarkan genangan pada daratan di sekitarnya (Gambar 2.9). Kali Karang merupakan cabang Banjir Kanal Barat yang bermuara ke arah Barat, sedang ke arah Timur Banjir Kanal Barat bertemu dengan Kali Angke yang ke arah hilirnya bermuara di Muara Angke. Sebagaimana halnya sungai dan kali lainnya yang bermuara di Teluk Jakarta secara rutin akan menerima pasokan sedimen dari arah hulu Lokasi Pulau G Pulau G merupakan salah satu pulau yang dibangun melalui kegiatan reklamasi di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta dengan luas ± 161 Ha (Gambar 2.10 dan Gambar 2.11). Secara keseluruhan terdiri atas 17 (tujuh belas) pulau baru hasil reklamasi berada di perairan Teluk Jakarta. Menurut Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012, Pulau G bersama pulau-pulau lainnya terletak di wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara dan akan menjadi bagian dari wilayah administratif kecamatan yang berbatasan di daratan yang ada. II - 16

28 Gambar 2.10 Rencana Lokasi Pulau G II - 17

29 Gambar 2.11 Rencana Lokasi Pulau G pada Peta Citra II - 18

30 Gambar 2.12 Lokasi Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan II - 19

31 Daratan yang berbatasan di bagian Selatan dengan Pulau G termasuk wilayah administrasi Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan (Gambar 2.12). Antara Pulau G dengan garis pantai yang ada dipisahkan oleh kanal lateral selebar 300 m. Di bagian Barat berbatasan dengan perairan laut yang menjadi bagian kegiatan perikanan kawasan Muara Angke. Kelak di bagian Barat akan dibangun Pulau F melalui kegiatan reklamasi dan dipisahkan oleh kanal vertikal dengan Pulau G. Di bagian Timur berbatasan dengan perairan laut dimana kini terdapat jaringan pipa gas PT Nusantara Regas dan PT PHE serta kawasan perumahan Pantai Mutiara. Kelak di bagian Timurlaut akan dibangun Pulau H melalui reklamasi. Batas Utara Pulau G di bagian Utara adalah kedalaman laut sekitar - 8 m dan berbatasan dengan perairan laut lepas Teluk Jakarta Kajian yang Dilakukan PT Muara Wisesa Samudra Sesuai dengan Persetujuan Prinsip Reklamasi oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 1291/ tertanggal 21 September 2012, PT Muara Wisesa Samudra pada saat ini telah dan sedang menyiapkan berbagai kajian untuk mendukung pelaksanaan reklamasi, diantaranya : 1) Conceptual Design Pulau G oleh Royal Haskoning Indonesia (September 2012). Kajian yang dilakukan mengidentifikasi batas area reklamasi, kriteria desain hidraulik, kriteria desain geoteknik, desain hidraulik, desain geoteknik, dan metodologi konstruksi pada tataran konseptual. Hasil conceptual design Pulau G dijelaskan dalam Sub-Bab yang selanjutnya menjadi informasi rencana kegiatan yang akan dilakukan dalam rangka reklamasi Pulau G. Sebagian data dan informasi tentang kondisi hidrooseanografi yang dijadikan dasar penetapan kondisi batas (boundary condition) desain Pulau G diuraikan pada Sub-Bab ) Kajian Hidrodinamika dan Hidrologi Kawasan Perairan Pluit Utara PT Muara Wisesa Samudra oleh LAPI ITB (Januari 2012). Lingkup kajian hidrodinamika dan hidrologi adalah : - Review data yang ada dan yang diperlukan. Peta batimetri berdasarkan referensi (datum) LWS (Lowest Water Spring), yaitu 60 cm di bawah muka air rata-rata atau LWS = MSL - 60 cm. Datum tersebut sama dengan datum Peil Kapuk Naga Batimetri Pluit Utara hingga kedalaman 10 m adalah landai. Data hidroseanografi berupa pasang surut, angin, gelombang, arus, sedimentasi dan abrasi, elevasi muka air yang dipengaruhi oleh storm surge, peningkatan elevasi muka air akibat perubahan iklim, dan variasi musiman (seasonal variation). - Analisis data hidraulik dan hidrologi - Merencanakan layout bentuk reklamasi berdasarkan faktor kendala jalur pipa gas, sirkulasi air pendingin dan air panas yang masuk dan keluar PLTU/PLTGU Muara Karang, dampak terhadap banjir berupa peningkatan elevasi muka air, dan pelabuhan perikanan dan penyeberangan Muara Angke. - Melakukan simulasi hidrodinamika, gelombang, dan dispersi termal oleh outlet PLTU Muara Karang. Simulasi dilakukan melalui : - Model hidrodinamika untuk simulasi sirkulasi arus dan elevasi muka air. Sebagai syarat batas adalah fluktuasi muka air akibat pasang surut dan input debit dari kali dan saluran drainase yang bermuara ke kawasan domain model. - Model refraksi dan difraksi gelombang laut yang merambat dari lepas pantai ke pantai. II - 20

32 - Model dispersi termal (suhu) akibat pembuangan air panas sisa pendingin PLTU/PLTGU Muara Karang. - Model sedimentasi. Hasil Pemodelan Hidrodinamika : - Untuk dapat menjaga operasi sistem pendingin PLTU/PLTGU Muara Karang perlu pemisahan aliran intake berupa air dingin dan outlet berupa air panas. Outlet PLTU Muara Karang dialirkan melalui kawasan Pantai Mutiara, sedang outlet PLTGU Muara Karang dipisahkan melalui batas pemisah antara intake dengan lahan reklamasi. - Guna menjaga kelancaran aliran Kali Karang dan Kali Angke dibangun kanal lateral selebar 300 m dan kanal vertikal selebar 300 m, dimana lebar kanal juga difungsikan untuk lalu lintas kapal ke pelabuhan Muara Angke. - Untuk menjaga keamanan pipa gas direncanakan jarak kaki tepi reklamasi sekitar 25 m dari pipa. - Reklamasi di Pluit Utara tidak mempengaruhi elevasi muka air, dimana pada keadaan normal elevasi muka air setelah reklamasi tidak mengalami kenaikan dibandingkan kondisi eksisting. Pada saat kondisi banjir kenaikan muka air hanya terjadi saat surut, pada saat pasang tidak terjadi kenaikan muka air. - Reklamasi dapat membantu menurunkan dampak air panas dari outlet PLTU/PLTGU Muara Karang terhadap intake-nya. Pada kondisi eksisting, suhu air pada intake adalah sebesar 30,2 o C dan setelah reklamasi terjadi penurunan suhu menjadi 29,4 o C. - Reklamasi akan mengurangi sedimentasi pada intake PLTU/PLTGU Muara Karang. Pada kondisi eksisting, kenaikan dasar laut pada intake adalah sebesar 0,15 m per tahun, setelah reklamasi kenaikan dasar laut sekitar 0,01 m per tahun. - Reklamasi dapat berfungsi sebagai pemecah gelombang (break water) bagi dermaga perikanan Muara Karang dan Muara Angke. Hasil kajian hidrodinamika dan hidrologi merupakan bagian dari prakiraan dampak oleh reklamasi Pulau G 3) Survey Batimetri oleh Fugro GEOS International, UK, Survey batimetri yang dilakukan oleh PT Muara Wisesa Samudra sekaligus untuk mendeteksi lokasi pipa gas PT Nusantara Regas. Survey batimetri meliputi : - Areal survey seluas 500 Ha untuk Pulau G (Gambar 2.13) dan Ha untuk Pulau F dan Pulau G (Gambar 2.14) dengan rentang kedalaman antara 2 m dan 10 m. - Survey batimetri menggunakan peralatan single beam echo sounder. - Track lines direncanakan tegak lurus terhadap garis pantai dengan jarak 25 m. - Survey dengan menggunakan pinger untuk mendeteksi lokasi jaringan pipa bawah laut pada areal survey melalui cross-sections setiap 50 m. - Pemasangan benchmarks (BM) secara tepat. - Pemasangan tidal gauge records untuk menetapkan MSL lokal. - Data secara horizontal merujuk benchmark Bakosurtanal dan WGS Data tercatat pada chart datum berdasarkan MSL dari data pasang surut. - Pencatatan kedalaman digunakan untuk membuat peta kontur berinterval 0,5 m. - Pencatatan fasilitas yang ada di sepanjang pantai dan di dalam area survey, misalnya rambu navigasi, jetty, pelabuhan, dan lainnya. II - 21

33 Pulau F Pulau G Gambar 2.13 Wilayah Survey Batimetri untuk Pulau G Pulau F Pulau G Gambar 2.14 Wilayah Survey Batimetri untuk Pulau F dan Pulau G Hasil survey batimetri tertera pada Sub-Bab 2.2. II - 22

34 4) Geotechnical Survey for Pluit City Land Development PT Muara Wisesa Samudra oleh PT Pratama Widya Foundation and Engineering Services, Juli Survey geoteknik dilakukan untuk memperoleh data tentang kondisi soil dan engineering properties berdasarkan pengamatan visual, in-situ testing, seperti pengukuran Standard Penetration Test (SPT), uji laboratorium terhadap undisturbed dan disturbed samples, dan lainnya. Pemboran menggunakan metode wash boring, di mana uji SPT dilakukan untuk interval 2,0 m dan pengumpulan undisturbed samples pada setiap borehole. Untuk lapisan batuan (rock) digunakan metode core boring. Selain SPT juga dilakukan uji Cone Penetration Test (CPT), Cone Penetration Test with U (CPTU), dan In-situ Vane Shear Test. Analisis laboratorium meliputi : Tabel 2.3 Analisis Laboratorium Geoteknik No. Uji Laboratorium Standard 1. INDEX PROPERTIES a. Water Content Test ASTM D.2216 b. Grainsize Analysis & Hydrometer Test ASTM D c. Specific Gravity Test ASTM D d. Density Test ASTM D e. Atterberg Limit Test ASTM D ENGINEERING PROPERTIES a. Consolidation Test ASTM D.2345 b. Triaxial UU (Unconsolidated Undrained) ASTM D.2850 c. Triaxial CU (Consolidated Undrained) ASTM D.4767 d. Unconfined Compression Test ASTM D.2166 e. Direct Shear Test ASTM D.3080 Gambar 2.15 dan Gambar 2.16 menunjukkan layout borehole dan CPT dalam survey geoteknik. Ringkasan hasil survey geoteknik dijelaskan sebagai berikut : Kondisi sub-surface pada seabed didominasi oleh very soft soil/mud (stratum-3) hingga rentang kedalaman 6 m - 10 m pada berbagai lokasi yang berbeda. Medium stiff to stiff clay (stratum-3a) terdapat di bawah stratum-3 dengan NSPT berkisar antara Pada beberapa lokasi tidak terdapat stratum 3a. Stratum 3/3-a dilapisi oleh dense to very dense gravelly sand, sand, SP, dan low plastic sandy silt, ML hingga kedalaman 24,0 25,0 m (stratum-2). Kapasitas peralatan CPT dapat mencapai bagian atas stratum-2, yaitu 11,0 hingga 15,0 m Seabed Level (SL). Di bawah stratum-2 dijumpai stiff hingga hard stiff clay, CH, dan clayey silt, MH hingga akhir pemboran pada kedalaman 40 m. II - 23

35 Pulau G Keterangan : CPT CPTu Deep Boring Gambar 2.15 Lay-out Borehole dan CPT II - 24

36 Gambar 2.16 Profil Lokasi Penyelidikan Geoteknik II - 25

37 Hasil survey geoteknik akan digunakan dalam Detail Engineering Design (DED), dimana diantaranya untuk analisis potensi settlement pada lahan yang terbangun di Pulau G Desain Pulau G Dengan mengacu pada pengalaman reklamasi di Negeri Belanda, Dubai, Nigeria, Amerika Serikat, dan Inggris, desain Pulau G didasarkan pada kondisi batas (boundary condition) untuk safety level 1/500 tahun. Koordinat mengacu pada UTM Zone 48S merefer pada WGS84 serta LWS merupakan Chart Datum (CD). A Kriteria Desain Hidraulik Kriteria desain hidraulik reklamasi meliputi : Rancangan umur reklamasi adalah 50 tahun. Rancangan elevasi adalah +4,6 m LWS. Muka air ekstrim merupakan kombinasi dari Mean High Water Spring (MHWS), storm surge (efek tekanan barometrik dan wind setup), dan sea level rise (peningkatan muka air laut). Perubahan tekanan barometrik di Jakarta diprakirakan sebesar 0,3 m dan wind set-up sebesar 0,7 m 1. Jakarta bukan merupakan wilayah storm course, sehingga perubahan tekanan barometrik tidak signifikan. Gambar 2.17 menunjukkan sejarah kejadian storm di sekitar Pulau Jawa, dimana kejadian storm course tercatat jauh di arah Selatan Indonesia. Sea level rise didasarkan pada prakiraan IPCC kondisi moderat, yaitu 30 cm dalam periode 50 tahun (Gambar 2.18 dan Tabel 2.4). Tinggi dan periode gelombang didasarkan kala ulang 1/250, 1/300, dan 1/1.000 tahun. Kecepatan angin didasarkan kala ulang 1/250, 1/300, dan 1/1.000 tahun. Dari data NOAA di Utara Jawa (5 o 0 00 LS 107 o 30 0,00 BT), kecepatan angin maksimum dalam periode tahun adalah 19 m/detik. Kecepatan arus menggunakan nilai ekstrim. Kecepatan arus di wilayah studi relatif rendah, yaitu kurang dari 0,1 m/detik dan meningkat lebih cepat di luar Teluk Jakarta menjadi 0,4 m/detik. Kondisi pasang surut yang digunakan sebagai kriteria desain hidraulik reklamasi Pulau G didasarkan data Dishidros TNI AL 2012 sebagaimana tertera pada Tabel 2.5. Kriteria limpasan di atas revetment adalah 1 lt/m/detik. 1 Tekanan barometrik akan mempengaruhi tinggi muka air laut. Data NOAA di Bandara Soekarno-Hatta mencatat perubahan tekanan barometrik terbesar adalah 16,7 milibar. II - 26

38 Keterangan : Tekanan barometrik menurut jalur penginderaan Gambar 2.17 Sejarah Kejadian Storm di Sekitar Pulau Jawa ( II - 27

39 Gambar 2.18 Prediksi Sea Level Rise (IPCC, 2001) Tabel 2.4 Faktor Elevasi Muka Air Faktor Mean High Water Spring (MHWS) Wind set up Barometric pressure change SWL0 Sea level rise SWL50 Kriteria + 1,01 m LWS + 0,7 m + 0,3 m + 2,01 m LWS + 0,3 m + 2,31 m LWT + 2,4 m LWS Data dan informasi tentang tinggi dan periode gelombang; arah dan kecepatan angin; arah dan kecepatan arus; dan pasang surut diuraikan pada Sub-Bab 2.2. Tabel 2.5 Kriteria Pasang Surut No. Kriteria Elevasi Muka Air (cm) 1. Highest Water Spring (HWS) 113,62 2. Mean High Water Springs (MHWS) 100,74 3. Mean High Water Level (MHWL) 83,35 4. Mean Sea Level (MSL) 54,13 5. Mean Low Water Level (MLWL) 26,16 6. Mean Low Water Spring (MLWS) 11,29 7. Lowest Water Spring (LWS) 8 II - 28

40 B Kriteria Desain Geoteknik Kriteria desain geoteknik reklamasi meliputi : Kriteria seismik berdasarkan SNI dengan PGA (peak ground acceleration) pada permukaan sebesar 0,3g. Rancangan beban untuk rock density kg/m 3, concrete density kg/m 3, seawater kg/m 3. Rancangan keamanan revetment slope didasarkan pada slope stability revetment Bishop dengan FoS (Factor of Safety) Seismic Level 2 sebesar 1,00. Kriteria settlement memperhitungkan immediate settlement, consolidation settlement, secondary (creep) settlement, dan seismic induced settlement sebesar 250 mm pada akhir perencanaan selama 50 tahun. Reklamasi mempertimbangkan kemungkinan terjadinya settlement pada jaringan pipa gas PT Nusantara Regas dan pipa BBM PT PHE di kanal vertikal bagian Timur. Kriteria keamanan terhadap potensi likuifaksi mengikuti Eurocode 8 (EC8) untuk desain keamanan struktur terhadap kegempaan kelas III, yaitu minimal 1,3 2. Faktor keamanan ini didasarkan pada Peak Ground Acceleration (PGA) untuk Teluk Jakarta sebesar a = 0,15 m/s 2 untuk bedrock level sesuai dengan Indonesian Code SNI untuk Zona Kegempaan Indonesia (Gambar 2.19). Kriteria magnitude gempa bumi untuk Teluk Jakarta adalah sebesar 0,8 dengan peak acceleration sebesar 0,25g. Material urugan terdiri dari coarser sand dengan kandungan material halus terbatas (Tabel 2.6). Rancangan tinggi revetment untuk batas Utara, Barat, dan Timur untuk kala ulang 250, 500, dan tahun tertera pada Tabel 2.7. Ukuran Partikel (mm) Tabel 2.6 Rencana Ukuran Material Urug Bagian Atas Prosentase Menurut Berat (%) Bagian Bawah 5, , , , , , , , , , *) 0 Keterangan : *) Proporsi relatif menurut berat untuk fraksi 0,063 mm terhadap fraksi 2,00 mm. 2 EC8 mengkategorikan kelas keamanan struktur terhadap gempa menjadi 4 kelas, yakni kelas I, II, III, dan IV dengan importance factors antara 0,8 1,4, Report from the 1996 NCEER and 1998 NCEER/NSF Workshops on Evaluation of Liquefaction Resistance of Soils, Journal Of Geotechnical and Geo-environmental Engineering, October 2001 II - 29

41 Gambar 2.19 Zona Kegempaan Indonesia (SNI ) Tabel 2.7 Rancangan Tinggi Revetment Arah Batas Periode Ulang (Tahun) Tinggi (m) Utara , , ,5 Barat , , ,4 Timur , , ,3 Berdasarkan kriteria desain geoteknik, maka komponen utama desain geoteknik Pulau G adalah lahan hasil reklamasi; batas reklamasi; interaksi kegiatan konstruksi dengan pipa gas PT Nusantara Regas; dan interaksi aktifitas kontruksi dengan outlet PLTU/PLTGU Muara Karang (Gambar 2.20). Desain bentuk Pulau G tertera pada Gambar 2.21, sedang desain reklamasi dan revetment Pulau G bagian Utara, Timur, Barat, dan Selatan tertera pada Gambar 2.22, 2.23, 2.24, dan II - 30

42 Batas reklamasi Pipa gas PT Nusantara Regas Lahan hasil reklamasi Intake PLTU/PLGTU Muara Karang Outlet PLTU/PLTGU Muara Karang Batas reklamasi Gambar 2.20 Komponen Geoteknik Utama Desain Pulau G II - 31 Pipa gas

43 Gambar 2.21 Rencana Lay-out Pulau G II - 32

44 Gambar 2.22 Desain Reklamasi dan Revetment Pulau G Bagian Utara II - 33

45 Gambar 2.23 Desain Reklamasi dan Revetment Pulau G Bagian Timur II - 34

46 Gambar 2.24 Desain Relamasi dan Revetment Pulau G Bagian Barat II - 35

47 Gambar 2.25 Desain Reklamasi dan Revetment Pulau G Bagian Selatan II - 36

48 Kegiatan reklamasi direncanakan dilakukan secara simultan diawali dari bagian Selatan sisi Timur Pulau G ke arah Barat dan Utara. Pada Gambar 2.26 awal konstruksi ditandai oleh lokasi S. Aktifitas reklamasi diawali oleh penggalian lapisan lunak di dasar laut hingga mencapai lapisan yang cukup keras untuk sand key. Selanjutnya dilakukan penggelaran pasir laut hingga mencapai ketebalan, yaitu 0,5 1 meter di atas dasar laut dan dilanjutkan dengan pembangunan tanggul dari pasir. Selanjutnya dilakukan penyebaran kembali dan diikuti oleh pembangunan tanggul hingga permukaan pasir mencapai mukaan air laut. Pada lahan yang telah diurug hingga mencapai platform sekitar 1,5 m dari LWS dilakukan pemasangan vertical drain untuk mempercepat pemadatan lapisan lunak di bawah areal yang direklamasi. Masing-masing kegiatan dan aktifitas akan diuraikan pada Sub-Bab S Posisi awal aktifitas reklamasi Gambar 2.26 Gambar Skematik Posisi Awal Aktifitas Reklamasi Pulau G II - 37

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA 5.1. KESIMPULAN Kawasan Strategis Pantai Utara yang merupakan Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kawasan Pantai Utara Jakarta ditetapkan sebagai kawasan strategis Provinsi DKI Jakarta. Areal sepanjang pantai sekitar 32 km tersebut merupakan pintu gerbang dari

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PT Muara Wisesa Samudra ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN AMDAL RENCANA REKLAMASI PULAU G DI KAWASAN REKLAMASI PANTURA JAKARTA Kecamatan Penjaringan Pulau G Juli 2013 PT Muara Wisesa Samudra RENCANA PENGELOLAAN

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PT Muara Wisesa Samudra ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN AMDAL RENCANA REKLAMASI PULAU G DI KAWASAN REKLAMASI PANTURA JAKARTA Kecamatan Penjaringan Pulau G Juli 2013 PT Muara Wisesa Samudra RENCANA PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR

PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR OUTLINE: 1. 2. 3. 4. Isu-isu di Kawasan Pantura Jabodetabekpunjur Kronologis Kebijakan Penataan Ruang Konsep Penataan Ruang Konsep substansi

Lebih terperinci

INTEGRASI REKOMENDASI KLHS DALAM RAPERDA RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

INTEGRASI REKOMENDASI KLHS DALAM RAPERDA RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA INTEGRASI REKOMENDASI KLHS DALAM RAPERDA RTR KAWASAN STRATEGIS 1 Integrasi Isu Strategis Lingkungan Hidup Terkait Pembentukan Pulau-pulau Hasil Kegiatan Reklamasi No. MUATAN KLHS REKOMENDASI KLHS TERHADAP

Lebih terperinci

PERSPEKTIF HUKUM. Dr. IMA MAYASARI, S.H., M.H

PERSPEKTIF HUKUM. Dr. IMA MAYASARI, S.H., M.H PERSPEKTIF HUKUM KEBIJAKAN REKLAMASI PANTAI UTARA JAKARTA DIALOG PUBLIK DENGAN TEMA KEBIJAKAN REKLAMASI, MENILIK TUJUAN, MANFAAT, DAN EFEKNYA DI KPK, SELASA, 04 OKTOBER 2016 Dr. IMA MAYASARI, S.H., M.H

Lebih terperinci

Pengembangan Pantura Jakar ta

Pengembangan Pantura Jakar ta Pengembangan Pantura Jakar ta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Pada FGD Reklamasi Wilayah Perairan sebagai Alternatif Kebutuhan Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Sinkronisasi dengan Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

BAB IV PERUMUSAN ALTERNATIF PENYEMPURNAAN KRP

BAB IV PERUMUSAN ALTERNATIF PENYEMPURNAAN KRP BAB IV PERUMUSAN ALTERNATIF PENYEMPURNAAN KRP Berdasarkan Pasal 15 PP No. 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan KLHS, perumusan alternatif penyempurnaan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program dapat

Lebih terperinci

Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Oleh: Dr,Ir. Subandono Diposaptono, MEng Direktur Perencanaan Ruang Laut Hp. 081585659073 Disampaikan Pada : FGD Reklamasi FB ITB Bandung, 28

Lebih terperinci

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional Coffee Morning Jakarta, 1 November 2011 DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dengan baik. Kegiatan ini adalah kelanjutan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.573, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Pertanahan. Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penataan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Pantai Utara Jakarta merupakan kawasan strategis bagi DKI Jakarta, baik sebagai ibukota provinsi sekaligus sebagai ibukota negara. Areal sepanjang pantai sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi 6 0 12 Lintang Selatan dan 106 0 48 Bujur Timur. Sebelah Utara Propinsi DKI Jakarta terbentang pantai dari Barat

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan mengenai pengerukan dan reklamasi sebagaimana diatur dalam Pasal 102 dan Pasal 107 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (RKL) DAN RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN (RPL) REKLAMASI PANTAI KAPUK NAGA INDAH (Pulau 2A, 2B dan 1) Di Kawasan Pantai Utara Jakarta Kelurahan Kapuk Muara dan Kamal Muara,

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan)

AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) Pengertian AMDAL Kriteria wajib AMDAL Proses AMDAL Jenis AMDAL Contoh kasus AMDAL AMDAL Lahan Basah Fungsi AMDAL Pengertiang AMDAL Adalah kajian mengenai dampak

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan REVIU LINGKUNGAN KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TELUK JAKARTA Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Laksmi Wijayanti Direktur

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN TENTANG RENCANA ZONASI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL KAWASAN PERKOTAAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR TERMASUK KEPULAUAN SERIBU

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Drainase merupakan prasarana suatu kawasan, daerah, atau kota yang berfungsi untuk mengendalikan dan mengalirkan limpasan air hujan yang berlebihan dengan aman, juga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perda No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2030 telah menetapkan Kawasan Pantura DKI sebagai Kawasan Strategis Provinsi (KSP)

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Kerja. Penyusunan AMDAL Pelabuhan Penyeberangan Desa Ketam Putih

Kerangka Acuan Kerja. Penyusunan AMDAL Pelabuhan Penyeberangan Desa Ketam Putih Kerangka Acuan Kerja Penyusunan AMDAL Pelabuhan Penyeberangan Desa Ketam Putih I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN TENTANG RENCANA ZONASI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL KAWASAN PERKOTAAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR TERMASUK KEPULAUAN SERIBU

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada, dua per tiga wilayah Indonesia adalah kawasan perairan.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

KEWENANGAN PERIZINAN REKLAMASI

KEWENANGAN PERIZINAN REKLAMASI KEWENANGAN PERIZINAN REKLAMASI http://www.beritabenoa.com I. PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara maritim mempunyai garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat, Kanada, dan Rusia dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.121, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SERBAGITA. Kawasan Perkotaan. Tata Ruang. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PELAKSANAAN KEGIATAN SUMBER DAYA AIR

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PELAKSANAAN KEGIATAN SUMBER DAYA AIR PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PELAKSANAAN KEGIATAN SUMBER DAYA AIR KEGIATAN SUMBER DAYA AIR BIDANG JARINGAN SUMBER AIR. Perbaikan dan pengamanan sungai (termasuk muaranya). Pengamanan

Lebih terperinci

izingedung.com PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

izingedung.com PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR... TAHUN TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 45 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan dataran rendah dan landai dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi

Lebih terperinci

MENATA WILAYAH PESISIR, PULAU KECIL, DAN TANAH REKLAMASI

MENATA WILAYAH PESISIR, PULAU KECIL, DAN TANAH REKLAMASI e FIAT JUSTITIA MS & PARTNERS LAW OFFICE NEWSLETTER 10 September 2016 www.msp-lawoffice.com MENATA WILAYAH PESISIR, PULAU KECIL, DAN TANAH REKLAMASI Kajian terhadap Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Lancang, panggang, tidung, budi daya P Herry: Ps. 10 ayat (6) yang memadai Tambahan untuk ruang multi use yang serumpun. Misal tangkap, budidaya, wisata bahari. Wisata bahari non membangun infrastruktur.

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

SISTEM PENATAAN RUANG KAWASAN REKLAMASI PANTAI UTARA DKI JAKARTA

SISTEM PENATAAN RUANG KAWASAN REKLAMASI PANTAI UTARA DKI JAKARTA DISKUSI FORUM GURU BESAR INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG SISTEM PENATAAN RUANG KAWASAN REKLAMASI PANTAI UTARA DKI JAKARTA RM. Petrus Natalivan Indradjati Kelompok Keahlian Perencanaan dan Perancangan Kota Sekolah

Lebih terperinci

E. RUANG LINGKUP KEGIATAN 1. Uraian Kegiatan

E. RUANG LINGKUP KEGIATAN 1. Uraian Kegiatan KERANGKA ACUAN KERJA PENYUSUNAN DOKUMEN UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP (UKL UPL) RENCANA PEMBANGUNAN PELABUHAN A. LATAR BELAKANG Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No.27 tahun 2007, tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2011 2031 I. UMUM Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK,TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK,TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR - 1 - PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK,TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 4.1. Kondisi Geografis Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ± 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6 12' Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR... TAHUN TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL)

PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL) Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 08 Tahun 2006 Tanggal : 30 Agustus 2006 PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL) A. PENJELASAN UMUM 1. Pengertian Yang dimaksud

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU I. UMUM Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

GUBERNUR PROVIN,SI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2485 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR PROVIN,SI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2485 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS " IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2485 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN IZIN PELAKSANAAN REKLAMASI PULAU K KEPADA PT PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

REKLAMASI PANTAI DI PULAU KARIMUN JAWA

REKLAMASI PANTAI DI PULAU KARIMUN JAWA LAPORAN PRAKTIKUM REKLAMASI PANTAI (LAPANG) REKLAMASI PANTAI DI PULAU KARIMUN JAWA Dilaksanakan dan disusun untuk dapat mengikuti ujian praktikum (responsi) mata kuliah Reklamasi Pantai Disusun Oleh :

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.08/MEN/2009 TENTANG WILAYAH KERJA DAN WILAYAH PENGOPERASIAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PEKALONGAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Dengan angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 2.1 Geografis dan Administratif Sebagai salah satu wilayah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Kendal memiliki karakteristik daerah yang cukup

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 1. Tata Guna Lahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Lebih terperinci

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

UKL DAN UPL TPA SAMPAH TALANGAGUNG KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG

UKL DAN UPL TPA SAMPAH TALANGAGUNG KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan pada dasarnya adalah usaha untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dengan jalan memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam yang dimiliki, namun disisi

Lebih terperinci

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3 LAMPIRAN VI : PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN TABEL-2 KLASIFIKASI ZONA DAN SUB ZONA HIRARKI I fungsi lindung adm fungsi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

TABEL 44 INDIKASI PROGRAM PENATAAN ATAU PENGEMBANGAN KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU SELATAN

TABEL 44 INDIKASI PROGRAM PENATAAN ATAU PENGEMBANGAN KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU SELATAN LAMPIRAN V : PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI TABEL 44 INDIKASI PROGRAM PENATAAN ATAU PENGEMBANGAN KECAMATAN

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2012 TENTANG REKLAMASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2012 TENTANG REKLAMASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2012 TENTANG REKLAMASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 70-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 127, 2001 Perhubungan.Pelabuhan.Otonomi Daerah.Pemerintah Daerah.Tarif Pelayanan. (Penjelasan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci