BAB IV PERUMUSAN ALTERNATIF PENYEMPURNAAN KRP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PERUMUSAN ALTERNATIF PENYEMPURNAAN KRP"

Transkripsi

1 BAB IV PERUMUSAN ALTERNATIF PENYEMPURNAAN KRP Berdasarkan Pasal 15 PP No. 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan KLHS, perumusan alternatif penyempurnaan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program dapat berupa : Perubahan tujuan atau target; Perubahan strategi pencapaian target; Perubahan atau penyesuaian ukuran, skala, dan lokasi yang lebih memenuhi pertimbangan Pembangunan Berkelanjutan; Perubahan atau penyesuaian proses, metode, dan adaptasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih memenuhi pertimbangan Pembangunan Berkelanjutan; Penundaan, perbaikan urutan, atau perubahan prioritas pelaksanaan; Pemberian arahan atau rambu-rambu untuk mempertahankan atau meningkatkan fungsi ekosistem; dan/atau Pemberian arahan atau rambu-rambu mitigasi dampak dan risiko Lingkungan Hidup. Dalam kaitannya dengan rancangan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta terdapat beberapa pengaturan dan fakta terkait yang bersifat tetap oleh karena telah ditetapkan oleh peraturan-perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan sosial dan ekonomi yang lebih luas, serta keterkaitan secara keruangan untuk mewujudkan tatanan ruang yang lebih efektif, seperti : 1. Adanya Pelabuhan Tanjung Priok yang dalam skala Nasional ditetapkan sebagai Pelabuhan Laut Primer dengan skala pelayanan internasional. Pelabuhan Tanjung Priok saat ini juga sedang melakukan pengembangan kapasitas dan kinerja operasional kegiatan pelabuhan Tanjung Priok memerlukan prasyarat perairan laut yang dapat dilalui kapal besar dua arah secara bebas. Maka, hal tersebut perlu dimitigasi melalui pengembangan pulau reklamasi yang mempertimbangkan kebutuhan ruang dan alur pelayaran kapal di Pelabuhan Tanjung Priok serta prasyarat kedalaman alur pelayaran yang harus dijaga; 2. Adanya jaringan kabel telekomunikasi dan pipa gas dan BBM bawah laut yang berfungsi penting untuk keperluan pembangkitan listrik dan telekomunikasi Nasional dan internasional. Jaringan kabel telekomunikasi dan pipa gas dan BBM memerlukan prasyarat perairan dengan kondisi dan jarak tertentu sebagai faktor keamanan instalasi dan keperluan pemeliharaan. Jaringan kabel telekomunikasi dan pipa gas dan BBM bawah laut yang ada dan yang akan dikembangkan perlu disinkronkan dalam perencanaan tata ruang. 3. Adanya pembangkit listrik Muara Karang dan Tanjung Priok yang direncanakan dikembangkan dalam membutuhkan persyaratan kondisi perairan tertentu baik untuk pendinginan maupun pengamanan instalasi. Saat ini sedang dilakukan simulasi yang dikoordinasikan oleh Kementerian bidang Kemaritiman terkait layout, Bab 4-1

2 bentuk pulau, dan jarak Pulau G dengan PLTGU Muara Karang. Oleh sebab itu, dalam pembangunan pulau reklamasi agar memperhatikan rekomendasi dari hasil simulasi tersebut. 4. Adanya rencana NCICD (PTPIN) tahap A yang telah mulai dilaksanakan. Kegiatan pembangunan tanggul tepi pantai dilaksanakan dalam rangka mengantisipasi banjir rob. Pembangunan tanggul NCICD ini akan mengubah garis pantai. Hal ini akan membawa konsekuensi pada batas diperbolehkannya dilakukan reklamasi sesuai dengan peraturan yang ada. Oleh sebab itu, mitigasi atas kondisi ini perlu dipertimbangkan dalam peninjauan kembali dan revisi Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur. Prasyarat kondisi lingkungan bagi terselenggara dan berfungsinya kinerja operasional instalasi dan prasarana vital di kawasan Pantura Jakarta perlu menjadi pertimbangan dalam perencanaan dan perancangan bentuk, ukuran dan letak pulau-pulau hasil reklamasi. Hal ini juga diamanatkan dalam Pasal 103 huruf h Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW DKI Jakarta 2030, dimana skenario bentuk, ukuran dan letak pulau-pulau ini belum mempertimbangkan adanya rencana pembangunan tanggul B dan C dalam NCICD, maupun skenario M dan O konsep NCICD baru yang saat ini sedang dalam tahap pembahasan di tingkat Pemerintah Pusat. Pertimbangan ini belum dapat dilakukan dalam kajian ini mengingat rencana pembangunan tersebut masih dalam proses penyempurnaan rencana. Sebaliknya, ketetapan bentuk, ukuran dan letak pulau-pulau reklamasi ini diharapakan dapat menjadi pertimbangan dalam perumusan perbaikan rencana NCICD. Pada skala perencanaan tingkat provinsi, dalam Pasal 102 ayat (1) Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 disebutkan bahwa penyelenggaraan reklamasi Pantura Jakarta diarahkan bagi terwujudnya lahan hasil reklamasi siap bangun dan pemanfaatannya sesuai dengan tata ruang yang terpadu dengan penataan kembali kawasan daratan Pantura Jakarta. Syarat keterpaduan tersebut membawa konsekuensi bahwa rencana reklamasi pulau dan rencana penataan kembali kawasan daratan merupakan satu kesatuan perencanaan. Sementara dalam Pasal 112 disebutkan bahwa penataan kembali daratan Pantura Jakarta mencakup kegiatan : 1. Relokasi kawasan industri dan pergudangan ke wilayah sekitar DKI Jakarta melalui koordinasi dengan pemerintahan sekitar; 2. Revitalisasi lingkungan dan bangunan bersejarah; 3. Perbaikan lingkungan, pemeliharaan kawasan permukiman dan kampung nelayan; 4. Peremajaan kota untuk meningkatkan kualitas lingkungan; 5. peningkatan sistem pengendalian banjir dan pemeliharaan sungai untuk mengantisipasi banjir akibat rob dan meluapnya air sungai; 6. Perbaikan manajemen lalu lintas dan penambahan jaringan jalan; 7. Relokasi perumahan dari bantaran sungai dan lokasi fasilitas umum melalui penyediaan rumah susun; 8. Pelestarian hutan bakau dan hutan lindung; 9. Perluasan dan peningkatan fungsi pelabuhan; dan 10. Pengembangan pantai untuk kepentingan umum. Bab 4-2

3 Berdasarkan hasil kajian pengaruh rancangan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta terhadap isu lingkungan pembangunan berkelanjutan terdapat dua materi muatan pokok yaitu berkaitan dengan rencana : A. Pembentukan pulau-pulau hasil kegiatan reklamasi. B. Pembangunan area baru berupa kawasan perkotaan untuk kegiatan lingkungan, sosial dan ekonomi. Selanjutnya, masing masing muatan rancangan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta tersebut akan dijabarkan berdasarkan fakta yang ada, hasil analisis pengaruh, serta alternatif penyempurnaannya. Sebagai mana tertuang dalam PP No. 46 Tahuh 2016, alternatif penyempurnaan dapat berupa : a. perubahan tujuan atau target; b. perubahan strategi pencapaian target; c. perubahan atau penyesuaian ukuran, skala, dan lokasi yang lebih memenuhi pertimbangan pembangunan berkelanjutan; d. perubahan atau penyesuaian proses, metode, dan adaptasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih memenuhi pertimbangan pembangunan berkelanjutan; e. penundaan, perbaikan urutan, atau perubahan prioritas pelaksanaan; f. pemberian arahan atau rambu-rambu untuk mempertahankan atau meningkatkan fungsi ekosistem; dan/atau g. pemberian arahan atau rambu-rambu mitigasi dampak dan risiko lingkungan hidup ALTERNATIF PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA : MUATAN BERKAITAN DENGAN PEMBENTUKAN PULAU-PULAU HASIL KEGIATAN REKLAMASI Muatan berkaitan dengan pembentukan pulau-pulau hasil kegiatan reklamasi sebagaimana termuat dalam Materi Teknis dan rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta perlu disempurnakan antara lain : A. Berkaitan dengan Ketetapan Delineasi Kawasan Pantai Utara Jakarta Secara umum kegiatan reklamasi membentuk pulau-pulau baru telah sejalan dengan kebijakan tata ruang pada hirarki yang lebih tinggi, yakni Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabek dan Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW DKI Jakarta Pembangunan reklamasi di Kawasan Pantura Jakarta telah berlangsung sesuai dengan perijinan yang diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berdasarkan peraturan yang berlaku. Pembatalan dan penghentian terhadap pelaksanaan kegiatan reklamasi bukan alternatif yang dapat dipilih, oleh karena pada saat ini telah terjadi perubahan lansekap perairan laut yang seharusnya berlangsung secara terencana dan bersifat legal. Pembatalan atau penghentian reklamasi Kawasan Pantura Jakarta berpotensi menimbulkan ongkos yang sangat besar dan dapat menimbulkan permasalahan lingkungan yang lebih kompleks. Bab 4-3

4 Kebijakan pengembangan wilayah daratan DKI Jakarta dengan membentuk pulau-pulau baru dilatar belakangi oleh adanya permasalahan lingkungan pesisir dan keterbatasan lahan bagi pengembangan kegiatan ekonomi. Permasalahan keterbatasan lahan dan tingginya intensitas pembangunan menimbulkan berbagai masalah lingkungan yang perlu diperhatikan agar daya dukung dan daya tampung lingkungan tidak terlampaui. Secara lebih spesifik kawasan pesisir DKI jakarta lebih rentan dan memiliki daya dukung lebih terbatas. Oleh sebab itu, dalam RTRW DKI Jakarta 2030 kebijakan pembangunan pulau hasil reklamasi dilakukan secara terpadu dengan penataan wilayah pesisir daratan dan dimaksudkan untuk mengembangkan kawasan baru skala provinsi yang memiliki nilai strategis ditinjau dari kepentingan sosial, ekonomi dan lingkungan. Berdasarkan hal-hal tersebut, alternatif penyempurnaan terhadap muatan rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta berkaitan dengan ketetapan delineasi Kawasan Strategis Pantura Jakarta adalah dengan mengasumsikan bahwa reklamasi pulau-pulau tetap akan dilaksanakan. Permasalahan utama adalah : 1. Terdapat ketidak sinkronan batas kawasan perencanaan, yang dijabarkan dalam rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta sebagai berikut: - Bab 1 Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat (9) mengenai definisi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang menjadi lingkup rancangan Perda. - Pasal 3 mengenai letak Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang dijabarkan pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) - Lampiran Gambar 1 Peta Rencana Bentuk Pulau Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Fakta atau rona awal yang menjadi rujukan penyempurnaan yaitu : a) Peta Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dalam RTRW DKI Jakarta 2030 berbeda Materi Teknis dan rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta. Perbedaan delineasi kawasan mencakup : (i) Dalam Dokumen Perda RTRW DKI Jakarta 2030 : Kawasan Strategis Pantura Jakarta meliputi sebagian wilayah pesisir daratan hingga indikasi pulau reklamasi. Pulau A dan Pulau B dalam lingkup pulau reklamasi tidak termasuk dalam lingkup RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta. (ii) Dalam Dokumen Materi Teknis dan rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta, Kawasan Strategis Pantura Jakarta termasuk dalam lingkup administrasi wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara, namun 5 (lima) Kecamatan di pesisir DKI Jakarta tidak termasuk dalam kawasan perencanaan. Sesuai Pasal 3 ayat (2) dinyatakan : Wilayah perencanaan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta berada di perairan laut Teluk Jakarta dengan batas wilayah sebagai berikut : Bab 4-4

5 1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta; 2. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kosambi Kabupaten Tangerang; 3. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi; dan 4. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Penjaringan, Kecamatan Pademangan, Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Koja dan Kecamatan Cilincing Kota Administrasi Jakarta Utara. (iii) Berdasarkan Pasal 1 ayat (9) rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta dinyatakan bahwa Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta adalah kawasan pengembangan lahan baru melalui pembentukan pulau-pulau hasil kegiatan reklamasi pada perairan laut Teluk Jakarta dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi. Sehingga diartikan bahwa batas wilayah perencanaan Kawasan Strategis Pantura Jakarta hanya pulau-pulau yang akan direklamasi. 2. Dalam muatan rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta perlu dicermati lebih lanjut mengenai kedetailan pengaturan peruntukan zona dan peraturan zonasi masing-masing pulau sesuai pedoman penyusunan RDTR daan Peraturan Zonasi. Fakta atau rona awal yang menjadi rujukan penyempurnaan adalah : Penjabaran peruntukan zona dan peraturan zonasi dalam pulau-pulau reklamasi dijabarkan berikut : (i) Pasal 15 ayat (1) menjelaskan arahan pengembangan 17 (tujuh belas) pulau dengan pembagian 3 (tiga) Sub-Kawasan, yaitu Sub-Kawasan Barat, Sub-Kawasan Tengah, dan Sub-Kawasan Timur. (ii) Lampiran III Gambar 4 Peta Rencana Pola Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. (iii) Lampiran IV Gambar Pola Pemanfaatan Ruang, Intensitas Pemanfaatan Ruang, dan Proporsi Sub-Zona hanya mengatur 13 (tiga belas) pulau, yaitu Pulau A Pulau M. (iv) Muatan rancangan Perda Bab V Arahan Pengembangan hanya mengatur 13 (tiga belas) pulau reklamasi, yaitu Pulau A Pulau M. Dokumen Materi Teknis dan rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta perlu memuat secara lengkap komponen struktur ruang, pola ruang, serta zonasi untuk 17 (tujuh belas) pulau sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota. Pengaturan pola ruang Pulau N Pulau Q masih bersifat indikatif dan perlu dilengkapi dengan Peraturan Zonasinya. Bab 4-5

6 B. Perubahan Bentuk Lansekap secara massif Kegiatan reklamasi membentuk pulau-pulau baru akan menimbulkan pengaruh baik pada lingkungan tempat pengurugan maupun lingkungan pada lokasi pengambilan bahan urug. Berkaitan adanya perubahan bentuk lansekap yang sifatnya masif ini perlu dijamin dampak yang ditimbulkan dapat diminimalisasikan. UU No. 32 Tahun 2009 mengatur bahwa kegiatan yang berdampak penting memerlukan adanya dokumen lingkungan, diantaranya AMDAL. Demikian pula dengan kegiatan reklamasi ini. Beberapa fakta yang menjadi rujukan dan pertimbangan dalam penyusunan AMDAL adalah : (i) Kegiatan pengembangan reklamasi adalah kegiatan pembentukan daratan baru dengan cara penggurugan/pengeringan wilayah perairan seluas ± Ha (Pulau A Pulau M) atau ± Ha (Pulau A Pulau Q). Kedalaman laut berkisar antara 0 (-8) meter. Hal ini berarti volume material pasir laut yang akan ditimbun di perairan berjumlah sangat besar. Demikian pula teknologi reklamasi melalui pengerukan material lunak yang ada di dasar laut akan menimbulkan sedimentasi atau pendangkalan laut pada lokasi tempat pembuangannya (dumping site). (ii) Dalam melakukan pengurugan atau pembentukan pulau-pulau hasil reklamasi membutuhkan material pasir yang sumbernya dari penambangan bahan galian C di wilayah lainnya di luar kawasan perairan Teluk Jakarta. Bab 4-6

7 Tabel 4.1. Alternatif Penyempurnaan KRP terkait Isu Strategis Pembentukan Pulau Pulau Hasil Kegiatan Reklamasi 1. Delineasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. (i) Terdapat ketidak-sinkronan batas kawasan perencaanaan : - Bab 1 Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat (9) mengenai definisi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang menjadi lingkup perencanaan. - Pasal 3 mengenai letak Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang dijabarkan pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) - Lampiran Gambar 1 Peta Rencana Bentuk Pulau Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Peta Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dalam RTRW DKI Jakarta 2030 berbeda dengan Materi Teknis dan Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Perbedaan delineasi kawasan : (i) Dalam lingkup RTRW DKI Jakarta 2030: Kawasan Strategis Pantura Jakarta meliputi sebagian wilayah pesisir daratan hingga inidikasi pulau reklamasi. Namun selain Pulau A dan Pulau B dalam lingkup pulau reklamasi tidak masuk dalam lingkup RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta. (ii) Dalam dokumen Materi Teknis dan Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta, Kawasan Strategis Pantura Jakarta masuk dalam lingkup wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara namun untuk 5 Kecamatan pesisir DKI Jakarta tidak termasuk dalam kawasan perencanaan. Hal ini didasarkan pada Pasal 3 ayat (2) yang menjelaskan: Wilayah perencanaan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta berada di perairan laut Teluk Jakarta dengan batas wilayah sebagai berikut : Perbedaan definisi dan lingkup kawasan perencanaan antara Dokumen Perda No.1 Tahun 2012 tentang RTRW DKI Jakarta 2030 dengan peraturan terkait Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta menimbulkan ketidak-sinkronan peraturan yang mengakibatkan ketidakpastian hukum bagi pengembangan kawasan. 1) Penyepakatan batas wilayah perencanan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta berdasarkan ketentuan peraturan hukum. Hal-hal yang perlu disepakati adalah : (i) Batasan wilayah perencanaan Kawasan Strategis Provinsi bersifat fungsional, sehingga proses perencanaan kawasan strategis diawali dengan penentuan delineasi ruang yang direncanakan. Oleh karena ketetapan tentang delineasi Kawasan Pantura Jakarta sebagai kawasan strategis provinsi (KSP) digambarkan dalam Lampiran Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012, maka makna yang bersifat fungsional perlu disempurnakan dalam peninjauan kembali RTRW DKI Jakarta Sebagai ruang yang bersifat fungsional, perencanaan tata ruang bagi 5 (lima) Kecamatan berbatasan di bagian Selatan diakomodasikan dalam Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2014 tentang RDTR dan PZ yang telah mengacu pada kebijakan, strategi, dan arahan RTRW DKI Jakarta (ii) Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta akan mengatur tatanan ruang yang belum diatur oleh Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun Bab 4-7

8 b. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta; c. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kosambi Kabupaten Tangerang; d. Yang setara dengan Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi; dan e. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Penjaringan, Kecamatan Pademangan, Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Koja dan Kecamatan Cilincing Kota Administrasi Jakarta Utara. (iii) Berdasarkan Pasal 1 ayat (9) berbunyi bahwa Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta adalah kawasan pengembangan lahan baru melalui pembentukan pulau-pulau hasil kegiatan reklamasi pada perairan laut Teluk Jakarta dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi. Jadi wilayah perencanaan Kawasan Strategis Pantura Jakarta hanya pulau-pulau yang akan direklamasi. (iii) Sebagai pranata pengaturan tata ruang, maka Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta tidak mengatur mengenai perubahan administratif kewilayahan, seperti luasan Kota Jakarta Utara dan implikasi adminsitratif lainnya. Oleh karenanya, diperlukan landasan hukum yang sesuai untuk mengatur hal-hal administratif, yaitu melalui Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan UU No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. (iv) Alternatif yang diusulkan terkait lingkup kawasan perencanaan berdasarkan dokumen Materi Teknis dan Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta serta RTRW DKI Jakarta 2030, yakni : - Pulau A M : 13 pulau yang semula dikaji dalam Materi Teknis dan Ranperda - Pulau C M : 11 Pulau berdasarkan hasil irisan deliniasi pulau reklamasi dalam dokumen RTRW 2030 dengan pulau yang dikasi dalam Raperda - Pulau A Q : 17 pulau reklamasi dalam lingkup wilayah Provinsi DKI Jakarta - Pulau C Q : 15 pulau reklamasi berdasarkan peta pulau reklamasi dalam dokumen RTRW 2030 dipilih lingkup 17 (tujuh belas) pulau Bab 4-8

9 reklamasi mulai Pulau A hingga Pulau Q sebagaimana termuat dalam rancangan Perda. Pertimbangan untuk memilih alternatif tersebut adalah rancangan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta merupakan upaya untuk mewujudkan kebijakan tatanan ruang dalam RTRW DKI Jakarta 2030 yang bersifat makro. Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta tidak bertentangan dengan policy plan yang diatur dalam RTRW DKI Jakarta (v) Lingkup kawasan perencanaan adalah termasuk kawasan pesisir Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta, yang terdiri dari 5 Kecamatan di Kota Administrasi Jakarta Utara antara lain: - Kecamatan Penjaringan - Kecamatan Pademangan - Kecamatan Koja - Kecamatan Tanjung Priok - Kecamatan Cilincing dengan batas jalan Tol Prof Sedyatmo sesuai dengan RTRW DKI Jakarta. Perencanaan tata ruang bagi 5 (lima) Kecamatan berbatasan di bagian Selatan telah diakomodasikan dalam Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2014 tentang RDTR dan PZ yang telah mengacu pada kebijakan, strategi, dan arahan RTRW DKI Jakarta 2030, sehingga usulan alternatif di atas telah memperoleh Bab 4-9

10 (ii) Dalam materi Arahan Penataan Zonasi Pulau- Pulau Reklamasi terdapat ketidak-sinkronan penataan zonasi pulau reklamasi dengan peraturan tentang pedoman penyusunan dan muatan RDTR. Penjabaran kegiatan zonasi dalam pulau-pulau reklamasi adalah sebagai berikut : (i) Pasal 15 ayat (1) menjelaskan arahan pengembangan 17 pulau dengan pembagian Sub-Kawasan, yaitu Sub Kawasan Barat, Sub Kawasan Tengah dan Sub Kawasan Timur. - Penjabaran muatan kegiatan penataan ruang di pulau reklamasi masih berdiri sendiri tanpa melihat keterpaduan dengan kawasan pesisir daratan Pantai Utara Jakarta. - Sebaliknya dalam RTRW dlandasan pengaturan yang jelas. 2) Penyepakatan mengenai status administrasi dari pulau-pulau reklamasi dengan membentuk wilayah administrasi baru di tingkat kecamatan dan kelurahan sehingga perlu pengaturan mengenai status wilayah administrasi pulau-pulau yang ditetapkan dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta. Alternatif yang ada antara lain: (i) Pembentukan kecamatan baru (ii) Penyatuan bagian-bagian pulau dengan 5 kecamatan-kecamatan pesisir yang ada sesuai dengan ketentuan perundangan. Dalam hal ini perlu adanya sinkronisasi dengan Alternatif terkait perubahan batas administrasi dan hal-hal administratif lainnya sebagai implikasi Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta diatur melalui Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan UU No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Alternatif : 1) Jika KSP mencakup Pulau A Pulau Q, maka perlu penjabaran muatan substansi zonasi yang setara antara pulau-pulau reklamasi, tidak terbatas pada Pulau A hingga Pulau M yang berjumlah 13 pulau. Sehingga perlu melingkupi substansi penataan ruang untuk Sub Kawasan Timur yang meliputi Pulau N - Pulau Q. Bab 4-10

11 (ii) Lampiran III Gambar 4 Peta Rencana Pola Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (iii) Lampiran IV Gambar Pola Pemanfaatan Ruang, Intensitas Pemanfaatan Ruang, dan Proporsi Sub Zona hanya mengatur 13 Pulau (Pulau A Pulau M) (iv) Muatan rancangan batang tubuh Perda dalam Bab V Arahan Pengembangan hanya mencakup 13 pulau reklamasi. Dalam Dokumen Materi Teknis dan Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta belum memuat secara lengkap komponen arahan struktur, pola ruang serta zonasi sebagaimana diatur oleh Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota. DKI Jakarta 2030 telah ditetapkan lokasi Kawasan Strategis Pantai Utara meliputi Kawasan Pulau Reklamasi dan Kawasan Pesisir, yaitu 5 Kecamatan di Jakarta Utara. Ketidak sinkronan ini perlu diperbaiki agar tidak menimbulkan cacat hukum ataupun konflik kepentingan. 2) Jika Kawasan Strategis Pantura Jakarta mencakup Pulau A Pulau M, perlu dipertimbangkan dalam konteks nasional mengingat banyak fasilitas strategis tingkat Nasional dan Internasional berlokasi di Sub-Kawasan Timur. Perlu dikaji kelayakan Pulau N Pulau Q menjadi Pusat atau sub-pusat Kawasan Strategis Nasional Jabodetabek dan bukan merupakan bagian dari Kawasan Strategis Provinsi. Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang belum memuat pengaturan zonasi dan peraturan zonasi Pulau N Pulau Q secara rinci didasarkan pada kebijakan yang lebih luas untuk mengembangkan Sub-Kawasan Timur sebagai kawasan pelabuhan, industri dan pergudangan untuk mendukung fungsi pelabuhan yang ada. Oleh karena pengaturan zonasi dan intensitasnya masih bersifat indikatif sesuai peluang pengembangan fungsi Sub-Kawasan Timur, maka dalam rancangan Perda diatur melalui Teknik Pengaturan Zonasi (TPZ) sebagaiman diatur oleh PerMen PU No. 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota menyangkut ketentuan khusus sebagai varian dari zonasi konvensional. Berdasakan pertimbangan tersebut, maka pengaturan Pulau N Pulau Q telah sesuai dengan peraturan, sehingga tidak diperlukan alternatif untuk perubahannya. Sebagai penjelasan bahwa usulan tentang Bab 4-11

12 2. Perubahan bentuk lansekap secara massif (i) Kegiatan pengembangan reklamasi adalah kegiatan pembentukan daratan baru dengan cara pengurugan/pengeringan wilayah perairan seluas ± Ha (Pulau A Pulau M) atau ± Ha (Pulau A Pulau Q); (ii) Kegiatan reklamasi perlu diawali dengan pengerukan tanah lunak pada dasar laut sebagai keamanan fondasi pulau. (iii) Adanya instalasi vital di kawsan Pantura Jakarta yang harus terjamin fungsi, kinerja dan keamanannya. (iv) Permasalahan terlampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan di wilayah pesisir. Isu lingkungan yang dipengaruhi pengembangan pulau reklamasi adalah : - Terganggunya akses keluar masuk kapal dan keberadaan instalasi penting di pesisir - Potensi terjadinya backwater di muara sungai yang berdampak pada banjir rob. - Ketimpangan kawasan yang berdampak munculnya konflik sosial - Pencemaran perairan laut baik saat konstruksi maupun setelah kegiatan reklamasi. - Terganggunya kinerja instalasi penting pusat atau sub-pusat Kawasan Strategis Nasional tidak meniadakan pengaturannya dalam Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta, sehingga penetapan tersebut sebagai bagian dari Kawasan Strategis Provinsi telah sesuai dengan praktek perencanaan tata ruang. Sebagai alternatif penyempurnaan Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta adalah : 1. Bentuk, ukuran, dan layout pulau harus mempertimbangkan: Alur keluar masuk kapal dari/ke pelabuhan dan pusat kegiatan perikanan, serta batasan kedalaman. Adanya kanal pemisah yang berpedoman pada peraturan perundangan. Jarak minimal pulau dengan keberadaan instalasi pipa gas dan BBM dan kabel telekomunikasi yang disyaratkan pada peraturan. Memperhatikan aliran 13 sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta serta laju sedimentasi berdasarkan pemodelan. Memperhatikan infrastruktur penting di kawasan pesisir daratan. Dalam penyusunan PerGub Provinsi DKI Jakarta No. 121 Tahun 2012 yang mengatur tentang bentuk dan ukuran pulau reklamasi telah mempertimbangkan keberadaan pelabuhan, alur pelayaran, keberadaan instalasi pembangkitan listrik, pipa dan kabel bawah laut, aliran permukaan dari daratan, land subsidence, Bab 4-12

13 dan unsur-unsur hidroosenaografi yang dikaji dalam materi teknis maupun studi tematik lainnya, sehingga dapat direncanakan bentuk pulau, kanal lateral, kanal vertikal, kriteria tanggul, dan lainnya. Dalam pengendaliannya dilakukan kajian rinci dan teknis yang dipedomani oleh PerGub Provinsi DKI Jakarta No. 146 Tahun Kegiatan perbaikan kondisi wilayah daratan yang perlu dilakukan terlebih dahulu antara lain adalah : Penataan kawasan pesisir secara bertahap. Pembuatan tanggul NCICD tahap A yang dilengkapi sistem pemompaan untuk mengatasi rob dan kemungkinan kerawanan genangan menjadi kegiatan prioritas untuk dilaksanakan di awal sebelum pelaksanaan reklamasi. Pelaksanaan program pengendalian banjir secara terpadu. Pengendalian pembangunan pada daerah hulu dari DAS yang menjadi muara sungai ke Teluk Jakarta. Oleh karena tanggul NCICD tahap A juga mencakup kewenangan Pemerintah Pusat, maka sebagai pelengkap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun tanggul penahan rob pada beberapa lokasi rawan genangan. Di samping itu juga dilaksanakan penataan kawasan pesisir DKI Jakarta secara bertahap sebagai bagian dari revitalisasi daratan pantai lama. Bab 4-13

14 (v) Dalam melakukan pengurugan atau pembentukan pulau-pulau hasil reklamasi membutuhkan material pasir urug yang sumbernya dari penambangan bahan galian C di luar kawasan perairan Teluk Jakarta. Kerusakan lingkungan di lokasi penambangan. 3. Persyaratan perizinan dalam Pasal 101 dilengkapi dengan kewajiban melaksanakan kajian Amdal dengan mempertimbangkan dampak dan pengaruh rencana kegiatan yang ada, sedang, dan akan berlangsung di pulau lain dan daratan serta perairan laut termasuk dumping site dan lokasi penambangan material urugan, rencana NCICD, rencana revitalisasi, rencana reklamasi pulau di sekitarnya, rencana pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok, dan lainnya. Kajian Amdal untuk melakukan kegiatan reklamasi pulau harus mensyaratkan adanya kajian termasuk perijinan dari lokasi sumber material atau lokasi penambangan galian C. Selaras dengan alterntif yang diusulkan, dalam penyelenggaraan AMDAL rencana reklamasi dipersyaratkan penggunaan material urug dari perusahaan yang memiliki izin penambangan dan izin lingkungan. Di samping itu dilakukan pengawasan oleh Dinas Perindustrian dan Energi Provinsi DKI Jakarta yang membidangi urusan pertambangan. Bab 4-14

15 4.2. ALTERNATIF PENYEMPURNAAN RANCANGAN PERDA RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA : ISU PEMBANGUNAN KAWASAN PERKOTAAN BARU Berdasarkan isu strategis ini maka yang menjadi konsentrasi untuk disempurnakan dokumen Rancangan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta dan Materi Teknis antara lain : 1. Subtansi Rencana Pola Ruang dan Peraturan Zonasi dalam Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta : a. Bab VII Rencana Pola Ruang yang terdiri atas Pasal 58 hingga Pasal 77 dengan dukungan Lampiran IV-1 yang berisikan informasi Gambar-1A sampai dengan Gambar-13A. b. Bab IX Peraturan Zonasi yang terdiri atas Pasal 83 hingga Pasal 101 dengan dukungan Lampiran IV-2 yang berisikan informasi Intensitas Pemanfaatan Ruang Pulau pada Tabel 1-B hingga Tabel 13-B. Fakta atau rona awal yang menjadi rujukan penyempurnaan adalah rencana pengembangan di atas pulau reklamasi dengan intensitas tinggi, sehingga memberikan pengaruh terhadap peningkatan beban bangunan yang sifatnya massif di bagi kawasan pesisir dan reklamasi DKI Jakarta. 2. Rencana Penyediaan Sarana dan Prasarana Dalam Pasal 41 Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta mengatur muatan : Teknologi ramah lingkungan. Pengelolaan utilitas secara terpadu. Ducting system. Penerapan sistem dan jaringan secara mandiri. Memenuhi ketentuan SPM terkait kawasan budidaya perkotaan. Tanggung jawab pemegang izin reklamasi. Pasal 43 Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta memuat informasi bahwa sumber air baku bersumber dari hasil pengolahan air laut, pengolahan air permukaan dari kolam, dan pengolahan air limbah (grey water). Pasal 47 Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta berisi arahan berupa : Pengelolaan sampah meliputi pengangkutan dan pengolahan sampah diselenggarakan secara mandiri di setiap pulau reklamasi atau terpadu dengan pulau-pulau lain yang dialokasikan di Sub kawasan Timur. Pengelolaan sampah merupakan kewajiban pemegang ijin reklamasi yang dilakukan baik secara mandiri ataupun kerjasama. Pasal Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta memuat arahan berupa: Bab 4-15

16 Arahan pemisahan saluran drainase dan sistem pengolahan limbah secara bertahap. Penyediaan alternatif energi dan sumber air bersih. Jaringan yang bersifat perpipaan dan terpusat. Dilakukan secara mandiri setiap pulau atau terpadu dengan pulau yang berdekatan. Kewajiban pemegang izin reklamasi secara mandiri atau bekerjasama dengan pihak lain. Fakta atau rona awal yang menjadi rujukan alternatif penyempurnaan adalah isu sebagai berikut: i. Adanya peningkatan kebutuhan pelayanan penyediaan air bersih dan masih adanya kawasan yang belum terlayani jaringan air bersih di kawasan pesisir DKI Jakarta. ii. Kualitas air perairan laut pada Teluk Jakarta yang tercemar akibat kegiatan dari wilayah daratan. iii. Sumber air permukaan bergantung pada kuantitas curah hujan dan penerapan teknologi sistem pengolahan limbah. iv. Peningkatan kebutuhan akan pengelolaan sampah yang jelas mempengaruhi kondisi daya dukung lingkungan buatan dan daya tampung wilayah perairan. v. Letak dan bentuk pulau pada lokasi Sub-Kawasan Timur yang belum pasti. vi. Peningkatan kebutuhan akan sistem pengolahan air limbah. 3. Rencana Jaringan Jalan dan Rencana Sistem Jaringan Transportasi Pasal 28 hingga Pasal 35 Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang memuat informasi mengenai Sistem dan Jaringan Transportasi di Dalam Kawasan Reklamasi yang antara lain menjabarkan arahan berikut : Sistem dan jaringan transportasi di dalam Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta Sistem dan jaringan transportasi antar pulau reklamasi Sistem dan jaringan transportasi di dalam pulau reklamasi Pasal 36 Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang memuat arahan Sistem dan Jaringan Transportasi Laut dan Angkutan Penyeberangan terkait lokasi pelabuhan dan alur pelayaran. Fakta atau rona awal yang menjadi rujukan alternatif penyempurnaan adalah adanya isu sebagai berikut : i. Pengembangan kawasan reklamasi menyebabkan peningkatan bangkitan lalu lintas pada kawasan pesisir Provinsi DKI Jakarta. ii. Telah teridentifikasi titik-titik kemacetan di kawasan pesisir Jakarta Utara pada hari kerja dan terjadi peningkatan dampak selanjutnya, terutama pada titik pertemuan dengan jalan akses dari/ke pulau-pulau reklamasi. iii. Pelayanan angkutan umum massal berbasis jalan dan rel saat ini belum mampu untuk memenuhi kebutuhan pelayanan pergerakan. Bab 4-16

17 4. Pembangunan kawasan yang bersifat eksklusif. Fakta atau rona awal yang menjadi rujukan alternatif penyempurnaan adalah adanya isu sebagai berikut: i. Investasi yang diperlukan memerlukan biaya yang sangat besar. ii. Perkiraan harga lahan dan bangunan hanya mampu terjangkau oleh segmen masyarakat tertentu. iii. Adanya gap atau kesenjangan kawasan yang terjadi antara kawasan reklamasi dengan kondisi wilayah pesisir Provinsi DKI Jakarta. Bab 4-17

18 Tabel 4.2. Alternatif Penyempurnaan KRP terkait Isu Pembangunan Kawasan Baru Perkotaan 1. Substansi Rencana Pola Ruang dan Peraturan Zonasi dalam Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta : a) Bab VII Rencana Pola Ruang yang terdiri atas Pasal 58 hingga Pasal 77 dengan dukungan Lampiran IV-1 yang berisi informasi Gambar-1A sampai dengan Gambar-13A. b) Bab IX Peraturan Zonasi yang terdiri atas Pasal 83 hingga Pasal 101 dengan dukungan Lampiran IV-2 yang berisi informasi Intensitas Pemanfaatan Ruang Pulau dari Tabel 1-B hingga Tabel 13-B. 2. Rencana Penyediaan Sarana dan Prasarana Pasal 41 - Teknologi ramah lingkungan Berdasarkan Rencana Pola Ruang dan Peraturan Zonasi diketahui bahwa di kawasan pulau reklamasi akan dikembangkan kegiatan dengan intensitas tinggi. Hal ini menimbulkan peningkatan beban bangunan yang sifatnya massif di wilayah kawasan pesisir dan reklamasi. - Adanya peningkatan kebutuhan pasokan air bersih. - Kualitas air perairan laut tercemar karena kegiatan dari wilayah - Penurunan muka tanah di lokasi pulau dan sekitarnya. - Peningkatan kerawanan banjir di wilayah pesisir. - Adanya potensi daya dukung lahan terlampaui. - Potensi kendala memperoleh sumber air bersih yang terjamin kontinuitasdan kualitasnya. - Pengaturan pola ruang dan intensitas bangunan dengan mempertimbangkan potensi amblesan pada blank zone. - Penjaminan terhadap keamanan bangunan dan infrastruktur dari bencana alam yang disyaratkan dalam izin mendirikan prasarana. Potensi amblesan (land subsidence) telah dipertimbangan sebagai dasar desain enjiniring dan kerekayasaan reklamasi. Dalam implementasinya, kegiatan reklamasi wajib diawali oleh kajian geoteknik dan hidrodinamika sebagaimana diatur oleh PerGub Provinsi DKI Jakarta No. 146 Tahun 2014 yang dievaluasi oleh ahli independen dan menjadi prasyarat perijinan membangun prasarana dan reklamasi. Usulan alternatif telah selaras dengan pengendalian teknis yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Melalui desain enjiniring tersebut diupayakan penanganan masalah teknis, diantaranya terkait dengan potensi land subsidence yang diatasi melalui prasyarat material urug, pembuatan sand key, pemasangan vertical drain, metode pemadatan, metode pengurugan, dan lainnya. - Penjaminan terhadap sumber air bersih yang tertuang dalam perizinan ataupun Perjanjian Kerja Sama antara Pemegang Izin Reklamasi dengan Pemerintah Bab 4-18

19 - Pengelolaan utilitas secara terpadu. - Ducting system. - Penerapan sistem dan jaringan secara mandiri. - Memenuhi SPM. - Tanggung jawab pemegang izin reklamasi. Pasal 43 Sumber air : pengolahan air laut, pengolahan air permukaan dari kolam, pengolahan air limbah. daratan. - Air permukaan bergantung pada curah hujan dan penerapan sistem pengolahan limbah. - Potensi daya dukung air terlampaui dan membebani. daya dukung air di daratan - Potensi daya dukung lingkungan buatan terlampaui. Provinsi DKI Jakarta. - Pengembangan kawasan yang disesuaikan dengan potensi kontinuitas ketersediaan air melalui ijin pemanfaatan sumber air. - Penanganan dan pengendalian pencemaran dan pengelolaan persampahan di daratan (hulu hilir ) secara terpadu. - Prosedur dan mekanisme pengawasan Pasal Pengelolaan bersama. Pengaturan dalam Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta didasarkan pada prinsip penyediaan utilitas tidak membebani daratan DKI Jakarta. Dalam materi teknis telah diperhitungkan kebutuhan air bersih, pengolahan air limbah, serta pengelolaan sampah untuk melayani penduduk dan bangkitan penduduk di kawasan Pantura Jakarta. Selaras dengan usulan alternatif, maka pengendalian secara operasional akan dimuat dalam perjanjian kerjasama dan persyaratan perijinan. Yang perlu menjadi perhatian adalah kepastian tentang kinerja fungsi pengawasan yang perlu diakomodasikan dalam Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta. Pasal 41 - Teknologi ramah lingkungan - Pengelolaan utilitas secara terpadu - Ducting system. - Peningkatan kebutuhan akan pengelolaan sampah yang mempengaruhi kondisi daya dukung lingkungan buatan dan daya - Mempengaruhi kondisi daya dukung lingkungan buatan dan daya tampung wilayah perairan. - Penjaminan terhadap sistem pengelolaan sampah yang tertuang dalam perizinan ataupun Perjanjian Kerja Sama antara Pemegang Izin Bab 4-19

20 - Penerapan sistem dan jaringan secara mandiri. - Memenuhi SPM. - Tanggung jawab pemegang izin reklamasi. Pasal 47: - Pengelolaan sampah meliputi pengangkutan dan pengolahan sampah diselenggarakan secara mandiri di setiap pulau reklamasi atau terpadu dengan pulau-pulau lain yang dialokasikan di Sub Kawasan Timur. - Kewajiban pemegang izin reklamasi secara mandiri atau kerjasama dengan pihak ketiga yang berijin. tampung wilayah perairan - Letak dan keberadaan lokasi di Sub Kawasan Timur belum pasti. Reklamasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. - Penghitungan secara cermat kebutuhan dan kemampuan secara teknis dan kapasitas pengolahan melalui perijinan. - Pengembangan kawasan yang disesuaikan dengan kapasitas pengolahan sampah. - Prosedur dan mekanisme pengawasan Pasal Pengelolaan bersama. Pengaturan dalam Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta didasarkan pada prinsip penyediaan utilitas tidak membebani daratan DKI Jakarta. Dalam materi teknis telah diperhitungkan kebutuhan air bersih, pengolahan air limbah, serta pengelolaan sampah untuk melayani penduduk dan bangkitan penduduk di kawasan Pantura Jakarta. Selaras dengan usulan alternatif, maka pengendalian secara operasional akan dimuat dalam perjanjian kerjasama dan persyaratan perijinan. Dalam pengelolaan sampah diwajibkan menerapkan prinsi 3R secara melekat sejak sumber hingga pemrosesan akhir. Yang perlu menjadi perhatian adalah kepastian tentang kinerja fungsi pengawasan yang perlu diakomodasikan dalam Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta. Pasal 41 - Teknologi ramah lingkungan. - Peningkatan kebutuhan akan sistem pengolahan air limbah. - Mempengaruhi kondisi daya dukung lingkungan buatan - Penjaminan terhadap sistem pengolahan limbah yang tertuang dalam perizinan Bab 4-20

21 - Pengelolaan utilitas secara terpadu. - Ducting system. - Penerapan sistem dan jaringan secara mandiri. - Memenuhi SPM. - Tanggung jawab pemegang izin reklamasi. Pasal Pemisahan drainase dan sistem pengolahan limbah secara bertahap. - Alternatif energi dan sumber air bersih. - Perpipaan dan terpusat. - Mandiri setiap pulau atau terpadu dengan pulau yang berdekatan. - Kewajiban pemegang izin reklamasi secara mandiri atau bekerjasama dengan pihak lain. dan daya tampung wilayah perairan. ataupun Perjanjian Kerja Sama antara Pemegang Izin Reklamasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. - Penghitungan secara cermat kebutuhan dan kemampuan teknis dan kapasitas pengolahan yang dipersyaratkan dalam perijinan. - Pengembangan kawasan yang disesuaikan dengan kapasitas pengolahan air limbah. - Prosedur dan mekanisme pengawasan Pasal Pengelolaan bersama. Pengaturan dalam Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta didasarkan pada prinsip penyediaan utilitas tidak membebani daratan DKI Jakarta. Dalam materi teknis telah diperhitungkan kebutuhan air bersih, pengolahan air limbah, serta pengelolaan sampah untuk melayani penduduk dan bangkitan penduduk di kawasan Pantura Jakarta. Selaras dengan usulan alternatif, maka pengendalian secara operasional akan dimuat dalam perjanjian kerjasama dan persyaratan perijinan. Dalam pengelolaan air limbah diwajibkan dilakukan secara terintegrasi dengan penyediaan air bersih, dimana air limbah diolah kembali untuk dimanfaatkan sebagai second class water. Yang perlu menjadi perhatian adalah kepastian tentang kinerja fungsi pengawasan yang perlu diakomodasikan Bab 4-21

22 3. Rencana jaringan jalan dan rencana sistem jaringan transportasi. Pasal 28 Pasal 36 - Pengembangan kawasan menyebabkan peningkatan bangkitan lalu lintas. - Kondisi kemacetan di Jakarta Utara terutama titik-titik pertemuan dengan akses ke pulau. - Pelayanan angkutan umum massal berbasis jalan dan rel saat ini belum memenuhi kebutuhan. Pengembangan dilakukan dengan kecepatan lebih rendah dari perkembangan kebutuhan. Peningkatan kemacetan pada titik- titik pertemuan di wilayah daratan. dalam Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta. - Pengembangan jalan arteri layang di wilayah daratan sebagai akses utama dari/menuju pulau. - Menghindari pertemuan sebidang. - Penerapan rekayasa lalu lintas di pulau reklamasi maupun di kawasan pesisir. Pengaturan dalam Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta didasarkan pada prinsip penyediaan prasarana dan sarana transportasi tidak membebani daratan DKI Jakarta. Dalam materi teknis telah diperhitungkan prakiraan pergerakan penduduk dan bangkitan penduduk di, ke, dan dari kawasan Pantura Jakarta, sehingga direncanakan prasarana dan sarana transportasi secara mandiri, kinerja pelayanan jaringan sesuai yang direncanakan, dan mengoptimalkan penggunaan angkutan umum massal, angkutan shuttle, dan non motorized vehicle. Akses menuju dan dari daratan Jakarta Utara ke pulau reklamasi dibatasi di bagian Timur dan Barat dan hanya terhubungkan dengan jalan arteri. Yang perlu menjadi perhatian adalah kepastian tentang kinerja fungsi pengawasan yang perlu diakomodasikan dalam Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta. 4. Pembangunan kawasan yang - Investasi yang diperlukan sangat Potensi konflik sosial. Identifikasi dampak sosial yang Bab 4-22

23 bersifat eksklusif besar - Hanya mampu terjangkau masyarakat dari segmen menengah ke atas. - Adanya kesenjangan dengan kondisi wilayah pesisir Jakarta Utara. ditimbulkan dan bentuk kompensasi yang disediakan. Terbukanya akses terhadap ruang publik termasuk mayoritas pantai di dalam pulau reklamasi merupakan pantai publik. Mengakomodasi ruang untuk aktivitas perikanan di pulau reklamasi. Penataan kawasan pesisir diprioritaskan dan terpadu dengan kegiatan pulau serta mendukung fungsi KSP. Alternatif penambahan muatan rancangan Perda RTR Kawasan Pantura Jakarta dengan upaya keruangan untuk mengurangi kesenjangan sosial. Usulan alternatif diakomodasikan dalam pranata dan program non-keruangan lainnya yang relevan. Bab 4-23

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA 5.1. KESIMPULAN Kawasan Strategis Pantai Utara yang merupakan Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta sesuai

Lebih terperinci

INTEGRASI REKOMENDASI KLHS DALAM RAPERDA RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

INTEGRASI REKOMENDASI KLHS DALAM RAPERDA RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA INTEGRASI REKOMENDASI KLHS DALAM RAPERDA RTR KAWASAN STRATEGIS 1 Integrasi Isu Strategis Lingkungan Hidup Terkait Pembentukan Pulau-pulau Hasil Kegiatan Reklamasi No. MUATAN KLHS REKOMENDASI KLHS TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kawasan Pantai Utara Jakarta ditetapkan sebagai kawasan strategis Provinsi DKI Jakarta. Areal sepanjang pantai sekitar 32 km tersebut merupakan pintu gerbang dari

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dengan baik. Kegiatan ini adalah kelanjutan

Lebih terperinci

PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR

PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR OUTLINE: 1. 2. 3. 4. Isu-isu di Kawasan Pantura Jabodetabekpunjur Kronologis Kebijakan Penataan Ruang Konsep Penataan Ruang Konsep substansi

Lebih terperinci

BAB III PENGKAJIAN PENGARUH RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN

BAB III PENGKAJIAN PENGARUH RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN BAB III PENGKAJIAN PENGARUH RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN 3.1. IDENTIFIKASI ISU LINGKUNGAN STRATEGIS SAAT INI Berdasarkan hasil kajian terhadap rona awal DKI

Lebih terperinci

Pengembangan Pantura Jakar ta

Pengembangan Pantura Jakar ta Pengembangan Pantura Jakar ta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Pada FGD Reklamasi Wilayah Perairan sebagai Alternatif Kebutuhan Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Sinkronisasi dengan Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

PERSPEKTIF HUKUM. Dr. IMA MAYASARI, S.H., M.H

PERSPEKTIF HUKUM. Dr. IMA MAYASARI, S.H., M.H PERSPEKTIF HUKUM KEBIJAKAN REKLAMASI PANTAI UTARA JAKARTA DIALOG PUBLIK DENGAN TEMA KEBIJAKAN REKLAMASI, MENILIK TUJUAN, MANFAAT, DAN EFEKNYA DI KPK, SELASA, 04 OKTOBER 2016 Dr. IMA MAYASARI, S.H., M.H

Lebih terperinci

Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur

Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Disampaikan dalam FGD Reklamasi Wilayah Perairan sebagai Alternatif Kebutuhan Pengembangan Kawasan

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.573, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Pertanahan. Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penataan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Pantai Utara Jakarta merupakan kawasan strategis bagi DKI Jakarta, baik sebagai ibukota provinsi sekaligus sebagai ibukota negara. Areal sepanjang pantai sekitar

Lebih terperinci

Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Oleh: Dr,Ir. Subandono Diposaptono, MEng Direktur Perencanaan Ruang Laut Hp. 081585659073 Disampaikan Pada : FGD Reklamasi FB ITB Bandung, 28

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan REVIU LINGKUNGAN KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TELUK JAKARTA Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Laksmi Wijayanti Direktur

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.121, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SERBAGITA. Kawasan Perkotaan. Tata Ruang. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI

FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG WILAYAH FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN

Lebih terperinci

Peran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS

Peran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Bersama Menata Indonesia yang Lebih Baik Peran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS Priyadi Kardono Kepala Badan Informasi Geospasial Disampaikan dalam

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Rencana Tata Ruang Wilayah diharapkan menjadi pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pembangunan di berbagai

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 oleh Eko Budi Kurniawan Kasubdit Pengembangan Perkotaan Direktorat Perkotaan Direktorat Jenderal Penataan Ruang disampaikan dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

MODUL 2: PENGENALAN DASAR-DASAR RENCANA RINCI KABUPATEN

MODUL 2: PENGENALAN DASAR-DASAR RENCANA RINCI KABUPATEN 0 1 2 3 5 8 11 DAFTAR ISTILAH PENDAHULUAN KEDUDUKAN RENCANA RINCI MANFAAT DAN FUNGSI RENCANA RINCI BENTUK ALTERNATIF RENCANA RINCI TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS MODUL 2 DESKRIPSI SINGKAT Bentuk alternatif

Lebih terperinci

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional Coffee Morning Jakarta, 1 November 2011 DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur

Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur P E M E R I N T A H KABUPATEN KUTAI TIMUR Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur Oleh: Ir. Suprihanto, CES (Kepala BAPPEDA Kab. Kutai Timur)

Lebih terperinci

REKLAMASI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH -Tantangan dan Isu-

REKLAMASI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH -Tantangan dan Isu- Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian REKLAMASI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH -Tantangan dan Isu- ASISTEN DEPUTI URUSAN PENATAAN RUANG DAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL Jakarta, 12 Februari 2014 Pengembangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 2 3 4 1 A Pembangunan Perumahan TIDAK SESUAI dengan peruntukkan lahan (pola ruang) Permasalahan PENATAAN RUANG dan PERUMAHAN di Lapangan B Pembangunan Perumahan yang SESUAI dengan peruntukkan lahan,

Lebih terperinci

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1873, 2016 KEMEN-ATR/BPN. RTRW. KSP. KSK. Penyusunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5883 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 101). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN FERRY INDARTO, ST DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TIMUR Malang, 24 Oktober 2017 DEFINISI KLHS : RANGKAIAN ANALISIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Drainase merupakan prasarana suatu kawasan, daerah, atau kota yang berfungsi untuk mengendalikan dan mengalirkan limpasan air hujan yang berlebihan dengan aman, juga

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA 1.1 LATAR BELAKANG Proses perkembangan suatu kota ataupun wilayah merupakan implikasi dari dinamika kegiatan sosial ekonomi penduduk setempat, serta adanya pengaruh dari luar (eksternal) dari daerah sekitar.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kawasan Pantai Utara Surabaya merupakan wilayah pesisir yang memiliki karakteristik topografi rendah sehingga berpotensi terhadap bencana banjir rob. Banjir rob ini menyebabkan

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PESERTA JADWAL DAN LOKASI PELAKSANAAN. Lampiran Surat Nomor : Tanggal :

LATAR BELAKANG PESERTA JADWAL DAN LOKASI PELAKSANAAN. Lampiran Surat Nomor : Tanggal : Lampiran Surat Nomor : Tanggal : LATAR BELAKANG Sehubungan dengan pelaksanaan studi Master Plan Program NCICD (National Capital Integrated Coastal Development), salah satu aspek penting yang perlu dilakukan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM, MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : a. bahwa pantai merupakan garis pertemuan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.228, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5941) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013 TENTANG PERIZINAN REKLAMASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PERSETUJUAN SUBSTANSI

Lebih terperinci

MODUL 6 : PENILAIAN KELENGKAPAN SUBSTANSI MATERI TEKNIS, RAPERDA, DAN PETA UNTUK STANDAR REKOMENDASI GUBERNUR

MODUL 6 : PENILAIAN KELENGKAPAN SUBSTANSI MATERI TEKNIS, RAPERDA, DAN PETA UNTUK STANDAR REKOMENDASI GUBERNUR 0 2 5 12 15 24 25 PENDAHULUAN EVALUASI MATERI TEKNIS EVALUASI RAPERDA EVALUASI PETA PEMBENTUKAN TIM UNTUK PENILAIAN KEAN SUBSTANSI REFERENSI DASAR HUKUM PENILAIAN KEAN SUBSTANSI TUJUAN INSTRUKSIONAL

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN TENTANG RENCANA ZONASI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL KAWASAN PERKOTAAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR TERMASUK KEPULAUAN SERIBU

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 9 2011 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI,

Lebih terperinci

Kementerian Kelautan dan Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan Jakarta, 6 November 2012 Wilayah Pesisir Provinsi Wilayah Pesisir Kab/Kota Memiliki 17,480 pulau dan 95.181 km panjang garis pantai Produktivitas hayati tinggi dengan keanekaragaman hayati laut tropis

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

TABEL 44 INDIKASI PROGRAM PENATAAN ATAU PENGEMBANGAN KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU SELATAN

TABEL 44 INDIKASI PROGRAM PENATAAN ATAU PENGEMBANGAN KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU SELATAN LAMPIRAN V : PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI TABEL 44 INDIKASI PROGRAM PENATAAN ATAU PENGEMBANGAN KECAMATAN

Lebih terperinci

BAB 5 PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

BAB 5 PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS BAB 5 PENETAPAN Berdasarkan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya di prioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting

Lebih terperinci

GUBERNUR PROVIN,SI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2485 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR PROVIN,SI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2485 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS " IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2485 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN IZIN PELAKSANAAN REKLAMASI PULAU K KEPADA PT PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tamba

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.966, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Penetapan Perda tentang RTRWP dan RTRWK. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

MENATA WILAYAH PESISIR, PULAU KECIL, DAN TANAH REKLAMASI

MENATA WILAYAH PESISIR, PULAU KECIL, DAN TANAH REKLAMASI e FIAT JUSTITIA MS & PARTNERS LAW OFFICE NEWSLETTER 10 September 2016 www.msp-lawoffice.com MENATA WILAYAH PESISIR, PULAU KECIL, DAN TANAH REKLAMASI Kajian terhadap Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013 TENTANG PERIZINAN REKLAMASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Rangkuman tentang Muatan. Rencana Rinci

Rangkuman tentang Muatan. Rencana Rinci Rangkuman tentang Muatan Rencana Rinci Di Susun Oleh : Nama : Nadia Nur N. Nim : 60800114049 Kelas : C1 TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 2009 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5004)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan tujuan utama bagi penduduk untuk berurbanisasi karena mereka pada umumnya melihat kehidupan kota yang lebih modern dan memiliki lebih banyak lapangan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 42 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PROVINSI KAWASAN PERKOTAAN BREBES-TEGAL-SLAWI-PEMALANG TAHUN 2016-2036 I

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang No.771, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN PU-PR. Bendungan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN TENTANG RENCANA ZONASI KAWASAN STRATEGIS NASIONAL KAWASAN PERKOTAAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR TERMASUK KEPULAUAN SERIBU

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.101 2016 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5883) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Muatan Rencana Tata Ruang Wilayah. Profil Singkat Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar

Muatan Rencana Tata Ruang Wilayah. Profil Singkat Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar Muatan Rencana Tata Ruang Wilayah 7 Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Tujuan Penataan Ruang Berdasarkan visi dan misi pembangunan Kota Makassar, maka tujuan penataan ruang wilayah kota Makassar adalah untuk

Lebih terperinci

BEST PRACTICES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SATU PETA DALAM PENYEDIAAN DATA SPASIAL INVENTARISASI GRK

BEST PRACTICES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SATU PETA DALAM PENYEDIAAN DATA SPASIAL INVENTARISASI GRK BEST PRACTICES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SATU PETA DALAM PENYEDIAAN DATA SPASIAL INVENTARISASI GRK Lien Rosalina KEPALA PUSAT PEMETAAN & INTEGRASI TEMATIK BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Workshop One Data GHG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG PENETAPAN GARIS SEMPADAN SUNGAI DAN GARIS SEMPADAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN

Lebih terperinci