BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Pantai Utara Jakarta merupakan kawasan strategis bagi DKI Jakarta, baik sebagai ibukota provinsi sekaligus sebagai ibukota negara. Areal sepanjang pantai sekitar 32 km tersebut merupakan pintu gerbang dari arah laut, dengan berbagai aktivitas masyarakat dan pembangunan yang sangat beragam, termasuk objek-objek vital yang ada di kawasan tersebut. Mengacu pada Undang- Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Pasal 10 Ayat 1) yang mengatur bahwa setiap provinsi berwenang untuk menetapkan Kawasan Strategis Provinsi maka berdasarkan RTRW Provinsi DKI Jakarta 2030, Pantura Jakarta ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Provinsi. Hal ini sejalan dengan Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 26 Ayat 4) yang mengatur penetapan dan pelaksanaan kebijakan dalam bidang tata ruang, sumber daya alam dan lingkungan hidup, pengendalian penduduk dan pemukiman, transportasi, industri, perdagangan dan pariwisata, sebagai kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kawasan Pantai Utara (Pantura) pada awalnya dikategorikan sebagai Kawasan Andalan, yaitu kawasan yang mempunyai nilai strategis dipandang dari sudut pandang ekonomi dan perkembangan kota, berdasarkan Keppres Nomor 17 tahun Upaya untuk mewujudkan fungsi Kawasan Pantai Utara Jakarta sebagai Kawasan Andalan, dapat dilakukan melalui reklamasi pantai utara sekaligus menata ruang daratan pantai yang ada secara terarah dan terpadu, merupakan nomenklatur dari ditetapkannya Keppres Nomor 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Peraturan ini dibedakan dengan peraturan untuk substansi reklamasi yang sama pada Kawasan Andalan lainnya di pantai utara, yang berada di wilayah Tangerang (yaitu Keppres Nomor 73 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Kapuk Naga, Tangerang), termasuk untuk wilayah lainnya yaitu Keppres Nomor 114 tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur dan Keppres Nomor 1 tahun 1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri.

2 BAB I PENDAHULUAN Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta 2015 Menindaklanjuti kebijakan Pemerintah Pusat tentang pengembangan dan penataan di Kawasan Andalan Pantura Jakarta, maka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerbitkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta. Pasal 28 dan 29 dari Perda tersebut dimaksud mengatur pembentukan Badan Pelaksana Reklamasi (BPR) Pantura Jakarta yang diberikan tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan reklamasi, mengelola tanah hasil reklamasi dan mengkoordinasikan penataan kembali kawasan daratan Pantai Utara Jakarta. BPR Pantura Jakarta kemudian dibentuk pada tahun 1997, yang bertugas selama beberapa tahun, sebelum kemudian dibubarkan pada tahun Saat ini, tugas BP Reklamasi Pantura Jakarta dialihkan kepada Asisten Pembangunan Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta sebagai caretaker. Dalam perkembangan terkini, Pemerintah Pusat menerbitkan Perpres Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur (Jabodetabekpunjur). Cakupan kawasan ini merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 yang menetapkan kawasan Jabodetabekpunjur sebagai kawasan strategis nasional, yang oleh karenanya diperlukan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang secara terpadu. Penetapan ini terkait dengan arahan kawasan strategis nasional sebagai kawasan ekoregion. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Perpres Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur, maka Keppres Nomor 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, khususnya yang terkait dengan penataan ruang dinyatakan tidak berlaku lagi. Hal ini memberi efek pada peraturan di tingkat daerah, khususnya yang terkait dengan penataan kawasan Pantura Jakarta, yaitu Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 tahun1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta. Pada dasarnya Perpres Nomor 54 tahun 2008 memuat tentang pembangunan Kawasan Pantura melalui reklamasi, yang terintegrasi dengan area revitalisasi pada daratannya. Pada Keppres Nomor 52 tahun 1995, reklamasi dapat dilakukan dengan memperpanjang daratan. Sedangkan, Perpres Nomor 54 tahun 2008 mengatur reklamasi harus dilakukan dengan membentuk pulau, di mana ada kanal lateral berjarak ± meter di antara daratan dengan pulau reklamasi, tergantung dari zonasinya. 1-2

3 BAB I PENDAHULUAN Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta 2015 Oleh karena itu dalam pelaksanaannya diperlukan perencanaan ulang (penataan ruang) kawasan Pantura Jakarta yang mencakup pulau reklamasi dan revitalisasi daratan, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 Pasal 10 Ayat 1, kawasan strategis provinsi perlu ditetapkan melalui suatu peraturan daerah dan oleh karenanya Kawasan Pantura Jakarta sebagai salah satu kawasan strategis provinsi sebagaimana ditetapkan dalam RTRW Provinsi DKI Jakarta 2030 perlu disusun landasan hukumnya dalam bentuk Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura sebagai revisi Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 tahun1995. Tingginya kebutuhan masyarakat terhadap pengembangan kawasan Teluk Jakarta, telah mendorong untuk dilakukannya pembahasan-pembahasan perencanaan antara pihak Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat dan sektoral serta masyarakat dan dunia usaha. Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta selain diharapkan akan menjadi acuan bagi semua perencanaan di kawasan Pantura Jakarta, juga dapat tumbuh sebagai green city yang memadukan eco city dan waterfront city yang bersifat mandiri menuju resilience city sebagai solusi yang diharapkan paling mampu mengakomodasi berbagai kepentingan, antara lain lingkungan hidup, ekonomi dan sosial serta keamanan bagi semua para pemangku kepentingan atau stakeholders yang terlibat di Pantura Jakarta. Kebijakan tata ruang nasional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan arahan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Undang- Undang Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, Undang- Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan dokumen KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) Teluk Jakarta Tahun 2010, serta amanat yang diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 merupakan acuan dalam penetapan peraturan dalam rangka penataan kawasan Pantura Jakarta. Perpres Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur menetapkan Pantura sebagai bagian dari Kawasan Strategis Nasional dan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 tahun 2012 menetapkan Pantura Jakarta sebagai Kawasan Strategis Provinsi (KSP). Dalam konteks ini maka peraturan yang pernah diterbitkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tentang penataan dan reklamasi Pantura Jakarta, yaitu Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 tahun 1995, harus direvisi sesuai dengan regulasi terbaru. 1-3

4 BAB I PENDAHULUAN Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta Maksud, Tujuan dan Sasaran Maksud dan tujuan kegiatan Penyempurnaan Naskah Akademis Kawasan Strategis Pantura adalah untuk melakukan pengayaan materi teknis yang nantinya menjadi masukan untuk Raperda Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta sehingga dihasilkan rumusan Raperda Kawasan Strategis Pantura yang komprehensif dan telah mempertimbangkan kepentingan ekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup. Sasaran dari tujuan tersebut ialah dengan memperdalam dasar-dasar hukum, kondisi eksisting, dan analisis terkait pengembangan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta untuk Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. 1.3 Kedudukan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta Kegiatan penataan ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta merupakan amanat dan penjabaran dari Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 yang menetapkan Pantura sebagai Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta di mana secara spesifik Kawasan Strategis Provinsi dimaksud harus dituangkan dalam bentuk RTR (Rencana Tata Ruang). Rencana tata ruang Kawasan Strategis Pantai Utara memiliki kekhususan yaitu dilengkapi dengan pengelolaan dan pengusahaan terutama untuk revitalisasi daratan pantai lama DKI Jakarta. Rencana Umum Rencana Rinci RPJP RPJM RTRW RDTR Pulau RTR Kawasan Strategis Nasional RPJP Propinsi RTRW RTR Kawasan Strategis Provinsi RPJM Propinsi RPJP Kabupaten/Kot RPJM Kabupaten/Kot RTRW Kabupaten RTRW Kota RDTR Kabupaten RTR Kawasan Strategis Kabupaten RDTR Kota RTR Kawasan Strategis Kota Gambar 1-1 Kedudukan RTR Kawasan Strategis Pantura dalam Sistem Perencanaan Nasional Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 15/PRT/M/

5 BAB I PENDAHULUAN Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta 2015 Dalam Sistem Penataan Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Kawasan Strategis Provinsi merupakan salah satu bentuk rencana rinci dari RTRW Provinsi. Kedalaman RTR Kawasan Strategis Pantura ini lebih rinci dari RTRW Provinsi DKI Jakarta, namun masih lebih makro dibandingkan dengan RDTR DKI Jakarta. Kedudukan Rencana Tata Ruang Strategis Pantai Utara Jakarta dalam Sistem Perencanaan Nasional dapat tergambar dalam Gambar Ruang Lingkup Pekerjaan Materi Teknis yang merupakan Laporan Akhir kegiatan penataan ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta ini meliputi ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah, yang dapat dijelaskan sebagai berikut : Ruang lingkup materi. Bagian ini akan meliputi hal-hal terkait kebijakan dan substansi teknis penataan ruang terkait Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara, yang terdiri atas : a. Kebijakan penataan ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. b. Karakteristik wilayah perencanaan dan sekitarnya. c. Analisis pengembangan wilayah perencanaan. d. Tujuan, kebijakan, dan strategi Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta e. Rencana Struktur Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta f. Rencana Pola Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta g. Penetapan Kawasan yang Diprioritaskan Penanganannya h. Rencana Pemanfaatan Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta i. Peraturan Zonasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta j. Rencana Revitalisasi di Kawasan Darat k. Rencana Pengelolaan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta l. Kelembagaan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta Pengembangan Kawasan Strategis Provinsi Pantai Utara/Reklamasi mempertimbangkan Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah yang berbatasan langsung, diantaranya Kecamatan Penjaringan, Kecamatan Pademangan, Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Koja dan Kecamatan Cilincing untuk mewujudkan keterpaduan rencana tata ruang dan arahan pemanfaatan ruang dalam rangka revitalisasi pantai lama. 1-5

6 1.4.2 Ruang lingkup wilayah. BAB I PENDAHULUAN Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta 2015 Pada bagian ini akan dijabarkan ruang lingkup wilayah dalam penataan ruang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta, yang terdiri atas : a. 5 Kecamatan di Jakarta Utara, yang merupakan bagian dari Naskah Akademis Rencana Detail Tata Ruang DKI Jakarta yang dilakukan oleh Dinas Tata Ruang Provinsi DKI Jakarta. b. Pesisir dan laut di kawasan Teluk Jakarta di wilayah DKI Jakarta yang menjadi fokus lingkup wilayah kajian dalam penyusunan Materi Teknis dan Draft Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Kawasan Reklamasi mencakup kawasan perairan laut Teluk Jakarta yang diukur dari garis Pantai Utara Jakarta secara tegak lurus ke arah laut sampai garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut 8 (delapan) meter dan di dalamnya terdapat kawasan pengembangan lahan baru melalui pembangunan pulau-pulau hasil kegiatan reklamasi. Kawasan Strategis Provinsi ini merupakan bagian wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara. Wilayah perencanaan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta berada di perairan laut Teluk Jakarta dengan koordinat 106 o BT, 6 o LS 106 o BT, 5 o LS, dengan batas wilayah sebagai berikut : a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. b. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kosambi Kabupaten Tangerang. c. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi. d. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Penjaringan, Kecamatan Pademangan, Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Koja dan Kecamatan Cilincing Kota Administrasi Jakarta Utara. Peta wilayah kerja mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 tahun 1995 tentang Reklamasi Kawasan Pantai Utara Jakarta ditunjukkan pada Gambar

7 BAB I PENDAHULUAN Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta Metode Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta Kegiatan penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dilakukan dengan menggunakan berbagai metode sebagai berikut: Koordinasi sumber data spasial Koordinasi sumber data spasial dilakukan dalam rangka penyusunan peta dasar. Hal-hal yang diperlukan dalam rangka dalam penyusunan peta dasar adalah: Gambar 1-2 Peta wilayah perencanaan Kawasan Strategis Pantura Jakarta Sumber : Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta 8/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. a. peta garis pantai. b. hipsografi [kontur, titik ketinggian, batimetri, titik kedalaman]. c. perairan [sungai, danau, dan lain-lain]. d. nama rupabumi [toponimi dan anotasi]. e. batas wilayah administrasi. f. transportasi dan utilitas. g. bangunan dan fasilitas umum. h. tutupan lahan [land-cover]) Koordinasi perencanaan Koordinasi perencanaan stakeholder ini dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD), workshop dan rapat kerja, serta diskusi. Berikut ini merupakan uraian koordinasi perencanaan stakeholder: 1-7

8 BAB I PENDAHULUAN Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta 2015 a. Rapat koordinasi dilaksanakan di Bappeda DKI Jakarta dipimpin oleh Kepala Bappeda dengan instansi selain Bappeda yaitu Biro Tata ruang dan Lingkungan Hidup, Biro Hukum, Dinas Penataan Kota, Dinas Kelautan, Perikanan dan Ketahanan Pangan, Dinas Perhubungan dan Badan Pengelola Lingkungan Hidup DKI Jakarta. b. Seminar dan FGD dilakukan dengan melibatkan SKPD-SKPD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, unsur swasta, unsur akademisi, dan unsur profesi lainnya Analisis Analisis terhadap kebijakan pemerintah, data dan dokumen perencanaan, arahan dan rencana pembangunan di Kawasan Strategis Provinsi Pantura Jakarta, sebagaimana secara khusus akan diuraikan pada Bab 4 dalam Laporan ini Penyusunan rencana tata ruang Penyusunan rencana struktur ruang dan pola ruang merupakan salah satu dari hasil utama pembahasan, analisis dan tujuan dilakukannya penataan ruang Penyusunan peta perencanaan Penyusunan peta perencanaan hasil kajian merupakan hasil akhir di mana struktur ruang dan pola ruang telah dituangkan di dalamnya, berikut peta keseluruhan perencanaan pembangunan di Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. 1.6 Dasar Hukum Penyusunan rencana tata ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dilakukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagai berikut : a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria; b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; c. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun ; d. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana; e. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; f. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia; 1-8

9 BAB I PENDAHULUAN Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta 2015 g. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran; h. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah; i. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan; j. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup k. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus; l. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; m. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; n. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; o. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah; p. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; q. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan; r. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang; s. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2011 tentang Sungai; t. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Ijin Lingkungan; u. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur; v. Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; w. Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta; x. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung; y. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 40/PRT/M/2007 tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai; z. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; aa. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah; bb. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbaya dan Racun; 1-9

10 BAB I PENDAHULUAN Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta 2015 cc. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantai Utara Jakarta; dd. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Jaringan Utilitas; ee. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pembentukan Peraturan Daerah; ff. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030; gg. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi; dan hh. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 12 Tahun 2014 tentang Organisasi Perangkat Daerah. 1.7 Sistematika Laporan Penyusunan Naskah Akademis Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta disusun dengan sistematika sebagai berikut : Bab 1 Bab 2 Bab 3 Bab 4 Pendahuluan. Kebijakan Penataan Ruang terkait Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta Karakteristik wilayah perencanaan dan sekitarnya. Analisis pengembangan wilayah perencanaan. Bab 5 Tujuan, Kebijakan Dan Strategi Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Bab 6 Bab 7 Bab 8 Pantai Utara Jakarta. Rencana Struktur Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta Rencana Pola Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta Rencana Pemanfaatan Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta Bab 9 Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta Bab 10 Rekomendasi Konsep Penanganan Revitalisasi Pada Kawasan Daratan Pantai Utara Jakarta Bab 11 Rencana Pengelolaan awasan Strategis Pantai Utara Jakarta Bab 12 Kelembagaan awasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1-10

11 BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG TERKAIT RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA 2.1 Kebijakan Nasional terkait Penataan Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ruang wilayah di Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Perkembangan situasi dan kondisi nasional dan internasional menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, kepastian hukum dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang yang baik. Untuk memperkukuh Ketahanan Nasional berdasarkan Wawasan Nusantara dan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antar daerah dan antara pusat dan daerah agar tak menimbulkan kesenjangan antar daerah. Keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang mendorong diperlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Posisi geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berada pada kawasan rawan bencana memerlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan. Secara spesifik disebutkan bahwa kewenangan pemerintah daerah provinsi dalam penyelengggaraan penataan ruang, sebagaimana diatur Pasal 10 Ayat (1) UU No. 26 Tahun 2007, meliputi pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan 2-1

12 BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG kabupaten/kota. Selanjutnya adalah, pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan kerjasama penataan ruang antar provinsi, dan pemfasilitasan kerjasama penataan ruang antar kabupaten/kota. Dalam penataan ruang kawasan strategis provinsi, pemerintah daerah provinsi menetapkan kawasan strategis provinsi, perencanaan tata ruang kawasan strategis provinsi, pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi dan pengendalian pemanfaatan kawasan strategis provinsi. Selanjutnya pada Pasal 14 menyatakan bahwa perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang dimana secara berhirarki rencana tata ruang terdiri atas rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi; dan rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota. Rencana rinci tata ruang terdiri atas rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional; rencana tata ruang kawasan strategis provinsi;dan rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota. Dinyatakan bahwa rencana rinci tata ruang disusun sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang. Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta rencana tata ruang diatur dengan peraturan pemerintah. Rencana rinci tata ruang disusun berdasarkan pendekatan nilai strategis kawasan dan/atau kegiatan kawasan dengan muatan substansi yang dapat mencakup hingga penetapak blok dan subblok peruntukan. Penyusunan rencana rinci tersebut dimaksudkan sebagai operasionalisasi rencana umum tata ruang dan sebagai dasar penetapan peraturan zonasi. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota dan peraturan zonasi yang melengkapi rencana rinci tersebut menjadi salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum. Lingkup rencana tata ruang provinsi sesuai Pasal 15 undang-undang dimaksud di atas mencakup darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi. Selanjutnya, muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana. Rencana pola ruang meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya. Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan dan keamanan. Dalam rangka 2-2

13 BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG pelestarian lingkungan dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 persen dari luas daerah aliran sungai. Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antar wilayah, antar fungsi kawasan, dan antar kegiatan kawasan. Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi diatur dengan peraturan menteri di mana rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman untuk penataan ruang kawasan strategis provinsi. Selanjutnya, Pasal 24 mengatur bahwa rencana rinci tata ruang ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi, dan ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana rinci tata ruang diatur dengan peraturan Menteri. Perencanaan tata ruang wilayah kota, rinciannya perlu ditambahkan rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau; rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah. Pasal 29 menyebutkan ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat di mana proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota. Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota. Distribusi ruang terbuka hijau publik pada pasal 30 disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hirarki pelayanan dengan memperhatikan rencana struktur dan pola ruang. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau diatur dengan peraturan Menteri. Pemanfaatan ruang wilayah nasional dan provinsi dilakukan dengan perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis; perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang dan pola ruang wilayah dan kawasan strategis; dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan strategis. Dalam rangka pelaksanaan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis ditetapkan kawasan budidaya yang dikendalikan dan kawasan budidaya yang didorong pengembangannya. Pelaksanaan pembangunan dilaksanakan melalui pengembangan kawasan secara terpadu. Pemanfaatan ruang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang dan standar kualitas lingkungan serta daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Pengendalian Pemanfaatan Ruang pada Pasal 35 menyebutkan pengendalian 2-3

14 BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil telah disempurnakan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pengaturan pelaksanaan reklamasi tidak mengalami perubahan sehingga pengaturannya masih sama seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 27 tahun Kawasan Strategis Pantura Jakarta juga harus menyediakan sempadan pantai seperti yang tertera dalam Pasal 31 yang disesuaikan dengan karakteristik topografi, biofisik, hidro-oseanografi pesisir, kebutuhan ekonomi dan budaya, serta ketentuan lain. Penetapan batas sempadan pantai mengikuti ketentuan perlindungan terhadap gempa dan atau tsunami, perlindungan pantai dari erosi atau abrasi, perlindungan sumber daya buatan di pesisir dari badai, banjir, dan bencana alam lainnya, perlindungan terhadap ekosistem pesisir, seperti lahan basah, mangrove, terumbu karang, padang lamun, gumuk pasir, estuaria, dan delta, pengaturan akses publik, serta pengaturan untuk saluran air limbah. Dalam pasal 34 ayat (1) dijelaskan bahwa reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan manfaat dan atau nilai tambah wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil ditinjau dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi. Pada ayat (2) disebutkan bahwa pelaksanaan reklamasi wajib untuk menjaga dan memperhatikan keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat, keseimbangan antara kepentingan pemanfaaan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta persyaratan teknis pengambilan, pengerukan, dan penimbunan material Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan dan keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Untuk mencapai tujuan tersebut ditetapkan Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Nasional meliputi kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang dan pola ruang wilayah nasional. 2-4

15 BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Kebijakan pengembangan struktur ruang meliputi peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhirarki; dan peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah nasional. Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang meliputi kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung; kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya; dan kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis nasional. Kebijakan pengembangan kawasan lindung meliputi pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup; dan pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Kebijakan pengembangan kawasan budidaya meliputi perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya; dan pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.kebijakan pengembangan kawasan strategis nasional meliputi pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam, dan melestarikan warisan budaya nasional; peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara; pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian nasional yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian internasional; pemanfaatan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; pelestarian dan peningkatan sosial dan budaya bangsa; pelestarian dan peningkatan nilai kawasan lindung yang ditetapkan sebagai warisan dunia, cagar biosfer, dan ramsar; dan pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antar kawasan. Penetapan Kawasan Strategis Nasional dilakukan berdasarkan kepentingan pertahanan dan keamanan; pertumbuhan ekonomi; sosial dan budaya; pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi; dan/atau fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Berdasarkan Lampiran X Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Penetapan Kawasan Strategis Nasional No

16 BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG ditetapkan bahwa Kawasan Perkotaan Jabodetabekpunjur termasuk Kepulauan Seribu sebagai Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan ekonomi. Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi ditetapkan dengan kriteria: a. memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh; b. memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional; c. memiliki potensi ekspor; d. didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi; e. memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi; f. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional; g. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional; atau h. ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Pengaturan penataan ruang diselenggarakan untuk mewujudkan ketertiban dalam penyelenggaraan penataan ruang, untuk memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab serta hak dan kewajibannya dalam penyelenggaraan penataan ruang; dan untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam seluruh aspek penyelenggaraan penataan ruang. Pengaturan penataan ruang disusun dan ditetapkan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya. Pengaturan penataan ruang oleh pemerintah daerah provinsi meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang wilayah provinsi, rencana tata ruang kawasan strategis provinsi, dan arahan peraturan zonasi sistem provinsi yang ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi; serta ketentuan tentang perizinan, penetapan bentuk dan besaran insentif dan disinsentif, sanksi administratif serta petunjuk pelaksanaan pedoman bidang penataan ruang yang ditetapkan dengan peraturan gubernur. Selain penyusunan dan penetapan peraturan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat menetapkan peraturan lain di bidang penataan ruang sesuai kewenangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan perencanaan tata ruang diselenggarakan untuk menyusun rencana tata ruang sesuai prosedur; menentukan rencana struktur ruang dan pola 2-6

17 BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG ruang yang berkualitas; dan menyediakan landasan spasial bagi pelaksanaan pembangunan sektoral dan kewilayahan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis dilakukan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi dan/atau mengoordinasikan keterpaduan pembangunan nilai strategis kawasan dalam mendukung penataan ruang wilayah. Kawasan strategis terdiri atas kawasan yang mempunyai nilai strategis yang meliputi kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan; kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi; kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya; kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi; dan kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Prosedur penetapan rencana tata ruang kawasan strategis provinsi meliputi a. pengajuan rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang kawasan strategis provinsi dari Gubernur kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi; b. penyampaian rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang kawasan strategis provinsi kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan substansi; c. persetujuan bersama rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang kawasan strategis provinsi antara Gubernur dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi yang didasarkan pada persetujuan substansi dari Menteri; d. penyampaian rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang kawasan strategis provinsi kepada Menteri Dalam Negeri untuk di evaluasi; dan e. penetapan rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang kawasan strategis provinsi oleh Gubernur. Dalam pemanfaatan ruang setiap orang wajib memiliki izin pemanfataan ruang dan wajib melaksanakan setiap ketentuan perizinan dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang. Izin pemanfaatan ruang diberikan untuk menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang, peraturan zonasi, dan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang; mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang; dan melindungi kepentingan umum dan masyarakat luas. Izin pemanfaatan ruang diberikan kepada calon pengguna ruang yang akan melakukan kegiatan pemanfaatan ruang pada suatu kawasan/zona berdasarkan rencana tata ruang. 2-7

18 BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi Puncak dan Cianjur Peraturan Presiden 54/2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta Bogor Depok Tanggerang Bekasi Puncak Cianjur (Jabodetabekpunjur) merupakan pelaksanaan Peraturan Pemerintah 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang telah menetapkan Kawasan Jabodetabekpunjur sebagai Kawasan Strategis Nasional yang memerlukan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang secara terpadu. Tujuan penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur adalah untuk: a. mewujudkan keterpaduan penyelenggaraan panataan ruang antar daerah sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan dengan memperhatikan keseimbangan kesejahteraan dan ketahanan; b. mewujudkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam mengelola kawasan, untuk menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan serta menanggulangi banjir; dan c. mengembangkan perekonomian wilayah yang produktif, efektif dan efisien berdasarkan karakteristik wilayah bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan pembangunan yang berkelanjutan. Gambar 2-1 Peta Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur Sumber : Perpres Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur.. Sasaran penyelenggaraan penataan ruang kawasan Jabodetabekjur sesuai dengan Peraturan Presiden ini adalah untuk : 2-8

19 BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG a. Terwujudnya kerjasama penataan ruang antar pemerintah daerah melalui sinkronisasi pemanfaatan kawasan lindung dan budidaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas penduduk dan sinkronisasi pengembangan prasarana dan sarana wilayah secara terpadu dan kesepakatan anterdaerah untuk mengembangkan sektor prioritas dan kawasan prioritas menurut tingkat kepentingan bersama. b. Terwujudnya peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air, udara, flora dan fauna dengan ketentuan bahwa tingkat erosi tidak mengganggu, tingkat peresapan air hujan dan tingkat pengaliran dan tingkat pengaliran air permukaan menjamin tercegahnya bencana banjir dan ketersediaan air sepanjang tahun bagi kepentingan umum, kualitas air menjamin kesehatan lingkungan, situ berfungsi sebagai daerah tangkapan air, sumber air baku dan sistem irigasi, pelestarian flora dan fauna menjamin pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan tingkat perubahan suhu dan kualitas udara tetap menjamin kenyamanan kehidupan lingkungan. c. Tercapainya optimalisasi fungsi budidaya dengan ketentuan bahwa kegiatan budidaya tidak melampaui daya dukung dan ketersediaan sumber daya alam dan energi, kegiatan usaha pertanian berskala besar dan kecil menerapkan teknologi pertanian yang memperhatikan konservasi air dan tanah, daya tampung bagi penduduk selaras dengan kemampuan penyediaan prasarana dan sarana lingkungan yang bersih dan sehat serta dapat mewujudkan jasa pelayanan yang optimal, pengembangan kegiatan industri menunjang kegiatan ekonomi lainnya, kegiatan pariwisata tetap menjamin kenyamanan dan keamanan masyarakat, serasi dengan lingkungan, serta membuka kesempatan kerja dan berusaha yang optimal bagi penduduk setempat dalam kegiatan pariwisata, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk, dan tingkat gangguan pencemaran lingkungan yang serendah rendahnya dari kegiatan transportasi, industri dan pemukiman melalui penerapan baku mutu lingkungan hidup. d. Tercapainya keseimbangan antara fungsi lindung dan fungsi budidaya. Pada pasal 3 dijelaskan bahwa Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur memiliki peran sebagai acuan bagi penyelenggara pembangunan yang berkaitan dengan upaya konservasi air dan tanah, upaya menjamin ketersediaan air tanah dan air permukaan, penanggulangan banjir dan pengembangan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat. Penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur seperti yang tertera dalam Pasal 4, memiliki fungsi 2-9

20 BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG sebagai pedoman bagi semua pemangku kepentingan yang terkait langsung ataupun tidak langsung dalam penyelenggaraan penataan ruang secara terpadu di kawasan Jabodetabekpunjur, melalui kegiatan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kebijakan penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur adalah mewujudkan keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang kawasan dalam rangka keseimbangan antara pengembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan hidup. Rencana struktur ruang terdiri atas sistem pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana. Dalam pasal 11 dijelaskan bahwa sistem pusat permukiman merupakan hirarki pusat permukiman sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan sistem jaringan prasarana meliputi sistem transportasi darat, laut dan udara, sistem penyediaan air baku,sistem pengelolaan air limabah, sistem pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, sistem drainase dan pengendalian banjir, sistem persampahan, sistem jaringan tenaga listrik dan sistem jaringan telekomunikasi yang direncanakan secara terpadu antardaerah dengan melibatkan partisipasi masyarakat pengembangan pusat pusat permukiman. serta memperhatikan fungsi dan arah Rencana pola ruang terdiri atas rencana distribusi ruang untuk kawasan lindung dan kawaan budidaya. Ruang untuk kawasan lindung dikelompokan dalam Zona Non Budidaya (Zona Non Budidaya 1 disebut N1 dan Zona Budidaya disebut N2). Ruang untuk kawasan Budidaya dikelompokkan dalam Zona Budidaya (B) terdiri dari B1 sampai B7 dan Zona Penyangga (P) terdiri dari P1 sampai P5 (Pasal 11). Pengelolaan kawasan lindung (zona N) di mana N1 terdiri atas kawasan hutan lindung, kawasan resapan air, kawasan dengan kemiringan 40%, sempadan sungai, sempadan pantai, kawasan sekitar danau/waduk/situ, kawasan sekitar mata air, rawa, kawasan pantai berhutan bakau dan kawasan rawan bencana alam geologi, pemanfaatan ruang zona N1 diarahkan untuk konservasi air dan tanah dalam rangka : a. Mencegah abrasi, erosi, amblesan, bencana banjir dan sedimentasi. b. Menjaga fungsi hidrologi tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah, air permukaan. c. Mencegah dan/atau mengurangi dampak akibat bencana alam geologi. N2 terdiri atas cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam dan kawasan cagar budaya harus dapat menjaga fungsi lindung. Pemanfaatan ruang zona N dilaksanakan dengan cara mempertahankan dan menjaga fungsi zona N (Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 27). 2-10

21 BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Di kawasan sempadan pantai dilarang menyelenggarakan (a) pemanfaatan ruang yang mengganggu bentang alam kecuali yang dimaksudkan bagi kepentingan umum yang terkait langsung dengan ekosistem laut, (b) pemanfaatan ruang yang mengganggu kelestarian fungsi pantai, dan (c) pemanfaatan ruang yang mengganggu akses terhadap kawasan sempadan pantai. Di kawasan pantai berhutan bakau dilarang melakukan perusakan hutan bakau dan/atau menyelenggarakan pemanfaatan ruang yang mengganggu fungsi hutan bakau sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau dan/atau tempat berkembng biaknya berbagai biota laut di samping pelindung pantai dari pengikisan air laut serta pelindung usaha budidaya di sekitarnya (Pasal 30). Zona Penyangga (Zona P) menurut definisi pada ketentuan umum adalah zona pada kawasan budidaya di perairan laut yang karateristik pemanfaatan ruangnya ditetapkan untuk melindungi kawasan budidaya dan/atau kawasan lindung berada di daratan dari kerawanan terhadap abrasi pantai dan instrusi air laut. Pemanfaatan Zona Penyangga atau Zona P diatur dengan ketentuan : a. Pemanfaatan ruang Zona P2 dilaksanakan melalui upaya penyelenggaraan reklamasi dengan koefisien zona terbangun paling tinggi 40% (empat puluh persen) dan/atau konstruksi bangunan di atas air secara bertahap dengan tetap memperhatikan fungsinya, dengan jarak dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 200 (dua ratus) meter b. sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukan kedalaman laut 8 (delapan) meter dan harus mempertimbangkan karateristik lingkungan (Pasal 42 Ayat (2) huruf b). Gambar 2-2 Peta Zona P2 dalam ketentuan penataan ruang Kawasan Sumber : Perpres Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur

22 BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG c. Pemanfaatan ruang Zona P3 dilaksanakan melalui upaya-upaya yang diarahkan untuk : (a) menjaga fungsi Zona B1 dengan tidak menyebabkan abrasi pantai dan tidak mengganggu fungsi pusat pembangkit tenaga listrik, muara sungai, dan jalur lalu lintas laut dan pelayaran. (b) penyelenggaraan reklamasi secara bertahap dengan tetap memperhatikan fungsinya, dengan jarak dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 300 (tiga ratus) meter sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukan kedalaman laut 8 (delapan) meter, kecuali pada lokasi yang secara rekayasa teknologi memungkinkan jarak dapat diminimalkan, dan harus mempertimbangkan karateristik lingkungan, jalur lalu lintas laut dan pelayaran, dan pelabuhan; (Pasal 42 Ayat 3). Gambar 2-3 Peta Zona P3 dalam ketentuan penataan ruang Kawasan Sumber : Perpres Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur.. (c) Pemanfaatan ruang Zona P5 dilaksanakan dengan (a) menjaga fungsi Zona B6 dan/atau Zona B7 dengan tidak menyebabkan abrasi pantai dan tidak mengganggu muara sungai, dan jalur lalu lintas laut dan pelayaran, usaha perikanan rakyat; dan (b) penyelenggaraan reklamasi secara bertahap dengan koefisien zona terbangun paling tinggi 45% (empat puluh lima persen) dengan jarak dari titik surut terendah sekurangkurangnya 200 (dua ratus) meter sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukan kedalaman laut

23 BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG (delapan) meter, dan harus mempertimbangkan karateristik lingkungan (Pasal 42 Ayat 5). Gambar 2-4 Peta Zona P5 dalam ketentuan penataan ruang Kawasan Sumber : Perpres Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta Bogor Depok Tanggerang Bekasi Puncak Cianjur (Jabodetabekpunjur), pada pasal 72, mengatur bahwa dengan diberlakukannya Peraturan Presiden ini maka hal-hal yang terkait dengan penataan ruang yang sebelumnya diatur oleh Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, dinyatakan tidak berlaku lagi. Di luar penataan ruang itu, khususnya tentang kelembagaan penyelenggaraan reklamasi Keputusan Presiden tersebut masih tetap berlaku. Peraturan tersebut antara lain menyatakan bahwa wewenang dan tanggung jawab Reklamasi Pantai Utara Jakarta berada pada Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Untuk dapat terlaksananya reklamasi Pantura perlu dibentuk Badan Pengendali dan Badan Pelaksana. Pada Pasal 9 menyatakan bahwa areal hasil reklamasi Pantura diberikan status Hak Pengelolaan kepada Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Di samping itu penyelenggaraan Reklamasi Pantura wajib memperhatikan kepentingan lingkungan, kepentingan pelabuhan, kepentingan kawasan pantai berhutan bakau, kepentingan nelayan dan fungsi-fungsi lain yang ada di Kawasan Pantura. 2-13

24 BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG 2.2 Kebijakan Daerah Provinsi DKI Jakarta terkait Penataan Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang RTRW 2030 Kebijakan Penataan Ruang Wilayah di Provinsi DKI Jakarta ditetapkan dalam Peraturan Daerah No. 1 Tahun Visi dan misi pembangunan daerah di Provinsi DKI Jakarta diarahkan untuk mewujudkan visi Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang aman, nyaman, produktif, berkelanjutan, sejajar dengan kota-kota besar dunia, dan dihuni oleh masyarakat yang sejahtera. Untuk mewujudkan visi pembangunan di Provinsi DKI Jakarta maka misi yang dirumuskan adalah sebagai berikut : a. Membangun prasarana dan sarana kota yang manusiawi. b. Mengoptimalkan produktivitas kota sebagai kota jasa berskala dunia. c. Mengembangkan budaya perkotaan. d. Mengarusutamakan pembangunan berbasis mitigasi bencana. e. Menciptakan kehidupan kota yang sejahtera dan dinamis. f. Menyerasikan kehidupan perkotaan dengan lingkungan hidup. Selanjutnya, tujuan penataan ruang daerah ditujukan di wilayah Provinsi DKI Jakarta ke depan adalah : a. Terciptanya ruang wilayah yang menyediakan kualitas kehidupan kota yang produktif dan inovatif. b. Terwujudnya pemanfaatan kawasan budidaya secara optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan (dua belas juta lima ratus ribu) jiwa penduduk yang persebarannya diarahkan sebanyak 9,2% (sembilan koma dua persen) di Kota Administrasi Jakarta Pusat, 18,6% (delapan belas koma enam persen) di Kota Administrasi Jakarta Utara, 24,1% (dua puluh empat koma satu persen) di Kota Administrasi Jakarta Timur, 22,6% (dua puluh dua koma enam persen) di Kota Administrasi Jakarta Selatan, 25,3% (dua puluh lima koma tiga persen) di Kota Administrasi Jakarta Barat, 0,2% (nol koma dua persen) di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu serta meningkatkan produktivitas dan nilai tambah perkotaan. c. Terwujudnya pelayanan prasarana dan sarana kota yang berkualitas, dalam jumlah yang layak, berkesinambungan, dan dapat diakses oleh seluruh warga Jakarta. d. Terciptanya fungsi kawasan khusus yang mendukung peran Jakarta sebagai ibukota negara secara optimal. e. Terwujudnya keterpaduan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di bawah 2-14

25 BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG permukaan tanah dan di bawah permukaan air dengan mempertimbangkan kondisi kota Jakarta sebagai kota delta (delta city) dan daya dukung sumber daya alam serta daya tampung lingkungan hidup secara berkelanjutan. f. Terwujudnya keterpaduan penataan ruang dengan wilayah berbatasan. g. Terwujudnya penataan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan. h. Tercapainya penurunan resiko bencana. i. Terciptanya budaya kota Jakarta yang setara dengan kota-kota besar di negara maju. j. Terselenggaranya pertahanan negara untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman dan gangguan. Untuk menciptakan ruang wilayah sebagaimana yang dituangkan dalam tujuan RTRW DKI Jakarta 2030 tersebut, maka salah satu kebijakan yang ditetapkan adalah dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi di sektor perdagangan, jasa, industri kreatif, industri teknologi tinggi, dan pariwisata. Selain itu, juga terdapat kebjakan untuk penetapan kawasan strategis ekonomi dan kawasan strategis sosial budaya. Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam beberapa strategi, yang salah satunya adalah menetapkan kawasan strategis di beberapa kawasan, termasuk Kawasan Pantura Jakarta. Kawasan Pantura ditetapkan sebagai Kawasan Strategis untuk kepentingan ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya. Selain sebagai kawasan strategis, dalam struktur ruang Jakarta, Sub Kawasan Tengah Pantura juga ditetapkan sebagai pusat kegiatan primer provinsi. adalah: Penetapan kawasan strategis, memiliki beberapa tujuan, diantaranya a. meningkatkan kemampuan pelayanan, manajemen, sistem jaringan komunikasi, sarana dan prasarana dalam memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh globalisasi ekonomi serta kemampuan dan kepekaan mengenal iklim investasi yang terjadi pada tingkat nasional dan internasional; b. memantapkan kawasan yang diprioritaskan dengan penjabaran yang lebih cermat tentang prioritas lokasi dan skema pengembangannya untuk mengakomodasi dampak globalisasi ekonomi dan mendorong Jakarta sebagai kota jasa yang mengutamakan sistem pelayanan, jaringan komunikasi dan kemitraan skala nasional dan internasional dengan 2-15

26 BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG melibatkan pemangku kepentingan (investor dan pihak yang terkait) pada proses pengembangan kawasan bersangkutan; c. meningkatkan kapasitas tampung kawasan strategis terhadap kegiatan perdagangan dan jasa serta campuran perumahan secara vertikal yang dalam pengembangan mengacu pada standar perencanaan bangunan internasional dan sekaligus untuk meningkatkan kualitas ruang sesuai kemampuan daya dukung lingkungan; d. menentukan alokasi ruang bagi sektor informal dan golongan usaha skala kecil secara terintegrasi dengan pengembangan sektor formal besar dari berbagai jenis aktifitas perekonomian; dan e. menata kawasan strategis menjadi lokasi yang kondusif untuk berinvestasi bagi penanaman modal dalam negeri dan asing, didukung dengan prasarana dan sarana yang memadai. Pada Kawasan Strategis Pantura Jakarta, pengembangan areal reklamasi dan kawasan daratan pantai dilakukan secara terpadu yang bersama-sama ditetapkan sebagai satu kawasan perencanaan. Pelaksanaan reklamasi, harus memperhatikan kepentingan lingkungan, kepentingan pelabuhan, kepentingan kawasan berhutan bakau, kepentingan nelayan, dampak terhadap banjir rob dan kenaikan permukaan laut serta sungai, kepentingan dan fungsi lain yang ada di kawasan Pantura. Penyelenggaraan reklamasi Pantura Jakarta diarahkan bagi terwujudnya lahan hasil reklamasi siap bangun dan pemanfaatannya sesuai dengan tata ruang yang terpadu dengan penataan kembali kawasan daratan Pantura Jakarta. Penataan kembali kawasan daratan Pantura, diarahkan bagi tercapainya penataan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna, peningkatan kualitas lingkungan dan perumahan, pelestarian bangunan bersejarah, kelancaran lalu lintas, dan peningkatan fungsi sistem pengendalian banjir baik itu banjir rob dan kenaikan muka laut/sungai. Penyelenggaraan reklamasi serta pengelolaan tanah hasil reklamasi dan penataan kembali kawasan daratan Pantura Jakarta, dilaksanakan secara terpadu melalui kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara Pemerintah Daerah, masyarakat, dan dunia usaha. Pengembangan Kawasan Pantura Jakarta harus menjamin beberapa hal, diantaranya: a. terpeliharanya ekosistem dan kelestarian kawasan hutan lindung, hutan bakau, cagar alam dan biota laut; b. pemanfaatan pantai untuk kepentingan umum; c. kepentingan perikehidupan nelayan; d. kelestarian bangunan dan lingkungan bersejarah; e. kepentingan dan terselenggaranya kegiatan pertahanan keamanan negara; 2-16

27 BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG f. terselenggaranya pengembangan sistem prasarana sumber daya air secara terpadu; g. tidak memberikan tambahan resiko banjir di daerah hulunya baik akibat rob, kenaikan permukaan laut/sungai; h. terselenggara/ berfungsinya objek/instalasi/fasilitas vital di kawasan Pantura dengan memperhatikan aspek-aspek ekologis lingkungan. Selain itu, pengembangan kawasan Pantura, harus memperhatikan aspek sebagai berikut: a. peningkatan fungsi pelabuhan; b. pengembangan kawasan ekonomi strategis; c. pengembangan areal Pelabuhan Sunda Kelapa dan sekitarnya untuk pusat wisata, pusat perdagangan/jasa, dan pelayaran rakyat secara terbatas; d. dilaksanakan serasi dengan penataan dan pengelolaan Kepulauan Seribu; e. pemanfaatan ruang rekreasi dan wisata dengan memperhatikan konservasi nilai budaya daerah dan bangsa serta kebutuhan wisata nasional dan internasional; dan f. didukung dengan pengembangan prasarana dan sarana perkotaan secara terpadu Pengembangan kawasan Pantura, dibagi menjadi beberapa sub-kawasan dengan memperhatikan kondisi kawasan daratan Pantura dan perairan di sekitarnya. Sub-kawasan tersebut merupakan satu kesatuan perencanaan yang dikembangkan dengan sistem infrastruktur terpadu. Sistem prasarana sumber daya air di Kawasan Reklamasi Pantura sebagaimana disebutkan dalam pasal 105 merupakan bagian dari sistem prasarana sumber daya air makro dan jalur perpanjangan saluran dan sungai yang melalui kawasan daratan pantai. Untuk mencegah banjir yang mungkin terjadi pengembangan kawasan Pantura harus mengembangkan sistem jaringan drainase dan sistem pengendalian banjir yang direncanakan secara teknis termasuk waduk penampungan air dengan rasio minimal per pulaunya sebesar 5% (lima persen). Waduk penampungan air tersebut berfungsi sebagai ruang terbuka. Penyediaan air bersih di kawasan Pantura dijelaskan dalam Pasal 106, dapat dilakukan dengan cara-cara ramah lingkungan dan berkelompok dengan memanfaatkan alternatif sumber air baku baru dan dilengkapi dengan sistem jaringan perpipaan secara terpadu. Pengelolaan penyediaan air bersih, dapat dilaksanakan secara mandiri dengan mengembangkan sistem penyediaan air bersih yang ada dan/atau membangun sistem pengolahan teknologi yang baru. Pengembangan kawasan Pantura harus diawali perencanaan reklamasi yang disusun secara cermat dan terpadu sekurang-kurangnya mencakup rencana 2-17

28 BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG teknik reklamasi; rencana pemanfaatan ruang hasil reklamasi; rencana rancang bangun; rencana penyediaan prasarana dan sarana; analisis dampak lingkungan; rencana kelola lingkungan; rencana pemantauan lingkungan; rencana lokasi pengambilan bahan material; rencana pembiayaan; dan rencana pengelolaan air bersih dan air limbah serta pengendalian banjir. Pengembangan dan perencanaan reklamasi, dilakukan berdasarkan arahanarahan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 108, yaitu: a. Pengendalian potensi kerusakan yang berwujud dalam fenomena kenaikan muka air laut, penurunan air tanah dan muka tanah, perluasan daerah genangan, abrasi dan erosi, sedimentasi, intrusi air laut, polusi air dan udara serta persoalan lain yang berhubungan dengan pemanfatan lahan, air permukaan dan air tanah. b. Reklamasi dilakukan dalam bentuk pulau yang ditentukan berdasarkan studi yang lebih rinci dengan memperhitungkan masa perancangan, keandalan tanggul dan perlindungan pesisir, resiko banjir, tindakan mitigasi, perlindungan hutan bakau, serta jalur lalu lintas laut, pelayaran dan pelabuhan. c. Dalam perencanaan reklamasi tercakup rencana pengelolaan secara mandiri prasarana pulau reklamasi yang meliputi prasarana tata air, air bersih, pengolahan limbah dan sampah, serta sistem pengerukan sungai/kanal. d. Setiap pulau reklamasi menyediakan ruang terbuka biru untuk waduk dan danau yang berfungsi sebagai penampungan air sementara ketika hujan, persediaan air untuk beberapa kebutuhan harian sumber air yang mungkin untuk dikembalikan ke dalam lapisan aquifer, tempat hidupnya beberapa flora dan fauna, serta untuk rekreasi. e. Ruang perairan di antara pulau reklamasi dimanfaatkan untuk membantu penanggulangan banjir. f. Penyediaan angkutan umum massal yang menghubungkan antar pulau reklamasi dan dengan daratan Jakarta. Penataan kembali daratan Pantura mencakup kegiatan relokasi kawasan industri dan pergudangan ke wilayah sekitar DKI Jakarta melalui koordinasi dengan pemerintahan sekitar; revitalisasi lingkungan dan bangunan bersejarah; perbaikan lingkungan, pemeliharaan kawasan permukiman dan kampung nelayan; peremajaan kota untuk meningkatkan kualitas lingkungan; peningkatan sistem pengendalian banjir dan pemeliharaan sungai untuk mengantisipasi banjir akibat rob dan meluapnya air sungai; perbaikan manajemen lalu lintas dan penambahan jaringan jalan; relokasi perumahan dari bantaran sungai dan lokasi fasilitas umum 2-18

29 BAB 2 KEBIJAKAN PENATAAN RUANG melalui penyediaan rumah susun; pelestarian hutan bakau dan hutan lindung; perluasan dan peningkatan fungsi pelabuhan; pengembangan pantai untuk kepentingan umum. Pembiayaan kegiatan penataan kembali daratan Pantura, dapat berasal dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan/atau dari hasil usaha pengelolaan tanah hasil reklamasi Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta Kebijakan penataan ruang Kawasan Jabodetabekpunjur adalah untuk mewujudkan keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang kawasan dalam rangka keseimbangan antara pengembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan hidup. Sesuai dengan ketentuan peralihan Pasal 251 Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 tahun 2012 yang menyebutkan pelaksanaan Peraturan Daerah yang berkaitan dengan penataan ruang Daerah yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini, maka secara prinsip substansi Peraturan Daerah Nomor 8 tahun1995 ini penataan ruangnya sudah teranulir oleh adanya Peraturan Daerah Nomor 1 tahun Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kebijakan mengenai rencana detail tata ruang dan peraturan zonasi mengatur beberapa ketentuan yang perlu diterapkan di kecamatan-kecamatan yang terkait dengan Kawasan Strategis Pantura Jakarta. Kecamatan yang berada di bagian pesisir Jakarta Utara seperti Kecamatan Penjaringan, Kecamatan Pademangan, Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Koja, dan Kecamatan Cilincing harus membangun tanggul laut sebagai salah satu upaya pencegahan kenaikan muka air laut dan bencana seperti tsunami. Selain itu, Kecamatan Cilincing perlu menerapkan rencana prasarana energi berupa pengembangan jaringan pipa penyediaan bahan bakar (gas/minyak) di Kelurahan Sukapura, Rorotan, Semper Timur, Cilincing, Marunda, Kalibaru, hingga kawasan reklamasi. Pembangunan jalan arteri juga akan dilakukan di Kecamatan Pademangan menuju Kawasan Strategis Pantura Jakarta. 2-19

30 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Kawasan Pantura Jakarta berlokasi di bagian utara DKI Jakarta meliputi kawasan perairan di Teluk Jakarta yang termasuk wilayah DKI Jakarta dan berbatasan dengan kawasan daratan pantai yang ada. Secara administratif Kawasan Pantura Jakarta termasuk wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara. Secara keseluruhan, kawasan Pantura DKI Jakarta akan mencakup kawasan perairan, di mana ha di antaranya yang direncanakan akan dikembangkan sebagai daratan baru melalui reklamasi dalam bentuk pulau-pulau yang terpisah dari daratan Provinsi DKI Jakarta. Secara keseluruhan kawasan perairan tersebut berbatasan dengan garis pantai utara Provinsi DKI Jakarta sepanjang ±32 km, di bagian barat berbatasan dengan Pantai Utara Kabupaten Tangerang dan di bagian timur berbatasan dengan Pantai Utara Kabupaten Bekasi. Kawasan pantai yang ada di utara Provinsi DKI Jakarta meliputi bagian wilayah Kecamatan Penjaringan, Kecamatan Pademangan, Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Koja, dan Kecamatan Cilincing. Lokasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta di Teluk Jakarta menjadikannya sebagai akses antara kawasan daratan dengan Kepulauan Seribu dan berbagai kegiatan dan aktivitas yang melalui atau berada di Laut Jawa. Oleh karenanya, Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta juga berfungsi sebagai transhipment point untuk moda transportasi laut dan darat pada skala yang lebih luas dari kota Jakarta. Di kawasan ini terdapat berbagai kegiatan transportasi, seperti pelabuhan Tanjung Priok, pelabuhan Sunda Kelapa, Marina Ancol, rencana terminal MRT, jalan tol, dan jaringan jalan arteri lainnya. Beberapa kegiatan utama yang telah berlangsung di kawasan bagian utara DKI Jakarta, di antaranya PLTU/PLTGU Muara Karang, PLTU Tanjung Priok, Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, dermaga dan TPI Muara Angke, kawasan Marunda, kawasan rekreasi Taman lmpian Jaya Ancol, dan lainnya. Di wilayah bagian barat terdapat Suaka Margasatwa Muara Angke, Hutan Lindung Angke Kapuk, dan Hutan Wisata Kamal, sedang di beberapa wilayah terdapat bangunan dan obyek peninggalan sejarah yang dilestarikan sebagai cagar budaya, antara lain Kampung Luar Batang di Kelurahan Penjaringan, Kampung Si Pitung di Kelurahan Marunda, Gereja Tugu di Kelurahan Semper Barat, kawasan kota lama/tua seperti Stasiun Kota, Museum Fatahilah, dan sebagainya. 3-1

31 3.1 Karakteristik Fisik Geologi BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Kawasan di bagian utara Jakarta berada pada dataran Pantai Utara Jawa yang membentang dari barat hingga timur, yang secara morfologis merupakan kipas aluvial Bogor. Oleh karenanya, bentang alam daratannya yang datar ditentukan oleh endapan sungai yang tertahan di muara Sungai Ciliwung dan sungai-sungai lainnya. Secara geologis, Pantai Utara Jakarta disusun oleh batuan sedimen marin sebagai batuan dasar dan di atasnya diendapkan batuan aluvial pantai dan sungai. Pengendapannya merupakan transisi fluviatil (darat) dan laut dangkal. Bentuk pantai pada Pantai Utara Jakarta merupakan teluk lebar dan luas yang terbuka ke arah utara Geomorfologi Kondisi geomorfologi kawasan Utara Jakarta adalah sebagai berikut (AMDAL Regional Reklamasi dan Revitalisasi Pantura Jakarta, 2001): a. Satuan geomorfologi dataran pantai Satuan geomorfologi dataran pantai letaknya memanjang sepanjang Pantai Utara Jakarta. Satuan geomorfologi dataran pantai merupakan daerah dengan kelerengan datar hingga landai (1%-3%). Litologi yang menempati satuan tersebut adalah endapan pasir dan lempung serta sebagian ditempati rawa-rawa. Pola aliran sungai yang berkembang umumnya sub-dendritik dengan arus yang tidak begitu kuat. b. Satuan geomorfologi fluvial Satuan geomorfologi fluvial terletak di bagian selatan dari satuan geomorfologi dataran pantai, memanjang dari Barat ke Timur. Satuan ini umumnya berupa dataran dan tidak begitu terpengaruh oleh proses interaksi dengan laut. Litologinya terdiri dari lempung dan kerikil (gravel) yang merupakan hasil transportasi endapan volkanik. Pola aliran sungainya adalah sub-paralel hingga paralel. Kawasan Pantura Jakarta terletak pada satuan geomorfologi dataran pantai. Dengan demikian, topografi di kawasan tersebut relatif datar, sehingga potensi terjadinya gerakan tanah adalah sangat kecil. Kondisi litologi mengindikasikan bahwa di kawasan tersebut terdapat tanah/batuan yang relatif lunak. Arus sungai yang tidak cukup besar menunjukkan bahwa erosi oleh air sungai juga tidak besar dan sedimentasi adalah intensif. Menurut Hollings (1976), kawasan Pantura Jakarta berada pada Zona 4 dengan potensi gempa sedang. 3-2

32 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Stratigrafi Stratigrafi daerah Pantai Utara Jakarta tersusun oleh endapan kuarter dengan ketebalan mencapai lebih dari 100 m (PPGL, 1996). Endapan tersebut dibedakan menjadi satuan batuan yang terdapat di daerah daratan dan yang terdapat di laut atau lepas pantai Teluk Jakarta. Di daerah daratan satuan batuannya dapat dibedakan menjadi endapan volkanik, endapan sungai, endapan rawa, endapan pematang pantai, endapan laut, dan terumbu karang (Situmorang, 1997), dengan penjelasan sebagai berikut: a. Endapan volkanik terdiri dari dua tipe, yaitu lempung lanauan tuf/tuf Banten (vb) dan endapan volkanik kipas aluvial (vf). Tuf Banten (vb) terdiri dari tuf putih hingga putih kekuningan, berisi pumice, dan lunak. Endapan volkanik kipas aluvial (vf) terdiri dari lempung tufaan kaku dan sticky dengan kerikil yang tersebar. Lempung berwarna abu-abu sampai abu-abu muda dan lapukannya berwarna merah hingga coklat mirip dengan tanah laterit. Kerikil berukuran halus-sedang (1-2 cm), membundar tanggung, terpilah buruk. b. Endapan sungai terdiri dari dua jenis endapan yaitu endapan tua (OC) dan muda (F, FR, FM, FMR). Endapan sungai tua (OC) membentuk channelchannel dengan ketebalan 10 m dan terdiri dari pasir, lempung, dan lanau. Pasir merupakan yang dominan pada endapan ini, berukuran sedang-kasar, berwarna abu-abu sampai abu-abu kecoklatan, membundar tanggung, terpilah sedang-buruk, dan lepas-lepas. Lempung coklat dan lanau umumnya terdapat di bagian atas endapan. Endapan sungai muda merupakan endapan dataran banjir dan channel. Endapan sungai muda berupa channel tersebar di Sungai Citarum, Kali Bekasi, dan Sungai Cisadane. Endapan dataran banjir didominasi oleh lempung dengan bagian bawah lanau dan pasir, berwarna abu-abu dengan tebal 10 m dan menutupi endapan rawa dan endapan laut. c. Endapan rawa terdiri dari endapan rawa (R) dan endapan laut dan rawa (MR). Endapan rawa tersusun oleh lempung, lanau yang mengandung sisa tumbuhan dan kayu, berwarna coklat sampai abu-abu gelap dan ketebalannya dapat mencapai 8 m. d. Endapan pematang pantai (b) terdapat di bagian Timur Laut, Tengah, dan Barat Laut dengan ketebalan 1-3 m. Endapan ini berwarna abu-abu, lepaslepas, berukuran sedang-kasar, terpilah sedang. Fauna yang umum dijumpai adalah foraminifera dan moluska. e. Endapan laut terdiri dari endapan laut (M) dan endapan laut dan rawa (MR). Endapan laut mempunyai ketebalan maksimum 16,7 m, tersusun dari pasir, 3-3

33 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA lempung, dan lanau. Lapisan teratas umumnya pasir, dialasi oleh selang seling pasir dan lempung. Pasir berukuran sedang-halus, terpilah baik. Di bagian bawah, lanau dan lempung dominan dan banyak terdapat laminasi dengan ketebalan 1-3 cm. f. Terumbu karang (K) merupakan koloni koral yang menyusun sebagian besar pulau-pulau di lepas pantai Jakarta (Kepulauan Seribu). Di Pulau Nusa, sebelah Barat Muara Pecah, terumbu karang memperlihatkan warna putih keruh, padat dan kompak dengan bagian teratas terdiri dari fragmen terumbu karang bercampur dengan fauna laut. Di daerah lepas pantai Teluk Jakarta terdapat sedimen permukaan dasar laut yang terdiri dari (PPGL, 1995) : a. Endapan pasir lumpuran, pada kedalaman laut antara m. Umumnya didominasi oleh pasir berukuran sedang sampai dengan halus, sedangkan pasir kasar sampai kerikil hanya berkisar kurang dari 10%. Komposisi mineral dari satuan ini terdiri dari mineral hitam, kuarsa, karbonat, limonit, dan mineral lempung serta mengandung cangkang. b. Endapan lumpur pasiran, merupakan transisi antara endapan pasir lumpuran dan endapan lumpur. Endapan lumpur pasiran di dapat pada kedalaman 15 m. c. Endapan lumpur, menempati 70% dari keseluruhan endapan di Teluk Jakarta dengan kedalaman laut bervariasi yaitu bisa terdapat di perairan yang dangkal atau di perairan yang dalam sekalipun. Endapan ini tersebar hampir merata terutama di bagian Timur Teluk Jakarta, diduga dipengaruhi oleh muara Sungai Citarum. d. Endapan pasir. Kondisi umum tanah daerah lepas pantai di bawah permukaan dasar laut diperoleh dari data seismik. Berdasarkan data seismik dari PPGL (1995), di bawah lapisan penutup (ketebalan +10 m) terdapat channel-channel yang diduga merupakan sungai-sungai purba. Sedimen pengisi sungai-sungai purba ini terdiri dari pasir dan kerikil dengan ketebalan yang dapat mencapai 50 m, dan di beberapa tempat kedalamannya dapat mencapai 54 m. Penyebaran sungai-sungai purba tersebut berarah hampir Utara - Selatan atau Barat daya - Timur Laut dan sungai-sungai tersebut berasal dari sungai-sungai yang ada sekarang seperti Sungai Cisadane, Sungai Ciliwung, Kali Ampe, Kali Blencong, dan Sungai Citarum. Kondisi di bawah permukaan secara rinci ditunjukkan oleh data pemboran, antara lain oleh Sengara, dkk (1997) serta Dinas Pertambangan DKI Jakarta - LPM 3-4

34 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA ITB (1997a). Sengara, dkk (1997) menggambarkan tipikal kondisi tersebut sebagai berikut : bagian teratas terdiri dari lempung laut yang lunak dengan ketebalan 7-10 m; lempung ini didasari oleh lanau lempungan yang kaku dengan ketebalan bervariasi antara 5-10 m; lapisan lempung yang kaku ini menutupi lapisan pasir lanauan yang padat dengan ketebalan 8-20 m; di bawah lapisan pasir atau pada kedalaman di bawah m terdapat lempung aluvial yang mempunyai plastisitas tinggi dan sangat kaku. Berdasarkan data pemboran dari Dinas Pertambangan DKI Jakarta - LPM ITB (1997), kondisi bawah permukaan di daerah lepas pantai Teluk Jakarta terdiri dari endapan laut di bagian atas, yang dialasi oleh endapan pantai. Endapan laut terdiri dari lempung, lanau, dan pasir halus dengan ketebalan bervariasi antara m. Endapan pantai terdiri dari lempung lanauan, lanau lempungan, pasir lempungan, dan pasir dengan variasi ketebalan antara 7-15 m Hidrogeologi Untuk kondisi air tanah, cekungan air tanah Jakarta (populer dengan nama CAT Jakarta) termasuk dalam daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung, dengan luas CAT mencapai km 2. Batas cekungan di sebelah selatan kira-kira terletak di sekitar Depok, di sebelah barat dan timur masing-masing Kali Cisadane dan Kali Bekasi, sementara batas di sebelah utaranya adalah Laut Jawa. Sistem akuifer CAT Jakarta bersifat multi layers yang dibentuk oleh endapan Kuarter dengan ketebalan mencapai sekitar 250 m. Ketebalan akuifer tunggal (single aquifer layer) antara 1,0-5,0 m, terutama berupa lanau sampai pasir halus. Air tanah pada endapan kuarter mengalir pada sistem akuifer ruang antar butir. Di daerah dekat pantai, seperti Kawasan Pantai Utara Jakarta, umumnya didominasi oleh air tanah payau atau asin yang berada di atas air tanah tawar kecuali di daerah yang disusun oleh endapan sungai lama dan pematang pantai. Akuifer produktif umumnya dijumpai mulai sekitar kedalaman 40 m di bawah muka tanah setempat (bmt) mencapai kedalaman maksimum sekitar 150 m bmt. Hingga saat ini, pembagian sistem akuifer yang dianut oleh berbagai studi air tanah di CAT Jakarta adalah sebagai berikut : a. Sistem akuifer tidak tertekan (kedalaman 0-40 m bmt), disebut sebagai Kelompok Akuifer I. b. Sistem akuifer tertekan atas (kedalaman m bmt), disebut sebagai Kelompok Akuifer II. c. Sistem akuifer tertekan bawah (kedalaman m bmt), disebut sebagai Kelompok Akuifer III. 3-5

35 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Ketersediaan air tanah. Ketersediaan air tanah untuk wilayah DKI Jakarta dapat dikelompokkan menjadi (JCDS, 2011) : a. Air tanah pada Sistem Akuifer Tidak Tertekan (Kedalaman <40 m bmt). Jumlah ketersediaan air tanah pada sistem akuifer tidak tertekan di CAT Jakarta berasal dari imbuhan vertikal (di bagian utara) dan aliran horizontal di bagian selatan menuju daerah pemanfaatan air tanah utama. Hasil penghitungan menunjukkan jumlah ketersediaan air tanah pada sistem akuifer tidak tertekan di daerah pantai rata-rata 7,5 m³/detik dan di bagian selatan 17,8 m³/detik. Dengan demikian total ketersediaan air tanah pada sistem akuifer tidak tertekan di CAT Jakarta sebesar 25,3 m³/detik atau sekitar 800 juta m³/tahun. b. Air Tanah pada Sistem Akuifer Tertekan (Kedalaman m bmt). Jumlah ketersediaan air tanah pada sistem akuifer tertekan atas dan tertekan bawah pada kondisi alamiah, diperoleh berdasarkan penghitungan yang menerapkan model simulasi air tanah (groundwater flow simulation model). Air tanah dikatakan pada kondisi alamiah jika kondisi hidrolika air tanah tersebut relatif tidak terganggu karena pemanfaatan air tanah relatif sangat kecil. Dengan meningkatnya jumlah pemanfaatan air tanah, kondisi hidrolika akan berubah sejalan dengan turunnya kedudukan muka air tanah sebagai akibat pemanfaatan tersebut. Model simulasi aliran air tanah ini pada prinsipnya meniru sistem aliran air tanah di alam, yang didasari oleh penghitungan dengan menerapkan persamaan Darcy dan kontinuitas (Schmidt, 1985). Hasil simulasi menunjukkan bahwa pada kondisi alamiah (natural state), yakni pada sebelum periode 1900 (Qabs = 0), terhitung aliran air tanah yang masuk ke dalam sistem akuifer CAT Jakarta (Qin) sebesar 37 juta m³, seimbang dengan aliran yang keluar (Qout). Aliran air tanah (Qin) berasal dari sistem akuifer tidak tertekan, sementara Qout menuju sungai-sungai di daerah pemantauan. Pada penghitungan ini, muka air tanah terhitung (calculate groundwater head) bersesuaian dengan hasil pengukuran (observed groundwater heads) dengan anisotropi (Kv/Kh) sebesar 1/5000. Anisotropi tersebut sesuai dengan evaluasi deskripsi hasil pengeboran lama yang umumnya mencapai 150 m di bawah muka laut (bml). Dengan mempertimbangkan jumlah air tanah yang masuk (Qin) dari selatan, yakni sekitar 15 juta m³/tahun, maka total ketersediaan air tanah pada sistem akuifer tertekan di CAT Jakarta mencapai 52 juta m³/tahun. Pengambilan air tanah pada CAT Jakarta saat ini hampir melebihi setengah aliran air tanah yang masuk ke dalam akuifer menengah dan dalam, kondisi 3-6

36 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA demikian dapat dikategorikan sudah memasuki zona kritis hingga rusak. Berdasarkan data Badan Geologi, DESDM, Neraca Air Tanah Jakarta saat ini adalah potensi air tanah (dalam) 52 juta m3/thn, sedangkan pengambilan air tanah (dalam) 21-juta m3/tahun (40%). Kualitas air tanah. Dari segi kualitas, degradasi kualitas air tanah terjadi terutama di daerah-daerah yang semakin dekat dengan batas pantai. Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta dalam pemantauan kualitas air tanah dangkal pada tahun 2007 yang meliputi 75 Kelurahan di Wilayah Provinsi DKI Jakarta menunjukkan hasil pemantauan bahwa pencemaran air tanah terutama disebabkan oleh limbah domestik dan buruknya sanitasi lingkungan. Status mutu air tanah DKI Jakarta tahun 2007 adalah 12% tercemar berat, 20% tercemar sedang, 45% tercemar ringan, dan 25% kategori baik, sedangkan untuk pencemaran coliform mencapai 55%. Pencemaran Air tanah di DKI Jakarta hampir merata di seluruh wilayah. Parameter total padatan terlarut (TDS) di wilayah tertentu, seperti Jakarta Barat dan Jakarta Utara, konsentrasi parameter TDS pada titik tertentu telah melebihi baku mutu. Rentang tertinggi dicapai oleh titik pemantauan di wilayah Jakarta Barat yaitu batasan tertinggi mg/l pada titik 310 (Kelurahan Tegal Alur) dan untuk wilayah Jakarta Utara konsentrasi tertinggi mg/l terdapat di titik 501 (kelurahan Rorotan). Parameter kekeruhan air sumur di DKI Jakarta umumnya masih dalam kondisi baik, hanya terdapat beberapa titik yang telah melebihi batas baku mutu yaitu titik 103 (Kelurahan Kwitang) Jakarta Pusat, titik 313 (Kelurahan Tambora) Jakarta Barat, titik 508 (Kelurahan Penjagalan Barat) dan titik 511 (Kelurahan Pluit) Jakarta Utara. Kualitas fisik khususnya parameter TDS dan kekeruhan di wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Barat lebih buruk dibandingkan dengan wilayah lain yang cenderung masih relatif bagus kualitasnya. 3-7

37 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Tabel 3-1 Kisaran kualitas fisik air tanah di DKI Jakarta Tahun Sumber : BPLHD DKI Jakarta. Tabel 3-2 Kualitas air tanah di DKI Jakarta Tahun Sumber : BPLHD DKI Jakarta Hidrologi Untuk karakteristik air permukaan, terdapat 13 sungai dan kanal buatan yang mengalir membelah kota Jakarta, di mana 10 di antaranya bermuara di Teluk Jakarta, yaitu S. Mookervaart, S. Angke, S. Grogol, S. Pesanggrahan, S. Krukut, S. Kalibaru Barat, S. Ciliwung, S. Kalibaru Timur, S. Cipinang, S. Sunter, S. Buaran, S. Jatikramat, dan S. Cakung. Sungai-sungai tersebut dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan antara lain digunakan untuk usaha perkotaan, air baku untuk air minum, perikanan, dan lain-lain. Fungsi utama dari jaringan sungai dan kanal tersebut adalah sebagai sarana drainase. Kondisi sungai ini umumnya sangat memprihatinkan dengan tingkat sedimentasi dan pengangkutan sampah yang tinggi. Akibatnya, jika hujan tinggi terjadi di hulu, permukaan air sungai dengan cepat meluap, yang pada gilirannya akan mengancam daerah rendah di Jakarta terutama daerah Jakarta Utara. Guna 3-8

38 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA mengantisipasi kemungkinan terjadinya banjir, beberapa sungai dipadukan dalam sistem pengendalian banjir, yaitu saluran pengendali banjir (floodway) Cengkareng Drain, Kanal Banjir Barat, Cakung Drain, dan Kanal Banjir Timur. Kondisi sungai-sungai yang melintas di wilayah Provinsi DKI Jakarta diuraikan pada tabel dan gambar berikut : No. Nama Sungai Tabel 3-3 Kondisi sungai di DKI Jakarta Tahun 2009 Panjang Sungai Panjang Sungai yang Dimodelkan (m) Tr Qdesign m 3 / detik Titik Patok (RS) Limpasan Panjang (m) 1. Sungai Cakung A Sungai Cakung Lama ,1 1 s/d ,62 B Cakung Drain ,7 - C Cakung Bawah s/d ,69 2. Sungai Sunter Hilir ,3 0 s/d Banjir Kanal Timur (BKT) , Sungai-sungai yang masuk ke BKT A Sungai Cipinang ,3 - - B Sungai Sunter ,4 - - C Sungai Buaran ,7 126 s/d 132 D Sungai Jatikramat ,8 23 s/d s/d s/d E Sungai Cakung ,4 76 s/d Sungai Sentiong , A Sungai Ciliwung s/d 223 B Lower Ciliwung ,6 4 s/d 55 7 Banjir Kanal Barat (BKB) ,8 wbc ,8 s/d wbc Sungai Krukut ,2 0 s/d Sungai Grogol ,1 0 s/d Sungai Sekretaris ,2 3 s/d Sungai Sepak ,3 0 s/d Sungai Pesanggrahan ,9 0 s/d Sungai Angke ,5 140 s/d Mookervart , Cengkareng Drain s/d ,89 72 s/d Sumber : Review Masperplan Pengendalian Banjir dan Drainase Provinsi DKI Jakarta, Sungai yang melintasi wilayah Jakarta Utara adalah Sungai Cakung, Banjir Kanal Timur, Banjir Kanal Barat, dan Cengkareng Drain. 3-9

39 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Gambar 3-1 Peta Sungai yang Mengalir di DKI Jakarta Sumber : Paparan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pada umumnya situ-situ dan beberapa waduk di wilayah DKI Jakarta difungsikan sebagai situ dan waduk retensi untuk me-recharge daerah. Berdasarkan studi Western Java Environmental Management Project (WJEMP) yang dilaksanakan pada tahun 2005 oleh Nippon Koei bekerja sama dengan Kwarsa Hexagon, telah diidentifikasi terdapat sekitar 149 situ yang terletak di wilayah DKI Jakarta, yang terdiri dari 134 situ eksisting dengan luas sebesar 374,8 ha dan sekitar 15 situ potensial dengan luas sebesar 19,4 ha, sehingga total area untuk keseluruhan yaitu sebesar 394,2 ha. Kualitas air permukaan. Pencemaran terhadap air sungai di DKI Jakarta semakin meningkat. Kecenderungan dari tahun 2004 sampai 2007 menunjukkan kualitas yang semakin buruk. Hal ini disebabkan oleh limbah cair dari industri dan domestik serta sampah padat yang dibuang ke sungai. Lokasi pemantauan kualitas air sungai yang dilakukan oleh BPLHD DKI Jakarta tersebar di 67 titik dari 13 sungai yang mengalir di DKI Jakarta, meliputi perbatasan DKI Jakarta sampai Jawa Barat, hilir dan muara yang ada di Provinsi DKI Jakarta, dengan peruntukan air baku air minum, perikanan, dan peternakan dan peruntukan pertanian dan usaha perkotaan. Kondisi situ/waduk di DKI Jakarta secara umum tidak terawat dengan baik, seperti banyak sampah yang menumpuk sepanjang pinggiran situ, masuknya limbah cair dari rumah tangga, pertanian dan industri dan kurangnya fungsi ekologis situ. Status mutu air situ/waduk di DKI Jakarta pada tahun 2007 adalah 83% tercemar berat dan 17% tercemar sedang. Kecenderungan kualitas air 3-10

40 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA situ/waduk di DKI Jakarta dari tahun 2004 sampai tahun 2007 menunjukkan penurunan kualitas yang cukup signifikan. Tabel 3-4 Kualitas air sungai di DKI Jakarta Tahun Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, Tabel 3-5 Kualitas air situ/waduk di DKI Jakarta Tahun Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, Berikut adalah waduk dan situ yang terdapat di Wilayah Jakarta Utara: Tabel 3-6 Situ dan Waduk di Jakarta Utara No. Nama Waduk/Situ Luas Area (Ha) Rencana Realisasi 1 Situ Rawa Kendal Waduk Don Bosco Waduk Kemayoran Waduk Marunda Waduk Muara Angke Waduk Pegangsaan Dua Waduk Pluit Waduk Sunter Selatan Waduk Sunter Timur 1A Waduk Sunter Timur 1B Waduk Sunter Timur Waduk Sunter Timur Waduk Sunter Utara Waduk Teluk Gong Waduk Tol Sedyatmo 28 - TOTAL Sumber : Jakarta Dalam Angka

41 3.1.2 Potensi Rawan Bencana Alam BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Gempa Bumi dan Likuifaksi Daerah DKI Jakarta bukanlah daerah bebas gempa, di dalam zonasi gempa yang dibuat oleh Beca Carter Hollings (1976) daerah ini termasuk dalam Zona 4, yang mempunyai potensi gempa sedang; dan hal ini juga berlaku untuk daerah Pantai Utara Jakarta. Salah satu bencana yang dapat terjadi sebagai akibat dari gempa bumi adalah terjadinya likuifaksi, yaitu pembuburan tanah yang berbutir seragam dalam kondisi jenuh air, seperti pasir halus atau lanau; di mana guncangan gempa mengakibatkan hilangnya kekuatan tanah tersebut. Di daerah Pantai Utara Jakarta terdapat jenis-jenis tanah yang dapat mengalami likuifaksi. Menurut Dinas Pertambangan DKI Jakarta dan PT. Binasiamindo Kharisma (1997) di Jakarta Utara terdapat lapisan pasir pada kedalaman 1-6 m yang rawan terhadap terjadinya likuifaksi Amblesan dan Perosokan Tanah Lapisan lempung lunak di daerah ini mempunyai kompresibilitas yang sangat tinggi, sehingga sangat rawan terhadap terjadinya amblesan dan perosokan sebagai akibat pembebanan oleh material reklamasi dan bangunan-bangunan di atasnya. Terjadinya amblesan bukan hanya mengakibatkan rusaknya bangunan dan prasarana, misalnya jalan, namun juga dapat mengakibatkan terjadinya cekungan topografi yang menjadi daerah banjir dan genangan. Dari studi penurunan tanah yang dilakukan oleh beberapa peneliti selama ini, diidentifikasi ada beberapa faktor penyebab terjadinya penurunan tanah, yaitu : pengambilan air tanah dalam yang berlebihan, penurunan karena beban bangunan, penurunan karena adanya konsolidasi alamiah dari lapisan-lapisan tanah, serta penurunan karena gaya-gaya tektonik. Dari empat faktor penurunan tanah ini, tiga faktor pertama (terutama masalah penggunaan air tanah dalam) dipercaya berkontribusi dalam menyebabkan penurunan tanah di wilayah-wilayah Jakarta Utara. Penurunan tanah dapat menyebabkan perubahan struktur, kerusakan struktur, pembalikkan drainase (saluran jalan air), dan meningkatkan kemungkinan terjadinya bencana banjir.berdasarkan studi JCDS (2011), penurunan tanah pada periode tahun bervariasi dari 0,9 s/d 17,9-cm/tahun (rata-rata 5,0-cm/tahun), dengan penurunan maksimal di Cengkareng Barat (CEBA: 9,9-cm/tahun, T002: 9,7- cm/tahun), Muara Baru (MUBA: 17,9-cm/tahun, MUTI: 11,7-cm/tahun) dan Cilincing (KBN1: 11,7-cm/tahun). 3-12

42 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Dari sejarah lokasi diperkirakan bahwa penurunan tanah di Muara Baru disebabkan oleh konsolidasi tanah karena wilayah ini merupakan wilayah reklamasi. Pada saat ini, wilayah yang berada di bawah permukaan air laut, sudah cukup menyebar di Jakarta Utara. Hal itu sudah mulai terasa dari beberapa lokasi yang sering atau selalu tergenang, jembatan dan konstruksi pengendali banjir yang mulai tenggelam dan retakan bangunan Banjir Gambar 3-2 Penurunan tanah di DKI Jakarta Tahun Sumber : JCDS, Kawasan Pantai Utara Jakarta berada pada dataran rendah. Banjir yang terjadi di kawasan ini dipengaruhi oleh pasang laut serta dilewati 13 sungai besar/kecil serta intensitas curah hujan yang besar (2.000 s/d mm/tahun). Wilayah yang menjadi daerah rawan genangan banjir di kawasan Pantai Utara Jakarta antara lain adalah Kapuk Kamal Muara, Kapuk Kamal, Kapuk Muara Teluk Gong, Pluit, Pademangan Barat, Pademangan Timur, Sunter Agung, Rawa Badak, Tugu, Lagoa, Tugu Utara, Perum Walikota Jakarta Utara, Kebon Bawang, Warakas, Sungai Bambu, dan sebagainya. 3-13

43 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Gambar 3-3 Daerah rawan banjir di Jabodetabek. Sumber : Paparan ISWRM 6 cis dalam PKM1, 12 Oktober Gambar 3-4 Daerah Rawan Genangan di Jabodetabek. Sumber : Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane Rob Rob merupakan salah satu potensi rawan bencana alam yang terjadi di Kawasan Pantai Utara Jakarta. Rob adalah limpasan gelombang pasang yang 3-14

44 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA terjadi di daerah pantai. Abrasi dan genangan banjir akibat rob akan mungkin saja terjadi apabila daerah pantai tersebut belum terdapat prasarana pengendalian rob yang memadai. Pada umumnya, kejadian rob di pantai Utara Jakarta terjadi pada bulan Desember, Januari dan Februari setiap tahunnya. Bulan-bulan tersebut merupakan musim angin musim Barat dimana angin bertiup dari arah Barat Laut dengan kecepatan 8,21-10,62 knot. Beberapa wilayah yang terkena dampak rob adalah Kamal Muara, Pluit, Penjaringan, Ancol, Kalibaru, Cilincing, dan Marunda. Kejadian rob di Pantura Jakarta disebabkan oleh beberapa faktor, seperti tinggi gelombang pasang, kondisi topografi daerah pantura Jakarta cenderung relatif datar dengan kemiringan lereng lebih kecil dari 1% dan elevasinya bervariasi antara 1,5-1,8 m dari MSL, dan pengaruh pemanasan global. Wilayah yang terkena rob harus diatasi dengan prasarana penanganan pantai sesuai dengan karakteristik pantai dan tata ruang kawasan pesisir pantai, antara lain dengan adanya mangrove, tanggul penahan ombak, tanggul laut, krib, dan peredam gelombang. berikut ini. Lokasi sebaran rob serta dampaknya dapat dilihat pada tabel dan gambar Tabel 3-7 Lokasi sebaran dampak rob di Pantai Utara Jakarta (ket. Data ketinggian telah disesuaikan dengan MSL/Peil Tanjung Priok. No A B Desa Pantai Kamal Muara Kapuk Muara Kec. Bencana Rob Tinggi Air Pasang Th (m) Tinggi Gelombang Th (m) Karakteristik Tinggi Rob Penurunan Tanah Th (m) Kenaikan Muka Air Laut s/d Th (m) Total Penjaringan Terkena 0,70 2,86 0,08 0,15 3,79 Penjaringan Bebas 0,70 2,86 0,08 0,15 3,79 Ket. Bangunan yang ada kurang memadai Terdapat hutan Mangrove C Pluit Penjaringan Terkena 0,70 2,86 0,03 0,15 3,74 D Penjaringan Penjaringan Terkena 0,70 2,86 0,03 0,15 3,74 E Ancol Pademangan Hampir 0,70 2,86 0,09 0,15 3,80 F Tg. Priok Tg, Priok Bebas 0,70 2,86 0,09 0,15 3,80 Bangunan tanggul yang ada kurang tinggi Bangunan tanggul yang ada kurang tinggi Bangunan krib yang ada kurang panjang/ banyak Ada bangunan peredam gelombang 3-15

45 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA No Desa Pantai Kec. Bencana Rob Tinggi Air Pasang Th (m) Tinggi Gelombang Th (m) Karakteristik Tinggi Rob Penurunan Tanah Th (m) Kenaikan Muka Air Laut s/d Th (m) G Koja Koja Bebas 0,70 2,86 0,09 0,15 3,80 H Kalibaru Cilincing Terkena 0,70 2,86 0,08 0,15 3,79 I Cilincing Cilincing Terkena 0,70 2,86 0,08 0,15 3,79 J Marunda Cilincing Terkena 0,70 2,86 0,08 0,15 3,79 Sumber : Geodessy Research Division, ITB, Total Ket. Ada bangunan peredam gelombang Belum ada prasarana Bangunan yang ada kurang memadai Bangunan yang ada kurang memadai Gambar 3-5 Sebaran lokasi dampak rob di Pantai Utara Jakarta. Sumber : Masterplan Pengendalian Banjir DKI Jakarta 2012, Dinas PU DKI Jakarta Erosi Pantai/Abrasi Abrasi pantai di kawasan pesisir Jakarta, terutama di beberapa lokasi disebabkan oleh aktivitas manusia seperti kegiatan reklamasi sebagian pantai, pengambilan terumbu karang dan menipisnya hutan mangrove. Abrasi terjadi di beberapa lokasi di pantai Utara Jakarta bagian Timur dan Barat. Pembangunan tambak di Bagian Barat perairan Teluk Jakarta menyebabkan kawasan tersebut mengalami kehilangan pelindung pantai alami berupa tanaman mangrove. Pantai Marunda juga mengalami erosi, namun hingga kini belum membentuk keseimbangan alam, di mana suplai sedimen tidak mencukupi untuk menutup defisit yang diakibatkan oleh abrasi dan pengambilan pasir. Beberapa usaha yang telah dilakukan oleh dinas terkait dalam menanggulangi permasalahan ini adalah pembuatan pemecah gelombang untuk mengurangi tekanan air laut yang dapat 3-16

46 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA menggerus pantai serta penanaman dan penghijauan kembali hutan mangrove di sekitar wilayah tersebut Sedimentasi Sedimentasi terjadi di bagian barat sekitar Kali Muara Angke dan Cengkareng Drain, dan sebagian besar wilayah timur. Sementara abrasi terjadi hampir disepanjang bagian tengah Teluk Jakarta dimana daerah tersebut menerima hantaman gelombang secara langsung dari arah Utara. Sedimen yang dipasok berupa sedimen berbutiran halus yang menyerupai lempung dan lanau dan dibawa ke dalam sistem sebagai beban tersuspensi. Sedimen di teluk ini didistribusikan di sepanjang garis-pantai oleh angin dan pasang yang digerakkan aksi arus dan gelombang. Di Teluk Jakarta tidak satupun di antara penggerak ini jelas-jelas dominan satu terhadap lainnya. Gambar 3-6 Morfologis historis Teluk Jakarta ( ). Sumber : Kajian Reklamasi dan Hidrodinamika Pantura Jakarta, 2013 Sedimentasi cepat biasanya terjadi di muara-muara sungai. Apabila kondisi gelombang dan arus serta dasar laut tidak sesuai untuk pembentukan delta, pengendapan ini biasanya terdistribusi di sepanjang pantai, kadang-kadang dalam satu arah, umumnya searah dengan angin yang periode berhembusnya lama Kawasan Lindung Meningkatnya laju tekanan terhadap pemanfaatan ruang di DKI Jakarta dan sekitarnya, menyebabkan berbagai macam fenomena masalah, salah satu di antaranya hilangnya kawasan-kawasan perlindungan wilayah perkotaan DKI Jakarta. Hal inilah yang menyebabkan munculnya alih fungsi tanah-tanah produktif atau kawasan-kawasan perlindungan wilayah perkotaan dirubah dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ruang dan tanah. Perlindungan terhadap kawasan- 3-17

47 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA kawasan yang mempunyai peran dan fungsi strategis sebagai penyangga lingkungan hidup di DKI Jakarta, telah diupayakan perlindungan dan penyelamatannya dalam Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2012 tentang RTRW Berdasarkan RTRW 2030 tersebut, peruntukan ruang untuk fungsi lindung di antaranya (1) kawasan perlindungan daerah bawahnya, (2) kawasan perlindungan setempat, (3) kawasan suaka alam, (4) kawasan pelestarian alam, (5) kawasan cagar budaya, dan (6) kawasan rawan bencana. Tidak semua ruang berkarakter fungsi lindung terdapat di kawasan Pantura DKI Jakarta, namun hanya ada beberapa kawasan yang berkarakter untuk fungsi lindung, di antaranya : Kawasan Perlindungan Daerah Bawah Pada RTRW DKI Jakarta 2030, kawasan perlindungan daerah bawah adalah bagian dari kawasan lindung yang tediri dari kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air. Pada kawasan Pantura DKI Jakarta terdapat kawasan yang ditetapkan menjadi kawasan perlindungan daerah bawah, yaitu kawasan hutan lindung. Hutan Lindung Angke-Kapuk (HLAK) di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara merupakan satu-satunya hutan lindung dan salah satu kawasan konservasi formal yang ada di wilayah daratan DKI Jakarta. Kawasan HLAK yang mempunyai luas pada tahun 2010 sebesar 44,76 ha, letaknya memanjang sejajar pantai sepanjang sekitar 5 km dengan lebar 100 m dari garis pasang surut yang terbentang mulai dari batasan hutan wisata Kamal ke arah timur hingga suaka margasatwa Muara Angke (BPLHD DKI Jakarta, 2010). HLAK terletak di wilayah pesisir, yakni kawasan peralihan antara daratan dan lautan di bagian utara DKI Jakarta, yang memanjang dari muara sungai Angke di bagian timur sampai perbatasan DKI Jakarta dengan Banten di bagian barat. Kondisi demikian, menjadikan HLAK berperan penting dalam menjaga stabilitas kawasan di sekitarnya, baik aspek fisik, biologi atau sosial ekonomi yang memposisikan ekosistem mangrove penyusun HLAK sebagai ekosistem yang produktif dan unik di kawasan pesisir. Di kawasan HLAK terdapat areal permukiman Pantai Indah Kapuk dengan batas sebelah Selatan adalah jalan tol Prof. Sedyatmo dan jalan Kapuk Muara. Jenis vegetasi yang tumbuh di hutan lindung relatif terbatas. Tumbuhan bawah jarang terlihat oleh karena di pengaruhi pasang-surut. Tumbuhan bawah hanya terdapat pada area yang cenderung lebih ke darat. Ketebalan hutan lindung sekitar 40 m. Vegetasi yang tumbuh di kawasan lindung relatif homogen, didominasi apiapi (Avicennia sp), sedangkan Bakau (Rhizoposa sp) hanya tumbuh di beberapa area yang sempit sehingga tumbuhan tersebut tampak sporadis. 3-18

48 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Beberapa bagian hutan lindung Angke Kapuk mengalami abrasi yang cukup kuat oleh gempuran ombak. Dalam upaya mempertahankan keberadaan hutan lindung, di beberapa bagian pantai di lakukan penanaman vegetasi bakau. Keberhasilan tumbuh vegetasi tersebut mengalami hambatan oleh gelombang laut yang cukup besar. Fauna yang terdapat di hutan lindung Angke Kapuk antara lain didominasi oleh burung pantai yang berjenis sama dengan yang terdapat di suaka margasatwa P. Rambut, yaitu pecuk ular (Anhinga melanogaster), kowak maling (Nycticorax nycticorax), kuntul putih (Egretta sp), kuntul kerbau (Bubulcus ibis), cangak abu (Ardea cinerea), blekok (Ardeola speciosa), belibis (Anas gibberrfrons), cekakak (Halycon chloris), pecuk (Phalacrocorax sp) dan bluwak (Mycteria cineria). Satwa lain selain jenis burung adalah biawak (Varanus salvator), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beberapa jenis ular Kawasan Perlindungan Setempat Pada RTRW DKI Jakarta, kawasan perlindungan setempat adalah bagian dari kawasan lindung yang terdiri dari sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, dan kawasan sekitar mata air, serta kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota. Di kawasan Pantura DKI Jakarta terdapat beberapa kawasan yang masuk dalam kawasan perlindungan setempat, seperti sempadan sungai dan hutan kota. Kawasan Pantura DKI Jakarta adalah kawasan yang berkarakteristik kawasan pesisir yang menjadi muara atau hilir dari 13 sungai yang mengalir sepanjang Kabupaten Bogor hingga DKI Jakarta. Saat ini, banyak pelanggaran yang terjadi dalam pemanfaatan kawasan tepian sungai di DKI Jakarta, seperti pembangunan di dalam sempadan sungai yang melanggar aturan karena kawasan sempadan sungai adalah bersifat lindung. Permukiman masyarakat yang menetap pada permukiman kumuh, dan gubuk-gubuk liar terdapat di sepanjang dataran banjir. Daratan sungai sebagai dataran banjir untuk bangunan rumah liar dan kumuh yang mengurangi daerah resapan air dan penahan air, dan penyempitan bantaran sungai. Keberadaan bangunan rumah dan fasilitasnya bila hujan besar bisa menyebabkan aliran airnya pada permukaan tanah terhambat ke saluran air, dan meluap sungai yang bisa menjadi banjir lebih meluas dan lama di Provinsi DKI Jakarta. Hingga kini, terdapat tiga hutan kota di Jakarta Utara. Di antaranya di sekitar Waduk Sunter Utara, Kemayoran, dan Kawasan Berikat Nusatara (KBN) Marunda. Hutan Kota Waduk Sunter Utara terletak di pemukiman komplek perumahan Sunter yang dikelola oleh Badan Pengelola Sunter. Hutan ini sebagai ruang terbuka hijau penyangga pemukiman. Hutan ini termasuk dalam kawasan Kelurahan Papanggo 3-19

49 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara dengan mempunyai luas berdasarkan penetapannya 8,20 ha. Hutan Kota Eks Bandara Kemayoran yang merupakan bagian ruang hijau lingkungan komplek Pekan Raya Jakarta. Berdasarkan administratif pemerintahan termasuk dalam kelurahan Pademangan Timur, Jakarta Utara. Lahan hutan kota mengalami alih fungsi dari tempat sampah menjadi hutan kota yang hijau dengan luas lahan sebesar 4,6 ha. Kawasan hutan kota Kemayoran pada hakekatnya sangat dipengaruhi oleh intrusi air laut, terutama pada musim kemarau. Dalam hutan itu tumbuhan yang mampu beradaptasi dengan jenis-jenis spesifik, yang merupakan koleksi dari berbagai jenis tumbuhan yang dinilai dapat berfungsi sebagai penyangga kehidupan, khususnya dalam upaya mengendalikan lingkungan fisik kritis di wilayah perkotaan dan penyangga fungsi tata air tanah (hidrologis), yang antara lain meliputi Flamboyan (delonix regia), Trembesi (samanea saman) dan beberapa jenis lainnya. Beberapa hutan kota lainnya yang berada di Kawasan Pantura adalah Hutan Kota di Kawasan Berikat Nusantara Marunda, Kecamatan Cilincing (1,59 ha) dan Hutan Kota milik PT. Jakarta Propertindo di Kanal Banjir Barat (2,49 ha) Kawasan Suaka Alam Pada RTRW DKI Jakarta 2030, Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Salah satu kawasan suaka alam di kawasan Pantura DKI Jakarta adalah Suaka Margasatwa Muara Angke. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 755/Kpts-II/UM/1998, Cagar Alam Muara Angke ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa Muara Angke dengan luas 25,02 ha. Kawasan lindung tersebut merupakan kawasan hutan sesuai dengan sifat alamnya yang merupakan sistem penyangga kehidupan, seperti pengaturan tata air, pencegahan bencana banjir, pengendalian erosi, pencegahan intrusi air laut, serta pemeliharaan kesuburan tanah. Berbatasan dengan tanggul kawasan Pantai Indah Kapuk ke arah suaka margasatwa sebagian besar digenangi air, sehingga tumbuhan di kawasan ini merupakan vegetasi rawa yang langsung terkena pengaruh pasang surut air laut. pohon Pidada atau Bidara (Sonneratia alba) merupakan jenis yang sering dijumpai selain Api-api (Avicenia marina), Jangkar (Bruguiera sp), Api-api (Rhizopora sp), Waru laut (Thespesia populnea), Buta-buta (Ezcoecaria agallocha), Nipah (Nypa 3-20

50 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA fruticans) dan Ketapang (Terminalia catapa), luas Suaka Margasatwa Muara Angke pada tahun 2010 adalah 25,02 ha. Suaka Margasatwa Muara Angke ditetapkan sebagai kawasan hutan mangrove yang seharusnya didominasi oleh pohon, namun kondisinya saat ini merupakan lahan rawa terbuka yang didominasi oleh herba seperti Warakas (Acrostichum aureum) dan Seruni (Wedelia biflora). Salah satu keunikan ekosistem khas mangrove di kawasan Muara Angke adalah adanya tumbuhan rotan (Calamus sp) yang spesifik. Keberadaan pohon relatif sporadis. Pada lahan rawa terbuka tumbuh vegetasi bukan spesifik penghuni hutan mangrove seperti Gelagah (Saccharum spontaneum), Putri malu (Mimosa pudica), Talas lompong (Colocasia sp), dan Kangkung (Ipomoea sp). Tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan yang hidup pada kondisi bukan payau. Suaka margasatwa Muara Angke dihuni oleh burung dengan jenis yang sama dengan penghuni suaka margasatwa P. Rambut, oleh karena sebagian besar burung tersebut mencari makan di pesisir Teluk Jakarta. Macaca fascicularis yang dikenal sebagai Monyet Ancol juga menghuni kawasan ini, yang diperkirakan jumlahnya tinggal 40 ekor. Fauna liar lainnya yang dijumpai adalah kelompok reptilia, seperti Biawak (Varanus salvator), Kadal (Mabula multifasciata), ular Hijau (Dryophis prasinus) dan ular Cincin (Boiga dendrophila). Untuk mempertahankan kondisi suaka margasatwa Muara Angke sebagai ekosistem mangrove, telah diusahakan penanaman Bakau (Rhizopora mucronata) dan Api-api (Avicenia sp) yang telah berlangsung sejak bulan Agustus 1999 melalui kerjasama antara Lembaga Pengkajian Mangrove, Yayasan Kehati, Kanwil Kehutanan DKI Jakarta dan Dinas Kehutanan DKI Jakarta. Untuk mengurangi akibat perambahan dan alih fungsi, maka pemerintah DKI Jakarta melakukan upaya diantaranya tahun 2009 melakukan rehabilitasi Mangrove Suaka Margasatwa Muara Angke seluas 8 ha dan menyiapkan jalur hijau jalan sepanjang bantaran seluas ha, selain yang dilakukan pihak swasta yang peduli terhadap keberadaan hutan mangrove di DKI Jakarta Kawasan Pelestarian Alam Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun diperairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, mencakup (1) Taman nasional (TN), adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, 3-21

51 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA dan rekreasi; (2) Taman hutan raya (TAHURA), adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi; (3) Taman wisata alam (TWA) kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. Pada kawasan Pantura Jakarta, terdapat kawan hutan wisata, yaitu Hutan Wisata Kamal Muara. Kawasan Hutan Wisata Kamal Muara merupakan ekosistem mangrove yang relatif luas bila dibandingkan dengan kedua kawasan di atas ditambah dengan kebun bibit seluas ± 10,47 ha. Jenis vegetasi yang dominan di kawasan ini adalah api-api (Avicennia spp) yang tumbuh mulai tingkat semai hingga tingkat pohon. Keadaan ini mengindikasikan bahwa kelanjutan pertumbuhan jenis tumbuhan tersebut relatif baik. Jenis bakau (Rhizopora spp) tingkat pohon banyak dijumpai di perbatasan dengan hutan lindung yang berbatasan dengan pantai. Perannya terhadap keseluruhan area adalah sangat penting. Adanya vegetasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan fungsi lindung hutan terhadap serangan abrasi, apalagi kawasan ini memiliki pasang laut cukup tinggi dan pengaruh angin musim cukup besar. Dengan akar tunjang yang dimiliki, maka jenis bakau merupakan tanaman yang diharapkan dapat bertahan terhadap pengaruh perairan laut. Tumbuhan lain yang dijumpai adalah dari jenis akasia (Acasia auriculiformis), kihujan (Samanea saman), mahoni (Swietenia macrophyla), flamboyan (Delonix regia), dan kedondong (Spondias pinnata). Jenis-jenis tersebut tumbuh di tepi empang. Jenis tumbuhan bawah yang dijumpai antara lain bluntas (Pluche indica), kitower (Derris heterophylla), putri malu (Mimosa sp), nenasia (Breynia sp), dan beberapa jenis rumput yang biasa tumbuh pada ekosistem darat. Berdasarkan informasi BP Pantura (2001), hutan wisata Kamal Muara masih mampu berfungsi sebagai habitat burung air, sebagaimana terlihat dari adanya vegetasi mangrove seperti api-api (Avicennia sp) yang menyebar di seluruh hutan wisata. Peranan kawasan ini menjadi lebih penting oleh fungsinya sebagai tempat mencari makan bagi burung air pada pagi hingga sore hari serta sebagai tempat beristirahat pada malam harinya, serta tempat berlindung dari tiupan angin. Keberadaan empang bekas tambak maupun tambak yang masih diusahakan di sekitar kawasan wisata ini Kawasan Cagar Budaya Pada RTRW DKI Jakarta 2030, kawasan cagar budaya adalah adalah kawasan atau kelompok bangunan yang memiliki nilai sejarah, budaya dan nilai lainnya yang dianggap penting untuk dilindungi dan dilestarikan untuk kepentingan 3-22

52 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA pendidikan, penelitian, dokumentasi dan pariwisata. Pada RTRW 2030, kawasan cagar budaya yang terdapat di kawasan Pantura DKI Jakarta, yaitu kawasan Kota Tua dan Rumah Si Pitung. Pada versi dokumen AMDAL regional, kawasan cagar budaya yaang terdapat di kawasan Pantura DKI Jakarta di antaranya kawasan Sunda Kelapa, Mesjid Luar Batang, Mesjid Al-Alam Marunda dan Gereja Tugu. Kota Tua Jakarta dikenal dengan sebutan Batavia Lama (Out Batavia) adalah sebuah wilayah kecil di Jakarta yang ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya. Lingkungan yang termasuk wilayah ini meliputi Sunda Kelapa, Pasar Ikan, Luar Batang, Kali Besar, Taman Fatahillah dan Glodok. Luas wilayah Kota Tua Daerah sekitar sekitar 139 ha. Kawasan ini merupakan awal dari masa depan perkembangan kota Jakarta sejak abad 14. Selama tahun 1527 ini adalah kota pelabuhan yang direbut oleh Fatahillah dan berganti nama menjadi Jayakarta. Lebih lanjut lagi di tahun 1620 kota ini dikuasai oleh VOC Belanda yang diubah menjadi Batavia. Pada abad ke 18, kota ini telah berkembang ke sisi selatan sampai ke daerah di taman Fatahillah dan Glodok sekarang. Sebagai kota tua, Jakarta telah meninggalkan warisan dari sejarah masa lalu mengambil bentuk bangunan dengan arsitektur Eropa dan Cina dari abad 17 sampai awal abad 20. Kota Tua ini telah dipelihara sebagai kawasan restorasi. Beberapa situs dan bangunan bersejarah di Jakarta meliputi: Masjid Luar Batang, Pelabuhan Sunda Kelapa, pasar Ikan, Museum Maritim Nasional, Menara Syahbandar, Jembatan Tarik Kota Intan, Kali Besar (Grootegracht), Gereja Sion, Museum Wayang, Lapangan Fatahillah, Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Sejarah Jakarta, Café Batavia, Toko Merah, Standard-Chartered Bank, Museum Bank Indonesia, Museum Bank Mandiri, Stasiun Jakarta Kota, Pecinan Glodok dan Pinangsia, Petak Sembilan, Vihara Jin De Yuan (Vihara Dharma Bhakti), Gedung Chandranaya, dan Gedung Arsip Nasional. Sunda Kelapa adalah nama sebuah pelabuhan dan tempat sekitarnya di Jakarta, Indonesia. Pelabuhan ini terletak di kelurahan Penjaringan, kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Meskipun sekarang Sunda Kelapa hanyalah nama salah satu pelabuhan di Jakarta, daerah ini sangat penting karena desa di sekitar pelabuhan Sunda Kelapa adalah cikal-bakal kota Jakarta yang hari jadinya ditetapkan pada tanggal 22 Juni Kala itu Sunda Kelapa merupakan pelabuhan Kerajaan Sunda yang beribukota di Pakuan Pajajaran atau Pajajaran (sekarang kota Bogor) yang direbut oleh pasukan Demak dan Cirebon. Pelabuhan Sunda Kelapa telah dikenal semenjak abad ke-12 dan kala itu merupakan pelabuhan terpenting Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran. Kemudian pada masa masuknya Islam dan para penjelajah Eropa, Sunda Kelapa 3-23

53 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA diperebutkan antara kerajaan-kerajaan Nusantara dan Eropa. Akhirnya Belanda berhasil menguasainya cukup lama sampai lebih dari 300 tahun. Para penakluk ini mengganti nama-nama pelabuhan Sunda Kelapa dan daerah sekitarnya. Namun pada awal tahun 1970-an, nama kuno "Sunda Kelapa" kembali digunakan sebagai nama resmi pelabuhan tua ini. Pada saat ini Pelabuhan Sunda Kelapa direncanakan menjadi kawasan wisata karena nilai sejarahnya yang tinggi. Saat ini Pelabuhan Sunda Kelapa adalah salah satu pelabuhan yang dikelola oleh PT. Pelindo II yang tidak disertifikasi International Ship and Port Security karena sifat pelayanan jasanya hanya untuk kapal antar pulau. Saat ini pelabuhan Sunda Kelapa memiliki luas daratan 760 ha serta luas perairan kolam ha, terdiri atas dua pelabuhan utama dan pelabuhan Kalibaru. Pelabuhan utama memiliki panjang area m dan luas kolam lebih kurang m yang mampu menampung 70 perahu layar motor. Pelabuhan Kalibaru panjangnya 750 m lebih dengan luas daratan m 2, luas kolam ,74 m 2, dan mampu menampung sekitar 65 kapal antar pulau dan memiliki lapangan penumpukan barang seluas m 2. Dari segi ekonomi, pelabuhan ini sangat strategis karena berdekatan dengan pusat-pusat perdagangan di Jakarta seperti Glodok, Pasar Pagi, Mangga Dua, dan lain-lainnya. Sebagai pelabuhan antar pulau Sunda Kelapa ramai dikunjungi kapalkapal berukuran 175 BRT. Barang-barang yang diangkut di pelabuhan ini selain barang kelontong adalah sembako serta tekstil. Untuk pembangunan di luar pulau Jawa, dari Sunda Kelapa juga diangkut bahan bangunan seperti besi beton dan lain-lain. Pelabuhan ini juga merupakan tujuan pembongkaran bahan bangunan dari luar Jawa seperti kayu gergajian, rotan, kaoliang, kopra, dan lain sebagainya. Bongkar muat barang di pelabuhan ini masih menggunakan cara tradisional. Di pelabuhan ini juga tersedia fasilitas gudang penimbunan, baik gudang biasa maupun gudang api. 3.2 Karakteristik Hidro-Oseanografi Perairan Teluk Jakarta Karakteristik hidro-oseanografi Teluk Jakarta terdiri atas karakteristik batimetri, angin, arus, gelombang, pasang-surut, abrasi-akresi dan perubahan garis pantai, material dasar pantai, dan kualitas perairan Batimetri Batimetri dasar perairan Teluk Jakarta adalah landai dengan kemiringan rata-rata 1:300 ke arah utara, artinya makin ke arah utara makin dalam. Kontur batimetri relatif sejajar dengan garis pantai melengkung sesuai dengan bentuk perairan Teluk Jakarta. Di perairan Teluk Jakarta tidak ditemukan palung atau tonjolan yang dapat mengubah pola gelombang datang akibat refraksi dan defraksi. 3-24

54 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Teluk Jakarta merupakan perairan dangkal dengan kedalaman berkisar antara 3-29 m dengan rata-rata kedalaman 15 m. Kedalaman muara berkisar antara m saat pasang dan 0,5-2 m saat surut. Daerah yang terdalam di bagian ini terletak di bagian utara Pulau Pari, kedalaman mencapai 90 m. Kedalaman terendah di Muara Kali Blencong baik saat pasang atau surut yaitu 0,5 m. Umumnya di daerah pesisir kedalamannya kurang dari 5 m, kecuali di daerah pelabuhan yang memang diperdalam untuk tujuan pelayaran. Dasar perairan Teluk Jakarta melandai ke arah Laut Jawa dengan kedalaman di perbatasan Laut Jawa berkisar antara m. Kondisi batimetri mengacu kepada peta Dishidros dan kedalaman air dari muka air laut rata-rata dapat dilihat pada di bawah ini. Kedalaman air bertambah dalam secara perlahan dari mulai garis pantai dengan kedalaman sekitar 8 km terletak pada jarak sekitar 2-3 km dan kedalaman 20 m terletak sekitar jarak 12 km. Gambar 3-7 Kondisi Batimetri Teluk Jakarta Sumber : Kajian Reklamasi dan Hidrodinamika Pantura Jakarta, 2013 Variasi kedalaman yang tinggi terdapat di perairan sebelah barat Teluk Jakarta sedangkan di pantai timur relatif rata. Perbedaan ini disebabkan proses sedimentasi di bagian pantai timur sangat kuat akibat bermuaranya Sungai Citarum di Tanjung Karawang. Sebetulnya pantai pesisir di bagian utara pulau Jawa secara umum banyak mengalami akresi akibat sedimentasi yang tinggi, hal ini juga berlaku bagi pesisir pantai Jakarta. Perubahan yang terjadi lebih banyak diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti pembuatan bangunan pantai, reklamasi, dan penambangan pasir. Maka sebagian pesisir pantai Jakarta mengalami erosi, sehingga kedalaman daerah pesisir umumnya tidak melebihi perbedaan tinggi pasang surut yang berupa mud-flat. 3-25

55 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Dilihat dari kondisi batimetri yang ada, dapat disimpulkan bahwa kondisi tersebut berada dalam kondisi seimbang yang stabil, dimana tidak terlihat terjadinya perubahan yang berarti dengan kondisi batimetri dilihat dari lokasi landmark seperti pelabuhan Tanjung Priok. Oleh Ongkosongo (1981) kondisi batimetri Teluk Jakarta digolongkan sebagai berikut : a. Pantai landai, terdapat di Muara Angke dan Kamal. b. Pantai miring, terdapat di sekitar Ancol, Pluit, dan Muara Karang. c. Pantai terjal, terdapat di Kalibaru, Cilincing, dan Marunda. Gambar 3-8 Peta kedalaman air laut (meter) di Teluk Jakarta. Sumber : Atlas JCDS Angin Menurut Laporan Akhir Tahun 2000 mengenai Model Matematik Hidrodinamika Teluk Jakarta yang dilakukan oleh BP Reklamasi Pantura kerjasama dengan Teknik Sipil, UGM, diperoleh data angin yang berasal dari beberapa stasiun klimatologi di sekitar Teluk Jakarta dan dari beberapa hasil survey yang telah dilakukan sebelumnya. Dari data sekunder tersebut dapat diketahui bahwa angin yang dominan di Teluk Jakarta adalah dari arah Barat Laut dan dari arah Timur Laut. Ombak-ombak yang ada di Teluk Jakarta tidak begitu besar karena jarak pembangkitan kekuatan angin (fetch) tidak besar, terbatasi oleh Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Di samping itu wilayah Teluk Jakarta juga agak terlindungi oleh Tanjung Pasir dan Pulau Seribu terhadap angin dari arah Barat Laut dan oleh Tanjung Ujung Kerawang terhadap angin dari arah Timur Laut. Hasil survey Hidro-oseanografi yang dilakukan PLN terhadap keadaan angin selama 18 tahun menunjukkan (BP Reklamasi Pantura, 2000) bahwa : 3-26

56 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA a. Musim Barat berlangsung dari bulan Desember sampai Februari dengan angin bertiup dari arah Barat Daya sampai Barat Luat. Arah yang dominan dari arah Barat Laut (50%-70%) dengan kecepatan dominan 6-12 m/detik. b. Musim Pancaroba pertama berlangsung dari Maret sampai dengan Mei. Arah dan kecepatan angin berubah-ubah. Pengaruh Musim Barat masih nampak dalam bulan Maret di mana angin Barat Laut masih cukup dominan. Dalam bulan April, Musim Timur mulai berpengaruh dengan angin Timur Laut yang lebih dominan dan semakin kuat pengaruhnya dalam bulan Mei, di mana 50% adalah angin Timur Laut dengan kecepatan terbanyak 6-12 m/detik. c. Musim Timur berlangsung dari bulan Juni sampai dengan bulan Agustus dengan angin bertiup dari arah Barat Laut sampai Timur. Arah angin dominan adalah dari Timur Laut (50%-60%) dengan kecepatan berkisar 3-12 m/detik. Pada bulan Agustus angin dari Barat Laut dan Utara mulai berpengaruh walaupun angin dominan masih tetap dari Timur Laut. d. Musim Pancaroba kedua berlangsung dari bulan September sampai dengan Arus bulan November. Angin bertiup dari arah Barat Laut sampai Timur Laut. Pada bulan September, angin Timur Laut masih cukup dominan, tetapi makin berkurang pada bulan Oktober dan pada bulan November angin Barat Laut mulai nampak pengaruhnya. Arus yang terjadi di perairan di Laut Jawa di luar Teluk Jakarta terutama disebabkan oleh angin dan pengaruh pasang surut. Pengaruh pasang surut pada dasarnya tidak terlampau besar, karena tunggang pasang purnama (spring tide) yang terjadi di Teluk Jakarta relatif tidak besar, yaitu berkisar antara 90 cm hingga 150 cm tergantung lokasi. Kecepatan arus berkisar antara 25 cm/detik hingga 50 cm/detik dan arahnya mengikuti arah angin, yaitu ke Timur pada saat musim Barat pada bulan Desember hingga Februari dan ke arah Barat pada saat musim Timur pada bulan Juni hingga Agustus. Sedangkan arus yang terjadi di perairan Teluk Jakarta lebih kecil, semakin mendekati ke pantai arus semakin melemah. Walaupun data arus di perairan ini untuk waktu yang relatif panjang tidak tersedia, namun penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Air Departemen PU dan Dishidros TNI-AL mencatat besar arus berkisar antara 10 cm/detik hingga 30 cm/detik. Semakin melemahnya arus di perairan yang makin mendekati pantai dan menjauhi Laut Jawa disebabkan oleh arus dominan di Laut Jawa, sedang pengaruh pasang surut memberi kontribusi kecil pada magnitude arus. Secara umum, besar arus yang terjadi di Laut Jawa tertera pada tabel berikut. 3-27

57 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Tabel 3-8 Kecepatan dan arah arus di perairan Laut Jawa. Bulan Kecepatan (cm/detik) Arah Januari Timur Februari Timur Maret Timur April Lemah Tidak menentu Mei Timur Juni Timur Juli Timur Agustus Timur September Timur Oktober Lemah Tidak menentu November Timur Desember Timur Sumber : Kapuk Naga, Annex II Coastal Engineering. Musim Barat Barat Barat Pancaroba Barat Barat Barat Barat Barat Pancaroba Barat Barat Arus di perairan memperlihatkan pola yang relatif komplek, karena dipengaruhi oleh bangunan-bangunan pantai seperti jetty, breakwater, dan lahan reklamasi seperti di Muara Karang, Pantai Mutiara, Muara Baru, Tanjung Priok, Muara Cakung Drain, dan Cengkareng Drain. Ke arah perairan pantai terjadi perubahan pola dan konsentrasi arus, di mana pengaruh pasang surut menjadi lebih besar dan dipengaruhi pula oleh debit saluran drainase dan badan sungai. Gambar 3-9 Pola arus pada musim barat di perairan Teluk Jakarta. Sumber : Badan Pelaksana Reklamasi Pantura,

58 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Gambar 3-10 Pola Arus pada Musim Timur di Perairan Teluk Jakarta. Sumber : Badan Pelaksana Reklamasi Pantura, Gelombang Gelombang yang terjadi di Teluk Jakarta terutama diakibatkan oleh angin yang pembentukannya dapat terjadi di sekitar lokasi yang disebut sebagai seas atau jauh dari lokasi yang kemudian merambat ke lokasi yang diamati yang disebut sebagai swell. Karakteristik seas adalah acak, arahnya sesuai dengan arah angin, dan perioda gelombangnya lebih pendek. Swell mempunyai perioda yang lebih panjang dengan arah tertentu, yaitu berasal dari lokasi di mana terjadi pembentukan gelombang. Arah gelombang datang sesuai dengan arah angin, yaitu pada musim Barat gelombang datang dari arah Barat Laut dan pada musim Timur gelombang datang dari arah Timur Laut dan sebagian datang dari arah Utara. Waverose yang menggambarkan distribusi arah dan tinggi gelombang rata-rata dan bulanan diperoleh dari hindcasting data angin jam-jaman yang dicatat pada stasiun pengamatan Tanjung Priok. Tinggi gelombang dominan berkisar antara 50 cm hingga 100 cm dengan perioda antara 3 detik hingga 5 detik. Tinggi gelombang maksimum untuk perioda ulang 50 tahun adalah 2,15 m dengan perioda gelombang sebesar 6,6 detik. Sedangkan untuk perioda ulang 100 tahun tinggi gelombang adalah sebesar 2,25 m dengan perioda 7,0 detik Pasang-Surut Pasang surut di Teluk Jakarta dipengaruhi secara dominan oleh pergerakan pasang surut di Laut Jawa bagian Barat Daya. Karakteristik rezim pasang surut Semi Diurnal dan Diurnal konstituen untuk Teluk Jakarta akan diuraikan ringkas berikut ini. 3-29

59 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Semi-diurnal konstituen. Pada gambar di bawah, ditampilkan co-tidal chart dari dua unsur semi-diurnal utama (M2 dan S2) untuk bagian barat Laut Jawa. Konstituen semi-diurnal adalah komponen dari pasang yang mengakibatkan dua air tinggi dan dua air rendah per hari. Sekitar batas barat, utara dan selatan Laut Jawa, pantai timur Sumatera, pantai selatan Kalimantan dan pantai utara Jawa, refleksi jelas terlihat dari peningkatan amplitudo dari gelombang pasang M2 dan S2. Kedua gelombang pasang ini mengalami peningkatan dari timur ke arah Laut Cina Selatan. Gelombang pasang M2 memiliki titik amphidromic di barat laut Teluk Jakarta. Selain itu, perlu dicatat bahwa gelombang semi-diurnal memiliki amplitudo sangat rendah di sebagian besar Laut Jawa, termasuk Teluk Jakarta. Gambar 3-11 Co-Tidak Charts untuk Pasang Surut Semi-Diurnal M2 dan S2 di Laut Jawa. Diurnal konstituen. Pada gambar di bawah dapat dilihat co-tidal charts dari dua unsur diurnal utama (K1 and O1) untuk bagian barat Laut Jawa. Konstituen diurnal adalah komponen dari pasang surut yang mengakibatkan satu air tinggi dan satu air rendah per hari-nya. Kondisi Laut Jawa mendukung terjadinya resonansi dari konstituen diurnal (Hoittink, 2003). Terlihat dari gambar disamping, garis beda fasa yang sama dan penurunan amplitude di bagian tengah Laut Jawa. Akibatnya, pasang surut diurnal mendominasi Laut Jawa (dalam hal ini Teluk Jakarta), meskipun dua lautan yang berdekatan (Samudera Pasifik dan Laut Cina Selatan) serta Samudera Hindia, adalah merupakan lautan dengan karakter dasar semidiurnal. Beda fasa konstituen K1 dan O1 di sebagian besar Laut Jawa, meningkat 3-30

60 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA pada arah yang berlawanan. Namun demikian, di bagian Barat Daya Laut Jawa, beda fasa kedua konstituen ini meningkat (ke arah Selat Sunda). Gambar 3-12 Co-Tidak Charts untuk Pasang Surut Diurnal K1 dan O1 di Laut Jawa. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh JCDS (2011), terlihat bahwa konstituen diurnal K1 memberikan amplituda terbesar (25.9-cm), sedangkan untuk konstituen semi diurnal, amplituda yang ada relative jauh lebih kecil. Spring Tide. Maksimum spring tide level pada gambar diatas jelas menunjukkan periode kurang lebih tahun. Dari gambar di bawah juga dapat dilihat, puncak tertinggi spring tide selama pengamatan ini ada antara tahun 2005 dan Gambar 3-13 Tinggi Muka Air (prediksi) Spring Tide Tanjung Priok. 3-31

61 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Gambar 3-14 Mean Sea Level Anomali (MSLA) di Tanjung Priok (terletak di Teluk Jakarta) dan Pelabuhan Ratu (terletak di Samudera Hindia). Sumber : Paparan Awal JCDS-Study, 19 Oktober Angin lautan tropis menyebabkan kenaikan permukaan laut di sisi Barat Laut dan penurunan di sisi timurnya. Oleh karena itu, perbedaan tinggi permukaan air antara lautan-lautan tropis dapat terjadi. Selain itu, variasi tinggi permukaan laut juga dapat disebabkan oleh hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik meteorologi regional. Variasi ini, yang bukan disebabkan oleh pasang surut, disebut Mean Sea Level Anomali (MSLA). Dalam gambar di atas, ditampilkan MSLA di Tanjung Priok (terletak di Teluk Jakarta) dan Pelabuan Ratu (terletak di Samudra India). Dari sini dapat dilihat bahwa variasi MSLA tahunan di Tanjung Priok sekitar cm, dengan nilai tinggi sekitar Mei dan Juni dan nilai-nilai rendah sekitar bulan Desember sampai Maret. Di bawah ini merupakan grafik variasi tahunan MSLA (rata-rata bulanan) berdasarkan pengamatan tinggi muka air selama 21 tahun, di Tanjung Priok (garis biru). Garis merah menggambarkan MSLA (garis biru), standard deviasi atas (garis merah atas), dan standard deviasi atas (garis merah bawah). Sumber Gambar : JCDS, Grafik rata-rata MSLA. 3-32

62 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Pasang surut di Teluk Jakarta dapat diklasifikasikan kedalam tipe diurnal, dimana kejadian pasang dan surut muka air laut terjadi sekali dalam sehari. Tunggang pasang muka air laut pada saat purnama sekitar 1 m. Berdasarkan data dari stasiun pengamatan Sunda Kelapa, elevasi-elevasi penting pasang surut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3-9 Karakteristik pasang surut Teluk Jakarta. Karakteristik pasang surut [LWS + m] Highest High Water Spring HHWS 1.19 Mean High Water Spring MHWS 1.00 Mean High Water Neap MHWN 0.82 Mean Sea Level MSL 0.55 Mean Low Water Neap MLWN 0.31 Mean Low Water Spring MLWS 0.11 Lowest Low Water Spring LLWS 0.00 *LWS is defined as Lowest water Spring Sumber : Kajian Reklamasi dan Hidrodinamika Pantura Jakarta, Kualitas Perairan Gambar 3-16 Pasang surut Teluk Jakarta. Sumber : Kajian Reklamasi dan Hidrodinamika Pantura Jakarta, Perairan Teluk Jakarta yang dikategorikan sebagai perairan pantai (Coastal Water) tentunya mempunyai peranan yang sangat besar dimana berbagai sektor telah memanfaatkan wilayah ini, baik wilayah laut maupun pantai, antara lain sektor industri, pertambangan, perhubungan, perdagangan, pertanian, dan pariwisata. Kegiatan berbagai sektor yang sedemikian banyak dan tidak terkendali tentunya akan menurunkan tingkat kualitas perairannya. Disamping itu Teluk Jakarta juga merupakan tempat bermuaranya beberapa sungai yang melewati kota Jakarta, ada 9 muara sungai yang membawa limbahnya baik dari pembuangan sampah, industri 3-33

63 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA maupun rumah tangga serta kegiatan lainnya, hal ini menyebabkan perairan Teluk Jakarta mempunyai karakteristik yang khusus dimana perairan ini menerima beban pencemaran yang cukup berat. Kualitas fisik Teluk Jakarta dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Suhu. Suhu di perairan dan muara Teluk Jakarta baik pada saat pasang maupun surut masih berada pada kisaran normal dan masih layak untuk kehidupan biota laut. Secara umum suhu permukaan dengan suhu dasar tidak berbeda jauh namun demikian secara umum suhu permukaan sedikit lebih tinggi karena adanya radiasi matahari di mana sinar matahari hanya pada sampai daerah epilimnion (lapisan bagian atas perairan). Kisaran suhu permukaan antara 28,68-30,65 O C dan kisaran suhu dasar antara 28,70-29,20 O C. Sedangkan pada muara saat surut dan saat pasang terlihat suhu saat surut sedikit lebih rendah jika dibanding dengan suhu saat pasang. Hal ini disebabkan adanya perbedaan waktu pengukuran dimana saat surut dilakukan pengukuran pada waktu pagi hari dan saat pasang dilakukan pengukuran pada siang hari. Kisaran suhu di muara antara 29,72-33,40 O C pada saat laut dalam keadaan pasang, sedangkan pada saat surut diperoleh kisaran antara 29,69-31,75 O C. b. Salinitas atau Kegaraman. Salinitas merupakan nilai konsentrasi total ion yang terdapat diperairan. Secara umum semakin ke utara atau menjauhi perairan Teluk Jakarta, salinitas air laut semakin bertambah tinggi, artinya pengaruh masukan air tawar yang mengalir ke dalam teluk sudah semakin berkurang. Di lapisan permukaan laut pada kedalaman 0-10 m nilai salinitas berkisar antara 30,75-31,8, sedang pada lapisan kedalaman air laut yang lebih dalam > 20 m variasi salinitas berkisar 31,8-33. c. Kecerahan. Kondisi kecerahan perairan Teluk Jakarta berkisar antara 1,2 m sampai dengan 7,0 m, dan cenderung meningkat pada bulan Nopember 2007 namun kondisinya kembali memburuk pada Agustus Sedangkan pada muara pada bulan Juli 2007 saat surut tingkat kecerahannya berada pada interval 0,1 m sampai dengan 1,0 m, sedangkan saat pasang berkisar antara m. Sedangkan untuk bulan Nopember 2007 saat pasang kecerahannya berada pada kisaran m dan saat surut berkisar antara m dan pada bulan Agustus 2008 kecerahannya berkisar m pada kondisi pasang dan m pada kondisi surut. 3-34

64 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Kondisi kecerahan perairan Teluk Jakarta Kondisi kecerahan pada saat pasang di muara Teluk Jakarta. Kondisi kecerahan pada saat surut di muara Teluk Jakarta. Gambar 3-17 Kondisi kecerahan di perairan Teluk Jakarta. Sumber : JCDS, d. Sedimentasi. Proses sedimentasi yang membentuk pesisir pantai Jakarta secara alami sangat dipengaruhi oleh produktifitas pengendapan Sungai Cisadane di sebelah Barat dan Sungai Citarum di sebelah Timur, telah menghasilkan pola ketinggian tanah atau topografi yang berbeda, yakni : (a) Area dengan ketinggian antara 0,1 hingga 1,2 m terdapat di daerah Kamal Muara sampai Koja dan bagian Timur di daerah Marunda. Area ini memiliki lebar antara 2 hingga 5 Km ke arah darat. (b) Area dengan ketinggian 2,1 m terdapat di daerah Cilincing. 3-35

65 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA 3.3 Karakteristik Sosial dan Kependudukan Karakteristik Demografi Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk DKI Jakarta adalah orang yang terdiri dari laki laki dan perempuan. Dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 masih tampak terjadinya fenomena kue donat di DKI Jakarta di mana penduduk bertumpu di lingkar luar sementara itu yang berada di pusat DKI Jakarta relatif rendah. Hanya sekitar 9,37% penduduk yang tinggal di Jakarta Pusat dan yang lainnya menyebar di Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Sementara itu penduduk yang berada di Kepulauan Seribu hanya 0,22%. Kota Administrasi Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Selatan adalah tiga kota administrasi dengan urutan teratas yang memiliki jumlah penduduk terbanyak yang masing masing berjumlah orang, orang dan orang. Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu merupakan wilayah dengan jumlah penduduk yang paling sedikit yaitu orang. Tabel 3-10 Jumlah penduduk, kepadatan, rasio jenis kelamin dan prosentase penduduk di DKI Jakarta Kabupaten/ Kota Laki-laki Perempuan Total Kepadatan Sex Ratio Kepulauan Seribu Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara DKI Jakarta Sumber : Sensus Penduduk Tahun 2010, BPS. Dengan luas DKI Jakarta sekitar 662,33 km 2 dan didiami oleh orang, maka rata rata tingkat kepadatan penduduk DKI Jakarta adalah sebanyak orang per km 2. Kota yang paling padat penduduknya adalah Kota Administrasi Jakarta Pusat yaitu orang per km 2 sedangkan yang paling rendah adalah Kabupaten Administrasi Kepulaun Seribu yakni sebanyak orang per km 2. Laju pertumbuhan penduduk DKI Jakarta per tahun selama sepuluh tahun terakhir, yaitu dari tahun sebesar 2,09%. Laju petumbuhan penduduk Kabupaten Jakarta Barat adalah yang tertinggi dibandingkan wilayah lainnya di DKI Jakarta yakni sebesar 4,05 persen, sedangkan yang terendah di Jakarta Pusat yakni sebesar -2,06 persen. 3-36

66 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Berdasarkan hasil survei Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kota Jakarta Utara mencapai angka jiwa, yang terdiri atas laki-laki dan perempuan (BPS Jakarta, 2010). Secara umum, sex ratio penduduk Jakarta Utara tahun 2010 adalah sebesar 100 yang artinya jumlah penduduk lakilaki sama banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan, atau setiap 100 perempuan terdapat 100 laki-laki. Sex ratio terbesar untuk wilayah Pantura Jakarta terdapat di Kecamatan Pademangan sebesar 106. Konsentrasi penduduk yang bermukim di kawasan Pantura Jakarta Utara tersebar di Tanjung Priok sebesar 22,80%, kemudian diikuti Kecamatan Cilincing sebesar 22,57%, Kecamatan Penjaringan sebesar 18,62%, Kecamatan Koja sebesar 17,52%, dan Kecamatan Pademangan 9,09%, dan Kelapa Gading presentase penduduknya berada di bawah 10 %. Tabel 3-11 Jumlah penduduk, kepadatan, rasio jenis kelamin dan prosentase penduduk Jakarta Utara Kecamatan Lakilaki Penduduk Perempuan Jumlah Kepadatan Penduduk Rasio Jenis Kelamin Presentase Penduduk (%) Jumlah KK Penjaringan , Pademangan , Tanjung Priok , Koja , Kelapa Gading , Cilincing , Jakarta Utara , Wilayah Pantura DKI Jakarta , Sumber : BPS, Di dalam wilayah Kota Jakarta Utara sendiri, penduduk menyebar di enam wilayah kecamatan dengan lima kecamatan di antaranya Kecamatan Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja, dan Cilincing termasuk dalam kawasan Pantura Jakarta, yaitu wilayah yang diperkirakan akan menjadi areal sebaran dampak dari kegiatan reklamasi yang direncanakan di Teluk Jakarta (BP Pantura, 2001). Di wilayah tersebut juga terdapat sejumlah areal yang direncanakan untuk pelaksanaan kegiatan revitalisasi yang dampaknya diprakirakan akan menyebar di dalam wilayah tersebut. Untuk wilayah Pantura Jakarta, jumlah penduduk pada tahun 2010 tercatat jiwa (90,61% dari total penduduk Jakarta Utara atau sekitar 17,16% dari total penduduk DKI Jakarta) terdiri dari laki-laki jiwa dan perempuan jiwa (JCDS, 2011). Jumlah penduduk Pantura Jakarta terbesar ada di 3-37

67 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Kecamatan Tanjung Priok sejumlah jiwa dan tingkat kepadatan terendah untuk wilayah Pantura Jakarta ada di Kecamatan Penjaringan (8.633 jiwa/km 2 ). Gambar 3-18 Peta Kepadatan Penduduk Wilayah Teluk Jakarta. Sumber: BPS, 2010 dan JCDS, Laju pertumbuhan penduduk Jakarta Utara per tahun selama sepuluh tahun terakhir ( ) sebesar 3,43%. Dalam kurun waktu , jumlah penduduk di kawasan Pantura Jakarta telah mengalami perubahan dari jiwa tahun 2008, naik menjadi tahun 2010 atau naik sebesar jiwa selama dua tahun. Perkembangan penduduk yang cepat di antaranya disebabkan oleh banyaknya pemukiman baru yang dibangun di wilayah Pantura Jakarta dan menarik migrasi ke wilayah ini. Salah satu indikasinya pada tahun 2011, jumlah migrasi masuk (2.821 jiwa) lebih besar di dari jumlah migrasi yang keluar (2.784 jiwa) di Jakarta Utara (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, 2012) Pendidikan Penduduk Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menjadi perhatian pemerintah pusat maupun daerah sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan penanggulangan kemiskinan. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam peningkatan pendidikan baik melalui penyediaan sarana pendidikan maupun peningkatan kualitas guru sebagai tenaga pendidik. Beberapa indikator yang menggambarkan pencapaian bidang pendidikan adalah angka buta huruf, Angka Partisipasi Sekolah (APS), dan Rata-rata Lama Sekolah (BPS Jakarta Utara, 2012). Angka buta huruf penduduk usia 10 tahun ke atas di Jakarta Utara mengalami penurunan dari 0,85% pada tahun 2009 menjadi 0,77%pada tahun Hal ini menggambarkan bahwa 0,77% penduduk Jakarta Utara usia sepuluh tahun keatas masih belum mampu membaca dan menulis (BPS Jakarta Utara, 3-38

68 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA 2012). Semakin menurunnya angka buta huruf di Jakarta Utara menunjukan semakin membaiknya kemampuaan membaca dan menulis penduduk Jakarta Utara. Capaian pembangunan di bidang pendidikan selama tahun cukup menggembirakan. Hal ini ditunjukkan oleh Angka Partisipasi Sekolah (APS) pada jenjang pendidikan SD (usia 7-12 tahun) sebesar 98,44%, di tingkat SLTP (usia tahun) sebesar 85,63%, dan di tingkat SLTA (usia tahun) sebesar 55,6% (BPS Jakarta Utara, 2012). Indikator (rasio) murid-guru merupakan gambar ketersediaan tenaga pendidik. Di Jakarta Utara, rasio murid guru di TK sebesar 9, yang berarti setiap 1 guru memiliki beban tanggung jawab untuk sekitar 9 siswa TK. Sementara di tingkat SD setiap guru memiliki beban tanggung jawab terhadap sekitar 22 murid SD. Di tingkat SLTP seorang guru rata-rata bertanggung jawab terhadap sekitar 14 murid dan di tingkat SLTA setiap guru memiliki beban tanggung jawab terhadap sekitar 10 murid. Indikator (rasio) murid-sekolah dapat menggambarkan ketersediaan sarana pendidikan. 3% 5% 0% 16% Tidak Sekolah SD 33% 22% SLTP SMA DIII 21% S1 S2/S3 Gambar 3-19 Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Penduduk Pantura Jakarta Tahun Sumber : JCDS, Rasio murid-sekolah tertinggi berada pada jenjang SD, yaitu 316, artinya setiap satu sekolah rata-rata diisi oleh 316 orang murid. Ini berarti kepadatan di tingkat SD lebih tinggi dibandingkan tingkat SLTP maupun SLTA, dimana pada jenjang SLTP rasio murid sekolah sebesar 314 dan untuk jenjang SLTA rasio murid sekolah sebesar 296. Angka ini relatif lebih rendah dibandingkan jenjang SLTP, sehingga proses belajar mengajar di tingkat SLTA lebih memadai dibandingkan pada tingkat SLTP. Berdasarkan data Susenas 2010, sebagian besar penduduk Jakarta Utara berpendidikan SLTA, yaitu mencapai 33%. Sementara itu hanya 5% penduduk yang berhasil menamatkan jenjang pendidikan Sarjana (JCDS, 2011). 3-39

69 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Tabel 3-12 Fasilitas pendidikan di wilayah Pantura Jakarta Tahun 2008/2009. Kecamatan TK SD SLTP SMA/SMK Sekolah Guru Murid Sekolah Guru Murid Sekolah Guru Murid Sekolah Guru Murid Penjaringan Pademangan Tanjung Priok Koja Cilincing Total Sumber : BPS Jakarta Utara, Ketenagakerjaan Penduduk DKI Jakarta yang termasuk angkatan kerja, yaitu penduduk yang tercatat bekerja, sebanyak jiwa atau 55,69% dari total penduduk DKI Jakarta (BPS DKI Jakarta, 2009). Dari jumlah angkatan kerja tersebut, sebanyak 10,32% diantaranya tercatat sebagai penduduk di Kota Jakarta Utara. Adapun penduduk usia kerja yang tidak termasuk angkatan kerja tercatat sebagai mengurus rumah tangga, pelajar/mahasiswa, dan lainnya. Sedangkan penduduk angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja dan sedang mencari pekerjaan. Pada tabel berikut, Kota Jakarta Utara memiliki angka penduduk pencari kerja yang relatif kecil, yaitu sebesar 1,12% dari total penduduk DKI Jakarta. Demikian pula halnya dengan penduduk yang tidak masuk angkatan kerja karena alasan sekolah sebesar 1,05%. Tabel 3-13 Jumlah angkatan kerja dan bukan angkatan kerja DKI Jakarta dan Kota Jakarta Utara Tahun DKI Jakarta Kota Jakarta Utara Jiwa Presentase Jiwa Presentase Angkatan Kerja , ,32 1. Bekerja , ,18 2. Pencari Kerja ,12 Bukan Angkatan Kerja , ,48 1. Sekolah , ,05 2. Mengurus Rumah Tangga , ,87 3. Lainnya , ,53 Total Penduduk ,68 Sumber : BPS DKI Jakarta, Dalam pengelompokkan angkatan kerja di Kota Jakarta Utara pada tabel di bawah terlihat bahwa lebih dari separuh jumlah angkatan kerja termasuk kategori 3-40

70 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA muda dengan selang usia antara tahun. Tabel di bawah semakin menegaskan bahwa penduduk Kota Jakarta Utara akan bekerja setelah menyelesaikan pendidikan SLTA pasca umur tahun, dan hal ini sejalan dengan statistik sebelumnya bahwa mayoritas penduduk Kota Jakarta Utara menyelesaikan pendidikannya hingga tingkat SLTA. Pada usia remaja, jumlah penduduk Kota Jakarta Utara yang bekerja paling sedikit dibandingkan pada kategori usia lainnya. Hal ini dapat disebabkan pada usia ini belum memiliki keterampilan yang memadai untuk bekerja. Mayoritas penduduk yang bekerja di Kota Jakarta Utara adalah kaum laki-laki. Hal ini mencerminkan bahwa karakteristik angkatan kerja perempuan di Jakarta Utara dipengaruhi oleh siklus kehidupannya sebagai ibu rumah tangga, di mana pada selang usia dalam kategori muda keluar dari angkatan kerja karena umumnya memiliki anak kecil sehingga perlu lebih banyak mencurahkan waktunya untuk melaksanakan kegiatan domestik. Tabel 3-14 Jumlah penduduk yang bekerja menurut golongan umur dan kelamin Jakarta Utara Tahun Golongan Jenis Kelamin Kategori Umur Laki-laki Perempuan Total Remaja Muda Dewasa Lanjut Total Sumber : BPS Jakarta Utara, Salah satu lapangan perkerjaan atau sumber mata pencaharian masyarakat di wilayah Jakarta Utara adalah sebagai nelayan. Jumlah nelayanan banyak bermukim di antaranya di daerah Kamal Muara, Muara Angke dan perkampungan nelayanan yang ada di Kecamatan Penjaringan. Jumlah nelayan di wilayah Pantai Utara Jakarta sejumlah orang pada tahun Namun, dilihat dari perkembangannya, jumlah nelayan di wilayah Pantai Utara Jakarta cenderung menurun. Pada tahun 2004, berjumlah orang turun menjadi orang pada tahun Penurunan ini diakibatkan semakin banyaknya nelayan yang beralih pekerjaan (Sudin Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Jakarta Utara, Nelayan Penetap

71 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Gambar 3-20 Jumlah nelayan di Jakarta Utara menurut jenis dan status Tahun Sumber : Sudin Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, Kondisi Sosial Budaya Berdasarkan dokumen AMDAL Regional Pantura DKI Jakarta (BP Pantura, 2001) dan dokumen ATLAS Pengamanan Pantai Jakarta, kondisi sosial budaya perlu dan penting untuk dipertimbangkan dalam merencanakan kawasan Pantura DKI Jakarta Tipologi dan Kondisi Permukiman Berdasarkan AMDAL Regional (BP Pantura, 2001), kondisi sosial budaya di kawasan Pantura Jakarta, permukiman yang ada dapat dikategorikan ke dalam beberapa tipologi. Tipologi yang berbeda tampaknya berhubungan dengan perbedaan sejarah pertumbuhan, proses dan aktivitas bermukim, komunitas pemukim, serta kondisi sosio-budaya maupun sosio-ekonomi pemukim. Secara garis besar, permukiman di kawasan Pantura Jakarta dapat dibagi ke dalam beberapa kategori tipologi fisik, yaitu permukiman nelayan, permukiman kampung kota, permukiman darurat yang sporadis, permukiman kampung kota dengan kondisi relatif baik, dan kompleks real estat. Tipologi tersebut dapat dielaborasi lebih rinci menurut kualitas perumahan, standar prasarana dan sarana, maupun karakteristik lainnya. Namun untuk pembahasan dipergunakan kategori yang lebih umum sebagaimana dijelaskan terdahulu. a. Permukiman nelayan. Permukiman nelayan terdapat di Kecamatan Penjaringan, Tanjung Priok dan Cilincing. Di Kecamatan Penjaringan, permukiman nelayan terkonsentrasi di pantai Kamal Muara, Muara Angke, dan Muara Baru, yang merupakan tiga perkampungan dengan komunitas bahari dengan populasi 3-42

72 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA terbesar. Nelayan di ketiga kawasan tersebut masing-masing membentuk sistem yang khas dalam jangka yang relatif panjang, di mana ciri komunitas dapat berfungsi sebagai kekuatan untuk mempertahankan eksistensinya. Di Kamal Muara, permukiman nelayan yang dibangun puluhan tahun silam, yaitu sejak tahun 1964, semula muncul secara individual yang kemudian diikuti oleh kelompok keluarga lainnya dari Bugis, Bone, dan sebagian Madura. Oleh karena itu, permukiman terbentuk dengan tata letak bersifat organik. Mula-mula yang dibangun adalah rumah Bugis oleh karena penduduk berasal dari Bugis-lah yang pada awalnya datang dan bermukim dengan permukiman corak arsitektur Bugis. Dalam perkembangannya, di lokasi yang sama dibangun rumah dengan arsitektur seperti di Jakarta pada umumnya. Hingga kini, sejumlah rumah Bugis dapat dijumpai di kawasan Muara Kamal. Di Muara Angke, permukiman nelayan yang ada menghuni dua RW di Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan. Penduduk nelayan di Muara Angke berasal dari Madura, Cirebon, Jawa, Lampung, Banten (Kulon), Bugis, dan Makassar, selain penduduk asli Jakarta. Permukiman nelayan Muara Angke termasuk berusia panjang dan merupakan salah satu dari dua permukiman nelayan penting di kawasan Pantura Jakarta, selain Kamal Muara. Secara fisik, permukiman Muara Angke dapat dikelompokkan menurut dua kategori. Yang pertama adalah yang terdapat di sempadan pantai yang umumnya bersifat semi-permanen dengan kondisi prasarana dan sarana yang kurang memadai. Sebagian dari permukiman tersebut terdapat di sekitar Pasar Ikan Muara Angke. Yang kedua adalah kelompok permukiman dengan karakteristik berbeda, yaitu permukiman yang direvitalisasi melalui program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak tahun Permukiman tersebut sebagian merupakan lokasi pemukiman kembali nelayan dari daerah Lagoa, Kalibaru, dan Muara Angke sendiri. Pembangunan perumahan untuk pemukiman kembali dilakukan secara bertahap, di mana pada tahap selanjutnya melibatkan berbagai instansi lain, misalnya Departemen Sosial melalui program HKSN. Program tersebut menurut catatan hingga tahun 1996 telah menghasilkan lebih dari unit rumah yang diperuntukkan bagi nelayan, ABK, pedagang, dan lain-lain. Permukiman yang diintervensi oleh program tersebut memiliki pola fisik relatif teratur, dilengkapi prasarana dan sarana, dan terdiri dari berbagai tipe unit bangunan maupun rumah, seperti rumah panggung, rumah bermis, rumah susun, dan lain-lain. 3-43

73 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Seluruh kawasan nelayan Muara Angke merupakan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di bawah pengawasan Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta, sehingga pihak lain tidak diijinkan untuk mendirikan bangunan baik sementara maupun permanen di wilayah tersebut. Rumah yang telah diperbaiki melalui program tersebut pada dasarnya tidak dapat dipindahtangankan. Sedangkan upaya renovasi atau penambahan bangunan dapat dilakukan dengan izin Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta. Namun, praktek pemindahtanganan rumah telah berlangsung oleh karena lokasi perkampungan Muara Angke relatif baik dan memiliki akses tinggi ke pusat kota. b. Perumahan kampung kota Permukiman kampung kota merupakan permukiman yang proses pembangunannya berjalan secara informal, sedikit-demi sedikit (incremental), dan berbentuk organik. Pada umumnya permukiman tersebut memiliki prasarana dan sarana yang relatif terbatas. Selain itu, kondisi fisik perumahan relatif terbatas, kepadatan bangunan dan penduduknya sangat tinggi. Sedangkan kondisi sosial dan ekonomi penghuni termasuk golongan ekonomi lemah, walaupun di dalam komunitas tersebut berdiam pula keluarga yang berstatus sosial dan ekonomi yang lebih tinggi. Tipologi permukiman kampung kota memiliki wilayah yang terbesar di kawasan Pantura Jakarta. Permukiman tersebut tersebar di berbagai bagian kawasan Pantura Jakarta, dengan sebaran konsentrasi yang cukup signifikan di Selatan Jl. R.E. Martadinata. Daerah lainnya yang memiliki permukiman tipologi ini meliputi kawasan di sepanjang jalan Kamal Muara- Kapuk Raya, di sebelah selatan kawasan Pluit, di sebelah selatan Taman Impian Jaya Ancol (TIJA), dan di sebelah selatan Pelabuhan Tanjung Priok. Dalam kaitan ini, kelurahan yang memiliki permukiman kampung kota yang luas adalah Tegal Alur, Penjaringan, Pademangan Barat, Warakas, Kebon Bawang, Koja Selatan, Rawa Badak, Lagoa, dan Tugu Utara. Namun konsentrasi terbesar permukiman kampung kota di kawasan Pantura Jakarta adalah di Selatan Taman Impian Jaya Ancol dan Pelabuhan Tanjung Priok. Walaupun pada umumnya bentuk dan pola perkembangan permukiman dengan tipologi perkampungan kota adalah organik, di sebagian besar daerah yang diamati, pola perkembangannya justru teratur, seperti di Kelurahan Warakas, di selatan TIJA, dan di Selatan Pelabuhan Tanjung Priok. Pola jalan dan gang di permukiman 3-44

74 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA tersebut berbentuk ortogonal, sehingga seolah-olah merupakan hasil perencanaan sebelumnya. Selain itu, terdapat kampung kota yang penting yaitu Kampung Luar Batang di kelurahan Penjaringan. Di kampung Luar Batang terdapat Mesjid Al-Alaydrus yang dilindungi sebagai cagar budaya dan kampung ini termasuk daerah yang dikonservasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. c. Pemukiman darurat Permukiman darurat adalah permukiman yang kondisi seluruh unsur fisiknya bersifat darurat. Bangunan rumah dalam permukiman ini mempergunakan bahanbahan darurat, seperti karton dan bahan bekas pakai yang cenderung berbentuk gubuk. Standar rumah juga rendah, bahkan tidak tersedia prasarana dan sarana lingkungan. Umumnya permukiman darurat berdiri di atas tanah pihak lain secara ilegal. Permukiman darurat tumbuh secara sporadis di bantaran sungai, di sekitar rawa, di pinggiran permukiman kampung, dan lokasi lainnya yang memungkinkan mendirikan bangunan secara ilegal. Permukiman dengan tipologi ini umumnya berlokasi di daerah yang sedang tumbuh pesat. Karenanya, permukiman jenis ini usianya jauh lebih muda dibandingkan permukiman nelayan atau kampung kota. Permukiman darurat juga rawan terhadap penggusuran, namun dengan cepat akan tumbuh kembali. Dalam perkembangannya, permukiman ini dapat tumbuh menjadi permukiman kampung kota yang besar dan padat. Kampung Muara Baru merupakan salah satu permukiman darurat yang kemudian berkembang menjadi kampung kota. Permukiman dengan tipologi darurat dalam skala luasan yang relatif besar dijumpai di barat daya Teluk Jakarta, terutama di Kamal dan Tegal Alur. Permukimannya tumbuh di dekat pantai, di sepanjang jalan arteri, di sekitar Kawasan Industri dan Pergudangan Rawa Melati, kelurahan Cengkareng, kelurahan Semper Barat dan Timur, kelurahan Sukapura, kelurahan Cakung. Barat, dan kelurahan Rawa Terate. Di luar perkampungan ini, permukiman darurat lainnya tumbuh dalam luasan yang terbatas secara sporadis. d. Perumahan real-estat Perumahan real-estate adalah perumahan terencana yang dibangun oleh perusahaan pengembang. Perumahan real-estat tersebar hampir di seluruh bagian kawasan Pantura Jakarta dengan kisaran variasi kelas dan 3-45

75 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA sasaran yang cukup lebar, walaupun sebagian besar diperuntukkan bagi masyarakat golongan menengah-atas dan atas. Perumahan real-estat yang pertama di kawasan Pantura Jakarta kawasan Pluit, kemudian disusul oleh kompleks Sunter Agung Podomoro dan Pantai Mutiara. Kompleks perumahan real-estat terdapat di sebelah Barat dan Selatan Pelabuhan Tanjung Priok, Pantai Indah Kapuk, Pantai Mutiara, Villa Kapuk Mas dan sebagainya. Pantai Mutiara merupakan kompleks perumahan yang sangat eksklusif. Di sekitar TIJA, kecuali dua kompleks perumahan mewah yang terdapat di dalam TIJA, kompleks perumahan real-estat berdiri berbatasan dengan permukiman nelayan atau permukiman kampung kota. Pantai Mutiara, Kompleks Pluit Indah, dan Muara Karang di Kecamatan Penjaringan secara bersama berbatasan dengan kampung Muara Angke dan permukiman kampung kota yang terdapat di selatan Jalan Pluit Selatan Raya. Sedangkan kompleks perumahan Sunter Agung Podomoro berbatasan dengan permukiman kampung kota yang terdapat di kelurahan Warakas dan kelurahan Papanggo Keamanan dan Ketertiban Dibandingkan dengan wilayah lain, kondisi kriminalitas dan keamanan di kawasan Pantura Jakarta termasuk kategori rawan (JCDS, 2011). Keadaan tersebut antara lain terbentuk oleh tipologi kegiatan yang mengerahkan penduduk golongan ekonomi lemah dalam jumlah besar, seperti kegiatan pelabuhan; serta kondisi fisik setempat yang memungkinkan penduduk golongan bawah untuk melakukan okupsi lahan, seperti bantaran sungai, lahan kosong, tanah negara. Selain itu, kawasan Pantura Jakarta berdekatan dengan wilayah Jakarta Barat yang tercatat sebagai wilayah dengan tingkat kriminalitas tertinggi. Kesenjangan sosial juga nampak dengan adanya konflik sosial antara masyarakat golongan berpenghasilan rendah di perkampungan dengan penghuni perumahan mewah yang relatif banyak dijumpai di kawasan Pantai Utara Jakarta Wilayah Kota Tua Jakarta Kota Tua Jakarta dikenal dengan sebutan Batavia Lama (Out Batavia) adalah sebuah wilayah kecil di Jakarta. Lingkungan yang termasuk wilayah ini meliputi Sunda Kelapa, Pasar Ikan, Luar Batang, Kali Besar, Taman Fatahillah dan Glodok. Luas wilayah Kota Tua Daerah sekitar sekitar 139 hektar. Kawasan ini merupakan awal dari masa depan perkembangan kota Jakarta sejak abad 14. Selama tahun 1527 ini adalah kota pelabuhan yang direbut oleh Fatahillah dan 3-46

76 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA berganti nama menjadi Jayakarta. Lebih lanjut lagi di tahun 1620 kota ini dikuasai oleh VOC Belanda yang diubah menjadi Batavia. Pada abad ke-18, kota ini telah berkembang ke sisi selatan sampai ke daerah di taman Fatahillah dan Glodok sekarang. Sebagai kota tua, Jakarta telah meninggalkan warisan dari sejarah masa lalu mengambil bentuk bangunan dengan arsitektur Eropa dan Cina dari abad 17 sampai awal abad ke-20. Kota Tua ini telah dipelihara sebagai kawasan restorasi. Beberapa situs dan bangunan bersejarah di Jakarta meliputi : Masjid Luar Batang, Pelabuhan Sunda Kelapa, pasar Ikan, Museum Maritim Nasional, Menara Syahbandar, Jembatan Tarik Kota Intan, Kali Besar (Grootegracht), Gereja Sion, Museum Wayang, Lapangan Fatahillah, Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Sejarah Jakarta, Café Batavia, Toko Merah, Standard-Chartered Bank, Museum Bank Indonesia, Museum Bank Mandiri, Stasiun Jakarta Kota, Pecinan Glodok dan Pinangsia, Petak Sembilan, Vihara Jin De Yuan (Vihara Dharma Bhakti), Gedung Chandranaya, dan Gedung Arsip Nasional. 3.4 Karakteristik Perekonomian Struktur Mata Pencaharian Sebagaimana umumnya wilayah dengan karakteristik perkotaan, struktur mata pencaharian penduduk Kota Jakarta Utara didominasi oleh sektor perdagangan, industri dan jasa. Statistik tahun 2010 mencatat bahwa lebih dari separuh angkatan kerja di Kota Jakarta Utara mengandalkan kedua sektor tersebut sebagai sumber pencarian nafkah. Sementara sektor pertanian dalam struktur mata pencaharian penduduk Kota Jakarta Utara berada pada urutan terakhir dengan kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja hanya tercatat 2,29% dari angkatan kerja. Jumlah penduduk yang bekerja di sektor ini menurun, karena menurut catatan AMDAL Regional (BP Pantura, 2001) jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian pada tahun 1998 sekitar 2,29%. Hal ini bisa dikaitkan dengan berkurangnya lahan pertanian karena peralihan peruntukan lahan di Kota Jakarta Utara. Mata pencaharian di DKI Jakarta juga didominasi oleh sektor perdagangan, industri dan jasa. Statistik tahun 2010 mencatat bahwa lebih dari separuh angkatan kerja di DKI Jakarta mengandalkan kedua sektor tersebut sebagai sumber pencarian nafkah. Adapun sektor pertanian di DKI Jakarta dengan tingkat penyerapan tenaga kerja hanya 0,63% dari angkatan kerja menunjukkan peran yang jauh lebih kecil dalam membentuk struktur mata pencaharian penduduk dibandingkan dengan peran sektor lainnya. 3-47

77 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Tabel 3-15 Prosentase Penduduk yang Bekerja Menurut Sektor Lapangan Pekerjaan Sektor Pekerjaan DKI Jakarta Kota Jakarta Utara Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total Pertanian 0,89 0,19 0,63 2,34 0 1,41 Industri Pengolahan 15,60 17,18 16,19 21,37 29,65 24,65 Perdagangan 33,95 41,34 36,69 31, ,94 Jasa-jasa 27,96 36,45 31,11 16,77 28,01 21,23 Lainnya 21,59 4,48 15,38 28,34 6,73 17,77 Total Sumber : BPS DKI Jakarta, Tingkat Pendapatan Salah satu tolak ukur untuk dapat menilai tingkat kesejahteraan rata-rata masyarakat di suatu wilayah adalah dengan melihat seberapa banyak wilayah tersebut memiliki desa/kelurahan yang termasuk dalam kategori tertinggal, yang merupakan kantung-kantung kemiskinan. Berdasarkan data BPS tahun 2008, menunjukkan bahwa kantung kemiskinan paling banyak di Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Untuk kawasan Pantura Jakarta sebagian kelurahan tertinggal ada di Kecamatan Penjariangan yang terletak di sub-kawasan Barat dan Kecamatan Cilincing yang berlokasi di sub-kawasan timur. Untuk memperoleh gambaran tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat yang lebih nyata, maka dapat dilakukan penelusuran terhadap alokasi penggunaan pendapatan melalui pola pengeluaran keluarga. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan keluarga, pendapatan akan dialokasikan dengan urutan prioritas pemenuhan kebutuhan dasar yang meliputi pangan, papan dan kesehatan. Semakin besar alokasi pendapatan keluarga digunakan untuk mendapatkan pangan maka semakin rendah tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga tersebut. Dari hasil survei di kawasan Pantura Jakarta (Studi Amdal Regional Pantura Jakarta) digambarkan bahwa antara 49% sampai dengan 77% responden yang menyebar di lima kecamatan dalam kawasan Pantura Jakarta mengalokasikan sedikitnya 60% dari pendapatannya untuk memenuhi konsumsi keluaraga. Bahkan sekitar 3% hingga 13% di antara responden tersebut menggunakan hampir seluruh pendapatannya hanya untuk konsumsi keluarga. Responden yang masih memiliki alokasi pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan selain pangan dan papan ternyata lebih memprioritaskan pengeluaran untuk pendidikan daripada untuk kesehatan. Diperkirakan bahwa banyaknya industri skala besar dan menengah di kawasan ini mendorong responden untuk melakukan investasi di bidang pendidikan agar anaknya dapat memasuki kesempatan kerja di sektor tersebut. Kondisi keuangan rumah tangga di Kawasan 3-48

78 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Pantura pada tahun 2007 dapat dilihat dari tingkat pengeluaran penduduk, dimana hampir 54% dari total penduduk mempunyai mengeluaran per kapita sebulan di atas Rp ,- sisanya di bawah Rp , Kemiskinan Berdasarkan data Bappenas tahun 2008, jumlah penduduk miskin untuk 3 provinsi di wilayah Jabodetabekjur adalah 2,2 juta jiwa atau 9,4% dari total penduduk di wilayah Jabodetabekpunjur. Di Wilayah DKI Jakarta, proporsi penduduk miskin terbesar ialah di Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Di wilayah Jakarta Utara, proporsi rata-rata penduduk miskin dalam lima tahun terakhir adalah sebesar 5,4%. Jumlah ini berada diatas rata-rata proporsi penduduk miskin di DKI Jakarta yang sebesar 3,8%. Tabel 3-16 Jumlah Penduduk Miskin DKI Jakarta DKI Jakarta Jakarta Utara Tahun Poverty Poverty Jumlah % Jumlah % Gap Gap , , , , , , , , , , Sumber: Jakarta Dalam Angka 2012 Tabel 3-17 Jumlah Penduduk Miskin Jakarta Utara NO. KECAMATAN RUMAH TANGGA PENDUDUK 1. Penjaringan Pademangan Tanjung Priok Koja Kelapa Gading Cilincing JUMLAH Sumber: Jakarta Dalam Angka 2012 Secara makro, kemiskinan diukur dengan Garis Kemiskinan (GK). Garis Kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan minimal makanan dan bukan makanan agar tetap dapat hidup. Ukuran GK adalah rata-rata pengeluaran per kapita per bulan. Penduduk yang tingkat pengeluarannya di bawah GK termasuk ke dalam penduduk miskin. Penduduk miskin di Jakarta Utara sempat mengalami penurunan pada tahun 2009 dari jiwa menjadi jiwa (BPS DKI Jakarta Utara, 2012). Namun demikian pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan menjadi jiwa. Demikian 3-49

79 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA halnya dengan persentase penduduk miskin juga menunjukkan penurunan dari 6,02% pada tahun 2008 menjadi 5,34% pada tahun 2009 dan sedikit meningkat menjadi 5,62% pada tahun Sementara itu ukuran GK yang merupakan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di Jakarta Utara mengalami peningkatan dari Rp pada tahun 2008 menjadi Rp pada tahun 2010 (BPS DKI Jakarta Utara, 2012). Angka indeks kedalaman kemiskinan terus mengalami peningkatan, dapat diartikan bahwa semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Demikian halnya dengan indeks keparahan kemiskinan menunjukkan peningkatan, berarti semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Dalam rangka pengentasan kemiskinan, pemerintah memerlukan data kemiskinan yang bersifat mikro yaitu data tentang Rumah Tangga Sasaran (RTS). Secara nasional, data RTS dikumpulkan pertama kali pada tahun 2005 terkait dengan penyediaan data rumahtangga penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT). Dalam menentukan RTS, BPS menggunakan 14 variabel yang secara statistik dapat menggambarkan tingkat kemiskinan suatu rumahtangga. Berdasarkan hasil pemuktahiran data Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama BPS Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2009 dan 2010, jumlah RTS di Jakarta Utara mengalami penurunan dari RTS menjadi RTS. Apabila dikaji lebih dalam, penurunan RTS pada tahun 2010 disebabkan oleh turunnya jumlah RTS katagori miskin dari rumah tangga (2009) menjadi rumah tangga (2010). Demikian halnya dengan rumah tangga hampir miskin mengalami sedikit penurunan dari rumah tangga menjadi rumah tangga. Sebaliknya, pada tahun yang sama jumlah rumah tangga sangat miskin mengalami peningkatan dari rumah tangga menjadi rumah tangga. 3.5 Ketersediaan Sarana dan Prasarana Fasilitas Pendidikan Fasilitas pendidikan merupakan peruntukan lahan dengan fungsi utama sebagai sarana kegiatan pendidikan dari tingkat dasar sampai dengan tingkat perguruan tinggi. Jumlah fasilitas pendidikan pada masing-masing tingkat di Kawasan Pantai Utara Jakarta dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3-18 Jumlah Fasilitas Pendidikan di Kawasan Pantai Utara Jakarta Tahun Kelurahan TK SD SLTP SLTA Akademi/ Universitas Cilincing

80 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Koja Pademangan Penjaringan Tanjung Priok Total Sumber : Kecamatan Cilincing, Koja, Pademangan, Penjaringan dan Tanjung Priok dalam Angka, Fasilitas Kesehatan Fasilitas kesehatan merupakan peruntukan lahan dengan fungsi utama sebagai sarana pelayanan kesehatan. Jumlah masing-masing jenis fasilitas kesehatan di Kawasan Pantai Utara Jakarta terdapat pada tabel di bawah ini. Tabel 3-19 Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kawasan Pantai Utara Jakarta Tahun Kelurahan Poliklinik/ Rumah Rumah BKIA/ Balai Sakit Bersalin Posyandu Pengobatan Puskesmas Apotik Cilincing Koja Pademangan Penjaringan Tanjung Priok Total Sumber : Kecamatan Cilincing, Koja, Pademangan, Penjaringan dan Tanjung Priok dalam Angka, Fasilitas Peribadatan Fasilitas peribadatan ini merupakan peruntukan lahan dengan fungsi utama sebagai sarana kegiatan peribadatan. Fasilitas peribadatan yang terdapat di Kawasan Pantai Utara Jakarta adalah masjid sebanyak 434 unit, musholla sebanyak 923 unit, gereja sebanyak 141 unit, pura sebanyak 38 unit, dan kuil/klenteng sebanyak 30 unit. Jumlah fasilitas peribadatan di Kawasan Pantai Utara Jakarta terdapat pada di bawah ini. Tabel 3-20 Jumlah Fasilitas Peribadatan di Kawasan Pantai Utara Jakarta Tahun Kelurahan Masjid Musholla Gereja Pura Kuil/ Klenteng Cilincing Koja Pademangan Penjaringan Tanjung Priok Total Sumber : Kecamatan Cilincing, Koja, Pademangan, Penjaringan dan Tanjung Priok dalam Angka,

81 3.5.4 Fasilitas Olahraga BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Kawasan Pantai Utara Jakarta memiliki berbagai fasilitas olahraga seperti lapangan sepakbola, lapangan bulutangkis, lapangan bola voli, dan lainnya. Jumlah fasilitas olahraga di kawasan Pantai Utara Jakarta adalah sebagaimana tabel di bawah ini. Tabel 3-21 Jumlah Fasilitas Olahraga di Kawasan Pantai Utara Jakarta Tahun 2009 Kelurahan Sepakbola Bulutangkis Kolam Renang Bola Voli Lainnya Cilincing Koja Pademangan Penjaringan Tanjung Priok Total Sumber : Kecamatan Cilincing, Koja, Pademangan, Penjaringan dan Tanjung Priok dalam Angka, Jaringan Energi, Listrik, dan Telekomunikasi Di seluruh Provinsi DKI Jakarta konsumsi listrik dapat diklasifikasikan menjadi 5 (lima) kelompok, yaitu rumah tangga, badan usaha, industri umum dan multi guna. Penggunaan listrik di Jabodetabek sebagian besar untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga. Sedangkan untuk kebutuhan kegiatan sosial dan ekonomi maupun penerangan jalan masih relatif rendah. Dalam perjalanan waktu jumlah daya listrik tersambung di wilayah DKI Jakarta menunjukkan peningkatan. Hal tersebut terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3-22 Jumlah pelanggan dan daya listrik tersambung DKI Jakarta No. Tahun Jumlah Pelanggan Jumlah Daya Listrik Tersambung Sumber : RTRW DKI Jakarta 2030,

82 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Pasokan tenaga listrik Jakarta bersumber dari interkoneksi Jawa-Bali. Di DKI Jakarta ada beberapa pembangkit listrik yaitu Muara Karang dengan kapasitas sebanyak MW, Priok dengan kapasitas sebanyak MW, Muara Tawar dengan kapasitas sebanyak 800 MW. Jumlah keseluruhan kapasitas dari pembangkit MW. Dari sistem Jawa Bali jumlah kapasitas sebanyak MW. Di wilayah Jakarta Utara sendiri, jaringan listrik sebagai fasilitas penerangan sudah tersebar merata. Hampir seluruh rumah tangga (99,83 persen) menggunakan listrik sebagai fasilitas penerangannya baik listrik PLN maupun Non PLN. Jumlah pelanggan listrik maupun VA tersambung di Jakarta Utara dari tahun ke tahun terus meningkat. Demikian halnya dengan listrik yang terjual pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 10,72% dibandingkan tahun sebelumnya. Sebagian listrik terjual dilayani di area pelayanan Sunter sebesar 57,60% (BPS Kota Administrasi Jakarta Utara, 2011). Gardu induk PLN yang terdapat di Kecamatan Cilincing yaitu Gardu Induk PLN Kandang Sapi, Gardu Induk PLN Marunda, dan Gardu Induk PLN Muara Tawar. Gardu induk PLN yang terdapat di Kecamatan Koja yaitu Gardu Induk Plumpang. Gardu Induk PLN yang terdapat di Kelurahan Pademangan yaitu Gardu Induk Ancol. Gardu induk PLN yang terdapat di Kecamatan Penjaringan yaitu Gardu Induk Angke dan Gardu Induk Muara Karang. Gardu induk PLN yang terdapat di Kecamatan Tanjung Priok yaitu Gardu Induk Tanjung Priok. Pembangkit Listrik PLN. Di wilayah DKI Jakarta terdapat tiga pembangkit listrik yaitu Muara Karang dengan kapasitas sebanyak MW, Priok dengan kapasitas sebanyak MW, Muara Tawar dengan kapasitas sebanyak 800 MW. Salah satu kebutuhan sistem pembangkit listrik tersebut adalah sistem air pendingin dan air baku yang bersumber dari perairan Teluk Jakarta. Untuk pembangkit listrik PLTU Muara Karang dengan kapasitas MW, dibutuhkan air pendingin dengan debit rata-rata sebesar m3/jam (sekitar 60 m3/detik). Untuk PLTGU Tanjung Priok, selain diperlukan air laut untuk sistem pendingin, air laut yang dipanaskan dimanfaatkan untuk menghasilkan uap yang digunakan untuk menggerakkan turbin yang menghasilkan tenaga listrik. Selain sebagai pemasok untuk kebutuhan air bagi pembangkit-pembangkit tenaga listrik, perairan Teluk Jakarta juga berfungsi sebagai tempat pembuangan air panas dari outlet PLTU dan PLTGU tersebut. Gangguan pada pada supply air laut, baik untuk air pendingin maupun air baku, akan menyebabkan mesin pembangkit trip sehingga terjadi pemadaman. 3-53

83 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Gambar 3-21 Lokasi pembangkit listrik Muara Karang Sumber : Hasil pengolahan data, Sumber : Hasil pengolahan data, Jaringan telekomunikasi. Fasilitas komunikasi di Kawasan Pantai Utara Jakarta, antara lain kantor pos, telepon umum, bis surat, dan wartel dengan rincian kantor pos sebanyak 24 unit, telepon umum sebanyak 786 unit, bis surat sebanyak 97 unit, dan jumlah wartel sebanyak 332 unit. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Gambar 3-22 Lokasi pembangkit listrik Tanjung Priok 3-54

84 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Tabel 3-23 Telekomunikasi di Pantai Utara Jakarta Tahun Kelurahan Kantor Pos Telepon Umum Bis Surat Wartel Cilincing Koja Pademangan Penjaringan Tanjung Priok Total Sumber : Kecamatan Cilincing, Koja, Pademangan, Penjaringan, dan Tanjung Priok dalam Angka, Tahun Kabel SKKL. Beberapa SKKL (Sistem Komunikasi Kabel Laut), yang dimiliki oleh beberapa provider, telah berada dan direncanakan dan kontrak pembangunannya dibawah laut Teluk Jakarta dalam posisi yang tidak beraturan. Kabel-kabel tersebut antara lain : a. SKKL PT. Indosat JS (Jakarta-Surabaya), Stasiun Ancol Banyu Urip sepanjang 371-km. b. SKKL PT. Indosat APCN, Stasiun Ancol Mersiang sepanjang 1026-km dan Stasiun Ancol Changi sepanjang 1048-km. c. SKKL PT. Indosat JASURAUS, Stasiun Ancol Port Hedland sepanjang km. d. SKKL PT. Indosat SMW3 S3, Stasiun Ancol Tuas sepanjang 1051-km dan Stasiun Ancol Perth sepanjang 3767-km. e. SKKL PT. Telkom (rencana), Stasiun Jakarta Bangka Batam Singapore sepanjang sekitar 1061-km. Pipa gas. Beberapa pipa gas dan BBM telah terletak di dasar laut di Teluk Jakarta antara lain : a. PT. Nusantara Regas, 24" Submarine Gas Pipeline dari ORF PLTU/PLTGU Muara Karang ke FSRU (Floating Storage Regasification Unit) sepanjang sekittar 15-km. b. PT. Pertamina Hulu Energi ONWJ - ARCO Indonesia, 26" Submarine Gas Pipeline dari PLTU/PLTGU Muara Karang Tanjung Priok. ke PLTU/PLTGU c. PT. PLN (Persero), 16" Submarine Fuel Oil Pipeline dari terminal terima BBM (conventional buoy) di perairan laut Muara Karang ke PLTU Muara Karang. Kondisi pipa-pipa gas di atas sangat krusial karena berpengaruh terhadap distribusi BBM dan gas yang digunakan sebagai penggerak aktivitas pembangkit 3-55

85 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA listrik di PLTU/PLTGU Muara Karang dan Tanjung Priok, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pasokan listrik ke berbagai wilayah. Gambar 3-23 Jaringan SKKL, pipa gas, dan pipa BBM. Sumber : Hasil pengolahan data, Jaringan Air Minum Sebagian besar penduduk Kawasan Pantai Utara Jakarta memanfaatkan air kemasan dan air ledeng sebagai sumber utama air minum. Fasilitas air minum baik ledeng maupun air kemasan tersebut telah dinikmati oleh 99,07 persen rumah tangga pada tahun 2010 (BPS Kota Administrasi Jakarta Utara, 2011). PAM melakukan perjanjian kerja sama dengan PT. Pam Lyonnaise Jaya dan PT. Themes Pam Jaya untuk jangka waktu 25 tahun. Dalam hal ini PAM berfungsi sebagai pemilik aset dan pemantau kerja kedua mitra usaha tersebut. Kawasan Pantai Utara Jakarta yang terdiri dari lima kecamatan di Kota Administrasi Jakarta Utara merupakan wilayah yang dilayani oleh PT. Pam Lyonnaise Jaya. Secara keseluruhan, jaringan air bersih dari PDAM telah melayani dan dapat memenuhi kebutuhan penduduk yang berada di Kawasan Pantai Utara Jakarta ini. Bagi beberapa penduduk juga masih menggunakan air tanah sebagai sumber air bersih untuk keperluan sehari- hari. Pelayanan air bersih masyarakat dan dunia usaha di Jakarta dikelola oleh PAM Jaya dengan dua operator, yaitu Palyja dan Aetra. Berdasarkan laporan Perum Jasa Tirta II (PJT II) Jatiluhur (2010), jumlah air baku yang dikirim dari Waduk Jatiluhur ke DKI Jaya sebanyak 600 juta m3/tahun melalui Kanal Tarum Barat. 3-56

86 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Untuk memudahkan sistem pendistribusian, pelayanan PAM Jaya dibagi dalam bentuk zoning, yaitu pendistribusian berdasarkan wilayah-wilayah. Hal ini dimaksudkan agar memudahkan sistem pendistribusian air bersih di DKI Jakarta serta dalam menekan kehilangan air yang terjadi selama ini. PAM Jaya memiliki enam zoning area yang akan melayani kebutuhan air bersih di Ibu Kota Jakarta, yaitu : a. Zona I, dilayani oleh Instalasi Pengelolaan Air Pejompongan I (2.000l/dt) dan Pejompongan II (3.600 l/dt). Daerah yang dilayani mencakup daerah Gajah Mada, Gambir, Slipi, Bendungan Hilir, Taman Sari, Pekojan, Pluit, Tebet, Jelambar, Setiabudi, Palmerah, dan Gelora Senayan. b. Zona II, dilayani oleh Instalasi Pengelolaan Air Pulo Gadung (4.000 l/dt) dengan cakupan daerah yaitu Kramat, Menteng, Cempaka Putih, Pulo Gadung, Penggilingan, dan Jatinegara. c. Zona III, dilayani oleh Instalasi Pengelolaan Air Buaran II (3.000 l/dt) dengan cakupan daerah Kemayoran, Kebun Bawang, Cilincing, Tanjung Priok, Tugu, Kelapa Gading, Sunter, dan Semper. d. Zona IV dan V, dilayani oleh Pusat Distribusi Lebak Bulus dan Kebon Jeruk dimana airnya berasal dari Instalasi Cisadane milik PDAM Tangerang yang berkapasitas l/dt, sedangkan yang disalurkan ke Jakarta sebesar l/dt, dengan cakupan daerah Kapuk Muara, Kedawung, Kali Angke, Kebon Jeruk, Sukabumi Udik/Ilir, Kebayoran Lama, Melawai, Mampang Prapatan, Grogol Selatan. e. Zona VI, dilayani oleh Instalasi Pengelolaan Air Buaran I (2.000 l/dt) dengan cakupan daerah Klender, Cipinang, Pondok Bambu, Duren Sawit, Malaka Sari, Malaka Jaya, Pondok Kopi, Pondok Kelapa, Kebon Pala, Halim Perdana Kusuma, Cipinang Melayu, Cililitan, Condet. Produksi air bersih di Jakarta Utara pada tahun 2009 mencapai 56 juta m 3 dengan pelanggan sebanyak 385 ribu pelanggan. Produksi dan jumlah pelanggan terus meningkat jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Meningkatnya jumlah pelanggan terutama disebabkan kondisi air tanah yang tidak layak mengingat airnya payau di samping adanya pembatasan penggunaan air tanah. Bertambahnya produksi air bersih menunjukkan semakin banyaknya volume air bersih yang dapat dialirkan untuk setiap pelanggan. Pada tahun 2008 rata-rata volume air yang disalurkan mencapai 133 m 3 per pelanggan dan terus meningkat hingga mencapai 145 m 3 per pelanggan pada tahun Bangunan Air dan Drainase Tanggul Laut 3-57

87 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Topografi Jakarta terletak di kawasan pantai dataran rendah dan dilalui 13 sungai membuat kota ini sangat rentan terhadap banjir. Untuk mengantisipasi banjir, pemerintah Jakarta telah melakukan berbagai upaya, mulai dari normalisasi sungai untuk pembangunan banjir kanal timur dan barat (KBT dan KBB). Di samping ancaman banjir dari hulu, tantangan besar yang dihadapi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah banjir yang disebabkan oleh gelombang pasang laut yang sering disebut sebagai banjir rob. Banjir tersebut tidak saja disebabkan oleh kenaikan tinggi permukaan air laut akibat pasang surut laut tetapi juga karena banyak lokasi di pesisir utara Jakarta memang berupa dataran rendah dengan ketinggian di bawah permukaan laut, sehingga bila terjadi gelombang pasang laut agak besar banjir pun melanda permukiman warga. Banjir rob tidak saja disebabkan oleh gelombang pasang laut yang tinggi tetapi juga oleh kenyataan bahwa banyak lokasi di pesisir Utara Jakarta ini merupakan dataran rendah yang berada di bawah permukaan laut. Terkait dengan kejadian rob, pemerintah DKI Jakarta telah melakukan pembangunan tanggul laut walaupun masih sporadis, tanggul tersebut di antaranya tanggul Rob Muara Angke, Muara Karang, Pluit, Luar Batang, Cilincing, Marunda dan Martadinata di bagian Pantai Utara Jakarta pada tahun 2008 dan Tanggul beton maupun tanggul batu kali yang dibangun panjangnya kurang lebih 3000 m dengan ketinggian yang bervariasi antara 1 sampai dengan 3 m di atas permukaan tanah. Tanggul penahanan banjir rob yang lengkap dengan trotoar yang cukup lebar di Pantai Marunda kini malah menjadi tempat rekreasi yang ramai dikunjungi warga Jakarta yang ingin bersantai di tepi pantai dengan gratis Sistem Polder Sistem polder adalah suatu cara penanganan banjir dengan bangunan fisik yang terdiri dari sistem drainase, kolam retensi (penahan), tanggul yang mengelilingi kawasan, serta pompa dan atau pintu air sebagai satu kesatuan pengelolaan air yang tidak dapat dipisahkan. Elemen-elemen ini bekerja dalam dua sistem besar, yaitu sistem perlindugan banjir dan sistem drainase lingkungan (Sawarendro, 2010). Sistem polder bisa menjadi solusi terhadap problem banjir/genangan di daerah rendah yang airnya tidak bisa dialirkan secara gravitasi ke sungai atau ke laut. Dalam hal seperti ini, sistem polder berfungsi sebagai sistem pengendali banjir (flood control) untuk daerah perkotaan. Daerah polder didefinisikan sebagai daerah dataran rendah dimana pengaliran air tidak bisa secara gravitasi, sehingga harus di isolasi dan dilindungi dari daerah sekitarnya dengan tanggul atau timbunan di sekeliling polder. Daerah polder mempunyai sistem saluran drainase sendiri yang 3-58

88 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA terpisah dan kalau mungkin saluran drainase dapat dibangun menuju ke saluran pengumpul yang besar sebelum disalurkan ke rumah pompa. Tabel di bawah ini menjabarkan polder-polder eksisting yang ada di DKI Jakarta. No. Kode DKI Tabel 3-24 Daftar Luas Polder dan Kapasitas Pompa Polder Eksisting Nama Polder Luas Polder (ha) Luas Waduk Jml (Unit) Pompa Kapasitas (m3/detik) Wilayah 01 Rawa Buaya Barat 02 Cengkareng Timur 450 Barat 04 PIK Utara 250 Tidak ada Barat 05 PIK Selatan 150 Tidak ada Barat 06 Muara Angke Barat 07 Muara Karang Barat 08 Pluit Industri Barat 09 Teluk Gong Barat 10 Jelambar Barat x0.40+1x Barat 0 12 Tomang Barat Barat 13 Grogol Barat 14 Rawa Kepa Barat 15 Jati Pulo Barat 16 Pluit Tengah 17 Melati Tengah Siantar/Cideng 860 I.s Tengah 18 Setiabudi Barat Tengah 19 Setiabudi Timur Tengah 20 Mangga Dua Tengah 21 Pademangan Barat Tengah 22 Kemayoran Tengah 23 Sumur Batu Timur 24 Sunter Selatan/Jaya Timur 25 Sunter Barat Timur 26 Sunter Timur Timur I/Kodamar 28 Sunter Timur III/Rw Timur Badak 34 Penggilingan Timur 35 Istana Merdeka 15 I.s Tengah 36 Hankam Sipil Barat 37 Kom. TVRI Barat Tangerang 38 Pulomas Timur 41 Industri Gn. Sahari Tengah *) I.s = Long Storage Sumber : Masterplan Pengendalian Banjir dan Drainase DKI Jakarta, Polder yang terdapat di wilayah Jakarta Utara antara lain PIK Utara, PIK Selatan, Muara Angke, Muara Karang, Pluit Industri, Teluk Gong, Pluit, Pademangan Barat, Sunter Selatan/Jaya, Sunter Barat, Sunter Timur I/Kodamar, dan Sunter Timur III/Rw Badak Pompa Pengendalian Banjir 3-59

89 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Hal penting lainnya dalam strategi pengendalian banjir Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah pemasangan pompa-pompa air terutama di Jakarta bagian utara yang lokasinya berupa dataran rendah dengan ketinggian di bawah permukaan laut. Bila volume air dari hulu Jakarta sedang tinggi dan melebihi kapasitas tampung sungai dan saluran air yang ada, terjadilah genangan-genangan yang mengganggu kehidupan warga Jakarta. Satu-satunya cara untuk mengeringkan genangan air adalah dengan memompa air yang menggenang dan mengalirkannya ke saluran air yang yang mengalir langsung ke laut. Gambar 3-24 Peta Lokasi Pompa di DKI Jakarta (eksisting) Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta. Di wilayah Jakarta Utara sendiri terdapat 28 pompa pengendalian banjir yang disediakan. Rincian mengenai masing-masing pompa dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3-25 Pompa Pengendalian Banjir di Jakarta Utara No. Lokasi Waduk (ha) Area Pelayanan (ha) Jumlah (unit) Pompa Kapasitas (m3/dtk) Penanggung Jawab 3-60

90 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA No. Lokasi Area Pompa Waduk Penanggung Pelayanan Jumlah Kapasitas (ha) Jawab (ha) (unit) (m3/dtk) 1 Pompa Ancol BBWSCC 2 Pompa Sunter Timur III (Rawa Badak) BBWSCC 3 Pompa Kelapa Gading DPU DKI 4 Pompa Tanjungan DPU DKI 5 Pompa Yos Sudarso DPU DKI 6 Pompa Muara Angke DPU DKI 7 Pompa Pluit DPU DKI 8 Pompa Sunter Selatan DPU DKI 9 Pompa Sunter Timur I (Kodamar) DPU DKI 10 Pompa Sunter Utara DPU DKI 11 Pompa Gaya Motor Suku Dinas PU 12 Pompa Kapuk Muara Suku Dinas PU 13 Pompa Teluk Gong DPU DKI 14 Pompa Penjaringan DPU DKI 15 Pompa IKIP Suku Dinas PU 16 Pompa Bimoli Suku Dinas PU 17 Pompa Tugu Utara Suku Dinas PU 18 Pompa Dewa Ruci Suku Dinas PU Sumber : JCDS, Situ dan Waduk Kegunaan situ atau waduk adalah menahan aliran air hujan (run off) supaya tidak langsung masuk ke sungai-sungai. Dengan demikian berfungsi untuk mengurangi besarnya luapan air dan bahaya banjir. Di samping itu, waduk dan situ pada saat kemarau berfungsi sebagai tempat cadangan air Dengan adanya waduk tersebut diharapkan dapat meresapkan airnya ke dalam tanah. Ini tentu saja akan menambah cadangan air tanah yang pada gilirannya dapat dipakai untuk kepentingan domestik penduduk di daerah hilir. Di DKI Jakarta terdapat total 27 waduk dan situ yang tersebar di beberapa wilayah DKI Jakarta. Di wilayah Jakarta Utara sendiri hanya terdapat satu buah situ, yaitu Situ Rawa Kendal dengan luas sebesar 27,50 ha Pintu Air Pengendalian Banjir Pintu air adalah bagian yang penting dalam mengontrol tinggi air di saluran, karena fungsinya menahan atau mengeluarkan air yang ada di saluran. Jika musim hujan dan air dari hulu melimpah maka keberadaan pintu ini sangat krusial, apakah harus dibuka atau tetap ditutup, tergantung kebutuhan dan bahaya yang ditimbulkan, jika air terus dibiarkan memenuhi saluran. Ironisnya, sering sekali 3-61

91 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA pintu-pintu tak berfungsi di kala benar-benar diperlukan. Akibatnya aliran air menjadi tidak bisa dikontrol, hal ini tentu saja memperbesar kemungkinan terjadinya bencana. Karena itu perlu adanya tindakan perawatan yang sifatnya rutin terhadap pintu-pintu air yang ada. Perawatan ini harus dilakukan seminggu sekali. Pintu air-pintu air di DKI Jakarta tersebar di 30 lokasi. Di Wilayah Jakarta Utara sendiri terdapat beberapa pintu air yang tersebar di 10 lokasi di Jakarta Utara. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3-26 Pintu Air Pengendalian Banjir di Jakarta Utara No. Lokasi Jumlah (unit) 1 PA Marina/Pekapuran 5 2 PA Ancol/Flushing Gate 2 3 PA Pasar Ikan 4 4 PA Duri 3 5 PA Sunter C 1 6 PA Sunter Utara 2 7 PA Penjaringan 2 8 PA Kali Mati 2 9 PA Ancol 2 10 PA Muara Angke 2 Sumber : Dinas PU DKI Jakarta Jaringan Drainase Wilayah DKI Jakarta terdiri dari jaringan-jaringan drainase yang rumit. Beberapa di antaranya adalah jaringan saluran drainase yang secara hidrolik berdiri sendiri namun terdapat jaringan saluran drainase yang saling berhubung satu sama lain. Saluran drainase yang secara hidrolik saling berkaitan harus dikembangkan sebagai sebuah sistem yang konsisten secara hidrolik, misalnya sistem polder di daerah yang rendah dari muka laut dan dari ketinggian sistem drainase kota. Hampir seluruh Jakarta, terutama di jalan jalan protokol dan pemukiman baru, sudah dilengkapi dengan saluran drainase, namun belum terintegrasi dalam suatu sistem yang baik, sehingga tidak dapat berfungsi secara optimal. Di beberapa tempat ada saluran drainase yang rusak, atau penuh dengan sampah dan sedimen. Banyak juga saluran drainase yang kapasitasnya kurang besar, sehingga kurang memadai untuk menampung air hujan, terutama saat banjir. Dalam sistem tata kelola air di DKI Jakarta terdapat beberapa sungai dan kanal buatan sebagai saluran makro untuk mengalirkan air ke laut, beberapa kanal tersebut adalah BKB, Cengkareng Drain, dan BKT. Untuk sungai berasal dari 3-62

92 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA kawasan Bogor dan Tangerang yaitu saluran Mookervart, Angke, Pesanggrangan, Grogol, Krukut, Ciliwung, Cipinang, Sunter, Buaran, Jatikramat dan Cakung. Beberapa sungai berada dalam pengawasan Pemda DKI Jakarta dan sebagian sungai berada dalam pengawasan Pusat (Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane). Di samping itu juga terdapat sungai dan saluran kecil yang mengalirkan air langsung ke laut. Sarana dan prasarana drainase yang ada saat ini di DKI Jakarta terdiri atas saluran drainase makro/sungai (13 sungai yang melintasi 2 provinsi dan 18 sungai di wilayah DKI Jakarta), saluran penghubung dan mikro ( km), pompa air (442 unit), waduk pengendalian banjir (21 lokasi), pintu air pengendalian banjir (30 lokasi), situ dan waduk retensi (23 lokasi), dan posko piket banjir (51 lokasi). Berikut data saluran drainase atau pengendali banjir yang terdapat di lima kecamatan wilayah Pantura Jakarta Utara. Tabel 3-27 Saluran Pengendali Banjir di Jakarta Utara. No Kecamatan Saluran Makro/ Submakro Panjang (m) Jumlah (Lokasi) Saluran Penghubung Panjang (m) Jumlah (Lokasi) Saluran Mikro Panjang (m) Jumlah (Lokasi) Jumlah Panjang Saluran (m) 1 Penjaringan Pademangan Tanjung Priok Koja Cilincing Sumber : Dari kelima kecamatan di atas, Kecamatan Tanjung Priok memiliki saluran pengendali banjir terpanjang sedangkan Kecamatan Pademangan memiliki saluran pengendali banjir terpendek. Berikut adalah rincian lokasi saluran makro di kelima kecamatan tersebut. Tabel 3-28 Saluran Makro di Kecamatan Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja, dan Cilincing. No Lokasi Panjang (m) Dimensi (m) Atas Bawah Kedalaman Luas (m2) I Kecamatan Penjaringan 1 Kali Kamal Kali Tunjungan Kali Cengkareng Drain

93 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA No Lokasi Panjang (m) Dimensi (m) Atas Bawah Kedalaman Luas (m2) 4 Kali Angke Kali Banjir Kanal Kali Grogol Kali Tubagus Angke Kali Muara Karang Kali Pelelangan Muara Angke Kali Jelangkeng Kali Pakin Kali Besar/Opak Kali Gedong Pluit II Jumlah Kecamatan Pademangan 1 Kali Anak Ciliwung Kali Kampung Bandan Kali Ancol Martadinata Kali Ciliwung Gunung Sahari Kali Mati Pademangan Kali Pademangan III Kali Pademangan Timur/ Kemayoran , Jumlah Kecamatan Tanjung Priok 1 Kali Ancol Martadinata Kali Sodetan Sentiong , Kali Sunter C Podomoro Kali Pompa Sunter Utara Kali Tirem Kali Lagoa Kanal Kali Lagoa Buntu IV Jumlah Kecamatan Koja Kali Sunter V Kali Lagoa Terusan/ Raya Pelabuhan , Jumlah 6800 Kecamatan Cilincing 1 Kali Cakung Drain Kali Cakung Lama Kali Banglio Kali Blencong Kali Baru Bogor

94 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA No Lokasi Panjang (m) Dimensi (m) Atas Bawah Kedalaman Luas (m2) Jumlah Sumber : Berdasarkan kondisi eksisting pada tahun 2008, sistem jaringan drainase di Kawasan Pantai Utara Jakarta terbagi menjadi tiga sistem jaringan yaitu jaringan primer, jaringan sekunder dan jaringan tersier. Sistem jaringan drainase primer merupakan sungai atau kali yang dapat ditunjukkan pada tabel di bawah. Tabel 3-29 Sungai yang melalui Kawasan Pantai Utara Jakarta. No. Kecamatan Nama Sungai Lebar Sungai (m) 1. Cilincing Kali Cakung 5-10 m 2. Koja Kali Sunter m 3. Pademangan Kali Ciliwung m Kali Sentiong 5-7 m 4. Penjaringan Kali Angke m Kali Grogol m 5. Tanjung Priok Kali Sunter m Kali Sentiong 5-7 m Sumber : Draft Naskah Akademis RDTR-K DKI Jakarta, Jaringan drainase sekunder yang terdapat di kawasan ini adalah jaringan drainase yang menghubungkan jaringan tersier dari rumah-rumah penduduk menuju jaringan primer yaitu sungai yang mengalir di kawasan ini Jaringan Air Limbah Pengelolaan air limbah di DKI Jakarta ditangani oleh dua institusi, yaitu Dinas Kebersihan dan PD PAL Jaya. Perusahaan Daerah PAL Jaya menangani pengelolaan air limbah sistem perpipaan tertutup (sewerage), sedangkan Dinas Kebersihan menangani pengelolaan air limbah bukan sistem perpipaan. Kawasan Pantai Utara Jakarta merupakan wilayah yang belum mendapat pelayanan pengelolaan air limbah. Akibatnya, sistem drainase di kawasan ini bercampur dengan air limbah perkotaan meliputi suatu jaringan saluran mikro dan submakro (berupa saluran terbuka) yang mengalir menuju saluran makro (sungai), yang akhirnya bermuara di Teluk Jakarta Persampahan Produksi sampah di Jakarta mencapai m 3 atau setara dengan ton setiap hari, sedangkan truk sampah yang dimiliki Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hanya 841 unit, sementara 100 unit truk lainnya disewa dari pihak swasta. 3-65

95 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Kapasitas angkut setiap truk adalah sebesar 15 m 3 sampah dan rata-rata hanya mampu dioperasikan 1,5 perjalanan setiap hari. Jika dijumlahkan, maka armada truk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hanya bisa mengangkut m 3 sampah per hari. Wilayah yang berpotensi sebagai timbulan sampah di kawasan pesisir Teluk Jakarta meliputi daerah muara sungai yaitu Muara Cilincing, Muara Marunda, Muara Kresek, Muara Japat, Muara Marina, Muara Sunda Kelapa, Muara Karang, Waduk Pluit, Muara Kali Angke, Muara Cengkareng Drain, dan Kamal Muara. Untuk kawasan pelabuhan, wilayah yang berpotensi sebagai timbulan sampah yaitu Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Marina, Pelabuhan Sunda Kelapa, dan Pelabuhan Muara Angke. Kawasan permukiman yang berpotensi sebagai timbulan sampah yaitu Permukiman Marunda, Permukiman Kalibaru, Permukiman Pluit, Permukiman Muara Karang, Permukiman Muara Angke, dan sebagainya. Penanganan sampah diprioritaskan di daerah yang memiliki timbulan sampah terbesar, jumlah penduduk yang tinggi, dan sarana-prasarana yang masih belum lengkap. Namun demikian, perlu dikaji kembali mengenai aksesibilitas dan visibilitas di wilayah tersebut dari segi teknis maupun sosial masyarakat seperti ketersediaan lahan 3R dan tingkat penerimaan masyarakat. No Tabel 3-30 Data timbulan sampah di kawasan pesisir Pantai Utara Jakarta. Lokasi Pengumpulan Sampah Asal Timbulan Sampah Volume Sampah Eksisting (ton/hari) Volume Sampah Terangkut (ton/hari) 1. Sisi Timur Muara Marunda Banjir Kanal Timur 0,47 ton 0,43 ton 2. Muara Cilincing Banjir Kanal Timur 5,00 ton 1,80 ton 3. Muara Kresek Kali Kresek 0,14 ton 0,11 ton 4. Muara Japat Pelabuhan Tanjung - 0,02 ton Priok & Pemukiman (PELINDO) 5. Muara Marina Pelabuhan Marina - 0,01 ton & Pemukiman (swasta) 6. Muara Sunda Kelapa Pelabuhan Sunda Kelapa & Pemukiman 0,05 ton -(swasta) 7. Muara Karang - - -(PLN) 8. Muara Angke Kali Adem 9,08 ton 7,66 ton 9. Sisi Timur Cengkareng Drain Banjir Kanal Barat 2,35 ton 2,22 ton 10. Kamal Muara Kali Kamal 0,70 ton 1,11 ton JUMLAH 17,82 ton 13,33 ton Sumber : UPKPP Dinas Kebersihan DKI Jakarta,

96 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Tabel 3-31 Potensi timbulan sampah di kawasan pesisir Pantai Utara Jakarta. No Potensi Sampah Timbulan/ Hari 1. Perkiraan sampah pantai yang masuk ke laut 20,53 ton 2. Perkiraan sampah pelabuhan, nelayan, dan tempat wisata yang masuk ke laut 48,36 ton 3. Sampah muara 13 sungai di Teluk Jakarta 17,82 ton JUMLAH 86,71 ton 4. Volume sampah musim barat 8,89 ton 5. Volume sampah musim timur 6,67 ton 6. Volume sampah yang tertanggulangi di Teluk Jakarta 16,67 ton Sumber : Hasil analisis Kementerian PU (PPLP-DKI.0310), Sistem Transportasi dan Lalu Lintas Jaringan Jalan Jalan diklasifikasikan berdasarkan fungsi atau kelas administratifnya sesuai dengan undang-undang, peraturan nomor 34. Terdapat empat klasifikasi fungsional jalan yaitu: Jalan Tol, Jalan Primer, Jalan Sekunder, dan Jalan lainnya; sedangkan berdasarkan otoritas/administratifnya: Jalan Nasional (Tol), Jalan Nasional (Non- Toll), Jalan Provinsi, dan Jalan Lain-Lain (Jalan Kabupaten dan lain-lain). Wilayah Jabodetabek memiliki sistem jaringan jalan lingkar dan radial. sistem jaringan jalan lingkar yaitu lingkar luar (outer ring road) yang juga merupakan jaringan jalan arteri primer, jaringan radial yang melayani kawasan di luar outer ring road menuju kawasan di dalam outer ring road. Sistem Jaringan jalan eksisting berbentuk jaringan radial dan circumferensial yang terdiri dari: Koridor Timur : Jalan Bekasi Raya dan Jalan tol DKI Jakarta Cikampek Koridor Barat : Jalan Daan Mogot dan Jalan tol DKI Jakarta Merak Koridor Selatan : Jalan Raya Bogor, Jalan tol Jagorawi, Jalan Raya Cinere, Jalan Raya Ciputat Kearah Utara : Jalan Pluit Raya, Jalan RE Martadinata dan Jalan tol Harbour 3-67

97 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Gambar 3-25 Jaringan Jalan Jabodetabek (termasuk arahan sistem transportasi Bopuncur) Sumber : Perpres Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur Sistem Transportasi di wilayah DKI Jakarta pada dasarnya didominasi oleh sistem jalan raya yang mencakup 90% dari total pasokan yang melayani kebutuhan perjalanan, sedangkan sisanya merupakan sistem jalan rel. Sebagai konsekuensi logis dari situasi ini, pelayanan kebutuhan angkutan umum didominasi oleh sistem angkutan umum jalan raya. Kondisi ini sejalan dengan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam melakukan investasi di bidang transportasi yang menitikberatkan investasi pada pengembangan sistem jaringan jalan. Panjang jalan di wilayah DKI Jakarta pada tahun 2009 adalah sebesar 6.724,2 km atau 49% dari total panjang jaringan jalan di wilayah Jabodetabek yaitu km,sebesar 51% atau sisanya 6.996,3 berada di wilayah Bodetabek. Gambaran keseluruhan mengenai jaringan jalan yang ada diwilayah Jabodetabek dapat dilihat Tabel 3.26 dan Gambar 3.23 berikut dibawah ini. Tabel 3-32 Panjang Jalan Berdasarkan Wilayah DKI Jakarta Wilayah Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Panjang Jalan (km) Tol Nasional Provinsi Lain- Lain , , Total 1, , Luas (km 2 ) Penduduk (ribu) 2,062 2,

98 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Wilayah Panjang Jalan (km) Luas Penduduk Pusat Jakarta Barat Jakarta , , , ,282 1,646 Utara total , , , ,587 Kota Bogor Kabupaten Bogor *1 Kota Depok Kota Tangerang Kota *2 *2 2 *2 * , , , , , ,772 1,739 1,799 1,290 Bodetabek Tangerang Selatan Kabupaten Tangerang Kota Bekasi Kabupaten * * , ,834 2,335 2,630 Bekasi total , , , ,349 JABODETABEK , , , , ,936 Sumber: Data Panjang Jalan dari Dalam Angka 2009 Gambar 3-26 Jaringan Jalan DKI Jakarta 3-69

99 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Gambar 3-27 Kepadatan Jalan Berdasarkan Luas dan Penduduk Sumber : JAPTraPIS Jakarta Pusat memiliki kepadatan jalan tertinggi berdasarkan luas dan populasinya, sebagaimana memang kawasan tersebut adalah kawasan bisnis utama di Jabodetabek. Perlu dicatata pula bahwa kawasan Jakarta Barat memiliki tingkat kepadatan jalan yang cukup tinggi berdasarkan luas dengan tingkat populasinya yang justru paling tinggi di Jabodetabek. Di luar DKI Jakarta (Bodetabek, kota-kota seperti Kota Tangerang Selatan dan Kota Bekasi memiliki tingkat jalan yang relatif kurang jika dibandingkan dengan populasinya Jaringan Jalan Tol Pengembangan jaringan jalan Bebas Hambatan untuk mendukung kinerja sistem transportasi di DKI Jakarta antara lain: 1. Jaringan jalan Bebas Hambatan yang telah berfungsi: a. Cawang Tomang b. Cawang Tanjung Priok (North South Link) c. Tanjung Priok Pluit (Harbour Road) d. Pluit Cengkareng (Harbour Road) e. Tangerang Kebon Jeruk Tomang f. Jati Asih Rambutan Veteran (JORR I) g. Kebon Jeruk Kapuk Muara (JORR I) h. Cikunir Cakung Cilincing Rorotan (JORR I) i. Serpong Pondok Aren 2. Jaringan jalan Bebas Hambatan dalam proses persiapan dan pelaksanaan pembangunan a. Bekasi Timur Kampung Melayu (Sepanjang Kali Malang) 3-70

100 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA b. Veteran Kebon Jeruk Sedyatmo (JORR I) c. Rorotan Tanjung Priok (JORR I) d. Akses Tanjung Priok Gambar 3-28 Jaringan Jalan Tol Eksisting dan Rencana Penyelesaian dari: Sementara itu rencana umum sistem jaringan jalan Tol Jabodetabek terdiri 1. Jaringan Jalan Tol Regional: Jagorawi (DKI Jakarta - Bogor - Ciawi Toll Road) Jalan Tol DKI Jakarta - Merak Jalan tol DKI Jakarta - Cikampek 2. Jalan Tol Lingkar Dalam DKI Jakarta (DKI Jakarta Intra Urban Tollway) 3. Jalan Tol Lingkar Luar DKI Jakarta (DKI Jakarta Outer Ring Road) 4. Jalan Tol 6 Ruas DKI Jakarta 5. Bogor Ring Road 6. Depok Antasari 7. Bekasi Cawang Kp. Melayu (Becakayu) 8. Jalan Tol Lingkar Luar DKI Jakarta 2 (DKI Jakarta Outer Outer Ring Road) 3-71

101 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Gambar 3-29 Rencana Umum Jaringan Jalan Tol Jabodetabek Jaringan Angkutan Umum Jaringan angkutan umum Jabodetabek dilayani oleh bus besar dan bus sedang untuk antar wilayah kota/kabupaten, sedangkan wilayah internal tiap wilayah dilayani bus sedang. DKI Jakarta sebagai pusat aktifitas nasional memiliki daya tarik kuat sehingga terjadi lebih dari satu juta bangkitan perjalanan komuter menuju DKI Jakarta dari wilayah sekitar (Bodetabek). Secara jaringan, jaringan angkutan umum yang ada sudah menghubungkan antar wilayah Jabodetabek namun kendala-kendala yang ada mengakibatkan jumlah kapasitas yang ada jauh dari mencukupi bahkan setiap tahunnya terjadi penurunan. a. Jaringan angkutan umum bus Jaringan angkutan umum merepresentasikan jaringan trayek, jumlah trayek pada jaringan jalan, frekuensi bus yang beroperasi pada jaringan jalan dan kapasitas sistem bus pada ruas jalan. Secara keseluruhan, Gambar 3.30 menunjukan bahwa cakupan pelayanan bus besar bersifat lintas wilayah, sedangkan cakupan pelayanan bus sedang cenderung bersifat lokal. Angkutan umum yang melayani wilayah Jabodetabek pada saat ini dapat dikelompokkan kedalam 3 (tiga) jenis, yaitu: 1. Bus Besar 3-72

102 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Patas AC, Patas Non-Ac, Bus Regular, dll. Jumlah tempat duduk adalah sebanyak 50 tempat duduk. 2. Bus Sedang Metromini, Kopaja, dll. Jumlah tempat duduk adalah sebanyak 24 tempat duduk. 3. Bus Kecil Mikrolet, angkot, dll. Jumlah tempat duduk adalah sebanyak 9-14 tempat duduk. Cakupan pelayanan dari bus besar adalah jarak jauh meliputi Kota Jakarta dan daerah penyangga DKI Jakarta, sedangkan untuk bus sedang pada umum adalah jarak menengah sedangkan bus kecil memiliki rute jarak pendek pada umumnya. Gambaran mengenai cakupan area pelayanan untuk masing-masing jenis bus dapat dilihat pada Gambar 3.30 di bawah ini. Dari studi JAPTraPIS Tahun 2011, tingkat keterisian rata-rata angkutan umum untuk bus besar adalah sebesar 51,4 penumpang, bus sedang sebesar 22,3 penumpang dan bus kecil adalah 7,7 penumpang. Gambar 3-30 Jaringan Trayek Bus Besar Dilihat dari data angkutan umum yang terdaftar di masing-masing wilayah, maka secara keseluruhan tercatat 1112 kendaraan. Jumlah tertinggi adalah sebesar 653 kendaraan yang tercatat di wilayah DKI Jakarta, diikuti Kabupaten Bogor sebesar 115 kendaraan dan Kota Tangerang sebesar 110 kendaraan. Gambaran selengkapnya mengenai jumlah angkutan umum 3-73

103 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA yang terdaftar untuk masing-masing wilayah dijelaskan pada Tabel 3.33 berikut di bawah ini. Tabel 3-33 Rute Bus yang Terdaftar Pelayanan Tiap Wilayah Tahun 2010 Wilayah Busway Patas AC Patas Non-AC Regular Total Bus Besar Bus Sedang Bus Kecil Total Bus DKI Jakarta Kota Tangerang Kab Tangerang Kota Depok Kota Bogor Kab Bogor Kota Bekasi Kab Bekasi Jumlah Keterangan : Untuk Busway data tahun 2011 Sumber: JAPtraPIS Karakteristik struktur rute bus saat ini dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut: 1. Tidak ada struktur hirarkis rute seperti sistem rute trunk dan feeder dalam operasi (karena perencanaan jaringan rute bus tidak cukup); 2. Konsentrasi yng berlebihan/ duplikasi rute bus antara daerah DKI Jakarta, wilayah CBD dan pinggiran kota Bodetabek; 3. Tidak cukupnya cakupan layanan bus, terutama di daerah pinggiran kota; 4. Ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan bus akibat praktek operasional yang tidak efisien dan pemantauan yang tidak cukup dan kurangnya kontrol. Secara umum gambaran karakteristik dari masing-masing jenis angkutan umum tersebut dirangkum sebagaimana Tabel 3-34 dibawah ini. 3-74

104 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Tabel 3-34 Karakteristik Pelayanan Angkutan Umum di Jabodetabek Sumber: JAPtraPIS dirangkum dari berbagai sumber b. Jaringan bus prioritas (Busway) DKI Jakarta. Salah satu bentuk implementasi dari sistem BRT adalah pengembangan jalur khusus bus (busway). Busway adalah jalur yang digunakan khusus untuk bus, yang benar-benar terpisah dari jalur kendaraan lain. Busway didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan bus berjalan di jalur khusus tanpa adanya gangguan dari lalu lintas lain sehingga kecepatan operasional bus dapat dipertahankan. Busway adalah salah satu moda Bus Rapid Transit (BRT) yang sudah beroperasi sejak tahun Saat ini sudah terdapat 11 koridor pelayanan dan sedang direncanakan akan dibangun 4 koridor lagi, yang dua diantara yang akan dibangun melayang. Sistem tarif yang di gunakan adalah single ticket, yakni sebesar Rp untuk setiap perjalanan dengan tujuan manapun. Secara umum, sasaran utama pengembangan sistem BRT ini adalah: 1. Menyediakan pelayanan angkutan umum yang setingkat dengan standar dunia bagi kota Jakarta sekaligus memberikan angkutan alternatif kepada publik selain angkutan pribadi. 2. Memberikan prioritas kepada angkutan umum di kota Jakarta dan menurunkan tingkat penggunaan kendaraan pribadi. 3-75

105 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA 3. Melakukan sentralisasi terhadap perencanaan dan manajemen angkutan umum di DKI Jakarta. Sampai saat ini tahun 2012, telah dioperasikan 11 koridor busway, sebagaimana Tabel 3.35 berikut dibawah ini. Tabel 3-35 Koridor Busway Eksisting Tahun 2012 Sumber : BLU Transjakarta Gambar 3-31 Peta jalur Busway Eksisting dan Rencana Berdasarkan data dari BLU Transjakarta pada tahun 2008 untuk koridor 1-7, jumlah penumpang tahunan adalah sebesar penumpang, dengan rata-rata perjalanan penumpang setiap harinya adalah penumpang dan jumlah armada yang beroperasi adalah sebanyak 339 bus. Adapun gambaran penumpang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.36 dan Tabel 3.37 berikut. 3-76

106 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Tabel 3-36 Jumlah Penumpang Transjakarta dan Defisit Operasional Tahun Tahun Jumlah Perjalanan Rata2 Perjalanan Defisit Penumpang Tahunan Penumpang Setiap hari Operasional ,942,423 47, ,798,196 56, ,828, , ,446, , ,619, , (s/d Juni) 40,096, , Sumber : BLU Transjakarta Tabel 3-37 Jumlah Penumpang Rata-Rata dan Total Armada Transjakarta Tahun Koridor Rata2 Perjalanan Total Armada Rata2 Perjalanan Pnp Setiap hari Busway Pnp Setiap hari/bus 2004 Koridor 1 (dari 1-feb-2004) 47, Koridor 1 saja 56, Koridor 2 & 3 (Beroperasi 15-Jan) 106, Koridor 4,5,6 & 7 (Beroperasi 27-Jan) 168, Seluruh Koridor , Sumber : BLU Transjakarta c. Angkutan Permukiman Gambar 3-32 Jumlah Penumpang Menurut Station (2009) Sumber : BLU Transjakarta Dengan beroperasinya Transjakarta Busway, beberapa perumahan besar di sekitar DKI Jakarta menyediakan shuttle bus yang menempuh rute dari perumahan tersebut menuju pusat kota DKI Jakarta pulang-pergi. Shuttle bus dari berbagai kawasan pemukiman tersebut juga berfungsi sebagai bus pengumpan (feeder) busway walaupun secara fisik dan sistem masih belum terintegrasi. Bus-bus tersebut tidak bisa menaikan penumpang di sepanjang perjalanan. Penumpang hanya bisa naik dari halte di perumahan yang 3-77

107 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA menyediakan bus penghubung itu atau sebaliknya dari halte tujuan menuju perumahan. Biasanya, sebagian besar penggunanya adalah warga perumahan bersangkutan. Selain tempat naik-turun penumpang yang tetap, angkutan ini dioperasikan secara terjadwal. Berikut beberapa angkutan pemukiman yang ada di Jabodetabek. 1. Trans Bintaro Trans Bintaro beroperasi 7 hari seminggu dengan rute perjalanan Bintaro Trade Centre (BTC) Pondok Indah Mall Ratu Plaza Plaza Senayan Pondok Indah Mall. 2. Trans BSD City Trans BSD City melayani 3 rute tujuan yaitu Ratu Plaza, Mangga Dua dan Pasar Baru. BSD Ratu Plaza, Rute pelayanannya adalah sebagai berikut: Halte Besar BSD (Kolam Renang) - Halte Al-Azhar - SGU - Tol BSD Pd.Indah - Pd Indah Mal - Jl.Arteri Pd Indah - Jl. Pakubuwono - Jl.Sisingamangaraja - Jl.Jend. Sudirman (Ratu Plaza) - Pintu Gelora I - Jl.Asia Afrika - Plaza Senayan - Jl.Hang Tuah - Taman Puring - Jl.Gandaria - Jl.Arteri Pd Indah - Jl.Raya Metro Pd Indah - Tol Pd Indah - BSD - BSD BSD Mangga Dua, Rute pelayanannya adalah sebagai berikut: Halte Besar BSD (Kolam Renang) - Halte Al-Azhar - ITC BSD - Jl.Raya Serpong - Tol Jakarta Merak - Tol Pluit Tomang - Tol Pelabuhan (keluar pintu Tol Ancol Barat) - Jl.Lodan - Jl.RE.Martadinata - Jl.Kp.Bandan - Jl.Kunir - Jl.Kemukus - Jl.Lada (berhenti di Halte BNI) - Jl.Jembatan Batu - Jl.Mangga Dua (Halte Bank Shinta) BSD Mangga Dua, Rute pelayanannya adalah sebagai berikut: Halte Besar BSD (Kolam Renang) - Halte Al-Azhar - Halte Pemasaran BSD - Jl.Raya Serpong - Tol Tangerang Kebon Jeruk - Jl.Tomang Raya - Jl.Kyai Caringin - Jl.Balikpapan - Jl.Suryo Pranoto - Halte Busway Harmoni Duta Merlin - Jl.Juanda - Halte Pasar Baru (Gedung Kesenian Jkt) - Jl.Veteran - Halte Harmoni Lampu Merah Suryo Pranoto - Jl.Tomang Raya - Tol Jakarta Tangerang BSD Trans Citra Raya Rute Bis Trans Citra Raya meliputi: 3-78

108 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA - Citra Raya - Harmoni (via Tomang-Citra Land-Roxy Mas-Hayam Wuruk) - Citra Raya - Citra Land - Citra Raya - Ratu Plaza (via Tomang-Slipi-Semanggi-Blok M) - Citra Raya - Tol Ancol (via Harmoni-Pasar Baru-Gn. Sahari-WTC Mangga Dua) - Citra Raya - Tanah Abang - Citra Raya - Supermal Lippo Karawaci - Citra Raya - ITC BSD - Citra Raya - Bandung - Citra Raya - Sumarecon Mal Serpong/SMS - Citra Raya - St Gambir Jakarta Trans Lippo Karawaci Trans Lippo Kawaraci menyediakan rute pelayanan sebagai berikut: - Lippo Karawaci Grogol - Lippo Karawaci Pasar Raya - Lippo Karawaci Citra Graha - Lippo Karawaci Plaza Senayan Trans Summarecon Trans summarecon menyediakan 3 rute pelayanan yaitu: - RUTE: SUMMARECON - SEMANGGI (ATMAJAYA) - RUTE: SUMMARECON - MALL CIPUTRA (GROGOL) - RUTE: SUMMARECON - KELAPA GADING Trans Galaxy Bekasi Angkutan ini menghubungkan daerah Galaxy (Bekasi) dengan Blok M dengan rute pelayanan melalui: Patung Kuda 2 Galaksi - Jl. Pulo Ribung - Jl. Pekayon Raya - Jl. Akhmad Yani - Pintu Tol Bekasi Barat (depan Giant/Bekasi Mega Grosir) - Tol Cikampek - Tol Dalam Kota - Pintu keluar Tol Komdak - Jl. Sudirman - Blok M Blok M- Jl. Pulo Ribung - Jl. Sudirman - Pintu Masuk Tol Komdak - Tol Dalam Kota - Tol Cikampek - Pintu Tol Bekasi Barat (depan Giant/Bekasi Mega Grosir)- Jl. Akhmad Yani - Jl. Pekayon Raya - Patung Kuda 2 Galaksi Trans Kota Wisata Melayani rute Kota Wisata (Cibubur) ITC Cempaka Mas ITC Mangga Dua, berikut jadwal keberangkatan Trans Kota Wisata 3-79

109 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA d. Jaringan Jalan Rel Kereta Jabodetabek Sistem jalan kereta Jabodetabek, memiliki panjang rel mencapai 160 km yang mencakup tujuh jalur pelayanan yaitu; jalur timur, tengah, Bekasi, Tanjung Priok, Serpong dan Tangerang. Lima jalur pelayanan membentuk sistem radial dan sisanya membentuk pola lingkaran. Walaupun demikian, terlihat juga pola grid dimana banyak terdapat jalan-jalan utama yang bersifat paralel.jalur-jalur ini memiliki rel ganda kecuali jalur Tangerang dan Serpong. Pada jalur tengah sepanjang 19 km dari Manggarai ke DKI Jakarta Kota, jalur rel ini telah dilayangkan. Jaringan KA di wilayah JABODETABEK terdiri dari 10 Jalur Jaringan Rel, yaitu: 1. Jalur Tengah; yaitu Jalur antara stasiun Manggarai sampai dengan stasiun Jakartakota, Jalur ini sudah jalur kembar dan Jalur layang dengan sistem persinyalan Hubungan Blok Otomatik Terbuka, panjang jalur 9,754 kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas, Jalur ini masih bercampurnya Jaringan pelayanan jasa transportasi KA, yaitu jasa transportasi KA jarak jauh dan KA jarak menengah dengan KA komuter. 2. Jalur Bogor; yaitu Jalur antara stasiun Bogor sampai dengan stasiun Manggarai, Jalur ini sudah jalur kembar dengan sistem persinyalan Hubungan Blok Otomatik Terbuka, panjang jalur 46,033 kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas, Jalur ini tidak ada Jaringan pelayanan jasa transportasi KA jarak jauh, KA jarak menengah dan KA Lokal; baik ekonomi maupun komersil, sudah merupakan jalur untuk KA komuter, saat ini pada 2 jam sibuk pagi ada 21 KA tidak bisa menambah KA lagi (sudah jenuh), kecuali jika dioperasikan hanya satu jenis waktu tempuh untuk masing-masing Jaringan lokal.. 3. Jalur Bekasi; yaitu Jalur antara stasiun Bekasi sampai dengan stasiun Jatinegara, Jalur ini sudah jalur kembar dengan sistem persinyalan Hubungan Blok Otomatik Terbuka, panjang jalur 14,062 kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas, Jalur ini masih bercampurnya Jaringan pelayanan jasa transportasi, yaitu jasa transportasi KA jarak jauh, KA jarak menengah dan KA lokal baik untuk kelas ekonomi maupun Komersil dengan KA komuter. 4. Jalur Serpong; yaitu Jalur antara stasiun Serpong sampai dengan stasiun Tanahabang, Jalur ini sudah jalur kembar dengan sistem persinyalan Blok Otomatik Tertutup, panjang jalur 24,276 kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas. Jalur ini masih bercampurnya pelayanan jasa 3-80

110 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA transportasi, yaitu jasatransportasi jarak menengah dan KA lokal untuk kelas ekonomi dan Komersil dengan KA komuter. 5. Jalur Tangerang; yaitu Jalur antara stasiun Tangerang sampai dengan stasiun Duri, Jalur ini masih jalur tunggal dengan sistem persinyalan Hubungan Blok Otomatik Tertutup, panjang jalur kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas, Jalur ini sudah dikhususkan untuk Jaringan Pelayanan Perjalanan KA komuter, tidak ada Jaringan pelayanan jasa transportasi KA jarak jauh, KA jarak menengah dan KA lokal; baik ekonomi maupun Komersil. 6. Jalur Timur; yaitu Jalur antara stasiun Kampungbandan sampai dengan stasiun Jatinegara lewat stasiun Pasarsenen, Jalur ini sudah jalur kembar dengan sistem persinyalan Hubungan Blok Otomatik Terbuka, panjang jalur 11,210 kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas, Jalur ini masih bercampurnya Jaringan pelayanan jasa transportasi, yaitu jasa transportasi KA jarak jauh, KA jarak menengah dan KA lokal; baik untuk kelas ekonomi maupun Komersil dengan KA komuter. 7. Jalur Barat ; yaitu Jalur antara stasiun Kampungbandan sampai dengan stasiun Jatinegara lewat stasiun Manggarai, Jalur ini sudah jalur kembar dengan sistem persinyalan Blok Otomatik Terbuka, panjang jalur 17,642 kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas, Jalur ini masih bercampurnya Jaringan pelayanan jasa transportasi, yaitu jasa transportasi KA jarak jauh, KA jarak menengah dan KA lokal; baik untuk kelas ekonomi maupun Komersil dengan KA komuter. 8. Jalur Tanjungpriuk ; yaitu Jalur antara stasiun Tanjungpriuk sampai dengan stasiun Jakartakota, Jalur ini sudah jalur kembar dengan sistem persinyalan Blok Elektro Mekanik, panjang jalur kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas, Jalur ini tidak ada Jaringan pelayanan jasa transportasi KA jarak jauh dan menengah baik ekonomi maupun Komersil. 9. Jalur Kemayoran; yaitu Jalur antara stasiun Kemayoran sampai dengan stasiun Tanjungpriuk, Jalur ini sudah jalur kembar dengan sistem persinyalan Blok Elektro Mekanik, panjang jalur kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas, Jalur ini masih bercampurnya pelayanan jasa transportasi, yaitu jasa transportasi barang dengan KA komuter. 10. Jalur Kampungbandan ; yaitu Jalur antara stasiun Kampungbandan sampai dengan stasiun Jakartakota dan stasiun Jakartagudang, Jalur ini sudah jalur kembar dengan sistem persinyalan Blok Otomatik terbuka, 3-81

111 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA panjang jalur kilometer dan sudah dilengkapi Listik Aliran Atas, kecuali ke arah stasiun Jakartagudang masih jalur tunggal, tidak mempergunakan persinyalan dan tidak dilengkapi Listrik Aliran Atas, Jalur Kampungbandan - Jakartakota masih bercampurnya Jaringan pelayanan jasa transportasi, yaitu jasa transportasi KA jarak jauh, KA jarak menengah dan KA lokal; baik untuk kelas ekonomi maupun Komersil dengan KA komuter. Gambar 3-33 Peta Jaringan Kereta Jabodetabek 3-82

112 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Gambar 3-34 Penumpang Kereta Api Tahun (ribu orang) Jumlah penumpang KA di Jakarta secara keseluruhan di Pulau jawa setiap tahunnya semakin meningkat.berdasarkan data yang didapat dari PT. Kereta Api Indonesia, pada tahun 2011 tercatat 121 juta penumpang untuk wilayah Jabodetabek dan 72 juta penumpang untuk wilayah Jawa (Non Jabodetabek). Tabel 3-38 Penumpang Kereta Api Tahun (ribu orang) Tahun jabodetabek Jawa (Non Jabodetabek) Jumlah ,425 51, , ,095 53, , ,451 64, , ,544 68, , ,308 73, , ,105 72, ,041 Sumber : PT Kereta Api Indonesia dan PT. KAI Commuter Jabodetabek Untuk wilayah Jabodetabek layanan KA saat ini masih belum dapat menarik para pengguna kendaraan pribadi. Hal ini dikarenakan beberapa hal, diantaranya adalah kenyamanan, waktu tunggu yang lama, dan area parkir terbatas serta beberapa permasalahan lainnya. e. Terminal Terdapat lebih dari tiga puluh terminal bus yang tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta. Terminal bus tersebut dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu: antar provinsi, antar kota, dalam kota, dan terminal pinggir jalan. Terminal bus antar kota di daerah pusat antara lain seperti, seperti Terminal Blok M, Senen, Kota, yang menempati areal lebih dari 3,000 m2 tidak 3-83

113 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA termasuk akses / jalan-jalan keluarnya. Pada Gambar 3.33 berikut dibawah ini mengilustrasikan lokasi terminal bus yang ada diwilayah DKI Jakarta. Gambar 3-35 Lokasi Terminal Bis Utama di DKI Jakarta Sumber : JAPTraPIS Tabel 3-39 Terminal Bus di Jabodetabek Jumlah Rute Bus (Berhenti atau melewati) Rank Terminal Bis Patas Regule Sedan Busway Patas AC r g Kecil Total 1 Blok M Kp. Rambutan Pulo Gadung Bekasi Kota Senen Tg. Priok Depok Grogol Kalideres Kp. Melayu Tn. Abang Lebak Bulus Bogor Ciputat Ps. Minggu Cililitan Cikarang Cikokol Ciledug Cimone Rawamangun

114 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Jumlah Rute Bus (Berhenti atau melewati) Rank Terminal Bis Patas Regule Sedan Busway Patas AC r g Kecil Total 23 Cileungsi Klender Parung Manggarai Cibinong Leuwiliang Ragunan Poris Plawad Sumber: Dinas Perhubungan dari setiap pemerintah daerah. f. Bandar Udara Saat ini di wilayah Jabodetabek terdapat dilayani oleh dua bandar udara, yaitu Soekarno-Hatta dan Halim Perdanakusuma. Bandar udara halim lebih banyak digunakan untuk penerbangan ekslusif dan penerbangan jarak pendek. Sedangkan untuk penerbangan dalam dan luar negeri dilayani oleh Bandar Udara Soekarno-Hatta. Gambar 3-36 Jumlah Penumpang dan Pergerakan Pesawat di Bandara Soekarno-Hatta Selain itu juga permasalahan lainnya juga mengenai kebandarudaraan adalah akses menuju bandara. Pada saat ini akses tercepat untuk menuju Bandara Soekarno-Hatta adalah dengan menggunakan kendaraan melalui jalan tol, akan tetapi akses tersebut pada saat tertentu tidak dapat dilalui kendaraan dikarenakan banjir. Oleh karena itu perlu pembenahan 3-85

115 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA menyangkut kebandarudaraan baik dari kapasitas, akses dari dan ke Bandar udara tersebut nantinya. g. Pelabuhan Kondisi Pelabuhan Tanjung Priok pada saat ini tidak jauh berbeda dengan Bandar Udara Soekarno-Hatta. Diperkirakan nantinya sesudah Tahun 2014 sudah tidak dapat lagi menampung kapasitas pengiriman dan penerimaan barang, sebagaimana terlihat pada Gambar 3.35 di bawah ini. Gambar 3-37 Kapasitas dan Perkiraan Pelabuhan Tanjung Priok Sumber: MPA Selain itu juga permasalahan lainnya mengenai pelabuhan adalah mengenai lalu lintas angkutan barang, yaitu akses dari dan menuju pelabuhan. Pada saat ini jalur angkutan barang belum memiliki rute khusus, pada beberapa lokasi bercampur dengan arus lalu lintas kendaraan pribadi, sehingga tidak jarang sering menimbulkan kemacetan. Pada Gambar 3.38 mengilustrasikan jalur angkutan barang dan kawasan industri yang ada pada saat ini. 3-86

116 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Gambar 3-38 Lalu Lintas Angkutan Barang di Jakarta Sumber : MPA Karakteristik Perjalanan Besaran permintaan perjalanan untuk wilayah Jabodetabek dirangkum dalam Tabel Tabel 3-40 Besaran Perjalanan orang berbasiskan moda dan tingkat Pendapatan Deskripsi Moda Sub-Group Total Perjalanan Intra-Zonal Inter-Zonal Low Income* 10,542,246 4,734,657 5,807,590 SepedaMotor Mobil Angkutan Umum Total Truk Dalam Kendaraan Medium Income* 23,280,926 7,887,758 15,393,168 High Income* 2,745, ,676 2,185,373 Sub-Total 36,568,221 13,182,091 23,386,131 Low Income 1,323, , ,641 Medium Income 5,922,029 1,796,584 4,125,445 High Income 1,979, ,168 1,680,249 Sub-Total 9,224,508 2,688,173 6,536,335 Low Income 2,493,523 1,086,233 1,407,290 Medium Income 6,809,988 2,378,326 4,431,662 High Income 3,919, ,880 3,118,472 Sub-Total 13,222,863 4,265,439 8,957,424 Low Income 14,358,831 6,413,310 7,945,520 Medium Income 36,012,943 12,062,668 23,950,275 High Income 8,643,818 1,659,724 6,984,095 Total 59,015,592 20,135,702 38,879,890 Small Trucks 73, ,440 Large Trucks 5, ,768 Total All Trucks 79, ,

117 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Sumber: JUTPI Sedangkan besarnya bangkitan perjalanan berdasarkan moda yang digunakan ditunjukan dalam Gambar JABODETABEK Area Trip generations / Attractions Public Car Motorcycle JKT_South JKT_East JKT_Central JKT_West JKT_North Kota_Tang Kota_Tang S Kab._Tang Depok Kota_Bogor Kab._Bogor Kota_Bekasi Kab._Bekasi - 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 Daily Person Trips ('000) Gambar 3-39 Perjalanan Orang-Harian ( 000) Berdasarkan Moda Sumber: JUTPI Pola Distribusi Perjalanan Besaran perjalanan tertinggi berada pada wilayah DKI Jakarta yaitu sebesar 20.4 juta (34.5%) perjalanan perhari dan sebesar 7.9 juta perjalanan dari dan ke DKI Jakarta perhari. Gambar 3.38 sampai dengan Gambar 3.41 menunjukan distribusi perjalanan di wilayah Jabodetabek. 3-88

118 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Kota Tangerang Kota Tangerang Selatan Kb. Tangerang 20,359 9,879 8,090 DKI Jakarta 2,574 2, , Kota Bekasi Kb. Bekasi 11,258 Kota Depok Kota Bogor Kb. Bogor Gambar 3-40 Pola Perjalanan Total Perhari ( 000) Sumber: JUTPI Kota Tangerang Kota Tangerang Selatan Kb. Tangerang 6,355 (64%) 1,387 (54%) 12,953 (64%) DKI Jakarta 66 (44%) 1,578 (57%) 5,186 (64%) Kota Bekasi Kb. Bekasi 459 (64%) 1,517 (59%) 424 (63%) 6,641 (59%) (% by M/C) Kota Depok Kota Bogor Kb. Bogor Gambar 3-41 Pola Perjalanan dengan Sepeda Motor ( 000) Sumber: JUTPI 3-89

119 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Kota Tangerang Kota Tangerang Selatan Kb. Tangerang 1,242 (13%) 530 (21%) 3,798 (19%) DKI Jakarta 40 (27%) 652 (24%) 1,023 (13%) Kota Bekasi Kb. Bekasi 108 (15%) 462 (18%) 115 (17%) 1,254 (11%) (% by car) Kota Depok Kota Bogor Kb. Bogor Gambar 3-42 Pola Perjalanan dengan Mobil ( 000) Sumber: JUTPI Gambar 3-43 Pola Perjalanan dengan Angkutan Umum ( 000) Sumber: JUTPI 3-90

120 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Tabel 3-41 Distribusi Panjang Perjalanan (km) berdasarkan (antar-zona) Mode of Travel Average Trip Length of Inter-zonal Trips (km) Medium High Income Income Low Income All Income Groups Motorcycle Trips Car Public Transport Small Trucks 21.4 Large Trucks 26.5 Sumber: JUTPI 7,000 6,000 Trips by Mode & Distance (km) Travelled Motorcycle Car Public 5, Trips ('000) 4,000 3,000 2,000 1, Distance Travelled (km) Gambar 3-44 Distribusi frekuensi panjang perjalanan (km) antar zona ( 000) Proporsi Pilihan Moda Sumber: JUTPI Komposisi pengunaan moda perjalanan di wilayah Jabodetabek ditunjukan dalam gambar-gambar berikut. 3-91

121 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA All Income 62% 16% 22% High Income 32% 23% 45% Medium Income 65% 16% 19% Low Income 73% 9% 17% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Motorcycle Car Public Gambar 3-45 Proposi pengunaan moda perjalanan berdasarkan pendapatan Sumber: JUTPI 100% Motorcycle Car Public 90% 80% 70% % of Trips by Mode 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Distance Travelled (km) Gambar 3-46 Proposi Pengunaan Moda Perjalanan Berdasarkan Panjang Perjalanan Sumber: JUTPI 3.6 Kelembagaan Kelembagaan pengelola Kawasan Strategis Pantura sebelumnya telah diatur dalam beberapa peraturan untuk melakukan pengembangan kawasan yang terintegrasi Penetapan Lembaga Pengelola Kawasan Pantura Jakarta Lembaga pengelola kawasan pantura Jakarta pada awalnya ditetapkan dalam Keputusan Presiden No 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, yang kemudian diatur dalam Peraturan Daerah No 8 Tahun 1995 tentang 3-92

122 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta. Dalam peraturan ini, lembaga pengelola Pantura terdiri dari : a. Tim Pengarah Badan Pengarah terdiri dari menteri-menteri terkait dan dikoordinasikan oleh Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua BAPPENAS selaku Ketua. Badan ini berperan dalam memberikan arahanarahan kepada badan pengendali terkait dengan pengembangan Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta terkait dengan kepentingan sektoral. Mekanisme pengarahan dapat dilakukan secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. b. Badan Pengendali Badan ini diketuai oleh Gubernur DKI Jakarta dan terdiri dari SKPD terkait, yang bertanggungjawab kepada Presiden. Dalam pelaksanaannya, badan pengendali memiliki beberapa tugas yaitu untuk Mengendalikan perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan Reklamasi Pantura; dan Mengendalikan penataan Kawasan Pantura. c. Badan Pelaksana Badan pelaksana dibentuk oleh Gubernur yang berfungsi untuk menyelenggarakan reklamasi pantura. Badan ini memiliku tugas untuk Menyelenggarakan reklamasi, Mengelola tanah hasil reklamasi, dan Mengkoordinasikan penataan kembali kawasan daratan pantai utara jakarta Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Pelaksana dapat melakukan kerjasama usaha dengan pihak lain yang syarat-syarat dan ketentuannya diatur oleh Gubernur Badan Pengendali Reklamasi Pantai Utara DKI Jakarta Ketentuan terkait Badan Pengendali Reklamasi Pantura Jakarta diatur dalam Keputusan Gubernur No 1090 Tahun Dalam peratuuran ini, yang dimaksud dengan badan pengendali ialah merupakan badan yang dibentuk untuk membantu pemerintah daerah dalam mengendalikan reklamasi pantura yang dipimpin oleh Gubernur, dan bertanggung jawab kepada presiden. Tugas dari badan pengendali ini ialah untuk mengendalikan perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan reklamasi pantura, serta mengendalikan penataan dan pengembangan kawasan pantura. Adapun fungsi yang dijalankan antara lain: 3-93

123 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA a. Menyusun dan menetapkan rancangan kebijaksanaan pengendalian perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan reklamasi pantura b. Menyusun dan menetapkan rancangan kebijaksanaan pengendalian perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan penataan kawasan pantai c. Menyelenggarakan evaluasi pengendalian terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaanreklamasi pantura serta penataan kawasan pantura. Badan Pengendalian Reklamasi Pantura terdiri dari a. Keanggotaan Badan Pengendali i. Ketua, sebagai penanggung jawan mempunyai tugas memimpin Badan Pengendali dalam mengendalikan penyelenggaraan Reklamasi Pantura dan penataan kawasan pantura ii. Wakil Ketua, sebagai pelaksana harian mempunyai tugas iii. iv. b. Sekretariat mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pengendalian reklamasi pantura dan penataan kawasan pantura Sekretaris, mempunyai tugas membantu ketua dalam melaksanakan tugas merumuskan kebijaksanaan pengendalian reklamasi pantura dan penataan kawasan pantura serta menyelenggarakan kegiatan sekretariat Badan Pengendali Anggota, mempunyai tugas membantu ketua dalam pengkajian terhadap koordinasi penyelenggaraan pengendalian reklamasi pantura dan penataan kawasan panura sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sekretariat mempunyai tugas menyiapkan bahan penetapan rancangan kebijaksanaan pengendalian reklamasi pantura dan penataan kawasan Pantura yang meliputi analisis perencanaan pengendalian, analisis evaluasi pengendalian, penyusunan program, dan laporan, serta memberikan layanan teknis administratif kepada Badan Pengendali. 3-94

124 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Keanggotaan Badan Pengendali KETUA/ PENANGGUNG JAWAB Gubernur WAKIL KETUA/ PELAKSANA HARIAN Wakil Gubernur SEKRETARIS Ketua Bappeda ANGGOTA Kepala lembaga terkait Sekretariat SEKRETARIAT Sumber: Keputusan Gubernur No 1090 Tahun Badan Pelaksana Reklamasi Pantai Utara Jakarta Secara lebih lanjut, kelembagaan pengelola pantura ini diatur dalam Keputusan Gubernur No 220 Tahun 1998 tentang Penyempurnaan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelaksana Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Badan Pelaksana dipimpin oleh ketua yang berada di bawah Badan Pengendali dan bertanggung jawab kepada Gubernur. Tugas dari Badan Pelaksana Reklamasi Pantura Jakarta dalam peraturan ini ialah untuk menyelenggarakan, mengelola hasil reklamasi, dan mengkoordinasikan kembali pantura Jakarta untuk mwujudkan pengembangan kawasan pantura yang terpadu. Adapun fungsi yang dijalankan lembaga ini antara lain: a. Penyusunan kebijakan program pengembangan kawasan pantura b. Penyusunan rencana umum reklamasi pantura dan penataan kembali daratan pantura c. Koordinasi proses, pengurusan dan atau penerbitan perizinan reklamasi dan penataan kawasan dataran pantura d. Penyusunan program dan koordinasi kegiatan penataan daratan pantai utara Jakarta e. Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan reklamasi pantura dan pengelolaan tanah dasil reklamasi pantura f. Pembinaan dan pengendalian atas pencapaian sasaran fungsi usaha perseroan Gambar 3-47 Struktur Lembaga Badan Pengendali Reklamasi Pantura g. Pelaksanaan fungsi-fungsi lainnya yang berhubungan dengan penyelenggaraan reklamasi dan pengelolaan hasil reklamasi. 3-95

125 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Struktur organisasi Badan Pelaksana Reklamasi Pantura Jakarta berdasarkan Keputusan Gubernur No. 220 Tahun 1998 ditunjukkan dalam gambar KETUA Wakil Gubernur WAKIL KETUA Walikota Jakarta Utara KETUA HARIAN SEKRETARIAT BIDANG PERENCANAAN BIDANG PENGAWASAN & PENGENDALIAN BIDANG PEMBANGUNAN & PERIZINAN Gambar 3-48 Struktur Organisasi Badan Pelaksana Reklamasi Pantura Jakarta Sumber: Keputusan Gubernur No. 220 Tahun Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur dan Peraturan Daerah Provinsi Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta Dengan diterbitkan Peraturan Presiden 54/2008 dan Peraturan Daerah Provinsi 1/2012, yang harus konsisten dalam implementasinya, melalui penerapan sistem manajemen yang profesional dan akuntabel dalam suatu mekanisme layanan publik dengan prinsip-prinsip good governance. Permasalahan yang dihadapi dalam proses pembangunan Kawasan Pantura sampai saat ini adalah : a. Masing-masing perusahaan pengembang melakukan reklamasi sendiri di wilayahnya berdasarkan MoU dengan Pemprov DKI Jakarta yang dimilikinya sehingga tidak ada kesamaan dan keserasian dalam proses pembangunannya. b. MoU yang diterbitkan sebelum ditetapkannya RTRW 2030 sudah tidak sesuai dan tidak valid. c. Setelah ditertibkannya MoU sejak tahun , masih ada beberapa perubahan pengembang yang tidak melaksanakan sesuai ketentuan dalam MoU. d. Ada perusahaan pengembang yang mengalihkan hak atas MoU kepada perusahaan pengembang lain. 3-96

126 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA e. Pemprov DKI Jakarta tidak memperoleh manfaat yang optimal dari MoU yang ditebitkan, baik secara materi maupun perwujudan Kawasan Pantura sebagai Kawasan Strategis dari bagian wilayah Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. f. Tim care taker sebagai pengganti BP Pantura tidak dapat melaksanakan tugasnya secara optimal, karena terbebani oleh tugas pokok dan fungsinya sebagai pejabat di SKPDnya masing-masing. Permasalahan tersebut, perlu segera diselesaikan dengan memanfaatkan momentum yang kondusif pada saat ini untuk mempercepat proses pembangunan dalam mewujudkan Kawasan Strategis Pantura sebagai implementasi dari RTRW Pembubaran Badan Pelaksana Reklamasi Pantai Utara Jakarta dan Pembentukan Tim Sementara Care Taker Pelaksanaan Tugas Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang organisasi perangkat daerah serta dengan berdasarkan pada perkembangan kondisi, keberadaan Badan Pelaksana Reklamasi Pantai Utara (Pantura) Jakarta dianggap sudah tidak lagi sesuai dengan perkembangan keadaan. Oleh karena itu, kemudian diterbitkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1900 Tahun 2009 tentang Pembubaran Badan Pelaksana Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Setelah pembubaran BP Pantura, maka tindak lanjut penyelesaian tugas dan wewenang BP Reklamasi Pantura dilakukan oleh tim sementara (tim Care Taker) sampai dibentuknya lembaga baru yang definitif. Adapun pembiayaan untuk pelaksanaan tugas oleh tim Care Taker akan dibebankan kepada APBD. Tim Care Taker merupakan lembaga sementara yang mengelola pelaksanaan reklamasi di Pantai Utara Jakarta, setelah pembubaran BP Reklamasi Pantura dan sebelum akhirnya akan dibentuk lembaga baru. Tugas Tim Care Taker diantaranya adalah: 1. Melaksanakan tugas dan fungsi Badan Pelaksana Reklamasi Pantai Utara Jakarta selama ini (sebelum pembubaran). 2. Melaksanakan hubungan kerja, koordinasi dan kerja sama dengan pihak yang selama ini (sebelum pembubaran) mempunyai hubungan kerja dan/atau kerja sama dengan Badan Pelaksana Reklamasi Pantura. 3. Memberikan masukan/pertimbangan/saran kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah mengenai pengelolaan Pantai Utara Jakarta. 3-97

127 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA 4. Mengkoordinasikan dan mengendalikan Kelompok Kerja (Pokja) Tim Sementara Poja Care Taker Pelaksana Tugas Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. 5. Membuat dan menyempaikan laporan Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Susunan keanggotaan tim Care Taker diantaranya adalah sebagai berikut: a. Ketua Tim merangkap anggota b. Wakil Ketua merangkap anggota c. Sekretaris merangkap anggota : Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekda Provinsi DKI Jakarta : Asisten Pemerintahan Sekda Provinsi DKI Jakarta : Kepala Biro Tata Ruang dan dan Lingkungan Hidup Sekda Provinsi DKI Jakarta d. Anggota : 1. Inspektur Provinsi DKI Jakarta 2. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi DKI Jakarta 3. Kepala Badan Pengelola Keuagan Daerah Provinsi DKI Jakarta Dalam menjalankan tugasnya, Tim Care Taker dibantu oleh beberapa kelompok kerja (pokja) yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Ketua Tim Sementara Care Taker. Berikut Struktur Tim Care Taker dan Pokja. TIM CARE TAKER Ketua: Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekda Provinsi DKI Jakarta Pokja Perencanaan Ulang dan Pembangunan Pokja Kelembagaan dan Mekanisme Kerja Pokja Hukum dan Kerjasama Pokja Keuangan dan Pembiayaan Ketua: Wakil Kepala Bappeda DKI Jakarta Ketua: Kepala Biro Ortala Setda DKI Jakarta Ketua: Kepala Biro Hukum Setda DKI Jakarta Ketua: Wakil Kepala BPKD DKI Jakarta Gambar 3-49 Struktur Organisasi Tim Care TakerReklamasi Pantura Jakara Sumber: Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun

128 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA 3.7 Isu-isu Strategis Wilayah Perencanaan Pembangunan pulau-pulau reklamasi yang akan digelar di ruang laut kawasan Teluk Jakarta perlu memperhitungkan berbagai aktivitas yang telah memanfaatkan ruang wilayah pesisir pantai utara Jakarta dan ruang laut Teluk Jakarta. Dengan demikian, perencanaan bentuk pulau reklamasi akan dilakukan dengan memperhatikan berbagai aktivitas baik yang telah ada atau berlangsung maupun yang masih berupa rencana yang telah mendapatkan izin pemanfaatan ruang. Elaborasi di bawah ini mengetengahkan berbagai isu yang perlu dipertimbangkan sebagai kendala dalam perencanaan bentuk pulau reklamasi Keberadaan Mangrove Sesuai dengan RTRW Provinsi DKI Jakarta 2030, keberadaan ekosistem mangrove di wilayah pesisir bagian barat Pantura Jakarta mulai dari Kawasan Suaka Alam Angke sampai perbatasan dengan wilayah Kabupaten Tangerang tetap dipertahankan. Agar fungsi ekologi mangrove (termasuk biota di dalamnya) dapat berlangsung secara optimal, maka pasang surut dan salinitas perairan perlu dijaga. Vegetasi mangrove merupakan ekosistem lahan basah yang memiliki berbagai fungsi ekologis, diantaranya sebagai habitat burung-burung air yang dilindungi. Oleh karenanya vegetasi mangrove di kawasan pesisir Utara Jakarta meliputi Suaka Margasatwa Muara Angke, hutan lindung Angke Kapuk, dan hutan wisata alam Kamal berfungsi sebagai kawasan lindung yang harus dilestarikan. Gejala penurunan muka tanah nyatanya mengakibatkan kawasan bervegetasi mangrove menjadi semakin sering tergenang dengan tinggi genangan yang semakin meningkat. Kecenderungan tersebut pada masa mendatang akan mengancam kelestarian vegetasi mangrove di pesisir Utara Jakarta. Gambar berikut menunjukkan prakiraan perluasan genangan di pesisir Utara Jakarta hingga akhir dekade Tabel 3-42 Prakiraan perluasan genangan di Pesisir Utara Jakarta % Wilayah Jakarta Utara berada di bawah MSL % Wilayah Jakarta Utara berada di bawah MSL % Wilayah Jakarta Utara berada di bawah MSL Sumber : Kajian Reklamasi dan Hidrodinamika Pantura Jakarta,

129 3.7.2 Keberlangsungan Fungsi Pelabuhan BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA Rencana pembangunan lahan melalui reklamasi mempertimbangkan keberlangsungan aktifitas pelayaran dan berlabuh di pelabuhan umum dan pelabuhan perikanan. Di wilayah Jakarta Utara terdapat Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Sunda Kelapa, Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Nizam Zachman, dan dermaga dan TPI Muara Angke. Secara khusus Pelabuhan Sunda Kelapa telah ditetapkan sebagai bagian dari pengembagan kawasan Kota Tua (heritage) yang perlu dilestarikan melalui revitalisasi dan peremajaan. a. Pelabuhan Perikanan Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Nizam Zachman di Muara Baru merupakan pelabuhan perikanan terbesar di Indonesia dan TPI Muara Angke merupakan pelabuhan perikanan rakyat yang dilengkapi oleh dermaga perikanan. Mengingat besarnya potensi industri perikanan di wilayah pesisir Teluk Jakarta, nilai investasi di kawasan Muara Baru hasil reklamasi telah mencapai lebih dari Rp. 1 triliun, yang jika diperhitungkan nilai investasi dari industri yang ada, maka keseluruhan investasi dapat mencapai lebih dari Rp. 3-triliun. Keberadaan Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Nizam Zachman di Muara Baru dan pelabuhan perikanan serta pangkalan pendaratan ikan Muara Angke bersifat komplementer. Sementara itu, daerah Pluit diperuntukkan menampung nelayan, tempat pengolahan ikan, dan pelabuhan penumpang untuk penghubung ke Kep. Seribu. Oleh karena itu, agar aktivitas nelayan dan fungsi pelabuhan perikanan dapat tetap berlangsung, maka alur pelayaran harus tetap terbuka. b. Pelabuhan Umum Pelabuhan Tanjung Priok akan dikembangkan dalam kurun waktu sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok. Pengembangan area pelabuhan bukan dengan pulau reklamasi tetapi dengan cara deck-on-pile. Selain itu, ada bukaan dan pelebaran untuk arus kapal dari dua (2) arah dengan pemanfaatan breakwater. Di pihak lain, karena kegiatan kepelabuhanan Pelabuhan Sunda Kelapa dialihkan ke Pelabuhan Tanjung Priok, maka pengembangan Pelabuhan Sunda Kelapa direncanakan untuk lebih diarahkan kepada fungsi heritage dan pariwisata Keberadaan Prasarana dan Jaringan a. Jaringan pipa. Perpipaan di Teluk Jakarta sudah ada terlebih dahulu yang digelar di kedalaman ± 15 m. Pipa-pipa yang sudah digelar adalah pipa 3-100

130 BAB 3 KARAKTERISTIK WILAYAH PERENCANAAN DAN SEKITARNYA PHE-ONWJ, pipa PLN, jalur kabel, dan pipa Nusantara Regas. Pipa PLN sudah tertanam dengan ukuran pipa 24. Pipa Nusantara Regas ditanam 2 m di bawah sea bed dengan jarak antar-pipa 20 m. Penggelaran pipa harus diberikan kanal atau jalur tersendiri. Jaringan pipa tersebut tidak dirancang untuk menahan beban solid material timbunan dan maintenance bawah tanah reklamasi. Relokasi pipa membutuhkan kajian kontur dan profil dasar laut, biaya relokasi yang relatif besar, dan risiko gangguan distribusi gas dan BBM sebagai penggerak aktifitas pembangkitan listrik PLTU/PLTGU Muara Karang dan Tanjung Priok. Pengelola pipa dasar laut (submarine pipeline) mensyaratkan jarak antar pipa dengan pipa lain atau antara pipa dengan batas luar lahan reklamasi minimal selebar 20 m sesuai ketentuan Kepmen Pertambangan dan Energi Nomor 300.K/38/M.PE/1997. b. Pembangkit energi listrik. PLTGU-PLTU Muara Karang, PLTGU-PLTU Tanjung Priok, dan PLTGU-PLTU Muara Tawar masing-masing secara berurutan memasok tenaga listrik sebesar MW, MW, dan 800 MW (total MW) ke Jakarta. Operasi PLTGU-PLTU ini memerlukan air laut untuk air baku dan air pendingin mesin pembangkit. PLTU Muara Karang memerlukan air laut untuk kebutuhan air pendingin sebesar 60 m 3 /detik dan akses ke laut untuk pelayaran kapal tongkang yang mengangkut bahan bakar ke PLTU Muara Karang. Kegiatan PLTGU Tanjung Priok memerlukan air laut di muara Sungai Japat sebagai air baku, sedangkan sisa air panas tersebut dikeluarkan ke arah utara PLTGU. Dengan adanya break water di Pelabuhan Tanjung Priok, maka outlet dapat dipisahkan dari inlet air laut yang digunakan PLTGU Tanjung Priok. c. Jaringan kabel telekomunikasi. Sejak pertengahan tahun 1990an dari stasiun kabel laut Ancol (SKKLH Indosat Ancol), PT. Indosat telah menggelar kabel laut yang meliputi SKKL JS (Jakarta Surabaya), SKKL APCN (Ancol Mersing, Malaysia, dan Ancol Changi, Singapura), SKKL Jasuraus (Ancol Port Hedland, Australia), dan SKKL SMW-3 (antara lain, Ancol Tuas, Singapura, dan Ancol Perth, Australia). Pada bulan April-Mei 2012, PT. Telkom telah menanam kabel optik pada posisi 1,5-m dari dasar laut, dari Jakarta ke Singapura. Life time kabel 25 tahun terhitung dari tahun

131 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN 4.1 Analisis Kebutuhan Ruang Jakarta sebagai Kota Berskala Internasional Jakarta merupakan ibukota Negara dengan pertumbuhan penduduk yang sangat pesat. Pada tahun 1980 penduduk DKI Jakarta tercatat sebesar 6,5 juta dan 10 tahun kemudian sejak tahun 1990 hingga 2001 telah mencapai 8,25 juta jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 2,4% per tahunnya. Dengan memperhitungkan penduduk imigran dan penglaju ke Jakarta maka jumlah penduduk Jakarta telah mencapai 9,2 juta jiwa pada tahun 2009 dan 10,09 juta jiwa pada tahun Selain pertumbuhan penduduk, Kota Jakarta juga mengalami pertumbuhan yang pesat dalam kegiatan perekonomiannya. Jakarta saat ini merupakan salah satu kota dunia di Kawasan Asia Pasifik, bersama dengan Tokyo, Seoul, Taipei, Hongkong, Manila, Bangkok, Kuala Lumpur, dan Singapore. Kota-kota tersebut saling terhubung dan memegang peran cukup besar dalam perekonomian global, khususnya jasa keuangan, arus informasi, dan transaksi komoditas (Firman, 1998). Berdasarkan Simon (1995), tiga kriteria yang paling penting berhubungan dengan world cities diantaranya adalah: a) keberadaan kompleks keuangan dan layanan canggih yang melayani pelanggan global dari badan internasional, perusahaan-perusahaan transnasional (TNC), pemerintah dan perusahaan nasional, dan LSM; b) pengembangan hub jaringan modal, informasi dan komunikasi internasional yang dapat merangkul TNC, IGOs, dan LSM; c) suatu kualitas hidup yang kondusif untuk menarik dan mempertahankan migran internasional yang terampil yaitu profesional, manajer, birokrat, dan diplomat. Dalam pengertian ini, kualitas hidup tidak hanya meliputi aspek fisik dan estetika lingkungan tetapi juga pertimbangan yang lebih luas seperti stabilitas ekonomi dan politik yang dirasakan, kosmopolitanisme, dan 'kehidupan budaya'. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli, sebutan "kota dunia," dapat dicapai hanya ketika sebuah kota metropolis besar secara bersamaan menjadi pusat keuangan internasional, kantor pusat perusahaan trans-nasional, memiliki keterkaitan bisnis tingkat tinggi, serta adanya arus dan pengolahan informasi dan telekomunikasi canggih (Muller 1997). Beberapa ciri kota dunia ini saat ini telah terlihat di Jakarta, yang menunjukkan bahwa Kota Jakarta merupakan salah satu kota dunia. Kegiatan perekonomian global salah satunya ditunjukkan dengan arus investasi asing yang masuk dan berputar di Jakarta. 4-1

132 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Suatu kota, khususnya kota dunia, merupakan pusat aktivitas perekonomian yang tidak hanya terpusat di central bussiness district (CBD) dalam kota tersebut, tapi juga dapat meluas ke daerah metropolitan dalam bentuk grid node kegiatan bisnis yang kompleks (Sassen 1995). Kota yang merupakan pusat aktivitas memiliki peran untuk mendorong pertumbuhan daerah di sekitarnya, begitu juga dalam hal perekonomian global. Sebagai pusat perekonomian yang dapat mengartikulasikan ekonomi regional, nasional, dan internasional, suatu kota dapat memperluas pengaruhnya ke daerah sekitar atau wilayah yangmemiliki hubungan atau keterkaitan ekonomi (Friedmann 1995). Pada akhirnya, kegiatan perekonomian global seringkali tidak hanya terbentuk di pusat-pusat kota saja, tapi juga pada akhirnya meluas dan berdampak pada daerah peripheri atau daerah sekitarnya. Dalam negara semi-periphery, sebagian besar kota-kota dunia sekunder adalah ibu kota negara. Ibukota pada negara periphery yang umumnya adalah negara sedang berkembang seringkali merupakan kota dengan pertumbuhan yang sangat pesat. Kota ini telah memiliki kawasan terbangun yang tinggi dan populasi yang cukup padat, dimana seringkali telah mengalami kejenuhan dalam pembangunan. Ketika kawasan inti kota ini telah dipenuhi dengan gedung-gedung bertingkat komersial yang menjadi pusat perkantoran kegiatan perekonomian global, banyak dilakukan pengembangan daerah pinggiran untuk dikembangkan sebagai fungsi perumahan mewah, maupun fungsifungsi lainnya seperti kawasan rekreasi, lapangan golf, taman industri untuk perusahaan asing, dan fungsi global baru seperti bandara internasional (Douglass 2000). Perkembangan kawasan perkotaan dan perubahan struktur pada kota global sebagai akibat dari globalisasi merupakan salah satu bentuk dampak globalisasi yang pada akhirnya membentuk kawasan suburban, dimana daerah pinggiran mengembangkan fungsinya sebagai daerah residensial. Fenomena yang terjadi di Jakarta saat ini ialah pertumbuhan kegiatan perekonomian global yang sudah meluas hingga ke kawasan pinggiran Jakarta, yaitu kawasan Metropolitan Jabodetabek. Pada RTRW DKI 2030, telah diatur bahwa untuk pemanfaatan dan pengelolaan kawasan industri dan pergudangan, dilakukan melalui penataan kawasan industri dan pergudangan yang terintegrasi dengan kawasan detabekpunjur; dan pembatasan pengembangan kawasan industri dan pergudangan hanya untuk jenis industri yang hemat penggunaan lahan, air, dan energi, tidak berpolusi, memperhatikan aspek lingkungan, dan menggunakan teknologi tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan industri telah diarahkan untuk digeser ke kawasan pinggiran Jakarta. Selain kegiatan industri, kegiatan jasa skala internasional juga membutuhkan perluasan karena kawasan DKI Jakarta yang sudah terbangun dengan masif. Berdasarkan penelitian sebelumnya terkait transformasi Jakarta oleh Hudalah 4-2

133 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN dan Firman (2012), wilayah regional jakarta telah mengalami perkembangan aktivitas perekonomian ke pinggiran kota atau yang biasa disebut juga sebagai fenomena postsuburbanisasi. Berdasarkan informasi yang dihitung dari data tahunan Biro Pusat Statistik (Biro Pusat Statistik, 2005) untuk tahun , dapat disimpulkan bahwa sektor tersier (keuangan, jasa dan sektor komersial) masih konsisten terkonsentrasi di Jakarta, namun demikian, pergeseran yang luar biasa bisa dilihat di sektor manufaktur (Hudalah and Firman 2012). Implikasi yang sangat nyata dari perkembangan Jakarta sebagai kota dunia, dan dari pertumbuhan penduduk yang cukup pesat adalah semakin besarnya kebutuhan ruang kota di DKI Jakarta, khususnya untuk kegiatan permukiman dan perdagangan jasa skala internasional. Secara fisik perkembangan Jakarta sejak empat dekade terakhir ini dicirikan dengan semakin besarnya wilayah terbangun kota, sebaliknya wilayah terbuka yang semula direncanakan sebagai wilayah konservasi kota juga semakin berkurang terutama di bagian wilayah pinggiran. Perkembangan ini terjadi seiring dengan pertumbuhan penduduk kota tersebut. Sementara itu luas wilayah DKI Jakarta yang mencakup 662 km 2 yang merupakan hasil perluasan wilayah kota pada tahun 1972 masih tidak bertambah. Atas dasar kebutuhan ruang tersebut maka pada dekade 1990-an telah dipertimbangkan kemungkinan pembukaan wilayah daratan baru melalui teknologi pengembangan pulau reklamasi di wilayah pantai utara Jakarta. Berdasarkan kebutuhan ini maka dengan Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1995 telah ditetapkan suatu usaha reklamasi wilayah Pantai Utara Jakarta. Sehubungan dengan keadaan ini Jakarta telah mempersiapkan pemikiran berdasarkan dua kebijaksanaan pokok yaitu, (1) meningkatkan intensitas kemampuan pemanfaatan ruang/lahan termasuk usaha peremajaan kota, dan (2) kemungkinan untuk mengembangkan wilayah secara ekstensif dengan tetap memperhatikan kaidah pembangunan kota yang berkelanjutan. Konsepsi dasar inilah yang kemudian menjadi pemikiran Jakarta untuk mengembangkan wilayah Pantura Jakarta atau Pantai Utara Jakarta termasuk kawasan perairan lautnya. Berdasarkan RTRW DKI Jakarta 2030, dicantumkan bahwa kawasan pantai utara jakarta diarahkan untuk pengembangan pulau-pulau reklamasi yang berperan sebagai kawasan strategis provinsi. Dalam Kawasan Strategis Pantai Utara, salah satu sub kawasan yaitu sub kawasan tengah ditetapkan sebagai pusat kegiatan primer dengan fungsi pusat perdagangan dan jasa skala internasional. Penyelenggaraan reklamasi Pantura diarahkan bagi terwujudnya lahan hasil reklamasi siap bangun dan pemanfaatannya sesuai dengan tata ruang yang terpadu dengan penataan kembali kawasan daratan Pantura. 4-3

134 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN 4.2 Analisis Delineasi Wilayah Perencanaan Delineasi wilayah perencanaan meliputi kepulauan hasil reklamasi dan daratan pantai lama Jakarta yang akan direvitalisasi Delineasi Pengembangan Kepulauan Reklamasi Pantura Jakarta Delineasi pengembangan kepulauan reklamasi Pantura ditentukan berdasarkan beberapa aspek yang meliputi peraturan, vegetasi mangrove, sistem jaringan energi/kelistrikan, pelabuhan, sistem jaringan telekomunikasi dan perpipaan Tinjauan Peraturan A. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 Terkait dengan pengembangan lahan baru di Kawasan Pantura Jakarta, rencana struktur ruang dan pola ruang Kawasan Jabodetabekpunjur menetapkan kawasan lindung yang dielaborasi sesuai pengaturan sebagai berikut : a. Zona Non Budidaya 1 (N1) dan Zona Non Budidaya 2 (N2) serta kawasan budidaya yang dielaborasi menjadi Zona Budidaya 1 (B1) sampai dengan Zona Budidaya 7 (B2, B3, B4, B6, B6, dan B7) dan Zona Penyangga 1 (P1 sampai dengan Zona Penyangga 5 (P2, P3, P4, dan P5). b. Sesuai dengan rencana pola ruang Kawasan Jabodetabekpunjur, maka pada Zona P2 hingga Zona P5 di kawasan Pantura dapat dikembangkan lahan baru melalui reklamasi dalam bentuk pulau yang dipisahkan oleh kanal lateral berjarak m dari garis pantai yang ada hingga kedalaman maksimum -8 m. c. Sebagai zona penyangga, maka penggunaan lahan pada lahan baru hasil reklamasi harus sesuai dengan fungsi yang diembannya, yakni menyangga zona yang berbatasan. Pada Zona P1 di sepanjang kawasan lindung di Kabupaten Bekasi tidak diijinkan pembangunan lahan melalui reklamasi. Kawasan Pantura Jakarta meliputi Zona P2 dan P3 (Gambar 6.2). Zona P2 di bagian Barat dan Tengah Kawasan Pantura DKI Jakarta berfungsi menjaga Zona N1 yang berada pada pesisir berbatasan di daratan DKI Jakarta dalam mencegah abrasi, intrusi air laut, pencemaran, dan kerusakan laut, sehingga fungsi konservasi Zona N1 dapat berlangsung secara berkelanjutan. Pada Zona P2 dapat dilakukan reklamasi dan konstruksi bangunan di atas air secara bertahap dengan koefisien zona terbangun paling tinggi 40% berjarak sekurang-kurangnya 200 m dari titik surut terendah sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut - 8 m. Zona N1 merupakan Suaka Margasatwa Muara Angke, hutan lindung Angke Kapuk, dan Hutan Wisata Alam Kamal. 4-4

135 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Gambar 4-1 Kawasan Perairan Teluk Jakarta bagi Pengembangan Lahan Baru Kawasan Pantura Jakarta Melalui Kegiatan Reklamasi Sumber: Peraturan Presiden No. 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur Zona P3 di bagian Tengah hingga Timur Kawasan Pantura DKI Jakarta berfungsi menjaga Zona B1 agar tidak mengakibatkan abrasi pantai serta tidak mengganggu kelangsungan aktifitas pusat pembangkit tenaga listrik, muara sungai, dan jalur lalu lintas laut dan pelayaran. Pada Zona P3 dapat dilakukan reklamasi secara bertahap berjarak sekurang-kurangnya 300 m dari titik surut terendah sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut -8 m. Pada lokasi yang secara rekayasa teknologi memungkinkan jarak dapat diminimalkan dengan mempertimbangkan karakteristik lingkungan, jalur lalu lintas laut dan pelayaran, dan pelabuhan. Zona B1 di daratan DKI Jakarta yang berbatasan dengan Zona P3 diarahkan untuk perumahan hunian padat, perdagangan dan jasa, dan industri ringan non pencemar yang berorientasi pasar, dan merupakan pusat pengembangan kegiatan ekonomi unggulan. Dalam pengembangannya, pada Zona B1 diselenggarakan program rehabilitasi dan revitalisasi kawasan sebagai program terpadu dengan pengembangan lahan baru di Kawasan Pantura Jakarta. B. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 tahun 2012 tentang RTRW DKI Jakarta tahun menetapkan Kawasan Pantura DKI Jakarta sebagai kawasan strategis provinsi. Kawasan Pantura Jakarta direncanakan sebagai pengembangan lahan baru yang dipisahkan oleh lateral kanal dari garis pantai melalui kegiatan reklamasi. Lahan baru di Kawasan Pantura Jakarta terbentuk sebagai pulau-pulau, di mana tanggul areal yang direklamasi diintegrasikan dalam rencana pengembangan 4-5

136 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN jaringan jalan guna membentuk struktur ruang, sekaligus sebagai infrastruktur keamanan lahan dan pantai. Rencana struktur ruang juga menetapkan sentra primer utara di lokasi lahan baru hasil reklamasi di bagian tengah Kawasan Pantura DKI Jakarta. Rencana pola ruang wilayah DKI Jakarta bagian utara meliputi kawasan pelabuhan, industri, dan pergudangan di bagian timur yang diwakili oleh Kawasan Ekonomi Khusus Marunda dan pelabuhan Tanjung Priok; kawasan permukiman, perdagangan, dan jasa di bagian tengah yang diwakili oleh Taman Impian Jaya Ancol, pusat perdagangan Mangga Besar, pusat transportasi dan TOD; dan kawasan permukiman di bagian Barat yang diwakili oleh perumahan skala besar Pantai Indah Kapuk, Pantai Mutiara, kawasan Pluit, dan lainnya. Rencana pola ruang meliputi pengembangan hingga lahan hasil reklamasi di Kawasan Pantura Jakarta. Rencana pola ruang juga mengatur Suaka Margasatwa Muara Angke, Hutan Lindung Angke Kapuk, dan Hutan Wisata alam Kamal yang merupakan ekosistem mangrove sebagai kawasan lindung. Gambar 4-2 Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah DKI Jakarta Bagian Utara Dalam RTRW DKI Jakarta 2030 pengembangan lahan baru melalui reklamasi di Kawasan Pantura Jakarta dipersyaratkan memenuhi rencana teknis reklamasi, rencana penggunaan lahan hasil reklamasi, rancangan reklamasi, rencana prasarana, pengelolaan lingkungan, rencana sumber material reklamasi, rencana penyediaan air bersih, rencana pengelolaan air limbah, dan rencana pengendalian banjir. RTRW DKI Jakarta 2030 juga menetapkan kriteria tingkat keamanan (safety) yang diinginkanbagi perencanaan sistem dan jaringan drainase dan pengendalian banjir : a. Saluran mikro, bagi curah hujan dengan kala ulang 2-10 tahunan. b. Saluran submakro, bagi curah hujan dengan kala ulang tahunan. c. Saluran makro, bagi curah hujan dengan kala ulang tahunan. 4-6

137 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Sebagai lahan baru, saluran mikro, submakro dan makro di kawasan reklamasi Pantura DKI Jakarta masing-masing dirancang untuk kala ulang minimal 10, 25, dan 100 tahunan. Tanggul laut di kawasan reklamasi dirancang untuk kala ulang minimal tahun dengan mempertimbangkan pasang laut, wind setup, storm surge, gelombang laut, amblesan tanah, kenaikan muka air laut, residual settlement, dan potensi tsunami Tinjauan Vegetasi Mangrove Vegetasi mangrove merupakan ekosistem lahan basah yang memiliki berbagai fungsi ekologis, di antaranya sebagai habitat burung-burung air yang dilindungi. Oleh karenanya vegetasi mangrove di kawasan pesisir utara Jakarta meliputi Suaka Margasatwa Muara Angke, Hutan Lindung Angke Kapuk, dan Hutan Wisata alam Kamal berfungsi sebagai kawasan lindung yang harus dilestarikan. Gambar 4-3 Vegetasi Mangrove di Wilayah Pesisir Bagian Barat Jakarta Gejala penurunan muka tanah nyatanya mengakibatkan kawasan bervegetasi mangrove menjadi semakin sering tergenang dengan tinggi genangan yang semakin meningkat. Kecenderungan tersebut pada masa mendatang akan mengancam kelestarian vegetasi mangrove di pesisir utara Jakarta. Gambar berikut menunjukkan prakiraan perluasan genangan di pesisir utara Jakarta hingga kahir dekade

138 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN % Wilayah Jakarta Utara berada di bawah MSL % Wilayah Jakarta Utara berada di bawah MSL % Wilayah Jakarta Utara berada di bawah MSL Gambar 4-4 : Prakiraan Perluasan Genangan Di Pesisir Utara Jakarta Sumber : Hasil Analisis, 2012 Melalui berbagai diskusi tercatat komitmen untuk mempertahankan ekosistem mangrove yang berpengaruh terhadap ekosistem Jakarta secara lebih luas. Rencana pembangunan lahan baru melalui reklamasi dan rencana pembangunan tanggul laut mempertimbangkan sistem tata air laut untuk mempertahankan tingkat salinitas dan arus laut yang dibutuhkan bagi kehidupan vegetasi mangrove. Terkait rencana pembangunan tanggul laut, maka alternatif yang dipertimbangkan adalah : a. Mempertahankan vegetasi mangrove di pesisir Utara Jakarta bagian barat dengan menjaga aliran air laut. Untuk itu direncanakan pembangunan tanggul laut bagian barat Pulau C yang lebih panjang dan di selatan Pulau C, D, dan E serta di bagian selatan kawasan vegetasi mangrove yang ada. b. Merencanakan kawasan bervegetasi mangrove pada tanggul selatan Pulau C, D, dan E melalui rekayasa tanggul Tinjauan Sistem Jaringan Energi atau Kelistrikan Untuk memenuhi kebutuhan kelistrikan, di wilayah Teluk Jakarta terdapat 3 (tiga) pembangkit listrik PLN, yaitu: a. PLTU Muara Karang dengan kapasitas sebesar MW. b. PLTU Tanjung Priok dengan kapasitas sebesar MW. c. PLTU Muara Tawar dengan kapasitas sebesar 800-MW. Sistem pembangkit listrik di wilayah DKI Jakarta, termasuk Kawasan Pantura, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pembangkit listrik Jawa-Bali seperti yang dapat ditunjukkan pada Gambar

139 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Gambar 4-5 : Sistem Pembangkit dan Jaringan Transmisi Tenaga Listrik Jawa-Bali Pembangkit listrik Muara Karang, Tanjung Priok, dan Muara Tawar merupakan objek vital nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 63 tahun Ketiga pembangkit listrik tersebut memiliki peran yang sangat penting dalam memasok lebih dari 53% kebutuhan listrik di Jakarta. Gambar 4-6 : Sistem Kelistrikan di DKI Jakarta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki keterlibatan dalam pengelolaan energi. Beberapa pertimbangan teknis dalam rencana pembangunan PLTGU Damar yaitu : 4-9

140 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN a. Beberapa kali pemadaman parsial di Jakarta dan sekitarnya sebagai akibat lacking security on power plant reserves capacity for Jakarta. b. Terdapat kesepakatan Pemerintah DKI Jakarta dengan PGN tentang pasokan gas oleh PGN dengan kapasitas sampai 80 MMCFD, melalui lintasan Jawa-Sumatera yang diberikan tapping di sekitar P. Damar. c. Pemilihan pembangkit dengan pertimbangan pada aspek emisi yang bersih dan ramah lingkungan. d. Adanya pembangkit untuk produksi energi listrik di area Jakarta sendiri akan mengurangi ketergantungan transfer listrik dari luar Jakarta, sehingga akan meningkatkan sekuriti operasi sistem. e. Ketersediaan saluran transmisi 500-kV, 150-kV yang berdekatan dengan rencana pembangkit Marunda. f. Ketersediaan lahan yang cukup untuk pembangkit dan ketersediaan sistem untuk sea water for cooling system. g. Kemudahan akses kepada tempat proyek. BLAJA CITRA TGSRA PKMIS CIKUPA P.Gosong Rangat P.Malinjo P.Putri P.Gunting P.Panjang P.Kotok P.Tidung BTARO P.Antuk P.Sapa P.Pulang P.Bira P.Kalapa P.Opak P.Simpul P.Panggang P.Lang P.Ayer P.Payung P.Kongsi P.Jong LKONG JAVA SEA P.Burung Indah P.Lancang P.Laki P.Bokor P.Untung Jawa P.Rambut P.Anyer Kecil P.Damar P.Ubi P.Nyamuk SPTAN TLNGA P.Anyer Besar P.Nirwana PRIOK P.Ayar Kelor 6X130 MW MAXIM P.Bidadari MKRNG 3X107,86 MW 2X200 MW CKRNG KBJRK 1X185,10 MW JTAKE Island Muarakarang KMBNG Alternatif 1 (20 km) DUKSB KMANG PLTGU DAMAR Alternatif 2 (16,75 km) Alternatif 3 (19,37 km) ANGKE CWANG PLPNG BKASI MTWAR 2006 MRNDA Island Priok 5X145 MW 1X225 MW FJWRS CIKRG N : 500 kv : 150 kv : 70 kv : 20 kv LEGOK SRPNG PTKNG GNDUL DEPOK JBEKA CIBNG CLGSI SMCIB CBATU Gambar 4-7 : Rencana Lokasi PLTGU Damar 4-10

141 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Gambar 4-8 : Lokasi PLTU/PLTGU Muara Karang Tanjung Priok Terkait dengan rencana pengembangan lahan melalui reklamasi dan pembangunan tanggul laut, maka ketiga pembangkit listrik tersebut menghadapi kendala oleh keberadaan jaringan pipa gas dan BBM eksisting dan yang sedang dibangun di perairan Teluk Jakarta serta kehandalan sistem air pendingin dan air baku bagi PLTU/PLTGU. Bagi PLTU/PLTGU Muara Karang dengan dengan kapasitas MW dibutuhkan air dengan debit rata-rata m3/jam (sekitar 60 m3/detik). Bagi PLTU Tanjung Priok, selain membutuhkan air laut untuk sistem pendingin, juga membutuhkan uap dari air laut yang dipanaskan untuk menggerakkan turbin dan menghasilkan tenaga listrik. Dengan demikian, perencanaan bentuk pulau hasil reklamasi mempertimbangkan posisi outfall dan intake aliran air laut sehingga dapat menghindarkan percampuran diantara keduanya dan dapat mempertahankan suhu yang diinginkan oleh sistem pembangkit. Selain itu, perencanaan bentuk pulau mempertimbangkan alur pelayaran kapal tongkang yang mengangkut bahan bakar ke PLTU/PLTGU Muara Karang serta perawatan secara berkala muara Sungai Karang untuk menghindarkan sedimentasi. 4-11

142 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Gambar 4-9 : Genangan di PLTU/PLTGU Muara Karang Pelabuhan Umum dan Pelabuhan Perikanan Rencana pembangunan lahan melalui reklamasi mempertimbangkan keberlangungan aktivitas pelayaran dan berlabuh di pelabuhan umum dan pelabuhan perikanan. Di wilayah Jakarta Utara berlokasi Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Sunda Kelapa, Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Nizam Zachman, dan dermaga dan TPI Muara Angke. Secara khusus Pelabuhan Sunda Kelapa telah ditetapkan sebagai bagian dari pengembagan kawasan Kota Tua (heritage) yang perlu dilestarikan melalui revitalisasi dan peremajaan. Di samping itu, rencana pembangunan lahan melalui reklamasi juga mempertimbangkan dampak sedimentasi pada muara sungai-sungai yang berpotensi mengganggu arus lalu-lintas kapal. Dalam pelembagaannya perlu diperjelas pihak yang bertanggungjawab menanggulangi sedimentasi dengan memperhatikan sumber sedimentasi sejak hulu hingga muara. Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Nizam Zachman di Muara Baru merupakan pelabuhan perikanan terbesar di Indonesia dan TPI Muara Angke merupakan pelabuhan perikanan rakyat yang dilengkapi oleh dermaga perikanan. Sebagai pelabuhan perikanan terbesar di Indonesia, maka PPS Nizam Zachman memiliki peran penting dalam kegiatan perikanan Nasional. Dermaga perikanan Muara Angke merupakan pelabuhan rakyat yang melayani nelayan di DKI Jakarta. 4-12

143 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Gambar 4-10 : Lokasi PPS Nizam Zachman di Muara Baru Rencana pembangunan pulau hasil reklamasi mempertimbangkan akses pelayaran dan kolam pelabuhan PPS Nizam Zachman dan Muara Angke. Sebagai. pelabuhan perikanan terbesar dengan pelayanan internasional, maka aksesibilitas yang tinggi bagi PPS Nizam Zachman juga dibentuk oleh moda transportasi darat menuju lokasi distribusi dan Bandara Soekarno-Hatta. Kebutuhan tersebut direncanakan melalui pembangunan flyover untuk menghindarkan lokasi kemacetan lalu-lintas. Gambar 4-11 : Aktivitas di PPS Nizam Zachman Akses ke PPS Nizam Zachman dan Muara Angke tetap terbuka sebelum tanggul laut dibangun. Rencana pembangunan tanggul laut dalam jangka panjang mempertimbangkan beberapa skenario berikut : Pembangunan pelabuhan perikanan samudera di batas luar tanggul laut Peningkatan kegiatan ekonomi nelayan Muara Angke menuju agroindustri dan agribisnis perikanan, termasuk pengembangan Kawasan Muara Angke sebagai kawasan konservasi wisata perikanan. 4-13

144 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Tinjauan Sistem Jaringan Telekomunikasi Pada saat ini PT. Indosat telah menempatkan 9 (sembilan) kabel sebagai bagian dari Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) untuk menghubungkan Indonesia dengan mancanegara, seperti dengan Singapura, India, Colombo, Australia, serta antara Jakarta dengan kota-kota lain di Indonesia. Dalam rangka peningkatan hubungan komunikasi dengan negara lain, PT. Indosat merencanakan untuk menambah pemasangan kabel bawah laut di Teluk Jakarta. Jaringan kabel tersebut terdiri dari : a. Kabel APCN sepanjang m pada koordinat ' 32" LS / ' 38" BT hingga ' 25" LS / ' 27" BT. b. Kabel Jasuarus sepanjang km, koordinat ' 32" LS / ' 33" BT hingga ' 90" LS / ' 20" BT pada permukaan dasar laut hingga kedalaman 16 meter di bawah dasar laut. c. Kabel SEAMEWE S1 pada koordinat ' 32" LS / ' 35" BT hingga ' 96" LS / ' 72" BT. d. Kabel SEAMEWE S 2.1 pada koordinat ' 32" LS / ' 35 BT hingga ' 79" LS / ' 00" BT. e. Kabel ASEAN 1-S ; AIS - B ; dan JS. f. Kabel DGPS Jakarta - A/C 01 sepanjang 810 meter di Ancol. Koridor SKKL Indosat awalnya berada di laut lepas mulai dari gedung SKKL sampai sejauh ± 750m dari bibir pantai. Saat itu belum ada reklamasi. Koridor ini mendapat ijin dari otoritas wilayah saat pembangunan SKKL Indosat pertama. Saat ini, koridor SKKL Indosat di Ancol telah tersedia dalam bentuk kanal sepanjang ± 750-m dengan lebar 30-m berada di tengah tengah lahan yang telah dilakukan reklamasi. PT. Telkom merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara yang menangani pengadaan telekomunikasi telepon yang terkonsentrasi untuk pelanggan jasa, perkantoran, dan rumah tangga. Salah satu indikator ketersedian infrastruktur telekomunikasi adalah banyaknya satuan sambungan (SS) dari kapasitas sentral telepon. Berdasarkan data BPS yang bersumber dari PT. Telkom, kapasitas sentral telepon untuk telepon tetap kabel terus mengalami pertumbuhan sampai dengan tahun 2004 dan mengalami penurunan yang sangat drastis pada tahun 2005 namun masih di atas kapasitas tahun 2002, selanjutnya pada tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar 309 ribu SS menjadi SS. Kapasitas sentral jika dibandingkan dengan jumlah sambungan terpasang sebagian masih jauh melebihi kecuali pada tahun 2005 di mana kapasitas sentral sama dengan jumlah sambungan terpasang. Rata-rata tingkat pemakaian sejak tahun 2000 sebesar 75,93%. Telepon Seluler juga mengalami perkembangan yang sangat pesat. 4-14

145 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Saluran telekomunikasi kini tidak hanya berfungsi sebagai sarana komunikasi tapi sudah membawa informasi baik sosial maupun komersial dan juga sebagai pengirim data maupun pengolah data. Hal tersebut terjadi baik pada sistem jaringan telekomunikasi wireline (kabel) maupun wireless (nirkabel). Pada kedua jaringan tersebut kini telah berfungsi tidak semata untuk komunikasi suara tapi juga data, gambar, dan video (multimedia), karena kemampuan akses yang makin meningkat. Keberadaan jaringan kabel laut yang menjadi bagian SKKL (Sistem Komunikasi Kabel Laut) dan yang akan dikembangkan pada masa mendatang dijumpai di kawasan perairan Pantura DKI Jakarta. Jaringan kabel komunikasi laut tersebut relatif terhampar secara tidak beraturan, meliputi : a. SKKL PT Indosat JS (Jakarta-Surabaya) dari Stasiun Ancol - Banyu Urip sepanjang 371-km. b. SKKL PT. Indosat APCN dari Stasiun Ancol - Mersiang sepanjang km dan Stasiun Ancol Changi, Singapura sepanjang km. c. SKKL PT Indosat PT JASURAUS dari Stasiun Ancol - Port Hedland sepanjang km. d. SKKL PT Indosat SMW3 S3 dari Stasiun Ancol - Tuas sepanjang km dan Stasiun Ancol - Perth sepanjang km. e. Rencana SKKL PT Telkom dari Stasiun Jakarta - Bangka - Batam - Singapura sepanjang sekitar km. Gambar 4-12 : Jaringan Sistem Komunikasi Kabel Laut di Teluk Jakarta Rencana pengembangan pulau melalui reklamasi mempertimbangkan jaringan kabel komunikasi laut yang berlokasi di sekitar perairan Ancol. Alternatif yang dikembangkan dalam konteks reklamasi adalah melakukan relokasi keberadaan dan 4-15

146 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN rencana pengembangan kabel komunikasi laut melalui penyediaan koridor dalam bentuk kanal laut selebar sekitar 300-m di antara pulau reklamasi terkait, yaitu Pulau L dengan Pulau J atau di daratan di sepanjang sempadan pantai Pulau I Tinjauan Sistem Jaringan Perpipaan (Gas) Khusus untuk wilayah Jawa bagian Barat (meliputi Banten, Jawa Barat dan DKI Jakarta), kebutuhan gas selama ini dipasok dari lapangan gas Pertamina Jati Barang, Pertamina ONWJ (Ofshore North West Java), CNOOC serta dari lapangan gas Conoco Phillips dan Pertamina di Sumatera Selatan yang dialirkan melalui pipa SSWJ (South Sumatera West Java). Namun, kebutuhan gas yang meningkat untuk industri, listrik dan pupuk di Jawa Barat tidak dapat dipenuhi dengan pasokan dan sumber gas di Jawa Barat dan Sumatera Selatan. Oleh karena itu, diperlukan pasokan gas dari luar Jawa Barat dan Sumatera Selatan. Pembangunan FSRU merupakan pilihan untuk mengatasiketidaktersediaan infrastruktur guna mendatangkan gas dari luar Jawa Bagian Barat, mengingat pembangunan FSRU yang lebih singkat dibandingkan dengan on-shore terminal dan kapasitasnya yang fleksibel. Denganadanya infrastruktur FSRU ini, pasokan gas ke tempat yang jauh dari sumber gas bumi dapat dilakukan, yaitu dalam bentuk pengiriman LNG. Gambar 4-13 : Skema Distribusi Gas Jabodetabek dan Sekitarnya Jaringan pipa gas dan BBM bawah laut di Teluk Jakarta yang terdata dan teridentifikasi terdiri atas : a. PT Nusantara Regas, 24" submarine gas pipeline dari ORF PLTU/PLTGU Muara Karang ke FSRU (Floating Storage Regasification Unit) di lepas pantai sepanjang sekitar 15-km. 4-16

147 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN b. PT Pertamina Hulu Energi ONWJ-ARCO Indonesia, 26" submarine gas pipeline dari PLTU/PLTGU Muara Karang ke PLTU Tanjung Priok. c. PT PLN (Persero), 16" submarine fuel oil pipeline dari terminal penerima BBM (conventional buoy) di perairan Muara Karang ke PLTU Muara Karang. Gambar 4-14 : Jaringan Perpipaan Bawah Laut di Teluk Jakarta Jaringan pipa tersebut tidak dirancang untuk menahan beban solid material timbunan dan maintenance bawah tanah reklamasi. Relokasi pipa membutuhkan kajian kontur dan profil dasar laut, biaya relokasi yang relatif besar, dan risiko gangguan distribusi gas dan BBM sebagai penggerak aktifitas pembangkitan listrik PLTU/PLTGU Muara Karang dan Tanjung Priok. Pengelola pipa dasar laut (submarine pipeline) mensyaratkan jarak antar pipa dengan pipa lain atau antara pipa dengan batas luar lahan reklamasi minimal selebar 20-m sesuai ketentuan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 300.K/38/M.PE/1997 Tahun Persyaratan tersebut mempertimbangkan risiko kerusakan kapal pada kegiatan maintenance pipa. Sehingga perencanaan bentuk pulau reklamasi harus mengikuti dan mempertimbangkan keberadaan pipa-pipa dasar laut yang telah digelar di perairan Teluk Jakarta tersebut. Dalam keadaan di mana tanggul laut diimplementasikan, perlu di pertimbangkan untuk menyediakan lahan baru untuk pembangkit listrik dan penyimpanan/distribusi BBM di kawasan sekitar tanggul. 4-17

148 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Rencana Pengembangan Lahan dan Bentuk Pulau Hasil Reklamasi. Perencanaan bentuk pulau pengembangan lahan baru melalui reklamasi mempertimbangkan kebutuhan yang dituju, kondisi lingkungan, dan persyaratan yang harus dipenuhi. Selain dimaksudkan untuk penyediaan lahan baru, reklamasi diintegrasikan dengan upaya pengurangan risiko banjir dan genangan di wilayah DKI Jakarta melalui perbaikan sistem tata air secara keseluruhan, dampak amblesan tanah, dan indikasi kenaikan muka air laut. Perbaikan sistem tata air diharapkan melalui penambahan badan air, tersedianya pasokan air tawar yang lebih berkualitas, peningkatan jumlah penyerapan air ke dalam tanah, dan lainnya. Bentuk pulau reklamasi direncanakan mengacu pada aspek keamanan dan perlindungan lingkungan. Pada skala mikro perlu didukung studi hidrodinamika/ hidraulik untuk menjamin kegiatan konstruksi secara lebih tepat. Pengendalian banjir dan genangan di Kawasan Pantura DKI Jakarta dilakukan melalui pengembangan sistem jaringan drainase dan pengendalian banjir, termasuk pembangunan waduk penampungan air dengan nisbah badan air minimal 5% per satuan pulau. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas, maka rencana pengembangan lahan melalui kegiatan reklamasi ditetapkan dalam gambar berikut ini. Gambar 4-15 : Rencana Bentuk Pulau Pengembangan Lahan Baru Hasil Reklamasi Kawasan Pantura Jakarta (Alternatif tanggul I-II-III) 4-18

149 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Gambar 4-16 : Rencana Bentuk Pulau Pengembangan Lahan Baru Hasil Reklamasi Kawasan Pantura Jakarta (Alternatif tanggul I-III) Delineasi Wilayah Revitalisasi Daratan Jakarta Kawasan reklamasi pantura berbatasan di sebelah selatan dengan Kecamatan Penjaringan, KecamatanPademangan, Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Koja dan Kecamatan Cilincing Kota Administrasi Jakarta Utara. Dalam draft rancangan peraturan daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) untuk seluruh kecamatan di DKI Jakarta, berdasarkan rencana tata ruang kawasan prioritas pengembangan kawasan yang diprioritaskan penanganannya, kawasan (revitalisasi) bertujuan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi, memperbaiki, mengkoordinasikan, keterpaduan pembangunan, dan/atau melaksanakan revitalisasi di kawasan yang bersangkutan yang dianggap memiliki prioritas tinggi. Pada Kota Administrasi Jakarta Utara diarahkan pada : a. Kawasan Kantor Walikota Jakarta Utara di Kecamatan Tanjung Priok. b. Kawasan Kampung Bandan di Kecamatan Pademangan. c. Kawasan Pantai Mutiara di Kecamatan Penjaringan. d. Kawasan Pluit di Kecamatan Penjaringan. e. Kawasan Pantai Indak Kapuk di Kecamatan Penjaringan. f. Kawasan Ancol di Kecamatan Pademangan. g. Kawasan Sunter di Kecamatan Tanjung Priok. h. Kawasan Pasar Koja di Kecamatan Koja. i. Kawasan Muara Angke di Kecamatan Penjaringan. j. Kawasan Rumah Si Pitung di Kecamatan Cilincing. k. Kawasan Mangga Dua di Kecamatan Pademangan. 4-19

150 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN l. Kawasan Ekonomi Strategis Marunda di Kecamatan Cilincing. m. Kawasan Kelapa Gading di Kecamatan Kelapa Gading. n. Kawasan Sunda Kelapa di Kecamatan Pademangan. o. Kawasan Tanjung Priok di Kecamatan Tanjung Priok. p. Kawasan Pantura di Kecamatan Cilincing, Pademangan, Penjaringan, Koja, dan Tanjung Priok. 4.3 Proyeksi Penduduk di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Wilayah perencanaan pengembangan Pantura Jakarta terdiri dari area hasil reklamasi, yang meliputi bagian perairan laut yang diukur dari garis Pantai Utara Jakarta secara tegak lurus ke arah laut, sehingga mencakup garis yang menghubungkan titiktitik terluar dengan kedalaman laut -8 m. Panjang garis Pantai Utara Jakarta adalah sekitar 32km, meliputi garis pantai yang berhubungan dengan Pantai Utara Tangerang di Bagian Barat hingga perbatasan Pantai Utara Bekasi di bagian timur. Berdasarkan kondisi geografis; batimetris; dan tipologi lingkungan, serta potensi fisik; ekonomi; dan sosial yang dimilikinya, maka kawasan reklamasi dapat dibagi ke dalam tiga zona pengembangan yang meliputi : a. Zona Kawasan Barat yang terdiri dari Pulau A, Pulau B, Pulau C, Pulau D, Pulau E, Pulau F, Pulau G dan Pulau H dari Wiayah yang berbatasan dengan Tangerang sampai wilayah Kamal Muara. b. Zona Kawasan Tengah yang terdiri dari Pulau I, Pulau J, Pulau K, Pulau L dan Pulau M dan dari Wilayah Kamal sampai wilayah Koja. c. Zona Kawasan Timur yang terdiri dari Pulau N; Pulau O, Pulau P dan Pulau Q yaitu antara wilayah Koja sampai wilayah Cilincing, Marunda. Keseluruhan luas wilayah perencanaan Kawasan Khusus Pantura Jakarta meliputi 17 pulau reklamasi lepas pantai, dengan luas lahan reklamasi yang akan dikembangan adalah sebesar ± ha. Luas masing-masing pulau reklamasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4-1 : Luasan Pulau Reklamasi Pulau Luas (ha) A 79 B 380 C 276 D 312 E 284 F 190 G 161 H 63 I 405 J 316 K

151 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN L 481 M 587 N 411 O 344 P 463 Q 369 Keterangan : *) Pulau reklamasi N terdiri atas 379 ha untuk pelabuhan dan 32 ha untuk dermaga (bukan reklamasi). Wilayah ini diperkirakan dapat menyediakan tenaga kerja di sektor komersial dan di sektor industri. Karakteristik masing-masing zona zecara umum adalah sebagai berikut : a. Kawasan Barat diarahkan untuk pengembangan perumahan, rekreasi dan komersial. b. Kawasan Tengah untuk pengembangan pusat perdagangan dan jasa, rekreasi, perumahan dan kegiatan kepariwisataan lainnya. c. Kawasan Timur untuk pengembangan pelabuhan dan kawasan industri serta pergudangan dengan pengembangan perumahan sebagai kelengkapannya di bagian timur serta Grand Parade di perbatasan dengan pantai Kabupaten Bekasi Proyeksi Jumlah Penduduk Malam Jumlah penduduk pulau reklamasi direncanakan sebanyak jiwa yang telah ditetapkan pada Peraturan Gubernur Nomor 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Distribusi jumlah penduduk ini dilakukan berdasarkan perhitungan proporsi luas kawasan terbangun dikalikan dengan jumlah penduduk total yang telah ditetapkan. Distribusi jumlah penduduk = Proporsi luas kawasan terbangun x jumlah penduduk total yang telah ditetapkan Pulau Luas (ha) Tabel 4-2 : Proyeksi Jumlah Penduduk Malam % KWT Luas KWT Prosentase KWT Jumlah Penduduk Penyesuaian Jumlah Penduduk Sub Kawasan Barat A ,5 4, B , C ,4 13, D ,4 17, E ,8 15, F , G ,5 9,

152 Pulau Luas (ha) % KWT BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Luas KWT Prosentase KWT Jumlah Penduduk Penyesuaian Jumlah Penduduk H ,5 3, TOTAL , Sub Kawasan Tengah I ,5 23, J , K , L ,5 28, M , TOTAL Sub Kawasan Timur N ,5 24, O , P ,5 29, Q ,5 23, TOTAL Sumber : Hasil Analisis, 2013 Distribusi jumlah penduduk ini dijadikan acuan dalam pengembangan pulau reklamasi. Intensitas pengembangan ruang tidak hanya mengacu pada ketentuan teknis seperti KDB, KLB, dan KDH saja, namun yang utama harus mengacu pada daya tampung jumlah penduduk yang telah ditetapkan Proyeksi Jumlah Penduduk Siang Jumlah penduduk siang Kepulauan Reklamasi merupakan jumlah penduduk yang melakukan aktivitas sehari-hari di kepulauan reklamasi, namun tidak bertempat tinggal di pulau tersebut. Perhitungan jumlah penduduk siang mengacu kepada kegiatan yang menyerap tenaga kerja, antara lain adalah kegiatan campuran, kegiatan perindustrian dan pergudangan, kegiatan pelayanan umum dan sosial, fasilitas utilitas, dan transportasi. Perhitungan estimasi jumlah penduduk siang ini dilakukan dengan perhitungan kapasitas atau daya tampung lahan untuk berbagai kegiatan yang dikembangkan pada lahan tersebut. Metode perhitungan yang dilakukan adalah dengan memperhitungkan total luas lantai, yaitu dari luas lahan dikalikan dengan KDB yang telah ditentukan. Kemudian dari total luas lantai tersebut akan diketahui daya tampungnya melalui standar jumlah penduduk pada kegiatan-kegiatan tersebut. Jumlah daya tampung penduduk = (luas lahan x KDB) / faktor konversi) Jumlah Tenaga Kerja yang dapat ditampung = jiwa Jika menggunakan asumsi bahwa penduduk malam hari hanya 50% yang berusia pekerja (produktif) dan sisanya berusia belum bekerja, maka jumlah penduduk luar pulau yang akan masuk ke pulau reklamasi adalah: = ( x 0,5) = jiwa. 4-22

153 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Adapun untuk jumlah penduduk siang, yaitu jumlah tenaga kerja ditambah dengan penduduk diluar usia bekerja adalah = = jiwa Jika usia pekerja mencapai 2/3 dari jumlah penduduk malam hari: = ( x (2/3)) = jiwa Adapun untuk jumlah penduduk siang, yaitu jumlah tenaga kerja ditambah dengan penduduk diluar usia bekerja adalah = = jiwa 4-23

154 Pulau KDB (%) KLB Tabel 4-3 : Proyeksi Jumlah Penduduk Siang Pelayanan Perindustrian dan Campuran Total Luas Umum dan Fasilitas Utilitas Total Luas Transportasi Total Luas Floating Zone Pergudangan Total Luas Total Luas Lantai Luas Akhir* Sosial Lantai Lantai Lantai (m2) Lantai (m2) BC1a BC1b (m2) BI1 BPU BU (m2) BTR (m2) BFZ m2 ha m2 ha m2 ha m2 ha m2 ha m2 ha m2 ha BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Total Luas Lantai (m2) Kawasan Barat A B C D E F G H Luas Total 1,515, ,004, , ,342,132.4 Faktor Konversi Jumlah Tenaga Kerja 378, , Total Tenaga Kerja yang ditampung= 380,272 jiwa Kawasan Tengah I J K L M Luas Total 2,253, ,901,127 1,190, Faktor Konversi ,000 2,000 Jumlah Tenaga Kerja 563, , Total Tenaga Kerja yang ditampung= 565,865 jiwa Kawasan Timur N O P Q R Luas Total 0 21,759, ,988,833 16,078,671 0 Faktor konversi ,000 2,000 * Jumlah Penduduk yang ditampung 0 217, ,494 60,000 0 Total Tenaga Kerja yang ditampung= 282,091 jiwa Total Tenaga Kerja yang ditampung di Seluruh Pulau = 1,228,229 jiwa * Perbandingan campuran komersial dan perkantoran dengan hunian 60: 40 Mempunyai akses sendiri a. Ruang efektif komersial dan perkantoran untuk pekerja 50% (sisanya untuk ruang publik, service) b. Kawasan Industri Kaesong menampung pekerja (april Wikpedia). Luasan kawasan industri 66 km2 = ha Unilever d kawasan industri jababeka mempunyai pekerja (akhir tahun 2012) dan akan ditambah sekitar 1000 pekerja 1 ha ( m2) industri dapat memperkerjakan 100 0rang (S.D. Darmaono, Presiden Direktur PT. Jababeka Tbk c. Pelabuhan Tanjung Priok (2013) terdapat 588 perusahaan, unit angkutan dan pekerja. 4-24

155 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Secara fungsional arahan umum pengembangan kawasan tersebut adalah sebagai berikut : a. Kawasan Barat Kawasan Barat umumnya dikembangkan sebagai perumahan serta kegiatan sosial ekonomi perumahan dengan penggunaan lahan bercampur (Mixed-Use). Kegiatan fungsional yang dikembangkan sebagai pusat sekunder untuk Jakarta yang meliputi perkantoran pemerintah; perbankan; fasilitas perdagangan jasa setingkat di bawah wilayah kota; fasilitas peribadatan, pendidikan, kesehatan dan fasilitas-fasilitas sosial lainnya. Selain itu, di wilayah Pulau D dikembangkan lapangan olahraga golf untuk melayani kebutuhan kota. Sesuai dengan batas perkembangan pulau setelah dibangunnya dinding laut (giant sea wall), karakter batimetris dan kondisi laut dan pantai daratan maka batas pembangunan reklamasi sampai kedalaman 8-m dengan maksimum 100-m sebelum garis -8 meter kedalaman laut, kecuali pada bagian bagian tertentu untuk kepentingan tertentu. b. Kawasan Tengah Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030 maka di wilayah Kawasan Tengah dikembangkan sebagai Pusat Primer Jakarta. Secara fungsional wilayah pulau di Kawasan Tengah dikembangkan secara bercampur (mixed use) yang terdiri dari resort rekreasi pantai sebagai karakteristik utama yang mencakup fasilitas perkantoran dalam bentuk Mega Super Block; fasilitas pariwisata dan rekreasi; fasilitas perdagangan dan jasa; perhotelan dan penginapan; fasilitas peribadatan; ruang terbuka hijau dan beberapa fasilitas umum lainnya. Pengembangan kawasan ini diupayakan menjadi kawasan pantai yang tidak ekslusif dan terbuka untuk umum (public beach). Kawasan Mixed Use pada bagian tengah Pantura terdiri dari : Zona Reklamasi Sentra Sekunder Ancol Pusat Rekreasi pengembangan areal Pantai Marina Jaya Ancol dengan reklamasi sebagai pelabuhan lokal yang khusus melayani angkutan ke dan dari Kepulauan Seribu; pembangunan kawasan hutan wisata yang terpadu dengan pemandangan pantai (coastal view) terbuka; Sentra Primer Sunda Kelapa ini meliputi lahan reklamasi yang meliputi perkantoran 4-25

156 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN komersial pada kawasan superblock; pusat pemukiman termasuk perumahan tipe rumah susun dengan intensitas tinggi pada areal reklamasi Sunda Kelapa. c. Kawasan Timur Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok diarahkan pada perluasan ke sisi bagian timur dan ke arah utara dengan cara reklamasi. Pengembangan utama ini dalam rangkan menjadi pelabuhan internasional dilakukan dengan pengadaan fasilitas pelabuhan secara lengkap dan memadai seperti: Adanya dermaga internasional untuk barang/penumpang; perkantoran pelabuhan yang lengkap; lokasi pergudangan (tertutup/ terbuka); TPA yang akan mengolah persampahan untuk energi. Berdasarkan kebijakan yang ada, daya tampung penduduk untuk Kawasan Reklamasi Pantura ditetapkan maksimal sebesar jiwa. Jumlah penduduk maksimal tersebut akan disebar pada masing-masing pulau reklamasi dengan mempertimbangkan luasan setiap pulau serta ketentuan intensitas (terutama proporsi area yang dapat dibangun sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun Daya tampung bagi penduduk selaras dengan kemampuan penyediaan prasarana dan sarana lingkungan yang bersih dan sehat serta dapat mewujudkan jasa pelayanan yang optimal. Analisis rencana daya tampung dan persebaran penduduk tiap pulau dapat dilihat pada Bab 7 pada bagian rencana daya tampung dan sebaran penduduk 4.4 Analisis Hidrodinamika Analisis hidrodinamika terbagi atas dua tahap yaitu analisis sebelum reklamasi dilakukan dan dampak setelah reklamasi dilakukan. Selain itu, dalam subbab ini akan dipaparkan mengenai rekomendasi terkait aspek hidrodinamika Reklamasi Pembahasan pada tahap sebelum reklamasi dan/atau saat reklamasi meluputi batas kawasan, perencanaan pengambilan material, dan arahan reklamasi Batas Kawasan Pemanfaatan Lahan dan Kegiatan Reklamasi Batas kawasan pemanfaatan lahan hasil reklamasi, sebagaimana yang dimaksud pada gambar di bawah, didefinisikan sebagai kawasan yang terbentuk pada batas pertemuan muka air laut terendah dengan daratan hasil reklamasi. Sedang batas kegiatan reklamasi didefinisikan sebagai batas terluar kegiatan penimbunan material 4-26

157 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN reklamasi. Penimbunan dapat dilakukan secara vertikal atau dengan kemiringan tanggul bawah sampai maksimum 1:7 (V:H). Kemiringan tanggul secara akurat ditentukan berdasarkan studi geoteknik pada masing-masing perancangan pulau secara mikro. Batas pemanfaatan lahan Batas kegiatan reklamasi Daratan reklamasi Laut Muka air terendah kedalaman Maks 7 x kedalaman Zona keamanan l.w.l : lowest water level (muka air terendah) Gambar Berdasarkan 4-17 : Batas beberapa Kawasan asumsi Pemanfaatan yang Lahan digunakan, dan Batas pelaksanaan Kegiatan Reklamasi reklamasi 17 pulau itu memerlukan bahan timbunan pasir dan batuan untuk perlindungan sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4-4. Tabel 4-4 : Perkiraan Kebutuhan Pasir dan Batuan No Pulau Luas Volume [m3] [Ha] Batu < 1 ton Batu > 1 ton Pasir 1 A 79 87, , ,888, B , , ,777, C , , ,061, D , , ,197, E , , ,633, F , , ,124, G , , ,649, H , , ,757, I , , ,664, J , , ,319, K , , ,546, L , , ,475, M , , ,220, a M , , ,226, N , , ,791, O , , ,849, P , , ,199, Q , , ,360,679.7 Total 5,153 9,356, ,834, ,745,363.0 Sumber : Hasil Analisis, 2012 Ada beberapa metode pengerukan yang bisa dimanfaatkan dalam melakukan proses reklamasi. Penggunaan metode tertentu sangat bergantung kepada efisiensinya 4-27

158 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN dalam menjangkau wilayah-wilayah sumber material maupun wilayah yang akan direklamasi. Disamping itu jarak sumber material dengan tempat dilakukannya reklamasi juga menjadi pertimbangan. Trailer Suction Hopper Dredger (TSHD), adalah merupakan kapal keruk hisap yang biasanya digunakan untuk proyek reklamasi. Kapal ini bisa mengarungi lepas pantai dalam jarak jauh dengan sangat mudah meski ada gangguan angin dan gelombang. Kelebihan kapal ini adalah dapat mengangkut material dan mengeluarkannya tanpa bantuan peralatan lain. Bahan-bahan material yang bisa diangkut THSD seperti tanah lempung, lanau, pasir dan kerikil. Untuk proyek reklamasi, TSHD dapat digunakan untuk mengambil pasir di daerah tertentu, mengangkutnya dalam bak pengangkutnya (hopper) dan menyiramkan pasir ke daerah yang akan direklamasi. Produktifitas pengerukan TSHD relatif tinggi dibandingkan dengan kapal keruk biasa. Pasir yang diturunkan di areal reklamasi bisa dilakukan dengan cara langsung membuang pasirnya (dumping), memompa (pumping) atau menyemprotkan (rainbowing) seperti terlihat dalam gambar berikut. Gambar 4-18 : Pembuangan Langsung Gambar 4-19 : Perpipaan atau Pemompaan Gambar 4-20 : Penyemprotan Untuk pembuangan pasir secara langsung (dumping) hanya membutuhkan beberapa menit, sementara dengan cara memompa atau menyiram membutuhkan waktu beberapa jam dan sangat tergantung pada kapasitas pompa dan besarnya wilayah yang akan direklamasi. Ukuran TSHD yang dinyatakan dalam volume bak penampungannya (hopper), bervariasi antara 500 m 3 sampai m 3. TSHD dapat mengeruk hingga kedalaman 90 meter. Kecepatannya bervariasi dan yang paling modern bisa mencapai 17,5 knot. Berdasarkan pertimbangan dari segi teknis, penggunaan pengeruk stasioner tidak akan optimal dikarenakan jarak antara area reklamasi ke daerah pengerukan cukup jauh. Untuk saat ini, daerah pengerukan diperkirakan berada di barat Laut Jawa, di Selat Sunda atau Lampung Selatan. 4-28

159 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Gambar 4-21 : Potensi Sumber Pengambilan Material Reklamasi Arahan Reklamasi Perencanaan bentuk pulau pengembangan lahan baru melalui reklamasi mempertimbangkan kebutuhan yang dituju, kondisi lingkungan, dan persyaratan yang harus dipenuhi. Selain dimaksudkan untuk penyediaan lahan baru, reklamasi diintegrasikan dengan upaya pengurangan risiko banjir dan genangan di wilayah DKI Jakarta melalui perbaikan sistem tata air secara keseluruhan, dampak amblesan tanah, dan indikasi kenaikan muka air laut. Perbaikan sistem tata air diharapkan melalui penambahan badan air, tersedianya pasokan air tawar yang lebih berkualitas, peningkatan jumlah penyerapan air ke dalam tanah, dan lainnya. Bentuk pulau reklamasi direncanakan mengacu pada aspek keamanan dan perlindungan lingkungan. Pada skala mikro perlu didukung studi hidrodinamika/hidraulik untuk menjamin kegiatan konstruksi secara lebih tepat. Pengendalian banjir dan genangan di Kawasan Pantura DKI Jakarta dilakukan melalui pengembangan sistem jaringan drainase dan pengendalian banjir, termasuk pembangunan waduk penampungan air dengan nisbah badan air minimal 5% per satuan pulau Masa Layanan Pulau-pulau pengembangan lahan baru hasil reklamasi dirancang dengan siklus masa layanan (life cycle design) selama minimal 50 tahun dengan pengertian bahwa selama jangka waktu 50 tahun hasil reklamasi dapat berfungsi dengan baik. 4-29

160 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Sebagaimana kelaziman pada kegiatan sejenis, maka rancangan masa layanan 50 tahun umum digunakan bagi rancangan berbagai infrastruktur. Setelah melampaui masa tersebut dibutuhkan upaya evaluasi dan rekondisi secara menyeluruh. Risiko Banjir dan Tindakan Mitigasi Pada prinsipnya pembangunan lahan baru melalui reklamasi tidak diperkenankan menimbulkan peningkatan dampak dan risiko terhadap kejadian banjir dan genangan bagi wilayah hulunya, yaitu wilayah daratan DKI Jakarta yang ada. Oleh karenanya, perlu direncanakan mitigasi guna menanggulangi potensi kenaikan muka air di muara sungai-sungai di Teluk Jakarta yang menyebabkan banjir dan genangan, yakni melalui : Pengerukan sedimen pada muara sungai secara berkala terkait dengan pasokan sedimen dari hulu sungai. Pelebaran sungai dan kanal untuk meningkatkan kapasitas penampungan dan pengaliran air. Penambahan tinggi tanggul sungai pada kawasan yang berpotensi menimbulkan limpasan. Gambar 4-22 : Dampak dan Risiko Banjir dan Genangan di Daratan DKI Jakarta Rancangan Tingkat Keamanan Tanggul Laut dan Saluran Tanggul merupakan konstruksi untuk menahan air laut agar tidak melimpas ke daratan atau lahan tempat bermukim. Pengalaman penerapan tingkat keamanan tanggul di Negeri Belanda dapat diacu, dimana pertimbangannya adalah kepadatan penduduk dan nilai aset yang hendak dilindungi. Misalnya untuk wilayah Negeri Belanda bagian Barat dengan kepadatan penduduk dan nilai aset ekonomi yang tinggi, tingkat keamanan tanggul laut menggunakan kriteria kala ulang gelombang dan angin 1 per tahun. Sedangkan wilayah Timur dengan dominasi penggunaan lahan 4-30

161 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN pertanian, tingkat keamanan tanggul dipersyaratkan lebih rendah, yakni untuk kala ulang 1 per tahun. Pengembangan lahan baru melalui reklamasi Kawasan Pantura DKI Jakarta direncanakan dengan tingkat keamanan yang sama, terutama untuk struktur tanggul laut di bagian Utara. Ketinggian tanggul harus memperhatikan faktor ketinggian air laut pasang, wind setup, storm surge, gelombang laut, amblesan, kenaikan muka air laut (sea level rise), penurunan sisa (residual settlement), dan potensi tsunami. Sesuai dengan ketentuan menurut Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang RTRW DKI Jakarta Tahun , maka tanggul laut di Kawasan Pantura DKI Jakarta dirancang untuk kala ulang minimal 1 per tahun. Sebagai lahan baru, saluran mikro, submakro dan makro di kawasan reklamasi Pantura DKI Jakarta masing-masing dirancang untuk kala ulang minimal 10, 25, dan 100 tahunan. Kekuatan Tanggul Laut Kekuatan tanggul dan perlindungan pesisir di Kawasan Pantura DKI Jakarta dirancang dengan kala ulang minimal 1 per tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor : Gempa dan liquefaction Kestabilan makro dan mikro Perpipaan (piping) Rembesan (seapage) Uplift (dorongan ke atas air tanah terhadap konstruksi tanggul) Pemilihan konstruksi tanggul disesuaikan dengan fungsi dan mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan, misalnya hard structure (tanggul dengan batuan) untuk proteksi tanggul pada kedalaman 8 m dan secara gradual dapat menuju ke soft structure (tanggul tanah, pengisian pasir, atau bukit berpasir) pada bagian pantai lama yang telah terlindungi oleh pulau-pulau hasil reklamasi. Perencanaan Gempa Perencanaan reklamasi dilakukan dengan mengacu pada persyaratan kondisi gempa sesuai dengan SNI dimana untuk wilayah Teluk Jakarta menggunakan PGA (peak ground acceleration) pada permukaan tanah 0.3 g. Batasan Limpasan Air Limpasan air yang melalui tanggul diperkenankan hingga batas-batas tertentu dengan acuan maksimal 5 liter per detik per meter panjang tanggul. Limpasan yang melampaui batas tersebut diperbolehkan sepanjang dapat dibuktikan bahwa sistem 4-31

162 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN penanggulangan banjir (flood control) lainnya dapat menanggulangi limpasan, seperti pompa dan kolam retensi dengan kapasitas yang memadai. Tanah Lunak dan Perbaikan Tanah Kondisi lapisan bawah tanah (sub soil) di teluk Jakarta cenderung lunak. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya ketidakstabilan konstruksi dan untuk mempercepat proses konsolidasi pada masa konstruksi diperlukan langkah perbaikan tanah seperti pengurugan dilakukan dengan menggunakan PVD (Perforated vertical drain), melakukan preloading atau langkah perbaikan tanah lainnya. Lapisan tanah asli bawah tanah terbentuk dari lapisan tanah lempung (clay) yang tidak terlalu sensitif terhadap liquefaction. Pada lapisan tanah pasir timbunan, yang berada diatas air maupun dibawah air, perlu dipadatkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya liquefaction. Tanah Lunak dan Metode Pengurugan Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya ketidakstabilan konstruksi dan squeezing, proses pengurugan perlu dilakukan secara bertahap. Penimbunan dilakukan dengan menggelar pasir lapisan per lapisan dengan ketebalan lapisan sekitar 0,5 m. Keamanan Pipa Gas dan BBM Di Teluk Jakarta telah berada sejumlah pipa gas dan BBM. Berdasarkan kajian, terlihat bahwa pergerakan tanah sebagai akibat dari reklamasi akan sangat kecil (tidak significant) apabila kaki tanggul dari kegiatan reklamasi berada pada jarak 40 m dari pipa. Selama proses pengurugan reklamasi, perbedaan settlement yang terjadi diperkirakan masih cukup kecil (sekitar 2 cm). Jarak minimum 40 m dari kaki tanggul ke posisi pipa bisa dijadikan acuan dalam pelaksanaan reklamasi. Walaupun demikian, pemantauan akan tetap dilakukan sebelum, selama dan setelah proses reklamasi. Pada masa perencanaan, pihak pengembang dan pihak terkait perlu melakukan survei untuk memastikan koordinat dari posisi pipa secara lebih akurat. Penyebaran Sedimen Penyebaran sedimen pada saat konstruksi berpotensi untuk meningkatkan kecepatan penumpukan sedimen disekitar muara sungai yang pada gilirannya dapat 4-32

163 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN meningkatkan potensi kenaikan muka air di hulu. Selain itu, penyebaran sedimen di sekitar kawasan bakau dan inlet water intake PLTU bisa berpengaruh negatif. Pemasangan silt screen dapat menjadi alat untuk mengontrol penyebaran sedimen. Gambar 4-23 : Silt Screen Dampak Reklamasi Pembangunan pulau-pulau reklamasi dapat menyebabkan suatu perubahan pada garis pantai. Pembangunan ini menciptakan garis-pantai baru pada kontur kedalaman 8 m. Ini memiliki pengaruh pada gerakan air pada zona pantai saat ini, pada lingkungan pantai dan di sungai dan saluran yang mencurahkan buangannya ke kawasan ini. Beberapa studi telah dilakukan untuk menganalisa dampak-dampak ini dan merumuskan tindakan mitigasi yang perlu dilakukan. Secara umum dampak yang ditimbulkan antara lain adalah: - Dampak terhadap perubahan muka air di sungai - Dampak terhadap perubahan pola arus - Dampak terhadap perubahan gelombang - Dampak terhadap perubahan salinitas - Dampak terhadap morfologi pantai dan sedimentasi - Dampak terhadap pola penyebaran panas dari outlet PLTGU Dampak terhadap Perubahan Muka Air di Sungai Analisa sistem sungai atau drainase di sekitar muara dilakukan untuk menunjukkan dampak pulau-pulau reklamasi pada muka air di sistem sungai dan saluran selama debit puncak sungai. Pengaruh negatif pembangunan pulau-pulau ini pada muka air haruslah kecil. Tindakan-tindakan mitigasi haruslah menghasilkan pengaruh positif untuk memastikan bahwa risiko banjir tidak bertambah. 4-33

164 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Semua pelaksanaan model menunjukkan bahwa pengaruh pembangunan pulau reklamasi ini pada muka air di sungai adalah kecil. Tanpa perbaikan/pengerukan muara sungai, kenaikan muka air pada umumnya lebih kecil dari 2 cm. Selama pasang tinggi, muka air di kawasan pantai di antara pulau-pulau tersebut dengan garis-pantai naik sedikit akibat lebih besarnya hambatan terhadap aliran dari sungai-sungai oleh keberadaan pulau-pulau tersebut. Selama pasang rendah situasinya berbeda, muka air lebih rendah daripada situasi sebelum pembangunan (dapat dilihat di lokasi Cengkareng drain dan Sungai Angke). Hal ini disebabkan oleh adanya pengerukan gundukan sedimen yang ada di mulut sungai. Pengerukan ini lebih terlihat dampaknya pada saat muka air rendah. Dengan situasi ini hambatan aliran dari sungai menjadi lebih kecil dibandingkan dengan situasi sebelumnya yang sangat dangkal. Kondisi muka air di sungai lebih dominan disebabkan oleh kapasitas aliran sungai itu sendiri. Pada umumnya sedimentasi banyak terjadi di muara-muara sungai. Sedimentasi yang besar mengakibatkan tingginya muka air di sungai pada saat debit besar, seperti situasi di Cengkareng Drain. Pengerukan muara sungai dan bagian hilir sungai ini akan menyebabkan penurunan muka air, pada keadaan muka air laut pasang (MHWS), dengan kira-kira 0,05 m dalam 2 km pertama saluran ini. Dengan adanya pengerukan, sungai/kanal akan memiliki hambatan yang lebih kecil daripada pantai saat ini yang menyebabkan muka air yang lebih rendah di antara pulau-pulau tersebut dan pantai selama air surut. Selama muka air laut surut (MLWS) pengaruhnya lebih besar daripada selama MHWS karena pengerukan endapan lanau memiliki dampak yang lebih besar pada situasi-situasi dengan kedalaman yang dangkal. Di kawasan pantai, diperkirakan terdapat kenaikan muka air selama MHWS karena muka air jelas agak lebih tinggi daripada situasi-situasi acuan apabila kawasan itu berupa laut terbuka, akan tetapi ini akan dapat diimbangi oleh pengerukan muara sungai dan pengerukan kanalkanal. Kanal-kanal lepas-pantai di antara pulau-pulau dan pengerukan muara sungai membuat kapasitas aliran dilokasi itu menjadi lebih besar daripada kapasitas sungai sekarang. Sehingga muka air dilokasi tersebut lebih dominan untuk mengikuti elevasi pasang surut, bahkan pada waktu debit sungai besar. Sebagai akibat tidak adanya lagi hambatan di muara sungai, terutama pada saat pasang rendah, lebih banyak air dari sungai dapat dibuang ke laut. 4-34

165 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Lower Angke river Cengkareng Drain PU-Drain Tanjugan river Kamal river Dadap river Lower Angke river Cengkareng Drain PU-Drain Tanjugan river Kamal river Dadap river Gambar 4-24 : Muka Air di Garis-Pantai (MHWS dan MLWS), Debit Kapasitas Sungai Sekarang Gambar 4-25 : Muka Air di Cengkareng Drain Kondisi MHWS 4-35

166 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Dampak terhadap Perubahan Arus Hasil-hasil model yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sirkulasi air di Teluk Jakarta didominasi oleh angin musim. Arus yang digerakkan angin ini lebih kuat dibandingkan dengan arus. Sebagai akibatnya, arah aliran tidak berbalik selama siklus pasang tetapi tetap searah dengan arah angin yang berhembusnya lama. Hanya kecepatan alirannya berfluktuasi terhadap pasang. Rata-rata kecepatan aliran sisa (arus netto) di bagian selatan Teluk Jakarta ialah antara 0,05 dan 0,15 m/detik. Kecepatan aliran ini selama angin musim barat sedikit lebih tinggi daripada selama angin musim timur. Akan tetapi perbedaannya kecil, kurang dari 0,05 m/detik. Pengaruh pembangunan pulau-pulau ini pada sirkulasi skalabesar di Teluk Jakarta sangat terbatas. Arus utama di teluk ini mengikuti garis-pantai. Setelah pengembangan pulau-pulau tersebut hal ini tetap sama. Hanya di kawasan proyek arus tersebut tidak mengikuti garis-pantai akibat keberadaan pulau-pulau tersebut. Sebagai akibatnya, arusnya bergeser lebih ke muka pulau-pulau tersebut. Pengaruh skala-besar pada kecepatan aliran dapat diabaikan; kenaikannya secara lokal 0,05 m/detik tetapi umumnya lebih rendah. Tidak terdapat pengaruhnya pada muka air di Teluk Jakarta. Gambaran tentang pola arus pada waktu musim timur, barat dan setelah pembangunan pulau C (KNI 2B), pulau D (KNI-2A), dan pulau E (KNI-1) dapat dilihat pada Gambar 4-28 s/d Gambar Dari gambar tersebut terlihat bahwa reklamasi akan menurunkan kecepatan arus disekitar kanal antara pulau dan antara pulau dengan garis pantai. Gambar 4-26 : Aliran Arus Rata-rata di Teluk Jakarta untuk Situasi Angin Musim Timur Sumber : Hasil Analisis,

167 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Gambar 4-27 : Aliran Arus Rata-rata di Teluk Jakarta untuk Situasi Angin Musim Barat Sumber : Hasil Analisis, 2012 Gambar 4-28 : Aliran Arus Rata-Rata di Teluk Jakarta untuk Situasi Angin Musim Barat (Setelah Pembangunan Pulau C,D, dan E) Sumber : Hasil Analisis,

168 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Gambar 4-29 : Dampak terhadap Rata-rata Kecepatan Arus (Pengembangan - Eksisting) Sumber : Hasil Analisis, Dampak Gelombang Di luar Teluk Jakarta, di Laut Jawa, iklim gelombangnya sangat moderat dan konstan terhadap waktu. Angin musim yang selalu berhembus menimbulkan gelombang. Badai jarang terjadi di Laut Jawa. Tinggi gelombang hampir serupa selama angin musim timur dan barat hanya arah gelombang yang berbeda akibat arah angin yang berbeda. Perambatan gelombang ke Teluk Jakarta berbeda. Selama angin musim timur masuknya gelombang ke teluk ini lebih kecil daripada selama angin musim barat. Hasil-hasil model gelombang menunjukkan bahwa selama angin musim barat rata-rata tinggi gelombang di garis-pantai ialah antara 0.5 m dan 0.7 m sedangkan pada angin musim timur rata-rata tinggi gelombang ini hanyalah 0.2 m hingga 0.4 m. Perbedaan yang paling terlihat ialah arah perambatan gelombangnya. Arah gelombangnya merupakan satu faktor penting untuk perkembangan morfologis teluk ini. Selama angin musim timur gelombang mendekati garis-pantai pada sudut kira-kira 30 derajat Utara, yang menyebabkan angkutan sedimen ke barat sementara selama angin musim barat gelombangnya mendekati pantai hampir tegak lurus, yang secara teoretis tidak menyebabkan transport sedimen sepanjang-pesisir (Gambar 4-32). 4-38

169 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Gambar 4-30 : Tinggi Gelombang, Kawasan Barat Reklamasi, Angin Musim Timur dan Barat, Situasi Acuan Sumber : Hasil Analisis, 2012 Pola gelombang skala-besar di Teluk Jakarta tidak berubah akibat pembangunan pulau-pulau reklamasi. Akibat pembangunan pulau-pulau ini garis-pantai saat ini akan menjadi lebih terlindungi, terutama dari serangan gelombang pada kondisi ekstrim (desain). Gelombang besar yang datang dari laut akan tertahan oleh konstruksi pulau reklamasi, sehingga gelombang disisi dalam dari pulau (menuju garis pantai) akan berkurang secara signifikan. Sebagai gambaran dapat dilihat pada kondisi setelah pembanguan Pulau F dan G dan kondisi gelombang besar dari arah Barat-Laut). Gelombang akan tertahan oleh pulau tersebut, dan gelombang dibalik pulau itu menjadi sangat kecil. Gambar 4-31 : Tinggi Gelombang Kondisi Ekstrim (Desain) Setelah Pembangunan Pulau F dan Pulau G Sumber : Hasil Analisis,

170 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Dampak Salinitas Salinitas dan dinamika salinitas penting untuk mutu ekosistem bakau. Juga, salinitas memiliki pengaruh pada kecepatan jatuh partikel dan sedimentasi. Sehingga dampak terhadap salinitas sangat penting untuk diperhatikan terutama diwilayah bagian barat, dimana terdapat kawasan hutan mangrove (bakau). Salinitas air di zona pantai berfluktuasi terhadap gelombang, dengan kadar salinitas di laut sekitar 30 ppt (1 ppt ~ 500 mg/l). Selama pasang tinggi air asin (salinitas) mengalir ke sistem sungai dan selama pasang rendah air tawar mengalir ke laut. Selama angin musim timur buangan sungai sangat sedikit dan pasokan air tawar sangat terbatas. Hal ini dapat digambarkan dalam Gambar 4-32 di bawah ini. Gambar 4-32 : Salinitas Selama Angin Musim Timur, Situasi Acuan Salinitas sungai relatif tinggi akibat intrusi garam. Selama angin musim barat buangan sungai lebih banyak dan intrusi garam ke sistem sungai menjadi berkurang (Gambar 4-33). Hasil studi menunjukkan bahwa salinitas di kawasan wilayah barat selama angin musim barat berkurang akibat pasokan air tawar yang cukup. Gambar 4-33 : Salinitas Selama Angin Musim Barat, Situasi Acuan Diperhatikan bahwa model simulasi menggunakan rata-rata kedalaman. Dalam banyak hal di mana air tawar dan air asin bertemu akan terjadi stratifikasi. Ini 4-40

171 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN menghasilkan suatu salinitas yang bervariasi terhadap kedalaman, yang tidak secara benar disajikan dalam pemodelan saat ini. Akan tetapi untuk kajian dampak pendekatan yang dirata-ratakan kedalaman ini memberikan wawasan yang cukup tentang perubahan-perubahan akibat pengembangan proyek ini. Akan tetapi, jika bilangan salinitas mutlaknya sangat penting, misalnya untuk menentukan apakah spesis tertentu akan berkembang-biak atau tidak, bilangan-bilangan yang disajikan di sini haruslah digunakan sebagai petunjuk saja. Pembangunan pulau reklamasi mempunyai dampak terhadap kadar salinitas di wilayah pantai. Dengan adanya kanal diantara pulau, intrusi air asin ke sistem sungai menjadi berkurang. Hasil simulasi menunjukan bahwa kadar salinitas di wilayah pantai dibelakang pulau reklamasi (C, D, E) berkurang sekitar 5 PPT pada saat musim barat dan sekitar 20 PPT pada saat musim timur. Kadar salinitas dilokasi tersebut bisa ditingkatkan dengan melakukan pendalaman di kanal pembatas (boundary channel). Dengan pendalaman kanal, sirkulasi disekitar pulau akan meningkat sehingga pasokan air asin akan lebih banyak dan kadar salinitas dilokasi tersebut juga akan lebih besar. Gambar 4-34 : Salinitas Selama Angin Musim Barat, Pengembangan Pulau C, Pulau D, dan Pulau E Dampak terhadap Morfologi Pantai dan Sedimentasi Teluk Jakarta merupakan teluk yang relatif luas. Akibat perbedaan geometrinya bagian-bagian yang berbeda di teluk ini memiliki perkembangan morfologisnya masingmasing. Teluk Jakarta dibentuk oleh kekuatan gelombang dan arus. Arus di teluk ini disebabkan oleh gabungan kekuatan yang berbeda-beda, sungai, pasang dan arus yang digerakkan oleh (angin) musim. Angin musim merupakan hal yang dominan untuk perkembangan morfologis teluk ini. Semua proses fisis di teluk ini dipengaruhi oleh angin musim: buangan (dan beban sedimen) sungai, tinggi gelombang dan arah gelombang akan berfluktuasi dan juga arus yang digerakkan oleh angin, yang umumnya 4-41

172 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN dominan atas arus pasang. Morfologi setempat digerakkan oleh kekuatan-kekuatan dominan setempat. Setiap tempat di teluk ini memiliki orientasinya masing-masing dan ini menghasilkan suatu perkembangan karakteristik yang berbeda untuk setiap subkawasan. Sungai-sungai memasok sedimen ke teluk ini. Kapasitas angkutan sedimen gelombang dan arus relatif kecil dibandingkan dengan pasokan sungai. Sedimen yang dipasok oleh sungai tidak diangkut keluar dari teluk sebagaimana yang dibuktikan oleh keberadaan delta yang berkembang ke arah laut. Umumnya, Teluk Jakarta diendapi lanau dalam jangka panjang. Di bagian barat Teluk Jakarta, delta sungai semuanya hampir simetris dan umumnya berbentuk mulus. Ini menandakan bahwa iklim gelombang agak lemah dan bahwa gelombang mendekati pantai secara tegak lurus. Arus yang digerakkan pasang dan angin di sepanjang pantai juga kecil. Di sisi timur teluk ini, deltanya meluas cepat dengan pola yang takteratur. Ini manandakan bahwa kekuatan-kekuatan pembentuk kembali oleh angin dan arus tidak dapat menyamai perkembangan delta ini. Baik analisis kuantitatif maupun kualitatif angkutan sedimen dan perubahanperubahan morfologis di Teluk Jakarta dan kawasan proyek ini memperlihatkan bahwa zona pantai secara morfologis tidak sangat aktif. Kecepatan aliran yang sedang dan iklim gelombang yang ringan menyebabkan laju angkutan sedimen yang rendah dan dengan demikian perkembangan morfologis yang lambat. Hal ini dibuktikan oleh delta Cengkareng Drain dan Kali Muara Angke River yang memanjang ke teluk ini tanpa tererosi. Mengacu kepada hasil studi dari DHI, perkiraan sedimentasi tahunan akibat dari debit sedimen sungai di Teluk Jakarta pada kondisi saat ini dan setelah pengembangan pulau reklamasi dapat dilihat pada Gambar 4-35 dan Gambar Dari gambar tersebut terlihat dengan jelas bahwa akumulasi sedimentasi akan terjadi di sekitar daerah reklamasi. Dengan adanya pulau-pulau reklamasi, sedimen akan menumpuk di muara sungai, kanal lateral dan kanal vertikal. Oleh sebab itu pemeliharaan saluran dilokasi ini sangat diperlukan dan harus dilakukan secara periodik dan menerus. 4-42

173 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Gambar 4-35 : Perkiraan Sedimen Tahunan Akibat dari Aliran Sungai (Kondisi Eksisting) Gambar 4-36 : Perkiraan Sedimen Tahunan Akibat dari Aliran Sungai (Kondisi Eksisting) Dampak terhadap Pola Penyebaran Panas Dampak terhadap pola penyebaran panas perlu diperhatikan terutama disekitar PLTU Muara Baru. Denah outlet dan intake PLTU dapat dilihat pada Gambar

174 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Outlet 1 Outlet 2 Intake Gambar 4-37 : Denah Outlet dan Intake PLTU Debit masuk dari PLTU Muara Karang sebesar 52.2 m 3 /s. Sementara debit keluar Outlet 1 adalah sebesar 38.2 m 3 /s dan Outlet 2 adalah sebesar 14 m 3 /s. Temperatur air yang keluar dari PLTU adalah sebesar 36 o C untuk Outlet 1 dan 35 o C untuk Outlet 2. Dengan Temperatur air laut 29 o C. Studi mengenai alternatif layout pulau reklamasi telah dilakukan untuk mengoptimalkan bentuk pulaunya. Aspek-aspek berikut ini telah dipertimbangkan dalam membuat layout reklamasi: - PLTU dan PLTGU Muara Karang terutama sistem pendingin. - Bermuaranya Kali Angke dan Kali Karang yang merupakan saluran drainase dari daratan Jakarta - Jalur pipa gas dari lepas pantai ke PLTGU Muara Karang - Keberadaan Pelabuhan Ikan Muara Angke yang juga merupakan pelabuhan penyeberangan ke Kepulauan Seribu. Untuk dapat mengatasi masalah kendala tersebut areal reklamasi dibuat menjadi dua pulau (Pulau F dan Pulau G), dan merencanakan aspek-aspek berikut ini. - Untuk dapat menjaga sistem pendingin PLTU dan PLTGU Muara Karang perlu pemisahan aliran intake berupa air dingin dan outlet berupa air panas. Untuk outlet PLTU outlet telah dialirkan ke dalam kawasan pantai Mutiara sedangkan outlet dari PLTGU dipisahkan dengan membuat batas pemisah antara intake dan lahan reklamasi - Untuk menjaga kelancaran aliran di Kali Karang dan Kali Angke dibuatkan kanal lateral selebar 300 m dan kanal vertikal selebar 300 m (lebar ini juga diperlukan untuk keluar masuk lalu lintas kapal ke Pelabuhan Muara Angke). 4-44

175 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN - Untuk tidak mengganggu pipa gas direncanakan jarak kaki tepi reklamasi berjarak 25m dari pipa, namun dari hasil kajian menunjukan bahwa jarak minimal 40 m diperlukan agar beban akibat pembangunan pulau reklamasi tidak berdampak terhadap pipa. - Untuk menjaga keberadaan pelabuhan Muara Angke dibuatkan kanal vertikal selebar 300m (ini juga diperlukan untuk kelancaran aliran Kali Karang), Breakwater dan tepi reklamasi dipisahkan, dan penyediaan pengolahan limbah didekat kawasan pelabuhan Muara Angke. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas maka layout reklamasi menjadi seperti yang terlihat di (Gambar 4-38). Dengan adanya layout ini, kenaikan suhu air akibat pembangunan pulau reklamasi tidak terjadi seperti dapat pada Gambar 4-39 dan Gambar Karena aliran air panas dari PLTGU harus dijauhkan, maka dalam pelaksanaan reklamasi, pulau sebelah timur (Pulau G) harus dibangun lebih dahulu sebelum pulau sebelah barat (Pulau F). Gambar 4-38 : Layout Reklamasi Pulau F dan G 4-45

176 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Gambar 4-39 : Penyebaran Panas Kondisi Eksisting Gambar 4-40 : Penyebaran Panas Kondisi Setelah Reklamasi Rekomendasi Rekomendasi terkait hidrodinamika Kawasan Reklamasi Pantura terdiri atas perencanaan reklamasi, muka air di sungai, arus, gelombang, salinitas, sedimen, penyebaran panas, dan evaluasi dan pemantauan Perencanaan Reklamasi Berikut adalah rekomendasi teknis konstruksi pulau reklamasi dari segi perencanaan. Batas kawasan pemanfaatan lahan hasil reklamasi, didefinisikan sebagai kawasan yang terbentuk pada batas pertemuan muka air laut terendah dengan 4-46

177 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN daratan hasil reklamasi. Sedang batas kegiatan reklamasi didefinisikan sebagai batas terluar kegiatan penimbunan material reklamasi. Ketinggian tanggul harus memperhatikan faktor ketinggian air laut pasang, wind setup, storm surge, gelombang laut, amblesan, kenaikan muka air laut (sea level rise), penurunan sisa (residual settlement), dan potensi tsunami. Kekuatan tanggul dan perlindungan pesisir di Kawasan Pantura DKI Jakarta dirancang dengan kala ulang minimal 1 per tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor gempa dan liquefaction, kestabilan makro dan mikro, perpipaan (piping), rembesan (seepage), dan uplift (dorongan ke atas airtanah terhadap konstruksi tanggul). Sebagai lahan baru, saluran mikro, submakro dan makro di kawasan reklamasi Pantura DKI Jakarta masing-masing dirancang untuk kala ulang minimal 10 tahunan (saluran mikro), 25 tahunan (sub makro), dan 100 tahunan (makro). Berbagai isu terkait rencana pengembangan lahan baru melalui kegiatan reklamasi dalam bentuk pulau-pulau dan rencana pembangunan tanggul laut (giant seawall) yang mengemuka adalah kelestarian vegetasi mangrove; keberlanjutan fungsi instalasi pembangkitan listrik di wilayah Jakarta Utara; keberlanjutan fungsi dan keberadaan pelabuhan perikanan; keberadaan pelabuhan umum; pengaturan kabel telekomunikasi laut; dan keberadaan pipa gas/bbm. Jarak minimum 40 m dari kaki tanggul reklamasi ke posisi pipa bisa dijadikan acuan dalam pelaksanaan reklamasi. Walaupun demikian, pemantauan akan tetap dilakukan sebelum, selama dan setelah proses reklamasi. Perlu dilakukan survei untuk memastikan koordinat dari posisi pipa secara lebih akurat. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kegagalan konstruksi proses pengurugan perlu dilakukan secara bertahap dengan menggelar pasir lapisan per lapisan dengan ketebalan lapisan sekitar 0,5 m. Kemudian,untuk mempercepat proses konsolidasi pada masa konstruksi diperlukan langkah perbaikan tanah seperti pengurugan dilalukan dengan menggunakan PVD (Perforated vertical drain), melakukan preloading atau langkah perbaikan tanah lainnya Muka Air di Sungai Pembangunan pulau baru tanpa melakukan perbaikan akan dapat sedikit menaikkan muka air di sungai sebesar 5 mm pada jarak 2 km dari muara sungai dan sekitar 2 cm pada muara sungai. Kemungkinan kenaikan muka air yang tidak signifikan 4-47

178 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN ini dapat dirubah menjadi penurunan muka air di sungai dengan melakukan sejumlah hal berikut Arus Sirkulasi air di Teluk Jakarta didominasi oleh angin musim. Arus yang digerakkan angin ini lebih kuat dibandingkan dengan arus. Pengaruh pembangunan pulau-pulau ini pada sirkulasi skala-besar di Teluk Jakarta sangat terbatas. Arus utama di teluk ini mengikuti garis-pantai. Setelah pengembangan pulau-pulau tersebut hal ini tetap sama. Hanya di kawasan proyek arus tersebut tidak mengikuti garis-pantai akibat keberadaan pulau-pulau tersebut. Sebagai akibatnya, arusnya bergeser lebih ke muka pulau-pulau tersebut. Pengaruh skala-besar pada kecepatan aliran dapat diabaikan; kenaikannya secara lokal 0,05 m/detik tetapi umumnya lebih rendah. Tidak terdapat pengaruhnya pada muka air di Teluk Jakarta Gelombang Pola gelombang skala-besar di Teluk Jakarta tidak berubah akibat pembangunan pulau-pulau reklamasi. Akibat pembangunan pulau-pulau ini garis-pantai saat ini akan menjadi lebih terlindungi, terutama dari serangan gelombang pada kondisi ekstrim (desain). Gelombang besar yang datang dari laut akan tertahan oleh konstruksi pulau reklamasi, sehingga gelombang disisi dalam dari pulau (menuju garis pantai) akan berkurang secara signifikan Salinitas Pembangunan pulau reklamasi mempunyai dampak terhadap kadar salinitas di wilayah pantai. Dengan adanya kanal diantara pulau, intrusi air asin ke system sungai menjadi berkurang. Kadar salinitas di wilayah pantai dibelakang pulau reklamasi berkurang sekitar 5 PPT pada saat musim barat dan sekitar 20 PPT pada saat musim timur. Kadar salinitas dilokasi tersebut bisa ditingkatkan dengan melakukan pendalaman di kanal lateral. Dengan pendalaman kanal, sirkulasi disekitar pulau akan meningkat sehingga pasokan air asin akan lebih banyak dan kadar salinitas dilokasi tersebut juga akan lebih besar Sedimen Secara morfologis zona pantai di Teluk Jakarta tidak sangat aktif. Kecepatan aliran yang sedang dan iklim gelombang yang ringan menyebabkan laju angkutan sedimen yang rendah dan dengan demikian perkembangan morfologis yang lambat. Kapasitas angkutan sedimen gelombang dan arus relatif kecil dibandingkan dengan 4-48

179 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN pasokan sungai. Sedimen yang dipasok oleh sungai tidak diangkut keluar dari teluk sebagaimana yang dibuktikan oleh keberadaan delta yang berkembang ke arah laut. Sedimentasi yang terjadi secara dominin disebabkan oleh pasokan sedimen dari sungai-sungai. Pasokan sedimen ini diperkirakan akan tetap terus berlangsung dan sangat tergantung pada pola pemanfaatan lahan di sepanjang daerah aliran sungai di hulu. Dengan adanya pulau-pulau reklamasi, sedimentasi akan lebih terkonsentrasi disekitar pulau reklamasi. Sedimen akan menumpuk di muara sungai, kanal lateral dan kanal vertikal. Situasi ini menunjukan pentingnya dilakukan pengerukan sedimentasi sebelum berlangsunganya pembangunan pulau reklamasi. Dan selanjutnya pemeliharaan muara sungai dan saluran-saluran diantara pulau reklamasi dan antara pulau reklamasi dengan garis pantai eksisting sangat diperlukan dan harus dilakukan secara periodik dan menerus Penyebaran Panas Optimalisasi sistem perlu dilakukan untuk menjaga sistem pendingin PLTU dan PLTGU Muara Karang dengan melakukan pemisahan aliran intake berupa air dingin dan outlet berupa air panas. Untuk outlet PLTU outlet telah dialirkan kedalam kawasan pantai Mutiara sedangkan outlet dari PLTGU dipisahkan dengan membuat batas pemisah antara intake dan lahan reklamasi. Kenaikan suhu air akibat outlet PLTU dapat di hindari dengan membuat struktur antara pulau G dengan struktur intake dan pembuatan causeway yang menghubungkan kawasan Pantai Mutiara dan Pulau H Evaluasi dan Pemantauan Selain dibutuhkan perencanaan yang baik, diperlukan pula evaluasi dan pemantauan yang dilakukan pada saat dilakukan pelaksanaan reklamasi. Evaluasi dan pemantauan meliputi beberapa hal berikut: - pemantauan geoteknik - pemantauan sedimentasi - pemanatauan penyebaran sedimen - Pemantauan tinggi muka air di sungai - Pemantauan kualitas air 4.5 Analisis Sarana dan Prasarana Kawasan Strategis Pantura Analisis sarana dan prasarana terdiri atas sistem jaringan transportasi dan jaringan utilitas. Berikut adalah penjabaran dari masing-masing analisis. 4-49

180 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Sistem Jaringan Transportasi Analisis mengenai sistem jaringan transportasi dilakukan dengan alur pembahasan terhadap kebijakan, uji skenario, lalu sintesis rekomendasi dari skenario pengembangan transportasi. Kebijakan yang dibahas dalam pengembangan sistem jaringan transportasi diantaranya adalah Kajian Transportasi Kawasan Pengembangan Pantura (1995), Studi Akses Kawasan Reklamasi Ancol (2007), RTRW DKI Jakarta , serta Materi Teknis Pergub No. 121 Tahun Berikut adalah pembahasan mengenai kajian pengembangan sistem transportasi Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Skenario Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan Reklamasi Pantura Dalam konteks pengembangan kawasan reklamasi Pantura yang terdiri dari 17 (tujuh) belas pulau, maka untuk mengukur dampak yang diakibatkan oleh pengembangan ini terhadap kinerja jaringan transportasi khususnya wilayah daratan DKI, maka secara rinci skenario pengembangan jaringan sebagaimana dibahas dalam sub bab adalah sebagai berikut: 1. Skenario Penyediaan Jaringan Jalan DKI/Jabodetabek eksisting, Jaringan Kawasan Reklamasi Pantura, 6 ruas tol DKI, penyambungan missing link, dua ruas non tol layang, JORR Fully connected, 2nd JORR fully connected, ATP, Tol Depok- Antasari, Tol Becakayu. Jaringan MRT N-S (extend ke Pantura) & E-W, Jaringan BRT 24 koridor (Draft RTRW 2030), Jaringan KRL Jabodetabek eksisting, ditambah, Jalur MRT Pantura versi Pergub (Soetta Pantura- Kemayoran), Jalur LRT Lokal Pantura, Jalur BRT Lokal Pantura, Jalur KRL Soetta-Manggarai via jalur Tangerang. 2. Skenario Permintaan a. Skenario Split Policy RTRW DKI 2030 untuk seluruh DKI tanpa reklamasi Pantura b. Skenario Split Policy RTRW DKI 2030 untuk seluruh DKI termasuk reklamasi Pantura 3. Skenario Akses (akumulatif) a. Penambahan jalan Arteri ekslusif ke kawasan yang tidak terkoneksi ke jalan arteri daratan. Jalan ini terkoneksi hanya ke JOORR dan Tol GSW b. Skenario (Sk) - 1 ditambah koridor arteri pada tanggul 8m c. Skenario (Sk) - 2 dengan akses ke 6 tol DKI via Kemayoran Junction 4-50

181 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN d. Skenario (Sk) - 3 berikut tambahan koneksi dengan Tol Sedyatmo (Bandara) dan JORR (Seksi W1) e. Skenario (Sk) - 4 ditambah akses ke jalan Arteri eksisting daratan di kawasan pulau reklamasi bagian tengah (I,J,L dan M) f. Skenario (Sk) - 4 ditambah akses ke jalan arteri eksisting daratan di kawasan pulau reklamasi bagian Barat (C,D,E,F dan G) g. Gabungan dari Skenario (Sk) - 5 Dan Skenario (Sk) Uji dan Analisis Kinerja Jaringan Jalan Tanpa Pengembangan Pantura Kebijakan pengembangan jaringan jalan sebagai komplemen dari kebijakan penggunaan angkutan umum dan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi diharapkan akan dapat mempertahankan kinerja jaringan jalan. Mengacu kepada besarnya potensi demand, kebijakan pengembangan jaringan jalan berupa penambahan lajur dan pelebaran rumija sesuai dengan perkembangan demand tidak dapat terus didukung oleh tata guna lahan di DKI Jakarta. Demand selalu bertambah sementara daya dukung lahan tidak berubah sehingga diperlukan kebijakan lain untuk meningkatkan kapasitas jalan dengan meminimalisasi penambahan atau pelebaran jalan. Karenanya kebijakan pengembangan jaringan jalan harus mempertimbangkan kebijakan skenario demand yaitu perbaikan sistem angkutan umum dan penerapan Traffic Restraint. Berbagai skenario pengembangan jaringan transportasi diuji terhadap dampak kinerja total jaringan. Tentunya implementasi berbagai usulan tersebut perlu mempertimbangkan kemampuan dan kendala yang ada sehingga perlu dibagi menjadi beberapa skenario implementasi yang disesuaikan dengan rentang waktu perencanaan. Secara ringkas mekanisme uji yang dilakukan adalah terhadap kondisi tanpa pengembangan Kawasan Reklamasi Pantura (WoD) yang terdiri dari; 1. Skenario A atau Do-Nothing (DN-WoD); dimana akan diuji sejauh mana kinerja jaringan akan berkurang akibat beban lalu lintas masa datang dengan kondisi Jaringan tahun 2013 (eksisting) sampai dengan tahun Skenario B atau Do-Something_1 (DS_1-WoD); penambahan jaringan tanpa kebijakan pendukung, dengan kondisi demand berkembang normal tanpa ada kebijakan insentif dan disinsentif, kinerja jaringan tanpa kebijakan pendukung ini akan diuji pada jaringan: a. Jaringan Rencana 2020 b. Jaringan Rencana 2025 c. Jaringan Rencana

182 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN 3. Skenario C atau Do-Something_2 (DS_2-WoD); dengan kebijakan pembatasan lalu lintas pada kawasan tertentu (sesuai RTRW DKI 2030) melalui mekasnime road pricing. Kinerja jaringan dengan adanya kebijakan pendukung ini akan diuji pada Jaringan Rencana Skenario D atau Do-Something_3 (DS_3-WoD); dengan kebijakan RTRW utk proporsi penggunaan angkutan umum sebesar 60% (split policy) dari perjalanan di DKI. Kinerja jaringan dengan adanya kebijakan ini akan diuji pada : a. Jaringan Rencana 2020 (Split : 38%) b. Jaringan Rencana 2025 (Split : 48%) c. Jaringan Rencana 2030 (Split : 60%) 5. Skenario E atau Do-Something_4 (DS_4-WoD); dengan kebijakan RTRW utk proporsi penggunaan angkutan umum sebesar 60% dari perjalanan di DKI dan kebijakan penerapan pembatasan lalu lintas. Kinerja jaringan dengan adanya kebijakan ini akan diuji pada Jaringan Rencana 2030 Dari hasil simulasi dengan model yang dikembangkan pada studi ini diperoleh kecepatan di jalan tol pada tahun 2012 rata-rata pada jam puncak 50,05 km/jam sementara pada jalan nasional 25,97 km/jam dan jalan utama adalah 21,28 km/jam. Secara nyata pada koridor-koridor tertentu untuk arah lalu lintas terberat pada jam sibuk umumnya jauh lebih rendah dari nilai-nilai tersebut diatas. Oleh karena itu, perlu peningkatan kualitas pelayanan jaringan jalan di DKI Jakarta. Pada skenario Do- Nothing dimana disimulasikan tidak adanya perbaikan secara ekstensif pada jaringan jalan maka kinerja untuk tahun 2015, 2020, 2025 dan 2030 dapat dilihat pada Gambar 4-41 dimana ditunjukkan bahwa terjadi penurunan kinerja pada tahun 2020 kecepatan di jaringan Utama menjadi 16,30 km/jam, pada tahun 2025 menjadi 13,71 km/jam dan pada tahun 2030 menjadi 12,65 km/jam Arah Terberat Gambar 4-41 : Perubahan Kinerja dengan Jaringan Eksisting (2013) 4-52

183 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Sedangkan untuk kinerja pada ruas-ruas dengan arah pergerakkan menuju pusat kota DKI Jakarta di jam sibuk pagi menunjukkan kondisi kecepatan rata-rata dibawah 10 km/jam pada kondisi saat ini. Gambar 4-42 : Kinerja Kecepatan Jaringan Jabodetabek 2030 (skenario DN-WoD) Sehubungan dengan pertimbangan bahwa rentang waktu antara tahun 2013 ke tahun 2015 tidak terlalu jauh maka basis analisis akan menggunakan jaringan tahun 2014 sebagai jaringan dasar. Pada tahun 2015, penambahan jaringan terjadi melalui ruas tol JORR segmen W2N, ATP, JLNT Casablanca, dan Antasari. Dengan Adanya penambahan kapasitas jaringan jalan pada tahun 2020, 2025, dan 2030 (DS_1-WoD) dan penambahan beberapa ruas jalan tol, terjadi peningkatan kecepatan perjalanan cukup berarti di tahun 2020 hingga diperoleh kecepatan jaringan Tol yang mencapai 45,04 km/jam dari nilai 38,56 km/jam (peningkatan sebesar 16,80%), namun tidak begitu halnya untuk jaringan Nasional dan Utama yang hanya meningkat masingmasing sebesar 2,73% dan 1,89% dibandingkan dengan jaringan untuk tahun Secara total jaringan kecepatan tempuh rata-ratanya mencapai 25,51 km jam (14,88% lebih baik dari kondisi do-nothing) seperti yang ditunjukan oleh grafik dalam di bawah ini. 4-53

184 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Gambar 4-43 : Indikator Kinerja dengan Jaringan Rencana Gambar 4-44 : Kinerja Kecepatan Jaringan Jalan 2030 (Skenario DS_1-WoD) Namun di tahun 2030 upaya penambahan jaringan ini tidak mampu memberikan kinerja yang memadai, apalagi untuk mencapai kinerja minimum total jaringan sebesar 35 km/jam. Pada tahun 2030 skenario DS_1-WoD hanya mampu mencapai kecepatan rata-rata 21,68 km/jam untuk total jaringan jalan. Oleh karena itu, dilakukan uji dengan menerapkan skenario kebijakan pembatasan lalu lintas (DS_2-WoD) untuk lingkup kawasan pusat kota seperti yang 4-54

185 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN ditunjukan dalam Gambar 4-47, untuk melihat apakah dengan melakukan kebijakan ini kinerja jaringan dapat ditingkatkan secara signifikan. Mengacu ke Gambar 4-45, nampaknya skenario ini (dengan asumsi yg diberlakukan) tidak bisa banyak membantu meningkatkan kinerja jaringan, dimana untuk tahun 2030 peningkatan kecepatan hanya berkisar antara 3,79% untuk jaringan jalan nasional, 4,00% untuk jaringan jalan Utama dan bahkan terjadi penurunan kinerja di jaringan tol sebesar 5,15%. Penurunan ini salah satunya disebabkan adanya penambahan beban lalu lintas yang berusaha menghindar dari kawasan pembatasan lalu lintas sehingga dengan bertambahnya volume lalu lintas pada jaringan tol maka tentunya kinerja kecepatan juga akan menurun. Sedangkan secara total jaringan hanya mencapai kecepatan rata-rata 22,58 km/jam (lebih baik 4,15%). Tentunya hasil ini tidak serta merta menunjukkan bahwa kebijakan pembatasan lalu lintas tidak efektif, namun analisis yang lebih detail yg terkait dengan penetapan tarif, sistem operasional perlu dilakukan lebih lanjut. Lebih jauh, kinerja jaringan di dalam kawasan pembatasan lalu lintas terjadi peningkatan kecepatan rata-rata ruas sebesar 2.3 km/jam atau 7% dibanding skenario tanpa pembatasan dan peningkatan kecepatan perjalanan sebesar 3.09 km/jam atau meningkat 24.5% (lihat Gambar 4-48). Gambar 4-45 : Kawasan Pembatasan Lalu lintas DKI Jakarta 4-55

186 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Gambar 4-46 : Komparasi Kinerja Kecepatan Ruas (skenario DS_2-WoD) Gambar 4-47 : Peralihan Volume Lalu Lintas (skenario DS_2-WoD) Dengan diterapkannya kebijakan pembatasan lalu lintas pada kawasan DKI Jakarta, maka dapat diestimasi besarnya pengurangan penggunaan kendaraaan pribadi 4-56

187 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN terutama yang perjalanannya bertujuan didalam kawasan pembatasan tersebut. Dengan skenario jaringan tahun 2030, maka besarnya pengurangan penggunaan kendaraan pribadi diestimasikan sebesar 1.4% dari total perjalanan Jabodetabek di tahun 2030 atau kurang lebih sejumlah 120,000 perjalanan-orang pada jam sibuk. Sedangkan pengurangan jumlah pengguna kendaraan pribadi yang berasal dan atau bertujuan didalam kawasan pembatasan lalu lintas sebesar 33.07% (Gambar 4-49). Dalam upaya mencapai target kinerja jaringan yang ditetapkan oleh RTRW DKI Jakarta 2030, juga dilakukan simulasi bila kebijakan penggunaan angkutan umum (split policy) diberlakukan (DS_3-WoD). Pada skenario ini uji dilakukan untuk kombinasi pengembangan jaringan sesuai skenario tiap tahun rencana dan tahapan perpindahan penggunaan angkutan umum sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Dari hasil simulasi sebagaimana ditunjukan dalam Gambar 4-45, memang nampak terlihat adanya peningkatan kinerja jaringan yang cukup signifikan dimana untuk tahun 2020 terjadi peningkatan antara 10,62% - 16,67% untuk ketiga kategori jaringan, tahun 2025 berkisar antara 26,24% - 37,76%, dan di tahun 2030 sebesar 42,63% - 70,59%. Secara total jaringan peningkatan kinerja di tahun 2020 sebesar 13,43%, tahun 2025 sebesar 31,13% dan di tahun 2030 sebesar 54,72%. Dari hasil ini nampak bahwa peningkatan kinerja untuk tiap tahun rencana semakin besar karena akibat adanya penambahan kapasitas jaringan dan dilain sisi jumlah pengguna kendaraan pribadi makin dikurangi hingga menjadi 40% di tahun Namun secara nilai absolut kinerja yang diharapkan oleh RTRW DKI masih tidak dapat dicapai untuk jaringan jalan non Tol dan untuk total jaringan hanya mencapai 33,54 km/jam. Secara total jaringan kebijakan ini dapat dipersepsikan sudah mendekati target kinerja yang diinginkan, namun perlu dicermati bahwa kontribusi terbesar berada pada jaringan jalan tol. Dengan diterapkannya kebijakan ini jumlah pelaku perjalanan yang diestimasikan akan berpindah ke angkutan umum adalah sebesar 185,000 perjalanan orang di tahun 2020 sampai dengan 632,000 perjalanan orang di tahun 2030 pada jam sibuk. Lebih jauh, juga dilakukan simulasi untuk kebijakan pembatasan lalu lintas dan split policy dengan tujuan sejauh mana kebijakan ini dapat meningkatkan kinerja jaringan. Dari hasil simulasi sepertinya untuk jaringan jalan utama kinerjanya masih jauh dari target (25,82 km/jam) dan untuk jaringan jalan nasional mendekati target kinerja yaitu 31,1 km/jam, namun untuk total jaringan dapat mencapai target yaitu sebesar 35,66 km/jam. Namun tetap perlu dicatat bahwa tercapainya kinerja ini akibat kontribusi dari jaringan tol. 4-57

188 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Uji dan Analisis Kinerja Jaringan Jalan dengan Adanya Kawasan Reklamasi Pantura Setelah dilakukan simulasi untuk mengukur kinerja jaringan jalan di wilayah DKI khususnya dan Jabodetabek umumnya terhadap berbagai skenario penyediaan dan permintaan, nampak bahwa untuk mencapai target dari RTRW DKI 2030 kinerja jaringan jalan hanya bisa diperoleh dengan melakukan berbagai kebijakan yang memaksa pelaku perjalanan menggunakan angkutan umum (60% di tahun 2030) dan kebijakan pembatasan lalu lintas pada kawasan yang telah ditetapkan di dalam RTRW DKI Oleh karenanya basis yang akan digunakan untuk mengukur besarnya dampak akibat pengembangan kawasan reklamasi Pantura terhadap kinerja jaringan transportasi (khususnya jaringan jalan) di DKI Jakarta adalah skenario DS_3-WoD untuk tahun Secara ringkas uji yang dilakukan terhadap kondisi dengan pengembangan Kawasan Reklamasi Pantura (Skenario With Development/WD) terdiri dari; 1. Skenario Do-Nothing/D-N (atau DS_3-WD); dimana akan diuji sejauh mana kinerja jaringan akan berkurang akibat besarnya bangkitan dan tarikan lalu lintas kawasan reklamasi Pantura dengan membuka seluruh akses yang ada didaratan DKI. 2. Skenario Pembatasan Akses Opsi A (DS-1) sebagai berikut; dimana akses dari masing-masing pulau hanya terkoneksi ke jalan Arteri eksklusif yang disisi Timur terkoneksi dengan Tol GSW dan disisi Barat terkoneksi dengan Tol JOORR serta sepanjang arteri ini tidak terkoneksi dengan jaringan jalan di kawasan daratan sebagaimana ditunjukan dalam Gambar Sementara itu, variasi dari opsi A ini adalah sebagai berikut; a. Skenario (Sk) DS1_A1: adanya penambahan koridor Arteri diatas tanggul ( 8m) b. Skenario (Sk) DS1_A2: Sk DS1_A1 ditambah dengan akses ke jaringan tol DKI via Kemayoran Junction c. Skenario (Sk) DS1_A3: Sk DS1_A2 berikut tambahan koneksi dengan Tol Sedyatmo (Bandara) dan JORR (Seksi W1) d. Skenario (Sk) DS1_A4: Sk DS1_A3 ditambah akses ke jalan Arteri eksisting daratan di kawasan pulau reklamasi bagian tengah (I,J,L dan M) e. Skenario (Sk) DS1_A5: Sk DS_A3 ditambah akses ke jalan arteri eksisting daratan di kawasan pulau reklamasi bagian Barat (C,D,E,F dan G) 4-58

189 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN f. Skenario (Sk) DS1_A6: Gabungan dari Skenario (Sk) DS1_A4 dan Skenario (Sk) DS1_A5 Gambar 4-48 : Skenario Pembatasan Akses Opsi A 3. Skenario Pembatasan Akses Opsi B (DS_2) sebagai berikut; dimana akses dari masing-masing pulau hanya terkoneksi ke jalan Arteri eksklusif, yang disisi Timurnya terkoneksi dengan Tol ATP dan disisi Barat terkoneksi dengan Tol JORR serta sepanjang arteri ini tidak terkoneksi dengan jaringan jalan di kawasan daratan sebagaimana ditunjukan dalam Gambar Sementara itu, variasi dari opsi B ini adalah sebagai berikut; a. Skenario (Sk) DS2_B1: adanya penambahan akses ke jaringan tol DKI via Kemayoran Junction b. Skenario (Sk) DS2_B2: Sk DS2_B1 berikut tambahan koneksi dengan Tol Sedyatmo (Bandara) dan JORR (Seksi W1) c. Skenario (Sk) DS2_B3: Sk DS2_B2 ditambah akses ke jalan Arteri eksisting daratan di kawasan pulau reklamasi bagian tengah (I,J,L dan M) d. Skenario (Sk) DS2_B4: Sk DS2_B2 ditambah akses ke jalan arteri eksisting daratan di kawasan pulau reklamasi bagian Barat (C,D,E,F dan G) e. Skenario (Sk) DS2_B5: Gabungan dari Skenario (Sk) DS2_B3 dan Skenario (Sk) - DS2_B4 4-59

190 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Gambar 4-49 : Skenario Pembatasan Akses Opsi B Karena kawasan reklamasi Pantura merupakan kawasan yang terpisah dari daratan DKI dan berada di sebelah Utara, maka untuk melihat dampak terhadap kinerja jaringan, maka sistem jaringan jalan di daratan DKI akan dikelompokan menjadi 3 (tiga) kawasan yaitu kawasan (ring) 1, 2 dan 3 seperti yang ditunjukan dalam Gambar Gambar 4-50 : Kategori Cakupan Jaringan Jalan Dari hasil simulasi dengan model, maka dengan beroperasinya kawasan reklamasi Pantura, kinerja jaringan Makro DKI Jakarta akan turun sebesar 33.66% dari kondisi awal km/jam menjadi 23 km/jam seperti yang ditunjukan dalam Gambar

191 Kecepatan (km/jam) BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 D = 33,66% WoD WD - Ring1 Ring2 Ring3 DKI Cakupan Jaringan Gambar 4-51 : Perubahan Kinerja Jaringan Jalan DKI Akibat Kawasan Reklamasi Pantura Perubahan beban lalu lintas pada jaringan jalan di wilayah DKI akibat keberadaan kawasan reklamasi Pantura ditunjukan dalam Gambar Untuk menggambarkan secara lebih jelas dampak penurunan kinerja di jaringan jalan kawasan DKI, ditunjukan melalui peta waktu tempuh (isochrone) menuju satu titik yang dalam hal ini sebagai representatif kawasan reklamasi adalah kawasan Ancol. Gambar 4-52 menunjukkan perbedaaan pola isochrone dari kondisi tanpa dan dengan pengembangan kawasan reklamasi, dimana cakupan isochorone yang berwarna biru (waktu tempuh 0 35 menit) berkurang sangat signifikan (Gambar 4-53). 4-61

192 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Gambar 4-52 : Peningkatan Volume Lalu Lintas di Jaringan Jalan DKI Jakarta 4-62

193 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN (DS_3-WoD) (DS_3-WD) Gambar 4-53 : Perubahan Isochrone Akibat Kawasan Reklamasi Pantura Penurunan kinerja ini terjadi sebagai akibat beban lalu lintas yang dibangkitkan dan ditarik oleh kawasan reklamasi Pantura dibebankan ke jaringan jalan eksisting di wilayah daratan DKI. Lebih jelas lagi, Gambar 4-54 menunjukkan beberapa lokasi titik koneksi antara akses menuju dan ke kawasan reklamasi Pantura dengan jaringan jalan di wilayah Jakarta Utara. Dari hasil simulasi, kinerja pada titik-titik koneksi (Gambar 4-54) mengalami kondisi jenuh paling sedikit pada salah satu kaki simpangnya seperti yang ditunjukan dalam Tabel 4-5, yang secara nyata terjadi kemacetan berupa panjang antrean dan lamanya waktu untuk bisa melalui simpang. 4-63

194 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Gambar 4-54 : Lokasi Titik-Titik Koneksi Akses Kawasan Reklamasi Pantura Maka dapat dikatakan dampak beroperasinya kawasan reklamasi terhadap penurunan kinerja jaringan jalan diwilayah daratan DKI sangat signifikan dan terutama pada jaringan jalan dikawasan pantai utara Jakarta. Oleh karena itu, perlu penanganan yang tepat guna dan cermat untuk dapat tetap mempertahankan kinerja jaringan jalan seperti yang diamanatkan oleh RTRW DKI Salah satu strategi yang mungkin dilakukan untuk meminimalkan dampak terhadap kinerja jaringan di wilayah daratan adalah dengan tidak mengkoneksikan akses kepada sistem jaringan eksisting, namun ke koridor timur barat seperti yang ditunjukan dalam Gambar 4-50 atau Gambar 4-51 yang merupakan koridor baru yang sebagian berada di pulau-pulau reklamasi sub kawasan tengah (bisa layang atau dipermukaan) dan sebagian lagi berada di kawasan daratan DKI disebelah utara jalan Tol Sedyatmo dan bersifat layang. Dengan sistem koneksi ini, maka pergerakkan dari dan ke kawasan reklamasi harus melalui jaringan tol Jabodetabek, 6 ruas tol DKI dan Tol Giant Sea Wall (GSW) dengan enam titik koneksi yaitu di koridor Timur-Barat 6 ruas Tol DKI atau di ruas Tol Pelabuhan (tepatnya di kawasan Kemayoran), di sisi Barat dari ruas Tol JOORR, dengan Tol Bandara, dengan Tol JORR ruas W1, dengan Tol akses Tanjung Priok (ATP) dan Tol Giant Sea Wall (GSW) disebelah Timur. Tabel 4-5 : Kinerja Titik Koneksi di Jaringan Daratan DKI Jakarta Node Pendekat Jalan Arah ke 2 Arteri Selatan ke Utara Arteri Selatan ke Volume (smp/jam) Kapasitas V/C Rasio 2 x 2 lane 2 x 3 lane 2 x 4 lane 2 x 5 lane 2 x 2 lane 2 x 3 lane 2 x 4 2 x 5 lane lane ,95 0,63 0,41 0, ,04 0,69 0,45 0,

195 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Node Pendekat Jalan Arah ke Utara 3 Tol Barat Ke Timur Tol Barat Ke Timur 4 Utara Arteri Utara ke Selatan Arteri Selatan ke Utara Selatan Arteri Utara ke Selatan Arteri Selatan ke Utara 5 Utara Arteri Utara ke Selatan Arteri Selatan ke Utara Selatan Arteri Utara ke Selatan Arteri Selatan ke Utara Timur Arteri Timur ke Barat Arteri Barat Ke Timur Barat Arteri Timur ke Barat Arteri Barat Ke Timur 7 Selatan Arteri Utara ke Selatan Volume (smp/jam) Kapasitas V/C Rasio 2 x 2 lane 2 x 3 lane 2 x 4 lane 2 x 5 lane 2 x 2 lane 2 x 3 lane 2 x 4 2 x 5 lane lane ,5 1 0,75 0, ,84 0,56 0,42 0, ,67 0,5 0, ,04 2,02 1,3 1, ,41 0,94 0,6 0, ,45 2,3 1,48 1, ,15 0,77 0,49 0, ,53 1,02 0,66 0, ,14 0,76 0,49 0, ,74 1,16 0,75 0, ,13 0,76 0,49 0, ,02 2,01 1,29 1, ,13 0,75 0,48 0, ,08 2,05 1,32 1, ,7 1,8 1,16 0,9 4-65

196 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Node Pendekat Jalan Arah ke Arteri Selatan ke Utara Timur Arteri Timur ke Barat Arteri Barat Ke Timur Barat Arteri Timur ke Barat Arteri Barat Ke Timur 8 Arteri Selatan ke Utara Timur Arteri Timur ke Barat Arteri Barat Ke Timur Barat Arteri Timur ke Barat Arteri Barat Ke Timur 9 Utara Arteri Utara ke Selatan Timur Arteri Timur ke Barat Arteri Barat Ke Timur Barat Arteri Timur ke Barat Arteri Barat Ke Timur Volume (smp/jam) Kapasitas V/C Rasio 2 x 2 lane 2 x 3 lane 2 x 4 lane 2 x 5 lane 2 x 2 lane 2 x 3 lane 2 x 4 2 x 5 lane lane ,02 1,35 0,87 0, ,56 1,04 0,67 0, ,54 1,69 1,09 0, ,35 0,9 0,58 0, ,01 2,01 1, ,85 0,57 0,36 0, ,55 1,03 0,66 0, ,12 2,08 1,34 1, ,7 1,13 0,73 0, ,68 1,79 1,15 0, ,99 0,66 0,43 0, ,39 0,93 0,6 0, ,1 0,73 0,47 0, ,97 1,31 0,84 0, ,41 0,94 0,61 0,47 10 Utara Arteri Utara ,93 0,62 0,4 0,

197 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Node Pendekat Jalan Arah ke ke Selatan Selatan Arteri Utara ke Selatan Arteri Selatan ke Utara Barat Arteri Timur ke Barat Arteri Barat Ke Timur 11 Utara Tol Utara ke Selatan Tol Selatan ke Utara Selatan Tol Utara ke Selatan Tol Selatan ke Utara Timur Tol Timur ke Barat Barat Tol Timur ke Barat Tol Barat Ke Timur 12 Utara Arteri Utara ke Selatan Arteri Selatan ke Utara Selatan Arteri Utara ke Selatan Arteri Selatan ke Volume (smp/jam) Kapasitas V/C Rasio 2 x 2 lane 2 x 3 lane 2 x 4 lane 2 x 5 lane 2 x 2 lane 2 x 3 lane 2 x 4 2 x 5 lane lane ,04 1,36 0,87 0, ,71 1,14 0,73 0, ,39 0,93 0,6 0, ,18 0,79 0,5 0, ,28 0,85 0,55 0, ,09 0,73 0,47 0, ,38 0,92 0,59 0, ,41 0,94 0,6 0, ,32 1,55 0,99 0, ,6 1,73 1,11 0, ,89 0,59 0,38 0, ,26 0,84 0,54 0, ,47 0,98 0,63 0, ,07 0,72 0,46 0, ,72 1,15 0,74 0,

198 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Node Pendekat Jalan Arah ke Utara Timur Arteri Timur ke Barat Arteri Barat Ke Timur Barat Arteri Timur ke Barat Arteri Barat Ke Timur Sumber : Hasil Analisis, 2013 Volume (smp/jam) Kapasitas V/C Rasio 2 x 2 lane 2 x 3 lane 2 x 4 lane 2 x 5 lane 2 x 2 lane 2 x 3 lane 2 x 4 2 x 5 lane lane ,23 0,82 0,53 0, ,07 0,71 0,46 0, ,1 1,4 0,9 0, ,51 1,01 0,65 0,5 Gambar 4-55 : Potensi Titik Koneksi Koridor Arteri Timur Barat Kawasan Reklamasi Pantura Hasil uji simulasi terhadap skenario pembatasan akses opsi A yang hanya dengan jaringan tol Jabodetabek dan ruas Tol GSW saja, maka kinerja jaringan diwilayah daratan DKI meningkat sebesar 31.6% (30.3 km/jam) dibandingkan bila koneksi akses diterapkan seperti dalam Gambar Hal ini dapat diartikan bahwa dengan membatasi koneksi akses dari dan ke kawasan reklamasi Pantura hanya ke jaringan Tol Jabodetabek dan DKI saja maka perbedaan kinerja jaringan di daratan DKI, dari km/jam untuk kondisi tidak adanya pengembangan kawasan reklamasi Pantura menjadi 30.3 km/jam atau sebesar 9.58%, dapat dianggap tidak telalu signifikan sehingga masih dapat diterima. Secara rinci uji simulasi terhadap berbagai variasi skenario akses seperti yang dijabarkan sebelumnya ditunjukan dalam Tabel

199 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Tabel 4-6 : Kinerja Jaringan untuk Berbagai Skenario Akses Opsi A Skenario Rata-Rata Kinerja Kecepatan Ruas (km/jam) Ring 1 Ring 2 Ring 3 Total Jaringan DS_3-WoD DS_3-WD (DN) 26,30 21,50 20, Sk DS1_A Sk DS1_A Sk DS1_A Sk DS1_A Sk DS1_A Sk DS1_A Sk DS1_A Untuk lebih jelas, perubahan kinerja sebagai akibat pembatasan akses dari dan ke kawasan reklamasi Pantura hanya dengan jaringan jalan Tol saja, ditunjukan dengan perubahan cakupan isochrone seperti dalam Gambar Cakupan Isochrone dengan nuansa warna biru yang merepresentasikan waktu tempu dari 0 35 menit untuk alternatif Sk DS-1_A s/d Sk DS-1_A3 hampir sama, sehingga dapat diwakili oleh Gambar 15 diatas. Dari hasil simulasi diatas untuk sementara dapat disimpulkan bahwa pembatasan akses untuk Sk DS-1_A s/d Sk DS- 1_A3 layak dipertimbangkan untuk diterapkan, karena kinerja jaringan diwilayah daratan DKI relatif tidak turun secara signifikan (sekitar 10%). Namun sebagai konsekuensi dari kebijakan pembatasan akses ini, maka sepeda motor tidak dapat beroperasi baik masuk ke maupun keluar dari kawasan (DS_3- WoD) (Sk DS- 1_A) (DS_3- WD) Gambar 4-56 : Perubahan Kinerja Untuk Skenario Sk DS-1-A 4-69

200 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN reklamasi Pantura. Bila sepeda motor diharapkan juga dapat beroperasi untuk masuk dan keluar kawasan reklamasi Pantura, maka penerapan skenario DS-1_A6 dapat dipertimbangkan dengan kondisi yang dapat menggunakan akses dari jaringan eksisting hanya kendaraan roda dua (sepeda motor) saja dan kendaraan roda empat tetap mengikuti konsep dari skenario A atau A1 atau A2 atau A3, tergantung dari skenario yang akan diterapkan. Namun pada opsi A ini asumsi bahwa ruas Tol yang berada di atas Tanggul GSW telah beroperasi, perlu dicermati karena isu tanggul GSW ini masih menjadi perdebatan terkait dengan biaya dan waktu pelaksanaannya. Oleh karenanya mengacu ke alternatif yang di usulkan dalam dokumen Materi Teknis Pergub no. 121 tahun 2012, dilakukan uji kinerja untuk opsi B sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Hasil uji simulasi terhada berbagai variasi dari opsi B ini ditunjukan dalam Tabel 4-7. Tabel 4-7 : Kinerja Jaringan untuk Berbagai skenario Akses Opsi B Skenario Rata-Rata Kinerja Kecepatan Ruas (km/jam) Ring 1 Ring 2 Ring 3 Total Jaringan Sk B (DS2) Sk DS2-B Sk DS2-B Sk DS2-B Sk DS2-B Sk DS2-B Sumber: Hasil Analisis, 2013 Mengacu kepada hasil uji untuk opsi A, terlihat bahwa besaran kinerja untuk opsi B ini relatif sedikit lebih rendah namun kecenderungan perubahan kinerjanya relatif sama. Hal ini disebabkan berkurangnya kapasitas jaringan jalan dengan tidak adanya ruas Tol GSW dan ruas Arteri yang berada diatas tanggul (-8m) pada sisi utara pulaupulau reklamasi. Mengacu kepada besaran kinerja dalam tabel di atas, maka pada opsi B, skenario yang layak untuk dipertimbangkan adalah Sk DS-2_B1 dan Sk DS-2_B2 yang kombinasi aksesnya ekivalen dengan Sk DS-1_A2 dan Sk DS1_A3. Sama dengan opsi A, maka asumsi dasar dalam opsi B, kendaraan roda dua (sepeda motor) tidak dapat masuk dan keluar kawasan reklamasi Pantura. Mengacu kepada skenario pembatasan akses opsi B khususnya Sk DS-2_B5, bila beberapa jalur akses di daratan sebagaimana ditunjukan dalam Gambar 4-55 hanya untuk lalu lintas kendaraan roda dua (sepeda motor) saja, hasil uji simulasi menunjukan kecepatan jaringan rata-rata di DKI turun menjadi 17,08 km/jam. Sehingga bila dibandingkan dengan Sk DS2_B5 terjadi penurunan kinerja sebesar 22,05% dan bila dibandingkan dengan skenario pembatasan akses lainnya, maka terjadi penurunan kinerja sekitar 44,40% - 46,94%. Hal ini mengindikasikan bahwa kontribusi penurunan kinerja akibat kendaraan roda dua sangat signifikan. Oleh karenanya perlu mendapat perhatian 4-70

201 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN khusus untuk menyiapkan sarana angkutan umum yang memadai dan handal untuk mengakomodasikan potensi permintaan perjalanan dengan kendaraan roda dua. Dari dua opsi pembatasan akses (A & B) yang kinerjanya hampir serupa, maka untuk lebih memantapkan pilihan, dikembangkan Opsi C dengan kondisi dasar adalah pembatasan akses pada ruas Arteri Pantura Timur-Barat dan titik koneksi dibarat dengan JOORR, tol Bandara, JORR-W1 dan di Timur dengan ruas Tol ATP. Sementara uji simulasi dilakukan untuk variasi yang mengkombinasikan keberadaan jalan Arteri di tanggul (-8m) disebelah utara pulau-pulau reklamasi dan koneksi akses di kawasan kemayoran (DS-3) sebagai berikut: 1. Skenario (Sk) DS-3_A: adanya jalan Arteri diatas Tanggul (-8m) pulaupulau reklamasi dan koneksi ke jaringan tol DKI via Kemayoran Junction; 2. Skenario (Sk) DS-3_B: adanya jalan Arteri diatas Tanggul (-8) pulau-pulau reklamasi dan koneksi ke ruas tol Pelabuhan di Kemayoran Interchange; 3. Skenario (Sk) DS-3_C: tanpa jalan Arteri diatas Tanggul (-8) pulau-pulau reklamasi dan koneksi ke ruas tol Pelabuhan di Kemayoran Interchange. Dari hasil simulasi terhadap skenario pembatasan akses Opsi C, besarnya kinerja kecepatan rata-rata jaringan untuk masing-masing alternatif ditunjukan dalam Tabel 4-8. Tabel 4-8 : Kinerja Jaringan Untuk Skenario Akses Opsi C Rata-Rata Kinerja Kecepatan Ruas (km/jam) Skenario Total Ring 1 Ring 2 Ring 3 Jaringan Sk DS-3_A 32,07 31,67 29,385 30,41 Sk DS-3_B 31,85 30,27 28,65 29,34 Sk DS-3_C 31,53 29,95 28,65 29,13 Sumber: Hasil Analisis, 2013 Mengacu kepada nilai kinerja dalam tabel diatas, maka alternatif yang terbaik adalah SK DS-3_A, yaitu alternatif yang memperhitungkan keberadaan jalan Arteri Timur Barat diatas Tanggul (-8) pulau-pulau reklamasi dan koneksi dengan rus Tol DKI di kawasan Kemayoran. Namun bila ditinjau lebih dalam lagi untuk kawasan yang lebih sempit yang berhubungan langsung dengan kawasan reklamasi Pantura, maka alternatif Sk DS- 3_B menunjukkan kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan alternatif Sk DS-3_A karena akan terjadi konsentrasi pergerakkan (penambahan volume lalu lintas) pada jalur akses yang menghubungkan kawasan reklamasi Pantura dengan ruas tol DKI di kawasan Kemayoran yang berimplikasi pada kebutuhan kapasitas jalan yang harus disesiakan dan pola distribusi arus lalu lintas yang tidak merata. 4-71

202 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Gambar 4-57 : Perbandingan Volume Lalu Lintas DS-3_B dengan DS-3_A Sumber: Hasil Analisis, 2013 Sedangkan keberadaan jalan Arteri Timur Barat diatas Tanggul (-8) pulaupulau reklamasi, akan sangat membantu kinerja jaringan di dalam kawasan pulau-pulau reklamasi terutama pada koridor-koridor utamanya yang ditunjukan dengan berkurangnya volume lalu lintas di koridor-koridor tersebut akibat terdistribusi ke dua koridor di selatan dan di utara kawasan reklamasi seperti yang ditunjukan dalam Gambar Gambar 4-58 : Perbandingan Volume Lalu Lintas DS-3_B dengan DS-3_C Sumber: Hasil Analisis, Sistem Jaringan, Akses dan Sirkulasi Mengacu kepada hasil uji kinerja jaringan secara Makro dan Messo terhadap berbagai skenario sistem akses, maka skenario pembatasan akses nampaknya tidak terhindarkan untuk diterapkan mengingat beban lalu lintas di wilayah DKI dan Jabodetabek sudah terlalu tinggi dan juga tidak lepas dari target kinerja jaringan dari 4-72

203 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN RTRW DKI 2030 yang tidak mudah untuk dicapai. Berdasarkan analisis yang dilakukan konsep jaringan utama dikawasan reklamasi Pantura dan sistem koneksinya dengan jaringan jalan di wilayah daratan DKI, mengadopsi skenario pembatasan akses opsi C alternatif DS_3B seperti yang ditunjukan dalam Gambar Gambar 4-59 : Konsep Jaringan Utama Kawasan Reklamasi Pantura DKI Disisi lain titik-titik koneksi antara jalur akses menuju kawasan reklamasi Pantura dengan jaringan jalan diwilayah daratan DKI, khususnya dengan jaringan jalan Tol Jabodetabek ditunjukkan dalam Gambar 4-60 dan ilustrasi sistem koneksi dari masing-masing titik ditunjukan dalam Gambar C F D E A B Gambar 4-60 : Lokasi Titik Koneksi dengan Jaringan Tol Jabodetabek 4-73

204 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Gambar 4-61 : Konsep Sistem Koneksi di Jaringan Tol Jabodetabek Mengacu kepada analisis materi teknis dari Pergub nomor 121 tahun 2012, maka jalur/jembatan yang disiapkan untuk proses reklamasi (pengurugan) masingmasing pulau ditingkatkan dengan menyempurnakan aspek rancang struktur perkerasan dan geometrik jalannya karena akan difungsikan sebagai jalur evakuasi dan jalur khusus untuk angkutan massal jalan raya seperti yang ditunjukan dalam Gambar Gambar 4-62 : Rencana Jalur Evakuasi dan BRT Dari hasil simulasi level messo kawasan reklamasi terhadap skenario pola sirkulasi lalu lintas dan pengaturan pada titik simpang di pulau reklamasi (Gambar 4-65) menunjukkan bahwa untuk koridor-koridor utama tidak dianjurkan membuat persimpangan dan fasilitas putaran balik sebidang karena akan menambah tingkat kemacetan (delay) pada koridor-koridor tersebut. 4-74

205 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Gambar 4-63 : Pengurangan Tingkat Kemacetan untuk Simpang dan Fasilitas Putar Balik Tidak Sebidang Oleh karenanya, sangat disarankan untuk setiap simpang di koridor diterapkan konsep underpass dan untuk fasilitas putaran balik dikonsentrasikan dikolong jembatan pada ujung-ujung masing-masing pulau reklamasi (Gambar 4-64). Bila fasilitas putar balik tidak mencukupi, bisa disediakan di bagian ruas, namun dengan konsep underpass, sehingga dapat mengurangi potensi terjadinya panjang antrean di kedua sisi pergerakan lalu lintas untuk koridor terkait. Grade Separation Intersection U-Turn Gambar 4-64 : Lokasi Penanganan Simpang dan Fasilitas Putar Balik Sub Kawasan Tengah Kebutuhan Peningkatan Kapasitas Terkait dengan hasil uji kinerja pada jaringan yang telah dilakukan untuk masing-masing skenario Akses seperti yang dijelaskan sebelumnya maka untuk mengembalikan kondisi kinerja yang bisa mendekati target kinerja yang diharapkan 4-75

206 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN dalam RTRW DKI 2030, maka masing-masing skenario akses yang dijabarkan dalam Tabel 4-6 sampai dengan Tabel 4-8, membutuhkan penanganan berupa peningkatan kapasitas di beberapa ruas jaringan jalan di Daratan DKI sesuai dengan besarnya pertambahan volume lalu lintas di ruas-ruas tersebut. Gambar 4-65 sampai dengan Gambar 4-69 mengindikasikan ruas-ruas jalan yang perlu ditambah kapasitasnya. Gambar 4-65 : Peningkatan Volume untuk Skenario DS_3-WD Gambar 4-66 : Peningkatan Volume untuk Sk DS-1_A (kiri) dan Peningkatan Volume untuk Sk DS-_A1 (kanan) 4-76

207 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Gambar 4-67 : Peningkatan Volume untuk Sk DS-1_A2 (kiri) dan Peningkatan Volume untuk Sk DS-1_A3 (kanan) Gambar 4-68 : Peningkatan Volume untuk Sk DS-2_B1 (kiri) dan Peningkatan Volume untuk Sk DS-2_B2 (kanan) 4-77

208 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN DS3-A DS3-B DS3-C Gambar 4-69 : Peningkatan Volume untuk Alternatif DS_3 Dari cakupan pertambahan volume lalu lintas untuk skenario akses penuh baik untuk kendaraan roda empat maupun roda dua, nampaknya beban peningkatan kapasitas jaringan akan sangat ekstensif karena hampir semua ruas-ruas jalan utama di wilayah daratan DKI harus ditambah kapasitasnya yang pada kenyataannya akan sulit dilaksanakan mengingat keterbatasan kemampuan pendanaan dari Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Begitu pula halnya untuk skenario pembatasan akses DS-1_(A3) sampai dengan DS-3_B tetap masih diperlukan penambahan kapasitas di beberapa ruas yang panjangnya secara total cukup signifikan. Terkait dengan kawasan reklamasi sendiri, maka kebutuhan kapasitas (dalam format ROW) baik untuk sistem akses maupun ruas-ruas utama ditiap pulau reklamasi dihitung berdasarkan volume lalu lintas yang membebani ruas-ruas tersebut dengan target kinerja V/C rasio maksimum Namun tentunya kebutuhan ruang untuk penyediaan jalan ini juga memperhitungkan kapasitas jaringan jalan yang dikoneksi diwilayah daratan dan ketersediaan lahan diwilayah pulau reklamasi, sehingga ada potensi untuk menurunkan tingkat pelayanan (V/C > 0.85) yang akan berdampak kepada penurunan kinerja di beberapa ruas. Oleh karenanya kondisi seperti yang dijelaskan diatas perlu diantisipasi melalui beberapa kebijakan pendukung, karena akan sulit bila harus selalu mengakomodasikan beban lalu lintas yang diprediksikan dari hasil simulasi dilakukan estimasi kebutuhan kapasitas jalan seperti yang ditunjukan dalam Gambar 4-70 dan Gambar 4-71 serta Tabel

209 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN ART ARP-2 ARP-3 KL-1 ARP-3 ARP-3 AK-1 AK-2 AK-2 AK-2 AK-2 ARL ARP-3 ARP-1 KL-1 ARP-1 AK-1 AK-1 AK-1 Gambar 4-70 : Kebutuhan Dimensi Koridor dan Akses Utama Reklamasi Pantura Sumber: Hasil Analisis, 2013 ART EVK EVK ARP-2 EVK EVK ARP-3 KL-1 ARP-3 ARP-1 KL-2 ARP-1 ARP-3 ARP-3 EVK EVK EVK EVK EVK EVK Gambar 4-71 : Kebutuhan Dimensi Jalur Evakuasi Sumber: Hasil Analisis, 2013 Tabel 4-9 : Kebutuhan Dimensi Jaringan Jalan dan Akses Kawasan Reklamasi Pantura NO KODE R.O.W KOMPONEN (meter) (meter) PED+CYCL SL KB FL BRT MED BRM INSP 1 ARP n/a n/a 2 ARP n/a n/a 3 ARP n/a n/a 4 ARL 30 n/a n/a n/a 12.0 n/a n/a 5 ART 45 n/a n/a n/a 15.0 n/a AK-1 30 n/a n/a n/a 12.0 n/a n/a 4-79

210 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN NO KODE R.O.W KOMPONEN (meter) (meter) PED+CYCL SL KB FL BRT MED BRM INSP 7 AK-2 20 n/a n/a n/a 6.0 n/a n/a 8 KL n/a n/a 6.0 n/a n/a 9 KL n/a n/a 6.0 n/a n/a 10 EVK n/a n/a n/a Sumber: Hasil Analisis, 2013 Mengacu ke Tabel 4-9 diatas, nilai-nilai komponen dari kelas jalan tertentu merupakan arahan yang masih mungkin disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan Kebutuhan Angkutan Umum Kawasan Reklamasi Pantura Seiring dengan asumsi dasar yang digunakan untuk analisis kinerja jaringan akibat keberadaan kawasan reklamasi Pantura adalah target RTRW DKI 2030 yang mengamanatkan 60% perjalanan di DKI Jakarta menggunakan angkutan umum, maka sebagai konsekuensinya perlu dilakukan analisis terhadap kebutuhan penyediaan sarana angkutan umum berikut sistem jaringannya. Mengacu kepada pola pergerakkan yang terkait dengan kawasan reklamasi Pantura, secara prinsip bisa dibagi menjadi empat pola pergerakkan. Pertama pergerakkan yang menuju ke kawasan reklamasi dari daratan DKI, kedua pergerakkan dari kawasan reklamasi menuju daratan DKI, ketiga pergerakkan antar pulau di kawasan reklamasi dan ke empat pergerakan di dalam satu pulau reklamasi. Mengikuti asumsi dasar tersebut diatas, maka pergerakkan internal satu pulau cenderung akan terbagi menjadi tiga jenis yaitu dengan kendaraan pribadi, angkutan umum dan berjalan kaki/sepeda. Sedangkan untuk pergerakkan antar pulau cenderung didominasi oleh jenis kendaraan pribadi dan angkutan umum dan mungkin sebagian kecil dengan sepeda. Di sisi lain pergerakkan antara kawasan reklamasi dengan wilayah daratan DKI akan cenderung di dominasi oleh kendaraan pribadi dan angkutan umum yang komposisinya tentu harus mengikuti arahan RTRW DKI Dari situasi pola perjalanan diatas, pertama-tama yang perlu dicermati adalah kebutuhan kapasitas tambahan untuk mengangkut penumpang antara kawasan reklamasi dengan wilayah daratan DKI. Besaran ini diluar dari kapasitas yang dibutuhkan untuk pergerakkan di dalam wilayah Daratan DKI/Jabodetabek, karena sangat terkait dengan kapasitas dari sistem makro angkutan umum dan massal DKI Jakarta. Dari hasil analisis terhadap model yang dikembangkan, secara makro besar pola pergerakkan dengan angkutan umum ditunjukan dalam Gambar

211 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Gambar 4-72 : Besaran dan Pola Pergerakkan Angkutan Umum Sumber: Hasil Analisis, 2013 Mengacu kepada Pergub DKI No. 121 tahun 2012, konsep dasar penyediaan prasarana dan sarana angkutan umum/massal masih bersifat sangat makro yaitu berupa satu jalur Angkutan Massal berbasis Rel (MRT) yang menghubungkan SHIA dengan Kawasan Kemayoran dan ekstensi jalur MRT Lebak Bulus Kota serta ekstensi beberapa jalur Trans Jakarta Busway seperti yang ditunjukan dalam Gambar Konsep Koridor dan Kapasitas Angkutan Umum untuk Akses Kawasan Reklamasi Pantura Dari proses analisis terhadap hasil simulasi, pola pergerakkan pengguna angkutan umum antara kawasan reklamasi dengan wilayah daratan DKI Jakarta ditunjukan dalam Gambar Perjalanan Angkutan Umum ke Reklamasi Perjalanan Angkutan Umum dari Reklamasi Gambar 4-73 : Pola Pergerakkan Pengguna Angkutan Umum DKI-Reklamasi Sumber: Hasil Analisis,

212 ASAL ASAL BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Estimasi Besarnya permintaan angkutan umum antara wilayah daratan DKI dan kawasan reklamasi Pantura pada jam sibuk (Gambar 4-75) yang dihasilkan dari proses simulasi, ditunjukan dalam Tabel 4-10 dan Tabel Tabel 4-10 : Perjalanan Angkutan Umum ke kawasan Reklamasi Pantura TUJUAN ,288 1,498 1,673 3,077 4, ,452 9,658 13,973 5, , , ,887 2,455 4,377 1, , , , , , , , ,319 2,650 4,205 1, , , ,277 1,069 1, , , , ,510 1,033 1, Tabel 4-11 : Perjalanan Angkutan Umum dari kawasan reklamasi Pantura TUJUAN , , , , , , ,085 1, ,665 1,644 1, , , , ,221 1, , ,18 1,232 4, ,698 1, ,693 1, , , , , , Sumber: Hasil Analisis, 2013 Mengacu kepada pola dan jumlah pergerakan dengan angkutan umum antara wilayah daratan DKI dengan kawasan reklamasi, mengarah kepada kebutuhan untuk menambah jalur layanan Angkutan Massal berbasis jalan (BRT) diluar dari jalur yang ditetapkan oleh Pergub No. 121/2012. Oleh karena itu dengan mempertimbangkan 4-82

213 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN rencana jaringan angkutan massal jalan raya dan jaringan jalan arteri yang tertuang dalam Draft Perda No. 01/2012 tentang RTRW DKI 2030 serta rekomendasi dari berbagai kajian tentang jaringan Angkutan Massal di DKI Jakarta dan Jabodetabek, maka penambahan jalur angkutan massal jalan raya untuk melayani kawasan reklamasi Pantura ditunjukan dalam Gambar 4-74 dan Gambar PB-1 Rail-Link PBI-1 PB-2 PB-3 PB-4 MRT-P PBI-2 PB-6 PB-5 PB-7 PBI-3 PB-8 MRT-NS MRT-EW Rencana BRT BRT Eksisting Rencana MRT&Rail Link Rencana MRT N-S & E-W Gambar 4-74 : Rencana Jaringan Angkutan Massal Kawasan Reklamasi Pantura Sumber: Alvinsyah, 2012 Gambar 4-75 : Rencana Jaringan Angkutan Massal Kawasan Reklamasi Pantura Sumber: Alvinsyah, 2012 Seperti yang ditunjukan dalam Gambar 4-74 garis yang berwarna biru merupakan jalur-jalur baru yang menuju kawasan reklamasi dengan memanfaatkan ruas jalan rencana (RTRW DKI 2030) dan eksisting yang ditingkatkan geometriknya serta jalur evakuasi dari dan ke kawasan reklamasi. Sementara garis yang berwarna 4-83

214 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN merah merupakan jalur Trans-Jakarta yang saat ini sudah dioperasikan. Garis putusputus yang berwarna hijau merupakan rencana jalur MRT Selatan-Utara (Lebak Bulus Kota) yang diperpanjang ke sentra primer di kawasan reklamasi dan rencana jalur MRT Timur- Barat yang menghubungkan wilayah Bekasi (Cikarang) DKI Jakarta Tangerang (Balaraja). Selain itu garis putus-putus berwarna ungu merupakan kombinasi rencana jalur Kereta Rail Link yang menghubungkan SHIA dengan setasiun Manggarai dan rencana jalur MRT yang menghubungkan SHIA dengan sentra primer kawasan reklamasi Pantura dan sentra primer Kemayoran berdasarkan Pergub Nomor 121 tahun Secara umum konsep jaringan dalam Gambar 4-76 diturunkan dari karakteristik pola pergerakan dalam Gambar 4.36, sedangkan estimasi kapasitas dari masingmasing jalur akan diturunkan dari jumlah perjalanan sebagaimana yang ditunjukan dalam Tabel 4-10 dan Tabel Dari Matriks perjalanan dalam Tabel 4-10 dan Tabel 4-11, estimasi kapasitas untuk masing-masing jalur ditunjukan dalam Tabel Tabel 4-12 : Kebutuhan Kapasitas Angkutan Massal Eksternal KORIDOR KAPASITAS (PAX/JAM) DKI-KRP KRP-DKI PB-1 16,500 17,500 PB-2 13,500 11,500 PB-3 13,500 9,500 PB-4 2,500 4,500 PB-5 19,500 16,000 PB-6 19,500 16,000 PB-7 19,500 16,000 PB-8 20,000 18,500 MRT-P 30,000 25,000 MRT-NS 30,000 25,000 Sumber: Hasil Analisis, 2013 Sebagai catatan, analisis kebutuhan layanan angkutan umum difokuskan pada jalur-jalur akses kawasan reklamasi Pantura (PB-1 s/d PB-8), sedangkan jalur-jalur (rencana lainnya) diasumsikan merupakan bagian terpadu dari rencana Makro Jaringan Angkutan Massal DKI yang analisisnya dilakukan secara tersendiri. Untuk jalur-jalur akses BRT (PB-1 s/d PB-8) semaksimal mungkin akan memanfaatkan jalur evakuasi sehingga tidak perlu membangun infrastruktur khusus, sehingga jalur evakuasi ini akan tetap terpelihara karena pada kondisi normal jalur ini akan melayani armada BRT. Rencana Koridor dan Kapasitas Angkutan Umum untuk Koridor Utama di Dalam Kawasan Reklamasi 4-84

215 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Untuk layanan angkutan massal didalam kawasan reklamasi Pantura akan terdiri dari Layanan antar sub kawasan, antar pulau dan lokal dalam pulau. Untuk layanan antar sub kawasan dan antar pulau akan didukung oleh dua koridor (jalur) utama (Trunk) yaitu koridor BRT (PBI-1 s/d PBI-3) dan koridor MRT yang merupakan bagian dari Jalur MRT Regional (SHIA-Kemayoran) seperti yang ditunjukan dalam Gambar Sementara untuk layanan lokal di dalam pulau sistem jaringan layanannya akan dirancang oleh masing-masing pengembang sebagai pemegang konsesi pengelolaan lahan yang disesuaikan dengan konsep rencana induk tiap pulau. Sebagai catatan layanan Angkutan Massal Jalan Raya (BRT) di koridor utama kawasan reklamasi akan merupakan kombinasi dari jalur BRT akses dan internal Kawasan. Konsep operasional dari layanan BRT internal merupakan layanan sistem tertutup dengan struktur jaringan layanan menerus (Direct Service) atau Trunk-Feeder atau kombinasi keduanya. Mengacu kepada rencana struktur ruang, lokasi pusat kegiatan dan struktur jaringan angkutan massal di kawasan reklamasi, lokasi setasiun dan halte utama angkutan massal MRT dan BRT ditunjukan dalam Gambar Gambar 4-76 : Rencana Lokasi Setasiun & Halte Utama Angkutan Massal Sedangkan standar jarak antar setasiun untuk layanan sekelas MRT berkisar antara km dan untuk jarak antar Halte BRT berkisar antara m. Dari hasil simulasi dengan model, besarnya pergerakkan pengguna angkutan umum antar pulau ditunjukan dalam Tabel

216 ASAL BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Tabel 4-13 : Perjalanan Angkutan Umum antar Pulau Kawasan Reklamasi Pantura TUJUAN ,917 3,564 4, ,614 1,769 2,333 1, ,959 3, ,783 1,165 1, ,631 1,266 1,818 4, ,884 2,385 3,063 1, ,193 2,054 1,060 2, ,117 3,089 3,792 1, ,056 2,897 1,841 1, ,817 4,656 5,050 2, ,560 1,042 1, ,130 1,426 3,601 7, ,980 17,456 10, ,800 3, ,013 8,918 9, ,890 3, ,033 7,180 7, , ,235 6,251 6,152 Sumber: Hasil Analisis, 2013 Mengacu ke besaran perjalanan yang ditunjukan dalam Matriks Tabel 4-13, kapasitas yang dibutuhkan untuk koridor-koridor BRT internal di masing-masing sub kawasan dan antar kawasan ditunjukan dalam Tabel Tabel 4-14 : Estimasi Kebutuhan Kapasitas Angkutan Massal Internal KORIDOR KAPASITAS (PAX/JAM) B T T -B PBI-1 9,405 12,101 PBI-2&3 6,051 34,699 MRT-P 65,204 36,049 Mengacu kepada besarnya kapasitas yang diperlukan untuk mengangkut pergerakkan antar wilayah di DKI/Jabodetabek maupun internal antar pulau reklamasi, perlu dilayani baik oleh angkutan massal berbasis Rel seperti MRT dan angkutan massal berbasis jalan seperti BRT. Secara lebih konkrit konsep layanan angkutan massal ini perlu dikaji secara khusus pada tataran perencanaan operasional. Rencana Jaringan Angkutan Umum di Dalam Pulau Reklamasi Pantura Sedangkan untuk kebutuhan angkutan umum lokal didalam masing-masing pulau dapat dilayani dengan angkutan bis Shuttle dengan jaringan yang disesuaikan dengan pola (ruang) aktitifas lahan dan struktur jaringan jalan dimasing-masing pulau. Pola layanan bis shuttle ini dikaitkan dengan lokasi kantong-kantong parkir (Park & Ride) dan koridor angkutan massal seperti yang ditunjukan dalam Gambar Standar layanan yang bisa dijadikan indikator kebutuhan adalah cakupan wilayah, frekuensi layanan dan kesederhanaan pol rute layanan. Secara kuantitatif untuk menghitung kebutuhan kapasitas perlu dilakukan kajian khusus secara mikro untuk masing-masing pulau. 4-86

217 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Gambar 4-77 : Konsep Jaringan Bis Shuttle di Pulau-Pulau Sub-Kawasan Tengah Namun beberapa prinsip dasar dapat dijadikan acuan antara lain, rentang jarak antar halte berkisar antara meter, tipe kendaraan dengan kapasitas (duduk) penumpang. Perlu dicatat besaran kapasitas kendaraan sangat ditentukan besarnya estimasi jumlah penumpang per rute nya dan bila ada opsi antara kendaraan dengan kapasitas besar dan kecil, maka yang ideal adalah menyiapkan layanan dengan frekuensi tinggi. Tentunya pilihan ini harus didasarkan pada kompromi antara harapan pengguna, dimana layanan dengan ferekuensi tinggi akan berimplikasi pada jenis kendaraan yang lebih kecil dan biaya operasi yang reltif lebih tinggi terutama untuk komponen biaya pengemudi. Salah satu upaya untuk mengefisiensikan layanan bis shuttle ini adalah dengan membatasi peluang parkir kendaraan pribadi sambil mengurangi potensi tingkat kemacetan dan memadukannya dengan fasislitas kantong2 parkir (Park&Ride) didalam tiap pulau reklamasi. Perlu diperhatikan bahwa hal prinsip yang sangat penting adalah menerapkan pola operasional/layanan dengan konsep pendekatan jaringan dan bukan rute. Hal ini akan berdampak kepada meningkatnya fleksibilitas dan cakupan layanan bis shuttle. Alternatif Konsep Layanan Angkutan Umum di Dalam Pulau Reklamasi Pantura Mengingat bahwa kawasan reklamasi ini merupakan kawasan yang dibangun dari nol, dan dengan visi ke depan yang berbeda dari wilayah daratan. Maka untuk menjadikan kawasan ini menjadi menjadi ikon dan landmark bagi Propinsi DKI Jakarta, perlu dipertimbangkan bentuk layanan angkutan umum alternatif selain dari sistem konvensional seperti yang dijelaskan sebelumnya khususnya yang mampu 4-87

218 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN menyelesaikan masalah kerusakan lingkungan, penghematan energi, mengurangi tingkat penggunaan kendaraan pribadi. Salah satu bentuk layanan angkutan umum alternatif yang berpotensi untuk bisa digunakan adalah teknologi Personal Rapid Transit (PRT). Dari berbagai kajian dan literatur yang ada sistem dan teknologi ini sangat menjanjikan untuk diimplementasikan di kawasan yang dibangun dari awal. Dari kajian yang telah dilakukan, memang sistem PRT bukanlah sebagai pengganti dari sistem angkutan masal yang ada, namun berfungsi sebagai komplemen dan salah satu fungsi yang sangat menjanjikan adalah bentuk layanan pengumpan khususnya di wilayah tujuan perjalanan (last miledillema) seperti di kawasan pusat kota yang padat aktifitas dan memiliki keterbatasan ruang. Alasan mengapa Saat ini teknologi PRT sudah dioperasikan secara komersial di Bandara Heathrow London dan kota Masdar di Dubai- Uni Emirat Arab. Jauh sebelumnya pendahulu dari teknologi ini sudah dicobakan di beberapa kota Amerika Serikat dan Eropa. Namun tentunya, perlu dilakukan kajian secara lebih mendalam terhadap kelayakan dari teknologi untuk di implementasikan di kawasan reklamasi Pantura. Sebagai ilustrasi konsep PRT ini ditunjukan didalam Gambar Gambar 4-78 : Ilustrasi Penerapan Konsep PRT di Pulau Reklamasi Pantura Sumber: Hasil Analisis, Kebijakan Pendukung Untuk Meningkatkan Kinerja Jaringan Untuk mencapai target kinerja rata-rata jaringan jalan sebesar 35 km/jam seperti yang diamanatkan dalam Perda No. 1 tahun 2012, maka skenario penanganan jaringan dan akses seperti yang dijelaskan sebelumnya perlu didukung oleh beberapa 4-88

219 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN kebijakan lainnya yang tentunya dalam konteks untuk mengurangi beban lalu lintas kendaraan pribadi baik roda empat maupun roda dua. Salah satu upaya yang mungkin dilakukan dan sudah diterapkan adalah dengan menyediakan fasilitas Park&Ride (P&R) yang didukung dengan layanan Bis-Shuttle (BSP) khusus menuju ke kawasan reklamasi Pantura, sehingga diharapkan masyarakat yang berdomisili di wilayah daratan DKI dan Bodetabek dan beraktifitas di kawasan reklamasi ataupun sebaliknya bisa memanfaatkan fasilitas paket P&R dan BSP. Strategi ini dipicu oleh kondisi belum tercapainya target kinerja seperti disebutkan diatas melalui berbagai skenario akses yang telah diuji dan dianalisis sebelumnya. Mengacu kepada asumsi yang digunakan dalam uji skenario pembatasan akses bahwa akses menuju dan dari kawasan reklamasi Pantura hanya bisa melalui jaringan jalan Tol, maka hal ini berimplikasi bahwa pengguna kendaraan roda dua (sepeda motor) tidak mungkin bisa masuk ke kawasan tersebut selain menggunakan layanan angkutan umum. Oleh karenanya potensi pengguna angkutan umum yang berasal dari pengendara sepeda motor ini bisa di fasilitasi dengan layanan P&R dan BSP. Artinya pengendara motor tetap dapat menggunakan kendaraannya sampai ke fasilitas P&R yang kemudian melanjutkan perjalanannya ke kawasan reklamasi dengan menggunakan layanan BSP. Hal pertama yang perlu ditentukan adalah indikasi lokasi dari P&R. Secara konseptual fasilitas P&R harus dirancang sejauh mungkin dari zona tujuan perjalanan atau sedekat mungkin dengan zona asal perjalanan. Mengacu kepada kondisi tata ruang di wilayah DKI khususnya dan Jabodetabek umumnya yang berkembang secara melebar (horizontal), maka konsep P&R akan sangat potensial, karena pada dasarnya penyebaran aktifitas ruang yang melebar ini sulit untuk dicakup oleh layanan jalur angkutan umum. Oleh karena itu untuk memudahkan konsep penyediaan BSP, pola pergerakkan yang terkait dengan kawasan reklamasi Pantura perlu dianalisis secara terpisah antara wilayah Bodetabek dan wilayah daratan DKI. Hal ini perlu dilakukan agar strategi penyediaan angkutan umumnya bisa lebih fleksibel dan bervariasi. Mengacu kepada hasil simulasi, prediksi pola pergerakkan pengguna sepeda motor dari dan ke wilayah Jabodetabek ditunjukan dalam Gambar 4-79 dan Gambar

220 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Gambar 4-79 : Pola Perjalanan Sepeda Motor Bodetabek-Kawasan Reklamasi Pantura Sumber: Hasil Analisis, 2013 Hal yang perlu diperhatikan adalah untuk jumlah perjalanan yang tidak terlalu besar maka fasilitas P&R tidak perlu disediakan pada lokasi khusus, namun dipadukan dengan terminal-terminal Trans Jakarta dan setasiun KRL Jabodetabek yang terdekat sejauh kapasitas pada lokasi tersebut masih dimungkinkan. Namun untuk layanan BSP akan sangat tergantung dari kapasitas armada Trans Jakarta dan KRL Jabodatabek. Bila kapasitas layanan Trans Jakarta & KRL Jabodetabek tidak mencukupi, maka perlu disediakan layanan BSP. Strategi ini berlaku baik untuk pergerakkan dari wilayah Bodetabek maupun dari wilayah Daratan DKI Jakarta. Gambar 4-80 : Pola Perjalanan Sepeda Motor DKI Jakarta-Kawasan Reklamasi Pantura Sumber: Hasil Analisis,

221 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Namun untuk lokasi yang jumlah perjalanannya relatif besar, perlu disediakan fasilitas P&R khusus berikut layanan BSP nya. Sebagai ilustrasi fasilitas P&R khusus berikut layanan BSP perlu disediakan untuk lokasi yang diwakili oleh simpul 12&15 pada Gambar 4-82 (kawasan Cibubur dan sekitarnya). Begitu pula halnya untuk simpul 11 (Gambar 4-81) dan 5 (Gambar 4-82) yaitu kawasan kota Tangerang dan sekitarnya. Berdasarkan review terhadap pola perjalanan dengan kendaraan roda dua dan rencana lokasi fasilitas P&R baik dari RTRW DKI 2030 maupun dari Rencana Induk Transportasi Jabodetabek serta rekomendasi dari beberapa Kajian Transportasi lainnya, dapat diidentifikasikan lokasi-lokasi yang dapat digunakan sebagai fasilitas P&R seperti yang ditunjukan dalam Gambar Gambar 4-81 : Lokasi untuk Fasilitas P&R di wilayah Daratan DKI&Bodetabek Sumber: Hasil Analisis, 2013 Begitu pula halnya untuk kawasan reklamasi, untuk mengurangi tingkat kemacetan dan optimalisasi penggunaan layanan angkutan umum khususnya yang bersifat internal kawasan (antar pulau & di dalam pulau), strategi yang sama juga sangat dianjurkan untuk diterapkan, sehingga lokasi-lokasi fasiilitas P&R diletakkan sedekat mungkin dengan jalur akses kepulau dan sejauh mungkin dari pusat-pusat kegiatan seperti yang ditunjukan dalam Gambar

222 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Gambar 4-82 : Lokasi Park & Ride Kawasan Reklamasi Pantura Sumber: Hasil Analisis, Kebutuhan Pengembangan Utilitas Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Prediksi kebutuhan utilitas di kawasan reklamasi Pantura DKI Jakarta mempertimbangkan hal-hal berikut : a. Kawasan reklamasi Pantura DKI Jakarta merupakan kawasan yang akan dibangun melalui penyediaan lahan baru hasil reklamasi, yang pada saat ini belum berpenghuni. Sebagai kawasan baru, penyediaan utilitas diprediksikan secara ultimate sesuai dengan jumlah penduduk dan kegiatan yang akan dilayani serta standar pelayanan yang diharapkan. b. Sebagai kawasan yang terbangun dalam bentuk satuan pulau-pulau hasil reklamasi, maka penyediaan utilitas dapat dilakukan secara mandiri oleh masing-masing pulau, bersama dengan pulau-pulau yang berdekatan, atau secara terpadu sebagai satu kesatuan kawasan reklamasi Pantura DKI Jakarta. Alternatif yang dipilih disesuaikan dengan aspek teknis, efisiensi, dan optimasi penerapan prinsip perlindungan lingkungan hidup. c. Sesuai dengan rencana pengembangan kegiatan berskala nasional dan internasional di kawasan reklamasi Pantura DKI Jakarta, seperti perdagangan dan jasa, MICE, pariwisata, dan perumahan, maka penyediaan utilitas didasarkan pada kualitas pelayanan bertaraf internasional. d. Sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan dalam Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW 2030, maka penyediaan utilitas di kawasan reklamasi Pantura DKI Jakarta direncanakan tanpa membebani penyediaan utilitas di wilayah DKI Jakarta yang ada; kualitas pelayanan bertaraf internasional; serta tidak menimbulkan dampak lingkungan terhadap wilayah daratan Provinsi DKI Jakarta. 4-92

223 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Penyediaan utilitas mempertimbangkan kemampuan inovasi teknologi pada sumber dan bahan baku, sistem pengolahan dan operasi, serta sistem distribusi dan konsumsi Prediksi Kebutuhan Air Bersih Pembahasan mengenai prediksi kebutuhan air bersih di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta terdiri atas dasar prediksi, distribusi kebutuhan, sumber air baku,dan prospek penyediaan yang dapat dilihat pada bagian berikut. a. Dasar Prediksi Kebutuhan Air Bersih Prediksi kebutuhan air bersih secara agregatif di kawasan reklamasi Pantura DKI Jakarta didasarkan pada pertimbangan: - Jumlah penduduk yang direncanakan berdiam di kawasan reklamasi Pantura DKI Jakarta. - Penduduk komuter dan kegiatan di kawasan reklamasi Pantura DKI Jakarta. - Efisiensi sistem pengolahan dan distribusi air bersih pada instalasi pengolahan air dan saluran transmisi air bersih. Dalam prediksi kebutuhan air bersih dapat digunakan asumsi satuan kebutuhan berdasarkan beberapa standar normatif yang merujuk pada standar kebutuhan air bersih, diantaranya yang ditetapkan oleh WHO, Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimum Bidang Pekerjaan Umum, sertakriteria perencanaan bidang keciptakaryaan, Ditjen Cipta Karya, Kementerian PU Tahun Tabel berikut menunjukkan standar kebutuhan air bersih menurut Ditjen Cipta Karya, kementerian PU, Tabel 4-15 : Standar Kebutuhan Air Bersih Kategori Kota Jumlah Penduduk (Jiwa) Kebutuhan Air Bersih (Liter/Orang/Hari) Metropolitan > Besar Sedang Kecil Desa Sumber : Standar Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum, 1996 Sesuai dengan kualitas pelayanan bertaraf internasional sebagaimana yang dituju di kawasan reklamasi Pantura DKI Jakarta, maka standar yang digunakan akan melampaui standar metropolitan sebagaimana ditunjukkan oleh tabel di atas. Dengan mempertimbangkan jenis kegiatan yang akan 4-93

224 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN berlangsung di kawasan reklamasi Pantura Jakarta, maka standar kebutuhan air bersih diasumsikan sebagai berikut : a. Kebutuhan air bersih penduduk penghuni sebesar 300 liter/orang per hari. b. Kebutuhan penduduk komuter sebesar 100 liter/orang/hari. c. Efisiensi sebesar 5% dari total kebutuhan air bersih. Berdasarkan proyeksi penduduk yang berdiam di kawasan reklamasi Pantura Jakarta pada akhir tahun perencanaan sebesar jiwa dan penduduk komuter sebesar jiwa, maka kebutuhan air bersih diperhitungkan sebagai berikut : Tabel 4-16 : Kebutuhan Air Bersih di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Tahun 2030 Standar Jumlah Kebutuhan Sumber Kebutuhan Jumlah Kebutuhan (Liter/Orang/ (Liter/Hari) Hari) Penduduk Penghuni Jiwa Penduduk Komuter Jiwa Jumlah Kebutuhan Efisiensi 5% Total Kebutuhan Air Bersih Sumber: Analisis, 2013 Kebutuhan air bersih di kawasan reklamasi Pantura Jakarta pada tahun 2030 diprediksikan sebesar liter/hari atau setara dengan liter/detik. Dengan anggapan air baku yang dibutuhkan adalah 5% lebih besar dari air bersih yang diproduksi, maka air baku yang dibutuhkan adalah sekitar liter/detik. b. Distribusi Kebutuhan Air Bersih Sebagaimana prediksi kebutuhan air bersih agregatif untuk seluruh kawasan reklamasi Pantura Jakarta, kebutuhan air bersih di setiap pulau reklamasi juga diprediksikan berdasarkan : - Jumlah penduduk yang direncanakan berdiam di setiap pulau. - Distribusi penduduk komuter di setiap pulau yang sekaligus merepresentasikan intensitas kegiatan pada masing-masing pulau. - Efisiensi sistem pengolahan dan distribusi air bersih dengan anggapan pengolahan air dilakukan di setiap pulau. Standar kebutuhan air bersih penduduk penghuni diasumsikan sebesar 300 liter/orang/hari, penduduk komuter sebesar 100 liter/orang/hari, dan 4-94

225 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN efisiensi sebesar 5% dari total kebutuhan air bersih. Tabel berikut menunjukkan distribusi kebutuhan air bersih untuk setiap pulau. Pulau Tabel 4-17 : Distribusi Kebutuhan Air Bersih di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Menurut Pulau Tahun 2030 Jumlah Penduduk Penghuni (Jiwa) Kebutuhan Air Bersih Penghuni (Lt/Hari) Jumlah Penduduk Komuter (Jiwa) Kebutuhan Air Bersih Komuter (Lt/Hari) Jumlah Kebutuhan Air Bersih (Lt/Hari) Jumlah Kebutuhan dengan Efisiensi Lt/Hari Lt/Detik A B C D E F G H I J K L M N O P Q Jumlah Sumber: Hasil Analisis, 2013 c. Sumber Air Baku KebutuhanAir Baku (Lt/Detik) Air baku untuk penyediaan air bersih di kawasan reklamasi Pantura Jakarta secara teroretik dapat bersumber dari air limbah yang diolah kembali, air laut, dan air hujan. Jika timbulan air limbah akan dimanfaatkan kembali untuk penyediaan air bersih, maka proporsi air baku yang berasal dari air limbah relatif cukup besar dengan asumsi lebih dari 80% air bersih yang digunakan akan didaur ulang dan menjadi air baku air bersih. Air laut akanmenunjang jumlah air baku yang dibutuhkan untuk penyediaan air bersih. Sedang air hujan yang dialirkan melalui saluran drainase dan ditampung di kolam penampungan relatif tidak mencukupi untuk menunjang pengadaan air baku karena terbatasnya daerah tangkapan air dan fluktuasi perbedaan intensitas curah hujan yang cukup nyata antara bulan-bulan basah dengan bulan-bulan kering di DKI Jakarta. 4-95

226 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Air Hujan Pada prinsipnya air hujan dapat ditampung, diolah, dan dimanfaatkan sebagai air bersih. Air hujan dari seluruh daerah tangkapan air (catchment area) dialirkan melalui saluran drainase dan ditampung dalam kolam penampungan sebelum dialirkan ke laut. Pemanfaatan air hujan sebagai air baku penyediaan air bersih terpadu mensyaratkan volume tangkapan air hujan yang memadai yang merupakan fungsi dari luas daerah tangkapan air, intensitas curah hujan, tutupan lahan (land cover), dan evaporasi. Hubungan tersebut dapat direpresentasikan oleh persamaan berikut : Volume = {Luas tangkapan x Curah hujan x Koefisien limpasan} - Evaporasi Intensitas curah hujan bulanan rata-rata di DKI Jakarta yang tercatat antara tahun menunjukkan fluktuasi yang nyata antara bulan-bulan basah dengan bulan-bulan kering sebagaimana ditunjukkan oleh tabel berikut. Pada periode tersebut antara bulan Juni September curah hujan bulanan relatif rendah dengan intensitas terendah tercatat pada bulan Agustus. Evaporasi bulanan rata-rata menunjukkan intensitas relatif stabil. Tabel 4-18 : Curah Hujan dan Evaporasi Bulanan Rata-Rata di DKI Jakarta Tahun Bulan Curah Hujan Rata-rata Evaporasi Rata-rata (mm) (mm) Januari 295, Februari 352, Maret 217, April 149, Mei 120, Juni 79, Juli 57, Agustus 33, September 79, Oktober 108, November 137, Desember Sumber: BPS DKI Jakarta, Guna memperoleh gambaran agregatif tentang potensi air hujan yang dapat ditampung dan dimanfaatkan sebagai air baku air bersih, dilakukan penghitungan volume air hujan yang dapat ditampung sepanjang tahun dengan menggunakan asumsi besaran koefisien limpasan rata-rata adalah 0,8 yang merepresentasikan karakteristiktutupan lahan secara keseluruhan. Oleh karena evaporasi bulanan rata-rata relatif stabil, maka pada bulanbulan kering terjadi defisit presipitasi yang dapat ditampung. Penghitungan 4-96

227 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN potensi volume air hujan sebagai sumber air bersih di kawasan reklamasi Pantura Jakarta menunjukkan bahwa antara bulan April hingga November terjadi defisit sebagaimana ditunjukkan oleh tabel berikut. Tabel 4-19 : Potensi Volume Air Hujan di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Bulan Volume (m 3 ) Evaporasi Surplus/Defisit Januari 8,269,868,000 4,396,875 3,872,993 Februari 9,862,726,000 4,221,000 5,641,726 Maret 6,093,210,000 5,276, ,960 April 4,171,460,000 5,100,375 -(928,915) Mei 3,358,866,000 4,924,500 -(1,565,634) Juni 2,229,815,000 4,572,750 -(2,342,935) Juli 1,613,686,000 4,924,500 -(3,310,814) Agustus 931,654,000 5,628,000 -(4,696,346) September 2,230,436,000 5,979,750 -(3,749,314) Oktober 3,024,068,000 6,155,625 -(3,131,557) November 3,837,283,000 5,276,250 -(1,438,967) Desember 7,117,501,000 4,748,625 2,368,876 Total 52,740,574,000 Sumber: Hasil Analisis, 2013 Dari perhitungan di atas disimpulkan bahwa pemanfaatan air hujan sebagai air baku air bersih tidak signifikan karena potensi yang ada dibutuhkan untuk menjaga ketersediaan air dalam kolam penampungan air. Pengolahan Air Limbah Air limbah mencatat proporsi yang terbesar sebagai sumber air baku penyediaan air bersih, oleh karena sekitar 80% dari penggunaan air bersih akan menjadi air limbah. Dengan total penggunaan air bersih sebesar liter/detik, maka air limbah yang dapat dimanfaatkan kembali adalah : Potensi air limbah : 80% x penggunaan air bersih : 80% x liter/detik : liter/detik Dengan mengasumsikan seluruh potensi air limbah akan diolah dan dimanfaatkan untuk penyediaan air bersih, maka tersedia air baku sekitar liter/detik.distribusi ketersediaan air baku bersumber dari air limbah di setiap pulau tertera pada tabel berikut. 4-97

228 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Tabel 4-20 : Potensi Air Limbah sebagai Sumber Air Bersih di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Menurut Pulau Tahun 2030 Pulau Kebutuhan Air Baku (Lt/Detik) Potensi Air Baku dari Air Limbah(Lt/Detik) A 34 25,6 B ,4 C ,6 D ,8 E ,4 F ,0 G ,0 H 34 25,6 I ,6 J ,8 K ,4 L ,2 M ,0 N ,6 O 72 54,4 P ,2 Q 73 55,2 Total Sumber: Hasil Analisis, 2013 Dengan tersedianya air baku yang bersumber dari pengolahan air limbah sebesar liter/detik, maka kebutuhan air baku sebesar liter/detik membutuhkan tambahan sebesar liter/detik yang diharapkan bersumber dari air laut. Desalinasi Air Laut Sumber air baku lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk penyediaan air bersih adalah air laut. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih di seluruh kawasan reklamasi Pantura Jakarta, maka air laut yang dibutuhkan adalah sebesar liter/detik. Dengan mempertimbangkan bahwa kekurangan air baku untuk penyediaan air bersih, maka distribusi kebutuhan air baku dari air laut adalah sebagai berikut : Tabel 4-21 : Kebutuhan Air Laut Sebagai untuk Penyediaan Air Bersih di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Menurut Pulau Tahun 2030 Pulau Kebutuhan Air Baku (Lt/Detik) Kebutuhan Air Laut (Lt/Detik) A 34 8,4 B ,6 C ,4 4-98

229 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Pulau Kebutuhan Air Baku (Lt/Detik) Kebutuhan Air Laut (Lt/Detik) D ,2 E ,6 F ,0 G ,0 H 34 8,4 I ,4 J ,2 K ,6 L ,8 M ,0 N ,4 O 72 17,6 P ,8 Q 73 17,8 TOTAL Sumber: Hasil Analisis, 2013 d. Prospek Penyediaan Air Bersih Sebagaimana dijelaskan pada bagian terdahulu, penyediaan air bersih di kawasan reklamasi Pantura Jakarta memanfaatkan air baku dari pengolahan air limbah dan air laut. Skema pemanfaatan air baku untuk penyediaan air bersih adalah sebagai berikut : Gambar 4-83 : Skema Pemanfaatan Air Baku Penyediaan Air Bersih di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Sumber: Hasil Analisis,

230 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Pemanfaatan kembali air limbah untuk penyediaan air bersih dilakukan melalui pengolahan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (Sewage Treatment Plant) dengan pengolahan berjenjang untuk menghilangkan pencemar fisik, kimiawi organik dan anorganik, dan mikrobiologi. Sistem pengolahan disesuaikan dengan kapasitas dan efisiensi yang perlu dilakukan, namun wajib memenuhi baku mutu efluen sesuai kebutuhan air baku air bersih sebagaimana diatur melalui PerGub DKI Jakarta No. 122 Tahun 2005 dan PerMen Kesehatan No. 416/MENKES/PER/IX/1990. Pemanfaatan air laut sebagai air baku air bersih dilakukan melalui pengolahan dengan sistem Reverse Osmosis (RO). Sistem RO dilengkapi cara pengolahan bertahap melalui pre treatment; reverse osmosis; dan energy recovery unit sebagai berikut : - Pre treatment menggunakan membran ultrafiltrasi dilakukan untuk menurunkan padatan (non-ionik), bakteri, virus, parasite, koloid, dan organik. Hasil pre treatment ditampung sebagai umpan reverse osmosis. - Membrane reverse osmosis dengan proses filtrasi untuk merejeksi komponen divalen dan sebagian besar komponen monovalen. Melalui proses ini akan dihasilkan air tawar dengan kualitas baik. - Konsentrat RO dialirkan ke dalam energy recovery unit untukdimanfaatkan kembali sebagai sumber energi proses desalinasi. Penyediaan air bersih yang dilakukan melalui pengolahan di atas diharapkan secara bertahap mampu menghasilkan air minum dengan kualitas sebagaimana diatur oleh PerMen Kesehatan No. 492/Menkes/Per/IV/ Kebutuhan Pengelolaan Air Limbah Rencana sistem pengelolaan limbah terdiri atas limbah domestik dan limbah industri. Air limbah domestik sebagaimana kebijakan zero waste waterdimanfaatkan kembali untuk penyediaan air bersih. Sedang limbah cair dari industri diolah dan dikelola sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku. a. Limbah Domestik Pada garis besarnya pengolahan air limbah dilakukan pada IPAL (STP) yang mengolah air limbah secara bertahap dengan prinsip sebagai berikut : 4-100

231 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN - Pengolahan awal (pre treatment)untuk menghilangkan padatan tersuspensi, material kasar, dan minyak dan lemak oleh unit bar screendangrease trap. - Pengolahan sekunder untuk homogenisasiair limbah (equalizing basin); - Pemrosesananonik untuk mereduksi pencemar amonia dan COD serta pemrosesan anaerobik untuk mereduksi BOD, kandungan organik, dan zat pencemar lain; - Penanganan lumpur (sludge) yaitu mengolah lumpur yang dihasilkan dalam proses pengolahan melalui penggunaan lumpur aktif dan penampungan secara khusus untuk dimanfaatkan kembali. Oleh karena hasil pengolahan air limbah akan dimanfaatkan kembali sebagai air baku air bersih, maka efluen pengolahan limbah minimal harus memenuhi baku mutu menurut Pergub DKI Jakarta No. 122 Tahun 2005 atau disesuaikan jika terjadi perubahan, terutama untuk parameter berikut : Tabel 4-22 : Baku Mutu Air Limbah Domestik Parameter Satuan Individual (Rumah Tangga) Komunal ph KMnO4 Mg/liter TSS Mg/liter Amoniak Mg/liter Minyak & Lemak Mg/liter Senyawa Biru Metilen Mg/liter 2 2 COD Mg/liter BOD Mg/liter Sumber: Pergub DKI Jakarta No. 122 Tahun 2005 Namun untuk kebutuhan pemanfaatan kembali sebagai air bersih, konsentrasi BOD yang dihasilkan oleh STP diharapkan mencapai 20 mg/liter. b. Limbah Industri Limbah cair yang dihasilkan oleh kegiatan industri di kawasan reklamasi Pantura Jakarta diolah dalam IPAL industri terpusat hingga efluen yang dihasilkan memenuhi baku mutu yang berlaku untuk kawasan industri. Saat ini baku mutu mengacu pada PerMen Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 1998 tentang Baku mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri. Sistem pengolahan 4-101

232 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN limbah cair secara teknis direncanakan oleh pengelola kawasan industri, namun pada prinsipnya pengolahan dilakukan secara terpusat Kebutuhan Pengelolaan Sampah Timbulan sampah di kawasan reklamasi Pantura Jakarta mencakup sampah domestik dan sampah industri. Penanganan timbulan sampah domestik meliputi proses pemilahan; pengumpulan; pengangkutan; pengolahan; dan pemrosesan akhir sampah. Berdasarkan SNI 3242:2008 dan justifikasi dari SNI tentang timbulan sampah di permukiman kota besar sebesar 2 2,5 liter/orang/hari atau setara dengan 0,4 0,5 kg/orang/hari, timbulan sampah di kawasan reklamasi Pantura Jakarta diasumsikan sebesar 3 liter/orang/hari atau setara dengan 0,44 kg/orang/hari. Jika penduduk penghuni dan penduduk komuter yang merepresentasikan intensitas kegiatan dianggap menghasilkan timbulan sampah sama besar dengan faktor kepadatan sebesar 80% dan faktor keserempakan sebesar 70%, maka timbulan sampah di kawasan reklamasi Pantura Jakarta diprakirakan sebagai berikut. Jumlah penduduk penghuni dan komuter : jiwa Satuan timbulan sampah : 3 liter/orang/hari : 0,44 kg/org/hari Timbulan sampah : ( x 0,8) x 0,7 x 3 liter/hari : liter/hari : kg/hari : 418 ton/hari Dengan asumsi yang sama, distribusi timbulan sampah di setiap pulau diterakan dalam tabel berikut. Tabel 4-23 : Timbulan Sampah di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Menurut Pulau Pulau Jumlah Penduduk Penghuni dan Komuter (Jiwa) Timbulan Sampah (Liter/Hari) Timbulan Sampah (Kg/Hari) A B C D E F G H I

233 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Pulau Jumlah Penduduk Penghuni dan Komuter (Jiwa) Timbulan Sampah (Liter/Hari) Timbulan Sampah (Kg/Hari) J K L M N O P Q Total Sumber: Hasil Analisis, 2013 Sesuai dengan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah serta kebijakan pengembangan kawasan reklamasi Pantura Jakarta sesuai Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 tahun 2012, pengelolaan sampah dilakukan melalui prinsip 3R (reduce, reuse, dan recycle) tanpa membebani wilayah lainnya di DKI Jakarta. Sesuai dengan prinsip dan kebijakan tersebut, maka penanganan timbulan sampah tidak dilakukan melalui penimbunan (open dumping).pengelolaan sampah dimulai sejak sumber, sehingga pemilahan sampah perlu dilakukan pada sumber-sumber penghasil secara terencana hingga tempat pengolahan akhir. Hal ini terutama mempertimbangkan bahwa lebih dari setengah timbulan sampah merupakan sampah organik yang mudah membusuk dan membutuhkan penanganan segera. Sampah dipilah menurut sampah organik, sampah anorganik, dan limbah B3. Sampah terpilah dikelola menurut zona pengumpulan yang dilengkapi fasilitas tempat penampungan sampah sementara (TPS) dan secara terencana dan terjadwal diangkut menuju tempat pemrosesan akhir. Melalui pemilahan sejak sumber, maka sampah organik dan anorganik yang dapat didaur ulang di TPS minimal sekitar 10%. Sedang sisanya akan diangkut ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) yang dibangun di setiap pulau atau lebih dari satu pulau yang berdekatan. TPST akan berfungsi melakukan proses daur ulang sisa sampah organik dan anorganik yang tidak dapat diproses di TPS; proses insinerasi, dan pengumpulan untuk dikelola lanjut oleh pihak ketiga, termasuk limbah B3. Limbah B3 padat, seperti lampu neon bekas, tinta dan cartridge, bekas kemasan pestisida, obat-obatan kadaluarsa, bekas kemasan bahan kimia, limbah elektronik, dan lainnya yang dipilah sejak sumber pengahsil dikumpulkan dan ditampung di TPST untuk dikelola oleh pihak ketiga yang memiliki ijin. Sampah industri ditangani secara khusus sesuai dengan jenis sampah yang 4-103

234 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN dihasilkan dan dikelola oleh masing-masing kawasan industri. Skema berikut menunjukkan proses penanganan sampah di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta. Gambar 4-84 : Diagram Sistem Pengelolaan Sampah Kawasan Reklamasi Sumber: Hasil Analisis, Prasarana Kelistrikan Kebutuhan energi listrik di kawasan reklamasi Pantura Jakarta diprediksikan berdasarkan luasan lahan (nett area) yang akan dipasok disesuaikan dengan rencana KLB rata-rata. Dengan asumsi kebutuhan listrik adalah 50 VA/m 2 dan demand factor adalah 0,9, maka kebutuhan listrik di kawasan reklamasi Pantura Jakarta adalah: a. Luas lahan bersih (per pulau) = luas pulau yang diukur berdasarkan LWS luas sempadan pantai b. Kebutuhan listrik = luas (a) x 50 VA/m 2 c. Demand factor = 0,9 Distribusi kebutuhan energi listrik di setiap pulau adalah sebagai berikut

235 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Tabel 4-24 : Kebutuhan Listrik di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Menurut Pulau (MVA) Pulau Luas Pulau (m2) Luas Sempadan Pantai (m2) Luas Lahan Bersih (m2) Kebutuhan listrik ratarata (MVA) A ,96 B ,62 C ,48 D ,35 E ,74 F ,56 G ,10 H ,80 I ,15 J ,86 K ,12 L ,51 M ,20 N ,95 O ,42 P ,22 Q ,42 TOTAL ,46 Sumber: Hasil Analisis, 2013 Setiap pulau memiliki sempadan pantai 50 m untuk pantai yang menghadap ke laut lepas (utara) dan 30 m untuk pantai yang menghadap sisi pulau reklamasi lain dan daratan Jakarta (barat, timur, selatan). Sempadan pantai Pulau N bernilai 0 karena pulau tersebut berfungsi sebagai pelabuhan dan pola ruangnya akan ditentukan secara lebih rinci dalam rencana kawasan pelabuhan oleh PT PELNI. Berdasarkan perhitungan di atas, didapatkan kebutuhan listrik total di Kawasan Reklamasi Pantura adalah sebesar 2146,46 MVA Prasarana Telekomunikasi Prasarana telekomunikasi dikawasan reklamasi Pantura Jakarta akan dipasok oleh PT Telkom dan operator telekomunikasi nirkabel. Kebutuhan sambungan telpon diprediksikan sebagai berikut : a. Luas lahan bersih (per pulau) = luas pulau yang diukur berdasarkan LWS luas sempadan pantai b. Standar sambungan telpon (sst) = 1 sst/100 m 2 Distribusi kebutuhan sambungan telpon di setiap pulau adalah sebagai berikut

236 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Tabel 4-25 : Kebutuhan Sambungan Telpon di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Menurut Pulau (sst) Pulau Luas Pulau (m2) Luas Sempadan Pantai (m2) Luas Lahan Bersih (m2) Kebutuhan Sambungan Telpon A B C D E F G H I J K L M N O P Q TOTAL Sumber: Hasil Analisis, 2013 Setiap pulau memiliki sempadan pantai 50 m untuk pantai yang menghadap ke laut lepas (utara) dan 30 m untuk pantai yang menghadap sisi pulau reklamasi lain dan daratan Jakarta (barat, timur, selatan). Sempadan pantai Pulau N bernilai 0 karena pulau tersebut berfungsi sebagai pelabuhan dan pola ruangnya akan ditentukan secara lebih rinci dalam rencana kawasan pelabuhan oleh PT PELNI. Berdasarkan perhitungan di atas, didapatkan kebutuhan sambungan telpon di Kawasan Reklamasi Pantura adalah sebesar sst. 4.6 Analisis Kawasan Pantai Lama (Revitalisasi) Analisis kawasan pantai lama atau revitalisasi daratan Jakarta akan dijelaskan melalui persoalan daratan sebagai latar belakang dilakukannya revitalisasi, serta kependudukan dan permukiman yang ditelusuri secara lebih detail hingga tingkat kelurahan

237 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Persoalan Daratan Pantura Jakarta Gambar 4-85: Isu Revitalisasi dari Sudut Padang Sosial Ekonomi Revitalisasi dilakukan dengan latar belakang persoalan di Jakarta Utara yang dapat ditinjau dari aspek sosial ekonomi dan fisik lingkungan. Persoalan dari aspek sosial ekonomi adalah kemiskinan yang dipengaruhi oleh faktor budaya, ekonomi, dan alam. Kemiskinan di Jakarta Utara dapat dilihat dari banyaknya permukiman kumuh di pesisir Jakarta Utara. Persoalan dari aspek fisik lingkungan berupa banjir rob. Terjadinya banjir rob di Jakarta Utara dipengaruhi oleh kondisi Jakarta Utara yang memiliki kemiringan tanah ± 0-2% dan memiliki ketinggian rata-rata 0-2 meter di atas permukaan laut, bahkan terdapat wilayah yang memiliki ketinggian 1 meter di bawah permukaan laut. Penurunan muka tanah di sepanjang pesisir Pantai Utara Jakarta menyebabkan abrasi yang turut mempengaruhi terjadinya banjir rob. Banjir rob yang menimpa Provinsi DKI pada tahun 2007 menggenangi daerah Pluit dan merusak permukiman rakyat. Selain itu, kegiatan masyarakat setempat khususnya yang berprofesi sebagai buruh pabrik dan nelayan juga terganggu akibat masyarakat yang tidak bisa keluar untuk beraktivitas akibat jalan terendam banjir rob. Selain menggenangi perumahan, banjir juga merusak pasar ikan yang terdapat di daerah Pluit. Ketinggian genangan air di Pasar Ikan mencapai lebih dari 2 meter. Dampak banjir rob tersebut yang dirasakan cukup signifikan sehingga membutuhkan penanggulangan yang tepat guna. Selain menimbulkan kerugian dengan rusaknya bangunan, bencana ini juga menurunkan harga lahan daerah setempat. Wilayah Jakarta Utara sendiri sebagian besar merupakah hasil dari pengerukan rawa-rawa dan lapisan tanah yang membentuk Jakarta Utara berasal dari zaman Ploitocene. Lapisan tanah tersebut bersifat tidak kompak namun permeable sehingga air tanahnya terpengaruh oleh air laut. Hal tersebut membuat air tanah di Kawasan Pesisir Jakarta Utara bersifat asin

238 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Penggunaan lahan di Jakarta Utara bervariasi dengan guna lahan utama terdiri dari kawasan permukiman (47,58%), areal industri dan pergudangan (15,78%), perkantoran dan perdagangan (8,89%), serta lahan pertanian, lahan kosong, dan sebagainya. Lingkup kawasan revitalisasi Jakarta Utara meliputi kecamatan di Jakarta Utara yang memiliki kawasan pesisir yaitu Kecamatan Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja, dan Kecamatan Cilincing. Gambaran umum kelima kecamatan tersebut yang ditinjau dari kependudukan dan permukiman dapat dilihat pada subbab berikut Kependudukan Kepadatan penduduk di Kecamatan-kecamatan daratan Pantura Jakarta secara umum cukup beragam pada tiap kelurahan. Beberapa Kelurahan memiliki tingkat kepadatan yang sangat rendah, namun beberapa lainnya memiliki kepadatan yang sangat tinggi. Pada laporan ini, standar kepadatan penduduk yang digunakan ialah berdasarkan SNI tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan. Tabel 4-26: Standar Kepadatan Penduduk Klasifikasi Kepadatan Kawasan Rendah Sedang Tinggi Sangat Padat Kepadatan <150 jiwa/ha >400 jiwa/ha Penduduk jiwa/ha jiwa/ha Sumber: SNI tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan Berdasarkan angka kepadatan penduduk, maka untuk kelurahan-kelurahan yang memiliki kepadatan tinggi dan kepadatan sangat tinggi dibutuhkan pengembangan perumahan dan perbaikan lingkungan agar dapat diwujudkan permukiman yang lebih nyaman. Kecamatan Koja Tabel 4-27: Kepadatan Penduduk Kecamatan Koja Kelurahan Luas (ha) Jumlah Penduduk Kepadatan(jiwa/ha) Rawabadak Selatan , Tugu Selatan , Tugu Utara , Lagoa , Rawabadak Utara , Koja , TOTAL 1, , Sumber: Jakarta Dalam Angka,

239 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Kecamatan Koja secara rata-rata termasuk ke dalam kecamatan dengan golongan kepadatan yang tinggi, yaitu 239 jiwa/ha. Dari enam kelurahan dalam Kecamatan Koja, dua diantaranya termasuk golongan sangat padat, yaitu kelurahan Rawabadak Selata dan Kelurahan Lagoa dengan kepadatan diatas 400 jiwa/ha. Kecamatan Cilincing Tabel 4-28: Kepadatan Penduduk Kecamatan Cilincing Kelurahan Luas (ha) Jumlah Penduduk Kepadatan(jiwa/ha) Sukapura , Rorotan , Marunda , Cilincing , Semper Timur , Semper Barat , Kalibaru , Total , Sumber: Jakarta Dalam Angka, 2012 Kecamatan Cilincing secara rata-rata termasuk ke dalam kecamatan dengan golongan kepadatan yang rendah, yaitu 105 jiwa/ha. Dari tujuh kelurahan di Kecamatan Cilincing, terdapat dua kelurahan dengan kepadatan tinggi, yaitu Kelurahan Kalibaru dengan kepadatan 355 jiwa/ha, dan Kelurahan Semper Barat yang termasuk golongan kepadatan sangat tinggi dengan kepadatan 520 jiwa/ha. Kecamatan Penjaringan Tabel 4-29: Kepadatan Penduduk Kecamatan Penjaringan Kelurahan Luas (ha) Jumlah Penduduk Kepadatan(jiwa/ha) Kamal Muara , KapukMuara , Pejagalan , Penjaringan , Pluit , TOTAL Sumber: Jakarta Dalam Angka, 2012 Kecamatan Penjaringan secara rata-rata termasuk ke dalam kecamatan dengan golongan kepadatan yang rendah, yaitu 82 jiwa/ha. Dari lima kelurahan di Kecamatan Penjaringan, kepadatan penduduk di tiap kelurahan tidaklah merata. Meskipun secara rata-rata termasuk kepadatan rendah, namun terdapat dua kelurahan yang memiliki kepadatan tinggi, yaitu Kelurahan Pejagalan dan Kelurahan Penjaringan dengan kepadatan 276 jiwa/ha. Sedangkan untuk tiga kelurahan lainnya hanya memiliki kepadatan jiwa/ha. Perbedaaan kepadatan penduduk yang cukup signifikan antar 4-109

240 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN kelurahan juga mengindikasikan adanya ketimpangan atau kesenjangan dalam lingkungan di Kecamatan Penjaringan. Kecamatan Pademangan Tabel 4-30: Kepadatan Penduduk Kecamatan Pademangan Kelurahan Luas (ha) Jumlah Penduduk Kepadatan(jiwa/ha) Pademangan Barat , PademanganTimur , Ancol , total , Sumber: Jakarta Dalam Angka, 2012 Kecamatan Pademangan secara rata-rata termasuk ke dalam kecamatan dengan golongan kepadatan yang sedang, yaitu 164 jiwa/ha. Kecamatan Tanjung Priok (2010) Tabel 4-31: Kepadatan Penduduk Kecamatan Tanjung Priok Kelurahan Luas (ha) Jumlah Penduduk Kepadatan(jiwa/ha) Sunter Agung Sunter Jaya Papango Warakas Sungai Bambu Kebon Bawang Tanjung Priok TOTAL Kecamatan Tanjung Priok secara rata-rata termasuk ke dalam kecamatan dengan golongan kepadatan yang rendah, yaitu 150 jiwa/ha. Dari tujuh kelurahan di Kecamatan Tanjung Priok, terdapat dua kelurahan dengan kepadatan tinggi, yaitu Kelurahan Kebon Bawang dengan kepadatan 292 jiwa/ha, dan Kelurahan Warakas yang termasuk golongan kepadatan sangat tinggi dengan kepadatan 442 jiwa/ha Permukiman Kondisi permukiman di Kecamatan-kecamatan di Daratan Pantura Jakarta terdiri atas rumah yang sudah permanen, rumah semipermanen, dan rumah sementara. Pada tiap kecamatan, jumlah rumah semipermanen masih cukup besar yaitu 30-46% dari total jumlah rumah yang ada. Kondisi ini memerlukan perhatian yang besar dalam penyediaan perumahan yang lebih layak untuk masyarakat, khususnya di kelurahankelurahan yang masih memiliki rumah semipermanen dengan jumlah yang cukup besar

241 BAB 4 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH PERENCANAAN Kecamatan Koja Tabel 4-32 : Kondisi Permukiman di Kecamatan Koja Kelurahan Permanen Semipermanen Sementara Jumlah Rawabadak Selatan 56.7% 37.9% 5.5% 100% Tugu Selatan 60.9% 34.0% 5.1% 100% Tugu Utara 62.3% 32.6% 5.2% 100% Lagoa 54.5% 40.8% 4.7% 100% Rawabadak Utara 56.7% 41.7% 1.6% 100% Koja 57.7% 40.3% 2.0% 100% Kecamatan Cilincing Tabel 4-33 : Kondisi Permukiman di Kecamatan Cilincing Kelurahan Permanen Semipermanen Sementara Jumlah Sukapura 61.0% 26.3% 12.7% 100% Rorotan 48.4% 31.6% 20.0% 100% Marunda 36.1% 31.0% 32.9% 100% Cilincing 42.9% 34.3% 22.8% 100% Semper Timur 41.2% 38.6% 20.2% 100% Semper Barat 37.7% 33.9% 28.4% 100% Kalibaru 34.3% 33.3% 32.3% 100% Kecamatan Penjaringan Tabel 4-34 : Kondisi Permukiman di Kecamatan Penjaringan Kelurahan Permanen Semipermanen Sementara Jumlah Kamal Muara 63.90% 29.9% 6.2% 100% KapukMuara 81.58% 16.65% 1.77% 100% Pejagalan 94.92% 4.3% 0.78% 100% Penjaringan 53.03% 32.31% 14.66% 100% Pluit 93.31% 6.69% 0% 100% Kecamatan Pademangan Tabel 4-35: Kondisi Permukiman di Kecamatan Pademangan Kelurahan Permanen Semipermanen Sementara Jumlah Pademangan Barat 78.24% 16.64% 5.12% 100% PademanganTimur 83.79% 12.94% 3.27% 100% Ancol 46.86% 46.88% 6.26% 100% 4-111

242 BAB 5 TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA Bab ini berisi tujuan penataan ruang, kebijakan penataan ruang, dan strategi penataan ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta. 5.1 Tujuan Penataan Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta Tujuan penataan ruang Kawasan Reklamasi KSP Pantura Jakarta dirumuskan berdasarkan visi Kawasan Strategis Pantura itu sendiri. Visi pengembangan Kawasan Strategis Pantura DKI Jakarta adalah Sustainable Green City Pantura Jakarta atau Kota Hijau Pantura yang Berkelanjutan. Pengertian kota hijau yang berkelanjutan tersebut adalah kota yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan secara efektif dan efisien sumberdaya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, mensinergikan lingkungan alami dan buatan, berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ( Kota hijau dalam konteks pembangunan berkelanjutan dapat digambarkan pada Gambar 5.1 berikut ini : Gambar 5-1 Green City untuk Pembangunan Berlanjutan. Green City dibentuk oleh tiga komponen, yaitu Green Community, Green Environment, dan Green Economy. Ketiga komponen tersebut dihubungkan oleh Green Infrastructure. Green Community merupakan hal yang pertama dibentuk dalam mewujudkan Green City berupa upaya peningkatan partisipasi aktif masyarakat atau komunitas dan institusi swasta dalam perwujudan kota hijau.

243 BAB 5 TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA Green Environment merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan melalui berbagai macam strategi untuk mewujudkan kota hijau. Green Economy merupakan kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi bersih dalam mewujudkan kota hijau. Untuk mewujudkan visi Kawasan Strategis Pantura Jakarta sebagai kota hijau Pantura yang berkelanjutan, maka arahan penataan ruang wilayah kawasan tersebut akan ditujukan dengan konsep : a. Eco2 City. b. Waterfront City. c. Self-Sufficient City. d. Resilient City. e. Zero-Waste City. f. Green Infrastructure. g. Green Design. h. Green Building. Melalui konsep-konsep tersebut, pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta diharapkan dapat dijadikan sebagai role model dalam pengembangan kawasan reklamasi di Indonesia. Pengembangan Kawasan Pantura Jakarta dilatarbelakangi oleh tingginya kebutuhan masyarakat terhadap sumber daya ruang yang pada saat ini sudah mulai terbatas. Dengan pengembangan Kawasan Pantura Jakarta diharapkan dapat meningkatkan manfaat sumber daya lahan dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi. Berdasarkan RTRW DKI Jakarta 2030, pengembangan kawasan strategis pantura jakarta salah satunya diarahkan untuk menjadi pusat kegiatan primer dengan kegiatan berskala internasional. Selain itu, pengembangan kawasan ini diharapkan dapat menjadi ikon baru Jakarta dengan berbasiskan pengambangan water front city yang bersifat mandiri sebagai solusi untuk mengakomodasi berbagai kepentingan, antara lain lingkungan hidup, ekonomi dan sosial bagi semua para pemangku kepentingan yang terlibat di Pantura Jakarta. Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta juga diharapkan akan menjadi acuan bagi semua perencanaan di kawasan Pantura Jakarta. Tujuan dalam pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta diantaranya adalah sebagai berikut: a. terciptanya Kawasan Strategis Pantura Jakarta sebagai pusat kegiatan primer baru dalam rangka mendorong pengembangan kota ke arah utara. 5-2

244 BAB 5 TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA b. terciptanya Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang berfungsi sebagai pusat niaga baru di bidang perdagangan, jasa, MICE (meetings, incentives, conferences, and exhibitions), dan lembaga keuangan berskala internasional; c. terciptanya Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang pengembangannya berorientasi pada konsep water front city dengan fokus pada penyediaan fasilitas ruang publik berkualitas prima; d. terwujudnya pembangunan dan pengembangan Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta yang bersifat mandiri dan tidak membebani permasalahan daratan DKI Jakarta; e. terwujudnya revitalisasi daratan pantai utara Jakarta dan pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang memperhatikan kualitas lingkungan; f. terciptanya sistem pengelolaan Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang terintegrasi dan berkelanjutan. 5.2 Kebijakan dan Strategi Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta Berdasarkan tujuan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura, maka dirumuskan kebijakan dan strategi sebagai turunannya dan sebagai acuan bagi implementasi pelaksanaan penyelenggaraan reklamasi pantura. Kebijakan dan strategi ini masing-masing diturunkan dari tiap tujuan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura sebagai penjabarann untuk dapat mencapai tujuan tersebut Kebijakan dan Strategi Pengembangan Pusat Niaga Baru Tujuan untuk mengembangkan pusat niaga baru skala international ialah sebagai terjemahan dari arahan pengembangan Kawasan Strategis Pantura dalam RTRW DKI Jakarta. Kawasan Strategis Pantura, khususnya pada Sub Kawasan Tengah diharapkan dapat menngembangkan kegiatan-kegiatan tersier yang dapat mendorong perekonomian global di DKI Jakarta. Tujuan ini diterjemahkan ke dalam satu kebijakan, yaitu : Pengembangan pusat niaga baru skala internasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di utara Jakarta. Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam tiga strategi, yaitu : 5-3

245 BAB 5 TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA a. membangun pusat kegiatan primer sebagai pusat kegiatan perkantoran, perumahan vertikal, pusat perbelanjaan, dan pelayanan dasar di Pulau J dan Pulau L; b. membangun sarana MICE berkualitas prima di Pulau J, Pulau L dan Pulau M yang menjadi tengara DKI Jakarta yang baru sebagai Global City, beserta fasilitas pendukungnya di pulau-pulau lainnya; c. membangun akses jalan raya dan rel langsung dari dan menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta Kebijakan dan Strategi Pengembangan Konsep Water Front City Tujuan untuk menciptakan Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang berorientasi pada konsep water front city dengan fokus pada penyediaan fasilitas ruang publik dimaksudkan untuk menjadikan kawasan reklamasi di pantura jakarta dapat menjadi wajah baru dan ikon di DKI Jakarta. Dengan pengembangan pusat niaga baru skala internasional, diharapkan wajah baru kota Jakarta dengan konsep water front city ini dapat dikenal hingga internasional dan dapat mendorong kegiatan pariwisata. Selain itu, kawasan reklamasi juga diharapkan dapat menyediakan ruang publik yang sebesar-besarnya agar pembangunan pulau-pulau tersebut dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat umum. Tujuan ini diterjemahkan ke dalam dua kebijakan, yang kemudian masing-masing diturunkan ke dalam tiga strategi dan dua strategi. Kebijakan 1: Pemanfaatan ruang terbuka secara optimal untuk kepentingan umum. Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam tiga strategi, yaitu : a. mewujudkan proporsi ruang terbuka hijau minimal sebesar 30% dari luas kawasan reklamasi pantura, yang terdiri dari RTH publik minimal sebesar 20% dan RTH privat minimal 10% di setiap pulau; b. menyediakan ruang terbuka biru berupa waduk, pantai, dan ruang terbuka lainnya yang berfungsi sebagai penampungan air rasio minimal 5% di setiap pulau; c. setiap pulau hasil reklamasi wajib mempertahankan sebesar-besarnya sempadan pantainya untuk menjadi pantai publik yang dilengkapi jalan inspeksi dan bebas diakses oleh masyarakat luas yang kemudian diserahkan menjadi asset Pemda DKI Jakarta serta dapat dikelola bersama sekaligus difungsikan sebagai ruang terbuka publik. 5-4

246 BAB 5 TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA Kebijakan 2: Pengembangan kawasan water front untuk ruang terbuka yang ikonis (signature open space) dan terintegrasi dengan pusat kegiatan di setiap pulau di Sub Kawasan Barat dan Sub Kawasan Tengah. Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam dua strategi, yaitu : a. mengembangkan kawasan water front sebagai kawasan rekreasi dan wisata skala nasional dan internasional di Pulau J dan Pulau L; b. mengembangan kawasan water front dengan skala nasional dan internasional yang terintegrasi dengan pengembangan pariwisata bahari di Kepulauan Seribu Kebijakan dan Strategi Pembangunan dan Pengembangan Pantura yang Mandiri Tujuan untuk mewujudkan pengembangan Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta yang mandiri dan tidak membebani daratan DKI Jakarta dimaksudkan agar pembangunan pulau-pulau reklamsi di Pantura Jakarta nantinya tidak akan menimbulkan atau menambah persoalan yang dihadapi daratan DKI Jakarta. Pulau-pulau reklamasi Pantura ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan sarana prasarana utilitasnya secara mandiri baik di masing-masing pulau maupun secara komunal dan saling terintegrasi. Tujuan ini diterjemahkan ke dalam dua kebijakan, yang kemudian masing-masing diturunkan ke dalam empat strategi dan tujuh strategi. Kebijakan 1: Penyediaan sarana prasarana utilitas secara mandiri dan ramah lingkungan. Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam empat strategi, yaitu : a. menyediakan sarana dan prasarana air bersih melalui pengolahan air limbah, pemanfaatan air hujan, proses desalinasi, dan teknologi lainnya yang ramah lingkungan; b. menyediakan pengelolaan limbah domestik di masing-masing pulau dan pengelolaan air limbah industri tiap kawasan industri dengan pra pengolahan pada masing-masing industri; c. menyediakan sistem pengelolaan sampah terpadu; d. penerapan ducting system dalam penyediaan utilitas per pulau yang terintegrasi. 5-5

247 BAB 5 TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA Kebijakan 2: Pengembangan sistem green transportation dengan mengutamakan kepentingan transportasi umum massal melalui jaringan jalan yang terintegrasi untuk menghubungkan antar pusat-pusat kegiatan dan simpulsimpul transportasi umum, serta untuk menghubungkan antara kawasan reklamasi pantura Jakarta dengan wilayah lainnya. Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam tujuh strategi, yaitu : a. menyediakan akses langsung ke daratan untuk angkutan pribadi dan angkutan umum massal berbasis jalan dan rel hanya melalui beberapa Pulau untuk menghindari pembebanan lalu lintas yang berlebihan dan dengan terintegrasi dengan penyediaan kantong-kantong park and ride di Kawasan Jakarta Utara; b. menyediakan sistem angkutan umum massal untuk melayani pergerakan antar pulau dengan jalur rel ataupun jaringan jalan arteri; c. menyediakan sistem transport untuk pergerakan internal pulau yang terintegrasi antara berbagai moda; d. membangun dermaga menuju kawasan kepulauan seribu yang berlokasi di Pulau F dan Pulau J; e. mewujudkan sistem dan jaringan transportasi yang efisien, terpadu, dan menyeluruh ditetapkan target 60% perjalanan penduduk menggunakan angkutan umum massal; f. menyediakan jalur pedestrian dan sepeda yang terintegrasi dengan pantai publik dan pusat kegiatan primer Kebijakan dan Strategi Revitalisasi dan Pengembangan Pantura yang Memperhatikan Kualitas Lingkungan Tujuan untuk mewujudkan revitalisasi pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang memperhatikan kualitas lingkungan dimaksudkan untuk mengakomodasi kepentingan perbaikan lingkungan di daratan Pantai Utara Jakarta dan agar pembangunan yang dilakukan memperhatikan aspek lingkungan. Dengan kondisi DKI Jakarta yang berada di daerah hilir seringkali dilanda banjir baik dari luapan sungai maupun banjir rob, maka pengembangan pulau reklamasi juga harus memperhitungkan mengenai resiko bencana yang dapat muncul, serta harus memiliki strategi mitigasi dan penanggulangannya. Tujuan ini diterjemahkan ke dalam dua kebijakan, yang kemudian masing-masing diturunkan ke dalam dua strategi dan tiga strategi. 5-6

248 BAB 5 TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA Kebijakan 1: Penataan kembali permukiman daratan pantai utara Jakarta untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam dua strategi, yaitu : a. melakukan perbaikan lingkungan, pemeliharaan kawasan permukiman dan kampung nelayan dengan mempertimbangkan aspek sosial ekonomi penduduk; b. merelokasi perumahan dari bantaran sungai dan lokasi fasilitas umum melalui penyediaan rumah susun/kampung vertikal. Kebijakan 2: Pengembangan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang ramah lingkungan untuk mengurangi resiko bencana. Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam tiga strategi, yaitu : a. mengembangkan Pulau reklamasi yang serasi dengan kawasan lindung dan hutan bakau di daratan pantai utara Jakarta (khususnya Pulau C, Pulau D, dan Pulau E), tidak menyebabkan abrasi pantai, serta tidak mengganggu muara sungai dan jalur lalu lintas laut, pelayaran serta usaha perikanan rakyat, dan objek vital lainnya; b. meningkatkan sistem pengendalian banjir, dan pemeliharaan sungai serta mulut sungai untuk mengantisipasi banjir; c. menerapkan sistem resiliency dalam penyediaan sistem utilitas melalui desentralisasi penyediaan ke setiap pulau Kebijakan dan Strategi Sistem Pengelolaan Kawasan Strategis Pantura Jakarta Tujuan menciptakan sistem pengelolaan Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang terintegrasi dan berkelanjutan dimaksudkan untuk membentuk suatu prosedur dan kelembagaan dalam pengelolaan Kawasan Strategis Pantura Jakarta. Prosedur penyelenggaraan dan perizinan diharapkan dapat menjadi kontrol dalam pembangunan pulau reklamasi yang dilakukan oleh pihak mitra pengembang. Adapun untuk kelembagaan diharapkan dapat menjadi aktor yang dapat melaksanakan dan mencapai tujuan dari pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta. Tujuan ini diterjemahkan ke dalam dua kebijakan, yang kemudian masing-masing diturunkan ke dalam tiga strategi dan dua strategi. Kebijakan 1: Pengembangan mekanisme penyelenggaraan reklamasi perizinan yang efektif. dan Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam tiga strategi, yaitu : 5-7

249 BAB 5 TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA a. menerapkan sistem pembiayaan yang tidak membebani sustainabilitas fiskal Pemerintah Provinsi DKI dan commercial viability; b. mengembangkan sistem pengenaan kewajiban yang seimbang dengan kemanfaatan yang diperoleh antar Mitra Pengembang; c. mengembangkan sistem perizinan yang jelas pada setiap tahapan penyelenggaran reklamasi, pembangunan, serta pengelolaannya. Kebijakan 2: Pengembangan kelembagaan yang efisien dan implementatif. Kebijakan ini kemudian diturunkan ke dalam dua strategi, yaitu : a. mengembangkan kelembagaan dengan tugas dan fungsi yang sesuai dengan tujuan penyelenggaraan reklamasi; b. mengembangkan kelembagaan gabungan pemerintah, swasta, dan masyarakat (quasi pemerintah) yang mampu mengakses Pemerintah, dan mengakomodasi kepentingan pengembang, dan masyarakat 5-8

250 BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG 6.1 Rencana Sistem Pusat Pelayanan Rencana struktur ruang kawasan strategis pantura Jakarta harus mempertimbangkan kondisi internal pulau-pulau reklamasi dan sistem pelayanan lainnya di wilayah DKI Jakarta serta Kabupaten disekelilingnya serta keterkaitan fungsional antara kawasan daratan dan pulau reklamasi. Rencana struktur ruang juga didasarkan pada kebutuhan dan skala pelayanan, fungsi kawasan menurut lokasi dan jenisnya. Rencana struktur ruang Kawasan Strategis Pantura berfungsi sebagai (1) arahan pembentuk sistem pelayanan dan pergerakan di dalam kawasan perencanaan; (2) arahan perletakan jaringan dan rencana pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas dalam kawasan sesuai dengan fungsi pelayanannya; dan (3) dasar rencana sistem pergerakan dan aksesibilitas lingkungan. Rencana struktur ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta dirumuskan berdasarkan (1) Kebijakan dan strategi penataan ruang dalam RTRW DKI Jakarta dan arahan Peraturan Zonasi Provinsi DKI Jakarta yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam RTRW DKI Jakarta; (2) Kebutuhan pengembangan dan pelayanan di Kawasan Strategis Pantura; (3) Analisis daya dukung (termasuk daya dukung prasarana maupun utilitas) dan daya tampung lingkungan hidup; (4) Analisis sistem pelayanan dan pergerakan sesuai fungsi dan peran kawasan di dalam wilayah kabupaten; dan (5) Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rencana struktur ruang Kawasan Strategis Pantura dirumuskan dengan kriteria (1) Memperhatikan rencana struktur ruang wilayah dalam RTRW DKI Jakarta serta kawasan lainnya; (2) Keterpaduan dan prioritas pelaksanaan pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas dalam jangka waktu perencanaan; dan (3) Kebutuhan fungsi dan peran pelayanan kawasan di dalam struktur ruang internal dan struktur ruang eksternal (wilayah DKI Jakarta) yang saling terkait menjadi satu kesatuan sistem. Kawasan Pantai Utara DKI Jakarta dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Provinsi. Sebagai Kawasan Strategis Provinsi, kawasan ini memiliki berbagai fungsi mulai pada tingkat lokal, regional/nasional bahkan internasional. Oleh karena itu, setiap pulau dalam Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta mengemban fungsi kegiatan primer. 6-1

251 BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Struktur ruang kawasan reklamasi Pantura direncanakan berdasarkan konsep neighborhood unit dengan pertimbangan pengembangan Kawasan Reklamasi yang mandiri dan berkelanjutan. Ciri-ciri neighborhood unit yang dimaksud meliputi adanya sosial integritas atau rasa kebersamaan sebagai satu identitas, sharing system, bertetangga, pemerintahan atau sistem RT/RW, dan swasembada. Ilustrasi mengenai konsep neighborhood unit dapat dilihat pada gambar berikut ini. Gambar 6-1 : Ilustrasi Konsep Neighborhood Kawasan Reklamasi Pantura merupakan pusat primer sebagaimana telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah DKI. Sistem pusat kegiatan di Kawasan Reklamasi Pantura terdiri dari Pusat Kegiatan Kawasan, Pusat Kegiatan Sub-kawasan, dan Pusat Kegiatan Pulau. Pusat Kegiatan Kawasan adalah pusat pelayanan primer perkotaan yang memiliki skala layanan hingga internasional. Pusat pelayanan primer terdiri atas kegiatan perdagangan (central business district), jasa, lembaga keuangan, MICE (Meeting, Incentives, Convention and Exhibition/Pertemuan, Insentif, Konvensi dan Pameran) dan pariwisata berskala internasional. Pusat Kegiatan Kawasan Pantura dilayani oleh sistem jaringan transportasi regional dan dihubungkan dengan sistem transportasi massal serta jaringan jalan primer. Pusat Kegiatan Kawasan Pantura 6-2

252 BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG terletak di antara Pulau J dan Pulau L yang berdekatan untuk membagi intensitasnya. Kawasan Strategis Pantura Jakarta terdiri atas tiga wilayah pengembangan atau sub-kawasan yang masing-masing dilayani oleh Pusat Kegiatan Subkawasan. Pusat Kegiatan Sub-kawasan adalah pusat pelayanan primer perkotaan yang memiliki skala layanan untuk beberapa pulau yang menjadi satu kesatuan arah pengembangan serta skala internasional secara terbatas. Tiga sub-kawasan tersebut yaitu: a. Sub-kawasan Barat meliputi areal reklamasi bagian barat, terdiri dari Pulau A sampai dengan Pulau H. b. Sub-kawasan Tengah meliputi areal reklamasi bagian tengah, terdiri dari Pulau I sampai dengan Pulau M, c. Sub-kawasan Timur meliputi areal reklamasi bagian timur, terdiri dari Pulau N sampai dengan Pulau Q. Sub-Kawasan Barat dikembangkan dengan fungsi utama sebagai kawasan perumahan horizontal dan vertikal, kegiatan pariwisata dan kawasan perkantoran, perdagangan dan jasa secara terbatas. Sub-Kawasan Tengah dikembangkan dengan fungsi utama sebagai pusat kawasan perkantoran, perdagangan dan jasa skala internasional, pusat pariwisata dan kawasan perumahan horizontal dan vertikal. Sub-Kawasan Timur dikembangkan dengan fungsi utama sebagai pusat pelabuhan, fasilitas utilitas, industri dan pergudangan serta kawasan perumahan horizontal dan vertikal. Pusat Kegiatan Sub-kawasan Barat terletak di Pulau E, Pusat Kegiatan Sub-kawasan Tengah terletak di Pulau M, sedangkan Pusat Kegiatan Sub-kawasan Timur berada di Pulau Q atau KEK Marunda. Pusat Kegiatan Sub-kawasan dilayani oleh sistem jaringan jalan sekunder. Selain Pusat Kegiatan Sub-Kawasan, masing-masing pulau juga memiliki Pusat Kegiatan Pulau. Pusat Kegiatan Pulau adalah pusat pelayanan primer perkotaan yang mempunyai skala layanan di setiap pulau atau beberapa pulau pendukung Pusat Kegiatan Subkawasan. Pusat Kegiatan Pulau dilayani oleh sistem jaringan jalan primer. Secara diagramatis, struktur ruang Kawasan Strategis Pantura digambarkan dalam Gambar

253 BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Gambar 6-2 : Diagram Struktur Ruang Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Sumber : Hasil Analisis, 2013 Prinsip perancangan kawasan lingkungan dalam Kawasan Strategis Pantura Jakarta dilihat dari enam aspek, yaitu ukuran, batasan, ruang terbuka, institution site, pusat perbelanjaan lokal, dan sistem jalan internal. Ukuran perancangan skala lingkungan adalah cukup untuk penghuni yang didukung oleh satu SD dan bergantung pada kepadatan penduduk. Lingkungan akan dibatasi oleh jalan arteri yang cukup lebar agar tidak masuk ke neighborhood unit. Pada skala lingkungan juga disediakan taman kecil atau rekreasi sesuai kebutuhan dan pusat perbelanjaan lokal yang ditempatkan di tepi jalan utama berdekatan dengan PBL dari neighborhood unit yang berbatasan. Sistem jalan internal lingkungan akan memiliki hirarki yang disesuaikan dengan beban lalu lintas dan dirancang untuk melayani pergerakan internal dengan akses yang baik ke jalan utama dan mencegah arus menerus. Secara diagramatis, struktur ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dapat dilihat pada gambar berikut ini. 6-4

254 BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Gambar 6-3 : Diagram Sistem Jaringan Jalan untuk Pusat Kegiatan Sumber : Hasil Analisis, 2013 Pembagian skala pelayanan kegiatan di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta dapat dilihat pada gambar berikut ini. Gambar 6-4 : Skala Pelayanan Kegiatan di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Sumber : Hasil Analisis, Rencana Sistem dan Jaringan Pergerakan Analisis sistem jaringan pergerakan Kawasan Strategis Pantura Jakarta dilakukan melalui uji beberapa skenario pengembangan. Skenario pengembangan jaringan pergerakan, khususnya transportasi darat, disusun berdasarkan RTRW DKI Jakarta Skenario pengembangan transportasi yang diuji terdiri atas: 6-5

255 BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG a. Skenario A, yaitu pengujian sejauh mana kinerja jaringan akan berkurang akibat beban lalu lintas masa datang dengan kondisi Jaringan tahun 2013 sampai dengan tahun 2030; b. Skenario B, yaitu pengujian kinerja jaringan jalan dengan penambahan jaringan tanpa kebijakan pendukung atau kondisi demand berkembang normal tanpa ada kebijakan insentif dan dis-insentif; c. Skenario C, yaitu pengujian kinerja jaringan jalan dengan kebijakan pembatasan lalu lintas pada kawasan tertentu (sesuai RTRW DKI 2030) melalui mekasnime road pricing; d. Skenario D, yaitu pengujian kinerja jaringan jalan dengan kebijakan RTRW untuk proporsi penggunaan angkutan umum sebesar 60% (split policy) dari perjalanan di DKI; dan e. Skenario E, yaitu pengujian kinerja jaringan jalan dengan dengan kebijakan RTRW untuk proporsi penggunaan angkutan umum sebesar 60% dari perjalanan di DKI dan kebijakan penerapan pembatasan lalu lintas. Berdasakan hasil uji skenario di atas, pengembangan transportasi di Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta mengacu pada beberapa prinsip yaitu tidak membebani daratan DKI Jakarta, akses kendaraan pribadi menuju dan dari Kawasan Reklamasi hanya melalui jalan tol, tidak ada kendaraan roda dua bermotor yang keluar dan/atau masuk kawasan reklamasi, serta mengoptimalkan pergerakan dengan angkutan umum dan kendaraan non-bermotor. Selain itu, dalam pengembangan transportasi di Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta, diasumsikan bahwa target 60% penduduk menggunakan angkutan umum telah tercapai dan target kecepatan minimum 35 km/jam harus tetap dipertahankan sesuai RTRW DKI Jakarta Berikut adalah rencana pengembangan transportasi yang dijelaskan menurut beberapa bagian yang terdiri atas rencana sistem jaringan transportasi darat, rencana sistem angkutan massal, rencana sistem jaringan transportasi laut dan rencana jalur evakuasi bencana Rencana Sistem Jaringan Transportasi Darat Bagian ini akan meliputi hal-hal terkait kebijakan dan substansi teknis penataan ruang terkait RTR Pantura (Penataan ruang Kawasan Relamasi KSP Pantura Jakarta), yang terdiri atas: Pembangunan dua koridor jalan arteri bebas hambatan akan dilakukan di sebelah utara dan selatan pulau reklamasi. Koridor jalan arteri sebelah utara akan terintegrasi dengan pembangunan tanggul. Koridor selatan yang berada di wilayah daratan DKI Jakarta kemudian dilanjutkan ke dalam Sub Kawasan Tengah, dibangun secara layang dan tidak ada jalan melandai 6-6

256 BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG (lereng) menuju jaringan jalan yang terdapat di permukaan atau landed. Akses keluar dan masuk kawasan reklamasi hanya akan terdapat di kedua koridor ini sehingga kinerja jaringan jalan Jakarta pada umumnya dan Jakarta Utara pada khususnya tidak akan terbebani. Akses keluar dan masuk kawasan reklamasi di daratan Jakarta akan dikoneksikan melalui koridor arteri layang di daratan Jakarta. Struktur jaringan jalan utama di kawasan reklamasi dan titik koneksi dengan jaringan tol Jabodetabek ditunjukan pada gambar di bawah ini. Gambar 6-5: Konsep Jaringan Jalan Kawasan Strategis Pantai Utara DKI Jakarta Sumber : Hasil Analisis, 2013 Pembangunan jaringan jalan berupa jalan layang yang menghubungkan kawasan reklamasi dengan koridor arteri di wilayah daratan DKI Jakarta hanya dapat dilakukan di Pulau C, Pulau D, Pulau E, Pulau F, dan Pulau G. Selain itu, pembangunan jembatan yang menghubungkan pulau dengan wilayah daratan DKI Jakarta dapat dilakukan di Pulau H, Pulau L, dan Pulau O. Sedangkan pengembangan jaringan jalan yang menghubungkan antar pulau reklamasi akan dikembangkan di Sub Kawasan Barat dimulai dari Pulau C hingga Pulau G, Sub Kawasan Tengah yaitu Pulau I, Pulau J, Pulau L dan Pulau M, dan Sub Kawasan Timur dimulai dari Pulau N hingga Pulau Q. Jaringan jalan arteri, kolektor, dan lokal di Kawasan Reklamasi akan terintegrasi dengan jalur pedestrian, jalur sepeda, dan angkutan umum. Ruang milik jalan (R.O.W) terdiri atas beberapa komponen, yaitu jalur pedestrian dan sepeda, jalur lambat, kerb, jalur cepat, jalur Bus Rapid Transit, median, bahu jalan, dan jalan inspeksi. Lebar komponen lain dapat disesuaikan asalkan tidak melebihi besar R.O.W yang telah ditentukan pada tabel di bawah ini. Berikut adalah ilustrasi badan jalan yang terdapat dalam Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 6-7

257 BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Tabel 6-1 : Kebutuhan Dimensi Jaringan Jalan dan Akses Kawasan Reklamasi Pantura NO KODE R.O.W (meter) 1 Arteri Pantura Arteri Pantura Arteri Pantura Arteri Layang 30 5 Arteri Tanggul 45 6 Akses Akses Kolektor Kolektor Evakuasi 20 Sumber: Hasil Analisis, 2013 Gambar 6-6 : Ilustrasi Jaringan Jalan Arteri Sumber: Hasil Analisis, 2013 Gambar 6-7 : Ilustrasi Jaringan Jalan Kolektor Sumber: Hasil Analisis,

258 BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Gambar 6-8 : Ilustrasi Jaringan Jalan Lokal Sumber: Hasil Analisis, 2013 Untuk meningkatkan kinerja jaringan transportasi darat di Kawasan Reklamasi, dapat diambil beberapa kebijakan pendukung berupa manajemen lalu lintas pada koridor utama dan pusat-pusat kegiatan. Manajemen lalu lintas yang dimaksud meliputi: a. Menerapkan simpang tidak sebidang di sepanjang koridor utama dalam Pulau I, Pulau J, dan Pulau L kecuali untuk layanan angkutan umum massal jalan raya; b. Meminimalkan penerapan jembatan penyeberangan orang di sepanjang koridor utama dalam pulau kecuali untuk akses ke stasiun MRT dan di lokasi-lokasi tertentu berdasarkan rekomendasi kajian komprehensif; c. Menyediakan fasilitas putar balik pada koridor utama secukupnya dan dibangun secara tidak sebidang dengan koridor utama; d. Menerapkan koridor/kawasan berkecepatan rendah (low speed zone) terutama dipusat-pusat kegiatan; e. Menerapkan kawasan bebas kendaraan bermotor kecuali angkutan umum terutama pada pusat-pusat kegiatan yang didukung dengan jaringan pedestrian & jalur sepeda; dan f. Menerapkan pembatasan ruang parkir secara fisik, dan/atau dengan kebijakan tarif terutama pada pusat-pusat kegiatan. Selain manajemen lalu lintas, sistem perparkiran juga turut diarahkan dengan tidak diizinkannya kendaraan untuk parkir di sisi/badan jalan, kecuali di jalan lokal dan jalan lingkungan hunian. Kebijakan tersebut didukung dengan mengembangkan sarana parkir kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan dan/atau gedung, utamanya dialokasikan pada pusat-pusat kegiatan. 6-9

259 6.2.2 Rencana Sistem Angkutan Massal BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Rencana sistem angkutan massal di Kawasan Reklamasi Pantura terdiri atas sistem angkutan massal berbasis jalan dan berbasis rel. Rencana sistem angkutan massal dapat dilihat pada gambar di bawah ini Gambar 6-9 : Rencana Jaringan Angkutan Massal Kawasan Reklamasi Pantura Sumber: Hasil Analisis, 2013 Jalur angkutan umum berbasis jalan yang menghubungkan Kawasan Reklamasi dan wilayah daratan DKI Jakarta dapat dibangun pada beberapa koridor yaitu dari Jalan Tol Prof. Sedyatmo menuju Pulau C, Jalan Marina Indah menuju Pulau D dan Pulau E, Jalan Pantai Indah Utara 2 menuju Pulau F, Jalan Pluit Indah Raya menuju Pulau H, Jalan Gunung Sahari menuju Pulau I dan Pulau J, Jalan Benyamin Sueb menuju Pulau L. Sementara, jalur angkutan umum massal berbasis rel yang menghubungkan Kawasan Reklamasi dan wilayah daratan DKI Jakarta dibangun pada koridor yang menghubungkan Bandara Soekarno Hatta dan Jalan Tol Sedyatmo menuju Pulau C, koridor Utara-Selatan (Kampung Bandan) menuju Pulau J, koridor Timur-Barat (Kemayoran) menuju Pulau L. Pengembangan transportasi di Kawasan Reklamasi dilakukan dengan mengoptimalkan angkutan massal yang terdiri atas angkutan massal berbasis jalan dan rel. Angkutan massal berbasis jalan atau BRT akan menggunakan trase jalan evakuasi. Trase jalan evakuasi akan dibangun secara decker atau bertingkat dengan ketentuan bagian bawah digunakan sebagai trase jalan evakuasi sedangkan bagian atas digunakan untuk kendaraan pribadi atau sebaliknya sebagaimana diilustrasikan pada gambar Pada kondisi normal, jalur evakuasi digunakan sebagai jalur pejalan kaki dan sepeda dan angkutan massal. Sepanjang jalur angkutan massal akan dilengkapi layanan peminjaman sepeda. 6-10

260 BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Gambar 6-10 : Ilustrasi Jalan Bertingkat Sumber: Hasil Analisis, 2013 Untuk mendukung pengoptimalan penggunaan angkutan massal, disediakan kantung parkir di wilayah daratan DKI Jakata sesuai prinsip park and ride yang terpadu dengan shuttle bus atau bus pengumpan antara Kawasan Reklamasi dan wilayah daratan Jakarta. Kantong parkir di dalam Kawasan Reklamasi akan disediakan terutama di pulau-pulau dengan aktivitas non hunian yang tinggi dan di lokasi yang dekat dengan jalur utama. Lokasi fasilitas park and ride dapat dilihat pada gambar Sistem angkutan massal internal pulau akan dilayani oleh shuttle bus lokal dan angkutan umum cepat berbasis personal. Jaringan bis shuttle dan lokasi setasiun/ halte utama dapat dilihat pada gambar Gambar 6-11 : Lokasi Park and Ride Kawasan Reklamasi Pantura Sumber: Hasil Analisis,

261 BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Gambar 6-12 : Lokasi Setasiun atau Halte Utama dan Jaringan Bis Shuttle Sumber: Hasil Analisis, Rencana Sistem Jaringan Transportasi Laut Jaringan transportasi laut di Kawasan Reklamasi meliputi dermaga penyeberangan ke Kepulauan Seribu, dermaga penyeberangan antar pulau di Kawasan Reklamasi, tatanan kepelabuhanan, dan alur pelayaran. Dermaga penyeberangan ke Kepulauan Seribu wajib terdapat di Pulau F dan J, sedangkan dermaga penyeberangan antar pulau dapat dikembangkan pada setiap pulau di Kawasan Reklamasi. Tatanan Kepelabuhanan berupa pelabuhan laut mencakup pelabuhan Tanjung Priok dan KEK Marunda. Pengembangan kedua pelabuhan tersebut, terutama alur pelayarannya, mengacu pada ketentuan perundangundangan Rencana Jalur Evakuasi Bencana Pada bagian ini akan dijabarkan ruang lingkup wilayah dalam penataan ruang RTR KSP Pantura Jakarta, yang terdiri atas : Kawasan rawan bencana di pulau reklamasi berupa banjir rob/genangan pada kawasan tertentu, gempa. Mengingat masih banyaknya ruang terbuka, maka jalur evakulasi bencana menggunakan sistem jaringan jalan yang ada serta memanfaatkan ruang terbuka hijau maupun ruang terbuka non hijau sebagai tempat evakuasi. Jalur evakuasi ke wilayah Jakarta daratan dikembangkan melalui sistem jaringan jalan yang menghubungkan pulau-pulau reklamasi dengan Jakarta daratan. Saat tidak digunakan untuk mengevakuasi, jalur evakuasi akan berfungsi sebagai jalur khusus angkutan massal jalan raya (BRT). Jalur evakuasi bencana Kawasan reklamasi juga merupakan jalur/jembatan yang disiapkan untuk proses reklamasi atau pengurugan masing-masing pulau yang ditingkatkan dengan menyempurnakan aspek rancang struktur perkerasan dan geometrik jalannya. 6-12

262 BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG 6.3 Rencana Sistem Prasarana Sumber Daya Air Rencana Sistem Prasarana Sumber Daya Air Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, komponen sumber daya air yang menjadi fokus dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta ini di antaranya menyangkut pengelolaan air limpasan (run off) yang di dalamnya termasuk pengelolaan pemanfaatan air hujan (rain harvesting management) dan sistem pematusan kawasan untuk mengendalikan genangan dan banjir; penyediaan air baku serta penyediaan dan pelayanan air bersih/minum; pengelolaan air bekas (domestik, komersial, dan industri) yang dihasilkan dari seluruh aktifitas yang ada di kawasan reklamasi ini; pengelolaan dan pengendalian pemanfaatan air tanah; dan penanganan rob dan pemanfaatan potensi sumber daya air laut yang ada. Dalam kaitannya dengan perencanaan kembali Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta ini, pendekatan pembangunan dan pengembangan yang dilakukan tentunya dengan menerapkan prinsip perencanaan kawasan yang mempertimbangkan daya tampung dan daya dukung (carrying capacity) lingkungan serta sekaligus dengan mengoptimalkan keseimbangan antara ruang terbangun dengan ruang terbuka hijau dan biru (RTH dan RTB) yang menjadi salah satu kriteria bagi suatu eco-city. Jumlah total populasi rencana tidak lebih dari jiwa dengan memastikan bahwa untuk setiap pulau reklamasi harus dialokasi minimum 30% RTH dan 5% RTH. Dengan demikian pengelolaan SDA di kawasan ini akan bisa dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan untuk mendukung segala aktifitas yang direncanakan ada secara aman dan nyaman. Pengembangan sistem prasarana dan sarana sumber daya air terdiri atas; sistem konservasi dan perlindungan sumber daya air; sistem pendayagunaan sumber daya air; dan sistem pengendalian daya rusak air. Rencana sistem konservasi dan perlindungan sumber daya air meliputi sistem penampungan air hujan; peresapan air hujan; dan pengelolaan air limbah. Sedangkan rencana sistem pendayagunaan sumber daya air meliputi a. Pemanfaatan air hujan; b. Pengolahan dan pemanfaatan kembali air limbah; dan c. Pemanfaatan air laut. Rencana sistem pengendalian daya rusak air merupakan bagian terpadu sistem prasarana sumber daya air makro dan jalur perpanjangan saluran dan sungai yang berhulu di daratan pantai lama Jakarta untuk mengendalikan banjir dan genangan di Kawasan Reklamasi. Rencana sistem pengendalian daya rusak air dilaksanakan melalui : a. Pemanfaatan ruang perairan di antara pulau hasil reklamasi sebagai saluran pengendali banjir; 6-13

263 BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG b. Peresapan dan penampungan air hujan secara optimalmelalui pemanfaatan kolam retensi yang berfungsi sebagai resapan, reservoir bawah tanah (underground reservoir), sumur resapan dan sumur injeksi sebagai bagian dari penerapan prinsip eco-drainage system; c. Pengembangan prasarana drainaseuntuk meningkatkan kapasitas saluran mikro, submakro dan makro di Kawasan Reklamasi dirancang untuk kala ulang minimal 10 (sepuluh), 25 (dua puluh lima) dan 100 (seratus) tahunan; d. Pembangunan tanggul untuk perlindungan pesisir Kawasan Reklamasiyang dirancangdengan kala ulang minimal (seribu) tahun dengan mempertimbangkan gempa, liquefaction, kestabilan makro dan mikro, jaringan perpipaan, rembesan (seapage) dan dorongan air tanah ke atas terhadap konstruksi tanggul (uplift); e. Pembangunan tanggul laut pulau hasil reklamasi yang dirancang untuk kala ulang minimal (seribu) tahun dengan mempertimbangkan pasang laut, wind setup, storm surge, gelombang laut, amblesan tanah, kenaikan muka air laut, residual settlement dan potensi tsunami; dan f. Pemantauan dan pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala guna memastikan kapasitas dan kinerja kanal dan saluran sesuai standar yang direncanakan Rencana Sistem Pengelolaan Air Limpasan Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, dalam sistem pengelolaan air limpasan diperlukan keterpaduan dalam mengelola potensi/air hujan yang ada dan sekaligus untuk mengendalikan air limpasan (run off) yang berpotensi menyebabkan genangan dan banjir. Oleh karena itu, rencana sistem pengelolaan air limpasan ini erat kaitannya dengan rencana penyediaan jaringan drainase dan rencana penyediaan air baku di Kawasan Pantura tersebut. Prinsip sistem drainasi yang berwawasan lingkungan atau dikenal sebagai eco-drainage system di mana hampir seluruh air hujan yang turun diupayakan untuk diresapkan dan ditampung, baik di permukaan maupun di bawah tanah untuk dapat menjaga keseimbangan air tanah dan sekaligus sebagai cadangan air baku/bersih bagi kawasan tersebut. Dengan demikian air limpasan tidak lagi dibuang ke laut tetapi ditampung untuk juga membantu terbentuknya ruang terbuka biru. Mekanisme pengendalian air limpasan ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan kolam/waduk retensi yang sekaligus berfungsi sebagai resapan, reservoir bawah tanah (underground reservoir) sumur resapan, lubang resapan biopori (LRB), dan sumur injeksi. 6-14

264 6.4 Rencana Utilitas BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Rencana utilitas Kawasan Reklamasi Pantura terdiri atas rencana prasarana drainase, air bersih, air limbah, sampah, kelistrikan, dan telekomunikasi. Pengembangan rencana utilitas di Kawasan Reklamasi Pantura dilakukan berdasarkan prinsip ramah lingkungan dan mandiri atau tidak bergantung pada daratan DKI Jakarta. Ramah lingkungan diwujudkan melalui penggunaan teknologi, pengelolaan secara terpadu prasarana drainase, air bersih, dan air limbah, serta pengurangan dan pendaurulangan sampah. Pelayanan utilitas di Kawasan Reklamasi Jakarta akan dibangun menggunakan standar pelayanan di atas standar minimal karena Kawasan Reklamasi dirancang sebagai pusat primer yang memiliki skala layanan internasional. Pembangunan utilitas akan dilakukan secara bertahap melalui pentahapan program. Sistem jaringan air bersih, air limbah, dan persampahan dalam jangka waktu tertentu akan diserahkan ke Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta dengan ketentuan yang akan diatur lebih lanjut Rencana Prasarana Drainase Penyusunan rencana tata ruang KSP Pantura Jakarta dilakukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagai berikut : Prasarana drainase terdiri atas saluran primer, sekunder, dan tersier dan dibangun di sisi jaringan jalan dengan lebar saluran sesuai dengan hirarki jalan. Standar keamanan prasarana drainase berbeda-beda sesuai tipe jaringan. Jaringan makro dirancang untuk kala ulang 100 tahun, jaringan sub-makro dirancang untuk kala ulang 25 tahun, sedangkan jaringan mikro dirancang untuk kala ulang 10 tahun. Sistem pengelolaan air melalui jaringan drainase dapat berupa sistem polder dan/atau sistem gravitasi. Air limpasan disalurkan melalui drainase menuju badan air, kolam penampungan, atau ruang terbuka biru yang memiliki proporsi minimal seluas 5% dari luas pulau Rencana Prasarana Air Bersih Berdasarkan perhitungan yang dilakukan pada sub bab analisis kebutuhan air bersih, didapatkan kebutuhan air bersih sebesar liter/detik. Penyediaan air bersih untuk Kawasan Strategis Pantura Jakarta dapat bersumber dari pengolahan air laut dan pengolahan air limbah, dengan sumber utama pengolahan air limbah karena desalinasi air laut yang mahal. Sumber air hujan tidak menjadi pilihan karena tangkapan yang sedikit, sehingga hanya digunakan untuk cadangan air baku di waduk. Air limbah yang diolah dalam IPAL sebagai sumber air bersih adalah greywater. Air hasil pengolahan greywater akan dialirkan menuju badan air atau 6-15

265 BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG waduk untuk diencerkan sebelum dialirkan ke permukiman untuk digunakan sebagai air bersih. Air yang terdapat di badan air atau waduk hanya digunakan untuk menetralkan air limbah dan air baku waduk agar tidak kering pada musim kemarau. Desalinasi air laut digunakan bersama dengan pengolahan air limbah dengan proporsi tertentu, misalnya 70% dari pengolahan air limbah dan 30% dari desalinasi air laut. Penyediaan air bersih untuk kebutuhan baik domestik maupun non-domestik harus memenuhi kebutuhan secara kontinyu dan kualitasnya memenuhi peraturan baku mutu. Kegiatan penyediaan air bersih meliputi penyediaan air baku, instalasi pengolahan air, dan saluran distribusi air bersih yang dapat diselenggarakan secara mandiri di setiap pulau reklamasi atau bekerjasama dengan pulau yang berdekatan. Pembangunan, pengelolaan, dan pemeliharaan prasarana air bersih menjadi kewajiban pengelola pulau reklamasi yang dapat dilakukan secara mandiri atau bekerjasama dengan pihak lain Rencana Prasarana Air Limbah Rencana prasarana air limbah terdiri atas air limbah domestik dan industri. Berikut adalah pembahasan lebih lanjut mengenai rencana prasarana air limbah Air Limbah Domestik Penyusunan rencana tata ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta dilakukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagai berikut : Air limbah domestik terdiri dari greywater atau air kotor dan blackwater atau air tinja. Air kotor disalurkan dan diolah di instalasi pengolahan air limbah (IPAL) untuk digunakan menjadi air bersih sedangkan air kotor dikelola secara individual. Pengelolaan air kotor dilakukan menggunakan tanki septik tanpa bidang resapan dan pengerukan lumpur tinja dilakukan secara berkala. Sistem pengelolaan dan pelayanan air bekas (used water management) bagi Kawasan Strategis Pantura Jakarta ini akan dilakukan dengan prinsip pengumpulan dan penyaluran air bekas dari setiap sumber (domestik, komersial, publik, dan industri) sebagai konsekuensi dari penggunaan air bersih kemudian disalurkan dengan sistem jaringan pengumpul air bekas (sewerage system) untuk kemudian diolah secara terpusat pada masing-masing pulau atau kombinasi dari sumber dari beberapa pulau pada pusat pengolahan air bekas (central used water reclamation facility/cuwrf) dengan menggunakan teknologi pengolahan lanjut (advanced treatment system). Proses pengolahan pada CUWRF dengan menggunakan teknologi membrane biologi (bio-membrane technology) ini akan menghasilkan air bersih (clean water) yang akan digunakan untuk keperluan air bersih bagi kawasan dan juga untuk membantu beberapa kawasan di daratan yang selama ini 6-16

266 BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG mengalami krisis air (water stress areas) sebagai bagian dari program revitalisasi pantura Jakarta. Sistem penyaluran air bekas menuju CUWRF dilakukan secara gravitasi melalui saluran tertutup dengan dilengkapi dengan sistem pemompaan pada beberapa titik yang tidak memungkinkan lagi terjadinya pengaliran secara gravitasi. CUWRF akan menghasilkan lumpur endapan biologi (biological sludge) yang dapat diolah dengan menggunakan sludge treatment facility yang dapat menghasilkan biogas (CH4) dan biosolid yang dapat dijadikan sumber pupuk organik salah satu ciri sebagai kawasan berwawasan lingkungan. Pengelolaan air limbah domestik terdiri dari penyediaan saluran dan IPAL yang dapat dilakukan secara mandiri per pulau atau terpadu dengan pulau yang berdekatan. Pembangunan, pengelolaan, dan pemeliharaan prasarana air limbah merupakan tanggung jawab pengelola pulau reklamasi yang dapat dilakukan secara mandiri atau bekerjasama dengan pihak lain Air Limbah Industri Air limbah industri harus diolah terlebih dahulu hingga memenuhi baku mutu sesuai peraturan yang berlaku. Prasarana air limbah industri digunakan untuk mengalirkan limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi dan mengolah dalam IPAL. Pengolahan air limbah industri dilakukan secara terpadu di dalam masingmasing kawasan industri. Pembangunan, pengelolaan, dan pemeliharaan prasarana air limbah industri menjadi tanggung jawab pegelola kawasan industri. Untuk limbah B3, pengelolaan dilakukan sesuai peraturan Rencana Prasarana Sampah Penyusunan rencana tata ruang KSP Pantura Jakarta dilakukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagai berikut : Pengelolaan sampah Kawasan Reklamasi Pantura dilakukan berdasarkan prinsip reduce, reuse, recycle (3R) yang meliputi pemilahan sampah di sumbernya, penyediaan tempat penampungan sementara (TPS), sistem pengangkutan sampah, dan penyediaan tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST). Terkait dengan rencana pengembangan kawasan strategis pantura Jakarta ini, sistem pengelolaan limbah padat dan limbah B3 akan dilakukan secara terpadu dan ramah lingkungan. Proses pemilhan sampah harus dilakukan langsung pada sumbernya, yaitu setiap individu, rumah tangga, dan/atau pengelola zona. Sampah dipilah menjadi paling sedikit tiga jenis, yaitu smapah organik, anorganik, dan sampah B3. Selain di sumber, pemilahan sampah juga dilakukan di TPS dan TPST. TPS atau tempat penampungan sementara wajib disediakan di setiap zona dengan luas minimal 500 m 2. TPS dengan luas minimal 500 m 2 termasuk ke dalam TPS 6-17

267 BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG Tipe III atau TPS dengan luas lahan > 200 m 2 dan dilengkapi dengan ruang pemilahan, pengomposan sampah organik, gudang, dan tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan container. TPS dengan luas minimal 500 m 2 dirancang untuk melayani ± KK atau jiwa (SNI ). Sampah yang bersifat organik yang bisa dibuat kompos sekaligus menghasilkan bio-energi berupa gas methan (CH4) dengan material non-organik yang memiliki nilai ekonomi baik melalui proses penggunaan atau pendaur-ulangan kembali. Material kompos akan dapat menjadi alternatif pupuk organik untuk tanaman maupun pertamanan. Sementara material yang masih bernilai ekonomis akan dikirimkan pusat daur-ulang terpadu (integrated recycling center) yang ada di kawasan ini. Sampah B3 akan diolah oleh pihak lain yang memiliki izin untuk mengolahnya misalnya pihak swasta seperti PPLI B3. Skala pelayanan TPST dapat mencakup satu pulau atau beberapa pulau yang berdekatan untuk alasan efisiensi biaya. Pengangkutan sampah menuju tempat pengolahan dan/atau penampungan tidak akan dilakukan secara manual. Pengangkutan sampah dapat dilakukan menggunakan kontainer, truk sampah, street sweeper. Sampah akhir yang tidak dapat dimanfaatkan kembali akan diolah menggunakan insinerator. TPA dengan metode landfill tidak akan digunakan mengingat kondisi pulau yang merupakan lahan urugan. Pengelolaan sampah di pulau reklamasi dapat dilakukan secara mandiri atau terpadu dengan pulau yang berdekatan. Pembangunan, pengelolaan, dan pemeliharaan prasarana terkait pengelolaan sampah pulau reklamasi menjadi kewajiban pengelola pulau atau bekerjasama dengan pihak lain Rencana Prasarana Kelistrikan Rencana pengembangan jaringan listrik meliputi pengembangan instalasi pembangkit listrik dan pemanfaatan alternatif sumber energi. Pengembangan instalasi pembangkit listrik dilakukan oleh perusahaan listrik negara atau PT. PLN Persero. Pemanfaatan alternatif sumber energi dilakukan melalui pengembangan pembangkit listrik tenaga altenatif yang terbaharukan seperti surya dan angin, dan kemungkinan pengembangan tenaga gas. Dengan pemanfaatan sumber daya gas, diharapkan biaya tarif dasar listrik dapat ditekan karena biaya bahan bakar gas relatif lebih murah dibanding bahan bakar minyak seperti diesel Rencana Prasarana Telekomunikasi Rencana pengembangan jaringan telepon terutama diarahkan untuk penambahan jumlah sambungan rumah tangga, perdagangan, jasa, perkantoran dan industri. Selain itu, terdapat juga rencana pembangunan jaringan fiber optik untuk melayani seluruh kegiatan fungsional di Kawasan Barat, Kawasan Tengah 6-18

268 BAB 6 RENCANA STRUKTUR RUANG dan Kawasan Timur. Pengembangan prasarana telekomunikasi nirkabel juga dapat dilakukan untuk memenuhi prasarana telekomunikasi di Kawasan Reklamasi Pantura. 6-19

269 BAB 7 RENCANA POLA RUANG Rencana pola ruang merupakan rencana distribusi peruntukan ruang dalam Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan rencana peruntukan ruang untuk fungsi budidaya yang fungsinya dirumuskan sebagai/untuk: a. alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan kegiatan pelestarian lingkungan dalam kawasan perencanaan yang disusun Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta; b. pengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang; c. dasar penyusunan indikasi program jangka menengah lima tahunan untuk 20 (dua puluh) tahun; dan d. dasar pemberian izin pemanfaatan ruang. Rencana Pola Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta dirumuskan berdasarkan pada tujuan penataan ruang, kebijakan dan strategi penataan ruang, daya dukung (termasuk daya dukung prasarana dan utilitas dalam blok) dan daya tampung lingkungan hidup kawasan perkotaan, kebutuhan ruang untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi dan lingkungan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait. Rencana detail pola ruang dirumuskan dengan kriteria sebagai berikut : a. merujuk rencana pola ruang yang ditetapkan dalam RTRW DKI Jakarta; b. memperhatikan rencana pola ruang bagian wilayah/kawasan yang berbatasan; c. memperhatikan mitigasi bencana; d. memperhatikan kepentingan pertahanan dan keamanan; e. menyediakan ruang terbuka hijau minimal 30% (20% RTH publik dan 10% RTH privat) dari luas kawasan perkotaan; f. menyediakan ruang untuk kegiatan sektor informal; g. menyediakan ruang terbuka non hijau untuk menampung kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat kabupaten; dan h. dapat diwujudkan dalam jangka waktu perencanaan pada kawasan bersangkutan. 7-1

270 BAB 7 RENCANA POLA RUANG 7.1 Rencana Daya Tampung dan Sebaran Penduduk. Rencana persebaran penduduk, merupakan rencana distribusi kepadatan penduduk per pulau reklamasi. Rencana persebaran penduduk ini ditetapkan dengan mempertimbangkan luasan setiap pulau serta ketentuan intensitas (terutama proporsi area yang dapat dibangun sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008). Daya tampung bagi penduduk selaras dengan kemampuan penyediaan prasarana dan sarana lingkungan yang bersih dan sehat serta dapat mewujudkan jasa pelayanan yang optimal. Rencana daya tampung Kawasan Strategis Pantura adalah kawasan reklamasi yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan maksimal (tujuh ratus lima puluh ribu) jiwa penduduk yang persebarannya diarahkan sebanyak (dua ratus lima puluh ribu) jiwa pada Sub-Kawasan Barat, (empat ratus ribu) jiwa pada Sub-Kawasan Tengah dan (seratus ribu)jiwa pada Sub- Kawasan Timur. Dengan pertimbangan-pertimbangan yang telah dibahas sebelumnya, maka sebaran penduduk pada setiap pulau reklamasi dapat dilihat pada Tabel 7-1 berikut ini. 7-2

271 No Pulau Tabel 7-1: Luasan Pulau Reklamasi dan Rencana Sebaran Penduduk Setiap Pulau Proporsi Sebaran Klasifikasi Zona Luasan Luasan Pulau yang dapat Luas Jumlah Berdasarkan yang bisa dikembangkan untuk Pulau Penduduk Perpres 54/2008 dibangun perumahan Setiap Pulau per-kawasan A. Sub Kawasan Barat (Penduduk Maksimal jiwa) BAB 7 RENCANA POLA RUANG 1 Pulau A 79 P3 39,5 4, Pulau B 380 P , Pulau C 276 P2 110,4 13, ,532 4 Pulau D 312 P5 140,4 17, ,961 5 Pulau E 284 P5 127,8 15, ,770 6 Pulau F 190 P , ,448 7 Pulau G 155 P3 80,5 9, ,285 8 Pulau H 63 P3 31,5 3, ,770 TOTAL 815,1 100, ,767 B. Sub Kawasan Tengah (Penduduk Maksimal jiwa) 9 Pulau I 405 P3 202,5 23, , Pulau J 316 P , , Pulau K 32 P3 17,5 2, , Pulau L 447 P3 240,5 28, , Pulau M 587 P , ,099 TOTAL 849,5 100, ,044,677 C. Sub Kawasan Timur (Penduduk Maksimal jiwa) 12 Pulau N 411 P3 189,5 5, , Pulau O , , Pulau P 463 P3 231,5 45, , Pulau Q 369 P3 184,5 45, ,539 TOTAL 777, ,153 Ter 7-3

272 BAB 7 RENCANA POLA RUANG 7.2 Rencana Pola Sifat Lingkungan Pola sifat lingkungan adalah pola kepadatan bangunan yang didapat dari pertimbangan arahan dari peta struktur ruang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Kawasan Strategis Pantai Utara merupakan kawasan baru yang belum memiliki kepadatan bangunan yang nyata. Oleh karena itu, pola sifat lingkungan kawasan ini didasarkan pada rencana struktur ruang. Kawasan ini memiliki pola sifat lingkungan padat pada umumnya dan pola sifat lingkungan sangat padat pada area tertentu yaitu kawasan di sekitar simpul angkutan umum massal. Gambar 7-1 : Peta Rencana Pola Sifat Lingkungan Kawasan Strategis Pantai Utara 7.3 Rencana Pola Ruang Pembahasan mengenai rencana pola ruang terbagi atas pendekatan penyusunan pola ruang dan rencana pola ruang Kawasan Strategis Pantura Pendekatan Penyusunan Pola Ruang Pendekatan penyusunan pola ruang dalam Kawasan Strategis Pantura menggunakan empat konsep dasar, yaitu konsep neighborhood unit, transitoriented development (TOD), urban sustainability, dan sense of place Neighborhood Unit Konsep pengembangan pola ruang neighborhood unit, merupakan konsep di mana semua pergerakan aktivitas penduduknya diharapkan dapat dilakukan dalam skala lingkungan yang kecil sehingga dapat mengurangi pergerakan yang masif. Konsep ini tepat untuk 7-4

273 BAB 7 RENCANA POLA RUANG diterapkan pada zona perumahan. Ciri-ciri dari neighborhood unit ini antara lain: a) Social integrity, yaitu terbentuknya integritas sosial antar penduduk, yaitu adanya kebersamaan, rasa tempat, identity, unity, sense of belonging. b) Sharing system, merupakan dasar dari kesatuan (unity): c) Tempat tinggal bersama (common residences) d) Penggunaan pelayanan bersama e) Perhatian terhadap kejadian di lingkungan dan mau membela kepentingan bersama f) Pelayanan lingkungan yang dioperasikan sendiri (self operated neighborhood services), misalnya sampah, siskamling, dll. Catatan: (NU untuk desentralisasi pelayanan + pengurangan transport) g) Bertetangga, berkembang dalam waktu yang lama dengan bersosialisasi melalui tukar, pinjam, bantu, tukar info, persahabatan. h) Pemerintahan, skala lingkungan RT/RW. i) Swasembada (self-containment), minimum pelayanan sehari-hari dalam jarak dekat. Pada konsep ini, pengembangan jaringan jalan mengikuti fungsi kegiatan, contohnya kegiatan primer akan dilayani oleh jalan primer baik arteri maupun kolektor, begitu pula dengan kegiatan sekunder akan dilayani oleh jalan sekunder, dan seterusnya Transit-Oriented Development (TOD) Jacobson (2009) dalam bukunya American TODs, Good Practices for Urban Design in Transit-Oriented Development Projects menjabarkan prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kawasan berkonsep Transit Oriented Development. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: 1. Mampu menyadari dan memfasilitasi perencanaan pengembangan suatu kawasan agar memperoleh hasil maksimal dalam waktu dan tahapan berkala. 2. Melibatkan partisipasi dan kerjasama berbagai pihak terkait, termasuk masyarakat setempat sebagai faktor koreksi dan pelengkap perencanaan pengembangan. 3. Memprogram ruang agar dapat digunakan untuk kegiatan yang tepat pada saat yang tepat, dengan optimalisasi waktu penggunaan. 7-5

274 BAB 7 RENCANA POLA RUANG 4. Menjaga citra penampilan kawasan sebagai fasilitas umum dengan melakukan perawatan secara berkala. 5. Mempertimbangkan skala manusia sebagai penyesuaian dengan kebiasaan pengguna sebagai pokok dalam penciptaan ruang yang baik 6. Menarik orang-orang yang bergerak dengan perantara ruang publik sebagai ruang pengumpul melalui fasilitas transportasi. 7. Mengutamakan faktor keselamatan sebagai fundamental bagi keberhasilan ruang publik, termasuk tempat transit dengan keragaman penggunanya. 8. Mengoptimalkan variasi dan kompleksitas fungsi lahan dan jenis kegiatan yang terjadi sehingga memberikan perasaan positif bagi penggunanya dan memperkuat karakter suatu tempat. 9. Membuat hubungan antar ruang kota yang terintegrasi dengan baik dan saling mendukung antara tempat transit dengan kawasan. 10. Menghidupkan kembali jalur-jalur pejalan kaki dengan fasilitas pejalan kaki senyaman mungkin, tersinergi dengan rencana perkotaan. 11. Mengintegrasikan fungsi-fungsi kawasan transit dan fasilitas transit dengan pola perencanaan kota agar saling bersinergi. 12. Memperhatikan pergerakan kendaraan pribadi dan areal parkir demi mendukung fungsi kawasan transit secara optimal. Di sisi lain, Calthrope (1994) juga menjabarkan beberapa prinsip pengembangan kawasan berbasiskan transit, yaitu: 1. Pengorganisasian pertumbuhan berskala regional agar menjadi lingkungan kompak yang berorientasi transit 2. Penyediaan keragaman fungsi, kepadatan, dan variasi tipe hunian 3. Penciptaan ruang-ruang publik sebagai fokus dari orientasi bangunan dan aktivitas lingkungan 4. Penciptaan jaringan jalan ramah pejalan kaki yang memiliki aksesibilitas tinggi dan luas ke berbagai sudut 5. Penempatan fasilitas komersial, perumahan, perkantoran, parkir, dan fasilitas publik lain dalam jangkauan jarak berjalan kaki dari perhentian transit 6. Perlindungan habitat dan ruang-ruang terbuka alami 7. Mendorong terciptanya infiltrasi dan peremajaan daerah di sekitar koridor transit dan lingkungannya 7-6

275 BAB 7 RENCANA POLA RUANG Agar konsep Transit Oriented Development (TOD) berjalan, orientasi kepada pemakai atau populasi yang dilayani penting untuk diperhatikan. Besaran kepadatan populasi menurut Calthorpe (The New Urbanism, 1993) adalah kurang lebih 2000 rumah; m2 ruang komersial ruang terbuka, sekolah, dan fasilitas umum terletak dalam jangkauan 350 meter berjalan kaki dari stasiun atau terminal dan pusat komersial atau kira-kira meliputi 48 Hektar. Diperkirakan kepadatan minimal tiap titik transit 160 jiwa/hektar atau unit per 0.4 Hektar (Calthorpe, 1993 dan Katz, 1994). Ukuran dari TOD ditentukan melalui radius rata-ratanya. Radius rata-rata 600 meter diperlukan untuk membentuk suatu jarak nyaman bagi pejalan kaki (10 menit berjalan). Kawasan TOD harus diletakkan berdekatan dengan jalan yang memiliki rute bus terbesar ke berbagai tujuan. Cukupnya aksesibilitas kendaraan sangat diperlukan untuk memudahkan akomodasi penghuni menuju lokasi perhentian transit. Gambar 7-2: Urban Transit dengan mixed-use di Suatu Kawasan (kiri); Pengembangan di Sepanjang Alur Transit (kanan) Populasi TOD tidak hanya dilayani oleh titik transit, melainkan dalam arti lebih luas dengan pelayanan jaringan sehingga dapat bekerja di bagian lain tanpa ada kendala waktu perjalanan. Waktu perjalanan maksimal adalah 1 jam perjalanan dengan selang waktu di bawah 5 menit yang menjadi ketentuan minimal pelayanan TOD. Struktur utama TOD adalah penataan kawasan menggunakan pola radial dengan node yang merupakan pusat lingkungan yang difokuskan pada fungsi campuran dengan pusat komersial, fungsi publik, dan perhentian transit sebagai pusat orientasi. Dengan pola radial, jarak dan waktu tempuh menuju pusat akan menjadi lebih singkat. Area yang mengelilingi TOD disebut sebagai secondary area yang merupakan daerah dengan tingkat 7-7

276 BAB 7 RENCANA POLA RUANG kepadatan rendah. Transit Oriented Development memiliki beberapa konsep: 1. Urban Transit Oriented Development: TOD dengan konsep ini dilokasikan di dekat jaringan transportasi kota tingkat pertama, umumnya berupa kereta atau jalur bus ekspres. Urban TOD berlokasi pada jaringan jalan yang tersibuk dari suatu jaringan lalu lintas, sehingga dikembangkan dengan intensitas komersial yang tinggi dengan kepadatan hunian sedang. Konsep TOD ini cocok dengan daerah yang bersifat pembangkit lingkungan kerja (jobgenerating). TOD menyediakan akses langsung untuk tiap penumpang pada jalur transportasi utama tanpa perlu berganti kendaraan dengan radius sekitar km dari stasiun. 2. Neighborhood Transit Oriented Development: Berlokasi sekitar jaringan transit kota tingkat lingkungan, yaitu jalur bus lokal dengan jangkauan tempuh transit 200 meter (tidak lebih 10 menit). Lingkungan yang dilayani oleh neighborhood TOD ini adalah lingkungan yang mempunyai daerah pemukiman berkepadatan sedang/rendah yang dilengkapi oleh toko-toko yang berorientasi pada pasar lokal berupa yang dilengkapi fungsi retail, hiburan, area umum, rekreasi dan pelayanan berskala lingkungan. Dalam pengembangannya, kawasan yang menggunakan konsep Transit Oriented Development harus memiliki beberapa struktur dan fungsi guna lahan yang menjadi area pengembangan dalam mendukung fasilitas transit, yaitu: 1. Fungsi publik. Fungsi publik diperlukan untuk melayani penduduk/residen dan para pekerja di kawasan TOD dan daerahdaerah sekitarnya. Tempat parkir, plasa, zona hijau, gedung-gedung publik, dan pelayanan publik dapat digunakan untuk mengisi kebutuhan tersebut. Parkir umum dan plasa kecil harus disediakan dalam memenuhi kebutuhan penduduk. Lokasinya berada dalam jarak terdekat dengan titik transit dengan jangkauan 5 menit berjalan kaki. 2. Pusat area komersial. Inti perniagaan di pusat setiap TOD adalah hal esensial karena memungkinkan sebagian besar penduduk dan pekerja berjalan atau mengendarai sepeda bagi banyak barangbarang dan pelayanan dasar. Pengguna transit memilih pergi ke toko akan pergi pada sekian mil yang lebih singkat serta dapat menghindari menggunakan jalan arterial untuk perjalanan lokal. Area 7-8

277 BAB 7 RENCANA POLA RUANG komersial inti juga menyediakan destination (tempat tujuan) mixed use yang membuat pengguna transit menggunakan perhentian transit bila dikombinasikan dengan peluang-peluang retail, pelayanan/jasa, perkantoran, mall, dan tempat pertemuan. Pusat area komersial ini juga dialokasikan dalam jangkauan 5 menit berjalan kaki. 3. Area permukiman. Berada pada jarak perjalanan pejalan kaki dari area pusat komersial dan titik transit. Kepadatan area permukiman harus sejalan dengan variasi tipe permukiman, termasuk single family housing, town house, condominium, dan apartment. 4. Area sekunder. Berdekatan dengan TOD, berjarak lebih dari 1 mil dari pusat area komersial. Jaringan area sekunder harus menyediakan beberapa akses langsung dan jalur sepeda menuju titik transit dan area komersial dengan seminimal mungkin terbelah oleh jalan arteri. Area ini memiliki densitas yang lebih rendah dari fungsi single family housing, sekolah umum, taman komunitas, fungsi pembangkit perkantoran dengan intensitas rendah, dan parkir. 5. Fungsi-fungsi lain yang secara ekstensif bergantung pada kendaraan bermotor, truk, atau intensitas perkantoran yang sangat rendah yang berada di luar kawasan TOD dan area sekunder Titik transit dilihat sebagai awalan maupun akhiran dalam pergerakan. Pengaturan letak fasilitas transit menjadi faktor penting karena titik transit berperan sebagai titik temu dari berbagai jenis angkutan yang erat kaitannya dengan penataan distribusi kegiatan yang ada dalam kawasan yang memiliki peruntukkan campuran, agar tercapai keseimbangan sirkulasi dan intensitas yang merata baik untuk sirkulasi kendaraan maupun pejalan kaki (Barnett, 1982). Dikaitkan dengan sistem tautan, titik transit merupakan daerah tujuan sebagai titik awal pergerakan kawasan. Yang perlu diperhatikan dalam penataan adalah: a. Lokasi jalur transit. Memiliki potensi untuk ditingkatkan kepadatannya sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan suatu wilayah. Pada jalur tersebut harus disediakan lahan yang memadai untuk TOD yang dapat melayani akses ke jalur tersebut. Sebaiknya berada pada jalur transit moda transportasi atau rute kendaraan umum dengan waktu transit (frekuensi perjalanan) 10 menit. b. Lokasi perhentian transit. Lokasi perhentian transit terletak pada jalur transit utama yang direncanakan atau pada lokasi yang dilewati 7-9

278 BAB 7 RENCANA POLA RUANG feeder bus dalam jarak 10 menit dari halte ke jalan utama. Jaringan jalan utama yang dilewati oleh sistem transit cepat lainnya seperti kereta api ekspress, bus ekspress dengan tenggang waktu pelayanan antara 15 menit dari setiap pemberangkatannya. Harus tersedia ROW yang resmi dari masing-masing jenis alat transportasi dengan tujuan memastikan waktu pemberangkatan dan jalur transit yang bebas hambatan. c. Fasilitas perhentian transit. Berupa tempat untuk transit yang berfungsi mengakomodasi pelayanan naik turunnya penumpang, kedatangan dan keberangkatan moda, tempat tejadinya transfer penumpang dari satu moda ke moda lainnya, serta tempat pertemuan intermoda (angkot, kendaraan pribadi, ojek, becak, pejalan kaki). Kebutuhan kawasan permukiman di sekitarnya dilayani oleh fasilitas pada skala pelayanan stasiun seperti fungsi sirkulasi dan parkir, fasilitas umum, serta fasilitas sosial. Perhentian transit harus menyediakan halte untuk pedestrian, fasilitas untuk penumpang, dan fasilitas yang diperlukan oleh pengantar jemput. d. Akses menuju perhentian transit. Jalan-jalan menuju ke perhentian transit harus direncanakan agar fasilitas pedestrian yang menyebrangi jalan menuju perhentian transit menjadi aman dan nyaman. Area parkir dan area turunnya penumpang dari mobil dan bus berdekatan dengan stasiun dan pedestrian. Dalam merencanakan jaringan jalan, aksesibilitas ke perhentian transit harus menjadi prioritas utama untuk meningkatkan kuantitas masyarakat yang memakai fasilitas transit. Penempatan persimpangan jalan dan tanda-tanda harus mudah dikenali untuk mempercepat akses ke perhentian transit. e. Jalan dan sistem sirkulasi. Lebar jalan, kecepatan kendaraan dan banyaknya jalur jalan harus diminimkan dengan tetap memikirkan faktor keselamatan. Jalannya didesain dengan kecepatan 15 mil/jam atau lebih kurang 37 km/jam. Lebar jalur yang direkomendasikan adalah sekitar 24 m yang terdiri dari jalan mobil, pedestrian, dan jalur sepeda dengan penghijauan. Mempersempit lebar jalan akan memperlambat arus kendaraan sehingga diharapkan pengemudi akan lebih berhati-hati dan tingkat kecelakaan dapat ditekan seminim mungkin. Pemakaian lahan untuk jalan yang lebih minim akan membantu lebih tersedianya lahan untuk landscaping, jalan sepeda, dan parkir di jalan. 7-10

279 Urban Sustainability BAB 7 RENCANA POLA RUANG Konteks sustainability atau berkelanjutan pada suatu kota merupakan arah yang diupayakan untuk menyokong kebutuhan manusia dan mendorong pemenuhan kebutuhan secara kontinu pada level yang lebih baik, dimana lingkungan binaan mendukung pengembangan personal dan lingkungan (Hill, 1992). Selain itu, pemahaman lain akan keberlanjutan adalah sebuah evolusi lingkungan, ekonomi dan sosial yang kontinu. Perkotaan dalam pembangunan yang berkelanjutan merupakan hal yang signifikan karena kota merupakan satu-satunya tempat dimana penduduk, modal, dan sumber daya berada dalam sinergi yang dinamis. Terkait dengannya, integrasi dan keseimbangan kebijakan merupakan hal krusial yang membutuhkan dukungan dari penduduknya (Mega, 2008). Konsep kota berkelanjutan memiliki prinsip-prinsip tertentu yang dapat digunakan untuk melihat pembangunan kota yang menunjukkan ciri-ciri keberlanjutan. Terkait dengan bentuk kota, kota yang kompak (compact city) di negara-negara maju dianggap sebagai suatu ciri kota yang berkelanjutan yang ditunjukkan dengan intensifikasi aktivitas di pusat kota, pembangunan dengan penambahan pada struktur yang telah ada, kombinasi fungsi-fungsi setiap bagian wilayah kota, penyediaan dan penyebaran fasilitas, dan pembangunan dengan kepadatan tinggi. Oleh sebab itu, urban compactness dapat dijadikan salah satu indikator keberlanjutan kota. Selain itu, urban compactness ini tidak lepas dari hubungannya terhadap transportasi. Konsep compact city yang menuju kota berkelanjutan juga akan menuju ke transportasi yang berkelanjutan. Menurut Mountain Association for Community Economic Development (MACED), isu sustainabilitas terbatas pada tiga aspek, yaitu: 1. Ekonomi - ketahanan ekonomi suatu kota dalam menghadapi permasalahan ekonomi masa kini dan masa depan, dimana manajemen kota harus menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat dan melakukan pembiayaan keberlangsungan kotanya menggunakan pendapatan dari kotanya sendiri. 2. Ekologi - perlunya melestarikan aset-aset alam untuk dapat dirasakan manfaatnya secara menerus. 3. Ekuitas - perlunya ketersediaan kesempatan yang memadai bagi berbagai elemen masyarakat untuk berpartisipasi mengembangkan 7-11

280 BAB 7 RENCANA POLA RUANG kotanya, baik dari kesempatan berekonomi, ataupun membuat kebijakan sosial. Dari aspek tersebut maka dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai pengembangan kawasan yang berkelanjutan, maka sebuah kawasan harus meminimalisasi penggunaan sumber daya tak terbarukan, pengarahan penggunaan pada sumber daya yang dapat diperbaharui dan sumber daya buatan manusia dan memperhatikan keberlanjutan kualitas lingkungan dengan memperhatikan penyerapan limbah lokal dan global. Prinsip berkelanjutan adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (United Nations World Commission on Environment and Development, 1987) terutama relasi antara aspek lingkungan, aspek sosial dan aspek ekonomi dalam kerangka pembangunan perkotaan. Ditambahkan oleh Hallmarks of a Sustainable City (CABE 2009) kota yang merespon perubahan iklim dapat membantu menyelesaikan permasalahan sosial dan ekonomi, seperti kelangkaan bahan bakar, kepadatan lalu lintas, dan membawa kualitas hidup yang lebih baik. Secara lebih detail, manfaat perkotaan yang berkelanjutan dapat dilihat dari bermacam aspek, namun yang utama terdiri dari 3 aspek yaitu: 1. Segi Lingkungan Perkotaan yang berkelanjutan dapat memfasilitasi kehidupan masyarakatnya dengan lingkungan yang sehat, sehingga tingkat kematian dapat dikurangi, dan produktivitas penduduk meningkat, menjaga ketersediaannya ruang terbuka publik, mengurangi pemanasan global, memudahkan akses penduduk kota, mampu mendaur ulang energi kota dan memfasilitasi dengan baik penduduknya. 2. Segi Ekonomi Perkotaan yang berkelanjutan mampu menyediakan berbagai kesempatan bagi para pencari kerja, serta mampu menjadi landmark sebuah negara, sehingga menarik wisatawan asing untuk berinvestasi di kota ini. 3. Segi Sosial Perkotaan yang berkelanjutan mampu mewadahi masyarakat merumuskan kebijakan baru dengan pemerintah untuk memajukan kotanya, sehingga dapat menjaga stabilitas sosial, selain 7-12

281 Sense of Place BAB 7 RENCANA POLA RUANG itu mampu memenuhi kebutuhan dasar masyarakatnya, sehingga memperkecil kesenjangan sosial. Place (tempat) adalah space (ruang) yang memiliki ciri khas tersendiri. Perbedaan antara keduanya menurut Roger Trancik (1986) adalah, keberadaan space muncul dari adanya determinasi fisik, dan sebuah space menjadi sebuah place jika terdapat makna dari lingkungan yang berasal dari budaya daerahnya. Makna tempat tersebut muncul dari benda konkret (bahan, rupa, tekstur, warna) maupun benda abstrak, yaitu asosiasi kultural dan regional yang dilakukan oleh manusia di tempatnya. Place mengandung lokalitas kawasan tersebut. Faktor pembentuk place terbagi menjadi dua, yakni man-made (buatan) dan natural (alami), atau bisa juga disebut lansekap dan pemukiman. Makna tempat (sense of place) merupakan kekuatan non fisik yang mampu membentuk kesan dalam sebuah tempat (Garnham,1985). Makna tempat tersebut dapat timbul oleh atribut-atribut sebagai berikut: 1. Aspek lingkungan alamiah dan buatan seperti bentuk lahan dan topografi, vegetasi, iklim dan air. 2. Ekspresi budaya (misal benteng, istana, masjid), wujud-wujud akibat sejarah sosial dan tempat sebagai artefak budaya; dan 3. Pengalaman sensoris, utamanya visual yang dihasilkan oleh interaksi budaya dengan bentang alam eksisting. Aspek lokal menjadi sesuatu yang sangat menonjol, apalagi jika mengandung keunikan yang tidak ada duanya di tempat lain. Place dapat berbentuk apa saja, antara lain berupa jalan (street), plaza (square), taman (park), pinggiran sungai (riverfront), jalan setapak (foothpath), trotoar (pedestrian). Karena ruang-ruang ini dimiliki oleh komunitas yang lebih luas, maka dinamakan public place atau ruang publik. Konsep place memberikan penekanan pada pentingnya sense of belonging atau rasa kepemilikan yang memunculkan ikatan emosional antara manusia terhadap tempat tersebut. Inilah kemudian yang memunculkan adanya sense of identity atau sense of belonging terhadap kawasan. Menurut Crang, (1998) place menghadirkan pengalaman orang-orang pada masa lalu yang berlangsung terus-menerus sepanjang waktu. Rasa kepemilikan terhadap suatu tempat kemudian diekspresikan dalam bentuk perbedaan fisik atau keunikan yang hadir saat memasuki area tertentu. 7-13

282 BAB 7 RENCANA POLA RUANG Sense of place yang diimplementasikan pada sebuah tempat akan menghadirkan kenyamanan, menjawab kebutuhan sosial serta terdapatnya arsitektur yang menarik. Menghadirkan sense of place pada suatu kawasan tidak cukup dengan menghadirkan karakter fisik pada kawasan tersebut, namun juga memperhatikan apakah lingkungan sekitar memiliki keunikan dan identitas yang khas, sesuatu yang merekatkan manusia dengan tempat sehingga muncul perasaan seolah kita sedang berada di rumah. Berikut adalah faktor yang turut berperan dalam menciptakan sense of place, antara lain: 1. Keistimewaan fisik dan tampilan, seperti struktur dan keindahan penampilan bangunan serta lingkungan. 2. Aktifitas dan fungsi lokal yang unik, menyangkut pula bagaimana interaksi antara manusia dan tempat, bangunan dan lingkungan, juga budaya masyarakat. 3. Makna atau simbolisme, yang menyangkut banyak aspek dan sangat kompleks, seperti wujud bangunan atau lingkungan yang muncul karena interaksinya dengan masyarakat atau karena aspek fungsional. Sedangkan komponen yang bersifat fisik yang harus diperhatikan untuk membentuk sebuah place menurut Davies (2000), adalah: 1. Context, posisi dalam hirarki pergerakan akan menentukan seberapa intensif ruang akan digunakan. 2. Kegiatan yang membatasi ruang, tata guna lahan di sekitarnya, luas tiap plotnya dan tanda-tanda kehidupan diantara batas-batas bangunan akan mempengaruhi bagaimana daya tarik ruang tersebut. Batasan di tepi seringkali merupakan tempat yang paling populer di dalam ruang publik. 3. Kegiatan di dalam ruang yang dapat ditampung oleh suatu ruang sepanjang waktu di sepanjang tahun. 4. Iklim mikro, orang menginginkan tempat yang nyaman dari aliran angin dan memiliki prospek kenyamanan dari sinar matahari dengan perlindungan untuk cuaca terpanas. 5. Skala yang disesuaikan dengan fungsi ruang tersebut. 6. Proporsi, tingkat ketahanan ruang tersebut akan menentukan seberapa baik ruang bisa didefinisikan. Sense of place akan hilang jika tingkat ketahanan ruang berkurang. 7-14

283 BAB 7 RENCANA POLA RUANG 7. Objek dalam ruang, pohon, perubahan ketinggian, dan public art menghadirkan place di sekitar tempat-tempat berkumpul bagi orang banyak. Pada implementasi perancangan, pada dasarnya prinsip perancangan kawasan yang berbasis pada sense of place adalah bagaimana mengelola potensi kawasan, baik fisik, sosial, kesejarahan, hingga kultural, menjadi padu dengan karakter dan identitas kawasan tersebut. Prinsip perancangan kawasan berbasis pada sense of place akan menggiring terbentuknya kawasan yang unik dan menarik untuk menjadi destinasi. Secara umum, prinsip perancangan kawasan berdasarkan konsep place seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut: Gambar 7-3 Prinsip Perancangan berdasarkan Konsep Place Sumber: Project for Public Places, 2003 Prinsip perancangan dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Menemukan karakter utama yang menjadi inti kawasan. Karakter dapat dibentuk dari kehidupan sosial, ekonomi, potensi alam hingga artefak-artefak fisik yang dimiliki oleh kawasan tersebut. Karakter hendaknya merupakan sesuatu yang khusus dan benar-benar menjadi pembeda antara kawasan tersebut dengan tempat lainnya. Hal ini tidak hanya berlaku pada kawasan lama/bersejarah, tetapi juga kawasan dengan pengembangan baru. Dalam tahap ini, tim perencana/perancang menggali sedalam-dalamnya potensi lokal yang dimiliki oleh suatu tempat melalui kegiatan observasi. 2. Memikirkan bagaimana ruang-ruang urban yang diinginkan atau yang akan terbentuk nantinya. Ruang-ruang urban yang ada pada suatu tempat menjelaskan bagaimana karakter dari tempat tersebut, 7-15

284 BAB 7 RENCANA POLA RUANG yaitu apakah ruang tersebut lebih berorientasi komersial ataukah privat, ataukah ditujukan khusus untuk golongan tersebut. Orientasi ruang-ruang urban muncul dari visi yang dirumuskan oleh tim perencana. Dengan menemukan orientasi tersebut, akan dapat direncanakan kemudian jenis dan tingkat aktifitas serta hal-hal lain yang dapat menunjang tumbuhnya aktifitas tersebut. 3. Mendefinisikan ruang urban melalui rancangan blok dan sempadan bangunan. Tujuan dari mendefinisikan ruang ini adalah untuk membentuk visual enclosure yang baik pada ruang perkotaan. 4. Menciptakankan kekontrasan dan keberagaman fungsi maupun visual. Kekontrasan pada suatu lingkungan membuat suatu tempat menjadi lebih dikenali. Keberagaman dan kekontrasan suatu tempat yang ditata dengan baik akan memperjelas titik awal, titik akhir, di mana kekontrasan tersebut akan menjadi penekanan (emphasis) pada titik-titik yang dianggap khusus. 5. Pemandangan (view) dan vista. View dan vista berperan dalam menciptakan kesan bagi pengguna melalui pengalaman visual. Contohnya adalah, koridor yang sempit dan tinggi akan mengundang rasa penasaran atau bahkan rasa enggan untuk masuk karena takut. 6. Jalan dan parkir. Struktur jalan sangat menentukan bagaimana aktifitas kawasan akan berlangsung. Pemilahan sirkulasi kendaraan dengan manusia serta penempatan lokasi parkir yang tepat akan membantu terciptanya jalur pejalan kaki yang nyaman, aman serta kondusif. 7. Menciptakan lansekap baru yang menarik. Lansekap merupakan elemen penting untuk menciptakan lingkungan yang menarik. Elemen lunak dari tanaman akan membantu dalam menciptakan visual enclosure, kontinuitas dan berperan dalam menjaga iklim mikro lingkungan. Sedangkan hardscape berupa perkerasan jalan maupun pejalan kaki akan berperan dalam membentuk karakter lingkungan serta kaitan suatu tempat dengan tempat lain di kawasan tersebut secara visual. Aspek-aspek utama dalam menciptakan sebuah place dalam perancangan dijelaskan dalam tabel berikut. 7-16

285 BAB 7 RENCANA POLA RUANG Tabel 7-2 Aspek Perancangan Konsep Sense of Place No. Aspek Perancangan Indikator 1 Fungsi dan Aktivitas Orientasi kegiatan. Kegiatan yang menarik dan menciptakan area destinasi. Keberagaman fungsi dan aktifitas (mixed use development). 2 Aksesibilitas dan tautan Aksesibilitas yang baik dan terhubung dengan lingkungan sekitar, misal: walkways, bicycleways, riverwalk, dll. Mudah dan menyenangkan untuk berjalan. Terhubung dengan transit moda. Kawasan terbuka secara visual. Ruang terbuka dalam kawasan terintegrasi satu sama lain, sehingga muncul kontinuitas yang baik. Memiliki sistem tata informasi yang efektif. 3 Kenyamanan Jalur pedestrian ternaungi oleh vegetasi maupun naungan buatan sebagai peneduh dan penurun suhu mikro di kawasan. Jalur pedestrian yang menerus tidak terpotong oleh kendaraan Tersedia fasilitas penerangan yang memadai. Tersedia perabot jalan dan tata informasi yang tertata baik dan fungsional. Area parkir yang tersembunyi dari pandangan publik dan tidak menempati area yang bernilai tinggi. Jalur sirkulasi jelas dan tidak membingungkan pengunjung Memiliki ruang terbuka publik (misal: taman, plaza, kebun bunga, dll) Memiliki beragam elemen bentang alam (landscape). 4 Sociability Mengundang, interaktif, keramahtamahan, membanggakan, dan keberagamaan Ruang terbuka dapat digunakan sebagai sarana untuk bertemu, berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain. 5 Karakter, Identitas dan citra Menggunakan potensi lokal sebagai penguat identitas kawasan Adanya aktivitas komersial yang partisipatif Memiliki identitas arsitektur Ruang publik dan ruang privat terdefinisi dengan jelas 6 Adaptibility Ruang terbuka publik dapat berubah fungsi dengan mudah 7 Pelayanan (servis) Tersedia ruang parkir yang memadai sehingga tidak terbentuk kantong-kantong parkir ilegal. Tersedia fasilitas kendaraan umum dan fasilitas transportasi lainnya, seperti halte, jaringan jalan yang baik dan sebagainya. 7-17

286 BAB 7 RENCANA POLA RUANG No. Aspek Perancangan Indikator Sarana infrastruktur tersedia dengan memadai. 8 Daya tarik Adanya manajemen acara-acara festival, special event, dan street entertainment, untuk menghibur para pengunjung. Sumber: Hasil Analisis, 2014 Adanya landmark, public art maupun magnet kawasan berupa anchor tenant Untuk proses penyusunan pola ruang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta, pendekatan yang dilakukan ialah dengan berdasarkan pada visi, tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang yang telah disusun sebelumnya, dan penyesuaian pada RTRW DKI Jakarta 2030 dan peraturan perundangan terkait. Selain itu, rencana pola ruang yang akan disusun juga disesuaikan dengan rencana atau desain kawasan yang sudah dimiliki pengembang (UDGL). Karena merupakan rencana dari pulau reklamasi, maka dalam proses ini juga mendapat input berupa estimasi jumlah penduduk yang kemudian menjadi dasar dalam penentuan kebutuhan fasilitas yang perlu diakomodasi dalam pola ruang. Proses penyusunan rencana pola ruang Kawasan Strategis Pantura dijabarkan dalam Gambar 7-3. Analisis Kondisi Fisik, Daya Dukung dan Daya Tampung Visi, Tujuan, Kebijakan dan Strategi Struktur Ruang: Pusatpusat kegiatan (fasilitas) dan sistem jaringan yang melayaninya Rencana dalam RTRW, Peraturan Perundangan Terkait KESESUAIAN LAHAN ARAHAN PEMANFAATAN RUANG Rencana yang sudah dimiliki pengembang (UDGL) POLA RUANG Jumlah Penduduk KEBUTUHAN FASILITAS Neighborhood unit Gambar 7-4 Proses Penyusunan Rencana Pola Ruang Kawasan Strategis Pantura Sumber: Hasil Analisis, 2014 Rencana pola ruang dirumuskan berdasarkan (1) daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dalam Kawasan Reklamasi Pantura; dan (2) perkiraan kebutuhan ruang untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi dan pelestarian 7-18

287 BAB 7 RENCANA POLA RUANG fungsi lingkungan. Rencana pola ruang pada Kawasan Reklamasi Pantura dirumuskan dengan kriteria: a. mengacu pada rencana pola ruang yang telah ditetapkan dalam RTRW Provinsi DKI Jakarta; b. memperhatikan rencana pola ruang bagian wilayah yang berbatasan; c. memperhatikan mitigasi dan adaptasi bencana pada Kawasan Reklamasi Pantura, termasuk dampak perubahan iklim; dan d. menyediakan RTH dan RTNH untuk menampung kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat. Rencana pola ruang Kawasan Reklamasi Pantura mempertimbangkan ketentuan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur. Dalam Peraturan Presiden ini, Kawasan Reklamasi Pantura terdiri atas zona penyangga P2, P3 dan P5. a. Zona P2 (Zona Penyangga 2). Zona ini merupakan zona perairan pantai yang berhadapan dengan Zona N1 (terdiri atas kawasan hutan lindung; kawasan resapan air; kawasan dengan kemiringan di atas 40% (empat puluh persen); sempadan sungai; sempadan pantai; kawasan sekitar danau, waduk, dan situ; kawasan sekitar mata air; rawa; kawasan pantai berhutan bakau; dan kawasan rawan bencana alam geologi) adalah pantai yang mempunyai potensi untuk reklamasi. Pemanfaatan ruang Zona P2 dilaksanakan melalui upaya menjaga Zona N1 dari segala bentuk tekanan dan gangguan yang berasal dari luar dan/atau dari dalam zona, khususnya dalam mencegah abrasi, intrusi air laut, pencemaran, dan kerusakan dari laut yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan dan/atau perubahan fungsi Zona N1. Penyelenggaraan reklamasi pada zona P2 dilakukan dengan koefisien zona terbangun paling tinggi 40% (empat puluh persen) dan/atau konstruksi bangunan di atas air secara bertahap dengan tetap memperhatikan fungsinya, dengan jarak dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 200 (dua ratus) meter sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut 8 (delapan) meter, dan dengan mempertimbangkan karakteristik lingkungan. b. Zona P3 (Zona Penyangga 3). Zona ini merupakan zona perairan pantai yang berhadapan dengan Zona B1 pantai yang merupakan zona dengan karakteristik sebagai kawasan yang mempunyai daya dukung lingkungan tinggi, tingkat pelayanan prasarana dan 7-19

288 BAB 7 RENCANA POLA RUANG sarana tinggi, dan bangunan gedung dengan intensitas tinggi, baik vertikal maupun horizontal. Pemanfaatan ruang Zona P3 dilaksanakan melalui upaya menjaga fungsi Zona B1 dengan tidak menyebabkan abrasi pantai dan tidak mengganggu fungsi pusat pembangkit tenaga listrik, muara sungai, dan jalur lalu lintas laut dan pelayaran; dan penyelenggaraan reklamasi secara bertahap dengan tetap memperhatikan fungsinya, dengan jarak dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 300 (tiga ratus) meter sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut 8 (delapan) meter, kecuali pada lokasi yang secara rekayasa teknologi memungkinkan jarak dapat diminimalkan, dan dengan mempertimbangkan karakteristik lingkungan, jalur lalu lintas laut dan pelayaran, dan pelabuhan. c. Zona P5 (Zona Penyangga 5). Zona ini merupakan zona perairan pantai yang berhadapan dengan Zona B6 dan/atau B7. Zona B6 merupakan zona dengan karakteristik sebagai kawasan yang mempunyai daya dukung lingkungan rendah dengan kesesuaian untuk budidaya dan KLB yang disesuaikan dengan Peraturan Daerah. Sedangkan Zona B7 merupakan zona yang berdekatan dengan Zona N1 pantai dengan karakteristik memiliki daya dukung lingkungan rendah, rawan intrusi air laut, rawan abrasi, dengan kesesuaian untuk budidaya dan KLB yang disesuaikan dengan Peraturan Daerah. Pemanfaatan ruang Zona P3 dilaksanakan melalui upaya menjaga fungsi Zona B6 dan/atau Zona B7 dengan tidak menyebabkan abrasi pantai dan tidak mengganggu muara sungai, jalur lalu lintas laut dan pelayaran, usaha perikanan rakyat; dan penyelenggaraan reklamasi secara bertahap dengan koefisien zona terbangun paling tinggi 45% (empat puluh lima persen) dengan jarak dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 200 (dua ratus) meter sampai garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut 8 (delapan) meter dan dengan mempertimbangkan karakteristik lingkungan. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka rencana pola ruang Kawasan Reklamasi Pantura akan dijelaskan sebagai berikut Rencana Pola Ruang Kawasan Strategis Pantura Rencana Pola Ruang Kawasan Strategis Pantura diwujudkan dalam pembagian zona dan sub zona Kawasan Strategis Pantura Jakarta dibagi ke dalam 9 (sembilan) zona yaitu zona lindung, zona terbuka hijau, zona perumahan vertikal, zona perumahan kdb sedang-tinggi, zona perkantoran, perdagangan dan jasa, 7-20

289 BAB 7 RENCANA POLA RUANG zona campuran, zona pelayanan umum dan sosial, zona industri dan pergudangan, serta zona terbuka biru. Nomenklatur zona dan sub zona tersebut merupakan nomenklatur Rencana Detail Tata Ruang Provinsi DKI Jakarta yang telah disesuaikan dengan keadaan lapangan. Definisi sub zona juga telah disesuaikan dengan visi penataan ruang yang ingin dicapai. Penyesuaian dengan skala minor untuk mengakomodasi kepentingan desain rancang kota pada sub zona- sub zona non lindung dapat dilakukan dengan persetujuan Gubernur tanpa mengurangi proporsi sempadan pantai, ruang terbuka hijau dan ruang terbuka biru serta tidak mengubah proporsi dan bentuk struktur dan pola ruang keseluruhan secara signifikan Zona Lindung Zona lindung pada Kawasan Reklamasi Pantura terdiri atas sub zona sempadan pantai. Sub zona sempadan pantai adalah bagian dari kawasan lindung setempat yang berupa kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Kawasan sempadan pantai memiliki fungsi utama sebagai pembatas pertumbuhan permukiman atau aktivitas lainnya agar tidak menggangu kelestarian pantai. Sempadan pantai direncanakan memiliki lebar minimal 50 m dihitung dari titik tertinggi permukaan air laut ketika pasang ke arah daratan pada area yang menghadap laut lepas dan minimal 30 meter yang berhadapan dengan pulau atau garis pantai lama. Sub zona yang berbatasan langsung dengan sub zona sempadan pantai harus dipisahkan oleh ruang terbuka publik yang berfungsi sebagai jalur inspeksi untuk pemeliharaan tanggul pulau sekaligus untuk menjamin ketersediaan akses publik terhadap sempadan pantai Sub zona sempadan pantai tersebar di seluruh pulau-pulau reklamasi kecuali pada pulau yang diperuntukkan untuk kegiatan pelabuhan. Sempadan pantai berperan untuk mencegah abrasi, erosi, amblesan, bencana banjir, dan sedimentasi dengan pengembangan struktur alami dan struktur buatan, pembatasan bangunan penunjang rekreasi pantai, pelarangan semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan luas, nilai ekologis, dan estetika kawasan. Di sempadan pantai dilarang menyelenggarakan pemanfaatan ruang yang mengganggu bentang alam, kecuali yang dimaksudkan bagi kepentingan umum yang terkait langsung dengan ekosistem laut; dilarang pemanfaatan ruang yang mengganggu kelestarian fungsi pantai; dan/atau dilarang pemanfaatan ruang yang mengganggu akses terhadap kawasan sempadan pantai. 7-21

290 BAB 7 RENCANA POLA RUANG Zona Terbuka Hijau Zona terbuka hijau di dalam Rencana Pola Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta diadaptasi dari 6 (enam) zona dalam RDTR DKI Jakarta Zona terbuka hijau terdiri dari sub zona terbuka hijau yang dapat diperuntukkan bagi: 1. Hutan kota yaitu bagian dari kawasan budidaya yang merupakan hamparan lahan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Pengembangan kawasan hutan kota diharapkan dapat menjadi hutan kota yang interaktif yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana olahraga, rekreasi dan sosial bagi masyarakat. Selain itu, tidak dapat diubah fungsi dan peruntukkannya sehingga dapat mendukung pelestarian dan perlindungan keanekaragaman hayati setempat. 2. Taman kota/lingkungan yaitu bagian dari kawasan budidaya yang merupakan lahan terbuka di luar kawasan hijau lindung yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat kota. Taman kota tersebar di seluruh pulau sesuai dengan daya dukung penduduk yang dilayaninya. Pengembangan Kawasan Taman Kota diharapkan dapat membentuk kawasan taman kota yang interaktif yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana olahraga, rekreasi, dan sosial bagi warga masyarakat. 3. Pemakaman merupakan kawasan dengan peruntukan sebagai tempat pemakaman umum yang berupa areal/ruang terbuka dengan fasilitas pendukungnya yang berupa makam, pedestrian, plaza, pohon-pohon pelindung, lampu, petunjuk arah, bangunan pengelola, tempat parkir, dan fasilitas-fasilitas lain sesuai kebutuhan. 4. Jalur Hijau merupakan jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam ruang milik jalan (rumija) maupun di dalam ruang pengawasan jalan (ruwasja). 5. Hijau Pengaman Kereta Api merupakan jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam ruang areal milik jalur jalan Kereta Api. 6. Hijau Rekreasi merupakan kawasan dengan peruntukan sebagai tempat rekreasi dan fasilitas pendukung dengan KDB setinggi-tingginya 10%. 7-22

291 Zona Perumahan KDB Sedang-Tinggi BAB 7 RENCANA POLA RUANG Zona perumahan KDB Sedang-Tinggi dari 4 (empat) sub zona yaitu sub zona rumah kecil, rumah sedang, rumah besar dan sub zona rumah flat. Kriteria zona perumahan KDB sedang-tinggi adalah sebagai berikut: a. Tidak berada pada jalan utama atau arteri dan/atau kolektor atau tidak mempunyai akses langsung pada jalan arteri dan/atau jalan kolektor b. Membentuk skyline yang sudah ditetapkan. c. Untuk rumah besar, diutamakan pada lokasi yang mempunyai pandangan ke laut lepas dan tidak tertutupi oleh bangunan tinggi. Dalam penggambaran keempat sub zona tersebut di dalam Peta Zonasi, keempat sub zona dituliskan bersamaan dalam satu blok dengan kode R.3/R.4/R.5/R.6. Yang artinya, dalam blok tersebut peruntukkan yang diperbolehkan dibangun adalah rumah kecil, rumah sedang, rumah besar dan atau rumah flat. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar pengembangan perumahan dalam Kawasan Strategis Pantura lebih fleksibel. 1. Sub Zona Rumah Kecil (R.3) Sub zona rumah sedang yaitu bagian dari kawasan budidaya yang berfungsi sebagai lingkungan tempat hunian berbentuk horizontal yang mempunyai batasan KDB 60%. Sub zona rumah sedang-besar merupakan sub zona peruntukkan hunian dengan luas persil lebih besar dari 60 m 2 sampai dengan 150 m Sub Zona Rumah Sedang (R.4) Sub zona rumah sedang yaitu bagian dari kawasan budidaya yang berfungsi sebagai lingkungan tempat hunian berbentuk horizontal yang mempunyai batasan KDB 60%. Sub zona rumah sedang-besar merupakan sub zona peruntukkan hunian dengan luas persil lebih besar dari 150 m 2 sampai dengan 350 m Sub Zona Rumah Besar (R.5) Sub zona rumah sedang yaitu bagian dari kawasan budidaya yang berfungsi sebagai lingkungan tempat hunian berbentuk horizontal yang mempunyai batasan KDB 60%. Sub zona rumah sedang-besar merupakan sub zona peruntukkan hunian dengan luas persil lebih besar dari 350 m Sub Zona Rumah Flat (R.6) Sub zona rumah flat merupakan peruntukkan untuk hunian beserta fasilitasnya dengan luas persil lebih besar dari 500 m2 dan batasan ketinggian bangunan sebesar 4 lantai dengan tipe bangunan bukan kopel. 7-23

292 Zona Perumahan Vertikal BAB 7 RENCANA POLA RUANG Perumahan vertikal terdiri dari sub zona rumah susun dan sub zona rumah susun umum. Kriteria lokasi zona perumahan vertikal adalah sebagai berikut: a. terletak dekat dengan taman kota; b. berada pada jarak berjalan kaki ke pusat-pusat kegiatan, tempat bekerja dan sarana transportasi massal; c. diutamakan terletak pada jalan lokal dan jalan lingkungan serta dapat berada pada jaringan jalan kolektor dengan akses terbatas dan tidak mengganggu pergerakan lalu lintas; d. membentuk skyline yang sudah ditetapkan. Dalam penggambaran sub zona di dalam Peta Zonasi, sub zona rumah susun dan rumah susun umum dituliskan bersamaan dalam satu blok dengan kode R.7/R.8. Yang artinya, dalam blok tersebut peruntukkan yang diperbolehkan dibangun adalah rumah susun dan atau rumah susun umum. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar pengembangan perumahan vertikal dalam Kawasan Strategis Pantura lebih fleksibel. 1. Sub Zona Rumah Susun (R.7) Sub zona rumah susun diperuntukkan untuk tempat hunian secara bersusun beserta fasilitasnya dengan tipe bangunan kopel. Pengembangan kawasan perumahan vertikal harus dapat terwujud menjadi kawasan yang nyaman dengan kelengkapan sarana prasarana dan meminimalisir aktivitas gangguan samping. 2. Sub Zona Rumah Susun Umum(R.8) Sub zona rumah susun umum diperuntukkan untuk tempat hunian secara bersusun beserta fasilitasnya dengan tipe bangunan tunggal yang diperuntukan khusus bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) Zona Perkantoran, Perdagangan dan Jasa Zona Perkantoran, Perdagangan dan Jasa terdiri dari sub zona yaitu sub zona perkantoran, perdagangan dan jasa (K). Sub zona perkantoran, perdagangan dan jasa merupakan penggunaan lahan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi kegiatan perkantoran, usaha perdagangan, usaha hiburan, usaha pelayanan, usaha boga, usaha penginapan, usaha tertentu, beserta fasilitasnya. Pengembangan sub zona perkantoran, perdagangan dan jasa harus disertai dengan fasilitas jalur pedestrian dan jalur sepeda yang terkoneksi dan tidak terputus. Lokasi sub zona perkantoran, perdagangan dan jasa harus berada pada 7-24

293 BAB 7 RENCANA POLA RUANG jarak berjalan kaki dari sarana transportasi massal dan pusat-pusat kegiatan dan pada sisi jalan utama, baik arteri maupun kolektor dengan akses terbatas serta fasilitas jalur pedestrian dan jalur sepeda yang terkoneksi dan tidak terputus. Sub zona perkantoran, perdagangan dan jasa terletak pada area yang ditetapkan sebagai pusat-pusat kegiatan dan diperuntukkan mempunyai tingkat layanan kawasan dan regional Zona Campuran Zona campuran terdiri dari sub zona campuran (C.1). Sub zona campuran merupakan arahan penggunaan lahan yang diperuntukkan bagi pengembangan lebih dari satu jenis kegiatan yang berbeda serta saling menunjang di mana kawasan ini memiliki intensitas kegiatan sedang dan kawasan campuran ini berupa kawasan superblok yang dirancang terintegrasi dalam satu kawasan. Sub zona campuran dapat diperuntukkan bagi perkantoran, perdagangan dan jasa, perumahan vertikal dan pemerintahan. Zona campuran menampung skala pelayanan hingga internasional. Pengembangan zona campuran ini diharapkan dapat mewujudkan kawasan campuran yang sesuai daya dukung setempat, sehingga tercipta kawasan perdagangan, perkantoran, dan jasa dengan perumahan dengan baik. Selain itu, adanya keintegrasian antaraktivitas dan ruang fasilitasnya sehingga dapat memudahkan dalam pencapaian serta meminimalisir penggunaan kendaraan dari satu tempat ke tempat yang lain. Pengembangan sub zona campuran harus disertai dengan fasilitas jalur pedestrian yang nyaman, teduh dan menerus, serta jalur sepeda yang terkoneksi dan tidak terputus. Pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa di lantai dasar bangunan untuk menghidupkan suasana dalam sub zona campuran Berdasarkan Permen PU No 20 tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, terdapat beberapa kriteria pengembangan zona campuran, yaitu: 1. Lokasi dengan akses yang cukup tinggi diantara bangunan berupa ketersediaan jalu pejalan kaki yang menghubungkan antar bangunan dan menghubungkan subzone dengan tempat pemberhentian kendaraan umum. 2. Penyediaan lahan parkir disesuaikan dengan standar perparkiran Zona Pelayanan Umum dan Sosial Pelayanan umum dan sosial terdiri dari 4 sub zona yaitu sub zona sarana pelayanan sosial, sub zona rekreasi dan olah raga, sub zona pelayanan umum, dan sub zona sarana terminal. Zona ini dialokasikan tersebar di setiap pulau. Pengembangan pelayanan umum dan sosial diharapkan dapat mewujudkan 7-25

294 BAB 7 RENCANA POLA RUANG kawasan pelayanan umum dan sosial yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan skala pelayanan kota dan jumlah penduduk. Sebagaimana fungsinya yaitu sebagai pusat pelayanan, maka jenis-jenis pelayanan umum dan sosial ini dialokasikan pada pusat-pusat lingkungan, dan pusat pulau. Kriteria lokasi zona pelayanan umum dan sosial a. mempunyai kedekatan dengan kawasan perumahan sesuai dengan skala dan jangkaun pelayanan yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangan; b. untuk fasilitas yang mempunyai skala lokal berada pada sistem jaringan jalan lokal dan skala regional pada sistem jaringan jalan kolektor; dan c. memperhatikan daya dukung transportasi dan infrastruktur lainnya serta tidak mengganggu lingkungan. Dalam penggambaran sub zona di dalam Peta Zonasi, sub zona prasarana pendidikan, sub zona prasarana kesehatan, sub zona prasarana sosial-budaya, sub zona prasarana ibadah dan sub zona rekreasi dan olahraga dituliskan bersamaan dalam satu blok dengan kode S.1/S.2/S.3/S.4/S.5.Hal ini dilakukan dengan tujuan agar peletakan prasarana-prasarana ini lebih fleksibel. 1. Sub Zona Prasarana Pendidikan (S.1) Sub zona prasarana pendidikan adalah sub zona yang dikembangkan untuk sarana pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi, pendidikan formal dan informal, serta dikembangkan secara horizontal dan vertikal. 2. Sub Zona Prasarana Kesehatan (S.2) Sub zona prasarana kesehatan adalah sub zona yang dikembangkan untuk pengembangan sarana kesehatan dengan hirarki dan skala pelayanan yang disesuaikan dengan jumlah penduduk yang akan dilayani yang dikembangkan secara horizontal dan vertikal. 3. Sub Zona Prasarana Sosial dan Budaya (S.3) Sub zona prasarana sosial dan budaya adalah sub zona yang dikembangkan untuk pengembangan sarana sosial budaya seperti museum, gedung kesenian, balai warga, karang taruna dan lain-lain dengan hirarki dan skala pelayanan yang disesuaikan dengan jumlah penduduk yang dikembangkan secara horizontal dan vertikal. 4. Sub Zona Prasarana Ibadah (S.4) Sub zona prasarana ibadah adalah sub zona yang dikembangkan untuk pengembangan sarana ibadah dengan hierarki dan skala pelayanan yang disesuaikan dengan jumlah penduduk. 7-26

295 5. Sub Zona Prasarana Rekreasi dan Olahraga (S.5) BAB 7 RENCANA POLA RUANG Sub zona prasarana rekreasi dan olahraga adalah sub zona yang diperuntukkan untuk pengembangan fasilitas rekreaksi dan olahraga dengan hierarki dan skala pelayanan yang disesuaikan dengan jumlah penduduk. 6. Sub Zona Prasarana Pelayanan Umum (S.6) Sub zona sarana pelayanan umum merupakan merupakan sub zona dengan peruntukan sebagai tempat sarana pelayanan umum seperti sarana utilitas umum dengan tipe bangunan tunggal. Prasarana utilitas umum terdiri atas fasilitas pembangkit tenaga listrik, pengelolaan air bersih, air limbah, persampahan, dan utilitas lainnya yang harus dapat menjamin optimalisasi pelayanan, keselamatan dan keamanan, serta tidak mengganggu lingkungan. Sub zona sarana pelayanan umum dikembangkan sesuai dengan standar pelayanan minimal dan jumlah penduduk yang akan dilayani serta dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Kriteria lokasi sub zona prasarana pelayanan umum meliputi; a. mempunyai kedekatan dengan kawasan perumahan sesuai dengan skala dan jangkauan pelayanan yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangan; b. untuk fasilitas yang mempunyai skala lokal berada pada sistem jaringan jalan lokal dan skala regional pada sistem jaringan jalan kolektor; c. memperhatikan daya dukung transportasi dan infrastruktur lainnya serta tidak mengganggu lingkungan; d. memperhatikan efisiensi sistem jaringan utilitas; dan e. mempertimbangkan dan memperhatikan faktor keamanan dan keselamatan. 7. Sub Zona Prasarana Terminal (S.7) Sub zona sarana terminal yang diperuntukan sebagai tempat sarana kegiatan terminal bus, stasiun kereta api, stasiun perpindahan moda, pelabuhan, bandara dan fasilitasnya dengan tipe bangunan tunggal, dengan KDB setinggitingginya 60%. Sub zona sarana terminal dikembangkan dengan terpadu dan berada di lokasi yang strategis sehingga menciptakan pola pergerakan yang baik dengan jangkauan pelayanan internasional, nasional, pulau, provinsi, dan lokal serta dikembangkan sesuai dengan standar pelayanan minimal dan jumlah penduduk yang akan dilayani serta dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Zona stasiun, terminal, pelabuhan, dermaga dialokasikan tersebar di setiap pulau. 7-27

296 BAB 7 RENCANA POLA RUANG Zona Terbuka Biru Terbuka biru (B.1) merupakan badan air yang berfungsi sebagai sumber air baku dan pengendalian banjir, tempat kehidupan flora dan fauna akuatik dan rekreasi dan edukasi lingkungan. Zona terbuka biru dialokasikan di setiap pulau dengan proporsi ruang terbuka biru minimal yang harus disediakan pada masingmasing pulau adalah sebesar 5% (lima persen).perhitungan luas 5% Ruang Terbuka Biru diambil dari luas RTB ketika surut. Pengembangan ruang terbuka biru diharapkan dapat mewujudkan kawasan terbuka biru yang serasi dan seimbang antara ruang terbangun dengan tidak terbangun dengan memanfaatan bahan material atau desain kawasan terbuka dengan memperhatikan daya serap air permukaan. Selain itu dilakukan pengarahan desain kawasan terbuka sesuai fungsi dan hirarki secara professional. Kawasan terbuka biru juga diharapkan dapat menjadi salah satu area rekreasi interaktif sehingga keberadaanya dapat terasa selain sebagai penampungan air namun tetap memperhatikan fungsi utama sebagai sumber air baku dan pengendalian banjir Zona Evakuasi Bencana Zona evakuasi bencana harus disediakan pada setiap pulau yang meliputi jalur dan ruang evakuasi bencana yang terdiri atas: 1. Sistem jaringan jalan yang ada; 2. Jalur khusus evakuasi yang menghubungkan daratan dengan pulau reklamasi; dan 3. Ruang terbuka hijau dan bangunan umum. Jalur khusus evakuasi yang menghubungkan daratan dengan pulau reklamasi dapat dimanfaatkan sebagai jalur angkutan umum massal. Ruang terbuka hijau dan bangunan umum merupakan bagian dari pola ruang dengan fungsi lindung maupun fungsi budidaya dengan peruntukan kegiatan lain yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang evakuasi bila terjadi bencana Floating Zone Floting Zone merupakan bagian kawasan budidaya yang pengembangannya menunggu kebijakan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait pembangunan fasilitas utilitas skala kawasan dan terkait dengan pembangunan sarana terminal skala besar yang akan dibangun di Sub Kawasan Timur. Oleh karena itu perlu kajian dan kebijakan lebih lanjut terkait bentuk pulau dan pengembangan kompreshensif dalam pulau tersebut. Alokasi pemanfaatan ruang kawasan budidaya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 7-28

297 7.4 Rencana penyediaan sarana lingkungan BAB 7 RENCANA POLA RUANG Rencana Penyediaan sarana lingkungan meliputi penyediaan ruang terbuka hijau, ruang terbuka non hijau, perkantoran perdagangan dan jasa, fasilitas umum dan sosial. Rencana penyediaan ini didasarkan pada pertimbangan rencana daya tampung penduduk, sebaran penduduk pada setiap pulau dan rencana skala pelayanan terkait dengan fungsi yang ditetapkan pada kawasan reklamasi pantura. Kebutuhan penyediaan sarana lingkungan untuk setiap pulau dapat dilihat pada tabel-tabel berikut: Tabel 7-3: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau A No Fasilitas Luas Luas Total (m 2 Jumlah ) (m 2 ) 1 Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan SLTA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan Rumah Bersalin Apotik/Rumah Obat Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum Total Sumber: Hasil analisis, 2012 Tabel 7-4: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau B No Fasilitas Luas (m 2 ) Jumlah Luas Total (m 2 ) 1 Tempat bermain

298 BAB 7 RENCANA POLA RUANG No Fasilitas Luas (m 2 ) Jumlah Luas Total (m 2 ) 2 Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan STA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan Rumah Bersalin Apotik/Rumah Obat Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum Total Sumber: Hasil analisis, 2012 Tabel 7-5: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau C No Fasilitas Luas (m 2 ) Jumlah Luas Total (m 2 ) 1 Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan SLTA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan Rumah Bersalin Apotik/Rumah Obat

299 BAB 7 RENCANA POLA RUANG No Fasilitas Luas (m 2 ) Jumlah Luas Total (m 2 ) 18 Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum Total Sumber: Hasil analisis, 2013 Tabel 7-6: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau D No Fasilitas Luas (m 2 ) Jumlah Luas Total (m 2 ) 1 Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan SLTA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan Rumah Bersalin Apotik/Rumah Obat Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum Total Sumber: Hasil analisis,

300 BAB 7 RENCANA POLA RUANG Tabel 7-7: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau E No Fasilitas Luas (m 2 ) Jumlah Luas Total (m 2 ) 1 Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan SLTA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan Rumah Bersalin Apotik/Rumah Obat Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum Total Sumber: Hasil analisis, 2013 Tabel 7-8: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau F No Fasilitas Luas (m 2 ) Jumlah Luas Total (m 2 ) 1 Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan SLTA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan Rumah Bersalin

301 BAB 7 RENCANA POLA RUANG No Fasilitas Luas (m 2 ) Jumlah Luas Total (m 2 ) 17 Apotik/Rumah Obat Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum Total Sumber: Hasil analisis, 2013 Tabel 7-9: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau G No Fasilitas Luas (m 2 ) Jumlah Luas Total (m 2 ) 1 Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan SLTA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan Rumah Bersalin Apotik/Rumah Obat Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum Total Sumber: Hasil analisis,

302 BAB 7 RENCANA POLA RUANG Tabel 7-10: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau H No Fasilitas Luas (m 2 ) Jumlah Luas Total (m 2 ) 1 Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Sumber: Hasil analisis, 2013 Total Tabel 7-11: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau I No Fasilitas Luas (m 2 ) Jumlah Luas Total (m 2 ) 1 Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan SLTA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan Rumah Bersalin Apotik/Rumah Obat Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum Lapangan Serbaguna Taman Gedung OR Puskesmas Kecamatan/Balai Pengobatan

303 BAB 7 RENCANA POLA RUANG No Fasilitas Luas (m 2 ) Jumlah Luas Total (m 2 ) 40 Masjid Kecamatan Tempat Ibadah Lainnya Balai Rakyat/Gedung Serbaguna Balai Latihan Kerja Panti Sosial Kantor Kecamatan K. Pelayanan Umum Polsekta/Koramil KUA/BP4/Balai Nikah Pemadam Kebakaran Kantor Pos/Telkom Dipo Kebersihan Gardu Listrik Akademi Perpustakaan RS Pembantu Tipe C Mesjid Sub Wilayah Gedung Jumpa Bhakti/Serbaguna Stadion Mini Taman Museum Gedung Olah Seni Bioskop/Teater Pusat Perbelanjaan/Pasar Terminal Transit Parkir Umum Perguruan Tinggi Perpustakaan RS. Wilayah Tipe B RS Gawat Darurat Mesjid Wilayah Tempat Ibadah Lainnya Gedung Pertemuan Umum Kompleks OR (dengan gelanggang remaja) Gedung Hiburan/Rekreasi Gedung Bioskop Gedung Kesenian Gedung Seni Tradisional Taman Kota/Hutan Kota Kantor Pemerintahan Kantor Pos Wilayah Kantor Polres Kantor Kodim Kantor Telepon Wilayah Kantor PLN Wilayah Kantor PDAM Wilayah Kantor Pengadilan Agama Marwil Kebakaran Pusat Perbelanjaan Utama, pasar, Pertokoan, Department Store, Bank-bank, perusahaan Swasta dan Jasa Lainnya 89 Terminal Transit Parkir Umum Total Sumber: Hasil analisis, 2013 Tabel 7-12: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau J No Fasilitas Luas (m 2 ) Jumlah Luas Total (m 2 ) 1 Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak

304 BAB 7 RENCANA POLA RUANG No Fasilitas Luas (m 2 ) Jumlah Luas Total (m 2 ) 4 SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan SLTA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan Rumah Bersalin Apotik/Rumah Obat Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum Pusat Perbelanjaan Utama, Pertokoan, Department Store, Bank-bank, perusahaan Swasta dan Jasa, serta fasilitas yang bersifat MICE skala internasional, dan lainnya Total Sumber: Hasil analisis, 2013 Tabel 7-13: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau K No Fasilitas Luas (m 2 ) Jumlah Luas Total (m 2 ) 1 Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum Total Sumber: Hasil analisis,

305 BAB 7 RENCANA POLA RUANG Tabel 7-14: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau L No Fasilitas Luas (m 2 ) Jumlah Luas Total (m 2 ) 1 Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan SLTA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan Rumah Bersalin Apotik/Rumah Obat Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum Lapangan Serbaguna Taman Gedung OR Total Sumber: Hasil analisis, 2013 Tabel 7-15: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau M No Fasilitas Luas (m 2 ) Jumlah Luas Total (m 2 ) 1 Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan SLTA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan

306 BAB 7 RENCANA POLA RUANG No Fasilitas Luas (m 2 ) Jumlah Luas Total (m 2 ) 16 Rumah Bersalin Apotik/Rumah Obat Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum Lapangan Serbaguna Taman Gedung OR Puskesmas Kecamatan/Balai Pengobatan Masjid Kecamatan Tempat Ibdah Lainnya Balai Rakyat/Gedung Serbaguna Balai Latihan Kerja Panti Sosial Kantor Kecamatan K. Pelayanan Umum Polsekta/Koramil KUA/BP4/Balai Nikah Pemadam Kebakaran Kantor Pos/Telkom Dipo Kebersihan Gardu Listrik Akademi Perpustakaan RS Pembantu Tipe C Mesjid Sub Wilayah Gedung Jumpa Bhakti/Serbaguna Stadion Mini Taman Museum Gedung Olah Seni Bioskop/Teater Pusat Perbelanjaan/Pasar Terminal Transit Parkir Umum Total Sumber: Hasil analisis, 2013 Tabel 7-16: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau O No Fasilitas Luas (m 2 ) Jumlah Luas Total (m 2 ) 1 Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola

307 BAB 7 RENCANA POLA RUANG No Fasilitas Luas (m 2 ) Jumlah Luas Total (m 2 ) 7 Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan SLTA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan Rumah Bersalin Apotik/Rumah Obat Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum Total Sumber: Hasil analisis, 2013 Tabel 7-17: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Pulau Q No Fasilitas Luas Luas Total (m 2 Jumlah ) (m 2 ) 1 Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Total Sumber: Hasil analisis, 2012 Tabel 7-18: Kebutuhan Fasilitas Lingkungan Keseluruhan Pulau di Kawasan Strategis Pantura Jakarta No Luas Luas Total Fasilitas (m 2 Jumlah ) (m 2 ) 1 Tempat bermain Warung Taman Kanak-Kanak

308 No BAB 7 RENCANA POLA RUANG Luas Luas Total Fasilitas (m 2 Jumlah ) (m 2 ) 4 SD Pos Kesehatan/Balai Pengobatan Mushola Balai Warga/Ged. Serbaguna Lap. OR/Tempat Bermain/Taman Pos Kampling, Gardu Listrik, Telepon Umum, Bus Surat, Tempat Sampah (TPS) Tempat Perbelanjaan/Pertokoan Mini Pangkalan/Parkir Umum SLTP Perpustakaan SLTA/Kejuruan Puskesmas Kelurahan Rumah Bersalin Apotik/Rumah Obat Laboratorium Kesehatan Mesjid Kelurahan Gedung Serbaguna Lapangan OR Gedung OR Kolam Renang Bioskop Taman Kantor Kelurahan Kantor Pelayanan Umum Pos Tramtib Pemadam Kebakaran Kantor Pos Pembantu Tempat Pembuangan Sampah Sementara Pasar Lingkungan Tempat Ibadah Lainnya Pusat Perbelanjaan/Pasar Pangkalan/Parkir Umum Lapangan Serbaguna Taman Gedung OR Puskesmas Kecamatan/Balai Pengobatan Masjid Kecamatan Tempat Ibdah Lainnya Balai Rakyat/Gedung Serbaguna Balai Latihan Kerja Panti Sosial Kantor Kecamatan K. Pelayanan Umum Polsekta/Koramil KUA/BP4/Balai Nikah Pemadam Kebakaran Kantor Pos/Telkom Dipo Kebersihan Gardu Listrik Akademi Perpustakaan RS Pembantu Tipe C Mesjid Sub Wilayah Gedung Jumpa Bhakti/Serbaguna Stadion Mini Taman Museum Gedung Olah Seni Bioskop/Teater Pusat Perbelanjaan/Pasar Terminal Transit Parkir Umum

309 BAB 7 RENCANA POLA RUANG Luas Luas Total No Fasilitas (m 2 Jumlah ) (m 2 ) 66 Perguruan Tinggi Perpustakaan RS. Wilayah Tipe B RS Gawat Darurat Mesjid Wilayah Tempat Ibadah Lainnya Gedung Pertemuan Umum Kompleks OR (dengan gelanggang remaja) Gedung Hiburan/Rekreasi Gedung Bioskop Gedung Kesenian Gedung Seni Tradisional Taman Kota/Hutan Kota Kantor Pemerintahan Kantor Pos Wilayah Kantor Polres Kantor Kodim Kantor Telepon Wilayah Kantor PLN Wilayah Kantor PDAM Wilayah Kantor Pengadilan Agama Marwil Kebakaran Pusat Perbelanjaan Utama, pasar, Pertokoan, Department Store, Bank-bank, perusahaan Swasta dan Jasa Lainnya Terminal Transit Parkir Umum TOTAL Sumber: Hasil analisis,

310 BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG Rencana pemanfaatan ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta mencakup beberapa tahapan, yaitu diawali dari persiapan pembangunan pulau hingga pemeliharaan infrastruktur dan utilitas yang telah dibangun. Berikut ini merupakan gambaran umum tahapan rencana pemanfaatan ruang. Persiapan Reklamasi Pelaksanaan Reklamasi Pembangunan infrastruktur dan utiitas pulau dan infrastruktur dan utiitas bersama Pembangunan/ Implementasi Pola Ruang Pemeliharaan dan pengelolaan infrastruktur dan utiitas Pemeliharaan tanggul dan pengerukan kanal Dilaksanakan secara kontinu Gambar 8-1:Tahapan Rencana Pemanfaatan Ruang Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Sebelum dilakukannya penimbunan atau pembangunan pulau reklamasi, terdapat tahap persiapan yang harus dilakukan. Beberapa persiapan yang perlu dilakukan diantaranya adalah: a. Survei lapangan yang paling sedikit meliputi Survei oseanografi, Survei kondisi geoteknik, dan Survei posisi utilitas. b. Penyesuaian koordinat pulau khususnya bagi pulau-pulau yang lokasinya dekat dengan pipa gas, yaitu pulau G, Pulau H, Pulau L, dan Pulau M. c. Pemindahan kabel bawah laut yang lokasinya bersinggungan dengan pulaupulau reklamasi untuk pulau di sub kawasan tengah yaitu Pulau I, Pulau J, Pulau K, Pulau L dan Pulau M. Pelaksanaan pembangunan atau reklamasi pulau dilakukan secara bertahap, yang secara umum dimulai dari pulau-pulau pada sub kawasan barat, kemudian pulaupulau di sub kawasan tengah, dan pembangunan yang paling akhir adalah pulau-pulau pada sub kawasan timur. Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: 8-1

311 BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG Tabel 8-1: Indikasi Program Perwujudan Pulau Reklamasi pada Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta No. Usulan Program Lokasi 1. Pembangunan Pulau A Pulau A 2. Pembangunan Pulau B Pulau B 3. Pembangunan Pulau C PulauC 4. Pembangunan Pulau D PulauD 5. Pembangunan Pulau E Pulau E 6. Pembangunan Pulau F Pulau F 7. Pembangunan Pulau G Pulau G 8. Pembangunan Pulau H Pulau H 9. Pembangunan Pulau I Pulau I 10. Pembangunan Pulau J Pulau J 11. Pembangunan Pulau K Pulau K 12. Pembangunan Pulau L Pulau L 13. Pembangunan Pulau M Pulau M 14. Pembangunan Pulau N Pulau N 15. Pembangunan Pulau O Pulau O 16. Pembangunan Pulau P Pulau P 17. Pembangunan Pulau Q Pulau Q Sumber : Hasil Analisis, 2012 Waktu Pelaksanaan (Tahapan) I ( ) II ( ) III ( ) IV ( ) Rencana pemanfaatan ruang yang berisi usulan program dikembangkan dari penurunan tujuan, kebijakan, dan strategi Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang telah dirumuskan sebelumnya. Rencana pemanfaatan ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta berisikan usulan program utama, lokasi, waktu dan tahapan pelaksanaan, sumber pendanaan, dan pelaksana/penanggung jawab. Usulan program utama adalah program-program utama pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang diindikasikan memiliki bobot kepentingan utama atau diprioritaskan untuk mewujudkan struktur dan pola ruang wilayah sesuai tujuan penataan ruang Kawasan Strategis Pantura Provinsi DKI Jakarta. Usulan indikasi program utama direncanakan dalam kurun waktu perencanaan 20 (dua puluh) tahun yang dirinci setiap 5 (lima) tahunan, sedangkan masing-masing program mempunyai durasi pelaksanaan yang bervariasi sesuai kebutuhan. Di bawah ini merupakan tabel indikasi program untuk masing-masing tahapan pelaksanaan, serta gambaran kondisi Pantura Jakarta pada masing-masing tahapan pelaksanaan tersebut. 8-2

312 Tabel 8-2: Indikasi Program pada Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta Tahapan Pelaksanaan Prakiraan Biaya Sumber Lokasi Indikasi Program Utama I II III IV Dana ( ) ( ) ( ) ( ) Instansi Pelaksana Daratan Pembangunan jalan arteri baru di Utara Jakarta swasta kerjasama antar swasta Jakarta Pulau A Pembangunan pulau reklamasi swasta swasta Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi swasta swasta Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan APBD BUMD Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal swasta swasta Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda swasta swasta Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di swasta swasta kawasan reklamasi Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan swasta swasta kembali air limbah Pengembangan prasarana drainase Pulau swasta swasta Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum swasta swasta Pembangunan sistem pengelolaan sampah swasta swasta Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan swasta swasta bekerja sama dengan BUMN Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi swasta swasta bekerja sama dengan BUMN Pembangunan zona lindung swasta swasta Pembangunan zona terbuka hijau swasta swasta Pembangunan zona perumahan KDB Sedang-Tinggi swasta swasta Pembangunan zona perumahan vertikal swasta swasta Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa swasta swasta Pembangunan zona campuran swasta swasta Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial swasta swasta Pembangunan zona terbuka biru swasta swasta Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana swasta swasta Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala swasta swasta Pemeliharaan tanggul pulau swasta swasta pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar APBD BUMD pulau pemeliharaan utilitas swasta swasta Pulau B Pembangunan pulau reklamasi swasta swasta BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG 8-3

313 Tahapan Pelaksanaan Prakiraan Biaya Sumber Lokasi Indikasi Program Utama I II III IV Dana ( ) ( ) ( ) ( ) Instansi Pelaksana Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi swasta swasta Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan swasta swasta Pembangunan jaringan jalan arteri di Utara Pulau swasta swasta Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal APBD BUMD Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda swasta swasta Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di swasta swasta kawasan reklamasi Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan swasta swasta kembali air limbah Pengembangan prasarana drainase Pulau swasta swasta Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum swasta swasta Pembangunan sistem pengelolaan sampah swasta swasta Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan swasta swasta bekerja sama dengan BUMN Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi swasta swasta bekerja sama dengan BUMN Pembangunan zona lindung swasta swasta Pembangunan zona terbuka hijau swasta swasta Pembangunan zona perumahan KDB Sedang-Tinggi swasta swasta Pembangunan zona perumahan vertikal swasta swasta Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa swasta swasta Pembangunan zona campuran swasta swasta Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial swasta swasta Pembangunan zona terbuka biru swasta swasta Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana swasta swasta Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala swasta swasta Pemeliharaan tanggul pulau swasta swasta pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar APBD BUMD pulau pemeliharaan utilitas swasta swasta Pulau C Pembangunan pulau reklamasi swasta swasta Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi swasta swasta Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan APBD BUMD Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis rel APBD BUMD BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG 8-4

314 Tahapan Pelaksanaan Prakiraan Biaya Sumber Lokasi Indikasi Program Utama I II III IV Dana ( ) ( ) ( ) ( ) Instansi Pelaksana Pembangunan jaringan jalan arteri di Utara Pulau swasta swasta Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal swasta swasta Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda swasta swasta Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di swasta swasta kawasan reklamasi Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan swasta swasta kembali air limbah Pengembangan prasarana drainase Pulau swasta swasta Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum swasta swasta Pembangunan sistem pengelolaan sampah swasta swasta Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan swasta swasta bekerja sama dengan BUMN Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi swasta swasta bekerja sama dengan BUMN Pembangunan zona lindung swasta swasta Pembangunan zona terbuka hijau swasta swasta Pembangunan zona perumahan KDB Sedang-Tinggi swasta swasta Pembangunan zona perumahan vertikal swasta swasta Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa swasta swasta Pembangunan zona campuran swasta swasta Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial swasta swasta Pembangunan zona terbuka biru swasta swasta Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana swasta swasta Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala swasta swasta Pemeliharaan tanggul pulau swasta swasta pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar APBD BUMD pulau pemeliharaan utilitas swasta swasta Pulau D Pembangunan pulau reklamasi swasta swasta Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi swasta swasta Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan APBD BUMD Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis rel APBD BUMD Pembangunan jaringan jalan arteri di Utara Pulau swasta swasta Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal swasta swasta BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG 8-5

315 Tahapan Pelaksanaan Prakiraan Biaya Sumber Lokasi Indikasi Program Utama I II III IV Dana Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di kawasan reklamasi BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG ( ) ( ) ( ) ( ) Instansi Pelaksana Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda swasta swasta Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di swasta swasta kawasan reklamasi Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan swasta swasta kembali air limbah Pengembangan prasarana drainase Pulau swasta swasta Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum swasta swasta Pembangunan sistem pengelolaan sampah swasta swasta Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan swasta swasta bekerja sama dengan BUMN Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi swasta swasta bekerja sama dengan BUMN Pembangunan zona lindung swasta swasta Pembangunan zona terbuka hijau swasta swasta Pembangunan zona perumahan KDB Sedang-Tinggi swasta swasta Pembangunan zona perumahan vertikal swasta swasta Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa swasta swasta Pembangunan zona campuran swasta swasta Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial swasta swasta Pembangunan zona terbuka biru swasta swasta Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana swasta swasta Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala swasta swasta Pemeliharaan tanggul pulau swasta swasta pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar APBD BUMD pulau pemeliharaan utilitas swasta swasta Pulau E Pembangunan pulau reklamasi swasta swasta Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi swasta swasta Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan APBD BUMD Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis rel APBD BUMD Pembangunan jaringan jalan arteri di Utara Pulau swasta swasta Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal swasta swasta Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda swasta swasta swasta swasta 8-6

316 Tahapan Pelaksanaan Prakiraan Biaya Sumber Lokasi Indikasi Program Utama I II III IV Dana Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan kembali air limbah BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG ( ) ( ) ( ) ( ) Instansi Pelaksana Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan swasta swasta kembali air limbah Pengembangan prasarana drainase Pulau swasta swasta Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum swasta swasta Pembangunan sistem pengelolaan sampah swasta swasta Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan swasta swasta bekerja sama dengan BUMN Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi swasta swasta bekerja sama dengan BUMN Pembangunan zona lindung swasta swasta Pembangunan zona terbuka hijau swasta swasta Pembangunan zona perumahan KDB Sedang-Tinggi swasta swasta Pembangunan zona perumahan vertikal swasta swasta Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa swasta swasta Pembangunan zona campuran swasta swasta Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial swasta swasta Pembangunan zona terbuka biru swasta swasta Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana swasta swasta Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala swasta swasta Pemeliharaan tanggul pulau swasta swasta pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar APBD BUMD pulau pemeliharaan utilitas swasta swasta Pulau F Pembangunan pulau reklamasi swasta swasta Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi swasta swasta Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan APBD BUMD Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis rel APBD BUMD Pembangunan jaringan jalan arteri di Utara Pulau swasta swasta Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal swasta swasta Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda swasta swasta Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di swasta swasta kawasan reklamasi Pembangunan dermaga penyeberangan ke Kepulauan Seribu swasta swasta swasta swasta 8-7

317 Tahapan Pelaksanaan Prakiraan Biaya Sumber Lokasi Indikasi Program Utama I II III IV Dana ( ) ( ) ( ) ( ) Instansi Pelaksana Pengembangan prasarana drainase Pulau swasta swasta Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum swasta swasta Pembangunan sistem pengelolaan sampah swasta swasta Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan swasta swasta bekerja sama dengan BUMN Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi swasta swasta bekerja sama dengan BUMN Pembangunan zona lindung swasta swasta Pembangunan zona terbuka hijau swasta swasta Pembangunan zona perumahan KDB Sedang-Tinggi swasta swasta Pembangunan zona perumahan vertikal swasta swasta Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa swasta swasta Pembangunan zona campuran swasta swasta Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial swasta swasta Pembangunan zona terbuka biru swasta swasta Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana swasta swasta Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala swasta swasta Pemeliharaan tanggul pulau swasta swasta pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar APBD BUMD pulau pemeliharaan utilitas swasta swasta Pulau G Pembangunan pulau reklamasi swasta swasta Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi swasta swasta Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan APBD BUMD Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis rel APBD BUMD Pembangunan jaringan jalan arteri di Utara Pulau swasta swasta Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal swasta swasta Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda swasta swasta Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di swasta swasta kawasan reklamasi Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan swasta swasta kembali air limbah Pengembangan prasarana drainase Pulau swasta swasta Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum swasta swasta BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG 8-8

318 Tahapan Pelaksanaan Prakiraan Biaya Sumber Lokasi Indikasi Program Utama I II III IV Dana BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG ( ) ( ) ( ) ( ) Instansi Pelaksana Pembangunan sistem pengelolaan sampah swasta swasta Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan swasta swasta bekerja sama dengan BUMN Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi swasta swasta bekerja sama dengan BUMN Pembangunan zona lindung swasta swasta Pembangunan zona terbuka hijau swasta swasta Pembangunan zona perumahan KDB Sedang-Tinggi swasta swasta Pembangunan zona perumahan vertikal swasta swasta Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa swasta swasta Pembangunan zona campuran swasta swasta Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial swasta swasta Pembangunan zona terbuka biru swasta swasta Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana swasta swasta Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala swasta swasta Pemeliharaan tanggul pulau swasta swasta pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar APBD BUMD pulau pemeliharaan utilitas swasta swasta Pulau H Pembangunan pulau reklamasi swasta swasta Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi swasta swasta Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan APBD BUMD Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal swasta swasta Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda swasta swasta Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di swasta swasta kawasan reklamasi Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan swasta swasta kembali air limbah Pengembangan prasarana drainase Pulau swasta swasta Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum swasta swasta Pembangunan sistem pengelolaan sampah swasta swasta Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan swasta swasta bekerja sama dengan BUMN Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi swasta swasta bekerja sama dengan BUMN 8-9

319 Tahapan Pelaksanaan Prakiraan Biaya Sumber Lokasi Indikasi Program Utama I II III IV Dana ( ) ( ) ( ) ( ) Instansi Pelaksana Pembangunan zona lindung swasta swasta Pembangunan zona terbuka hijau swasta swasta Pembangunan zona perumahan KDB Sedang-Tinggi swasta swasta Pembangunan zona perumahan vertikal swasta swasta Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa swasta swasta Pembangunan zona campuran swasta swasta Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial swasta swasta Pembangunan zona terbuka biru swasta swasta Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana swasta swasta Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala swasta swasta Pemeliharaan tanggul pulau swasta swasta pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar APBD BUMD pulau pemeliharaan utilitas swasta swasta Pulau I Pembangunan pulau reklamasi swasta swasta Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi swasta swasta Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan APBD BUMD Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis rel APBD BUMD Pembangunan jaringan jalan arteri di Utara Pulau swasta swasta Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal swasta swasta Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda swasta swasta Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di swasta swasta kawasan reklamasi Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan swasta swasta kembali air limbah Pengembangan prasarana drainase Pulau swasta swasta Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum swasta swasta Pembangunan sistem pengelolaan sampah swasta swasta Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan swasta swasta bekerja sama dengan BUMN Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi swasta swasta bekerja sama dengan BUMN Pembangunan zona lindung swasta swasta Pembangunan zona terbuka hijau swasta swasta BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG 8-10

320 Tahapan Pelaksanaan Prakiraan Biaya Sumber Lokasi Indikasi Program Utama I II III IV Dana ( ) ( ) ( ) ( ) Instansi Pelaksana Pembangunan zona perumahan KDB Sedang-Tinggi swasta swasta Pembangunan zona perumahan vertikal swasta swasta Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa swasta swasta Pembangunan zona campuran swasta swasta Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial swasta swasta Pembangunan zona terbuka biru swasta swasta Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana swasta swasta Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala swasta swasta Pemeliharaan tanggul pulau swasta swasta pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar APBD BUMD pulau pemeliharaan utilitas swasta swasta Pulau J Pembangunan pulau reklamasi swasta swasta Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi swasta swasta Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan APBD BUMD Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis rel APBD BUMD Pembangunan jaringan jalan arteri di Utara Pulau swasta swasta Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal swasta swasta Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda swasta swasta Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di swasta swasta kawasan reklamasi Pembangunan dermaga penyeberangan ke Kepulauan Seribu swasta swasta Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan swasta swasta kembali air limbah Pengembangan prasarana drainase Pulau swasta swasta Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum swasta swasta Pembangunan sistem pengelolaan sampah swasta swasta Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan swasta swasta bekerja sama dengan BUMN Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi swasta swasta bekerja sama dengan BUMN Pembangunan zona lindung swasta swasta Pembangunan zona terbuka hijau swasta swasta Pembangunan zona perumahan KDB Sedang-Tinggi swasta swasta BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG 8-11

321 Tahapan Pelaksanaan Prakiraan Biaya Sumber Instansi Pelaksana Lokasi Indikasi Program Utama I II III IV Dana ( ) ( ) ( ) ( ) Pembangunan zona perumahan vertikal swasta swasta Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa swasta swasta Pembangunan zona campuran swasta swasta Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial swasta swasta Pembangunan zona terbuka biru swasta swasta Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana swasta swasta Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala swasta swasta Pemeliharaan tanggul pulau swasta swasta pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar APBD BUMD pulau pemeliharaan utilitas swasta swasta Pulau K Pembangunan pulau reklamasi swasta swasta Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi swasta swasta Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan APBD BUMD Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal swasta swasta Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda swasta swasta Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di swasta swasta kawasan reklamasi Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan swasta swasta kembali air limbah Pengembangan prasarana drainase Pulau swasta swasta Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum swasta swasta Pembangunan sistem pengelolaan sampah swasta swasta Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan swasta swasta Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi swasta swasta Pembangunan zona lindung swasta swasta Pembangunan zona terbuka hijau swasta swasta Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa swasta swasta Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial swasta swasta Pembangunan zona terbuka biru swasta swasta Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana swasta swasta Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala swasta swasta Pemeliharaan tanggul pulau swasta swasta BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG 8-12

322 Tahapan Pelaksanaan Prakiraan Biaya Sumber Lokasi Indikasi Program Utama I II III IV Dana BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG ( ) ( ) ( ) ( ) Instansi Pelaksana pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar APBD BUMD pulau pemeliharaan utilitas swasta swasta Pulau L Pembangunan pulau reklamasi swasta swasta Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi swasta swasta Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan APBD BUMD Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis rel APBD BUMD Pembangunan jaringan jalan arteri di Utara Pulau swasta swasta Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal swasta swasta Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda swasta swasta Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di swasta swasta kawasan reklamasi Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan swasta swasta kembali air limbah Pengembangan prasarana drainase Pulau swasta swasta Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum swasta swasta Pembangunan sistem pengelolaan sampah swasta swasta Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan swasta swasta bekerja sama dengan BUMN Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi swasta swasta bekerja sama dengan BUMN Pembangunan zona lindung swasta swasta Pembangunan zona terbuka hijau swasta swasta Pembangunan zona perumahan KDB Sedang-Tinggi swasta swasta Pembangunan zona perumahan vertikal swasta swasta Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa swasta swasta Pembangunan zona campuran swasta swasta Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial swasta swasta Pembangunan zona terbuka biru swasta swasta Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana swasta swasta Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala swasta swasta Pemeliharaan tanggul pulau swasta swasta pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar APBD BUMD pulau pemeliharaan utilitas swasta swasta 8-13

323 Tahapan Pelaksanaan Prakiraan Biaya Sumber Lokasi Indikasi Program Utama I II III IV Dana ( ) ( ) ( ) ( ) Instansi Pelaksana Pulau M Pembangunan pulau reklamasi swasta swasta Pembangunan jaringan jalan dan jembatan antar pulau reklamasi swasta swasta Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis jalan APBD BUMD Pembangunan jaringan angkutan umum massal berbasis rel APBD BUMD Pembangunan jaringan jalan arteri di Utara Pulau swasta swasta Pembangunan jaringan jalan kolektor dan lokal swasta swasta Pembangunan jaringan jalur pedestrian dan jalur sepeda swasta swasta Pembangunan dermaga khusus penyeberangan antar pulau di swasta swasta kawasan reklamasi Pengembangan sistem pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan swasta swasta kembali air limbah Pengembangan prasarana drainase Pulau swasta swasta Pembangunan sistem penyediaan air bersih dan air minum swasta swasta Pembangunan sistem pengelolaan sampah swasta swasta Pembangunan sistem jaringan energi/kelistrikan swasta swasta bekerja sama dengan BUMN Pembangunan sistem jaringan telekomunikasi swasta swasta bekerja sama dengan BUMN Pembangunan zona lindung swasta swasta Pembangunan zona terbuka hijau swasta swasta Pembangunan zona perumahan KDB Sedang-Tinggi swasta swasta Pembangunan zona perumahan vertikal swasta swasta Pembangunan zona perkantoran, perdagangan dan jasa swasta swasta Pembangunan zona campuran swasta swasta Pembangunan zona pelayanan umum dan sosial swasta swasta Pembangunan zona terbuka biru swasta swasta Pembangunan kawasan Evakuasi Bencana swasta swasta Pemantauan dan Pemeliharaan kanal dan saluran secara berkala swasta swasta Pemeliharaan tanggul pulau swasta swasta pemeliharaan infrastruktur dan sarana transportasi pulau dan antar APBD BUMD pulau pemeliharaan utilitas swasta swasta BAB 8 RENCANA PEMANFAATAN RUANG 8-14

324 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN STRATEGIS PANTURA Pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Strategis Pantura terdiri dari peraturan zonasi, prinsip perancangan, perizinan, aturan mengenai insentif dan disinsentif serta mengenai sanksi administratif yang akan dikenakan jika terjadi pelanggaran. 9.1 Peraturan Zonasi Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta harus mempertimbangkan perangkat keberadaan peraturan zonasi. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang dibuat berdasarkan jenis zona. Substansi peraturan zonasi dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura meliputi : a. Kegiatan pemanfaatan ruang, yaitu ketentuan kegiatan yang boleh, tidak boleh maupun bersyarat atau terbatas pada setiap jenis peruntukan ruang/zona. b. Rencana intensitas pemanfaatan ruang blok peruntukan, yang meliputi : Rencana Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum; Rencana Koefisien Tapak Basement (KTB) maksimum; Rencana Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum. Rencana Koefisien Daerah Hijau (KDH) minimum. Rencana Tinggi Bangunan Maksimum. Penetapan kepadatan bangunan, KDB, KTB, KLB dan KDH serta tinggi bangunan terutama didasarkan pada daya dukung fisik lahan dan daya dukung prasarana (terutama kapasitas jalan) dan utilitas kota. c. Tata bangunan d. Prasarana minimal atau maksimal Ketentuan Pemanfaatan Ruang. Ketentuan pemanfaatan ruang adalah aturan yang berisi kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan bersyarat, diperbolehkan terbatas atau dilarang pada 9-1

325 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG suatu zona tertentu. Aturan kegiatan pada suatu zona dinyatakan dengan klasifikasi sebagai berikut : a. I = Pemanfaatan diizinkan (P, permitted), I = pemanfaatan/ suatu kegiatan diizinkan karena sifatnya sesuai dengan peruntukan tanah yang direncanakan. Hal ini berarti tidak akan ada peninjauan atau pembahasan atau tindakan lain dari pemerintah DKI Jakarta terhadap pemanfaatan tersebut. b. T = Pemanfaatan diizinkan secara terbatas (R, restricted), pembatasan dilakukan melalui penentuan standar pembangunan minimum, pembatasan pengoperasian, atau peraturan tambahan lainnya yang berlaku di wilayah DKI Jakarta. c. B = Pemanfaatan memerlukan izin penggunaan bersyarat (C, conditional), izin ini sehubungan dengan usaha menanggulangi dampak pembangunan di sekitarnya (menginternalisasi dampak); dapat berupa AMDAL, RKL dan RPL. d. - = pemanfaatan yang tidak diizinkan (not permitted), pemanfaatan yang tidak diizinkan karena sifatnya tidak sesuai dengan peruntukan lahan yang direncanakan dan dapat menimbulkan dampak yang cukup besar bagi lingkungan di sekitarnya. Sebuah pemanfaatan ruang disebut pemanfaatan yang terbatas (tanda (T) mengandung arti bahwa pemanfaatannya mengandung batasan-batasan sebagai berikut : a. Pembatasan pengoperasian, baik dalam bentuk pembatasan waktu beroperasinya sebuah pemanfaatan ataupun pembatasan jangka waktu pemanfaatan ruang tersebut untuk kegiatan yang diusulkan. b. Pembatasan intensitas ruang, baik KDB, KLB, KDH, jarak bebas, ataupun ketinggian bangunan. Pembatasan ini dilakukan oleh pemerintah kota dengan menurunkan nilai maksimum atau meninggikan nilai minimum dari intensitas ruang dalam peraturan zonasi. c. Pembatasan jumlah pemanfaatan. Jika pemanfaatan yang diusulkan telah ada, masih mampu melayani, dan belum memerlukan tambahan (contoh, dalam sebuah kawasan perumahan yang telah cukup jumlah sekolah dasarnya, tidak diperkenankan membangun sekolah dasar baru baru), maka pemanfaatan tersebut tidak boleh diizinkan, atau diizinkan dengan pertimbangan-pertimbangan khusus. 9-2

326 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG d. Pengenaan aturan-aturan tambahan seperti disinsentif, keharusan menyediakan analisis dampak lalu lintas, dan sebagainya yang tercantum dalam bagian lain dokumen laporan ini. Jika sebuah pemanfaatan ruang memiliki tanda B atau merupakan pemanfaatan bersyarat, berarti untuk mendapatkan ijin, diperlukan persyaratanpersyaratan tertentu. Persyaratan ini diperlukan mengingat pemanfaatan ruang tersebut memiliki dampak yang besar bagi lingkungan sekitarnya. Persyaratan ini antara lain : a. Penyusunan dokumen AMDAL, b. Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan upaya Pemantauan Lingkungan (UPL), c. Penyusunan Analisis Dampak Lalu-lintas (ANDALIN), d. Mengenakan biaya dampak pembangunan (development impact fee), dan atau aturan disinsentif lainya yang tercantum dalam bagian lain laporan ini, dan e. Penyediaan parkir atau pengolah limbah. Dasar pertimbangan penentuan klasifikasi (I, T, B) atau penentuan klasifikasi (I, T, B, atau -) pemanfaatan ruang (kegiatan atau penggunaan lahan) pada suatu zonasi didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut : a. Umum, berlaku untuk semua jenis penggunaan lahan : Kesesuaian dengan arahan dalam rencana tata ruang kabupaten/kota; Keseimbangan antara kawasan lindung dan budidaya dalam suatu wilayah; Kelestarian lingkungan (perlindungan dan pengawasan terhadap pemanfaatan air, udara dan ruang bawah tanah); Toleransi terhadap tingkat gangguan dan dampak terhadap peruntukkan yang ditetapkan; Kesesuaian dengan kebijakan pemerintah DKI Jakarta di luar rencana tata ruang yang ada; Tidak merugikan golongan masyarakat, terutama golongan sosial-ekonomi lemah; dan Kesesuaian terhadap daya dukung dan daya tampung. b. Khusus, berlaku untuk masing-masing karakteristik guna lahan, kegiatan ataukomponen yang akan dibangun, dapat disusun berdasarkan : 9-3

327 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Rujukan terhadap ketentuan-ketentuan maupun standar-standar yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang; Rujukan terhadap ketentuan dalam peraturan bangunan setempat; Rujukan terhadap ketentuan khusus bagi unsur bangunan/ komponen yang dikembangkan (misalnya pompa bensin, BTS/Base Tranceiver Station, dan lain-lain); Kesesuaian suatu kegiatan dalam zona tertentu (kompatibilitas kegiatan dalam suatu zona); Merujuk pada hasil observasi terkait dampak suatu kegiatan dalam suatu jenis zona tertentu; dan Kesesuaian dengan kualitas lokal minimum yang ditetapkan untuk setiap jenis zona. Jenis kegiatan dan pelaksanaan kegiatan di tiap sub zona dijabarkan dalam Tabel Jenis Kegiatan dan Tabel Pelaksanaan Kegiatan dalam Sub zona. Jenis kegiatan dalam sub zona ditetapkan dengan mempertimbangkan: a. kualitas ruang zona dan/atau sub zona yang diharapkan; b. kesesuaian kegiatan zona dan/atau sub zona; c. sesuai dengan standar prasarana penunjang zona dan/atau sub zona; d. dampak kegiatan pada suatu zona dan/atau sub zona; dan e. daya dukung lingkungan dan/atau prasarana dan utilitas Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang Intensitas pembangunan di Kawasan Reklamasi Pantura harus mengacu kepada distribusi jumlah penduduk yang telah ditentukan. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang seperti KDB, KLB, KTB, KDH, dan KB yang diatur merupakan nilai maksimum dan minimum yang dapat dibangun, dan bukan nilai rata-rata. Secara umum, ketinggian bangunan di seluruh kawasan reklamasi pantura harus mempertimbangan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan Bandara Soekarno Hatta. Ketentuan KLB yang diatur merupakan nilai maksimal, sehingga dapat memungkinkan bagi perencana kawasan untuk mengatur sky line bangunan demi nilai estetika, namun tidak diperkenankan bangunan memiliki ketinggian yang lebih tinggi dibandingkan wilayah tengah (berbentuk kurva distribusi normal dari Barat ke Timur). Selain itu, ketinggian bangunan tiap pulau harus memungkin pandangan ke laut lepas dari tiap sudut. 9-4

328 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Intensitas pemanfaatan ruang pada lahan perencanaan yang memiliki lebih dari satu intensitas pemanfaatan ruang pada satu zona, dapat diperhitungkan secara rata-rata dan ketinggian bangunan mengikuti batasan bangunan tertinggi. Intensitas pemanfaatan ruang tersebut tidak berlaku/tidak diperhitungkan pada penggunaan basemen antara GSJ dengan GSB untuk kepentingan akses stasiun angkutan umum massal berbasis rel Koefisien Dasar Bangunan Koefisien dasar bangunan (KDB) merupakan angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta. KDB maksimum ditetapkan dengan mepertimbangkan tingkat pengisian atau peresapan air, kapasitas drainase, dan jenis penggunaan lahan. Persentase KDB di Kawasan Strategis Pantura Jakarta berkisar antara 40% hingga 60%. Formulasi intensitas pemanfaatan ruang berdasarkan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sebagai berikut: Luas Lantai Dasar KDB = x 100% Luas LP Nilai KDB di tiap subblok Kawasan Strategis Pantai Utara dijabarkan dalam Tabel Intensitas Pemanfaatan Ruang. Dalam penerapannya, terdapat ketentuan tambahan mengenai nilai Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yaitu bangunan penghubung antar bangunan gedung berbentuk selasar, beratap, dan tidak berdinding dengan lebar sekurang-kurangnya 3 m (tiga meter) tidak diperhitungkan sebagai KDB Koefisien Lantai Bangunan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) merupakan nagka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta. Formulasi intensitas pemanfaatan ruang berdasarkan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sebagai berikut: Luas Seluruh Lantai Bangunan KLB = 9-5

329 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Luas LP KLB rata-rata maksimum setiap pulau adalah sebagai berikut : Tabel 9-1: KLB Rata-Rata Per Pulau Sub Kawasan Pulau Koefisien Lantai Bangunan Sub Kawasan Barat A 3 B 3 C 3 D 3 E 3 F 4 G 4 H 4 Sub kawasan tengah I 5 J 5 K 5 L 5 M 5 Sub Kawasan Timur N 2 O 2 P 2 Q 2 Sumber : Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 121 tahun 2012 KLB rata-rata maksimum ditetapkan di masing-masing pulau, namun KLB maksimum per subblok tersebut didistribusikan dengan mempertimbangkan kedekatan dengan terminal/stasiun/halte transit angkutan umum. Hal ini menjadi pertimbangan dasar karena konsep Transport Oriented Development diterapkan dalam Kawasan Strategis Pantura Jakarta. Pusat-pusat kegiatan dengan KLB tinggi akan berada di sekitar terminal/halte transit/stasiun sehingga memudahkan pengguna angkutan umum untuk mencapai pusat kegiatan yang mereka tuju. Nilai KLB di tiap subblok Kawasan Strategis Pantai Utara dijabarkan dalam Tabel Intensitas Pemanfaatan Ruang. Dalam penerapannya, terdapat ketentuan tambahan yaitu sebagai berikut: 1. luas lantai bangunan yang digunakan untuk parkir tidak diperhitungkan dalam KLB dengan syarat tidak melebihi 40 (empat puluh) % dari KLB yang ditetapkan, dan kelebihan batasan 40 (empat puluh) % diperhitungkan sebagai KLB; 9-6

330 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG 2. bangunan khusus parkir berfungsi sebagai prasarana parkir perpindahan moda (park and ride), terintegrasi dengan angkutan umum massal, dan bukan bangunan pelengkap dari bangunan utama diperbolehkan luas lantai bangunan mencapai 200 (dua ratus) % dari KLB yang ditetapkan; 3. pembebasan perhitungan batasan KLB diberikan pada: a. koridor atau jembatan penghubung antar bangunan yang digunakan pejalan kaki dan terbuka untuk umum; b. ruang mekanikal dan elektrikal, instalasi air, tangga, mushola, ruang tunggu pengemudi, dan ruang untuk sektor informal dengan proporsi luas lantai kurang dari 20% (dua puluh persen) pada bangunan bertingkat sedang dan bertingkat tinggi; dan c. ruang evakuasi bencana yang tidak dimanfaatkan untuk kegiatan lain pada bangunan bertingkat tinggi di atas 24 (dua puluh empat) lantai, dialokasikan 1 (satu) lantai atau lebih setiap 24 (dua puluh empat) lantai dan berlaku setiap kelipatannya; 4. proporsi KLB pada sub zona campuran pada PSL sangat padat dan padat, proporsi bangunan komersial paling kurang 50% dan bangunan hunian paling tinggi 50%; dan 5. penggunaan basemen yang dimanfaatkan untuk kegiatan selain parkir dan fasilitasnya tetap diperhitungkan dalam KLB Ketinggian Bangunan Ketinggian bangunan (KB) di Kawasan Strategis Pantura membentuk city scape yang memberikan ciri khas pada tiap-tiap pulau. Nilai KB di tiap subblok Kawasan Strategis Pantai Utara dijabarkan dalam Tabel Intensitas Pemanfaatan Ruang. Dalam penerapannya, terdapat ketentuan tambahan yaitu penambahan jumlah lantai pada bangunan gedung selain pada zona perumahan KDB sedang-tinggi diperkenankan selama masih memenuhi batasan KDB, dan/atau KLB sebagaimana tercantum pada Tabel Intensitas Pemanfaatan Ruang serta memenuhi batasan ketinggian pada KKOP. meliputi: KB dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kelompok ketinggian bangunan, 9-7

331 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG a. bangunan bertingkat rendah untuk ketinggian 1 (satu) sampai 4 (empat) lantai; b. bangunan bertingkat sedang untuk ketinggian bangunan 5 (lima) sampai 8 (delapan) lantai; dan c. bangunan bertingkat tinggi untuk ketinggian di atas 8 (delapan) lantai Koefisien Tapak Basemen Koefisien Tapak Basemen (KTB) merupakan perbandingan maksimum yang diijinkan antara luas lantai basemen dengan luas tapak yang ada. Nilai KTB di tiap subblok Kawasan Strategis Pantai Utara dijabarkan dalam Tabel Intensitas Pemanfaatan Ruang. Formulasi intensitas pemanfaatan ruang berdasarkan Koefisien Tapak Basemen (KTB) sebagai berikut: LuasTapak Basemen KTB = Luas LP x 100% Dalam penerapannya, terdapat ketentuan tambahan yaitu sebagai berikut 1. penggunaan basemen yang berada di bawah prasarana umum dan dimanfaatkan untuk mendukung fungsi sirkulasi pergerakan orang dan kendaraan tidak diperhitungkan sebagai KTB dan pemanfaatannya harus mendapatkan persetujuan Gubernur setelah mendapat pertimbangan dari BKPRD; 2. pada sub zona R.4, R.5 dan R.6, KTB paling tinggi sama dengan KDB yang telah ditetapkan dalam Tabel Intensitas Pemanfaatan Ruang, dan hanya digunakan sebagai fungsi penunjang hunian Koefisien Dasar Hijau Koefisien Dasar Hijau (KDH) merupakan angka persentase diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang. Nilai KDH di tiap subblok Kawasan Strategis Pantai Utara dijabarkan dalam Tabel Intensitas Pemanfaatan Ruang. Dalam penerapannya, terdapat ketentuan tambahan yaitu perkerasan di permukaan tanah yang 9-8

332 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG dipergunakan sebagai jalan, prasarana parkir, dan plaza tidak diperhitungkan sebagai KDH. Formulasi intensitas pemanfaatan ruang berdasarkan Koefisien Dasar Hijau (KDH) sebagai berikut: Luas Dasar Hijau KDH = Luas LP x 100% Tata Bangunan Tata bangunan yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta, meliputi: a. lahan perencanaan; b. tata bangunan gedung, meliputi: c. pemanfaatan ruang di perairan laut; Lahan Perencanaan Lahan perencanaan adalah luas lahan efektif yang dikuasai dan/atau direncanakan untuk kegiatan pemanfaatan ruang, dapat berbentuk super blok, blok, sub blok dan/atau perpetakan. Ketentuan mengenai lahan perencanaan dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta adalah sebagai berikut: 1. Lahan perencanaan mencakup rencana jalur pedestrian/plaza. 2. Dalam perencanaan dan pemanfataannya, tidak dapat dilakukan pemecahan kaveling hunian menjadi lebih kecil dari batasan luasan sub zona yang telah ditentukan Tata Bangunan Gedung Ketentuan tata bangunan gedung terdiri dari peraturan mengenai: 1. pagar; 2. GSB; 3. jarak bebas bangunan; 4. ramp; 5. bangunan di bawah permukaan tanah; dan 6. bangunan layang; Ketentuan Pagar 9-9

333 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Ketentuan pada pagar bangunan di Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta adalah sebagai berikut: a. Pagar pada bangunan gedung yang berada pada tikungan dan/atau persimpangan harus dimundurkan dan tidak membentuk sudut sehingga tidak menghalangi jarak pandang kendaraan. b. Zona perkantoran, perdagangan, dan jasa dan zona campuran dirancang tanpa pagar untuk mendukung akses pejalan kaki sekaligus memperkuat karakter kawasan. Ketentuan GSB Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah sempadan yang membatasi jarak terdekat bangunan terhadap tepi jalan; dihitung dari batas terluar saluran air kotor sampai batas terluar muka bangunan, berfungsi sebagai pembatas ruang, atau jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan terhadap lahan yang dikuasai, batas tepi sungai atau pantai, antara massa bangunan yang lain atau rencana saluran, jaringan tegangan tinggi listrik, jaringan pipa gas, dsb (building line). Besarnya GSB pada bangunan gedung ditentukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pada semua sub zona yang berbatasan dengan jalan, ditentukan sebagai berikut : 1. pada jalan dengan lebar rencana kurang atau sama dengan 12 m (dua belas meter), GSB sebesar 5 m; dan 2. pada jalan dengan lebar rencana lebih besar dari 12 m (dua belas meter), GSB sebesar 6 m. b. Pada semua sub zona yang berbatasan dengan zona terbuka biru, GSB minimal sebesar 15 meter, dimana besar 10 meter yang berbatasan langsung dengan zona terbuka biru harus berupa ruang terbuka publik yang dapat berfungsi sebagai jalur inspeksi ruang terbuka biru. c. Pada zona perkantoran, perdagangan, dan jasa dan zona campuran, ruang antara GSB dan GSJ harus berupa ruang terbuka publik yang menyatu dengan jalur pejalan kaki di hadapannya dan tidak boleh dimanfaatkan untuk pergerakan kendaraan (termasuk lahan parkir ataupun jalur menurunkan penumpang dari kendaraan), kecuali inlet dan/atau outlet kendaraan. 9-10

334 Ketentuan Jarak Bebas BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Jarak bebas bangunan adalah jarak serendah-rendahnya yang diperkenankan dari bidang teriuar bangunan sampai batas samping dan belakang tanah perpetakan. Ketentuan jarak bebas bangunan adalah sebagai berikut: a. Jarak bebas bangunan ditentukan berdasarkan ketinggian bangunan dan dikenakan dari lantai dasar sampai lantai paling atas bidang dan/atau dinding terluar suatu massa bangunan ke arah sebagai berikut: 1. pagar/batas garis sempadan jalan; 2. batas jarak bebas bangunan lain yang bersebelahan; dan 3. rencana saluran. b. Sisi bangunan yang dikenakan jarak bebas adalah sebagai berikut: 1. pada bangunan tipe tunggal, jarak bebas dikenakan pada semua sisi bangunan; 2. pada bangunan deret, jarak bebas dikenakan pada sisi belakang bangunan; dan 3. pada bangunan kopel, jarak bebas dikenakan pada salah satu sisi kanan atau kiri yang tidak menempel pada bangunan lain dan pada sisi belakang bangunan. Ketentuan dasar jarak bebas bangunan disajikan dalam Tabel 9-2 Jarak Bebas Bangunan dan Gambar 9-1 Perhitungan Jarak Bebas Bangunan. Tabel 9-2 Ketentuan Jarak Bebas Bangunan Jarak Bebas Bangunan terhadap batas Tinggi Bangunan jarak bebas bangunan lainnya yang bersebelahan

335 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG lebih dari c. Ketentuan khusus jarak bebas bangunan tipe deret sebagai berikut: 1. tipe deret hanya diperkenankan maksimal sampai ketinggian 4 (empat) lantai dan lantai berikutnya dikenakan jarak bebas sesuai dengan ketentuan jarak bebas bangunan pada Tabel Jarak Bebas Bangunan dengan lantai dasar dihitung dari lantai dasar bangunan yang mulai dikenakan jarak bebas. 2. Bangunan deret harus menyediakan ruang terbuka bangunan untuk penghawaan dan pencahayaan alami dengan luas sekurangkurangnya 6 m² (enam meter persegi), yang dialokasikan minimal setiap panjang bangunan 15 m (lima belas meter) ke arah dalam dan kelipatannya. Gambar 9-1 Perhitungan Jarak Bebas Bangunan 9-12

336 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG d. Ketentuan khusus jarak bebas bangunan dengan bentuk huruf U dan/atau huruf H (dengan lekukan) sebagai berikut: 1. massa bangunan yang terletak pada dua sisi yang berbeda dianggap sebagai 2 (dua) massa bangunan; 2. jarak bebas antar kedua massa bangunan ditentukan berdasarkan kedalaman lekukan bangunan; 3. bila kedalaman lekukan melebihi total jarak bebas kedua massa bangunan, maka lebar lekukan paling kurang sebesar total jarak bebas kedua massa bangunan; 4. bila kedalaman lekukan kurang dari total jarak bebas kedua massa bangunan, maka lebar lekukan paling kurang sebesar setengah total jarak bebas kedua massa bangunan; dan Ketentuan jarak bebas bangunan dengan bentuk huruf U dan/atau huruf H disajikan dalam Gambar 9-2 sebagai berikut: 9-13

337 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Gambar 9-2 Jarak Bebas Bangunan Berbentuk Huruf U dan H e. Ketentuan khusus jarak bebas bangunan terhadap Garis Sempadan Bangunan (GSB) sebagai berikut: 1. Dalam hal GSB kurang dari jarak bebas bangunan, maka jarak bidang dan/atau dinding terluar suatu massa bangunan ke arah GSJ untuk lantai dasar sampai lantai keempat adalah minimal sebesar GSB, sedangkan untuk lantai kelima atau lebih mengikuti ketentuan jarak bebas bangunan yang ditetapkan; dan 2. Dalam hal GSB lebih besar dari jarak bebas bangunan, maka jarak bidang dan/atau dinding terluar suatu massa bangunan ke arah GSJ untuk seluruh lantai adalah minimal sebesar GSB. Ketentuan Ramp Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga. Ketentuan ramp yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta terdiri atas ramp kendaraan dan ramp bukan kendaraan 9-14

338 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG a. Ketentuan ramp kendaraan adalah sebagai berikut: 1. sudut tanjakan dengan kemiringan paling besar 12º (dua belas derajat); 2. ramp spiral secara menerus paling besar 5 (lima) lantai, jika lantai parkirnya lebih dari 5 (lima) lantai harus menggunakan ramp lurus sebagai penghubung ke lantai berikutnya; 3. ramp naik di luar bangunan minimal 3 m (tiga meter) dari batas persil/perpetakan dan GSJ; 4. ramp turun menuju besmen di luar bangunan minimal 60 cm (enam puluh centimeter) dari batas persil/perpetakan; 5. dalam perhitungan KDB, luas proyeksi bidang ramp dihitung hanya sebesar 50% (lima puluh persen), selama luas proyeksi bidang ramp tersebut tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari luas lantai dasar yang diperkenankan; dan 6. dalam perhitungan KLB, luas proyeksi bidang ramp tidak dihitung; 7. ramp yang dibangun di atas dan/atau di bawah prasarana/lahan milik Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah harus terlebih dahulu mendapatkan Persetujuan Gubernur. b. Ketentuan ramp bukan kendaraan adalah sebagai berikut: 1. sudut tanjakan dengan kemiringan paling besar 6º (enam derajat); 2. permukaan lantai ramp harus diberi lapisan kasar atau anti slip; dan 3. bangunan gedung harus menyediakan ramp sebagai akses untuk penyandang cacat dan lanjut usia. Ketentuan teknis lebih lanjut mengenai dimensi ramp disajikan pada Tabel berikut: Tabel 9-3 Jenis Ram No. Jenis Ramp Ketentuan Teknis 1 Ramp Kendaraan Lurus Satu Arah Lebar minimal 3 meter 2 Ramp Kendaraan Lurus Dua Arah Lebar minimal 6,5 meter dengan lebar setiap arah sebesar 3 meter dan lebar pemisah selebar 50 centimeter 3 Ramp Kendaraan Spiral dan/atau Tikungan Radius terkecil sebesar 4 meter dihitung dari sisi terdalam 4 Ramp Kendaraan Spiral Dua Arah 1. Jari-jari terpendek ramp sebesar 4 meter 9-15

339 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG No. Jenis Ramp Ketentuan Teknis 2. Lebar minimal 3,5 meter pada setiap arah dengan lebar pemisah sebesar 50 centimenter 5 Ramp Bukan Kendaraan Jika panjang ramp melebihi 15 m (limabelas meter) harus disediakan satu buah landasan (bordes) dengan panjang 3 meter pada setiap jarak 15 meter Ketentuan Bangunan di Bawah Permukaan Tanah Bangunan di bawah permukaan tanah adalah sebuah tingkat atau beberapa tingkat dari bangunan yang keseluruhan atau sebagian terletak di bawah tanah. Ketentuan mengenai bangunan di bawah permukaan tanah dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan kecuali untuk bangunan gedung atau basemen ditetapkan sebagai berikut: a. Pada bangunan ketinggian lebih dari 4 (empat) lantai, jarak dinding terluar basemen terhadap GSJ, pengaman saluran dan/atau kaveling sebesar paling kurang 3 m (tiga meter); b. Pada bangunan ketinggian maksimal 4 (empat) lantai, jarak dinding terluar basemen terhadap GSJ dan/atau pengaman saluran sebesar paling kurang 3 m (tiga meter), dan terhadap batas lahan yang dikuasai sekurang-kurangnya 1 (satu) meter; c. Untuk mendukung efisiensi pergerakan serta keterhubungan antar kegiatan, basemen bersama dapat diterapkan dengan persetujuan Gubernur setelah mendapat pertimbangan BKPRD; d. Ruang bawah tanah antara GSB dan GSJ dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah untuk pembangunan prasarana umum dan utilitas milik Pemerintah Daerah. Ketentuan Bangunan Layang Bangunan layang adalah bangunan penghubung antar bangunan yang dibangun melayang di atas permukaan tanah.ketentuan bangunan layang yang berlaku dalam Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta adalah sebagai berikut: a. bangunan layang dibangun untuk menghubungkan 2 (dua) atau lebih gedung yang berdekatan, dengan fungsi untuk komersial dan jalur pejalan kaki; 9-16

340 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG b. bangunan layang diharuskan memiliki arsitektur bangunan yang unik dan dapat menjadi ikon kawasan; c. ketentuan tinggi bersih (tinggi kolong) minimal 15 (lima belas) meter dari muka tanah; d. luas proyeksi bidang bangunan layang diperhitungkan dalam KDB dan KLB, dan apabila berada pada lebih dari satu lahan perencanaan, perhitungan KDB dan KLB dibebankan pada lahan perencanaan masing-masing secara proporsional; e. bangunan layang di atas prasarana/lahan milik Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Gubernur setelah mendapat pertimbangan BKPRD; dan f. ruang udara antara GSB dan GSJ dapat dimanfaatkan pemerintah untuk pembangunan prasarana umum dan utilitas milik Pemerintah Daerah Pemanfaatan Ruang di Perairan Laut Pemanfaatan ruang di perairan laut adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang di atas perairan laut. Ketentuan Pemanfaatan Ruang di Perairan Laut adalah sebagai berikut: (1) Pemanfaatan ruang di perairan laut tidak diperbolehkan mempersempit dan mengganggu sistem tata air pada kanal vertikal dan kanal lateral. (2) Pemanfaatan ruang di perairan laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf c dan huruf d, harus mendapatkan persetujuan Gubernur setelah mendapat pertimbangan BKPRD Ketentuan Prasarana Minimal dan Maksimal Ketentuan prasarana dan sarana minimal berfungsi sebagai kelengkapan di penyediaan prasarana dasar fisik lingkungan dalam rangka menciptakan lingkungan yang nyaman melalui penyediaan prasarana dan sarana yang sesuai agar zona berfungsi secara optimal. Sedangkan prasarana dan sarana maksimal berfungsi untuk membantu mengendalikan pembangunan dan pergerakan menggunakan kendaraan pribadi. Prasarana yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura meliputi prasarana umum dan sosial serta fasilitas parkir dan prasarana 9-17

341 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG minimal lainnya yang menjamin berlangsungnya suatu kegiatan dalam suatu zona tanpa menganggu kualitas ruang minimal zona tersebut. Prasarana parkir dibatasi jumlah maksimal agar dapat mendorong penggunaan angkutan umum massal. Ketentuan prasarana minimal dan maksimal Standar kebutuhan parkir. Tabel 9-4 Standar kebutuhan parkir No. Jenis Bangunan Kebutuhan parkir minimal 1. Rumah susun/apartemen -luas lantai > 150 m2 bruto 1 mobil / 1 unit hunian -luas lantai m2 bruto 1 mobil / 2 unit hunian -luas lantai < 50 m2 bruto 1 mobil / 5 unit hunian Rumah Susun Murah 1 mobil / 10 unit hunian Rumah tinggal 1 mobil / 1 unit hunian Pempus/Pemda/ Diplomatik 1 mobil / 200 m2 lantai bruto Perkantoran/Jasa/Bank 1 mobil/100 m2 lantai bruto Pertokoan 1 mobil/ 60 m2 lantai bruto Hotel Kelas I (Bintang 4-5) 1 mobil/ 5 kamar Hotel Kelas II (Bintang 2-3) 1 mobil/ 7 kamar Hotel Kelas III (Melati & Bintang 1) 1 mobil/ 10 kamar Bar/ NC/ Amusement 1 mobil/ 10 m2 lantai bruto Pusat kebugaran 1 mobil/ 60 m2 lantai bruto Restoran/ café 1 mobil/ 50 m2 lantai bruto Tempat hiburan lainnya 1 mobil/ 50 m2 lantai bruto 2. SPU Terminal/Stasiun/Pelabuhan/Bandara 1 mobil / 100 m2 lantai bruto Tempat Ibadah Kodya dan Propinsi 1 mobil / 200 m2 lantai bruto Rumah Sakit 1 mobil / 300 m2 lantai bruto Puskesmas 1 mobil / 300 m2 lantai bruto Poliklinik/RSB/Spesialis 1 mobil / 200 m2 lantai bruto Praktek Dokter 1 mobil /100 m2 lantai bruto Laboratorium 1 mobil / 200 m2 lantai bruto Apotik 1 mobil / 200 m2 lantai bruto 3. Pendidikan Sekolah Menengah, Akademi, PT 1 mobil/ 200 m2 lantai bruto Lembaga pendidikan/kursus 1 mobil/ 200 m2 lantai bruto Perpustakaan 1 mobil/ 300 m2 lantai bruto 4. Sosial Budaya Gd. Serba Guna Kel/Kec. 1 mobil/ 50 m2 lantai bruto Balai Latihan Kerja 1 mobil/ 400 m2 lantai bruto Panti Sosial 1 mobil/ 500 m2 lantai bruto Gd. Jumpa Bakti > Kec. 1 mobil/ 50 m2 lantai bruto Gd. Pertemuan/Balai Resepsi 1 mobil/ 20 m2 lantai bruto 5. Rekreasi/Olah raga Gd. Olahraga 1 mobil/ 50 m2 lantai bruto Kolam Renang 1 mobil/ 50 m2 lantai bruto Stadion Olah Raga 1 mobil/ 50 m2 lantai bruto Gd. Olah Seni/Gd. Kesenian 1 mobil/ 50 m2 lantai bruto Kompleks OR/Gelanggang OR 1 mobil/ 50 m2 lantai bruto Museum Sesuai kebutuhan Bioskop 1 mobil/ 50 m2 lantai bruto Tempat/Taman Rekreasi Sesuai Kebutuhan 6. Pelayanan Umum 9-18

342 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG No. Jenis Bangunan Kebutuhan parkir minimal Kantor Kel/Kec. 1 mobil/ 200 m2 lantai bruto KUA/BP4/Balai Nikah 1 mobil/ 200 m2 lantai bruto Kantor Pos/Telkom 1 mobil/ 200 m2 lantai bruto Kantor Pel. Umum lainnya 1 mobil/ 200 m2 lantai bruto Kantor Polisi/TNI 1 mobil/ 200 m2 lantai bruto Pemakaman Umum/Krematorium/Rmh Duka Sesuai Kebutuhan 7. Fasilitas Niaga Pasar Tradisional Kel/Kec. 1 mobil/ 400 m2 lantai bruto Pasar Kodya/Propinsi 1 mobil/ 100 m2 lantai bruto 8. Industri Industri/Pergudangan 1 mobil/ 400 m2 dan 1 truk/ 1000 m2 lantai bruto Industri/Pergudangan tipe Perpetakan /Susun 1 mobil/ 200 m2 dan 1 truk/ 1000 m2 lantai bruto 9. Khusus Instalasi Militer dan lain-lain Sesuai kebutuhan Sarana wajib disediakan dan yang sifatnya tidak wajib / pilihan / tambahan. Tabel 9-5: Sarana wajib disediakan dan yang sifatnya tidak wajib / pilihan / tambahan SARANA KOTA JENIS JUMLAH PENDUDUK 250 Jiwa Jiwa Jiwa Jiwa Jiwa Jiwa Jiwa PENDIDIKAN Taman Kanak-kanak O Sekolah Dasar O O Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama O Sekolah Menengah Umum/ O Kejuruan O Perpustakaan Tempat penitipan anak / Child care Taman Bermain / Play Group KESEHATAN Balai Kesehatan O Puskesmas tingkat Kelurahan O Rumah Bersalin O Apotik/Rumah Obat O Laboratorium Kesehatan O Pusat Kebukaran / Health Club Dokter Praktek 24 Jam PERIBADATA Mushola O N Mesjid O Tempat Ibadah lain O 9-19

343 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG SARANA KOTA JENIS JUMLAH PENDUDUK 250 Jiwa Jiwa Jiwa Jiwa Jiwa Jiwa Jiwa BINA SOSIAL/ Balai Warga/ Gd. Serbaguna O PELAYANAN Gedung Serbaguna O UMUM Pos keamanan O Wartel O Gardu Listrik O Tempat Sampah O Kantor Kelurahan O Kantor Pelayanan Umum O Pos Tramtib O Pos Pemadam Kebakaran O Kantor Pos Pembantu O Control Room Management Office Function Room Laundry Gudang Bersama Garbage Room Beauty Saloon OLAHRAGA/ Tempat bermain anak-anak O REKREASI Tempat bermain remaja/taman O Lapang Olahraga O gedung Olahraga O Kolam Renang O Taman O Fitness Center Sauna Lapangan tenis Lapangan Badminton Squash Putting Green Jogging track Parabola Karaoke Cineplex PERBELANJA Warung/Kios O AN/ NIAGA Pertokoan Mini O 9-20

344 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG SARANA KOTA JENIS JUMLAH PENDUDUK 250 Jiwa Jiwa Jiwa Jiwa Jiwa Jiwa Jiwa Pusat Pertokoan O Bar / Coffee Shop Restoran Mini Market/Pasar Swalayan Food Court Bank Business Corner/Business Lounge TRANSPORTA Shelter / Lay Bay O SI Tempat Parkir / Gedung Parkir Pangkalan / Parkir umum O O O Keterangan : O Sarana yang wajib disediakan Sarana tidak wajib / pilihan / tambahan 9-21

345 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Tabel 9-6 : Standar Perencanaan Kebutuhan Sarana Kota untuk Lingkungan Rumah Susun Hunian DKI Jakarta 9-22

346 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Tabel 9-7: Standar Perencanaan Kebutuhan Sarana Kota Untuk Lingkungan Perumahan yang Dikembangkan Secara Horizontal DKI Jakarta Untuk pembangunan horizontal & rata rata 4,0 jiwa/ KK untuk pembangunan vertikal. 9-23

347 Standar kebutuhan sarana penunjang. BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Tabel 9-8 Standar Kebutuhan Sarana Penunjang Fasilitas Pendukung Karya Bangunan Umum Suka Fasilitas Umum Karya Industri A B C D E F G H I J K L M N O Keterangan 1- Tempat parkir W W W W W W W W R/S W W W S W W 2- Ruang tunggu/ W/S W W S S S S S S -- R W -- R W kantin supir 3- Gardu W/ W W W W W W W W -- W W W -- R PLN R 4- Bak W W W W W S S W W W W R W S W sampah 5- Sumur W W W W W W W W W W W W W W W resapan 6- Areal hijau W/ W/ W W R W S W / Taman R R W W R/S S R/S R W 7- Ruang/Laha S R W W S R W S S S W -- S n sektor informal 8- Lapang W/ upacara R W W S Pos kesehatan/ pos keamanan / S S S S S S -- S -- R -- R R pemadam kebakaran 10- Mushola S W W W -- W S R W/ R W -- W -- R W R 11- Wartel -- W W S R S S W -- W S W -- S W : Wajib. R : Wajib sesuai ratio jumlah jiwa/penghun i (ratio minimal). S : Disarankan. 12- Shelter/Laybay 13- Pedestrial/ trotoar internal 14- Unit pemrosesan limbah cair di bawah tanah R S S S S S S S S -- S -- S W/ R R R R/S S R/S W R -- W S R -- S S W W W W R R R R S R W W S W W 9.2 Perizinan Pembahasan mengenai perizinan terkait pembangunan di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta terdiri atas tinjauan peraturan terkait perizinan dan tata cara perizinan yang akan diterapkan di Kawasan Reklamasi Tinjauan Peraturan Perizinan Pada subbab ini akan dilakukan peninjauan terhadap peraturan terkait proses penyelenggaraan reklamasi dimana perizinan menjadi salah satu tahapan di 9-24

348 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG dalamnya. Peraturan yang akan ditinjau meliputi Kepgub Nomor 138 Tahun 2000 dan Perpres Nomor 122 Tahun Keputusan Gubernur Nomor 138 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Dalam Kepgub 138/2000, perizinan merupakan salah satu tahapan proses penyelenggaraan Reklamasi Pantura Jakarta. Tahapan proses yang dimaksud meliputi perencanaan, pelelangan atau penunjukan mitra, penyusunan nota kesepahaman, perjanjian pengembangan, perizinan, pelaksanaan atau konstruksi fisik, pengawasan, serta pengelolaan hasil dan pembangunan di atasnya. Tahap perencanaan dilakukan oleh Badan Pelaksana (BP) Pantura yaitu penyusunan rencana rinci Kawasan Pantura Jakarta, Urban Design Guide Line, Development Guide Plan, lokasi prioritas sebagai paket pelaksanaan reklamasi, serta KAK. Tahap pelelangan dilakukan oleh BP Pantura dengan proses pelelangan dilaksanakan oleh panitia pelelangan. Hasil pelelangan akan diusulkan ke Gubernur untuk ditetapkan dengan menerbitkan Surat Keputusan (SK) penetapan pemenang lelang. Tahap berikutnya yaitu penyusunan nota kesepahaman yang dilakukan oleh BP Pantura dan mitra pengembang. Mitra pengembang wajib menyiapkan proposal yang berisi perencanaan reklamasi, penggunaan lahan, makro infrastruktur, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pentahapan, penyusunan AMDAL proyek, serta perencanaan usaha dan keuangan dengan studi kelayakan. Selain itu, mitra pengembang wajib menyerahkan uang muka atau initial working fund. Tahap selanjutnya adalah perjanjian pengembangan meliputi penilaian proposal yang dilakukan oleh BP dan SKPD, penerbitan surat persetujuan proposal dan perumusan perjanjian, setelah itu konsep perjanjian dilaporkan ke Gubernur dan dilakukan tanda tangan oleh para pihak yang terlibat. Tahap perizinan terdiri atas penyusunan rencana rinci, pembahasan rencana rinci, dan pemberian izin pelaksanaan reklamasi. Penyusunan rencana rinci dilakukan oleh mitra pengembang dengan persyaratan AMDAL proyek, perencanaan penggunaan lahan, perencanaan pengambilan material, perencanaan infrastruktur atau prasarana dasar. Sedangkan pembahasan rencana rinci dilakukan oleh BP Pantura dan SKPD. Pemberian izin pelaksanaan reklamasi dilakukan oleh BP Pantura atas nama Gubernur dengan lampiran meliputi pengesahan AMDAL, gambar 9-25

349 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG perencanaan penggunaan lahan, gambar teknis dan konstruksi, dan gambar rencana infrastruktur. Setelah mendapatkan izin pelaksanaan reklamasi, mitra pengembang dapat melakukan konstruksi reklamasi dengan menunjuk kontraktor yang diberitahukan kepada BP Pantura. Selain itu, mitra pengembang juga wajib melaporkan hasil reklamasi ke BP Pantura secara berkala. BP Pantura dan SKPD akan melakukan pengawasan secara rutin dan pengendalian teknis. Setelah reklamasi selesai dilakukan, mitra pengembang menyerahkan lahan hasil reklamasi kepada BP Pantura dengan membuat berita acara serah terima. Setelah itu, BP Pantura akan megurus penerbitan Hak Pengelolaan Lahan atas nama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pembangunan akan dilakukan mitra pengembang sesuai dengan perjanjian dan mitra pengembang wajib menyerahkan kontribusi ke BP Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Proses penyelenggaraan reklamasi menurut Perpres 122 tahun 2012 meliputi perencanaan reklamasi, perizinan, pelaksanaan reklamasi, serta monitoring dan evaluasi. Perencanaan reklamasi terdiri penentuan lokasi, penyusunan rencana induk, studi kelayakan, dan penyusunan rancangan detail. Dalam menentukan lokasi reklamasi, lokasi sumber material juga turut dianalisis. Penentuan lokasi disusun berdasarkan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) dan RTRW DKI Jakarta. Penentuan lokasi wajib mempertimbangkan aspek teknis, lingkungan hidup, dan sosial ekonomi. Aspek teknis meliputi hidro-oseanografi, hidrologi, batimetri, topografi, geomorfologi, dan geoteknik. Aspek lingkungan hidup meliputi kualitas air laut dan air tanah, kualitas udara, kondisi ekosistem, pesisir, flora dan fauna darat, serta biota perairan. Sedangkan aspek sosial ekonomi meliputi demografi, akses publik, dan potensi relokasi. Penyusunan rencana induk yang dilakukan terdiri atas beberapa bagian yaitu rencana peruntukan lahan reklamasi, kebutuhan fasilitas terkait dengan peruntukan reklamasi, tahapan pembangunan, rencana pengembangan, dan jangka waktu pelaksanaan reklamasi. Setelah menyusun rencana induk, selanjutnya adalah melakukan studi kelayakan meliputi kelayakan teknis, kelayakan ekonomi finansial, dan kelayakan lingkungan hidup. Tahap terakhir dalam perencanaan reklamasi adalah menyusun rancangan detail berdasarkan rencana induk dan studi 9-26

350 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG kelayakan. Rancangan detail juga wajib memasukkan mitigasi bencana dan jadwal pelaksanaan reklamasi. Substansi rancangan detail meliputi penyiapan lahan dna pembuatan prasarana; pembersihan dan/atau perataan tanah; pembuatan dinding penahan tanah dan/atau pemecah gelombang; pengangkutan material reklamasi; perbaikan tanah dasar; pengurugan material reklamasi; penanganan, penebaran, dan penimbunan material reklamasi; pengeringan, perataan, dan pematangan lahan reklamasi; dan yang terakhir sistem drainase. Proses perizinan terdiri atas dua tahap yaitu memperoleh izin lokasi dan selanjutnya izin pelaksanaan. Izin lokasi berlaku untuk jangka waktu dua tahun dan untuk mendapatkannya dibutuhkan dokumen berupa rencana induk, studi kelayakan, dan rancangan detail reklamasi. Sementara itu, izin pelaksaan reklamasi berlaku untuk jangka waktu lima tahun, dan untuk setiap satu tahun mitra pengembang wajib melaksanakan pembangunan fisik sejak diterbitkan izin pelaksanaan reklamasi, menyampaikan laporan secara berkala setiap 4 bulan sekali, serta melakukan reklamasi sesuai dengan rancangan detail dan izin lingkungan. Setelah mendapatkan izin pelaksanaan reklamasi, konstruksi reklamasi dapat dilakukan. Konstruksi pulau reklamasi meliputi pengurugan, pengeringan lahan dan konstruksi drainase. Konstruksi reklamasi wajib dilakukan dengan menjaga dan memperperhatikan keberlangsungan dan penghidupan masyarakat, keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian, serta persyaratan teknis pengambilan, pengerukan, dan penimbunan material. Tahap terakhir dalam penyelenggaraan proses reklamasi adalah monitoring dan evaluasi. Monitoring atau Pemantauan dilakukan pada tahap pelaksanaan reklamasi. Monitoring dilakukan oleh Gubernur atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya. Dalam Perpres 122/2012 ini turut dijelaskan mengenai ketentuan peralihan perizinan reklamasi. Izin lokasi dan izin pelaksanaan yang telah diajukan sebelum berlakunya perpres ini tetap diproses sesuai ketentuan sebelumnya. Selain itu, izin lokasi dan izin pelaksanaan yang telah diterbitkan tetap berlaku sampai habisnya masa berlaku masing-masing izin. Sebagian besar tahapan penyelenggaraan reklamasi pada kedua peraturan tersebut bersifat sama, yaitu terdiri atas perencanaan, pelaksanaan administrasi, perizinan, pelaksanaan konstruksi, lalu monitoring dan evaluasi. Meskipun memiliki tahapan yang sama, terdapat beberapa perbedaan. Pada tahap perencanaan, 9-27

351 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG dalam Kepgub 138 tahun 2000 tidak dijelaskan mengenai penentuan lokasi pengambilan material. Selain itu, dalam Kepgub 138 tahun 2000 tidak ada penyusunan rencana induk dan studi kelayakan melainkan langsung pada penyusunan rencana detail. Perbedaan selanjutnya adalah pada Perpres 122 tahun 2012 tidak terdapat penjabaran mengenai pelelangan, nota kesepahaman, dan perjanjian pengembangan. Sedangkan dalam Kepgub 138 tahun 2000 izin yang diberikan hanya berupa izin pelaksanaan. Perbedaan yang terakhir adalah pada tahap monitoring dan evaluasi, yaitu dalam Kepgub 138 tahun 2000 dijelaskan mengenai penyerahan kontribusi lahan dari mitra pengembang kepada Pemprov DKI sedangkan hal tersebut tidak terdapat dalam Perpres 122/2012. Perbandingan kedua peraturan terkait penyelenggaraan reklamasi dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 9-9: Perbandingan Proses Penyelenggaraan Berdasarkan Aturan Terkait Reklamasi Tahapan Hal-hal Pokok No Penyelenggaraan Reklamasi Kepgub 138 Tahun 2000 Perpres 122 Tahun Rencana Rinci Kawasan 1. Penentuan Lokasi Pantura Jakarta 2. UDGL & Development Guide - Lokasi Reklamasi Plan / paket lokasi areal reklamasi 3. Lokasi prioritas sebagai - Lokasi Sumber Material paket pelaksanaan reklamasi Reklamasi 4. KAK / paket lokasi areal prioritas reklamasi 1 Perencanaan 2 Pelaksanaan (Administrasi) 3 Perizinan 4 Pelaksanaan (Fisik) 1. Pelelangan 2. Nota Kesepahaman - Proposal - Initial Working Fund (IWF) 3. Perjanjian Pengembangan 2. Penyusunan Rencana Induk - Rencana Peruntukan Lahan Reklamasi; - Kebutuhan Fasilitas terkait dengan Peruntukan Reklamasi; - Tahapan Pembangunan; - Rencana Pengembangan; dan - Jangka Waktu Pelaksanaan Reklamasi 3. Studi Kelayakan - Kelayakan Teknis - Kelayakan Ekonomi Finansial - Kelayakan Lingkungan Hidup 4. Rancangan Detail 4. Perizinan 1. Izin Lokasi - Izin Pelaksanaan 2. Izin Pelaksanaan 5. Pelaksanaan 1. Pengurugan - Penunjukan kontraktor (diberitahukan kepada BP) 2. Pengeringan Lahan 9-28

352 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG No 5 Tahapan Penyelenggaraan Reklamasi Monitoring dan Evaluasi Hal-hal Pokok Kepgub 138 Tahun 2000 Perpres 122 Tahun Melaporkan hasil reklamasi ke BP secara berkala Pengawasan Pembangunan dan Pengelolaan - Penyerahan lahan hasil reklamasi - Penerbitan HPL atas nama Pemprov DKI - Penyerahan kontribusi (sebesar 5% dari luas lahan) 3. Drainase Monitoring dan Evaluasi Dalam mengeluarkan izin terkait reklamasi, terdapat beberapa substansi yang harus diperhatikan. Substansi tersebut terdapat dalam peraturan terkait Kawasan Reklamasi yaitu RTRW DKI Jakarta dalam Perda No. 1 tahun 2012, Pergub No. 121 tahun 2012, dan Perpres No. 54 tahun a. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang RTRW DKI Jakarta 2030 Pengembangan Kawasan Pantura harus menjamin: 1. Penyediaan pantai publik, kelestarian bangunan bersejarah, pengembangan prasarana sumber daya air secara terpadu; 2. Tidak memberikan tambahan resiko banjir pada daratan induk; 3. Menjaga fungsi obyek atau instalasi vital; 4. Terdapat sistem drainase dan pengendalian banjir termasuk retention pond sebesar 5% luas pulau; 5. Penyediaan air bersih secara mandiri dan tidak menggunakan air bawah tanah; 6. Pengelolaan limbah cair domestik secara off site; 7. Pengendalian potensi kerusakan akibat kenaikan muka air laut; 8. Penyediaan angkutan umum massal yang menghubungkan dengan daratan induk; 9. Terdapat tanggul laut yang di atasnya merupakan jalan penghubung barat-timur Kawasan Reklamasi; 10. Rencana yang harus disusun meliputi teknik reklamasi, pemanfaatan ruang reklamasi, konstruksi, penyediaan prasarana, AMDAL/RKL/UPL, lokasi pengambilan material, pembiayaan, pengelolaan air bersih/limbah, dan pengendalian banjir; dan 11. Larangan penambangan pasir. 9-29

353 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG b. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Penyelenggaraan reklamasi Pantura harus memenuhi hal-hal sebagai berikut: 1. Penyediaan pantai publik sebesar minimal 10% dari keliling garis pantai tiap pulau; 2. Perlindungan terhadap jalur pipa BBM dan gas bawah laut; 3. Memperhatikan keserasian dengan hutan bakau dan lindung di daratan induk; 4. Pusat kegiatan primer dilayani oleh jalan arteri dan transportasi massal berbasis jalan dan rel; 5. Pengembangan jalur pedestrian dan sepeda di tiap pulau; 6. Penyediaan dermaga penyeberangan ke Pulau Seribu minimal di Pulau F dan J serta dermaga khusus di setiap pulau; 7. Pemanfaatan kanal vertikal antar pulau sebagai saluran pengendali banjir; 8. Penyediaan kolam retensi di tiap pulau atau ruang terbuka biru 5% di setiap pulau; 9. Pembangunan tanggul laut dengan masa layanan 1000 tahun; 10. Pembangunan jaringan utilitas dengan sistem ducting terpadu; 11. Pembangunan sistem distribusi air bersih dengan looping system di tiap pulau dan terkoneksi antar pulau; 12. Pengelolaan limbah domestik secara off site di tiap pulau; 13. Penyediaan TPS di tiap pulau; 14. Pengembangan sistem telekomunikasi dengan jaringan fiber optic dan wireless dengan memperhatikan KKOP Soekarno -Hatta; dan 15. Penyediaan sempadan pantai sepanjang minimal 50 meter untuk pantai yang menghadap laut lepas dan 30 meter untuk pantai yang menghadap daratan Jakarta dan pulau lain. c. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur Perpres ini mengatur hal-hal terkait penyelenggaraan reklamasi Pantura sebagai berikut: 1. Penyelenggaraan reklamasi dengan koefisien zona terbangun maksimal 40% di zona P3 dan 45% di zona P5; 9-30

354 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG 2. Pembangunan pulau dilakukan dengan jarak dari surut terrendah minimal 300 meter atau kecuali dengan rekayasa teknologi dan titik terluar berada pada kedalaman 8 meter di bawah permukaan laut; dan 3. Pembangunan pulau reklamasi tidak menyebabkan abrasi, tidak mengganggu muara sungai dan lalu lintas laut Tata Cara Perizinan Berdasarkan tinjauan peraturan dan keadaan eksisting proses reklamasi Pantura, disusun tahapan perizinan dengan mempertimbangkan kelembagaan pantura dengan adanya Badan Pengurus. Perumusan tata cara perizinan dengan penyesuaian ini dilakukan karena Kepgub 138/2000 sudah tidak sesuai lagi karena BP Pantura telah dibubarkan. Oleh karena itu, perlu peraturan baru yang dalam konteks ini berupa peraturan gubernur yang mengatur tata cara perizinan. Ruang lingkup perizinan dalam penyelenggaraan reklamasi meliputi perizinan dan pemanfataan lahan hasil reklamasi. Tahapan perizinan terdiri atas persetujuan prinsip lokasi reklamasi, izin pelaksanaan reklamasi, dan izin pemanfaatan ruang. Berikut adalah hal-hal yang harus diperhatikan terkait perizinan reklamasi. Tabel 9-1 Tahap Perizinan Kawasan Reklamasi Persetujuan Prinsip Lokasi Izin Pelaksanaan Reklamasi Reklamasi Permohonan sebelum Harus memiliki Persetujuan melakukan reklamasi Prinsip Lokasi Reklamasi Mengajukan permohonan kepada Gubernur Permohonan izin pelaksanaan reklamasi dilakukan paling lambat 3 bulan sebelum persetujuan prinsip lokasi reklamasi habis masa berlakunya Diberikan dengan Diberikan dengan mempertimbangkan: mempertimbangkan: a. Rencana usaha dan a. Kelayakan terhadap rencana kegiatan reklamasi (termasuk usaha dan kegiatan reklamasi; studi kelayakan yang berisi aspek teknis, ekonomifinansial, dan lingkungan hidup); b. Kesesuaian dengan RTR; b. Izin/rekomendasi yang telah diterbitkan dalam persetujuan Izin Pemanfaatan Ruang Reklamasi Harus memiliki Izin Pelaksanaan Reklamasi Mengajukan permohonan kepada Gubernur Permohonan dapat diajukan setelah reklamasi dilakukan seluruhnya, selama izin pelaksanaan reklamasi habis masa berlakunya Diberikan dengan mempertimbangkan: a. Kesesuaian hasil pelaksanaan reklamasi dengan perizinan/rekomendasi; b. Rencana pemanfaatan lahan (berdasarkan UDGL); 9-31

355 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Persetujuan Prinsip Lokasi Reklamasi Izin Pelaksanaan Reklamasi prinsip lokasi reklamasi; Izin Pemanfaatan Ruang Reklamasi c. Kesesuaian dengan RZWP3K; dan d. Perizinan dan/atau dokumen lain yang diterbitkan Berlaku dua tahun dan dapat diperpanjang paling lama dua tahun c. Kepatuhan dalam melaksanakan ketentuan dalam persetujuan prinsip lokasi; dan d. Kepatuhan atas perundangan lainnya Wajib dilengkapi dengan: a. Izin lingkungan dan/atau AMDAL yang disetujui SKPD/UKPD; b. Izin/rekomendasi yang telah diterbitkan dalam persetujuan prinsip lokasi reklamasi; c. UDGL yang disahkan Gubernur; d. Rencana pengambilan material reklamasi disertai bukti perizinan; e. Rekomendasi kelayakan material reklamasi; f. Rencana pengembangan infrastruktur/prasarana dasar yang sesuai dengan RTRW; g. Rencana usaha dan kegiatan reklamasi (termasuk studi kelayakan) h. Kesanggupan untuk memenuhi kewajiba dan kontribusi (ditandatangani Direktur Utama dan diketahui oleh Komisaris Utama) Berlaku paling lama lima tahun dan dapat diperpanjang paling lama lima tahun dengan memperhatikan metode dan dampak reklamasi c. Kepatuhan pemegang izin pelaksanaan reklamasi; d. Komitmen pemegang izin dalam melaksanakan kontribusi (dalam PPKK); dan e. Kepatuhan pemegang persetujuan prinsip lokasi. Wajib dilengkapi dengan: a. Izin Pelaksanaan Reklamasi b. Rencana usaha dan kegiatan reklamasi; c. Izin lingkungan dan/atau AMDAL; d. IMP Reklamasi; e. UDGL pada lahan hasil reklamasi; f. Rencana dan tahapan pemanfaatan lahan; g. Sertifikat HPL lahan hasil reklamasi; h. PPKK; dan i. Berita acara serah terima penyerahan kontribusi dan kewajiban yang sudah dilaksanakan. Berlaku selama 15 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 15 tahun 9-32

356 Persetujuan Prinsip Lokasi Reklamasi Permohonan perpanjangan diajukan paling lambat 6 bulan sebelum habis masa berlakunya Setelah persetujuan prinsip lokasi reklamasi diterbitkan, pemegang persetujuan harus mengurus dokumen berikut paling lambat 6 bulan, yaitu: BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Izin Pelaksanaan Reklamasi Permohonan perpanjangan diajukan paling lambat 6 bulan sebelum habis masa berlakunya Pemegang izin pelaksanaan reklamasi wajib: a. AMDAL dan RKL/RPL; a. Melaksanakan reklamasi b. Izin Mendirikan Prasarana (IMP); sesuai ketetuan dalam izin pelaksanaan dan izin lainnya; b. Melaksanakan penanggulangan dampak akibat reklamasi; Izin Pemanfaatan Ruang Reklamasi Permohonan perpanjangan diajukan paling lambat satu tahun sebelum habis masa berlakunya Merupakan dasar penerbitan izin lainnya, yaitu: a. Pengurusan status lahan (HGB di atas HPL); b. RTBL; c. UDGL; c. Memberikan kontribusi; dan c. Keterangan Rencana Kota; d. Bukti perizinan pengambilan dan ketersediaan material reklamasi; e. Rekomendasi kelayakan material reklamasi. d. Menyusun perjanjian pemenuhan kontribusi dan kewajiban (PPKK) paling lambat 6 bulan setelah izin pelaksanaan reklamasi diterbitkan Selama melaksanakan reklamasi, pemegang izin pelaksanaan reklamasi tidak dapat mengalihkan perizinan kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis dari Gubernur Izin Pelaksanaan Reklamasi yang sudah diberikan dapat dicabut apabila pemegang izin tidak melakukan kewajiban di atas d. IMB; e. Analisis daya dukung lingkungan untuk pembangunan pada lahan reklamasi; f. Izin mendirikan prasarana pada lahan hasil reklamasi; dan g. Izin lainnya terkait pemanfaatan lahan dan pembangunan. Izin pemanfaatan ruang reklamasi dapat dicabut apabila pemanfaatan ruang dan pembangunan tidak sesuai dengan panduan rancang kota dan penyelesaian kontribusi dan kewajiban tidak dilaksanakan sesuai PPKK 9-33

357 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Setelah reklamasi dilakukan, proses perizinan tetap berlanjut dalam hal memperoleh sertifikat lahan hasil reklamasi dengan status Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dan Hak Guna Bangunan (HGB) setelah mendapat izin pemanfaatan ruang. Pemanfaatan lahan hasil reklamasi harus sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang telah diberikan. Selain itu, segala ketentuan perizinan terkait pemanfaatan dan pembangunan yag berlaku di Provinsi DKI Jakarta berlaku juga pada lahan hasil reklamasi Dalam mengawasi dan melaporkan pelaksanaan reklamasi, pembangunan prasarana dasar, pelaksanaan kontribusi dan kewajiban yang dilakukan oleh pemegang izin, gubernur dapat menunjuk pejabat pengawas. Pejabat pengawas harus menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan secara berkala. Pemegang izin reklamasi yang tidak memenuhi ketentuan akan dikenakan sanksi administratif. Sanksi administratif tersebut dapat berupa teguran tertulis, pencabutan izin, dan penghentian kegiatan. Selain itu, pemegang izin reklamasi yag tidak memenuhi kontribusi dan kewajiban sebagaimana telah disepakati dalam PPKK dan merugikan keuangan daerah akan dikenakan sanksi hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 9.3 Insentif dan Disinsentif Insentif dan Disinsentif Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, Pemberian insentif dan disinsentif dalam penataan ruang diselenggarakan untuk: a. meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang dalam rangka mewujudkan tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang; b. memfasilitasi kegiatan pemanfaatan ruang agar sejalan dengan rencana tata ruang; dan c. meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentingan dalam rangka pemanfaatan ruang yang sejalan dengan rencana tata ruang. Insentif dapat diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan yang didorong pengembangannya. Adapun disinsentif diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan yang dibatasi pengembangannya. Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Insentif dapat berupa insentif fiskal dan/atau insentif non fiskal. Insentif fiskal dapat berupa: a. pemberian keringanan pajak; dan/atau b. pengurangan retribusi. 9-34

358 Adapun untuk bentuk insentif non fiskal dapat berupa: a. pemberian kompensasi; b. subsidi silang; c. kemudahan perizinan; d. imbalan; e. sewa ruang; f. urun saham; g. penyediaan prasarana dan sarana; h. penghargaan; dan/atau i. publikasi atau promosi. BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Sama seperti insentif, disinsentif juga dapat berupa disinsentif fiskal dan disinsentif non fiskal. Disinsentif fiskal berupa pengenaan pajak yang tinggi, sedangkan disinsentif non fiskal dapat berupa: a. kewajiban memberi kompensasi; b. pensyaratan khusus dalam perizinan; c. kewajiban memberi imbalan; dan/atau d. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana. Pemberian insentif dan disinsentif fiskal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian insentif dan disinsentif non fiscal diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan terkait dengan bidang insentif yang diberikan. Insentif dan disinsentif dapat diberikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dari pemerintah daerah ke pemerintah daerah lainnya, dan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah ke masyarakat. Dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura, bentuk insentif yang dapat diberikan ialah insentif dari pemerintah kepada masyarakat, dalam hal ini khususnya juga terkait mitra pengembang. Insentif dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah kepada masyarakat dapat berupa: a. pemberian keringanan pajak; b. pemberian kompensasi; c. pengurangan retribusi; d. imbalan; e. sewa ruang; f. urun saham; g. penyediaan prasarana dan sarana; dan/atau 9-35

359 h. kemudahan perizinan. BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Disinsentif dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah kepada masyarakat dapat berupa: a. kewajiban memberi kompensasi; b. pensyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang diberikan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah; c. kewajiban memberi imbalan; d. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana; dan/atau e. pensyaratan khusus dalam perizinan. Mekanisme pemberian insentif dan disinsentif yang berasal dari pemerintah daerah provinsi diatur dengan peraturan gubernur Rencana Penetapan Insentif dan Disinsentif RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta Dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta, disusun insentif dan disinsentif yang berperan sebagai perangkat pengendalian pemanfaatan ruang. Tujuan diberikannya insentif dalam RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta adalah sebagai berikut: a. mendorong perwujudan rencana struktur ruang dan rencana pola ruang yang telah ditetapkan; b. meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang; c. memberikan kepastian hak atas pemanfaatan ruang bagi masyarakat; dan d. meningkatkan kemitraan pemangku kepentingan dalam rangka pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang, dan pengawasan penataan ruang. Hal-hal yang menjadi obyek pemberian insentif secara umum ialah obyek yang pembangunannya memberikan manfaat, khususya bagi masyarakat luas. Obyek yang diberikan insentif diantaranya meliputi: a. pembangunan pada kawasan yang didorong pengembangannya; b. pembangunan yang sesuai dengan arahan dan tujuan pengembangan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. c. penyediaan ruang untuk fasilitas umum, berupa: 1. ruang privat bangunan yang dapat diakses oleh umum; 2. Pantai publik dan ruang terbuka publik lainnya; 3. penyerahan lahan privat untuk jalan dan saluran. d. peningkatan kuantitas dan kualitas sistem sirkulasi dan jalur penghubung bagi pejalan kaki termasuk jalur bagi penyandang cacat dan lanjut usia oleh sektor privat; 9-36

360 e. pembangunan fasilitas sosial dan fasilitas umum. BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Dalam upaya mendorong pembangunan, jenis-jenis insentif yang dapat diberikan diantaranya berupa: a. keringanan, pengurangan dan pembebasan pajak; b. pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham; c. pembangunan serta pengadaan prasarana sosial dan/atau umum; d. pemberian keluwesan dalam batasan dan perhitungan KLB dan ketinggian bangunan; dan e. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah. f. kemudahan perizinan. Selain pemberian insentif, dalam RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta juga diberikan disinsentif yang didasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu: a. pemanfaatan ruang dibatasi dan dikendalikan untuk menjaga kesesuaian dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang; dan b. pemanfaatan ruang/guna lahan yang tidak sesuai dengan zona dan/atau sub zona serta ketentuannya yang ditetapkan oleh Peraturan Zonasi. Obyek pengenaan disinsentif diberikan apabila pembangunan dilakukan pada kawasan yang dibatasi perkembangannya. Jenis disinsentif yang diberikan dapat berupa: a. pengenaan denda secara progresif; b. membatasi penyediaan prasarana, pengenaan kompensasi, dan penalti; c. pengenaan pajak/retribusi yang lebih tinggi disesuaikan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; d. persyaratan khusus dalam perizinan; e. pengenaan kewajiban dan konstribusi. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif dan disinsentif diatur dengan Peraturan Gubernur. 9.4 Sanksi Administratif Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Setiap orang yang melakukan pelanggaran di bidang penataan ruang dikenakan sanksi administratif. Pelanggaran di bidang penataan ruang meliputi: a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; 9-37

361 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG i. memanfaatkan ruang dengan izin pemanfaatan ruang di lokasi yang tidak ii. iii. sesuai dengan peruntukkannya; memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi yang sesuai peruntukannya; dan/atau memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi yang tidak sesuai peruntukannya. b. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang; i. tidak menindaklanjuti izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan; ii. dan/atau memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan fungsi ruang yang tercantum dalam izin pemanfaatan ruang. c. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang; dan/atau i. melanggar batas sempadan yang telah ditentukan; ii. iii. iv. melanggar ketentuan koefisien lantai bangunan yang telah ditentukan; melanggar ketentuan koefisien dasar bangunan dan koefisien dasar hijau; melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi bangunan; v. melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi lahan; dan/atau vi. tidak menyediakan fasilitas sosial atau fasilitas umum sesuai dengan persyaratan dalam izin pemanfaatan ruang. d. menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai milik umum. i. menutup akses ke pesisir pantai, sungai, danau, situ, dan sumber daya ii. iii. iv. alam serta prasarana publik; menutup akses terhadap sumber air; menutup akses terhadap taman dan ruang terbuka hijau; menutup akses terhadap fasilitas pejalan kaki; v. menutup akses terhadap lokasi dan jalur evakuasi bencana; dan/atau vi. menutup akses terhadap jalan umum tanpa izin pejabat yang berwenang. Sanksi administratif dapat berupa: a. peringatan tertulis, dilakukan melalui penerbitan surat peringatan tertulis dari pejabat yang berwenang. i. rincian pelanggaran dalam penataan ruang; ii. kewajiban untuk menyesuaikan kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang; dan 9-38

362 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG iii. tindakan pengenaan sanksi yang akan diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. iv. Surat peringatan tertulis diberikan paling banyak 3 (tiga) kali. v. Apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan tindakan berupa pengenaan sanksi sesuai dengan kewenangannya. b. penghentian sementara kegiatan, yang dilakukan melalui tahapan i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan; ii. apabila peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang; iii. berdasarkan surat keputusan, pejabat yang berwenang melakukan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa; dan iv. setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban. c. penghentian sementara pelayanan umum, dilakukan dengan tahapan i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; ii. apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penghentian sementara pelayanan umum dengan memuat penjelasan dan rincian jenis pelayanan umum yang akan dihentikan sementara; iii. berdasarkan surat keputusan penghentian sementara pelayanan umum, pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia jasa pelayanan umum untuk menghentikan sementara pelayanan kepada orang yang melakukan pelanggaran; dan iv. setelah pelayanan umum dihentikan kepada orang yang melakukan pelanggaran, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan untuk memastikan tidak terdapat pelayanan umum kepada orang yang melakukan pelanggaran tersebut sampai dengan terpenuhinya kewajiban. d. penutupan lokasi, dilakukan melalui tahapan i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; ii. apabila peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penutupan lokasi; iii. berdasarkan surat keputusan penutupan lokasi, pejabat yang berwenang melakukan penutupan lokasi dengan bantuan aparat penertiban melakukan penutupan lokasi secara paksa; dan 9-39

363 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG iv. setelah dilakukan penutupan lokasi, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan untuk memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan orang yang melakukan pelanggaran memenuhi kewajiban. e. pencabutan izin, dilakukan melalui tahapan i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; ii. apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang mencabut izin menerbitkan surat keputusan pencabutan izin; iii. berdasarkan surat keputusan pencabutan izin, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada orang yang melakukan pelanggaran mengenai status izin yang telah dicabut sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang yang telah dicabut izinnya; dan iv. apabila perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. f. pembatalan izin, dilakukan melalui tahapan i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; ii. apabila surat peringatan diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan pembatalan izin, menerbitkan surat keputusan pembatalan izin; iii. berdasarkan surat keputusan pembatalan izin, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada orang yang melakukan pelanggaran mengenai status izin yang telah dibatalkan sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang yang telah dibatalkan izinnya; dan iv. apabila perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. g. pembongkaran bangunan; i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; ii. apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pembongkaran bangunan; dan iii. berdasarkan surat keputusan pembongkaran bangunan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; ii. apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat perintah pemulihan fungsi ruang; iii. berdasarkan surat perintah, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada orang yang melakukan pelanggaran mengenai ketentuan 9-40

364 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG pemulihan fungsi ruang dan cara pemulihan fungsi ruang yang harus dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu; iv. pejabat yang berwenang melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang; dan v. apabila jangka waktu tidak dapat dipenuhi orang yang melakukan pelanggaran, pejabat yang berwenang melakukan tindakan pemulihan fungsi ruang secara paksa. Apabila orang yang melakukan pelanggaran dinilai tidak mampu membiayai kegiatan pemulihan fungsi ruang, Pemerintah/pemerintah daerah dapat mengajukan penetapan pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh Pemerintah/pemerintah daerah atas beban orang yang melakukan pelanggaran tersebut di kemudian hari. i. denda administratif. Denda administratif dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama dengan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada huruf a hingga huruf h. Sanksi administratif terhadap pelanggaran penataan ruang dikenakan berdasarkan kriteria: a. besar atau kecilnya dampak yang ditimbulkan akibat pelanggaran penataan ruang; b. nilai manfaat pemberian sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran penataan ruang; dan/atau c. kerugian publik yang ditimbulkan akibat pelanggaran penataan ruang Sanksi administratif RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta Berdasarkan karakteristik dan mempertimbangkan konsep kelembagaan Kawasan Strategis Pantura, maka perangkat sanksi yang dibentuk sebagai salah satu bentuk pengendalian pemanfaatan ruang akan dijabarkan pada bagian ini. Setiap orang yang melakukan pelanggaran di bidang penataan ruang dikenakan sanksi administratif. Pelanggaran di bidang penataan ruang meliputi: a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; i. memanfaatkan ruang dengan izin pemanfaatan ruang di lokasi yang tidak sesuai dengan peruntukkannya; ii. memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi yang sesuai peruntukannya; dan/atau 9-41

365 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG iii. memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi yang tidak sesuai peruntukannya. b. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang; i. tidak menindaklanjuti izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan; dan/atau ii. memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan fungsi ruang yang tercantum dalam izin pemanfaatan ruang. c. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang; dan/atau i. melanggar batas sempadan yang telah ditentukan; ii. melanggar ketentuan koefisien lantai bangunan yang telah ditentukan; iii. melanggar ketentuan koefisien dasar bangunan dan koefisien dasar hijau; iv. melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi bangunan; v. melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi lahan; dan/atau vi. tidak menyediakan fasilitas sosial atau fasilitas umum sesuai dengan persyaratan dalam izin pemanfaatan ruang. d. menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai milik umum. i. menutup akses ke pesisir pantai, sungai, danau, situ, dan sumber daya alam serta prasarana publik; ii. menutup akses terhadap sumber air; iii. menutup akses terhadap taman dan ruang terbuka hijau; iv. menutup akses terhadap fasilitas pejalan kaki; v. menutup akses terhadap lokasi dan jalur evakuasi bencana; dan/atau vi. menutup akses terhadap jalan umum tanpa izin pejabat yang berwenang. Sanksi administratif dapat berupa: a. peringatan tertulis, dilakukan melalui penerbitan surat peringatan tertulis dari pejabat yang berwenang. vi. rincian pelanggaran dalam penataan ruang; vii. kewajiban untuk menyesuaikan kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang; dan viii. tindakan pengenaan sanksi yang akan diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 9-42

366 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG ix. Surat peringatan tertulis diberikan paling banyak 3 (tiga) kali. x. Apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan tindakan berupa pengenaan sanksi sesuai dengan kewenangannya. b. penghentian sementara kegiatan, yang dilakukan melalui tahapan v. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan; vi. apabila peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang; vii. berdasarkan surat keputusan, pejabat yang berwenang melakukan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa; dan viii. setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban. c. penghentian sementara pelayanan umum, dilakukan dengan tahapan i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; ii. apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penghentian sementara pelayanan umum dengan memuat penjelasan dan rincian jenis pelayanan umum yang akan dihentikan sementara; iii. berdasarkan surat keputusan penghentian sementara pelayanan umum, pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia jasa pelayanan umum untuk menghentikan sementara pelayanan kepada orang yang melakukan pelanggaran; dan iv. setelah pelayanan umum dihentikan kepada orang yang melakukan pelanggaran, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan untuk memastikan tidak terdapat pelayanan umum kepada orang yang melakukan pelanggaran tersebut sampai dengan terpenuhinya kewajiban. d. penutupan lokasi, dilakukan melalui tahapan ii. iii. iv. i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; apabila peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penutupan lokasi; berdasarkan surat keputusan penutupan lokasi, pejabat yang berwenang melakukan penutupan lokasi dengan bantuan aparat penertiban melakukan penutupan lokasi secara paksa; dan setelah dilakukan penutupan lokasi, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan untuk memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan orang yang melakukan pelanggaran memenuhi kewajiban. e. pencabutan izin, dilakukan melalui tahapan 9-43

367 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; ii. apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang mencabut izin menerbitkan surat keputusan pencabutan izin; iii. berdasarkan surat keputusan pencabutan izin, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada orang yang melakukan pelanggaran mengenai status izin yang telah dicabut sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang yang telah dicabut izinnya; dan iv. apabila perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. f. pembatalan izin, dilakukan melalui tahapan i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; ii. apabila surat peringatan diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan pembatalan izin, menerbitkan surat keputusan pembatalan izin; iii. berdasarkan surat keputusan pembatalan izin, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada orang yang melakukan pelanggaran mengenai status izin yang telah dibatalkan sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang yang telah dibatalkan izinnya; dan iv. apabila perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. g. pembongkaran bangunan; i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; ii. apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pembongkaran bangunan; dan iii. berdasarkan surat keputusan pembongkaran bangunan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau i. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis; ii. apabila surat peringatan tertulis diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat perintah pemulihan fungsi ruang; iii. berdasarkan surat perintah, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada orang yang melakukan pelanggaran mengenai ketentuan pemulihan fungsi ruang dan cara pemulihan fungsi ruang yang harus dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu; iv. pejabat yang berwenang melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang; dan 9-44

368 BAB 9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG v. apabila jangka waktu tidak dapat dipenuhi orang yang melakukan pelanggaran, pejabat yang berwenang melakukan tindakan pemulihan fungsi ruang secara paksa. Apabila orang yang melakukan pelanggaran dinilai tidak mampu membiayai kegiatan pemulihan fungsi ruang, Pemerintah/pemerintah daerah dapat mengajukan penetapan pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh Pemerintah/pemerintah daerah atas beban orang yang melakukan pelanggaran tersebut di kemudian hari. i. Denda administratif. Denda administratif dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama dengan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada huruf a hingga huruf h. Sanksi administratif terhadap pelanggaran penataan ruang dikenakan berdasarkan kriteria: d. besar atau kecilnya dampak yang ditimbulkan akibat pelanggaran penataan ruang; e. nilai manfaat pemberian sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran penataan ruang; dan/atau f. kerugian publik yang ditimbulkan akibat pelanggaran penataan ruang. 9-45

369 BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA 10.1 Kebutuhan Revitalisasi di Kawasan Daratan untuk Menunjang Reklamasi dan Pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta Pengembangan Pantura Jakarta melalui upaya reklamasi dan pengembangan kegiatan di dalamnya, tidak bisa dipisahkan dengan rencana maupun pengembangan di wilayah daratannya. Sistem jaringan infrastruktur yang menghubungkan pulau reklamasi dan daratan telah menyebabkan beberapa kondisi lingkungan perlu ditangani dengan baik, khususnya dalam penyediaan lahan untuk akses dan implikasi pemanfaatan ruang pada area reklamasi di masa mendatang. Penanganan lingkungan ini dilakukan dalam upaya mendorong dan mendukung pengembangan pantura di masa mendatang. Dalam Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2012 tentang RTRW Provinsi DKI Jakarta penataan kembali daratan Pantura mencakup kegiatan : a. relokasi gudang dan industri. b. revitalisasi lingkungan dan bangunan bersejarah. c. perbaikan lingkungan, pemeliharaan kawasan permukiman dan kampung nelayan. d. peremajaan kota; e. peningkatan sistem pengendalian banjir dan pemeliharaan sungai; f. perbaikan manajemen lalu lintas dan penambahan jaringan jalan; g. relokasi perumahan dari bantaran sungai dan lokasi fasilitas umum; h. pelestarian hutan bakau dan hutan lindung; i. perluasan dan peningkatan fungsi Pelabuhan; dan j. Pengembangan pantai untuk kepentingan umum. k. Pemberdayaan masyarakat dan pemulihan mata pencaharian penduduk Kegiatan-kegiatan di atas dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat pantai terutama dalam melakukan pemberdayaan masyarakat dan pemulihan mata pencaharian penduduk serta perbaikan lingkungan, pemeliharaan kawasan permukiman dan kampung nelayan. Berikut adalah hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam revitalisasi pantai lama Jakarta Mata Pencaharian Masyarakat Nelayan di Pantai Lama Jakarta dapat dikategorikan berdasarkan teknologi alat tangkap yang digunakan yaitu Nelayan Usaha Penangkapan, Perikanan

370 BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA Budidaya dan Nelayan Pengolahan Hasil Tangkapan. Kegiatan usaha penangkapan yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Penjaringan, yang meliputi nelayan di Kelurahan Kamal Muara, Kapuk Muara, Penjaringan, dan Pluit) menggunakan berbagai alat tangkap tergantung dari jenis ikan yang akan ditangkap, diantaranya adalah jaring muroami/kongsi, jaring payang, bubu dan pancing. Kapal yang digunakan nelayan Kecamatan Penjaringan pada umumnya dibuat digalangan kapal tradisional yang terdapat di Muara Baru yang terbuat dari kayu. Mesin yang digunakan adalah jenis mesin diesel dengan merk Dongfeng, Yanmar, Honda, dan Mitsubishi. Daerah penangkapan (fishing ground) nelayan Penjaringan yaitu Kepulauan Seribu, sekitar Pulau Bawean (Gresik), Pulau Bangka dan Belitung, dan Laut Cina Selatan. Daerah penangkapan ikan (fishing ground) untuk alat tangkap muroami adafah sekitar wilayah Bawean, Karimun, dan Laut Cina Selatan dengan lama operasi antara hari/trip. Daerah penangkapan untuk nelayan payang adalah sekitar Kepulauan Seribu, sedangkan daerah penangkapan atau pemasangan bubu yaitu disekitar perairan Kepulauan Seribu, dan nelayan yang mengusahakan bubu juga memiliki pancing. Kegiatan perikanan budidaya yang ada di Pantai Lama Jakarta adalah budidaya kerang hijau yang dilakukan dengan menggunakan bambu tancap, atau yang biasa dikenal dengan sebutan bagan tancap, dan tali berdiameter sekitar 1 1,5 sentimeter yang berfungsi sebagai media untuk penempelan kerang hijau. Tali yang dipasang di bagan adalah tali yang kosong dan kemudian ditanam atau dipasang dalam air diikatkan antara bambu bagan. Organisme yang akan menempel pada tahap awal merupakan kelompok perifiton seperti algae, bakteri, protozoa dan organisme lainnya. Salah satu wilayah di Pantura Jakarta yang dikenal sebagai penghasil kerang hijau adalah Kelurahan Kamal Muara di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Tidak diketahui dengan pasti berapa jumlah nelayan Kamal Muara yang mengusahakan budidaya kerang hijau. Salah seorang pembudidaya kerang hijau menuturkan bahwa tahun 1990-an merupakan masa kejayaan bagi pembudi daya kerang hijau di Kamal Muara. Saat itu, bagan tancap yang digunakan sebagai tempat untuk budi daya kerang hijau dibangun berderet hingga sepanjang 15 kilometer, terbentang dari Kamal Muara hingga Muara Angke. Usaha pengolahan hasil perikanan yang ada di Kecamatan Penjaringan dan berpotensi untuk dikembangkan adalah pembuatan ikan asin, dan kerupuk ikan. Pengasinan dapat dilakukan untuk semua jenis ikan. Biasanya jenis ikan yang diasinkan adalah pepetek, teri, pirik, dan tembang. Ikan yang digunakan untuk 10-2

371 BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA dibuat ikan asin berasal dari hasil tangkapan nelayan setempat. Proses pembuatan ikan asin adalah sebagai berikut: (a) ikan dicuci, kemudian direndam dalam air garam selama ±2 jam kemudian dicuci, (b) disusun dalam bak perendaman, diberi garam pada tiap lapisnya dengan perbandingan 3 : 1, (c) pemberian air supaya lalat tidak menghinggapi ikan, lamanya perendaman sekitar 1-2 hari, (d) ikan dicuci lalu dijemur sampai kering dan siap untuk dipasarkan. Bahan baku kerupuk ikan diperoleh dari hasil tangkapan nelayan setempat. Ikan yang digunakan untuk pembuatan kerupuk ikan adalah tenggiri, tongkol, kuwe dan uli-uli. Proses pembuatan kerupuk ikan adalah: (1) membuat adonan dengan lama pengadukan selama 2 jam, (2) memasukkan ikan dengan perbandingan 1 : 2 atau sesuai dengan keinginan, (3) pencampuran bumbu, (4) adonan dibentuk silinder kemudian direbus, (5) dipotong-potong sesuai dan dijemur sampai kering. Pemasaran produk ikan asin yang dihasilkan oleh pengolah hasil perikanan di Kecamatan Penjaringan pada umumnya dipasarkan didalam lingkup kecamatan, dan pedagang atau konsumen luar daerah yang berkunjung ke wilayah kecamatan Penjaringan. Sifat-sifat tersebut harus dapat menjadi pertimbangan untuk menyusun program revitalisasi. Hal-hal yang dapat dilakukan dalam proses revitalisasi terkait dengan mata pencaharian nelayan adalah: 1. Peningkatan kualitas Tempat Pelelangan Ikan dan tempat pemasaran hasil laut yang telah ada dan penambahan fasilitas pendukung di dalam TPI tersebut. 2. Pendataan nelayan dan pengaturan lokasi bagan tancap dan/atau lokasi peternakan budi daya kerang yang dimiliki oleh nelayan DKI Jakarta 3. Pembinaan dan pelatihan pengolahan hasil laut 4. Mempertahankan sentra penjualan hasil olahan laut, seperti pasar ikan asin Kalibaru 5. Mempermudah permodalan dengan memberikan pinjaman lunak 6. Mempertahankan keberadaan pelabuhan dan dermaga tradisional 7. Menata kawasan pelabuhan/dermaga tradisional 8. Pengembangan usaha jasa kuliner berbahan dasar hasil olahan laut 9. Pengembangan kampung tematik Selain mata pencaharian nelayan, terdapat mata pencaharian lain di pesisir pantai lama Jakarta yaitu sebagai buruh pabrik dan buruh di Pelabuhan Tanjung Priuk. Latar belakang pendidikan mereka yang hanya mengenyam bangku SLTP menyebabkan mereka tidak memiliki ketrampilan dan posisi tawar dunia kerja. Dua narasumber dalam penelitian ini merupakan dua orang pemudi berusia 19 tahun yang berpendidikan tamat SLTP. Keduanya bekerja di sebuah perusahaan garment 10-3

372 BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA yang memasarkan sebagian besar hasil produksinya ke luar negeri. Dengan ijazah SLTP yang mereka miliki, keduanya diterima bekerja di bagian yang dikenal dengan sebutan cabut benang, dengan tugas utama membersihkan sisa-sisa benang yang menempel pada produk garment sebelum produk tersebut diperiksa oleh bagian quality control. Dengan jadwal bekerja selama enam hari seminggu dan lama bekerja setiap hari selama delapan jam, upah yang diterima setiap bulan sebesar Rp ,-. Besar upah yang diterima tersebut bagi mereka dianggap jauh lebih besar dari upah yang diterima dari pekerjaan sebagai buruh pengupas kerang hijau. Pekerjaan sebagai buruh di Pelabuhan Tanjung Priuk seluruhnya merupakan pekerjaan kaum laki-laki karena memerlukan kekuatan fisik untuk melakukan kegiatan bongkar muat barang. Salah satu permukiman kaum buruh yang bekerja di Pelabuhan Tanjung Priuk terdapat di wilayah RW 08 Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja. Mereka tinggal berdesakan di rumah-rumah petak yang mereka tinggali bersama dengan beberapa keluarga, biasanya mereka tinggal bersama orang-orang yang masih memiliki hubungan kekerabatan. Mereka bekerja pada perusahaan-perusahaan jasa pengangkutan dan penyediaan peti kemas, dengan status pegawai tidak tetap. Upah yang mereka terima setiap bulannya berkisar Rp ,- - Rp ,-. Terkait mata pencaharian non nelayan dalam konteks pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta, perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1. Mengutamakan kesempatan bekerja pada proyek reklamasi bagi masyarakat Pantura Jakarta. 2. Memantau kebijakan pemberian upah oleh perusahaan yang mengerjakan proyek reklamasi agar perusahaan tidak memberikan upah di bawah UMR dan memberikan tunjangan lain (makan, kesehatan/asurasnsi). 3. Memberikan pelatihan ketrampilan dan Bahasa kepada masyarakat setempat. 4. Memberikan kesempatan melakukan praktek kerja lapangan agar mereka memiliki pemahaman tentang dunia kerja yang akan mereka masuki. 5. Memberikan prioritas kesempatan bekerja bagi tenaga kerja yang berasal dari daerah Pantura Jakarta, khususnya bagi mereka yang telah mengikuti pelatihan Permukiman Permukiman yang ada di Pantai Lama Jakarta dapat dibagi menjadi dua yaitu Permukiman yang berbatasan langsung dengan laut dan permukiman yang tidak berbatasan dengan laut. Pemukiman yang berbatasan langsung dengan laut adalah permukiman yang dibangun oleh para nelayan yang berasal dari luar 10-4

373 BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA Jakarta. Untuk memperbaiki lingkungan permukiman ini, hal-hal yang dapat dilakukan adalah: 1. Perbaikan sistem persampahan, drainase, pengolahan air limbah dan sanitasi. 2. Pembangunan fasilitas MCK yang baik 3. Penyediaan air bersih yang menyeluruh untuk kawasan tepi laut 4. Pengadaan dan perbaikan pompa untuk antisipasi banjir 5. Relokasi permukiman dapat dilakukan dengan syarat: a. Mengadakan diskusi antara masyarakat dan pengembang agar dapat diambil satu titik temu antara kebutuhan masyarakat pesisir dengan fasilitas rumah susun yang akan dibangun untuk mereka. b. Pembentukan mitra dalam upaya sosialisasi proses relokasi dan pelatihan untuk masyarakat pasca relokasi c. Mempertimbangkan kemampuan masyarakat untuk mebayar biaya sewa rumah susun dan biaya-biaya lain yang akan muncul dengan adanya konsekuensi tinggal di rumah susun d. Penyediaan rumah susun perlu disesuaikan dengan profesi serta pola aktivitas ekonomi sebelumnya e. Aksesibilitas permukiman menuju tempat kerja masyarakat harus diperhitungkan dan tidak menjadikan masyarakat sulit mengakses tempat kerja mereka 10.2 Kawasan yang perlu Direvitalisasi Dalam draft rancangan peraturan daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) untuk seluruh kecamatan di DKI Jakarta, berdasarkan rencana tata ruang kawasan prioritas pengembangan kawasan yang diprioritaskan penanganannya, kawasan (revitalisasi) bertujuan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi, memperbaiki, mengkoordinasikan, keterpaduan pembangunan, dan/atau melaksanakan revitalisasi di kawasan yang bersangkutan yang dianggap memiliki prioritas tinggi. Pada Kota Administrasi Jakarta Utara diarahkan pada : a. Kawasan Kantor Walikota Jakarta Utara di Kecamatan Tanjung Priok. b. Kawasan Kampung Bandan di Kecamatan Pademangan. c. Kawasan Pantai Mutiara di Kecamatan Penjaringan. d. Kawasan Pluit di Kecamatan Penjaringan. e. Kawasan Pantai Indak Kapuk di Kecamatan Penjaringan. f. Kawasan Ancol di Kecamatan Pademangan. g. Kawasan Sunter di Kecamatan Tanjung Priok. h. Kawasan Pasar Koja di Kecamatan Koja. 10-5

374 BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA i. Kawasan Muara Angke di Kecamatan Penjaringan. j. Kawasan Rumah Si Pitung di Kecamatan Cilincing. k. Kawasan Mangga Dua di Kecamatan Pademangan. l. Kawasan Ekonomi Strategis Marunda di Kecamatan Cilincing. m. Kawasan Kelapa Gading di Kecamatan Kelapa Gading. n. Kawasan Sunda Kelapa di Kecamatan Pademangan. o. Kawasan Tanjung Priok di Kecamatan Tanjung Priok. p. Kawasan Pantura di Kecamatan Cilincing, Pademangan, Penjaringan, Koja, dan Tanjung Priok. Di samping kawasan tersebut di atas, secara kebijakan ada arahan untuk merevitalisasi perumahan/permukiman dengan kepadatan tinggi dan kumuh di daratan pantai Pantura Jakarta Rekomendasi Konsep Revitalisasi di Pantura Jakarta. berikut : Pengertian terhadap suatu kegiatan revitalisasi kota dapat diuraikan sebagai a. Revitalisasi adalah usaha perubahan lingkungan perkotaaan yang disesuaikan dengan rencana dan perubahan tersebut dilakukan secara besarbesaran untuk dapat memenuhi tuntutan baru kehidupan di kota. b. Revitalisasi adalah pembongkaran secara besar-besaran dari bangunan yang pada umumnya sudah tua agar terdapat lahan kosong yang cukup besar sehingga dapat direncanakan dan dibangun kelompok bangunan baru, jalan dan ruang terbuka. c. Revitalisasi juga adalah usaha-usaha rehabilitasi untuk memperbaiki struktur di bawah standar sehingga memenuhi standar yang seharusnya; konservasi adalah menyangkut rehabilitasi dan pemeliharaan dengan maksud meningkatkan mutu suatu daerah; redevelopment yaitu pembongkaran, pembersihan dan pembangunan kembali suatu daerah. d. Selain itu, revitalisasi juga adalah pendekatan dalam proses perencanaan kota yang diterapkan untuk menata kembali suatu kawasan di dalam kota dengan tujuan untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih memadai dari kawasan kota tersebut sesuai dengan potensi serta nilai ekonomi yang dimilikinya. Pada kasus di Pantura Jakarta, upaya revitalisasi tidak cukup dilakukan dari aspek fisik saja. Supaya berkelanjutan dan masyarakat sendiri secara swadaya dapat merevitalisasi lingkungannya sendiri maka perlu penanganan pada aspekaspek yang terkait dengan persoalan masyarakat dan lingkungannya. Sebaiknya revitalisasi dilakukan sebelum reklamasi. 10-6

375 BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA Gambar 10-1: Konsep Revitalisasi Selain pendekatan revitalisasi berupa intervensi fisik, pendekatan terkait pengembangan komunitas setempat harus dilakukan, yaitu: a. Pendekatan Community Driven Development (CDD). Pendekatan revitalisasi ini menempatkan pengendalian dan sumberdaya pada masyarakat menjadi faktor penting dalam upaya merevitalisasi lingkungan. Oleh karena itu proses partisipasi, pengelolaan masyarakat, good governance dan desentralisasi menjadi fokus upaya revitalisasi ini. b. Pendekatan Community Economic Development (CDC). Pendekatan ini tidak menempatkan pembangunan atau intervensi fisik lingkungan menjadi faktor paling penting dalam upaya revitalisasi. Peremajaan Kota dapat dilakukan melalui pengembangan masyarakat dan ekonominya yang pada akhirnya masyarakat dapat meremajakan lingkungan/kawasannya. Pendekatan ini berkeyakinan bahwa jika masyarakat berdaya, maka secara ekonomi akan meningkat. Jika ekonominya meningkat, masyarakat akan dapat mampu merevitalisasi lingkungannya sendiri. Masyarakat sanggup melakukan peremajaan sendiri. 10-7

376 BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA Berdasarkan persoalan di daratan pantura jakarta yang terdapat pada Bab 4 dan pendekatan revitalisasi yang telah dijelaskan sebelumnya, berikut adalah tabel indikasi program revitalisasi di Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta. 10-8

377 BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA Tabel 10-1: Tabel Indikasi Program Revitalisasi di Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta No. Program Lokasi Program Transportasi 1 Pengembangan angkutan umum massal pada jalur khusus 2 Peningkatan jalan arteri primer 3 peningkatan jalan arteri sekunder Koridor Pluit-Pinang Ranti, koridor Pluit-Tanjung Priok, koridor Kalideres-Ancol, koridor Soekarno Hatta-Cilincing, dan koridor Halim- Soekarno Hatta. Koridor Ancol-Kampung Melayu, koridor Pluit-Tanjung Priok, koridor Rawamangun-Ancol, koridor Kalideres-Ancol, dan koridor Soekarno Hatta-Cilincing; Koridor Tanjung Priok-PGC, koridor Pluit-Tanjung Priok, koridor Tanjung Priok-Pulogadung, koridor Rawamangun-Ancol, dan koridor Soekarno Hatta Ancol Tanjung Priok Cilincing Koridor Tanjung Priok-Pulogadung, koridor Rawamangun-Ancol dan koridor Soekarno Hatta-Cilincing Koridor Cililitan-tj priok dan rawamangun-ancol Kelurahan Kamal Muara, Kapuk Muara, Penjagalan dan Kelurahan Penjaringan; Setiap kelurahan Setiap kelurahan Setiap kelurahan Kel. Tugu selatan, rawa badak, koja dan lagoa Kelurahan Kamal Muara, Penjagalan dan Kelurahan Penjaringan; Kelurahan Pademangan Barat dan Kelurahan Pademangan Timur; Tahapan Pelaksanaan I II III IV Pelaksana Dinas Perhubungan Dinas Pekerjaan Umum Dinas Pekerjaan Umum Kelurahan Kalibaru, Semper Timur,Cilincing, Marunda, Semper Barat, dan Kelurahan Rorotan Kelurahan Tugu Selatan, Tugu Utara, dan Kelurahan Rawa Badak Selatan 4 peningkatan jalan kolektor Setiap kelurahan Dinas APBD Sumber Pendanaan APBD APBD APBD 10-9

378 BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA No. Program Lokasi Tahapan Pelaksanaan I II III IV sekunder Setiap kelurahan Pekerjaan Setiap kelurahan Kelurahan Sukapura, Rorotan, Samper Barat, Marunda, Samper Timur, dan Kelurahan Cilincing Kelurahan Tugu Selatan, Rawa Badak Selatan, Rawa Badak Utara, Kelurahan Lagoa, dan Kelurahan Tugu Utara Umum 5 pengembangan jalan lokal Setiap kelurahan di lima kecamatan Dinas Pekerjaan Umum 6 Pengembangan park and ride 7 pengembangan jalur pedestrian dan jalur sepeda 8 Pengembangan jalur pedestrian dan jalur sepeda pada jalan yang menghubungkan daratan dengan pulau reklamasi Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaingan Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan Kelurahan Tanjung Priok, Kecamatan Tanjung Priok Seluruh ruas jalan arteri, kolektor, dan lokal di Kelurahan Kamal Muara, Kapuk Muara, Pluit dan Kelurahan Penjaringan. Seluruh jalan arteri, kolektor, dan lokal di setiap kelurahan. setiap kel Kelurahan Sukapura, Rorotan, Semper Barat, Semper Timur, Cilincing dan Kelurahan Marunda Selatan, Rawa Badak Utara, Kelurahan Lagoa, dan Kelurahan Tugu Utara Kecamatan Penjaringan dan Kecamatan Tanjung Priok Pelaksana Dinas Perhubungan Dinas Pekerjaan Umum Dinas Pekerjaan Umum Sumber Pendanaan APBD APBD APBD APBD 9 pengembangan angkutan umum massal berbasiskan rel 10 pengembangan angkutan umum massal berbasiskan jalan Setiap kecamatan yang dilalui rel BUMD APBD Kelurahan Rorotan,Samper Timur, dan Kelurahan Cilincing Setiap kecamatan yang dilalui rel Kecamatan Penjaringan dan Kecamatan Tanjung Priok BUMD APBD 10-10

379 BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA No. Program Lokasi 11 Pengembangan prasarana penyeberangan di Kawasan Reklamasi Pantura 12 pengembangan dan/atau peningkatan kepelabuhanan berupa pelabuhan laut sesuai fungsinya Kel. Koja dan Lagoa, Kecamatan Koja Pelabuhan Sunda Kelapa dan Muara Angke, Kecamatan Penjaringan. Pelabuhan Tanjung priok, Kecamatan Tanjung Priok Tahapan Pelaksanaan I II III IV Pelaksana Dinas Perhubungan Dinas Perhubungan Sumber Pendanaan APBD APBD No. Program Drainase 1 peninggian dan penguatan tanggul di sepanjang garis pantai Kelurahan Kamal Muara, Kapuk Muara, dan Kelurahan Pluit; Kelurahan Ancol; Kelurahan Tanjung priok Kelurahan Marunda, Cilincing dan Kelurahan Kalibaru; Dinas Pekerjaan Umum APBD 2 pemeliharaan dan peningkatan saluran makro: Kelurahan Koja 1. Kali Muara Angke yang melalui Kelurahan Pluit dan Kelurahan Pejagalan; 2. Kali Pesanggrahan yang melalui Kelurahan Kamal Muara; 3. Kali Tanjungan yang melalui Kelurahan Kapuk Muara; 4. Kali Muara yang melalui Kelurahan Penjagalan; dan 5. Kali Gendong Pluit yang melalui Kelurahan Penjaringan; Dinas Pekerjaan Umum APBD 1. Kali Cideng, Kali Anak Ciliwung, Kali Ancol, dan Kali Kampung Bandan yang melalui Kelurahan Ancol; 2. Kali Ciliwung Gunung Sahari yang melalui Kelurahan Ancol dan Kelurahan Pademangan Barat; 3. Kali Mati Pademangan yang melalui Kelurahan Pademangan Barat dan Kelurahan Pademangan Timur; dan 4. Kali Pademangan Timur dan Kali Sunter yang melalui Kelurahan Pademangan Timur; Kali Item, Kali Ancol, Kali Tirem, Kali 10-11

380 BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA No. Program Lokasi Lagoa Cakung Drain, Kanal Banjir Timur, Kali Blencong Kali sunter, Kali koja, Kali cakung 3 penerapan sistem polder 1. Kelurahan Kelurahan Pluit dan Kelurahan Penjaringan untuk menangani genangan air di Kawasan Pluit; 2. Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Penjagalan. 3. Kelurahan Kapuk Muara 4. nomor 10, 13A, 13B dan 21 dengan daerah layanan hidrologi mencakup Kelurahan Penjagalan Tahapan Pelaksanaan I II III IV Pelaksana Dinas Pekerjaan Umum Sumber Pendanaan APBD 1. Kelurahan Ancol; dan 2. Kelurahan Pademangan Barat dan Kelurahan Pademangan Timur. 4 Pengerukan dan pelebaran sungai dan kanal untuk mencegah sedimentasi. 5 pemeliharaan dan peningkatan pompa air Nomor 26,32,33 Nomor 27, 28, 29, 30,42,46,53,54,55,56,57 Nomor 26,27,28,34,57,58,61 Setiap sungai di lima kecamatan Swasta Swasta Kelurahan Pluit, Penjaringan, Kapuk Muara, dan Kelurahan Kamal Muara; Kelurahan Sunter Agung Kelurahan Rorotan, Marunda,Semper Timur, dan Kelurahan Semper Barat Kelurahan Rawa badak selatan, rawa badak utara, koja 6 pemeliharaan pintu air Kelurahan Ancol dan Kelurahan Pademangan Timur 7 pemeliharaan dan peningkatan kapasitas saluran submakro Kelurahan Cilincing, Samper Timur dan Kelurahan Marunda Kelurahan Koja, Rawa Badak Selatan, Lagoa Setiap kelurahan Setiap kelurahan Setiap kelurahan Dinas Pekerjaan Umum Dinas Pekerjaan Umum Dinas Pekerjaan Umum APBD APBD APBD 10-12

381 BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA No. Program Lokasi 8 pemeliharaan dan peningkatan kapasitas waduk Kelurahan Marunda dan Kelurahan Semper Timur; Setiap kelurahan Kelurahan Kapuk Muara, Pluit, Pejagalan, dan Kelurahan Kapuk Muara; Tahapan Pelaksanaan I II III IV Pelaksana Dinas Pekerjaan Umum Sumber Pendanaan APBD Waduk Kemayoran di Kelurahan Pademangan Timur; Kelurahan Marunda,Semper Timur dan Kelurahan Marunda 9 penerapan sumur resapan dalam Kelurahan rawa badak dan sunter agung Setiap kelurahan Dinas Pekerjaan Umum APBD 10 pemeliharaan dan peningkatan saluran mikro pada ruas jalan arteri, kolektor, dan jalan lokal 11 pelebaran dan pendalaman Muara Teluk Jakarta 12 pembangunan baru atau peningkatan kapasitas rumah pompa Kelurahan Pademangan Barat, Ancol, dan Kelurahan Pademangan Timur; Setiap kelurahan Kelurahan Kalibaru, Semper Timur,Cilincing, Marunda, Semper Barat, dan Kelurahan Rorotan Setiap kelurahan Setiap kelurahan Kelurahan Kamal Muara, Kapuk Muara dan Kelurahan Pluit. Kelurahan Koja, Rawa Badak Dinas Pekerjaan Umum Dinas Pekerjaan Umum Dinas Pekerjaan Umum APBD APBD APBD No. Program Penyediaan Air Bersih 1 pengembangan sumber air baku dan/atau air curah berasal dari Waduk Jatiluhur Setiap Kecamatan Dinas Pekerjaan Umum APBD 10-13

382 BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA No. Program Lokasi 2 pengembangan sumber air baku alternatif berasal dari Waduk Karian, Waduk Ciawi, dan Waduk Retensi Tanggul Laut Multifungsi, Sungai Ciliwung, Kali Pesanggahan, Kali Krukut, Kanal Banjir Barat dan sumber air lainnya Setiap Kecamatan Tahapan Pelaksanaan I II III IV Pelaksana Dinas Pekerjaan Umum Sumber Pendanaan APBD 3 pengembangan sumber air baku yang dialirkan melalui pipa transmisi 4 peningkatan dan pembangunan baru kapasitas Instalasi Pengolahan Air (IPA) 5 pemeliharaan dan peningkatan kapasitas bak penampungan air 6 pemeliharaan dan peningkatan kapasitas Reservoir 7 peningkatan pipa primer yang melalui di setiap kelurahan Kelurahan Ancol, dan Kelurahan Pademangan Barat; Kelurahan Papanggo, Kebon Bawang, Sungai Bambu, dan Kelurahan Sunter Jaya Kelurahan Semper Barat, Marunda, Cilincing, Semper Timur, Sukapura, dan Kel Rorotan Kelurahan Rawa Badak Selatan, Koja, dan Kelurahan Tugu Utara; Dinas Pekerjaan Umum Kelurahan Penjaringan PDAM PMP Kelurahan Sunter Jaya Kelurahan Semper Barat; dan Kelurahan Marunda Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing setiap kel PDAM PMP PDAM PDAM APBD PMP PMP No. Program Pengolahan Air Limbah 1 pengembangan Kelurahan Ancol Swasta Swasta pengelolaan air limbah Kelurahan Papanggo, Sungai industri Bambu, Sunter Agung, Sunter Jaya dan Kelurahan Tanjung Priok; Kelurahan Cilincing, Kalibaru, Marunda, Rorotan, Semper Barat, Semper Timur, dan Kelurahan 10-14

383 BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA No. Program Lokasi Sukapura Tahapan Pelaksanaan I II III IV Pelaksana Sumber Pendanaan 2 pengembangan sistem pembuangan air limbah terpusat (off-site) 3 pembangunan baru fasilitas pembuangan lumpur tinja (on site) di setiap kelurahan nomor 26 untuk melayani Kelurahan Tanjung Priok, Kebon Bawang, Warakas, Papanggo dan Kelurahan Sungai Bambu; nomor 32 untuk melayani Kelurahan Sunter Agung, Sunter Jaya, Sungai Bambu dan Kelurahan Papanggo; dan nomor 33 untuk melayani Kelurahan Sunter Jaya zona layanan nomor 8 melayani Kelurahan Kalibaru, Cilincing, Semper Barat, Semper Timur, dan Kelurahan Marunda; dan zona layanan nomor 9 di Kelurahan Rorotan dan Kelurahan Sukapura Kelurahan Sunter Agung, Kecamatan Tanjung Priok Kel. Marunda, Kecamatan Cilincing Dinas Pekerjaan Umum Dinas Kebersihan APBD dan APBN APBD 4 pemeliharaan dan peningkatan kapasitas instalasi pengolahan air limbah (IPAL) Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok IPAL Waduk Marunda di Kel Marunda, Kecamatan Cilincing PD PAL Masyarakat 5 pembangunan baru instalasi pembuangan air limbah (IPAL) Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok IPAK Waduk Marunda di Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing Dinas Kebersihan APBD 6 pemeliharaan dan peningkatan kapasitas jaringan perpipaan air limbah terpusat (off site) Kelurahan Koja, Rawa Badak, Tugu Selatan, dan Kelurahan Tugu Utara PD PAL Masyarakat No. Program Pengelolaan Sampah 1 pemeliharaan dan peningkatan kapasitas jaringan pembuangan setempat (on site) Setiap kelurahan Dinas Kebersihan APBD 10-15

384 BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA No. Program Lokasi 2 penyediaan TPS dan/atau TPS-3R yang dilengkapi prasarana pengolahan sampah spesifik Setiap kelurahan Tahapan Pelaksanaan I II III IV Pelaksana Dinas Kebersihan Sumber Pendanaan APBD 3 rencana fasilitas pengolahan antara (Intermediate Treatment Facility) Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing Dinas Kebersihan APBD No. Program Penataan/Penyediaan Perumahan 1 Penyediaan rumah susun Setiap kelurahan Dinas Perumahan dan Bangunan Gedung 2 Penataan lingkungan perumahan Setiap kelurahan Dinas Perumahan dan Bangunan Gedung 3 Perbaikan perumahan Kamal Muara, Muara Angke Dinas Perumahan dan Bangunan Gedung 4 Pembangunan fasum fasos sesuai kebutuhan 5 Normalisasi Sungai dan relokasi pemukiman bantaran sungai. Setiap kelurahan Kali Kamal, Kali Muara Baru, Kecamatan Penjaringan. Kali Blencong, Kecamatan Cilincing. No. Program Konservasi Lingkungan dan Bangunan Cagar Budaya 1 Konservasi dan rehabilitasi kawasan lindung. 2 Penyiapan habitat untuk mangrove dan penanaman mangrove Suaka Margasatwa Angke, Hutan Lindung Kapuk Angke, dan Hutan Wisata Kamal. (Kecamatan Penjaringan) Kecamatan Penjaringan Dinas Perumahan dan Bangunan Gedung Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Perumahan dan Bangunan Gedung Dinas Kelautan dan Pertanian Dinas Kelautan dan Pertanian APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD 10-16

385 BAB 10 REKOMENDASI KONSEP PENANGANAN REVITALISASI PADA KAWASAN DARATAN PANTURA JAKARTA No. Program Lokasi 3 Pemeliharaan Objek Sejarah dan Bangunan Cagar Budaya Masjid Luar Batang Makam Belanda dan kelenteng di Taman Impian Jaya Ancol Kali Blencong, Rumah Si Pitung, Masjid Al-Alam, Makam Pahlawan Kapten Tete Yonker, makam Belanda dan kelenteng di Taman Impian Jaya Ancol No. Program Pemberdayaan Masyarakat Terkena Dampak Reklamasi Pulau 1 Pembinaan usaha Kamal Muara, Muara Angke. (Kecamatan Penjaringan) 2 Penyediaan modal usaha bagi Kamal Hilir - Kamal Muara, Kampung Luar Batang. (Kecamatan Penjaringan) 3 Pembangunan fasilitas kerja Kamal Muara, Muara Angke. (Kecamatan Penjaringan) 4 Penyiapan alih profesi penduduk Kamal Hilir - Kamal Muara, Kampung Luar Batang. (Kecamatan Penjaringan) Tahapan Pelaksanaan I II III IV Pelaksana Dinas Pariwisata Dinas KUKM Dinas KUKM Dinas Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja Sumber Pendanaan APBD APBD APBD APBD APBD 10-17

386 BAB 11 RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA 11.1 Arahan/Ketentuan Teknis Pelaksanaan Reklamasi Dalam penyelenggaran reklamasi maka sesuai dengan rujukan peraturan perundang-undangan, subyek dan obyek kerjasama penyelenggaraan reklamasi adalah Gubernur Provinsi DKI Jaarta dengan Pengembang. Objek yang dikerjasamakan adalah Reklamasi Pantura Jakarta dalam rangka mewujudkan tanah hasil reklamasi. Kegiatan reklamasi atau pembangunan pulau dilakukan oleh pihak pengembang dengan memenuhi beberapa perizinan, yaitu a. Persetujuan Prinsip Lokasi Reklamasi; b. Izin Pelaksanaan Reklamasi; c. Perjanjian Pemenuhan Kewajiban; dan d. Izin Pemanfaatan Ruang Hasil Reklamasi. Persetujuan prinsip lokasi reklamasi diberikan dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu kesesuaian dengan RTRW, perizinan dan/atau dokumen lainnya yang sudah/pernah diterbitkan, proposal reklamasi, dan kapasitas mitra pengembang. Pelaksanaan reklamasi dapat dilakukan oleh pihak mitra pengembang yang telah memiliki izin pelaksanaan reklamasi. Setelah pelaksanaan reklamasi, pemegang izin pelaksanaan reklamasi wajib mensertifikatkan lahan hasil reklamasi dengan status Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas nama Pemerintah atau Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemanfaatan ruang di pulau reklamasi dapat dilakukan setelah memperoleh izin pemanfaatan ruang yang merupakan dasar diterbitkannya izin pemanfaatan lahan hasil reklamasi yang meliputi: a. Pengurusan status lahan sebagai HGB diatas HPL; b. Rencana tata letak bangunan; c. Keterangan rencana kota; d. Izin mendirikan bangunan; e. Analisis daya dukung lingkungan untuk pembangunan pada lahan reklamasi; f. Izin mendirikan prasarana pada lahan hasil reklamasi; g. Izin lainnya terkait pemanfaatan lahan. Izin pemanfaatan ruang kawasan reklamasi berlaku selama 15 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 15 tahun. Izin ini dapat dicabut apabila pemanfaatan ruang hasil reklamasi tidak sesuai dengan UDGL atau ketentuan pembangunan lainnya, dan apabila penyelesaian kontribusi dan kewajiban tidak dilaksanakan sebagaimana tahapan dan jadwal yang ditetapkan. 11-1

387 11 RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta Pemeliharaan, Pengelolaan, dan Kewajiban Pengembang terhadap Infrastruktur di Masing-Masing Pulau dan Kawasan Sekitarnya yang Terpengaruh Dampak Reklamasi Konsep dan strategi perencanaan dan pengelolaan bersama fasilitas utilitas pendukung kawasan pantura jakarta di dasarkan pada pertimbangan : a. Luasan wilayah perencanaan dan daya tampung kawasan perencanaan. b. Prinsip-prinsip perencanaan yang akan dikembangkan, yaitu : Kebutuhan integrasi pelayanan dengan wilayah daratan Basis pendekatan Green Development menuju Eco City. Optimasi pemanfaatan ruang dengan dasar 305 TRH dan 5% RTB c. Konsep pengembangan pengelolaan yang berbasiskan pada : Keterpaduan dalam semua aspek. Sinergis dan pembagian peran yang adil antara entitas yang terlibat dan terkait. Seminimum mungkin membebani APBD. Memaksimumkan manfaat bagi publik. Gambar 11-1: Sistem Infrastruktur Lingkungan pada Kawasan Reklamasi Pantura Berdasarkan karakteristik dan pertimbangan tersebut di atas dan supaya pengelolaan menjadi efisien, maka konsep dan strategi perencanaan dan pengelolaan fasilitas utilitas dilakukan secara bersama dan disesuaikan dengan kebutuhan serta standar penyediaan utilitas. Secara umum, pengelolaan utilitas dibagi berdasarkan jenisnya, yaitu: A. Air Bersih Penyediaan air bersih untuk kebutuhan domestik dan non domestik harus memenuhi kuantitas kebutuhan secara kontinyu dan kualitas air bersih menurut peraturan baku mutu. Penyediaan air bersih yang meliputi penyediaan air baku, instalasi pengolahan air, dan saluran distribusi air 11-2

388 11 RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta 2015 bersih diselenggarakan secara mandiri di setiap pulau reklamasi atau terpadu dengan pulau yang berdekatan. Pembangunan, pengelolaan, dan pemeliharaan prasarana air bersih menjadi kewajiban pengelola pulau reklamasi secara mandiri atau bekerjasama dengan pihak lain. B. Air Kotor Pengelolaan air kotor dibagi menjadi pengelolaan air tinja, air limbah domestik, dan air limbah industri, dengan sistem sebagai berikut: a. Pengelolaan air tinja dilakukan secara individual atau modular menggunakan tangki septik tanpa bidang resapan dan pengerukan lumpur tinja secara berkala. b. Pengelolaan air limbah domestik yang meliputi penyediaan saluran dan instalasi pengolahan air limbah diselenggarakan secara mandiri di setiap pulau reklamasi atau terpadu dengan pulau yang berdekatan. Pembangunan, pengelolaan, dan pemeliharaan prasarana air limbah menjadi kewajiban pengelola pulau reklamasi secara mandiri atau bekerjasama dengan pihak lain. c. Pengolahan air limbah industri dilakukan secara terpadu di dalam C. Sampah masing-masing kawasan industri. Pengelolaan air limbah industri yang tergolong limbah B3 dilakukan sesuai dengan ketentuan dari peraturan yang berlaku. Pembangunan, pengelolaan, dan pemeliharaan prasarana air limbah industri menjadi tanggung jawab pengelola kawasan industri. Pengolahan sampah akhir yang tidak dapat dimanfaatkan kembali dilakukan dengan menggunakan insinerator. Pengelolaan sampah meliputi pengangkutan dan pengolahan sampah diselenggarakan secara mandiri di setiap pulau reklamasi atau terpadu dengan pulau yang berdekatan. Pembangunan, pengelolaan, dan pemeliharaan prasarana sampah menjadi kewajiban pengelola pulau reklamasi secara mandiri atau bekerjasama dengan pihak lain. Sistem jaringan air minum, air limbah, dan persampahan dalam jangka waktu tertentu akan diserahkan ke Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta dengan ketentuan yang akan diatur lebih lanjut. 11-3

389 11 RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta 2015 Tabel 11-1: Konsep dan Strategi Perencanaan dan Pengelolaan Bersama Fasilitas Utilitas No Komponen Air Minum & Air Air Hujan & A. Air Bekas Sistem Bersih Limpasan 1. Kapasitas ± L/dt ± L/dt ± 62,4 juta M3 per-tahun 2. Sumber/ Generator 3. Penyaluran/ Pengangkutan 4. Pengolahan/ Penanganan 5. Distribusi/ Pengumpulan/ Penampunga n Air Permukaan Air Hujan Air Bekas Air Laut Perpipaan Sistem Terpisah A. Minum & Bersih Advanced Treatment 24/7/365 Looping System dengan Ground Reservoir 6. Pemanfaatan Domestik Komersial Publik Area 7. Pengelolaan PAM & Operator Hunian Komersial Ruang Publik Khusus (RS/Lab) Gravitasi & Pemompaan dng Sal. Tertutup Advanced Biomembrane Perpipaan Gravitasi & Pumping Sta Air Baku untuk Air Bersih (non-potable) PAL & Operator Hunian Komersial Publik Gravitasi dng Sis. Saluran tertutup Retensi RTB Resapan Saluran Tertutup ke Reseroir Air Baku Pengelontoran Saluran Kota Pengembang Limbah Padat & B3 450 ton/hari 67,5 ton/hari (B3) Rumah Tangga Komersial Publik Khusus Truk Kapal Khusus W 2 M W 2 E Pemilahan di sumber Terpisah dengan 3R Material Recovery Energi Konstruksi D. Kebersihan & Pengembang 11.3 Kewajiban dan Kontribusi Mitra Pengembang Areal tanah hasil reklamasi Pantura Jakarta diberikan status Hak Pengelolaan kepada Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah berwenang menggunakan tanah hasil reklamasi untuk diusahakan sendiri dan/atau menyerahkan hak-hak penggunaan bangunan di tanah hasil reklamasi kepada pihak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemanfaatan ruang Kawasan Reklamasi diwujudkan melalui kerjasama antara pemerintah, pemerintah daerah, mitra pengembang dan masyarakat dengan menerapkan sistem pembiayaan yang tidak membebani sustainabilitas fiskal Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Mitra pengembang memperoleh izin dari pemerintah dan pemerintah daerah untuk mengembangkan lahan dan kawasan pekotaan baru melalui pembangunan pulau-pulau reklamasi. Untuk mendukung terjadinya mekanisme penyelenggaraan reklamasi dan perizinan yang efektif, dikembangkan sistem pengenaan kewajiban yang seimbang dengan kemanfaatan yang diperoleh oleh mitra pengembang. Sistem pengenaan kewajiban terdiri dari kewajiban dasar dan kontribusi. Kewajiban dasar pengembang terdiri dari penyediaan prasarana, sarana dan utilitas dasar yang dibutuhkan untuk setiap pulau, penyediaan infrastruktur penghubung antar pulau, dan pengerukan sedimentasi sungai sekitar pulau reklamasi. Prasarana, sarana dan utilitas dasar yang harus disediakan pengembang antara lain meliputi 11-4

390 11 RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta 2015 Ruang Terbuka Hijau, Ruang Terbuka Biru, Jaringan angkutan umum massal, jaringan jalan, jalur sepeda, jalur pejalan kaki, jaringan utilitas, sempadan pantai, sarana pengolahan limvbah cair dan padat, fasilitas umum dan fasilitas sosial yang luasnya sebesar minimal 40%-45% dari luas total pulau. Sedangkan yang dimaksud dengan infrastruktur penghubung antar pulau antara lai meiputi jaringan jalan dan jembatan antar pulau, jaringan angkutan umum massaldan sebagainya. Kontribusi pengembang terdiri dari pengerukan sedimen sungai dan waduk di daratan, penyediaan lahan seluas 5% dari total luas lahan areal reklamasi yang dibangun serta tambahan kontribusi lainnya untuk revitalisasi kawasan Utara Jakarta dan daratan Jakarta secara keseluruhan yang berupa pembangunan rumah susun, penataan kawasan, peningkatan dan pembangunan jalan, pembangunan infrastruktru banjir termasuk pompa dan rumah pompa, waduk, saluran dan pembangunan tanggul pengendali banjir. Yang dimaksud penyediaan lahan seluas 5% adalah: a. tidak termasuk peruntukan fasos-fasum untuk diserahkan kepada Pemprov. DKI Jakarta; b. disediakan pada setiap pulau reklamasi yang dibangun dan tidak dapat digabungkan dengan pulau reklamasi lainnya; dan c. kontribusi 5% lahan tersebut dialokasikan pada lahan reklamasi yang memiliki nilai manfaat dan produktivitas yang optimal untuk kepentingan DKI Jakarta utamanya akan dimanfaatkan untuk pembangunan kawasan rumah susun umum yang terpadu dengan prasarana sarana pendukungnya Kontribusi lahan sebesar 5% dari luas pulau yang dibangun didasarkan pada rekomendasi yang telah ada dan hasil kajian yang telah dilakukan terkait kontribusi/kompensasi hasil reklamasi, yaitu: - Surat Menteri PPN / Ketua Bappenas selaku Ketua Tim Pengarah Reklamasi Pantura Nomor 1287/MK/1997 tanggal 10 Maret 1997 yang mengarahkan besaran kontribusi/kompensasi tanah matang hasil reklamasi oleh PT. KNI sebesar 5%. - Hasil kajian PT. Lemtek UI: besaran kontribusi reklamasi Ancol Barat oleh PT. Pembangunan Jaya Ancol sebesar 4,86% dari luas lahan. - Hasil kajian BPKP Tahun 2011: besaran kontribusi reklamasi Ancol Barat oleh PT. Pembangunan Jaya Ancol sebesar 5% dari luas lahan sertifikat HPL jadi 2,68 ha. Pelaksanaan kontribusi lahan dilaksanakan setelah pelaksanaan reklamasi selesai dilaksanakan. Kontribusi lahan dapat dikonversi dengan besaran yang wajar dan dilaksanakan sebagai bentuk partisipasi mitra pengembang dalam program pemenuhan prioritas dan/atau memenuhi kebutuhan mendesak pembangunan di Provinsi DKI Jakarta. Pemanfaatan lahan kontribusi dialokasikan untuk fungsi-fungsi yang bersifat publik. 11-5

391 11 RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN STRATEGIS PANTAI UTARA JAKARTA Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta 2015 Tabel 11-2: Perkiraan Luas Lahan Kontribusi Kawasan Reklamasi Pantura Pulau Luas (ha) Perkiraan Luas Lahan Kontribusi 5% (ha) A B C D E F G H I J K L M N O P Q Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme perhitungan, prosedur pembayaran, lokasi dan besaran pengenaan kewajiban dan kontribusi diatur dengan Peraturan Gubernur. 11-6

392 BAB 12 KELEMBAGAAN 12.1 Konsep Dasar Kelembagaan Pengelola Pantura Perumusan struktur dan sistem kelembagaan pengelola Kawasan Strategis Pantura Jakarta merupakan salah satu agenda dalam rencana pengembangan Kawasan Strategis Pantura. Perumusan kelembagaan ini sangat penting untuk dapat menjalankan pembangunan yang mencakup perencanaan, pemanfaatan, pengelolaan, dan pengendalian di Kawasan Strategis Pantura Jakarta. Kelembagaan yang akan dibentuk diharapkan dapat menjawab tantangan yang akan muncul dalam proses pembangunan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Otonom dan Reformasi Ketatanegaraan. Diterbitkannya UU 22/1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU 25/1999 tentang Pertimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, yang kemudian direvisi menjadi UU 32/2004 dan UU 33/2004, telah menjadikan sistem pemerintahan yang bersifat sentralistis berubah menjadi desentralistis. Pemerintah daerah, khususnya pada tingkat kabupaten/kota diberikan kewenangan yang lebih luas dalam mengurus rumah tangganya sendiri secara otonom. Tujuan reformasi adalah melakukan penataan dalam berbagai penyelenggaraan pemerintahan untuk lebih baik, sehingga mampu untuk mewujudkan demokrasi, kesejahteraan rakyat dan aparatur pemerintahan yang menjalankan fungsinya beradaskan prinsip-prinsip good governance dan pelayanan publik berdasarkan pada Standar Pelayanan Minimum (SPM). Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara memiliki beberapa keistimewaan dalam kewenangannya yang diatur dalam UU 29/2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sesuai dengan amanat UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, maka seperti pemerintah daerah lain di Indonesia, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diwajibkan melakukan penataan ruang wilayah Provinsi DKI Jakarta berdasarkan ketentuan peraturan yang telah ditetapkan menurut perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menyelesaikan RTRW Provinsi DKI Jakarta dan dituangkan dalam Peraturan Daerah 1/2012. Kelembagaan penataan ruang wilayah Provinsi DKI Jakarta mengacu kepada tugas pokok dan fungsi perangkat daerah yang ditetapkan dalam Peraturan 12-1

393 BAB 12 KELEMBAGAAN Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta Daerah 10/2008, secara hirarkis menurut lingkup makro dan mikro serta regionalisasi kewilayahan Kotamadya/Kabupaten, Kecamatan dan Kelurahan. Kelembagaan penataan ruang wilayah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam lingkup makro terdiri dari SKPD Provinsi (a) kebijakan penataan ruang dan rencana pembangunan, (b) kebijakan teknis penataan ruang, dan (c) kebijakan teknis sektoral. Sementara dalam tingkat mikro terdiri dari SKPD tingkat Provinsi dan Kota/Kabupaten Administrasi. RTRW Jakarta 2030 telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah 1/2012, yang perlu ditindaklanjuti dengan ketentuan, peraturan dan rencana mikro, khususnya tentang Ketentuan Kawasan Strategis dan TOD. Penyelenggaraan penataan dan pengembangan kawasan strategis Pantura sebagai bagian wilayah DKI Jakarta dilakukan oleh para stakeholders yang terkait secara terkoordinir. Kewenangan disertai tanggung jawab dari perangkat daerah yang tercantum dalam Struktur Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta (SKPD) dalam pelaksanaannya diatur dalam sistem birokrasi dengan prinsip-prinsip Good Governance. Birokrasi yang efektif dengan tujuan mempertegas batasan kewenangan dan tanggung jawab individu dan institusinya perlu diatur melalui : a. Penguatan fungsi sebagai regulator. b. Pendelegasian kewenangan dan tanggung jawab sebagian fungsi Gubernur kepada SKPD dalam pendekatan sektoral dan kepada Walikota/Bupati, Camat, Lurah dalam pendekatan teritorial (kewilayahan). c. Penerapan prinsip-prinsip Good Governance secara teramati. d. Ketegasan pemimpin/atasan dalam pemberian sanki, reward dan punishment. Pembangunan yang diselenggarakan dalam suatu wilayah/kawasan terdiri dari berbagai elemen terkait dengan kewenangan dan tanggung jawab instansi yang terlibat dalam proses pembangunan, sejak penyusunan rencana, dalam pelaksanaan sampai pengendalian dan evaluasi yang perlu dilakukan. Bahwa pembangunan itu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, maka masyarakat perlu dilibatkan dalam proses pembangunan melalui mekanisme peran serta masyarakat secara partisipatif. Dalam melibatkan peran serta masyarakat tersebut, dilakukan secara berjenjang menurut hirarki proses pembangunan berdasarkan pendekatan jenjang kewenangan pemerintahan. Kendala yang sering terjadi dalam melibatkan masyarakat disebabkan adanya kepentingan tertentu dari individu ataupun organisasi yang ada, baik formal ataupun informal termasuk yang ilegal. Karenanya sering terjadi hambatan dalam proses pembangunan atau pembatalan. Elemen masyarakat yang berbagai corak dan kepentingan itu, diperlukan ketentuan dan kriteria yang jelas, mana saja yang 12-2

394 BAB 12 KELEMBAGAAN Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta akan dilibatkan dalam setiap proses pembangunan dan secara transparan di antara mereka dapat terwakilkan. Instansi vertikal terlibat disebabkan kewenangannya yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Program kegiatannya sering sering ditentukan sepihak yang menimbulkan benturan atau tumpang tindih dengan program sektoral lainnya atau tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Daerah. Kapasitas kelembagaan yang terbangun dalam suatu institusi ditentukan oleh berbagai hal, sebagai berikut : a. Tugas pokok dan fungsi yangg ditetapkan dalam pembentukan struktur organisasi Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta. b. Diskripsi tugas pada masing-masing elemen jabatan dan institusi tersebut. c. Pemimpin institusi harus memiliki knowledge, skill, integritas dan berkemampuan untuk berkomunikasi, berani mengambil keputusan yang tegas. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan bagi individu dan institusinya. Antara lain melalui restrukturisasi organisasi, reformasi birokrasi, reposisi pejabat dan staf, pelatihan dan pengembangan wawasan, terutama juga pembinaan daya nalar dan moral. Seringkali penyelenggaraan peningkatan kapasitas ini tidak berkelanjutan dan tidak konsisten, padahal dalam kelembagaan itu selalu terjadi mutasi staf atau pimpinan. Terjadi pula dinamika perkembangan situasi daerah terutama perkotaan dan masyarakatnya yang dinamis Studi Kasus Kelembagaan yang Telah Ada dan Peraturan Pembentukan Lembaga Pengelola Kawasan Perkotaan Pemerintah telah pernah beberapa kali membentuk lembaga (institusi) khusus yang diberi kewenangan (mandate) untuk melakukan pengembangan kawasan terintegrasi. Sebagai referensi dapat disebutkan disini antara lain: BP Batam (Badan Pengusahaan Kawasan Batam) Otorita Batam (OB) dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No.65/1970 ketika Ibnu Sutowo selaku dirut Pertamina pada era 1970-an diperintahkan untuk mendirikan basis operasi dan logistik Pertamina di Batam. Kemudian, pada 26 Oktober 1971 keluar Keppres No.74 tahun 1971 yang menetapkan Batu Ampar sebagai daerah industri berstatus entreport partikulir, sekaligus pembentukan Badan Pimpinan Daerah Industri Pulau Batam yang bertugas merencanakan dan mengembangkan pembangunan industri dan prasarananya, menampung, dan 12-3

395 BAB 12 KELEMBAGAAN Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta meneliti permohonan izin usaha untuk diajukan ke pejabat terkait dan mengawasi proyek industri. Selanjutnya berdasarkan pada kajian Nissho Iwai Co. Ltd dari Jepang dan Pacific Bethel Inc. dari Amerika merekomendasikan Batam sebagai pusat industri petroleum dan petrokimia dengan pertimbangan pada awal dasawarsa 70-an, minyak dan gas adalah komoditi unggulan ekonomi Indonesia. Berdasarkan hasil kajian tersebut kemudian diterbitkan Keppres No.41 tahun 1973 yang menetapkan seluruh pulau Batam sebagai daerah industri dan membentuk Otorita Daerah Industri Pulau Batam (Otorita Batam). Tugas Otorita Batam antara lain mengembangkan dan mengendalikan pembangunan pulau Batam sebagai daerah industri dan kegiatan alih kapal, merencanakan kebutuhan prasarana dan pengusahaan instalasi dan fasilitas lain, menampung, meneliti permohonan izin usaha dan menjamin kelancaran dan ketertiban tata cara pengurusan izin dalam mendorong arus investasi asing di Batam. Sejalan dengan keluarnya PP No.20 tahun 1972 tentang aturan Bonded Warehouse, maka diterbitkan pula Keppres No.33 tahun 1974 tentang penetapan kawasan Batu Ampar, Sekupang, dan Kabil sebagai gudang berikat atau bonded warehouse. Ketika minyak dan gas tidak lagi menjadi produk unggulan ekonomi Indonesia, maka diusulkanlah rencana induk Pulau Batam sebagai salah satu penyangga perekonomian nasional dalam sektor industri sekaligus penugasan Otorita Batam sebagai pengelola pulau ini sejak Pembangunan Batam memasuki dekade ke dua ditentukan dengan terbitnya Keppres No.41 tahun 1978 yang menetapkan Pulau Batam sebagai bonded warehouse. Pada tahun itu ditandai dengan munculnya Teori Balon yang dicetuskan oleh BJ Habibie setelah bertemu dengan PM Singapura Lee Kuan Yew. Semangat Teori Balon itu adalah menjadikan Batam sebagai basis pertumbuhan ekonomi baru dengan memanfaatkan tumpahan industri dari Singapura. Diibaratkan Singapura sebagai sebuah balon besar yang terus menggelembung maka disiapkan daerah-daerah di sekitarnya sebagai balon-balon kecil yang mendapatkan suntikan angin dari balon induk. Keppres No.41 tahun 1978 itu diperkuat oleh Keppres No.56 tahun 1981 yang menetapkan Pulau Batam sebagai bonded warehouse ditambah dengan lima pulau sekitarnya meliputi Kasem, Moi-Moi, Ngenang, Tanjung Sauh, dan Janda Berias. Pada tahun 1979, Departemen Pekerjaan Umum menyusun masterplan yang menetapkan empat fungsi utama pulau Batam yakni sebagai kawasan industri, free trade zone, alih kapal, dan pariwisata. Lalu, apa itu BP Kawasan Batam? Dengan diterbitkannya Perppu No.1 Tahun 2007 yang dilanjutkan dengan UU No. 44 Tahun 2007 tentang Free Trade 12-4

396 BAB 12 KELEMBAGAAN Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta Zone (FTZ), ditegaskan dalam salah satu pasalnya bahwa pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas akan menjadi tanggung jawab sebuah lembaga bernama Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas. Sejalan dengan diterbitkannya PP No.46 tahun 2007 tentang FTZ Batam, maka otomatis lembaga yang bertanggung jawab dalam pengelolaan kawasan ini adalah Badan Pengusahaan Kawasan Bebas Batam. Dalam pasal 3 ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa seluruh pegawai dan aset Otorita Batam akan beralih menjadi pegawai dan aset BP Kawasan Batam, walaupun dalam PP itu tidak dijelaskan secara rinci bagaimana proses peralihan pegawai dan aset kepada lembaga baru tersebut. Jadi, secara hukum kelembagaan, maka OB dan BP Kawasan adalah dua lembaga yang berbeda karena produk hukum yang menjadi dasar pembentukannya juga berbeda. OB dibentuk oleh Keppres sedangkan BP Batam dibentuk berdasarkan UU PT. Bali Tourism Development Corporation Dalam rangka pengembangan pariwisata Bali, pada tahun 1971 dengan bantuan UNDP diprakarsai suatu Studi tentang pariwisata Bali oleh SCETO (Societe Centrale pour l'equpeent Touristique Ouetre-Mer) Perancis. SCETO merekomendasikan rencana induk pariwisata bali adalah suatu pembangunan ekonomi, dimana taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ditingkatkan tanpa mengorbankan nilai-nilai kebudayaan serta struktur sosial kehidupan masyarakat Bali dan lingkungan hidup. Kawasan yang dikembangkan adalah sebuah kawasan yang ada di Nusa Dua, lahan yang tidak produktif, namun memiliki pantai dan berpasir putih, berpenduduk jarang dan sangat dekat dengan Bandara Ngurah Rai. Lokasi lahan tersebut terpisah dari masyarakat tradisional Bali. Berdasarkan PP No. 27 tahun 1972 dibentuk Badan Pengembangan Rencana Induk Pariwisata Bali (BPRIP) dengan tugas konsultasi dan koordinasi dan PT. Pengembangan Pariwisata Bali (Persero) atau Bali Tourism Development Corporation (PT. BTDC) yang bertujuan utama menyelenggarakan tersedianya prasarana dan sarana, mengundang investor untuk membangun hotel serta mengelola dan memelihara Kawasan Pariwisata Nusa Dua. Rekomendasi SCETO menyarankan bahwa untuk keperluan mass tourism pemerintah cukup fokus di tiga wilayah saja yaitu: Nusa Dua, Sanur dan Lovina. Kawasan lainnya dipreservasi sebagai pusat kultural. Ternyata dalam perkembangannya, rekomendasi ini tidak sepenuhnya dilaksanakan. Saat ini kita bisa lihat bagaimana kawasan Kuta, Legian, Seminyak, Jimbaran tumbuh karena dorongan komersial. 12-5

397 BAB 12 KELEMBAGAAN Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta Badan Otorita Pluit Otorita Pluit dikembangkan menjadi Badan Otorita Pluit yang kemudian berkembang menjadi Proyek Pengembangan Lingkungan Pluit dan berkembang lagi menjadi PT Pembangunan Pluit Jaya (90% saham Pemprov. DKI Jakarta). PT Pembanguna Pluit Jaya kemudian merger dengan PT Pembangunan Pantura Jaya membentuk PT Jakarta Propertindo (99% saham Pemprov. DKI) PT Pembangunan Jaya Ancol, tbk Dalam rangka pengembangan kawasan Ancol sebagai kawasan wisata terpadu, pada tahun 1966, Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Pemda DKI) menunjuk PT Pembangunan Ibu Kota Jakarta Raya (PT Pembangunan Jaya) sebagai Badan Pelaksana Pembangunan Proyek Ancol (BPPP Ancol) berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya No. 1b/3/1/26/1966 tanggal 19 Oktober Pada tahun 1966, Perusahaan memulai kegiatan operasinya secara komersial. Pada tanggal 10 Juli 1992, status BPPP Ancol diubah menjadi suatu badan hukum, yaitu menjadi PT Pembangunan Jaya Ancol, dengan komposisi kepemilikan sahamnya adalah Pemda DKI sebesar 80% dan PT Pembangunan Jaya sebesar 20%. Pelajaran yang Dapat Diambil Berdasarkan beberapa contoh kasus yang telah dibahas, pelajaran yang dapat ditarik dari 4 contoh lembaga yang melakukan pengembangan kawasan adalah sebagai berikut: Otorita Batam yang kini berubah menjadi Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Batam mengalami berbagai persoalan koordinasi dan tumpang tindih kewenangan dengan Pemerintah Kota Batam. Sebagai akibat Undang- Undang No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, dimana otonomi daerah berada di tingkat Kota/Kabupaten, maka keleluasaan dan privilege yang dahulu dinikmati Otorita Batam sebagai organ Pemerintah (kuasi government) dengan kewenangan yang luas dan berada langsung dibawah Presiden, kini harus menyesuaikan diri dengan konteks otonomi dan platform politik yang terjadi. Model Otorita Batam ini pernah juga diajukan di sekitar tahun 1995 saat gagasan membangun Jembatan Surabaya-Madura diinisiasi. Namun, berbeda dengan Batam, ternyata masyarakat Madura keberatan dengan konsep ini dan menolak Madura. Maka, jadilah model Otorita Batam ini sebagai satu-satunya model yang hanya ada di Batam dan tidak direplikasikan di kawasan lain. 12-6

398 BAB 12 KELEMBAGAAN Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta Keberhasilan PT BTDC adalah karena visi, misinya jelas dan fokus bisnisnya sangat terukur dengan target-target yang bisa diprogramkan. Dukungan Pemerintah Daerah Bali pada BTDC sangat besar. Namun yang paling utama dari keberhasilan BTDC adalah karena tugasnya membangun kawasan Nusa Dua di Bali. Sampai dengan saat ini Bali adalah magnet pariwisata Indonesia. Dengan geopositioning semacam ini, keberadaan BTDC sebagai satu-satunya BUMN yang mendapat privilege untuk mengembangkan kawasan Nusa Dua memberinya kesempatan untuk berinteraksi dengan dunia pariwisata internasional berkelas dunia yang memang sangat tertarik untuk berinvestasi di Bali. Keunikan Bali dan dukungan Pemerintah Daerah Bali yang sangat solid pada BTDC, ternyata tidak terjadi saat BTDC diminta mengembangkan kawasan pantai di kota Manado. PT MTDC (Manado Tourism Development Corporation) yang konsepnya sama dengan BTDC dan dipimpin oleh manajemen dari BTDC, tetapi statusnya adalah sebuah BUMD yang dimiliki oleh BTDC, Pemprov. Sulawesi Utara dan beberapa Pemkot/Pemkab di Sulawesi Utara, berakhir di BPPN karena terjebak kredit macet dan akhirnya harus dilikuidasi. Badan Otorita Pluit menjalin kerjasama dengan Developer salah satunya yang cukup besar adalah PT Jawa Barat Indah (JBI). Perubahan Otorita Pluit menjadi PT Jakarta Propertindo saat ini hanya menghasilkan sebuah perusahaan properti biasa yang harus bersaing keras dengan developer swasta raksasa. Saat ini PT Jakarta Propertindo tidak lagi menguasai kawasan yang dapat dikembangkan, kecuali kawasan waduk Ria-Rio yang berada dalam kendali Anak Perusahaannya yaitu PT Pulomas Jaya. Yang sangat menarik adalah kedudukan PT Pembangunan Jaya. Pemerintah DKI Jakarta dengan intuisi dan keberanian yang kuat (tentunya dengan melihat kesungguhan PT Pembangunan Jaya, sebuah perusahaan swasta yang didirikan oleh Ir. Ciputra) menunjuk PT Pembangunan Jaya sebagai Badan Pelaksana Pembangunan Proyek Ancol (BPPP Ancol) berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya No. 1b/3/1/26/1966 tanggal 19 Oktober Ini adalah sebuah terobosan birokrasi dimana Pemerintah DKI Jakarta melakukan kerjasama Pemerintah Swasta dengan memberikan kewenangan dan keleluasaan kepada swasta untuk melakukan kegiatan pembangunan dan mewujudkan Visi Pemerintah DKI Jakarta (yang mana visi ini juga diperkuat dan dilaksanakan dengan baik oleh Ir. Ciputra sebagai motor PT Pembangunan Jaya) dengan 12-7

399 BAB 12 KELEMBAGAAN Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta mengoptimalkan peran birokrasi. Puncak keberhasilan Pemprov DKI Jakarta dalam pembangunan kawasan Ancol ini adalah kehebatannya bernegosiasi dengan PT Pembangunan Jaya saat mengkonversikan BPPP Ancol menjadi sebuah perusahaan baru bernama PT Pembangunan Jaya Ancol dimana saat itu (1992) Pemprov DKI Jakarta menguasai 90% sahamnya Alternatif model Kelembagaan Pengelola Kawasan Strategis Pantura Perumusan konsep kelembagaan pengelola Kawasan Strategis Pantura dikembangkan dengan mengambil pelajaran dari pengalaman kasus kelembagaan sebelumnya. Selain itu, pengembangan konsep kelembagaan ini juga mempertimbangkan tantangan yang akan muncul dalam proses pengembangan Kawasan Strategis Pantura, baik terkait pengembangan kawasan reklamasi, maupun perbaikan kawasan daratan pantai Konsep Dasar Pengembangan Kelembagaan Pengelola Kawasan Stretegis Pantura jakarta Pertumbuhan dan perkembangan Kawasan Metropolitan Jakarta semakin meningkat sebagai konsekuensi tuntutan kebutuhan global. Oleh karena itu, perlu arahan dan pengendalian pemanfaatan ruang pembangunan Kota Jakarta dalam berbagai aspek agar pembangunan yang dilakukan dapat terkendali. RTRW DKI Jakarta 2030 telah menetapkan Kawasan Pantura sebagai Kawasan Strategis, agar model penataan ruang dan proses pembangunannya lebih dinamis dan inovatif dalam keharmonisan. Sebelum RTRW 2030 ditetapkan, Kawasan Pantura dikembangkan berdasarkan RTRW 2030, dan kepada para pengembang diberikan kesempatan untuk mengembangkan Kawasan Pantura melalui penertiban MoU dengan beberapa persyaratan dan ketentuannya. Berbagai kendala dihadapi, sehingga sampai saat ini telah lebih dari 15 tahun belum terwujud dengan nyata. Melalui proses perencanaan tata ruang Kawasan Strategis Pantura, disampaikan pula pertimbangan kelembagaan dalam pengelolaan Kawasan dalam proses penataan ruang, proses pembangunan, pengendalian dan perawatan kawasan alternatif model kelembagaan, antara lain: a. Koordinatif yang kuat b. Konsorsium para pengembang yang sinergis c. Lembaga/institusi tunggal yang kapabel d. Salah satu pengembang yang diberi kewenangan 12-8

400 BAB 12 KELEMBAGAAN Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta Gambar 12-1: Isu sentral pengembangan kelembagaan KSP Pantura Jakarta. Dari beberapa model, terdapat kekurangan dan kelebihannya masingmasing. Oleh karena itu, perlu dipilih yang terbaik berdasarkan pertimbangan yang arif dan memiliki profesionalisme. Berikut ini merupakan beberapa model kelembagaan yang dapat dikembangkan dalam pengelolaan Kawasan Reklamasi Pantura : a. Koordinatif, bentuk ini banyak kekurangan atau kelemahannya. Pihak yang terkait memiliki hak dan kewenangan menurut fungsinya, sering terjadi sifat arogan karena kepentingannya. Proses penataan dan proses pembangunan tidak terselenggara dengan baik tanpa kebersamaan, maka koordinasipun sering mengalami hambatan. b. Konsorsium, bentuk ini dilakukan disebabkan adanya pengembang yang telah memiliki MoU, yang tetap harus dihormati. Namun MoU tersebut harus dievaluasi, ada beberapa pengembang yang tidak mematuhi persyaratan dan ketentuannya. Kelemahannya apabila konsorsium ini tidak bertindak adil terhadap masing-masing pengembang, akan tidak efektif. Karena itu para pengembang yang terwakili dalam konsorsium harus mematuhi kesepakatan yang diputuskan dengan konsisten. c. Lembaga/Institusi Tunggal, dibentuk kelembagaan semi pemerintahan seperti Badan Layanan Umum (BLU) yang bertanggung jawab penuh dan langsung kepada Gubernur, bukan BLU di bawah SKPD. BLU ini memperoleh kewenangan yang diberikan dari Gubernur dengan legalitas yang kuat dan berperan sebagai manajer kawasan (estate management) dan dapat diterima oleh para pengembang dan instansi sektoral. Model ini 12-9

401 BAB 12 KELEMBAGAAN Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta kiranya akan lebih baik, tetapi harus profesional dan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, serta kemampuan dan keberanian dalam mengambil keputusan secara rasional dan bijaksana. d. Salah satu pengembang, bentuk ini dengan melakukan penunjukan salah satu pengembang yang turut terkait dalam pengembangan Kawasan Strategis. Pengembang ini disepakati bersama yang merupakan Leader Enterprise untuk menyelenggarakan pengelolaan Kawaan Strategis Pantura. Ada kelemahannya, karena pengembang ini ikut bermain, maka tentunya mempunyai kepentingan sendiri. Karenanya pengembang ini harus arif dan bijak serta mempertimbangkan semua kepentingan secara proporsional. Gambar 12-2: Karakteristik kelembagaan Publik-Private Financing Keberjalanan dari lembaga pengelola Kawasan Strategis Pantura memerlukan beberapa faktor utama untuk menunjang keberhasilannya, diantaranya adalah kekuatan identitas, kapabilitas manajemen, kemitraan, kepemimpinan, dan investasi

402 BAB 12 KELEMBAGAAN Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta Gambar 12-3 Opsi pembentukan PMU Bentuk Kelembagaan Pengelola Kawasan Strategis Pantura Kelembagaan Pengelolaan Reklamasi yang diusulkan adalah berbentuk quasi goverment dengan format komisioner. Kelembagaan tersebut terdiri dua lapis yaitu Komisi pada lapis pertama dan Holding Company hasil restrukturisasi BUMD- BUMD sektor properti Provinsi DKI Jakarta pada lapis kedua. Komisi bertanggung jawab langsung kepada Gubernur dan memiliki kewenangan untuk melakukan regulasi bidang perencanaan, pengusahaan, pengelolaan dan pengendalian di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta. Dengan demikian sebagian kewenangan yang saat ini ada di SKPD akan dipindahkan ke Komisi, khususnya untuk kawasan reklamasi. Adapun Holding company bertugas sebagai eksekutor/pelaksana kebijakan dan program yang ditetapkan Komisi dan menjadi perwakilan Pemprov. DKI Jakarta dalam berhubungan serta negoisasi dengan para stakeholder reklamasi Pantura. Bentuk quasi goverment tersebut mengacu pada PP No. 34 tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan. Dalam PP No. 34 tahun 2009, disebutkan bahwa untuk Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian daerah administratif (Kabupaten), yang dalam kasus ini adalah Provinsi DKI Jakarta, dikelola oleh pemerintah daerah atau Lembaga Pengelola yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah. Lembaga Pengelola tersebut mempunyai tugas mengelola Kawasan Perkotaan dan mengoptimalkan peran serta Masyarakat serta badan usaha swasta. Berdasarkan PP No. 34 tahun 2009 pula, Lembaga Pengelola dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh sekretariat Lembaga Pengelola yang dibentuk oleh Kepala Daerah. Dengan bentuk tersebut memungkinkan penerapan governance, risk, compliance and legal (GRCL) lebih 12-11

403 BAB 12 KELEMBAGAAN Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta akuntabel, proses check and balance yang lebih efektif, dan mengurangi kemungkinan terjadinya penyalahgunaan wewenang. Di Indonesia terdapat kelembagaan yang merupakan kuasi pemerintah dengan kewenangan yang sangat disegani yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi. Lembaga semacam ini sangat mungkin dibentuk di tingkat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dapat diberi nama: Komisi Pengembangan Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta. Komisi ini bertanggung jawab terhadap pencapaian visi misi, strategi dan penetapan KPI untuk semua aspek, yaitu perencanaan, pengusahaan, pengelolaan dan pengendalian. Komisi ini dilengkapi dengan Deputi, Sekretariat Deputi, Sekretariat Jenderal dan Direktorat untuk menjalankan tugasnya. Anggota Komisi terdiri dari 3 5 orang yang diusulkan oleh Gubernur dan disetujui DPRD. Agar Komisi ini bisa melakukan eksekusi, maka kepadanya diberikan instrumen yaitu sebuah Korporasi BUMD yang akan melakukan eksekusi program yang dibuat Komisi. Korporasi BUMD ini adalah holding dari seluruh BUMD properti yang kini dimiliki Pemprov DKI Jakarta. Perbedaan mendasar dari format yang diusulkan ini dibandingkan dengan Keppres 52/1995 adalah sebagai berikut: Tabel 12-1: Perbedaan Format yang Diusulkan dan Keppres No. 52 Tahun 1995 Format yang diusulkan Keppres 52/1995 Tim Pengarah Tidak ada Ada Badan Pengendali Tidak ada Ada Badan Pelaksana Tidak ada Ada Komisi Pengembangan Reklamasi / Ada Tidak ada Kuasi Government BUMD sebagai instrumen eksekusi Ada Tidak ada Struktur Lembaga Non birokratis Birokratis Kewenangan Lembaga Otoritas di satu entitas Otoritas terdistribusi antar lembaga Peran BUMD Otoritas eksekusi program Tidak ada Pengambilan Keputusan: Badan Pengelola Komisi Pengembangan BUMD Eksekutor xxxxxxxx Kolektif Manajemen/Kolektif Kepala Badan xxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxx Seleksi/Rekrutmen: Badan Pengelola Komisi Pengembangan BUMD Eksekutor xxxxxxxxx Seleksi terbuka, Diusulkan gubernur, Disetujui DPRD Seleksi terbuka, diusulkan Prerogatif Gubernur xxxxxxxxxxxxxxxx 12-12

404 BAB 12 KELEMBAGAAN Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta Karir bagi PNS: Badan Pengelola Komisi Pengembangan Deputi Ketua Direksi BUMD Sumber : Hasil Analisis, 2012 Komisi, Disetujui Gubernur xxxxxxxxxxx Non PNS PNS Karir/Profesional PNS Karir/Profesional Bukan carreer path xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxx Berikut ini adalah perbandingan struktur kelembagaan pada Keppres No. 52 tahun 1995, Proyek Ancol, Proyek Pluit, dan Usulan untuk Kawasan Reklamasi. Pada Keppres No.52 tahun 1995, BPPP Ancol dan BPO Pluit, institusi yang ditugasi sebagai Badan Pelaksana/Otorita hanya terdiri dari satu lapis (one tier). Sedangkan pada usulan untuk kelembagaan di Kawasan Reklamasi adalah dua lapis (two tier). Struktur two tier memungkinkan penerapan GRCL (governance, risk, compliance and legal) lebih akuntabel, proses check and balance yang lebih efektif, dan mengurangi kemungkinan terjadinya penyalahgunaan wewenang di salah satu entitas. Gambar 12-4: Perbandingan Struktur Kelembagaan Penjelasan mengenai struktur usulan baru ini digambarkan pada gambar Pada Struktur ini ada 2 lapisan yaitu Komisi Pengembangan Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta yang menjalankan semua fungsi strategis elemen-elemen utama 12-13

405 BAB 12 KELEMBAGAAN Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta yaitu perencanaan, pengusahaan, pengelolaan dan pengendalian. Komisi ini adalah entitas organisasi yang utuh dan dilengkapi dengan organ pendukung yang memadai, termasuk didalamnya Panel Expert bila diperlukan. Komisi inilah yang menerima mandat dari Gubernur untuk melakukan perencanaan, pengusahaan, pengelolaan dan pengendalian di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta. Anggota Komisi diseleksi melalui proses transparan, selanjutnya diusulkan Gubernur untuk disetujui DPRD. Proses rekrutmen anggota Komisi dengan melibatkan DPRD diperlukan karena Komisi ini memegang mandat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sesuai Undang-Undang No.32/2004. Prosesnya mirip dengan proses rekrutmen komisioner KPK. Pembiayaan untuk Komisi bersumber dari APBD dan dapat mengikuti standar profesional, contohnya seperti yang diterapkan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Gambar 12-5 : Struktur Usulan Lembaga Pengelola Kawasan Strategis Pantura Agar Komisi ini bisa menjalankan seluruh programnya namun tidak terjadi benturan kepentingan, maka dibuatkanlah sebuah BUMD yang bertugas untuk melaksanakan eksekusi program Komisi. BUMD ini memiliki kewenangan untuk melakukan transaksi Business to Business dengan Mitra. Guideline untuk kegiatan transaksi ini dibuat terperinci oleh Komisi dan menjadi semacam Anggaran Rumah Tangga bagi BUMD tersebut. Restrukturisasi BUMD-BUMD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sektor properti yang menjadi Holding Company tersebut, memberi 12-14

406 BAB 12 KELEMBAGAAN Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta value yang lebih kuat untuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dari sisi ekuitas untuk negoisasi dengan swasta lain serta tidak perlu suntikan modal baru Hubungan kerja antara Komisi dengan BUMD sebagai eksekutornya adalah sebuah hubungan kolaborasi untuk bersama-sama mewujudkan Smart Development Corporation dengan fokus aspek strategi, keuangan dan operasional. Keduanya harus intensif melakukan koordinasi, komunikasi dan kontrol. Jiwa (soul) kedua lembaga ini hendaknya dilandasi dengan spirit PRIDE (Professional, Respected, Integrity, Dignity dan Excelence). Metoda rekrutmen yang canggih mampu melakukan proses seleksi untuk mendapatkan sumber daya manusia yang memenuhi kualifikasi ini. Sebagaimana telah dijelaskan, instrumen eksekusi yaitu BUMD haruslah memiliki ekuitas yang cukup besar, dan memiliki rentang line business (khususnya di sektor property). Hal ini bisa didapat bila dibentuk sebuah Holding Company yang membawahi seluruh perusahaan BUMD Properti yang ada saat ini. Dengan demikian seluruh saham Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang saat ini ada di BUMD Properti tersebut dialihkan kepada Holding Company baru yang akan dibentuk. Pada dasarnya kekuatan BUMD ini dapat diperkuat dengan membentuk Super Holding, yaitu perusahaan holding yang memiliki holding company. Jadi dibawah Super Holding ini ada Perusahaan Holding Properti, Perusahaan Holding Utilitas dan Perusahaan Holding Transit. Pada gambar 12-6 dijelaskan ilustrasi struktur Holding Property. Gambar 12-6: Struktur Lembaga PT Holding BUMD 12-15

407 BAB 12 KELEMBAGAAN Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta Dengan cara yang serupa dengan pembentukan perusahaan holding property, maka dapat dibuat perusahaan holding utilitas yang didalamnya ada BUMD PD PAL dan PDAM. Sedangkan untuk perusahaan holding utilitas didalamnya ada BUMD MRT dan Trans Jakarta. Super Holding ini akan menegosiasikan kepentingan masyarakat saat berhadapan dengan mitra bisnisnya. Dengan kewenangan tersebut diharapkan pengembangan kawasan reklamasi pantura Jakarta dapat optimal. Struktur Super Holding dapat dilihat pada skema berikut ini: Gambar 12-7: Struktur Lembaga Super Holding Company Dengan menggunakan Super Holding ini sebagai lembaga eksekutor untuk merealisasikan program Komisi, maka daya dorong yang dihasilkannya akan jauh lebih besar. Dengan mengintroduksi kelembagaan menggunakan modal two tier ini pada pengembangan kawasan reklamasi pantura Jakarta, Pemprov. DKI Jakarta telah menginisiasi lahirnya sebuah Jakarta Incorporation. Institusi ini adalah tandem yang signifikan bagi Pemprov. DKI Jakarta untuk mengerahkan berbagai sumber daya non konvensional, komersial, melakukan monetisasi potensi BUMD, menciptakan role model pengembangan kawasan yang integrated, sustain dan mandiri

408 BAB 12 KELEMBAGAAN Rencana Tata Ruang KSP Pantura Jakarta PT SUPER PROFESSIONAL RESPECTED INTEGRITY DIGNITY EXCELENCE JAKARTA INCORPORATION UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN REKLAMASI PANTURA JAKARTA Gambar 12-8: Konsep Jakarta Incorporation Tugas dan Tanggung Jawab dalam Kelembagaan Pantura Jakarta Kelembagaan penyelenggara dan pengelola Kawasan Strategis Pantura Jakarta tersusun atas dua lapis, yaitu komisi dan BUMD. Kedua pihak tersebut masing-masing memiliki tugas yang menjadi tanggung jawabnya dalam pengembangan dan pengelolaan Pantura Jakarta. Komisi merupakan lembaga yang memiliki kewenangan atau mandat dari gubernur dalam pengelolaan Kawasan Strategis Pantura. Komisi secara umum memiliki tugas pada fungsi-fungsi stratetegis, yaitu: a. Perumusan strategi b. Pembuatan rencana c. Program investasi Bentuk dari tugas atau fungsi-fungsi utama ini diantaranya adalah menyusun Guideline, Peta Strategi, Key Performance Indikator, Prioritasisasi, Pentahapan Proyek, Visi jangka panjang (dengan menerapkan strategi backcasting), dll. Komisi ini memainkan peran seperti Economic Development Board, Strategic Development Office, Investment Board, dan Otorita Kawasan. Tugas dari komisi diantaranya adalah: BUMD yang bertugas untuk melaksanakan eksekusi program Komisi. BUMD ini memiliki kewenangan untuk melakukan transaksi Business to Business dengan Mitra. Guideline untuk kegiatan transaksi ini dibuat terperinci oleh Komisi dan menjadi prgram dari BUMD. Tugas dari BUMD diantaranya adalah: a. Tahap implementasi 12-17

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kawasan Pantai Utara Jakarta ditetapkan sebagai kawasan strategis Provinsi DKI Jakarta. Areal sepanjang pantai sekitar 32 km tersebut merupakan pintu gerbang dari

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional Coffee Morning Jakarta, 1 November 2011 DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN

Lebih terperinci

PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR

PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR OUTLINE: 1. 2. 3. 4. Isu-isu di Kawasan Pantura Jabodetabekpunjur Kronologis Kebijakan Penataan Ruang Konsep Penataan Ruang Konsep substansi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA 5.1. KESIMPULAN Kawasan Strategis Pantai Utara yang merupakan Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta sesuai

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

Click to edit Master title style

Click to edit Master title style KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ Click to edit Master title style BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Kebijakan Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bogor,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 42 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.121, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SERBAGITA. Kawasan Perkotaan. Tata Ruang. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK,TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK,TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR - 1 - PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK,TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

INTEGRASI REKOMENDASI KLHS DALAM RAPERDA RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

INTEGRASI REKOMENDASI KLHS DALAM RAPERDA RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA INTEGRASI REKOMENDASI KLHS DALAM RAPERDA RTR KAWASAN STRATEGIS 1 Integrasi Isu Strategis Lingkungan Hidup Terkait Pembentukan Pulau-pulau Hasil Kegiatan Reklamasi No. MUATAN KLHS REKOMENDASI KLHS TERHADAP

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dengan baik. Kegiatan ini adalah kelanjutan

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1873, 2016 KEMEN-ATR/BPN. RTRW. KSP. KSK. Penyusunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG:

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG: MATERI 1. Pengertian tata ruang 2. Latar belakang penataan ruang 3. Definisi dan Tujuan penataan ruang 4. Substansi UU PenataanRuang 5. Dasar Kebijakan penataan ruang 6. Hal hal pokok yang diatur dalam

Lebih terperinci

DRAFT RAPERDA RTRW PROVINSI DKI JAKARTA Revisi

DRAFT RAPERDA RTRW PROVINSI DKI JAKARTA Revisi Menimbang : RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH DKI JAKARTA 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

LAMPIRAN. I. Surat Survey

LAMPIRAN. I. Surat Survey LAMPIRAN. I. Surat Survey L- 1 L- 2 LAMPIRAN. II. Foto Studi Hasil Ground check. 01 (Sophie&martin).jpg 02. Pd Putra Chan (Daur ulang beling).jpg 03 CV. SGI (sarung tangan).jpg 04.PT Bintang Kanggoro (Produksi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH DKI JAKARTA 2030

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH DKI JAKARTA 2030 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH DKI JAKARTA 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.573, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Pertanahan. Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penataan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

BAB IV PERUMUSAN ALTERNATIF PENYEMPURNAAN KRP

BAB IV PERUMUSAN ALTERNATIF PENYEMPURNAAN KRP BAB IV PERUMUSAN ALTERNATIF PENYEMPURNAAN KRP Berdasarkan Pasal 15 PP No. 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan KLHS, perumusan alternatif penyempurnaan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program dapat

Lebih terperinci

Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur

Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur P E M E R I N T A H KABUPATEN KUTAI TIMUR Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur Oleh: Ir. Suprihanto, CES (Kepala BAPPEDA Kab. Kutai Timur)

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999) Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999) TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN

Lebih terperinci

Kementerian Kelautan dan Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan Jakarta, 6 November 2012 Wilayah Pesisir Provinsi Wilayah Pesisir Kab/Kota Memiliki 17,480 pulau dan 95.181 km panjang garis pantai Produktivitas hayati tinggi dengan keanekaragaman hayati laut tropis

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 26 Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 48 TAHUN 1983 (48/1983) TENTANG PENANGANAN KHUSUS PENATAAN RUANG DAN PENERTIBAN SERTA PENGENDALIAN PEMBANGUNAN PADA KAWASAN PARIWISATA PUNCAK DAN WILAYAH

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

MODUL 2: PENGENALAN DASAR-DASAR RENCANA RINCI KABUPATEN

MODUL 2: PENGENALAN DASAR-DASAR RENCANA RINCI KABUPATEN 0 1 2 3 5 8 11 DAFTAR ISTILAH PENDAHULUAN KEDUDUKAN RENCANA RINCI MANFAAT DAN FUNGSI RENCANA RINCI BENTUK ALTERNATIF RENCANA RINCI TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS MODUL 2 DESKRIPSI SINGKAT Bentuk alternatif

Lebih terperinci

izingedung.com PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

izingedung.com PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR... TAHUN TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PENATAAN RUANG KAWASAN JABODETABEKPUNJUR. oleh: Sekretaris Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabek

KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PENATAAN RUANG KAWASAN JABODETABEKPUNJUR. oleh: Sekretaris Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabek KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PENATAAN RUANG KAWASAN JABODETABEKPUNJUR oleh: Sekretaris Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabek Wilayah Jabodetabekjur merupakan kawasan perkotaan dengan dinamika

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN 2013-2032 I. UMUM Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,

Lebih terperinci

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera 1 2 3 Pendahuluan (Sistem Perencanaan Tata Ruang - Kebijakan Nasional Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera) Penyelamatan Ekosistem Sumatera dengan

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK 2012-2032 BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 oleh Eko Budi Kurniawan Kasubdit Pengembangan Perkotaan Direktorat Perkotaan Direktorat Jenderal Penataan Ruang disampaikan dalam

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 9 2011 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.101 2016 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5883) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB II PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007

BAB II PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 18 BAB II PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Dengan diundangkannya UUPA itu, berarti sejak saat itu telah memiliki

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci