STUDI POLIMORFISME PROTEIN HEMOGLOBIN DARAH AYAM ARAB PERIODE PRODUKSI PADA SUHU KANDANG BERBEDA SKRIPSI GINA CITRA DEWI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI POLIMORFISME PROTEIN HEMOGLOBIN DARAH AYAM ARAB PERIODE PRODUKSI PADA SUHU KANDANG BERBEDA SKRIPSI GINA CITRA DEWI"

Transkripsi

1 STUDI POLIMORFISME PROTEIN HEMOGLOBIN DARAH AYAM ARAB PERIODE PRODUKSI PADA SUHU KANDANG BERBEDA SKRIPSI GINA CITRA DEWI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN Gina Citra Dewi. D Studi Polimorfisme Protein Hemoglobin Darah Ayam Arab Periode Produksi pada Suhu Kandang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Sri Darwati, M.Si. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu Hidayati Soesanto, M.S. Ayam Arab merupakan salah satu jenis unggas yang potensial dikembangkan untuk sumber protein hewani di Indonesia, mengingat ternak ini memiliki potensi sebagai ayam petelur unggul dan memiliki karakteristik telur yang menyerupai ayam lokal dan kemampuan beradaptasi yang cukup tinggi dengan lingkungan Indonesia yang beriklim tropis. Produktivitas suatu ternak tergantung pada faktor genetik dan lingkungan, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui polimorfisme protein hemoglobin darah ayam Arab, kaitan pita hemoglobin dengan produksi telur, produksi telur pada suhu lingkungan kandang yang berbeda, serta produksi telur pada jarak antar tulang pubis yang berbeda. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui karakteristik eksternal telur yang dihasilkan oleh ayam Arab. Penelitian ini dilaksanakan di kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas untuk pemeliharaan ayam, pengumpulan telur dan pengambilan darah, sedangkan analisis darah dilaksanakan di Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ternak yang digunakan adalah ayam Arab betina dewasa sebanyak 30 ekor yang terdiri dari 22 ekor ayam Arab Golden dan 8 ekor ayam Arab Silver. Seluruh ayam Arab ini dikelompokan pada kandang dengan suhu yang berbeda, yaitu suhu lingkungan sekitar 25 o C (21-29 o C) dan suhu panas sekitar 30 o C (24-32 o C), serta jarak tulang pubis yang berbeda, yaitu lebar, sedang dan sempit. Metode elektroforesis secara vertikal dengan gel akrilamid digunakan dalam menganalisis pola pita protein hemoglobin. Peubah yang diamati adalah produksi telur dan kualitas eksternal telur selama 20 hari, serta pengaruh dari tipe hemoglobin darah terhadap karakteristik produksi telur. Hasil analisis protein darah menunjukkan bahwa lokus hemoglobin bersifat polimorfik. Lokus hemoglobin dikontrol oleh 2 alel, yaitu Hb A dan Hb B sehingga kombinasinya diperoleh tiga macam genotipe (Hb AA, Hb AB, dan Hb BB ), namun pada penelitian ini genotipe Hb BB tidak muncul. Alel A (α 1) meningkatkan produksi telur (1,44), sedangkan Alel B (α 2) berpengaruh terhadap penurunan produksi telur (3,36). Jenis Ayam Arab (Silver dan Golden) tidak mempengaruhi rataan produksi telur ayam Arab, namun mempengaruhi rataan bobot telur. Rataan bobot telur ayam Arab Silver lebih tinggi dibandingkan ayam Arab Golden. Suhu kandang (± 25 o C dan ± 30 o C) tidak mempengaruhi rataan produksi dan bobot telur ayam Arab. Jarak antar tulang pubis mempengaruhi produksi telur. Semakin lebar jarak antar tulang pubis, semakin tinggi produksi telur. Kualitas eksternal telur ayam Arab (keutuhan kerabang) pada suhu lingkungan (± 25 o C) lebih baik dibandingkan pada suhu panas (± 30 o C). Polimorfisme protein hemoglobin dapat digunakan untuk pendekatan seleksi secara biomolekuler dalam pemilihan ayam Arab yang berproduksi tinggi. Kata-kata kunci: Ayam Arab, polimorfisme, protein hemoglobin

3 ABSTRACT Study of Blood Protein Hemoglobin Polymorphism of Arab Laying Hens in Different Environmental Temperatures Dewi, G. C. 1), S. Darwati 2), dan H. S. Iman Rahayu 3) The aim of this research was to study the effect of hemoglobin loci towards the characteristics of egg productivity of Arab laying hens through blood protein polymorphism analysis by electrophoresis method. Thirty Arab laying hens (consist of 22 Arab hens Silver and 8 Arab hens Golden) kept in a batteray-pen were used in this research. Whole chickens are grouped in cages with a different temperature, i.e. about 25 o C ambient temperature (21-29 o C) and hot temperatures around 30 o C (24-32 o C), as well as different distances pubic bone, which is wide, medium and narrow. Individual egg production was recorded until period of 20 days. Blood samples taken from the wing vein and vertical electrophoresis method with acrylamide gel used to analyze the pattern of protein bands of hemoglobin. The result of blood protein analysis identified that the hemoglobin locus was polymorphic and consist of 2 alleles forming 3 genotipes (Hb AA, Hb AB and Hb BB ), but in this study did not find Hb BB gene. Gene A (α 1) influenced genetically to increase egg production (1.44), whereas gene B (α 2) effected on decrease of egg production (3.36). Type of Arab chicken (Silver and Golden) did not affect the average egg production, but affect the average weight of egg. There was no effect of environmental temperature on the average egg production and weight of egg. The distance between the pubic bone affect the potential for egg production. Widening the distance between the pubic bone will increase egg production. External quality chicken eggs (eggshell integrity) at environment temperature (± 25 o C) is better than at hot temperatures (± 30 o C). Hemoglobin protein polymorphism can be used for biomolecular selection approach in the selection of high producing Arab hens. Keywords: Arab hens, polymorphism, hemoglobin

4 STUDI POLIMORFISME PROTEIN HEMOGLOBIN DARAH AYAM ARAB PERIODE PRODUKSI PADA SUHU KANDANG BERBEDA GINA CITRA DEWI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 Judul Nama NIM : Studi Polimorfisme Protein Hemoglobin Darah Ayam Arab Periode Produksi pada Suhu Kandang Berbeda : Gina Citra Dewi : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, Ir. Sri Darwati, M.Si. NIP Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu H. S., M.S. NIP Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. NIP Tanggal Ujian: 5 Juli 2011 Tanggal Lulus:

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 26 Januari Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Ir. Agus Dwitiyandi Gozali, M.Sc dan Nia Selvinia Gozali. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1995 dan diselesaikan pada tahun 2001 Di SD Negeri No Pondok Kotangan, Medan, Sumatera Utara. Pendidikan lanjutan menengah pertama dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di SLTP Negeri 2 Lubukpakam, Medan, Sumatera Utara. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Bogor, Jawa Barat dan melanjutkan pendidikan pada Program Studi Sarjana di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan pada tahun 2008 dan selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif dalam organisasi, yaitu sebagai sekretaris umum 2 Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) periode

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT karena hanya dengan Rahman dan Rahim- Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam penulis panjatkan untuk Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi tauladan dalam menjalani hidup ini. Skripsi yang berjudul Studi Polimorfisme Protein Hemoglobin Darah Ayam Arab Periode Produksi pada Suhu Kandang Berbeda disusun sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui polimorfisme protein hemoglobin darah ayam Arab, kaitan pita hemoglobin dengan produksi telur, produksi telur pada suhu lingkungan kandang yang berbeda, serta produksi telur pada jarak antar tulang pubis yang berbeda. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui karakteristik eksternal telur yang dihasilkan oleh ayam Arab. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini ditujukan sebagai informasi awal untuk penelitian mengenai polimorfisme protein plasma darah ayam Arab dan kaitannya terhadap produksi telur selanjutnya, guna mendapatkan ternak ayam Arab dengan produktivitas yang lebih baik. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi sehingga kritik dan saran diperlukan untuk perbaikan skripsi ini. Penulis berharap penelitian yang dilakukan dapat diterima dan bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan dan pihak lain yang berkepentingan. Bogor, Juli 2011 Penulis

8 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v vi vii ix x xi PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Ayam Arab... 3 Asal Usul... 3 Karakteristik... 3 Kualitas Eksternal Telur... 4 Protein Darah 5 Hemoglobin... 6 Elektroforesis... 6 Polimorfisme Protein Darah... 7 Polimorfisme Protein Darah Hemoglobin... 8 METODE... 9 Lokasi dan Waktu... 9 Materi... 9 Prosedur Persiapan Kandang dan Pemeliharaan Produksi Telur 11 Pengamatan Kualitas Eksternal Telur Pengambilan dan Persiapan Sampel Darah Teknik Elektroforesis Pembuatan Campuran Larutan Kimia untuk Elektroforesis Pembuatan Gel Elektroforesis Penetesan Sampel dan Running Teknik Pewarnaan dan Pencucian Analisis Hasil Elektroforesis... 16

9 Analisis Data 16 Analisis Deskriptif Analisis dengan Uji t Frekuensi Alel Frekuensi Genotipe Heterozigositas Efek Gen Nilai Pemuliaan HASIL DAN PEMBAHASAN Polimorfisme Protein Darah Hemoglobin Hubungan Tipe Hemoglobin dengan Produksi Telur Produksi Telur Kualitas Eksternal Telur KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

10 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Performa Produksi Telur Ayam Arab Kandungan Nutrien Pakan Ayam Arab Frekuensi Alel, Frekuensi Genotipe, dan Nilai Heterozigositas pada Lokus Hemoglobin Produksi Telur Berdasarkan Genotipe Lokus Hemoglobin serta Efek Gen Terhadap Produksi Telur Nilai Pemuliaan dan Pengaruh Ragam Genetik, Aditif serta Dominan pada Lokus Hemoglobin Terhadap Produksi Telur Ayam Arab Rataan Produksi dan Bobot Telur Ayam Arab Silver dan Golden Rataan Produksi dan Bobot Telur Ayam Arab pada Suhu Kandang Berbeda Rataan Produksi Telur Ayam Arab pada Jarak Tulang Pubis Berbeda Kualitas Eksternal Telur Ayam Arab pada Suhu Kandang Berbeda Rataan Indeks dan Bobot Telur Ayam Arab dengan Jarak Pubis yang Berbeda... 30

11 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Ayam Arab Silver Jantan (Kiri) dan Ayam Arab Golden Betina (Kanan) Skema Pengambilan Data Penelitian Proses Pencucian Sel Darah Merah Skema Proses Elektroforesis (PAGE) Tipe Fenotipe Hemoglobin pada Ayam Kampung, Ayam Bangkok, dan Ayam Pelung Contoh Tipe Pita Hb Ayam Arab Berdasarkan Teknik PAGE Rekonstruksi Tipe Pita Hb Ayam Arab Berdasarkan Teknik PAGE Pembentukan Kerabang Telur dalam Uterus... 29

12 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Perhitungan Frekuensi Alel pada Lokus Hemoglobin Perhitungan Frekuensi Genotipe pada Lokus Hemoglobin Perhitungan Nilai Heterozigositas pada Lokus Hemoglobin Perhitungan Produksi Telur Berdasarkan Genotipe Lokus Hemoglobin Perhitungan Point of Origin (O) dan Genotypic Value Perhitungan Nilai Tengah Genotipe (m) dan Nilai Tengah Nyata (M) Perhitungan Nilai Efek Gen terhadap Produksi Telur Perhitungan Nilai Pemuliaan dan Pengaruh Ragam Genetik, Aditif serta Dominan pada Lokus Hemoglobin Terhadap Produksi Telur Ayam Arab Uji t Rataan Produksi Telur Ayam Arab Silver dengan Ayam Arab Golden Uji t Rataan Bobot Telur Ayam Arab Silver dengan Ayam Arab Golden Uji t Rataan Produksi Telur Ayam Arab pada Suhu Kandang Berbeda Uji t Rataan Bobot Telur Ayam Arab pada Suhu Kandang Berbeda Uji t Rataan Produksi Telur Ayam Arab pada Jarak Pubis Berbeda Perhitungan Persentase Kualitas Eksternal Telur Ayam Arab pada Suhu Kandang Berbeda Uji t Rataan Indeks Telur Ayam Arab dengan Jarak Pubis yang Berbeda Uji t Rataan Bobot Telur Ayam Arab dengan Jarak Pubis yang Berbeda... 45

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Ayam Arab merupakan salah satu jenis unggas yang potensial dikembangkan untuk sumber protein hewani di Indonesia, mengingat ternak ini memiliki potensi sebagai ayam petelur unggul dan memiliki karakteristik telur yang menyerupai ayam lokal. Selain itu, ayam Arab memiliki kemampuan beradaptasi yang cukup tinggi dengan lingkungan Indonesia yang beriklim tropis. Produktivitas suatu ternak tergantung pada faktor genetik dan lingkungan. Pendekatan genetik merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam memperbaiki mutu bibit ayam Arab yang ada di lapangan, karena perbaikan secara genetik cenderung memberikan dampak yang lebih permanen. Salah satu pendekatan yang dapat ditempuh untuk mengeksplorasi faktor genetik adalah melalui analisis pola protein darah hemoglobin dengan metode Polyacrylamid Gel Electrophoresis (PAGE) secara vertikal, yaitu suatu cara analisis kimia yang didasarkan pada gerakan molekul bermuatan di dalam medan listrik yang dipengaruhi oleh ukuran, bentuk, besar muatan, dan sifat kimia dari molekul. Tingkat produktivitas ternak baik bobot badan maupun jumlah telur yang dihasilkan dapat diketahui dengan mengidentifikasi tipe hemoglobin. Hal ini dapat dilakukan karena protein yang terdapat dalam darah merupakan protein fungsional produk ekspresi gen-gen yang tersusun dari DNA (Kimbal, 1994). Pirchner (1981) menyatakan bahwa gen-gen yang mengontrol golongan darah pada ternak unggas berpengaruh terhadap performans sifat tertentu. Pada puyuh telah ditemukan adanya hubungan tipe hemoglobin dengan bobot badan melalui penelitian Maeda et al. (1973). Polimorfisme protein hemoglobin dapat digunakan untuk pendekatan seleksi produksi telur pada unggas air yaitu itik Tegal (Ismoyowati, 2008). Oleh sebab itu, diperlukan informasi mengenai keragaman tipe hemoglobin pada ayam Arab dan mengidentifikasi kemungkinan adanya hubungan antara tipe hemoglobin dengan produksi telur. Tatalaksana pemeliharaan merupakan faktor lingkungan yang menentukan tinggi rendahnya produktivitas ayam. Sistem perkandangan yang baik serta memenuhi syarat teknis akan menjamin pertumbuhan ayam secara wajar dan optimal dan dapat memberikan produksi sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu syarat

14 penting dalam pengelolaan kandang adalah penentuan suhu lingkungan kandang yang tepat bagi setiap ekor ayam. Suhu lingkungan yang sesuai akan meningkatkan produksi telur ayam karena sifat genetik akan muncul secara optimal bila diberikan lingkungan yang optimal pula. Suhu yang terlalu tinggi akan menurunkan produksi telur. Bukan hanya penurunan produktivitas ayam, stres juga mengakibatkan melemahnya sistem kekebalan tubuh ayam bahkan dapat menyebabkan kematian. Interaksi yang baik antara faktor genetik dan faktor lingkungan akan mendukung penampilan fenotipe yang baik pula pada suatu ternak. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik pola hemoglobin darah ayam Arab, kaitan pita hemoglobin dengan produksi telur, produksi telur pada suhu lingkungan kandang yang berbeda, serta produksi telur pada jarak antar tulang pubis yang berbeda. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui karakteristik eksternal telur yang dihasilkan oleh ayam Arab. 2

15 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab Asal Usul Beberapa ayam lokal petelur unggul Eropa, antara lain Bresse di Prancis, Hamburg di Jerman, Mesian di Belanda, dan Braekels di Belgia. Ayam Braekels adalah jenis ayam lokal petelur introduksi yang paling dikenal di Indonesia. Ayam berjengger tunggal ini ditemukan dan diternakkan pertama kali oleh Ulysses Aldrovandi ( ) di Bologna, Italia. Ayam bernama latin Gallus turcicus ini sejak tahun 1599 diberi nama Braekels (Sulandari et al., 2007). Ayam Arab merupakan keturunan ayam Braekel kriel silver. Ayam Arab yang banyak diternakkan di Indonesia merupakan hasil persilangan dengan berbagai jenis ayam, baik ayam lokal maupun ayam ras (Nataamijaya et al., 2003). Ayam Arab pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh bapak Suwarno yang pulang dari ibadah haji di Arab Saudi dengan cara membawa delapan butir telur tetas yang kemudian ditetaskan dan dikembangkan di daerah Batu, Malang, Jawa Timur. Ayam tersebut dibesarkan dan diumbar di pekarangan rumahnya, sehingga ada yang kawin dengan ayam lokal. Produksi telur dari hasil perkawinan silang dengan ayam Arab lebih tinggi dibandingkan dengan telur ayam lokal lainnya (Sulandari et al., 2007). Berbagai alasan muncul berkaitan dengan asal-usul penamaan ayam Arab, selain karena awalnya dibawa dari kepulangan ibadah haji dari tanah Arab, juga karena pejantan memiliki libido (keinginan kawin) yang tinggi dan ayam betinanya memiliki bulu dari kepala sampai leher membentuk jilbab apabila dilihat dari jauh (Natalia et al., 2005). Karakteristik Ayam Arab ada dua jenis, yaitu ayam Arab Silver (braekel kriel silver) dan ayam Arab Golden (braekel kriel gold). Ayam Arab Silver lebih banyak dikenal dan dibudidayakan dibandingkan ayam Arab Golden. Kedua jenis ayam Arab ini dibedakan pada warna bulunya. Ayam Arab Silver mempunyai warna bulu dari kepala hingga leher putih keperakan dan warna bulu badan totol hitam putih/ lurik hitam putih. Adapun ayam Arab Golden memiliki ciri khas warna bulu kepala sampai leher keemasan dan warna bulu badan totol keemasan (Natalia et al., 2005).

16 Sulandari et al. (2007) menyatakan bahwa kedua jenis ayam Arab ini memiliki lingkar mata, kulit, shank, dan paruh berwarna hitam. Bobot badan jantan dewasa sekitar 1,4-2,3 kg dan betina sekitar 0,9-1,8 kg pada ayam Arab Silver sedangkan pada ayam Arab Golden bobot badan jantan dewasa sekitar 1,4-2,1 kg dan betina sekitar 1,1-1,6 kg. Selain itu, menurut Nataamijaya et al. (2003) ayam Arab memiliki sifat kualitatif antara lain berjengger tunggal (single) dan berwarna merah, pial berwarna merah, memiliki warna bulu seragam dengan warna dasar hitam dihiasi dengan warna putih di daerah kepala, leher, dada, punggung dan sayap serta berwarna putih pada paruh, kulit dan sisik kaki. Nataamijaya et al. (2003) menyatakan bahwa ayam Arab adalah ayam tipe ringan karena rataan bobot badan dewasa adalah 2.035,60±115,74 g pada jantan dan 1.324,70±106,47 g pada betina. Karakteristik ayam Arab Silver betina dan ayam Arab Golden betina dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Ayam Arab Silver Betina (Kiri) dan Ayam Arab Golden Betina (Kanan) Kualitas Eksternal Telur Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa definisi kualitas adalah ciri-ciri atau sifat yang sama dari suatu produk yang menentukan derajat kesempurnaan yang akan mempengaruhi penerimaan konsumen. Iskandar (2007) menyatakan bahwa kualitas bagian luar telur terdiri atas ukuran dan bentuk, warna kerabang, permukaan dan ketebalan kerabang, serta porositas dan rengat. Tabel 1 menyajikan performa produksi telur ayam Arab. 4

17 Tabel 1. Performa Produksi Telur Ayam Arab Variabel Performa Produksi telur per 6 bulan periode (%) 51,41±4,61 Bobot telur (g) 34,24±1,38 Fertilitas (%) 69,17±4,25 Daya tetas (%) 74,14±5,16 Warna kerabang telur Putih Umur pertama bertelur (hari) 168,52±3,20 Bobot telur periode awal (g) 27,10±1,61 Indeks telur 0,76±0,04 Sumber: Nataamijaya et al. (2003) Natalia et al. (2005) menyatakan bahwa ayam Arab memiliki produksi telur yang tinggi yaitu mencapai butir per tahun dengan berat telur 42,3 g/butir. Kuning telur lebih besar volumenya, mencapai 53,2% dari total berat telur. Warna kerabang sangat bervariasi yakni putih, kekuningan dan cokelat. Warna kulit yang kehitaman dengan daging yang lebih tipis dibanding ayam Kampung menyebabkan ayam Arab jarang dimanfaatkan sebagai pedaging. Protein Darah Darah tersusun atas plasma dan sel darah. Sel darah mencakup eritrosit, leukosit, dan trombosit (platelet) (Isnaeni, 2006). Unsur sel darah meliputi eritrosit, leukosit dan trombosit tersuspensi didalam plasma (Ganong, 1995). Frandson (1992) menyatakan bahwa plasma darah terdiri dari air sebanyak 92% dan zat-zat lain sebanyak 8%. Zat-zat lain itu 90% berupa protein, 0,9% berupa bahan anorganik, dan sisanya berupa bahan organik bukan protein. Stansfield dan Elrod (2002) menyatakan bahwa protein adalah polimer panjang yang tersusun atas asam-asam amino yang terikat secara kovalen oleh ikatan-ikatan peptide. Protein pada plasma terdiri dari dua jenis utama, yaitu albumin dan globulin, sedangkan protein pada sel darah merah adalah hemoglobin. Card dan Nesheim (1973) menyatakan bahwa darah ayam terdiri dari kira-kira 2,5-3,5 juta/mm 3 eritrosit, tergantung umur dan jenis kelamin. Darah ayam jantan dewasa terdiri atas 500 ribu lebih banyak sel darah merah per mm 3 dibandingkan ayam betina. 5

18 Hemoglobin Sel darah merah atau eritrosit (bahasa Yunani: eritro=merah, sit= sel) adalah sel-sel yang diameter rata-ratanya sebesar 7,5 μ dengan spesialisasi untuk pengangkutan oksigen sel-sel ini merupakan cakram (disk) yang bikonkaf dengan pinggiran sirkuler yang tebalnya 1,5 µ dan pusatnya yang tipis. Cakram bikonkaf tersebut mempunyai permukaan yang relatif luas untuk pertukaran oksigen melintasi membram sel (Frandson, 1992). Eritrosit mengandung hemoglobin, pigmen merah pembawa oksigen dalam sel darah merah yang merupakan senyawa protein, yaitu sekitar 30% volume darah ayam jantan muda atau betina yang sedang bertelur dan sampai 40% pada ayam jantan dewasa (Card dan Nesheim, 1973). Adanya hemoglobin di dalam eritrosit memungkinkan timbulnya kemampuan untuk mengangkut oksigen, serta menjadi penyebab timbulnya warna merah pada darah. Hemoglobin merupakan suatu senyawa organik yang kompleks yang terdiri dari empat pigmen porfirin merah (heme), masing-masing mengandung atom besi ditambah globin, yang merupakan protein globular yang terdiri dari empat rantai asam-asam amino (Frandson, 1992). Guyton (1976) menyatakan bahwa hemoglobin merupakan 90% dari bobot kering eritrosit. Hemoglobin berfungsi sebagai pigmen respirasi darah dan sebagai sistem buffer intrinsik dalam darah. Oksigen dari kapiler paru-paru diikat dan dilepas ke jaringan oleh atom besi. Satu gram hemoglobin dapat membawa 1,34 ml oksigen pada suhu 0 o C dan tekanan 760 nm. Hemoglobin sebelum mengikat oksigen berwarna merah keunguan dan setelah berikatan dengan oksigen menjadi oksihemoglobin berwarna merah cerah. Elektroforesis Harper et al. (1984) menyatakan elektroforesis adalah suatu cara analisis kimia yang didasarkan pada gerakan molekul bermuatan di dalam medan listrik yang dipengaruhi oleh ukuran, bentuk, besar muatan, dan sifat kimia dari molekul. Teknik elektroforesis menurut Stenesh (1983) dapat dibagi menjadi dua, yaitu elektroforesis larutan (moving boundary electrophoresis) dan elektroforesis daerah (zona electrophoresis). Elektroforesis larutan dengan larutan penyangga (buffer) yang mengandung makro molekul ditempatkan di dalam suatu sel tertutup dan dialiri arus listrik. Kecepatan migrasi dari makromolekulnya diukur dengan cara melihat adanya 6

19 pemisahan dari molekul yang terlihat sebagai pita di dalam pelarut. Elektroforesis daerah menggunakan suatu bahan padat sebagai media penunjang dan berisi larutan penyangga. Sampel yang akan dianalisis diletakkan pada media penunjang tersebut dalam bentuk titik atau pita tipis. Teknik elektroforesis gel poliakrilamida telah dikembangkan sejak tahun 1959, menurut Ogita dan Markert (1979) terbukti merupakan metode yang berguna dan berkekuatan untuk memisahkan protein-protein dan asam-asam nukleat. Metode ini relatif sederhana dan murah serta kini masih umum digunakan. Penelitian Tjahjaningsih (1991) dengan menggunakan teknik gel poliakrilamida pada plasma darah, yaitu albumin dan transferin menghasilkan jumlah pita yang lebih banyak dan pola yang lebih bervariasi jika dibandingkan teknik gel pati. Polimorfisme Protein Darah Nicholas (1987) menerangkan bahwa studi polimorfisme protein merupakan studi yang mempelajari karakteristik kimiawi berbagai protein. Perbedaan bentuk setiap protein darah dapat dideteksi dengan membedakan kecepatan gerakannya dalam elektroforesis gel. Molekul yang bermuatan lebih besar akan bergerak lebih cepat dan lebih jauh dalam satuan waktu yang sama. Studi polimorfisme menggunakan teknik-teknik elektroforesis dalam penganalisaannya. Elektroforesis tidak hanya digunakan untuk mendeteksi variasi alel gen suatu individu, tetapi dapat pula digunakan untuk menduga variasi genetik dalam populasi. Warwick et al. (1990) menyatakan bahwa kebanyakan dari polimorfisme protein darah diatur secara genetik oleh pasangan atau rangkaian alel kodominan. Sejumlah besar perbedaan yang diatur secara genetik ditemukan dalam globulin (transferin), albumin, enzim-enzim darah, dan hemoglobin. Perbedaan-perbedaan tersebut menurutnya ditentukan dengan prosedur biokimia antara lain elektroforesis. Secara genetik polimorfisme berguna dalam membantu penentuan asal-usul, menyusun hubungan filogenetis antara spesies-spesies dan bangsa-bangsa atau kelompok-kelompok dalam spesies. Banyak penelitian yang telah dilakukan dalam usaha menentukan hubungan antara perbedaan biologis atau polimorfisme dengan sifat-sifat produksi dari hewan-hewan pertanian. Apabila keeratan hubungan itu dapat ditemukan dan merupakan sifat khas dari seluruh populasi, maka dapat digunakan untuk indikator seleksi produktivitas. 7

20 Polimorfisme Protein Darah Hemoglobin Polimorfisme protein hemoglobin berkaitan dengan perbedaan asam amino penyusun protein globin yang terletak pada jumlah asam amino residu (Stevens, 1991). Protein darah dihasilkan melalui proses transkripsi DNA (asam dioksiribonukleat) dan translasi RNA (asam ribonukleat). Susunan asam amino dan jumlah protein dalam darah sangat ditentukan oleh gen-gen yang mengkodenya (Frandson, 1992). Mekanisme sintesa protein hemoglobin diturunkan dari tetua kepada keturunannya yang diatur secara genetis dan berhubungan dengan penggolongan jenis hemoglobin seperti pada manusia (Harper et al., 1984). Hemoglobin berhubungan dengan golongan darah karena penggolongan darah dilakukan berdasarkan perbedaan antigen pada sel darah merah atau eritrosit dan eritrosit berhubungan dengan hemoglobin (Stevens, 1991). Hasil elektroforesis pada penelitian Johari et al. (2008) menunjukkan bahwa hemoglobin terletak pada kisaran berat molekul dalton. Hasil pengamatan pita protein menunjukkan bahwa lokus hemoglobin dikontrol oleh 2 alel, yaitu Hb A dan Hb B. Frekuensi gen pada alel Hb A ayam Kedu bulu hitam daging hitam (HH) adalah 0,9; sedangkan bulu hitam daging putih (HP) dan bulu putih daging putih (PP) masing-masing 1,0. Frekuensi gen pada alel Hb B ayam Kedu HH sebesar 0,1; sementara itu HP dan PP sebesar 0 atau tidak memiliki alel Hb B. Hasil perhitungan total frekuensi gen alel Hb A adalah 0,967, sedangkan alel Hb B sebesar 0,033. Lokus protein hemoglobin pada itik Tegal diperoleh tiga alel yang kombinasinya membentuk enam macam genotipe, yaitu Hb AA, Hb AB, Hb AC, Hb BB, Hb BC dan Hb CC dengan frekuensi alel masing-masing yaitu 0,40; 0,45; dan 0,15. Genotipe Hb AA memiliki potensi produksi telur tertinggi dibandingkan genotipe lainnya (Ismoyowati, 2008). Produksi telur merupakan hasil dari aksi gen dalam jumlah yang besar melalui proses biokimia yang dikontrol oleh beberapa anatomi dan fisiologi dalam tubuh dengan tidak mengesampingkan kondisi lingkungan sekitar (nutrisi, pencahayaan, suhu, air, dan bebas dari penyakit). Beberapa gen yang mengontrol semua proses yang berhubungan dengan produksi telur mengikuti ekspresi ayam secara penuh pada potensi genetiknya (Fairfull dan Gowe, 1990). 8

21 METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam, pengumpulan telur dan pengambilan darah dilaksanakan di kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, sedangkan analisis darah dilaksanakan di Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai bulan Januari Materi Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam Arab betina dewasa sebanyak 30 ekor terdiri dari 22 ekor ayam Arab Golden dan 8 ekor ayam Arab Silver. Seluruh ayam Arab ini merupakan hasil seleksi dari 134 ekor dan telah memasuki masa produksi. Ayam Arab diseleksi dan dikelompokkan berdasarkan ukuran jarak tulang pubis, yaitu ukuran jarak tulang pubis lebar antara 3-4 jari orang dewasa (3,46-4,33 cm), sedang antara 2-2,5 jari orang dewasa (2,30-2,86 cm) dan sempit antara 1-2 jari orang dewasa (1,07-2,30 cm). Bahan yang digunakan untuk pemeliharaan ayam Arab yaitu pakan, vitamin, vaksin dan air minum. Pakan yang digunakan yaitu pakan komplit ayam petelur dewasa umur 19 minggu produksi 65% dengan merk dagang Gold Coin 105-M. Kandungan nutrien pakan disajikan pada Tabel 2. Bahan yang digunakan untuk persiapan sampel darah adalah EDTA, alkohol 70% dan larutan garam natrium fisiologis 0,9%. Bahan yang digunakan untuk analisis protein hemoglobin darah adalah akrilamid, N,N -Metilen-diakrilamid (C 7 H 10 N), gliserin, Tris (Hidroksimetil)-aminometan, HCl 1N, amonium peroksodisulfat, temed (N,N,N N -Tetrameliletilen-diamin), glisin, brompenol blue, asam trikloroacetic, metanol, asam asetat, Ponceau S., dan aquadestilata. Peralatan yang digunakan untuk pemeliharaan selama pencatatan produksi telur yaitu kandang individu berukuran 30x20x25 cm, tempat pakan, tempat minum, dan termometer. Peralatan yang digunakan untuk pengamatan kualitas eksternal telur adalah lembar data, alat tulis, jangka sorong, timbangan analitik, dan alat hitung. Peralatan yang digunakan untuk pengambilan dan persiapan sampel darah adalah alat suntik 2,5 ml, tabung eppendorf 2,5 ml, termos es, kapas, alat pemusing

22 (centrifuge 5415 R), dan lemari pendingin. Adapun peralatan yang digunakan dalam analisis hemoglobin adalah timbangan analitik Sartorius Universal model U4800P, gelas ukur, cawan petri, spatula, magnetic strirrer, gelas erlenmeyer, pipet Hamilton 2,5 μ l, tip, oven, inkubator, sarung tangan karet dan seperangkat alat elektroforesis yang terdiri dari cetakan gel, bak, voltage/current regulator Kayagaki model PS-300 dan voltage regulator model EC-458. Tabel 2. Kandungan Nutrien Pakan Ayam Arab Nutrien Persentase (%) Kadar Air 13 Protein Kasar Serat Kasar 6 Lemak 3 Abu 14 Phosfor 0,6-1,0 Kalsium 3,0-4,2 Sumber :PT Gold Coin Indonesia (2010) Prosedur Persiapan Kandang dan Pemeliharaan Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan persiapan meliputi pembersihan, pengapuran dan penyemprotan desinfektan ke seluruh bagian kandang. Kandang individu dipersiapkan untuk masing-masing ayam Arab. Penentuan letak kandang masing-masing ayam Arab dilakukan secara acak dan untuk memudahkan pencatatan masing-masing kandang individu diberi tanda sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Perlakuan suhu kandang yang diberikan selama pemeliharaan dibedakan berdasarkan suhu kandang, yaitu kandang dengan suhu lingkungan sekitar 25 o C (21-29 o C) dan kandang dengan suhu panas sekitar 30 o C (24-32 o C). Kandang dengan suhu lingkungan (± 25 o C) terdiri dari 15 ekor ayam Arab Golden (3 ekor dengan jarak tulang pubis lebar, 6 ekor dengan jarak tulang pubis sedang, dan 6 ekor dengan jarak tulang pubis sempit) dan 5 ekor ayam Arab Silver dengan jarak tulang pubis lebar. Kandang dengan suhu panas (± 30 o C) terdiri dari 7 ekor ayam Arab Golden (3 ekor dengan jarak tulang pubis lebar, 2 ekor 10

23 dengan jarak tulang pubis sedang, dan 2 ekor dengan jarak tulang pubis sempit) dan 3 ekor ayam arab Silver ( 1 ekor dengan jarak tulang pubis lebar, 1 ekor dengan jarak tulang pubis sedang dan 1 ekor dengan jarak tulang pubis sempit). Pakan dan minum diberikan ad libitum. Pengumpulan telur dilakukan setiap pagi dan sore hari dan dicatat secara individual selama 20 hari. Skema pengambilan data penelitian dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 2. Jarak Tulang Pubis Suhu Kandang Elektroforesis (Hb) Stok 134 ekor Lebar S= 6 ekor G= 6 ekor Lingkungan S= 5 ekor G= 3 ekor Panas S= 1 ekor G= 3 ekor 8 ekor 4 ekor Seleksi 30 ekor Sedang S= 1 G= 8 ekor Lingkungan S= 0 ekor G= 6 ekor Panas S= 1 ekor G= 2 ekor 6 ekor 3 ekor Sempit S= 2 ekor G= 7 ekor Lingkungan S= 0 ekor G= 6 ekor Panas S= 2 ekor G= 1 ekor 6 ekor 3 ekor Produksi Telur Keterangan: S= Silver, G= Golden Gambar 2. Skema Pengambilan Data Penelitian Produksi Telur Telur yang dihasilkan oleh ayam Arab dianalisis menggunakan uji t berdasarkan jenis ayam Arab (Silver dan Golden), perbedaan jarak antar tulang pubis (lebar, sedang, dan sempit), dan perbedaan suhu kandang (suhu lingkungan ± 25 o C dan suhu panas ± 30 o C). Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis ayam 11

24 Arab terhadap produksi telur, pengaruh jarak antar tulang pubis yang berbeda terhadap produksi telur, dan pengaruh suhu kandang yang berbeda terhadap produksi telur. Elektroforesis protein hemoglobin dilakukan pada 30 sampel darah ayam Arab. Hasil elektroforesis ini dianalisis dan kemudian dikaitkan dengan produksi telur yang dianalisis secara deskriptif berdasarkan pola protein hemoglobin yang muncul. Pengamatan Kualitas Eksternal Telur Pengamatan kualitas eksternal dilakukan pada setiap telur yang dikumpulkan selama 20 hari. Pengamatan ini mencakup ukuran telur, indeks telur, dan tampilan telur. Ukuran telur yang meliputi panjang dan lebar telur dengan menggunakan jangka sorong. Indeks telur dihitung dari perbandingan antara lebar dan panjang telur. Tampilan telur meliputi bentuk telur, warna kerabang, permukaan dan kebersihan kerabang, serta keutuhan telur yang dilihat dari eksterior. Hasil pengamatan kemudian dicatat dalam tabel pengamatan dan kemudian dilanjutkan dengan analisis data. Pengambilan dan Persiapan Sampel Darah Sampel darah diambil dari pembuluh vena bagian dalam sayap masingmasing individu ayam sebanyak 2 ml dengan menggunakan alat suntik (spuit) kemudian dimasukkan ke dalam tabung sampel yang telah berisi EDTA sebagai anti koagulan. Setelah itu tabung sampel dimasukkan ke dalam termos es yang berisi es. Darah ini kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 5 menit untuk memisahkan plasma dengan butir-butir eritrosit. Plasma darah yang telah terpisah dari sel darah merah diambil dengan menggunakan pipet. Pencucian sel darah merah dilakukan berdasarkan metode yang dilakukan oleh Sutopo et al. (2001) dengan modifikasi, yaitu dengan menambahkan larutan NaCl 0,9% sebanyak 1 ml ke dalam sel darah merah yang telah dipisahkan dari plasma dan dihomogenkan. Selanjutnya disentrifugasi kembali dengan kecepatan 8000 rpm selama 5 menit. Proses pencucian dilakukan tiga kali berturut-turut. Setelah proses pencucian, sel darah merah disimpan pada suhu 4 o C sampai dilakukan pemisahan protein. Proses pencucian sel darah merah dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 3. 12

25 2 ml darah ayam dalam tabung Plasma dipindahkan ke tabung lain centrifuge 8000 rpm, 5 min Bagian endapan (sel darah merah) + NaCl fisiologis ± 1 ml Dihomogenkan centrifuge 8000 rpm, 5 min Buang bagian supernatan Teknik Elektroforesis Gambar 3. Proses Persiapan Sampel Darah (Modifikasi: Sutopo et al., 2001) Sel darah merah kemudian dianalisis menggunakan metode PAGE (Polyacrilamide Gel Electrophoresis) yang dipasang secara vertikal menurut metode Ogita dan Markert (1979). Pita-pita hasil elektoforesis yang diamati adalah hemoglobin (Hb). Bahan yang digunakan terdiri atas bahan larutan gel pemisah dan larutan gel penggertak. Komposisi bahan untuk larutan gel pemisah dan larutan gel penggertak berdasarkan petunjuk Gahne et al. (1977). Pembuatan Campuran Larutan Kimia untuk Elektroforesis Bahan gel pemisah (I): Simpan pada suhu 4 o C Bahan IA: akrilamid 39 g, bis 1 g, gliserin 20 ml, ditambah H 2 O sampai 100 ml. Bahan IB: tris 9,15 g, HCl 1N 3 ml ditambah H 2 O sampai 100 ml. Bahan IC: amonium peroksodisulfat 0,2 g, ditambah H 2 O sampai 100 ml. Bahan ID: temed 0,4 ml ditambah H 2 O sampai 100 ml. Bahan gel penggertak (II): Bahan IIA: akrilamid 38 g, bis 2 g, gliserin 20 ml, ditambah H 2 O sampai 100 ml. 13

26 Bahan IIB: tris 1,5 g, HCl 1N 1 ml ditambah H 2 O sampai 100 ml. Bahan IIC: amonium peroksodisulfat 0,4 g, ditambah H 2 O sampai 100 ml. Bahan IID: temed 0,2 ml ditambah H 2 O sampai 100 ml. Bahan penyangga elektrode (IIIA): Tris 1,5 g, glisin 7,2 g, ditambah H 2 O sampai 1000 ml. Bahan indikator contoh (IVA): Tris HCl 0,5 M penyangga ph 6,8 25 ml dilarutkan dalam 40 ml gliserin, bromphenol blue 0,01% 20 ml dan H 2 O 15 ml. Bahan Pewarna: Untuk penentuan protein hemoglobin digunakan Trichloroacetic acid 5% dan Ponceau S 0,5% dalam H 2 O Bahan pencuci: H 2 O 800 ml, metanol 150 ml dan asam asetat 50 ml. Pembuatan Gel Elektroforesis Gel elektroforesis terdiri dari dua larutan yaitu larutan gel pemisah dan penggertak. Larutan gel pemisah untuk analisis sel darah merah dibuat 8% akrilamid dengan mencampurkan larutan IA, IB, IC, ID dan H 2 O masing-masing sebanyak 4; 5; 5; 2,5; dan 3,5 ml. Larutan gel pemisah tersebut dimasukkan ke dalam cetakan gel yang terdiri dari dua lempengan kaca yang telah diberi pembatas untai silinder plastik dan dijepit. Larutan dimasukkan dengan pipet sampai ketinggian tertentu untuk menyisakan ruang gel penggertak. Larutan gel penggertak untuk analisis sel darah merah merupakan larutan dengan persentase gel 5% yang dibuat dengan cara mencampurkan larutan IIA, IIB, IIC, IID, dan H 2 O masing-masing sebanyak 1,25; 2,5; 2,5; 12,5; dan 2,5 ml, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan gel setelah gel pemisah terbentuk sampai ujung bagian atas kaca yang membentuk lengkungan dan dimasukkan sisir sebagai pencetak tempat sampel sebelum gel membeku. Penetesan Sampel dan Running Alat elektroforesis disiapkan, slab dipasang pada bak yang telah diberi larutan penyangga elektrode, kemudian cetakan sisir dibuka setelah larutan penyangga 14

27 elektrode diisi pada bak bagian atas hingga masuk ke dalam celah-celah wadah tersebut. Sampel darah yang sudah siap dibiarkan mencair terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam tempat sampel dalam gel dengan menggunakan pipet Hamilton yang sebelumnya dicampur dengan larutan indikator (larutan IVA) pada lubanglubang cooke microtiter. Sampel sel darah merah sebanyak 2,5 μ l dicampur dengan larutan indikator sebanyak 2,5 μ l. Alat elektroforesis tersebut dihubungkan dengan Voltage/Current regulator dengan arus ma (constant current), tegangan 100 volt dengan waktu running selama satu jam. Teknik Pewarnaan dan Pencucian Setelah running selesai, slab dipindahkan dari alat elektroforesis, gel dilepaskan dari kaca dan dimasukkan ke dalam larutan pewarna selama 15 menit, untuk mencegah penguapan selama pewarnaan, wadah berisi gel ditutup dengan kertas aluminium. Larutan pewarna diganti dengan larutan pencuci. Apabila bagian gel yang tidak mengandung darah masih belum kembali bening, larutan pencuci harus diganti lagi hingga pola hemoglobin terlihat jelas. Proses elektroforesis secara skematis dapat dilihat pada Gambar 4. Persiapan Elektroforesis Pembuatan Buffer Persiapan Sampel Darah Pembuatan Gel Akrilamid -Running Gel -Stacking Gel Dropping Sampel Proses Elektroforesis Pewarnaan Pencucian Identifikasi Pita Protein Gambar 4. Skema Proses Elektroforesis (PAGE) (Modifikasi: Ogita dan Markert, 1979) 15

28 Analisis Hasil Elektroforesis Analisis pola pita lokus hemoglobin pada ayam Arab, diilustrasikan seperti pada Gambar 5 yang mengacu pada penelitian mengenai studi banding karakteristik tipe hemoglobin darah ayam Kampung, ayam Bangkok dan ayam Pelung, dan hubungannya dengan bobot badan oleh Prihantina (1992). Keterangan: M= mayor, m= minor Gambar 5. Tipe Fenotipe Hemoglobin pada Ayam Kampung, Ayam Bangkok, dan Ayam Pelung (Sumber: Prihantina, 1992) Hasil elektroforesis dalam penentuan pita protein pada lokus Hb diperoleh dengan migrasi sel darah merah daerah mayor dengan mobilitas yang lambat dan daerah minor dengan mobilitas yang cepat. Tipe Hb AA memiliki pita mayor dan hanya memiliki satu pita minor (m 1 ). Tipe Hb AB memiliki pita mayor dan dua pita minor (m 1 dan m 2 ). Tipe Hb BB memiliki pita mayor dan satu pita minor (m 2 ). Tipe Hb ABX memiliki pita mayor dan tiga pita minor (m 1, m 2, dan m 3 ). Pola hemoglobin yang telah didapat dikaitkan dengan produksi telur. Analisis Deskriptif Analisis Data Analisis deskriptif ditujukan untuk menghitung rataan produksi telur pada masing-masing kandang yang diberi perlakuan suhu. Analisis ini dilakukan dengan menghitung nilai rataan (X), simpangan baku (Sb) dan koefisien keragaman (KK) dengan prosedur statistik sebagai berikut (Gaspersz, 1992) : X = Sb = ( ) KK(%) = 100% 16

29 Keterangan : X = rataan Sb X n = simpangan baku = ukuran ke-i peubah ke-x = jumlah individu KK = koefisien keragaman Analisis dengan Uji t Data hasil penelitian dianalisis dengan Uji t untuk melihat perbedaan rataan produksi telur ayam Arab antar suhu dan jarak pubis. Uji t menurut Walpole (1995) sebagai berikut : (X X ) d t = 1 S n + 1 n Keterangan : t = nilai t hitung X = rataan sampel kelompok 1 X = rataan sampel kelompok 2 Sp = simpangan baku n 1 = jumlah sampel kelompok 1 n 2 = jumlah sampel kelompok 2 Frekuensi Alel Frekuensi alel merupakan rasio relatif suatu alel terhadap keseluruhan alel pada suatu lokus dalam populasi. Frekuensi alel dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Nei dan Kumar, 2000): X 2 n + n 2N Keterangan : X i = frekuensi alel ke-i n ii n ij N = jumlah individu yang bergenotipe ii = jumlah individu yang bergenotipe ij = jumlah individu yang diamati 17

30 Frekuensi Genotipe Frekuensi genotipe merupakan rasio dari jumlah suatu genotipe terhadap jumlah populasi. Frekuensi genotipe dihitung menggunakan rumus Nei dan Kumar (2000) sebagai berikut: X = n N Keterangan : X ii = frekuensi genotipe ke-ii n ii N = jumlah individu yang bergenotipe ii = jumlah individu yang diamati Heterozigositas Tingkat keragaman genetik dalam sebuah populasi diukur dengan rata-rata keanekaragaman gen yang disebut dengan heterozigositas dengan rumus sebagai berikut (Weir, 1996): h = N N Keterangan : h = nilai heterozigositas N 1ij = jumlah individu heterozigot pada lokus ke-i N = jumlah individu yang diamati Efek Gen Pengaruh masing-masing gen terhadap sifat produksi telur dihitung menurut petunjuk Pirchner (1981) sebagai berikut: = q[a + d(q p)] = p[a + d(q p)] Keterangan : α 1 = efek gen A α 2 a d p q = efek gen B = nilai genotipe AA = nilai genotipe AB = frekuensi alel A = frekuensi alel B 18

31 Nilai Pemuliaan Nilai pemuliaan adalah nilai yang berhubungan dengan gen-gen yang dibawa individu dan diwariskan kepada keturunannya. Nilai ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Pirchner, 1981): AA = 2 = 2 (1 q) AB = + = (1 2q) BB = 2 = 2q Keterangan : α 1 = efek gen A α 2 p q = efek gen B = frekuensi alel A = frekuensi alel B 19

32 HASIL DAN PEMBAHASAN Polimorfisme Protein Darah Hemoglobin Keragaman genetik pada lokus hemoglobin (Hb) diperoleh dari keragaman migrasi protein sel darah merah pada daerah minor hasil elektroforesis. Maeda et al. (1975) mengemukakan bahwa hasil elektroforesis dalam penentuan pita protein pada lokus Hb diperoleh dengann migrasi sel darah merah daerah mayor dengan mobilitas yang lambat dan daerah minor dengan mobilitas yang cepat. Berdasarkan hasil analisis, pita protein darah yang diamati yaitu hemoglobin (Hb) disajikan pada Gambar 6 dan 7. (-) (+) Keterangan: M=mayor, m=minor Gambar 6. Contoh Tipe Pita Hb Ayam Arab Berdasarkan Teknik PAGE (-) (+) Keterangan: M=mayor, m=minor Gambar 7. Rekonstruksi Tipe Pita Hb Ayam Arab Berdasarkan Teknik PAGE Gambar 6 dan 7 memperlihatkan lokus Hb dikontrol oleh 2 alel, yaitu Hb A dan Hb B sehingga kombinasinya diperoleh tiga macam genotipe, yaitu Hb AA, Hb AB,

33 dan Hb BB. Komponen pita mayor dimiliki oleh setiap tipe. Komponen yang membedakan ketiga tipe tersebut adalah komponen pita minor yang dikandungnya. Genotipe yang ditemukan pada penelitian ini adalah Hb AA dan Hb AB, sedangkan Hb BB tidak ditemukan pada lokus hemoglobin ayam Arab. Hal ini dapat disebabkan oleh jumlah sampel yang sedikit, sehingga genotipe Hb BB tidak terwakili dalam penelitian ini. Hasil analisis frekuensi alel, frekuensi genotipe, dan nilai heterozigositas pada lokus hemoglobin ayam Arab disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Frekuensi Alel, Frekuensi Genotipe, dan Nilai Heterozigositas pada Lokus Hemoglobin Frekuensi Genotipe Frekuensi Alel Nilai Jenis Ayam Arab n AA AB BB A B Heterozigositas Silver 8 0,50 0,50 0 0,75 0,25 0,5 Golden 22 0,36 0,64 0 0,68 0,32 0,64 Total Ayam Arab * 30 0,4 0,6 0 0,70 0,30 0,6 Keterangan: * = dihitung dari seluruh ayam Arab penelitian tanpa dibedakan jenisnya Frekuensi alel tertinggi pada lokus hemoglobin terdapat pada alel A baik pada ayam Arab Silver, ayam Arab Golden, maupun total populasi keduanya pada penelitian ini. Johari et al. (2008) menemukan bahwa alel A mempunyai frekuensi tertinggi pada lokus Hb darah ayam Kedu bulu hitam daging hitam, bulu hitam daging putih, dan bulu putih daging putih, yaitu masing-masing 0,9; 1; dan 1. Frekuensi alel ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu seleksi, mutasi, pencampuran populasi, silang dalam (inbreeding) dan silang luar (outbreeding), serta genetic drift atau perubahan frekuensi alel yang mendadak (Noor, 2008). Frekuensi genotipe tertinggi terdapat pada genotipe AB, jika dibandingkan dengan genotipe AA, sehingga diperoleh nilai heterozigositas lokus hemoglobin sebesar 0,6 (Tabel 3). Hal ini mencerminkan adanya polimorfik yang tinggi untuk lokus hemoglobin pada ayam Arab yang disebabkan oleh perkawinan yang tidak terkontrol, sehingga masih memungkinkan untuk dilakukannya seleksi pada populasi tersebut. Menurut Baker dan Manwell (1986), bahwa tingginya heterozigositas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain overdominan (heterosis positif), perbedaan frekuensi gen antara jantan dan betina, perkawinan yang tidak terpilih (assortatif mating). Nilai heterozigositas yang tinggi dapat menguntungkan karena 21

34 makin jauh hubungan kekerabatannya maka kemungkinan terjadinya inbreeding makin kecil dan kemungkinan alel resesif yang dapat membawa cacat juga rendah. Hubungan Tipe Hemoglobin dengan Produksi Telur Produksi telur berdasarkan genotipe lokus hemoglobin serta efek gen terhadap produksi telur disajikan pada Tabel 4. Rataan produksi telur pada ayam Arab Golden dan juga pada total populasi keduanya menunjukkan bahwa genotipe AA mengekspresikan potensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe AB yaitu 12 butir/ekor/20 hari, kecuali pada ayam Arab Silver yang menunjukkan genotipe AB mengekspresikan potensi yang sedikit lebih tinggi dibandingkan genotipe AA (Tabel 4). Tingginya nilai produksi telur ayam Arab Silver dengan genotipe heterozigot Hb AB dibandingkan dengan produksi telur ayam yang memiliki genotipe homozigot Hb AA diduga karena adanya interaksi gen yang bersifat over dominan, sehingga dalam keadaan heterozigot produksi telur ayam Arab lebih tinggi daripada ayam dengan genotipe homozigot. Pirchner (1981) menyatakan sifat kuantitatif dipengaruhi oleh banyak gen (poligenik), interaksi gen satu dengan yang lainnya ada yang bersifat over dominan sehingga pemunculannya menekan pengaruh gen yang lain. Tabel 4. Produksi Telur Berdasarkan Genotipe Lokus Hemoglobin serta Efek Gen Terhadap Produksi Telur Selama 20 Hari Fenotipe Produksi Telur (Butir) Ayam Arab Silver Hemoglobin Ayam Arab Golden Total Ayam Arab * AA 11 (n=4) 12 (n=8) 12 (n=12) AB 12 (n=4) 9 (n=14) 9 (n=18) BB O (Point of Origin) 5,5 6 6 m (Nilai Tengah Genotipe) 5,19 3,47 3,66 M (Nilai Tengah Nyata) 10,69 9,47 9,66 Efek Gen α 1 (A) 0,56 1,57 1,44 α 2 (B) -1,69-3,35-3,36 Keterangan: * = dihitung dari seluruh ayam Arab penelitian tanpa dibedakan jenisnya 22

35 Berdasarkan hasil perhitungan efek atau pengaruh rata-rata gen diperoleh gen A (α 1) yang berpengaruh secara genetik meningkatkan produksi telur, sedangkan gen B (α 2) berpengaruh terhadap penurunan produksi telur (Tabel 4). Hb AA mengandung dua gen A yang berpengaruh meningkatkan produksi telur, sedangkan Hb AB mengandung gen A dan gen B yang berpengaruh menurunkan produksi telur, sehingga dalam keadaan homozigot Hb AA memiliki potensi produksi telur yang lebih tinggi dibandingkan Hb AB. Apabila dalam populasi terjadi peningkatan atau bertambahnya gen A maka nilai tengah genotipe populasi (m) akan berubah sebesar α 1 (0,56, 1,57, dan 1,44), sedangkan bila terjadi penambahan gen B maka nilai tengah genotipe (m) populasi akan berkurang sebesar α 2 (1,69, 3,35, dan 3,36). Nilai pemuliaan adalah nilai yang berhubungan dengan gen-gen yang dibawa individu dan diwariskan kepada keturunannya. Pengaruh masing-masing gen tidak dapat diukur, sehingga nilai pemuliaan selalu dinyatakan sebagai jumlah pengaruh rata-rata semua gen yang dimiliki yang mempengaruhi sifat yang diperhatikan (Pirchner, 1981), dalam hal ini sifat produksi telur. Nilai pemuliaan pada lokus hemoglobin disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Pemuliaan dan Pengaruh Ragam Genetik, Aditif serta Dominan pada Lokus Hemoglobin Terhadap Produksi Telur Ayam Arab Fenotipe Nilai Pemuliaan Ayam Arab Silver Hemoglobin Ayam Arab Golden Total Ayam Arab * AA 1,12 3,14 2,88 AB -1,13-1,78-1,92 BB -3,38-6,7-6,72 Total ragam aditif 1,90 10,53 9,68 Total ragam dominan 5,94 1,70 1,59 Total ragam genetik 7,84 12,24 11,26 Keterangan: * = dihitung dari seluruh ayam Arab penelitian tanpa dibedakan jenisnya Hasil perhitungan nilai pemuliaan diperoleh bahwa ayam Arab dengan genotipe homozigot AA memiliki nilai pemuliaan yang lebih tinggi dibandingkan genotipe lain. Nilai pemuliaan yang diperoleh menunjukkan bahwa genotipe AA memiliki potensi genetik yang lebih tinggi untuk diwariskan kepada keturunannya. 23

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Arab

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Arab TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab Asal Usul Beberapa ayam lokal petelur unggul Eropa, antara lain Bresse di Prancis, Hamburg di Jerman, Mesian di Belanda, dan Braekels di Belgia. Ayam Braekels adalah jenis ayam

Lebih terperinci

20,0 ml, dan H 2 O sampai 100ml. : Tris 9,15 gram; HCl 3ml, dan H 2 O sampai 100ml. : ammonium persulfat dan 0,2 gram H 2 O sampai 100ml.

20,0 ml, dan H 2 O sampai 100ml. : Tris 9,15 gram; HCl 3ml, dan H 2 O sampai 100ml. : ammonium persulfat dan 0,2 gram H 2 O sampai 100ml. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Contoh darah diambil dari koleksi contoh yang tersedia di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Ternak Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Ayam lokal di Indonesia telah lama dikembangkan oleh masyarakat Indonesia dan biasanya sering disebut dengan ayam buras. Ayam buras di Indonesia memiliki perkembangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab Berbagai alasan muncul berkaitan dengan asal-usul penamaan ayam Arab. Beberapa sumber mengatakan bahwa asal mula disebut ayam Arab karena awalnya dibawa dari kepulangan ibadah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian produksi telur ayam Arab dilaksanakan di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (Blok B), sedangkan penelitian kualitas internal

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

STUDI POLIMORFISME PROTEIN DARAH DAN KARAKTERISTIK GENETIK EKSTERNAL AYAM ARAB PERIODE PRODUKSI SKRIPSI DESI ARYANTI

STUDI POLIMORFISME PROTEIN DARAH DAN KARAKTERISTIK GENETIK EKSTERNAL AYAM ARAB PERIODE PRODUKSI SKRIPSI DESI ARYANTI STUDI POLIMORFISME PROTEIN DARAH DAN KARAKTERISTIK GENETIK EKSTERNAL AYAM ARAB PERIODE PRODUKSI SKRIPSI DESI ARYANTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2012. Pemeliharaan burung merpati dilakukan di Sinar Sari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Pengamatan profil darah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi Pasundan merupakan sapi lokal di Jawa Barat yang diresmikan pada tahun 2014 oleh Menteri pertanian (mentan), sebagai rumpun baru berdasarkan SK Nomor 1051/kpts/SR.120/10/2014.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di kandang ayam petelur Varia Agung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di kandang ayam petelur Varia Agung III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di kandang ayam petelur Varia Agung Jaya Farm, Desa Varia Agung, Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengararuh pemberian ransum dengan suplementasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengararuh pemberian ransum dengan suplementasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang pengararuh pemberian ransum dengan suplementasi tepung ceker ayam terhadap kadar kolesterol dan Asam lemak pada kuning telur

Lebih terperinci

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur. 23 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan terhadap sifat rontok bulu dan produksi telur dilakukan sejak itik memasuki periode bertelur, yaitu pada bulan Januari 2011 sampai Januari 2012.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul performans darah kambing peranakan ettawa dara

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul performans darah kambing peranakan ettawa dara 11 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian yang berjudul performans darah kambing peranakan ettawa dara yang diberi ransum dengan tambahan urea yang berbeda ini telah dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober sampai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Domba Indocement Citeureup, Bogor selama 10 minggu. Penelitian dilakukan pada awal bulan Agustus sampai pertengahan bulan Oktober

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ransum dengan suplementasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ransum dengan suplementasi 35 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang pengaruh pemberian ransum dengan suplementasi tepung kaki ayam broiler terhadap ketebalan kerabang, kadar protein dalam

Lebih terperinci

POLIMORFISME PROTEIN DARAH AYAM KEDU [Blood Protein Polymorphism of Kedu Chicken]

POLIMORFISME PROTEIN DARAH AYAM KEDU [Blood Protein Polymorphism of Kedu Chicken] POLIMORFISME PROTEIN DARAH AYAM KEDU [Blood Protein Polymorphism of Kedu Chicken] S. Johari, Sutopo, E. Kurnianto dan E. Hasviara Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Kampus drh. Soejono Koesoemowardojo-Tembalang,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B dan analisis plasma di Laboratorium Nutrisi Ternak Kerja dan Olahraga Unit

Lebih terperinci

BAB III MATERI METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam

BAB III MATERI METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam 17 BAB III MATERI METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam Ransum terhadap Kadar Hemoglobin, Jumlah Eritrosit dan Leukosit Puyuh Jantan dilaksanakan pada bulan Juni- Juli

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Terisi secara geografis terletak pada 108 o o 17 bujur

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Terisi secara geografis terletak pada 108 o o 17 bujur IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Terisi secara geografis terletak pada 108 o 04-108 o 17 bujur timur dan 6 o 36-6 o 48 lintang selatan memiliki luas wilayah 174,22

Lebih terperinci

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN WAFIATININGSIH 1, IMAM SULISTYONO 1, dan RATNA AYU SAPTATI 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

KERAGAMAN DAN JARAK GENETIK KUDA BERDASARKAN ANALISIS ELEKTROFORESIS POLIMORFISME PROTEIN DARAH

KERAGAMAN DAN JARAK GENETIK KUDA BERDASARKAN ANALISIS ELEKTROFORESIS POLIMORFISME PROTEIN DARAH 45 KERAGAMAN DAN JARAK GENETIK KUDA BERDASARKAN ANALISIS ELEKTROFORESIS POLIMORFISME PROTEIN DARAH Pendahuluan Pemanfaatan teknologi molekuler berdasarkan penanda immunogenetik dan biokimia, pada saat

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di kandang peternak di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di kandang peternak di 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di kandang peternak di Desa Kedu Temanggung dan pada bulan April 2016 di kandang unggas Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Pengaruh Penggunaan Talas (Colocasia esculenta) Terhadap Kualitas Telur Itik Talang Benih The Effect of Taro (Colocasia esculenta) in Feed on Talang Benih Duck Egg Quality Kususiyah, Urip Santoso, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama bulan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Pemeliharaan dan penyembelihan ternak dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2012. Pengamatan berat telur, indeks bentuk telur, kedalaman kantung udara, ketebalan kerabang, berat kerabang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012. I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Peternakan puyuh di Indonesia saat ini cukup berkembang, hal ini karena semakin banyaknya usaha peternakan puyuh baik sebagai usaha sampingan maupun usaha utama untuk memenuhi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik ternak tinggi, namun sumber daya genetik tersebut belum dimanfaatkan dengan optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba 17 III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama delapan bulan yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan Desember 2010. Penelitian dilakukan di kandang Mitra Maju yang beralamat

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LAMA PENYIMPANAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA SUHU RUANG SKRIPSI SAMSUDIN

HUBUNGAN ANTARA LAMA PENYIMPANAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA SUHU RUANG SKRIPSI SAMSUDIN HUBUNGAN ANTARA LAMA PENYIMPANAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA SUHU RUANG SKRIPSI SAMSUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb III. KARAKTERISTIK AYAM KUB-1 A. Sifat Kualitatif Ayam KUB-1 1. Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb Sifat-sifat kualitatif ayam KUB-1 sama dengan ayam Kampung pada umumnya yaitu mempunyai warna

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK KERBAU BENUANG DI BENGKULU

STUDI KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK KERBAU BENUANG DI BENGKULU STUDI KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK KERBAU BENUANG DI BENGKULU AZMI 1), GUNAWAN 1) dan EDWARD SUHARNAS 3) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu 2) Universitas Bengkulu ABSTRAK Kerbau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tingkat keperluan terhadap hasil produksi dan permintaan masyarakat berupa daging

PENDAHULUAN. Tingkat keperluan terhadap hasil produksi dan permintaan masyarakat berupa daging I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam lokal saat ini menjadi salah satu bahan pangan yang digemari masyarakat luas untuk dikonsumsi baik dalam bentuk telur maupun dagingnya. Tingkat keperluan terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki banyak potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan maupun tumbuhan dapat

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus sampai dengan 30 September 2015. Kegiatan penelitian ini bertempat di P.T. Naksatra Kejora Peternakan Sapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba.

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ternak unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber daging. Selain cita rasanya yang disukai, ternak unggas harganya relatif lebih murah dibandingkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Telur Tetas Itik Rambon Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor dengan jumlah itik betina 42 ekor dan itik jantan 6 ekor. Sex ratio

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Mei 2011, bertempat di kandang pemuliaan ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas. Pemotongan puyuh dan penelitian persentase karkas dilakukan di Laboratorium Unggas serta uji mutu

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi ransum Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu. Ransum yang dikonsumsi oleh ternak digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang 11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur fase layer yang digunakan untuk penelitian dipelihara di CV.

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur fase layer yang digunakan untuk penelitian dipelihara di CV. III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ayam petelur fase layer yang digunakan untuk penelitian dipelihara di CV. Acum Jaya Abadi dengan jumlah objek penelitian sebanyak

Lebih terperinci

STUDI TENTANG KERAGAMAN GENETIK MELALUI POLIMORFISME PROTEIN DARAH DAN PUTIH TELUR PADA TIGA JENIS AYAM KEDU PERIODE LAYER TESIS.

STUDI TENTANG KERAGAMAN GENETIK MELALUI POLIMORFISME PROTEIN DARAH DAN PUTIH TELUR PADA TIGA JENIS AYAM KEDU PERIODE LAYER TESIS. STUDI TENTANG KERAGAMAN GENETIK MELALUI POLIMORFISME PROTEIN DARAH DAN PUTIH TELUR PADA TIGA JENIS AYAM KEDU PERIODE LAYER TESIS Oleh ANI RETNO WULANDARI PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU TERNAK PROGRAM PASCASARJANA-FAKULTAS

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Penelitian Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang berumur 2 minggu. Puyuh diberi 5 perlakuan dan 5 ulangan dengan

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Itik Lokal

TINJAUAN PUSTAKA Itik Lokal TINJAUAN PUSTAKA Itik Lokal Itik adalah jenis unggas air yang tergolong dalam ordo Anseriformes, family Anatidae, genus Anas dan termasuk spesies Anas javanica.proses domestikasi membentuk beberapa variasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Farm dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada tanggal 28 September sampai tanggal 28 November 2016.

Lebih terperinci

KERAGAMAN PROTEIN DARAH SEBAGAI PARAMETER BIOGENETIK PADA SAPI JAWA [Blood Protein Variability as Biogenetic Parameter of Java Cattle]

KERAGAMAN PROTEIN DARAH SEBAGAI PARAMETER BIOGENETIK PADA SAPI JAWA [Blood Protein Variability as Biogenetic Parameter of Java Cattle] KERAGAMAN PROTEIN DARAH SEBAGAI PARAMETER BIOGENETIK PADA SAPI JAWA [Blood Protein Variability as Biogenetic Parameter of Java Cattle] S. Johari, E. Kurnianto, Sutopo, dan S. Aminah Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kandang Fapet Farm dan analisis proksimat bahan pakan dan pemeriksaan darah dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... iii Halaman Pernyataan... iv Halaman Persembahan... v Kata Pengantar... vi Daftar Isi... viii Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xi Daftar Lampiran...

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Pemeliharaan puyuh dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Bangsa itik jinak yang ada sekarang berasal dari itik liar yang merupakan species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi (Susilorini

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR 1 (PIT1) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DAN SAPI FH (Friesian-Holstein) SKRIPSI RESTU MISRIANTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh merupakan salah satu jenis ternak unggas yang dikembangkan sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur maupun daging. Sejak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di tanah air. Ayam kampung diindikasikan dari hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 79 PEMBAHASAN UMUM Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kuda di Sulawesi Utara telah dikenal sejak lama dimana pemanfatan ternak ini hampir dapat dijumpai di seluruh daerah sebagai ternak tunggangan, menarik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki komposisi darah kambing

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam. bandingkan dengan unggas lainnya (Suryani et al., 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam. bandingkan dengan unggas lainnya (Suryani et al., 2012). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kedu Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam Kedu berasal dari Desa Karesidenan Kedu Temanggung Jawa Tengah. Ayam Kedu memiliki kelebihan daya

Lebih terperinci

Asam Amino dan Protein

Asam Amino dan Protein Modul 1 Asam Amino dan Protein Dra. Susi Sulistiana, M.Si. M PENDAHULUAN odul 1 ini membahas 2 unit kegiatan praktikum, yaitu pemisahan asam amino dengan elektroforesis kertas dan uji kualitatif Buret

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. Burung ini merupakan burung liar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING S. SOPIYANA, A.R. SETIOKO, dan M.E. YUSNANDAR Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam Bangkok merupakan jenis ayam lokal yang berasal dari Thailand dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan ternak yang keberadaannya cukup penting dalam dunia peternakan, karena kemampuannya untuk menghasilkan daging sebagai protein hewani bagi masyarakat. Populasi

Lebih terperinci

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Alat Percobaan Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah puyuh Malon betina dewasaumur 4-5 bulan. Jumlah puyuh Malon yang dijadikan sampel sebanyak

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2012. Persiapan telur tetas dan penetasan dilaksanakan di Laboratorium Penetasan Telur, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Ciamis, Jawa Barat Kabupaten Ciamis merupakan daerah dataran tinggi yang memiliki luasan sekitar 244.479 Ha. Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 4 Juli sampai dengan 21 Agustus 2016.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 4 Juli sampai dengan 21 Agustus 2016. 21 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada 4 Juli sampai dengan 21 Agustus 2016. Penelitian dilaksanakan di Peternakan Sapi Perah Unit Pelaksanaan Teknis Daerah Pembibitan Ternak Unggul

Lebih terperinci

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lingkungan Tempat Penelitian Pemeliharaan puyuh dilakukan pada kandang battery koloni yang terdiri dari sembilan petak dengan ukuran panjang 62 cm, lebar 50 cm, dan tinggi

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Perlakuan Penelitian ini terdiri dari enam perlakuan yang masing-masing diberi 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa perendaman dengan dosis relhp berbeda yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

PEWARISAN POLA WARNA MUKA PADA DOMBA GARUT DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT (TDS) KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR. SKRIPSI Ardhana Surya Saputra

PEWARISAN POLA WARNA MUKA PADA DOMBA GARUT DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT (TDS) KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR. SKRIPSI Ardhana Surya Saputra PEWARISAN POLA WARNA MUKA PADA DOMBA GARUT DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT (TDS) KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR SKRIPSI Ardhana Surya Saputra PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gathot Gathot merupakan hasil fermentasi secara alami pada ketela pohon. Ketela pohon tersebut memerlukan suasana lembab untuk ditumbuhi jamur secara alami. Secara umum,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitan dengan judul Tampilan Protein Darah Laktosa dan Urea Susu akibat Pemberian Asam Lemak Tidak Jenuh Terproteksi dan Suplementasi Urea pada Ransum Sapi FH dilakukan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan pertama pada umur

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan pertama pada umur 14 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan adalah ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Profil Ayam Kedu dan Status Nutrisi Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di Kabupaten Temanggung. Ayam Kedu merupakan ayam lokal Indonesia yang

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

2. Memberikan label pada masing-masing bahan dimana T0 sebagai control, 3. Masing-masing pati ubi kayu dan jagung dibuat dengan konsentrasi 10%

2. Memberikan label pada masing-masing bahan dimana T0 sebagai control, 3. Masing-masing pati ubi kayu dan jagung dibuat dengan konsentrasi 10% 31 2. Memberikan label pada masing-masing bahan dimana T0 sebagai control, sedangkan T1 dan T2 diberikan perlakuan. 3. Masing-masing pati ubi kayu dan jagung dibuat dengan konsentrasi 10% (b/v) dalam larutan

Lebih terperinci

Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami

Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami I. Tujuan Pada percobaan ini akan dipelajari beberapa hal mengenai koloid,protein dan senyawa karbon. II. Pendahuluan Bila garam dapur dilarutkan dalam

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan terhadap potongan komersial karkas ayam buras super (persilangan ayam Bangkok dengan ayam ras petelur Lohman)

Lebih terperinci

Gambar 1. Itik Alabio

Gambar 1. Itik Alabio TINJAUAN PUSTAKA Itik Alabio Itik Alabio merupakan salah satu itik lokal Indonesia. Itik Alabio adalah itik yang berasal dari Kabupaten Hulu Sungai Utara, Propinsi Kalimantan Selatan. Habitatnya di daerah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci