PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN PADA BUDIDAYA TOMAT DI KABUPATEN BOGOR, CIANJUR, DAN SUKABUMI SERTA NILAI EKONOMINYA SATRIO HARJONO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN PADA BUDIDAYA TOMAT DI KABUPATEN BOGOR, CIANJUR, DAN SUKABUMI SERTA NILAI EKONOMINYA SATRIO HARJONO"

Transkripsi

1 PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN PADA BUDIDAYA TOMAT DI KABUPATEN BOGOR, CIANJUR, DAN SUKABUMI SERTA NILAI EKONOMINYA SATRIO HARJONO DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 ABSTRAK SATRIO HARJONO. Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman pada Budidaya Tomat di Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi serta Nilai Ekonominya. Dibimbing oleh ALI NURMANSYAH dan GEDE SUASTIKA. Serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) dalam budidaya tanaman tomat ini dapat menyebabkan penurunan kualitas maupun kuantitas produksi, sehingga diperlukan tindakan pengendalian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktek pengelolaan OPT pada budidaya tanaman tomat yang dilakukan petani di Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi serta menghitung nilai ekonominya. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei, yaitu wawancara secara langsung dengan petani tomat dan melalui pengamatan langsung di lapangan. Wawancara dilakukan secara perorangan dengan mengajukan pertanyaan yang tersusun dalam satu paket kuisioner. Jumlah responden sebanyak 60 petani, dipilih dari yang paling mudah dijumpai (convenience sampling). Pengamatan OPT di lapangan meliputi pengambilan foto hama dan gejala penyakit serta pengambilan hama dan sampel tanaman yang sakit. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menghitung persentase dan nilai rataan hasil analisis disajikan dalam bentuk grafik yang meliputi grafik lingkaran dan batang menggunakan program Microsoft Office Excel Disamping itu, khusus data ekonomi dianalisis dengan rasio biayamanfaat (benefit cost ratio). Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktek pengelolaan OPT pada budidaya tanaman tomat yang dilakukan petani di Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi masih mengandalkan sepenuhnya pada penggunaan pestisida kimia sintetis dengan frekuensi 5 hari sekali. Alasan utama yang menjadi penyebabnya, yaitu untuk menjamin keberhasilan panen, lebih ampuh dan cepat membunuh serangan OPT, sudah terbiasa sejak dahulu, dan tidak mengetahui cara lain untuk mengendalikan OPT. Alternatif pengendalian yang lebih ramah lingkungan seperti penggunaan musuh alami dan pestisida botani masih sangat jarang dipraktekkan oleh petani tomat di wilayah penelitian. Kurangnya minat petani terhadap pengendalian ramah lingkungan disebabkan petani takut mengalami gagal panen dan hasilnya tidak langsung terlihat. Biaya pengendalian yang dikeluarkan petani menyumbang 65% total biaya produksinya dan keuntungan yang diperoleh petani dari hasil penjualan produksinya mencapai 130% dari total biaya produksi. Kata kunci : Pengelolaan OPT, OPT tomat, nilai ekonomi

3 PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN PADA BUDIDAYA TOMAT DI KABUPATEN BOGOR, CIANJUR, DAN SUKABUMI SERTA NILAI EKONOMINYA SATRIO HARJONO Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

4 Judul Penelitian Nama Mahasiswa NIM Program Studi : Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman pada Budidaya Tomat di Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi serta nilai ekonominya. : Satrio Harjono : A : Proteksi Tanaman Disetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr.Ir. Ali Nurmansyah, MSi. Dr.Ir. Gede Suastika, MSc. NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Dr.Ir. Dadang, MSc. NIP Tanggal Lulus :

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Oktober 1988 di Tangerang, Banten. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara, dari pasangan Singgih Harsoyo dan Tri Wahyuwulan. Penulis telah menyelesaikan pendidikan formal dari SMAN 1 Sindang di Kabupaten Indramayu pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan tercatat sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB pada tahun Selama di IPB penulis aktif di dalam BEM Fakultas Pertanian divisi Kominfo (komunikasi dan informasi) periode dan juga divisi Kajian Strategis periode Selain itu penulis juga aktif di organisasi mahasiswa daerah Ikatan Keluarga dan Mahasiswa Indramayu (IKADA) tahun

6 PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT. karena berkat rahmat-nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman pada Budidaya Tomat di Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi serta Nilai Ekonominya sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Ali Nurmansyah, MSi dan Dr. Ir. Gede Suastika, MSc yang telah banyak membimbing, membantu, serta memberikan saran dan masukan kepada penulis selama melakukan penelitian hingga penulisan skripsi ini. Terima kasih juga kepada Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi sebagai dosen penguji tamu atas saran dan masukannya dalam penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga kepada para petani tomat di daerah Bogor, Cianjur, dan Sukabumi atas partisipasinya sebagai responden. Terima kasih kepada kedua orang tua (Singgih Harsoyo dan Tri Wahyuwulan) dan semua keluarga yang telah memberikan doa, motivasi, kasih sayang, dan kesabaran. Terima kasih kepada Rr. Laras Anjarsari, Lara Hikmahayati, Ahmad Sifa, Ahmad Faishol, Kristiana, dan Haryanto yang telah membantu selama penelitian dan memberikan motivasi, serta teman-teman di Departemen Proteksi Tanaman IPB terutama angkatan 43 dan OMDA Indramayu, terima kasih atas doa dan motivasinya selama ini. Akhir kata, penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca, petani, pemerhati bidang pertanian, dan menjadi masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Bogor, 9 Agustus 2011 Satrio Harjono

7 DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR... PENDAHULUAN Halaman Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA Tomat... 3 Hama Tanaman Tomat... 3 Penyakit Tanaman... 5 Pengendalian OPT... 8 Analisis Usaha Tani... 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani dan Teknik Budidaya Organisme Pengganggu Tanaman Tindakan Pengendalian Analisis Ekonomi Pengendalian OPT KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii

8 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Distribusi pengalaman berusahatani tomat pada ketiga kabupaten Distribusi tingkat pendidikan petani tomat Distribusi keikutsertaan petani dalam pelatihan pengendalian OPT Jenis OPT tanaman tomat berdasarkan hasil wawancara petani (n = 60 petani) Gejala serangan ulat buah H. armigera (a), pengorok daun Liriomyza sp. (b), dan imago kutukebul Bemisia tabaci (c) Gejala penyakit layu Fusarium (a), klorosis (b), kuning (c), bercak daun Alternaria (d), dan hawar daun (e) Alasan petani dalam penggunaan pestisida Biaya pengendalian OPT dan total biaya produksi selama satu musim tanam Hasil panen selama satu musim tanam Biaya produksi dan hasil panen per hektar selama satu musim tanam Nilai rasio biaya-manfaat usahatani tomat pada ketiga kabupaten... 22

9 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tomat merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai prospek pasar yang cerah. Hal ini terlihat dari meningkatnya konsumsi domestik terhadap komoditas ini dari tahun ke tahun. Data Biro Pusat Statistik (BPS) menunjukkan konsumsi tomat nasional meningkat dari 1.25 kg perkapita pada tahun 2004 menjadi kg perkapita pada tahun 2008 (BPS 2009). Meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap buah tomat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti peningkatan jumlah penduduk, pendidikan, kesadaran gizi, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Selain itu, kemajuan di bidang industri pengolahan bahan makanan dan bidang transportasi juga memiliki peran yang cukup penting terhadap besarnya permintaan buah tomat serta pemasarannya (Cahyono 2008). Produksi buah tomat di Indonesia secara kuantitas dan kualitas masih rendah. Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya produksi ini antara lain kurangnya pemahaman petani mengenai teknis budidaya, adanya pemupukan yang tidak seimbang, perubahan cuaca dan iklim yang ekstrim, dan adanya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) (Cahyono 2008). Diantara semua faktor tersebut, serangan OPT menjadi faktor pembatas utama dalam budidaya tomat. Hama utama yang menyerang tanaman tomat adalah ulat buah (Helicoverpa armigera), lalat pengorok daun (Liriomyza sp.), dan kutukebul (Bemisia tabaci), sedangkan penyakit utamanya adalah bercak cokelat (Alternaria solani), hawar daun (Phytophthora infestans), layu Fusarium (Fusarium oxysporum), dan penyakit kuning (Geminivirus). Pada umumnya, serangan hama dominan terjadi pada musim kemarau, sebaliknya serangan penyakit terjadi pada musim hujan. Serangan OPT yang melampaui ambang ekonomi dapat menimbulkan kerugian besar pada petani sehingga diperlukan tindakan pengendalian. Salah satu tindakan pengendalian yang sering dilakukan adalah dengan menggunakan pestisida sintetis karena aplikasinya mudah dan praktis serta mampu

10 2 mengendalikan hama dan penyakit dalam waktu singkat. Intensitas pemakaian pestisida tersebut meningkat terutama di musim hujan. Penggunaan pestisida yang berlebihan, selain mahal juga dapat menimbulkan banyak dampak negatif seperti timbulnya resistensi hama, resurjensi, hama sekunder, dan bahaya residu pada bahan pangan. Petani tidak peduli terhadap efek samping negatif yang ditimbulkan oleh aplikasi bahan kimia dari pestisida tersebut. Di lain pihak, cara pengendalian OPT yang ramah lingkungan seperti pemanfaatan musuh alami (predator dan parasitoid) dan agens antagonis sampai saat ini masih sangat rendah penerapannya di lapangan. Hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi tentang hal tersebut di tingkat petani dan belum tersedianya informasi tentang keefektifan dan efisiensi serta nilai ekonomi dari alternatif cara pengendalian OPT tersebut. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktek pengelolaan OPT pada budidaya tanaman tomat yang dilakukan petani di Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi serta menghitung nilai ekonominya. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkini tentang pengelolaan OPT oleh petani tomat di wilayah Bogor, Cianjur, dan Sukabumi.

11 3 TINJAUAN PUSTAKA Tomat (Lycopersicum esculentum) Tomat adalah sayuran yang penting dan terkenal secara luas di semua negara berkembang. Tomat termasuk dalam kelompok sayuran yang paling utama berdasarkan wawancara ilmuwan dalam sebuah studi yang dilansir TAC (Technical Advisory Committee) dari CGIAR (Consultative Group on International Agricultural Research) (AVRDC 1991). Dalam ilmu botani, tanaman tomat (Lycopersicum esculentum) termasuk ke dalam famili Solanaceae dan ordo Tubiflorae dari kelas Dicotyledonae dalam divisi Spermatophyta (subdivisi Angiospermae). Tanaman tomat termasuk tanaman semusim (berumur pendek), artinya tanaman hanya satu kali berproduksi dan setelah itu mati. Tanaman tomat berbentuk perdu yang panjangnya mencapai ± 2 meter. Oleh karena itu tanaman tomat perlu diberi penopang atau ajir dari turus bambu atau kayu agar tidak roboh di tanah dan tumbuh secara vertikal (Rubatzky et al. 1999). Jenis tanah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah tanah yang mengandung lempung (ph kisaran 5.5 sampai 6.5) dengan sistem tata air yang baik (air tidak boleh tergenang), karena akar tanaman tomat rentan terhadap kekurangan oksigen. Suhu optimum untuk tanaman tomat antara 20 o C dan 30 o C (Jones 2008). Hama dan Penyakit Tomat Hama tanaman tomat Ulat buah. Ulat penggerek buah (Helicoverpa armigera) merupakan hama perusak buah dengan cara memakan bagian dalamnya. Hama pada ini bersifat polifag dan cenderung lebih menyukai buah, walaupun dapat ditemukan pada daun tembakau. Di Indonesia, hama ini dapat ditemukan di dataran rendah hingga dataran tinggi dengan ketinggian 2000 mdpl. Larva yang lebih tua mempunyai corak warna yang bervariasi, kuning-kehijauan, hijau, kecoklatan hampir hitam, dengan sebuah garis terang melintang, tubuhnya tertutup oleh rambut-rambut

12 4 halus. Setengah dari abdomen larva instar akhir biasanya keluar dari lubang gerekan buah yang masih muda, tetapi larva yang lebih muda juga ditemukan pada daun tanaman (Kalshoven 1981). Telur H. armigera berbentuk bulat dan jumlahnya banyak, biasanya diletakkan pada bagian tanaman yang tinggi. Setelah menetas, larva instar awal bergerak turun dan menggerek bagian buah yang masih muda, kemudian bekas gerekan menimbulkan infeksi sekunder oleh mikroorganisme. Larva jarang ditemukan melebihi 2 ekor pada bagian yang sama. Larva instar akhir kemudian bergerak turun ke tanah untuk berpupa. Lama siklus hidup H. armigera dari telur sampai imago berkisar 35 hari. Imago makan dan meletakan telur pada tanaman yang sedang berbunga. Imago betina mampu menghasilkan 1,000 telur (Kalshoven 1981). Lalat pengorok daun. Lalat pengorok daun Liriomyza sp. termasuk subfamili Phyomyzinae, famili Agromyzidae dan ordo Diptera (Spencer & Steyskal 1986). Liriomyza sp. merupakan hama penting yang menyerang tanaman sayuran dan tanaman hias di Indonesia. Hama ini diperkirakan masuk ke Indonesia sekitar tahun melalui jalur pengiriman bunga potong krisan (Rauf 1995). Gejala berupa liang korokan beralur warna putih bening pada bagian mesofil daun. Jumlah alur korokan pada satu daun kedelai bervariasi, bergantung pada jumlah larva yang menetas. Pada serangan lanjut, liang korokan berubah warna menjadi kecoklatan dan di dalamnya larva berkembang. Gejala tersebut merupakan ciri khas serangan lalat pengorok daun (Minkenberg dan van Lenteren 1986; Tapahillah 2002). Selama ini, upaya pengendalian yang umumnya dilakukan terhadap hama lalat pengorok daun oleh petani adalah penggunaan insektisida dengan frekuensi penyemprotan 2-3 kali perminggu (Rauf 1999). Kutukebul. Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) merupakan kelompok serangga yang berukuran kecil berwarna putih dan bertubuh lunak. Kutukebul mampu mengeluarkan lapisan lilin berwarna putih dari kelenjar khusus yang ada di bagian abdomen. Nimfa maupun imago kutukebul biasanya memiliki lapisan lilin dengan berbagai bentuk. Lapisan lilin ini dapat digunakan untuk identifikasi karena penampilan dan pola dari lapisan lilin dapat berbeda antara satu spesies dengan spesies lain (Botha et al. 2000).

13 5 Serangga ini merupakan hama penting karena serangga ini tidak hanya dapat menyebabkan kerusakan langsung, tetapi juga karena kerusakan tidak langsung. Kerusakan langsung yang dimaksud adalah selain menghisap bahan makanan, kutukebul juga menginjeksikan racun ke dalam jaringan tanaman (Watson 2007) yang dapat menyebabkan tanaman inang layu, kerdil dan bahkan mati (Botha et al. 2000). Sedangkan kerusakan tidak langsung adalah adanya beberapa spesies juga dapat berperan sebagai vektor penyakit yang dapat menyebabkan tanaman inang menguning dan mengeriting (Hodlle 2004). Penyakit tanaman tomat Hawar daun (Phytophthora infestans). Hawar daun merupakan penyakit yang penting, khususnya pada musim hujan. penyakit ini disebabkan oleh P. infestans. Gejalanya adalah pada daun bercak hitam kecoklatan mulai timbul pada anak daun, tangkai atau batang dan akan meluas dengan cepat, sehingga dapat menyebabkan kematian. Bagian bercak paling luar akan berwarna kuning pucat yang beralih ke bagian yang berwarna hijau biasa. Perkembangan bercak akan terhambat bila kelembaban berkurang, tetapi bercak akan berkembang kembali bila kelembaban meningkat. Pada buah, penyakit juga dapat timbul pada semua stadia perkembangan. Bercak yang berwarna hijau kebasah-basahan meluas menjadi bercak yang bentuk dan tidak beraturan (Semangun 2000). Usaha pengendalian penyakit di pegunungan hanya terbatas pada pemilihan waktu tanam dan pemakaian fungisida. Sampai saat ini, belum ada varietas tomat komersial yang mempunyai ketahanan cukup terhadap hawar daun. Serangan hawar daun menurun pada musim kemarau (Semangun 2000). Bercak cokelat (Alternaria solani). Penyakit bercak cokelat, atau bercak kering, merupakan penyakit daun yang umum dan tersebar luas di berbagai negara. Gejala yang ditimbulkan mula-mula pada daun timbul bercak-bercak kecil, bulat atau bersudut cokelat tua sampai hitam sebesar kepala jarum sampai diameter ±4 mm. Jaringan nekrotik sering tampak seperti kulit, mempunyai lingkaran-lingkaran terpusat sehingga tampak seperti papan sasaran (target board). Di sekitar bercak nekrotik biasanya terdapat jalur klorotik (halo) sempit.

14 6 Meskipun bercak sangat terbatas, tampak bahwa penyakit mempunyai pengaruh fisiologi di luar bercak, daun akan cepat menjadi tua, layu, atau gugur sebelum waktunya (Semangun 2000). Cendawan A. solani mempertahankan diri dari musim ke musim pada tanaman sakit, sisa-sisa tanaman sakit, atau biji. Di dalam jaringan daun sakit miselium dapat bertahan selama satu tahun atau lebih. Dalam suhu kamar konidium dapat tetap hidup selama 17 bulan. Konidium dapat berkecambah pada suhu 6-34 C. Suhu optimumnya adalah 28-30ºC, didalam air pada suhu ini konidium sudah berkecambah dalam waktu menit. A. solani menginfeksi daun atau batang dengan langsung menembus kutikula. Pembentukan konidium terjadi pada bercak yang bergaris tengah ±3 mm dan diperlukan banyak embun atau hujan yang sering (Semangun 2000). Tanaman harus diberi pupuk yang seimbang agar menjadi lebih tahan. Untuk mencegah terbawanya penyakit oleh biji dan agar tidak terjadi banyak infeksi pada bibit, pembibitan jangan terlalu lembap atau rapat (Semangun 2000). Penyakit layu Fusarium (Fusarium oxysporum). Di Indonesia penyakit layu Fusarium mulai mendapat perhatian pada tahun 1970-an. Gejala pertama dari penyakit ini adalah menjadi pucatnya tulang-tulang daun, terutama daun-daun sebelah atas, kemudian dengan tangkai merunduk dan akhirnya tanaman menjadi layu secara keseluruhan (Anonim 1976). Kadang-kadang kelayuan didahului dengan menguningnya daun, terutama daun bagian bawah. Jika tanaman sakit itu dipotong dekat pangkal batang atau dikelupas dengan kuku atau pisau akan terlihat suatu cincin cokelat dari berkas pembuluh. Pada serangan berat, gejala terdapat pada bagian tanaman bagian atas juga. F. oxysporum dapat bertahan lama dalam tanah. Tanah yang sudah terinfestasi sukar dibebaskan kembali dari jamur ini. Cendawan menginfeksi pada akar, terutama melalui luka-luka, lalu menetap dan berkembang di berkas pembuluh. Akibatnya, pengangkutan air dan hara tanah terganggu yang menyebabkan tanaman menjadi layu (Semangun 2000). Penyakit berkembang pada suhu tanah C. Suhu optimumnya adalah 28 C. Kelembaban tanah yang membantu tanaman, ternyata juga membantu perkembangan patogen. Seperti kebanyakan F. oxysporum, patogen ini dapat hidup pada ph tanah yang luas variasinya (Semangun 2000).

15 7 Cara pengendalian penyakit layu Fusarium adalah dengan penanaman varietas yang tahan. Usaha untuk mengendalikan penyakit dengan meningkatkan suhu tanah dengan menggunakan mulsa plastik memberikan banyak harapan, namun masih memerlukan banyak penelitian untuk dapat dianjurkan dalam praktek di lapangan (Djauhari 1987). Penyakit kuning. Penyakit kuning pada tanaman tomat disebabkan oleh Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) yang termasuk genus patogen Geminivirus. Virus ini ditularkan oleh kutukebul Bemisia tabaci. Gejala penyakit kuning berupa daun muda menjadi kekuningan dan keriting, sedangkan daun yang lebih tua akan menggulung ke atas dan mengalami malformasi. Gejala kuning berkembang dari bagian atas ke bagian bawah tanaman. Pada umumnya daun yang terserang menjadi kerdil dan buah akan masak lebih awal. Penyakit ini dapat menimbulkan kerusakan berat pada pertanaman tomat di Indonesia, dengan persentase kehilangan hasil berkisar antara % (Sudiono dan Yasin 2006). Peningkatan epidemiologi penyakit kuning di lapangan disebabkan oleh beberapa faktor seperti transportasi bagian tanaman yang terinfeksi ke lokasi baru, ekstensifikasi pertanian ke area baru, serta migrasi vektor yang dapat menularkan virus dari satu tanaman ke tanaman lainnya (Semangun 2000). Pengelolaan penyakit ini, lebih ditekankan pada pengelolaan vektor B. tabaci. Beberapa teknik pengendalian B. tabaci yang dapat dilakukan adalah secara budi daya dengan cara sanitasi lahan, penggunaan mulsa plastik, dan varietas resisten (kerapatan bulu daun rendah). Parasitoid yang berpotensi mengendalikan B. tabaci antara lain: Encarsia formosa, E. lutea, Eretmocerus mundus, dan E. haldemani. Sedangkan predator yang cukup potensial adalah dari famili Anthocoridae dan Miridae (Hemiptera), Chrysopa (Chrysopidae), Syrphidae, Formicidae, Coccinellidae, dan Araneida (laba-laba). Cendawan entomopatogen yang berpotensi sebagai musuh alami B. tabaci antara lain: Verticillium lecanii, Paecilomyces fumosoroseus, P. farinosus, dan Beauveria bassiana (Indrayani 2005). Penyakit klorosis. Penyakit klorosis pada tanaman tomat dilaporkan telah banyak menyerang di beberapa sentra produksi tomat seperti Cianjur, Garut, Sukabumi, dan Malang (Fitriasari 2010; Anjarsari 2011). Penyakit klorosis telah

16 8 menyebabkan kehilangan hasil yang cukup signifikan karena kualitas buah tomat menjadi menurun dan masak sebelum waktunya. Gejala awal penyakit klorosis yakni terdapatnya warna klorosis dan kekuningan di jaringan antara tulang daun (Hirota et al. 2010), kemudian berkembang menjadi bintik-bintik nekrotik kecil dan berwarna keunguan (Wisler et al. 1998). Pada gejala lanjutan daun akan menjadi kaku dan agak menggulung ke bawah. Perkembangan gejala dimulai dari bagian bawah ke bagian atas tanaman. Penyakit klorosis disebabkan oleh patogen berupa virus, yaitu TICV (Tomato infectious chlorosis virus) dan ToCV (Tomato chlorosis virus). TICV ditularkan ke dalam jaringan tanaman oleh kutukebul Trialeurodes vaporariorum (Duffus et al. 1996) sedangkan vektor ToCV adalah B. tabaci, T. abutilonea (Wisler et al. 1998), dan T. vaporarium (Wintermantel & Wisler 2006). TICV dan ToCV dapat menginfeksi tanaman tomat secara tunggal maupun bersamaan (Fitriasari 2010). Pengendalian OPT Pada umumnya, pengendalian OPT dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengendalian secara konvensional dan pengendalian bersifat ramah lingkungan. Pengendalian OPT dengan cara konvensional yaitu hanya menggunakan pestisida kimia sintetis sedangkan pengendalian OPT yang bersifat ramah lingkungan yaitu teknik yang lebih memperhatikan keamanan lingkungan dalam pengendalian, dengan membatasi penggunaan pestisida sintetis serta memadukannya dengan pengendalian hayati (Perum Perhutani KPH Randublatung 2009). Terdapat beberapa keuntungan maupun kerugian dari kedua tindakan pengendalian tersebut. Pada pengendalian OPT secara konvensional, keuntungannya yaitu mudah dalam mengaplikasikan, ampuh dalam menurunkan populasi hama, serta mudah diperoleh, sedangkan kerugiannya antara lain: dapat menimbulkan resistensi hama sasaran terhadap pestisida, mematikan organisme bukan sasaran, mencemari lingkungan, serta dapat menimbulkan keracunan bagi manusia. Tindakan pengendalian OPT yang bersifat ramah lingkungan memiliki beberapa keuntungan antara lain: tidak mencemari lingkungan, dapat melestarikan

17 9 agroekosistem, serta keuntungan hasil yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan pestisida kimia sintetis, sedangkan kerugiannya yaitu sulit memastikan akan keberhasilannya, memerlukan waktu untuk memperlihatkan keberhasilannya, serta terbatas penyebarannya (Oka 1995). Konsep PHT merupakan perpaduan yang serasi dari berbagai macam metode pengendalian yang bertujuan untuk mengelola populasi hama dalam tingkat yang tidak merugikan secara ekonomi. Strategi PHT lebih menekankan pada penerapan teknik pengendalian nonkimiawi. Menurut Oka (1995), strategi atau langkah dari beberapa metode pengendalian dapat dilakukan yaitu: (1) penggunaan varietas resisten, (2) penggunaan kultur teknis dengan memanipulasi ekologi melalui pergiliran tanaman, sanitasi selektif, pengelolaan air dan (3) penggunaan musuh alami berupa predator dan parasitoid. Pengembangan dan penerapan PHT memerlukan tiga komponen utama yaitu teknologi PHT, jalinan informasi, dan proses pengambilan keputusan. Teknologi PHT meliputi berbagai teknik yang diterapkan untuk mengelola agrosistem agar sasaran PHT dapat tercapai. Proses pengambilan keputusan pengendalian hama harus dilakukan dengan menggunakan informasi yang cukup lengkap, monitoring dan memperhatikan ambang pengendalian (Arifin 1992). Preferensi petani dalam pengendalian organisme pengganggu tanaman merupakan bagian penting dalam keberhasilan pengendalian hama dan penyakit secara terpadu. Analisis Usaha Tani Menurut (Soekartawi 2002) ilmu usaha tani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumber daya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input).

18 10 Efisiensi usaha tani dapat diukur dengan cara menghitung efisiensi teknis, efisiensi harga, dan efisiensi ekonomis. Umumnya petani tidak mempunyai usaha tani, sehingga sulit bagi petani untuk melakukan analisis usaha taninya. Petani hanya mengingat-ingat cash flow (anggaran arus uang tunai) yang mereka lakukan walaupun sebenarnya ingatan itu tidak terlalu jelek, karena mereka masih ingat bila ditanya beberapa output yang mereka peroleh dan beberapa input yang mereka gunakan. Tentu saja teknik pengumpulan datanya harus baik dan benar (Soekartawi 2002). Perlunya analisis usaha tani memang bukan untuk kepentingan petani saja tetapi juga untuk penyuluh pertanian seperti Penyuluh Pertanian Lapang (PPL), Penyuluh Pertanian Madya (PPM) dan Penyuluh Pertanian Spesialis (PPS), serta mahasiswa atau pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk analisis usaha tani (Soekartawi 2002). Dalam banyak pengalaman analisis usaha tani yang dilakukan petani atau produsen memang bertujuan mengetahui atau meneliti (Soekartawi 1990). Usaha tani pada skala usaha yang luas umumnya bermodal besar, berteknologi tinggi, manajemennya modern, lebih bersifat komersial, dan sebaliknya usaha tani skala kecil umumnya bermodal pas-pasan, teknologinya tradisional, lebih bersifat usaha tani sederhana dan sifat usahanya subsisten, serta lebih bersifat untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sendiri dalam kehidupan sehari-hari (Soekartawi 2002).

19 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di 5 desa di Kabupaten Bogor, 5 desa di Kabupaten Cianjur, dan 3 desa di Kabupaten Sukabumi pada bulan Maret sampai dengan September Kelima desa di Kabupaten Bogor yaitu: Desa Sukamanah pada Kecamatan Megamendung dan Desa Cibeureum, Citeko, Tugu Utara, dan Tugu Selatan pada Kecamatan Cisarua. Kelima desa di Kabupaten Cianjur yaitu: Desa Cipeundawa pada Kecamatan Pacet, Desa Gekbrong pada Kecamatan Gekbrong, Desa Ciloto dan Cimacan pada Kecamatan Cipanas dan Desa Galudra Kecamatan Cugenang. Ketiga desa di Kabupaten Sukabumi yaitu: Desa Perbawati pada Kecamatan Sukabumi, Desa Langansari pada Kecamatan Sukaraja dan Desa Pasir Datar Indah pada Kecamatan Caringin. Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan secara survei dengan melakukan wawancara langsung kepada petani atau pemilik kebun tomat dan pengamatan jenis-jenis OPT di lapangan. Wawancara dilakukan secara perorangan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang tersusun dalam suatu kuisioner. Banyaknya petani responden yang diwawancarai adalah sebanyak 60 orang, yaitu 15 petani dari Kabupaten Bogor, 15 petani dari Kabupaten Cianjur, dan 30 petani dari Kabupaten Sukabumi. Pemilihan ke-60 responden tersebut dilakukan secara convenience sampling atau memilih responden yang paling mudah ditemui di lahan. Pertanyaan yang diajukan meliputi karakteristik petani, teknik budidaya, jenis-jenis OPT, teknik pengendalian OPT, dan aspek ekonomi. Pengamatan OPT di lapangan bertujuan untuk mengklarifikasi kebenaran jenis OPT yang diberikan oleh petani. Kegiatan ini meliputi pengambilan foto gejala serangan hama dan penyakit dan pengambilan sampel tanaman yang terserang hama dan/atau penyakit. Sampel spesies hama dan tanaman terserang selanjutnya diidentifikasi di Klinik Tanaman dan Laboratorium Biosestematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB.

20 12 Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil wawancara dianalisis secara deskriptif dengan menghitung persentase dan nilai rataan hasil analisis disajikan dalam bentuk grafik yang meliputi grafik lingkaran dan batang menggunakan program Microsoft Office Excel Selain itu, khusus data ekonomi dianalisis dengan rasio biaya-manfaat (benefit cost ratio).

21 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani dan Teknik Budidaya Secara umum, rata-rata luas lahan yang dikelola petani di tiga kabupaten yang disurvei adalah 7,682 m², dengan luas lahan yang lebih sempit dikelola oleh petani Kabupaten Bogor dan Cianjur. Rata-rata luas lahan di Kabupaten Bogor dan Cianjur masing-masing adalah 4,356 m² dan 2,813 m², sedangkan rata-rata luas lahan di Kabupaten Sukabumi adalah 15,380 m². Kepemilikan lahan paling sempit dimiliki oleh petani di Kabupaten Bogor, yaitu seluas 140 m² dan lahan paling luas dimiliki oleh petani yang berada di Kabupaten Sukabumi, yaitu seluas 10 ha. Petani tomat biasanya merupakan penyewa dan jarang sekali yang memiliki lahan sendiri. Rata-rata petani menyewa lahan dengan biaya Rp 3,769,000/ha selama setahun, dengan biaya sewa paling mahal terdapat di Kabupaten Sukabumi, yaitu sebesar Rp 6,000,000/ha selama setahun. Sebanyak 60% petani menanam tomat secara monokultur dan sisanya (40% petani) menanam secara tumpang sari dengan cabai rawit, cabai keriting, bawang daun, buncis, kol, selada, sawi putih, atau pakcoy. Tumpang sari dilakukan petani untuk pengoptimalan lahan, penghematan biaya, pengoptimalan pendapatan, dan pengantisipasian terjadinya fluktuasi harga saat panen. Dalam melakukan usahatani tomat tersebut, sebagian besar (80%) petani telah mempraktekkannya lebih dari 5 tahun dan umumnya berkisar antara 5 sampai 15 tahun (Gambar 1). Data tersebut menunjukkan bahwa secara keseluruhan petani tomat di ketiga kabupaten di atas sudah cukup berpengalaman dalam berusahatani. 28% 9% 8% 20% 35% 1-5 tahun 5-10 tahun tahun tahun > 20 tahun Gambar 1 Distribusi pengalaman berusahatani tomat pada ketiga kabupaten

22 14 Tingkat pendidikan petani tomat di Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi umumnya hanya sampai tamatan SD, yakni sebanyak 64%, dan sisanya tersebar pada tamatan SMP, SMA, Perguruan Tinggi (Akademi dan Universitas), dan tidak tamat SD. Petani yang tidak tamat SD jumlahnya lebih banyak daripada yang lulus Perguruan Tinggi dengan persentase sebanyak 3% (Gambar 2). Banyaknya petani yang berpendidikan maksimum tamatan SD ini menunjukkan rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh petani tomat dan petani pada umumnya. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kesadaran petani akan pentingnya pengetahuan dalam meningkatkan keterampilannya dalam berusahatani. 13% 3% 8% 12% 64% Tak tamat SD SD SMP SMA PT Gambar 2 Distribusi tingkat pendidikan petani tomat Sebagian besar (65%) petani tomat tidak pernah mengikuti pelatihan tentang pengendalian OPT, baik yang diadakan oleh pemerintah maupun pihak swasta dan sisanya (35%) pernah mengikuti pelatihan tersebut (Gambar 3). Alasan petani tidak mengikuti pelatihan pengendalian OPT adalah karena mereka sudah merasa cukup dengan ilmu yang dimiliki, baik dengan belajar sendiri (berdasarkan pengalaman) atau bertanya kepada petani lain dan penjual pestisida tentang cara pengendalian OPT tomat.

23 15 35% Pernah 65% Tidak pernah Gambar 3 Distribusi keikutsertaan petani dalam pelatihan pengendalian OPT Organisme Pengganggu Tanaman Hama dan penyakit tanaman yang menyerang lahan petani responden tidak sama jenisnya antara lahan responden yang satu dengan responden lainnya. Berdasarkan hasil wawancara, hama yang paling sering dijumpai adalah hama ulat buah. Ulat buah yang ditemukan telah menyerang lahan tomat milik 80% responden, sedangkan hama kutukebul menyerang lahan milik 38.3% responden, dan pengorok daun menyerang lahan milik 18.3% responden. Selain hama, penyakit juga menjadi kendala yang dihadapi oleh petani tomat di lokasi penelitian. Penyakit yang paling sering ditemukan di lahan adalah hawar daun. Penyakit ini menyerang lahan tomat milik 81.7% responden. Tingginya serangan penyakit hawar daun tersebut disebabkan oleh tingginya frekuensi hujan selama penelitian. Penyakit lainnya yang juga ditemukan di lahan responden adalah layu Fusarium (53.3% responden), penyakit kuning (30% responden), penyakit klorosis (25% responden), dan bercak daun Alternaria (21.7% responden) (Gambar 4).

24 16 Bercak daun Alternaria Penyakit klorosis Penyakit kuning Layu Fusarium Hawar daun Pengorok daun Kutukebul Ulat buah % Responden Gambar 4 Jenis OPT tanaman tomat berdasarkan hasil wawancara petani (n = 60 petani) Beberapa jenis hama yang dijumpai pada saat pengamatan di lahan adalah ulat buah, kutukebul, dan pengorok daun. Pada saat tanaman tomat mulai berbuah, hama yang banyak menyerang adalah ulat buah Helicoverpa armigera (Lepidoptera: Noctuidae). Gejala serangan yang tampak pada buah adalah adanya lubang dan kemudian buah tersebut membusuk karena infeksi sekunder oleh organisme lain (Gambar 5a). Kutukebul Bemisia tabaci (Hemiptera: Aleyroridae) banyak terdapat di Kabupaten Bogor dan Cianjur. Menurut Semangun (2000), kutukebul dapat berperan sebagai vektor Geminivirus penyebab penyakit kuning yang dapat menyebabkan daun tanaman inang menguning dan keriting. Kejadian penyakit kuning yang masih rendah cenderung diabaikan oleh petani atau tidak dikendalikan karena tidak terlalu mempengaruhi tanaman tomat. Padahal tanaman tomat yang terinfeksi dapat menjadi sumber inokulum bagi tanaman tomat lain yang sehat. Lalat pengorok daun Liriomyza sp. (Diptera: Agromyzidae) ditemukan di beberapa tanaman tomat. Gejala serangan Liriomyza sp. berupa liang korokan

25 17 berwarna putih pada bagian mesofil daun. Larva lalat makan dan berkembang di dalam liang korokan tersebut. Pada serangan lanjut, liang korokan akan berubah warna menjadi kecokelatan sehingga menyebabkan luasan fotosintesis daun berkurang (Gambar 5b). (a) (b) (c) Gambar 5 Gejala serangan ulat buah H. armigera (a), pengorok daun Liriomyza sp. (b), dan imago kutukebul Bemisia tabaci (c) Beberapa penyakit tomat yang dijumpai di lapangan adalah penyakit layu Fusarium, hawar daun, kuning, klorosis, dan bercak daun Alternaria. Penyakit layu Fusarium disebabkan oleh F. oxysporum. Penyakit ini banyak ditemukan di lahan tomat Kabupaten Bogor dan Sukabumi. Gejala yang ditemukan di lapangan adalah tulang-tulang daun yang memucat, terutama daun di bagian atas tanaman. Daun kemudian menjadi kekuningan, tangkai merunduk, dan akhirnya tanaman menjadi layu secara keseluruhan (Gambar 6a). F. oxysporum merupakan patogen tular tanah yang menyerang jaringan pembuluh xilem, sehingga menghambat transportasi air dan unsur hara dari akar ke daun. Berdasarkan hasil wawancara, petani mengalami kesulitan dalam mengendalikan penyakit ini karena setelah dilakukan aplikasi pestisida kimiawi ternyata tidak berpengaruh pada penyakit ini. Penyakit paling penting menurut petani tomat adalah penyakit hawar daun. Penyakit ini disebabkan oleh Phytophthora infestans. Gejala hawar daun yang terdapat di lapangan yaitu adanya bercak hitam berwarna cokelat dan kebasahan pada daun (Gambar 6e). Bercak tersebut kemudian berkembang menjadi banyak dan mengurangi area fotosintetis, sehingga mengganggu proses fisiologis

26 18 tanaman. Penyakit ini banyak terjadi saat musim hujan. Hal tersebut disebabkan kelembaban tinggi yang sesuai untuk perkembangan P. infestans. Penyakit lain yang juga terdapat di lapangan adalah penyakit kuning yang disebabkan oleh virus dari golongan Geminivirus. Menurut Agrios (1988), Geminivirus hanya ditularkan oleh vektor kutukebul B. tabaci. Kutukebul ini biasanya sudah menyerang tanaman tomat sejak berada di persemaian (fase bibit). Serangan Geminivirus di lapangan menyebabkan daun tomat berwarna kekuningan, tulang daun menebal, dan daun menggulung ke atas. Gejala lanjut dari penyakit kuning menyebabkan daun-daun mengecil dan berwarna kuning cerah (Gambar 6c). Selain itu, tanaman menjadi kerdil, dan tidak berbuah. Menurut Semangun (2000), pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan cara membasmi gulma atau tanaman lain yang dapat menjadi sumber inokulum di sekitar tanaman tomat. Penyakit lain yang disebabkan oleh virus dijumpai di ketiga kabupaten adalah penyakit klorosis. Gejala penyakit klorosis di lapangan yaitu berupa daun yang klorosis berkembang dari bagian bawah ke atas tanaman kemudian berwarna agak cokelat keunguan, lebih tebal, lebih kaku, dan agak menggulung (Gambar 6b). Penyakit bercak cokelat atau bercak kering disebabkan oleh A. solani, sehingga juga disebut penyakit bercak Alternaria. Gejala bercak Alternaria di lapangan yaitu adanya bercak nekrotik kecil berbentuk bulat atau bersudut yang berwarna cokelat tua sampai hitam. Bercak ini mempunyai lingkaran-lingkaran terpusat di bagian tengah (Gambar 6d). Berdasarkan pengamatan di lapangan, penyakit ini ditemukan di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur dalam jumlah yang sedikit sekali, sehingga cenderung diabaikan oleh petani.

27 19 (a) (b) (c) (d) (e) Gambar 6 Gejala penyakit layu Fusarium (a), klorosis (b), kuning (c), bercak daun Alternaria (d), dan hawar daun (e) Tindakan Pengendalian Dalam hal pengendalian OPT, seluruh responden hanya mengandalkan pengendalian secara kimiawi dan tidak satupun responden yang melakukan alternatif pengendalian yang ramah lingkungan. Pada umumnya, petani menyemprotkan pestisida dengan frekuensi 5 hari sekali. Akan tetapi jika terdapat OPT yang cukup merugikan, maka penyemprotan dapat dilakukan hampir setiap hari dalam kurun waktu tertentu. Terdapat empat alasan utama yang menjadi penyebabnya, yaitu: (1) untuk menjamin keberhasilan panen (37.5% responden); (2) lebih ampuh dan cepat membunuh serangan OPT (31.2% responden); (3) sudah terbiasa sejak dahulu (15.6% responden); dan (4) tidak mengetahui cara lain untuk mengendalikan OPT (9.4% responden) (Gambar 7). Hal ini membuktikan kurangnya kesadaran petani akan pengendalian yang lebih ramah lingkungan.

28 20 Selain itu juga kurangnya peran pemerintah dan instansi terkait dalam mensosialisasikan pengendalian OPT yang ramah lingkungan kepada petani. Kurangnya minat petani terhadap pengendalian hayati disebabkan petani takut mengalami gagal panen dan hasil pengendalian hayati tidak langsung terlihat. Tidak tahu alternatif lain Sudah terbiasa Lebih ampuh dan membunuh Tidak gagal panen % Responden Gambar 7 Alasan petani dalam penggunaan pestisida Analisis Ekonomi Pengendalian OPT Biaya pengendalian OPT merupakan komponen terbesar dari biaya produksi dalam budidaya tomat, semakin besar biaya pengendaliannya maka biaya produksinya pun akan semakin besar. Besarnya rata-rata biaya pengendalian OPT adalah sebesar Rp 17,171,399/ha atau sebesar 65% dari biaya produksi selama semusim yaitu sebesar Rp 26,507,246/ha (Gambar 8). Biaya pengendalian tersebut terdiri dari biaya untuk pestisida dan tenaga kerja. 30 Biaya (Juta Rupiah) Biaya pengendalian Biaya produksi - Bogor Cianjur Sukabumi Total Gambar 8 Biaya pengendalian OPT dan total biaya produksi selama satu musim tanam

29 21 Hasil panen yang dijual petani adalah buah tomat yang sudah merah dan matang. Pada umumnya petani sudah dapat memanen tanamannya pada umur 90 hari setelah tanam (HST) dan rata-rata petani melakukan panen selama semusim sebanyak 9 kali. Rata-rata hasil panen adalah 20 ton/ha selama satu musim tanam. Hasil panen di Kabupaten Sukabumi dengan biaya pengendalian 50% dari total biaya produksi menghasilkan 15 ton/ha (Gambar 9). Hasil panen di Kabupaten Sukabumi lebih sedikit daripada kabupaten lain karena di Kabupaten Sukabumi populasi tanaman lebih sedikit daripada daerah lainnya yaitu 15,698 tanaman sedangkan di Kabupaten Bogor sebanyak 21,000 tanaman/ha dan di Kabupaten Cianjur sebanyak 19,675 tanaman/ha. Produksi (ton/ha) Bogor Cianjur Sukabumi Total Gambar 9 Hasil panen selama satu musim tanam Sebagian besar 53.6% petani menjual tomat hanya kepada tengkulak. Sebesar 33.4% petani menjual hasil panennya pada tengkulak dan pasar tradisional, dan sisanya 13% petani menjual kepada tengkulak, pasar tradisional dan supermarket. Besarnya penerimaan dari hasil panen adalah rata-rata sebesar Rp 53,649,725/ha dengan mengurangkan biaya produksi seperti yang telah di uraikan di atas, rata-rata keuntungan yang didapat petani adalah Rp 28,725,740/ha. Keuntungan yang didapat petani di Kabupaten Bogor adalah paling besar dibandingkan dengan petani pada dua kabupaten lainnya, yaitu sebesar Rp 41,034,614 sedangkan di Kabupaten Cianjur sebesar Rp 39,482,356 dan di Kabupaten Sukabumi sebesar Rp 24,150,577 (Gambar 10). Dengan biaya pengendalian 65% dari total biaya produksi, kuantitas dan kualitas buah tomat yang diproduksi petani di Kabupaten Bogor lebih baik dibandingkan dengan petani kabupaten lainnya, sehingga harga jual tomat lebih tinggi di Kabupaten

30 22 Bogor daripada daerah lainnya. Petani Bogor mendapat keuntungan lebih besar daripada petani Sukabumi dan Cianjur karena hasil penjualan produksinya jauh lebih tinggi. Biaya dan penerimaan (Juta Rupiah) Bogor Cianjur Sukabumi Total Biaya produksi Hasil panen Gambar 10 Biaya produksi dan hasil panen per hektar selama satu musim tanam Berdasarkan analisis biaya manfaat, perbandingan antara keuntungan dengan biaya produksi yang dikeluarkan atau nilai benefit-cost ratio (B/C), diperoleh nilai rata-rata sebesar (Gambar 11). Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum petani akan memperoleh keuntungan sebesar 1.3 kali lipat dari total biaya produksi. Nilai B/C di Kabupaten Bogor lebih tinggi daripada nilai rasio biaya-manfaat pada dua daerah lainnya, yaitu dengan rasio dibandingkan dengan yang terdapat di Kabupaten Cianjur dan Sukabumi dengan rasio berturutturut sebesar dan Nilai rasio biaya-manfaat 1,600 1,400 1,200 1,000 0,800 0,600 0,400 0,200 0,000 Bogor Cianjur Sukabumi Total Gambar 11 Nilai rasio biaya-manfaat usahatani tomat pada ketiga kabupaten

31 23 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Praktek pengelolaan OPT pada budidaya tanaman tomat yang dilakukan petani di Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi masih mengandalkan sepenuhnya pada penggunaan pestisida kimia sintetis dengan frekuensi 5 hari sekali. Manfaat dari penggunaan alternatif pengendalian yang lebih ramah lingkungan masih belum banyak disadari oleh petani tomat di wilayah penelitian karena kurangnya informasi tentang penggunaan alternatif pengendalian tersebut. Biaya pengendalian yang dikeluarkan petani menyumbang 65% total biaya produksinya dan keuntungan yang diperoleh petani dari hasil penjualan produksinya mencapai 130% dari total biaya produksi. Saran Perlu kajian sejenis lebih lanjut yang dapat membandingkan berbagai cara pengendalian OPT sehingga diperoleh informasi yang lebih bermanfaat bagi petani tomat dalam melakukan pengendalian OPT.

32 24 DAFTAR PUSTAKA Agrios GN Plant Pathology. San diego: Academic Press Inc. Anjarsari L Trialeurodes vaporariorum Westwood (Hemiptera: Aleyrodidae) pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.): Panjang Rostrum dan Sayap di Beberapa Ketinggian Tempat Berbeda serta Periode Retensi Tomato infectious chlorosis virus (TICV) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Anonim Penyakit Layu pada Tanaman Tomat di Indonesia. Di dalam: Semangun H. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Ed ke-3. Yogyakarta: UGM Press. Arifin Z Penerapan pengendalian hama terpadu petani sayuran di Kecamatan Pacet.[Skripsi].Bogor: Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor [AVRDC] Asian Vegetable Research and Development Center Vegetables Research and Development in the 1990s: A Strategic Plan. Taipei: AVRDC. Botha J, Hardie D, Power G Spiraling whitefly Aleurodicus dispersus, Exotic Threat to Western Australia. Fact Sheet no. 18/2000. [BPS] Badan Pusat Statistik Statistik pertanian. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Cahyono B Tomat Usahatani dan Penanganan Pascapanen. Ed ke-5. Yogyakarta: Kanisius. Djauhari S Upaya pengendalian penyakit layu Fusarium pada tomat dengan pemulsaan menggunakan plastik sebelum tanam. Di dalam: Semangun H. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Ed ke-3. Yogyakarta: UGM Press. Duffus JE, Liu HY, Wisler GC Tomato infectious chlorosis virus-a new clostero-like virus transmitted by Trialeurodes vaporariorum. European Journal of Plant Pathology 102: Fitriasari ED Keefektifan kutukebul dalam menularkan virus penyebab penyakit kuning pada tanaman tomat [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hirota T, Natsuaki T, Sayama H, Atarashi H, Okuda S et al Yellowing disease of tomato caused by Tomato chlorosis virus newly recognized in Japan. J Gen Plant Pathol 76:

33 25 Hodlle MS The biology and management of silverleaf whitefly, Bemisia argentifolii Bellos and Perring (Homoptera : Aleyrodidae) on greenhouse grown ornamentals. Applied Biological Control Research. [10 November 2010]. Indrayani IGAA Studi pustaka bioekologi dan teknik pengendalian lalat putih Bemisia spp. (Hemiptera: Aleyrodidae). Departemen Pertanian. http.//balittas.litbang.deptan.go.id/ind/images/lamongan/study%20pustaka.p df [24 Agustus 2011]. Jones Jr B Tomato Plant Culture: in the field, greenhouse, home garden. USA: CRC-Press Oka IN Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah mada University Press. Kalshoven LGE The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie. Minkenberg OPJM, Lenteren VJC The leafminers Liriomyza bryoniae and L. trifolii (Diptera: Agromyzidae), their parasites and host plants: a review. Agricultural University, Wageningen, The Netherlands. hlm 50. Perum Perhutani KPH Randublatung Pelatihan Pembuatan Pestisida Ramah Lingkungan di KPH Randublatung. [24 November 2010] Rauf A Liriomyza: hama pendatang baru di Indonesia. Bul HPT 8 (1) : Rauf A Persepsi dan tindakan petani kentang terhadap lalat pengorok daun, Liriomyza huidobrensis (Blanchard) (Diptera: Agromizydae). Bul HPT 11(1): Rubatzky, Vincent E, Yamaguchi M Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi, dan Gizi. Herison Catur, penerjemah. Bandung: ITB Press. Terjemahan dari: World Vegetables: Principles, Production, and Nutritive Values. Semangun H Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Ed ke-3. Yogyakarta: UGM Press. Soeharto I Manajemen Proyek (Dari Konseptual Sampai Operasional) jilid I. Ed ke-2. Jakarta: Erlangga. Soekartawi Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Di dalam: Soekartawi. Analisis Usahatani. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Soekartawi Analisis Usahatani. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

34 26 Spencer KA, Steyskal BC Manual of Agromyzidae (Diptera) of United States. USDA Agricultural Handbook. No New York: USDA. Sudiono, Yasin N Karakteristik kutukebul (Bemisia tabaci) sebagai vektor virus gemini dengan teknik PCR-RAPD. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 6(2): Watson GW Identification of whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae). APEC Re-entry Workshop on Whiteflies and Mealybugs in Malaysia, April Wintermantel WM, Wisler GC Vector specificity, host range, and genetic diversity of Tomato chlorosis virus. Plant Disease 90: Wisler GC, Li RH, Liu HY, Lowry DS, Duffus JE Tomato chlorosis virus: a new whitefly-transmitted, phloem-limited, bipartite closterovirus of tomato. Phytopathology 88:

TINJAUAN PUSTAKA Tomat ( Lycopersicum esculentum Hama dan Penyakit Tomat Hama tanaman tomat Ulat buah

TINJAUAN PUSTAKA Tomat ( Lycopersicum esculentum Hama dan Penyakit Tomat Hama tanaman tomat Ulat buah 3 TINJAUAN PUSTAKA Tomat (Lycopersicum esculentum) Tomat adalah sayuran yang penting dan terkenal secara luas di semua negara berkembang. Tomat termasuk dalam kelompok sayuran yang paling utama berdasarkan

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT TEKNIK BUDIDAYA TOMAT 1. Syarat Tumbuh Budidaya tomat dapat dilakukan dari ketinggian 0 1.250 mdpl, dan tumbuh optimal di dataran tinggi >750 mdpl, sesuai dengan jenis/varietas yang diusahakan dg suhu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lahan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lahan Kecamatan Pangalengan berada pada ketinggian sekitar 1500 m di atas permukaan laut (dpl). Keadaan iklim di lokasi ini adalah sebagai berikut meliputi curah hujan rata-rata

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT PENDAHULUAN Eli Korlina Salah satu masalah dalam usahatani bawang putih adalah gangguan hama dan penyakit. Keberadaan hama dan penyakit dalam usahatani mendorong petani untuk menggu-nakan pestisida pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

PREFERENSI PETANI SAYURAN DAN JAGUNG DALAM PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN DI WILAYAH BOGOR DAN CIANJUR DAN ANALISIS EKONOMINYA

PREFERENSI PETANI SAYURAN DAN JAGUNG DALAM PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN DI WILAYAH BOGOR DAN CIANJUR DAN ANALISIS EKONOMINYA PREFERENSI PETANI SAYURAN DAN JAGUNG DALAM PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN DI WILAYAH BOGOR DAN CIANJUR DAN ANALISIS EKONOMINYA ANDES HERYANSYAH PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Kehilangan hasil yang disebabkan gangguan oleh serangga hama pada usaha tani komoditas hortikultura khususnya kentang, merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sayuran cukup penting di Indonesia, baik untuk konsumsi di dalam negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT

HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT Budidaya konvensional merupakan budidaya cabai yang menggunakan pestisida kimia secara intensif dalam mengendalikan

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai prospek pengembangan dan pemasaran yang cukup baik karena banyak dimanfaatkan oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang mempunyai peran dan sumbangan besar bagi penduduk dunia. Di Indonesia, tanaman kedelai

Lebih terperinci

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang 1 Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang Kelompok penyakit tanaman adalah organisme pengganggu tumbuhan yang penyebabnya tidak dapat dilihat dengan mata telanjang seperti : cendawan, bakteri,

Lebih terperinci

Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi

Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 PROBOLINGGO 67271 Pendahuluan Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi Oleh : Ika Ratmawati, SP,

Lebih terperinci

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PENGENDALIAN OPT BAWANG MERAH Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lahan Pertanaman Bawang Merah Desa Sungai Nanam, Alahan Panjang, dan Salimpat termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Secara

Lebih terperinci

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09 Tanaman tomat (Lycopersicon lycopersicum L.) termasuk famili Solanaceae dan merupakan salah satu komoditas sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tanaman ini dapat ditanam secara luas di dataran

Lebih terperinci

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati Tanaman jagung disamping sebagai bahan baku industri pakan dan pangan pada daerah tertentu di Indonesia dapat juga sebagai makanan pokok. Karena

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH Nurbaiti Pendahuluan Produktifitas cabai di Aceh masih rendah 10.3 ton/ha (BPS, 2014) apabila dibandingkan dengan potensi produksi yang

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PERCOBAAN

LAPORAN HASIL PERCOBAAN LAPORAN HASIL PERCOBAAN PENGUJIAN LAPANGAN EFIKASI FUNGISIDA RIZOLEX 50 WP (metil tolklofos 50%) (385/PPI/8/2008) TERHADAP PENYAKIT BUSUK DAUN Phytophthora infestans PADA TANAMAN KENTANG Pelaksana : H.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Paprika Tanaman paprika (Capsicum annum var. grossum L.) termasuk ke dalam kelas Dicotyledonae, ordo Solanales, famili Solanaceae dan genus Capsicum. Tanaman paprika merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PENGENDALIAN OPT CABAI Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) atau hama dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar 4 TINJAUAN PUSTAKA Pepaya (Carica papaya L.) Asal-usul Pepaya Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba yang diduga berasal dari Amerika Tropis, diantaranya Meksiko dan Nikaragua. Penyebaran tanaman pepaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

PREFERENSI PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN PADA BUDIDAYA ANGGREK DAN ANALISIS EKONOMINYA: STUDI KASUS DI BOGOR KADE KUSUMA DEWI

PREFERENSI PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN PADA BUDIDAYA ANGGREK DAN ANALISIS EKONOMINYA: STUDI KASUS DI BOGOR KADE KUSUMA DEWI PREFERENSI PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN PADA BUDIDAYA ANGGREK DAN ANALISIS EKONOMINYA: STUDI KASUS DI BOGOR KADE KUSUMA DEWI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN KUBIS PADA TIGA SISTEM BUDI DAYA A. MUBARRAK

PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN KUBIS PADA TIGA SISTEM BUDI DAYA A. MUBARRAK PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN KUBIS PADA TIGA SISTEM BUDI DAYA A. MUBARRAK SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK A. MUBARRAK. Perkembangan Hama dan Penyakit Tanaman

Lebih terperinci

BALITSA & WUR the Netherlands,

BALITSA & WUR the Netherlands, BALITSA & WUR the Netherlands, 2014 1 PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA KENTANG SECARA PREVENTIF Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) atau hama dan penyakit berdasarkan

Lebih terperinci

*) Dibiayai Dana DIPA Universitas Andalas Tahun Anggaran 2009 **) Staf Pengajar Fakultas Pertanian Univ.Andalas Padang

*) Dibiayai Dana DIPA Universitas Andalas Tahun Anggaran 2009 **) Staf Pengajar Fakultas Pertanian Univ.Andalas Padang PENERAPAN PENGGUNAAN INSEKTISIDA BIORASIONAL UNTUK MENGENDALIKAN HAMA KUTU KEBUL, Bemisia tabaci PENYEBAB PENYAKIT VIRUS KUNING KERITING CABAI DI NAGARI BATU TAGAK, KECAMATAN LUBUK BASUNG, KABUPATEN AGAM,

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Masalah yang sering dihadapi dan cukup meresahkan petani adalah adanya serangan hama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Imago Bemisia tabaci.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Imago Bemisia tabaci. TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi B. tabaci digolongkan ke dalam ordo Hemiptera, subordo Sternorrhyncha, superfamili Aleyrodoidea, dan termasuk kedalam famili Aleyrodidae (Boror et al. 1996). B.

Lebih terperinci

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Embriani BBPPTP Surabaya LATAR BELAKANG Serangan hama merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan produksi dan mutu tanaman. Berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari

I. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah potensial untuk pengembangan komoditas kakao karena sumber daya alam dan kondisi sosial budaya yang mendukung serta luas areal kakao yang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TAHUNAN PENYAKIT PADA KOMODITAS PEPAYA. disusun oleh: Vishora Satyani A Listika Minarti A

LAPORAN PRAKTIKUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TAHUNAN PENYAKIT PADA KOMODITAS PEPAYA. disusun oleh: Vishora Satyani A Listika Minarti A LAPORAN PRAKTIKUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TAHUNAN PENYAKIT PADA KOMODITAS PEPAYA disusun oleh: Lutfi Afifah A34070039 Vishora Satyani A34070024 Johan A34070034 Listika Minarti A34070071 Dosen Pengajar:

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN Yeni Nuraeni, Illa Anggraeni dan Wida Darwiati Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Kampus Balitbang Kehutanan, Jl.

Lebih terperinci

INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus LINN) LAELA NUR RAHMAH

INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus LINN) LAELA NUR RAHMAH INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus LINN) LAELA NUR RAHMAH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK LAELA NUR RAHMAH. Inventarisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kerusakan tanaman akibat serangan hama menjadi bagian budidaya pertanian sejak manusia mengusahakan pertanian ribuan tahun yang lalu. Mula-mula manusia membunuh

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN ISBN :

KEMENTERIAN PERTANIAN ISBN : KEMENTERIAN PERTANIAN ISBN :978-979-8304-70-5 ISBN : 978-979-8304-70-5 Modul Pelatihan Budidaya Kentang Berdasarkan Konsepsi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Modul 1 : Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada

Lebih terperinci

Pengorok Daun Manggis

Pengorok Daun Manggis Pengorok Daun Manggis Manggis (Garcinia mangostana Linn.) merupakan tanaman buah berpotensi ekspor yang termasuk famili Guttiferae. Tanaman manggis biasanya ditanam oleh masyarakat Indonesia di pertanaman

Lebih terperinci

KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN

KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN 1 KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN R. PANJI FERDY SURYA PUTRA A44101063 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA LIMBAH PLTU TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DAN INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA LIMBAH PLTU TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DAN INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM PENGARUH KOMPOSISI MEDIA LIMBAH PLTU TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DAN INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM KARYA ILMIAH TERTULIS (SKRIPSI) Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan

Lebih terperinci

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN JL. RAYA DRINGU 81 TELPON 0335-420517 PROBOLINGGO 67271 MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU Oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi 1 7 m, daun tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi 1 7 m, daun tanaman TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Tanaman Jarak Pagar Tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaceae, satu famili dengan karet dan ubi kayu. Klasifikasi tanaman jarak pagar sebagai berikut (Hambali, dkk.,

Lebih terperinci

Serangan Hama dan Penyakit Tembakau Tahun 2015 di Kabupaten Probolinggo dan Dampak Kerugian

Serangan Hama dan Penyakit Tembakau Tahun 2015 di Kabupaten Probolinggo dan Dampak Kerugian PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Nomor 81 Telp. (0335) 420517 Fax. (4238210) PROBOLINGGO 67271 Serangan Hama dan Penyakit Tembakau di Kabupaten Probolinggo dan Dampak Kerugian Oleh : Rudy Trisnadi.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) termasuk dalam keluarga Leguminoceae dan genus Arachis. Batangnya berbentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. KULTUR TEKNIS PERSIAPAN TANAM

I. PENDAHULUAN II. KULTUR TEKNIS PERSIAPAN TANAM I. PENDAHULUAN Tomat merupakan satu dari sayuran yang paling banyak dibudidayakan di dunia. Sebagai sayuran buah, tomat merupakan sumber vitamin A dan C. Tomat tumbuh baik pada temperatur 20-27 C, pembentukan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bumi Agung, September 2015 Penulis

KATA PENGANTAR. Bumi Agung, September 2015 Penulis KATA PENGANTAR Buah terung ini cukup populer di masyarakat, bisa di dapatkan di warung, pasar tradisional, penjual pinggir jalan hingga swalayan. Cara pembudidayaan buah terung dari menanam bibit terung

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

MENGENAL ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) BAWANG MERAH DAN MUSUH ALAMINYA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

MENGENAL ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) BAWANG MERAH DAN MUSUH ALAMINYA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA MENGENAL ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) BAWANG MERAH DAN MUSUH ALAMINYA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA Mengapa harus mengenal OPT yang menyerang? Keberhasilan pengendalian OPT sangat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA BUDIDAYA TANAMAN DURIAN Dosen Pengampu: Rohlan Rogomulyo Dhea Yolanda Maya Septavia S. Aura Dhamira Disusun Oleh: Marina Nurmalitasari Umi Hani Retno

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya Produksi gula nasional Indonesia mengalami kemerosotan sangat tajam dalam tiga dasawarsa terakhir. Kemerosotan ini menjadikan Indonesia yang pernah menjadi

Lebih terperinci

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Oleh : Umiati, SP dan Irfan Chammami,SP Gambaran Umum Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman perkebunan industry berupa pohon batang lurus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman cabai Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis tanaman hortikultura penting yang dibudidayakan secara komersial, hal ini disebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur TINJAUAN PUSTAKA 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

M. Syarief, Aplikasi Pestisida Berdasarkan Monitoring Dan Penggunaan Kelambu Kasa Plastik Pada Budidaya Bawang Merah

M. Syarief, Aplikasi Pestisida Berdasarkan Monitoring Dan Penggunaan Kelambu Kasa Plastik Pada Budidaya Bawang Merah M. Syarief, Aplikasi Pestisida Berdasarkan Monitoring Dan Penggunaan Kelambu Kasa Plastik Pada Budidaya APLIKASI PESTISIDA BERDASARKAN MONITORING DAN PENGGUNAAN KELAMBU KASA PLASTIK PADA BUDIDAYA BAWANG

Lebih terperinci

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2) CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2) Lektor Kepala/Pembina TK.I. Dosen STPP Yogyakarta. I. PENDAHULUAN Penurunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenderal Hortikultura, 2013). Buah tomat banyak dimanfaatkan sebagai sayuran,

I. PENDAHULUAN. Jenderal Hortikultura, 2013). Buah tomat banyak dimanfaatkan sebagai sayuran, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat ( Lycopersicon esculentum Mill.) adalah komoditas unggulan hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis penting di Indonesia (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2013).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR PERLINDUNGAN HUTAN

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR PERLINDUNGAN HUTAN LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR PERLINDUNGAN HUTAN ACARA 1 PENGENALAN GEJALA DAN TANDA PENYAKIT PADA HUTAN DISUSUN OLEH : NAMA NIM SIFT CO.ASS : SIWI PURWANINGSIH : 10/301241/KT/06729 : Rabu,15.30 : Hudiya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga TINJAUAN PUSTAKA Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga hama utama pada tanaman kopi yang menyebabkan kerugian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun,

I. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bunga anggrek adalah salah satu jenis tanaman hias yang mampu memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun, terus menghasilkan ragam varietas anggrek

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik 38 PEMBAHASAN Budidaya Bayam Secara Hidroponik Budidaya bayam secara hidroponik yang dilakukan Kebun Parung dibedakan menjadi dua tahap, yaitu penyemaian dan pembesaran bayam. Sistem hidroponik yang digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Antraknosa Cabai Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan Colletotrichum yaitu C. acutatum, C. gloeosporioides, dan C. capsici (Direktorat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu jenis rempah yang paling penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi perannya dalam menyumbangkan

Lebih terperinci

commit to users I. PENDAHULUAN

commit to users I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya jumlah dan tingkat kesejahteraan penduduk, maka kebutuhan akan hasil tanaman padi ( Oryza sativa L.) yang berkualitas juga semakin banyak. Masyarakat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. polifagus. Pada fase larva, serangga ini menjadi hama yang menyerang lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. polifagus. Pada fase larva, serangga ini menjadi hama yang menyerang lebih dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Helicoverpa armigera Hubner merupakan serangga yang bersifat polifagus. Pada fase larva, serangga ini menjadi hama yang menyerang lebih dari 60 spesies tanaman budidaya

Lebih terperinci

Hama penghisap daun Aphis craccivora

Hama penghisap daun Aphis craccivora Hama Kacang tanah Hama penghisap daun Aphis craccivora Bioekologi Kecil, lunak, hitam. Sebagian besar tdk bersayap, bila populasi meningkat, sebagian bersayap bening. Imago yg bersayap pindah ke tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan

BAB I PENDAHULUAN. Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan Indonesia telah disusun sedemikian ketat. Ketatnya aturan karantina tersebut melarang buah-buahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. allin dan allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. allin dan allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan salah satu komoditas unggulan di beberapa daerah di Indonesia, meskipun bukan merupakan kebutuhan pokok tetapi hampir selalu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi Trialeurodes vaporariorum (Westwood)

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi Trialeurodes vaporariorum (Westwood) TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi Trialeurodes vaporariorum (Westwood) Kutukebul T. vaporariorum merupakan hama utama pada berbagai tanaman hortikultura dan tanaman hias. Kutukebul ini bersifat

Lebih terperinci

Upaya pengendalian Hama pengerek batang (Lophobaris piperis Marsh.) Tanaman lada dengan menggunakan jamur. Beauveria bassiana. Oleh ;Umiati.

Upaya pengendalian Hama pengerek batang (Lophobaris piperis Marsh.) Tanaman lada dengan menggunakan jamur. Beauveria bassiana. Oleh ;Umiati. Upaya pengendalian Hama pengerek batang (Lophobaris piperis Marsh.) Tanaman lada dengan menggunakan jamur Beauveria bassiana Oleh ;Umiati.SP Hama merupakan salah satu kendala produksi lada di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, akibatnya agroekosistem menjadi tidak stabil. Kerusakan-kerusakan tersebut menimbulkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kakao Tanaman kakao mempunyai sistematika sebagai berikut (Tjitrosoepomo, 1988 dalam Syakir et al., 2010) Divisi Sub Divisi Kelas Sub Kelas Famili Ordo Genus : Spermatophyta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam kondisi pertanian Indonesia saat ini dengan harga pestisida tinggi, menyebabkan bahwa usaha tani menjadi tidak menguntungkan sehingga pendapatan tidak layak. Kondisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman sayuran yang tergolong tanaman tahunan berbentuk perdu.

Lebih terperinci

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang Penyakit Layu Bakteri pada Kentang Penyakit layu bakteri dapat mengurangi kehilangan hasil pada tanaman kentang, terutama pada fase pembibitan. Penyakit layu bakteri disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum

Lebih terperinci

Alternatif pengendalian terhadap si Helopeltis sp. Oleh : Vidiyastuti Ari Y, SP POPT Pertama

Alternatif pengendalian terhadap si Helopeltis sp. Oleh : Vidiyastuti Ari Y, SP POPT Pertama Alternatif pengendalian terhadap si Helopeltis sp Oleh : Vidiyastuti Ari Y, SP POPT Pertama Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang dikembangluaskan dalam rangka peningkatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Merah Besar Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu namun pada batang muda berambut halus berwarna hijau. Tinggi tanaman mencapai 1 2,5 cm dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.

Lebih terperinci

JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS

JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS Eva L. Baideng Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Sam Ratulangi Email : eva.baideng@yahoo.co.id;eva.baideng@unsrat.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena di dalam Al Qur an telah dijelaskan proses penciptaan alam semesta termasuk makhluk hidup yang

Lebih terperinci

PERLAKUAN AGEN ANTAGONIS DAN GUANO UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT DAN HAMA PENGGEREK BUAH TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) DI LAPANGAN

PERLAKUAN AGEN ANTAGONIS DAN GUANO UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT DAN HAMA PENGGEREK BUAH TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) DI LAPANGAN PERLAKUAN AGEN ANTAGONIS DAN GUANO UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT DAN HAMA PENGGEREK BUAH TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) DI LAPANGAN IZZATI SHABRINA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerugian pada tanaman hortikultura, baik yang dibudidayakan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerugian pada tanaman hortikultura, baik yang dibudidayakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalat buah (Bactrocera spp.) merupakan salah satu hama yang banyak menimbulkan kerugian pada tanaman hortikultura, baik yang dibudidayakan secara luas maupun tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas hortikultura terutama jenis sayur-sayuran dan buah-buahan sangat diminati oleh konsumen. Sayuran diminati konsumen karena kandungan gizinya baik dan dapat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.) 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.) Menurut Cronquist (1981), klasifikasi tanaman cabai rawit adalah sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas

Lebih terperinci

PENGELOLAAN TANAMAN DAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) BAWANG MERAH

PENGELOLAAN TANAMAN DAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) BAWANG MERAH PENGELOLAAN TANAMAN DAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) BAWANG MERAH (Allium ascolonicum Linn.) DI KECAMATAN LEMBAH GUMANTI, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT YOKI DAIKHWA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kedelai (Glycines max L. Merril) Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman eksotik yang diperkirakan berasal dari Manshukuw (Cina) yang

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci