BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Transmisi merupakan proses penyaluran energi listrik dari satu tempat ke tempat lainnya yang besaran tegangannya adalah Tegangan Ultra Tinggi (UHV), Tegangan Ekstra Tinggi (EHV), Tegangan Tinggi (HV), Tegangan Menengah (MHV), dan Tegangan Rendah (LV). Standar tegangan tinggi yang berlaku di Indonesia adalah 30 KV, 70 KV, dan 150 KV. Berdasarkan pemasangannya, saluran transmisi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu saluran udara (overhead lines), saluran kabel bawah tanah (underground lines), dan saluran bawah laut (submarine cable). Pada sistem saluran kabel bawah tanah, tenaga listrik disalurkan melalui kabel-kabel seperti kabel bawah laut dengan berbagai macam isolasi pelindungnya. Saluran kabel bawah tanah ini dibuat untuk menghindari risiko bahaya yang terjadi pada pemukiman padat penduduk. Tenaga listrik sangat dibutuhkan bagi masyarakat untuk berbagai macam keperluan. Kebutuhan listrik tersebut semakin meningkat seiring dengan perkembangan dinamika kehidupan masyarakat dan tidak jarang terjadi kekurangan pasokan listrik pada suatu daerah. Untuk mengantisipasi dan mengatasi permasalahan tersebut, maka direncanakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Pelabuhan Kariangau yang akan menyalurkan listrik melalui kabel listrik bawah laut 150 KV di Teluk Balikpapan ke Pelabuhan Penajam. Pembangunan jalur transmisi ini terdiri dari pemasangan kabel listrik bawah tanah dan kabel listrik bawah laut 150 KV dari PLTU Kariangau ke Gardu Induk (GI) Petung yang menghubungkan landing point di area PLTU Kariangau dengan landing point di area Penajam. Desain pembangunan kabel laut dimulai dari landing point yang berada di darat pada sisi Kariangau, dilanjutkan menyeberangi laut pada Selat Balikpapan menuju landing point yang berada di darat pada sisi Penajam. Dalam mendesain rute kabel laut dibutuhkan peta topografi baik topografi daratan maupun topografi dasar 1

2 2 laut/bathimetri untuk mendapatkan gambaran topografi di sepanjang koridor rencana jalur kabel laut. Peta topografi daratan diperoleh dari survei teristris yang memberikan informasi mengenai situasi area landing point di kedua sisi, sedangkan peta topografi dasar laut/bathimetri diperoleh dari survei hidrografi yang memberikan informasi kedalaman dasar laut dan bentuk terain dasar laut yang akan dilakukan pemendaman kabel laut. Untuk mendesain rute kabel laut yang optimal tentu saja memerlukan banyak data, tidak hanya dengan menggunakan peta topografi dan peta bathimetri saja, melainkan dibutuhkan data lain seperti peta side scan sonar, anomali magnetik, dan sub bottom profile untuk mengetahui informasi dasar laut lainnya. Peta side scan sonar digunakan untuk mengetahui citra/gambaran permukaan dasar laut di sepanjang koridor rencana jalur kabel laut dan mengidentifikasi adanya material-material yang dapat membahayakan kabel laut, seperti jangkar kapal, kabel dan pipa eksisting, maupun batu-batu karang. Selain menggunakan peta side scan sonar, material-material yang dapat membahayakan kabel laut juga dapat diidentifikasi dengan menggunakan peta anomali magnetik seperti kabel eksisting dan obyek-obyek metal lainnya di sepanjang koridor rencana jalur kabel laut. Pembangunan kabel laut dilakukan dengan cara pemendaman di bawah permukaan dasar laut (seabed), maka dibutuhkan peta sub bottom profile untuk mengidentifikasi lapisan sedimen di bawah permukaan dasar laut (seabed) dan untuk menentukan informasi penting yang berhubungan dengan stratigrafi dasar laut seperti penentuan jenis dan batas lapisan tanah di sepanjang koridor rencana jalur kabel laut. Berkaitan dengan banyaknya data yang dibutuhkan dalam mendesain rute pemasangan kabel laut, pemasangan kabel laut merupakan salah satu pekerjaan rekayasa laut yang bernilai tinggi karena biaya pemasangannya yang cukup besar, sehingga diperlukan suatu perencanaan pemasangan kabel laut yang optimal. Lembaga Kerjasama Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (LKFT UGM) telah melakukan studi hidro-oseanografi pembangunan kabel laut jalur transmisi 150 KV PLTU Kariangau-GI Petung untuk mendesain rute pemasangan kabel laut tersebut (Laporan Akhir LKFT UGM: Studi Hidro-oseanografi Pembangunan Kabel Laut Jalur Transmisi 150 KV PLTU Kariangau-GI Petung, 2013). Pada skripsi ini, penulis berusaha mendesain ulang rute pemasangan kabel laut jalur transmisi 150 KV dari

3 3 landing point pada sisi Kariangau menuju landing point pada sisi Penajam dan hasil desain tersebut memberikan alternatif lain berdasarkan data yang ada. Data yang digunakan pada skripsi ini hanya berdasarkan aspek teknisnya saja dengan batasanbatasan berupa peta-peta hasil pekerjaan lapangan, yaitu peta topografi, peta bathimetri, peta side scan sonar, peta anomali magnetik, dan peta sub bottom profile. Beberapa hal yang dijadikan dasar pertimbangan dalam mendesain rute pemasangan kabel laut yaitu kondisi topografi di sekitar area landing point, kedalaman dan bentuk terain dasar laut, kondisi anomali magnetik, dan struktur lapisan sedimen dasar laut di sepanjang koridor rencana jalur kabel laut. I.2. Lingkup Kegiatan Dalam kegiatan aplikatif ini, batasan masalah yang ada adalah menggunakan kriteria sebagai berikut : 1. Desain gantry dan landing point berada di darat. 2. Desain kabel laut berada di laut dan pembangunan kabel laut dilakukan dengan cara pemendaman di bawah permukaan dasar laut (natural seabed). 3. Acuan dalam pemendaman kabel laut berdasarkan pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 68 tahun 2011 tentang alur-pelayaran di laut pasal 45 yang disebutkan sebagai berikut : a. Alur-pe1ayaran dengan kedalaman laut kurang dari 20 m kabel laut dan pipa bawah laut harus dipendam 4 m di bawah permukaan dasar laut (natural seabed). b. Alur-pelayaran dengan kedalaman 20 m sampai 40 m kabel laut dan pipa bawah laut harus dipendam 2 m di bawah permukaan dasar laut (natural seabed). c. Alur-pelayaran dengan kedalaman lebih dari 40 m, kabel laut, dan pipa bawah laut harus dipendam 1 m di bawah permukaan dasar laut (natural seabed). d. Pada lokasi tertentu untuk mengantisipasi pengembangan pelabuhan dan kepadatan lalu lintas pe1ayaran perlu dilakukan penilaian resiko

4 4 (risk assesment) antara lain me1alui kegiatan penjatuhan jangkar kapal terbesar (anchor drop test). I.3. Tujuan Tujuan dari kegiatan aplikatif ini adalah sebagai berikut: 1. Membuat desain rute pemasangan kabel laut jalur transmisi 150 KV dari landing point Kariangau ke landing point Penajam yang optimal. 2. Mengetahui panjang kabel laut yang diperlukan berdasarkan desain tersebut. 3. Mengetahui kedalaman pemasangan kabel laut berdasarkan desain tersebut. I.4. Manfaat Manfaat dari kegiatan aplikatif ini akan dihasilkan desain yang dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pemasangan kabel laut jalur transmisi 150 KV dari landing point sisi Kariangau menuju landing point sisi Penajam. I.5. Landasan Teori I.5.1. Transmisi Kabel Bawah Laut Transmisi tenaga listrik adalah penyaluran tenaga listrik dari suatu sumber pembangkitan ke suatu sistem distribusi atau kepada konsumen, atau penyaluran tenaga listrik antar sistem (SNI PUIL, 2000). Sistem transmisi terdiri dari saluran transmisi, gardu induk, dan pusat pengaturan beban. Desain saluran transmisi tergantung pada jumlah daya yang harus disalurkan, jarak dan jenis medan yang dilalui, biaya yang tersedia, serta pertumbuhan beban dimasa yang akan datang. Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam membuat desain transmisi, yaitu pemilihan tegangan, pemilihan jenis kawat, pemilihan sistem perlindungan terhadap gangguan, kontinuitas penyaluran tenaga listrik, dan pembebasan tanah yang dilalui. Dalam sistem kelistrikan saluran transmisi merupakan rantai penghubung antara pusat-pusat pembangkit tenaga menuju pusat beban malalui gardu induk transmisi dan distribusi. Berdasarkan cara pemasangannya saluran

5 5 sistem transmisi dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu saluran udara (overhead line), saluran kabel bawah laut (submarine cable) dan saluran kabel tanah (underground lines). Pada sistem saluran kabel bawah tanah, penyaluran tenaga listrik melalui kabel-kabel seperti kabel bawah laut dengan berbagai macam isolasi pelindungnya. Saluran kabel bawah tanah ini dibuat untuk menghindari resiko bahaya yang terjadi pada pemukiman padat penduduk tanpa mengurangi keindahan lingkungan. Kabel tanah tegangan tinggi yang dipasang pada lingkungan PT PLN (Persero) adalah 30 KV, 70 KV, dan 150 KV dengan jenis kabel yang digunakan kabel berinti tunggal (single core cable), pada dasarnya kabel ini dapat digunakan untuk segala tegangan yang umumnya adalah tegangan tinggi, dan kabel berinti tiga (three core cable), dimana kabel ini terbatas pada tegangan 150 KV yang disebabkan oleh terbatasnya dimensi kabel, terutama sekali untuk keperluan transportasi dan pemasangan. Gambar I.1. Kabel berinti tunggal dan kabel berinti tiga (Sumber: Proteksi Kabel Saluran Bawah Tanah 150 kv dari GI Jajar ke GIS Mangkunegaran, 2003) Kabel laut direncanakan memiliki keandalan yang tinggi. Dengan demikian, diperlukan pengamanan yang baik di sepanjang rute kabel laut. Pengamanan kabel laut dapat berupa penanaman kabel di bawah dasar laut (seabed) dengan atau tanpa pelindung atau penggelaran langsung di atas permukaan dasar laut dengan atau tanpa pelindung. Penggelaran langsung di atas permukaan dasar laut dilakukan pada kondisi dasar laut yang sangat keras (karang batu). Beberapa jenis gangguan eksternal (outer damage) terhadap kabel laut dapat berupa aktifitas menangkap ikan dengan pukat, pelepasan jangkar kapal (bergantung pada ukuran kapal), serta objek lainnya yang menggangu rute kabel laut seperti daerah ranjau laut dll. Untuk memberikan perlindungan kabel laut dari gangguan eksternal dapat dilakukan penanaman kabel dengan kedalaman yang ditentukan. Kedalaman penanaman kabel bergantung dari jenis material dasar dan tingkat gangguan eksternal. Penanaman kabel pada material tanah lunak (soft soil) membutuhkan kedalaman penanaman

6 6 kabel lebih dibandingkan dengan material tanah keras (hard soil) hal ini terkait dengan penetrasi objek yang jatuh ke dasar laut, seperti jangkar dan alat penangkap ikan. Grafik berikut menunjukkan antara penetrasi jangkar kapal dengan kekerasan material dasar terhadap tingkat gangguan eksternal. Gambar I.2. Grafik kedalaman penetrasi jangkar kapal berdasarkan kekerasan tanah (Sumber: KAK Studi Hidro-oseanografi Pembangunan Kabel Laut Jalur Transmisi 150 KV PLTU Kariangau-GI Petung, 2013) Proteksi mekanis kabel laut yang akan digunakan untuk rencana rute kabel laut sesuai dengan kondisi kedalaman laut, jenis seabed dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 68 tahun 2011 tentang alur-pelayaran di laut, dibagi beberapa segmen seperti berikut berikut : 1. Landing point pasang tertinggi (HWL) Untuk melindungi kabel laut dari gangguan eksternal seperti aktifitas manusia, pada daerah pantai kabel laut diproteksi menggunakan concrete duct dengan tinggi concrete duct 1 1,5 m dan concrete duct dipendam pada kedalaman 1 m dari permukaan tanah, konstruksi concrete duct seperti pada gambar I.3.

7 7 Gambar I.3. Konstruksi proteksi mekanis concrete duct (Sumber: KAK Studi Hidrooseanografi Pembangunan Kabel Laut Jalur Transmisi 150 KV PLTU Kariangau-GI Petung, 2013) 2. Pasang tertinggi (HWL) surut terendah (LLWL) Di segmen ini kabel laut diproteksi dengan dipendam sedalam 4 m di bawah seabed dengan metode plowing seperti gambar I.4. Gambar I.4. Metode Plowing (Sumber: KAK Studi Hidro-oseanografi Pembangunan Kabel Laut Jalur Transmisi 150 KV PLTU Kariangau-GI Petung, 2013) 3. Surut terendah (LLWL) kedalaman laut 20 m Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 68 tahun 2011 tentang alur-pelayaran di laut, pada bagian ini kabel laut diproteksi dengan metode pemendaman sedalam 4 m di bawah seabed, proteksi dengan pemendaman kabel sedalam 4 m dapat digunakan menggunakan metode trenching seperti gambar I.5 dengan menyesuaikan terhadap kondisi seabed.

8 8 Gambar I.5. Metode trenching (Sumber: KAK Studi Hidro-oseanografi Pembangunan Kabel Laut Jalur Transmisi 150 KV PLTU Kariangau-GI Petung, 2013) 4. Kedalaman laut 20 m kedalaman laut 40 m Pada segmen berikut kabel laut dipendam dengan kedalaman pemendaman 2 m di bawah seabed dengan menggunakan metode trenching. 5. Kedalaman laut 40 m kedalaman laut 80 m Pada bagian ini kabel laut diproteksi dengan dilakukan pemendaman di bawah seabed sedalam 1 m dengan menggunakan metode trenching. 6. Kedalaman laut 80 m kedalaman laut 200 m Dengan mempertimbangkan bahwa pada kedalaman ini tidak ada gangguan eksternal seperti buang jangkar kapal dan untuk melindungi kabel laut dari arus bawah laut agar kabel tidak bergerak maka digunakan proteksi mekanis menggunakan concrete matrass seperti gambar I.6. Gambar I.6. Konstruksi concrete matrass (Sumber: KAK Studi Hidro-oseanografi Pembangunan Kabel Laut Jalur Transmisi 150 KV PLTU Kariangau-GI Petung, 2013)

9 9 7. Kedalaman laut 200 m kedalaman terdalam Pada kedalaman laut bagian ini kabel laut hanya digelar saja di atas permukaan seabed. Proteksi mekanis pada butir-butir di atas dilakukan juga sebaliknya pada tingkat kedalaman yang sama pada rute menuju landing point selanjutnya. Selain dari jenis-jenis proteksi mekanik di atas, pengamanan kabel laut juga mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 68 Tahun 2011 tentang alur pelayaran di laut pasal 45. I.5.2. Peta Topografi Peta topografi berisi mengenai tempat-tempat di permukaan bumi yang berketinggian sama dari permukaan laut menjadi bentuk garis-garis kontur, dengan satu garis kontur mewakili satu ketinggian. Walaupun peta topografi memetakan tiap interval ketinggian tertentu, namun disertakan pula berbagai keterangan pula yang akan membantu untuk mengetahui secara lebih jauh mengenai daerah permukaan bumi yang terpetakan tersebut, keterangan-keterangan itu disebut legenda peta. Peta topografi dapat juga diartikan sebagai peta yang menggambarkan kenampakan alam dan kenampakan buatan manusia, diperlihatkan pada posisi yang benar. Selain itu peta topografi dapat diartikan peta yang menyajikan informasi spasial dari unsur-unsur pada muka bumi dan dibawah bumi meliputi, batas administrasi, vegetasi dan unsur-unsur buatan manusia. Peta topografi ialah peta yang menunjukkan keadaan muka bumi sebuah kawasan. Peta topografi mempunyai garisan lintang dan garisan bujur dan titik pertemuannya menghasilkan koordinat. Koordinat ialah titik persilangan antara garisan lintang dan bujur. Data dari peta topografi digunakan sebagai latar belakang penempatan dan orientasi secara geografis. Selain peta topografi, yang dapat digunakan sebagai peta dasar antara lain adalah foto udara, peta geologi, dan peta administratif (Prihandito, 1988). Besar skala peta dasar yang dibutuhkan untuk membuat peta arkeologi tergantung pada luas wilayah yang akan dipetakan. Survei topografi dilaksanakan karena landing point eksisting berada di darat sehingga diperlukan pemetaan di lahan darat untuk mendapatkan gambaran

10 10 geografi/morfologi sepanjang rencana koridor jalur kabel laut sesuai dengan daerah studi yang ditentukan. Lokasi landing point definitif di darat dengan pertimbangan aman dari air pasang tertinggi tapi tidak terlalu jauh dari muka air tertinggi. Mendapatkan data posisi yang benar dari posisi BM referensi dan rencana penarikan kabel laut dari landing point eksisting ke tepi laut, baik itu di atas kertas juga di lapangan, sesuai dengan kenyataan dan situasi di lapangan. Profil dan peningkatan ketinggian tanah di lapangan yang harus diambil harus sesuai dengan kaidah umum yang berlaku bagi peta topografi dengan skala 1:2000. Semua jarak diukur dengan menggunakan jarak optis. Semua objek seperti rumah, jalan, jembatan, goronggorong, pemakaman dan fasilitas lainnya harus diamati dan diberikan keterangan yang jelas. Semua bentang alam yang khas (hutan bakau, rawa, laut, jurang, hutan, dll) harus diidentifikasi di sketsa, keterangan tulis dan diukur/dipetakan dengan pengukuran situasi detail. Ketinggian pada garis kontur peta topografi berdasarkan chart datum karena peta topografi akan digabungkan/overlay dengan peta hasil studi hidrografi seperti peta bathimetri, side scan sonar, dan anomali magnetik sebagai informasi tambahan dalam mendesain pemasangan kabel laut jalur transmisi 150 KV yang optimal. I.5.3. Peta Bathimetri Peta bathimetri adalah peta kedalaman laut yang dinyatakan dalam angka kedalaman atau kontur kedalaman yang diukur terhadap datum vertikal (chart datum). Peta bathimetri diperlukan untuk mengetahui keadaan kedalaman laut sekitar lokasi suatu perairan (Triatmodjo, 1999). Peta bathimetri biasanya menunjukkan relief dasar laut atau daerah dasar laut sebagai garis kontur dan pemilihan kedalaman. Peta bathimetri diperoleh dari survei bathimetri yang pada dasarnya merupakan kelanjutan dari survei topografi daratan. Perbedaannya terletak pada wahana, tempat, dan peralatan ukurnya. Pemeruman adalah proses dan aktivitas yang ditujukan untuk memperoleh gambaran (model) bentuk permukaan (topografi) dasar perairan (seabed surface). Gambaran dasar perairan dapat disajikan dalam garis-garis kontur atau model permukaan digital. Garis-garis kontur kedalaman atau model bathimetri diperoleh dengan menginterpolasikan titik-titik pengukuran kedalaman bergantung

11 11 pada skala model yang hendak dibuat. Titik-titik kedalaman berada pada lajur-lajur pengukuran kedalaman yang disebut sebagai lajur perum atau sounding line. Jarak antar titik-titik fiks perum pada suatu lajur pemeruman setidak-tidaknya sama dengan atau lebih rapat dari interval lajur perum. Saat ini, teknik perekaman data kedalaman sudah dapat dilakukan secara digital. Jenis jenis pekerjaan survei bathimetri antara lain (Soeprapto, 1999) : 1. Penentuan titik titik dasar di darat (pantai). Titik-titik ini digunakan sebagai titik ikat (titik referensi) untuk penentuan posisi kapal (fiks perum) dan untuk penentuan garis pantai. 2. Penentuan garis pantai. Garis pantai adalah batas antara air tertinggi dengan daratan. Posisi garis pantai direferensikan pada titik titik dasar pemetaan yang telah dibuat terlebih dahulu. 3. Penentuan topografi dasar laut. Penentuan topografi dasar laut dilakukan dengan pemeruman. Dengan menggunakan posisi fiks perum, maka dapat diketahui posisi topografi dasar laut (titik titik detil kedalaman laut/ketinggian topografi dasar laut). Pemeruman merupakan salah satu pekerjaan terpenting dalam survei bathimetri. Dengan pemeruman yang dirancang dengan baik (lajur lajur pemeruman, titik titik fiks perum) akan diperoleh gambaran topografi dasar laut yang mendekati dengan kenyataan dan pengukuran kedalaman dilakukan pada titik-titik yang dipilih untuk mewakili keseluruhan daerah yang akan dipetakan. Pada titik-titik tersebut juga dilakukan pengukuran untuk penentuan posisi. Titik-titik tempat dilakukannya pengukuran untuk penentuan posisi dan kedalaman disebut titik fiks perum (Poerbandono dan Djunarsjah, 2005). Data yang digunakan untuk membuat peta bathimetri berasal dari alat echosounder (sonar) yang sesuai dengan spesifikasi dan standar ketelitian survei hidrografi (IHO) dan dipasang di bawah atau di samping kapal, berkas suara ke dasar laut. Jumlah waktu yang dibutuhkan untuk suara melakukan perjalanan melalui air, memantul dari dasar laut, dan kembali ke penerima menunjukkan jarak ke dasar laut. Alat ini bekerja dengan menggunakan sifat sifat perambatan gelombang akustik yang dipancarkan dengan arah vertikal dari permukaan laut ke dasar laut. Bila

12 12 kemudian gelombang pantulnya (dipantulkan oleh dasar laut) diterima, dan dicatat waktu tempuhnya, maka kedalaman laut dapat ditentukan. Gambar I.7. Sketsa posisi alat echosounder Prosedur standar kalibrasi dilaksanakan dengan menggunakan barcheck atau koreksi sound velocity profile (SVP) untuk menentukan transmisi dan kecepatan rambat gelombang suara dalam air, dan juga untuk menentukan index error correction. Kalibrasi dilaksanakan sebelum dan sesudah survei. Untuk daerah perairan yang tidak bisa dilalui oleh kapal survei penentuan kedalaman dilakukan secara manual dengan cara topometri. Adapun spesifikasi survei bathimetri yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Datum dan sistem koordinat yang digunakan adalah : a) Datum : WGS 1984 b) Sistem kordinat : UTM c) Zona : 50 S d) Skala : 1: Area survei meliputi :

13 13 Gambar I.8. Area survei bathimetri 3. Pemeruman Pemeruman dilaksanakan dengan menggunakan perahu perum dengan dimensi 12,2 m 2,65 m, yang dilengkapi dengan alat penentuan posisi Global Navigation Satellite System dan alat ukur kedalaman serta alat pencatat data secara otomatis ADL (Automatic Data Logging) Hydropro dan Echosounder Hidrotrac II. Desain lajur pemeruman berupa garis-garis sejajar (pararel lines) dengan arah memotong relatif tegak lurus terhadap kontur/garis pantai. Spasi lajur perum utama adalah 20 m skala 1:2000 dan spasi lajur silang adalah 300 m. Penentuan sound velocity index correction atau kesalahan indeks kecepatan suara dilakukan dengan metode barcheck pada setiap sebelum dan sesudah pemeruman/sounding pada area survei. Dalam mendesain pemasangan kabel laut jalur transmisi 150 KV yang optimal, tidak cukup jika hanya berdasarkan pada peta bathimetri saja, melainkan dibutuhkan informasi lain seperti data side scan sonar, anomali magnetik, dan sub bottom profile untuk mendapatkan gambaran kondisi dasar laut (seabed) dan subsurface yang sebenarnya serta dapat mempertimbangkan gangguan-gangguan yang ada di sepanjang koridor pemasangan kabel laut. Data topografi daratan juga digunakan untuk mendapatkan gambaran situasi area landing point baik pada sisi Kariangau maupun pada sisi Penajam.

14 14 I.5.4. Peta Side Scan Sonar Peta side scan sonar merupakan citra kenampakan dasar laut (seabed features) di sepanjang koridor yang sama dengan pekerjaan bathimetri dan juga digambar menjadi peta dalam skala 1:2000. Skala penyapuan yang digunakan harus diatur sedemikian rupa sehingga terjadi overlap minimal 50% untuk area studi yang direncanakan. Lajur-lajur survei side scan sonar harus disesuaikan dengan kedalaman laut. Apabila menggunakan towfish yang ditarik, panjang kabel towfish harus tersedia cukup agar tinggi towfish di atas dasar Laut dapat dijaga kira-kira 10-70% dari lebar cakupan/penyapuan yang dipilih (UNDIP, 2013). Apabila topografi dasar laut dapat membahayakan keselamatan towfish, tinggi towfish dapat diperbesar dengan catatan masih dapat diperoleh data yang dapat diinterpretasi dengan baik. Rekaman data sonar harus dikoreksi untuk towfish lay back dan slant range. Apabila menggunakan towfish yang dipasang pada lambung kapal (vessel-mounted), sistim harus dilengkapi dengan heave compensator untuk mereduksi pengaruh gelombang. Sistem yang digunakan harus mampu menghasilkan clear record dari keadaan dasar laut, identifikasi adanya wrecks, obstacles, debris, sand waves, rock outcrops, mud flows atau slides dan sedimen. Penentuan posisi menggunakan jarak atau waktu tertentu harus ditandai pada rekaman sonar. Data jarak antara towfish dan antena GPS. Survei side scan sonar ini akan menghasilkan peta yang berisi gambaran atau citra dasar laut yang akan menampilkan objek-objek dasar laut yang berhasil dideteksi. Objek-objek tersebut berupa benda-benda yang terdapat di permukaan dasar laut, seperti pipa, batu-batu karang, kapal karam, bekas garukan jaring nelayan, dan lain-lain.

15 15 Gambar I.9. Ilustrasi survei side scan sonar (Dudnote, 2011) Pada survei ini towfish side scan sonar (SSS) ditarik di belakang kapal. Ilustrasi pemasangan SSS menggunakan towed body dapat dilihat pada gambar di atas. Dalam pengambilan data, ada kemungkinan terjadi distorsi, baik distorsi geometrik maupun distorsi akibat deviasi dari hubungan linear antara intensitas citra dan kekuatan pantulan objek dasar laut. Data side scan sonar ini akan digunakan sebagai referensi selama interpretasi dan evaluasi/analisis data rekaman sub bottom profiler. Indikasi bahaya yang direkam, selanjutnya akan diplot di atas peta bathimetri. Hasil interpretasi ini juga akan dikorelasikan dengan hasil interpretasi magnetometer. I.5.5. Peta Anomali Magnetik Peta anomali magnetik digunakan untuk mendeteksi adanya obyek-obyek metal pada atau dekat permukaan dasar laut yang mungkin akan membahayakan. Bahaya yang dimaksud antara lain berupa: wrecks, sunken buoys, steel cables, existing pipe/cables maupun bahaya lain yang terdapat di area studi yang telah ditentukan. Studi magnetik dilaksanakan sama dengan interval lajur utama studi bathimetri dengan menggunaan lajur silang pada skala 1:2000. Survei magnetik disarankan dilaksanakan bersamaan dengan survei bathimetri, dengan interval lajur survei sebagaimana menjalankan lajur-lajur bathimetri. Survei magnetometer tidak disarankan untuk dilaksanakan bersamaan dengan survei side scan sonar karena dikawatirkan terjadi gangguan yang bersumber dari towfish side scan sonar kecuali dapat dibuktikan memang tidak terjadi gangguan. Panjang kabel disediakan cukup

16 16 agar dapat dioperasikan secara optimum sesuai dengan kedalaman air laut selama pelaksanaan survei. Gambar I.10. Alat magnetometer Magnetometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur intensitas medan magnetik. Untuk mendapatkan rekaman (secara grafis atau digital) yang memberikan anomali jelas dan pada skala optimum, sensor unit dipasang sedemikian rupa sehingga berada dalam jangkauan deteksi optimum. Jika terdapat indikasi adanya objek metal yang cukup signifikan di suatu area tertentu, maka dilakukan studi investigasi lebih lanjut dengan cara menjalankan lajur studi dengan interval lebih rapat. Metode pengolahan data harus menyertakan koreksi-koreksi yang seharusnya sehingga menghasilkan hasil akhir yang bagus. Pada studi anomali magnetik ini, DGPS tetap digunakan. Studi anomali magnetik ini harus memiliki referensi dan koreksi variasi diurnal, maka dilakukan pengukuran medan magnet bumi di darat (base station). Selanjutnya data-data anomali magnetik yang ditemukan dalam studi akan diplot di atas peta bathimetri. I.5.6. Peta Sub Bottom Profile Sub bottom profile adalah salah satu perangkat eksplorasi geofisika yang memanfaatkan parameter koefisien refleksi dari perambatan gelombang akustik yang dipancarkan oleh sumber gelombang (pinger, boomer, sparker). Gelombang yang dipancarkan secara kontinu akan menjalar ke seluruh arah, gelombang yang terpantul pada suatu reflektor kemudian akan diterima oleh geophone atau hydrophone untuk selanjutnya akan diproses menjadi bentuk penampang seismik bawah permukaan (UNDIP, 2013). Sub bottom profile digunakan untuk penyelidikan aspek geologi di bawah dasar laut, seperti penentuan batas lapisan tanah atau batuan, jenis litologi,

17 17 dan struktur geologi. Penyelidikan ini dimaksudkan untuk memodelkan kondisi di bawah permukaan dasar laut. Data yang dihasilkan dari pengukuran sub bottom profile digunakan untuk investigasi dan identifikasi lapisan sedimen dekat dengan permukaan dasar-laut (biasanya hingga 10 meter) dan untuk menentukan informasi penting yang berhubungan dengan stratigrafi dasar laut. Kondisi lapisan sedimen bawah permukaan laut memiliki sifat fisis yang beragam. Tingkat kekerasan batuan bawah permukaan bumi merupakan salah satu sifat fisika yang dapat diketahui melalui pengukuran di permukaan bumi. Sub bottom profile digunakan untuk mengidentifikasi lapisan-lapisan sedimen di bawah permukaan dasar laut. Jenis lapisan sedimennya dapat diprediksi berdasarkan pola refleksi gelombang akustiknya. Selain jenis lapisan sedimen, informasi ketebalan lapisan sedimennya juga bisa didapat. Lapisan sedimen bawah permukaan bumi memiliki sifat fisis yang variatif. Salah satu sifat fisis yang terdapat di bawah permukaan adalah tingkat kerapatan (density) sedimen. Tingkat kerapatan sedimen ini merupakan parameter geologi yang sangat berpengaruh terhadap rambatan gelombang akuistik. Variasi dari kerapatan sedimen pada permukaan dasar laut akan banyak didominasi oleh sedimen lepas-lepas, sedimen terkonsolidasi, sedimen kompak, terkadang dijumpai batuan keras namun variasinya tidak terlalu banyak pada suatu daerah. Kekompakan suatu sedimen dan biasanya dinyatakan dalam bentuk compressive fracture strength. Compressive fracture strenght merupakan tekanan maksimum yang mampu ditahan oleh batuan untuk mempertahankan diri dari terjadinya rekahan (fracture). Besarnya fracture strength dipengaruhi oleh densitas dan kekompakan sedimen. Sedangkan besarnya densitas dan kekompakan juga dipengaruhi oleh elastisitas sedimen. Salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui elastisitas sedimen adalah metode seismik refleksi. Metode ini memanfaatkan perambatan gelombang seismik yang merambat kedalam bumi. Gelombang seismik tersebut berasal dari sumber seismik yang ada di permukaan dan gelombang tersebut akan diterima oleh receiver yang ada di permukaan juga. Survei sub bottom profile dilaksanakan bersamaan dengan survei bathimetri. Jalur pelaksanaan survei sub bottom profile dilakukan sepanjang center line dengan beberapa line yang sejajar dengan jalur tersebut. Pada survei sub bottom profile ini

18 18 digunakan peralatan sub bottom profile tipe pinger ODEC syquest strata box Alat ini adalah merupakan tipe sub bottom profile yang sederhana yang terdiri dari transduser, console trans-receiver dan software strata box yang terinstal dalam sebuah komputer akuisisi. Transduser pada alat ini biasanya selalu terpasang secara side mouted disamping kapal sedangkan console trans-receiver dan komputer akusisi selalu terletak di atas kapal. Gambar I.11. Peralatan sub bottom profile (Sumber: Laporan Akhir Studi Hidrooseanografi Pembangunan Kabel Laut Jalur Transmisi 150 KV PLTU Kariangau-GI Petung, 2013) Software strata box yang terinstal dalam komputer memerintahkan console trans-receiver untuk mengirimkan sinyal gelombang akustik, kemudian gelombang akuistik akan dipantulkan oleh lapisan-lapisan yang berada didasar laut hingga energinya habis. Hasil pantulan lapisan-lapisan dasar laut akan diterima oleh console trans-receiver yang kemudian akan diteruskan kedalam software strata box berupa sinyal digital yang kemudian akan tampak sebagai image. Dalam kegiatan akuisisi peralatan sub bottom profile dilengkapi dengan peralatan penentu posisi DGPS dan software navigasi untuk memandu jalanya survei agar sesuai dengan lintasan yang direncanakan. Untuk pengolahan data sub bottom profiling dilaksanakan dengan menggunakan software pengolahan data Sonar Wiz Map. Supaya data terlihat lebih baik dan lebih jelas dibanding data playback maka pada data olahan dilakukan beberapa langkah perlakuan terhadap data seperti filtering, stacking, penambahan gain sehingga data terlihat lebih baik. Untuk kemudian dilakukan interpretasi data sekaligus dilakukan digitasi terhadap lapisan-lapisan sedimen yang telah diinterpretasi. Bersasarkan hasil digitasi pada software ini didapatkan data X, Y, Z.

19 19 Untuk selanjutnya data X, Y, Z ini akan digambarkan pada profil penampang memanjang menggunakan software AutoCAD Land Desktop pada skala 1:2000. I.5.7. AutoCAD Land Desktop AutoCAD Land Deskop adalah suatu program grafis yang handal dalam menangani gambar yang berbasis vektor. Kemampuan-kemampuan sistem CAD (Computer Aided Design) membantu dalam mengolah dan menyajikan data hasil pekerjaan pemetaan. Analisa spasial yang dimiliki oleh setiap sistem CAD ini sangat bervariasi, diantaranya berupa penghitungan jarak (distance), keliling, luas, volume, pembuatan garis kontur dan lain sebagainya. Fungsi-fungsi pada AutoCAD menyediakan berbagai fasilitas untuk memodifikasi gambar pada peta. Gambar dapat dihapus, dipindahkan, atau digandakan. Menu utama AutoCAD Land Desktop yang berkaitan dengan pekerjaan pembuatan peta diantaranya adalah: a. Project digunakan untuk mengatur database pekerjaan yang telah dibuat, submenu yang sering digunakan adalah Drawing setup untuk mengatur parameter gambar. b. Point digunakan untuk membuat titik data yang akan dimasukkan ke dalam lembar kerja, didalamnya terdapat submenu antara lain : Point setting, Create Points, Import/Export Points, Edit Point, dan lain-lain. c. Terrain digunakan untuk membuat terrain dengan menggunakan data point yang telah dibuat sebelumnya termasuk dalam pembuatan garis kontur. Submenu dari Terrain antara lain : Terrain Model Explorer, Edit Surface, Create Contour, Section, Grid Volume. d. Plot digunakan untuk mencetak peta yang telah dibuat. Pada proses ini akan ada menu pilihan dan parameter yang harus dimasukkan agar software dapat melakukan proses pencetakan peta seperti yang kita inginkan. Parameter tersebut antara lain ukuran kertas yang digunakan, skala pencetakan, unit ukuran, dan lain sebagainya.

20 20 I.5.8. Konsep Teoritik Desain Rute Pemasangan Kabel Laut Spesifikasi optimal pada desain pemasangan kabel laut jalur transmisi 150 KV terdapat di dalam KAK (Kerangka Acuan Kerja) pembangunan kabel laut jalur transmisi 150 KV Kariangau Penajam yang dikeluarkan oleh PT. PLN (Persero) bagian Pusat Enjiniring Ketenagalistrikan (PUSENLIS). KAK ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 68 tahun 2011 tentang alurpelayaran di laut. Konsep teoritik dalam desain pemasangan kabel laut jalur transmisi 150 KV antara landing point Kariangau Penajam dijelaskan pada gambar I.9. sebagai berikut : Peta bathimetri Peta topografi Overlay Peta anomaly magnet Peta side scan sonar Peta sub bottom profile Kerangka acuan kerja (KAK) : pembangunan kabel laut jalur transmisi 150 KV Kariangau - Penajam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 68 tahun 2011 tentang alur-pelayaran di laut Desain pemasangan kabel laut jalur transmisi 150 KV antara landing point Kariangau Gambar I.12. Skema konsep teoritik dalam desain kabel laut Pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 68 tahun 2011 tentang alurpelayaran di laut pasal 39 dijelaskan bahwa dalam perairan dapat dibangun instalasi

21 21 selain untuk keperluan alur-pelayaran seperti jembatan, pipa, maupun kabel. Instalasi seperti kabel laut wajib memenuhi persyaratan mengenai penempatan, pemendaman, dan penandaan, selain itu juga tidak menimbulkan kerusakan terhadap instalasi yang sudah ada sebelumnya, serta memperhatikan koridor pemasangan kabel laut. Pada pasal 40 juga dijelaskan bahwa persyaratan teknis pembangunan instalasi dalam hal ini adalah kabel laut meliputi : 1. Hasil survei teknis yang mencakup : a. Posisi geografis instalasi b. Survei bathimetri c. Data hidrografi lain, seperti data side scan sonar dan anomali magnetik d. Data jenis dan kondisi lapisan dasar perairan (sub soil), dalam hal ini menggunakan data sub bottom profile e. Penentuan titik koordinat geografis landing point di daratan, dalam hal ini berdasarkan data hasil survei topografi 2. Perhitungan teknis dan gambar desain instalasi. 3. Metode kerja dan analisa teknis. Pada saat melakukan penggabungan/overlay peta bathimetri, side scan sonar, anomali magnetik, dan peta topografi dibutuhkan penyeragaman pada datum, proyeksi peta, skala peta, dan sistem referensi tinggi yang digunakan. Datum yang digunakan adalah WGS 1984 dan proyeksi peta menggunakan Universal Transverse Mercator (UTM) zona 50S dengan skala peta 1:2000. Sistem referensi tinggi yang digunakan berdasarkan chart datum baik pada peta hasil survei hidrografi seperti peta bathimetri, side scan sonar, dan anomali magnetik maupun peta topografi sehingga pada peta topografi diperlukan konversi tinggi menjadi tinggi berdasarkan chart datum. Persyaratan dalam pemendaman kabel berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 68 tahun 2011 tentang alur-pelayaran di laut pasal 45 yang disebutkan sebagai berikut : 1. Pembangunan pipa dan kabel laut dilakukan dengan cara pemendaman dalam hal ini data yang digunakan adalah data sub bottom profile. 2. Pemendaman sebagaimana dimaksud dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :

22 22 a) Penempatannya di sisi terluar alur-pelayaran. b) Alur-pe1ayaran dengan kedalaman laut kurang dari 20 m kabel laut dan pipa bawah laut harus dipendam 4 m di bawah permukaan dasar laut (natural seabed). c) Alur-pelayaran dengan kedalaman 20 m sampai 40 m kabel laut dan pipa bawah laut harus dipendam 2 m di bawah permukaan dasar laut (natural seabed). d) Alur-pelayaran dengan kedalaman lebih dari 40 m, kabel laut, dan pipa bawah laut harus dipendam 1 m di bawah permukaan dasar laut (natural seabed). e) Pada lokasi tertentu untuk mengantisipasi pengembangan pelabuhan dan kepadatan lalu lintas pe1ayaran perlu dilakukan penilaian resiko (risk assesment) antara lain me1alui kegiatan penjatuhan jangkar kapal terbesar (anchor drop test). f) Pemendaman harus duduk stabil pada posisinya.

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

SURVEI HIDROGRAFI. Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri. Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang

SURVEI HIDROGRAFI. Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri. Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang SURVEI HIDROGRAFI Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang Tahapan Perencanaan Survey Bathymetri Pengukuran bathimetri dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan oleh masyarakat pada saat ini. Masyarakat memerlukan listrik untuk digunakan dalam aktivitas seharihari.

Lebih terperinci

PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI. Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang

PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI. Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang Konfigurasi Survei Hidrografi 1. Penentuan posisi (1) dan penggunaan sistem referensi (7) 2. Pengukuran kedalaman (pemeruman)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Desain Penelitian Data geomagnet yang dihasilkan dari proses akusisi data di lapangan merupakan data magnetik bumi yang dipengaruhi oleh banyak hal. Setidaknya

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN Data survey Hidrografi

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN Data survey Hidrografi BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN Data survey Hidrografi Hal yang perlu diperhatikan sebelum pelaksanaan survey hidrografi adalah ketentuan teknis atau disebut juga spesifikasi pekerjaan. Setiap pekerjaan

Lebih terperinci

BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN

BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN 3.1 Pendahuluan Pada kegiatan verifikasi posisi pipa bawah laut pasca pemasangan ini akan digunakan sebagai data untuk melihat posisi aktual dari

Lebih terperinci

BAB II METODE PELAKSANAAN SURVEY BATHIMETRI

BAB II METODE PELAKSANAAN SURVEY BATHIMETRI BAB II METODE PELAKSANAAN SURVEY BATHIMETRI II.1. Survey Bathimetri Survei Bathimetri dapat didefinisikan sebagai pekerjaan pengumpulan data menggunakan metode penginderaan atau rekaman dari permukaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.2. Lingkup Kegiatan I.3. Tujuan I.4. Manfaat I.5. Landasan Teori... 3

DAFTAR ISI. I.2. Lingkup Kegiatan I.3. Tujuan I.4. Manfaat I.5. Landasan Teori... 3 DAFTAR ISI SKRIPSI... v PERNYATAAN... vi HALAMAN PERSEMBAHAN... vii INTISARI... viii ABSTRACT... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR ISTILAH... xvii

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengambilan Contoh Dasar Gambar 16 merupakan hasil dari plot bottom sampling dari beberapa titik yang dilakukan secara acak untuk mengetahui dimana posisi target yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Rencana jalur survei tahap I [Tim Navigasi Survei LKI, 2009]

Gambar 3.1. Rencana jalur survei tahap I [Tim Navigasi Survei LKI, 2009] BAB III REALISASI DAN HASIL SURVEI 3.1 Rencana dan Pelaksanaan Survei Survei dilakukan selama dua tahap, yaitu tahap I adalah survei batimetri untuk menentukan Foot Of Slope (FOS) dengan menggunakan kapal

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS. Gambar 4.1 Indikator Layar ROV (Sumber: Rozi, Fakhrul )

BAB 4 ANALISIS. Gambar 4.1 Indikator Layar ROV (Sumber: Rozi, Fakhrul ) BAB 4 ANALISIS 4.1. Penyajian Data Berdasarkan survei yang telah dilakukan, diperoleh data-data yang diperlukan untuk melakukan kajian dan menganalisis sistem penentuan posisi ROV dan bagaimana aplikasinya

Lebih terperinci

RINGKASAN SKEMA SERTIFIKASI SUB BIDANG HIDROGRAFI

RINGKASAN SKEMA SERTIFIKASI SUB BIDANG HIDROGRAFI RINGKASAN SKEMA SERTIFIKASI SUB BIDANG HIDROGRAFI No Klaster Unit Kompetensi Kode Unit Judul Unit Elemen Persyaratan Dasar Metode Uji Durasi Biaya Uji 1 Operator Utama M.711000.015.01 Mengamati Pasut Laut

Lebih terperinci

STUDI APLIKASI MULTIBEAM ECHOSOUNDER DAN SIDE SCAN SONAR UNTUK MENDETEKSI FREE SPAN PADA SALURAN PIPA BAWAH LAUT

STUDI APLIKASI MULTIBEAM ECHOSOUNDER DAN SIDE SCAN SONAR UNTUK MENDETEKSI FREE SPAN PADA SALURAN PIPA BAWAH LAUT Studi Aplikasi Multibeam Echosounder dan Side Scan Sonar Untuk Mendeteksi Free Span Pada Saluran Pipa Bawah Laut STUDI APLIKASI MULTIBEAM ECHOSOUNDER DAN SIDE SCAN SONAR UNTUK MENDETEKSI FREE SPAN PADA

Lebih terperinci

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA 3.1 Kebutuhan Peta dan Informasi Tinggi yang Teliti dalam Pekerjaan Eksplorasi Tambang Batubara Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Adapun metode penelitian tersebut meliputi akuisisi data, memproses. data, dan interpretasi data seismik.

BAB III METODE PENELITIAN. Adapun metode penelitian tersebut meliputi akuisisi data, memproses. data, dan interpretasi data seismik. 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisitik dari data hasil rekaman seismik refleksi saluran tunggal. Adapun metode penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif analitik, yang bertujuan untuk mengetahui gambaran struktur geologi Dasar Laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Survei batimetri merupakan proses untuk mendapatkan data kedalaman dan kondisi topografi dasar laut, termasuk lokasi obyek-obyek yang mungkin membahayakan. Pembuatan

Lebih terperinci

UJI KETELITIAN DATA KEDALAMAN PERAIRAN MENGGUNAKAN STANDAR IHO SP-44 DAN UJI STATISTIK (Studi Kasus : Daerah Pantai Barat Aceh)

UJI KETELITIAN DATA KEDALAMAN PERAIRAN MENGGUNAKAN STANDAR IHO SP-44 DAN UJI STATISTIK (Studi Kasus : Daerah Pantai Barat Aceh) UJI KETELITIAN DATA KEDALAMAN PERAIRAN MENGGUNAKAN STANDAR IHO SP-44 DAN UJI STATISTIK (Studi Kasus : Daerah Pantai Barat Aceh) N. Oktaviani 1, J. Ananto 2, B. J. Zakaria 3, L. R. Saputra 4, M. Fatimah

Lebih terperinci

TERBATAS 1 BAB II KETENTUAN SURVEI HIDROGRAFI. Tabel 1. Daftar Standard Minimum untuk Survei Hidrografi

TERBATAS 1 BAB II KETENTUAN SURVEI HIDROGRAFI. Tabel 1. Daftar Standard Minimum untuk Survei Hidrografi 1 BAB II KETENTUAN SURVEI HIDROGRAFI 1. Perhitungan Ketelitian Ketelitian dari semua pekerjaan penentuan posisi maupun pekerjaan pemeruman selama survei dihitung dengan menggunakan metoda statistik tertentu

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Kegiatan Pemasangan Pipa Bawah Laut Secara Umum

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Kegiatan Pemasangan Pipa Bawah Laut Secara Umum BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Kegiatan Pemasangan Pipa Bawah Laut Secara Umum Seperti yang telah dijelaskan dalam Latar Belakang, pipa bawah laut diperlukan untuk keperluan pendistribusian minyak dan gas. Untuk

Lebih terperinci

BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV

BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV 3.1. Persiapan Sebelum kegiatan survei berlangsung, dilakukan persiapan terlebih dahulu untuk mempersiapkan segala peralatan yang dibutuhkan selama kegiatan survei

Lebih terperinci

Analisis Geohazard untuk Dasar Laut dan Bawah Permukaan Bumi

Analisis Geohazard untuk Dasar Laut dan Bawah Permukaan Bumi B6 Analisis Geohazard untuk Dasar Laut dan Bawah Permukaan Bumi Dani Urippan dan Eko Minarto Departemen Fisika, Fakultas Ilmu Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) e-mail: e.minarto@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 3 KALIBRASI DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 3 KALIBRASI DAN PENGOLAHAN DATA BAB 3 KALIBRASI DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Survei Lokasi 3.1.1 Lokasi Geografis dan Garis Survei Lokasi dari area survei berada di sekitar Pulau Bawean, Jawa Timur. gambar 3.1 memperlihatkan lokasi dari area

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR

BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR Pengolahan data side scan sonar terdiri dari dua tahap, yaitu tahap real-time processing dan kemudian dilanjutkan dengan tahap post-processing. Tujuan realtime

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode dan Desain Penelitian 3.1.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Penelitian ini menggunakan data

Lebih terperinci

BAB 3 PENGAMBILAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI HIDROGRAFI UNTUK PERENCANAAN ALUR PELAYARAN

BAB 3 PENGAMBILAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI HIDROGRAFI UNTUK PERENCANAAN ALUR PELAYARAN BAB 3 PENGAMBILAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI HIDROGRAFI UNTUK PERENCANAAN ALUR PELAYARAN Hal yang perlu diperhatikan sebelum pelaksanaan survei hidrografi adalah ketentuan teknis atau disebut juga

Lebih terperinci

SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI

SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Spesifikasi Pekerjaan Dalam pekerjaan survey hidrografi, spesifikasi pekerjaan sangat diperlukan dan

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Januari2014

Jurnal Geodesi Undip Januari2014 Survei Bathimetri Untuk Pengecekan Kedalaman Perairan Wilayah Pelabuhan Kendal Ahmad Hidayat, Bambang Sudarsono, Bandi Sasmito *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Pengambilan Data Koreksi Variasi Harian Koreksi IGRF Anomali magnet Total Pemisahan Anomali Magnet Total Anomali Regional menggunakan Metode Trend Surface

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam pencapaian tujuan. Berikut adalah gambar diagram alir dalam menyelesaikan penelitian ini: Data lapangan (AB/2, resistivitas

Lebih terperinci

Home : tedyagungc.wordpress.com

Home : tedyagungc.wordpress.com Email : tedyagungc@gmail.com Home : tedyagungc.wordpress.com Subagyo 2003, Permukaan bumi merupakan suatu bidang lengkung yang tidak beraturan, sehingga hubungan geometris antara titik satu dengan titik

Lebih terperinci

BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA LAPANGAN

BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA LAPANGAN BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA LAPANGAN Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada diagram alir survei mineral (bijih besi) pada tahap pendahuluan pada Gambar IV.1 yang meliputi ; Akuisisi data Geologi

Lebih terperinci

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA .1 PETA TOPOGRAFI..2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA . Peta Topografi.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini,

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian dan Scene Data Satelit Lokasi penelitian ini difokuskan di pantai yang berada di pulau-pulau terluar NKRI yang berada di wilayah Provinsi Riau. Pulau-pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penerapan ilmu geofisika, geologi, maupun hidrografi dalam survey bawah laut menjadi suatu yang sangat krusial dalam menggambarkan keadaan, detail objek,

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, yaitu pada bulan Maret sampai

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, yaitu pada bulan Maret sampai 27 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, yaitu pada bulan Maret sampai dengan Juli 2012. Data yang digunakan merupakan data mentah (raw data) dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan bertambah majunya ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong manusia untuk lebih mengeksplorasi kekayaan dan sumber daya alam yang belum terjamah,

Lebih terperinci

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya 5. Peta Topografi 5.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi rendahnya permukaan dari pandangan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini menggunakan data side scan sonar yang berasal dari survei lapang untuk kegiatan pemasangan kabel PLN yang telah dilakukan oleh Pusat

Lebih terperinci

PETA LOKASI LAPANGAN MATINDOK-SULAWESI TENGAH LAMPIRAN A

PETA LOKASI LAPANGAN MATINDOK-SULAWESI TENGAH LAMPIRAN A DAFTAR PUSTAKA Adil, Irdam. (2007). Komunikasi Pribadi. Djunarsjah, E. (2001). Standar Survei (Baru) dalam Survei Hidrografi (SP-44 IHO tahun 1998). Forum Ilmiah Tahunan ISI. Surabaya. Djunarsjah, E. (2005).

Lebih terperinci

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN Informasi geografis merupakan informasi kenampakan permukaan bumi. Sehingga informasi tersebut mengandung unsur posisi geografis, hubungan keruangan, atribut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia, maka ini akan mendorong teknologi untuk dapat membantu dalam

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia, maka ini akan mendorong teknologi untuk dapat membantu dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin banyak penerapan teknologi dalam kehidupan sehari-hari yang berdasarkan perkembangan pemanfaatan energi dan sumber daya alam di laut Indonesia, maka ini

Lebih terperinci

Sonar merupakan singkatan dari Sound, Navigation, and Ranging. Sonar digunakan untuk mengetahui penjalaran suara di dalam air.

Sonar merupakan singkatan dari Sound, Navigation, and Ranging. Sonar digunakan untuk mengetahui penjalaran suara di dalam air. SONAR Sonar merupakan singkatan dari Sound, Navigation, and Ranging. Sonar digunakan untuk mengetahui penjalaran suara di dalam air. Cara Kerja Sonar merupakan sistem yang menggunakan gelombang suara bawah

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Pemasangan Pipa Bawah Laut Pre-Lay Survey

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Pemasangan Pipa Bawah Laut Pre-Lay Survey BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Pemasangan Pipa Bawah Laut Pekerjaan pemasangan pipa bawah laut dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan, yaitu Pre- Lay Survey, Pipeline Installation, As Laid Survey [Lekkerkekerk,et al.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Waduk Sermo merupakan struktur bangunan berisi air yang berada di permukaan tanah yang berlokasi di Dusun Sermo, Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Metode dan Desain Penelitian Data variasi medan gravitasi merupakan data hasil pengukuran di lapangan yang telah dilakukan oleh tim geofisika eksplorasi Pusat Penelitian

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN

BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN Tujuan pembahasan analisis pelaksanaan perencanaan alur pelayaran untuk distribusi hasil pertambangan batubara ini adalah untuk menjelaskan kegiatan

Lebih terperinci

GROUND PENETRATING RADAR (GPR)

GROUND PENETRATING RADAR (GPR) BAB II GROUND PENETRATING RADAR (GPR) 2.1 Gelombang Elektromagnetik Gelombang adalah energi getar yang merambat. Bentuk ideal dari suatu gelombang akan mengikuti gerak sinusoidal. Selain radiasi elektromagnetik,

Lebih terperinci

MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH 1. Tutik Annisa (H1E007005) 2. Desi Ari (H1E00700 ) 3. Fatwa Aji Kurniawan (H1E007015) 4. Eri Widianto (H1E007024) 5. Puzi Anigrahawati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii ABSTRAK... iii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMAKASIH... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR LAMPIRAN... xi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 39 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Profil Kecepatan Suara Profil kecepatan suara (SVP) di lokasi penelitian diukur secara detail untuk mengurangi pengaruh kesalahan terhadap data multibeam pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rekayasa industri lepas pantai, peranan survei hidrografi sangat penting, baik dalam tahap perencanaan, tahap konstruksi maupun dalam tahap eksplorasi, seperti

Lebih terperinci

APLIKASI METODE SEISMIK REFRAKSI UNTUK ANALISA LITOLOGI BAWAH PERMUKAAN PADA DAERAH BABARSARI, KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA

APLIKASI METODE SEISMIK REFRAKSI UNTUK ANALISA LITOLOGI BAWAH PERMUKAAN PADA DAERAH BABARSARI, KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA APLIKASI METODE SEISMIK REFRAKSI UNTUK ANALISA LITOLOGI BAWAH PERMUKAAN PADA DAERAH BABARSARI, KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA Kevin Gardo Bangkit Ekaristi 115.130.094 Program Studi Teknik Geofisika, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Survei dan pemetaan dasar laut telah mengalami perkembangan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan meningkatnya kebutuhan informasi akan sumber daya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PERSETUJUAN... LEMBAR PENGESAHAN.... KATA PENGANTAR.... ABSTRAK.... ABSTRACT.... DAFTAR ISI.... DAFTAR GAMBAR.... DAFTAR TABEL.... i ii iii v vi vii x xiv BAB I PENDAHULUAN....

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gambar situasi adalah gambaran wilayah atau lokasi suatu kegiatan dalam bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan atribut (Basuki,

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 1 PENDAHULUAN Bab PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari 1

Lebih terperinci

SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI (Contoh Kasus Lapangan Matindok-Sulawesi Tengah) TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Oleh Irvan

Lebih terperinci

PEMETAAN BATHYMETRIC LAUT INDONESIA

PEMETAAN BATHYMETRIC LAUT INDONESIA PEMETAAN BATHYMETRIC LAUT INDONESIA By : I PUTU PRIA DHARMA APRILIA TARMAN ZAINUDDIN ERNIS LUKMAN ARIF ROHMAN YUDITH OCTORA SARI ARIF MIRZA Content : Latar Belakang Tujuan Kondisi Geografis Indonesia Metode

Lebih terperinci

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh telah menjadi sarana umum untuk mendapatkan data spasial dengan akurasi yang baik. Data dari penginderaan jauh dihasilkan dalam waktu yang relatif

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN 16/09/2012 DATA Data adalah komponen yang amat penting dalam GIS SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN Kelas Agrotreknologi (2 0 sks) Dwi Priyo Ariyanto Data geografik dan tabulasi data yang berhubungan akan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapang dilakukan pada tanggal 16-18 Mei 2008 di perairan gugusan pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta (Gambar 11). Lokasi ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

C I N I A. Survei dan Pemetaan Untuk Perencanaan Jaringan Gas Bumi Bagi Rumah Tangga Menggunakan Metode Terrestrial dan Fotogrametri Jarak Dekat

C I N I A. Survei dan Pemetaan Untuk Perencanaan Jaringan Gas Bumi Bagi Rumah Tangga Menggunakan Metode Terrestrial dan Fotogrametri Jarak Dekat C I N I A The 2 nd Conference on Innovation and Industrial Applications (CINIA 2016) Survei dan Pemetaan Untuk Perencanaan Jaringan Gas Bumi Bagi Rumah Tangga Menggunakan Metode Terrestrial dan Fotogrametri

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Pengambilan data dengan menggunakan side scan sonar dilakukan selama

3. METODOLOGI. Pengambilan data dengan menggunakan side scan sonar dilakukan selama 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data dengan menggunakan side scan sonar dilakukan selama dua hari, yaitu pada 19-20 November 2008 di perairan Aceh, Lhokseumawe (Gambar 3). Sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukaan bumi mempunyai beberapa lapisan pada bagian bawahnya, masing masing lapisan memiliki perbedaan densitas antara lapisan yang satu dengan yang lainnya, sehingga

Lebih terperinci

Prosiding PIT VII ISOI 2010 ISBN : Halaman POLA SPASIAL KEDALAMAN PERAIRAN DI TELUK BUNGUS, KOTA PADANG

Prosiding PIT VII ISOI 2010 ISBN : Halaman POLA SPASIAL KEDALAMAN PERAIRAN DI TELUK BUNGUS, KOTA PADANG POLA SPASIAL KEDALAMAN PERAIRAN DI TELUK BUNGUS, KOTA PADANG (SPATIAL PATTERN OF BATHYMETRY IN BUNGUS BAY, PADANG CITY) Oleh YULIUS, H. PRIHATNO DAN I. R. SUHELMI Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya

Lebih terperinci

MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA

MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA Edisi : I Tahun 2003 KERJASAMA ANTARA DEPARTEMEN DALAM NEGERI DENGAN BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAAN NASIONAL Cibogo, April 2003 MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA Oleh:

Lebih terperinci

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar Hukum Penetapan Batas Laut Daerah Agar pelaksanaan penetapan batas laut berhasil dilakukan dengan baik, maka kegiatan tersebut harus mengacu kepada peraturan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Data Lapangan Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan penyelaman di lokasi transek lamun, diperoleh data yang diuraikan pada Tabel 4. Lokasi penelitian berada

Lebih terperinci

PEMETAAN BATIMETRI MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI MUARA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN

PEMETAAN BATIMETRI MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI MUARA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN MASPARI JOURNAL Juli 2017, 9(2):77-84 PEMETAAN BATIMETRI MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI MUARA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN BATIMETRY MAPPING USING ACOUSTIC METHOD

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam

BAB III TEORI DASAR. Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam BAB III TEORI DASAR 3.1 Seismik Refleksi Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam eksplorasi hidrokarbon. Telah diketahui bahwa dalam eksplorasi geofisika, metode seismik

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA

BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA 3.1 Seleksi Unsur Pemetaan Laut Teritorial Indonesia Penyeleksian data untuk pemetaan Laut Teritorial dilakukan berdasarkan implementasi UNCLOS

Lebih terperinci

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20 Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-2 IV.7 Gelombang Menabrak Suatu Struktur Vertikal Pemodelan dilakukan untuk melihat perilaku gelombang ketika menabrak suatu struktur vertikal. Suatu saluran

Lebih terperinci

BAB 3 PENERAPAN KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR PADA PERANGKAT LUNAK SONARPRO

BAB 3 PENERAPAN KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR PADA PERANGKAT LUNAK SONARPRO BAB 3 PENERAPAN KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR PADA PERANGKAT LUNAK SONARPRO 3.1 Real-Time Processing pada SonarPro Real-time processing dilakukan selama pencitraan berlangsung dengan melakukan

Lebih terperinci

Studi Lapisan Batuan Bawah Permukaan Kawasan Kampus Unsyiah Menggunakan Metoda Seismik Refraksi

Studi Lapisan Batuan Bawah Permukaan Kawasan Kampus Unsyiah Menggunakan Metoda Seismik Refraksi Jurnal radien Vol No Juli : - Studi Lapisan Batuan Bawah Permukaan Kawasan Kampus Unsyiah Menggunakan Metoda Seismik Refraksi Muhammad Isa, Nuriza Yani, Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Syiah Kuala, Indonesia

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN SURVEI

BAB III PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN SURVEI BAB III PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN SURVEI 3.1. Perencanaan Survei Lokasi Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan yang tepat di masa yang akan datang melalui serangkaian pilihan-pilihan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di Desa Sambengwetan Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas dan Laboratorium Fisika Eksperimen MIPA Unsoed pada bulan

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2013

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2013 APLIKASI ECHOSOUNDER HI-TARGET HD 370 UNTUK PEMERUMAN DI PERAIRAN DANGKAL (STUDI KASUS : PERAIRAN SEMARANG) Muhammad Al Kautsar 1), Bandi Sasmito, S.T., M.T. 2), Ir. Hani ah 3) 1) Program Studi Teknik

Lebih terperinci

PETA TOPOGRAFI DAN PEMBACAAN KONTUR

PETA TOPOGRAFI DAN PEMBACAAN KONTUR PETA TOPOGRAFI DAN PEMBACAAN KONTUR Peta topografi adalah peta penyajian unsur-unsur alam asli dan unsur-unsur buatan manusia diatas permukaan bumi. Unsur-unsur alam tersebut diusahakan diperlihatkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepertiga wilayah Indonesia berada di atas permukaan laut yakni belasan

BAB I PENDAHULUAN. Sepertiga wilayah Indonesia berada di atas permukaan laut yakni belasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepertiga wilayah Indonesia berada di atas permukaan laut yakni belasan ribu pulau besar dan kecil. Dengan begitu cukup sedikit potensi lahan bisa termanfaatkan karena

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG Winardi Puslit Oseanografi - LIPI Sekilas GPS dan Kegunaannya GPS adalah singkatan dari Global Positioning System yang merupakan sistem untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menghasilkan variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menghasilkan variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan BAB III METODOLOGI PENELITIAN Untuk menghasilkan variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan variasi kerentanan magnet batuan, dilakukan pemisahan atau koreksi terhadap medan magnet bumi utama, dan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A - Prosedur Patch Test

LAMPIRAN A - Prosedur Patch Test DAFTAR PUSTAKA Abidin, Hasanuddin Z. Metode Penentuan dengan GPS dan Aplikasinya. Pradnya Paramita. 2001. Budhiargo, Guntur. Analisis data batimetri multibeam echosounder menggunakan Caris HIPS. Skripsi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dieksplorasi adalah sumber daya alam di darat, baik itu emas, batu bara,

BAB I PENDAHULUAN. banyak dieksplorasi adalah sumber daya alam di darat, baik itu emas, batu bara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dengan 2/3 wilayahnya adalah lautan dan memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah baik di darat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Galian dan Timbunan Galian dan timbunan atau yang lebih dikenal oleh orang-orang lapangan dengan Cut and Fill adalah bagian yang sangat penting baik pada pekerjaan pembuatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi daerah studi bersifat regional baik di daratan maupun di perairan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi daerah studi bersifat regional baik di daratan maupun di perairan 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi daerah studi bersifat regional baik di daratan maupun di perairan (lepas pantai) wilayah yang di teliti meliputi lembar peta 1110 dan 1109

Lebih terperinci

ILMU UKUR TANAH II. Jurusan: Survei Dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang 2017

ILMU UKUR TANAH II. Jurusan: Survei Dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang 2017 ILMU UKUR TANAH II Jurusan: Survei Dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang 2017 Interval kontur berdasarkan skala dan bentuk medan Skala 1 : 1 000 dan lebih besar 1 : 1 000 s / d 1 : 10

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS. 4.1 Analisis Kemampuan Deteksi Objek

BAB 4 ANALISIS. 4.1 Analisis Kemampuan Deteksi Objek BAB 4 ANALISIS 4.1 Analisis Kemampuan Deteksi Objek 4.1.1 Ketelitian koordinat objek Pada kajian ketelitian koordinat ini, akan dibandingkan ketelitian dari koordinatkoordinat objek berbahaya pada area

Lebih terperinci

Pengantar Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik

Pengantar Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik Modul 1 Pengantar Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik Di antara sifat fisis batuan yang mampu membedakan antara satu macam batuan dengan batuan lainnya adalah massa jenis dan suseptibiltas batuan.

Lebih terperinci

APLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK. Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi

APLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK. Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi APLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi Pengertian Geofisika Geofisika: bagian dari ilmu bumi yang mempelajari bumi melalui kaidah atau

Lebih terperinci

Bab III Akuisisi dan Pengolahan Data

Bab III Akuisisi dan Pengolahan Data Bab III Akuisisi dan Pengolahan Data 3.1. Akuisisi Data 3.1.1. Kawah Domas Kawah Domas merupakan salah satu dari sekumpulan kawah yang ada di Gunung Tangkuban Perahu. Berdasarkan data GPS, Kawah Domas

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA MULTIBEAM ECHOSOUNDER MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK HIPS DAN ANALISISNYA

BAB IV PENGOLAHAN DATA MULTIBEAM ECHOSOUNDER MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK HIPS DAN ANALISISNYA BAB IV PENGOLAHAN DATA MULTIBEAM ECHOSOUNDER MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK HIPS DAN ANALISISNYA Pada Bab ini akan dibahas mengenai persiapan data, pengolahan data, ekspor data hasil survei multibeam echosounder

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemetaan laut, khususnya pemetaan batimetri merupakan keperluan mendasar dalam rangka penyediaan informasi spasial untuk kegiatan, perencanaan dan pengambilan keputusan

Lebih terperinci

Gosong Semak Daun. P. Karya. P. Panggang. Gambar 2.1 Daerah penelitian.

Gosong Semak Daun. P. Karya. P. Panggang. Gambar 2.1 Daerah penelitian. BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Daerah Penelitian Daerah penelitian adalah Pulau Semak Daun (Gambar 2.1) yang terletak di utara Jakarta dalam gugusan Kepulauan Seribu. Pulau Semak Daun adalah pulau yang memiliki

Lebih terperinci

Studi Litologi Batu Gamping Dari Data Ground Penetrating Radar (GPR) Di Tepi Pantai Temaju, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat

Studi Litologi Batu Gamping Dari Data Ground Penetrating Radar (GPR) Di Tepi Pantai Temaju, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat Studi Litologi Batu Gamping Dari Data Ground Penetrating Radar (GPR) Di Tepi Pantai Temaju, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat Eka Ayu Nuzuliani 1, Piter Lepong 2, Kris Budiono 2 1 Program Studi

Lebih terperinci

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2013 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN JENIS DAN TARIF ATAS

Lebih terperinci