RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr.Ir. Mohamad Yamin, MAgr.Sc. Pembimbing Anggota : Dr.Ir. Bram Brahmantiyo, M.Si.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr.Ir. Mohamad Yamin, MAgr.Sc. Pembimbing Anggota : Dr.Ir. Bram Brahmantiyo, M.Si."

Transkripsi

1 RINGKASAN Muhamad Arif Setiawan. D Karakteristik Karkas, Sifat Fisik dan Kimia Daging Kelinci Rex dan Kelinci Lokal (Oryctolagus cuniculus). Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr.Ir. Mohamad Yamin, MAgr.Sc. Pembimbing Anggota : Dr.Ir. Bram Brahmantiyo, M.Si. Konsumsi protein khususnya protein hewani, merupakan salah satu faktor pembangun kecerdasan bangsa. Namun, masih banyak negara yang mempunyai konsumsi protein hewani yang rendah karena masih tingginya harga produk peternakan. Oleh karena itu, alternatif sumber protein baru sangat diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut, salah satunya adalah daging kelinci. Kelinci memiliki reproduksi tinggi, interval kelahiran pendek, tidak membutuhkan lahan luas dalam pemeliharaannya dan keragaman jenis tinggi serta harga daging yang relatif murah. Selain itu, kelinci juga memiliki kadar protein daging yang tinggi dan kadar lemak daging rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa (produktivitas) karkas, sifat fisik dan kimia daging kelinci Rex dan kelinci lokal sebagai dasar pengembangan potensi kelinci sebagai alternatif sumber protein hewani. Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial dengan faktor pertama adalah jenis bangsa dan faktor kedua ialah jenis kelamin. Materi yang digunakan masing- masing 6 ekor kelinci Rex dan kelinci lokal (3 jantan dan 3 betina). Peubah yang diamati adalah karakteristik karkas, sifat fisik dan kimia daging. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik. Hasil penelitian ini menunjukkkan bahwa kelinci Rex jantan memiliki nilai yang lebih baik terhadap semua jenis kelinci pada peubah bobot jantung, saluran pencernaan, persentase karkas (P<0.01), persentase offal dan daya mengikat air (DMA) (P<0.05). Kelinci Rex betina unggul pada peubah bobot foreleg (P<0.05), kepala, kadar air dan kadar lemak kasar (P<0.01). Kelinci lokal jantan unggul pada peubah ph daging (P<0.05) dan gross energi (P<0.01), sedangkan kelinci lokal betina hanya unggul pada peubah keempukkan daging (P<0.05). Variasi perbedaan tersebut dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan terutama pengaruh kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan, perlakuan sebelum dan sesudah pemotongan serta aktivitas ternak (perilaku). Secara umum, kelinci Rex lebih baik daripada kelinci lokal, tetapi kelinci lokal, baik jantan maupun betina, berpotensi besar pula sebagai alternatif sumber protein hewani baru. Kata kunci : kelinci Rex, karakteristik karkas, persentase karkas, sifat fisik dan kimia

2 ABSTRACT Characteristic of Carcass, Physical and Chemical Traits of Rex and Local Rabbit (Oryctolagus cuniculus) Setiawan, M. A., M. Yamin, and B. Brahmantiyo Rabbits have potency as alternative source of animal protein. Rabbit meat contain higher protein with less fat content compared with other livestock meat. Nowadays, data about performance of Rex and local rabbit's carcass is still lack on its research. The aims of this research were to determine performance of carcass, physical and chemical traits of Rex and local rabbit meat. Statistical analysis which was used in this research was factorial design 2x2 with three times replication. First factor was represent the breed and the second was sex. Six Rex and local rabbit were used in this research (3 males and 3 females). Carcass, physical and chemical traits were observed. The result show that the male Rex rabbit had highest value in heart weight, full gastro-intestinal tract weight, carcass and offal percentage (P<0.01) and water holding capacity (P<0.05). The female Rex rabbit show highest foreleg weight (P<0.05), head weight, moisture and fat content (P<0.01). Local male rabbit had highest value in ph (P<0.05) and gross energy (P<0.01). The female local breed highest just for meat tenderness (P<0.05). The differences between treatment were influenced by maintenance management (feed quality and quantity), treatment before antemortem and postmortem, also their activities (behavior). In generally, the Rex rabbit had better result than local breed. But the local rabbit also have big potency as new alternative source of animal protein. Keywords : Rabbit, Rex, Local, carcass, physical and chemical quality

3 KARAKTERISTIK KARKAS, SIFAT FISIK DAN KIMIA DAGING KELINCI REX DAN LOKAL (Oryctolagus cuniculus) MUHAMAD ARIF SETIAWAN D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

4 KARAKTERISTIK KARKAS, SIFAT FISIK DAN KIMIA DAGING KELINCI REX DAN LOKAL (Oryctolagus cuniculus) Oleh: MUHAMAD ARIF SETIAWAN D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 24 Juli 2009 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Ir. Mohamad Yamin, M.Agr.Sc. Dr. Bram Brahmantiyo, M.Si. NIP NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Agr.Sc. NIP

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 07 Oktober 1986 di Kota Jakarta. Penulis adalah anak keenam dari enam bersaudara, pasangan Usin Maman Setiana dan Damirah. Riwayat Pendidikan penulis dimulai dari Sekolah Dasar Negeri Dukuh 03 Pagi Jakarta Timur ( ), Sekolah Menengah Pertama Negeri 24 Jakarta ( ) dan dilanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 93 Jakarta ( ). Penulis kemudian masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SPMB (Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru) pada tahun 2004 dan terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Bulutangkis serta kepanitiaan kegiatan kampus lainnya. Penulis juga pernah menjadi anggota dari organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMPRO). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian selama tiga bulan dengan judul Karakteristik Karkas, Sifat Fisik Dan Kimia Daging Kelinci Rex Dan Lokal (Oryctolagus cuniculus) di bawah bimbingan Dr.Ir. Moh. Yamin, M.Agr.Sc. dan Dr.Ir. Bram B., M.Si.

6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Alloh SWT yang telah memberikan nikmat, rahmat serta karunianya. Perjuangan yang sangat besar, serta tekad yang kuat atas karenanya dan Atas ridho dari Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan baik. Penulis juga tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu baik secara moril maupun materil sehingga skripsi dengan judul Karakteristik Karkas, Sifat Fisik Dan Kimia Daging Kelinci Rex Dan Lokal (Oryctolagus cuniculus) dapat diselesaikan. Semoga Alloh SWT akan membalas dukungan dan bantuan dengan imbalan pahala yang lebih. Konsumsi protein hewani merupakan salah satu faktor pembangun kecerdasan bangsa. Indonesia memiliki konsumsi protein hewani yang rendah dibandingkan negara lain. Hal tersebut disebabkan daya beli dan pemenuhan kebutuhan daging yang belum terpenuhi. Oleh karena itu, alternatif sumber protein hewani mudah diperoleh dan bernutrisi tinggi sangat dibutuhkan. Kelinci diharapkan menjadi alternatif pilihan tersebut. Kelinci mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi dengan interval kelahiran yang pendek, tidak membutuhkan lahan luas dalam pemeliharaannya dan keragaman jenis yang tinggi. Selain itu, kelinci juga memiliki kadar protein daging yang tinggi dan kadar lemak daging yang rendah jika dibandingkan dengan daging yang berasal dari ternak lain. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebagai bahan tafakur atas ciptaan Allah SWT. Bogor, September 2009 Penulis

7 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... i ABSTRACT... ii RIWAYAT HIDUP... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Potensi Kelinci Sebagai Penghasil Daging... 3 Kelinci Rex... 3 Kelinci Lokal... 4 Pertambahan Bobot Hidup... 4 Karkas dan Komponen Karkas Kelinci... 5 Otot... 7 Tulang... 7 Lemak... 8 Sifat Fisik Daging... 8 Daya Mengikat Air (DMA)... 8 Keempukan Daging... 9 Susut Masak Daging Nilai ph Daging Komposisi Kimia Daging Analisis Proksimat Air Lemak Protein Abu (Mineral) METODE Lokasi dan Waktu Materi Penelitian Ternak Peralatan Rancangan Analisis Data... 17

8 Peubah Prosedur Pemeliharaan Pemeliharaan Di Balai Penelitian Ternak Pemeliharaan Di Masyarakat Pemotongan Uji Fisik Nilai ph Susut Masak Keempukan Daging Daya Mengikat Air (DMA) Uji Kimia (Proksimat) Kadar Air Kadar Protein Kasar Kadar Lemak Kadar Abu Kadar Gross Energi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Karkas Kelinci Bobot Potong dan Bobot Karkas Bobot Potongan Komersial Bobot Nonkarkas (Kulit, Kepala, Kaki dan Offal) Bobot Komponen Karkas Rasio Daging : Tulang Proporsi Karkas dan Potongan Komersial Kelinci Persentase Karkas dan Offal Proporsi Potongan Komersial Uji Fisik Nilai ph Keempukan Susut Masak Daya Mengikat Air Uji Kimia Kadar Air Kadar Abu Kadar Protein Kadar Lemak Gross Energi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi

9 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kandungan Kimia Daging Dari Berbagai Jenis Ternak Rataan Nilai Bobot Potong Dan Bobot Karkas Kelinci Rataan Nilai Bobot Potongan Komersial Karkas Kelinci Rataan Nilai Bobot Potongan Komersial Foreleg Kelinci Rataan Nilai Bobot Nonkarkas (Kulit, Kepala, Kaki dan Offal) Kelinci Rataan Nilai Bobot Nonkarkas (Jantung) Kelinci Rataan Nilai Bobot Nonkarkas (Saluran Pencernaan) Kelinci Rataan Nilai Bobot Komponen Karkas Kelinci Rataan Nilai Rasio Daging : Tulang Karkas Kelinci Rataan Nilai Persentase Karkas Kelinci Rataan Nilai Persentase Offal Kelinci Rataan Nilai Persentase Potongan Komersial Karkas Kelinci Rataan Nilai Uji ph Daging Kelinci Rataan Nilai Nilai Keempukkan Daging Kelinci Rataan Nilai Uji Susut Masak Daging Kelinci Rataan Nilai Uji DMA Daging Kelinci Rataan Nilai Uji Kadar Air Daging Kelinci Segar Rataan Nilai Uji Kadar Abu Daging Kelinci Segar Rataan Nilai Uji Kadar Protein Kasar Daging Kelinci Segar Rataan Nilai Uji Kadar Lemak Kasar Daging Kelinci Segar Rataan Nilai Kadar Energi Kotor (GE) Daging Kelinci Segar... 43

10 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Hasil Sidik Ragam Bobot Potong Kelinci Hasil Sidik Ragam Bobot Karkas Kelinci Hasil Sidik Ragam Bobot Potongan Komersial Foreleg Kelinci Hasil Uji Lanjut Duncan Bobot Potongan Komersial Foreleg Kelinci Hasil Sidik Ragam Bobot Jantung Kelinci Hasil Uji Lanjut Duncan Bobot Jantung Kelinci Hasil Sidik Ragam Proporsi Karkas Kelinci Hasil Uji Lanjut Duncan Proporsi Karkas Kelinci Hasil Sidik Ragam Proporsi Offal Kelinci Hasil Uji Lanjut Duncan Proporsi Offal Kelinci Hasil Sidik Ragam Nilai ph Daging Kelinci Hasil Uji Lanjut Duncan Nilai ph Daging Kelinci Hasil Sidik Ragam Nilai Keempukan Daging Kelinci Hasil Uji Lanjut Duncan Nilai Keempukan Kelinci Hasil Sidik Ragam Nilai DMA Daging Kelinci Hasil Uji Lanjut Duncan Nilai DMA Daging Kelinci Hasil Sidik Ragam Nilai Kadar Air Daging Kelinci Hasil Uji Lanjut Duncan Nilai Kadar Air Daging Kelinci Hasil Sidik Ragam Nilai Lemak Kasar Daging Kelinci Hasil Uji Lanjut Duncan Nilai Lemak Kasar Daging Kelinci Hasil Sidik Ragam Nilai Lemak Kasar Daging Kelinci Hasil Uji Lanjut Duncan Nilai Kadar Air Daging Kelinci... 57

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelinci dikenal sebagai ternak yang mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi dengan interval kelahiran yang pendek, tidak membutuhkan lahan luas dalam pemeliharaannya dan keragaman jenis yang tinggi. Selain itu, kelinci juga memiliki kadar protein daging yang tinggi dan kadar lemak daging yang rendah jika dibandingkan dengan daging yang berasal dari ternak lain (Farrel dan Raharjo, 1984 ; Lebas et al., 1986). Kelinci jenis Rex merupakan salah satu jenis kelinci yang dikenal sebagai penghasil fur. Kelinci jenis Rex juga memiliki proporsi tubuh yang baik sehingga dapat dijadikan sebagai penghasil daging (dwiguna). Beberapa penelitian potensi kelinci Rex telah dilakukan pada produksi kulit bulu (Widjaja, 1999 dan Purnomo, 1999), pertumbuhan (Mardiah, 1999 dan Rofiah, 2001) dan sifat kualitatif (warna bulu) dan kuantitatif (sifat reproduksi) (Fafarita, 2006). Namun, data tentang performa karkas dari jenis kelinci Rex masih sedikit sekali (Brahmantiyo, 2008). Kelinci yang umum dipelihara peternak sebagai penghasil daging adalah kelinci lokal. Kelinci dipelihara dengan manajemen yang sesuai kondisi lingkungan setempat. Pemotongan kelinci untuk menghasilkan daging sebagian besar berasal dari kelinci yang diafkir karena tua, betina tidak produktif atau kelinci sakit. Karakter produksi karkas, daging dan sifat fisik dan kimia kelinci lokal masih sangat terbatas. Penelitian menggali informasi produktivitas kelinci lokal dan Rex dilakukan sebagai dasar pengembangan potensi kelinci sebagai penghasil daging. Perumusan masalah Pemenuhan kebutuhan protein hewani khususnya daging yang belum tercukupi merupakan salah satu penyebab rendahnya konsumsi protein hewani di Indonesia. Alternatif sumber protein hewani yang baru dengan kualitas nutrisi yang baik, terjangkau dan mudah diperoleh sangat dibutuhkan untuk meningkatkan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia. Kelinci Rex yang dikenal sebagai kelinci penghasil kulit bulu berpotensi pula sebagai penghasil daging, begitu pula dengan kelinci lokal yang tersebar dan banyak dipelihara masyarakat merupakan salah satu ternak alternatif sumber protein hewani. Potensi pengembangan sebagai

12 penghasil daging membutuhkan data menyeluruh mengenai karkas, sifat fisik dan kimia daging kelinci yang belum tersedia mendorong dilaksanakannya penelitian ini. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa (produktivitas) karkas, sifat fisik dan kimia daging kelinci Rex dan kelinci lokal yang dipotong pada umur 4 bulan sebagai dasar pengembangan potensi kelinci sebagai alternatif sumber protein hewani. 2

13 TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kelinci Sebagai Penghasil Daging Kelinci merupakan hewan yang mempunyai potensi sebagai penghasil daging yang baik. Hewan ini merupakan herbivora non ruminansia yang mempunyai sistem lambung sederhana (tunggal) dengan perkembangan sekum seperti alat pencernaan ruminansia, sehingga hewan ini dapat disebut ruminansia semu (pseudoruminant). Klasifikasi kelinci secara ilmiah sebagai berikut (Damron, 2003) : Kingdom : Animalia (hewan) Phylum : Chordata (mempunyai notochord) Subphylum : Vertebrata (bertulang belakang) Class : Mammalia (memiliki kelenjar air susu) Ordo : Lagomorpha (memiliki 2 pasang gigi seri di rahang atas) Family : Leporidae (rumus gigi 8 pasang di atas dan 6 pasang di bawah) Genus : Oryctolagus (morfologi yang sama) Species : Cuniculus forma domestica (nama spesies) Hewan in dapat mencerna serat kasar, terutama selulosa, dengan bantuan bakteri yang hidup di dalam sekumnya (Farrel dan Raharjo, 1984). Kelinci banyak digunakan sebagai hewan peliharaan, penghasil kulit bulu (fur) dan penghasil daging (fryer). Kelinci mampu mengubah hijauan berprotein rendah, yang berasal dari bahan makanan yang tidak dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan makanan, menjadi protein hewani yang benilai tinggi. Hewan ini mampu mengembalikan 20% protein yang dikonsumsinya menjadi daging (Lebas et al, 1986). Selain itu, ternak ini mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi, cepat berkembangbiak, interval kelahiran yang pendek dan tidak membutuhkan lahan luas dalam pemeliharaannya (Templeton, 1968). Farrel dan Raharjo (1984) menyatakan bahwa secara teori seekor induk kelinci dengan bobot tiga hingga empat kilogram, dapat menghasilkan 80 kg karkas per tahun. Kelinci Rex Rex merupakan salah satu dari berbagai macam jenis kelinci. Jenis Rex pertama kali ditemukan oleh seorang petani bernama M. Caillon yang berasal dari

14 Perancis, kemudian diteruskan oleh Pat Abbe pada tahun Jenis Rex ini kemudian diketahui sebagai hasil dari mutasi gen. mutasi gen ini menyebabkan bulu sebelah dalam sama panjang dengan bulu luarnya, sehingga bulunya lebih padat dan panjangnya seragam (Sandford, 1980). Cheeke et al. (1987) menambahkan bahwa bulu kelinci Rex sifatnya halus, panjangnya seragam dan mempunyai variasi warna bulu yang menarik dan beragam sehingga sangat cocok untuk dijadikan fur (kulit bulu). Kelinci Rex juga baik dan proporsional untuk produksi daging. Jenis ini mempunyai panjang tubuh medium dan dalam, hips yang bulat dan loin yang berisi, sehingga cocok pula untuk dijadikan sebagai kelinci pedaging. Bobot badan ideal untuk kelinci Rex jantan adalah 3.6 kg, sedangkan untuk betina adalah 4.08 kg (ARBA, 1996). Kelinci Rex sangat bervariasi dengan produksi daging berkualitas sangat baik (exellent), tetapi produktivitas daging pada kelinci Rex lebih rendah dibandingkan dengan kelinci pedaging jenis New Zealand (Raharjo, 1994). Kelinci Lokal Bangsa kelinci lokal di Indonesia merupakan persilangan dari berbagai jenis kelinci yang tidak terdata, tetapi sebagian besar berasal dari persilangan jenis New Zealand White. Kelinci lokal yang berada di Indonesia mempunyai tubuh yang lebih kecil dari kelinci impor. Kelinci kelinci lokal ini memiliki laju pertumbuhan yang lambat, sehingga sering dilakukan persilangan bangsa kelinci lokal ini dengan bangsa lain untuk mengembangkan kelinci yang tahan penyakit dan mempunyai toleransi terhadap panas serta berbadan besar (Farrel dan Raharjo,1984). Herman (1989) menyatakan bahwa kelinci lokal lebih toleran terhadap panas (suhu tinggi) dibandingkan kelinci impor. Hal ini disebabkan kelinci lokal telah beradaptasi di daerah tropis sehingga lebih tahan terhadap lingkungan panas dibandingkan kelinci impor yang berasal dari daerah iklim sedang. Kelinci lokal diternakkan dengan tujuan sebagai penghasil daging. Daging yang dihasilkan pun mempunyai kualitas yang cukup baik. Pertambahan Bobot Hidup Proses pertumbuhan terdiri atas dua aspek, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan merupakan pertambahan bobot tubuh per satuan waktu 4

15 hingga dewasa tubuh, sedangkan perkembangan merupakan perubahan dalam komposisi, bentuk serta tinggi tubuh (Lawrie, 2003). Pertumbuhan pada ternak umumnya mengikuti kurva berbentuk sigmoid yang merupakan hubungan antara bobot tubuh, umur dan pola pertumbuhan tersebut. Hal ini juga didapati pada pertumbuhan kelinci setelah lahir (Sanford, 1980). Kurva tersebut memperlihatkan fase petumbuhan yang dipercepat (accelerating) terjadi pada umur remaja, sedangkan fase pertumbuhan yang diperlambat (decelerating) dimulai dari umur remaja sampai dewasa (Hammond dan Browman, 1983). Rao et al. (1979) menyatakan bahwa kelinci muda memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dan puncak pertumbuhan accelerating dicapai pada umur delapan minggu. Pertumbuhan meliputi pertambahan bobot badan per waktu tertentu dan perubahan konformasi dari jaringan tubuh, sesuai umur dan fungsinya sehingga dinyatakan tumbuh-kembang (Hammond dan Browman, 1983). Templeton (1968) menyatakan bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas ransum. Kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh bangsa, umur, jenis kelamin, bobot sapih dan suhu lingkungan. Periode pertumbuhan mulai dari penyapihan hingga pemotongan merupakan fase paling efisien dalam mengkonversikan pakan untuk mencapai bobot badan yang diinginkan. Oleh karena itu diperlukan pakan dengan kandungan karbohidrat (energi), protein, lemak vitamin dan mineral yang sesuai untuk pertumbuhannya. Ensminger et al. (1990) menyatakan bahwa kelinci membutuhkan enegi metabolisme 2400 Kkal, lemak 3%, protein kasar 15% dan serat kasar 14% untuk pertumbuhannya. Laju pertumbuhan pada anak kelinci akan meningkat cepat pada satu bulan pertama sejak lahir dan akan terus bertambah sampai disapih. Bobot kelinci yang dicapai pada umur delapan minggu adalah kg, umur 12 minggu adalah kg dan umur 16 minggu adalah kg (Chen et al., 1987). Karkas dan Komponen Karkas Kelinci Karkas adalah bagian tubuh ternak tanpa kepala, kaki, ekor, darah dan organ dalam tubuh (jeroan) (Herman, 1986 ; Soeparno, 1992). Lebas et al. (1986) menyatakan bahwa di Inggris dan Kanada, pengertian karkas kelinci sama dengan pengertian karkas sapi. Karkas terdiri atas tiga jaringan utama yaitu tulang, daging, 5

16 dan lemak (Soeparno, 1992). Tulang tumbuh paling awal membentuk kerangka, kemudian di susul oleh pertumbuhan urat yang membentuk daging yang menyelimuti kerangka dan lemak tumbuh terakhir pada saat mendekati kemasakan tubuh (Mc Nitt dan Lukefahr, 1993). Karkas yang ideal harus mengandung sejumlah maksimal otot, kandungan lemak yang optimal serta tulang yang minimum (Lovett, 1986). Herman (1986) menyatakan bahwa kelinci yang dipelihara di daerah tropis mampu menghasilkan karkas sebesar 47.96% dari bobot hidup kg. Bobot tulang karkas kelinci sekitar 15% dan 82-85% dari karkasnya dapat di konsumsi. Mutu produksi daging dipengaruhi oleh umur (Soeparno, 1992). Daging kelinci muda, berwarna putih, seratnya halus dan rasanya lebih enak dari daging ayam. Kelinci dewasa, dagingnya padat, kasar berwarna merah tua dan kurang empuk (Herman, 1989). Soeparno (1992) menyatakan kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor yang menentukan adalah bobot karkas, jumlah daging yang dihasilkan dan kualitas daging dari karkas yang bersangkutan. Pemotongan bagian karkas kelinci berdasarkan pada irisan komersial. Irisan komersial karkas kelinci terdiri atas empat potong irisan. Irisan tersebut adalah potongan irisan kaki depan (foreleg), potongan irisan dada (rack), potongan irisan pinggang (loin) dan potongan irisan kaki belakang (hindleg) (De Blass et al., 1977). Herman (1986) menyatakan bahwa hasil pengirisan menunjukkan proporsi yang konsisten dengan koefisien keragaman yang rendah. Proporsi irisan terhadap bobot tubuh secara terinci yaitu irisan kaki belakang ± 40 %, pinggang ± %, dada ± % dan kaki depan ± 29 %. Persentase karkas atau bagian tubuh lainnya terhadap bobot tubuh sangat ditentukan oleh bobot tubuh dan kondisinya, macam makanan dan pemuasaan sebelum pemotongan (Cheeke et al., 1987 ; Herman, 1989). Bobot potong yang meningkat akan meningkatkan persentase bobot tubuh kosong dan karkas (Herman,1986). Lukefahr et al. (1981) menyatakan bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi sifat-sifat karkas. Muryanto dan Prawirodigdo (1993) menyatakan bahwa semakin tinggi bobot potong maka semakin tinggi persentase bobot karkasnya. Hal ini disebabkan proporsi bagian-bagian tubuh yang menghasilkan daging akan bertambah selaras dengan ukuran bobot tubuh. 6

17 Otot Otot merupakan komponen utama karkas sebagai penentu kualitas yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Otot mengandung 72-73% air, 18% protein, 1-2% BETN, 1-20% lemak, 1% abu dan 1% karbohidrat yang merupakan sistem koloida (Zobrisky, 1969). Basuki et al. (1981) menyatakan bahwa kelinci lokal mempunyai persentase otot sebesar 35.2% ± 5.25 untuk kelinci betina berbobot badan kg dan untuk kelinci jantan dengan bobot badan kg. Bobot badan kelinci yang diharapkan pada peternakan komersial adalah kg dengan produksi daging karkas kg yang persentase karkasnya sebesar 55% dan rasio otot dan tulang adalah 5 : 1. Persentase otot akan meningkat dengan meningkatnya bobot potong kaki belakang (hindleg) dan punggung (loin), sedangkan otot pada bagian kaki depan (foreleg) konstan (Eviaty, 1982). Djoenaedi (1972) menyatakan bahwa pada rataan bobot hidup sebesar 990 g diperoleh rataan otot sebesar 36.7%. Tulang Tulang merupakan jaringan yang pasif atau inert. Perbedaan tulang dengan jaringan yang lainnya adalah tulang merupakan jaringan padat yang keras dan mengandung 45% air, 25% abu, 20% protein, 10% lemak dan 99% kalsium serta 80% phosfor dalam tubuh yang umumnya terdapat di dalam tulang (Zobrisky, 1969). Tulang merupakan bentuk kerangka yang berfungsi sebagai pelindung jaringan lunak dan organ-organ vital serta sebagai pengungkit aktivitas otot. Tulang mempunyai arti penting dalam pertumbuhan ternak, karena perkembangan tulang akan menentukan ukuran dan bersama otot maupun lemak menentukan konformasi tubuh. Tulang dapat mencerminkan produksi daging suatu ternak dan diharapkan mempunyai proporsi yang sekecil mungkin (Berg dan Butterfield, 1976). Eviaty (1982) menyatakan bahwa jaringan tulang dari semua potongan karkas mengalami pertumbuhan relatif dini dan persentase bobot jaringan tulang akan berkurang dengan bertambahnya bobot masing-masing potongan karkas. Persentase bobot tulang karkas akan berkurang dengan meningkatnya bobot tubuh kosong maupun bobot karkas. 7

18 Lemak Perletakan dan distribusi lemak mempunyai arti ekonomi yang penting dalam produksi daging. Lemak menambah bobot daging karkas dan penyebarannya turut menentukan mutu daging. Depot lemak merupakan komponen karkas yang masak lambat. Persentase depot lemak akan meningkat seiring dengan bertambahnya bobot hidup. Depot lemak meupakan proses fisiologis ternak, dengan fungsinya yaitu sebagai cadangan untuk menjaga panas homeostatis tubuh (De Blass et al., 1977). Distribusi lemak sangat mempengaruhi proporsi jaringan otot karkas sebab proporsi daging dan tulang akan berkurang sedangkan komponen lemak bertambah dengan meningkatnya bobot karkas (Seebeck dan Tulloh, 1968). Pertumbuhan lemak pada kelinci berlangsung bila berumur lebih dari dua bulan yaitu pada bobot sekitar kg, tetapi lemak yang dikandungnya tetap lebih kecil bila dibandingkan ternak lainnya. Perletakan lemak pada tubuh kelinci terjadi di sekitar rusuk, sepanjang tulang belakang, daerah paha, sekitar leher, ginjal dan jantung (Bogart, 1981). Sifat Fisik Daging Daya Mengikat Air (DMA) Daging Daya mengikat air (DMA) oleh protein daging atau water-holding capacity atau water binding capacity (WHC dan WBC) adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan dan tekanan (Soeparno, 1992). Kapasitas mengikat air sangat mempengaruhi penampilan daging sebelum dimasak. Sifat-sifatnya selama dimasak dan juiceness-nya pada saat dikunyah (Lawrie, 2003). Daya Mengikat Air (DMA) dipengaruhi oleh ph. Selain itu, daya mengikat air daging juga dipengaruhi oleh faktor yang mengakibatkan perbedaan daya mengikat air di antara otot, misalnya spesies, umur dan fungsi otot serta pakan, transportasi, temperatur kelembaban, penyimpanan dan preservasi, jenis kelamin, kesehatan, perlakuan sebelum pemotongan dan lemak intramuskuler. Kelembaban daging dipengaruhi oleh daya mengikat air, kandungan air dan kondisi perlemakan pada daging. Ditambahkan bahwa daging yang tidak memiliki lean atau lemak akan 8

19 mengalami kelembaban yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan daging yang berlemak Soeparno (1992). Air yang terikat di dalam otot dapat dibagi menjadi tiga kompartemen air, yaitu air yang terikat secara kimiawi oleh protein otot sebesar 4-5% sebagai lapisan monomolekuler pertama; air terikat agak lemah sebagai lapisan kedua dari molekul air terhadap grup hidrofilik, sebesar 4% dan lapisan kedua ini akan terikat oleh protein bila tekanan uap air meningkat. Lapisan ketiga adalah molekul-molekul air bebas diantara molekul protein,berjumlah kira-kira 10%. Jumlah air terikat (lapisan pertama dan kedua) adalah bebas dari perubahan molekul yang disebabkan oleh denaturasi protein daging, sedangkan lapisan ketiga akan menurun apabila protein daging mengalami denaturasi (Soeparno, 1992). Periode pembentukan asam laktat yang menyebabkan penurunan ph otot postmortem, menurunkan DMA daging dan banyak air yang berasosiasi dengan protein otot akan bebas meninggalkan serabut otot. Pada titik isoelektrik (5,0-5,1) protein miofibril, filamen miosin dan filamen aktin akan saling mendekat sehingga ruang diantara filamen-filamen ini akan menjadi lebih kecil. Pemecahan dan habisnya ATP (adiposa Triphospat) serta pembentukan aktamiosin dan menjadi habisnya ATP pada saat rigor dan sepertiga lainnya disebabkan oleh penurunan ph (Soeparno,1992). Keempukan Daging Tekstur dan keempukan mempunyai tingkatan utama menurut konsumen dan rupanya dicari walaupun mengorbankan flavor dan warna (Lawrie, 2003). Keempukan daging banyak ditentukan setidak-tidaknya oleh tiga komponen daging, yaitu struktur miofibrilar dan status kontraksinya, kandungan jaringan ikat dan jaringan silangnya, daya ikat air oleh protein daging serta juiceness daging (Soeparno, 1992). Kesan secara keseluruhan keempukan daging meliputi tekstur dan melibatkan tiga aspek. Pertama, mudah tidaknya gigi berpenetrasi awal kedalam daging. Kedua, mudah tidaknya daging tersebut dipecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Ketiga, jumlah residu tertinggal setelah dikunyah (Lawrie, 2003). Penyebab utama kealotan daging adalah pemendekan otot postmortem (Lawrie, 2003). Jadi, pemendekan otot ini dapat dikurangi atau dicegah dengan cara 9

20 penggantungan karkas pre-rigor pada pelvik atau dengan cara pelayuan karkas, misalnya pada temperatur C (Bouton et al., 1978). Aberle et al., (1981) menyatakan bahwa pengaturan ransum sebelum ternak dipotong mempengaruhi secara langsung variasi sifat urat daging setelah pemotongan dan ternak ternak yang digemukkan di dalam kandang akan menghasilkan daging yang lebih empuk dibandingkan dengan ternak yang digembalakan. Bouton et al., (1978) menyatakan bahwa umur dalam kondisi tertentu tidak mempengaruhi keempukan daging yang dihasilkan. Ternak yang lebih tua namun mendapatkan ransum dengan nutrisi dan penanganan yang baik dapat menghasilkan daging yang lebih empuk dibandingkan dengan daging yang dihasilkan dari ternak muda namun mendapatkan nutrisi ransum dan penanganan yang kurang baik. Otot dapat tumbuh dan berkembang dengan baik jika mendapatkan nutrisi dan penanganan yang baik. Otot yang baik mempunyai jumlah kolagen per satuan luas otot yang lebih kecil dibandingkan dengan otot dari ternak yang mendapat nutrisi dan penanganan yang kurang baik, dengan demikian daging yang dihasikan akan lebih empuk. Susut Masak Daging Susut Masak Daging ialah perbedaan antara bobot daging sebelum dan sesudah dimasak dan dinyatakan dalam persentase. Susut masak merupakan fungsi dari temperatur dan lama dari pemasakan. Susut masak dapat dipengaruhi oleh ph, panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan serabut otot, status kontraksi miofibril, ukuran dan berat sampel daging serta penampang lintang daging. Susut masak dapat meningkat dengan panjang serabut otot yang lebih pendek. Pemasakan yang relatif lama akan menurunkan pengaruh panjang serabut otot terhadap susut masak. Susut masak menurun secara linier dengan bertambahnya umur ternak. Perbedaan bangsa ternak juga dapat menyebabkan perbedaan susut masak. Jenis kelamin mempunyai pengaruh yang kecil terhadap susut masak pada umur ternak yang sama. Bobot potong mempengaruhi susut masak terutama bila terdapat perbedaan deposisi lemak intramuskuler. Konsumsi pakan dapat juga mempengaruhi besarnya susut masak (Soeparno, 1992). 10

21 Nilai ph Daging Perubahan ph sesudah ternak mati pada dasarnya ditentukan oleh kandungan asam laktat yang tertimbun dalam otot, selanjutnya oleh kandungan glikogen dan penanganan sebelum penyembelihan (Buckle et al., 1987). Otot yang mengalami penurunan ph sangat cepat akan menjadi pucat,daya ikat daging protein terhadap cairannya menjadi rendah dan permukaannya tampak sangat basah. Disisi lain, otot yang mempunyuai ph tinggi selama proses konversi otot menjadi daging dapat menjadi sangat gelap warnanya dan sangat kering di permukaan potongan yang tampak (Aberle et al., 2001). Penurunan ph otot postmortem banyak ditentukan oleh laju glikolisis postmortem serta cadangan glikogen otot dan ph daging ultimat, normalnya adalah 5,4-5,8. Stres sebelum pemotongan, pemberian suntikan hormon atau obat-obatan tertentui, spesies, individu ternak, macam otot stimulasi listrik dan aktivitas enzim yang mempengaruhi gliokolisis adalah faktor-faktor yang dapat menghasilkan variasi ph daging. Penurunan ph karkas postmortem mempunyai hubungan yang erat dengan temperatur lingkungan (penyimpanan). Temperatur tinggi akan meningkatkan laju penurunan ph, sedangkan temperatur rendah menghambat laju penurunan ph. Pengaruh termperatur terhadap perubahan ph postmotem ini adalah sebagai akibat pengaruh langsung dari temperatur terhadap laju glikolisis postmortem (Soeparno, 1992). Peningkatan ph akan menyebabkan meningkatnya daya ikat air daging dan lapisan permukaan daging akan semakin kering, sehingga kualitas daging akan semakin menurun. Ternak yang mengalami cukup masa istirahat sesaat sebelum dipotong memiliki cadangan glikogen dalam otot yang cukup tinggi (Lawrie, 2003). Dikemukakan juga bahwa glikogen yang tinggi didalam otot akan diubah melalui proses glikolisis menjadi asam laktat. Tingginya asam laktat yang terbentuk akan membuat ph daging menjadi rendah. Komposisi Kimia Daging Faktor kondisi ternak pada saat pemotongan dapat menyebabkan perbedaan komposisi kimia daging yang dihasilkan. Bobot karkas adalah salah satu refleksi kondisi ternak. Bobot karkas dipengaruhi oleh interaksi antar bangsa dan pakan yang menunjukkan bahwa efisiensi pemanfaatan energi, protein dan mungkin mineral 11

22 pakan secara relatif berbeda di antara bangsa dan perlakuan pakan, tetapi tidak selalu direfleksikan terhadap perbedaan komposisi kimia daging (Soeparno, 1992). Komposisi kimia dalam daging yang berhubungan erat dengan nilai gizi adalah kadar air, mineral, protein, lemak dan vitamin. Berikut adalah komposisi kimia daging dari berbagai jenis ternak berdasarkan bahan segar. Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Dari Berbagai Jenis Ternak Daging Protein Lemak Kadar Air Kandungan (%) (%) (%) Energi (MJ/kg) Kelinci Ayam Anak Sapi Kalkun Sapi Domba Babi Sumber : State 4-H Rabbit Programming Committee (1992) Analisa Proksimat Informasi umum mengenai makanan didapat dari hasil analisa berupa komposisi kimia makanan yang merupakan hasil penggunaan sistem analisa proksimat yang telah digunakan lebih dari 100 tahun lalu. Sistem analisa proksimat membagi makanan ke dalam enam fraksi zat makanan yaitu kadar air, abu, protein, ektrak lemak, serat kasar dan bahan ektrak tanpa nitrogen (McDonald et al., 2002). Kegunaan pakan secara efisien dapat diketahui melalui pengetahuan terhadap komposisi kimia yang dikandung, kecernaan nutrisi dan kemampuan dalam menyediakan energi serta tidak adanya penghambat dalam makanan tersebut. Cheeke et al. (1987) menyatakan bahwa terdapat beberapa tehnik yang biasa digunakan untuk mendapatkan informasi yang dbutuhkan tersebut diantaranya analisis pakan. Metode analisis kimia yang telah lama dan umum digunakan adalah analisis proksimat. Analisa tersebut meliputi penentuan bahan kering, protein kasar, ektrak eter, abu, serat kasar, dan bahan ektrak tanpa nitrogen. Wiseman dan Cole (1990) menyatakan bahwa kebanyakan data komposisi bahan kimia dengan metode analisis 12

23 yang biasa digunakan adalah analisa proksimat dikarenakan informasi yang ada cukup menggambarkan sebuah materi bahan dengan tujuan spesifik. Analisa proksimat merupakan analisis yang telah lama ada dan dapat digunakan untuk menduga nilai nutrisi termasuk nilai energi dari contoh bahan/campuran pakan/sampel yang berasal dari bagian komponennya (NRC, 1994). Air Air adalah zat yang terdiri dari dua atom hidrogen dan satu atom oksigen dengan rumus molekul H 2 O (Fardiaz, 1992). Ensminger et al. (1990) menyatakan bahwa kadar air tubuh erat hubungannya dengan usia. Kadar air tubuh berkurang dengan kegiatan metabolisme. Hewan yang muda akan lebih mampu menggunakan zat zat makanan yang diperolehnya untuk membangun tubuhnya sedangkan hewan yang lebih tua, akan menimbun kelebihan energi yang diperolehnya untuk menjadi lemak tubuh. Lemak Lemak termasuk di dalam kelompok ester yang terbentuk dari reaksi alkohol dalam asam organik. Komponen pembentuk lemak pada umumnya terdiri dari satu molekul gliserol yang berikatan dengan tiga molekul asam lemak, dikenal sebagai trigliserida (Fardiaz, 1992). Lemak yang dimaksud sebagai lemak daging adalah lemak intramuskuler yang umumnya terdiri dari lemak sejati dan mengandung fosfolipid dari fraksi fraksi yang tidak tersabun, seperti kolesterol (Lawrie, 2003). Soeparno (1992) menyatakan bahwa kadar lemak mempunyai hubungan yang negatif dengan kadar air. Jika kadar lemak tubuh meningkat yaitu bertambah bobot hidupnya maka kadar airnya akan berkurang, dengan demikian pertambahan usia akan meningkatkan kadar lemaknya. De Blass et al. (1977) melakukan penelitian dengan menggunakan kelinci betina Spanish Giant yang dipotong pada umur tiga, empat dan lima bulan, menunjukkan hasil bahwa kadar lemak akan meningkat seiring dengan meningkatnya umur potong, masing masing sebesar 34.1%, 37.85% dan 43.97% dari bobot lemak awalnya. 13

24 Protein Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien yang mempunyai peranan lebih penting dalam pertumbuhan biomolekul daripada sebagai sumber energi. Struktur protein selain mengandung unsur N, C, H, O juga mengandung S, P, Fe, dan Cu yang membentuk senyawa kompleks Sudarmadji et al. (1989). Molekul protein sendiri merupakan rantai panjang yang tersusun oleh mata rantai asam asam amino. Asam amino adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus karboksil (-CHHOH) dan satu atau lebih gugus amino (-NH 2 ) yang salah satunya terletak pada atom C tepat di sebelah gugus karboksil (Fardiaz, 1992). Secara fisiologis, tubuh manusia rata rata membutuhkan 55 g protein per hari yang terdiri atas 35 g protein nabati, 15 g protein hewani asal ikan dan 5 g protein hewani asal ternak. Protein sangat esensial bagi kehidupan karena sebagai penyusun komponen jaringan lunak seperti otot, tenunan pengikat, kolagen, kulit, rambut dan kuku (Ensminger et al., 1990). Protein bahan makanan dalam analisi proksimat ditentukan dengan menggunakan metode Kjeldahl. Metode ini menganut asumsi bahwa semua nitrogen bahan makanan berasal dari protein dan semua protein bahan makanan mengandung N sebesar 16%. Protein bahan makanan ditentukan dengan menganalisis kandungan nitrogennya. Hasil yang diperoleh dikalikan dengan 6.25 yaitu faktor kelipatan N yang diperoleh dari 100/16 (Ensminger et al., 1990). Komposisi protein dalam tubuh tidak banyak dipengaruhi oleh usia maupun kondisi tubuh, dalam hal ini bobot hidupnya. Abu (Mineral) Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu berhubungan dengan kadar mineral suatu bahan organik. Mineral tersebut dapat merupakan garam organik maupun anorganik. Penentuan abu total digunakan untuk berbagai tujuan, yaitu selain sebagai parameter nilai gizi dalam bahan makanan juga untuk mengetahui baik tidaknya suatu proses pengolahan serta untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan (Sudarmadji et al., 1989). Ensminger et al. (1990) menyatakan bahwa dalam analisa proksimat kadar abu (mineral) ditentukan dengan membakar contoh bahan makanan pada suhu

25 600 o C. Semua bahan organik tersebut akan terbakar dan teruapkan. Abu sisa pembakaran itu dianggap sebagai mineral bahan makanan. 15

26 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Ternak (BPT), Bagian Kelinci, Ciawi, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan April 2008 sampai dengan bulan Juni Balai Penelitian Ternak (Balitnak) merupakan instansi Pemerintah yang turut berperan dalam penelitian pengembangan ternak kelinci di Indonesia. Balitnak terletak pada ketinggian 500 m dpl dengan rataan curah hujan tahunan mencapai mm. Balitnak menempati lahan seluas 24 ha yang terletak di desa Banjar Waru, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Jenis kelinci yang terdapat di Balitnak meliputi Rex, Satin, RS (persilangan Rex dengan Satin), Angora, English Giant, Loop, New Zealand White, Lion dan banyak hasil persilangan dari jenis lain. Materi Ternak Ternak yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci Rex dan kelinci lokal, masing-masing sebanyak 6 ekor, jadi total ternak yang digunakan adalah 12 ekor. Kelinci Rex diperoleh dari BPT. Kelinci lokal didapat dari peternakan kelinci di sekitar BPT. Peralatan Peralatan yang digunakan adalah kandang pemeliharaan, tempat pakan dan air minum, borang penelitian, timbangan berkapasitas 5 kg dengan merk Nagata, pisau, dan alat tulis. Rancangan Penelitian ini mengunakan rancangan RAL faktorial 2 x 2 dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah jenis (bangsa) kelinci dan faktor kedua adalah jenis kelamin. Model matematikanya menurut Steel and Torrie (1991) adalah Y ijk = µ + α i + β j + (αβ) ij + ε ijk Y ijk : nilai parameter pada ulangan ke-k dari faktor I (jenis kelinci) ke-i dan faktor ke II (jenis kelamin kelinci) ke-j µ : rataan umum

27 α i β j (αβ) ij ε ijk : pengaruh bangsa (jenis) kelinci ke-i terhadap parameter : pengaruh jenis kelamin kelinci ke-j terhadap parameter : interaksi antara bangsa kelinci ke-i dan jenis kelamin kelinci ke-j terhadap parameter : pengaruh galat percobaan Analisis Data Data yang diperoleh akan dianalisis dengan mengunakan Analysis of variance (ANOVA). Jika hasil analisis menunjukkan nyata atau sangat nyata, maka dilakukan uji perbandingan nilai tengah dengan menggunakan uji Duncan. Peubah 1. Bobot potong Bobot potong kelinci ditimbang pada saat kelinci sebelum dipotong (g), 2. Bobot karkas Bobot karkas ditimbang setelah kelinci dipotong, dikuliti lalu dikurangi darah, kepala, hati, ekor, saluran pencernaan dan isi rongga dada kecuali ginjal (g) (Rao et al.,1979), 3. Bobot potongan komersial (g) Bobot potongan komersial didapat dengan cara memotong karkas kelinci menjadi potongan komersialnya yang meliputi foreleg, rack, loin dan hindleg (Blasco et al., 1992) lalu ditimbang dengan alat timbangan, 4. Bobot nonkarkas (kulit kepala, kaki dan offal) Bobot kulit segar didapat dengan cara menguliti kelinci yang telah dipotong lalu kulitnya tersebut segera ditimbang (g), 5. Bobot komponen karkas, meliputi bobot daging, lemak dan tulang (g) Bobot komponen karkas ditimbang dengan cara memisahkan masing-masing komponen karkas terlebih dahulu lalu bobotnya ditimbang dengan alat timbangan, 6. Rasio daging : tulang, yaitu perbandingan bobot daging dengan tulang (g). Rasio daging : tulang dihitung dengan cara membandingkan antara bobot tulang yang dihasilkan dengan daging yang dihasilkan. 17

28 7. Proporsi karkas, offal dan potongan komersial (%) Proporsi karkas dihitung dengan cara bobot karkas yang ditimbang sebelumnya dibagi dengan bobot potongnya lalu dikalikan dengan 100%. Proporsi potongan komersial dihitung dengan cara bobot masing-masing potongan komersial dibagi dengan bobot karkas lalu dikalikan dengan 100%, 8. Uji fisik bahan segar (ph, daya mengikat air, susut masak, keempukan) 9. Uji kimia/proksimat bahan segar (kadar air, protein kasar, lemak, abu, energi kotor) Prosedur Penelitian ini menggunakan data primer. Kelinci penelitian yang akan digunakan adalah kelinci yang berumur 3 4 bulan. Kelinci penelitian dipisahkan terlebih dahulu berdasarkan bangsa (breed) dan jenis kelamin (sex) sebelum penelitian dimulai. Kelinci penelitian yang sudah dipisahkan tersebut diberi pakan dengan kualitas yang sama selama periode pemeliharaan lalu setelah mencapai umur 3-4 bulan, kelinci-kelinci tersebut dipotong untuk dilhat performa produksi karkasnya. Data yang diambil mencakup produksi karkas dan potongan komersialnya. Pemeliharaan Pemeliharaan di Balai Penelitian Ternak Kelinci penelitian dipelihara sampai berada pada umur potong atau 4 bulan. Kelinci Rex dipelihara di BPT. Ransum diberikan secukupnya ( g/hari) dan air minum diberikan secara ad libitum. Ransum yang diberikan berbentuk pelet dengan kandungan nutrisi protein 18% dan energi 2700 Kkal. Kandang yang digunakan ialah kandang individu yang terbuat dari kawat. Pemeliharaan di Masyarakat Kelinci penelitian dipelihara sampai berada pada umur potong atau 4 bulan. Kelinci yang dipelihara ialah kelinci lokal. Ransum diberikan secukupnya ( g/hari) dan air minum diberikan secara ad libitum. Ransum yang digunakan adalah hijauan dan sedikit campuran dari dedak dan ampas tahu dengan perkiraan kandungan nutrisi protein 18% dan energi 2200 Kkal. Kandang yang digunakan ialah 18

29 kandang individu yang terbuat dari bambu dengan sisi bagian depan terbuat dari kawat. Pemotongan Pemotongan dilakukan saat kelinci mencapai kisaran bobot potong g. Kelinci dipotong pada pagi hari tanpa dipuasakan terlebih dahulu. Kelinci disembelih dengan cara memotong leher, sehingga semua pembuluh darah terpotong dan diperoleh pendarahan yang sempurna. Setelah dipotong, kelinci digantung pada salah satu kaki belakang, dengasn membuat irisan pada kulit antara tulang dan tendo sendi kaki belakang. Kepala dipisahkan pada sendi occipito atlantis. Kemudian kaki depan bagian bawah dan kaki belakang bagian bawah dipotong pada sendi sikunya dan ditimbang, ekor juga dilepaskan dari pangkalnya. Lalu ditimbang. Setelah selesai dikuliti, semua isi rongga perut dan dada dikeluarkan dan ditimbang tiap bagianbagiannya. karkas kemudian ditimbang. Setelah itu, karkas dipotong menjadi 4 potongan komersial, yaitu foreleg, rack, loin dan hindleg dan ditimbang. Potonganpotongan komersial kecuali hindleg dibungkus dengan plastik lalu disimpan di dalam alat pendingin. Hindleg dibawa ke labolatorium untuk digunakan sebagai bahan untuk analisis proksimat dan uji fisik daging. Uji Fisik Nilai ph Nilai ph diukur dengan menggunakan ph meter. ph meter dikalibrasi terlebih dahulu pada ph 4 dan 7. ph meter ditusukkan ke dalam daging hingga sensor phnya tertutupi semua. Nilai ph didapat setelah angka tertera di ph meter konstan. Susut Masak Susut masak daging adalah perbedaan berat daging sebelum dan sesudah dimasak dan dinyatakan dalam persentase (%). Sampel daging seberat 100 gram dengan panjang 7 cm ditusukkan dengan termometer bimetal sampai menembus bagian dalam daging, lalu direbus dengan air hingga mencapai suhu C. Setelah itu, sampel daging diangkat dan didinginkan kemudian ditimbang. Selisih 19

30 antara berat segar dan berat masak merupakan nilai susut masak yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut % Susut Masak = Bobot sampel awal Bobot sampel akhir x 100% ` Bobot sampel awal Keempukan Daging Daging dipotong ukuran persegi kira-kira 100 g, kemudian ditusukkan dengan termometer bimetal sampai menembus bagian dalam daging lalu direbus dengan air hingga mencapai duhu C. Setelah itu, daging diangkat dan didinginkan. Sampel daging dibentuk silinser (tabung) dengan menggunakan curer berdiameter 1,27 mm sebanyak tiga buah. Daging dipotong secara melintang pada alat warner blatzler dan hsasil pengukuran keempukan / shear foce daging (kg/cm 2 ) dapat dilhat pada skala alat warner blatzler tersebut. Daya Mengikat Air (DMA) Daya mengikat air (DMA) dihitung dengan cara menghitung jumlah mg H 2 O pada daging. Kandungan mg H 2 O yang tinggi pada daging akan menyebabkan DMA yang semakin rendah dan sebaliknya. Daging segar dipotong dengan berat 0,3 g, kemudian disimpan di antara dua kertas saring Whatman 41 yang berdiameter 9 mm. selanjutnya sampel daging tersebut dipres dengan menggunakan caver press dengan tekanan 35 kg/cm 2 selam 5 menit. Luas area basah yang tertera pada kertas saring diukur dengan menggunakan planimeter. Besarnya daya mengikat air ditentukan dengan cara menggunakan rumus Hamm (1972) dalam Soeparno (1992) adalah mg H 2 O = { luas area basah (cm 2 ) / 0,0948 } 8,0 kemudian mg H 2 O dikonversi dalam persen dengan rumus sebagai berikut % H 2 O = { mg H 2 O / berat sampel (mg) } X 100% 20

31 Uji Kimia (Proksimat) Kadar Air (AOAC, 1999) Kadar air diukur dengan metode Gravimetri secara pemanasan langsung, yaitu menghitung banyaknya air yang hilang dengan pemanasan ±105 o C menggunakan oven selama 4-6 jam. Terlebih dahulu botol timbang dikeringkan kirakira 1 jam dalam alat pengering pada suhu 105 o C dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang (x) gram. Sejumlah daging ditimbang dengan teliti ± 5 gram dalam botol timbang sebagai (y) gram. Botol timbang dan sampel yang berada di dalamnya dimasukkan dalam alat pengering selama 4-6 jam pada suhu 105 o C. Kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Pekerjaan ini diulangi sampai tiga kali, sampai berat konstan (z) gram. Kadar air ditentukan dengan rumus berikut: Kadar Air = (y x - z) x 100% (y x) Kadar Protein Kasar (AOAC, 1999) Kadar protein kasar dapat dihitung dengan metode Kjeldahl yang secara garis besar terbagi menjadi tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Jumlah protein didapat sebagai jumlah nitrogen dalam bahan yang tertitrasi dikalikan dengan faktor konversi protein (6,25). Ditimbang ± 1 gram sampel daging dan 1 gram campuran Selen dengan kertas saring lalu dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl kering yang telah berisi batu didih. Ditambahkan 25 ml H 2 SO 4 pekat mutu teknis dan dilakukan destruksi dengan peningkatan suhu bertahap di dalam ruang asam hingga larutan jernih dan berwarna kuning kehijauan dan kemudian didinginkan. Larutan yang terbentuk dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan diimpitkan. Dipipet 10 ml larutan dan dimasukkan ke dalam alat destilasi, ditambahkan NaOH 0,3 N dan indikator fenol ftalein (PP) hingga warna larutan menjadi merah muda. Destilat ditampung dengan Erlenmeyer berisi 25 ml H 2 SO 4 0,3 N. Proses penyulingan ini diteruskan hingga semua analat tertangkap oleh H 2 SO 4 yang ada di dalam Erlenmeyer atau bila 2/3 dari cairan dalam labu penyuling telah menyerap. 21

TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kelinci Sebagai Penghasil Daging Kelinci Rex

TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kelinci Sebagai Penghasil Daging Kelinci Rex TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kelinci Sebagai Penghasil Daging Kelinci merupakan hewan yang mempunyai potensi sebagai penghasil daging yang baik. Hewan ini merupakan herbivora non ruminansia yang mempunyai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci merupakan hewan yang mempunyai potensi sebagai penghasil daging yang baik. Hewan ini merupakan herbivore non ruminansia yang mempunyai system lambung sederhana (tunggal)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003)

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003) TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelinci Kelinci merupakan hewan yang mempunyai potensi sebagai penghasil daging yang baik. Hewan ini merupakan herbivore non ruminansia yang mempunyai sistem lambung sederhana

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot dan Persentase Komponen Karkas Komponen karkas terdiri dari daging, tulang, dan lemak. Bobot komponen karkas dapat berubah seiring dengan laju pertumbuhan. Definisi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Farm dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada tanggal 28 September sampai tanggal 28 November 2016.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki komposisi darah kambing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan dengan lama pemeliharaan 6 minggu dan masa adaptasi 3 minggu. Penelitian ini dimulai pada akhir bulan Februari

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT FISIK DAN PARAMETER SPESIFIK KUALITAS DAGING

SIFAT-SIFAT FISIK DAN PARAMETER SPESIFIK KUALITAS DAGING SIFAT-SIFAT FISIK DAN PARAMETER SPESIFIK KUALITAS DAGING KUALITAS DAGING Dalam pengujian kualitas daging dipergunakan sampel-sampel : macam otot, penyiapan sampel. Uji fisik obyektif yang meliputi Keempukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan Keadaan hewan pada awal penelitian dalam keadaan sehat. Sapi yang dimiliki oleh rumah potong hewan berasal dari feedlot milik sendiri yang sistem pemeriksaan kesehatannya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena dagingnya selain rasanya enak juga merupakan bahan pangan sumber protein yang memiliki kandungan gizi lengkap

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2011. Pemeliharaan domba dilakukan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil sedangkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan Metode 35 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret - Mei 2008 di Rumah Potong Hewan (RPH) Aldia-Kupang. Pengumpulan data pengukuran produktivitas karkas dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas. Pemotongan puyuh dan penelitian persentase karkas dilakukan di Laboratorium Unggas serta uji mutu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak serta zat yang lain yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Usaha untuk meningkatkan konsumsi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Banyaknya pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kondisi ternak, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan banyaknya zat makanan yang masuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci merupakan ternak mamalia yang mempunyai banyak kegunaan. Kelinci dipelihara sebagai penghasil daging, wool, fur, hewan penelitian, hewan tontonan, dan hewan kesenangan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi masyarakat, mempengaruhi meningkatnya kebutuhan akan makanan asal hewan (daging). Faktor lain

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging, I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging Menurut Indro (2004), ayam ras pedaging merupakan hasil rekayasa genetik dihasilkan dengan cara menyilangkan sanak saudara. Kebanyakan induknya diambil dari Amerika

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Domba Priangan Domba adalah salah satu hewan yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe dalam Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni Agustus 2016 di kandang Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2011. Pelaksanaan penelitian di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemudian dikembangkan di penjuru dunia. Puyuh mulai dikenal dan diternakkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemudian dikembangkan di penjuru dunia. Puyuh mulai dikenal dan diternakkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Puyuh (Cortunix- cortunix japonica) Puyuh merupakan jenis aves yang tidak dapat terbang, ukuran tubuhnya relatif kecil, berkaki pendek. Puyuh pertama kali diternakkan di Amerika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh masyarakat. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau konsumen lebih banyak memilih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Babi Ternak babi memiliki karakteristik yang sama kedudukannya dalam sistematika hewan yaitu: Filum: Chordata, Sub Filum: Vertebrata (bertulang belakang), Marga:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Otot Menjadi Daging

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Otot Menjadi Daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konversi Otot Menjadi Daging Kondisi ternak sebelum penyembelihan akan mempengaruhi tingkat konversi otot menjadi daging dan juga mempengaruhi kualitas daging yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakasanakan di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

KOMPOSISI KARKAS DAN SIFAT FISIK DAGING KELINCI LOKAL JANTAN MUDA DENGAN PEMBERIAN PAKAN MENGANDUNG LIMBAH TAUGE SKRIPSI YOGI MUJI KURNIAWAN

KOMPOSISI KARKAS DAN SIFAT FISIK DAGING KELINCI LOKAL JANTAN MUDA DENGAN PEMBERIAN PAKAN MENGANDUNG LIMBAH TAUGE SKRIPSI YOGI MUJI KURNIAWAN KOMPOSISI KARKAS DAN SIFAT FISIK DAGING KELINCI LOKAL JANTAN MUDA DENGAN PEMBERIAN PAKAN MENGANDUNG LIMBAH TAUGE SKRIPSI YOGI MUJI KURNIAWAN DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan TINJAUAN PUSTAKA Daging Kerbau Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan mempunyaikebiasaan berendam di sungai dan lumpur. Ternak kerbau merupakan salah satu sarana produksi yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah daging paha Ayam

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah daging paha Ayam III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah daging paha Ayam Sentul jantan berjumlah 18 ekor dan berumur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Babi Babi adalah binatang yang dipelihara dari dahulu, dibudidayakan, dan diternakkan untuk tujuan tertentu utamanya untuk memenuhi kebutuhan akan daging atau

Lebih terperinci

Gambar 2. (a) Kandang Individu (b) Ternak Domba

Gambar 2. (a) Kandang Individu (b) Ternak Domba HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Tempat yang digunakan untuk penelitian berada di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil dan Laboratorium IPT Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karkas domba Lokal Sumatera (Tabel 9) mempunyai koefisien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karkas domba Lokal Sumatera (Tabel 9) mempunyai koefisien HASIL DAN PEMBAHASAN Tumbuh-Kembang Karkas dan Komponennya Karkas domba Lokal Sumatera (Tabel 9) mempunyai koefisien pertumbuhan relatif (b) terhadap bobot tubuh kosong yang nyata lebih tinggi (1,1782)

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.

BAB III MATERI DAN METODE. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang. 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2015 sampai September 2015 bertempat di Kandang Kambing Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah, Fakultas Peternakan dan Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci. Kelinci (Lepus nigricollis ) merupakan kelompok hewan yang sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci. Kelinci (Lepus nigricollis ) merupakan kelompok hewan yang sangat BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci (Lepus nigricollis ) merupakan kelompok hewan yang sangat populer dan digemari masyarakat. Budidaya kelinci ini sangat mudah, bahkan juga pembuatan pakan pun sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KambingKacang Kambing Kacang merupakan salah satu kambing lokal di Indonesia dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh yang relatif kecil,

Lebih terperinci

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat.

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil serta Laboratorium IPT Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Daging itik mempunyai kualitas rendah karena bau amis, bertekstur kasar dan alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia akan gizi menuntut dikembangkannya berbagai industri pangan. Salah satu sektor yang turut berperan penting dalam ketersediaan bahan pangan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu unggas yang sangat efisien dalam menghasilkan daging dan digemari oleh masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di Laboratorium Teknologi Produksi Ternak dan Laboratorium Teknologi Pasca Panen,

Lebih terperinci

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah kelinci Menurut Kartadisatra (2011) kelinci merupakan hewan mamalia dari family Leporidae yang dapat ditemukan di banyak bagian permukaan bumi. Dulunya, hewan ini adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Brahman Cross Pertumbuhan Ternak

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Brahman Cross Pertumbuhan Ternak TINJAUAN PUSTAKA Sapi Brahman Cross Sapi Brahman berasal dari India yang merupakan keturunan dari sapi Zebu (Bos Indicus). Sapi Brahman Cross merupakan sapi hasil persilangan antara sapi Brahman (Bos Indicus)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

PENAMPILAN PRODUKSI DAN KUALITAS DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK PADA PAKAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NOVARA RAHMAT

PENAMPILAN PRODUKSI DAN KUALITAS DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK PADA PAKAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NOVARA RAHMAT PENAMPILAN PRODUKSI DAN KUALITAS DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK PADA PAKAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NOVARA RAHMAT PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, pada 27 Agustus - 26 September 2012

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, pada 27 Agustus - 26 September 2012 26 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, pada 27 Agustus - 26 September 2012 yang bertempat di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF

PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan 14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Broiler Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan spesies Gallusdomesticus. Ayam broiler merupakan ayam tipe pedaging yang lebih muda dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak dipelihara sebagai ternak penghasil daging oleh sebagian peternak di Indonesia. Domba didomestikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Pemeliharaan dan penyembelihan ternak dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas,

Lebih terperinci

DAGING. Theresia Puspita Titis Sari Kusuma. There - 1

DAGING. Theresia Puspita Titis Sari Kusuma. There - 1 DAGING Theresia Puspita Titis Sari Kusuma There - 1 Pengertian daging Daging adalah bagian tubuh yang berasal dari ternak sapi, babi atau domba yang dalam keadaan sehat dan cukup umur untuk dipotong, tetapi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2008 di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, menggunakan kandang panggung peternak komersil. Analisis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi bali dikenal sebagai sapi lokal yang banyak dipelihara di Pulau Bali karena sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi bali dikenal sebagai sapi lokal yang banyak dipelihara di Pulau Bali karena sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi bali dikenal sebagai sapi lokal yang banyak dipelihara di Pulau Bali karena sangat menguntungkan peternak di samping cara pemeliharaannya yang mudah dan sifatnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kampung. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kampung. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam hutan merah yang berhasil dijinakkan. Akibat dari proses evolusi dan domestikasi maka terciptalah ayam kampung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum Rataan konsumsi bahan kering dan protein ransum per ekor per hari untuk setiap perlakuan dapat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2009 di Laboratorium Pemulian Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, sedangkan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak,

BAB I PENDAHULUAN. kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelangsungan hidup manusia sangat dipengaruhi oleh nilai atau kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak, karbohidrat, mineral, serta

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tatap muka ke 7 POKOK BAHASAN : PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui program pemberian pakan pada penggemukan sapi dan cara pemberian pakan agar diperoleh tingkat

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai April Pelaksanaan penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai April Pelaksanaan penelitian 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai April 2015. Pelaksanaan penelitian pembuatan pelet calf

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Riau.

III. MATERI DAN METODE. dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Riau. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2014 bertempat di Labolaturium Teknologi Pascapanen (TPP) dan analisis Kimia dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KARKAS KELINCI REX PADA UMUR POTONG YANG BERBEDA GALIH ARI WIRAWAN SIREGAR

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KARKAS KELINCI REX PADA UMUR POTONG YANG BERBEDA GALIH ARI WIRAWAN SIREGAR PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KARKAS KELINCI REX PADA UMUR POTONG YANG BERBEDA GALIH ARI WIRAWAN SIREGAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan yang bernilai gizi tinggi sangat dibutuhkan untuk menghasilkan generasi yang cerdas dan sehat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut pangan hewani sangat memegang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

6) Analisis Serapan N pada Anak Ayam 7) Analisis Kadar Lemak pada Bubuk Teripang

6) Analisis Serapan N pada Anak Ayam 7) Analisis Kadar Lemak pada Bubuk Teripang Setelah itu labu destruksi didinginkan dan larutan dimasukkan ke dalam labu penyuling dan diencerkan dengan 300 ml air. Selanjutnya ditambah beberapa butir batu didih dan larutan dijadikan basa dengan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI LIDIA FAFARITA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan komoditas ternak, khususnya daging. Fenomena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Sapi Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu 28 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian tentang pengaruh penambahan level protein dan probiotik pada ransum itik magelang jantan periode grower terhadap kecernaan lemak kasar dan energi metabolis dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Wonosobo merupakan domba hasil persilangan antara domba Texel yang didatangkan pada tahun 1957 dengan Domba Ekor Tipis dan atau Domba Ekor Gemuk yang secara

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci