Kronologi Raja-Raja Bali Abad XII-XIV. Sejak Penaklukan Gajah Mada. Ida Bagus Sapta Jaya. Program Studi Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kronologi Raja-Raja Bali Abad XII-XIV. Sejak Penaklukan Gajah Mada. Ida Bagus Sapta Jaya. Program Studi Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana"

Transkripsi

1 1 Kronologi Raja-Raja Bali Abad XII-XIV Sejak Penaklukan Gajah Mada Ida Bagus Sapta Jaya Program Studi Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana Abastrak Raja Astasura Ratna Bumi Banten tahun Masehi dan ditakulukan oleh Gajah Mada tahun 1343 Masehi. Selanjutnya digantikan oleh Cri Kresna Kepakisan yang dinobatkan menjadi raja di Bali dan berkedudukan di Samprangan yang memerintah tahun Masehi, dan digantikan oleh adiknya I Dewa Ketut Ngulesir dan berkedudukan di Gelgel, yang memerintah tahun Pada tahun 1384 Masehi raja Wengker yang bernama Cri Wijayarajasa dapat menyelesaikan sengketa desa Pemuteran dengan desa Abang. Kata Kunci : Kronologi, Penaklukan Gajahmada, Hubungan raja Wengker Astasura Raja Ratna Earth Banten years AD and ditakulukan by Gajah Mada in 1343 AD. Subsequently replaced by Cri crowned Krishna Kepakisan the king in Bali and domiciled in Samprangan who ruled in BC, and was replaced by his brother I Dewa Ketut Ngulesir and domiciled in Gelgel, who ruled in In the year 1384 AD Wengker king named Cri Wijayarajasa can resolve disputes with the village Pemuteran villageabang. Keywords: Chronology, Conquest Gajahmada, king Relations Wengker 1.Pendahuluan Sebelum penelitian ini, belum ditemukan penulisan sejarah yang meliputi kurun waktu sejak ekspedisi Gajah Mada ke Bali pada 1343 sampai akhir abad XIV (1389 Masehi). Memang, ditemukan beberapa artikel mengenai hal itu, tetapi belum dapat dikatakan menyeluruh dan masih ditulis secara terpisah-pisah. Padahal, berdasarkan penelitian ditemukan data yang menunjukan bahwa keadaan pemerintah di pulau Bali pada masa itu, telah berada di bawah kekuasaan Majapahit dan telah mengalami perubahan baik dalam bidang pemerintahan maupun sosial budaya. Perubahan yang dimaksud, antara lain perubahan masa pemerintahan, Abiseka nama raja, hubungan kekeluargaan, pemerintahan, struktur masyarakat, agama dan kepercayaan, dan kesenian dan kesusastraan pasca

2 2 pendudukan raja-raja Bali dari Majapahit. Keadaan ini kemudian menimbulkan pertanyaan 1)Bagaimanakah kronologi raja-raja Bali pasca penundukan oleh kerajaan Majapahit pada tahun 1343 sampai dengan tahun 1398 Masehi? 2) Bagaimana hubungan kerajan Bali dengan kerajaan Majapahit dan hubungan kerajaan Majapahit dengan kerajaan Wengker sejak tahun 1343 sampai dengan tahun 1398 Masehi? Dengan demikian tujuan penulisan ini adalah 1) Untuk mengetahui kronologi pemerintahan raja-raja di Bali sejak penaklukan Gajah Mada tahun 1343 sampai dengan tahun 1398 Masehi. (Abad XIII-XIV). 2) Untuk mengetahui bagaimana hubungan kerajan Bali dengan kerajaan Majapahit dan hubungan kerajaan Majapahit dengan kerajaan Wengker sejak tahun 1343 sampai dengan tahun 1398 Masehi. 1.1.Metode Penyusunan Dalam menyusun kronologi kerajaan Bali abad XIV sejak penaklukan Gajah Mada ini dipergunakan metode riset di perpustakaan (Library research) yaitu mencari dan mengumpulkan bahan-bahan pustaka yang ada kaitanya dengan masalah tersebut di atas. Di Samping itu dalam tahap pengumpulan data juga diadakan riset lapangan, yaitu mengadakan peninjauan langsung ke obyek bersangkutan yaitu ke pura Gunung Panulisan. Data trankripsi koleksi Ketut Ginarsa. Untuk mendapatkan informasi-informasi seperlunya maka dalam kaitan ini dipergunakan metode interviu. Dalam pengolahan data dipergunakan metode deskriptif yaitu disalin sesuai dengan yang disebutkan dalam sumber-sumber dan setelah data terkumpul kemudian dikomparasikan. Dari penggunaan metode Komparatif selanjutnya data yag terlengkaplah yang dipakai yang dikaji dalam penelitian ini.

3 3 1.2.Sumber Penyusunan Sumber yang dipergunakan dalam penyusunan penelitian ini berupa empat buah prasasti yaitu prasasti nomor 810 Gunung Panulisan E, nomor 811 Langgahan, nomor 901 Batur, Pura Abang C dan Nomor 902 Gobleg, Pura Batur C. Prasasti nomor 810 telah direvisi oleh Goris menjadi nomor 903b = D 67, sedangkan prasasti nomor 811 Langggahan direvisi menjadi nomor 814 = D 63. Prasasti nomor 901 Batur, Pura Abang C direvisi menjadi nomor 901a Abang, Pura Batur C = D 65 dan prasasti nomor 902 tetap tidak mengalami perubahan yakni nomor 902 Gobleg, Pura Batur C = D 66. (Goris, 1967 : 68-69). Sumber lain adalah berupa Pamancangah dan Babad-Babad. I.3.Penelitian Sebelumnya Penelitian terhadap masalah yang telah disebutkan di atas sebenarnya telah dimulai sejak masa lalu oleh beberapa orang sarjana baik sarjana luar negeri maupun dalam negeri. Pada tahun 1926 telah terbit hasil penelitian sarjana Belanda yang bernama Van Stein Callenfels dengan judul Epigraphia Balica I yang memuat ada 24 sampai 28 transkripsi prasasti huruf Latin dan salah satu diantaranya adalah prasasti nomor 902 Gobleg, Pura Batur C. (Callenfels, 1926 : 13). Pada , Residen Caren menyuruh juru potret Cina untuk membuat foto-foto prasasti Bali, hasilnya dikumpulkan menjadi koleksi Caren yang diberi kode CA. Oudhedenkundige Dienst (Dinas Purbakala) juga membuat dikumentasi prasasti di Bali lalu hasilnya diberi kode OD. Dari sekian banyak foto prasasti baik koleksi Caron maupun koleksi Dinas Purbakala telah diteliti oleh Goris dan di antaranya terdapat dua buah prasasti yang memuat tentang kerajaan Bali menjelang diserang oleh Majapahit yaitu prasasti nomor 810 Gunung Panulisan E dan nomor 811 Langgahan. Kedua prasasti ini telah diteliti oleh Stuterheim dan Damais. (Stutterheim, 1929 : 17,18 ; Damais, 1952 : ; Goris, 1954 : 44). Dalam prasasti disebutkan nama raja Cri Astasura Ratna Bumi Banten. Setelah

4 4 penaklukan Gajah Mada tahun 1343 sampai dengan tahun 1398 Masehi, sampai saat ini baru ditemukan dua buah prasasti, yaitu prasasti nomor 901 Batur, Pura Abang C dan nomor 902 tersebut. Kedua prasasti yang disebut belakangan ini menyebutkan nama raja Wijayarajasa dari Negara Wengker. (Goris, 1965 : 47). Pada 1929 hasil terbitan Berg dengan judul Kidung Pamancangah. Pamancangah ini menyebutkan antara lain nama raja Cri Kresna Kepakisan yang berissthana di Samprangan. (Berg, 1929 : 9). Pada 1931 hasil karya Krom diterbitkan kembali yang merupakan edisi kedua dengan judul Hindoe Javaansehe Geschiedenis. Di dalamnya disebutkan bahwa setelah penaklukan Gajah Mada dikirimlah Kresna Kepakisan menjadi raja di pulau Bali. Kemudian pada 1384 raja Wijayarajasa dari Negara Wengker menetapkan prasasti nomor 901 Batur, Pura Abang C, sedangkan pada tahun 1398 Masehi dikatakan bahwa Wijayarajasa telah moksa di Wisnubhawana. Wijayarajasa adalah paman raja Hayam Wuruk. (Krom, 1931 : ). Pada 1948 terbit hasil penelitian Goris dengan judul Sejarah Bali Kuna. Di dalamnya antara lain disebutkan bahwa sebelum penaklukan Gajah Mada pada 1343 Masehi yang menjadi raja di Bali adalah Cri Astasura Ratna Bumi Banten.(Goris, 1948 : 13). Pada 1952 terbit hasil karya Damais yang memuat daftar prasasti yang terpenting di Indonesia yang memakai tanggal dan angka tahun. Dalam daftar tersebut Damais mendaftar prasasti di Bali dengan kode D1 D 67. Untuk prasasti nomor 810 dan 811 diberi kode D 67 dan 63. Sedangkan untuk prasasti nomor 901 dan 902 diberi kode D 65 dan D 66. (Goris, 1967 : 68). Sampai tahun 1954 di Bali makin banyak ditemukan prasasti baru. Goris bertugas di Bali sejak bulan September 1928 mendapat tugas rangkap, pertama menerbitkan piagampiagam di Bali dalam bahasa Jawa Kuna (OJ) dan kedua untuk mengadakan penyelidikan tentang agama dan kepercayaan orang Bali. Namun, mulai 1932 tugas ini berubah, dengan mendapat kebebasan untuk mengadakan koleksi dan terjemahan-terjemahan terhadap piagam-piagam yang ada di Bali. Maka mulai saat itu Goris menjelajah pelosok-pelosok desa

5 5 di Bali ini, teristimewa daerah-daerah di sekitar bukit Kintamani. Setelah bekerja keras dalam waktu lebih dari 22 tahun barulah bisa diterbitkan hasil penelitiannya dengan judul Prasasti Bali I da II (1954). Buku ini selain membuat ikhtisar tentang semua piagam-piagam yang ada di Bali (yang dibagi ke dalam 10 group) juga khusus membicarakan periode raja Anak Wungsu. (Puger, 1964 : 4-5). Selanjunya pada 1965 Goris mengadakan revisi terhadap beberapa nomor prasasti di antaranya beberapa prasasti yang berasal dari sebelum dan sesudah penaklukan Gajah Mada sampai dengan akhir abad XIV. Disebutkan pula bahwa pada 1384 Masehi raja Wijayarajasa dari Negara Wengker mengeluarkan ketetapan-ketetapan antara desa Pemuteran dengan desa Abang. Selanjutnya dikatakan dalam prasasti nomor 902 adalah untuk pertama kalinya dikenal dengan istilah Arya. (Goris, 1967 : 49). Pada 1968 seorang putra Bali yang bernama Ginarsa telah mengadakan penelitian terhadap lontar Rajapurana yang isinya menceritakan tentang keadaan di pulau sebelum diserang oleh Gajah Mada sampai akhirnya Cri Kresna Kepakisan dikirim menjadi raja di Bali yang istananya di Samprangan.(Ginarsa, 1968 : 1-47). Tujuh tahun kemudian tepatnya tahun 1975 kembali Ginarsa mengadakan penelitian terhadap lontar Bancangah Ksatria Pungakan Dalem di desa Pujangan yang isinya menceritakan tentang kerajaan di Bali setelah pemerintahan Cri Kresna Kepakisan. Raja Kresna Kepakisan digantikan pertama oleh I Dewa Agra Samprangan (Dalem IIe), kemudian digantikan oleh adiknya yaitu I Dewa Ketut Ngulesir (Cri Asmara Kapakisan) yang memindahkan pusat kerajaan Samprangan ke Gelgel pada tahun 1398 Masehi. (Salinan Bancangah Ksatria Pangakan Dalem Koleksi Ketut Ginarsa, hal 42, ; Salinan Babad Mengwi, 1974 : 5). Tahun 1975 itu, telah terbit hasil penelitian Noordaya tentang raja-raja Timur Majapahit yang diberi catatan oleh Brian E Callese. Dikatakan bahwa Wijayarajasa adalah raja timur yang diidentifikasikan sebagai putra mahkota yang negaranya di Wengker dan pemerintahannya berada di bawah kekuasaan Majapahit. (Noordaya, 1975 : ).

6 6 Khusus mengenai prasasti nomor 901 Batur, pura Abang C telah diteliti kembali oleh Budiastra beserta rombongan pada tanggal 7 Januari Prasasti ini sekarang disimpan di pura Tuluk Biyu di sebelah selatan pura Ulun Danu Batur. 2.Pembahasan 2.1 Kronologi Raja-Raja Bali Abad XIII-XIV Uraian selanjutnya akan dibagi dua bagian, yaitu : 1) Kronologi raja-raja Bali atau urutan nama raja-raja Bali dari tahun 1300 sampai dengan tahun 1398 Masehi (Abad XIII- XIV). 2. Ekspedisi Gajah Mada ke Bali. Mengenai bagian dua ini sebenarnya telah tercakup dalam bagian satu, yaitu dalam masa pemerintahan raja Cri Astasura Ratna Bhumi Banten. Namun, kiranya dirasakan perlu memisahkan bagian ini dengan tujuan untuk memberikian gambaran secara singkat tentang kerajaan Bali sejak diserang oleh Majapahit. Disamping itu untuk mengetahui bagaimana taktik dan strategi perjuangan Gajah Mada sampai akhirnya kerajaan Bali dapat ditundukan pada tahun 1343 Masehi. 1. Kronologi raja-raja Bali abad XIII-XIV a) Raja Patih Kebo Parud (Caka ) Berdasarkan prasasti nomor 801b Pangotan E (nomor lama 801) = D.59 bertahun 1218 Caka dan prasasti nomor 802a Sukawana D (nomor lama 802) bertahun 1222 Caka dapatlah diketahui bahwa raja yang memerintah di pulau Bali saat itu adalah Ki Kebo Parud. Baginda diberi gelar Raja Patih. Dengan disebutkan nama baginda pada kedua prasasti di atas sangatlah kuat kemungkinannya bahwa pemerintahan baginda di Bali sangat erat kaitannya dengan penaklukan raja Kertanegara pada tahun 1206 Caka. Hal ini didasarkan atas pangkatpangkat atau jabatan-jabatan tinggi kerajaan yang tersebut dalam prasasti itu jelas menunjukan corak Jawa. (Semadi Astra, 1977 : 28).

7 7 Pada masa pemerintahan Kebo Parud di Bali banyak lowongan jabatan yang belum terisi misalnya seperti Senapati Dinganga, Senapati menyirikan dan Senapati Baladyaksa. Demikian pula para pendeta Ciwa dan Budha, telah ditentukan, namun mereka itu belum dilantik. Peraturan-peraturan dengan nama terdahulu. Saat itu yang menjadi raja di Jawa adalah Kertarajasa Jayawardana atau Raden Wijaya. Hal ini terjadi karena kerajaan Singosari dapat ditaklukan oleh Kadiri (Daha) tahun 1292 Masehi yang mengakibatkan Bali kembali menjadi pengawasan Kediri. Pada tahun 1293 Masehi Kediri ditaklukan oleh Majapahit sehingga pulau Bali secara Otomatis berada di bawah kekuasaan Majapahit. (Ginarsa, 1968 : 5). Hasil-hasil kesusastraan yang berhasil dibawa ke Bali waktu itu adalah Kakawin Arjunawiwaha, Kresnayana, Sumanasantaka, Asmaradahana, Bharatayudha, Wretasancaya, dan lain-lainnya. b) Bhatara Cri Mahaguru, Caka Pemerintahan Raja Patih Kebo Parud di pulau Bali hanya bersifat sementara. Karena beberapa tahun kemudian pulau Bali ini keadaannya sudah pulih kembali maka tepatnya pada tahun 1324 Masehi oleh Jayanegara (Raja Majapahit yang menggantikan Raden Wijaya) pemerintahan di Bali dikembalikan ke tangan seorang keturunan Warmadewa, yaitu Cri Dharma Uttunggadewa-warmadewa yang kemudian bergelar Cri Paduka Maharaja Bhatara Mahaguru Dahrmotungga Warmadewa. Berdasarkan prasasti nomor 803 Hyang Putih = D. 60 baginda memerintah bersama-sama dengan cucunda yang bernama Cri Trunajaya sampai tahun 1274 Caka. (Goris, 1967 : 45 ; Callenfels, 1926 : 50-52). Paduka Bhatara Cri Walajaya Krttaningrat bersama-sama dengan ibunda janda raja Cri Mahaguru (Caka 1250). Dalam prasasti nomor 807 Selumbang = D.62 yang bertahun 1250 Caka terbaca nama raja yang memerintah di Pulau Bali adalah Walajaya Krttaningrat bersama-sama dengan ibunda janda Cri Mahaguru (..cri walajaya krttaningrat kalih ibunira

8 8 sira paduka tara cri mahaguru ) ini berarti bahwa raja Cri Mahaguru telah wafat sebelum tahun 1250 Caka. (Goris, 1967 : 45 ; Callenfels : 68-70). c) Cri Astasura Ratna Bhumi Banten (Caka 1259) Gelar raja ini terbaca dalam prasasti nomor 814 (nomor lama 811) Langgahan = D. 63 yang bertahun 1259 Caka dan dalam prasasti nomor 810 Gunung Panulisan E = D.67. Pada jaman pemerintahan baginda juga dibuat undang-undang yang ditatah diatas perunggu yang isinya disesuaikan dengan isi prasasti-prasasti yang telah ada. Semua keputusan-keputusan biasanya diputuskan di dalam sidang yang didasarkan atas permusyawaratan biasanya dilakukan di balai pendapa yang ada di istana. Para pendeta Ciwa, Budha dan Resi Mahabrahmana serta pemuka-pemuka yang ada di desa sangat dihargai oleh baginda di samping pejabat-pejabat resmi di pusat. Pemerintahan Cri Astasura Ratna Bumi Banten sangat bijaksana dan sangat taat melakukan adat-adat upacara di pura. Namun suatu keterangan yang sangat berbeda kita dapatkan di dalam kitab Negarakertagama sargah 49.4 di mana antara lain disebutkan bahwa ikang bali nathanya duccila niccaha artinya raja pulau Bali sangat jahat dan hina. (Pigeaud, 1960 : 36). Ginarsa meneliti lebih jauh siapa sebenarnya yang dimaksud oleh Prapanca bahwa pulau Bali rajanya jahat dan hina, yang memerintah tahun 1265 Caka. Dikatakan bahwa yang dimaksud oleh Prapanca raja pulau Bali jahat dan hina tidak lain dari raja Cri Astasura Ratna Bumi Banten sebagai raja Bedahulu. (Ginarsa, 1956 : 26-28). Berg berpendapat bahwa pada jaman itu, terjadi suatu peperangan yang terjadi antara tahun 1331 dan tahun 1343 Masehi, yaitu peperangan terhadap kerajaan di pulau Bali yang dikenal dengan sebutan Perang Sadeng. Pendapat Berg ini ditanggapi oleh Krom antara lain dikatakan bahwa perang Sadeng itu adalah pemberontakan yang terjadi di timur pulau Jawa terhadap kerajaan Majapahit yang terjadi di timur pulau Jawa terhadap kerajaan Majapahit pada 1331 Masehi.

9 9 Sedangkan perang terhadap kerajaan di pulau Bali diselesaikan oleh kerajaan Majapahit pada 1343 Masehi. (Utrecht, 1962 : 81-89). Kalau dibandingkan antara pendapat Berg dan Krom serta dikaitkan dengan keterangan dalam prasasti Langgahan (tahun 1259 Caka) dan Rajapurana, maka dapat dikemukakan di sini bahwa raja Astasura Ratna Bumi Bantenlah yang dapat ditaklukan oleh Majapahit pada 1265 Caka. (Semadi Astra, 1977 : 29). Karena Cri Astasura Ratna Bumi Banten merupakan raja Bali yang terakhir, maka Goris menduga bahwa raja ini mungkin dapat disamakan dengan raja Bedaulu (Bedulu) yang bernama Mayadanawa seperti tersebut pada lontar Usana Bali.(Sartono, 1977 : 160). Selain disamakan dengan Mayadenawa peneliti juga memperkirakan Raja Asta Sura Ratna Bumi Banten sama dengan Cri Tapolung atau lebih dikenal dengan raja Bedahulu. Hal itu diketahui dari Rajapurana raja Bali sebelum diserang Gajah Mada bernama Cri Tapolung. Dijelaskan dalam Rajapurana Pupuh I.8-17 disebutkan bahwa yang menjadi raja di pulau Bali sebelum serangan Gajah Mada tahun 1343 Masehi bernama Cri Tapolung. Dalam Rajapurana disebutkan bahwa sebelum kedatangan Ekspedisi Gajah Mada yang menjadi raja di pulau Bali bernama Cri Tapolung putra raja Masula-Masuli. Mengenai nama Cri Tapolung ini dapat diuraikan yaitu Cri berarti bahagia; keindahan; Tapolung terdiri dua kata yaitu tapa dan ulung; tapa (bahasa Sanskerta) berarti tapa, pertapa dan pendeta.( Pigeaud, 1960 : 419 ; Wojowasito, 1973 : 325). dan ulung (sakti) berarti sakti. Dengan demikian maka Cri Tapolung mengandung pengertian yaitu gelar seorang raja pertapa yang sakti dan ada hubungannya dengan pertapaan. Kalau dikaitkan dengan sumber pasasti Langgahan dan Raja Purana di atas, dimana dalam prasasti Langgahan disebutkan bahwa raja Cri Astasura Ratna Bhumi Banten menetapkan pertapaan Langgaran dengan segala peraturannya dan di dalam raja purana disebutkan bahwa seorang raja yang ada hubungannya dengan pertapaan (pertapa). Lebih

10 10 lanjut dapat dikatakan bahwa raja Cri Astasura Ratna Bhumi Banten sama dengan Cri Tapolung. Dalam Rajapurana juga disebutkan bahwa setelah raja pulau Bali berbeda dengan pusat (Majapahit) raja bergelar Cri Beda Muka, Cri Beda Murdi atau Dalem Bedaulu. Mengenai nama (gelar) raja ini dapat diuraikan yaitu Cri Beda Muka, Cri berarti bahagia, keindahan, dan kebesaran, Beda berarti berbeda. Muka berarti muka, kepala, (Wojowasito, 1973 : 226). Cri Beda Murdi, Cri dan Beda sama artinya seperti disebutkan diatas, sedang murdi (berasal dari bahasa Sanskerta mardda) berarti kepala. (Wojowasito, 1973 : 227). Dalem Bedahulu berasala dari dua kata, yaitu Dalem berarti istana, gelar seorang raja. (Pigeaud, 1969 : 58). Bedahulu berarti berbeda kepala. Dengan demikian ketiga gelar raja yang disebutkan di muka, yakni beda muka, beda murdi dan Bedahulu adalah mengandung pengertian yang sama, yakni seorang raja atau gelar seorang raja yang berbeda kepala dengan pengertian bahwa raja berbeda dengan kepala (pusat), yaitu (Majapahit). Dapat ditambahkan bahwa Raja Asta Sura Ratna Bumi Banten bergelar raja Cri Beda Muka, Beda Murdi atau Dalem Bedahulu dan Cri Tapolung. Secara arkeologis peninggalan Arca Perwujudan Raja Asta Sura Ratna Bhumi banten ditempatkan di Pura Kebo Edan di daerah Bedulu Gianyar (Lihat lampiran Foto 1). d) Cri Kresna Kapakisan (Caka, ) Setelah pulau Bali ditundukkan pada tahun 1265 Caka berselang beberapa tahun kemudian, kira-kira tahun 1272 Caka di Majapahit diadakan persidangan yang dipimpin oleh Gajah Mada dengan dihadiri oleh para menteri dan arya. Tujuannya untuk membicarakan tentang kekosongan pemerintahan di pulau Bali. Dalam persidangan itu, dimintakan pula pertimbangan kepada Ki Pasung Gerigis yang saat itu berada di Majapahit yang desa-desa mana yang patut ditempati oleh para Arya dan pengiringnya. Berdasarkan musyawarah dalam

11 11 persidangan itu, ditetapkan desa-desa yang menjadi kedudukan para Arya dan pengiringnya. Pemberian (hadiah) kedudukan kepada para Arya itu adalah merupakan imbalan dari jasajasa mereka pada waktu peperangan dahulu. Sedangkan yang ditunjuk oleh Gajah Mada menjadi raja di pulau Bali adalah Cri Kresna Kapakisan dan setelah tiba di Bali berkedudukan di Samprangan sedangkan Mapatihnya bernama Arya Kapakisan. (Sartono, 1977:160). Mengenai Arya Kapakisan ini muncul secara tiba-tiba seperti tersebut dalam Rajapurana Pupuh VIII, 34a, 34b, 56-64, Arya Kapakisan bersama-sama dengan Arya Tumenggung mengadakan penyerangan di desa Celukanbawang, Banjar Aseman, Patemon dan lain-lainnya yang akhirnya desa-desa itu dapat ditundukan. (Berg, 1929 : 9). Karena pada waktu para Arya kembali ke Majapahit nama Arya Kapakisan tidak ada disebutkan, kemungkinan Arya Kapakisan itu tetap tinggal di Pulau Bali. Pembicaraan kita kembali pada raja di muka (Cri Kresna Kapakisan) dalam Pamancangah antara lain disebutkan bahwa pada jaman Gajah Mada di Jawa tinggal seorang suci dan sakti yang bernama Mpu Kapakisan dan berkat kesaktiannya telah menciptakan seorang putra dari sebuah batu yang kemudian dikawinkan dengan bidadari. Dari perkawinan ini lahir empat orang anak yaitu tiga laki-laki dan seorang putri. Waktu itu Gajah Mada mengajukan permintaan kehadapan Mpu Kapakisan supaya anak-anak itu diserahkan kepadanya, dan permintaan itu dikabulkan. Putra yang tertua dijadikan raja di Belambangan, yang kedua dijadikan raja di Pasuruan, yang ketiga (putri) dikawinkan dengan raja Sumbawa dan yang keempat dijadikan raja di Bali. Mungkin yang dimaksud dalam Pamancangah dengan putra yang keempat adalah raja Cri Kresna Kapakisan. Pada waktu baginda memerintah masih ada desa-desa Baliaga yang ingin memberontak terhadap kekuasaan Baginda misalnya desa Campaga, Songan, Kedisan, Abang, Pingan, Munti, Benoh, Tarebayan, Serahi (Serai), Sukawana, Panrajon, Kintamani, Pludu, kawan, Manikalyu

12 12 (manikliu), di sebelah timur seperti desa Culik, Tista, Margatiga, Mantig, Got, Garbhawana, Lokasana, Juntal, Garinten, Sekulkuning, Puhan, Wulakan, Simbatan, Asti, Watuwayang, Kadampal, Paselatan, Bantas, Datah,Watudawa, dan katabayan. (Berg, 1929 : 10). Dengan adanya desa-desa yang belum mau tunduk kehadapan Cri Baginda, baginda merencanakan untuk pulang ke Jawa (Majapahit). Akhirnya kepada Cri Baginda dihadiahkan sebilah pedang yang bernama Si Pancajanya beserta seperangkat pakaiannya yang dikenakan pada waktu dahulu, agar baginda lebih mudah mencapai kemenangan.15. Sejak saat itu kekuasaan baginda makin meningkat pertahanannya. Suatu hal yang sangat penting terjadi pada jaman ini seperti yang dituturkan oleh Pamancangah Pupuh I-27 (Berg, 1929 : 10) adalah :.kunang cri kapakisan, brahmangca mulanyang (ng) ani dadi ksatria dene rakryan apatih Artinya :..Adapun Cri Kresna Kapakisan asalnya dari (kasta) Brahmana dahulu dijadikan (kasta) Ksatria oleh Rakryan Patih (Gajah Mada) Keputusan Gajah Mada mempercayakan Cri Kresna Kapakisan untuk memelihara ketentraman dan perdamaian di pulau Bali kalau ditinjau dari sudut politik memang merupakan suatu kebijaksanaan yang tepat untuk mengembalikan citra orang Bali agar berpacu pada Kediri. Waktu itu yang menjadi raja di Majapahit adalah Hayam Wuruk yang bergelar Rajasanegara. Pada jaman ini yakni tahun 1357 Masehi Ki Pasung Gerigis diutus oleh Gajah Mada untuk memerangi raja Sumbawa yang bernama Dedela Natu dan dikatakan keduanya gugur dalam peperangan. 29. Pada tahun 1284 Caka (caka pat-ulo-ra-tunggal) yang berarti tahun 1362 Masehi di Majapahit diadakan upacara Cradha yaitu membuat upacara ibu Hayam Wuruk yakni Rajapatni (Tribuana tunggadewi). (Berg, 1929 : 9).

13 13 Raja Bali yang bernama Cri Kresna Kapakisan juga I Dewa Agra Samprangan (Caka 1302). Setelah raja Cri Kresna Kapakisan wafat, maka pemerintahan di Bali digantikan oleh putranya yang tertua yang bernama I Dewa Agra Samprangan atau Dalem IIa. Raja ini tidak begitu memperhatikan keadaan pemerintahan karena suka berhias dan lamban di dalam melakukan segala pekerjaan sehingga raja ini kurang mendapat dukungan rakyat. Karena baginda kurang mendapat simpati rakyat lalu banyak menteri yang kecewa. Pada suatu hari Bendesa Gelgel yang bernama Ngurah Abyan Tubuh (Kubon Kelapa) hendak menghadap raja. Namun, setelah ditunggu-tunggu raja belum juga keluar. Ketika itu raja tetap asyik berhias dan memperbaiki pakaiannya di muka kaca. Sampai bosan ia menunggu lebih lama lagi akhirnya kubon kelapa pergi meninggalkan keraton. Dengan demikian sia-sialah ia mau menghadap raja. Sepeninggalan dari keratonnya dalam pikiran telah terlintas maksud untuk menghubungi adik baginda yang bernama Ketut Ngulesir. (Berg, 1975 : ). e).i Dewa Ketut Ngulesir (Caka ) Berselang beberapa lama mulailah Kubon Kelapa mencari baginda I Dewa Ketut Ngulesir yang saat berada di desa Pandak. Kubon Kelapa datang menghormat dan menyampaikan maksudnya, yaitu mengangkat dan menobatkan baginda menjadi raja. Dia sanggup menyediakan rumahnya di Gelgel dijadikan istana. Baginda lama pula berpikir, namun karena permohonan Bendesa Gelgel amat kerasnya akhirnya baginda bersedia menjadi raja dan berani menanggung segala akibatnya. (Berg, 1929 : 8 ; Pitono, 1965 : 53). Sebelum meninggalkan desa Pandak baginda berjanji seandainya nanti baginda menjadi raja maka mereka (orang pandak) akan dijadikan juru kuwuk (tukang pelihara ayam aduan?) di istana. Namun, kenyataan setelah baginda menjadi raja, desa Ayunglah yang bertugas sebagai tukang pelihara ayam aduan. Kemungkinan raja mangkir dengan janjinya dan apa sebabnya raja tidak jadi memberikan kepada desa Pandak sebagai juru kuwuk, hal ini belum jelas selanjutnya dengan mempergunakan rumahnya Kubon Kelapa maka berdirilah kerajaan

14 14 Gelgel yang juga bernama Linggarsapura atau Suweccapura. Setelah raja dinobatkan kemudian bergelar Cri Asmara (Semara) Kapakisan. Berdasarkan uraian di muka kita bisa mengacu kepada suatu pertanyaan yaitu kapankan kerajaan Gelgel itu berdiri? Untuk menjawab ini agak sukar bagi kita menentukan secara pasti, karena sampai saat terakhir penelitian ini belum juga didapatkan angka yang pasti mengenai kerajaan Gelgel tersebut. Dalam Babad Mengwi (Salinan, Babad Dalem Samprangan, hal 1) kita temukan satu keterangan angka tahun yang memakai candrasangkala yang berbunyi: Artinya :..Kunang ri kalaning angalih kadatwan ring sweccalinggarsapura, I saka lwang ing mata agni tanggal...adapun pada waktu berpindah kerajaan di Suwecalinggarsapura (Gelgel) pada tahun 1320 Caka.. Dengan adanya keterangan di atas yang menyebutkan kerajaan (Samprangan) berpindah ke Gelgel pada tahun 1320 Caka atau tahun 1398 Masehi, kiranya menimbulkan dua kemungkinan yang saling menunjang. Dikatakan demikian karena di satu pihak ada yang menyebutkan bahwa kerajaan Samprangan tidak lama bertahan setelah wafatnya Cri Kresna Kapakisan kemudian digantikan oleh putranya yang bernama I Dewa Agra Samprangan, namun baginda kurang mendapat dukungan rakyat. Ini berarti bahwa kerajaan Samprangan mengalami kepudaran (masa suram) pada tahun 1380 Masehi. Di lain pihak bila dikaitkan dengan keterangan dalam Babad Mengwi maka akan berarti kerajaan Samprangan berpindah (beralih) ke kerajaan Gelgel tahun 1398 Masehi. Berdasarkan uraian di atas maka lebih lanjut dapat dikatakan sebagai berikut. 1. Kerajaan Samprangan mungkin mengalami kepudaran mulai tahun 1380 Masehi dan pemerintahan masih bisa bertahan sampai tahun 1398 Masehi.

15 15 2. Kerajaan Gelgel berdiri kira-kira tahun 1302 Caka (1380 Masehi namun secara resmi seluruh pemerintahan di Bali berada di bawah kekuasaan raja Gelgel baru terjadi pad tahun 1398 Masehi dengan rajanya Cri Asmara Kapakisan. Baginda merupakan raja Gelgel yang pertama yang memerintah dari tahun Masehi. (Berg, 1929 : 18-19). f.cri Wijayarajasa Pada masa pemerintahan Cri Asmara Kapakisan di pulau Bali ada seorang raja Jawa dari Negara Wengker yang bernama Cri Wijayarajasa telah mengeluarkan dua buah prasasti yaitu prasasti nomor 901 Abang, Pura Batur C dan nomor 902 Gobleg, Pura Batur C. Dalam prasasti Abang, Pura Batur C disebutkan bahwa raja Wijayarajasa telah menyelesaikan sengketa diantara desa Pemuteran dan desa Abang dengan mengeluarkan beberapa ketetapan yang isinya disesuaikan dengan isi prasasti yang terdahulu, dengan mengirimkan seorang patih dari Kediri (Daha) yang bernama Cancu (Raden) Pikul. Dari prasasti Gobleg kita dapat mengetahui bahwa raja Wijayarajasa telah wafat tahun 1398 Masehi. Bagaimanakah halnya sampai bisa terjadi pada masa ini (waktu pemerintahan Cri Asmara Kapakisan) seorang raja Jawa dari Negara Wengker mengeluarkan prasasti atas namanya sendiri di pulau Bali? Selanjutnya, bagaimana pula hubungan raja Wijayarajasa dengan kerajaan Majapahit dan kerajaan Majapahit dengan kerajaan di pulau Bali? Untuk menjawab pertanyaan ini baiklah akan ditinjau lebih dahulu yaitu pertanyaan yang disebutkan belakangan yakni tentang hubungan antara Wijayarajasa dengan kerajaan Majapahit. Celless berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Wa-yuan-lan-wang-chieh dalam berita Cina dari dinasti Ming (Ming Shih buku 324) adalah tidak lain dari Bhre Wengker. Bhre Wengker sebagai raja timur tahun 1377 Masehi dapat diidentifikasikan sebagai orang yang bergelar Wengker yaitu Wijayarajasa paman dari Hayam Wuruk. Identifikasi ini akan menjelaskan posisi khusus Wijayarajasa dalam pemerintahan Hayam Wuruk. Sebagai bukti menunjukan bahwa pemerintahannya tidak hanya di Wengker, tetapi juga di luar daerah kecil itu, dapat dibaca pada kitab

16 16 Negarakertagama (4-2-4) tentang tanah-tanah petani dan (79-2-1) tentang daerah-daerah kerajaan dan (88-2-4) bahwa minatnya ingin berkuasa meliputi selulur kerajaan Jawa.(Celless, 1974). Prasasti-prasasti di Biluluk tahun 1366, 1393 dan 1395 Masehi, dan di Katiden 1395 Masehi yang kesemuanya atas nama putra mahkota Wengker adalah mungkin sebagai partisipasinya dalam pemerintahan pusat. Pigeaud mengatakan bahwa posisi Wengker begitu pentingnya sehingga dia bisa mengeluarkan piagam tidak atas nama raja. Sebagai bukti wewenang putra mahkota Wengker sangat besar adalah terlihat dalam piagamnya yang menyangkut pulau Bali pada tahun 1384 Masehi yang seolah-olah sebagai wakil raja (Majapahit) di Bali, dimana secara jelas Wijayarajasa memakai gelar Sri Maharaja raja Parameswara (Ib. 3-4). Terutama dalam bagian terakhir dari gelarnya Raja yang dipertuan besar mungkin dapat membuktikan posisinya yang sangat tinggi. Namun dia sebagai putra mahkota Wengker masih tetap mengakui sebagai bawahan Negara Majapahit. Dengan diberikannnya kekuasaan yang penuh terhadap raja Wijayarajasa ini menunjukan kepada kita bahwa belas kasihan dari raja Hayam Wuruk adalah posisi yang sama dengan raja. (Noordaya, 1975 : ). Mengenai hubungan kerajaan Majapahit dengan kerajaan di Bali kiranya tidak usah dijelaskan lagi karena sejak penaklukannya pada tahun 1343 Masehi pulau Bali berada di bawah lindungan kerajaan Majapahit. 3.Simpulan dan Saran 3.1.Simpulan Raja Cri Astasura Ratna Bumi Banten bertahta dari tahun Masehi dengan kesimpulan bahwa raja Cri Astasura Ratna Bumi Bantenlah yang ditaklukan oleh Gajah Mada tahun 1343 Masehi. Raja Cri Astasura Ratna Bumi Banten nama Abhisekanya adalah Cri Beda Muka/Cri Beda Murdi/Cri Topolung. Tujuh tahun kemudian Cri Kresna Kapakisan dinobatkan menjadi raja di Bali dan berkedudukan di Samprangan yang memerintah dari

17 17 tahun Masehi. Pada tahun 1380 Masehi, raja Cri Kresna Kapakisan wafat, lalu digantikan oleh adiknya yang bernama I Dewa Ketut Ngulesir dan berkedudukan di Gelgel yang memerintah dari tahun Masehi. Raja I Dewa Ketut Ngulesirlah yang memindahkan kerajaan (Samprangan?) secara resmi ke Gelgel tahun 1398 Masehi. Pada waktu pemerintahan baginda tahun 1384 Masehi raja Wengker yang bernama Cri Wijayarajasa dapat menyelesaikan persengketaan desa Pemuteran dengan desa Abang dengan segala ketetapannya. Selanjutnya Gajah Mada datang ke Bali sebagai duta dan melakukan hubungan kerjasama agar kerajaan Bali bersatu dan bekerjasama dengan kerajaan Majapahit. Namun, siasat taktik Gajah Mada ini ternyata berlainan dengan janji persatuan dan kerjasama dengan kerajaan Bali namun ingin menundukan kerajaan Bali dengan memperdaya wakil kerajaan Bali yaitu Kebo Iwa yang dibunuh di daerah Jawa dengan tipu muslihatnya Ki Kebo Iwa disuruh untuk membuat kolam pemandian tetapi setelah membuat kolam dan langsung ditimbun batu sehingga meninggal. Inilah taktik untuk melemahkan kerajaan Bali dengan melenyapkan orang sakti Ki Kebo Iwa, dan raja Asta Sura menjadi sedih dan sakit-sakitan dan meninggal. Setelah itu yang menjadi raja adalah Ki Pasung Gerigis yang juga mengalami kekalahan dan kerajaan Bedaulu telah jatuh yang selanjutnya tidak diketahui. Analisis penempatan raja yang bukan dari dinasti/icana di suatu wilayah kerajaan tentunya menjadi kajian pemikiran terdapatnya suatu penekanan ataupun peperangan dari pihak Majapahit yang dipimpin oleh patih Gajah Mada untuk menaklukan kerajaan Bali dan terdapatnya raja-raja Jawa (Majapahit) setelahnya kekalahan raja Asta Sura Ratna Bumi Banten.

18 18 DAFTAR PUSTAKA Berg, C.C Kidung Pamancangah, Santpoort Penulisan Sejarah Jawa, Jakarta : Bhratara, (Seri Terjemahan). Judul asli Javaansch Geschiedschrijving dalam Geschiedenis van Nederlands Indie, dibawah redaksi Dr. F.W. Stapel, Jilid II, Amsterdam, Joe van Vendel, terjemahan S. Gunawan, Jakarta, Bharata. Budiastra, Putu, Prasasti Pura Tuluk Biyu, Denpasar, (Museum Bali, belum terbit). Ginarsa, Ketut, Bhuwana Tatwa Maha Rsi Markandeya, Singaraja, Balai Penelitian Bahasa., Bundel Prasasti Nomor , Ekspedisi Gajah Mada ke Bali, Denpasar Walmiki., Raja Siapakah yang dimaksud Prapanca, ikang Bali nathanya duccila nica dalam Majalah Bahasa dan Budaya, Tahun IV, No. 5, Juni 1956, Jakarta, Lembaga Bahasa da Budaya Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Goris, R, Prasasti Bali I & II, Sumur Bandung., Ancient History of Bali, Denpasar, Faculty of Letters., Raja-raja Bali sejak Kerajaan Anak Wungsu sampai Kemenangan Gajah Mada dalam Majalah Bahasa dan Budaya, No. 4, Th. VI, Jakarta., Sejarah Bali Kuna Singaraja. Hardowardojo, R.Pitono, Pararaton, Jakarta, Bharata. Kaler, Ketut, Arombat-asuun dalam Bali Pest No. 231 Tahun ke XXXI. Kern, The Brhat-Samhita or Complete system of natural astrology of Varahamihira dalam Verspreide Geschriften, Jilid I, Gravenhage, Martinus Nijhoff Krom, Hindoe-Javaansch Geschiedenis, Gravenhage, Martinus Nijheff, pp Needaya, J, The king in Majapahit with an appendix by Brian E. Celless dalam Bijdragen tet de Taal Land en Velkenkunde, Deell 31, 4e aflevering, Gravenhage, Martinus Nijheff, pp Pigeaud, Th. G.Th. Java in the Fourteenth-century. The Hague, Martinus Nijheff, pp.

19 Sapta Jaya, Ida Bagus, Pemerintahan Keluarga Warmadewa di Bali Serta Hubungannya Dengan Jawa Timur. Dalam Buku Pusaka Budaya Dan Nilai-nilai Religiusitas, Editor : I Ketut Setiawan, Seri Penerbitan Ilmiah Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana Denpasar, Hal Stein Callenfels, van, Epigraphia Balicia I, dalam Verhandelingen van het Koninklik Bataviasch Geneetschan van kunsten en Wetenschappen, Deel LVI, Derde atuk, Batavia. Salinan Lontar Salinan, Babab Arya Gajah Para Koleksi Ketut Ginarsa., Babad Arya Tabanan, Denpasar, Parisada Hindu Dharma Kabupaten Badung, 1974 (Gedong Kirtya No. Val 792/13)., Babad Catur Brahmana, Denpasar, Parisada Hindu Dharma Kabupaten Badung, 1974 (Gedong Kirta, No. Va. 273/4)., Babad Dalem Turun ke Bali, Gedong Kirtya, N0. Va/732/4)., Babad Dalem Samprangan, Gedong Kirtya, Va. 1045/8., Babad Gajah Mada, Koleksi Ketut Ginarsa., Babad Mengwi, Denpasar, Parisada Hindu Dharma Kabupaten Badung, 1974 (Gedong Kirtya, No. Va.1340/12).

20 20

21 21

22 22 PERKEMBANGAN ARCA DWARAPALA DI BALI (Buku Ajar Sejarah Seni Rupa Indonesia) Oleh : Ida Bagus Sapta Jaya, S.S.M.Si NIP JURUSAN ARKEOLOGI FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS UDAYANA 2015 Kata Pengantar

23 23 Berkat Rahmat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa dan didorong oleh keinginan yang tinggi, maka penulis dapat menyusun makalah dengan judul Kajian Konsepsi, Makna dalam Pelestarian Peninggalan Arkeologi. Adapun maksud serta tujuan dari penulisan ini adalah sebagai salah satu syarat untuk arsip naik pangkat ke IIId, di Fakultas Sastra Universitas Udayana. Makalah dengan judul Perkembangan Arca Dwarapala Di Bali dikaji dengan tujuan sebagai bahan ajar mata kuliah Sejarah Seni Rupa Indonesia di Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana. Mata kuliah ini menekankan pemahahaman mahasziswa Jurusan Arkeologi terhadap peninggalan arkeologi secara totalitas seperti misalnya pengamatan arca dwarapala akan dikaji konsepsi bentuk-bentuk dwarapala, konsepsi arca dwarapala dan filosofis arca dwarapala. Dengan pemahaman secara mendalam maka seni rupa yang dipelajarai dapat dimengerti secara seksama. Penulis menyadari akan terbatasnya pengetahuan dan kemampuan yang ada pada diri penulis, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk melengkapi tulisan ini. Tanpa mengurangi jasa manapun yang telah rela dan ikhlas membantu penulis, melalui tulisan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak sebagai berikut : 1. Bapak Prof Dr I Wayan Cika, M.S. Dekan Fakultas Sastra Universitas Udayana yang telah membantu menyediakan fasilitas pendidikan dan kesempatan membantu tulisan ini. 2. Bapak Drs I Wayan Srijaya, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana. 3. Kepada Lembaga Perpustakaan Kampus Bukit Jimbaran Universitas Udayana yang menyediakan fasilitas untuk mempublikasikan karya ilmiah ini. 4. Kepada Bapak Dr. I Wayan Redig, selaku team teaching mata kuliah Sejarah Seni Rupa Indonesia yang telah banyak memberikan sumbangan pemikiran maupun literature untuk penyusunan buku ajar ini diucapkan terima kasih. 5. Bapak/Ibu Dosen Jurusan Arkeologi atas sumbangan pemikirannya dan mahasiswa Arkeologi yang senantiasa bersama-sama mengunjungi situs purbakala, diucapkan terimakasih.

24 24 Mudah-mudahan atas semua jasanya yang telah diberikan kepada penulis, semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan Rahmat-Nya sesuai dengan amal perbuatannya. Akhirnya semoga karya tulis yang sangat sederhana ini dapat diambil manfaatnya oleh pembaca sebagai sumbangan kecil dalam dunia Ilmu pengetahuan pada umumnya dan disiplin Arkeologi pada khususnya. Penulis, Denpasar 2 Mei 2014 Ida Bagus Sapta Jaya, S.S.M.Si NIP Daftar Isi HALAMAN JUDUL I KATA PENGANTAR.II

25 25 BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG DAN PERMASALAHAN.. 1 BAB II PEMBAHASAN 2.1.Bentuk-bentuk Arca Dwarapala di Bali Latar Belakang Konsepsi Arca Dwarapala Latar Belakang Filosofis dan Fungsi Arca Kesimpulan dan Saran 13 ABSTRAK

26 26 latar belakang filosofis arca dwarapala dapat dihubungkan dengan mithologi yaksa di India, karena dwarapala pada mulanya merupakan yaksa. Yaksa (Sanskerta) adalah mahluk yang termasuk golongan gaib yang tinggal di hutan dan dianggap sebagai sumber kehidupan, karena pertanian dan perladangan subur berkat perlindungan. Aspek ini menyebabkan yaksa mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat, akhirnya timbulah pemujaan setempat yang dilakukan oleh penduduk yang berkepentingan. Sampai saat ini dwarapala yang dikonsepsi dengan Kala, Yaksa, umumnya ditempatkan di pintu masuk pura maupun tempat-tempat pemukiman masyarakat dengan tujuan sebagai arca penjaga, dan penolak bala dan perlindungan. Kata Kunci : Filosofis, Konsepsi, Arca Dwarapala PENDAHULUAN Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan manusia masa lampau dengan berbagai aspeknya melalui benda-benda yang di tinggalkan, yang dijadikan panduan untuk

27 27 mempelajari kehidupan yang akan dating. Mengungkapkan kebudayaan masa lampau tidaklah mudah, kita dituntut untuk memiliki keahlian dan ketelitian dari cara menemukan kembali, menyelamatkan, mencatat, sampai dengan cara mengadakan analisis untuk menerangkan arti artefak-artefak yang ditinggalkan sebagai warisan didalam suatu kerangka budaya. Titik berat arkeologi adalah kebudayaan dan tidak lepas dari faktor manusianya, sebab kebudayaan adalah suatu gejala yang khas dari manusia, sehingga manusia dan kebudayaan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu dari yang lainnya (Soediman, 1982 : 41). Dengan demikian setiap hasil budaya manusia pada masa lampau baik yang berupa seni bangunan, seni arca, seni sastra dan lain-lainnya mengandung arti, fungsi, dan nilai tertentu bagi manusia pendukungnya (Ki Purba, 1980 : 32). Pulau Bali sangat kaya dengan peninggalan arkeologi yang berasal dari beberapa periode yang masing-masing menunjukan cirri-ciri kahs zamannya. Salah satu diantara peninggalan tersebut adalah seni arca, yang merupakan salah satu hasil budaya yang dapat memberikan gambaran tentang kebudayaan masa lampau. Peninggalan seni arca yang ada di Bali hanya beberapa yang mendapat perhatian dan perawatan secara memadai, padahal semakin lama peninggalan tersebut semakin aus yang disebabkan oleh faktor cuaca dan iklim. Untuk itu sangat perlu diadakan penelitian secara bertahap karena mengungkapkan lebih banyak hasil budaya masa lampau akan memberikan sumbangan yang sangat besar dalm menunjang program pariwisata budaya yang dikembangkan di daerah Bali. Latar belakang tersebut di atas, maka aka dicoba diuraikan peninggalan arca dwarapala yang tedapat di Bali sebagai bahan ajar bagi mahasiswa Jurusan Arkeologi Falultas Sastra Universitas Udayana, khususnya mata kuliah Sejarah Seni Rupa Indonesia. Dipilihnya arca dwarapala sebagai data penelitian dikarenakan arca dwarapala memiliki keunikan dan kekhasan yaitu dengan bentuk yang bervariasi yang ditemukan di berbagai situs arkeologi di Bali. Bentuk-bntuk arca dwarapala sebagai arca penjaga umumnya bentuknya menyeramkam dengan mata melotot, bertaring, badan besar, membawa senjata, wajah berbentuk raksasa dan sebagainya. Tetapi di tempat lain ditemukan arca dwarapala dengan karakteristik yang berbeda dengan dwarapala pada umumnya seperti misalnya dengan menggunakan seragam tentara, bertopi dan menggunakan senapan dan wajah menyerupai

28 28 manusia pada umumnya. Paradigma perkembangan arca dwarapala ini maka dilakukan penelitian dengan judul Perkembangan arca dwarapala di Bali. Adapun beberapa permasalahan yang ingin ditelusuri berkenaan arca-arca dwarapala yang terdapat di Bali adalah : 1. Bagaimanakah perkembangan bentuk-bentuk arca dwarapala yang terdapat di Bali? 2. Apa Latar belakang konsepsi arca dwarapala yang terdapat di beberapa situs di Bali? 3. Bagaimana latar belakang filosofis arca dwarapala? PEMBAHASAN Bentuk-bentuk arca dwarapala di Bali Sebelum membicarakan bentuk-bentuk arca dwarapala, terlebih dahulu perlu diketahui pengertian dwarapala. Dwarapala berasal dari bahasa Jawa Kuno yaitu dwara dan pala. Dwara berarti pintu dan pala berarti penjaga. Jadi dwarapala berarti penjaga pintu (Wojowasito, 1972 : 153 ; Ayatrohaedi, 1978 : 52). Arca dwarapala yang ditemukan di beberapa tempat seperti di Sumatra, Jawa dan Bali. Arca-arca tersebut kebanyakan berbentuk raksasa atau bhuta. Pada umumnya arca dwarapala diwujudkan dengan wajah yang serem, garang, angker, memperlihatkan taring, dan mata melotot. Beberapa diantaranya memakai mahkota, subang, kalung, gelang, dan ikat pinggang dengan hiasan tengkorak. Tangan membawa senjata seperti gada, pedang, dan pisau (Linus, 1985 : 17). Di Sumatra yaitu di Padang Lawas terdapat arca dwarapala ini memegang gada di tangan kanannya. Memakai kain ditarik sampai ke atas paha, yang merupakan celana ketat menutupi bagian bawah badan arca (Rumbi Mulia, 1982 : 148). Bentuk-bentuk arca dwarapala di Jawa antara lain : arca dwarapala berbentuk raksasa terdapat pada candi Kalasan. Ciri-cirinya membawa ular, keris, dan roman mukanya tidak menakutkan. Arca ini sekarang berada yaitu di Museum Sasana Budaya Yogyakarta.

29 29 Arca berbentuk raksasa di kompleks candi Sewu (Jawa Tengah) berjumlah empat buah dengan tinggi 250 cm. Arca ini diletakan di kiri kanan pintu masuk candi. Bahwa arca ini tidak begitu menakutkan dan berfungsi untuk mengusir roh-roh yang jahat. Bentuk arca dwarapala yang menyeramkan juga terdapat di Jawa Timur dan Bali. Bentuk yang menyeramkan misalnya mata melotot, mulut terbuka, dan lain-lainnya akan memberikan kesan lebih tenang pada saat melakukan upacara (Kempers, 1959 : 54). Arca penjaga yang terdapat di Candi Borobudur, yang berada di sebelah barat pintu masuk berbentuk singa (Kempers, 1976 : 14). Adapun cirri-ciri arca tersebut adalah mata bundar, rambut panjang kriting sampai pada bahu, kumis lebat, dan cara duduknya menyerupai arca dwarapala dari khmer dan arca dwarapala dar Campa, yang menggambarkan gerak satu kaki di tekuk ke depan, tetapi mengikuti gerak badan, ciri-ciri demikian sudah berkembang abad ke-7-14 di Khmer (Rumbi Mulia, 1982 : 148). Di Alun-alun Singhasari (Jawa Timur) terdapat arca dwarapala berbentuk raksasa yang besar dan tegak dengan tinggi 370 cm. Tipe raksasa ini menyerupai tabiat atau sifat yang damai. Arca penjaga ini diperkirakan berfungsi sebagai penjaga komplek taman yang sangat luas. EKspresi arca penjaga itu dimaksudkan agar menakutkan, alisnya melengkum besar, mata membelalak, ujung-ujung bibirnya diangkat ke atas sehingga kelihatan giginya keluar (Kempers, 1959 : 80). Di Bali arca dwarapala ditemukan pada pintu masuk halaman halaman candi kurung Pura Bantas, Pejeng Gianyar. Di sana terdapat dua buah arca dwarapala yang memperlihatkan badan agak gemuk, dengan hiasan berupa rambut ikal terurai kebelakang. Kedua arca tersebut masing-masing tangannya membawa gada (Pawana,1986 : 56). Arca dwarapala yang ditemukan di Pura Ratu Mas Jarak Mangalup. Arca tersebut berjumlah dua buah yang masing-masing tangan kirinya membawa tameng, sedangkan kedua arca tangan itu tidak diketahui senjata apa yang dibawa atau dipegang, karena dalam keadaan patah. Kedua arca ini mempunyai hiasan tengkorak yaitu pada kepala, telinga, kalung, lengan, dan kaki. Ekspresi arca ini menampakan muka yang garang, dan memperlihatkan taring. Arca-arca dwarapala yang ditemukan di Bali mempunyai bentuk yang bervariasi. Seperti arca dwarapala yang diketemukan di Pura Batan Klecung (Pejeng) mempunyai ukuran 61 cm, sikap duduk jongkok, dengan kaki disilangkan, serta tangan dipangku di atas

30 30 lutut. Arca ini memperlihatkan bentuk badan yang kekaku-kakuan, rambut ikal yang terurai kebelakang sampai di bahu, mulut bulat, dahi lebar, muka mirip raksasa, serta dalam keadaan telanjang sehingga kemaluannya menonjol. Selanjutnya bentuk arca dwarapala yang terdapat di Pura Pusering Jagat, Pejeng dengan cirri-cirinya adalah sebagai berikut. Bentuk muka lonjong, alis tebal, mata bulat melotot, hidung besar, kelopak mata tebal, mulut terbuka sehingga giginya kelihatan dengan taringnya yang tajam. Kepala dalam ukuran yang besar, dengan hiasan berupa rambut rambut ikal yang terurai kebelakang, dengan ujung rambut sampai di bahu. Arca-arca dwarapala bukan hanya berbentuk raksasa, namun dalam perkembangan belakangan banyak juga berbentuk lain. Di Bali arca-arca seperti itu terdapat di depan candi kurung Pura Sekar Sari, Banjar Pagan Kelod, Denpasar. Arca itu berwujud Subali-Sugriwa. Arca berwujud Anoman dapat dilihat di depan Candi Kurung Pura Puseh Batubulan, Gianyar. Arca dwarapala dalam bentuk Anila dan Anggada dapat dilihat di depan candi bentar Pura Penataran Banjar Gunung Rata, Desa Getakan, Kecamatan Banjar Angkan, Kabupaten Klungkung. Arca dwarapala dalam bentuk Resi dapat dilihat di depan candi kurung Pura Pusering Tasik. Desa Bambang, kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli. Arca dwarapala dalam bentuk Ganeca dapat ditemukan di depan candi bentar Pura Uluwatu. Arca dwarapala dalam bentuk binatang lembu dapat dilihat pada pucak sari, Desa Batukaang, Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli. Arca dwarapala dalam bentuk binatang Kambing dan lembu dapat di lihat Canggi, Desa Sakah, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. Arca dwarapala berwujud Gajah ditemukan di depan candi bentar Pura Yeh Gangga, Desa Perean, Kabupaten Tabanan. Masih banyak lagi bentuk-bentukyang lain dari arca penjaga (dwarapala) yang dijumpai pada pura-pura di Bali. Oleh karena itu kemungkinan juga arca dwarapala di Indonesia terutama di Bali diwujudkan dengan berbagai macam bentuk adalah sesuai dengan bentuk musuh yang dihadapinya, hal ini sesuai dengan mithologi yaksa di India. Mithologi arca dwarapala di Indonesia dapat disamakan dapat disamakan dengan mithologi di India. Yaksa dikatakan mahluk yang setingkat lebih rendah dari dewa-dewa yaitu tergolong mahluk gaib, yang merupakan pendamping dewa-dewa berbentuk raksasa, berwajah ganas, dengan rambut kriting kebelakang hingga menyentuh pundak. Di samping berwujud raksasa di India yaksa juga diwujudkan sebagai mahluk yang berkepala binatang

31 31 seperti berkepala singa, harimau, kuda, dan lain sebagainya. Menurut mithologi India yaksa dapat berganti kepala sesuai dengan keadaan yang dihadapi (Rumbi Mulia, 1982 : 2-3). Di Bali khususnya, arca-arca dwarapala diwujudkan dalam berbagai macam bentuk sesuai dengan musuh yang dihadapi. Hal demikian berlanjut terus sampai sekarang, dapat dilihat pada pura-pura di Bali. Biasanya dikanan kiri pintu masuk terdapat arca dwarapala dengan berbagai macam bentuk sebagai penjaga Latar belakang konsepsi arca dwarapala Sebagaimana diketahui sebelum datangnya pengaruh kebudayaan Hindu di Indonesia, yaitu pada zaman Neolitik dan zaman Megalitik nenek moyang bangsa Indonesia telah mengenal berbagai macam upacara yang berhubungan dengan kehidupan rohani. Demikian pula halnya pada zaman ini mereka telah mengenal berbagai macam simbul misalnya pada waktu itu mereka mempunyai kebiasaan mendirikan bangunan yang berbentuk teras piramida pada lereng atau pegunungan biasanya dibubuhi lambang-lambang tertentu sebagai penolak malapetaka, disamping adanya anggapan mendatangkan kesuburan lambing-lambang tersebut di atas tidak dipergunakan untuk perhiasan saja, akan tetapi mempunyai suatu kekuatan magis, kemudian pada zaman Neolitik nenek moyang bangsa Indonesia telah mengenal atau sudah mengenal atau sudah melaksanakan pemujaan terhadap roh nenek moyang. Pada Zaman ini sudah dimulai menghias barang-barang dengan gambar bagian tubuh manusia seperti muka manusia. Kepandaian menghias ini bersifat lambang atau simbol (Saripin, 1960 : 24-25). Hiasan muka manusia zaman itu mempunyai dua arti, yaitu sebagai simbul nenek moyang yang dianggap mempunyai kekuatan sakti atau mempunyai kekuatan magis dan sebagai penangkal yang jahat. Anggapan seperti itu masih berkembang pada zaman belakangan dimana hiasan muka manusia dianggap sebagai simbul penolak bahaya. Hiasan semacam itu biasanya disebut Kala. Hiasan Kala di dalam seni pahat zaman Hindu di Indonesia telah banyak mengalami perubahan bentuk. Pada mulanya di India berbentuk kepala Singa. Di Indonesia berbentuk menjadi manusia. Kala biasanya terdapat di atas pintu yang juga berfungsi sebagai simbul penolak bahaya. Di Jawa Tengah seni pahat ini biasanya dirangkaikan dengan makara,

BAB I PENDAHULUAN. mengandung nilai sejarah yang sangat tinggi. Dengan demikian peninggalan

BAB I PENDAHULUAN. mengandung nilai sejarah yang sangat tinggi. Dengan demikian peninggalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Peninggalan benda-benda purbakala merupakan warisan budaya yang mengandung nilai sejarah yang sangat tinggi. Dengan demikian peninggalan purbakala

Lebih terperinci

David J. Stuart Fox, penulis buku Pura Besakih; Pura, Agama,

David J. Stuart Fox, penulis buku Pura Besakih; Pura, Agama, IDG Windhu Sancaya Pura Besakih: Di antara Legenda dan Sejarah Penguasa Bali IDG Windhu Sancaya* Judul buku : Pura Besakih; Pura, Agama, dan Masyarakat Bali Penulis : David J. Stuart Fox Penerjemah: Ida

Lebih terperinci

HUBUNGAN BALI DENGAN JAWA TIMUR ( SINGOSARI MAJAPAHIT )

HUBUNGAN BALI DENGAN JAWA TIMUR ( SINGOSARI MAJAPAHIT ) SUMBER SUMBER 1. LUAR NEGERI : KRONIK DINASTI TANG (616-908 M) PO-LI YANG TERLETAK SEBELAH TIMUR HO-LING, SELATANN KAMBOJA. DWA-PA-TAN TERLETAK DI SEBELAH TIMUR HO-LING SEBELAH UTARA LAUTAN. HOLING DISEBUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Jawa kaya akan peninggalan-peninggalan purbakala, di antaranya ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini tersebar di

Lebih terperinci

ornamen yang disakralkan. Kesakralan ornamen ini berkaitan dengan lubang pintu kori agung yang difungsikan sebagai jalur sirkulasi yang sifatnya sakra

ornamen yang disakralkan. Kesakralan ornamen ini berkaitan dengan lubang pintu kori agung yang difungsikan sebagai jalur sirkulasi yang sifatnya sakra UNDAGI Jurnal Arsitektur Warmadewa, Volume 4, Nomor 2, Tahun 2016, Hal 48-55 ISSN 2338-0454 TIPOLOGI ORNAMEN KARANG BHOMA PADA KORI AGUNG PURA DI KECAMATAN BLAHBATUH, GIANYAR Oleh: I Kadek Merta Wijaya,

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 4. INDONESIA MASA HINDU BUDHALatihan Soal 4.4. Pasasti Yupa

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 4. INDONESIA MASA HINDU BUDHALatihan Soal 4.4. Pasasti Yupa SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 4. INDONESIA MASA HINDU BUDHALatihan Soal 4.4 1. Kerajaan Kutai adalah kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Bukti yang memperkuat adanya kerajaan Kutai di Indonesia

Lebih terperinci

SISTEM KETATANEGARAAN KERAJAAN MAJAPAHIT

SISTEM KETATANEGARAAN KERAJAAN MAJAPAHIT SISTEM KETATANEGARAAN KERAJAAN MAJAPAHIT KERAJAAN MAJAPAHIT Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu terakhir di Semenanjung Malaya dan dianggap sebagai salah satu negara terbesar dalam sejarah Indonesia,berdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain. Selain itu tinggal secara tidak menetap. Semenjak itu pula

Lebih terperinci

Oleh: Hendra Santosa, Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar. Menurut berita-berita Cina, pulau Bali dikenal dengan nama P oli.

Oleh: Hendra Santosa, Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar. Menurut berita-berita Cina, pulau Bali dikenal dengan nama P oli. Alur Perkembangan Kebudayaan Bali III Oleh: Hendra Santosa, Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar 3. P oli dari Berita-berita Cina a. Berita-berita Cina Tentang Bali Menurut berita-berita Cina, pulau Bali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada sekitar abad IV sampai pada akhir abad XV M, telah meninggalkan begitu banyak peninggalan arkeologis.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 145 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN HIASAN GARUDEYA DI KABUPATEN SIDOARJO SEBAGAI BENDA CAGAR BUDAYA PERINGKAT PROVINSI GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media tulis prasasti terdiri atas beberapa jenis antara lain :

BAB I PENDAHULUAN. Media tulis prasasti terdiri atas beberapa jenis antara lain : 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prasasti adalah suatu putusan resmi yang di dalamnya memuat sajak untuk memuji raja, atas karunia yang diberikan kepada bawahannya, agar hak tersebut sah dan dapat

Lebih terperinci

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang BAB II METODE PERANCANGAN A. Analisis Permasalahan Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang muncul dalam mengembangkan relief candi menjadi sebuah motif. Pertama, permasalahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan salah satu daerah yang merupakan sasaran ekspansi dari kerajaan-kerajaan Jawa Kuna. Daerah Bali mulai dikuasai sejak Periode Klasik Muda dimana kerajaan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN PENELITIAN

BAB 5 KESIMPULAN PENELITIAN BAB 5 KESIMPULAN PENELITIAN Para ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai pembagian gaya seni candi masa Majapahit maupun Jawa Timur antara lain adalah: Pitono Hardjowardojo (1981), Hariani Santiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Candi adalah bangunan yang menggunakan batu sebagai bahan utamanya. Bangunan ini merupakan peninggalan masa kejayaan Hindu Budha di Indonesia. Candi dibangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah pikiran yang dapat berbentuk fisik (tangible) dan non-fisik (intangible). Tinggalan fisik

Lebih terperinci

MENGHARGAI PENINGGALAN SEJARAH. By : Arista Ninda Kusuma / PGSD USD

MENGHARGAI PENINGGALAN SEJARAH. By : Arista Ninda Kusuma / PGSD USD MENGHARGAI PENINGGALAN SEJARAH By : Arista Ninda Kusuma / PGSD USD STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR 1. Memahami sejarah, kenampakan alam, dan keragaman suku bangsa di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi

Lebih terperinci

Sejarah Kerajaan Majapahit

Sejarah Kerajaan Majapahit Sejarah Kerajaan Majapahit Secara harfiah kerajaan Majapahit adalah suatu kerajaan yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M dan berpusat di pulau Jawa bagian timur tepatnya di daerah Tarik,

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 4. INDONESIA MASA HINDU BUDHALatihan Soal 4.3

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 4. INDONESIA MASA HINDU BUDHALatihan Soal 4.3 SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 4. INDONESIA MASA HINDU BUDHALatihan Soal 4.3 1. Hipotesis yang menyebutkan bahwa agama dan kebudayaan Hindu dibawa ke Indonesia oleh para pedagang adalah hipotesis...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang yang memiliki nilai-nilai luhur budaya. Bali bukan hanya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang yang memiliki nilai-nilai luhur budaya. Bali bukan hanya sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali dikenal sebagai salah satu penyimpanan naskah-naskah kuna warisan nenek moyang yang memiliki nilai-nilai luhur budaya. Bali bukan hanya sebagai penyimpanan naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan kata Inggris folklore. Kata itu adalah kata majemuk, yang berasal dari dua kata dasar folk dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra sebagai milik bersama yang mencerminkan kedekatan antara karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. sastra sebagai milik bersama yang mencerminkan kedekatan antara karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Babad merupakan salah satu karya sastra sejarah. Adanya tradisi karya sastra sebagai milik bersama yang mencerminkan kedekatan antara karya sastra dengan penyambutnya

Lebih terperinci

INTERAKSI LOKAL - HINDU BUDDHA - ISLAM

INTERAKSI LOKAL - HINDU BUDDHA - ISLAM INTERAKSI LOKAL - HINDU BUDDHA - ISLAM AKULTURASI : menerima unsur baru tapi tetap mempertahankan kebudayaan aslinya jadi budaya campuran ASIMILASI : pernggabungan kebudayaan lokal dan unsur baru tapi

Lebih terperinci

KISI-KISI PENYUSUNAN SOAL UJIAN SEKOLAH PENYUSUN : 1. A. ARDY WIDYARSO, DRS. ID NO :

KISI-KISI PENYUSUNAN SOAL UJIAN SEKOLAH PENYUSUN : 1. A. ARDY WIDYARSO, DRS. ID NO : KISI-KISI PENYUSUNAN SOAL UJIAN SEKOLAH JENJANG PENDIDIKAN : PENDIDIKAN DASAR SATUAN PENDIDIKAN : SEKOLAH DASAR (/MI) MATA PELAJARAN : ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) ALOKASI WAKTU : 120 MENIT JUMLAH SOAL

Lebih terperinci

CAGAR BUDAYA. Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

CAGAR BUDAYA. Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan CAGAR BUDAYA Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Boyolali, 29 Maret 2017 1 April 2017 Daftar

Lebih terperinci

PURUSADA SANTHA (BABAK I)

PURUSADA SANTHA (BABAK I) DESKRIPSI KARYA TARI ORATORIUM PURUSADA SANTHA (BABAK I) Oleh : I Gede Oka Surya Negara, SST.,M.Sn. Produksi ISI Denpasar dipergelarkan dalam rangka Dharma Santi Nasional,Perayaan Hari Raya Nyepi Tahun

Lebih terperinci

INTERAKSI KEBUDAYAAN

INTERAKSI KEBUDAYAAN Pengertian Akulturasi Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

SINGHASARI (TUMAPEL)

SINGHASARI (TUMAPEL) SINGHASARI (TUMAPEL) P. MARIBONG (1264) DIKELUARKAN OLEH RAJA WISNUWARDHANA YANG MENYEBUTKAN : SWAPITA MAHA STAWANA - BHINNASRANTALOKAPALAKA ( KAKEKNYA YANG TELAH MENENTRAMKAN DAN MEMPERSATUKAN DUNIA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung nilai filsafat, agama, dan nilai kehidupan. Tutur adalah 'nasehat' atau 'bicara'. Kata perulangan

Lebih terperinci

Wujud Garapan pakeliran Jaya Tiga Sakti Kiriman I Gusti Ngurah Nyoman Wagista, Mahasiswa PS. Seni Pedalangan ISI Denpasar. Wujud garapan pakeliran

Wujud Garapan pakeliran Jaya Tiga Sakti Kiriman I Gusti Ngurah Nyoman Wagista, Mahasiswa PS. Seni Pedalangan ISI Denpasar. Wujud garapan pakeliran Wujud Garapan pakeliran Jaya Tiga Sakti Kiriman I Gusti Ngurah Nyoman Wagista, Mahasiswa PS. Seni Pedalangan ISI Denpasar. Wujud garapan pakeliran Jaya Tiga Sakti ini adalah garapan pakeliran inovativ

Lebih terperinci

ARCA PERWUJUDAN PENDETA DI PURA CANDI AGUNG DESA LEBIH, KABUPATEN GIANYAR

ARCA PERWUJUDAN PENDETA DI PURA CANDI AGUNG DESA LEBIH, KABUPATEN GIANYAR ARCA PERWUJUDAN PENDETA DI PURA CANDI AGUNG DESA LEBIH, KABUPATEN GIANYAR I Gde Putu Surya Pradnyana email: putusuryapradnyana130.ps@gmail.com Program Studi Arkeologi Fakultas Sastra Dan Budaya Universitas

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah

I.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah 1 I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki ragam budaya dan nilai tradisi yang tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari berbagai macam peninggalan yang ditemukan dari berbagai provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan karya sastra di Bali, masyarakat tidak segan-segan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan karya sastra di Bali, masyarakat tidak segan-segan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan karya sastra di Bali, masyarakat tidak segan-segan dan tidak bosan-bosannya membaca, menerjemahkan, mengkaji, menghayati, menyalin dan menciptaklan

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) Nama matakuliah Kode/SKS Status mata kuliah Deskripsi Singkat : ARKEOLOGI HINDU-BUDDHA : BDP 1107/ 2 SKS : Wajib : Pengenalan tinggalan arkeologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara kepulauan yang berada di garis khatulistiwa dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Kamajaya,Karkono,Kebudayaan jawa:perpaduannya dengan islam,ikapi,yogja,1995 2

BAB II PEMBAHASAN. Kamajaya,Karkono,Kebudayaan jawa:perpaduannya dengan islam,ikapi,yogja,1995 2 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pendidikan adalah upaya menggali dan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap insan. Potensi itu berupa kemampuan berbahasa, berfikir, mengingat menciptakan

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP PURA MAOSPAIT DI MASA LALU DAN MASA KINI

BAB 5 PENUTUP PURA MAOSPAIT DI MASA LALU DAN MASA KINI 118 BAB 5 PENUTUP PURA MAOSPAIT DI MASA LALU DAN MASA KINI Berdasarkan kajian yang telah dilakukan terhadap Pura Maospait maka dapat diketahui bahwa ada hal-hal yang berbeda dengan pura-pura kuna yang

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa nilai sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Majapahit adalah salah satu kerajaandi Indonesia yangberdiri pada tahun 1293-

I.PENDAHULUAN. Majapahit adalah salah satu kerajaandi Indonesia yangberdiri pada tahun 1293- 1 I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majapahit adalah salah satu kerajaandi Indonesia yangberdiri pada tahun 1293-1478Masehidengan Raden Wijaya sebagai pendirinya, yang memerintah dari tahun 1293-1309

Lebih terperinci

PRASASTI MAYUNGAN DI DESA PAKRAMAN MAYUNGAN, DESA ANTAPAN, KECAMATAN BATURITI, KABUPATEN TABANAN

PRASASTI MAYUNGAN DI DESA PAKRAMAN MAYUNGAN, DESA ANTAPAN, KECAMATAN BATURITI, KABUPATEN TABANAN 1 PRASASTI MAYUNGAN DI DESA PAKRAMAN MAYUNGAN, DESA ANTAPAN, KECAMATAN BATURITI, KABUPATEN TABANAN Ida Ayu Wayan Prihandari Program Studi Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana Abstract This study

Lebih terperinci

ARTIKEL. Judul. Oleh I WAYAN GUNAWAN

ARTIKEL. Judul. Oleh I WAYAN GUNAWAN ARTIKEL Judul Identifikasi Arca Megalitik di Pura Ulun Suwi Desa Pakraman Selulung (Kajian tentang Sejarah dan Potensinya Sebagai Sumber Pembelajaran IPS pada SMP berdasarkan Kurikulum 2013). Oleh I WAYAN

Lebih terperinci

GEGURITAN SUMAGUNA ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI OLEH PUTU WIRA SETYABUDI NIM

GEGURITAN SUMAGUNA ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI OLEH PUTU WIRA SETYABUDI NIM GEGURITAN SUMAGUNA ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI OLEH PUTU WIRA SETYABUDI NIM 0501215003 PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BALI JURUSAN SASTRA DAERAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2009 GEGURITAN

Lebih terperinci

Tinggalan Arkeologi di Pura Subak Bubunan Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar

Tinggalan Arkeologi di Pura Subak Bubunan Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar Tinggalan Arkeologi di Pura Subak Bubunan Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar I Made Suwardika 1*, I Wayan Redig 2, Ida Bagus Sapta Jaya 3 [123] Program Studi Arkeologi Fakultas Ilmu BudayaUniversitas

Lebih terperinci

AGUS SANTOSO PERNIKAHAN ARJUNA. Sebuah Epik Arjunawiwaha Karya Mpu Kanwa

AGUS SANTOSO PERNIKAHAN ARJUNA. Sebuah Epik Arjunawiwaha Karya Mpu Kanwa AGUS SANTOSO PERNIKAHAN ARJUNA Sebuah Epik Arjunawiwaha Karya Mpu Kanwa CIPANAS PRESS 2014 Diterbitkan oleh Cipanas Press (STT Cipanas) Jl. Gadog I/36 Cipanas Cianjur 43253 Jawa Barat Indonesia Cetakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penggambaran proses budaya masa lalu (Binford, 1972: 78-79). 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. penggambaran proses budaya masa lalu (Binford, 1972: 78-79). 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peninggalan hasil kebudayaan manusia di Indonesia sangat banyak tetapi yang dapat dijadikan sebagai data arkeologis sangat terbatas, salah satunya adalah relief yang

Lebih terperinci

'; Soekanto Soerjono, Prof, Dr, SH, MA, Sosiologi Suatu Ppngantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982.

'; Soekanto Soerjono, Prof, Dr, SH, MA, Sosiologi Suatu Ppngantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia mempunyai sejarah kebudayaan yang telah tua, berawal dari masa prasejarah (masa sebelum ada tulisan), masa sejarah (setelah mengenal tulisan)

Lebih terperinci

Kerajaan-Kerajaan Hindu - Buddha di indonesia. Disusun Oleh Kelompok 10

Kerajaan-Kerajaan Hindu - Buddha di indonesia. Disusun Oleh Kelompok 10 Kerajaan-Kerajaan Hindu - Buddha di indonesia Disusun Oleh Kelompok 10 Nama Kelompok Fopy Ayu meitiara Fadilah Hasanah Indah Verdya Alvionita Kerajaan-Kerajaan Hindu - Buddha di indonesia 1. Kerajaan Kutai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pengelolaan terhadap tinggalan arkeologi yang ditemukan di berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama dilakukan oleh

Lebih terperinci

Pupuh 1 (bait 1-5) : Manggala dipersembahkan kepada Dewa Wisnu yang menjelma menjadi manusia pada zaman Dwapara.

Pupuh 1 (bait 1-5) : Manggala dipersembahkan kepada Dewa Wisnu yang menjelma menjadi manusia pada zaman Dwapara. RINGKASAN KEKAWIN KRESNAYANA Pupuh 1 (bait 1-5) : Manggala dipersembahkan kepada Dewa Wisnu yang menjelma menjadi manusia pada zaman Dwapara. Pupuh 2 (bait 1-8) : Ada suatu kerajaan yang bernama Dwarawati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau besar dan Pulau Sumatera salah satunya. Pulau Sumatera memiliki

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau besar dan Pulau Sumatera salah satunya. Pulau Sumatera memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang terdiri dari berbagai macam pulau-pulau besar dan Pulau Sumatera salah satunya. Pulau Sumatera memiliki kota-kota

Lebih terperinci

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi BAB II DATA DAN ANALISA 2. 1 Data dan Literatur Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh dari: 1. Media elektronik: Internet 2. Literatur: Koran, Buku 3. Pengamatan langsung

Lebih terperinci

Babad Pulesari. Isi Singkat Babad Pulesari

Babad Pulesari. Isi Singkat Babad Pulesari Babad Pulesari Isi Singkat Babad Pulesari Prawacana penulis, memohon restu kepada Tuhan agar memperoleh kebahagiaan turun temurun. Ekspedisi Gajah Mada ke Bali secara singkat hingga takluknya pulau Bali,

Lebih terperinci

Sastra Universitas Udayana), Ibid., Shastri. op cit., 29

Sastra Universitas Udayana), Ibid., Shastri. op cit., 29 Prasasti Blanjong dan Gamelan Gong Beri Oleh: Hendra Santosa, Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar Menurut beberapa sumber, nama Blanjong berasal dari kata blahjung. Blah atau belah berarti pecah, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Pengertian Megalitik telah banyak disinggung oleh para ahli sebagai suatu tradisi yang menghasilkan batu-batu besar, mengacu pada etimologinya yaitu mega berarti

Lebih terperinci

SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7

SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7 SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7 1. Sejarah Sunda Kata Sunda artinya Bagus/ Baik/ Putih/ Bersih/ Cemerlang, segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan, orang

Lebih terperinci

Identifikasi Tempat Suci pada Masa Bali Kuno. Ni Ketut Puji Astiti Laksmi

Identifikasi Tempat Suci pada Masa Bali Kuno. Ni Ketut Puji Astiti Laksmi Identifikasi Tempat Suci pada Masa Bali Kuno Ni Ketut Puji Astiti Laksmi astitilaksmi@yahoo.com Abstrak Sejak masa prasejarah masyarakat Bali menganggap bahwa tanah-tanah yang meninggi seperti bukit dan

Lebih terperinci

BAB 2 DESKRIPSI UMUM DAN BENTUK PENGGAMBARAN BATU BERELIEF

BAB 2 DESKRIPSI UMUM DAN BENTUK PENGGAMBARAN BATU BERELIEF BAB 2 DESKRIPSI UMUM DAN BENTUK PENGGAMBARAN BATU BERELIEF Deskripsi terhadap batu berelief dilakukan dengan cara memulai suatu adegan atau tokoh dari sisi kiri menurut batu berelief, dan apabila terdapat

Lebih terperinci

Ekonomi dan Bisnis Akuntansi

Ekonomi dan Bisnis Akuntansi Modul ke: Pancasila Kajian sejarah perjuangan bangsa Indonesia Fakultas Ekonomi dan Bisnis Yuvinus Elyus, Amd. IP., SH., MH. Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id Lahirnya Pancasila Pancasila yang

Lebih terperinci

JENIS KOLEKSI KETERANGAN UKURAN SKALA GAMBAR RUANG TRANSISI A. Dimensi obyek = 5m x 2m 1 :1. diorama 1 : 1. Dimensi 1 vitrin B = 1,7 m x 1,2 m 1 : 1

JENIS KOLEKSI KETERANGAN UKURAN SKALA GAMBAR RUANG TRANSISI A. Dimensi obyek = 5m x 2m 1 :1. diorama 1 : 1. Dimensi 1 vitrin B = 1,7 m x 1,2 m 1 : 1 LAMPIRAN JENIS KOLEKSI KETERANGAN UKURAN SKALA GAMBAR RUANG TRANSISI A Gua + Relief Relief bercerita tentang peristiwa sejarah manusia purba (bagamana mereka hidup, bagaimana mereka tinggal, dll) 5m x

Lebih terperinci

Perkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi

Perkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi Perkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi Made Reisa Anggarini 1, I Wayan Redig 2, Rochtri Agung Bawono 3 123 Program

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN UNSUR VISUAL NAGA PADA WAYANG DAN SENGKALAN YANG DIPENGARUHI KOSMIS-MISTIS

BAB IV KAJIAN UNSUR VISUAL NAGA PADA WAYANG DAN SENGKALAN YANG DIPENGARUHI KOSMIS-MISTIS BAB IV KAJIAN UNSUR VISUAL NAGA PADA WAYANG DAN SENGKALAN YANG DIPENGARUHI KOSMIS-MISTIS IV.1 Karakteristik Kosmis-Mistis pada Masyarakat Jawa Jika ditinjau dari pemaparan para ahli tentang spiritualisme

Lebih terperinci

AGUS SANTOSO PERNIKAHAN ARJUNA. Sebuah Epik Arjunawiwaha Karya Mpu Kanwa

AGUS SANTOSO PERNIKAHAN ARJUNA. Sebuah Epik Arjunawiwaha Karya Mpu Kanwa AGUS SANTOSO PERNIKAHAN ARJUNA Sebuah Epik Arjunawiwaha Karya Mpu Kanwa STT CIPANAS 2014 Diterbitkan oleh STT Cipanas Jl. Gadog I/36 Cipanas Cianjur 43253 Jawa Barat Indonesia Cetakan pertama: April 2014

Lebih terperinci

Kajian Perhiasan Tradisional

Kajian Perhiasan Tradisional Kajian Perhiasan Tradisional Oleh : Kiki Indrianti Program Studi Kriya Tekstil dan Mode, Universitas Telkom ABSTRAK Kekayaan budaya Indonesia sangat berlimpah dan beragam macam. Dengan keanekaragaman budaya

Lebih terperinci

Tugas Antropologi Politik Review buku : Negara Teater : Clifford Geertz : Isnan Amaludin : 08/275209/PSA/1973

Tugas Antropologi Politik Review buku : Negara Teater : Clifford Geertz : Isnan Amaludin : 08/275209/PSA/1973 Tugas Antropologi Politik Review buku : Negara Teater Penulis : Clifford Geertz Oleh : Isnan Amaludin NIM : 08/275209/PSA/1973 Prodi : S2 Sejarah Geertz sepertinya tertarik pada Bali karena menjadi suaka

Lebih terperinci

MATERI USBN SEJARAH INDONESIA. 6. Mohammad Ali : Sejarah adalah berbagai bentuk penggambaran tentang pengalaman kolektif di masa lampau

MATERI USBN SEJARAH INDONESIA. 6. Mohammad Ali : Sejarah adalah berbagai bentuk penggambaran tentang pengalaman kolektif di masa lampau MATERI USBN SEJARAH INDONESIA PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ILMU SEJARAH 1. PENGERTIAN SEJARAH Istilah Sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu Syajaratun yang berarti Pohon. Penggunaan kata tersebut dalam

Lebih terperinci

PETA KONSEP KERAJAAN-KARAJAAN HINDU BUDDHA DI INDONESIA

PETA KONSEP KERAJAAN-KARAJAAN HINDU BUDDHA DI INDONESIA PETA KONSEP KERAJAAN-KARAJAAN HINDU BUDDHA DI INDONESIA IPS Nama :... Kelas :... 1. Kerajaan Kutai KUTAI Prasasti Mulawarman dari Kutai Raja Kudungga Raja Aswawarman (pembentuk keluarga (dinasti)) Raja

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SITUS PURA MAOSPAHIT TONJA DENPASAR DALAM UPAYA PELESTARIANNYA

PENGELOLAAN SITUS PURA MAOSPAHIT TONJA DENPASAR DALAM UPAYA PELESTARIANNYA PENGELOLAAN SITUS PURA MAOSPAHIT TONJA DENPASAR DALAM UPAYA PELESTARIANNYA Luh Putu Sri Sugandhini Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana ABSTRACT Based on the fact in a pattern of religious

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR 1. Terbentuknya Suku Banjar Suku Banjar termasuk dalam kelompok orang Melayu yang hidup di Kalimantan Selatan. Suku ini diyakini, dan juga berdasar data sejarah, bukanlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta menyalin dan menciptakan karya-karya sastra baru. Lebih-lebih pada zaman

BAB I PENDAHULUAN. serta menyalin dan menciptakan karya-karya sastra baru. Lebih-lebih pada zaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan karya sastra di Bali, masyarakat tidak segan-segan dan dan tidak bosan-bosannya membaca, menerjemahkan, menghayati, mengkaji, serta menyalin dan

Lebih terperinci

Memaknai Ulun Danu dalam Kebudayaan Bali

Memaknai Ulun Danu dalam Kebudayaan Bali Memaknai Ulun Danu dalam Kebudayaan Bali Oleh I Gede Mugi Raharja Dosen Prodi Desain Interior FSRD ISI Denpasar Abstrak Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-39 pada 2017 bertemakan Ulun Danu (hulu danau). Tema

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB 2 PURA TIRTHA EMPUL, BALI

BAB 2 PURA TIRTHA EMPUL, BALI 16 BAB 2 PURA TIRTHA EMPUL, BALI Dalam bab ini akan dibicarakan sejarah Bali terutama sejarah mengenai hubungan Bali dengan Jawa, baik sebelum maupun pada masa Kerajaan Majapahit. Sejarah hubungan Bali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu arena atau wilayah tertentu. Aktivitas sabung ayam sejatinya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. suatu arena atau wilayah tertentu. Aktivitas sabung ayam sejatinya tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian Sabung ayam merupakan tradisi pertarungan antara dua ayam jantan pada suatu arena atau wilayah tertentu. Aktivitas sabung ayam sejatinya tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRAK. ABSTRACT... DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN..

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dinobatkan sebagai sultan kemudian menjadi Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun

BAB V KESIMPULAN. dinobatkan sebagai sultan kemudian menjadi Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun BAB V KESIMPULAN Sri Sultan Hamengkubuwono IX naik tahta menggantikan ayahnya pada tanggal 18 Maret 1940. Sebelum diangkat menjadi penguasa di Kasultanan Yogyakarta, beliau bernama Gusti Raden Mas (GRM)

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa

BAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa pengaruh islam dan masa pengaruh eropa. Bagian yang menandai masa prasejarah, antara

Lebih terperinci

87 Universitas Indonesia

87 Universitas Indonesia BAB 4 PENUTUP Kepurbakalaan Islam di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa merupakan perpaduan dari kebudayaan Islam dengan kebudayaan lokal atau kebudayaan lama yaitu kebudayaan Hindu-Buddha. Perpaduan dua

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 7 Tahun 2000 Seri D PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 7 Tahun 2000 Seri D PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 7 Tahun 2000 Seri D PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL ( PPNS ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan masyarakat masa lampau merupakan catatan sejarah yang sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau pegangan hidup bagi masyarakat

Lebih terperinci

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I EKSISTENSI PALINGGIH RATU AYU MAS SUBANDAR DI PURA DALEM BALINGKANG DESA PAKRAMAN PINGGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Teologi Hindu) OLEH : I NENGAH KADI NIM. 09.1.6.8.1.0150 Email

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian merupakan salah satu bentuk kebudayaan manusia. Setiap daerah mempunyai kesenian yang disesuaikan dengan adat istiadat dan budaya setempat. Jawa Barat terdiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Indonesia yang strategis terletak di antara benua Asia dan Australia, sehingga menyebabkan berbagai suku bangsa telah memasuki kepulauan nusantara mulai dari

Lebih terperinci

MASUKNYA HINDU-BUDHA KE INDONESIA

MASUKNYA HINDU-BUDHA KE INDONESIA MASUKNYA HINDU-BUDHA KE INDONESIA A. Masuknya Hindu Ada pendapat yang menganggap bahwa bangsa Indonesia bersikap Pasif dan hanya menerima saja pengaruh budaya yang datang dari India. Menurut para ahli

Lebih terperinci

Babad Keramas. Isi Singkat Babad Keramas. Pujaan kepada para leluhur, dan pernyataan naskah tersebut adalah Raja Purana Puri Keramas.

Babad Keramas. Isi Singkat Babad Keramas. Pujaan kepada para leluhur, dan pernyataan naskah tersebut adalah Raja Purana Puri Keramas. Babad Keramas Isi Singkat Babad Keramas Pujaan kepada para leluhur, dan pernyataan naskah tersebut adalah Raja Purana Puri Keramas. Riwayat Sri Dharmawangsa Teguh Ananta Wikrama Tungga Dewa sebagai raja

Lebih terperinci

PERCANDIAN PADANGLAWAS

PERCANDIAN PADANGLAWAS PERCANDIAN PADANGLAWAS Di daerah Padanglawas yang merupakan dataran rendah yang kering, pada masa lampau mungkin tidak pernah menjadi pusat pemukiman, dan hanya berfungsi sebagai pusat upacara keagamaan.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN SERUYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang, pada Kubur Pitu ini terdapat nisan yang didalamnya terdapat. hiasan Matahari dengan Kalimah Toyyibah, nisan ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang, pada Kubur Pitu ini terdapat nisan yang didalamnya terdapat. hiasan Matahari dengan Kalimah Toyyibah, nisan ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kubur Pitu merupakan peninggalan bersejarah yang ada hingga sekarang, pada Kubur Pitu ini terdapat nisan yang didalamnya terdapat hiasan Matahari dengan Kalimah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan industri global yang bersifat fenomenal. Pariwisata penting bagi negara karena menghasilkan devisa dan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan industri global yang bersifat fenomenal. Pariwisata penting bagi negara karena menghasilkan devisa dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul Pariwisata merupakan industri global yang bersifat fenomenal. Perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun semakin meningkat baik dari jumlah wisatawan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia adalah tuan rumah budaya megalitik Austronesia di masa lalu

1. PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia adalah tuan rumah budaya megalitik Austronesia di masa lalu 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Indonesia adalah tuan rumah budaya megalitik Austronesia di masa lalu dan sekarang. Bangunan megalitik hampir tersebar di seluruh kepulauan Indonesia,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 45 Tahun : 2016

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 45 Tahun : 2016 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 45 Tahun : 2016 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL

Lebih terperinci

Perjuangan Wong Agung Wilis Melawan VOC Belanda di Banyuwangi

Perjuangan Wong Agung Wilis Melawan VOC Belanda di Banyuwangi Perjuangan Wong Agung Wilis Melawan VOC Belanda di Banyuwangi 1767 1769 SKRIPSI Oleh: A n g g a M a y R a w a n NIM : 050210302229 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Lebih terperinci

BAB III BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN HINDU DAN BUDHA

BAB III BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN HINDU DAN BUDHA BAB III BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN HINDU DAN BUDHA A. Pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha Koentjaraningrat (1997) menyusun uraian, bahwa tanda-tanda tertua dari adanya pengaruh kebudayaan

Lebih terperinci

BERKURANGNYA PERAJIN PRETIMA DI BANJAR ANGGABAYA PENATIH, DENPASAR TIMUR, BALI. I Wayan Dirana

BERKURANGNYA PERAJIN PRETIMA DI BANJAR ANGGABAYA PENATIH, DENPASAR TIMUR, BALI. I Wayan Dirana BERKURANGNYA PERAJIN PRETIMA DI BANJAR ANGGABAYA PENATIH, DENPASAR TIMUR, BALI I Wayan Dirana Program Studi Kriya, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar diranawayan@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Fokus mendengar Firman menghasilkan keubahan

Fokus mendengar Firman menghasilkan keubahan Fokus mendengar Firman menghasilkan keubahan Orang sering menyepelekan jam-jam ibadah, ibadah dianggap tidak begitu penting, bukan yang nomor satu dalam hidupnya, saat ibadah berlangsung kita sibuk keluar

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 18 /KPTS/013/2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 18 /KPTS/013/2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 18 /KPTS/013/2015 TENTANG PENETAPAN SATUAN RUANG GEOGRAFIS KAWASAN PENANGGUNGAN SEBAGAI KAWASAN CAGAR BUDAYA PERINGKAT PROVINSI GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAKAIAN DINAS DAN ATRIBUT PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN

Lebih terperinci