BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Daging merupakan salah satu bahan makanan yang hampir sempurna,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Daging merupakan salah satu bahan makanan yang hampir sempurna,"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu bahan makanan yang hampir sempurna, karena mengandung gizi yang lengkap dan dibutuhkan oleh tubuh, yaitu protein hewani, energi, air, mineral dan vitamin (Soeparno, 2005). Kebutuhan daging sapi di Indonesia sangat tinggi, Rumah Potong Hewan sangat berperan pada penyediaan konsumsi daging di pasaran. Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan bangunan yang di desain dengan kontruksi khusus untuk memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong hewan potong selain unggas bagi konsumsi masyarakat (Anonim, 1999). Untuk memperoleh kualitas daging yang baik dan ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) maka perlu diterapkan sistem pengawasan terhadap hewan potong di RPH dengan baik serta ditunjang dengan sarana dan prasana baik yang mendukung. Rumah Potong Hewan secara garis besar mempunyai bangunan utama dan bangunan pendukung. Bangunan utama merupakan ruangan yang secara langsung menangani hewan potong dari proses pengistirahatan hewan potong sampai proses pembagian karkas dan siap untuk dipasarkan, sedangkan bangunan pendukung merupakan kantor administrasi yang mempunyai tugas untuk mendata hewan yang masuk dan karkas yang diedarkan. Bangunan utama RPH terdiri dari daerah kotor dan daerah bersih. Daerah kotor terdiri dari tempat pemotongan hewan, tempat penyelesaian pemotongan

2 hewan, ruang untuk jeroan, ruang untuk kepala dan kaki, ruang untuk kulit dan ruang postmortem. Sedangkan daerah bersih terdiri dari tempat penimbangan karkas, tempat keluar karkas, ruang pelayuan, ruang pembekuan, ruang pembagian karkas dan ruang pengemasan daging. Daerah bersih dan daerah kotor dipisahkan dengan tujuan untuk menjaga kualitas produk daging agar tetap higienis, karena ini mempengaruhi juga terhadap kesehatan konsumen. Proses penanganan hewan potong sangat berperan penting pada penyediaan daging ASUH karena mempengaruhi terhadap kualitas dari daging yang dihasilkan. Higiene daging tak lepas dari beberapa faktor diantaranya perlakuan hewan sebelum dipotong sampai selesai proses pemotongan dan proses pembagian karkas untuk siap dipasarkan. Semua peralatan yang digunakan selama proses pemotongan hewan harus steril dan kendaraan pengangkut daging hasil RPH harus memenuhi syarat yang berlaku, ini bertujuan untuk menjaga daging tetap higienis sampai di tangan konsumen. Rumusan Masalah 1. Bagaimana proses penanganan hewan potong di RPH Giwangan Kota Yogyakarta? 2. Bagaimana higiene daging di RPH Giwangan Kota Yogyakarta?

3 Tujuan 1. Mengetahui proses penanganan hewan potong di RPH Giwangan Kota Yogyakarta. 2. Mengetahui higiene daging di RPH Giwangan Kota Yogyakarta.

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Rumah Potong Hewan Rumah Potong Hewan (RPH) adalah komplek bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene serta digunakan sebagai tempat memotong hewan potong selain unggas bagi konsumsi masyarakat. Rumah Pemotongan Hewan merupakan unit pelayanan masyarakat dalam penyediaan daging yang aman, sehat, utuh dan halal, serta berfungsi sebagai sarana untuk melaksanakan : 1) pemotongan hewan secara benar (sesuai dengan persyaratan kesehatan masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan dan syariah agama), 2) pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong (antemortem inspection) dan pemeriksaan karkas dan jeroan (postmortem inspection) untuk mencegah penularan penyakit zoonotik ke manusia, 3) pemantauan dan surveilans penyakit hewan dan zoonosis yang ditemukan pada pemeriksaan antemortem dan pemeriksaan postmortem guna pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan menular dan zoonosis di daerah asal hewan (Anonim, 1999). Persyaratan Rumah Potong Hewan Persyaratan suatu RPH meliputi : persyaratan lokasi, persyaratan sarana, persyaratan bangunan dan tata letak, persyaratan peralatan, persyaratan karyawan dan perusahaan serta persyaratan kendaraan pengangkut daging. Persyaratan lokasi, lokasi RPH harus sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana detail tata ruang wilayah, yaitu tidak berada di tengah kota,

5 letak lebih rendah dari pemukiman penduduk, tidak berada di dekat industri logam atau kimia, tidak berada di daerah rawan banjir serta lahan luas (Anonim, 2010). Persyaratan sarana, rumah Pemotongan Hewan harus dilengkapi dengan sarana/prasarana pendukung minimal meliputi : akses jalan yang baik menuju RPH yang dapat dilalui kendaraan pengangkut hewan potong dan kendaraan daging, sumber air yang memenuhi persyaratan baku mutu air bersih dalam jumlah yang cukup dan tersedia terus menerus serta adanya fasilitas penanganan limbah padat dan cair (Anonim, 2010). Persyaratan bangunan dan tata letak, bangunan dan tata letak komplek RPH meliputi : bangunan utama, area penurunan hewan (unloading sapi) dan kandang penampungan/kandang istirahat hewan, kandang penampungan khusus hewan ternak ruminansia betina produktif, kandang isolasi, ruang pelayuan berpendingin (chilling room), area pemuatan (loading) karkas atau daging, kantor administrasi dan kantor dokter hewan kantin dan mushola, ruang istirahat karyawan dan tempat penyimpanan barang pribadi (locker)/ ruang ganti pakaian, kamar mandi dan WC, fasilitas pemusnahan bangkai/produk yang tidak dapat dimanfaatkan/insenerator, sarana penanganan limbah dan rumah jaga (Anonim, 2010). Setiap bangunan RPH harus dipisahkan antara daerah bersih dan daerah kotor dengan maksud untuk mencegah kontaminasi silang antara bagian-bagian karkas yang dianggap bersih dan jeroan hewan potong. Proses-proses yang dilakukan di daerah kotor adalah pemingsanan, penyembelihan dan pengeluaran darah, pemisahan kepala, kaki dan ekor dari karkas, pengulitan dan pengeluaran jeroan. Proses selanjutnya dari pengubahan hewan menjadi daging dilakukan di

6 daerah bersih yaitu pembelahan karkas, pemeriksaan postmortem, pemisahan bagian-bagian/pemotongan (cutting), pendinginan dan bila diperlukan pembekuan (Sanjaya, 2007). Persyaratan peralatan, peralatan yang digunakan harus dibuat sesederhana mungkin dan mudah dibersihkan. Selain itu peralatan di RPH juga harus tidak mudah berkarat. Pembersihan alat-alat cukup dilakukan dengan air yang dibubuhi desinfektan, desinfektan yang sering digunakan di Indonesia adalah senyawa khlor (Sanjaya, 2007). Semua alat terbuat dari bahan yang tidak mudah korosif dan mudah dibersihkan, alat yang langsung bersentuhan dengan daging tidak bersifat toksik, dilengkapi dengan rel dan alat penggantung karkas, dilengkapi sarana desinfektan, dan dilengkapi peralatan khusus karyawan (Anonim, 2010). Persyaratan karyawan dan perusahaan, karyawan harus sehat dan diperiksa kesehatannya minimal sekali setahun, karyawan mendapat pelatihan tentang higiene dan mutu. Petugas pemeriksa harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan pemeriksaan antemortem dan postmortem serta pengetahuan di bidang kesehatan masyarakat veteriner (Anonim, 2010). Persyaratan kendaraan pengangkut daging, daging hasil RPH diangkut keluar dengan menggunakan mobil boks tertutup yang bagian dalam nya dilapisi dengan isolator panas. Orang ataupun benda lain tidak diizinkan untuk berada atau masuk kedalam bagian dalam dari kendaraan ini (Sanjaya, 2007).

7 Proses Penanganan Hewan Potong Pengangkutan hewan potong, transportasi ternak atau pengiriman ternak sangat penting dalam proses penyembelihan yang akan dilakukan karena mengingat akan kesejahteraan hewan (mencegah hewan stress dan memperhatikan animal welfire) serta jika penanganan yang salah dapat mengakibatkan kerugian ekonomi serta potensi kerugian kerugian produksi seperti kematian, dehidrasi dan kualitas daging. Hal hal yang harus diperhatikan dalam pengangkutan ternak adalah metode memuat dan menurunkan hewan yang baik, faktor kelelahan dan lama waktu perjalanan, serta pencegahan terhadap gejala dehidrasi terhadap hewan ternak (Cahyadi, 2013). Prinsip penanganan hewan saat unloading : a) Tetap tenang dan mempertahankan kendali selama penanganan, b) Turunkan ternak dari truk dalam kelompok, c) Biarkan ternak mengamati lingkungan dan turun truk dengan sendirinya, d) Gunakan alat bantu apabila diperlukan, e) Pencahayaan yang baik (pindahkan hewan dari gelap ke terang), f) Hilangkan gangguan yang ada, g) Desain fasilitas unloading harus baik dan meminimalkan terjadinya cedera pada hewan ternak (lantai tidak licin) (Anonim, 2013). Persyaratan sapi yang boleh dipotong, beberapa syarat yang harus dipenuhi hewan potong antara lain : disertai surat kepemilikan, disertai bukti pembayaran retribusi/pajak potong, memiliki surat ijin potong, dilakukan pemeriksaan antemortem oleh petugas pemeriksa yang berwenang paling lambat 24 jam sebelum penyembelihan, diistirahatkan paling lambat 12 jam sebelum penyembelihan dilakukan, penyembelihan dilakukan di rumah pemotongan hewan atau tempat pemotongan hewan, pelaksana pemotongan hewan dilakukan di

8 bawah pengawasan dan menurut petunjuk-petunjuk pemeriksa yang berwenang, tidak dalam keadaan bunting. Syarat syarat tersebut diatas untuk hewan potong tidak bisa dipenuhi jika dilakukan penyembelihan darurat (Anonim, 1993). Syaratsyarat yang harus dipenuhi dalam penyembelihan ternak adalah : (1) ternak harus sehat, yaitu berdasarkan hasil pemeriksaan dokter hewan atau mantri hewan yang berwenang. Yang dimaksud dengan ternak sehat yaitu ternak tersebut tidak mengalami sakit, (2) ternak harus tidak dalam keadaan lelah atau habis dipekerjakan, (3) ternak yang sudah tidak produktif lagi, atau tidak dipergunakan lagi sebagai bibit, dan (4) ternak yang disembelih dalam keadaan darurat (Soeparno, 2005). Kandang Peristirahatan, ternak sebelum disembelih sebaiknya dipuasakan terlebih dahulu selama 12 jam sampai 24 jam. Ternak diistirahatkan mempunyai maksud agar ternak tidak stress, darah dapat keluar sebanyak mungkin dan tersedia energi agar proses rigormortis berjalan sempurna (Soeparno, 2005). Pengistirahatan ternak dapat dilaksanakan dengan hewan dipuasakan atau tanpa dipuasakan. Pengistirahatan dengan pemuasaaan mempunyai maksud untuk memperoleh berat tubuh kosong (BTK = bobot tubuh setelah dikurangi isi saluran pencernaan, isi kandung kencing dan isi saluran empedu) dan mempermudah proses penyembelihan bagi ternak agresif dan liar. Pengistirahatan tanpa puasa dimaksudkan agar ketika disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin dan ternak tidak mengalami stress (Soeparno, 2005). Perubahan-perubahan kondisi tubuh hewan potong disebabkan karena hewan itu berjalan sampai ke rumah pemotongan ataupun naik kendaraan. Perubahan-

9 perubahan tersebut dapat berupa kehilangan bobot badan, luka-luka atau lecet karena jatuh, atau kalau hewan itu diangkut dengan kereta api atau truk bisa terjadi kesukaran bernafas karena ventilasi tidak cukup. Pengandangan (di rumah pemotongan hewan) itu sendiri banyak pengaruhnya terhadap tingkat terjadinya lecet atau luka dan direkomendasikan agar hewan-hewan yang paling rentan untuk memperoleh penderitaan tersebut (sifatnya liar) hendaknya menempatkan kandang yang paling sepi di rumah pemotongan hewan (Eldridge, 1998). Hampir semua kasus kerusakan urat daging yang diakibatkan oleh luka lecet yang cukup luas menyebabkan terbebaskannya enzim kedalam aliran darah (Lawrie, 1995). Pemeriksaan antemortem, sebelum dilakukan pemotongan, hewan yang akan dipotong diperiksa terlebih dahulu kondisi fisik umumnya atau biasa disebut dengan pemeriksaan antemortem. Pemeriksaan antemortem bertujuan untuk menentukan apakah hewan menunjukkan adanya penyakit atau kelainan-kelainan yang berpengaruh pada mutu daging, apakah ada gejala yang menunjukkan indikasi terhadap organ-organ tertentu/bagiang-bagiannya yang memerlukan penelitian yang mendalam, misalnya meningitis, tetanus, rabies. Secara umum yang harus diteliti pada pemeriksaan antemortem adalah : 1) kesan umum berhubungan dengan kesehatan dan keadaan gizinya serta apa ada kelelahan/kepanasan, 2) sikap jalannya, tegak, penglihatan atau pandangan, bugar atau tidak, 3) kulit, 4) rongga mulut, rongga hidung, kebasahan hidung, selaput lendir mata, vagina, ambing 5) suhu badan (Budiharta, 2004). Keputusan pemeriksaan antemortem menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian No.413/Kpts/TN.310/7/1992 yaitu : 1) hewan potong diizinkan dipotong tanpa

10 syarat, apabila dalam pemeriksaan antemortem ternyata hewan potong tersebut sehat, 2) hewan potong diizinkan dipotong dengan syarat, apabila dalam pemeriksaan antemortem ternyata bahwa hewan tersebut menderita atau menunjukkan gejala penyakit ; coryza gangrenosa bovum, haemorraghic septicaemia, cachexia influenza equorum, epithelimia, aktinomikosis, aktinobasilosis, piroplasmosis, mastitis, brusellosis, surra, arthritis, hernia, edema, fraktura, abses, dan tuberculosis, 3) ditunda untuk dipotong, pada keadaankeadaan ; hewan yang lelah, pemeriksaan belum yakin bahwa hewan yang bersangkutan adalah sehat oleh karenanya harus dalam pengawasan, 4) hewan potong ditolak untuk disembelih dan kemudian dimusnahkan menurut ketentuan yang berlaku di Rumah Potong Hewan atau tempat potong yang lain, apabila dalam pemeriksaan antemortem ternyata ditemukan bahwa hewan potong tersebut menderita atau menunjukkan gejala penyakit ; anemia contagious equorum, pleura pneumonia contagious bovum, apthae epizootica, morbus maculosus equorum, rinderpest, variola ovine, pestis bovine, blue tongue akut, radang pada gangren emphisematosa, malleus, rabies, sakaromikosis akut dan kronis, mikotoksitosis, kolibasilosis, botulismus, listeriosis, tetanus, busung gawat, dan toksoplasmosis akut (Departemen Pertanian, 1992). Proses pemotongan, setelah sapi lolos pada pemeriksaan antemortem oleh dokter hewan atau petugas yang ditunjuk, melalui proses registrasi dan dinyatakan memenuhi syarat, maka sapi dibawa masuk ke ruang persiapan penyembelihan untuk melalui proses penyembelihan (Anonim, 1992). Pada dasarnya ada dua teknik pemotongan pada ternak, yaitu : 1) teknik pemotongan

11 secara langsung, dan 2) teknik pemotongan secara tidak langsung. Pemotongan secara langsung dilakukan setelah ternak dinyatakan sehat, dan dapat disembelih pada bagian leher dengan memotong arteri karotis dan vena jugularis serta oesofaghus. Pemotongan ternak secara tidak langsung yaitu, ternak dipotong setelah dilakukan pemingsanan dan setelah ternak benar benar pingsan. Maksud dari pemingsanan ialah : 1) memudahkan pelaksanaan penyembelihan ternak, 2) agar ternak tidak tersiksa dan terhindar dari resiko perlakuan kasar, dan 3) agar kualitas kulit dan karkas yang dihasilkan lebih baik (Soeparno, 2005). Pemotongan ternak besar di Indonesia biasanya dilakukan secara Islam. Proses penyembelihan harus tidak terlalu lama atau ternak harus cepat mati, sehingga tidak tersiksa terlalu lama. Ternak disembelih oleh modin, yang menghadap kiblat, sehingga kepala ternak ada di sebelah selatan dan ekor disebelah utara. Selama proses penyembelihan, setelah bagian kulit, otot, arteri karotis, vena jugularis, trachea dan esophagus terpotong, dilakukan pengeluaran darah dengan pisau (Soeparno, 2005). Pengeluaran darah secara sempurna baru akan terlaksana setelah 5-10 menit setelah penyembelihan. Lalu dilakukan pemisahan kepala dan kaki. Kepala dipisahkan dengan memotong leher secara lurus antara tulang kepala dan tulang atlas, sampai terpisah dari badan. Kaki dipotong di sendi bawah lutut, lalu dilakukan pengulitan dapat sambil digantung/di lantai. Lalu dilakukan pembagian karkas (Sanjaya, 2007). Ada beberapa persyaratan untuk memperoleh hasil pemotongan yang baik (Swatland, 1984), yaitu : (1) ternak harus tidak diperlakukan secara kasar, (2) ternak harus tidak mengalami stress, (3) penyembelihan dan pengeluaran darah harus secepat dan sesempurna mungkin,

12 (4) kerusakan karkas harus minimal dan cara pemotongan harus ; (5) higienis, (6) ekonomis, dan (7) aman bagi para pekerja abatoar (rumah tempat pemotongan hewan) (Soeparno, 2005). Proses penyelesaian pemotongan, terdiri dari proses pengulitan, eviserasi, pembagian karkas dan pelayuan. 1) Pengulitan, dimulai setelah pemotongan kepala dan pemotongan ke empat kaki bagian bawah (Smith et al, 1978). Pengulitan dapat dilakukan di lantai, di gantung dan menggunakan mesin (Soeparno, 2005). Pengulitan diawali dengan membuat irisan panjang pada kulit sepanjang garis tengah dada dan bagian perut. Irisan dilanjutkan sepanjang permukaan dalam kaki, dan kulit dipisahkan mulai dari ventral kearah punggung tubuh dan diakhiri dengan pemotongan ekor (Soeparno, 2005). 2) Eviserasi, setelah selesai proses pengulitan maka tahap selanjutnya adalah eviserasi, yaitu mengeluarkan organ pencernaan (rumen, intestinum, hati, empedu) dan isi rongga dada (jantung, esopaghus, paru, trachea). Tahap-tahap eviserasi menurut Soeparno (2005) dilaksanakan sebagai berikut : rongga dada dibuka dengan gergaji melalui ventral tengah tulang dada, rongga abdominal dibuka dengan membuat sayatan sepanjang ventral tengah abdominal, memisahkan penis atau jaringan ambing dan lemak abdominal, belah bonggol pelvic dan pisahkan kedua tulang pelvic, buat irisan sekitar anus dan tutup dengan kantung plastik, pisahkan esophagus dengan trachea, keluarkan vesica urinaria dan uterus jika ada, keluarkan organ perut yang terdiri dari intestinum, mesenterium, rumen dan bagian lain dari lambung serta hati dan empedu, diafragma dibuka dan dikeluarkan organ dada yang terdiri dari jantung, paru-paru dan trachea. Organ ginjal tetap ditinggal di dalam badan dan

13 menjadi bagian dari karkas. Eviserasi dilanjut dengan pemeriksaan organ dada (Smith et al., 1978). Dan karkas untuk mengetahui karkas diterima atau ditolak untuk dikonsumsi manusia. 3) Potongan karkas, potongan karkas pada sapi menurut Soeparno (2005) potongan primal karkas sapi dari potongan setengah dibagi lagi menjadi potongan seperempat, yang meliputi potongan seperempat bagian depan yang terdiri dari bahu (chuck) termasuk leher, rusuk, paha depan, dada yang terbagi menjadi dua yaitu dada depan (brisket) dan dada belakang (plate). Bagian seperempat belakang yang terdiri dari paha (round), dan paha atas (rump), loin yang terdiri dari shortloin dan sirloin, flank beserta ginjal dan lemak yang menyelimutinya. Pemisahan pada karkas bagian depan dan seperempat belakang dilakukan diantara rusuk 12 dan 13 (rusuk terahir diikutkan pada seperempat belakang). Cara pemotongan primal karkas adalah sebagai berikut : hitung tujuh vertebral central kearah depan (posisi karkas tergantung ke bawah), dari perhubungan sacralumar. Potong tegak lurus vertebral column dengan gergaji. Pisahkan bagian seperempat depan dengan pemotongan melalui otot-otot intercostals dan abdominal mengikuti bentuk melengkung dari rusuk ke-12, pisahkan bagian bahu dari rusuk dengan memotong tegak lurus melalui vertebral column dan otot-otot intercostalis atau antara rusuk ke-5 dan ke-6. Pisahkan rusuk dari dada belakang dengan membuat potongan anterior ke posterior. Pisahkan bahu dari dada depan dengan memotong tegak lurus rusuk ke-5, kira-kira arah proksimal terhadap tulang siku (olecranon). Paha depan juga dapat dipisahkan (Soeparno, 2005). Cara pemotongan primal karkas seperempat belakang diawali dengan memisahkan lemak dekat pubis dan bagian posterior otot abdominal.

14 Pisahkan flank dengan memotong dari ujung distal tensor fascilata, anterior dari rectus femoris kearah rusuk ke-13, (kira-kira 20 cm dari vertebral column). Pisahkan bagian paha dari paha atas dengan memotong melalui bagian distal terhadap ichium kira-kira berjarak 1 cm, sampai bagian kepala dari femur (Soeparno, 2005). Paha atas dipisah dari sirloin dengan potongan melewati antara vertebral sacral ke-4 dan ke-5 dan berakhir pada bagian ventral terhadap acetabulum pelvis. Sirloin dipisahkan dari shortloin dengan suatu potongan tegak lurus terhadap vertebral column dan melalui vertebral lumbar antara lumbar ke-5 dan ke-6 (Soeparno, 2005). 4) Pelayuan, adalah penanganan karkas atau daging segar postmortem yang secara relatif belum mengalami kerusakan microbial dengan cara penggantungan atau penyimpanan selama waktu tertentu pada temperatur tertentu diatas titik beku karkas atau daging (-1,5 0 C). Selama pelayuan terjadi peningkatan keempukan dan flavor daging. Pelayuan lebih lama 24 jam atau sejak terjadinya kekakuan daging atau rigormortis dapat disebut pematangan (Soeparno, 2005). Pemeriksaan postmortem, menurut Badan Standarisasi Nasional (1999) pemeriksaan postmortem adalah pemeriksaan kesehatan jerohan, kepala dan karkas setelah disembelih yang dilakukan oleh petugas pemeriksa berwenang. Pemeriksaan hewan setelah dipotong ini bertujuan : (a) mengenali kelainan atau abnormalitas pada daging, isi dada, dan isi perut, sehingga hanya daging yang baik yang akan dijual atau dikonsumsi, (b) untuk menjamin bahwa proses pemotongan dilakukan dengan baik, (c) meneguhkan hasil pemeriksaan postmortem, (d) menjamin kualitas dan keamanan daging. Pemeriksaan

15 postmortem yang dilakukan di Indonesia antara lain adalah pemeriksaan karkas, pemeriksaan kepala, pemeriksaan paru-paru, jantung, ginjal, hati serta limpa. Jika terdapat kondisi abnormal lain pada karkas, organ-organ internal atau bagianbagian karkas lainnya maka dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Keputusan hasil pemeriksaan akan menentukan apakah karkas dan bagian-bagian karkas dapat dikonsumsi, diproses lebih lanjut atau tidak (Soeparno, 2005). Keputusan yang diambil sesudah hewan diperiksa dagingnya menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian No.413/Kpts/TN.310/7/1992 adalah : (1) daging dapat diedarkan untuk dikonsumsi, yaitu daging dari hewan yang tidak menderita suatu penyakit atau daging hewan yang menderita penyakit yang bersifat lokal, (2) daging dapat diedarkan untuk dikonsumsi dengan syarat sebelum peredaran, (3) daging dapat diedarkan untuk dikonsumsi dengan syarat selama peredaran dibawah pengawasan petugas yang berwenang, (4) daging dilarang dikonsumsi, jika dagingnya berasal dari hewan potong yang mengandung penyakit berbahaya bagi manusia. Daging yang diterima baik tanpa syarat langsung diberi cap dan daging yang diterima dengan syarat diberi cap setelah syarat-syarat nya dipenuhi (Departemen Pertanian, 1992). Higiene Daging Definisi daging menurut SNI yaitu daging merupakan bagian otot skeletal dari karkas sapi yang aman, layak dan lazim dikonsumsi oleh manusia, dapat berupa daging segar, daging segar dingin, atau daging beku. Daging segar adalah daging yang baru disembelih tanpa mengalami perlakuan apapun. Daging segar dingin adalah daging yang mengalami proses pendinginan

16 setelah pemotongan sehingga suhu bagian dalam daging C. Daging beku adalah daging yang mengalami proses pembekuan pada suhu di bawah C (Anonim, 1999). Proses penyimpanan daging Daging yang dapat diedarkan untuk dikonsumsi sebelum diedarkan harus dilayukan selama sekurang-kurangnya 8 jam dengan cara menggantungkan di dalam ruangan pelayuan yang sejuk, cukup ventilasi, terpelihara baik dan bersih. Daging yang baik tidak boleh ditambahkan zat yang dapat mengubah warna aslinya, dicegah kontak antara daging dengan lantai dan dijaga agar daging tidak terkontaminasi (Anonim, 2008). Proses penyimpanan daging dapat dilakukan dengan proses refrigerasi dan penyimpanan beku. 1) Refrigerasi, penyimpanan karkas atau daging pada temperatur dingin, meskipun dalam waktu yang singkat, diperlukan untuk mengurangi kontaminasi atau untuk mengendalikan kerusakan dan perkembangan mikroorganisme. Kemungkinan kerusakan daging atau karkas selama penyimpanan dingin dapat diperkecil dengan cara penyimpanan karkas dalam bentuk yang belum di potong-potong. Penyimpanan daging dingin sebaiknya dibatasi dalam waktu yang relatif singkat, karena adanya perubahanperubahan kerusakan yang meningkat sesuai dengan lama waktu penyimpanan (Soeparno, 2005). 2) Penyimpanan beku, pembekuan merupakan metode yang sangat baik untuk pengawetan daging. Proses pembekuan tidak berpengaruh pada sifat kualitatif maupun organoleptik termasuk warna, flavor. Nilai nutrisi daging secara relatif tidak mengalami perubahan selama pembekuan dari penyimpanan beku dalam jangka waktu terbatas. Perubahan kualitas daging beku sangat

17 minimal pada temperatur penyimpanan C, sehingga temperatur pembekuan ini dipergunakan sebagai dasar penyimpanan beku (Soeparno, 2005). Distribusi daging Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian No.413 Tahun 1992 tentang Pemotongan Hewan Potong dan Penanganan Daging beserta Hasil Ikutannya, alat transportasi harus terbuat dari bahan anti karat, berlantai licin, sudut pertemuan antara dinding dan lantai melengkung, mudah dibersihkan, dilengkapi alat gantung atau kait yang cukup dan lampu penerangan serta tidak dibuka selama perjalanan (Departemen Pertanian, 1992). Kendaraan pengangkut daging harus memenuhi persyaratan : (1) boks kendaraan untuk mengangkut daging harus tertutup, (2) lapisan dalam boks pada kendaraan harus terbuat dari bahan yang tidak toksik, tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan didesinfeksi, mudah dirawat serta mempunyai sifat insulasi yang baik, (3) boks dilengkapi dengan alat pendingin yang dapat mempertahankan suhu bagian dalam karkas +7 0 C dan suhu bagian dalam jeroan +3 0 C, (4) suhu ruangan dalam boks pengangkut daging beku maksimal C, (5) bagian dalam boks dilengkapi alat penggantung karkas, (6) kendaraan pengangkut babi harus terpisah dari bagian lain (Badan Standarisasi Nasional, 1999). Daging harus dibawa dengan tempat yang tertutup. Apabila daging telah dipotong maka harus dimasukkan ke tempat yang di dalamnya di buat lapisan alumunium atau bahan lain yang dibuat sedemikian rupa sehingga mudah

18 dibersihkan. Para pembawa daging harus sehat dan tidak boleh menderita penyakit menular (Departemen Pertanian, 1992). Tempat penjualan daging dipasar harus terpisah dari tempat penjual komoditif lainnya. Bangunan permanen dengan lantai kedap air, ventilasi cukup, langit-langit tidak mudah lepas bagiannya, dinding tembok dengan permukaan licin dan berwarna terang atau terbuat dari porselin putih. Daging yang dijual dengan menjajakan sekeliling dari rumah ke rumah harus ditempatkan didalam wadah tertutup, sedapat dapatnya berwarna putih dan tidak berkarat (Anonim, 2010). Petugas pemotongan hewan dan penanganan daging harus sehat khususnya tidak mempunyai luka, tidak mempunyai penyakit dan bebas dari penyakit menular yang dinyatakan dengan surat keterangan dokter yang diperbarui tiap tahun, memelihara kebersihan badan khususnya sering melakukan pencucian tangan dan tidak merokok selama melakukan tugasnya, memelihara kesehatan tempat bekerja, selain petugas penanganan hewan potong dan penanganan daging, tidak seorang pun diperkenankan berada di ruang pemotongan hewan dan penanganan daging tanpa seizin kepala RPH (Anonim, 2010).

19 BAB III MATERI DAN METODE Materi Materi yang digunakan dalam menyusun Tugas Akhir ini dengan cara pengambilan data sekunder yang berupa data fasilitas di RPH Giwangan dan data jumlah pemotongan sapi di RPH Giwangan Kota Yogyakarta dilaksanakan pada saat Praktek Kerja Lapangan (PKL) periode 2 Maret sampai dengan 2 Mei Kegiatan yang dilakukan meliputi : proses unloading sapi, proses pengistirahatan hewan potong, pemeriksaan antemortem, pemotongan hewan, proses penyelesaian pemotongan, pemeriksaan postmortem dan distribusi daging. Metode Metode yang digunakan dalam pengambilan data adalah dengan cara melakukan observasi, wawancara, praktek secara langsung dan analisa data secara deskriptif.

20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang bertempat di Rumah Potong Hewan (RPH) Giwangan Kota Yogyakarta, berdasarkan hasil pengamatan langsung kondisi di lapangan, lokasi RPH strategis yaitu dekat dengan jalan raya sehingga akses transportasi keluar masuk RPH sangat mudah. Di RPH Giwangan juga terdapat beberapa sarana dan prasarana yang cukup memadai dan sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Diantaranya RPH Giwangan mempunyai bangunan utama yang terdiri dari daerah kotor dan daerah bersih. Proses penyembelihan hewan potong di RPH Giwangan sesuai dengan syariat islam dan disembelih oleh juru sembelih muslim yang bersertifikat. Setelah hewan potong diistirahatkan di kandang istirahat selama beberapa waktu, dilakukan pemeriksaan antemortem kemudian hewan potong (sapi) di giring ke killing box kemudian diikat pada kedua kaki dan direbahkan menghadap kiblat. Penyembelihan dilakukan menggunakan pisau tajam dan memotong 4 saluran, yaitu arteri karotis, vena jugularis, oesopaghus dan kerongkongan. Kemudian dilakukan proses pengulitan, dilanjutkan proses pengeluaran jeroan (eviserasi) serta dilakukan pemeriksaan postmortem pada organ hati, paru-paru, jantung. Selanjutnya karkas di gantung di rel penggantung dan dibelah menjadi 2 bagian dan dilakukan penimbangan karkas serta diberikan cap. Setelah karkas ditimbang

21 kemudian dilakukan proses parting daging yang dilakukan di ruang Unit Penanganan Daging (UPD) pada daerah bersih. Setelah selesai proses parting daging kemudian daging di tempatkan di wadah penampung daging, dipisahkan antara daging dengan jeroan dan kemudian dimasukkan ke dalam kendaraan pengangkut daging, selanjutnya daging dipasarkan di pasar dan depot daging di wilayah Yogyakarta. Daging dipasarkan di Pasar Pathuk, Pasar Beringharjo, Pasar Gamping, Pasar Godean, Depot Gedongkuning, Depot Dongkelan, Depot Kauman dan Depot Jagalan. Penanganan Hewan Potong Penanganan hewan potong dilakukan sebelum proses penyembelihan di RPH yaitu handling (penanganan hewan), pada saat proses transportasi hewan dari asal daerah ke RPH. Proses pengangkutan sapi dilakukan dengan menggunakan truk berkapasitas muatan 6-8 ekor sapi, proses pengangkutan sapi yang datang ke RPH Giwangan sudah baik dan juga memperhatikan kesejahteraan hewan, pengangkutan sapi dengan muatan 6-8 ekor setiap truk dapat menghindarkan dari resiko berdesakan dan juga tersedia ruang gerak yang cukup untuk sapi. Proses unloading (penurunan) sapi yang dilakukan di RPH Giwangan sudah cukup baik serta fasilitas unloading sapi di RPH Giwangan sudah baik. Sapi yang baru datang kemudian diturunkan dari truk pengangkut secara hati-hati serta tetap diperhatikan agar sapi tidak terpeleset.

22 Proses penanganan hewan potong di RPH Giwangan Kota Yogyakarta tersaji pada Gambar 1. Pengistirahatan Ternak Pemeriksaan Antemortem Pengulitan Penyembelihan Pemeriksaan Posmortem Penimbangan dan pemberian cap Distribusi Daging Parting Daging Gambar 1. Bagan proses penanganan hewan potong RPH Giwangan Dilanjutkan proses pengistirahatan hewan potong, dilakukan di kandang istirahat yang telah disediakan di RPH. Tujuan dari peristirahatan ternak adalah : 1) agar ternak tidak stress, 2) agar pada saat disembelih darah keluar sebanyak mungkin, 3) agar cukup tersedia energi (Soeparno, 2005). Hewan potong dipuasakan selama jam dengan tujuan untuk memperoleh berat tubuh kosong yang maksimal dan mempermudah proses penyembelihan hewan potong. Pengistirahatan hewan potong di RPH Giwangan tersaji dalam Gambar 2. Prosesnya sudah memenuhi syarat yang telah ditentukan yaitu hewan dipuasakan dan di tempatkan di kandang istirahat selama jam sebelum dilakukan pemotongan.

23 Gambar 2. Kandang peristirahatan ternak Dilanjutkan dengan pemeriksaan antemortem yang dilakukan di kandang jepit, tersaji pada Gambar 3. Pemeriksaan antemortem bertujuan untuk menentukan hewan potong apakah terindikasi kelainan-kelainan pada tubuh hewan potong yang akan mempengaruhi pada mutu daging, pemeriksaan antemortem meliputi : kondisi tubuh hewan potong, sikap jalan, penglihatan atau pandangan mata, kulit, rongga mulut, rongga hidung, selaput lendir mata, vagina, ambing, suhu badan. Keputusan antemortem menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian No.413/Kpts/TN.310/7/1992 yaitu : hewan potong diizinkan dipotong tanpa syarat, hewan potong diizinkan dipotong dengan syarat, hewan potong di tunda untuk dipotong, hewan potong ditolak untuk dipotong. Pemeriksaan antemortem yang di lakukan di RPH Giwangan sudah baik, setiap hewan potong yang akan dipotong dilakukan proses pemeriksaan antemortem, apabila terdapat hewan potong yang mengalami kelaianan akan ditunda penyembelihannya dan ditempatkan di kandang isolasi, hewan potong yang diketahui bunting tidak akan dilakukan pemotongan dan kemudian ditempatkan di kandang isolasi.

24 Gambar 3. Pemeriksaan antemortem Hewan potong yang lolos dari pemeriksaan antemortem selanjutnya akan digiring ke tempat penyembelihan, tersaji pada Gambar 4. Pada dasarnya ada dua teknik penyembelihan yaitu secara langsung dan tidak langsung (Soeparno, 2005). Proses penyembelihan hewan potong di RPH Giwangan secara langsung dan sesuai syariat islam, yaitu hewan potong direbahkan di tempat penyembelihan dengan mengahadap kiblat dan kemudian disembelih di bagian leher sampai dipastikan memotong arteri karotis, vena jugularis dan oesopaghus. Setelah hewan potong dipastikan telah mati maka kepala dipotong dan dipisahkan dari tubuh.

25 Gambar 4. Proses penyembelihan Setelah selesai proses pemotongan maka dilanjutkan dengan proses pengulitan, tersaji pada Gambar 5. Pada dasarnya proses pengulitan ada dua teknik yaitu pengulitan di lantai dan pengulitan digantung menggunakan mesin. Proses pengulitan yang dilakukan di RPH Giwangan dilakukan dilantai dan menggunakan pisau tajam, pengulitan dimulai dengan membuat irisan panjang pada kulit sepanjang garis tengah dada dan bagian perut kemudian dilanjutkan pengulitan di bagian kaki, setelah itu digantung dan kulit dipisahkan dari ventral kearah punggung tubuh. Gambar 5. Proses pengulitan

26 Dilanjutkan dengan proses eviserasi, yaitu pengeluaran organ dalam hewan potong yang meliputi rumen, intestinum, hati, empedu, jantung, esopaghus, paru-paru. Adapun teknik eviserasi yaitu dengan cara rongga dada dibuka kearah ventral tengah tulang dada kemudian organ dalam dikeluarkan dan dilakukan proses pemeriksaan postmortem, tersaji pada Gambar 6. Pemeriksaan postmortem bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya keabnormalitasan pada organ dalam hewan potong, untuk menjamin bahwa proses pemotongan dilakukan dengan baik serta untuk menjamin kualitas dan keamanan daging. Pemeriksaan daging harus dilakukan seefisien dan secepat mungkin untuk mengetahui apakah daging dapat diedarkan ke masyarakat mengingat adanya penularan penyakit (Sanjaya, 2007). Pemeriksaan postmortem yang dilakukan di RPH Giwangan sudah berjalan baik dan sesuai dengan aturan yang telah ditentukan, pemeriksaan yang dilakukan yaitu memeriksa organ hati, paru-paru dan jantung. Pada pemeriksaan organ hati dilakukan dengan cara hati disayat menggunakan pisau dan dilihat ada atau tidaknya cacing Fasciola, jika diketahui terdapat cacing maka akan dipisahkan dan tidak dipasarkan. Hati yang mengandung Fasciola hepatica tidak menular ke manusia, tetapi penolakan dilakukan karena adanya cacing ini akan menyebabkan hati keras dan berkapur, konsumen tidak akan menerima sebagai bahan pangan layak konsumsi (Sanjaya, 2007).

27 Gambar 6. Pemeriksaan postmortem Setelah selesai proses eviserasi dan pemeriksaan postmortem, dilanjutkan dengan pemberian cap legalitas pada karkas, tersaji pada Gambar 7 dan Gambar 8. Ini dimaksudkan sebagai syarat bahwa karkas layak dan aman untuk dipasarkan serta aman untuk dikonsumsi masyarakat. Kemudian dilanjutkan dengan penimbangan karkas, dilakukan dengan cara karkas digantung ditimbang dengan timbangan elektrik. Gambar 7. Pemberian cap legalitas

28 Gambar 8. Penimbangan karkas Proses selanjutnya adalah pelayuan karkas, yaitu penanganan karkas atau daging segar yang secara relatif belum terkontaminasi, dengan cara penggantungan atau penyimpanan selama waktu tertentu dan bertujuan untuk meningkatkan keempukan daging. Selama pelayuan terjadi peningkatan keempukan dan flavor daging. Pelayuan lebih lama 24 jam atau sejak terjadinya kekakuan daging atau rigormortis dapat disebut pematangan (Soeparno, 2005). Namun dalam pelaksanaannya, di RPH Giwangan tidak dilakukan proses pelayuan daging. Ini disebabkan karena karkas harus segera dipasarkan agar cepat sampai pasar karena mengingat aktifitas jual beli di pasar dimulai dini hari. Proses selanjutnya adalah parting daging, tersaji pada Gambar 9. Kualitas daging dipengaruhi oleh beberapa faktor setelah pemotongan, meliputi metode pelayuan, ph karkas dan daging, metode penyimpanan dan preservasi (Soeparno, 2005). Parting daging dilakukan pada daerah bersih dimana pencemaran biologik, kimiawi dan fisik masih rendah, dengan tujuan agar daging tetap dalam kondisi baik dan tetap higienis serta untuk mempertahankan kualitas baik dari daging

29 yang dihasilkan. Di RPH Giwangan proses parting daging di lakukan di ruang Unit Penanganan Daging (UPD) yang dilengkapi dengan peralatan-peralatan yang sudah sesuai dengan syarat yang berlaku. Daging yang telah di potong kecil-kecil kemudian ditempatkan pada bak stainless steel, dipisahkan antara daging dengan jeroan. Gambar 9. Proses parting daging Setelah selesai proses parting daging, kemudian daging di tempatkan di kendaraan pengangkut daging untuk dipasarkan, tersaji pada Gambar 10. Daging hasil RPH diangkut dengan mobil boks tertutup dan orang ataupun benda lain tidak diizinkan masuk ke dalam dari kendaraan (Sanjaya, 2007). RPH Giwangan dilengkapi dengan fasilitas kendaraan pengangkut daging, kendaraan ini dilengkapi juga dengan pendingin namun tidak digunakan dikarenakan distribusi daging hasil RPH Giwangan tidak terlalu jauh jaraknya. Daging hasil RPH Giwangan diedarkan di Pasar Beringharjo, Pasar Pathuk, Pasar Gamping, Pasar Godean. Selain di pasarkan di pasar pasar tersebut, daging hasil RPH juga dipasarkan di beberapa depot, antara lain Depot Gedongkuning, Depot Dongkelan, Depot Kauman dan Depot Jagalan.

30 Gambar 10. Kendaraan pengangkut daging Jumlah Hewan yang Dipotong serta Karkas yang Dihasilkan Rumah Potong Hewan (RPH) Giwangan merupakan salah satu penghasil daging di wilayah Yogyakarta, pemasaran daging hasil RPH Giwangan dipasarkan di berbagai pasar dan depot di wilayah Kota Yogyakarta. Jumlah hewan yang dipotong serta jumlah karkas yang dihasilkan RPH Giwangan periode Bulan Januari sampai dengan Bulan April 2015 tersaji dalam Tabel 1. Tabel 1. Jumlah pemotongan sapi dan daging yang dihasilkan selama Bulan Januari sampai dengan April 2015 No Bulan Jumlah Sapi Rata-rata per hari Jumlah daging Rata-rata per hari 1. Januari ekor 14 ekor kg 2500 kg 2. Februari ekor 14 ekor kg 2460 kg 3. Maret ekor 14 ekor kg 2455 kg 4. April ekor 15 ekor kg 2626 kg Berdasarkan data yang diperoleh penulis, data jumlah pemotongan hewan periode Januari sampai dengan April 2015, yaitu pada Bulan Januari 2015 sebanyak 421 ekor sapi dan kg daging, Bulan Februari 394 ekor dan 68814

31 kg daging, Bulan Maret 449 ekor dan kg daging dan pada Bulan April 478 ekor dan kg daging. Rata-rata pemotongan per hari adalah, Januari 14 ekor per hari dan 2500 kg daging per hari, Februari 14 ekor per hari dan 2460 kg daging per hari, Maret 14 ekor per hari dan 2455 kg daging per hari, April 16 ekor per hari dan 2626 kg daging per hari. Berdasarkan data tersebut, RPH Giwangan Kota Yogyakarta sudah bisa mencukupi kebutuhan daging masyarakat khususnya di wilayah Kota Yogyakarta. Pemasaran daging hasil RPH Giwangan dipasarkan di : Pasar Pathuk, Pasar Beringharjo, Pasar Gamping, Pasar Godean. Selain di pasarkan di pasar pasar tersebut, daging hasil RPH juga dipasarkan di beberapa depot, antara lain Depot Gedongkuning, Depot Dongkelan, Depot Kauman dan Depot Jagalan. Higiene Daging Daging hasil RPH Giwangan dipasarkan di wilayah Yogyakarta. Penanganan daging dilakukan di ruang Unit Penanganan Daging (UPD), di ruang tersebut daging hasil pemotongan kemudian akan di parting untuk mempermudah dalam proses pengangkutan daging ke pasar dan depot daging. Proses penanganan daging di RPH Giwangan sudah sesuai dengan persyaratan yang berlaku, peralatan yang digunakan dalam penanganan daging juga sudah memenuhi syarat agar daging tetap baik dan higienis sampai di pasar. Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam higiene daging, antara lain higiene karyawan, higiene peralatan dan higiene ruang penanganan daging. Persyaratan personal para pekerja dan petugas pemeriksa daging di RPH Giwangan sudah dilaksanakan cukup baik. Para pekerja dan petugas pemeriksa

32 daging diberlakukan pemeriksaan kesehatan setiap setahun sekali. Pakaian yang digunakan dalam proses penanganan daging juga sudah sesuai dengan aturan yang berlaku yaitu memakai celemek, namun masih ada sebagian yang tidak menggunakan celemek. Setiap pegawai yang menangani daging secara langsung harus sehat dan bersih serta harus menjalani pemeriksaan rutin kesehatan setiap tahun nya. Jika dinyatakan tidak memenuhi syarat sehat maka pekerja tidak diperbolehkan bekerja (Gracey et. al., 1999). Persyaratan peralatan di RPH Giwangan sudah memenuhi syarat yang berlaku. Peralatan yang digunakan antara lain pisau, kampak dan pengasah pisau. Setiap pekerja umumnya memiliki lebih dari satu pisau, pisau yang digunakan untuk memotong hewan potong tidak digunakan dalam proses parting daging ini dimaksudkan untuk menjaga daging agar tetap higienis. Setelah digunakan, pisau hanya dicuci dengan air yang mengalir dan tidak menggunakan alkohol. Sterilisasi kimia biasanya menggunakan ishopropyl alcohol 70-90% yang merupakan antiseptic termurah namun merupakan antiseptic yang efektif dan efisien (Waluyo, 2004). Peralatan yang digunakan di RPH Giwangan juga dilengkapi dengan meja stainless steel yang berfungsi untuk alas parting daging serta bak stainless steel yang digunakan sebagai wadah daging, serta untuk memindahkan daging ke kendaraan pengangkut daging, tersaji pada Gambar 11 dan Gambar 12.

33 Gambar 11. Meja stainless steel Gambar 12. Bak stainless steel Penanganan daging ditempatkan pada satu ruangan khusus, bertujuan untuk menjaga daging agar tetap baik dan higienis, di RPH Giwangan terdapat satu ruangan yang khusus digunakan untuk proses penanganan daging yaitu ruang Unit Penanganan Daging (UPD), tersaji pada Gambar 13. Ruang ini di desain khusus dengan seluruh bagian tembok dilapisi dengan porselin, juga dilengkapi dengan penggantung karkas.

34 Setelah selesai proses parting daging, dilakukan pembersihan ruangan dengan menyemprotkan air tekanan tinggi, agar sisa-sisa dari proses parting daging dapat terbuang dan agar tetap bersih jika akan digunakan lagi. Gambar 14. Ruang Unit Penanganan Daging (UPD)

35 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penanganan Hewan Potong di RPH Giwangan sudah baik dan sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Higiene Daging di RPH Giwangan sudah baik dan sesuai dengan persyaratan yang berlaku, namun masih ada beberapa proses yang belum sesuai dengan persyaratan yang berlaku yaitu proses pelayuan daging tidak dilakukan. Saran Rumah Potong Hewan (RPH) Giwangan merupakan penyedia daging di wilayah Yogyakarta, dalam hal ini sebaiknya melaksanakan proses-proses penanganan daging dengan lebih baik lagi, proses pelayuan sebaiknya dilakukan karena dengan proses pelayuan kualitas daging yang dihasilkan akan menjadi lebih baik, serta petugas yang menangani daging sebaiknya menggunakan pakaian yang telah dianjurkan yaitu memakai celemek, ini bertujuan untuk meminimalkan kontaminasi terhadap daging.

Prosedur Operasional Standard Pemotongan Hewan di RPH

Prosedur Operasional Standard Pemotongan Hewan di RPH Prosedur Operasional Standard Pemotongan Hewan di RPH Pemotongan hewan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) harus dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yang dalam

Lebih terperinci

PROSES PEMOTONGAN TERNAK

PROSES PEMOTONGAN TERNAK DIKTAT KULIAH KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER PROSES PEMOTONGAN TERNAK Oleh: KADEK KARANG AGUSTINA LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2017

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN HEWAN DAN PENANGANAN DAGING

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN HEWAN DAN PENANGANAN DAGING 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN HEWAN DAN PENANGANAN DAGING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 65 TAHUN 2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN RUMINANSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. hewan bagi konsumsi masyarakat umum dan digunakan sebagai tempat

KAJIAN KEPUSTAKAAN. hewan bagi konsumsi masyarakat umum dan digunakan sebagai tempat 11 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Definisi Rumah Potong Hewan (RPH) Rumah Potong Hewan (RPH) adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan

Lebih terperinci

Animal Agricultural Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

Animal Agricultural Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at : Animal Agricultural Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p 123 132 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DAN EDIBLE PORTION PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DIBERI

Lebih terperinci

Badan Standardisasi Nasional

Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia SNI 01-6159 1999 Rumah Pemotongan Hewan Badan Standardisasi Nasional Rumah Pemotongan Hewan Pendahuluan Penetapan standar Rumah Pemotongan Hewan merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PENANGANAN DAGING DAN HEWAN POTONG SERTA HASIL IKUTANNYA DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN, PENGANGKUTAN DAN PENJUALAN DAGING DALAM WILAYAH KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Rumah Pemotongan Hewan (RPH) merupakan bangunan atau kompleks bangunan yang dibuat menurut bagan tertentu di suatu kota yang digunakan sebagai tempat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan Keadaan hewan pada awal penelitian dalam keadaan sehat. Sapi yang dimiliki oleh rumah potong hewan berasal dari feedlot milik sendiri yang sistem pemeriksaan kesehatannya

Lebih terperinci

Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis

Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis Pasar merupakan tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli. Secara umum berdasarkan kelas mutu pelayanan terbagi menjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rumah Pemotongan Hewan adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rumah Pemotongan Hewan adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tempat Pemotongan Hewan (TPH) Menurut Keputusan Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/ TN.240/9/1986 tentang Syarat-syarat Rumah Pemotongan Hewan dan Ijin Usaha Pemotongan Hewan, Rumah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN DAN PENANGANAN DAGING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. b. c.

Lebih terperinci

Pemeriksaan Postmortem

Pemeriksaan Postmortem Pemeriksaan Postmortem = Pemeriksaan pascamati = Pemeriksaan setelah pemotongan adalah pemeriksaan kesehatan pada organ dan karkas pada proses pemotongan hewan. Pemeriksaan ini dilaksanakan setelah organ

Lebih terperinci

Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI

Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI Pendahuluan Dan makanlah makanan yang Halal lagi Baik dari apa yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Syarat-syarat Rumah Pemotongan Hewan dan Ijin Usaha Pemotongan Hewan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Syarat-syarat Rumah Pemotongan Hewan dan Ijin Usaha Pemotongan Hewan, 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tempat Pemotongan Hewan (TPH) Menurut Keputusan Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/ TN.240/9/1986 tentang Syarat-syarat Rumah Pemotongan Hewan dan Ijin Usaha Pemotongan Hewan, tempat

Lebih terperinci

WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA

WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta) Nomor : 4 Tahun 1999 Seri : D - ---------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. karena mengndung gizi yang lengkap dan dibutuhkan oleh tubuh, yaitu kalori,

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. karena mengndung gizi yang lengkap dan dibutuhkan oleh tubuh, yaitu kalori, 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu bahan makanan yang hampir sempurna karena mengndung gizi yang lengkap dan dibutuhkan oleh tubuh, yaitu kalori, protein, zat besi (Fe), vitamin

Lebih terperinci

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 2012 DAFTAR ISI 1. Apa Kandungan gizi dalam Daging ayam? 2. Bagaimana ciri-ciri

Lebih terperinci

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat.

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil serta Laboratorium IPT Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. masyarakat umum (SNI, 1999). Tujuan utamanya didirikan RPU adalah untuk

KAJIAN KEPUSTAKAAN. masyarakat umum (SNI, 1999). Tujuan utamanya didirikan RPU adalah untuk 1 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Rumah Pemotongan Hewan Unggas Rumah pemotongan unggas (RPU) adalah komplek bangunan dengan desain dan kontruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU SALINAN PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : bahwa agar hewan yang akan dipotong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih maju, kesadaran kebutuhan nutrisi asal ternak semakin meningkat,

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih maju, kesadaran kebutuhan nutrisi asal ternak semakin meningkat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan permintaan daging secara nasional semakin meningkat seiring dangan laju pertumbuhan ekonomi yang semakin baik, pembangunan pendidikan yang lebih maju, kesadaran

Lebih terperinci

MENERAPKAN HIGIENE SANITASI

MENERAPKAN HIGIENE SANITASI BAHAN AJAR PELATIHAN JURU SEMBELIH HALAL KODE UNIT KOMPETENSI : A. 016200.006.01 MENERAPKAN HIGIENE SANITASI BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 1 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Kementerian Pertanian. Rumah Potong Hewan. Unit Penanganan Daging.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Kementerian Pertanian. Rumah Potong Hewan. Unit Penanganan Daging. No.60, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Kementerian Pertanian. Rumah Potong Hewan. Unit Penanganan Daging. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/Permentan/OT.140/1/2010 TENTANG PERSYARATAN

Lebih terperinci

Mutu karkas dan daging ayam

Mutu karkas dan daging ayam Standar Nasional Indonesia Mutu karkas dan daging ayam ICS 67.120.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH POTONG UNGGAS

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH POTONG UNGGAS WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH POTONG UNGGAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENANGANAN DAGING KURBAN

PENANGANAN DAGING KURBAN 1 2 PENANGANAN DAGING KURBAN Daging kurban harus ditangani secara baik dan benar agar daging yang dihasilkan aman dan layak untuk dikonsumsi masyarakat. Penanganan daging kurban yang tidak higienis dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternakan. Kesehatan. Veteriner. Hewan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5356) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH POTONG HEWAN DAN UNIT PENANGANAN DAGING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan RPHU Rawa Kepiting berbentuk kompleks dengan beberapa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan RPHU Rawa Kepiting berbentuk kompleks dengan beberapa 1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Kawasan RPHU Rawa Kepiting berbentuk kompleks dengan beberapa bangunan yang didesain dan dibangun khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114/Permentan/PD.410/9/2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN KURBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114/Permentan/PD.410/9/2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN KURBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114/Permentan/PD.410/9/2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN KURBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan Metode 35 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret - Mei 2008 di Rumah Potong Hewan (RPH) Aldia-Kupang. Pengumpulan data pengukuran produktivitas karkas dilakukan

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 141 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 141 TAHUN 2009 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 141 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN DAN PENANGANAN DAGING WALIKOTA

Lebih terperinci

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH POTONG HEWAN DAN RUMAH POTONG UNGGAS BAGIAN HUKUM SETDA KABUPATEN BANDUNG

Lebih terperinci

2 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 501

2 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 501 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1453, 2014 KEMENTAN. Hewan Kurban. Pemotongan. Persyaratan. Pengawasan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114/Permentan/PD.410/9/2014 TENTANG PEMOTONGAN

Lebih terperinci

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL )

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL ) DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL ) Diterbitkan : Bidang Keswan dan Kesmavet Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Grobogan Jl. A. Yani No.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK Pada umumnya sumber pangan asal ternak dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) macam, yaitu berupa daging (terdiri dari berbagai spesies hewan yang lazim dimanfaatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BANTUL NOMOR : 4 TAHUN 1992 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL DAERAH TINGKAT II BANTUL Menimbang : a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012 (Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003) No Objek Pengamatan Prinsip I : Pemilihan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2011. Pemeliharaan domba dilakukan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Sapi Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2015 di

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2015 di I. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2015 di Kandang Percobaan Laboratorium UIN Agriculture Research and Development Station (UARDS)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di Laboratorium Teknologi Produksi Ternak dan Laboratorium Teknologi Pasca Panen,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena dagingnya selain rasanya enak juga merupakan bahan pangan sumber protein yang memiliki kandungan gizi lengkap

Lebih terperinci

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** Oleh : Dr.drh. I Wayan Suardana, MSi* *Dosen Bagan Kesmavet Fakultas

Lebih terperinci

MODUL PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN KODE MODUL SMKP2/3L01/U01THP

MODUL PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN KODE MODUL SMKP2/3L01/U01THP MODUL PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN KODE MODUL PENANGANAN DAGING DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PROYEK PENGEMBANGAN SISTEM DAN STANDAR PENGELOLAAN SMK DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Otot Menjadi Daging

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Otot Menjadi Daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konversi Otot Menjadi Daging Kondisi ternak sebelum penyembelihan akan mempengaruhi tingkat konversi otot menjadi daging dan juga mempengaruhi kualitas daging yang dihasilkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Pakan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Pakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan bulan Juni sampai dengan September 2011. Pengolahan minyak ikan Lemuru ke dalam bentuk Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah menghasilkan karkas dengan bobot yang tinggi (kuantitas), kualitas karkas yang bagus dan daging yang

Lebih terperinci

Lampiran I kuisioner GSP pada Tempat Pemotongan Kambing

Lampiran I kuisioner GSP pada Tempat Pemotongan Kambing 56 Rumah Pemotongan hewan Jambi menuju SNI. Tribun Jambi [Internet]. http://jambi.tribunnews.com/rumah-pemotongan-hewan-jambi-menuju-sni. [11 Juli 2012]. Saeni. 1989. Kimia Lingkungan [diktat]. Bogor:

Lebih terperinci

HIGIENE DAGING (PEMERIKSAAN ANTE MORTEM DAN POS MORTEM, SYARAT LOKASI DAN BANGUNAN RPH DAN RPU) Paper

HIGIENE DAGING (PEMERIKSAAN ANTE MORTEM DAN POS MORTEM, SYARAT LOKASI DAN BANGUNAN RPH DAN RPU) Paper HIGIENE DAGING (PEMERIKSAAN ANTE MORTEM DAN POS MORTEM, SYARAT LOKASI DAN BANGUNAN RPH DAN RPU) Paper diajukan untuk melengkapi tugas-tugas mata kuliah Higiene Makanan Oleh Amrul Ilman 1102101010055 Cut

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakasanakan di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1983 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1983 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1983 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa kesehatan masyarakat veteriner mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Pemeliharaan dan penyembelihan ternak dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN NOMOR 41 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN NOMOR 41 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN NOMOR 41 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG SELATAN, Menimbang : a. bahwa untuk lebih meningkatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan LAMPIRAN 1 LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI A. IDENTITAS PEKERJA Nama Alamat Usia :... :... :. Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Status Perkawinan : 1.Kawin 2.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Mambal Kabupaten Badung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Mambal Kabupaten Badung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Mambal Kabupaten Badung Rumah Pemotongan Hewan (RPH) adalah kompleks bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis

Lebih terperinci

MENERAPKAN PRINSIP KESEJAHTERAAN HEWAN

MENERAPKAN PRINSIP KESEJAHTERAAN HEWAN BAHAN AJAR PELATIHAN JURU SEMBELIH HALAL KODE UNIT KOMPETENSI : A. 016200.007.01 MENERAPKAN PRINSIP KESEJAHTERAAN HEWAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masing-masing berlokasi di Denpasar dan Tabanan, Tempat Pemotongan Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masing-masing berlokasi di Denpasar dan Tabanan, Tempat Pemotongan Ayam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tempat Pemotongan Ayam Daging ayam di Bali seluruhnya disediakan oleh pihak swasta, yang terdiri dari 2 unit Rumah Pemotongan Unggas (RPU) yang berbentuk perusahaan masing-masing

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan pertama pada umur

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan pertama pada umur 14 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan adalah ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. banyak mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh manusia. Zat-zat

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. banyak mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh manusia. Zat-zat BAB PENDAHULUAN Latar Belakang Daging adalah bahan pangan yang sangat bermanfaat bagi manusia karena banyak mengandung zatzat makanan yang dibutuhkan oleh manusia. Zatzat makanan tersebut adalah protein,

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH PEMOTONGAN HEWAN DAN RETRIBUSI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH PEMOTONGAN HEWAN DAN RETRIBUSI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH PEMOTONGAN HEWAN DAN RETRIBUSI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas. Pemotongan puyuh dan penelitian persentase karkas dilakukan di Laboratorium Unggas serta uji mutu

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Itik Rambon dan Cihateup yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi

Lebih terperinci

>> PENDAHULUAN >> TUJUAN >> MANFAAT

>> PENDAHULUAN >> TUJUAN >> MANFAAT >> PENDAHULUAN Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik di Pasar Tradisional adalah acuan yang digunakan dalam melakukan kegiatan ritel pangan di pasar tradisional dan dalam rangka pengawasan keamanan pangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging domba berdasarkan kualitas dapat dibedakan atas umur domba,

TINJAUAN PUSTAKA. Daging domba berdasarkan kualitas dapat dibedakan atas umur domba, II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Domba Daging domba berdasarkan kualitas dapat dibedakan atas umur domba, jenis kelamin, dan tingkat perlemakan. Daging domba memiliki bobot jaringan muskuler atau urat daging

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan Syarat kesehatan yang mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/MENKES/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat: A. Lokasi 1. Lokasi sesuai dengan Rencana Umum

Lebih terperinci

Gambar 1. Domba Penelitian.

Gambar 1. Domba Penelitian. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B) dan Laboratorium Ternak Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang)

Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang) Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang) *) **) Michelia Rambu Lawu *), Sri Yuliawati **), Lintang Dian Saraswati **) Mahasiswa Bagian Peminatan

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Telur Fasciola hepatica (Sumber : CDC, 2012)

Gambar 2.1. Telur Fasciola hepatica (Sumber : CDC, 2012) 16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trematoda Hati 2.1.1 Fasciola hepatica a. Morfologi dan Daur Hidup Cacing dewasa mempunyai bentuk pipih seperti daun, besarnya ± 30x13 mm. Bagian anterior berbentuk seperti

Lebih terperinci

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,

Lebih terperinci

[Pemanenan Ternak Unggas]

[Pemanenan Ternak Unggas] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pemanenan Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 10 TAHUN : 1996 SERI : D NO : 10 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 10 TAHUN : 1996 SERI : D NO : 10 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 10 TAHUN : 1996 SERI : D NO : 10 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke tahun. Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik D.I

BAB I PENDAHULUAN. ke tahun. Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik D.I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat akan daging sapi cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik D.I Yogyakarta, produksi daging

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli yang dikembangkan di Indonesia. Ternak ini berasal dari keturunan asli banteng liar yang telah

Lebih terperinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci Modul Praktikum Biologi Hewan Ternak 2017 6 Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci Petunjuk Umum Praktikum - Pada praktikum ini digunakan alat-alat bedah dan benda-benda bersudut tajam. Harap berhati-hati

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH PEMOTONGAN HEWAN, UNGGAS DAN PELAYANAN TEKHNIS DIBIDANG PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber)

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KASUS SEPUTAR DAGING Menghadapi Bulan Ramadhan dan Lebaran biasanya

Lebih terperinci

REGULASI PEMERINTAH TERHADAP RANTAI PASOK DAGING SAPI BEKU

REGULASI PEMERINTAH TERHADAP RANTAI PASOK DAGING SAPI BEKU REGULASI PEMERINTAH TERHADAP RANTAI PASOK DAGING SAPI BEKU Disampaikan Oleh : Ir. Fini Murfiani,MSi Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Lebih terperinci

MENETAPKAN KESIAPAN HEWAN UNTUK DISEMBELIH

MENETAPKAN KESIAPAN HEWAN UNTUK DISEMBELIH BAHAN AJAR PELATIHAN JURU SEMBELIH HALAL KODE UNIT KOMPETENSI : A. 016200.010.01 MENETAPKAN KESIAPAN HEWAN UNTUK DISEMBELIH BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Domba yang digunakan untuk penelitian adalah Domba Garut jantan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Domba yang digunakan untuk penelitian adalah Domba Garut jantan III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Perlengkapan Domba yang digunakan untuk penelitian adalah Domba Garut jantan yearling (1-2 tahun). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1)

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

PENANGANAN DAN DISTRIBUSI KARKAS DAN NON KARKAS DARI TEMPAT PEMOTONGAN BABI JELETRENG GUNUNG SINDUR BOGOR MARIA ANITA GOBA

PENANGANAN DAN DISTRIBUSI KARKAS DAN NON KARKAS DARI TEMPAT PEMOTONGAN BABI JELETRENG GUNUNG SINDUR BOGOR MARIA ANITA GOBA PENANGANAN DAN DISTRIBUSI KARKAS DAN NON KARKAS DARI TEMPAT PEMOTONGAN BABI JELETRENG GUNUNG SINDUR BOGOR MARIA ANITA GOBA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Unggas

Morfologi dan Anatomi Dasar Unggas Modul PraktikumBiologi Hewan Ternak 2016 2 Morfologi dan Anatomi Dasar Unggas Petunjuk Umum Praktikum - Pada praktikum ini digunakan alat-alat bedah dan benda-benda bersudut tajam. Harap berhati-hati dalam

Lebih terperinci

[Pengelolaan Rumah Potong Unggas]

[Pengelolaan Rumah Potong Unggas] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pengelolaan Rumah Potong Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci