PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A"

Transkripsi

1 PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN ARIN NINGSIH SETIAWAN. Perencanaan Lanskap Kawasan Permukiman Bantaran Sungai Berbasis Bioregion. Dibimbing oleh QODARIAN PRAMUKANTO. Bantaran sungai Ciliwung di Kelurahan Baranangsiang dan Kelurahan Babakan Pasar, Bogor merupakan kawasan konservasi yang harus dilindungi. Penggunaan ideal dari kawasan ini adalah sebagai jalur hijau akan tetapi terjadi perubahan lahan menjadi kawasan terbangun. Perubahan ini menimbulkan kerusakan lingkungan dan penurunan kualitas kesehatan. Tujuan dari studi antara lain (1) mengevaluasi struktur spasial lanskap permukiman dan aktivitas masyarakat yang tinggal di bantaran sungai Ciliwung di Kelurahan Baranangsiang dan Kelurahan Babakan Pasar, Bogor (2) Menyusun rencana lanskap daerah bantaran sungai berdasarkan pendekatan bioregion sehingga tercipta lingkungan yang berkelanjutan dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Studi dilakukan selama 6 bulan pada bulan Maret sampai Agustus Studi dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu: tahap persiapan, survei, analisis, sintesis dan pengembangan rencana. Kondisi eksisting dibandingkan dengan kriteria standar untuk menghasilkan evaluasi lanskap permukiman bantaran sungai. Kondisi eksisting yang tidak sesuai dengan kriteria standar akan dilakukan upaya perbaikan atau pengendalian masalah tetapi pada kondisi yang sudah sesuai dengan kriteria standar akan dilakukan optimalisasi. Kondisi eksisting yang dianalisis menghasilkan sintesis, konsep perencanaan dan perencanaan lanskap. Berdasarkan hasil analisis survei lapang, tipe perumahan secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tipe 1, tipe 2 dan tipe 3. Pembagian tersebut dilakukan berdasarkan kriteria tertentu yaitu Koefisien Dasar Bangunan (KDB), kepadatan, dominasi bangunan, jumlah bangunan per hektar, luas bangunan, pola bangunan dan lebar jalan lingkungan. Untuk menginventarisasi dan menganalisis karakteristik permukiman, ditentukan 35 sampel rumah yang mewakili tiap tipe klasifikasi permukiman. Pengambilan sampel rumah dilakukan secara acak (random sampling). Berdasarkan data hasil wawancara, pemakaian air untuk mandi dan cuci sebagian besar menggunakan air dari PDAM. Sisanya menggunakan air dari sungai dan sumur gali. Sebesar 50% rumah menggunakan septic tank dan 50 % rumah tidak menggunakan septic tank atau membuang langsung kotoran ke sungai dan gorong-gorong. Pembuangan sampah di lokasi studi dilakukan melalui tiga cara yaitu (1) pengangkutan langsung oleh kendaraan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (2) pengangkutan ke TPS terdekat (3) pembuangan langsung ke sungai. Adanya keterbatasan yang bersifat teknis dan non teknis dalam pengangkutan sampah mengakibatkan sebagian warga membuang sampah langsung ke sungai. Kondisi bioregion yang dipetakan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu baik dan buruk. Kategori baik jika sesuai dengan standard atau baku mutu yang telah ditetapkan atau sudah tersedia sarana penunjang. Kategori buruk jika tidak sesuai dengan standar atau belum tersedia sarana penunjang. Permukiman yang didirikan di bantaran sungai termasuk dalam kategori buruk. Area dengan kategori baik memiliki kapasitas 30 rumah/ha sedangkan area dengan kategori buruk memiliki kepadatan lebih dari 85 rumah/ha. Area dengan kategori baik memiliki KDB kurang dari KDB maksimal yaitu 75-80%

3 sedangkan area dengan kategori buruk memiliki KDB melebihi KDB maksimal. Fasilitas yang termasuk kategori baik kondisinya sudah sesuai dengan kriteria standar dari segi lokasi dan luasan. Sedangkan fasilitas yang termasuk kategori buruk kondisinya tidak sesuai dengan kriteria standar sehingga perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas secara fisik. Infrastruktur yang kondisi fisik nya baik termasuk dalam kategori baik sedangkan infrastruktur yang kondisinya rusak termasuk dalam kategori buruk. Area dengan kategori baik yaitu kelompok rumah yang memiliki septic tank sedangkan area dengan kategori buruk yaitu kelompok rumah yang tidak memiliki septic tank. Area dengan kategori baik tidak membuang sampah ke sungai atau membuang ke TPS terdekat dengan sistem koordinasi. Area dengan kategori buruk masih membuang sampah ke sungai. Selain itu kategori baik menunjukkan adanya koordinasi (kolektif) dalam pembuangan atau pengangkutan sampah sedangkan kategori buruk menunjukkan tidak adanya koordinasi dalam pembuangan sampah. Bioregion secara etimologi diartikan sebagai ruang kehidupan yaitu kawasan yang unik yang dibatasi oleh alam dengan geografis, klimat, hidrologi dan karakter ekologi untuk mendukung komunitas manusia dan non manusia (Thayer, 2003). Konsep perencanaan berbasis bioregional dalam studi kasus ini memiliki tujuan meningkatkan kualitas hidup yang selaras antara alam dan aktivitas manusia melalui perbaikan dan optimalisasi lingkungan berkelanjutan dari segi ekologis,sosial dan ekonomi. Pendekatan bioregion merupakan pendekatan yang cakupannya tidak ditentukan oleh batas administrasi atau politik, tetapi oleh batas geografis komunitas manusia dan sistem ekologinya. Lokasi studi merupakan bagian dari satu kesatuan bioregional DAS Ciliwung yang memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan daerah lainnya. Perencanaan berbasis bioregion yang diterapkan di lokasi ini akan memberikan kontribusi terhadap daerah lain terutama daerah yang dilalui DAS Ciliwung tengah dan hilir. Dari hasil sintesis dan pengembangan konsep perencanaan, lokasi studi dapat dibagi menjadi dua zona kesesuaian lahan yaitu zona konservasi dan zona non konservasi. Zona konservasi sebesar 20,7 % dan zona non konservasi sebesar 79,3 %. Alternatif pengendalian masalah yang dilakukan di zona konservasi yaitu konsep greenbelt dengan konstruksi bioengineering dan metode perlindungan air tanah. Sedangkan alternatif pengendalian masalah yang dilakukan di zona non konservasi antara lain: (1) pemindahan lokasi fasilitas yang didirikan di bantaran sungai (2) disediakan fasilitas evakuasi untuk menanggulangi bencana (3) perbaikan kualitas fisik infrastruktur (4) pembatasan akses menuju daerah rawan yang harus dilindungi (5) pembuatan jalan inspeksi untuk menanggulangi bencana (6) Instalasi Pengolahan Air Limbah (7) Biotoilet (8) Pengelolaan sampah ramah lingkungan (green management) dengan prinsip 5R yaitu reduce, reuse, recycle,reform dan replant.

4 PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 LEMBAR PENGESAHAN Judul Nama NRP Program Studi : Perencanaan Lanskap Kawasan Permukiman Bantaran Sungai Berbasis Bioregion : Arin Ningsih Setiawan : A : Arsitektur Lanskap Menyetujui, Dosen Pembimbing Ir. Qodarian Pramukanto, MSi NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof.Dr.Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP Tanggal Lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 20 Oktober Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak J.Setiawan dan Ibu Yuyun Yuningsih. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasarnya di SD Harjasari I pada tahun Penulis melanjutkan sekolah di SMP Negeri 1 Bogor pada tahun 2000 dan menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri 1 Bogor pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Saringan Masuk IPB). Selama menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor, penulis berkesempatan menulis karya tulis ilmiah tentang pembangunan berkelanjutan serta artikel ilmiah populer tentang tanaman obat yang diselenggarakan oleh Institusi dan LPM. Penulis juga menjabat sebagai anggota Divisi Kesekretariatan HIMASKAP pada tahun 2005 dan Sekretaris HIMASKAP pada kepengurusan selanjutnya. Penulis berkesempatan menjadi Asisten Mata Kuliah Dasar-Dasar Arsitektur Lanskap tahun ajaran 2007/2008. Untuk mengembangkan keahlian profesi, penulis mengikuti pendidikan AutoCAD di Pusat Pendidikan Komputer. Penulis juga pernah menjadi freelance drafter dan desainer untuk proyek renovasi taman kantor pada tahun 2007.

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Adapun skripsi ini berjudul Perencanaan Lanskap Kawasan Permukiman Bantaran Sungai Berbasis Bioregion dan disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan laporan studi ini dibantu dan didukung oleh berbagai pihak, oleh karena itu penulis secara khusus ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ir. Qodarian Pramukanto, MS selaku dosen pembimbing skripsi 2. Dr.Ir. Bambang Sulistyantara M.Agr dan Dr.Ir.Nurhayati HSA.MS selaku dosen penguji 3. Ayah dan Ibu, atas dukungan dan doanya selama ini 4. Aditya Bambang Rochedi. Thanks for everything 5. Teman-teman yang membantu pelaksanaan skripsi dan turun lapang: Febby, Titan, Anggi, Icut dan Efita 6. Seluruh teman-teman Arsitektur Lanskap IPB angkatan 38, 39 dan 40 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Thanks for unforgetable momment 7. Serta seluruh pihak yang telah membantu selama proses penyusunan laporan ini. Semoga hasil dari skripsi ini dapat bermanfaat di masa yang akan datang baik secara langsung maupun tidak langsung bagi semua pihak yang membacanya. Mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang ada. Sekian dan terima kasih. Bogor, Januari 2008 Penulis

8 ii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI...ii DAFTAR TABEL...iv DAFTAR GAMBAR...vi DAFTAR LAMPIRAN...viii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Kegunaan Kerangka Pemikiran... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sungai Permukiman Perencanaan Lanskap Bioregional... 8 III. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Studi Bahan Metode Studi IV. SURVEI DAN ANALISIS Komponen Proses Alami Topografi dan kemiringan Geologi dan Tanah Iklim Hidrologi Kualitas Air Sungai Ciliwung Vegetasi dan Satwa Komponen Aktivitas Manusia Permukiman Fasilitas Infrastruktur Jalan Jembatan Utilitas Sumber Air Minum MCK Sampah Karamba... 53

9 iii Halaman 4.3 Aspek Sosial Jumlah Penduduk Jenis Pekerjaan Penduduk Agama V. SINTESIS Permukiman Fasilitas Sarana Pendidikan Sarana Kesehatan Sarana Ibadah Infrastruktur Utilitas VI. KONSEP PERENCANAAN Konsep Umum Konsep Pengembangan Konsep Greenbelt Konsep Perbaikan Bantaran Sungai Konsep Perlindungan Bantaran Sungai Konsep Fasilitas Konsep Sirkulasi dan Infrastruktur Konsep Utilitas Zonasi Tapak VII. PERENCANAAN LANSKAP Zona Konservasi Greenbelt Konstruksi bioengineering Metode Perlindungan Air Tanah Zona Non Konservasi Fasilitas Infrastruktur Utilitas IPAL dengan sistem terpusat atau kolektif Biotoilet Pengelolaan sampah ramah lingkungan VIII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Jenis, Bentuk dan Sumber Pengambilan Data dan Informasi Temperatur, Kelembaban Relatif Maksimum, Minimum di Kota Bogor Tahun Jumlah curah hujan dan hari hujan per bulan Kualitas air sungai Ciliwung dari berbagai parameter Kriteria klasifikasi permukiman Perbandingan standard dengan kondisi tipe klasifikasi permukiman Interpretasi data penduduk terhadap fasilitas Jenis fasilitas umum di lokasi studi Standard minimum penduduk pendukung sarana pendidikan berdasarkan Standar Nasional Indonesia tahun Standard minimum penduduk pendukung sarana kesehatan berdasarkan Standar Nasional Indonesia tahun Standard minimum penduduk pendukung sarana perniagaan berdasarkan Standar Nasional Indonesia tahun Luas kebutuhan taman dan kondisi eksisting Penggunaan air berdasarkan golongan Banyaknya penduduk, Rumah Tangga, luas wilayah dan kepadatan Perbandingan kepadatan penduduk di lokasi studi dengan Standar RTRW Kota Bogor Karakteristik kategorisasi baik dan buruk Pengkategorian sarana pendidikan di lokasi studi Pengkategorian sarana kesehatan di lokasi studi Pengkategorian sarana ibadah di lokasi studi Pengkategorian jembatan di lokasi studi Pengkategorian jalan di lokasi studi Alternatif pengendalian masalah Zonasi beberapa area Peran stakeholder dalam menerapkan prinsip pengelolaan sampah... 97

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Bagan alur studi Lokasi studi Administrasi lokasi studi Bangunan yang didirikan di tebing sungai Peta topografi di lokasi studi Peta kemiringan/lereng di lokasi studi RTH di lokasi Peta RTH dan Ruang Terbangun Ilustrasi sempadan sungai berdasarkan PERMEN PU NO.63 / Rumah-rumah yang didirikan di bantaran sungai Peta batas sempadan sungai berdasarkan PERMEN PU No.63/ Pagar pembatas perumahan Rumah mewah di Kelurahan Babakan Pasar Permukiman yang didirikan di Pulo Geulis Peta eksisting permukiman Permukiman tipe Jalan lingkungan di permukiman tipe Permukiman tipe 2 di Jalan Suryakencana Permukiman tipe Jalan lingkungan di permukiman tipe Peta klasifikasi permukiman Peta sampel rumah Sarana pendidikan di lokasi studi Sarana kesehatan di lokasi Mesjid yang terletak di Pulo Geulis, Kelurahan Babakan Pasar Gereja yang terletak di Jalan Roda, Kelurahan Babakan Pasar Vihara yang terletak di Pulo Geulis, Kelurahan Babakan Pasar Lapangan terbuka di lokasi studi Taman Riau sebagai bentuk RTH di lokasi studi Peta fasilitas di lokasi studi... 43

12 vi 31. Jalan Otista sebagai jalan kolektor di lokasi studi Jalan Bangka sebagai jalan kolektor di lokasi studi Jalan lingkungan di lokasi studi Jembatan konstruksi besi dengan alas kayu Jembatan dengan aspal beton Peta infrastruktur di lokasi studi Layanan PDAM sudah menjangkau lokasi studi Pompa manual sebagai salah satu sumber air Sumur gali yang digunakan untuk MCK umum Peta distribusi sumur gali Sumur gali di sebelah mesjid digunakan untuk MCK umum Penduduk mencuci pakaian di sungai Jamban yang saluran pembuangannya ke sungai Saluran pembuangan dari permukiman di Pulo Geulis Peta saniter di lokasi studi Bak sampah di permukiman tipe Gerobak sampah di permukiman tipe Tempat sampah di permukiman tipe Angkutan DLHK yang mengangkut sampah TPS di Jalan Riau Incenerator di TPS Pasar Bogor TPS di Jalan Roda Sampah dibuang langsung ke sungai Peta pembuangan sampah di lokasi studi Peta pengangkutan sistem sampah Ikan yang dibudidayakan di karamba Sawi hijau sebagai salah satu makanan ikan Karamba di lokasi studi Karamba menyebabkan penyumbatan sampah Peta evaluasi permukiman berdasarkan peraturan bantaran sungai Peta evaluasi permukiman berdasarkan KDB dan kepadatan Peta evaluasi sarana pendidikan... 71

13 vii 63. Peta evaluasi sarana kesehatan Peta evaluasi sarana ibadah Peta evaluasi infrastruktur Peta evaluasi sistem saniter Peta evaluasi sistem pembuangan sampah Block Plan Rencana zona konservasi Rencana zona non konservasi Konstruksi bioengineering Site Plan Potongan-tampak hutan areal perlindungan air tanah di zona konservasi dan permukiman di zona non konservasi Potongan-tampak permukiman di zona non konservasi Ilustrasi greenbelt di zona konservasi (sudut pandang menuju Jl.Otista) Ilustrasi areal evakuasi di Jl.Roda (Nomer 3)

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Data hasil wawancara penduduk di tiap tipe permukiman Data utilitas hasil wawancara dengan penduduk

15 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai merupakan bentukan lanskap alam yang dinamis dan hidup serta berguna bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Sungai memiliki fungsi ekologis yang dapat menampung dan menyimpan air hujan yang jatuh di atasnya untuk mengalirkan ke laut dan unsur-unsur utama sumber daya alam, flora, fauna, tanah dan air serta manusia dengan segala aktivitas berinteraksi satu sama lain. Fungsi sungai bagi manusia adalah sebagai sumber air minum, pengendali kekeringan di musim kemarau, irigasi, drainase, pengembangan air tanah dan pengembangan pariwisata (Notodihardjo, 1989). Mengingat fungsi sungai yang sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan ekologis dan kehidupan makhluk hidup di dalamya, maka sungai harus dikonservasi dan dijaga keberadaannya. Penggunaan lahan yang terdapat di sekitar sungai Ciliwung adalah permukiman, perkantoran, pertokoan, fasilitas umum dan sebagainya. Perkantoran dan perdagangan terletak di tepi jalan besar mengikuti alur jalan (pola ribbon) sedangkan permukiman terletak di tepi sungai. Penggunaan lahan tepi sungai di Kota Bogor akan mempengaruhi kualitas lingkungan ekologis sungai. badan air ini umumnya memiliki tingkat pencemaran yang tinggi. Salah satu sumber pencemaran adalah limbah rumah tangga yang berasal dari permukiman. Permukiman di tepi sungai umumnya merupakan permukiman illegal. Permukiman illegal ini akan berkembang menjadi permukiman padat atau kumuh apabila dekat dengan pusat kota. Letak bangunan yang tidak teratur, utilitas (drainase, tempat sampah) yang tidak berfungsi baik, fasilitas pelayanan (MCK, tempat bermain, olahraga, pasar) yang minim, disertai kebiasaan penduduk yang kurang baik menyebabkan kualitas lingkungan pemukiman tepi sungai tersebut semakin buruk. Apabila keadaan tersebut dibiarkan maka akan menimbulkan berbagai masalah baik dari segi tata ruang maupun kualitas kesehatan dan kualitas lingkungan (Adriana, 1992). Pertambahan penduduk di kota Bogor mengakibatkan peningkatan akan kebutuhan sarana dan prasarana serta infrastruktur yang memadai. Peningkatan pembangunan sarana kota cenderung mengurangi keberadaan Ruang Terbuka

16 2 Hijau dan lahan-lahan yang berada di sepanjang jalur sungai. Penduduk yang bertempat tinggal di bantaran sungai Ciliwung khususnya penduduk Kelurahan Baranangsiang dan Kelurahan Babakan Pasar Bogor, ada yang sudah mendiami daerah tersebut sejak dulu kala sebelum pembangunan Kota Bogor tetapi ada pula pendatang akibat migrasi. Proses migrasi menuju Kota Bogor diduga mempengaruhi karakteristik permukiman di daerah bantaran sungai. Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai besar di Jawa Barat. Sungai ini berhulu di Talaga Warna dan mengalir ke pantai utara Jawa melalui kota Bogor, Depok dan Jakarta. Daerah aliran Sungai (DAS) terdiri dari bagian hulu, tengah dan hilir. Antar bagian memiliki keterkaitan dan ketergantungan satu sama lain. Kelurahan Baranangsiang, Kecamatan Bogor Timur merupakan salah satu tempat yang dilalui sungai Ciliwung dimana kondisinya saat ini dipengaruhi oleh perubahan karakteristik lingkungan sekitarnya dan turut mempengaruhi kota Bogor. Kenyataan yang terjadi pada saat ini bahwa sungai Ciliwung tidak lebih hanya berfungsi sebagai saluran tempat menampung sampah padat dan limbah cair akibat tata ruang sekitar sungai yang kurang baik. Untuk menciptakan keseimbangan ekologi dengan tetap mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial menuju sustainable environmentally dibutuhkan suatu perencanaan terpadu untuk menata lanskap daerah di bantaran sungai Ciliwung dengan berbasis bioregion. Lingkungan berkelanjutan dapat tercipta melalui keseimbangan dan kesebangunan antara proses alam dan aktivitas manusia. Perencanaan berbasis bioregion yang diterapkan dapat melindungi, memperbaiki dan memberikan kontribusi terhadap daerah lain dalam satu kesatuan bioregional. Tujuan dari pergerakan bioregional adalah untuk menciptakan suatu budaya manusia yang dapat memahami dan sejalan dengan pola alam (Traina, 1995). Konsep bioregion sebenarnya bukan merupakan pendekatan baru, namun belum banyak digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam penataan bantaran sungai. Bioregional merupakan salah satu pemikiran pertama pada awal gerakan lingkungan hidup modern yang memasukkan konsep ruang, tempat, wilayah. Bioregional menganjurkan agar pewilayahan (dalam tata pemerintahan maupun perencanaan) lebih didasarkan pada karakteristik alamiah daripada keputusan

17 3 politis yang dibuat manusia 1). Dalam perencanaan lanskap, pendekatan ini merupakan usaha untuk mencari alternatif pemanfaatan potensi dan pemecahan masalah agar kondisi ekologis koridor terjaga baik dengan memperhatikan faktor sosial dan ekonomi yang mempengaruhinya. 1.2 Tujuan 1. Mengevaluasi struktur spasial lanskap permukiman dan aktivitas masyarakat yang tinggal di bantaran sungai Ciliwung di kelurahan Baranangsiang dan Kelurahan Babakan Pasar, Bogor yang merupakan bagian dari bioregional Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. 2. Menyusun rencana lanskap daerah bantaran sungai berdasarkan pendekatan Bioregion sehingga dapat tercipta lingkungan yang berkelanjutan dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi. 1.3 Kegunaan Dapat menjadi model sejenis bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah khususnya Pemerintah Daerah Kota Bogor dalam penataan lanskap daerah bantaran sungai. 1.4 Kerangka Pemikiran Bioregion terdiri dari karakteristik alam disertai proses alam dan karakteristik sosial budaya disertai manusia. Aktivitas manusia dan proses alam menyebabkan adanya penggunaan lahan di kawasan bantaran sungai. Beberapa bagian ruang dimanfaatkan untuk permukiman, infrastruktur, utilitas dan lain-lain. Permukiman terdiri dari unit perumahan, fasilitas (fasilitas umum dan sosial). Infrastruktur terdiri dari jalan,jembatan dan lain-lain. Utilitas terdiri dari MCK, air bersih, listrik, sampah dan limbah cair, saluran drainase dan lain-lain. Sedangkan kondisi lain-lain seperti adanya karamba dan sebagainya yang ada di tapak. Kondisi tersebut menciptakan kondisi eksisting permukiman, infrastruktur, utilitas dan lain-lain. Selanjutnya dilakukan evaluasi lanskap permukiman bantaran sungai terhadap kondisi eksisting permukiman, infrastruktur, utilitas dan lainnya sesuai dengan kriteria standard perencanaan. Jika kondisi eksisting melebihi kapasitas 1) http: //

18 4 rencana, maka dilakukan pengendalian masalah atau usulan perbaikan. Kondisi eksisting yang kurang dari kapasitas rencana maka dilakukan upaya optimalisasi untuk diterapkan dalam rencana lanskap bantaran sungai. Bioregion Karakteristik alam Karakteristik sosial-budaya Proses alam Manusia Penggunaan lahan di bantaran sungai Permukiman Infrastruktur Utilitas Lain-lain Tahap Survei Unit perumahan Fasilitas (Fasum,Fasos) Jalan, Jembatan Air bersih, MCK, sampah Karamba Kondisi Eksisting Permukiman Kondisi Eksisting Infrastruktur Kondisi Eksisting Utilitas Kondisi Eksisting Lain-lain Tahap Analisis Kriteria Standard Perencanaan Evaluasi Lanskap Permukiman Bantaran Sungai Tahap Sintesis Kapasitas Rencana < Kapasitas Rencana > Kapasitas Rencana Tahap Pengembangan Rencana Usulan perbaikan/pengendalian masalah Rencana Lanskap Bantaran Sungai Gambar 1. Bagan Alur Studi

19 II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Lanskap adalah bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu, dimana elemen-elemennya dibagi menjadi elemen-elemen lanskap utama dan elemenelemen lanskap penunjang. Elemen lanskap utama adalah elemen yang tidak dapat diubah atau sukar sekali diubah seperti gunung, lembah, sungai, daratan, pantai, danau,lautan dan sebagainya. Dan elemen lanskap penunjang adalah elemen lanskap yang dapat diubah sesuai keinginan perencana atau pemakainya seperti bukit, anak sungai dan aliran air yang kecil (Simonds,1983). Siti Nurisjah dan Sandra Azis, (dalam,adriana,1992) menyatakan bahwa berdasarkan campur tangan manusia, lanskap dapat berbentuk (1) Lanskap alami seperti lanskap pegunungan, rawa, sungai, riverscape; (2) Lanskap buatan seperti lanskap kota (urbanscape), lanskap pemukiman penduduk kota, lingkungan pabrik dan (3) Perpaduan harmonis antara lanskap alami dan buatan seperti suatu lanskap pedesaan dengan pemukiman manusia, terasering persawahan padi dengan pondok pelepas lelah dan sebagainya. 2.2 Sungai Sungai adalah satu elemen lanskap yang merupakan mata rantai hidrologi dengan segala komponen-komponennya dimana terjadi erosi, transportasi, desposisi yang membawa materi geologi bumi. Sungai sebagai suatu bentukan lanskap yang dinamis dan hidup memiliki kegunaan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Notodihardjo (1989) mengemukakan kegunaan sungai sebagai berikut: (1) lalu lintas air, (2) pengembangan rekreasi dan pariwisata, (3) pengembangan perikanan, (4) pembangkit listrik tenaga air, (5) persediaan air untuk keperluan rumah tangga dan industri, (6) pengendalian kekeringan, (7) irigasi, (8) drainase, (9) pengembangan air tanah, (10) pengendalian intrusi air laut. Sungai dan bantarannya merupakan habitat yang sangat kaya akan flora dan fauna sekaligus sebagai barometer kondisi ekologi daerah tersebut. Sungai yang masih alamiah dapat berfungsi sebagai aerasi alamiah yang akan meningkatkan atau menjaga kandungan oksigen air sungai (Maryono, 2005). Dalam suatu sistem sungai terjadi lalu lintas rantai makanan dari bagian hulu ke hilir. Oleh sebab itu

20 6 dalam memahami dan menginvestigasi wilayah sungai untuk perencanaan pembangunan wilayah sungai tidak bisa secara isolatif di suatu areal tertentu saja (lokal), namun harus secara integral sesuai dengan jenis ekosistem wilayah sungai yang sifatnya tidak tertutup dan dipengaruhi oleh seluruh faktor baik dari hulu maupun dari hilir (Maryono, 2005). Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan (PP No. 35 tahun 1991). Sempadan sungai sering disebut dengan bantaran sungai walau terdapat perbedaan. Bantaran sungai adalah daerah pinggir sungai yang tergenangi air saat banjir, sedangkan sempadan sungai adalah daerah bantaran banjir ditambah lebar longsoran tebing sungai (sliding) yang mungkin terjadi, ditambah lebar bantaran ekologis dan lebar keamanan yang diperlukan kaitannya dengan letak sungai (misal areal permukiman-non permukiman). Sempadan sungai merupakan daerah ekologi dan hidraulis sungai yang penting (Maryono, 2005). Lebar sempadan pada sungai besar di luar permukiman minimal seratus meter dan pada anak sungai besar minimal 50 meter di kedua sisinya. Sedang di daerah permukiman, lebar bantaran adalah sekedar cukup untuk dibangun jalan inspeksi (Kepres No.32/1990 dan PP No.47/1997). Sementara itu PP No.47/1997 menetapkan bahwa lebar sempadan sungai bertanggul di luar daerah permukiman adalah lebih dari lima meter sepanjang kaki tanggul. Sedang lebar sempadan sungai yang tidak bertanggul di luar permukiman dan lebar sempadan sungai bertanggul dan tidak bertanggul di daerah permukiman ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan sosial ekonomis oleh pejabat berwenang. Bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai dihitung dari tepi sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam (PP No. 35 tahun 1991) 2.3 Permukiman Menurut UU RI no. 4 tahun 1992, permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan atau perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung kehidupan. Permukiman meliputi unit perumahan dan fasilitas. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi

21 7 sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Fasilitas berfungsi untuk penyelenggaran dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Budiharjo (dalam,adriana,1992) mengemukakan bahwa permukiman adalah sarana hunian yang berkaitan erat dengan tatacara kehidupan masyarakat. Lingkungan permukiman harus memenuhi persyaratan antara lain: tidak terganggu oleh polusi udara, air dan suara, tersedia air bersih, memberi kemungkinan untuk berkembang, mempunyai aksesibilitas yang baik, mudah dan aman mencapai tempat kerja, tidak di bawah air. Selain teknis atau fisik, permukiman berkaitan juga dengan dimensi sosial budaya, sumberdaya lokal dan selera masyarakat yang kesemuanya akan membentuk situasi apakah masyarakat akan berperan serta atau tidak. Eckbo (1964) menyatakan bahwa lingkungan fisik di kota yang tengah mengalami pertumbuhan adalah memaksimumkan struktur dan meminimumkan ruang terbuka. Ukuran permukiman terbagi menjadi enam yaitu permukiman tunggal (satu rumah), permukiman kecil (2-20 rumah), permukiman kecil-sedang (sampai dengan 500 penduduk), permukiman besar ( penduduk), permukiman sangat besar (besar dari 5000 penduduk). Kerapatan permukiman diukur bedasarkan jarak antar rumah-rumah sepanjang jalan sehingga dapat dikategorikan sangat jarang, jarang, rapat, sangat rapat, rapat-kompak. Tipe permukiman dapat dibedakan menjadi tipe linear, tipe plaza, dan tipe permukiman dengan pengaturan area atau streetplan (Van der Zee, 1986). 2.4 Perencanaan Lanskap Perencanaan lanskap merupakan suatu penyesuaian antar lanskap dan program yang akan dikembangkan untuk menjaga kelestarian ekosistem dan pemandangan lanskap sehingga tercapai penggunaan terbaik (Mrass,1985). Proses perencanaan yang baik harus merupakan suatu proses yang dinamis, saling terkait dan saling menunjang (Gold,1980). Perencanaan merupakan suatu pendekatan ke masa depan terhadap lahan dan perencanaan tersebut disertai dengan imajinasi dan kepekaan terhadap analisis tapak (Laurie,1984). Perencanaan adalah proses pemikiran dari suatu ide ke arah bentuk yang nyata. Proses perencanaan adalah suatu alat yang sistematis untuk menentukan keadaan awal, keadaan yang

22 8 diharapkan dan cara terbaik untuk mencapai keadaan yang diharapkan tersebut (Simonds, 1983). Perencanaan merupakan proses yang rasional secara umum untuk mencapai tujuan dan sasaran di masa datang berdasarkan kemampuan Sumber Daya Alam yang ada serta pemanfaatannya secara efektif dan efisien (Sutarjo, 1985). Menurut Knudson (1980) perencanaan adalah mengumpulkan dan menginterpretasikan data, memproyeksikannya ke masa depan, mengidentifikasi masalah dan memberi pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalahmasalah tersebut. Tujuan perencanaan lanskap untuk menyelamatkan dan memperbaiki lanskap kolektif, membantu mempertemukan berbagai penggunaan yang berkompetisi dan menggabungkannya ke dalam suatu lanskap dimana tidak terjadi pengrusakan alam dan sumber daya cultural tempat lanskap dijumpai (Turner,1986). 2.5 Bioregional Bioregion yang berasal dari kata bio (hidup) dan region (teritorial) merupakan tempat hidup (life place) yaitu suatu lingkungan khas dimana batasbatasnya lebih ditentukan oleh tatanan alam yang mampu mendukung keunikan aktivitas komunitas biotik di dalamnya (Thayer,2003). Bioregion secara etimologi diartikan sebagai ruang kehidupan yaitu kawasan yang unik yang dibatasi oleh alam dengan geografis (landform,tanah dan lain-lain), klimat (curah hujan, pola hujan dan lain-lain), hidrologi (banjir, siklus air dan lain-lain) dan karakter ekologi untuk mendukung komunitas manusia dan non manusia. Bioregion didefinisikan bervariasi terdiri dari geografi Daerah Aliran Sungai, ekosistem tumbuhan dan hewan, landform serta budaya manusia yang khas yang tumbuh dari potensi alam (Thayer, 2003). Bioregion merupakan daerah geografis dan daerah yang secara tidak langsung merupakan bagian dari daerah dan bagaimana dapat hidup. Dalam bioregion kondisi dipengaruhi oleh kehidupan yang serupa dan dipengaruhi oleh tindakan manusia (Berg and Dasmann, 1978). Bioregion merupakan suatu area geografi yang memiliki karakteristik umum dari tanah, sumber air, iklim, satwa dan vegetasi lokal yang hidup di seluruh biosfer bumi serta memilki kontribusi yang hakiki. Suatu bioregion didefinisikan ke dalam bentuk-bentuk yang unik dan memiliki berbagai pola dari

23 9 berbagai karakteristik alam yang ditemukan di suatu tempat yang spesifik (Berg, 2002). Komponen kritikal bioregion adalah budaya manusia yang dibangun di dalam dan terintegrasi dalam area tanpa batas yang kaku dan dibedakan oleh bentukan alami seperti flora, fauna, tanah, iklim, geologi dan area drainase (Traina,1995). Bioregion mengarah pada penampakan geografi secara nyata dimana suatu bioregion memiliki pengaruh besar terhadap manusia. Pengertian dasar bioregion yang lebih luas merupakan permukaan bumi yang batas perkiraannya dibedakan oleh karakteristik alam dan manusia, yang berbeda dengan area lain dengan kelengkapan khusus dari flora, fauna, air, iklim, tanah, landform dan permukiman manusia dan budaya (Sale, 2000). Menurut Scherch (1997) bioregionalism berkaitan dengan cara baru memandang secara menyeluruh dalam mendefinisikan dan memahami tempat dimana kita hidup, dan dapat hidup secara berkelanjutan dan peduli. Menurut Kurniawaty (2001), sepuluh pertanyaan sebagai langkah awal memahami keterkaitan kita dengan lingkungan antara lain: (1) Darimana datangnya air yang kita minum ini? (2) Kemana perginya sampah yang kita buang setiap hari? (3) Kemana perginya buangan hajat kita setiap hari? (4) Bagaimana rasanya kalau air minum kita selalu terkotori sampah? (5) Kemana perginya asap knalpot yang kita semburkan setiap hari? (6) Berapa jam setiap harinya waktu yang kita habiskan untuk duduk di dalam mobil? (7) Bagaimanakah rasanya jika udara yang kita hirup setiap hari berupa asap knalpot? (8) Darimana datangnya makanan yang kita makan setiap hari? (9) Tahukah akibatnya jika makanan tersebut datang dari tempat yang semakin jauh karena sawah atau kebun kita sudah menjadi lahan permukiman atau industri? (10) Tahukah kita paling sedikit lima tanaman asli di tempat tinggal kita yang bisa kita makan?. Idealnya, pengelolaan bioregional bersandar pada tiga komponen yaitu: (1) Komponen ekologi, yang terdiri dari kawasan-kawasan ekosistem alam yang saling berhubungan satu sama lain melalui koridor, baik habitat alami maupun semi alami.(2) Komponen ekonomi, yang mendukung usaha pendayagunaan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan dalam matriks budi daya, dengan pengembangan budi daya jenis-jenis unggulan setempat.(3) Kompoen sosial

24 10 budaya, yang dapat memfasilitasi masyarakat lokal dalam perencanaan dan pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumber daya alam serta memberikan peluang bagi pemenuhan kebutuhan sosial/budaya secara lintas generasi 2). Bioregion merupakan unit perencanaan ruang dalam pengelolaan sumber daya alam; yang tidak ditentukan oleh batasan politik dan administratif, tetapi dibatasi oleh batasan geografik, komunitas manusia serta sistem ekologi, dalam suatu cakupan bioregion, secara ekologis. Penelusuran dan penggambaran yang seimbang merupakan suatu cara untuk menjelaskan suatu bioregion (Berg,1991). Pendeskripsian dari bioregion spesifik adalah menggambarkan penggunaan informasi tidak hanya dari pengetahuan alam tetapi juga sumber lainnya. (Berg, 2002). Pengukuran bioregion bukan merupakan studi kuantitas tetapi bersifat subjektif dan kesesuaian kualitatif (Traina,1995). 2) http: //

25 III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Studi Studi dilakukan selama 6 bulan pada bulan Maret sampai Agustus Batas bioregion merupakan batas alam bukan batas administrasi. Lokasi studi merupakan bagian dari bioregional DAS Ciliwung (Gambar 2). Akan tetapi untuk memudahkan dan memfokuskan pendataan awal maka lokasi studi hanya terbatas di kawasan permukiman bantaran sungai di SubDAS Ciliwung bagian tengah di Kota Bogor. Perencanaan yang akan dilakukan dapat memberikan kontribusi dan berpengaruh terhadap perbaikan kawasan lain di daerah yang merupakan bagian dari bioregion DAS Ciliwung terutama SubDAS Ciliwung bagian tengah dan hilir. Meskipun perencanaan dilakukan di Kota Bogor tetapi dapat berpengaruh ke daerah lain di luar administrasi Kota Bogor seperti Depok dan Jakarta. gun Gambar 2. Lokasi studi

26 12 Studi dilakukan di permukiman bantaran sungai Ciliwung di Kelurahan Baranangsiang dan Kelurahan Babakan Pasar, Bogor. Cakupan lokasi studi meliputi empat RW di Kelurahan Baranangsiang, Kecamatan Bogor Timur dan sembilan RW di Kelurahan Babakan Pasar termasuk Pulo Geulis yang merupakan bagian dari wilayah administrasi Kecamatan Bogor Tengah. Pulo Geulis merupakan kawasan permukiman bantaran sungai yang terletak di tengah-tengah percabangan Sungai Ciliwung yang terbagi menjadi dua bagian arus sungai (Gambar 3). Adapun batas-batas administratif lokasi studi antara lain: a. Sebelah utara berbatasan dengan Kebun Raya Bogor (Kelurahan Paledang) b. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Tegalega c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Bondongan d. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Gudang Kebun Raya Bogor (Kelurahan Paledang) Kelurahan Baranangsiang Kelurahan Tegalega Kelurahan Gudang Pulo Geuli Kelurahan Babakan Pasar gun Gambar 3.Administrasi lokasi studi 3.2 Bahan Bahan pengolahan menggunakan Geographic Information System (GIS) berupa hardware (komputer, scanner, printer) dan software pengolahan data spasial (ArcView GIS 3.2) serta software rancang bangun (AutoCAD 2005), Adobe Photoshop, Bryce 5. Sedangkan untuk analisis data spasial menggunakan citra ikonos tahun 2005 dan peta administrasi Kota Bogor tahun 2005.

27 13 Pengambilan data lapang Ground Truth Check menggunakan GPS (Global Positioning System) untuk meregistrasi koordinat posisi suatu tempat atau lokasi, peta jalan dan peta ikonos. Kamera digital untuk merekam situasi dan kondisi di lokasi studi. 3.3 Metode Studi Studi ini dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu: 1. Tahap Persiapan Tahap persiapan terdiri dari penyusunan peta dasar, perumusan kriteria standard dan administrasi dan pengambilan data sekunder dari dinas-dinas terkait dan pemerintahan setempat. 2. Survei Survei dilakukan dengan pengamatan langsung di tapak dan sekeliling tapak untuk mengetahui kondisi eksisting permukiman, infrastruktur, utilitas dan lain-lain. Wawancara dilakukan kepada penduduk setempat dan sebanyak 35 sampel rumah yang mewakili tiap tipe klasifikasi permukiman. Pengambilan sampel rumah dilakukan secara acak (random sampling) sehingga semua memiliki peluang yang sama. Namun apabila terdapat kendala dalam pengambilan sampel rumah yaitu rumah yang sudah ditetapkan sebelumnya sebagai sampel tidak ada penghuninya sehingga sampel rumah digantikan oleh rumah yang letaknya berdekatan. Penentuan jumlah sampel rumah disesuaikan dengan proporsi luasan dari tiap tipe klasifikasi permukiman. Dari hasil wawancara dapat diketahui tipe klasifikasi permukiman, luas rumah, anggota keluarga, sumber air minum, MCK, sistem pembuangan sampah, dan penggunaan karamba. Kuisioner wawancara disajikan pada lampiran. Selain itu dilakukan verifikasi langsung kondisi eksisting tapak untuk mengecek kesesuaian data sekunder yang diperoleh dengan kondisi di lapang. Data yang diperoleh kemudian di transfer ke dalam peta dasar sehingga menghasilkan Peta Eksisting Permukiman, Peta Ruang Terbuka Hijau, Peta Fasilitas, Peta Infrastruktur, dan Peta Utilitas. 3. Analisis Analisis dilakukan untuk mengetahui potensi dan kendala yang ada di tapak baik kondisi biofisik maupun sosial ekonomi dan untuk menentukan kapasitas

28 14 rencana berdasarkan kriteria standar perencanaan. Selain itu dilakukan klasifikasi terhadap permukiman, sistem pembuangan sampah dan saniter. Output yang dihasilkan berupa Peta Analisis meliputi Peta Batas Sempadan Menurut UU, Peta Klasifikasi Permukiman, Peta Sampel Rumah, Peta Saniter, Peta Pembuangan Sampah dan Peta Sistem Pengangkutan Sampah. 4. Sintesis Dilakukan evaluasi terhadap kondisi eksisting permukiman, infrastruktur, utilitas dan lain-lain. Kondisi yang melebihi kapasitas rencana akan dilakukan alternatif pengendalian masalah atau upaya perbaikan. Sedangkan kondisi eksisting yang kurang dari kapasitas rencana akan dilakukan optimalisasi. 5. Pengembangan Rencana Berdasarkan sintesis di atas dilakukan usulan perbaikan atau pengendalian masalah melalui konsep perencanaan dan pengembangan rencana lanskap permukiman. Output yang dihasilkan berupa Block Plan, Rencana Zonasi, Site Plan, Gambar Potongan-Tampak dan Ilustrasi. Tabel 1.Jenis, Bentuk dan Sumber Pengambilan Data dan Informasi Domain Jenis Data Bentuk Data Sumber Fisik Peta administrasi sekunder Bapeda, Dinas Topografi (elevasi) Geologi dan tanah Iklim Hidrologi Kondisi permukiman, infrastruktur, utilitas dan karamba Sosial Komposisi penduduk (jumlah penduduk, mata pencaharian, tingkat pendidikan dan lain-lain) Aktivitas penduduk di tapak sekunder sekunder sekunder sekunder primer,sekunder sekunder primer Bina Marga dan Pengairan Bapeda Bapeda,literatur Bapeda,literatur Bapeda literatur,bpdas Lapang, Bapeda, Dinas Bina Marga dan Pengairan Bappeda Kelurahan Lapang

29 IV. SURVEI DAN ANALISIS Komponen utama bioregion adalah manusia dan alam (Traina, 1995). Bioregion merupakan bentangan alam disertai proses alami dan manusia disertai aktivitas manusia termasuk aktivitas di dalamnya. Sebagaimana dijabarkan dalam bagan alur studi (Gambar 1), proses buatan akibat aktivitas manusia bergantung dan dipengaruhi oleh proses alam. Komponen proses alami merupakan aspek biofisik yang terdiri dari: topografi dan kemiringan, geologi dan tanah, iklim, hidrologi dan lain-lain. Komponen aktivitas manusia merupakan aspek fisik kawasan terbangun yang terdiri dari: permukiman, infrastruktur, fasilitas, utilitas dan lain-lain. Selain itu aspek sosial masyarakat yang tinggal di dalamnya merupakan bagian dari komponen pembentuk bioregion. 4.1 Komponen Proses Alami Topografi dan Kemiringan Secara umum lokasi studi berada pada ketinggian lebih dari 250 meter di atas permukaan laut yaitu pada ketinggian 250 m dpl, m dpl dan 275 m dpl. (Gambar 5). Wilayah Kelurahan Baranangsiang dan Kelurahan Babakan Pasar memiliki topografi yang bervariasi mulai dari datar sampai dengan sangat curam. Hal ini dikarenakan adanya keragaman karakteristik bentang alam sebagai kawasan bantaran sungai. Secara keseluruhan wilayahnya didominasi oleh topografi landai. Bangunan yang didirikan pada lahan dengan kemiringan curam merupakan salah satu kendala (Gambar 4). Jika tebing sungai terkena longsor akan merusak konstruksi bangunan sehingga membahayakan penduduk yang tinggal di sekitarnya. Gambar 4. Bangunan yang didirikan di tebing sungai

30 16 Legenda Gab_jalan.shp Jalan Sungai.shp Kontur shp m dpl Kontur 262,5.shp 262,5 m dpl Kontur 250.shp 250 m dpl N Meters p Gambar 5. Peta topografi di lokasi studi Legenda Landai (0-2%) Curam (25%-40%) Sangat curam (>40%) m Gambar 6. Peta kemiringan/lereng di lokasi studi

31 Geologi dan Tanah Geologi wilayah Bogor merupakan batuan vulkanik kwarter sebagai hasil endapan yang disebut kipas alluvium. Jenis tanah terdiri dari latosol coklat kemerahan kecuali di bantaran Sungai Ciliwung dan anak sungainya yang berjenis tanah aluvial kelabu. Secara umum sebagian besar wilayah Kabupaten Bogor dan Kota Bogor berada pada geomorfologi satuan daerah pedataran kipas alluvial. Aliran sungainya berpola sejajar dengan lembah utama Lapisan batuan vulkanik berada agak dalam dari permukaan tanah dan jauh dari Daerah Aliran Sungai. Tanah di sepanjang sungai berupa tanah alluvial yang peka terhadap erosi dan banjir. Alluvial terjadi karena pencucian tanah oleh air dan penimbunan oleh lumpur secara terus menerus. Endapan permukaan umumnya berupa alluvial yang tersusun oleh tanah, pasir dan kerikil hasil dari pelapukan endapan baik untuk vegetasi. Menurut BPN (1986), lapisan batuan vulkanik ini berada lebih dalam dari permukaan dan yang terdiri dari 3 jenis batuan vulkanik, antara lain: a. Alluvium (kal),dengan sifat: lanel, pasir, kerikil, bongkah batuan batu dan lanau b. Kipas alluvium (kpal), dengan sifat: lanel,pasir, kerikil bongkah, batuan beku dan lanau c. Satuan breksi tupaan (kpbb), dengan sifat: breksi coklat kekuningan, abu-abu kehitaman, komponen batuan beku, polimik berukuran 0,1-1 meter, bentuk menyudut tanggung, dasar tufa pasiran,kurang kompak. Sifat tanah latosol coklat kemerahan adalah memiliki solum tanah sedang sampai dalam, struktur remah sampai gumpal remah, tekstur halus, konsistensi gembur sampai agak teguh,permeabilitas dan drainase sedang sampai agak cepat, kadar fraksi liat agak tinggi sampai tinggi. Jenis tanah ini mempunyai material liat mulai dari tinggi hingga sangat tinggi, menurut Marsh (1991) tanah yang mempunyai material liat tinggi mempunyai batas kekuatan menahan beban struktur 2-4 ton/30 cm. Sifat tanah aluvial kelabu adalah berwarna kelabu sampai coklat, tekstur halus kadang-kadang berkerikil dan berbeda-beda pada tempat tertentu, batas antara lapisan-lapisan tidak tampak jelas, strukturnya remah sampai gumpal di lapisan atas sedangkan lapisan bawah pejal, konsistensinya agak lekat (basah)

32 18 sampai agak teguh (lembab), agak masam, kadar zat organik dan hara tanaman sedang sampai rendah dan cadangan mineralnya rendah Iklim Secara umum Kota Bogor beriklim sejuk, menurut klasifikasi Koppen termasuk tipe iklim Af (tropika basah). Berdasarkan data Bapeda 2005, Kota Bogor memiliki suhu udara rata-rata tahunan mencapai 27 C dengan suhu maksimum 29 C dan suhu minumum 23 C. Perubahan tata guna lahan menyebabkan berkurangnya Ruang Terbuka Hijau di sekitar lokasi studi. Vegetasi berfungsi sebagai pengatur iklim lingkungan, penyuplai oksigen dan penjaga keseimbangan ekologis. Keberadaan vegetasi dapat menurunkan suhu di sekitarnya. Vegetasi menyebabkan sebagian sinar matahari diteruskan, dibelokkan dan dipantulkan oleh tajuk pohon sehingga suhu udara di bawah tajuk akan lebih rendah karena terjadi pengurangan energi matahari. Tabel 2. Temperatur, Kelembaban Relatif Maksimum, Minimum di Kota Bogor Tahun 2004 Temperatur ( C) Kelembaban Relatif (%) Bulan Maksimum Minimum Maksimum Minimum Januari 30,9 22, Februari 30,3 22, Maret 31,8 23, April 32,6 23, Mei 32,4 23, Juni 30,3 22, Juli 31,7 22, Agustus 32,5 21, September 32,5 22, Oktober 33,1 22, Nopember 32 26, Desember 30,7 23, Sumber: Bapeda, Kota Bogor Dalam Angka (2005) Curah hujan di wilayah Kelurahan Baranangsiang dan Kelurahan Babakan Pasar rata-rata mencapai 4680 mm/tahun (Bapeda, 2005) Kecepatan angin ratarata/tahun adalah 2 km/jam dengan arah Timur Laut. Jumlah hari hujan 156 hari.

33 19 Pada bulan-bulan basah yaitu bulan Februari dan Juni, curah hujan sangat tinggi. Kondisi iklim di DAS bagian hulu mempengaruhi kuantitas air yang mengalir ke bagian tengah dan hilir. Jumlah air hujan yang melebihi kapasitas di hulu, maka kelebihan air akan dialirkan ke hilir. Keberadaan lahan terbangun di lokasi studi akan mengurangi kapasitas daerah resapan air seiiring dengan berkurangnya proporsi Ruang Terbuka Hujau. Hal ini mengakibatkan debit pengaliran sungai yang terjadi akan lebih besar daripada kapasitas alur sungai. Pada musim hujan dengan curah hujan yang tinggi disertai pengurangan kapasitas alur sungai akan menimbulkan banjir yang ditunjukkan dengan genangan-genangan air di kawasan tersebut. Tabel 3. Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Per Bulan Bulan Curah Hujan (mm) Hari Hujan (hari) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Rata-rata Sumber: Bapeda, Kota Bogor Dalam Angka (2005) Hidrologi Sungai Ciliwung berasal dari daerah pegunungan yang kemiringannya curam dan gaya tarik alirannya cukup besar, tetapi semakin ke hilir kemiringannya semakin landai. Sungai Ciliwung membelah kota Bogor dari arah Selatan ke Utara. Sungai Ciliwung yang melintasi kota Bogor panjangnya kurang lebih 21,498 km (Bappeda dan Dinas Pengairan, 1995).

34 20 Aliran sungai Ciliwung yang melintasi lokasi studi sepanjang 976 m. Ratarata lebar sungai yaitu 12 m. Sekitar 120 m dari batas Jalan Otista di sebelah utara lokasi studi, aliran sungai Ciliwung terbagi menjadi dua arus bagian membentuk Pulo Geulis. Percabangan sungai terpisah sejauh 530 m. Bentuk alur sungai berkelok pada percabangan arus sungai. Belokan tersebut menyebabkan aliran sungai mejadi lambat. Di beberapa tempat, sungai mengalami penyempitan karena proses alami dan pengaruh aktivitas manusia. Longsoran tanah dari tebing sungai dan endapan lumpur merupakan proses alami yang menyebabkan penyempitan alur sungai. Pengaruh aktivitas manusia dengan adanya bangunan yang berdiri di tebing sungai juga mengakibatkan penyempitan penampang sungai. Penyempitan dan pendangkalan sungai dapat mengakibatkan penurunan kapasitas pengaliran air sungai karena mempersempit bidang pengaliran air. Jika volume air yang mengalir tetap akan tetapi bidang pengaliran semakin sempit maka akan mengakibatkan banjir Kualitas Air Sungai Ciliwung Berdasarkan hasil uji Laboratorum Akademi Kimia Analisis tahun 2006 (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air, 2006) diperoleh beberapa parameter kualitas air sungai yang melebihi standard atau baku mutu yang telah ditetapkan. Berdasarkan SK Gubernur No tahun 1988, konsentrasi yang diperkenankan sebagai sumber baku air minum yaitu angka BOD air Ciliwung tidak boleh melebihi 10 mg/l dan angka COD air Ciliwung tidak boleh melebihi 20 mg/l. Konsentrasi BOD mencapai 1,5 mg/l dan konsentrasi COD mencapai 20,58 mg/l. Konsentrasi COD sudah melebihi batas yang ditentukan karena kondisi sungai sudah tercemar. Zat padat terlarut, zat padat tersuspensi, ph air sungai, kandungan nitrat, klorida, besi dan Fecal Coliform masih berada di bawah ambang baku mutu. Temperatur air sungai mencapai 27,1 0 C melebihi baku mutu yaitu 3 0 C. Kandungan oksigen terlarut sebesar 5,21 mg/l melebihi baku mutu yaitu kurang 3 mg/l. Kandungan amonia sebesar 0,03 mg/l sudah melebihi baku mutu yang ditetapkan yaitu sebesar 0,02 mg/l.

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A34203031 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari. II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Permukiman Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari. Permukiman perlu ditata agar dapat berkelanjutan dan

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Studi

Gambar 2. Lokasi Studi 17 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi Studi Studi ini berlokasi di Kawasan Sungai Kelayan di Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan. Sungai Kelayan terletak di Kecamatan Banjarmasin Selatan (Gambar 2).

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

V. ANALISIS DAN SINTESIS

V. ANALISIS DAN SINTESIS V. ANALISIS DAN SINTESIS 5.1 Analisis 5.1.1 Analisis Fisik 5.1.1.1 Analisis Topografi Wilayah Banjarmasin bagian utara memiliki ketinggian permukaan tanah rata-rata 0,16 m di bawah permukaan air laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan. Aliran permukaan sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas air yang dimilikinya selain

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian. III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI 83 4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI 4.17.1. UMUM Perencanaan garis sempadan Kali Sememi untuk melindungi dan menjaga kelestarian sungai dengan menciptakan Kali Sememi yang bersih

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion

II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion Bioregion merupakan area geografis yang mempunyai karakteristik tanah, daerah aliran sungai (DAS), iklim, tanaman lokal serta hewan, yang unik dan memiliki nilai intrinsik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar Peta Lokasi Tapak

BAB III METODOLOGI. Gambar Peta Lokasi Tapak 12 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi ini dilaksanakan pada wilayah pemakaman Tanah Kusir di jalan Bintaro Raya Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Tapak yang berada di sebelah timur Kali Pesanggrahan

Lebih terperinci

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN SISTEM DRAINASE PERMUKAAN Tujuan pekerjaan drainase permukaan jalan raya adalah : a. Mengalirkan air hujan dari permukaan jalan agar tidak terjadi genangan. b. Mengalirkan air permukaan yang terhambat

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami jenis sungai berdasarkan formasi batuan dan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN II. 1. Umum Ujung Berung Regency merupakan perumahan dengan fasilitas hunian, fasilitas sosial dan umum, area komersil dan taman rekreasi. Proyek pembangunan perumahan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kuin Utara, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kuin adalah wilayah sepanjang daerah aliran Sungai Kuin yang terletak di kota Banjarmasin.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN 4.1 ANALISIS LOKASI TAPAK BAB IV ANALISIS PERANCANGAN Dalam perancangan arsitektur, analisis tapak merupakan tahap penilaian atau evaluasi mulai dari kondisi fisik, kondisi non fisik hingga standart peraturan

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) 1 Pendahuluan Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang banyak dijumpai

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang 62 BAB VII PERENCANAAN 7.1 KONSEP PERENCANAAN 7.1.1 Konsep Dasar Perencanaan Penelitian mengenai perencanaan lanskap pasca bencana Situ Gintung ini didasarkan pada tujuan mengembalikan fungsi situ mendekati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, keadaan dan mahluk termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi kebijakan pelaksanaan pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral dalam pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

19 Oktober Ema Umilia

19 Oktober Ema Umilia 19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta 4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Secara geografis DI. Yogyakarta terletak antara 7º 30' - 8º 15' lintang selatan dan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di kawasan Kampung Setu Babakan-Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa-Kotamadya Jakarta Selatan (Gambar 6), dengan luas kawasan ± 165 ha, meliputi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian di DAS Ciliwung bagian hulu

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian di DAS Ciliwung bagian hulu III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret hingga September 2007 di hulu DAS Ciliwung, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, hulu DAS Ciliwung terletak pada 106º55

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Menurut Rachman (1984) perencanaan lanskap ialah suatu perencanaan yang berpijak kuat pada dasar ilmu lingkungan atau ekologi dan pengetahuan alami yang bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU 1 IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU Putu Aryastana 1) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Warmadewa ABSTRAK Sempadan sungai merupakan suatu kawasan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Perencanaan

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai 4 TINJAUAN PUSTAKA Perencanaan Lanskap Menurut Simond (1983), proses perencanaan adalah suatu alat yang sistematis yang menentukan awal, keadaan yang diharapkan dan cara terbaik untuk mencapai keadaan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA Disampaikan dalam Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) Dosen: PELATIHAN DAN SOSIALISASI PEMBUATAN

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta) BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL Rencana Lanskap Berdasarkan hasil analisis data spasial mengenai karakteristik lanskap pemukiman Kampung Kuin, yang meliputi pola permukiman, arsitektur bangunan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan DIPRESENTASIKAN OLEH : 1. MAGDALENA ERMIYANTI SINAGA (10600125) 2. MARSAHALA R SITUMORANG (10600248) 3. SANTI LESTARI HASIBUAN (10600145) 4. SUSI MARIA TAMPUBOLON

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sepanjang sempadan Sungai Ciliwung, Kota Bogor (Gambar 7). Panjang Sungai Ciliwung yang melewati Kota Bogor sekitar 14,5 km dengan garis

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG Titik Poerwati Leonardus F. Dhari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara 4 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH. Administrasi dan Teknis

KONDISI UMUM WILAYAH. Administrasi dan Teknis 22 KONDISI UMUM WILAYAH Administrasi dan Teknis Kanal Banjir Timur (KBT) memiliki panjang total ± 23,5 km dengan kedalaman di hulu 3 m dan di hilir 7 m. Kanal Banjir Timur melewati 11 kelurahan di Jakarta

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

SOLUSI MENGATASI BANJIR DAN MENURUNNYA PERMUKAAN AIR TANAH PADA KAWASAN PERUMAHAN

SOLUSI MENGATASI BANJIR DAN MENURUNNYA PERMUKAAN AIR TANAH PADA KAWASAN PERUMAHAN SOLUSI MENGATASI BANJIR DAN MENURUNNYA PERMUKAAN AIR TANAH PADA KAWASAN PERUMAHAN Oleh: Rachmat Mulyana P 062030031 E-mail : rachmatm2003@yahoo.com Abstrak Banjir dan menurunnya permukaan air tanah banyak

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi.

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi. MINGGU 3 Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 1 Sub Pokok Bahasan : a. Pengertian ekosistem b. Karakteristik ekosistem c. Klasifikasi ekosistem Pengertian Ekosistem Istilah ekosistem merupakan kependekan dari

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisa Hidrologi Analisis hidrologi merupakan salah satu bagian dari keseluruhan rangkaian dalam perencanaan bangunan air seperti sistem drainase, tanggul penahan banjir dan

Lebih terperinci

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA 1 OLEH : Kelompok V Muslim Rozaki (A 231 10 034) Melsian (A 231 10 090) Ni Luh Ari Yani (A 231 10 112) Rinanda Mutiaratih (A 231 11 006) Ismi Fisahri Ramadhani (A 231

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 1. Tata Guna Lahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 1. Komponen tanah yang baik yang dibutuhkan tanaman adalah.... bahan mineral, air, dan udara bahan mineral dan bahan organik

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifatsifatnya dan hubungan

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD AYUNG

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD AYUNG 17 IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD AYUNG Putu Aryastana 1) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Warmadewa ABSTRAK Sempadan sungai meliputi ruang atau daerah yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto WALIKOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan perlu didukung data dan informasi lingkungan hidup yang akurat, lengkap dan berkesinambungan. Informasi

Lebih terperinci

Repository.Unimus.ac.id

Repository.Unimus.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya air merupakan kemampuan kapasitas potensi air yang dapat dimanfaatkan semua makhluk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk manusia dalam menunjang berbagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 11 BAB BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Studi Studi mengenai perencanaan lanskap pasca bencana ini dilakukan di kawasan Situ Gintung dengan luas areal 305,7 ha, yang terletak di Kecamatan Ciputat

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG MUTIARA SANI A

PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG MUTIARA SANI A PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG MUTIARA SANI A34203015 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERENCANAAN

Lebih terperinci

Gambar 1 Lokasi penelitian.

Gambar 1 Lokasi penelitian. 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Perencanaan tapak ini dilaksanakan di KHDTK Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2012. Gambar

Lebih terperinci