ANALISIS DAYASAING KOMODITAS DAGING AYAM RAS INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL. Oleh : IRMA KURNIASARI A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DAYASAING KOMODITAS DAGING AYAM RAS INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL. Oleh : IRMA KURNIASARI A"

Transkripsi

1 ANALISIS DAYASAING KOMODITAS DAGING AYAM RAS INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Oleh : IRMA KURNIASARI A PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN IRMA KURNIASARI. Analisis Dayasaing Komoditas Daging Ayam Ras Indonesia di Pasar Internasional. LUKMAN MOHAMMAD BAGA. Dalam rangka memasuki era perdagangan bebas pada tahun 2003 di kawasan AFTA dan tahun 2010 di kawasan APEC yang ditandai dengan persaingan yang semakin ketat di pasar global, maka pembangunan sektor pertanian di Indonesia harus semakin ditingkatkan peranannya. Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memberikan kontribusi cukup besar bagi peningkatan PDB sektor pertanian dan PDB Indonesia. Salah satu komoditas peternakan yang mendapatkan porsi untuk dikembangkan adalah ayam ras pedaging. Melihat besarnya populasi ayam ras pedaging di Indonesia dan didukung dengan keunggulan yang dimiliki seperti karakteristik produk yang mudah diterima masyarakat serta waktu pembudidayaan yang relatif singkat menjadikan ayam ras pedaging sebagai komoditas yang berpotensi besar untuk dikembangkan, baik untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri maupun sebagai komoditas ekspor. Namun sangat disayangkan sebagai komoditas yang berpotensi besar untuk ekspor, komoditas daging ayam ras Indonesia masih memiliki dayasaing yang lemah dibandingkan dengan produk impor. Peningkatan dayasaing komoditas daging ayam ras masih terkendala oleh sejumlah persoalan seperti pemberdayaan sumberdaya alam sebagai penyedia kebutuhan input produksi belum optimal sehingga ketergantungan terhadap produk impor masih besar, belum terintegrasinya agribisnis ayam ras pedaging, dan kualitas peternak yang secara umum masih rendah. Selain itu ancaman virus AI dan masuknya CLQ asal Amerika Serikat juga menghambat peningkatan dayasaing komoditas ini. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah (1) Menganalisis struktur pasar komoditas daging ayam ras di pasar internasional, (2) Menganalisis keunggulan komparatif komoditas daging ayam ras Indonesia, (3) Menganalisis keunggulan kompetitif komoditas daging ayam ras Indonesia, (4) Merumuskan strategi yang tepat untuk meningkatkan dayasaing komoditas daging ayam ras Indonesia di pasar internasional. Penelitian ini meliputi lingkup makro yaitu perdagangan komoditas daging ayam ras nasional dan internasional. Alat analisis yang digunakan meliputi Herfindahl Index (HI) dan Concentration Ratio (CR), Revealed Comparative Advantage (RCA), analisis Berlian Porter, dan analisis SWOT. Struktur pasar komoditas daging ayam utuh dalam bentuk segar dan beku berbentuk pasar oligopoli mengarah ke monopoli karena HI nya bernilai 0,67 (mendekati satu) dan nilai CR4 sebesar 95,55 persen, sedangkan struktur pasar untuk komoditas daging ayam potongan dan jeroan dalam bentuk segar dan beku juga berbentuk oligopoli yang mengarah ke monopoli namun dengan persaingan yang lebih merata diantara produsen utamanya, karena HI nya bernilai 0,46 (mendekati nol) dan nilai CR4 sebesar 93,32 persen. Lima negara terbesar yang memonopoli perdagangan daging ayam ras pedaging dunia adalah Brazil, Amerika Serikat, China, Argentina, dan Inggris. Komoditas daging ayam ras

3 Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif terhadap komoditas daging ayam ras di pasar internasional karena nilai RCA Indonesia selalu berada di bawah satu selama periode Agribisnis ayam ras pedaging nasional memiliki keunggulan kompetitif yang dapat terlihat dari adanya berbagai kekuatan yang dimiliki agribisnis ini, seperti faktor sumberdaya alam yang melimpah dan belum sepenuhnya termanfaatkan, ketersediaan dan aksesibilitas sumber-sumber IPTEK yang cukup memadai, biaya tenaga kerja yang kompetitif, serta peran dan kebijakan pemerintah yang sangat mendukung pengembangan agribisnis ini. Namun demikian peningkatan dayasaing komoditas daging ayam ras Indonesia masih terkendala oleh sejumlah persoalan seperti pemberdayaan sumberdaya alam sebagai penyedia kebutuhan input produksi belum optimal sehingga ketergantungan terhadap produk impor masih besar, belum terintegrasinya agribisnis ayam ras pedaging, dan kualitas peternak yang secara umum masih rendah. Strategi yang berguna bagi peningkatan dayasaing komoditas daging ayam ras Indonesia di pasar internasional diarahkan kepada seluruh subsistem yang tergabung dalam agribisnis ayam ras pedaging. Hal ini dikarenakan peningkatan dayasaing harus dilakukan secara menyeluruh dan tidak bisa secara parsial Meskipun secara umum struktur pasar komoditas daging ayam ras telah dikuasai oleh lima produsen utama di dunia, namun tidak tertutup kemungkinan bagi Indonesia untuk ikut bersaing di pasar global melalui pemanfaatan sumberdaya domestik sehingga tercipta efisiensi usaha. Selain dalam bentuk segar dan beku, produk olahan daging ayam seperti ayam masak juga perlu ditingkatkan pengembangannya karena selain dapat lebih mudah diterima di pasar luar negeri, juga akan memberikan nilai tambah yang cukup besar bagi industri di dalam negeri. Dalam memanfaatkan adanya keunggulan kompetitif, maka perlu dilakukan beberapa langkah yang mendukung peningkatan dayasaing komoditas daging ayam ras Indonesia seperti meningkatkan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas ekspor, meningkatan kinerja segitiga peternakan yaitu breeding, feeding, dan manajemen ditunjang dengan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia, pembentukan dewan ayam yang kuat yang mampu mewadahi seluruh industri yang berada dalam agribisnis ayam ras pedaging sehingga dapat mengakomodasi segala kelebihan dan kelemahan yang dimiliki untuk menghadapi persaingan dan ancaman yang ada.

4 ANALISIS DAYASAING KOMODITAS DAGING AYAM RAS INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Oleh : IRMA KURNIASARI A Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 Judul Nama : Analisis Dayasaing Komoditas Daging Ayam Ras Indonesia di Pasar Internasional : Irma Kurniasari NRP : A Program Studi : Ekstensi Manajemen Agribisnis Menyetujui, Dosen Pembimbing Skripsi Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec. NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP Tanggal Kelulusan :

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS DAYASAING KOMODITAS DAGING AYAM RAS INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL ADALAH BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Mei 2008 IRMA KURNIASARI A

7 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta, 22 Januari 1984 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Sumitro dan Ibu Indarsih. Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Sarua IV, Pamulang pada tahun Pendidikan tingkat menengah pertama dapat diselesaikan pada tahun 1999 di SLTP Negeri II Pamulang, selanjutnya pendidikan tingkat atas dapat penulis selesaikan pada tahun 2002 di SMU Negeri I Pamulang. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Diploma III, Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun Pada tahun 2006 penulis melanjutkan studi alih jenjang Sarjana dan diterima pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

8 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirrabbil alamin Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan karunia-nya kepada penulis sehingga skripsi yang berjudul Analisis Dayasaing Komoditas Daging Ayam Ras Indonesia di Pasar Internasional ini dapat selesai tepat pada waktunya. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan kita semua. Skripsi ini merupakan hasil kajian penulis terhadap struktur pasar komoditas daging ayam ras di pasar internasional, keunggulan komparatif, dan keunggulan kompetitif komoditas daging ayam ras Indonesia. Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat dikerjakan oleh penulis. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini baik dari segi format penulisan, isi, maupun kedalaman kajian. Untuk itu saran, kritik, dan masukan dalam perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Amin. Bogor, Mei 2008 Penulis

9 UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahi rabbil alamin Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang direncanakan. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, kerjasama, dan dukungan berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada: 1. Papa dan Mama tercinta atas perjuangan dan doa yang tiada henti. 2. Bapak Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec., sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah degan sabar memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. 3. Bapak Muhammad Firdaus, PhD, selaku dosen penguji utama yang telah banyak memberikan masukan dan saran bagi kesempurnaan skripsi. 4. Ibu Tintin Sarianti, SP, selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan kritik dan masukan pada penulisan skripsi. 5. Ir. Popong Nurhayati, MM, selaku dosen evaluator pada kolokium yang telah memberikan masukan dan arahan dalam proposal penelitian. 6. Sandy Prasetyo, yang telah bersedia menjadi pembahas seminar. 7. Keluarga besarku tercinta (keluarga Jakarta, Semarang, dan Tegal) atas doa dan dukungannya yang sangat berarti. 8. Seluruh Dosen, Staf, dan Pengurus Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis atas bantuannya dalam memberikan informasi serta fasilitas studi.

10 9. Staf dan karyawan Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. 10. Staf dan karyawan Dinas Peternakan Kabupaten Bandung, Jawa Barat. 11. Bapak Gamma sebagai pimpinan Poultry Shop Pilar Farm, Bandung yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan wawancara. 12. Bapak drh. Carwan, selaku staf PT. Sanbe Farma yang telah bersedia memberikan informasi yang sangat dibutuhkan dalam penelitian ini. 13. Para peternak ayam ras pedaging di Bandung dan Subang, yang telah bersedia dan dengan sabar menjadi narasumber penulis. 14. Teman seperjuanganku Denny, Utari, dan Lisma yang senantiasa bersama menjalani indahnya masa penelitian. 15. Rekan-rekan Diploma III MAB dan Ekstensi MAB atas persahabatan yang indah. 16. M-15 girls atas kebersamaan dan persaudaraan yang sangat berarti. Semoga amal baik Bapak/Ibu dan rekan-rekan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin. Bogor, Mei 2008 Irma Kurniasari A

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... i DAFTAR GAMBAR... ii DAFTAR LAMPIRAN... iii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Umum Ayam Ras Pedaging Kandungan Gizi Daging Ayam Ras Perkembangan Agribisnis Ayam Ras Pedaging di Indonesia Jenis Usaha Agribisnis Ayam Ras Pedaging di Indonesia Tinjauan Studi Terdahulu Studi Tentang Ayam Ras Pedaging Studi Tentang Dayasaing III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Perdagangan Internasional Struktur Pasar Konsep Dayasaing Analisis SWOT untuk Perumusan Strategi dan Kebijakan Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Herfindahl Index (HI) dan Concentration Ratio (CR) Analisis Balassa s Revealed Comparative Advantage Index (RCA) Analisis Berlian Porter Analisis SWOT V. GAMBARAN UMUM AYAM RAS PEDAGING INDONESIA DAN DUNIA 5.1. Populasi Ayam Ras Pedaging Populasi Ayam Ras Pedaging Indonesia Populasi Ayam Ras Pedaging Dunia... 62

12 5.2. Produksi dan Produktivitas Ayam Ras Pedaging Produksi dan Produktivitas Ayam Ras Pedaging Indonesia Produksi dan Produktivitas Ayam Ras Pedaging Dunia Tingkat Konsumsi Komoditas Daging Ayam Ras di Indonesia dan Dunia Harga Komoditas Daging Ayam Ras Harga Komoditas Daging Ayam Ras Indonesia Harga Komoditas Daging Ayam Ras Dunia Ekspor Komoditas Daging Ayam Ras Indonesia Komoditas Ayam yang Diekspor Kualitas Karkas yang Diekspor Negara Tujuan Ekspor Komoditas Daging Ayam Ras Indonesia Impor Komoditas Daging Ayam Ras Indonesia Komoditas Ayam yang Diimpor Negara Pengekspor Komoditas Daging Ayam Ras untuk Indonesia Ekspor Komoditas Daging Ayam Ras Dunia Impor Komoditas Daging Ayam Ras Dunia Kelembagaan Agribisnis Ayam Ras Pedaging Indonesia Kelembagaan Ayam Ras Pedaging Internasional VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Struktur Pasar Komoditas Daging Ayam Ras di Pasar Internasional Analisis Keunggulan Komparatif Komoditas Daging Ayam Ras Indonesia Analisis Keunggulan Kompetitif Komoditas Daging Ayam Ras Indonesia Kondisi Faktor Sumberdaya Kondisi Permintaan Industri Terkait dan Industri Pendukung Persaingan, Struktur, dan Strategi Bersaing Komoditas Daging Ayam Ras Nasional Peran Pemerintah Peran Kesempatan Analisis SWOT untuk Perumusan Strategi dan Kebijakan Analisis Faktor Internal dan Eksternal Agribisnis Ayam Ras Pedaging Indonesia Perumusan Strategi Peningkatan Dayasaing Komoditas Daging Ayam Ras Indonesia VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kontribusi Sub Sektor Peternakan Terhadap PDB Sektor Pertanian dan PDB Indonesia Triwulan II dan III Tahun Populasi Ternak Unggas di Indonesia Tahun Neraca Ekspor-Impor Komoditas Daging Ayam Ras Indonesia Tahun Produksi Day Old Chik (DOC) Beberapa Negara FAPP Tahun Kandungan Gizi Daging Ayam Ras Jumlah Perusahaan Ayam Ras Pedaging di Indonesia Menurut Kegiatan Utama Tahun Jumlah Perusahaan Peternakan Unggas Menurut Badan Hukum/Usaha Tahun Data Populasi Unggas Indonesia Tahun Data Produksi Daging Unggas Indonesia Tahun Perkembangan Genetika Ayam Ras Pedaging Data Produktivitas Unggas Indonesia Tahun Negara Produsen Utama Komoditas Daging Ayam Ras Dunia Harga Jual Komoditas Daging Ayam Ras Tingkat Produsen di Indonesia Harga Produk Ayam di Berbagai Negara Nilai dan Volume Ekspor Komoditas Daging Ayam Ras Indonesia Tahun Negara Tujuan Ekspor Komoditas Daging Ayam Ras Indonesia Tahun Nilai dan Volume Impor Komoditas Daging Ayam Ras Indonesia Tahun Negara Pengekspor Komoditas Daging Ayam Ras untuk Indonesia Negara Importir Utama Komoditas Daging Ayam Ras Dunia Hasil Analisis Herfindahl Index (HI) dan Concentartion Ratio (CR) Negara Pengekspor Komoditas Daging Ayam Ras Tahun Data Perkembangan Impor DOC GPS dan DOC PS Tahun Kebutuhan Bahan Baku Pakan Unggas Indonesia Tahun Data Impor Jagung Indonesia Tahun Data Impor Bungkil Kedelai Indonesia Tahun Data Impor Meat Bone Meal (MBM) Indonesia Tahun Data Impor Tepung Ikan Indonesia Tahun Laju Average Daily Gain (ADG) dan Feed Convertion Ratio (FCR) Matriks SWOT Agribisnis Ayam Ras Pedaging Indonesia Program Peningkatan Dayasaing Komoditas Daging Ayam Ras Indonesia

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. The Complete System of National Competitive Advantage Kerangka Pemikiran Operasional Matriks SWOT Alur Tataniaga Perdagangan Komoditas Daging Ayam Ras di Indonesia

15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Data Populasi Ayam Ras Pedaging Indonesia Menurut Propinsi Tahun Data Produksi Komoditas Daging Ayam Ras Indonesia Menurut Propinsi Tahun Strain Ayam Ras Pedaging Yang Beredar Atau Pernah Beredar di Indonesia dan Perusahaan Pembibitannya Harga Jual Komoditas Daging Ayam Ras di Tingkat Produsen pada Negara Produsen Utama Tahun Nilai dan Volume Ekspor Komoditas Daging Ayam Utuh Segar dan Beku Beberapa Negara Produsen Utama pada Tahun Nilai dan Volume Ekspor Komoditas Daging Ayam Potongan dan Jeroan Segar dan Beku Beberapa Negara Produsen Utama pada Tahun Nilai Total Ekspor Negara Produsen Utama Penghasil Komoditas Daging Ayam Ras Dunia Tahun Nilai Pangsa Pasar (S) Negara Produsen Utama Komoditas Daging Ayam Utuh Segar dan Beku Tahun Nilai Pangsa Pasar (S) Negara Produsen Utama Komoditas Daging Ayam Potongan dan Jeroan Segar dan Beku Tahun Nilai Herfindahl Index (HI) dan Conentration Ratio (CR) Negara Produsen Utama Komoditas Daging Ayam Utuh Segar dan Beku Tahun Nilai Herfindahl Index (HI) dan Conentration Ratio (CR) Negara Produsen Utama Komoditas Daging Ayam Potongan dan Jeroan Segar dan Beku Tahun Nilai RCA Komoditas Daging Ayam Utuh Segar dan Beku Beberapa Negara Produsen Utama pada Tahun Nilai RCA Komoditas Daging Ayam Potongan dan Jeroan Segar dan Beku Beberapa Negara Produsen Utama pada Tahun Alur Impor Bibit Ayam Analisis Usahatani Pemeliharaan Ayam Ras Pedaging Mandiri Analisis Usahatani Pemeliharaan Ayam Ras Pedaging Inti-Plasma Analisis Usahatani Pemeliharaan Ayam Ras Pedaging Poultry Shop 190

16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka memasuki era perdagangan bebas pada tahun 2003 di kawasan ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan tahun 2010 di kawasan Asia- Pacific Economic Cooperation (APEC) yang ditandai dengan persaingan yang semakin ketat di pasar global, maka pembangunan sektor pertanian di Indonesia harus semakin ditingkatkan peranannya. Hal ini dikarenakan pembangunan pertanian telah memberikan sumbangan besar dalam pembangunan nasional baik sumbangan langsung seperti dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, perolehan devisa melalui ekspor dan penekanan inflasi maupun sumbangan tidak langsung melalui penciptaan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan hubungan sinergis dengan sektor lain Salah satu agenda penting pembangunan ekonomi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang terkait dengan pembangunan pertanian adalah revitalisasi pertanian yang antara lain diarahkan untuk meningkatkan ketersediaan pangan asal ternak, meningkatkan nilai tambah dan dayasaing produk pertanian, serta meningkatkan produksi dan ekspor komoditas pertanian. 30 Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memberikan kontribusi cukup besar bagi peningkatan PDB sektor pertanian dan PDB Indonesia, sehingga dapat dikatakan bahwa peternakan 1 Anonim Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) Bab III. Hlm 1. Diakses pada tanggal 23 Desember 2007.

17 merupakan salah satu motor penggerak tumbuhnya perekonomian Indonesia. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kontribusi Sub Sektor Peternakan Terhadap PDB Sektor Pertanian dan PDB Indonesia Triwulan II dan III Tahun Lapangan Usaha Kontribusi Terhadap PDB Sektor Pertanian (%) Triwulan Triwulan II III Kontribusi Terhadap PDB Indonesia (%) Triwulan Triwulan II III 1. Pertanian 13,16 13,81 a. Tanaman Bahan Makanan 50,33 45,46 6,62 6,28 b. Tanaman Perkebunan 16,22 21,37 2,13 2,95 c. Peternakan dan hasilnya 10,90 10,76 1,43 1,49 d. Kehutanan 6,86 6,30 0,90 0,87 e. Perikanan 15,70 16,12 2,06 2,23 2. Non Pertanian ,84 86,19 Produk Domestik Bruto 100,00 100,00 100,00 100,00 Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 1 diketahui bahwa PDB sektor peternakan relatif stabil dan cenderung meningkat. Pada tahun 2006 sub sektor peternakan mampu menyumbang sebesar 1,4 persen terhadap total PDB Indonesia atau sekitar 10 persen dari total PDB sektor pertanian. Salah satu komoditas peternakan yang mendapatkan porsi untuk dikembangkan karena merupakan pendorong utama penyediaan protein hewani nasional adalah ayam ras pedaging atau yang dikenal dengan sebutan ayam broiler. Prospek pasar dan pengembangan agribisnis ayam ras pedaging di Indonesia baik pada subsistem hulu, subsistem budidaya, maupun subsistem hilir sangat terbuka lebar. Perkembangan populasi ayam ras pedaging di Indonesia dalam tiga dasawarsa terakhir senantiasa mengalami peningkatan, meskipun pada tahun saat terjadinya krisis ekonomi populasi ayam sempat mengalami 31 Badan Pusat Statistik dalam Pusat Data dan Informasi Pertanian. Buletin PDB Sektor Pertanian Volume 5, Nomor 6. Diakses pada tanggal 23 Desember 2007.

18 guncangan cukup besar yang mengakibatkan populasi ayam mengalami penurunan hingga 50 persen. Pada awal tahun 2000 usaha ternak ayam ras pedaging mulai bangkit kembali karena kondisi perekonomian beranjak stabil. Pengusahaan ternak ayam ras pedaging hingga tahun 2007 tercatat memiliki jumlah populasi ternak terbanyak dibandingkan dengan jenis ternak unggas lainnya. Data populasi ternak unggas di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Populasi Ternak Unggas di Indonesia Tahun Jenis Unggas (Ekor) Tahun Ayam Ras Ayam Ras Pedaging Petelur Ayam Buras Itik * Total Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, 2007 Keterangan : [*] Angka Sementara Dari Tabel 2 terlihat bahwa populasi unggas terbesar ditempati oleh ayam ras pedaging dengan perkembangan populasi yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Pada akhir tahun 2003 hingga tahun 2004 populasi ayam ras pedaging kembali mengalami penurunan, hal ini dikarenakan terjadinya serangan wabah virus flu burung atau yang dikenal dengan virus Avian Influenza (AI) yang banyak menyerang ternak unggas di Indonesia. Adanya kasus flu burung tersebut

19 mengakibatkan penjualan unggas termasuk ayam ras pedaging anjlok sebesar persen dari kondisi normal. 32 Pada tahun 2006 diketahui bahwa angka kebutuhan nasional terhadap komoditas daging ayam ras sebesar 3,3 kg per kapita per tahun. Sementara itu permintaan terhadap total daging unggas hanya sebesar 4,6 kg per kapita per tahun, dengan demikian protein hewani untuk daging unggas yang berasal dari daging ayam ras mencapai 71,7 persen atau sebesar 56 persen dari total konsumsi daging Indonesia. Meskipun persentasenya cukup besar, namun jika dibandingkan dengan negara lain konsumsi daging ayam rakyat Indonesia terbilang sangat kurang. Malaysia yang hanya berpenduduk 26 juta jiwa angka konsumsi daging ayamnya mencapai 38,5 kilogram per kapita per tahun. Philipina dengan pendapatan per kapita yang lebih rendah dan jumlah penduduk muslim yang jauh lebih sedikit daripada Indonesia telah mencapai angka konsumsi daging ayam per kapita per tahun sebesar 8,5 kg, begitu juga Thailand yang mampu mencapai 14 kg per kapita per tahun (FAO, dalam World Poultry, 2007). Melihat besarnya populasi ayam ras pedaging di Indonesia dan didukung dengan keunggulan yang dimiliki komoditas ini seperti karakteristik produk yang mudah diterima masyarakat serta waktu pembudidayaan yang relatif singkat menjadikan ayam ras pedaging sebagai komoditas yang berpotensi besar untuk dikembangkan, baik untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri maupun sebagai komoditas ekspor. Namun sangat disayangkan sebagai komoditas yang berpotensi besar untuk ekspor, komoditas daging ayam ras Indonesia masih memiliki dayasaing yang lemah dibandingkan dengan produk impor. Perkembangan nilai 32 Hartono Pengusaha Daging Ayam Masih Optimis dalam Ariyani dan Raswa. Diakses pada tanggal 23 Desember 2007.

20 dan volume ekspor komoditas daging ayam ras Indonesia berbanding terbalik dengan nilai dan volume impornya. Sejak tahun 2002 hingga tahun 2003, nilai dan volume ekspor komoditas daging ayam ras Indonesia lebih besar dibandingkan volume dan nilai impornya. Namun memasuki tahun 2004 hingga tahun 2007 keadaan yang terjadi adalah sebaliknya dimana nilai dan volume impor komoditas daging ayam ras Indonesia jauh lebih besar dibandingkan nilai dan volume ekspornya. Faktor utama penyebab terjadinya penurunan nilai dan volume ekspor komoditas daging ayam ras Indonesia adalah karena adanya serangan virus AI yang mulai melanda Indonesia sejak akhir tahun 2003, akibatnya banyak negara tujuan ekspor yang menolak komoditas daging ayam ras Indonesia untuk masuk ke negaranya. Jepang sebagai salah satu negara tujuan utama ekspor telah memberlakukan adanya larangan impor ayam dari Indonesia karena alasan kesehatan dan keamanan pangan. Hal ini menyebabkan nilai ekspor ayam Indonesia turun sebesar lima juta dollar AS. 33 Neraca ekspor-impor komoditas daging ayam ras Indonesia tahun dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Neraca Ekspor-Impor Komoditas Daging Ayam Ras Indonesia Tahun Tahun Ekspor Komoditas Daging Ayam Ras Impor Komoditas Daging Ayam Ras Nilai (USD) Volume (Kg) Nilai (USD) Volume (Kg) Sumber : UN Comtrade Database, Thomas Pengusaha Daging Ayam Masih Optimis dalam Ariyani dan Raswa. Diakses pada tanggal 23 Desember 2007.

21 Besarnya potensi yang dimiliki komoditas daging ayam ras Indonesia tidak diimbangi dengan tingginya dayasaing komoditas tersebut khususnya untuk pasar internasional. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka komoditas daging ayam ras Indonesia penting untuk dianalisis dari segi dayasaingnya dalam menghadapi tingkat persaingan di pasar internasional Perumusan Masalah Globalisasi yang ditandai dengan semakin bebasnya perdagangan antarnegara merupakan tantangan tersendiri bagi agribisnis ayam ras pedaging di Indonesia. Sebagai negara yang memiliki industri ayam ras pedaging cukup besar yang ditandai dengan besarnya jumlah populasi, produksi, dan tingkat konsumsi dibandingkan ternak unggas lainnya yang termasuk dalam industri unggas nasional (ayam ras petelur, ayam buras, dan itik), Indonesia seharusnya memiliki peluang sebagai produsen dan eksportir utama komoditas daging ayam ras pedaging baik untuk kawasan regional maupun kawasan global terutama untuk negara-negara di kawasan Asia dan Timur Tengah. Jika dibandingkan dengan beberapa negara lainnya yang tergabung dalam Federasi ASEAN Poultry Producers atau Federasi Produsen Perunggasan ASEAN (FAPP), selama tiga tahun berturut-turut yaitu dari tahun 2004 hingga tahun 2006 populasi ayam ras pedaging Indonesia selalu menempati urutan pertama dengan jumlah produksi Day Old Chik (DOC) terbesar yaitu mencapai 38 persen. Data produksi Day Old Chik (DOC) beberapa negara FAPP tahun dapat dilihat pada Tabel 4.

22 Tabel 4. Produksi Day Old Chik (DOC) Beberapa Negara FAPP Tahun Negara Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006 Ribu Ekor % Ribu Ekor % Ribu Ekor % Indonesia Thailand Malaysia Philipina* Vietnam* Total Sumber : FAO, 2006 (dalam World Poultry, 2007) Keterangan : [*] Angka perkiraan Sebagai negara yang berpotensi besar menjadi pengekspor komoditas daging ayam ras baik untuk kawasan regional maupun global nilai dan volume ekspor Indonesia justru selalu mengalami penurunan dan menunjukkan neraca perdagangan yang senantiasa defisit. Berdasarkan data Departemen Pertanian diketahui bahwa pada tahun 2006 ekspor komoditas daging ayam ras Indonesia mengalami defisit sekitar 3,3 juta kilogram atau senilai 4,4 juta USD. Besarnya nilai defisit tersebut menunjukkan bahwa ayam ras pedaging Indonesia masih memiliki dayasaing yang lemah dibandingkan dengan produk impor. Bisnis perunggasan bersifat fluktuatif dan sangat rentan terhadap berbagai persoalan. Pada masa sekarang ini pembangunan industri perunggasan tengah menghadapi tantangan persaingan global yang mencakup kesiapan dayasaing produk perunggasan serta masalah wabah AI. Kesiapan dayasaing produk dapat diperoleh apabila pembangunan integrasi secara simultan dan menyeluruh terhadap semua sektor pendukung industri tersebut mulai dari subsistem hulu, subsistem budidaya, subsistem hilir, hingga subsistem penunjangnya telah dapat terlaksana dengan baik. Salah satunya ialah melalui penerapan Supply Chain Management (SCM) atau manajemen rantai pasokan.

23 Saat ini Indonesia belum menjadi produsen hasil peternakan ayam yang mampu bersaing di pasar global, hal ini dikarenakan penerapan SCM pada agribisnis perunggasan khususnya ayam ras pedaging belum terlaksana dengan baik. Kondisi yang terjadi saat ini pada agribisnis ayam ras pedaging Indonesia adalah antara setiap subsistem yang terlibat pada umumnya masih tersekat-sekat sehingga sulit untuk bersaing di pasar bebas. Hal tersebut dapat dilihat dari terpisahnya operasional antara subsistem hulu sampai dengan subsistem hilir yang disebabkan oleh subsistem budidaya peternakan ayam banyak diperankan oleh peternak rakyat dalam skala produksi kecil dengan teknologi sederhana dan modal yang sangat terbatas sehingga tidak memiliki posisi tawar yang kuat. 34 Dampak lain dari belum diterapkannya SCM secara menyeluruh pada agribisnis ayam ras pedaging sehingga produk ayam dalam negeri kalah bersaing di pasar internasional adalah subsistem hulu sebagai penyedia input bibit Day Old Chik (DOC) bersifat musiman sehingga bila harga DOC diduga naik maka pasokan produksi DOC meningkat, kemudian dengan meningkatnya produksi tersebut maka harga DOC di dalam negeri akan turun demikian seterusnya (PI, 2001 dalam Suryani, 2006). Selain itu petani penyedia pakan (jagung dan bungkil kedelai) tidak mampu memasok dalam jumlah dan kualitas yang memadai sehingga peternak masih sangat tergantung dari input impor, padahal pakan merupakan komponen tertinggi dalam komposisi biaya produksi industri perunggasan yaitu berkisar antara persen sehingga ketersediaan pakan yang berkualitas dan dalam jumlah yang memadai merupakan faktor yang sangat menentukan apakah usaha perunggasan dapat bersaing atau tidak. Selain 34 Arief Daryanto Peningkatan Nilai Tambah Industri Perunggasan Melalui Supply Chain Management. Diakses pada tanggal 23 Desember 2007.

24 penerapan SCM yang belum terlaksana dengan baik, penerapan biosekuriti dan Good Farming Practice (budidaya, lalu-lintas ayam, penampungan dan pemotongan) dalam rangka restrukturisasi agribisnis ayam ras pedaging juga masih terabaikan. 35 Persoalan lain yang tengah dihadapi industri perunggasan di Indonesia adalah mencuatnya isu impor Chicken Leg Quarter (CLQ) yaitu paha ayam impor asal Amerika Serikat dan Meat Bone Meal (MBM) yaitu bahan baku pakan ternak dalam bentuk tepung tulang dan tepung daging. Masuknya CLQ ke Indonesia merupakan persaingan yang tidak adil dalam perdagangan bebas, karena di Amerika Serikat CLQ merupakan produk sampingan yang kebanyakan digunakan untuk bahan pembuatan pakan karena tidak begitu laku dijual kepada konsumen manusia, hal ini disebabkan adanya kekhawatiran akan tidak amannya produk ini untuk kesehatan. Paha ayam biasanya menjadi lokasi penyuntikan antibiotika, sehingga di CLQ itulah biasanya residu antibiotika mengumpul. Hal tersebut menyebabkan harga CLQ menjadi sangat rendah dibandingkan dengan harga komponen ayam lainnya. 36 Berbeda dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Philipina, Malaysia dan Thailand yang dengan terang-terangan menolak impor CLQ dengan alasan merugikan peternak nasional. Jepang juga menolak dengan alasan kurang higienis karena kadar kolesterol paha ayam yang cukup tinggi. 37 Di Indonesia CLQ justru merupakan produk utama yang tidak berbeda dengan komponen ayam lainnya namun harganya setengah dari harga rata-rata per kilogram daging ayam. Penurunan produksi domestik akan menjadi ancaman yang serius bagi pemerintah 35 Djajadi Gunawan Menyikapi Harapan Lebih Baik pada Infovet Edisi Arief Daryanto Terkait Impor Paha Ayam, Pemerintah Diminta Hati-hati Tentukan Kebijakan dalam NM. Diakses pada tanggal 23 Desember Loc.cit

25 apabila izin masuknya CLQ ke Indonesia masih terus diberlakukan. 38 Selain itu monopoli impor MBM dari Amerika Serikat oleh satu perusahaan saja menyebabkan harga MBM di dalam negeri menjadi sangat mahal, hal ini akan sangat merugikan peternak kecil. 39 Walaupun WTO telah mengatur perdagangan komoditas pertanian yang tertuang didalam Agreement on Agriculture (AoA) dimana dapat dikatakan semua hambatan perdagangan hampir tidak ada, namun banyak negara maju (seperti Jepang, Malaysia, Singapura dan lain-lain) yang telah menerapkan berbagai persyaratan yang sangat memberatkan bagi negara eksportir yang pada umumnya negara berkembang. Jepang misalnya, merupakan potensi ekspor yang cukup besar untuk komoditas daging ayam Indonesia. Namun negara tersebut telah menerapkan peraturan impor ke negaranya dengan sangat ketat, seperti pemeriksaan keamanan pangan dan bukti sertifikasi kesehatan hewan. Hal ini ditujukan untuk menghindari masuk dan berjangkitnya wabah penyakit ternak dan melindungi konsumennya dari berbagai penyakit yang dapat mematikan. Adanya wabah AI yang menyerang Indonesia membuat konsumen luar negeri semakin membatasi impor ayamnya dari Indonesia, ini menyebabkan dayasaing produk ayam Indonesia di pasar internasional semakin lemah. Peningkatan dayasaing industri perunggasan sudah seharusnya dilakukan dengan pendekatan yang holistik (menyeluruh), komprehensif dan terintegrasi, tidak parsial dan tidak egosektoral. Hal ini dikarenakan salah satu karakteristik dasar dalam bisnis perunggasan adalah produk akhir dari komoditas tersebut 38 Arief Daryanto Ekonomi Politik Impor Chicken Leg Quarter (CLQ) Di Indonesia. Diakses pada tanggal 23 Desember Anonim Teka-Teki Jumlah Produksi. Diakses pada tanggal 23 Desember 2007.

26 dihasilkan melalui tahapan-tahapan proses mulai dari hulu hingga hilir. 40 Kerjasama kemitraan yang baik serta dukungan pemerintah sangat diperlukan dalam menghasilkan produk ternak yang berdayasaing tinggi. Dikarenakan usaha di bidang perunggasan bersifat menyeluruh yang terdiri dari subsistem hulu hingga subsistem hilir maka unit analisis yang ingin dikaji dalam penelitian ini meliputi sistem agribisnis ayam ras pedaging dengan konsentrasi pada komoditas daging ayam ras yang merupakan produk utama ekspor ayam ras pedaging Indonesia. Dengan demikian perumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana struktur pasar komoditas daging ayam ras di pasar internasional? 2. Apakah komoditas daging ayam ras Indonesia memiliki keunggulan komparatif? 3. Apakah komoditas daging ayam ras Indonesia memiliki keunggulan kompetitif? 4. Strategi apa yang diperlukan untuk meningkatkan dayasaing komoditas daging ayam ras Indonesia di pasar internasional? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis struktur pasar komoditas daging ayam ras di pasar internasional. 2. Menganalisis keunggulan komparatif komoditas daging ayam ras Indonesia. 3. Menganalisis keunggulan kompetitif komoditas daging ayam ras Indonesia. 40 Arief Daryanto, op.cit.

27 4. Merumuskan strategi yang tepat untuk meningkatkan dayasaing komoditas daging ayam ras Indonesia di pasar internasional Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan tersebut, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi berbagai pihak yang terkait antara lain : 1. Bagi para pengambil keputusan dan pelaku ekonomi yang berada dalam sistem agribisnis ayam ras pedaging, sebagai masukan dan informasi dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi pada industri ayam ras pedaging di Indonesia. 2. Bagi masyarakat akademik, sebagai referensi dalam mengadakan penelitian lanjutan mengenai ayam ras pedaging. 3. Bagi pemerintah, sebagai salah satu bahan acuan dalam menetapkan kebijakan yang mendukung kelangsungan perdagangan ayam ras pedaging nasional.

28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.3. Deskripsi Umum Ayam Ras Pedaging Ayam ras pedaging merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Hingga kini ayam ras pedaging telah dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya. Ayam ras pedaging mempunyai pertumbuhan bobot badan yang sangat cepat dengan perolehan timbangan berat badan yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat, yaitu pada umur 5-6 minggu berat badannya dapat mencapai 1,3-1,8 kilogram dan pada saat itu ayam telah siap untuk dipanen (Cahyono, 2002). Istilah broiler digunakan untuk menggantikan ayam ras pedaging yang unggul rasnya ditinjau dari dua kriteria yaitu hasil utama dan pertumbuhannya (Rasyaf, 1999). Pertumbuhan ayam ras pedaging sangat tergantung kepada pemberian ransum yang disesuaikan dengan lama waktu dan cara pemeliharaan. Bahan makanan yang biasa digunakan sebagai pembentuk ransum ayam ras pedaging adalah jagung, bungkil kedelai, tepung ikan, dedak, pollard dan premix Kandungan Gizi Daging Ayam Ras Pedaging Seiring berkembangnya zaman, tuntutan konsumen terhadap suatu produk juga semakin kompleks. Pola kebutuhan konsumen terhadap makanan pun mengalami pergeseran, pergeseran selera konsumen tersebut salah satunya adalah berubahnya pola konsumsi dari red meat (daging merah) menjadi white meat (daging putih). Hal ini dikarenakan sebagian konsumen menganggap daging putih

29 atau daging yang berasal dari unggas dan ikan lebih menyehatkan dibandingkan daging merah yang kebanyakan berasal dari ternak ruminansia seperti sapi dan kambing. Selanjutnya Rasyaf (1999) mengemukakan bahwa ciri khas ayam ras pedaging adalah rasanya enak dan khas, dagingnya empuk dan banyak, serta pengolahannya mudah tetapi mudah hancur dalam proses perebusan yang lama. Bila dilihat dari kandungan gizi, daging ayam merupakan sumber protein yang berkualitas. Dalam 100 gram daging ayam mengandung 18,20 gram protein dan 404,00 kkal yang berguna untuk menambah energi. Kandungan gizi yang terdapat pada daging ayam ras dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kandungan Gizi Daging Ayam Ras Nilai Gizi Per 100 Gram Satuan Jumlah Kalori Kilokalori (kkal) 404,00 Protein Gram (gr) 18,20 Lemak Gram (gr) 25,00 Kolesterol Gram (gr) 60,00 Vitamin A Miligram (mg) 243,00 Vitamin B1 Gram (gr) 0,80 Vitamin B6 Gram (gr) 0,16 Asam Linolenat Miligram (mg) 6,20 Kalsium Gram (gr) 14,00 Fosfor Miligram (mg) 200,00 Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan, Perkembangan Agribisnis Ayam Ras Pedaging di Indonesia Agribisnis perunggasan khususnya ayam ras pedaging di Indonesia merupakan salah satu agribisnis yang perkembangannya paling cepat. Suharno (2004) menjelaskan bahwa peternakan ayam ras pedaging dimulai dari usaha keluarga yang dirintis sejak tahun Ketika pemerintah mulai mencanangkan program Pembangunan Lima Tahun (Pelita) maka ayam ras pedaging ikut menjadi salah satu program yang mendapat perhatian serius. Produktivitas ayam

30 ras pedaging yang relatif lebih tinggi dibanding dengan ayam buras menyebabkan komoditas ini mendapat perhatian besar dari pemerintah. Dukungan pemerintah dalam mengembangkan ayam ras pedaging terlihat dari adanya program Bimbingan Massal Broiler (Bimas Broiler) pada tahun 1980, sejak itu peternakan ayam ras mengalami pertumbuhan yang pesat menjadi suatu agribisnis modern yang ditandai dengan tumbuhnya investasi pada industri hulu (industri pembibitan atau penyedia DOC, industri pakan, industri obat-obatan dan vaksin), usaha budidaya atau industri peternakan, maupun industri hilir (rumah pemotongan ayam/rpa dan industri pengolahan makanan). Meskipun demikian program Bimas ini menemui sejumlah persoalan terutama sejak memasuki Pelita III ( ), masalah pemasaran daging ayam ras mulai timbul. Pada saat itu banyak peternak baru di luar peserta Bimas bermunculan sehingga menimbulkan masalah berupa kekurangan bahan baku pakan terutama jika musim kemarau tiba. Selain itu adanya peternak berskala besar yang mampu menjual ayam dengan harga di bawah harga peternak kecil juga turut menimbulkan kemelut yang berupa pertentangan antara peternak besar dengan peternak kecil. Sebagai tanggapan terhadap permasalahan ini, maka pada periode pemerintah menetapkan kebijakan berupa Keppres Nomor 50 Tahun 1981 tentang pembatasan skala usaha yang dimaksudkan untuk membendung agar peternakan ayam ras tidak dikuasai oleh industri besar dan SK Mentan Nomor TN.406/Kpts/5/1984 tentang pengaturan kerjasama Perusahaan Inti Rakyat atau disingkat dengan PIR Menurut Suharno (2005), dalam prakteknya peraturan tersebut sangat sulit diterapkan karena dinilai menghambat peternak untuk lebih mengembangkan

31 usahanya sehingga pada tahun 1990 disusunlah peraturan Keppres Nomor 22 Tahun 1990 yang mengatur pengklasifikasian skala usaha, yaitu membagi peternakan menjadi peternakan rakyat dan perusahaan peternakan dan SK Mentan Nomor 362/Kpts/TN/120/5/1990 yang berisi tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan pemberian izin dan pendaftaran usaha peternakan. Dalam SK Mentan tersebut dinyatakan bahwa industri peternakan ayam ras pedaging dapat dilakukan oleh perusahaan baik Perusahaan Modal Dalam Negeri (PMDN), Perusahaan Modal Asing (PMA), maupun koperasi. Khusus untuk PMA jika melakukan investasi usaha budidaya ayam ras maka perusahaan ini diwajibkan untuk ekspor sebanyak 65 persen dari produk yang dihasilkan. Setelah pemerintah menerbitkan Keppres Nomor 22 Tahun 1990 masyarakat perunggasan memandang perlunya Petunjuk Pelaksanaan Keppres agar dilakukan pengaturan secara baik terutama dalam hal kemitraan, sehingga pada tahun 1996 diterbitkanah SK Mentan Nomor 472/1996 yang mengatur berbagai macam kemitraan. Kalau semula hanya ada PIR, maka sekarang ada kemitraan yang menempatkan posisi perusahaan sebagai penghela dan pengelola. Dalam semua bentuk kemitraan maka pihak inti harus bertanggungjawab terhadap kegiatan pemasaran hasil (Suharno, 2005). Kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah turut mendorong tumbuhnya industri peternakan ayam ras pedaging di Indonesia ke arah yang lebih baik. terciptanya pola kemitraan antara perusahaan besar dengan peternak rakyat merupakan upaya yang diharapkan dapat meningkatkan hasil produksi secara berkesinambungan serta berdayasaing tinggi baik di pasar domestik maupun internasional. Intervensi yang kuat dari perusahaan besar terhadap peternakan

32 rakyat seperti adanya bantuan permodalan, jaminan ketersediaan pasar, pengorganisasian, dan bimbingan teknis merupakan keuntungan yang diperoleh peternak rakyat. Sedangkan perusahaan besar memperoleh keuntungan dengan adanya jaminan ketersediaan hasil produksi. Saat ini usaha ternak ayam ras pedaging sudah dapat dijumpai hampir di setiap propinsi yang ada di Indonesia dengan sentra produksi berada di propinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Data populasi ayam ras pedaging menurut propinsi tahun dapat dilihat pada Lampiran Jenis Usaha Agribisnis Ayam Ras Pedaging di Indonesia Usaha agribisnis ayam ras pedaging merupakan suatu sistem yang utuh dan tidak terpisah-pisah. Hingga saat ini ruang lingkup usaha agribisnis ayam ras pedaging di Indonesia telah cukup luas yaitu meliputi usaha pembibitan, usaha budidaya, usaha industri pengolahan, dan usaha pemasaran (Suharno, 2004). a. Usaha Pembibitan Usaha pembibitan adalah usaha peternakan yang menghasilkan ternak untuk dipelihara lagi dan bukan untuk dikonsumsi. Usaha pembibitan ayam ras pedaging meliputi pembibitan untuk menghasilkan pure line (PL) atau ayam galur murni, great grand parent stock (GGPS) atau ayam bibit buyut, grand parent stock (GPS) atau ayam bibit nenek, parent stock (PS) atau ayam induk, dan final stock (FS) atau ayam niaga. Sampai tahun 1993 di Indonesia tercatat ada satu perusahaan pembibitan PL, 13 pembibitan GPS, dan 105 PS (yang aktif 88 buah) dengan 13 strain ayam ras pedaging. Namun pada tahun 2000 terjadi penurunan jumlah perusahaan pembibitan, bahkan perusahaan pembibitan PL yakni PT. Anputraco sudah tidak

33 aktif lagi. Jumlah strain yang beredar di Indonesia juga mengalami penurunan menjadi sekitar 10 strain. Perubahan ini terjadi akibat krisis tahun dan perubahan global dalam bisnis pembibitan ayam ras dunia yang menyebabkan beberapa perusahaan pembibitan besar melakukan merger dan akuisisi untuk meningkatkan kinerjanya dalam persaingan global (Suharno, 2004). Jumlah perusahaan ayam ras pedaging menurut kegiatan utama dari tahun 2000 hingga tahun 2004 ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 6. Jumlah Perusahaan Ayam Ras Pedaging di Indonesia Menurut Kegiatan Utama Tahun Kegiatan Utama Tahun Pembibitan a. Pure Line (PL) b. Grand Parent Stock (GPS) c. Parent Stock (PS) Budidaya Total Sumber : Badan Pusat Statistik, 2004 Berdasarkan data yang tertera pada Tabel 6 diketahui bahwa jumlah keseluruhan perusahaan pembibitan yang ada di Indonesia hanya sekitar 2-3 persen dari total usaha peternakan ayam ras pedaging, sedangkan sisanya sebesar lebih dari 90 persen merupakan kegiatan budidaya. Jenis strain atau galur ayam yang telah beredar di pasaran memiliki daya produktifitas relatif sama. Artinya seandainya terdapat perbedaan, perbedaanya tidak mencolok atau sangat kecil. 41 Tiap jenis strain diberi nama tersendiri sesuai dengan perusahaan pembibitan yang memproduksi strain FS yang bersangkutan sehingga dikenal berbagai macam strain di pasaran (Cahyono, 2004 dalam 41 Anonim Teknologi Tepat Guna Mentri Negara Riset dan Teknologi Tentang Budidaya Peternakan, Budidaya Ayam Ras Pedaging. Diakses pada tanggal 2 Januari 2008

34 Sulaiman, 2007). Adapun jenis strain ayam ras pedaging yang beredar atau pernah beredar di Indonesia ditampilkan pada Lampiran 3. b. Usaha Budidaya Usaha budidaya ayam ras pedaging adalah usaha pemeliharaan ayam ras untuk menghasilkan produk berupa ayam konsumsi atau daging ayam (Suharno, 2004). Berdasarkan Rusastra, et.al (1988) dalam Suryani (2006) ditinjau dari sifat usaha, peternakan ayam ras pedaging merupakan salah satu jenis peternakan Non Basic Land Oriented yang berarti usaha budidaya ayam ras pedaging dapat dilakukan di daerah berlahan sempit dengan pendapatan masyarakat yang rendah, serta jumlah penduduk relatif padat. Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 1967 diketahui bahwa bentuk usaha peternakan terdiri dari peternakan rakyat dan perusahaan peternakan. Peternakan rakyat adalah peternakan yang dilakukan oleh rakyat antara lain petani disamping usaha pertaniannya, sedangkan perusahaan peternakan adalah peternakan yang diselenggarakan dalam bentuk suatu perusahaan secara komersil. Di Indonesia usaha budidaya ayam ras pedaging sebagian besar diusahakan dalam skala kecil, yaitu sekitar 90 persen merupakan usaha peternakan rakyat dengan ciri utama belum memperhitungkan skala usaha ekonomis dan penggunaan teknologi masih sederhana sehingga produktivitasnya rendah dengan kualitas hasil ternak yang bervariasi (Direktorat Jenderal Peternakan, 1993). Jika dibandingkan dengan pelaku usaha peternakan ayam ras pedaging dengan skala besar yang saat ini masih menjadi pemimpin pasar di Indonesia seperti PT. Charoen Pokphand Indonesia, PT. Sierad Produce, PT. Japfa Comfeed, dan PT. Wonokoyo maka peternak rakyat memiliki posisi yang lemah dan peka

35 terhadap perubahan terutama dalam memasarkan hasil produksinyanya. Jumlah perusahaan peternak unggas di Indonesia tahun ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah Perusahaan Peternakan Unggas Menurut Badan Hukum/Usaha Tahun Badan Hukum Tahun BUMN Koperasi Perorangan Lainnya Jumlah Sumber : Badan Pusat Statistik, 2004 c. Usaha Pengolahan Usaha pengolahan atau kegiatan penanganan pascapanen merupakan usaha mengolah produk peternakan. Kegiatan pengolahan ayam ras pedaging dimulai saat pemotongan ayam hingga menjadi bermacam-macam produk. Dalam usaha agribisnis ayam ras di Indonesia saat ini, usaha pengolahan ayam pedaging yang banyak digeluti pengusaha adalah usaha pemotongan ayam di tempat pemotongan ayam atau disingkat dengan TPA (Suharno, 2004). Berkembangnya usaha ini disebabkan pada umumnya konsumen ayam lebih banyak meminta ayam potong daripada ayam olahan lanjutan, begitu juga dengan konsumen luar negeri yang lebih menyukai ayam segar sehingga produk andalan daging ayam yang diekspor ke luar negeri merupakan daging ayam beku segar (Badan Pusat Statistik, 2004). Pada awal tahun 1995, potensi ayam potong yang bisa masuk pada usaha TPA mencapai 1,1 juta ekor/hari. Dari jumlah itu kira-kira 65 persen diantaranya berada di Jawa dan terbanyak terdapat di Jakarta (Suharno, 2004). Selain usaha pemotongan ayam, usaha pengolahan ayam ras pedaging lainnya adalah usaha pengolahan daging menjadi produk olahan seperti nugget, bakso, dan sosis. Usaha

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Daging Ayam Ras Pedaging ( Broiler Tabel 6.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Daging Ayam Ras Pedaging ( Broiler Tabel 6. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Daging Ayam Ras Pedaging (Broiler) Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, selain ikan dan telur, guna memenuhi kebutuhan akan protein.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor petenakan merupakan salah satu sub sektor yang berperan serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan subsektor peternakan seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Ayam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Menurut Xiaoyan dan Junwen (2007), serta Smith (2010), teknologi terkait erat dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di Indonesia jika dibandingkan dengan komoditas peternakan lainnya, karena sejak pertama kali diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah usaha untuk mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen (Austin 1981). Bidang agroindustri pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti karbohidrat, akan tetapi juga pemenuhan komponen pangan lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. seperti karbohidrat, akan tetapi juga pemenuhan komponen pangan lain seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk dari tahun ke tahun menjadikan kebutuhan pangan juga semakin meningkat. Pemenuhan kebutuhan pangan tersebut tidak hanya terbatas

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITI TANAMAN HIAS DAN ALIRAN PERDAGANGAN ANGGREK INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ANALISIS DAYA SAING KOMODITI TANAMAN HIAS DAN ALIRAN PERDAGANGAN ANGGREK INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL ANALISIS DAYA SAING KOMODITI TANAMAN HIAS DAN ALIRAN PERDAGANGAN ANGGREK INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Oleh : MAYA ANDINI KARTIKASARI NRP. A14105684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG INVESTASI AYAM BURAS SERTA PEMASARANNYA. Achmad Syaichu *)

POTENSI DAN PELUANG INVESTASI AYAM BURAS SERTA PEMASARANNYA. Achmad Syaichu *) POTENSI DAN PELUANG INVESTASI AYAM BURAS SERTA PEMASARANNYA Achmad Syaichu *) ABSTRAK Komoditas unggas (lebih dari 90 persen adalah kontribusi dari ayam ras) menduduki komoditas pertama untuk konsumsi

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai potensi yang sangat baik untuk menopang pembangunan pertanian di Indonesia adalah subsektor peternakan. Di Indonesia kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS - 731 - PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1869, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Ayam Ras. Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/PERMENTAN/PK.230/12/2016 TENTANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian dari pertumbuhan industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan. (on farm) mengalami pergeseran ke arah yang lebih terintegrasi dan

I. PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan. (on farm) mengalami pergeseran ke arah yang lebih terintegrasi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan peternakan mengalami pergeseran paradigma. Titik berat kepada sistem budidaya (on farm) mengalami pergeseran

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama : Nov 10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Edisi : 11/AYAM/TKSPP/2011 Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Informasi Utama : Harga daging ayam di pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS UNGGAS. Edisi Kedua

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS UNGGAS. Edisi Kedua PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS UNGGAS Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

2017, No Menteri Petanian tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tah

2017, No Menteri Petanian tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tah No.1230, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Ayam Ras dan Telur Konsumsi. Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/PERMENTAN/PK.230/9/2017

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian Indonesia pada tahun 213 mengalami pertumbuhan sebesar 5.78%. Total produk domestik bruto Indonesia atas dasar harga konstan 2 pada tahun 213 mencapai Rp. 277.3

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OLEH ARI MURNI A 14103515 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) I. LATAR BELAKANG 1. Dalam waktu dekat akan terjadi perubahan struktur perdagangan komoditas pertanian (termasuk peternakan)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam sektor pertanian.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG » Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Volume 1 No. 1, 2009 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal

Lebih terperinci

KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KOMODITI AYAM NENEK (GRAND PARENT STOCK BROILER) DI PT. GALUR PRIMA COBBINDO SUKABUMI WEMVI RISYANA A

KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KOMODITI AYAM NENEK (GRAND PARENT STOCK BROILER) DI PT. GALUR PRIMA COBBINDO SUKABUMI WEMVI RISYANA A KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KOMODITI AYAM NENEK (GRAND PARENT STOCK BROILER) DI PT. GALUR PRIMA COBBINDO SUKABUMI WEMVI RISYANA A14105621 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Peternakan merupakan sektor andalan bagi perekonomian nasional Indonesia.

PENDAHULUAN. Peternakan merupakan sektor andalan bagi perekonomian nasional Indonesia. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan merupakan sektor andalan bagi perekonomian nasional Indonesia. Pada tahun 2007, sektor peternakan mampu memberikan kontribusi yang cukup baik bagi Produk Domestik

Lebih terperinci

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT Oleh: DAVID ERICK HASIAN A 14105524 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER (Kasus Kemitraan Peternak Plasma Rudi Jaya PS Sawangan, Depok) Oleh : MAROJIE FIRWIYANTO A 14105683 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN

INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN bab sembilan INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN Pendahuluan Sektor perunggasan (ayam ras) Nasional menunjukkan perkembangan yang cukup mengesankan selama PJP-L Bila pada awal Orde Baru sektor perunggasan masih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada di peringkat 55 dari 134 negara, menurun satu peringkat dari tahun sebelumnya. Dalam hal ini,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN Oleh: RONA PUTRIA A 14104687 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Oleh : AYU LESTARI A14102659 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele (Clarias sp) adalah salah satu satu komoditas perikanan yang memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan komoditas unggulan. Dikatakan

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS UNGGAS. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS UNGGAS. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS UNGGAS Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi produk

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan peternakan merupakan tanggung jawab bersama antaran pemerintah, masyarakat dan swasta. Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian

Lebih terperinci

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN 143 V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN 1989-2008 Tujuan penelitian pertama yaitu mengetahui posisi daya saing Indonesia dan Thailand dalam mengekspor udang ketiga pasar utama akan dilakukan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Defenisi Ayam (Ayam Broiler, Ayam Ras Petelur, dan Ayam Buras) Ayam dibagi dalam dua jenis

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUNGA POTONG KRISAN PADA LOKA FARM CILEMBER BOGOR. Oleh: JEFFRI KURNIAWAN A

FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUNGA POTONG KRISAN PADA LOKA FARM CILEMBER BOGOR. Oleh: JEFFRI KURNIAWAN A FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUNGA POTONG KRISAN PADA LOKA FARM CILEMBER BOGOR Oleh: JEFFRI KURNIAWAN A 14105563 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan sektor yang memiliki peluang sangat besar untuk dikembangkan sebagai usaha di masa depan. Kebutuhan masyarakat akan produk produk peternakan akan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PERUSAHAAN DALAM PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI PT X. Oleh : ENY PUJIHASTUTI A

ANALISIS KEBIJAKAN PERUSAHAAN DALAM PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI PT X. Oleh : ENY PUJIHASTUTI A ANALISIS KEBIJAKAN PERUSAHAAN DALAM PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI PT X Oleh : ENY PUJIHASTUTI A14105541 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah...

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka semakin meningkat pula kebutuhan bahan makanan, termasuk bahan makanan yang berasal dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

PILIHAN JENIS TELUR YANG DIKONSUMSI RUMAH TANGGA PASCA KASUS FLU BURUNG (Kasus di Hero Supermarket Padjajaran Bogor) Oleh : RIKA AMELIA A

PILIHAN JENIS TELUR YANG DIKONSUMSI RUMAH TANGGA PASCA KASUS FLU BURUNG (Kasus di Hero Supermarket Padjajaran Bogor) Oleh : RIKA AMELIA A PILIHAN JENIS TELUR YANG DIKONSUMSI RUMAH TANGGA PASCA KASUS FLU BURUNG (Kasus di Hero Supermarket Padjajaran Bogor) Oleh : RIKA AMELIA A 14103696 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H14084011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL KERIPIK PISANG KONDANG JAYA BINAAN KOPERASI BMT AL-IKHLAASH KOTA BOGOR

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL KERIPIK PISANG KONDANG JAYA BINAAN KOPERASI BMT AL-IKHLAASH KOTA BOGOR ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL KERIPIK PISANG KONDANG JAYA BINAAN KOPERASI BMT AL-IKHLAASH KOTA BOGOR Oleh: Faisal Onassis Siregar A14105670 Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi berarti peluang pasar internasional bagi produk dalam negeri dan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi berarti peluang pasar internasional bagi produk dalam negeri dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi membuat keterkaitan ekonomi nasional dengan perekonomian internasional menjadi makin erat. Dalam skala nasional, globalisasi berarti peluang pasar internasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007 MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT Disampaikan pada : Acara Seminar Nasional HPS Bogor, 21 Nopember 2007 DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN

Lebih terperinci

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA A. Pengertian Pangan Asal Ternak Bila ditinjau dari sumber asalnya, maka bahan pangan hayati terdiri dari bahan pangan nabati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kondisi ekonomi yang tumbuh semakin pesat merupakan harapan bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kondisi ekonomi yang tumbuh semakin pesat merupakan harapan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi ekonomi yang tumbuh semakin pesat merupakan harapan bagi semua bangsa di dunia termasuk Indonesia yang merupakan salah satu negara berkembang, juga mengharapkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri daging olahan merupakan salah satu industri yang bergerak dalam bidang

I. PENDAHULUAN. Industri daging olahan merupakan salah satu industri yang bergerak dalam bidang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri daging olahan merupakan salah satu industri yang bergerak dalam bidang peternakan. Pada tahun 2009, industri pengolahan daging di dalam negeri mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian Indonesia dipengaruhi oleh beberapa sektor usaha, dimana masing-masing sektor memberikan kontribusinya terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor peternakan merupakan salah satu pilar dalam pembangunan agribisnis di Indonesia yang masih memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Komoditi peternakan mempunyai

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL. Disusun Oleh : SRI ANNA FEBRIYANTHI A

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL. Disusun Oleh : SRI ANNA FEBRIYANTHI A ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Disusun Oleh : SRI ANNA FEBRIYANTHI A14303077 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBER DAYA DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS"

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS" Oleh : Imas Nur ' Aini21 Abstrak Usaha peternakan ayam ras yang telah berkembang dengan pesat ternyata tidak disertai dengan perkembangan pemasaran

Lebih terperinci