Penelitian Pendahuluan atas Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penelitian Pendahuluan atas Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif"

Transkripsi

1 Penelitian Pendahuluan atas Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif Budi Riyanto Wreksoatmodjo Jakarta, Indonesia RINGKASAN Peningkatan jumlah penduduk akan meningkatkan jumlah lanjut usia; keadaan ini akan menimbulkan masalah kesehatan yang berhubungan dengan masalah penuaan; antara lain penurunan fungsi kognitif. Faktor-faktor risiko penurunan fungsi kognitif tersebut bisa berasal dari faktor genetik (gen APOE, PS), usia, faktor penyakit/kondisi kesehatan seperti hipertensi, DM, defisiensi, maupun faktor tempat tinggal dan keterlibatan sosial (social engagement). Penelitian atas 20 orang lanjut usia yang tergabung dalam suatu paguyuban lanjut usia di Jakarta Barat tidak mendapatkan hubungan antara keterlibatan sosial (social engagement) dengan fungsi kognitif (nilai MMSE). Hasil ini mungkin dipengaruhi oleh jumlah sampel yang kecil, selain itu bisa karena mereka yang datang ke kegiatan seperti ini pada dasarnya memang mempunyai social engagement yang baik. PENDAHULUAN Peningkatan harapan hidup merupakan salah satu keberhasilan terbesar kebijakan kesehatan masyarakat. 1 Keberhasilan ini menambah jumlah penduduk dunia, dari sekitar 6.5 milyar di 2006, akan menjadi 7 milyar di Seiring dengan penambahan tersebut, jumlah penduduk berusia 60 ke atas di dunia juga meningkat; antara 1970 sampai 2025, jumlah mereka diperkirakan akan meningkat 223% atau sekitar 694 juta jiwa. Di 2025 akan terdapat sekitar 1.2 milyar penduduk dunia berusia 60 ke atas, yang akan menjadi 2 milyar di 2050; 80% di antaranya tinggal di negara-negara berkembang. 1 Indonesia yang berpenduduk 231,4 juta jiwa (2009), mempunyai laju pertambahan sebesar 1,22%/. 2 Pertambahan tersebut disertai dengan peningkatan proporsi penduduk lanjut usia dari 4.7% (2000) menjadi 5.1% (2008). 3 Di Indonesia seseorang dikategorikan sebagai lanjut usia jika berusia 60 ke atas 4 yang jumlahnya pada 2010 diperkirakan jiwa 2 ; angka tersebut sekitar 7% dari jumlah seluruh penduduk yang diperkirakan sebesar jiwa. Proporsi populasi lanjut usia tersebut akan terus meningkat mencapai 11.34% di Peningkatan jumlah penduduk berusia lanjut akan mengubah peta masalah sosial dan kesehatan karena penurunan produktivitas dan mulai munculnya berbagai masalah kesehatan, terutama yang berhubungan dengan proses penuaan. 6 Di antara populasi lanjut usia tersebut, mereka yang mengalami keluhan kesehatan terus meningkat; persentase mereka yang mengalami keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir meningkat dari 49.50% di 2004, menjadi 51.36% di 2006, menjadi 55,42% di Para lanjut usia selain mengalami kemunduran fisik juga sering mengalami kemunduran fungsi intelektual termasuk fungsi kognitif. Kemunduran fungsi kognitif dapat berupa mudah-lupa (forgetfulness) bentuk gangguan kognitif yang paling ringan diperkirakan dikeluhkan oleh 39% lanjut usia yang berusia 50-59, meningkat menjadi lebih dari 85% pada usia lebih dari 80. Di fase ini seseorang masih bisa berfungsi normal kendati mulai sulit mengingat kembali informasi yang telah dipelajari; tidak jarang ditemukan pada orang setengah baya. 7 Jika penduduk berusia lebih dari 60 di Indonesia berjumlah 7% dari seluruh penduduk, maka keluhan mudah-lupa tersebut diderita oleh setidaknya 3% populasi di Indonesia. Mudah-lupa ini bisa berlanjut menjadi Gangguan Kognitif Ringan (Mild Cognitive Impairment-MCI) sampai ke Demensia sebagai bentuk klinis yang paling berat. Demensia adalah suatu kemunduran intelektual berat dan progresif yang mengganggu fungsi sosial, pekerjaan, dan aktifitas harian seseorang. 8 Faktor-faktor risiko penurunan fungsi kognitif tersebut bisa berasal dari faktor genetik (gen APOE, PS), usia, faktor penyakit/ kondisi kesehatan seperti hipertensi, DM, defisiensi, maupun faktor tempat tinggal 9 ; penelitian lain menunjukkan bahwa pola keterlibatan sosial (social engagement) juga bisa mempengaruhi fungsi kognitif para lanjut usia ; hasil penelitian di tiga daerah di Indonesia menunjukkan bahwa kegiatan sosial dapat berperan penting dalam pencegahan kemunduran fungsi kognitif. 13 TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh social engagement (keterlibatan sosial) terhadap perubahan fungsi kognitif sudah lama diselidiki meskipun sampai saat ini belum ada kesepakatan menge- 110 CDK-190 OK.indd /02/ :51:39

2 nai pengertian istilah tersebut. Pencarian menggunakan katakunci social engagement/ involvement/participation dari 4 databases termasuk MEDLINE menghasilkan 43 definisi; kebanyakan terfokus pada keterlibatan seseorang pada aktivitas yang melibatkan interaksi dengan orang lain di masyarakat atau kelompok. Analisis lebih lanjut mendapatkan 6 kegiatan yang paling sering dikaitkan dengan pengertian istilah tersebut, yaitu : melakukan aktivitas untuk persiapan berhubungan dengan orang lain, ada bersama dengan orang lain, berinteraksi dengan orang lain tanpa kegiatan spesifik, beraktivitas bersama orang lain, menolong orang lain, dan melakukan sesuatu untuk masyarakat. 14 Social engagement diartikan sebagai kemampuan memelihara hubungan sosial (jaringan sosial) dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial (aktivitas sosial). 15 Jaringan sosial (social network) dinilai dari struktur dan kualitas hubungan interpersonal, sedangkan aktivitas sosial (social engagement) dicirikan dari partisipasi dalam aktivitas masyarakat yang bermakna dan produktif. Lebih banyak mempunyai jaringan sosial dan lebih banyak aktivitas sosial diasosiasikan dengan lebih lambatnya penurunan kognitif 16 dan mereka yang menerima dukungan emosional mempunyai fungsi kognitif yang lebih baik. 17 Kompleksitas jaringan sosial sulit ditangkap/ diuraikan. Jaringan sosial bergantung baik pada karakteristik strukturalnya maupun pada persepsi yang bersangkutan terhadap kualitas hubungan tersebut. 18 Pada penelitian yang telah dilakukan, jaringan sosial diukur dengan berbagai parameter seperti status marital 19-21, banyaknya hubungan sosial 19-22, seringnya kontak 19-22, kepuasan atas relasi yang ada 19-21, dan dukungan yang dirasakan (perceived support). 22 Masih belum dapat ditentukan pengaruhnya terhadap fungsi kognitif - apakah berasal dari struktur hubungan sosial (besar, frekuensi) atau dari persepsinya (kepuasan, kesan) terhadap hubungan sosial yang ada. 18 Kemampuan memelihara jaringan sosial didukung oleh luasnya sistim limbik dan daerah asosiasi kortikal maupun subkortikal; meskipun belum diketahui area yang spesifik untuk stimulus sosial 23, area tersebut berperan dalam fungsi representasi simbolik yang penting dalam situasi sosial. Mekanisme neurobiologi maupun neuropatologi jaringan sosial masih belum banyak diketahui; jaringan sosial agaknya dikaitkan dengan kemampuan mereduksi kemungkinan bahwa patologi jaringan otak akan bermanifestasi klinis. Aktivitas dan jaringan sosial dapat mempengaruhi pola hubungan antara fungsi kognitif dengan kelainan patologi otak; efek modifikasi ini terutama terlihat pada fungsi semantic memory dan working memory. 24 Para peneliti menyimpulkan bahwa aktivitas sosial yang ekstensif mempunyai efek proteksi terhadap risiko berkembangnya demensia 12,15,19,22 ; penemuan ini diperkuat dengan studi pada tikus tikus yang hidup di lingkungan kompleks lebih cekatan dibandingkan dengan yang hidup di lingkungan sederhana. Selain menyediakan lingkungan dinamis yang memerlukan mobilisasi fungsi kognitif yang lebih aktif, aktivitas sosial juga meningkatkan rasa berguna dan kepuasan (purpose and fulfillment). 15 Beberapa studi 15,19 menunjukkan bahwa mereka yang mempunyai jaringan sosial lebih luas, kurang berisiko menderita hendaya (impairment) kognitif, meskipun ada juga studi yang tidak mendukung. 17 Sebuah penelitian kohort Honolulu-Aging Study menghubungkan penurunan aktivitas dari usia pertengahan ke usia lanjut dengan peningkatan risiko demensia meskipun masih mungkin bahwa penurunan aktivitas tersebut justru merupakan tanda dini demensia. 25 Luasnya jaringan sosial sering diperkirakan mempengaruhi faktor kesehatan yang juga berhubungan dengan fungsi kognitif, seperti keadaan vaskuler lebih baik 26,27 ; rendahnya depresi 28,29 atau memperbaiki perilaku kesehatan seperti olahraga teratur dan ketaatan berobat. 30 Aktivitas sosial juga bisa menguntungkan melalui lingkungan yang merangsang fungsi kognitif. 17,25,31,32 Penelitian di kalangan perempuan menemukan hasil serupa. 22 Ada beberapa alasan mengapa aktivitas sosial dalam bentuk apapun berhubungan dengan fungsi kognitif di usia lanjut; di antaranya bahwa aktivitas tersebut juga memperbaiki kondisi kesehatan umum, mengurangi depresi dan memperbaiki kebiasaan hidup sehat. Tanpa memperhitungkan efeknya terhadap fungsi kognitif, agaknya menghindari isolasi sosial dan mempertahankan berbagai jenis aktivitas sosial bersifat protektif terhadap gangguan kognitif dan demensia di kemudian hari; meskipun demikian, kemungkinan yang sebaliknya bahwa gangguan kognitif menyebabkan penurunan aktivitas sosial juga harus dipertimbangkan mengingat neuropatologi sudah terlihat berpuluh sebelum gejala muncul. 33 Pengaruh aktivitas sosial ini didukung oleh fenomena biologis; pada percobaan binatang, mereka yang tinggal di lingkungan yang lebih kaya, dibandingkan dengan yang tinggal terisolasi, lebih sedikit penurunan kognitifnya 72, mengandung lebih sedikit amiloid di otak 34, lebih banyak jaringan kapiler korteksnya 35 dan juga lebih aktif neurogenesisnya. 36 Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran pola keterlibatan sosial (social engagement) dan fungsi kognitif para lanjut usia yang terhimpun dalam salah satu paguyuban lanjut usia di Jakarta Barat. BAHAN DAN CARA Wawancara dilakukan pada suatu pertemuan rutin bulanan salah satu paguyuban lanjut usia di Jakarta Barat; mereka yang bersedia mengikuti penelitian ini menjalani pemeriksaan tekanan darah, tinggi badan dan berat badan, kemudian diwawancara mengenai riwayat hipertensi dan diabetes mellitus. Penilaian fungsi kognitif dilakukan dengan tes Mini Mental State Examination (MMSE). 8 Keterlibatan sosial (social engagement) dinilai menggunakan kuesioner Social Disengagement Index 15 (lampiran). Status gizi dihitung berdasarkan body mass index /indeks massa tubuh(bmi/imt) = bb(kg)/tb2(m). Dikategorikan normal jika : IMT ; overweight : IMT 25.0; underweight : IMT < Tekanan darah diukur dalam posisi duduk. 37 Hipertensi ditentukan jika tekanan sistolik 140 mmhg atau tekanan diastolik 90 mmhg 38 ; selain itu ditanyakan juga melalui anamnesis, apakah responden pernah didiagnosis / diketahui hipertensi sebelumnya. Diabetes mellitus hanya dinilai melalui anamnesis. Dalam petemuan rutin tersebut, sejumlah 37 orang bersedia diwawancara, hanya 20 orang di antaranya yang berusia > CDK-190 OK.indd /02/ :51:40

3 HASIL Karakteristik 20 responden yang dianalisis dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Karakteristik responden Usia () >60 70 >70 80 >80 Gender Pria Perempuan Status marital Menikah Tak menikah Cerai mati Cerai hidup Pendidikan SD SLP SLA Sarjana Pekerjaan Tak bekerja/ibu rumah tangga Pensiunan Wiraswasta Karyawan Jumlah (n = 20) n % Kebanyakan responden perempuan (16 orang 80%), berstatus ibu rumahtangga (11 orang 55%); berusia antara (14 orang 70%), 1 orang berusia 85. Sebagian besar berpendidikan SLA (10 orang 50%). Hanya ada 4 pria. Tabel 2. Karakteristik penyakit penyerta Penyakit penyerta Hipertensi Riwayat ya tidak Pengukuran ya tidak tidak ada data Diabetes melitus Riwayat ya tidak Berat badan overweight normal underweight Jumlah (n=20) n % ,5 94,5 Hipertensi dinilai dari riwayat hipertensi yang diketahui responden dan melalui pengukuran saat wawancara, tekanan darah diukur menggunakan sfigmomanometer airraksa pada posisi duduk; hipertensi ditentukan jika tekanan darah duduk sistolik 140 mmhg atau diastolik 90 mmhg (JNC 7). Terdapat ketidak sesuaian data hipertensi lebih banyak yang mempunyai riwayat hipertensi (6 25%) dibandingkan dengan yang ditemukan saat pengukuran (1 5.5%). Dua orang tidak tercatat data pengukuran tekanan darahnya. Diabetes mellitus hanya dinilai dari riwayat/anamnesis sebagian besar mengaku tidak menderita diabetes mellitus (17 85%). Didapatkan 2 responden yang tergolong overweight dan 1 responden underweight (tabel 2); sebagian besar (17 responden 85%) berberat badan ideal dengan indeks massa tubuh normal (IMT ). Keterlibatan sosial dinilai dari kuesioner menurut Bassuk (1999) yang terdiri dari penilaian atas faktor pasangan hidup, jumlah anak dan berapa orang yang tetap berhubungan, keluarga lain dan teman yang bisa dihubungi dan diajak bicara mengenai masalah pribadi atau dimintai tolong sewaktuwaktu (lampiran 1). Nilai GAB 3-4 berarti keterlibatan sosialnya baik, sedangkan jika nilainya 1-2 dinilai buruk. Sebagian besar responden 14 (70%) dinilai mempunyai keterlibatan sosial baik (tabel 3). Uji MMSE digunakan untuk menilai fungsi kognitif para responden; terdiri dari penilaian atas orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi, mengingat kembali dan fungsi bahasa. Nilai dianggap normal, nilai berarti mungkin (probable) terdapat gangguan kognitif, sedangkan nilai < 17 berarti terdapat gangguan kognitif (definite). 8 Pada penelitian ini hanya 2 (10%) responden yang nilai MMSEnya kurang dari 24, mereka semuanya mempunyai nilai GAB >2; sebaliknya 6 responden yang nilai GABnya rendah semuanya mempunyai nilai MMSE 24 (tabel 5). Tidak ditemukan korelasi antara social engagement (nilai GAB) dengan tingkat fungsi kognitif (nilai MMSE) pada populasi penelitian ini. Tabel 3. Pola keterlibatan sosial Nilai GAB Jumlah responden Tabel 4. Nilai MMSE Nilai MMSE Jumlah responden < 24 2 Tabel 5. Korelasi Nilai GAB dan MMSE MMSE 24 < 24 total GAB total PEMBAHASAN Pada penelitian ini hanya 2 (10%) responden lanjut usia yang nilai MMSEnya menunjukkan gangguan kognitif ringan dengan nilai 22 dan 23; keduanya perempuan masing-masing berusia 71 dan 75. Mereka mempunyai social engagement yang baik (nilai GAB 3 4). Sebaliknya di antara yang nilai social engagementnya buruk (nilai GAB 1-2) semuanya mempunyai nilai MMSE > 24. Pada penelitan ini tidak dijumpai penurunan fungsi kognitif yang nyata, juga tidak terlihat hubungan antara social engagement dengan penurunan fungsi kognitif; hal ini dapat karena jumlah responden yang sedikit sehingga tidak cukup representatif. Selain itu mengingat survai ini diadakan di pertemuan sosial, yang cenderung lebih mungkin dihadiri oleh para lanjut usia yang memang aktif dan masih mampu bepergian sendiri; para lanjut usia yang mulai terhambat mobilitasnya akan lebih sulit hadir di pertemuan yang diadakan jauh dari tempat tinggal mereka. Juga perlu diperhatikan kemungkinan bahwa para lanjut usia pada fase awal demensia mulai kehilangan minat terhadap aktivitas sosial dan waktu luang 39 sehingga tidak lagi hadir pada pertemuanpertemuan sosial, dengan demikian kurang terwakili pada survai ini. Penelitian sebelumnya dengan jumlah responden lebih besar dan waktu pengamatan lebih panjang umumya menemukan risiko demensia lebih tinggi di kalangan dengan aktivitas sosial yang lebih rendah (tabel). Hipertensi diderita oleh 6 responden tetapi pada pengukuran hanya 1 orang yang teru- 112 CDK-190 OK.indd /02/ :51:40

4 Tabel. Penelitian penelitian asosiasi aktivitas sosial dengan fungsi kognitif lanjut usia di masyarakat. Penulis Lokasi Populasi Eksklusi Uji Hasil Amieva dkk Bassuk dkk Crooks dkk Masyarakat, Perancis PAQUID cohort Masyarakat, New Haven, Connecticutt Longitudinal Masyarakat, California, USA Prospektif usia usia usia 78 anggota HMO, tidak demensia - MMSE, IADL risiko Alzheimer 55 % lebih rendah di kalangan social support baik, 23% lebih rendah di kalangan yang socially satisfied - SPSMQ, questionnaire Jaringan sosial terendah vs. tertinggi : 3-year OD untuk penurunan kognisi : 2,24 6-year OD : 1,91 12-year OD : 2,37 Demensia, menolak/tak dapat dikontak, data tak lengkap TICS-m (similar to MMSE), LSNS-6 for social network 80/456 (18%) menjadi demensia di kalangan jaringan sosial rendah, 188/1793 (10%) menjadi demensia di kalangan jaringan sosial tinggi Efek protektif (HR = 0.74) Fratiglio ni dkk Glei dkk Green dkk Ho dkk James dkk., 2011 Yeh dkk Masyarakat, Kungsholmen Sweden Follow-up rata-rata 3 Masyarakat Taiwan Longitudinal Masyarakat, Baltimore, USA Longitudinal Masyarakat, HongKong Kohort Fasilitas pensiunan, Chicago, AS Kohort 12 Masyarakat, Taiwan Krosseksional usia 75, tidak demensia 1387 usia usia usia usia usia 65 MMSE 23 MMSE, social network Jaringan sosial buruk/terbatas meningkatkan risiko demensia sebesar 60% (95%CI: ) - SPSMQ Aktivitas sosial positif terhadap kognisi, jaringan sosial tak berpengaruh - MMSE, IADL, Delayed word recall Tidak ada asosiasi antara aktivitas sosial dengan kognisi/iadl Cognitive impairment CAPE di institusi vs. di masyarakat : OR pria 4.4 ( ), OR perempuan 2.5 ( ) Demensia, data tak lengkap Battery of 21 tests Laju penurunan kognitif 70% lebih rendah di kalangan aktif sosial Gangguan psikiatrik, demensia, menolak, meninggal dunia, tanpa alamat SPSMQ, IADL Social support lebih baik kognisi lebih baik kur hipertensi, hal ini dapat karena tekanan darahnya telah terkontrol dengan obat. Tekanan darah tinggi di usia pertengahan dikaitkan dengan mild cognitive impairment 44 dan peningkatan risiko demensia 45 ; sebaliknya hipertensi di usia lanjut diasosiasikan dengan penurunan risiko demensia. 46 Selain itu telah diperhatikan bahwa tekanan darah mulai turun sekitar 3 sebelum demensia didiagnosis 47 dan terus menurun pada penderita AD. 48 Dari data ini bisa ditafsirkan bahwa tekanan darah tinggi di usia pertengahan meningkatkan risiko demensia di kemudian hari, sedangkan rendahnya tekanan darah di usia lanjut dikaitkan dengan proses penuaan dan neuropatologi yang menyertainya. 33 Perbedaan risiko tersebut dapat karena tingginya tekanan sistolik di usia pertengahan meningkatkan risiko aterosklerosis 49, meningkatkan jumlah lesi substansia alba yang mengindikasikan iskemi 50, juga meningkatkan jumlah plak neuritik dan tangles di neokorteks dan hipokampus 51 serta meningkatkan atrofi hipokampus dan amigdala. 52 Masing-masing kelainan tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap fungsi kognitif di usia lanjut. Sebaliknya, rendahnya tekanan darah dapat diasosiasikan dengan peningkatan risiko gangguan kognitif dan demensia karena perubahan neurodegeneratif akibat hipoperfusi otak. 53 Diabetes mellitus ditentukan hanya berdasarkan anamnesis, hanya 3 orang yang diketahui mempunyai riwayat diabetes mellitus. Pada penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan gula darah. Kecuali penemuan Curb dkk 54, diabetes melitus di usia pertengahan meningkatkan risiko mild cognitive impairment 55, semua jenis demensia 45,56,57 dan demensia vaskuler. 58 Studi kasus-kontrol menunjukkan bahwa peningkatan risiko dipengaruhi oleh onset yang lebih dini, lama dan beratnya diabetes. 59 Manfaat kontrol gula darah terhadap risiko demensia masih belum dapat dipastikan. Studi observasional mendapatkan para diabetik yang diobati lebih sedikit mengalami penurunan fungsi kognitif dibandingkan dengan yang tidak diobati. 60 Mekanisme hubungan diabetes melitus dengan demensia belum diketahui pasti; agaknya melibatkan beberapa proses yang saling berkaitan: proses vaskular, metabolik dan proses oksidatif/inflamasi. 61 Diabetes menyebabkan gangguan sistem pembuluh darah, termasuk di otak; gangguan ini bisa menyebabkan iskemi yang menghasilkan lesi subkortikal di substansia alba, silent infarcts, dan atrofi yang pada MRI kalangan penderita diabetes terlihat lebih sering dan berat. 62 Diabetes lebih dikaitkan dengan risiko demensia vaskuler dibandingkan dengan demensia Alzheimer. 63 Metabolisme Abeta 64 dan tau - protein 65 yang membentuk plak dan kekusutan neuron di otak juga dapat dipengaruhi oleh kadar insulin. Sebagian besar responden mempunyai berat badan normal; 2 responden berat badannya lebih dan 1 orang berat badannya kurang. Mengingat obesitas erat hubungannya dengan hipertensi, kolesterol tinggi, dan diabetes melitus, beberapa studi mencoba mencari hubungannya dengan demensia. Hasilnya tidak konsisten - studi pada kelompok usia pertengahan umumnya menunjukkan peningkatan risiko 45,66 ; se- 113 CDK-190 OK.indd /02/ :51:41

5 baliknya, studi di usia lanjut menunjukkan penurunan risiko AD. 67 Mungkin ada situasi lain dengan asosiasi nonlinear adipositas di usia pertengahan meningkatkan risiko, kemudian terdapat perubahan patofisiologi berkaitan dengan demensia yang (juga) menurunkan indeks massa tubuh. Mekanisme yang paling jelas ialah melalui peningkatan risiko hipertensi, diabetes dan hiperkolesterolemi 68 ; tetapi perbaikan faktor-faktor tersebut ternyata tidak mengurangi asiosiasinya 69, menandakan kemungkinan obesitas secara independen berisiko demensia. Mekanismenya bisa akibat efek jaringan adiposa yang mensekresi beberapa sitokin, hormon dan faktor pertumbuhan yang menembus sawar darah otak 68 mengingat jaringan adiposa diketahui merupakan jaringan endokrin aktif. 70 Disregulasi hormon leptin bersamaan dengan proses penuaan dapat secara langsung mempengaruhi degenerasi Alzheimer dengan meningkatkan deposisi Abeta di jaringan otak. 71 SIMPULAN Pada populasi penelitian ini hanya 2 (10%) responden yang digolongkan mengalami gangguan kognitif (MMSE < 24), masingmasing berusia 71 dan 75 ; tidak terdapat hubungan dengan tingkat social engagement mereka. Hal ini bisa karena sampel yang kecil, selain itu bisa karena mereka yang datang ke kegiatan seperti ini pada dasarnya memang mempunyai social engagement yang baik. Penyakit penyerta yang ditemukan ialah hipertensi, diabetes melitus dan overweight; hal ini perlu diperhatikan mengingat penyakit penyakit tersebut merupakan faktor risiko demensia. SARAN Untuk mendapatkan gambaran yang lebih tepat mengenai pengaruh aktivitas sosial terhadap fungsi luhur para lanjut usia, penelitian perlu dikembangkan mencakup populasi masyarakat yang lebih luas; tidak terbatas pada mereka yang aktif dalam paguyuban lanjut usia. DAFTAR PUSTAKA 1. WHO. Active Ageing : a policy framework, Statistik Indonesia BPS kat Indikator Kesejahteraan Rakyat BPS 2009.kat UUno.13/1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. 5. Profil Lanjut Usia, Kemko Kesra, Hadisaputro S, Wibisono BH. Aspek Imunologik pada Usia Lanjut peranannya pada infeksi dan penyakit lain. Dalam: Geriatri. ed.4 Hadi Martono H, Kris Pranarka (eds), 2010). 7. Kusumoputro S, Sidiarto LD. Otak menua dan Alzhemier Stadium Ringan. Neurona 2001 ;18(3) : Konsensus Nasional Pengenalan dan Penatalaksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia Lainnya. Ed.1. Demensia Alzheimer. Asosiasi Alzheimer Indonesia, Patterson C, Feightner JW, Garcia A, Hsiung G.-Y. R, MacKnight C, Sadovnick AD. Diagnosis and treatment of dementia: 1. Risk assessment and primary prevention of Alzheimer disease. CMAJ 2008;178(5): Fratiglioni L, Paillard-Borg S, Winbald B. An active and socially integrated lifestyle in late life might protect against dementia. Lancet Neurol 2004;3: Verghese J, Lipton RB, Katz MJ, Hall CB, Derby CA, Kuslansky G, Ambrose AF, Sliwinski M, Buschke H. Leisure Activities and the Risk of Dementia in the Elderly. N Engl J Med 2003;348: Wang H-X, Karp A, Winbald B, Fratiglioni L. Late-Life Engagement in Social and Leisure Activities Is Associated with a Decreased Risk of Dementia: A Longitudinal Study from the Kungsholmen Project. Am J Epidemiol 2002;155: Rahardjo TBW, Yudarini, Dewi VP, Subarkah, Kreager P, Hogervorst E. Social Activities and Possible Dementia among the Elderly in Three Indonesian Communities. Abstract, Levasseur M, Richard L, Gauvin L, Raymond E. Inventory and analysis of definitions of social participation found in the aging literature: proposed taxonomy of social activities. Soc Sci Med Dec;71(12): Epub 2010 Oct Bassuk SS, Glass TA, Berkman LF. Social Disengagement and Incident Cognitive Decline in Community-Dwelling Elderly Persons. Ann Intern Med. 1999;131: Barnes LL, Mendes de Leon CF, Wilson RS, Bienias JL, Evans DA, Social resources and cognitive decline in a population of older African Americans and whites. Neurology 2004;63: Seeman TE, Lusignolo TM, Albert M, Berkman L, Social relationships, social support, and patterns of cognitive aging in healthy, high-functioning older adults: MacArthur studies of successful aging. Health Psychol Jul;20(4): Amieva H, et al. What aspects of Social Network are Protective for Dementia? Not the Quantity but the Quality of Social Interactions is Protective Up to 15 Years Later. Psychosom.Med.2010; Fratiglioni L Wang HX, Ericsson K, Maytan M, Winblad B. Influence of social network on occurrence of dementia: a community-based longitudinal study. Lancet Apr 15;355(9212): Hakansson K, Rovio S, Helkala E-L, Vilska A-R, Winblad B, Soininen H, Nissinen A, Mohammed AH, Kivipelto M. Association between mid-life marital status and cognitive function in later life: population based cohort study. BMJ 2009;339:b2462. doi: /bmj.b Helmer C, Letteneur L, Rouch I, Richard-Harston S, Barberger-Gateau P, Fabrigoule C, Orgogozo JM, Dartigues JF. Occupation during life and risk of dementia in French elderly community residents. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2001;71: Crooks VC, Lubben J, Petitti DB, Little D, Chiu V. Social Network, Cognitive Function, and Dementia Incidence Among Elderly Women. Am J Public Health. 2008;98: doi: / AJPH CDK-190 OK.indd /02/ :51:41

6 23. Adolphs R. The Neurobiology of Social Cognition. Curr Opin Neurobiol 2001;11(2): Bennet DA, Schneider JA, Tang Y, Arnold SE, Wilson RS. The effect of social networks on the relation between Alzheimer s disease pathology and level of cognitive function in old people: a longitudinal cohort study. Lancet Neurol May;5(5): Saczynski JS, Pfeifer LA, Masaki K, Korf ESC, Laurin D, White L, Launer LJ. The Effect of Social Engagement on Incident Dementia. The Honolulu-Asia Aging Study. Am J Epidemiol 2006;163: Krumholz HM, Butler J, Miller J, Vaccarino V, Williams CS, Mendes de Leon CF, Seeman TE, Kasl SV, Berkman LF.Prognostic Importance of Emotional Support for Elderly Patients Hospitalized With Heart Failure. Circulation 1998;97; Mookadam F, Arthur HM, Social Support and Its Relationship to Morbidity and Mortality After Acute Myocardial Infarction Systematic Overview. Arch Intern Med. 2004;164: Jang Y, Borenstein A, Chiriboga DA,Mortimer JA. Depressive symptoms among African American and white older adults J Gerontol B Psychol Sci Soc Sci Nov;60(6):P313-P Yaffe K, Barrett-Connor E, Lin F, Grady D. Serum Lipoprotein Levels, Statin Use, and Cognitive Function in Older Women. Arch.Neurol 2002;59: Berkman LF, The role of social relations in health promotion. Psychosom Med May-Jun;57(3): Holtzman RE, Rebok GW, Saczynski JS, Kouzis AC, Doyle KW, Eaton WW. Social network characteristics and cognition in middle-aged and older adults. J Gerontol B Psychol Sci Soc Sci Nov;59(6):P Yeh J. Shu-Chuan, Liu Y-Y. Influence of social support on cognitive function in the elderly. BMC Health Services Research 2003, 3: Hughes TF, Ganguli M. Modifiable Midlife Risk Factors for Late-Life Cognitive Impairment and Dementia. Curr Psychiatry Rev May 1; 5(2): Lazarov O, Robinson J, Tang YP, Hairston IS, Korade-Mirnics Z, Lee VM, Hersh LB, Sapolsky RM, Mirnics K, Sisodia S. Environmental enrichment reduces Abeta levels and amyloid deposition in transgenic mice. Cell Mar 11;120(5): Black JF, Sirevaag AM, Greenough WT. Complex experience promotes capillary formation in young rat visual cortex. Neurosci Lett Dec 29;83(3): Kemperman G, Kuhn H, Gage FH More hippocampal neurons in adult mice living in an enriched environment. Nature Apr 3;386(6624): InaSH. Pengukuran Tekanan Darah yang Benar. Leaflet The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,Detection,Evaluation, andtreatment ofhigh Blood Pressure. NIH Publication No August Hultsch DF, Hertzog C, Small BJ, Dixon RA. Use It or Lose It: Engaged Lifestyle as a Buffer of Cognitive Decline in Aging? Psychol. Aging 1999;14(2): Glei DA, Landau DA, Goldman N, Chuang Y-L, Rodríguez G, Weinstein M.Participating in social activities helps preserve cognitive function: an analysis of a longitudinal, population-based study of the elderly. Internat. J. Epidemiol. 2005;34: Green 42. Ho SC, Woo J, Sham A, Chan SG, Yu ALM. A 3-year follow-up study of social, lifestyle and health predictors of cognitive impairment in Chinese older cohort. Int J Epidemiol 2001;30: James BD, Wilson RS,Barnes LL,. Bennett1 DA, Late-Life Social Activity and Cognitive Decline in Old Age. J. Internat. Neuropsychological Soc(2011;17, Kivipelto M, Helkala E-L, Laakso MP, Hänninen T, Hallikainen M, Alhainen K, Soininen H, Tuomilehto J, Nissien A. Midlife vascular risk factors and Alzheimer s disease in later life: longitudinal, population based study. BMJ 2001;322: Whitmer RA, Gunderson EP, Barrett-Connor E, Quesenberry CP, Yaffe K., Obesity in middle age and future risk of dementia: a 27 year longitudinal population based study. BMJ, doi: /bmj e0 (published 16 May Guo Z, Vitanen M, Fratiglioni I, Winblad B. Low blood pressure and dementia in elderly people: the Kungsholmen project. BMJ 1996;312: Qiu C, Winblad B, Fratiglioni L., The age-dependent relation of blood pressure to cognitive function and dementia. Lancet Neurol Aug;4(8): Hanon O, Latour F, Seux ML et al. Evolution of blood pressure in patients with Alzheimer s disease: a one year survey of a French Cohort (REAL.FR). J Nutr Health Aging 2005;9: Padwal R, Strauss SE, McAlister FA. Cardiovascular risk factors and their effects on the decision to treat hypertension: evidence based review. BMJ 2001;322: Havlik RJ, Foley DJ, Sayer B, Masaki K, White L, Launer LJ. Variability in Midlife Systolic Blood Pressure Is Related to Late-Life Brain White Matter Lesions: The Honolulu-Asia Aging Study. Stroke 2002;33; Petrovitch H, White LR, Izmirilian G, Ross GW, Havlik RJ, Markesbery W, Nelson J, Davis DG, Hardman J, Foley DJ, Launer LJ. Midlife blood pressure and neuritic plaques, neurofibrillary tangles, and brain weight at death: the HAAS. Honolulu-Asia aging Study. Neurobiol Aging Jan-Feb;21(1): den Heijer T, Launer LJ, Prins ND et al. Association between blood pressure, white matter lesions, and atrophy of the medial temporal lobe. Neurology Jan 25;64(2): Aliev G, Smith MA, Ovrenovich ME, de la Torre JC, Perry G. Role of vascular hypoperfusion-induced oxidative stress and mitochondria failure in the pathogenesis of Azheimer disease. Neurotox Res. 2003;5(7): Curb JD, Rodriguez BL, Abbott RD et al. Longitudinal association of vascular and Alzheimer s dementias, diabetes, and glucose tolerance. Neurology Mar 23;52(5): Luchsinger JA, Reitz C, Patel B, Tang M-X, Manly JJ, Mayeux R. Relation of Diabetes to Mild Cognitive Impairment. Arch Neurol. 2007;64: Xu W, Qiu C, Gatz M, Pedersen NL, Johansson B, Fratiglioni L. Mid- and Late-Life Diabetes in Relation to the Risk of Dementia A Population-Based Twin Study. Diabetes 2009;58: Schnaider Beeri M, Goldbourt U, Silverman JM, Noy S, Schmeidler J, Ravona-Springer R, Sverdlick A, Davidson M. Diabetes mellitus in midlife and the risk of dementia three decades later. Neurology Nov 23;63(10): Yamada M, Kasagi F, Sasaki H, Masunari N, Mimori Y, Suzuki G. Association between dementia and midlife risk factors: The Radiation Effects Research Foundation 115 CDK-190 OK.indd /02/ :51:41

7 Adult Gealth Study.JAGS 2003 :51: Dikutip dari : Hughes TF, Ganguli M. Modifiable Midlife Risk Factors for Late-Life Cognitive Impairment and Dementia. Curr Psychiatry Rev May 1; 5(2): Roberts RO, Geda YE, Knopman DS, Christianson TJH, Pankratz VS, Boeve BF, Vella A,. Rocca WA,;. Petersen RC, Association of Duration and Severity of Diabetes Mellitus With Mild Cognitive Impairment. Arch Neurol. 2008;65(8): Wu JH, Haan MN, Liang J, Ghosh D, Gonzales HM, Herman WH. Impact of antidiabetic medications on physical and cognitive functioning of older Mexican Americans with diabetes mellitus: a population-based cohort study. Ann Epidemiol May;13(5): Haan MN. Therapy Insight: type 2 diabetes mellitus and the risk of late-onset Alzheimer s disease. Nat Clin Pract Neurol Mar;2(3): Manschot SM, Biessels GJ, de Valk H, algra A, Rutten GEHM, van der Grond J, Kappelle LJ on behalf of the Utrecht Diabetic Encephalopathy Sytudy Group Metabolic and vascular determinants of impaird cognitive performance and abnormalities on brain magnetic resonance imaging in patients with type 2 diabetes. Diabetologia 2007;50: Hassing LB, Johansson B, Nilsson SE, Berg S, Pedersen NL, Gatz M, McClearn G. Diabetes mellitus is a risk factor for vascular dementia, but not for Alzheimer s disease: a population-based study of the oldest old. Int Psychogeriatr Sep;14(3): Gasparini L, Netzer JW, Greengard P, Xu H. Does insulin dysfunction play a role in Alzheimer s disease? Trends Pharmacol Sci Jun;23(6): de la Monte SM, Wands JR. Review of insulin and insulin-like growth factor expression, signaling, and malfunction in the central nervous system: relevance to Alzheimer s disease. J Alzheimers Dis Feb;7(1): Kivipelto M, Ngandu T, Fratiglioni L, Viitanen M, Kåreholt I, Winblad B, Helkala EL, Tuomilehto J, Soininen H, Nissinen A. Obesity and vascular risk factors at midlife and the risk of dementia and Alzheimer disease. Arch Neurol Oct;62(10): Sturman MT, de Leon CF, Bienias JL, Morris MC, Wilson RS, Evans DA. Body mass index and cognitive decline in a biracial community population. Neurology Jan 29;70(5): Epub 2007 Sep Gustafson D, Rothenberg E, Blennow K, Steen B, Skoog I. An 18-Year Follow-up of Overweight and Risk of Alzheimer Disease, Arch Intern Med. 2003;163: Whitmer RA, Gustafson DR, Barret-Connor E, Haan MN, Gunderson EP, Yaffe K. Central obesity and increased risk of dementia more than three decades later., Neurology Sep 30;71(14): Epub 2008 Mar Gustafson D. Adiposity indices and dementia. Lancet Neurol Aug;5(8): Fewlass DC, Noboa K, Pi-Sunyer FX, Johnston JM, Yan SD, Tezapsidis N. Obesity-related leptin regulates Alzheimer s Abeta The FASEB J. 2004; 18 : Jankowsky JL, Melnikova T, Fadale DJ, Xu GM, Slunt HH, Gonzales V, Younkin LH,Younkin SG, Borchelt DR, Savonenko AV. Environmental Enrichment Mitigates Cognitive Deficits in a Mouse Model of Alzheimer s Disease. J Neurosci ; 25(21): Lampiran Indeks Social Disengagement (Bassuk SS dkk., 1999) I. pasangan hidup (PH). 1. Apakah anda pernah menikah? 1 = ya 2=tidak (lewati pertanyaan 2). 2. Apakah saat ini anda : menikah - 1 berpisah -2 cerai hidup -3 cerai mati -4 Jika jawaban no.1 = 1 dan no.2 = 1 kode PH diberi angka 1 ; selain itu kode PH diberi angka 0 PH II. Kontak visual / bulan dengan 3 atau lebih keluarga dan/atau sahabat (VIS) III. Kontak nonvisual/ dengan 10 atau lebih keluarga dan/atau sahabat (NVIS) Anak : 1. Berapa anak anda (termasuk anak angkat) jika tidak ada, pertanyaan 2 sd.4 dijawab =0 2. Berapa banyak yang saat ini masih hidup 3a. Berapa banyak anak anda yang bertemu anda sedikitnya sekali seminggu? 3b. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang bertemu anda sedikitnya sekali sebulan? 4a. Berapa banyak anak anda yang berbicara pertelpon/surat setiap minggu? 4b. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang berbicara pertelpon/surat setiap bulan? 4c. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang berbicara pertelpon/surat beberapa kali/? Famili/keluarga lain : 5. Pada umumnya, selain anak-anak anda, berapa banyak sanak/keluarga yang anda rasa dekat? (merasa dekat ialah jika bisa diajak bicara mengenai masalah pribadi atau mau dimintai tolong sewaktu-waktu). 6. Berapa banyak sanak/keluarga tersebut yang anda jumpai sedikitnya sekali / bulan? 7. Berapa banyak sanak/keluarga tersebut yang berhubungan per telepon/surat beberapa kali/? Teman dekat/sahabat : 8. Pada umumnya, berapa banyak teman dekat anda? (merasa dekat ialah jika bisa diajak bicara mengenai masalah pribadi atau mau dimintai tolong sewaktu-waktu). 9. Berapa banyak teman dekat anda tersebut yang anda jumpai sedikitnya sekali / bulan? 10. Berapa banyak teman dekat anda tersebut yang berhubungan per telepon/surat beberapa kali/? 116 CDK-190 OK.indd /02/ :51:42

8 Jika jawaban (jika rata-rata 1) Jika jawaban 3a + 3b kode VIS diberi angka 1, selain itu beri angka 0. Jika jawaban 4a + 4b + 4c kode NVIS diberi angka 1, selain itu beri angka 0. VIS NVIS kode SOS diberi angka 1; selain itu SOS=0 Partisipasi pada kegiatan fisik : Jika jawaban (jika rata-rata 1) kode FIS diberi angka 1; selain itu FIS = 0 SOS FIS IV. Kunjungan ke tempat ibadah (TIB). 1. Berapa seringnya anda mengunjungi tempat ibadah? 1 = tak pernah/hampir tak pernah 2 = 1 2 kali/ 3 = beberapa bulan sekali 4 = 1 2 kali/bulan 5 = sekali seminggu 6 = > 1 kali/minggu Jika jawaban 4 kode TIB diberi angka 1, selain itu beri angka 0 TIB _ V. Keanggotaan di kelompok lain (KEL) 1. Apakah anda bergabung di suatu kelompok seperti arisan, kelompok pengajian, lingkungan, kelompok sosial, sukarela? Jika jawaban ya = 1 (jelaskan) ; tidak = 2 Jika nilai = 1 kode KEL diberi angka 1; selain itu beri angka 0 KEL _ Aktivitas kognitif : Jika jawaban kode KOG diberi angka 1; selain itu KOG = 0 Aktivitas sosial : Nilai gabungan 3 indikator TIB, KEL, SOS Jaringan sosial : Nilai gabungan 3 indikator PH, VIS, NONVIS Nilai gabungan (GAB) berasal dari gabungan 6 indikator PH, VIS, NONVIS, TIB, KEL, SOS Beri nilai 4 = 5-6 kelompok bernilai 1 3 = 3-4 kelompok bernilai 1 2 = 1-2 kelompok bernilai 1 1 = 0 kelompok bernilai 1 Jika > 2 indikator tak ada nilainya, tidak ada nilai gabungan. KOG ASOS JSOS VI. Partisipasi teratur pada aktivitas sosial rekreasional 1. Berikut daftar kegiatan saat santai; di bulan lalu, berapa seringnya anda melakukan kegiatan berikut ; (nilai 0 jika tidak pernah, 1 jika kadang-kadang < 1 kali/mgg, 2 jika 1 kali/mgg ) 1. Olahraga aktif atau berenang 2. Jalan kaki 3. Berkebun 4. Olahraga/ latihan fisik 5. Masak sendiri 6. Mengerjakan hobi 7. Keluar rumah dan berbelanja 8. Ke bioskop, konser, restoran atau menonton pertandingan olahraga 9. Baca buku, majalah, koran 10. Nonton siaran televisi 11. Melancong, perjalanan bermalam/menginap 12. Kerja sukarela/amal 13. Kerja masyarakat yang dibayar 14. Main kartu, catur, halma, tekateki silang, sudoku teratur 15. Kegiatan lain? Jelaskan Social engagement dinilai dari nilai GAB : baik jika nilainya 3-4; buruk jika nilainya 1-2 GAB Aktivitas fisik dinilai dari nilai FIS ; baik jika nilainya =1, buruk jika nilainya =0 Aktivitas kognitif dinilai dari nilai KOG ; baik jika nilainya =1, buruk jika nilainya =0 117 CDK-190 OK.indd /02/ :51:42

Geriatric Depression Scale. Status Perkawinan : tidak kawin/ kawin (pilih salah satu)

Geriatric Depression Scale. Status Perkawinan : tidak kawin/ kawin (pilih salah satu) Lampiran 2 Geriatric Depression Scale Nama Responden: Usia : Jenis Kelamin : Status Perkawinan : tidak kawin/ kawin (pilih salah satu) Skor MMSE : Tanggal Wawancara : Pewawancara : No Pertanyaan Ya Tidak

Lebih terperinci

Analisis Komponen Aktivitas dan Jaringan Sosial yang Berpengaruh terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia

Analisis Komponen Aktivitas dan Jaringan Sosial yang Berpengaruh terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia Analisis Komponen Aktivitas dan Jaringan Sosial yang Berpengaruh terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia Budi Riyanto Wreksoatmodjo Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Atmajaya, Jakarta, Indonesia

Lebih terperinci

Aktivitas Kognitif Mempengaruhi Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta

Aktivitas Kognitif Mempengaruhi Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta Aktivitas Kognitif Mempengaruhi Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta Budi Riyanto Wreksoatmodjo Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Atmajaya, Jakarta, Indonesia ABSTRAK Salah satu masalah

Lebih terperinci

Pengaruh Social Engagement terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta

Pengaruh Social Engagement terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta Pengaruh Social Engagement terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta Budi Riyanto Wreksoatmodjo Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atmajaya, Jakarta, Indonesia ABSTRAK Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit. kronis yang disebabkan oleh gula darah tinggi dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit. kronis yang disebabkan oleh gula darah tinggi dan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh gula darah tinggi dan menjadi masalah kesehatan masyarakat global. Prevalensi DM meningkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang muncul ketika tubuh tidak mampu memproduksi cukup

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang muncul ketika tubuh tidak mampu memproduksi cukup 1 BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang muncul ketika tubuh tidak mampu memproduksi cukup insulin atau tidak dapat mempergunakan insulin secara baik.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien, keluarga, maupun tenaga kesehatan yang merawat, karena tidak menonjol

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien, keluarga, maupun tenaga kesehatan yang merawat, karena tidak menonjol 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan masalah kesehatan utama di dunia karena menjadi penyebab kematian ketiga di dunia dan menjadi penyebab pertama kecacatan. 1-3 Kemajuan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan hiperglikemia kronis akibat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan hiperglikemia kronis akibat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia kronis akibat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan memori adalah keluhan yang sering dijumpai pada. masyarakat umum, dan prevalensinya cenderung meningkat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan memori adalah keluhan yang sering dijumpai pada. masyarakat umum, dan prevalensinya cenderung meningkat dengan BAB I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG Gangguan memori adalah keluhan yang sering dijumpai pada masyarakat umum, dan prevalensinya cenderung meningkat dengan bertambahnya usia (Lesne dkk, 2006). Hal yang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. mobilitas, perawatan diri sendiri, interaksi sosial atau aktivitas sehari-hari. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. mobilitas, perawatan diri sendiri, interaksi sosial atau aktivitas sehari-hari. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi kognitif merupakan bagian dari fungsi kortikal luhur, dimana pengetahuan fungsi kognitif luhur mengaitkan tingkah laku manusia dengan sistem saraf. Fungsi

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1. Ada hubungan antara derajat kesepian dengan fungsi kognitif pada lansia di Bhakti Luhur Nursing Home. 2. Usia, pendidikan, penyakit penyerta, dan konsumsi obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia kita mengetahui bahwa yang disebut dengan lanjut usia adalah seseorang

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian observasional belah lintang (cross sectional)

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian observasional belah lintang (cross sectional) BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian observasional belah lintang (cross sectional) terhadap 46 orang responden pasca stroke iskemik dengan diabetes mellitus terhadap retinopati diabetika dan gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia pada saat ini menghadapi permasalahan ganda berupa kasus-kasus penyakit menular yang masih belum terselesaikan sekaligus peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar,

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar, meningkat dari sekitar 6.5 milyar di tahun 2006. Peningkatan jumlah penduduk tersebut diikuti dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup besar. Di samping populasi yang terus meningkat, Indonesia juga

BAB I PENDAHULUAN. cukup besar. Di samping populasi yang terus meningkat, Indonesia juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan populasi penduduk yang cukup besar. Di samping populasi yang terus meningkat, Indonesia juga mengalami peningkatan angka

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penuaan adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa sehat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penuaan adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa sehat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penuaan adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang lemah atau mengalami kemunduran dalam aspek fisik dan mental yang di sebabkan

Lebih terperinci

Perbedaan Karakteristik Lanjut Usia yang Tinggal di Keluarga dengan yang Tinggal di Panti di Jakarta Barat

Perbedaan Karakteristik Lanjut Usia yang Tinggal di Keluarga dengan yang Tinggal di Panti di Jakarta Barat Perbedaan Karakteristik Lanjut Usia yang Tinggal di dengan yang Tinggal di di Jakarta Barat Budi Riyanto Wreksoatmodjo Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Atmajaya, Jakarta, Indonesia ABSTRAK

Lebih terperinci

Hubungan Depresi dan Demensia pada Pasien Lanjut Usia. dengan Hipertensi Primer LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

Hubungan Depresi dan Demensia pada Pasien Lanjut Usia. dengan Hipertensi Primer LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Hubungan Depresi dan Demensia pada Pasien Lanjut Usia dengan Hipertensi Primer LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana Strata-1 Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. disebabkan proses degenerasi akibat bertambahnya usia. Faktor-faktor risiko

BAB 6 PEMBAHASAN. disebabkan proses degenerasi akibat bertambahnya usia. Faktor-faktor risiko BAB 6 PEMBAHASAN Presbikusis merupakan penyakit kurang pendengaran sensorineral yang disebabkan proses degenerasi akibat bertambahnya usia. Faktor-faktor risiko selain usia diduga dapat mempengaruhi terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekitar 10% orang tua yang berusia lebih dari 65 tahun dan 50% pada

BAB I PENDAHULUAN. Sekitar 10% orang tua yang berusia lebih dari 65 tahun dan 50% pada BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Sekitar 10% orang tua yang berusia lebih dari 65 tahun dan 50% pada usia yang lebih dari 85 tahun akan mengalami gangguan kognitif, dimana akan dijumpai gangguan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi kognitif merupakan hasil interaksi dengan lingkungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi kognitif merupakan hasil interaksi dengan lingkungan yang BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Fungsi kognitif merupakan hasil interaksi dengan lingkungan yang didapat secara formal dan normal. Gangguan satu atau lebih dari fungsi tersebut akan menyebabkan gangguan

Lebih terperinci

A.A Sagung Ika Nuriska 1, Made Ratna Saraswati 2

A.A Sagung Ika Nuriska 1, Made Ratna Saraswati 2 HUBUNGAN KADAR KOLESTEROL TOTAL DENGAN HIPERTENSI SISTOLIK PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI POLIKLINIK ENDOKRIN RUMAH SAKIT UMUM SANGLAH PERIODE JANUARI DESEMBER 2011 A.A Sagung Ika Nuriska 1, Made

Lebih terperinci

tahun 2005 adalah orang, diprediksi pada tahun 2020 menjadi orang dan

tahun 2005 adalah orang, diprediksi pada tahun 2020 menjadi orang dan 3). Di Indonesia, berdasarkan access economics pty limited jumlah penderita demensia pada tahun 2005 adalah 606.100 orang, diprediksi pada tahun 2020 menjadi 1.016.800 orang dan pada tahun 2050 menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di seluruh dunia saat ini jumlah lanjut usia diperkirakan lebih dari 629 juta jiwa (satu dari 10 orang berusia lebih dari 60 tahun) dan pada tahun 2025 jumlah lanjut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian terdiri atas analisis deskriptif dan analisis data secara statistik, yaitu karakteristik dasar dan hasil analisis antar variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin meningkat. Peningkatan jumlah lansia yang meningkat ini akan

BAB I PENDAHULUAN. makin meningkat. Peningkatan jumlah lansia yang meningkat ini akan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan segala aspek seperti perekonomian, teknologi dan kesehatan memberikan dampak pada usia harapan hidup yang makin meningkat. Peningkatan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penuaan secara kognitif ditujukan kepada lanjut usia yang diikuti dengan

BAB I PENDAHULUAN. Penuaan secara kognitif ditujukan kepada lanjut usia yang diikuti dengan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Penuaan secara kognitif ditujukan kepada lanjut usia yang diikuti dengan penurunan pada fungsi kognitif. Meskipun sebenarnya proses ini sudah mulai terjadi pada pertengahan

Lebih terperinci

Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Penurunan Daya Ingat pada Lansia

Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Penurunan Daya Ingat pada Lansia ARTIKEL PENELITIAN Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Penurunan Daya Ingat pada Lansia The Correlation between Level of Education with Kognitif Decline in Elderly Abstrak Novia Khasanah¹,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi obesitas telah meningkat secara dramatis di Amerika Serikat,

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi obesitas telah meningkat secara dramatis di Amerika Serikat, BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG Prevalensi obesitas telah meningkat secara dramatis di Amerika Serikat, dan juga di berbagai negara di dunia (Mokdad,dkk, 2000; WHO 2000).Telah diketahui bahwa obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu sindroma/

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu sindroma/ 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu sindroma/ kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV), suatu retrovirus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses penuaan mengakibatkan kerja otak melambat dan fungsi organ-organ

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses penuaan mengakibatkan kerja otak melambat dan fungsi organ-organ I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan mengakibatkan kerja otak melambat dan fungsi organ-organ tubuh menurun. Orang-orang berusia lanjut menjadi kurang fleksibel secara fisik dan mental serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah diatas normal yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas. 1 Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. darah diatas normal yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas. 1 Hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami tekanan darah diatas normal yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas. 1 Hipertensi dapat dibagi menjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lansia 1. Pengertian Lansia Lanjut usia atau lansia menurut UU RI No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun

Lebih terperinci

GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG

GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG Tria Coresa 1, Dwi Ngestiningsih 2 1 Mahasiswa Program Pendidikan S-1 Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. 1 Di Amerika Serikat stroke

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. 1 Di Amerika Serikat stroke 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah salah satu sindrom neurologi dengan ancaman terbesar menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. 1 Di Amerika Serikat stroke merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci

HUBUNGAN LAMANYA MENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN LAMANYA MENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN LAMANYA MENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran Diajukan oleh : Mirza Nuchalida

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh darah arteri koroner dimana terdapat penebalan dalam dinding pembuluh darah disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di negara-negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Overweight dan obesitas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian yang serius karena merupakan peringkat kelima penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode sederhana yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode sederhana yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode sederhana yang digunakan untuk menilai status gizi seorang individu. IMT merupakan metode yang murah dan mudah dalam mengukur

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 Diabetes melitus tipe 2 didefinisikan sebagai sekumpulan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pecahnya atau tersumbatnya pembuluh darah otak oleh gumpalan darah. 1

BAB I PENDAHULUAN. pecahnya atau tersumbatnya pembuluh darah otak oleh gumpalan darah. 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke bukan lagi penyakit yang asing bagi masyarakat luas belakangan ini. Sudah banyak orang yang mengalaminya, mulai dari usia produktif sampai usia tua dan mengenai

Lebih terperinci

GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta keberhasilan pembangunan diberbagai bidang terutama bidang kesehatan menyebabkan peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk

Lebih terperinci

SINDROMA METABOLIK PADA LANSIA. Hendra Kurniawan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember

SINDROMA METABOLIK PADA LANSIA. Hendra Kurniawan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember SINDROMA METABOLIK PADA LANSIA Hendra Kurniawan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember Email: hendrakurniawan@unmuhjember.ac.id ABSTRAK Sindroma Metabolik merupakan kelainan metabolik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau

Lebih terperinci

Kata kunci: diabetes melitus, diabetic kidney disease, end stage renal disease

Kata kunci: diabetes melitus, diabetic kidney disease, end stage renal disease ABSTRAK GAMBARAN PASIEN RAWAT INAP DIABETIC KIDNEY DISEASE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE OKTOBER 2010 SEPTEMBER 2011 Widyasanti, 2012; Pembimbing I : dr. Sylvia Soeng, M.Kes Pembimbing II : Dra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan di berbagai bidang, khususnya bidang perekonomian, kesehatan, dan teknologi menyebabkan peningkatan usia harapan hidup. Meningkatnya usia harapan

Lebih terperinci

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER ABSTRAK PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2010 Shiela Stefani, 2011 Pembimbing 1 Pembimbing

Lebih terperinci

GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS PADA PRIA DAN WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA SITI NURYATI

GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS PADA PRIA DAN WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA SITI NURYATI 49 GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS PADA PRIA DAN WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA SITI NURYATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 50

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang 129%, Jerman 66%, dan Swedia 33% (Depkes,2003). Indonesia termasuk salah satu negara Asia yang pertumbuhan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Jepang 129%, Jerman 66%, dan Swedia 33% (Depkes,2003). Indonesia termasuk salah satu negara Asia yang pertumbuhan penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk lansia (lanjut usia) Indonesia pada tahun 2025 dibandingkan dengan keadaan pada tahun 1990 akan mengalami kenaikan sebesar 414% dan hal ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik dan progresif dengan ciri meningkatnya konsentrasi gula dalam darah. Peningkatan tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demensia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat. Demensia akan mengganggu kegiatan sehari-hari lansia maupun hubungan sosial lansia dengan lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini menjadikan seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini menjadikan seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini menjadikan seseorang dengan mudah mengakses segala media elektronik. Hal itu juga menjadikan seseorang tidak asing lagi dengan

Lebih terperinci

Angka Kejadian dan Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di 78 RT Kotamadya Palembang Tahun 2010

Angka Kejadian dan Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di 78 RT Kotamadya Palembang Tahun 2010 MKS, Th.46. No. 2, April 2014 Angka Kejadian dan Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di 78 RT Kotamadya Palembang Tahun 2010 R.M. Suryadi Tjekyan Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran,

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014 ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE Evan Anggalimanto, 2015 Pembimbing 1 : Dani, dr., M.Kes Pembimbing 2 : dr Rokihyati.Sp.P.D

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang dikutip Junaidi (2011) adalah suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Gambar 3. Rancang Bangun Penelitian N R2 K2. N : Penderita pasca stroke iskemik dengan hipertensi

BAB 3 METODE PENELITIAN. Gambar 3. Rancang Bangun Penelitian N R2 K2. N : Penderita pasca stroke iskemik dengan hipertensi 51 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Rancang Bangun Penelitian Jenis Penelitian Desain Penelitian : Observational : Cross sectional (belah lintang) Gambar 3. Rancang Bangun Penelitian R0 K1 R0 K2 R1 K1 R1 K2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat terjadi seiring dengan meningkatnya arus globalisasi, perkembangan teknologi dan industri. Hal ini juga mempengaruhi

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA WANITA MENOPAUSE

ABSTRAK GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA WANITA MENOPAUSE ABSTRAK GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA WANITA MENOPAUSE Paulin Yuliana, 2011 Pembimbing I Pembimbing II : Winny Suwindere, drg., MS. : Adrian Suhendra, dr.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hipertensi, yang memberikan kontribusi 7.1 juta kematian per tahun. 1

BAB I PENDAHULUAN. hipertensi, yang memberikan kontribusi 7.1 juta kematian per tahun. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pola gaya hidup masa kini yang semakin berkembang telah menyebabkan meningkatnya angka kejadian hipertensi pada banyak orang. Diperkirakan sekitar 20% populasi orang

Lebih terperinci

Testosteron Deficiency Syndrome ( TDS ) & Metabolic Syndrome ( METS )

Testosteron Deficiency Syndrome ( TDS ) & Metabolic Syndrome ( METS ) Testosteron Deficiency Syndrome ( TDS ) & Metabolic Syndrome ( METS ) Asman Manaf Subbagian Endokrin Metabolik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas / RSUP Dr M Jamil Padang

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. kontrol di poliklinik saraf RSUP Dr. Kariadi dan memenuhi kriteria penelitian.

BAB 5 PEMBAHASAN. kontrol di poliklinik saraf RSUP Dr. Kariadi dan memenuhi kriteria penelitian. 84 BAB 5 PEMBAHASAN Penelitian ini melibatkan 31 subyek penderita pasca stroke iskemik yang kontrol di poliklinik saraf RSUP Dr. Kariadi dan memenuhi kriteria penelitian. Gambaran kognitif pasca stroke

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI UPT PUSKESMAS PASUNDAN KOTA BANDUNG PERIODE

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI UPT PUSKESMAS PASUNDAN KOTA BANDUNG PERIODE ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI UPT PUSKESMAS PASUNDAN KOTA BANDUNG PERIODE 2016 Jones Vita Galuh Syailendra, 2014 Pembimbing 1 : Dani, dr., M.Kes. Pembimbing 2 : Budi Widyarto, dr.,

Lebih terperinci

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN. Saya dr. Inta Lismayani, saat ini sedang menjalani pendidikan

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN. Saya dr. Inta Lismayani, saat ini sedang menjalani pendidikan LAMPIRAN 1 LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Selamat pagi Bapak/Ibu Yth, Saya dr. Inta Lismayani, saat ini sedang menjalani pendidikan spesialis saraf di FK USU dan saat ini sedang melakukan

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini 61 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 44 subyek pasien pasca stroke iskemik dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO PADA PASIEN GAGAL JANTUNG DI RUMAH SAKIT SANTO BORROMEUS BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2010

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO PADA PASIEN GAGAL JANTUNG DI RUMAH SAKIT SANTO BORROMEUS BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2010 ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO PADA PASIEN GAGAL JANTUNG DI RUMAH SAKIT SANTO BORROMEUS BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2010 Indra Pramana Widya., 2011 Pembimbing I : Freddy T. Andries, dr., M.S

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini hipertensi masih menjadi masalah utama di dunia, baik di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data American Heart Association

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) [2], usia lanjut dibagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) [2], usia lanjut dibagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Populasi warga lanjut usia (lansia) di Indonesia semakin bertambah setiap tahun, hal tersebut karena keberhasilan pembangunan di berbagai bidang terutama bidang

Lebih terperinci

PENCEGAHAN PENYAKIT DIABETES MELLITUS MELALUI PROGRAM PENYULUHAN DAN PEMERIKSAAN KADAR GULA DARAH DI DUKUH CANDRAN DESA SENTONO KLATEN JAWA TENGAH

PENCEGAHAN PENYAKIT DIABETES MELLITUS MELALUI PROGRAM PENYULUHAN DAN PEMERIKSAAN KADAR GULA DARAH DI DUKUH CANDRAN DESA SENTONO KLATEN JAWA TENGAH Seri Pengabdian Masyarakat 2014 ISSN: 2089-3086 Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan Volume 3 No. 3, September 2014 Halaman 180-185 PENCEGAHAN PENYAKIT DIABETES MELLITUS MELALUI PROGRAM PENYULUHAN DAN PEMERIKSAAN

Lebih terperinci

PENGARUH KURANG TIDUR TERHADAP PENINGKATAN RISIKO OBESITAS

PENGARUH KURANG TIDUR TERHADAP PENINGKATAN RISIKO OBESITAS PENGARUH KURANG TIDUR TERHADAP PENINGKATAN RISIKO OBESITAS ABSTRAK Shella Monica Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung Latar belakang Tidur yang cukup merupakan faktor penting bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah perempuan dalam keluarga utuh (dua orangtua) sebagai tenaga kerja berbayar, meningkat secara drastis dalam 50 terakhir (Frediksen-Goldsen & Scharlach, 2001).

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009 ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009 Siska Wijayanti, 2010 Pembimbing I : Freddy T. Andries, dr., M.S.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Berdasarkan statistik, jumlah penduduk Indonesia di tahun 2020 akan

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Berdasarkan statistik, jumlah penduduk Indonesia di tahun 2020 akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terpadat ke 4 di dunia. Jumlah penduduk saat ini diperkirakan 220 juta jiwa. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan upaya pembangunan kesehatan dapat diukur dengan menurunnya angka kesakitan, angka kematian umum dan bayi, serta meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH). Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya

BAB I PENDAHULUAN. darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler adalah gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya penyempitan pembuluh darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 30% dan angka kejadiannya lebih tinggi pada negara berkembang. 1 Menurut. diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular.

BAB I PENDAHULUAN. 30% dan angka kejadiannya lebih tinggi pada negara berkembang. 1 Menurut. diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom metabolik merupakan suatu kumpulan kelainan metabolik yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang bermakna. Cameron dkk memperkirakan prevalensi sindrom

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi alam dan masyarakat saat ini yang sangat kompleks membuat banyak bermunculan berbagai masalah-masalah kesehatan yang cukup dominan khususnya di negara negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) sudah menjadi masalah global tidak hanya di negara maju saja tetapi juga di negara berkembang. Renu Garg, penasihat regional WHO (South-East

Lebih terperinci

manusia mengalami banyak perubahan dari segi fisik dan mental. Penuaan adalah salah satu

manusia mengalami banyak perubahan dari segi fisik dan mental. Penuaan adalah salah satu Demensia Oleh : Anglia Febrina Manusia pada dasarnya selalu berkembang. Perkembangan setiap manusia memiliki proses dan tahap-tahap yang harus dihadapinya. Setiap manusia akan melalui tahap bayi, anakanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke, yang juga dikenal dengan istilah cerebrovascular

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke, yang juga dikenal dengan istilah cerebrovascular BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler yang terjadi secara tiba-tiba dan menyebabkan kerusakan neurologis. Kerusakan neurologis tersebut dapat disebabkan oleh adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan yang pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Peningkatan kadar kolesterol dalam darah menjadi faktor

Lebih terperinci

CIRI-CIRI KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN OBESITAS DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUP DR KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

CIRI-CIRI KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN OBESITAS DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUP DR KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH CIRI-CIRI KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN OBESITAS DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUP DR KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. lemak, dan protein. World health organization (WHO) memperkirakan prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. lemak, dan protein. World health organization (WHO) memperkirakan prevalensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes mellitus (DM) secara etiologi berasal dari serangkaian kelainan metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin dan

Lebih terperinci

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronik adalah suatu kondisi dimana terjadi keterbatasan pada kemampuan fisik, psikologis atau kognitif dalam melakukan fungsi harian atau kondisi yang memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia pada hakikatnya selalu bertumbuh dan berkembang. Manusia memiliki tahapan-tahapan dalam kehidupannya, yaitu: bayi, kanak-kanak, dewasa, dan lanjut usia. Tahapan

Lebih terperinci

GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU PADA PETUGAS AVIATION SECURITY BANDARA JUWATA TARAKAN DENGAN INDEKS MASSA TUBUH kg/m 2

GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU PADA PETUGAS AVIATION SECURITY BANDARA JUWATA TARAKAN DENGAN INDEKS MASSA TUBUH kg/m 2 GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU PADA PETUGAS AVIATION SECURITY BANDARA JUWATA TARAKAN DENGAN INDEKS MASSA TUBUH 17-27 kg/m 2 Agung Setiyawan MahasiswaPeminatanEpidemiologidanPenyakitTropik FakultasKesehatanMasyarakatUniversitasDiponegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. global. Prevalensi FA meningkat seiring dengan pertumbuhan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. global. Prevalensi FA meningkat seiring dengan pertumbuhan kelompok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fibrilasi atrium (FA) telah menjadi masalah kesehatan utama pada skala global. Prevalensi FA meningkat seiring dengan pertumbuhan kelompok penduduk lanjut usia, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah menetapkan bahwa tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di zaman modern ini. Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit dimana terjadi penimbunan lemak

Lebih terperinci

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Gambaran Faktor Risiko Stroke pada Pasien Stroke Infark Aterotrombotik di RSUD Al Ihsan Periode 1 Januari 2015 31 Desember 2015 The Characteristic of Stroke

Lebih terperinci

ABSTRAK OBESITAS SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE 2

ABSTRAK OBESITAS SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE 2 ABSTRAK OBESITAS SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE 2 Dani Indra Gunawan, 2007; Pembimbing I : Agustian L. K., dr., Sp.PD Pembimbing II : Slamet Santosa, dr., M.Kes Obesitas (kegemukan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, penyakit ini banyak berhubungan dengan penyakit-penyakit kronis di dunia

BAB I PENDAHULUAN. ini, penyakit ini banyak berhubungan dengan penyakit-penyakit kronis di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia merupakan salah satu penyakit yang banyak dijumpai saat ini, penyakit ini banyak berhubungan dengan penyakit-penyakit kronis di dunia seperti Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia menghadapi masalah gizi ganda diantaranya prevalensi gizi kurang dan meningkatnya prevalensi obesitas. Obesitas tidak lagi di anggap sebagai masalah kesehatan

Lebih terperinci