Pengaruh Social Engagement terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengaruh Social Engagement terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta"

Transkripsi

1 Pengaruh Social Engagement terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta Budi Riyanto Wreksoatmodjo Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atmajaya, Jakarta, Indonesia ABSTRAK Peningkatan harapan hidup manusia akan menambah populasi lanjut usia diikuti dengan peningkatan masalah, antara lain penurunan fungsi kognitif. Salah satu faktor risiko penurunan fungsi kognitif ialah social engagement yang dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal. Penelitian dilakukan menggunakan metode cross sectional di kelurahan Jelambar dan Jelambar Baru, Jakarta atas 286 lanjut usia yang tinggal di keluarga dan di panti werdha menunjukkan adanya pengaruh social engagement terhadap fungsi kognitif lanjut usia, terutama di kalangan panti werdha. buruk berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif, social engagement buruk berhubungan dengan fungsi kognitif yang lebih rendah. Komponen social engagement yang paling berperan terhadap fungsi kognitif para lanjut usia adalah aktivitas di masyarakat dan keanggotaan di kelompok masyarakat lain (selain posyandu). Kata kunci: social engagement, fungsi kognitif, lanjut usia, keluarga, panti werdha ABSTRACT The improvement of life expectancy has increased old-age population in the world. This condition will increase the problems among elderly, among others is cognitive decline. One of the risk factors for cognitive decline is social engagement that can be influenced by living environment. This research was done with cross sectional method in kelurahan Jelambar and Jelambar Baru on 286 respondents living in family and institution. Social disengagement was associated with lower cognitive function The most important components of social engagement are to become a member of social/community society and to be active in the community. Budi Riyanto Wreksoatmodjo. The Influence of Social Engagement on Cognitive Function among Elderly in Jakarta. Key words: social engagement, cognitive function, elderly, family, institution PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu keberhasilan terbesar kebijakan kesehatan masyarakat adalah peningkatan harapan hidup. Di tahun 2025 akan terdapat sekitar 1.2 milyar penduduk dunia berusia 60 tahun ke atas, yang akan menjadi 2 milyar di tahun 2050; 80% tinggal di negara-negara berkembang 1. Indonesia yang berpenduduk juta jiwa juga akan mengalami peningkatan penduduk lanjut usia. Jumlahnya pada tahun 2010 diperkirakan 18,575,000 jiwa, 2 sekitar 7% dari jumlah seluruh penduduk. Proporsi populasi lanjut usia tersebut akan terus meningkat mencapai 11.34% di tahun Salah satu masalah kesehatan utama di kalangan lanjut usia adalah kemunduran fungsi kognitif. Di samping faktor individu, faktor lingkungan diduga ikut memengaruhi risiko kemunduran fungsi kognitif, seperti hubungan/keterlibatan sosial (social engagement) 4-6 dan aktivitas, baik aktivitas fisik 7,8 maupun aktivitas kognitif Salah satu faktor lingkungan yang diduga mempengaruhi fungsi kognitif ialah peranan keterlibatan sosial (social engagement). 4,16,17 Mengingat Indonesia mempunyai pola hubungan keluarga yang mungkin berbeda dengan yang ada di negara lain, perlu diketahui apakah keterlibatan sosial (social engagement) berpengaruh terhadap fungsi kognitif para lanjut usia di Indonesia. METODOLOGI PENELITIAN Desain Desain penelitian ini bersifat cross sectional. Lokasi Penelitian Kelurahan Jelambar dan Jelambar Baru, Jakarta Barat. Populasi penelitian Populasi target penelitian ini ialah populasi lanjut usia di Jakarta. Populasi eligible merupakan populasi para lanjut usia yang telah tinggal di lingkungannya masingmasing, baik di keluarga maupun di panti werdha di wilayah kelurahan Jelambar dan kelurahan Jelambar Baru, selama sedikitnya 1 tahun. Populasi lanjut usia di keluarga diambil dari daftar lanjut usia yang ada di Posyandu Lanjut Usia Puskesmas, sedangkan populasi lanjut usia di panti diambil dari daftar penghuni masing-masing panti. *) Catatan kaki: Laporan ini merupakan bagian dari disertasi: Budi Riyanto Wreksoatmodjo. Pengaruh Social Engagement terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Alamat korespondensi budi.rw@gmail.com 171

2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria Inklusi - Laki-laki atau perempuan 60 tahun saat penelitian dimulai. - Telah tinggal di lingkungannya selama sedikitnya 1 tahun - Bersedia mengikuti penelitian ini. Kriteria Eksklusi Menderita gangguan jiwa psikosis; gangguan fungsi luhur seperti afasia, apraksia; riwayat gangguan peredaran darah otak (stroke). Mereka yang diketahui telah menderita atau didiagnosis demensia. 18 Besar Sampel Jumlah sampel minimal pada satu kelompok adalah 118, karena pada penelitian ini ada dua kelompok maka sampel menjadi 236. Selanjutnya untuk mengantisipasi ketidak lengkapan data, ditambah dengan 10% = = 260 responden. Pengumpulan Data Data dikumpulkan melalui: 1) Kuesioner informasi umum. 2) Kuesioner indeks social disengagement dan aktivitas fisik dan aktivitas kognitif. 3) Kuesioner Mini Mental State Examination (MMSE). Pengumpulan data oleh petugas yang telah dilatih dan tersertifikasi AAzI (Asosiasi Alzheimer Indonesia). DEFINISI : Terpeliharanya beragam hubungan sosial dan keikutsertaan (partisipasi) dalam kegiatan sosial. 4 Pada penelitian ini dinilai menurut indeks social disengagement. 4 Penilaian social engagement terbagi atas dua komponen, yaitu komponen jaringan sosial dan aktivitas sosial. Penilaian aktivitas sosial berdasarkan frekuensi kunjungan ke tempat ibadah, keanggotaan kelompok masyarakat dan aktivitasnya dalam lingkungan, sedangkan jaringan sosial dinilai dari adanya pasangan hidup, frekuensi kontak baik langsung (tatap muka) maupun tak langsung (melalui sarana komunikasi surat, telpon, SMS). dinilai baik jika nilai indeks keseluruhan (GAB) 3 4, dinilai buruk jika nilainya 1 2. Fungsi kognitif: Kemampuan mengenal atau mengetahui mengenai benda atau keadaan atau situasi, yang dikaitkan dengan pengalaman pembelajaran dan kapasitas inteligensi seseorang. Termasuk fungsi kognisi ialah: memori/daya ingat, konsentrasi/ perhatian, orientasi, kemampuan berbahasa, berhitung, visuospasial, fungsi eksekutif, abstraksi dan taraf inteligensi. 19 Pada penelitian ini dinilai menggunakan MMSE (Mini Mental State Examination), 20,21 didasarkan atas nilai potong yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan responden. 22 Dinilai baik jika nilainya: 13 jika tidak sekolah, jika tidak tamat SD 19, tamat SD 23, tamat SLP 25, tamat SLA ke atas 26. Dinilai buruk jika nilainya: < 13 jika tidak sekolah, tidak tamat SD < 19, tamat SD < 23, tamat SLP < 25 dan jika tamat SLA ke atas < 26. HASIL Jumlah reponden yang memenuhi syarat dan datanya lengkap pada penelitian ini sejumlah 286 orang; berasal dari 5 posyandu lanjut usia dan 2 panti werdha yang ada di wilayah tersebut. Responden yang Dianalisis dalam Penelitian Mayoritas responden adalah perempuan 74.5%. Sebagian besar responden berusia tahun yaitu 62.9%. Rata-rata usia responden adalah tahun. Kebanyakan responden tidak bekerja (78.3%). Mayoritas responden tingkat pendidikan tinggi (57.7%). Responden yang tinggal di keluarga 73.4% dan yang tinggal di panti werdha 26.6%. Hampir separuh responden pernah menikah (48.3%), 45.5% lainnya masih hidup bersama pasangannya serta 6.3% tidak menikah (Tabel 1). Sejumlah 29.4% memiliki riwayat hipertensi, 12.6% memiliki riwayat diabetes melitus (Tabel 2). Lebih dari separuh responden berstatus gizi normal (55.2%). Sejumlah 59.8% responden mempunyai aktivitas fisik kurang, 51% responden aktivitas kognitifnya kurang (Tabel 3). Tabel 1 Demografi Responden Demografi N % Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Usia tahun Demografi N % >70 tahun tahun > 80 tahun Pekerjaan Tidak bekerja Bekerja Bekerja di luar rumah Bekerja di dalam rumah Pendidikan Rendah Tidak sekolah Tak tamat SD Tamat SD Tinggi Tamat SLTP Tamat SLTA > Tempat Tinggal Panti Masyarakat Status Marital Tidak menikah Pernah menikah Menikah Tabel 2 Riwayat Kesehatan Responden Riwayat Kesehatan n % Hipertensi Ya Tidak Diabetes mellitus Ya Tidak Status Gizi Underweight (IMT <18.50) Normal IMT ( ) Overweight (IMT 25.00) Tabel 3 Aktivitas Fisik dan Aktivitas Kognitif Responden Aktivitas Fisik dan Kognitif N % Aktivitas Fisik Kurang Baik Aktivitas Kognitif Kurang Baik

3 Fungsi Kognitif Fungsi kognitif buruk di kelompok tidak sekolah 40.9%, di kelompok tak tamat SD 33.3%, di kelompok tamat SD 40%, di kelompok tamat SLP 50% dan di kelompok tamat SLA atau lebih 28.7% (Tabel 4). Secara keseluruhan, 37.8% responden mempunyai fungsi kognitif buruk (Tabel 5). Tabel 4 Fungsi Kognitif Responden Menurut Tingkat Pendidikan Tidak sekolah Fungsi kognitif N % buruk (Skor MMSE <13) baik (Skor MMSE > 13) Tak tamat SD buruk (Skor MMSE <19) baik (Skor MMSE > 19) Tamat SD buruk (Skor MMSE <23) baik (Skor MMSE > 23) Tamat SLP buruk (Skor MMSE <25) baik (Skor MMSE > 25) Tamat SLA > buruk (Skor MMSE <26) baik (Skor MMSE > 26) Tabel 5 Fungsi Kognitif Responden Fungsi kognitif N % Buruk Baik Social Engagement 1. Jaringan Sosial Mayoritas responden yaitu 54.4% tidak memiliki pasangan hidup. Frekuensi kontak dengan keluarga dan teman/sahabat secara personal atau temu muka/fisik (kontak in person) mayoritas baik yaitu 73.8%, sedangkan frekuensi kontak dengan keluarga dan teman/sahabat tak langsung melalui surat atau sarana komunikasi lain (kontak in media) mayoritas buruk yaitu sebesar 87.8%. Jaringan sosial dinilai dari kombinasi tiga variabel tersebut, didapatkan 58.1% responden dinilai mempunyai jaringan sosial buruk. Tabel 6 Jaringan Sosial Responden Pasangan hidup (skala PH) Variabel n % Tidak ada (skor =0) Ada (skor=1) Kontak in person (skalavis) Buruk (skor =0) Baik (skor=1) Kontak in media (skalanvis) Buruk (skor =0) Baik (skor=1) Jaringan sosial (skala JSOS) Buruk (jumlah skor 0-1) Baik (jumlah skor 2-3) Aktivitas Sosial Mayoritas responden berkunjung ke tempat ibadah sedikitnya seminggu sekali (80.4%) dan masih terlibat dalam kegiatan di kelompok lain seperti pengajian atau arisan di lingkungan masing-masing (60.5%). Responden yang masih terlibat dalam kegiatan di luar rumah yang dinilai dari frekuensi ke luar rumah, melancong, berbelanja, menonton pertunjukan di bioskop atau pertandingan olahraga, dan aktivitas di lingkungan masyarakat lebih sedikit yaitu 13.6%. Aktivitas sosial dinilai dari kombinasi tiga variabel tersebut. Sebanyak 61.5% masih mempunyai aktivitas sosial baik, lebih besar dibandingkan dengan responden dengan jaringan sosial baik yaitu sebesar 41.9%. Tabel 7 Aktivitas Sosial Responden Variabel n % Kunjungan ke tempat ibadah (skala TIB) Buruk (skor =0) Baik (skor=1) Kegiatan di masyarakat (skala MAS) Buruk (skor =0) Baik (skor=1) 13.6 Keanggotaan di kelompok lain (skala KEL) Buruk (skor =0) Baik (skor=1) Aktivitas Sosial (skala ASOS) Buruk (skor 0-1) Baik (skor 2-3) Social Engagement Nilai social engagement merupakan nilai gabungan dari skor jaringan sosial dan skor aktivitas sosial. Lanjut usia yang memiliki social engagement buruk 35.7%. Tabel 8 Social Engagement Social Engagement n (%) Sangat buruk (1) 23 (8.0) Buruk (2) 79 (27.6) Baik (3) 149 (52.1) Sangat baik (4) 35 (12.2) Total 286 (100.0) Buruk (sangat buruk dan buruk) 102 (35.7) Baik (baik dan sangat baik) 184 (64.3) Total 286 (100.) 4. Distribusi Social Engagement buruk lebih banyak dijumpai di kelompok perempuan (76.5%), pada usia tahun (58.8%), tidak bekerja (80.4%), berpendidikan rendah (67.2%), pernah menikah (66,7%) dan tinggal di panti (66.7%) (Tabel 9) dengan perbedaan proporsi yang bermakna dalam hal pendidikan, status marital dan tempattinggal (Tabel 10). Di kalangan social engagement buruk lebih banyak yang tidak hipertensi, tidak diabetes melitus dan underweight. Di kalangan social engagement buruk lebih banyak yang aktivitas fisiknya buruk dan aktivitas kognitifnya buruk (Tabel 11). Tabel 9 Distribusi Social Engagement berdasarkan Demografi Demografi Jenis kelamin Buruk N=102 Baik N=184 Laki-laki 24 (23.5) 49 (26.6) Perempuan 78 (76.5) 135 (73.4) Usia tahun 60 (58.8) 120 (65.2) >70 tahun 42 (41.2) 64 (34.8) Pekerjaan Tidak bekerja 82 (80.4) 142 (77.2) Bekerja 20 (19.6) 42 (22.8) Pendidikan Rendah 64 (67.2) 57 (31.0) Tinggi 38 (37.3) 127 (69.0) < p 173

4 Demografi Status Marital Buruk N=102 Baik N=184 Tidak menikah 14 (13.7) 4 (2.2) Pernah menikah 68 (66.7) 70 (38.0) Menikah 20 (19.6) 110 (59.8) < Tempat Tinggal Panti 68 (66.7) 8 (4.3) Keluarga 34 (33.3) 176 (95.7) < Tabel 10 Distribusi Social Engagement berdasarkan Riwayat Kesehatan Riwayat Kesehatan Buruk Baik N=102 N=184 Hipertensi Ya 27 (26.5) 57 (31.0) Tidak 75 (73.5) 127 (69.0) Diabetes melitus Ya 10 (9.8) 26 (14.1) Tidak 92 (90.2) 158 (85.9) Status Gizi Underweight 21 (20.6) 17 (9.2) (IMT <18.50) Normal IMT 25 (24.5) 65 (35.3) ( ) Overweight (IMT 25.00) 56 (54.9) 102 (55.4) Tabel 11 Distribusi Social Engagement berdasarkan Aktivitas Fisik dan Kognitif Aktivitas Fisik dan Kognitif Aktivitas Fisik Buruk N=102 Baik N=184 Kurang 77 (75.5) 94 (51.1) Baik 25 (24.5) 90 (48.9) < Aktivitas Kognitif Kurang 78 (76.5) 68 (37.0) Baik 24 (23.5) 116 (63.0) < Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif terdiri dari komponen jaringan sosial dengan aktivitas sosial. Hubungan jaringan sosial dan aktivitas sosial dengan fungsi kognitif dapat dilihat pada Tabel 12..p.p.p Tabel 12 Hubungan Jaringan Sosial dan Aktivitas Sosial dengan Fungsi Kognitif Fungsi Kognitif Buruk Baik Total PRR.p Jaringan Sosial Kurang 73 (44.0) 93 (56.0) 166 (100) ( ) Baik 35 (29.2) 85 (70.8) 120 (100) Aktivitas Sosial Kurang 57 (51.8) 53 (48.2) 110 (100) ( ) < Baik 51 (29.0) 125 (71.0) 176 (100) Tabel 13 Hubungan Komponen Jaringan Sosial dan Aktivitas Sosial dengan Fungsi Kognitif Fungsi Kognitif Kurang Baik Total PRR.p JARINGAN SOSIAL Kontak in person (VIS) Kurang 44 (58.7) 31 (41.3) 75 (100.0) ( ) < Baik 64 (30.3) 147 (69.7) 211 (100.0) Kontak in media (NVIS) Kurang 101 (40.2) 150 (59.8) 251 (100) ( ) Baik 7 (20.0) 28 (80.0) 35 (100) Pasangan Hidup (PH) Tidak ada 65 (41.7) 91 (58.3) 156 (100.0) ( ) Ada 43 (33.1) 87 (66.9) 130 (100.0) AKTIVITAS SOSIAL Aktivitas di Masyarakat (MAS) Kurang 99 (40.1) 148 (59.9) 247 (100.0) ( ) Baik 9 (23.1) 30 (76.9) 39 (100.0) Kunjungan ke tempat ibadah (TIB) <1 kali/minggu 32 (57.1) 24 (42.9) 56 (100.0) ( ) kali/minggu 76 (33.0) 154 (67.0) 230 (100.0) Keanggotaan/Partisipasi di kelompok selain posyandu (KEL) Tidak 58 (51.3) 55 (48.7) 113 (100.0) ( ) < Ya 50 (28.9) 123 (71.1) 173 (100.0) Tabel 14 Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif Fungsi Kognitif Kurang Baik PRR.p Buruk 58 (56.9) 44 (43.1) ( ) < Baik 50 (27.2) 134 (72.8) Para lanjut usia yang jaringan sosialnya kurang mempunyai risiko ( ) kali lebih besar untuk mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan dengan mereka yang jaringan sosialnya baik. Demikian juga para lanjut usia yang aktivitas sosialnya kurang mempunyai risiko ( ) kali lebih besar untuk mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan dengan mereka yang aktivitas sosialnya baik. Jaringan sosial terdiri komponen kontak in person (VIS), kontak in media (NVIS) dan pasangan hidup (PH), sedangkan aktivitas sosial terdiri dari komponen kegiatan di luar rumah (MAS), frekuensi kunjungan ke tempat ibadah (TIB) dan keanggotaan di kelompok lain (KEL). Hubungan komponen jaringan sosial dan komponen aktivitas sosial dengan fungsi kognitif dapat dilihat pada Tabel 13. Dari komponen jaringan sosial, yang berpengaruh terhadap fungsi kognitif adalah kontak in person (VIS) dan kontak in media (NVIS), sedangkan pasangan hidup (PH) tidak berpengaruh. Para lanjut usia dengan kontak in person kurang ( ) kali lebih berisiko mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan dengan para lanjut usia dengan kontak in person baik. Para lanjut usia dengan kontak in media kurang, ( ) kali lebih berisiko mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan dengan para lanjut usia dengan kontak in media baik. 174

5 Dari komponen aktivitas sosial, yang berpengaruh adalah frekuensi kunjungan ke tempat ibadah (TIB) dan keanggotaan di kelompok lain (KEL) seperti kelompok pengajian dan kelompok arisan. Para lanjut usia dengan kunjungan ke tempat ibadah < 1 kali/minggu ( ) kali lebih berisiko dibandingkan dengan para lanjut usia dengan kunjungan ke tempat ibadah 1 kali/ minggu. Para lanjut usia yang tidak menjadi anggota di kelompok masyarakat lain selain posyandu ( ) lebih berisiko mempunyai fungsi kognitif buruk Hubungan social engagement dengan fungsi kognitif pada penelitian ini dilihat dari nilai PRR menggunakan analisis Cox Regression yang ditunjukkan pada Tabel 14. Tabel 14 menunjukkan bahwa sebanyak 56.9% (58 orang) lanjut usia dengan social engagement buruk memiliki fungsi kognitif buruk. Sedangkan di antara lanjut usia dengan social engagement baik sebanyak 27.2% (50 orang) memiliki fungsi kognitif buruk. Uji statistik menggunakan analisis Cox Regression menunjukkan ada hubungan bermakna antara social engagement dengan fungsi kognitif (nilai p < ). Lanjut usia dengan social engagement buruk memiliki risiko ( ) kali lebih besar untuk mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan lanjut usia dengan social engagement baik. PEMBAHASAN diartikan sebagai kemampuan memelihara hubungan sosial (jaringan sosial) dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial (aktivitas sosial). 4 Jaringan sosial (social network) dinilai dari struktur dan kualitas hubungan interpersonal, sedangkan aktivitas sosial dicirikan dari partisipasi dalam aktivitas masyarakat yang bermakna dan produktif. mempunyai komponen jaringan sosial, yaitu kemampuan memelihara luasnya hubungan sosial dan aktivitas sosial, yaitu tingkat partisipasi dalam kegiatan di masyarakat 4. Lebih banyak mempunyai jaringan sosial dan lebih banyak aktivitas sosial diasosiasikan dengan lebih lambatnya penurunan kognitif 17 dan mereka yang menerima dukungan emosional mempunyai fungsi kognitif lebih baik. 23 Pada penelitian ini lanjut usia dengan social engagement buruk memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk mendapatkan fungsi kognitif buruk (HR 2.09; 95%IK: ) (Tabel 14). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian epidemiologis yang sebagian besar menunjukkan bahwa social engagement merupakan faktor protektif terhadap penurunan fungsi kognitif 25,26 meskipun ada juga yang tidak menemukan hubungan antara dukungan sosial dengan risiko penurunan fungsi kognitif. 27 Social engagement dianggap dapat memelihara fungsi kognitif 17,23 melalui mekanisme scaffolding berupa pengaktifan jaringan tambahan sehingga jaringan otak menjadi lebih efisien; makin banyak jaringan tambahan yang tersedia, akan makin efisien mekanisme kompensatorik tadi, dan stimulasi lingkungan telah terbukti bisa menambah tersedianya jaringan tambahan tersebut. 24 melibatkan fungsi kognisi sosial. Kognisi sosial didukung oleh jaringan ekstensif yang melibatkan sistim limbik dan area asosiasi kortikal maupun subkortikal. 28,29 Daerah-daerah tersebut juga mendukung memori episodik, memori semantik dan fungsi kognitif lainnya. Sistem ini memungkinkan terbentuknya representasi simbolik atas karakteristik self-non self, pikiran dan perasaan, dan aspek lain lingkungan sosial, dan memberikan kemampuan melihat diri sendiri dari sudut pandang orang lain (theory of mind). 30 Pentingnya interaksi hubungan sosial telah lama diketahui; meskipun demikian tidak semua individu berkemampuan sama dalam hal membangun dan mempertahankan persahabatan dan ikatan sosial. Beberapa gangguan neurodevelopmental sebagian dicirikan dari ketidakmampuan membangun ikatan sosial seperti pada autism, fragile X syndrome dan skizofrenia; orang dengan diagnosis tersebut mempunyai defisit kognisi sosial. 29 Pengaruhnya terutama pada fungsi semantic memory, dibandingkan dengan fungsi episodic memory, working memory, perceptual speed, visuospatial ability. Lesi otak fokal termasuk stroke dapat menghambat aspek tingkah laku sosial sementara aspek kognitif lainnya relatif intak. Penyakit neurodegeneratif termasuk Parkinson, demensia frontotemporal dan Alzheimer diketahui dikaitkan dengan gangguan aspek tingkah laku sosial. Oleh karena itu mungkin saja aspek proses kognitif yang membangun dan mempertahankan jaringan sosial juga dapat berlaku sebagai cadangan terhadap risiko gangguan kognitif akibat adanya akumulasi patologi jaringan otak, atau dengan mengkompensasi efek degenerasi sistem kognitif nonsosial. 30 Rekrutmen area otak alternatif sebagai respon terhadap kerusakan akibat penuaan dan degenerasi telah banyak tercatat dalam studi pencitraan. Misalnya, penuaan diasosiasikan dengan peningkatan area otak yang pada orang muda tidak aktif. 31 Pola ini dianggap menggambarkan kompensasi terhadap kerusakan yang berhubungan dengan penuaan melalui jaringan neural alternatif. 32 Lanjut usia penderita Alzhemier ringan juga mengaktifkan area otak tambahan pada tingkat aktivitas kognitif yang sama dengan mereka yang sehat. Pengamatan bahwa aktivasi jaringan alternatif, bukannya menyiagakannya terus menerus dapat menerangkan mengapa tidak ada efek utama jaringan sosial terhadap fungsi kognitif, tetapi bisa nyata jika patologi otak bertambah. 33 Tingkat jaringan sosial mengubah sifat kaitan antara beberapa parameter Alzheimer dengan tingkat fungsi kognitif, terutama pada efeknya terhadap pengurangan jumlah neurofibrillary tangles; efek ini menetap setelah dikontrol dengan faktor yang berpotensi confounding. Pengaruhnya nyata pada semua aspek kognitif, tetapi terutama pada memori semantik yang merupakan simpanan pengetahuan mengenai dunia sekitar dan terlibat secara mendasar pada fungsi kognitif yang unik pada manusia seperti berbahasa. 30 Selain itu juga terlihat bahwa meskipun orang dengan jaringan sosial yang lebih luas lebih mungkin terlibat lebih aktif dalam aktivitas sosial, kognitif dan fisik, yang semuanya dikaitkan dengan menurunkan risiko gangguan kognitif dan demensia, pengaruh jaringan sosial masih menetap setelah faktor-faktor tersebut dikontrol. 30 Mekanisme pengaruh jaringan sosial terhadap fungsi kognitif masih belum dapat ditentukan - apakah berasal dari struktur hubungan sosial (besar, frekuensi) atau dari persepsinya (kepuasan, kesan) terhadap hubungan sosial yang ada. 16 Pengaruh aktivitas sosial 175

6 Tabel 15 Beberapa Penelitian di Masyarakat Mengenai Hubungan Social-Engagement dengan Fungsi Kognitif di Kalangan Lanjut Usia Penulis Lokasi Populasi Eksklusi Uji Hasil Bassuk et al.1999 Fratiglio ni et al Ho et al Yeh & Liu 2003 Glei et al Green et al Amieva et al James et al Masyarakat, New Haven, Connecticutt Longitudinal Masyarakat, Kungsholmen Sweden Follow-up rata-rata 3 tahun Masyarakat, HongKong Kohort 3 tahun Masyarakat, Taiwan Krosseksional Masyarakat Taiwan Longitudinal Masyarakat, Baltimore, USA Longitudinal Masyarakat, Perancis PAQUID cohort Fasilitas pensiunan, Chicago, AS Kohort 12 tahun 2812 usia 65 tahun - SPMSQ, questionnaire 1203 usia 75 tahun, tidak demensia MMSE 23 MMSE, social network Jaringan sosial terendah vs. tertinggi: 3-year OD untuk penurunan kognisi: year OD: year OD: 2.37 Jaringan sosial buruk/terbatas meningkatkan risiko demensia sebesar 60% (95%CI: ) 2032 usia 70 tahun Cognitive impairment CAPE di institusi vs. di masyarakat: OR pria 4.4 ( ), OR perempuan 2.5 ( ) 4993 usia 65 tahun Gangguan psikiatrik, demensia, menolak, SPMSQ Social support lebih baik kognisi lebih baik meninggal dunia, tanpa alamat 2387 usia 60 tahun - SPMSQ Aktivitas sosial berpengaruh positif terhadap kognisi, jaringan sosial tak berpengaruh 874 usia 18 tahun - MMSE Tak ada asosiasi longitudinal antara aktivitas sosial dengan kognisi 3777 usia 65 tahun - MMSE, IADL Risiko Alzheimer 55 % lebih rendah di kalangan social support baik, 23% lebih rendah di kalangan yang socially satisfied 1406 usia 65 tahun Demensia, data tak lengkap Battery of 21 tests Laju penurunan kognitif 70% lebih rendah di kalangan aktif sosial ini didukung oleh fenomena biologis; pada percobaan binatang, mereka yang tinggal di lingkungan yang lebih kaya, dibandingkan dengan yang tinggal terisolasi, lebih sedikit penurunan kognitifnya, 34 mengandung lebih sedikit amiloid di otak, 35 lebih banyak jaringan kapiler korteksnya 36 dan juga lebih aktif neurogenesisnya. 24 Peranan aktivitas sosial di masyarakat ataupun keanggotaan di kelompok masyarakat telah lama dibahas dalam memelihara kesehatan secara umum dan khususnya fungsi kognitif. Tetapi penelitian-penelitian di masyarakat belum semuanya memperoleh simpulan yang jelas mengenai pengaruh jaringan dan aktivitas sosial terhadap fungsi kognitif, sebagian menyatakan bermanfaat, 4,37-39 ada juga yang masih meragukan. 40 Aktivitas sosial yang ekstensif mempunyai efek proteksi terhadap risiko berkembangnya demensia 4,6,44 ; penemuan ini diperkuat dengan studi laboratorium: tikus yang hidup di lingkungan kompleks lebih cekatan dibandingkan dengan yang hidup di lingkungan sederhana. Aktivitas sosial juga bisa menguntungkan melalui lingkungan yang merangsang fungsi kognitif. 23,26,45,46 Sebuah penelitian kohort Honolulu-Aging Study menghubungkan penurunan aktivitas dari usia pertengahan ke usia lanjut dengan peningkatan risiko demensia meskipun masih mungkin bahwa penurunan aktivitas tersebut justru merupakan tanda dini demensia. 46 Penelitian di kalangan perempuan mendapatkan hasil serupa, yaitu aktivitas sosial memperlambat penurunan fungsi kognitif. 37 Ada beberapa alasan mengapa aktivitas sosial dalam bentuk apapun berhubungan dengan fungsi kognitif di usia lanjut; di antaranya bahwa aktivitas tersebut juga memperbaiki kondisi kesehatan umum, mengurangi depresi dan menumbuhkan kebiasaan hidup sehat. 47 Tanpa memperhitungkan efeknya terhadap fungsi kognitif, menghindari isolasi sosial dan mempertahankan berbagai jenis aktivitas sosial dapat bersifat protektif terhadap gangguan kognitif dan demensia di kemudian hari; meskipun demikian, kemungkinan sebaliknya bahwa gangguan kognitif menyebabkan penurunan aktivitas sosial juga harus dipertimbangkan mengingat neuropatologi seluler sudah terlihat berpuluh tahun sebelum gejala muncul. 41 Bassuk et al.(1999) menemukan hubungan antara social disengagement dan penurunan fungsi kognitif pada lanjut usia yang tinggal di keluarga. Pada pengamatan tahun ketiga didapatkan OR 2.24 ( ), pengamatan tahun keenam OR 1.91 ( ), dan tahun kedua belas OR 2.37 ( ) di kalangan lanjut usia tinggal di keluarga yang tidak memiliki ikatan sosial dibandingkan dengan yang memiliki lima atau enam hubungan sosial, setelah disesuaikan oleh variabel usia, kinerja awal kognitif, jenis kelamin, etnis, pendidikan, pendapatan, tipe rumah, cacat fisik, profil kardiovaskular, penurunan sensorik, gejala depresi, merokok, penggunaan alkohol, dan tingkat aktivitas fisik. 4 Fratiglioni et al. (2000) menemukan bahwa jaringan sosial yang luas merupakan faktor protektif demensia. Lanjut usia yang hidup sendiri dan tidak memiliki ikatan sosial yang dekat memiliki risiko 1.5 ( ; ) kali lebih besar untuk menjadi demensia. Lanjut usia tidak menikah dan tinggal sendirian memiliki risiko 1.9 ( ) kali lebih besar untuk demensia dibandingkan dengan lanjut usia menikah dan tinggal bersama orang lain. Jika semua komponen jaringan sosial digabung dalam indeks ditemukan bahwa jaringan sosial buruk meningkatkan risiko demensia sebesar 60%. 6 Kontak jaringan sosial yang jarang tidak meningkatkan risiko demensia apabila berkualitas. Yeh & Liu (2003) di Taiwan menunjukkan bahwa fungsi kognitif yang baik di komunitas lanjut usia berasosiasi dengan dukungan sosial khususnya status marital dan dukungan positif dari teman. 26 Tetapi Ho et al. (2001) tidak menemukan hubungan antara dukungan sosial dengan risiko penurunan fungsi kognitif baik di kalangan laki-laki maupun di kalangan perempuan. 27 Glei et al. (2005) meneliti perubahan fungsi kognitif berkaitan dengan partisipasi kegiatan sosial dan jaringan sosial pada lanjut usia di Taiwan, didapatkan lanjut usia yang berpartisipasi dalam satu atau dua kegiatan sosial 13% lebih kecil risikonya untuk failed cognitive task dibandingkan dengan mereka yang tidak ikut serta dalam aktivitas sosial, dan lanjut usia yang berpartisipasi dalam tiga atau lebih kegiatan sosial 33% lebih kecil risikonya 176

7 untuk failed cognitive task dibandingkan mereka yang tidak ikut serta dalam aktivitas sosial. 39 Tetapi analisis longitudinal Green et al. (2008) pada orang dewasa berusia 18 tahun ke atas yang dinilai sebanyak 3 kali selama tahun , tidak menemukan hubungan antara jaringan sosial dengan kognisi, meskipun dalam analisis cross sectional ditemukan ada hubungan. 40 Penelitian Amieva et al. (2010) menunjukkan hubungan signifikan antara aspek jaringan sosial terhadap gangguan fungsi kognitif berupa demensia dan AD. Kepuasan dan timbal balik dalam hubungan merupakan faktor protektif terhadap demensia, responden yang merasa puas dengan hubungan mereka risiko demensianya berkurang sebanyak 23%. Selain itu responden yang menerima dukungan lebih selama hidupnya memiliki 55% dan 53% penurunan risiko untuk demensia dan AD. Pengaruh proteksi terhadap demensia atau AD selama 15 tahun lebih kepada kualitas dibandingkan dengan kuantitas jaringan sosial. 16 James et al. (2011) mendapatkan bahwa setiap penambahan skor aktivitas sosial, diasosiasikan dengan penurunan fungsi kognitif 47% lebih lambat. 43 Ada beberapa alasan mengapa aktivitas sosial dalam bentuk apapun berhubungan dengan fungsi kognitif di usia lanjut; di antaranya bahwa aktivitas tersebut juga memperbaiki kondisi kesehatan umum, mengurangi depresi dan memperbaiki kebiasaan hidup sehat. Menghindari isolasi sosial dan mempertahankan berbagai jenis aktivitas sosial agaknya bersifat protektif terhadap gangguan kognitif dan demensia di kemudian hari; meskipun demikian, kemungkinan sebaliknya bahwa gangguan kognitif menyebabkan penurunan aktivitas sosial juga harus dipertimbangkan mengingat neuropatologi yang diakitkan dengan gangguan kognitif dan demensia sudah terlihat berpuluh tahun sebelum gejala muncul. 41 Secara umum, aktivitas sosial di masyarakat ataupun keanggotaan di kelompok masyarakat yang merupakan komponen social engagement dapat mempertahankan kesehatan mental seseorang melalui beberapa mekanisme: menyediakan dukungan sosial, memberikan pengaruh positif berupa rasa berguna, menyediakan bantuan praktis bagi kegiatan sehari-hari seperti membantu bepergian, dan membentuk keterikatan emosional. 42 SIMPULAN terbukti berpengaruh terhadap fungsi kognitif, yaitu social engagement buruk meningkatkan risiko terjadinya gangguan fungsi kognitif. Lanjut usia dengan social engagement buruk memiliki risiko ( ) kali lebih besar untuk mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan lanjut usia dengan social engagement baik. Adapun simpulan tambahan dari penelitian ini adalah: a. Lanjut usia dengan fungsi kognitif buruk sebesar 37.8%. Lanjut usia dengan social engagement buruk 35.7%. Penilaian social engagement merupakan gabungan dari penilaian jaringan sosial dan aktivitas sosial; lanjut usia yang jaringan sosialnya dinilai buruk sebesar 58.1% dan lanjut usia yang aktivitas sosialnya dinilai buruk sebesar 38.5% b. Tidak ada perbedaan proporsi antara lanjut usia yang social engagement buruk dan baik berdasarkan jenis kelamin, usia dan pekerjaan, sedangkan berdasarkan pendidikan, status marital dan tempat tinggal, proporsi social engagement buruk lebih banyak ditemukan pada lanjut usia dengan tingkat pendidikan rendah, pernah menikah dan tinggal di panti. SARAN 1. Melakukan penelitian lanjutan pada populasi yang lebih luas, meliputi masyarakat dengan latar belakang kultur yang berbeda. 2. Melakukan penelitian lanjutan berupa intervensi manipulasi social engagement untuk melihat pengaruhnya terhadap perubahan fungsi kognitif di kalangan lanjut usia. DAFTAR PUSTAKA 1. WHO. Active Ageing: a policy framework, WHO, Geneva BPS. Statistik Indonesia 2009, BPS, Jakarta, Komisi Nasional Lanjut Usia. Rencana Aksi tentang Kelanjutusiaan untuk Asia dan Pasifik. Kumpulan Kesepakatan bidang Lanjut Usia. Komisi Nasional Lanjut Usia, 2007, Komnas Lansia, Jakarta, pp Bassuk SS, Glass TA, Berkman, LF. Social disengagement and incident cognitive decline in community-dwelling elderly persons. Ann Intern Med.,1999; 131(3): Levasseur M, Richard L, Gauvin L, Raymond E. Inventory and analysis of definitions of social participation found in the aging literature: Proposed taxonomy of social activities. Soc Sci Med., 2010; 71(12): Fratiglioni L, Paillard-Borg S, Winblad B. An active and socially integrated lifestyle in late life might protect against dementia. Lancet Neurol. 2004; 3(6): Albert MS, Jones K, Savage CR et al. Predictors of cognitive change in older persons: MacArthur studies of successful aging. Psychol Aging 1995; 10(4): Yaffee K., Barnes DE. Epidemiology and Risk Factors. The Behavioral Neurology of Dementia.Cambridge Medicine, Cambridge Carlson MC, Helms MJ, Steffens DC, Burke JR, Potter GG, Plassman BL. Midlife activity predicts risk of dementia in older male twin pairs. Alzheimer s & Dementia, 2008; 4(5): Crowe M, Andel R, Pedersen NL, Johansson B, Gatz, M. Does participation in leisure activities lead to reduced risk of Alzheimer s disease? A prospective study of Swedish twins.j Gerontol. 2003; 58(5): Hultsch DF, Hertzog C, Small BJ, Dixon RA. Use it or lose it: Engaged lifestyle as a buffer of cognitive decline in aging?. Psychol. Aging 1999;14(2): Alvarado-Esquivel C, Hernández-Alvarado AB, Tapia-Rodríguez RO, Guerrero-Iturbe A, Rodríguez-Corral K, Martínez SE. Prevalence of dementia and Alzheimer s disease in elders of nursing homes and a senior center of Durango City, Mexico. BMC Psychiatry 2004;4(3): Dehlin O, Franzén M. Prevalence of dementia syndromes in persons living in homes for the elderly and in nursing homes in southern Sweden. Scand. J. Primary Health Care 1985; 3(4): Guerrerro JR, Aguirre JM, Carpio AD, Dalupang RG, Nicolas RA. A comparative analysis of the cognitive functioning of community-dwelling and institution-based elderly in Manila. Phillipine J. Allied Health Sciences 2007; 2: Wilson RS, Bennett DA, Bienias JL, Aggarwal NT, Mendes De Leon CF, Morris MC, Schneider JA, Evans DA Cognitive activity and incident AD in a population-based sample of older persons. Neurology 2002;59(12):

8 16. Amieva H, Stoykova R, Matharan F, Helmer C, Antonucci TC, Dartigues JF. What aspects of social network are protective for dementia? Not the quantity but the quality of social interactions is protective up to 15 years later. Psychosom.Med. 2010; 72(9): Barnes, LL, Mendes de Leon, CF, Wilson, RS, Bienias, JL & Evans, DA 2004, Social resources and cognitive decline in a population of older african americans and whites, Neurology, vol 63, no. 12, pp American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 1994, 4 th ed., American Psychiatric Association, Washington DC. 19. Boedhi-Darmojo R.Gerontologi Sosial. Dalam: Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi 4 Eds.Martono H.H. dan Pranarka K., Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2010, pp Assosiasi Alzheimer Indonesia. Konsensus Nasional Pengenalan dan Penatalaksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia Lainnya. ed. 1, Asosiasi Alzheimer Indonesia, Jakarta Dikot Y. Deteksi dini gangguan kognitif dalam praketek umum dan neurologi sehari-hari. Dalam: Basuki A, Dian S, (eds.) Neurology in Daily Practice. Ed 1. Bagian/UPF Ilmu Penyakit Saraf, FK Universitas Padjadjaran/RS Hasan Sadikin, Bandung Turana Y, Handayani YS.Nilai Mini Mental State Examination (MMSE) berdasarkan usia dan tingkat pendidikan pada masyarakat lanjut usia di Jakarta, Medika Jurnal Kedokteran Indonesia, 2011;37(5): Seeman TE, Lusignolo TM, Albert M, Berkman L. Social relationships, social support, and patterns of cognitive aging in healthy, high-functioning older adults: macarthur studies of successful aging. Health Psychol., 2001; 20(4): Kempermann, G, Kuhn, HG & Gage, FH 1997, More hippocampal neurons in adult mice living in an enriched environment, Nature., vol. 386, no. 6624, pp Fratiglioni, L, Wang, HX, Ericsson, K, Maytan, M & Winblad B 2000, Influence of social network on occurrence of dementia: A community-based longitudinal study, Lancet, vol 355, no. 9212, pp Yeh, SC & Liu, YY 2003, Influence of social support on cognitive function in the elderly, BMC Health Services Research, vol. 3 no. 1, pp Ho, SC, Woo, J, Sham, A, Chan, SG & Yu, AL 2001, A 3-year follow-up study of social, lifestyle and health predictors of cognitive impairment in chinese older cohort, Int J Epidemiol, vol. 30, no. 6, pp Adolphs, R 2001, The neurobiology of social cognition, Curr Opin Neurobiol, vol. 11, no. 2, pp Grady, CI & Keightley, ML 2002, Sudies of aleterd social cognition in neuropasychiatric disorders using functional neuroimaging, Can J Psychiatry, vol. 47, no. 4, pp Bennet, DA, Schneider, JA, Tang, Y, Arnold, SE & Williams RS 2006, The effect of social networks in the relation between Alzhemier s disease pathologu and level of cognitive function in old people: a longitudinal cohort study, Lancet Neurol, vol. 5, no. 5, pp Stern, Y, Habeck, C, Moeller, J et al., 2005, Brain networks associated with cognitigve reserve in healthy young and old adult, Creb Cortex vol. 15, no. 4, pp Stern Y What is cognitive reserve? Theory and research application of the reserve concept, J Int Neuropsychol Soc. 2002; 8(3): Park DC, Reuter-Lorenz P. The adaptive brain: Aging and neurocognitive scaffolding. Ann. Rev. Psychol, 2009;60: Jankowsky JL, Melnikova T, Fadale DJ et al. Environmental enrichment mitigates cognitive deficits in a mouse model of Alzheimer s disease. J. Neurosci. 2005;25(21): Lazarov O, Robinson J, Tang YP et al. Environmental enrichment reduces Abeta levels and amyloid deposition in transgenic mice. Cell. 2005;120(5): Black JE, Sirevaag AM, Greenough WT. Complex experience promotes capillary formation in young rat visual cortex. Neurosci Lett. 1987;83(3): Crooks VC, Lubben J, Petitti DB, Little D, Chiu V.Social network, cognitive function, and dementia incidence among elderly women. Am J Public Health 2008;98(7): Glass TA, de Leon CM, Marottoli RA, Berkman LF. Population based study of social and productive activities as predictors of survival among elderly Americans. BMJ 1999;319(7208): Glei DA, Landau DA, Goldman N, Chuang YL, Rodríguez G, Weinstein M. Participating in social activities helps preserve cognitive function: an analysis of a longitudinal, populatio-based study of the elderly. Internat J Epidemiol, 2005;34(4): Green AF, Rebok G, Lyketsos, CG. Influence of social network characteristics on cognition and functional status with aging. Int J Geriatr Psychiatry. 2008; 23(9): Hughes TF, Ganguli M. Modifiable midlife risk factors for late-life cognitive impairment and dementia. Curr Psychiatry Rev. 2009; 5(2): Berkman LF.The role of social relations in health promotion. Psychosom Med, 1995;57(3): James BD, Wilson RS, Barnes LL, Bennett DA. Late-life social activity and cognitive decline in old-age. J Int Neuropsychol Soc 2011;17(60): Wang HX, Karp A, Winblad B, FratiglioniL. Late-life engagement in social and leisure activities is associated with a decreased risk of dementia: a longitudinal study from the Kungsholmen project. Am J Epidemiol, 2002;155(12): Holtzman RE, Rebok GW, Saczynski, JS et al. Social network characteristics and cognition in middle-aged and older adults. J Gerontol B Psychol Sci Soc Sci. 2004; 59(6): Saczynski JS, Pfeifer LA, Masaki K et al. The effect of social engagement on incident dementia. the Honolulu-Asia Aging Study. Am J Epidemiol. 2006;163(5): Polidori MC, Nelles G, Pientka L. Prevention of dimentia: Focus on lifestyle. Int J. Alzheimers Dis. 2010; 29:

9 LAMPIRAN Lampiran 1 Indeks Social Disengagement Nama responden: No.Reg.: I. pasangan hidup (PH) 1. Apakah anda pernah menikah? 1 = ya 2=tidak (lewati pertanyaan 2). 2. Apakah saat ini anda: menikah - 1 berpisah -2 cerai hidup -3 cerai mati -4 Jika jawaban no.1 = 1 dan no.2 = 1 kode PH diberi angka 1 ; selain itu kode PH diberi angka 0 PH II. III. Kontak visual / bulan dengan 3 atau lebih keluarga dan/atau sahabat (VIS) Kontak nonvisual/tahun dengan 10 atau lebih keluarga dan/atau sahabat (NVIS) Anak: 1. Berapa anak anda (termasuk anak angkat) jika tidak ada pertanyaan 2 sd.4 dijawab =0 2. Berapa banyak yang saat ini masih hidup Dalam 1 tahun terakhir: 3a. Berapa banyak anak anda yang bertemu anda sedikitnya sekali seminggu? 3b. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang bertemu anda sedikitnya sekali sebulan? 3c. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang bertemu anda sedikitnya sekali setahun? 4a. Berapa banyak anak anda yang berbicara pertelpon setiap minggu? 4b. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang berbicara pertelpon sedikitnya sekali sebulan? 4c. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang berbicara pertelpon sedikitnya sekali setahun? 4aa. Berapa banyak anak anda yang bersms/ /surat setiap minggu? 4ab. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang bersms/ /surat sedikitnya sekali sebulan? 4ac. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang bersms/ /surat sedikitnya sekali setahun? Famili/keluarga lain: 5. Pada umumnya, selain anak-anak anda, berapa banyak sanak/keluarga yang anda rasa dekat? (merasa dekat ialah jika bisa diajak bicara mengenai masalah pribadi atau mau dimintai tolong sewaktu-waktu). 6. Berapa banyak sanak/keluarga tersebut yang anda jumpai sedikitnya sekali sebulan? 7a. Berapa banyak sanak/keluarga tersebut yang berhubungan per telepon sedikitnya sekali setahun? 7b. Berapa banyak sanak/keluarga tersebut yang berhubungan per SMS/ / surat sedikitnya sekali setahun? V. Keanggotaan di kelompok lain (KEL) 1. Apakah anda bergabung di suatu kelompok seperti arisan, kelompok pengajian, lingkungan, kelompok sosial, sukarela? 1 = ya 0 = tidak KEL VI. Partisipasi teratur pada aktivitas sosial rekreasional 1. Berikut ini daftar kegiatan saat santai/waktu luang; dalam 1 tahun terakhir, berapa sering anda melakukan kegiatan berikut: (nilai 0 jika tidak pernah, 1 jika rata-rata < 1 kali/mgg, 2: jika rata-rata 1 kali/mgg) 1. Olahraga aktif atau berenang 2. Jalan kaki 3. Berkebun 4. Olahraga/ latihan fisik 5. Masak sendiri 6. Mengerjakan hobi 7. Keluar rumah dan berbelanja 8. Ke bioskop, konser, restoran atau menonton pertandingan olahraga 9. Baca buku, majalah, koran 10. Nonton siaran televisi berita 11. Nonton siaran televisi hiburan / videofilm 12. Melancong, perjalanan bermalam/menginap 13. Kerja sukarela/amal 14. Kerja masyarakat yang dibayar 15. Main kartu, catur, halma, tekateki silang, sudoku teratur Jika jawaban (jika rata-rata 1) kode MAS diberi angka 1; selain itu MAS = 0 Partisipasi pada kegiatan fisik: Jika jawaban (jika rata-rata 1) kode FIS diberi angka 1; selain itu FIS = 0 Aktivitas kognitif: Jika jawaban (jika rata-rata 1) kode KOG diberi angka 1; selain itu KOG = 0 Aktivitas sosial: Nilai gabungan 3 indikator TIB, KEL, MAS Jaringan sosial: Nilai gabungan 3 indikator PH, VIS, NONVIS Nilai gabungan (GAB) berasal dari gabungan 6 indikator PH, VIS, NONVIS, TIB, KEL, MAS Beri nilai 4 = 5-6 kelompok bernilai 1 3 = 3-4 kelompok 2 = 1-2 kelompok 1 = 0 kelompok Jika > 2 indikator tak ada nilainya, tidak ada nilai gabungan. MAS FIS KOG ASOS JSOS Teman dekat/sahabat: 8. Pada umumnya, berapa banyak teman dekat anda? (merasa dekat ialah jika bisa diajak bicara mengenai masalah pribadi atau mau dimintai tolong sewaktu-waktu). 9. Berapa banyak teman dekat anda tersebut yang anda jumpai sedikitnya sekali sebulan? 10a. Berapa banyak teman dekat anda tersebut yang berhubungan per telepon sedikitnya sekali setahun? 10b. Berapa banyak teman dekat anda tersebut yang berhubungan per SMS/ /surat sedikitnya sekali/tahun? Jika jawaban 3a + 3b + 3c kode VIS diberi angka 1, selain itu beri angka 0. Jika jawaban 4a + 4b + 4c + 4aa + 4ab + 4ac + 7a + 7b + 10a + 10b 10 kode NVIS diberi angka 1, selain itu beri angka 0. VIS NVIS IV. Kunjungan ke tempat ibadah (TIB). 1. Berapa seringnya anda mengunjungi tempat ibadah? 1 = 1 kali/minggu 0 = < 1 kali/ minggu TIB dinilai dari nilai GAB: baik jika nilainya 3-4; buruk jika nilainya 1-2 Aktivitas fisik dinilai dari nilai FIS Aktivitas kognitif dinilai dari nilai KOG Lampiran 2 MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE) Nomor responden: Nama responden: Nama pewawancara: Umur/tg lahir responden: Tgl wawancara: Pendidikan responden: Jam mulai: Skor Skor Maks Responden GAB 179

10 Orientasi 5 ( ) Sekarang (hari), (tanggal), (bulan), (tahun) berapa dan (musim) apa? 5 ( ) Sekarang kita berada di mana? (jalan/nama panti), (kelurahan), (kecamatan), (kotamadya), (propinsi) Registrasi 3 ( ) Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda (Rumah Anak Nasi), 1 detik untuk satu benda. Kemudian mintalah responden mengulang tiga nama benda tersebut. Berikan skor 1 angka untuk tiap jawaban yang benar. Bila masih salah, ulang penyebutan ke 3 nama benda tersebut sampai ia dapat mengulanginya dengan benar. Hitunglah jumlah percobaan dan catatlah Jumlah percobaan... Atensi dan Kalkulasi 5 ( ) Kurangi 3 berturut-turut mulai dari 20 ke bawah. Berilah 1 angka untuk tiap jawaban yang benar. Berhenti setelah 5 hitungan (20, 17, 14, 11, 8, 5) Pilihan lain, ejalah kata dunia secara terbalik /dari akhir ke awal (a-i-n-u-d) Bahasa 9 ( ) a. Apa nama benda benda ini? (perlihatkan 2 benda, misalnya: pensil dan arloji) (2 angka) b. Ulang kalimat berikut: Jika tidak, dan atau tetapi (1 angka) c. Laksanakan 3 buah perintah ini: peganglah selembar kertas dengan tangan kananmu, lipatlah kertas itu pada pertengahan dan letakkanlah di lantai (3 angka) d. Baca & laksanakanlah perintah berikut: PEJAMKAN MATA ANDA (1 angka) e. Tulislah sebuah kalimat di antara dua garis berikut (1 angka) f. Tirulah gambar ini (1 angka) Untuk Responden buta huruf: Mintalah responden menyebutkan nama hari dalam seminggu secara berurutan mulai dari hari pertama (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum at, Sabtu, Minggu). Kemudian mintalah responden menyebutkan nama hari secara berurutan dari belakang (Minggu, Sabtu, Jum at, Kamis, Rabu, Selasa, Senin). Yang dinilai ialah sebutan berurutan dari belakang. Mengingat 3 ( ) Tanya kembali nama ke 3 benda yang telah disebutkan di atas Berilah 1 angka untuk tiap jawaban yang benar Skor Total ( ) Tingkat kesadaran responden: Sadar Mengantuk Waktu selesai: Tempat wawancara: Kolom pengamatan: Catat kondisi selama wawancara (kondisi responden, reaksi responden dalam merespon pertanyaan atau instruksi) 180

Geriatric Depression Scale. Status Perkawinan : tidak kawin/ kawin (pilih salah satu)

Geriatric Depression Scale. Status Perkawinan : tidak kawin/ kawin (pilih salah satu) Lampiran 2 Geriatric Depression Scale Nama Responden: Usia : Jenis Kelamin : Status Perkawinan : tidak kawin/ kawin (pilih salah satu) Skor MMSE : Tanggal Wawancara : Pewawancara : No Pertanyaan Ya Tidak

Lebih terperinci

Analisis Komponen Aktivitas dan Jaringan Sosial yang Berpengaruh terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia

Analisis Komponen Aktivitas dan Jaringan Sosial yang Berpengaruh terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia Analisis Komponen Aktivitas dan Jaringan Sosial yang Berpengaruh terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia Budi Riyanto Wreksoatmodjo Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Atmajaya, Jakarta, Indonesia

Lebih terperinci

Aktivitas Kognitif Mempengaruhi Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta

Aktivitas Kognitif Mempengaruhi Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta Aktivitas Kognitif Mempengaruhi Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta Budi Riyanto Wreksoatmodjo Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Atmajaya, Jakarta, Indonesia ABSTRAK Salah satu masalah

Lebih terperinci

Perbedaan Karakteristik Lanjut Usia yang Tinggal di Keluarga dengan yang Tinggal di Panti di Jakarta Barat

Perbedaan Karakteristik Lanjut Usia yang Tinggal di Keluarga dengan yang Tinggal di Panti di Jakarta Barat Perbedaan Karakteristik Lanjut Usia yang Tinggal di dengan yang Tinggal di di Jakarta Barat Budi Riyanto Wreksoatmodjo Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Atmajaya, Jakarta, Indonesia ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia kita mengetahui bahwa yang disebut dengan lanjut usia adalah seseorang

Lebih terperinci

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN. Saya dr. Inta Lismayani, saat ini sedang menjalani pendidikan

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN. Saya dr. Inta Lismayani, saat ini sedang menjalani pendidikan LAMPIRAN 1 LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Selamat pagi Bapak/Ibu Yth, Saya dr. Inta Lismayani, saat ini sedang menjalani pendidikan spesialis saraf di FK USU dan saat ini sedang melakukan

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN. Perkenalkan nama saya dr. Maulina Sri Rizky, saat ini saya sedang

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN. Perkenalkan nama saya dr. Maulina Sri Rizky, saat ini saya sedang LAMPIRAN 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Selamat Pagi Bapak/Ibu Yth, Perkenalkan nama saya dr. Maulina Sri Rizky, saat ini saya sedang menjalani pendidikan spesialis saraf di FK USU

Lebih terperinci

The Association between Social Functions and Quality of Life among Elderly in Denpasar

The Association between Social Functions and Quality of Life among Elderly in Denpasar Laporan hasil penelitian Hubungan antara Fungsi Sosial dengan Kualitas Hidup Lanjut Usia di Kota Denpasar Nandini Parahita Supraba 1,2, N.P Widarini 2,3, L. Seri Ani 2,4 1 Akademi Kebidanan Bina Husada

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. mobilitas, perawatan diri sendiri, interaksi sosial atau aktivitas sehari-hari. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. mobilitas, perawatan diri sendiri, interaksi sosial atau aktivitas sehari-hari. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi kognitif merupakan bagian dari fungsi kortikal luhur, dimana pengetahuan fungsi kognitif luhur mengaitkan tingkah laku manusia dengan sistem saraf. Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup besar. Di samping populasi yang terus meningkat, Indonesia juga

BAB I PENDAHULUAN. cukup besar. Di samping populasi yang terus meningkat, Indonesia juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan populasi penduduk yang cukup besar. Di samping populasi yang terus meningkat, Indonesia juga mengalami peningkatan angka

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR RIWAYAT HIDUP 38 Lampiran 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Tammy Clarissa Tempat/ Tanggal Lahir : Binjai/ 19 Oktober 1994 Agama : Buddha Alamat : Jl. Jend. Ahmad Yani No.25 I Binjai 20713 Riwayat Pendidikan : 1. TK Methodist

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah penelitian non eksperimental dengan jenis pendekatan cross sectional study yaitu pengambilan sampel hanya dilakukan sekali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di seluruh dunia saat ini jumlah lanjut usia diperkirakan lebih dari 629 juta jiwa (satu dari 10 orang berusia lebih dari 60 tahun) dan pada tahun 2025 jumlah lanjut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demensia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat. Demensia akan mengganggu kegiatan sehari-hari lansia maupun hubungan sosial lansia dengan lingkungannya,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jumlah penduduk Indonesia sangat melaju pesat dari tahun ke tahun. Data

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jumlah penduduk Indonesia sangat melaju pesat dari tahun ke tahun. Data BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia sangat melaju pesat dari tahun ke tahun. Data sensus penduduk tahun 2010 menyebutkan, jumlah penduduk Indonesia adalah 237.641.326 jiwa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang 129%, Jerman 66%, dan Swedia 33% (Depkes,2003). Indonesia termasuk salah satu negara Asia yang pertumbuhan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Jepang 129%, Jerman 66%, dan Swedia 33% (Depkes,2003). Indonesia termasuk salah satu negara Asia yang pertumbuhan penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk lansia (lanjut usia) Indonesia pada tahun 2025 dibandingkan dengan keadaan pada tahun 1990 akan mengalami kenaikan sebesar 414% dan hal ini merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan hasil dan pembahasan penelitian tentang Hubungan Antara Faktor Kondisi Kesehatan dan Kondisi Sosial dengan Kemandirian Lanjut Usia di

Lebih terperinci

LAMPIRAN. : dr.saulina Dumaria Simanjuntak. 1. Penyediaan obat-obatan : Rp Akomodasi dan transportasi : Rp

LAMPIRAN. : dr.saulina Dumaria Simanjuntak. 1. Penyediaan obat-obatan : Rp Akomodasi dan transportasi : Rp LAMPIRAN. Personil Penelitian Nama Jabatan : dr.saulina Dumaria Simanjuntak : Peserta PPDS-I Kedokteran Jiwa FK-USU/ RSUP HAM 2. Biaya Penelitian. Penyediaan obat-obatan : Rp. 5.000.000 2. Akomodasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin meningkat. Peningkatan jumlah lansia yang meningkat ini akan

BAB I PENDAHULUAN. makin meningkat. Peningkatan jumlah lansia yang meningkat ini akan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan segala aspek seperti perekonomian, teknologi dan kesehatan memberikan dampak pada usia harapan hidup yang makin meningkat. Peningkatan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pecahnya atau tersumbatnya pembuluh darah otak oleh gumpalan darah. 1

BAB I PENDAHULUAN. pecahnya atau tersumbatnya pembuluh darah otak oleh gumpalan darah. 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke bukan lagi penyakit yang asing bagi masyarakat luas belakangan ini. Sudah banyak orang yang mengalaminya, mulai dari usia produktif sampai usia tua dan mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia pada hakikatnya selalu bertumbuh dan berkembang. Manusia memiliki tahapan-tahapan dalam kehidupannya, yaitu: bayi, kanak-kanak, dewasa, dan lanjut usia. Tahapan

Lebih terperinci

GAMBARAN SKOR MMSE, CDT, TMT A DAN TMT B PADA LANSIA DI PANTI WERDHA AGAPE TONDANO

GAMBARAN SKOR MMSE, CDT, TMT A DAN TMT B PADA LANSIA DI PANTI WERDHA AGAPE TONDANO GAMBARAN SKOR MMSE, CDT, TMT A DAN TMT B PADA LANSIA DI PANTI WERDHA AGAPE TONDANO 1 Reza B. Susanto 2 Rizal Tumewah 2 Arthur H. P. Mawuntu 1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekitar 10% orang tua yang berusia lebih dari 65 tahun dan 50% pada

BAB I PENDAHULUAN. Sekitar 10% orang tua yang berusia lebih dari 65 tahun dan 50% pada BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Sekitar 10% orang tua yang berusia lebih dari 65 tahun dan 50% pada usia yang lebih dari 85 tahun akan mengalami gangguan kognitif, dimana akan dijumpai gangguan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien, keluarga, maupun tenaga kesehatan yang merawat, karena tidak menonjol

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien, keluarga, maupun tenaga kesehatan yang merawat, karena tidak menonjol 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan masalah kesehatan utama di dunia karena menjadi penyebab kematian ketiga di dunia dan menjadi penyebab pertama kecacatan. 1-3 Kemajuan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dari 72 tahun di tahun 2000 (Papalia et al., 2005). Menurut data Biro Pusat Statistik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dari 72 tahun di tahun 2000 (Papalia et al., 2005). Menurut data Biro Pusat Statistik BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Perkembangan dan kemajuan di berbagai bidang, khususnya bidang perekonomian, kesehatan, dan teknologi menyebabkan meningkatnya usia harapan hidup. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dapat dihindari oleh setiap orang. Sekarang ini banyak orang yang bertahan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dapat dihindari oleh setiap orang. Sekarang ini banyak orang yang bertahan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penuaan merupakan sebuah proses yang terjadi secara alami dan tidak dapat dihindari oleh setiap orang. Sekarang ini banyak orang yang bertahan dari tantangan kehidupan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Desain penelitian : prospektif dengan pembanding internal. U1n. U2n

BAB 3 METODE PENELITIAN. Desain penelitian : prospektif dengan pembanding internal. U1n. U2n BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Rancang Bangun Penelitian Jenis penelitian : observasional Desain penelitian : prospektif dengan pembanding internal Sembuh P N M1 U1n mg I mg II mg III mg IV mg V mg VI Tidak

Lebih terperinci

Penelitian Pendahuluan atas Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif

Penelitian Pendahuluan atas Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif Penelitian Pendahuluan atas Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif Budi Riyanto Wreksoatmodjo Jakarta, Indonesia RINGKASAN Peningkatan jumlah penduduk akan meningkatkan jumlah lanjut usia; keadaan

Lebih terperinci

Angka Kejadian dan Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di 78 RT Kotamadya Palembang Tahun 2010

Angka Kejadian dan Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di 78 RT Kotamadya Palembang Tahun 2010 MKS, Th.46. No. 2, April 2014 Angka Kejadian dan Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di 78 RT Kotamadya Palembang Tahun 2010 R.M. Suryadi Tjekyan Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran,

Lebih terperinci

Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Penurunan Daya Ingat pada Lansia

Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Penurunan Daya Ingat pada Lansia ARTIKEL PENELITIAN Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Penurunan Daya Ingat pada Lansia The Correlation between Level of Education with Kognitif Decline in Elderly Abstrak Novia Khasanah¹,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penuaan adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa sehat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penuaan adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa sehat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penuaan adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang lemah atau mengalami kemunduran dalam aspek fisik dan mental yang di sebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan akan mencapai 1,2 milyar. Di negara maju seperti Amerika Serikat

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan akan mencapai 1,2 milyar. Di negara maju seperti Amerika Serikat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini para lansia diseluruh dunia diperkirakan berjumlah sekitar 500 juta jiwa dengan usia rata-rata 60 tahun. Untuk tahun 2025 jumlah para lansia tersebut

Lebih terperinci

HUBUNGAN SOCIAL ENGAGEMENT DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI POSYANDU LANJUT USIA MEKAR SARI RW V MOJO SURABAYA SKRIPSI

HUBUNGAN SOCIAL ENGAGEMENT DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI POSYANDU LANJUT USIA MEKAR SARI RW V MOJO SURABAYA SKRIPSI HUBUNGAN SOCIAL ENGAGEMENT DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI POSYANDU LANJUT USIA MEKAR SARI RW V MOJO SURABAYA SKRIPSI OLEH Trifena Dian Wijaya NRP: 1523014098 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

tahun 2005 adalah orang, diprediksi pada tahun 2020 menjadi orang dan

tahun 2005 adalah orang, diprediksi pada tahun 2020 menjadi orang dan 3). Di Indonesia, berdasarkan access economics pty limited jumlah penderita demensia pada tahun 2005 adalah 606.100 orang, diprediksi pada tahun 2020 menjadi 1.016.800 orang dan pada tahun 2050 menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berdasarkan data United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP) tahun 2011 menyebutkan bahwa, jumlah penduduk lanjut usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi kognitif merupakan hasil interaksi dengan lingkungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi kognitif merupakan hasil interaksi dengan lingkungan yang BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Fungsi kognitif merupakan hasil interaksi dengan lingkungan yang didapat secara formal dan normal. Gangguan satu atau lebih dari fungsi tersebut akan menyebabkan gangguan

Lebih terperinci

LAMPIRAN-LAMPIRAN 69

LAMPIRAN-LAMPIRAN 69 LAMPIRAN-LAMPIRAN 69 Lampiran 1 FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN Pengaruh Senam Otak terhadap Peningkatan Daya Ingat Lansia di Panti Werdha Karya Kasih Mongonsidi Medan Oleh Paula Angelina

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sesuai kemampuannya (Darmajo, 2009).

I. PENDAHULUAN. sesuai kemampuannya (Darmajo, 2009). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lansia merupakan seseorang dengan usia lanjut yang mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial. Perubahan ini akan memberikan pengaruh terhadap seluruh aspek

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 24 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi bidang ilmu penyakit dalam dengan sub bidang geriatri dan endokrinologi serta bidang ilmu saraf dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkala, enyahkan asap rokok, rajin senam osteoporosis, diet sehat dan seimbang,

BAB 1 PENDAHULUAN. berkala, enyahkan asap rokok, rajin senam osteoporosis, diet sehat dan seimbang, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat dianjurkan untuk melakukan upaya promotif dan preventif, dengan mengadopsi gaya hidup sehat dengan cerdik, yaitu cek kesehatan secara berkala, enyahkan asap

Lebih terperinci

PENGARUH SENAM OTAK (BRAIN GYM) TERHADAP TINGKAT DEMENSIA PADA LANSIA

PENGARUH SENAM OTAK (BRAIN GYM) TERHADAP TINGKAT DEMENSIA PADA LANSIA JURNAL KEPERAWATAN NOTOKUSUMO VOL. IV, NO. 1, AGUSTUS 2016 47 PENGARUH SENAM OTAK (BRAIN GYM) TERHADAP TINGKAT DEMENSIA PADA LANSIA Sarifah Dwi Wulan Septianti¹, Suyamto², Teguh Santoso³ 1 Mahasiswa Program

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. normalnya secara perlahan (Darmojo, 2009). Dalam proses tersebut akan

BAB 1 PENDAHULUAN. normalnya secara perlahan (Darmojo, 2009). Dalam proses tersebut akan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses menua adalah proses dimana menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya secara perlahan (Darmojo,

Lebih terperinci

Kualitas hidup lansia dengan gangguan pendengaran

Kualitas hidup lansia dengan gangguan pendengaran Laporan Penelitian Kualitas hidup lansia dengan gangguan pendengaran Riskiana Djamin Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Harapan Hidup (UHH)/Angka Harapan Hidup (AHH). Namun, dalam bidang kesehatan karena meningkatnya jumlah penduduk lanjut

BAB 1 PENDAHULUAN. Harapan Hidup (UHH)/Angka Harapan Hidup (AHH). Namun, dalam bidang kesehatan karena meningkatnya jumlah penduduk lanjut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam suatu negara, keberhasilan pembangunan adalah citacita suatu bangsa yang dilihat dari peningkatan taraf hidup dan Umur Harapan Hidup (UHH)/Angka Harapan Hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar,

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar, meningkat dari sekitar 6.5 milyar di tahun 2006. Peningkatan jumlah penduduk tersebut diikuti dengan

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN LANSIA TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN DI PANTI ABDI DHARMA ASIH BINJAI TAHUN 2010 OLEH: MOHD ZAWAWI BIN MD HAMZAH

TINGKAT KEPUASAN LANSIA TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN DI PANTI ABDI DHARMA ASIH BINJAI TAHUN 2010 OLEH: MOHD ZAWAWI BIN MD HAMZAH 1 TINGKAT KEPUASAN LANSIA TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN DI PANTI ABDI DHARMA ASIH BINJAI TAHUN 2010 OLEH: MOHD ZAWAWI BIN MD HAMZAH 070100449 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 2

Lebih terperinci

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN. Saya dr. Rita Sibarani, saat ini sedang menjalani pendidikan

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN. Saya dr. Rita Sibarani, saat ini sedang menjalani pendidikan LAMPIRAN 1 LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Selamat pagi Bapak/Ibu Yth, Saya dr. Rita Sibarani, saat ini sedang menjalani pendidikan spesialis saraf di FK USU dan saat ini sedang melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lanjut usia (lansia) dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. UU No.13/Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia menyatakan bahwa lansia

Lebih terperinci

e-journal Keperawatan (e-kp) Volume 6 Nomor 1, Februari 2018

e-journal Keperawatan (e-kp) Volume 6 Nomor 1, Februari 2018 HUBUNGAN TINGKAT DEMENSIA DENGAN KONSEP DIRI PADA LANJUT USIA DI BPLU SENJA CERAH PROVINSI SULAWESI UTARA Meiske Gusa Hendro Bidjuni Ferdinand Wowiling Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

SURAT PERSETUJUAN IKUT DALAM PENELITIAN

SURAT PERSETUJUAN IKUT DALAM PENELITIAN Lampiran 1 SURAT PERSETUJUAN IKUT DALAM PENELITIAN Saya yang bertanda tagan dibawah ini : Nama : Jenis kelamin: Umur : Pekerjaan : Alamat : Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kenaikan jumlah lansia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kenaikan jumlah lansia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dijalankan pemerintah saat ini mempengaruhi kualitas kesehatan dan sosial ekonomi. Hal ini berdampak pada meningkatnya angka harapan

Lebih terperinci

GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran

Lebih terperinci

GAMBARAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN KESEIMBANGAN PADA WANITA LANJUT USIA

GAMBARAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN KESEIMBANGAN PADA WANITA LANJUT USIA GAMBARAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN KESEIMBANGAN PADA WANITA LANJUT USIA Okatiranti, Indah Kurniaty Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas BSI Jalan Sekolah Internasional No.1-6 Antapani, Bandung 40282 Abstract

Lebih terperinci

Nama Responden : Kode Responden : Hari/Tanggal : Nama Pewawancara : Lampiran 1 Kuesioner (lanjutan)

Nama Responden : Kode Responden : Hari/Tanggal : Nama Pewawancara : Lampiran 1 Kuesioner (lanjutan) Lampiran 1 Kuesioner (lanjutan) KUESIONER II (SEMI-QUANTITATIVE FOOD FREQUENCY QUESTIONNAIRE) HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI MIKRO, AKTIVITAS FISIK, DAN LATIHAN KECERDASAN DENGAN KEJADIAN DEMENSIA PADA LANSIA

Lebih terperinci

HUBUNGAN DEPRESI DENGAN INTERAKSI SOSIAL LANJUT USIA DI DESA TOMBASIAN ATAS KECAMATAN KAWANGKOAN BARAT. Andriano H Sengkey Mulyadi Jeavery Bawotong

HUBUNGAN DEPRESI DENGAN INTERAKSI SOSIAL LANJUT USIA DI DESA TOMBASIAN ATAS KECAMATAN KAWANGKOAN BARAT. Andriano H Sengkey Mulyadi Jeavery Bawotong HUBUNGAN DEPRESI DENGAN INTERAKSI SOSIAL LANJUT USIA DI DESA TOMBASIAN ATAS KECAMATAN KAWANGKOAN BARAT Andriano H Sengkey Mulyadi Jeavery Bawotong Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu sindroma/

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu sindroma/ 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu sindroma/ kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV), suatu retrovirus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Begitu juga lansia yang diperkirakan lebih tinggi

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Begitu juga lansia yang diperkirakan lebih tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya tahun, jumlah penduduk Indonesia semakin meningkat. Begitu juga lansia yang diperkirakan lebih tinggi peningkatannya dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB 7 PENURUNAN DAYA INGAT

BAB 7 PENURUNAN DAYA INGAT BAB 7 PENURUNAN DAYA INGAT A. Tujuan pembelajaran 1. Melaksanakan anamnesis pada pasien gangguan daya ingat. 2. Menerangkan mekanisme terjadinya gangguan daya ingat. 3. Membedakan klasifikasi gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih banyak ditemukan di Indonesia maupun di dunia. Penderita hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. masih banyak ditemukan di Indonesia maupun di dunia. Penderita hipertensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan kesehatan masyarakat, keluarga sebagai unit utama yang menjadi sasaran pelayanan. Apabila salah satu di antara anggota keluarga mempunyai masalah keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demensia merupakan jenis penyakit tidak menular, tetapi mempunyai. membahayakan bagi fungsi kognitif lansia.

BAB I PENDAHULUAN. Demensia merupakan jenis penyakit tidak menular, tetapi mempunyai. membahayakan bagi fungsi kognitif lansia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demensia merupakan jenis penyakit tidak menular, tetapi mempunyai dampak yang membahayakan bagi fungsi kognitif lansia. Demensia adalah keadaan ketika seseorang mengalami

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian observasional belah lintang (cross sectional)

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian observasional belah lintang (cross sectional) BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian observasional belah lintang (cross sectional) terhadap 46 orang responden pasca stroke iskemik dengan diabetes mellitus terhadap retinopati diabetika dan gangguan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan quasi eksperiment. Quasi eksperiment adalah penelitian yang menguji coba suatu intervensi pada sekelompok

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN DALAM AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI HARI LANSIA DI KELURAHAN KOPEN TERAS BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN DALAM AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI HARI LANSIA DI KELURAHAN KOPEN TERAS BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN DALAM AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI HARI LANSIA DI KELURAHAN KOPEN TERAS BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat

Lebih terperinci

GAMBARAN KEJADIAN DEPRESI PADA LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PETANG I KABUPATEN BADUNG BALI 2015

GAMBARAN KEJADIAN DEPRESI PADA LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PETANG I KABUPATEN BADUNG BALI 2015 GAMBARAN KEJADIAN DEPRESI PADA LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PETANG I KABUPATEN BADUNG BALI 2015 Lindia Prabhaswari 1, Ni Luh Putu Ariastuti 2 Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes melitus, cedera dan penyakit paru obstruktif kronik serta penyakit kronik lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan hiperglikemia kronis akibat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan hiperglikemia kronis akibat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia kronis akibat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya berbagai fasilitas dan pelayanan kesehatan serta kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan hidup (UHH) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah diatas normal yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas. 1 Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. darah diatas normal yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas. 1 Hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami tekanan darah diatas normal yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas. 1 Hipertensi dapat dibagi menjadi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GANGGUAN KOGNITIF DENGAN DEPRESI PADA LANJUT USIA DEMENSIA DI POSYANDU LANSIA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA GANGGUAN KOGNITIF DENGAN DEPRESI PADA LANJUT USIA DEMENSIA DI POSYANDU LANSIA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA GANGGUAN KOGNITIF DENGAN DEPRESI PADA LANJUT USIA DEMENSIA DI POSYANDU LANSIA NASKAH PUBLIKASI Oleh: IKA YUNI WULANSARI J 120 110 073 PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

Lebih terperinci

ANGKA KEJADIAN GANGGUAN CEMAS DAN INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA WANA SERAYA DENPASAR BALI TAHUN 2013

ANGKA KEJADIAN GANGGUAN CEMAS DAN INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA WANA SERAYA DENPASAR BALI TAHUN 2013 ANGKA KEJADIAN GANGGUAN CEMAS DAN INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA WANA SERAYA DENPASAR BALI TAHUN 03 I Dewa Ayu Aninda Vikhanti, I Gusti Ayu Indah Ardani Mahasiswa Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

Hubungan Depresi dan Demensia pada Pasien Lanjut Usia dengan Diabetes Melitus Tipe 2 LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

Hubungan Depresi dan Demensia pada Pasien Lanjut Usia dengan Diabetes Melitus Tipe 2 LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Hubungan Depresi dan Demensia pada Pasien Lanjut Usia dengan Diabetes Melitus Tipe 2 LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Strata 1 Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk Indonesia. The United Nation telah memprediksikan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. termasuk Indonesia. The United Nation telah memprediksikan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan jumlah lanjut usia dihadapi oleh negara- negara di dunia, termasuk Indonesia. The United Nation telah memprediksikan bahwa beberapa wilayah di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit. kronis yang disebabkan oleh gula darah tinggi dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit. kronis yang disebabkan oleh gula darah tinggi dan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh gula darah tinggi dan menjadi masalah kesehatan masyarakat global. Prevalensi DM meningkat

Lebih terperinci

FUNGSI KOGNITIF MEMILIKI HUBUNGAN DENGAN KEMANDIRIAN ACTIVITY DAILY LIVING LANSIA

FUNGSI KOGNITIF MEMILIKI HUBUNGAN DENGAN KEMANDIRIAN ACTIVITY DAILY LIVING LANSIA 6 FUNGSI KOGNITIF MEMILIKI HUBUNGAN DENGAN KEMANDIRIAN ACTIVITY DAILY LIVING LANSIA Dian Suspiyanti 1, Titih Huriah 2, Ratna Lestari 1 1 STIKES Jenderal Ahmad Yani Yogyakarta 2 Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

Hubungan antara Status Ekonomi, Status Pendidikan dan Keharmonisan Keluarga dengan Kesadaran Adanya Demensia dalam Keluarga

Hubungan antara Status Ekonomi, Status Pendidikan dan Keharmonisan Keluarga dengan Kesadaran Adanya Demensia dalam Keluarga Hubungan antara Status Ekonomi, Status Pendidikan dan Keharmonisan Keluarga dengan Kesadaran Adanya Demensia dalam Keluarga The Relation Between Economic Status, Educational Status and Family Harmony to

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah perempuan dalam keluarga utuh (dua orangtua) sebagai tenaga kerja berbayar, meningkat secara drastis dalam 50 terakhir (Frediksen-Goldsen & Scharlach, 2001).

Lebih terperinci

JNPH Volume 4 No. 1 (Juli 2016) The Author(s) 2016

JNPH Volume 4 No. 1 (Juli 2016) The Author(s) 2016 JNPH Volume 4 No. 1 (Juli 2016) The Author(s) 2016 HUBUNGAN TINGKAT KEMAMPUAN DALAM AKTIVITAS DASAR SEHARI-HARI (ACTIVITY DAILY LIVING) DENGAN DEPRESI PADA LANSIA DI BALAI PELAYANAN DAN PENYANTUNAN LANJUT

Lebih terperinci

PERBEDAAN DERAJAT DEPRESI PADA LANJUT USIA YANG BEROLAHRAGA TAI CHI DAN LANJUT USIA YANG TIDAK BEROLAHRAGA

PERBEDAAN DERAJAT DEPRESI PADA LANJUT USIA YANG BEROLAHRAGA TAI CHI DAN LANJUT USIA YANG TIDAK BEROLAHRAGA PERBEDAAN DERAJAT DEPRESI PADA LANJUT USIA YANG BEROLAHRAGA TAI CHI DAN LANJUT USIA YANG TIDAK BEROLAHRAGA SKRIPSI Diajukan kepada Prodi Pendidikan Dokter Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang dikutip Junaidi (2011) adalah suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendengaran yang bersifat progresif lambat ini terbanyak pada usia 70 80

BAB 1 PENDAHULUAN. pendengaran yang bersifat progresif lambat ini terbanyak pada usia 70 80 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Presbikusis adalah tuli sensorineural pada usia lanjut akibat proses penuaan organ pendengaran yang terjadi secara berangsur-angsur, dan simetris pada kedua sisi telinga.

Lebih terperinci

Association of Physical Fitness Participation with Cognitive Function and Balance among the Elderly in Denpasar

Association of Physical Fitness Participation with Cognitive Function and Balance among the Elderly in Denpasar Laporan hasil penelitian Hubungan antara Senam Kesegaran Jasmani dengan Fungsi Kognitif dan Keseimbangan Tubuh Lansia di Denpasar Lanawati 1,2, Rina Listyowati 2,3, R.A Tuty Kuswardhani 2,4 1 Puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memori merupakan salah satu fungsi kognitif yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Memori merupakan salah satu fungsi kognitif yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memori merupakan salah satu fungsi kognitif yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Sebagai salah satu fungsi kognitif maka memori sangat berperan dalam proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. 1 Di Amerika Serikat stroke

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. 1 Di Amerika Serikat stroke 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah salah satu sindrom neurologi dengan ancaman terbesar menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. 1 Di Amerika Serikat stroke merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci

GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG

GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG Tria Coresa 1, Dwi Ngestiningsih 2 1 Mahasiswa Program Pendidikan S-1 Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang muncul ketika tubuh tidak mampu memproduksi cukup

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang muncul ketika tubuh tidak mampu memproduksi cukup 1 BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang muncul ketika tubuh tidak mampu memproduksi cukup insulin atau tidak dapat mempergunakan insulin secara baik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah menuju otak, baik total maupun parsial (sebagian) (Čengić et al., 2011).

BAB I PENDAHULUAN. darah menuju otak, baik total maupun parsial (sebagian) (Čengić et al., 2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah suatu keadaan akut yang disebabkan oleh terhentinya aliran darah menuju otak, baik total maupun parsial (sebagian) (Čengić et al., 2011). Lebih ringkas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah suatu gangguan fungsional otak dengan tanda dan gejala fokal maupun global, yang terjadi secara mendadak, berlangsung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. sekaligus dalam suatu waktu (Notoatmodjo, 2012). Penelitian dilakukan di posyandu lansia Puskesmas Kedaton, Bandar Lampung

III. METODE PENELITIAN. sekaligus dalam suatu waktu (Notoatmodjo, 2012). Penelitian dilakukan di posyandu lansia Puskesmas Kedaton, Bandar Lampung III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu jenis penelitian untuk mempelajari hubungan antara faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di atas 65 tahun (7,79 % dari seluruh jumlah penduduk). Bahkan, Indonesia. paling cepat di Asia Tenggara (Versayanti, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. di atas 65 tahun (7,79 % dari seluruh jumlah penduduk). Bahkan, Indonesia. paling cepat di Asia Tenggara (Versayanti, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah lanjut usia (lansia) sekarang ini semakin meningkat. Hal ini tidak hanya terjadi di negara-negara maju, tetapi di Indonesia pun terjadi hal yang serupa. Saat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA FUNGSI KOGNITIF DENGAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAN KUALITAS HIDUP WARGA USIA LANJUT

HUBUNGAN ANTARA FUNGSI KOGNITIF DENGAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAN KUALITAS HIDUP WARGA USIA LANJUT HUBUNGAN ANTARA FUNGSI KOGNITIF DENGAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAN KUALITAS HIDUP WARGA USIA LANJUT Ria Maria Theresa 1, dan Indang Trihandini Program Studi Profesi Dokter, FK UPN Veteran Jakarta Jl. RS. Fatmawati

Lebih terperinci

GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS PADA PRIA DAN WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA SITI NURYATI

GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS PADA PRIA DAN WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA SITI NURYATI 49 GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS PADA PRIA DAN WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA SITI NURYATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 50

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja (Muttaqin, 2008). Corwin (2009) menyatakan dalam Buku Saku

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja (Muttaqin, 2008). Corwin (2009) menyatakan dalam Buku Saku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan

Lebih terperinci

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta * ABSTRAK

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta *  ABSTRAK Hubungan Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Berdasarkan Skor Pittsburgh Sleep Quality Index di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Luhur Bantul Yogyakarta RELATIONSHIP BETWEEN ELDERLY GYMNASTIC

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) pada tahun 2010, dengan masalah kesehatan). Menurut Sumiati Ahmad Mohammad, masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) pada tahun 2010, dengan masalah kesehatan). Menurut Sumiati Ahmad Mohammad, masa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut WHO (World Health Organization) pada tahun 2010, lanjut usia atau lansia adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun atau lebih. Menurut Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan. Kelebihan berat badan pada anak apabila telah menjadi obesitas akan berlanjut

Lebih terperinci

METODE. Tabel 5 Pengkategorian variabel penelitian Variabel

METODE. Tabel 5 Pengkategorian variabel penelitian Variabel 104 METODE Sumber Data, Disain, Cara Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari hasil Riskesdas 2007. Riskesdas 2007 menggunakan disain penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam khususnya Ilmu

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam khususnya Ilmu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam khususnya Ilmu Geriatri dan Ilmu Kesehatan Jiwa. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat

Lebih terperinci

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014 PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014 1* Gumarang Malau, 2 Johannes 1 Akademi Keperawatan Prima Jambi 2 STIKes

Lebih terperinci