Perbedaan Karakteristik Lanjut Usia yang Tinggal di Keluarga dengan yang Tinggal di Panti di Jakarta Barat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Perbedaan Karakteristik Lanjut Usia yang Tinggal di Keluarga dengan yang Tinggal di Panti di Jakarta Barat"

Transkripsi

1 Perbedaan Karakteristik Lanjut Usia yang Tinggal di dengan yang Tinggal di di Jakarta Barat Budi Riyanto Wreksoatmodjo Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Atmajaya, Jakarta, Indonesia ABSTRAK Penelitian dilakukan atas 210 lanjut usia yang tinggal di keluarga dan 76 lanjut usia yang tinggal di panti werdha di Jakarta Barat. Mereka yang tinggal di panti werdha lebih lanjut usia, lebih rendah tingkat pendidikannya dan lebih banyak yang tidak bekerja. Tidak didapatkan perbedaan bermakna dalam riwayat hipertensi dan diabetes melitus, tetapi mereka yang tinggal di panti werdha lebih banyak yang underweight. Para penghuni panti werdha mempunyai fungsi kognitif rata-rata lebih rendah dan social engagementnya lebih buruk. Kata kunci: lanjut usia, panti werdha, fungsi kognitif, social engagement ABSTRACT The survey was done on 210 elderly living in the community and on 76 elderly living in institutions. The elderlies living in institutions were older, have lower educational level and lower occupation. No differences on history of hypertension and diabetes mellitus, but more underwieght was found among those living in institutions. Those who live in institutions have lower cognitive function and also lower level of social engagement. Budi Riyanto Wreksoatmodjo. Characteristics of Elderlies Living in Communities and in Institutions in West Jakarta. Key words: elderly, elderly institution, cognitive function, social engagement PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Seiring dengan peningkatan harapan hidup, jumlah penduduk dunia bertambah dari sekitar 6,5 milyar di tahun 2006, menjadi 7 milyar di tahun Penambahan tersebut diikuti dengan peningkatan jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas; antara tahun 1970 sampai tahun 2025, jumlah mereka akan meningkat 223% atau bertambah sekitar 694 juta jiwa. Di tahun 2025 akan terdapat sekitar 1,2 milyar penduduk dunia berusia 60 tahun ke atas, yang akan menjadi 2 milyar di tahun 2050; 80% di antaranya tinggal di negara-negara berkembang 2. Di Indonesia seseorang dikategorikan sebagai lanjut usia jika berusia 60 tahun ke atas 5 proporsinya meningkat dari 4,7% (2000) menjadi 5,1% (2008) 4, jumlahnya pada tahun 2010 diperkirakan jiwa 3 atau sekitar 7% dari jumlah seluruh penduduk yang diperkirakan sebesar jiwa. Proporsi populasi lanjut usia tersebut akan terus meningkat mencapai 11,34% di tahun Sementara itu, meningkatnya mobilitas pekerja usia produktif menyebabkan pengasuhan para lanjut usia di dalam keluarga menjadi makin sulit 7. Pergeseran struktur keluarga dan kekerabatan dari keluarga besar (extended family) ke arah keluarga kecil (nuclear family) berdampak pada berkurangnya atau hilangnya fungsi-fungsi tertentu dalam keluarga seperti fungsi perawatan untuk para lanjut usia, menurunnya tanggung jawab moral keluarga untuk menyediakan tempat bagi anggota/kerabat lain; padahal selama ini, kekerabatan dan sistem kekeluargaan yang extended senantiasa menyediakan tempat bagi semua anggota keluarga atau kerabat untuk penampungan, perawatan ataupun perlindungan 8. Dan saat ini diketahui bahwa neighborhood deprivation di lingkungan perkotaan dikaitkan dengan penurunan fungsi kognitif di kalangan usia lanjut, pengaruhnya tidak tergantung pada faktor individual maupun sosioekonomi 9. Memperhatikan keadaan ini, suatu kontinuum pilihan perawatan para lanjut usia yang memadai, mulai dari keluarga sampai dengan institusi, sangat diperlukan 10. Seyogyanya ada institusi yang menjalankan atau mengambil alih fungsi-fungsi yang telah ditinggalkan/ diabaikan oleh keluarga; dalam hal ini panti werdha merupakan salah satu pilihan; panti werdha akan makin dibutuhkan sebagai pilihan dan solusi atas perubahan sosial tadi 8. werdha diharapkan bisa tetap memelihara fungsi kognitif para penghuninya sebaik mungkin. Di Indonesia, tersedia beberapa jenis sarana pelayanan sosial untuk lanjut usia, meliputi sistem panti, pelayanan model pendampingan di kalangan keluarga (home care), dan pelayanan harian (day care) 11. Pendekatan panti dilakukan melalui Sosial Tresna Werdha (PSTW) yang tersebar di beberapa wilayah, sedangkan pendekatan non panti dilakukan melalui Pusat Santunan (PUSAKA), Karang Lanjut Usia, Karang Werdha, Posyandu Lanjut Usia, kegiatan usia ekonomi Alamat korespondensi budi.rw@gmail.com 738

2 produktif, pelayanan lanjut usia berbasis masyarakat dan pendekatan pendekatan lainnya. Namun demikian, pelayanan yang sudah ada selama ini, baik melalui panti maupun nonpanti belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan lanjut usia secara memadai dan jangkauan layanannya masih terbatas 12. Di tahun 2002 tercatat 186 panti werdha di seluruh Indonesia, 118 di antaranya diselenggarakan oleh pihak swasta, dengan jumlah penghuni 2552 pria dan 5380 perempuan. Jumlahnya meningkat menjadi 278 Sosial Tresna Werdha seperti yang terdata di tahun 2009, 13 sedangkan di database Departemen Sosial tercatat 444 panti werdha di seluruh Indonesia. 14 Beragam jenis pelayanan sosial dan perawatan para lanjut usia, baik dalam panti maupun di luar panti dapat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kesehatan dan fungsi kognitif mereka. Beberapa hasil penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa mereka yang tinggal di institusi cenderung lebih berisiko mengalami gangguan kognitif dibandingkan dengan mereka yang tinggal di keluarga masing-masing; selain itu perbedaan sifat pelayanan juga mempengaruhi aktivitas sehari-hari, minat terhadap lingkungan dan afek para penghuninya. 18 Mengingat Indonesia mempunyai pola hubungan keluarga dan situasi panti yang mungkin berbeda dengan yang ada di negara lain, perlu diketahui apakah ada perbedaan karakteristik para lanjut usia yang tinggal di panti werdha dengan mereka yang masih tinggal dengan keluarganya. METODOLOGI Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Pengaruh Social Disengagement terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia yang dilaksanakan di Jakarta Barat pada tahun Desain penelitian ini bersifat cross sectional, dilaksanakan di Kelurahan Jelambar dan Jelambar Baru, Jakarta Barat. Populasi target penelitian ini ialah populasi lanjut usia di Jakarta. Populasi eligible merupakan populasi para lanjut usia yang telah tinggal di lingkungannya masingmasing, baik di keluarga maupun di panti werdha di wilayah kelurahan Jelambar dan kelurahan Jelambar Baru, selama sedikitnya 1 tahun. Populasi lanjut usia di keluarga Tabel 1. Perbedaan Karakteristik Demografi antara Kelompok dan Karakteristik Demografi N=210 (100%) Jenis kelamin Laki-laki 21 (27.6) 52 (24.8) Perempuan 55 (72.4) 158 (75.2) Usia tahun 36 (47.4) 144 (68.6) >70 tahun 40 (52.6) 66 (31.4) Pekerjaan Tidak bekerja 71 (93.4) 153 (72.90) < Bekerja 5 (6.6) 57 (27.1) Pendidikan Rendah 45 (59.2) 76 (36.20) Tinggi 31 (40.8) 134 (63.8) Status Marital Tidak menikah 13 (17.1) 5 (2.4) < Pernah menikah 46 (60.5) 92 (43.8) Menikah 17 (22.4) 113 (53.8) Tabel 2. Perbedaan Karakteristik Riwayat Kesehatan antara Kelompok dan Karakteristik Riwayat Kesehatan N=210 (100%) Hipertensi Ya 22 (28.9) 62 (29.5) Tidak 54 (71.1) 148 (70.5) Diabetes melitus Ya 6 (7.9) 30 (14.3) Tidak 70 (92.1) 180 (85.7) Status Gizi Underweight (IMT < 18.50) 18 (23.7) 20 (9.5) Normal IMT ( ) 36 (47.4) 122 (58.1) Overweight (IMT 25.00) 22 (28.9) 68 (32.4) Tabel 3. Perbedaan Aktivitas Fisik dan Aktivitas Kognitif antara Kelompok dan Karakteristik Aktivitas Fisik dan Kognitif N=210(100%) Aktivitas Fisik Kurang 55 (72.4) 116 (55.2) Baik 21 (27.6) 94 (44.8) Aktivitas Kognitif Kurang 69 (90.8) 77 (36.7) < Baik 7 (9.2) 133 (63.3) Tabel 4. Perbedaan Social Engagement antara Kelompok dan Karakteristik Social Engagement N=76(100%) N=210(100%) Buruk 68 (89.5) 34 (16.2) < Baik 8 (10.5) 176 (83.8) 739

3 Tabel 5. Perbedaan Karakteristik Komponen Social Engagement antara Kelompok dan Social engagement Tabel 6 Perbedaan Karakteristik Komponen Jaringan Sosial dan Aktivitas Sosial antara Kelompok dan Social Engagement diambil dari daftar lanjut usia yang ada di Posyandu Lanjut Usia Puskesmas, sedangkan populasi lanjut usia di panti diambil dari daftar penghuni masing-masing panti. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria Inklusi - Laki-laki atau perempuan 60 tahun saat penelitian dimulai. - Telah tinggal di lingkungannya selama sedikitnya 1 tahun - Bersedia mengikuti penelitian ini. Kriteria Eksklusi - Menderita gangguan jiwa psikosis; N=76 N=210 JARINGAN SOSIAL Kontak in person (VIS) Kurang 53 (69.7) 22 (10.5) Baik 23 (30.3) 188 (89.5) < Kontak in media (NVIS) Kurang 73 (96.0) 178 (84.8) Baik 3 (4.0) 32 (15.2) Pasangan Hidup (PH) Tidak ada 59 (77.6) 97 (46.2) Ada 17 (22.4) 113 (53.8) < AKTIVITAS SOSIAL Aktivitas di Masyarakat (MAS) Kurang 75 (98.7) 172 (81.9) Baik 1 (1.3) 38 (18.1) Kunjungan ke tempat ibadah (TIB) < 1 kali/minggu 39 (51.3) 17 (8.1) 1 kali/minggu 37 (48.7) 193 (91.9) < Keanggotaan/Partisipasi di kelompok selain posyandu (KEL) Tidak 64 (84.2) 49 (23.3) Ya 12 (15.8) 161 (76.7) < Tabel 7 Perbedaan Fungsi Kognitif antara Kelompok dan Fungsi Kognitif N=210 (100%) Jaringan Sosial Buruk 69 (90.8) 97 (46.2) < Baik 7 (9.2) 113 (53.8) Aktivitas Sosial Buruk 66 (86.8) 44 (20.9) < Baik 10 (13.2) 166 (79.1) N=210 (100%) Buruk 47 (61.8) 61 (29.0) Baik 29 (38.2) 149 (71.0) < gangguan fungsi luhur seperti afasia, apraksia. Mempunyai riwayat gangguan peredaran darah otak (stroke). - Mereka yang diketahui telah menderita atau didiagnosis demensia (19). Pengumpulan Data Data dikumpulkan melalui: 1) Kuesioner informasi umum. 2) Kuesioner indeks social disengagement dan aktivitas fisik dan aktivitas kognitif (Lampiran 1). 3) Kuesioner Mini Mental State Examination (MMSE) (Lampiran 2). Pengumpulan data oleh petugas yang telah dilatih dan tersertifikasi AAzI (Asosiasi Alzheimer Indonesia). Definisi Social engagement: Terpeliharanya beragam hubungan sosial dan keikutsertaan (partisipasi) dalam kegiatan sosial 20. Pada penelitian ini dinilai menggunakan indeks social disengagement 20. Social engagement dinilai baik jika nilai indeks keseluruhan (GAB) 3 4, dinilai buruk jika nilainya 1 2. Fungsi kognitif: Kemampuan mengenal atau mengetahui mengenai benda atau keadaan atau situasi, yang dikaitkan dengan pengalaman pembelajaran dan kapasitas inteligensi seseorang 21. Pada penelitian ini dinilai menggunakan MMSE (Mini Mental State Examination) Penilaian baik buruknya fungsi kognitif didasarkan atas nilai potong yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan responden 24. Dinilai baik jika nilainya: 13 jika tidak sekolah, jika tdk tamat SD 19, tamat SD 23, tamat SLP 25, tamat SLA ke atas 26. Dinilai buruk jika nilainya: < 13 jika tidak sekolah, tdk tamat SD < 19, tamat SD < 23, tamat SLP < 25 dan jika tamat SLA ke atas < HASIL Diperoleh responden 76 lanjut usia yang tinggal di panti werdha dan 210 lanjut usia yang tinggal di keluarga. Pada populasi penelitian ini proporsi gender para lanjut usia yang tinggal di panti dan yang tinggal di keluarga tidak berbeda bermakna. Tetapi, para lanjut usia yang tinggal di panti berusia lebih lanjut, lebih banyak yang tidak bekerja, berpendidikan lebih rendah dan lebih banyak berstatus pernah menikah, artinya lebih banyak yang berstatus janda/ duda dibandingkan dengan para lanjut usia yang tinggal di keluarga (Tabel 1). Dalam hal riwayat penyakit, para lanjut usia yang tinggal di panti lebih banyak yang underweight jika dibandingkan dengan para lanjut usia yang tinggal di keluarga, tetapi tidak didapatkan perbedaan dalam hal riwayat penyakit hipertensi maupun diabetes melitus (Tabel 2). Para lanjut usia yang tinggal di panti kurang aktivitasnya, baik aktivitas fisik maupun aktivitas kognitifnya jika dibandingkan dengan 740

4 para lanjut usia yang tinggal di keluarga (Tabel 3). Demikian juga dalam hal social engagement; dibandingkan dengan para lanjut usia yang tinggal di keluarga, para lanjut usia yang tinggal di panti lebih buruk social engagementnya (Tabel 4), baik dalam hal jaringan sosialnya, maupun aktivitas sosialnya (Tabel 5). Secara keseluruhan, hanya 8 (10.5%) lanjut usia di panti yang social engagementnya masih baik, dibandingkan dengan 176 (83.8%) lanjut usia yang tinggal dengan keluarganya. Jika dipilah berdasarkan komponen jaringan sosial yang dinilai; para lanjut usia yang tinggal di panti lebih banyak yang sudah tidak lagi mempunyai pasangan hidup, kurang mempunyai kontak dengan keluarga maupun teman dekat, baik secara langsung (bertemu muka, mengobrol, bercakap-cakap) maupun secara tak langsung melalui media komunikasi, baik telepon, surat maupun SMS (Tabel 6). Mereka yang tinggal di panti juga kurang aktif berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat, jarang yang menjadi anggota kelompok masyarakat dan juga kurang mengunjungi tempat ibadah (Tabel 6) jika dibandingkan dengan mereka yang tinggal di keluarga. Patut dicatat bahwa 81.9% mereka yang tinggal di keluarga juga sudah kurang melakukan aktivitas di luar rumah (di masyarakat), sebaliknya menarik untuk dilihat bahwa ada satu penghuni panti yang aktivitasnya di masyarakat masih baik. Dalam hal fungsi kognitif, para lanjut usia penghuni panti rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang masih tinggal di keluarga. Lanjut usia dengan fungsi kognitif buruk lebih banyak dijumpai di antara para lanjut usia yang tinggal di panti yaitu sebesar 61.8% daripada di kelompok lanjut usia yang tinggal di keluarga yaitu sebesar 29.0%. (Tabel 7). PEMBAHASAN Pada populasi penelitan ini, proporsi gender tidak berbeda antara lanjut usia yang tinggal di keluarganya dengan mereka yang tinggal di panti, hal ini dapat diartikan bahwa kesempatan atau keputusan untuk masuk ke panti tidak dipengaruhi oleh gender; keputusan tinggal di panti mungkin lebih dipengaruhi oleh faktor usia dan apakah masih mempunyai pasangan hidup; karena pada populasi penelitian ini, dibandingkan dengan mereka yang tinggal di keluarga, mereka yang tinggal di panti lebih lanjut usianya, lebih banyak yang berstatus janda/duda; hanya 17 (22.4%) yang masih mempunyai pasangan hidup, dibandingkan dengan 113 (53.8%) di kalangan mereka yang tinggal di keluarga. Hal ini dapat karena mereka yang masih mempunyai pasangan hidup dipertahankan untuk tetap di lingkungan keluarganya, sedangkan mereka yang sudah sendiri cenderung untuk masuk ke panti werdha, bisa atas keinginan sendiri, atau karena keterbatasan tempat tinggal. Para penghuni panti selain lebih lanjut usia, mereka lebih rendah pendidikannya, dan lebih banyak yang tidak bekerja; hal ini dapat berarti bahwa mereka yang relatif lebih muda dan yang berpendidikan lebih tinggi masih lebih berkesempatan bekerja atau mempunyai aktivitas di masyarakat dan dengan demikian masih tetap tinggal di keluarganya; mereka baru masuk ke panti setelah tidak lagi mempunyai aktivitas. Faktor usia juga bisa mempengaruhi aktivitas/pekerjaan, makin lanjut usia, biasanya akan makin sulit bekerja atau mempertahankan pekerjaan, terkait dengan usia pensiun dan persaingan dengan tenaga kerja berusia lebih muda. Dapat dipahami jika mereka yang tinggal di panti lebih sedikit yang masih bekerja atau mempunyai kegiatan rutin, mengingat keterbatasan akses dan mobilitas dibandingkan dengan mereka yang masih tinggal di keluarga. Tidak dapat diketahui apakah mereka tinggal di panti karena memang sudah tidak bekerja, atau karena alasan lain sehingga harus masuk ke panti dan dengan demikian kehilangan pekerjaaannya; tetapi mengingat usia dan tingkat pendidikannya, besar kemungkinan mereka yang masuk ke panti sebelumnya memang sudah tidak bekerja lagi. Dapat diduga bahwa mereka cenderung masuk ke panti saat tidak lagi mempunyai pekerjaan, dan kehilangan pekerjaan lebih cepat/ mudah terjadi di kalangan mereka yang berpendidikan lebih rendah. Cukup menarik bahwa masih ada 5 orang lanjut usia di panti yang bekerja, yaitu menjahit dan membuat kerajinan tangan. Aktivitas ini perlu terus dipertahankan dan jika mungkin diperluas dengan melibatkan lebih banyak penghuni panti dan bekerja sama dengan sukarelawan yang bisa membimbing kegiatan tersebut. Studi menunjukkan bahwa mereka yang rendah okupasinya (sering menganggur) 2.25 kali lebih berisiko demensia 25. Sebaliknya, pekerjaan kompleks yang lebih memerlukan fungsi mental dan intelek yang tinggi, dibandingkan dengan aktivitas fisik 26), atau pekerjaan yang melibatkan orang lain 30 lebih dapat mempertahankan kemampuan kognitif dan mengurangi risiko demensia di kemudian hari. Status pekerjaan yang lebih rendah (buruh, petani) berkaitan dengan fungsi kognitif yang lebih rendah 28, lebih berisiko demensia dan Alzheimer Rendahnya tingkat pendidikan dapat merupakan faktor risiko penurunan fungsi kognitif 32. Beberapa penelitian secara konsisten menunjukkan tingkat pendidikan rendah meningkatkan risiko hendaya kognitif 31,33 dan pendidikan tinggi bersifat protektif 31 ; meskipun studi Cobb et al. (1995) tidak mendukung dugaan tersebut. 35 Peningkatan risiko gangguan fungsi kognitif di kalangan berpendidikan rendah perlu mendapatkan perhatian dari pengelola panti mengingat didapatkan bahwa ratarata tingkat pendidikan lanjut usia di panti lebih rendah daripada mereka yang tinggal di keluarganya (Tabel 1); program / aktivitas di panti werdha agar lebih diprioritaskan ke pada mereka yang berpendidikan rendah dan jenis kegiatannya perlu disesuaikan dengan tingkat pendidikan yang rendah tersebut, dapat berupa permainan yang lebih sederhana dan/atau menganjurkan tetap melakukan kegiatan rutin sehari-hari seperti memasak atau menyiapkan makanan, membersihkan tempat tidur sendiri. Yang menarik pada populasi ini adalah bahwa mereka yang tinggal di panti tidak lebih berpenyakit; dalam hal ini hipertensi dan diabetes melitus, tetapi lebih banyak yang underweight. Di panti-panti yang diteliti tersedia fasilitas poliklinik yang dikunjungi secara berkala oleh tenaga medis, dan tersedia juga obat esensial; fasilitas ini agaknya cukup efektif mengendalikan penyakit hipertensi dan diabetes melitus sehingga prevalensinya tidak berbeda dibandingkan dengan di masyarakat. Hal yang patut diperhatikan adalah banyaknya penghuni yang underweight dibandingkan dengan para lanjut usia yang tinggal di keluarganya; para pengelola panti diharapkan dapat lebih memperhatikan kecukupan gizi 741

5 para penghuninya dan mengenali faktorfakto yang mempengaruhinya, dapat berasal dari faktor medis seperti selera makan rendah, gangguan gigi geligi, disfagia, gangguan fungsi indra penghidu dan pengecap, gangguan pernafasan, pencernaan, neurologis, infeksi, cacad fisik atau penyakit lain Faktor lain yang juga berkontribusi adalah kurangnya pengetahuan menganai asupan makanan yang baik, depresi karena terpisah dari keluarga, kecemasan dan demensia (36). Dibandingkan dengan mereka yang tinggal di keluarga, para lanjut usia penghuni panti kurang beraktivitas, baik fisik maupun kognitif; hal ini patut menjadi perhatian karena kurangnya aktivitas fisik maupun aktivitas kognitif memperbesar risiko penurunan fungsi kognitif 43. Aktivitas fisik adalah aktivitas yang melibatkan gerakan motorik tubuh dan anggota badan. Aktivitas fisik rutin di masa muda (usia tahun) dikaitkan dengan kecepatan memproses informasi di usia lanjut 37 ; aktivitas fisik yang lebih aktif dikaitkan dengan penurunan risiko demensia dan Alzheimer 38, selain itu kemungkinan demensia lebih rendah di kalangan aktivitas fisik ringan maupun aktivitas fisik teratur 39 tetapi jika dikaitkan dengan aktivitas fisik pekerjaan tidak didapatkan hubungan bermakna 38. Tidak adanya efek proteksi aktivitas fisik terkait pekerjaan mungkin berhubungan dengan kebutuhan intelek/berpikir yang lebih rendah 38,40. Beberapa studi lain menunjukkan efek protektif aktivitas fisik terhadap gangguan kognitif 41,42, terhadap demensia Alzheimer ,46 dan terhadap demensia vaskuler sedangkan studi lain tidak 47. Hanya satu studi acak yang mendukung efek aktivitas fisik terhadap fungsi kognitif di kalangan demensia 48. Aktivitas fisik dapat bermanfaat terhadap fungsi kognitif melalui beberapa cara: pertama, manfaat yang sama terhadap sistem kardiovaskuler berlanjut ke sistem serebrovaskuler, efek ini bisa langsung (melalui perbaikan perfusi jaringan) atau tak langsung melalui penurunan morbiditas vaskuler seperti hipertensi, DM, hiperkholesterol dan obesitas. Selain itu mungkin ada jalur pengaruh lain karena meskipun faktor vaskuler sudah dikontrol, efek perbaikan tetap ada 49. Diduga bisa melalui peningkatan neurogenesis, perbaikan sitoarsitektur otak dan elektrofisiologi otak, meningkatkan faktor pertumbuhan dan menghambat proses neuropatologis seperti pembentukan plak amiloid pada AD (50). Aktivitas kognitif adalah aktivitas yang melibatkan kegiatan berfikir. Di Kanada, Hultsch et al. (2005) mendapatkan asosiasi antara aktivitas intelek dengan lebih kecilnya probabilitas penurunan fungsi kognitif; juga sebaliknya bahwa rendahnya aktivitas intelek meningkatkan probabilitas penurunan fungsi kognitif. 51 Dua studi prospektif menilai manfaat aktivitas kognitif di usia pertengahan terhadap risiko demensia dan AD, keduanya mengikutsertakan analisis anak-kembar untuk mengendalikan faktor genetik dan lingkungan masa dini, hasilnya menunjukkan bahwa aktivitas kognitif menurunkan risiko demensia 52,53 dan juga menurunkan risiko AD di kalangan perempuan. 52 Studi Wang et al. (2002) memperlihatkan aktivitas kognitif dapat menurunkan risiko gangguan kognitif. 54 Karp et al. (2006) mendapatkan risiko demensia lebih rendah di kalangan yang kognitif aktif. 43 Peningkatan aktivitas kognitif dikaitkan dengan penurunan risiko demensia 47 dan menurunkan risiko AD peningkatan aktivitas kognitif dikaitkan dengan 19% penurunan laju perburukan fungsi kognitif. 15 Sebaliknya aktivitas dengan rangsang kognitif rendah seperti menonton TV dikaitkan dengan peningkatan risiko gangguan kognitif 2.3% per tahun. 55 Terlibat dalam aktivitas yang menstimulasi mental dapat dianggap sebagai cara langsung meningkatkan kapasitas otak. Studi pada manusia menunjukkan bahwa aktivitas kognitif dapat menghasilkan reorganisasi jaringan neurokognitif, 58 menekan efek merugikan dari hormon stres ke otak. 55,57 Keterlibatan pada aktivitas kognitif dapat memperbaiki kompensasi otak terhadap patologi melalui cara meningkatkan cadangan otak yang dapat melindungi/memperlambat onset klinis gangguan kognitif dan demensia dalam rentang hidup seseorang. 48 Aktivitas-aktivitas fisik dan kognitif bisa ditingkatkan tanpa membutuhkan banyak tambahan tenaga maupun sarana, tetapi membutuhkan penjadualan yang konsisten dan perhatian dari para pengelola panti. Sarana berupa televisi umumnya telah tersedia di panti-panti werdha, yang perlu ditingkatkan adalah merangsang minat dan mendiskusikan apa-apa yang telah ditonton, terutama yang sifatnya berita karena jenis siaran berita lebih bermanfaat dibandingkan dengan jenis siaran hiburan. 59 Demikian juga dengan penyediaan sarana bacaan dan permainan yang merangsang daya ingat dan konsentrasi seperti buku tekateki silang, sudoku, permainan halma dan catur, atau penyediaan suratkabar agar bisa menjadi bahan pembicaraan di antara penghuni panti maupun dengan para pengasuhnya. Mungkin dapat digalang kerjasama dengan para donatur agar dapat menyumbangkan bahan bacaan dan/atau sarana media yang sesuai dengan lanjut usia; juga untuk sarana olahraga yang sesuai dengan usia dan kemampuan para penghuninya. Hal ini patut menjadi perhatian mengingat rata-rata fungsi kognitif para penghuni panti lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tinggal di keluarganya (tabel 7). Pada penelitian ini tidak dapat diketahui apakah penurunan fungsi kognitif di kalangan penghuni panti lebih cepat/buruk dibandingkan dengan mereka yang tinggal di keluarganya. Beberapa hasil penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa mereka yang tinggal di panti cenderung lebih berisiko mengalami gangguan kognitif dibandingkan dengan mereka yang tinggal di keluarga masingmasing; 15-17,60 ada yang menyimpulkan bahwa setelah 6 bulan, kondisi para lanjut usia yang masuk ke panti memburuk, terutama di kalangan perempuan dengan angka mortalitas mencapai 33%. 61 Penelitian Alvarado-Esquivel dkk di Mexico City mendapatkan dari 155 lanjut usia yang tinggal di panti, 102 (65.8%) nilai MMSEnya rendah, dibandingkan dengan 30 (24.0%) di antara 125 lanjut usia yang tinggal di keluarga. 60 Penelitian Guerrerro dkk di Filipina juga menunjukkan bahwa para lanjut usia di masyarakat rata-rata nilai MMSEnya lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tinggal di panti (25.3 ± 4.6 vs 21.9 ± 4.6). 17 Kemungkinan lain buruknya fungsi kognitif di kalangan penghuni panti ialah karena keluarga cenderung masih mempertahankan para lanjut usia di lingkungannya sepanjang masih berfungsi, dan baru memasukkannya ke panti jika sudah mulai pikun. Hal ini tidak dapat diketahui mengingat tidak terdapat 742

6 data awal saat para penghuni panti mulai tinggal di dalam panti tersebut. Penemuan ini perlu didalami lebih lanjut untuk bisa menentukan apakah perbedaan aktivitas di lingkungan tempat tinggal yang berbeda memang berpengaruh terhadap perubahan fungsi kognitif masing-masing penghuninya. Pada penelitian ini, social engagement dinilai dari beberapa variabel yang dikategorikan ke dalam dua aspek yaitu jaringan sosial dan aktivitas sosial (Lampiran %) Didapatkan bahwa di kalangan lanjut usia yang tinggal di panti, social engagement mereka lebih rendah di semua aspek, baik jaringan sosial maupun aktivitas sosialnya (Tabel 5 dan 6). Meskipun demikian, 30.3% (sepertiga) lanjut usia di panti masih dinilai baik social engagementnya, hal ini dapat berarti bahwa tinggal di panti tidak harus terkait dengan buruknya social engagement. Hubungan dengan kerabat masih terpelihara dalam tingkat tertentu, meskipun mereka telah tinggal di panti. Dalam aspek jaringan sosial, kontak langsung (in person, temu muka) sebagian besar buruk (70.7%) di kalangan mereka yang tinggal di panti, sebaliknya hanya 29.3% di kalangan yang tinggal di keluarga yang dikategorikan buruk; hal ini dapat dipahami mengingat para lanjut usia di keluarga umumnya tinggal bersama dengan anak/cucu mereka sehingga bisa bertemu setiap saat. Demikian juga kontak tak langsung melalui media komunikasi, umumnya buruk, baik di kalangan keluarga maupun di kalangan panti; hanya 3 orang (4.0%) di panti yang dinilai masih baik, sedangkan di kalangan keluarga 32 (15.2%) orang masih mempunyai kontak tak langsung yang baik. Perbaikan kontak dengan keluarga/kerabat, baik secara langsung (in person) dalam bentuk kunjungan, maupun secara tak langsung (in media) melalui surat atau sarana elektronik, masih bisa dilakukan. Potensi ini kiranya masih bisa dimaksimalkan melalui upaya peningkatan hubungan dan komunikasi pengelola panti dengan para kerabat agar dapat lebih sering mengunjungi atau memelihara kontak dengan keluarganya yang tinggal di panti. Pemanfaatan sarana elektronik seperti telepon atau SMS memerlukan kesiapan penguasaan teknologinya di kalangan para lanjut usia. Glei et al. (2005) meneliti perubahan fungsi kognitif berkaitan dengan partisipasi kegiatan sosial dan jaringan sosial pada lanjut usia di Taiwan; didapatkan lanjut usia yang berpartisipasi dalam satu atau dua kegiatan sosial 13% lebih kecil risikonya untuk failed cognitive task dibandingkan dengan mereka yang tidak ikut serta dalam aktivitas sosial, dan lanjut usia yang berpartisipasi dalam tiga atau lebih kegiatan sosial 33% lebih kecil risikonya untuk failed cognitive task dibandingkan mereka yang tidak ikut serta dalam aktivitas sosial (62). Tetapi analisis longitudinal Green et al. (2008) pada orang dewasa berusia 18 tahun ke atas yang dinilai sebanyak 3 kali selama tahun , tidak menemukan hubungan antara jaringan sosial dengan kognisi, meskipun dalam analisis cross sectional ditemukan ada hubungan. 63 Telitian Amieva et al. (2010) menunjukkan hubungan signifikan antara aspek jaringan sosial terhadap gangguan fungsi kognitif berupa demensia dan penyakit Alzheimer (AD). Kepuasan dan timbal balik dalam hubungan merupakan faktor protektif terhadap demensia, responden yang merasa puas dengan hubungan mereka risiko demensianya berkurang sebanyak 23%. Selain itu responden yang menerima dukungan lebih selama hidupnya memiliki 55% dan 53% penurunan risiko untuk demensia dan AD. Pengaruh proteksi terhadap demensia atau AD selama 15 tahun lebih kepada kualitas dibandingkan dengan kuantitas jaringan sosial. 64 Sedangkan James et al. (2011) mendapatkan bahwa setiap penambahan skor aktivitas sosial diasosiasikan dengan penurunan fungsi kognitif 47% lebih lambat. 65 Pada populasi ini, aktivitas di masyarakat sebagian besar sudah menurun, baik mereka yang tinggal di keluarga maupun di panti, sebaliknya menarik untuk dicatat bahwa masih ada penghuni panti yang aktivitas di masyarakatnya dinilai baik. Hanya 1 (1.3%) lanjut usia di panti yang aktivitas di masyarakatnya masih baik, dibandingkan dengan 38 (18.1%) lanjut usia yang tinggal di keluarga. Kurangnya aktivitas di masyarakat para lanjut usia, baik mereka yang tinggal di keluarga maupun yang tinggal di panti dapat karena keterbatasan fisik yang menyulitkan mobilitas mereka. Aktivitas di masyarakat bisa digabungkan dengan program lain, misalnya senam bersama atau arisan atau program masak bersama antara penghuni panti dengan anggota masyarakat sekitar. Untuk para penghuni panti dapat ditingkatkan antara lain dengan mengajak para penghuni panti ke luar, misalnya ke pasar atau berekreasi ke tempat umum atau menonton pertunjukan. Hal ini tentunya memerlukan kesiapan para pengasuhnya, yang mungkin bisa diatasi dengan bekerja sama dengan kelompok-kelompok sosial di masyarakat agar bisa mendampingi para penghuni panti di saat tersebut. Aktivitas di masyarakat juga bisa ditingkatkan melalui peningkatan interaksi dengan masyarakat sekitar, misalnya aktivitas posyandu lansia dilakukan di panti agar ada kesempatan untuk bergaul/berinteraksi dengan para panjut usia di luar panti. Kunjungan murid sekolah juga bisa direncanakan secara berkala, sekaligus membina hubungan emosional positif dengan para anak/remaja. Kunjungan ke tempat ibadah di kalangan mereka yang tinggal di panti juga bisa dimaksimalkan mengingat relatif masih aktifnya para lanjut usia yang tinggal di keluarga; kesempatan ini juga bisa dimanfaatkan untuk berinteraksi dengan kalangan masyarakat yang lebih luas. SIMPULAN DAN SARAN Fungsi kognitif para lanjut usia penghuni panti didapatkan lebih buruk dibandingkan dengan mereka yang tinggal di keluarga, mereka yang tinggal di panti juga mempunyai social engagement lebih buruk. Secara keseluruhan, social engagement di kalangan lanjut usia, terutama di kalangan penghuni panti masih dapat diperbaiki agar dapat mempertahankan fungsi kognitif para penghuninya, hendaknya dapat diupayakan peningkatan jaringan sosial antara lain dengan meningkatkan komunikasi/kontak para penghuni dengan keluarga atau kerabat, terutama dengan menganjurkan kunjungan maupun melalui sarana komunikasi, baik surat, telepon maupun sarana SMS dan elektronik lainnya. Terlihat bahwa kontak langsung (temu muka) lebih bermakna dibandingkan dengan kontak tak langsung (melalui sarana komunikasi). Aktivitas sosial dapat diperbaiki dengan meningkatkan aktivitas bersama antara masyarakat dengan penghuni panti, baik dalam bentuk kunjungan maupun kegiatan bersama, baik kegiatan ibadah maupun kemasyarakatan lain. 743

7 DAFTAR PUSTAKA WHO. Active ageing : A policy framework BPS. Statistik Indonesia BPS, Jakarta, BPS. Indikator Kesejahteraan Rakyat BPS, Jakarta Republik Indonesia. UU no.13/1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia Komisi Nasional Lanjut Usia. Profil Lanjut Usia Jakarrta: Komnas Lansia, Ananta A, Arifin EN (eds.) Older persons in Southeast Asia : from liability to asset older persons in southeast asia. An emerging asset, ISEAS, Singapore, 2009, pp Syamsuddin. Penguatan Eksistensi Werdha di tengah Pergeseran Budaya dan Diakses Nov.14, Lang IA, Llewellyn DJ, Langa KM, Wallace RB, Huppert FA, Melzer D. Neighborhood deprivation, individual socioeconomic status, and cognitive function in older people: analyses from the english longitudinal study of ageing. J Am Geriatr Soc, 2008; 56(2): Available from: Epub. [2007 Dec 24]. 10. Komisi Nasional Lanjut Usia Rencana Aksi tentang Kelanjutusiaan untuk Asia dan Pasifik. Kumpulan Kesepakatan bidang Lanjut Usia. Komisi Nasional Lanjut Usia, Komnas Lansia, Jakarta, pp Handayani YS. Kelanjutusiaan Global: Kebijakan yang Mendukung Kesejahteraan Lanjut Usia di Indonesia. Orasi Ilmiah, 9 Desember Jakarta. 12. Kemensos. Pedoman Pelayanan Harian Lanjut Usia. Kementrian Sosial RI, Jakarta. 2010, Hal Kemensos. Profil Sosial Tresna Werdha. Direktorat Pelayanan Lanjut Usia., Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial RI, Jakarta Diakses 4 September Wilson RS, Bennett DA, Bienias JL, et al. Cognitive activity and incident AD in a population-based sample of older persons, Neurology2002;59( 12): Dehlin O, Franzén M. Prevalence of dementia syndromes in persons living in homes for the elderly and in nursing homes in southern Sweden. Scand. J. Primary Health Care, 1985; 3( 4): Guerrerro JR, Aguirre JM, Carpio AD, Dalupang RG, Nicolas RA. A comparative analysis of the cognitive functioning of community dwelling and institution-based well elderly in Manila. Phillipine Journal of Allied Health Sciences, 2007; 2: Reimer MA, Slaughter S, Donaldson C, Currie G, Eliasziw M. Special care facility compared with traditional environments for dementia care: A longitudinal study of quality of life. J. Am. Geriatr. Soc.l2004;52( 7): American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 1994, 4 th ed., American Psychiatric Association, Washington DC Bassuk SS, Glass TA, Berkman, LF. Social disengagement and incident cognitive decline in community-dwelling elderly persons. Ann Intern Med. 1999; 131(3): Elvira SD, Hadisukanto G. (eds). Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit FKUIl, Assosiasi Alzheimer Indonesia. Konsensus Nasional Pengenalan dan Penatalaksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia Lainnya. ed. 1, Asosiasi Alzheimer Indonesia, Jakarta Dikot Y. Deteksi dini gangguan kognitif dalam praktek umum dan neurologi sehari-hari. Dalam: Basuki A, Dian S, (eds.) Neurology in Daily Practice. Ed 1. Bagian/UPF Ilmu Penyakit Saraf, FK Universitas Padjadjaran/RS Hasan Sadikin, Bandung. 2010, 24. Turana Y, Handayani YS. Nilai Mini-mental State Examination (MMSE) berdasarkan usia dan tingkat pendidikan pada masyarakat lanjut usia di Jakarta. Medika 2011;37( 5): Stern Y, Gurland B, Tatemich, TK, Tang MX, Wilder D, Mayeux R.Influence of education and occupation on the incidence of Alzheimer s disease. JAMA. 1994;271(13): Smyth KA, Fritsch T, Cook TB, McClendon MJ, Santillan CE, Friedland RP. Worker functions and traits associated with occupations and the development of AD. Neurology 2004; 63(3): Andel R, Crowe M, Pedersen NL, Mortimer J, Crimmins E, Johansson B, Gatz M. Complexity of work and risk of alzheimer s disease: A population-based study of Swedish twins. J Gerontol B Psychol Sci Soc Sci., 2005; 60( 5): Jorm AF, Jolley D. The incidence of dementia: A Meta-analysis. Neurology 1998; 51(3): Helmer C, Letenneur L, Rouch I, et al. Occupation during life and risk of dementia in French elderly community residents. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2001; 71( 3): Qiu C, Karp A, von Strauss E, Winblad B, Fratiglioni L, Bellander T. Life-time principal occupation and risk of Alzheimer s disease in the Kungsholmen project, Am J Int Med, vol. 43, no. 2, pp dikutip dari : Hughes TF, Ganguli M. Modifiable midlife risk factors for late-life cognitive impairment and dementia. Curr Psychiatry Rev. 2009;5(2): Stern Y, Gurland B, Tatemichi TK, Tang MX, Wilder D, Mayeux R. Influence of education and occupation on the incidence of Alzheimer s disease. JAMA. 1994; 271(13): Jacqmin-Gadda H, Fabrigoule C, Commenges D, Dartigues JF. A 5-year longitudinal study of the Mini-Mental State Examination in normal aging. Am J Epidemiol. 1997; 145( 6): Tyas SL, Salazar JC, Snowdon DA, et al. Transitions to mild cognitive impairments, dementia, and death: findings from the Nun Study. Am J Epidemiol.2007; 165( 11): Stern Y, Gurland B, Tatemichi TK, Tang MX, Wilder D, Mayeux R.Influence of education and occupation on the incidence of Alzheimer s disease. JAMA. 1994; 271(13): Cobb JL, Wolf PA, Au R, White R, D Agostino RB. The effect of education on the incidence of dementia and Alzheimer s disease in the Framingham study. Neurology 1995; 45( 9): Fatimah-Muis S, Puruhito N. Gizi pada Lansia. Dalam: Martono HH, Pranarka K. Geriatri. Ed.4, Hal Dik M, Deeg DJ, Visser M, Jonker C. Early life physical activity and cognition at old age. J Clin Exp Neuropsychol., 2003; 25(5): Rovio S, Kåreholt I, Helkala EL, et al. Leisure time physical activity at midlife and the risk of dementia and Alzheimer s disease. Lancet Neurol. 2005; 4(11): Andel R, Crowe M, Pedersen NL, et al. Physical exercise at midlife and risk of dementia three decades later: A population-based study of Swedish twins., J Gerontol A Biol Sci Med Sci., 2008;63(1): Yamada M, Kasagi F, Sasaki H, Masunari N, Mimori Y, Suzuki G. Association between dementia and midlife risk factors: the radiation effects research foundation adult gealth study. JAGS 2009; 51( 3): Dikutip dari : Hughes,TF, Ganguli M. Modifiable midlife risk factors for late-life cognitive impairment and dementia. Curr Psychiatry Rev. 2009;5(2): Laurin D, Verreault R, Lindsay J, MacPherson K, Rockwood K. Physical activity and risk of cognitive impairment and dementia in elderly persons. Arch Neurol. 2001; 58( 3): Lytle ME, Vander Bilt J, Pandav RS, Dodge HH, Ganguli M. Exercise level and cognitive decline: the MoVIES Project. Alzheimer Dis Assoc Disord., 2004;18(2):

8 46. Karp A, Paillard-Borg S, Wang HX, Silverstein M, Winblad B, Fratiglioni L Mental, physical and social components in leisure activities equally contribute to decrease dementia risk. Dement Geriatr Cogn Disord., 2006;21(2): Larson EB, Wang L, Bowen JD, et al. Exercise is associated with reduced risk for incident dementia among persons 65 years of age and older. Ann Intern Med., 2006;144( 2): Podewils LJ, Guallar E, Kuller LH, et al., Physical activity, APOE genotype, and dementia risk: Findings from the Cardiovascular Health Cognition Study. Am J Epidemiol. 2005; 161(7): Ravaglia G, Forti P, Lucicesare A, et al. Physical activity and dementia risk in the elderly: Findings from a prospective Italian Study. Neurology. 2008; 70(19): Verghese J, Lipton RB, Katz MJ, et al. Leisure activities and the risk of dementia in the elderly. N Engl J Med. 2003; 73(11): Lautenschlager NT, Cox KL, Flicker L, Foster JK, van Bockxmeer FM, Xiao J et al. Effect of physical activity on cognitive function in older adults at risk for Alzheimer disease: a randomized trial. JAMA. 2008; 300(9): Rolland Y, Abell AN, van Kan G, Vellas B. Physical activity and Alzheimer s disease: from prevention to therapeutic perspectives. J Am Med Dir Assoc. 2008; 9(6): Hughes TF, Ganguli M. Modifiable midlife risk factors for late-life cognitive impairment and dementia. Curr Psychiatry Rev. 2009; 5(2): Hultsch DF, Hertzog C, Small BJ, Dixon RA. Use it or lose it: Engaged lifestyle as a buffer of cognitive decline in aging? Psychol. Aging 1999;14(2): Crowe M, Andel R, Pedersen NL, Johansson B, Gatz M.Does participation in leisure activities lead to reduced risk of Alzheimer s disease? A prospective study of Swedish twins. J Gerontol. 2003;58(5): Carlson MC, Helms MJ, Steffens DC, Burke JR, Potter GG, Plassman BL. Midlife activity predicts risk of dementia in older male twin pairs., Alzheimer s & Dementia 2008; 4(5): Wang HX, Karp A, Winblad B, Fratiglioni L. Late-life engagement in social and leisure activities is associated with a decreased risk of dementia: a longitudinal study from the Kungsholmen project. Am J Epidemiol. 2002; 155(12): Wang JY, Zhou DH, Li J, et al. Leisure activities and risk of cognitive impairment:the Chongqing Aging Study. Neurology 2009;66( 9): Wreksoatmodjo BR. Pengaruh Social Engagement terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta. Disertasi, Universitas Indonesia, Alvarado-Esquivel C, Hernández-Alvarado AB, Tapia-Rodríguez RO, Guerrero-Iturbe A, Rodríguez-Corral K, Martínez SE. Prevalence of dementia and Alzheimer s disease in elders of nursing homes and a senior center of Durango City, Mexico. BMC Psychiatry 2004; 4(3):.1 7. Available from: < 1 Agustus Scocco P, Rapattoni M, Fantoni G. Nursing home institutionalization: a source of eustress or distress for the elderly? Int J Geriatr Psychiatry. 2006;21( 3): Glei DA, Landau DA, Goldman N, Chuang YL, Rodríguez G, Weinstein M. Participating in social activities helps preserve cognitive function: an analysis of a longitudinal, populatio-based study of the elderly. Internat J Epidemiol. 2005;34( 4): Green AF, Rebok G, Lyketsos CG. Influence of social network characteristics on cognition and functional status with aging. Int J Geriatr Psychiatry. 2008; 23(9): Amieva H, Stoykova R, Matharan F, Helmer C, Antonucci TC, Dartigues JF. What aspects of social network are protective for dementia? Not the quantity but the quality of social interactions is protective up to 15 years later. Psychosom.Med. 2010;72( 9): James BD, Wilson RS, Barnes LL, Bennett DA. Late-life social activity and cognitive decline in old-age. J Int Neuropsychol Soc 2011 ;17(60):

Aktivitas Kognitif Mempengaruhi Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta

Aktivitas Kognitif Mempengaruhi Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta Aktivitas Kognitif Mempengaruhi Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta Budi Riyanto Wreksoatmodjo Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Atmajaya, Jakarta, Indonesia ABSTRAK Salah satu masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit. kronis yang disebabkan oleh gula darah tinggi dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit. kronis yang disebabkan oleh gula darah tinggi dan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh gula darah tinggi dan menjadi masalah kesehatan masyarakat global. Prevalensi DM meningkat

Lebih terperinci

Pengaruh Social Engagement terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta

Pengaruh Social Engagement terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta Pengaruh Social Engagement terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta Budi Riyanto Wreksoatmodjo Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atmajaya, Jakarta, Indonesia ABSTRAK Peningkatan

Lebih terperinci

The Association between Social Functions and Quality of Life among Elderly in Denpasar

The Association between Social Functions and Quality of Life among Elderly in Denpasar Laporan hasil penelitian Hubungan antara Fungsi Sosial dengan Kualitas Hidup Lanjut Usia di Kota Denpasar Nandini Parahita Supraba 1,2, N.P Widarini 2,3, L. Seri Ani 2,4 1 Akademi Kebidanan Bina Husada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien, keluarga, maupun tenaga kesehatan yang merawat, karena tidak menonjol

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien, keluarga, maupun tenaga kesehatan yang merawat, karena tidak menonjol 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan masalah kesehatan utama di dunia karena menjadi penyebab kematian ketiga di dunia dan menjadi penyebab pertama kecacatan. 1-3 Kemajuan teknologi

Lebih terperinci

Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Penurunan Daya Ingat pada Lansia

Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Penurunan Daya Ingat pada Lansia ARTIKEL PENELITIAN Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Penurunan Daya Ingat pada Lansia The Correlation between Level of Education with Kognitif Decline in Elderly Abstrak Novia Khasanah¹,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia kita mengetahui bahwa yang disebut dengan lanjut usia adalah seseorang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jumlah penduduk Indonesia sangat melaju pesat dari tahun ke tahun. Data

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jumlah penduduk Indonesia sangat melaju pesat dari tahun ke tahun. Data BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia sangat melaju pesat dari tahun ke tahun. Data sensus penduduk tahun 2010 menyebutkan, jumlah penduduk Indonesia adalah 237.641.326 jiwa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia pada hakikatnya selalu bertumbuh dan berkembang. Manusia memiliki tahapan-tahapan dalam kehidupannya, yaitu: bayi, kanak-kanak, dewasa, dan lanjut usia. Tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di seluruh dunia saat ini jumlah lanjut usia diperkirakan lebih dari 629 juta jiwa (satu dari 10 orang berusia lebih dari 60 tahun) dan pada tahun 2025 jumlah lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang 129%, Jerman 66%, dan Swedia 33% (Depkes,2003). Indonesia termasuk salah satu negara Asia yang pertumbuhan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Jepang 129%, Jerman 66%, dan Swedia 33% (Depkes,2003). Indonesia termasuk salah satu negara Asia yang pertumbuhan penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk lansia (lanjut usia) Indonesia pada tahun 2025 dibandingkan dengan keadaan pada tahun 1990 akan mengalami kenaikan sebesar 414% dan hal ini merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. mobilitas, perawatan diri sendiri, interaksi sosial atau aktivitas sehari-hari. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. mobilitas, perawatan diri sendiri, interaksi sosial atau aktivitas sehari-hari. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi kognitif merupakan bagian dari fungsi kortikal luhur, dimana pengetahuan fungsi kognitif luhur mengaitkan tingkah laku manusia dengan sistem saraf. Fungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. normalnya secara perlahan (Darmojo, 2009). Dalam proses tersebut akan

BAB 1 PENDAHULUAN. normalnya secara perlahan (Darmojo, 2009). Dalam proses tersebut akan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses menua adalah proses dimana menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya secara perlahan (Darmojo,

Lebih terperinci

ANGKA KEJADIAN GANGGUAN CEMAS DAN INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA WANA SERAYA DENPASAR BALI TAHUN 2013

ANGKA KEJADIAN GANGGUAN CEMAS DAN INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA WANA SERAYA DENPASAR BALI TAHUN 2013 ANGKA KEJADIAN GANGGUAN CEMAS DAN INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA WANA SERAYA DENPASAR BALI TAHUN 03 I Dewa Ayu Aninda Vikhanti, I Gusti Ayu Indah Ardani Mahasiswa Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan hasil dan pembahasan penelitian tentang Hubungan Antara Faktor Kondisi Kesehatan dan Kondisi Sosial dengan Kemandirian Lanjut Usia di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya berbagai fasilitas dan pelayanan kesehatan serta kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan hidup (UHH) yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang muncul ketika tubuh tidak mampu memproduksi cukup

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang muncul ketika tubuh tidak mampu memproduksi cukup 1 BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang muncul ketika tubuh tidak mampu memproduksi cukup insulin atau tidak dapat mempergunakan insulin secara baik.

Lebih terperinci

Analisis Komponen Aktivitas dan Jaringan Sosial yang Berpengaruh terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia

Analisis Komponen Aktivitas dan Jaringan Sosial yang Berpengaruh terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia Analisis Komponen Aktivitas dan Jaringan Sosial yang Berpengaruh terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia Budi Riyanto Wreksoatmodjo Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Atmajaya, Jakarta, Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demensia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat. Demensia akan mengganggu kegiatan sehari-hari lansia maupun hubungan sosial lansia dengan lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi saat ini kemajuan teknologi berkembang dengan sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan teknologi tersebut berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup besar. Di samping populasi yang terus meningkat, Indonesia juga

BAB I PENDAHULUAN. cukup besar. Di samping populasi yang terus meningkat, Indonesia juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan populasi penduduk yang cukup besar. Di samping populasi yang terus meningkat, Indonesia juga mengalami peningkatan angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin meningkat. Peningkatan jumlah lansia yang meningkat ini akan

BAB I PENDAHULUAN. makin meningkat. Peningkatan jumlah lansia yang meningkat ini akan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan segala aspek seperti perekonomian, teknologi dan kesehatan memberikan dampak pada usia harapan hidup yang makin meningkat. Peningkatan jumlah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN 4. 1 Pelaksanaan Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 21-31 Mei 2008 untuk wawancara dengan kuesioner dan tanggal 26 Mei 3 Juni 2008 untuk pemeriksaan fisik dan laboratorium.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup, sehingga jumlah populasi lansia juga meningkat. Saat ini

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup, sehingga jumlah populasi lansia juga meningkat. Saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbaikan sosial ekonomi berdampak pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan usia harapan hidup, sehingga

Lebih terperinci

Angka Kejadian dan Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di 78 RT Kotamadya Palembang Tahun 2010

Angka Kejadian dan Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di 78 RT Kotamadya Palembang Tahun 2010 MKS, Th.46. No. 2, April 2014 Angka Kejadian dan Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di 78 RT Kotamadya Palembang Tahun 2010 R.M. Suryadi Tjekyan Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan hiperglikemia kronis akibat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan hiperglikemia kronis akibat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia kronis akibat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih banyak ditemukan di Indonesia maupun di dunia. Penderita hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. masih banyak ditemukan di Indonesia maupun di dunia. Penderita hipertensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan kesehatan masyarakat, keluarga sebagai unit utama yang menjadi sasaran pelayanan. Apabila salah satu di antara anggota keluarga mempunyai masalah keperawatan

Lebih terperinci

GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran

Lebih terperinci

Hubungan antara Status Ekonomi, Status Pendidikan dan Keharmonisan Keluarga dengan Kesadaran Adanya Demensia dalam Keluarga

Hubungan antara Status Ekonomi, Status Pendidikan dan Keharmonisan Keluarga dengan Kesadaran Adanya Demensia dalam Keluarga Hubungan antara Status Ekonomi, Status Pendidikan dan Keharmonisan Keluarga dengan Kesadaran Adanya Demensia dalam Keluarga The Relation Between Economic Status, Educational Status and Family Harmony to

Lebih terperinci

PROFIL PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI YAYASAN-YAYASAN MANULA DI KECAMATAN KAWANGKOAN

PROFIL PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI YAYASAN-YAYASAN MANULA DI KECAMATAN KAWANGKOAN PROFIL PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI YAYASAN-YAYASAN MANULA DI KECAMATAN KAWANGKOAN 1 Rachel Mongisidi 2 Rizal Tumewah 2 Mieke A. H. N. Kembuan 1. Mahasiswa program pendidikan S-1 kedokteran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. orang didunia adalah 66 tahun, pada tahun 2012 naik menjadi 70 tahun dan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. orang didunia adalah 66 tahun, pada tahun 2012 naik menjadi 70 tahun dan pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang berumur 60 tahun atau lebih. Secara global pada tahun 2013 proporsi dari populasi penduduk berusia lebih

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 24 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi bidang ilmu penyakit dalam dengan sub bidang geriatri dan endokrinologi serta bidang ilmu saraf dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan berdampak pada penurunan angka kelahiran, angka kesakitan dan angka kematian serta peningkatan angka harapan hidup penduduk

Lebih terperinci

GAMBARAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN KESEIMBANGAN PADA WANITA LANJUT USIA

GAMBARAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN KESEIMBANGAN PADA WANITA LANJUT USIA GAMBARAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN KESEIMBANGAN PADA WANITA LANJUT USIA Okatiranti, Indah Kurniaty Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas BSI Jalan Sekolah Internasional No.1-6 Antapani, Bandung 40282 Abstract

Lebih terperinci

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014 PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014 1* Gumarang Malau, 2 Johannes 1 Akademi Keperawatan Prima Jambi 2 STIKes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekitar 10% orang tua yang berusia lebih dari 65 tahun dan 50% pada

BAB I PENDAHULUAN. Sekitar 10% orang tua yang berusia lebih dari 65 tahun dan 50% pada BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Sekitar 10% orang tua yang berusia lebih dari 65 tahun dan 50% pada usia yang lebih dari 85 tahun akan mengalami gangguan kognitif, dimana akan dijumpai gangguan yang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penuaan adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa sehat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penuaan adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa sehat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penuaan adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang lemah atau mengalami kemunduran dalam aspek fisik dan mental yang di sebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kelompok usia lain dan diperkirakan pada tahun 2015 populasi lanjut usia di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kelompok usia lain dan diperkirakan pada tahun 2015 populasi lanjut usia di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan populasi lanjut usia saat ini mulai melampaui pertumbuhan kelompok usia lain dan diperkirakan pada tahun 2015 populasi lanjut usia di Indonesia akan bertambah

Lebih terperinci

GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG

GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG Tria Coresa 1, Dwi Ngestiningsih 2 1 Mahasiswa Program Pendidikan S-1 Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas

Lebih terperinci

ABSTRACT ABSTRAK RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS

ABSTRACT ABSTRAK RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS 51 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS Arif Nurma Etika 1, Via Monalisa 2 Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Kadiri e-mail: arif_etika@yahoo.com ABSTRACT Diabetes Mellitus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang prevalensinya tiap tahun semakin meningkat. Di Asia Pasifik, Indonesia menempati peringkat kedua dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. 1 Di Amerika Serikat stroke

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. 1 Di Amerika Serikat stroke 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah salah satu sindrom neurologi dengan ancaman terbesar menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. 1 Di Amerika Serikat stroke merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci

GAMBARAN SKOR MMSE, CDT, TMT A DAN TMT B PADA LANSIA DI PANTI WERDHA AGAPE TONDANO

GAMBARAN SKOR MMSE, CDT, TMT A DAN TMT B PADA LANSIA DI PANTI WERDHA AGAPE TONDANO GAMBARAN SKOR MMSE, CDT, TMT A DAN TMT B PADA LANSIA DI PANTI WERDHA AGAPE TONDANO 1 Reza B. Susanto 2 Rizal Tumewah 2 Arthur H. P. Mawuntu 1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan. Kelebihan berat badan pada anak apabila telah menjadi obesitas akan berlanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu sindroma/

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu sindroma/ 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu sindroma/ kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV), suatu retrovirus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan di berbagai bidang, khususnya bidang perekonomian, kesehatan, dan teknologi menyebabkan peningkatan usia harapan hidup. Meningkatnya usia harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, terutama. dari masyarakat dan ilmu pengetahuan masyarakat, akan

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, terutama. dari masyarakat dan ilmu pengetahuan masyarakat, akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang: Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, terutama di bidang kesehatan serta meningkatnya sosial ekonomi dari masyarakat dan ilmu pengetahuan masyarakat, akan menyebabkan

Lebih terperinci

e-journal Keperawatan (e-kp) Volume 6 Nomor 1, Februari 2018

e-journal Keperawatan (e-kp) Volume 6 Nomor 1, Februari 2018 HUBUNGAN TINGKAT DEMENSIA DENGAN KONSEP DIRI PADA LANJUT USIA DI BPLU SENJA CERAH PROVINSI SULAWESI UTARA Meiske Gusa Hendro Bidjuni Ferdinand Wowiling Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah mewujudkan hasil yang positif diberbagai bidang yaitu kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dapat dihindari oleh setiap orang. Sekarang ini banyak orang yang bertahan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dapat dihindari oleh setiap orang. Sekarang ini banyak orang yang bertahan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penuaan merupakan sebuah proses yang terjadi secara alami dan tidak dapat dihindari oleh setiap orang. Sekarang ini banyak orang yang bertahan dari tantangan kehidupan

Lebih terperinci

Kabupaten Bantul yang merupakan 1 dari 5 kabupaten/kota di DIY juga mengalami hal serupa. UHH di Kabupaten Bantul pada tahun 2008 pada laki-laki

Kabupaten Bantul yang merupakan 1 dari 5 kabupaten/kota di DIY juga mengalami hal serupa. UHH di Kabupaten Bantul pada tahun 2008 pada laki-laki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan di bidang kesehatan serta meningkatnya tingkat sosial ekonomi dunia saat ini bermuara pada meningkatnya kesejahteraan penduduk serta meningkatnya usia harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini menjadikan seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini menjadikan seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini menjadikan seseorang dengan mudah mengakses segala media elektronik. Hal itu juga menjadikan seseorang tidak asing lagi dengan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS MAKRAYU KECAMATAN BARAT II PALEMBANG

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS MAKRAYU KECAMATAN BARAT II PALEMBANG AISYAH: JURNAL ILMU KESEHATAN 2 (1) 2017, 23 30 Available online at http://ejournal.stikesaisyah.ac.id/index.php/eja FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS MAKRAYU KECAMATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. global. Prevalensi FA meningkat seiring dengan pertumbuhan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. global. Prevalensi FA meningkat seiring dengan pertumbuhan kelompok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fibrilasi atrium (FA) telah menjadi masalah kesehatan utama pada skala global. Prevalensi FA meningkat seiring dengan pertumbuhan kelompok penduduk lanjut usia, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar,

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar, meningkat dari sekitar 6.5 milyar di tahun 2006. Peningkatan jumlah penduduk tersebut diikuti dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN KETERGANTUNGAN DALAM ADL (ACTIVITY OF DAILY LIVING) PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DARMA BHAKTI PAJANG SURAKARTA

HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN KETERGANTUNGAN DALAM ADL (ACTIVITY OF DAILY LIVING) PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DARMA BHAKTI PAJANG SURAKARTA HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN KETERGANTUNGAN DALAM ADL (ACTIVITY OF DAILY LIVING) PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DARMA BHAKTI PAJANG SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang dikutip Junaidi (2011) adalah suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pecahnya atau tersumbatnya pembuluh darah otak oleh gumpalan darah. 1

BAB I PENDAHULUAN. pecahnya atau tersumbatnya pembuluh darah otak oleh gumpalan darah. 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke bukan lagi penyakit yang asing bagi masyarakat luas belakangan ini. Sudah banyak orang yang mengalaminya, mulai dari usia produktif sampai usia tua dan mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah lansia didunia sebesar 400 juta berada di Asia (Data Informasi &

BAB I PENDAHULUAN. jumlah lansia didunia sebesar 400 juta berada di Asia (Data Informasi & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah lanjut usia diseluruh dunia saat ini diperkirakan lebih dari 629 juta dan pada tahun 2025 lanjut usia akan mencapai 1,2 milyar. Setengah dari jumlah lansia didunia

Lebih terperinci

HUBUNGAN DEPRESI DENGAN INTERAKSI SOSIAL LANJUT USIA DI DESA TOMBASIAN ATAS KECAMATAN KAWANGKOAN BARAT. Andriano H Sengkey Mulyadi Jeavery Bawotong

HUBUNGAN DEPRESI DENGAN INTERAKSI SOSIAL LANJUT USIA DI DESA TOMBASIAN ATAS KECAMATAN KAWANGKOAN BARAT. Andriano H Sengkey Mulyadi Jeavery Bawotong HUBUNGAN DEPRESI DENGAN INTERAKSI SOSIAL LANJUT USIA DI DESA TOMBASIAN ATAS KECAMATAN KAWANGKOAN BARAT Andriano H Sengkey Mulyadi Jeavery Bawotong Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ialah melihat usia harapan hidup penduduknya. Dari tahun ke tahun usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ialah melihat usia harapan hidup penduduknya. Dari tahun ke tahun usia harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi ikut berkontribusi secara bermakna dalam dunia kesehatan. Salah satu tolok ukur kemajuan suatu bangsa ialah melihat usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kenaikan jumlah lansia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kenaikan jumlah lansia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dijalankan pemerintah saat ini mempengaruhi kualitas kesehatan dan sosial ekonomi. Hal ini berdampak pada meningkatnya angka harapan

Lebih terperinci

Hubungan Faktor Risiko dengan Fungsi Kognitif pada Lanjut Usia Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang

Hubungan Faktor Risiko dengan Fungsi Kognitif pada Lanjut Usia Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang 49 Artikel Penelitian Hubungan Faktor Risiko dengan pada Lanjut Usia Kecamatan Padang Panjang Timur Kota Padang Panjang Iqbal Al Rasyid 1, Yuliarni Syafrita 2, Susila Sastri 3 Abstrak Kemajuan teknologi

Lebih terperinci

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta * ABSTRAK

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta *  ABSTRAK Hubungan Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Berdasarkan Skor Pittsburgh Sleep Quality Index di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Luhur Bantul Yogyakarta RELATIONSHIP BETWEEN ELDERLY GYMNASTIC

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkala, enyahkan asap rokok, rajin senam osteoporosis, diet sehat dan seimbang,

BAB 1 PENDAHULUAN. berkala, enyahkan asap rokok, rajin senam osteoporosis, diet sehat dan seimbang, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat dianjurkan untuk melakukan upaya promotif dan preventif, dengan mengadopsi gaya hidup sehat dengan cerdik, yaitu cek kesehatan secara berkala, enyahkan asap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendengaran yang bersifat progresif lambat ini terbanyak pada usia 70 80

BAB 1 PENDAHULUAN. pendengaran yang bersifat progresif lambat ini terbanyak pada usia 70 80 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Presbikusis adalah tuli sensorineural pada usia lanjut akibat proses penuaan organ pendengaran yang terjadi secara berangsur-angsur, dan simetris pada kedua sisi telinga.

Lebih terperinci

Association of Physical Fitness Participation with Cognitive Function and Balance among the Elderly in Denpasar

Association of Physical Fitness Participation with Cognitive Function and Balance among the Elderly in Denpasar Laporan hasil penelitian Hubungan antara Senam Kesegaran Jasmani dengan Fungsi Kognitif dan Keseimbangan Tubuh Lansia di Denpasar Lanawati 1,2, Rina Listyowati 2,3, R.A Tuty Kuswardhani 2,4 1 Puskesmas

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian usia (geriatri). Penelitian ini mencakup disiplin ilmu penyakit dalam sub bagian lanjut 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lansia hidup sehat, mandiri, dan produktif. Kemandirian dan produktivitas lansia tercermin dari Activities

BAB 1 PENDAHULUAN. lansia hidup sehat, mandiri, dan produktif. Kemandirian dan produktivitas lansia tercermin dari Activities BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk lanjut usia (lansia) menurut UU no. 13 tahun 1998 didefinisikan sebagai penduduk yang berumur diatas 60 tahun. Pada tahun 2017, proporsi lansia adalah 9,03%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 1. Masalah penyakit menular masih merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu sindroma neurologis yang. terjadi akibat penyakit kardiovaskular.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu sindroma neurologis yang. terjadi akibat penyakit kardiovaskular. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu sindroma neurologis yang terjadi akibat penyakit kardiovaskular. Kelainan terjadi pada pembuluh darah di otak dan bersifat fokal. Stroke merupakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN SOCIAL ENGAGEMENT DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI POSYANDU LANJUT USIA MEKAR SARI RW V MOJO SURABAYA SKRIPSI

HUBUNGAN SOCIAL ENGAGEMENT DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI POSYANDU LANJUT USIA MEKAR SARI RW V MOJO SURABAYA SKRIPSI HUBUNGAN SOCIAL ENGAGEMENT DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI POSYANDU LANJUT USIA MEKAR SARI RW V MOJO SURABAYA SKRIPSI OLEH Trifena Dian Wijaya NRP: 1523014098 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. berjumlah 142 juta orang dan diperkirakan akan terus meningkat hingga tiga kali

BAB 1 : PENDAHULUAN. berjumlah 142 juta orang dan diperkirakan akan terus meningkat hingga tiga kali BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara global pada tahun 2013 proporsi dari populasi penduduk berusia lebih dari 60 tahun adalah 11,7% dari total populasi dunia dan diperkirakan jumlah tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Depkes RI (2007 dalam Nastiti, 2012) menjelaskan bahwa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Depkes RI (2007 dalam Nastiti, 2012) menjelaskan bahwa Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Depkes RI (2007 dalam Nastiti, 2012) menjelaskan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang saat ini sedang mengalami masa peralihan, dari masyarakat

Lebih terperinci

Lentera Vol. 14 No.2 Maret

Lentera Vol. 14 No.2 Maret GAMBARAN STATUS GIZI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA DESA COT BADA TUNONG KABUPATEN BIREUEN ACEH Nurhidayati Dosen Program Studi Diploma III Kebidanan Universitas Almuslim yun_bir_aceh@yahoo.com Gizi

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat dan Waktu Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE Desain, Tempat dan Waktu Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21 METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian mengenai konsumsi pangan, aktivitas fisik, status gizi dan status kesehatan lansia menggunakan desain cross sectional. Desain ini merupakan pengamatan yang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke arah yang lebih baik di Indonesia, mempengaruhi pergeseran pola penyakit yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembangnya anggapan bahwa menjadi tua itu identik dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembangnya anggapan bahwa menjadi tua itu identik dengan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sering kali keberadaan lanjut usia dipersepsikan secara negatif, dianggap sebagai beban keluarga dan masyarakat sekitarnya. Kenyataan ini mendorong semakin berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab. mortalitas dan morbiditas utama di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab. mortalitas dan morbiditas utama di seluruh dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas utama di seluruh dunia. Menurut laporan pada Global Burden of Disease (2014), PJK merupakan

Lebih terperinci

GAMBARAN KEJADIAN DEPRESI PADA LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PETANG I KABUPATEN BADUNG BALI 2015

GAMBARAN KEJADIAN DEPRESI PADA LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PETANG I KABUPATEN BADUNG BALI 2015 GAMBARAN KEJADIAN DEPRESI PADA LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PETANG I KABUPATEN BADUNG BALI 2015 Lindia Prabhaswari 1, Ni Luh Putu Ariastuti 2 Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

Hubungan Depresi dan Demensia pada Pasien Lanjut Usia dengan Diabetes Melitus Tipe 2 LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

Hubungan Depresi dan Demensia pada Pasien Lanjut Usia dengan Diabetes Melitus Tipe 2 LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Hubungan Depresi dan Demensia pada Pasien Lanjut Usia dengan Diabetes Melitus Tipe 2 LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Strata 1 Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh

BAB 1 PENDAHULUAN. terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lanjut usia atau usia tua adalah suatu periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu

Lebih terperinci

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 4 NOVEMBER 2015 ISSN

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 4 NOVEMBER 2015 ISSN HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI PIL DAN RIWAYAT KELUARGA DENGAN HIPERTENSI PADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANIKI BAWAH KECAMATAN MAPANGET KOTA MANADO Ceidy Silva Tamunu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proporsi penduduk dunia berusia 60 tahun ke atas tumbuh lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proporsi penduduk dunia berusia 60 tahun ke atas tumbuh lebih BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proporsi penduduk dunia berusia 60 tahun ke atas tumbuh lebih cepat kelompok usia lainnya. Antara tahun 1970 dan 2025 pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) di dunia

Lebih terperinci

Geriatric Depression Scale. Status Perkawinan : tidak kawin/ kawin (pilih salah satu)

Geriatric Depression Scale. Status Perkawinan : tidak kawin/ kawin (pilih salah satu) Lampiran 2 Geriatric Depression Scale Nama Responden: Usia : Jenis Kelamin : Status Perkawinan : tidak kawin/ kawin (pilih salah satu) Skor MMSE : Tanggal Wawancara : Pewawancara : No Pertanyaan Ya Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demensia merupakan jenis penyakit tidak menular, tetapi mempunyai. membahayakan bagi fungsi kognitif lansia.

BAB I PENDAHULUAN. Demensia merupakan jenis penyakit tidak menular, tetapi mempunyai. membahayakan bagi fungsi kognitif lansia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demensia merupakan jenis penyakit tidak menular, tetapi mempunyai dampak yang membahayakan bagi fungsi kognitif lansia. Demensia adalah keadaan ketika seseorang mengalami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Penyakit jantung koroner (CHD = coronary heart desease) atau penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan ancaman kesehatan. Penyakit

Lebih terperinci

HUBUNGAN RIWAYAT HIPERTENSI DENGAN KEJADIAN DEMENSIA PADA LANSIA DI BALAI PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDHI LUHUR KASONGAN BANTUL

HUBUNGAN RIWAYAT HIPERTENSI DENGAN KEJADIAN DEMENSIA PADA LANSIA DI BALAI PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDHI LUHUR KASONGAN BANTUL HUBUNGAN RIWAYAT HIPERTENSI DENGAN KEJADIAN DEMENSIA PADA LANSIA DI BALAI PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDHI LUHUR KASONGAN BANTUL NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: ARIS TRIBOWO 201210201086

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Desain penelitian : prospektif dengan pembanding internal. U1n. U2n

BAB 3 METODE PENELITIAN. Desain penelitian : prospektif dengan pembanding internal. U1n. U2n BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Rancang Bangun Penelitian Jenis penelitian : observasional Desain penelitian : prospektif dengan pembanding internal Sembuh P N M1 U1n mg I mg II mg III mg IV mg V mg VI Tidak

Lebih terperinci

@UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

@UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Populasi orang lanjut usia di Indonesia terus bertambah. Angka kelahiran menurun sedangkan penuaan terus terjadi sehingga menyebabkan peningkatan populasi orang lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diperkirakan bahwa 2-3% dari jumlah penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa berat dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Gangguan psikiatri pada masa muda dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada tahap ini ditandai dengan menurunnya kemampuan kerja tubuh (Nugroho, 2007). Semakin bertambahnya

Lebih terperinci

Tedy Candra Lesmana. Susi Damayanti

Tedy Candra Lesmana. Susi Damayanti TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG Diabetes mellitus DAN DETEKSI DINI DENGAN MINAT DETEKSI DINI PADA MASYARAKAT DI DESA DRONO KECAMATAN NGAWEN KABUPATEN KLATEN 1 Tedy Candra Lesmana 2 Susi Damayanti 1,2 Dosen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. satu sasaran dalam pembangunan di Indonesia. Hal ini ditandai dengan salah satu

I. PENDAHULUAN. satu sasaran dalam pembangunan di Indonesia. Hal ini ditandai dengan salah satu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan sosial yang diarahkan pada peningkatan kualitas hidup manusia dan masyarakat, termasuk kelompok lanjut usia (lansia) merupakan salah satu sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di negara-negara berkembang

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA LANJUT USIA TENTANG DIET HIPERTENSI DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG.

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA LANJUT USIA TENTANG DIET HIPERTENSI DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun di perkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usia (lansia) di dunia. Lansia adalah seseorang yang berumur 60 tahun atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. usia (lansia) di dunia. Lansia adalah seseorang yang berumur 60 tahun atau lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan usia harapan hidup menimbulkan peningkatan jumlah lanjut usia (lansia) di dunia. Lansia adalah seseorang yang berumur 60 tahun atau lebih (Nugroho, 2010).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya angka kesakitan (morbidity) Usia Lanjut. Frailty. dalam managemen pasien geriatri. Frailty merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya angka kesakitan (morbidity) Usia Lanjut. Frailty. dalam managemen pasien geriatri. Frailty merupakan suatu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan jumlah Usia Lanjut yang berumur 60 tahun atau lebih terbanyak di dunia. Diperkirakan pada tahun 2025, jumlahnya akan

Lebih terperinci