KNKT/KA.04.09/

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KNKT/KA.04.09/"

Transkripsi

1 KNKT/KA.04.09/ KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API ANJLOK KA 125 SAWUNGGALIH KM WESEL 2713 EMPLASEMEN BUTUH PETAK JALAN ANTARA STASIUN BUTUH STASIUN KUTOARJO JAWA TENGAH DAOP V PURWOKERTO 28 MARET 2004 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI DEPARTEMEN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA 2004

2 Keselamatan adalah merupakan pertimbangan yang paling utama ketika KOMITE mengusulkan rekomendasi keselamatan sebagai hasil dari suatu penyelidikan dan penelitian. KOMITE sangat menyadari sepenuhnya bahwa ada kemungkinan implementasi suatu rekomendasi dari beberapa kasus dapat menambah biaya bagi yang terkait. Para pembaca sangat disarankan untuk menggunakan informasi yang ada di dalam laporan KNKT ini dalam rangka meningkatkan tingkat keselamatan transportasi; dan tidak diperuntukkan untuk tindakan penuduhan atau penuntutan. Laporan ini diterbitkan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Gedung Karsa Lantai 2, Departemen Perhubungan, Jalan Medan Merdeka Barat No 8, JKT 10110, Indonesia, pada tahun 2004.

3 DAFTAR ISTILAH Daop Emplasemen Gerbong Ka Daop V Kereta Kereta Api Lockbox/clamp lock Lokomotif Masinis Petak Jalan PK PPKA PL PLH Reglemen Sepur/spoor Sinyal Sinyal masuk Sinyal muka Stasiun Daerah Operasi Tempat terbuka/ tanah lapang yang disediakan untuk perangkat penunjang operasional PT. KA (bangunan, jaringan sepur-sepur rel berikut sistem wesel, dsb). Kendaraan yang khusus dipergunakan untuk mengangkut barang atau binatang. Kepala Daerah Operasi V Kendaraan yang seluruhnya/ sebagian dipergunakan untuk mengangkut penumpang, bagasi dan kiriman pos Rangkaian yang terdiri dari gerbong/ kereta yang ditarik dan atau didorong lokomotif, dan berjalan di atas rel Bagian dari wesel yang berfungsi untuk mengunci dan mengarahkan lidah wesel ke spoor / jalur yang diinginkan. Kendaraan swagerak yang bergerak di jalan rel dan digunakan untuk menarik dan/atau mendorong kereta dan/atau gerbong dan/atau sarana kereta api lainnya Petugas pengemudi lokomotif Jalur kereta api yang berada diantara dua stasiun, dibatasi sinyal keluar stasiun pertama dan sinyal masuk stasiun kedua Pusat Kendali, berada di tiap stasiun besar, berfungsi sebagai pengawas dan pengatur perjalanan kereta api untuk satu wilayah Daerah Operasi Pengawas Perjalanan Kereta Api, bertugas di tiap stasiun. Untuk stasiun kecil PPKA biasanya bertugas juga sebagai Kepala Stasiun. PPKA bertugas untuk mengawasi perjalanan kereta api untuk petak jalan kereta api Peristiwa luar biasa tidak hebat, ialah segala kejadian dan keadaan pada jalan kereta api yang merupakan gangguan dalam dinas atau penghentian dinas dan yang membahayakan perjalanan kereta api dan langsung atau pula yang dapat membahayakan keselamatan orang semata-mata karena gerak kereta api, langsiran atau gerak material Peristiwa luar biasa hebat, dipandang sebagai kecelakaan hebat, bilamana peristiwa itu berakibat orang tewas atau luka parah atau dipandang sebagai kekusutan yang hebat dimana terdapat: a. kerusakan jalan kereta api sehingga tidak dapat dilalui selama paling sedikit 24 jam atau kerusakan material yang sangat; b. kereta api sebagian atau seluruhnya keluar rel atau tabrakan; c. kereta, gerobak atau benda lain rusak hebat karena ditabrak kereta api atau bagian langsir; d. Semua bahaya karena kelalaian pegawai dalam melakukan urusan perjalanan kereta api atau langsir; e. Dugaan atau percobaan sabot Reglemen diambil dari istilah Belanda, yakni regelement, yang berarti peraturan yang berlaku untuk dan harus ditaati oleh anggauta kelompok atau masyarakat tertentu, dalam hal ini adalah peraturan-peraturan yang digunakan PT. KA Jalur kereta api dalam suatu emplasemen stasiun Perangkat fisik (lampu merah, kuning, hijau, palang, dll.) yang menginsyaratkan suatu berita atau isyarat (bahaya, aman, dsb). Perangkat sinyal harus ditempatkan sedemikian rupa hingga dapat dilihat masinis rangkaian kereta atau petugas lainnya dari jarak yang jauh Sinyal utama yang ditempatkan dimuka stasiun, dan berfungsi untuk memberi petunjuk mengizinkan atau melarang rangkaian kereta api memasuk stasiun. Posisi sinyal utama minimal adalah 250m sebelum posisi wesel pertama pada jalur rel bila memasuki stasiun Sinyal yang dapat memberi petunjuk kepada masinis kereta api yang datang tentang kedudukan dan atau aspek sinyal utama merupakan sinyal kemudian setelah sinyal muka Tempat kereta api berhenti dan berangkat, bersilang, menyusul atau disusul yang dikuasai oleh seorang kepala stasiun Wesel Konstruksi batang-batang rel kereta api yang bercabang (bersimpangan) tempat memindahkan arah jalan kereta api Sumber: Kamus Besar Bahasa Indonesia & Reglemen

4 LAPORAN KECELAKAAN KERETA API ANJLOK KA 125 SAWUNGGALIH KM WESEL 2713 EMPLASEMEN BUTUH PETAK JALAN ANTARA STASIUN BUTUH STASIUN KUTOARJO JAWA TENGAH DAOP V PURWOKERTO 28 MARET 2004 LAPORAN AKHIR Nomor Urut Kecelakaan: KA Jenis Kecelakaan: Anjlok Lokasi: Km Wesel 2713 Emplasemen Butuh Petak jalan antara Stasiun Butuh Kutoarjo Kabupaten Purworejo Lintas: Bogor Yogyakarta Propinsi: Jawa Tengah Wilayah: Daop V Purwokerto Hari/Tanggal Kecelakaan: Minggu, 28 Maret 2004 Jam: WIB Korban: Tidak ada Korban: Meninggal Luka Berat Luka Ringan Total Awak KA Penumpang Lain-Lain Total Page 4 of 21

5 Kerugian: Sarana Lokomotif = - Kereta rusak = - Kereta afkir = - Prasarana Jalan rel = - Sinyal/telekomunikasi = Rp 53,000, Operasional Pembatalan KA = - Total Taksiran Kerugian = Rp 53,000, KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI DATA KERETA API Jenis Lokomotif: CC Buatan: General Electric (USA) Berjalan dengan ujung: Panjang di depan Nomor Kereta Api: KA 125 Sawunggalih Jenis Operasi: Reguler Route: Kutoarjo Jakarta Pasar Senen Jam Keberangkatan: WIB Kerusakan kereta: 8 kereta anjlok 30 as DATA AWAK KERETA API Jabatan Tahun kelahiran Pendidikan Masinis 1954 TL 2 / Mas Brevet Medical Check Up Terakhir BB / CC 201 CC 203 Oktober 2003 Asisten Masinis 1973 DF 3 / Mas - Oktober 2003 KP PLKA/TKA 1955 TLK 2 - Oktober 2003 Page 5 of 21

6 SINOPSIS Pada hari Minggu tanggal 28 Maret 2004, rangkaian KA 125 Sawunggalih anjlok di Km Wesel 2713 Emplasemen Butuh, petak jalan antara Stasiun Butuh Kutoarjo, Kabupaten Purworejo, Daerah Operasi V Purwokerto. Rangkaian KA 125 anjlok di wesel no 2713 emplasemen Stasiun Butuh setelah lokomotif rangkaian kereta api bersangkutan melewati wesel dan masuk ke spoor II/sepur lurus. Pada pemberitaan awal yang didapat KNKT dari lokasi adalah adanya komponen wesel, yaitu lockbox, patah sehingga lidah wesel dapat bergerak/berpindah ke arah yang tidak dikehendaki. Tim KNKT tidak langsung ke lokasi kejadian dan baru dapat melaksanakan pengumpulan informasi faktual di lokasi tanggal 30 Maret Kemudian tim KNKT melakukan kunjungan yang kedua kalinya tanggal 28 Mei 2004 dan didampingi oleh Ka Daop V dan stafnya untuk memperoleh data tambahan, dan klarifikasi serta rekonfirmasi terhadap data yang telah diperoleh sebelumnya. Lockbox wesel no 2713 selanjutnya dibawa ke Laboratorium Metalurgi ITB untuk dilakukan pengujian dan penelitian sebab-sebabnya patah. Laporan ini difokuskan pada aspek teknis prasarana kereta api di lokasi kejadian, perencanaan, kesesuaian komponen dan tindakan perawatan yang dilakukan. Pada akhirnya KNKT mengusulkan rekomendasi keselamatan dengan tujuan agar kejadian serupa tidak terjadi lagi dikemudian hari. Rekomendasi tersebut ditujukan baik kepada regulator (Ditjen Perhubungan Darat) maupun operator (PT. Kereta Api Persero). Page 6 of 21

7 1. INFORMASI FAKTUAL Pada hari Minggu tanggal 28 Maret 2004, rangkaian KA 125 Sawunggalih jurusan Kutoarjo Pasar Senen diberangkatkan oleh PPKA Stasiun Kutoarjo jam tanpa keterlambatan setelah menerima warta aman dari Stasiun Butuh. Di Stasiun Butuh, PPKA Butuh mempersiapkan jalur rangkaian KA 125 untuk berjalan langsung melalui spoor II/sepur lurus. Lokomotif CC berjalan langsung melalui sepur lurus, namun ternyata rangkaian dibelakang lokomotif masuk ke spoor I/sepur belok, sehingga terjadilah double spoor dan anjlok (keluar rel). Pada observasi di lapangan, diketahui bahwa terdapat lockbox yang patah. Untuk pengujian lebih lanjut lockbox tersebut kemudian dikirimkan ke ITB. Tabel 1. Rangkaian KA 125 Sawunggalih Lok CC K Anjlok 4 as 2. K Anjlok 4 as 3. K Anjlok 4 as 4. K Anjlok 4 as 5. K Anjlok 4 as 6. KMP Anjlok 4 as 7. K Anjlok 4 as 8. K Anjlok 2 as 9. K INFORMASI AWAK Masinis Umur : 50 tahun Masuk Perusahaan : 1975 Pendidikan Terakhir : STM / M Pelatihan Terakhir : TL2 Masinis Pangkat : Pt / TL Surat Tanda Kecakapan : BB 201 / BB 301 CC 201 / CC 203 Masa Berlaku STK : - Tanggal Terakhir Check-Up : Oktober Asisten Masinis Umur : 31 tahun Masuk Perusahaan : 1996 Pendidikan Terakhir : STM / M Pelatihan Terakhir : DF3 Masinis Pangkat : Ptd / TL Surat Tanda Kecakapan : - Masa Berlaku STK : - Tanggal Terakhir Check-Up : Oktober Kondektur Pemimpin Umur : dna Page 7 of 21

8 Masuk Perusahaan : dna Pendidikan Terakhir : dna Pelatihan Terakhir : dna Pangkat : dna Teknisi Kereta Api (TKA) I Umur : 49 tahun Masuk perusahaan : 1975 Pendidikan Terakhir : SMP Pelatihan Terakhir : TLK 2 Pangkat : Ptd I / TR PPKA Stasiun Butuh Umur : 38 tahun Masuk perusahaan : 1991 Pendidikan Terakhir : STN Pangkat : - Jabatan : 1.2 PRASARANA Informasi Jalan Rel Jalan rel di emplasemen Butuh mempergunakan : Rel : R.42 (lintas) R.54 (wesel) Bantalan : Kayu (di wesel) dan Beton (di lintas) Penambat : DE Springclip dan Pandrol Ballast : Kricak Page 8 of 21

9 1.2.2 Sistem Persinyalan Posisi Wesel no 2713 Page 9 of 21

10 Sistem persinyalan Stasiun Butuh mempergunakan sistem persinyalan elektrik buatan Westrace (Westinghouse), Australia dengan motor wesel model T84M dan mulai didinaskan pada tanggal 23 Mei Sedangkan sistem lockbox (clamp lock) dimanufaktur oleh VAE Gmbh, Austria Lockbox (clamp lock) wesel no 2713 Lockbox (clamp lock) adalah peralatan mekanis bagian wesel untuk mengarahkan dan mengunci, serta Gambar 2. Lockbox elektrik mengamankan lidah wesel pada posisi yang diinginkan. Lockbox tidak hanya mengunci lidah wesel namun juga mempertahankan lidah wesel yang sedang terbuka. Lockbox di wesel no 2713 dibuat oleh VAE Gmbh, Austria dan dibeli melalui pengadaan tahun 1995, dan dipasang di Stasiun Butuh pada tanggal 23 Mei Pada saat pemasangan digunakan sambungan dengan las thermit, namun las tersebut patah pada Untuk memperbaikinya pada tanggal 21 Mei 2002 digunakanlah las plat sambung biasa R.42 hingga terjadinya PLH. Sebagai informasi, pada saat ini lockbox tipe serupa berjumlah 244 terpasang di seluruh wilayah jaringan PT. Kereta Api (Persero) Penelitian di Lab ITB Tim peneliti Lab. Metalurgi ITB menemukan bahwa lockbox (pengunci arrow) yang dipergunakan di wesel no 2713 memiliki ukuran alur untuk kaki rel selebar 111 mm yang akan sesuai untuk rel R.42. Namun wesel terbuat dari rel R.54 yang lebar kakinya 140 mm, sehingga sewaktu terpasang posisi lockbox akan miring terhadap posisi rel. Posisi miring ini akan mengurangi speling (kelonggaran) dalam arah vertikal, sehingga batang penggerak wesel akan lebih mudah mengungkit lockbox. Kondisi miring tersebut akan mengakibatkan adanya gaya-gaya pemaksaan pada baut kesen yang mengikat lockbox pada rel. Hal ini akan diulas lebih lanjut. Page 10 of 21

11 1.3 SARANA Data Lokomotif KA Data Kereta KA 125 No Lok : CC Buatan : General Electric (USA) Mulai Dinas : 25 Juli 1983 PA Akhir : 6 Oktober 2002 Semi PA : - PA Berikutnya : 2006 Pemeriksaan 6-bulanan : - Deadman Pedal : Baik Radio Lokomotif : Baik Lampu Sorot : Baik Automatic Brake : Baik Independent Brake : Baik Speedo meter : Rusak Traksi Motor : 6 TM / Lengkap Wiper : Baik Throttle handle : Baik Berjalan dengan menggunakan : Ujung panjang di depan Tabel 2. Data PA Rangkaian KA 125 Sawunggalih Rangkaian Jenis Gerbong & Perakitan Berat Mulai PA yang akan Tipe PA Ke seri No (Assembling) (1000 kg) Dinas datang 1 K Rumania K K Jepang K K Jepang K K Jepang K K INKA K KMP Jepang K K Jepang K K Jepang K K Jepang K Total berat rangkaian = 399 ton Page 11 of 21

12 1.4 REGULASI Regulasi Pemeliharaan wesel seperti disebutkan pada R.13 menyebutkan bahwa lidah wesel harus melekat tepat pada rel lantak. Perlengkapan pengunci lidah (termasuk lockbox) harus dapat memegang erat lidah wesel pada rel lantak. 2. ANALISIS Kondisi sarana dan sistem pengoperasian rangkaian kereta tidak berpengaruh pada PLH ini. Analisis laporan ini difokuskan pada kondisi prasarana (jalan rel dan sistem wesel) yang membawa rangkaian kereta anjlok serta sistem inspeksi dan perawatan track. 2.1 PRASARANA Jalan Rel Sambungan Rel antara R.42 dan R.54 Jalan rel di emplasemen Butuh mempergunakan rel R.42 sedangkan wesel menggunakan R.54. Sambungan kedua jenis ini menggunakan plat sambung biasa R.42. Penggunaan plat sambung ini menyebabkan adanya genjotan/defleksi karena bidang penyambung yang tidak sama. Sesuai buku Gambar Rel R.25, R.33, R.41-42, R.50, R.54 Dengan Alat-Alat Penambat Rigid (kaku) dan Elastis, disebutkan bahwa untuk pemasangan 2 jenis rel yang berbeda (antara R.42 dan R.54) mempergunakan compromise rail. Untuk kondisi darurat, dapat dipasang compromise fishplate sebagai penyambung antar 2 rel yang berbeda profilnya. Kondisi darurat dapat diberlakukan dengan pembatasan kecepatan. Page 12 of 21

13 Bantalan Bantalan beton Bantalan kayu Bantalan beton Bantalan di (ujung wesel no 2713) sekitar sambungan rel R.42 dan R.54 (diujung wesel no 2713) menggunakan gabungan bantalan beton tanpa alat penambat dan bantalan kayu dibawah celah sambungan. Sambungan yang tidak disertai peralatan pendukung yang tepat (compromise rail) dapat menyebabkan terjadinya genjotan/defleksi. Genjotan adalah pergerakan vertikal rel yang terjadi di track akibat adanya mud pumping. Bantalan yang terlalu rapat menyulitkan perawatan (pencok/tamping) Wesel no 2713 jenis arrow lock Pemantauan Gangguan Wesel no 2713 Gambar 5. Bantalan di sambungan rel R.42 dan R.54 Tabel 3. Pantauan Gangguan Wesel no 2713 Emplasemen Butuh Tanggal 5 November Januari 2004 No Tanggal Pengerjaan 1. 5 November 2003 : Perbaiki wesel no 2713 Mengganti plat pengunci baut lockbox November 2003 : Angkat wesel no 2713, tersambung 00 (tidak jelas) Desember 2003 : Perbaikan wesel no 2713 Baut stang penggerak dan baut kesen kendor tindakan kencangkan baut stang penggerak dan baut kesen, hasil baik / normal Desember 2003 : Perbaikan wesel no 2713 (jam 02.00) Baut kesen sebelah selatan mur lepas 5. 4 Januari 2004 : Perbaiki wesel no 2713 Wesel no 2713 tidak dapat dibalik Wesel no 2713 sementara ditong klem karena plat pengunci baut lockbox putus sudah 2 kali ganti, baut lockbox lepas terus Penyebab pada wesel no 13 terlalu ngegenjot dan deglok (peralihan R54 / R42) 6. 7 Januari 2004 : Awasi angkatan wesel no 2713 bersama PK 7. 8 Januari 2004 : Ganti plat pengunci baut lockbox pada wesel no 2713 (kanan kiri) Januari 2004 : Perbaiki wesel no 2713 Page 13 of 21

14 Pemantauan gangguan wesel no 2713 dilakukan dibawah pengawasan SDK. Dalam jangka waktu 2,5 bulan (antara 5 November Januari 2004) terpantau terjadi 8 kali perbaikan yang dilakukan pada wesel no 2713, yaitu: a. penggantian baut pengunci lockbox dilakukan 3 kali, b. perbaikan karena wesel tidak dapat dibalik dan plat pengunci baut lockbox patah setelah 2 kali diganti (baut lockbox lepas terus), c. terjadi genjotan bila dilalui rangkaian kereta api dikarenakan sambungan antara R.42 menjadi R.54 yang tidak sesuai Lockbox (clamp lock) wesel no 2713 Kesen klau Batang penggerak lidah Lidah wesel Stock rail Baut kesen Lockbox Pengunci arrow Patah a. b. Gambar 7. Lockbox (clamp lock) wesel buatan VAE Gmbh, Austria a. Posisi pengunci arrow pada lidah wesel terbuka; b. Posisi pengunci arrow pada lidah wesel tertutup (rapat) (dokumentasi VAE Gmbh) Satu set wesel memiliki batang penggerak lidah wesel yang digeser oleh motor listrik. Posisi batang penggerak lidah wesel dikunci oleh mekanisme pengunci arrow pada lockbox. Dua buah lockbox (kiri dan kanan) masing-masing terpasang pada rel lantak oleh dua buah baut kesen. Dengan kata lain, bila batang pengunci arrow berada didalam salah satu lockbox maka batang wesel tidak dapat bergeser sehingga lidah wesel berada pada posisi yang ditetapkan. Bila lockbox patah, maka batang penggerak tidak lagi terkunci dan lidah wesel dapat berpindah. Pada saat lokomotif KA Sawunggalih melintasi wesel no 2713 dan masuk ke spoor II (sepur lurus), rupanya lockbox patah dan lidah wesel bergeser mengarah ke Page 14 of 21

15 spoor I (sepur belok), sehingga terjadilah double spoor. Akibatnya rangkaian kereta di belakang lokomotif masuk spoor I dan anjlok Hasil pengujian di laboratorium ITB Pemeriksaan laboratorium terhadap lockbox yang patah menemukan hal-hal berikut: 1. Lockbox dibuat dari baja cor dengan komposisi 0.15%C; 0.37%Si; 0.61%Mn; 0.02%P; 0.02%S; sisanya Fe. Struktur-mikro dan sifat materialnya wajar untuk baja cor dengan komposisi tersebut. Kualitas baja normal, tidak ada inklusi/pengotor yang teramati, angka kekerasannya pun normal, yaitu 138 BHN. 2. Patahnya lockbox terjadi akibat terungkitnya lockbox oleh batang penggerak wesel. Hal ini juga ditunjukkan oleh adanya bekas-bekas benturan pada lockbox. 3. Batang penggerak wesel akan mengungkit lockbox bila defleksi (genjotan) rel kiri dan kanan tidak sama atau tidak serentak. Dari observasi lapangan dan hasil pemeriksaan laboratorium ITB dapat dikemukakan hal-hal berikut: 1. PLH ini disebabkan oleh patahnya lockbox (disebelah utara) setelah lokomotif melewatinya. Wesel menjadi tidak terkunci, sehingga posisi yang tadinya menuju sepur lurus (telah dilewati oleh lokomotif) berubah ke sepur belok (sedang dan akan dilewati oleh kereta-kereta dibelakang lokomotif). Dengan demikian terjadilah double spoor dan rangkaian kereta anjlok. 2. Defleksi pada kedua rel yang tidak serentak menyebabkan terungkitnya lockbox oleh batang penggerak wesel, sehingga timbul momen lentur tambahan pada lockbox. 3. Kaki rel R.54 yang lebarnya 140 mm tidak akan masuk pada alur lockbox yang lebarnya 111 mm. Pada kondisi pemasangan seperti ini, celah dalam arah vertikal antara batang penggerak wesel dengan lockbox akan menjadi lebih kecil, sehingga peristiwa pengungkitan oleh batang penggerak wesel lebih mudah terjadi. 4. Meskipun lockbox terbuat dari baja cor, namun adanya momen lentur tambahan tersebut menyebabkannya retak fatigue secara prematur (dalam keadaan normal lockbox, tidak menerima beban momen lentur). 5. Pada lokasi wesel teramati adanya mud pumping (kecrotan) yang merupakan indikasi adanya defleksi/genjotan pada track. 6. Defleksi akibat kondisi ballast dan tanah pendukungnya tersebut diperparah oleh adanya 2 jenis rel R.54 dengan R.42 yang disambung dengan fishplate tipe biasa (bukan compromise) yang sebenarnya merupakan sambungan sementara sebagai tindak perbaikan terhadap las termit yang retak. Page 15 of 21

16 3. KESIMPULAN 3.1 PLH ANJLOK KA 125 SAWUNGGALIH PLH anjloknya KA 125 Sawunggalih terjadi karena wesel tidak terkunci sehingga posisi lidah wesel mengarah ke spoor I (sepur belok) yang seharusnya mengarah ke spoor II (sepur lurus) setelah dilewati lokomotif rangkaian KA 125 Sawunggalih. 3.2 SEBAB PLH a. Patahnya lockbox mengakibatkan lidah wesel tidak terkunci sehingga posisi wesel bisa berpindah. b. Pada saat PLH lockbox patah karena didahului oleh perambatan retak fatigue (prematur) yang telah berjalan pada waktu yang cukup lama. c. Awal retak fatigue terjadi pada lokasi yang mengalami tegangan mekanik yang tinggi berasal dari batang penggerak wesel yang mengungkit lockbox. d. Ungkitan oleh batang penggerak wesel disebabkan oleh defleksi/turunnya rel kiri dan rel kanan yang tidak bersamaan. e. Genjotan/defleksi di wesel no 2713 juga diakibatkan track tidak kokoh (antara lain ballast kurang). f. Pemasangan sambungan biasa R.42 tidak memenuhi peraturan yang berlaku. g. Lockbox (clamp lock) wesel no 2713 tidak sesuai untuk R.54. h. Laporan perihal gejala ketidaknormalan pada wesel no 2713 sejak November 2003 yang dibuat oleh petugas lapangan (SDK) tidak dianalisis dan tidak ditindaklanjuti. Page 16 of 21

17 4. REKOMENDASI Berdasarkan temuan, analisis dan kesimpulan investigasi PLH Anjlok KA 125 Sawunggalih, KNKT perlu mengusulkan beberapa rekomendasi sebagai berikut: - Menyarankan Ditjen Perhubungan Darat agar mengkaji ulang pemasangan sambungan rel tipe R.54 dan rel tipe R.42 mempergunakan sambungan las termit dengan/tanpa compromise rail. - Menyarankan Ditjen Perhubungan Darat untuk mengganti lockbox ukuran alur 111 mm yang tidak sesuai dengan lebar kaki rel R.54 sebesar 140 mm. - Menyarankan Ditjen Perhubungan Darat/PT. Kereta Api (Persero) untuk memperlengkapi peralatan pendukung wesel sesuai dengan peraturan yang berlaku. - Menyarankan PT. Kereta Api (Persero) agar mewaspadai kemungkinan terjadinya keretakan pada sambungan rel tanpa compromise rail. - Menyarankan PT. Kereta Api (Persero) agar memperhatikan kondisi track khususnya disekitar lokasi wesel. - Menyarankan PT. Kereta Api (Persero) untuk menindaklanjuti setiap hasil pelaporan pemeriksaan berkala terhadap sistem wesel dan persinyalan. Page 17 of 21

18 Lampiran KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI Laporan Analisis Kegagalan Lock-Box Wesel 2713 di Stasiun Butuh, Daop 5 1.Komponen: PT Kereta Api dengan surat no ST.007/IV/2/KA.2004 tertanggal 7 April 2004 mengirimkan sebuah lock-box wesel yang ditemukan patah pada saat PLH di Stasiun Butuh, Daop 5, tanggal 29 Maret 2004, untuk diteliti penyebab kegagalannya. 2.Latar belakang: Satu set wesel memiliki batang penggerak rel lidah yang digeser oleh motor listrik. Posisi batang penggerak / lidah rel dikunci oleh mekanisme arrow pada lock box. Dua buah lock box (kiri & kanan) masing-masing terpasang pada rel lantak oleh dua buah baut kesen. Dengan kata lain, bila batang arrow berada didalam salah satu lock-box, maka batang wesel tidak dapat bergeser, sehingga lidah wesel berada pada posisi yang ditetapkan. Bila lock-box pecah, maka batang penggerak tidak lagi terkunci dan lidah rel dapat berpindah. Pada saat lokomotif KA Sawunggalih melintasi wesel 2713 dan masuk ke Jalur 2 (sepur lurus), rupanya lock-box pecah dan lidah wesel bergeser mengarah ke jalur I (sepur belok), sehingga terjadilah dobel spoor. Akibatnya rangkaian kereta di belakang lok masuk Jalur 1 dan anjlok. 3.Observasi laboratorium terhadap lock-box: Lock-box yang pecah ditunjukkan pada Gambar 1. Lokasi patahan terdapat pada kedua sisi ujung lock-box. Satu patahan terlihat lebih halus permukaannya karena kedua permukaannya berkali-kali berbenturan dengan pasangannya (Gambar 2). Satu patahan lainnya masih menampakkan alur-alur beach-marks sebagai tanda perambatan retak fatigue seperti yang terlihat pada Gambar 3. Lokasi awal retakan ditunjukkan dengan anak panah, demikian pula arah perambatan retaknya. Kedua patahan tersebut dapat dikatakan identik dalam hal orientasi bidang patahan dan arah perambatan retaknya. Dari sini dapat dikatakan bahwa modus patahan adalah patah fatigue yang prematur. (Catatan: Wesel berikut lock-box dipasang pada tahun 1996/97) Retak fatigue merambat hingga panjang retak kritis tercapai dan komponen benar-benar patah menjadi dua bagian. 4.Material lock-box. Dari spektroskopi emisi dapat diketahui bahwa lock-box terbuat dari baja karbon dengan komposisi kimia (dalam persen berat) sebagai berikut: 0.15%C; 0.37%Si; 0.61%Mn; 0.02%P; 0.02%S Struktur mikro hasil metalografi (Gambar 4) menunjukkan struktur hasil proses pengecoran, dengan fasa ferit dan perlit serta tidak terlihat adanya inklusi/pengotor. Page 18 of 21

19 Lock-box memiliki angka kekerasan Brinnell rata-rata 138 BHN. Angka kekerasan tersebut adalah wajar untuk baja coran dengan komposisi kimia di atas. 5.Analisis: Data material tersebut diatas menunjukkan bahwa lock-box terbuat dari cast steel yang bersifat ulet. Struktur mikro menunjukkan baja cor yang bersih, tanpa inklusi / pengotor. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa materialnya wajar. Kedua patahan fatigue prematur tersebut menunjukkan bahwa penyebab awal retak adalah tingginya tegangan mekanik (stress) yang bekerja pada sisi ujung lock-box. Lokasi awal retak yang berada di sisi ujung lock-box juga menunjukkan bahwa beban yang membuatnya retak adalah momen lentur (bending moment) yang berasal dari batang penggerak wesel. Dengan kata lain, lock-box tersebut berkali-kali diungkit oleh batang penggerak wesel. Pada kondisi normal (saat rel tidak berdefleksi), antara lock-box dengan batang penggerak wesel ini terdapat celah dalam arah vertikal. Bagian kaki rel R54 selebar 140 mm tidak dapat masuk pada alur lock-box yang lebarnya 111 mm. Patut diduga bahwa lock-box tersebut cocok untuk R42 yang lebar kakinya 110 mm. Dengan demikian maka lock-box akan miring terhadap bidang horizontal. Akibatnya celah dalam arah vertikal antara batang penggerak wesel dengan lock-box menjadi lebih kecil. Pada lock-box yang patah terlihat bekas-bekas benturan dengan batang penggerak wesel (Gambar 1, lihat anak panah). Hal ini jelas membuktikan adanya beban tambahan momen lentur (yang pada kondisi normal tidak ada) akibat ungkitan dari batang penggerak kepada lock-box. Defleksi yang tidak sama pada kedua rel mengakibatkan gerak relatif dalam arah vertikal antara batang penggerak wesel dengan rel berikut lock-boxnya. Akibatnya batang penggerak wesel akan mengungkit lock-box. 6. Kesimpulan Dari uraian di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Material lock-box adalah baja cor dengan komposisi 0.15%C; 0.37%Si; 0.61%Mn; 0.02%P; 0.02%S; sisanya Fe. Struktur-mikro dan sifat materialnya wajar untuk baja cor dengan komposisi tersebut. 2. Pecahnya lock-box mengakibatkan lidah wesel tidak terkunci sehingga posisi wesel bisa berpindah. 3. Pada saat PLH lock-box pecah karena didahului oleh perambatan retak fatigue (prematur) yang telah berjalan pada waktu yang cukup lama. 4. Awal retak fatigue terjadi pada lokasi yang mengalami tegangan mekanik yang tinggi berasal dari batang penggerak wesel yang mengungkit lock-box. 5. Ungkitan oleh batang penggerak wesel disebabkan oleh defleksi/turunnya rel kiri dan rel kanan yang tidak bersamaan. Bandung 31 Mei 2004 Laboratorium Metalurgi MS ITB Dr. Ir. Arif Basuki Page 19 of 21

20 Gambar 1. Lock-box yang pecah; anak panah menunjukkan bekas benturan oleh batang penggerak wesel Gambar 1. Lock-box yang pecah; anak panah menunjukkan bekas benturan oleh batang penggerak wesel Gambar 2. Permukaan patahan yang relatif halus. Pasangan permukaan patahan ini telah lama saling berbenturan Page 20 of 21

21 Gambar 3. Permukaan patahan yang masih relatif segar, terlihat lokasi awal retak fatigue dan arah perambatannya. Gambar 3. Permukaan patahan yang masih relatif segar, terlihat lokasi awal retak fatigue dan arah perambatannya 50 μm Gambar 4. Struktur-mikro lock-box; struktur baja coran, ferit & perlit, etsa nital Page 21 of 21

KNKT/KA /

KNKT/KA / KNKT/KA. 06.03/06.03.025 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API PATAH (COLLAPS) (EKS KD3 81203) RANGKAIAN KA 907 KM 13 + 853 EMPLASEMEN KEBAYORAN LAMA DAOP I

Lebih terperinci

KNKT/KA.04.02/

KNKT/KA.04.02/ KNKT/KA.04.02/04.01.010 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API ANJLOK PLB 8476 PARAHYANGAN KM 113+4/7 PETAK JALAN ANTARA STASIUN CIGANEA SUKATANI PURWAKARTA,

Lebih terperinci

KA Nomor Urut Kecelakaan:

KA Nomor Urut Kecelakaan: LAPORAN KECELAKAAN KERETA API ANJLOK KA BBR 21 (BABARANJANG) DI KM 194+899 PETAK JALAN ANTARA STASIUN MARTAPURA STASIUN WAYTUBA MARTAPURA, KAB OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN SENIN, 17 DESEMBER 2003

Lebih terperinci

LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API

LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API LAPORAN AKHIR Nomor Urut Kecelakaan: KA. 03.07.05.03 Jenis Kecelakaan: Anjlok (derailed) Lokasi: Km 156 + 0/3 Emplasemen Stasiun Kadokangabus Petak jalan antara

Lebih terperinci

LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API

LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN AKHIR Nomor Urut Kecelakaan: KA.03.05.05.01 Jenis Kecelakaan: Anjlok Lokasi: Km 203+9/0 (Vrij-Baan) antara Stasiun

Lebih terperinci

LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API

LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API LAPORAN PENDAHULUAN Nomor Urut Kecelakaan: KA.03.18.08.01 Jenis Kecelakaan: Anjlok (derailment) Lokasi: Km 52+600 s/d 53+100 Petak jalan antara Stasiun Lemahabang

Lebih terperinci

ANJLOK KA 1404 KKW DI KM 201+2/3 PETAK JALAN ANTARA STASIUN WALIKUKUN KEDUNGGALAR JAWA TENGAH

ANJLOK KA 1404 KKW DI KM 201+2/3 PETAK JALAN ANTARA STASIUN WALIKUKUN KEDUNGGALAR JAWA TENGAH LAPORAN KECELAKAAN KERETA API ANJLOK KA 1404 KKW DI KM 201+2/3 PETAK JALAN ANTARA STASIUN WALIKUKUN KEDUNGGALAR JAWA TENGAH LAPORAN AKHIR Nomor Urut Kecelakaan: KA.03.17.07.07 Jenis Kecelakaan: Anjlok

Lebih terperinci

ANJLOK KA 155 BENGAWAN DI KM PETAK JALAN ANTARA KARANGGANDUL KARANGSARI, KABUPATEN PURWOKERTO JAWA TENGAH DAOP V PURWOKERTO 16 JANUARI

ANJLOK KA 155 BENGAWAN DI KM PETAK JALAN ANTARA KARANGGANDUL KARANGSARI, KABUPATEN PURWOKERTO JAWA TENGAH DAOP V PURWOKERTO 16 JANUARI KA.07.03.01.03 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI ANJLOK KA 155 BENGAWAN DI KM 340+130 PETAK JALAN ANTARA KARANGGANDUL KARANGSARI, KABUPATEN PURWOKERTO JAWA TENGAH DAOP V PURWOKERTO 16 JANUARI 2007

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KNKT

LAPORAN AKHIR KNKT LAPORAN AKHIR KNKT. 14. 05. 03. 02 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API TUMBURAN ANTARA KA 140B TAWANGJAYA DENGAN LANGSIRAN GERBONG KOSONG ASAL KA 1713F

Lebih terperinci

D E P A R T E M E N P E R H U B U N G A N Komite Nasional Keselamatan Transportasi

D E P A R T E M E N P E R H U B U N G A N Komite Nasional Keselamatan Transportasi D E P A R T E M E N P E R H U B U N G A N Komite Nasional Keselamatan Transportasi Gedung Karya Lt.7 Departemen Perhubungan - Jl. Medan Merdeka Barat No. 8 JKT 10110 INDONESIA Phone:(021) 3517606, (021)

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI Gedung Karsa Lt.2 Departemen Perhubungan - Jl. Medan Merdeka Barat No. 8 JKT 10110 INDONESIA Phone: (021) 3517606, (021)

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KNKT

LAPORAN AKHIR KNKT LAPORAN AKHIR KNKT 10 05 04 02 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API ANJLOK KA 620A KRL EKONOMI KM 9 + 600/700 EMPLASEMEN STASIUN MANGGARAI, JAKARTA KOMITE

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KNKT A

LAPORAN AKHIR KNKT A LAPORAN AKHIR KNKT 07 07 07 02 A KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API TUMBURAN LOKOMOTIF CC20101/R DENGAN KA 423 KRL KM 10 + 630 PERHENTIAN PONDOKJATI

Lebih terperinci

Jenis Kecelakaan: Tumburan Lokasi: Km Petak jalan antara Stasiun Cilebut Stasiun Bogor Kabupaten Bogor Lintas: Manggarai - Bogor Propinsi:

Jenis Kecelakaan: Tumburan Lokasi: Km Petak jalan antara Stasiun Cilebut Stasiun Bogor Kabupaten Bogor Lintas: Manggarai - Bogor Propinsi: LAPORAN KECELAKAAN KERETA API TUMBURAN ANTARA KA 488 KRL DAN KA 490 KRL DI KM 52+400 PETAK JALAN ANTARA STASIUN CILEBUT STASIUN BOGOR JAWA BARAT LAPORAN AKHIR KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI Nomor

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Tata letak jalur stasiun terdiri atas jalan jalan rel yang tersusun sedemikian rupa sesuai dengan fungsinya. Penggambaran skema

Lebih terperinci

TUMBURAN KA S1 SRIWIJAYA DAN KA BBR4 BABARANJANG

TUMBURAN KA S1 SRIWIJAYA DAN KA BBR4 BABARANJANG SHORT REPORT KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI TUMBURAN KA S1 SRIWIJAYA DAN KA BBR4 BABARANJANG KM 18 SEPUR II EMPLASEMEN LABUHANRATU LAMPUNG 16 AGUSTUS 2008 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KNKT

LAPORAN AKHIR KNKT LAPORAN AKHIR KNKT 10 11 10 02 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API KM 169 + 718 PETAK JALAN ANTARA ST. TERISI ST. TELAGASARI, KOMITE NASIONAL KESELAMATAN

Lebih terperinci

Tumburan Lokasi: Km /3 Petak jalan antara Stasiun Rejosari Stasiun Labuhan Ratu Lampung Lintas:

Tumburan Lokasi: Km /3 Petak jalan antara Stasiun Rejosari Stasiun Labuhan Ratu Lampung Lintas: LAPORAN KECELAKAAN KERETA API TUMBURAN KA S5 (FAJAR UTAMA EKSPRES) DAN KA BBR1 (BABARANJANG) KM 19 + 2/3 PETAK JALAN ANTARA STASIUN REJOSARI STASIUN LABUHAN RATU SUB DIVRE III.2 TANJUNG KARANG 19 MEI 2005

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API I. UMUM Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki

Lebih terperinci

KNKT/KA.07.44/

KNKT/KA.07.44/ KNKT/KA.07.44/07.03.029 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI ANJLOK KA BBR 20 DI KM 195+414 WESEL 1 EMPLASEMEN MARTAPURA LINTAS TARAHAN TANJUNG ENIM BARU SUMATERA SELATAN SUB DIVRE III - 2 TANJUNG

Lebih terperinci

TUMBURAN KA 174 KUTOJAYA DENGAN KA 103 MUTIARA SELATAN

TUMBURAN KA 174 KUTOJAYA DENGAN KA 103 MUTIARA SELATAN LAPORAN AKHIR KNKT 11 01 01 02 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API TUMBURAN KA 174 KUTOJAYA DENGAN KA 103 MUTIARA SELATAN KM 321+800/900, EMPLASEMEN

Lebih terperinci

DATA INVESTIGASI KECELAKAAN PERKERETAAPIAN TAHUN

DATA INVESTIGASI KECELAKAAN PERKERETAAPIAN TAHUN MEDIA RELEASE KNKT 2016 DATA INVESTIGASI KECELAKAAN PERKERETAAPIAN TAHUN 2010 2016 (Database KNKT, 31 Oktober 2016) Oleh: Ketua Sub Komite Investigasi Kecelakaan Perkeretaapian Jakarta, 30 November 2016

Lebih terperinci

KNKT/KA.06.06/

KNKT/KA.06.06/ KNKT/KA.06.06/06.01.023 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI TUMBURAN KA 150 KERTAJAYA DAN KA 40 SEMBRANI DI KM 31+200 EMPLASEMEN GUBUG, JAWA TENGAH DAOP IV SEMARANG 14 APRIL 2006 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN

Lebih terperinci

KNKT/KA.05.06/

KNKT/KA.05.06/ KNKT/KA.05.06/05.06.21 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API TUMBURAN KA 155 BENGAWAN DAN KA 39C BIMA KM 162 + 2/4 EMPLASEMEN TERISI, CIREBON, JAWA BARAT DAOP

Lebih terperinci

D E P A R T E M E N P E R H U B U N G A N Komite Nasional Keselamatan Transportasi

D E P A R T E M E N P E R H U B U N G A N Komite Nasional Keselamatan Transportasi D E P A R T E M E N P E R H U B U N G A N Komite Nasional Keselamatan Transportasi Gedung Karya Lt.7 Departemen Perhubungan - Jl. Medan Merdeka Barat No. 8 JKT 10110 INDONESIA Phone:(021) 3517606, (021)

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Berdasarkan Peraturan Menteri No. 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas dan Kegiatan di Stasiun Kereta Api, menjelaskan bahwa jalur

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Dalam merancang tata letak jalur kereta api di stasiun harus disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi di lapangan,

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: a. Penanganan tumburan KA 174 Kutojaya dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI Gedung Karsa Lt.2 Departemen Perhubungan - Jl. Medan Merdeka Barat No. 8 JKT 10110 INDONESIA Phone: (021) 3517606, (021)

Lebih terperinci

PERENCANAAN JALUR LINTASAN KERETA API DENGAN WESEL TIPE R54 PADA EMPLASEMEN STASIUN ANTARA PASURUAN - JEMBER ( KM KM ) TUGAS AKHIR

PERENCANAAN JALUR LINTASAN KERETA API DENGAN WESEL TIPE R54 PADA EMPLASEMEN STASIUN ANTARA PASURUAN - JEMBER ( KM KM ) TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALUR LINTASAN KERETA API DENGAN WESEL TIPE R54 PADA EMPLASEMEN STASIUN ANTARA PASURUAN - JEMBER ( KM 62+976 KM 197+285 ) TUGAS AKHIR Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KNKT ISBN :

LAPORAN AKHIR KNKT ISBN : LAPORAN AKHIR KNKT 09 07 04 02 ISBN : 978-979-16958-2-4 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API PLH KM 301+3/4 PETAK JALAN ANTARA STASIUN PRUPUK DAN STASIUN LINGGAPURA,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun Menurut (Utomo 2009), pada tata letak jalur stasiun (emplasemen) yang terdiri dari jalan jalan rel yang tersusun dari sedemikian

Lebih terperinci

ANJLOKAN KA 968 PENATARAN

ANJLOKAN KA 968 PENATARAN LAPORAN AKHIR KNKT 09 09 07 02 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API KM 42+3/4, PETAK JALAN ST. BLIMBING - ST. SINGOSARI, MALANG, JAWA TIMUR DAOP VIII

Lebih terperinci

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI FINAL KNKT-12-03-03-01 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MOBIL PENUMPANG SUZUKI CARRY Z-951-W TERTABRAK KERETA API PASUNDAN

Lebih terperinci

WESEL (SWITCH) Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

WESEL (SWITCH) Nursyamsu Hidayat, Ph.D. WESEL (SWITCH) Nursyamsu Hidayat, Ph.D. 1 Fungsi Wesel Wesel merupakan pertemuan antara beberapa jalur (sepur), dapat berupa sepur yang bercabang atau persilangan antara 2 sepur. Fungsi wesel adalah untuk

Lebih terperinci

Komite Nasional Keselamatan Transportasi

Komite Nasional Keselamatan Transportasi LAPORAN AKHIR KNKT.14.12.06.02 Komite Nasional Keselamatan Transportasi LAPORAN HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API LANGSIRAN BAKALAN KA 36 ARGO PARAHYANGAN MENUMBUR BADUG JALUR 10 EMPLASEMEN ST. JAKARTA

Lebih terperinci

KA Tidak ada korban jiwa

KA Tidak ada korban jiwa LAPORAN KECELAKAAN KERETA API ANJLOK KA 1365 DI KM 344 + 418 EMPLASEMEN KARANGGANDUL, PURWOKERTO JAWA TENGAH KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN AKHIR Nomor Urut Kecelakaan: KA.05.08.07.01

Lebih terperinci

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR Telah disebutkan bahwa pada jalan rel perpindahan jalur dilakukan melalui peralatan khusus yang dikenal sebagai wesel. Apabila dua jalan rel yang terletak pada satu bidang saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel I. 1 Data Kecelakaan Kereta Api

BAB I PENDAHULUAN. Tabel I. 1 Data Kecelakaan Kereta Api BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sistem Transportasi nasional memiliki peranan penting dalam mendukung pembangunan nasional. Besarnya jumlah penduduk Indonesia menjadikan kebutuhan akan sistem transportasi

Lebih terperinci

2018, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086), sebagaimana telah diubah dengan Perat

2018, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086), sebagaimana telah diubah dengan Perat No.57, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Lalu Lintas Kereta Api. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 Tahun 2017 TENTANG LALU LINTAS KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Komite Nasional Keselamatan Transportasi

Komite Nasional Keselamatan Transportasi LAPORAN AKHIR KNKT. 14. 06. 05. 02 Komite Nasional Keselamatan Transportasi LAPORAN HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API ANJLOKAN KA 160 PASUNDAN JEMBATAN BH NO. 1055 KM 236+100/400 PETAK JALAN ANTARA

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KNKT

LAPORAN AKHIR KNKT KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI REPUBLIK INDONESIA LAPORAN AKHIR KNKT.15.10.05.02 LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN PERKERETAAPIAN TABRAKAN KA 3026 DENGAN KA 3024 DI KM 147+752 JALUR II EMPLASEMEN

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KNKT

LAPORAN AKHIR KNKT LAPORAN AKHIR KNKT 08 10 08 02 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API TUMBURAN KA 1001 ANTABOGA DENGAN KA 421 KRL EKONOMI KM 1+700 PETAK JALAN ANTARA ST.

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KNKT

LAPORAN AKHIR KNKT KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI REPUBLIK INDONESIA LAPORAN AKHIR KNKT.17.03.01.02 LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN PERKERETAAPIAN ANJLOK KA 1479A COMMUTER LINE DI KM 2 + 200/300 EMPLASEMEN ST. JATINEGARA

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Jenis stasiun menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 33 Tahun 2011 tentang jenis, kelas dan kegiatan di Stasiun Kereta Api.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No 60 Tahun 2012 tentang persyaratan teknis jalur kereta api, persyaratan tata letak, tata

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Tata letak jalur stasiun atau emplasemen adalah konfigurasi jalur untuk suatu tujuan tertentu, yaitu menyusun kereta atau gerbong

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

TUGAS PERENCANAAN JALAN REL

TUGAS PERENCANAAN JALAN REL TUGAS PERENCANAAN JALAN REL Pebriani Safitri 21010113120049 Ridho Fauzan Aziz 210101131200050 Niken Suci Untari 21010113120104 Aryo Bimantoro 21010113120115 BAB I Pendahuluan Latar Belakang Maksud Tujuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGOPERASIAN KERETA API. MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGOPERASIAN KERETA API. MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGOPERASIAN KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1998 tentang Lalu Lintas dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

ANJLOKAN KA 3 ARGOBROMO ANGGREK

ANJLOKAN KA 3 ARGOBROMO ANGGREK LAPORAN AKHIR KNKT 10 07 06 02 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API KM 0+568, EMPLASEMEN ST. MANGGARAI DKI JAKARTA KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KNKT

LAPORAN AKHIR KNKT LAPORAN AKHIR KNKT 12 02 01 02 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API TUMBURAN KA SCT 2A DENGAN KA BBR 36-1 KM 336+975 PETAK JALAN ANTARA ST. NIRU - ST

Lebih terperinci

KNKT/KA.05.10/

KNKT/KA.05.10/ KNKT/KA.05.10/05.12.22 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API TUMBURAN ANTARA KA BBR 20 DAN BUS PMH NO. 471 DI KM 222 + 811 JPL NO. 47 PETAK JALAN ANTARA SEPANCAR

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KNKT

LAPORAN AKHIR KNKT LAPORAN AKHIR KNKT. 14.02.01.02 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API ANJLOKAN KA PLB 7117 SILIWANGI DI KM 73+219 EMPLASEMEN ST. LAMPEGAN, LINTAS ST.

Lebih terperinci

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI FINAL KNKT-07-04-06-02 LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN KECELAKAAN TUNGGAL MOBIL BUS AKAP JATUH KE DALAM JURANG DAN MASUK SUNGAI

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat 1. Kondisi Eksisting Stasiun Lahat Stasiun Lahat merupakan stasiun yang berada di Jl. Mayor Ruslan, Kelurahan Pasar Baru,

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL MODUL 6 WESEL DAN PERSILANGAN PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL MODUL 6 WESEL DAN PERSILANGAN PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 6 WESEL DAN PERSILANGAN OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi dan jenis wesel yang umum digunakan di Indonesia Mahasiswa dapat menjelaskan standar pembuatan bagan wesel dengan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KNKT

LAPORAN AKHIR KNKT LAPORAN AKHIR KNKT. 14. 05. 04. 02 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN HASIL INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API ANJLOKAN KA PLB 30A ARGO PARAHYANGAN KM 128+400 PADA JALAN REL YANG DIPERSIAPKAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KNKT

LAPORAN AKHIR KNKT KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI REPUBLIK INDONESIA LAPORAN AKHIR KNKT.15.11.06.02 LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN PERKERETAAPIAN ANJLOK KA 3025 DI KM 203+660 PETAK JALAN ANTARA ST. GILAS ST. SUNGAITUHA

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Kajian Pola Operasi 1. Jenis dan Kegiatan Stasiun Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas, dan Kegiatan

Lebih terperinci

BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Seiring dengan visi perkeretaapian Indonesia sebagaimana tertuang dalam blue print pembangunan transportasi perkeretaapian adalah 1 : mewujudkan terselenggaranya

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Selaras dengan visi perkeretaapian Indonesia sebagaimana tertuang dalam blue print pembangunan transportasi perkeretaapian adalah 1 : mewujudkan terselenggaranya

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Kondisi Stasiun Eksisting Dalam sebuah perancangan pengembangan stasiun kereta api harus terlebih dahulu mengetahui kondisi-kondisi stasiun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI FINAL KNKT-12-04-04-01 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MOBIL BUS MITSUBISHI L 300 P-2669-U MENABRAK DARI BELAKANG (REAR

Lebih terperinci

KNKT/KA.01.02/

KNKT/KA.01.02/ KNKT/KA.01.02/03.01.001 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API TABRAKAN ANTARA RANGKAIAN KA146 EMPU JAYA DENGAN RANGKAIAN KERETA API KA153 GAYA BARU MALAM SELATAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. MODUL 11 : Stasiun dan operasional KA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 11 : Stasiun dan operasional KA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 11 : Stasiun dan operasional KA OUTLINE : a) Terminal KA stasiun b) Sistem pengoperasian dan pengamanan perjalanan KA c) Pengenalana Rambu/Semboyan pada kereta api d) Grafik Perjalanan

Lebih terperinci

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 69/1998, PRASARANA DAN SARANA KERETA API *35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI FINAL KNKT-09-07-05-01 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN MOBIL BUS AD-1444-BE BERTABRAKAN DENGAN KERETA API 759 / PRAMEK (SOLO-YOGYAKARTA)

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kajian Pola Operasi Jalur Kereta Api Ganda

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kajian Pola Operasi Jalur Kereta Api Ganda BAB III LANDASAN TEORI A. Kajian Pola Operasi Jalur Kereta Api Ganda Kajian pola operasi jalur kereta api ganda merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan jalur kereta api. Berdasarkan Peraturan

Lebih terperinci

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II Ada banyak hal yang termasuk kategori pelanggaran lalu lintas yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009. Dan sudah seharusnya masyarakat mengetahui jenis

Lebih terperinci

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI FINAL KNKT-12-09-08-01 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MOBIL BUS MITSUBISHI FE 304 COLT E-7586-Y MASUK JURANG DI JALAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Kondisi Stasiun Eksisting Stasiun Cicalengka merupakan stasiun yang berada pada lintas layanan Cicalengka-Nagreg-Lebakjero, terletak

Lebih terperinci

Analisis Display Sinyal Kereta Api di Stasiun Langen

Analisis Display Sinyal Kereta Api di Stasiun Langen Analisis Display Sinyal Kereta Api di Stasiun Langen Anggo Hapsoro Pambudy 1, Yayan Harry Yadi 2, Wahyu Susihono 3 1, 2, 3 Jurusan Teknik Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa anggocc201@yahoo.co.id

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 44 TAHUN 2010 STANDAR SPESIFIKASI TEKNIS PERALATAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA a. bahwa dalam Pasal 197 Peraturan

Lebih terperinci

LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN TOYOTA KIJANG NOMOR KENDARAAN T 1756 DC TERJUN KE SUNGAI LUBAI, JEMBATAN BERINGIN

LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN TOYOTA KIJANG NOMOR KENDARAAN T 1756 DC TERJUN KE SUNGAI LUBAI, JEMBATAN BERINGIN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI FINAL KNKT-09-02-01-01 LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN TOYOTA KIJANG NOMOR KENDARAAN T 1756 DC TERJUN KE SUNGAI LUBAI, JEMBATAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis-Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Jalur kereta api Menurut Peraturan Menteri No.33 Tahun 2011 adalah jalur yang terdiri atas rangkain petak jalan rel yang meliputi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak dan Panjang Efektif Jalur Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak dan Panjang Efektif Jalur Stasiun BAB III LANDASAN TEORI A. Tipikal Tata Letak dan Panjang Efektif Jalur Stasiun 1. Tipikal Tata Letak Jalur Stasiun Penentuan tata letak jalur kereta api harus selalu disesuaikan dengan jalur kereta api

Lebih terperinci

Analisis Display Sinyal Kereta Api di Stasiun Langen

Analisis Display Sinyal Kereta Api di Stasiun Langen Analisis Display Sinyal Kereta Api di Stasiun Langen Anggo Hapsoro Pambudy 1, Yayan Harry Yadi 2, Wahyu Susihono 3 1, 2, 3 Jurusan Teknik Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa anggocc201@yahoo.co.id

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

KNKT/KA.02.01/ LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API TABRAKAN ANTARA RANGKAIAN YANG DITARIK LOKOMOTIF LANGSIR/LARAT

KNKT/KA.02.01/ LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API TABRAKAN ANTARA RANGKAIAN YANG DITARIK LOKOMOTIF LANGSIR/LARAT KNKT/KA.02.01/03.02.002 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN KERETA API TABRAKAN ANTARA RANGKAIAN YANG DITARIK LOKOMOTIF LANGSIR/LARAT DENGAN RANGKAIAN KERETA API KA2807

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

FINAL KNKT

FINAL KNKT FINAL KNKT-08-09-04-01 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN TRUK KAYU PADI MAS NOMOR KENDARAAN EB 2144 AC MASUK JURANG DI JALAN JURUSAN

Lebih terperinci

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng No. 380, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kereta Api. Jalur. Persyaratan Teknis. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 60 TAHUN 2012 TENTANG PERSYARATAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis dan Kegiatan Stasiun Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 33 Tahun 2011 tentang Jenis, Kelas dan Kegiatan di Stasiun Kereta Api dalam bab 2 Jenis dan Kegiatan

Lebih terperinci

PD 3 PERATURAN DINAS 3 (PD 3) SEMBOYAN. PT Kereta Api Indonesia (Persero) Disclaimer

PD 3 PERATURAN DINAS 3 (PD 3) SEMBOYAN. PT Kereta Api Indonesia (Persero) Disclaimer PD 3 PT Kereta Api Indonesia (Persero) PERATURAN DINAS 3 (PD 3) SEMBOYAN Disclaimer This ebook is for the use of anyone anywhere at no cost and with almost no restrictions whatsoever. You may copy it,

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung Perancangan tata letak jalur kereta api (KA) Stasiun Betung tidak lepas dari gambaran umum lokasi penelitian berdasaran

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. MODUL 8 ketentuan umum jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 8 ketentuan umum jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 8 ketentuan umum jalan rel OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan persyaratan umum dalam desain jalan rel Mahasiswa dapat menjelaskan beberapa pengertian kecepatan kereta api terkait

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEGERA. Nomor : KNKT/ 001/7/XII/REK.KJ/13

REKOMENDASI SEGERA. Nomor : KNKT/ 001/7/XII/REK.KJ/13 REKOMENDASI SEGERA Nomor : KNKT/ 001/7/XII/REK.KJ/13 KECELAKAAN ANTARA KA KRL 1131 JURUSAN SERPONG TANAH ABANG DAN MOBIL SEMI TRAILER TANKI B-9265-SEH BERMUATAN 24.000 LITER BAHAN BAKAR MINYAK PREMIUM

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI. blok diagram dari sistem yang akan di realisasikan.

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI. blok diagram dari sistem yang akan di realisasikan. 33 BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI 3.1 Perancangan Diagram Blok Sistem Dalam perancangan ini menggunakan tiga buah PLC untuk mengatur seluruh sistem. PLC pertama mengatur pergerakan wesel-wesel sedangkan

Lebih terperinci

Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Surabaya -Krian

Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Surabaya -Krian Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Surabaya - Krian DISUSUN OLEH ARIA DWIPA SUKMANA 3109100012 DOSEN PEMBIMBING BUDI RAHARDJO, ST, MT. JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API SURABAYA - KRIAN

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 43 TAHUN 2010

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 43 TAHUN 2010 MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 43 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR SPESIFIKASI TEKNIS GERBONG a. bahwa dalam Pasal 197 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang: a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta

Lebih terperinci

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI FINAL KNKT-11-12-07-01 LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN B-7166-TGA DENGAN MOBIL PENUMPANG TOYOTA AVANZA F-1884-HD DI JALUR PANTURA

Lebih terperinci