Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Oleh:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Oleh:"

Transkripsi

1 Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat Oleh: Melly Kusumawardhani A PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITIUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN MELLY KUSUMAWARDHANI. Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Di bawah bimbingan IMAN FIRMANSYAH. Permintaan bunga krisan di Indonesia setiap tahun cenderung mengalami peningkatan, bahkan pernah mencapai 25 persen. krisan sebagai bunga potong sangat disenangi konsumen di Indonesia karena keindahannya dan termasuk salah satu komoditi utama tanaman hias disamping mawar, anggrek dan gladiol, keragaman bentuk, warna dan mudah dirangkai serta memiliki kesegaran bunga cukup lama, bahkan bisa bertahan sampai tiga minggu. Seperti halnya krisan, permintaan bibit krisan pun relatif tinggi karena permintaan bibit diturunkan dari permintaan terhadap komoditas yang bersangkutan. Permintaan tersebut datang dari pasar dalam dan luar negeri. Volume ekspor dan impor bibit krisan mencapai bibit dengan nilai sebesar US $ Tingginya permintaan bibit krisan ini merupakan peluang bisnis yang cukup menjanjikan, sehingga kini banyak perusahaan dalam negeri yang membudidayakan bibit krisan guna memenuhi permintaan pasar yang ada, baik dalam maupun luar negeri dan salah satunya adalah PT. Inggu Laut Abadi. PT. Inggu Laut Abadi melakukan perbanyakan krisan dengan sistem kultur jaringan. Perusahaan mampu memproduksi bibit per bulan dan telah mampu memenuhi permintaan pasar sekitar 60 persen. Dari rata-rata permintaan 9000 bibit per hari, perusahaan telah mampu menyediakan 5000 bibit per hari. Harga jual per bibit yang ditetapkan perusahaan relatif rendah dibanding para pesaingnya, sehingga permintaan bibit ke perusahaan relatif tinggi. Terkait dengan hal tersebut, pemilik berupaya untuk mempertahankan harga jualnya (harga jual yang selama ini dietapkan perusahaan). Melalui harga jual yang rendah diharapkan petani tetap mampu membeli bibit ke perusahaan. Namun, tujuan tersebut terkendala oleh adanya peningkatan biaya produksi yang dialami perusahaan terutama biaya bahan baku. Bahan kimia yang merupakan bahan baku utama dalam kegiatan kultur jaringan diperkirakan akan habis pada tahun 2008 sehingga perusahaan harus melakukan pembelian bahan kimia baru guna menjaga kelangsungan kegiatan kultur jaringannya tersebut. Adanya pembelian bahan kimia tentu saja akan menambah biaya produksi yang harus dikeluarkan perusahaan karena harga bahan kimia yang berlaku saat ini cenderung mengalami peningkatan dibanding harga lima tahun lalu. Penambahan dalam biaya produksi ini akan berpengaruh pada harga pokok produksi yang pada akhirnya berdampak pada harga jual bibit. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode penetapan harga pokok produksi yang tepat guna membantu perusahaan dalam memperkirakan harga jual per bibit yang diproduksi. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kebijakan perusahaan dalam penetapan harga pokok produksi, menganalisis metode-metode penetapan harga pokok produksi, serta merumuskan alternatif metode penetapan harga pokok produksi bagi perusahaan. Penelitian ini dilakukan di PT. Inggu Laut Abadi, Cianjur Jawa Barat dengan waktu pengambilan data dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2008.

3 Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan pihak perusahaan dan toko kimia Intra Lab yang menjadi langganan perusahaan, sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan manajemen perusahaan seperti laporan harian, bulanan, dan tahunan serta dari Dinas Pertanian Bogor, BPS, hasil penelitian terdahulu, dan literatur-literatur lainnya yang relevan dengan penelitian ini. Metode yang digunakan untuk menetapkan harga pokok produksi pada penelitian ini adalah metode full costing, variable costing, dan metode perusahaan. Data yang diperoleh diolah secara manual dengan menggunakan kalkulator dan program komputer Ms. Excel. Hasil analisis dari setiap metode yang digunakan, akan dibandingkan besarnya harga pokok produksi yang timbul dan dilakukan perbandingan antar metode-metode tersebut dengan metode penetapan harga pokok produksi yang selama ini dilakukan perusahaan. Dari hasil analisis perbandingan dan perhitungan penghematan tersebut dapat dilakukan pemilihan alternatif metode penetapan harga pokok produksi yang tepat bagi perusahaan. Metode penentuan harga pokok produksi yang diterapkan PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat tidak termasuk ke dalam metode full costing, variable costing, maupun activity based costing. Penentuan harga pokok produksi perusahaan hanya didasarkan pada biaya aktual yang dikeluarkan perusahaan dalam periode berjalan (satu bulan), mulai dari kegiatan pembuatan media ½ Murashige and Skoog (MS) sebagai bahan baku dalam kultur jaringan sampai dengan pemanenan bibit krisan yang sudah berakar. Penetapan harga pokok produksi sampai tahun 2007 masih memperhitungkan bahan kimia makro dan mikro dengan harga lama. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2008 ini perusahaan berencana akan melakukan pembelian bahan kimia makro dan mikro, sehingga biaya bahan baku yang dimasukkan ke dalam perhitunga harga pokok produksi adalah harga bahan kimia makro dan mikro tahun Komponen harga pokok produksi yang diperhitungkan perusahaan meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik (BOP). Biaya bahan baku terdiri dari biaya pembuatan media ½ Murashige and Skoog (MS) dan biaya bahan penolong yang terdiri dari pestisida, sekam bakar, polybag, rootone, plastik wrap, karet, tisu gulung, spirtus, dan mata pisau. Biaya tenaga kerja meliputi tenaga kerja tetap yaitu gaji karyawan bagian laboratorium, kebun atau green house (GH), dan upah tenaga kerja harian serta biaya tenaga kerja variabel yaitu upah lembur dan uang makan karyawan. Adapun BOP terdiri dari BOP tetap yaitu biaya listrik kebun dan kantor, biaya pemeliharaan dan perbaikan peralatan laboratorium dan inventaris kantor, Gaji karyawan administrasi dan umum, serta biaya penyusutan yang terdiri dari penyusutan Laminair Air Flow (LAF), laboratorium, GH, AC, dan autoklaf serta BOP variabel yang hanya terdiri dari biaya bahan bakar gas. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, memperlihatkan adanya perbedaan harga pokok antara metode perusahaan dengan perhitungan harga pokok metode full costing maupun variable costing, baik sebelum maupun sesudah kenaikan harga bahan kimia makro dan mikro. Rata-rata harga pokok produksi baik sebelum maupun sesudah kenaikan harga bahan kimia makro dan mikro dengan metode variable costing memiliki nilai terkecil bila dibandingkan

4 dengan metode perusahaan maupun full costing. Untuk rata-rata harga pokok per bibit sebelum kenaikan dengan menggunakan metode full costing menghasilkan nilai tertinggi, sedangkan rata-rata harga pokok per bibit dengan menggunakan metode perusahaan berada di antara metode full costing dan variable costing. Rata-rata harga pokok per bibit dengan menggunakan metode perusahaan adalah sebesar Rp 137,313 per bibit, dua kali lipat lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga pokok dengan variable costing yang hanya Rp 59,369 per bibit. Metode variable costing dapat menghasilkan penghematan sebesar Rp 77,944 per bibitnya, sedangkan metode full costing justru menghasilkan harga pokok yang lebih besar dibanding metode perusahaan, yaitu sebesar Rp 15 per bibitnya. Adapun untuk rata-rata harga pokok per bibit setelah kenaikan dengan menggunakan metode perusahaan adalah sebesar Rp 112,014 per bibit, dua kali lipat lebih tinggi jika dibanding harga pokok dengan variable costing yang hanya Rp 49,717 per bibit. Metode variable costing dapat menghemat sebesar Rp 62,297 per bibitnya, sedangkan metode full costing justru menghasilkan harga pokok yang lebih besar dibanding metode perusahaan, yaitu sebesar Rp 10,878 per bibitnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka saran yang dapat direkomendasikan kepada perusahaan diantaranya perusahaan sebaiknya tidak memasukkan biaya pembelian plastik packing, dus packing, dan lakban ke dalam perhitungan harga pokok produksi, metode penetapan harga pokok produksi yang disarankan kepada perusahaan yaitu metode variable costing karena akan menyebabkan harga jual yang rendah pula sehingga diharapkan sesuai dengan daya beli petani yang umumnya rendah, serta untuk minimisasi biaya, perusahaan sebaiknya meminimalkan biaya pemeliharaan dan perbaikan.

5 Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat Oleh: Melly Kusumawardhani A SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITIUT PERTANIAN BOGOR 2008

6 Judul Skripsi Nama NRP : Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat : Melly Kusumawardhani : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Drs. Iman Firmansyah, M. Si NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP Tanggal Kelulusan :

7 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI BIBIT KRISAN PADA PT. INGGU LAUT ABADI KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU Bogor, Mei 2008 Melly Kusumawardhani A

8 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Majalengka pada tanggal 19 Oktober 1986 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Mahrudin Rahman dan Ibu Elly Kuslaeli Somantri. Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK. Budi Asih Cikijing tahun Kemudian melanjutkan ke pendidikan dasar di SD Negeri Cidulang III dan lulus pada tahun Penulis menyelesaikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri I Cikijing pada tahun Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMU Negeri I Kuningan dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan seleksi Masuk IPB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai kegiatan kampus baik yang bersifat intra maupun ekstra. Organisasi yang pernah diikuti penulis yaitu OMDA HIMARIKA (Organisasi Mahasiswa Daerah Himpunan Mahasiswa Aria Kamuning Kuningan) pada tahun dan Unit Kegiatan Mahasiswa Koperasi Mahasiswa pada tahun

9 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-nya, penulisan skripsi yang berjudul Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis proses penetapan harga pokok produksi bibit krisan yang selama ini dilakukan oleh perusahaan, untuk kemudian dapat dibandingkan dengan metode perhitungan yang didapat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis. Melalui hasil perbandingan diharapkan dihasilkan suatu metode yang tepat yang dapat digunakan perusahaan. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihakpihak yang telah membantu proses penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Bogor, Mei 2008 Penulis

10 UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan ucapan terima kasih dan penghormatan yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak dan Mamah tercinta beserta seluruh keluarga besar atas segala kasih sayang, kesabaran, pengorbanan serta do a yang tiada hentinya selama penulis menempuh pendidikan. 2. Drs. Iman Firmansyah, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis selama proses penyusunan skripsi. 3. Ir. Joko Purwono, MS atas kesediaannya menjadi dosen penguji utama dan Etriya, SP atas kesediaannya menjadi dosen penguji wakil komisi pendidikan. 4. Ir. Harmini, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan penulis. 5. Bapak Drs. Bambang Haryanto, MS beserta Ibu, serta seluruh karyawan PT. Inggu Laut Abadi (Mas Wahyu, A Dede, Neng, Ikun, Ace, A Agus, Amang, T Nyai, T Lilis, Syarif, A Asep, A Cecep) atas semua informasi dan kebersamaan yang diberikan. 6. Andi Riyandi yang senantiasa setia dan sabar mendengarkan keluh kesah penulis selama masa perkuliahan dan penyusunan skripsi. Terima kasih atas segala kebaikan dan pengorbanan yang diberikan. 7. Teman-teman terhebat dan terbaik USA (Sri Maryati, Nia Rosiana, Sri Wahyu Lestari, R. Irsan Nurgozali, Medina Rachma, Taufik Firmansyah, dan Doni Kurniawan serta Kak Feryanto yang senantiasa setia mendampingi serta memberikan masukan-masukan yang berharga bagi penulis selama masa

11 perkuliahan dan penyusunan skripsi. Terima kasih atas hari-hari yang begitu indah terutama Perjalanan 3 Hari untuk Selamanya. 8. Keluarga besar Sri Maryati (Ummi, Ama, Mang Unun serta Enin) di Cianjur atas semua kasih sayang dan perhatian yang diberikan selama penelitian. Terima kasih telah menjadi keluarga keduaku. 9. Teman-teman selama KKP (Masyitah, Vebriani, Restu, Dika, dan Anggi) atas semua perhatian dan canda tawa yang telah memberikan hari-hari yang begitu berwarna selama masa-masa KKP. Terima kasih atas persahabatan yang begitu indah. 10. Teman-teman di Agb 41 (Dwita, Dian K, Atinawati dan Eka) atas semua perhatian dan kebersamaan yang diberikan. 11. Teman-teman Green House (K Isa, Fitri, Viona, Mira, Umi Maksum, K Egi, K Eka serta Evi) atas semua bantuan dan kebersamaan yang diberikan. Terima kasih atas kekeluargaan yang terjalin. 12. Semua teman-teman di HIMARIKA (Indra, Budi, Tiwi) atas dukungan yang selalu diberikan kepada penulis. 13. Semua pihak-pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Mei 2008 Penulis

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Keterbatasan Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Krisan Peluang Agribisnis Krisan Penelitian Terdahulu III.KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Biaya dan Klasifikasinya Harga Pokok Produksi dan Fungsinya Metode Penetapan Harga Pokok Produksi Kerangka Pemikiran Operasional Identifikasi Kebijakan Perusahaan Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi IV.METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode Penetapan Harga Pokok Produksi Analisis Perbandingan Penghematan antar Metode Definisi Operasional V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Sejarah Singkat Lokasi Perusahaan Keorganisasian PT. Inggu Laut Abadi Visi, Misi, dan Tujuan Sumber Daya Manusia Proses Produksi Pembibitan dengan Teknologi Kultur Jaringan Pembibitan dengan Teknologi Stek Pemeliharaan Panen dan Pasca panen Pemasaran Sarana dan Prasarana... 62

13 VI.HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Penentuan Harga Pokok Produksi PT. Inggu Laut Abadi Penentuan HPP sebelum Kenaikan Harga Bahan Kimia Makro dan Mikro Penentuan HPP setelah Kenaikan Harga Bahan Kimia Makro dan Mikro Penggolongan Biaya Komponen Harga Pokok Produksi Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Biaya Overhead Pabrik Penentuan Harga Pokok Produksi dengan Metode Full Costing dan Variable Costing Perbandingan HPP Perusahaan dengan Full Costing dan Variable Costing VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 85

14 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Produksi Tanaman Hias di Indonesia Luas Areal, Produksi, dan Hasil Budidaya Krisan Tahun Realisasi Ekspor dan Impor Benih Hortikultura Tahun Beda Unsur Biaya Produk dalam Pendekatan Full Costing, Variable Costing, dan Activity Based Costing Perbedaan Conventional Costing Method dengan Activity Based Costing Method Komponen Larutan Stok dan Vitamin Komponen Larutan Makro Perbandingan Harga Bahan Kimia Makro dan Mikro Biaya Bahan Baku PT. Inggu Laut Abadi Tahun 2007 dan Tahun Biaya Tenaga Kerja PT. Inggu Laut Abadi Tahun 2007 dan Tahun Harga Pokok Produksi Bibit Krisan dengan Metode Full Costing Tahun Harga Pokok Produksi Bibit Krisan dengan Metode Full Costing Tahun Harga Pokok Produksi Bibit Krisan dengan Metode Variable Costing Tahun Harga Pokok Produksi Bibit Krisan dengan Metode Variable Costing Tahun Perbandingan Harga Pokok Produksi Per Bibit Krisan Tahun Perbandingan Harga Pokok Produksi Per Bibit Krisan Tahun

15 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Diagram Alur Teknik Produksi Benih Vegetatif Krisan Perhitungan Harga Pokok dengan Pendekatan Full Costing Perhitungan Harga Pokok dengan Pendekatan Variable Costing Perhitungan Harga Pokok dengan Pendekatan Activity Based Costing Bagan Kerangka Pemikiran Operasional...35

16 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Struktur Organisasi PT. Inggu Laut Abadi Perhitungan Harga Pokok Bibit Krisan Metode Perusahaan Tahun Perhitungan Harga Pokok Bibit Krisan Metode Perusahaan Tahun Biaya Bahan Baku Bibit krisan PT. Inggu Laut Abadi Tahun Biaya Bahan Baku Bibit krisan PT. Inggu Laut Abadi Tahun Biaya Tenaga Kerja PT. Inggu Laut Abadi Tahun Biaya Tenaga Kerja PT. Inggu Laut Abadi Tahun Biaya Overhead Pabrik PT. Inggu Laut Abadi Tahun Biaya Overhead Pabrik PT. Inggu Laut Abadi Tahun

17 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisan merupakan tanaman bunga hias berupa perdu. Sebutan lain bunga jenis ini adalah Seruni atau Bunga emas (Golden Flower). Krisan memiliki variasi jenis, bentuk dan warna bunga yang sangat menarik. Krisan dengan bunga warna kuning dikenal dengan nama Chrysanthemum indicum, sedangkan krisan dengan warna bunga ungu dan pink dikenal dengan nama Chrysanthemum morifolium (BAPPENAS, 2008). Variasi jenis, bentuk, dan warna bunga yang dimiliki krisan telah menjadikan bunga jenis ini sebagai salah satu bunga yang sangat digemari konsumen di Indonesia. Selain itu, krisan termasuk salah satu komoditi utama tanaman hias disamping mawar, anggrek dan gladiol, keragaman bentuk dan warna, mudah dirangkai serta memiliki kesegaran bunga cukup lama, bahkan bisa bertahan sampai 3 minggu. Permintaan bunga krisan di Indonesia setiap tahun cenderung mengalami peningkatan. Bahkan, pernah mencapai 25 persen. Pada tahun 1993 Indonesia mengekspor krisan 198,3 ton senilai US $ dengan negara tujuan Hongkong, Malaysia, Jepang, dan Singapura. Dalam tahun yang sama impor Indonesia sebesar 3,8 ton senilai US $ dari Belanda dan Malaysia (BALITHI, 2004). Permintaan krisan yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun diikuti pula oleh peningkatan produksinya. Menurut Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikutura (2006), produksi krisan dari tahun terus mengalami peningkatan yang signifikan dibanding produksi tanaman hias lainnya seperti mawar, gladiol, dan sedap malam yang justru pertumbuhannya

18 bernilai negatif. Pertumbuhan produksi krisan dari tahun menempati peringkat kedua setelah anggrek yang pertumbuhannya sebesar 43,88 persen. Produksi krisan dari tahun ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi Tanaman Hias di Indonesia (Tangkai) Komoditas Tahun Pertumbuhan 2006 over 2005 (%) ANGGREK ,88 ANTHURIUM (KUPING GAJAH) ,14 ANYELIR GERBERA (HERBRAS) ,72 GLADIOL ,76 HELICONIA ,77 KRISAN ,62 MAWAR ,82 SEDAP MALAM ,08 Sumber: Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikutura (2006) (diolah) Berdasarkan Tabel 1, produksi krisan cenderung mengalami peningkatan yang signifikan dibanding dengan produksi tanaman hias lainnya. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya tingkat pertumbuhan produksi dari tahun yang mencapai 32,62 persen. Menurut BPS (2006), produksi krisan mengalami peningkatan yang signifikan karena berbanding lurus dengan luas areal tanam. Luas areal tanam yang relatif meningkat tersebut menyebabkan produksi krisan pun mengalami peningkatan. Namun, peningkatan produksi krisan ini tidak disertai dengan peningkatan hasil (yield) krisan itu sendiri. Hal ini ditunjukkan oleh beragamnya hasil di masing-masing propinsi. Perkembangan luas areal, produksi, serta hasil dari budidaya krisan dapat dilihat pada Tabel 2.

19 Tabel 2. Luas Areal, Produksi, dan Hasil Budidaya Krisan Tahun 2006 Propinsi Luas Areal (Ha) Produksi (Tangkai) Hasil (Tangkai/Ha) Sumatera Utara ,24 R i a u ,47 J a m b i ,45 Sumatera Selatan ,89 Bengkulu ,38 Lampung ,61 Bangka Belitung Jawa Barat ,29 Jawa Tengah ,45 DI Yogyakarta ,68 Jawa Timur ,54 Banten ,48 B a l i ,7 Nusa Tenggara Barat ,26 Nusa Tenggara Timur ,13 Kalimantan Barat ,1 Kalimantan Tengah ,29 Kalimantan Timur Sulawesi Utara ,76 Sulawesi Tengah ,98 Sulawesi Selatan ,77 Sulawesi Tenggara ,04 Sulawesi Barat ,05 Papua Indonesia ,05 Sumber: BPS (2006) (diolah) Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa selisih antara produksi dan hasil pada tiap propinsi masih relatif tinggi. Secara umum, rata-rata hasil (produktivitas) krisan di Indonesia hanya mencapai 6,05 ton per Ha. Kondisi tersebut terjadi karena banyak faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan budidaya, seperti lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Suhu, cahaya, ketersediaan air, media tanam, serta hama dan penyakit merupakan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kelangsungan proses budidaya. Jika faktor-faktor tersebut dapat dikendalikan atau dikelola secara baik, maka peningkatan hasil (produktivitas) mungkin dapat dicapai. Namun, meskipun faktor-faktor eksternal tersebut sudah dikelola dengan baik, belum menjamin seutuhnya hasil budidaya

20 akan sukses karena ada faktor lain yang mempunyai pengaruh yang sangat dominan dalam proses budidaya, yaitu bibit yang digunakan. Bibit yang berkualitas akan mampu bertahan dalam kondisi ekstrim sekalipun. Sebaliknya, bibit yang kurang atau tidak berkualitas akan sulit bahkan tidak mampu bertahan meski faktor-faktor eksternal telah dikelola secara optimal. Oleh karena itu, bibit yang berkualitas merupakan hal yang mutlak diperlukan guna meningkatkan hasil budidaya. Seperti halnya krisan, permintaan bibit krisan pun relatif tinggi. Permintaan tersebut datang dari pasar dalam dan luar negeri. Tingginya permintaan bibit krisan dari pasar dalam dan luar negeri ditunjukkan oleh besarnya volume ekspor dan impor bibit krisan dibanding bibit atau benih komoditi lain seperti bibit/benih tanaman biofarmaka, sayuran, dan tanaman buah (Ditjen Hortikultura, 2007). Realisasi ekspor dan impor benih hortikultura pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Realisasi Ekspor dan Impor Benih Hortikultura Tahun 2006 (Laporan sampai dengan Desember 2006) Ekspor Impor Nilai Nilai No Komoditi Volume (US $) Volume (US $) 1 Tanaman Sayuran ,0 Kg ,0 Kg ,0 umbi 2 Tanaman Buah 1.948,7 Kg ,0 Kg ,0 Bibit 3 Tanaman Hias ,0 Bibit ,0 Bibit ,0 Flask 51,0 Kg 4 Tanaman Biofarmaka 642,0 Kg Jumlah Sumber : Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi (2007)

21 Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai ekspor tertinggi adalah tanaman hias dimana realisasi ekspor benih tanaman hias tersebut mencapai lebih dari 8 komoditas dengan kontribusi tertinggi dari bibit chrysanthemum sebesar bibit dengan nilai sebesar US $ (Ditjen Hortikultura, 2007). Tingginya permintaan bibit krisan ini mampu ditangkap oleh para bussinessman sebagai peluang bisnis yang menjanjikan. Kini banyak perusahaan dalam negeri yang membudidayakan bibit krisan guna memenuhi permintaan pasar yang ada, baik dalam maupun luar negeri. Banyaknya perusahaan yang membudidayakan bibit krisan, tentu saja akan berdampak pada tingginya persaingan diantara perusahaan-perusahaan tersebut. Tingginya tingkat persaingan diantara perusahaan-perusahaan ini menjadikan kemampuan bersaing sangat mutlak diperlukan. Kemampuan bersaing suatu perusahaan ditentukan oleh kemampuan perusahaan yang bersangkutan untuk menciptakan keunikan/ciri khas tertentu pada produk yang dihasilkan. Keunikan tersebut bisa dari segi harga maupun dari segi produk itu sendiri (bentuk, tinggi bibit, dan lain-lain). Untuk menciptakan keunikan dari segi produk itu sendiri, perusahaan dituntut untuk menghasilkan produk yang berkualitas melalui penelitian-penelitian, sehingga dihasilkan bibit bermutu tinggi yang berdaya saing. PT. Inggu Laut Abadi adalah salah satu perusahaan tanaman hias yang sadar akan arti penting penelitian dalam upaya penciptaan produk yang berdaya saing. Perusahaan dengan 14 pegawai ini melakukan teknik perbanyakan bibit krisan secara kultur jaringan. Dengan teknik tersebut diharapkan mampu memenuhi permintaan pasar yang ada. Bibit yang dihasilkan melalui kultur

22 jaringan memiliki sifat fisiologi dan morfologi yang sama dengan induknya, sehingga menghasilkan produksi bunga yang lebih tinggi dibanding dengan krisan yang bibitnya diperoleh melalui perbanyakan secara konvensional. Melalui teknik kultur jaringan ini perusahaan mampu memproduksi bibit per bulan dan telah mampu memenuhi permintaan pasar sekitar 60 persen. Dari ratarata permintaan 9000 bibit per hari, perusahaan telah mampu menyediakan 5000 bibit per hari. Permintaan tersebut sebagian besar datang dari petani karena memang tujuan awal perusahaan adalah membantu petani dalam meningkatkan kualitas dan kontinuitas bunga krisan yang dibudidayakan, sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan PT. Inggu Laut Abadi tidak semata-mata mencari profit melainkan ada tujuan lain yaitu mensejahterakan para petani baik petani sekitar maupun petani secara nasional. Harga jual per bibit yang ditetapkan perusahaan relatif rendah dibanding para pesaingnya, sehingga permintaan bibit ke perusahaan relatif tinggi. Pada dua tahun terakhir (tahun 2006-sekarang) harga per bibit yang ditetapkan perusahaan hanya Rp. 200, lebih rendah Rp. 50 dibanding pesaing utamanya, PT. Saung Mirwan yang harga per bibitnya mencapai Rp. 250 (Haryanto, 2008). Penetapan harga jual yang relatif rendah tersebut dilatarbelakangi oleh terlalu rendahnya biaya produksi yang ditetapkan perusahaan. Hal tersebut ditunjukkan oleh perhitungan bahan kimia yang terlalu rendah. Dalam hal ini perusahaan memperhitungkan bahan kimia dengan harga lama (harga pada saat pembelian awal) dalam penetapan biaya produksinya. Artinya, perusahaan masih menggunakan bahan kimia yang digunakan dari sejak awal perusahaan berdiri (kurang lebih 5 tahun lalu) dengan membebankan harga saat itu pada produk.

23 Pada tahun 2008 ini perusahaan memperkirakan bahan kimia untuk kegiatan kultur jaringan akan habis, sehingga perusahaan harus melakukan pembelian bahan kimia baru yang tentu saja dengan harga baru (harga yang berlaku saat ini). Bahan kimia yang dibeli dapat bertahan sampai jangka waktu lima tahun karena penggunaan bahan kimia, baik makro maupun mikro dalam proses kultur jaringan relatif sedikit. Adanya pembelian bahan kimia ini akan berdampak pada tingginya biaya produksi yang harus dikeluarkan perusahaan. Biaya produksi yang tinggi akan berpengaruh pada harga pokok produksi (HPP) yang tinggi pula yang pada akhirnya akan berdampak pada harga jual bibit. Di lain pihak, pemilik perusahaan berupaya untuk mempertahankan harga jual sebelumnya. Upaya tersebut tidak lepas dari tujuan sosial pemilik yang ingin mempertahankan harga jual yang terjangkau petani. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode penetapan harga pokok produksi yang tepat guna membantu perusahaan dalam memperkirakan harga jual per bibit yang diproduksi. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan pemaparan sebelumnya, dapat diperoleh gambaran bahwa bibit merupakan input penentu dalam produksi tanaman. Bibit hortikultura sebagai produk teknologi maju sudah menjadi komoditas perdagangan dengan tingkat permintaan yang relatif tinggi. Salah satu bibit yang tingkat permintaannya tinggi adalah bibit krisan (Ditjen Hortikultura, 2007). Pada PT. Inggu Laut Abadi, harga jual krisan per bibit yang ditetapkan perusahaan pada lima tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Selama selang waktu tersebut, perusahaan telah mengalami tiga kali perubahan harga jual.

24 Pada awal berproduksi, perusahaan menetapkan harga jual per bibit sebesar Rp Kemudian mengalami peningkatan menjadi Rp. 175 per bibit dan pada dua tahun terakhir (tahun 2006-sekarang) harganya menjadi Rp. 200 per bibit. Adanya perubahan harga jual tersebut merupakan dampak dari adanya perubahan harga yang dilakukan oleh para pesaing perusahaan. Ketika pesaingnya melakukan peningkatan harga jual, maka serta merta perusahaan pun akan ikut meningkatkan harga jualnya. Namun, peningkatan harga jual yang dilakukan perusahaan masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan pesaing utamanya seperti PT. Saung Mirwan yang menetapkan harga jual Rp. 250 per bibit (Haryanto, 2008). PT. Inggu Laut Abadi dan PT. Saung Mirwan sama-sama memasarkan bibitnya ke daerah-daerah diseluruh Indonesia, sehingga dianggap perusahaan sebagai pesaing utamanya. Selama ini perusahaan melakukan perhitungan biaya bahan baku berdasarkan penggunaan bahan kima dengan harga lama, sehingga biaya produksi yang ditetapkan terlalu rendah. Dengan kata lain, penggunaan bahan kimia dengan harga lima tahun yang lalu (tidak menggunakan harga berlaku saat ini) merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya harga jual per bibit yang diproduksi. Terkait dengan tujuan sosial pemilik yang ingin mempertahankan harga jual yang dapat dijangkau petani, maka perusahaan berupaya untuk mempertahankan harga jualnya (harga jual yang selama ini dietapkan perusahaan). Namun, tujuan tersebut terkendala oleh adanya peningkatan biaya produksi yang dialami perusahaan terutama biaya bahan baku. Bahan kimia yang merupakan bahan baku utama dalam kegiatan kultur jaringan diperkirakan akan habis pada tahun 2008 ini, sehingga perusahaan harus melakukan pembelian bahan kimia baru guna menjaga kelangsungan kegiatan kultur jaringannya

25 tersebut. Pembelian bahan kimia ini tentu saja akan menambah biaya produksi yang harus dikeluarkan perusahaan karena harga bahan kimia yang berlaku saat ini cenderung mengalami peningkatan dibanding harga lima tahun lalu. Penambahan dalam biaya produksi ini akan berpengaruh pada harga pokok produksi yang pada akhirnya berdampak pada harga jual bibit. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode penetapan harga pokok produksi yang tepat guna membantu perusahaan dalam memperkirakan harga jual per bibit yang diproduksi. Harga pokok yang terlalu tinggi akan menyebabkan harga jual yang tinggi pula, sehingga dikhawatirkan tidak sesuai dengan daya beli petani yang umumnya rendah. Mengacu pada kondisi tersebut, maka perusahaan membutuhkan suatu metode penetapan harga pokok produksi yang dapat menghasilkan harga pokok terendah guna membantu perusahaan dalam memperkirakan harga jual per bibit yang sesuai dengan daya beli petani dan kondisi perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang akan dianalisis adalah: 1. Bagaimana penetapan harga pokok produksi yang selama ini diterapkan perusahaan? 2. Bagaimana perbandingan antara metode-metode penetapan harga pokok produksi (full costing dan variable costing) dengan metode perusahaan? serta seberapa besar marjin penghematan antara metode perusahaan dengan metode full costing dan variable costing! 3. Metode penetapan harga pokok produksi apa sebagai alternatif bagi perusahaan?

26 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi kebijakan perusahaan dalam penetapan harga pokok produksi 2. Menganalisis metode-metode penetapan harga pokok produksi 3. Merumuskan alternatif metode penetapan harga pokok produksi bagi perusahaan 1.4 Manfaat Penelitian 1. Pihak perusahaan, sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan kebijakan, strategi dan pengambilan keputusan untuk penetapan harga pokok produksi yang berguna untuk pengendalian biaya, serta untuk memperkirakan harga jual per satuan bibit yang diproduksi 2. Mahasiswa, sebagai bahan literatur guna melakukan studi lain tentang agribisnis bibit krisan khususnya harga pokok produksi 1.5 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini hanya membahas harga pokok proses untuk bibit yang sudah berakar tidak membahas harga pokok pesanan dan harga pokok bibit botolan, sehingga untuk produk yang diproduksi berdasarkan pesanan dan harga pokok bibit botolan tidak diteliti dalam penelitian ini. Selain itu, penelitian ini tidak dapat dipakai pada perusahaan yang berada pada pasar yang bersifat persaingan sempurna dimana harga ditentukan oleh mekanisme pasar.

27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Krisan Krisan merupakan tanaman bunga hias yang berasal dari dataran Cina. Krisan kuning yang berasal dari dataran Cina, dikenal dengan Chrysanthenum indicum (kuning), Chrysanthenum morifolium (ungu dan pink), dan Chrysanthenum daisy (bulat, ponpon) (BAPPENAS, 2008). Pada abad ke-4 Jepang mulai membudidayakan krisan, dan tahun 797 bunga krisan dijadikan sebagai simbol kekaisaran Jepang dengan sebutan Queen of The East. Tanaman krisan dari Cina dan Jepang menyebar ke kawasan Eropa dan Perancis pada tahun 1795 dan pada tahun 1808 Mr. Colvil dari Chelsa mengembangkan 8 varietas krisan di Inggris. Jenis atau varietas krisan modern diduga mulai ditemukan pada abad ke-17. Krisan masuk ke Indonesia pada tahun 1800 dan sejak tahun 1940 krisan dikembangkan secara komersial, baik sebagai bunga pot maupun sebagai bunga potong. Sebagai bunga potong, krisan digunakan sebagai bahan dekorasi ruangan, jambangan (vas) bunga dan rangkaian bunga. Bunga potong yang banyak diminati adalah bunga yang mekar sempurna, penampilan yang sehat dan segar serta mempunyai tangkai batang yang tegar dan kekar, sehingga bunga potong menjadi awet dan tahan lama. Sebagai tanaman pot krisan dapat digunakan untuk menghias meja kantor, ruangan hotel, restaurant dan rumah tempat tinggal. Selain digunakan sebagai tanaman hias, krisan juga berpotensi untuk digunakan sebagai tumbuhan obat tradisional dan penghasil racun serangga (hama). Bunga krisan digolongkan dalam dua jenis yaitu jenis spray dan standard. Krisan jenis spray dalam satu tangkai bunga terdapat kuntum bunga

28 berukuran kecil. Sedangkan jenis standard pada satu tangkai bunga hanya terdapat satu kuntum bunga berukuran besar. Bentuk bunga krisan yang biasa dibudidayakan sebagai bunga berukuran besar. Bentuk bunga krisan yang bisa dibudidayakan sebagai bunga potong adalah Tunggal, Anemone, Pompon, Dekoratif, Bunga besar (Hasyim dan Reza dalam Wisudiastuti, 1999). Jenis dan varietas tanaman krisan di Indonesia umumnya hibrida yang berasal dari Belanda, Amerika Serikat dan Jepang. Krisan yang ditanam di Indonesia terdiri atas: 1. Krisan lokal (krisan kuno) : Berasal dari luar negri, tetapi telah lama dan beradaptasi di Indoenesia maka dianggap sebagai krisan lokal. Ciri-cirinya antara lain sifat hidup di hari netral dan siklus hidup antara 7-12 bulan dalam satu kali penanaman. Contoh C. maximum berbunga kuning banyak ditanam di Lembang dan berbunga putih di Cipanas (Cianjur). 2. Krisan introduksi (krisan modern atau krisan hibrida) : Hidupnya berhari pendek dan bersifat sebagai tanaman annual. Contoh krisan ini adalah C. indicum hybr. Dark Flamingo, C. i.hybr. Dolaroid,C. i. Hybr. Indianapolis (berbunga kuning) Cossa, Clingo, Fleyer (berbunga putih), Alexandra Van Zaal (berbunga merah) dan Pink Pingpong (berbunga pink). 3. Krisan produk Indonesia : Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas telah melepas varietas krisan buatan Indonesia yaitu varietas Balithi , 13.97, , 28.7 dan 30.13A. Krisan dapat diperbanyak secara generatif dan vegetatif. Perbanyakan bunga krisan secara generatif jarang dilakukan karena sulit dan bersifat heterozigot (keturunan dari biji tidak sama dengan induknya). Selain

29 itu,perbanyakan secara generatif membutuhkan waktu lama dan penanganan khusus. Perbanyakan krisan secara vegetatif biasanya melalui setek pucuk, anakan dan kultur jaringan. Perbanyakan krisan secara kultur jaringan dapat menghemat waktu dan dapat diperoleh jumlah bibit krisan yang lebih banyak. Menurut Nugroho dan Sugito (2000) tanaman krisan dapat dikembangkan dengan kultur jaringan melalui teknik meristem culture yaitu teknik kultur jaringan dengan menggunakan bagian tanaman jaringan muda atau meristem. Selain itu, kelebihan kultur meristem yang mampu menghasilkan bibit tanaman identik dengan induknya. Rice et al. (1992) mengatakan bahwa kultur meristem mampu meningkatkan laju induksi dan penggandaan tunas, mampu memperbaiki mutu bibit yang dihasilkan, serta mampu mempertahankan sifat-sifat morfologi yang positif. Adapun perbanyakan krisan dengan kultur jaringan meliputi beberapa tahap, yaitu: (1) Hibridisasi, (2) Seleksi, (3) Tanaman induk tunggal, (4) Perbanyakan in vitro, (5) Aklimatisasi, dan (6) Perbanyakan benih vegetatif berikutnya. Diagram alur teknik produksi benih vegetatif krisan dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1, dapat dilihat bahwa perbanyakan benih vegetatif krisan dimulai dengan tahap hibridisasi untuk mendapatkan varietas baru dengan cara menyilangkan beberapa tetua terpilih, kemudian dilanjutkan dengan seleksi untuk mendapatkan klon-klon yang dikehendaki. Klon yang mempunyai sifat beda, unik, stabil dan seragam kemudian dijadikan tanaman induk tunggal dan sebagai tanaman donor (bahan eksplan) untuk perbanyakan secara in vitro. Planlet (tanaman) hasil dari perbanyakan in vitro kemudian diaklimatisasi di rumah kaca.

30 Setelah tanaman beradaptasi dengan lingkungan rumah kaca kemudian diperbanyak untuk keperluan tanaman induk yang akan menghasilkan tanaman produksi. Hibridisasi Seleksi Tanaman induk tunggal Perbanyakan in vitro Aklimatisasi Perbanyakan benih vegetatif berikutnya Gambar 1. Diagram Alur Teknik Produksi Benih Vegetatif Krisan Sumber: Balai Penelitian Tanaman Hias, Segunung (2005) Pada masa pertumbuhan krisan harus diberi naungan dan sinar buatan selama 16 jam sehari. Saat kuntum bunga mulai bermunculan, cahaya harus dikurangi 8 jam sehari agar warna bunga tidak pudar dan tangkai bunga tidak memanjang (Sutomo, 2006). Tanaman krisan sangat rentan terhadap serangan hama. Kutu daun, ulat daun, karat daun dan busuk akar akibat jamur dan bakteri paling banyak dijumpai. Untuk itu kebersihan media tanam perlu dijaga dan harus dilakukan penyemprotan fungisida seperti bonlate atau dithane M45 dan insektisida secara berkala (Sutomo, 2006).

31 Umur Panen krisan ditentukan ketika bunga telah setengah mekar atau 3-4 hari sebelum mekar penuh. Tipe spray persen dari seluruh tanaman. Umur tanaman siap panen yaitu setelah 3-4 bulan setelah tanam. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari, saat suhu udara tidak terlalu tinggi dan saat bunga krisan berturgor optimum. Teknik pemanenan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dipotong tangkainya dan dicabut seluruh tanaman. Tata cara panen bunga krisan dimulai dengan penentuan tanaman siap panen, kemudian potong tangkai bunga dengan gunting steril sepanjang cm dengan menyisakan tunggul batang setinggi cm dari permukaan tanah. 2.2 Peluang Agribisnis Krisan Krisan merupakan salah satu jenis bunga potong penting di dunia. Pada perdagangan tanaman hias dunia, bunga krisan merupakan salah satu bunga yang banyak diminati oleh beberapa negara Asia seperti Jepang, Singapore, Malaysia dan Hongkong (BALITHI, 2004). Prospek budidaya krisan sebagai bunga potong sangat cerah, karena pasar potensial yang dapat berdaya serap tinggi sudah ada. Diantara pasar potensial tersebut adalah Jerman, Inggris, Swiss, Italia, Austria, Amerika Serikat, Swedia dan sebagainya. Saat ini krisan termasuk bunga yang paling populer di Indonesia karena memiliki keunggulan, yaitu bunganya kaya warna dan tahan lama. Bunga krisan terdiri atas sedikitnya 55 varietas, antara lain Pink Paso Dobel, Reagan, Salmon Impala, Klondike, Gold van Langen, Ellen van Langen, Yellow Puma dan Peach Fiji. Warnanya pun cukup beragam, yaitu merah tua, kuning, hijau, putih, campuran merah putih dan lainnya. Bunga elok itu kesegarannya dapat bertahan tidak layu di vas bunga hingga dua minggu sesudah dipetik. Dari beberapa jenis krisan tersebut, krisan berwarna kuning dan hijau

32 yang paling banyak dicari. Persentasenya mencapai 90 persen, sementara sisanya memilih warna-warna lain (Hantoko, 2007) Krisan menempati urutan kedua setelah bunga mawar. Dari waktu ke waktu permintaan terhadap bunga krisan baik dalam bentuk bunga potong maupun dalam pot mengalami kenaikan. Sebagai gambaran proyeksi kebutuhan bunga potong krisan di Jawa Timur pada tahun 2007 baru terpenuhi 40 persen oleh pebisnis lokal dan sisanya masih mengais pasokan dari luar daerah. Kotakota di Jawa Timur yang permintaan cukup tinggi adalah Surabaya dan Malang. Harga jual yang cukup stabil, yaitu Rp per tangkai juga merupakan peluang bisnis yang menjanjikan (Hantoko, 2007). Saat ini banyak perusahaan yang telah mengusahakan krisan. Namun meskipun telah banyak dibudidayakan di Indonesia, tanaman krisan masih belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih lagi untuk kebutuhan ekspor. Bunga potong krisan mempunyai peluang pasar yang sangat luas. Pasar potensial yang dapat diharapkan adalah pasar-pasar yang ada di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Malang dan Denpasar. Permintaan untuk kebutuhan bahan dekorasi restaurant, kantor, hotel maupun rumah tempat tinggal. Perilaku masyarakat di kota besar dalam menyambut hari-hari spesial maupun hari-hari besar Natal, Tahun Baru dan Lebaran membuat permintaan terhadap bunga krisan dan bunga potong lainnya semakin bertambah. Selain dalam negeri, pasar luar negeri mempunyai potensi yang besar. Pada tahun 1993 Indonesia mengekspor bunga potong krisan sebanyak 198,3 ton senilai US$ 243,7 ribu ke negara Hongkong, Jepang, Malaysia dan Singapura (BALITHI, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa usaha bunga krisan dan bunga

33 potong lainnya semakin mengalami peningkatan sejalan dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya taraf hidup masyarakat sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin tingginya budaya masyarakat. Merujuk pada data-data tersebut diatas dapat dikatakan bahwa usaha pengembangan bunga potong krisan memiliki prospek yang cerah. 2.3 Penelitian Terdahulu Selama ini penelitian tentang perhitungan harga pokok produksi telah banyak dilakukan. Perhitungan harga pokok sangat penting untuk dilakukan mengingat harga pokok merupakan salah satu dasar perusahaan dalam penentuan harga jual produk yang diproduksi. Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu tentang perhitungan harga pokok produksi. Dalam penelitian Rahany (2003) tentang penetapan harga pokok produksi kecap dengan pendekatan Activity Based Costing di PT. Surabraja Food Industry, Cirebon, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses produksi dan penetapan harga pokok produksi yang dilakukan peruasahaan tersebut kemudian membandingkannya dengan metode perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan oleh peneliti yaitu Activity Based Costing sehingga diketahui metode mana yang lebih efisien digunakan perusahaan. Hasil penelitian menjelaskan bahwa PT. Surabraja yang memproduksi tiga jenis kecap yaitu kecap manis, kecap asin, dan kecap manis sedang yang terbagi kedalam tujuh kelompok. Dalam menghitung harga pokok produksinya, perusahaan tersebut menggunakan metode full costing dimana biaya dibebankan pada produk berdasarkan pemacu volume produksi. Kelompok produk yang bervolume besar lebih tepat menggunakan metode konvensional (full costing).

34 Pada metode konvensional, produk dengan jumlah yang besar akan dibiayai biaya overhead yang besar pula sehingga harga pokok produksinya akan lebih tinggi. Sebaliknya, produk yang bervolume rendah, perhitungan harga pokok produksinya akan lebih tinggi jika menggunakan Activity Based Costing sehingga metode yang tepat digunakan adalah metode konvensional (full costing) Penelitian Ivana (2004) yang berjudul Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi Karkas dengan menggunakan metode Full Costing, Variable Costing, dan Activity Based Costing (ABC) pada Rumah Potong Ayam (RPA) Asia Afrika, Bogor, Jawa Barat bertujuan untuk mengetahui metode yang paling tepat digunakan perusahaan dalam menetapkan harga pokok produksinya dengan cara membandingkan metode yang digunakan perusahaan dengan ketiga metode yang digunakan peneliti dalam menganalisis. Metode full costing menghasilkan harga pokok rata-rata tertinggi dari ketiga metode yang digunakan. Harga pokok rata-rata terendah diperoleh dengan menggunakan metode variable costing. Jika menggunakan metode activity based costing, harga pokok rata-rata berada diantara metode full costing dan variable costing. Dari segi laba, metode variable costing menghasilkan laba tertinggi, sedangkan metode full costing menghasilkan laba terendah dari ketiga metode yang digunakan. Metode Activity Based Costing (ABC) menghasilkan laba yang besarnya berada diantara laba yang diperoleh kedua metode tersebut. Lestari (2006), dengan judul Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Pasta Ubi Jalar (Ipomea batatas L.) Kaitannya dengan Perencanaan Laba Jangka Pendek Perusahaan di PT. Galih Estetika, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat yang

35 bertujuan untuk menganalisis proses produksi pasta ubi jalar yang dilakukan perusahaan, menganalisis metode penetapan harga pokok produksi pasta ubi jalar, dan menganalisis perbandingan perhitungan harga pokok perusahaan dengan metode full costing dalam kaitannya dengan perencanaan laba jangka pendek perusahaan. Hasil penelitian menjelaskan bahwa PT. Galih Estetika masih kurang tepat dalam melakukan penetapan harga pokok produksi, karena hanya untuk perhitungan satu kontainer sedangkan jumlah produksi untuk tiap kontainer berbeda-beda. Selain itu juga belum tepat dalam mengelompokkan unsur-unsur biaya pembentuk biaya produksi dan harga pokok produksi karena memasukkan biaya sewa kontainer dalam perhitungannya, padahal sewa kontainer merupakan biaya non produksi karena termasuk biaya pemasaran. Perhitungan harga pokok produksi yang tepat adalah dengan menggunakan metode full costing karena metode ini memperhitungkan seluruh biaya produksi baik yang bersifat tetap maupun variabel. Penelitian Roslinawati (2007) yang berjudul Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Benih Padi pada PT. Sang Hyang Seri RM 1 Sukamandi, Subang, Jawa Barat dengan menggunakan metode full costing dan variable costing. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan harga pokok produksi mana yang akan memberikan pendapatan yang optimal bagi perusahaan. Metode full costing menghasilkan harga pokok produksi yang berada dibawah harga pokok produksi metode perusahaan dan di atas harga pokok produksi dengan menggunakan metode variable costing, sehingga metode full costing ini dianggap paling tepat karena berada di tengah-tengah, artinya tidak

36 terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah. Harga pokok produksi yang terlalu tinggi akan menghasilkan harga jual yang tinggi, sehingga petani akan merasa kesulitan untuk membeli, sedangkan harga pokok produksi yang terlalu rendah akan menyebabkan dicabutnya subsidi karena perusahaan dianggap sudah dapat berdiri sendiri dan menghasilkan laba sendiri. Dengan mengacu pada penelitian terdahulu, penelitian ini pun menganalisis metode penetapan harga pokok produksi yang tepat untuk kemudian direkomendasikan ke perusahaan. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini akan dilaksanakan pada perusahaan bibit yang berproduksi dengan kultur jaringan. Selain itu, penelitian ini tidak hanya melakukan evaluasi terhadap penetapan harga pokok produksi periode-periode sebelumnya tetapi juga melakukan perkiraan-perkiraan harga pokok produksi pada beberapa periode kedepan, sehingga diharapkan dapat membantu perusahaan dalam memperkiraan harga jual yang ditetapkan. Perhitungan harga pokok produksi dilakukan dengan menggunakan metode full costing dan variable costing yang dilakukan di PT. Ingu Laut Abadi, Cianjur, Jawa Barat. Metode yang menghasilkan harga pokok per bibit terendah akan dijadikan dasar bagi perusahaan dalam penentuan harga jual bibit yang diproduksi.

Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Oleh:

Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Oleh: Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat Oleh: Melly Kusumawardhani A14104048 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

Optimalisasi Produksi Bibit Tanaman Hias PT.Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Oleh: SRI MARYATI A

Optimalisasi Produksi Bibit Tanaman Hias PT.Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Oleh: SRI MARYATI A Optimalisasi Produksi Bibit Tanaman Hias PT.Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat Oleh: SRI MARYATI A14104021 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Bunga potong yang banyak diminati adalah bunga yang mekar sempurna, penampilan

Bunga potong yang banyak diminati adalah bunga yang mekar sempurna, penampilan C.1. AGRIBISNIS BUNGA KRISAN I. LATAR BELAKANG Krisan atau Chrysanthenum merupakan salah satu jenis tanaman hias yang telah lama dikenal dan banyak disukai masyarakat serta mempunyai nilai ekonomi yang

Lebih terperinci

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor strategis yang memberikan kontribusi dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akan tetapi juga berperan bagi pembangunan sektor agrowisata di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. akan tetapi juga berperan bagi pembangunan sektor agrowisata di Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Usaha agribisnis tanaman hias saat ini sedang berkembang cukup pesat. Tanaman hias tidak hanya berperan dalam pembangunan sektor pertanian, akan tetapi juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang sangat beragam dan mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian

I. PENDAHULUAN. yang sangat beragam dan mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai kekayaan hayati yang sangat beragam dan mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian dibidang pertanian. Sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor unggulan dalam sektor pertanian di Indonesia. Perkembangan hortikultura di Indonesia dapat dilihat dari perkembangan produksi

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Florikultura

II TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Florikultura II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Florikultura Sistem agribisnis terdiri atas berbagai macam subsistem yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Menurut Saragih (2001) 2, setidaknya terdapat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masyarakat Ekonomi ASEAN yang telah diberlakukan pada akhir 2015 lalu tidak hanya menghadirkan peluang yang sangat luas untuk memperbesar cakupan bisnis bagi para pelaku dunia

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 45 V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Sentra Penanaman Anggrek Dendrobium Bunga Potong di Indonesia Dendrobium merupakan salah satu genus dalam famili Orchidaceae yang dapat tumbuh di dataran rendah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. krisan. Perkebunan bunga krisan membutuhkan benih yang bermutu dalam jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. krisan. Perkebunan bunga krisan membutuhkan benih yang bermutu dalam jumlah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan produksi krisan di Indonesia memerlukan perluasan lahan penanaman. Salah satu cara adalah dengan adanya perkebunan tanaman bunga krisan. Perkebunan bunga

Lebih terperinci

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A34403065 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

KAJIAN KERAGAAN PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN PENAMPILAN BUNGA BEBERAPA VARIETAS DAN GENOTIP SEDAP MALAM DI DATARAN MEDIUM

KAJIAN KERAGAAN PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN PENAMPILAN BUNGA BEBERAPA VARIETAS DAN GENOTIP SEDAP MALAM DI DATARAN MEDIUM KAJIAN KERAGAAN PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN PENAMPILAN BUNGA BEBERAPA VARIETAS DAN GENOTIP SEDAP MALAM DI DATARAN MEDIUM Donald Sihombing, Wahyu Handayati dan R.D. Indriana Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

Bab 5 H O R T I K U L T U R A Bab 5 H O R T I K U L T U R A Komoditas hortikultura yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha agribisnis. Pengelolaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu basis ekonomi kerakyatan di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu basis ekonomi kerakyatan di Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu basis ekonomi kerakyatan di Indonesia. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang selama ini masih diandalkan karena sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN BAP UNTUK INDUKSI ORGANOGENESIS ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii) SECARA IN VITRO

PENGGUNAAN KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN BAP UNTUK INDUKSI ORGANOGENESIS ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii) SECARA IN VITRO PENGGUNAAN KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN BAP UNTUK INDUKSI ORGANOGENESIS ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii) SECARA IN VITRO Oleh Riyanti Catrina Helena Siringo ringo A34404062 PROGRAM STUDI PEMULIAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg) I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO

PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO Oleh : SITI SYARA A34301027 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat) Oleh : MUHAMMAD UBAYDILLAH

Lebih terperinci

BUDIDAYA DAN PENGELOLAAN USAHA TANAMAN HIAS CALLA LILY

BUDIDAYA DAN PENGELOLAAN USAHA TANAMAN HIAS CALLA LILY BUDIDAYA DAN PENGELOLAAN USAHA TANAMAN HIAS CALLA LILY (Zantedeschia sp.), KRISAN (Dendranthema grandiflora Tzvelev.) DAN KEMBANG SEPATU (Hibiscus rosasinensis) DI PT MANDIRI JAYA FLORA INDONESIA Oleh:

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BAP DAN NAA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUNAS MIKRO KANTONG SEMAR (Nepenthes mirabilis) SECARA IN VITRO

PENGARUH PEMBERIAN BAP DAN NAA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUNAS MIKRO KANTONG SEMAR (Nepenthes mirabilis) SECARA IN VITRO PENGARUH PEMBERIAN BAP DAN NAA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUNAS MIKRO KANTONG SEMAR (Nepenthes mirabilis) SECARA IN VITRO Oleh: YAYU ALITALIA A34304025 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI.

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI. REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI Oleh: RAHADI PURBANTORO NPM : 0825010009 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang mempunyai keanekaragaman tanaman hortikultura meliputi tanaman buah, tanaman sayuran dan tanaman hias. Menurut Wijaya (2006), Indonesia

Lebih terperinci

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang AgroinovasI Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale. L.) merupakan salah satu tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias merupakan salah satu produk hortikultura yang saat ini mulai

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias merupakan salah satu produk hortikultura yang saat ini mulai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanaman hias merupakan salah satu produk hortikultura yang saat ini mulai banyak diminati oleh masyarakat. Hal ini terlihat dari fungsi tanaman hias yang kini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sub sektor dalam sektor pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Varietas Asal yang Digunakan. : Pita : 5.85 kurang lebih 1.36 cm. : 227 kurang lebih helai

Lampiran 1. Deskripsi Varietas Asal yang Digunakan. : Pita : 5.85 kurang lebih 1.36 cm. : 227 kurang lebih helai LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Varietas Asal yang Digunakan a. Puspita Nusantara Tahun : 2002 Asal Persilangan Diameter Batang Diameter Bunga Diameter Bunga Tabung Jumlah Bunga Jumlah Bunga Tabung : Tawn

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mawar merupakan salah satu tanaman kebanggaan Indonesia dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. Mawar merupakan salah satu tanaman kebanggaan Indonesia dan sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mawar merupakan salah satu tanaman kebanggaan Indonesia dan sangat populer di mata dunia karena memiliki bunga yang cantik, indah dan menarik. Selain itu

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA. Oleh: JUMINI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA. Oleh: JUMINI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA Oleh: A 14105565 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN.

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS KENTANG (Solanum tuberosum L.) PADA PT. DAFA TEKNOAGRO MANDIRI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS KENTANG (Solanum tuberosum L.) PADA PT. DAFA TEKNOAGRO MANDIRI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS KENTANG (Solanum tuberosum L.) PADA PT. DAFA TEKNOAGRO MANDIRI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT Oleh YANDI ASDA MUSTIKA H 34066131 PROGRAM SARJANA EKSTENSI

Lebih terperinci

STUDI BUDIDAYA DAN PENANGANAN PASCA PANEN SALAK PONDOH (Salacca zalacca Gaertner Voss.) DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

STUDI BUDIDAYA DAN PENANGANAN PASCA PANEN SALAK PONDOH (Salacca zalacca Gaertner Voss.) DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN STUDI BUDIDAYA DAN PENANGANAN PASCA PANEN SALAK PONDOH (Salacca zalacca Gaertner Voss.) DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN Oleh: Oktafianti Kumara Sari A34303035 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara) Oleh : IRWAN PURMONO A14303081 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz and Pav.) OLEH: YULIANA RIYANTI A

PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz and Pav.) OLEH: YULIANA RIYANTI A PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz and Pav.) OLEH: YULIANA RIYANTI A34304039 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A14104038 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga berperan bagi pembangunan sektor agrowisata di Indonesia. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. juga berperan bagi pembangunan sektor agrowisata di Indonesia. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha agribisnis tanaman hias saat ini sedang berkembang cukup pesat. Tanaman hias tidak hanya berperan dalam pembangunan sektor pertanian, akan tetapi juga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Krisan

TINJAUAN PUSTAKA Botani Krisan 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Krisan Krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev) termasuk dalam klasifikasi kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, sub-divisi Angiospermae, kelas Dicotiledonae, ordo Asterales,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN perbanyakan tanaman secara vegetatif dan perbanyakan tanaman secara

I. PENDAHULUAN perbanyakan tanaman secara vegetatif dan perbanyakan tanaman secara I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Perbanyakan tanaman dapat digolongkan menjadi dua, yaitu perbanyakan tanaman secara vegetatif dan perbanyakan tanaman secara generatif. Perbanyakan tanaman secara generatif

Lebih terperinci

PENGERTIAN TANAMAN HIAS

PENGERTIAN TANAMAN HIAS PENGERTIAN TANAMAN HIAS Tanaman hias merupakan bidang hortikultura yg berhubungan dengan bunga potong, tanaman hias pot, tanaman hias bedeng, tanaman hias daun dsb atau sering disebut juga sbg Floriculture,

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sebagai negara agraris

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya kesejahteraan masyarakat dari waktu ke waktu mengakibatkan peningkatan permintaan akan tanaman hias baik segi jumlah maupun mutunya. Beberapa produk hortikultura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang diakibatkan krisis moneter serta bencana alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang diakibatkan krisis moneter serta bencana alam yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang diakibatkan krisis moneter serta bencana alam yang terus menerus telah ikut mempengaruhi perekonomian Indonesia baik secara makro maupun

Lebih terperinci

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Oleh : YOLIVIA ASTRIANIEZ SEESAR F14053159 2009 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

cacao L.) MELALUI PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH

cacao L.) MELALUI PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH PENINGKATAN PRODUKSI BUAH KAKAO (Theobroma cacao L.) MELALUI PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH PACLOBUTRAZOL PADA BERBAGAI KONSENTRASI Oleh WAHYU OKTAVIANI A 34104010 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gladiol merupakan salah satu komoditas hortikultura sebagai penghasil bunga potong

I. PENDAHULUAN. Gladiol merupakan salah satu komoditas hortikultura sebagai penghasil bunga potong I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Gladiol merupakan salah satu komoditas hortikultura sebagai penghasil bunga potong yang berpotensi untuk dibudidayakan secara intensif. Prospek agribisnis

Lebih terperinci

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 59 V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 5.1. Perkembangan Rumput Laut Dunia Rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang dapat diandalkan, mudah dibudidayakan dan mempunyai prospek

Lebih terperinci

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA oleh Purwati A34404015 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karo) sejak sebelum perang dunia kedua yang disebut eigenheimer, kentang ini

BAB I PENDAHULUAN. Karo) sejak sebelum perang dunia kedua yang disebut eigenheimer, kentang ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu komoditi hortikultura penting di Indonesia yang diusahakan secara komersial terutama di daerah dataran tinggi. Kentang

Lebih terperinci

Oleh MUHAMMAD ISA NURUZAMAN A

Oleh MUHAMMAD ISA NURUZAMAN A PENGARUH KOMPOSISI MEDIA DAN JUMLAH BENIH DALAM POLIBAG TERHADAP VIABILITAS BIBIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SERTA KETAHANANNYA SELAMA TRANSPORTASI Oleh MUHAMMAD ISA NURUZAMAN A34404066 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan yang bidang pekerjaannya berhubungan dengan pemanfaatan alam sekitar dengan menghasilkan produk pertanian yang diperlukan

Lebih terperinci

PASCA PANEN BUNGA POTONG (KRISAN)

PASCA PANEN BUNGA POTONG (KRISAN) PASCA PANEN BUNGA POTONG (KRISAN) Post 04 Desember 2014, By Ir. Elvina Herdiani, MP. bbpplbungapotperkembangan bisnis bunga potong meningkat dengan cukup pesat dari waktu ke waktu, hal ini menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A34103038 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

Rahmawati 1 Latifa Hanum 2 RINGKASAN. Keywoard : Perbandingan biaya, Produksi krisan, P4S.

Rahmawati 1 Latifa Hanum 2 RINGKASAN. Keywoard : Perbandingan biaya, Produksi krisan, P4S. PERBANDINGAN KEUNTUNGAN KRISAN POTONG DENGAN PEMANFAATAN SISTEM TUNAS DAN SISTEM TANAM AWAL DI P4S ASTUTI LESTARI PARONGPONG BANDUNG BARAT Rahmawati 1 Latifa Hanum 2 RINGKASAN Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A14105608 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITI TANAMAN HIAS DAN ALIRAN PERDAGANGAN ANGGREK INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ANALISIS DAYA SAING KOMODITI TANAMAN HIAS DAN ALIRAN PERDAGANGAN ANGGREK INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL ANALISIS DAYA SAING KOMODITI TANAMAN HIAS DAN ALIRAN PERDAGANGAN ANGGREK INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Oleh : MAYA ANDINI KARTIKASARI NRP. A14105684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN PRODUK JUS JAMBU MERAH JJM KELOMPOK WANITA TANI TURI, KELURAHAN SUKARESMI, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR

STRATEGI PEMASARAN PRODUK JUS JAMBU MERAH JJM KELOMPOK WANITA TANI TURI, KELURAHAN SUKARESMI, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR STRATEGI PEMASARAN PRODUK JUS JAMBU MERAH JJM KELOMPOK WANITA TANI TURI, KELURAHAN SUKARESMI, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR Oleh PITRI YULIAN SARI H 34066100 PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR. Afnita Widya Sari A

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR. Afnita Widya Sari A ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR Afnita Widya Sari A14105504 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGEMASAN DAN PASCA PANEN BUNGA

TEKNOLOGI PENGEMASAN DAN PASCA PANEN BUNGA TEKNOLOGI PENGEMASAN DAN PASCA PANEN BUNGA Ir Sitawati, MS Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang Disampaikan dalam Kegiatan Pelatihan Pengembangan Model Pemasaran Tanaman Hias/Bunga di Kota Batu

Lebih terperinci

PENGARUH KETEBALAN MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon L.)

PENGARUH KETEBALAN MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon L.) PENGARUH KETEBALAN MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon L.) Oleh Chika Seriulina Ginting A34304064 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H i ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H14053157 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI WORTEL DI DESA SUKATANI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR PROPINSI JAWA BARAT. Oleh: KRUSTIN HALYANI A

ANALISIS KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI WORTEL DI DESA SUKATANI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR PROPINSI JAWA BARAT. Oleh: KRUSTIN HALYANI A ANALISIS KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI WORTEL DI DESA SUKATANI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR PROPINSI JAWA BARAT Oleh: KRUSTIN HALYANI A14301085 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

R. IRSAN NURGOZALI A

R. IRSAN NURGOZALI A Rancangan Strategi Pengembangan Usaha Tanaman Hias Kelompok Tani Al-Busyro Florist Tanah Baru Bogor Oleh: R. IRSAN NURGOZALI A14104044 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bunga Gladiol (Gladiolus hybridus L) merupakan bunga potong yang menarik

I. PENDAHULUAN. Bunga Gladiol (Gladiolus hybridus L) merupakan bunga potong yang menarik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bunga Gladiol (Gladiolus hybridus L) merupakan bunga potong yang menarik dan cukup popular. Bunga gladiol memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dan menduduki

Lebih terperinci

ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR. Oleh : Endang Pudji Astuti A

ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR. Oleh : Endang Pudji Astuti A ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR Oleh : Endang Pudji Astuti A14104065 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR PISANG INDONESIA SKRIPSI. Oleh : DEVI KUNTARI NPM :

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR PISANG INDONESIA SKRIPSI. Oleh : DEVI KUNTARI NPM : ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR PISANG INDONESIA SKRIPSI Oleh : DEVI KUNTARI NPM : 0824010021 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JATIM

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.)

PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.) PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.) Oleh: Mardhyillah Shofy A34103042 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII (Di Perkebunan Cisalak Baru-Bantarjaya, Kabupaten Lebak)

ANALISIS KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII (Di Perkebunan Cisalak Baru-Bantarjaya, Kabupaten Lebak) ANALISIS KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII (Di Perkebunan Cisalak Baru-Bantarjaya, Kabupaten Lebak) Oleh : ASTRID INDAH LESTARI A14103027 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Subkingdom : Spermatophyta Superdivisio : Angiospermae Divisio

Lebih terperinci

PENGARUH KONDISI RUANG, FREKUENSI DAN VOLUME PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERIODE LAYAK DISPLAY Dracaena marginata Tricolour

PENGARUH KONDISI RUANG, FREKUENSI DAN VOLUME PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERIODE LAYAK DISPLAY Dracaena marginata Tricolour PENGARUH KONDISI RUANG, FREKUENSI DAN VOLUME PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERIODE LAYAK DISPLAY Dracaena marginata Tricolour Oleh : Ita Lestari A34301058 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS SIKAP DAN KEPUASAN KONSUMEN RESTORAN DEATH BY CHOCOLATE AND SPAGHETTI BOGOR

ANALISIS SIKAP DAN KEPUASAN KONSUMEN RESTORAN DEATH BY CHOCOLATE AND SPAGHETTI BOGOR ANALISIS SIKAP DAN KEPUASAN KONSUMEN RESTORAN DEATH BY CHOCOLATE AND SPAGHETTI BOGOR SKRIPSI EGRETTA MELISTANTRI DEWI A 14105667 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas atau Pineapple bukan tanaman asli Indonesia Penyebaran nanas di Indonesia pada mulanya hanya sebagai tanaman pengisi di lahan pekarangan, lambat laun meluas

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI. Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A

ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI. Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A14104105 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT Oleh: VERRA ANGGREINI A14101021 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH PANJANG HARI TERHADAP PEMBENTUKAN DAN PRODUKSI UMBI PADA KELADI HIAS (Caladium hortulanum Birdsey)

STUDI PENGARUH PANJANG HARI TERHADAP PEMBENTUKAN DAN PRODUKSI UMBI PADA KELADI HIAS (Caladium hortulanum Birdsey) STUDI PENGARUH PANJANG HARI TERHADAP PEMBENTUKAN DAN PRODUKSI UMBI PADA KELADI HIAS (Caladium hortulanum Birdsey) Oleh: Ceko Mulyando A 34304057 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN JENIS MIGRASI DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL PULO GADUNG JAKARTA TIMUR.

KEPUTUSAN JENIS MIGRASI DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL PULO GADUNG JAKARTA TIMUR. KEPUTUSAN JENIS MIGRASI DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL PULO GADUNG JAKARTA TIMUR Oleh: NUR AZMI AFIANTI A14301087 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN TANGKAI BUNGA DALAM CaCl 2 TERHADAP KUALITAS PASCAPANEN BUNGA POTONG ANGGREK Dendrobium Woxinia

PENGARUH PERENDAMAN TANGKAI BUNGA DALAM CaCl 2 TERHADAP KUALITAS PASCAPANEN BUNGA POTONG ANGGREK Dendrobium Woxinia PENGARUH PERENDAMAN TANGKAI BUNGA DALAM CaCl 2 TERHADAP KUALITAS PASCAPANEN BUNGA POTONG ANGGREK Dendrobium Woxinia Oleh Nurcahyawati A34304043 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) Oleh PRIMA GANDHI A14104052 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi dan memegang peranan penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN BUDAYA PERUSAHAAN (CORPORATE CULTURE) OLEH KARYAWAN PT. KIMIA TIRTA UTAMA. Oleh: Zakiah Arifin A

EVALUASI PENERAPAN BUDAYA PERUSAHAAN (CORPORATE CULTURE) OLEH KARYAWAN PT. KIMIA TIRTA UTAMA. Oleh: Zakiah Arifin A EVALUASI PENERAPAN BUDAYA PERUSAHAAN (CORPORATE CULTURE) OLEH KARYAWAN PT. KIMIA TIRTA UTAMA Oleh: Zakiah Arifin A14102030 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman hias mempunyai peran sangat penting dalam perdagangan komoditas pertanian dan akan selalu dibutuhkan oleh masyarakat. Menurut Sari (2008), komoditas agribisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anggrek merupakan jenis tanaman hias yang digemari konsumen. Jenis anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan Phalaenopsis dari Negara

Lebih terperinci