JURNAL PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMALSUAN SURAT (STUDI PUTUSAN NOMOR 53/PID.B/2015/PN.MTR)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JURNAL PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMALSUAN SURAT (STUDI PUTUSAN NOMOR 53/PID.B/2015/PN.MTR)"

Transkripsi

1 JURNAL PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMALSUAN SURAT (STUDI PUTUSAN NOMOR 53/PID.B/2015/PN.MTR) Oleh : FAHMI KUNIA D1A FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2016

2 HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMALSUAN SURAT (STUDI PUTUSAN NOMOR 100/PID.B/2015/PN.MTR) Oleh : FAHMI KURNIA D1A Menyetujui, Pembimbing Pertama ( Prof. Dr. Hj. Rodliyah, S.H., M.H. ) NIP FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2016

3 PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT (STUDI PUTUSAN NOMOR 100/PID.B/2015/PN.MTR) Fahmi Kurnia D1A FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji Penerapan sanksi pidana dan Pertimbangan Hakim terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat terhadap Putusan Nomor 100/Pid.B/2015/PN.MTR. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif, dengan pendekatan Peraturan Perundang-Undangan, Pendekatan Konseptual, dan Pendekatan Kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, Penerapan Sanksi Pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat Putusan Nomor 100/Pid.B/2015/PN.MTR perbuatan terdakwa didakwa dengan dakwaan Alternatif, melanggar Pasal 263 ayat (1) KUHP Kedua, Dasar pertimbangan Hakim menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan surat Putusan Nomor 100/ Pid.B/2015/PN menggunakan pertimbangan Yuridis, pertimbangan Fakta dan pertimbangan terhadap Kondisi terdakwa. Kata Kunci :Tindak Pidana Pemalsuan Surat APPLICATION OF CRIMINAL SANCTIONS AGAINST PLAYERS FORGERY CRIME OF LETTERS (STUDY DECISION NUMBER 100 / Pid.B / 2015 / PN.MTR) ABSTRACT This study aims to assess the adoption of criminal sanctions and the consideration of the criminal judge of forgery against Decision No. 100 / Pid.B / 2015 / PN.MTR. The method used is a normative legal research methods, with the approach of Regulation Legislation, Conceptual Approach and Case Approach. The results showed that: First, Application of Criminal Sanctions against the perpetrators of the crime of forgery of Decision No. 100 / Pid.B / 2015 / PN.MTR defendant charged with alternative, violated article 263 paragraph (1) criminal code Second, the basic consideration for the judge impose criminal sanctions against the perpetrators of the crime of forgery of decision No. 100 / Pid.B / 2015 / Mataram Court using juridical considerations, consideration of facts and considerations on the condition the accused. Keywords: Crime of Forgery Letter

4 i I. PENDAHULUAN Pemalsuan merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang telah diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP), yang diatur dalam BAB XII Buku II KUHP, bahwa yang termasuk pemalsuan hanyalah berupa tulisan-tulisan saja, termasuk di dalamnya pemalsuan surat yang diatur dalam Pasal 263 KUHP s/d Pasal 276 KUHP. Tindak pidana yang sering terjadi adalah berkaitan dengan Pasal 263 KUHP (membuat surat palsu atau memalsukan surat), dan Pasal 264 (memalsukan akta-akta otentik) dan Pasal 266 KUHP (menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik). Perbuatan membuat surat palsu adalah perbuatan membuat sebuah surat yang sebelumnya tidak ada/belum ada, yang sebagian atau seluruh isinya palsu. Surat palsu yang dihasilkan dari perbuatan ini disebut dengan surat palsu. Sementara perbuatan memalsukan, adalah segala wujud perbuatan apapun yang ditujukan pada sebuah surat yang sudah ada, dengan cara menghapus, mengubah atau mengganti salah satu isinya surat sehingga berbeda dengan surat semula. Surat ini disebut dengan surat yang dipalsukan. 1 Rumusan masalah yang berkenaan dengan uraian tersebut adalah : 1. Bagaimanakah Penerapan Sanksi Pidana terhadap pelaku pemalsuan surat Putusan Nomor 100/Pid.B/2015/PN.MTR? 2. Apakah dasar pertimbangan hakim menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku pemalsuan suar Putusan Nomor 100/Pid.B/2015/PN.MTR?. Manfaat yang diharapkan dalam Penelitian ini yaitu Secara Akademis Untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai derajat S-1 program studi ilmu hukum pada Falkultas Hukum Universitas Mataram, Secara 1 Chazawi, Adami, Kejahatan Mengenai Pemalsuan,PT. Raja Grafindo Persada,Cet 3, Jakarta, 2005, hlm 99

5 ii Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran, dalam ilmu pengetahuan tentang ilmu hukum khususnya dibidang ilmu hukum pidana dan secara Praktik Diharapkan dapat memberikan manfaat dalam menganalisa putusan hakim dalam kasus perbarengan Tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian normatif dan pendekatan yang digunakan yaitu :Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Aprroach), Pendekatan Konseptual (Konseptual Aprroach), Pendekatan kasus (Case Approach). Jenis bahan hukum yang digunakan :Bahan Hukum Primer dan Bahan Hukum Sekunder. Teknik atau cara pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah dengan Study Document dengan mengadakan penelaahan kepustakaan (library research), menelusuri, membaca, mempelajari serta mengkaji berbagai literatur berupa peraturan Perundang-Undangan, pendapat para sarjana, dan para ahli hukum yang berdasarkan pengelompokan yang tepat, berkaitan dengan pokok permasalahan. Analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan penafsiran-penafsiran hukum yaitu: Penafsiran sistematis (systematische interpratatie), Penafsiran logis (logische interpretatie) dan Penafsiran autentik. Dengan menggunakan berbagai penafsiran di atas, kemudian menghubungkan dengan teori-teori yang berhubungan dengan masalah, dan akhirnya menarik suatu kesimpulan yang disusun secara deduktif yaitu menyimpulkan dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus.

6 iii II. PEMBAHASAN Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Pemalsuan Surat Putusan Nomor 100/Pid.B/2015/PN.MTR Tindak Pidana Merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum yang dilakukan baik secara sengaja maupun tidak sengaja oleh seseorang atau beberapa orang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh Undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat hukum. Apabila seseorang atau beberapa orang melakukan tindak pidana maka perbuatannya tersebut harus dipertanggungjawabkan. Tujuan pemidanaan pada dasarnya adalah mengarahkan seseorang untuk tidak mengulangi tindak pidana dikemudian hari (Prevensi). Selain itu Andi Hamzah juga menegaskan adanya dua macam prevensi yaitu prevensi general (umum) yang bertujuan agar setiap orang takut untuk melakukan tindak pidana (kejahatan) sedangkan prevensi special bertujuan untuk membuat pelaku tindak pidana menjadi jera/takut untuk mengulang perbuatannya. 2 Kasus yang penyusun bahas yakni mengenai tindak pidana pemalsuan surat Putusan Nomor 100/Pid.B/2015/PN.MTR yang didakwa dengan dakwaan tunggal yaitu melanggar pasal 263 ayat (1) KUHP. 1. Kasus posisi; Tanggal 14 pebruari 2014 terdakwa selaku pembeli membeli semen Bosowa di toko Naga Jaya yang bertempat di Sweta, terdakwa membeli seharga Rp ,-(lima puluh empat rupiah)/ sak lalu membayar sesuai dengan nota pembelian semen, yang buatkan oleh saksi Budi Hardianto selaku karyawan di toko Naga Jaya, didalam nota pembelian tersebut tertera jumlah semen yang dibeli yaitu : Tanggal 14 pebruari 2014, 2 Andi hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana,Rineka Cipta,Jakarta, Hlm. 27

7 iv dengan nomor : , semen 50 sak. Tanggal 22 pebruari 2014, dengan nomor : , semen 50 sak. Tanggal 6 mei 2014, dengan nomor : , semen 75 sak. Tanggal 19 juni 2014, dengan nomor : , semen 30 sak. Tanggal 21 juni 2014, dengan nomor : , semen 30 sak. Tanggal 23 juni 2014, dengan nomor : , semen 20 sak. Tanggal 25 juni 2014, dengan nomor : , semen 20 sak. Tanggal 27 juni 2014, dengan nomor : , semen 20 sak. Tanggal 28 juni 2014, dengan nomor : , semen 20 sak. Tanggal 4 juli 2014, dengan nomor : , semen 20 sak. Terdakwa merubah nota-nota tersebut dengan menambahkan angka 1 (satu) diawal angka yang tertera pada jumlah semen yang keluar, sehingga 1 (satu) nota tersebut bertambah 100 sak semen bosowa yang keluar, Selanjutnya terdakwa selaku pembeli menyerahkan nota tersebut kepada bagian administrasi gudang yaitu saksi wiwied suwarmini widayastuti kemudian dibuatkan bukti pengeluaran semen (BPS) dan bukti pengeluaran semen tersebut yang dibawa oleh terdakwa ke petugas gudang yang mengeluarkan semen dan semen dikeluarkan sesuai dengan bukti pengeluaran semen yang telah diubah oleh terdakwa. Akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh terdawa tersebut, CV. Naga Jaya mengalami kerugian sebesar : Rp ,- X 1000 = Rp ,- (lima pulu empat juta rupiah) atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut. 2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum; Surat dakwaan merupakan dasar dalam pemeriksaan di Sidang pengadilan. Hal itu membawa Konsekuensi pemeriksaan, Tuntutan Pidana, dan putusan hakim harus berdasar kepada

8 v yang termaktub dalam surat dakwaan. Pemeriksaan di sidang pengadilan, meliputi pemeriksaan para saksi, ahli, terdakwa, barang bukti, dan pembuktian. 3 Di dalam persidangan pada kasus pemalsuan tindak pidana pemalsuan surat di Pengadilan Negeri Mataram, dengan terdakwa bernama Turmuzi Als. Ojik, dimana terdakwa melakukan perbuatan pidana yaitu beberapa kali melakukan tindak pidana pemalsuan surat. Perbuatan tedakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 263 ayat (1) KUHP. Atau Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 263 ayat (2) KUHP. 3. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum; Penuntututan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. 4 Dalam surat tuntutannya Penuntut Umum yang dibacakan pada pokoknya menuntut agar Hakim yang mengadili perkara ini memutuskan : 1. Menyatakan terdakwa Turmuzi alias Ojik bersalah melakukan tindak pidana Pemalsuan Surat sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 263 ayat (1) KUHP sebagaimana diatur dalam surat Dakwaan Kesatu. 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Turmuzi alias Ojik berupa pidana selama 1 (satu) tahun dikurangkan selam terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan. 3 Bambang Waluyo,Pidana dan Pemidanaan,Sinar Grafika,Jakarta,2008.hlm 68 4 Indonesia,Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana,pasal 1 butir 7

9 vi 4. Putusan Hakim; Menurut Yahya Harahap bahwa putusan akan dijatuhkan pengadilan, tergantung dari hasil mufakat musyawarah hakim berdasar penilaian yang mereka peroleh dari surat dakwaan dihubungkan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. 5 Berdasarkan surat dakwaan dan tuntutan penuntut umum serta menimbang fakta-fakta yang terjadi selama persidangan, Majelis hakim mengadili : 1.Menyatakan Terdakwa Turmuzi alias Ojik terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pemalsuan Surat. 2.Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan. 3.Menetapkan lamanya terdakwa berada dalam tahanan dikurangkan sepenuhnya dari pidana yang dijatuhkan. 5. Hasil Analisis; Putusan hakim dalam perkara No. 100/Pid.B/2015/PN.MTR dalam putusannya, hakim menyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan Surat. Berdasarkan analisis penyusun dalam membuktikan unsur unsur tindak pidana pemalsuan surat pada pasal 263 ayat (1) KUHP bahwa perbuatan terdakwa memang benar dan telah terpenuhi dan terbukti menurut hukum. Dalam tuntutan jaksa penuntut umum terdakwa terbukti melakukan pemalsuan dengan barang bukti 10 (sepuluh) nota kwitansi tetapi dalam tuntutannya hanya 1 (Satu) barang bukti saja yang digunakan jaksa penuntut umum, sama halnya dengan Hakim dalam menjatuhkan putusan tidak melihat keterangan dari para saksi di muka persidangan bahwa terdakwa 5 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.hlm 374

10 vii melakukan manipulasi nota sebanyak sepuluh kali, akan tetapi Hakim merujuk kepada tuntutan jaksa dengan menetapakn hanya 1 (satu) yang digunakan oleh terdakwa dalam melakukan perbuatannya dalam hal ini dapat meringankan terdakwa dari tuntutan hukum yaitu berat ringannya sanksi yang akan diberikan kepada terdakwa. Seharusnya hakim menerapkan / memberikan pidana kepada Terdakwa Turmuzi alias Ojik yaitu pada pidana Penjara selama 6 (enam) tahun. Karena perbuatan yang dilakukan terdakwa menimbulkan akibat kerugian terhadap yang seluruhnya kurang lebih sebesar Rp ,- (Lima puluh empat juta rupiah). Dalam kasus ini, pelaksanaan hukuman yang diberikan kepada terdakwa terlalu ringan yang tidak memberikan keadilan kepada korban yang dimana para terdakwa melakukan tindak pidana pemalsuan surat yaitu terdakwa memlasukan nota-nota pembayaran semen yang berjumlah 10 (sepuluh) dalam hal ini hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana harus jauh lebih tegas dan lebih berat agar memberikan efek jera dan tidak mengulangi lagi perbuatannya setelah kembali di masyarakat.dalam penerapannya, sanksi pidana yang ringan membuat pemidanaan itu tidak efektif dan tidak membuat pelaku jera mengulangi perbuatannya.

11 viii Dasar pertimbangan hakim dalam Penjatuhan sanksi pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Surat Putusan Nomor 53/Pid.B/2015/PN.MTR. Pertimbangan hakim yang terdapat dalam putusan Nomor Perkara : 53/Pid.B/2015/PN.MTR, bahwa pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan tersebut memperhatikan hal-hal berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan baik pertimbangan Yuridis maupun pertimbangan fakta dan juga pertimbangan mengenai hal-hal yang meringankan dan hal-hal yang memberatkan. Adapun pertimbanganpertimbangan dalam putusan tersebut diuraikan oleh penyusun sebagai berikut: Pertimbangan hakim di dalam Persidangan a. Pertimbangan Yuridis; Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat dalam putusan. 6 Pertimbangan Yuridis berdasarkan Persidangan antara lain :1.Surat Dakwaan, 2. Keterangan Saksi, 3. Keterangan Terdakwa dan, 4. Barang Bukti. b. Pertimbangan Fakta; Pertimbangan Fakta adalah pertimbangan mengenai Unsur-unsur perbuatannya, akibat perbuatan, dan keadaankeadaan tertentu yang melekat (sekitar) pada perbuatan dan objek tindak pidana yang dihubungkan berdasarkan fakta di Persidangan. Di dalam persidangan ada beberapa pertimbangan Fakta yang dilakukan oleh hakim antara lain: 6 Marlina, Hukum Penitensier, Refika Aditama, Bandung, hlm 146 dan 147

12 ix 1) Unsur Barang siapa; 2) Unsur membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukan sebagai bukti dari pada sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu; 3) Unsur jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian karena pemalsuan surat. c. Pertimbangan Terhadap Kondisi Terdakwa; Pertimbangan Terhadap Kondisi Terdakwa adalah pertimbangan yang tidak ada hubungannya dengan tindak pidana yang dilakukan, tetapi dijadikan dasar oleh hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana. hal ini berkaitan dengan kondisi diri terdakwa. Adapun pertimbangan ini terdiri dari: 1. Hal-hal yang memberatkan: a. Perbuatan terdakwa merugikan orang lain. 2. Hal- hal yang meringankan : a.terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya; b.terdakwa bersikap sopan dalam persidangan; c. Terdakwa belum pernah dihukum. Hakim senantiasa berpedoman pada sistem pembuktian yang digariskan dalam pasal 183 KUHAP, yaitu sistem negatif menurut undang-undang (Negatief Wettelijke Stelsel). Pada pasal 183 KUHAP berbunyi : Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. 7 Pada dasarnya fakta-fakta dalam persidangan berorientasi pada dimensi tentang locus, dan tempos delicti, modus operandi bagaimanakah tindak pidana itu 7 Martiman Prodjohamidjojo, Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983.hlm. 19

13 x dilakukan, penyebab atau latar belakang mengapa terdakwa sampai melakukan tindak pidana, kemudian bagaimanakah akibat langsung ataupun tidak langsung dari perbuatan terdakwa terhadap korban maupun kehidupan bermasyarakat, apakah terdakwa melakukan pemberatan dalam tindak pidananya seperti Perbarengan (Concurcus) dan pengulangan (Residive) serta penyertaan Tindak Pidana (Delneming), Apakah Terdakwa merasa bersalah atau menyesal dan sebagainya. Pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Mataram dalam menjatuhkan putusan tersebut di atas, menurut Penyusun merupakan Pertimbangan yang bersifat yuridis berdasarkan urain diatas, kita dapat melihat berbagai pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku pemalsuan Surat Sehingga dapat dikatakan bahwa pertimbanganpertimbangan dalam putusan nomor perkara: 100/PID.B/2015/PN.MTR tersebut sesuai dengan yang disyaratkan oleh undang-undang.

14 xi III. PENUTUP Kesimpulan yang di peroleh dalam penelitian ini adalah Penerapan Sanksi Pidana terhadap pelaku Tindak pidana Pemalsuan Surat Putusan Nomor 100/Pid.B/2015/PN.MTR adalah sebagai berikut : 1.Terdakwa terbukti melakukan pemalsuan dengan barang bukti 10 (sepuluh) nota kwitansi tetapi dalam tuntutannya hanya 1 (Satu) barang bukti saja yang digunakan jaksa penuntut umum, sama halnya dengan Hakim dalam menjatuhkan putusan tidak melihat keterangan dari para saksi di muka persidangan bahwa terdakwa melakukan manipulasi nota sebanyak sepuluh kali. 2. Dalam menentukan berat ringannya pidana bagi pelaku perbarengan tindak pidana pencurian dengan kekerasan berdasarkan putusan nomor: 53/Pid.B/2015/PN.MTR yaitu dengan menggunakan pertimbangan Yuridis, pertimbangan Fakta dan pertimbangan halhal yang meringankan dan hal-hal yang memberatkan. Akhir penyusunan skripsi ini, maka penyusun menyampaikan Saran Yaitu : Hakim dalam memberikan pertimbangan yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa pelaku tindak Pidana khususnya dalam hal pemalsuan surat, hendaknya dilakukan dengan penuh kecermatan dan kehati-hatian dalam menjatuhkan putusan karena dalam dakwaan jaksa penuntut umum terdapat barangbukti yang tidak semuanya dijadikan dasar bagi hakim dalam menjatuhkan hukuman.

15 xii DAFTAR PUSTAKA A. Buku Chazawi, Adami, Kejahatan Mengenai Pemalsuan,PT. Raja Grafindo Persada, Cet 3, Jakarta, 2005 Hamzah, Andi. Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, Harahap, M. Yahya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta, 2005 Marlina, Hukum Penitensier, Refika Aditama, Bandung, Prodjohamidjojo, Martiman. Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti, Ghalia Indonesia, Jakarta, Santoso,Topo. Kriminologi, Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2001 Waluyo, Bambang. Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika,Jakarta,2008. B. Peraturan-peraturan Indonesia, Undang-Undang Dasar Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Indonesia, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

JURNAL PENERAPAN SANKSI PIDANA DALAM PERBARENGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 53/PID.B/2015/PN.

JURNAL PENERAPAN SANKSI PIDANA DALAM PERBARENGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 53/PID.B/2015/PN. JURNAL PENERAPAN SANKSI PIDANA DALAM PERBARENGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 53/PID.B/2015/PN.MTR) Oleh : FARID MAULANA D1A 012 130 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM

Lebih terperinci

JURNAL KARYA ILMIAH PENERAPAN PIDANA TERHADAP PEREMPUAN DALAM TINDAK. PIDANA NARKOTIKA (Studi di Pengadilan Negeri Mataram)

JURNAL KARYA ILMIAH PENERAPAN PIDANA TERHADAP PEREMPUAN DALAM TINDAK. PIDANA NARKOTIKA (Studi di Pengadilan Negeri Mataram) JURNAL KARYA ILMIAH PENERAPAN PIDANA TERHADAP PEREMPUAN DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi di Pengadilan Negeri Mataram) Oleh: ERMA DENNIAGI D1A012124 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PEMALSUAN IJAZAH DAN SURAT KETERANGAN HASIL UJIAN NASIONAL (Studi Putusan Nomor 373/Pid.B/2015/PN.

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PEMALSUAN IJAZAH DAN SURAT KETERANGAN HASIL UJIAN NASIONAL (Studi Putusan Nomor 373/Pid.B/2015/PN. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PEMALSUAN IJAZAH DAN SURAT KETERANGAN HASIL UJIAN NASIONAL (Studi Putusan Nomor 373/Pid.B/2015/PN.Mpw) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

JURNAL PENERAPAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERUSAKAN SARANA DAN PRASARANA PERLINDUNGAN HUTAN

JURNAL PENERAPAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERUSAKAN SARANA DAN PRASARANA PERLINDUNGAN HUTAN JURNAL PENERAPAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERUSAKAN SARANA DAN PRASARANA PERLINDUNGAN HUTAN (Studi Kasus: Putusan Nomor 20/PID.SUS/2015/PN.MTR) Oleh : ENI ANDRIANI D1A 012 122 FAKULTAS HUKUM

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (SKRIPSI)

Penulisan Hukum (SKRIPSI) UPAYA PEMBUKTIAN PENUNTUT UMUM MENGGUNAKAN BARANG BUKTI SURAT PERJANJIAN SEWA MOBIL DALAM TINDAK PIDANA PENGGELAPAN YANG DILAKUKAN SECARA BERLANJUT (Studi Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 162/Pid.b/2015/PN.Skt)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya

Lebih terperinci

SKRIPSI PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN MENURUT SISTEM PEMIDANAAN (PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BONDOWOSO NOMOR 407/PID.B/2009/PN.

SKRIPSI PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN MENURUT SISTEM PEMIDANAAN (PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BONDOWOSO NOMOR 407/PID.B/2009/PN. SKRIPSI PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN MENURUT SISTEM PEMIDANAAN (PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BONDOWOSO NOMOR 407/PID.B/2009/PN.BDW) PUNISHMENT TO THE CRIME BY FRAUD IN CRIMINAL SYSTEM

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEJABAT NOTARIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN AKTA AUTENTIK

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEJABAT NOTARIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN AKTA AUTENTIK ISSN 2302-0180 5 Pages pp. 13-17 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEJABAT NOTARIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN AKTA AUTENTIK 2) Anta Rini Utami 1, Dahlan Ali 2, Mohd. Din 3 1) Magister Ilmu Hukum Program

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN IJAZAH

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN IJAZAH TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN IJAZAH Oleh : Made Aprina Wulantika Dewi Nyoman A. Martana Program Kekhususan : Hukum Pidana, Universitas Udayana Abstract : The problem raised is about

Lebih terperinci

Oleh Prihatin Effendi ABSTRAK. a. PENDAHULUAN

Oleh Prihatin Effendi ABSTRAK. a. PENDAHULUAN ANALISIS DAN IMPLIKASI YURIDIS TINDAK PIDANA MENYEBARKAN BERITA BOHONG DAN MENYESATKAN BERDASARKAN PASAL 28 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (Studi

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara hukum dalam berbangsa

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi

Lebih terperinci

ANALISA YURIDIS PEMIDANAAN PADA TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR (STUDI KASUS PUTUSAN NO.85/PID.SUS/2014/PN.DPS.

ANALISA YURIDIS PEMIDANAAN PADA TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR (STUDI KASUS PUTUSAN NO.85/PID.SUS/2014/PN.DPS. ANALISA YURIDIS PEMIDANAAN PADA TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR (STUDI KASUS PUTUSAN NO.85/PID.SUS/2014/PN.DPS.) ABSTRACT : Oleh : Ida Ayu Vera Prasetya A.A. Gede Oka Parwata Bagian

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (STUDI PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI NGANJUK NOMOR: 375/PID.SUS-ANAK/2013/P NJK)

KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (STUDI PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI NGANJUK NOMOR: 375/PID.SUS-ANAK/2013/P NJK) KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (STUDI PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI NGANJUK NOMOR: 375/PID.SUS-ANAK/2013/P NJK) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan mempertimbangkan semua bukti-bukti yang ada.

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D 101 07 638 ABSTRAK Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya maka penulis. menyimpulkan bahwa :

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya maka penulis. menyimpulkan bahwa : 61 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya maka penulis menyimpulkan bahwa : 1. Dalam memperoleh suatu keyakinan oleh hakim, ia harus mendasarkan keyakinannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja. Tidak terkecuali terjadi terhadap anak-anak, hal ini disebabkan karena seorang anak masih rentan

Lebih terperinci

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI Oleh : Ruslan Abdul Gani ABSTRAK Keterangan saksi Ahli dalam proses perkara pidana di pengadilan negeri sangat diperlukan sekali untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Putusan Pengadilan Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa : Putusan Pengadilan adalah

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB III PENUTUP. penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisis terhadap data yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Majelis Hakim menggunakan putusan peradilan

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT. Program Studi Ilmu Hukum

JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT. Program Studi Ilmu Hukum i JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT Program Studi Ilmu Hukum Oleh : TITI YULIA SULAIHA D1A013378 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2017 i HALAMAN

Lebih terperinci

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR Oleh: I Gusti Bagus Eka Pramana Putra I Ketut Mertha I Wayan Suardana Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat bukti berupa keterangan saksi sangatlah lazim digunakan dalam penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi dimaksudkan untuk

Lebih terperinci

TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA LEBIH DULU SECARA BERSAMA-SAMA. (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 180/Pid.B/2011/PN.

TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA LEBIH DULU SECARA BERSAMA-SAMA. (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 180/Pid.B/2011/PN. TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA LEBIH DULU SECARA BERSAMA-SAMA (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt) S K R I P S I Oleh : MOHAMAD RIANSYAH SUGORO E1E004146 KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya mengharuskan manusia untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pencurian sering terjadi dalam lingkup masyarakat, yang kadang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Tindak pidana pencurian dilakukan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah tindak pidana pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan merupakan suatu

Lebih terperinci

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN Oleh I Gusti Ayu Jatiana Manik Wedanti A.A. Ketut Sukranatha Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk BAB II JENIS- JENIS PUTUSAN YANG DIJATUHKAN PENGADILAN TERHADAP SUATU PERKARA PIDANA Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan- badan peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa,

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website : ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PEMALANG NO.51/PID.B/2012/PN.PML DALAM TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT Julian Wilmartin Lubis*, Eko soponyono, Laila Mulasari Program Studi S1 Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melanggar hukum perundang-undangan, baik hukum Islam maupun hukum

BAB I PENDAHULUAN. melanggar hukum perundang-undangan, baik hukum Islam maupun hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu perbuatan yang dikatakan sebagai delik atau tindakan yang melanggar hukum perundang-undangan, baik hukum Islam maupun hukum positif memiliki kedudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai Negara Hukum, Indonesia menjujung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 777/PID/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 777/PID/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 777/PID/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERADILAN ANAK DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN ( STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR) Oleh WINDU ADININGSIH

PELAKSANAAN PERADILAN ANAK DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN ( STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR) Oleh WINDU ADININGSIH PELAKSANAAN PERADILAN ANAK DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN ( STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR) Oleh WINDU ADININGSIH I Dewa Made Suartha I Ketut Keneng Hukum Acara Peradilan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia merupakan pedoman yang sangat penting dalam mewujudkan suatu keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah dasar yang kuat

Lebih terperinci

KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE PADA PROSES PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI ARTIKEL ILMIAH

KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE PADA PROSES PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI ARTIKEL ILMIAH KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE PADA PROSES PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI ARTIKEL ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum Oleh: SAKTIAN NARIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. asasi manusia dipertaruhkan. Bagaimana akibatnya jika seorang yang didakwa. yang ada disertai keyakinan Hakim, padahal tidak benar.

I. PENDAHULUAN. asasi manusia dipertaruhkan. Bagaimana akibatnya jika seorang yang didakwa. yang ada disertai keyakinan Hakim, padahal tidak benar. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan merupakan bagian yang terpenting dalam acara pidana, dimana hak asasi manusia dipertaruhkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi yang telah menimbulkan kerusakan dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara memerlukan penanganan yang luar biasa. Perkembangannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK Oleh : Made Agus Indra Diandika I Ketut Sudantra Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The paper is titled

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Pengakkan hukum yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Pengakkan hukum yang terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelanggaran hukum dan penegakkan hukum dapat dikatakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Pengakkan hukum yang terjadi sejatinya tidak

Lebih terperinci

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Pasal 176 Hakim dilarang menjatuhkan pidana kepada terdakwa, kecuali apabila hakim memperoleh keyakinan

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 80/PID/2013/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

P U T U S A N NOMOR : 80/PID/2013/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. P U T U S A N NOMOR : 80/PID/2013/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara - pidana dalam tingkat banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP KASUS ASUSILA PADA ANAK. Sulasmin Hudji. Pembimbing I : Dr. Fence M. Wantu, SH.,MH

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP KASUS ASUSILA PADA ANAK. Sulasmin Hudji. Pembimbing I : Dr. Fence M. Wantu, SH.,MH 1 ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP KASUS ASUSILA PADA ANAK (studi kasus Pengadilan Negeri Gorontalo dengan putusan perkara nomor 226/pid.b/2011/PN.grtlo dan putusan perkara nomor 11/pid.b/2013/PN.grtlo)

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 394/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 394/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 394/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diatur dalam. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diatur dalam. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya dalam Pasal 1 ayat

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN HAKIM YANG MEMUTUS PASAL YANG TIDAK DIDAKWAKAN DALAM SURAT DAKWAAN DITINJAU DARI SEGI HAK TERDAKWA

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN HAKIM YANG MEMUTUS PASAL YANG TIDAK DIDAKWAKAN DALAM SURAT DAKWAAN DITINJAU DARI SEGI HAK TERDAKWA 1 ANALISIS YURIDIS PUTUSAN HAKIM YANG MEMUTUS PASAL YANG TIDAK DIDAKWAKAN DALAM SURAT DAKWAAN DITINJAU DARI SEGI HAK TERDAKWA (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor: 1401/Pid.B/2010/PN.Bdg)

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan permasalahan serta hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords: Abstrak Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian alasan terpidana pelaku tindak pidana penipuan dalam mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali dengan dasar adanya suatu kehilafaan hakim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis penulis yang telah dilakukan maka dapat

BAB III PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis penulis yang telah dilakukan maka dapat BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis penulis yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa Implementasi Perma Nomor 2 Tahun 2012 Dalam Penyelesaian Kasus Tindak Pidana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui BAB I LATAR BELAKANG Lembaga peradilan merupakan institusi negara yang mempunyai tugas pokok untuk memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkaraperkara yang diajukan oleh warga masyarakat.

Lebih terperinci

SKRIPSI. PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN LUKA BERAT (PUTUSAN NOMOR : 354/ PID.B/2012/PN.Blt)

SKRIPSI. PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN LUKA BERAT (PUTUSAN NOMOR : 354/ PID.B/2012/PN.Blt) SKRIPSI PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN LUKA BERAT (PUTUSAN NOMOR : 354/ PID.B/2012/PN.Blt) JUDGE DECISION IN ABTTERY CRIMINAL ACT THAT MAKE HEAVY INJURY (VERDICT NUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu masyarakat tertentu atau dalam Negara tertentu saja, tetapi merupakan permasalahan

Lebih terperinci

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR : 197 /PID/2012/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ------ PENGADILAN TINGGI SUMATERA UTARA DI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak mempunyai permasalahan atau berhadapan dengan hukum berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial sesuai dengan apa yang termuat

Lebih terperinci

: Lubuk Pakam ; Nama Lengkap : RANDI PRANATA GURUSINGA ALS

: Lubuk Pakam ; Nama Lengkap : RANDI PRANATA GURUSINGA ALS P U T U S A N Nomor 90/Pid.B/2015/ PN BJ. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang memeriksa perkara-perkara pidana pada Peradilan tingkat pertama dengan acara pemeriksaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D 101 08 100 ABSTRAK Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Jaksa Penuntut Umum a. Pengertian Kejaksaan Keberadaan institusi Kejaksaan Republik Indonesia saat ini adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN I Gede Made Krisna Dwi Putra I Made Tjatrayasa I Wayan Suardana Hukum Pidana, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA) PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA) NASKAH HASIL PENELITIAN Disusun Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam

Lebih terperinci

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. PENGADILAN TINGGI SUMATERA UTARA DI MEDAN, dalam. sebagai berikut, dalam perkara Terdakwa :

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. PENGADILAN TINGGI SUMATERA UTARA DI MEDAN, dalam. sebagai berikut, dalam perkara Terdakwa : P U T U S A N Nomor : 279/PID/2009/PT-MDN.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI SUMATERA UTARA DI MEDAN, dalam mengadili pekara-perkara Pidana pada peradilan tingkat banding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana bertujuan untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id. P U T U S A N No. 6/PID.B/2014/PN.SBG

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id. P U T U S A N No. 6/PID.B/2014/PN.SBG P U T U S A N No. 6/PID.B/2014/PN.SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 650/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 650/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 650/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT PASAL 365 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 1 Oleh : Fentry Tendean 2 ABSTRAK Pandangan ajaran melawan hukum yang metarial, suatu perbuatan selain

Lebih terperinci