JURNAL KARYA ILMIAH PENERAPAN PIDANA TERHADAP PEREMPUAN DALAM TINDAK. PIDANA NARKOTIKA (Studi di Pengadilan Negeri Mataram)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JURNAL KARYA ILMIAH PENERAPAN PIDANA TERHADAP PEREMPUAN DALAM TINDAK. PIDANA NARKOTIKA (Studi di Pengadilan Negeri Mataram)"

Transkripsi

1 JURNAL KARYA ILMIAH PENERAPAN PIDANA TERHADAP PEREMPUAN DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi di Pengadilan Negeri Mataram) Oleh: ERMA DENNIAGI D1A FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2016

2 PENERAPAN PIDANA TERHADAP PEREMPUAN DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi di Pengadilan Negeri Mataram) Oleh: ERMA DENNIAGI D1A012124

3 PENERAPAN PUDANA TERHADAP PEREMPUAN DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi di Pengadilan Negeri Mataram) Erma Denniagi D1A FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penerapan pidana dan pertimbangan hakim terhadap pelaku perempuan dalam tindak pidana Narkotika di Pengadilan Negeri Mataram. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif, dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, penerapan pidana terhadap perempuan dalam tindak pidana Narkotika Putusan Nomor 157/Pid.Sus/2015/PN.MTR melanggar Pasal 131 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Putusan Nomor 84/Pid.Sus/2015/PN.MTR melanggar Pasal 112 ayat (1) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan Putusan Nomor 102/Pid.Sus/2015/PN.MTR melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Kedua, pertimbangan hakim dalam penerapan pidana terhadap perempuan dalam tindak pidana Narkotika adalah menggunakan pertimbangan yuridis dan pertimbangan non yuridis. Kata kunci: Perempuan, Tindak Pidana Narkotika. CRIMINAL APPLICATION AGAINST WOMEN IN NARCOTIC CRIME (Studied ini Mataram Court) ABSTRACT This study aims to assess the adoption of criminal sanctions and the consideration of criminal judge of narcotic crime against women at Mataram Court. The method used is a normative legal research methods, with the approach of Regulation Legislation, Conceptual Approach, and Case Approach. The result showed that:first, application of criminal sanction against women in narcotic crime Decision Number 157/Pid.Sus/2015/PN.MTR violated articel 131 of the Law Number 35 of 2009 on Narcotics, Decision Number 84/Pid.Sus/2015/PN.MTR violated articel 112 paragraph (1) jo. articel 132 paragraph (1) of the Law Number 35 of 2009 on Narcotics, anf Decision Number 102/Pid.Sus/2015/PN.MTR violated articel 127 paragraph (1) letter a of the Law Number 35 of 2009 on Narcotics. Second, the basic consideration for the judge impose criminal sanction against women in narcotic crime at Mataram Court using judicial considerations and non-judicial considerations. Keyword: Women, Narcotic Crime.

4 i I. PENDAHULUAN Penentuan penyalahgunaan narkotika sebagai kejahatan dimulai dengan dikeluarkannya Verdoverder Middelen Ordonantie (V.M.O) staatblad 1927 Nomor 278 jo. Nomor 536, yaitu peraturan yang mengatur tentang obat bius dan candu. Kemudian, sebagai bentuk sikap proaktif Indonesia untuk mendukung gerakan dunia Internasional dalam memerangi segala bentuk tindak pidana Narkotika, maka dibentuklah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Berdasarkan data yang dihimpun oleh BNN pada 2014 menunjukkan bahwa ada 1.6 juta orang yang merupakan pengguna coba pakai, 1.4 juta orang yang teratur menggunaka Narkotika, dan 1 juta orang yang merupakan pecandu, dengan rincian 74,5% adalah laki-laki dan 25.5% adalah perempuan 1 Hal ini menunjukkan bahwa penyalahgunaan narkotika tidak hanya didominasi oleh lakilaki saja tetapi juga perempuan. Sistem pemidanaan terhadap penyalahgunaan narkotika tidak dapat dilepaskan dari sistem pemidanaan yang dianut dalam hukum Indonesia. Seperti halnya dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, bahwa sistem pemidaan tidak diddasrkan atas perbedaan golongan ataupun jenis kelamin, artinya baik laki-laki maupun perempuan akan mendapatkan perlakuan dan perlindungan yang sama di mata hukum khususnya dalam hal dikenakannya 1 Dwinanda Ardhi, Jangan Ada Narkoba Diantara Kita, Media Keuangan, X (MEI 2015), 13 dalam diunduh tanggal 28 Oktober 2015

5 ii suatu pidana. Namun, adanya hal-hal tertentu yang kemudian menjadi dasar pemberatan pidana dalam suatu perundang-undangan menjadi persoalan lain, seperti pemberatan hukuman apabila tindak pidananya dilakukan secara terorganisir, dilakukan oleh korporasi, atau merupakan residivis (pengulangan tindak pidana) sebagaimana diatur juga dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Oleh karena masalah pemidanaan adalah salah satu kajian penting dalam hukum pidana dan merupakan titik (fokus) sentral dalam sistem peradilan pidana, yang menyangkut masalah nasib seseorang, baik mengenai jiwa/hidup matinya, harkat dan martabat sebagai manusia maupun dalam hal kebebasan individunya, maka perubahan dan atau reformasi di bidang hukum pidana ke arah yang lebih bersahabat kepada perempuan, artinya perlindungan atau perlakuan khusus terhadap perempuan dalam masalah pemidanaan ini, perlu untuk dilakukan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana penerapan pidana terhadap perempuan dalam tindak pidana Narkotika (studi di Pengadilan Negeri Mataram)? 2) Apakah yang menjadi pertimbangan Hakim dalam penerapan pidana terhadap perempuan dalam tindak pidana Narkotika (studi di Pengadilan Negeri Mataram)? Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah: a) Untuk mengetahui penerapan pidana terhadap perempuan dalam tindak pidana Narkotika di Pengadilan Negeri Mataram; b) Untuk mengetahui apa yang menjadi pertimbangan Hakim dalam penerapan pidana terhadap perempuan dalam tindak pidana Narkotika. Adapun manfaat yang

6 iii diharapkan dalam penelitian ini adalah: a) Mafaat Akademis, untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai derajat Strata-1 (S1) Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Mataram; b) Manfaat Teoritis, diharapkan dari hasil penelitian inidapat memberikan manfaat secara teoritis bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya pengetahuan yang berhubungan denga tindak pidana Narkotika; c) Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat secara praktis bagi penegak hukum dalam praktik pengambil kebijakan khususnya dalam menangani masalah tindak pidana Narkotika. Penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif, dengan metoe pendekatan perundang-undanga (statue approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach). Sumber penelitian adalah menggunakan data kepustakaan (library research) dengan jenis bahan hukum yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum yaitu studi kepustakaan dengan mengumpulkan, mempelajari dan memadukan literatur yang menjadi acuan serta melalui bantuan media elektronik. Analisa bahan hukum yaitu secara kualitatif.

7 iv II. PEMBAHASAN Penerapan Pidana Terhadap Perempuan dalam Tindak Pidana Narkotika (Studi di Pengadilan Negeri Mataram) Sehubungan dengan penerapan pidana terhadap perempuan dalam tindak pidana Narkotika ini, berikut 3 (tiga) contoh kasus tindak pidana Narkotika yang diputus oleh Pengadilan Negeri Mataram: Pertama, dalam Putusan Nomor 157/Pid.Sus/2015/PN.MTR, majelis hakim telah menyatakan bahwa terdakwa Miskah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana Narkotika. Di mana unsur-unsur tindak pidana dengan sengaja tidak melaporkan tindak pidana Nakotika sebagaimana dalam Pasal 114 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pada Pasal 131 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, telah terpenuhi dan terbukti menurut hukum. Sehingga putusan hakim yang menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Miskah dengan pidana penjara 7 (tujuh) bulan, telah sesuai sebagaimana diatur dalam Pasal yang terbukti dalam persidangan. Kedua, pada Putusan Nomor 102/Pid.Sus/2015/PN.MTR, majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa Ni Made Susanti alias Mbok Santi telah secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menyalahgunakan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri sebagamana dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Karena itu

8 v hakim telah menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Mbok Santi dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan. Dari kedua Putusan tersebut menunjukkan bahwa dengan adanya penjatuhan pidana tersebut telah memberi pengertian bahwa bentuk perbuatan yang dilakukan terdakwa telah dinyatakan sebagaimana dirumuskan dalam pasal yang dikenakan. Hal ini sejalan dengan pendapat Loebby Loqman, bahwa suatu gangguan menjadi gangguan pidana, apabila bersumber pada suatu perilaku yang sebenarnya harus dihindari 2. Bahwa terbentunya suatu tindak pidana dikarenakan adanya kesadaran pada diri pelaku atas apa yang dilakukannya, bahwa setiap pelaku memiliki kehendak untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan tersebut, yang dalam hukum pidana dimaksud dengan dapat dipertanggungjawabkannya perbuatan tersebut pada diri pelaku yang didasarkan pada adanya kesalahan pada diri pelaku. Lebih lanjut beliau menyatakan bahwa kesalahan adalah dasar pemidanaan yang dilegitimasikan. Oleh karena itu, maka legitimasi terhadap pemidanaan tidak mungkin melebihi ruang lingkup dasarnya 3. Artinya, pemidanaan dalam hal penjatuhan pidana oleh hakim bukan hanya tentang suatu penderitaan (jahat) yang disebabkan karena perbuatan jahat, tetapi bahwa pemidanaan dibenarkan kepada pelaku jika terdapat kesalahan pada diri pelaku atas perbuatannya, yang dalam pelaksanaannya tidak boleh melebihi kesalahan itu sendiri. 2 Loebby Loqman, Op. Cit., hlm Ibid., hlm. 14

9 vi Ketiga, dalam Putusan Nomor 84/Pid.Sus/2015/PN.MTR, bahwa terdakwa I Amelia alias Amel dan terdakwa II Marlina alias Bintang telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak menguasai Narkotika Golongan I bukan tanaman dengan permufakatan jahat sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 112 ayat (1) Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Namun, pidana yang dijatuhkan lebih ringan dibandingkan dengan batas minimum khusus pidana penjara dalam Pasal 112 ayat (1) tersebut, yaitu pidana penjara masing-masing selama 1 (satu) tahun, di samping juga dengan pidana denda Rp , (delapan ratus juta rupiah). Hal ini menunjukkan bahwa vonis hakim terhadap pelaku tindak pidana Narkotika di luar daripada ketentuan undang-undang, sebagaimana dalam Pasal 112 ayat (1) dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun, artinya berdasarkan undang-undang bahwa hakim diberi kebebasan menjatuhkan pidana di antara batas minimum dan batas maksimum pidana yang diancamkan. Sehingga ketika hakim menjatuhkan pidana di bawah 4 (empat) tahun, maka akan timbul suatu persoalan atas keadilan hakim dengan kebijakan dalam undang-undang. Sebagaimana diketahui bahwa penerapan pidana terhadap terdakwa dalam kasus tindak pidana Narkotika pada sistem hukum di Indonesia adalah merupakan kewenangan dari pengadilan, jadi apabila menginginkan anatar sanksi yang diberikan dengan sanksi yang ada dalam undang-undang Narkotika aalah sama, akan sangat bergantung pada majelis hakim yang menyidangkan perkara

10 vii tersebut. Di sisi lain, hakim juga memiliki kebebasan untuk mengambil keputusan berdasarkan bukti-bukti dan keyakinannya, sesuai dengan sistem pembuktian yang dianut dalam hukum acara pidana, yaitu hakim tidak boleh menghukum kecuali didukung 2 (dua) alat bukti sekurang-kurangnya dan keyakinan hakim. Hal ini juga harus memperhatikan tujuan dari penjatuhan itu sendiri, yang dalam kenyataannya, tujuan penjatuhan pidana akan mengacu pada tujuan hukum pada umumnya, seperti misalnya menakut-nakuti, menanamkan norma, pengamanan, penyelesaian konflik, dan khususnya membebaskan rasa bersalah pada diri terdakwa. Selain itu, dalam hal penerapan pidana ini pun perlu dirumuskan tentang pedoman pemidanaan bagi hakim. Namun, baik Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) maupun Undang-Undang di Luar KUHP, salah satunya Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, tidak mengenal istilah pedoman pemidanaan bagi hakim dalam menjatuhkan pidana. Padahal, pedoman pemidanaan sangat diperlukan bagi hakim agar tidak menimbulkan keragu-raguan atau terkesan dipaksakan dalam penerapannya, seperti dalam analisis Putusan Nomor 84/Pid.Sus/2015/PN.MTR, dan dapat mempertebal rasa percaya diri bagi hakim itu sendiri serta lebih juh dapat memberikan kepastian hukum. Pertimbangan Hakim dalam Penerapan Pidana Terhadap Perempuan dalam Tindak Pidana Narkotika (Studi di Pengadilan Negeri Matram). Seperti diketahui, bahwa sebelum menjatuhkan putusan, majelis hakim terlebih dahulu mendengar pembelaan terdakwa atau penasihat hukum terdakwa

11 viii yang pada pokoknya memohon keringanan hukuman. Hakim juga mempertimbangkan bahwa di persidangan terdakwa memberikan keterangan yang pada pokoknya telah mengakui perbuatan yang didakwakan kepadanya. Selain itu, berdasarkan atas keterangan saksi-saksi yang masing-masing bersesuaian satu sama lain, dihubungkan dengan keterangan terdakwa dan barang bukti yang dikenal saksi dan terdakwa, majelis hakim berpendapat bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur dari pasal yang dikenakan, karena itu terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Narkotika. Berdasarkan hasil analisi 3 (tiga) Putusan dalam pembahasan ini yaitu Putusan Nomor 157/Pid.Sus./2015/PN.MTR dengan terdakwa Miskah (58 tahun), Putusan Nomor 84/Pid.Sus/2015/PN.MTR dengan terdakwa I Amelia alias Amel (19 tahun) dan terdakwa II Marlina alias Bintang (31 tahun), dan Putusan Nomor 102/Pid.Sus/2015/PN.MTR dengan terdakwa Ni Made Susanti alias Mbok Santi (44 tahun), bahwa pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap perempuan dalam tindak pidana Narkotika, yaitu: 1) Pertimbangan Yuridis; Pertimbangan yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktafakta yuridis yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat dalam Putusan, sebagaimana dalam Pasal 197 KUHAP, yaitu dakwaan Penuntut Umum, keterangan Saksi, keterangan Ahli, keterangan Terdakwa, barang bukti, dan Pasal dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika; 2) Pertimbangan yang Bersifat Non- Yuridis; Di samping pertimbangan yang bersifat yuridis, hakim dalam menjatuhkn

12 ix putusan juga membuat pertimbangan yang bersifat non-yuridis yaitu mengenai akibat perbuatan terdakwa dan keadaan-keadaan tertentu yang dihubungkan dengan fakta di persidangan. Di mana yang dimaksud dengan: a) Akibat perbuatan terdakwa; dari hasil analisis ketiga Putusan hakim Pengadilan Negeri Mataram tersebut mempertimbangkan akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan terdakwa sebagai hal yang memberatkan pidana. Sehubungan dengan hal yang memberatkan tersebut, dalam Putusan Nomor 157/Pid.Sus/2015/PN.MTR dinyatakan hakim bahwa perbuatan terdakwa Miskah yaitu tidak melaporkan adanya tindak pidana Narkotika yang dilakukan oleh suaminya yakni saksi Damsiah adalah perbuatan yang meresahkan masyarakat dapat merusak mental masyarakat. Kemudian, dalam Putusan Nomor 102/Pid.Sus/2015/PN.MTR juga telah dinyatakan bahwa penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh terdakwa Ni Made Susanti alias Mbok Santi merupakan hal yang memberatkan pidana bagi terdakwa, karena perbuatan tersebut sangat bertentangan dengan program pemerintah dalam upaya pemberantasan peredaran dan penyalahgunaan narkotika. Berbeda dengan tindak pidana Narkotika yang dilakukan oleh terdakwa I Amelia alias Amel dan terdakwa II Marlina alias Bintang yang keduanya merupakan perempuan yang bekerja sebagai patner song (PS), yakni tanpa hak atau melawan hukum menguasai narkotika Golongan I bukan tanaman jenis shabu, bahwa dalam Putusan Nomor 84/Pid.Sus/2015/PN.MTR, hakim menyatakan perbuatan para terdakwa tersebut memberikan contoh yang tidak baik bagi generasi muda selaku generasi penerus bangsa; Kemudian,

13 x b)kondisi Diri Terdakwa; Jika melihat pada ketiga Putusan Pengadilan Negeri Mataram tersebut, bahwa kondisi diri terdakwa dalam hal ini dirumuskan sebagai hal-hal yang meringankan pidana, di mana dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai keadaan fisik maupun psikis terdakwa termasuk status sosial yang melekat pada dirinya. Kondisi fisik yang dimaksud dalam hal ini adalah usia dan tingkat kedewasaan dan keadaan psikis yang dimaksud adalah perasaan terdakwa, misalnya keadaan marah, pikiran kacau, atau tidak normal. Sedangkan yang dimaksud dengan status sosial adalah predikat yang dimiliki dalam masyarakat misalnya seorang pejabat, wiraswasta dan sebagainya. Pertimbangan non-yuridis dalam tindak pidana Narkotika tersebut lebih mengacu pada aspek sosial-ekonomi terdakwa bukan pada aspek geder yakni sifat kodrati para terdakwa sebagai perempuan yang merupakan salah satu individu yang mengemban peran penting dalam kehidupan masyarakat yaitu pelanjut keturunan yang tidak dapat diganti oleh kaum laki-laki dan sebagai seorang ibu yang perlu mendapatkan perhatian yang khusus untuk dilindungi dan dihormati hak-haknya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada alasan untuk adaya pengkhususan dala hal penjatuhan pidana terhadap perempuan, baik penjahat perempuan ataupun penjahat laki-laki tetap diperlakukan adil dan sama selama penangkapan, pengadilan, penghukuman, dan pemenjaraan.

14 KESIMPULAN Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Penjatuhan pidana terhadap terdakwa didasarkan pada pasal yang terbukti di persidangan, sebagaimana dalam Putusan Nomor 157/Pid.Sus/2015/PN.MTR yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 131 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan dijatuhi pidana penjara 7 (tujuh) bulan, dan Putusan Nomor 102/Pid.Sus/2015/PN.MTR yang menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dijatuhi pidana penjara 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan. Kemudian, hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa di luar daripda ketentuan undang-undang, sebagaimana dalam Putusan Nomor 84/Pid.Sus/2015/PN.MTR, menyatakan bahwa para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 112 ayat (1) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan dijatuhi pidana penjara masing-masing selama 1 (satu) tahun; 2) Pertimbangan hakim dalam penerapan pidana terhadap perempuan dalam tindak pidana Narkotika berdasarkan studi di Pengadilan Negeri Mataram, yaitu studi Putusan Nomor 157/Pid.Sus/2015/PN.MTR, Putusan Nomor 102/Pid.Sus/2015/PN.MTR, dan Putusan Nomor 84/Pid.Sus/2015/PN.MTR, memuat pertimbangan yuridis yaitu dakwaan Penuntut Umum, keterangan Saksi, keterangan Ahli, keterangan Terdakwa, barang bukti, dan pasal dalam Undangxi III. PENUTUP

15 xii Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan pertimbangan non yuridis yaitu akibat perbuatan terdakwa dan kondisi diri terdakwa yakni keadaan fisik, keadaan psikis, termasuk status sosial yang melekat pada diri terdakwa. Dalam hal pertimbangan non yuridis ini juga mengacu pada aspek sosial-ekonomi terdakwa bukan pada aspek gender yaitu sifat kodrati perempuan, sehingga tidak ada pengkhususan penjatuhan pidana terhadap pelaku perempuan. SARAN Meskipun penerapan pidana terhadap pelaku perempuan dalam tindak pidana Narkotika tidak boleh melebihi kesalahan pelaku atas perbuataannya, namun haruslah tetp mengacu pada undang-undang yang telah mengatur jenis pidana (strafsoort), batas lamanya pidana (strafmaat), dan bentuk pengenaan pidana (strafmodus) yang menjadi acuan hakim dalam penjatuhan pidana yang berkeadilan, di samping juga dapat dirumuskan pedoman pemidaan bagi hakim dalam menjatuhkan pidana, khususnya dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika guna menghindari penerapan pidana terhadap pelaku perempuan dalam tindak pidana Narkotika yang lebih ringan dibandingkan dengan pidana yang diancamkan dalam rumusan pasal yang dikenakan.

16 DAFTAR PUSTAKA Hidayat, Syamsul. Pidana Mati di Indonesia, Genta Press, Yogyakarta, 2010 Loqman, Loebby. Pidana dan Pemidanaan, Datacom, Jakarta, 2001 Makarao, Moh. Taufik; Suharsil; Moh. Zakky A.S. Tindak Pidana Narkotika, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005 Marlina. Hukum Penitensier, Refika Aditama, Bandung, 2011 Rodliyah. Pemidanaan Tehadap Perempuan dalam Sistem Peradilan Pidana, Arti Bumi Antaran, Yogyakarta, 2009 Soedarto. Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 2007

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

JURNAL PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMALSUAN SURAT (STUDI PUTUSAN NOMOR 53/PID.B/2015/PN.MTR)

JURNAL PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMALSUAN SURAT (STUDI PUTUSAN NOMOR 53/PID.B/2015/PN.MTR) JURNAL PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMALSUAN SURAT (STUDI PUTUSAN NOMOR 53/PID.B/2015/PN.MTR) Oleh : FAHMI KUNIA D1A 012 127 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2016 HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING

Lebih terperinci

ANALISA YURIDIS PEMIDANAAN PADA TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR (STUDI KASUS PUTUSAN NO.85/PID.SUS/2014/PN.DPS.

ANALISA YURIDIS PEMIDANAAN PADA TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR (STUDI KASUS PUTUSAN NO.85/PID.SUS/2014/PN.DPS. ANALISA YURIDIS PEMIDANAAN PADA TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR (STUDI KASUS PUTUSAN NO.85/PID.SUS/2014/PN.DPS.) ABSTRACT : Oleh : Ida Ayu Vera Prasetya A.A. Gede Oka Parwata Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan

Lebih terperinci

OLEH : Ni Ketut Arie Setiawati. A.A Gde Oka Parwata. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

OLEH : Ni Ketut Arie Setiawati. A.A Gde Oka Parwata. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT PENERAPAN VONIS REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA (Study Kasus Pengadilan Negeri Denpasar Nomor. 304/Pid.Sus/2016/PN.Dps, Tentang Tindak Pidana Narkotika) OLEH : Ni Ketut Arie Setiawati A.A Gde Oka Parwata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika sebagai bentuk tindakan yang melanggar hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika pada hakekatnya sangat bermanfaat untuk keperluan medis dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada umumnya mengatur secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan Narkotika merupakan masalah yang kompleksitasnya memerlukan upaya penanggulangan secara menyeluruh. Upaya penanggulangan tersebut dilakukan dengan melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari semakin memprihatinkan terlebih di Indonesia. Narkotika seakan sudah menjadi barang yang sangat mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum yang selalu menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) dan jaminan kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan. Hal ini ditegaskan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA 16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang seutuhnya. Anak merupakan salah satu

Lebih terperinci

REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA Oleh : Made Ana Wirastuti I Ketut Suardita Hukum Pidana, Fakultas Hukum Program Ekstensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang pengobatan dan studi ilmiah sehingga diperlukan suatu produksi narkotika yang terus menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta 1 UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. LATAR BELAKANG Kejahatan narkotika yang sejak lama menjadi musuh bangsa kini

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena peredarannya melingkupi disemua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan

Lebih terperinci

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK Oleh : Made Agus Indra Diandika I Ketut Sudantra Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The paper is titled

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059] UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059] BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 111 (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN PIDANA TERHADAP PENGGUNA NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN PIDANA TERHADAP PENGGUNA NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA 1 TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN PIDANA TERHADAP PENGGUNA NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA (Studi Kasus Putusan No. 220/Pid.Sus/2016/PN.Skt) Penulis : Eko Susanto Fakultas Hukum Universitas Slamet

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat

Lebih terperinci

Reni Jayanti B ABSTRAK

Reni Jayanti B ABSTRAK Analisis Yuridis Tentang Pertanggungjawaban Pidana Penyalahgunaan Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri (Studi Kasus Putusan: No.147/Pid.SUS/2011/PN.MAROS) Reni Jayanti B111 09282 ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah tindak pidana pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan merupakan suatu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PENGATURAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI INDONESIA

TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PENGATURAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI INDONESIA TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PENGATURAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Herwin Sulistyowati, SH,MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan seseorang yang dianggap belum dewasa dari segi umur. Penentuan seseorang dikatakan sebagai anak tidak memiliki keseragaman. Undang-Undang dan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D 101 08 100 ABSTRAK Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja. Tidak terkecuali terjadi terhadap anak-anak, hal ini disebabkan karena seorang anak masih rentan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana memiliki pengertian perbuatan yang dilakukan setiap orang atau subjek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar hukum ataupun tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan alat transportasi mengalami perkembangan, terutama penggunaan kendaraan roda dua dan roda empat. Hal ini mengakibatkan kepadatan lalu lintas, kemacetan,

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA Pada prinsipnya perlindungan hukum tidak membedakan terhadap kaum pria maupun wanita, sistem pemerintahan negara sebagaimana yang telah dicantumkan

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006 I. PEMOHON/KUASA Ir Dawud Djatmiko II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Lebih terperinci

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP)

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP) PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP) Oleh : Ketut Yoga Maradana Adinatha A.A. Ngurah Yusa Darmadi I Gusti Ngurah Parwata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya

Lebih terperinci

JURNAL PERTIMBANGAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

JURNAL PERTIMBANGAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA JURNAL PERTIMBANGAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA Diajukan Oleh: PRADHITA RIKA NAGARA NPM : 100510227 Program Studi : Ilmu Hukum Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peranan strategis yang mempunyai ciri dan sifat khusus yang memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR Oleh: I Gusti Bagus Eka Pramana Putra I Ketut Mertha I Wayan Suardana Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D 101 07 638 ABSTRAK Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS PEMBATALAN VONIS REHABILITASI TERHADAP PECANDU NARKOTIKA

ANALISIS YURIDIS PEMBATALAN VONIS REHABILITASI TERHADAP PECANDU NARKOTIKA SKRIPSI ANALISIS YURIDIS PEMBATALAN VONIS REHABILITASI TERHADAP PECANDU NARKOTIKA JURIDICAL ANALYSIS OF VERDICTS OF THE REHABILITATION ANNULMENT ON NARCOTIC ADDICTS RATNA DYAH KUSUMADEWI NIM 090710101170

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT. Program Studi Ilmu Hukum

JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT. Program Studi Ilmu Hukum i JURNAL ILMIAH KEDUDUKAN HUKUM KESAKSIAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM TINDAK PIDANA KDRT Program Studi Ilmu Hukum Oleh : TITI YULIA SULAIHA D1A013378 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2017 i HALAMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang

I. PENDAHULUAN. yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang akan datang,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan dengan tujuan untuk mengatur tatanan masyarakat, dan memberikan perlindungan bagi setiap komponen yang berada dalam masyarakat. Dalam konsideran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin

Lebih terperinci

PIDANA DAN TINDAKAN TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. oleh

PIDANA DAN TINDAKAN TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. oleh PIDANA DAN TINDAKAN TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK ABSTRACT oleh Fredyan Priambodo Ida Ayu Sukihana Program Kekhususan Hukum Pidana Universitas Udayana In the world of medical

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan merupakan cara terbaik dalam menegakan keadilan. Kejahatan yang menimbulkan penderitaan terhadap korban, yang berakibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pencurian sering terjadi dalam lingkup masyarakat, yang kadang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Tindak pidana pencurian dilakukan seseorang

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 240/PID.B/2014/PN.Bj

P U T U S A N No. 240/PID.B/2014/PN.Bj P U T U S A N No. 240/PID.B/2014/PN.Bj DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dalam peradilan tingkat pertama dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan narkotika melingkupi semua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak hanya terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Jaksa Penuntut Umum a. Pengertian Kejaksaan Keberadaan institusi Kejaksaan Republik Indonesia saat ini adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Putusan Pengadilan Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa : Putusan Pengadilan adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. harus dilindungi. Anak tidak dapat melindungi diri sendiri hak-haknya, berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak.

I. PENDAHULUAN. harus dilindungi. Anak tidak dapat melindungi diri sendiri hak-haknya, berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu prinsip yang digunakan dalam perlindungan anak adalah anak itu modal utama kelangsungan hidup manusia, bangsa dan keluarga, untuk itu hakhaknya harus

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH TINJAUAN TENTANG CYBER CRIME YANG DIATUR DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)

JURNAL ILMIAH TINJAUAN TENTANG CYBER CRIME YANG DIATUR DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE) JURNAL ILMIAH TINJAUAN TENTANG CYBER CRIME YANG DIATUR DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE) Oleh : GUSTI BETHA V.Y. D1A 011 117 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap kedudukan setiap orang sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari tindak kekerasan yang dialami orang terutama perempuan dan anak, termasuk sebagai tindak

Lebih terperinci

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta ) Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta ) OLEH : Aswin Yuki Helmiarto E 0003104 BAB I PENDAHULUAN A.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

Umur/tanggal lahir : 31 tahun / 4 Oktober 1984; : Jl. Nibung I Lk. I Kel. Jati Makmur Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai;

Umur/tanggal lahir : 31 tahun / 4 Oktober 1984; : Jl. Nibung I Lk. I Kel. Jati Makmur Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai; P U T U S A N Nomor 141/Pid.Sus/2015/PN.Bj DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awalnya narkotika digunakan untuk kepentingan umat manusia, khususnya untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur, materil spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur, materil spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan karena anak adalah generasi penerus pembangunan, yaitu generasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir Narkotika Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya mengharuskan manusia untuk

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XV/2017 Pidana bagi Pemakai/Pengguna Narkotika

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XV/2017 Pidana bagi Pemakai/Pengguna Narkotika RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XV/2017 Pidana bagi Pemakai/Pengguna Narkotika I. PEMOHON Sutrisno Nugroho Kuasa Hukum Antonius Sujata, S.H., M.H., dkk berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan semakin menunjukkan peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan semakin menunjukkan peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari BAB 1 PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Kasus penyalahgunaan narkotika dalam beberapa tahun terakhir dirasakan semakin menunjukkan peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari pemberitaan-pemberitaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di dunia menghadapi masalah ini. Disparitas pidana yang disebut sebagai the disturbing disparity

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT TIMUS KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merugikan hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. masalah yang serius dan penegakannya tidak mudah.

BAB I PENDAHULUAN. merugikan hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. masalah yang serius dan penegakannya tidak mudah. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada saat ini penegakan hukum yang paling ditunggu masyarakat adalah penegakan hukum tindak pidana korupsi. Adanya tuntutan dari masyarakat untuk dilakukanya upaya pemberantasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang mempunyai akibat buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan saja merugikan keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melingkupi semua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan

BAB I PENDAHULUAN. melingkupi semua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan narkotika merupakan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan.saat ini penyalahgunaan narkotika melingkupi semua lapisan masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional, 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat manusia seutuhnya, sebagai generasi muda penerus cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernegara diatur oleh hukum, termasuk juga didalamnya pengaturan dan

BAB I PENDAHULUAN. bernegara diatur oleh hukum, termasuk juga didalamnya pengaturan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 sebagai konstitusi negara, digariskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara Hukum. Dengan demikian, segala

Lebih terperinci

FAKTOR PENYEBAB DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA TENTANG EKSPLOITASI SEKSUAL SESUAI DENGAN UNDANG- UNDANG PERLINDUNGAN ANAK

FAKTOR PENYEBAB DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA TENTANG EKSPLOITASI SEKSUAL SESUAI DENGAN UNDANG- UNDANG PERLINDUNGAN ANAK FAKTOR PENYEBAB DAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA TENTANG EKSPLOITASI SEKSUAL SESUAI DENGAN UNDANG- UNDANG PERLINDUNGAN ANAK Oleh Lidya Permata Dewi Gde Made Swardhana A.A. Ngurah Wirasila Bagian

Lebih terperinci