ARTIKEL. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memeperoleh Gelar Sarjana Hukum. Disusun Oleh: YOHANAS FRENGKI
|
|
- Agus Agusalim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 TINJAUAN YURIDIS SISTEM PENGAMANAN BANDAR UDARA INTERNASIONAL DI INDONESIA DALAM RANGKA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PEMBAJAKAN PESAWAT UDARA DAN IMPLEMENTASINYA DI BANDAR UDARA INTERNASIONAL MINANGKABAU ARTIKEL Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memeperoleh Gelar Sarjana Hukum Disusun Oleh: YOHANAS FRENGKI PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2014
2 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PERSETUJUAN ARTIKEL Nama : YOHANES FRENGKI Nomor Pokok Mahasiswa : Program Kekhususan : Hukum Internasional Judul Skripsi : Tinjauan Yuridis Sistem Pengamanan Bandar Udara Internasional Di Indonesia dalam Rangka Pencegahan Tindak pidana Pembajakan Pesawat Udara dan Implementasinya Di Bandar Udara Internasional Minangkabau Telah dikonsulatasikan dan disetujui oleh pembimbing untuk upload wesite 1. Poniar Warsono, S.H. (Pembimbing I) 2. Deswita Rosra, S.H., M.H. (Pembimbing II)
3 JUDICIAL REVIEW INTERNATIONAL AIRPORT SECURITY SYSTEM IN INDONESIA IN ORDER: CRIMINAL NO PIRACY PREVENTION AND IMPLEMENTATION IN AIRCRAFT INTERNATIONAL AIRPORT MINANGKABAU Yohanas Frengki 1, Poniar Warsono, S.H. 2, Deswita Rosra, S.H.,M.H. 1 1 Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta 2 Jurusan Ilmu Hukum, LB Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta yohanesfrengkisamanggeak@yahoo.co.id Abstract Aircraft piracy offenses are offenses that endanger the security penerbangan. Bandar Minangkabau International Airport plays an important role in the prevention of the crime of aircraft hijacking. The formulation of the problem raised is how the arrangement of international airport security systems and aircraft piracy offenses in International and National? and how the implementation of international airport security systems in order to prevent the crime of aircraft hijacking in BIM?. This thesis uses methods of sociological laws are based on primary and secondary data sources were processed qualitatively. Of the thesis is concluded that the setting Security Systems International Airport and the National internationally regulated, among others : Annex 17 of the International Civil Aviation Organization, Security, Document 9246 ATS Planning Manual of Security and Facility Security Personnel, Law No. 1 of 2009 on the flight, Prime Minister of Transportation Regulation Number 31 Year 2013 on National Aviation Security Programme. Internationally, the criminal act is governed by three airlines, namely the International Convention on the Tokyo Convention (1963 ), Hague Covention (1970 ), and the Montreal Convention (1971 ). With the ratification of the three conventions through Law No. 2 of 1976, the Indonesian government issued Law No. 4 of 1976 on the Amendment and the addition of several articles in the Criminal Code of Crimes and Crimes Against Flight Facilities / Infrastructure Flight. In the prevention of the crime of hijacking aircraft, BIM Security Officers conduct an examination of all persons and goods, especially the passengers, baggage, object carried in the hand, mail, cargo before it is loaded into the aircraft. This is to prevent the entry of dangerous goods (dangerous goods) illegally to the aircraft which can lead to a crime of Aircraft hijacking. Keywords : security system, Prevention, Piracy, airport.
4 Pendahuluan Dunia penerbangan memiliki arti yang sangat penting dalam berbagai bidang suatu negara, bidang pertahanan keamanan negara yaitu sebagai penjaga kedaulatan negara di ruang udara, pada bidang ekonomi yaitu pelaksanaan aktivitas penerbangan dapat meningkatkan tingkat perekonomian suatu daerah, dan pada bidang transportasi untuk bepergian dari suatu daerah ke daerah yang lain dengan waktu yang relatif singkat. Arti penting penerbangan sebagai alat transportasi dapat terlihat dari semakin meningkatnya kebutuhan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang dari suatu daerah ke daerah yang lain, bahkan dari dalam dan keluar negeri. Disamping itu, penerbangan juga berperan sebagai penunjang, pendorong, dan penggerak bagi pertumbuhan perekonomian daerah yang berpotensi namun belum berkembang dalam upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan. Bagi negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan dan terletak memanjang di garis khatulistiwa, diantara dua benua dan dua samudera, keberadaan penerbangan jelas mempunyai arti yang sangat penting. Hal tersebut berguna bagi percepatan pembangunan nasional yang mana transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempererat hubungan antara suatu negara dengan negara yang lainnya. Padatnya arus penerbangan di wilayah Indonesia itu, memerlukan adanya suatu jaminan bahwasanya penerbangan itu akan berlangsung tanpa adanya gangguan. Gangguan tersebut dapat terjadi tidak hanya karena adanya masalah teknis sarana dan prasarana penerbangan saja, akan tetapi gangguan juga dapat ditimbulkan karena adanya tindak pidana penerbangan. Salah satu tindak pidana penerbangan yang terjadi dan menarik perhatian dunia internasional adalah tindak pidana pembajakan pesawat udara. Tindak pidana pembajakan pesawat udara ini dikenal pertama kali sejak peristiwa USA kontra Cordova pada tahun Pembajakan pesawat udara pernah juga terjadi terhadap pesawat Indonesia yaitu pada pesawat DC-9 Woyla Garuda Indonesia Airways yang lepas landas dari Bandar Udara Sukarno Hatta jurusan Jakarta- Palembang- Medan. Pesawat tersebut dibajak 25 mil sebelum Pekanbaru dan dialihkan ke Penang, Malaysia pada tanggal 29 Maret Setelah mengisi bahan bakar
5 dan lepas landas dari Penang, dibawah ancaman akan diledakkan pesawat dipaksa menuju Bandara Don Muang, Bangkok, Thailand. Kemudian peristiwa pembajakan pesawat udara yang paling menghebohkan dunia yaitu American Flight Sabotaget pada tanggal 11 September 2001 ke beberapa daerah di Amerika Serikat yang salah satu akibatnya yaitu runtuhnya menara kembar World Trade Centre (WTC) di New York. Beberapa kasus tindak pidana pembajakan pesawat udara di atas memberikan gambaran akan berbahayanya tindak pidana ini dalam mengancam keamanan dan keselamatan penerbangan. Bandar Udara Internasional Minangkabau (BIM) yang telah memulai operasionalnya pada tahun 2005 merupakan bandar udara yang melayani penerbangan udara sipil menggantikan Bandar Udara Tabing yang sudah tidak layak lagi dari segi operasional, keamanan dan keselamatan penerbangan. Dengan adanya BIM ini, diharapkan pembangunan di wilayah Sumatera Barat akan semakin meningkat sehingga tingkat perekonomian masyarakat juga akan mengalami peningkatan. Adanya kemudahan akses langsung bagi investor baik dari dalam maupun dari luar negeri untuk menanamkan modalnya kedalam wilayah Sumatera Barat merupakan salah satu manfaat dari hadirnya BIM ini bagi pembangunan daerah Sumatera Barat. BIM juga dapat bermanfaat dalam menunjang dunia pariwisata yaitu dengan adanya akses langsung bagi penerbangan dari dalam dan luar negeri tentunya semakin memudahkan parawisatawan untuk berkunjung dan menikmati objek wisata yang ada di daerah Sumatera Barat. Hal tersebut secara tidak langsung akan membawa pemasukan bagi kas daerah Sumatera Barat. Pencegahan tindak pidana pembajakan pesawat udara di BIM dapat dikatakan sebagai peranan yang essensial karna tindak pidana pembajakan pesawat udara merupakan suatu perbuatan yang disamping mengancam keselamatan baik jiwa maupun harta manusia, juga merupakan suatu tindakan yang sangat mengganggu serta menghambat pengembangan lalu lintas udara internasional maupun nasional serta juga menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap keamanan penerbangan sipil menjadi berkurang. BIM seharusnya memiliki program pengamanan penerbangan dari segala tindakan melawan hukum sebagaimana yang dimiliki oleh bandar udara internasional di kota-kota besar lainnya. BIM juga memiliki petugas pengamanan bandar udara yang mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pengamanan atas segala bentuk tindakan melawan hukum, termasuk pembajakan pesawat udara, dilingkungan bandar udara. Selain itu,
6 Petugas Pengamanan BIM juga melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait lainnya yang berada di lingkungan bandar udara. Petugas pengamanan BIM melakukan penertipan penumpang, barang, dan kargo yang akan diangkut pesawat udara sipil. Hal-hal tersebut tidak lain sebagai upaya untuk meminimalkan segala kemungkinan terjadinya tindakan melawan hukum di BIM. Tindak pidana pembajakan pesawat udara dapat disebut sebagai tindak pidana yang menimbulkan multi impacts sehingga pencegahan serta pemberantasanya harus dapat dilakukan oleh petugas pengamanan Bandar Udara Internasional Minangkabau (BIM) dengan tetap berpedoman dengan segala prosedur sistem pengamanan yang telah ada. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum sosiologis, yaitu melakukan pendekatan yang menekankan pada praktek di lapangan dikaitkan dengan aspek hukum atau peraturan perundangundangan yang berlaku berkenaan dengan pokok masalah yang diangkat oleh penulis. Dari segi sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penulis memaparkan Sistem Pengamanan Bandar Udara Internasional Minangkabau (BIM) dalam rangka pencegahan tindak pidana pembajakan pesawat udara. 2. Sumber Data Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan dua sumber data, yaitu sebagai berikut: a. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian yaitu dengan melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan permasalahan dalam penulisan ini yaitu personal-personal yang berada di PT. (Persero) Angkasa Pura II cabang Bandar Udara Internasional Minangkabau (BIM). b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, yaitu terdiri dari: 1) Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan bahan penelitian yang berasal dari peraturanperaturan hukum seperti : a) Konvensi Internasional antara lain : Konvensi Paris 1919, Konvensi Chicago 1944, Konvensi Tokyo 1963, Konvensi Hague 1970, Konvensi Montreal b) Undang-undang antara lain : Undangundang Nomor 1 Tahun 1946, Undangundang Nomor 2 Tahun 1976, Undang-
7 undang Nomor 4 Tahun 1976, Undangundang Nomor 1 Tahun c) Peraturan Pemerintah antara lain : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun d) Peraturan Menteri antara lain : Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 54 Tahun 2004, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 31 Tahun ) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder merupakan bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu penulis dalam melakukan penelitian serta memahami peraturan perundang-undangan. Bahan hukum sekunder ini dapat terdiri atas buku-buku, makalah, majalah, tulisan lepas, dan bahan-bahan lainnya. 3) Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier merupakan bahan penelitian yang menunjang dalam hal melengkapi penelitian,seperti Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Inggris, dan Kamus Hukum. 3. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara Melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait yang ada hubungannya dengan permasalahan dalam penulisan ini antara lain sebagai berikut : Bapak Amirudin Rahmani. SE. Junior Manager Petugas Pengamanan Bandar Udara Internasional Minangkabau dari Dinas Pengamanan PT. Angkasa Pura II (Persero). Bapak Erik Ekstrada. Petugas Pengamanan Bandar Udara Internasional Minangkabau dari Dinas Pengamanan PT. Angkasa Pura II (Persero). Bapak Budi utomo SE. Staf Dinas Kepegawaian dan Umum PT. Angkasa Pura II (Persero). b. Studi Dokumen Mempelajari dan menganalisa peraturan-peraturan hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang terdapat dalam tulisan ini antara lain : ANNEX 17 International Civil Aviation Organization, Security, Documen 9246 ATS Planning Manual tentang Facility Security dan Personel Security, International Civil Aviation Organization Doc /5, Security Manual for Safeguarding International Civil Aviation Againt Acts of Unlawful Interference, Undang-undang Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan, Keputusan Mentri Perhubungan Nomor KM. 54 Tahun 2004 tentang Program Nasional Pengamanan Penerbangan Sipil, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan, Peraturan Mentri Perhubungan Nomor KM 9 Tahun 2010 tentang Program Keamanan Penerbangan Nasional, Instruksi Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor 01 /ins/ix/2005 tentang Penertiban Penumpang,
8 Barang dan Kargo yang Diangkut Pesawat Udara Sipil serta Pengawasan Orang yang Melakukan Kegiatan di Bandar Udara, dan Peraturan Mentri Perhubungan Nomor PM 31 Tahun 2013 tentang Program Keamanan Penerbangan Nasional. 4. Analisis Data Seluruh data yang telah terkumpul dianalisis secara kualitatif untuk kemudian didapat suatu gambaran konkret atas suatu permasalahan yang ada, sehingga permasalahan tersebut beserta alternatif penyelesaiannya dapat diuraikan secara jelas, lugas, dan sistematis. Hasil Pembahasan A. Pengaturan tentang Sistem Pengamanan Bandar Udara Internasional dan Tindak Pidana Pembajakan Pesawat Udara secara Internasional dan Nasional Dasar hukum Sistem Pengamanan Bandar Udara Internasional menurut ketentuan hukum internasional dan menurut Peraturan perundang-undangan Nasional Indonesia yang berkaitan dengan pengamanan bandar udara antara lain sebagai berikut : a. ANNEX 17 International Civil Aviation Organization, Security. Pemeriksaan terhadap penumpang dan barang bawaannya oleh petugas pengamanan bandar udara merupakan perwujudan Annex 17 dan 18 Konvensi Chicago Annex 17 mengatur tentang tindakan pengamanan penerbangan sipil internasional dari segala tindakan melawan hukum, sedangkan Annex 18 mengatur tentang keamanan penerbangan dari barang-barang berbahaya. b. Documen 9246 ATS Planning Manual tentang Facility Security dan Personel Security. c. International Civil Aviation Organization Doc /5, Security Manual for Safeguarding International Civil Aviation Againt Acts of Unlawful Interference. d. Surat Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Udara No. SKEP. 100/XI/1985 tentang Peraturan Dasar Tata Tertib Bandara Udara. e. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan. f. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan Nomor KM. 54 Tahun 2004 tentang Program Nasional Pengamanan Penerbangan Sipil. Menurut Keputusan Mentri Perhubungan Nomor KM. 54 Tahun 2004 tanggal 21 Mei 2004 pengertian Pengamanan (security) adalah gabungan sumber daya manusia, fasilitas dan materil serta prosedur untuk melindungi penerbangan dari tindakan gangguan melawan hukum. Sedangkan upaya
9 pengamanan (security control) adalah upaya-pencegahan terhadap penyusupan senjata, bahan peledak atau bahan-bahan lain yang mungkin digunakan untuk melakukan tindakan gangguan melawan hukum. g. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan yang terkait dengan pengamanan (security) bandar uadara yaitu Bab VIII Pasal 3 yang berbunyi Penyelenggaraan bandar udara bertanggungjawab terhadap keamanan dan keselamatan penerbangan serta kelancaran pelayanannya. h. Peraturan Mentri Perhubungan Nomor KM 9 Tahun 2010 tentang Program Keamanan Penerbangan Nasional i. Keputusan Mentri Perhubungan Nomor 51 Tahun 2012 tentang Penertipan Penumpang, Barang dan Kargo yang diangkut pesawat udara sipil. j. Peraturan Mentri Perhubungan Nomor PM 31 Tahun 2013 tentang Program Keamanan Penerbangan Nasional Secara internasional, tindak pidana penerbangan secara umum diatur oleh 3 (tiga) konvensi internasional yaitu Tokyo Convention on Offences and Certain Others Acts Committed on Board Aircaft (1963 ), Hague Covention for the Suppression of Unlawful Seizure of Aircraft (1970), dan Montreal Convention for Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Cifil Aviation (1971). Konvensi-konvensi Internasional tersebut mempunyai penekanan yang berbeda-beda terhadap tindak pidana penerbangan. Secara umum, tokyo convention on offences and certain others Acts Committed on Board Aircaft (1963 ) mengatur tentang pelanggaranpelanggaran dan tindakan-tindakan tertentu lainnya yang dilakukan dalam pesawat udara; Hague Covention for the Suppression of Unlawful Seizure of Aircraft (1970) mengatur tentang pemberantasan penguasaan pesawat udara secara melawan hukum; dan Montreal Convention for Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Cifil Aviation (1971) mengatur tentang pemberantasan tindakan-tindakan melawan hukum yang mengancam keamanan perbangan sipil. Dengan diratafikasinya Tokyo Convention 1963, Hague Covention 1970, dan Montreal Convention 1971 oleh Pemerintah Indonesia melalui Undangundang Nomor 2 Tahun 1976, maka Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1976 Tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal Dalam Kitab Undangundang Hukum Pidana Bertalian Dengan Perluasan Berlakunya Ketentuan Undangundang Pidana, Kejahatan Penerbangan, dan Kejahatan Terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan. B. Implementasi Sistem Pengamanan Bandar Udara Internasional dalam
10 rangka pencegahan Tindak Pidana Pembajakan Pesawat Udara di Bandar Udara Internasional Minangkabau Bandar Udara Internasional Minangkabau merupakan bandar udara yang melayani kegiatan penerbangan sipil. Menurut pembagiannya, BIM merupakan bandar udara umum, yaitu bandar udara yang melayani kepentingan publik. Penyelenggaraan BIM dilakukan oleh PT. Angkasa Pura II (Persero) sebagai BUMN yang menjalankan usahanya di bidang jasa penerbangan. Bandar Udara Internasional Minangkabau sebagai bandar udara yang melayani kegiatan penerbangan sipil selalu memiliki potensi untuk terjadinya tindakan melawan hukum di lingkungan bandar udara. Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 31 Tahun 2013 tentang Program Keamanan Penerbangan Nasional, tindakan melawan hukum (Act of Unlawful Interference) adalah tindakantindakan atau percobaan yang membahayakan keselamatan penerbangan dan angkutan udara, berupa : a. Menguasai pesawat udara secara melawan hukum; b. Melakukan pengrusakan/penghancuran pesawat udara di darat; c. Menyandera orang di dalam pesawat udara atau di bandar udara; d. Masuk kedalam pesawat udara, bandar udara atau tempat-tempat aeronautika secara paksa; e. Membawa senjata, peralatan berbahaya atau bahan-bahan yang dapat digunakan untuk tindakan melawan hukum secara tidak sah; f. Menggunakan pesawat udara di darat (in service) untuk tindakan yang menyebabkan mati, cideranya seseorang, rusaknya harta benda atau lingkungan sekitar; danmemberikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan pesawat udara dalam penerbangan maupun di darat, penumpang, awak pesawat udara, personel darat atau masyarakat umum pada bandar udara atau tempat-tempat fasilitas penerbangan lainnya. Berdasarkan kepada Struktur Organisasi PT. Angkasa Pura II (Persero) Cabang Bandar Udara Internasional Minangkabau, tugas pengamanan merupakan wewenang daripada Dinas Pengamanan Bandar Udara Internasional Minangkabau. Selanjutnya Petugas Pengamanan Bandar Udara Internasional Minangkabau wajib melakukan pemeriksaan/ skrining terhadap penumpang, bagasi, jinjingan, pos, kargo, sebelum dimuat ke pesawat udara. Pemeriksaan tersebut merupakan hal yang mutlak untuk menghindari masuknya barang-barang berbahaya (dengerous goods),
11 yaitu benda-benda atau zat padat, cair, atau gas yang dapat membahayakan kesehatan, keselamatan jiwa dan harta benda serta keselamatan penerbangan kedalam pesawat udara. Pemeriksaan terhadap penumpang dan barang bawaannya oleh petugas pengamanan bandar udara merupakan perwujudan Annex 17 dan 18 Konvensi Chicago Annex 17 mengatur tentang tindakan pengamanan penerbangan sipil internasional dari segala tindakan melawan hukum, sedangkan Annex 18 mengatur tentang keamanan penerbangan dari barangbarang berbahaya. Simpulan Dari uraian sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengaturan Sistem Pengamanan Bandar Udara Internasional menurut ketentuan Hukum Internasional dan Peraturan Perundang-undangan Nasional Indonesia tentang Sistem Pengamanan Bandar Udara antara lain sebagai berikut : Konvensi Chicago, ANNEX 17 International Civil Aviation Organization, Security; Documen 9246 ATS Planning Manual tentang Facility Security dan Personel Security; Undangundang Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan; dan Peraturan Mentri Perhubungan Nomor PM 31 Tahun 2013 tentang Program Keamanan Penerbangan Nasional. Secara internasional, tentang tindak pidana penerbangan diatur oleh 3 (tiga) Konvensi Internasional yaitu Tokyo Convention 1963, Hague Covention 1970 dan Montreal Convention Dengan diratifikasinya ke tiga (3) konvensi tersebut melalui Undang-undang Nomor 2 Tahun 1976, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1976 Tentang Perubahan dan Penambahan beberapa pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, juga menambah sebuah bab baru yaitu Bab XXIX A Tetang Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan Terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan. 2. Bandar Udara Internasional Minangkabau sebagai bandar udara yang melayani kegiatan penerbangan sipil memiliki petujuk penyusunan Program Keamanan Bandar Udara dari segala ancaman tindakan melawan hukum, terutama pembajakan pesawat udara,yang telah diatur di dalam Lampiran Peraturan Mentri Perhubungan Nomor PM. 31 Tahun 2013 tentang Program keamanan Penerbangan Nasional. Petugas Pengamanan Bandar Udara Internasional Minangkabau melakukan pemeriksaan/ skrining terhadap semua orang dan barang, terutama penumpang, bagasi, jinjingan, pos, kargo, sebelum dimuat kepesawat udara. Hal ini untuk menghindari masuknya barang-barang berbahaya seperti senjata api, senjata
12 tajam dan benda berbahaya lain berbentuk padat, gas, atau cair yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan pembajakan pesawat udara. Disamping itu Petugas Pengamanan BIM juga melakukan tindakan pengamanan lainya, seperti adanya patroli rutin di sekitar bandar udara, adanya pos pengamanan, pengaplikasian CCTV, dan pemeriksaan terhadap mitra kerja PT. Angkasa Pura II (Persero). Daftar Pustaka Buku-buku Achmad Moegandi, Mengenal Dunia Penerbangan Sipil, Sinar Harapan, Jakarta,1996. Boer Mauna, Hukum Internasional (Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global), Alumni, Bandung Djoko Prakoso, Tindak Pidana Penerbangan di Indonesia, Ghalia Indonesia. Jakarta, E Suherman, Hukum Udara Indonesia dan Internasional, Alumni, Bandung I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Mandar Maju, Bandung Martono, Pengantar Hukum Udara Nasional dan Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional. Alumni, Bandung Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta Priyatna Abdurrasyid, Kedaulatan Negara di Ruang Udara, Pusat Penelitian Hukum Angkasa (Air & Space Law Research Centre), Jakarta Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press. Jakarta Sudradjat M Bassar, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Dalam Kitab Undangundang Hukum Pidana, Remadja Karya, Bandung Zainal Abidin A Farid, Hukum Pidana 1, Sinar Grafika, Jakarta
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1976 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI TOKYO 1963, KONVENSI THE HAGUE 1970, DAN KONVENSI MONTREAL 1971
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1976 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI TOKYO 1963, KONVENSI THE HAGUE 1970, DAN KONVENSI MONTREAL 1971 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia
BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO 1944 D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia Eksistensi horisontal wilayah udara suatu negara mengikuti batas-batas wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memperlancar perekonomian sebagai pendorong, penggerak kemajuan suatu wilayah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi sangat diperlukan bagi kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhannya, transportasi juga merupakan sarana yang sangat penting dalam memperlancar
Lebih terperinciBAB II KONVENSI KEJAHATAN PENERBANGAN SEBAGAI SEBUAH TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL
BAB II KONVENSI KEJAHATAN PENERBANGAN SEBAGAI SEBUAH TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL A. Konvensi Konvensi Internasional Keamanan Penerbangan Sipil Kajian instrumen hukum internasional
Lebih terperinciADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengacu pada regulasi penerbangan yang terdiri atas Annex dan Dokumen
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak lima tahun terakhir angkutan udara di Indonesia mengalami perkembangan yang signifikan. Data angkutan udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementrian Perhubungan
Lebih terperinciBentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 4 TAHUN 1976 (4/1976) Tanggal: 27 APRIL 1976 (JAKARTA)
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 4 TAHUN 1976 (4/1976) Tanggal: 27 APRIL 1976 (JAKARTA) Sumber: LN 1976/26; TLN NO. 3080 Tentang: PERUBAHAN DAN PENAMBAHAN BEBERAPA PASAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan, dengan beribu-ribu pulau besar dan kecil berupa daratan dan sebagian besar perairan yang terdiri atas perairan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberadaan disruptive passenger atau unruly passenger merupakan salah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keberadaan disruptive passenger atau unruly passenger merupakan salah satu masalah yang tidak dapat diduga dalam penerbangan dan dapat membahayakan keselamatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. itu keselamatan menjadi prioritas utama dalam operasi penerbangan.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan penerbangan selalu menjadi hal serius selama bertahun-tahun hal ini dikarenakan resiko kematian yang di akibatkan oleh suatu kecelakaan pesawat terbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dibandingkan alat transportasi lainnya karena banyaknya keuntungan yang didapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesawat udara merupakan salah satu alat transportasi yang digemari dibandingkan alat transportasi lainnya karena banyaknya keuntungan yang didapat jika menggunakannya.
Lebih terperinciDIPONEGORO LAW REVIEW Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014 Online di
IMPLEMENTASI KONVENSI PENERBANGAN SIPIL INTERNASIONAL DALAM PENGATURAN ASPEK KESELAMATAN DAN KEAMANAN PENERBANGAN DI INDONESIA Daisy Puji Gayatri, Agus Pramono, Joko Setiyono Hukum Internasional, Fakultas
Lebih terperinciPENGARUH PERJANJIAN INTERNASIONAL TERHADAP PERUBAHAN-PERUBAHAN KUHP BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA AERIAL HIJACKING
64 PENGARUH PERJANJIAN INTERNASIONAL TERHADAP PERUBAHAN-PERUBAHAN KUHP BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA AERIAL HIJACKING Oleh: Ruby Hadiati Johny Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
Lebih terperinciAdvisory Circular 92-01
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/27/ II / 2009 TANGGAL : 13 FEBRUARY 2009 Advisory Circular 92-01 THE HANDLING AND CARRIAGE OF DANGEROUS GOODS ON THE OPERATOR S AIRCRAFT.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dan strategis dalam cakupan upaya pencapaian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Transportasi Nasional yang keberadaannya memiliki posisi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam cakupan upaya pencapaian tujuan pembangunan nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang luas maka modal transportasi udara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara kepulauan yang luas maka modal transportasi udara merupakan suatu pilihan yang tidak dapat dielakkan, Indonesia adalah negara yang terdiri atas
Lebih terperinciBAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN. A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the
BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) Dalam Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nation
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 14 TAHUN 1989 TENTANG PENERTIBAN PENUMPANG, BARANG DAN KARGO YANG DIANGKUT PESAWAT UDARA SIPIL
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 14 TAHUN 1989 TENTANG PENERTIBAN PENUMPANG, BARANG DAN KARGO YANG DIANGKUT PESAWAT UDARA SIPIL MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang: a. bahwa untuk lebih menjamin keamanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman yang disebut era globalisasi membuat semakin banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain dengan menggunakan sarana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempererat hubungan antar bangsa. Pentingnya transportasi tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan, mempengaruhi semua
Lebih terperinciSANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA DI DALAM PESAWAT UDARA SELAMA PENERBANGAN 1 Oleh: Jessica A. Amin 2
SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA DI DALAM PESAWAT UDARA SELAMA PENERBANGAN 1 Oleh: Jessica A. Amin 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk perbuatan yang dapat
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kebandarudaraan. Nasional. Tatanan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 69 TAHUN 2013 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Melalui pesawat udara hubungan antar Negara-negara di dunia semakin mudah. Saat ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesawat udara merupakan suatu kemajuan teknologi yang sangat luar biasa bagi dunia. Melalui pesawat udara hubungan antar Negara-negara di dunia semakin mudah. Saat ini
Lebih terperinci- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG
- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN BANDAR UDARA ABDULRACHMAN SALEH MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciPENGATURAN TENTANG CABOTAGE DALAM HUKUM UDARA INTERNASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA SKRIPSI
PENGATURAN TENTANG CABOTAGE DALAM HUKUM UDARA INTERNASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh : AGI SUMARTHA 04 140 277
Lebih terperinciPENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA. Oleh: Ida Ayu Karina Diantari
PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA Oleh: Ida Ayu Karina Diantari Putu Tuni Cakabawa Landra Made Maharta Yasa Program Kekhususan Hukum Internasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Khusus bagi Indonesia sebagai negara kepulauan angkutan udara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angkutan udara baik internasional maupun domestik mempunyai peranan dan fungsi yang makin lama makin penting dalam kehidupan umat manusia. Khusus bagi Indonesia
Lebih terperinci2015, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8)
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1431, 2015 KEMENHUB. Keamanan Penerbangan Nasional. Darurat. Penanggulangan. Program. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 140 TAHUN 2015 TENTANG
Lebih terperinciTENTANG PROGRAM KEAMANAN PENERBANGAN NASIONAL
2013, No.631 4 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 31 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM KEAMANAN PENERBANGAN NASIONAL BAB I TUJUAN PROGRAM. 1.1 Tujuan Program Keamanan Penerbangan Nasional adalah
Lebih terperinciYURISDIKSI NEGARA DALAM EKSTRADISI NARAPIDANA TERORISME (Studi Terhadap Permintaan Ekstradisi Hambali oleh Indonesia Kepada Amerika Serikat)
YURISDIKSI NEGARA DALAM EKSTRADISI NARAPIDANA TERORISME (Studi Terhadap Permintaan Ekstradisi Hambali oleh Indonesia Kepada Amerika Serikat) SKRIPSI Disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat memperoleh
Lebih terperinciStandar dan Regulasi terkait Perencanaan, Perancangan, Pembangunan, dan Pengoperasian Bandar Udara Juli 28, 2011
Standar dan Regulasi terkait Perencanaan, Perancangan, Pembangunan, dan Pengoperasian Bandar Udara Juli 28, 2011 Posted by jjwidiasta in Airport Planning and Engineering. Standar dan regulasi terkait dengan
Lebih terperinciNo Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6181 PERTAHANAN. RI. Wilayah Udara. Pengamanan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 12) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Perusahaan Sebelum PT (Persero) Angkasa Pura II berdiri terlebih dahulu dibangun landasan pacu Bandara Polonia Medan sehingga dengan adanya landasan inilah PT
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1976 TENTANG PERUBAHAN DAN PENAMBAHAN BEBERAPA PASAL DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA BERTALIAN DENGAN PERLUASAN BERLAKUNYA KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bandar Udara Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 56 tahun 2015 tentang kegiatan pengusahaan di bandar udara ; 1. kebandarudaraan adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sangat menjanjikan terutama di Pulau Bali. Karena Pulau Bali di kenal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu Negara Kepulauan dan pertumbuhan perekonomiannya terus berkembang secara pesat, memiliki beberapa transportasi dan jasa pengangkutan pilihan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat pada era modern saat ini di dalam aktivitasnya dituntut untuk memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu
Lebih terperinciPERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART 170-04)
Lebih terperinciBAB II PERBUATAN-PERBUATAN YANG TERMASUK DALAM LINGKUP TINDAK PIDANA DI BIDANG PENERBANGAN MENURUT UU NO.1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN
BAB II PERBUATAN-PERBUATAN YANG TERMASUK DALAM LINGKUP TINDAK PIDANA DI BIDANG PENERBANGAN MENURUT UU NO.1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN A. Perkembangan Peraturan-Peraturan yang Berkaitan dengan Tindak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harus mengacu pada norma-norma hukum internasional maupun nasional yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan penerbangan sipil baik internasional maupun nasional harus mengacu pada norma-norma hukum internasional maupun nasional yang berlaku, untuk menjamin
Lebih terperinciPELANGGARAN HAK LINTAS DI WILAYAH UDARA INDONESIA OLEH PESAWAT MILITER ASING
PELANGGARAN HAK LINTAS DI WILAYAH UDARA INDONESIA OLEH PESAWAT MILITER ASING Oleh: Sylvia Mega Astuti I Wayan Suarbha Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional Fakultas Hukum
Lebih terperinci2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2012 tentang Perusahaan Umum (PERUM) Lembaga Penyelenggaraan Navigasi Penerbangan Indonesia (Lembaran Negara
No.1288, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Penerbangan Nasional. Keamanan. Program. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127 TAHUN 2015 TENTANG PROGRAM KEAMANAN
Lebih terperinciPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA MASKAPAI PENERBANGAN DALAM HAL TERJADINYA KECELAKAAN PESAWAT UDARA
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA MASKAPAI PENERBANGAN DALAM HAL TERJADINYA KECELAKAAN PESAWAT UDARA Oleh Theresia Carmenia Yudithio Ni Putu Purwanti Program Kekhususan Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi udara relatif lebih unggul jika dibandingkan dengan transportasi darat dan laut jika dilihat dari waktu tempuh perjalanan, jadi apabila waktu tempuh dari
Lebih terperinciMenimbang : a. bahwa dalam Pasal 330 Undang-Undang
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM 31 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM KEAMANAN PENERBANGAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Pengaturan Hukum Udara Internasional dan Nasional Terkait Zona Keselamatan Penerbangan Sekitar Kawasan Bandar Udara dan Implementasinya di Bandar Udara Husein Sastranegara
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,
1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan
Lebih terperinciASPEK HUKUM KESELAMATAN PENERBANGAN PESAWAT UDARA (STUDI KASUS BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU) JURNAL HUKUM OLEH: NAMA: PUSPITASARI DAMANIK
ASPEK HUKUM KESELAMATAN PENERBANGAN PESAWAT UDARA (STUDI KASUS BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU) JURNAL HUKUM D I S U S U N OLEH: NAMA: PUSPITASARI DAMANIK NIM: 100200241 DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang paling sederhana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Kalimat ini tercantum dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia, dan alinea ke-4 (empat)
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PROGRAM KEAMANAN PENERBANGAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM 127 TAHUN 2015 TENTANG PROGRAM KEAMANAN PENERBANGAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciKEDUDUKAN IMMIGRATION ON BOARD (IOB) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN
KEDUDUKAN IMMIGRATION ON BOARD (IOB) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN Oleh Rudie Charles Ticoalu Pembimbing Akademik: Made Maharta Yasa Bagian Hukum Internasional Fakultas
Lebih terperinciPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGATUR LALU LINTAS UDARA DALAM HAL TERJADINYA KECELAKAAN PESAWAT UDARA
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGATUR LALU LINTAS UDARA DALAM HAL TERJADINYA KECELAKAAN PESAWAT UDARA Oleh : A.A. Gde Yoga Putra Ida Bagus Surya Darmajaya Program Kekhususan Hukum Pidana, Fakultas Hukum,
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1865, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Bandar Udara. Operasi Iraguler. Penaganan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 190 TAHUN 2015 TENTANG MANAJEMEN PENANGANAN
Lebih terperinci2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 200
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1773, 2015 KEMENHUB. Pengoperasian Sistem. Pesawat Udara. Tanpa Awak. Ruang Udara. Dilayani Indonesia. Pengendalian. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. a.bahwa hingga kini ketentuan-ketentuan perundang-undangan pidana belum berlaku dalam pesawat udara Indonesia ;
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1976 TENTANG PERUBAHAN DAN PENAMBAHAN BEBERAPA PASAL DALAM KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PIDANA BERTALIAN DENGAN PERLUASAN BERLAKUNYA KETENTUAN PERUNDANG UNDANGAN
Lebih terperinciPROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM INTERNASIONAL
PELAKSANAAN GANTI RUGI DALAM ANGKUTAN UDARA INTERNASIONAL DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL (STUDI KASUS : PESAWAT SINGAPORE AIRLINES SQ308 TAHUN 2010) SKRIPSI Diajukan guna memenuhi sebagai persyaratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keselamatan dan keamanan dalam industri penerbangan nasional dan. melakukan pemeriksaan kargo. Pemerintah Indonesia berupaya untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keamanan kargo merupakan salah satu dari sekian banyak elemen keselamatan dan keamanan dalam industri penerbangan nasional dan internasional. Idealnya, pemeriksaan keamanan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. untuk menjamin keselamatan setiap penerbangan udara sipil. 1
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adanya berita penembakan pada Airbus A-300 milik Iran Air yang telah diakui oleh Amerika Serikat menelan korban 290 orang tewas di teluk parsi hari minggu sore
Lebih terperinciLex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016
SANKSI PIDANA PELAKU KEJAHATAN DALAM PESAWAT UDARA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN 1 Oleh : Vinewyn Makahinsade 2 Abstrak Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] BAB XXII KETENTUAN PIDANA Pasal 401 Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara Indonesia atau pesawat udara asing yang memasuki
Lebih terperinciBUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT
BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BANDAR UDARA TEBELIAN DI KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanggerang; Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta; Bandar Udara Sultan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Bentuk, Bidang Dan Perkembangan Usaha 1.1.1. Bentuk Usaha PT.Angkasa Pura (Persero) Adalah sebuah Badan usaha Milik Negara yang bergerak dibidang jasa pengelolaan kebandaraan dan
Lebih terperincii UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG YANG DIRUGIKAN OLEH MASKAPAI PENERBANGAN DALAM NEGERI YANG MENGALAMI PENUNDAAN KEBERANGKATAN (DELAY) DITINJAU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM PENERBANGAN SIPIL INTERNASIONAL. (air law). Mereka menggunakan istilah hukum udara (air law), atau hukum penerbangan
BAB II TINJAUAN UMUM PENERBANGAN SIPIL INTERNASIONAL 2.1 Konsep Penerbangan Sipil Internasional A. Pengertian Hukum Udara Belum ada kesepakatan yang baku secara internasional mengenai pengertian hukum
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bandar Udara Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2012 Tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara, 1. Kebandarudaraan
Lebih terperinciNOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia
1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya hubungan perdagangan antar negara, maka semakin meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia dan barang-barang/kargo.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang ditata dalam sistem
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angkutan udara sebagai salah satu moda transportasi tidak dapat dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang ditata dalam sistem transportasi nasional, yang
Lebih terperinciBAB III PROFIL PERUSAHAAN. dan pelayanan lalu lintas udara yang telah melakukan aktivitas pelayanan jasa
BAB III PROFIL PERUSAHAAN 3.1. Sekilas Tentang Angkasa Pura II Angkasa Pura II merupakan perusahaan pengelola jasa kebandarudaraan dan pelayanan lalu lintas udara yang telah melakukan aktivitas pelayanan
Lebih terperinciBAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT
BAHAN PAPARAN Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT PENGERTIAN ISTILAH 1. Bandar Udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1306, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pesawat Udara. Rusak. Bandar Udara. Pemindahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM.128 TAHUN 2015 TENTANG PEMINDAHAN PESAWAT
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG PADA TRANSPORTASI UDARA NIAGA
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG PADA TRANSPORTASI UDARA NIAGA Oleh: Made Indra Suma Wijaya Ida Bagus Surya Dharmajaya Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelabuhan merupakan simpul transportasi laut yang menjadi fasilitas penghubung dengan daerah lain untuk melakukan aktivitas perdagangan. Pelabuhan memiliki
Lebih terperinciWARTA ARDHIA Jurnal Perhubungan Udara
WARTA ARDHIA Jurnal Perhubungan Udara Sistem Pengelolaan Keamanan Penerbangan Untuk Mendukung Rencana Peningkatan Status Bandar Udara Menjadi Bandar Udara Internasional (Studi Kasus di Bandar Udara Abdulrachman
Lebih terperinciKAPASITAS LANDAS PACU BANDAR UDARA SAM RATULANGI MANADO
KAPASITAS LANDAS PACU BANDAR UDARA SAM RATULANGI MANADO Freddy Jansen Dosen Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Bandar Udara Sam Ratulangi merupakan salah satu pintu
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Aspek Tanggung Jawab yang Timbul dalam Pengoprasian Drone Berdasarkan Hukum Udara Internasional dan Implementasinya dalam Peraturan Menteri No 90 Tahun 2015 tentang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PH 137 TAHUN 2015 TENTANG PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEAMANAN PENERBANGAN NASIONAL
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PH 137 TAHUN 2015 TENTANG PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEAMANAN PENERBANGAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN MELALUI JALUR UDARA OLEH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI BANDARA NGURAH RAI - BALI
PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN MELALUI JALUR UDARA OLEH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI BANDARA NGURAH RAI - BALI Oleh : Helsi Elviani Ndun I Ketut Rai Setiabudhi I Gusti Ngurah Parwata Program
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan
No.1155, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Prosedur Investigasi Kecelakaan dan Kejadian Serius Pesawat Udara Sipil. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 830. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PH 190 TAHUN 2015 TENTANG MANAJEMEN PENANGANAN OPERASI IREGULER BANDAR UDARA (AIRPORT JRREGULAR OPERATION)
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR: PK.14/BPSDMP-2017 TENTANG
PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR: PK.14/BPSDMP-2017 TENTANG KURIKULUM PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEMBENTUKAN DI BIDANG MANAJEMEN PENERBANGAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN BANDAR UDARA BARU DI KABUPATEN KULONPROGO PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kejahatan terorisme sudah menjadi fenomena internasional, melihat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan terorisme sudah menjadi fenomena internasional, melihat dari aksi-aksi teror yang terjadi dewasa ini seolah-olah memberi gambaran bahwa kejahatan
Lebih terperinciPertanggungjawaban Pengangkutan Udara Komersial dalam Perspektif Hukum Penerbangan di Indonesia
Pertanggungjawaban Pengangkutan Udara Komersial dalam Perspektif Hukum Penerbangan di Indonesia I. Pendahuluan Oleh: Husni Mubarak 1 1. Latar Belakang Di era modern ini, penerbangan merupakan moda massal
Lebih terperinciPERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL)
DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL)
Lebih terperinci2018, No Kerja Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 273/KMK.05/2017 tanggal 13 Maret
No.269, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Kantor UPBU Mutiara Sis Al-Jufri. ORTA. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 15 TAHUN 2018 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA
Lebih terperinciPERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 2 TAHUN 2016 TENTANG
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 2 TAHUN 2016 TENTANG PAS BANDAR UDARA DENGAN APLIKASI BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] BAB III TINDAK PIDANA TERORISME Pasal 6 Setiap orang yang dengan sengaja
Lebih terperinciPERLINDUNGAN PENERBANGAN SIPIL INTERNASIONAL TERHADAP PEMBAJAKAN UDARA BERDASARKAN KONVENSI INTERNASIONAL S K R I P S I
PERLINDUNGAN PENERBANGAN SIPIL INTERNASIONAL TERHADAP PEMBAJAKAN UDARA BERDASARKAN KONVENSI INTERNASIONAL S K R I P S I Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Dan Melengkapi Syarat-syarat Untuk Mencapai Gelar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan tentu saja akan meningkatkan kebutuhan akan transportasi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan dicirikan dengan adanya akses transportasi yang cukup baik. Perbaikan akses transportasi ke suatu tempat akan menjadikan lahan tersebut semakin menarik. Berkembangnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak penemuan roda sampai dengan penerbangan pesawat ulang-alik, daya tarikdan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak penemuan roda sampai dengan penerbangan pesawat ulang-alik, daya tarikdan akhirnya, kebutuhan akan perjalanan memberikan inspirasi bagi penemuanpenemuan atau
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1297, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Jaringan. Rute. Penerbangan. Angkutan Udara. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 88 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kereta api saat ini merupakan salah satu moda transportasi pilihan utama sebagian masyarakat di Indonesia untuk bepergian. Dengan sistem yang dibangun saat ini oleh
Lebih terperinciTANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAPAT BAGASI PENUMPANG YANG HILANG ATAU RUSAK
TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAPAT BAGASI PENUMPANG YANG HILANG ATAU RUSAK Oleh : Yulius Addy Agus Wijayanto I Gusti Ayu Puspawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT:
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 98 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN BANDAR UDARA BARU DI KABUPATEN KULONPROGO PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap tingkat pelayanan (level of service) terminal dan apron Bandara. Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan terus meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya ekonomi di Provinsi Sumatera Selatan, sejalan dengan hal tersebut terjadi pula peningkatan pergerakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis untuk memantapkan perwujudan
Lebih terperinci