PENGARUH METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA SEMEN BEKU SAPI FH (Friesian holstein)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA SEMEN BEKU SAPI FH (Friesian holstein)"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id PENGARUH METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA SEMEN BEKU SAPI FH (Friesian holstein) Oleh : Adya Dian Pradana H FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

2 digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii RINGKASAN... ix SUMMARY... xi I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C. Tujuan Penelitian... 3 D. Manfaat Penelitian... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. Sapi FH (Friesian Holstein)... 4 B. Semen dan Spermatozoa... 5 C. Pejantan sebagai Penghasil Semen... 7 D. Pengenceran Semen... 8 E. Semen Beku dan Thawing... 9 F. Evaluasi Kualitas Spermatozoa HIPOTESIS III. MATERI DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian B. Bahan dan Alat Penelitian C. Pelaksanaan Penelitian D. Analisis Data iv

3 digilib.uns.ac.id IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Motilitas Spermatozoa B. Spermatozoa Hidup C. Spermatozoa Normal D. Membran Plasma Utuh Spermatozoa V. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN v

4 digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL Tabel Judul Halaman 1. Rerata motilitas spermatozoa (%) Rerata spermatozoa hidup (%) Rerata spermatozoa normal (%) Rerata membran plasma utuh spermatozoa (%) vi

5 digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR Gambar Judul Halaman 1. Diagram batang rerata motilitas spermatozoa Diagram batang rerata spermatozoa hidup vii

6 digilib.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Halaman 1. Rincian pengadaan semen beku dari BBIB Singosari Gambar pejantan sapi FH Gambar hasil pengamatan peubah penelitian Tabulasi data hasil pengamatan thawing Analisis variansi dan uji lanjut motilitas spermatozoa Analisis variansi dan uji lanjut spermatozoa hidup Analisis variansi spermatozoa normal Analisis variansi membran plasma utuh spermatozoa viii

7 digilib.uns.ac.id I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, terutama dalam memenuhi kebutuhan pangan. Salah satu komoditas dari subsektor peternakan yang memiliki banyak manfaat dan berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah peternakan sapi perah, meskipun produksi susu dalam negeri yang berasal dari peternakan sapi perah belum mampu untuk mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Suplai susu nasional saat ini masih lebih banyak berasal dari impor. Berdasarkan Road Map perbibitan (2008) produksi sapi perah dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 30% dari kebutuhan konsumen, sehingga sisanya (70%) dipenuhi melalui impor dalam bentuk susu bubuk. Pemenuhan kebutuhan susu secara nasional diperlukan upaya melalui produksi dalam negeri, antara lain dengan meningkatkan populasi dan produktivitas sapi perah (Ditjen Peternakan, 2009). Alternatif penyelesaian masalah tersebut salah satunya adalah dengan penerapan teknologi Inseminasi Buatan (IB). Teknologi ini digunakan untuk meningkatkan populasi dan memperbaiki mutu genetik ternak serta sebagai sarana dalam pelaksanaan program pengembangbiakan ternak. Tujuan IB adalah sebagai suatu sarana yang diciptakan manusia untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak secara kuantitatif dan kualitatif. Dalam perkembangan lebih lanjut, program IB tidak hanya mencakup pemasukan semen ke dalam saluran reproduksi betina, tetapi juga menyangkut seleksi dan pemeliharaan pejantan, penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pembekuan), pengangkutan semen, inseminasi, pencatatan dan penentuan hasil inseminasi pada ternak betina. 1

8 digilib.uns.ac.id 2 Perkembangan teknologi telah memungkinkan preservasi benih dalam bentuk semen beku. Penggunaan semen beku sangat menguntungkan karena praktis dan dapat disimpan dalam nitrogen cair untuk waktu yang lama. Semen mengalami berbagai kejadian pengolahan yang dikerjakan manusia sejak diejakulasikan sampai penempatannya dalam saluran reproduksi betina. Kejadian pengolahan tersebut misalnya penampungan, pengujian, pengenceran dan penyimpanan. Prosedur thawing apabila dilakukan dengan cara yang tidak tepat akan merusak kualitas semen. Cara penanganan yang tidak tepat ini dapat menurunkan angka konsepsi dan mengakibatkan tujuan IB tidak tercapai (Gustari dan Prihatno, 2010). Thawing adalah proses pencairan kembali semen beku sebelum dideposisikan ke dalam saluran reproduksi betina. Thawing semen beku dapat dilakukan dengan berbagai cara dan dengan menggunakan berbagai medium. Berbagai pendapat tentang suhu untuk thawing semen beku yang dikemukakan oleh beberapa peneliti antara lain: Salisbury dan VanDemark (1978) cit Gustari dan Prihatno (2010) menyatakan thawing pada suhu 5 0 C menghasilkan pergerakan spermatozoa yang lebih baik dibanding thawing pada suhu 38 0 C. Sedangkan menurut Toelihere dan Taurin (1979), thawing semen beku dilakukan dalam air kran memberikan hasil yang lebih baik daripada thawing memakai air es. Selain faktor suhu, faktor waktu thawing juga perlu diperhatikan. Pelaksanaan IB di lapangan seringkali memerlukan waktu yang cukup lama sejak straw dikeluarkan dari kontainer sampai dideposisikan ke dalam saluran reproduksi betina. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti tidak adanya portable container, jarak yang ditempuh sebelum melaksanakan IB, serta ketrampilan inseminator. Hal tersebut dapat menurunkan kualitas semen yang ada didalamnya. Penelitian Gustari (1993) menunjukkan adanya penurunan persentase motilitas spermatozoa seiring dengan bertambahnya waktu thawing, yaitu 45-48%, 44-46% dan 35-40% jika lama thawingnya berturut-turut 5, 10 dan 15 menit.

9 digilib.uns.ac.id 3 Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh metode thawing terhadap kualitas spermatozoa semen beku sapi FH. B. Rumusan Masalah Peningkatan produktivitas ternak dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan perkawinan silang, perbaikan manajemen, pemberian pakan tambahan, serta penerapan assisted reproductive technology (ART) diantaranya Inseminasi Buatan (IB). Keberhasilan IB dipengaruhi berbagai hal diantaranya ketepatan deteksi estrus, kualitas semen, penanganan semen dan deposisi semen yang tepat. Penanganan semen dalam hal ini meliputi penyimpanan, transportasi dan thawing. Thawing adalah proses pencairan kembali semen beku dengan tujuan supaya dapat dideposisikan ke dalam saluran reproduksi betina. Dibutuhkan suhu dan waktu yang tepat untuk melakukan thawing terhadap semen beku sapi FH. Hal ini perlu diperhatikan untuk menghindari penurunan motilitas dan daya hidup spermatozoa, sehingga service per conception dan conception rate dapat diperbaiki serta tujuan IB dapat tercapai. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui metode thawing yang terbaik dilihat dari kualitas spermatozoa semen beku sapi FH dalam meningkatkan keberhasilan IB. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui metode thawing yang terbaik sehingga menghasilkan spermatozoa yang lebih berkualitas dalam pelaksanaan IB. 2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi tentang kualitas spermatozoa setelah thawing sehingga dapat digunakan sebagai pedoman inseminator di lapangan.

10 digilib.uns.ac.id II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi FH (Friesian Holstein) Populasi sapi perah di Indonesia dalam dasawarsa terakhir jumlahnya cukup mengalami fluktuasi dengan tingkat perkembangan yang cukup baik, rata-rata 1,2% pertahun (wilayah Asia hanya 0,48% dan dunia 0,51%). Menurut Ditjen Peternakan jumlah populasi sapi perah di Indonesia tahun 2010 adalah ekor. Populasi sapi perah di propinsi Jawa Tengah yaitu ekor. Kondisi ini menunjukkan bahwa perbaikan kualitas sapi perah telah berjalan dengan baik meskipun belum mencapai angka yang optimal. Sapi FH tergolong bangsa sapi perah yang dewasa kelaminnya (sexual maturity) lambat. Sapi FH betina umumnya baru dapat dikawinkan pertama kali pada umur 18 bulan, sehingga beranak pertama kali adalah pada umur bulan. Fungsi reproduksi sapi ini rata-rata baik, persentase kemandulan yang rendah dan gangguan siklus reproduksi serta kesukaran melahirkan (partus) jarang dijumpai. Sapi FH merupakan bangsa sapi perah yang berbadan besar (large breeds). Rata-rata bobot badan induk sapi betina adalah 675 kg dan sapi jantannya mencapai bobot antara kg. Bobot badan maksimum dapat dicapai setelah sapi tersebut mencapai umur antara 6-7 tahun. Demikian pula pedet yang dilahirkan dapat mencapai bobot lebih kurang 8% dari bobot induknya, yaitu rata-rata ± 42 kg (35-50 kg) (Mukhtar, 2006). Bangsa ternak sapi perah di Jawa Tengah pada umumnya adalah bangsa sapi perah FH dan peranakannya. Bangsa sapi FH merupakan bangsa sapi perah yang memiliki tingkat produksi tertinggi dibandingkan dengan bangsa sapi perah lainnya. Tingkat produksi susu rata-rata setiap satu masa laktasi (10 bulan) adalah sekitar liter atau sekitar 10 liter/ekor/hari, di tempat asalnya produksi susu tiap masa laktasi rata-rata sebanyak liter atau sekitar 20 liter perhari. Rendahnya tingkat produksi ini menyebabkan peternak memerlukan input commit produksi to user yang tinggi untuk mempertahankan 4

11 digilib.uns.ac.id 5 usaha ternak dan pencapaian produksi optimal (Syarief dan Sumoprastowo, 1984 cit Putranto, 2006). Reproduksi pada sapi betina ditandai dengan timbulnya birahi pertama dan kesanggupan untuk menghasilkan sel telur, dan pada sapi jantan ditandai dengan kemampuan berkopulasi dan menghasilkan sel mani. Efisiensi reproduksi sangat penting dalam manajemen sapi perah. Indikator efisiensi reproduksi tersebut diantaranya adalah umur pertama beranak yaitu 24 bulan, umur dari kawin pertama adalah 15 bulan, bobot badan dara dikawinkan >270 kg, jarak beranak bulan, S/C = 1,0-1,5, lama laktasi 10 bulan, lama pengeringan 2 bulan (BBPTU Sapi Perah Baturaden, 2009). Berdasarkan penelitian Dudi et al., (2006) berkaitan dengan sifat reproduksi sapi perah rakyat diperoleh bahwa umur pertama beranak, lama kering kandang, service per conception (S/C) dan calving interval (CI) sapi FH di wilayah Sumedang berturut-turut nilainya adalah 3,5 tahun (3-4 tahun), hari, S/C : 2 dan bulan. B. Semen dan Spermatozoa Semen atau mani dalam ilmu reproduksi hewan adalah zat cair yang keluar dari tubuh melalui penis sewaktu kopulasi yang terdiri dari bagian yang berupa sel dan bagian yang tidak bersel. Sel-sel yang hidup dan bergerak disebut spermatozoa sedangkan cairan dimana sel-sel itu berenang disebut seminal plasma (Partodihardjo, 1982). Salisbury dan VanDemark (1985) menyatakan bahwa spermatozoa normal memiliki kepala, leher, badan dan ekor. Apabila diamati menggunakan mikroskop bagian dinding depan kepala tampak sekitar 2/3 bagian tertutup oleh akrosom. Tempat sambungan dasar akrosom dan kepala disebut cincin nukleus, diantara kepala dan badan terdapat sambungan pendek yaitu leher yang berisi sentriole proksimal, disebut sebagai pusat kinetik aktifitas spermatozoa. Bagian badan mulai dari leher dan berlanjut ke cincin sentriol. Bagian badan dan ekor mampu bergerak bebas, meskipun tanpa kepala. Ekor serupa cambuk, membantu spermatozoa bergerak maju.

12 digilib.uns.ac.id 6 Morfologi spermatozoa terbagi atas bagian kepala dan ekor. Kepala spermatozoa dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah akrosom anterior yang dibungkus oleh tudung akrosom dan daerah post akrosomal posterior. Barth dan Oko (1989) cit Arifiantini et al., (2005) menyatakan bahwa ekor sperma terbagi atas tiga bagian yaitu bagian tengah (midpiece), bagian utama (principal piece) dan bagian ujung (endpiece). Bagian tengah spermatozoa adalah bagian yang dimulai dari distal bagian penghubung sampai annulus yaitu suatu struktur yang membentuk batas antara bagian tengah dengan bagian utama. Bagian utama ekor sperma merupakan bagian yang dimulai dari annulus sampai ke bagian ujung sedangkan bagian ujung ekor merupakan bagian akhir dari aksonema yang meruncing sempurna. Menurut pendapat Salisbury dan VanDemark (1985), Spermatozoa sapi jantan memiliki ukuran panjang keseluruhan 70µ. Kepalanya yang berisi bahan chromatin, berukuran panjang 8-10µ, lebarnya sekitar 4µ, tebalnya sekitar 1µ. Sedangkan bagian badan memiliki panjang 8-10µ, tetapi tebalnya hanya 1µ. Ekornya yang berkurang garis tengahnya secara bertahap dari sambungan dengan bagian badan di cincin sentriol ke ujungnya, kira-kira panjangnya 50µ. Kepala spermatozoa mengandung inti yang berisi kromosom yang mengandung DNA (Deoxyribo Nukleid Acid) yang bersenyawa dengan protein sebagai pembawa formula genetik. Bagian ekor berfungsi sebagai penggerak. Sesuai dengan morfologi spermatozoa dan pola metabolismenya dengan dasar produksi energi, spermatozoa hidup dapat mendorong dirinya sendiri maju ke depan di dalam lingkungan zat cair. C. Pejantan sebagai Penghasil Semen Inseminasi buatan sebagai salah satu bioteknologi dalam bidang reproduksi merupakan salah satu alternatif yang tepat untuk meningkatkan produksi ternak secara intensif. Keberhasilan IB sangat ditentukan oleh persentase kebuntingan yang dihasilkan, dimana kebuntingan ini dipengaruhi oleh kualitas semen (faktor pejantan), kualitas sel telur yang sangat

13 digilib.uns.ac.id 7 berhubungan dengan status reproduksi ternak betina (faktor betina) dan waktu inseminasi (Situmorang et al., 2001 cit Hidayatin, 2002). Salisbury dan VanDemark (1985) berpendapat bahwa pada umumnya konsentrasi sejalan dengan perkembangan seksual dan kedewasaan sapi jantan, sesuai dengan kualitas makanan yang diberikan dan pengaruh kesehatan reproduksi dan ukuran testis. Selain itu terdapat perbedaanperbedaan mengenai konsentrasi spermatozoa dari pejantan yang satu dengan yang lain, perbedaan diantara kelompok umur pejantan yang berbeda, perbedaan musim dalam satu tahun dan perbedaan tempat geografis. Berkaitan dengan volume yang diejakulasikan Salisbury dan VanDemark (1985) menyatakan bahwa volume air mani sapi jantan yang diejakulasikan tidaklah sama antara sapi jantan yang satu dengan yang lain, atau pada tiap-tiap jantan itu sendiri. Pada umumnya volume air mani, akan bertambah banyak sesuai dengan umur, besar tubuh, perubahan keadaan kesehatan reproduksinya, daya kekuatan dan frekuensi penggunaannya. Sapi jantan yang masih muda akan menghasilkan air mani sedikit, yaitu 1 sampai 2 ml atau lebih rendah dari itu, sedangkan sapi jantan yang telah dewasa dan potensial serta memiliki bobot badan 907,2 kg atau lebih, dapat menghasilkan air mani tiap ejakulasi ml serta akan semakin menurun setelah mencapai puncak kedewasaannya. Sapi jantan normal menghasilkan 12 sampai 17 juta dan domba 12 juta spermatozoa per gram testis per hari. Babi menghasilkan 25 sampai 30 juta sperma per gram testis per hari karena waktu spermatogenesis yang relatif singkat dan banyak spermatozoa yang dihasilkan dari spermatogonia tipe A. Jadi produksi harian untuk seekor sapi jantan dengan satu testis seberat 400 gram, domba dengan satu testis dengan berat 250 gram dan babi dengan satu testis dengan berat 300 gram masing-masing mencapai 12 milyar, 7 milyar dan 15 milyar spermatozoa. Jumlah spermatozoa mempunyai korelasi tinggi dengan berat dan ukuran testis (Feradis, 2010).

14 digilib.uns.ac.id 8 D. Pengenceran Semen Menurut Partodihardjo (1982), pada pengenceran semen perlu diketahui asal mula dan syarat pengencer, pengencer harus dapat menjamin kebutuhan fisik dan kimia semen selama pendinginan. Pengencer merupakan media yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan kimia spermatozoa yang mempunyai fungsi memperbanyak volume semen, penyedia zat makanan dan bakteriostatik. Fungsi pengenceran semen adalah untuk memperbanyak volume, memberi media yang cocok untuk hidup spermatozoa, menjaga ph, tekanan osmotik dan sebagai perlindungan (krioproktektan). Pengenceran semen perlu menghindari adanya panas yang berlebihan, bahan kimia toxic, berhubungan dengan udara luar, sinar matahari langsung dan guncangan (Lindsay et al.,1982 cit Sari, 2008). Syarat utama pengencer adalah harus mengandung energi (fruktosa, glukosa), buffer atau penyangga (Tris, Na2HCO3, Na2, HPO4), isotonis (tekanan osmose di dalam sel sama dengan di luar sel), mineral, antibiotik, tidak bersifat racun, murah dan mudah disiapkan, memberikan kemungkinan untuk uji kualitas, serta mengandung cryoprotectani. Ditinjau dari komposisi bahan penyusunnya dikenal berbagai pengencer semen antara lain : fosfat kuning telur, sitrat kuning telur, corne university extender (CUE), illini variable temperature (IVT), air susu, kuning telur-air kelapa dan berbagai pengencer komersial, seperti spermasol dan laichipos (Toelihere, 1985 cit Hidayatin, 2002). Khasiat kuning telur terletak pada lipoprotein dan lechitin yang terkandung di dalamnya yang bekerja mempertahankan dan melindungi integritas selubung lipoprotein dari sel spermatozoa. Kuning telur juga mengandung glukosa, yang lebih banyak digunakan oleh sel-sel spermatozoa sapi untuk metabolisme dari fruktosa yang terdapat di dalam semen, berbagai protein, vitamin-vitamin yang larut dalam air maupun yang larut dalam minyak, dan mungkin memiliki viskositas yang mungkin menguntungkan spermatozoa (Feradis, 2010).

15 digilib.uns.ac.id 9 E. Semen Beku dan Thawing Semen beku adalah semen yang telah diencerkan dan selanjutnya dibekukan pada suhu tertentu yang bertujuan untuk menghambat aktifitas dan metabolisme spermatozoa. Keuntungan semen beku adalah semen yang berasal dari pejantan unggul dapat dipakai secara efisien sepanjang tahun, dapat mengatasi hambatan waktu dan jarak, memungkinkan perkawinan selektif dengan pejantan unggul untuk wilayah yang luas, biaya pengangkutan relatif murah. Sedangkan beberapa kerugian dari semen beku adalah biaya produksi dan penyimpanan yang cukup tinggi, dari beberapa pejantan 10-20% menghasilkan semen yang tidak tahan terhadap pembekuan serta dapat berpotensi menyebarluaskan penyakit-penyakit bakterial dan viral (Partodihardjo, 1982). Semen beku sapi adalah semen yang berasal dari pejantan sapi terpilih yang diencerkan sesuai prosedur proses produksi sehingga menjadi semen beku dan disimpan di dalam rendaman nitrogen cair pada suhu C pada kontainer. Pejantan unggul merupakan pejantan sapi yang sudah diseleksi berdasarkan standar bibit yang berlaku yaitu garis keturunannya (pedigree/silsilah), kemampuan produksi dan reproduksi keturunannya (progeny). Mutu semen beku sapi yang memenuhi standar harus didukung oleh penanganan yang baik dan benar agar mutu semen beku sapi dapat dipertahankan hingga siap untuk diinseminasikan (SNI, 2005). Hasil survei di Kabupaten Blora, Jawa Tengah diketahui bahwa para inseminator melakukan thawing lebih dari 1 menit (>60 detik) yaitu detik (15-30 menit) dengan menggunakan air sumur atau PDAM. Menurut pendapat mereka hal tersebut tidak ber akibat pada kualitas semen yang diinseminasikan walaupun pada kenyataannya angka service per conception di wilayah tersebut tinggi (2,7-2,8%) yang membuktikan sering terjadinya kawin berulang pada sapi induk yang diinseminasikan sehingga berakibat pada rendahnya angka kebuntingan yaitu <60% (Affandhy et al., 2006). Berbagai penelitian tentang metode thawing telah dilakukan oleh beberapa peneliti pada berbagai commit jenis to user ternak. Di Amerika Serikat, thawing

16 digilib.uns.ac.id 10 biasanya dilakukan dengan memasukkan straw ke dalam air es yang bersuhu 5 0 C selama 5-6 menit (Toelihere dan Taurin, 1979). Menurut DeJarnette dan Marshall (2005) thawing menggunakan air hangat 35 0 C menghasilkan tingkat motilitas yang lebih tinggi dibandingkan thawing di udara yaitu straw diambil dari kontainer dan langsung dimasukkan ke dalam gun IB (75% vs 71%). Sedangkan menurut Pratiwi et al., (2006), kualitas terbaik diperoleh pada perlakuan lama thawing 0 menit (45 detik) dengan menunjukkan persentase motilitas dan sel hidup spermatozoa pada straw beku Limousin sebesar 41,50% dan 66,50% dan straw beku Brahman sebesar 40% dan 29,58%. F. Evaluasi Kualitas Spermatozoa Evaluasi semen terdiri dari uji makroskopis, mikroskopis, biokemis dan biologis. Uji yang rutin digunakan dalam suatu Balai Inseminasi Buatan (BIB) adalah uji makroskopis dan uji mikroskopis. Uji makroskopis meliputi volume, warna, konsistensi, dan bau. Volume semen dalam uji ini mencapai (2-10 ml), semen yang normal berwarna putih kekuningan, sedangkan yang abnormal berwarna kuning atau coklat, dan semen memiliki bau yang spesifik. Uji mikroskopis terdiri dari motilitas massa dan individu, viabilitas, konsentrasi dan abnormalitas (Hunter, 1982 cit Sari, 2008). Motilitas dan daya hidup spermatozoa sangat penting digunakan sebagai patokan untuk menentukan kualitas spermatozoa. Kualitas spermatozoa dikatakan baik apabila tingkat motilitas dan daya hidup spermatozoanya tinggi karena sangat penting artinya dalam proses fertilisasi dan dapat meningkatkan keberhasilan IB. Dalam hal semen beku, apabila tingkat motilitas setelah thawing kurang dari 20% akan menghasilkan tingkat konsepsi yang rendah, sedangkan untuk ukuran normal tingkat motilitasnya minimal 40-45% (Roberts, 1986 cit Gustari dan Prihatno, 2010). Gerakan-gerakan individual spermatozoa dapat terlihat dibawah perbesaran mikroskop 45 x 10 pada selapis tipis semen di atas gelas objek yang ditutupi gelas penutup. Gerakan individual spermatozoa yang baik adalah pergerakan progresif commit atau gerakan to user aktif maju ke depan. Gerakan

17 digilib.uns.ac.id 11 melingkar dan gerakan mundur sering merupakan tanda-tanda cold shock atau media yang tidak isotonik dengan semen. Gerakan berayun atau berputar ditempat sering terlihat pada semen yang tua, apabila kebanyakan spermatozoa telah berhenti bergerak maka dianggap mati (Feradis, 2010). Ada dua macam spermatozoa abnormal yang diperiksa (Salisbury dan VanDemark, 1985) yaitu abnormalitas primer yang meliputi kelainan pada kepala seperti kepala tanpa ekor, ekor ganda, kerusakan akrosom, makrosefalus, mikrosefalus, ekor melingkar, kepala pyriform, tapered head dan asesoris bagian tengah. Sedangkan abnormalitas sekunder meliputi kerusakan ekor, ekor melipat, ekor melengkung, butiran sisa sitoplasma, kepala tanpa ekor atau ekor tanpa kepala. Penilaian persentase Membran Plasma Utuh (MPU) dilakukan dengan menggunakan metode Hypoosmotic Swelling (HOS Test). Medium hipoosmotik dibuat dengan melarutkan 0,3 g fruktosa dan 0,7 g Na Citrat ke dalam 100 ml aquabidest. Setelah dicampurkan, sediaan diinkubasi dalam waterbath bersuhu 37 0 C selama 30 menit. Evaluasi dilakukan di bawah mikroskop cahaya pada perbesaran 400 kali. Penilaian dilakukan dengan sistem skor 0 sampai 100%. Spermatozoa yang terpapar pada medium hipoosmotik dan memperlihatkan pembengkokan ekor adalah spermatozoa yang normal menurut Casper et al. (1996) cit Arifiantini et al., (1999). Semen beku harus disimpan dan terendam penuh dalam nitrogen cair suhu C pada kontainer kriogenik. Penyimpanan semen beku dalam kontainer tersebut dapat menggunakan canister dan goblet sesuai jenis/tipe kontainer. Persentase jumlah pergerakan spermatozoa hidup dan bergerak maju/progresif memiliki nilai berkisar antara 0%-100%. Pemeriksaan semen beku segera sesudah dicairkan kembali (post thawing) pada suhu 37 0 C selama 30 detik harus menunjukkan spermatozoa hidup dan bergerak maju (motil spermatozoa) minimal 40 (empat puluh) persen dan gerakan individu spermatozoa minimal 2 (dua) (SNI, 2005).

18 digilib.uns.ac.id III. MATERI DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 1 September sampai 5 Oktober 2011, B. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen beku sapi FH, diperoleh dari Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari, Malang (Lampiran 1). Semen beku yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari 3 pejantan yaitu Prime, Yecha dan Mohze (Lampiran 2). Peralatan yang digunakan antara lain mikroskop, mikropipet, gelas obyek, ependorff tube, pewarna eosin-nigrosin, larutan hipoosmotik, alkohol, aquabidest, termometer, inkubator, kontainer, N 2 cair, hand counter dan alat tulis. C. Pelaksanaan Penelitian 1. Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan thawing masing-masing diulang sebanyak 15 kali. Peubah yang diamati meliputi motilitas spermatozoa, spermatozoa hidup, spermatozoa normal, membran plasma utuh spermatozoa (MPU). Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam. Apabila hasil analisis data menunjukkan adanya pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan s (DMRT). Adapun perlakuan thawing yang diberikan adalah : S37W0,5 = dengan air bersuhu 37 0 C selama 0,5 menit S27W1 = dengan air bersuhu 27 0 C selama 1 menit S27W5 = dengan air bersuhu 27 0 C selama 5 menit S27W10 = dengan air bersuhu 27 o C selama 10 menit SUW1 = dengan metode commit thawing to di user udara selama 1 menit 13

19 digilib.uns.ac.id 14 Pemakaian suhu dan waktu thawing pada penelitian ini berdasarkan atas beberapa alasan. Suhu 37 0 C dipakai karena merupakan suhu yang sesuai dengan keadaan dari saluran reproduksi betina sedangkan suhu 27 0 C dipakai karena merupakan suhu air kran sehingga akan lebih efisien dan praktis bagi para inseminator di lapangan tanpa memakai air hangat. Sedangkan waktu thawing yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan pelaksanaan oleh para inseminator yang membutuhkan waktu berbedabeda, tergantung kondisi yang ada di lapangan. 2. Pengambilan Data a. Motilitas Spermatozoa Persentase motilitas adalah persentase spermatozoa yang bergerak ke depan, dihitung dengan menggunakan mikroskop pada perbesaran 400 kali. Penilaian dilakukan dengan menghitung secara subyektif persentase spermatozoa yang pergerakannya progresif maju ke depan dibandingkan dengan yang tidak bergerak. Menggunakan standar penilaian 0-100% (Toelihere, 1993). Hasil pengamatan motilitas spermatozoa dapat dilihat pada gambar 8, lampiran 3. b. Spermatozoa Hidup Satu tetes semen diteteskan di atas objek glass dan ditambahkan dengan satu tetes eosin-nigrosin, kemudian dibuat preparat ulas dan dikeringkan. Selanjutnya diamati ± 100 spermatozoa menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400 kali dan dihitung spermatozoa yang hidup (tidak menyerap warna) dan spermatozoa yang mati (berwarna merah bagian kepala) kemudian dihitung persentasenya (Feradis, 2010). Hasil pengamatan spermatozoa hidup dapat dilihat pada gambar 6, lampiran 3.

20 digilib.uns.ac.id 15 c. Spermatozoa normal Perhitungan persentase spermatozoa normal dilakukan dengan menggunakan pewarna yang digunakan untuk pemeriksaan persentase spermatozoa hidup di bawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali. Perhitungannya adalah dengan membandingkan antara spermatozoa yang normal dengan total spermatozoa yang diamati pada luas pandang yang sama (Feradis, 2010). Hasil pengamatan spermatozoa normal dapat dilihat pada gambar 9, lampiran 3. d. Membran Plasma Utuh Sebanyak 0,02 ml semen yang telah dilakukan thawing dicampur dengan 1,0 ml larutan hipoosmotik, kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37 o C, kemudian diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400 kali kemudian dihitung persentase spermatozoa bengkak diantara ± 100 spermatozoa yang diamati. Hasil pengamatan membran plasma utuh spermatozoa dapat dilihat pada gambar 7, lampiran 3. Dasar rnetode penghitungan ini adalah hukum osmosis. Bila spermatozoa terpapar pada medium hipoosmotik, maka air akan mengalir ke dalam spermatozoa sampai tercapai keseimbangan osmotik antara larutan di dalarn dan di luar spermatozoa, sehingga spermatozoa menjadi bengkak. Spermatozoa yang terpapar pada medium hipoosmotik dan memperlihatkan pembengkokan ekor adalah spermatozoa yang normal. Menurut Casper et al. (1996) cit Arifiantini et al., (1999).

21 digilib.uns.ac.id 16 D. Analisis Data Data hasil evaluasi kualitas spermatozoa ditabulasi (Lampiran 4) kemudian dianalisis dengan Sidik Ragam. Apabila didapatkan hasil berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan s (DMRT) untuk mengetahui perbedaan antar mean (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Pengolahan data menggunakan program SAS versi 9.1 (Lampiran 5, 6, 7 dan 8). Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut : Y ij = µ + τ i + ε ij Keterangan : Yij = Nilai pengamatan pada satuan perlakuan ke-i ulangan ke-j µ = Nilai tengah perlakuan τi = Pengaruh perlakuan ke-i εij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j.

22 digilib.uns.ac.id IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Motilitas Spermatozoa Persentase motilitas spermatozoa yang mendapatkan perlakuan suhu dan waktu dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Rerata motilitas spermatozoa (%) Ulangan Perlakuan S37W0,5 S27W1 S27W5 S27W10 SUW Rerata 77,33 A 71,00 B 71,67 B 69,67 B 73,00 B Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata. Motilitas merupakan salah satu kriteria untuk menilai kualitas spermatozoa sehingga layak untuk digunakan dalam IB. Berdasarkan tabel 1 didapatkan rerata persentase motilitas spermatozoa tertinggi yaitu pada S37W0,5 dengan nilai 77,33%. Hal ini diduga karena thawing dengan suhu 37 0 C selama 0,5 menit menyebabkan meningkatnya laju metabolisme dalam spermatozoa sehingga persentase pergerakkan spermatozoa yang prograsif maju ke depan akan meningkat pula. Sedangkan rerata persentase motilitas spermatozoa terendah yaitu pada S27W10 dengan nilai 69,67%. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa commit perlakuan to user suhu dan waktu berpengaruh sangat 17

23 digilib.uns.ac.id 18 nyata terhadap persentase motilitas spermatozoa (P<0,01) dengan nilai P sebesar 0,0013 (Lampiran 5). Gambar 1. Diagram batang rerata motilitas spermatozoa Hasil uji Beda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan S37W0,5 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan SUW1, S27W5, S27W1 dan S27W10 tetapi perlakuan SUW1, S27W5, S27W1 dan S27W10 saling berbeda tidak nyata. Toelihere (1981) menyatakan bahwa penilaian motilitas semen sebaiknya dilakukan pada suhu 37 0 C, hal ini disebabkan karena kadar metabolisme dan motilitas spermatozoa berbeda-beda menurut suhu. Setiap peningkatan 10 0 C diatas suhu lingkungan akan meningkatkan kadar metabolisme dua kali lipat atau lebih dan mengurangi daya tahan hidup dua kali lipat pula. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motilitas spermatozoa menurut Ichwandi (2004) antara lain temperatur, ph, viskositas dan faktor mekanik (misalnya pengocokan dan sentrifugasi). Persentase motilitas dari perlakuan antara suhu dan waktu dapat dinyatakan memenuhi ketentuan uji setelah thawing yaitu 40%, sesuai dengan pendapat Zenichiro et al., (2002) cit Sari (2008). Presentase motilitas spermatozoa dengan perlakuan suhu 37 0 C dan waktu 30 detik memberikan hasil yang terbaik, hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1993) bahwa thawing pada suhu 38 0 C sampai 40 0 C

24 digilib.uns.ac.id 19 menghasilkan daya tahan hidup spermatozoa yang lebih baik bila dibandingkan dengan thawing pada suhu rendah. Berdasarkan SNI semen beku sapi (2005), pemeriksaan semen beku segera sesudah dicairkan kembali (post thawing) pada suhu 37 0 C selama 30 detik harus menunjukkan spermatozoa hidup dan bergerak maju (motil spermatozoa) minimal 40 (empat puluh) persen dan gerakan individu spermatozoa minimal 2 (dua) atau sedang. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengamatan motilitas spermatozoa dengan perlakuan suhu dan waktu thawing pada penelitian ini memenuhi persyaratan dari SNI semen beku sapi sehingga layak digunakan dalam pelaksanaan IB. B. Spermatozoa Hidup Persentase spermatozoa hidup yang mendapatkan perlakuan suhu dan waktu dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Rerata spermatozoa hidup (%) Ulangan Perlakuan S37W0,5 S27W1 S27W5 S27W10 SUW Rerata 97,47 B 98,53 B 98,87 A 91,27 C 96,13 B Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata. Berdasarkan tabel 2 didapatkan rerata persentase spermatozoa hidup tertinggi yaitu pada S27W5 dengan commit nilai to user 98,87%, sedangkan rerata persentase

25 digilib.uns.ac.id 20 spermatozoa hidup terendah yaitu pada S27W10 dengan nilai 91,27%. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu berpengaruh sangat nyata terhadap persentase spermatozoa hidup (P<0,01) dengan nilai P sebesar 0,0001 (Lampiran 6). Gambar 2. Diagram batang rerata spermatozoa hidup Hasil uji Beda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan S27W5 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan S27W1, S37W0,5, SUW1 dan S27W10. Perlakuan S27W1, S37W0,5, SUW1 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan S27W10 tetapi perlakuan S27W1, S37W0,5 dan SUW1 saling berbeda tidak nyata. Sanjaya dan Toelihere (1975) cit Toelihere dan Taurin (1979) melakukan penelitian mengenai berbagai macam metode thawing, menyimpulkan bahwa untuk Indonesia, metode thawing yang paling baik dan paling praktis adalah thawing dengan air kran, dengan catatan bahwa semen beku yang sudah dicairkan kembali harus segera diinseminasikan dalam waktu kurang dari 5 menit. Persentase spermatozoa hidup dengan perlakuan suhu dan waktu pada penelitian ini menunjukkan nilai yang layak untuk digunakan pada IB. Pernyataan ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Toelihere (1993), bahwa semen yang baik memiliki persentase spermatozoa hidup diatas 50%.

26 digilib.uns.ac.id 21 C. Spermatozoa Normal Persentase spermatozoa normal yang mendapatkan perlakuan suhu dan waktu dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Rerata spermatozoa normal (%) Ulangan Perlakuan S37W0,5 S27W1 S27W5 S27W10 SUW Rerata 83,53 86,47 85,27 86,73 83,73 Keterangan : Tidak berbeda nyata. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu berpengaruh tidak nyata terhadap persentase spermatozoa normal (P>0,05) dengan nilai P sebesar 0,53 (Lampiran 7). Sari (2008) mengungkapkan bahwa semakin cepat perubahan suhu thawing dapat mengurangi tekanan spermatozoa dan melewati masa kritis dengan cepat, sehingga jumlah spermatozoa hidup dan normal akan lebih banyak. Hal ini dapat dinyatakan bahwa waktu thawing yang singkat dapat memberikan spermatozoa yang hidup lebih maksimal. Kondisi spermatozoa abnormal yang banyak dijumpai dalam penelitian ini umumnya adalah abnormalitas primer yaitu merupakan morfologi tidak normal yang terjadi selama proses spermatogenesis. Abnormalitas primer ditandai oleh kepala terlalu besar (macrocephalic) atau kepala terlalu kecil (microcephalic).

27 digilib.uns.ac.id 22 Berdasarkan tabel 3 diperoleh hasil bahwa perlakuan suhu dan waktu menunjukkan persentase abnormalitas yang masih layak untuk digunakan dalam IB. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Partodiharjo (1982) bahwa, lebih dari 20% spermatozoa yang abnormal menunjukkan kualitas spermatozoa yang tidak memenuhi kriteria untuk IB. Abnormalitas spermatozoa dapat dikurangi kemungkinannya dengan penanganan yang lebih baik pasca diejakulasikan (Toelihere, 1993). D. Membran Plasma Utuh Spermatozoa Persentase membran plasma utuh spermatozoa yang mendapatkan perlakuan suhu dan waktu dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Rerata membran plasma utuh spermatozoa (%) Ulangan Perlakuan S37W0,5 S27W1 S27W5 S27W10 SUW Rerata 70,27 74,00 77,87 78,47 74,07 Keterangan : Tidak berbeda nyata. Membran plasma utuh adalah suatu keadaan yang menunjukkan fungsi fisiologis membran yang terjaga sebagai kontrol terhadap transport air sehingga cairan di luar sel tidak dapat memasuki sel. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu berpengaruh tidak nyata

28 digilib.uns.ac.id 23 terhadap persentase membran plasma utuh spermatozoa (P>0,05) dengan nilai P sebesar 0,08 (Lampiran 8). Spermatozoa setelah thawing sangat rentan terhadap kerusakan sebagai akibat adanya perubahan tiba-tiba dalam kondisi osmotik yang diinduksi oleh adanya pengeluaran gliserol yang cepat (Salisbury dan Van Demark, 1985). Ditambahkan pula bahwa rendahnya persentase membran plasma utuh spermatozoa pada thawing dengan suhu tinggi menyebabkan protein yang terdapat dalam semen mengalami denaturasi sehingga terjadi perubahan protoplasma yang komplek dan tidak dapat diperbaiki kembali, sehingga terjadi kematian pada spermatozoa. Hal ini diperkuat oleh Natal et al., (1999) cit Ichwandi (2004) bahwa persentase membran plasma utuh spermatozoa terbaik akan diperoleh bila thawing semen beku dilakukan pada suhu 27 0 C dan 37 0 C selama 30 detik. Persentase membran plasma utuh spermatozoa yang mengalami penurunan terjadi disebabkan oleh adanya kerusakan membran spermatozoa karena penyerapan cairan yang tidak stabil saat spermatozoa diletakkan pada medium dengan tekanan osmose rendah. Sehingga terlihat spermatozoa yang tidak mengalami pembengkakan (Sari, 2008).

29 digilib.uns.ac.id V. KESIMPULAN Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini bahwa metode thawing terbaik berdasarkan motilitas spermatozoa adalah suhu 37 0 C selama 0,5 menit, sedangkan berdasarkan spermatozoa normal adalah suhu 27 0 C selama 5 menit. 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Beku Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai prosedur teknis pengawasan mutu bibit ternak kemudian dimasukkan ke dalam straw dan dibekukan

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan 4 BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Semen merupakan suatu produk yang berupa cairan yang keluar melalui penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan oleh testis dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar HASIL DAN PEMBAHASAN Semen adalah cairan yang mengandung suspensi sel spermatozoa, (gamet jantan) dan sekresi dari organ aksesori saluran reproduksi jantan (Garner dan Hafez, 2000). Menurut Feradis (2010a)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Domba Segera Setelah Koleksi Pemeriksaan karakteristik semen domba segera setelah koleksi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemeriksaan secara makroskopis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani bagi tubuh. Hal ini

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai 22 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai Inseminasi Buatan Daerah (UPTD-BIBD) Lampung Tengah. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak dipelihara petani-peternak di Sumatra Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi Pesisir mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inseminasi Buatan (IB) adalah proses perkawinan yang dilakukan dengan campur tangan manusia, yaitu mempertemukan sperma dan sel telur agar dapat terjadi proses pembuahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan pola faktorial dengan dua faktor, yaitu suhu dan lama thawing, dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan pola faktorial dengan dua faktor, yaitu suhu dan lama thawing, dengan 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan Rancangan pola faktorial dengan dua faktor, yaitu suhu dan lama thawing, dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada ternak sapi telah banyak diterapkan di Indonesia. Menurut SNI 4896.1 (2008),

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Inseminasi Buatan (UPTD BIB) Tuah Sakato, Payakumbuh. 3.2. Materi

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. breeding station Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Domba jantan yang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. breeding station Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Domba jantan yang III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. ` Bahan dan Peralatan 3.1.1. Objek Penelitian Objek pada penelitian ini yaitu semen yang berasal dari domba yang ada di breeding station Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 12 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan yaitu semen yang berasal dari lima ekor kambing PE umur 2-3 tahun. 3.1.2 Bahan dan Peralatan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di. Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru.

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di. Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 013 di Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru. 3.. Materi Materi yang digunakan dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per

Lebih terperinci

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH Gambar mas Disusun oleh Mas Mas Mas Faisal Ernanda h0510030 Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 Mas tolong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan produksi daging merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan sekaligus memajukan tingkat kecerdasan sumber daya manusia Indonesia.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang dikenal di Indonesia sebagai ternak penghasil daging dan susu. Kambing adalah salah satu ternak yang telah didomestikasi

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Semen Kambing Semen adalah cairan yang mengandung gamet jantan atau spermatozoa dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari suspensi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor, 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Penelitian diawali dengan survey untuk mengetahui

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian menggunakan data sekunder di Laboratorium Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang, Bandung, Jawa Barat. Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder produksi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kambing merupakan salah satu jenis ternak yang mudah dipelihara dan dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara tradisional. Salah satu bangsa

Lebih terperinci

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis 31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap evaluasi semen domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Entok (Cairina moschata) Entok (Cairina moschata) merupakan unggas air yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Entok lokal memiliki warna bulu yang beragam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing Peranakan Etawah atau kambing PE merupakan persilangan antara kambing kacang betina asli Indonesia dengan kambing Etawah jantan yang berasal dari daerah Gangga,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai dengan Januari 2015 di Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru. 3.2. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Laboratoium Unit

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Laboratoium Unit III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 11--18 April 2014 di Laboratoium Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Inseminasi Buatan Daerah Lampung,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan komoditas ternak yang banyak dikembangkan di Indonesia. Salah satu jenis kambing yang banyak dikembangkan yaitu jenis kambing Peranakan Etawah (PE).

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Kambing PE Semen ditampung dari satu ekor kambing jantan Peranakan Etawah (PE) menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) Lampung, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai April 2012 bertempat di Indira Farm Hamtaro and Rabbit House, Istana Kelinci, dan di Unit Rehabilitasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak ke arah pencapaian swasembada protein hewani untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai evaluasi kualitas semen beku sapi Brahman post

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai evaluasi kualitas semen beku sapi Brahman post 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai evaluasi kualitas semen beku sapi Brahman post thawing di dataran rendah bertempat di Poskeswan Tayu Kabupaten Pati dan dataran tinggi bertempat di kelompok

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung, 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. B. Alat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis. 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Limousin Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis. Karakteristik Sapi Limousin adalah pertambahan badan yang cepat perharinya sekitar 1,1

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, konsistensi, ph dan secara mikroskopis meliputi gerakan massa, konsentrasi sperma,

Lebih terperinci

OBJEK DAN METODE PENELITIAN. diberi lima perlakuan. Domba yang digunakan ini adalah domba lokal yang

OBJEK DAN METODE PENELITIAN. diberi lima perlakuan. Domba yang digunakan ini adalah domba lokal yang 20 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 TernakPercobaan Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah ternak domba lokal jantan umur 2 tahun sebagai sumber penghasil sperma yang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat di Balai Pembibitan dan Budidaya Ternak Non Ruminansia (BPBTNR) Provinsi Jawa Tengah di Kota Surakarta.

Lebih terperinci

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C Disajikan oleh : Hotmaria Veronika.G (E10012157) dibawah bimbingan : Ir. Teguh Sumarsono, M.Si 1) dan Dr. Bayu Rosadi, S.Pt. M.Si 2)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan

PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan semakin meningkat pula permintaan masyarakat terhadap bahan pangan untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam pemeliharaannya selalu diarahkan pada peningkatan produksi susu. Sapi perah bangsa Fries Holland (FH)

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Perbedaan Kualitas Semen Segar Domba Batur dalam Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 27 Maret sampai dengan 1 Mei

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Unit Pelayanan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Unit Pelayanan III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18--25 April 2014 di Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Insemninasi Buatan Daerah Lampung, Kecamatan Terbanggi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki kebutuhan konsumsi daging sapi yang meningkat setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi. Ketersediaan daging sapi ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan daging di

I. PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan daging di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerbau adalah salah satu ternak besar penghasil daging yang banyak dikembangkan di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan daging di Indonesia dan untuk mengurangi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera cordifolia (Teen.) Steenis) dalam pengencer tris kuning telur tehadap kualitas semen kambing Peranakan Etawah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Domba Ekor Tipis Domba ekor tipis merupakan domba yang bersifat profilik yaitu mampu mengatur jumlah anak yang akan dilahirkan sesuai dengan ketersediaan pakan yang

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO (Effect of Various Diluter on Frozen Semen Quality of Dombos Texel in Wonosobo Regency) YON SUPRI ONDHO, M.I.S.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Kebutuhan masyarakat akan daging domba setiap tahunnya terus meningkat.

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. Persilangan antara kedua jenis kambing ini telah

Lebih terperinci

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat Problem utama pada sub sektor peternakan saat ini adalah ketidakmampuan secara optimal menyediakan produk-produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2015 sampai 25 Mei 2015.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2015 sampai 25 Mei 2015. 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2015 sampai 25 Mei 2015. Berlokasi di Laboratorium Reproduksi, Pemuliaan dan Kultur Sel Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan babi yang ada di Indonesia khususnya di daerah Bali masih merupakan peternakan rakyat dalam skala kecil atau skala rumah tangga, dimana mutu genetiknya masih kurang

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC Sains Peternakan Vol. 9 (2), September 2011: 72-76 ISSN 1693-8828 Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC Nilawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, namun sampai

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP.

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP. TUGAS AKHIR - SB 091358 Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP. 1507 100 016 DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP. Kebutuhan pangan (ikan air tawar) semakin meningkat Kualitas

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.)

Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.) Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.) Budi Setyono, SPi dan Suswahyuningtyas Balai Benih Ikan Punten Batu email:

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan kambing Kacang (Devendra dan Burns, 1983). Menurut tipenya, rumpun

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan kambing Kacang (Devendra dan Burns, 1983). Menurut tipenya, rumpun 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Kambing Peranakan Etawah Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah yang berasal dari India yang memiliki iklim tropis/subtropis dan beriklim kering dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik semen

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik semen HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Dari hasil penampungan semen yang berlangsung pada bulan Oktober 2003 sampai dengan Juli 2004 dan rusa dalam kondisi rangga keras memperlihatkan bahwa rataan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi terhadap kualitas semen dimaksudkan untuk menentukan kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen tersebut diproses lebih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) adalah ketersediaan semen beku. Semen beku yang akan digunakan untuk IB biasanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Peternak Terhadap IB Persepsi peternak sapi potong terhadap pelaksanaan IB adalah tanggapan para peternak yang ada di wilayah pos IB Dumati terhadap pelayanan IB

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Topografi Kecamatan Gisting Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu wilayah pengembangan ternak yang termasuk daerah dataran tinggi terletak sekitar 700 m di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Semen Domba Pengukuran volume semen domba dilakukan untuk mengetahui jumlah semen yang dihasilkan oleh satu ekor domba dalam satu kali ejakulat. Volume semen domba dipengaruhi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan bagian penting dari sektor pertanian dalam sistem pangan nasional. Industri peternakan memiliki peran sebagai penyedia komoditas pangan hewani. Sapi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Kelompok Tani Ternak (KTT) Manunggal IV Dusun Wawar Lor, Desa Bedono, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian dari

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (1): 39-44 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi

Lebih terperinci

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING THE EFFECT OF GLYCEROL LEVEL ON TRIS-YOLK EXTENDER

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP MOTILITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA SEMEN CAIR SAPI SIMMENTAL

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP MOTILITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA SEMEN CAIR SAPI SIMMENTAL PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP MOTILITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA SEMEN CAIR SAPI SIMMENTAL Oleh Nurcholidah Solihati 1) dan Petrus Kune 2) 1) 2) Staf Dosen pada Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli

TINJAUAN PUSTAKA. domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Sapi Bali Sapi bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli Indonesia ini sudah

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK Suatu penelitian untuk mengetahui penggunaan kuning telur itik

Lebih terperinci

5 detik dan berada dalam gemngan nitrogen cair (Senger 1980). Waktu. pengambilan sampel semen beku dalam proses pernindahan dari kontainer depo

5 detik dan berada dalam gemngan nitrogen cair (Senger 1980). Waktu. pengambilan sampel semen beku dalam proses pernindahan dari kontainer depo 111. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengujian kualitas semen beku dilakuican di Laboratorium Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan, Bagian Reproduksi clan Kebidaaan Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pejantan Peranakan Etawah berumur 1,5-3 tahun dan dipelihara di Breeding

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pejantan Peranakan Etawah berumur 1,5-3 tahun dan dipelihara di Breeding 15 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek pada penelitian ini adalah semen yang didapat dari kambing pejantan Peranakan Etawah berumur 1,5-3 tahun dan dipelihara

Lebih terperinci

Semen beku Bagian 1: Sapi

Semen beku Bagian 1: Sapi Standar Nasional Indonesia Semen beku Bagian 1: Sapi ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN LAMA THAWING TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWA

PENGARUH SUHU DAN LAMA THAWING TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWA 81 Buana Sains Vol 12 No 1: 81-86, 2012 PENGARUH SUHU DAN LAMA THAWING TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWA Fitrik dan N. Supartini PS. Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang telah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang telah 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Semen Kambing Semen adalah sekresi kelamin jantan yang secara umum diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 Maret hingga 27 April 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 Maret hingga 27 April 2017 di 23 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 Maret hingga 27 April 2017 di Balai Inseminasi Buatan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah yang bertempat di Sidomulyo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Sapi Perah FH (Fries Hollands) Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan dengan ternak perah lainnya. Sapi perah memiliki kontribusi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul (BBPTU) Sapi Perah Baturraden, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Purwokerto, Jawa Tengah. Penelitian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Januari-Februari 2014 di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Januari-Februari 2014 di III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Januari-Februari 2014 di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Tuah Sakato Payakumbuh Sumatra Barat. 3.2. Sampel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian menggunakan semen kambing Peranakan Etawah

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian menggunakan semen kambing Peranakan Etawah III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian menggunakan semen kambing Peranakan Etawah berumur 2-3 tahun sebanyak lima ekor. 3.1.2. Bahan Penelitian Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Abnormalitas Spermatozoa Pemeriksaan abnormalitas spermatozoa dihitung dari jumlah persentase spermatozoa yang masih memiliki cytoplasmic droplet dan spermatozoa yang mengalami abnormalitas sekunder.

Lebih terperinci

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). Peningkatan produktifitas ternak adalah suatu keharusan, Oleh karena itu diperlukan upaya memotivasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkawinan Perkawinan yang baik yaitu dilakukan oleh betina yang sudah dewasa kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat melahirkan (Arif, 2015).

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi dan produktifitas sapi potong secara nasional selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun dengan laju pertumbuhan sapi potong hanya mencapai

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi saudara tiri dan regresi anak-induk berturut turut 0,60±0,54 dan 0,28±0,52. Nilai estimasi heritabilitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA SIMPAN SEMEN DENGAN PENGENCER TRIS AMINOMETHAN KUNING TELUR PADA SUHU RUANG TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING BOER

PENGARUH LAMA SIMPAN SEMEN DENGAN PENGENCER TRIS AMINOMETHAN KUNING TELUR PADA SUHU RUANG TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING BOER PENGARUH LAMA SIMPAN SEMEN DENGAN PENGENCER TRIS AMINOMETHAN KUNING TELUR PADA SUHU RUANG TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING BOER M Fajar Agustian, M Nur Ihsan dan Nurul Isnaini Bagian Produksi Ternak,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Jarak Tempuh; Waktu Tempuh; PTM; Abnormalitas; Semen ABSTRACT

ABSTRAK. Kata Kunci : Jarak Tempuh; Waktu Tempuh; PTM; Abnormalitas; Semen ABSTRACT On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENGARUH JARAK DAN WAKTU TEMPUH TERHADAP POST THAWING MOTILITY, ABNORMALITAS DAN SPERMATOZOA HIDUP SEMEN BEKU (The Effect of Travel Distance and

Lebih terperinci

Pengaruh Penggunaan Tris Dalam Pengencer Susu Skim Terhadap Resistensi Spermatozoa Sapi Simmental Pasca Pembekuan

Pengaruh Penggunaan Tris Dalam Pengencer Susu Skim Terhadap Resistensi Spermatozoa Sapi Simmental Pasca Pembekuan Pengaruh Penggunaan Tris Dalam Pengencer Susu Skim Terhadap Resistensi Spermatozoa Sapi Simmental Pasca Pembekuan Fachroerrozi Hoesni Fakultas Peternakan Universitas Jambi Kampus Pinang Masak Jl. Jambi-Muaro

Lebih terperinci