DISAIN PET1 KAYU UNTUK KEMASWN DISTRIBOSI BU4\W APEL SEGAW ( Malus sylvestris - Mill )

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DISAIN PET1 KAYU UNTUK KEMASWN DISTRIBOSI BU4\W APEL SEGAW ( Malus sylvestris - Mill )"

Transkripsi

1

2 DISAIN PET1 KAYU UNTUK KEMASWN DISTRIBOSI BU4\W APEL SEGAW ( Malus sylvestris - Mill ) Oleh FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN 6060R BOGOR

3 junice Simbolon. F Disain Peti Kayu untuk Ke- masan Distribusi Buah Ape1 Segar (Malus sylvestris Mill). Di bawah bimbingan Sutedja Wiraatmadja, Triyanto Hadisoe- marto, dan Agus Herindajanto. RINGKASAN Penelitian ini bertujuan untuk merancang disain peti kayu untuk kemasan distribusi buah ape1 segar dan untuk mengamati pengaruh letak bantalan di dalam peti terhadap persentase jumlah buah dikemas yang rusak. Jenis kayu yang digunakan adalah kayu lapis biasa dan kayu jeungjing. Jenis bantalan yang digunakan adalah potongan kertas kecil-kecil. Bantalan kertas tersebut diletakkan pada tiap lapisan susunan buah (bantalan B1) atau hanya pada lapisan atas dan bawah susunan buah saja (bantalan B2). Disain peti kayu yang dirancang adalah tipe "buttjoint full cleat wooden box". Peti kayu lapis memiliki konstruksi tubuh dapat dilipat karena pada masing-masing tepi vertikalnya diberi engsel piano. Peti diberi tambahan pengikat di sekeliling dinding samping serta di dasar dan tutup peti. Peti kayu jeungjing memiliki konstruksi tubuh kaku karena penggabungan dindingnya menggunakan paku. Peti diberi tambahan "girthwise batten". Ukuran dalam peti kayu lapis 57x37~27 cm dan ukuran dalam

4 Berdasarkan hasil penelitian, peti kayu lapis memili- ki kekuatan tekan kg, nilai ini menghasilkan penghi- tungan rata-rata tinggi tumpukan peti yang aman m dan rata-rata jumlah peti dalam satu tumpukan 77. Peti kayu jeungjing memiliki kekuatan tekan rata-rata kg, berdasarkan penghitungan, rata-rata tinggi tumpukan peti yang aman m, dan rata-rata jumlah peti dalam satu tumpukan 66. Analisis dengan menggunakan uji statistik t menunjukkan rata-rata kekuatan tekan kedua jenis peti tidak berbeda nyata. Dari hasil uji jatuh dan uji getar ternyata bahwa peti kayu jeungjing tahan terhadap benturan dengan arah vertikal, sudut-sudut penggabungannya juga tahan terhadap getaran. Peti kayu lapis tidak tahan terhadap benturan dengan arah vertikal, bila peti mengalami benturan pada posisi yang dapat mendorong peti melipat sesuai dengan arah lipatan tubuhnya, maka dinding ujung peti akan retak atau patah. Engsel piano juga sewaktu-waktu dapat lepas bila peti mengalami benturan. Berdasarkan hasil uji jatuh dan uji getar, perlakuan bantalan B1 cenderung lebih melindungi buah yang dikemas dibanding perlakuan bantalan B2.

5 DISAIN PET1 KAYU UNTUK KEMASAN DISTRIBUSI BUAI-I APEL SEGAR (Malus sylvestris Mill) Oleh JUNICE SIMBOLON F SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk rnernperoleh gelar SARJANA TEKNOUXiI PERTANIAN pada Jurusan TEKNOUXiI INDUSRI PERTANIAN, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor 1w1 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

6 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN DISAIN PEXI KAYU UNTUK KEMASAN DISTFUBUSI BUAH APEL SEGAR (Molur sy1ves1ri.s Mill) Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTW pada Jurusan TEKNOLOGI INDUSIlU PERTANIAN, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh JUNICE SIMBOLON F Dilahirkan pada tanggal 26 Juni 1968 di Sei Rampah Lulus pada tanggal 27 April 1991 PEMBIMBING 11 PEMBIMBING I Ir. AGUS HERINDAJANTO PEMBIMBING 111

7 KATA PENGANTAR Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian tentang perancangan disain peti kayu untuk kemasan distribusi buah ape1 segar. Perancangan dan pembuatan peti dilakukan di Laboratorium Kemasan jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta), IPB dan di Laboratorium Perbengkelan Fateta, IPB. Pengujian peti dilakukan di Unit Kemasan, Balai Pengembangan Pupuk dan Petrokimia, BBIK (Balai Besar Industri Kimia), Jakarta. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Sutedja Wiraatmadja, Bapak Triyanto Hadisoemarto, dan Bapak Agus Herindajanto yang telah membimbing penulis dalam mempersiapkan dan melaksanakan penelitian sampai ke penulisan skripsi ini. 3. Bapak Suhadi Hardjo yang telah bersedia turut menguji penulis pada saat ujian skripsi. 2. Kepala BBIK, Jakarta yang telah memberikan izin penggunaan fasilitas alat pengujian kemasan distribusi di BBIK, Jakarta. 3. Seluruh staf dan karyawan di Balai Pengembangan Pupuk dan Petrokimia, BBIK, Jakarta yang telah banyak membantu penulis selama melakukan pengujian peti. 4. Bapak, Mama dan segenap anggota KKT yang selalu memberikan kasih, doa, dan semangat kepada penulis

8 5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini, yang telah membantu penulis dalam mempersiapkan dan melaksanakan penelitian serta sampai ke penulisan skripsi ini Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis dengan rendah hati menerima saran maupun kritik untuk memperbaiki isi dan penulisan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya Bogor, Maret 1991 Penulis

9 DAFTAR IS1 KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I1 PENDAHULUAN... I1. TINJAUAN PUSTAKA... A. APEL... B. SIFAT FISIOLOGIS PASCA PANEN BUAH-BUAHAN SEGAR... C. KEMASAN DISTRIBUSI... D. PERANCANGAN DISAIN PET1 KAYU... E. KAYU UNTUK BAHAN KEMASAN Persyaratan Umum Kayu untuk Bahan Kemasan Kayu Jeungjing Kayu Lapis... F. KEKUATAN KEMASAN... BAHAN DAN METODA... A. BAHAN DAN ALAT... B. METODA Penelitian Pendahuluan... Halaman iii vii viii ix Penelitian Utama a. Pembuatan Peti b. Pengujian Peti... 39

10 3. Prosedur Pengujian Peti... a. Uji Tekan (JSA. 1987a)... b. Uji Jatuh (JSA. 1987b)... c. Uji Getar (JSA. 1987d)... C. ANALISIS DATA... IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... A. HASIL Uji Tekan Uji Jatuh 3. Uji Getar... B. PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian Utama... V. KESIMPULAN DAN SARAN... A. KESIMPULAN... B. S A W... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN...

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Tebal papan untuk peti kayu tipe A dan tipe C Tabel 2. Tebal papan untuk peti kayu tipe B Tabel 3. Ukuran paku untuk pelekatan dinding samping, dasar, dan tutup peti ke dinding ujung Tab& 4. Jarak rata-rata pemakuan Tabel 5. Urutan posisi jatuh dan jumlah jatuh pada tiap posisi untuk kemasan berbentuk segi empat sejajar (parallelepipedal package) 43 Tabel 6. Nilai koefisien (K) Tabel 7. Spesifikasi peti kayu hasil rancangan Tabel 8. Nilai kekuatan tekan maksimum peti hasil rancangan dan besar defleksi yang terjadi pada peti akibat tekanan yang dialaminya 5 0 Tabel 9. Hasil penghitungan tinggi tumpukan maksimum dan jumlah peti dalam satu tumpukan 5 0 Tabel 10. Persentase jumlah buah dikemas yang rusak setelah peti dan isinya digetarkan pada kecepatan 180 rpm selama 10 menit... 53

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Teknik penyusunan buah apel pada lapisan dasar kemasan (Sjaifullah dan Soedibyo, 1976) Gambar 2. Tipe-tipe peti kayu normal (JSA, 1984).. 20 Gambar 3. Letak "girthwise batten" (JSA, 1984) Gambar 4. Disain peti kayu lapis tipe C-5 dengan batang pengikat tambahan (Harvey, 1986) Gambar 5. Cara pemakuan untuk disain peti kayu tipe 5 (JSA, 1984) Gambar 6. Letak pita pengencang Gambar 7. "Gaynes 10,000 # compression tester" Gambar 8. Susunan buah apel pada lapisan dasar peti 42 Gambar 9. Letak bantalan kertas di dalam peti Gambar 10. "Heavy duty drop tester" Gambar 11. "Gaynes style 1250-v vibration tester" Gambar 12. Disain peti kayu jeungjing hasil rancangan 48 Gambar 13. Disain peti kayu lapis hasil rancangan Gambar 14. Kerusakan pada peti kayu jeungjing setelah uji tekan Gambar 15. Kerusakan pada peti kayu lapis setelah uji jatuh Gambar 16. Diagram batang persentase jumlah buah dikemas yang rusak setelah uji jatuh... 53

13 Halaman Lampiran 1. Disain dan ukuran detil peti kayu jeungjing hasil rancangan Lampiran 2. Disain dan ukuran detil peti kayu lapis hasil rancangan Lampiran 3. Penandaan (identification) kemasan segiempat sejajar (parallelepipedal package) pada saat pengujian (IS (E)) 71 Lampiran 4. Ukuran paku (JSA, 1975) Lampiran 5. Penghitungan tinggi tumpukan maksimum peti dan jumlah maksimum peti dalam satu tumpukan Lampiran 6. Uji statistik t terhadap nilai kekuatan tekan peti kayu hasil rancangan... 76

14 I. PENDAHULUAN Peti kayu masih banyak digunakan di Indonesia untuk mengemas buah-buahan dan sayuran segar yang hendak diangkut ke pasar, misalnya untuk mengemas buah jeruk, salak, tomat, dan lain sebagainya. Pemakaian kayu sebagai bahan kemasan memberikan keuntungan bila dipandang dari segi haea bahan yang murah, kayu juga relatif lebih kuat dibanding karton atau bambu yang digunakan untuk membuat keranjang. Peti kayu sangqup melindungi komoditas yang dikemas di dalamnya dari kerusakan akibat penekanan dari segala arah dan mampu ditumpuk dalam ketinggian tertentu tanpa menyebabkan kerusaka-n terhadap komoditas yang dikemas yang diakibatkan oleh penumpukan tersebut. Peti kayu dapat mempertahankan bentuknya bila ditempatkan dalam ruangan yang lembab atau bila terkena air. Menurut Harvey (1986), peti kayu merupakan salah satu alternatif kemasah untuk pengangkutan buah-buahan, sayuran dan ikan segar di negara-negara berkembang, terutama nega- ra yang mempunyai kayu.alam dalam jumlah banyak. Prospek kemasan kayu yang baik itu ditunjang oleh tersedianya kayu yang sesuai dalam jumlah banyak di negara-negara tersebut. Di samping bahan baku, tenaga kerja untuk membuatnya juga cukup tersedia dan relatif murah. Keuntungan lain adalah kebutuhan akan peralatan khusus tidak terlalu banyak.

15 Masalah-masalah yang dihadapi dalam pemakaian peti kayu untuk mengemas buah-buahan segar di Indonesia adalah belum seragamnya bentuk dan ukuran peti yang digunakan. Jenis kayu yang digunakan juga masih beragam. Cara pembuatan peti masih belum memenuhi syarat, papan yang digunakan pada umumnya tidak dihaluskan dan lebar papannya tidak seragam. Pemasangan papan juga tidak teratur sehingga lubang ventilasi yang terbentuk kurang teratur pula, karena disesuaikan dengan papan yang ada. Komoditas yang dikemas tidak disusun dengan letak yang teratur di dalam peti, yang penting peti terisi penuh. Melihat kenyataan tersebut di atas perlu dilakukan penelitian yang menyangkut perancangan disain peti kayu yang tepat dan sesuai bagi komoditas buah-buahan segar. Bentuk dan ukuran peti dibuat seragam serta cara pembuatannya memenuhi syarat. Peti tersebut diharapkan kuat konstruksinya serta memiliki kemampuan untuk melindungi komoditas yang dikemas. Masalah-masalah lingkungan dan pembuangan makin meningkat sehubungan dengan penggunaan peti kayu dalam pengangkutan komoditas. Pada umumnya peti kayu yang dibuat hanya digunakan satu kali, ha1 ini disebabkan konstruksi peti yang ada tidak memungkinkan untuk dapat dibuka tanpa mengakibatkan peti rusak. ~elain itu penyimpanan peti kosong akan membutuhkan biaya yang sama dengan biaya penyimpanan peti yang berisi komoditas, karena ruang yang

16 dibutuhkan untuk penyimpanan sama besarnya. Peti-peti ko- song tersebut sangat sulit untuk di daur ulang, padahal vo- lumenya cukup besar dalam sistem pembuangan sampah. Oleh karenanya dibutuhkan adanya peti kayu dengan konstruksi tubuh yang memungkinkan untuk digunakan kembali. Peti yang dapat dilipat akan memungkinkan untuk dapat disimpan dalam jumlah yang lebih banyak dari pada peti yang dibuat dengan konstruksi tubuh kaku pada luas ruang penyimpanan yang sama. Jenis bantalan yang umum digunakan di dalam kemasan distribusi buah-buahan segar yang ada di pasaran adalah potongan kertas kecil-kecil. Di dalam kemasan distribusi buah apel segar, bantalan kertas tersebut biasanya diletakkan pada lapisan atas susunan buah (antara buah dan tutup peti) dan lapisan bawah susunan buah (antara buah dan dasar peti). Tentu saja dengan letak bantalan seperti ini gesekan antar sesama buah tidak dapat dihindarkan. Di dalam kemasan apel impor tidak digunakan bantalan kertas. Ape1 yang dikemas disusun di atas nampan yang mempunyai lekukan (molded tray) sebagai tempat meletakkan apel di atas nampan. Dengan menggunakan nampan berlekuk ini gesekan antar sesama buah dapat dihindarkan, dengan demikian buah relatif lebih terlindung. Tentu saja pemakaian nampan berlekuk untuk pengemasan buah yang akan di pasarkan lokal masih dipandang terlalu mahal. Untuk mendapatkan perlindungan buah seperti pada

17 penggunaan nampan berlekuk, bantalan kertas dapat digunakan, yaitu dengan meletakkan bantalan kertas pada tiap lapisan susunan buah yang dikemas. Dengan cara seperti ini gesekan antar sesama buah dapat dikurangi dibanding ~jika bantalan kertas tersebut diletakkan hanya pada lapisan atas dan bawah susunan buah, seperti yang umum digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk merancang disain peti kayb yang sesuai untuk kemasan distribusi buah apel segar (~alusylvestris Mill). Peti yang dirancang akan dibuat berdasarkan standar pembuatan peti kayu, dan akan diukur kekuatannya. Konstruksi peti yang akan dirancang adalah yang tubuhnya dapat dilipat atau kaku tapi memungkinkan untuk dibuka dan ditutup tanpa merusak peti. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh letak ban- talan kertas di dalam peti terhadap persentase jumlah buah apel dikemas yang rusak.

18 11. TINJAUAN PUSTAKA A. APEL Tanaman apel termasuk dalam filum Spermatophyta, kelas Anyiospermae, subkelas Monocotyledonae, dan fami- li Rosaceae. Nama botani tanaman apel adalah Pyrus mallus L., sedangkan nama botani buah apel adalah Malus.sylvestris Mill (Direktorat Bina Produksi Hortikultura, 1985). Buah apel merupakan salah satu jenis buah yang digemari rakyat Indonesia, terutama di kota-kota besar. Hal ini tampak dari peningkatan produksi buah apel di Jawa Timur, sebagai daerah sentra produksi buah apel di Indonesia, yaitu sebanyak ton pada tahun 1988 meningkat menjadi ton pada tahun 1989 (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Timur, 1989). Sejak awal tahun 1983 Pemerintah Indonesia telah melarang impor beberapa jenis buah segar termasuk di antaranya buah apel. Sebagai akibatnya volume impor buah apel segar ke Indonesia mengalami penurunan sejak tahun 1983, yaitu ton pada tahun 1983 menurun menjadi 0.9 ton (917 kg) pada tahun Dengan tidak adanya saingan dari apel impor, maka potensi pasar apel Indonesia cukup baik di masa mendatang. Bahkan pada tahun 1989 Indonesia telah berhasil mengekspor buah apel ke Singapura sebanyak 21.4 ton (Direktorat Bina

19 Produksi Hortikultura, 1990). Hal ini menunjukkan bahwa buah apel Indonesia memang tidak kalah oleh rasa buah apel dari negara lain. Yuniarti dan Suhardi (1989) mengemukakan bahwa konsumen sering menyatakan rasa buah apel dalam negeri mempunyai kualitas baik, cukup enak, lebih segar dan lebih renyah dibanding rasa buah apel impor. Beberapa varietas apel hasil tanaman dalam negeri yang sudah banyak dikenal di pasaran adalah "rome beauty", manalagi, dan "princess noble" (apel hijau). Dalam program mencari varietas-varietas unggul, di kebun percobaan di Banaran, Batu, Malang telah ditanam sembilan varietas apel, yaitu "princess noble", manalagi, "rome beautyw, "red rome beautym, cahort I no.23, cahort I no.25, cahort I no. 27, "mc. intosch", dan "winter banana". Salah satu sifat unggul yang diinginkan adalah buah mempunyai penampakan yang menarik dan rasa yang banyak disenangi, yaitu manis dengan rasa ma- Sam sedikit (Yuniarti dan Suhardi, 1989). Menurut hasil penelitian Yuniarti dan Suhardi (1989) terhadap kesembilan varietas apel yang ditanam di kebun percobaan di Banaran, kandungan air dari semua varietas persen, diameter buah cm, keliling buah cm, tebal buah cm, dan bobot buah gram. Varietas cahort I no. 25 mempunyai ukuran buah terbesar bila ditinjau

20 dari diameter (7.5 cm) dan kelilingnya (23.9 cm). Va- rietas ini juga mempunyai bobot buah tertinggi, yaitu gram. Menurut Kusumo (1974), standar mutu buah apel di Indonesia belum ada. Pada umumnya harga apel di pasaran ditentukan oleh jumlah buah per kilogram. Klasifikasi yang digunakan petani atau pedagang dalam menentukan harga adalah jumlah 3-4 buahlkg, 5-6 buahlkg, 7-8 buahlkg, 9-10 buah/kg, buahlkg, dan 16 buah ke ataslkg. Makin sedikit jumlah buah per kilogram harganya makin tinggi pula. Ukuran buah yang digemari' konsumen adalah yang berisi 5-6 buahlkg (Yuniarti dan suhardi, 1989) Departemen Pertanian Amerika Serikat menetapkan tingkat mutu (grading) buah apel segar yang hendak dipasarkan sebagai komoditas segar berdasarkan pertimbangan sebagai berikut: buah harus mulus, bersih, dan bebas dari kebusukan dan kerusakan fisiologis, buah memiliki tingkat kematangan yang cukup dengan aroma (flavour), karakteristik warna dan bentuk yang khusus serta bebas dari segala bentuk cacat, bentuk buah harus tetap pada kondisi yang berbeda (Ryall dan Pentzer, 1982). B. SIFAT FISIOLOQIS PASCA PANEN BUAH-BUAW SEGAR Komoditas buah-buahan segar masih tetap melakukan proses metabolisma walaupun telah dipanen. Jaringan

21 selnya masih dalam keadaan aktif, sebab itu selalu mengalami perubahan-perubahan kimiawi dan biokimiawi yang disebabkan oleh proses metabolisme tersebut (Eskin et al., 1971). Proses metabolisma yang terjadi pada buahbuahan segar setelah dipanen sangat penting diperhatikan bila hendak mengemasnya, oleh karena proses-proses metabolisma yang terjadi tersebut sangat mempengaruhi mutu buah yang dikemas. Proses metabolisma pada buah-buahan segar dalam beberapa ha1 tertentu dapat menyebabkan penurunan (deteriorasi) mutu buah, namun di lain pihak dapat pula menyebabkan tercapainya derajat kematangan yang diinginkan. Menurut Soedibyo (1985), proses-proses metabolisma yang berhubungan dengan penurunan mutu buah-buahan segar adalah proses respirasi, akumulasi gas etilen, serta proses transpirasi atau penquapan. Respirasi adalah proses perombakan senyawa makromolekul di dalam buah, misalnya karbohidrat, protein, dan lemak. Jika oksigen yang diperlukan untuk merombak senyawa-senyawa tersebut cukup tersedia, maka respirasi yang terjadi adalah respirasi aerobik dan hasil respirasinya adalah karbondioksida, uap air, dan enerji dalam bentuk panas, sedangkan jika oksigen yang diperlukan untuk perombakan tersebut tidak cukup tersedia, maka respirasi yang terjadi adalah respirasi anaerobik dan hasil respirasinya adalah etil alkohol serta enerji

22 panas. Respirasi anaerobik akan mengakibatkan buah kehilangan aroma dan rasa serta merusak jaringan sel buah (Griffin dan Sacharow, 1980a). Menurut Griffin dan Sacharow (1980b), panas yang dihasilkan dari proses respirasi merupakan bagian yang penting dan perlu diperhatikan, karena panas tersebut dapat meningkatkan proses metabolisms, laju pernafasan semakin cepat dan dapat mengakibatkan cepat matinya jaringan sel, mempengaruhi perkembangan mikroorganisma sehingga buah akan lebih cepat rusak atau busuk. Laju respirasi akan meningkat pada buah yang cacat atau luka selama penanganan. Laju respirasi yang berjalan secara berlebihan akan menyebabkan perubahan cita rasa komoditas, dan teksturnya juga akan berubah menjadi lunak. Gas etilen adalah suatu senyawa volatil yang dikeluarkan oleh buah-buahan dan sayuran segar. Jumlah gas etilen yang dikeluarkan bervariasi menurut jenis buah dan sayuran segar yang dihasilkan. Buah ape1 dikenal sebagai buah yang banyak menghasilkan gas etilen. Me- nurut Griffin dan Sacharow (1980b), secara umum gas etilen akan mempercepat proses pematangan dan pemasakan, kerusakan fisik dan fisiologis. Buah-buahan dan sayuran segar mengandung kadar air yang tinggi, yaitu sekitar persen, keseimbangan kadar airnya tinggi pula, yaitu 98 persen. Dengan demikian pada kondisi atmosfir normal, buah-buahan dan

23 sayuran segar akan kehilangan air dengan cepat. Hal ini dapat mengakibatkan pelayuan dan pelisutan komoditas. Kehilangan air yang melebihi 10 persen dari bobot komoditas akan mengakibatkan kelayuan komoditas yang serius (Griffin dan Sacharow, 1980a). Menurut Triaji et al. (1979), air yang diuapkan pada proses transpirasi juga perlu diperhatikan. Pengem- Bunan air yang mungkin terjadi di dalam kemasan dan jatuhnya air tersebut ke atas buah dapat mengakibatkan mudahnya mikroorganisma tumbuh sehingga terjadi kerusakan mikrobiologis. Mengingat sifat-sifat fisiologis buah-buahan dan sayuran segar yang telah dikemukakan di atas, kemasan buah-buahan dan sayuran segar harus cukup memiliki lubang ventilasi. Fungsi lubang ventilasi tersebut adalah sebagai jalan masuk udara yang diperlukan untuk respirasi serta jalan keluar hasil-hasil respirasi dan transpirasi yang tidak diinginkan. Lubang ventilasi tidak boleh terlalu banyak jumlahnya, karena dapat mengakibatkan proses transpirasi yang berlebihan atau terlalu sedikit jumlahnya sehingga mengakibatkan panas, uap air, dan gas etilen tidak dapat keluar dari dalam kemasan dan udara yang masuk tidak mencukupi untuk kebutuhan respirasi. Menurut Snowdon dan Ahmed (1981), ada dua macam bentuk kerusakan fisiologis yang sering terjadi pada

24 buah ape1 segar, yaitu seperti luka bakar (artificial scald) dan "bitter pit". Luka bakar berupa bintik-bintik coklat yang menyerupai jerawat pada kulit buah, dan tidak sampai ke daging buah. Sedangkan "bitter pit" berupa seperti bekas tekanan agak dangkal pada kulit buah, dan menyebabkan daging buah berubah warnanya menjadi coklat. C. KEMASAN DISTRIBUSI Kemasan distribusi adalah kemasan yang terutama ditujukan untuk melindungi produk yang dikemas selama pengangkutan dari produsen ke konsumen (Paine dan Paine, 1983). Menurut Friedman dan Kipness (1977), proses distribusi meliputi aktivitas-aktivitas pengemasan, penanganan, penggudangan, dan pengangkutan. Selama dalam proses pendistribusian kemasan dan produk yang dikemas akan menghadapi sejumlah resiko, yaitu resiko lingkungan (enviromental hazards), misalnya: temperatur dan kelembaban; resiko fisis (physical hazards), misalnya: gesekan, benturan, tekanan, distorsi, dan lain sebagainya; serta resiko lainnya seperti infestasi organisma, pencurian, dan kontaminasi. Tekanan akan menimbulkan "stressw sedangkan getaran dan benturan akan menimbulkan kejut (shock) terha- dap kemasan dan produk yang dikemas. Kejut getaran

25 (vibration shock) dapat terjadi pada saat pengangkutan yang diakibatkan oleh getaran yang ditimbulkan oleh alat angkut. Kejut benturan dapat terjadi pada saat kemasan terjatuh, terlempar, atau terguling. "Stress" dapat terjadi pada saat penumpukan kemasan, baik dalam keadaan statis maupun dalam keadaan dinamis. Pada tingkat intensitas tertentu, kejut dan "stress" yang timbul dapat merusak kemasan dan isinya. Bentuk kerusakan yang terjadi misalnya lecet, terkikis, longgarnya kon- struksi kemasan atau susunan bahan yang dikemas, patah (fracturing), hancur (crushing), pecah (breaking), re- tak (cracking), pelengkungan (buckling), penekukan (bending), dan defleksi (deflection) (Friedman dan Kipness, 1977). Jika produk yang dikemas adalah buah-buahan dan sayuran segar, maka menurut Kahar (1985), kejut dan wstress' yang ditimbulkan oleh faktor-faktor mekanik di atas akan menimbulkan luka fisik pada buah-buahan dan sayuran segar. Luka-luka tersebut dapat terjadi dise- babkan buah membentur dinding kemasan atau buah lainnya serta gesekan antara buah dengan dinding kemasan atau dengan buah lainnya. Luka dapat terjadi pada bagian ku- lit buah saja atau kadang-kadang sampai juga ke daging buah. Pada luka akan terjadi perubahan warna menjadi coklat akibat adanya oksidasi tannin bila bersinggungan dengan udara. Snowdon dan Ahmed (1981) menyatakan

26 bahwa luka mekanik pada buah-buahan dan sayuran segar sering tidak segera terlihat, melainkan akan tampak jelas pada rantai penanganan selanjutnya. Beberapa sifat kemasan distribusi yang diinginkan adalah: 1) sesuai dengan produk yang ingin dikemas, 2) mempunyai kekuatan yang cukup untuk mempertahankan diri dari resiko-resiko selama pengangkutan dan penyimpanan, 3) memiliki lubang ventilasi yang cukup (bagi produkproduk tertentu yang memang membutuhkan), 4) menyediakan informasi yang memungkinkan identifikasi produk yang dikemas, tempat produsen, dan tujuan pengiriman, dan 5) dapat dibongkar dengan mudah tanpa menggunakan buku petunjuk (Paine dan Paine, 1983). Menurut Poernomo (1978) jenis kemasan distribusi untuk komoditas buah-buahan dan sayuran segar yang sering digunakan di Indonesia adalah karung goni, keranjang bambu, peti kayu, dan peti karton. Pemilihan jenis kemasan biasanya disesuaikan dengan jenis komoditas yang dikemas dan jarak pengangkutan yang ditempuh. Poernomo (1979) menyatakan bahwa keuntungan pemakaian peti kayu untuk mengemas komoditas segar adalah kesanggupannya melindungi komoditas yang dikemas dari segala kerusakan akibat adanya tekanan dari segala arah dan mampu ditumpuk dalam ketinggian tertentu tanpa menyebabkan kerusakan yang diakibatkan oleh penumpukan tersebut. Karung goni, karung kain, karung kertas, dan

27 karung rajut hanya membantu sedikit dalam melindungi bahan dari tekanan ataupun pergeseran antara bahan satu dengan lainnya. Selain itu lubang ventilasi pada karung goni umumnya kurang sempurna, sehingga pada waktu diqunakan, panas hasil respirasi sukar keluar dan terkumpul di dalamnya, yang akhirnya merusak komoditas yang dikemas. Pada umumnya, keranjang-keranjang sifatnya kurang kuat dan tidak sanggup melindungi komoditas yang dikemas dari tekanan yang datang dari segala arah, sehingga menyebabkan komoditas tersebut banyak mengalami kerusakan untuk menahan tekanan. Peti karton kekuatannya tidak sekuat peti kayu, tetapi lebih kuat dari karung, hanya saja pemakaian peti karton kurang tepat atau masih belum sesuai untuk pengiriman lokal disebabkan harganya yang dipandang masih mahal dan kurang tahan terhadap perlakuan kasar yang biasa dijumpai pada pengiriman lokal. Tinggi susunan komoditas dalam kemasan tergantung pada kecepatan respirasi komoditas. Bila susunannya terlalu padat dan tebal maka bagian tengah akan menjadi lebih panas akibat panas respirasi yang tidak dapat ke- luar (Kahar, 1985). Sjaifullah dan Soedibyo (1976) me- nyatakan bahwa yang terpenting dalam penyusunan buah di dalam kemasan adalah penyusunan lapisan dasar yang baik, dengan demikian penyusunan lapisan berikutnya akan mudah dikerjakan. Pada Gambar 1. diberikan teknik

28 penyusunan buah ape1 pada lapisan dasar di dalam kemasan yang diterapkan dalam penelitian Sjaifullah dan Soedibyo tersebut. Buah diletakkan miring sehingga tangkai buah letaknya sejajar dengan panjang peti. penyusunan penyusunan penyusunan penyusunan Gambar 1. Teknik penyusunan buah pada lapisan dasar kemasan (Sjaifullah dan Soedibyo, 1976) Menurut Paine dan Paine (1983), isi dari suatu kemasan distribusi bukan hanya produk yang dikemas saja, melainkan termasuk juga bahan-bahan lain yang berfungsi untuk membantu melindungi produk yang dikemas selama pengangkutan. Bahan-bahan pelindung tersebut antara lain bantalan (cushioning), penahan (blocking), penguat (bracing), bahan untuk merintangi penguapan (watervapour barrier), dan lain-lain. Bahan pembantu yang digunakan dalam pengemasan buah maupun sayuran segar dengan menggunakan keranjang dan peti di Indonesia adalah merang, daun-daun kering, pelepah batang pisang, tikar atau kertas koran, serbuk

29 gergaji potongan-potongan kertas, dan lain-lain. Ba- han-bahan tersebut digunakan sebagai bahan pelapis di dinding kemasan atau sebagai bahan pengganjal untuk melindungi buah atau sayur terhadap pergeseran dengan dinding kemasan atau sebagai bahan pengisi di sela-sela antara setiap komoditas yang dikemas untuk mencegah terjadinya pergeseran letak komoditas (Poernomo, 1978). D..PERANCANG?IN DISAIN PET1 KAYO Menurut Harvey (1986), tolok ukur untuk perancangan disain peti kayu adalah berdasarkan faktor ekonomis, syarat-syarat pengangkutan dan pemakai akhir (end user and transit requirements), serta hubungan kayu dengan faktor teknis. Dalam hubungannya dengan faktor ekonomis, disain peti yang hendak dirancang adalah yang dapat memberikan perlindungan cukup dengan kemudahan penanganan yang mak- simum, serta tidak mengakibatkan tambahan biaya yang terlalu besar dibanding harga produk yang dikemas. Menurut Harvey (1986), kemasan yang dapat digunakan lebih dari satu kali dapat membantu mengurangi biaya ke- masan. Sedangkan dalam hubungannya dengan syarat- syarat pengangkutan dan pemakai akhir, terdapat sepuluh faktor yang mempengaruhi perancangan disain peti kayu, yaitu: sifat dan bobot produk yang dikemas, model peti

30 penggabungannya, dimensi dan bobot kosong peti (tare weight), metoda penanganan selama pengangkutan, persyaratan yang diminta konsumen, keadaan mendesak dari suatu pengiriman (urgency of shipment), dan kemampuan kemasan untuk digunakan kembali (Harvey, 1986). Menurut Harvey (1986), dalam hubungannya dengan faktor teknis, perlu diperhatikan jenis kayu yang akan aigunakan, mutu dan ketebalan kayu, disain peti, dan keahlian pekerja dalam mengkonstruksikan dan merakit ke- masan. Kekuatan kemasan kayu yang akan dirancang sa- ngat dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Poernomo (1978) menyatakan bahwa disain kemasan untuk komoditas hortikultura segar harus cukup mempunyai lubang ventilasi untuk memungkinkan peredaran udara di dalam kemasan, kemasan harus mudah untuk diangkat oleh satu orang. Kemasan yang terlalu besar dengan sendirinya akan terlalu berat untuk ditangani oleh satu orang, sehingga dalam penanganan selanjutnya kemasan itu tidak akan terhindar dari perlakuan kasar berupa bantingan-bantingan yang akhirnya akan meningkatkan persentase kerusakan komoditas yang dikemas. Total luas lubang ventilasi pada kotak karton biasanya berkisar persen dari total luas permukaan luar kemasan, rata-rata luasnya 2.4 persen (New et al., 1978). Total luas lubang ventilasi pada kotak kayu berkawat (wirebound wooden box) sekitar 8 persen, dan peti

31

32

33

34

35

36

37

38

39

40

41

42

43

44

45

46

47

48

49

50

51

52

53

54

55

56

57

58

59

60

61

62

63

64

65

66

67

68

69

70

71

72

73

74

75

76

77

78

79

80

81

82

83

84

85

86

87

DISAIN PET1 KAYU UNTUK KEMASWN DISTRIBOSI BU4\W APEL SEGAW ( Malus sylvestris - Mill )

DISAIN PET1 KAYU UNTUK KEMASWN DISTRIBOSI BU4\W APEL SEGAW ( Malus sylvestris - Mill ) DISAIN PET1 KAYU UNTUK KEMASWN DISTRIBOSI BU4\W APEL SEGAW ( Malus sylvestris - Mill ) Oleh 199 1 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN 6060R BOGOR junice Simbolon. F 23.0932. Disain Peti Kayu

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika dan kini telah menyebar di kawasan benua Asia termasuk di Indonesia. Tomat biasa ditanam di dataran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH TIPE KEMASAN DAN PENGGUNAAN VENTILASI TERHADAP KEKUATAN DAN BIAYA KEMASAN PETI KAYU UNTUK DISTRIBUSI HORTIKULTURA SKRIPSI

KAJIAN PENGARUH TIPE KEMASAN DAN PENGGUNAAN VENTILASI TERHADAP KEKUATAN DAN BIAYA KEMASAN PETI KAYU UNTUK DISTRIBUSI HORTIKULTURA SKRIPSI KAJIAN PENGARUH TIPE KEMASAN DAN PENGGUNAAN VENTILASI TERHADAP KEKUATAN DAN BIAYA KEMASAN PETI KAYU UNTUK DISTRIBUSI HORTIKULTURA SKRIPSI Oleh : DIANA DWI PUSPA F01499007 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) Cara-cara penyimpanan meliputi : 1. penyimpanan pada suhu rendah 2. penyimpanan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di Indonesia adalah jenis Fragaria vesca L. Buah stroberi adalah salah satu produk hasil

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH TIPE KEMASAN DAN PENGGUNAAN VENTILASI TERHADAP KEKUATAN DAN BIAYA KEMASAN PETI KAYU UNTUK DISTRIBUSI HORTIKULTURA SKRIPSI

KAJIAN PENGARUH TIPE KEMASAN DAN PENGGUNAAN VENTILASI TERHADAP KEKUATAN DAN BIAYA KEMASAN PETI KAYU UNTUK DISTRIBUSI HORTIKULTURA SKRIPSI KAJIAN PENGARUH TIPE KEMASAN DAN PENGGUNAAN VENTILASI TERHADAP KEKUATAN DAN BIAYA KEMASAN PETI KAYU UNTUK DISTRIBUSI HORTIKULTURA SKRIPSI Oleh : DIANA DWI PUSPA F01499007 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat

Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat Emmy Darmawati 1), Gita Adhya Wibawa Sakti 1) 1) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h

TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa memahami hal-hal yang menyebabkan kerusakan dan kehilangan serta memahami teknologi penanganan pasca panen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Namun sayangnya, masih banyak

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian Pengaruh Perlakuan Bahan Pengisi Kemasan terhadap Mutu Fisik Buah Pepaya Varietas IPB 9 (Callina) Selama Transportasi dilakukan pada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikenal adalah ubi jalar (Ipomoea batatas). Ubi jalar merupakan jenis umbi

I. PENDAHULUAN. dikenal adalah ubi jalar (Ipomoea batatas). Ubi jalar merupakan jenis umbi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jenis umbi-umbian banyak terdapat di Indonesia. Salah satu jenis umbi yang dikenal adalah ubi jalar (Ipomoea batatas). Ubi jalar merupakan jenis umbi dengan masa panen

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCAPANEN

PENANGANAN PASCAPANEN 43 PENANGANAN PASCAPANEN Pascapanen Penanganan pascapanen bertujuan untuk mempertahankan kualitas buah yang didapat. Oleh karena itu pelaksanaannya harus dilakukan dengan mempertimbangkan kualitas buah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan bahan penelitian ini terdiri atas pelepah salak, kawat, paku dan buah salak. Dalam penelitian tahap I digunakan 3 (tiga) varietas buah salak, yaitu manonjaya, pondoh,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Dimensi buah salak Pengukuran dimensi buah salak dilakukan pada 3 (tiga) varietas buah salak yaitu salak pondoh, salak manonjaya dan salak sidimpuan. Sampel pengukuran pada ketiga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Kerusakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian dengan topik Pengaruh Perlakuan Pengemasan Belimbing (Averrhoa carambola L) dengan Penggunaan Bahan Pengisi terhadap Mutu Fisik Belimbing selama Transportasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon. Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon. Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah apel fuji sun moon di Hypermart Gorontalo. Tahapan sortasi

Lebih terperinci

KULIAH V KEMASAN KAYU. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) pada pertemuan ini adalah : - mampu mengaplikasikan kemasan kayu pada bahan pangan.

KULIAH V KEMASAN KAYU. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) pada pertemuan ini adalah : - mampu mengaplikasikan kemasan kayu pada bahan pangan. KULIAH V KEMASAN KAYU Tujuan Instruksional Khusus (TIK) pada pertemuan ini adalah : - mampu mengaplikasikan kemasan kayu pada bahan pangan. Hutan 1/3 total permukaan bumi Kayu adalah bahan pengemas tertua

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kemasan Alpukat Hasil Rancangan Kemasan distribusi dirancang dan dipilih terutama untuk mengatasi faktor getaran (vibrasi) dan kejutan (shock) karena faktor ini sangat berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah buah pisang. Tahun 2014, buah pisang menjadi buah dengan produksi terbesar dari nilai produksi

Lebih terperinci

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN (Changes in the quality of mangosteen fruits (Garcinia mangosiana L.) after transportation and

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN III. A. Lokasi dan Waktu. B. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN III. A. Lokasi dan Waktu. B. Bahan dan Alat III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Pertanian IPB selama 3 bulan yaitu bulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan terhitung mulai bulan Januari hingga April 2012 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu produk pertanian yang memiliki potensi cukup tinggi untuk ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. Komoditas hortikultura

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENANGANAN PASCAPANEN BUAH-BUAHAN DAN SAYURAN

TEKNOLOGI PENANGANAN PASCAPANEN BUAH-BUAHAN DAN SAYURAN TEKNOLOGI PENANGANAN PASCAPANEN BUAH-BUAHAN DAN SAYURAN Oleh : Usman Ahmad Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Pada Perlakuan Blansir 1. Susut Bobot Hasil pengukuran menunjukkan bahwa selama penyimpanan 8 hari, bobot rajangan selada mengalami

Lebih terperinci

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP KERUSAKAN FISIK/MEKANIS KERUSAKAN KIMIAWI KERUSAKAN MIKROBIOLOGIS KEAMANAN PANGAN, CEGAH : o CEMARAN FISIK o CEMARAN KIMIAWI o CEMARAN

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN PENANGANAN PASCA PANEN KENAPA PERLU PENANGANAN PASCA PANEN??? Buah-buahan, setelah dipanen masih tetap merupakan jaringan hidup, untuk itu butuh penanganan pasca panen yang tepat supaya susut kuantitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

DAN PENDINGBNAN TERHADAP DAYA SlMPWW BAMUR MERANG SEGAR

DAN PENDINGBNAN TERHADAP DAYA SlMPWW BAMUR MERANG SEGAR i t 7. ;"! C '.qs 0) "!. *,,I:,..-. < ",, *. ~- [ '~,Jl MEMPELAJARI PENGARUH KONDlSl DAN PENDINGBNAN TERHADAP DAYA SlMPWW BAMUR MERANG SEGAR ( Volvariella volvacea ) * 7 01eh DlAN SUWAIDA F 24. 1120 1991

Lebih terperinci

DAN PENDINGBNAN TERHADAP DAYA SlMPWW BAMUR MERANG SEGAR

DAN PENDINGBNAN TERHADAP DAYA SlMPWW BAMUR MERANG SEGAR i t 7. ;"! C '.qs 0) "!. *,,I:,..-. < ",, *. ~- [ '~,Jl MEMPELAJARI PENGARUH KONDlSl DAN PENDINGBNAN TERHADAP DAYA SlMPWW BAMUR MERANG SEGAR ( Volvariella volvacea ) * 7 01eh DlAN SUWAIDA F 24. 1120 1991

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belimbing Manis (Averrhoa carambola L) Tanaman belimbing berasal dari Sri Lanka dan banyak terdapat di daerah Asia Tenggara, Brazil, Ghana dan Guyana. Belimbing bukan buah musiman.

Lebih terperinci

Untuk IbudanBapak (Rlm) tercinta, Mbak Wiwin dan Dian tersayang.

Untuk IbudanBapak (Rlm) tercinta, Mbak Wiwin dan Dian tersayang. Untuk IbudanBapak (Rlm) tercinta, Mbak Wiwin dan Dian tersayang. PENUIMPANAN ERMODIFIKASI Oleh : 1993 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANTALLY INSTITUT PERTANIAN BOGOR Sigit Rinanto

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 33 V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tahap I Pengukuran Sifat Fisik Buah Manggis Pengukuran sifat fisik buah yang dilakukan meliputi berat buah, diameter mayor, diameter minor buah, tinggi tangkai dan tinggi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengemasan Pisang Ambon Kuning Pada simulasi transportasi pisang ambon, kemasan yang digunakan adalah kardus/karton dengan tipe Regular Slotted Container (RSC) double flute

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Buah Mentimun Mentimun, timun, atau ketimun (Cucumis sativus L.; suku labu-labuan atau Cucurbitaceae) merupakan tumbuhan yang menghasilkan buah yang dapat dimakan secara langsung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung mampu memproduksi pisang sebanyak 319.081 ton pada tahun 2003 dan meningkat hingga

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan mutu yang diamati selama penyimpanan buah manggis meliputi penampakan sepal, susut bobot, tekstur atau kekerasan dan warna. 1. Penampakan Sepal Visual Sepal atau biasa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya TINJAUAN PUSTAKA Jeruk Siam Jeruk siam (Citrus nobilis LOUR var Microcarpa) merupakan salah satu dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya berbentuk bulat dengan permukaan

Lebih terperinci

Penanganan Hasil Pertanian

Penanganan Hasil Pertanian Penanganan Hasil Pertanian Teknologi Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi FTP UB Penanganan Hasil Pertanian (1) Penanganan saat panen Penanganan segera setelah panen Penanganan pasca

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PASCA PANEN

TEKNOLOGI PASCA PANEN PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PASCA PANEN Oleh : TIM PENGAMPU LABORATORIUM AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2016 DAFTAR ACARA PRAKTIKUM TEKNOLOGI PASCA

Lebih terperinci

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Oleh : YOLIVIA ASTRIANIEZ SEESAR F14053159 2009 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN MBAHASAN A. SUSUT BOBOT Perubahan susut bobot seledri diukur dengan menimbang bobot seledri setiap hari. Berdasarkan hasil pengukuran selama penyimpanan, ternyata susut bobot seledri mengalami

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA AgroinovasI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA Dalam menghasilkan benih bermutu tinggi, perbaikan mutu fisik, fisiologis maupun mutu genetik juga dilakukan selama penanganan pascapanen. Menjaga mutu fisik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga

Lebih terperinci

TEKNOLOGI DAN SARANA PASCA PANEN MANGGIS

TEKNOLOGI DAN SARANA PASCA PANEN MANGGIS TEKNOLOGI DAN SARANA PASCA PANEN MANGGIS Dr.Y. Aris Purwanto Pusat Kajian Hortikultura Tropika Institut Pertanian Bogor arispurwanto@gmail.com 08128818258 ... lanjutan Proses penanganan buah yang baik

Lebih terperinci

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman,

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, bulky/voluminous/menghabiskan banyak tempat, sangat

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penghasil pisang terbesar yaitu ton buah pisang per tahun. Buah. dan B yang penting bagi tubuh (Anonim, 1999).

I. PENDAHULUAN. penghasil pisang terbesar yaitu ton buah pisang per tahun. Buah. dan B yang penting bagi tubuh (Anonim, 1999). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan salah satu jenis tanaman di Indonesia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan serta dimanfaatkan oleh masyarakat karena memiliki nilai

Lebih terperinci

KEMASAN TRANSPOR 31 October

KEMASAN TRANSPOR 31 October KEMASAN TRANSPOR 1 Outline 1. Pendahuluan 2. Karton Gelombang (KG) & Kotak Karton Gelombang (KKG) 3. Tipe Kotak Karton Gelombang (KKG) 4. Sifat Kotak Karton Gelombang (KKG) 5. Jenis Kerusakan Kotak Karton

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perancangan dan Pembuatan Kemasan Hasil Rancangan Perancangan kemasan bertujuan untuk menentukan kekuatan yang dibutuhkan kemasan untuk meredam gaya dari luar serta untuk mengurangi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Panen dan Pascapanen Pisang Cavendish' Pisang Cavendish yang dipanen oleh P.T Nusantara Tropical Farm (NTF)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Panen dan Pascapanen Pisang Cavendish' Pisang Cavendish yang dipanen oleh P.T Nusantara Tropical Farm (NTF) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Panen dan Pascapanen Pisang Cavendish' Pisang Cavendish yang dipanen oleh P.T Nusantara Tropical Farm (NTF) memiliki ciri diameter sekitar 3,1 cm. Panen pisang Cavendish dilakukan

Lebih terperinci

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015).

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apel adalah salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Apel digemari karena rasanya yang manis dan kandungan gizinya yang tinggi. Buah apel mempunyai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tomat 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tomat Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam genus Lycopersicon, sub genus Eulycopersicon. Genus Lycopersicon merupakan genus sempit yang terdiri atas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Melon Tanaman melon berasal dari daerah Mediterania yang merupakan perbatasan antara Asia Barat dengan Eropa dan Afrika, secara khusus berasal dari lembah Persia (Syria). Tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia adalah buah-buahan yaitu buah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. TOMAT

TINJAUAN PUSTAKA A. TOMAT II. TINJAUAN PUSTAKA A. TOMAT Secara sistematis tanaman tomat dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Sub Divisi : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan hortikultura meningkat setiap tahunnya, tetapi hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan hortikultura meningkat setiap tahunnya, tetapi hal tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan hortikultura meningkat setiap tahunnya, tetapi hal tersebut tidak diimbangi dengan jumlah produksi yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa peluang untuk pengembangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ukurannya membesar, buah diberi perlakuan pra-pendinginan pada ruangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ukurannya membesar, buah diberi perlakuan pra-pendinginan pada ruangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Panen dan Pascapanen Jambu Biji Buah jambu biji dapat dipanen dengan melihat ukuran, bentuk, dan perubahan warna buah. Setelah buah mulai berubah warna menjadi hijau lebih pucat

Lebih terperinci

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN Perbaikan mutu benih (fisik, fisiologis, dan mutu genetik) untuk menghasilkan benih bermutu tinggi tetap dilakukan selama penanganan pasca panen. Menjaga mutu fisik dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kultivar Fuji merupakan hasil persilangan antara Ralls janet (Kakko)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kultivar Fuji merupakan hasil persilangan antara Ralls janet (Kakko) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Buah Apel Fuji Sun Moon Kultivar Fuji merupakan hasil persilangan antara Ralls janet (Kakko) dengan Red Delicious yang dikembangkan oleh The Fruit Tree Research Station.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DOSIS DAN KEMASAN BAHAN PENYERAP Penentuan dosis dilakukan untuk memperoleh dosis zeolit yang paling optimal sebagai bahan penyerap etilen dalam penyimpanan buah salak pondoh

Lebih terperinci

PENGATURAN PENYIMPANAN KOMODITI PERTANIAN PASCA PANEN

PENGATURAN PENYIMPANAN KOMODITI PERTANIAN PASCA PANEN PENGATURAN PENYIMPANAN KOMODITI PERTANIAN PASCA PANEN PENYIMPANAN DINGIN Diperlukan untuk komoditi yang mudah rusak, karena dapat mengurangi Kegiatan respirasi dan metabolisme lainnya Proses penuaan karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++)

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++) V. HASIL PENGAMATAN Tabel 1. Pola Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna (++) Aroma Khas jeruk Khas jeruk Khas jeruk - - (++) Tekstur (++) Berat (gram) 490 460 451 465,1 450

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga 3 TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga Tanaman buah naga termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Caryophyllales, famili Cactaceae, subfamili Cactoidae, genus Hylocereus Webb.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Pemanenan buah jeruk dilakukan dengan menggunakan gunting. Jeruk yang dipanen berasal dari tanaman sehat yang berumur 7-9 tahun. Pada penelitian ini buah jeruk yang diambil

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA II. A. Tomat

TINJAUAN PUSTAKA II. A. Tomat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tomat Tomat komersial (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam famili Solanaceae, dan merupakan tanaman semusim berbentuk perdu yang panjangnya mencapai ± 2 meter. Tomat berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Tomat merupakan tanaman asli di Benua Amerika yang tersebar dari Amerika Tengah hingga Amerika Selatan. Tanaman tomat pertama kali dibudidayakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

Kulit masohi SNI 7941:2013

Kulit masohi SNI 7941:2013 Standar Nasional Indonesia ICS 65.020.99 Kulit masohi Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I. PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan dalam penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2010 di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pertanaman Tanaman melon selama penelitian berlangsung tumbuh baik, tidak ada tanaman yang mengalami kematian sampai saat panen. Suhu rata-rata harian di dalam rumah kaca

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

Buah-buahan dan Sayur-sayuran

Buah-buahan dan Sayur-sayuran Buah-buahan dan Sayur-sayuran Pasca panen adalah suatu kegiatan yang dimulai dari bahan setelah dipanen sampai siap untuk dipasarkan atau digunakan konsumen dalam bentuk segar atau siap diolah lebih lanjut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang dikonsumsi pada bagian umbi di kalangan masyarakat dikenal sebagai sayuran umbi. Kentang

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

LAPORAN MAKALAH MK. SISTEM INFORMASI BISNIS (AGB 212) Penanganan Pasca Panen Buah Alpukat (Persea americana Mill) Oleh:

LAPORAN MAKALAH MK. SISTEM INFORMASI BISNIS (AGB 212) Penanganan Pasca Panen Buah Alpukat (Persea americana Mill) Oleh: LAPORAN MAKALAH MK. SISTEM INFORMASI BISNIS (AGB 212) Penanganan Pasca Panen Buah Alpukat (Persea americana Mill) Oleh: Fitya Shabrina (H34140041) Dosen Kuliah : Dr. Ir. Burhanuddin, MM Ir. Wahyu Budi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Buah-buahan merupakan komoditas yang mudah sekali mengalami kerusakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Buah-buahan merupakan komoditas yang mudah sekali mengalami kerusakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Buah-buahan merupakan komoditas yang mudah sekali mengalami kerusakan (perishable), seperti mudah busuk dan mudah susut bobotnya. Diperkirakan jumlah kerusakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan salah satu produk hortikultura. Jagung manis memiliki laju respirasi yang tinggi sehingga mudah mengalami

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 7 PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS Nafi Ananda Utama Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 Pengantar Manggis merupakan salah satu komoditas buah tropika eksotik yang mempunyai

Lebih terperinci

OPTIMALISASI WAKTU PADA PROSES PEMBUATAN KERIPIK BUAH APEL (Pyrus malus L) DENGAN VACUUM FRYING

OPTIMALISASI WAKTU PADA PROSES PEMBUATAN KERIPIK BUAH APEL (Pyrus malus L) DENGAN VACUUM FRYING TUGAS AKHIR OPTIMALISASI WAKTU PADA PROSES PEMBUATAN KERIPIK BUAH APEL (Pyrus malus L) DENGAN VACUUM FRYING The Optimalize of time in the Process of Manifacturing Apple Chips With Vacuum Frying Diajukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci