ANALISIS WACANA KRITIS PROGRAM MATA NAJWA BALADA PERDA DI METROTV

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS WACANA KRITIS PROGRAM MATA NAJWA BALADA PERDA DI METROTV"

Transkripsi

1 JURNAL E-KOMUNIKASI PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS KRISTEN PETRA, SURABAYA ANALISIS WACANA KRITIS PROGRAM MATA NAJWA BALADA PERDA DI METROTV Christo Rico Lado, Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Kristen Petra Surabaya Abstrak Pada 16 Januari 2013, Mata Najwa mengangkat tema Balada Perda di tengah pemberitaan mengenai perda yang kontroversial. Mata Najwa membahas empat aturan daerah yang mengundang pro dan kontra dalam masyarakat yaitu aturan larangan mengangkang bagi kaum perempuan di Lhokseumawe; aturan nama bayi dengan ciri kedaerahan di Surabaya; inisiatif bupati mengajak pejabat daerah ke penjara di Bualemo; dan aturan wajib mengaji dan mematikan televisi di Kampar. Dalam paradigma kritis, pengunaan bahasa dalam media bersifat sengaja dan memiliki tujuan tertentu. Melihat hal ini, peneliti tertarik melihat wacana yang dibangun dalam episode tersebut. Peneliti menggunakan teknik analisis wacana kritis model Teun van Dijk dan menemukan bahwa Mata Najwa membangun wacana bahwa perda melayani kepentingan pemerintah; perda mengintervensi privasi masyarakat; dan perda mendiskriminasi kelompok tertentu. Pembentukan wacana ini sekaligus menunjukkan pendefinisian dan penempatan posisi yang dilakukan Mata Najwa terhadap partisipan produksi wacana. Mata Najwa menempatkan Najwa Shihab sebagai pihak yang dominan sehingga realitasnya bisa diterima publik sebagai kebenaran. Dengan perpaduan analisis teks, kognisi sosial dan konteks, peneliti menemukan wacana yang dibangun Mata Najwa meneguhkan pandangan bahwa perda pasca otonomi daerah mengundang pro dan kontra dalam masyarakat. Peneliti juga menemukan bahwa tayangan Mata Najwa Balada Perda dipengaruhi oleh kepentingan ekonomi media Metro TV. Kata Kunci : Analisis Wacana Kritis, Peraturan Daerah, Talk Show, Mata Najwa, Metro TV Pendahuluan Program Mata Najwa edisi Rabu, 16 Januari 2013 mengangkat tema Balada Perda. Tayangan ini dipicu kemunculan surat edaran Walikota Lhokseumawe yang mengatur agar perempuan tidak duduk mengangkang saat dibonceng sepeda motor, serta rancangan peraturan daerah DPRD Kota Surabaya mengenai peraturan nama bayi dengan ciri khas kedaerahan. Mata Najwa mengangkat tema Balada Perda untuk membahas kedua aturan daerah tersebut, bersama dengan sejumlah aturan daerah lain yang mengundang pro dan kontra masyarakat. Pemberitaan mengenai peraturan daerah yang kontroversial bukan hal baru dalam media. Hasil penelusuran online pada tempo.co dan menemukan variasi

2 pemberitaan pada tahun 2006, 2007, 2008 dan Pemberitaan mengenai peraturan daerah kemudian kembali mendapat perhatian ketika pada bulan Januari 2013 Walikota Lhokseumawe mengeluarkan surat edaran yang mengatur agar warga perempuan tidak duduk mengangkang saat dibonceng sepeda motor. Melalui penelusuran arsip online, hanya Mata Najwa yang memberikan perhatian khusus pada topik ini melalui wrap (istilah MetroTV untuk paket berisi sejumlah berita berbeda dengan topik yang sama) sejumlah aturan daerah yang mengundang pro dan kontra. Program talk show dalam stasiun TV berita lain, seperti Apa Kabar Indonesia Malam di TV One bahkan tidak mengangkat fenomena perda. Perhatian Mata Najwa ini mengindikasikan ada wacana yang ingin dibangun melalui pemberitaan mengenai Balada Perda ini. Sejalan dengan itu, Wijaya (S.F. Wijaya, personal communication, April 10, 2013) mengungkapkan sejak selesai riset, Mata Najwa memang memiliki agenda sendiri untuk membentuk opini khalayak. Agenda tersebut yang menentukan desain edisi Balada Perda. Pengertian wacana memiliki tiga hal yang sentral yaitu teks, konteks dan wacana (Eriyanto, 2012, p.9). Studi wacana di sini memasukkan konteks, karena konteks berpengaruh pada produksi wacana. Dalam penelitian ini, wacana dalam Mata Najwa Balada Perda harus dilihat dengan konteks, seperti situasi politik khususnya dinamika penyelenggaraan otonomi daerah. Beberapa penelitian tentang wacana yang dibangun media telah dilakukan sebelumnya. Di antaranya Orientalist Discourse in Media Texts oleh Necla Mora pada tahun 2009, A Media Discourse Analysis of Racism in South African School oleh Corene de Wet pada tahun 2001, dan Wacana dalam Pemberitaan Mengenai RUU Keamanan Nasional di Harian Kompas oleh Virginia Listyani pada tahun Ketiga penelitian tersebut dilakukan pada pemberitaan media cetak. Penelitian-penelitian tersebut menggunakan metode analisis wacana kritis Theo van Leuween serta Terre Blache dan Durrheim. Berbeda dengan ketiga penelitian di atas, penelitian ini melihat wacana yang dibangun dalam media televisi, khususnya dalam program talk show. Penelitian terhadap wacana dalam program talk show sebelumnya telah ada yaitu Critical Discourse Analysis of Political TV Talks Shows of Pakistani Media oleh Hafiz Ahmad Bilal pada tahun Penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis model van Dijk namun tidak melakukan dimensi analisis kognisi sosial. Dalam penelitian mengenai wacana yang dibangun dalam program Mata Najwa Balada Perda ini peneliti akan menggunakan ketiga dimensi analisis van Dijk yaitu struktur teks, kognisi sosial, dan analisis sosial. Dari alasan-alasan yang telah dikemukakan di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian bagaimana wacana yang dibangun dalam program Mata Najwa Balada Perda di Metro TV. Jurnal e-komunikasi Hal. 2

3 Tinjauan Pustaka Analisis Wacana Kritis Dalam tataran kritis, menurut Foucault wacana bukanlah sekadar serangkaian kata atau proposisi dalam teks. Wacana adalah sesuatu yang memproduksi yang lain. Wacana membentuk seperangkat konstruk tertentu yang membentuk realitas. Artinya, persepsi kita tentang suatu objek dibentuk dan dibatasi oleh pandangan (dominan) yang mendefinisikan sesuatu bahwa yang ini benar dan yang lain tidak. Wacana membatasi pandangan kita mengenai suatu objek. Objek bisa jadi tidak berubah, tetapi aturan wacana itulah yang membuat objek tersebut berubah. Dalam komunikasi massa melalui televisi, khalayak bukan dikontrol melalui upaya fisik, tetapi melalui wacana di dalam tayangan televisi tersebut (Eriyanto, 2012, p ). Althusser (dalam Eriyanto, 2012, p.19) menjelaskan wacana sebagai praktik dimana seseorang diposisikan dalam posisi tertentu dalam hubungan sosial. Wacana berperan dalam mendefinisikan individu dan memposisikan seseorang dalam posisi tertentu. Wacana tertentu membentuk subjek dalam posisi-posisi tertentu dalam rangkaian hubungan dengan kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. Dalam CDA, wacana tidak dipahami sebagai studi bahasa seperti dalam linguistik tradisional, namun juga dihubungkan dengan konteks, dalam pengertian bahasa dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk di dalamnya praktik kekuasaan. Dr. McGregor (Titscher, 2000, p. 147) dalam tulisannya mengatakan our words never neutral. Kata-kata kita tidak pernah netral. CDA menyelidiki bagaimana melalui bahasa kelompok sosial yang ada saling bertarung dan mengajukan realitasnya masing-masing. Metode Konseptualisasi Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitin ini adalah Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis/CDA) yang dikembangkan oleh Teun A. van Dijk, yang sering disebut sebagai kognisi sosial. Menurut van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup pada teks, tetapi juga harus dilihat praktik produksinya. Eriyanto (2012, p.225) menggambarkan model dari analisis van Dijk sebagai berikut: Jurnal e-komunikasi Hal. 3

4 a. teks b. kognisi sosial Gambar 2.1 Model Analisis Van Dijk Sumber: Eriyanto, 2012, p. 225s Model yang dikembangkan van Dijk tidak hanya memandang struktur mikro (a. Teks) dan struktur makro (c. Konteks), tetapi juga struktur meso yang menghubungkan teks dan konteks, yaitu kognisi sosial. Dimensi teks melihat bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Kemudian dimensi kognisi sosial mempunyai dua arti. Pertama, kognisi sosial menunjukkan bagaimana proses teks diproduksi wartawan/media sendiri. Kedua, kognisi sosial menggambarkan nilai-nilai masyarakat menyebar dan diserap oleh wartawan, dan akhirnya digunakan untuk membuat teks berita. Dimensi terakhir yaitu konteks sosial. Dimensi ini mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat mengenai suatu masalah tertentu (Eriyanto, 2012, p ). Subjek Penelitian c. analisis sosial Subjek dalam penelitian ini adalah Program Mata Najwa edisi Balada Perda yang ditayangkan pada 16 Januari 2013, sedangkan objek penelitian ini adalah wacana yang dibangun dalam program Mata Najwa Balada Perda. Unit analisis dalam penelitian ini adalah teks berupa kata dan kalimat serta insert gambar/grafis dalam Mata Najwa Balada Perda. Unit analisis ini didapat dari mentraskrip percakapan dan meng-capture gambar/grafis dalam video Mata Najwa Balada Perda. Analisis Data Untuk menganalisis wacana, van Dijk membagi teknik analisis ke dalam tiga dimensi analisis, yaitu struktur teks, kognisi sosial, dan analisis sosial (Eriyanto, 2012, p ). 1. Struktur Teks a. Topik Topik berita baru bisa disimpulkan setelah tuntas membaca, mendengar, atau menonton berita tersebut. Gagasan penting van Dijk, wacana umumnya dibentuk dalam tata aturan umum. Teks tidak hanya didefiniskan tetapi suatu pandangan umum yang koheren, yaitu bagian-bagian dalam teks menunjuk pada satu titik gagasan umum, dan bagian-bagian tersebut saling mendukung satu sama lain untuk menggambarkan topik umum tersebut. Jurnal e-komunikasi Hal. 4

5 b. Skematik Menurut van Dijk, arti penting dari skematik adalah strategi wartawan untuk mendukung teori tertentu yang ingin disampaikan dengan menyusun bagianbagian dengan urutan tertentu. Skematik memberikan tekanan bagian mana yang didahulukan dan bagian mana yang bisa kemudian sebagai strategi menyembunyikan informasi penting. Teks atau wacana pada umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan hingga membentuk kesatuan arti. c. Semantik Semantik atau makna yang ingin ditekankan dalam teks dapat dilihat dari beberapa hal seperti latar, detil, maksud, dan praanggapan. Latar, detil dan maksud berhubungan dengan informasi mana yang ditekankan dan mendapatkan porsi lebih banyak. Sementara itu elemen praanggapan merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks. d. Sintaksis Sintaksis berhubungan dengan bagaimana kalimat yang dipilih. Sintaksis dapat dilihat dari koherensi, pengingkaran, bentuk kalimat, dan kata ganti. e. Stilistik Stilistik berhubungan dengan bagaimana pilihan kata yang digunakan dalam teks berita. Elemen stilistik dikenal dengan leksikon. Pada dasarnya leksikon menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata dari sekian banyak pilihan yang ada. f. Retoris Retoris berhubungan dengan bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan. Retoris dapat dilihat dari penggunaan grafis, metafora serta ekspresi. Grafis melihat penggunaan grafik, gambar, atau tabel untuk mendukung arti penting suatu pesan. Elemen grafik memberikan efek kognitif, dalam arti ia mengontrol perhatian dan ketertarikan secara intensif dan menunjukkan bahwa informasi tersebut penting dan harus diperhatikan. 2. Kognisi Sosial Kognisi sosial melihat bagaimana suatu teks diproduksi. Kognisi sosial berkaitan dengan kesadaran mental wartawan yang membentuk teks tersebut. Van Dijk berangkat dari gagasan bahwa teks sendiri tidak mempunyai makna, melainkan diberikan oleh proses kesadaran mental dari pemakai bahasa. Wartawan tidak dipandang sebagai individu yang netral, tetapi individu yang mempunyai bermacam-macam nilai, pengalaman, dan pengaruh ideologi yang didapat dari kehidupannya. Van Dijk menyebutkan bahwa peristiwa dipahami dan dimengerti berdasarkan skema. Skema dikonseptualisasikan sebagai struktur mental di mana di dalamnya tercakup bagaimana kita memandang manusia, peranan sosial, dan peristiwa. Ada beberapa macam skema/model yang dapat digambarkan berikut ini: Jurnal e-komunikasi Hal. 5

6 a. Skema Person Skema ini menggambarkan bagaimana seseorang menggambbarkan dan memandang orang lain. Misalnya bagaimana wartawan Islam memandang dan memahami orang Kristen akan mempengaruhi teks berita yang ia tulis. b. Skema Diri Skema ini berhubungan dengan bagaimana diri sendiri dipandang, dipahami, dam digambarkan oleh seseorang. c. Skema Peran Skema ini berhubungan dengan bagaimana seseorang memandang dan menggambarkan peranan dan posisi yang ditempati seseorang dalam masyarakat. d. Skema Peristiwa Skema ini barangkali paling banyak dipakai, karena hampir setiap hari kita selalu melihat dan mendengar peristiwa. Dan setiap peristiwa selalu ditafsirkan dan dimaknai dalam skema tertentu. Umumnya, skema peristiwa inilah yang paling banyak dipakai oleh wartawan. Model sangat berkaitan dengan representasi sosial, yakni bagaimana pandangan, kepercayaan, dan prasangka yang berkembang dalam masyarrakat. Wartawan hidup di antara keyakinan dan pandangan masyarakat tersebut. Meskipun demikian, bagaimana keyakinan tersebut mempengaruhi wartawan akan dipengaruhi oleh pengalaman, memori, dan interpretasi wartawan. Bagi van Dijk, kognisi sosial terutama berhubungan dengan proses produksi berita. Produksi berita sebagian besar dan terutama terjadi dalam kognisi seorang wartawan. Oleh karena itu pertanyaan utama yang diajukan oleh van Dijk adalah bagaimana wartawan mendengar dan membaca peristiwa, bagaimana peristiwa tersebut dimengerti, dimaknai, dan ditampilkan dalam pikiran. Bagaimana peristiwa tersebut difokuskan, diseleksi, dan disimpulkan dalam keseluruhan proses produksi berita? Bagaimana informasi yang telah dipunyai dan dimiliki oleh wartawan tersebut dipakai dalam memproduksi berita. 3. Analisis Sosial Titik penting dari analisis ini adalah untuk menunjukkan bagaimana makna yang dihayati bersama, kekuasaan sosial diproduksi lewat praktik diskursus dan legitimasi. Menurut van Dijk, dalam analisis mengenai masyarakat ini, ada dua poin yang penting: kekuasaan dan akses. a. Praktik kekuasaan Van Dijk mendefinisikan kekuasaan sebagai kepemilikan suatu kelompok (atau anggotanya) yang mengontrol kelompok lain. Kekuasaan ini umumnya didasarkan pada kepemilikan atau sumber-sumber yang bernilai seperti uang, status dan pengetahuan. Kekuasaan tidak hanya diperoleh melalui kontrol fisik, tetapi juga melalui tidakan persuasif dengan jalan mempengaruhi kondisi mental seperti kepercayaan, sikap, dan pengetahuan. Analisis wacana Jurnal e-komunikasi Hal. 6

7 memberikan perhatian kepada dominasi. Dominasi direproduksi oleh pemberian akses yang khusus pada satu kelompok dibandingkan kelompok lain. Ia juga memberi perhatian atas proses produksi lewat legitimasi melalui bentuk kontrol pikiran. b. Akses mempengaruhi wacana Analisis wacana memberikan perhatian pada akses, bagaimana akses di antara masing-masing kelompok dalam masyarakat. Kelompok elit mempunyai akses yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang tidak berkuasa. Oleh karena itu, mereka yang lebih berkuasa mempunyai kesempatan lebih besar untuk mempunyai akses pada media, dan kesempatan lebih besar untuk mempengaruhi kesadaran khalayak melalui kontrol atas topik dan isi wacana Temuan Data Secara skematik, data-data Mata Najwa Balada Perda dapat disajikan dalam tabel di baah ini: Tabel 1. Temuan Data Skematik Waktu Segmen Keterangan 00: Pembukaan Mata Najwa Himbauan larangan duduk mengangkang di atas sepeda motor bagi Perempuan di Lhokseumawe. Raperda pengaturan nama bayi dengan ciri khas kedaerahan di Surabaya. Inisiatif bupati membawa pejabat pemerintahan daerah ke penjara dan menginap di rumah warga miskin di Bualemo. Aturan bupati untuk mewajibkan warga mengaji dan mematikan televisi saat magrib di Kampar. Komentar Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi. Catatan Najwa Mata Najwa memberikan pernyataan bahwa muncul perdaperda yang mengundang pro dan kontra. Mata Najwa menjadikan himbauan di Lhokseumawe sebagai aturan yang tidak mensejahterakan masyarakat. Mata Najwa menjadikan raperda di Surabaya sebagai aturan yang tidak mensejahterakan masyarakat. Mata Najwa menjadikan aturan di Bualemo sebagai contoh yang patut diteladani. Mata Najwa menjadikan aturan di Kampar sebagai contoh yang patut diteladani. Mata Najwa menggunakan komentar Mendagri yang berfokus pada kritik terhadap perda-perda yang tidak penting. Mata Najwa menggunakan Catatan Najwa untuk me-recall Jurnal e-komunikasi Hal. 7

8 bahwa saat ini banyak aturan pemda yang tidak penting dan tidak membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Sumber: olahan peneliti, 2013 Dari durasi waktu dalam kerangka skematik di atas terlihat bahwa Mata Najwa Balada Perda fokus pada perda yang tidak mensejahterakan masyarakat (sekitar 34 menit dari total siaran 41 menit). Analisis dan Interpretasi Temuan data menunjukkan bahwa secara tematik episode Balada Perda mengkritik keberadaan perda pasca otonomi daerah karena tidak menjalankan fungsi sebagaimana mestinya. UU no.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 136 ayat 2 menjelaskan perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam UU yang sama, pasal 20 ayat 1 c menyatakan penyelenggaraan daerah dilakukan berdasarkan asas kepentingan umum. Artinya, perda dibentuk untuk melayani kepentingan masyarakat secara umum. Kemudian, pasal 22 menjelaskan bahwa daerah wajib menjaga dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Ada tiga wacana yang dibangun dalam Mata Najwa Balada Perda: 1. Perda Melayani Kepentingan Pemerintah Daerah UU. No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 20 Ayat 1c menyatakan penyelenggaraan pemerintahan daerah harus berpedoman pada asas kepentingan umum. Dengan demikian perda yang merupakan produk hukum (Paturusi, 2009, p. 105) pun harus melayani kepentingan umum. Isu perda melayani kepentingan pemerintah telah dimunculkan sejak awal, melalui kata pembukaan Mata Najwa yang berbunyi: 1 perda lokal berbagai rupa, menawarkan jalan cepat meraih ketaatan masyarakat. 2 Ada perda hasil aspirasi publik, atau meladeni kegenitan elit. Najwa menggunakan kombinasi metafora jalan cepat dan kegenitan elit sehingga memberikan praanggapan perda menjadi produk hukum daerah untuk melanggengkan dan memenuhi kepentingan pemerintah daerah tanpa melihat konsekuensi pelaksanaan perda tersebut bagi masyarakat daerahnya ataupun pihak lain yang terkait. Dalam praktik politik, Suaidi merupakan anggota Partai Aceh. Isu bargaining politik berarti Suaidi menjadikan larangan duduk mengangkang sebagai imbalan atau bayar jasa kepada kelompok-kelompok yang sebelumnya memilih dia sebagai walikota. Tindakan Suaidi yang dibentuk oleh Mata Najwa ini bertolak belakang dengan UU no.32 Tahun 2004 pasal 28a menegaskan bahwa kepala dan wakil kepala Jurnal e-komunikasi Hal. 8

9 daerah dilarang membuat keputusan yang menguntungkan diri dan merugikan kepentingan umum. Sejak ditandatanganinya larangan duduk mengangkang pada 1 Januari 2013, aturan tersebut tidak hanya mendapat sikap pro dari masyarakat, tetapi juga sikap kontra, baik dalam skala lokal maupun nasional. 2. Perda Mengintervensi Privasi Warga Temuan data menunjukkan adanya sub episode perda mengintervensi privasi warga. Pada wawancara dengan Suaidi, Najwa membiarkan Suaidi memberikan detail mengenai hubungan tanggung jawab antara dirinya, Allah dan rakyat. Ia wajib menyampaikan kepada rakyat mengenai apa yang wajib dilakukan demi kebaikan sebagai bentuk tanggung jawabnya kepada Allah. Namun keputusan untuk melaksanakan kebaikan itu merupakan urusan pribadi rakyat dengan Allah. Setelah Suaidi selesai, Najwa memulai pembentukan wacana perda mencampuri urusan privat seperti pada percakapan berikut: 1 NS: Jadi memang sesungguhnya Anda melihat ini lebih ke urusan privat, urusan antara manusia dengan Tuhannya? 2 SY: Iya.. 3 NS: Berarti kalau urusan privat tidak perlulah diatur dalam ranah publik Pak Walikota. 4 SY: Aaa.. apa.. aaa. Aturan Allah disesuaikan dengan budaya dan adat istiadat yang ada di Aceh, itu tetap mengikutinya. 5 NS: Karena tadi Anda katakan itu urusan mereka dengan Tuhannya, berarti sesungguhnya ini memang sesuatu yang tidak perlu diatur (SY: urusan, urusan saya ) dalam masalah publik (SY: adalah..) karena ini urusan privat. Dalam kalimat 1 Najwa mengeluarkan pertanyaan yang sekaligus bersifat praanggapan bahwa menurut Suaidi urusan duduk mengangkang adalah urusan privat, dengan keterangan/koherensi urusan manusia dengan Tuhan adalah urusan privat. Hal ini kemudian ditekankan dalam kalimat 3 dengan koherensi sebab akibat bahwa urusan duduk mengangkang tidak perlu diatur dalam perda karena merupakan urusan privat. Suaidi kemudian memberkan penjelasan bahwa aturan Allah disesuaikan dengan budaya dan adat isitiadat Aceh. Namun pada kalimat 5 Najwa kembali menggunakan koherensi sebab akibat. Yang menjadi penyebab adalah urusan duduk mengangkang merupakan urusan privat manusia dengan Tuhan, sehingga menimbulkan akibat duduk mengangkang tidak perlu diatur dalam ranah publik. Dalam proposisi penyebab, Najwa menambahkan koherensi penjelas karna tadi Anda katakan untuk menegaskan bahwa Suaidi sendiri mengakui bahwa urusan duduk mengangkang adalah urusan privat. Fungsi perda untuk mengatur urusan publik sebenarnya telah terangkum dalam UU no.32 Tahun 2004 pasal 136 ayat 4 bahwa perda tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum. Hal ini berarti perda seharusnya mengurusi kepentingan umum; kepentingan warga secara keseluruhan; urusan dalam ranah publik. Pada pasal 13 dan 14 mengenai pembagian urusan pemerintahan daerah pun dijabarkan dengan jelas bahwa kewenangan pemerintah berada pada ranah Jurnal e-komunikasi Hal. 9

10 publik seperti pembangunan, tata ruang, sarana dan prasarana umum, penyelengaraan pendidikan, pengendalian lingkungan hidup, dan kependudukan. 3. Perda Mendiskriminasi Kelompok Tertentu Pada menit Najwa memunculkan wacana ini dengan mengumpan Suaidi untuk memberikan detail dengan bertanya Kalau laki-laki yang duduk mengangkang, menurut Anda itu budaya Aceh atau? Suaidi kemudian memberikan detail bahwa duduk mengangkang merupkan kodrat laki-laki sebagai orang yang kasar. Temuan data menunjukkan dalam teks yang sama Suaidi memberikan koherensi pembeda antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki boleh duduk mengangkang sedangkan perempuan harus bersikap sopan sehingga tidak boleh duduk mengangkang. Pembentukan wacana ini dilanjutkan dalam sub episode tanggapan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, dengan menggunakan strategi grafis. Mata Najwa memunculkan kombinasi teks dan visual sebagai berikut: Nah kalo yang aneh-aneh saya lihat perda-perda yang cenderung apa, bias gender, diskriminatif Pada saat Gamawan mengucapkan kalimat tersebut, Mata Najwa memasukkan insert gambar Suaidi sedang menempel himbauan larangan mengangkang. Mata Najwa secara tidak langsung mengungkapkan bahwa larangan mengangkang adalah aturan yang bersifat diskriminatif. UU no.32 tahun 2004 pasal 138 ayat 1 menyebutkan asas-asas yang harus ada dalam materi muatan perda, di antaranya bhineka tunggal ika dan kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan. Pada UU yang sama pasal 136 ayat 2 ditegaskan pula bahwa perda digunakan demi kepentingan umum. Artinya, muatan materi perda tidak boleh memberikan perlakuan yang spesial kepada kelompok tertentu dan membatasi kelompok lainnya. Pembentukan wacana di atas sekaligus mendefinisikan dan memposisikan pihakpihak atau individu ke dalam posisi tertentu. Althusser (dalam Eriyanto, 2012) menjelaskan Wacana berperan dalam mendefinisikan individu dan memposisikan seseorang dalam posisi tertentu. Berbicara mengenai wacana yang dibangun dalam pemberitaan mengenai peraturan daerah dalam Mata Najwa, ada empat pihak yang terlibat dalam produksi wacana yaitu masyarakat, pemerintah daerah, pemerintah pusat yang diwakili Menteri Dalam Negeri, dan Najwa Shihab sendiri. Episode Balada Perda menunjukkan masyarakat sebagai korban, sebagai pihak yang dirugikan, sebagai pihak yang tidak menyetujui keberadaan perda-perda; Jurnal e-komunikasi Hal. 10

11 Pemerintah daerah didefinisikan sebagai pihak yang menggunakan perda untuk kepentingan pribadi; Mata Najwa memposisikan Mendagri sebagai pihak yang berkualitas dan berbobot untuk memberikan komentar terhadap situasi perda yang bermunculan pasca otonomi daerah; dan Mata Najwa mendefinisikan Najwa Shihab sebagai pihak otoritatif, kritis dan cerdas. Najwa Shihab menjadi pihak yang dominan dalam produksi wacana sehingga realitas yang disajikan oleh Najwa Shihab menjadi kebenaran yang lebih bisa diterima. Mata Najwa melakukan praktik pengguliran wacana sesuai dengan konteks sosial saat itu untuk menjaga agar wacana tersebut tetap hidup dan hangat. Kesamaan pandangan wacana ini bisa jadi tidak sekadar untuk meneguhkan pandangan dominan, tetapi juga untuk menarik masyarakat agar menonton Mata Najwa, melihat fenomena tersebut sedang hangat pada saat penayangan edisi Balada Perda. Sudibyo (2006, p.5) menjelaskan bahwa pers telah memasuki era industri kapitalisme gobal, dan ada batasan-batasan struktural yang membuat tidak semua nilai-nilai ideal pers dapat diwujudkan. Ada sejumlah kompromi yang harus dilakukan dengan kaidah-kaidah pasar. Media tidak menjadi entitas otonom karena ada kekuatan-kekuatan ekonomi yang turut mempengaruhinya. Dengan demikian, Mata Najwa melakukan komodifikasi isi media untuk menjawab kebutuhan masyarakat atas fenomena perda aneh dan mengundang pro kontra yang sedang hangat saat itu. Simpulan Peneliti menggunakan teknik analisis wacana kritis model Van Dijk dan menemukan bahwa Mata Najwa membangun tiga wacana yaitu perda melayani kepentingan pemerintah; perda mengintervensi privasi warga; dan perda mendiskriminasi kelompok tertentu. Kekuatan Mata Najwa tidak hanya terbatas pada pembentukan wacana, namun juga sampai pada tahap pendefinisian dan penempatan posisi partisipan-partisipan produksi wacana. Melalui pembentuk wacana di atas, Mata Najwa memberikan definisi peran masyarakat, peran pemerintah daerah, peran menteri dalam negeri, dan peran Najwa Shihab sendiri. Peneliti menemukan bahwa produksi talk show yang dilakukan Mata Najwa tidak hanya untuk menggulirkan wacana, tetapi sekaligus untuk menjawab kebutuhan pasar, sehingga berujung untuk memapankan kepentingan ekonomi Mata Najwa Metro TV sendiri. Ke depannya, para akademisi lain dapat melakukan penelitian analisis wacana kritis lainnya, sehingga dapat dikembangkan model analisis wacana kritis yang lebih efisien untuk teks berbasis audio visual. Penelitian berikutnya dapat melihat wacana kritis dari perspektif lainnya misalnya secara khusus melihat politik ekonomi Metro TV atau eloquence/kemampuan berbicara Najwa Shihab. Jurnal e-komunikasi Hal. 11

12 Para praktisi media harus kritis dalam produksi teks, melihat teks yang diproduksi mengandung wacana yang dapat mempengaruhi masyarakat. Produksi teks media harus dilakukan dengan jeli agar dapat menjadi sarana tranformasi sosial untuk mendukung praktik demokrasi yang bersih dan jujur. Wacana yang dibentuk sebaiknya tidak hanya bersifat kritik, tetapi juga memberikan solusi agar media dapat menjadi agen penggerak dan perubahan ke arah yang positif. Daftar Referensi Eriyanto.(2012). Analisis wacana: pengantar analisis teks media. Yogyakarta: LKiS. Tolson, A. (2001). Television talk shows: discourse, performance, spectacle. London: Laurence Erlbaum Associates. Stokes, J. (2003). How to do media & cultural studies. London: Sage Publications Ltd. Silalahi, U. (2009). Metode penelitian sosial. Bandung: PT Refika Aditama. Paturusi, I. A., dkk. (2009). esensi dan urgenitas peraturan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah. Universitas Hasanuddin, Makassar. Indonesia. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia. (2004). Undang-undang no. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: Author. Sudibyo, A. (2006). Politik media dan pertarungan wacana. Yoyakarta: LKiS. Jurnal e-komunikasi Hal. 12

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian Burhan Bungin (2003:63) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif mengacu pada prosedur penelitian yang menghasilkan data secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan, diperlukan suatu metode

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan, diperlukan suatu metode BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan, diperlukan suatu metode agar mendapatkan hasil yang diinginkan. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian 3.1.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif,

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan analisis wacana kritis. Pendekatan analisis wacana kritis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Hal tersebut didasari oleh penggunaan data bahasa berupa teks di media massa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan & Jenis Penelitian Eriyanto (2001) menyatakan bahwa analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif yang dominan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah seperangkat alat pengetahuan tentang langkahlangkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengungkapkan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Pendekatan kualitatif ini

Lebih terperinci

Bagan 3.1 Desain Penelitian

Bagan 3.1 Desain Penelitian 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Peneliti mencoba mengilustrasikan desain penelitian dalam menganalisis wacana pemberitaan Partai Demokrat dalam Media Indonesia. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA Subur Ismail Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta ABSTRAK Analisis Wacana Kritis merupakan salah satu metode yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitian deskriptif adalah penelitian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang 59 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk membuat deskripsi tentang suatu fenomena atau deskripsi sejumlah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah cara atau menuju suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 18 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis wacana kritis, yaitu analisis sosiokognitif. Berangkat dari pendapat van Dijk yang merupakan pendapat

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Sebagai salah satu televisi berita dengan program andalannya Mata Najwa, Metro TV tak mau ketinggalan membahas isu terhangat. Salah satunya mengenai suasana jelang

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Sebagaimana dikemukakan Mahsun (2007:257) penelitian kualitatif berfokus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian atau metode riset berasal dari Bahasa Inggris. Metode berasal dari kata method, yang berarti ilmu yang menerangkan cara-cara. Kata penelitian merupakan terjemahan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. berkaitan dengan hasil penelitian struktur teks van Dijk.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. berkaitan dengan hasil penelitian struktur teks van Dijk. 233 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini, peneliti menyajikan beberapa simpulan dari hasil analisis atau hasil penelitian. Selain itu, peneliti juga menyampaikan beberapa saran berkaitan dengan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan sehari-hari tidak terlepas dari yang namanya komunikasi. Antarindividu tentu melakukan kegiatan komunikasi. Kegiatan komunikasi bisa dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bandung Lautan Api untuk nama Stadion Utama Sepakbola (SUS) Gedebage,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bandung Lautan Api untuk nama Stadion Utama Sepakbola (SUS) Gedebage, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewan Perwakilan Rakyat (Kota Bandung) telah menetapkan nama Gelora Bandung Lautan Api untuk nama Stadion Utama Sepakbola (SUS) Gedebage, Bandung bulan Maret

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adanya komunikasi dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. Adanya komunikasi dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Setiap hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Adanya komunikasi dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Setiap hari manusia pasti melakukan komunikasi, baik dengan antar individu, maupun kelompok. Karena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode analisis wacana kritis atau juga disebut dengan critical

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode analisis wacana kritis atau juga disebut dengan critical 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode analisis wacana kritis atau juga disebut dengan critical discourse analisis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wacana tidak hanya dipandang sebagai pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan, tetapi juga sebagai bentuk dari praktik sosial. Dalam hal ini, wacana adalah

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif 32 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode dan Teknik Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitis. Sebagaimana dikemukakan Mahsun (2007:257) penelitian kualitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi dalam kehidupan masyarakat. Fungsi-fungsi itu misalnya dari yang paling sederhana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian Kata metode memiliki arti suatu cara yang di tempuh dan digunakan secara jelas untuk mencapai suatu tujuan, sedangkan penelitian merupakan usaha

Lebih terperinci

SKRIPSI. Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Diajukan oleh: Agatha Rebecca Rajagukguk

SKRIPSI. Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Diajukan oleh: Agatha Rebecca Rajagukguk PEMBERITAAN MEDIA TERHADAP BENCANA JEPANG (STUDI ANALISIS WACANA TEUN A. VAN DIJK PADA HARIAN KOMPAS TENTANG PEMBERITAAN GEMPA DAN TSUNAMI JEPANG) SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan

Lebih terperinci

KONSTRUKSI WACANA TEKS PEMBERITAAN KEKERASAN PEREMPUAN PADA PROGRAM TALKSHOW SUDUT PANDANG DI METRO TV EPISODE KETIKA RUMAH TAK LAGI AMAN SKRIPSI

KONSTRUKSI WACANA TEKS PEMBERITAAN KEKERASAN PEREMPUAN PADA PROGRAM TALKSHOW SUDUT PANDANG DI METRO TV EPISODE KETIKA RUMAH TAK LAGI AMAN SKRIPSI KONSTRUKSI WACANA TEKS PEMBERITAAN KEKERASAN PEREMPUAN PADA PROGRAM TALKSHOW SUDUT PANDANG DI METRO TV EPISODE KETIKA RUMAH TAK LAGI AMAN SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rencana Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi bukan lagi menjadi isu baru di Indonesia. Rencana tersebut sudah ada sejak tahun 2010. Dikutip dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan untuk mengurai atau menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif. Menurut Crasswell, beberapa

Lebih terperinci

Gambar 3.3 Desain Penelitian

Gambar 3.3 Desain Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Pada bab ini, peneliti menggunakan desain penelitian dalam bentuk diagram oleh Milles dan Huberman (Moleong, 2002). Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian yang dilakukan ini merupakan studi penelitian komunikasi, sehingga mengacu pada landasan dan teori komunikasi yang mendukung. Berikut ini, penulis akan memaparkan konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai macam informasi. Media massa sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, karena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian adalah pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian adalah pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap permasalahan yang ada. Metode penelitian bermakna seperangkat

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap permasalahan yang ada. Metode penelitian bermakna seperangkat 36 BAB III METODE PENELITIAN Fungsi penelitian adalah untuk mencari penjelasan dan jawaban terhadap permasalahan yang ada. Metode penelitian bermakna seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metodologi penelitian atau metodologi riset berasal dari Bahasa Inggris. Metodologi berasal dari kata methology, yang berarti ilmu yang menerangkan metode-metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan istilah analisis bingkai merupakan salah satu bentuk alternatif dari

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan istilah analisis bingkai merupakan salah satu bentuk alternatif dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis framing (bingkai), yang dalam penelitian ini selanjutnya menggunakan istilah analisis bingkai merupakan salah satu bentuk alternatif dari model analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi dan informasi berkembang pesat di era global. Imbasnya,

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi dan informasi berkembang pesat di era global. Imbasnya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Teknologi dan informasi berkembang pesat di era global. Imbasnya, komunikasi menjadi demikian penting bagi kehidupan masyarakat. Salah satu ciri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. disebut: Science Research Method. Metodologi berasal dari kata methodogy,

BAB III METODE PENELITIAN. disebut: Science Research Method. Metodologi berasal dari kata methodogy, 43 BAB III METODE PENELITIAN Metodologi Penelitian atau Metodologi Riset bahasa Inggrisnya adalah disebut: Science Research Method. Metodologi berasal dari kata methodogy, maknanya ilmu yang menerangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu ntuk diolah, diamati,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mendalam. Dalam bab ini peneliti akan menggunakan Analisis Wacana yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. mendalam. Dalam bab ini peneliti akan menggunakan Analisis Wacana yaitu BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan jenis penelitian Penelitian akan menggunakan metode penelitian kualitatif non kancah. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungannya hanya memaparkan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008 31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam menyelesaikan persoalan penelitian dibutuhkan metode sebagai proses yang harus ditempuh oleh peneliti. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sany Rohendi Apriadi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sany Rohendi Apriadi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pascaruntuhnya runtuhnya kekuasaan orde baru terjaminnya kebebasan pers telah menjadi ruang tersendiri bagi rakyat untuk menggelorakan aspirasi dan kegelisahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah suatu kajian dalam mempelajari peraturanperaturan yang terdapatdalam penelitian (Usman&Akbar,2008:41). Metode dalam penelitian juga diartikan

Lebih terperinci

peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak.

peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak. BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian ini menggunakan analisis framing, analisis framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan dalam

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan 25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan

Lebih terperinci

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wacana adalah bahasa yang digunakan untuk merepresentasikan suatu praktik sosial, ditinjau dari sudut pandang tertentu (Fairclough dalam Darma, 2009, hlm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Itulah yang kemudian dituangkan dalam media komunikasi, baik berupa media massa cetak

BAB I PENDAHULUAN. Itulah yang kemudian dituangkan dalam media komunikasi, baik berupa media massa cetak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berita atau informasi yang muncul dalam pikiran manusia, sebenarnya, bukanlah suatu peristiwa, melainkan sesuatu yang diserap penulis atau wartawan terhadap peristiwa.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Seperti yang dikatakan oleh Syamsuddin dan Damaianti (2007:74) penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan hal-hal paling penting sehingga penelitian ini layak dilaksanakan, yakni latar belakang permasalahan, identifikasi masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian,

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian 3.1. Pendekatan dan Sifat Penelitian Mulyana (2001:33), mengemukakan pendekatan subjektif sering disebut studi humanistis, dan karena itu sering disebut humaniora (humanistis).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selanjutnya dicarikan cara pemecahannya. 1

BAB III METODE PENELITIAN. selanjutnya dicarikan cara pemecahannya. 1 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yaitu seperangkat pengetahuan tentang langkahlangkah yang sistematis dan logis tentang pencairan data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisis,

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA KRITIS TENTANG PEMBERITAAN SUPORTER PERSIB DAN PERSIJA DALAM MEDIA PIKIRAN RAKYAT ONLINE DAN RAKYAT MERDEKA ONLINE

ANALISIS WACANA KRITIS TENTANG PEMBERITAAN SUPORTER PERSIB DAN PERSIJA DALAM MEDIA PIKIRAN RAKYAT ONLINE DAN RAKYAT MERDEKA ONLINE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berita olahraga merupakan salah satu berita yang sering dihadirkan oleh media untuk menarik jumlah pembaca. Salah satu berita olahraga yang paling diminati masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dalam bukunya metode penelitian menyatakan bahwa penelitian. menerus untuk memecahkan suatu masalah. 1 Penelitian merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. dalam bukunya metode penelitian menyatakan bahwa penelitian. menerus untuk memecahkan suatu masalah. 1 Penelitian merupakan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah seperangkat alat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan secara metodologis dan sistematis. Metodologis berarti menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. jenis penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalamdalamnya.

BAB III METODE PENELITIAN. jenis penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalamdalamnya. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif, yaitu jenis penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalamdalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa sebagai four estate

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengonseptualisasikan dan menafsirkan dunia yang melingkupinya. Pada saat kita

BAB 1 PENDAHULUAN. mengonseptualisasikan dan menafsirkan dunia yang melingkupinya. Pada saat kita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan media utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasikan dan menafsirkan dunia yang melingkupinya. Pada saat kita berbahasa atau berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menguraikan metode penelitian yang digunakan untuk mengkaji teks-teks pemberitaan media Jerman sekait isu teorisme dalam kaitannya dengan Islam. Penjelasan dalam Bab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berita (news) merupakan sajian utama sebuah media massa di samping views

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berita (news) merupakan sajian utama sebuah media massa di samping views 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berita (news) merupakan sajian utama sebuah media massa di samping views (opini). Mencari bahan berita merupakan tugas pokok wartawan, kemudian menyusunnya menjadi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis/ CDA) a. Pengertian Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analyisis)

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis/ CDA) a. Pengertian Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analyisis) BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori/ Kajian Pustaka 1. Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis/ CDA) a. Pengertian Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analyisis) Wacana adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyampaiannyalah yang berbeda (Djuroto, 2002:9). Masing-masing mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. penyampaiannyalah yang berbeda (Djuroto, 2002:9). Masing-masing mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Sebenarnya, antara surat kabar, majalah dan televisi dalam hal penyampaian informasi nyaris tidak ada batasnya sama sekali. Sistem penyampaiannyalah yang berbeda

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. oleh proses sejarah dan kekuatan-kekuatan sosial, budaya dan ekonomi

BAB III METODE PENELITIAN. oleh proses sejarah dan kekuatan-kekuatan sosial, budaya dan ekonomi BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pendekatan kritis secara ontologi berpandangan bahwa realitas yang teramati (virtual reality) merupakan realitas semu yang telah terbentuk oleh proses

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Freeport kembali menghatkan masyarakat Indonesia. Berita ini berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. Freeport kembali menghatkan masyarakat Indonesia. Berita ini berawal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berita pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden terkait kasus PT Freeport kembali menghatkan masyarakat Indonesia. Berita ini berawal dari Menteri Energi dan Sumber

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif ialah hanya melaporkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi berasal dari kata Yunani 'methodologia' yang berarti teknik atau prosedur, yang lebih merujuk kepada alur pemikiran umum atau menyeluruh dan juga gagasan teoritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini, dijelaskan desain penelitian yang digunakan dalam tesis ini. Desain yang dimaksud berkenaan dengan metode penelitian yang meliputi jenis penelitian, data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana ialah satuan bahasa yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 2006: 49). Menurut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Muchammad Nazir dalam bukunya Metode Penelitian menyatakan

BAB III METODE PENELITIAN. Muchammad Nazir dalam bukunya Metode Penelitian menyatakan 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah seperangkat alat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan media massa dalam menyuguhkan informasi yang akurat dan faktual semakin dibutuhkan di tengah-tengah masyarakat. Kebutuhan tersebut diiringi dengan semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diucapkan dan tersampaikan oleh orang yang mendengarnya. Bahasa juga

BAB 1 PENDAHULUAN. diucapkan dan tersampaikan oleh orang yang mendengarnya. Bahasa juga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah kebutuhan utama bagi setiap individu karena dengan berbahasa kita dapat menyampaikan maksud yang ada di dalam pikiran untuk diucapkan dan tersampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUA A. Latar Belakang Penelitian Bayu Hendrawan, 2014

BAB I PENDAHULUA A. Latar Belakang Penelitian Bayu Hendrawan, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masyarakat saat ini semakin mengerti dengankemajuan sebuah ilmu pengetahuan. Seiring berjalannya waktu, informasi yang diperoleh semakin mudah. Hal tersebut

Lebih terperinci

WACANA PENCITRAAN KINERJA ANGGOTA DPR PADA SURAT KABAR PIKIRAN RAKYAT (Analisis Wacana Kritis)

WACANA PENCITRAAN KINERJA ANGGOTA DPR PADA SURAT KABAR PIKIRAN RAKYAT (Analisis Wacana Kritis) WACANA PENCITRAAN KINERJA ANGGOTA DPR PADA SURAT KABAR PIKIRAN RAKYAT (Analisis Wacana Kritis) Apriyanti Rahayu Fauziah Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI apriyanti.260491@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi konsumsi yang menguntungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Apriyanti Rahayu FAuziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian  Apriyanti Rahayu FAuziah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman, media massa merupakan tempat penyalur aspirasi atau pikiran masyarakat yang berfungsi untuk memberikan informasi dan mengetahui

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar

BAB V. Penutup. Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar BAB V Penutup A. Kesimpulan Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar Kompas dan Republika dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, produksi wacana mengenai PKI dalam berita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan agenda politik. bangsa Indonesia yang negaranya menganut paham demokrasi. Salah satu tahapan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan agenda politik. bangsa Indonesia yang negaranya menganut paham demokrasi. Salah satu tahapan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan agenda politik lima tahunan bangsa Indonesia yang negaranya menganut paham demokrasi. Salah satu tahapan dalam proses Pemilu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Adapun bentuk penelitiannya adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan suatu objek yang berkenaan dengan masalah yang diteliti tanpa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analisis isi, dengan model analisis framingnya model Zhongdang Pan dan

BAB III METODE PENELITIAN. analisis isi, dengan model analisis framingnya model Zhongdang Pan dan 47 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian analisis isi, dengan model analisis framingnya model Zhongdang Pan dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 46 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Jenis penelitian ini memiliki fokus penelitian yang kompleks dan luas. Ia bermaksud memberi makna

Lebih terperinci

A. Pendekatan dan Jenis penelitian

A. Pendekatan dan Jenis penelitian 37 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis penelitian Untuk Mengungkap sebuah realita sosial yang ada dalam usaha untuk memaknai sebuah pesan dakwah yang disampaikan oleh KH. Aad Ainurussalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang bersifat menjelaskan, menggambarkan atau menuturkan dan menafsirkan

BAB III METODE PENELITIAN. yang bersifat menjelaskan, menggambarkan atau menuturkan dan menafsirkan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif dengan metode pendekatan kualitatif, merupakan penelitian deskriptif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Media massa merupakan sarana manusia untuk memahami realitas. Oleh sebab itu, media massa senantiasa dituntut mempunyai kesesuaian dengan realitas dunia yang benar-benar

Lebih terperinci

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Modul ke: ANALISIS WACANA KRITIS Mengungkap realitas yang dibingkai media, pendekatan analisis kritis, dan model analisis kritis Fakultas 11Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma dalam penelitian berita berjudul Maersk Line Wins European Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena industri media semakin mengutamakan keuntungan. Bahkan, bisnis

BAB I PENDAHULUAN. karena industri media semakin mengutamakan keuntungan. Bahkan, bisnis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri media di Indonesia yang kini berorientasi pada kepentingan modal telah menghasilkan suatu konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan, yaitu berupa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Dalam suatu penelitian, seorang peneliti memerlukan suatu metode untuk dijadikan pijakan dalam mengerjakan penelitiannya tahap demi tahap. Dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat penting. Posisi penting bahasa tersebut, semakin diakui terutama setelah munculnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anita Indriana, 2014 Wacana Polemik Pemberitaan Rokok dalam Harian Umum Kompas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anita Indriana, 2014 Wacana Polemik Pemberitaan Rokok dalam Harian Umum Kompas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring perkembangannya, media massa merupakan bagian pelengkap kehidupan manusia. Dengan media massa manusia mendapatkan informasi yang dan pengalaman.

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI VISI DAN MISI TELEVISI LOKAL DI KOTA MEDAN (Studi Analisis Isi DAAI TV Medan Dalam Program Siaran Lokal) ABSTRAK

IMPLEMENTASI VISI DAN MISI TELEVISI LOKAL DI KOTA MEDAN (Studi Analisis Isi DAAI TV Medan Dalam Program Siaran Lokal) ABSTRAK IMPLEMENTASI VISI DAN MISI TELEVISI LOKAL DI KOTA MEDAN (Studi Analisis Isi DAAI TV Medan Dalam Program Siaran Lokal) ABSTRAK Skripsi ini berjudul Implementasi visi dan misi televisi lokal di Kota Medan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pidato sebagai Media Penyampaian Makna Komunikasi. kebersamaan atau kesamaan makna.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pidato sebagai Media Penyampaian Makna Komunikasi. kebersamaan atau kesamaan makna. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pidato sebagai Media Penyampaian Makna Komunikasi Kata atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris communication ),secara etimologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa

Lebih terperinci