2.1. Pendekatan Pengertian KTP2D

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2.1. Pendekatan Pengertian KTP2D"

Transkripsi

1 BAB II KONSEP KTP2D 2.1. Pendekatan Pengertian KTP2D 1. Kawasan Terpilih Pusat pengembangan Desa (KTP2D) adalah satu kesatuan kawasan perdesaan yang terdiri dari desa pusat dan desadesa lain sebagai desa pendukungnya, yang memiliki keunggulan stategi berupa: a. Peran kawasan ini bagi pertumbuhan dan pengembangan potensi kawasan perdesaan lain di sekitarnya. b. Keuntungan ekonomis (economic scale) guna mengembangkan potensi andalannya. c. Memiliki fasilitas pelayanan sosial ekonomi serta tingkat aksesibilitas yang relatif lebih baik dibandingkan dengan kawasan perdesaan disekitarnya. 2. Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (KTP2D) adalah suatu pendekatan pembangunan kawasan perdesaan melalui penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman termasuk sentuhan terhadap rumah tinggal yang mendukung dan memacu pertumbuhan ekonomi kawasan perdesaan secara terarah, terpadu dan berkelanjutan. 3. Penanganan KTP2D merupakan salah satu pendekatan penanganan perumahan permukiman yang dimaksudkan dapat mengatasi permasalahan terjadinya kawasan kumuh legal perkotaan (slums) dan illegal (squatters) yang disebabkan karena urbanisasi. 4. Penanganan KTP2D akan menyentuh berbagai bidang yang intinya meningkatkan kehidupan dan penghidupan masyarakat setempat tanpa harus meninggalkan desanya. Laporan Akhir I I- 1

2 5. Penanganan KTP2D berarti menggarap potensi yang ada baik pada desa pusat maupun desa hinterlandnya. Untuk itu penetapan KTP2D harus benar-benar selektif. 6. Penanganan KTP2D juga akan menangani peningkatan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman perdesaan, baik bagi desa pusat maupun hinterland-nya. Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (KTP2D) adalah suatu pendekatan pembangunan kawasan perdesaan melalui penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman termasuk sentuhan terhadap rumah tinggal yang mendukung dan memacu pertumbuhan ekonomi kawasan perdesaan secara terarah, terpadu dan berkelanjutan Misi dari KTP2D adalah : 1. Mengembangkan Potensi Desa di suatu kawasan perdesaan yang telah diindikasikan dapat berkembang, baik pada desa pusat maupun desa hinterlandnya yang menyentuh berbagai bidang, dan pada gilirannya mampu meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan masyarakat perdesaan. 2. Pengejawantahan asas Tridaya yang difokuskan pada pemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam upaya mengatasi permasalahan di bidang perumahan, permukiman, ekonomi dan sosial. 3. Mendorong dan memperkuat kelembagaan di tingkat masyarakat dalam menjaga keberlanjutan program dan efektifnya koordinasi lintas sektor. 4. Mendorong terjadinya koordinasi dan integrasi program kebijakan pembangunan daerah, dimana keberadaan program KTP2D menjadi bagian dalam mendukung dan merealisasikan kebijakan pembangunan daerah secara lebih konkrit. 5. Mengurangi beban perkotaan yang disebabkan oleh dampak urbanisasi, seperti kawasan kumuh, perumahan, dan permukiman illegal (squatters), pengangguran, dan lain-lain. Melalui pembangunan perekonomian kawasan perdesaan, sehingga tercipta lapangan kerja yang memberikan penghasilan memadai. Laporan Akhir I I- 2

3 Tujuan KTP2D Program KTP2D ini dimaksudkan sebagai penyeimbang pembangunan perdesaan dan perkotaan secara umum melalui penanganan perumahan dan permukiman sebagai salah satu entry point. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai melalui KTP2D ini adalah : 1. Mendorong perkembangan kawasan-kawasan strategi dan potensi perdesaan melalui penanganan simpul-simpul pusat kegiatan primer perdesaan secara terarah, intensif, terintegrasi dan menyeluruh. 2. Mengurangi beban permasalahan perumahan permukiman perkotaan akibat urbanisasi masyarakat perdesaan. Untuk bisa mencapai tujuan tersebut diatas ditetapkan 2 (dua) sasaran sebagai berikut : 1. Pertama, terkonsentrasinya penanganan perumahan dan permukiman perdesaan sesuai dengan spesifikasi potensi yang dimiliki oleh suatu kawasan di perdesaan yang telah ditetapkan sebagai pusat pengembangan. 2. Kedua, tersusunnya perencanaan yang visioner, integrative dan menyeluruh pada suatu kawasan di perdesaan yang telah ditetapkan sebagai pusat pengembangan. Dilihat dari misi, maksud, tujuan dan sasarannya, pada dasarnya KTP2D adalah pendekatan pembangunan kawasan perdesaan dengan cara mengembangkan potensi unggulannya, yaitu suatu sumber daya dominan baik yang belum diolah (eksplor) maupun sumber daya yang tersembunyi berupa sumber daya alam, sumber daya buatan ataupun sumber daya manusia yang difokuskan pada kemandirian masyarakat sesuai dengan azas TRIDAYA yang intinya adalah pemberdayaan masyarakat, ekonomi dan pendayagunaan prasaranan dan sarana permukiman. Hal tersebut mencerminkan lokalitas dari program KTP2D ini. Dengan demikian, dalam tahapan penyususnan KTP2D khususnya pada langkah persiapan yaitu penetapan lokasi KTP2D dan perkiraan awal potensi unggulan kawasan, pendekatan yang digunakan adalah Laporan Akhir I I- 3

4 pendekatan Pengembangan Ekonomi Lokal yang berbasis pada konsep Good Village. Good Village diindikasikan memiliki kemampuan, terutama untuk mengembangkan perekonomian lokal berbasis pada potensi unggulan. Kemampuan lokal tersebut adalah : 1. Kemampuan Berproduksi a. Adanya perubahan teknologi, misalnya dalam pengolahan sawah, dulu masih menggunakan tenaga hewan sekarang sudah menggunakan traktor. Pemanfaatan SDA tergantung pada tingkat teknologi yang digunakan dalam masyarakat. Pertumbuhan ekonomi dapat dicapai dengan perubahan teknologi yang dapat meningkatkan produksi. b. Adanya basis SDA dan terciptanya multiplier effect sehingga dapat menyediakan tenaga kerja. Tenaga Kerja adalah elemen dari penduduk yang membantu mempertahankan keberlangsungan suatu perekonomian dengan jalan menyediakan suatu kombinasi energi dan intelegensi manusia kepada proses produksi. c. Adanya pengembangan produk (inovasi) sehingga dapat meningkatkan produksi, misalnya dalam bidang tambak tidak hanya tambak udang tetapi dikembangkan menjadi tambak jenis-jenis ikan. Adapun inovasi dapat dibagi menjadi dua yaitu inovasi yang berupa turunnya biaya termasuk mengenalkan metode baru dalam pengolahan dan inovasi yang berupa peningkatan produk dengan kualitas baik. 2. Kemampuan Mengembangkan Kegiatan a. Adanya peningkatan akses pada pasar; b. Penyediaan sarana dan prasarana; 1) Jaringan transportasi; 2) Jaringan irigasi; 3) Air bersih; 4) Listrik; 5) Pasar; Laporan Akhir I I- 4

5 c. Peningkatan pelayanan kesehatan; 3. Kemampuan Meningkatkan Sumber Daya Manusia a. Adanya peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan dalam suatu masyarakat. Hal ini untuk menciptakan kesempatan kerja agar angkatan kerja dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. b. Adanya pengembangan kualitas sumber daya manusia dengan melalui kemampuan berfikir masyarakat melalui materi dasar hitung-menghitung, membuat perbandingan, mengeluarkan ide, membuat keputusan dengan kendala tertentu. c. Meningkatkan fungsi fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan. Fasilitas pendidikan atau mengembangkan intelektual dan fasilitas untuk mengembangkan fisik masyarakat Landasan Teori Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan strategi memanfaatkan dan mengkombinasikan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan tantangan) yang ada sebagai potensi dan peluang yang dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi wilayah akan barang dan jasa yang merupakan fungsi dari kebutuhan baik secara internal maupun eksternal wilayah. Faktor internal ini berupa sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya teknologi, sedangkan faktor eksternal dapat berupa peluang dan ancaman yang muncul seiring dengan interaksinya dengan wilayah lain. Pengembangan wilayah sebagai hubungan yang harmonis antara sumber daya alam, manusia dan teknologi dengan memperhitungkan daya tampung lingkungan dalam memberdayakan masyarakat, seperti terlihat pada gambar 2.1. Laporan Akhir I I- 5

6 Gambar 2.1. Hubungan antar elemen pembangunan Teknologi SDA Pengembangan wilayah SDM Pengembangan wilayah mengacu pada perubahan produktivitas wilayah, yang diukur dengan peningkatan populasi penduduk, kesempatan kerja, tingkat pendapatan, dan nilai tambah industri pengolahan. Selain definisi ekonomi, pengembangan wilayah mengacu pada pengembangan sosial, berupa aktivitas kesehatan, pendidikan, kualitas lingkungan, kesejahteraan dan lainnya Pembangunan Ekonomi Lokal (Local Economic Development) Konsep pengembangan Local Economic Development (LED), merupakan konsep pengembangan wilayah yaitu pembuatan Networking (jaringan) antara aktor (Stakeholder) yang ada di pusat (Centre) dengan aktor yang ada di pinggiran atau pedesaan (Hinterland). Definisi Pembangunan Ekonomi Lokal (Local Economic Development). World Bank Pembangunan Ekonomi Lokal adalah proses dimana pemerintah Lokal dan organisasi masyarakat terlibat untuk mendorong, merangsang, memelihara aktivitas usaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan. International Labour Organization (ILO) Pembangunan Ekonomi Lokal adalah proses pertisipatif yang mendorong kemitraan antara dunia usaha dan pemerintah dan masyarakat pada wilayah tertentu, yang memungkinkan kerjasama Laporan Akhir I I- 6

7 dalam perencanaan dan pelaksanaan strategis pembangunan secara umum, dengan menggunakan sumber daya Lokal dan keuntungan kompetitif dalam konteks global, dengan tujuan akhir menciptakan lapangan pekerjaan yang layak dan merangsang kegiatan ekonomi. A. H. J. Helming Pembangunan Ekonomi Lokal adalah suatu proses dimana kemitraan yang mapan antara pemerintah daerah, kelompok berbasis masyarakat, dan dunia usaha mengelola sumber daya yang ada untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan merangsang (pertumbuhan) ekonomi pada suatu wilayah tertentu. Menekankan pada kontrol lokal, dan penggunaan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik. Bank Dunia, ILO, Blakery dan Bradshow Pembangunan Ekonomi Lokal adalah usaha mengoptimalkan sumber daya lokal yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal dan organisasi masyarakat untuk mengembangkan ekonomi pada suatu wilayah. Dengan demikian Pembangunan Ekonomi Lokal merupakan upaya pemberdayaan masyarakat ekonomi dalam suatu wilayah dengan bertumpuan kepada kekuatan lokal, baik itu kekuatan nilai lokasi, sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi, kemampuan managemen kelembagaan (capacity of institutions) maupun aset pengalaman. Adapun definisi Pembangunan Ekonomi Lokal tersebut memfokuskan pada : 1. Peningkatan kandungan lokal. 2. Melibatan stakeholder secara substansial dalam suatu kemitraan strategis. 3. Peningkatan ketahanan dan kemandirian ekonomi. 4. Pembanguanan keberlanjutan. 5. Pemanfaatan hasil pembangunan oleh sebagian besar masyarakat lokal. 6. Pengembangan usaha kecil dan menengah. Laporan Akhir I I- 7

8 7. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai secara inklusif. 8. Penguatan kapasitas dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. 9. Pengurangan kesenjangan antar golongan masyarakat, antar sektor dan antar daerah. 10. Pengurangan dampak negative dari kegiatan ekonomi terhadap lingkungan. Inti dari teori pembangunan ekonomi lokal adalah bagaimana cara menumbuhkan wiraswasta lokal, menumbuhkan /pendayagunaan lembaga-lembaga pada tingkat lokal dan institusi lokal, yang harus diberdayakan adalah : 1. Lembaga keuangan (dapat memberikan kredit/pinjaman pada masyarakat lokal). 2. Lembaga pelatihan/balai pelatihan (memberikan keterampilanketerampilan yang potensial untuk membangun daerah tersebut). 3. Penelitian (hasil dari penelitian harus dikoordinasikan dengan lembaga lainnya). 4. Lembaga pemasaran Agropolitan Agropolitan adalah suatu konsep pembangunan berdasarkan aspirasi masyarakat bawah yang tujuannya tidak hanya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi juga mengembangkan segala aspek kehidupan sosial. Konsep agropolitan adalah sebuah kebijakan pemerintah pusat yang merupakan pendekatan terpadu dari beberapa departemen bidang ekonomi untuk pembangunan di pedesaan khususnya pertanian dengan melengkapi infrastruktur, memperluas akses terhadap kredit usaha untuk meningkatkan pendapatan petani dan mendorong pertumbuhan industri guna meningkatkan nilai tambah sektor pertanian. Laporan Akhir I I- 8

9 Konsep agropolitan memandang bahwa pembangunan wilayah ditujukan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang mendorong pertumbuhan pembangunan perdesaan dan desa-desa hinterland atau wilayah sekitarnya melalui pengembangan ekonomi, yang tidak terbatas sebagai pusat pelayanan sektor pertanian, tetapi juga pembangunan sektor secara luas usaha pertanian (on farm dan off farm), industri kecil, pariwisata, jasa pelayanan, dan lain-lain. Dalam hal ini dukungan infrastruktur sangat diperlukan untuk mendorong terjadinya peningkatan produktivitas bagi faktor-faktor produksi pertanian (Dep.Kimpraswil, 2003). Kebijakan-kebijakan yang perlu diperhatikan dalam pengembangan wilayah dengan pendekatan agropolitan sehingga dapat meningkatkan kinerja pembangunan ekonomi daerah. 1. Meningkatkan produktifitas sektor pertanian di wilayahnya sendiri melalui : a. Peningkatan kualitas sumber daya manusia: peningkatan menejemen pelayanan pendidikan, peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan dll. b. Pembangunan infrastruktur transportasi darat dalam rangka memperkuat aksesbilitas masyarakat. 2. Kerjasama antar kecamatan melalui interaksi sosial 3. Kebijakan dalam meningkatkan pertumbuhan sektor keuangan. 4. Kebijakan dalam meningkatkan pertumbuhan sektor industri melalui upaya kerja sama antar wilayah kecamatan. 5. Kebijakan dalam menekan laju angkatan kerja atau angka pengangguran Konsep Lokasi KTP2D Kawasan Terpilih Puat Pengembangan Desa (KTP2D) pada dasarnya merupakan program pengembangan kawasan perdesaan untuk dapat menciptakan keseimbangan wilayah antara kawasan perdesaan dan perkotaan. Program Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (KTP2D) dalam penanganannya menyentuh dan manggarap potensi lokal dalam Laporan Akhir I I- 9

10 berbagai bidang, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kehidupan dan penghidupan masyarakat setempat tanpa harus meninggalkan desanya, mengoptimalkan fungsi kawasan perdesaaan dalam menampung kegiatan masyarakat serta meningkatkan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman. Dalam menentukan lokasi KTP2D perlu memperhatikan keterkaitannya dengan Sistem Perwilayahan Pembangunan yang ada. Sistem Perwilayahan Pembangunan diidentikkan dengan struktur tata ruang wilayah, yang bertujuan untuk mengenali perwujudan ruang yang ada sekarang, kecenderungan perkembangannya serta permasalahan pengembangan wilayah yang memiliki dimensi keruangan. Sistem perwilayahan pengembangan berisikan unsur-unsur atau komponen-komponen pembentuk ruang yang meliputi: sistem pusat-pusat permukiman, sistem sarana dan prasarana utama secara menyeluruh tentang keadaan pusat-pusat pertumbuhan wilayah serta jangkauan pelayanannya serta hubungannya antara pusat-pusat pertumbuhan wilayah (growth pole models). Pertimbangan tersebut untuk lebih menfokuskan program KTP2D pada wilayah-wilayah prioritas perlu penanganan melalui program KTP2D sehingga tujuan dan sasaran dari program ini dapat dicapai secara maksimal. Beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam penetapan lokasi KTP2D terkait dengan Sistem Perwilayahan adalah sebagai berikut: 1. KTP2D tidak memiliki Ciri Perkotaan Kawasan perdesaan adalah sasaran dari program KTP2D ini, dengan demikian wilayah-wilayah yang mencirikan kawasan perkotaan bukan merupakan alternative lokasi KTP2D. berdasarkan Undang-undang Penataan Ruang No. 4 Tahun 1992, ciri kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Selain itu, perlu memperhatikan pula perkembangan wilayah-wilayah tersebut, hal ini mengingat bahwa pada umumnya wilayah-wilayah yang diindikasikan Laporan Akhir I I- 10

11 mengalami perkembangan yang sangat cepat adalah merupakan ciri suatu perkotaan. 2. KTP2D bukan merupakan Pusat Pemerintahan dan Daerah hinterland-nya. Terkait dengan batasan dan ruang lingkup KTP2D, khususnya pada tahapan identifikasi, maka penetapan lokasi KTP2D perlu memperhatikan pusat-pusat pemerintahan dan daerah hinterland-nya, seperti ibukota kabupaten dan ibukota kecamatan. Hal tersebut mengingat biasanya pada pusat-pusat pemerintahan telah memiliki program-program pembangunan, sehingga dapat menimbulkan tumpang tindihnya program yang pada akhirnya tujuan dan sasaran program KTP2D ini tidak tercapai secara maksimal. Pada umumnya di daerah-daerah sekitar pusat-pusat pemerintah perkembangannya cenderung mengikuti bahkan tergantung pada pusat pemerintahan, sehingga daerah-daerah yang terpengaruh oleh perkembangan pusat pemerintahan tersebut daerah hinterland pusat pemerintahan yang biasanya memiliki jarak relative dekat dan eksesibilitas yang tinggi dengan pusatnya. 3. Lokasi KTP2D belum memiliki Program Penanganan Perdesaan Pemerintahan baik pusat maupun daerah telah memiliki program penanganan khusus bagi kawasan perdesaan. Dengan memperhatikan hal tersebut, maka KTP2D yang dijalankan tidak terjadi tumpang tindih kepentingan dari tiap-tiap program. Program tersebut diantaranya IDT, Agropolitan dan KTP2D yang sudah ada. Dengan demikian wilayah yang diindikasikan telah memiliki program penanganan perdesaan bukan merupakan alternative lokasi KTP2D. 4. KTP2D merupakan Satu Kesatuan Kawasan Perdesaan Lokasi KTP2D adalah satu kesatuan kawasan perdesaan, yang terdiri dari Desa Pusat Pertumbuhan dan desa hinterlandnya. Pada umumnya desadesa tersebut memiliki ikatan, baik secara ekonomi, sosial dan budaya. Sehingga batasan wilayah bagi lokasi KTP2D dapat merupakan suatu batasan fisik dan fungsional. Laporan Akhir I I- 11

12 Setelah memperhatikan sistem perwilayahan dan aspek-aspek lainnya yang terkait, kegiatan identifikasi lokasi KTP2D selanjutnya perlu memperhatikan struktur dan Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (KTP2D). Struktur KTP2D terdiri atas desa pusat pertumbuhan dan desa hinterland. 1. Penetapan Desa Pusat Pertumbuhan Desa Pusat Pertumbuhan merupakan urat nadi ekonomi bagi masyarakat di kawasan pedesaan dan sebagai bagian integral dalam konstelasi pembangunan daerah terutama dalam siklus aliran barang dan jasa serta pemasaran hasil produksi, dalam rangka menciptakan pemerataan pembangunan terutama bagi masyarakat kawasan pedesaan untuk meningkatkan kualitas hidup dan lingkungannya. Dari perkembangannya Desa Pusat Pertumbuhan merupakan desa yang sangat berkembang yaitu desa-desa yang pertumbuhan ekonominya lebih maju dibanding desa-desa sekitarnya. Umumnya desa-desa ini melayani desa-desa hinterland-nya dan mempunyai tingkat aksesibilitas yang relative mudah ke kawasan yang lebih tinggi ordenya. Kegiatan ekonomi di desa ini biasanya beragam dan tidak terlalu tergantung pada sektor primer serta mempunyai kelengkapan sarana dan prasarana permukiman yang lebih lengkap. 2. Penentuan Desa Hinterland Desa hinterland terdiri dari beberapa desa sekitar desa pusat dan mempunyai ikatan sosial, ekonomi, dan budaya. Pada dasarnya desa yang berbatasan langsung dengan desa pusat merupakan hinterland. Desa hinterland dapat berupa desa yang sedang berkembang yaitu desa yang tergantung dan mengandalkan sektor primer saja, yaitu pertanian, namun mempunyai potensi untuk berkembang lebih maju. Umumnya desa sedang berkembang ini mempunyai akses yang lebih tinggi dengan kawasan perkotaan ataupun dengan desa-desa lainnya. Biasanya kegiatan ekonomi masyarakatnya sudah menunjukkan diversifikasi dan tidak semata-mata bergantung pada sektor primer atau agraris saja. Hinterland efektif diukur dari tingkat atau intensitas terjadinya interaksi baik sosial, ekonomi maupun ikatan budaya. Secara mudah dapat dilihat Laporan Akhir I I- 12

13 dari arah orientasi pelayanan pemenuhan primer desa pusat kepada desa pendukungnya Kriteria Lokasi KTP2D Berdasarkan konsep lokasi KTP2D di atas, maka selanjutnya perlu ditetapkan kriteria-kriteria lokasi KTP2D. Kriteria lokasi KTP2D terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu : 1. Kriteria Umum Kriteria umum adalah kriteria lokasi KTP2D yang akan menghasilkan alternatif-alternatif lokasi KTP2D. Kriteria-kriteria tersebut adalah : a. Lokasi KTP2D merupakan bagian dari sistem perwilayahan pada suatu kabupaten. b. Merupakan kawasan yang mencirikan kawasan perdesaan. c. Lokasi KTP2D merupakan kawasan perdesaan diluar pusat-pusat pemerintahan dan daerah hinterlandnya. d. Lokasi KTP2D merupakan satu kasatuan kawasan perdesaan, sehingga terbentuk suatu sinergi dari faktor sosial, ekonomi, budaya yang saling mendukung. 2. Kriteria Khusus Kriteria khusus adalah kriteria yang akan digunakan didalam menetapkan Desa Pusat Pertumbuhan dari sektor alternative lokasi KTP2D yang sudah terpilih berdasarkan kriteria umum, sebagai berikut: a. Kemampuan berproduksi 1) Produksi Produktivitas komoditi Nilai tambah komoditas Sistem pengelolaan komoditas/jasa 2) Pasar Jangkauan pemasaran Keberadaan jaringan pemasaran komoditas/jasa Aglomerasi antar sektor 3) Tenaga Kerja Penyerapan asal tenaga kerja yang terlibat Laporan Akhir I I- 13

14 Spesifikasi tenaga kerja (keberagaman keterampilan yang terlibat dalam sistem produksi komoditas/jasa) Sistem pengelolaan komoditas/jasa Prosentase penduduk desa bekerja di sektor utama b. Kemampuan mengembangkan kegiatan 1) Prasarana Air Bersih Pelayanan air bersih 2) Prasarana Persampahan Pola pembuangan sampah 3) Prasarana Jalan Jarak antar desa dengan ibukota kabupaten Moda angkutan desa dengan ibukota kabupaten Jarak antar desa dengan ibukota kecamatan Moda angkutan desa dengan ibukota kecamatan Jarak antar desa dengan ibukota kabupaten terdekat Moda angkutan desa dengan ibukota kabupaten terdekat Kualitas jalan 4) Sarana Kesehatan Jenis sarana kesehatan Akses ke puskesmas terdekat 5) Sarana Pendidikan Jenis sarana pendidikan Lembaga keterampilan 6) Sarana Perekonomian Jenis sarana perdagangan Lembaga perkreditan/koperasi Lembaga keuangan informal 7) Sarana transportasi Keberadaan angkutan umum c. Kemampuan meningkatkan SDM 1) Pendidikan Tingkat pendidikan Laporan Akhir I I- 14

15 2) Keterampilan Keterampilan tenaga kerja 3) Karakteristik penduduk Jumlah penduduk dan Kepadatan penduduk Aspek yang harus diperhatikan dalam penetapan lokasi KTP2D terkait dengan sistem perwilayahan adalah sebagai berikut : 1. KTP2D merupakan satu kesatuan kawasan perdesaan Lokasi KTP2D adalah satu kesatuan kawasan perdesaan yang terdiri dari desa pusat pertumbuhan dan desa-desa hinterlandnya. Pada umumnya desa-desa tersebut memiliki ikatan, baik secara ekonomi, sosial dan budaya. 2. KTP2D tidak memiliki ciri perkotaan Kawasan perdesaan adalah sasaran dari program KTP2D, Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2005). Ciri kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 3. KTP2D bukan merupakan pusat pemerintahan. Terkait dengan batasan dan ruang lingkup KTP2D, khususnya pada tahapan identifikasi, maka penetapan lokasi KTP2D perlu memperhatikan pusat-pusat pemerintahan dan daerah hinterland-nya, seperti ibukota Kabupaten dan ibukota Kecamatan. 4. Desa tertinggal tidak dapat menjadi bagian dari KTP2D Sesuai dengan konsep dasar pembentukan KTP2D, maka desa yang dikategorikan tertinggal tidak dianjurkan menjadi salah satu hinterland, karena hampir dipastikan bahwa pemenuhan kebutuhan pada desa tersebut akan menyedot sumber dana dan perhatian yang diperuntukkan Laporan Akhir I I- 15

16 bagi kawasan garapan, sehingga dapat diperkirakan akan menarik turun klasifikasi kawasan Penentuan DPP (Desa Pusat Pertumbuhan) dan Hinterland Setelah memperhatikan sistem perwilayahan dan aspek-aspek lainnya yang terkait, kegiatan identifikasi lokasi KTP2D selanjutnya perlu memperhatikan struktur dari Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (KTP2D). Struktur KTP2D terdiri atas pusat pertumbuhan dan desa hinterland. 1. Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) Desa pusat pertumbuhan merupakan urat nadi ekonomi bagi masyarakat di kawasan pedesaan dan sebagai bagian integral dalam konstelasi pembangunan daerah terutama dalam siklus aliran barang dan jasa serta pemasaran hasil produksi, dalam rangka menciptakan pemerataan pembangunan terutama bagi masyarakat kawasan pedesaan untuk meningkatkan kualitas hidup dan lingkungannya. Dari perkembangannya Desa Pusat Pertumbuhan merupakan desa yang sangat berkembang yaitu desa-desa yang pertumbuhan ekonominya lebih maju dibanding desa-desa sekitarnya. 2. Penentuan Desa Hinterland Desa hinterland terdiri dari beberapa desa sekitar desa pusat dan mempunyai ikatan sosial, ekonomi, dan budaya. Pada dasarnya desa yang berbatasan langsung dengan desa pusat merupakan desa hinterland. Desa hinterland dapat berupa desa yang sedang berkembang yaitu desa yang tergantung dan mengandalkan sektor primer saja, yaitu pertanian namun mempunyai potensi untuk berkembang lebih maju. Umumnya desa sedang berkembang mempunyai akses yang tidak terlalu tinggi dengan kawasan perkotaan ataupun dengan desa-desa lainnya. Hinterland efektif diukur dari intensitas terjadinya interaksi untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan dan ikatan budaya. Laporan Akhir I I- 16

17 2.6. Struktur Ruang KTP2D Desa Pusat Pertumbuhan Guna mempercepat pertumbuhan dan pengembangan permukiman, Pemerintah Kabupaten Temanggung telah merencanakan Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) di beberapa lokasi. Penetapan DPP dengan memperhatikan banyak faktor, antara lain potensi ekonomi kawasan, jumlah penduduk, sarana dan prasarana dasar serta potensi ekonomi lain yang belum tergali yang diperkirakan akan mampu meningkatkan kawasan menjadi lebih mandiri dan berkembang. Salah satu Desa yang direncanakan menjadi DPP adalah Desa Menggoro Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung Desa Hinterlands Desa hinterlands adalah desa yang berada di sekitar DPP Desa Menggoro dan memiliki interaksi relatif intens dengan DPP Desa Menggoro. Berdasarkan kajian, desa hinterlands meliputi 5 Desa yang berbatasan dengan Desa Menggoro yaitu Desa Greges (Sebelah Utara), Desa Tawangsari dan Desa Purwodadi ( Sebelah Barat), Desa Wonokerso (Sebelah Timur), Desa Botoputih (Sebelah Selatan). Gambar 2.2. Model Interaksi DPP dengan hinterlands Batas KTP2D Desa Pusat/DPP Desa Hinterland Laporan Akhir I I- 17

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Akhir I - 1

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Akhir I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat dan arah perkembangan kawasan wilayah di Kabupaten Temanggung beberapa tahun terakhir ini begitu pesat pertumbuhan dan perkembangan kawasannya, terutama menyangkut

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Sesuai dengan amanat Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Kubu Raya Tahun 2009-2029, bahwa RPJMD

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dengan melihat karakteristik Kabupaten Garut bagian selatan dapat dilihat bagaimana sifat ketertinggalan memang melekat pada wilayah ini. Wilayah Garut bagian selatan sesuai

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

Konsep paradigma development from below sebagai suatu strategi. pembangunan bottom up planning. Pengembangan dari bawah pada

Konsep paradigma development from below sebagai suatu strategi. pembangunan bottom up planning. Pengembangan dari bawah pada 4.1. KONSEP DASAR PENGEMBANGAN WILAYAH 4.1.1. Pengembangan Dari Bawah Konsep paradigma development from below sebagai suatu strategi pembangunan bottom up planning. Pengembangan dari bawah pada dasarnya

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi, BAB VI. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transmigrasi merupakan bagian integral

Lebih terperinci

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

Penatatan ruang daerah bertujuan mewujudkan ruang kabupaten berbasis. pertanian yang didukung industri, perdagangan, pariwisata dan sosial

Penatatan ruang daerah bertujuan mewujudkan ruang kabupaten berbasis. pertanian yang didukung industri, perdagangan, pariwisata dan sosial 3.1. KABUPATEN TEMANGGUNG Penatatan ruang daerah bertujuan mewujudkan ruang kabupaten berbasis pertanian yang didukung industri, perdagangan, pariwisata dan sosial budaya masyarakat dalam kesatuan sistem

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

Untuk mewujudkan Visi Daerah Kabupaten Temanggung di. atas, pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan dilakukan dalam 6

Untuk mewujudkan Visi Daerah Kabupaten Temanggung di. atas, pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan dilakukan dalam 6 semua aspek pelaksanaan pemerintahan. 4.2. Misi Untuk mewujudkan Visi Daerah Kabupaten Temanggung di atas, pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan dilakukan dalam 6 (enam) Misi Daerah, yaitu: 1. Mewujudkan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi 4.1.1. Visi Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan, yang mencerminkan harapan yang

Lebih terperinci

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN Untuk memberikan gambaran yang jelas pada visi tersebut, berikut ada 2 (dua) kalimat kunci yang perlu dijelaskan, sebagai berikut : Masyarakat

Lebih terperinci

UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA)

UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA) UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA) Tentang: KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transmigrasi merupakan bagian integral dari

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH Strategi pembangun daerah adalah kebijakan dalam mengimplementasikan program kepala daerah, sebagai payung pada perumusan program dan kegiatan pembangunan di dalam mewujdkan

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH BAB IV VISI DAN MISI DAERAH Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Lebak 2005-2025 disusun dalam rangka mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah yang diharapkan dapat dicapai pada

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH A. VISI DAN MISI Kebijakan Pemerintahan Daerah telah termuat dalam Peraturan Daerah Nomor 015 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Lebih terperinci

RENCANA KERJA (RENJA) DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016

RENCANA KERJA (RENJA) DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR RENCANA KERJA (RENJA) DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR JL. GAYUNG KEBONSARI NO. 167 SURABAYA

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH Penyelenggaraan otonomi daerah sebagai wujud implementasi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memunculkan berbagai konsekuensi berupa peluang,

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN BAB V. PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih yang disampaikan pada waktu pemilihan kepala daerah (Pemilukada)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan nasional merupakan gambaran umum yang memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) dalam rangka menyeimbangkan pembangunan

Lebih terperinci

1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja

1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja 156 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah di wilayah Kabupaten Banyumas dapat dikelompokkan berdasarkan

Lebih terperinci

cukup, dan 11 indikator kinerja bernilai kurang.

cukup, dan 11 indikator kinerja bernilai kurang. BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengukuran dari Revisi Pernetapan Kinerja Pemerintah Kota Magelang Tahun 2014 menunjukkan bahwa dari capaian 6 misi dapat disajikan data sebagai berikut:

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) BAB V PEMBAHASAN Pembahasan ini berisi penjelasan mengenai hasil analisis yang dilihat posisinya berdasarkan teori dan perencanaan yang ada. Penelitian ini dibahas berdasarkan perkembangan wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS 3.1 Identifikasi Faktor Lingkungan Berdasarkan Kondisi Saat Ini sebagaimana tercantum dalam BAB II maka dapat diidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2013 BAB IV 1 Tabel 4.1 Hubungan Visi/Misi dan Tujuan/Sasaran Pembangunan No Visi / Misi Tujuan Sasaran 1 2 3 4 Misi : 1 Mengembangkan Masyarakat Lombok Barat yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 3-1972 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 37, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3682) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB VISI DAN MISI Visi dan Misi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)

BAB VISI DAN MISI Visi dan Misi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) BAB 3 Analisis Pengembangan Kawasan Konsep kawasan adalah wilayah yang berbasis pada keanekaragaman fisik dan ekonomi tetapi memiliki hubungan erat dan saling mendukung satu sama lain secara fungsional

Lebih terperinci

ASPEK STRATEGIS PENATAAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

ASPEK STRATEGIS PENATAAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL ASPEK STRATEGIS PENATAAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL Oleh: Ginandjar Kartasasmita Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Disampaikan pada Pembahasan RPP Penataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan desa merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, dengan demikian pembangunan desa mempunyai peranan yang penting dan bagian yang tidak terpisahkan

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN Dalam rangka mewujudkan visi dan melaksanakan misi pembangunan daerah Kabupaten Ngawi 2010 2015, Pemerintah Kabupaten Ngawi menetapkan strategi yang merupakan upaya untuk

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan 18 Desember 2013 STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan Deputi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup 18 Desember 2013 Peran Jakarta

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari berbagai uraian dan hasil analisis serta pembahasan yang terkait dengan imlementasi kebijakan sistem kotakota dalam pengembangan wilayah di Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN

PEMBAHASAN UMUM DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN 147 PEMBAHASAN UMUM DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN Pemerintah Kabupaten Banyumas pada tahun 2008 akan mencanangkan pengembangan wilayah dengan pendekatan agropolitan

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

Kawasan Cepat Tumbuh

Kawasan Cepat Tumbuh Terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi Terjadi dorongan kerjasama pembangunan antar wilayah secara fungsional Kawasan Cepat Tumbuh Meningkatnya nilai tambah dan daya saing produk unggulan Tercipta keterpaduan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi sebagai urat-nadi berkehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional yang sangat penting perannya dalam ketahanan nasional.

Lebih terperinci

Tabel 6.1 Strategi dan Arah Kebijakan Kabupaten Sumenep

Tabel 6.1 Strategi dan Arah Kebijakan Kabupaten Sumenep Tabel 6.1 Strategi dan Kabupaten Sumenep 2016-2021 Visi : Sumenep Makin Sejahtera dengan Pemerintahan yang Mandiri, Agamis, Nasionalis, Transparan, Adil dan Profesional Tujuan Sasaran Strategi Misi I :

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN 2005-2010 A. Latar Belakang Pembangunan jalan merupakan kebutuhan yang sangat vital sebagai pendukung utama dinamika dan aktivitas ekonomi baik di pusat maupun

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH A. VISI DAN MISI Penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten Wonosobo tahun 2012 merupakan periode tahun kedua dari implementasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago PENJELASAN SUBTEMA IDF Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago 2018 DISPARITAS REGIONAL Dalam Nawacita, salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo adalah membangun Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Desentralisasi sebagai suatu fenomena yang bertujuan untuk membawa kepada penguatan komunitas pada satuan-satuan pembangunan terkecil kini sudah dicanangkan sebagai

Lebih terperinci

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN 8.1. Rekomendasi Kebijakan Umum Rekomendasi kebijakan dalam rangka memperkuat pembangunan perdesaan di Kabupaten Bogor adalah: 1. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat, adalah

Lebih terperinci

Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN. 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan

Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN. 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan Tujuan penataan ruang wilayah Kota adalah Terwujudnya Kota Tidore

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Pembangunan daerah agar dapat berhasil sesuai dengan tujuannya harus tanggap terhadap kondisi yang terjadi di masyarakat. Kondisi tersebut menyangkut beberapa masalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Transmigrasi pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan daerah sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan, terutama di kawasan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG I - 1 LAPORAN AKHIR D O K U M E N

PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG I - 1 LAPORAN AKHIR D O K U M E N 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pendekatan pembangunan yang lebih menonjolkan pertumbuhan ekonomi secara cepat tidak dapat dipungkiri dan telah mengakibatkan pertumbuhan di perkotaan melampaui kawasan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, khususnya dalam Pasal 1, angka 12 disebutkankan

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Bina Marga Kabupaten Grobogan. Permasalahan berdasarkan tugas dan fungsi

Lebih terperinci

ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 4 ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Berdasarkan analisis keterkaitan dalam perkembangan daerah dapat terlihat hubungan antar faktor-faktor yang memiliki hubungan saling pengaruh mempengaruhi sehingga dapat diketahui

Lebih terperinci

2.1.1 Dasar Perumusan Tujuan Penataan Ruang Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan ruang

2.1.1 Dasar Perumusan Tujuan Penataan Ruang Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan ruang BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG KABUPATEN SIJUNJUNG 2.1 PERUMUSAN TUJUAN Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris dengan berbagai produk unggulan di setiap daerah, maka pembangunan ekonomi berbasis pertanian dan perikanan di Indonesia harus berorientasi pada

Lebih terperinci

BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 7.1 Kebijakan Umum Perumusan arah kebijakan dan program pembangunan daerah bertujuan untuk menggambarkan keterkaitan antara bidang urusan pemerintahan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.131,2012 PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN BANTUAN PENANGANAN LINGKUNGAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

diwujudkan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, yaitu suatu kondisi pelaksanaan pemerintahan yang

diwujudkan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, yaitu suatu kondisi pelaksanaan pemerintahan yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, yaitu suatu kondisi pelaksanaan pemerintahan yang bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme sesuai dengan arah pelaksanaan reformasi birokrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peran pertanian bukan hanya menghasilkan produk-produk domestik. Sebagian

BAB I PENDAHULUAN. peran pertanian bukan hanya menghasilkan produk-produk domestik. Sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara agraris. Sebagai negara agraris, salah satu peran pertanian bukan hanya menghasilkan produk-produk domestik. Sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5497 KEPENDUDUKAN. Transmigrasi. Wilayah. Kawasan. Lokasi. Pemukiman. Pelaksanaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 9) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

Rencana Strategis

Rencana Strategis kesempatan kerja serta meningkatkan pendapatan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas adalah pertumbuhan ekonomi yang diharapkan mampu menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran. Berdasarkan

Lebih terperinci

TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA BOGOR SEBAGAI KOTA YANG CERDAS, BERDAYA SAING DAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI MELALUI SMART GOVERMENT DAN SMART PEOPLE

TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA BOGOR SEBAGAI KOTA YANG CERDAS, BERDAYA SAING DAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI MELALUI SMART GOVERMENT DAN SMART PEOPLE C. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2015-2019 MISI 1. MEWUJUDKAN BOGOR KOTA YANG CERDAS DAN BERWAWASAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH 5.1 VISI DAN MISI KOTA CIMAHI. Sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Transmigrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang pembangunan dan pemerintahan. Perubahan dalam pemerintahan adalah mulai diberlakukannya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar)

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar) Kota Kekerabatan Maja dan Masa Depan Oleh : Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar) Persoalan perumahan masih menjadi salah satu issue penting dalam pembangunan ekonomi mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Pembangunan Daerah Dalam kampanye yang telah disampaikan, platform bupati terpilih di antaranya sebagai berikut: a. Visi : Terwujudnya kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

Pembangunan Ekonomi Perkotaan

Pembangunan Ekonomi Perkotaan Pendahuluan Pembangunan Ekonomi Perkotaan Pendahuluan PEMBANGUNAN EKONOMI PERKOTAAN Oleh: H. Rahardjo Adisasmita Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2005 Hak Cipta 2005 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH 5.1 Sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Untuk Masing masing Misi Arah pembangunan jangka panjang Kabupaten Lamongan tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Sintang merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara lain, yaitu Malaysia khususnya Negara Bagian Sarawak. Kondisi ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci