BAB II DASAR TEORI. II.1 Sistem Penjadwalan II-1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II DASAR TEORI. II.1 Sistem Penjadwalan II-1"

Transkripsi

1 BAB II DASAR TEORI Pada bagian ini akan dibahas dasar teori yang digunakan dalam pengerjaan tugas akhir. Pembahasan dimulai dengan dasar teori mengenai sistem penjadwalan mencakup definisi mengenai resource, batasan, proses penjadwalan, serta timetabling. Pada subbab ini juga dibahas mengenai jenis-jenis batasan dan latar belakang pemilihan nama sistem penjadwalan dependency pada tugas akhir ini. Kemudian, pembahasan dilanjutkan dengan teori basis data deduktif (BDD) sebagai komponen pemroses dan penyimpan data dalam pengerjaan tugas akhir. Pembahasan BDD ini dimulai dari latar belakang dan definisi, dilanjutkan dengan pendefinisian ketiga komponen utama BDD, yaitu fakta, aturan dan mekanisme inferensi. Selain itu, konsep mengenai aturan yang aman (safe rules) juga dibahas pada subbab ini. Setelah itu, pembahasan dasar teori dilanjutkan dengan algortima greedy yang digunakan pada tahapan proses penjadwalan. II.1 Sistem Penjadwalan Sistem penjadwalan adalah sebuah sistem untuk melakukan proses penjadwalan. Sebuah sistem penjadwalan terdiri dari dua buah komponen utama yaitu penjadwalan dan pengguna. Penjadwalan adalah suatu kegiatan untuk mencari solusi jadwal dari sejumlah resource dan batasan. Resource adalah objek dari penjadwalan, sedangkan batasan adalah kondisi yang mengatur (membatasi) pencarian solusi. Resource, batasan, dan penjadwalan akan dibahas lebih detil pada subbab ini. Komponen utama lainnya dari sistem penjadwalan adalah pengguna. Pengguna yaitu pihak yang menggunakan sistem penjadwalan. Pengguna bertugas mendefinisikan resource dan batasan-batasan yang ada untuk digunakan dalam penjadwalan. II.1.1 Resource Menurut definisi dari [WEB03], resource adalah suatu nilai potensi yang dimiliki oleh suatu materi atau unsur tertentu dalam kehidupan. Menurut [WEB04], definisi resource adalah segala sesuatu yang tersedia yang dapat digunakan untuk kepentingan tertentu. Berdasarkan kedua definisi ini, resource dalam sistem penjadwalan dapat didefinisikan sebagai objek dari penjadwalan yang umumnya memiliki sifat terbatas sehingga memerlukan penjadwalan dalam penggunaannya. Berdasarkan sifatnya, resource terbagi dalam dua II-1

2 II-2 kategori yaitu resource yang terbatas dan resource yang tidak terbatas. Contoh resource yang tidak terbatas: udara, sinar matahari, air. Contoh resource yang terbatas: barang (makanan, obat-obatan, bahan mineral), ruangan kelas, waktu, dan lain-lain. Resource yang bersifat terbatas memerlukan penjadwalan dalam penggunaannya agar waktu penggunaannya dapat menjadi lebih lama. Dalam tugas akhir ini, kata resource mengacu pada resource yang bersifat terbatas. II.1.2 Batasan Batasan adalah sesuatu yang bersifat melarang, membatasi, atau mengatur [WEB02]. Batasan juga dapat berarti sejumlah keadaan yang harus dipenuhi terkait dengan resource yang tersedia. Dalam penjadwalan, batasan membatasi pencarian solusi dalam ruang pencarian solusi. Umumnya permasalahan yang muncul adalah bagaimana mencari solusi yang dapat memenuhi seluruh batasan yang ada dan paling banyak memenuhi batasan-batasan yang sifatnya opsional. Batasan-batasan yang sifatnya opsional biasanya memiliki karakteristik apabila dipenuhi maka akan membuat solusi yang ditemukan menjadi lebih baik. Pada umumnya, untuk membuat sebuah model yang deklaratif dan transparan terhadap masalah adalah sebuah prinsip yang baik. Model yang dimaksud di sini adalah suatu bentuk solusi dari permasalahan sistem penjadwalan mencakup pendefinisian resource dan batasan. Semua entitas pada awalnya dideskripsikan dengan batasan-batasan yang mendefinisikan sifat asli entitas dan hubungan antara entitas dan metode pencarian disimpan terpisah dari model yang deklaratif ini. Batasan-batasan yang muncul pada aplikasi penjadwalan dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok. Batasan-batasan diklasifikasikan berdasarkan peran mereka dalam permasalahan penjadwalan ke dalam tiga kategori, yaitu batasan resource, batasan transition, dan batasan dependency. Pengkategorian seperti ini membantu dalam pemilihan model batasan yang tepat karena model yang berbeda menangani secara lebih baik suatu batasan dari kategori yang berbeda. Oleh karena itu, model yang sesuai dapat dipilih dengan lebih mudah dengan menggunakan informasi tentang penyebaran dari batasan dalam kategori-kategori yang ditawarkan. Permasalahan penjadwalan dalam lingkungan proses yang rumit dapat mewakili masalah-masalah yang terdapat dalam kebanyakan aplikasi penjadwalan. Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa klasifikasi yang ditawarkan juga dapat diaplikasikan pada area penjadwalan lainnya [BAR99]. Berikut adalah klasifikasi batasan tersebut: 1. Batasan resource menunjukkan keterbatasan sebuah resource dalam satu time point. Contoh: batasan kapasitas membatasi berapa banyak aktivitas yang dapat dilakukan secara paralel atau berapa banyak barang yang dapat disimpan bersama-sama. Contoh lainnya adalah batasan kecocokan (ketidakcocokan). Batasan kecocokan

3 II-3 menentukan aktivitas apa saja yang dapat diproses bersama-sama atau dengan kata lain aktivitas apa yang cocok. Batasan kapasitas merupakan batasan kuantitas ( berapa banyak ), sedangkan batasan kecocokan merupakan batasan kualitas ( aktivitas apa ). 2. Batasan transition menunjukkan keterbatasan sebuah resource dalam time point yang berbeda. Secara khusus, batasan ini menentukan situasi apa di masa depan yang mungkin mengikuti situasi saat ini. Sebagai contoh mungkin terdapat peralihan di antara aktivitas. Jika sebuah mesin set-up waktu dimodelkan menggunakan aktivitas set-up yang khusus (produk dihasilkan selama set-up ) maka batasan transition secara alami membatasi penambahan aktivitas set-up di antara dua aktivitas produksi. Batasan transition adalah khusus untuk lingkungan proses yang rumit dengan banyak set-up tapi batasan ini tidak muncul dalam banyak permasalahan penjadwalan lainnya. 3. Batasan dependency menunjukkan hubungan antara dua atau lebih resource yang berbeda dalam time point yang mungkin berbeda. Setiap resource dalam permasalahan penjadwalan sangat sulit untuk berdiri sendiri. Oleh karena itu, relasi antara resource juga harus dideskripsikan dalam model. Contoh dari ketergantungan dalam penjadwalan produksi adalah ketergantungan supplier-consumer. Ketergantungan tersebut menentukan hubungan antara aktivitas menyediakan sebuah barang dan aktivitas menghabiskan barang tersebut. Dalam permasalahan lainnya mungkin dibutuhkan dua buah aktivitas untuk diproses secara paralel dalam dua buah resource. Sebagai contoh dua orang pengajar mengajar dua pelajaran yang sama secara paralel. Batasan dependency merupakan salah satu ciri khas untuk banyak permasalahan penjadwalan karena batasan ini mendeskripsikan hubungan antar aktivitas yang terdapat dalam sebuah task. Meskipun demikian, dalam area permasalahan seperti lingkungan proses yang rumit, batasan ini juga mungkin membatasi aktivitas dari beberapa task yang berbeda. Ketiga kategori batasan dalam Gantt chart dapat dilihat pada Gambar II-1. Seperti yang tertera pada gambar, dua buah aktivitas dapat terkait dengan hanya sebuah resource. Sebagai contoh adalah batasan resource yang terkait dengan sebuah resource, tapi melibatkan satu atau beberapa aktivitas. Contoh batasan resource dalam penjadwalan mata kuliah yaitu ruangan kelas mana saja yang cocok untuk satu kelas mata kuliah dalam satu slot waktu. Batasan transition terkait peralihan sebuah aktivitas ke aktivitas lain dalam sebuah resource. Batasan dependency menggambarkan hubungan dua buah resource yang berbeda dalam time point yang mungkin berbeda.

4 II-4 Keterangan: : aktivitas : batasan Gambar II-1 Kategori-kategori batasan dalam Gantt chart [BAR99] Dalam sebuah sistem penjadwalan besar kemungkinannya terdapat lebih dari satu kategori batasan. Kedua batasan yang pertama (batasan resource dan batasan transition) menunjukkan keterbatasan pada sebuah resource saja, sedangkan batasan dependency menunjukkan hubungan antara dua atau lebih resource yang berbeda dalam time point yang mungkin berbeda. Sebuah sistem penjadwalan yang batasan-batasannya secara umum bertipe batasan dependency disebut sebagai sistem penjadwalan dependency. Salah satu contoh dari sistem penjadwalan ini adalah sistem penjadwalan mata kuliah. Penjadwalan mata kuliah didefinisikan sebagai penjadwalan sejumlah aktivitas perkuliahan yang terdapat dalam satu semester di mana aktivitas perkuliahan tersebut terkait dengan ruangan kelas dan waktu pelaksanaan kuliah. Penjadwalan mata kuliah termasuk ke dalam kategori sistem penjadwalan dependency karena secara umum batasan-batasan yang terdapat di dalamnya termasuk ke dalam kategori batasan dependency. Sebagai contoh dua orang pengajar harus mengajar secara paralel mata kuliah yang sama. Dalam hal ini dua orang pengajar tersebut harus berada dalam ruangan kelas yang berbeda dalam satu waktu. Dua buah resource yang terkait yaitu ruangan kelas dan pengajar. II.1.3 Penjadwalan Penjadwalan adalah suatu kegiatan mengalokasikan sejumlah aktivitas yang terkait dengan resource dalam slot waktu tertentu dengan memperhatikan prioritas, durasi, kapasitas dan batasan-batasan yang ada [BAR99]. Sebuah resource dalam penjadwalan dapat terkait ke lebih dari satu batasan. Batasan-batasan yang terkait ke sebuah resource dapat berupa batasan yang sejenis maupun batasan yang berbeda jenisnya. Oleh karena itu, dalam sebuah penjadwalan mungkin terdapat lebih dari satu jenis batasan. Seperti telah dijelaskan pada

5 II-5 Subbab II.1.2, bahwa terdapat tiga jenis batasan, yaitu batasan resource, batasan transition, dan batasan dependency. Namun demikian, sebuah penjadwalan dapat disebut sebagai penjadwalan jenis batasan tertentu apabila batasan-batasan dalam penjadwalan tersebut umumnya memiliki jenis batasan tersebut. Sebagai contoh, penjadwalan yang memiliki batasan-batasan yang secara umum berjenis batasan dependency dapat dikatakan sebagai penjadwalan dependency. Hasil dari penjadwalan adalah tabel yang berisi daftar aktivitas dan alokasi dari resource dalam satuan unit waktu tertentu [KOS02]. Dalam membangun jadwal terdapat dua fase, yaitu fase preprocessing dan fase pencarian pasangan slot jadwal yang tepat. Pada fase preprocessing aktivitas yang dilakukan adalah mendefinisikan resource dan batasan. Kemudian pada fase berikutnya dilakukan pencarian solusi pasangan slot jadwal yang tepat. Beberapa algoritma telah dikembangkan untuk menyelesaikan permasalahan penjadwalan, di antaranya adalah algoritma genetika, algoritma memetic, algoritma local search, dan algoritma pewarnaan graf. A. Algoritma genetika Algoritma genetika merupakan sebuah teknik pencarian stochastic yang berbasis mekanisme seleksi alam dan genetika alamiah. Pada sistem penjadwalan, solusi hasil direpresentasikan dengan kumpulan kromosom terbaik berdasarkan fungsi fitness tertentu. Kumpulan kromosom dibentuk dengan melalui beberapa generasi dengan cara mutasi dan kawin silang kemudian kromosom terbaik dipilih berdasarkan fungsi fitness. Mutasi membentuk individu (kromosom) baru dengan mengganti secara acak individu yang dipilih secara acak dari populasi, sedangkan kawin silang membentuk individu baru dengan menggabungkan bagian-bagian yang diambil dari orang tua individu. Fungsi fitness berfungsi seperti seleksi alam Darwin yaitu untuk memilih individu yang terbaik yang memenuhi suatu kriteria tertentu. Ketepatan fungsi ini terhadap aplikasi akan menentukan kualitas dari hasil yang diperoleh dengan menggunakan algoritma genetika [FIS00]. B. Algoritma memetic Algoritma memetic merupakan suatu pendekatan yang berbasis populasi untuk pencarian secara heuristik dalam permasalahan optimasi. Untuk beberapa bidang permasalahan, algoritma ini telah terbukti lebih efisien dan lebih cepat daripada algoritma genetika. Algoritma ini menggabungkan local search heuristic dengan operator crossover. Untuk alasan ini, beberapa peneliti melihatnya sebagai Hybrid Genetic Algorithms. Namun demikian, penggabungan dengan metode heuristik atau metode tertentu mungkin juga termasuk ke dalam kelas metaheuristic [WEB05]. Dari sudut pandang algoritma genetika (Genetic Algorithm ~ GA), apabila GA dikombinasikan dengan beberapa jenis dari Local Search, maka algoritma dapat dikatakan sebagai algoritma memetic [WEB06].

6 II-6 C. Algoritma Local Search Local Search merupakan sebuah algoritma metaheuristic untuk menyelesaikan permasalahan optimasi yang sulit secara komputasi. Local search dapat digunakan pada permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai pencarian sebuah solusi dengan memaksimalkan sebuah kriteria di antara sejumlah kandidat solusi. Algoritma ini bergerak dari solusi ke solusi dalam sebuah ruang kandidat solusi (search space) hingga sebuah solusi yang dianggap paling baik telah ditemukan atau pencarian telah mencapai batas waktu [WEB07]. Algoritma local search menggunakan ide bahwa solusi yang ada dapat diperbaiki dengan melakukan perubahan kecil. Solusi diubah terus menerus sehingga solusi yang didapatkan semakin baik [VAE94]. D. Algoritma Pewarnaan Graf Dalam teori graf, pewarnaan graf adalah sebuah penempatan warna-warna (merah, biru, dll, tapi urutan bilangan bulat dari 1 juga dapat digunakan tanpa kehilangan sifat umumnya) untuk objek-objek tertentu dalam sebuah graf. Objek tersebut dapat berupa simpul, sisi, permukaan atau campuran dari ketiganya [WEB08]. Tujuan dari pewarnaan graf ini adalah untuk mendapatkan jumlah warna yang paling sedikit dalam memenuhi batasan tertentu. Dalam sistem penjadwalan, resource (aktivitas) direpresentasikan dengan simpul, garis yang menghubungkan simpul merepresentasikan batasan antara aktivitas, dan warna menunjukkan slot pasangan jadwal yang dapat digunakan oleh resource. Warna yang sama pada beberapa simpul menunjukkan bahwa resource dapat dijadwalkan pada pasangan slot jadwal (slot waktu atau ruangan, tapi tidak keduanya) yang sama. II.1.4 Timetabling Timetable adalah sebuah jadwal yang berisi daftar peristiwa-peristiwa dan waktu dari peristiwa-peristiwa tersebut [WEB01]. Sedangkan timetabling adalah suatu proses membuat timetable yang di dalamnya terdapat proses penempatan suatu peristiwa ke dalam daftar waktu. Timetabling merupakan pengalokasian sejumlah resource terkait dengan batasan ke objek-objek yang ditempatkan dalam slot waktu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Timetabling terpisah dari perencanaan (planning) dan penjadwalan. Meskipun demikian, bila dilihat secara detil, timetabling sangat dekat dengan penjadwalan. Bahkan timetabling dapat dikatakan sebagai kasus khusus dari penjadwalan [BAR01]. Permasalahan penjadwalan tradisional didefinisikan dengan sekumpulan aktivitas dan sekumpulan resource yang digunakan oleh aktivitas tersebut. Terlebih lagi, aktivitas harus diposisikan dalam waktu (jika tidak, permasalahan disebut sebagai pengalokasian resource).

7 II-7 Timetabling dapat dilihat sebagai bentuk khusus dari permasalahan penjadwalan dengan sudut pandang waktu yang sedikit disederhanakan. Dalam permasalahan timetabling, slot waktu didefinisikan secara seragam untuk semua resource sehingga aktivitas-aktivitas yang terkait juga dialokasikan ke slot-slot waktu ini dan bukan ke waktu yang detil [MUL01]. II.2 Basis Data Deduktif II.2.1 Latar Belakang dan Definisi Perkembangan dan kesuksesan basis data relasional telah menunjukkan pentingnya bahasa query yang deklaratif. Daripada mendeskripsikan prosedur dari setiap query, pengguna dapat membuat query dalam bahasa yang non-prosedural dengan semantik yang tepat dan transparan berdasarkan aljabar relasional dan kalkulus relasional. Dalam bahasa yang deklaratif, pengguna menentukan data apa yang ingin didapatkan dari basis data, sedangkan bagaimana prosedur untuk mendapatkan data tersebut diserahkan pada basis data itu sendiri. Sebagai hasilnya terjadi peningkatan yang signifikan dalam independensi data karena bahasa query hanya memperhatikan struktur data lojik. Hal ini memberikan kemudahan dalam mengembangkan dan memelihara basis data selama bertahun-tahun [VOR02]. Basis data deduktif adalah basis data berdasarkan lojik. Pada sekitar tahun 1980, basis data deduktif lahir sebagai akibat dari munculnya berbagai ide yang dikembangkan dalam basis data relasional dan pemrograman lojik. Oleh karena itu, basis data deduktif mewarisi ide-ide dan sifat-sifat yang dimiliki basis data relasional dan pemrograman lojik [VOR02]. Oleh karena itu, basis data deduktif dapat dilihat sebagai irisan dari basis data, lojik dan intelijensia buatan atau basis pengetahuan. Basis data deduktif memiliki kemampuan untuk mendefinisikan keterhubungan dalam bentuk aturan (deduksi). Kemampuan ini digunakan untuk mendeduksi informasi atau pengetahuan tambahan dari fakta yang tersimpan dalam basis data [ULL88]. Basis data deduktif memiliki tiga bagian utama, yaitu fakta yang tersimpan dalam basis data (extensional database / EDB), aturan-aturan yang digunakan untuk mendeduksi fakta baru dari fakta yang tersimpan dalam basis data (intensional database / IDB), dan mekanisme deduksi (inference engine) yang digunakan dalam pemrosesan query untuk menginterpretasikan aturan-aturan yang ada [ULL88]. Mekanisme deduksi pada pemrosesan query juga berperan dalam menghasilkan fakta-fakta baru yang merupakan jawaban atau kesimpulan atas query yang dimasukkan. Setelah membangkitkan fakta-fakta yang ada, fakta tersebut bersama dengan aturan-aturan yang didefinisikan, akan dideduksi menjadi fakta-fakta baru dengan menggunakan mekanisme deduksi. Kemudian, fakta-fakta baru ini digunakan kembali pada iterasi deduksi berikutnya apabila jawaban query yang diberikan belum

8 II-8 diperoleh. Gambar II-2 menunjukkan hubungan antara ketiga bagian utama basis data deduktif. Query Fakta turunan 3 Mekanisme DDBMS Deduksi 1 2 Fakta (EDB) + Aturan (IDB) Gambar II-2 Hubungan ketiga bagian utama basis data deduktif Fakta dan aturan disimpan dalam DDBMS (Deductive Database Management System). Query akan diinterpretasi dan DDBMS akan mencari jawaban dari query tersebut dengan cara melihat apakah terdapat fakta elementer (EDB) yang memenuhi query tersebut atau tidak. Jika tidak terdapat, maka DDBMS melakukan proses mekanisme deduksi dengan menggunakan fakta elementer dan aturan untuk menghasilkan fakta turunan, lalu jawaban dicari dari semua fakta yang ada. Proses pencarian fakta yang memenuhi query ini dilakukan hingga fakta yang memenuhi query ditemukan atau semua fakta turunan telah diturunkan, sehingga tidak ada lagi kemungkinan fakta turunan yang dapat dihasilkan. II.2.2 Model Datalog Model yang digunakan dalam basis data deduktif berkaitan dengan pemrograman lojik dan Prolog. Datalog merupakan sebuah variasi dari Prolog yang secara khusus menangani volume data yang besar yang disimpan di basis data relasional. Notasi yang digunakan dalam Prolog/Datalog didasarkan pada predikat-predikat dengan nama yang unik. Sebuah predikat mempunyai semantik tertentu yang sebaiknya sesuai dengan nama predikat tersebut. Selain itu, sebuah predikat juga memiliki sejumlah argumen [ULL88]. Contoh: predikat ayah(x,y) memiliki nama predikat ayah dengan 2 argumen, yaitu X dan Y. Predikat ayah dapat memiliki arti bahwa X adalah ayah dari Y. X dan Y pada argumen dapat berupa konstanta ataupun variabel. Jenis dari sebuah predikat ditentukan oleh argumen-argumennya [ULL88]: a. Jika semua argumennya adalah konstanta, maka predikat tersebut menyatakan bahwa sebuah fakta tertentu adalah benar. Contoh: predikat ayah (Ali, Baba) menunjukkan bahwa terdapat fakta Ali adalah ayah dari Baba. b. Jika salah satu argumennya adalah variabel, maka predikat tersebut dapat berupa query atau bagian dari aturan. Contoh: predikat ayah(ali, X) berarti mencari semua

9 II-9 anak dari Ali. Contoh penggunaan predikat sebagai bagian dari aturan: cucu(y, Ali) ayah(ali, X) ayah(x, Y). Predikat cucu(a, B) berarti A adalah cucu dari B. Setiap predikat pada model datalog dapat berupa fakta, aturan, atau predikat built-in. Umumnya sebuah predikat merepresentasikan sebuah relasi dalam model relasional. Sebagai contoh terdapat relasi orang(x) yang berarti X adalah orang, dan ada relasi pasangan(x,y) yang berarti X berpasangan dengan Y di mana X tidak mungkin berpasangan dengan dirinya sendiri. Pada contoh ini, orang(x) akan menjadi fakta, dan pasangan(x,y) akan menjadi aturan. Aturan pasangan(x,y) didefinisikan sebagai berikut: pasangan(x,y) orang(x) orang(y) X <> Y. Pada aturan ini, pasangan(x,y) disebut sebagai head dan predikat di sebelah kanan menjadi body dari aturan. Setiap predikat yang muncul dalam body disebut dengan subgoal. orang(x) dan orang(y) adalah predikat berupa fakta, dan X <> Y adalah predikat berupa predikat built-in. II Fakta Pembentukan fakta dalam model datalog dapat disamakan dengan cara pembentukan relasi (tabel) dalam model relasional. Perbedaannya pada fakta yang dibangun untuk model datalog tidak dibutuhkan nama atribut karena posisi dari nilai-nilainya pada faktalah yang lebih penting. Fakta ini sering juga disebut sebagai extensional database (EDB). Contoh: terdapat 3 buah fakta orang tua dan anak dalam relasi parent, yaitu: a. Ali adalah orang tua dari Baba. b. Dina adalah orang tua dari Baba. c. Baba adalah orang tua dari Chandra. Dalam model datalog, fakta ini direpresentasikan dalam 3 buah predikat, yaitu: a. parent(ali, baba). b. parent(dina, baba). c. parent(baba, chandra). Dalam predikat parent(x,y) ini, predikat diartikan sebagai X adalah orang tua dari Y. Pada model datalog, setiap predikat yang dibangun sangat bergantung pada definisinya. Seandainya predikat parent(x,y) didefinisikan sebagai Y adalah parent dari X, maka ketiga fakta contoh di atas harus dipertukarkan posisi nilainya dalam model datalog, menjadi parent(baba, ali), parent(baba, dina), dan parent(chandra, baba). Oleh karena itu, dalam model datalog posisi dari atribut lebih penting daripada nama atributnya.

10 II-10 II Aturan Aturan digunakan untuk mendefinisikan relasi virtual yang dapat dibentuk dari faktafakta yang ada dengan menerapkan mekanisme aturan inferensi berdasarkan spesifikasi aturan. Analogi aturan pada model relasional adalah sebuah view. Namun terdapat perbedaan yang utama antara sebuah view dan aturan pada model datalog, yaitu pada pendefinisian aturan mungkin terdapat pendefinisian yang bersifat rekursif, sedangkan pada view tidak mungkin. Sebagai contoh: relasi grandparent, jika dibangun dengan menggunakan aturan maka aturan yang terbentuk adalah sebagai berikut: grandparent(x,y) parent(x,z) parent(z,y). dengan parent(a,b) sebagai fakta. Jika menggunakan view, maka diperlukan 2 buah nested query untuk mengimplementasikannya, yaitu yang pertama sebagai query untuk mendapatkan semua anak dari X yang disimpan dalam Z pada aturan di atas, lalu query yang kedua digunakan untuk mendapatkan semua anak dari Z. Pada relasi grandparent masih dimungkinkan untuk menggunakan view dengan 2 buah nested query. Namun lain halnya apabila nested query yang diperlukan tidak diketahui berapa jumlahnya, seperti halnya pada saat membangun relasi ancestor, view pada model relasional tidak dapat menangani hal ini. Dengan menggunakan aturan, relasi ancestor dapat diperoleh dengan menggunakan aturan sebagai berikut: ancestor(x,y) parent(x,y). ancestor(x,y) ancestor(x,z) parent(z,y). dengan parent(a,b) sebagai fakta. II Klausa dan Horn Clause Sebuah literal dapat berupa literal positif atau sebuah literal negatif. Sejumlah literal membentuk sebuah klausa. Setiap klausa merupakan hasil dari operator OR dari literal-literal yang membangun sebuah klausa. Formula merupakan hasil operator AND dari klausa-klausa yang membangunnya. Horn clause adalah sebuah klausa yang memiliki sebanyak-banyaknya satu literal positif. Horn clause dapat berupa: 1. Sebuah single literal positif Merepresentasikan fakta. Contoh: orang(x). 2. Sebuah atau lebih literal negatif tanpa literal positif Merepresentasikan batasan integritas. 3. Sebuah positif literal dan sebuah atau lebih literal negatif Merepresentasikan aturan. Contoh: ~p 1 v.. v ~p n v q dapat diterjemahkan menjadi aturan sebagai berikut

11 II-11 q p 1.. p n q disebut sebagai head aturan, dan setiap p i disebut subgoal. Kumpulan dari Horn clause disebut sebagai program lojik [ULL88]. II Dependency Graph dan Safe rules Dependency graph digunakan untuk menunjukkan keterhubungan antara satu predikat dengan predikat lainnya dalam program lojik. Dalam dependency graph, predikat direpresentasikan dengan sebuah simpul dan sebuah busur dari p ke q menunjukkan bahwa terdapat sebuah aturan dengan head q dan subgoal p. Sebuah program lojik dikatakan rekursif jika pada dependency graphnya terdapat sebuah atau lebih siklus. Semua predikat yang terdapat pada satu atau lebih siklus disebut sebagai predikat rekursif. Contoh: a b d. b c e. c a. memiliki dependency graph seperti ditunjukkan pada Gambar II-3. Gambar II-3 Dependency Graph Sebuah aturan dikatakan aman jika aturan tersebut beroperasi pada relasi yang terbatas. Salah satu pendekatan untuk menghindari aturan yang menghasilkan relasi yang tidak terbatas dari relasi yang terbatas adalah dengan menjaga agar setiap variabel yang muncul dalam suatu aturan adalah terbatas. Suatu variabel dikatakan terbatas jika memenuhi salah satu dari syarat berikut. 1. Variabel muncul sebagai argumen dalam sebuah predikat biasa pada bagian body dari aturan. 2. Variabel X muncul dalam subgoal X=a atau a=x dengan a adalah sebuah konstanta. 3. Variabel X muncul dalam subgoal X=Y atau Y=X di mana Y telah diketahui sebagai variabel yang terbatas. Sebuah aturan dikatakan aman jika seluruh variabel yang terdapat di dalamnya adalah terbatas.

12 II-12 II.2.3 Mekanisme Inferensi Dalam basis data deduktif terdapat dua mekanisme inferensi, yaitu mekanisme inferensi bottom-up dan top-down. Mekanisme bottom-up sering juga disebut sebagai mekanisme forward-chaining, sedangkan mekanisme top-down sering juga disebut sebagai mekanisme backward-chaining. Mekanisme bottom-up memulai inferensi dari fakta yang ada untuk menghasilkan fakta-fakta baru berdasarkan goal yang ingin dicapai dengan memanfaatkan strategi yang hanya membangkitkan fakta-fakta yang relevan. Sebaliknya, mekanisme top-down memulai inferensi dari goal yang ingin diperoleh untuk mendapatkan nilai-nilai konstan yang membuat goal tersebut benar. Urutan penulisan subgoal pada mekanisme top-down perlu diperhatikan dengan baik karena jika urutan penulisan subgoal tidak benar maka dapat mengakibatkan infinite recursion (rekursif tanpa henti) [ULL88]. II.2.4 Aturan Non-Rekursif Aturan yang non-rekursif dapat diurutkan sebagai berikut. Jika terdapat sebuah busur dari p i ke p j dalam dependency graph, maka p i < p j. Komputasi dari relasi tersebut dilakukan dalam urutan tersebut. Komputasi dari relasi p i terbagi menjadi 2 tahap: a. Untuk setiap aturan r dengan head p i, lakukan komputasi pada bagian body dari aturan dengan cara melakukan natural join dari semua relasi yang bersesuaian dengan subgoal dari aturan. b. Relasi untuk p i dapat dihitung dengan: i. Memproyeksikan relasi terhadap setiap aturan p i. ii. Menggabungkan semua aturan yang memiliki head p i dengan operator union. Contoh: a(x,y) b(x,z) c(z,y). a(x,y) b(x,y) c(x,y). dihitung dengan transformasi sebagai berikut: A(X,Y) = Π X,Y (B(X,Z) join C(Z,Y)) U Π X,Y (B(X,Y) join C(X,Y)) II.2.5 Aturan Rekursif Pemrosesan aturan rekursif memiliki 2 pendekatan: 1. Pendekatan pure-evaluation Membangun rencana evaluasi query yang menghasilkan jawaban. 2. Pendekatan rule-rewriting Mengoptimasi rencana agar lebih efisien.

13 II-13 Sebuah aturan dikatakan rekursif linear jika predikat yang berulang muncul sekali dan hanya terdapat satu pada bagian body aturan. Terdapat 2 buah jenis rekursif linear: 1. Rekursif linear kiri Contoh: ancestor(x,y) ancestor(x,z) parent(z,y). 2. Rekursif linear kanan Contoh: ancestor(x,y) parent(x,z) ancestor(z,y). II.2.6 Negasi Bahasa query basis data deduktif dapat ditingkatkan dengan cara mengijinkan literal negatif muncul pada body dari aturan di program. Sebagai catatan, aturan yang di dalamnya terdapat subgoal negatif adalah bukan horn clause. Kehadiran literal yang negatif menyebabkan program mungkin tidak akan memiliki model minimal. Untuk itu, jika program membutuhkan negasi, program hanya diperbolehkan untuk memiliki aturan yang mengandung stratified negation. Aturan dikatakan stratified jika memenuhi kondisi seperti berikut: misalkan terdapat sebuah aturan dengan head p dan subqoal yang negatif q, maka tidak boleh ada garis pada dependency graph dari p ke q. Contoh: r1: ancestor(x,y) parent(x,y). r2: ancestor(x,y) parent(x,z) ancestor(z,y). r3: nocyc(x,y) ancestor(x,y) ~(ancestor(y,x)). Evaluasi dengan metode bottom-up akan menghitung semua aturan yang non-negated sebelum menghitung aturan yang negated. Pada contoh di atas aturan r3 akan dievaluasi jika fakta mengenai ancestor telah didapatkan semua. II.3 Algoritma Greedy [MUN05] Algoritma Greedy merupakan metode yang populer untuk memecahkan persoalan optimasi. Algoritma ini membentuk solusi setahap demi setahap di mana pada setiap tahap: a. mengambil pilihan yang terbaik yang dapat diperoleh pada saat itu tanpa memperhatikan konsekuensi ke depan. b. berharap bahwa dengan memilih optimum lokal pada setiap langkah akan berakhir dengan optimum global. Algoritma greedy mengasumsikan bahwa optimum lokal merupakan bagian dari optimum global. Persoalan optimasi dalam konteks algoritma greedy disusun oleh elemenelemen sebagai berikut.

14 II Himpunan kandidat, C. Himpunan ini berisi elemen-elemen pembentuk solusi. Contohnya adalah himpunan simpul di dalam graf, himpunan pasangan slot waktu dan ruangan kelas dalam penjadwalan mata kuliah, dan lain-lain. Pada setiap tahap, satu buah kandidat diambil dari himpunannya. 2. Himpunan solusi, S. Berisi kandidat-kandidat yang terpilih sebagai solusi persoalan. Dengan kata lain, himpunan solusi adalah himpunan bagian dari himpunan kandidat. 3. Fungsi seleksi. Fungsi yang pada setiap tahap memilih kandidat yang paling memungkinkan mencapai solusi optimal. Kandidat yang sudah dipilih pada suatu tahap tidak pernah dipertimbangkan lagi pada tahap selanjutnya. Biasanya setiap kandidat, x, di-assign sebuah nilai numerik, dan fungsi seleksi memilih x yang mempunyai nilai terbesar atau terkecil. 4. Fungsi kelayakan. Fungsi yang memeriksa apakah suatu kandidat yang telah dipilih dapat memberikan solusi yang layak, yakni kandidat tersebut bersama-sama dengan himpunan solusi yang sudah terbentuk tidak melanggar batasan yang ada. Kandidat yang layak dimasukkan ke dalam himpunan solusi, sedangkan kandidat yang tidak layak dibuang dan tidak pernah dipertimbangkan lagi. 5. Fungsi objektif. Fungsi yang memaksimumkan atau meminimumkan nilai solusi. Contohnya panjang lintasan, keuntungan, dan lain-lain.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang I-1

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Suatu pekerjaan yang tidak dijadwalkan dengan baik akan memberikan hasil yang mungkin tidak seoptimal pekerjaan yang dijadwalkan dengan baik. Sebagai contoh adalah

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS. III.1 Analisis Sistem Penjadwalan

BAB III ANALISIS. III.1 Analisis Sistem Penjadwalan BAB III ANALISIS Analisis yang dilakukan pada tugas akhir ini mencakup: 1. Analisis terhadap sistem penjadwalan. 2. Analisis terhadap penyelesaian masalah sistem penjadwalan. 3. Analisis terhadap perancangan

Lebih terperinci

BAB III ALGORITMA GREEDY DAN PROGRAM DINAMIS

BAB III ALGORITMA GREEDY DAN PROGRAM DINAMIS BAB III ALGORITMA GREEDY DAN PROGRAM DINAMIS 3.1 Algoritma Greedy Algoritma Greedy merupakan metode yang paling populer dalam memecahkan persoalan optimasi. Hanya ada dua macam persoalan optimasi, yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka. Penelitian serupa mengenai penjadwalan matakuliah pernah dilakukan oleh penelliti yang sebelumnya dengan metode yang berbeda-neda. Berikut

Lebih terperinci

OPTIMASI PENJADWALAN CERDAS MENGGUNAKAN ALGORITMA MEMETIKA

OPTIMASI PENJADWALAN CERDAS MENGGUNAKAN ALGORITMA MEMETIKA OPTIMASI PENJADWALAN CERDAS MENGGUNAKAN ALGORITMA MEMETIKA Muhammad Arief Nugroho 1, Galih Hermawan, S.Kom., M.T. 2 1, 2 Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipatiukur No. 112-116, Bandung 40132 E-mail

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Masalah penjadwalan secara umum adalah aktivitas penugasan yang berhubungan dengan sejumlah constraint, sejumlah kejadian yang dapat terjadi pada suatu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penjadwalan Perkuliahan Penjadwalan memiliki pengertian durasi dari waktu kerja yang dibutuhkan untuk melakukan serangkaian untuk melakukan aktivitas kerja[10]. Penjadwalan juga

Lebih terperinci

OPTIMASI PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DENGAN ALGORITMA GENETIK

OPTIMASI PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DENGAN ALGORITMA GENETIK OPTIMASI PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DENGAN ALGORITMA GENETIK Usulan Skripsi S-1 Jurusan Matematika Diajukan oleh 1. Novandry Widyastuti M0105013 2. Astika Ratnawati M0105025 3. Rahma Nur Cahyani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah aktivitas kuliah dan batasan mata kuliah ke dalam slot ruang dan waktu

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah aktivitas kuliah dan batasan mata kuliah ke dalam slot ruang dan waktu 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penjadwalan merupakan kegiatan administrasi utama di berbagai institusi. Masalah penjadwalan merupakan masalah penugasan sejumlah kegiatan dalam periode

Lebih terperinci

Keywords Algoritma, Genetika, Penjadwalan I. PENDAHULUAN

Keywords Algoritma, Genetika, Penjadwalan I. PENDAHULUAN Optimasi Penjadwalan Mata Kuliah Dengan Algoritma Genetika Andysah Putera Utama Siahaan Universitas Pembangunan Pancabudi Jl. Gatot Subroto Km. 4,5, Medan, Sumatra Utara, Indonesia andiesiahaan@gmail.com

Lebih terperinci

Lingkup Metode Optimasi

Lingkup Metode Optimasi Algoritma Genetika Lingkup Metode Optimasi Analitik Linier Non Linier Single Variabel Multi Variabel Dgn Kendala Tanpa Kendala Numerik Fibonacci Evolusi Complex Combinasi Intelijen/ Evolusi Fuzzy Logic

Lebih terperinci

Penerapan Algoritma Greedy dalam Penyetokan Barang

Penerapan Algoritma Greedy dalam Penyetokan Barang Penerapan Algoritma Greedy dalam Penyetokan Barang Christian Angga - 13508008 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung

Lebih terperinci

TEKNIK PENJADWALAN KULIAH MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA. Oleh Dian Sari Reski 1, Asrul Sani 2, Norma Muhtar 3 ABSTRACT

TEKNIK PENJADWALAN KULIAH MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA. Oleh Dian Sari Reski 1, Asrul Sani 2, Norma Muhtar 3 ABSTRACT TEKNIK PENJADWALAN KULIAH MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA Oleh Dian Sari Reski, Asrul Sani 2, Norma Muhtar 3 ABSTRACT Scheduling problem is one type of allocating resources problem that exist to

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 27 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penelitian Terkait Penelitian terkait yang menggunakan algoritma genetika untuk menemukan solusi dalam menyelesaikan permasalahan penjadwalan kuliah telah banyak dilakukan.

Lebih terperinci

ALGORITMA GENETIKA PADA PEMROGRAMAN LINEAR DAN NONLINEAR

ALGORITMA GENETIKA PADA PEMROGRAMAN LINEAR DAN NONLINEAR Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 5, No. 03(2016), hal 265 274. ALGORITMA GENETIKA PADA PEMROGRAMAN LINEAR DAN NONLINEAR Abdul Azis, Bayu Prihandono, Ilhamsyah INTISARI Optimasi

Lebih terperinci

Optimasi Penjadwalan Ujian Menggunakan Algoritma Genetika

Optimasi Penjadwalan Ujian Menggunakan Algoritma Genetika Optimasi Penjadwalan Ujian Menggunakan Algoritma Genetika Nia Kurnia Mawaddah Wayan Firdaus Mahmudy, (wayanfm@ub.ac.id) Jurusan Matematika, FMIPA Universitas Brawijaya, Malang 65145 Abstrak Penjadwalan

Lebih terperinci

OPTIMASI QUERY DATABASE MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK

OPTIMASI QUERY DATABASE MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2008 (SNATI 2008) ISSN 1907-5022 OPTIMASI QUERY DATABASE MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK Manahan Siallagan, Mira Kania Sabariah, Malanita Sontya Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 17 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Algoritma Dalam matematika dan komputasi, algoritma merupakan kumpulan perintah untuk menyelesaikan suatu masalah. Perintah-perintah ini dapat diterjemahkan secara bertahap

Lebih terperinci

Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm

Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm Jurnal Telematika, vol.9 no.1, Institut Teknologi Harapan Bangsa, Bandung ISSN: 1858-251 Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PERANGKAT LUNAK PENJADWALAN PERKULIAHAN MENGGUNAKAN METODE META- HEURISTIK (PENGGABUNGAN METODE ALGORITMA GENETIK DAN TABU SEARCH)

RANCANG BANGUN PERANGKAT LUNAK PENJADWALAN PERKULIAHAN MENGGUNAKAN METODE META- HEURISTIK (PENGGABUNGAN METODE ALGORITMA GENETIK DAN TABU SEARCH) RANCANG BANGUN PERANGKAT LUNAK PENJADWALAN PERKULIAHAN MENGGUNAKAN METODE META- HEURISTIK (PENGGABUNGAN METODE ALGORITMA GENETIK DAN TABU SEARCH) TUGAS AKHIR Disusun Oleh : RIO PRAYOGA SUPRAYANA NPM. 06

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penjadwalan Penjadwalan kegiatan belajar mengajar pada suatu lembaga pendidikan biasanya merupakan salah satu pekerjaan yang tidak mudah dan menyita waktu. Pada lembaga pendidikan

Lebih terperinci

Implementasi Algoritma Genetika dalam Pembuatan Jadwal Kuliah

Implementasi Algoritma Genetika dalam Pembuatan Jadwal Kuliah Implementasi Algoritma Genetika dalam Pembuatan Jadwal Kuliah Leonard Tambunan AMIK Mitra Gama Jl. Kayangan No. 99, Duri-Riau e-mail : leo.itcom@gmail.com Abstrak Pada saat ini proses penjadwalan kuliah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penjadwalan Penjadwalan adalah penempatan sumber daya (resource) dalam satu waktu. Penjadwalan mata kuliah merupakan persoalan penjadwalan yang umum dan sulit dimana tujuannya

Lebih terperinci

Bab II Konsep Algoritma Genetik

Bab II Konsep Algoritma Genetik Bab II Konsep Algoritma Genetik II. Algoritma Genetik Metoda algoritma genetik adalah salah satu teknik optimasi global yang diinspirasikan oleh proses seleksi alam untuk menghasilkan individu atau solusi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Tahun 2001 pemilik CV. Tunas Jaya membuka usaha di bidang penjualan dan

BAB II LANDASAN TEORI. Tahun 2001 pemilik CV. Tunas Jaya membuka usaha di bidang penjualan dan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah Perusahaan Tahun 2001 pemilik CV. Tunas Jaya membuka usaha di bidang penjualan dan pengadaan suku cadang computer. Dalam bidang tersebut diharuskan berbadan hukum PD,

Lebih terperinci

ISSN VOL. 12, NO. 2, OKTOBER 2011

ISSN VOL. 12, NO. 2, OKTOBER 2011 ANALISIS OPTIMASI PENJADWALAN JAGA DOKTER RESIDEN PENYAKIT DALAM PADA RUMAH SAKIT PENDIDIKAN Erlanie Sufarnap 1, Sudarto 2 STMIK Mikroskil Jl. Thamrin No. 112, 124, 140 Medan 20212 airlanee@yahoo.com 1,

Lebih terperinci

Aplikasi Algoritma Genetika Untuk Menyelesaikan Travelling Salesman Problem (TSP)

Aplikasi Algoritma Genetika Untuk Menyelesaikan Travelling Salesman Problem (TSP) JTRISTE, Vol.1, No.2, Oktober 2014, pp. 50~57 ISSN: 2355-3677 Aplikasi Algoritma Genetika Untuk Menyelesaikan Travelling Salesman Problem (TSP) STMIK Handayani Makassar najirah_stmikh@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut Univesitas Timetabling Problems (UTP). Permasalahan ini dilihat dari sisi

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut Univesitas Timetabling Problems (UTP). Permasalahan ini dilihat dari sisi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penjadwalan perkuliahan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks yang sering disebut Univesitas Timetabling Problems (UTP). Permasalahan ini dilihat dari sisi

Lebih terperinci

MODEL SISTEM PENJADWALAN DEPENDENCY PADA BASIS DATA DEDUKTIF

MODEL SISTEM PENJADWALAN DEPENDENCY PADA BASIS DATA DEDUKTIF MODEL SISTEM PENJADWALAN DEPENDENCY PADA BASIS DATA DEDUKTIF STUDI KASUS: SISTEM PENJADWALAN MATA KULIAH LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun sebagai syarat kelulusan tingkat sarjana oleh Yosep Kurniawan NIM :

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Travelling Salesman Problem (TSP) Travelling Salesmen Problem (TSP) termasuk ke dalam kelas NP hard yang pada umumnya menggunakan pendekatan heuristik untuk mencari solusinya.

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peringkasan Teks

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peringkasan Teks 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peringkasan Teks Peringkasan teks adalah proses pemampatan teks sumber ke dalam versi lebih pendek namun tetap mempertahankan informasi yang terkandung didalamnya (Barzilay & Elhadad

Lebih terperinci

Penjadwalan kegiatan merupakan pekerjaan yang tidak mudah, karena dalam. penyusunannya memerlukan perencanaan yang matang agar kegiatan tersebut

Penjadwalan kegiatan merupakan pekerjaan yang tidak mudah, karena dalam. penyusunannya memerlukan perencanaan yang matang agar kegiatan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penjadwalan kegiatan merupakan pekerjaan yang tidak mudah, karena dalam penyusunannya memerlukan perencanaan yang matang agar kegiatan tersebut terlaksana dengan optimal.

Lebih terperinci

Algoritma Genetika dan Penerapannya dalam Mencari Akar Persamaan Polinomial

Algoritma Genetika dan Penerapannya dalam Mencari Akar Persamaan Polinomial Algoritma Genetika dan Penerapannya dalam Mencari Akar Persamaan Polinomial Muhammad Abdy* 1, Maya Sari Wahyuni* 2, Nur Ilmi* 3 1,2,3 Jurusan Matematika, Universitas Negeri Makassar e-mail: * 1 m.abdy@unm.ac.id,

Lebih terperinci

BAB III PENJADWALAN KULIAH DI DEPARTEMEN MATEMATIKA DENGAN ALGORITMA MEMETIKA. Penjadwalan kuliah di departemen Matematika UI melibatkan

BAB III PENJADWALAN KULIAH DI DEPARTEMEN MATEMATIKA DENGAN ALGORITMA MEMETIKA. Penjadwalan kuliah di departemen Matematika UI melibatkan BAB III PENJADWALAN KULIAH DI DEPARTEMEN MATEMATIKA DENGAN ALGORITMA MEMETIKA Penjadwalan kuliah di departemen Matematika UI melibatkan beberapa komponen yakni ruang kuliah, dosen serta mahasiswa. Seorang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma 13 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Algoritma Dalam matematika dan komputasi, algoritma merupakan kumpulan perintah untuk menyelesaikan suatu masalah. Perintah-perintah ini dapat diterjemahkan secara bertahap

Lebih terperinci

Asri Maspupah Jurusan Informatika, Fakultas MIPA Universitas Jenderal Achmad Yani Jl. Terusan Sudirman, Cimahi

Asri Maspupah Jurusan Informatika, Fakultas MIPA Universitas Jenderal Achmad Yani Jl. Terusan Sudirman, Cimahi Perbandingan Jumlah Pinalti Alokasi Task pada Penjadwalan Kerja dengan Perhitungan Manual dan Algoritma Genetika Asri Maspupah Jurusan Informatika, Fakultas MIPA Universitas Jenderal Achmad Yani Jl. Terusan

Lebih terperinci

Tugas Mata Kuliah E-Bisnis REVIEW TESIS

Tugas Mata Kuliah E-Bisnis REVIEW TESIS Tugas Mata Kuliah E-Bisnis REVIEW TESIS Desain Algoritma Genetika Untuk Optimasi Penjadwalan Produksi Meuble Kayu Studi Kasus Pada PT. Sinar Bakti Utama (oleh Fransiska Sidharta dibawah bimbingan Prof.Kudang

Lebih terperinci

APLIKASI UNTUK PREDIKSI JUMLAH MAHASISWA PENGAMBIL MATAKULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA, STUDI KASUS DI JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA ITS

APLIKASI UNTUK PREDIKSI JUMLAH MAHASISWA PENGAMBIL MATAKULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA, STUDI KASUS DI JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA ITS APLIKASI UNTUK PREDIKSI JUMLAH MAHASISWA PENGAMBIL MATAKULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA, STUDI KASUS DI JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA ITS Hafid Hazaki 1, Joko Lianto Buliali 2, Anny Yuniarti 2

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Penjadwalan Asisten Dosen Menggunakan Algoritma Genetika (Studi Kasus: STIKOM Bali)

Perancangan Sistem Penjadwalan Asisten Dosen Menggunakan Algoritma Genetika (Studi Kasus: STIKOM Bali) Konferensi Nasional Sistem & Informatika 2017 STMIK STIKOM Bali, 10 Agustus 2017 Perancangan Sistem Penjadwalan Asisten Dosen Menggunakan Algoritma Genetika (Studi Kasus: STIKOM Bali) I Made Budi Adnyana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jadwal merupakan daftar atau tabel kegiatan atau rencana kegiatan dengan pembagian waktu pelaksanaan yang terperinci. Universitas menggunakan tabel

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma Genetika

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma Genetika 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Algoritma Genetika Algoritma genetika merupakan metode pencarian yang disesuaikan dengan proses genetika dari organisme-organisme biologi yang berdasarkan pada teori evolusi

Lebih terperinci

Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika

Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika Wayan Firdaus Mahmudy (wayanfm@ub.ac.id) Program Studi Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia Abstrak.

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teka-Teki Silang

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teka-Teki Silang BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Teka-Teki Silang Teka-teki silang atau disingkat TTS adalah suatu permainan yang mengharuskan penggunanya untuk mengisi ruang-ruang kosong dengan huruf-huruf yang membentuk sebuah

Lebih terperinci

Penyelesaian Permainan Sliding Puzzle 3x3 Menggunakan Algoritma Greedy Dengan Dua Fungsi Heuristik

Penyelesaian Permainan Sliding Puzzle 3x3 Menggunakan Algoritma Greedy Dengan Dua Fungsi Heuristik Penyelesaian Permainan Sliding Puzzle 3x3 Menggunakan Algoritma Greedy Dengan Dua Fungsi Heuristik Akbar Gumbira - 13508106 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka (Samuel, Toni & Willi 2005) dalam penelitian yang berjudul Penerapan Algoritma Genetika untuk Traveling Salesman Problem Dengan Menggunakan Metode Order Crossover

Lebih terperinci

Artificial Intelligence. uthie 1

Artificial Intelligence. uthie 1 Artificial Intelligence uthie 1 Cabang-cabang AI 1. Logical AI Logika (matematis) yang merepresentasikan sekumpulan fakta dan tujuan ---> RUANG KEADAAN: Graph Tree uthie 2 Cabang-cabang AI 2. Search Pencarian

Lebih terperinci

ABSTRAK. Job shop scheduling problem merupakan salah satu masalah. penjadwalan yang memiliki kendala urutan pemrosesan tugas.

ABSTRAK. Job shop scheduling problem merupakan salah satu masalah. penjadwalan yang memiliki kendala urutan pemrosesan tugas. ABSTRAK Job shop scheduling problem merupakan salah satu masalah penjadwalan yang memiliki kendala urutan pemrosesan tugas. Pada skripsi ini, metode yang akan digunakan untuk menyelesaikan job shop scheduling

Lebih terperinci

ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM

ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM DEFINISI ALGEN adalah algoritma yang memanfaatkan proses seleksi alamiah yang dikenal dengan evolusi Dalam evolusi, individu terus menerus mengalami perubahan gen untuk

Lebih terperinci

PENJADWALAN UJIAN AKHIR SEMESTER DENGAN ALGORITMA GENETIKA (STUDI KASUS JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA UNESA)

PENJADWALAN UJIAN AKHIR SEMESTER DENGAN ALGORITMA GENETIKA (STUDI KASUS JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA UNESA) Penjadwalan Ujian Akhir Semester dengan Algoritma Genetika PENJADWALAN UJIAN AKHIR SEMESTER DENGAN ALGORITMA GENETIKA (STUDI KASUS JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA UNESA) Anita Qoiriah Jurusan Teknik Informatika,

Lebih terperinci

PERFORMANCE ALGORITMA GENETIKA (GA) PADA PENJADWALAN MATA PELAJARAN

PERFORMANCE ALGORITMA GENETIKA (GA) PADA PENJADWALAN MATA PELAJARAN PERFORMANCE ALGORITMA GENETIKA (GA) PADA PENJADWALAN MATA PELAJARAN Eva Desiana, M.Kom Pascasarjana Teknik Informatika Universitas Sumatera Utara, SMP Negeri 5 Pematangsianta Jl. Universitas Medan, Jl.

Lebih terperinci

BAB III ANALISA MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM

BAB III ANALISA MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM BAB III ANALISA MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM III.1. Analisa Masalah Perkembangan game dari skala kecil maupun besar sangat bervariasi yang dapat dimainkan oleh siapa saja tanpa memandang umur, dari anak

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tim Redaksi... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iii

DAFTAR ISI. Tim Redaksi... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iii DAFTAR ISI Tim Redaksi... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iii Faiz Rafdh Ch SISTEM INFORMASI ZAKAT BERBASIS WEB MENGGUNAKAN PHP DAN MYSQL PADA RUMAH ZAKATINDONESIA 1-7 Abdul Jamil Syamsul Bachtiar

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN APLIKASI PENJADWALAN KULIAH SEMESTER I MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

PENGEMBANGAN APLIKASI PENJADWALAN KULIAH SEMESTER I MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA PENGEMBANGAN APLIKASI PENJADWALAN KULIAH SEMESTER I MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA Bagus Priambodo Program Studi Sistem Informasi Fakultas Ilmu Komputer Universitas Mercu Buana e- mail : bagus.priambodo@mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika

Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika Imam Cholissodin imam.cholissodin@gmail.com Pokok Bahasan 1. Pengantar 2. Struktur Algoritma Genetika 3. Studi Kasus: Maksimasi Fungsi Sederhana 4. Studi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan membahas landasan atas teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan tugas akhir ini. Teori-teori yang dibahas mengenai pengertian penjadwalan, algoritma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembentukan kelas belajar merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh setiap sekolah pada setiap tahun ajaran baru. Pembentukan kelas biasanya dilakukan dengan membagi

Lebih terperinci

Implementasi Sistem Penjadwalan Akademik Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Menggunakan Metode Algoritma Genetika

Implementasi Sistem Penjadwalan Akademik Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Menggunakan Metode Algoritma Genetika Jurnal Sistem dan Teknologi Informasi (JUSTIN) Vol. 1, No. 2, (2017) 28 Implementasi Sistem Penjadwalan Akademik Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Menggunakan Metode Algoritma Genetika Andreas Christian

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP)

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP) PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP) Mohamad Subchan STMIK Muhammadiyah Banten e-mail: moh.subhan@gmail.com ABSTRAK: Permasalahan pencarian rute terpendek dapat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 5 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibicarakan beberapa model penyelesaian problema Knapsack dengan memakai beberapa metode yang telah ada yang akan digunakan pada bab pembahasan. 2. Problema Knapsack

Lebih terperinci

KNAPSACK PROBLEM DENGAN ALGORITMA GENETIKA

KNAPSACK PROBLEM DENGAN ALGORITMA GENETIKA LAPORAN TUGAS BESAR ARTIFICIAL INTELLEGENCE KNAPSACK PROBLEM DENGAN ALGORITMA GENETIKA Disusun Oleh : Bayu Kusumo Hapsoro (113050220) Barkah Nur Anita (113050228) Radityo Basith (113050252) Ilmi Hayyu

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T Abstrak : Algoritma genetika adalah algoritma pencarian heuristik yang didasarkan atas mekanisme evolusi

Lebih terperinci

Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner

Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner Vol. 7, 2, 108-117, Januari 2011 Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner Jusmawati Massalesse Abstrak Tulisan ini dimaksudkan untuk memperlihatkan proses

Lebih terperinci

Penerapan Algoritma Greedy Pada Permainan Kartu Truf

Penerapan Algoritma Greedy Pada Permainan Kartu Truf Penerapan Algoritma Greedy Pada Permainan Kartu Truf Nikolaus Indra - 13508039 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di negara lain. Di dalam

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di negara lain. Di dalam BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Valuta Asing Valuta asing dapat diartikan sebagai mata uang yang dikeluarkan dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di negara lain. Di dalam hukum ekonomi bila terdapat

Lebih terperinci

Zbigniew M., Genetic Alg. + Data Structures = Evolution Program, Springler-verlag.

Zbigniew M., Genetic Alg. + Data Structures = Evolution Program, Springler-verlag. Zbigniew M., Genetic Alg. + Data Structures = Evolution Program, Springler-verlag. 12/11/2009 1 Ditemukan oleh Holland pada tahun 1975. Didasari oleh fenomena evolusi darwin. 4 kondisi yg mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia usaha mengalami persaingan yang begitu ketat dan peningkatan permintaan pelayanan lebih dari pelanggan. Dalam memenangkan persaingan tersebut

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PENJADWALAN DOSEN DENGAN FUZZY

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PENJADWALAN DOSEN DENGAN FUZZY PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PENJADWALAN DOSEN DENGAN FUZZY Arief Kelik Nugroho Fakultas Teknik, Universitas PGR Yogyakarta e-mail : ariefkeliknugroho@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. genetika, dan algoritma memetika yang akan digunakan sebagai landasan dalam

BAB II KAJIAN TEORI. genetika, dan algoritma memetika yang akan digunakan sebagai landasan dalam BAB II KAJIAN TEORI Pada bab II ini dijelaskan mengenai beberapa teori tentang penjadwalan, penjadwalan kuliah, metode penyelesaian penyusunan jadwal kuliah, algoritma genetika, dan algoritma memetika

Lebih terperinci

Pencarian Solusi TSP (Travelling Salesman Problem) Menggunakan Algoritma Genetik

Pencarian Solusi TSP (Travelling Salesman Problem) Menggunakan Algoritma Genetik Pencarian Solusi TSP (Travelling Salesman Problem) Menggunakan Algoritma Genetik Teddy Rachmayadi Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung Ganeca 10 Bandung if16079@students.if.itb.ac.id ABSTRAK Algoritma

Lebih terperinci

DEDUCTIVE DATABASE. Rachmat Selamet. Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer LIKMI Jl. Ir. H. Juanda 96 Bandung 40132

DEDUCTIVE DATABASE. Rachmat Selamet. Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer LIKMI Jl. Ir. H. Juanda 96 Bandung 40132 Media Informatika Vol. 6 No. 3 (2007) DEDUCTIVE DATABASE Rachmat Selamet Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer LIKMI Jl. Ir. H. Juanda 96 Bandung 40132 Abstrak E-mail: if25005@students.itb.ac.id

Lebih terperinci

Penerapan Algoritma Greedy dalam Permainan Bantumi

Penerapan Algoritma Greedy dalam Permainan Bantumi Penerapan Algoritma Greedy dalam Permainan Bantumi Andi Setiawan Program Studi Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10 Bandung e-mail: andise@students.itb.ac.id ABSTRAK Algoritma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal diciptakan, komputer hanya difungsikan sebagai alat hitung saja. Namun seiring dengan perkembangan zaman, maka peran komputer semakin mendominasi kehidupan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tujuan Penelitian

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tujuan Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Fungsi Cobb-Douglas dengan galat aditif merupakan salah satu fungsi produksi yang dapat digunakan untuk menganalisis hubungan antara hasil produksi dan faktor-faktor produksi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Sistem dan Informasi 2.1.1 Sistem Menurut Sutabri (2004), bahwa sistem adalah sekelompok unsur yang erat hubungannya satu dengan yang lainnya berfungsi untuk mencapai

Lebih terperinci

OPTIMALISASI SOLUSI TERBAIK DENGAN PENERAPAN NON-DOMINATED SORTING II ALGORITHM

OPTIMALISASI SOLUSI TERBAIK DENGAN PENERAPAN NON-DOMINATED SORTING II ALGORITHM OPTIMALISASI SOLUSI TERBAIK DENGAN PENERAPAN NON-DOMINATED SORTING II ALGORITHM Poetri Lestari Lokapitasari Belluano poe3.setiawan@gmail.com Universitas Muslim Indonesia Abstrak Non Dominated Sorting pada

Lebih terperinci

Pengantar Teknik Informatika

Pengantar Teknik Informatika Pengantar Teknik Informatika Algoritma dan Kompleksitas Pertemuan Ke-3 Materi E-learning Tanggal : 1 Oleh : Supatman Fakultas Teknologi Informasi Universitas Mercu Buana Yogyakarta Tahun 2012 Algoritma

Lebih terperinci

MODEL PENYELESAIAN JOB SHOP SCHEDULING PROBLEM MENGGUNAKAN METODE LOCAL SEARCH ALGORITHM DENGAN CROSS OVER

MODEL PENYELESAIAN JOB SHOP SCHEDULING PROBLEM MENGGUNAKAN METODE LOCAL SEARCH ALGORITHM DENGAN CROSS OVER MODEL PENYELESAIAN JOB SHOP SCHEDULING PROBLEM MENGGUNAKAN METODE LOCAL SEARCH ALGORITHM DENGAN CROSS OVER Amiluddin Zahri Dosen Universtas Bina Darma Jalan Ahmad Yani No.3 Palembang Sur-el: amiluddin@binadarma.ac.id

Lebih terperinci

APLIKASI ALGORITMA GENETIK UNTUK OPTIMASI PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR

APLIKASI ALGORITMA GENETIK UNTUK OPTIMASI PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR APLIKASI ALGORITMA GENETIK UNTUK OPTIMASI PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR Ivan Nugraha - 13506073 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

Denny Hermawanto

Denny Hermawanto Algoritma Genetika dan Contoh Aplikasinya Denny Hermawanto d_3_nny@yahoo.com http://dennyhermawanto.webhop.org Lisensi Dokumen: Seluruh dokumen di IlmuKomputer.Com dapat digunakan, dimodifikasi dan disebarkan

Lebih terperinci

KONSEP ALGORITMA GENETIK BINER UNTUK OPTIMASI PERENCANAAN JADWAL KEGIATAN PERKULIAHAN

KONSEP ALGORITMA GENETIK BINER UNTUK OPTIMASI PERENCANAAN JADWAL KEGIATAN PERKULIAHAN Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer KONSEP ALGORITMA GENETIK BINER UNTUK OPTIMASI PERENCANAAN JADWAL KEGIATAN PERKULIAHAN (Binary Genetic Algorithm Concept to Optimize Course Timetabling) Iwan Aang Soenandi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. berkaitan dengan optimasi, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, quadratic

BAB II KAJIAN TEORI. berkaitan dengan optimasi, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, quadratic BAB II KAJIAN TEORI Kajian teori pada bab ini membahas tentang pengertian dan penjelasan yang berkaitan dengan optimasi, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, quadratic programming dan algoritma genetika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan sesuai dengan yang telah di rencanakan. penjadwalan ini merupakan proses yang menyulitkan karena proses ini

BAB I PENDAHULUAN. berjalan sesuai dengan yang telah di rencanakan. penjadwalan ini merupakan proses yang menyulitkan karena proses ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penjadwalan merupakan kegiatan yang harus dimiliki oleh seseorang untuk membantu aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih sebuah instansi atau lembaga yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Khowarizmi. Algoritma didasarkan pada prinsiup-prinsip Matematika, yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Khowarizmi. Algoritma didasarkan pada prinsiup-prinsip Matematika, yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ALGORITMA Algoritma adalah metode langkah demi langkah pemecahan dari suatu masalah. Kata algoritma berasal dari matematikawan Arab ke sembilan, Al- Khowarizmi. Algoritma didasarkan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 27 BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 3.1 Analisis Pada subbab ini akan diuraikan tentang analisis kebutuhan untuk menyelesaikan masalah jalur terpendek yang dirancang dengan menggunakan algoritma

Lebih terperinci

Perancangan Dan Pembuatan Aplikasi Rekomendasi Jadwal Perkuliahan Pada Institut Informatika Indonesia Memanfaatkan Algoritma Genetika

Perancangan Dan Pembuatan Aplikasi Rekomendasi Jadwal Perkuliahan Pada Institut Informatika Indonesia Memanfaatkan Algoritma Genetika Perancangan Dan Pembuatan Aplikasi Rekomendasi Jadwal Perkuliahan Pada Institut Informatika Indonesia Memanfaatkan Algoritma Genetika Hermawan Andika, S.Kom., M.Kom. Jurusan Teknik Informatika Institut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada Bab II dijelaskan landasan teori yang digunakan untuk mendukung tugas akhir ini. Subbab 2.1 membahas teori SP secara umum, kemudian Subbab 2.2 lebih khusus membahas PFSP. Pada

Lebih terperinci

1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat sekarang ini memberikan dampak yang besar terhadap kinerja manusia khususnya dalam bekerja. Segala sesuatu yang dahulu

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pentingnya suatu jadwal dalam sebuah kegiatan tidak lain agar kegiatan tersebut berjalan dengan lancar tanpa adanya gangguan seperti bentroknya jadwal. Penyusunan jadwal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat memberikan banyak kemudahan dalam penyelesaian masalah dan pencapaian hasil kerja yang memuaskan bagi kehidupan manusia. Salah satu

Lebih terperinci

Penerapan Algoritma Greedy dan Backtrackng Dalam Penyelesaian Masalah Rubik s Cube

Penerapan Algoritma Greedy dan Backtrackng Dalam Penyelesaian Masalah Rubik s Cube Penerapan Algoritma Greedy dan Backtrackng Dalam Penyelesaian Masalah Rubik s Cube Amir Muntaha NIM: 13505041 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian jadwal menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah pembagian waktu berdasarkan rencana pengaturan urutan kerja; daftar atau tabel kegiatan atau rencana kegiatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi graf, permasalahan optimasi, model matematika dari objek wisata di Yogyakarta, dan algoritma genetika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Umum Optimasi Optimasi merupakan suatu cara untuk menghasilkan suatu bentuk struktur yang aman dalam segi perencanaan dan menghasilkan struktur yang

Lebih terperinci

BAB III. Solusi Optimal Permasalahan Penjadwalan Perkuliahan Menggunakan Algoritma Fuzzy Evolusi

BAB III. Solusi Optimal Permasalahan Penjadwalan Perkuliahan Menggunakan Algoritma Fuzzy Evolusi BAB III Solusi Optimal Permasalahan Penjadwalan Perkuliahan Menggunakan Algoritma Fuzzy Evolusi Pada bab ini dijelaskan mengenai penerapan dari algoritma fuzzy evolusi pada permasalahan penjadwalan perkuliahan.

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENENTUKAN LINTASAN TERPENDEK STUDI KASUS : LINTASAN BRT (BUS RAPID TRANSIT) MAKASSAR

PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENENTUKAN LINTASAN TERPENDEK STUDI KASUS : LINTASAN BRT (BUS RAPID TRANSIT) MAKASSAR PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENENTUKAN LINTASAN TERPENDEK STUDI KASUS : LINTASAN BRT (BUS RAPID TRANSIT) MAKASSAR Karels, Rheeza Effrains 1), Jusmawati 2), Nurdin 3) karelsrheezaeffrains@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Penelitian Sebelumnya

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Penelitian Sebelumnya 5 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Penelitian Sebelumnya Traveling salesman problem (TSP) merupakan salah satu permasalahan yang telah sering diangkat dalam berbagai studi kasus dengan penerapan berbagai

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENENTUKAN JALUR TERPENDEK. Kata kunci: Algoritma Genetika, Shortest Path Problem, Jalur Terpendek

PERANCANGAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENENTUKAN JALUR TERPENDEK. Kata kunci: Algoritma Genetika, Shortest Path Problem, Jalur Terpendek PERANCANGAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENENTUKAN JALUR TERPENDEK Fajar Saptono 1, Taufiq Hidayat 2 Laboratorium Pemrograman dan Informatika Teori Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS BAGIAN PRODUKSI MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIK DI PT. PUTRA SEJAHTERA MANDIRI

PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS BAGIAN PRODUKSI MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIK DI PT. PUTRA SEJAHTERA MANDIRI PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS BAGIAN PRODUKSI MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIK DI PT. PUTRA SEJAHTERA MANDIRI TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu graph merupakan suatu pasangan { E(G), V(G) } dimana :

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu graph merupakan suatu pasangan { E(G), V(G) } dimana : BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Defenisi Graph Suatu graph merupakan suatu pasangan { E(G), V(G) } dimana : V(G) adalah sebuah himpunan terhingga yang tidak kosong ( non empty finite set) yang elemennya disebut

Lebih terperinci

PELATIHAN FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE SELEKSI TURNAMEN UNTUK DATA TIME SERIES

PELATIHAN FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE SELEKSI TURNAMEN UNTUK DATA TIME SERIES JURNAL GAUSSIAN, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 65-72 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian PELATIHAN FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE

Lebih terperinci