REDUKSI EMISI KARBON MELALUI PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI LESTARI Carbon Emission Reduction of Sustainable Natural Production Forest Management
|
|
- Sudirman Dharmawijaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1 Maret 2013 ISSN E-ISSN REDUKSI EMISI KARBON MELALUI PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI LESTARI Carbon Emission Reduction of Sustainable Natural Production Forest Management Rina Muhayah Noor Fitri Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Jl. A. Yani KM 36 Kotak Pos 19, Banjarbaru, Kalimantan Selatan ABSTRACT. This research was conducted to analyze reduction carbon emission capabilities of sustainable natural production forest management. This research was performed in Sarpatim Co.Limited. Data was collected by teresterial survey and literature reference. Result showed that implementation of sustainable forest management had value of standing stock more higher than pre-sustainable forest management. Its capasities reduced rate of stands lossing in timber harvesting. Natural production sustainable forest management relatively reduced 75 % of rate of biomass or cabon lossing than presustainable forest management. Comparation result of standing stock remains indicated that sustainable forest management reduced carbon emission at ton /year than pre-sustainable forest management. Remain damaged stands promoting biomass lossing at ton/ha/year, ton/ ha/year caused by implementation of pre-sustainable forest management and sustainable forest management, respectively. Sustainable natural forest management could minimize rate of damaged standing stock. Therefore its could minimize rate of carbon lossing at ton C/year or reduced rate of carbon emission at 39%-57%/year. Key words: sustainable natural production forest management, standing stock, biomass, carbon emission. ABSTRAK. Tujuan penelitian adalah menganalisis kemampuan reduksi emisi karbon dari pengelolaan hutan alam produksi lestari. Penelitian ini dilaksanakan di hutan alam produksi PT. Sarpatim. Data dikumpulkan dengan survey teresterial dan penelusuran pustaka. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa hutan lestari memiliki stok tegakan atau karbon hutan lebih besar daripada hutan tidak lestari sehingga mampu mereduksi kehilangan tegakan akibat kegiatan pemanenan. Pengelolaan hutan alam produksi lestari mampu mengurangi kehilangan biomassa atau karbon sebesar 0,72% dibandingkan dengan sebelum melakukan pengelolaan hutan lestari. Hasil komparasi tegakan tinggal memberikan gambaran bahwa IUPHHK SFM mampu mereduksi emisi karbon sebesar ton /tahun dibandingkan dengan IUPHHK Pra-SFM. Kerusakan tegakan tinggal IUPHHK Pra-SFM menyebabkan kehilangan biomassa sebesar 135,55ton/ha/tahun dan IUPHHK SFM sebesar 69,43 ton/ha/tahun. Pengelolaan hutan alam produksi lestari mampu meminimalkan kerusakan tegakan tinggal sehingga mampu mengurangi kehilangan karbon sebesar 90,5-190,2 ribu ton C/tahun atau mampu mereduksi emisi karbon 39%-57%/tahun. Kata kunci: pengelolaan hutan alam produksi lestari, tegakan tinggal, biomassa, emisi karbon Penulis untuk korespondensi : surel durror2ali@yahoo.com
2 Muhayah,R.N.F: Reduksi Emisi Karbon.(1):76-84 PENDAHULUAN Hutan berfungsi sebagai sumber emisi khususnya, tetapi juga dapat berfungsi sebagai penyerap karbon (Ari wibowo dan Rufii 2009). Menurut Imai et al. (2009), hutan yang dikelola secara lestari dapat mempertahankan sumberdaya kayunya untuk kontinuitas produksi dan juga dapat menjaga kelestarian cadangan karbon hutan dibandingkan dengan hutan yang dikelola secara tidak lestari. Praktek-praktek kehutanan yang dilaksanakan pada hutan bersertifikat (sebagai pendekatan pengelolaan hutan lestari) dari FSC dapat mengurangi emisi karbon dibandingkan dengan hutan tidak bersertifikat dan besarnya pengurangan emisi tersebut sekurangkurangnya 10% (Putz et al. 2008). Pengelolaan hutan alam produksi lestari memperhatikan keseimbangan fungsi produksi, ekologi dan sosial (Bahruni 2011). Manfaat dari pengelolaan hutan lestari cukup banyak, namun tantangan yang dihadapi untuk mencapai pengelolaan hutan lestari juga cukup besar. Luas kawasan hutan di Indonesia berdasarkan data Statistik Bina Produksi Kehutanan tahun 2009 sebesar hektar dan luas hutan alam produksi yang dibebani hak (IUPHHK_HA) seluas hektar. Hutan alam produksi di Indonesia yang memiliki sertifikat dari FSC hanya 5 unit manajemen dengan luas hektar atau 2,45% dari total luas hutan alam produksi (FSC 2011). Hutan alam produksi yang memiliki sertifikat dari LEI (3 unit; 2 unit diantaranya juga memiliki sertifikat FSC) seluas hektar (LEI 2011) dan sertifikat dari Departemen Kehutanan (48 unit) seluas hektar. Jumlah keseluruhan areal hutan alam produksi yang memiliki sertifikat pengelolaan hutan lestari seluas ha atau 29,69% dari hutan alam produksi. Rendahnya persentase luas hutan alam produksi yang memiliki sertifikat pengelolaan hutan lestari di Indonesia mengindikasikan rendahnya motivasi pengelola hutan untuk melakukan pengelolaan hutan lestari. Hasil studi Bahruni (2011) menyatakan bahwa kendala yang menyebabkan rendahnya motivasi pengelola hutan untuk melaksanakan pengelolaan hutan lestari disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) faktor tata kelola dan regulasi yang tidak mampu menumbuhkan perilaku pengusahaan hutan yang baik, serta birokrasi yang belum efisien (2) ketidakpastian lahan (3) faktor kemampuan manajerial yang mencakup aspek teknis, manajemen dan finansial yang masih rendah (4) faktor motif ekonomi yang tidak disertai dengan kemauan untuk dapat mempertahankan ketersediaan hutan dalam jangka waktu yang panjang. Hasil studi Darusman dan Bahruni (2004) menyatakan bahwa biaya produksi pengelolaan hutan lestari lebih tinggi dari pengelolaan hutan tidak lestari. Besar kenaikan biaya produksi hutan lestari berkisar antara IDR /m 3 atau sekitar 4-6,5% dari biaya produksi hutan tidak lestari. Pengelolaan hutan alam produksi lestari diharapkan mampu mengurangi emisi dan mempertahankan simpanan karbon yang lebih besar dibandingkan dengan hutan alam produksi tidak lestari. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan reduksi emisi karbon dari pengelolaan hutan alam produksi lestari. Penelitian ini diharapkan mampu menegaskan pentingnya penerapan pengelolaan hutan lestari di hutan alam produksi. METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT Sarmiento Parakancha Timber (Sarpatim) yang telah memiliki sertifikat pengelolaan hutan alam produksi lestari dari Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI). Dalam penelitian ini, PT. Sarpatim dipilih mewakili pengelolaan hutan alam produksi lestari Sustainable Forest Management (SFM) dengan pendekatan telah memiliki sertifikat pengelolaan hutan alam produksi lestari. Pada hutan alam produksi lestari diambil data sebelum memiliki sertifikat (IUPHHK Pra-SFM) dan sesudah memiliki sertifikat (IUPHHK SFM). Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data Data yang dikumpulkan meliputi data (1) Potensi tegakan (2) Pohon tersedia (3) Realisasi produksi (4) Hasil penelitian yang relevan. Fokus perhitungan simpanan biomassa, karbon dan karbondioksida berasal dari kegiatan produksi meliputi (1) kegiatan pemanenan (2) pengurangan kerusakan tegakan tinggal. 77
3 Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1, Edisi Maret 2013 Simpanan biomassa kegiatan pemanenan Simpanan biomassa kegiatan pemanenan dilihat dari indikator pohon tersedia dan pohon dipanen. Perhitungan biomassa menggunakan persamaan Brown dan Lugo (1992): B = V x WD x BEF Keterangan: V : Volume kayu (m 3 ) WD : Kerapatan kayu (kg/cm 3 ) menurut jenis kayu BEF : Biomass Expansion Factor (1,74) Kerusakan tegakan tinggal Perhitungan kerusakan tegakan tinggal menggunakan data potensi tegakan hasil pengukuran lapangan dan persentase kerusakan tegakan tinggal hasil studi Elias (2002). Metode yang digunakan dalam membuat plot pengukuran adalah metode nested sampling. Plot pengukuran dibuat 6 petak ukur yang didalam petak ukur tersebut dibuat sub petak ukur. Vegetasi yang diamati meliputi tingkat pohon, tiang, pancang dan semai. Plot ukur 20 m x 20 m digunakan untuk pengukuran diameter, tinggi dan jenis pohon. Selanjutnya dalam plot ukur 20 x 20 m tersebut, dibuat sub petak ukur ukuran 10 m x 10 m untuk pengukuran tiang, 5 x 5 m untuk pengukuran pancang dan 2 x 2 m untuk pengukuran jumlah dan jenis semai. Perhitungan biomassa semai menggunakan metode secara langsung (destruktif). Bobot kering biomassa semai dihitung berdasarkan rumus: Wk = Fk x Wb Fk = BK contoh x 100% BB contoh Keterangan: Wk = bobot kering biomassa (kg) Wb = bobot basah biomassa (kg) Fk = faktor konversi bobot basah ke bobot kering (gr) BK contoh = Berat kering contoh (gr) BB contoh = Berat basah contoh (gr) Perhitungan biomassa yang hilang akibat kerusakan tegakan tinggal menggunakan persentase kerusakan tegakan tinggal pada pemanenan dengan metode konvensional dan RIL dapat dilihat pada Tabel 1. Biomassa yang hilang akibat kerusakan tegakan tinggal diperoleh dari persentase kerusakan tegakan tinggal dengan potensi biomassa pada IUPHHK Pra- SFM dan IUPHHK SFM. Hasil perbedaan biomassa yang hilang setiap tingkatan vegetasi merupakan simpanan biomassa dari pengurangan kerusakan tegakan tinggal. Total simpanan biomassa dari kegiatan produksi diperoleh dari simpanan biomassa kegiatan pemanenan dan simpanan biomassa dari pengurangan kerusakan tegakan tinggal. Tabel 1. Persentase kerusakan tegakan tinggal Table 1 Percent of damaged standing stock Tingkat perkembangan vegetasi HASIL DAN PEMBAHASAN Metode Pemanenan Kayu (%) Konvensional RIL - Anakan - Pancang - Tiang dan pohon 33,47 34,93 40,42 17,6 5 19,5 9 19,0 8 Deskripsi Simpanan Karbon IUPHHK Pra-SFM IUPHHK Pra-SFM merupakan IUPHHK Sarpatim sebelum memiliki sertifikat pengelolaan hutan alam produksi lestari. Data yang digunakan untuk menggambarkan hutan yang belum bersertifikat adalah data di bawah tahun Pemilihan tahun tersebut diprediksi dapat merepresentasikan keadaan hutan sebelum memiliki sertifikat berdasarkan pertimbangan bahwa IUPHHK yang melakukan sertifikasi memerlukan waktu kurang lebih 5 (lima) tahun untuk persiapan sertifikasi. PT. Sarpatim memperoleh sertifikat hutan alam produksi lestari pada tahun 2008 sehingga data di bawah tahun 2004 merupakan data dari hutan yang pengelolaannya belum berdasarkan pada pengelolaan hutan alam produksi lestari. Pada IUPHHK Pra-SFM, terdapat 13 jenis pohon yang umumnya dipanen (termasuk jenis rimba campuran yang merupakan gabungan 22 jenis pohon). Berdasarkan volume pohon tersedia dan volume panen tiap jenis pohon pada IUPHHK Pra-SFM maka jenis yang paling banyak tersedia dan dipanen (mewakili lebih dari 66% volume keseluruhan) adalah Meranti. Perhitungan besarnya biomassa tiap jenis pohon 78
4 Muhayah,R.N.F: Reduksi Emisi Karbon.(1):76-84 dipanen dipengaruhi oleh besarnya volume pohon dan nilai wood density (WD). Nilai WD tertinggi pada IUPHHK A adalah jenis Meranti batu dan nilai WD terendah adalah jenis Pulai. Kegiatan Produksi Kegiatan produksi difokuskan pada kegiatan pemanenan dan kerusakan tegakan tinggal. Kegiatan pemanenan menggunakan indikator pohon tersedia dan pohon dipanen. Perhitungan kerusakan tegakan tinggal IUPHHK Pra-SFM berdasarkan kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan konvensional. Data statistik produksi menunjukkan bahwa realisasi produksi pada IUPHHK Pra-SFM antara 50% 98% (kurang dari 100%) dari target produksi. Hasil studi Bahruni (2011) menyebutkan bahwa gambaran kelestarian produksi jangka panjang tidak dapat diukur dengan kriteria rasio rencana (target) dan realisasi produksi tahunan. Rasio rencana dan realisasi produksi tidak mencerminkan kelestarian produksi yang didasarkan potensi tegakan, karena rasio ini hanya menunjukkan kemampuan unit manajemen merealisasi rencana atau target produksi tahunan. Kecenderungan produksi jangka panjang dapat dievaluasi menggunakan rasio antara realisasi produksi dengan Annual Allowable Cutting (AAC). Gambar 1 berikut ini menyajikan kecenderungan produksi pada IUPHHK Pra-SFM. Rasio produksi IUPHHK Pra-SFM berada antara 0,36-0,60 terhadap AAC. Gambaran angka rasio produksi pada IUPHHK Pra-SFM terhadap AAC sedikit menurun. Kecenderungan produksi jangka panjang IUPHHK Pra-SFM menunjukkan tingkat produksi yang relatif menurun. Angka rasio realisasi produksi dan AAC menegaskan bahwa IUPHHK Pra-SFM tidak mampu mempertahankan kelestarian produksi jangka panjang. Kegiatan Pemanenan: Pohon Tersedia dan Pohon Dipanen Volume pohon tersedia pada IUPHHK A sangat fluktuatif. Pada tahun 2001 volume pohon tersedia sebesar ,34 m 3 dan tahun 2002 hanya ,97 m 3 atau 49% dari volume pohon tersedia tahun Berbeda dengan besarnya volume pohon tersedia, volume pohon dipanen ternyata lebih besar pada tahun 2002 yaitu ,72 m 3 atau 26% lebih besar dari volume panen pada tahun 2001 ( ,58 m 3 ). Luas tebangan tahun 2001 dan 2002 seluas ha dan ha. Rata-rata penebangan IUPHHK Pra- SFM seluas 2.845,5 ha/tahun. Berdasarkan luas areal penebangan, realisasi pohon dipanen pada tahun 2001 dan 2002 sebesar 134,73 m 3 /ha dan 51,35 m 3 /ha. Biomassa pohon tersedia dan pohon dipanen IUPHHK Pra-SFM dirangkum pada Tabel 2. Rasio produksi terhadap AAC Gambar 1. Figure Kecenderungan produksi IUPHHK Pra- SFM Trend of pre-sfm production Tabel 2. Biomassa, karbon dan pohon tersedia dan pohon dipanen IUPHHK Pra-SFM Table 2. Biomass, carbon and CO2 of existing trees and harvesting trees of pre-sfm) Kegiatan pemanenan Rata-rata Biomassa Karbon CO2 Biomassa (ton) (ton/tahun) (tc/tahun) (tco2/tahun) Pohon tersedia Pohon dipanen Tegakan tinggal Rata-rata biomassa pohon dipanen lebih besar dibandingkan dengan biomassa tegakan tinggal. Simpanan karbon tegakan tinggal IUPHHK Pra-SFM sebesar ton C/tahun atau 20,45 ton C/ha. Persentase biomassa pohon dipanen tahun 2001 sebesar 38,65% dan biomassa tegakan tinggal sebesar 61,35%. Persentase biomassa pohon dipanen tahun 2002 sebesar 91,75% dan menyisakan 8,25% tegakan tinggal. Rata-rata kegiatan pemanenan IUPHHK Pra- SFM menyisakan 34,8%/tahun tegakan tinggal. Kerusakan Tegakan Tinggal Potensi biomassa dan karbon di hutan primer dan hutan bekas tebangan setiap tingkat perkembangan vegetasi ditampilkan pada Tabel 3. Potensi biomassa atau karbon tingkat pohon pada hutan primer adalah 82,7% dan hutan bekas tebangan sebesar 81,11% dari total biomassa tegakan. Biomassa tingkat tiang, pancang dan semai pada hutan primer 79
5 Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1, Edisi Maret 2013 sebesar 12,85%; 5,83% dan 0,20% dan hutan sekunder sebesar 10,84%; 6,14% dan 0,31%. Hasil penelitian Junaedi (2007) menunjukkan persentase biomassa yang relatif sama pada semua tingkatan vegetasi di hutan primer. Pada hutan bekas tebangan, persentase biomassa tingkat pohon relatif sama tetapi lebih rendah pada tingkat vegetasi tiang, pancang dan semai (tiang = 4,02%, pancang = 1,98% dan semai = 0,21%) daripada IUPHHK Pra-SFM. Total biomassa dan karbon hutan bekas tebangan menunjukkan penurunan sekitar 23,40%. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Lasco (2002) bahwa aktifitas pemanenan kayu di hutan tropis Asia akan menurunkan cadangan karbon antara 22% - 67%. Kegiatan pemanenan kayu mengakibatkan kerusakan tegakan tinggal. Perhitungan biomassa kerusakan IUPHHK Pra-SFM menggunakan persentase kerusakan tegakan hasil studi Elias (2002) dan potensi biomassa dari hasil pengukuran di lokasi penelitian. Pendekatan persentase kerusakan tegakan IUPHHK Pra-SFM berdasarkan persentase kerusakan pada blok tebangan yang melakukan pemanenan dengan metode konvensional. Tabel 4 menunjukkan biomassa yang hilang akibat kerusakan tegakan karena menerapkan metode pemanenan konvensional pada IUPHHK Pra- SFM, dapat dilihat pada Tabel 4. Total biomassa yang hilang akibat kerusakan sebesar 135,55 ton/ha atau sebesar ton/tahun. Tingkat pohon merupakan penyumbang terbesar kehilangan biomassa hutan akibat kerusakan tegakan tinggal. Kerusakan yang terjadi pada tingkat pohon mengakibatkan kehilangan biomassa 83,45%/tahun dari total biomassa yang hilang karena kerusakan tegakan tinggal IUPHHK Pra-SFM. Tabel 3. Potensi biomassa dan karbon pada IUPHHK PT. Sarpatim pada tahun 2011 Table 3. Potention of biomass an carbon at Sarpatim Co.Ltd in 2011 Tingkat Hutan primer Hutan bekas tebangan Vegetasi Biomassa (ton/ha) Karbon (ton/ha) Biomassa (ton/ha) Karbon (ton/ha) Pohon 358,30 179,15 279,85 139,93 Tiang 56,78 28,39 36,67 18,34 Pancang 25,73 12,87 20,79 10,39 Semai 0,89 0,44 1,04 0,52 Total 441,70 220,85 338,35 169,18 Tabel 4. Biomassa, karbon dan yang hilang akibat kerusakan tegakan IUPHHK Pra-SFM Table 4. The lossing of biomass, karbon and CO2 caused by standing damaged of pre-sfm Tingkat Vegetasi Biomassa Biomassa Karbon CO2 (ton/ha) (ton/tahun) (ton C/tahun) (ton CO2/tahun) Pohon 113, Tiang 14, Pancang 7, Semai 0, Total 135, Deskripsi Simpanan Karbon IUPHHK PT Sarmiento Parakanca Timber setelah memperoleh Sertifikasi Hutan Lestari (IUPHHK SFM) IUPHHK SFM mulai menerapkan pengelolaan hutan alam produksi lestari sejak tahun IUPHHK SFM memperoleh sertifikat hutan alam produksi lestari dari salah satu lembaga sertifikasi tahun Data yang digunakan untuk kegiatan produksi pada IUPHHK SFM adalah (1) Pohon tersedia dan pohon dipanen tahun 2007, 2008 dan 2009 (2) Kerusakan tegakan akibat pemanenan. Kegiatan Produksi Realisasi produksi pada IUPHHK SFM kurang dari 100% atau hanya sekitar 76%-87% dari rencana atau target produksi. Realisasi tersebut belum dapat menggambarkan bahwa IUPHHK SFM dapat mempertahankan target produksi jangka panjang karena tidak melakukan penebangan melebihi target produksi. Kelestarian produksi jangka panjang dapat dilihat dari rasio realisasi produksi dan AAC. Rasio produksi IUPHHK SFM antara 0, terhadap AAC. Rasio produksi IUPHHK SFM cenderung meningkat. Kecenderungan produksi pengelolaan hutan alam produksi lestari dalam jangka panjang menunjukkan tingkat produksi yang relatif meningkat dengan rasio 0,38 pada tahun 2004 dan terus meningkat hingga mencapai rasio 0,74 terhadap AAC pada tahun Kesimpulan yang dapat diambil adalah kelestarian produksi jangka panjang pengelolaan hutan alam produksi lestari relatif dapat dipertahankan. Kecenderungan produksi tersebut dikuatkan juga oleh data potensi tegakan pada IUPHHK SFM yang sedikit meningkat. Volume pohon tersedia pada IUPHHK SFM tahun 2007 sebesar ,84 m 3. Pada tahun 2008 volume pohon tersedia mengalami 80
6 Muhayah,R.N.F: Reduksi Emisi Karbon.(1):76-84 peningkatan sebesar 4,94% atau sebesar ,85 m 3 dan pada tahun 2009 meningkat 3,76% atau sebesar ,52 m 3. Luas areal penebangan pada tahun 2007, 2008 dan 2009 sebesar 4.307,68 ha; ha dan 4.138,94 ha. Rata-rata luas penebangan IUPHHK SFM seluas 4.434,21 ha/tahun. Gambar 2. Kecenderungan produksi IUPHHK SFM Figure 2. Trend of SFM production Kegiatan Pemanenan: Pohon Tersedia dan Pohon Dipanen Volume pohon tersedia pada IUPHHK SFM tahun 2007 sebesar ,84 m 3 ; tahun 2008 meningkat menjadi ,69 m 3 dan menjadi ,2 m 3 pada tahun Rata-rata pohon tersedia IUPHHK SFM sebesar ,91 m 3 /tahun. Volume pohon dipanen tahun 2007 sebesar ,50 m 3, kemudian meningkat 9,85% pada tahun 2008 menjadi ,53 m 3. Pada tahun 2009, volume pohon dipanen mengalami peningkatan 7,73% menjadi ,71 m 3. Rata-rata pohon dipanen IUPHHK SFM sebesar ,58 m 3 /tahun. Jenis-jenis pohon tersedia IUPHHK SFM relatif sama dengan IUPHHK Pra-SFM. Jenis-jenis pohon dipanen IUPHHK SFM bertambah 4 jenis (Agathis, Pulai, Resak dan Rengas) selain pohon dipanen yang dipanen pada IUPHHK Pra-SFM. Perhitungan biomassa pohon tersedia, pohon dipanen dan tegakan tinggal IUPHHK SFM tersaji pada Tabel 5. Rata-rata biomassa tegakan tinggal lebih besar daripada biomassa pohon dipanen. Rata-rata biomassa pohon dipanen IUPHHK SFM sebesar ton/tahun dan biomassa tegakan tinggal sebesar ton/ tahun. Persentase biomassa pohon dipanen tahun 2007 sebesar 47,02% dan biomassa tegakan tinggal sebesar 52,98%. Pada tahun 2008 dan 2009, persentase biomassa pohon dipanen meningkat menjadi 48,30% dan 49,73%. Peningkatan persentase biomassa pohon dipanen menyebabkan persentase biomassa tegakan tinggal IUPHHK SFM semakin rendah (51,70% pada tahun 2008 dan 50,27% pada tahun 2009). Rata-rata persentase pohon dipanen IUPHHK SFM sebesar 48,35%/tahun dan tegakan tinggal sebesar 51,65%/ tahun. Simpanan karbon IUPHHK SFM pada kegiatan pemanenan sebesar tc/tahun atau t /tahun. Simpanan karbon IUPHHK SFM (absolut dan persentase) lebih besar dari IUPHHK Pra-SFM. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hutan alam produksi yang telah memiliki sertifikat lestari melakukan penebangan lebih rendah dibandingkan dengan sebelum memiliki sertifikat. Menurut Pirard et al. 1995, diacu dalam Elias 2002, intensitas penebangan pada hutan yang dikelola secara lestari dan menerapkan metode RIL sebesar 8,8 batang/ha atau 103 m 3 /ha. Pengelolaan hutan tidak lestari yang menerapkan metode pemanenan konvensional memiliki intensitas penebangan sebesar 13,6 batang/ha atau 139 m 3 /ha. Kerusakan Tegakan Tinggal Aktifitas pemanenan kayu mengakibatkan kerusakan tegakan tinggal. Persentase kerusakan tegakan berbeda-beda sesuai dengan metode pemanenan yang digunakan. IUPHHK SFM menerapkan teknik RIL dalam kegiatan pemanenan. Menurut Elias (2002), minimalisasi kerusakan akibat pemanenan kayu dengan menerapkan reduced impact wood harvesting dapat mencapai pengurangan hingga 50% dari kerusakan yang diakibatkan praktek pemanenan konvensional. Perhitungan kerusakan tegakan IUPHHK SFM menggunakan persentase kerusakan tegakan tinggal berdasarkan hasil penelitian Elias (2002) dan data potensi biomassa dari hasil pengukuran lapangan. Besarnya biomassa yang hilang akibat kerusakan tegakan IUPHHK SFM ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 5. Biomassa, karbon dan pohon tersedia dan pohon dipanen IUPHHK SFM Table 5. Biomass, carbon, and of existing trees and harvesting trees of SFM Kegiatan pemanenan Pohon tersedia Pohon dipanen Tegakan tinggal Rata-rata Biomassa (ton) Biomassa (ton/tahun) Karbon (tc/tahun) (t/tahun)
7 Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1, Edisi Maret 2013 Tabel 6. Biomassa, karbon dan yang hilang akibat kerusakan tegakan IUPHHK SFM Table 6. Biomass, carbon and lossing caused by damaged stand of SFM Tingkat Biomassa Karbon Vegetasi (ton/ha) (ton/tahun) (tc/tahun) (t /tahun) Pohon 53, Tiang 6, Pancang 4, Semai 0, Total biomassa yang hilang akibat kerusakan tegakan sebesar 64,65 ton/ha atau sebesar ton/tahun. Kerusakan tegakan tinggal IUPHHK SFM menyebabkan penurunan potensi karbon tegakan tinggal sebesar ton C/tahun atau sebesar ton /tahun. Kerusakan pada tingkat pohon sebesar 82,59% dari total biomassa yang hilang karena kerusakan tegakan. Pemanenan juga menyababkan kerusakan pada tingkat tiang, pancang dan semai sebesar 17,41%. Perbedaan Simpanan Biomassa, Karbon dan Kegiatan Produksi Data statistik produksi pada IUPHHK PT Sarpatim menunjukkan realisasi produksi antara 81%-98% (realisasi produksi kurang dari 100%) dari target produksi. Hasil studi Bahruni (2011) menyebutkan bahwa gambaran kelestarian produksi jangka panjang tidak dapat diukur dengan kriteria rasio target dan realisasi produksi tahunan. Kecenderungan produksi jangka panjang dapat dievaluasi menggunakan rasio antara realisasi produksi dengan AAC. Rasio produksi pada IUPHHK Pra-SFM dan IUPHHK SFM antara 0,2-07 terhadap AAC. Rasio produksi Pra-SFM cenderung menurun sedangkan rasio produksi pada IUPHHK SFM cenderung meningkat. Kecenderungan produksi pengelolaan hutan lestari dalam jangka panjang memiliki tingkat produksi yang relatif meningkat dengan rasio 0,38 pada tahun 2004 dan terus meningkat hingga mencapai rasio 0,74 terhadap AAC pada tahun Kesimpulan yang dapat diambil adalah kelestarian produksi jangka panjang pengelolaan hutan lestari relatif dapat dipertahankan, sedangkan kelestarian produksi pada hutan alam produksi tidak lestari belum mampu dipertahankan. Kegiatan Pemanenan Simpanan biomassa atau karbon pada kegiatan pemanenan menggunakan indikator pohon tersedia dan pohon dipanen. Penebangan yang dilakukan oleh IUPHHK Pra-SFM sebesar 65,2%/tahun dan IUPHHK SFM sebesar 48,35%/tahun terhadap pohon tersedia. Biomassa pohon tersedia dan pohon dipanen dirangkum pada Tabel 7. Simpanan karbon tegakan tinggal pada hutan alam produksi lestari lebih tinggi dari hutan alam produksi tidak lestari (IUPHHK Pra-SFM). Rata-rata persentase biomassa tegakan tinggal terhadap pohon tersedia IUPHHK Pra-SFM sebesar 34,8%/tahun dan IUPHHK SFM sebesar 51,65%/tahun. Simpanan karbon tegakan tinggal dari kegiatan pemanenan menunjukkan bahwa hutan lestari melakukan penebangan lebih rendah dari hutan tidak lestari. Hal tersebut mengindikasikan bahwa hutan lestari mampu mempertahankan stok karbon lebih besar dari hutan tidak lestari sehingga mampu mereduksi kehilangan karbon, dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 7. Simpanan karbon dan tegakan tinggal Table 7. Carbon stock an CO2 of standing remains IUPHHK Pra-SFM IUPHHK SFM Kegiatan pemanenan Karbon Karbon (ton/tahun) (ton/tahun) (ton/tahun) (ton/tahun) Pohon tersedia Pohon dipanen Tegakan tinggal Tabel 8. Perbedaan simpanan biomassa, karbon dan tegakan tinggal pada kegiatan pemanenan Table 8. Differentiation of biomass stocking, karbon and CO2 of standing remains in harvesting IUPHHK SFM IUPHHK Pra-SFM Rata-rata perbedaan simpanan (ton/tahun) Biomassa Karbon karbondioksida Hasil perbedaan tegakan tinggal memberikan gambaran bahwa pengelolaan hutan alam produksi lestari mampu mereduksi emisi karbon sebesar t. Hasil perbedaan persentase tegakan tinggal menunjukkan bahwa pengelolaan hutan alam produksi lestari mampu menghindari kehilangan karbon sebesar 16,85%/tahun dibandingkan dengan hutan alam produksi tidak lestari. Hasil perbedaan (absolut dan persentase) tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan 82
8 Muhayah,R.N.F: Reduksi Emisi Karbon.(1):76-84 hutan alam produksi lestari mampu mereduksi kehilangan tegakan atau karbon lebih baik dari pengelolaan hutan alam produksi tidak lestari. Pengurangan Kerusakan Tegakan Kerusakan terhadap tegakan tinggal akibat kegiatan pemanenan pada IUPHHK bersertifikat (IUPHHK SFM) lebih kecil daripada IUPHHK yang belum memiliki sertifikat (IUPHHK Pra-SFM). Kerusakan tegakan menyebabkan kehilangan biomassa sebesar 135,55 ton/ha/tahun pada IUPHHK Pra-SFM dan sebesar 64,65 ton/ha/tahun pada IUPHHK SFM. Rata-rata luas penebangan pada IUPHHK Pra-SFM seluas 3.450,48 ha/tahun dan IUPHHK SFM dengan luas 4.434,21 ha/ tahun. Perbedaan biomassa, karbon dan yang hilang akibat kerusakan tegakan tinggal tahun 2011 diringkas pada Tabel 9. Hasil perbedaan biomassa, karbon dan yang hilang akibat kerusakan tegakan tinggal pada tahun 2011 menunjukkan adanya simpanan biomassa, karbon dan. Perbedaan teknik yang digunakan untuk pemanenan menyebabkan perbedaan tingkat kerusakan tegakan. Teknik pemanenan RIL yang di gunakan pada IUPHHK SFM memberikan dampak kerusakan yang lebih rendah daripada teknik konvensional yang digunakan pada IUPHHK Pra-SFM. Hasil perbedaan kehilangan karbon akibat kerusakan tegakan tinggal menegaskan bahwa pengelolaan hutan alam produksi lestari mampu mengurangi kehilangan karbon sebesar ton C/tahun. Pengelolaan hutan alam produksi lestari yang menerapkan teknik RIL mampu mereduksi emisi akibat kerusakan tegakan tinggal sebesar 39%/tahun dibandingkan dengan pengelolaan hutan alam produksi tidak lestari. Total Simpanan Biomassa, Karbon dan Karbondioksida Hasil perhitungan simpanan biomassa, karbon karbondioksida pada hutan yang telah memiliki sertifikat pengelolaan hutan lestari (IUPHHK SFM) lebih besar dibandingkan dengan sebelum memiliki sertifikat (IUPHHK Pra-SFM). Perbedaan simpanan biomassa, karbon dan karbondioksida IUPHHK setelah dan sebelum memiliki sertifikat pengelolaan lestari dari indikator produksi (kegiatan pemanenan dan pengurangan kerusakan tegakan tinggal) tersaji pada Tabel 10. Tabel 9. Perbedaan biomassa, karbon dan yang hilang akibat kerusakan tegakan tinggal pada tahun 2011 Table 9. Rate of lossing differentiationof of biomass, carbon and caused by damaged standing remains at 2011 IUPHHK Pra-SFM IUPHHK SFM Perbedaan kehilangan akibat kerusakan tegakan (ton/tahun) Biomassa Karbon Karbondioksida Tabel 10.Total simpanan biomassa, karbon dan karbonsioksida kegiatan produksi Table 10. Total store of biomass, carbon and at production activities Stok/Simpanan Total simpanan (ton/tahun) Biomassa Karbon Karbondioksida KESIMPULAN Kecenderungan produksi jangka panjang IUPHHK Pra-SFM menunjukkan tingkat produksi yang relatif menurun dan IUPHHK SFM relatif meningkat. Angka rasio realisasi produksi dan AAC menjelaskan tentang IUPHHK Pra-SFM yang tidak mampu mempertahankan kelestarian produksi jangka panjang. Kelestarian produksi jangka panjang pengelolaan hutan alam produksi lestari (IUPHHK SFM) relatif dapat dipertahankan. Pengelolaan hutan lestari (IUPHHK SFM) melakukan penebangan lebih rendah dari hutan tidak lestari sehingga mampu mempertahankan stok karbon lebih besar ( ton/tahun) dan mampu mereduksi kehilangan karbon ( ton/tahun) dibandingkan dengan pengelolaan hutan tidak lestari (IUPHHK Pra-SFM) Pengelolaan hutan alam produksi lestari mampu mengurangi kehilangan karbon sebesar ton C/ tahun. Pengelolaan hutan alam produksi lestari yang menerapkan teknik RIL mampu mereduksi emisi akibat kerusakan tegakan tinggal sebesar 39%/tahun dibandingkan dengan pengelolaan hutan alam produksi tidak lestari. Pengelolaan hutan lestari mampu mereduksi dari kegiatan produksi dengan indikator pemanenan dan kerusakan tegakan tinggal sebesar ton/tahun. 83
9 Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1, Edisi Maret 2013 DAFTAR PUSTAKA Ariwibowo dan Rufii Peran Sektor Kehutanan Di Indonesia Dalam Perubahan Iklim. Tekno Hutan Tanaman Vol. 1. No. 1, November Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hutan Tanaman. Badan Litbang Departemen Kehutanan Hal ; Bahruni Conduct study and Analysis on Economic Incentive Framework of SFM as Important option for Forest Based Climate Change Mitigation-to Reduce Emission from and by tropical foriest. Jakarta: International Tropical Timber Organization. Brown S Estimating Biomass and Biomass change of Tropical Forest. USA: A Primer FAO Forestry Paper No Darusman D, Bahruni Economic Analysis of Sustaineble Forest Management at Unit Management Level in Indonesia. ITTO Project No PD 42/ 00/REV.1 (F). Jakarta: ITTO dan APHI. Elias Code Forest Harvesting and Reduced Impact Logging in Asia. IPB Press, Bogor. Elias Percobaan Minimalisasi Kerusakan akibat Pemanenan Kayu. IPB Press, Bogor. Imai N, Samejima H, Langner A, Ong RC, Kita S, et al. (2009) Co-Benefits of Sustainable Forest Management in Biodiversity Conservation and Carbon Sequestration. PLoS ONE 4(12): e8267. doi: /journal.pone Junaedi A Dampak Pemanenan Kayu dan Perlakuan Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) terhadap Potensi Kandungan Karbon dalam Vegetasi Hutan Alam Tropika (Tesis). Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian bogor. Putz FE, Sist P, Fredericksen T, Dykstra D Reduced-impact logging: Challenges and opportunities. Forest Ecol Manage 256:
3 METODOLOGI PENELITIAN
40 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di hutan alam produksi lestari dan hutan alam produksi tidak lestari di wilayah Kalimantan. Pendekatan yang digunakan
Lebih terperinciINSENTIF FINANSIAL PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI LESTARI DARI PERDAGANGAN KARBON SKEMA REDD+ RINA MUHAYAH NOOR PITRI
1 INSENTIF FINANSIAL PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI LESTARI DARI PERDAGANGAN KARBON SKEMA REDD+ RINA MUHAYAH NOOR PITRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS
Lebih terperinciKOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM
KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaturan hasil saat ini yang berlaku pada pengelolaan hutan alam produksi di Indonesia menggunakan sistem silvikultur yang diterapkan pada IUPHHK Hutan Produksi dalam P.11/Menhut-II/2009.
Lebih terperinciPEMADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN KAYU DENGAN TEKNIK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DI KALIMANTAN BARAT
Pemadatan Tanah Akibat Penyaradan Kayu... (Muhdi, Elias, dan Syafi i Manan) PEMADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN KAYU DENGAN TEKNIK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DI KALIMANTAN BARAT (Soil Compaction Caused
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Pohon Pemetaan sebaran pohon dengan luas petak 100 ha pada petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber ini data sebaran di kelompokkan berdasarkan sistem
Lebih terperinciDAMPAK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL DI HUTAN ALAM
DAMPAK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL DI HUTAN ALAM (Studi Kasus di Areal HPH PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat) The Effect of Reduced Impact Timber
Lebih terperinciAah Ahmad Almulqu *, Elias **, Prijanto Pamoengkas ** *
DAMPAK PEMANENAN KAYU DAN PERLAKUAN SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) TERHADAP POTENSI KARBON DALAM TANAH DI HUTAN ALAM TROPIKA (STUDI KASUS DI AREAL IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK)
Lebih terperinciKERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT
J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 21, No.1, Maret. 2014: 83-89 KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT (Residual Stand Damage Caused by Timber Harvesting in Natural Peat
Lebih terperinciEVALUASI PENERAPAN PEMANENAN KAYU DENGAN TEKNIK REDUCED IMPACT LOGGING DALAM PENGELOLAAN HUTAN ALAM MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.
KARYA TULIS EVALUASI PENERAPAN PEMANENAN KAYU DENGAN TEKNIK REDUCED IMPACT LOGGING DALAM PENGELOLAAN HUTAN ALAM MUHDI, S.HUT., M.SI NIP. 132296512 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATRA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter 20 cm dan pohon layak tebang.
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang bisa dipindahkan ke lokasi lain sehingga
Lebih terperinci1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tropis merupakan sumber utama kayu dan gudang dari sejumlah besar keanekaragaman hayati dan karbon yang diakui secara global, meskupun demikian tingginya
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELlTlAN
METODOLOGI PENELlTlAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma, Unit Seruyan Kalimantan Tengah. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap kegiatan,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di petak tebang Q37 Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2011 IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Desa Mamahak Teboq,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi untuk mencukupi kebutuhan kayu perkakas dan bahan baku industri kayu. Guna menjaga hasil
Lebih terperinciPOTENSI SIMPANAN KARBON PADA HUTAN TANAMAN MANGIUM (Acacia mangium WILLD.) DI KPH CIANJUR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, Desember 2011, hlm. 143-148 ISSN 0853 4217 Vol. 16 No.3 POTENSI SIMPANAN KARBON PADA HUTAN TANAMAN MANGIUM (Acacia mangium WILLD.) DI KPH CIANJUR PERUM PERHUTANI UNIT III
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang
Lebih terperinciKEMAMPUAN TANAMAN MERANTI (Shorea leprosula) IUPHHK-HA PT ITCIKU KALIMANTAN TIMUR
KEMAMPUAN TANAMAN MERANTI (Shorea leprosula) DALAM MENYERAP EMISI KARBON (CO ) DI KAWASAN HUTAN IUPHHK-HA PT ITCIKU KALIMANTAN TIMUR Plant Capacity of Meranti (Shorea leprosula) in Absorbing Carbon Emissions
Lebih terperinciKenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.
Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH Oleh : PT. Sari Bumi Kusuma PERKEMBANGAN HPH NASIONAL *) HPH aktif : 69 % 62% 55%
Lebih terperinciDepartemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU Medan 2)
ISSN 1411 67 Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 9, No. 1, 27, Hlm. 32-39 32 DAMPAK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL DI HUTAN ALAM (Studi Kasus di Areal HPH PT.
Lebih terperinciPEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT.
PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT. BELAYAN RIVER TIMBER) Bogor, Mei 2018 LEGALITAS/PERIZINAN PT.
Lebih terperinciPerubahan Stok Karbon dan Nilai Ekonominya pada Konversi Hutan Rawa Gambut Menjadi Hutan Tanaman Industri Pulp
Perubahan Stok Karbon dan Nilai Ekonominya pada Konversi Hutan Rawa Gambut Menjadi Hutan Tanaman Industri Pulp Change of The Carbon Stock and It s Economic Value on the Conversion of Peat Swamp Forest
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di IUPHHK HA (ijin usaha pemamfaatan hasil hutan kayu hutan alam) PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman
PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta sumberdaya manusia.das
Lebih terperinciGUNUNG GAJAH GROUP KALIMANTN TIMUR. KAHARUDDIN, S.HUT. Dir. Produksi PT. UDIT
GUNUNG GAJAH GROUP KALIMANTN TIMUR KAHARUDDIN, S.HUT. Dir. Produksi PT. UDIT HUTAN PRODUKSI KALIMANTAN TIMUR 500000,000000 600000,000000 700000,000000 300000,000000 400000,000000 100000,000000 Kalimantan
Lebih terperinciPUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia
PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia Authors : Wahyu Catur Adinugroho*, Haruni Krisnawati*, Rinaldi Imanuddin* * Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan,
Lebih terperinciDAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Agar kayu dapat dimanfaatkan dan bernilai ekonomis
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009
14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Stok Karbon 4.1.1 Panai Jaya Data stok karbon yang digunakan pada kebun Panai Jaya berasal dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yulianti (2009) dan Situmorang
Lebih terperinciJurnal Pertanian Tropik ISSN Online No : Vol.3, No.1. April (2) : 17-24
Jurnal Pertanian Tropik ISSN Online No : 2356-4725 Vol.3, No.1. April 2016. (2) : 17-24 PEMADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN KAYU DENGAN TRAKTOR CATTERPILLAR D7G DI AREAL HUTAN PRODUKSI PT INHUTANI II, KALIMANTAN
Lebih terperinciINVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH
INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH Oleh/by MUHAMMAD HELMI Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,
Lebih terperinciPENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN BAWAH DI HUTAN DIKLAT PONDOK BULUH KABUPATEN SIMALUNGUN
PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN BAWAH DI HUTAN DIKLAT PONDOK BULUH KABUPATEN SIMALUNGUN SKRIPSI Oleh: Novida H. Simorangkir 1212011120 FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016 ABSTRAK
Lebih terperinciBalai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda Jl. A. Syahrani Samarinda Telp. (0541) Fax (0541)
STRUKTUR TEGAKAN TINGGAL PADA UJI COBA PEMANENAN DI HUTAN PENELITIAN LABANAN, KALIMANTAN TIMUR (Structure of Residual Stand in Logged Technique Experiment at Labanan Forest Research, East Kalimantan)*
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem agroforestry Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus. 3.2 Objek
Lebih terperinciDINAMIKA PERMUDAAN ALAM AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.
KARYA TULIS DINAMIKA PERMUDAAN ALAM AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) MUHDI, S.HUT., M.SI NIP. 1961 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia, baik yang berupa manfaat ekonomi secara langsung maupun fungsinya dalam menjaga daya dukung lingkungan. Hutan
Lebih terperinciANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT
ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN
Lebih terperinciESTIMASI CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN TEGAKAN ATAS DI KAWASAN HUTAN KOTA PEKANBARU. Ermina Sari 1) Siska Pratiwi 2) erminasari.unilak.ac.
13 ESTIMASI CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN TEGAKAN ATAS DI KAWASAN HUTAN KOTA PEKANBARU Ermina Sari 1) Siska Pratiwi 2) Email: erminasari.unilak.ac.id *Alumni FKIP Universitas Lancang Kuning ** Dosen FKIP
Lebih terperinciPembangunan Ekowisata
Pembangunan Ekowisata If,. '". DAFTARISI Bagian I. Ekonomi Sumberdaya Hutan Berkelanjutan di Hutan Produksi (Dudung Darusman & Bahruni Said)... 1 Bagian II. Pemanenan Hutan Berkelanjutan di Hutan Produksi
Lebih terperinciMODEL SIMULASI KANDUNGAN KARBON AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM TROPIKA MUHDI, S.HUT., M.SI NIP DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
KARYA TULIS MODEL SIMULASI KANDUNGAN KARBON AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM TROPIKA MUHDI, S.HUT., M.SI NIP. 132296512 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATRA UTARA 1 KATA PENGANTAR
Lebih terperinciDAMPAK PEMANENAN KAYU DENGAN TEKNIK REDUCED IMPACT LOGGING TERHADAP KOMPOSISI TEGAKAN DI HUTAN ALAM TROPIKA MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.
KARYA TULIS DAMPAK PEMANENAN KAYU DENGAN TEKNIK REDUCED IMPACT LOGGING TERHADAP KOMPOSISI TEGAKAN DI HUTAN ALAM TROPIKA MUHDI, S.HUT., M.SI NIP. 132296512 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur.
16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur. B. Alat dan Objek Alat yang
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PE ELITIA
10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks global emisi gas rumah kaca (GRK) cenderung meningkat setiap tahunnya. Sumber emisi GRK dunia berasal dari emisi energi (65%) dan non energi (35%). Emisi
Lebih terperinciPERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Pemanenan kayu konvensional merupakan teknik pemanenan
Lebih terperinciPERAN BENIH UNGGUL DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM
PERAN BENIH UNGGUL DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM Ari Wibowo ariwibowo61@yahoo.com PUSLITBANG PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN SEMINAR NASIONAL
Lebih terperinciANALISIS POTENSI SERAPAN KARBON PADA AREA KONSERVASI MANGROVE PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, Tbk KALIMANTAN SELATAN
ANALISIS POTENSI SERAPAN KARBON PADA AREA KONSERVASI MANGROVE PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, Tbk PLANT 12 TARJUN KOTABARU KALIMANTAN SELATAN Kerjasama Antara LEMBAGA PENELITIAN UNLAM dengan PT. INDOCEMENT
Lebih terperinciKOMPOSISI JENIS SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM TROPIKA SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU
KOMPOSISI JENIS SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM TROPIKA SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU Diana Sofia 1 dan Riswan 1 Staf Pengajar Fakultas Pertanian USU Medan Staf Pengajar SMAN I Unggulan (Boarding
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) sejak pertengahan abad ke 19 telah menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah lapisan gas yang berperan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.
30 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.
Lebih terperinciKementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan
Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan ISSN : 085-787X Policy Daftar Isi Volume 4 No. Tahun 010 Profil Emisi Sektor Kehutanan
Lebih terperinci9/21/2012 PENDAHULUAN STATE OF THE ART GAMBUT DI INDONESIA EKOSISTEM HUTAN GAMBUT KEANEKARAGAMAN HAYATI TINGGI SUMBER PLASMA NUTFAH TINGGI
9/1/1 PEMULIHAN ALAMI HUTAN GAMBUT PASKA KEBAKARAN: OPTIMISME DALAM KONSERVASI CADANGAN KARBON PENDAHULUAN EKOSISTEM HUTAN GAMBUT OLEH: I WAYAN SUSI DHARMAWAN Disampaikan pada acara Diskusi Ilmiah lingkup
Lebih terperinciPENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI
PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciBaharinawati W.Hastanti 2
Implementasi Sistem Silvikultur TPTI : Tinjauan eberadaan Pohon Inti dan ondisi Permudaannya (Studi asus di Areal IUPHH PT. Tunas Timber Lestari, Provinsi Papua) 1 Baharinawati W.Hastanti 2 BP Manokwari
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biomassa dan Karbon Hutan
26 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biomassa dan Karbon Hutan Biomassa merupakan jumlah bahan organik yang diproduksi oleh organisme (tumbuhan) persatuan unit area pada suatu waktu yang dinyatakan dalam berat kering
Lebih terperinciPAPER BIOMETRIKA HUTAN PENDUGAAN POTENSI EKONOMI TEGAKAN TINGGAL PADA SUATU PERUSAHAAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) Oleh : Kelompok 4
PAPER BIOMETRIKA HUTAN PENDUGAAN POTENSI EKONOMI TEGAKAN TINGGAL PADA SUATU PERUSAHAAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) Oleh : Kelompok 4 Dinda Wahyuni Venza Rhoma S Meiliana Larasati Rinaldo Pratama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi dan lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan manusia baik pada masa kini maupun pada
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 74/Menhut-II/2014 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 74/Menhut-II/2014 TENTANG PENERAPAN TEKNIK SILVIKULTUR DALAM USAHA PEMANFAATAN PENYERAPAN DAN/ATAU PENYIMPANAN KARBON PADA HUTAN PRODUKSI DENGAN
Lebih terperinciKegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan
Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, mulai dari Januari sampai April 2010, dilakukan dengan dua tahapan, yaitu : a. pengambilan
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan merupakan kegiatan mengeluarkan hasil hutan berupa kayu maupun non kayu dari dalam hutan. Menurut Suparto (1979) pemanenan hasil hutan adalah serangkaian
Lebih terperinciKERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM
KARYA TULIS KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM OLEH : DIANA SOFIA H, SP, MP NIP 132231813 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2007 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah,
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian
Lebih terperinciPENILAIAN NILAI KONSERVASI TINGGI RINGKASAN EKSEKUTIF
PENILAIAN NILAI KONSERVASI TINGGI RINGKASAN EKSEKUTIF PT Inhutani II adalah BUMN Holding Kehutahan di luar Jawa, dengan aktivitas bisnis utama meliputi pengusahaan hutan alam, pengusahaan hutan tanaman,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
27 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Ratah Timber merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola
Lebih terperinciPengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan
Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan Ruhyat Hardansyah, Maria C.L. Hutapea Subbidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Inventarisasi Daya Dukung dan daya Tampung
Lebih terperinciPENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN BAWAH DI ARBORETUM USU SKRIPSI
PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN BAWAH DI ARBORETUM USU SKRIPSI Oleh: IMMANUEL SIHALOHO 101201092 MANAJEMEN HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014 LEMBAR
Lebih terperinciPengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan
Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan Taryono Darusman 1, Asep Mulyana 2 dan Rachmat Budiono 3 Pendahuluan Lahan gambut merupakan ekosistem lahan
Lebih terperinciII. METODOLOGI. A. Metode survei
II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi
Lebih terperinciInformasi hasil aplikasi perhitungan emisi grk
Informasi hasil aplikasi perhitungan emisi grk Aplikasi perhitungan grk di wilayah sumatera Aplikasi Perhitungan GRK di Wilayah Sumatera Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul
Lebih terperinciMEMBANGUN PERSAMAAN ALOMETRIK BIOMASSA TANAMAN Shorea Leprosula DI AREAL IUPHHK-HA PT. ITCIKU KALIMANTAN TIMUR
MEMBANGUN PERSAMAAN ALOMETRIK BIOMASSA TANAMAN Shorea Leprosula DI AREAL IUPHHK-HA PT. ITCIKU KALIMANTAN TIMUR (Building Allometric Equation for the Biomass of Shorea leprosula Plantation in area of IUPHHK-HA
Lebih terperinciKEMAMPUAN TANAMAN Shorea leprosula DALAM MENYERAP CO 2 DI PT SUKA JAYA MAKMUR KABUPATEN KETAPANG
KEMAMPUAN TANAMAN Shorea leprosula DALAM MENYERAP CO 2 DI PT SUKA JAYA MAKMUR KABUPATEN KETAPANG Plants Capacity in Shorea leprosula CO 2 Absorbing at Suka Jaya Makmur, Ketapang District Syarifah Yuliana,
Lebih terperinciANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG
ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG Rina Sukesi 1, Dedi Hermon 2, Endah Purwaningsih 2 Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi
Lebih terperinciJurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 3 No. 2, Mei 2015 (13 20)
POTENSI PENYERAPAN KARBON PADA TEGAKAN DAMAR MATA KUCING (Shorea javanica) DI PEKON GUNUNG KEMALA KRUI LAMPUNG BARAT (CARBON SEQUESTRATION POTENTIAL OF THE STANDS DAMAR MATA KUCING (Shorea javanica) PEKON
Lebih terperinci2 ekonomi biaya tinggi sebagaimana hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu pengaturan kembali mengenai Inventarisasi Hutan Menyelu
No.690, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Hutan Alam. Pemanfaatan. Hutan Kayu. Inventarisasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.33/Menhut-II/2014 TENTANG
Lebih terperinciJurnal Hutan Tropis Volume 13 No. 1 Maret 2012 ISSN
Jurnal Hutan Tropis Volume 13 No. 1 Maret 2012 ISSN 1412-4645 EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN JATI PADA AREAL GERAKAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN Evaluation of plant growth in Teak on National Movement for
Lebih terperinciPerhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan serapan grk
Perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan serapan grk Program : Pengelolaan Hutan Tanaman Judul RPI : Penelitian Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Koordinator RPI : Ir. Ari Wibowo,
Lebih terperinciPOTENSI JASA LINGKUNGAN TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus hybrid) DALAM PENYIMPANAN KARBON DI PT. TOBA PULP LESTARI (TPL). TBK
POTENSI JASA LINGKUNGAN TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus hybrid) DALAM PENYIMPANAN KARBON DI PT. TOBA PULP LESTARI (TPL). TBK SKRIPSI Tandana Sakono Bintang 071201036/Manajemen Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN
Lebih terperinciPengenalan perubahan penggunaan lahan oleh masyarakat pinggiran hutan. (Foto: Kurniatun Hairiah)
Pengenalan perubahan penggunaan lahan oleh masyarakat pinggiran hutan. (Foto: Kurniatun Hairiah) 4. Penghitungan dinamika karbon di tingkat bentang lahan Ekstrapolasi cadangan karbon dari tingkat lahan
Lebih terperinciPOTENSI STOK KARBON DAN TINGKAT EMISI PADA KAWASAN DEMONSTRATION ACTIVITIES (DA) DI KALIMANTAN
POTENSI STOK KARBON DAN TINGKAT EMISI PADA KAWASAN DEMONSTRATION ACTIVITIES (DA) DI KALIMANTAN Asef K. Hardjana dan Suryanto Balai Besar Penelitian Dipterokarpa RINGKASAN Dalam rangka persiapan pelaksanaan
Lebih terperinciYosep Ruslim 1 dan Gunawan 2
FAKTOR EKSPLOITASI DAN FAKTOR PENGAMAN PADA KEGIATAN PENEBANGAN SISTEM TEBANG PILIH TANAM INDONESIA DI HPH PT SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Yosep Ruslim 1 dan Gunawan 2 1 Laboratorium Pemanenan
Lebih terperinciMODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA
MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberdayaan selalu diawali oleh terjadinya suatu masalah yang perlu untuk segera dicari solusinya agar masalah
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberdayaan selalu diawali oleh terjadinya suatu masalah yang perlu untuk segera dicari solusinya agar masalah tersebut tidak berdampak buruk secara lebih luas.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2017. Lokasi penelitian bertempat di Kawasan Perlindungan Setempat RPH Wagir BKPH Kepanjen KPH Malang.
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kadar CO 2 di atmosfir yang tidak terkendali jumlahnya menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut disebabkan oleh adanya gas
Lebih terperinciPENGELOLAAN HUTAN LEST PENGELOLAAN HUT ARI DI AN LEST PULAU SIBERUT UNTUK MITIGASI EMISI KARBON
PENGELOLAAN HUTAN LESTARI DI PULAU SIBERUT UNTUK MITIGASI EMISI KARBON 1) oleh Teddy Rusolono 2) ---------------------------------------------------- 1) Disampaikan dalam Seminar Nasional Best Practice
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan
Lebih terperinci2 dilakukan adalah redesign manajemen hutan. Redesign manajemen hutan mengarah pada pencapaian kelestarian hutan pada masing-masing fungsi hutan, teru
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keterpurukan sektor kehutanan sudah berjalan hampir 14 tahun belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Masih besarnya angka laju kerusakan hutan serta bangkrutnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus akan mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe vegetasi hutan tertua yang menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah hujan sekitar 2000-4000
Lebih terperinci