BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Analisis geoteknik untuk mengetahui hubungan tegangan-regangan yang terjadi pada tanah akibat pembebanan membutuhkan data modulus elastisitas. Di bidang rekayasa sipil, modulus elastisitas biasa digunakan pada desain struktur pondasi, stabilitas lereng, analisis penurunan bangunan, perkerasan jalan, dan lain-lain. Semakin besar modulus elastisitas tanah maka semakin kecil regangan yang terjadi akibat beban yang bekerja di atas lapisan tanah. Modulus elastisitas tanah dapat diprediksi menggunakan uji laboraturium maupun pengujian in-situ di lapangan, namun prosedur pelaksanaannya cukup rumit dan relatif mahal, terlebih untuk pengujian dengan banyak sampel. Menurut Bowles (1997) ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan modulus elastisitas tanah dari pengujian laboraturium seperti unconfined compression tests dan triaxial compression tests. Selain itu, modulus elastisitas juga dapat diperoleh dari pengujian in-situ di lapangan seperti standart penetration test, cone penetration test, pressuremeter, flat dilatometer, dan plate-load. Pada desain perkerasan jalan, nilai California Bearing Ratio (CBR) berdasarkan ASTM D biasa digunakan untuk mengetahui bearing capacity atau daya dukung suatu lapisan tanah. Nilai CBR merupakan tegangan terkoreksi pada penetrasi 0,1 atau 0,2 inci dibagi beban standar. Uji CBR memiliki beberapa keunggulan, antara lain alat yang digunakan sederhana, ekonomis, dan prosedur pelaksanaannya mudah dilakukan. Berdasarkan keunggulan tersebut, beberapa peneliti mencoba melakukan studi untuk memprediksi modulus elastisitas tanah berdasarkan nilai CBR. Dengan adanya hubungan korelasi tersebut, desain struktur 1

2 geoteknik akan lebih mudah dan cepat dilaksanakan, terutama pada desain perkerasan jalan raya dimana uji CBR biasa dilakukan. Penelitian ini akan membahas modulus elastisitas tanah berdasarkan uji CBR. Pemodelan uji CBR laboraturium menggunakan Plaxis 2D, dengan memanfaatkan data parameter kuat geser dan data pemadatan dari campuran pasir lempung kaolin sebagai data input material. Sedangkan data modulus elastisitas untuk masingmasing sampel didapatkan dengan metode back calculation pada saat input properti material tanah, hingga didapatkan nilai modulus elastisitas yang menghasilkan data tegangan-regangan dari CBR model yang identik dengan data tegangan-regangan CBR laboraturium Rumusan Masalah Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana mendapatkan korelasi antara modulus elastisitas dan nilai CBR dengan memodelkan uji CBR laboraturium menggunakan Plaxis 2D Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan persamaan korelasi modulus elastisitas dan nilai CBR Batasan Masalah Untuk mempersempit pembahasan, penelitian ini diberikan batasan-batasan masalah sebagai berikut: a. Data parameter tanah yang digunakan pada pemodelan menggunakan data sekunder dari pengujian laboraturium, yaitu pengujian geser langsung, pemadatan, dan data tegangan-regangan dari CBR b. Sampel tanah yang digunakan adalah pasir, serta campuran pasir lempung kaolin dengan variasi campuran; 95:5 dan 90:10. c. Data CBR yang digunakan merupakan hubungan tegangan-regangan pada penetrasi 0,1 inci. 2

3 d. Poisson ratio yang digunakan pada pemodelan uji CBR laboraturium adalah 0, Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain: a. Manfaat Teoritis Sebagai acuan refrensi bidang teknik sipil, khususnya mengenai hubungan korelasi antara nilai CBR dan modulus elastisitas. b. Manfaat Praktis Memberikan alternatif metode untuk mendapatkan modulus elastisitas jika hanya memiliki data pengujian CBR laboraturium dan parameter kuat geser. 3

4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Menurut Look (2007), beberapa peneliti telah melakukan studi untuk mendapatkan hubungan korelasi antara nilai CBR dan modulus elastisitas menggunakan uji laboraturium, diantaranya Heukelom dan Klomp (1998), Croney dan Croney (1991), NAASRA (1950), Powell et.al (1984), Angell (1988). Masing-masing studi memberikan persamaan korelasi antara nilai CBR dan modulus elastisitas (E) yang berbeda, sebagai berikut: a. Heukelom dan Klomp (1998) melakukan studi untuk mengetahui hubungan CBR dan modulus elastisitas, Persamaan 2.1 berlaku untuk CBR < 10% E 10 CBR (MPa) (2.1) b. Croney dan Croney (1991) melakukan studi untuk mengetahui hubungan CBR dan modulus elastisitas, hasilnya seperti pada Persamaan 2.2 E = 6,6 CBR (MPa) (2.2) c. NAASRA (1950) menyusun persamaan korelasi modulus elastisitas dan CBR dengan membagi menjadi dua rentang nilai CBR, dimana untuk CBR < 5% digunakan Persamaan 2.3, sedangkan untuk CBR > 5% digunakan Persamaan 2.4. E = 16,2 CBR 0,7 (MPa) (2.3) E = 22,4 CBR 0,5 (MPa) (2.4) 4

5 d. Powell, Potter, Mayhew dan Nunn (1984) melakukan studi TRRL untuk mengetahui hubungan modulus elastisitas dan CBR, Persamaan 2.5 digunakan untuk nilai CBR <12% E = 17,6 CBR 0,64 (MPa) (2.5) e. Angell (1988) melakukan studi untuk mengetahui hubungan modulus elastisitas dan CBR. Persamaan 2.6 dapat digunakan untuk nilai CBR <15% E = 19 CBR 0,68 (MPa) (2.6) Putri, et al. (2010) melakukan tinjauan modulus elastisitas pada tanah pasir kelempungan menggunakan pengujian California Bearing Ratio (CBR) dan Unconfined Cyclic Triaxial (UCT). Hasil penelitian tersebut menunjukan modulus elastisitas dari uji CBR lebih tinggi dibandingkan modulus elastisitas dari uji UCT. Selain menggunakan pengujian laboraturium, beberapa peneliti juga menggunakan analisis elemen hingga untuk mendapatkan korelasi antara modulus elastisitas dan nilai CBR, diantaranya Putri, et al (2012), Osluogullari dan Vipulanandan (2008), dan Seselima (2011). Putri, et al. (2012) melakukan studi menggunakan CosmosWorks Finite Element untuk memodelkan pengujian CBR laboraturium. Hasilnya, didapatkan korelasi linier antara nilai CBR dengan modulus elastisitas pada beberapa variasi Poisson ratio (v) sebagaimana ditunjukan pada Persamaan 2.7 sampai dengan Persamaan 2.9. untuk v = 0 maka E = 863,82 CBR (kpa) (2.7) untuk v = 0,3 maka E = 840,53 CBR (kpa) (2.8) untuk v = 0,4 maka E = 751 CBR (kpa) (2.9) Osluogullari dan Vipulanandan (2008) memprediksi nilai CBR menggunakan analisis elemen hingga dengan Plaxis 2D berdasarkan parameter modulus dan kekuatan yang diperoleh dari pengujian Unconfined Compression Test (UCS) pada 5

6 tanah pasir yang dipadatkan dengan semen (cemented sand) 3%. Pada pemodelan ini digunakan surcharge weight 1 buah atau seberat 5 lb, CBR diprediksi pada penertrasi 0,1 inci yang dimodelkan dengan prescribed displacement. Dari hasil penelitian didapatkan perbandingan CBR prediksi dengan CBR laboraturium bervariasi atara 0,69 hingga 1,07. Seselima (2011) memodelkan uji CBR menggunakan program Plaxis 2D untuk mendapatkan nilai CBR 11-29% pada penetrasi 0,1 dan 0,2 inci pada tanah lempung terpadatkan, dilaukan iterasi nilai modulus elastisitas (E) dan kohesi tanah (c) yang kemudian digunkakan untuk memodelkan uji GeoGauge. Data yang digunakan merupakan data asumsi dari parameter-paramater tanah lempung terpadatkan pada umumnya. Geometri model yang digunakan adalah axisymetry, model mohrcoulomb, perhitungan plastic calculation, tinjauan penetrasi 0,1 inci dan 0,2 inci dimodelkan menggunakan prescribed displacement. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini terletak pada dan metode yang digunakan. Look (2007) menyebutkan beberapa hasil penelitian menggunakan pengujian laboraturium, demikian juga dengan Putri, et al. (2010) yang menggunakan uji CBR dan UCT untuk mendapatkan modulus elastisitas tanah. Sementara itu beberapa peneliti menggunakan analisis elemen hingga dengan bantuan program komputer, diantaranya Osluogullari dan Vipulanandan (2008) dan Seselima (2011) menggunakan Plaxis 2D, sedangkan Putri, et al. (2012) menggunakan CosmosWorks Finite Element untuk mendapatkan modulus elastisitas dengan memodelkan uji CBR. Selain metode perbedaan mendasar terletak pada jenis tanah. Sebagian besar peneliti menggunakan data tanah dari lapangan, sedangkan penelitian ini menggunakan campuran pasir lempung kaolin sehingga lebih mudah untuk dilakukan penelitian ulang dengan hasil yang tidak jauh berbeda, jika dibandingkan dengan tanah dari lapangan yang memiliki kondisi sangat heterogen pada setiap pengambilan sampel. 6

7 2.2. Dasar Teori Modulus Elastisitas Modulus elastisitas ini sering pula disebut sebagai Modulus Young yang merupakan perbadingan antara tegangan dan regangan aksial dalam deformasi yang elastis. Sehingga modulus elastisitas menunjukkan kecenderungan suatu material untuk berubah bentuk dan kembali lagi ke bentuk semula bila beban yang menyebabkan deformasi dihilangkan. Modulus elastisitas (E) suatu material dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara perubahan tegangan ( σ) dan perubahan regangan ( ε) yang terjadi pada tanah akibat pembebanan, atau dapat formulasikan menurut Persamaan E = σ/ ε (2.10) Setiap jenis tanah memiliki modulus elastisitas yang berbeda tergantung pada jenis tanah, selain itu faktor luar seperti pemadatan dan kadar air juga mempengaruhi besarnya modulus elastisitas tanah, sedangkan untuk beberapa jenis tanah berbutir halus seperti lanau dan lempung modulus elastisitas juga dipengaruhi oleh faktor waktu. Tabel 2.1 menunjukan nilai modulus elastisitas untuk beberapa jenis tanah. Pada bidang teknik sipil khususnya geoteknik, modulus elastisitas tanah dapat digunakan untuk berbagai keperluan desain struktur, seperti perhitungan pondasi, lereng dan struktur penahan tanah, serta desain perkerasan jalan. Menurut Bowles (1997) ada beberapa hubungan korelasi yang dapat digunakan untuk mendapatkan modulus elastisitas dari pengujian laboraturium dan pengujian in-situ di lapangan. Beberapa pengujian laboraturium yang biasanya digunakan adalah unconfined compression tests dan triaxial compression tests. Sementara itu, pengujian lapangan yang dapat digunakan untuk memprediksi modulus elastisitas adalah data SPT dari pengeboran dengan Persamaan 2.11, CPT dari uji sondir dengan Persamaan 2.12, dan uji plate-load dengan Persamaan E= 250(N55 +15) (kpa) E = (3,5 7)qc (kpa) (2.11) (2.12) 7

8 E = G'[2(l + v)] (kpa) (2.13) Tabel 2.1 Tipe material dan modulus elastisitas tanah Tipe Material Modulus Elastisitas, E (MPa) Jangka Pendek Jangka Panjang Lepas Krakal Cukup padat Padat Sangat lepas <5 Krikil Lepas 3-10 sampai pasir Cukup padat 8-30 kasar Padat Sangat padat Lepas 5-10 Pasir halus Cukup padat Padat Lunak <10 < 8 Lanau Kaku Keras >20 >15 Sangat lunak <3 <2 Lunak Lempung Cukup kaku Kaku Sangat kaku Keras Sumber : Dimodifikasi dari Look,

9 Hubungan Tegangan dan Deformasi Menurut Holtz dan Kovacs (1981) deformasi material akibat tegangan yang bekerja dibagi menjadi beberapa jenis. Secara umum apabila suatu tegangan bekerja, mateial dapat mengalami tiga jenis deformasi yaitu deformasi elastis, plastis, dan viscous. Deformasi elastis merupakan kemampuan material untuk kembali pada bentuk dan ukuran awalnya setelah tegangan yang membuatnya mengalami deformasi dihilangkan. Deformasi plastis merupakan sifat material material yang tidak kembali ke bentuk awal setelah merespon terhadap gaya yang diterimanya. Sedangkan deformasi viscous merupakan deformasi yang tergantung pada variabel waktu. Gambar 2.1a menunjukan grafik hubungan tegangan-regangan yang terjadi pada material baja, pada bagian awal hingga batas elastis dinamakan lenierly elastic, artinya material akan kembali ke bentuk dan ukuran semula apabila tegangan ditiadakan, selama tegangan tersebut masih bekerja di bawah batas elastis. Sedangkan Gambar 2.1b merupakan material nonlinier elastic. Dengan catatan kedua tipe hubungan tegangan-regangan tersebut tidak dipengaruhi oleh waktu, apabila waktu menjadi variabel yang diperhitungkan maka disebut material viscoelastic. Gambar 2.1.c menunjukan grafik hubungan tegangan-regangan pada material perfectly plastic atau sering disebut juga material rigid-plastic. Sedangkan pada Gambar 2.1d merupakan material elasto-plastis. Kondisi plastis suatu material dapat terjadi juga pada material elastic linier yang terus menerus mendapatkan tambahan beban hingga melewati batas proporsional, material akan terus mengalami deformasi meskipun tanpa penambahan tegangan. Beberapa material seperti besi cetak, beton, dan batuan memiliki sifat brittle atau getas seperti yang ditunjukan oleh Gambar 2.1e, material jenis ini hanya mengalami perubahan regangan yang relatif kecil terhadap penambahan tegangan, namun pada suatu titik material akan mengalami kegagalan atau runtuh secara tiba-tiba. 9

10 Beberapa material mengalami deformasi yang lebih kompleks seperti ditunjukan oleh Gambar 2.1f. Material seperti lempung yang dipadatkan dan pasir lepas memiliki hubungan tegangan-regangan material work-hardening, sedangkan beberapa tanah liat lain dan pasir yang padat memiliki hubungan teganganregangan work-softening. (a) Mild Steel (b) Nonlinier elastic (c) Perfectly plastic (d) Elasto plastic (e) Brittle (f) Work hardening-work softening Gambar 2.1 Contoh hubungan tegangan-regangan material: (a) mild steel, (b) nonlinear elastic, (c) perfectly plastic, (d) elasto-plastic, (e) brittle, dan (f) workhardening dan work-softening (Holtz dan Kovacs, 1981) 10

11 CBR (California Bearing Ratio) CBR (California Bearing Ratio) adalah rasio dari gaya perlawanan penetrasi (penetration resistance) dari tanah terhadap penetrasi sebuah piston yang ditekan secara kontinu dengan gaya perlawanan penetrasi serupa pada contoh tanah standar berupa batu pecah di California (ASTM D ). CBR biasa digunakan untuk mengetahui data dukung lapisan tanah pada desain perkerasan jalan. Dari hasil penguujian CBR didapatkan grafik hubungan tegangan-penetrasi seperti pada Gambar 2.2. Tegangan terkoreksi pada penetrasi 0,1 inci (2,54 mm) dan 0,2 inci (5,08 mm) kemudian digunakan untuk mengetahui nilai CBR suatu tanah dengan cara membagi tegangan terkoreksi menggunakan beban standar 1000 psi (6,9 MPa) untuk penetrasi 0,1 inci dan 1500 psi (10,3 MPa) untuk 1,2 inci seperti pada Persamaan 2.13, kemudian diambil nilai CBR yang paling besar. Nilai CBR dihitung pada harga penetrasi 2,54 mm dan 5,08 mm dengan Persamaan 2.15 dan Persamaan 2.16 : CBR = jadi: Tegangan Terkoreksi beban standar x 100% (2.14) CBR0.1= A 1000 x 100% (2.15) CBR0.2= B 1500 x 100% (2.16) dengan A dan B adalah tegangan terkoreksi untuk penetrasi 2,54 dan 5,08 mm dalam satuan N/mm 2, dari kedua nilai tersebut diambil nilai yang terbesar. 11

12 Gambar 2.2 Grafik Hubungan tegangan deformasi hasil uji CBR (ASTM D ) Pada uji CBR biasanya disertakan pula hubungan antara CBR dan kadar air, hal tersebut karena kadar air berpengaruh signifikan pada nila CBR suatu material tanah. Menurut Ampadu (2007) tanah yang mengering dari kondisi OMC atau kadar air optimum hasil pemadatan, akan terjadi peningkatan nilai CBR yang signifikan seiring dengan penurunan kadar air, namun melambat pada pengurangan kadar air selanjutnya terutama untuk tanah yang memiliki kepadatan rendah. Purwana, et al, (2012) menggunakan tinjauan tanah tak jenuh untuk mengetahui pengaruh matric suction pada nilai CBR. Monitoring matric suction pada uji CBR laboraturium dengan sampel campuran pasir dan lempung kaolin. Pengukuran suction dilakukan dengan modifikasi alat uji CBR laboraturium dengan menambahkan tensiometer. Dari penelitian ini didapatkan bahwa penurunan kadar air akan meningkatkan matric suction, sementara peningkatan matric suction akan meningkatkan nilai CBR. 12

13 Pada kondisi jenuh (saturated) dimana seluruh pori-pori tanah terisi air, konsep tegangan efektif masih berlaku. Namun pada kondisi tak jenuh (unsaturated) dimana pori-pori tanah tak hanya terisi air namun juga udara, terjadi tekanan air pori negatif yang disebut suction, sehingga terdapat dua tegangan yang bekerja pada tanah yaitu tegangan normal dan matric suction Metode Elemen Hingga Metode elemen hingga didasarkan pada konsep menyusun objek yang rumit dari bagian-bagian yang lebih sederhana, atau membagi objek yang rumit menjadi bagian-bagian kecil yang dapat dengan mudah selesaikan. (Liu Yijun, 2003) Pada umumnya, elemen hingga digunakan untuk analisisis tegangan dan deformasi. Pada umumnya, geometri material yang akan dianalisis terlebih dahulu dibagi menjadi jaring-jaring elemen hingga, sehingga analisis akan menjadi lebih mudah. Motode elemen hingga dapat digunakan untuk analisis material padat, termasuk analisis geoteknik pada material tanah. Gambar 2.3 menunjukan posisi tegangan pada material padat. Metode elemen hingga dapat digunakan untuk mengetahui modulus elastisitas suatu material, parameter ini didefinisikan sebagai matrik hubungan tegangan-regangan yang terjadi pada material akibat beban yang bekerja padanya. Matrik modulus elastisitas terdiri dari komponen tegangan normal (σ) dan tegangan geser (τ), serta regangan normal (ε) dan regangan geser (γ) pada arah sumbu x, y, dan z dalam bidang kartesius seperti ditunjukan oleh Persamaan 2.17 hingga Gambar 2.3 Posisi tegangan pada material padat (Liu Yijun, 2003) 13

14 Matrik Tegangan: σ x σ y σ = {σ} = σ z (2.17) τ xy τ yz τ zx Matrik Regangan: ε x ε y ε = {ε} = ε z (2.18) γ xy γ yz γ zx Martik Hubungan Tegangan-Regangan σ x 1-v v v εx σ y v 1-v v εy σ z v v 1-v εz E = τ (1+v)(1 2v) xy v 0 0 γxy (2.19) 2 τ yz v 2 0 γyz τ zx v 2 Salah satu program komputer yang biasa digunakan untuk analisis bidang geoteknik adalah Plaxis 2D. Ada dua jenis model geometri elemen hingga yang biasa digunakan dalam Plaxis 2D, yaitu model Plan-Strain dan Axysimetry. Model Plan- Strain dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan pada bidang γzx 14

15 berpenampang melintang dengan kondisi tegangan dan deformasi relatif seragam pada arah tegak lurus terhadap penampang. Sedangkan model Axisymetry digunakan untuk analisis bidang dengan penampang melintang radial, dengan kondisi tegangan dan deformasi seragam di setiap arah radial. Pemodelan elemen hingga uji CBR menggunakan Plaxis 2D dapat dilakukan model axisymetry. Model ini merepresentasikan bidang model yang memiliki sumbu putar arah y (vertikal). Arah tegak lurus sumbu putar y, yaitu sumbu x (horizontal) merupakan radius (jari-jari). Dimana besarnya radius dihitung dari sumbu putar tersebut. Pemodelan ini dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan atau model geoteknik yang memiliki volume simetris terhadap sumbu putar (umumnya berbentuk silindris) dengan asumsi bahwa arah tegangan dan deformasi yang terjadi radial. Akan tetapi beban yang bekerja pada model ini hanya beban aksial (sejajar sumbu putar), beban lateral tidak dapat diaplikasikan pada bidang axisymetry. Gambar 2.4. Model Axisymetry (Brinkgreve, 2002) Selain model geometri, pada analisis numerik diperlukan model material yang sesuai. Model material yang biasa digunakan untuk memodelkan tanah dan batuan ada beberapa jenis dan pemilihan model tersebut tergantung pada kondisi material dan tingkat keakuratan yang diinginkan. Beberapa model yang dapat digunakan untuk memodelkan material tanah dan batuan antara lain, Mohr-Coulomb (MC), 15

16 Jointed Rock (JR), Hardening-Soil (HS), Soft-Soil-Creep (SSC), dan Soft Soil (SS). Model-model tersebut merupakan persamaan matematika yang menjelaskan hubungan tegangan regangan. Tabel 2.2 Jenis-jenis model material No Model Parameter Keterangan 1 Moh-Coulomb (MC) E,,, c, dan Elastis - plastis sempurna, merupakan model yang paling banyak digunakan pada analisis geoteknik 2 Jointed Rock (JR) E,, G,, c, Elastis plastis anisotropis, digunakan untuk memodelkan perilaku lapisan batuan yang memiliki stratifikasi dan araharah kekar tertentu 3 Hardening-Soil, c,,, E50, Eur, Isotropis, model ini dapat (HS) Eoed, p, Ko, Rf, digunakan untuk semua jenis tanah 4 Soft-Soil-Creep (SSC), c,,,,,, M, Ko, Digunakan untuk kondisi tanah lunak yang memiliki perilaku tergantung waktu (rangkak) 5 Soft Soil (SS), c,,,,, M, Ko Model Cam-Clay, digunakan untuk analisis kompresi primer dan tabah kelempungan yang terkonsolidasi normal Sumber: Dimodifikasi dari Brinkgreve, 2002 Pada penelitian ini, pengujian CBR dimodelkan sebagai Mohr-Coulomb. Model ini merupakan model material tanah yang paling banyak dikenal karena perhitungannya yang relatif sederhana namun dengan hasil yang cukup akurat, model ini dapat digunakan untuk memodelkan tanah pada kondiri elastis hingga plastis. Parameter-parameter material yang dibutuhkan pada analisis antara lain 16

17 modulus elastisitas (E), angka Poisson (v), kohesi (c), sudut friksi dalam (ɸ), dan sudut dilatasi ( ) Plaxis 2D V 8.2 Ada beberapa program komputer yang dapat digunakan untuk analisis permasalahan geoteknik, salah satunya Plaxis 2D. Pemodelan geoteknik menggunakan Plaxis 2D dimulai dengan penyusunan model geometri. Model elemen hingga yang disusun mewakili kondisi sebenarnya, seperti dimensi, properti tanah, pembebanan, serta interaksi tanah dan struktur. Secara umum pemodelan geoteknik menggunakan program Plaxis 2D V8.2 terdiri dari tiga proses utama, yaitu: proses input data, proses perhitungan, dan hasil keluaran Proses Input Data Pada saat program Plaxis mulai operasikan, maka tampilan jendela general settings akan muncul untuk pengaturan awal model yang akan disusun seperti ditunjukan oleh Gambar 2.5. tampilan general settings terdiri dari: 1. Pada program Plaxis 2D terdapat dua jenis model yaitu model plane strain dan axisymmetry, pemilihan jenis model yang akan digunakan disesuaikan dengan kondisi masalah geoteknik yang akan dimodelkan. a. Plane strain merupakan jenis model yang dapat dipilih jika struktur yang dimodelkan memiliki penampang melintang yang seragam sepanjang tegak lurus bidang gambar, artinya perpindahan atau regangan dalam arah tegak lurus bidang gambar diasumsikan nol (ε =0). b. Axisymmetry merupakan jenis model yang dapat dipilih jika struktur yang dimodelkan memiliki penampang radial atau lingkaran, artinya deformasi dan tegangan diasumsikan sama di setiap arah radialnya. 2. Penentuan jumlah nodal didasarkan pada tingkat kerumitan model. Analisis elemen hingga dalam Plaxis menggunakan bidang berbentuk segitiga dengan enam nodal atau lima belas nodal. Jika menginginkan hasil yang lebih detail disarankan memilih 15 nodal, terutama untuk kasus-kasus yang rumit. Namun, 17

18 jika kasus yang dimodelkan sederhana, maka lebih baik menggunakan nodal 6 untuk meminimalkan kapasitas memori dan mempercepat proses perhitungan. 3. Pada bagian general settings terdapat bagian dimensions, yang dapat digunakan untuk mengatur satuan yang akan digunakan pada pemodelan. Gambar 2.5. Tampilan awal general setting Plaxis 2D V8.2 Setelah dilakukan pengaturan general settings selesai dilakukan, selanjutnya muncul lembar kerja untuk penggambaran geometri model. Secara umum, proses penggambaran geometri model melalui tahap sebagai berikut: 1. Geometry line digunakan untuk menggambarkan model yang akan dianalisis. 2. Boundary conditions digunakan untuk mengambarkan perilaku interaksi struktur dan tanah. 3. Material properties digunakan mendefinisikan parameter-parameter tanah dan struktur yang telah ditentukan sebelumnya. Gambar 2.6 merupakan tampilan jendela input material tanah yang akan dimodelkan. 4. Mesh generation digunakan untuk menentukan tingkat kehalusan jaring-jaring elemen hingga (mesh). Jika menghendaki perhitungan yang semakin akurat, maka tingkat kehalusan mesh dibuat semakin halus. 18

19 5. Initial conditions digunakan untuk memodelkan kondisi initial effective stress dan initial geometry configuration, pengaturan disesuaikan dengan pengaruh air pada model. Gambar 2.6. Tampilan input material Proses Perhitungan Pada program Plaxis 2D terdapat beberapa tipe perhitungan disesuaikan dengan kebutuhan yang paling sesuai dengan permasalahan geoteknik yang akan dimodelkan. Ada tiga tipe perhitungan pada Plaxis 2D, yaitu perhitungan Plastic, analisis Consolidation (pemampatan), analisis Phi c Reduction (faktor keamanan) dan perhitungan Dynamic. Tipe perhitungan Plastic seperti ditunjukan oleh Gambar 2.7 merupakan tipe perhitungan yang paling banyak digunakan untuk menyelesaikan permasalahan geoteknik. Pada kasus pemodelan uji CBR juga dapat digunakan tipe perhitungan Plastic. Pada perhitungan jenis ini akan didapatkan analisis elastic - plastic deformation yang dapat digunakan untuk analisis modulus elastisitas tanah. 19

20 Hasil Gambar 2.7. Tampilan proses perhitungan Keluaran utama dari suatu perhitungan elemen hingga adalah perpindahan pada titik-titik nodal dan tegangan pada titik-titik tegangan. Selain itu terdapat juga fasilitas program curve yang memungkinkan untuk memploting tegangan regangan yang terjadi pada nodal yang dikehendaki. Untuk pemodelan uji CBR, output keluaran berupa hubungan antara force (gaya) dari penetrasi piston dan displacement (perpindahan) tanah akibat beban penetrasi piston seperti ditunjukan pada Gambar 2.8. Dari data ini kemudian diolah untuk mendapatkan parameter CBR tanah yang dimodelkan. 20

21 Gambar 2.8. Tampilan hasil perhitungan 21

22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Uraian Umum Penelitian ini memodelkan uji CBR laboraturium dengan analisis elemen hingga menggunakan Plaxis 2D V.8.2. Data tanah yang digunakan merupakan data sekunder dari hasil pengujian laboraturium yang telah dilakukan sebelumnya, pengujian tanah tidak dibahas pada penelitian ini. Tujuan akhirnya adalah mendapatkan persamaan korelasi antara nilai CBR dan modulus elastisitas tanah Data Tanah Penelitian ini menggunakan tanah pasir yang dicampur dengan lempung kaolin. Pemilihan sampel didasarkan pada sifat repeatable, artinya penelitian akan mudah diulang untuk menguji kevalidan hasil penelitian jika dibandingkan dengan menggunakan tanah dari lapangan langsung yang cenderung sangat bervariasi kondisinya. Campuran pasir dan lempung kaolin merupakan material yang memadukan sifat pasir dan lempung kaolin. Pasir merupakan material dengan parameter kuat geser yang didominasi sudut friksi dalam namun kohesi yang rendah, sedangkan lempung kaolin memiliki kohesi tinggi namun sudut friksi dalam yang relatif kecil. Pada komposisi yang tepat, kombinasi antara keduanya akan menghasilkan material baru dengan sifat baru yang lebih baik. Gambar 3.1 menunjukan gradasi material pasir, lempung kaolin, serta campuran antara keduanya dengan perbandingan 90:10 dan 95:5. Sedangkan indeks properti material ditunjukan oleh Tabel

23 % Lolos Saringan ,1 0,01 Ukuran Butiran (mm) 0,001 Pasir Lempung Kaolin Campuran 95:5 Campuran 90:10 Gambar 3.1 Grafik Gradasi butiran sampel tanah (Dimodifikasi dari Purwana YM, 2013) Tabel 3.1 Indeks properti sampel tanah Sampel Indeks Properties Campuran Pasir Lempung Kaolin 95:5 90:10 Gs 2,63 2,58 2,63 2,63 LL (%) N.A 58 N.A 21,3 PL (%) N.A 31 N.A 15,4 PI (%) N.P 27 N.P 5,9 Cu 2,53 N.A 3,43 22,55 Cc 0,99 N.A 1,3 5,88 Class. AASHTO A3 A7 A3 A-2-4 Activity N.A 0,3 N.A N.A Sumber: Dimodifikasi dari Purwana YM, 2013 Data teknik yang digunakan pada penelitian ini adalah parameter kuat geser, dan pemadatan tanah dari data CBR. Sampel yang akan dimodelkan terdiri dari 3 jenis, yaitu pasir dan campuran pasir-lempung kaolin dengan variasi campuran; 95:5 dan 23

24 90:10. Data sampel CBR yang digunakan berada pada kondisi terendam (soaked) dan kondisi tak terendam (unsoaked) dengan variasi kadar air pada rentang 3,3 16,9 % untuk pasir, 2,8 14,8% untuk campuran 95:5, dan 5,3 12,1% untuk campuran 90: Data Parameter Kuat Geser Data parameter kuat geser tanah berupa kohesi (c) dan sudut geser dalam (ϕ) untuk masing-masing variasi campuran pasir lempung kaolin didapatkan dari pengujian direct shear seperti pada Tabel 3.2. Parameter kuat geser tersebut kemudian digunakan sebagai input model uji CBR pada Plaxis 2D, dengan catatan kohesi (c) pada pasir dianggap 1 kpa atau 1 x 10-3 N/mm 2 karena Plaxis 2D tidak mengakomodir nilai kohesi 0 kpa. Tabel 3.2 Input Plaxis 2D dari data parameter kuat geser Kohesi, c Sudut Geser Dalam Sampel Laboraturium Input Plaxis ϕ, (derajat) (kpa) (N/mm 2 ) Pasir 0 1 x ,4 Campuran 95:5 1,26 1,26 x ,1 Campuran 90:10 1,71 1,71 x ,2 Sumber: Dimodifikasi dari Purwana YM, Data Pemadatan Tabel 3.3 data pemadatan untuk setiap variasi campuran pasir lempung kaolin dari pengujian Proctor. Data berupa tanah berupa MDD (Maksimum Dry Density), OMC (Optimum Moisture Content), e (angka pori), w (berat jenis air) 9,81 kn/m 3 dan nilai Gs (spesific grafity) 2,63 untuk masing-masing variasi campuran kemudian diolah untuk mendapatkan nilai sat dan unsat sebagai input data model uji CBR menggunakan Plaxis 2D. MDD dianggap sebagai parameter unsat, sedangkan sat diperoleh dari Persamaan 3.1, hasilnya seperti pada Tabel

25 sat = ( G s+ e) γ w (3.1) (1+e) Tabel 3.3 Data pemadatan tanah Sampel MDD (kn/m 3 ) OMC (%) Angka Pori Pasir 17,0 13 0,50 Campuran 95:5 18,3 11 0,41 Campuran 90:10 19, ,31 Sumber: Dimodifikasi dari Purwana YM, 2013 Tabel 3.4 Input Plaxis 2D dari data pemadatan tanah Sampel unsat (N/mm 3 ) sat (N/mm 3 ) Pasir 1,7 x ,01 x 10-5 Campuran 95:5 1,83 x ,13 x 10-5 Campuran 90:10 1,97 x ,22 x Data CBR dan Kadar Air Tabel 3.5 merupakan data hubungan CBR laboraturium dan kadar air. Data hasil pengujian CBR laboraturium akan digunakan sebagai data pembanding nilai CBR dari hasil pemodelan uji CBR menggunakan Plaxis 2D. Sementara data kadar air selanjutnya diolah menjadi data Sr (derajat kejenuhan) berdasarkan Persamaan 3.2, hasilnya seperti disajikan pada Tabel 3.6. Data hubungan CBR dan derajat kejenuhan akan digunakan untuk mengetahui pengaruh derajat kejenuhan terhadap nilai modulus elastisitas dari masing-masing variasi sampel. Sr = (w x G s ) e (3.2) 25

26 Tabel 3.5 Data hubungan CBR dan kadar air Sampel Pasir Campuran 95:5 Campuran 90:10 No. Kadar Kadar Kadar CBR CBR CBR Air No. Air No. Air (%) (%) (%) (%) (%) (%) 1 15,15 16,9 7 10,98 14, ,56 12,1 2 14,77 11,6 8 12,50 8, ,03 8,7 3 20, ,30 6, ,48 7,8 4 22,73 3, ,76 5, ,12 7,1 5 20,83 4, ,42 2, ,06 5,3 6 19,32 3, ,58 2, Sumber: Dimodifikasi dari Purwana YM, 2013 Tabel 3.6 Data hubungan CBR dan derajat kejenuhan Sampel Pasir Campuran 95:5 Campuran 90:10 No. CBR CBR CBR Sr No. Sr No. (%) (%) (%) Sr 1 15,15 0, ,98 0, , ,77 0, ,50 0, ,03 0, ,08 0, ,30 0, ,48 0, ,73 0, ,76 0, ,12 0, ,83 0, ,42 0, ,06 0, ,32 0, ,58 0, Data asumsi Input model uji CBR menggunakan Plaxis 2D selain kohesi (c) dan sudut geser (ϕ) dari parameter kuat geser, sat dan unsat dari pemadatan tanah, juga dibutuhkan data tanah berupa angka Poisson (v), sudut dilatasi (ψ), koefisien permeabilitas tanah baik arah x maupun y, serta modulus elastisitas. Karena keterbatasan data, untuk 26

27 data tanah angka Poisson (v), sudut dilatasi (ψ), permeabilitas tanah baik arah x maupun y diasumsikan berdasarkan parameter tanah pasir terpadatkan pada umumnya seperti pada Tabel 3.7. Sedangkan untuk data modulus elastisitas merupakan nilai yang dicari pada penelitian ini. Pada awal pemodelan, input nilai E pada Plaxis merupakan nilai sembarang. Input nilai E tersebut dilakukan dengan mekanisme trial-error secara berulang-ulang hingga didapatkan modulus elastisitas yang menghasilkan data tegangan-regangan CBR model yang identik dengan data tegangan-regangan CBR laboraturium untuk masing-masing sampel. Tabel 3.7 Input Plaxis 2D dari data asumsi Data Tanah Menurut Harr (1966), Poisson ratio (ʋ) pada kondisi elastis antara 0,2-0,4. Pada penelitian ini digunakan 0,3 Pada manual Plaxis 2Dv8.2, sudut dilatasi (Ψ) pasir dianggap 0 o Menurut Das (1983), Permeabilitas arah y pasir, antara 10-4 dan 10-3 mm/s. Pada penelitian ini permeabilitas arah y Sumber Putri, et al., 2012 Brinkgreve, 2002 Hardiyanto, 2010 digunakan 10-3 mm/s atau 86,4 mm/hari, dedangkan permeabilitas arah x digunakan 8,64 mm/hari 3.3. Geometri Model Uji CBR Uji CBR dimodelkan dengan Plaxis 2D V.8.2 sebagai model axysimetry. Dimensi dan pembebanan pada model dibuat dengan ukuran sebenarnya berdasarkan ASTM D untuk pengujian CBR Laboraturium. Gambar 3.2 dan Tabel 3.8 berturut-turut adalah sketsa pemodelan uji CBR dan dimensi geometrinya. 27

28 Gambar 3.2 Sketsa model axysimetry Uji CBR dengan, A B A C C D E F : Panjang mould (mm) : Tinggi mould (mm) : Panjang piston (mm) : Panjang surcharge weight (mm) Tabel 3.8 Geometri model uji CBR menggunakan Plaxis 2D V.8.2 Model Geometri Koordinat x1;y1 x2;y2 Mould - A - B (mm) 0;0 76,2;0 - A - C (mm) 0;0 0;177,8 Piston / Precribed dispalacement 0,1 inci - C - D (mm) 0;177,8 24,815;177,8 Surcharge weight - E F (mm) 28,575; ,2;177,8 Beban Input (N/mm2) - Surcharge weight (N/mm/mm) 2,93 x Precribed displacement 0,1 (mm) 2,54 28

29 3.4. Pemodelan Uji CBR Menggunakan Plaxis 2D V.8.2 Pemodelan uji CBR menggunakan Plaxis 2D secara umum dibagi menjadi tiga tahap, yaitu proses input, perhitungan, dan output. Proses pemodelan uji CBR ditunjukan pada Gambar 3.3. Berikut adalah tahapan pemodelannya: Input Perhitungan Output General setting Penyusunan geometri model uji CBR Input material tanah dari : parameter shear strength, pemadatan, data asumsi, modulus elastisitas Boundary condition Mesh generations Initial conditions Pilih tipe Plastic calculations Define beban: prescribed displacement dan surcharge weight Pilih nodal Calculation Kurva dan tabel hubungan gaya dan penetrasi Gambar 3.3 Proses pemodelan uji CBR menggunakan Plaxis 2D Uji CBR yang akan dimodelkan pada penelitian ini adalah uji CBR yang biasa dilakukan di laboratorium. Tujuan memodelkan uji CBR ini adalah untuk memperoleh grafik hubungan force dan penetration yang nantinya digunakan untuk analisis nilai CBR model untuk masing masing jenis sampel tanah dengan nilai modulus elastisitas tanah tertentu. a. Input General Setting General setting mengatur tipe bidang model yang digunakan.ada dua tipe bidang model, yaitu Plane Strain dan Axisymetry. Pada uji CBR juga menggunakan model Axisymetry yang merepresentasikan bidang model yang memiliki sumbu putar arah y (vertikal). Hal ini mungkin disebabkan sampel tanah terpadatkan untuk uji CBR memiliki volume atau silinder. Pada general 29

30 setting juga diatur unit satuan yang digunakan. Di sini digunakan satuan panjang dalam milimeter (mm), satuan gaya dalam Newton (N), dan waktu dalam detik (s). Gambar 3.4 Tampilan general setting Pembuatan sebuah model elemen hingga dimulai dengan pembuatan geometri dari model, yang merupakan representasi dari masalah yang ingin dianalisis. Pembuatan model CBR dimulai dengan penggambaran mould, piston, dan surcharge weight. Uji CBR menggunakan model Axisymetry, model ini dipilih karena sampel tanah pada uji CBR memiliki volume silinder. Mould diilustrasikan sebagai total fixities yang mewakili batas antara mould dengan sampel tanah (dinding mould). Sedangkan horizontal fixities digunakan pada sumbu vertical model yang memisahkan bagian yang saling simetris. Beban statis dari penetrasi piston, akan dimodelkan sebagai prescribed displacement sebesar 2,54 dan 5,08 mm (0,1 dan 0,2 inchi), sedangkan surcharge weight dimodelkan dengan plate kaku sebesar N/mm 2. 30

31 Gambar 3.5 Model uji CBR pada Plaxis 2D V.8.2 Jenis material yang diinput sesuai dengan uraian umum diatas. Material model yang digunakkan adalah Mohr-Coulomb. Tipe material dipilih undrained karena sampel berada di dalam mould sehingga muka air tanah dianggap tidak ada. Gambar 3.6. Tampilan input material 31

32 Mesh Generations Setelah geometri dan material ditentukan, dilakukan proses membagi-bagi model material dari nodal yang telah ditentukan menjadi elemen-elemen hingga untuk dianalisis dengan perhitungan elemen hingga. Initial Conditions Dalam fase ini kondisi awal dari model ditentukan. Pada fase Initial Conditions dimasukan parameter matric suction sesuai dengan paparan parameter tanah sebelumnya tergantung jenis sampel yang dimodelkan. Gambar 3.7. Tampilan input matric suction pada fase initial condition b. Calculation Uji CBR sendiri mengunakan beban statis, tipe perhitungan yang digunakan adalah plastic calculation yang terdiri dari 11 phase. Phase 1 merupakan kondisi dimana nilai prescribed displacement sama dengan nol, artinya belum ada penetrasi, namun beban plate sudah diberikan sebesar N/mm 2 sesuai dengan besarnya beban dari surcharge weight. Pada phase 2 dimasukan nilai prescribed displacement sebesar 0,5 mm dan beban plate tetap diaktifkan. Kemudian pada phase 3 hingga 11 input nilai prescribed displacement 32

33 mengalami kenaikan 0,5 mm pada setiap phase perhitungan hingga mencapai 5 mm pada phase 11. Pembagian secara bertahap bertujuan untuk menghindari kegagalan tanah akibat pembebanan. Nilai additional steps adalah 250 kemudian menggunakan prosedur iterasi standar. Sedangkan untuk loading input dipilih staged construction. Time interval dinolkan. Gambar 3.8. Tampilan calculation model uji CBR Sebelum melakukan perhitungan dipilih salah titik nodal yang akan diamati. Pada pemodelan CBR dipilih titik nodal yang letaknya tepat di bawah piston CBR dengan koordinat A (3,10;177,8) 33

34 Gambar 3.9. Posisi nodal yang diamati Gambar 3.10 Tampilam proses calculation c. Output Output dalam bentuk gambar deformasi yang terjadi, grafik dan tabel hubungan force terhadap penetration, yang didapatkan dari analisis 34

35 elemen hingga menggunakan Plaxis 2D. Data hubungan force terhadap penetration ini yang kemudian diolah untuk mendapatkan nilai CBR model. Jika nilai CBR yang dihasilkan dari model belum mendekati nilai CBR laboraturium makan dilakukan trial modulus elastisitas (E) kembali pada tahap input property material di Plaxis 2D hingga didapatkan nilai CBR model yang mendekati nilai CBR laboraturium untuk setiap jenis sampel. Gambar Tampilam deformed mesh model uji CBR Gambar Tampilan tabel output hasil pemodelan uji CBR 35

36 3.5. Diagram Alir Tahapan-tahapan pelaksanaan penelitian meliputi: 1. Tahap I Persiapan Pada tahap ini dilakukan persiapan data-data yang dibutuhkan untuk pemodelan, diantaranya data kuat geser, pemadatan, dan data teganganregangan dari uji CBR laboraturium. 2. Tahap II Pemodelan Pada tahap ini dilakukan penyusunan model uji CBR menggunakan Plaxis 2D. Secara umum dibagi menjadi tiga tahap, yaitu input material tanah, proses perhitungan, dan hasil pemodelan. 3. Tahap III Analisi Hasil Pada tahap ini dilakukan pengolahan data beban dan penetrasi, serta plotting data tegangan dan regangan dari hasil CBR model. Apabila belum didapatkan data tegangan-penetrasi model yang identik dengan data tegangan-regangan dari uji CBR laboraturium, maka dilakukan trial nilai E hingga didatapkan hasil yang identik. Pada tahap ini juga dilakukan plotting grafik data modulus elastisitas dan CBR untuk mendapatkan persamaan korelasi antara modulus elastisitas dan CBR. 4. Tahap IV Kesimpulan Pada tahap ini, dilakukan penarikan kesimpulan hasil penelitian yang telah dilakukan. Secara keseluruhan, tahapan penelitian dapat dilihat pada diagram alir yang ditunjukan oleh Gambar

37 Mulai Data Input: Geometri Tanah, parameter kuat geser, pemadatan dari uji CBR, data asumsi Pemodelan Uji CBR dengan Plaxis 2D Pasir dan Campuran Pasir-Lempung Kaolin (95:5;90:10) pada kondisi Soaked dan Unsoaked Grafik CBR dari Data Hasil Pengujian Laboraturium Grafik Force Vs Penetration Plot Grafik CBR dari PLAXIS dan Grafik Hasil Uji CBR Laboraturium Analisis Nilai CBR Hasil Pemodelan pada Penetrasi 0,1 Trial Nilai E Tegangan dan penetrasi CBR Model CBR Lab Tidak Ya Output: Grafik dan Persamaan Korelasi CBR vs E Selesai Gambar 3.13 Diagram alir pengerjaan skripsi 37

38 BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Pendahuluan Pada bagian ini ada beberapa hal yang dipaparkan antara lain, output pemodelan uji CBR, analisis data dan pembahasan hasil penelitian. Secara singkat akan dibahas output dan analisis data hasil pemodelan uji CBR, dilanjutkan dengan analisis korelasi modulus elastisitas dan CBR, pengaruh derajat kejenuhan terhadap modulus elastisitas, dan perbandingan hasil dengan penelitian sebelumnya. Karena jumlah data output hasil pemodelan uji CBR yang terlalu banyak maka pada bagian ini hanya dipaparkan secara ringkas sebagai contoh analisis data, rekapitulasi secara detail dapat dilihat di lampiran. Hasil pemodelan uji CBR menggunakan Plaxis 2D yang dilakukan dengan variasi input modulus elastisitas telah menghasilkan data hubungan antara force (gaya) dari piston dengan displacement (penetrasi) untuk masing-masing sampel tanah. Data tersebut kemudian digunakan untuk mendapatkan data modulus elastisitas yang menghasilkan tegangan-penetrasi dari CBR model yang identik dengan teganganregangan dari CBR laboraturium Output dan Analisis Data Hasil Pemodelan Uji CBR Output dari pemodelan uji CBR menggunakan Plaxis 2D adalah data force (beban) dari piston dan displacement (penetrasi) yang terjadi pada sampel tanah. Data beban dan penetrasi yang diamati pada model uji CBR adalah nilai pada arah vertikal saja. Tabel 4.1 menunjukan sebagian output pemodelan uji CBR pada campuran 90:10 dengan nomor sampel 13. Untuk meringkas tampilan data, maka hanya dicantumkan data beban (Fy) untuk beberapa penetrasi (Uy) saja. Sebelum masuk ke analisis nilai CBR, data beban dalam satuan N/rad terlebih dahulu dikalikan dengan 2π untuk mendapatkan beban dalam satuan N. 38

39 Sedangkan untuk mendapatkan data tegangan-penetrasi yang dibutuhkan pada analisis CBR, data beban harus dibagi dengan luas permukaan piston yang digunakan pada pengujian CBR yaitu sebesar 1934,54 mm 2. Tabel 4.1 Contoh output pemodelan uji CBR Penetrasi Beban Tegangan (Inci) (mm) (N/rad) (N) (N/mm 2 ) 0 0 0,00 0,00 0,00 0,0125 0, ,43 411,11 0,21 0,025 0, ,34 718,42 0,37 0,05 1,27 207, ,67 0,67 0,075 1, , ,84 0,97 0,1 2,54 394, ,64 1,28 0,15 3,81 576, ,45 1,87 0,2 5,08 741, ,98 2,41 Gambar 4.1 menunjukan grafik hubungan antara tegangan dan penetrasi dari hasil pemodelan uji CBR menggunakan Plaxis 2D pada campuran 90:10 dengan nomor sampel 13, sementara untuk sampel yang lain dapat dilihat di lampiran. Dari grafik tersebut dapat dilihat kecenderungan pola yang relatif linier, hal tersebut karena sampel tanah yang digunakan pada penelitian ini didominasi oleh material pasir yang bersifat non-plastis dan getas. 39

40 Gambar 4.1 Grafik Hubungan tegangan dan penetrasi dari pemodelan uji CBR pada campuran 90:10 nomor sampel 13 Gambar 4.2 menunjukan perbandingan grafik hubungan antara tegangan-penetrasi dari uji CBR laboraturium dan tegangan-penetrasi dari model CBR menggunakan Plaxis 2D pada campuran 90:10 dengan nomor sampel 13. Pada grafik ini, data tegangan dari CBR model diambil pada penetrasi 2,54 mm. Data tegangan-penetrasi dari hasil pemodelan CBR yang dihasilkan dalam satu kali proses analisis dengan input modulus elastisitas tertentu akan didapatan perbedaan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan data tegangan-penetrasi dari CBR laboraturium, oleh karena itu dilakukan beberapa kali variasi input nilai modulus elastisitas pada model CBR hingga didapatkan data tegangan-penetrasi yang identik. Sebagai contoh, data tegangan terkoreksi dari uji CBR laboraturium untuk campuran 90:10 dengan nomor sampel 13 pada penetrasi 2,54 mm adalah 1,27 N/mm 2. Untuk mendapatkan data tegangan pada penetrasi 2,54 mm dari pemodelan CBR yang identik, maka dilakukan beberapa kali analisis dengan variasi input modulus elastisitas. Hasilnya, pada analisis dengan input modulus elastisitas sebesar 54,50 MPa dihasilkan data tegangan pada penetrasi 2,54 mm sebesar 1,28 40

41 N/mm 2. Rekapitulasi perbandingan data tegangan dari CBR model dan CBR laboraturium, serta nilai modulus elastisitas untuk masing-masing sampel ditunjukan oleh Tabel 4.2. Gambar 4.2 Grafik Perbandingan CBR model dan CBR laboraturium pada campuran 90:10 nomor sampel 13 41

42 Tabel 4.2 Rekapitulasi data tegangan pada CBR model dan CBR laboraturium, serta modulus elastisitas Tegangan Terkoreksi pada Penetrasi Modulus 2,54 mm (N/mm 2 ) Sampel No. Elastisitas CBR CBR Model (MPa) Laboraturium 1 1,03 1,05 43,00 2 1,01 1,02 41,5 Pasir 3 1,37 1,36 57,20 4 1,55 1,54 65,40 5 1,42 1,44 59,90 6 1,32 1,33 54,90 7 0,75 0,76 31,00 8 0,85 0,86 35,70 Campuran 9 1,04 1,05 44,1 95:5 10 1,76 1,78 76, ,89 2,91 128, ,93 3,96 175, ,27 1,28 54,50 Campuran 14 1,91 1,93 85,00 90: ,31 3,34 150, ,24 4,28 192, ,53 5,59 253,50 Tabel 4.2 dapat digunakan untuk mendapatkan nilai CBR masing-masing sampel dengan cara membagi tegangan terkoreksi pada penetrasi 2,54 mm dengan beban 6,9 MPa satandar seperti pada Persamaan Sebagai contoh pada campuran 90:10 dengan nomor sampel 13, tegangan terkoreksi pada penetrasi 2,54 mm yang terjadi sebesar 1,28 N/mm 2, maka niai CBR pada sampel tersebut adalah 18,56 %. Rekapitulasi hubungan nilai CBR model dan CBR laboraturium, serta nilai modulus elastisitas untuk masing-masing sampel ditunjukan oleh Tabel

43 Tabel 4.3 Rekapitulasi nilai CBR model dan CBR laboraturium, serta modulus elastisitas Sampel No. Modulus CBR CBR Elastisitas Laboraturium (%) Model (%) (MPa) 1 15,15 15,18 43, ,77 14,86 41,5 Pasir 3 20,08 19,72 57, ,73 22,68 65, ,83 20,86 59, ,32 19,35 54, ,98 10,96 31, ,50 12,52 35,70 Campuran 9 15,30 15,27 44,1 95: ,76 25,81 76, ,42 42,72 128, ,58 57,42 175, ,56 18,57 54, ,03 27,99 85,00 Campuran 15 48,48 48,49 150,00 90: ,12 62,10 192, ,06 81,05 253, Korelasi CBR dan Modulus Elastisitas Untuk menentukan modulus elastisitas suatu jenis tanah dapat dilakukan metode pengujian laboraturium atau uji langsung dilapangan, namun prosedur pengujian sampel yang relatif lebih rumit. Oleh karena itu, tujuan utama penelitian ini adalah mendapatkan persamaan korelasi antara nilai CBR dan modulus elastisitas. Dengan persamaan korelasi tersebut, proses analsis geoteknik yang melibatkan hubungan tegangan-regangan akan lebih mudah dilakukan, khususnya pada desain perkerasan jalan dimana uji CBR banyak dilakukan. 43

44 E (MPa) Karena minimnya variasi sampel tanah yang digunakan, maka persamaan korelasi hanya direkomendasikan untuk untuk digunakan pada sampel tanah sejenis yaitu pasir, serta campuran pasir dan lempung kaolin dengan variasi campuran: 90:10 dan 95:5. Untuk tanah yang lain diperlukan penelitian lanjutan dengan jenis tanah yang lebih variatif. Persamaan korelasi diperoleh dengan plotting data CBR hasil pengujian laboraturium dengan modulus elastisitas dari pemodelan uji CBR untuk masingmasing variasi sampel. Gambar 4.3 hingga 4.5 berturut-turut menunjukan grafik plotting data CBR laboraturium dan modulus elastisitas pada sampel pasir, serta campuran 95:5 dan 90:10. Sedangkan rekapitulasi persamaan korelasi CBR dan modulus elastisitas dapat dilihat pada Tabel E = 2,5 CBR 1, CBR (%) Gambar 4.3 Grafik Hubungan CBR dan modulus elastisitas pasir 44

45 E (MPa) E (MPa) E = 2,54CBR 1, CBR (%) Gambar 4.4 Grafik Hubungan CBR dan modulus elastisitas campuran 95: E = 2,63CBR 1, CBR (%) Gambar 4.5 Grafik Hubungan CBR dan modulus elastisitas campuran 90:10 45

46 Tabel 4.4 Rekapitulasi persamaan korelasi CBR dan modulus elastisitas Sampel Korelasi Persamaan Pasir E = 2,50 CBR 1,05 (MPa) (4.2) Campuran 95:5 E = 2,54 CBR 1,05 (MPa) (4.3) Campuran 90:10 E = 2,63 CBR 1,04 (MPa) (4.4) Gambar 4.3 hingga 4.5 menunjukan hubungan korelasi linier antara nilai CBR dan modulus elastisitas pada semua jenis sampel. Secara umum, hasil penelitian ini memiliki pola korelasi yang sama dengan penelitian yang dilakukan Putri, et al. (2012), meskipun persamaan korelasi yang dihasilkan berbeda. Persamaan korelasi tersebut dapat digunakan untuk memprediksi modulus elastisitas suatu sampel tanah yang diketahui nilai CBR-nya, dengan catatan jenis tanah yang digunakan sama. Sebagai contoh, untuk memprediksi modulus elastisitas pasir yang memiliki nilai CBR 5% maka digunakan Persamaan 4.2, sehingga modulus elastisitasnya adalah 13,55 MPa Pengaruh Derajat Kejenuhan Terhadap Modulus Elastisitas Air merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap properti material tanah, termasuk modulus elastisitas. Gambar 4.6 menunjukan grafik hubungan derajat kejenuhan (Sr) dan modulus elastisitas (E) untuk semua jenis sampel. Pada sampel campuran pasir lempung kaolin dengan perbandingan 90:10 dan 95:5 menunjukan hubungan korelasi non-linier antara modulus elastisitas dan derajat kejenuhan. Penurunan derajat kejenuhan diikuti dengan kenaikan modulus elastisitas, hal tersebut dikarenakan kandungan lempung kaolin yang sangat dipengaruhi oleh kadar air. Sedangkan untuk sampel campuran pasir, penambahan derajat kejenuhan tidak berdampak signifikan dengan perubahan modulus elastisitas. Kondisi tersebut dikarenakan pasir merupakan material non-plastis yang relatif tidak terpengaruh dengan kadar air. 46

47 Modulus Elastisitas (MPa) Derajat Kejenuhan (%) Gambar 4.6 Grafik Hubungan modulus elastisitas dan derajat kejenuhan dari hasil pemodelan 4.5. Perbandingan Hasil dengan Penelitian Sebelumnya Putri, et al. (2012) memodelkan uji CBR laboraturium menggunakan Cosmoswork SolidWork dengan sampel tanah subgrade. Variasi Poisson ratio (v) 0; 0,3; 0,5 digunakan sebagai asumsi beebrapa variasi kondisi tanah, v = 0 untuk kondisi tanah kering, v = 0,3 untuk tanah pada kondisi elastis, dan v = 0,5 untuk tanah jenuh. Dari pemodelan uji CBR yang dilakukan didapatkan tiga persamaan korelasi untuk masing-masing variasi Poisson ratio. Sementara itu, pada pemodelan Uji CBR menggunakan Plaxis 2D V8.2 pada tanah pasir, campuran lempung kaolin dengan perbandingan 95:5 dan 90:10 dengan berbagai kondisi derajat kejenuhan mengasilkan korelasi CBR dan modulus elastisitas seperti pada Persamaan 4.2 hingga Persamaan 4.4. Kedua penelitian ini dibandingkan untuk mengetahui perbedaan modulus elastisitas yang dihasilkan dari masing-masing persamaan yang dihasilkan dengan data CBR 47

48 E (MPa) yang digunakan sama, maka perbandingan kedua penelitian tersebut seperti disajikan pada Gambar CBR (%) Gambar 4.7 Perbandingan hasil dengan hasil penelitian sebelumnya pada Poisson rasio 0,3. Gambar 4.7 menunjukan adanya perbedaan modulus elastisitas yang dihasilkan untuk data CBR yang sama. Modulus elastisitas yang dihasilkan lebih tinggi dibadingkan dengan modulus elastisitas dari persamaan korelasi yang dihasilkan Putri, et al. (2012). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hat tersebut, seperti software yang digunakan, serta jenis dan kondisi sampel tanah yang digunakan. Dengan demikian dapat disimpukan, persamaan korelasi antara CBR dan modulus elastisitas hanya direkomendasikan digunakan untuk jenis dan kondisi tanah yang sesuai. 48

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014 KORELASI ANTARA MODULUS ELASTISITAS DAN NILAI CBR 0,1 PADA CAMPURAN PASIR LEMPUNG KAOLIN MENGGUNAKAN PLAXIS 2D CORRELATION BETWEEN MODULUS ELASTICITY AND 0,1 CBR VALUE ON SAND-KAOLIN CLAY MIXTURE USING

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Langkah Program PLAXIS V.8.2

LAMPIRAN 1. Langkah Program PLAXIS V.8.2 L1-1 LAMPIRAN 1 Langkah Program PLAXIS V.8.2 Analisa Beban Gempa Pada Dinding Basement Dengan Metode Pseudo-statik dan Dinamik L1-2 LANGKAH PEMODELAN ANALISA BEBAN GEMPA PADA DINDING BASEMENT DENGAN PROGRAM

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 LANGKAH PEMODELAN ANALISA STABILITAS TIMBUNAN PADA PROGRAM PLAXIS 8.6

LAMPIRAN 1 LANGKAH PEMODELAN ANALISA STABILITAS TIMBUNAN PADA PROGRAM PLAXIS 8.6 LAMPIRAN 1 LANGKAH PEMODELAN ANALISA STABILITAS TIMBUNAN PADA PROGRAM PLAXIS 8.6 LANGKAH PEMODELAN ANALISA STABILITAS TIMBUNAN PADA PROGRAM PLAXIS 8.6 Berikut ini merupakan langkah-langkah pemodelan analisa

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI a BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Pada pelaksanaan Tugas Akhir ini, kami menggunakan software PLAXIS 3D Tunnel 1.2 dan Group 5.0 sebagai alat bantu perhitungan. Kedua hasil perhitungan software ini akan dibandingkan

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR ANALISIS

BAB III PROSEDUR ANALISIS BAB III PROSEDUR ANALISIS Dalam melakukan perencanaan desain, secara umum perhitungan dapat dibagi menjadi 2 yaitu: perencanaan secara manual dan perencanaan dengan bantuan program. Dalam perhitungan secara

Lebih terperinci

TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21

TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21 TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21 KEKUATAN GESER TANAH PENGERTIAN Kekuatan tanah untuk memikul beban-beban atau gaya yang dapat menyebabkan kelongsoran, keruntuhan, gelincir dan pergeseran

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM

BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM Penimbunan pada tanah dengan metode drainase vertikal dilakukan secara bertahap dari ketinggian tertentu hingga mencapai elevasi yang diinginkan. Analisis penurunan atau deformasi

Lebih terperinci

PENGARUH GEOTEKSTIL TERHADAP KUAT GESER PADA TANAH LEMPUNG LUNAK DENGAN UJI TRIAKSIAL TERKONSOLIDASI TAK TERDRAINASI SKRIPSI. Oleh

PENGARUH GEOTEKSTIL TERHADAP KUAT GESER PADA TANAH LEMPUNG LUNAK DENGAN UJI TRIAKSIAL TERKONSOLIDASI TAK TERDRAINASI SKRIPSI. Oleh 786 / FT.01 / SKRIP / 04 / 2008 PENGARUH GEOTEKSTIL TERHADAP KUAT GESER PADA TANAH LEMPUNG LUNAK DENGAN UJI TRIAKSIAL TERKONSOLIDASI TAK TERDRAINASI SKRIPSI Oleh MIRZA RIO ENDRAYANA 04 03 01 047 X DEPARTEMEN

Lebih terperinci

REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH

REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH O. B. A. Sompie Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK Dam dari timbunan tanah (earthfill dam) membutuhkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Material Uji Model Pengujian karakteristik fisik dan mekanis tanah dilakukan untuk mengklasifikasi jenis tanah yang digunakan pada penelitian. Berdasarkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK NAVFAC KASUS 1. Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN 1 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK NAVFAC KASUS 1. Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN 1 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK NAVFAC KASUS 1 93 LAMPIRAN 2 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK EC7 DA1 C1 (UNDRAINED) 94 LAMPIRAN 3 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK

Lebih terperinci

KUAT GESER 5/26/2015 NORMA PUSPITA, ST. MT. 2

KUAT GESER 5/26/2015 NORMA PUSPITA, ST. MT. 2 KUAT GESER Mekanika Tanah I Norma Puspita, ST. MT. 5/6/05 NORMA PUSPITA, ST. MT. KUAT GESER =.??? Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butiran tanah terhadap desakan atau tarikan.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Adapun langkah penelitian adalah:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Adapun langkah penelitian adalah: BAB III 56 METODOLOGI PENELITIAN Dalam penelitian perlu diadakan alur kegiatan yang diharapkan dapat membantu dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Adapun langkah penelitian adalah: Start Identifikasi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Setelah dilakukan pengujian di laboratorium, hasil dan data yang diperoleh diolah dan dianalisis sedemikian rupa untuk didapatkan kesimpulan sesuai tujuan penelitian

Lebih terperinci

2. Kekuatan Geser Tanah ( Shear Strength of Soil ), parameternya dapat diperoleh dari pengujian : a. Geser Langsung ( Direct Shear Test ) b.

2. Kekuatan Geser Tanah ( Shear Strength of Soil ), parameternya dapat diperoleh dari pengujian : a. Geser Langsung ( Direct Shear Test ) b. BAB I PENDAHULUAN Untuk lebih memahami Ilmu Mekanika Tanah, selain di pelajari melalui perkuliahan juga perlu dilakukan penyelidikan dilapangan maupun pengujian di laboratorium. Penyelidikan tanah dilapangan

Lebih terperinci

PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G)

PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G) PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G) Marti Istiyaningsih 1, Endah Kanti Pangestuti 2 dan Hanggoro Tri Cahyo A. 2 1 Alumni Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan yang berada pada

III. METODE PENELITIAN. yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan yang berada pada III. METODE PENELITIAN A. Pengambilan Sampel Sampel tanah yang dipakai dalam penelitian ini adalah tanah lempung lunak yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan yang berada pada kondisi tidak

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN 1 1.

DAFTAR ISI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN 1 1. DAFTAR ISI Judul Pengesahan Persetujuan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN Halaman i ii iii iv i vi vii iiii xii

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENGUMPULAN DATA Berdasarkan hasil studi literatur yang telah dilakukan, pada penelitian ini parameter tanah dasar, tanah timbunan, dan geotekstil yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Umum Penentuan lapisan tanah di lokasi penelitian menggunakan data uji bor tangan dan data pengujian CPT yang diambil dari pengujian yang pernah dilakukan di sekitar

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI...

BAB II DASAR TEORI... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR ISTILAH... xii DAFTAR NOTASI... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Sekayan Kalimantan Timur bagian utara merupakan daerah yang memiliki tanah dasar lunak lempung kelanauan. Ketebalan tanah lunaknya dapat mencapai 15

Lebih terperinci

Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi

Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi 1. Fase Tanah (1) Sebuah contoh tanah memiliki berat volume 19.62 kn/m 3 dan berat volume kering 17.66 kn/m 3. Bila berat jenis dari butiran tanah tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Penelitian Pengaruh durasi siklus basah-kering terhadap perubahan kuat tekan tanah yang distabilisasi menggunakan kapur-abu sekam padi dan inklusi serat karung plastik

Lebih terperinci

BAB III METODE ANALISIS PLAXIS

BAB III METODE ANALISIS PLAXIS BAB III METODE ANALISIS PLAXIS 3.1 UMUM Metode analisis sudi kasus tugas akhir ini menggunakan software PLAXIS 7.11. PLAXIS adalah sebuah software yang dikembangkan berdasarkan metoda elemen hingga (finite

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. tanah yang buruk. Tanah dengan karakteristik tersebut seringkali memiliki permasalahan

Bab 1 PENDAHULUAN. tanah yang buruk. Tanah dengan karakteristik tersebut seringkali memiliki permasalahan Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bowles (1991) berpendapat bahwa tanah dengan nilai kohesi tanah c di bawah 10 kn/m 2, tingkat kepadatan rendah dengan nilai CBR di bawah 3 %, dan tekanan ujung konus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... BERITA ACARA... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR NOTASI... i ii

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Lokasi pengambilan sampel tanah berasal dari proyek jembatan pengarengan jalan tol Cinere Jagorawi Sesi II, Depok, Jawa Barat. Untuk pengujian pemodelan matras dan

Lebih terperinci

C I N I A. Karakteristik Fisik Dan Mekanik Tanah Residual Balikpapan Utara Akibat Pengaruh Variasi Kadar Air

C I N I A. Karakteristik Fisik Dan Mekanik Tanah Residual Balikpapan Utara Akibat Pengaruh Variasi Kadar Air C I N I A The 2 nd Conference on Innovation and Industrial Applications (CINIA 2016) Karakteristik Fisik Dan Mekanik Tanah Residual Balikpapan Utara Akibat Pengaruh Variasi Kadar Air Mohammad Muntaha1,

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 24 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Persiapan Memasuki tahap persiapan ini disusun hal-hal penting yang harus dilakukan dalam rangka penulisan tugas akhir ini. Adapun tahap persiapan ini meliputi hal-hal sebagai

Lebih terperinci

Adapun langkah-langkah metodologi dalam menyelesaikan tugas akhir ini dapat dilihat pada flow chart sebagai berikut. Mulai.

Adapun langkah-langkah metodologi dalam menyelesaikan tugas akhir ini dapat dilihat pada flow chart sebagai berikut. Mulai. Bab 3 3 METODOLOGI Adapun langkah-langkah metodologi dalam menyelesaikan tugas akhir ini dapat dilihat pada flow chart sebagai berikut. Mulai Pemilihan tema Pengumpulan data Studi literatur Menentukan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Maulana Abidin ( )

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Maulana Abidin ( ) TUGAS AKHIR PERENCANAAN SECANT PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH BASEMENT DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS v8.2 (Proyek Apartemen, Jl. Intan Ujung - Jakarta Selatan) Diajukan sebagai syarat untuk meraih

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS TANAH TIMBUNAN DENGAN PERKUATAN SABUT KELAPA

ANALISIS STABILITAS TANAH TIMBUNAN DENGAN PERKUATAN SABUT KELAPA ANALISIS STABILITAS TANAH TIMBUNAN DENGAN PERKUATAN SABUT KELAPA Ferra Fahriani Email : f2_ferra@yahoo.com Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Bangka Belitung Kampus Terpadu UBB Balunijuk,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 HASIL PENGUJIAN TRIAKSIAL UNCOSOLIDATED UNDRAINED (UU)

LAMPIRAN 1 HASIL PENGUJIAN TRIAKSIAL UNCOSOLIDATED UNDRAINED (UU) LAMPIRAN 1 HASIL PENGUJIAN TRIAKSIAL UNCOSOLIDATED UNDRAINED (UU) 87 Percobaan ini menggunakan disturbed sample berupa tanah merah yang kadar airnya dibuat di atas kadar air maksimumnya kemudian dibuat

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN CAMPURAN DENGAN KOMPOSISI 75% FLY ASH DAN 25% SLAG BAJA PADA TANAH LEMPUNG EKSPANSIF TERHADAP NILAI CBR DAN SWELLING

PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN CAMPURAN DENGAN KOMPOSISI 75% FLY ASH DAN 25% SLAG BAJA PADA TANAH LEMPUNG EKSPANSIF TERHADAP NILAI CBR DAN SWELLING PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN CAMPURAN DENGAN KOMPOSISI % FLY ASH DAN % SLAG BAJA PADA TANAH LEMPUNG EKSPANSIF TERHADAP NILAI CBR DAN SWELLING MAKALAH JURNAL Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR MOTTO PERSEMBAHAN

HALAMAN PENGESAHAN BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR MOTTO PERSEMBAHAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR... iii MOTTO... iv PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... x DAFTAR NOTASI... xiii DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Untuk dapat melakukan proses perhitungan antara korelasi beban vertikal dengan penurunan yang terjadi pada pondasi tiang sehingga akan mendapatkan prameter yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk mendapatkan data.

Lebih terperinci

BAB III DATA PERENCANAAN

BAB III DATA PERENCANAAN BAB III DATA PERENCANAAN 3.1 Umum Perencanaan pondasi tiang mencakup beberapa tahapan pekerjaan. Sebagai tahap awal adalah interpretasi data tanah dan data pembebanan gedung hasil dari analisa struktur

Lebih terperinci

STUDI STABILITAS SISTEM PONDASI BORED PILE PADA JEMBATAN KERETA API CIREBON KROYA

STUDI STABILITAS SISTEM PONDASI BORED PILE PADA JEMBATAN KERETA API CIREBON KROYA STUDI STABILITAS SISTEM PONDASI BORED PILE PADA JEMBATAN KERETA API CIREBON KROYA TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL OLEH

Lebih terperinci

1. Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, Makassar Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, Makassar 90245

1. Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, Makassar Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, Makassar 90245 STUDI EFEKTIFITAS TIANG PANCANG KELOMPOK MIRING PADA PERKUATAN TANAH LUNAK Tri Harianto, Ardy Arsyad, Dewi Yulianti 2 ABSTRAK : Studi ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas tiang pancang kelompok miring

Lebih terperinci

Oleh: Dewinta Maharani P. ( ) Agusti Nilasari ( ) Bebby Idhiani Nikita ( )

Oleh: Dewinta Maharani P. ( ) Agusti Nilasari ( ) Bebby Idhiani Nikita ( ) PENGARUH PENAMBAHAN KOMPOSISI BAHAN KIMIA (FLY ASH, KAPUR DAN BIO-BAKTERI) TERHADAP PARAMETER FISIK, MEKANIK DAN DINAMIK AKIBAT SIKLUS PEMBASAHAN-PENGERINGAN PADA TANAH RESIDUAL DI DAERAH LERENG Oleh:

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Lis Jurusan Teknik Sipil Universitas Malikussaleh Email: lisayuwidari@gmail.com Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Konstruksi jalan rel

Gambar 2.1 Konstruksi jalan rel BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Struktur Jalan Kereta Api Struktur jalan kereta api adalah suatu konstruksi yang direncanakan sebagai prasarana infrastruktur dalam perjalanan kereta api. Konsep struktur jalan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Sarjana di Program Studi Teknik Sipil. Disusun Oleh NIM NIM

TUGAS AKHIR. Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Sarjana di Program Studi Teknik Sipil. Disusun Oleh NIM NIM Analisis Stabilitas dan Penurunan Timbunan pada Tanah Lunak dengan Vertical Drain, Perkuatan Bambu dan Perkuatan Geotextile Studi Kasus pada Discharge Channel Proyek PLTGU Tambak Lorok, Semarang TUGAS

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERNYATAAN ABSTRAK. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR NOTASI

DAFTAR ISI PERNYATAAN ABSTRAK. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR NOTASI DAFTAR ISI PERNYATAAN ABSTRAK. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR NOTASI BAB I PENDAHULUAN.. 1.1 Latar Belakang.. 1.2 Perumusan Masalah. 1.3 Tujuan Penelitian.. 1.4 Pembatasan

Lebih terperinci

Analisis Stabilitas dan Penurunan pada Timbunan Mortar Busa Ringan Menggunakan Metode Elemen Hingga

Analisis Stabilitas dan Penurunan pada Timbunan Mortar Busa Ringan Menggunakan Metode Elemen Hingga Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas No. 2 Vol. 3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Juni 2017 Analisis Stabilitas dan Penurunan pada Timbunan Mortar Busa Ringan RIFKI FADILAH, INDRA NOER HAMDHAN

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. yang berdasarkan pada metode baji (wedge method), dan kalkulasi dari program

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. yang berdasarkan pada metode baji (wedge method), dan kalkulasi dari program BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan dalam penelitian ini dilakukan untuk menguji nilai faktor keamanan dari pemodelan soil nailing dengan elemen pelat (plate) dan elemen node

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stabilisasi Tanah dengan Abu Sekam Padi dan Kapur Abu sekam padi (rice husk ash) merupakan sisa pembakaran tanaman padi dan salah satu bahan pozzolan yang memiliki potensi sebagai

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL 3.1 PENDAHULUAN Proyek jembatan Ir. Soekarno berada di sebelah utara kota Manado. Keterangan mengenai project plan jembatan Soekarno ini dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Abdul Jalil 1), Khairul Adi 2) Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai Bagan Alir Penelitian : BAB III METODOLOGI PENELITIAN Mulai Pengambilan sampel tanah dan abu vulkanik Persiapan bahan : 1. Tanah 2. Abu vulkanik Pengujian kadar material abu vulkanik Pengujian sifat dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi literatur. Pemodelan numerik Plaxis 2D. Input data 1. Geometri model 2. Parameter material

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi literatur. Pemodelan numerik Plaxis 2D. Input data 1. Geometri model 2. Parameter material BAB III METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis dengan program PLAXIS untuk mengetahu deformasi yang terjadi pada struktur jalan rel. Tahap

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian 3.1 Pendahuluan Analisis pengaruh interaksi tanah-struktur terhadap faktor amplifikasi respons permukaan dilakukan dengan memperhitungkan parameter-parameter yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tahapan Penelitian Pengujian dilakukan untuk mengkaji perilaku sistem fondasi dengan pelat fleksiglass yang didukung oleh kolom-kolom SiCC pada tanah ekspansif di Laboratorium

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERKUATAN PONDASI JEMBATAN CABLE STAYED MENADO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM GROUP 5.0 DAN PLAXIS 3 DIMENSI

PERENCANAAN PERKUATAN PONDASI JEMBATAN CABLE STAYED MENADO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM GROUP 5.0 DAN PLAXIS 3 DIMENSI PERENCANAAN PERKUATAN PONDASI JEMBATAN CABLE STAYED MENADO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM GROUP 5.0 DAN PLAXIS 3 DIMENSI TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK

Lebih terperinci

PERMODELAN TIMBUNAN PADA TANAH LUNAK DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS. Rosmiyati A. Bella *) ABSTRACT

PERMODELAN TIMBUNAN PADA TANAH LUNAK DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS. Rosmiyati A. Bella *) ABSTRACT PERMODELAN TIMBUNAN PADA TANAH LUNAK DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS Rosmiyati A. Bella *) ABSTRACT In civil construction frequently encountered problems in soft soils, such as low bearing capacity and

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan secara umum adalah eksperimen di laboratorium dengan penyajian data secara deskriptif. Berdasarkan permasalahan yang diteliti, metode analisis yang digunakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A CONTOH PERHITUNGAN. parameter yang digunakan dalam perhitungan ini adalah:

LAMPIRAN A CONTOH PERHITUNGAN. parameter yang digunakan dalam perhitungan ini adalah: A-1 LAMPIRAN A CONTOH PERHITUNGAN 1. Perhitungan Manual Perhitungan manual yang dilakukan dalam penelitian mengacu pada Metode Baji (Wedge Method), dengan bidang longsor planar. Beberapa parameter yang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. berasal dari Desa Karang Anyar, Lampung Selatan. Tanah yang digunakan

METODOLOGI PENELITIAN. berasal dari Desa Karang Anyar, Lampung Selatan. Tanah yang digunakan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Sampel Penelitian Sampel tanah yang dipakai dalam penelitian ini adalah tanah lempung yang berasal dari Desa Karang Anyar, Lampung Selatan. Tanah yang digunakan merupakan

Lebih terperinci

METODE PENYELIDIKAN DAN PENGUJIAN TANAH

METODE PENYELIDIKAN DAN PENGUJIAN TANAH METODE PENYELIDIKAN DAN PENGUJIAN TANAH PENYELIDIKAN TANAH LAPANGAN PENGUJIAN LABORATORIUM KORELASI EMPIRIS DATA SONDIR DAN N-SPT ANTAR PARAMETER TANAH PENYELIDIKAN TANAH LAPANGAN TUJUAN Mengetahui keadaan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOGRID MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS 2D

PERHITUNGAN STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOGRID MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS 2D PERHITUNGAN STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOGRID MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS 2D JUDUL TUGAS AKHIR JUDU Oleh : I Komang Giya Pramardika 1204105034 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Stabilitas Lereng Pada permukaan tanah yang miring, komponen gravitasi cenderung untuk menggerakkan tanah ke bawah. Jika komponen gravitasi sedemikian besar sehingga perlawanan

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN ANALISA TANAH 3.2 METODE PEMBUATAN TUGAS AKHIR

BAB III DATA DAN ANALISA TANAH 3.2 METODE PEMBUATAN TUGAS AKHIR BAB III DATA DAN ANALISA TANAH 3.1 TINJAUAN UMUM Perencanaan suatu pekerjaan diperlukan tahapan tahapan atau metedologi yang jelas untuk menentukan hasil yang ingin dicapai sesuai dengan tujuan yang ada.

Lebih terperinci

LAPORAN PENYELIDIKAN GEOTEKNIK YUKATA SUITES JALAN SUTERA BOULEVARD NO. 28 - ALAM SUTERA - TANGERANG AGUSTUS 2 0 1 5 http://digilib.mercubuana.ac.id/ LAPORAN PENYELIDIKAN GEOTEKNIK YUKATA SUITES JALAN

Lebih terperinci

KARAKTERISASI BAHAN TIMBUNAN TANAH PADA LOKASI RENCANA BENDUNGAN DANAU TUA, ROTE TIMOR, DAN BENDUNGAN HAEKRIT, ATAMBUA TIMOR

KARAKTERISASI BAHAN TIMBUNAN TANAH PADA LOKASI RENCANA BENDUNGAN DANAU TUA, ROTE TIMOR, DAN BENDUNGAN HAEKRIT, ATAMBUA TIMOR KARAKTERISASI BAHAN TIMBUNAN TANAH PADA LOKASI RENCANA BENDUNGAN DANAU TUA, ROTE TIMOR, DAN BENDUNGAN HAEKRIT, ATAMBUA TIMOR Alpon Sirait NRP : 9921036 Pembimbing : Theo F. Najoan, Ir., M.Eng FAKULTAS

Lebih terperinci

JUDUL HALAMAN PENGESAHAN BERITA ACARA MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

JUDUL HALAMAN PENGESAHAN BERITA ACARA MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii BERITA ACARA... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... vii ABSTRAK... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Lempung Ekspansif Tanah lempung merupakan tanah yang berukuran mikroskopis sampai dengan sub mikroskopis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam Bab ini penulis akan membahas hasil pengujian yang telah dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah Universitas Mercu Buana. Pengujian yang dilakukan di laboratorium

Lebih terperinci

ANALISIS LERENG DENGAN PERKUATAN PONDASI TIANG

ANALISIS LERENG DENGAN PERKUATAN PONDASI TIANG ANALISIS LERENG DENGAN PERKUATAN PONDASI TIANG Nama : Donald HHL NRP : 0321083 Pembimbing : Ibrahim Surya, Ir., M.Eng FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL BANDUNG ABSTRAK Akibat kondisi dan struktur dari

Lebih terperinci

PENGARUH KEPADATAN DAN KADAR AIR TERHADAP HAMBATAN PENETRASI SONDIR PADA TANAU LANAU (Studi kasus: Lanau di Tondo Kota Palu)

PENGARUH KEPADATAN DAN KADAR AIR TERHADAP HAMBATAN PENETRASI SONDIR PADA TANAU LANAU (Studi kasus: Lanau di Tondo Kota Palu) PENGARUH KEPADATAN DAN KADAR AIR TERHADAP HAMBATAN PENETRASI SONDIR PADA TANAU LANAU (Studi kasus: Lanau di Tondo Kota Palu) Benyamin Bontong* * Abstract The penatration resistance using DCPT on a type

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daya Dukung Pondasi Tiang Pondasi tiang adalah pondasi yang mampu menahan gaya orthogonal ke sumbu tiang dengan jalan menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi satu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Boussinesq. Caranya dengan membuat garis penyebaran beban 2V : 1H (2 vertikal

BAB III LANDASAN TEORI. Boussinesq. Caranya dengan membuat garis penyebaran beban 2V : 1H (2 vertikal BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Distribusi Tegangan Dalam Tanah Berbagai cara telah digunakan untuk menghitung tambahan tegangan akibat beban pondasi. Semuanya menghasilkan kesalahan bila nilai banding z/b

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN III.I Kegiatan Penelitian Dalam pengujian yang dilakukan menggunakan tanah gambut yang berasal dari Desa Tampan, Riau. Kegiatan penelitian yang dilakukan meliputi pengujian triaksial

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR NOTASI

Lebih terperinci

KARAKTERISITIK KUAT GESER TANAH MERAH

KARAKTERISITIK KUAT GESER TANAH MERAH KARAKTERISITIK KUAT GESER TANAH MERAH Reffanda Kurniawan Rustam 1 dan Amiwarti 1 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas PGRI Palembang E-mail: reffandakurniawan@yahoo.com Abstrak. Tanah lunak

Lebih terperinci

Karakteristik Kuat Geser Puncak, Kuat Geser Sisa dan Konsolidasi dari Tanah Lempung Sekitar Bandung Utara

Karakteristik Kuat Geser Puncak, Kuat Geser Sisa dan Konsolidasi dari Tanah Lempung Sekitar Bandung Utara Karakteristik Kuat Geser Puncak, Kuat Geser Sisa dan Konsolidasi dari Tanah Lempung Sekitar Bandung Utara Frank Hendriek S. NRP : 9621046 NIRM : 41077011960325 Pembimbing : Theodore F. Najoan.,Ir.,M.Eng.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1.Tanah Lempung Tanah Lempung merupakan jenis tanah berbutir halus. Menurut Terzaghi (1987) tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokopis sampai dengan sub mikrokopis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi III. METODE PENELITIAN A. Sampel Tanah Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi dengan material pasir. Sampel tanah yang akan digunakan adalah dari daerah Belimbing Sari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk tiap tahunnya, maka secara langsung kebutuhan akan lahan sebagai penunjang kehidupan pun semakin besar. Pada kota-kota

Lebih terperinci

PERBANDINGAN MODULUS REAKSI SUBGRADE BERDASARKAN UJI CBR TERHADAP HASIL UJI BEBAN PELAT (STUDI KASUS: PERENCANAAN PERKERASAN KAKU)

PERBANDINGAN MODULUS REAKSI SUBGRADE BERDASARKAN UJI CBR TERHADAP HASIL UJI BEBAN PELAT (STUDI KASUS: PERENCANAAN PERKERASAN KAKU) PERBANDINGAN MODULUS REAKSI SUBGRADE BERDASARKAN UJI CBR TERHADAP HASIL UJI BEBAN PELAT (STUDI KASUS: PERENCANAAN PERKERASAN KAKU) Aulia Rahmawati, Yulvi Zaika, Eko Andi Suryo Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Uji Tanah Lempung Dari pengujian yang dilakukan di Laboratorium Geoteknik, Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta diperoleh data sifat-sifat fisik dan sifat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Uraian Singkat Jembatan Kereta Api Lintas Semarang-Bojonegoro Pembangunan Jembatan Kereta Api Lintas Semarang-Bojonegoro, merupakan proyek pembangunan Track dan Jalur

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL ANALISIS. MRT (twin tunnel) dengan shield pada tanah lempung berlanau konsistensi lunak

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL ANALISIS. MRT (twin tunnel) dengan shield pada tanah lempung berlanau konsistensi lunak BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL ANALISIS Plaxis mempunyai fasilitas khusus untuk pembuatan terowongan dengan penampang lingkaran maupun non lingkaran serta proses simulasi konstruksi terowongan. Dalam bab

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Umum Konstruksi suatu timbunan di atas tanah lunak dengan elevasi muka air tanah yang tinggi akan menyebabkan peningkatan tekanan air pori. Akibat perilaku tak terdrainase

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK DASAR MODEL PONDASI DANGKAL TERHADAP KAPASITAS DUKUNGNYA PADA TANAH PASIR DENGAN DERAJAT KEPADATAN TERTENTU (STUDI LABORATORIUM)

PENGARUH BENTUK DASAR MODEL PONDASI DANGKAL TERHADAP KAPASITAS DUKUNGNYA PADA TANAH PASIR DENGAN DERAJAT KEPADATAN TERTENTU (STUDI LABORATORIUM) PENGARUH BENTUK DASAR MODEL PONDASI DANGKAL TERHADAP KAPASITAS DUKUNGNYA PADA TANAH PASIR DENGAN DERAJAT KEPADATAN TERTENTU (STUDI LABORATORIUM) Ronald P Panggabean NRP : 0221079 Pembimbing : Ir. Herianto

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR LEMPUNG DAN KADAR AIR PADA SISI BASAH TERHADAP NILAI CBR PADA TANAH LEMPUNG KEPASIRAN (SANDY CLAY)

PENGARUH KADAR LEMPUNG DAN KADAR AIR PADA SISI BASAH TERHADAP NILAI CBR PADA TANAH LEMPUNG KEPASIRAN (SANDY CLAY) PENGARUH KADAR LEMPUNG DAN KADAR AIR PADA SISI BASAH TERHADAP NILAI CBR PADA TANAH LEMPUNG KEPASIRAN (SANDY CLAY) Muhammad Iqbal, S.A. Nugroho, Ferry Fatnanta Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Parameter Tanah 3.1.1 Berat Jenis Berat jenis tanah merupakan nilai yang tidak bersatuan (Muntohar 29). Untuk menentukan tipikal tanah dapat dilihat dari Tabel 3.1. Tabel 3.1

Lebih terperinci

Analisis Konsolidasi dengan Menggunakan Metode Preloading dan Vertical Drain pada Areal Reklamasi Proyek Pengembangan Pelabuhan Belawan Tahap II

Analisis Konsolidasi dengan Menggunakan Metode Preloading dan Vertical Drain pada Areal Reklamasi Proyek Pengembangan Pelabuhan Belawan Tahap II Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Analisis Konsolidasi dengan Menggunakan Metode Preloading dan Vertical Drain pada Areal Reklamasi Proyek

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Proyek Jalan bebas Hambatan Medan Kualanamu merupakan proyek

BAB III METODE PENELITIAN. Proyek Jalan bebas Hambatan Medan Kualanamu merupakan proyek BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Deskripsi Proyek Proyek Jalan bebas Hambatan Medan Kualanamu merupakan proyek pembangunan yang meliputi struktur, jalan, jembatan, fly over dan lainnya, yang terletak di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Tahapan Penelitian Pengujian ini dilakukan untuk melihat pengaruh panjang mini kolom dalam membantu daya dukung tanah terhadap deformasi pelat dan beban di atas tanah ekspansif.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudut 60 0 dan dengan luasan ujung 10

BAB III LANDASAN TEORI. yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudut 60 0 dan dengan luasan ujung 10 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Cone Penetration Test (CPT) Alat kerucut penetrometer (Cone Penetration Test) adalah sebuah alat yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudut 60 0 dan dengan luasan ujung 10

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN LERENG GALIAN

BAB IV PERENCANAAN LERENG GALIAN BAB IV PERENCANAAN LERENG GALIAN 4.1 Pendahuluan Pada perencanaan lereng galian (cut slope) ini akan membahas perhitungan stabilitas lereng yang meliputi perhitungan manual di antaranya perhitungan struktur

Lebih terperinci

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Umum Dalam perencanaan pekerjaan, diperlukan tahapan-tahapan atau metodologi yang jelas untuk menentukan hasil yang ingin dicapai sesuai dengan tujuan yang ada, bagaimana

Lebih terperinci

4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS

4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS Bab 4 4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS 4.1 PENENTUAN PARAMETER TANAH 4.1.1 Parameter Kekuatan Tanah c dan Langkah awal dari perencanaan pembangunan terowongan adalah dengan melakukan kegiatan penyelidikan tanah.

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH PENAMBAHAN TANAH LEMPUNG PADA TANAH PASIR PANTAI TERHADAP KEKUATAN GESER TANAH ABSTRAK

STUDI PENGARUH PENAMBAHAN TANAH LEMPUNG PADA TANAH PASIR PANTAI TERHADAP KEKUATAN GESER TANAH ABSTRAK VOLUME 6 NO. 1, FEBRUARI 2010 STUDI PENGARUH PENAMBAHAN TANAH LEMPUNG PADA TANAH PASIR PANTAI TERHADAP KEKUATAN GESER TANAH Abdul Hakam 1, Rina Yuliet 2, Rahmat Donal 3 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG PONDASI MENERUS PADA TANAH LEMPUNG BERLAPIS MENGGUNAKAN METODE "MEYERHOF DAN HANNA" DAN METODE ELEMENT HINGGA (PLAXIS)

DAYA DUKUNG PONDASI MENERUS PADA TANAH LEMPUNG BERLAPIS MENGGUNAKAN METODE MEYERHOF DAN HANNA DAN METODE ELEMENT HINGGA (PLAXIS) DAYA DUKUNG PONDASI MENERUS PADA TANAH LEMPUNG BERLAPIS MENGGUNAKAN METODE "MEYERHOF DAN HANNA" DAN METODE ELEMENT HINGGA (PLAXIS) Siska Rustiani Irawan Dosen, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katolik

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN 3.1 KEGIATAN PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan meliputi studi eksperimental laboratorium dan studi literatur terhadap beberapa penelitian yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan pengujian terhadap tanah yang diambil dari proyek jalan tambang Kota Berau Kalimantan Timur, maka pada bab ini akan diuraikan hasil

Lebih terperinci