BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan Definisi kemiskinan yang digunakan di berbagai negara bermacam-macam. Kemiskinan sering dipandang sebagai ketidakmampuan untuk membayar biaya hidup minimal, walaupun beberapa ahli berpendapat bahwa kemiskinan juga merupakan kurangnya akses terhadap jasa-jasa seperti pendidikan, kesehatan, informasi, serta kurangnya akses masyarakat terhadap partisipasi pembangunan dan politik (Bank Dunia, 1990). Berdasarkan Perpres Nomor 7 Tahun 2005 tentang RPJMN, kemiskinan terjadi ketika seseorang atau sekelompok orang, baik laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Menurut (Ridlo, 2001) definisi ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang mengakui bahwa masyarakat miskin mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya. Ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuatan sosial yang meliputi: aset, sumber-sumber keuangan, organisasi dan jaringan sosial, pengetahuan dan informasi untuk memperoleh pekerjaan menjadikan seseorang menjadi miskin. Provinsi Bali yang dikenal sebagai daerah pariwisata, sampai saat ini juga belum bisa luput dari permasalahan kemiskinan. Berikut ini tabel yang menunjukkan perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin di Bali selama lima tahun terakhir (Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2013) 7

2 8 Tabel 2.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Bali Menurut Kabupaten/Kota Tahun Kabupaten/Kota Regency/City Jumlah Penduduk Miskin (000 Persentase Penduduk jiwa) Number of Poor People Miskin Percentage of (000) Poor People (1) (2) (3) (4) (5) 1. Jembrana 15,3 14,9 5,74 5,56 2. Tabanan 21,0 22,5 4,90 5,21 3. Badung 12,5 14,5 2,16 2,46 4. Gianyar 22,6 20,8 4,69 4,27 5. Klungkung 9,3 12,2 5,37 7,01 6. Bangli 9,9 12,0 4,52 5,45 7. Karangasem 22,7 27,8 5,63 6,88 8. Buleleng 33,0 40,3 5,19 6,31 9. Denpasar 12,7 17,6 1,52 2,07 B A L I 158,9 182,8 3,95 4,49 Sumber : Badan Pusat Statistik (berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional - September) Tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata persentase penduduk miskin di Provinsi Bali pada tahun 2013 adalah sebesar 4,59% hanya dua kabupaten dengan persentase dibawah rata-rata daerah yaitu Kabupaten Badung dan Kota Denpsaar. Sebagian besar diatas rata-rata dengan Kabupaten Klungkung, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Bangli yang dengan persentase tertinggi penduduk miskin. 2.2 Ketahanan Pangan Ketahanan pangan merupakan terjemahan dari food security. Ketahanan pangan mencakup aspek yang luas dan kompleks, sehingga setiap orang mencoba menerjemahkannya sesuai dengan kondisi dan situasi yang berkembang pada saat itu, serta sesuai dengan kedalaman pemahamannya. Ketahanan pangan diinterpretasikan

3 9 dengan banyak cara, sehingga pemakaian istilah ketahanan pangan dapat menimbulkan perdebatan. Sejak istilah ketahanan pangan mulai diperkenalkan, pengertian ketahanan pangan terus berkembang sesuai dengan keadaan perkembangan permasalahan (Badan Ketahanan Pangan, 2014). Ketahanan pangan sebagaimana hasil rumusan International Congres of Nutrition (ICN) yang diselenggarakan di Roma tahun 1992 mendefinisikan bahwa ketahanan pangan (food security) adalah kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan anggotanya dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Dalam sidang Committee on World Food Security tahun 1995 definisi tersebut diperluas dengan menambah persyaratan harus diterima oleh budaya setempat (Ariani & Rachman, 2003). Pada peluncuran peta kerawanan pangan (FIA) tahun 2005 tingkat nasional ternyata masih menyebabkan kesalah pahaman mengenai pengertian pemeringkatan kabupaten rawan pangan. Kata rawan pangan (food insecurity) diindikasikan secara langsung bahwa kabupaten kabupaten peringkat bawah adalah kabupaten yang semua penduduknya rawan pangan. Oleh karena itu pada peta nasional tahun 2009 dirubah dari peta kerawanan pangan (FIA) tahun 2005 menjadi peta ketahanan dan kerentanan pangan (FSVA) pada tahun Perubahanan nama tersebut dilakukan dengan pertimbangan untuk memperjelas konsep ketahanan pangan. Sehingga istilah rawan pangan diganti dengan kerentanan pangan (Dewan Ketahanan Pangan, 2009). Berdasarkan Undang-Undang Pangan Nomor: 18 Tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,

4 10 keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Ketika kondisi pangan bagi negara sampai dengan perorangan tidak terpenuhi maka kondisi yang akan terjadi adalah kondisi kerawanan pangan, sehingga kerawanan pangan dapat diartikan adalah kondisi tidak tersedianya pangan yang cukup bagi individu/perorangan untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Kerawanan pangan juga dapat didefinisikan sebagai kondisi apabila rumah tangga (anggota rumah tangga) mengalami kurang gizi sebagai akibat tidak cukupnya ketersediaan pangan (physical unavailability of food), dan/atau ketidakmampuan rumah tangga dalam mengakses pangan yang cukup, atau apabila konsumsi makanannya (food intake) berada dibawah jumlah kalori minimum yang dibutuhkan (BPMPD, 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Asahan, hasil analisisnya menunjukkan bahwa secara serempak faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan dan kerentanan pangan yang bersifat kronis di kabupaten tersebut adalah ketersediaan pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan. Secara parsial akses pangan dan pemanfaatan pangan secara signifikan mempengarui ketahanan dan kerentanan pangan kronis di kabupaten tersebut, sedangkan ketersediaan pangan secara parsial tidak mempengaruhi ketahanan dan kerentanan pangan kronis. Indikator akses pangan yang paling mempengaruhi ketahanan dan kerentanan pangan secara signfikan adalah persentase penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan. Dari 25 kecamatan yang ada di Kabupaten Asahan, terdapat 68% daerah yang tahan pangan dan 32% dalam kondisi rentan pangan. Kecamatan yang rentan pangan memiliki kondisi akses pangan dan pemanfaatan pangannya kurang baik. Daerah yang rentan pangan juga termasuk daerah-daerah yang defisit pangan (Saputra, 2014).

5 11 Gambar 2.1 Kerangka Konsep Ketahanan Pangan dan Gizi (Dewan Ketahanan Pangan, 2009) Kerangka konsep ketahanan pangan mempertimbangkan ketersediaan pangan, akses terhadap pangan dan pemanfaatan pangan sebagai aspek-aspek utama penopang ketahanan pangan serta menghubungkan aspek-aspek tersebut dengan kepemilikan asset rumah tangga, strategi penghidupan, dan lingkungan politik, sosial, kelembagaan dan ekonomi. Dengan kata lain, status ketahanan pangan suatu rumah tangga, atau individu ditentukan oleh interaksi dari faktor lingkungan pertanian (agro-environmental), sosial ekonomi dan biologi dan bahkan faktor politik (Dewan Ketahanan Pangan, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika pada tahun 2010, ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga mencapai 85,5%. Hal ini menjelaskan bahwa sebagian besar warga Amerika memiliki akses yang baik untuk mencukupi

6 12 kebutuhan pangan rumah tangga. Sementara itu, rumah tangga lainnya yang ketahanannya kurang (14,5%) yang disebabkan oleh asupan makanan salah satu anggota rumah tangga berkurang dan kebiasaan makan berubah. Hal ini disebabkan oleh kemiskinan yang dialami sehingga menyebabkan akses terhadap sumber pangan berkurang (Coleman-Jensen et al., 2011). Penelitian yang dilakukan di kabupaten yang berada di Provinsi D.I Yogyakarta, sebagian besar (51,5%) rumah tangga miskin yang diteliti diantaranya menggantungkan hidupnya dengan bekerja pada usaha pertanian. Ratarata tertinggi ketersediaan pangan, akses pangan, stabilitas pangan, dan kualitas pangan dimiliki RTM dari Kabupaten Gunungkidul. Rata-rata terendah ketersediaan pangan dan akses pangan dimiliki RTM dari Kabupaten Sleman. Adapun rata-rata terendah stabilitas pangan, dan kualitas pangan dimiliki RTM dari Kabupaten Kulonprogo (Mustofa, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan pada daerah miskin masih kurang. 2.3 Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi Kerawanan pangan di Indonesia dapat diketahui dari tingkat kecukupan gizi masyarakat yang diukur dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). AKG merupakan tingkat konsumsi zat-zat gizi esensial yang dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi hampir semua orang sehat di suatu negara. AKG diperoleh dari data Susenas BPS yang dikumpulkan setiap triwulan dalam tahun. Angka kecukupan konsumsi kalori penduduk Indonesia per kapita per hari berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (WNPG) 2004 adalah 2000 kkal. Persentase rawan pangan berdasar angka kecukupan gizi (AKG) suatu daerah, dihitung dengan menjumlahkan penduduk dengan konsumsi kalori kurang dari 1400 kkal (70% AKG) perkapita

7 13 dibagi dengan jumlah penduduk pada golongan pengeluaran tertentu (Badan Ketahanan Pangan, 2014). Berdasarkan Persentase Angka Rawan Pangan Tahun , diperoleh bahwa pada tahun 2012 ternyata masih terdapat 47,64 juta penduduk atau 19,46 persen dari seluruh penduduk di Indonesia yang mengalami kondisi sangat rawan pangan dan apabila dibiarkan terjadi selama dua bulan berturut-turut akan menjadi rawan pangan akut yang menyebabkan kelaparan (Badan Pusat Statistik, 2013). Sejak tahun 2010, Badan Ketahanan Pangan telah menyempurnakan suatu alat analisis pemantauan situasi pangan dan gizi yang dikenal dengan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG). Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian/Ketua Harian Dewan Ketahanan Pangan Nomor 43 Tahun 2010 tentang Pedoman Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi merupakan serangkaian proses untuk mengantisipasi kejadian rawan pangan dan gizi melalui pengumpulan, pemrosesan, penyimpanan, analisis, dan penyebaran informasi situasi pangan dan gizi. Kegiatan SKPG terdiri dari analisis data situasi pangan dan gizi bulanan dan tahunan serta penyebaran informasi. Data bulanan dan tahunan tersebut menginformasikan tentang 3 (tiga) aspek utama yaitu ketersediaan, akses, dan pemanfaatan pangan yang menjadi dasar untuk menganalisis situasi pangan dan gizi di suatu daerah. Untuk aspek pemanfaatan pangan, dalam SKPG yang dinilai adalah persentase balita ditimbang (D), persentase balita naik berat badan (N), persentase balita yang tidak naik berat badannya 2 kali penimbangan berturut-turut (2T), serta persentase balita dengan berat-badan dibawah garis merah (BGM). Hasil SKPG dapat digunakan sebagai dasar pelaksanaan investigasi untuk menentukan tingkat kedalaman kejadian kerawanan pangan dan gizi di lapangan

8 14 serta intervensi dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan masyarakat (Badan Ketahanan Pangan, 2014). Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Aceh Tenggara mengenai pelaksanaan SKPG di kabupaten tersebut, menunjukkan hasil bahwa jumlah balita KEP dan keluarga miskin masih tinggi diantaranya Desa Natam sebesar 86,34% dan 59,71%, Desa Salang Sigotom sebesar 55,22% dan 29,65%. Berdasakan hasil yang ditemukan bahwa kewaspadaan pangan dan gizi semakin meningkat (Hidayat, 2001). 2.4 Ketersediaan Pangan Ketersediaan (food availability) yaitu ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang dalam suatu negara baik yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan. Ketersediaan pangan ini diharapkan mampu mencukupi pangan yang didefinisikan sebagi jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat. Informasi data yang digunakan untuk mengetahui ketersedian pangan antara lain: 1) produksi : peningkatan produksi pangan dan kualitas pangan dapat dilakukan dengan program intensifikasi budidaya dan diversifikasi pangan antara lain dengan usaha pengolahan bahan pangan menjadi produk pangan yang menpunyai nilai tambah, 2) pasokan pangan dari luar (impor), 3) cadangan pangan merupakan salah satu sumber penyediaan pangan penting bagi pemantapan ketahanan pangan. Pengelolaan cadangan yang baik akan dapat menanggulangi masalah pangan seperti adanya gejolak harga yang tidak wajar, atau keadaan darurat karena adanya bencana atau paceklik yang berkepanjangan, sehingga membatasi aksesibilitas pangan masyarakat, 4) bantuan pangan, 5) jumlah penduduk (Hanani, 2008).

9 15 Laju peningkatan kebutuhan pangan lebih cepat dibandingkan dengan laju peningkatan kemampuan produksi. Disamping itu peningkatan produktivitas tanaman di tingkat petani relatif stagnan, karena terbatasnya kemampuan produksi, penurunan kapasitas kelembagaan petani, serta kualitas penyuluhan pertanian yang jauh dari memadai. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi di Indonesia menjadi tantangan lain yang perlu dihadapi dalam pemenuhan kebutuhan pangan (Dewan Ketahanan Pangan, 2009). Perhitungan rasio konsumsi terhadap ketersediaan bersih sereal dan umbi-umbian ini diasumsikan untuk mengukur tingkat konsumsi serealia penduduk dan tingkat kemampuan suatu daerah dalam menyediakan bahan pangan/sereal dalam mencukupi kebutuhan penduduknya. Rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan netto pangan serealia per kapita per hari adalah merupakan petunjuk kecukupan pangan pada satu wilayah. Konsumsi normatif (C norm ) didefinisikan sebagai jumlah pangan serealia yang harus dikonsumsi oleh seseorang per hari untuk memperoleh kilo kalori energi dari serealia. Pola konsumsi pangan di Indonesia menunjukkan bahwa hampir 50% dari kebutuhan total kalori berasal dari serealia. Standar kebutuhan kalori per hari per kapita adalah KKal, dan untuk mencapai 50% kebutuhan kalori dari serealia dan umbi umbian (menurut angka pola pangan harapan), maka seseorang harus mengkonsumsi kurang lebih 300 gram serealia per hari. (Dewan Ketahanan Pangan, 2009). Penelitian yang dilakukan di Lampung Barat mengenai analisa situasi pangan dan gizi menunujukkan bahwa ketersedian pangan dalam bentuk energi dan protein pada tahun 2007 secara kuantitas menunjukkan keragaan lebih dari cukup, yaitu sebesar 3101 kkal (140% AKE) dan gram protein (130% AKP) (Mahfi et al., 2008).

10 Akses Pangan Akses Pangan adalah kemampuan rumah tangga untuk memperoleh cukup pangan, baik yang berasal dari produksi sendiri, pembelian, barter, hadiah, pinjaman dan bantuan pangan maupun kombinasi diantara kelimanya (Badan Ketahanan Pangan, 2014). Akses rumah tangga dari individu terdiri dari akses ekonomi, fisik dan sosial. Adapun indikator untuk menjelaskan akses pangan dapat dikategorikan dalam indikator yang bersifat fisik antara lain kelancaran sistem distribusi, terpenuhinya sarana dan prasana transportasi sehingga tidak menimbulkan terjadinya isolasi daerah. Indikator yang bersifat ekonomi antara lain kemampuan atau peningkatan daya beli masyarakat atau individu dikarenakan adanya kesempatan kerja menyebabkan pendapatan tinggi sehingga harga pangan terjangkau. Indikator yang bersifat sosial antara lain tidak adanya konflik sosial yang disebabkan oleh buruknya adat atau kebiasaan, tinggi-rendahnya pengetahuan sehingga berpengaruh pada preferensi atau pemilihan jenis pangan. Beberapa indikator yang digunakan untuk menjelaskan akses pangan : a. Persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. Indikator ini menunjukkan ketidakmampuan dalam mengakses pangan sebagai kebutuhan dasar manusia secara baik karena rendahnya daya beli. Kemiskinan sebenarnya secara teoritis merupakan indikator kunci yang berperan besar dalam menentukan tingkat ketahanan pangan suatu wilayah. Dengan tingginya kemiskinan maka akses terhadap pekerjaan dan pengelolaan sumberdaya menjadi rendah dan itu akan menyebabkan rendahnya income masyarakat. Rendahnya income menyebabkan daya beli masyarakat menjadi rendah. Dan rendahnya daya beli menyebabkan pemenuhan kebutuhan dasar yaitu

11 17 kebutuhan akan pangan yang memenuhi pola pangan harapan sebagai syarat asupan gizi yang cukup juga berpeluang besar tidak dapat dipenuhi. b. Persentase desa yang tidak memiliki akses penghubung yang memadai. Jalan merupakan infrastruktur wilayah yang sangat mempengaruhi kinerja kegiatan ekonomi. Dalam perdagangan atau pemasaran produk pertanian ada fungsi pertukaran dan fungsi fisik. Proses pengangkutan dan handling product diperlancar infrastruktur jalan yang baik. Kondisi jalan tanah relatif kurang tahan dalam memfasilitasi sarana transportasi seperti truk pengangkut hasil pertanian maupun dalam mendistribusikan hasil pangan dari luar daerah ke daerah tersebut. Sehingga indikator ini dipilih sebagai indikator yang memperlancar akses pangan c. Persentase rumah tangga tanpa akses listrik. Listrik merupakan faktor yang mendukung kegiatan ekonomi di suatu wilayah. Dinamika ekonomi akan semakin tinggi dengan adanya listrik yang dapat diakses masyarakat disuatu wilayah. Tersedianya fasilitas listrik di suatu wilayah akan membuka peluang yang lebih besar untuk meningkatkan volume pekerjaan yang telah dijalankan atau menambah peluang kerja baru yang lebih baik. Indikator ini merupakan indikasi tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut (Hanani, 2008). 2.6 Pemanfaatan Pangan Pemanfaatan pangan (food utilization) yaitu penggunaan pangan untuk kebutuhan hidup sehat yang meliputi kebutuhan energi dan gizi, air dan kesehatan lingkungan. Efektifitas dari penyerapan pangan tergantung pada pengetahuan rumah tangga atau individu sanitasi dan ketersediaan air, fasilitas kesehatan, serta penyuluhan gizi dan pemeliharaan balita. Pemanfaatan atau penyerapan pangan erat kaitannya dengan

12 18 mutu dan keamanan pangan. Mutu dan keamanan pangan tidak hanya berpengaruh terhadap kesehatan manusia, tetapi juga terhadap produktivitas ekonomi dan perkembangan sosial baik individu, masyarakat maupun negara. Selain itu mutu dan keamanan pangan terkait erat juga dengan kualitas pangan yang dikonsumsi, yang secara langsung berpengaruh terhadap kualitas kesehatan serta pertumbuhan fisik dan intelegensi manusia (Dewan Ketahanan Pangan, 2009). Penyerapan pangan sebenarnya adalah indikator dampak dari ketersediaan maupun akses pangan. Akses pangan dan ketersediaan yang baik akan memberikan peluang bagi penyerapan pangan secara lebih baik. Dalam menyusun indikator maka aspek-aspek yang perlu diperhatikan berkenaan dengan: 1) fasilitas dan layanan kesehatan, 2) sanitasi dan ketersediaan air, 3) pengetahuan ibu RT, 4) outcome nutrisi dan kesehatan. Aspek-aspek di atas sangat strategis dalam memberikan gambaran penyerapan pangan suatu wilayah. Penyerapan pangan secara implisit adalah merupakan permasalahan asupan gizi di masyarakat (Hanani, 2005). Selain itu konsumsi pangan sangat terkait dengan aspek pemanfaatan pangan, karena dalam konsumsi pangan dapat diketahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan individu serta faktor-faktor berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut (Supariasa et.al, 2002). Konsumsi pangan yang disajikan pada FSVA menunjukkan tingkat asupan energi penduduk yang dinyatakan dalam energi (Kkal) per kapita per hari, dan asupan protein dinyatakan dalam gram per kapita per hari. Konsumsi pangan dihitung berdasarkan pengeluaran untuk makanan dalam rumah tangga selama sebulan dari sampel yang di survei setiap tahun (Dewan Ketahanan Pangan, 2009)

13 19 Buta huruf dijadikan indikator penting karena dengan kondisi seperti tersebut maka sangat lemah sekali menangkap informasi untuk meningkatkan kualitas gizi keluarga. Demikian juga berkenaan dengan kemudahan dalam mengakses fasilitas kesehatan. Akses fasilitas kesehatan didekati dengan jaraknya dengan fasilitas kesehatan pada masing-masing wilayah. Variabel ini tentunya diharapkan akan sangat mempengaruhi semakin rendahnya persentase balita kurang gizi dan IMR di suatu wilayah. Air bersih adalah indikator ketiga yang menggambarkan tingkat penyerapan pangannya. Variabel ini dipilih karena air merupakan bahan baku yang sangat vital bagi ibu-ibu rumah tangga dalam memasak. Tingginya akses air bersih tentunya menunjukkan tingkat kualitas hidup yang lebih baik dan lebih sehat, hal ini tentunya akan berimplikasi pada makin tingginya harapan hidup rata-rata penduduk (Hanani, 2005). Indikator untuk menjelaskan tentang penyerapan pangan antara lain fasilitas dan layanan kesehatan dengan cara peningkatan fasilitas kesehatan yang memadai dan mempermudah layanan kesehatan, sanitasi dan ketersediaan air dengan kecukupan air bersih. Hal ini dikarenakan air yang kurang bersih rentan terhadap penyakit. Indikator lain yang digunakan terhadap penyerapan pangan yaitu pengetahuan ibu rumah tangga yang mana pola makan dan pola asuh kesehatan berdampak pada seberapa besar jumlah asupan gizi yang dikonsumsi. Apabila indikator tersebut terpenuhi tidaklah mustahil bahwasannya hasil yang diharapkan seperti peluang harapan hidup dari terpenuhinya gizi balita akan meminimkan angka kematian bayi sebagi penerus generasi (Hanani, 2008).

14 Penilaian Status Gizi Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Penilaian status gizi ada 2 macam yaitu penilaian secara langsung dan penilaian secara tidak langsung. Penilaian secara langsung dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan penilaian secara tidak langsung dapat dilakukan dengan survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi (Supariasa et al, 2002). Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk menentukan status kesehatan anak balita, khususnya yang berhubungan dengan status gizi anak. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (Abunaim, 1990). Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan sensitif atau peka dalam menunjukkan keadaan gizi kurang bila dibandingkan dengan penggunaan BB/U. Dinyatakan dalam BB/TB, menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting < -2SD diatas 10 % menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan berhubungan langsung dengan angka kesakitan (Abunaim, 1990). Untuk menentukan status gizi anak balita, digunakan standar antropometri WHO Dalam WHO 2005, gizi kurang dan gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah underweight (gizi kurang) dan severely underweight (gizi buruk). Pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U), yang merupakan padanan

15 21 istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Kurus dan sangat kurus adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut panjang badan (BB/PB) atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang merupakan padanan istilah wasted (kurus) dan severely wasted (sangat kurus) (KEMENKES RI, 2010).

16

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI A. Pendahuluan Berdasarkan Undang-undang Pangan Nomor: 18 Tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia (Badan Pusat Statistik, 2013). Walaupun Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia (Badan Pusat Statistik, 2013). Walaupun Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang memiliki penduduk 230 juta dengan beraneka ragam budaya, sosio-ekonomi dan letak geografis menduduki peringkat 107 dari 177 negara untuk indeks pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dari perspektif sejarah, istilah ketahanan pangan (food security) mulai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dari perspektif sejarah, istilah ketahanan pangan (food security) mulai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Ketahanan pangan Dari perspektif sejarah, istilah ketahanan pangan (food security) mulai mengemuka saat terjadi krisis pangan dan kelaparan yang menimpa dunia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang mendasar atau bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang penyelenggaraannya

I. PENDAHULUAN. yang mendasar atau bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang penyelenggaraannya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan hidup, sehingga usaha pemenuhan kebutuhan pangan merupakan suatu usaha kemanusiaan yang mendasar

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG DAN DASAR PEMIKIRAN PETA KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN PROVINSI JAWA BARAT

1.1 LATAR BELAKANG DAN DASAR PEMIKIRAN PETA KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN PROVINSI JAWA BARAT BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG DAN DASAR PEMIKIRAN PETA KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN PROVINSI JAWA BARAT Upaya pengurangan angka kemiskinan dan kelaparan di dunia pada Tahun 2015 sampai setengahnya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilannya dalam Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status gizi adalah ekspresi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan pangan. Banyak kasus kurang gizi disebabkan karena rendahnya pemahaman pola konsumsi yang sehat

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ketahanan pangan Konsep ketahanan pangan (food security) mulainya berkembang pada tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketahanan Pangan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercemin dari tersedianya

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN : SUBSISTEM KETERSEDIAAN

KETAHANAN PANGAN : SUBSISTEM KETERSEDIAAN KETAHANAN PANGAN : SUBSISTEM KETERSEDIAAN Aku sehat karena panganku cukup, beragam, bergizi seimbang, aman, dan halal TEORI KETAHANAN PANGAN Indikator Swasembada Pangan Kemandirian Pangan Kedaulatan Pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Status gizi merupakan suatu keadaan tubuh akibat interaksi antara asupan energi dan protein serta zat-zat gizi esensial lainnya dengan keadaan kesehatan tubuh (Sri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam siklus hidup manusia gizi memegang peranan penting. Kekurangan gizi pada anak balita akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

Konsep dan Implementasi Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan: Upaya Mendorong Terpenuhinya Hak Rakyat Atas Pangan

Konsep dan Implementasi Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan: Upaya Mendorong Terpenuhinya Hak Rakyat Atas Pangan Konsep dan Implementasi Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan: Upaya Mendorong Terpenuhinya Hak Rakyat Atas Pangan Arif Haryana *) Pendahuluan Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kondisi dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Menurut Supariasa dkk (2002) status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu sedangkan menurut Almatsier

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Balita (1 5 Tahun) Anak balita adalah anak yang berusia 1-5 tahun. Pada kelompok usia ini, pertumbuhan anak tidak sepesat masa bayi, tapi aktifitasnya lebih banyak (Azwar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1)

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) 66 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 66-73 Mewa Ariani et al. ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) Mewa Ariani, H.P.S. Rachman, G.S. Hardono, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita 6 TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita Gizi merupakan hal penting dalam pembangunan, karena gizi adalah investasi dalam pembangunan. Gizi yang baik dapat memicu terjadi pembangunan yang pesat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. s Hak atas Pangan. Ketersediaan Pangan. Pemberdayaan. Akuntabilitas. Berbasis Hak Asasi Manusia

TINJAUAN PUSTAKA. s Hak atas Pangan. Ketersediaan Pangan. Pemberdayaan. Akuntabilitas. Berbasis Hak Asasi Manusia 5 TINJAUAN PUSTAKA Aspek Hak atas Pangan Hak atas pangan yang cukup dibangun dari konsep ketahanan pangan. Hak atas pangan yang cukup memberikan penekanan lebih besar pada individu manusia bukan pada istilah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Berat Badan Lahir Cukup (BBLC) a. Definisi Berat badan lahir adalah berat badan yang didapat dalam rentang waktu 1 jam setelah lahir (Kosim et al., 2014). BBLC

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NO 1. Dipertahankannya ketersediaan pangan yang cukup, meningkatkan kemandirian masyarakat, pemantapan ketahanan pangan dan menurunnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah keseimbangan antara pemasukan zat gizi dari bahan makanan yang dimakan dengan bertambahnya pertumbuhan aktifitas dan metabolisme dalam tubuh. Status

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia telah mengalami pemulihan yang cukup berarti sejak krisis ekonomi tahun 1998. Proses stabilisasi ekonomi Indonesia berjalan cukup baik setelah mengalami krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hak atas pangan telah diakui secara formal oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Akhir -akhir ini isu pangan sebagai hal asasi semakin gencar disuarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. MDGs lainnya, seperti angka kematian anak dan akses terhadap pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. MDGs lainnya, seperti angka kematian anak dan akses terhadap pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus kekurangan gizi pada anak balita yang diukur dengan prevalensi anak balita gizi kurang dan gizi buruk digunakan sebagai indikator kelaparan, karena mempunyai

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan No.60, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Pangan. Gizi. Ketahanan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5680) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG RAWAN PANGAN. Written by adminbkpp2 Wednesday, 20 May :37 - Last Updated Wednesday, 20 May :59

SEKILAS TENTANG RAWAN PANGAN. Written by adminbkpp2 Wednesday, 20 May :37 - Last Updated Wednesday, 20 May :59 Beberapa media sering sekali memberitakan tentang rawan pangan/ kerawanan pangan dan kelaparan yang terjadi pada suatu daerah. Dengan adanya pemberitaan ini maka dengan sendirinya masyarakat jadi tahu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki dan harus dipenuhi oleh negara maupun masyarakatnya. Menurut Undang Undang nomor 7 tahun 1996 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya. Manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak yang sehat akan mengalami pertumbuhan yang normal dan wajar, yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya. Manusia terutama pada masa kanak-kanak, mengalami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Esa Unggul

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Esa Unggul BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Status gizi merupakan gambaran keseimbangan antara kebutuhan tubuh akan zat gizi untuk pemeliharaan kehidupan, pertumbuhan, perkembangan, pemeliharaan fungsi normal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah dan masyarakat sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM). SDM yang berkualitas

Lebih terperinci

METODOLOGI. 3. Cakupan Imunisasi Lengkap, Departemen Kesehatan RI Badan Pusat Statistik RI (BPS RI)

METODOLOGI. 3. Cakupan Imunisasi Lengkap, Departemen Kesehatan RI Badan Pusat Statistik RI (BPS RI) 28 METODOLOGI Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian ini menggunakan desain studi deskriptif. Penelitian dilakukan dengan mengolah data sekunder yang berasal dari berbagai instansi terkait. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN BAGIAN 2. PERKEMBANGAN PENCAPAIAN 25 TUJUAN 1: TUJUAN 2: TUJUAN 3: TUJUAN 4: TUJUAN 5: TUJUAN 6: TUJUAN 7: Menanggulagi Kemiskinan dan Kelaparan Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Mendorong Kesetaraan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013 GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit. Kelompok ini yang merupakan kelompok umur yang paling menderita akibat gizi (KKP), dan jumlahnya

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Keadaan ini banyak diderita oleh kelompok balita yang merupakan generasi penerus bangsa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Pangan meliputi produk serealia, karena porsi utama dari kebutuhan kalori harian berasal dari sumber pangan karbohidrat, yaitu sekitar separuh dari kebutuhan

Lebih terperinci

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia. Pangan yang bermutu, bergizi, dan berimbang merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia Tenggara, jumlah penduduknya kurang lebih 220 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,5% per

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakekatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Balita 1. Pengertian Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Keadaan tersebut dapat dibedakan dengan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG, 2012

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG, 2012 HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN TINGGI BADAN ANAK BARU MASUK SEKOLAH (TBABS) DI PUSKESMAS PASAR BARU KECAMATAN BAYANG KABUPATEN PESISIR SELATAN TAHUN 2012 Usulan Penelitian Skripsi Diajukan ke

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade terakhir ditandai dengan perbaikan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010, pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi yang baik dapat dicapai dengan memperhatikan pola konsumsi makanan terutama energi, protein, dan zat gizi mikro. Pola konsumsi makanan harus memperhatikan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI I. PENJELASAN UMUM Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa

Lebih terperinci

Ketahanan Pangan Masyarakat

Ketahanan Pangan Masyarakat Ketahanan Pangan Masyarakat TIK : MAHASISWA DIHARAPKAN MAMPU MENJELASKAN KONSEP UMUM, ARAH DAN KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN Pendahuluan Pada akhir abad ini penduduk dunia sudah 6 miliar Thomas Malthus (1798):

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah tingkat kesehatan seseorang atau masyarakat yang di pengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi di nilaidengan ukuran atau parameer gizi.balita yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagi setiap manusia untuk tercukupi kebutuhannya. Pangan merupakan bahan

I. PENDAHULUAN. bagi setiap manusia untuk tercukupi kebutuhannya. Pangan merupakan bahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia yang wajib terpenuhi, pemenuhan pangan begitu penting mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia untuk

Lebih terperinci

Better Prepared And Ready to Help

Better Prepared And Ready to Help Mengukur dan Memahami Kerawanan Pangan di Indonesia: Pengalaman WFP Emergency Retno Sri Handini Preparedness VAM Officer Mission Nepal Yogyakarta, 10 Desember 2015 Outline 1. Program WFP di Indonesia 2.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data cross section. Data

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data cross section. Data III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data cross section. Data cross section yaitu data yang terdiri dari satu objek namun memerlukan sub-objek lainnya

Lebih terperinci

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI NTB

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI NTB PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI NTB Gedung Badan Ketahanan Provinsi Nusa Tenggara Barat 1. ALAMAT Badan Ketahanan Provinsi Nusa Tenggara Barat beralamat di Jl. Majapahit No. 29 Mataram Nusa Tenggara

Lebih terperinci

KAJIAN KETAHANAN PANGAN DAN KERAWANAN PANGAN DI PROVINSI BENGKULU. Assessment of Food Security and Food Insecurity in Bengkulu Province

KAJIAN KETAHANAN PANGAN DAN KERAWANAN PANGAN DI PROVINSI BENGKULU. Assessment of Food Security and Food Insecurity in Bengkulu Province KAJIAN KETAHANAN PANGAN DAN KERAWANAN PANGAN DI PROVINSI BENGKULU Assessment of Food Security and Food Insecurity in Bengkulu Province Gita Mulyasari Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gizi Kurang Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekurangan Energi Kronis (KEK) 1. Pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan ibu hamil dan WUS (Wanita Usia Subur) yang kurang gizi diakibatkan oleh kekurangan

Lebih terperinci

Food Coping Strategy : Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga. Status Gizi Balita

Food Coping Strategy : Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga. Status Gizi Balita 16 KERANGKA PEMIKIRAN Karakteristik sebuah rumah tangga akan mempengaruhi strategi dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Karakteristik rumah tangga itu antara lain besar rumah tangga, usia kepala rumah tangga

Lebih terperinci

TINGKAT KERAWANAN PANGAN WILAYAH KABUPATEN TUBAN PENDAHULUAN

TINGKAT KERAWANAN PANGAN WILAYAH KABUPATEN TUBAN PENDAHULUAN P R O S I D I N G 103 TINGKAT KERAWANAN PANGAN WILAYAH KABUPATEN TUBAN Rini Mutisari 1*, Rosihan Asmara 1, Fahriyah 1 1 Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya PENDAHULUAN Sumberdaya manusia yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan antropometri (berat badan, tinggi badan, atau ukuran tubuh lainnya) dari waktu ke waktu, tetapi lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijamin dalam kualitas maupun kuantitas yang cukup untuk pemenuhan aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijamin dalam kualitas maupun kuantitas yang cukup untuk pemenuhan aspirasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan pada dasarnya merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling asasi. Demikian asasinya pangan bagi kehidupan masyarakat, maka tersedianya harus dapat dijamin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa kekurangan gizi, terutama pada usia dini akan berdampak pada

Lebih terperinci

POLA PANGAN HARAPAN PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO

POLA PANGAN HARAPAN PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO POLA PANGAN HARAPAN PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Studi Diploma III (Tiga)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses pembangunan yang. dilaksanakan oleh suatu daerah atau negara dalam rangka memakmurkan warga

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses pembangunan yang. dilaksanakan oleh suatu daerah atau negara dalam rangka memakmurkan warga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan proses pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu daerah atau negara dalam rangka memakmurkan warga negara atau penduduk daerah

Lebih terperinci

PENGANEKARAGAMAN dan KEDAULATAN PANGAN

PENGANEKARAGAMAN dan KEDAULATAN PANGAN PENGANEKARAGAMAN dan KEDAULATAN PANGAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Seafast center LPPM Departemen Ilmu & Teknologi Pangan KETAHANAN PANGAN (Food Security) UU No 7 (1996) Kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan menyerap 42 persen angkatan kerja (BPS, 2011). Sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. dengan menyerap 42 persen angkatan kerja (BPS, 2011). Sektor pertanian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim, sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama perekonomian Indonesia, bahwa pada tahun 2010 sektor ini menyumbang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi Pembangunan Nasional untuk mewujudkan Indonesia Sehat tahun 2010 telah dicanangkan pada Rapat Kerja Kesehatan Nasional pada tanggal 1 Maret 1999. Untuk mendukung

Lebih terperinci

BALITA PADA RUMAHTANGGA MISKIN DI KABUPATEN PRIORITAS KERAWANAN PANGAN DI INDONESIA LEBIH RENTAN MENGALAMI GANGGUAN GIZI

BALITA PADA RUMAHTANGGA MISKIN DI KABUPATEN PRIORITAS KERAWANAN PANGAN DI INDONESIA LEBIH RENTAN MENGALAMI GANGGUAN GIZI BALITA PADA RUMAHTANGGA MISKIN DI KABUPATEN PRIORITAS KERAWANAN PANGAN DI INDONESIA LEBIH RENTAN MENGALAMI GANGGUAN GIZI 1 Annis Catur Adi dan Dini Ririn Andrias Departemen Gizi FKM UNAIR Child Poverty

Lebih terperinci

BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN

BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN Faharuddin, M.Si. (Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Sumatera Selatan) 8.1. Konsep Dasar Ketahanan Pangan Ketahanan pangan dikonseptualisasikan

Lebih terperinci

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN BIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN BIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN BIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BIMA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN INDIKATOR KINERJA (IKU) INSTANSI VISI MISI TUJUAN TUGAS : BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Yang dimaksud dengan status gizi yaitu : Keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan dan penggunaan makan. Makanan yang memenuhi kebutuhan gizi tubuh

Lebih terperinci

PROFIL DINAS KETAHANAN PANGAN PROVINSI NTB

PROFIL DINAS KETAHANAN PANGAN PROVINSI NTB PROFIL DINAS KETAHANAN PANGAN PROVINSI NTB Gedung Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Nusa Tenggara Barat ALAMAT Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Nusa Tenggara Barat beralamat di Jl. Majapahit No. 29 Mataram

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN I. PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Republik Indonesia pada Konfrensi Dewan Ketahanan Pangan tanggal 25 mei 2010, yang menyatakan pentingnya cadangan pangan nasional maupun daerah yang cukup, memadai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada setiap individu. Menurut berita resmi statistik, pada bulan Maret 2013, jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. pada setiap individu. Menurut berita resmi statistik, pada bulan Maret 2013, jumlah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan sangat erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan gizi pada setiap individu. Menurut berita resmi statistik, pada bulan Maret 2013, jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakancg Pada negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan (mordibity) dan angka kematian (mortality).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi adalah zat-zat yang ada dalam makanan dan minuman yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai sumber energi untuk pertumbuhan badan. Gizi merupakan faktor penting untuk

Lebih terperinci

TANTANGAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

TANTANGAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL TANTANGAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL SEAFAST Center LPPM Dept Ilmu dan Teknologi Pangan INSTITUT PERTANIAN BOGOR Presentasi disampaikan pada acara Seminar dan Sosialisasi Program Indofood Riset Nugraha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah ada sejak dahulu, namun jenis dan karakternya selalu berubah.

BAB I PENDAHULUAN. sudah ada sejak dahulu, namun jenis dan karakternya selalu berubah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai masalah ekonomi yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia sudah ada sejak dahulu, namun jenis dan karakternya selalu berubah. Permasalahan tersebut mencapai

Lebih terperinci

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia ISSN 2442-7659 InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI di Indonesia 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia Pembangunan kesehatan dalam periode tahun 2015-2019 difokuskan

Lebih terperinci

II. PENGEMBANGAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN

II. PENGEMBANGAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN II. PENGEMBANGAN CADANGAN PANGAN A. Landasan Hukum Memahami pentingnya cadangan pangan, pemerintah mengatur hal tersebut di dalam Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan, khususnya dalam pasal

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut UU pangan no 18 tahun 2012 pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan bagian dari sektor kesehatan yang penting dan mendapat perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN: 978-602-18962-9-7 KETAHANAN PANGAN: SUATU ANALISIS KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP KEBUTUHAN RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN GAYO LUES Siti Wahyuni 1)

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA

DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA Handewi P.S. Rachman, Mewa Ariani, dan T.B. Purwantini Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakikatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Masalah Gizi Ganda

TINJAUAN PUSTAKA Masalah Gizi Ganda 5 TINJAUAN PUSTAKA Masalah Gizi Ganda Pembangunan suatu bangsa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan setiap warga negara. Peningkatan kemajuan dan kesejahteraan bangsa sangat tergantung pada kemampuan

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN DAN GIZI

KETAHANAN PANGAN DAN GIZI KETAHANAN PANGAN DAN GIZI disampaikan pada : Temu Ilmiah Internasional Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian November 2014 OUTLINE 1. Pendahuluan 2. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang berpenghasilan rendah,

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang berpenghasilan rendah, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan sebuah permasalahan sosial yang sangat kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan (Anggraini, 2012). Kemiskinan umumnya

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI KOTABARU,

Lebih terperinci