PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN MELALUI PENGGUNAAN TEKNOLOGI MEKANISASI PERTANIAN PADA LAHAN PADI SAWAH. Oleh :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN MELALUI PENGGUNAAN TEKNOLOGI MEKANISASI PERTANIAN PADA LAHAN PADI SAWAH. Oleh :"

Transkripsi

1 PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN MELALUI PENGGUNAAN TEKNOLOGI MEKANISASI PERTANIAN PADA LAHAN PADI SAWAH Oleh : Handewi P. Saliem Ketut Kariyasa Henny Mayrowani Adang Agustian Supena Friyatno Sunarsih PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTRIAN PERTANIAN 2015

2 KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada pangan khususnya padi antara lain produktivitas padi yang cenderung stagnan bahkan menurun. Permasalahannya antara lain yaitu irigasi, benih, pupuk dan alat mesin pertanian. Alat dan mesin pertanian, diperlukan untuk mengatasi berkurangnya jasa penanam padi sawah yang mengakibatkan periode penanaman padi menjadi lebih panjang, sehingga upaya rekomendasi penanaman serentak dalam suatu hamparan/kawasan tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Selain aspek tersebut diatas, penyelamatan produksi dengan perlakuan pascapanen yang tepat penting diadopsi. Salah satu solusi yang ditawarkan untuk mengatasi masalah di atas adalah penerapan pertanian moderen menggunakan teknologi mekanisasi pertanian, mulai dan kegiatan olah tanah, penanaman sampai panen dan perontokan. Kajian ini dilakukan untuk mengkaji prospek pengembangan usahatani padi berbasis penggunaan teknologi mekanisasi pertanian di lokasi pengembangan. Secara khusus kajian ini dilakukan untuk mengetahui tambahan manfaat yang diberikan pertanian moderen yang dikelola dengan mekanisasi relatif terhadap pertanian konvensional yang dikelola secara manual, kelembagaan pengelolaan alsintan yang eksisting pada lahan pengembangan, dan memberikan masukan dalam penerapan kebijakan pengembangan lahan usahatani padi berbasis mekanisasi pertanian yang berkelanjutan. Kepada semua pihak yang telah membantu kegiatan penelitian sampai tersusunnya laporan ini, disampaikan terima kasih. Mudah mudahan hasil kajian ini bermanfaat bagi yang berkepentingan. Bogor, Desember 2015 Kepala Pusat, Dr Handewi P. Saliem NIP: i

3 RINGKASAN EKSEKUTIF Pendahuluan Kementerian Pertanian telah menetapkan target swasembada pangan khususnya padi dalam tiga tahun kedepan. Masalah yang dihadapi antara lain produktivitas padi yang cenderung stagnan bahkan menurun. Permasalahannya antara lain yaitu irigasi, benih, pupuk dan alat mesin pertanian.alat dan mesin pertanian, diperlukan untuk mengatasi berkurangnya jasa penanam padi sawah yang mengakibatkan periode penanaman padi menjadi lebih panjang, sehingga upaya rekomendasi penanaman serentak dalam suatu hamparan/kawasan tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Selain aspek tersebut diatas, penyelamatan produksi dengan perlakuan pascapanen yang tepat penting diadopsi. Susut hasil saat penanganan pascapanen berpengaruh pada produksi beras nasional. Salah satu solusi yang ditawarkan untuk mengatasi masalah di atas adalah penerapan pertanian moderen menggunakan teknologi mekanisasi pertanian, mulai dan kegiatan olah tanah, penanaman sampai panen dan perontokan. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pengembangan usahatani berbasis penggunaan teknologi mekanisasi pertanian penuh, antara lain status kepemilikan atau penguasaan lahan petani, kelembagaan pasar-baik pasar input maupun output, dan kelembagaan pengelolaan alsintan. Tujuan kajian Tujuan umum adalah mengkaji prospek pengembangan usahatani padi berbasis penggunaan teknologi mekanisasi pertanian di lokasi pengembangan. Secara khusus tujuan kajian ini adalah : (1) Mengkaji tambahan manfaat yang diberikan pertanian moderen; (2) Mengkaji kelembagaan pengelolaan alsintan yang eksisting pada lahan pengembangan; dan (3) Merumuskan alternatif kebijakan pengembangan lahan usahatani padi berbasis mekanisasi pertanian yang berkelanjutan. Metodologi Kajian ini difokuskan pada Proyek Percontohan Pertanian Moderen Kabupaten Soppeng-Sulawesi Selatan, Kabupaten Sukahorjo-Jawa Tengah, Kabupaten Blora-Jawa ii

4 Tengah, dan Kabupaten Cilacap-Jawa Tengah. Kabupaten Cilacap diambil sebagai contoh dengan dasar bahwa keberhasilan UPJA di Kabupaten Cilacap dianggap dapat menjadi acuan dalam pengembangan UPJA di lokasi Percontohan Pertanian Moderen. Data yang digunakan adalah adalah data sekunder dan primer. Data tersebut dikumpulkan dari berbagai Instansi Pemerintah terkait di pusat dan di daerah contoh dan wawancara dengan aparat pertanian tingkat provinsi/kabupaten dan petani padi sawah. Data dianalisis dengan menggunakan analisis tabulasi sederhana, sedangkan data kualitatif menyangkut aspek kebijakan dan kelembagaan akan dianalisis secara deskriptif. Hasil kajian Konsolidasi lahan Dalam bidang pertanian konsolidasi dapat diartikan menyatukan lahan-lahan sempit milik petani dan menyatukan petani dalam menjalankan usaha bersama untuk mencapai tujuan bersama. Di lokasi Percontohan Pertanian Modern (PPM) kegiatan konsolidasi merupakan tantangan terberat. Penghilangan pematang sawah untuk memudahkan mobilitas alat dan mesin (alsin) pertanian, tidak bisa diterima petani karena pematang memiliki fungsi sebagai batas kepemilikan sawah dan berfungsi sebagai penahan air, agar air tidak terus mengalir ke lahan yang lebih rendah. Akhirnya disepakati bahwa pematang tetap dipertahankan sebagaimana adanya, dan untuk memudahkan pergerakan alsin, petani tidak keberatan untuk membuka pematang sawahnya sesuai kebutuhan sehingga tidak menjadi penghalang bagi operasional dan mobilitas alsin. Untuk mengatasi hal tersebut diatas, kesiapan infrastruktur irigasi yang terkait konsolidasi lahan perlu dipersiapkan baik oleh pihak PU dan BPN (Badan Pertanahan Nasional). Pada pola pengelolaan secara corporate dalam konsep konsolidasi, masih sulit dilaksanakan. Sehingga hingga saat ini, penerapan PPM yang diintegrasikan dengan program mekanisasi yang bersifat penuh (traktor, transplanter, dan harvester), dalam pelaksanaannya baru terintegrasi dalam hal praktek pengolahan tanah dan iii

5 tanam. Untuk kegiatan pemeliharaan, panen dan penjualan hasil masih dilakukan oleh masing-masing petani. Manfaat Pertanian Moderen Melalui Penerapan Mekanisasi Pertanian Manfaat Usahatani Penggunaan alat dan mesin pertanian dalam suatu hamparan yang cukup luas memberikan beberapa manfaat yaitu: penghematan waktu, pengurangan penggunaan tenaga kerja, pengurangan biaya, peningkatan produktifitas dan pengurangan kehilangan hasil. Dari segi waktu, penggunaan alsin menghemat waktu cukup banyak, sehingga tanam bisa dilaksanakan tanam serempak. Tenaga kerja pertanian (buruh tani) yang terbilang langka di lokasi PPM seperti Soppeng, terselesaikan dengan masuknya alsintan. Dibanding dengan pertanian konvensional dengan teknologi yang biasa dipraktikkan petani, dalam pelaksanaan kegiatan PPM terjadi peningkatan hasil, produksi dari 6,7 ton/ha menjadi 8,05 ton/ha di PPM Kabupaten Soppeng. Kehilangan hasil pada saat panen yang berkisar antara 10-12%, dengan penggunaan combine harvester bisa menekan kehilangan panen hingga 3%. Manfaat lain dari pertanian moderen adalah berkurangnya biaya usahatani dan bertambahnya pendapatan petani. Di lokasi kajian terjadi penurunan biaya usahatani rata-rata 20-25% dan peningkatan keuntungan sekitar 50%. Manfaat Usaha Alsintan Dalam pelaksanaan PPM dirancang dioperasionalkannya alsintan berat seperti Traktor roda 4 (TR4), Rice transplanter dan combine harvester. Bantuan alsintan diberikan kepada UPJA yang mampu mengelola alsintan secara komersial dengan tetap mengacu untuk membantu petani melalui pelayanan prima. Dari usaha penyewaan alsintan, UPJA di lokasi PPM mendapat keuntungan usaha yang cukup baik dengan kisaran RC rasio 1,4 hingga 2,3. Keuntungan tertinggi diperoleh dari penyewaan combine harvester. Transplanter belum dimanfaatkan dengan baik secara komersial, karena sistem persemaian dengan menggunakan transplanter memerlukan keahlian yang cukup memadai dan memerlukan benih varietas unggul. Keuntungan dari iv

6 penyewaan ini masih bisa ditingkatkan dengan menambah kapasitas kerja alat melalui perluasan jaringan kerja alat sehingga hari kerja alat bertambah. Perluasan jaringan dengan manajerial yang solid dan aktif, seperti yang telah dilakukan UPJA Kabupaten Cilacap, memacu perkembangan usaha UPJA. Kelembagaan pengelolaan alsintan pada lokasi PPM Alsintan pada lokasi pengembangan dikelola oleh UPJA. UPJA adalah suatu lembaga ekonomi pedesaan yang bergerak di bidang pelayanan jasa dalam rangka optimalisasi penggunaan alat dan mesin pertanian untuk mendapatkan keuntungan usaha. Struktur kepengurusan UPJA terdiri dari Manajer, Sekretaris dan Bendahara, yang membawahi operator alsintan yang dimiliki UPJA. Pada UPJA yang lebih berkembang, seperti di lokasi PPM Sukoharjo, struktur kepengurusan ditambah dengan perbengkelan dan pemasaran. Kabupaten Soppeng teknisi tinggal di luar desa. Pendukung lainnya adalah teknisi, pada kasus PPM Dalam pengelolaan alsintan oleh UPJA dilakukan secara profesional, dimana biaya untuk operasional alsintan selalu diupayakan bersumber dari hasil alsintan itu sendiri. Pengurus UPJA dan anggota Gapoktan bermusyawarah untuk membahas berbagai persoalan kegiatan usahatani dan pengelolaan alsintan termasuk aturan main, antara lain : menetapkan luas maksimal pelayanan masing-masing traktor dengan mempertimbangkan jadwal pengaturan air, jadwal tanam, dan jumlah traktor, menetapkan besaran biaya atau upah traktor, dan menetapkan larangan adanya traktor dari luar daerah/desa untuk melakukan pengolahan lahan sawah dengan memperhatikan bahwa jumlah traktor di wilayahnya. Alsintan sudah banyak digunakan dalam usahatani padi, namun ketersediaannya masih terbatas. Secara sosial, alsin sudah diterima masyarakat antara lain karena : ketersediaan tenaga kerja sudah kurang, dan membutuhkan waktu yang cepat dalam pengolahan lahan untuk mengejar jadwal tanam. Kelembagaan pengelolaan usahatani, penyediaan input, pascapanen dan pemasaran Penyediaan input dilakukan secara individu, khusus penyediaan pupuk dilakukan melalui RDKK kelompok tani/gapoktan, karena berlaku sistem distribusi pupuk tertutup. v

7 Bagi petani yang cukup modal bisa membeli di kios saprotan. Dalam PPM input diperoleh dari Bansos dan didistribusikan melalui Gapoktan. Aplikasi sarana produksi tersebut di lahan usahatani menjadi tanggung jawab petani pemilik/penggarap masingmasing. Sistem persemaian dengan menggunakan transplanter memerlukan keahlian yang cukup memadai atau berbeda dengan sistem persemaian tapin (tanam pindah). Dengan demikian adopsi inovasi khususnya penggunaan varietas unggul dan efisiensi penggunaan benih padi dapat dilakukan dengan menggunakan transplanter. Inovasi penggunaan input diperoleh dalam PPM saprodi yang lebih sedikit namun efisien, aplikasi pestisida dilakukan sesuai dengan jenis dan serangan OPT. Setelah PPM kegiatan pengolahan tanah, persemaian, tanam dan panen dikoordinir oleh pelaksana PPM, namun setelah itu diharapkan bisa dikoordinir oleh Gapoktan. Pemasaran hasil dilakukan oleh petani masing-masing. Pedagang hasil bumi, merupakan pelaku yang berperan dalam pembelian gabah milik petani. Diharapkan pedagang ini akan diganti oleh Gapoktan atau koperasi tani, dimana mereka bekerjasama atau bermitra dengan pedagang atau BULOG. Pelaku lain dalam kegiatan PPM adalah aparat dinas, tim teknis, dan penyuluh. Tantangan yang diemban oleh pelaku ini agar introduksi inovasi dapat diterima dan diadopsi oleh petani adalah mengubah perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan). Dedikasi, kerja keras, kemampuan diplomasi seluruh petugas yang terlibat, yaitu Dinas Pertanian, Penyuluh, Lurah, Camat, Babinsa, pengurus Gapoktan dan kelompok tani, dan sebagainya sangat membantu dalam mengatasi masalah konsolidasi lahan ini (serta masalah-masalah lain yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan PPM). Kendala pengembangan Kendala pengembangan saat ini adalah: (1) Masih terdapat kekurangan beberapa alsintan seperti: traktor, transplanter dan combine harvester, (2) Terdapatnya kekurangan dafog/tray dari unit transplanter, (3) Masih terbatasnya sarana pendukung seperti gudang alsintan dan perbengkelan, (4) keterbatasan RMU yang ada didesa percontohan, dan (5) Terbatasnya sarana untuk menyimpan gabah yang dihasilkan, sehingga dibutuhkan gudang penyimpanan gabah hasil panen. Jika permasalahan vi

8 tersebut kurang mendapat penangan secara baik, maka idealitas dan harapan penerapan konsep pertanian moderen tidak akan berjalan baik. Pembelajaran dan indikasi kebijakan yang dibutuhkan untuk pertanian moderen. Permasalahan belum bisa terselenggaranya pertanian moderen secara sempurna adalah : (a) waktu persiapan untuk pelaksanaan pertanian moderen kurang memadai, sehingga pemahaman dan keyakinan kepada petani kurang, (2) failitas sarana dan prasarana tidak sempurna antara luas areal dengan jumlah alsintan yang disediakan,, (3) konsep dengan implementasi masih belum sinkron antara lain dalam konsep petani yang bergabung akan diberi modal untuk sektor non pertanian sama sekali tidak ada realisasinya, dan (4) koordinasi dengan lembaga lain yang mendukung pertanian moderen masih lemah, misalnya dengan perbankan dan Bulog. diffusi inovasi percontohan pertanian moderen ini cukup berhasil. Dari segi adopsi dan Pelaksanaan percontohan melibatkan banyak pihak, namun minim konstruksi kelembagaan yang berbasis pada kekuatan yang dimiliki oleh petani, dan kelompokkelompok setempat. Singkatnya waktu pelaksanaan juga membuat konstruksi kelembagaan tidak menjadi fokus utama, karena bagian ini memang perlu waktu lama dan hasilnya tidak segera dapat dilihat. Terdapat empat elemen dasar kelembagaan yang perlu diperhatikan dalam mengkonstruksi kelembagaan, yaitu: (1) Pelaku (stakeholder) dengan posisi dan perannya. Pelaku dalam proses produksi komoditas pertanian, khususnya padi adalah : petani, produsen/penjual sarana produksi, produsen/penjual alsin dan bengkel alsin serta UPJA, penjual jasa tenaga kerja pertanian, pembeli hasil pertanian, Lembaga keuangan, Lembaga pemerintah (dinas terkait, penyuluh); (2) Jaringan dan interaksi yang berpola. Agar aktivitas dalam proses produksi dapat belangsung dengan lancar, maka harus dibangun jaringan antar pelaku sedemikian rupa sehingga interaksi antar pelaku bisa terpola; (3) Aturan main yang adil. (4) Sarana pendukung. Sarana pendukung dalam proses budi daya padi adalah lahan, jaringan irigasi, jalan usahatani, sarana produksi, peralatan. Keempat elemen kelembagaan ini harus terkelola dengan baik agar kegiatan pertanian moderen ini bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan. vii

9 Skala percontohan seluas 100 ha, melibatkan banyak pihak, bahan dan alat, yang sebagian darinya harus didatangkan dari luar. Kondisi ini tidak bisa terus menerus dilakukan, alternatifnya adalah membuat skala percontohan dengan basis kemampuan mandiri komunitas dalam penyediaan bahan, alat dan tenaga kerja, serta kemampuan mengelola seluruh aktivitas dan hasilnya. Kepemilikan alsin sesuai jenis dan jumlah (sesuai kapasitas) bisa digunakan sebagai basis untuk menentukan luasan percontohan. Dengan menghitung kepemilikan alsin UPJA Semangat di kabupaten Soppeng misalnya, maka percontohan lebih optimal jika dilakukan pada lahan sawah seluas ha. Pelaksanaan percontohan sangat singkat, hanya 1 musim tanam. Akan lebih baik jika pelaksanaan tidak hanya dibatasi satu musim, karena esensi penerapan pertanian moderen sebagai suatu inovasi adalah pada perubahan perilaku dalam adopsi inovasi. Perubahan perilaku dan adopsi inovasi perlu waktu dan keberadaan kelompok dapat membuat individu mengikuti proses sesuai dengan yang dialami oleh individu dominan yang menjadi panutan. Dedikasi dan komitmen petugas pelaksana juga harus diperhatikan dalam pelaksanaan kegiatan pertanian modern, fasilitasi, pendampingan, dan pembinaan kegiatan PPM serta mobilisasi massa, sehingga kegiatan tersebut dapat terlaksana. Pengalaman sangat membantu dalam pelaksanaan PPM. Selain itu, dukungan Pemda setempat dan pihak lainnya juga merupakan salah satu faktor yang penting dalam pelaksanaan PPM. Kesimpulan Dari bahasan diatas dapat disimpulkan : (1) Alsintan memiliki keunggulan secara teknis maupun ekonomis. Dalam pelaksanaan PPM, konsolidasi lahan adalah hal yang sangat sulit mengingat galengan masih digunakan sebagai penahan air dan batas kepemilikan. Namun hal tersebut bisa diatasi dengan memperkecil galengan atau meratakan galengan sementara; (2) Pengembangan usahatani padi melalui penerapan penggunaan alat dan mesin pertaniandan pengelolaan usahatani yang terpadu menyebabkan terjadi efisiensi waktu, biaya tenaga kerja, percepatan IP, kualitas kerja dan produk meningkat. Namun pengelolaan usahatani terpadu belum sepenuhnya viii

10 dilaksanakan di lokasi PPM, saat ini baru pada kegiatan olah tanah dan tanam; (3) Pengelolaan usaha alsintan sudah relatif baik, tetapi masih perlu dikembangkan secara profesional dengan memperluas jaringan kerja. Namun masih ada UPJA di lokasi contoh yang belum menentukan aturan main dari penyewaan alsin, terutama alsin yang baru dimiliki (bantuan Pemerintah); (4) Beberapa kegiatan PPM merupakan adopsi inovasi baru, kegiatan tersebut antara lain adalah sistem persemaian dengan menggunakan transplanter yang memerlukan keahlian yang cukup memadai. Hal ini merupakan tantangan bagi aparat dinas, tim teknis, dan penyuluh untuk mengubah perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) agar introduksi inovasi PPM secara keseluruhan dapat diterima dan diadopsi oleh petani; (5) Dalam pelaksanaan PPM belum ada introduksi kelembagaan pemasaran hasil. Pedagang hasil bumi, merupakan pelaku yang berperan dalam pembelian gabah milik petani; (6) Penyediaan sarana produksi saat ini masih disediakan melalui Paket Optimasi Lahan pada PPM. Paket tersebut nampaknya sama baik dalam jenis, jumlah, dan nilainya pada ketiga lokasi PPM. Hal itu berarti penyediaan paket tersebut tidak didasarkan pada kondisi spesifik lokasi tanah. Namun sebagian petani menyatakan bahwa akses untuk memperoleh sarana produksi mudah didapat asal tersedia modal. Selain sarana produksi, ketersediaan air/sarana irigasi pada lokasi PPM juga perlu diperhatikan karena hal ini diperlukan dalam percepatan tanam; (7) Permasalahan yang dihadapi pada saat ini terkait implementasi program pertanian moderen tersebut adalah masih terdapat kekurangan beberapa alsintan seperti: traktor roda 4, transplanter dan combine harvester, keterbatasan tray/nampan untuk pembibitan, terbatasnya sarana pendukung seperti gudang alsintan dan perbengkelan, keterbatasan RMU yang ada di lokasi percontohan, dan terbatasnya gudang penyimpanan gabah hasil panen. Implikasi Kebijakan Untuk mempercepat penerapan pertanian moderen yang berkelanjutan beberapa implikasi kebijakan yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah: (1) Perlu persiapan waktu untuk mensosialisasikan pertanian moderen kepada masyarakat dan stakeholder terkait dan menciptakan komitmen bersama untuk implementasi pertanian modern, ix

11 terutama yang menyangkut perubahan sikap dan keyakinan untuk menerima/adopsi inovasi memerlukan waktu, ketekunan dan kegigihan bahkan perlu domentrasi plot (dempot) atau demfarm sehingga petani menjadi sadar, yakin, berkeinginan dan meniru atau adopsi inovasi tersebut; (2) Perlunya specific road map sehingga bisa menerapkan langkah dan prioritas, seperti pilihannya pada apakah pertanian moderen ini akan diterapkan secara sempurna menurut siklus usahatani padi atau akan diterapkan secara bertahap tetapi sempurna, misalnya pengolahan tanah dan tanam saja, dilanjutkan dengan pemeliharaan teritegrasi dan kemudian dengan tahapan panen, pasca panen dan pemasaran; (3) Perlu adanya program pendamping, sesuai dengan konsep pertanian moderen dimana kelebihan tenaga kerja akan diserap oleh sektor non pertanian. Konsep ini bisa dilakukan dengan pembukaan kesempatan kerja sektor non pertanian yang terkait maupun tidak terkait dengan pertanian; (4) Terkait dengan fasilitasi alsintan, pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang ditujukan untuk para produsen alsintan. Alsintan yang diproduksi masal harus sudah lolos uji sehingga layak pakai, juga kesiapan melempar ke pasaran umum termasuk kesediaan spare-part, layanan purna jual, dll. Saat ini hampir sebagian besar alsintan yang ada belum layak pakai; (4) Di lapangan terdapat permasalahan pada satu lokasi pertanian moderen tetapi tidak merupakan masalah pada lokasi lain, misalnya di Sukoharjo ada keterbatasan jumlah tray tetapi di Soppeng dan Cilacap hal ini tidak menjadi masalah karena ada metoda lain. Untuk itu perlu dibangun system pengembangan SDM, seperti pusat-pusat pelatihan yang tumbuh dari kelompok lintas daerah sebagai ajang studi banding yang difasilitasi oleh pemeritah: (5) Untuk permasalahan yang terkait dengan alam antara lain : kedalam lumpur sawah, topografi, keadaan sosial dll, perlu ada kajian yang berlanjut untuk penggambaran (mendelineasi) daerah mana saja yang layak untuk dikembangkan sebagai pertanian moderen, semi moderen dan konvensional; (6) Perlu adanya jaminan ketersediaan sarana produksi seperti : pupuk, pestisida, air irigasi dan membentuk kelembagaan pasar dengan cara memperkuat gapoktan atau koperasi tani. x

12 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR i RINGKASAN EKSEKUTIF ii DAFTAR ISI xi DAFTAR TABEL xiii I PENDAHULUAN Latar belakang Tujuan dan Keluaran Kajian 4 II METODOLOGI 5 Lokasi 2.1 Penelitian Sumber dan Jenis Data Metode Analisis 6 III HASIL KAJIAN Kasus Proyek Pengembangan Pertanian Modern di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan Gambaran Umum Sistem Konsolidasi Lahan Analisis Manfaat Pertanian Modern Melalui Penerapan Mekanisasi Pertanian Kelembagaan Pengelolaan Alsintan pada Lahan Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input, Pascapanen dan Pemasaran Kasus Proyek Pengembangan Pertanian Modern di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah Gambaran Umum Sistem Konsolidasi Lahan Analisis Manfaat Pertanian Modern Melalui Penerapan Mekanisasi Pertanian Kelembagaan Pengelolaan Alsintan pada Lahan Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input, Pascapanen dan Pemasaran Kasus Proyek Pengembangan Pertanian Modern di Kabupaten Blora, Jawa Tengah Gambaran Umum Sistem Konsolidasi Lahan Analisis Manfaat Pertanian Modern Melalui Penerapan Mekanisasi Pertanian Kelembagaan Pengelolaan Alsintan pada Lahan xi

13 Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input, Pascapanen dan Pemasaran Pengembangan Mekanisasi Pertanian di Kabupaten Cilacap Perkembangan Pertanian dan Dukungan Mekanisasi Analisis Manfaat Pertanian Modern Melalui Penerapan Mekanisasi Pertanian Pengembangan Pertanian Melalui Kelembagaan Pengelolaan Jasa Alsintan (UPJA) Kelembagaan Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input, Pascapanen dan Pemasaran Peluang dan Kendala Pengembangan Pertanian Modern Melalui Mekanisasi Pertanian Pembelajaran dan Indikasi Kebijakan yang Dibutuhkan untuk Pertanian Modern 78 IV KESIMPULAN Kesimpulan Implikasi Kebijakan 86 DAFTAR PUSTAKA xii

14 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Analisis Usahatani Padi pada Percontohan Pertanian Modern dan Konvensional di Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng, MH 2014/2015 (Rp/ha) Struktur Ongkos dan Sewa Traktor tangan di UPJA Semangat Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng, 2015 (Rp/ha) Struktur Ongkos dan Sewa Traktor roda-4 di UPJA Semangat Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng, 2015 (Rp/ha) Struktur Ongkos dan Sewa Combine Harvester di UPJA Semangat Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng, 2015 (Rp/ha) Alsin yang dimiliki UPJA Semangat saai ini (Agustus 2015) Aturan Main dalam Penggunaan Jasa Alsin yang dikelola UPJA Semangat di Kabupaten Soppeng, Pelaku dalam Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input Pascapanen dan Pemasaran Secara Konvensional dan Percontohan Pertanian Modern di Soppeng, Jenis, Jumlah dan Nilai Sarana Produksi untuk Kegiatan PPM Seluas 100 ha di Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng, Analisis Usahatani Padi pada Percontohan Pertanian Modern dan Konvensional di Desa Delanggu, Kecamatan Tawangsari, KabupatenSukoharjo, MT II 2015 (Rp/ha) Struktur Ongkos dan Sewa Traktor tangan di UPJA Desa Dalangan, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo, 2015 (Rp/ha) Struktur Ongkos dan Sewa Transplanter di UPJA Desa Dalangan, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo, 2015 (Rp/ha) Struktur Ongkos dan Sewa Combine Harvester di UPJA Desa Dalangan, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo, 2015 (Rp/ha) Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah di Kabupaten Sukoharjo, Luas Baku Sawah Berdasarkan Kondisi Irigasinya untuk Pertanaman Padi di Kabupaten Sukoharjo, xiii

15 15. Jumlah Alat dan Mesin Pertanian di Kabupaten Sukoharjo, 2014 dan 2015 (unit) Rasio Luas Lahan dan Jumlah Alsintan di Kabupaten Sukoharjo, Analisis Usahatani Padi pada Percontohan Pertanian Modern dan Konvensional di Desa Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, MH 2014/2015 (Rp/ha) Struktur Ongkos dan Sewa Traktor tangan di UPJA Desa Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, 2015 (Rp/ha) Struktur Ongkos dan Sewa TR-4 di UPJA Desa Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, 2015 (Rp/ha) Struktur Ongkos dan Sewa Transplanter di UPJA Desa Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, 2015 (Rp/ha) Struktur Ongkos dan Sewa Combine Harvester di UPJA Desa Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, 2015 (Rp/ha) Alsin yang Dimiliki UPJA Jasa Karya Utama dan Sumbernya (September 2015) Nilai sewa Alsin yang berlaku di UPJA Jasa Karya Utama, Kab. Blora, Pelaku dalam Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input Pascapanen dan Pemasaran Secara Konvensional dan Percontohan Pertanian Modern di Blora, Jenis, Jumlah, dan Nilai Sarana Produksi untuk kegiatan Optimasi Lahan seluas 100 ha di Desa Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah di Kabupaten Cilacap, Luas Baku Lahan Sawah Berdasarkan Frekuensi Tanam Padi di Kabupaten Cilacap, Jumlah Alat dan Mesin Pertanian di Kabupaten Cilacap, 2014 dan 2015 (unit) Rasio Luas Lahan dan Jumlah Alsintan di Kabupaten Cilacap, Jumlah RMU Berdasarkan Skala di Kabupaten Cilacap, Usahatani Padi Sawah Pertanian Modern dan Non-Modern di Desa Bojong, Kecamatan Kawunganten, Cilacap MT I 2015 (Rp/ha) Struktur Ongkos dan Sewa Traktor tangan di UPJA Desa Bojong, Kec. Kawunganten, Kab. Cilacap, 2015 (Rp/ha) Struktur Ongkos dan Sewa Transplanter di UPJA Desa xiv

16 Bojong, Kec. Kawunganten, Kab. Cilacap, 2015 (Rp/ha) Struktur Ongkos dan Sewa Power thresher di UPJA Desa Bojong, Kec. Kawunganten, Kab. Cilacap, 2015 (Rp/ha) Struktur Ongkos dan Sewa Mini Combine Harvester di UPJA Desa Bojong, Kec. Kawunganten, Kab. Cilacap, 2015 (Rp/ha) Jumlah Kelompok Tani, Gapoktan dan UPJA di Kabupaten Cilacap, xv

17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Beras merupakan pangan pokok yang sangat dominan. Kelangkaan penyediaan beras dan melonjaknya harga beras, baik secara langsung ataupun tidak langsung, akan mengakibatkan krisis ekonomi, sosial, dan politik. Selain itu, beras merupakan penyumbang terbesar PDB pada kelompok tanaman pangan, sumber pendapatan petani, penyedia lapangan kerja dan merupakan sumber pangan pokok bagi penduduk Indonesia. Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan surplus 10 juta ton beras pada Dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 252 juta orang dan tingkat konsumsi 130,99 kg/kapita, diperlukan 33 juta ton beras. Untuk itu, produksi padi nasional ditargetkan sekitar 76,568 juta ton gabah kering giling (GKG) atau setara dengan 43 juta ton beras konsumsi. Artinya, produksi padi nasional 2014 harus meningkat 8,04% dari 2013 berdasarkan data Angka Ramalan (Aram II) Badan Pusat Statistik (BPS) pada November 2013 lalu. Namun produksi padi tahun 2014 mengalami penurunan. Produksi padi tahun 2014 (ASEM) sebanyak 70,83 juta ton gabah kering giling (GKG) atau mengalami penurunan sebesar 0,45 juta ton (0,63 persen) dibandingkan tahun Penurunan produksi padi tahun 2014 terjadi di Pulau Jawa sebesar 0,83 juta ton, sedangkan produksi padi di luar Pulau Jawa mengalami kenaikan sebanyak 0,39 juta ton. Penurunan produksi diperkirakan terjadi karena penurunan luas panen seluas 41,61 ribu hektar (0,30 persen) dan penurunan produktivitas sebesar 0,17 kuintal/hektar (0,33 persen)(bps, 2015). Kementerian Pertanian telah menetapkan target swasembada pangan khususnya padi dalam tiga tahun ke depan. Masalah yang dihadapi antara lain produktivitas padi yang cenderung stagnan bahkan menurun. Permasalahannya antara lain yaitu irigasi, benih, pupuk dan alat mesin pertanian. Alat dan mesin pertanian, diperlukan untuk mengatasi berkurangnya jasa penanam padi sawah yang mengakibatkan periode penanaman padi menjadi lebih panjang, sehingga upaya rekomendasi penanaman serentak dalam suatu hamparan/kawasan tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Sebagai konsekuensi dari ketidakseragaman 1

18 periode pertanaman padi dalam suatu hamparan/kawasan, maka para petani sering dihadapkan pada kondisi populasi hama yang sulit dikendalikan serta periode panen padi yang beragam. Sebagai konsekuensi dari keterbatasan tenaga kerja pada periode tertentu, maka periode panen padi menjadi lebih panjang, yang pada gilirannya program peningkatan Indeks Pertanaman Padi (IP 300) untuk meningkatkan produksi padi pada suatu wilayah pertanaman padi sulit diterapkan. Selain itu, jika ingin menyelamatkan produksi, perlakuan pascapanen yang tepat penting diadopsi. Susut hasil saat penanganan pascapanen pun berpengaruh pada produksi beras nasional. Rata-rata, kehilangan hasil saat panen yang dialami petani adalah sebesar 0,53%. Kehilangan hasil pada proses perontokan sekitar 0,83%, pengeringan 6,09%, dan penggilingan sekitar 2,98%. Secara total, rata-rata kehilangan hasil yang dialami petani saat pengolahan pascapanen mencapai 10,43%. Kehilangan hasil pada padi yang dipanen dengan cara manual sekitar rata-rata sekitar 8%-15%, sedangkan jika menggunakan mesin panen, kehilangan hasilnya bisa menurun hingga 1%-3% (Agrina, 2014). Salah satu solusi yang ditawarkan untuk mengatasi masalah di atas adalah penerapan pertanian modern (PPM) menggunakan teknologi mekanisasi pertanian, mulai dan kegiatan olah tanah, penanaman sampai panen dan perontokan. Alat dan mesin yang dialokasikan adalah traktor roda 4, rice transplanter, combine harvester dan UPPO serta peralatan bengkel. Jumlah dan jenis sesuai dengan kebutuhan spesifik lokasi dan permintaan dari penerima manfaat. Lokasi percontohan adalah daerah sentra produksi dan wilayah pengembangan kawasan pertanian tanaman, seluas minimal 100 ha dengan kondisi datar, hamparan luas dan tersedianya sumber air. Program tersebut diimplementasikan musim terkahir 2014, berlokasi di tiga kabupaten yaitu di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan; Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah dan Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Kabupaten Soppeng, merupakan satu-satunya kabupaten di Sulawesi yang memperoleh alokasi kegiatan Percontohan Pertanian Modern di Provinsi Sulawesi Selatan untuk tahun Menurut Ditjen PSP, terdapat dua kelompok tani yang melaksanakan penanaman padi dengan menerapkan teknologi Pertanian Modern di Kabupaten Soppeng, seluas 100 hektar. Kelompok tani tersebut adalah: Kelompok Tani Matunru-tunrue dan Kelompok Tani Addiangnge, Gapoktan Appanang di 2

19 Kecamatan Liliriaja Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Rata-rata luas lahan sawah yang digarap petani dalam kegiatan lokasi pertanian modern tersebut adalah 0,04 Ha/petani pada kelompok tani Addiangnge dengan total lahan seluas 40 ha. Pada kelompok tani Matunru-Tunrue, rata-rata luas lahan garapan adalah 0,051 ha/kk, dengan total luas lahan 60 ha. Di Jawa Tengah, kegiatan ini dilakukan di dua kabupaten yaitu Kabupaten Sukoharjo pada Gapoktan Tani Mandiri dan UPJA Bagyo Mulyo di Desa Dalangan, Kecamatan Tawangsari seluas 170 ha; serta Kabupaten Blora pada Gapoktan Sido Rukun dan UPJA Jasa Karya Utama di Desa Gabusan, Kecamatan Jati seluas 100 ha. Pelaksanaan PPM untuk mendukung pengelolaan 100 ha lahan pertanian dengan penerapan mekanisasi dari prapanen hingga panen dilaksanakan oleh UPJA Berkembang atau Profesional di wilayah Pembinaan dan Pengawasan Dinas Pertanian. Kegiatan ini merupakan satu paket penguatan/peningkatan kinerja UPJA yang berupa Bansos (Bantuan Sosial) pengadaan alsintan. Menurut kajian Badan Litbang (2015) keuntungan usahatani menggunakan teknologi mekanisasi pertanian meningkat 81,61% dibandingkan dengan teknologi manual. Penggunaan teknologi mekanisasi pertanian secara penuh dalam usahatani padi juga meningkatkan produksi sebanyak 33,83%, juga menghemat tenaga kerja dan biaya produksi. Dilihat dari segi ekonomi, usahatani dengan penggunaan teknologi mekanisasi pertanian penuh sangat efisien dan menguntungkan petani. Namun, masalah pembangunan pertanian bukan hanya pada perangkat teknologinya, tetapi struktur kelembagaan dalam masyarakat pedesaan (Sinaga dan White, 1980), dimana teknologi tersebut masuk, yang menentukan apakah teknologi itu mempunyai dampak negatif atau positif atas distribusi pendapatan. Mubyarto (1994) mengatakan bahwa aspek kelembagaan berperanan penting dalam pembangunan pertanian, diperlukan upaya khusus pemberdayaan petani antara lain melalui kolektif farming. Kolektif farming adalah sejumlah areal pertanian yang dikelola secara kolektif misalnya melalui kelompok tani atau ikatan kelompok lainnya untuk mencapai skala ekonomis dalam pengelolaannya. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pengembangan usahatani berbasis penggunaan teknologi mekanisasi pertanian penuh, antara lain status 3

20 kepemilikan atau penguasaan lahan petani, kelembagaan pasar-baik pasar input maupun output, dan kelembagaan pengelolaan alsintan. Dalam kelembagaan pengelolaan alsintan, pengembangannya harus memperhatikan aspek untuk menghasilkan produk padi yang bernilai tambah maksimal dan berdaya saing tinggi, dukungan jaringan pelayanan finansial untuk mendukung permodalan, peningkatan kemampuan SDM pedesaan secara profesional, perbengkelan dan penyediaan suku cadang. Sampai sejauh mana aspek-aspek tersebut telah dikoordinasikan dalam pengembangan pertanian modern/usahatani berbasis penggunaan teknologi pertanian dan permasalahan apa yang lahir dengan adanya implementasi program tersebut? Pertanyaan ini yang mendorong perlunya dilakukan kegiatan analisis kebijakan (anjak) ini Tujuan dan Keluaran Kajian Tujuan Tujuan umum adalah mengkaji prospek pengembangan usahatani padi berbasis penggunaan teknologi mekanisasi pertanian di lokasi pengembangan. Secara khusus tujuan kajian ini adalah : 1. Mengkaji tambahan manfaat yang diberikan pertanian modern yang dikelola dengan mekanisasi relatif terhadap pertanian konvensional yang dikelola secara manual 2. Mengkaji kelembagaan pengelolaan alsintan yang eksisting pada lahan pengembangan 3. Merumuskan alternatif kebijakan pengembangan lahan usahatani padi berbasis mekanisasi pertanian yang berkelanjutan. Keluaran Keluaran umum dari kajian ini adalah infromasi tentang prospek pengembangan usahatani padi berbasis teknologi mekanisasi pertanian pada lahan pengembangan. 1. Tambahan manfaat yang diberikan pertanian modern yang dikelola dengan mekanisasi relatif terhadap pertanian konvensional yang dikelola secara manual 2. Informasi kelembagaan pengelolaan alsintan yang eksisting pada lahan pengembangan 4

21 3. Rumusan alternatif kebijakan pengembangan lahan usahatani padi berbasis mekanisasi pertanian yang berkelanjutan Perkiraan Manfaat dan Dampak Hasil kajian diharapkan bermanfaat bagi pemangku kepentingan dalam pengembangan lahan usaha dengan penggunaan alat dan mesin pertanian, agar peningkatan produksi dan usahatani lebih efekif. Dengan tersedianya kajian ini diharapkan pemangku kepentingan dapat merumuskan kebijakan pengembangan lahan berbasis mekanisasi pertanian dengan lebih baik, yang dapat meningkatkan produktivitas usahatani dan produksi pangan secara lebih efisien. Sebagai dampak, diharapkan hasil kajian ini bisa dimanfaatkan sebagai acuan dalam kebijakan pengembangan lahan usahatani padi berbasis mekanisasi pertanian, khususnya yang terkait dengan kelembagaan pengelolaan alsintan yang berkelanjutan. II. METODOLOGI 2.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dipilih secara purposif, yaitu pada Proyek Percontohan Pertanian Modern Kabupaten Soppeng-Sulawesi Selatan, Kabupaten Sukahorjo-Jawa Tengah, Kabupaten Blora-Jawa Tengah, dan Kabupaten Cilacap-Jawa Tengah. Kabupaten Cilacap diambil sebagai contoh dengan dasar bahwa keberhasilan UPJA di Kabupaten Cilacap dianggap dapat menjadi acuan dalam pengembangan UPJA di lokasi Percontohan Pertanian Modern Sumber dan Jenis Data Jenis data yang dibutuhkan adalah data sekunder dan primer. Data dan informasi sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi pemerintah terkait di Jakarta, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Provinsi Jawa Tengah. Data dan informasi sekunder juga diperoleh melalui penelusuran dokumen berupa laporan, jurnal, dan karya ilmiah lainnya. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan aparat pertanian tingkat provinsi/kabupaten dan pengurus gabungan kelompok tani (gapoktan), dan diskusi kelompok dengan petani padi sawah di lokasi penelitian. Data sekunder meliputi dokumen dan data terkait tentang usahatani padi, pengembangan lahan dan pengembangan alat dan mesin pertanian (alsintan) serta 5

22 berbagai kebijakan terkait. Data primer yang dikumpulkan adalah pengelolaan usahatani, kelembagaan pengelolaan alsintan, kelembagaan pemasaran input dan hasil pada lahan pengembangan Metode Analisis Data Data kuantitatif akan dianalisis dengan menggunakan analisis tabulasi sederhana, sedangkan data kualitatif menyangkut aspek kebijakan dan kelembagaan akan dianalisis secara deskriptif. III. HASIL KAJIAN 3.1. Kasus Proyek Pengembangan Pertanian Modern di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan Gambaran Umum Sistem Konsolidasi Lahan Kegiatan PPM adalah kegiatan usahatani yang dilaksanakan dengan penerapan mekanisasi pertanian dan pemanfaatan bantuan paket kegiatan peningkatan kemampuan UPJA dalam bidang pelayanan jasa alsintan mulai kegiatan pengolahan tanah, penanaman bibit sampai dengan kegiatan panen dengan cakupan pelayanan seluas minimal 100 ha. Prasyarat penerapan pertanian modern melalui penerapan mekanisasi pertanian adalah tersedianya lahan pertanian sehamparan yang terkonsolidasi, baik secara teknis maupun dalam managemen pengelolaan usahatani. Kriteria lokasi, mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Diprioritaskan pada daerah sentra produksi pertanian tanaman pangan dan wilayah pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan seluas minimal 100 ha dengan kondisi datar, hamparan luas dan tersedianya sumber air. 2. Mempertimbangkan kondisi lokal spesifik yang secara teknis dan ekonomis memenuhi persyaratan untuk kegiatan Percontohan Pertanian Modern 3. Terdapatnya UPJA Berkembang/Profesional yang mampu untuk melaksanakan dan mengembangkan mekanisasi pertanian pada kegiatan Percontohan Pertanian Modern 4. Mempertimbangkan proposal yang diajukan oleh UPJA dan Dinas Pertanian Kabupaten/Kota, terkait dengan pengembangan Kegiatan Percontohan Pertanian Modern 6

23 5. Mempertimbangkan kinerja Dinas Pertanian Kabupaten/Kota yang pernah menerima bantuan penguatan UPJA Dua tahun sebelumnya, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Soppeng juga pernah menerapkan percontohan pertanian dengan mekanisasi. Percontohan dilakukan pada lahan sawah tadah hujan di Kelompok Tani Ale Bua Bua di Kecamatan Donri Donri dan Kelompok Tani Tensiabeng di Kecamatan Liliriaja, masing-masing seluas 50 ha dengan dana yang bersumber dari APBD I. Teknologi yang diterapkan dalam pertanian mekanisasi tersebut berupa sistem legowo, penggunaan air (yang lebih hemat), pemupukan berimbang (dilakukan uji ph tanah lebih dulu), penggunaan benih unggul, pengurangan kehilangan hasil dengan menggunakan combine harvester. Sosialisasi dan bimbingan dilakukan secara intensif untuk mengubah pola pikir (pengetahuan, sikap, dan tindakan) petani. Hasil panen padi (ubinan) di Donri Donri adalah : lahan irigasi 10,8 ton/ha, lahan irigasi setengah teknis 8 ton/ha, dan lahan tadah hujan 7 ton/ha. Selanjutnya di lokasi percontohan dimasukkan alat RMU, untuk menangani pemrosesan hasil. Kabupaten Soppeng terletak pada depresiasi Sungai Walanae yang terdiri dari daratan dan perbukitan dengan luas daratan kurang lebih 700 km 2 serta berada pada ketinggian rata-rata antara m di atas permukaan laut. Luas daerah perbukitan Soppeng kurang lebih 800 km 2 dan berada pada ketinggian rata-rata 200 m di atas permukaan laut. Ibukota Kabupaten Soppeng adalah kota Watansoppeng yang berada pada ketinggian 120 m di atas permukaan laut. Kabupaten Soppeng tidak memiliki wilayah pantai. Wilayah perairan hanya sebagian dari Danau Tempe. Wilayah Kabupaten Soppeng dibagi menjadi delapan kecamatan, yaitu: Citta, Donri Donri, Ganra, Lalabata, Liliriaja, Lilirilau, Marioriawa, dan Marioriwawo Percontohan Pertanian Modern (PPM) di Kabupaten Soppeng berlokasi di Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja. Lokasi persawahan yang menjadi percontohan terletak kurang dari 1 km dari kantor Kelurahan Appanang maupun kantor Kecamatan Liliriaja, 16 km dari ibu kota kabupaten, dan 215 km dari ibu kota provinsi. Lahan persawahan dapat dijangkau dengan alat transportasi roda dua maupun roda empat. Lahan pertanian di Kecamatan Liliriaja berupa lahan sawah seluas 813,97 ha dan 276 ha lahan kering. Lahan percontohan seluas 100 ha, merupakan lahan 7

24 pertanian irigasi teknis. Organisasi petani yang terdapat di Kelurahan Appanang yaitu Gapoktan yang beranggotakan 13 kelompok tani, dan dua di antaranya menjadi peserta PPM. Organsasi petani lainnya yaitu UPJA Semangat. Kegiatan Percontohan Pertanian Modern di Soppeng melibatkan dua kelompok tani, yaitu Kelompok Tani Matunru-tunrue dan Kelompok Tani Addiange, dari total 13 kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan Appanang. Kelompok ini dipilih karena dinilai bagus aktivitasnya. Lahan sawah Kelompok Tani Matunrutunrue yang menjadi lokasi PPM seluas 60 ha dengan penggarap sebanyak 118 petani, sedangan Kelompok Tani Addiange seluas 40 ha dengan jumlah petani sebanyak 76 orang, jadi total petani yang terlibat dalam kegiatan PPM sebanyak 194 orang. Dalam pelaksanaan kegiatan PPM, seluruh petani yang terlibat dibagi mejadi delapan kelompok kecil, bersesuaian dengan jumlah kecamatan yang ada di Kabupaten Soppeng. Masing-masing kecamatan diberi tanggung jawab untuk membantu pelaksanaan kegiatan percontohan di satu kelompok kecil. Dalam rangka memenuhi tanggung jawab tersebut, setiap kecamatan mengirimkan wakilnya yang terdiri dari Babinsa, Penyuluh, dan Petani. Selain untuk mendukung pelaksanaan percontohan, para wakil dari kecamatan diharapkan menjadikan aktivitas yang diikutinya sebagai proses pembelajaran, untuk kemudian mempraktekkan serta mengajarkan kepada petani di wilayah masing-masing. Tujuan pembentukan delapan kelompok kecil secara khusus yaitu : (1) memudahkan koordinasi dan penyebaran informasi, karena pemukiman petani menyebar; (2) alat dan barang tidak terkonsentrasi di lokasi atau pihak tertentu, sehingga kegiatan diharapkan bisa terlaksana dengan lebih cepat dan lancar; (3) mempercepat proses difusi inovasi dengan melibatkan pihak terkait di masing-masing kecamatan sebagai penanggung jawab kelompok kecil. Selain syarat yang terkait dengan kelompok tani, juga ada syarat untuk lokasi hamparan sawah, yaitu air cukup dan ada jalan usahatani. Lahan sawah yang menjadi lokasi percontohan terhampar di sepanjang saluran irigasi, sehingga ketersediaan air saat percontohan dilakukan bisa terjamin. Salah satu petani yang terlibat dalam percontohan berposisi sebagai ulu-ulu, yang bertugas menjamin pembagian air di hamparan tersebut. Jalan usahatani di hamparan sawah 8

25 percontohan terbentang di sepanjang saluran irigasi, dan merupakan bagian saluran irigasi yang sengaja diperkeras dan diperluas sehingga sekaligus bisa berfungsi sebagai jalan usahatani. Selain itu, juga terdapat jalan usahatani yang membelah lahan sawah percontohan, menghubungkan wilayah pemukiman di terletak di pusat kelurahan/kecamatan yang berbatasan dengan persawahan, dengan jalan usahatani yang terletak di tepi saluran irigasi. Keberadaan usahatani memudahkan pengangkutan sarana pertanian, alat maupun hasil dan mobilitas orang. Salah satu tantangan berat PPM ini adalah konsolidasi lahan seluas 100 ha yang melibatkan penggarap atau petani penggarap sebanyak 194 orang, ditambah sejumlah pemilik lahan yang tidak ada di lokasi tersebut dan menyakapkan sawahnya kepada petani setempat. Awalnya ada wacana untuk menghilangkan pematang sawah untuk memudahkan mobilitas alat dan mesin (alsin) pertanian. Wacana ini membuat petani keberatan untuk ambil bagian kegiatan PPM, karena (1) Pematang memiliki fungsi sebagai batas kepemilikan sawah, jika batas dihilangkan akan menjadi sumber masalah, sumber baku hantam. Sebagian besar (75 persen) petani setempat adalah penggarap, sehingga tidak memiliki wewenang untuk menyetujui penghilangan tanggul/pematang. Untuk terlibat di dalam kegiatan PPM ini para petani penggarap harus meminta izin pemilik lahan yang bermukim di Makassar, Jakarta, Kalimantan, dan Irian Jaya; dan tidak jarang petugas yang harus berkomunikasi langsung dengan pemilik lahan yang masih ragu untuk terlibat dalam kegiatan tersebut; (2) Pematang juga berfungsi sebagai penahan air, agar air tidak terus mengalir ke lahan yang lebih rendah. Akhirnya disepakati bahwa pematang tetap dipertahankan sebagaimana adanya, dan untuk memudahkan pergerakan alsin, petani tidak keberatan untuk membuka pematang sawahnya sesuai kebutuhan (hanya selebar alsin, dan kemudian bisa dirapikan kembali). Dedikasi, kerja keras, kemampuan diplomasi seluruh petugas yang terlibat, yaitu Dinas Pertanian, Penyuluh, Lurah, Camat, Babinsa, pengurus Gapoktan dan kelompok tani, dan sebagainya sangat membantu dalam mengatasi masalah konsolidasi lahan ini (serta masalah-masalah lain yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan PPM). Keberadaan pematang sawah tidak menjadi penghalang bagi operasional dan mobilitas alsin. Traktor roda 4 (TR4) bisa digunakan pada lahan petani, karena setiap petakan sawah tidak terlalu kecil, dan jika ada lahan sawah yang terlalu 9

26 sempit, bisa digunakan traktor roda 2 (TR2). Penggunaan TR4, Rice Transplanter (RT) atau Combine Harvester (CH) juga tidak mengalami kendala dengan tetap dipertahannya pematang sawah, karena ditemukan cara agar alsin bisa berpindah melewati pematang: (1) pematang dibuat lebih datar pada bagian yang akan dilalui alsin; atau (2) bagian dalam dan luar pematang diberi jerami sehingga bisa dilalui alsin. Alsin seperti Combine Harvester (CH) juga bisa melewati selokan, setelah sebelumnya selokan ditutup dengan jerami. Kreativitas petugas dan petani terus bermunculan untuk mengatasi masalah operasional alsin di berbagai kondisi lahan persawahan. Misalnya jika lahan terlalu lembek, lahan harus diairi agar CH bisa; jika lahan dalam, maka TR2 diberi pelampung agar tidak tenggelam Analisis Manfaat Pertanian Modern Melalui Penerapan Mekanisasi Pertanian Analisis Manfaat Usahatani Penggunaan alat dan mesin pertanian dalam suatu hamparan yang cukup luas memberikan beberapa manfaat yaitu: penghematan waktu, pengurangan penggunaan tenaga kerja, pengurangan biaya, peningkatan produktivitas dan pengurangan kehilangan hasil. Dari segi waktu, penggunaan alsin menghemat waktu cukup banyak, sehingga tanam bisa dilaksanakan tanam serempak, pekerjaan olah tanah dan tanam selesai dalam 12 hari untuk 100 ha. Biasanya pekerjaan tersebut selesai lebih dari sebulan. Olah tanah dengan menggunakan TR2 bisa selesai 24 jam (3 hari) dengan tenaga kerja 6 HOK, dengan TR4 selesai 14 jam dengan tenaga kerja 1,5 HOK. Tenaga kerja pertanian (buruh tani) yang terbilang langka di lokasi PPM, menyebabkan petani harus mendatangkannya dari kabupaten sekitarnya seperti Bone. Masuknya alsin menjawab kelangkaan tenaga kerja di wilayah ini. Selain penggunaan alsin, PPM dilaksanakan dengan menerapkan teknologi usahatani padi sistem SRI, berupa : tanam bibit muda, 1-2 bibit/lubang, intermeten dan hemat air (genangan maksimal 3 cm dari biasanya sampai setinggi tanggul), pemupukan berimbang plus pupuk organik dan enam tepat, jajar legowo 2:1, pengawalan ketat terhadap serangan OPT (antara lain : dosis dan aplikasi penggunaan obat-obatan secara benar). Dibanding dengan pertanian konvensional dengan teknologi yang biasa dipraktikkan petani, maka dalam pelaksanaan kegiatan PPM terjadi peningkatan hasil dari kg (6,37-7,9 ton/ha) 10

27 menjadi kg (9,2 ton/ha), hasil ubinan bahkan menunjukkan hasil tertinggi sampai 11 ton/ha. Keterangan resmi dalam laporan pelaksanaan PPM, produksi meningkat dari 6,7 ton/ha menjadi 8,05 ton/ha. Pada saat panen, kehilangan hasil berkisar antara 10-12% bahkan bisa mencapai hingga 20%. Berdasarkan sumber dari petugas Dinas TPH Soppeng, pengusaha jasa combine harvester dan petani penggunaan combine harvester bisa menekan kehilangan panen hingga hanya tinggal 3%. Dengan melihat fakta ini dapat dikatakan bahwa penggunaan combine harvester membantu mengurangi kehilangan hasil pada saat panen dengan sangat nyata. Manfaat lain dari pertanian modern adalah berkurangnya biaya usahatani dan bertambahnya pendapatan petani. Seperti terlihat dalam Tabel 1 di bawah bahwa keuntungan usahatani atas biaya total bisa meningkat hingga Rp per ha dengan mengaplikasikan mekanisasi pertanian dan cara budi daya padi yang direkomendasikan. Penambahan biaya pada PPM terjadi pada penambahan pupuk organik, penggunaan PPC/POC, pembuatan persemaian serta panen dan perontokkan. Sebaliknya penurunan biaya terjadi pada pekerjaan olah tanah (turun 17,14 persen) sebagai keuntungan diimplementasikannya penggunaan traktor roda 4. Penurunan biaya juga terjadi sebagai dampak digunakannya alsin transplanter yang disertai dengan perubahan sistem persemaian, sehingga tahapan kegiatan menggaru/meratakan tanah dan cabut dan angkut bibit tidak ada lagi. Biaya pembelian pupuk anorganik juga turun sekitar 50% karena pada implementasi PPM penggunaan pupuk anorganik dikurangi. Penggunaan sarana produksi turun sebesar 11,7%. Tenaga kerja secara keseluruhan menurun sebesar 14,39%. Secara total biaya usahatani pada PPM lebih rendah dibandingkan dengan total biaya usahatani petani diluar PPM, selisih biaya mencapai Rp (turun 14,39 persen). Hal ini terjadi karena adanya efisiensi dalam penggunaan pupuk Urea dan NPK, pengolahan tanah dan persemaian, serta pertanaman. Penerapan teknologi secara keseluruhan terbukti mampu meningkatkan produktivitas, dari 6,7 ton/ha menjadi 8,05 ton/ha. Pada tingkat harga yang sama, penerimaan meningkat 20,15%. 11

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nawa Cita (Sembilan Program Prioritas) merupakan agenda prioritas Kabinet Kerja Pemerintah Indonesia periode 2015 2019 mengarahkan pembangunan pertanian ke depan untuk

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN ALSINTAN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN ALSINTAN PENGEMBANGAN MEKANISASI PERTANIAN MENUJU PERTANIAN MODERN KEBIJAKAN PENGELOLAAN ALSINTAN 1. Pengelolaan Alsintan Melalui Brigade Tanam: a. Bersifat task force b. Dikelola oleh Dinas Pertanian Propinsi

Lebih terperinci

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional.

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional. pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional. 2.2. PENDEKATAN MASALAH Permasalahan yang dihadapi dalam upaya pencapaian surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014 dirumuskan menjadi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan dan Sasaran Pengertian dan Definisi...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan dan Sasaran Pengertian dan Definisi... KATA PENGANTAR Dalam rangka mencapai kedaulatan pangan dan peningkatan kesejahteraan petani perlu upaya khusus, terutama dukungan kebijakan pemerintah untuk mengatasi berbagai permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis LAPORAN AKHIR TA. 2013 STUDI KEBIJA AKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAUU JAWAA (TAHUN KE-2) Oleh: Bambang Irawan Gatoet Sroe Hardono Adreng Purwoto Supadi Valeriana Darwis Nono Sutrisno

Lebih terperinci

PENGANTAR. Ir. Suprapti

PENGANTAR. Ir. Suprapti PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan tersusunnya Rencana Strategis Direktorat Alat dan Mesin Pertanian Periode 2015 2019 sebagai penjabaran lebih lanjut Rencana Strategis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

STRATEGI PENCAPAIAN UPAYA KHUSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI SUKOHARJO (STUDI KASUS DI DALANGAN TAWANGSARI)

STRATEGI PENCAPAIAN UPAYA KHUSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI SUKOHARJO (STUDI KASUS DI DALANGAN TAWANGSARI) 1 STRATEGI PENCAPAIAN UPAYA KHUSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI SUKOHARJO (STUDI KASUS DI DALANGAN TAWANGSARI) Oleh S u j o n o BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP KATA PENGANTAR Direktorat Alat dan Mesin Pertanian merupakan salah satu unit kerja Eselon II di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pada tahun 2013

Lebih terperinci

UPJA Dalangan Menyongsong Desa Modern

UPJA Dalangan Menyongsong Desa Modern UPJA Dalangan Menyongsong Desa Modern Desa modern memiliki ciri diantaranya masyarakat sudah menggunakan teknologi baru, mulai menerapkan agribisnis, agroindustri dan produksi berorientasi pasar. Ciri-ciri

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN BRIGADE ALSINTAN

PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN BRIGADE ALSINTAN PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN BRIGADE ALSINTAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2017 KATA PENGANTAR Dalam rangka optimalisasi pemanfaatan alsintan oleh Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota maupun oleh Satuan Komando

Lebih terperinci

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN PROSPEK PENERAPAN JARWO TRANSPLANTER Oleh Sumaryanto M. Suryadi Chairul Muslim Adreng Purwoto PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD): Rekomendasi Kebijakan Penyempurnaan Pelaksanaan Program UPSUS Pajale ke Depan: Evaluasi UPSUS Pajale 2015

FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD): Rekomendasi Kebijakan Penyempurnaan Pelaksanaan Program UPSUS Pajale ke Depan: Evaluasi UPSUS Pajale 2015 FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD): Rekomendasi Kebijakan Penyempurnaan Pelaksanaan Program UPSUS Pajale ke Depan: Evaluasi UPSUS Pajale 2015 1. Beberapa RJIT telah dilakukan belum bisa dimanfaatkan secara baik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

Gambar 2.5: Hasil uji sensitivitas 2.4. HASIL ANALISIS

Gambar 2.5: Hasil uji sensitivitas 2.4. HASIL ANALISIS Gambar 2.5: Hasil uji sensitivitas 2.4. HASIL ANALISIS Model yang dibangun dioperasikan berdasarkan data historis luas lahan sawah pada tahun 2000 2012 dari Biro Pusat Statistik (BPS) dengan beberapa asumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan sandang dan papan. Pangan sebagai kebutuhan pokok bagi kehidupan umat manusia merupakan penyedia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. BPS (2016) menyatakan bahwa, selama periode waktu tahun jumlah

I. PENDAHULUAN. BPS (2016) menyatakan bahwa, selama periode waktu tahun jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah populasi penduduk Indonesia terus meningkat dari tahun ketahun. BPS (2016) menyatakan bahwa, selama periode waktu tahun 2000-2010 jumlah penduduk Indonesia meningkat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... PENDAHULUAN P ada dasarnya pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau

Lebih terperinci

PENGANTAR. Ir. Bambang Santosa, M.Sc

PENGANTAR. Ir. Bambang Santosa, M.Sc PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan tersusunnya Rencana Strategis Direktorat Alat dan Mesin Pertanian Periode 2011 2014 sebagai penjabaran lebih lanjut Rencana Strategis

Lebih terperinci

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting Dari hasil analisi sensitivitas, maka diketahui bahwa air merupakan paremater yang paling sensitif terhadap produksi jagung, selanjutnya berturut-turut adalah benih, pupuk, penanganan pasca panen, pengendalian

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memperluas keanekaragaman hasil pertanian. Hal ini berguna untuk memenuhi

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM 2007-2015 Pendahuluan 1. Target utama Kementerian Pertanian adalah mencapai swasembada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) No. 20/03/51/Th. X, 1 Maret 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) PRODUKSI PADI TAHUN 2015 (ANGKA SEMENTARA) TURUN 0,49 PERSEN A. PADI Angka Sementara (ASEM) produksi padi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki peranan penting

Lebih terperinci

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA 6.1 Motif Dasar Kemitraan dan Peran Pelaku Kemitraan Lembaga Petanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN

DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN UMUM 1. Mendukung pengembangan kawasan komoditas 2. Penetapan Kegiatan dengan dukungan: a. Lokasinya sudah jelas; b. Jadwal waktunya

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA M. Eti Wulanjari dan Seno Basuki Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

CAPAIAN INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK)

CAPAIAN INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) CAPAIAN INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) TRIWULAN III TAHUN 2016 DITJEN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii Daftar Tabel... iii

Lebih terperinci

TUJUAN & SASARAN 4/26/17 PENDEKATAN PEMBANGUNAN. Misi 2 :

TUJUAN & SASARAN 4/26/17 PENDEKATAN PEMBANGUNAN. Misi 2 : /6/7 Dalam Rangka Dies Natalis Fakultas Pertanian Universits Mulawarman yang ke, Tanggal 6 April 07 VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 0 08 VISI : Terwujudnya Swasembada

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN PROGRAM SWASEMBADA PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI SERTA PENINGKATAN PRODUKSI GULA DAN DAGING SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN Dialog dalam Rangka Rapimnas Kadin 2014 Hotel Pullman-Jakarta, 8 Desember

Lebih terperinci

Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani

Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani 92 Laporan Tahunan 2015: Inovasi Pertanian Bioindustri Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya padi dihadapkan pada beberapa permasalahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup penting keberadaannya di Indonesia. Sektor inilah yang mampu menyediakan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia, sehingga

Lebih terperinci

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada 47 Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada Abstrak Berdasarkan data resmi BPS, produksi beras tahun 2005 sebesar 31.669.630 ton dan permintaan sebesar 31.653.336 ton, sehingga tahun 2005 terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang di dalamnya terdapat

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang di dalamnya terdapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang di dalamnya terdapat karbohidrat dan protein sebagai sumber energi. Tanaman pangan juga dapat dikatakan sebagai tanaman

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015) No. 46/07/51/Th. X, 1 Juli 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015) PRODUKSI PADI TAHUN 2015 TURUN 0,49 PERSEN A. PADI Produksi padi di Bali tahun 2015 tercatat sebesar 853.710

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

1. Penjabaran Nawacita di dalam program dan kegiatan

1. Penjabaran Nawacita di dalam program dan kegiatan 1. Penjabaran Nawacita di dalam program dan kegiatan 2. Arahan pimpinan terkait penugasan UPSUS Pencapaian Swasembada Padi, Jagung & Kedelai 3. Indikator kinerja harus jelas & terukur. Tambahan dukungan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2015 Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Suprapti NIP Laporan Kinerja Tahun 2014

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2015 Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Suprapti NIP Laporan Kinerja Tahun 2014 KATA PENGANTAR Direktorat Alat dan Mesin Pertanian merupakan salah satu unit kerja Eselon II di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pada tahun 2014

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN KERJASAMA DIREKTORAT JENDERAL DENGAN TNI-AD MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN (TMKP) TA. 2014

PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN KERJASAMA DIREKTORAT JENDERAL DENGAN TNI-AD MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN (TMKP) TA. 2014 PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN KERJASAMA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN DENGAN TNI-AD MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN (TMKP) TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah,

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar merupakan komoditas pertanian yang paling

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG 5.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat 5.1.1. Jawa Timur Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyuluhan pertanian mempunyai peranan strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (petani) sebagai pelaku utama usahatani. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

RUMUSAN TEMU TEKNIS PEMANFAATAN ALSINTAN HASIL PEREKAYASAAN DAN PENGEMBANGAN BALITBANGTAN SERPONG, 18 AGUSTUS 2016

RUMUSAN TEMU TEKNIS PEMANFAATAN ALSINTAN HASIL PEREKAYASAAN DAN PENGEMBANGAN BALITBANGTAN SERPONG, 18 AGUSTUS 2016 RUMUSAN TEMU TEKNIS PEMANFAATAN ALSINTAN HASIL PEREKAYASAAN DAN PENGEMBANGAN BALITBANGTAN SERPONG, 18 AGUSTUS 2016 1. Sejak tiga tahun yang lalu, sejak Kabinet Presiden Joko Widodo, Menteri Pertanian memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu HP:

Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu HP: PROSES DISEMINASI TEKNOLOGI EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK ANORGANIK DALAM USAHATANI PADI SAWAH DI KELURAHAN KEMUMU KECAMATAN ARGAMAKMUR KABUPATEN BENGKULU UTARA Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG. Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng

ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG. Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng wiwifadly@gmail.com ABSTRAK Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah enganalisis dan

Lebih terperinci

Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional

Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional Dewasa ini, Pemerintah Daerah Sumatera Selatan (Sumsel) ingin mewujudkan Sumsel Lumbung Pangan sesuai dengan tersedianya potensi sumber

Lebih terperinci

KAJIAN POLA PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN

KAJIAN POLA PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 KAJIAN POLA PENDAMPINGAN PROGRAM SL-PTT DI KABUPATEN LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN Sahardi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk peningkatan produktivitas tanaman pangan khususnya tanaman padi. Beras sebagai salah satu sumber pangan utama

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di sektor pertanian suatu daerah harus tercermin oleh kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak ketahanan pangan. Selain

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 25/Permentan/PL.130/5/2008 TENTANG PEDOMAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PELAYANAN JASA ALAT DAN MESIN PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 25/Permentan/PL.130/5/2008 TENTANG PEDOMAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PELAYANAN JASA ALAT DAN MESIN PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 25/Permentan/PL.130/5/2008 TENTANG PEDOMAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PELAYANAN JASA ALAT DAN MESIN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS)

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) BAB II PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) Agung Prabowo, Hendriadi A, Hermanto, Yudhistira N, Agus Somantri, Nurjaman dan Zuziana S

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Pada tahun 1960, Indonesia mengimpor beras sebanyak 0,6 juta ton. Impor beras mengalami peningkatan pada tahun-tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN Indratmo Soekarno Departemen Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung, email: indratmo@lapi.itb.ac.id, Tlp

Lebih terperinci

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari: AgroinovasI Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Rawa Meningkatkan Produktivitas Dan Pendapatan Petani Di Lampung, selain lahan sawah beririgasi teknis dan irigasi sederhana, lahan rawa juga cukup potensial

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH LAPORAN AKHIR KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH Oleh : Bambang Irawan Herman Supriadi Bambang Winarso Iwan Setiajie Anugrah Ahmad Makky Ar-Rozi Nono Sutrisno PUSAT SOSIAL

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN Oleh : Sumaryanto Sugiarto Muhammad Suryadi PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana tersebut

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA TA DITJEN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN. Kementerian Pertanian. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian

LAPORAN KINERJA TA DITJEN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN. Kementerian Pertanian. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian LAPORAN KINERJA DITJEN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2014 Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian IKHTISAR EKSEKUTIF Dalam rangka mewujudkan pertanggungjawaban pelaksanaan

Lebih terperinci

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Siwi Purwanto Direktorat Budi Daya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PENDAHULUAN Jagung (Zea mays) merupakan salah satu

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor

I. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris di mana sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor pertanian pula berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

Peran dan Kontribusi Hand Tractor terhadap Efisiensi Usahatani di Banten

Peran dan Kontribusi Hand Tractor terhadap Efisiensi Usahatani di Banten Peran dan Kontribusi Hand Tractor terhadap Efisiensi Usahatani di Banten Eka Rastiyanto Amrullah¹ dan Sholih Nugroho Hadi² ¹Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Jl. Ciptayasa KM 01 Ciruas Serang

Lebih terperinci

5. Pupuk dan benih belum enam tepat; 6. Lemahnya permodalan petani; 7. Fluktuatif harga komoditas Harus bisa

5. Pupuk dan benih belum enam tepat; 6. Lemahnya permodalan petani; 7. Fluktuatif harga komoditas Harus bisa 1. Alih fungsi lahan 2. Rusaknya infrastruktur jaringan irigasi; 3. Tenaga kerja berkurang dan mahal, kurangnya peralatan mekanisasi Pertanian; 4. Masih tingginya susut hasil (losses); 5. Pupuk dan benih

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1. Keragaan Usahatani Padi Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

STRATEGI DAN PROGRAM PRIORITAS PENGUATAN EKONOMI MASYARAKAT KABUPATEN PASER BIDANG INDUSTRI TANAMAN PANGAN TAHUN 2018

STRATEGI DAN PROGRAM PRIORITAS PENGUATAN EKONOMI MASYARAKAT KABUPATEN PASER BIDANG INDUSTRI TANAMAN PANGAN TAHUN 2018 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PASER STRATEGI DAN PROGRAM PRIORITAS PENGUATAN EKONOMI MASYARAKAT KABUPATEN PASER BIDANG INDUSTRI TANAMAN PANGAN TAHUN 2018 PAPARAN KEPALA BAPPEDA PADA RAPAT

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007

KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007 KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007 Pendahuluan 1. Produksi padi di Indonesia mengikuti siklus musim, dimana panen raya dimulai pada bulan Februari sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para petani di daerah pedesaan dimana tempat mayoritas para petani menjalani kehidupannya sehari-hari,

Lebih terperinci

1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Kelompok tani sehamparan

1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Kelompok tani sehamparan 1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Pilih kondisi lahan sawah Anda: O Irigasi O Tadah hujan O Rawa pasang surut Apakah rekomendasi pemupukan yang diperlukan akan digunakan untuk: O lahan sawah individu petani

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN 0 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Gelar Sarjana

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Februari 2011 ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA Seminar Nasional Serealia, 2013 PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA Muhammad Thamrin dan Ruchjaniningsih Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN Fakhrina dan Agus Hasbianto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. P.

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

PERSEPSI PETANI TERHADAP SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO DI LAHAN RAWA LEBAK KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA KALIMANTAN SELATAN

PERSEPSI PETANI TERHADAP SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO DI LAHAN RAWA LEBAK KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA KALIMANTAN SELATAN Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 PERSEPSI PETANI TERHADAP SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO DI LAHAN RAWA LEBAK KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA KALIMANTAN SELATAN Abdul Sabur Peneliti pada Balai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

FORM D A. URAIAN KEGIATAN

FORM D A. URAIAN KEGIATAN FORM D A. URAIAN KEGIATAN Latar Belakang Masalah Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu tanaman sayuran penting di Indonesia. Namun, dalam pengembangan mengalami kendala biaya usahatani yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN. DAFTAR ISI DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN. iv viii xi xii I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Perumusan Masalah 9 1.3. Tujuan Penelitian 9 1.4. Manfaat Penelitian 10

Lebih terperinci