BAB II INSPEKSI BERBASIS RISIKO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II INSPEKSI BERBASIS RISIKO"

Transkripsi

1 BAB II INSPEKSI BERBASIS RISIKO 2.1. Inspeksi Berbasis Risiko Berdasarkan API 581 Inspeksi Berbasis Risiko (Risk Based Inspection) adalah suatu metode inspeksi yang menggunakan risiko (risk) sebagai dasar untuk merencanakan dan mengatur usahausaha untuk menjalankan suatu program inspeksi. Inspeksi ini ditujukan bagi peralatan-peralatan dalam satu proses produksi untuk diketahui seberapa besar tingkat risiko kegagalan dari peralatan-peralatan tersebut agar kemudian dapat diurutkan berdasar prioritas tingkat risikonya sehingga program inspeksi dapat diarahkan pada peralatan sesuai dengan apa yang dibutuhkan. [2] Definisi teknis RBI sendiri adalah hasil kali antara kemungkinan kegagalan (Probability Of Failure) dengan konsekuensi kegagalan (Consequence Of Failure), untuk lebih jelasnya Gambar 2.1 mewakili definisi dari RBI segala kemungkinan kegagalan yang dapat ditimbulkan oleh satu alat mewakili nilai dari kemungkinan kegagalan, sedangkan besarnya akibat atau dampak yang dapat ditimbulkan apabila peralatan mengalami kegagalan (failure) mewakili nilai dari kemungkinan konsekuensi. Gambar 2.1. Definisi Risiko [1] -6-

2 Maksud diterapkannya RBI antara lain [1] : Menghitung tingkat risiko peralatan. Menurunkan risiko sistematis melalui penurunan kemungkinan yang dapat dicapai dengan pemakaian sumber daya inspeksi yang lebih baik. Menurunkan risiko melalui modifikasi terhadap peralatan, setelah ditemukannya daerah-daerah yang memiliki tingkat risiko tinggi. Memberi kesempatan manajemen perusahaan untuk melihat risiko di bidang keselamatan kerja, risiko dampak lingkungan dan resiko terhentinya kegiatan usaha secara menyatu sehingga efektif dalam hal pembiayaan kegiatan penaksiran risiko-risiko tersebut. Menurut API 581 terdapat dua metode untuk menghitung tingkat risiko yang ada, yaitu metode secara tradisional dan dengan analisis berbasis risiko yang ditunjukkan dengan Gambar 2.2 dimana semakin tinggi tingkat inspeksi akan menurunkan kategorisasi risiko, namun penurunan risiko melalui RBI lebih baik dibandingkan dengan cara tradisional. Penurunan risiko pada suatu peralatan tidak dapat menjadi nol disebabkan oleh faktorfaktor berikut : Kesalahan manusia, Bencana alam, Kejadian tak terduga, Adanya efek sekunder dari unit terdekat yang mengalami kegagalan, Kejadian yang disengaja (misalnya sabotase), Adanya batasan yang mendasar dalam metode inspeksi yang dilaksanakan, Kesalahan desain peralatan, Mekanisme kerusakan yang tidak terdeteksi sebelumnya. -7-

3 Gambar 2.2. Hubungan antara risiko dan tingkat inspeksi [1] Konsep API 581 merupakan konsep yang mempertimbangkan risiko yang bersumber pada masalah-masalah berikut [1] : Keselamatan terhadap pekerja pabrik (on site risk), Keselamatan terhadap masyarakat luar pabrik (off-site risk), Terganggunya kegiatan usaha (business interruption risk), Kerusakan lingkungan (environmental damage risk). Jenis-jenis risiko tersebut dalam konsep API 581 dikombinasikan ke dalam faktorfaktor yang menghasilkan keputusan mengenai kapan, di bagian mana dari peralatan dan bagaimana inspeksi dilakukan. Manfaat pelaksanaan RBI yaitu tercapainya program inspeksi yang lebih terarah sehingga menambah waktu operasi peralatan (berkurangnya waktu unplanned) dan secara jangka panjang meningkatkan efisiensi perusahaan. Inspeksi mungkin dilakukan berlebihan (metode termahal dan untuk cakupan paralatan yang luas), itupun tidak terhadap peralatan yang benar-benar membutuhkannya. Sementara itu mungkin ada peralatan yang tidak diinspeksi sesuai dengan kebutuhannya. -8-

4 Pelaksanaan konsep RBI yang terintegrasi dengan konsep-konsep lain melibatkan beberapa langkah seperti ditujukan pada Gambar 2.3. Beberapa langkah beririsan dengan konsep lain di bidang pemeliharaan, yaitu Fitness for Service dan Quality Measure and Audit. Kegiatan utama yang dilakukan dalam pelaksanaan RBI adalah kegiatan inspeksi, pengumpulan data inspeksi yang telah ada, pembaharuan data inspeksi, dan perbaikan berlanjut terhadap pelaksanaan inspeksi. Gambar 2.3. Pelaksanaan RBI yang terintegrasi [1] Mechanical integrity and risk analysis merupakan gabungan dua disiplin ilmu yang dapat mempengaruhi hasi dari RBI. Faktor kemungkinan didapat dari Faktor Modifikasi Peralatan (Equipment Modification Factor, EF) dan Faktor Modifikasi Manajemen (Management Modification Factor, MF). Faktor modifikasi peralatan merupakan faktor yang mempresentasikan kondisi alat termasuk di dalamnya Subfaktor Modul Teknik yang merupakan perbandingan antara kemungkinan kegagalan dengan frekuensi kegagalan generik. Hampir semua peralatan industri harus dapat di inspeksi dengan baik, namun menurut API 581 ada pembatasan alat-alat yang dapat di inspeksi. RBI membatasi pada peralatan bertekanan dan tidak bergerak atau komponen bertekanan dan tidak bergerak dari sebuah -9-

5 peralatan berotasi (rotating equipment). Adapun peralatan yang termasuk ke dalam jangkauan RBI adalah sebagai berikut [1] : 1. Pressure Vessels, 2. Process Piping, 3. Storage Tank, 4. Rotating Equipment, 5. Boiler and Heater, 6. Heat Exchangers, 7. Pressure Relief Devices Sedangkan alat-alat yang tidak termasuk dalam perhitungan Inspeksi Berbasis Risiko seperti : 1. Sistem kontrol dan instrumentasi, 2. Sistem elektrik, 3. Sistem struktural, 4. Komponen mesin (kecuali casing pompa dan kompresor). Perhitungan kemungkinan kegagalan dilakukan melalui beberapa penyederhanaan. Penyederhanaan yang pertama adalah membatasi skenario risiko tanpa memasukkan risiko akibat kesalahan manusia dan risiko akibat kecelakaan, ada empat jenis konsekuensi yang didefinisikan dalam RBI yaitu [1] : 1. Konsekuensi keterbakaran (flammable consequenc), 2. Konsekuensi racun (toxic consequence), 3. Konsekuensi lingkungan (environtmental consequence), 4. Konsekuensi bisnis (business consequence) Tingkatan Analisis Risiko dalam API 581 Analisis perhitungan risiko peralatan dalam konsep RBI menurut standar API 581 dapat dilaksanakan dalam tiga tingkatan analisis. Tingkatan-tingkatan tersebut yaitu analisis kualitatif, analisis semikuantitatif dan analisis kuantitatif [1]. Perbedaan ketiga tingkatan adalah dalam hal data masukan dan perhitungan yang terlibat. Konsekuensi akibat kegagalan dalam tiap tingkatan juga berbeda jenis dan perhitungannya. -10-

6 2.2.1 Analisis Kualitatif [2] Analisis kualitatif merupakan tingkatan paling sederhana dan mudah perhitungannya. Data masukan yang dibutuhkan lebih banyak berupa data kualitatif, terdiri dari data keadaan kilang tempat peralatan beroperasi dan keadaan peralatan. Perhitungan risiko dalam tingkatan analisis ini dilakukan mengikuti buku kerja (workbook) yang terdiri dari beberapa lembar kerja (worksheet) yang berisi pertanyaan-pertanyaan tentang data masukan. Setiap pertanyaan disertai beberapa kemungkinan jawaban dan bilangan harga jawaban tersebut. Perhitungan risiko terdiri dari tiga bagian, yaitu penentuaan kategori kemungkinan, penentuan kategori konsekuensi racun (toxic consequence). Setiap bagian terdiri dari beberapa faktor yang diwakili bilangan hargajawaban atas pertanyaan-pertanyaan. Bilangan faktor-faktor tersebut lalu dijumlahkan, hasilnya merupakan bilangan yang mewakili parameter-parameter risiko, yaitu kemungkinan dan konsekuensi kegagalan. Penentuan kategori kemungkinan melibatkan beberapa faktor antara lain: Faktor Peralatan (Equipment Factor, EF), Faktor Kerusakan (Damage Factor, DF), Faktor Inspeksi (Inspection Factor, IF), Faktor Keadaan Pemeliharaan Plant (Condition Factor, CCF), Faktor Proses (Process Factor, PF), Faktor Desain Mekanikal (Mechanical Design Factor, MDF). Penentuan kategori konsekuensi keterbakaran melibatkan faktor-faktor berikut: Faktor Kimia (Chemical Factor, CF), Faktor Jumlah Fluida (Quantity Factor, QF), Faktor Keadaan Fluida (State Factor, SF), Faktor Penyalaan Sendiri (Autoignition Factor, AF), Faktor Tekanan (Pressure Factor, PRF), Faktor Kredit (Credit Factor, CRF). -11-

7 Kategori konsekuensi racun ditentukan dari faktor-faktor berikut: Faktor Jumlah Racun (Toxic Quantity Factor, TQF), Faktor Dispersibilitas (Dispersibility Factor, DF), Faktor Populasi (Population Factor, PF). Kategori risiko akhirnya ditentukan dengan menggabungkan kategori kemungkinan (berharga 1 hingga 5) dengan kategori konsekuensi (berharga A hingga E). Namun kategori konsekuensi dipilih dahulu, yaitu yang tertinggi di antara kategori konsekuensi keterbakaran dengan konsekuensi racun. Kategori risiko kemudian dipetakan pada suatu matriks risiko, dimana matriks tersebut sistem koordinat kartesian, dengan kategori kemungkinan sebagai sumbu tegak dan kategori konsekuensi sebagai sumbu datar Analisis Semikuatitatif Perhitungan risiko dalam analisis semikuatitatif juga dilakukan mengikuti buku kerja yang telah dimuat dalam standar API 581. Langkah-langkah yang dimuat dalam buku kerja berupa isian yang memerlukan data keadaan kilang dan peralatan. Parameter-parameter yang terlibat (dihitung berdasarkan data dan masukan) hingga akhir perhitungan. Data masukan yang diperlukan lebih banyak berupa data kuantitatif. Dibandingkan analisis kualitatif, analisis semikuantitatif berbeda (selain jenis data masukan) dalam hal konsekuensi yang dihitung. konsekuensi keterbakaran dihitung sebagai konsekuensi kerusakan peralatan (damage consequence) dan konsekuensi kematian (fatality consequence), yang kemudian dipilih yang terbesar di antara kedua konsekuensi tersebut. Konsekuensi keterbakaran kemudian dibandingkan dengan konsekuensi racun dan yang harganya terbesar menjadi harga konsekuensi. Analisis semikuantitatif merupakan penyederhanaan analisis kuantitatif sehingga mengurangi usaha dan lamanya pengambilan data serta perhituangan risiko. Kemungkinan kegagalan dihitung berdasarkan mekanisme kerusakan yang terjadi pada peralatan. Mekanisme-mekanisme kerusakan tersebut diwakili oleh parameter Subfaktor Modul Teknik (Technical Module Subfactor, TMSF) yang perhitungannya melibatkan data keaadaan operasi peralatan, riwayat kegiatan -12-

8 inspeksi terhadap peralatan, dan riwayat kerusakan yang pernah terjadi pada peralatan. Subfaktor-subfaktor tersebut adalah sebagai berikut: Subfaktor Modul Teknik Penipisan (Thinning TMSF) Mekanisme penipisan ini dapat terjadi pada seluruh bahan peralatan, TMSF thinning ini sangat erat hubungannya dengan korosifitas logam, maka harus ditentukan konstanta reduksi ketebalan. Dalam suasana netral dan basa reaksi reduksi yang cenderung terjadi adalah reduksi oksigen menjadi ion hidroksida. Semakin banyak oksigen yang tersedia maka reaksi reduksi semakin mudah terjadi (sisi katoda) dan menimbulkan reaksi oksidasi di tempat lain (sisi anoda) yang notabene sisi dimana oksigen lebih sedikit. korosi juga banyak disebabkan oleh CO 2 terjadi pada pipeline yg memiliki content sweet. penyebabnya adalah terbentuknya carbonic acid akibat CO 2 dan air. Biasanya terjadi di lokasi-lokasi tertentu, seperti bottom or top of pipe and pitting. Korosi ini juga dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan. Hal-hal tersebut sangat erat kaitannya dengan faktor penipisan. Subfaktor Modul Teknik Tube Tungku (Furnace Tube TMSF) Modul ini dipergunakan untuk peralatan yang menggunakan pemanas dan boiler untuk mewakili mekanisme kerusakan perayapan (creep) atau mulur. Perayapan atau biasa dikenal dengan creep memungkinkan material untuk terdeformasi plastis secara perlahan-lahan pada beban konstan dan temperatur yang relatif tinggi. Subfaktor Modul Teknik Patah Getas (Brittle Fracture TMSF) Patah getas adalah suatu kondisi dimana suatu peralatan akan mengalami kegagalan (failure) sebelum melewati titik luluhnya atau tanpa mengalami deformasi plastik terlebih dahulu. Subfaktor Modul Teknik Serangan Hidrogen pada Temperatur Tinggi (High Temperature Hydrogen Attack TMSF) [2] Mekanisme kerusakan akibat HTHA biasanya terjadi pada baja karbon rendah (low carbon steel) dimana temperatur operasi melebihi 400 o F dan tekanan -13-

9 melebihi 80 psia, hal tersebut memacu terjadinya disosiasi hidrogen menjadi atomnya. Atom H berdifusi pada temperatur yang melebihi 400 o F dimana setelah mengalami difusi atom H yang berada di dalam baja bereaksi dengan karbida pada baja menghasilkan gas metana (CH 4 ). Metana memiliki sifat yang dapat memberikan kekosongan (vacancy) pada batas butir. Apabila terjadi penumpukan metana pada batas butir membuat banyaknya kekosongan pada batas butir yang menyebabkan celah sehingga terjadi keretakan pada material. Subfaktor Modul Teknik Retak akibat Korosi dan Tegangan (Stress Corrosion Cracking TMSF) Retak akiat korosi dan tegangan berlangsung apabila adanya kombinasi yang sinergis antara material, larutan korosif dan tegangan. Secara lengkap akan dijelaskan pada bab 3. Subfaktor Modul Teknik Kelelahan Mekanik (Mechanical Fatigue TMSF) Kelelahan mekanik terjadi akiat adanya beban siklik yang bekerja pada peralatan, seperti peralatan yang terhubung pada pompa, kompresor, dll. Dengan siklus beban dinamik yang konstan, kegagalan pada peralatan akan terjadi dibawah tegangan luluh (yield strength). Subfaktor Modul Teknik Kerusakan Luar (External Damage TMSF) [2] Jenis mekanisme kerusakan luar dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu : 1. Korosi luar untuk baja karbon dan baja paduan rendah Mekanisme yang terjadi pada peralatan tidak ada insulasi luar dan berada pada selang temperature 10 o F hingga 250 o F. Mekanisme kerusakan ini berhubungan erat dengan mekanisme penipisan. Pencegahan korosi luar untuk baja karbon dan baja paduan rendah dapat dilakukan dengan mencat bagian luar pipa dan melakukan inspeksi secara teratur untuk melihat kualitas cat dan pipa. -14-

10 2. Corrosion Under Insulation (CUI) untuk baja karbon dan baja paduan rendah Mekanisme kerusakan akibat terkumpulnya air pada bagian antara pipa dengan insulasi pada selang temperatur 10 o F hingga 250 o F. Mekanisme kerusakan ini erat kaitannya dengan mekanisme penipisan. Pencegahan korosi jenis ini dapat ditanggulangi dengan cara pemasangan insulasi dengan baik dan benar serta melakukan coating pada pipa. 3. Korosi luar untuk baja tahan karat austenitik Mekanisme kerusakan akibat korosi luar untuk baja tahan karat austenitik yang tidak diisolasi dan berada pada temperatur 100 o F hingga 300 o F. Pencegahan kerusakan dapat dilakukan dengan pembersihan akumulasi khlorida pada permukaan pipa ataupun memberikan coating pada permukaan. 4. Korosi CUI untuk baja tahan karat austenitik Mekanisme kerusakan akibat baja tahan karat austenitik yang diinsulasi tidak baik sehingga berkumpulnya air dan klorida pada antarmuka pipa dengan insulasi pada selang temperatur 100 o F hingga 300 o F. Terjebaknya klorida dan air pada antarmuka pipa dan insulasi karena terbawanya air laut oleh angin ke pabrik. Pencegahan kerusakan dapat dilakukan dengan pembersihan akumulasi khlorida pada permukaan pipa. Subfaktor Modul Teknik Pelapis (Lining TMFS) Modul ini lebih diarahkan terhadap adanya pelapisan bagian dalam peralatan yang dilakukan untuk pencegahan kerusakan. Untuk lebih jelasnya Gambar 2.4 akan menunjukkan pelapisan bagian dalam pada pipa. -15-

11 Gambar 2.4. Pelapisan bagian dalam pipa Semua subfaktor kemudian dijumlah untuk menentukan kategori kemungkinan. Kategori kemungkinan berharga 1 (kemungkinan kegagalan yang terkecil) hingga 5 (kemungkinan kegagalan yang terbesar). Langkah-langkah yang termasuk perhitungan Konsekuensi adalah sebagai berikut: 1. Penentuan fluida representatif, 2. Penentuan banyaknya fluida yang dapat lepas, 3. Penentuan ukuran lubang kebocoran, 4. Perhitungan laju pelepasan fluida (v lepas ), 5. Penentuan jenis pelepasan fluida, 6. Perhitungan konsekuensi keterbakaran, 7. Penentuan lamanya kebocoran, 8. Perhitungan konsekuesi racun, 9. Penentuan kategori konsekuensi. Data masukan yang diperlukan dalam perhitungan konsekuensi merupakan data keaadaan operasi peralatan serta sistem isolasi, deteksi dan mitigasi yang dimiliki kilang. Kategori Konsekuensi yang dihasilkan perhitungan berharga dari A (dampak terkecil) hingga E (dampak terbesar). Kategori risiko merupakan hasil kali antara nilai konsekuensi dengan nilai kemungkinan kegagalan dan dilanjutkan dengan memetakan nilai tersebut ke dalam matriks risiko. -16-

12 Analisis Kuantitatif Tingkatan paling tinggi dan paling akurat dalam perhitungan risiko. Kemungkinan kegagalan dihitung berdasarkan subfaktor-subfaktor yang mewakili keadaan operasi dan inspeksi peralatan (lebih rinci daripada yang diperlukan dalam analisis semikuantitatif), keadaan operasi kilang dan keadaan pengelolaan keselamatan. Subfaktor universal (universal subfactor), subfaktor mekanik (mechanical subfactor), subfaktor proses (process subfactor), dan seluruh TMSF dihitung juga untuk mendapat harga parameter kemungkinan. Parameter konsekuensi yang dihitung terdiri dari konsekuensi pembersihan lingkungan (environtmental clean up consequence) dan konsekuensi gangguan usaha (business interruption consequence) yang dinyatakan dengan satuan mata uang, selain konsekuensi keterbakaran dan konsekuensi racun. Konsekuensi yang ikut diperhitungkan juga sama seperti semikuantitatif Langkah-Langkah Analisis RBI [1] Secara umum langkah-langkah analisis RBI dilakukan sebagai berikut: 1. Perencanaan, 2. Pengumpulan data dan informasi, 3. Penciritemuan mekanisme kerusakan, 4. Perhitungan kemungkinan kegagalan, 5. Perhitungan Konsekuensi kegagalan, 6. Penentuan risiko Perencanaan [1] Penetapan Sasaran dan Tujuan [1] Sebuah analisis RBI harus dilakukan dengan tujuan dan sasaran yang jelas serta dipahami oleh semua anggota tim dan manajemen. Beberapa contoh tujuan antara lain : 1. Memahami risiko pada pabrik, unit operasi atau peralatan, 2. Mendefinisikan kriteria risiko, 3. Manajemen risiko, 4. Pengurangan biaya inspeksi, -17-

13 5. Memenuhi persyaratan keselamatan dan lingkungan, 6. Menentukan metode mitigasi risiko non inspeksi, 7. Penilaian risiko sebuah proyek baru, 8. Menyusun strategi untuk fasilitas/pabrik yang mendekati akhir usia desain Penyaringan Awal [1] Pada tahap ini ditetapkan batasan fisik aset-aset mana yang akan dianalisis. Tingkat kedalaman data yang akan dikaji ulang dan sumber daya yang tersisa tersedia untuk memenuhi tujuan. Ruang lingkup analisis RBI dapat bervariasi mulai dari seluruh pabrik hingga ke peralatan tunggal Penetapan Batasan Operasi [1] Tujuan penetapan batas operasi adalah menciritemukan parameter proses kunci yang mempengaruhi mekanisme kerusakan. Analisis RBI biasanya memasukkan perhitungan CoF dan PoF untuk kondisi normal. Kondisi start-up dan shutdown serta kondisi emergency dan kondisi tak rutin lainnya juga harus dikaji pengaruhnya terhadap CoF dan PoF. Termasuk dalam penetapan batasan operasi adalah pemilihan periode operasi yang akan dipakai dalam analisis Pemilihan Metode Analisis [1] Faktor faktor yang dipertimbangkan dalam memilih metode : 1. Apakah analisis RBI dilakukan pada unit proses, sistem, item peralatan atau komponen, 2. Tujuan Analisis, 3. Ketersediaan dan kualitas data, 4. Ketersediaan sumber daya, 5. Risiko yang diperkirakan atau hasil analisis sebelumnya, 6. Batasan waktu. Apabila suatu unit proses memiliki risiko kecil, mungkin cukup dengan metode kualitatif yang sederhana sedangkan peralatan yang diperkirakan memiliki risiko tinggi mungkin memerlukan metode yang lebih detail. -18-

14 Pengumpulan Data dan Informasi [1] Sebuah analisis RBI dapat berupa analisis kualitatif, semikuantitatif, atau kuantitatif. Perbedaan data yang dibutuhkan oleh ketiga tipe analisis tersebut adalah jumlah dan detail data. Data-data yang dibutuhkan dalam seluruh analisis RBI biasanya meliputi : 1. Tipe peralatan, 2. Data material, 3. Catatan inspeksi, perbaikan dan penggantian, 4. Komposisi fluida proses, 5. Inventori fluida, 6. Kondisi operasi, 7. Sistem keselamatan, 8. Sistem deteksi, 9. Mekanisme kerusakan yang ada, laju dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan, 10. Data coating, cladding dan insulasi, 11. Biaya gangguan bisnis, 12. Biaya pergantian peralatan, 13. Biaya perbaikan lingkungan. Namun apabila analisis risiko diterapkan secara RBI semikuantitatif maka data masukan tidak melibatkan biaya gangguan bisnis, biaya penggantian peralatan, dan biaya perbaikan lingkungan Penciritemuan Mekanisme Kerusakan Penciritemuan mekanisme kerusakan dilakukan dengan memanfaatkan pertanyaan saringan yang ada di awal masing-masing subfaktor modul teknik. Apabila jawaban untuk pertanyaan saringan sebuah subfaktor modul teknik adalah ya, kemungkinan mekanisme kerusakan yang dimaksud bekerja pada peralatan tersebut. Selanjutnya, laju kerusakan dan tingkat kerusakan peralatan oleh mekanisme kerusakan yang dimaksud dianalisis di dalam subfaktor modul teknik. Pertanyaan saringan untuk masing-masing subfaktor modul teknik yang ada -19-

15 didalam API 581. Pertanyaan saringan untuk mekanisme kerusakan Serangan Hidrogen pada Temperature Tinggi (HTHA) dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Pertanyaan saringan untuk HTHA [1] Pertanyaan 1. Apakah material berupa baja karbon atau baja paduan rendah? 2. Apakah temperature operasi > 400ºF (204.44ºC) dan tekanan operasi > 80 psia (5.516 bar) Tindakan Jika jawaban kedua pertanyaan tersebut ya, masuk ke modul HTHA II.3.4. Perhitungan Kemungkinan Kegagalan Secara keseluruhan komponen-komponen perhitungan kemungkinan kegagalan dapat dilihat pada Gambar 2.5. Frekuensi Kegagalan Generik adalah rata-rata frekuensi kegagalan untuk sebuah tipe peralatan. Faktor modifikasi peralatan (EMF) adalah jumlah dari Subfaktor Modul Teknik (TMSF), Subfaktor Universal (Universal Subfactor), Subfaktor Mekanik (Mechanical Subfactor), dan Subfaktor Proses (Process Subfactor). Faktor evaluasi sistem manajemen (Management System Evaluation Factor, MSEF) adalah faktor yang digunakan untuk memperhitungkan efektivitas Manajemen Keselamatan Proses (Process Safety Management, PSM). -20-

16 Gambar 2.5. Bagan perhitungan Kemungkinan Kegagalan [1] Gambar 2.5 menjelaskan bagan keseluruhan perhitungan kemungkinan kegagalan apabila menggunakan metode RBI kuantitatif, oleh karena metode yang dipakai dari perhitungan ini adalah RBI semikuantitatif, maka modul yang dikerjakan hanyalah TMSF tanpa dikalikan dengan generic failure frequency dan management factor -21-

17 II.3.5. Perhitungan Konsekuensi Kegagalan Konsekuensi kegagalan merupakan nilai dampak yang ditimbulkan akibat gagalnya suatu peralatan. Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menghitung konsekuensi kegagalan ditunjukkan pada Gambar 2.6, namun perhitungan pada RBI semikuantitatif hanya melibatkan konsekuensi keterbakaran dan konsekuensi racun. Keseluruhan konsekuensi tersebut yaitu : 1. Konsekuensi Keterbakaran, 2. Konsekuensi Racun, 3. Konsekuensi Lingkungan, 4. Konsekuensi Bisnis. Gambar 2.6. Bagan perhitungan Konsekuensi Kegagalan [1] -22-

18 II.3.6. Penentuan Risiko Pada analisis semikuantitatif, hasil perhitungan PoF nilai konversi dari penjumlahan nilai-nilai Subfaktor Modul Teknik. Hasil perhitungan CoF berupa luas area keterbakaran dan keteracunan dengan satuan ft 2. Sedangkan risikonya dinyatakan sebagai hasil kali antara CoF dan PoF sehingga risiko dapat dikategorisasi melalui matriks 5 x 5 yang ditunjukan pada Gambar Medium-High High L I C K A E T L E I G H O O R O Y D Low Medium Medium Gambar 2.7. Kategori Risiko analisis RBI semikuantitatif II.4. Sistem Perpipaan [7] Hampir semua bagian dalam kehidupan di dunia ini membutuhkan pipa untuk mengalirkan fluida, baik cair, gas, maupun campuran antar keduanya dari suatu tempat ke tempat lain, baik jauh maupun dekat. Dalam mengalirkan fluida tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain : Tidak boleh bocor, Untuk mengalirkan fluida perlu perbedaan tekanan antara titik awal dan titik akhir, A B C D E CONSEQUENCE CATEGORY Harus di atasinya perlawanan/gesekan pipa pada fluida. Untuk kedua poin terakhir di atas, maka diperlukan energi untuk mengatasi perbedaaan tekanan dan untuk mengatasi gesekan. -23-

19 2.4.1 Kategori dan Komponen Pipeline Pipelines dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : 1) Flowline Flowline adalah pipeline yang menyalurkan fluida dari sumur pengeboran ke downstream process component yang pertama. 2) Export line Export pipeline adalah pipeline yang manyalurkan minyak atau gas olahan antar platform atau antara platform dengan onshore facility. 3) Injection line Injection line adalah pipeline yang mengarahkan liquid atau gas untuk mendukung aktifitas produksi (contoh: injeksi air atau injeksi gas, gas lift, chemical injection line). Suatu sistem perpipaan selalu dilengkapi komponen-komponen atau aksesoris seperti katup, flange, nozzle, belokan (fitting / elbow), percabangan, isolasi, dan sebagainya. Pemasangan aksesoris-aksesoris tersebut pada pipa dilakukan pada saat fabrikasi. Gambar 2.8 memperlihat contoh model komputer sistem perpipaan. Gambar 2.8. Contoh model komputer sistem perpipaan [11] -24-

20 API 5L X42 Pipeline merupakan jalur sambungan dari banyak pipa yang menghubungkan satu sistem ke sistem lainnya. Contoh material spesikifasi yang sering digunakan untuk carbon steel adalah API 5L. Pada EMP Malacca Strait digunakan material spesifikasi untuk pipa-pipa export line adalah API 5L grade 42 atau biasa disebut API 5L X42. Dalam melakukan suatu desain, instalasi sampai pengoperasian onshore pipeline, sebenarnya secara tidak langsung selalu berhubungan dengan perilaku elastis dan plastis logam. Oleh karena itu pemahaman mengenai konsep elastis dan plastis sangatlah penting. Semua bahan padat atau logam termasuk pipa akan berubah bentuknya apabila mengalami pembebanan dari luar. Kemudian sampai dengan batas beban tertentu, benda padat akan memperoleh kembali ukuran aslinya apabila beban ditiadakan. Perolehan kembali ukuran asli benda yang berubah bentuknya apabila beban ditiadakan dikenal sebagai perilaku elastik. Sedangkan batas di mana bahan tidak lagi berprilaku elastik disebut batas elastik. Jika batas elastik ini dilampaui, benda padat akan mengalami regangan permanen walaupun beban telah ditiadakan. Benda yang mengalami regangan permanen dikatakan mengalami deformasi plastis. Ketika benda telah mengalami deformasi plastis maka benda tersebut dikatakan telah failure. Benda dikatakan damage ketika benda telah memasuki daerah sedikit di atas yield strength hingga titik Ultimate Tensile Strength (UTS), sedangkan ketika benda melebihi UTS-nya, maka benda tersebut dikatakan fracture hingga mengalami break/rupture. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar

21 Gambar 2.9. Kurva Uji Tarik beserta daerah kegagalan [7] Untuk mengetahui perilaku elastis dan plastis benda, biasanya dilakukan dengan uji tarik. Dalam uji tarik ini dilakukan perhitungan tegangan dan regangan yang terjadi. Hasil dari uji tarik ini berupa kurva tegangan dan regangan teknik. Dari kurva tersebut kita dapat menentukan kekuatan luluhnya. Tabel 2.2 berikut memperlihatkan kekuatan luluh baja untuk beberapa grade pipa. Tabel 2.2 Kekuatan luluh dan kekuatan tarik untuk beberapa grade pipa [11] Grade Minimum Yield Strength Ultimate Tensile Strength lb/in 2 Mpa lb/in 2 Mpa YS / TS ratio A25 25, , A 30, , B 35, , X42 42, , X46 46, , X52 52, , X56 56, , X60 60, , X65 65, , X70 70, , X80 80, , API merupakan singkatan dari American Petroleum Institute sedangkan 5L menyatakan bahwa pipa baja tersebut ditujukan untuk keperluan linepipe. -26-

22 Adapun kode X-42 memiliki arti bahwa X adalah grade dari jenis baja yang digunakan sedangkan nilai 42 secara tidak langsung menyatakan nilai kekuatan luluhnya. Sebagai contoh, Pipa API 5L X-42 merupakan jenis pipa baja yang ditujukan untuk keperluan linepipe dengan grade X dan memiliki kekuatan luluh sebesar psi. Kekuatan luluh untuk beberapa grade pipa dapat dilihat pada Tabel 2.2 yang telah disajikan sebelumnya. 2.5 Separator [6] Fungsi Separator Separator adalah bejana tekan yang digunakan untuk memisahkan campuran fluida berdasarkan perbedaan densitasnya. Mengikuti hukum alam tentang pemisahan berdasarkan densitas, maka gas sudah pasti berada di atas cairan. Pada umumnya, minyak atau kondensat akan berada di atas air. Ini berarti, densitas gas < densitas minyak/kondensat < densitas air. Fungsi utama separator : 1. Memisahkan fluida berupa minyak, gas dan air serta padatan pasir maupun lumpur. 2. Memisahkan gas yang terlarut dengan minyak pada tekanan tertentu. 3. Untuk mengontrol tekanan gas yang dipisahkan. 4. Memberi waktu yang cukup dalam proses pemisahan air dan minyak. 5. Melakukan pengolahan (treatment) untuk proses yang lain (emulsi, scale) Konsep Pemisahan Pada Separator Proses pemisahan di separator tergantung dari : 1. Perbedaan densitas, 2. Efek gaya gravitasi, 3. Penurunan tekanan yang akan menyebabkan gas larut akan keluar (menggelembung) atau sering disebut buble. Jika tekanan dari reservoir atau kepala sumur (well head) sangat tinggi maka tekanan fluida bisa diturunkan dengan menggunakan separator yang bertingkat. Fluida produksi dengan tekanan lebih dari 1000 psi dapat dipisahkan dengan -27-

23 menggunakan tiga separator yaitu separator bertekanan tinggi, separator bertekanan medium dan separator bertekanan atmosfer (rendah). Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemisahan : 1. Viskositasnya apabila kental harus dipanaskan, 2. Beda densitas minyak, cair dan gas, 3. Laju aliran dan kecepatan aliran, 4. Diameter dan panjang separator sesuai dengan laju aliran, 5. Tekanan kerja (working pressure) vessel (bejana) disesuaikan dengan tekanan operasi fluida produksi Tipe Separator Tipe-tipe separator berdasarkan bentuknya : 1. Separator vertikal Separator vertikal mempunyai bejana silinder yang tegak dengan kapasitas rendah, tetapi cocok untuk fluida yang mengandung pasir atau lumpur sesuai dengan Gambar Cara pemisahannya adalah dengan konsep gravitasi dan sentrifugal (vortex). Gambar Separator vertikal [12] -28-

24 2. Separator horizontal Memiliki bejana silinder yang mendatar dengan kapasitas yang besar lebih efisien dan mudah dikerjakan (operasi) sesuai dengan Gambar Konsep pemisahan yang mewakili adalah dengan perbedaan densitas. Gambar Separator horizontal [12] 3. Separator bulat (spherical) Berbentuk bulat dengan kapasitas kecil tetapi memiliki tekanan kerja yang tinggi seperti digambarkan pada Gambar Gambar Separator bulat (spherical) [12] -29-

25 2.6. Perhitungan Analisis Tegangan Berdasarkan ASME B31.4 untuk fluida Liquid [3] Tujuan dari pemasangan jaringan pipa adalah untuk mentransportasikan atau mengalirkan suatu fluida dari suatu tempat (produksi) ke tempat lain baik untuk diolah maupun untuk digunakan. Ketika fluida dialirkan melalui jaringan pipa, fluida memberikan tegangan pada dinding pipa. Tegangan ini bergantung pada tekanan dari fluida itu sendiri Tegangan Hoop (Hoop Stress) Peningkatan laju fluida dapat dilakukan dengan beberapa cara. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan tekanan fluida. Pada jaringan pipa liquid, tekanan ini cukup tinggi sehingga dapat menyebabkan rusaknya pipa berupa kebocoran pipa diikuti dengan pecahnya pipa (leak before break). Untuk itu tekanan fluida harus diatur dan dijaga agar tidak menyebabkan kegagalan. Gambar Tegangan yang terjadi pada dinding pipa [11] Gambar 2.13 memperlihatkan beberapa macam tegangan yang dihasilkan oleh tekanan internal dari fluida (minyak). Tegangan radial (σ R ) memiliki nilai yang relatif kecil sehingga nilai tegangannya sering diabaikan. Tegangan longitudinal (σ L ) memiliki nilai setengah dari tegangan Hoop (σ H ). Tegangan Hoop atau Hoop Stress (σ H ) memiliki nilai terbesar dibandingkan 2 tegangan lainnya. Oleh karena itu pada perhitungan, tegangan Hoop ini lah yang akan digunakan. -30-

26 Tegangan Hoop dinyatakan oleh persamaan Barlow sebagai berikut [8] : σ HS = P. D 2. t... (2.1) Keterangan : σ HS = tegangan Hoop (psi) P D t = tekanan rata-rata operasi (psi) = diameter pipa (mm) = prediksi ketebalan sisa dinding pipa (mm), diperoleh dari hasil perhitungan (variabel acak dalam perhitungan ini). Dimana, CR = (t act t ukur ) / waktu...(2.2) Sehingga t ukur = t act (CR x waktu)...(2.3) Mensubstitusi persamaan (2.3) kedalam persamaan (2.1) menjadi : σ HS = P x D...(2.4) 2 x (t act (CR x waktu)) Diasumsikan bahwa tekanan rata-rata operasi serta diameter pipa tidak berubah sepanjang jaringan pipa. Ketebalan dinding pipa merupakan variabel acak dalam perhitungan ini. Hal ini dikarenakan ketebalan dinding pipa akan berubah karena proses korosi. Korosi yang terjadi akan menyebabkan pengurangan material logam pada dinding pipa tersebut. Seiring dengan bertambahnya waktu, ketebalan dinding pipa pun akan semakin berkurang. Berdasarkan persamaan (2.1) di atas, pengurangan ketebalan dinding pipa menyebabkan tegangan Hoop meningkat. Peningkatan tegangan Hoop ini perlu dievaluasi agar tidak melebihi kekuatan luluhnya (yield strength). Apabila tegangan Hoop yang bekerja pada pipa melebihi kekuatan luluhnya, maka pipa telah dikatakan memasuki daerah kegagalannya. -31-

27 Tekanan Operasi Maksimum yang Diijinkan Tekanan operasi maksimum yang diijinkan atau Maximum Allowable Operating Pressure adalah tekanan gas maksimum sistem yang masih diperbolehkan untuk dioperasikan sesuai dengan ketentuan pada ASME [3]. Pipline Transportation Systems For Liquid Hydrocarbons and Other Liquids ASME B31.4, memodifikasi persamaan Barlow dengan memasukkan beberapa faktor desain untuk menentukan nilai tekanan maksimum yang diijinkan bekerja pada pipa, sebagai berikut [8] : SMYS t P = 2 F E T D... (2.5) Keterangan : P = tekanan maksimum yang diijinkan (psi) SMYS = Specified Minimum Yield Strength (psi) t = ketebalan dinding pipa (inchi) D = diameter pipa (inchi) F = faktor desain E = faktor penyambungan longitudinal T = faktor temperatur Acuan dari faktor desain, faktor penyambungan longitudinal serta faktor temperatur dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini : Tabel 2.3. Faktor temperatur T untuk pipa baja [4] -32-

28 Tabel 2.4. Faktor penyambungan longitudinal untuk baja [4] Tabel 2.5. Faktor desain untuk konstruksi pipa baja [4] Proses korosi dapat terjadi secara merata (general corrosion) maupun secara lokal (localized corrosion). Maka dari itu, kedua pendekatan ini digunakan dalam perhitungan tekanan maksimum. Berdasarkan pendekatan korosi yang terjadi secara merata, persamaan berikut digunakan [3] : 2. SMYS. t P= D... (2.6) Keterangan : P = tekanan maksimum yang diijinkan (psi) -33-

29 SMYS = Specified Minimum Yield Strength (psi) t = ketebalan dinding pipa (inch) D = diameter pipa (mm) Berdasarkan pendekatan korosi yang terjadi secara lokal, persamaan berikut digunakan [3] : 2. SMYS. T P= D A 1 A0 A 1 M. A 0...(2.7) Keterangan : P = tekanan maksimum yang diijinkan (psi) SMYS = Specified Minimum Yield Strength (psi) T = ketebalan dinding pipa awal (inch) D = diameter pipa (mm) A = luas logam yang terkorosi (mm 2 ) A 0 = luas logam awal (mm 2 ) M = Folias factor Faktor folias dicari dengan menggunakan persamaan berikut [3] : Untuk L Untuk L> 50 DT, 50 DT, M M = = 2 L D. T 2 L DT L DT 2... (2.8)... (2.9) L = D = T = panjang ukuran cacat (mm) diameter pipa (mm) ketebalan pipa awal (mm) Namun karena keterbatasan data di EMP Malacca Strait maka anggapan pada perhitungan ini adalah semua korosi merata, karena pipa tidak pernah di lakukan intelegent pig. -34-

30 2.7 Mitigasi [8] Mitigasi ditujukan untuk memperpanjang umur pakai pipa. Oleh karena itu, pelaksanaan mitigasi dilakukan dengan mempertimbangkan semua faktor pada suatu jaringan pipa. Beberapa tindakan mitigasi antara lain : inspeksi, modifikasi kondisi operasi, perbaikan (repair) serta penggantian (replace) Inspeksi Pelaksanaan inspeksi dapat memberikan informasi mengenai kondisi jaringan pipa secara aktual. Beberapa kondisi pipa tersebut dapat berupa : Kehilangan ketebalan pipa, Kerusakan coating, Proteksi katodik yang sudah tidak memadai, Kehilangan perlindungan, Kehadiran pihak ketiga. Hasil inspeksi selanjutnya dapat digunakan untuk menyusun kembali pelaksanaan inspeksi di masa yang akan datang. Beberapa metode inspeksi : Inspeksi visual, Pemeriksaan proteksi katodik, Eksternal NDT (Non Destructive Testing), seperti radiography, UT (Ultrasonic Testing), In Line Inspection (ILI) atau Intelligent Pig Modifikasi Kondisi Operasi Seiring bertambahnya waktu, maka kekuatan jaringan pipa akan semakin menurun. Hal ini disebabkan antara lain karena proses korosi yang terjadi pada dinding pipa tersebut. Untuk mencegah terjadinya kegagalan pada jaringan pipa yang mengalami proses korosi, dapat dilakukan dengan cara memodifikasi kondisi operasi. Beberapa cara kondisi operasi yang dapat dimodifikasi tersebut antara lain : -35-

31 Penurunan tekanan operasi, Penurunan temperatur operasi, Penurunan laju alir fluida, yang berarti menurunkan produktifitas Perbaikan (Repair) Beberapa teknik perbaikan pada pipa telah dikembangkan seiring dengan meningkatnya perhatian terhadap integritas pipa. Keefektifan, daya tahan, keamanan serta biaya menjadi beberapa pertimbangan dalam memilih teknik perbaikan yang akan diterapkan. Selain perbaikan-perbaikan yang dilakukan terhadap jaringan pipa yang mengalami cacat-cacat seperti pada tabel di atas, dapat pula dilakukan perbaikan terhadap sistem proteksi korosi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengevaluasi keefektifan kinerja inhibitor yang dipakai, coating serta proteksi katodiknya (cathodic protection). -36-

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Separator minyak dan pipa-pipa pendukungnya memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu proses pengilangan minyak. Separator berfungsi memisahkan zat-zat termasuk

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN 2 1 A B C D E CONSEQUENCE CATEGORY. Keterangan : = HIGH = MEDIUM = MEDIUM HIGH = LOW

BAB IV PEMBAHASAN 2 1 A B C D E CONSEQUENCE CATEGORY. Keterangan : = HIGH = MEDIUM = MEDIUM HIGH = LOW BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Analisis Kategorisasi Risiko Pada penelitian kali ini didapatkan hasil berupa nilai kategorisasi risiko pada bagian ini akan membahas tentang hasil dari risiko pipa Kurau dan Separator

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Sesuai dengan tujuan utama dari penelitian ini yaitu mengurangi dan mengendalikan resiko maka dalam penelitian ini tentunya salah satu bagian utamanya

Lebih terperinci

SIDANG P3 JULI 2010 ANALISA RESIKO PADA ELBOW PIPE AKIBAT INTERNAL CORROSION DENGAN METODE RBI. Arif Rahman H ( )

SIDANG P3 JULI 2010 ANALISA RESIKO PADA ELBOW PIPE AKIBAT INTERNAL CORROSION DENGAN METODE RBI. Arif Rahman H ( ) SIDANG P3 JULI 2010 ANALISA RESIKO PADA ELBOW PIPE AKIBAT INTERNAL CORROSION DENGAN METODE RBI Arif Rahman H (4305 100 064) Dosen Pembimbing : 1. Ir. Hasan Ikhwani, M.Sc 2. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D Materi

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN RESIKO

BAB III PERHITUNGAN RESIKO BAB III PERHITUNGAN RESIKO 3.1. Diagram Alir Perhitungan Risiko Perhitungan dilakukan pada pipa Kurau dan Separator V-201 dengan perhitungan seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1 dimana data masukan berupa

Lebih terperinci

BAB III DATA DESAIN DAN HASIL INSPEKSI

BAB III DATA DESAIN DAN HASIL INSPEKSI BAB III DATA DESAIN DAN HASIL INSPEKSI III. 1 DATA DESAIN Data yang digunakan pada penelitian ini adalah merupakan data dari sebuah offshore platform yang terletak pada perairan Laut Jawa, di utara Propinsi

Lebih terperinci

Tugas Akhir (MO )

Tugas Akhir (MO ) Company Logo Tugas Akhir (MO 091336) Aplikasi Metode Pipeline Integrity Management System pada Pipa Bawah Laut Maxi Yoel Renda 4306.100.019 Dosen Pembimbing : 1. Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D. 2. Ir.

Lebih terperinci

SIDANG P3 TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK KELAUTAN 28 JANUARI 2010

SIDANG P3 TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK KELAUTAN 28 JANUARI 2010 SIDANG P3 TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK KELAUTAN 28 JANUARI 2010 Analisa Resiko pada Reducer Pipeline Akibat Internal Corrosion dengan Metode RBI (Risk Based Inspection) Oleh: Zulfikar A. H. Lubis 4305 100

Lebih terperinci

4.1 INDENTIFIKASI SISTEM

4.1 INDENTIFIKASI SISTEM BAB IV ANALISIS 4.1 INDENTIFIKASI SISTEM. 4.1.1 Identifikasi Pipa Pipa gas merupakan pipa baja API 5L Grade B Schedule 40. Pipa jenis ini merupakan pipa baja dengan kadar karbon maksimal 0,28 % [15]. Pipa

Lebih terperinci

Penilaian Risiko dan Penjadwalan Inspeksi pada Pressure Vessel Gas Separation Unit dengan Metode Risk Based Inspection pada CPPG

Penilaian Risiko dan Penjadwalan Inspeksi pada Pressure Vessel Gas Separation Unit dengan Metode Risk Based Inspection pada CPPG Penilaian Risiko dan Penjadwalan Inspeksi pada Pressure Vessel Gas Separation Unit dengan Metode Risk Based Inspection pada CPPG Aga Audi Permana 1*, Eko Julianto 2, Adi Wirawan Husodo 3 1 Program Studi

Lebih terperinci

INSPEKSI BERBASIS RISIKO DAN PENENTUAN UMUR SISA JALUR PIPA KURAU DAN SEPARATOR V-201 EMP MALACCA STRAIT. Oleh : ALRIZAL DIYATNO NIM

INSPEKSI BERBASIS RISIKO DAN PENENTUAN UMUR SISA JALUR PIPA KURAU DAN SEPARATOR V-201 EMP MALACCA STRAIT. Oleh : ALRIZAL DIYATNO NIM INSPEKSI BERBASIS RISIKO DAN PENENTUAN UMUR SISA JALUR PIPA KURAU DAN SEPARATOR V-201 EMP MALACCA STRAIT Tugas Sarjana Diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan tingkat sarjana Program Studi Teknik Metalurgi

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III PROSEDUR ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA BAB III PROSEDUR ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini akan membahas tentang prosedur penelitian yang tergambar dalam diagram metodologi pada gambar 1.1. Selain itu bab ini juga akan membahas pengolahan

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Diagram Alir Proses Stasiun Pengolahan Gas (PFD)

Gambar 4.1. Diagram Alir Proses Stasiun Pengolahan Gas (PFD) BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Analisa Klasifikasi Awal 4.1.1 Analisa Ruang Lingkup RBI Berdasarkan ruang lingkup yang telah ditentukan di awal bahwa penelitian ini akan dilaksanakan pada suatu stasiun pengolahan

Lebih terperinci

Bab 3 Data Operasi Sistem Perpipaan pada Topside Platform

Bab 3 Data Operasi Sistem Perpipaan pada Topside Platform Bab 3 Data Operasi Sistem Perpipaan pada Topside Platform Pada area pengeboran minyak dan gas bumi Lima, Laut Jawa milik British Petrolium, diketahui telah mengalami fenomena subsidence pada kedalaman

Lebih terperinci

SKRIPSI PURBADI PUTRANTO DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GENAP 2007/2008 OLEH

SKRIPSI PURBADI PUTRANTO DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GENAP 2007/2008 OLEH PENILAIAN KELAYAKAN PAKAI (FFS ASSESSMENTS) DENGAN METODE REMAINING WALL THICKNESS PADA PIPING SYSTEM DI FLOW SECTION DAN COMPRESSION SECTION FASILITAS PRODUKSI LEPAS PANTAI M2 SKRIPSI OLEH PURBADI PUTRANTO

Lebih terperinci

1 BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Korosi merupakan salah satu masalah utama dalam dunia industri. Tentunya karena korosi menyebabkan kegagalan pada material yang berujung pada kerusakan pada peralatan

Lebih terperinci

Studi Aplikasi Metode Risk Based Inspection (RBI) Semi-Kuantitatif API 581 pada Production Separator

Studi Aplikasi Metode Risk Based Inspection (RBI) Semi-Kuantitatif API 581 pada Production Separator JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-89 Studi Aplikasi Metode Risk Based Inspection (RBI) Semi-Kuantitatif API 581 pada Production Separator Moamar Al Qathafi dan

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Analisis Risk (Resiko) dan Risk Assessment Risk (resiko) tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari manusia. Sebagai contoh apabila seseorang ingin melakukan suatu kegiatan

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS RESIKO PADA PIPELINE OIL DAN GAS DENGAN METODE RISK ASSESMENT KENT MUHLBAUER DAN RISK BASED INSPECTION API REKOMENDASI 581

STUDI ANALISIS RESIKO PADA PIPELINE OIL DAN GAS DENGAN METODE RISK ASSESMENT KENT MUHLBAUER DAN RISK BASED INSPECTION API REKOMENDASI 581 SIDANG TUGAS AKHIR - RL 1585 JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FTI-ITS STUDI ANALISIS RESIKO PADA PIPELINE OIL DAN GAS DENGAN METODE RISK ASSESMENT KENT MUHLBAUER DAN RISK BASED INSPECTION API REKOMENDASI

Lebih terperinci

ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK

ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK SALMON PASKALIS SIHOMBING NRP 2709100068 Dosen Pembimbing: Dr. Hosta Ardhyananta S.T., M.Sc. NIP. 198012072005011004

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5 BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini, hasil pengolahan data untuk analisis jaringan pipa bawah laut yang terkena korosi internal akan dibahas lebih lanjut. Pengaruh operasional pipa terhadap laju korosi dari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN IV. 1 PERHITUNGAN CORROSION RATE PIPA Berdasarkan Corrosion Rate Qualitative Criteria (NACE RP0775-99), terdapat empat (4) tingkat laju korosi (hilangnya ketebalan per mm/

Lebih terperinci

Analisis Remaining Life dan Penjadwalan Program Inspeksi pada Pressure Vessel dengan Menggunakan Metode Risk Based Inspection (RBI)

Analisis Remaining Life dan Penjadwalan Program Inspeksi pada Pressure Vessel dengan Menggunakan Metode Risk Based Inspection (RBI) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-356 Analisis Remaining Life dan Penjadwalan Program Inspeksi pada Pressure Vessel dengan Menggunakan Metode Risk Based Inspection

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk BAB I PENDAHULUAN Sistem Perpipaan merupakan bagian yang selalu ada dalam industri masa kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk mentransportasikan fluida adalah dengan

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S (Agus Solehudin)* * Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FPTK Universitas Pendidikan Indonesia Emai : asolehudin@upi.edu Abstrak

Lebih terperinci

Proses Desain dan Perancangan Bejana Tekan Jenis Torispherical Head Cylindrical Vessel di PT. Asia Karsa Indah.

Proses Desain dan Perancangan Bejana Tekan Jenis Torispherical Head Cylindrical Vessel di PT. Asia Karsa Indah. Proses Desain dan Perancangan Bejana Tekan Jenis Torispherical Head Cylindrical Vessel di PT. Asia Karsa Indah. Dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat, telah diciptakan suatu alat yang bisa menampung,

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut :

BAB V ANALISA HASIL. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : BAB V ANALISA HASIL 5.1. Evaluasi Perhitungan Secara Manual 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : - Diameter luar pipa (Do)

Lebih terperinci

Non Destructive Testing

Non Destructive Testing Prinsip dan Metode dari NDT dan Risk Based Inspeksi Non Destructive Testing Pengujian tak merusak (NDT) adalah aktivitas pengujian atau inspeksi terhadap suatu benda/material untuk mengetahui adanya cacat,

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.1. Perhitungan Ketebalan Pipa (Thickness) Penentuan ketebalan pipa (thickness) adalah suatu proses dimana akan ditentukan schedule pipa yang akan digunakan. Diameter pipa

Lebih terperinci

NAJA HIMAWAN

NAJA HIMAWAN NAJA HIMAWAN 4306 100 093 Ir. Imam Rochani, M.Sc. Ir. Hasan Ikhwani, M.Sc. ANALISIS PERBANDINGAN PERANCANGAN PADA ONSHORE PIPELINE MENGGUNAKAN MATERIAL GLASS-REINFORCED POLYMER (GRP) DAN CARBON STEEL BERBASIS

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline Sidang Tugas Akhir Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline HARIONO NRP. 4309 100 103 Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ir. Handayanu, M.Sc 2. Yoyok Setyo H.,ST.MT.PhD

Lebih terperinci

BAB IV DATA SISTEM PIPELINE DAERAH PORONG

BAB IV DATA SISTEM PIPELINE DAERAH PORONG BAB IV DATA SISTEM PIPELINE DAERAH PORONG Sistem pipeline yang dipilih sebagai studi kasus adalah sistem pipeline yang terdapat di daerah Porong, Siodarjo, Jawa Timur yang lokasinya berdekatan dengan daerah

Lebih terperinci

Muhammad

Muhammad Oleh: Muhammad 707 100 058 Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pembimbing: Ir. Muchtar Karokaro M.Sc Sutarsis ST, M.Sc Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out. Mulai

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out. Mulai BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir ( Flow Chart ) Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out (FWKO) ke pump suction diberikan pada Gambar 3.1 Mulai Perumusan Masalah

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN BAB III PROSEDUR PENELITIAN Penelitian yang di gunakan oleh penulis dengan metode deskritif kuantitatif. Yang dimaksud dengan deskritif kuantitatif adalah jenis penelitian terhadap masalah masalah berupa

Lebih terperinci

BAB IV Pengaruh Parameter Desain, Kondisi Operasi dan Pihak Ketiga

BAB IV Pengaruh Parameter Desain, Kondisi Operasi dan Pihak Ketiga BAB IV Pengaruh Parameter Desain, Kondisi Operasi dan Pihak Ketiga Pada bab ini dianalisis pengaruh dari variasi parameter kondisi pipeline terhadap kategori resiko pipeline. Dengan berbagai macam parameter

Lebih terperinci

Bab 5 Analisis Tegangan Ultimate dan Analisis Penambahan Tumpuan Pipa

Bab 5 Analisis Tegangan Ultimate dan Analisis Penambahan Tumpuan Pipa Bab 5 Analisis Tegangan Ultimate dan Analisis Penambahan Tumpuan Pipa Sistem perpipaan dikatakan telah mengalami kegagalan, salah satu alasannya jika tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan tersebut

Lebih terperinci

ANALISA RESIKO PADA REDUCER PIPELINE AKIBAT INTERNAL CORROSION DENGAN METODE RBI (RISK BASED INSPECTION)

ANALISA RESIKO PADA REDUCER PIPELINE AKIBAT INTERNAL CORROSION DENGAN METODE RBI (RISK BASED INSPECTION) ANALISA RESIKO PADA REDUCER PIPELINE AKIBAT INTERNAL CORROSION DENGAN METODE RBI (RISK BASED INSPECTION) Z. A. H. Lubis 1 ; D. M. Rosyid 2 ; H. Ikhwani 3 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan, ITS-Surabaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada jaman sekarang minyak masih menjadi kebutuhan bahan bakar yang utama bagi manusia. Minyak sangat penting untuk menggerakkan kehidupan dan roda perekonomian.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis studi kasus pada pipa penyalur yang dipendam di bawah tanah (onshore pipeline) yang telah mengalami upheaval buckling. Dari analisis ini nantinya

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN ANALISA SISTEM PERPIPAAN PROCESS PLANT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA

PERANCANGAN DAN ANALISA SISTEM PERPIPAAN PROCESS PLANT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA PERANCANGAN DAN ANALISA SISTEM PERPIPAAN PROCESS PLANT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA *Hendri Hafid Firdaus 1, Djoeli Satrijo 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro 2

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PERUMUSAN MASALAH. Bagaimana pengaruh interaksi antar korosi terhadap tegangan pada pipa?

PENDAHULUAN PERUMUSAN MASALAH. Bagaimana pengaruh interaksi antar korosi terhadap tegangan pada pipa? PENDAHULUAN Korosi yang menyerang sebuah pipa akan berbeda kedalaman dan ukurannya Jarak antara korosi satu dengan yang lain juga akan mempengaruhi kondisi pipa. Dibutuhkan analisa lebih lanjut mengenai

Lebih terperinci

ANALISA RANCANGAN PIPE SUPPORT PADA SISTEM PERPIPAAN DARI POMPA MENUJU PRESSURE VESSE DAN HEAT EXCHANGER DENGAN PENDEKATAN CAESARR II

ANALISA RANCANGAN PIPE SUPPORT PADA SISTEM PERPIPAAN DARI POMPA MENUJU PRESSURE VESSE DAN HEAT EXCHANGER DENGAN PENDEKATAN CAESARR II ANALISA RANCANGAN PIPE SUPPORT PADA SISTEM PERPIPAAN DARI POMPA MENUJU PRESSURE VESSE DAN HEAT EXCHANGER DENGAN PENDEKATAN CAESARR II Asvin B. Saputra 2710 100 105 Dosen Pembimbing: Budi Agung Kurniawan,

Lebih terperinci

Bab 4 Pemodelan Sistem Perpipaan dan Analisis Tegangan

Bab 4 Pemodelan Sistem Perpipaan dan Analisis Tegangan Bab 4 Pemodelan Sistem Perpipaan dan Analisis Tegangan Pada bab ini akan dilakukan pemodelan dan analisis tegangan sistem perpipaan pada topside platform. Pemodelan dilakukan berdasarkan gambar isometrik

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data-data Awal ( input ) untuk Caesar II Adapun parameter-parameter yang menjadi data masukan (di input) ke dalam program Caesar II sebagai data yang akan diproses

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 32 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 PELAKSANAAN Kerja praktek dilaksanakan pada tanggal 01 Februari 28 februari 2017 pada unit boiler PPSDM MIGAS Cepu Kabupaten Blora, Jawa tengah. 4.1.1 Tahapan kegiatan

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahan bakar fosil yang terdiri atas gas dan minyak bumi masih menjadi kebutuhan pokok yang belum tergantikan sebagai sumber energi dalam semua industri proses. Seiring

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian (flow chat) Mulai Pengambilan Data Thi,Tho,Tci,Tco Pengolahan data, TLMTD Analisa Grafik Kesimpulan Selesai Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS BAB V ANALISIS. 5.1 Analisis History

BAB V ANALISIS BAB V ANALISIS. 5.1 Analisis History BAB V ANALISIS 5.1 Analisis History Seperti telah diuraikan di Bab III bahwa hasil perkiraan tingkat risiko yang dijadikan dasar untuk membuat Corrosion Mapping disandingkan dengan data historis yang dapat

Lebih terperinci

Penilaian Risiko Dan Perencanaan Inspeksi Pipa Transmisi Gas Alam Cepu-Semarang Menggunakan Metode Risk Based Inspection Semi-Kuantitatif Api 581

Penilaian Risiko Dan Perencanaan Inspeksi Pipa Transmisi Gas Alam Cepu-Semarang Menggunakan Metode Risk Based Inspection Semi-Kuantitatif Api 581 MESIN, Vol. 25, No. 1, 2016, 18-28 18 Penilaian Risiko Dan Perencanaan Inspeksi Pipa Transmisi Gas Alam Cepu-Semarang Menggunakan Metode Risk Based Inspection Semi-Kuantitatif Api 581 Gunawan Dwi Haryadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG Pada lingkungan industri modern saat ini, kegagalan sistem (failure) akibat korosi adalah hal yang tidak ditolerir, terutama ketika hal tersebut melibatkan penghentian

Lebih terperinci

DESIGN UNTUK KEKUATAN LELAH

DESIGN UNTUK KEKUATAN LELAH DESIGN UNTUK KEKUATAN LELAH Fatique Testing (Pengujian Lelah) Fatique Testing (Pengujian Lelah) Definisi : Pengujian kelelahan adalah suatu proses pengujian dimana material tersebut menerima pembebanan

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR DESAIN, OPERASI DAN PIHAK KETIGA TERHADAP KATEGORI RESIKO PIPELINE. Dodi Novianus Kurniawan

PENGARUH FAKTOR DESAIN, OPERASI DAN PIHAK KETIGA TERHADAP KATEGORI RESIKO PIPELINE. Dodi Novianus Kurniawan PENGARUH FAKTOR DESAIN, OPERASI DAN PIHAK KETIGA TERHADAP KATEGORI RESIKO PIPELINE Diajukan sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Magister Teknik Mesin Oleh: Dodi Novianus Kurniawan 231 06 022

Lebih terperinci

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra 3.3 KOROSI Korosi dapat didefinisikan sebagai perusakan secara bertahap atau kehancuran atau memburuknya suatu logam yang disebabkan oleh reaksi kimia

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Minyak bumi adalah suatu senyawa hydrocarbon yang terdiri dari karbon (83-87%),

BAB I. PENDAHULUAN. Minyak bumi adalah suatu senyawa hydrocarbon yang terdiri dari karbon (83-87%), BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Minyak bumi adalah suatu senyawa hydrocarbon yang terdiri dari karbon (83-87%), Hydrogen (11-14%), Nitrogen (0.2 0.5%), Sulfur (0-6%), dan Oksigen (0-5%).

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Oleh : Agus Solehudin Dipresentasikan pada : Seminar Nasional VII Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu (Askeland, 1985). Hasil

Lebih terperinci

SEPARATOR. Nama Anggota: PITRI YANTI ( } KARINDAH ADE SYAPUTRI ( ) LISA ARIYANTI ( )

SEPARATOR. Nama Anggota: PITRI YANTI ( } KARINDAH ADE SYAPUTRI ( ) LISA ARIYANTI ( ) SEPARATOR Nama Anggota: PITRI YANTI (03121403032} KARINDAH ADE SYAPUTRI (03121403042) LISA ARIYANTI (03121403058) 1.Separator Separator merupakan peralatan awal dalam industri minyak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK

DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK Erinofiardi, Ahmad Fauzan Suryono, Arno Abdillah Jurusan Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu Jl. W.R. Supratman Kandang

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Latar Belakang Material Material yang digunakan pada penelitian ini merupakan material yang berasal dari pipa elbow pada pipa jalur buangan dari pompa-pompa pendingin

Lebih terperinci

Perpatahan Rapuh Keramik (1)

Perpatahan Rapuh Keramik (1) #6 - Mechanical Failure #2 1 TIN107 Material Teknik Perpatahan Rapuh Keramik (1) 2 Sebagian besar keramik (pada suhu kamar), perpatahan terjadi sebelum deformasi plastis. Secara umum konfigurasi retakan

Lebih terperinci

MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS) #2

MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS) #2 #5 MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS) #2 Perpatahan Rapuh Keramik Sebagian besar keramik (pada suhu kamar), perpatahan terjadi sebelum deformasi plastis. Secara umum konfigurasi retakan untuk 4 metode

Lebih terperinci

BAB III STUDI PENGARUH PERUBAHAN VARIABEL TERHADAP KONSEKUENSI KEGAGALAN

BAB III STUDI PENGARUH PERUBAHAN VARIABEL TERHADAP KONSEKUENSI KEGAGALAN BAB III STUDI PENGARUH PERUBAHAN VARIABEL TERHADAP KONSEKUENSI KEGAGALAN Seluruh jenis konsekuensi kegagalan dicari nilainya melalui perhitungan yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya. Salah satu input

Lebih terperinci

4.1 ANALISA PENGUJIAN KEKERASAN MATERIAL

4.1 ANALISA PENGUJIAN KEKERASAN MATERIAL xxxiii BAB IV ANALISA 4.1 ANALISA PENGUJIAN KEKERASAN MATERIAL Dari pengujian kekerasan material dapat disimpulkan bahwa nilai kekerasan material master block, wing valve dan loop spool berada dalam rentang

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-73 Analisis Perbandingan Pelat ASTM A36 antara di Udara Terbuka dan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat Yanek Fathur Rahman,

Lebih terperinci

KEKUATAN MATERIAL. Hal kedua Penyebab Kegagalan Elemen Mesin adalah KEKUATAN MATERIAL

KEKUATAN MATERIAL. Hal kedua Penyebab Kegagalan Elemen Mesin adalah KEKUATAN MATERIAL KEKUATAN MATERIAL Hal kedua Penyebab Kegagalan Elemen Mesin adalah KEKUATAN MATERIAL Kompetensi Dasar Mahasiswa memahami sifat-sifat material Mahasiswa memahami proses uji tarik Mahasiswa mampu melakukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Perpipaan Dalam pembuatan suatu sistem sirkulasi harus memiliki sistem perpipaan yang baik. Sistem perpipaan yang dipakai mulai dari sistem pipa tunggal yang sederhana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. Bukit Asam adalah perusahaan penghasil batu bara terbesar di Indonesia yang bertempat di Tanjung Enim, Sumatra Selatan, Indonesia. PT. Bukit Asam menggunakan pembangkit

Lebih terperinci

Muhammad (NRP )

Muhammad (NRP ) IMPLEMENTASI RISK ASSESSMENT PADA PIPELINE GAS JALUR BADAK - BONTANG Muhammad (NRP. 2707100058) Dosen Pembimbing : Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. ; Sutarsis, ST. M.Sc., Fakultas Teknologi Industri Institut

Lebih terperinci

Bab II STUDI PUSTAKA

Bab II STUDI PUSTAKA Bab II STUDI PUSTAKA 2.1 Pengertian Sambungan, dan Momen 1. Sambungan adalah lokasi dimana ujung-ujung batang bertemu. Umumnya sambungan dapat menyalurkan ketiga jenis gaya dalam. Beberapa jenis sambungan

Lebih terperinci

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( )

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( ) 1. Jelaskan tahapan kerja dari las titik (spot welding). Serta jelaskan mengapa pelelehan terjadi pada bagian tengah kedua pelat yang disambung Tahapan kerja dari las titik (spot welding) ialah : Dua lembaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS 28 BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS 4.1 Kondisi Operasi Kondisi operasi dan informasi teknis dari sampel sesuai dengan data lapangan dapat dilihat pada Tabel 3.1, sedangkan posisi sample dapat dilihat

Lebih terperinci

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP Pengaruh Variasi Bentuk dan Ukuran Scratch Polyethylene Wrap Terhadap Proteksi Katodik Anoda Tumbal Al-Alloy pada Baja AISI 1045 di Lingkungan Air Laut Moch. Novian Dermantoro NRP. 2708100080 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Biomaterial adalah substansi atau kombinasi beberapa subtansi, sintetis atau

BAB I PENDAHULUAN. Biomaterial adalah substansi atau kombinasi beberapa subtansi, sintetis atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biomaterial adalah substansi atau kombinasi beberapa subtansi, sintetis atau alami, yang dapat digunakan untuk setiap periode waktu, secara keseluruhan atau sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelasan merupakan proses penyambungan setempat dari logam dengan menggunakan energi panas. Akibat panas maka logam di sekitar lasan akan mengalami siklus termal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. melakukan perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan program Caesar

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. melakukan perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan program Caesar BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Data dan Sistem Pemodelan Sumber (referensi) data-data yang diperlukan yang akan digunakan untuk melakukan perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan program Caesar

Lebih terperinci

Manajemen Resiko Korosi pada Pipa Penyalur Minyak

Manajemen Resiko Korosi pada Pipa Penyalur Minyak JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Manajemen Resiko Korosi pada Pipa Penyalur Minyak Bagus Indrajaya, Daniel M. Rosyid, dan Hasan Ikhwani Jurusan Teknik Kelautan,

Lebih terperinci

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun.

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN PEMANAS AIR (WATER HEATER) DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian

Lebih terperinci

Studi RBI (Risk Based Inspection) Floating Hose pada SPM (Single Point Mooring)

Studi RBI (Risk Based Inspection) Floating Hose pada SPM (Single Point Mooring) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 G-218 Studi RBI (Risk Based Inspection) Floating Hose pada SPM (Single Point Mooring) Dwi Angga Septianto, Daniel M. Rosyid, dan Wisnu Wardhana

Lebih terperinci

PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR

PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR P3 PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR II P3 PIPELINE STRESS ANALYSIS ON THE ONSHORE DESIGN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa industri dapat ditemukan aplikasi sains yakni merubah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa industri dapat ditemukan aplikasi sains yakni merubah suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Dalam beberapa industri dapat ditemukan aplikasi sains yakni merubah suatu material dari satu bentuk ke bentuk yang lainnya baik secara kimia maupun secara

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV PERHITUNGAN ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV PERHITUNGAN ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Perhitungan Bejana Tekan Seperti yang diuraikan pada BAB II, bahwa bejana tekan yang dimaksud dalam penyusunan tugas akhir ini adalah suatu tabung tertutup

Lebih terperinci

PERANCANGAN BEJANA TEKAN KAPASITAS 5 M3 DENGAN TEKANAN DESAIN 10 BAR BERDASARKAN STANDAR ASME 2007 SECTION VIII DIV 1

PERANCANGAN BEJANA TEKAN KAPASITAS 5 M3 DENGAN TEKANAN DESAIN 10 BAR BERDASARKAN STANDAR ASME 2007 SECTION VIII DIV 1 PERANCANGAN BEJANA TEKAN KAPASITAS 5 M3 DENGAN TEKANAN DESAIN 10 BAR BERDASARKAN STANDAR ASME 2007 SECTION VIII DIV 1 Riki Candra Putra Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Tangerang ABSTRAK Dalam

Lebih terperinci

Sumber : Brownell & Young Process Equipment design. USA : Jon Wiley &Sons, Inc. Chapter 3, hal : Abdul Wahid Surhim

Sumber : Brownell & Young Process Equipment design. USA : Jon Wiley &Sons, Inc. Chapter 3, hal : Abdul Wahid Surhim Sumber : Brownell & Young. 1959. Process Equipment design. USA : Jon Wiley &Sons, Inc. Chapter 3, hal : 36-57 3 Abdul Wahid Surhim *Vessel merupakan perlengkapan paling dasar dari industri kimia dan petrokimia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil BAB II LANDASAN TEORI II.1 Teori Dasar Ketel Uap Ketel uap adalah pesawat atau bejana yang disusun untuk mengubah air menjadi uap dengan jalan pemanasan, dimana energi kimia diubah menjadi energi panas.

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mengalirkan suatu fluida (cair atau gas) dari satu atau beberapa titik

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mengalirkan suatu fluida (cair atau gas) dari satu atau beberapa titik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi dan Teori Perpipaan 2.1.1 Definisi Sistem Perpipaan Untuk mengalirkan suatu fluida (cair atau gas) dari satu atau beberapa titik ke satu atau beberapa titik lainnya digunakan

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TAKIK DAN KEKERASAN PADA SAMBUNGAN LAS PIPA

PENGARUH POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TAKIK DAN KEKERASAN PADA SAMBUNGAN LAS PIPA PENGARUH POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TAKIK DAN KEKERASAN PADA SAMBUNGAN LAS PIPA Pudin Saragih 1 Abstrak. Kekuatan sambungan las sangat sulit ditentukan secara perhitungan teoritis meskipun berbagai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh

METODE PENELITIAN. Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh III. METODE PENELITIAN Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh rumah tangga yaitu tabung gas 3 kg, dengan data: Tabung 3 kg 1. Temperature -40 sd 60 o C 2. Volume 7.3

Lebih terperinci

KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI DARI SERANGAN SCC Ishak `*) ABSTRAK

KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI DARI SERANGAN SCC Ishak `*) ABSTRAK Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol 2 No. 3 Juni 2004 ISSN 1693-248X KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada tahun 2000-an berkembang isu didunia internasional akan dampak

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada tahun 2000-an berkembang isu didunia internasional akan dampak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2000-an berkembang isu didunia internasional akan dampak dari konsumsi bahan bakar minyak yang menjadi topik utama di berbagai media massa. Salah satu dampaknya

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data-Data Awal Analisa Tegangan Berikut ini data-data awal yang menjadi dasar dalam analisa tegangan ini baik untuk perhitungan secara manual maupun untuk data

Lebih terperinci

Bab III Data Perancangan GRP Pipeline

Bab III Data Perancangan GRP Pipeline Bab III Data Perancangan GRP Pipeline 3.2 Sistem Perpipaan Sistem perpipaan yang dirancang sebagai studi kasus pada tugas akhir ini adalah sistem perpipaan penyalur fluida cair yaitu crude dan well fluid

Lebih terperinci

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la Pengelasan upset, hampir sama dengan pengelasan nyala, hanya saja permukaan kontak disatukan dengan tekanan yang lebih tinggi sehingga diantara kedua permukaan kontak tersebut tidak terdapat celah. Dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. turbulen, laminar, nyata, ideal, mampu balik, tak mampu balik, seragam, tak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. turbulen, laminar, nyata, ideal, mampu balik, tak mampu balik, seragam, tak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Aliran dapat diklasifikasikan (digolongkan) dalam banyak jenis seperti: turbulen, laminar, nyata, ideal, mampu balik, tak mampu balik, seragam, tak seragam, rotasional,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan. BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Perhitungan dan Analisa Tegangan 4.1.1 Perhitungan Ketebalan Minimum Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan. Perbedaan ketebalan pipa

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut :

BAB V ANALISA HASIL. 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : BAB V ANALISA HASIL 5.1. Evaluasi Perhitungan Secara Manual 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : - Diameter luar pipa (Do)

Lebih terperinci

BAB 5 DASAR POMPA. pompa

BAB 5 DASAR POMPA. pompa BAB 5 DASAR POMPA Pompa merupakan salah satu jenis mesin yang berfungsi untuk memindahkan zat cair dari suatu tempat ke tempat yang diinginkan. Zat cair tersebut contohnya adalah air, oli atau minyak pelumas,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

KONSEP TEGANGAN DAN REGANGAN NORMAL

KONSEP TEGANGAN DAN REGANGAN NORMAL KONSEP TEGANGAN DAN REGANGAN NORMAL MATERI KULIAH KALKULUS TEP FTP UB RYN - 2012 Is This Stress? 1 Bukan, Ini adalah stress Beberapa hal yang menyebabkan stress Gaya luar Gravitasi Gaya sentrifugal Pemanasan

Lebih terperinci